SEMINAR PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN DI

JAKARTA, 28—30 OKTOBER 1976

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN DIREKTORAT MUSEUM

„ SEMINAR PEN ELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN MUSEUM DI INDONESIA

JAKARTA, 28—30 OKTOBER 1976

DITERBITKAN OLEH: PROYEK REHABILITASI DAN PERLUASAN MUSEUM I)KI JAKARTA MEDAN MERDEKA BARAT 12, TELP. 360976 JAKARTA—PUSAT TAHUN 1976/1977

pekpustakaan f a k u l t a s - s a s t r a FAK. SAblRA Tang^-al Z&/- No. J s z ^ - 3

KATA PENGANTAR

Sebagai salah satu tindak Ianjut Seminar ’’Arsitektur dan Tata Pameran Museum di Indo­ nesia” yang telah diselenggarakan pada tanggal 3 s/d 6 Nopember 1975 di Cibulan — Bogor, dan sesuai dengan yang telah direncanakan serta tersedianya biaya dalam DIP Proyek Pehabi- litasi dan Perluasan Museum DKI Jakarta, tibalah saatnya untuk menyelenggarakan Seminar mengenai ’’Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum di Indonesia”. Seminar ini bertujuan untuk mendapatkan kemantapan dalam hal konsepsi tentang kedu- dukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja serta landasan hukumnya agar museum dapat benar-benar mampu dan berdayaguna sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ma- syarakat. Seminar diadakan di Gelanggang Olah Raga ”Jaya Raya” Ragunan — Pasar Minggu Jakar­ ta, dari tanggal 28 s/d 30 Oktober 1976, dan sebagai hasilnya kami terbitkan buku Laporan Lengkap Seminar ’’Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum di Indonesia^ini. Semoga hasil Seminar ini dapat menjadi salah satu bahan pegangan kita dalam melaksa- nakan tugas pembinaan dan pengembangan permuseuman nasional di Indonesia. Akhimya pada kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah turut membantu, sehingga dapat terlaksananya Seminar tersebut de­ ngan baik dan lancar.

Jakarta, 1 April 1977 Direktur Museum ttd.

Drs. Moh. Amir Sutaarga. NIP. 130201049 4

D A F T A R ISI

halam an:

I. PENGANTAR ...... 3

II. L A P O R A N K E T U A PA N ITIA ...... 5

III. PIDATO PENGARAHAN DIREKTUR JENDERALKEBUDAYAAN. . 8 DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN IV. KEPUTUSAN DAN SARAN SEMINAR PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN MUSEUM DI INDONESIA ...... 11

V. PRASARAN-PRASARAN DAN TANYA JAVVAB: 1. ’’MUSEUM DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL” oleh: D rs. Bam bang Soem adio ...... 14

2. ’’ANATOMI SEBUAH MUSEUM ILMU PENGETAHUAN ALAA1” oleh: D R . S am pum o Kadarsan ...... 26

3. ’’SISTIM PERMUSEUMAN DI INDONESIA” oleh: Drs. M oh. A m ir Sutaarga ...... 35

4. ’’SARANA DAN FASILITAS” oleh: Drs. Tedjo Susilo ...... 54

5. ’’MUSEUM BALI” (Sebuah Case Study tcntang Lingkungan, Tugas, I’ungsi, dan masalah pengelolaan dan pendayagunaannya). oleh: Drs. Putu Budiastra...... 91

6. ’’MUSEUM SrVVALIMA MENUJU KE FUNGSIONALISASINYA” (Sebuah Case Study tentang Lingkungan, Tugas, Fungsi, dan masalah pengelolaan dan pendayagunaannya) oleh: J . Mailoa...... 104

7. ’’MANAGEMENT MUSEUM” (PENGELOLAAN MUSEUM) oleh: DR. Buchari Zainun ...... 122

VI. PROGRAM SEM INAR ...... l2 9

VII. D A FT A R PESERTA ...... 137

VIII. SURAT KEPUTUSAN TENTANGSUSUNAN PANITIA SEMINAR.. 138

IX. HALAMAN BERGAMBAR 5

LAPORAN KETUA PANITIA SEMINAR PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN MUSEUM DI INDONESIA.

Bapak Direktur Jcnderal Kcbudayaan yang terhorinat, para pcscrta, para undangan dan para hadirin lainnya, yang kami horinati.

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Perkenankanlah kami sclaku kctua Panitia Seminar mcngenai Pengelolaan dan Pendayagu­ naan Museum di Indonesia menyampaikan laporan sebagai berikut:

I Sebagai salah satu tindak lanjut Seminar Arsitektur dan Tata Pameran Museum yang telah diselenggarakan dari tanggal 3 s/d 6 Nopember 1975, di Cibulan, maka sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah disediakan biayanya dalam DIP Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum DKI Jakarta, maka tibalah saatnya untuk menyelenggarakan Semi­ nar mengenai Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum.

II. Sebagai hasil-hasil keputusan Panitia Pengarah dalam Seminar ini telah dipilih 4 tema pembahasan yaitu: a. Masaalah Fungsionalisasi Museum, b. Masaalah Sistim Permuseuman di Indonesia, c. Masaalah Sarana dan Fasilitas Museum, d. Masaalah Pengelolaan Museum.

Sesuai dengan tema-tema tersebut dan mengingat waktu yang tersedia maka dalam Semi­ nar ini akan dikemukakan tujuh kertas kerja masing-masing.

(!)• Museum dan Ilmu Pengetahuan Sosial. oleh: Drs. Bambang Soemadio, Direktur Museum Pusat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2). Anatomi Sebuah Museum Ilmu Pengetahuan Alam, . . . . .p, oleh: Dr. Sampurno Kadarsan, Direktur Museum Zoolog.cum Bogomensu - LIP!,

(3). Sistim Permuseuman di Indonesia, oleh: Drs. Moh. Amir Sutaarga, Direktur Museum D.rektorat Jenderal Kcbudaya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(4). Sarana dan Fasilitas (3 M) Museum, DcDar- i . i- c i ™ Museum Direktorat Jcnderal Kebudayaan ivepai oleh: Drs. Tcdjo Susilo, Direktorat isiustuu j temcn Pendidikan dan Kebudayaan. 6

(5). Museum Bali; sebuah case study tentang lingkungan, tugas, fungsi an masaa enge o laan dan Pendayagunaannya, oleh: Drs. Putu Budiastra, Direktur Museum Bali.

(6). Museum Siwalima menuju ke • fungsionalisasinya (sebuah case study tentang lingkungan, tugas, fungsi, dan masaalah Pengelolaan dan Pendayagunaannya), oleh: J. Mailoa, Kurator Museum Siwalima Ambon.

(7). Pengelolaan Permuseuman, oleh: Dr. Buchari Zainun, Direktur SESPA-Lembaga Administrasi Negara.

Disamping tujuh kertas keija tersebut dengan senang hati kami sambut kesediaan Bapak Direktur Jenderal Kebudayaan untuk memberikan ceramah umum kepada para peserta me- ngenai Museum dan Masyarakat yang waktunya telah kami tetapkan pada hari Jum ’at, tanggal 29 Oktober 1976, mulai jam 19.30 WIB.

Untuk menarik manfaat semaksimal mungkin, maka Seminar akan dihadiri oleh:

1. Kepala Museum/Para Direktur dan Kurator Museum serta para Kepala Suaka Sejarah dan Purbakala.

2. Para wakil dari Universitas Gajah Mada, Padjadjaran dan Universitas Indonesia serta IKIP Pembina dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya.

3. Para Pemimpin Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum dari 15 Lokasi.

, 4. Para Kepala Sub Bidang Bina Program pada Bidang Permuseuman, Sejarah, dan Ke- purbakalaan pada Kantor-Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan seluruh Indonesia.

5. Wakil dari Lembaga Administrasi Negara.

6. Para WakU dari Direlctorat Jenderal - Direktorat Jenderal di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Penelitian dan l'engembangan Pendidikan dan Kebudayaan serta Direktorat Jenderal Pariwisata Departemen Perlwbungan.

7. Wakil dari Lembaga Biologi Nasional.

8. Wakil dari Pusat Sejarah ABRI, Pusat-Pusat Pcm-litian a : i- . ~ Pendidikan dan Kebudayaan. l-enel,t,an d, lmgkungan Departemen

9. Wakil-Wakil dari Biro-Biro Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

10. Para staf Direktorat Jenderal Kebudayaan dan Direktorat Museum

III. Mengingat besamya jumlah para peserta, maka Panitia Pen^^K * i u , i mcmbatasi kelompok-kelompok tema dan cara pembahasan akan memutuskan untu cussion. Khususnya bagi para Kepala Sub. Bidang Bina Proc™™ den8an p a n e l dis- mereka tidak diikutsertakan dalam kelompok-kelompok diskiS „ m.udah.'™udahan sekalipun scmacam penataran dalam hal sala.i satu cabang ilmu Perrnuvi.m minar ln» akan merupakan rermuseuman yang kelak akan jadi pc- 7

gangan dalam tugasnya didaerah. Panitia Pengarah sengaja meminta kepada Kantor Wilayah Departeman Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengirimkan para Kepala Sub Bidang Bina Program karena Panitia Pengarah berpendapat, mereka ^ itulah yang sesuai untuk menangani Pengelolaan dan Penda­ yagunaan Museum. Bapak Direktur Jenderal Kebudayaan dan para hadirin yang terhormat.

Perkenankanlah kami atas nama Panitia Penyelenggara menyampaikan ucapan terima kasih pada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam hal ini kepada Kepala Dinas Olah Raga dan Kepala Dinas Museum dan Sejarah DKI yang telah membantu kami dalam penggunaan fasilitas Gelanggang Olah Raga ”Jaya Raya” untuk terlaksananya Seminar ini. Ke­ pada para peserta, kami mohon maaf sebesar-besamya atas segala kekurangan yang ada pada kami khususnya masalah fasilitas lalu lintas antara Bungalow dan tempat sidang yang harus ditempuh dengan jalan kaki agak jauh. Maklumlah karena tempat ini adalah suatu pusat Olah­ raga, maka lengkaplah Seminar ini yang dapat dianggap pula sebagai olahraga otak dengan di- imbangi gerak jalan sebagai olahraga jasmani. Sekianlah laporan kami dan kami ucapkan banyak terima kasih kepada para hadirin dan undangan yang telah sudi meluangkan langkah dalam pembukaan Seminar ini.

Wasalamualaikum Wr. Wb.

Ketua Panitia Pengarah

ttd. '

(Drs. Moh. Amir Sutaarga). 8

PIDATO PENGARAHAN DIREKTUR—JENDERAL KEBUDAYAAN DEPARTEMEN PEN- DIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PADA ACARA PEMBUKAAN SEMINAR TENTANG PE- NGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN MUSEUM, TANGGAL 28 OKTOBEP 1976.

Para hadirin yang kami honnati.

Kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa pada saat ini, yang kebetulan jatuh pada hari berscjarali, yakni hari peringatan Sumpah I’emuda yang ke-48, seperti yang tadi pagi, telah sama-sama kita pcringati, kita dapat berkumpul kembali di tempat acara pembukaan Seminar tentang Pcngelolaan dan Pendayagunaan Museum. Empat puluh delapan tahun yang lalu, pemuda-pemuda Indonesia, yang hidup di bawah tekanan pemerintah jajaiian, yang belajar dan bekerja dalam suasana penuh dengan ketidak se- imbangan, dengan semangat yang meluap dan penuh risiko, tekih berani mengikrarkan wawasan Indonesia Raya, dengan landasan perjoangan menuju kesatuan dan persatuan, baik politis, maupun kulturil. Semangat Pemuda angkatan 28 itu kelak akan mengalami gemblengan-gem- blengan suasana penjajahan yang memuncak dengan harus dialami mereka selama penjajahan Jepang. Tetapi justru karena pengalaman-pengalaman yang keras dan pahit itulah, maka dapat dicetuskan Revolusi Kemerdekaan dan Proklamasi 1945. Uraian kami itu mudah-mudahan akan memberikan kepada kita semangat yang kita perlukan bagi tugas-tugas pengisian kemerdekaan, yakni tugas-tugas pembangunan di segala bidang, menuju masyarakat Pancasila yang nyata’, yang adil, makmur, dan bahagia. Sebagai seorang profesional, tentu Saudara sudah maklum bahwa museum sebagai pranata sosial-budaya penting sekali tugas dan fungsi-fungsinya. Salah satu tugas utamanya museum ikut serta dalam penyelamatan warisan budaya. Pemerintah telah menetapkan d*H™ Renelita kc II, bahwa Program Penyelamatan dan Pcmeliharaan Warisan Budaya Nasional, mendapat prior,tas utama. Maka dalam I rogram imlah dituangkan Proyck Rehabilkasi dan Perluasan Museum, yang mudah-mudahan akan merata kc seluruh Tanah Air n,i i i j pelaksanaan Proyek-proyek Rchabilitasi dan Perluasan Museum tehh H l>e[';nCanaa" da" jenis kegiatan, baik kcgiatan fisik maupun kegiatan non-fisik Keriatan P '1^ 8*1 ,- .- , -, i i , ' I'-t'SlJian tisik, lalah misalnya, mcliputi pcrbaikan gedung, pengamanan dan penmgkatan mutu keindahan dan keselarasan ha- la,nan, perluasan gedung atau pcndinan unit-uiiu gedung yang baru, pengadaan koleksi dan pcrlengkapan yang diperlukan bagi museum, baik untuk perawafin , • ii-i 1 v-* awdiiin a an peneawetan untuk sis- tim pcngamanan, untuk studi dan tata-pameran, untuk Dcnvclvirm • r • kegiatan c.lukatif, baik seeara pclcngkap m ew ^ p e n d id S t™ ? ! I " ™ " '’ T T ' pendidikan non-formil. Kcgiatan-kcgiatan non-fisik mcliputi survrv ’ . l,Pl,n sccara pc eng ap dan usaha-usaha fungsionalisasi museum, sebagai pranat i sosi-il L- ’itrCS-?ar,*T ^ an Pcrcncanaan’ syarakat, yakni turut aktif dan sccara positif me.aUan' ‘ .tcn^ * tcInKah ccrdasan bangsa, pcningkatan aprcsiasi dan pcnghayatan scni dan bud lvT N UJU peninfikatdn ,C itu antara lam dapat dilaksanakan dengan cara-cara pcrbaikan tata-m,T NafIonal* Usaha-usa giatan-kegiatan pamcran yang temporer, dan mulai saat ini pcrlu diarU ^'1 * PCnIUgkalan sama untuk penyclcnggaraan pameran-pameran keliling antar-museum ^ pcn an yang SC 9

Saudara-saudara yang terhormat.

Sejalan dengan kegiatan-kegiatan fisik pada ,Proyek-proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum, maka tahun yang lalu, antara tanggal 3 dan 6 Nopcmber 1975, tclah dilangsungkan Seminar Arsitektur dan Tatapameran Museum di Indonesia. Mungkin ada yang bertanya, apa- kah ada hubungannya, antara Seminar Arsitektur dan Tatapameran museum itu tadi dengan Se­ minar yang sekarang akan segera mulai, yakni Seminar tentang pengelolaan dan pendayagunaan museum. Kami jawab, bahwa Seminar pengelolaan dan pendayagunaan museum yang akan Saudara-saudara ikuti, adalah justru erat hubungannya dengan yang tcrdahulu. Investasi yang ditanam masyarakat dan pemerintah, berupa biaya bermilyar rupiah, be- rupa tenaga ahli, tenaga keamanan, kebersihan, dlsb.nya, membawa akibat dan tanggung-jawab moril >ang berat, bila tidak ada tindak-Ianjut daripada penyelesaian proyek-proyek pemba- ngunan tersebut. Singkatnya, sebelum proyek-proyek itu secara fisiknya selesai, sudah segera dimulai dengan usaha-usaha kearah sistim pengelolaan yang bukan saja baik, tetapi juga terarah sesuai dengan program-program Pemerintah dibidang pembinaan dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan. Museum-museum, sebagai instalasi non-strukturil departemen, tetapi juga museum-museum swasta yang diselenggarakan oleh pelbagai yayasan, mengingat peranannya sebagai pranata sosial-budaya, memerlukan sistim pengelolaan tertentu dengan mengingat faktor-faktor ling­ kungan sosialnya, dan tujuan-tujuan pendayagunaannya. Bagaimanakah caranya masyarakat berpartisipasi dengan kegiatan-kegiatan museum. Belum lagi disebut perlunya kegiatan-kegiatan museum yang harus dihubungkan dengan kegiatan universitas dan dunia pendidikan pada umumnya. Seperti yang digariskan dalam Keputusan Presiden No. 11 Tahun 1974 tentang Rcncana I’embangunan Lima Tahun Kedua (REPELITA II), museum harus merupakan tempat studi, penelitian dan rekreasi. Untuk mencapai sasaran dan tujuannya perlu peningkatan fungsi- fungsinya. Bicara mengenai sistim pengelolaan, kami ingin mengingatkan para peserta seminar, bahwa yang akan mensukseskan pengelolaannya sendiri bukanlah sistim dan peralatan yang tersedia, tetapi faktor manusianya sendiri. Sebab, disamping yang memegang pimpinan penge­ lolaan, maupun sarana pengelolaan yang a.i. terdiri dari tenaga-tenaga menurut sistim yang diperlukan, adalah manusia sendiri. Dan bicara tentang manusia, kita tak dapat melupakan faktor-faktor lingkungan dan latar-belakang sosial-budayanya. Karenanya, dalam hal membahas pengelolaan museum, perlu dicari jawaban sistim pengelolaan yang mana yang paling sesuai dengan masyarakat dan kebudayaan Indonesia masakini. Masyarakat dalam masa transisi me- nuju masyarakat yang modern memerlukan penelitian yang mendalam. Pengetahuan tentang hal itu sangat diperlukan untuk berhasilnya pengelolaan kebudayaan pada umumnya dan pengelolaan museum pada khususnya. Banyak karangan tentang masalah perobahan-perobahan masyarakat dan kebudayaan yang perlu kita pelajari antara lain uraian Prof. Kocntjaraningrat, ahli Antropologi Indonesia, dalam karangannya yang berjudul: ’’Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan”. Maka makin akan jelaslah suasana transisi budaya masyarakat kita, yang sedikit banyaknya tentu akan mempengaruhi sikap pemegang-pemegang peranan dalam hal setiap sistim pengelolaan di Indonesia. Kami maksudkan, bahwa melihat situasi dan kondisi sosial- budaya di Indonesia, masalah pengelolaan adalah masalah kepemimpinan. Misalnya, syarat- syarat kepemimpinan yang bagaimanakah yang harus dipenuhi seorang direktur atau kurator museum, sehingga masyarakat sekitarnya jatuh cinta kepada museum mereka. Ada pepatah dalam bahasa Jawa yang berbunyi: ’’Witing tresno jalaran«saking kulino”, artinya, asalnya cinta itu adalah karena sudah lama berkenalan baik. Seorang pemimpim museum, dibantu oleh selu- ruh staf dan karyawannya, harus dapat ’’Merayu” masyarakat pengunjungnya dengan pelbagai kegiatan yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Disinilah tcrletak persoalan pokok acara seminar ini: persoalan-persoalan pendayagunaan museum. Kami yakin, karena museum itu banyak gunanya karena banyak fungsi-fungsi sosial-budaya-nya, dengan cara-cara 10

yang baik pendekatan dan pelaksanaannya dalam hal melayani pengunju -r kadantr- yang kami maksudkan akan tcrcapai. Cegahlah tanggapan-tanggapan yang n , ephincm kadang timbul dimasyarakat. Kita hendaknya dapat mengubah pandangan masy , gga terasa, bahwa museum dalam jaman modern ini, merupakan salah satu eper uan y' a yang sangat penting dalam membawa kesadaran berbudaya.

Para hadirin yang terhormat.

Mudah-mudahan seminar ini dapat menginventarisasikan semua masaalah mengenai pe­ ngelolaan museum dan pendayagunaan museum, sehingga dapat dihasilkan rumusan-rumusan umum mengenai cara-cara pemecahannya dan mencari cara-cara mengatasi persoalan-persoalan tersebut, satu dan lain hal tetap berlandaskan kebijaksanaan dan peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Dengan sistim pengelolaan yang sempurna didukung oleh sarana dan fasilitas yang tersedia cukup, dan dengan pengetahuan yang mendalam tentang maksud dan tujuan pembangunan negara kita, khususnya dibidang permuseuman, sebagai salah satu bidang kegiat­ an pembangunan spriituril dan kulturil, mudah-mudahan akan banyak manfaat yang dapat di- sumbangkan oleh dunia permuseuman kepada masyarakat dan bangsa kita. Dengan ucapan selamat bekeija kepada para peserta dan dengan permintaan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan ini, Seminar Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum, secara resmi kami buka.

JAKARTA, 28 OKTOBER 1976. Direktur-Jenderal Kebudayaan,

ttd .

(Prof. Dr. Ida Bagus Mantra).

PERPUSTAKAAN f:‘ A K. U L T A S - S A S T R A, 11

KEPUTUSAN DAN SARAN SEMINAR PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN MUSEUM DI INDONESIA

Setelah memperhatikan pidato pcngarahan Bapak Direktur Jenderal Kebudayaan, Depar­ temen Pendidikan dan Kebudayaan dan setelah membahas kertas-kertas kerja:

( 1) Drs. Bambang Soemadio ^ _ ’’Anatomi Sebuah Museum Ilmu Pengetahuan Alam. ”

(2) Drs. Sampurno Kadarsan ’’Museum dan Ilmu Pengetahuan Sosial”

(3) Drs. Moh. Amir Sutaarga ’’Sistim Permuseuman di Indonesia”.

(4) Drs. Tedjo Susilo ’’Sarana dan Fasilitas Museum”.

(5) Drs. Putu Budiastra ’’Museum Bali”; sebuah case study tentang ling­ kungan, tugas, fungsi dan Pengelolaan dan Pen­ dayagunaannya.

(6) J. Mailoa ’’Museum Siwalima menuju ke Fungsionalisasinya” (sebuah case study tentang lingkungan, tugas, fungsi dan masalah Pengelolaan dan Pendaya­ gunaannya)

(7) Dr. Buchari Zainun ’’Pengelolaan Permuseuman” .

Seminar Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum yang telah diselenggarakan di Ragunan Pasar Minggu, Jakarta, tgl. 28 s/d 30 Oktober 1976, dengan ini menyampaikan kesimpulan-kesim- pulan berupa permasalahan dan saran-saran sbb.:

I. M ASALAH. A. Museum sebagai unit pelaksana belum dapat ditctapkan kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja serta landasan hukumnya. B. Museum kurang mampu berdayaguna sesuai perkembangan dan kemajuan masya­ rakat. Sebagai akibat dari dua masalah tersebut diatas maka: 1 . Ketentuan-ketentuan mengenai jenis dan jumlah personil belum dapat diwujudkan. 2. Ketentuan-ketentuan mengenai jenis sarana dan fasilitas belum dapat dimantapkan. 3. a. Sumber biaya masih terbatas. b. Mekanisme dan prosedur pembiayaan kurang menunjang pendayagunaan museum. 12_ 4. Penyelamatan benda-benda vvarisan budaya bclum dapat dilakukan oleh m s um dengan baik. 5. Masyarakat belum sepenuhnya menghayati nilai-nilai warisan buday' kekayaan alam. G. Masyarakat belum sepenuhnya menvadari bahwa museum merupakan sumber doku mentasi penelitian dan pusat penyebaran informasi.

U. SA R A N . A. Kedudukan museum sebagai unit pelaksana dan yang berperanan sebagai pranata so sial-budaya agar mendapat perhatian karena hal ini melancarkan usaha-usaha pem- binaan, pengelolaan dan pendayagunaan-permuseuman. B. Museum sebagai unit pelaksana juga melakukan penelitian oleh karena itu disarankan agar museum berkedudukan menurut tipe kombinasi strukturil dan fungsionil. C. Untuk pendirian dan pengelolaan museum disarankan agar diadakan peraturan secara menyeluruh yaitu peraturan-peraturan hukum tentang pengaturan, penertiban, bim- bingan dan pengamanan permuseuman. D. Untuk meningkatkan pengelolaan dan pendayagunaan museum disarankan agar:

1. 1. diterbitkan pedoman-pedoman pcnyelenggaraan museum, baik sebagai pctunjuk pelaksanaan unit-unit strukturil (Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbaka- laan pada Kantor Wilavah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) maupun untuk unit-unit instalasi (museum-museum) 2 2. tenaga museum ditingkatkan mutu pengetahuannya dan ketrampilannya melalui latihan-latihan jabatan didalam maupun diluar negeri. 3 3. tenaga museum ditingkatkan pengabdiannya dengan melembagakan suatu sistim penghargaan.

4 4. kekurangan tenaga yang pada saat ini sangat dirasakan, diberi kelonggaran pen- jatahan pegawai sesuai jenis dan jumlah kebutuhan. I 5. mendapatkan tenaga-tenaga ahli yang khusus dan pula agar diusahakan bea siswa dan ikatan dinas.

E. Mengingat masih terbatasnya sumber-sumber biaya hanya dari Pemerintah disarankan agar museum diberikan kemungkinan untuk mendapatkan sumber biaya yang lain. F. Mengingat bahwa mekanisme dan prosedur pembiayaan kurang menuniang pen­ dayagunaan museum, maka disarankan agar prosedur pengadaan dan penyaluran bia­ ya disederhanakan. 7 G. Untuk meningkatkan usaha penyelamatan benda-benda waris™ hayatan sumber kekayaan alam perlu ditingkatkan koordinasi dan keria^am rde^Ti" instansi-instansi yang berwewenang. J °

H. Untuk meningkatkan penghayatan nilai-nilai warisan budava H- alam agar ditingkatkan komunikasi dengan masyarakat m e l a l , / 11 " kekayaan pameran dan program-program bimbingan yang lebih intensif Publlkas,» pameran- I. Untuk meningkatkan pendayagunaan museum disarankan aea scum, baik yang bersiTat pisik, maupun yang bersifat non- ' .femUa kcPerluan mu- tuangkan dalam sistim standardisasi yang lebih sempurna ° ^'S atau °Perasionil di- 13

Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta. Tanggal : 30 O ktober 197G PANITIA SEMINAR PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN MUSEUM DI INDONESIA

Ketua,: Sekretaris,

(Drs. Moh. Amir Sutaarga). (Drs. Bambang Sumadio) 14

MUSEUM DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Oleh : Drs. Bambang Socmadio Pendahuluan Direktur Museum Pusat

Ilmu Pengetahuan Sosial, yaitu suatu mata pelajaran baru yang bertujuan memberi pengetahuan dan membina sikap yang tepat pada anak didik tentang lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan masyarakat. Keterangan tersebut diatas adalah keterangan secara sangat umum inengenai Ilmu Penge­ tahuan Sosial. Ilmu Pengetahuan Sosial terdiri dari mata pelajaran geografi, sejarah dan kewar- gaannegara yang telah diluluhkan hingga merupakan suatu kesatuan. Penyajiannya berdasarkan prinsip pendekatan masalah. Maka sejarah tidak lagi akan terdiri dari angka-angka tahun yang harus dihapalkan, tidak pula menghapalkan daftar silsilah raja-raja. Sejarah berusaha mena- namkan kesadaran masa lampau, bahwa masa kini tidak ada tanpa masa lampau. Selanjutnya, bahwa masa kini adalah masa lampau dimasa depan. Sejarah bukan hanya kejadian-kejadian yang hebat-hebat dalam masyarakat, tetapi juga kejadian-kejadian lain yang mungkin tidak menarik perhatian khalayak ramai yang telah terjadi dimasa lampau. Anakdidik diperkenalkan kepada sejarah sejak kelas terendah di SD dengan mempcrkenalkan sejarah dikalangan ke- luarga sendiri. Bukankah pengalaman yang sesungguhnya dari kakek atau ayah semasa muda mereka juga sejarah? Lingkungan pengenalan ini kemudian diperluas dengan lingkungan desa atau kampung atau kelurahan. Terjadinya sebuah permukiman dan pertumbuhannya menjadi sebuah desa adalah sejarah. Dengan demikian anak didik sedikit demi sedikit diperkenalkan dengan hakekat sejarah. Bahwa sejarah bukan hanya kisah tokoh-tokoh besar atau kejadian- kejadian hebat yang terletak diluar jangkauan pcnghayatan anakdidik, tetapi juga hal-hal yang dekat dengan mereka seperti sejarah kampung tempat tinggal mereka. Sejarah juga bukanlah semata-mata sejarah politik seperti diajarkan kepada anakdidik pada umumnya, tetapi iuga se­ jarah sosial, sejarah ekonomi dan lain sebagainya. Setiap bidane ada mil-, u’i i a a t i , i I* y aaa Pu,a pahlawannya vang dapat dijadikan suntauladan dan bukan hanya pahlawan di medan laga atau di 1 7 ' ° litik. Sgan g P ° Geografi dalam hubungan Ilmu Pengetahuan Sosial bukanlah sekrH fakta mcngcnai keadaan geografi tanah air tetapi pembinaan sikap va ^ pcngctahuan fakta* yaan lingkungan hidup yang telah dianugerahkan Tuhan kepada b- ^ tCpat tcrhfdaP keka- anakdidik diberi pengertian bahwa tanah di Indonesia yang dikit ik lnd°nesia. Kepada sungguhnya kurang dari 1 meter tebalnya. Tanpa pengolahan dan n" makmur itu sc" tanah itu tidak dapat menunjang kchidupan kita. Kepada anakdidik h° laraan yang tcPat’ bahwa kcpulauan Indonesia yang indali permai ini juga membcrikan V namkan pengertian rat, misalnya dalam bidang komunikasi, teransportasi dan scbagain^" ^?tangan yan8 cukup be- hilang kekayaannya jika kita tidak mclestarikannya dan lain seba a"*’, klta Vang kaVa akan Kewargaan negara bukanlah sekedar menghafal Undang-undan^D-^ wargaan negara yang baik dimulai dengan sikap bermasyarakat • I,ancasila tetapi ke- dimulai di lingkungan keluarga sendiri, kemudian meninekat kf-n^t”^- Pula* IIal itu Pcr,u ga (RT) dan scterusnya. pa a ,n8^ungan Rukun tetang- 15

Demikianlah kurang lebih inti dari pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.Dalam pelaksana- annya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tidak mungkin dapat dilaksanakan jika hanya bertumpu pada pelajaran di kelas dan bersifat verbal, tanpa alat peragaan dan kegiatan-kegiatan tertcntu. Dalam pclaksanaan pelajaran pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial inilah museum dapat memegang peranan sebagai penunjang. Museum dan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Museum adalah suatu lembaga yang sudah lama ada di Indonesia. Selain museum- museum yang telah ada sejak jaman penjajahan, kini jumlahnya telah bertambah dengan mu­ seum-museum yang didirikan setelah kita mencapai kemerdekaan. Museum dapat diterangkan dengan berbagai ’’definisi”. Tetapi pada dasarnya adalah suatu tempat dimana disimpan berbagai benda yang mencerminkan sifat khas dari sesuatu hal. Mu­ seum sejarah mencerminkan sejarah suatu lokalisasi atau kelompok sosial. Lokalisasi itu dapat bersifat sangat lokal atau nasional. Kelompok sosialpun demikian pula. Dapat hanya mencer- mikan sejarah satu keluarga atau suatu kelompok besar seperti ABRI. Kalaupun suatu museum berusaha mencerminkan suatu ilmu atau cabang kebudayaan seperti seni rupa, hal itu dilaksa­ nakan dalam ikatan dengan masyarakat atau tempat dimana museum itu berada. Kita tentu tidak akan membuat museum tentang seni lukis Perancis tanpa relevansi dengan Indonesia. Jadi museum sclalu harus ada dalam konteks sosial. Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa konteks sosial berobah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Ada suatu pemeo yang cukup dikenal maknanya, yaitu di "museumkan”. Sesuatu yang dimuseumkan dianggap telah berhenti berfungsi, berhenti hidup. Demikian pula orang yang bekerja di museum dianggap orang-orang yang tidak berminat lagi pada keadaan masa kini. Demikian pula museum dianggap sebagai suatu organisasi yang hanya hidup dan berjalan secara tradisionil. Kalau selama bertahun-tahuji tidak terlihat sfcsuatu perubahan maka hal itu diang­ gap wajar saja. Orang museum tentu merasa sedih kalau mendengar seseorang mengutarakan pendirian seperti tersebut di atas karena hal itu menunjukkan kepicikan orang tersebut. Memang benar sebuah tank yang disimpan di museum telah berhenti fungsinya sebagai alat perang. Tetapi apakah benar ia berhenti berfungsi? Orang yang beranggapan bahwa mu­ seum sebagai organisasi, cukup, jika berfungsi sekedar museum itu jangan sampai ambruk; se- baiknya kepadanya diperlihatkan budget yang setiap tahun dibelanjakan untuk kepentingan permuseuman diseluruh dunia. Jika mungkin diperlihatkan pula apa yang sesungguhnya diper­ lukan oleh museum-museum itu. Mungkinkah uang sekian banyak dibelanjakan hanya untuk embel-embel saja? Dari uraian di atas jelaslah bahwa museum adalah suatu organisasi yang dinamis dan se- harusnya penuh vitalitas. Museum harus tetap berkembang. Kalau tidak?mungkin dalam jumlah koleksi atau kurangbangunannya karena faktor-faktor obyektif tertentu, pasti dalam dayagu- nanya museum itu harus tetap diusahakan peningkatan dan pengembangannya. Sehubungan dengan yang tersebut diatas maka museum-museum baru lebih beruntung dari pada museum-museum yang telah lama mapan. Museum baru dapat belajar dari kesalahan- kesalahan pada museum lama. Iapun tidak dibebani oleh tugas menycsuaikan suatu organisasi yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan jaman. Di Indonesia tugas ini lebih dipermudah lagi dengan adanya pengarahan dari Direktorat Museum yang terus mencrus mcmberikan bahan pembinaan, baik dalam bidang teknis maupun policy. Dalam hubungan dengan Ilmu Pengetahuan Sosial kita melihat refleksi keadaan tersebut diatas. Orang dapat beranggapan bahwa museum-museum yang telah lama mapan akan dengan mudah menanggapi tantangan Ilmu Pengetahuan Sosial. Kenyataannya tidaklah demikian. Mengelola sebuah museum sebenarnya mirip dengan mcngelola suatu daerah dengan pendu- duknya. Kalau setiap warga dari suatu daerah harus mempunyai Kartu Tanda Penduduk, demi­ kian pula koleksi museum. Setiap benda dalam koleksi museum harus diketahui asal usulnya, I

16

umumya dan tempatnya selain keterangan-keterangan ’’pribadi lainnya. Selain itu s dijaga ’’kesehatannya” baik secara kuratif maupun preventif; ditambah pula dengan kemungkinan benda-benda itu ’’diculik” atau ’’dianiaya”. Hal ini semua adalah ’’fulltime job yang rutin. Untuk itu diperlukan suatu organisasi yang tangguh dan specialized. Museum yang aik harus ditangani oleh profesionals, bukan amatir. Betapa sulitnya memperoleh tenaga yang demikian di Indonesia, kita semua maklum. D i s a m p i n g tugas-tugas tersebut d i atas, staf m u s e u m harus menjalankan tugas dalam. rangka fungsionalisasi museumnya. Antara Iain dalam hubungan dengan pelajaran Ilmu Penge­ tahuan Sosial dan hal-hal lain. Setiap kali suatu museum ingin menambah atau memperluas jangkauan kemampuan ko- munikasinya, pertama-tama yang harus dilakukan adalah membuat evaluasi mengenai kemam- puannya terlebih dahulu. Bagaimana keadaan staf, bagaimana keadaan koleksinya dan bagai­ mana keadaan fasilitas yang tersedia. Demikian pula dalam rangka menanggapi perkembangan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Usaha museum untuk berpart'sipasi dengan Ilmu Pengetahuan Sosial jelas berarti bergerak langsung ke dalam dunia pendidikan persekolahan. Oleh karenanya bagian edukasilah yang terutama atau paling intensif terlibat. Hal ini tidak berarti bahwa bagian lain bebas dari sesuatu keterlibatan. Seluruh staf harus mengerti bahwa partisipasi museum dalam rangka Ilmu Penge­ tahuan Sosial adalah suatu kegiatan yang sepenuhnya berorientasi edukatif. Setiap kurator harus mengajukan gagasan-gagasan bagaimana koleksi yang menjadi tanggung-jawab masing- masing dapat berperanan dalam kegiatan ini. Bahkan bukan hanya koleksi yang akan berpe- ranan, tetapi juga laboratorium dan bagian preparasi. Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran yang menekankan pada kesadaran lingkungan dalam arti luas dan menumbuhkan kreativitas karena orientasinya pada masalah. Dalam laboratorium mereka dapat berkenalan dengan berbagai masalah usaha melestarikan. Di bagian preparasi anak didik dapat melihat ’’anatomi” dari benda-benda koleksi yang sedang digarap. Kesan yang diperoleh jauh lebih mendalam dari pada jika mereka hanya melihat benda-benda koleksi dalam mang-ruang pa meran. Mereka bukan hanya akan berminat pada ujud benda. tetapi juga mengenai bahan vane digunakan dalam pembuatan benda-benda itu dan mungkin juga cara membuatnya Hal hal tersebut tentu akan membuka berbagai kemungkinan lain dalam penghayatan benda koleksi Sesungguhnya melalui Ilmu Pengetahuan Sosial museum dapat meninpk .tU- ^ lam bidang pendidikan jauh lebih besar dari pada sebelum adanva Museum tidak akan menjadi suatu ’’texbook”, seharusnya memang tidak d^mTk'' tCr ,Ut.‘ menjadi suatu ’’happening”. Museum tidak hanya dikunjungi, tetapi ’’dialam'” lan> tetapi Kalau kita bertanya: Museum apakah yang dapat berpartisipasi H Pengetahuan Sosial?, maka jawabannya adalah: semua jenis museum Di * ■ pengajaran I,mu bahwa Ilmu Pengetahuan Snsial tidak bertujuan untuk menggantikan n 1 S,m! 1Jrus.dltckankan disiplin yang tergabung di dalamnya. Misalnya sejarali dan geografi Te ajard”'pe,aJaran dalam Sosial ingin menumbuhkan kepekaan terhadap lingkungan sehineea • ,?!• . mU * engetahuan kaikan pelajaran berbagai disiplin dalam kenyataan lingkungan vani?11 l-V ^ dapat m^ran8‘ Dengan demikian maka suatu koleksi sejarah tidak hanya berbic • rM amin^’a sc*lari hari. tetapi juga dalam konteks geografi. Bukankah suatu kejadian seiarahVna- V m k° nteks sei^rah geografi tempat kejadian itu?. Bukankah pada seorang tokoh seiarih enkat Pada keadaan dacr;ih lingkungannya? Mcngapa arca-arca di Bali dibuat dari batu n tCrdapat P cnBaruh arca-arca di Jawa Tengah dibuat dari batu andesiet? *U 3S yan8 hinak sedang Selain museum yang pembinaan koleksinya didasarkan atas salah - dan budaya, juga museum-museum ilmu eksakta dapat berperanan d .^ U IS.iplm llmu sos,al nget;ihuan Sosial. Tanpa harus menggantikan ilmu biologi, Ilmu PcJm pelaJaran IJmu Pc- memerlukan pengetahuan dasar mengenai biologi dalam usaha menamk-."801' an Sosial Juga kelestarian alam. Demikian pula dengan geologi. Museum teknologi t ^ h ? .pen8crl,an, mengenai sangat penting karena 17

peranan teknologi dalam kehidupan schari-hari masa kini. Baik yang negatif maupun yang positif.

Ilmu Pengetahuan Sosial dan Museum.

Menurut keterangan kalangan yang berwewenang, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada saat ini masih berada pada taraf ’’try—out”. Artinya bahwa matapelajaran Ilmu Penge­ tahuan Sosial belum mencapai kemantapan. Walaupun demikian matapelajaran ini sudah pasti akan sclalu tercantum dalam kurikulum di sekolah-sekolah Indonesia dimasa-masa yang akan datang. Oleh karenanya, walaupun pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial masih dalam taraf try-out sebaiknya kaitan antara Ilmu Pengetahuan Sosial dan museum sudah mulai di telaah lebih cermat sejak sekarang. Mungkin hal ini dapat mempercepat pemantapan pelajaran tersebut. Berbicara mengenai suatu matapelajaran tentu kita tidak dapat mengabaikan masalah penyanjian. Adalah suatu kcnyataan bahwa karena berbagai hal, pelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia kurang mempergunakan alat pcraga dan penyajiannya terutama verbal. Akibatnya, anakdidik berusaha menguasai pelajaran dengan mengingat-ingat apa yang dikatakan gurunya, tanpa berusaha mengerti masalah yang diajukan. Ia cenderung mengukur kemampuan dirinya dengan kemampuannya menghafal atau mengulang kata gurunya. Mengingat bahwa pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah menumbuhkan suatu kcpekaan tertentu, maka cara penyajian pelajaran khususnya ilmu-ilmu sosial, yang lazim di Indonesia itu harus dirobah. Hal ini tentu menyangkut pedoman untuk guru dan kesediaan para guru untuk merobah cara mengajar. Jika hal itu tidak dilaksanakan, maka peranan museum dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tidak akan besar. Walaupun peranan museum hanya menunjang pelajaran di sekolah, tetapi hal ini memerlukan peranan aktif dari para guru dalam penggunaannya. Apa yang sering terjadi sekarang ini ialah bahwa para guru setelah sampai dimuseum menyerahkan seluruh bimbingan asuhannya kepada staf cdukasi di museum, bahkan tanpa memberikan informasi tentang taraf pengetahuan yang telah dimiliki oleh murid-muridnya. Suatu acara dimuseum bagaimanapun menariknya, jika hal itu berada diatas jangkauan kemampuan anakdidik tentulah tidak ada gunanya. Sebaliknya, kalau hal itu berada di bawah kesanggupan anakdidik, tentu akan membosenkan. Tidak semua tempat di Indonesia beruntung mempunyai museum. Dengan demikian tidak semua pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah-sekolah dapat mempergunakan fasilitas museum. Tetapi pengetahuan tentang kemungkinan penggunaan museum untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dapat disebar Iuaskan. Dengan demikian, maka jika ada kesempatan ber- karyawisata atau widyawisata kesuatu tempat di mana terdapat sebuah museum, maka kun- jungan ke museum itu akan tercantum dalam acara kunjungan dan dilaksanakan dengan program yang jelas. Akan lebih ideal lagi jika ada sekolah-sekolah yang dapat menyusun museum sendiri. Hal ini dapat dilaksanakan dengan nasehat ahli dari kalangan museum yang terdekat. Dalam hu- bungan ini mungkin pula ada museum-museum yang dapat mengadakan pameran keliling ke- sekolah-sekolah. Dari uraian di atas jelaslah bahwa pelaksanaan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial memer­ lukan pengetahuan yang cukup pada para guru mengenai peranan museum dalam pengajaran matapelajaran tersebut. Baik kemampuannya maupun keterbatasannya.

Programming.

Dalam uraian di depan telah disinggung bahwa dalam rangka pelaksanaan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan ditunjang oleh museum perlu kalangan museum mengerti benar tentang tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial dan para guru mengerti tentang peranan yang dapat dimainkan oleh museum. Dua hal tersebut diatas perlu untuk menyusun program kegiatan di 18

museum maupun di sekolah yang dilaksanakan bekerja sama dengan museum. Dalam hu- bungan ini perlu diingat bahwa riang lingkup pengetahuan yang harus diperkenalkan kepada para anakdidik jauh lebih luas dari pada yang dapat disajikan oleh museum manapun. Oleh karenanya dalam m e n y u su n program kegiatan di museum harus diberi batasan-batasan yang jelas tentang apa yang diharapken dapat diperoleh di sesuatu museum. Jangan sampai ada museum yang mcrasa sanggup menyediakan segala-galanya dan jangan pula ada guru yang merasa bahwa dengan program-prcgram di museum mereka telah dapat menyelesaikan masalah peragaan dan penghayatan dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Masalah programming kegiatai di museum adalah suatu masalah yang harus dirundingkan secara matang antara fihak museim dan fihak sekolah. Dari fihak museum mengajukan ke- mampuan koleksinya dan tenaga pembimbingnya sedang dari fihak sekolah tentu harus me­ ngajukan kurikulum yang menjadi pegangan, buku atau buku-buku yang digunakan dan waktu y an g tersedia. A da b a ik n y a p u la jita evaluasi pada salah satu tingkat pelajaran disusun bersam a antara staf edukasi museum dan aara guru. Disini jelas sekaJi bahwa staf bagian edukasi di museum haruslah orang-orang yaig mempunyai , latar belakang pendidikan keguruan. Hasil evaluasi itu dapat dipergunakan ofeh museum untuk bahan meningkatkan pelayanan museum kepada program Ilmu Pengetahuan Sosial. .

P en u tu p .

Program pendidikan untuk nurid-murid sekolah, di museum bukanlah suatu hal yang b a ru di Indonesia. T etap i d e n g a n diperkenalkannya Ilmu Pengetahuan Sosial dalam kurikulum baru disekolah-sekolah di Indonesa, maka terbuka suatu kesempatan yang baik sekali untuk memantapkan pro gram-program untuk anak sekolah dimuseum dengan bekerja sama lebih erat dengan kalangan sekolah. Mengingat bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial masih dalam taraf try-out maka museum ten- tunya juga belum dapat merencanakan sesuatu program dengan mendahului perkembangan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Tetapi agar museum tidak terlalu ketinggalan dalam me- nanggapi perkembangan tersebut aca baiknya kalau kalangan museum selalu berhubungan erat dengan mereka yang bertanggung jawab dalam pengembangan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Dengan demikian m aka museum selalu dapat mcmonitor kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung dalam rangka pemantapan pelajaran Ilmu Pengetahun Sosial. Mengingat bahwa keadaan museum di Indonesia tidak sama, maka agar tidak timbul kekecewaan dalam kerja sama antaia sekolah-sekolah dengan museum ditempat masing-masing, maka sebaiknya program-program terja sama disusun atas dasar kenyataan setempat. Tentu perlu dipakai buku-buku petunjukatau laporan-laporan tentang berbagai kegiatan untuk mu- rid-m urid di m useum , tetap i karem hal itu pada umumnya didasarkan pada keadaan diluar negeri maka kita harus m enilainya lebih lanjut sebelum menggunakannya sebagai model. Tidak ada salahnya pula kalau k ita mengembangkan sistim kita sendiri. Suatu sistim yang lebih serasi dan bertumpu pada kenyataan di Indonesia umumnya dan kenyataan setempat khususnya. Masalah m useum d a n pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah masalah baru. Prasaran ini h an y a ingin m cnyam paikan b a h w a nasalah itu telah hadir ditengah kita. Masih banyak segi-segi masalah tersebut yang bclum disingfung dalam prasaran ini, mungkin karena tidak terlihat oleh pemrasaran atau karena belum murcul sebelum ada pelaksanaan. Dalam mcnghadapi peranan museum dalam mcnunjang pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial semua museum di Indonesia sama pengalam annya, y aitu b e lu m ;da. Oleh karenanya biclang ini menjadi suatu bidang yang sangat baik untuk bersama-sama kin kembangkan dengan semangat yang inovatif dan terbuka. Sasarannya sangat berharga, yaitu ;cnerasi bangsa Indonesia yang akan datang. Kita semua berkepentingan. 19

LAPORAN SIDANG I Kamis, tanggal 28 Oktober 1976

I. Kelompok Fungsionalisasi.

Sidang dimulai Jam. 14.15 wib. Pemrasaran Drs. Bambang Soemadio. Kcrtas Keija ’’MUSEUM DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL” Moderator Drs. Moh. Amir Sutaarga. Reporter Drs. Aminuddin Tinit. Ass. Reporter 1. Drs. Rozali Umar. 2. Wartini, BA. Notulis 1. Paulina Suitela, BA. 2. Wiratini. BA. Panelis 1. Abas Alibasyah. 2. Teguh Asmar, M.A. 3. Drs. Alip Subagyo. 4. Sajid Mangundihardjo. 5. Dr. II.A.R. Tilaar. 6. Dr. J. Vredenbregt. 7. Drs. Didi Suryadi. 8. Drs. Djoko Sukiman. 9. Drs. Budi Santoso. 10. Drs. Isatriadi. 11. Sutjipto 12. Drs. A.B. Panggabean. 13. Drs. Sidik Suyoto 14. Drs. Machran Situmorang. 15. A . Azis. 16. Drs. Zakaria Achmad. 17. Mastini Hardjoprakosa, ML. Sc. 18. Dra. Suwati Kartiwa. 19. Dra. Ii Suchriah. 20. Drs. S.M. Marpaung. 21. Drs Atja. 22. Mayor Dra Kayuti 23. Taufik Effcndi Muluk, BA. 24. Drs. Sufwandi Mangkudilaga. 25. Lalu Wacana, BA. 26. M. Nur Rasuly, BA.

Tanya—jawab:

1. Mastini Hardjoprakosa ML. Sc. (Staf Museum Pusat).

Jenis apakah yang dapat dimasukkan dalam Museum andaikata Museum Sekolah itu ada (Lihat halaman 8, alenia pertama pada Kertas Kerja). 20

Jaw ab.:

Museum Sekolah itu sebenamya belum ada, tetapi yang ada baru ide-nya. Museum Se­ kolah dapat dimulai dengan sejarah sekolah itu sendiri (ide mengenai museum).

Contoh:

a. Misalnya seorang lulusan dari salah satu sekolah kini telah menjadi seorang Dokter yang dapat menangani suatu penyakit, apa salahnya kalau dibuat suatu museum ten­ tang penyakit tersebut.

b. Seorang lulusan sekolah tertentu yang telah menjadi pengarang terkenal, atau tokoh dalam suatu bidang yang lain, maka perlu kita buatkan biografi-nya untuk dapat di- kenang.

c. Anak-anak sekolah mengumpulkan bermacam-macam batu-batuan (untuk menambah kepekaan kekayaan alam). Mengenai ide Museum Sekolah ini sudah ada yang melak- sanakan.

Tanggapan dari Drs. Moh. Amir Sutaarga:

Sub. Dit Museum Pendidikan sudah ada, akan tetapi pelaksanaannya belum berjalan. Ada lagi museum-museum yang belum terbuka untuk umum, tetapi dipergunakan untuk penelitian, seperti: 1. Museum Anatomi di Jakarta. 2 . Museum Biologi di Yogyakarta. 3. Museum Lembaga Antropology di Universitas Cendrawasih, Jayapura. 4. Museum Universitas Cendana di Kupang.

— Museum Sekolah yang sudah ada yaitu di:

1. M useum Sukabum i. 2. Museum Tasikmalaya. 3. Museum Pendidikan Agama Islam di Yogyakarta; Museum—Museum ini belum berjalan sebagaimana mestinya. 2 . uep.DeBU p l T * IP™ ropinsi '

2 . Dalam Kertas Kerja halaman 7 dikatakan bahwa kepulauan Indonesia yang indah permai ini juga mcmberikan tantangan yang cukup berat, misalnya dalam bidang komunikasi, transportasi dan scbagainya. Dalam hal ini menurut Bapak Lalu Wacana bahwa hal yang lebih penting dari hal tersebut adalah polusi dan crosi.

3. Dalam Kertas Kerja halaman 9 dikatakan bahwa setiap benda dalam koleksi Museum 21

juga harus diketahui asal-usulnya, umumya dan tempatnya selain keterangan- keterangan pribadi, Pertanyaan: ”Apa yang dimaksud dengan keterangan ’’pribadi” tersebut diatas?

4. Dalam Kertas Kerja halaman G dikatakan bahwa suatu koleksi sejarah tidak hanya berbicara dalam konteks sejarah, tetapi juga dalam konteks geografi. Menurut Bapak Lalu Wacana bukan geografi saja akan tetapi ilmu-ilmu yang lain juga harus disebut, seperti Museum Teknologi yang terdapat diluar negeri—alangkah baik­ nya jika museum semacam ini diadakan di Indonesia, karena museum adalah meru- pakan suatu alat pendidikan yang membantu untuk mencapai kemajuan yang kita inginkan.

Jaw ab:

Pada saat ini sedang disusun suatu buku sejarah yang sebentar lagi akan terbit untuk S.M.A. dan S.M.P. yang approach-nya berbeda dengan yang sudah-sudah. Juga akan disusun buku-buku sejarah untuk ukuran anak-anak Sekolah Dasar, supaya mereka juga mengenai tokoh-tokoh sejarah. Di negara lain ada bintang-bintang t jasa yang diberikan kepada orang-orang yang menyelamatkan jiwa orang lain, jadi anak-anak diharapkan peka terhadap tindakan-tindakan kepahlawanan itu. Pada saat krisis orang dapat menentukan altematif yang temyata bermanfaat untuk masyarakat dengan tidak mementingkan diri sendiri, dengan demikian orang dapat disebut pahlawan walaupun tidak dimedan laga. Menghadapi murid-murid yang sudah biasa belajar sejarah, maka dalam hal ini bukan sejarah yang memasuki disiplin yang lain, tapi sejarah yang memberi contoh kepada disiplin yang lain. Misalnya peranan ’’Pasar” yang pemah dibicarakan oleh masyarakat, sebenamya dida- lam sejarah peranannya sangat besar. Dan sekarang para sarjana kita juga sedang me- ngolah sejarah tentang ”Kota” dari peranan penduduknya, fungsinya dan sebagainya, karena didalam buku-buku sejarah yang ada sekarang tidak pemah disinggung me­ ngenai sejarah kota, sehingga untuk buku sejarah yang digunakan oleh Seko­ lah-sekolah Lanjutan akan diusahakan.

Bapak Drs. Bambang Soemadio menyampaikan terima kasih atas komentar yang di­ berikan oleh Bapak Lalu Wacana BA.

Suatu benda dalam museum tidak hanya perlu diketahui asal-usulnya serta umumya saja, tetapi juga fungsinya. Bahkan lebih lengkap kalau koleksi etnography dise- butkan nama-namanya dalam beberapa bahasa daerah, karena setiap daerah mem- punyai nama/istilah sendiri untuk satu benda yang sama. Catatan dari benda-benda tersebut harus selengkap mungkin (yaitu: dimana dan kapan benda itu dibuat; kapan dan dimana benda itu dibuat terakhir; apakah fungsinya masih berjalan atau tidak dan sebagainya). Banyak pengunjung misalnya seorang pencliti yang ingin melihat ba- rangnya sendiri termasuk barang yang tidak. boleh disentuh oleh sembarang orang sehingga sering terjadi ketegangan antara Direktur dengan pengunjung tadi, karena keterangan-keterangan yang tercantum didalam label kurang lengkap, sehingga ia ingin melihat barangnya sendiri.

Area dari Perunggu dapat dipainerkan sebagai hasil tehnologi, hasil seni atau suatu barang yang mengalami suatu sejarah. Sejarahnya bukan hanya kapan benda itu di­ buat akan tetapi tentang apa saja yang telah dialami oleh benda itu. 2 2

Misalnya: Kantong plastik dapat dipamerkan sebagai benda yang bersejarah karena pernah dibawa kesuatu tempat yang penting serta menghasilkan suatu yang sangat berm anfaat; selain itu dapat pula dipamerkan sebagai suatu wadah/container yang da­ pat digunakan untuk tempat/membungkus sesuatu. Jadi suatu benda yang sama da­ pat mempunyai cerita yang bermacam-macam. Jadi inilah yang sebenarnya disebut c o n te k s .

3- Drs. Djoko Sukiman. (Universitas Gajah Mada - Jogyakarta)

Didalam Kertas Kerja halaman 10 disebutkan bahwa alasan seorang guru membawa anakdidiknya ke museum dan menyerahkan sepenuhnya kepada staf edukasi dari museum dan sebaliknya diharapkan agar museum dapat menangani dan menampung segala ke- inginan dan guru tersebut untuk siswa-siswanya. Karena itu perlu jika Ilmu Pengetaliuan S o sial d ia d a k a n s u a tu p erm ainan antara guru dan staf museum. A la n g k a h b a ik n y a ap ab ila siswa-siswa setiap tahun dikirim ke museum. Agar tidak b o san m aka diusulkan untuk tingkat-tingkat lanjut hendaknya diberi sasaran terbatas yaitu di- beri penjelasan yang sejelas-jelasnya oleh staf senior tentunya, sehingga hal itu akan ber­ m anfaat bagi siswa-siswa tadi. Selain itu hendaknya diberi peranan aktif untuk para siswa tersebut, sehingga mereka dapat mentrapkan pengetahuannya yang diberikan oleh pihak m useum sendiri. Ilmu Pengetahuan Sosial masih dalam taraf try out. . . .(halaman 9). D ari sini d a p a t d ia m b il 2 alternatif: Berhasil atau Gagal. Apakah tidak lebih baik kalau masalah pcrmuseuman diusulkan/ditetapkan sebagai salah satu pelajaran (Kerja sama dengan Kanwil Departemen Pendidikan & Kebudayaan), yang akan di try out kan terutama pada Sekolah Pendidikan Guru (Bidang Keguruan) atau ker­ ja sama dengan Perguruan Tinggi Institut Keguruan Ilmu Pendidikan sehubungan dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau Praktek Keguman. Jika ini terlaksana maka ini da­ pat me no long daerah untuk mendirikan dan membina museum..

J a w a b : M en an g g u lan g i k e m u n g k in a n kebosanan maka aktivitas ini harus banyak sekali variasi dan bisa diam bil contoh dari inisiatif negara-negara tertentu yang belum mempunyai fasilitas per- museuman seperti di Eropa Barat. Ada sebuah artikcl yang diterbitkan oleh Direktorat m e n g e n a i p en g alam a n M useum di Israel, dimana disana ada fasilitas disamping pam eran. Jadi kalau ada pam eran, disediakan pula ruangan khusus, dimana seorang anak yang sudah exposed dengan pameran itu diberikan kesempatan untuk mengeluarkan expresinya. Ada yang menulis, melukis, dan ada pula yang membuat benda-benda. Hal ini untuk ma­ syarakat besar seperti di Jakarta agak sulit, sebab kunjungan sampai 500 orang yang di­ beri kesempatan untuk itu, maka museumnya akan berantakan. Hal ini hanya suatu ide, jadi bisa juga fail atau pass. Hal ini mudah-mudahan sudah dapat dilaksanakan tahun de­ p an.

4. Mayor Dra. Kayuti. (Museum Kriminil Polri). Dalam halaman 2 terdapat ’’Mcmang benar sebuah Tank yang disimpan disebuah museum telah berhenti fungsinya sebagai alat perang.” Apa yang dimaksud dengan kalimat tersebut? 23 Jawab :

Sebagai alat peraga, yaitu menerangkan bahwa dalam peperangan dipakai alat semacam itu. Apalagi bila jenis tank itu berperanan khusus, nnisalnya bila kita berbicara mengenai Perang di Gurun Pasir dijamannya Rommel, barangkali tugas tank dari Jerman berperanan khusus. Oleh karena itu pcnting sekali untuk mendapatkan keterangan mengenai Romel. Dan di Indonesia sebuah tank yang diterima dari Belanda itu waktu memasuki Indonesia adalah tank tersebut yang dipergunakan. Jadi tank tersebut sudah tidak berperan lagi, te­ tapi hanya sejarahnya saja yang tetap dikenang.

Hadimulyono. (Kepala Suaka Budaya Ujungpandang). Tanggapan dari Hadimulyono.

Pada halaman 9 terdapat kata-kata ’’Specialized Professionals dan Amatir.” Kalau tidak salah maka dalam prasaran ini adalah museum-museum yang dilola oleh Pemerintah. Bah- kan kenyataannya dibeberapa kota diluar Negeri misalnya Australia dan juga di Indonesia sendiri banyak museum-museum yang dilola oleh Pihak Swasta atau Pribadi. Contoh di Australia: ada POMA Museum dan di Indonesia Museum Mangkunegara (pri­ badi) dan perorangan di Ujungpandang, banyak orang-orang tertentu yang mempunyai koleksi keramik yang begitu banyak dan ia belum mempunyai pengetahuan yang menda- lam mengenai masalah itu dengan literaturnya, sehingga dalam hal ini apakah tidak perlu mendapat perhatian sesuai dengan judul seminar ini, yaitu Pengelolaan dan Pen­ dayagunaan Museum di Indonesia. Bagaimana kiranya bagi yang berada didaerah menangga- pi aktivitas perorangan atau pihak swasta, dimana mereka benar-benar berminat mengum- pulkan dan mempelajarinya? Mereka itu tentu saja amatir, bukan profesional.

Saran : Agar hal ini dapat menjadi pedoman kerja bagi para petugas didaerah dalam menghadapai orang-orang swasta yang terdorong oleh hobynya untuk mengumpulkan koleksi-koleksi itu; tetapi bagaimana dari pihak Pemerintah mendayagunakan? Mohon petunjuk dalam hal ini!

Jawab:

Arti profesional adalah bukan orang yang hidup dari pekerjaan itu saja, artinya keahlian. Sedangkan Amatir disini maksudnya adalah orang itu tidak mcmperdalam ilmunya. Dan yang diceritakan oleh Bapak Hadimulyono tadi adalah profesional, kalau tahu-betul ten­ tang koleksinya. Mengenai pembinaan akan diberikan oleh Drs. Moch. Amir Sutaarga.

Drs. Moch. Amir Sutaarga. Meskipun Negara ini adalah negara Hukum, tetapi dalam masyarakat tradisi ini akan memulai dengan long and forcement; hal ini belum mantap. Yang lebih penting adalah long information. Menurut ketentuan dari I.C.O.Nl. museum itu tidak ada yang milik pribadi dan merupakan non profit body (Yayasan). Museum mcrupakan Badan Hukum (rechtspersonen dan bukan natuurpersonen). Koleksi pribadi agar bermanfaat, dapat dicarikan modus. Diistana-istana Sultan dan Sunan, Raja sudah tidak bcrfungsi, hanya sebagai kepala kerabat atau symbol, sehingga banyak sekali warisan budaya yang pcnting nilainya bagi Sejarah Kebudayaan Indonesia dapat terbengkalai. Lalu bagaimana modusnya, bahwa pemerintah membantu dalam hal restorasi istana dengan syarat supaya ada manfaat sosialnva. Hal itu memerlukan waktu yang agak lama. Koleksi-koleksi pribadi ini secara hukum dapat berdiri, hidup dan bermanfaat, seringkali koleksi pribadi hanya sam- pai pribadi itu m en in g g al; k em udian diseralikan kcp ada anaknya. Akan tetapi bila anaknya tidak mau menerima maka hal ini baru menjadi persoalan pemerintah. Dalam hal col­ lecting methodeny'a berlainan. Seorang Collector itu karena senang, ukurannya adalah like dan dislike. Kalau dia bukan seorang yang dclettant, dia tahu akan mengumpulkan. Tetapi pada umumnya koleksi-koleksi pribadi tidak mempunyai Kartu Tanda Pcngcnal sehingga untuk Ilmu Pengetahuan kurang berarti.

T au fik E ffen d i M uluk, B A . (Anjungan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Taman Miniatur Indonesia Indah).

Terletak dengan thema seminar ’’pendayagunaan Museum” terutama peranan dan fung- sinya dalam cdukatif dibidang Ilmu Pengetahuan Sosial. Sekarang ini belum kclihatan m a n fa a tn y a hagi a n a k -a n a k sekolah. Dalam hal ini kami mendasarkan bahwa Pem erintah Dacrah Khusus Ibukota Jakarta telah mengeluarkan Surat Kcputusan mcngcnai wajib mcngunjungi museum. Pelaksanaan daripada program ini mcmang tcrlaksana tetapi man­ fa a tn y a tid a k d a p a t d itarik oleh anak-anak sekolah sendiri.

G agasan : Apakah kiranya peranan atau pendayagunaan Museum ke dalam Ilmu Pengetahuan Sosial dapat dimasukan kedalam mata pelajaran di sekolah.

C o n to h : Museum Sejarah dapat dikaitkan dengan pengetahuan sejarah di sekolah, sehingga anak-anak itu aktif, bukan hanya melihat koleksi-koleksi sejarah di Museum Sejarah itu, tetapi m ereka diberikan sesuatu questionaire untuk dapat diisi oleh mereka. Questionaire ada m anfaatnya karena mereka aktif melihat benda itu dan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut yang dihubungkan dengan mata pelajaran sekolah. Hal ini ada manfaatnya dan perlu kerja sama antara Direktorat Jcnderal Pendidikan Dasar dan Mcnengah dengan Pihak Museum. Mohon tanggapan.

Jaw ab:

Mengenai kunjungan anak-anak sekolah kc museum mcmang sampai saat ini belum ter- capai sasarannya. Museum Pusat sudah bcrusaha keras untuk mecapai maksud ini dan ruangan bagian Edukasi dipenuhi dengan bermacam-macam quiz. Tetapi ada suatu hal y an g b elu m tercap ai y a itu pcnilaian terhadap apa yang dilakukan oleh m uridnya dan mengisi questionaire. Hal ini harus diadakan kerja sama antar sekolah dan museum. Oleh karena itulah gagasan ini dikembangkan, sedangkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sendiri belum m antap. Dari pihak kalangan museum (di Jakarta) se Dacrah Khusus Ibukota pada seminar bulan Agustus ada gagasan supaya pcngiriman anak-anak ke m u seu m sc-Jak arta d ib u a t satu sistim tertentu, menjadi suatu pakage tour; akan tetapi intcgrasi dengan kurikulum, perlu adanya kerja sama dengan instansi-instansi lain. Mengenai Ihnu Pengetahuan Sosial dengan Badan l’enelitian dan Pcngembangan Pendidikan dan Kebudayaan pihak museum sudah ada janji, bila ada pembicaraan-pcmbicaraan menge­ nai Ilm u P en g etah u an Sosial m aka pihak museum akan diikut sertakan. Dra. Ii Suehriah (Museum Pusat). 25

Kami yang bertugas dibagian Edukasi selalu mengharap gagasan-gagasan/saran-saran dan pertolongan dari kurator-kurator. Karena tanpa pertolongan mereka tidak dapat bekerja dengan sempuma. Sangat menarik kalimat pada halaman 5. Setiap Kurator harus mengajukan gagasan, ba­ gaimana koleksi yang menjadi tanggung jawab mereka masing-masing dapat berperanan daJam kegiatan pelayanan pendidikan.

Jawab:

Akan dibicarakan dalam Rapat staf Museum Pusat.

Sidang ditutup pukul 15.30.

V 26

ANATOMI SEBUAH MUSEUM ILMU PENGETAHUAN ALAM

Oleh : SAMFURNO KADARSAN 2 ) & PRANOWO MARTODIHARDJO 3)

Indonesia terkenal sebagai negara yang mclimpah akan kekayaan alam. Banyaknya serta bcraneka ragamnya isi kekayaan tersebut tclah menarik pcrhatian dunia luar sejak ditemukan Nusaiuara ini. Banyak cliantara kita secara tidak sadar terbcnam dalam alunan kata dan san- jungan ini dan belum dapat mcnghayati sepenuhnya apa yang dimiliki tanah airnya. Peranan dari m useum besar sekali artinya bagi penghayatan unsur dan nilai kekayaan tanah air, untuk dapat dinikm ati dan diresapkan, selanjutnya dipclajari dan dikembangkan bagi kejayaan bangsa. S alah s a tu c a ra ialah m cn g h ay ati koleksi yang dibina oleh museum. Dalam ilmu pengetahuan alam, istilah ’’spesimen” dapat berupa bahan yang sudah mati, atau sudah diawetkan, tetapi dapat berarti mahluk hidup pembawa gen. Kedua-duanya ter- bentuk di dan oleh alam, tanpa ada unsur pembantu lainnya. Karena masalah itulah maka da- lam penetrapan definisi Museum dimasukkan pula Kebun Raya/arboretum, aquarium, kebun binatang dan vivarium lainnya, bahkan juga cagar alam dan istilah lain yang menyangkut hu- bungan kerak. bumi dengan organisme. M useum , sebagai mana diartikan diatas menghadapi masalah luas yang menyangkut fungsi, ruang lingkup, dan pendayagunaannya. Pembahasan selanjutnya dibatasi kepada masalah yang berhubungan dengan sebuah Museum pengetahuan alam dalam arti kata yang agak sempit, yaitu yang memiliki, merawat, memamerkan dan meneliti koleksinya berupa benda-benda yang mati dan sudah diawetkan.

1 . Museum sebagai suatu organisasi

T id a k b a n y a k p c rh a tia n yang dicurahkan terhadap masalah organisasi suatu m useum . Ba­ nyak yang mcngira bahwa untuk. menjalankan rodanva, museum tidak memerlukan suatu b e n tu k o rg an isasi seb ag aim an a yang lazirn kita kenal pada waktu ini. [Jcbcrapa persamaan dan perbedaan antara organisasi museum dengan unit organisasi biasa adalah sebagai bcrikut:

1. Sebuah museum bcrorientasi pada suatu tujuan (goal oriented). Ia diserahi tugas untuk m enyim pan, mcngawetkan, merawat, dan inemamcrkan kepada masyarakat apa yang tclah dirintis ilmu dan bcrusaha untuk menumbuhkan pengetahuan baru dari apa yang di- mi likiny a.

2. M u se u m b c ru sa h a m encapai tujuannya dengan suatu struktur organisasi. Ini berarti bahwa s u a tu k e g ia ta n yang ingin mencapai tujuannya mcnghciulaki banyak fihak untuk bekerja sania. I’ckerjaan dibagi diantara bagian/departemcn dan orang-orang, dan pola yang tu rn b u h m e m b c n tu k suatu struktur organisasi, masing-masing dengan tugas kewajiban- n y a . F ungsionalisasi dari struktur membcntuk tcnaga-tcnaga ahli dalam bidang masing- masing scperti curator, conservator.

1) D iketn u kakan dalam seminar Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum, Jakarta, 28—30 Oktober 1976. 2 ) dan 3) Museum /Zoologicutn liogoriense, Lembaga Jiiulogi Nasionul. 27

3. Apa yang dihasilkan museum tidak dapat dirasakan dengan nyata, tidak dapat pula diukur dengan ukuran emperis. Karena museum tidak bertujuan mengambil untung, apa yang dihasilkan tidak bisa lain dari pada mempunyai nilai sosial budaya atau ilmiah. Apa yang diuraikan diatas berlaku untuk semua museum termasuk museum pengetahuan alam, dan beberapa masalah pokok yang mcnyangkut I'ungsi akan diuraikan dibawah ini.

2. Koleksi.

Koleksi adalah inti kehidupan museum. Tanpa adanya koleksi akan hilang pula nilai dari suatu museum. Masyarakat dan dunia ilmu pengetahuan mcnyerahan kepercayaan perawatan dan penyuguhan koleksinya kepada ahli-ahlinya. Koleksi adahih sarana untuk mcnumbuhkan inspirasi dan penggali pengetahuan baru. Demikian tinggi nilai dari koleksi bagi suatu museum sehingga seluruh kemampuan dan fikiran dikerahkan untuk mengamankan koleksinya. Cara memperolehnya, meminjamkan atau memberikan (mcnghadiahkan) diatur seperlunya bcrda- sarkan norma-norma etika yang disepakati. Suatu museum akan bekerja keras untuk selalu mengembangkan dan mempertahankan isi koleksinya.

3. Perawatan dan Pengawetan.

Sebagai suatu lembaga yang menghimpun mahluk dan benda yang tcrbentuk oleh alam, tugas ini membawa beban tanggung jawab yang tidak ringan dalam segi perawatan. Ini ter- utama disebabkan karena bila koleksi tersebut hilang atau rusak, maka untuk mencari peng- gantinya tidaklah scmudah dengan benda-benda yang dibuat manusia. Bermacam bahaya dapat mengancam keadaan dan daya tahan dari benda yang dikumpulkan, yaitu yang terdiri dari: a. bahaya karena ulah manusia; b. bahaya alam. Beraneka ragamlah bentuk gangguan yang timbul karena ulah manusia karena unsur kese- ngajaan ataupun ketidak cermatan bekerja. Bermula dengan hasrat untuk mengetahui kemudian akhirnya berubah menjadi ingin memiliki. Kerugian yang ditimbulkan dapat bcrupa kerusakan yang dapat diperbaiki atau kadang-kadang tidak dapat diperbaiki sama sckali, atau kehilangan total. Dilain fih^k kekhawatiran untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki ini, me- nimbulkan fikiran untuk menempuh pembuatan/tiruan (replica). Dengan tehnologi yang ada masa kini tiruan-tiruan ini dapat mirip benar dengan aslinya, bahwa scring kali dapat diterap- kan untuk benda-benda alamiah. Ada benda yang dengan mudah dapat dibuatkan replicanya, tetapi ada pula yang tidak mungkin dibuat penggantinya. Untuk benda-benda demikian harus disimpan atau dipamerkan benda aslinya. Apabila bahan demikian mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam penggunaan sehari-hari, scbagaimana halnya batu-batuan tertentu, maka pe- nyimpanan benda-benda tersebut memiliki dimensi yang berlainan. Salah satu musuh lain adalah faktor physis yang secara tidak langsung menumbuhkan masalah lain. Udara yang lembab dengan suhu tertentu sangat mudah menumbuhkan hama pada benda yang disimpan, dengan akibat dapat hancumya benda tersebut bila tidak terawasi. Tehnologi mcmang telah mampu mengendalikan masalah ini yaitu dengan penggunaan unit Air Condition atau Dehumidifier. Kedua-duanya telah lazim dipergunakan untuk koleksi besar, tetapi dibanyak tempat, terutama di daerah beriklim tropika hal tersebut masih meru- pakan hal yang mewah. Apabila udara penyimpanannya lembab dan panas, keadaan ini mudah menimbulkan tumbuhnya jamur dan hama serangga. Tidaklah demikian, untuk tempat-tempat yang diatur udaranya dengan pemakaian AC atau Dehumidifier, atau bahkan secara scderhana dengan cara lain. Cara yang scderhana ialah mcngatur ruangan dengan suhu yang tepat dengan disertai cara pengawetan yang baik dan aliran udara (ventilasi) terjaga baik, cukup ampuh dan 28 efektif juga. Benda-benda yang mempunyai nilai tinggi biasanya mendapat perlakuan khusus. Batu batuan yang berharga ditaruh ditempat yang khusus dengan sistim pengamanan yang baik. Demikian pula untuk benda organik baik yang bernilai ekonomi ataupun ilmiah yang tinggi.

4. Pameran.

Melalui peragaan koleksi dapat dibangun suatu jembatan antara dunia ilmiah dengan masyarakat awam. Pameran secara umum mengemban beberapa pesan yaitu: 1) pendidikan formil maupun non-formil; 2) penerangan tentang kegiatan atau perkembangan ilmu dan 3) ajakan untuk membawa pengunjung kepada suatu tujuan. Pesan yang diteruskan kepada masyarakat dapat bcrsifat tetap ataupun sementara dengan tema yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan keadaan. Misalnya, tema yang patut dike- mukakan pada waktu sekarang adalah tentang: 1) perubahan dan kerusakan lingkungan hidup; 2) keperluan sumber makanan baru; 3) kepadatan penduduk; 4) keperluan sumber-sumber energi baru, dan lain-Iain peristiwa yang kait-mengkait dialam ini. Tehnik pcnyuguhan sangat bemaneka ragam sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Contoh tema diatas menggambarkan betapa jelas pameran dapat dipakai sebagai sarana untuk menjangkau sasaran yang lebih Iuas dari apa yang dikerjakan museum. Karenanya, untuk suatu museum pengetahuan alam mutlak diperlukan kerja sama dengan instansi-instansi yang berkecimpung dalam bidang-bidang khusus seperti Kehutanan, Pertambangan, Kcsehatan, dll. Kebijaksanaan .menempatkan benda berharga untuk dipamerkan secara tetap perlu di- landasi dengan pertimbangan khusus. Batu-batuan berharga atau benda-benda bersejarah sengaja dan sering dipamerkan dengan maksud untuk mengajak pengunjung ikut menghayati hasil ko­ leksi atau penemuan tersebut. Lain pula nilai dan pertimbangan orang tcrhadap benda-benda biologi. Ahli-ahli beologi memandang tinggi terhadap ’’spesiman type”, yang dianggap sebagai patokan penanaman suatu organisa. Spesimen ini tidak pernah dipertontonkan, melainkan di- jaga terhadap kemungkinan kerusakan apapun sifatnya. Disamping hal-hal yang idealistis, pameran yang terpelihara dapat merupakan sumber dan tempat rekreasi-rekreasi semua golongan penduduk, dan biasanya merupakan pula tempat men- can t am bah an sumber penghasilan pemerintah daerah. Pameran ini dengan kemajuan tehnologi sekarang telah mencapai demensi tertentu se­ hingga perpaduan antara penggunaan tehnologi, obyek dan sasaran pameran dapat diatur se- baik-baiknya.

5. Penelitian.

Penelitian menjadi ciri lain dari suatu museum. Koleksi yang terkumpul tidak akan berarti, apabila tidak dipelajari. Adalah tugas dari ahli-ahli museum untuk mempelajarinya dan menyuguhkan hasil-hasilnya kepada masyarakat luas, baik ilmiah m a u p u n awam. Museum tidak akan berhenti untuk menggali pengetahuan dari koleksi yang dimilikinya. Usaha ini semua tidak berarti bahwa semua kegiatan penelitian museum berkisar pada koleksi yang dimilkinya saja. Tidak jarang dijumpai bahwa tenaga ahli museum harus kembali lagi kealam untuk penghayatan phenomenon alamiah yang ia jumpai pada sa’at ia mempelajari koleksi tersebut. Pada akhirnya, perlu difahami juga bahwa koleksi yang terkumpul hanyalah merupakan bagian kecil dari sistim yang dijumpai dialam.

6 . Tenaga.

Perawatan dan penyiapan benda-benda ini membawa konsekwensi tentang tcnaga-tcnaga 29 yang dapat dipercayai untuk tugas-tugas demikian. Tenaga-tenaga tersebut tidak dapat diha- rapkan demikian saja dari mereka yang telah terdidik suatu ketrampilan disekolah. Kekhususan tugas di museum menghendaki adanya tenaga-tenaga yang dilatih khusus untuk menangani masalah museum. Pendidikan dasar dapat diperoleh disekolah-sekolah kejuruan yang sudah ada seperti Sekolah Tehnik, Sekolah Analis, Akademi Senirupa dan sebagainya. Menghayati apa yang diemban dan disuguhkan oleh museum tidak mudah dilakukan, terutama bagi mereka yang baru berkenalan dengan masalah permuseuman. Karena itu, tidaklah mungkin untuk mendapatkan tenaga-tenaga yang berminat pada masalah permuseuman dalam jumlah yang banyak sekaligus secara biasa. Calon peminat harus dipupuk semasa yang bersangkutan baru secara embrional menunjukkan perhatiannya. Tenaga-tenaga demikian perlu dididik lebih lanjut melalui in service training”. Kemantapan akan dicapai bagi mereka yang dididik secara demi­ kian sctelah berkesempatan untuk bekerja menghayati persoalan museum. Pembinaan tenaga bagi museum dirasakan oleh semua museum, besar dan kecil, untuk semua lapisan keahlian. Pembinaan ini harus terrencana untuk berpengalaman tiba masanya untuk mengundurkan diri.

7. Perlukah adanya Museum di Daerah?

Partisipasi museum dalam proses penghayatan nilai kekayaan sumber alam tidak dapat di- remehkan. Karenanya, adalah sangat ideal sekali apa bila tugas yang mulia ini dapat diemban secara bersama-sama. Kenyataan pada waktu sekarang menunjukkan bahwa tugas ini secara sentral dilakukan oleh dua instansi, masing-masing berkedudukan di Bogor dan Bandung, kedua-duanya disatu pulau. Wilayah yang dijangkau terbentang dari Sabang sampai Merauke dan mustahillah bahwa hasil kerja kedua museum ini dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Museum pengeta­ huan alam dapat ikut menumbuhkan gairah dan kcbanggaan terhadap isi kekayaan tanah air, bahkan lebih jauh lagi yaitu perasaan hormat serta kagum terhadap Penciptanya. Perasaan demikian tidak dapat ditumbuhkan melalui bacaan ataupun bentuk bimbingan yang resmi. lainnya. Dalam kondisi tanah air kita yang terdiri beribu-ribu pulau, pendekatan yang perlu di- tempuh harus disesuaikan dengan kondisi geografi ini. Dipulau-pulau besar seperti di pulau Jawa, dimana jaringan komunikasi dapat dikatakan baik serta mobilitas penduduk cukup besar, dapatlah diharapkan bahwa penduduk akan datang mengunjungi museum. Hal yang sama tidak mungkin kita harapkan dari penduduk yang berdiam dipulau-pulau yang tersebar seperti di , Nusa Tenggara Timur. Pemikiran kearah ’’museum mengunjungi penduduk” perlu kiranya dirintis, sama halnya dengan apa yang dilakukan untuk merangsang minat membaca melalui proyek pustaka keliling. Kekayaan hayati ditanah air kita memiliki tata susunan dengan pola-pola tertentu. Pola- pola ini mudah dihayati oleh penduduk setempat tetapi akan dirasakan lebih sukar bagi me­ reka yang berasal dari luar. Misalnya, dalam dunia binatang terdapat pola pemisahan antara fauna dibagian Barat dengan bagian Timur Nusantara. Dunia tumbuh-tumbuhan menunjukkan pola tersendiri pula. Orang Kalimantan misalnya, akan sukar untuk menghayati adanya safana yang menjadi ciri khas dari Nusa Tenggara. Penghayatan pola pola demikian akan lebih mudah dicapai melalui sarana museum dengan peragaan pamerannya. Dari uraian diatas tampak jelas bahwa pesan yang penting ini akan lebih cepat mencapai sasarannya apabila dilakukan oleh sejumlah museum, tidak sebagai mana halnya dialami pada waktu sekarang. Bagi instansi pemberi tugas maupun daerah calon pencrima tugas tidak perlu ragu-ragu akan kemurnian misi ini demi kejayaan dan pembangunan bangsa. 30

LAPORAN SIDANG KE II Kamis tgl. 28 Oktober 1976.

Sidang dimulai : Jam 16.15 - 17.50 wib. Pemrasaran : Dr. Sampurno Kadarsan Kertas kerja : ’’ANATOMI SEBUAH MUSEUM ILMU PENGETAHUAN ALAM” M oderator : Drs. Moh. Amir Sutaarga R eporter Drs. Aminuddin Tinit. Ass. Reporter : 1. Syamsudin. 2. IGB. Arthanegara, BA. N otulis : 1. Dewi Rani. 2. Wiryani. Panelis : 1. Dr. H.A.R. Tillar 2. Dr. J. Vredenbregt. 3. Drs. Didi Suryadi 4. Sofyan Ismail, BA. 5. Drs. Djoko Sukiman. 6. Sutjipto 7. A . A 7. i s 8. Drs. E.K. Siahaan. 9. Bustami. 10. Drs. Anton Sukahar 11. Socvvarno D arsoprajitno 12. Drs. Tjokro 13. Drs. Djenen M. Sc. 14. Drs. Sulaiman Jusuf. 15. Lukman Purakusumah, BA. 16. Drs. Soewedi Montana. 17. Drs. Rudjito 18. Abas Alibasyah. 19. Drs. Tedjo Susilo 20. Mayor Drs. Maryoto Triss. 31

21. Drs. Ismanu. 22. Drs. I. Made Sutaba. 23. Drs. 1 Iadimulyono. 24. Ir. Imron Sugiono. 25. Abu Ridho 26. Drs. Marsudi.

Tanya-jawab:

1. Drs. E.K. Siahaan. (Kabid P S K Kanwil Dep. P & K Propinsi Sumut).

1. Dengan adanya pemusnahan pohon-pohonan, apakah tidak ada rencana mcngusulkan kepada Pemerintah untuk melindunginya? 2. Pohon-pohon apa saja yang paling baik dan harus dilindungi oleh Pemerintah :* 3. Berapa jenis pohon yang dapat berguna untuk obat-obatan dan pembangunan? 4. Jenis-jenis binatang apa saja yang harus dilindungi dari perburuan liar.'*

Jaw ab:

Ini akan dilanjutkan kepada Dirjen Kehutanan, Dcpartemen Pertanian di Jakarta, karena mereka yang mempunyai wewenang tentang pengaturan dari pada alam kita. Tentang binatang-binatang, kurang lebih ada 77 golongan binatang diseluruh Indonesia yang dilindungi. Hanya kelemahan pada kita yaitu dalam penegakan hukuin. Tentang kekuatiran penebangan pohon-pohon bukan saudara saja, tetapi seluruh korps biologi cemas. Tetapi Undang-undang ini sudah dibuat. Tentang potensi yang baru diketahui dari tumbuh-tumbuhan untuk bangunan dan obat- obatan baru 10 persen dari yang seharusnya diketahui oleh kita. Oleh karena yang ter- tarik pada bidang tersebut sangat sedikit.

2. A. Azis. (Wakil dari Ditjen. Pariwisata Dep. Perhubungan). Pertanyaan sudah diajukan oleh drs. E.K. Siahaan.

Tanggapan dari Drs. Moh. Amir Sutaarga. — Cara pemanfaatan obyek-obyek pariwisata telah dapat lebih discmpurnakan dengan menghindari bahaya-bahaya pengrusakan untuk suaka alam dan suaka budaya. Tetapi juga ternyata bahwa Turis-turis juga perlu banyak diberi informasi.

3. Drs. Djoko Sukiman. (Universitas Gajah Mada). Apa maksud dari kalimat yang tertera pada halaman 20: Cara yang sederhana ialah mengatur ruangan dengan suhu yang tcpat dengan disertai cara pengawetan yang baik dan aliran udara terjaga baik, cukup ampuh dim efektif juga. Kalau ada mumi, masuk museum bidang manakah, museum zoologi atau museum pusat?

Jawab: — Merawat koleksi dengan mengatur suhu yang terjaga baik (Ventilasi), telah terbukti dari koleksi kita yang dimulai sejak pembangunan pada abad yang lalu sampai scka- rang masih dalam keadaan baik. — Mumi itu adalah suatu karya dari orang. Jadi mumi lebih mempunyai aspek sejarah dan antropologis tetapi pemeliharaannya akan sama. 32

Tanggapan dari Drs. Moh. Amir Sutaarga. — Mumi tidak termasuk bahan PALEONTOLOGI.

4. Soewarno Darsoprajitno (Museum Giologi Bandung). Berupa anjuran: Di tiap-tiap kabupatcn perlu ada museum geologi, supaya masyarakat mengetahui keadaan lingkungannya. Dan sangat membantu untuk penyelidikan.

Tanggapan dari Drs. Moh. Amir Sutaarga. — Supaya dicatat, bahwa memang anak-anak kita perlu mengetahui apa yang ada dalam bum i kita.

5. Drs. Marsudi. (Museum Negeri ”Mpu Tantular” Surabaya) 1. Hal-hal (Tentang istilah kebun raya/arboretum). 2. Masai ah Geologi. 3. Museum yang sudah ada supaya dilengkapi dengan miniatur atau replica.

Jaw ab: — Kebun Raya teijemahan dari bahasa Belanda Taman milik Negara dan Arboretum tidak jauh berbeda dengan kebun raya yaitu taman yang mempunyai koleksi hidup tetapi ada bedanya dengan suatu taman yang dipakai rckreasi. Arboretum disini ada unsur ilmiahnya.

— Tentang pengalaman fakultas Perikanan di Jawa Timur disebabkan kurangnya moti- vasi yang memimpin. Museum bertugas menggalakkan supaya masyarakat mengenal potensi dari kekayaan alamnya.

6 . Drs. Rudjito. (Museum Negeri ’’Sonobudoyo” Yogyakarta). Beberapa pertanyaan sudah dijawab. Hal pengawetan, koleksi adalah jiwa dari pada museum sehingga proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum menyangkut rehabilitasi fisik dan non fisik.

Tanggapan dari Drs. Moh. Amir Sutaarga. — Hal ini akan dibicarakan nanti. — Dan mengcnai rehabilitasi, sudah dijelaskan dalam pidato Bapak Dircktur Jenderal.

7. Drs. Suwedi Montana. (Kabid. PSK. Kanwil Dep. P & K Prop. Kalimantan Selatan). Tentang petunjuk pengawetan. Museum perlu memberikan rekomendasi kepada Pemcrintah tentang pohon yang diperbo- lehkan atau tidak diperbolehkan untuk ditebang/dipotong.

Jaw ab:

— Mengcnai petunjuk pengawetan, memang ini menjadi pemikiran kita, disatu pihak bisa teijadi ekses dari pada hal-hal diluar dugaan kita. Pemah kita secara terbatas mengeluarkan ini, maka lantas orang menjadikannya sebagai industri pemasaran bu- rung dan malah kita diminta menjadi coach padahal ini dimaksudkan untuk sekolah- sekolah. Tapi akhimya ekses ini (orang-orang yang tinggal di Jakarta dapat meng- 33

iyakan pcwiyataan saya ini) yaitu hurung-burung Kuntul lantas dipajang dijadikan ba- rang dagangan. Ini epeknya akan memukul kita, soalnya mercka itu adalah suatu makluk didalam mata rantai dari alam kita dan sekarang dihilangkan, dijadikan suatu mata pcncaharian. Inilah salah satu ckscsnya.

_ Masalah rckomendasi, museum ini tidak dapat berbuat banyak karena hal ini sudah digariskan didalam pelaksanaannya dari pada GBIIN. Kalau pclaksanaannya baik, ti­ dak ada masalahnya. Tapi kalau pclaksanaannya tidak baik, ini akan menimbulkan masalah.

8. Drs. Djenen M. Sc. (Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya) Pada halaman 19, Bapak memberi batasan tentang arti Specimen, pada halaman 20 Bapak menjelaskan bahwa nilai museum terletak pada koleksi, dan pada halaman 22 Bapak me- nyinggung soal perbedaan pola regional, yaitu contohnya: perbedaan dunia hayati fauna antara Indonesia Barat dan Timur.

1. Yang ingin ditanyakan: Bagaimana bentuk koleksi perbedaan alam regional ini su­ paya dipamerkan? 2. Apakah bentuk koleksinya itu dapat disebut Specimen? 3. Sejauh manakah sudah museum pengetahuan alam menggarap koleksi alam seperti ini?

Jawab: — Pertanyaan: Specimen adalah organisasi Specimen dapat dibagi lagi: Specimen hidup dan Specimen mati sebab penangannya berbeda-beda. — Pengertian tenang koleksi regional ini kembali lagi kita membatasi diri pada dunia hayati, maka terdapat perbedaan apa yang kita junnpai sebelah Timur selat Makasar. dan sclat Lombok dengan apa yang kila jumpai sebelah Barat, sebab dari sebelah Timur kita mendapat unsur-unsur dari Asia. Jadi kalau umpamanya diputuskan suatu koleksi regional, maka tidak perlu terbatas pada kedua daerah tsb. Itu hanya sebagai perbandingan saja, pengertian batas tidak terlalu penting. Saya kira sehagian dari ko- leksi dapat kita tuangkan pada pameran bagaimana bentuknya Safana yaitu didi- oram akan.

9. Drs. Anton Sukahar. (Museum Biologi — Yogyakarta). Sekarang beberapa sekolah sudah memiliki koleksi binatang dan tumbuh-tumbuhan dan hal-hal Iain yang penting.

1. Bagaimana saran Bapak dalam membimbing museum-museum sekolah tersebut? 2. Bagaimana kita mcngarahkan demi kelestarian alam dari tempat-tempat tersebut dengan cepatnya kemajuan industri dan hal-hal lain, sepert! alat-alat memusnahkan binatang, dan juga bahan kimia yang dapat merusakan/menggoncangkan keisti- mewaan Biologi? 3. Perlukah diadakan pengawetan hal-hal tersebut dan kalau perlu bagaimanakah cara- nya? 34

Jaw ab : — Mengenai koleksi untuk museum sekolah, ini perlu kita dorong. Terbatas pada hal- hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran, umpamanya tentang serangga. Me­ reka tidak perlu mcncari serangga yang aneh-anch, mereka bisa membatasi pada se- ,a n 88il hidup di rumah-rmnah ataupun dipekarangan. Biasanva kalau binatang atau tumbuh-tumbuhan yang ada disekitamya sudah dibudayakan, itu saya kira tidak ada masalah. Karena mereka tidak akan mengadakan koleksi vang extensif, hal itu hanya untuk merangsang supaya murid-murid itu lebih peka terhadap jenis alam ling­ kungannya. Untuk binatang yang besar-besar, saya tidak menaruh kekawatiran kare­ na mereka tidak akan mempunyai niat membuat pajangan dari Ilarimau, misalnya.

1 0 . Soewarno Darsoprajitno (Museum Geologi — Bandung).

1. Status kebun binatang siapa yang berwenang untuk menanganinya. 2. Mengapa jaman modern ini masih ada kebun binatang yang sifatnya di penjara (kandang) seperti di Bandung. 3. Apa sudah tiba saatnya untuk mengadakan peraturan-peraturan untuk kebun bina­ tang. Jaw ab: Kebun binatang itu garis-garis komandonya bermacam-macam dan sumber biayanva dari siapa, contohnya: Ragunan itu ialali biaya dari D.K.I., kemudian pembinaan sc- bagian pada Direktorat Perlindungan Alam dan Kehutanan dan sebagian dari Bapak Drs. Amir Sutaarga. Karena kebun binatang itu secara teoritis adalah termasuk dalam satu klasifikasi kecil, tapi karena Bapak Drs. Amir Sutaarga belum menjangkau sam- pai sejauh itu, maka kebanyakan hal-hal pengelolaan dari kebun binatang itu banyak ditangani oleh Direktorat pengawasan Perlindungan dan Pengawetan Alam. Karena lalu-lintas dari pada binatang-binatang itu harus diawasi, mereka mengambil dari daerah kemudian menukarkannya dengan luar negeri, kemudian masalah karantina dan lain-lainnya lagi. Tetapi DKI kalau dalam contoh Ragunan itu banyak wewe- nang, karena sumber biayanya kebanyakan dari Daerah Khusus Ibukota.

Tentang tehnik memamerkan binatang sekarang adalah dalam ruangan terbuka, malah kadang-kadang untuk burung itu dengan kawat yang tipis sekali sampai tidak terlihat mata, tetapi kebun binatang lama maupun yang kecil-kecil itu terbatas pada areal dan juga pembiayaan. Mereka itu kadang-kadang hidup dari pemerintah daerah dan kadang-kadang harus hidup dari karcisnya. Tanggapan dari Bapak Drs. Amir Sutaarga.

SISTIM PERMUSEUMAN DI INDONESIA

Oleh : Drs. Moch. Amir Sutaarga Direktur/Kepala Direktorat Museum

1. Museum dan Permuseuman. Untuk memulai pembahasan mengenai ’’sistim permuseuman”, barangkali tidak ada sa- lahnya, bila kami menyegarkan pikiran kita kembali tentang makna dua istilah, yakni istilah museum dan istilah permuseuman. Pengertian museum dapat kita ambil dari definisi ICOM (International Council of ) i tentang museum (1) atau dari definisi museum menurut anggaran dasar ASEANCOM (Asean Concil of Museums), (2) atau banyak lagi rumusan tentang pengertian museum, sepcrti yang a.i. dapat kita baca dalam-karangan DOUGLAS A. ALLAN tentang The Museum and Its Functions; suatu definisi yang sangat singkat yang berbunyi sbb.: ’A museum in its simplest form consists of a building to house collections of objects for inspection, study and enjoyment”. (3) Dan apabila kita, sebagai yang bergerak atau bekerja untuk museum atau untuk permuseuman, untuk mendapatkan pedoman pengetahuan tentang penyelenggaraan museum, membaca buku The Organization of Museums, Practical Advice, terbitan UNESCO dalam scri penerbitannya MUSEUMS AND MONUMENTS — IX, maka makin ternyata, bahwa Tuan DOUGLAS A. ALLAN, tersebut adalah seorang humorist, karena menurut isi buku itu museum sebagai suatu organisasi tidak se-simple yang ia nyatakan sendiri dalam karangannya itu tadi. Kalau museum dan permuseuman itu memang hanyalah suatu gejala sosial yang simple, maka tak mungkin orang akan meneliti dan terus-mencrus memikir- kan, membahas dan menelorkan sekian banyak teori tentangnya, yang telah menambahkan kepada sekian jumlah disiplin ilmu pengetahuan yang telah ada satu disiplin baru lagi yang disebut ’’Museumkunde” dalam bahasa Jerman dan bahasa Belanda, atau ’’museology” dalam bahasa Inggris. (4) Yang tidak lucunya lagi ialah, bahwa apa yang disebut ’’ilmu permuseum- an”itu ternyata merupakan suatu satuan atau ramuan multi-disipliner, yang mencoba meng- gabungkan disiplin-disiplin exacta dan non-exacta. Tetapi, karena museum dan permuseuman itu merupakan gejala sosial, maka disiplin yang baru lahir itu ditempatkan dalam kelompok ilmu sosial-budaya. (5) Pcrkataan museum, membayangkan kepada kita, adanya sesuatu yang nyata-fisik dan non-fisik-; ada gedung museum; ada koleksi museum; ada pengurus museum; ada kegiatan- kegiatan para pengasuhnya. Museum itu bukan suatu benda mati, tetapi hidup karena digcrak- kan oleh orang, oleh manusia untuk kepentingan manusia. Jadi museum itu, merupakan suatu organisasi, dan sebagai pranata sosial-kulturil, ia hidup bagaikan suatu organisme, yang eksis- tensinya ditentukan oleh pengaruh timbal-balik antara museumnya itu sendiri dan lingkungan* nya. Dan ruang lingkup lingkungannya itu sebagai akibat proses perkembangan dan dinamika masyarakat dewasa ini ternyata dapat semakin Iuas dan berkembang atau .... mati. Ya, kami katakan mati, betul-betul mati! Karena yang mcnggcrakannya sudah tidak ada, badan penye- lcnRRaraanya bubar tanpa tanggung jawab, gedung dan koleksinya ditinggal begitu saja, se- hinggu mcngalami proses kematian biologis dan sosiologis! Kematian biologis: musnah total dan kematian sosiologis: ia tidak bcrfungsi lagi dalam masyarakat. Ada juga museum yang sedang 36 menderita penyakit paraii, ibarat bangkai hidup; mati bukan, hidup-pun tidak, ibarat seorang pasien dalam keadaan pingsan. Ilustrasi-ilustrasi itu tadi hanya sekedar contoh-contoh untuk mempertajam pengertian kita bahwa museum adalah sejenis pranata sosial-budaya (6). Apabila museum, sebagai suatu pranata sosial-budaya masih dapat kita ’’lihat” nyata, Iain halnya dengan ’’permuseuman”. Pengertian permuseuman adalah pengertian abstrak. Permu­ seuman dapat diartikan sebagai segala hal dan kcgiatan yang ada kaitannya dengan pengertian dan kehidupan museum. Dalam bahasa Belanda ada perkataan ’’museumwezcn’’, dalam bahasa Jerman ada perkataan ”das Museumwcscn”. Tetapi dalam bahasa Inggris kami tidak tahu apa- kah "museum affairs” itu tepat dengan museumwezen, sebab dalam KRAMERS’ Engelsch Woordenboek tak dapat kami jumpai terjemahannya. DR GRACE MORLEY, Director International Council of Museums Regional Agency in Asia, m e n y eb u tk an p erk ataan ’’museum movement”, (7) suatu pengertian yang berm akna di- namis. Perkataan ’’inuscutnwczen” sebenarnya juga mengandung makna dinamis, ada gerak, ada kehidupan. Pada pokoknva, apabila kita ingin membayangkan bagaimana ujudnya permu­ seuman itu, dapat kita gambarkan dengan suatu layar putih dimana di-provektir suatu gambar seperti monzaik yang serpihan-serpihan-nya, penuh variasi bentuk dan wama, bergerak secara harmonis. Scrpihan-serpihan itu ibarat museumnya, dan mozaik itu tadi menggambarkan suatu dunia yang meliputi keseluruban serpihan-serpihan itu. Atau dapat kita ambil selembar kaca dibaw ah m ik ro sk o p , dan kita lihat tuangan suatu cairan yang penuh dengan organisme renik bergerak-gerak, atau kalau kita ambil suatu bagian tubuh sejenis fauna atau sejenis flora dan kita lihat ad an y a sel-sel yang bergerak dan hidup, satu sama lainnya berhubungan. Dan gam- baran itu akan b ero b ah m ulai tidak keruan, bila ada bagian-bagian organisme itu mulai mati tak terganti lagi, sehingga dapat dibayangkan adanya kenyataan yang tidak teratur, tidak har- monis. Kita dapat menggambarkan suatu bagan penuh dengan garis dan kotak atau lingkaran besar dengan lingkaran-lingkaran diingat bahwa komponen-komponen dalam bagan itu tidak tinggal diam, tapi dalam keadaan bergerak. Gerak yang selaras dan tertib karena adanya suatu sistim dan fungsi. Museum itu sendiri dapat digambarkan sebagai suatu sistim. Dan pelbagai kategori dan type museum di Indonesia itu baru tergabung suatu sistim permuseuman, bila ada integritas k etertiban dan kesclarasan. Sudah adakah integritas, ketertiban dan keselarasan di- bidang perm useum an kita ini, apabila kita lihat banyak kekurangan pada setiap museum serta adanya multi-administration dalam hal penyelcnggaraan museum-museum? (8)

2. Klasifikasi museum. Setiap orang yang ingin mempelajari museum sebagai pranata-sosial-budaya, ia pasti harus melihat kenyataan bahwa apa yang disebut museum itu banyak jenisnya dan juga berbeda-beda ukurannya, serta tidak sama status yuridis badan penyelenggaranya. Juga dapat dibedakan tingkat atau ” m a rta b a t” n y a. P okoknya, museum-museum yang ada diseluruh dunia janganlah di- banding-bandingkan dari satu segi saja, misalnya ada wartawan yang bertanya: ”Pak, museum mana di dunia ini yang paling besar dan paling lengkap? ’Tidak semudah keinginan ATENG dalam film pro p ag an d a dilayar T V yang m inta”mobil yang paling bagus dan paling kuat di d unia” kepada lam pu ajaib yang sedang dipegang EDDY SOED! Keinginan ATENG dapat sc- gcra dipenuhi oleh TIGA BERLIAN. Suatu sistim klasifikasi museum pernah kami kemukakan dalam salah satu karangan kami tetapi sistim itu tcrn y ata kurang tepat bagi situasi dan kondisi di Indonesia. Pada waktu di­ lakukan persiapan-persiapan restrukturing Dcpartemen Pendidikan dan Kebudayaan, untuk m endapatkan landasan yang k u k u h agar dapat bergerak kc arah tujuan pembinaandan pe- ngembangan museum-museum di Indonesia, maka kami telah melakukan suatu sistim klasifikasi yang flexible, bcrkat saran seorang ahli dalam management di Lembaga Administrasi Negara. ’ Sistim klasifikasi itu sudah tcrtuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kcbu- dayaan N o.: 0 7 9 /T ah u n 1975, Bagian XLVI, Pasal 728; yakni bahwa Direktorat Museum 37 mcmbagi pada umumnya tiga type museum:

(a) museum umum; (b) museum khusus; (c) museum pendidikan.

Perlu dicatat, bahwa sebenarnya type museum pendidikan itu juga termasuk type museum khusus, tetapi bagi Indonesia penanganan istimewa terhadap jenis-jenis museum pendidikan, baik untuk tingkat universiter (university museums), maupun untuk tingkat sekolah dasar dan sekolah lanjutan (school-museums) dirasakan sangat perlu, sebab berdasarkan suatu perkiraan, type museum pendidikan akan lebih banyak mengambil peranannya. ’’Museum Umum , praktis hanya dikenal di Amerika Serikat, dan yang disana disebut ’’public museums . Pengertian ’’public museum” adalah suatu pengertian yang mengandung tiga faktor:

(1) faktor status yuridis; (2) faktor pengunjung; (3) faktor koleksi.

(1) Status yuridis public museum ada vang berstatus swasta dengan tunjangan yang kuat dari pemerintah negara bagian, malahan ada yang langsung diselenggarakan oleh pemerintah negara bagian, sehingga dapat sebutan ’’State Public Museum”. (2) Pengunjung public museum adalah umum, untuk masyarakat banyak, dan pekerjaan stal- nya dititik-beratkan kepada pelavanan sosial-edukatif, dengan sangat mempcrhatikan kepen- tingan peningkatan kccerdasan dan pengetahuan umum pengunjungnya.

(3) Koleksinya discsuaikan dengan kedua faktor itu tadi, yang praktis merupakan refleksi visuil tentang semua cabang ilmu pengetahuan: ilmu hayat; ilmu dan teknologi; arkeologi dan se­ jarah, antropologi dan senirupa. Untuk mengisi kekurangan obyek-obyek museum, biasanya public museum menghimpunkan dan memamerkan replica, tiruan yang oleh orang awam sulit dibedakan dari yang ascii, tapi dalam kartu petunjuk selalu disebutkan sebagai replica dan yang aselinya terdapat di museum lain.

’’Museum Khusus” atau dalam bahasa Inggrisnya disebut ’’specialized museums” lebih mudah dikenal saking banyaknya. Museum-museum khusus lebih banyak terdapat di Eropah, sebagai tempat asal-usul lahirnya pelbagai cabang ilmu pengetahuan. Karenanya peristilahan jcnis-jcnis museum khusus ditentukan oleh koleksi yang berkaitan dengan ilmu yang memcr- lukannya sebagai bahan-bahan pembuktian ilmiah. Demikian, maka kita akan menjumpai dalam kelompok museum khusus ini, jenis-jenis museum sbb.:

(a) museum ilmu hayat; (b) museum ilmu dan teknologi; (c) museum arkeologi dan sejarah; (d) museum antropologi; (e) museum kesenian.

Perlu dicatat, bahwa type museum khusus tertentu dapat bersifat lebih khusus lagi, a.i. kelompok museum sejarah dapat dipecah menjadi pelbagai sub-type, seperti museum sejarah militer; museum sejarah maritim; museum riwayat hidup tokoh berscjarah (memmorial mu­ seums) dlsb.-nya. Demikian pula type museum teknologi, karena adanya pelbagai kelompok 38

jenis p ro d u k te k n o lo g i, seperti museum kcreta api, museum pcncrbangan, museum maritim, d lsbnya. Makin besar hasrat masyarakat akan sejarah dan makin dalam cintanya akan benda-benda bersejarah, m a k a p e rs p e k tif pertum buhan dan perkembangan jenis-jenis museum khusus bukan m ain luasnya; m alu h an p erlu tindakan-tindakan kearah pencrtiban agar jangan timbul ’’museum e p id e m i” k aren a a d a n y a d eniam sejarah yang mclcdakkan semangat pendirian museum-museum pelbagai jcnis. D E V A R JN BO IIA N , pada waktu masih menjabat Director of ICOM (Interna­ tional Council of Museums) dan pada waktu beliau tncninjau beberapa museum di Jawa dan Bali, beliau sempat memberikan nasehal kepada kami, baliwa ”to many museums will be not h e a lth y ” . D alam b e n a k kam i tim bul jawabannya: ”it will be not easy to manage so m any museums, it will cause me headics”. Raschat itu kami teruskan kepada Sdr. Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Ke­ budayaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta merangkap KepaJa Dinas Museum dan Sejarah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, agar menahan diri dalam pendirian museum-museum di Ib u k o ta , scbab n a n ti darah-tingginya akan kambuh lagi, bukan karena banyak anak, ke- betulan beliau itu sudah sckian lamariva belum juga dikaruniai Tulian memperoleh anak, tetap i k aren a b a n y a k urusan m useum dan urusan anak-buahnya sendiri! Batasi pada yang sangat p en tin g bagi su a tu Ib u k o ta negara yang sedang membangun, yakni GNP masih sangat rendah!

3. Sistim permuseuman. Sistim permuseuman >'ang bagaimakakah yang kita inginkan? Jawabnva mudah saja. Yakni sistim perm useum an yang sehat. Dalam sistim permuseuman di Indonesia dewasa ini, berdasarkan Keputusan Presiden Rcpublik Indonesia No. 45 Tahun 1974 serta Surat Kepu- tusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 079/0/ Tahun 1975, dengan adanya Direktorat M useum , m ak a te rd a p a t d ua unsur: ursur pembina dan unsur obyek pembinaan. D irektorat M useum sebagai u n s u r pem b in a dan museum-museum sebagai pranata-pranata sosial-budaya adalah obyek pembinaan. D irektorat m u seu m , sebagai unil pelaksana teknis permuseuman Direktorat-Jenderal K eb u d ay aan , D e p a rte m e n Pendidikan dan Kebudayaan sebagai unit strukturil, sebagai unsur pembina, jelas tidak bcrdiri dan bergerak sendiri. Kita senantiasa harus dapat berpikir dalam context yang Iuas. Secara horisontal danvertikal, Direktorat Museum berhubungan dengan unit dan kom ponen-kom ponen lain. Misalnya dengan unit yang terdckat, secara vcrtikal Direktorat Museum berhubungan dengan Direktorat Sejarah dan Purbakala, sebagai unit pelaksana teknis kescjarahan dan kepurbakalaan Direktorat Jenclral Kebudayaan. Obyek pembinaan Direktorat Sejarah dan P u rb ak ala ad alah —secara fisiknya yang nyata suaka-suaka sejarah dan purbakala dan taman-taman purbakala serta semua monumcn sejarah dan purbakala lainnya dialam tcr- bu k a. T id ak m e n g h e ra n k a n , apabila secara vcrtikal ditiap Kantor Wilayah Departemen Pen­ didikan 8c K eb u d ay aan p ad a setiap propinsi hubungan kerja kedua Direktorat itu dikaitkan dengan satu u n it p e la k sa n a K antor Wilayah tingkat Propinsi; yakni Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan.. M useum -m useum , sebagai obyek pembinaan Direktorat Museum adalah pranata-pranata sosial-budaya yang non-struktural, dalam arti kala diluar struktur DirektoratJendcral Kebuda­ yaan (U nit U tam a D ep . P. dan K) dan juga berada di luar struktur Kantor Wialyah. Jadi sifat- nya otonom. Kcdudukan, tugas, fungsi dan organisasinya bcrlainan sckali dari kedudukan, tu­ gas, dan fungsi serta organisasi Direktorat Museum, maupun Bidang Permuseuman, Keseja- r.ih.in clan K ep u rb ak alaan . S uatu bagan yang kami lampirkan pada kcrta kerja ini akan dapat menjclaskan lebih lanjut tentang perbedaan itu, dan uraian tugas etc. Direktorat Museum, juga bcrlainan dari uraian tugas dan fungsi museum, seperti yang tcrccrmin dalam dcfisini museum. 39

Dengan sendirinya, pengelolaan Direktorat Museum dan pengelolaan museum sebagai badan otonom tidak bisa disamakan. Yang menjadi mas’alah sekarang, ialah bagaimana bisa disusun suatu sistim permuseuman yang bersifat solid dan intergral, homogin dan harmonis, dalam context ruang ing up yang harus cukup dinamis, baik dalam kaitan-katian kegiatan yang crsi at nasion oka] - dan internasional. Di samping itu, karena ada museum diluar Departemen dan k serta adanya museum-museum swasta, seperti yang kami sudah sing- gung ta 1 mem eri an corak adanya multi-administration di bidang permuseuman di Indo­ nesia ini. Suatu sistim permuseuman yang solid akan memudahkan sistim-sistim perencanaan, peng- aturan, peni aian an pengamatan, yang merupakan cara-cara yang sistimatis dan terarah demi pembinaan dan pengembangan setiap museum yang ada di Indonesia. ^ Adalah tugas seminar ini untuk secara umum menghimpun dan mengidentifisir mas’ala- mas alah museum dan permuseuman pada umumnya dan uraian kami mengenai sistim permu­ seuman itu tadi mudah-mudahan dapat merupakan sumbangan pikiran bagi para peserta semuanya. Dan setiap sumbangan pemikiran kearah penyempumaan sistim permuseuman di Indonesia akan sangat berguna dan mari kita bahas bersama. 40

CATATAN: (1) Article 3; A museum is a non-profit making, permanent institution in the service of society and of its development, and open to the public, which acquires, conserves, co­ mplicates, and exhibits, for purposes of study, education and enjoyment, material evi­ dence of man and his environment. Article 4. In addition to museums designated as such, Icom recognizes that the following com ply with the above definition: (a) Conservation institutes and exhibition galleries permanently libraries and archive centres. (b) Natural, archaeological, and ethnographic monuments and sites and historicalmo- numents and sites of a museum nature, for their acquisition, conservation and communication activities. (c) Institutions displaying live speciemens, such as botanical and zoological gardens, aquaria, vivaria, etc. (d) Nature reserves. (e) Science centres and planetariums. (2) Article 3. A Museum is a non-profit permanent institution, in the service of society and open to the public, which aquires, conserves, communicates and exhibits, for purposes of study, edu­ cation and enjoyment, evidence of the evolution of nature, man and culture. Articlc 4 A broader interpretation of the term museum, as defined above, also includes the follow­ ing: a. natural, archaeological, and historic monuments and sites; b. institutions displaying live botanical and zoological specimens; c. conservation institutes and exhibition gallereis permanently or periodically main­ tained by libraries and archives centres; d. planetaria.

(3) Lihat sumbangan karangannya yang berjudul The Museum and its Functions, sebagai Chapter I buku terbitan Unesco; The Organization of Museums, Practical Advice, Paris, 1958, p. 13.

(4) Lihat karangan kami: Apakah sebabnya Museologi menjadi satu sub-disiplin Antropologi? dalam Capita Selecta I, Jakarta, 1975, pp. 1—4.

(5) Prof. Dr. P.H. POTT mcmb eri judul pidato pengukuhannya sebagai guru besar luar-biasa dalam ilmu perm useum an pada Univcrsitas Leiden: Het Museum als Sociall - Kulturele Instelling.

(6) Istilah untuk m useum dalam bahasa ilmu pengclolaan adalah ’’instalasi” , instelling, insti­ tution.

(7) Baca Museums in South, Southeast & East Asia. Supplement, 1974 to Survey and Report, 1971, Icom Regional Agency in Asia, 1974, p.8.

(8 ) Dalam Country Report Indonesia: Museum Problems in Indonesia, Annex D4, Report of the First M eeting of Asean Museum Kxperts, Jakarta, 16—18 Januari 1975. Siftun dm J*r“1lin | T Jmpiran 1. k0roU(i pcrauKumta Kcam miff®

Museum-museum Umum 1

| Biding P S K iMuicxim-Museum Khusus Kanwil Dep P. & K.

Museum-Museum Pendidikan

^ Lkatan Kerabat Museum Indonesia \ \ \ Obyck Pembinaan dan V Pengembangan V Pembinaan dan Pengembangan s. KtUranfao -s G. » Government fuiat Daerah Lapangan N.G. • Non-Government Lntemasional / Regional / Sub. Regional. | MULTI ADMINISTrASI PERMUSEUMAN 'Lunpiran 2

1) DEP. PERTAMBANGAN. DITJEN ------DIT. GEOLOGI ------v Museum Geologi PERTAMBANGAN UMUM Suaka Alam/Cagar Alam DIT. (National Park) 2). DEP. PERTANLAN. DITJEN ------PERL1NDUNGAN ALAM 1 National Reserves. KEIIUTANAN DAN PENGAWETAN Zoological; Garden. 3) DEP. HANKAM _ PUSJARAII ABRI MUSEUM-MUSEUM ABRI

DIT. PEMBINAAN KESENIAN ----- ► ART CENTERS DIT. PENGEMBANGAN ______KESENIAN

DIT. MUSEUM: Museum

4) DEP. P. Sc K. DSP. Monuments, Sites and Antiquities

j— P 4 N J-» PUSAT PENELITIAN PURBAKALA DAN PENINGGALAN NASIONA1

”* PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN B All AS A

PUSAT PENELITIAN SEJARAH BUDAYA

DIT. JEN. P.T. UNIVERSITAS.---- —* Museum Universitas LEMBAGA BIOLOGI NASIONAL 5). L I P I HORTUS BOT AN ICTUS BOGORIENSIS ► MUSEUM ZOOLOGICUM BOGORIENSIS HERBARIUM BOGORIENSIS 6) DEP. DALAM NEGERir PEMDA TK. I/TK. Ill ” MUSEUM — MUSEUM DAERAII 7) S W A S T A| — MUSEUM _ MUSEUM .SWASTA Verzamelgebiedcn ' * * " Lampiiin 3

SCHEMATISCH OVERZICHT VAN MUSEALE ARBEID EN RF.LATIES VANDIENSTEN

I STROOM-SCHEMA MUSEUM-OBJECTEN Lampiran 4. STROOM-SCHEMA MUSEUM-BEZOEKEPS Lampiran 5.

groeps- individuele informatie wetensch. interesse interesse interesse interesse

I'r, portiers ; i°ge i <, i i ■ u \ garborobe

informatie opvangruimte I centrum spreekkamers

<-----* «------» ontspannings- filmzaal openbare berzemeling * • ruimten X II tijdelijke exposities werkkamers staf &: administratie A depots I + bewerkings- technische en huish. scctics diensten Lampiran 6.

SCHEMA VAN BELEIDSVOER1NG EN VAN FINANCIERING VAN HET MUSEUM-WEZEN IN NEDERLAND N.B. candu ding: Museum, slaat op vollcdigc instelling Vereniging oravat tcvens de stichtings- vonn (juridisch* kwestie)

P ersonnel]

------S tic h te r ------I — - Dirccteur Secretaresje- Portier Portier llulp-portier Nachtwakers scn n astc o p p u S e s g-3 * o i c ' Jg 48

LAPORAN SIDANG KE III Kamis tgl. 28 Oktober 1976.

Sidang dimulai Jam 19.10 — 20.30 wib. Pemrasaran Drs. Moh. Amir Sutaarga. Kertas Kerja ’’SISTIM PERMUSEUMAN DI* INDONESIA” M o d erato r Drs. Bambang Soemadio. R e p o rte r Drs. Aminuddin Tinit. Ass. Reporter 1. Drs. Ali Umar. 2. Rusmala Emy, BA. N otulis 1. Dewi Rani. 2. Paulina Suitela, BA. Panelis 1. Sutarso S.H. 2. Abas Alibasyah 3. Teguh Asmar M.A. 4. Drs. A.B. Panggabean 5. Drs. Machran Situmorang. 6. J.T. Matondang, S.H. 7. Kapten Rachmat Ali BA. 8. Drs. Alip Subagyo. 9. Dra. Yumsari Yusuf. 10. Ir. Imron Sugiono. 11. Drs. E.K. Siahaan. 12. Sajid Mangundihardjo. 13. Sofiyan Ismail BA 14. Drs. Rudjito 15. Drs. Djohansyah 16. Mayor Dra. Sri Hartani. 17. Drs. S.Z. Hadisutjipto 18. Ya Achmad. 19. Drs. Putu Budiastra 20. J. Mailoa. 21. G.A. Warmansyah BA. 22. Drs. Sulaiman Yusuf. 23. Suwamo Darsoprajitno 24. Drs. Radipraptoutomo. 25. A. Azis 26. M. Urip Soroso BA. 49 /

Tanya-jawab:

1. Sutarso S.H. (Kep. Bag. Effesiensi Tatalaksana). 1. Judul kertas kerja ini ialah Sistim Permuseuman di Indonesia. Apakah tidak ada. suatu sistim yang dijadikan STANDARD, sehingga bila tidak, diadakan suatu sistim tersendiri seperti yang tertera dalam judul kertas keija ini.

2. Dalam halaman 29 terdapat perkataan bahwa Museum sebagai pranata Sosial— Kulturil, sedangkan dibawahnya tertulis bahwa Museum adalah sejenis Pranata Sosial Bu­ daya. Apakah hal ini disengaja karena ada pcrbedaannya atau memang sama.

3. Dalam halaman 30 terdapat : Museum terbagi dalam 3 type : — Museum Umum. — Museum Khusus — — Museum Pendidikan Akan tetapi dibawahnya tertulis ”Type museum pendidikan itu termasuk type museum Khusus”. Mengapa Museum pendidikan ini dipisahkan, kenapa tidak disatukan saja? Apa mak- sudnya.

Jawab:

— Didalam salah satu nomor majalah Museografi dan Capita Selecta terdapat laporan Survey diluar negeri, maka terdapat beberapa sistim permuseuman di beberapa negara. Disini dapat dilihat bahwa tidak ada sistim yang sama sehingga sulit menentukan suatu Standard. Misalnya saja suatu sistim hukum di Indonesia saja sudah Pluralisms, maka da­ lam bidang Permuseuman di Indonesia justru bukan Standard yang dipentingkan, akan tetapi sistim yang akan menjadikan suatu sistim pengorganisasian pengaturan. Bila dibandingkan dengan Luar Negeri, maka sistim permuseuman di Indonesia, temyata mempunyai trend perkembangan yang baik. Sebab lingkungan sosial budaya berbeda de­ ngan negara-negara lain, misalnya lingkungan di sekolah, di RT hubungan antara orang dengan orang di Indonesia itu tidak zakellik, contohnya: kepada guru, kepada atasan di kantor, kepada orang yang lebih tua, semuanya cukup menyebut dengan perkataan ’’Bapak” Oleh karena itulah maka sistim permuseuman di Indonesia ini temyata dapat mem- permudah koordinasi. Dan oleh karena itu pulalah disamping Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam untuk marga satwa, suaka alam dan kebun binatang-kebun bi­ natang maka diusahakan melalui suatu Nasional Committee dari pada ICOM secara pro- ffesionil dan fungsionil terkumpul tokoh-tokoh pembina Museum dari berbagai De­ partemen dan Swasta. Ini merupakan suatu organisasi yang non Govermental International yang mendukung pembinaan Direktorat Museum di Indonesia. Untuk memudahkan tugas Direktorat Mu­ seum dalam pengarahan tenaga pengetahuan demi sasaran museum-museum yang sehat, bukan saja sebagai Museum Association, tetapi sebagai Ikatan Kekcrabatan Museum. Hal ini akan memudahkan tugas Direktorat Museum dan Direktorat Sejarah dan Purbakala.

— Memang benar, museum adalah suatu pranata Sosial Budaya. Akan tetapi dapat juga

Suwarno. (Museum Geologi Bandung).

Kertas kerja ini adalah hasil kesimpulan Pemrasaran. Apakah mungkin dalam rencana Nasional diadakan suatu seminar dalam menentukan Sistim Permuseuman di Indonesia?

2. Menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Bapak Sutarso SH, maka pemakaian kata ’’sejenis” , adalah salah dalam pemakaian istilah saja. Lebih baik dikatakan salah satu jenis.

Jawab :

— Setuju saja dengan istilah tersebut untuk mendapat pengertian yang mantap.

Suwarno. (Museum Geologi Bandung). 1. Apakah di Indonesia telah ada surat keputusan untuk mendirikan museum ?

2. Apakah Direktorat Museum sudah ada suatu ide untuk mengembangkan dan me- ngelola Museum yang lain yang perlu untuk kepentingan umum.

3. Apakah tidak perlu dibuat suatu definisi mengenai Museum yang tepat?

Jawab : — Pada waktu Bapak Mashuri menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sudah ada rancangan undang-undang pokok pendidikan dan Kebudayaan. Juga Bapak Amir di- berikan tugas untuk menyusun undang-undang cagar budaya dan rancangan undang- undang permuseuman. Sesuai dengan pertanyaan Bapak Suwarno, maka hal ini me­ rupakan hutang Direktorat Museum untuk membuat suatu rancangan hukum, wa- laupun tidak berupa undang-undang tetapi paling sedikit ada Surat Keputusan untuk mcngatur perizinan, pendaftaran, dan scbagainya. Hal ini adalah tugas Direktorat M useum .

— Pcmbinaan museum-museum olcli Direktorat Museum itu ada yang langsung dan ada juga yang tidak langsung. Yang sccara langsung adalah Museum Pusat, Museum Bali, Museum La Mayeur, Museum Mpu Iantular, Museum Sonobudoyo dan museum- museum yang diterima dari Pemerintah Daerah. Dan yang secara tidak langsung: Museum-museum di bawah lingkungan Daerah Khusus Ibukota yang merupakan Muscum-Museum Khusus, misalnya: Museum Textile, Museum Wayang, dan sekarang sedang dipcrsiapkan Museum Maritim.

— Museum Geologi lebih banyak bersifat pustaka, dapat dipinjamkan tapi dapat juga bersifat pameran keliling.

3. Dra Yumsari Yusuf. (Staf Museum Pusat). 1. Dalam halaman 31 dalam kertas kerja Pcmrasaran discbulkan adanya museum-museum swasta. Di Indonesia terdapat masih banyak museum-museum yang pcngclolaannya 51

dijalankan oleh orang-orang swasta dan Pemerintah (kerja sama). Museum-museum swasta ini dikerjakan karena minat dan sayang kepada benda-benda pcninggalan kuno. Mereka mengumpulkan benda-benda koleksi atau peninggalan-peninggalan nenek moyang mereka (warisan dalam museum itu). Bagaimanakah sikap Direktorat Museum dalam menghadapi hal tersebut? Apakah akan dibiarkan terus campur tangan orang-orang swasta ini atau akan diambil alih oleh Pemerintah, karena di- khawatirkan museum-museum tersebut lama kelamaan akan menjadi milik pribadi, padahal koleksi museum tersebut banyak dan bernilai tinggi. t

2. Diluar negeri, misalnya di negeri Belanda, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan itu memberikan semacam kartu bebas masuk pada seluruh museum-museum di nege- rinya untuk pejabat-pejabat museum-museum yang sedang belajar di negeri tersebut. Adakah di Indonesia kartu semacam itu?

Jaw ab :

— Mengenai museum-museum swasta, maka masih ada kesulitan-kesulitan. Kalau dilaksa- nakan Monumenten Ordonansi secara ketat, maka museum-museum swasta perlu dinasio- nalisir. Akan tetapi sudah ada edaran-edaran dimana terdapat peraturan-peraturan men- dirikan museum tersebut. Ada baiknya juga museum-museum swasta, sebab ikut meme- lihara cagar budaya. Jangankan museum swasta, museum-museum pemerintah saja masih banyak yang masih kekurangan tenaga.

— Mengenai kartu bebas masuk museum, maka dapat diperoleh kecuali hanya Monumen Nasional (Monas) dengan mendapat surat pengantar dari Direktorat Museum. Mudah- mudahan bila sudah didirikan Ikatan Keluarga Museum Indonesia, dengan adanya kartu Ikatan Keluarga Meseum Indonesia, maka Bapak Drs. Amir Sutaarga akan mengusulkan kepada semua museum supaya dengan adanya kartu tersebut, setiap anggota dapat keluar masuk museum dengan bebas.

4. Drs. Zakaria Achmad. (Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Departe­ men Pendidikan & Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh).

1. Pada halaman 31 tertulis:’’Obyek pembinaan Direktorat Sejarah dan Purbakala adalah secara fisiknya yang nyata suaka-suaka sejarah dan purbakala dan {taman-taman purbakala serta semua monumen sejarah dan purbakala lainnya di alam terbuka”. Yang tidak disebut disini ialah semua monumen yang bergerak yaitu merupakan tanggung jawab dari Direktorat Museum. Yang tidak terletak ditempatnya dapat dibawa ke museum. Akan tetapi dalam mclaksanakan tidak semudah yang tertulis dalam kertas, karena itu memerlukan diskripsi yang lebih luas. Apakah suatu benda dialam'terbuka sebagai monumen yang pada suatu saat merupakan tanggung jawab dari pada Direktorat Sejarah dan Purbakala, apabila dia tidak dapat disela- matkan lagi, digerakkan karena pembangunan kota mungkin karena erosi, maka secara kekuasaan manusia dia sebagai momumen tidak dapat dilctakkan lagi. Apakah Direktorat Sejarah dan Purbakala sudah selesai dan kemudian dilanjutkan sebagai tugas dari direktorat museum untuk memindahkannya. Dalam hal ini saya ingin mengetahui batasan wewcnang dari masing-masing direktorat.

2. Museum dikatakan sebagai badan yang non strukturil pada halaman 31 ^ ’Museum- museum sebagai obyek pembinaan Direktorat Museum adalah pranata-pranata sosial budaya yang non strukturil, dalam arti kata diluar struktur Direktorat Jenderal Ke- 52

budayaan dan juga berada diluar struktur kantor wilayah. Apakah dalam tingkat perkembangan museum sekarang ini di Indonesia yang demikian itu sudah dapat di- trapkan, sebab beberapa badan dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Ke­ budayaan itu ada yang non strukturil yaitu perpustakaan negara yang sudah ada di beberapa daerah. Suaka-suaka purbakala adalah masalah yang bukan sedikit yang perlu kita atasi, bcgitu juga bagaimana hubungannya antara bidang-bidang dengan museum-museum yang ada di propinsi.

Jaw ab : — Tugas dan fungsi Direktorat Museum lebih mudah dipelajari dari pada tugas dan fungsi Direktorat Sejarah dan Purbakala. Ini adalah suatu masalah yang sedang diolah.

— Penentuan klasifikasi antara tugas dan fungsi Direktorat Museum dan Direktorat Sejarah dan Purbakala. Untuk Direktorat Sejarah dan Purbakala adalah lebih dapat diterangkan oleh Bapak Uka, dimana klasifikasinya sedang diolah sebab lebih ruwet karena itu perlu pertiikiran yang lebih mantap. Vang jelas suaka-suaka purbakala memerlukan suatu klasi­ fikasi. Dan konsep yang sedang digodok itu kelihatannya overlepping tugas-tugas suaka, Direktorat Museum sekarang mulai mempelopori mengajukan kepada seminar buah pikiran museum negara yang ada dipropinsi adalah patut diselenggarakan oleh pusat sebagai instalasi pusat didaerah, tetapi tetap dalam kordinasi Kantor Wilayah dengan ang- garan dan Daftar Isian Proyek tersendiri. Kemudian museum-museum negara tingkat lokal itu diurus oleh Kantor Wilayah, tapi ini belum ada kepastian karena Biro organisasi mengatakan secara organisatoris hal itu adalah sulit, dan secara fungsionil se- betulnya tidak usah dibikin sulit karena museum-museum negara praktis dalam kegiatan- kegiatan yang sama dengan perguruan tinggi dan akademi. Prinsip museum Nasional hanya satu yaitu langsung dibawah Menteri, sedang urusan sehari-harinya kepada Direktur Jen- deral Kebudayaan. Direktur Museum Nasional tingkatannya sama dengan Kepala Direkto­ rat. Yang perlu dicatat bahwa didaerah harus menangani kepentingan Direktorat Museum dan direktorat itu, jangan dibikin confuse, yang perlu adalah ketegasan. Segala surat ke­ putusan harus melalui Menteri Penertiban Aparatur Negara dan biasanya undang-undang itu selalu ketinggalan dari kenyataan.

5. J. Mailoa. (Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah De­ partemen Pendidikan & Kebudayaan Propinsi Maluku).

Sudah sering kali pada pembicaraan-pembicaraan terdahulu, sistim permuseuman sampai saat ini masih diatur dalam langkah-Iangkah yang bersifat edukatif dengan prioritas dibe- rikan pada sistim personal approach.

1. Mohon supaya segala sistim approach yang sudah baik dan dapat menjamin jalannya permuseuman di Indonesia segera dirobah menjadi landasan-landasan hukum yang lebih kuat.

2. Tentang struktur organisasi: Apakah sifat museum yang merupakan unit pelaksana itu sudah diatur secara jelas didalam satu undang-undane atau suatu surat keputusan Menteri sehingga ini dapat merupakan pegangan kami di propinsi untuk approach dengan Kantor Wilayah atau pun dengan instansi lainnya. Khususnya pada museum-museum yang tidak diakui sebagai Museum Negeri, bagaimana status organisasi khususnya dalam ’’beset­ ting formasi , apakah itu sudah ada, apakah itu belum ada atau tidak perlu ada, 53

sebab sampai kini museum masih simpang siur, ada yang pimpinannya Direktur, ada yang kurator, mungkin juga ada suatu museum Negara yang disebut pimpinan. Su- paya ini dituangkan dalam satu peraturan supaya ada pegangan buat kita: Museum macam apakah yang pimpinannya disebut Direktur, Kurator, dan lain scbagainya. Hal ini penting sekali, sebab akhir-akhir ini bila kami minta pegawai dari Kantor Wilayah, maka tanpa ’’besetting formasi” hal ini akan sulit. Dan kami inginkan juga didatangkan tenaga-tenaga yang agak baik, tetapi apa statusnya di Museum- Hal ini perlu sebagai suatu dasar.

3. Taman Mini Indonesia Indah, apakah ini tcrmasuk museum atau bukan? Sebab di- dalamnya terdapat museum juga.

Jawab:

— Museum sebagai unit pelaksana sedang dalam proses pcnyelesaian, dan mohon kesabaran. Sebagai contoh misalnya Museum Bali akhimya menjadi unit pelaksana tetapi struktur organisasinya belum selesai sampai sekarang. Museum Pusat yang 2 tahun lagi merayakan ulang tahunnya yang ke-200, struktur organisasinya belum selesai dan masih berupa konsep, apalagi museum Siwa Lima yang jauh. Mengenai Miniatur Indonesia pcmrasaran tidak kompoten untuk memberikan jawaban.

6. A. Aziz. (Direktorat Jenderal Pariwisata Departemen Perhubungan).

1. Dalam bagan lampiran ke-2: Tercantum disitu instansi-instansi: Departemen Pertambangan, Departemen Pertanian,, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, LIPI, merupakan satu bagan dimana digambarkan struktur organisasi antara Direktur Jenderal Kebudayaan dengan Di­ rektur Jenderal Kehutanan dan Direktur Jenderal Pertambangan umum. Dalam teks juga tidak ada, maka kerja sama itu apakah kerja sama strukturil, fungsionil atau kolegeal. Kalau strukturil, mohon penjelasan antara Menteri-Menteri mana saja yang diadakan kerjasama.

2. Bagaimana design museum harus dapat menampung keperluan pengunjung- pengunjung yang makin lama makin banyak. Keinginan untuk berekreasi pada obyek- obyek Museum, apakah untuk bclajar, untuk mode, dan lain-lain kegiatan lagi. Museum jangan terlalu banyak kegiatan agar museum itu,sendiri tidak terganggu.

Jawab:

- Hal ini merupakan suatu sumbangan pemikiran yang produKtif. Jangankan museum, se- kolah-sekolah demikian juga. Pemerintah Pusat itu mempunyai aparatur didaerah berupa kantor wilayah. Tetapi di propinsi juga ada yang tidak vertikal tetapi mempunyai bidang yang sama, sehingga kadang-kadang menyulitkan. Hal ini dalam bidang sekolah. Di Daerah Khusus Ibukota juga demikian, walaupun ada keputusan bersama Menteri-Menteri yang bersangkutan atau keputusan Presiden.

Sidang ditutup jam 20.30 wib. Jakarta 2 8 - 10 - 1976. 54

SARANA DAN FASILITAS MUSEUM.

Oleh : Drs. Tedjo Susilo Direktorat Museum I. Pendahuluan.

Membicarakan masalah Sarana dan Fasilitas Museum tidak mungkin terlepas dari masalah Sistim Permuseuman maupun Sistim Pengelolaannya, karena Sarana dan Fasilitas museum me­ rupakan faktor penunjang untuk tercapainya tujuan penyelenggaraan museum. Untuk mendapat suatu sistim pengelolaan dan pendaya-gunaan museum di Indonesia se­ cara tepat, perlu terlebih dulu kiranya ditinjau tentang tujuan penyelenggaraan museum dan kondisi permuseuman di Indonesia dewasa ini. Tujuan museum menurut definisi International Council of Museums, dijelaskan bahwa: ’’Museum bertujuan untuk memelihara, menyelidiki, memperbanyak pada umumnya, khusus- nya memamerkan kepada khalayak ramai guna pendidikan, pengajaran dan penikmatan akan bukti-bukti nyata yang berupa benda-benda dari manusia dan lingkungannya”. Dalam buku Pe- lita II ditegaskan bahwa fungsi museum ditingkatkan dan diperluas sebagai tempat study, pe- nelitian dan rekreasi. Kondisi permuseuman di Indonesia dewasa ini ditinjau dari perkembangan kwantitas bo- lch dikata menggembirakan, karena perkembangan jumlah museum di Indonesia selalu menun­ jukkan angka kenaikan. Pada tahun 1945 di Indonesia terdapat 26 buah museum, tahun 1962 menjadi 39 buah, dan berkembang lagi pada tahun 1966 menjadi 46 buah, dan jumlah terakhir pada 1975 adalah 84 buah. Namun demikian perkembangan kwantitas museum di Indonesia tidak selalu diimbangi dengan perkembangani kwalitasnya, hal ini disebabkan adanya masalah- masalah dalam sarana dan fasilitas museum yang sulit diatasinya. Pendirian museum-museum baru tidak selalu disertai dengan personil yang lengkap dan memcnuhi syarat, juga peralatan (perlengkapan) museum serta pembiayaanpun selalu tidak me- menuhi syarat, demikian pula pengelolaannya. Oleh karenanya tidak jarang kita mendengar berdirinya suatu museum, tetapi sccara tidak ketahuan museum itu akhirnya ditutup. Ilal ini disebabkan pula oleh karena belum adanya Peraturan atau Undang-Undang yang secara khusus mengatur pendirian museum di Indonesia. (Direktorat Museum sudah menyusun Rancangan Undang-Undang Permuseuman, tetapi karena induk dari pada Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang Pendidikan dan Kebudayaan yang dewasa ini masih dalam penelitian dan pc- nyempumaan, maka praktis Undang-Undang Permuseuman belum ada). Sedangkan Undang- Undang yang menyangkut bidang permuseuman yang ada dan masih berlaku sampai saat ini, hanyalah Monumcntcn Ordonnantie STB. 19. 1931/238. Tetapi Monumcnten Ordonnantie tcr- scbut scbcnarnya bukanlah Undang-Undang yang secara langsung mengatur bidang permu­ seuman me am an ada beberapa fasalnya yang dapat dipakai sebagai ketentuan dalam hal ter­ se mt. ntu me eng api kebutuhan Peraturan dibidang permuseuman tentang persyaratan pen- dinan museum, maka diambil ketentuan yang tcrcantum dalam definisi l.C.O.M. yang menya- t.i an )«i iwa museum harus berbadan luikum. Untuk mcncapai lujuan museum scbagaimana yang tcrcantum i alam delinisi museum tersebut diatas banyak masalah yang dihadapi, hal ini discba >kan karena kondisi museum-museum di Indonesia sangat berbeda-beda. 55

Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan oleh karena adanya perbedaan-perbedaan dalam:

1. Status Museum, yaitu Pemerintah dan Swasta.

2. Katagori Museum, yaitu Museum Umum dan Museum Khusus (didalamnya termasuk Museum Pendidikan).

3. Tingkat Museum, yaitu Nasional; Regional; dan Lokal.

Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut diatas, jelaslah bahwa akan membawa kon- sekwensi yang berbeda pula dalam hal sarana dan fasilitas museum. Penyelcnggaraan Museum yang berstatus Pemerintah akan menjadi beban anggaran Negara, sedang Museum-museum Swasta pembiayaannya betul-betul menjadi tanggung jawab penyelcnggaranya. Sarana dan fa­ silitas yang diperlukan untuk museum yang dikategorikan dalam Museum Umumpun akan bcr- beda dengan Museum Khusus, sebab ruang lingkup Museum Umum lebih luas dari pada Mu­ seum Khusus. Demikian pula tingkat Nasional, Regional, dan Lokal bagi suatu Museum akan memerlukan sarana dan fasilitas yang berbeda pula. Untuk mempermudah dan mempcrlancar dalam usaha-usaha pembinaan museum-museum di Indonesia yang berbeda-beda itu, diperlukan adanya suatu standardisasi dalam hal sarana dan fasilitas museum. Hal ini tclah dirintis oleh Direktorat Museum Direktorat Jenderal Ke­ budayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

II. Sarana dan Fasilitas Museum.

Didalam membicarakan sarana dan fasilitas museum kami akan membedakan antara:

A. Sarana dan fasilitas untuk museum-museum.

B. Sarana dan fasilitas untuk Direktorat Museum, sebagai instansi yang bertugas mcm- bina dan mengembangkan museum-museum.

A. Sarana dan fasilitas untuk museum.

Sarana dan fasilitas museum adalah unsur-unsur yang merupakan persyaratan-persyaratan untuk berdiri dan terselenggaranya museum secara sempuma. Unsur-unsur tersebut ialah: 1. Personil; 2. Keuangan; 3. Perlengkapan/Peralatan

1. Personil museum.

Personil museum merupakan unsur utama yang akan menggerakkan museum sehingga ak- tif tidaknya suatu museum, bcrhasil serta bermanfaatnya sebuah museum, semuanya itu tcr- gantung kepada kecakapan dan kemampuan pcrsonilnya. Sesuai dengan fungsi dantugas museum, maka museum sangat memerlukan personil yang terdiri dari berbagai tenaga ahli, berbagai tingkat pendidikan. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai jenis jabatan dan pekerjaan di muscunfi. Tidaklah bcnar bila dikatakan bahwa museum hanyalah bidangnya orang-orang yang mempunyai dasar pendidikan Ilmu sosial saja, sebab mu­ seum memerlukan tenaga dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dari berbagai jenis museum yang ada di Indonesia ini menurut hemat kami secara garis bcsarnya dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu:

1. Museum-museum yang mempunyai pcndckatan dengan bidang-bidang esakta. (misal- nya Museum Pengetahuan Alam; Museum Tehnologi dan Industri). 56

2. Museum-museum yang mempunyai pendekatan dengan bidang bi g (misalnya: Museum Sejarah; Museum Seni Rupa).

Namun demikian tidaklah berarti bahwa dalam kelompok non esakta tid tenaga-tenaga ahli dari bidang esakta, sebab ditiap-tiap museum memer u an en' g g boran yang berpendidikan dari jurusan kimia, baik tingkat perguruan tinggi maup g sekolah lanjutan...... , , , Dengan adanya kebutuhan personil dibidang permuseuman dari berbagai e ian je as bahwa bidang permuseuman merupakan pusat pasaran tenaga kerja yang mu la. etapi lni masih sangat disayangkan karena kesadaran masyarakat masih kurang, bukan saja ise a an adanya faktor-faktor sosial yang mempengaruhinya, tetapi juga disebabkan kurangnya pe ngertian masyarakat tentang museum. Bidang museum masih dianggap bidang yang sangat e ring. Orang akan selalu membandingkan dengan bidang-bidang yang lain yang dianggapnya le- bih basah. Hal inilah yang merupakan masalah utama dalam usaha-usaha pengisian personil mu­ seum. Tanpa kesadaran masyarakat dan perhatian pemerintah secara khusus maka masalah per­ sonil museum akan tetap menjadi masalah yang susah dipecahkan. Sebelum museum-museum di Indonesia dapat meyakinkan kepada masyarakat bahwa mu­ seum benar-benar merupakan lapangan pekerjaan yang baik dan mampu melayani masyarakat dalam fungsi study maupun rekreasi, maka masyarakat belum terbuka dan tertarik hatinya un­ tuk menjadi pegawai museum. Dalam kenyataan dewasa ini banyak museum-museum swasta yang mempunyai pegawai yang hanya terdiri dari satu atau dua orang saja, sehingga tidak aneh bila pegawai museum tersebut mempunyai jabatan rangkap. Bukan hanya rangkap satu atau dua tetapi betul-betul menjabat secara borongan, karena dia sebagai Direktur, tapi juga sebagai juru jaga dan juga sebagai pesuruh. Namun demikian, meskipun berbagai jabatan diborongnya, tetapi tidak berarti bahwa tunjangan jabatannyapun diborong, sebab dasar dari orang yang dapat bekcrja seperti itu adalah loyalitas. Jelaslah bahwa museum-museum tidak bakal mampu meyakinkan masyarakat bila tugas- tugas dan jabatan-jabatan yang seharusnya ditangani oleh tenaga-tenaga yang ahli dari berbagai bidang pengetahuan, hanya diborong oleh beberapa orang yang mau bekerja karena loyalitas- nya saja. Tetapi yang lebih mengerikan bila orang bekerja di museum itu bukan berdasarkan loyalitas melainkan sebaliknya, mereka mau bekerja di museum karena telah ditolak untuk be­ kerja di bidang-bidang lain, sehingga mereka sering mengatakan ’’daripada tidak dapat peker­ ja a n ” . Rupa-rupanya hal ini merupakan lingkaran setan, sebab museum akan baik bila ditangani oleh personil yang memenuhi syarat, tetapi untuk mendapatkan personil-personil yang me- menuhi syarat sangat sulit sebelum museum mcnunjukkan sebagai lapangan pekerjaan yang baik. Apalagi sclama orang-orang yang mau bekerja di museum itu masih serine dicap sebagai ”wong gendeng” seperti yang dikemukakan Bapak Drs. Moh. Amir Sutaarga dalam karya tu- lisnya yang berjudul ’Terspcktif pembinaan museum di Indonesia”. Oleh karena itu masalah personil museum scbenarnya merupakan suatu hal vane harus dipcrsiapkan dan diperhatikan dalam pendirian museum, karena museum memerlukan perso- nil-pcrsoml yang mengetahui pekerjaan museum secara kcscluruhan yaitu dalam soal penge- lolaan, soal tekn.k museum (a.i.: perawatan; penyajian atau pcngaturan tata pameran) bahkan juga soal pendidikan. r '*

2. Keuangan.

Unsur sarana dan fasilitas yang kedua adalah ’’keuangan”. Orang sering beranggapan bahwa uang itu berkuasa. Denean n1nn , .o yang diinginkan akan tercapai. Bcnarkah kiranya anggapan ini? Kami sana V**. ^ukup, aPaP 76 1 sangat setuju dengan pen- 57

I I dapat yang dikemukakan Bapak Drs. Moh. Amir Sutaarga dalam "Perspektif pembangunan di Indonesia yang menyatakan bahwa dana dan sanma lebih mudah dihimpun dan diadakan. Te­ tapi bila the man behind the gun” ' nya tidak bcrtindak baik, sekalipun ’’skill and qualified secara teknis ilmiah, setiap pelaksanaan dan pcngamatan serta pcngendalian proyck-proyek ha- sil programming dan planning itu bisa bubar tidak keruan. Jadi jelaslah bahwa disatnping dana yang cukup perlu pula discrtai ’’the man behind the gun” nya yang baik. Dalam hal ini bagaimanakah untuk bidang museum? Apakah dananya cukup? Pada umumnya dana/keuangan untuk museum di Indonesia sangat tidak cukup. Sebab biaya penyelenggaraan, khususnya biaya explotasinya sangat besar demikian pula biaya-biaya kegiatan lainnya. Sedangkan museum tidak bolch bcrtindak komersiel. Hal ini merupakan kon* trakdisi yang susah dipecahkan disatu pihak persediaan dana tcrbatas, sedang biaya exploitasi yang diperlukan besar, tetapi dilain pihak tidak bolch komersiel. Untuk museum-museum Pemerintah mempunyai dana dari pemerintah, meskipun demikian dana tersebut sering kurang tncmadai scbab dengan anggaran rutin yang sistimnya dibagi-bagi dalam mata anggaran, mata anggaran yang mcmcrlukan dana yang besar temyata tersedia tidak sebagaimana diharapkan. Sebaliknya ada mata anggaran yang sering tidak bisa digunakan selu- ruhnya karena kepcntingannya telah habis waktunya. Juga dana yang tersedia dalam anggaran pembangunan sering terasa kaku, sebab bila pcrencanaannya tidak tepat maka pada saat di­ gunakan dana tersebut tidak mencukupi. Museum-museum yang berstatus swasta segala kcpentingannya menjadi tanggung jawab pe- nyelenggara. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa tidak ada dana dari pemerintah, sebab bila mu­ seum-museum swasta yang bisa memenuhi pcrsyaratan-persyaratan subsidi Pemerintah, maka museum swasta tersebut bisa mendapatkan dana subsidi dari pemerintah. Namun jumlah sub­ sidi tersebut relatif kecil. Tidak cukupnya dana-dana untuk museum, mengakibatkan lesunya museum. Oleh karena itu museum-museum perlu mencari dana dari luar untuk tambahan, dengan cara-cara mengada- kan kegiatan-kegiatan yang tidak komersiel (hanya untuk mencukupi keperluan dan tidak men­ cari keuntungan). Sebagai pertimbangan dalam usaha mencari dana itu ialah untuk kelancaran penyelenggaraan museum dan demi pengabdian museum kepada masyarakat. Karena itu, maka segala usaha museum haruslah yang sewajamya dan tidak meninggalkan prinsip permuseuman. Dalam usaha mencari dana museum sangat mengharapkan partisipasi masyarakat. Masya­ rakat secara langsung ataupun tidak langsung bisa membantu museum dengan memberikan sumbangan kepada Museum, Sumbangan yang dimaksud tidaklah mesti berwujud uang tetapi bisa juga berupa barang (misalnya koleksi; perlengkapan) dan juga tenaga. Untuk menjamin kelangsungan hidupnya museum dan tercapainya tujuan museum sccara bagaimanapun tidak bisa dielakkan bahwa museum-museum membutuhkan uang untuk penye- lenggaraannya. Perhatian Pemerintah terhadap pemB'iayaan museum sangat diharapkan, demikian pula sumbangan dan partisipasi masyarakat, tetapi haruslah menjadi pendirian museum-museum de­ wasa ini bahwa ia bukan sCiatu badan yang meminta-minta, yang harus hidup dari belas kasihan atau pemberian orang. Museum harus berusaha untuk dapat membiayai dirinya sendiri dengan segala macam daya dan usaha yang mungkin dapat dilakukan, demi tetap hidup dan tercapai­ nya tujuan museum.

3. Peralatan/perlengkapan museum.

Sesuai dengan tugas dan fungsi museum, maka disamping dua unsur sarana dan fasilitas yang terlebih dulu telah kami utarakan, diperlukan pula adanya unsur sarana dan fasilitas yang ketiga, yakni peralatan dan perlengkapan museum. Kami maksud peralatan dan perlengkapan museum disini ialah: 58

a. Gedung sebagai wadah; b. Koleksi sebagai isi; dan c. Perlengkapan sebagai penunjang kegiatan penyelenggaraan museum (perlengkapan kantor dan perlengkapan museum).

a. Gedung Museum.

Untuk mendirikan suatu museum perlu direncanakan secara matang adanya bangunan atau gedung yang memenuhi persyaratan arsitektur museum. Persyaratan bangunan museum tidak hanya adanya izin bangunan, atau ketentuan-ketentuan lain yang diharuskan oleh ja- watan gedung-gedung negeri, tetapi ada persyaratan-persyaratan khusus yang harus diper­ hatikan. Untuk mendirikan gedung museum harus sudah mulai diperhatikan sejak memilih lo- kasinya. Lokasi museum harus diperhatikan strategis atau tidak, disamping itu kesehatan ling­ k ungan.

M isal:

1. Bukan daerah pabrik yang sudah banyak pengotoran udara; 2. Daerah yang tanahnya berlumpur/tanah rawa atau tanah yang berpasir; dan elemen- elemen iklim yang berpengaruh pada lokasi itu a.i.:

i a. Kelembahan udara setidak-tidaknya harus terkontrol mencapai kenetralan yaitu antara 55 sampai 65%. b. Masalah temperatur udara, perubahan temperatur yang sangat qepat.

Bila lokasi museum cukup memenuhi syarat, maka untuk membangun museumnyapun ha­ rus diperhatikan persyaratan-persyaratannya. Dalam pembuatan pradesign gedung museum harus sudah dipikirkan ruangan-ruangan yang diperlukan untuk kepentingan museum (pem- bagian mangan; jumlah dan ukuran ruangan; faktor elemen iklim yang berpengaruh, dan sir- kulasi udara yang baik, juga masalah sistim penggunaan cahaya). Sebaiknya dalam mendirikan gedung museum janganlah hanya memikirkan kemegahan atau keindahan bangunan yang mungkin hal itu hanya akan menjadi monumen bagi arsiteknya tetapi bangunan tersebut harus sanggup menyelamatkan obyek museum. Untuk mencapai tu- juan tersebut diatas, bangunan museum seharusnya dapat terhindar dari:

1. Pengaruh iklim, humidity; temperatur udara 2. Pengaruh faktor biologi, binatang insec 3. Pengaruh debu dan kotoran, 4. Pengaruh cahaya yang langsung, 5. Pengrusakan-pengrusakan lain (a.i. tangan jahil), 6. Bahaya api. I Fasilitas bangunan untuk gedung Museum Nasional tentunya tidak akan sama den an untuk Museum Regional atau lokal. Demikian pula untuk gedung museum umum mungkin fidak1^ sama pembagian ruangan-ruangannya dengan museum khusus. Bahkan untuk Museum' ^ & ^ jenispun bila terletak didaerah yang berbeda dengan potensi koleksi dan nr>t™o-Um r poiensi pengunjung 59

vane berbeda bangunan meseumnyapun perlu dibedakan. Oleh karenanya dalam usaha me nyusun standardisasi museum, Direktorat Museum membagi dua klas Museum Regional yang berbeda.

b. Koleksi Museum. Dalam perencanaan pendirian Museum tidak bisa dipisah-pisahkan antara perencanaan ge dung dan koleksi sebab serasi atau tidaknya suatu museum terletak pula dalam keseimbangan antara besar kecil bangunan dan volume koleksi yang akan mengisinya. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia apabila mendengar kata Museum, se u ^ 8 kannya dengan benda-benda kuno atau antik. Benarkah demikian? Apak o e si an u seum hanya selalu berwujud benda antik? Kiranya hal ini perlu diberikan pengertian epa a masyarakat bahwa Museum sebagai lembaga Ilmiah, klasifikasi koleksi museum tun u epa a ldasifikasi disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang ada, dengan demikian je as wa u seum bukan saja menyimpan benda kuno atau benda antik sebagai koleksinya. Dalam tugas museum dikatakan bahwa museum bertugas untuk:

1. mengumpulkan koleksi, 2 memelihara koleksi, 3. memamerkan koleksi.

1. Mengumpulkan koleksi. Mengumpulkan koleksi museum sebenamya tidaklah mudah, karena harus melalui seleksi, sehingga disinilah diperlukan pula orang yang benar-benar ahli terhadap koleksi tersebut di- samping harus melalui testing di laboratorium. ^ Adapun koleksi museum dapat dikumpulkan dengan cara-cara: warisan; hadiah; titipan; penggalian pembelian dan perampasan/ pengambil alihan.

2. Pemeliharaan. Museum bertugas menyelamatkan dan memelihara koleksi-koleksi museum. Adapun peme­ liharaan koleKsi dapat bersifat secara umum, yaitu dilaksanakan oleh para kurator dan konser- vator, untuk mengadakan catatan-catatan tentang keadaan koleksi. Sedang pemeliharaan secara khusus ialah pemeliharaan secara laboratorium.

3. Memamerkan. Tugas ketiga dari museum adalah memamerkan koleksi. Adapun tujuan pameran koleksi adalah untuk mendekatkan obyek museum dengan pe­ ngunjung, tapi juga sebagai sarana pendidikan. Sedang sistim pameran museum dapat dilaksa­ nakan dengan cara-cara: pameran tetap; pameran temporer; pameran keliling.

c. Peralatan. Yang dimaksud dengan peralatan untuk museum disini ialah peralatan sebagai sarana pe- nunjang yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan penyelenggaraan museum. Peralatan Museum dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu:

1. Peralatan kantor dan 2. Peralatan museum. 1. Peralatan kantor adalah segala peralatan yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan adminis- t rat if. 60

2. Peralatan museum, Yang dimaksud dengan peralatan museum adalah p e r a l a t a n -peralatan yang dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan museum dalam melaksanakan tugas danfungsi museum. Oleh karenanya suatu museum akan bisa berfungsi dengan baik bilamana peralatan- peralatan museum tersedia secara lengkap dan up to date. Peralatan museum yang diperlukan adalah sesuai dengan fungsi-fungsi pelayanan museum, sebagaimana tersebut dalam lampiran 1.

B. Sarana dan fasilitas untuk Direktorat Museum sebagai instansi yang bertugas membin* dan mengembangkan museum-museum. Direktorat Museum sebagai unsur pembina dan museum-museum sebagai obyek pembi­ naan jelas mempunyai perbedaan-perbedaan dalam pengelolaan ataupun sarana dan fasilitasnya. Jika museum-museum memerlukan sarana dan fasilitas sebagai sarana penunjang tcrse- lenggara dan tercapainya tujuan museum, maka Direktorat Museum memerlukan sarana dan fasilitas guna tercapainya usaha-usaha pembinaan dan pengembangan museum-museum di Indo­ nesia. Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan Direktorat Museum jelas berbeda dengan yang di- butuhkan museum, tetapi unsur-unsumya tetap sama yaitu terdiri dari unsur-unsur: 1. Personil; 2. Keuangan; 3. Perlengkapan. Sebelum membicarakan masalah sarana dan fasilitas Direktorat Museum, perlu kiranya se­ cara sekilas kita tinjau tugas dan fungsi Direktorat Museum. Tugas Direktorat Museum adalah membina dan mengembangkan museum-museum di In­ donesia. Dengan adanya multi Administration dibidang permuseuman di Indonesia jelaslah bahwa kondisi obyek pembinaan dari Direktorat Museum itupun bprbeda-beda. Hal ini dise­ babkan oleh karena:

1. Adanya Museum Pemerintah. a. Pusat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen lainnya. b. D aerah. 2. Museum Swasta.

Direktorat Museum sebagai unsur pembina museum-museum di seluruh Indonesia jelas ti­ dak bergerak sendiri tetapi ditingkat Propinsi hubungan keijanya dikaitkan dengan satu unit pelaksana Kantor Wilayah tingkat Propinsi, yakni Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurba­ kalaan. Dengan adanya unit pelaksana Direktorat Museum didaerah, sebenamya pembinaan Di­ rektorat Museum tidak hanya kepada museum-museum saja tetapi juga kepada unsur pelaksana di daerah, khususnya hal ini dalam pembinaan personil. Pembinaan terhadap museum-museum berarti pula pembinaan terhadap sarana dan fasi­ litas museum, disamping terhadap kegiatan-kegiatan museum. Sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri No. 079/0/1975 pasal 727 salah satu fungsi dari Direktorat Museum adalah menyelenggarakan penilaian percncanaan bimbingan dan pengamatan serta pengawasan mengenai pemeliharaan dan pengamanan gedung, koleksi dan tata pameran. Sesuai dengan tugas danfungsi Direktorat Museum tersebut, maka sarana dan fasilitas yang bagaimanakah yang harus dipenuhi oleh Direktorat Museum? Tujuan Direktorat Museum sudah jelas, dan unsur sarana dan fasilitasnyapun jelas yaitu seperti kami sebut diatas.

1. Personil. Sebagai unsur pembina maka jelaslah bahwa Direktorat Museum memerlukan personil yang lengkap dan mempunyai keahlian dibidang Ilmu Permuseuman. Seperti halnya museum Direktorat Museumpun merupakan lapangan pekeijaan yang luas, sebab tidak terbatas dari 61 ahli-ahli dari bidang non eksakta saja, t e t a p i juga dari bidang cksakta, misalnya Direktorat M useum sangat membutuhkan tenaga A r s it e k , untuk tugas-tugas perencanaan, pengamatan dan pengawasan terhadap gedung-gedung Museum. Karena tugas Direktorat Museum mempunyai kaitan kegiatan-kegiatan yang tidak hanya bersifat nasional atau lokal saja, tetapi juga intemasional, maka dalam usaha peningkatan mutu personil perlu adanya pendidikan atau penggemblengan personil didalam atau di luar negeri. Direktorat Museum merupakan pusat peningkatan mutu personil baik dari tenaga-tenaga pelaksana pembina di daerah maupun tenaga-tenaga dari museum-museum, dan sebenamya Direktorat Museum harus dapat merupakan pusat logistik personil untuk tenaga-tenaga di bi­ dang permuseuman. Sebagai masalah yang dihadapi Direktorat Museum adalah sama dengan museum, sebab mungkin orang masih melihat adanya istilah museum, yang membayangkan kekeringan di bi­ dang finansiil bila orang bekerja disitu. Tetapi dilain pihak adanya prosedur pengangkatan pe- gawai yang tidak bisa cepat sering mengakibatkan tenaga-tenaga ahli yang kita butuhkan men­ jadi ngabur karena merasa terlalu lama menunggu kepastian. Ibarat seorang nanggap wayang sebenamya Direktorat Museum itu merupakan dalang dan museum adalah wayangnya. Bagaimana dalang itu akan memainkan wayangnya dengan baik kalau dia tidak punya dasar keahlian, dan dengan sendirinya penontonpun tidak akan tertarik untuk melihatnya. Lam halnya dengan dalang yang baik wayangnyapun baik maka penonton akan senang dan asyik melihatnya, apalagi mungkin kalau sajennya lengkap, pasti dalangnya lebih mantap dalam memainkan wayangnya.

2. Keuangan. Direktorat Museum sebagai unsur pembina jelas akan memerlukan anggaran biaya yang besar, sebab obyek-obyek pembinannya cukup besar, dan selalu berkembang. Tetapi disamping itu obyek-obyek pembinanya betul-^ctul masih perlu dibina. Bila kita melihat perkembangan anggaran rutin Direktorat Museum, dan kita bandingkan dengan anggaran Pembangunan Museum maka akan nampak jelaslah bahwa perkembangan anggaran rutin Direktorat Museum tidak memadai. Museum-museum yang dibina semakin banyak, berarti beban anggaran pembinaan semakin besar. Sesuai dengan tugas pembinaan Direktorat Museum sangat memerlukan ang­ garan yang memadai untuk anggaran survey; anggaran pendidikan; anggaran untuk dokumentasi dan penerbitan serta anggaran pembinaan Museum. Bila anggaran-anggaran tersebut tidak memadai, maka sulitlah Direktorat Museum akan bertindak sebagai dalang yang baik, dan akibatnya wayangnyapun tidak kelihatan hidup de­ mikian pula penontonnya tidak ada yang tertarik.

3. Peralatan/Perlengkapan. Untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas Direktorat Museum, maka diperlukan perleng- kapan-perlengkapan sebagai suatu sarana. Disamping perlengkapan kantor sebagai sarana kegiatan administratif maka sangat diper­ lukan perlengkapan-perlengkapan teknis lainnya sebagai sarana kegiatan-kegiatan dalam pem­ binaan museum-museum di Indonesia. Direktorat Museum memerlukan peralatan-peralatan untuk mclaksanakan survey dan pe­ nelitian Permuseuman, Peralatan, Pertdokumentasian dan Penerbitan. Tetapi sebagai unsur pembina khususnya pembinaan personil sangat diperlukan peralatan- peralatan untuk pusat latihan atau pendidikan museum, yang kini telah dirintis dengan fasilitas yang sangat sederhana. Perkembangan museum-museum di Indonesia perlu disertai tenaga-tenaga ahli, untuk hal ini dipandang perlu segera adanya pusat latihan yang lebih besar dan memenuhi syarat beserta fasilitas lainnya. Disamping itu diperlukan pula adanya museum yang memenuhi persyaratan 62 sebagai tempat untuk job training yang baik. Tersedianya sarana dan fasilitas yang lengkap dan up to date kiranya akan bisa mcmbawa perkembangan kwalitas permuseuman di Indonesia. Sekelumit sumbangan pemikiran kami dalam masalah ini benar-benar kami kemukakan ke sidang seminar ini, sebagai refleksi dari pengalaman-pengalaman kami yang masih terbatas se- lama kami mengemban tugas di bidang permuseuman. Kami yakin sangat besar sekali kekurangan-kekurangan perihal dalam kertas kerja ini, meskipun dalam hal ini kami telah mencurahkan segala kekuatan. Kiranya kepada sidang seminar kami serahkan penyempumaannya agar masalah yang kami kemukakan ini dapat men­ jadi sumbangan pemikiran bagi para peserta seminar ini. I

1. Klasifikasi Museum-Museum di Indonesia k*iuP ira n - (Yang termasuk dalam rangka Proyek Pehabilitasi dan Perluasan Museum) I* ______.rtWMMUSEUM ,rype B / Museum Regional B.I. NASIONAL B 2. a r t a 1. D.I. Aceh 1. M aluku 2. Sumatera Utara 2. Nusa Tenggara Barat 3. Sumatera Barat 3. Rian 4. Jawa Barat 4. Jam bi 5. D.I. Yogyakarta 5. Bengkulu 6. Jawa Timur 6. Lam pung 7. Kalimantan Barat 7. Kalimantan Tengah 8. Kalimantan Selatan 8. Sulawesi Utara 9. Sulawesi Selatan 9. Sulawesi Tengah 10. Sumatera Selatan 10. Sulawesi Tenggara 11. Kalimantan Timur 11. N .T.T. 12. Bali 12. Irian Jaya 13. Jawa Tengah

I I

I

STANDART-KOLEKSI MUSEUM TYPE A, Bl, DAN B II. NO. KOLEKSI KOLEKSI DASAR VOLUME JENIS KOLEKSI KOLEKSI KOLEKSI WAWASAN NL'SAKTyy,

VOLUME KETERANGAN I T ype A. 1. Geografi/I J \ Alam 2. Pra Sejarah Akumuiatif 1. Rrplika Akumuiatif 3. Arkeologi 2. MaJtet/Miniatur 4. Sejarah 3. Diorama 5. Numi&matik dan Heraldik 4. P e u 6. Keramik Asing 5. Folo 7. Naskah 6. International Exchange 8. Etnografi 9. Seni Rupa dan Seni Kriya 10. Tehnologi &: Indusiri T 11. Exchange of Collections

II. T ype Bl Beberapa bagian dari type A Akumuiatif 1. Pcplika A k u m u ia tif sesuai dengan potensi Koleksi 2. Maket/Miniatur masing-masing daerah. 3. Diorama 4. Peta 5. Foto 6. National Exchange

III. T ype BII Seperti Type Bl. Akumuiatif 1. Rcplika Akumuiatif 2. Maket/Miniatur 3. Diorama 4. Peta 5. Foto 6. National Exchange

i STAND ART PERALATAN MUSEUM TYfE A, B1 4 BII

NO. K l f . l A l A N JIMS SARANA DAN f-ASIIJTAS VOLUME KF.TF.RANGAN

Tyjx A I R c • c a r € h • Foto tuitrl Imgkjip ■ Caictte rrcordrr - Cuncrj } dm (H m.m. S. 16 num.) TaU Puneran - Vitnne - Vitnne didalAm dinding • Vitnne digAntung di dinding ■ Spot light -Sound Syiiem t d u k * l i f ■ froto tuitcl lcnglcjp • Peiord rhingrr 1 tape recorder • Cam erj film 1 proyektoT film - Slide Proytkior • I pidiAstopr • Sound tyilem ■ Kuni-kursi untuk crruruh Prrpu»Ukx*n k Naskah > K aM ets ■ RArA buku - AJman kariu lik • AJman katalogus ■ Micro reader • Aparat untuk mcmbuat micro film > Perlengkap.m ruaog baca (meja &; kursi) • Kotakkolak penyimpanan naskah & kartu tik ■ Perlengkapan penjilidan ■ Alat pemadam kebakaran I^bonlorium Peril 4 tan tumigasi Peralatan t^uninasi Peralatan Kesloraii benda Organik PeralaUm Restorasi benda dan oigamk PeraUlan foto atrlier 6. Ruang StuJ\ koleku/ Rak rak dan aliuari lempai koleksi Storage Pakrak kalaiogm koleksi 7. PlCpataM Perlcngkupan umul preparasi; 1.AJat-aUt tukang kayu, besi, kaleng, batu. 2. Perlengkapan gambar L reproduksi/replika. 8. Kantor Perlengkapan Kan lor Type A.

9. KcbcitthAn; K?inieneisap dcbu M esiii p u Peral-tijn kebcrsihan Lunnya Alat pcngimaiup Generator. 10. Mobility* Sedan — krndarajn untuk Pixrpman/Dircktur Museum. Mobil I'rit uncuk pamerin kfhl'ng Mobil pcngumpul koleksi (jejenti mini truk) Jeep — untuk operasionil/survcy Sepcda mvloi imtuk opcrasionil/survcy 11. Gilihf'p 4: Cjfetana Perlengkapan «hop & rafetaria. (vitnne, cialjge, baar dan sebagainya). 4 T ype B I Kegiatan sama dengaa type A & fasditaspun sama, ha­ nya volume disesuaikan dc- njpn besar kecilnya Museum dan luas roong lingkupnya.

Type B II Seperti haJnya dengan Tupe B I. I. STANDART MAN POttKK MUSEUM TYPE A DAN B.

Kf TK RANG AN NO. J A B A T A N JURUSAN KKAIILIAN YANG lllPF.RLl'KAN JUMLAH • Untuk tcnag.i trnagi dibidang 1. Direktur Museum Naiiona) Anti opolog/Arkeolog/Scjara wan Permuseuman mi biia juga di* ambil jurutan-jurutan lain yang 2. Ka. Bag. Urn urn Ekonoom/Sospol/Atmi/Administrisi/Hukiim ditambah dengan keahlian khutui 2.1. Ka. Sub. Ba. Tata Usaha Akademis / S I..A. Kejuruan yang diperolehnya, yang »eiuai 2.2. K i Sub, Bag. Registrant Saqaru Muda AdmmiiUui dengan masing-masing bagian da­ Publikaii lam bidang Pennuacuroan (msal- 2.3. Ka Sub. Bag. Keamanan nya: dengan hasil upgrading; tc K ebm ihan S.L.A. / S.TJU. kursus-kursus ataupun dengan pe- nulisan-pcnulitan karya ilmuhnya).

3. Ka. Bag. PcrpuiUkaan Fik Sastra — Jurusan Perpustakaan ♦ Disamping jumlah tenaga yang diperlukan se»uai dengan struktur 3.1. Ka Sub. Bag. Pelayanan Saijana Muda/SLA yang mendjpjt pendidikan Museum tcnebut, diperlukan pula Pembaca khusus tentang Perpustakaan. tenaga-tenaga pelaksana & pembantu 3.2. Ka Sub. Bag. Pelayanan pelaksana (non struktue misalnya: Tehnu — idem — jum jaga deannen pesuruh dsb) 3.3. Ka Sub. Bag. Tata Uuha Sir]ana mud* pcrpustakaan don >ang sudah yang jumlahnya diseiuaikan dengan Perpustakaan. mendapat pendidikan mengenai administraii besar kecilnya masing-masing Museum).

4. K j Bag. Edukasi I.K.I.P. • Susunan Personil seperti Pyramide karena banyak peg. rendaJun 4.1. Ka Sub. Bag. Bunbtngan Surjana Muda Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah (Urusan Guard, cJcaners para Lanjulan Pertama lukang/teknisi). 4.2. Ka Sub. Bag. Bimbingan Sekolah Lanjutan Ataj fe Perguruan Tinggi 4.3. Ka Sub/Bag. Bimbingan Sarjana/Sajjana Muda Jurusan Pendidikan. Umum

5. Ka Bidang llmiah Saijana Sastcra 5.1*. Ka Urusan Prasejarah Arkeolog (Saijana/Saijana Muda) 5.2. Ka Urusan Arkeoloog Siyni/Saijam Muda Jurusan Purbakala 5.3. Ka Urusan Sejarah Sai^ana/Sarjaru Muda J urusan Sejarah 5.4. Ka. Urusan Numismatik Saijana/Sai^ana Muda Jurusan S

Ka Djg. Laboratorium Sarjana/Sarjana Muda Farmasi/Tehnik 6.1. Ka Seksi Konservaii S.LA. Pajpal/S.T.M. Bangunan dan Tchnik 6.2. K a S d u i Preparasi — idem — 6.3. Ka Seksi Reproduksi Sekolah Seni Rupa diulamakin Jurusan Ukirukiran dan Patung.

Direktur Museum Regional Antropoloog/Arkeoloog/Sejarawan Ka Sub Bag. Umum & Pcrpus- Sarjana/Sarjana Muda Jurusan Administrasi takxan dan Pcrpustakaan. Ka Sub Dug Edukasi dan Infor- masi Saijana/Saijajsa Muda Jurusan Pcndidikan/IKIP Ka I ’rutjn Ilmiah Sarjana/Sarjana Muda Jurusan Geografi, Antropologi Arkeologi, Sejarah dan Seni Rupa. Ka Seksi Laboratorium & Preparasi S .L A . Paspa} S.T.M. Bangunan — Kunia

I

1 >* 1 *X s— 50 X «*» 7 r ^ ? “ fts 5

< Rig^i Pekaiangan

1000 X © L» IVrt.inuiiAJi H © © a Gardening/l-inds* aping) 2 ?C - © © uk / keKur untuk I’mum r s c»k <: < Book f Gift SIiop z r<3 U* © c* r* © Cafetaru / Reitoran © © 3 NJ *o Ruangan unluk kegiatan © Oi 3 ?! © © '— © edukasi (Auditorium) \Z u\ T - © © © AdmimstraM c © © ** Security / Pengumanan - ro © u* at o © © K antor n r>a c © © © o © © Ruang Baca Z b ro tn k u* © o © © Ruang pen^impanan buku N3 ui © © © 3 x © © — o Ruang Fame ran Tctap it s © o t. b- tO u* © © © *T3 © © © Ruang Femcran Teraporer k to 5C © «i © - © © Ruang Kurator 7t

hO „1 V. © .. © © labor Jiorium © © © c pr ro u» © © i, - © © o Gudang Penyimpanan Koleksi u* & © O © 3 b rc m Gudang prnerimaan barang dan **■ 3 ©■ © © © © © pengiriman barang 9T ro u» l/i J~- = © © © Bcngkel (Work Shop ) 1r ^8 = r © © — © a a ;-» / ^C- cCl r* ✓> ** L i i t r i k 3 3 - P 5 «•0—3 z. » 3 £ 3 *** < Diesel / Generator s <«• Alat pengaman Electronic IF £ - 3- i r t i *+ < =■ S- ? £ J r 3 p <- L e a d e n g 3 r i — c- * * bid. Annex C -» ^ 3 ? fe s . 3 - 3 4 n 2 u / s> t r S "£ 2 7" Rurnah jaga / Direktur Museum u u u ■*•1 y* 'j* S’ ?• = c © © 5 ' T t P ( Secuni) Quarter). r 5- i» 6- r* LA M PIRA N 2

KETENTUAN DAN SYARAT—SYARAT PEMBERIAN SUBSIDI/BANTUAN KEPADA M USEUM

Pasal 1.

Pengertian Museum

Museum adalah badan tetap yang memelihara dan memamerkan untuk tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, kumpulan benda yang bemilai bagi kebudayaan dan ilmu pengeta­ huan. Termasuk dalam pengertian ini ialah: a. ruangan pameran tetap yang diselenggarakan oleh perpustakaan umum dan koleksi arsip; b. monurnen sejarah dan bagian-bagian dari pada monumen sejarah atau cabang-cbangnya seperti khasanah, yang terdapat dalam bangunan tempat peribadatan, tanah Iapangan suaka-sejarah, suaka purbakala dan suaka alam, yang secara resmi terbuka untuk umum. c. taman tumbuh-tumbuhan dan margasatwa, aquaria, vivaria dan d. suaka alam lainnya. (sesuai dengan definisi Museum menurut International Council of Museums).

Pasal 2. •>

Status museum yang dapat diberi subsidi/bantuan harus bemaung dibawah sebuah badan hu­ kum, yaitu: a. Yayasan/badan hukum swasta nasional. b. Pemerintah Daerah (Tingkat I atau Tingkat II). c. Pemerintah Pusat yaitu Departemen lain diluar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pasal 3.

Perkembangan museum dibagi dalam 3 tingkat. 71

a. Museum persiapan, yaitu: museum yang sedang dimulai berdirinya oleh sebuah badan hukum .

b. Museum berkembang, yaitu: 1. Telah berdiri satu tahun dengan menunjukkan kegiatannya 2. Belum memiliki sepenuhnya sarana serta mencapai kegiatan seperti tersebut pasal 3 h u ru f C.

c. MuseUm paripuma, yaitu:

1. Telah memiliki atau mampu mengadakan gedung/bangunan dan/atau tanah yang di* cukup memenuhi kebutuhan dan perkembangannya, dengan hak pakai dan/ atau dapat dipergunakan sedikitnya dalam waktu sepuluh tahun.

2. Memiliki benda-benda/koleksi sedikitnya lima ratus buah, dengan ketentuan bahwa koleksi itu sedikitnya 75% berstatus hak milik dari museum itu secara tetap atau tidak dapat dipindahkan haknya.

3. Koleksinya harus mempunyai nilai khusus bagi sejarah kebudayaan nasional atau mempunyai nilai penting bagi ilmu pengetahuan.

4. Mempunyai tenaga-tenaga tehnis dan administratif, cukup memenuhi syarat dan se­ suai dengan kebutuhan. .

5. Berstatus mengumpulkan, merawat, mencatat, meneliti, memamerkan dan menerbit- kan hasil penelitian dan pengetahuan tentang barang-barang yang penting bagi kebu­ dayaan dan ilmu pengetahuan. .

6. Memiliki alat-alat/perlengkapan untuk melaksanakan tugasnya.

7. Mempunyai donatur yang jumlahnya pantas/sesuai dengan keadaan setempat ruang lingkup keijanya, sebagai pendukung kegiatannya.

8. Telah berdiri satu tahun dengan menunjukkan kegiatan/usahanya.

Pasal 4. Kebijaksanaan pemberian subsidi/bantuan: a. Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan keperluannya, dengan mengingat kemam­ puan keuangan Pemerintah yang disediakan untuk itu. b. Diberikan atas permintaan, baik untuk pertama kali maupun untuk lanjutan. c. Kepada museum-museum milik Pemerintah Pusat (diluar Departemen Pendidikan dan Ke­ budayaan) hanya dapat diberikan bantuan tehnis.

Pasal 5. Surat permintaan subsidi/bantuan untuk pertama kali. a. Untuk museum milik swasta nasional (pasal 2 huruf a) disertai: 72

1. Keterangan atau riwayat singkat tentang berdirinya museum.

2. Salinan Akta Notaris tentang berdirinya yayasan yang menyelenggarakan museum itu.

3. Surat penunjukkan Kepala Museum oleh Pengurus Yayasan tersebut.

4. Data-data tentang jumlah personil, jumlah inventaris dan koleksi yang telah dimiliki.

5. Rencana kerja dan rencana keuangannya. b. Untuk museum milik Pemerintah Daerah (pasal 2 huruf b) disertai: 1. Keterangan atau riwayat singkat tentang berdirinya museum.

2. Surat keputusan Pemerintah Daerah setempat tentang pendirian museum.

3. Surat keputusan Pemerintah Daerah setempat tentang penunjukkan Pimpinan/Kepala M useum.

4. Data-data tentang jumlah personil, jumlah inventaris dan koleksi yang telah dimiliki oleh museum.

5. Rencana kerja dan rencana keuangannya. c. Untuk museum milik Pemerintah Pusat (pasal 2 huruf C) disertai: Segala surat-surat/data-data yang tersebut dalam pasal 5 huruf a, b, dan c, diambil yang sesuai didalam pengetrapannya. Surat permintaan subsidi/bantuan lanjutan.

a. Untuk museum milik swasta nasional dan untuk museum milik Pemerintah Daerah disertai:

1. Surat keterangan/pembuktian bahwa pemberian subsidi/bantuan yang telah di- terima sebelumnya telah dipertanggung jawabkan menurut ketentuan yang ber- laku.

2. Laporan hasil penggunaan subsidi/bantuan yang telah diterima

3. Laporan perkembangan yang telah dicapai.

4. Laporan data-data tentang jumlah personil, jumlah inventaris dan koleksi secara keseluruhan.

5. Rencana kerja dan rencana keuangan selanjutnya.

b. Untuk museum milik Pemerintah Pusat, berlaku sama seperti ketentuan pada per­ mintaan pertama. . n,— —— U w o 7**>« m rm rim i SuUidl, dui TU1| M dinf nwafijiiku Lunplnn 2. pnmokona auMdi kniiun umpai bulu Oku>b«r 1976.

Lokasi No. Muaeum Anggaran Anggaran Anggaran Anggaran Anggaran Anggaran Anggaran Keierangan 1970 1971 1972 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977

^ Yayt. run Lukuan R»tni Ubud/Bali 1. 495.000,- - 500.000,- - - - -

r Gedung Kitya Singar^a Singaraja — _ 250.000,- _ __ M. Taman Bundo Kandung Bukitiinggi - y 60.000,- _ - x) Telah diusulkan aubti* M. Yay. Saalusgun Pemalang SunLar — _ 4. 100.000,- _ __ x) dinya ke Dep. P dan K u ZooiofKuur (Din. Kebun Pematang Sian tar 3. - 50.000,- _ - _ Oleh karena th. angg- Bmataag 1975/1976 anggarannya U. LAbung Mangkural Banjaxmaain _ €. 50.000,- iclah habii, maka akan U. La Caligo UJung Pandang 7. - —_ 300.000 _ dikeluarkan dengan y fihman Radyo-ptuloko Surakarta 1 “ 100.000,- - 300.000,- - 500.000,- 3.000.000,- anggaran yang bam Ih. xx) insidentil angg. 1976/1977. 9. U. Yay. Pendidikan Umum Surabaya _ 300.000,- 300.000,- 250.000,- Kab. Tanggerong — _ 10. U. Kitfat _ 200.000,- _ — idem — 14. Yayv Guaaaa Ulun Sumedang _ 11. __ 150.000,— _ *) F. Smardang — idem — M. Yayt. Pengabdian Magelang - _ II. 200.000,- __ — idem — D^oMgoro l 1). M. Drwsotoro Kirti Criyo YogyakarU _ __ 500.000,— _ _ M. Yiyt fendidikan lilm Yogyakarta -_ _ 14. 200.000,- 200.000,- x) — idem — 15 M Yayt. Kandd Riau Tanjungpinang —__ _ 200.000,- *) It. M. B&ri "SriwSjaya** Palrmbang -_ __ 350.000,- — idem — 17. Panitya P cU b vu Seminar Bandung — ___ 150.000,- _ Srfarsh Jtwa Barat xx) Fcrmohonan iruidentil II 11 K iitifilcn Sumenep Sumenep - - -- 200.000,- untuk perbaikxi Gedung 19. M. La Pawowai Kab. Bone Watampone 500.000,— /Penambahan bangunan. to. M. Batik Pckalongan Pekalongan _ ___ _ x) 21. M. KarUni Jeporo Jcporo -—___ x) 4.000.000,- 1 1 M. Yayt. MaUkul Saleh Lhotumawe/Aceh Utara - _ — __ 500.000,- M. Biologi U.CW. n . Jofyakarta — - - - - *)

MuKuitnnuwum yang mrngajukan peimohonan tubudi teupi belum memenuhi penyaratannya/bahan-bahannya.

I. M. Fcrjuifl|u Sumatera Dinl Riau L U. ftatoro Guru Kab. Luwu Luwu 9. U. ManHsls Wangiit SUiwangi Bandung 4. M. Kaluagkung Bali 5. M. ffr|u a n |u 46 Surabaya Surabaya t M. Sekolah Daaar Slawi Tegal /Slawi 7. M. Kanm Rembang Rembang Jakarta, 23 Oktober 1976. L a a p in a : 3 fENATARAN ILMU PERMUSEUMAN DALAM NEGERI

I. Penataran fimu Permuseuman Umum Jabaun PesertJ Penydcngjara Ketenngaa No. Waktu Tempat Mala Pelajaran Doaen Su f aKabin Pcnou Direktorat 1. Sujono Provo BA 30 Jan. s/d Direktorat I. Orgamsasi lc A dm. 1. Dn. Tedjo- ,euman Pcrw. PIcK Museum 2. Munatin Emowo 8 Febr. 1973 Museum Jakarta Museum. Susilo. Jawa Tengah. Kep. SD.4 Slawi 3. Carvadi BA 2. Adm. Kolclui 2. Drs. Sulaiman Tegal + Adm. Slawi 4. R. Koesnada Jusuf, Pelaksana Kabin 3. Museum lc Educa­ 3. a. Lukman Kcbud. Kabupaten Purakusuma, tion. Pekalongan BA. 4. Museum Security b. Dra li Suchriah 5. Cillery Disdplio (praktek) 6. Anilektur Museum 4. Lukman Pura- (Persaratan Umum kusumah BA. Exterior lc Inte­ rior) 5. Basrul Akram BA 6. Ir. Baskoro- Sardasi. 7. ttonservaii Umum 7.VJ-Herman BA obyek-obyek Museum 8. In service trailing di Muieum Museum Pusat pada — Bag. Edukasi Dra li Suchriah — Bag. Etnografi Dra Suvrati Kaitiwa — Bag. Arhceologi Wa^jono BA — Bag. Naskah Dra. Ytimsari Yusuf — perpustakaan Nn Mastjpi MSL. — Bag. Kramik Abu Ridho 9. Study Tour ke Museum-museum di D K I Java + Pet. Film I

2. 20 i/d 29 Mart Direktorat 1. Cultural Policy 1. D n . M_A. Sutaarga 1.J. Mailoa Kakahin D irektorat 197S. Museum JikirU Museum 2 . M useum P olicy Ic 2. Dn. M-A. Sutaarga 2. P.F. Sondekh Permuseuman: Museum Management M aluku. S. Museum Security 5. Lukman P. BA. 3. Hasym Achmad Perm. Sul. TUtara BA " Kal. Tim 4. Museum Management 4. Dn. TedjotuiUo 4, Yusni Antemas ” Kal. Sel. Xc Adm. Koleksi. 5. Ethnomuseotogy 5. Dn. M A Sutaarga 5* Abraham Cuopir " X.T.T. 6. Museum Ic Education 6. Dra. U Suchriah «. WartinJ B A S u f P en a . K al. Bar. 7. Museum Architectur 7. Dn. M-A- Sutaarga 7. Iskandar Petugas Museum Litai Tenggarong K al dm . 8.1 Wayan Kdia Museum Bati Denpasar. 8. Konservasi Umum 8. VJ. Herman BA 9. Uum Petugmi M useum Obytk2 Museum Danuwiranta Geolog) Bandung 9. In-service truing di Muscm Pusat pada.: — BAg. £dukasi — Dra li Suchriah — Perpustakaan — Majtini MLS — Jubaedah B A — Sanusi Much tar — Bag. Arkeologi — Wahjono BA — Bi|. Naskah — Dra Tuti Munawar » “ *»*• Kramik — Saimm Susadjat — Bag. Etaografi — Dra Suwati Kartivra 10. Mcmbuat kertas karya (paper) 1 1 . Study T our ke* ► Museum-museum di DK1 Jaym.

> No. W a k t Jabatan Peserta Penyelenggara Tempat Mata Pelajaran D o s e n P e s e r t Kabin Permuseuman Direktorat 3 7 s/d 16 Jan Direktorat 1. Cultural Policy 1. Drs. M.A. Sutaarga 1. Dn. Zakaria Museum 1974 Museum Achmad Perwk. Dep P & K Aceh Perw. Sumut 2. Kebijaksanaan LPPN Drs. Uka Tjandra* 2. Drs. E X . Siahan Perw. Riau sasmita 3. MA. Efendy BA Pcrw. Sum Bar. 3. Museum Management 3. Drs. Tedjosusilo 4. Bustami Perw. Jambi 4. Museum Security 4. Lukin an P. BA 5. Drs. Ilyas Latief Pcrw. Lampung 5. Museum Policy 5. Drs. M.A. Sutaarga 6. Drs. Bukri Programming Perw. KaLTeng. Planning 7. J.I.D. Patianora Perw. Sul Sel. §. Ehtnomuseology 6. Drs. M.A. Sutaarga 8. M. Nur Rasuly BA 7. Gallery Discipline 7. Basrul Akram BA 9. Masyhudin Masyhu da BA. ' Perw. Sul Teng. Perw. Irian Jaya 8. Arsitektur Museum 8. It Baskoro S. 10. l.Z. Karwafi BA Interior & Exterior 11. Drs. P. Prajoga Perw. Jawa Timur 9. Museum Display 9. Drs. M A. Sutaarga 10. Pengetahuan Ilmu 10. Mastini MLS 12. Rachmadi Praja- Yogyakarta Perpustakaan Pennato Diradjo sudira 11. Museum &c Education 13. M.S. DT. Pennato Pe tugas Museum Diradjo Taman Bundo Kan- dung, Bukittinggi 11. Museum tc Education 1 1. Dra Ii Suchriah 12. Adm. Koleksi 12. Drs. Sulaiman 14. P . Banoe Lskandar Pe tugas Museum Yusuf Jawa Timur. 13. Estetika & Teknik 13. Kuinadi & 15. Ellyra Noerhan Kabin Kab, Agama Cinematografi. Kasim Achmad BA Sumbar 14. Konscrvasi Umum 14. V.J. Herman BA 16. M. Achm ad Wira- Museum Yayasan Obyek-obyek museum atmadja Pangeran Sumedang Jabar. 15. Metode Pesearch 15. Drs. Sulaiman 17. Drs. Sudijo Dinas Museum Se Yusuf Sejarah DKI Jaya 16. Pembuatan Kertas 16. 18. Drs. Nammang Dinas Musem tc Karya (paper) Pacelengi Sejarah DKI Jaya 17. In Service Training 19. Drs. Idik Mutholid di Museum Pusat 20. A. Baidawi BA pada : — Bag. Arkeologi Wahjono — Bag. Pra Sejarah Dn. Sukendar — Bag. Naskah Dra. Yunnan Yusuf — Bag. Keramik Abu Ridho — Bag. Laboratorium V.J. Herman BA 18. Study Tour ke Museum-Museum di DKI J»y» 4 20 s/d 29 Direktorat 1. Dim yati Staf Pemda Peka- Direktorat Jili 1974 Museum iongan Museum 2. Tjahjo Harti 3. Soenaijo XL PENATARAN ILMU PERMUSEUMAN KHUSUS

2, Agst. Okt. Laboratorium Conservation of 1. V.J. Herman BA Kep. Lab. Konservasi 1972 Konsevasi Museum the brorues A*S. B ulh Museum Pusat Puiat (India) J. Merdeka Barat 2. Santoso Oetomo Ass. — M— 12. Jakarta.

1. 30 Nop. 1971 Lembaga Adm. 1. The concept of s/d 8 Feb. Negara (L-A-N.) development 1972 Jl. Veteran 2. Demography Jakarta 3. Manpower Penonel 4. Statistic/ Management information system, in general. 5. Planning by sectors Elementry education 6. General Planning in term of Administration 7. Modem concepts of Management in term of Administration. 8. Education Management /Administration 9. Human Relation Leadership and Decision making promccss. 10. Public Relation in Education 11. English Conversation 3. Agust. i/d Arsip Nasi* onal Konservasi Naskah Dra. Yumsari Kep. Bag. Nfskah Arzip Nasional Des. 1974 Jakarta. Y usur Museum Pusat Dra. Tuti Muna- Staf Bag. Naskah war Museum Pusat 1. 4 s/d Sept. 1. Museum Pusat Dasar-dasar Permus. Drs. Tedjosusilo 1. Pramuwidja Dep. HANKAM 1972 Jl. Mcrdeka Museum Security Lukm an P. BA 2. Petugas Re­ Barat 12, Disiplin Galllcry Basrul Akram am an an Museum Jakarta Praktek Membim Dra li Suchriah Pusat ABRI 2. Museum ABRI bing Satria Mandala Satria Mandala Jl. Galot Subroto

A Jjbat.n Potrli Pctiyclcnggjra Ketcranpn No. Waktu Tempat Mau Petajaren Doten Pesrrta Kabin Permuseum 4. 20 s/d 22 Pcbr. Museum Ujung 1. 1. Staf Kabin Per Adm. Koleksi Lukman P. BA an Pcrw. l>cp. PScK 1975 Pandang 2. museuman Perw. Museum Management prop. Sul. Sel. Dep. P&K 3. Museum Security Ujung Pandang. 4. &: Gallery Prop. Sul/Sc). Disiplin 2. Petugas2 Museum Arsitektur Museum Basrul Akram BA Ujung Pandang (dasar) 3. Kep- Kantor Kebud. y Museum Display Se. Sul Sel. M. Nur Rasuly 6, ** Policy Dep. IIANKAM 2. 1 s/d Mei Museum ABRI Dasar-duar Drs. Tedjosusilo idem 1974 Satria Mandala Iknu Permuseuman 3. 5 Agust. 9 Sep. Pusdik Kesehatan Pengantar Ilmu Drs. Tedjosusilo Para Perwira ABRI 1974 TNI AD Kramat (A .D . A U . A L S: POL) Jati Jakarta. 5. 14 April-5 Jun. Museum ABRI Dasar2 Ilmu Drs. Tedjosusilo Pramuwidja Bahasa 19 7 5 . Satria Mandala Permuseuman Inggens Museum Pusat ABRI Satria Mandala. Ass. pd. 1-ib. Kon Inititut Palo- 1. N op. 197 1 Roma, Italy Konservasi buku D ott. Sanioso Oetoro servasi Muteum logia Dei Ju li 1972 . Cmercnziana Waccaro + Staf (+ utusan dari Pusat. Libro. Roma. negara-negara Italia di Eropa, Asia Am enka). 1. Director ♦ V.J Herman BA Kp. Lab. Konser* Central Conser­ 15 15 Nop. 1974 Central Con Conservation of staf Director (+ 2 orang Bang vast Museum vation laboratory* 15 April 1975 servation the cultural tory • National. Laboratory p ropety. National. I^idsh 6 orang Pusat National Museum Museum India sendiri) New Delhi India New Delhi 2. Chief Chcmiit Central Con* servation Laboratory. a KURATOPJAL

2 Mart sampai New Delhi, India 1. Education &: Change Dr. M.V. Mathur Dra li Suchriah. Kep . Bag. Edukasi 11 Mei 1972 Arian Institut (♦ observasi ke 2. The Contemporary Mn. Shri Veda (+18 orang Kar* Museum Pusat of Educational Bangkok + Ma Educational scene Prakaiha yawan Dp. P & K) plaining & Laysia). in Indonesia. Dr. An an da Gu- Administration. ruge New Delhi. S. Statistics an Dy. Srivaitawa aid to decision Dr. Mchrotra making and mana + Guest Speakers: gem m i Dr. M.B. Buch 4. Education survey Dr. CJC. Basu 5. Innovations in Dr. Amrih Singh educational Dr. N.C. Khandekan (practice) Dr. P.N. Kirpal 6. Educational de­ Mr. Ramesh Chan- velopment and dcr. m anpower planning M.J. Vceraraghwan 7. Institutional planning. 8. Programmed ins­ truction 9. Correspondence Courses and open university 10. Professional growth of educational adminis­ tration. 11. Quantitative techniques applicable to educational management. 12. Computers IS. Educational Broadcasting (Radio & T.V.). 14. Minagcment of Educational innovation and chage. 15. UNDP «i»lance to educational projects in Asia. 16. UNESCO and education for science and technology in A lia. 17. Training of trained 18. Paper ttg: a. Obyectives of Indonesian Education b. Levels Types and structur of Edu cation system.

2. I Sept. 1972 Leiden-NederUnd 1. Dating of manuscripts Dca. Yumsari Yusuf Kep. Ba. Naskah 30 D a 1973 University Library) 2. Identification Museum Pusat. 3. Classification 4. Methods of description 5. Kinds of paper used 6. The varous catalogues o f collection o f Indonesia on manuscripts abroad: 7. Etc. + 8. + Malay Classical Literature 9. Methods of textual criticism and the editing o f texU .

I

i Lampiran 4.

IKHTISAR : LAPORAN KEUANGAN DIREKTORAT MUSEUM DIT. JEN. KEBUDAYAAN DEP. P. DAN K. DI JAKARTA, DARI TAHUN KERJA 1967 S/D. 1975/1976

T ahun Direktorat Museum Museum Pusat Museum Bali Jum lah

1967 5 1 1 .5 0 0 ,- __ 5 1 1 .5 0 0 ,- 1968 1.296.600,- 6 5 6 .6 6 0 ,- 2 3 1 .4 5 0 ,- 2.184.710,- 1969 3 8 9 .4 0 0 ,- 1 7 6 .8 0 0 ,- 6 1 .8 0 0 ,- 6 2 8 .0 0 0 ,- 1969/ 1970 2.000.400,- 6 6 2 .0 5 0 ,- 1 8 4 .3 5 0 ,- 2.846.800,- 1970/ 1971 3.013.000,- 1.188.000,- 2 8 5 .5 0 0 ,- 4.486.500,- 1971/ 1972 6.367.185,- 2.241.500,- 5 7 3 .2 5 0 ,- 9.171.935,- 1972/ 1973 7.763.078,75 3.666.450,- 1.275.550,- 12.705,078.75 1973/ 1974 11.168.000,- 6.646.000,- 2.346.000,- 20.160.000,- 1974/ 1975 12.045.500,- 8.915.400,- 3.700.000,- 24.660.900,- 1975/ 1976 36.319.600,- 17.245.000,- 8.319.000,- 61.883.600,-

Jakarta, 12 Oktober 1976 Ka. Sub. Keuangan Dit, Museum,

ttd .

(Nanan Djuharman) Sasaran/Target/Proyek 1969 s/d 1975 Lam pi ran 5. Sub. Sektor Kebudayaan. Anggaran (dalam ribuan rupiah) DIP. DIP. DIP. til* . Nama Proy e k DIP. DIP. DIP. DIP. L o k a s i 1974/1975 1975/1976 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1 9 7 6 /1 9 3 0 .0 0 0 ,- 20.750,- 50.000,- 9 5 .7 3 5 . Proyek Reh. Sc Perl. Museum Jakarta 16.000,- 16.560,- 36.715,- 18.000,- DJv.l. Jakarta. 1 5 .0 0 0 . Proyek Reh. Sc Perl. Museum Denpasar 8 .0 0 0 ,- 7.800,- 7.960 , - 10.393,- 1 1 .0 0 0 ,- Bali Denpasar 84.621 , - 8 5 .0 0 0 ,- 1 7 0 .0 0 0 . Proyek Reh. 8c Perl. M useum Bandung - - - — Ja b a r. " 1 3 .9 4 7 ,- 40.000.- 35.000 Proyek Reh. Sc Perl. Museum Yogyakarta - - — — D.I. Yogyakarla 1 6 .4 0 7 ,- 3 0 .0 0 0 ,- 7 2 .1 5 1 . Proyek Reh. Sc Peri. Museum Surabaya - — — *" J a tim . Proyek Reh. Sc Perl. M useum Banda Aceh - — —— — 2 5 .0 0 0 ,- 2 5 .0 0 0 ,- 1 5 0 .0 0 0 . D .I. Aceh Proyek Reh. Sc Perl. M useum M edan —— — — — 1 6 .7 9 0 ,- 2 7 .0 0 0 ,- 115.000.- Sumatera Utara Proyek Reh. &r Perl. M useum Padang — — — — 1 5 .3 4 5 ,- 6 5 .0 0 0 ,- 5 0 .0 0 0 .- Sumatera Barat Proyek Reh. Sc Perl. M useum Pontianak — — — — 10.520,- 35.000,- 1 1 5.000,- Kalim antan Barat Proyek Reh. Sc Perl. M useum Banjarmasin — — — — 30.820,- 35.000,- 1 8 5.000.- Kalimantan Selatan Proyek Reh. Sc Perl. M useum Ujung Pandang — — — — 2 3 .8 0 0 ,- 30.000,- 95.000.- Sulawesi Selatan Proyek Reh. Sc Perl. M useum A m bon — — —— — 20.000,- 30.000,- 65.000.- M aluku Proyek Reh. Sc Perl. M useum Sam arinda — — —— 2 0 J 5 6 .- Kalimantan Timur Proyek Reh. Sc Perl. M useum M ataram — — — —— 10.0 0 0 .- NTB Proyek Reh. Sc Perl. M useum Palembang 1 0 . 0 0 0 . - Sumatera Selatan. LAPORAN SIDANG KE IV Jum’at, tanggal 29 Oktober 1976.

III. Kelompok Sarana dan Fasilitas. Sidang dimulai : Jam. 08.00 wib. P emrasaran : Drs. Tedjo Susilo Kertas Kerja : ’’SARANA DAN FASILITAS MUSEUM” M oderator : Dr. Sampurno Kadarsan. R eporter Drs. Aminuddin Tinit. Ass. Reporter 1. Drs. S.P. Napitupulu 2. Drs. A.M. Arfah. N otulis 1. W iryani. 2. W iratini. Panelis 1. Abas Alibasyah 2. Drs. Alip Subagyo 3. Sofyan Ismail, BA. 4. Drs. A. Margono 5. Drs. Prayoga Kartamihardja 6. Drs. Suwedi Montana 7. Drs. E.K. Siahaan 8. Drs. Zakaria Achmad 9. Drs. Djoko Sukiman 10. Drs. Radi Praptoutomo. 11. Ir. Maskan Absullah 12. J.T. Matondang S.H. 13. Mayor Drs. Maryoto Triss 14. G.A. Warmansyah, BA. 15. Teguh Asmarj M.A. 16. Drs. Didi Suryadi. 17. Awaludin Rasyid 18. Bustam i 19. Drs. AJB. Panggabean. 20. Drs. Machran Situmorang 21. Drs. Hamzuri 22. Drs. Anthon Sukahar. 23. Drs. Sidik Suyoto 24. Drs. S.Z. Hadisutjipto 25. Rachmadi, Prodjosoedin. 26. Drs. Atja. 84

Tanya-Jawab: ' 1. Drs. Zakaria Achmad. (Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan, Daerah Istimewa Aceh).

Mengapa paper ini tidak menyinggung sarana fasilitas Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan daerah, tetapi yang disinggung hanya untuk pusatnya saja.

Jaw ab :

Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan didalam struktur organisasi Kantor Wilayah adalah merupakan unit stafnya Kantor Wilayah. Oleh karena itu mengenai sarana dan fasilitas Per­ museuman Sejarah dan Kepurbakalaan adalah menjadi bagian daripada sarana dan fasilitas Kan­ tor Wilayah.

2. Drs. Radi Praptoutomo. (Biro Hukum & Humas Departemen Pendidikan & Kebudayaan).

Dalam suatu museum harus diperhatikan Man, Money and Material. Mohon penjelasan menge­ nai Man, Money and Material tersebut? Bagaimana sebaiknya kalau museum itu diperluas se­ bagai tempat rekreasi, yang dimaksudkan diperluas disini ialah Man-nya bukan tempatnya, se­ hingga dapat menikmati segala apa yang ada dalam museum itu.

Jaw ab:

Sarana dan fasilitas adalah faktor penunjang penyelenggaraan museum. Sesuai dengan di- finisi International Council of Museums yang menerangkan bahwa museum itu ber- tujuan untuk memelihara, menyelidiki, memperbanyak serta memamerkan kepada khalayak ramai guna pendidikan, pengajaran dan penikmatan akan bukti-bukti yang berupa benda-benda dari manusia dan lingkungannya. Disamping itu personil dalam museum adalah merupakan un­ sur utama yang menggerakkan museum sehingga aktif tidaknya suatu museum itu tergantung kepada kecakapan dan kemampuan personilnya.

3. Drs. Didi Suryadi (Universitas Pajajaran Bandung):

Pada halaman 47 dari Kertas Keija, kami dapat membaca berdasarkan daftar statistik bahwa pada tahun 1975 jumlah museum-museum di Indonesia adalah:

a. Berapa jumlah pegawai yang diperlukan untuk ke 84 buah museum diseluruh Indonesia tersebut? b. Mengenai keuangan, perlengkapan dan per-Undang-undangan untuk ke 84 buah museum itu, sebab dalam kertas kerja ini penanya hanya melihat daftar statistik masa yang Iampau saja. c. Mengenai pengelolaan dan pendayagunaan pegawainya bagaimana, apakah perlu ditambah perlengkapannya.

Jawab: a. Yang dicantumkan hanya statistik perkembangan museum saja, disini belum dicantum- kan rencana pegawai, keuangan maupun perlengkapan dari ke 84 museum tersebut. Oleh karena itu , b. Dengan adanya standarisasi m‘l^a nanti kita akan mengetahui bagaimana mengenai mu­ seum nasional, regional, dan bahkan mengcnai struktur organisasinya, otomatis pegawainya akan sesuai dengan struktur organisasinya. c. Untuk museum nasional yang kita harapkan, sampai tahun ini struktur organisasinya be­ lum selesai. Adapun untuk struktur organisasi museum regional dan lokal atau yang ting- kat lainnya itu sedang dipikirkan. Mudah-mudahan dengan sempumanya standardisasi ini nanti, akan dimulai diskusinya satu persatu mengenai struktur organisasi museum regional maupun lokal, selanjutnya baru kami dapat mengetahui berapa pegawai yang dibutuhkan..

Komentar Drs. Moch. Amir Sutaarga.

— Setiap tahun Direktorat mengirimkan angket ke museum-museum, tetapi yang kembali ti­ dak sampai 50% dari jumlah yang dikirimkan.

4. Drs. Prayoga Kartamihardja. (Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Jawa Timur) a Apakah sudah ada rencana untuk menghilangkan segala urusan yang berbelit-belit. b. Bagaimana urusan penyelesaian pegawai museum yang sekarang mungkin mengembang yang mana dari Kepala Kantor Wilayah yang berbelit-belit.

Jaw ab: '

Menjawab bahwa persoalan pegawai sebaiknya diserahkan/ditanyakan kepada Biro Personil. 5. Rachmadi Prodjosoediro. (Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Daerah Istimewa Yogyakarta). Hampir sama dengan pertanyaan dari Bapak Drs. Prayogo Kartomihardjo, tetapi ada tambahan yaitu masalah personil, personil ini memang masalah yang sukar pada saat ini. Tapi Bapak Pra­ yoga mengusulkan kemungkinan-kemungkinan adanya personil tersebut, dan yang penting ka­ rena pengangkatan-pengangkatan pegawai-pegawai di museum-museum Negara dan museum- museum Pemerintah Daerah itu lewat Kantor Wilayah disitu hanya ada 2 (dua) istilah yaitu pegawai administratif dan pegawai-pegawai educatif, pegawai-pegawai yang ada di Museum itu dianggap sifatnya administratif dan pegawai yang mengajar, guru dan sebagainya itulah yang sifatnya educatif. Dalam kegiatan dikantor wilayah yang namanya administratif itu sedikit sekali, sehingga pada saat ini yang kami alami itu adalah petugas-petugas dibidang Permuseuman.

Kemudian ditegaskan lagi mengenai Museum Sono Budoyo, tetapi Surat Keputusannya sebagai guru dari satu sekolah tertentu misalnya, ini adalah suatu masalah juga untuk Bapak Sayid dari urusan kepegawaian supaya juga mengerti.

Masalah literateur, literateur untuk museum itu memang sulit, dan bagaimanakah tentang Pe­ nerbitan Direktorat Museum.

Jaw ab: Masalah personil sebaiknya dilangsungkan kepada Bapak Sayid. (Kepala Bagian Personalia Di­ rektorat Jenderal Kebudayaan).

Drs. Moch. Amir Sutaarga: Tetapi tentang masalah literateur memang ada keterlambatan karena anggaran Direktorat lum memadai dan ini sedang diperjuangkan. 8 6

6. Drs. S.Z. Hadisutjipto (Museum Sejarah Kebangkitan Nasional)

— Pertanyaan masih menyangkut masalah pegawai. Sehubungan dengan kekurangan Dana dan Biaya Rutin sejauh manakah misalnya diusahakan adanya Akademi Permuseuman, ke­ mudian sehubungan dengan kekurangan Dana dan Biaya Rutin yang terbatas. Sejauh ma- na pula kemungkinan-kemungkinan dalam bidang formasi seandainya didalam Museum ini dilakukan open formasi. Jadi seorang Profesor seumpamanya merupakan golongan yang lebih tinggi dari Direktur Museum ini, bekerja di Museum tanpa mengganggu biaya rutin.

— Masalah Gedung. Museum-Museum di Indonesia belum merupakan bangunan yang sesuai dengan persy arat- an yang telah ditentukan, tetapi hanya bangunan-ban gun an tua yang dipugar dan diman- faatkan dijadikan museum.

— Didalam pemugaran timbul beberapa problem. Bagaimanakah batas-batas wewenang penggunaan suatu gedung didalam maksud lain dari pemugaran itu, soalnya gedung yang dijadikan gedung museum sekarang adalah sebuah gedung yang takut dihubungkan dengan keadaan sejarah, kalau kita mengadakan perom- bakan-perombakan. Sejauh manakah kemungkinan-kemungkinan itu dapat dilaksanakan untilk menjaga koleksi-koleksinya.

Jawab: — Tentang masalah Akademi Permuseuman; Jawaban ini kami serahkan kepada Bapak Drs. Moh. Amir Sutaarga.

— Masalah Pemugaran adalah wewenang Direktorat Sejarah dan Purbakala.

— Tentang masalah gedung sebetulnya proyek-proyek rehabilitasi dan perluasan museum- museum ada dua type yaitu:

1. vang betul-betul mendirikan bangunan baru direncanakan dengan persyaratan-persyaratan arsitektur museum.

2. Tetapi banyak pula yang bersifat rehabilitasi seperti Gedung Kebangkitan Nasional, se­ hingga persyaratan-persyaratan museum ini tanpa me rub ah bangunan itu tidak bisa ter- penuhi, atau mungkin kalau terpenuhi tidak sebagaimana seharusnya.

7. Mayor Drs. Maryoto Triss. (Museum Perjuangan Daerah Istimewa Yogyakarta) — Membaca halaman 48 dari Kertas Keija, Mohon pertimbangan mengenai Man, Money and M aterial. Disarankan untuk dilengkapi yaitu Methode Indonesia yang artinya Museum Indonesia yang selanjutnya ditambahkan mental yaitu Mental Manusia Indonesia. Yang menangkut 3 M, disarankan dengan tambahan yang 2, karena menurut hemat Mayor Drs. Maryoto Triss ini nantinya akan tercakup dalam administrasi secara umum, berarti skets tadi sudah ada dari Direktorat Jendral yaitu suatu Keputusan yang kemudian dengan protap (yaitu Pro- sedur Tetap), kemudian petunjuk tehnik ini akan menyeluruh yang namanya museum di Indonesia mulai dari Pusat, sampai kepada daerah, pegangannya sama — tinggal peragaan- nya disesuaikan dengan keadaan didaerahnya masing-masing. 87

— Dalam halaman 48 dari Kertas Kerja,alcnia ke 2 mengcnai tingkat pendidikan personil dan sebagainya yaitu mengenai Budaya Nasional. Tentunya kalau mengcnai Budaya Nasional ^ Museum ini mencakup kegiatan yang dilakukan oleh manusia Indonesia sehingga mau ti­ dak mau harus bekerja sama. C ontohnya: If seperti koleksi dasar dari suatu museum yang disini sudah ada, dan Museum ABRI sebagai contoh suatu benda yang sudah lama dirawat tetapi karena kepcntingan nasional diboleh- kan dipindahkan ke Jakarta. Mudah-mudahan ini dapat dipertimbangkan dan kita petugas museum mau tidak mau harus dapat mengapresiasikan kepribadian bangsa.

— Pada halaman 49, mau tidak mau harus dirumuskan yaitu schubungan dengan thema se­ minar ini yaitu Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum di Indonesia. Kcmudian ditam- bahkan yaitu menjadikan monument dan museum sebagai suatu tempat untuk menggugah semangat kebangsaan dan kepahlawanan bagi prajurit Tentara Nasional Indonesia, Ang- katan Bcrsenjata Republik Indonesia dan masyarakat pada umumnya.

— Pertanyaan: Apakah ini termasuk saran atau pertanyaan:

Jawaban dari Drs. Tedjo Susilo hal-hal tersebut diatas adalah merupakan saran.

, Kemudian Mayor Drs. Maryoto Triss mengajukan pertanyaan, sebagai berikut:

— Di Indonesia ada Museum Pusat dan Museum Nasional, kalau demikian Museum Angkatan , Bersenjata Republik Indonesia itu merupakan Museum khusus atau museum yang bagai­ m ana. Kemudian di Museum Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ini ada Museum Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dan Museum Polisi Republik Indonesia ini termasuk cucu yang mana?

— Perlunya penelitian bahwa koleksi itu tidak pada non-eksakta atau eksakta, contohnya disini yaitu ’The Man Behind the Gun”. Apakah arti dari kata ini dan dari mana asal kata ini?

Jawaban: — Tentang Museum Pusat dan Museum Nasional, Museum Pusat ini mungkin tadinya terle- tak di Ibu Kota, sedangkan Museum Nasional ini sekarang akan disempumakan, tapi bu­ kan berarti lalu Museum Pusat itu mempunyai anak buah dan ini nanti akan dijelaskan oleh Drs. Amir Sutaarga. t Penjelasan dari Drs. Moch. Amir Sutaarga: mengenai pertanyaan May. Drs. Maryoto Triss tentang Museum Pusat dan Museum Nasional.

Museum Pusat itu dimulai pada waktu Museum Jakarta diambil kembali oleh Lembaga Kebu­ dayaan Indonesia menjadi cabang Museum yang ada di Jl. Merdeka Barat 12, Jakarta — dan pada waktu itu terpaksa namanya menjadi Museum Pusat dan diperkirakan nantinya akan mempunyai cabang-cabang didaerah. Tetapi yang jelas sekarang sedang diproses perubahan sta­ tus Museum Pusat menjadi Museum Nasional. 88

8. Drs. Hamzuri. (Museum Pusat). Sesudah ada museum, bagaimana follow up-nya museum itu sebagai proye g " putusan museum itu juga Biro Personnel yang mengikuti penghayatan.

— apakah sudah ada kurikulum/standard untuk perumusannya?

Jawab:

— Mengenai pendirian museum, dalam Pelita ini seharusnya adalah *>eme™1 tah, bahwa sekarang didirikan maka juga harus dipertanggung-jawab an 1 u p n y a.

— Memang dalam perkembangan anggaran seharusnya anggaran pembangunan itu makin la ma makin menurun dan akan digantikan dengan anggaran rutin, tetapi mung in saat mi masih dalam tingkat anggaran pembangunan naik, jadi belum saatnya menurun, memang hal ini sering menjadikan problem atas patokan kita karena apakah begitu museum itu selesai anggaran rutinnya sudah dapat berjalan menggantikan anggaran pembangunan. Ka­ rena mungkin Pemerintah sekarang akan menunjukan bahwa negara kita itu sedang memba- ngun, sehingga anggaran pembangunannya lebih ditunjukan lebih besar daripada anggaran rutinnya. Tetapi ini rasanya untuk tetap terjaminnya museum itu berdiri dan tetap terse- lenggarakan.

— Tentang rancangan Undang-Undang untuk pendirian museum sudah ada, tetapi belum se­ lesai karena masih mengikuti induk daripada Undang-Undang Pendidikan yang Hingga saat *ini masih dalam proses penyelesaian.

— Masalah kurikulum dan sebagainya itu belum sempuma tetapi sudah ada untuk penataran- penataran yang secara insidentil yang direncanakan dalam proyek-proyek Pelita.

Drs. Amir Sutaarga. Beliau akan berterima kasih apabila Team Perumus menyarankan hal-hal yang umum tetapi yang nantinya dapat dijadikan usul pedoman kepada Pemerintah, sebab Permuseuman ini ber- macam-macam, banyak sekali macamnya. Untuk museum misalnya perlu seorang yang akhli dalam Museum management, kemudian untuk perawatan-perawatan dan pameran juga untuk laboratorium perlu akhli kimia dan sebagainya, kemudian untuk instruktur atau untuk educa­ tional program.

9. Drs. Maskan Abdullah. (Biro Perlengkapan Departemen Pendidikan & Kebudayaan). a. Pembiayaan mengenai Museum-Museum yang sudah dibangun dan yang baru akan i, dibangun, apakah tidak dipikirkan mengenai adanya Pembiayaan Putin yang mana bangunan-bangunan itu kalau sudah jadi nantinya, karena kuatir tidak adanya anggaran rutin terutama untuk pemeliharaan dan untuk exploitasi rutin selain dari itu kita tidak dapat dipcnuhi atau tidak diperkenankan dalam proyek, misalnya Pembersihan ruangan atau Pembayaran listrik. Jadi bagaimana caranya pengolahan biaya ini, apakah ditanggung oleh Pendidikan & Kebudayaan seluruhhya atau kerja sama dengan Pemerintah Daerah.

b. Mengenai pembagian ruangan yang disajikan dalam lampiran apakah ini j u g a dipikirkan secara matang dengan suatu pembagian yang benar-benar atau masih harus disem- pumakan lagi karena dilihat banyaknya kckurangan-kekurangan didalam lampiran ini (Kertas ketja mengenai Sarana dan Fasilitas Museum). 89

Jawab:

Direktur Museum mcnerangkan bahwa beliaupun mcminta bantuan kepada wakil-wakil biro untuk mempeijuangkan anggaran rutin yang lebih besar dari Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Bahwa Lampiran Standardisasi bangunan itu belum final dan masih akan disemp ur- nakan.

10. Sutarso. (Kepala Bagian Effisiensi TataUluana Ditjen Kebudayaan Dep. P & K). Saran dari Sdr. Sutarso.

a. Masalah adanya suatu tulisan dalam paper ini yaitu bahwa museum seharusnya adalah suatu Badan Hukum, meskipun itu merupakan ketentuan dari International Council of Museums. Menurut beliau sendiri setuju apabila itu ditujukan kepada Museum Swasta, tetapi tidak untuk museumnya sendiri, melainkan merupakan badan pembinanya itu yang harus merupakan Badan Hukum, sebab beliau mengatakan kuatir kalau museum itu merupakan Badan Hukum dimana Direktur atau Kepalanya akan dibebani hal-hal yang sebetulnya lebih berat daripada tugas-tugas sebagai seorang ahli dalam permu­ seum an.

b. Kalau kita mendengar banyak sekali yang bertanya organisasi mungkin saran kami ini salah, hal itu dalam papemya tidak menguraikan tentang organisasi yang sebenamya, organisasi itu merupakan sarana daripada suatu museum. Jadi meskipun disana-sini banyak disinggung tetapi jawabannya selalu tidak sepenuhnya.

11. Drs. Dioko Sukiman. (Universitas Gad j ah Mada). Saran-saran dari Drs. Djoko Sukiman (Kurang Jelas)?

12. Drs. A.B. Panggabean. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi). a Perbedaan Museum eksakta dan non-eksakta. b. Sampai dimana partisipasi masyarakat untuk pendirian Museum.

Jaw ab:

a Museum yang menunjang Ilmu Pengetahuan Alam adalah kelompok eksakta, seperti Museum Zoology dan Museum Teknologi Industri.

Museum yang menunjang Dmu Pengetahuan Sosial (I.P.S.) adalah kelompok non-ek­ sakta, seperti Museum Sejarah dan Museum Seni Pupa. Karena kami menghubungkan kelompok ini dengan personil maka kelompok ini perlu tenaga eksakta, sebab disitu memerlukan tenaga laporan. Jadi kami mengambil pengelompokan ini bukan berdasar- kan penjenisan museum tetapi dengan personil.

a. Mengenai DAna Museum sampai dimana partisipasi masyarakat saya kira dapat dijawab oleh Bapak Drs. Amir Sutaarga. 90

Drs. Amir Sutaarga: j u a m museum mindedness yang ma- Masyarakat Indonesia dengan income yang masih rendah den8 bclum sampai pada ma_ sih harus digalakkan itu, partisipasi masyarakat juga bisa vana . m ada dermawan- syarakat dengan skip of people yang mempunyai sense oi sec y- ^ yang gudah dermawan tetapi harus diberikan channel karena itu di Daerah Misalnya Museum Wayang memulai dengan bagaimana car any a beipartisipasi disusunkan yayasan pembina itu ada yayasan pembinanya, sekarang Museum textilpun akan demikian pula dengan Museum Kebangkitan Nasional.

Sidang ditutup jam 9.30. 91

MUSEUM BALI (Sebuah case study tentang lingkungan, tugas, fungsi dan masalah pengelolaan dan pendayagunaannya).

> Oleh : Drs. Putu Budiastra Direktur Museum Bali I. Pendahuluan.

Museum Bali adalah salah satu Museum terletak di kota Denpasar dan didirikan pada ta­ hun 1910 yaitu dua tahun setelah seluruh Pulau Bali berada dibawah kekuasaan Pemerintah Belanda. Rencana pendirian Museum ini didukung oleh W. F.I. Kroon Asisten Residen yang berkedudukan di Singaraja. Dorongan pendirian Museum tersebut didasarkan rasa kekhawatiran kemunduran nilai-nilai budaya yang mereka saksikan pada waktu itu. Karenanya untuk men- jaga keutuhan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat Bali, Indonesia pada umumnya serta untuk mencerminkan dan melanggengkan warisan Budaya Bali, direncanakanlah berdiri­ nya sebuah Museum Ethnografi yang dapat menggambarkan kebudayaan Bali terutama seja- rahnya, kehidupan masyarakat, kesenian serta keagamaan. Selanjutnya demi menggugah nurani masyarakat agar dapat lebih dihayati betapa kebe- saran nilai-nilai bangunan tradisionil yang harus tetap dipertahankan maka Struktur bangunan- bangunan Museum yang didirikan disesuaikan dengan bentuk tradisionil Bali yaitu perpaduan antara ”pura” — (Kuil) dengan ’’Puri” (Istana). Untuk tercapainya maksud diatas, pelaksanaan pendiriannya discrahkan kepada beberapa orang ’’undhagi” (Akhli bangunan tradisionil) seperti Gusti Ketut Gede Kendel dari Banjar Abasan, I Gusti Ketut Rai dari Banjar Belong bekerja sama dengan Curt Grundler seorang arsitek berkembangsaan Jerman. Pembangunan yang di- mulai sejak tahun 1910 banyak mengalami hambatan-hambatan. Umpamanya Candi Bentar yang hampir selesai dibangun harus dipugar kembali sebab mengalami kerusakan akibat gempa bumi letusan gunung Batur pada tahun 1917 yang menghancurkan beratus-ratus buah Pura di Bali. Akhimya pada tahun 1925 barulah dapat dirampungkan sebuah bangunan Induk berupa ’’Balai Panjang” Gaya Karangasem yang terletak di bagian tengah.

Rencana usaha pendirian Museum terns ditingkatkan. Sambil mengumpulkan koleksi per- siapan pengisian. Museum yang akan dibuka kelak, Balai Panjang yang lebih dikenal dengan sebutan gedung Karangasem dipergunakan Pameran sementara disamping untuk memberikan rangkulan kepada para seniman dan pencinta seni lainnya. Sejalan dengan usaha diatas dua buah bangunan lainnya yaitu gedung Tabanan dan Bule- leng didirikan, untuk menambah ruang pameran yang sudah dirasakan tidak memenuhi kebu- tuhan lagi. Setelah tujuh tahun gedung Karangasem dipergunakan sebagai ruang pameran ber- kala serta dengan telah rampungnya kedua buah gedung diatas, pada 8 Desember 1932 dengan resmi diumumkan pembukaannya dengan nama ’’Bali Museum” yang bersifat semi Pemerintah dibawah naungan yayasan Bali Museum yang anggota-anggotanya antara lain terdiri dari Walter Spies, Dr. R. Goris, W.F. Stutterheim, Ir. Th. A. Resink serta pencinta-pencinta kebudayaan Bali lainnya seperti I Gusti Alit Ngurah, I Gusti Bagus Negara dll. Akhimya dengan makin berkembangnya museum pada tahun 1966 diputuskanlah untuk menyerahkan pengurusan Bali Museum kepada Pemerintah Pusat dibawah pengawasan Direktorat Museum Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dengan demikian sejak saat itu Bali Museum resmi menjadi museum Pemerintah dengan nama Museum Bali seperti yang kita sak­ sikan sekarang. Selanjutnya berkat adanya Pelita yang sedang kita laksanakan sejak tahun 1969 sampai sekarang Museum Bali telah mengalami Rehabilitasi terhadap bangunan-bangunan disamping pendirian 3 buah gedung beserta beberapa fasilitas-fasilitas lainnya. 92

II. Tugas-tugas yang dihadapi. Sesuai dengan arti kata museum itu sendiri, dalam pelaksanaan tugas-tugas yang harus di- laksanakan, tidaklah dapat kami mengabaikan tujuan pokok yang terkan ung 1 amnya. n- tuk lebih jelasnya baiklah dibawah ini akan kami uraikan sepintas bagaimana ^ an tindakan apa yang telah kami laksanakan untuk mengembangkan Museum a sesuai engan kondisi-kondisi di daerah. 1. Menanamkan rasa cinta. Masyarakat Bali dan Indonesia pada umumnya telah lama mengenai kata museum. Namun demikian sebagian besar dari mereka belumlah menghayatinya benar-benar apa arti an pera­ nan museum didalam masyarakat itu sendiri. Kebanyakan mereka berpendapat bahwa museum tak lebih dari gudang penyimpanan- benda-benda ajaib, tempat angker karena didalamnya ter- simpan benda-benda bertuah,,.. . tanpa penjelasan lebih lanjut. Pandangan diatas harus kita le- nyapkan sebab pengertian tersebut amat bertentangan dengan maksud pendirian museum itu sendiri. Kita harus mengakui pula bahwa ketidak mengertian mereka bukanlah semata-mata dise- babkan kesalahan dan kebodohan mereka. Kita harus me ny ad an pula bahwa sampai saat ini penerangan dan uraian-uraian lebih mendeteil kepada masyarakat tentang permuseuman be­ lumlah merata. Karenanya untuk dapat tercapainya harapan serta terwujudnya masyarakat dan kebudayaan yang berdasarkan Pancasila, mempunyai ciri-ciri kepribadian sudahlah sepatutnya penerangan, pengertian fungsi serta hakekat museum lebih ditingkatkan. Tidaklah mungkin kita dapat menghayati museum tanpa mengetahui arti museum itu sendiri. Dalam menanamkan rasa cinta terhadap benda-benda budaya kepada masyarakat kamipun telah turut membcrikan penjelasan-penjelasan melalui ceramah-ceramah, berita-berita radio un­ tuk lebih meyakinkan pengunjung apabila mereka datang berkunjung ke Museum Bali. Disam- ping itu usaha-usaha penerbitan berupa majalah tak berkala yang kami beri nama ’’Saraswati” sangat diharapkan untuk dapat lebih menanamkan rasa cinta tersebut.

2. Mengumpulkan benda-benda budaya. Dalam tugas mengumpulkan benda-benda budaya, Museum Bah mempunyai tugas yang sangat berat, sebab meskipun koleksi benda-benda budaya Museum Bali relatif cukup banyak, tetapi masih terlalu banyak pula yang masih harus dikumpulkan. Kesulitannya adalah bagai­ mana kita harus bisa lebih gesit menyelamatkan benda-benda budaya tersebut untuk tidak di- dahului oleh tourist asing atau kolektor asing, sementara dilain pihak kemampuan biaya untuk ganti rugi kadangkala tidak memadai. Sampai sekarang ini Museum Bali terns dengan giat me- lakukan usaha-usaha pengumpulan benda-benda budaya, terutama sesuai dengan fungsinya memperioritaskan usaha pengumpulan benda-benda etnografika, historika, arkeologika dan lain-lain. Disamping itu faktor keindahan nilai Ilmiah, nilai budaya, pencerminan sample dari suatu peristiwa tidak dapat diabaikan begitu saja. Sekarang ini Museum Bali tercatat telah memiliki koleksi sejumlah 5100 buah terdiri dari benda-benda etnografika, historika, arkeologika dan benda-benda lainnya. Usaha-usaha pe­ ngumpulan ini dilakukan dengan jalan membeli, sebagai hadiah serta titipan dari p e n d u d u k yang dengan sukarela menitipkannya demi keselamatan dan keutuhan barang-barang te rs e b u t.

3. Pemeliharaan. Problema utama yang dirasakan cukup berat bagi kami di Museum Bali adalah usaha pe­ meliharaan terhadap benda-benda yang telah berhasil dikumpulkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti misalnya: a. Tidak adanya tenaga akhli yang khusus menguasai masalah konservasi. 93 b. Sulitnya memperoleh obat-obatan yang ready for used untuk menyembuhkan penyakit yang dikandung oleh benda-benda koleksi. c. Belum adanya ruang an laboratonum. d. Belum dimilikinya gudang untuk menyimpan benda-benda yang belum bisa dipamerkan (storage-).

Akibatnya sementara ini usaha pemeliharaan hanya dapat dilakukan terbatas dengan obat- obatan seperti camphor (kapur barus), memberi sinar matahari yang cukup, serta usaha-usaha tradisionil lainnya.

4. Penelitian. Dalam usaha penelitian, kini Museum Bali sudah selesai mengadakan inventarisasi dan pe- nyusunan katalogus yang memuat tentang bentuk, ukuran, berat, guna dan asalnya, bahan ase- linya, dan sebagainya. Diharapkan dalam waktu dekat katalogus itu sudah dapat disebarkan ke­ pada museum-museum yang ada di Tan ah Air khususnya dan museum-museum diluar negeri pada umumnya. Sebagai pusat penyelidikan ilmu pengetahuan, benda-benda Museum Bali yang terkumpul sudah dapat merupakan perlengkapan prasarana study dan research. Dalam usaha lebih melengkapi data-data koleksi Museum Bali, secara rutin Museum Bali juga melakukan penelitian berupa pengumpulan data-data yang ada di masyarakat. Juga dalam kepentingan penelitian ini, benda koleksi Museum Bali disamping ada yang dipamerkan kepada umum di ruangan pameran dalam gedung pameran, juga dilakukan usaha mengadakan suatu tempat khusus berupa koleksi study/reference collection, yang hanya terbuka bagi para petugas dan para sarjana yang sedang melakukan tugas penyelidikan ilmiah.

5. Pameran. Benda-benda koleksi Museum Bali, sekarang ini dipamerkan dalam 3 buah gedung, masing- masing diberi nama gedung Buleleng, gedung Karangasem, dan gedung Tabanan. Pemberian nama gedung diatas disesuaikan dengan asal mula nama Kabupaten yang memiliki type gedung tersebut. Sesuai dengan tugas sebuah Museum, usaha-usaha memamerkan benda-benda Museum Bali diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga benda-benda yang dipamerkan dapat memper- kenalkan dirinya dan dapat berbicara langsung kepada pengunjungnya. Untuk membantu para pengunjung pada setiap benda disertakan juga sedikit keterangan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggeris, terutama tentang, nama, fungsi dan asal benda tersebut. Memang usaha pening­ katan ketata pameran yang lebih baik, seperti lighting, esthetika dan lain-lain, masih selalu kami lakukan, tetapi terbentur kembali kepada masalah tenaga dan tempat yang ada maka usaha ini harus dilakukan secara sangat bertahap.

6. Penyaluran ilmu pengetahuan. Sesuai dengan salah satu tujuan International Council of Museums yaitu memajukan ilmu pengetahuan dan saling pengertian antara bangsa-bangsa, di Museum Bali kegiatan-ke- giatan kearah ini sudah sejak lama dilakukan. Sebab kamipun menyadari bahwa hanya de­ ngan pameran saja akan m'enimbulkan anggapan suatu bentuk statis. Juga permanent exhibi­ tion maupun contemporary exhibition sifatnya akan lebih instruktif dan construktif. Karena itu di Museum Bali disamping usaha-usaha seperti disebutkan diatas, juga dilakukan kegiatan inemanfaatkan lebih banyak koleksi Museum Bali dengan cara memberikan penerangan- penerangan kepada pengunjung, menyelenggarakan ceramah-ceramah, pertunjukan/pergelaran- pergelaran, pemutaran film/slide yang berhubungan dengan koleksi Museum Bali. Mengenai hal ini akan diuraikan lebih lanjut dalam uraian fungsi Museum Bali di Masyarakat. 94

m - Fungsi, pengelolaan dan pendaya gunaannya. Dengan ditetapkannya Bali sebagai pusat pariwisata Indonesia Bagian Tengah, fungsi Mu­ seum Bali menjadi semakin penting. Apalagi bila kita mengingat arti museum seperti yang pemah diucapkan Bapak Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Museum adalah tempat menyimpan jiwa bangsa, karena museum adalah sesuatu yang hidup dan me- nyimpan budi daya bangsa dari jaman Pra Sejarah hingga sekarang. Adanya kenyataan lajunya arus pariwisata yang demikian pesat disatu pihak dan fungsi yapg dituntut oleh sebuah museum dilain pihak, mengakibatkan Museum Bali sebagai satu-sa- tunya museum Ethnografi yang ada di Bali, memerlukan perhatian tersendiri dan sangat meng- khusus. Kita semua tentu telah sering mengikuti berita-berita dalam Koran betapa disamping akibat positif yang ditimbulkan oleh pariwisata, juga terdapat akibat berupa hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti contoh misalnya akibat yang tidak diinginkan tersebut antara lain terjadinya produksi hasil kesenian secara massal sehingga memerosotkan mutu hasil kese- nian itu sendiri; Mengendomya kecintaan kepada benda-benda kebudayaan rruliknya sehingga menimbulkan pencurian-pencurian benda budaya yang dikeramatkan dan penjualan benda- benda tersebut kepada orang asing, disamping usaha-usaha penyelundupan keluar negeri dan lain-lain. Disini semakin dirasakanlah betapa besamya fungsi Museum Bali didalam salah satu tugas- nya untuk mendokumentasikan benda-benda budaya Bali. Sebab dapatlah dibayangkan, jika usaha penyelamatan berupa pendokumentasian tidak kita lakukan sejak lama, tidak mustahil kesulitan- kesulitan untuk menemukan identitas dan asal usul kebudayaan Bali sudah mulai dirasakan. Amatlah berbahaya sekali bila kita sampai tidak mewariskan benda-benda budaya yang kita agungkan kepada generasi mendatang. Dalam hal ini disamping peranan yang telah disumbang- kan oleh Museum Bali, tentunya tidak boleh dilupakan peranan dan sumbangan yang diberikan oleh para kolektor benda budaya, yang kini mulai bermunculan di Bali serta perorangan yang masih dengan kuat mempertahankan benda budaya miliknya, sekalipun mereka terancam ke- sulitan uang. Adanya usaha-usaha seperti ini dapatlah diharapkan tercegahnya kemungkinan terjadinya pemiskinan kebudayaan, meskipun berdasarkan laporan-laporan yang masuk telah teijadi kehilangan-kehilangan benda budaya Bali meliputi harga jutaan rupiah. Disamping usaha-usaha pendokumentasian diatas, Museum Bali juga merupakan obyek penelitian para mahasiswa, sarjana dalam dan luar negeri. Setiap orang yang akan melakukan penelitian tentang kebudayaan Bali selalu akan datang ke Museum Bali untuk mendapatkan refferences di perpustakaan ataupun pada benda-benda pameran. Demikian juga para wisatawan dalam dan luar negeri, mereka selalu menjadikan kunjungan di Museum Bali sebagai suatu program yang tidak boleh diliwatkan begitu saja. Hal ini jelas dapat dilihat dari data-data sta- tistik kunjungan Museum Bali dari tahun kctahun yang selalu menunjukkan angka yang me- ningkat. Lebih-lebih setiap menjelang libur kwartalan, para pelajar yang ada di Daerah Bali selalu berbondong-bondong datang mengunjungi Museum Bali. Hal ini ditandai dengan ba­ nyaknya surat-surat permintaan/pcrmakluman mengunjungi Museum Bali dalam kegiatan para pelajar melakukan study tour menjelang liburan kwartal. Bahkan tidak jarang pula para guru yang mewajibkan anak didiknya melakukan pencatatan terhadap benda-benda yang ada di Mu­ seum Bali dan menugaskan mereka menyusun sebuah karangan mengenai Museum Bali. Usaha-usaha seperti ini tentu sangat membantu dalam mensukseskan program Museum Bali ter- utama dalam usaha mcperkcnalkan kebudayaan miliknya. Apalagi kami di Museum Bali secara rutin mengadakan pameran hasil kebudayaan Bali khususnya dan kebudayaan luar Bali umum­ nya, seperti pameran lukisan, pameran kain, pameran keramik dan lain-lain. Kegiatan pameran itu dilakukan sebagai sualu kegiatan pameran komtemporer. Dengan adanya kegiatan ini maka Museum Bali dalam fungsinya mempcrkcnalkan kebudayaan (termasuk kebudayaan luar daerah) dapatlah dircalisir. Di lain pihak, disamping mengadakan pamcran-pameran komtemporer dengan materi yang 95

menunjang material yang ada di Museum Bali, Museum Bali juga secara tetap mengadakan per- gelaran pergelaran kesenian Bali, terutama sckali kesenian sacral dan kesenian yang bukan men­ jadi bentuk kesenian to night. Dengan kegiatan ini diharapkan bahwa Museum Bali akan dapat menjadi salah satu pusat penikmatan seni. Apalagi dalam memilih bentuk kesenian yang akan dipergelarkan, kami betul-betul mengadakan seleksi untuk memberikan rangsangan kepada ke­ senian saccral yang diancam kepunahan karena jarang dipesan para tourist. Untuk kegiatan ini kami telah mempergelarkan bentuk-bentuk kesenian seperti wayang Gambuh, wayang Cupak, Janger intrance dan lain-lain. Dengan pergelaran-pergelaran diatas maka kepada masyarakat luas dapat diperkenalkan bentuk-bentuk kesenian yang ada, disamping memberikan rangsangan kepada masyarakat pen- dukung seni tersebut untuk terus mempertahankan kesenian miliknya. Lebih jauh dari itu, de­ ngan pergelaran-pergelaran diatas dapat pula dilakukan pendokumentasian sebagai bahan pene­ litian terhadap kesenian itu sendiri. Fungsi terakhir yang dapat dikemukakan disini sebagai bagian kegiatan Museum Bali ada­ lah bidang penelitian. Berkat bantuan pemerintah Daerah Bali, Museum Bali bersama-sama Lem- baga Penelitian Peninggalan Nasional (LPPN) Cabang II Gianyar (Sekarang Kantor Suaka Sejarah dan Kepurbakalaan Wilayah Propinsi Bali), Kepala Bidang Permuseuman (sekarang Bidang Permu­ seuman, Sejarah dan Kepurbakalaan (PSK) Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebuda- Propinsi Bali) telah melakukan ceramah penyelamatan benda-benda budaya keseluruh keca- matan yang ada di Bali. Dalam ceramah tersebut telah dikemukakan betapa pentingnya arti penyelamatan benda-benda budaya kita, dan apa akibatnya bila sampai terjadi pemiskinan bu­ daya akibat kita terlalu silau oleh kebudayaan luar. Kepada penduduk juga kami sarankan un­ tuk melaporkan, bila didaerahnya terdapat benda-benda temuan berupa benda purbakala/benda budaya, ataupun prasasti-prasasti serta benda-benda lainnya yang kurang jelas diketahui makna dan hakekatnya. Hasil ceramah ini temyata cukup memadai. Disamping angka pencurian ben­ da-benda budayamulai menurun (bahkan pemah ikut menggagalkan suatu usaha pencurian benda budaya), juga laporan-laporan penduduk untuk diadakan penelitian terhadap benda- benda budaya yang dimiliki/dijumpai mengalir terus. Hal ini mengakibatkan kita di daerah hampir kewalahan memenuhi undangan-undangan penelitian. Tetapi sebegitu jauh, penelitian- penelitian gabungan antara Museum Bali, Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan dan Suaka Sejarah dan Purbakala di Bali selalu kami lakukan. Disamping itu penelitian Ethnografi Bali tetap menuntut kami untuk membagi diri demi memenuhi harapan masyarakat.

IV. Masalah-masalah yang dihadapi. Seperti halnya museum-museum lain di Tanah Air, maka Museum Balipun tidak dapat terhindar dari berbagai masalah yang memerlukan penanggulangan secepatnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa masalah pokok yang dihadapi Museum Bali adalah: 1. Tenaga yang ada di Museum Bali, terutama tenaga yang terdidik dan terlatih, terasa masih sangat kurang. 2. Belum dimilikinya gudang dan laboratonum menyulitkan kami untuk menyimpan atau­ pun merawat bendaienda yang belum/tidak dipamerkan. 3. Berkembang pesatnya kcpariwisataan di Bali maka adalah tanggung jawab Museum Bali pula untuk bersama-sama Bidang P.S.K. dan suaka Sejarah dan Purbakala melakukan pe- ngamanan, baik pengamanan benda-benda koleksi Museum Bali maupun benda-benda bu­ daya yang tcrsebar luas dimasyarakat. Untuk ini sangat dirasakan perlunya beberapa te­ naga yang ada di Museum Bali ikut dalam satuan pengamanan (SATPAM) ataupun POL- SUS. 4. Tenaga-tenaga yang sekarang telah ada perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilan- 96

nya livvat penataran-penataran, kursus-kursus ataupun pendidikan singkat lainnya didalam/ diluar negeri. 5. Untuk tidak didahului oleh kolektor asing, maka usaha penyelamatan terhadap benda- benda budaya yang perlu segera diselamatkan memerlukan perhatian yang sangat khusus. Terlebih-lebih dengan perkembangan pariwisata yang demikian pesat. Untuk ini dituntut pengadaan koleksi secara terus mencrus. 6" ^ etiun§ ya°g dimiliki oleh Museum Bali sekarang untuk pcnampungan barang-barang o eksi yang dimiliki Museum Bali. Karena itu pemikiran untuk memperluas Museum engan membebaskan tanah yang ada didekat gedung Museum Bali sekarang sudah mulai diadakan pendekatan-pendekatan. 7. Dengan dijadikannya jalan raya didepan Museum Bali sebagai lalu lintas umum (khusus- nya bemo), kebisingan lalu lintas tersebut sangat mengganggu pengunjung-pengunjung yang ingin menikmati koleksi Museum Bali dengan tenang. Disamping itu asap-asap bahan bakar (terutama yang berupa solar), dikhawatirkan akan menimbulkan polusi koleksi Mu­ seum Bali. 8. Dengan adanya tamu-tamu asing yang diantar langsung oleh Guide luar, dimana banyak para guide belum begitu menghayati/mengetahui materi yang ada di Museum Bali, sering terjadi adanya penjelasan-penjelasan yang keliru dari para guide. Untuk ini sangat diper­ lukan adanya guide lokal pada setiap obyek pariwisata. V. Penutup. Demikianlah sedikit mengenai gambaran singkat Museum Bali yang kami beri judul Mu­ seum Bali, sebuah case study tentang lingkungan, tugas, fungsi dan masalah pengelolaan dan pendayagunaannya. Meskipun apa yang kami uraikan masih jauh dari sempuma, tetapi kami tetap berharap bahwa apa yang dapat kami sajikan ini akan dapat dijadikan suatu bahan per- bandingan dengan museum-museum yang ada ditempat saudara masing-masing. Saran-saran dan petunnjuk-petunjuk demi peningkatan Bidang permuseuman didaerah kami khususnya dan di- tanah air pada umumnya senantiasa kami buka dalam kesempatan yang berbahagia ini. 97

LAMPIRAN

DATA PENGUNJUNG TAMU KE MUSEUM BALI TAHUN 1970 s/d 1976.

NO. TAHUN WARGA NEGARA INDONESIA WARGA NEGARA ASING JUMLAH DEWASA A N A K —2 JUM LA H DEWASA ANAK--2 JU M LA H SEMUA

1. 1970. 2.436. 1.204 4.640 3.612 132 3.747 8.841 2. 1971 3.821 728 4.612 4.290 202 4.496 9.086 3. 1972 3.437 1.042 4.479 4.337 177 4.514 10.912 4. 1973 8.296 3.026 11.322 7.789 320 8.104 19.426 5. 1974 11.090 4.350 15.340 11.971 542 121513 28.053 6. 1975 9.852 3.432 13.215 13.355 684 14.039 27.329 7. 31—9— 1976 7.237 1.969 9.206 14.997 409 15.496 24.702

SUMBER : MUSEUM BALI, DENPASAR. 1973 1974 98

LAPORAN SIDANQ V Jum’at, tanggal 29 Oktober 1976

IV. Kelompok Pengelolaan.

Sidang dimulai : Jam 10.35. wib Pemrasaran : Drs. Putu Budiastra. Kertas Keija : ’’MUSEUM BALI” (Sebuah case study tentang lingkungan tugas, fungsi dan masalah pengelolaan dan pendayagunaannya). Moderator : Drs.. Moh. Amir Sutaarga. R eporter » Drs,. Aminuddin Tinit. Ass. Reporter : 1. Drs. Belahan L.P. Th. 2. Hartoyo, BA N otulis : 1. Paulina Suitela, BA 2. Wiryani. Panelis : 1. Dr. J. Vredenbregt. 2. Sutjipto. 3. Drs. A.B. Panggabean 4. Drs. A. Margono 5. Drs. Isatriadi 6. A. Azis 7. Drs. Alip Subagyo 8. Otje Mailoa. 9. Mayor Hera Dhamayanti, BA 10. Mayor Dra Kayuti 11. Ir. Imron Sugiono 12. Drs. Sulaiman Yusuf 13. Dra. Ii Suchriah 14. Dra. N u r i a h 15. Drs. Dadang Udansyah 16. Mastini Hardjoprakosaj ML. Sc. 17. Drs. Djohansyah 18. B u s t a m i 19. Lalu Wacana BA 99

20. Drs. Didi Suryadi 21. Drs. Djoko Sukiman 22. Dr. H.A.R. Tilaar 23. Drs. Djenen, M.Sc. 24. M. Nur Rasuly, BA 25. Drs. Tjokro Sudjono 26. Drs. Budi Santoso

Tanya-jawab:

1. A. Azis. (Wakil dari Direktorat Jenderal Pariwisata Departemen Perhubungan). Pada halaman 90 terdapat no. 3 Berkembang pesatnya”kepariwisataanM di Bali. Maka dengan ini Bapak A. Azis menyarankan supaya diganti dengan ’’pesatnya pengunjung” Pada halaman 91 terdapat no. 8 ’’Dengan adanya tamu-tamu asing yang diantar langsung oleh guide liar. Dengan ini kami mohon supaya Pemimpin Direktorat Museum mengadakan peraturan ketat dalam menghadapi guide-guide liar ini, sebab guide-guide ini tidak mengerti persoalannya, hanya cari duit saja.

Saran: Supaya guide itu mendapatkan suatupendidikan dari pihak kebudayaan.

Melihat angka-angka statistik, jumlah pengunjung museum Bali menunjukan data/angka, bahwa pengunjung orang Asing jauh lebih banyak dari pada orang pribumi. Padahal jumlah warga Indonesia di Denpasar saja jauh lebih besar dari orang asing.

Ada 2 kem ungkinan: — Orang Indonesia kurang tertarik atau belum memerlukan. — Kurang adanya usaha untuk menarik minat.

Rekomendasi/Saran tindakan. Fungsi museum Bali terutama adalah untuk meningkatkan pendidikan sosial Budaya orang In­ donesia lewat museum, tetapi yang tertarik adalah orang asing.

Saran: Lebih aktif mengadakan informasi dan promosi dengan alokasi biaya yang memadai. Mengkaitkan curiculum Sekolah Dasar, Lanjutan dan Pendidikan Tinggi, untuk menggunakan data yang ada di Museum untuk memperdalam kenyataan yang didapat secara verbal di Seko- lah-Sekolah. . Umpamanya: Seorang guru dapat memberi pekerjaan rumah yang penyelesaiannya hanya dapat dilakukan setelah mencari bahannya di Museum.

Brosur-brosur dikirim kepada sekolah-sekolah lanjutan diseluruh Indonesia, agar pada waktu mereka Tour ke Bali tidak melupakan berkunjung ke Museum Bali.

Jika saran ini dapat ditcrima, dapat dijadikan pola juga untuk lain-lain Museum. 1 0 0

Jawab: Mengenai perbaikan ini Pemrasaran mengucapkan terima kasih dan akan diperbaiki.

Mengenai guide-gude liar itu sudah diusahakan untuk mencegah praktek-praktek mereka di Mu­ seum, akan tetapi sampai saat ini belum dapat diatasi. Mudah-mudahan dari Direktorat Mu­ seum dapat membuat peraturan-peraturan tersebut.

Kami belum mampu memberikan penjelasan pada masyarakat, walaupun sudah berkali-kali harapkan pCnjelasan ruPanYa penjelasan-penjelasan tersebut belum memadai apa yang di-

Tanggapan dari Drs. Moch. Amir Sutaarga. Bahwa yang dipamerkan itu masih dianggap kuno, sedangkan orang asing menganggap se- baliknya, jadi ada adaptasi. B P

$. Drs. Djenen M. Sc. (Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya).

tindakan* atan^fe87* ^ 'Tugas”’ aPakah yang dimaksud dengan tugas atau hanya ? ? j^ ulnya maka hai ini betui tu*“ *** dihad“Pi- T-«pi w'a penjabaran^dari tugas! P'nnCian 'Uga5nya ya"B BiaSanya ^ ^ Apa yang dimaksud dengan Pengelolaan pada bab III.

Mengenai masalah yang dihadapi No. 8, pemah kami ke Museum Bali dan ternyata ahwa seakan-akan Museum itu adalah milik orang luar dan Petugas Museum tersebut berdiri dipojok dan orang lam lalu lalang memberi penjelasan. Bagaimanakah duduk perkaranya. Jawab:

Mengenai tugas-tugas memang mereka lebih bersifat pengamanan-dan tidak mengikuti Dara De- ngunjung o.eh karena ada ka,anya para tourist merasa tidak senang bi.amana m e«ka diikud 1 Dalam menghadapi pengunjung Museum Bali maka dihadapi bermaram macam karakter pe­ E 7 Ada *“ * senang diantar dan ada yang ingin J J S S S : tugas hanya mengawasi dan sudut-sudut ruangan. senmgg,a para pe-

3. Drs. Djoko Sukiman. (Universitas Gajah Mada). Sangat tertarik kepada kegesitan menjaga keselamatan benda budaya itu Tou^'untukTe'b^kI* “ P '" ' “ adiJah b“P orangan. Sebab penduduk itu akan m T ^ ° ayaan/warisan-warisan daripenduduk per- tetapi kepada Touris J ««sebu, bukan kepada Pemerintah Mohon penjelasan apakah akan dibentuk Polsus. bsX “ S Ud^ra'yaitu kcmbaii untuk m'nenti kembali ke Bali sentris. Tadi Muc^i 'm ,pat dikatakan Universitas Udayana telah dengan Ilmu Pengetahuan Sosial ™ K m i pcnting Peranannya, apalagi bila dihubungkan

Bagaimana dengan status gedung Kirti apakah itu masuk bagian Museum? Justru ini adalah pelengkap Museum yang penting. 101 Apakah ada Puri-Puri yang membuka rumahnya untuk Museum. Andaikan ada yang menjual Puri-Puri, apakah dapat melapor kepada Pak Amir untuk membelinya. Bagaimana tentang ru- mah-rumah Pahlawan Ngurah Rai? apakah menjadi perhatian Saudara untuk dijadikan monu­ ment pah la wan Bali.

Jawab: Puri-puri belum ada yang dijual akan tetapi malahan memeliharanya, kadang-kadang dijadikan hotel. Mengenai Ngurah Rai (rumah pahlawan), ada yang menangani yaitu bidang P.S.K. Mengenai gedung Kirti akan dijawab oleh Bapak Amir Sutaarga.

jawab: (Oleh: Drs. Amir Sutaarga). Gedung Kirti statusnya adalah Yayasan dan baru diapproach dan akan dijadikan cabang Mu­ seum Bali. Polsus dibidang permuseuman belum ada keseragaman dan demikian pula dengan bidang P.S.K. Dan sekarang adalah tugas Pak Uka Tjandrasasmita di Mabak, sebagai wakil dari Dep. Pendi­ dikan dan Kebudayaan

A. Azis (Wakil dari Direktorat Jenderal Pariwisata Departemen Perhubungan). Mengenai barang-barang purbakala yang tidak boleh diperjual belikan sehingga terjadi perteng- karan diduanc antara petugas dan si pembawa barang, sering kali petugas kami kalah, karena bahasa maka kami mohon pembatasan mengenai mana yang merupakan barang purbakala dan mana yang bukan. Mohon penjelasan.

Jawab: Mengenai hal ini agak sukar maka berdasarkan monumenten ordonantie, semua barang buatan manusia yang diperkirakan berumur 50 tahun setelah dinilai sebagai benda purbakala sebagai monumen, maka hal ini dapat dicatat diregister induk monumen. Yaitu di Direktorat Se­ jarah dan Purbakala...... Sedangkan didikan ini untuk mencatat benda-benda yang ada diinstansi-instansi sebagai usaha Departemental. Jadi lebih banyak tindakan-tindakan edukatif yang menyadarkan ma­ syarakat, disamping itu berusaha mengalihkan promosi handicraft sebagai tourist—ware yang bermutu kita mepetkan pedagang antikjangan sampai laku dan antara lain keija sama dengan Bidang P.S.K. dan Bea Cukai. Di Bali keija sama Bidang P.S.K. dan Bea Cukai sudah baik malahan sekarang kewalahan, walaupun sudah ada kerjasama Bidang P.S.K. dan Museum Bali dalam hal Recommendasi. Kekurangan tenaga dan kantor, Suaka Sejarah dan Purbakala ada di Gianjar, hal ini sampai sekarang masih ada kesulitan. Dilain pihak dimintakan dari pihak pariwisata dengan memberikan informasi terus menerus melalui biro-biro pariwisata dengan membagi-bagi lift-let dengan membuat secara umum dan memberikan informasi kepada para wisatawan agar supaya jangan mau membeli barang antik dari toko antik. .

4. Drs. E.K. Siahaan. (Kabid. P.S.K. Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pro­ pinsi Sumatera Utara). Apakah Arsitektur Museum Bali itu diambil dari apa yang tertulis dalam lontar. Apa sebabnya Saudara pemrasaran menyebut majalah Saraswati. Apakah tidak sebaiknya bila Saudara pemrasaran menyebutkan terperinci mengenai jumlah ko­ leksi setiap tahun. Hal ini baik juga untuk bahan perbandingan Museum-museum daerah lainnya. Berapa tenaga-tenaga di Museum Bali?

I 102

Jaw ab:

Memang betul pembentukan arsitcktur Museum Bali itu menurut para akhli bangunan tradi- sionil kuno, mereka membuat arsitektur Museum berdasarkan suatu buku atau lontar yang di­ sebut gazala dan asta gazali tetapi juga dikombinasikan dengan arsitektur bangsa Jerman. Karena Saraswati adalah dewi pelambang ilmu pengetahuan. Belum dapat disebutkan tahun demi tahun. M engenai personil yang ada beslit hanya 12 orang (dari Universitas hanya 3 orang).

5. Abas Alibasah. (Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan). Mengenai tugas dan fungsi tidak jelas terutama untuk orang awam. Sistim security belum jitu. Mengenai tugas dan fungsi jelas terutama untuk orang awam. Sistim security belum jitu. Masih ada diplomatik back. Jangan selalu mengkambing hitamkan Tourist. Bagaimana mengadakan konsultasi dengan biro-biro Pariwisata dan Bea cukai..

Jaw ab : Atas saran-saran Bapak Abas, Kami mengucapkan terima kasih.

6. Drs. Sulaiman Yusuf. (Staf Direktorat Museum). Dalam usaha-usaha memajukan Museum Bali seperti pameran, dsb. Apakah hasil kegiatan ini diadakan cvaluasi? Dalam soal security. Apakah sudah ada usaha-usaha Museum Bali untuk mencegahnya antara lain:

— Pencoretan-pencoretan tembok. — Pencurian koleksi.

Jaw ab Mengenai soal security masih dalam taraf pengembangan. Mengenai evaluasi pameran sudah mulai maju. Setiap meneadak™ ^ . makin bertambah. eran, ammo masyarakat

7. Rachmat Ali, BA. (Museum Sejarah Kota Jakarta). Bahwa para tourist yang datang di Bali setelah turun dari kaoil . dilapangan terbang dengan tari-tarian (Lapangan terbang Ngurah Rai) 308 u lan d,sambut Pertanyaan: apakah di Museum Bali juga mengadakan paeelaran L j - ■ j- Museum Pusat mengadakan Wayang golck dan sebagainya. Museum, scpcrti di

Jaw ab:

Museum Bali tidak pcrnah mengadakan pagclaran tari untuk tourist tetapi untuk umum.

8. Lalu Wacana, BA. (Kabid. P.S.K. Kanwil. Dep. P & K Nusa Tengeara Barat) Sesuai dengan kemorosotan hasil seni Budaya di Bali male-, * .. scum Bali dalam mcningkatkan mutu kesenian sesuai dengan funesinvf^ ?"a Pcran*n Mu' • • ® ‘ungsinya dan sebagai sumber m- spirasi. 103

Kurang setuju dengan Pemrasaran mengenai motif pengunjung yang pesat, tetapi kami ingin berpegang teguh pada tugas dan fungsi Museum itu sendiri sebagai penyelamat hasil karya budaya bangsa untuk bukti sejarah dan bukti karya budaya bangsa masa lampau. Sudilah mengadakan pagelaran yang bersifat selektif. Jawab: Setuju dengan usul Bapak Lalu Wacana.

Sidang ditutup pukul 11.30. 104

MUSEUM SIWALIMA MENUJU KE FUNGSIONALISASL (sebuah case study tentang lingkungan, tugas, fungsi dan masalah pengelolaan dan pfcndayagu- naiannya). Oleh : Otje Mailoa Curator Museum Siwalima — Ambon I. Pendahuluan

Sesuai dengan tujuan Seminar ini,yakni; pembahasan dan perumusan tentang Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum, saya mencoba untuk mengawali kertas karya yang dibebankan kepada saya ini, dengan mengungkapkan sekilas lintas tentang pokok permasalahan tersebut. Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum merupakan tugas pokok dari setiap petugas Per­ museuman, khususnya para fungsionilnya. Untuk Pengelolaan dan Pendayagunaan sebuah Mu­ seum diperlukan sistem atau methode yang relevan dengan kebutuhan Museum itu, baik seba­ gai lembaga maupun sebagai cabang ilmu disatu pihak, dipihak lain harus dapat menampung inspirasi dan apresiasi masyarakat sehingga dapat mencerminkan kepribadian masyarakat ter­ sebut. Hal ini sangat tergantunp kepada banyak faktor. Namun hal mutlak yang harus diper- hitungkan secara matang ialah harus adanya perimbangan yang wajar antara lokasi/bangunan, koleksi, perlengkapan/peralatandan personil .'Keserasian faktor-faktor ini yang akan mengkaitkan pula faktor faktor lainnya, akan mempercepat Pengelolaan dan Pendayagunaan suatu Museum. Hal berikut yang perlu dibentangkan bahwa Pengelolaan dan Pendayagunaan suatu Mu­ seum merupakan langkah-langkah yang ditempuh dalam mencapai tujuan dari Museum itu, se­ hingga kejelasan tujuan pengadaan suatu Museum merupakan pula faktor penunjang untuk mempercepat proses pengelolaan dan pendayagunaannya. Disamping ini interaksi yang har- moms antara petugas Permuseuman dan masyarakat (museum publik), merupakan faktor yang sangat menentukan dalam Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum tersebut. Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum seperti yang kita permasalahkan sekarang me- nurut hemat saya, mempunyai dua pengertian yakni; pengelolaan suatu Museum demi ke- hadirannya sebagai pengertian pertama dan yang ke dua pengelolaan suatu Museum yang sudah ada demi fungsionalisasinya. Uraian selanjutnya ini akan mencakup kedua pengertian diatas Dalam rangkaian pengertian di atas saya mempersembahkan kertas karya sederhana ini yang lebih bersifat praktis dan populer tentang Museum Siwalima, baik secara historis keha- dirannya dipersada ibunda pertiwi maupun sejarah perkembangannya didalam pembangunan ini termasuk situasinya kini. Judul yang mengantarkan uraian ini ialah Museum Siwalima menuju e fungsionalisasinya telah jelas mengungkapkan pelbagai kekurangan dan belum sempumanya useum mi, sehingga Seminar mi pasti akan memberi sumbangan besar bagi pengembangannya. Keadaan geografis Maluku serta kesulitan komunikasi antar pulau dihadapmukakan de­ ngan ahaya kepunahan warisan budaya Nasional yang merupakan koleksi Museum, serta me- ng imya keluar daerah/keluar negeri merupakan tantangan yang cukup besar dalam pelak- sanauui tti^s Museum d, daerah ini. Dipihak lain lokasi Museum Siwalima yang relatif sangatlah keol dihadapmukakan dengan kasus hak pakainya yang masih terus dipersoalkan oleh Rektor Universitas Pattimura, memintakan pula seni beijuang tersendiri. la p r* p pelbagai sarana dan fasilitas yang telah disediakan oleh Pemerintah da­ e 1 a usat melalui Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum Maluku akan sangat mem­ percepat pe a sanaan tugas-tugas Museum ini, sehingga semoga dapat berfungsi se­ cara tepat guna. e> r e> Pengelolaan Museum Siwalima dalam kehadirannya telah mencatat adanya jalur Peme- n.nt tC • ,er^un8s* dalam pengamanan Cagar Budaya Nasional di Maluku, sehingga mi­ nimum useum ini telah menjawab tantangan yang sccara Nasional kita hadapi bersama yakni masaalah proses pemiskinan Kebudayaan Nasional. Semoga dalam perjalanan selanjutnya, Museum 105

ini dapat berfungsi pula sebagai wadah penyelamatan dan peineliharaan Kebudayaan Nasional yang baik serta dapat memancarkan semua fungsi Museum sccara tepat guna. II. Kehadiran Museum Siwalima.

Sesuai dengan prosedure umum kehadiran sesuatu Museum ditandai dengan adanya lokasi- nya, baik berupa gedung ataupun areal untuk suatu site museum, adanya pcrlengkapan/pcralatan adanya koleksi dan adanya personil. Untuk mencapai target ini biasanya diadakan scrangkaian kegiatan, baik berupa survey dan pcrencanaan, pembangunan, pengadaan sarana dan fasilitas, pengadaan koleksi serta pembinaan teknis permuseuman yang bcrmaksud pengadaan dan pe­ ningkatan mutu personil yang keseluruhannya dilaksanakan dengan mcmpcrhitungkan ke- khususan syarat-syarat permuseuman, baik sebagai suatu lembaga maupun sebagai cabang ilmu. Kemudian sistem pameran serta pengadaan pelbagai sarana pcnunjang scpcrti workshop, gu­ dang, laboratorium, perpustakaan dan lain-lain merupakan hal-hal mutlak demi Museum itu dapat berfungsi sebaik-baiknya. Kehadiran Museum Siwalima agaknya sedikit menyimpang dari ketentuan-ketcntuan di atas, sebab selain mempunyai sejumlah koleksi belum mempunyai suatu gedung yang tetap. Perlengkapan/peralatannya sangatlah minim kalau tidak sampai dikatakan belum ada, personil tetapnya belum ada sama sekali selain dari petugas-petugas Kantor Pembinaan Permuseuman pada saat itu yang hanya tujuh orang jumlahnya termasuk Juru Ketik dan Pesuruh. Kehadiran Museum Siwalima ini adalah hasil kegesitan pcrjuangan Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Maluku dalam rangka Penyelamatan Warisan Budaya Nasional yang ada didaerah Maluku yang sejak masa lampau sampai saat itu, terus menerus mengalir keluar Ne­ geri. Mengalimya Warisan Budaya Nasional asal Daerah Maluku keluar Negeri yang kini telah merupakan koleksi Museum dari pelbagai Museum di Eropah dan Amerika seperti Museum- Museum di Amsterdam, Leiden, Kopenhagen, New York dan lain-lain dikonstater sebagai suatu bahaya pemiskinan Kebudayaan Nasional yang dapat mengganggu ketahanan Kebudayaan Na­ sional merupakan tantangan yang harus dijawab segera secara positip konstruktip. Salah satu jawaban yang tepat dan pasti ialah pengadaan Museum sebagai sarana penyelamatan dan pe- manfaatan warisan budaya Nasional. Dengan memperhitungkan segala kemungkinan yang ada, Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Maluku yang sejak awal PELITA PERTAMA telah menggariskan program kerjanya, yang disebutkan program Pokok Kantor Per­ wakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Maluku yang mengatur pelbagai as- pek pendidikan dan kebudayaan di daerah ini yang akscntuasi kegiatannya setiap tahun digi- lirkan pada bidang bidang kegiatan tertcntu tahun 1973 aksentuasi kegiatan ini jatuhnya pada Bidang Kebudayaan. Konsekwcnsi dari akscntuasi kegiatan ini adalah pengarahan day a dan da­ na dengan tidak mengabaikan bidang bidang lainnya. Di atas program ini sejak tahun 1971, ketika secara institusionil dircsmikannya Kantor Pembinaan Permuseuman di Maluku, maka aktivitas kcarah pengadaan suatu Museum di Ma­ luku sudah mulai dirintis, walaupun bagi saya sendiri sebagai pejabat yang ditunjuk pada saat itu pandangan tentang Museum itu masih kabur sama sekali kalau tidak sampai dikatakan gelap sama sekali, apalagi pedoman konkrit di kantor yang baru ini hampa. Idea mumi untuk mcngadaan sebuah Museum di Maluku ini diperkuat dengan adanya pa­ meran yang dilaksanakan oleh Gereja Protestan Maluku pada akhir tahun 1971 dimana saya pribadi tcrlibat aktip. Pameran ini telah bcrhasil memperlihatkan sejumlah warisan budaya yang bemilai, dan mulai membicarakan kontinuitas pameran tersebut. Idea pengadaan Museum di Maluku mulai tersebar meluas dikidangan masyarakat. An gin baru pada pertengahan tahun 1972 melalui kasus pembawaan sejumlah warisan bu­ daya asal Tanimbar (Maluku Tenggara) kc Belanda atas nama Mr. II.P. de VRIES telah mem- percepat proses pemahaman masyarakat akan penting dan peranan warisan budaya Nasional 106

sebagai salah satu sumber kekayaan Nasional yang dilinimngL olek peraturan, sehingga perlu dipelihara dan dibina. Keputusan Pengadilan Negeri Kela; ] Ambon pada tanggal 7 September 1972, atas perkara ini dengan penyitaan barang-barang tersebut menjadi milik Negara yang spontan diterima oleh terdakwa, membuka tabir baru c&lam pengamanan Cagar Budaya Na­ sional di daerah ini disuatu pihak, dipihak lain telah memlerikui isibagi perjuangan pengadaan suatu. Museum di Maluku. Benda-Benda ini yang terdiri dari patung-patung dari kayu dan batu ukiran dan sejumlah gelang kaki dan tangan dari besi dan tmingan merupakan koleksi pertama Museum Siwalima. Dalam proses penyelesaian kasus di atas muncul pulatasus yang sama atas nama Dr. J.M. PIERRET dari Universitas Bruxelles Belgia yang akan puli nenbava sejumlah warisan budaya asal Leti, Moa, Lokar dan sekitamya ke Belgia. Kolektort'radiir hi sambil mengadakan riset dibidang biologis dalam kerja sama dengan LIPI telah p»h berhaxl mengumpulkan sejumlah harta budaya berupa patung-patung dan ukiran-ukiran yanj linncanakan untuk dibawa ke Bel­ gia. Kasus ini tidak. sampai diselesaikan melalui pengadiki walaupun barang-barang yang di- bawanya sudah berada ditangan Kejaksaan, karena dengir. p-akarsa pemimpinnya Prof. Dr. TURCHS dapat diatur suatu cara kerja sama yang selanjutnva lapat rrempercepat proses pem- b u k aan M useum diTVlaluku, k aren a tertum puknya sejumlal lobksi yang dikumpulkan oleh Dr J. M. PIERRET ini. ' Cita-Cita pendirian Museum dalam kerangka pelaksarain Program Pokok Perwakilan De­ partemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Maluku ini, menjadi lebih konkrit ketika atas kebijaksanaan Direktorat Museum diadakan Penataran Ilmi Peimuseunan dari tanggal 20 sam­ pai dengan 29 Maret 1973 dimana saya diturut sertakan sebigai lescrta Penataran tersebut. Dengan bekal penataran ini saya sempat menulis suatu tcns

1. Dasar H u k u m ; Surat Keputusan kepala Perwakilan Departemen Pendidikan Jan Kebudayaan Propinsi Maluku tanggal 28 Oktober 19 73 nomor P/M— III—3/ 07/73/2. 107

2. Lokasi Gedung Sekolah Menengah Olahraga Atas Negeri Ambon sebagai tempat sementara. 3. Peralatan/Perlengkapan Pengadaannya dengan biaya Sumbangan Pem­ binaan Pendidikan. 4. Koleksi Diperoleh dengan cara bijaksana dalam rangka Pengamanan Cagar Budaya Nasional di Maluku dan pula dari titipan Gereja Protestan Maluku se­ hingga sama sekali tidak menelan anggaran belanja Negara. 5. Personil Dirangkap oleh personil Kantor Pembinaan Per­ museuman Propinsi Maluku.

Demikianlah sekilas lintas kisah Kehadiran Museum Siwalima dalam barisan Museum di Indonesia dan dunia.

III. Museum Siwalima sekarang

Kehadiran Bapak Dirjen Kebudayaan dan Bapak Direktur Museum di Ambon, sekaligus dimanfaatkan untuk mendapatkan lokasi Museum Siwalima yang permanen. Atas pembicaraan dengan Rektor Universitas Pattimura, pada saat itu diperoleh kata sepakat untuk menggunakan sebuah gedung dalam komplex Universitas Pattimura di Taman Makmur Ambon yang perlu di- rehabilitir. Demikianlah mulai akhir Pelita Tahap Pertama tegasnya tahun anggaran 1974/1975, Museum Siwalima telah mulai di Proyekkan dalam Pelita Pusat. Diharapkan akhir tahun ang­ garan 1976/1977 lokasi yang baru ini sudah dapat dimanfaatkan. Sementara ini gedung temporer masih tetap berfungsi untuk umum. Untuk lebih menjelaskan situasi Museum Siwalima sekarang dengan berorientasi pada lo­ kasi yang permanen dapatlah saya ungkapkan hal-hal berikut:

A. LINGKUNGAN. 1. Bangunan. Seperti telah dijelaskan bahwa lokasi Museum ini bertempat dalam komplex Universitas Pattimura yang luasnya lebih kurang 3 HA pada daerah perbukitan. Lokasi yang kini digu­ nakan untuk Museum Siwalima hanya seluas lebih kurang 3500 M2. Di atas areal ini telah direhabilitir gedung seluas 795 M2, telah dibangun sebuah ruang fumigasi seluas 8 M2 dengan isi 16 M3, sebuah ruangan untuk service dan security seluas 70 M2 dan dalam tahun ini akan dibangun sebuah gedung baru untuk workshop, gudang, perpustakaan dan sourvenir shop seluas 200 M2. Sesuai pemanfaatannya gedung Museum Siwalima dapat dibagi sebagai berikut:

a. R uangan u n tu k pam eran tetap 600 Ml2 b. Ruangan untuk kantor 72 M12 c. A udotorium 95 Ml2 d. G udang 50 MI* e. Workshop/Laboratorium 50 Ml2 f. Souvenir shop 50 Ml2 Photo studio 18 Ml2 «• (2 h. Ruang fumigasi 8 M i. Perpustakaan 50 M 108

2. Koleksi

Koleksi Museum Siwalima dibagi menjadi 3 kelompok yakni:

a. tmnnm.,Ethnografi dengan------, jumlah, . . koleksi gi3 potong b- Sejarah dengan jumlah koleksi 215 potong Ekologi dengan jumlah koleksi 1.051 potong e ohagian besar koleksi masih tcrsebar diseluruh kepulauan Maluku yang terdiri dari 999 pu au seluas 851.000 KM2 dengan 80% laut, 4 Daerah Tingkat II dan 2 Daerah Admi- mstratip, 52 Kecamatan dan 1605 Desa. Beraneka ragam tradisi, kesenian, adat istiadat dan am am menjelaskan kekayaan kebudayaan material yang ada didaerah ini. Sampai berapa jauh masyara at dapat dirangsang untuk mengerti fungsi dan peranan Museum akan sangat me- nentu an aju mengalirnya koleksi ke Museum ini. Untuk hal ini kegiatan survey inventarisasi emainkan peranan yang cukup besar, karena disamping survey diberikan pula penjelasan-pen- jelasan kepada masyarakat.

3. Personil.

1 R1”* tetaP akan berfungsi di Museum ini, pada tanggal 1 Januari 1977 nanti se- i>U v OKin^’ sementar‘l di usahakan pengadaan tenaga baru dengan bezetting formasi se- t, orang- Personil ini sebahagian besar adalah peralihan guru dari sekolah ke Museum yang keseluruhannya telah ditatar oleh Team Penatar dari Pusat dalam pelaksanaan Proyek Re- nabilitasi dan Perluasan Museum Maluku.

4. Peralatan/Perlengkapan.

Peralatan/Perlengkapan yang diadakan dengan biaya Pelita Pusat dapat memenuhi per­ syaratan minimum untuk berfungsinya Museum ini sementara diusahakan peningkatannya.

B. TUGAS DAN FUNGSI.

Sesuai tugas Museum pada umumnya yakni mengumpulkan, merawat mencatat meneliti memamerkan dan menerbitkan hasil penelitian dan pengetahuan tentana h* u ’ penting bagi kebudayaan dan ilmu pengetahuan, maka Museum Siwalima oula ya"g tugas tersebut walaupun baru terbatas pada hal-hal yang pokok saja berada pada arus Beberapa masalah khusus dalam pelaksanaan tugas Museum ini, antara lain-

1. Masalah Pengumpulan Koleksi

a. Masalah pokok yang dihadapi di sini ialah adanva kaftan scun, tersebut dengan bentuk-bcn.uk k«p ™ ? * “ sebut tidak mudah untuk dilepaskan. Koleksi-Koleksi tersebut K 1^ aj.barang'baranS ter’ atau kelompok adat yang tersebar di pulau-pulau dalam k e a lf ^ per0rangan mun anggapan setempat sebaiknya barang-barang tersebut 1 tcrurus, na- masa dari pada dipindahkan dari tempatnya. Untuk ini n^rl a- j , musnah dimakan dengan pihak-pihak sumber koleksi ini, guna memberik^n n pendekatan khusus ju ^ PenJelasan-penjelasan yang per- b. Kesulitan komunikasi untuk menjangkau sumbpr-..,mK„ i , , . mengakibatkan peningkatan tak terduga harga koleksi tersebut° tersebut dapat c. Masih terbatasnya dana yang disediakan Pemerintah dan diDihnW i ■ j u fca liar untuk pengumpulan benda-benda tersebut untuk tujuan f ‘ ^ ya usaha usah 2. Masaalah Perawatan Koleksi. 109

Satu-satunya masalah pokok disini ialah belum terscdianya tenaga yang kwalifide. Untuk sementara ini hanya dilaksanakan usaha-usaha perawatan yang prcventip dengan cara-cara yang sangat sederhana.

3. Masalah inventarisasi, dokumentasi dan publikasi koleksi. Masalaalah ini dapat diatasi tahap demi tahap sesuai dengan kemampuan yang ada. Di- harapkan akhir tahun anggaran ini sudah akan dikeluarkan sebuah guidebook Museum Siwa­ lima. Walaupun dengan scrba keterbatasan yang ada seperti telah diungkapkan di atas, namun sejak kehadirannya sampai saat ini, Museum Siwalima sudah mulai berfungsi sebagai Pusat Pendidikan, Pusat Dokumentasi dan Penelitian Ilmiah dan Obyek Pariwisata. Tiga fungsi ini menonjol sekali disamping fungsi-fungsi lainnya. Museum Siwalima telah merupakan tempat praktek mengajar dari PGSLP dan KPG Am­ bon walaupun masih bersifat insidentil disamping itu para pelajar dan mahasiswa dalam mem- buat paper dan skripsinya sudah mulai menggunakan Museum Siwalima sebagai pusat peneli­ tian. Angka pengunjung dari tahun ke tahun selalu memperlihatkan kenaikan yang mem- banggakan. Demikianlah sekilas lintas Museum Siwalima sekarang. IV. Museum Siwalima dimasa mendatang.

Pokok ini dibicarakan dalam kaitan dengan tugas saya selanjutnya yakni pengungkapan masalah Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum Siwalima. Diantara sekian banyak masaalah yang sudah ada akan timbul nanti, baik yang telah terungkap terdahulu maupun yang belum diungkapkan dalam uraian ini, saya untuk sementara hanya membatasi diri pada dua masaalah pokok yang menurut hemat saya akan secara langsung mengkaitkan seluruh permasaalahan yang ada yakni:

1. Masaalah Perluasan LokasL 2. Masaalah Museum Publik. 1. Masalah Perluasan Lokasi.

Seperti telah diterangkan terdahulu, bahwa Museum ini menempati sebahagian dari kom- plex Universitas Pattimura seluas lebih kurang 3 HA. Lokasi ini adalah bekas kebun binatang ditahun enam puluhan yang telah punah dan diserahkan kepada Unpatti. Dipihak lain Unpatti sudah mempunyai kampus yang sangat luas bertempat di Pokka Ambon. Luas kampus ini puluhan HA dan aktivitas Unpatti berangsur-angsur telah mulai dialihkan ke Pokka. Sementara itu Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Maluku dalam konsepsi pembuatan pusat-pusat Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan di Maluku, telah menggariskan Taman Makmur ini sebagai pusat Pengembangan Kcbudayaan untuk Kotamadya Ambon dan Pokka sebagai pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan. Konsepsi ini telah dikemu­ kakan beliau dalam Konkerdep baru-baru ini. Masaalah ini dapat diatasi dengan pengaturan dan atas karena, baik kebudayaan dalam hal ini Museum maupun Perguruan Tinggi, kedua-duanya bemaung disatu atap yakni Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dimana semua hak milik menjadi tanggung jawab Bapak Sekretaris Jenderal. Dengan perluasan lokasi ini, baru dapatlah Museum Siwalima berbicara selanjutnya ten- 1 10

tang pengembangan fungsinya, karena dengan situasi yang ada seperti terungkap di atas daya geraknya sangatlah terbatas. Ungkapan permasalahan ini, diforum yang terhormat ini, semoga mendapat tanggapan po- sitip dan pihak yang berwenang.

2. Masaalah Museum Publik.

^ ^ Sukses tidaknya suatu Museum diukur dari interese pengunjung kepada Museum itu. Hal ini memang bergantung dari banyak faktor termasuk faktor masyarakat itu sendiri, namun de­ mikian menjadi tugas setiap petugas Permuseuman ialah bagaimana menciptakan Museum minded dikalangan masyarakat. Walaupun Sejarah Permuseuman di Indonesia mencatat bahwa Museum Pertama di In­ donesia adalah di Ambon, namun pengertian masyarakat Maluku tentang Museum itu berdasar- kan pengamatan dan pengalaman saya, sampai saat ini sangatlah kurang kalau sampai tidak dikatakan belum ada sama sekali. Padahal kepesatan pengembangan suatu Museum sangatlah bergantung dari proses interaksi antara petugas Permuseuman dengan masyarakat. Disinilah ter- letak seni berjuang dari setiap petugas Museum di daerah ini. Sejak Museum Siwalima ini muncul, saya telah menyadari hal ini, sehingga sengaja saya populerkan suatu sistem pada saat itu yang tercakup dalam Motto Museum Siwalima yakni: Dari pada kenal timbul cinta. Dari pada cinta timbul perhatian. Dari pada perhatian timbul kesetiaan. Dari pada kesetiaan timbul kesungguhan. Dari pada kesungguhan timbul kesuksesan. Motto ini telah menggariskan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh setiap petugas Per- museumandalam rangka pembentukan kepribadian petugas itu sendiri. Kita harus bekeija keras untuk memperkenalkan Museum ini kepada masyarakat sehingga ada perhatian masyarakat terhadap fungsi dan peranan Museum tersebut. Perhatian mana diusaha- kan terus untuk didukung dengan sikap kesetiaan dan kesungguhan (dedikasi). Hanyalah ma­ syarakat yang berdedikasi tentang Museum dapat dikatagorikan kedalam katagori Museum minded. Pembentukan Museum minded dikalangan masyarakat ini sudah harus dimulai secara intensip mulai dari masa sekolah. Untuk ini telah kami gariskan beberapa program untuk dilaksanakan seiak nrmalcaian lo­ kasi yang baru dan selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Mengaktivir para Seniman Daerah.

a. Pengembangan seni rupa dan seni lukis dikalangan seniman dan pelajar. Usaha ini sudah dimulai dalam pengaturan exterior dan interior Museum Siwalima dan akan d.Ianjutkan kemud.an. Ruangan souvemir shop akan menampung karva-karva pa­ ra semman dan audjtonum akan diisi secara tera.ur dengan pameran temporer hasil karya sen.man.juga kursus ba* untuk penmgkatan ketrampilan seniman maupun mela- tih para pelajar berbakat untuk berkarya.

b. Pengembangan seni musik dan tari-tarian daerah.

Pengembangan'seni musik dan seni tari daerah melalui 2 car* . u lajar menggunakan instmmen-instrumen yang ada di Museum'de^ki^^aLEu- ri-tanan sebagai cara pertama dan yang kedua mengadakan k,anJu8alaU dan tari pada saat-saat yang ditentukan secara tera.ur dan kontTnu " SCm mUS PERPUSTAKAAN FAK.ULTAS - SASTRA 2. Peningkatan kegiatan dal™ k„nj„„gan pelajar/mahasiswa/u, ' imum. Kunjungan pelajar/mahasiswa/umum , r leksi yang ada, juga diadak-in /v- - i . . ldtur Pcmanfaatannya untuk memkmati ko- dan pula pertunjukan film dan s lid ^ ' US dcngan Pcmilihan judul-judul yang relevan

3. Mengadakan pameran temporer i i .. berkala yang diperlengkapi dengan ceramah khusus. 4. Penerbitan-Penerbitan Khusus.

sebelum saa?pekks^lTnnytdUarkan lmtUk 3 bU'an kcgiatan dan sudah diPubIisir sebulan

m e T ik ,^ g a h SekdU m it ^ Pcne':l°'™> ^ n Pendayagunaan Museum Siwalima dimasa

V. Kesimpulan dan Saran

Keseluruhan uraian di atas dapatlah disimpulkan sebagai berikut:

h' ®ngclolaan dan Pendayagunaan Museum harus dapat dirumuskan sejelas mungkin se mgga apat menampung kebutuhan Museum itu sendiri disatu pihak, dipihak lain da­ pat pula menampung inspirasi dan apresiasi masyarakat.

2. luseum Siwalima yang kehadirannya di atas pelbagai keterbatasan, penyempumaannya dengan memperhitungkan masaalah masaalah lokasi dan berorientasi pada masyarakat (community oriented) sangatlah menentukan masa depannya.

3. Personil Museum khususnya untuk tugas-tugas Museum menuju ke fungsionalisasinya.

Dengan kesimpulan ini saya sarankan hal-hal berikut:

1. Untuk peningkatan personil supaya di training center pada Direktorat Museum untuk. se­ tiap tahun dilatih tenaga-tenaga khusus selama 3—6 bulan.

2. Supaya Direktur Direktorat Museum turut menangani masaalah lokasi Museum Siwalima demi perluasannya dimasa-masa mendatang.

3. Untuk adanya pengertian dikalangan masyarakat tentang tugas dan fungsi museum, su­ paya kegiatan survey Permuseuman diperlukan dan khusus untuk Daerah Maluku perlu diperhitungkan faktor-faktor komunikasi dan musim.

VI. Penutup

Demikianlah sekelumit uraian yang saya persembahkan dengan penuh kesadaran bahwa materinya mempunyai banyak kekurangan, namun saya percaya bahwa akan diaduk dan di- bumbuhi dengan pelbagai pendapat ,para Peserta Seminar ini sehingga akan merupakan pe- doman berharga bagi kelanjutan Museum ini. Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya. Terima kasih.—

Ambon, 9 Oktober 1976.

KOMPLEKS/DFNAH MUSEUM 5 'WA LIMA DI M ID P M SKALA 1 : ?QO KCTERAN&A N GAM BAR. 3 ■»o n5 **JS£UM /RUANG- PAMERAN.. > S _ ' ...... AUDOTOUIUM RruAhi FUMIGASI gelap/jvwk w on M3RK SHOP- LlBl?A(?V- SHED * SOUVENIR SHOP/NCi CENTRE KAnTOR RELlFF KESBNlAN HASKAH. RELIEF CERITERA adat. PXTuNG-PATUNfi; HALAMAW. P"iNTu CfRBAw&. SERVICE ROOM * SECUjsiTy.

1 7 1 ->c'

tf? 1 c?, n i i i i i t m ii

S>yH£fo nH TU GBR&AhiG huseun S/h/A LIMA $/ A h&6M. 115

LAPORAN SIDANG VI Jum’at, tanggal 29 Oktober 1976.

Sidang dimulai Jam 14.00. wib. Pcmrasaran Otje Mailoa. Kertas Keija ’’MUSEUM SIWALIMA MENUJU KE FUNGSIONALISASINYA” (Sebuah case study tentang lingkungan, tugas, fungsi dan masalah pengelolaan dan pendayagunaannya). M oderator Drs. Moh. Amir Sutaarga. R ep o rter Drs. Aminuddin Tinit. Ass. Reporter 1. Drs. S. Sutjipto. 2. Yunus R4 BA. N otulis 1. Wiratini. 2. Dewi Rani. Panelis 1. Abas Alibasyah 2. Dr. J. Vredenbregt. 3. Drs. Putu Budiastra 4. Drs. E.K. Siahaan. 5. Drs. A. Margono 6. Drs. Radipraptoutomo 7. It.* Maskan Abdullah 8. Drs. Djoko Sukiman. 9. Drs. Anthon Sukahar 10. Drs. Tedjo Susilo 11. Drs. Isatriadi 12. Drs. Didi Suryadi 13. Drs. Zakaria Achmad 14. J.T. Matondang, S.H. 15. Dr. H.A.R. Tilaar. 16. Sofyan Ismail, BA. 17. Drs. I. Made Sutaba. ' 18. Awaluddin Rasyid. 19. Drs. A t j a 116

20. Ya’jjlchmad 21. Mayor Drs. Maryoto Triss. 22. Mayor Hera Damayanti BA. 23. Drs. Hadimulyono 24. Drs. S.Z. Hadisutjipto. 25. Taufik Effendi Muluk, BA 26. Mayor Dra Sri Hartani.

Tanya-jawab : 1. Drs. Radipraptoutomo. (Biro Hukum dan Humas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan). — Mcngapa diberi nama SIWALIMA ? Apakah ada indentitas lainnya. Pada halaman 104 tertulis: Pengunjungnya semakin meningkat, sebab itu saya ingin me- ngajukan usul yaitu: seperti apa yang dikatakan Bapak Putu tadi yaitu supaya diperleng­ kapi d e n g a n ? ...... (tidak jelas).

Jawab: — Datuk-datuk orang Maluku dahulu berasal dari 2 kelompok: a. Patasiwa. b. Patalima. Terhadap istilah SIWALIMA walaupun bahasa daerah Maluku berbeda-beda satu sama lain dan secara Kulturil Maluku dapat dibagi: a. Maluku Utara : ulisiwa, ulilima. b. Maluku Timur : patasiwa, patalima. c. Maluku Tenggara : ursiwa, urlima. Pengertian kata SIWALIMA adalah: ’’milik semua”. Dan sesuai dengan prinsip museum yang berarti adalah ’’milik masyarakat”., maka kami kaitkan dengan arti SIWALIMA itu sendiri. — SIWALIMA merupakan lamb an g dari Pemerintah Daerah Maluku. — Mengenai jawaban untuk pertanyaan N o. 2, itu akan dijawab dalam laporan khusus dan tak mungkin lagi disiapkan disini.

2. Drs. Djojo Sukiman. (Wakil Universitas Gadjah Mada). Hanya merupakan suatu informasi bahwasanya di- negeri Belanda, dokumen-dokumen tentaog hasil budaya atau seni dari Maluku pemah saya lihat terutama di KLTV station-times 10. Disana banyak sekali taruhlah kalau bukan benda, kita bisa mcngenali 'lukisan-lukisan, gam- baran-gambaran, foto-foto, dll. Saya kenal dengan 2 orang tokoh: 1. Manuputi kepala ba­ gian dokumentasi. 2. Manusama, yang mendalami dan meneliti naskah-naskah A^nbon lama. — Bapak Manusama pemah menawarkan apa yang diperlukan oleh Ambon Anakah tidak baik apabila slide-slide dan foto-foto yang bisa dibuat slide di K.L.T.V. bisa dikinm Selanjutnya, Bapak Manusama telah menulis surat kepada Universitas Patimura, tapi sam pai sekarang belum dijawab. Besar harapkn kami apabila Bapak Pemrasaran menggunakan kesem- patan ini untuk mendapatkan slide semacam itu, mungkin ini atas keija sama antara B elanda- Indonesia. Ini mungkin bisa didapat secara gratis. Kalau hal ini bisa betul-betul dilaksanakan, mungkin ratusan .slide bisa ditangani dan Bapak Pemrasaran dapat memamerkan k e p a d a ma­ syarakat, sehingga museum kita ini akan banyak diperhatikan oleh masyarakat sekeliling. Uri- 117 tuk itu mohon pcrhatian, karena saya melihat sendiri buku-buku selain gambar-gambar yang ada bahkan silsilah ataupun kuburan-kuburan lama di Ambon. Kalau tidak salah ada 6 jilid Sima. Yang penting disini, kita juga melihat symbol-symbol nama atau symbol-symbol marga yang ada di Ambon yang mungkin banyak berbau Belanda, tapi ini bisa diselcksi mana yang penting untuk kita. Mohon penjelasan tentang arti 7 panah. Apakah ini sudah dipahatkan dipintu gerbang atau bagaimana?

Jawab: Panah yang 7 adalah satu sikap museum untuk merubah mental orang-orang Indonesia yang ada di Maluku dalam hidup berkotak-kotak. Dan jika ada 9, tentu ada 5, maka dalam rangka perataan: 5 ditambah 9 dibagi dua adalah 7. Dibagian depan Museum dibuat satu relief perahu yang menggambarkan komunikasi dan dae­ rah kepulauan, diatasnya ada 14 orang pengayuh satu arah. 3. Drs. E.K. Siahaan. (Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan K«purbakalaan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumut). Mengenai tenaga-tenaga Museum nanti yang di training centre-kan di Pusat. Sesuai dengan ke- terbatasan yang ada dan sistim yang sudah kita ketahui, keuletan Bapak Direktur kita ini da­ lam sistim gerilyanya untuk memperoleh personil itu memang tempo 1 rrunggu atau 10 han ini praktisnya kurang kena, sehingga mungkin pihak-pihak yang berwenang dapat menangani ten­ tang kekosongan tenaga ini sehingga training itu minimum 3 bulan. Memang 3 bulan atau 6 bulan atau setahunpun tidak cukup, tapi semoga dalam waktu 3 bulan itu ada hal-hal yang konkrit yang dapat dimiliki untuk 3 atau 6 bulan. 4. Mayor Hera Dhamayanti BA. (Museum Pusat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Pada halaman 100 tertulis: Terus menerus mengalimya warisan budaya nasional asal daerah Ma­ luku ke Luar Negeri yang kini merupakan koleksi museum dari pelbagai museum di Eropah dan Amerika seperti di museum-museum Amsterdam dan sebagainya. Rupa-rupanya hal ini sa­ ngat serius untuk dibicarakan semenjak sidang ke V ini dibuka. Ada 2 kelompok orang asing yang datang ke Indonesia: 1. Turis-turis yang merupakan ’’short visit”. 2. Dengan dibukanya kesempatan bagi orang-orang asing yang joint dengan kita akhir-akhir ini, berarti mengundang pekeija-pekeija ahli untuk bekeija disini.

Mereka pada umumnya adalah bekerja untuk waktu kira-kira 1 atau 2 tahun untuk kemudian kembali kenegerinya dengan membawa barang-barang bawaan mereka. Yang kami anggap ber­ bahaya bukanlah turis-turis yang short visit, tapi adalah mereka yang sudah bekerja agak lama sehingga sudah mengumpulkan benda-benda budaya apakah itu sudah termasuk antik atau be­ lum. Duane, dan Departemen Perdagangan yang memberikan ijin, tidak mengetahui akan hal itu. Prosedumya yang lebih mendetail adalah sebagai berikut: Orang-orang asing yang sudah mengumpulkan benda-benda budaya itu akan pulang kenegerinya dan membawa barang-barang budaya itu ke Luar Negeri, selain berarti, mereka mengekspor barang-barang unit ke Luar Ne­ geri dengan adanya ijin ekspor. Nyatanya mereka bebas bea-bea. Didalam barang itu mereka membuat semacam daftar bahwa barang ini diijinkan ke Luar Negeri dan daftar itu antara lam ada barang-barang budaya misalnya keramik, patung-patung batu dan macam-macam lagi. Nah mereka dapat ijin ini dari Departemen Perdagangan berarti diijinkan keluar, barang-barang ini 118

ti bcrbahaya tapi belum pemah diperiksa satu-satu apakah ini berbahaya atau tidak, lalu au mereka bawa buku, mereka meminta ijin dari y ay as an Lecture, diijinkan bahwa buku- u u ini tidak termasuk naskah-naskah kuno, hanya mungkin satu ijin atau entah bagaimana caranya, misalnya dari dinas purbakala itu belum pemah ada. Ijin-ijin itu misalnya patung itu dibawa, kuno atau tidak ini belum tahu. Jadi daftar yang mereka berikan kepada Departemen erdagangan setelah oleh yayasan Lecture diberi cap dan diijinkan ke luar lalu diserahkan duane dan duane mengijinkan keluar karena toh duane tidak mengetahui. Barang-barang ini langgap baik jika oleh yang berwenang sudah mengijinkan keluar. Bagaimana lalu kelanjutan korelasinya nanti? Jawab:

Pertanyaan atau konstatement ini lebih condong ditujukan pada Policy Making Bodys terutama pada Bapak Drs. Moh. Amir Sutaarga.

Keterangan dari pemrasaran. Sudah ada surat keputusan bersama Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Gubemur Bank Central tahun 1970, dimana dijelaskan bahwa ijin itu hanya dapat dikeluarkan atas re- komendasi dan dinas Purbakala, cuma sampai berapa jauh petugas-petugas kita ini sudah me - ngerti dan mau melaksanakannya.

Saran dari Bapak Drs. Uka Tjandrasasmita: Seorang kepala bidang Permuseuman dan Purbakala telah haf^l mengenai peraturannya. Me­ mang dalam pelaksanaannya hal ini sering terjadi atau bisa teijadi kalau koordinasikurang baik. Oleh karena itu untuk koordinasi mengenai pengamanan harus sesuai dengan peraturan, yaitu adanya ijin dari Dinas Purbakala atau Direktorat Sejarah dan Purbakala untuk membawa ba­ rang-barang budaya yang dianggap benda kuno. Dalam pelaksanaannya, daerah belum diijinkan langsung memberi ijin keluar mengingat faktor koordinasi ke luar Negeri yang tidak Iepas dari suatu convention atau hal-hal peraturan Sesko supaya ada koordinasi, kedua adalah masalah- masalah lain. Dalam masalah ini terutama masalah daerah an tar daerah atau propinsi dengan propinsi telah didelegir kepada Bidang Permuseuman, Sejarah dan Purbakala. Barang-barang itu diijinkan keluar apabila ada rekomendasi dari daerah. Dari pusat juga menentukan boleh tidaknya dengan approach lebih dahulu dengan Pusat Pe­ nelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, kadang-kadang juga dengan masalah Permu­ seuman pada Direktorat museum mengenai masalah-masalah yang kira-kira perlu dipertahan- kan. Selama ini yang kami ketahui prosedur ini berjalan diluar itu memang usaha-usaha bisa saja teijadi, usaha-usaha yang tidak menurut prosedur itu akan tetapi kalau hal itu teijadi disebabkan karena koordinasi yang belum mantap. Karena kurang man tap inilah, dianjurkan agar tiap-tiap propinsi senantiasa berhubungan dengan pihak kepolisian, duane, dan lain-lain instansi. Dalam hal ini dipropinsi Sulawesi selatan dan propinsi lain sudah beijalan.

Tahun ini sudah dibentuk team koordinasi an tar Departemen yang akan memberikan penjelas­ an untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan konsensus dari Departemen-Departemen lain. Lembaga Dmu Pengetahuan Indonesia hanya memberikan ijin penelitian dan bukan ijin membawa barang, dan inipun sudah ada koordinasi.

5. Taufik Effendi Muluk BA. (Anjungan DKI-Taman Mini Indonesia Indah)

Pada halaman 99 tertulis:'’’Namun hal mutlak yang harus diperhitungkan sccara matang ialah harus adanya perimbangan yang wajar antara lokasi/bangunan, koleksi, perlengkapan/peralatan dan personil”. . , . 119 Disini masalah pembiiivaan tidnlr ri* w i cantumkan sebagai faktor perimbarT Ut Apakah daJam hal ini Bapak Mailoa tidak men- juga bagaimana sesuai dengan trm-> <5^* ^ f>encgembangan museum ini mungkin sekaligus ngelola dana yang ada untuk pengem!^11^ Bagaimanakah Bapak Mailoa dalam me- berkembang baik ini. ^3n °^C^S1 museum SIWALIMA yang sudah cukup

Masalah tata pameran museum di SIVVAT ima k, ■ . , . si-koleksi yang ada dimuseum SIWALIMA it,.’ h kra-kira tehnik penyajian kolek- sanakan didalam tehnik display tersebut. ber,kut dengan tema apakah yang telah dilak-

Jawab:

5 s ™ r;" bz “ ,r«" is;-'" ‘ ™ kin perlengkaDan/De^a^r1^ " ^ bl3ya’ t,dak mun8kin koleksi tanpa biaya, tidak mung-

~ i^ r= :rL 'r“,. "”1"' -

Pandangan dari Bapak Drs. Moh. Amir Sutaarga.

Mengenai pembiayaan museum SIWALIMA pada saa. sekarang ini memang belum mempunyai U1I sendiri, tetapi mendapat anggaran khusus droping langsung dari Direktorat museum dari Pa anggaran biaya pembinaan dan pembiayaan bagi museum-museum daerah. Dan baru se­ karang dinaikan keatas mendapat besluit dan nanti pada anggaran mendatang telah mempunyai DIP tersendin sama dengan museum di Jawa Timur dan museum Sono Budoyo. lapi dan proyek rehabilitasi dan perluasan itu bisa saja fisik tapi bisa juga non-fisik. Menge­ nai kesulitan personil itu juga dalam masa transisi diadakan suatu modest bahwa Bappenas dan anggota sudah setuju.

Kembali Bapak Mailoa:

Sebenamya masih takut untuk dilaporkan karena sebenamya itu masih dalam rencana untuk dibuat, sebab dalam museum Temporer yang ada sekarang ya tata pamerannya begitulah po- koknya ada barang yang dimasukkan . didalam vitrine sudah safe. Tapi dalam museum yang baru nanti, bagannya sudah disampaikan pada Bapak Direktur untuk melihat sistim pameran nya, kemudian di Ambon sendiri telah dibuat suatu bagan tentang tata pameran itu dalam bentuk 3 dimensi, supaya bisa mempercepat proses nanti dalam waktu peralihan koleksi, sebab peralihan koleksi baru pada bulan Desember, maka belum berani berbicara terlalu jauh rne- ngenai hal ini Hanya satu kalimat yang perlu digaris bawahi yaitu dari kata-kata Bapak Drs. Putu Budiastra: Kami berusaha agar koleksi itu berbicara dan berbicaranya koleksi ini (dimu­ seum SIWALIMA) nanti akan berusaha untuk melalui BACK GROUND, ada Iukisan tertentu tentang koleksi itu, kami akan berusaha untuk itu. Status museum SIWALIMA adalah umum, sehingga dia akan collecting seluruh kebudayaan materiil dari pada seluruh daerah termasuk juga benda-benda alam, khususnya prioritas diberi­ kan pada benda-benda laut, justru karena daerah kami adalah daerah MARITIM dan itu semua hanya akan bertempat diruangan 600 M2.

6. Drs. Hadi Mulyono. (Suaka Sejarah/Purbakala di Ujungpandang). Sebagian dari pada apa yang akan ditanyakan sudah tercakup dalam pertanyaan-pertanyaan sebelumnya.

Cara pengamanan benda-benda purbakala dari daerah Sulawesi Selatan, ditambahkan disini mengenai pengalaman selama 3 tahun di Sulawesi Selatan yang barangkali dimana perlu dapat 1 2 0

diterapkan untuk daerah-daerah lainnya yaitu didalam cara mendapatkan collecting dan meng- amankan barang-barang purbakala itu harus ditcmpuh dengan beberapa cara: Dengan pende- katan kepada masyarakat dengan memberikan penjelasan demikian rupa sehingga mereka itu yakin bahwa museum itu berguna untuk kita semua dan museum itu akan merupakan kebang- gaan dan masyarakat daerah itu. Dengan kesadaran itu maka pada waktu sekarang ini koleksi kami lebih kurang 2000 buah keramik dan dari 2000 keramik ini 75 persen adalah sumbangan dari masyarakat. Tetapi kami juga memakai tehnik bagaimana cara menarik minat mereka yaitu menempelkan label nama penyumbang dan juga memberikan klasifikasi, buat penyum- bang yang tertinggi/terbaik diberi wama lain dari yang lain, sehingga mereka berlomba/ber- pacu, jadi colector yang merasa besar dan sumbangannya kecil malu dengan yang lain sehingga mereka saling menyaingi. Jadi pemasukan sumbangan itu makin besar. Untuk hasil koleksi lainnya, didapat dari sitaan. Cara lain, dengan membeli dengan harga ren- dali, misalnya Rp. 50,- dibayar hanya Rp. 20,- dan yang 30 ditukar dengan memberikan surat penghargaan dan dengan jalan begini ternyata mereka cukup puas. Ini adalah cara dengan menghemat dana Pemerintah yang minim tapi dapat mcncapai jumlah yang diinginkan. Disam- ping hasil-hasil lain, hasil penggalian dan hasil survey. Jadi ada beberapa cara yang kami pakai, tapi yang penting bahwa setiap ijin yang diberikan 5 persen harus disetor pada Pemerintah dan setiap ijin yang diberikan itu sesuai dengan apa yang digariskan yang kami terima. Kami mempunyai 3 team: suaka, bidang dan satu dari komdak. Pegangan kami ialah: Sesuai dengan penegasan petunjuk dari pusat yaitu hanya dalam negeri, diluar tidak dan ini dilakukan pada orang asing 50 persen. Ini adalah sekedar tambahan didalam cara untuk mengadakan pe­ ngamanan dan sekaligus cara bagaimana kita mengumpulkan koleksi.

Yang penting: adalah apa yang diinginkan dan harus datang untuk melaporkan, itu adalah TUGAS.

7. Ya Achmad. (Kepala Bidang Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah De­ partemen Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar). Hanya berupa informasi. Pembicaraan ini berkisar pada Monumenten Ordonansi. Pindahnya benda yang dilindungi oleh Monumenten Ordonansi ada juga yang mungkin dibawa oleh orang yang menetap beberapa tahun disini. Di Kalimantan Barat memang ada semacam ini sering teijadi oleh karena Perusa- haan-perusahaan Asing yang terutama bergerak dibidang perkayuan.

T idak dapat memberikan ijin kepada barang antik yang dilindungi oleh Monumenten O rd o ­ nansi.

Kolektor Italy yang tertangkap karena menyelundupkan barang-barang—Antik.

8. Zakaria Ahmad. (Kepala Bidang Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Istimewa Aceh). Bagaimana mendapatkan facdah bersama dengan adanya museum diantara Aceh dan Maluku. Kontak antara orang Maluku dan Aceh sudah lama dan itu memang agak serius dan agak pen­ ting. Akibat dari pada kontak ini, tentunya mempunyai pcninggalan-peninggalan tertentu dari hubungan ini. Alangkah baiknya apabila antara museum Aceh dan Museum Siwalima nanti pada suatu saat dapat mengusahakan suatu bukti dari kontak-kontak itu yang dapat diperke- nalkan kepada masyarakat di Ambon umumnya dan masyarakat Aceh. Dalam hal ini museum Aceh berscdia membantu Bapak Mailoa dan apakah museum Siwalima bersedia pula membantu 121

s Z ‘ SiwaUma^dan sayaTebagTp^pS,8 M ^ e T m 'A a h ^ pCrkemba,1San ™ ‘ p u T n k^ekT'" ^ berhubun8an d™gan adanya penjelasan-penjelasan tentang pengum-

Jawab:

A h t jrf^^ur Direktorat museum kita dapat mengatur ini bukan saja antara Maluku dan , P*. ^ Semua muscum yang sudah ada ini. Tetapi saya mempunyai suatu usul . . , .er u un8an dengan komunikasi dan lain-lain apakah tidak lebih baik apabila sM ^1 ^ Un mi ataU ta^un depan kita mempunyai dengan langkah pertama ialah pertukaran

Dengan pertukaran slide ini kita dapat memperkenalkan kepada masyarakat Maluku, inilah ke- i upan saudara-saudara kita di Aceh atau inilah kehidupan saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air di Jawa Barat. Itu lebih baik. Yang paling penting bagaimana cara kita menanam- kan jiwa persatuan bangsa itu dikalangan museum-museum ditanah air kita.

9. Ir. Maskan Abdullah. (Biro Perlengkapan Departemen Pendidikan & Kebudayaan). Lokasi museum Siwalima merupakan lokasi yang temporer karena tanah yang ditempati adalah labil (tidak stabil). Apakah akan seterusnya museum ini bertempat disitu.

Jawab: Karena gedung museum Siwalima itu dibangun dengan suatu landasan/fondamen yang sangat kuat dan tempatnya sangat ideal, pemandangan sebelah kanan berupa gunung-gunung dan se­ belah kiri adalah laut yang biru dan luas. Nah karena faktor-faktor itulah sampai sekarang ma­ sih berdiri sebuah museum yang menjadi kebanggaan masyarakat Maluku dan mungkin akan menetap terus disitu sampai saat kehancurannya.

10. Suwarno Darsoprajitno (Museum Geologi Bandung). Hanya berupa pendapat saja. Mendengar bahwa Bapak Mailoa berpegangan pada fondasi yang kuat dari museum Siwalima, saya beri komentar mengenai hal itu. Bahwasanya fondasi adalah masalah Biro Tehnik, jadi jikalau tanah tempat fondasi itu berdiri mengalami kegoncangan, maka fondamen yang bagai- manapun kuatnya tidak akan lepas dari bahaya kerusakan bahkan dapat sampai runtuh.

Sidang ditutup pukul 15.30. 122

MANAGEMENT MUSEUM (PENGELOLAAN MUSEUM)

Oleh : Dr. Buchari Zainun Direktur SESPA — LAN.

PENDAHULUAN Sebagai orang awam mengenai seluk beluk permuseuman kami tidak akan menyinggung banyak soal-soal museum di Indonesia. Yang banyak perhatian kami adalah masalah-masalah dan prinsip-prinsip administrasi dan management pada umumnya yang berlaku di Indonesia khususnya yang dihadapi dan dimanpaatkan dalam menyempumakan aparatur dan administrasi Pemerintahan dewasa ini. Oleh karena proyek dan kegiatan museum di Indonesia ditangani langsung oleh Pemerin­ tah dan sudah melembaga dibawah lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, maka penyempumaan pengelolaan museum tidak bisa lepas dan merupakan bagian yang terintegrasi dengan usaha-usaha penyempumaan administrasi Negara Indonesia yang bersifat menyeluruh dan berencana (planned and overall administrative reform). Dalam kerangka yang menyeluruh inilah kami ingin menelaah berbagai macam segi penge­ lolaan museum di Indonesia yang dapat disempumakan menuju suatu sistim pengelolaan mu­ seum yang berdaya-guna dan berhasil guna. Penyempumaan yang dapat berakibat macam-ma- cam seperti perombakan daripada keadaan masa lalu dan keadaan masa datang harus lebih baik daripada keadaan yang kita alami sekarang ini. Kita janganlah berpritensi serba tahu dan janganlah menjamah sesuatu dengan alasan ingin memperbaiki dan menyempumakan pada hal kita tidak mengerti apanya yang rusak,apa lagi kalau bukan tukang-tukang yang ahli yang mempunyai kecakapan dan alat-alat yang diperlukan untuk mengetahui kerusakan-kerusakan dan untuk memperbaiki dan menyempumakannya. Maka dari itu untuk memperbaiki dan menyempumakan pengelolaan museum di Indone­ sia memerlukan diagnosa yang tepat, baru dapat dicarikan therapinya yang tepat pula Untuk menelaah masalah-masalah pengelolaan museum di Indonesia kami coba dengan membagi wilayah permasalahan kedalam beberapa kelompok bidang yang mungkin ada kaitan- nya dengan apa yang menjadi thema dari pada seminar ini.

TUJUAN MUSEUM DAN PENDAYA-GUNAANNYA

Sebagai salah satu kegiatan pokok dalam lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, tugas-tugas umum Pemerintahan dan Pembangunan dalam bidang museum diserahkan pelaksa- naannya kepada Direktorat Museum. Sekalipun dalam keputusan formil mengenai organisasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tidak tercantum apa yang menjadi tujuan dari pada masing-masing unit organisasi dalam Departemen, ini tidak berarti bahwa organisasi tidak mem­ punyai tujuan. Agar supaya apa yang menjadi tujuan museum itu dapat dicapai secara effektif, setiap pejabat yang sccara fungsionil bertanggung jawab dalam bidang museum ini harus mempunyai gambaran yang jelas mengenai tujuan museum. Jika mungkin akan lebih baik lagi kalau tujuan itu dapat dirumuskan sccara jelas. Tujuan yang jelas yang ingin dicapai dengan segala daya dan dana akan merupakan satu-alat pengarah dan pembimbing bagi setiap orang yang terlibat de­ ngan kegiatan-kegiatan museum. Pendaya-gunaan bukan tujuan substantive daripada museum tetapi merupakan tujuan dari­ pada suatu sistim pengelolaan yang sekaligus dapat digunakan untuk mengukur tingkat keber- hasilan sistim pengelolaan museum itu. 123

Dalam pcrumusan tujuan ini barangkali perlu pula dibcdakan antara tujuan museum se- bagai satu bidang tugas pemerintahan yang dijalankan oleh Dircktorat Museum dengan tujuan museum sebagai unit pelaksana yang dilakukan oleh masing-masing museum yang selanjutnya bcrlainan pula bcrdasarkan pcngclompokan dari pada museum itu. Dayaguna museum sccara keseluruhan ditcntukan oleh sistim pengelolaan yang digunakan oleh Direktorat Museum dan dayaguna masing-masing museum ditcntukan oleh sistim pcngclo- laan yang sccara mikro digunakan pada masing-masing unit museum itu.

KEBIJAKSANAAN PERMUSEUMAN Dalam meningkatkan dayaguna museum ini, Dircktorat Museum dengan scluruh apara- turnya sebagai pelaksana tugas pemerintahan maupun aparatur daripada masing-masing museum senantiasa berbual dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah, baik kebijaksanaan yang langsung mcngatur matcri permuseuman maupun kebi­ jaksanaan-kebijaksanaan lain yang berpengaruh terhadap kegiatan museum. Jika sekarang ada yang merasakan kckosongan terhadap kebijaksanaan yang diperlukan dalam pembinaan dan pendayagunaan museum tidak lain pcrtama-tama yang bertanggung ja­ wab secara fungsionil yang harus mengambil prakarsa mcrumuskan kebijaksanaan itu dan bi- lamana perlu untuk lebih mcngikat bagi semua pihak menuangkan perumusan-perumusan itu kedalam berbagai bentuk perundang-undangan. Untuk kemudian dibawa kepada forum yang lebih luas yang lebih bersifat interdeparte- mental, sidang seminar ini cukup reprcscntatip untuk turut merumuskan kebijaksanaan- kebijaksanaan itu. Pengikut sertaan wakil-wakil kelompok masyarakat yang mempunyai kepen- tingan dan perhatian terhadap museum adalah merupakan langkah yang tepat. Kebijaksanaan yang dirumuskan secara antar unit, antar pejabat dari berbagai instansi yang terkait dengan pengelolaan dan pendayagunaan museum apalagi dengan mengikut serta- kan kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi klien museum akan dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya lobang-lobang (gap) dalam kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang disusun oleh satu instansi saja sering bertentangan dengan kebijaksa­ naan lain yang disusun oleh instansi lain yang bersangkutan walaupun sebenamya di harapkan bahwa masing-masing kebijaksanaan yang materinya saling berkaitan akan saling menunjang.

KERJASAMA DALAM PELAKSANAAN

Sekalipun kebijaksanaan sudah dirumuskan dengan baik dan sudah ada keserasian antara kebijaksanaan-kebijaksanaan yang materinya saling berkaitan, sekalipun peraturan-peraturan umum dan peraturan pelaksanaan sudah dikeluarkan secara lengkap oleh instansi-instansi yang berwenang ditingkat pusat, namun semua ini belum menjamin terciptanya keserasian dan ke- lancaran pengelolaan museum didaerah dan ditingkat museum sebagai unit-unit pelaksana. Kerjasama itu bukan hanya antara museum satu dengan museum lain, tetapi lebih penting lagi kerjasama dengan instansi-instansi lain yang kegiatannya dapat menunjang pendayagunaan museum. Bahkan dengan pihak organisasi swasta dan organisasi-organisasi masyarakat pun perlu dibina kerjasama yang harmonis. Sering terjadi dalam praktek dimana para petugas sesuatu instansi tidak mengetahui de­ ngan siapa harus bekerjasama bahkan lebih celaka lagi karena beranggapan bahwa tugasnya saja yang penting, mcrasa malu dan tidak bersedia mengajak orang lain untuk bekerjasama. Demi­ kian pula dari pihak yang diajak untuk bekerjasama karena tidak mengetahui manfaat kerja­ sama bahkan ada yang apriori menolak untuk bekerja sama. Diagnosa kami ini barangkali perlu ditelaah oleh sidang Seminar yang terhormat scjauh mana kebenaran dan ketidak benarannya. Kalau memang ada kebenarannya tentu harus dicarikan terapynya. Salah satu diantaranya 124

adalah pengenalan Organisasi yang perlu diajak bekerjasama dimana pihak museum dapat me- ngambil prakasa mengajak pihak-pihak lain itu untuk bekerjasama.

KEPEMIMPINAN MUSEUM

^ Sekalipun mungkin masih perlu ditingkatkan keahlian para petugas museum dalam pe- ningkatan pengelolaan museum secara makro atau mikro, tetapi kami sama sekali tidak me- nyangsikan kemampuan para anggota sidang seminar ini dalam soal-soal teknis permuseuman. Apakah dalam soal-soal teknis ini masih perlu diadakan diagnosa permasalahan, tentu sidang ini lebih mengetahui daripada kami. keberhasilan dalam bidang teknis saja belum tentu membawa hasil sesuai dengan tingkat dayaguna museum yang diharapkan. Karakter mental serta kemampuan kepemimpinan para pejabat pimpinan museum disemua tingkat sangat menentukan keberhasilan pendayagunaan museum. Kemampuan kepemimpinan yang hanya terdapat pada tingkat atas saja juga belum mencukupi kalau kemampuan itu tidak dikembangkan kesemua tingkat organisasi. Pengembangan itu tidak bisa dipaksakan dan ditun- tut harus berhasil sekejap mata. Proses pengembangan kemampuan dan sikap mental kepe­ mimpinan me mb 11 tuh kan waktu dan kesabaran. Banyak para ahli yang sudah merumuskan syarat-syarat umum bagi seorang pemimpin, tetapi disini bukan tempatnya untuk mensitir pendapat-pendapat para ahli tersebut karena si­ dang ini tidak merupakan satu kursus atau studi pengajaran. Sebagai kesimpulan dari berbagai pendapat para ahli tersebut perlu dikemukakan bahwa peranan seorang pemimpin sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuatu orga­ nisasi. Peranan itu yang terpen ting antara Iain adalah: 1. Penciptaan suatu iklim kerja dan lingkungan yang menyenangkan bagi semua anggota or­ ganisasi untuk bekerja (creation of favorable working climate). o # Pemeliharaan hubungan kerja yang serasi kedalam maupun keluar. 3. Pendayagunaan sumber-sumber daya dan dana yang biasanya selalu dalam keadaan ter­ batas bahkan kadang-kadang jauh dari mencukupi. 4. Penemuan cara-cara pemberian rangsangan (motivasi) moril dan materiil selayaknya sesuai kemampuan yang ada. 5. Pemantapan pelaksanaan fungsi-fungsi management seperti perencanaan, pengorganisasian, pengawasan tersebut.

PENUTUP

Demikian paper singkat ini kami sajikan sekedar pembukaan jalan bagi kita untuk mene­ laah lebih lanjut masalah-masalah pokok management museum dalam rangka pengelolaan dan pendayagunaan Museum di Indonesia. Mengingat terbatasnya waktu tidak mungkin bagi kami untuk menyajikan keseluruhan hal-hal yang menyangkut management pada umumnya dan management museum khususnya. Kami ambil hanya hal-hal yang pokok-pokok saja karena itu pasti jauh dari mencukupi hara- pan. Memang tidak ada gading yang tak retak dan segala kekurangan itu kami mintakan maaf sebesar-besamya. Marilah kita saling mclengkapi kekurangan pengetahuan dan pengalaman kita dalam forum seminar yang berbahagia ini. Terima kasih atas perhatiannya. Jakarta, Oktober 1976. LAPORAN SIDANG V II. Jum’at, tanggal 29 Oktober 1976. Sidang dimulai Jam 16.30 wib. Pemrasaran Dr. Buchari Zainun. Kertas Kerja m a n a g e m e n t m u s e u m ” (Pengelolaan Museum). M o d e ra to r Drs. Moh. Amir Sutaarga. R e p o rte r D rs. Aminuddin Tinit Ass. Reporter 1- D rs. S upangat. 2. Djat Tutupoho N o tu lis 1. Paulina Suitela, BA 2. Wiratini. Panelis 1. Abas Alibasyah 2. Sutarso. S.H. 3. Drs. Radipraptoutomo 4. J.T. Matondang S.H. 5. Sajid Mangundihardjo 6. Sutjipto 7. Drs. Machran Situmorang 8. Drs. Sidik Suyoto 9. Drs. A.B. Panggabean

10. Sofyan Ismail B a 11. Drs. Suwedi Montana 12. Suwamo Darsoprajitno 13. Drs. Alip Subagyo 14. Drs. A. Margono 15. Drs. Anton Sukahar 16. Otje Mailoa 17. A. A z i s 18. Drs. Marsudi 19. Drs. Putu Budiastra 126

20. Drs. Djoko Sukiman 21. M. Urip Suroso, BA 22. llasyim Achmad 23. Bustami 24. Drs. S.Z. Hadisutjipto 25. Drs. Tjokro Sudjono 26. Mastini IIardjoprakosa, ML. Sc.

Sebagai pembukaan Dr. Buchari Zainun membacakan Kertas Kerjanya yang berjudul ’’Mana­ gement Museum” (Pengelolaan Museum). Ditcruskan dengan sambutan tentang ’Tema Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum di In­ donesia oleh Dr. Buchari Zainun, yang isinya sebagai berikut:

— Direktorat tentu sudah mengadakan tindakan kedalam organisasinya sendiri dengan dasar peraturan-pcraturan yang sudah ada. Museum walaupun belum ada struktumya, akan tetapi tentu ada kompensasi-kompensasi yang berhubungan dengan kwalitas, kwantitas dan kapasitas kerja, terutama untuk pclak- sana-pclaksana. Mungkin persyaratan kcpangkatan memerlukan peraturan yang tersendiri. Kerja sama antar instansi, museum dengan badan-badan lain mungkin perlu demi pembi­ naan museum untuk dapat lebih berkembang. Keberhasilan dari hal tersebut adalah ter- gantung kepada orang-orangnya, terutama pada orang yang non—strukturil semacam mu­ seum ini. Dalam forum-forum antar instansi akan dapat dipecahkan berbagai masaalah.

Komentar dari Bapak Drs. Moch. Amir Sutaarga. Jenis dan tingkat museum'adalah: 1. Museum Umum adalah Museum Nasional, Propinsi, Lokal, 2. Museum Khusus antara lain Museum Ilmu Hayat, Teknologi, Ethnografi 3. Museum Pendidikan antara lain Museum Sekolah Dasar, Museum Sekolah Menengah Per­ tama, Museum Sekolah Lanjutan Atas dan Perguruan Tinggi.

Dalam museum karena ada organisasi, administrasi, kimia dan lain-lain sehingga belum ada pen- dapat yang sama mengcnai bidang-bidang mereka. Museum Propinsi harus dibawah Kanwil, jadi dapat terjadi masalah antara Perguruan Tinggi dengan Pihak Kanwil, misalnya dalam pencrimaan tenaga museum lulusan perguruan tinggi.

Tanya-jawab:

1. Drs. Djoko Sukiman. (Universitas Gajah Mada). Mengenai pegawai (petugas) museum yang memiliki dedikasi yang tinggi; a. .bagaimana cara memberikan penghargaan? b. tingkat kcpangkatan, serta promosi-promosi lebih lanjut. Jawab : Lselonisasi belum ditetapkan. Yang sudah ada Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 dan No. 45 mengenai Departemen-Departemen dan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 079/0 tahun 75 mengenai susunan organi­ sasi dan Tata Kerja Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 127

Akan tetapi ditinjau (lari peraturan I'ormil dan volume pckerjaan serta cfck tugasnya terhadap bidang lain. Kaktor ituluh yang akan menentukan eselonisasi te rs e b u t. Misalnya pangkat Kepala Kantor Wilayah hanya diasumsikan dengan Direktur (eselon II), peraturan belum ada. Kepala Bagian dengan unit pelaksana tidak sama lungsinya. Undang-undang No. 8/74 masih dalam penggodogan (mengenai promosi, kenaikan pangkat dan sebagainya). Masalah penghargaan yang adil dan seragam pada pegawai negeri, misalnya D epartem en Keuangan dengan Departemen lain mungkin ada perbedaan, hanya dalam kebijak- sanaan setempat. Imbangannya pada pejabat museum misalnya dalam bentuk moril (misalnya bintang jasa), untuk menimbulkan gairah kerja maka terhadap karyawan perlu diadakan/diberikan rangsangan baik berupa materiel maupun moril.

2. Drs. Uka Tjandrasasmita. (Direktur Direktorat Sejarah dan Purbakala). a. Hubungan Direktorat Museum dengan Direktorat Sejarah dan Purbakala mengenai aparat didaerah. b. Keputusan No. 079/0 tahun ’75 dan 094/0/75 status dan fungsi bidangnya, hanya yang belum jelas adalah suaka sejarah. c. Struktur organisasi agar mendapat kemantapan sehingga pelaksanaannya dapat berja­ lan dengan lancar. M isalnya: Hubungan/status suaka sejarah dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan sampai unit bawahan yang terkecil. Maka perlu ditetapkan status dan suaka sejarah da­ lam struktur organisasi. Yaitu dengan membuat rencana yang baik kemudian di- arahkan dan dibuatkan bugetnya. Jaw ab : Departemen Keuangan, Pertanian, Kehakiman yang sudah selesai organisasinya sam­ pai pada unit pelaksanannya. — Kegiatan Pendidikan latihan di Lembaga Administrasi Negara sebagai konsultan. — Direktorat Jenderal yang membagi pelaksanaan tugas pokok bawahannya, tetapi masalah tehnis/administratif yang memerlukan pengaturan. — Tidak selalu unit pelaksana berada di bawah Kantor Wilayah, ada juga unit pelaksa­ naan Direktorat Jenderal. 3. Mastini Hardjoprakosa ML. Sc. (Staf Museum Pusat). a. Masalah masuknya museum ke Direktorat Jenderal Kebudayaan mungkin tanpa di­ pikirkan pembiayaannya oleh Pemerintah. b. Karena status museum belum jelas, maka sulit untuk menentukan struktumya.

Jaw ab : a. Museum pernah diserahkan kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. b. Perpustakaan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemrasaran: Menteri Penerangan dalam Proyek Pelita Pertama menjelaskan mengenai kelembagaan dan ketatalaksanaan. Hal ini masih kontioversil dan mungkin dapat diselesaikan. Harapan agar seminar mengajukan hal yang konkrit, misalnya mengenai kepangkatan dan sebagainya yang berlaku dalam peraturan yang nantinya akan dituangkan dalam Keputusan Presiden.

Sidang ditutup pukul 17.30 PAN IT LA SEMINAR PENGELOLAAN DAN SUSUNAN ACARA : PENDAYAGUNAAN MUSEUM Seminar Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum Tanggal 28 s/d 30 Oktober 1976 di Ragunan, Jakarta.

N o . Hari, tanggal J a m Mata Acara Pembawa Acara Keterangan 1. Semua peserta Seminar melapor Panitia Penyelenggara 27 Okt. 1976 °9*00 “ 16'00 di Kantor Direktorat Museum Direktorat Jenderal Kcbudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jin. Merdeka Barat 12, Jakarta

17.00 - Rombongan menuju Gelanggang Panitia Penyelenggara B us Olah Raga Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta.

K a m i s 08.00 - 09.00 Peserta Seminar dari lingkungan Direktorat Jenderal Bus 28 Okt. 1976 Dircktorat Jenderal Kebudayaan K ebudayaan (Pusat dan Daerah) berkumpul di Kantor Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidik­ an dan Kebudayaan Jin. Cilacap 4, Jakarta, untuk appel bendera dalam rangka mem- peringati hari Sumpah Pemuda.

10.00 - 11.00 Memperingati hari Sumpah Pemuda di Senayan (khusus yang menda- pat undangan Menteri).

12.00 - 12.30 Upacara Pembukaan Panitia Penyelenggara Pleno

13.00 - 14.00 Makan Siang. Sidang I.

14.00 — 15.30 __"Museum dan Ilmu Pengctil"*an Pemrasaran : Sosial” (IPS) Drs. Bambang Soemadio Pleno

Moderator : Drs. Moh. Amir Sutaarga

Reporter : Drs. Amimiddin Tinit.

16.00 - 17.30 Sidang II. Pemrasaran : ’’Anatomi Sebuah Museum Ilmu Dr. Sampumo Kadarsan Pleno ■Pengetahuan Alam.” Moderator : Drs. Moh. Amir Sutaarga

Reporter : Drs. Aminuddin Tinit

18.00 — 19.00 Makan Mai am

19.00 - 20.30 Sidang m. Pemrasaran : ’’Sistim Permuseuman di Drs. Moh. Amir Sutaarga Pleno Indonesia.” Moderator : Drs. Bambang Soemadio

Reporter : Drs. Aminuddin Tinit

J u m a t no an Sidang IV ____ Pemtasaran : 29 Okt. 1976 ' * ’’Sarana dan fasilitas Museum’ Drs. Tedjo- SusilcJ Pleno

Moderator : Dr. Sampumo Kadarsan Reporter : Drs. Aminuddin Tinit

10.00 11*30 Sidang V Pemrasaran : ’’Museum Bali,” (sebuah case study Drs. Putu Budiastra Pleno tentang lingkungan, tugas, fung­ si dan masalah pengelolaan dan Moderator : pendayagunaannya Drs. Moh. Amir Sutaarga

R ep o rter : Drs. Aminudin Tinit.

13.00 14.00 Makan Siang.

14.00 15.30 Sidang VI. Pemrasaran : ’’Museum Siwalima, menuju Ke J . M ailoa Pleno Fungsionalisasinya” (sebuah case study tentang lingkungan, tugas, Moderator : fungsi dan masalah pengelolaan Drs. Moh. Amir Sutaarga dan pendayagunaannya) R ep o rter : Drs. Aminuddin Tinit

16.00 17.30 Sidang VII. Pemrasaran : ’’Pengelolaan Museum”. Dr. Buchari Zainun Pleno

Moderator : Drs. Moh. Amir Sutaarga

R e p o rte r : Drs. Aminuddin Tinit

18.00 19.00 Makan Malam

19.00 - Pemutaran Slide dan Film. Panitia Penyelenggara. S a b t u 30 Okt. 1976. 08-00 — Pcrumuian haiil Seminar Panitia Per»muj.

T o u Panitia Penyelenggara. Yang tidak temuiuk Panitia perumus.

19.00 — 21.00 Upacara penutupan. Panitia Penyelenggara Pleno

Minggu Semua peserta daerah berang- 31 Okt. 1976. kat kembali kc daeralinya masing-masing

Catatan : Jadwal dapat dirubah Jakarta, 22 Oktober 1976. sewaktu-waktu. . . Panitia Penyelenggara. Sekretaris I, ttd.

(Drs. SA1. Marpaung ). 133

PE S E R T A SEMINAR PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN MUSEUM DI INDONESIA

I. STAF DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN :

1. Abas Alibasyah — Sekretaris Direktorat Jenderal Kebuda­ yaan 2. Drs. Moh. Amir Sutaarga — Direktur Museum. 3. Drs. Uka Tjandrasasmita — Direktur Sejarah dan Purbakala 4. Sutarso S.H. — Kepala Bagian Effisiensi Tatalaksana 5. Drs. Alip Subayo x) — Kepala Bagian Perencanaan 6. Sajid Mangundihardjo — Kepala Bagian Kepegawaian 7. Sofyan Ismail B.A. — Kepala Bagian Keuangan n. WAKIL DARI BIRO DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

8. Biro Organisasi — Drs. Aminudin Tinit 9. Biro Perencanaan — Drs. A. Margono 10. Biro Keuangan xx) 11. Biro Kepegawaian — Drs. Soenardi Dwidjosoesastro 12. Biro Hukum dan Humas — Drs. Radi Prapto Utomo 13. Biro Perlengkapan — Ir. Mas kan Abdullah 14. Biro Ketjasama Luar Negeri xx) 15. Biro Tata Usaha — J.T. Matondang, S.H.

III. WAKIL INSTANSI LAIN :

16. Brigadir Jenderal TNI — Kepala Pusat Sejarah ABRI Drs. Nugroho Notosusanto

17. Dr. Buchari Zainun — Direktur Sespa-Lembaga Administrasi N egara.

18. G.A. Warmasyah B.A. — Kepala Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. x) Tidak hadir diganti oleh Tatang xx) Tidak hadir. 134

IV. WAKIL DARI UNIVERSITAS, IKIP DAN LIPI

19. Dr. H.A.R. Tilaar — IKIP Jakarta xx) 20. Dr. Sampumo Kadarsan — Direktur Museum Zoologicum Bogoriensis LIPI. 21. Dr. J. Vredenbregt xx) — Universitas Indonesia Jakarta *22. D rs. B udi S antoso x x ) — Universitas Indonesia Jakarta. 23. Drs. Didi Suryadi — Universitas Pandjadjaran, Bandung 24. Drs. Djoko Sukiman — Universitas Gajah Mada, Yogyakart; 25. Drs. Isatriadi — IKIP, Surabaya. 26. Dr. A.C. Van der Leeden xx) — K.T.L.V. Jakarta

V. WAKIL DARI : 27. Direktorat Jenderal Pendidikan — S u tjip to Dasar dan Menengah. 28. Direktorat Jenderal Pendidikan — Drs. A.B. Panggabean Tinggi 29. Direktorat Jenderal P.L.S.O.R. — Drs. Sidik Suyoto 30. B. P3. K — Drs. Machran Situmorang 31. Direktorat Jenderal Pariwisata De­ — A. Azis partemen Perhubungan 32. BAPPENAS Sub Sektor Kebuda­ — S ukam to yaan.

PEMIMPIN PROYEK REHABILITASI DAN PERLUASAN MUSEUM DAERAH 33. Drs. Zakaria Achmad — Daerah Istimewa Aceh

34. Drs. E.K. Siahaan — Sumatera Utara

35. B ustam i — i Sumatera Barat 36. Awaludin Rasyid — Sumatera Selatan 37. D rs. A tja — Ja w a B arat 38. Rachmadi Prodjosudiro — Daerah Istimewa Yogyakarta 39. Drs. Prayoga Kartamihardja — Ja w a T im ur

40. Drs. Putu Bidiastra — Bali 41. Lalu Wacana B.A. — Nusa Tenggara Barat 42. Y a’ A chm ad — Kalimantan Barat 43. Drs. Suwedi Montana — Kalimantan Selatan

44. Ilasyim Achmad B.A. — Kalimantan Timur 45. M. Nur Rasuly B.A. _ Sulawesi Selatan xx) Tidak hadir. 135

46. Otje Mailoa — M aluku

i 4 7 . Drs. Marsudi — Museum Negeri ”Mpu Tantular” S urabaya. 4 8 . Drs. Rudjito — Museum Negeri "Sonobudoyo,” Yogyakarta. 4 9 . Drs. Djohansyah — Museum Banjar ’’Lambung” Mangkurat, ’’Banjarmasin”. 5 0 . Suwarno Darsoprajitno — Museum Geologi Bandung 5 1. Drs. S.Z. Hadisutjipto — Museum Kebangkitan Nasional, Ja k a rta . 52. Kapten Rachmat Ali — Museum Sejarah Kota Jakarta 5 3 . Drs. Sufwandi Mangkudilaga — Museum Texstil Jakarta 5 4 . Mayor Dra. Sri Hartani — Museum Pusat ABRI ’’Satria Mandala”, Ja k a rta . 55 . Mayor Drs. Maryoto Triss — Museum Pusat Angkatan Darat, Yogyakarta.

56. Mayor Hera Dhamayanti BA — Museum Pusat AURI Jakarta 57. Mayor Dra Kayuti — Museum Pusat POLRI Jakarta 58. Ir. Imron Sugiono — Museum Sejarah, Monumen Nasional, Jakarta. 5 9 . Drs. Anton Sukahar — Museum Biologi Yogyakarta 6 0 . Drs. Hadimulyono — Suaka Sejarah dan Purbakala, Ujung Pandang. 61. Drs. I. Made Sutaba — Suaka Sejarah dan Purbakala Bali, G ianyar. 62. Drs. Tjokro Soedjono — Suaka Sejarah dan Purbakala Jawa Timur, Mojokerto. 63. Drs. Ismanu Suaka Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, Prambanan.

. STAF DAN KURATOR MUSEUM PUSAT JAKARTA : 64. Drs. Bambang Soemadio — Direktur Museum Pusat

65. Drs. Hamzuri — Sekretaris Museum Pusat

66. Mastini Hardjoprakosa ML.Sc. — Kepala Perpustakaan 67. Dra. Ii Suchriah — Kurator Bagian Edukasi 68. Dra. Djani A. Karim — Kurator Bagian Numismatik • dan Heraldik 69. Dra. Nuriah — Kurator Bagian Arkeologi 70. A bu R idho — Kurator Bagian Keramik 136

71. Dra. Suwati Kartiwa — Kurator Bagian Ethnografi 72. Dra. Yumsari Yusuf — Kurator Bagian Naskah 73. Drs. Dadang Udansyah — Kurator Bagian Seni Rupa 74. V.J. Herman B.A. — Kepala Laboratorium Konservasi 75. Suhardini B.A. — Kurator Bagian Pra Sejarah

IX. KEPALA SUB BIDANG BINA PROGRAM BIDANG PERMESEUMAN, SEJARAH DAN KEPURBAKALAAN KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. : 76. Drs. Razali Umar — Daerah Istimewa Aceh 77. Drs. S.P. Napitupulu — Sumatera Utara 78. Drs. Ali Umar — Sumatera Barat 79. Yunus R. BA — R i a u 80. M. Nasir BA — J a m b i 81. M. Ikram BA. — Bengkulu

82. Rusmala Emy BA — Sumatera Selatan 83. Drs. Supangat — Lam pung

84. Sutardjo BA — Dinas Museum dan Sejarah DKI Ja k a rta 85. Drs. Alwi — Daerah Khusus lbukota Jakarta 86. Martindo Db. P. BA — Ja w a Barat 87. Hartoyo BA — Jawa Tengah 88. S.A. Hazadji — Daerah Istimewa Yogyakarta 89. Drs. S. Sutjipto — J a w a T im ur 90. IGB. Arthanegara BA — Bali 91. Drs. A. Wahab Ismail — Nusa Tenggara Barat 92. Abraham Gam par BA — Nusa Tenggara Timur 93. Wartini BA — Kalimantan Barat 94. T.J. Bahan — Kalimantan Tengah 95. Jusni Antemas — Kalimantan Selatan 96. Abdul Azis — Kalimantan Timur 97. P.F. Sondakh — Sulawesi Utara 98. Dra. Belahan L.P. Th. — Sulawesi Tengah 99. Syamsudin — Sulawesi Tenggara 100. Drs. Andi Moh. Arfah — Sulawesi Selatan 101*. D jat T u tu p o h o _ Maluku 102. P. Susilo BA — Irian J a y a 137

X. WAKIL DARI PUSAT-PUSAT :

103 Pusat Penelitian Purbakala xx) dan Peninggalan Nasional. 104. Pusat Penelitian Sejarah d an B u d ay a Drs. Djenen M. Sc.

XI. STAF DIREKTORAT MUSEUM : 105. Soedijono Kepala Bagian Tata Usaha Direktorat M useum 106. Drs. Tedjo Susilo Kepala Sub Direktorat Museum U m um 107. Lukman Purakusumah BA Kepala Sub Direktorat Museum P endidikan 108. Drs. SJvl. Marpaung Kepala Seksi Perencanaan Sub Direktorat Museum Khusus. 109. Drs. Sulaiman Yusuf Kepala Sub Direktorat Pemeliharaan dan Pengamanan 110. M. Urip Suroso BA Kepala Sub Direktorat Dokumentasi dan Penerangan 111. I. Soekono Kepala Sub Bagian Urusan Dalam 112. Sugiono Basirun Kepala Sub Bagian Kepegawaian 113. Nanan Djuharman Kepala Sub Bagian Keuangan 114. Lutfi Asiarto BA Kepala Seksi Perencanaan Sub Direktorat Museum Pendidikan • 115. Arman Yasin BA Kepala Seksi Pengaturan Sub Direktorat Museum Khusus 116. Hendarto BA Kepala Seksi Pemugaran Sub Direktorat Pemeliharaan dan Pengamanan 117. Basrul Akram BA Kepala Seksi Pengamanan Sub Direktorat Pemeliharaan dan Pengamanan 118. Marito BA Kepala Seksi Dokumentasi/Registrasi Sub Direktorat Dokumentasi/Penerangan. 119. Drs. Achmad Hamidi 120. Syamsir Alam BA xx) Tidak hadir. 138

S A L IN AN

K E PU T U SA N DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN No.: 05/E. IV/1976

te n ta n g Pembentukan Panitia Seminar Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum

DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN

Menimbang bahwa a Sejalan dengan saran-saran BAPPENAS untuk menyusun buku pedoman tentang sitim pendayagunaan dan pengelolaan Mu­ seum dan sesuai pula dengan rencana kegiatan Proyek Reha­ bilitasi dan Perluasan Museum DKI Jakarta Tahun 1976/1977, pada Oktober 1976 akan diadakan Seminar tentang pengelolaan dan|>pendayagunaan museum;

b. Demi kelancaran pelaksanaan Seminar dimaksud dalam sub a perlu dibentuk panitia Seminar Pengelolaan dan Pendayagunaan M useum .

M engingat 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia: a. Nomor 9 Tahun 1973; b. Nomor 17/M Tahun 1968 c. Nomor 44 Tahun 1974; d. Nomor 45 Tahun 1974;

2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 079/0 Tahun 1975.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan (1). Mcmbcn.uk Panitia Seminar Pengelolaan dan Pendayagunaan PERTAMA Museum, selanjutnya dalam Keputusan ini disebut S Se- m in ar . (2). Panitia Seminar tersebut pada ayat (1) terdiri dari:

a. Panitia Pengarah yang bcrtugas menentukan isi dan mengara an jalannya Seminar sehingga mencapai tu­ ju a n , “ anilia I elaksana yang bcrtugas mcnyclcnggarakan per- siapan serta pelaksanaan Seminar dengan sebaik-baiknya. 139

KEDUA Panitia Seminar pada pasal ’’Pertama.’ diatas> mefnpunyai anggota- anggota yang namanya tercantum dalam Lampi^an Keputusan ini.

KETIGA Segala biaya pelaksanaan Keputusan ini dibebankan pada Dll* Pro­ yek Rehabilitasi dan Perluasan Museum OKI Jakarta Tahun 1976/1977 m.a. 09301.3576.2305.01.

KEEMPAT Keputusan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 19 Juli 1976. DIREKTURJENDERAL KEBUDAYAAN. ttd (Prof. Dr. Mantra). NIP: 130095383 Salinan kepada Yth.:

1. Sekretariat Negara. 2. Sekretariat Kabinet, 3. Semua Menteri Negara, 4. Semua Menteri. 5. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 6. Semua Direktur Jenderal dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 7. Inspektur Jcnderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 8. Badan- Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Dep P Sc K.

9. Semua Sekretaris Direktorat Jenderal dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 10. Pemimpin Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum Jakarta. 11. Semua kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., 12. Semua Koordinator Perguruan Tinggi. 13. Semua Universitas/Institut/Akademi dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 14. Badan Pemeriksa Keuangan, 15. Direktur Jenderal Anggaran. 16. Direktur Jenderal Pajak, 17. Direktorat Perbendaharaan Negara dan Tatalaksana Anggaran. 18. Kantor Bendahara Negara 19. Semua Gubernur Kepala Daerah, 20. Badan Administrasi Kepegawaian Negara 21. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (LIPI) 22. Lembaga Administrasi Negara 23. Biro Pusat Statistik, 24. Yang bersangkutan untuk seperlunya.

Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Bagian Efisiensi Tatalaksana,

(Sutarso, S.H.) NIP: 130186291 140

s a l in a n l a m p ir a n Surat Keputusan Direktur Jenderal Kebudayaan, tanggal 19 Juli 1976 No.: 05/E.IV /1 9 7 6 .

Daftar Susunan/Keanggotaan Panitia Seminar Pengelolaan dan Pendayagunaan Museum

I. Panitia Pengarah : — Direktur Museum Ditjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai anggota me rang­ 1. Drs. Moh. Amir Sutaarga kap K etua: 2. Drs. Bambang Soemadio — Direktur Museum Pusat, Direktorat Museum Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Ke­ budayaan sebagai anggota merangkap Sekretaris; / 3. Dr. Buchari Zainun — Direktur SESPA—Lembaga Administrasi Negara, sebagai anggota ;

4. Dr. Sampumo Kadarsan — Direktur Museum Zoologicum Bogorienses sebagai ang­ gota;

5. Drs. Aminuddin Tinit — dan Biro Organisasi dan Operasi Departemen Pendi­ II. Panitia Penyelenggara : dikan dan Kebudayaan sebagai anggota. 1. Drs. Tedjo Susilo — Dan Direktorat Museum, sebagai anggota merangkap K etu a I;

2. Sutarso, S.FI. — dan Direktorat Jenderal Kebudayaan, sebagai anggota merangkap Ketua II 3. Drs. S. M. Marpaung — dan Direktorat Museum, ,sebagai anggota merangkap sekretaris I;

4. Arman Yasin B.A. — dan Direktorat Museum, sebagai anggota merangkap sekretaris II;

5. Soedijono _ dan Direktorat Museum, sebagai anggota merangkap Bendahara.;

6. M. Urip Soeroso, B.A. — dari Direktorat Museum, sebagai anggota merangkap Ketua Seksi Dokumentasi dan Informasi ; 7. Basrul Akram, B.A. — dari Direktorat Museum, sebagai anggaota merangkap Ketua Seksi Protokol; 8. GA. Warmansyah, B.A. — Kepala Bidang Permuseuman, Scjarah dan Kepurba- kalaan pada Kantor Wilayah Dcpartcmcn Pcndidikan dan Kcbudayaan Jakarta, sebagai anggota merangkap Kctua Seksi Akomodasi/Perlengkapan dan Keamanan.

Mcngctahui: Dircktur Jcnderal Kcbudayaan ttd (Prof. Dr. Mantra) Nip. 130095383

Salinan scsuai dengan aslinya. Kepala Bagian Efisiensi Tatalaksana,

(Sutarso, SH. NIP: 130186291

o

! UPACARA PEMBUKAAN SEMINAR PENGEI£J-AAN DAN PENDAYAGUNAAN MUSEUM Dl INDONESIA TGL. 28 OKTOBER 1976

Pidato Pengarahan Bapak Direktur Jenderal Kebudayaan Dep. P & K. Prof. Dr. I.B. Mantra pada saat pembukaan Seminar tgl. 28 Oktobar 1976.

Peserta dan para undangan Seminar pada saat upacara pembukaan. PEMRASARAN-PEMRASARAN KETIKA MEMBACAKAN KERTAS KERJANYA.

Dr. Sampurno Kadarsan; Direktur Museum Zoologicum Bogoriensis, Bogor, de- ngan kertas kerjanya berjudul: "Anatomi Sebuah Museum llmu Pengetahuan A la m ".

Drs. Bambang Soemadio; Direktur Museum Pusat Jakarta dengan kertas kerianya: "Museum dan IPS" Drs. Moh. Amir Sutaarga; Direktur/Kepala Direktorat Museum Ditjen. Kebudaya- an Dep. P & K. Jakarta, dengan kertas kerja :"Sistim Permuseuman di Indone­ sia” .

Drs. Tedjo Susilo; Direktorat Museum Ditjen. Kebudayaan Dep. P & K Jakarta dengan kertas kerja: ''Sarana dan Fasilitas Museum”. ‘ Drs. Putu Budiastra; Direktur Museum Bali, Denpasar, dengan kertas kerja: "M u­ seum Bali; sebuah case study tentang Lingkungan, Tugas, Fungsi dan masalah rengelolaan dan Pendayagunaannya.

J. Mailoa; Kurator Museum "Siwalima" Ambon, dengan kertas kerja: "Museum Siwalima menuju ke Fungsionalisasinya" (sebuah case study tentang Lingkungan,

Tugas, Fungsi dan masalah Pengelolaan dan Pendayagunaannya). ' Dr. Buchari Zainun; dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) dengan kertas ker­ janya: "Pengelolaan Permuseuman".

Bapak Direktur Jenderal Kebudayaan ketika memberikan ceramah didepan para peserta Seminar, yang berjudul "Museum dan Masyarakat". • Suasana para peserta pada saat mengikuti Sidang-sidang Seminar.

SAAT—SAAT SEBELUM PENUTUPAN SEMINAR KEPADA PARA PESERTA DIBERI KESEMPATAN UNTUK MENINJAU BEBERAPA OBJEK MUSEUM DIWILAYAH JAKARTA RAYA

Di Museum Texstil; Jl. AIP Sasuit Tubun Petamburan Jakarta. Di Museum Pusat; Jl. Merdeka Barat 12, Jakarta.

PERPUSTAKAAN 1AKULTAS — SAS iR A ? I I

\

f-

. f I) I i . . Tanggal Kernbali

\

*

-

i .

• -----f ■ -

------—.. ------