BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Gambaran umum kondisi wilayah Kabupaten Barat meliputi gambaran mengenai aspek geografi dan demografi, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah. Kajian ini penting sebagai acuan dalam menentukan arah kebijakan dan strategi pembangunan daerah lima tahun yang akan datang.

2.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFIS 2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah 2.1.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu kabupaten yang berada di bagian barat Pulau Sumba, dengan letak berada pada 9°22’–9°47’ Lintang Selatan dan 119°07’–119°33’ Bujur Timur, dan memiliki batas–batas administratif pemerintahan : - Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumba Tengah - Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia - Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sumba Barat Daya - Sebelah utara berbatasan dengan Selat Sumba Luas wilayah Kabupaten Sumba Barat adalah 737,42 Km², dan jika luas wilayah daratan tersebut diakumulasikan dengan luas wilayah laut, maka total wilayah Kabupaten Sumba Barat adalah 1.178,42 Km² (luas daratan 737,42 Km² + luas laut 441 Km²). Wilayah administrasi Kabupaten Sumba Barat memiliki 6 wilayah kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Loli, Kecamatan Kota Waikabubak, Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka, Kecamatan Tana Righu, dan Kecamatan Laboya Barat. Peta administrasi Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada Gambar 2.1. dan luas wilayah untuk masing- masing kecamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

II-1

Sumber : Dokumen RTRW kabupaten Sumba Barat Tahun 2012 – 2031 Gambar 2. 1 Peta Administrasi Kabupaten Sumba Barat

II-2 Tabel 2.1. Luas Wilayah Per Kecamatan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016 Luas Persentase No. Kecamatan Wilayah (%) (Ha) 1 Lamboya 12.565 17,04 2 Wanukaka 13.368 18,13 3 Laboya Barat 16.123 21,86 4 Loli 13.236 17,95 5 Kota Waikabubak 4.471 6,06 6 Tana Righu 13.979 18,96 Jumlah 73.742 100,00 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015

Gambar 2. 2 Prosentase Luas Wilayah Per Kecamatan Kabupaten Sumba Barat

2.1.1.2. Letak dan Kondisi Geografis A. Posisi Astronomis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu kabupaten yang berada di bagian barat Pulau Sumba, dengan letak berada pada 9°22’–9°47’ Lintang Selatan dan 119°07’–119°33’ Bujur Timur. B. Posisi Geostrategis Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 179 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Sumba Barat menjadi salah satu kawasan perbatasan laut negara yaitu 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan Wanukaka, Kecamatan Lamboya, dan Kecamatan Laboya Barat. Dan secara strategis

II-3 pengembangan, kawasan tersebut telah dilintasi jalan provinsi yang menghubungkan pesisir selatan Kabupaten Sumba Barat hingga Kabupaten Sumba Barat Daya. Pada kawasan tersebut selain sebagai kawasan perbatasan laut negara juga memiliki potensi di sektor kelautan berupa perikanan dan potensi wisata Pantai serta Budaya berupa kampung – kampung tradisional arsitektur Sumba yang masih terjaga serta budaya Pasola yang telah menjadi daya tarik wisatawan hingga mancanegara. C. Kondisi Wilayah Berdasarkan Lampiran Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019, Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satunya. 1. Pedalaman Berdasarkan RPJMD Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 – 2018, Kondisi kawasan pedalaman dikembangkan melalui pengembangan habitat Komunitas Adat Terpencil (KAT) atau lokasi tempat habitat berada dengan indikator yaitu : 1. Dataran rendah dan atau daerah rawa; 2. Dataran tinggi dan atau daerah pegunungan; 3. Pedalaman dan atau daerah perbatasan; 4. Diatas perahu dan atau pesisir pantai. Dan Berdasarkan Data Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Anggaran 2010 - 2014 sesuai Kabupaten, Lokasi Pemberdayaan, Desa Dan Kecamatan untuk di Kabupaten Sumba Barat tidak ada. 2. Terpencil Permasalahan yang menyebabkan suatu wilayah menjadi terisolasi (terpencil) antara lain : a. Pengaruh Geografis yang membagi wilayah dalam berbagai keadaan/kondisi (Pulau, Pesisir, Dataran Rendah ataupun Dataran Tinggi) dengan pembatas alami seperti Laut, Sungai, Gunung, dan lain-lain.

II-4 b. Kurangnya Sarana Aksesibilitas yang menghubungkan suatu wilayah dengan wilayah lain seperti Jalan, Jembatan, Dermaga atau Bandar Udara. c. Gangguan Akibat Bencana yang menyebabkan rusaknya Sarana Aksesibilitas yang telah ada. d. Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang secara sadar memisahkan diri dari lingkungan sosial di luar wilayahnya (Self Isolation), serta menolak intervensi. Bila didasarkan pada indikator di atas sebagai kawasan terpencil, untuk Kabupaten Sumba Barat Tidak ada wilayah maupun perkampungan dikategorikan sebagai pedalaman dan terpencil. Untuk perkampungan sebagian besar juga telah terhubung akses jalannya hingga jalan kabupaten. 3. Pesisir Topografi yang berbukit di Kabupaten Sumba Barat mempengaruhi masyarakat dalam membentuk suatu komunitas. Beberapa hal yang nyata terlihat adalah terbentuknya suatu desa dengan luas yang berbeda. Untuk Wilayah Selatan, di Kecamatan Wanukaka terdapat 6 (enam) desa pesisir, dimana wilayah terluas berada di Desa Baliloku seluas 23.12 km² dengan panjang garis pantai 7,35 km, sedangkan wilayah terkecil berada di Desa waemangoma sebesar 6 km² dengan panjang garis pantai 1 km. Kecamatan Lamboya memiliki 3 (tiga) desa pesisir yaitu Desa Patiala Bawah, Desa Watu Karere dan Desa Palamoko, Desa pesisir Patiala Bawah memiliki luasan sebesar 9.89 km² dengan panjang garis pantai 9 km, sedangkan luas Desa Watu Karere sebesar 9.36 km² dengan panjang garis pantai hanya 2 km. Desa pesisir di Kecamatan Laboya Barat yang memiliki luasan paling besar berada di Desa Wetana dengan luasan 64.12 km² dengan panjang garis pantai 13 km, sedangkan desa yang memiliki luasan terkecil berada di Desa Harona Kalla sebesar 17.06 km² dengan panjang garis pantai 2,5 km. Untuk Wilayah Utara, Desa Lokory memiliki luas desa 11,18 km² dengan

II-5 panjang garis pantai 2.83 km. Pada tabel 2.2 di bawah menjelaskan secara lebih terperinci mengenai nama desa pesisir berserta luas desa dan panjang garis pantai masing masing desa. Tabel 2.2. Nama Desa, Panjang Garis Pantai Dan Luas Desa Di Wilayah Pesisir Kabupaten Sumba Barat PANJANG GARIS LUAS DESA NO KECAMATAN/DESA PANTAI (km²) I WANUKAKA 17,45 64,58 1 Hobawawi 2,00 11,00 2 Wei Mangoma 1,00 6,00 3 Rua 2,50 11,27 4 Pahola 2,00 6,92 5 Weihura 2,60 6,27 6 Bali Loku 7,35 23,12

II LAMBOYA 12,00 19,25 7 Patiala Bawa 9,00 9,89 8 Palamoko 1,00 9 Watu Karere 2,00 9,36

III LABOYA BARAT 27,25 161,24 10 Weetana 13,00 64,12 11 Gaura 9,25 61,7 12 Patiala Dete 2,50 18,36 13 Harona Kalla 2,50 17,06

IV TANA RIGHU 2,83 11,18 14 Lokori 2,83 11,18 Jumlah 59,53 256,25 Sumber : Data masing masing desa pesisir, 2013

Kabupaten Sumba Barat mempunyai potensi kelautan dan perikanan cukup besar untuk dimanfaatkan secara maksimal dan berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan. Tantangan yang dihadapi adalah belum tersedianya prasarana dan sarana kelautan dan perikanan seperti prasarana dermaga perikanan, pengawetan, pengalengan, dan sebagainya yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Wilayah pesisir di Kabupaten Sumba Barat terdapat di 3 kecamatan yaitu di Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan

II-6 Kecamatan Laboya Barat yang merupakan wilayah kawasan pesisir selatan dengan luas 421 km² dan panjang pantai ± 56 km yang berhadapan langsung dengan Samudera . Pengembangan perikanan budidaya di Kabupaten Sumba Barat dilakukan secara intensifikasi melalui teknologi budidaya yang disampaikan melalui pelatihan serta pendampingan di lapangan serta secara ekstensifikasi melalui perluasan areal budidaya. Untuk pengembangan secara ekstensifikasi lebih banyak dilaksanakan mengingat luas lahan potensial bagi usaha budidaya perikanan Kabupaten Sumba Barat masih cukup tersedia dan yang dimanfaatkan sampai saat ini masih sedikit. Luas potensial lahan budidaya perikanan Kabupaten Sumba Barat secara keseluruhan untuk Budidaya Air Tawar dibagi menjadi 2 (dua) jenis lahan yaitu kolam tanah/terpal luas lahan 195 Ha, KJA seluas 2 Ha. Budidaya air laut terbagi menjadi budidaya rumput laut seluas 2,205 Ha, budidaya kerapu/kakap seluas 120 Ha, demikian juga budidaya teripang dan budidaya lobster yang memiliki luasan 120 Ha. Sedangkan untuk budidaya air payau meliputi budidaya bandeng dan udang dengan luas lahan 219 Ha. Pengembangan perikanan budidaya air tawar yang ada di Kabupaten Sumba Barat terletak di Kecamatan Kota Waikabubak (Desa Sobarade, Desa Lapale, Desa Tebara), Kecamatan Loli (Desa Ubupede, Desa Beradolu, Desa Weekarou, Desa Sobawawi, Desa Tana Rara, Desa Dokakaka), dan Kecamatan Wanokaka (Desa Humupada). Pengembangan perikanan budidaya air payau terdapat di Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Laboya Barat. Sedangkan untuk pengembangan perikanan budidaya laut terletak di Kecamatan Lamboya (Desa Watu Karere, Desa Patiala Bawa), Kecamatan Laboya Barat (Desa Patiala Dete, Desa Harona Kalla, Desa Wetana, Desa Gaura), Kecamatan Wanukaka (Desa Waihura, Desa Baliloku, Desa Rua, Desa Hobawawi, Desa Pahola) dan Kecamatan Tana Righu terdapat di Desa Lokory. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.

II-7 Tabel 2.3. Desa yang Mempunyai Potensi Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010 Potensi Pengembangan No Kecamatan Desa/Kelurahan Perikanan Laut Tawar Payau Tangkap 1 Laboya Barat Harona Kalla √ √ √ Proses identifikasi Patiala Dete √ √ √ Gaura √ √ √ Wetana √ √ √ Proses identifikasi Watu Karere Proses 2 Lamboya √ √ identifikasi Patiala Bawa √ √ √ √ Sodana √ Weelibo √ Laboya Bawa √ Laboya Dete √ Kabukarudi √ 3 Wanukaka Waihura √ √ √ Proses identifikasi Baliloku √ √ √ Proses identifikasi Pahola √ √ Rua √ √ √ Proses identifikasi Hobawawi √ √ √ Hupumada √ Praibakul √ 4 Loli Lapale √ Kel. Weekaroku √ Dedekadu √ Beradolu √ Kel. Sobawawi √ Dokaka √ Padira Tana √ Kel. Loda Pare √ Uburaya √ Ubu Pede √ Tanarara √ Baliledo √ 5 Kota Kel. Sobawawi Waikabubak √ Tebara √ Kalimbukuni √ Kel. Kampung Sawah √ Kel. Kampung Baru √ Kel. Komerda √ Kel. Wailiang √ Kel. Padaeweta √ 6 Tana Righu Lokory √ √ Proses identifikasi

II-8 Potensi Pengembangan No Kecamatan Desa/Kelurahan Perikanan Laut Tawar Payau Tangkap Malata Proses identifikasi Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

Gambar 2. 3 Hasil Perikanan yang ada di Kabupaten Sumba Barat

2.1.1.3. Topografi Kondisi topografi Kabupaten Sumba Barat pada umumnya berbukit-bukit dengan kemiringan lahan Kabupaten Sumba Barat secara umum didominasi oleh pedataran sampai perbukitan berlereng sedang dengan kemiringan 0-8% yang tersebar di sebelah selatan, barat, dan utara yaitu Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Tana Righu; daerah perbukitan berlereng agak terjal dengan kemiringan 8-25% di sebelah timur yaitu pada Kecamatan Kota Waikabubak. Sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit dimana 50% luas wilayahnya memiliki kemiringan 140 – 400%. Topografi yang berbukit-bukit mengakibatkan tanah rentan terhadap erosi. Letak ketinggian wilayah Kabupaten Sumba Barat dari permukaan air laut adalah kurang lebih 0-700 meter, letak ketinggian Kabupaten Sumba Barat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

II-9 a. Bagian Utara dan Selatan : merupakan daerah yang bervariasi mulai 0–550 meter yang merupakan titik tertinggi. Kecamatan Tana Righu berada pada ketinggian 0–550 meter, sedangkan Kecamatan Wanukaka berada pada 0–450 meter. b. Bagian Barat : Kecamatan Lamboya dan Kecamatan Laboya Barat merupakan daerah dataran dengan ketinggian 0–700 meter. c. Bagian Timur : Kecamatan Kota Waikabubak, Kecamatan Loli berada pada ketinggian 200–600 meter. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.4. Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Kemiringan Lahan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016 No Kecamatan 0 - 8 % 8 - 15 % 15 - 25 % 25 - 45 % > 45 % Total 1 Lamboya 6.511 947 1.361 1.960 1.786 12.565 2 Wanukaka 6.720 1.366 1.934 1.956 1.393 13.368 3 Laboya Barat 9.796 1.613 1.650 1.625 1.439 16.123 4 Loli 8.788 1.312 1.172 1.149 816 13.236 5 Kota Waikabubak 3.002 419 426 413 210 4.471 6 Tana Righu 6.732 521 1.028 2.208 3.490 13.979 Jumlah 41.981 6.177 7.570 9.311 9.135 73.742 Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

Tabel 2.5. Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Ketinggian Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016 Klasifikasi Ketinggian (m) No Kecamatan 100- 200- 300- 400- 500- 600- 700- Total 0-100 200 300 400 500 600 700 800 1 Lamboya - 6.103 2.103 1.572 1.573 906 307 1 12.565 2 Wanukaka 4.958 5.361 1.858 818 373 - - - 13.368 3 Laboya Barat 4.822 6.496 3.004 1.336 461 4 - - 16.123

II-10 Klasifikasi Ketinggian (m) No Kecamatan 100- 200- 300- 400- 500- 600- 700- Total 0-100 200 300 400 500 600 700 800 4 Loli 217 217 319 2.485 5.964 3.767 208 60 13.236 Kota 5 - 32 165 563 1.907 1.804 - - 4.471 Waikabubak 6 Tana Righu 2.812 2.844 1.333 1.621 2.383 1.984 783 218 13.979 Jumlah 12.809 21.054 8.783 8.394 12.662 8.464 1.297 279 73.742 Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

2.1.1.4. Geologi A. Geologi Kabupaten Sumba Barat terbentuk dari 6 formasi geologi, yaitu Aluvium (Qa), Formasi Kaliangga (Qpk), Formasi Kananggar (Tmpk), Formasi Waikabubak (Tmpw), Formasi Masu (Tpm) dan Formasi Jawila (Tmj). 1. Aluvium (Qa) Tersusun atas bahan endapan lempung lanau, pasir dan kerikil. Bahan endapan ini berumur kuarter, kala Halosen. Penyebaran aluvium ini, dijumpai di Desa Kawangu bagian barat – utara dan telah dipergunakan untuk persawahan. 2. Formasi Kaliangga Terendapkan dalam lingkungan laut dangkal. Berdasarkan kandungan fosilnya, formasi ini diperkirakan berumur kuarter, kala Plistosen atau lebih muda. Tersusun atas batu gamping terumbu yang berundak-undak, berwarna putih kekuningan dan berongga, mengandung koral dan cangkang kerang. Penyebaran formasi ini terdapat di bagian timur wilayah kabupaten, mulai dari pantai utara ke selatan, mencapai jarak antara 25–30 km, dengan ketinggian tempat mencapai 400–500 meter dpl. 3. Formasi Kananggar Terendapkan dalam lingkungan laut dalam dan diperkirakan berumur tersier, kala miosen akhir. Formasi ini terdiri dari perselingan batu pasir, baru pasir tufaan, napal tufaan, tuf dan napal pasiran dengan sisipan batu gamping. Bagian bawahnya terutama ditempati oleh

II-11 batu pasir tufaan, tuf dan sisipan batu gamping, setempat dijumpai adanya struktur sedimen yang mencirikan endapan turbudit. Formasi yang sering dijumpai pecahan batu apung berbutir halus sampai kasar, sedangkan di bagian atas, disusun oleh batu kapur plagik dan napal. 4. Formasi Waikabubak Terendapkan dalam lingkungan laut dangkal, merupakan batu gamping, batu gamping lempungan, sisipan napal pasiran, dan napal tufaan. Penyebarannya mendominasi wilayah bagian tengah Kabupaten Sumba Barat. 5. Formasi Masu Merupakan produk gunung api, terdiri dari lava dan breksi bersusunan andesit dan tuf, lava dan breksi bersusunan basal, lava dan breksi bersusunan anakit dan lava bersusunan rhiolit. 6. Formasi Jawila Berupa batuan gunung api terdiri dari lava bersusunan andesit dan breksi gunung api di beberapa tempat ditemukan kayu mengersik. Tabel 2.6. Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Geologi Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016 Jumlah No Jenis Geologi (Ha) 1 Kaliangga 9.398 2 Praikajelu 17.434 3 Jawila 240 4 Waihekang 30.062 5 Alluvium and Coastal Deposits 1.653 6 Kananggar 2.761 7 Masu 6.835 8 Watopata 4.783 9 Pamalar 396 10 Intrusive Rocks (Granodiorit) 181 Total 73.742 Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031 B. Landform Kabupaten Sumba Barat dikelompokkan dalam 7 grup landform, yaitu : 1. Grup Aluvial (A) Merupakan landform muda (resen) yang terbentuk dari proses fluvial (aktivis sungai ), koluvial (gravitasi) atau gabungan dari proses keduanya.

II-12 Penyebaran landform aluvial umumnya di sekitar sungai, dataran aluvial, pelembahan dan lereng bawah dari perbukitan, seluas 17.159 ha (4,36%). 2. Grup Marin (M) Landform muda (resen) yang terbentuk oleh proses marin, baik yang bersifat konstruktif (pengendapan) maupun destruktif (abrasi). Penyebaran landform marin umumnya di sekitar pantai, seluas 11.159 ha (2,84%). 3. Grup Fluvio-marin Landform yang terbentuk oleh gabungan dari aktivitas marin dan sungai. Bahan endapan yang terbentuk merupakan perpaduan karakteristik dari bahan aluvial dari endapan sungai dan bahan marin dari endapan pantai. Penyebarannya ditemukan di pantai utara dan selatan terutama di sekitar sungai besar seluas 348 (0,09%). 4. Grup Karst Terbentuk dari bahan batu gamping keras dan massif (terumbu karang) dengan bentukan topografi tidak teratur, terbentuk karena pengangkatan batu gamping, yang dilanjutkan dengan pelarutan batu gamping. Penyebaran landform karst mendominasi wilayah Kabupaten Sumba Barat terutama di bagian tengah sampai kearah pantai seluas 217.081 ha (55,21%). 5. Grup Tektonik (T) Terbentuk akibat dari proses tektonik (orogenesis dan epirogenesis), berupa proses angkatan, lipatan dan atau patahan. Bentukan landform tersebut ditentukan oleh proses-proses di atas dan sifat litologinya (struktural). Landform tektonik di Kabupaten Sumba Barat mempunyai penyebaran di bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Sumba Tengah terutama di bagian pantai utara dan selatan seluas 73.522 ha (18,70%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-13 Tabel 2.7. Klasifikasi Landform Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016 Luas Prosentase No Simbol Landform (ha) (%) 1 Grup Aluvial (A) A.13 Dataran aluvial 2.090 0,53 A.14 Dasar lembah 2.104 0,54 A.15 Jalur aliran 6.667 1,70 A.221 Dataran koluvial 6.144 1,56 A.223 Lereng koluvial 154 0,04 2 Grup Marin (M) M.21 Dataran padang surut pasir 605 0,15 M.41 Karang pinggir 10.554 2,68 3 Grup Fluvio Marin (B) B.2 Dataran estuarin sepanjang muara 348 0,09 4 Grup Karst (K) K.11 Permukaan karst plateau 1.268 0,32 K.21 Dataran karst 77.728 19,77 K.24 Poljes dataran karst 19.682 5,01 K.31 Perbukitan karst 114.073 29,01 K.325 Pelembahan perbukitan karst 4.330 1,10 5 Grup Volkan (V) V.111 Kepundan/kawah 87 0,02 V.132 Aliran lava subresen 2.813 0,72 V.31 Dataran volkan tua 1.074 0,27 V.32 Perbukitan volkan tua 23.641 6,01 V.33 Pegunungan volkan tua 16.988 4,23 V.41 Leher volkan 51 0,01 V.44 Batolit 443 0,11 6 Grup Tektonik (T) T.111 Dataran tektonik datar 55 0,01 T.112 Dataran tektonik berombak 2.268 0,58 T.113 Dataran tektonik bergelombang 2.870 0,73 T.121 Perbukitan tektonik 32.414 8,24 T.122 Pegunungan tektonik 14.551 3,70 T.3 Bute 707 0,18 T.41 Teras angkatan datar 11.908 3,03 T.42 Teras angkatan berombak 2.664 0,68 T.92 Perbukitan paralel 6.085 1,55 7 Grup Aneka (X) X.1 Escarpment 28.026 7,13 X.3 Badan air ( sungai, danau, waduk) 745 0,19 X.8 Pulau-pulau 22 0,01 Jumlah 393.159 100 Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

II-14 2.1.1.5. Hidrologi Keadaan hidrologi mengandung 2 (dua) pengertian tempat dan asal air berada, yang pertama adalah sumber air permukaan berupa air sungai dan sumber air tanah berupa sumber mata air atau sumur. Kondisi hidrologi dan hidrogeologi wilayah Kabupaten Sumba Barat meliputi air tanah terutama berupa mata air dan air permukaan seperti sungai dan anak-anak sungainya. Sementara air permukaan yang sebagian besar terdiri atas sungai-sungai, seperti Sungai Kadengar di Kecamatan Lamboya, Sungai Loku Bakul di Kecamatan Wanukaka, Sungai Loko Kalada di Kecamatan Loli, dan Sungai Tabaka Dana di Kota Waikabubak. Berdasarkan kondisi hidrologis dan kemiringan lahan, maka arus aliran air permukaan dan air tanah di wilayah Sumba Barat mengalir dari Utara ke Selatan. Di wilayah Kabupaten Sumba Barat banyak dijumpai mata air, biasanya tempat pemunculan mata air ini berasal dari dasar lembah atau kaki perbukitan. Sedangkan untuk air tanah atau mata air meliputi : a. Mata air Katibaluji di Desa Gaura Kecamatan Laboya Barat; b. Mata air Laboya di Desa Laboya Bawah Kecamatan Lamboya; c. Mata air Lapopu di Desa Humupada Kecamatan Wanukaka; d. Mata air Praijing di Desa kalibukini Kecamatan Kota Waikabubak; e. Mata air Omba Leghu di Desa Kareka Nduku Kecamatan Tana Righu; f. Mata air Wangge Desa Lokori Kecamatan Tana Righu; dan g. Mata air Weekabete di Desa Dokaka Kecamatan Loli. Penjabaran debit mata air dan karateristik DAS sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2.8. Debit Pengukuran Potensi Air Permukaan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016 Debit No Kecamatan Desa Titik Pengukuran Pengukuran (m³/detik) 1 Laboya Barat Wetana Polapare 14,33 2 Lamboya Lamboya Bawah Loko Kadengara 0,73 3 Wanukaka Katikuloku B. Lahikaninu/Lokolabarin 9,99 Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

II-15 Tabel 2.9. Karakteristik DAS (Daerah Aliran Sungai), Nama dan Panjang Sungai Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016

Luas DAS Keliling DAS Panjang No DAS (ha) (km) (km)

1 Loko Polapare 349,3 107,5 - 2 Loko Kadengara 88,2 49 2 3 Loko Bakul - - 1 4 Loko Kalada - - 5 5 Tabaka Dana - - 2,5 Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

2.1.1.6. Klimatologi Iklim merupakan salah satu faktor determinan yang sangat menentukan tingkat kesesuaian lahan, produktivitas, jenis, dan mutu produk. Seperti halnya di tempat lain di Indonesia, di Kabupaten Sumba Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya dikenal 2 musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya, pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik, sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November. Walaupun demikian, mengingat Sumba Barat dan umumnya NTT dekat dengan Australia, arus angin yang banyak mengandung uap air dari Asia dan Samudera Pasifik sampai di wilayah Sumba Barat kandungan uap airnya sudah berkurang yang mengakibatkan hari hujan di Sumba Barat lebih sedikit dibandingkan dengan wilayah yang lebih dekat dengan Asia. Hal ini menjadikan Sumba Barat sebagai wilayah yang tergolong kering dimana hanya 4 bulan (Januari sampai dengan Maret, dan Desember) yang keadaannya relatif basah dan 8 bulan sisanya relatif kering. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

II-16 Tabel 2.10. Curah Hujan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014 Curah Hujan Harian Hujan No Bulan (Milimeter) (Hari) 1 Januari 2.222 84 2 Pebruari 1.455 51 3 Maret 930 37 4 April 122 51 5 Mei 239 26 6 Juni 122 16 7 Juli 177 11 8 Agustus 127 4 9 September 10 1 10 Oktober - 6 11 Nopember 328 66 12 Desember 793 81 Jumlah 6.525 434 Sumber : Kabupaten Sumba Barat dalam Angka Tahun 2015

2.1.1.7. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Sumba Barat terdiri dari penggunaan lahan hutan, tegalan, padang rumput, permukiman, sawah tadah hujan, semak belukar, kebun, danau, sawah irigasi dan rawa. Pengunaan lahan di Kabupaten Sumba Barat didominasi oleh kawasan tidak terbangun berupa kawasan semak belukar seluas 29.806,7 Ha. Sedangkan kawasan terbangun berupa permukiman seluas 376,4 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.11. Pemanfaatan Ruang (Land Use) Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016 Sawah Padaang Sawah No Kecamatan Hutan Tegalan Permukiman Tadah Belukar Kebun Danau Rawa Total Rumput Irigasi Hujan 1 Lamboya 1.554,6 195,3 3.186,0 35,9 697,9 5.099,4 814,2 24,7 907,0 49,9 12.565,0 2 Wanukaka 1.286,1 344,3 3.541,3 44,5 1.740,6 5.266,9 1.124,0 20,3 - - 13.368,0 Laboya 3 3.153,9 195,2 2.153,0 6,1 457,5 9.366,8 489,6 2,8 298,0 - 16.123,0 Barat 4 Loli 852,2 665,4 4.249,9 63,9 1.549,0 5.306,8 478,8 0,6 69,4 - 13.236,0 Kota 5 318,8 108,2 1.976,8 130,9 951,8 740,1 243,2 1,0 - - 4.471,0 Waikabubak 6 Tana Righu 500,6 1.470,2 7.193,7 95,0 146,9 4.026,6 545,9 - - - 13.979,0 Total 7.666,2 2.978,5 22.300,8 376,4 5.543,9 29.806,7 3.695,7 49,5 12.74,4 49,9 73.742,0 Sumber : RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2031

II-17 2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah Sebagaimana yang telah dijabarkan dalam rencana umum pengembangan wilayah tertuang dalam Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Sumba Barat serta didasarkan pada karakteristik wilayahnya, Kabupaten Sumba Barat diarahkan menjadi 5 pusat pertumbuhan yaitu : 1. PKWp di Perkotaan Waikabubak. 2. PKLp di Perkotaan Kabukarudi. 3. PPK di Perkotaan Dokakakaka, Perkotaan Gaura, Perkotaan Taramanu, Perkotaan Malata dan Perkotaan Kareka Nduku. 4. PPL di Desa Tana Rara, Desa Watu Karere, Desa Mamodu, Desa Patiala Dete dan Desa Wee Patola Dari Sisi Wilayah Pengembangan, wilayah utara berpotensi untuk pengembangan jalur distribusi barang dari laut melalui pengembangan Dermaga di Lokory Kecamatan Tanarighu serta pengembangan peternakan dan perkebunan, di bagian tengah sebagai pusat pelayanan ibukota Kabupaten berupa pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa serta sumber pangan dengan mempertahankan lahan pertanian basah yang ada di perkotaan Waikabubak. dibagian selatan memiliki potensi pengembangan di sektor perikanan, pariwisata , perkebunan, peternakan dan budaya. Adanya potensi untuk pengembangan sentra perikanan tangkap di Kecamatan Wanukaka, terdapat beberapa kampung adat dan atraksi pasola yang menjadi daya tarik wisatawan dan sudah menarik wisatawan mancanegara. Di wilayah pesisir selatan Kabupaten Sumba Barat juga terdapat resort Nihiwatu yang menjadi primadona dan berkelas internasional sudah terkenal keseluruh penjuru dunia. A. KAWASAN LINDUNG Penentuan kawasan hutan lindung dapat mengacu kepada cara Keputusan Menteri Pertanian No. 183/KPTS/UM/II/1980 dimana unsur-unsur yang digunakan adalah keadaan lereng, jenis tanah dan intensitas curah hujan. Penetapan kawasan hutan lindung didasarkan pada Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990. Kriteria yang digunakan adalah :

II-18 . Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175; . Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan . Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 1.500 m atau lebih. Berdasarkan kriteria tersebut, maka di Kabupaten Sumba Barat dapat diidentifikasi kesesuaian lahan untuk kawasan hutan lindung seluas 2.754,48 Ha meliputi : . Kawasan Hutan Poronumbu seluas 1.154,48 Ha yang tersebar di Kecamatan Tana Righu (Desa Wanukaka dan Desa Bondo Tera) dan Kecamatan Loli (Desa Dokaka dan Desa Ubu Raya) . Kawasan Hutan Pola Pare Cako seluas 1.400 Ha yang tersebar di di Kecamatan Laboya Barat Desa Weetana dan Desa Gaura. . Hutan Kabota seluas kurang lebih 200 Ha tersebar di Desa Ringu Rara di Kecamatan Lamboya dan Desa Rua di Kecamatan Wanukaka. 1. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di Kabupaten Sumba Barat terdiri dari kawasan resapan air. Kawasan Resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk resapan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. Kawasan resapan air di Kabupaten Sumba Barat seluas kurang lebih 6.249,9 Ha yang tersebar di seluruh kecamatan. 2. Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan yang berfungsi untuk melindungi kelestarian suatu manfaat atau suatu fungsi tertentu, baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan. Sebagaimana dimaksud Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 5, kawasan perlindungan setempat terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan danau dan kawasan sekitar mata air.

II-19 3. Kawasan Sempadan Pantai Kawasan sempadan pantai adalah kawasan sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Luas kawasan sempadan pantai direncanakan seluas kurang lebih 625,45 Ha. Kawasan sempadan pantai terletak di sepanjang pantai yaitu sepanjang pantai utara dan pantai selatan. Kecamatan yang memiliki sempadan pantai terdapat di 4 kecamatan antara lain Kecamatan Laboya Barat, Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Tana Righu. Sempadan pantai sekurang-kurangnya adalah 100 m dari titik tertinggi muka air ke arah darat. Pada kawasan lindung setempat sempadan pantai ini terdapat fungsi budidaya seperti perikanan, pariwisata, permukiman dan tambak. Guna menjaga kawasan sekitar pantai dari kerusakan lingkungan dan kerusakan ekosistem pantai dari kegiatan yang menganggu kelestarian fungsi pantai dan juga untuk mengatisipasi gelombang pasang dan bahaya tsunami. Sehingga dilakukan pembatasan perluasan kegiatan pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan setempat. 4. Kawasan Sempadan Sungai Sebagaimana dimaksud Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 15, perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. 5. Kawasan Sekitar Danau Atau Waduk Kawasan sekitar danau atau waduk dilakukan untuk melindungi dari kegiatan budidaya yang dapat menganggu kelestarian danau. Kriteria kawasan sekitar danau adalah daratan sepanjang tepian danau yang lebar proporsional dengan bentuk dan kondisi danau dengan jarak 50-100 m. Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Di Kabupaten Sumba Barat terdapat danau yang berperan menyimpan air,

II-20 menjaga keseimbangan lingkungan selain itu juga sangat potensial sebagai obyek wisata. Luas kawasan perlindungan danau direncanakan seluas kurang lebih 112,09 Ha dan tersebar di Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Laboya Barat. 6. Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan sekitar mata air, didefinisikan sebagai kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air Kawasan ini kurang lebih berjari-jari 200 m dari mata air. Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Rencana pengembangan kawasan sempadan mata air seluas kurang lebih 37,5 Ha. Kawasan mata air di Kabupaten Sumba Barat meliputi : 1) Mata air Katibaluji di Desa Gaura Kecamatan Laboya Barat; 2) Mata air Laboya di Desa Laboya Bawa Kecamatan Lamboya; 3) Mata air Kabukarudi di Desa Kabukaru Kecamatan Lamboya; 4) Mata air Weelibo di Desa Weelibo Kecamatan Lamboya; 5) Mata air Lapopu di Desa Hupumada Kecamatan Wanukaka; 6) Mata air Maulauky di Desa Praibakul Kecamatan Wanukaka; 7) Mata air Lokoroda di Desa Kalibukini Kecamatan Kota Waikabubak; 8) Mata air Wee Pakoda di Desa Kodaka Kecamatan Kota Waikabubak; 9) Mata air Umbalingho di Desa Kareka Nduku Kecamatan Tana Righu; 10) Mata air Wangge Desa Lokory Kecamatan Tana Righu; 11) Mata air Weekabete di Desa Dokakakaka Kecamatan Loli; 12) Mata air Tramos di Desa Baliledo Kecamatan Loli; dan 13) Mata air Weekanuru di Desa Weekarou Kecamatan Loli. 7. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Daerah yang termasuk dalam jenis kawasan suaka alam dan cagar budaya adalah kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut, cagar alam dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional dan

II-21 taman nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam dan taman wisata alam laut, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Secara garis besar tidak semua kawasan tersebut terdapat di Kabupaten Sumba Barat akan tetapi perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari kawasan yang sesuai dengan kriterianya. Pada saat ini di Kabupaten Sumba Barat terdapat kawasan lindung taman nasional, taman nasional laut, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. 8. Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Laut Sawu merupakan pecandangan kawasan konservasi perairan nasional laut. Pada dasarnya Laut Sawu akan menguntungkan bagi masyarakat karena dapat menjamin produksi ikan di Laut Sawu. Nelayan tidak dilarang menangkap ikan di Laut Sawu, tapi diatur cara, waktu dan tempat penangkapannya. Yang harus diperhatikan dalam Laut Sawu ini harus dibuat daerah perlindungan ikan. Daerah perlindungan ikan ini seperti bank ikan. Dengan adanya bank ikan tersebut, ikan akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan persediaan ikan akan terjaga. Jika Laut Sawu ini berhasil maka kegiatan ekonomi masyarakat secara keseluruhanpun dapat berkembang dengan sendirinya. Penangkapan ikan akan terus berlangsung baik, dan kegiatan budidaya dapat dilakukan. Usaha wisata bahari akan menggerakkan sektor penginapan, transportasi, perdagangan dan lain‐lain. Dari situ kita akan bisa mengambil keuntungan dengan menyediakan kebutuhan turis asing tesebut. Secara tidak langsung akan menguntungkan masyarakat dan daerah kita secara keseluruhan. Laut Sawu akan menguntungkan masyarakat sebab pemerintah pasti memikirkan nasib nelayan. Pemerintah hanya berupaya membuat aturan yang menguntungkan bagi semua pihak dan tidak merugikan masyarakat. Laut Sawu ini baik untuk masa mendatang, tapi yang paling penting adalah dukungan dari semua pihak.

II-22 Pencadangan kawasan konservasi perairan Taman Nasional Laut Sawu berada di perairan sebelah utara di Kabupaten Sumba Barat. 9. Kawasan Taman Nasional Penetapan suatu wilayah sebagai taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam adalah berupa kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa beraneka ragam, memiliki arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses untuk keperluan pariwisata dengan lokasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah. Kawasan taman nasional Hutan seluas kurang lebih 87.984 Ha dan sebagian wilayahnnya melintasi Kabupaten Sumba Barat dengan luas kurang lebih 1.870 Ha yang terdapat di Kecamatan Kota Waikabubak dan Kecamatan Wanukaka. Perlindungan untuk taman nasional adalah dengan :  Melindungi ekosistem baik flora maupun fauna yang terdapat dalam kawasan suaka alam, taman hutan raya dan taman nasional;  Menambah dan memelihara keanekaragaman flora dan fauna;  Pembangunan pos-pos keamanan di sekitar kawasan cagar alam yang berfungsi menjaga keamanan kawasan cagar alam; dan  Mempertahankan keberadaannya dan menjaga kelestarian taman nasional. 10. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas berada. Kriteria yang digunakan adalah tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan kriteria tersebut maka kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Sumba Barat adalah perkampungan tradisional (desa-desa yang banyak memiliki rumah adat/rumah tradisional) yang tersebar di beberapa kecamatan, meliputi :

II-23 a. Kampung adat Sodana, dan kampung adat Malisu di Kecamatan Lamboya; b. Kampung adat Prai Golli, kampung adat Waikawolu, kampung adat Waiwuli, kampung adat Wai Galli, kampung adat Kadoku, kampung adat Waiwuang, dan kampung adat Ubu Bewi di Kecamatan Wanukaka; c. Kampung adat Tarung, kampung adat Weetabar, kampung adat Bodo Ede kampung adat Wee Kalowo kampung adat Gelle Koko dan kampung adat Tabera di Kecamatan Loli; d. Kampung adat Paleti Lolu, kampung adat Tambelar, kampung adat Praijing, kampung adat Prairame kampung adat Bondo Maroto dan kampung adat Gollu di Kecamatan Kota Waikabubak; dan e. Kampung adat Omba Rade dan kampung adat Dikita di Kecamatan Tana Righu. Pelestarian kawasan cagar budaya dilakukan dengan:  Melestarikan budaya masyarakat setempat dalam satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat; dan  Melaksanakan kerjasama antar wilayah dalam penanganan cagar budaya. B. KAWASAN BUDIDAYA 1. Kawasan Permukiman Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan kawasan lindung yang diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang berada di daerah perkotaan atau daerah perdesaan. Kriteria kawasan permukiman adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam, sehat, dan mempunyai akses untuk kesempatan berusaha, serta kawasan yang apabila digunakan untuk permukiman dapat membedakan manfaat : meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunakan fasilitas yang ada di sekitarnya, tidak mengganggu fungsi lindung, tidak mengganggu upaya- upaya kelestarian sumber daya alam, meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, mendorong perkembangan masyarakat.

II-24 Untuk prosentase kawasan permukiman yaitu seluas 376,4 Ha dari keseluruhan luas wilayah yang tersebar di seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Sumba Barat. 2. Permukiman Perdesaan Kawasan permukiman perdesaan adalah suatu kawasan untuk permukiman yang pada lokasi sekitarnya masih didominasi oleh lahan pertanian, tegalan, perkebunan. Kawasan permukiman perdesaan ini, prosentasenya lebih kecil daripada permukiman kota. Pada kawasan ini peningkatan kegiatannya diarahkan untuk permukiman dengan fasilitas penunjangnya, dan terdapat kawasan pertanian untuk kegiatan usaha. 3. Permukiman Perkotaan Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang digunakan untuk kegiatan permukiman dengan kegiatan utamanya non pertanian (dominasi kegiatannya bersifat kekotaan) dan umumnya ditunjang oleh sarana dan prasarana transportasi yang memadai, fasilitas peribadatan, perdagangan dan jasa, perkantoran dan pemerintahan. 4. Kawasan Pertanian Kawasan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Sumba Barat terdiri dari kawasan tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Untuk luasan lahan pertanian paling besar yaitu pekarangan sebesar 10.825 ha. Kawasan pertanian di Kabupaten Sumba Barat ini memiliki prosentase 32 % dari luas wilayah keseluruhan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.12. Luas Lahan PersawahanKabupaten Sumba Barat Tahun 2009 Jenis Luas Presentase No Kawasan (ha) (%) 1 Irigasi 2.431 4 2 Tadah Hujan 4.829 7 3 Pekarangan 10.825 17 4 Ladang/huma 2.975 4 Jumlah 21.060 32 Sumber : Sumba Barat Dalam Angka 2010

II-25 5. Kawasan Perkebunan Kawasan perkebunan yang dominan di Kabupaten Sumba Barat adalah perkebunan pinang yang terdapat hampir di semua wilayah karena memang kondisi alam dan tanahnya sangat sesuai untuk jenis tanaman ini. Jenis perkebunan yang lain yang terdapat di Kabupaten Sumba Barat ini yaitu perkebunan jambu mente, kelapa, kopi, coklat/kakao, cengkeh, sirih dan jarak pagar. 6. Kawasan Industri Jenis industri yang berkembang di Kabupaten Sumba Barat lokasinya tersebar di wilayah kecamatan. Untuk jenis industri yang ada di Kabupaten Sumba Barat ini meliputi : industri tenun yang terdapat di Desa Ruwa, Kecamatan Wanukaka, industri pengolahan biji jarak di Desa Dokaka, Kecamatan Loli dan industri minyak kelapa di Desa Weihura, Kecamatan Loli. 7. Kawasan Perikanan Potensi perikanan di Kabupaten Sumba Barat cukup menjanjikan mengingat wilayah ini dikelilingi oleh kawasan laut yang menyimpan sumber daya perairan yang melimpah. Kawasan perikanan di wilayah Kabupaten Sumba Barat ini meliputi perikanan budidaya air tawar, perikanan budidaya payau dan perikanan budidaya laut. Kecamatan Wanukaka maupun Kecamatan Lamboya yang merupakan kecamatan yang sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional. Untuk wilayah pesisir bagian selatan mayoritas komoditas yang dihasilkan merupakan produksi perikanan laut yaitu ikan tongkol, ikan merah dan ikan kerapu. 8. Kawasan Peternakan Potensi peternakan Kabupaten Sumba Barat sesuai dengan kondisi dan potensi daerah yaitu ternak besar yang meliputi sapi, kerbau, kuda, dan ternak kecil. Sedangkan untuk potensi ternak unggas meliputi ayam kampung, ayam petelur dan itik manila. Kecamatan-kecamatan yang ada di

II-26 Kabupaten Sumba Barat mempunyai potensi untuk pengembangan kawasan peternakan. 9. Kawasan Pariwisata Kabupaten Sumba Barat memiliki daya tarik wisata yang beragam baik daya tarik wisata alam, wisata budaya dan minat khusus. kombinasi antara daya tarik tersebut pantas diperhitungkan oleh wisatawan sebagai destinasi wisata yang menawarkan perbedaan suasana. Obyek wisata yang ada di Kabupaten Sumba Barat adalah sebagai berikut : A. Wisata Alam 1. Pantai Rua Terletak di Desa Rua, Kecamatan Wanukaka ± 27 km dari Kota Waikabubak. Daya tarik wisata Pantai Rua ini menawarkan panorama pantai berpasir putih dengan didukung pesona budaya perkampungan nelayan dan aktivitasnya yang konvensional. Pantai ini berlokasi tidak jauh dari pusat kota, oleh karena itu bisa menjadi pilihan bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam yang masih alami dan belum terjamah. Keunikan dari pantai ini yaitu mempunyai hamparan batu karang di tepian pantai yang terangkat ke permukaan. 2. Pantai Nihi Watu Terletak di Desa Rua, Kecamatan Wanukaka ± 30 km dari Kota Waikabubak. Daya tarik wisata Pantai Nihi Watu ini menjadi destinasi bagi wisatawan yang secara eksklusif ingin menikmati panorama pantai tropis yang lekat dengan sentuhan budaya lokal. Keindahan pantai ini dengan segala aktivitas yang dapat dilakukan serta amenitas penunjang didesain khusus untuk memberikan kenyamanan dan ketenangan, sehingga ampu menjaga privasi wisatawan. Pantai ini juga menjadi satu- satunya pantai yang mempunyai resort dan menjadi destinasi wisata yang memberikan pelayanan secara eksklusif bagi wisatawan yang mencari privasi. Memiliki pesona yang eksotik, wisatawan juga dapat melakukan aktivitas air seperti memancing, menyelam, berselancar,

II-27 berperahu dan ber-snorkling (mengapung di permukaan), dan wisatawan juga dapat melakukan kegiatan relaksasi berupa spa dan yoga. 3. Pantai Pahiwi Terletak di Desa Waihura, Kecamatan Wanukaka ± 32 km dari Kota Waikabubak. Keindahan pantai ini terletak pada bentangan pantai yang landai diantara 2 daratan yang menjorok di kanan kiri sehingga terlihat bagai banteng yang melindungi pantai dari gelombang yang besar, dan hal ini memberikan nilai keunikan tersendiri. Keragaman daya tarik pantainya dengan panorama yang indah dan ekosistem pesisir yang masih terjaga keseimbangannya, serta hamparan pasir hitam yang halus. 4. Pantai Lai Ilang Terletak di Desa Bali Loku, Kecamatan Wanukaka ± 22 km dari Kota Waikabubak. Kondisi pantai dengan kombinasi karang, tebing dan teluk, pasir putih dan hutannya yang masih alami dan memberikan nilai keunkan tersendiri sehingga terlihat bagai benteng yang melindungi pantai dari gelombang yang besar. terdapat juga gua Marapu yang penuh dengan ornament yang sangat unik yang dihiasi dengan stalaktit. Keragaman daya tarik yang lainnya yaitu panorama yang indah dan ekosistem pesisir yang masih terjaga keseimbangannya, serta hamparan pasir hitam yang halus menambah keeksotikan pantai tersebut. B. Wisata Budaya 1. Kampung Adat Prai Ijing Terletak di Kecamatan Kota Waikabubak ± 1 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat yang juga menjadi daya tarik wisata kampung adat. Kehidupan yang kental dengan budaya tetap menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang ingin mendokumentasikannya. Arsitektur atau bentuk rumah dengan desain yang unit terdiri dari 3 bagian dan kehidupan masyarakatnya masih alami. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga dan belum ada penataan kawasan daya tarik wisata.

II-28 2. Kampung Adat Tambelar dan Paleti Lolu Terletak di Desa Kalembu Kuni, Kecamatan Kota Waikabubak, ± 1 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat ini berada di atas bukit dengan kehidupan masyarakatnya yang masih kental dengan budaya. Bentuk rumah dengan desain yang unit terdiri dari 3 bagian. Ritual adatnya berupa upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan pemali pada bulan November. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga dan belum ada penataan kawasan daya tarik wisata. 3. Kampung Adat Bondomaroto Terletak di Desa Kalembu Kuni, Kecamatan Kota Waikabubak ± 3 km dari Pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat ini berada di atas bukit karst yang menjadi daya tarik wisatawan, memiliki nilai budaya dan sejarah yang menarik untuk didokumentasikan dan dilestarikan. Pada saat masuk kawasan perkampungan wisatawan mendapatkan atraksi yang menantang yaitu mendaki bukit sampai akhirnya pada pusat perkampungan dengan kehidupan yang tradisional. Keragaman daya tarik yang ada antara lain bentuk rumah dengan desain yang unit terdiri dari 3 bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan pemali pada bulan November, serta atraksi menenun para wanita di kampung adat. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga, penataan ruang untuk daya tarik wisatanya sudah tersedia berupa jalan di dalam kampung dan fasilitas pendukung wisata bagi para wisatawan. 4. Kampung Adat Gollu Terletak di Kecamatan Kota Waikabubak ± 1 km dari Kota Waikabubak. Daya tarik wisata yang disuguhkan yaitu rumah adat yang merupakan rumah utama dari setiap suku. Upacara puncak Wulla Podu diwarnai dengan berbagai tarian adat yang ditarikan seharian penuh, dari pagi hingga petang. Semua tarian itu hanya bias disaksikan sekali dalam setahun. Selain diiringi dengan bunyi-bunyian, para rato (tetua adat) juga silih berganti melantunkan syair-syair adat yang ditujukan pada Tuhan YME.

II-29 5. Kampung Adat Tarung Terletak di Desa Soba Wawi, Kecamatan Loli ± 1 km dari Kota Waikabubak. Merupakan suatu situs budaya yang masih terjaga keaslian tatanan rumah adat yang terdiri dari 12 unit dan kehidupan masyarakatnya yang lekat dengan budaya Marapu walaupun lokasinya berada sekitar pusat kota. Berkunjung ke Kampung Adat Tarung menjadi pilihan bagi wisatawan yang ingin menikmati kehidupan tradisional di pusat Kota Waikabubak. Keragaman daya tarik yang ada antara lain bentuk rumah dengan desain yang unik terdiri dari 3 bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan yang dikeramatkan, atraksi menenun yang merupakan kegiatan wisata, serta produk hasil tenun yang hanya dijual ke wsiatawan yang datang berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga dengan penataa ruang untuk daya tarik wisata berupa jalan di dalam kampung sudah tersedia. 6. Kampung Adat Wee Kalowo Terletak di Kecamatan Loli ± 12 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat yang berada di atas bukit karst menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung. Lokasinya yang berada di atas bukit memiliki nilai budaya dan sejarah yang menarik untuk didokumentasikan dan dilestarikan. Pada saat masuk kawasan perkampungan wisatawan mendapatkan atraksi yang menantang yaitu mendaki bukit hingga akhirnya sampai pada pusat perkampungan dengan kehidupan yang tradisional. Keunikan yang dipunyai oleh kampung adat ini adalah meskipun terletak di sekitar pusat kota tetapi keasliannya masih terjaga. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain yang unik terdiri dari 3 bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan yang dikeramatkan, atraksi menenun dan produk tenun yang hanya dijual ke wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga. Penataan ruang sebagai daya tarik wisata seperti jalan di dalam kampung telah tersedia.

II-30 7. Kampung Adat Waitabar Terletak Desa Soba Wari, Kecamatan Loli ± 1 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat ini memiliki daya tarik yang sama dengan kampung adat Tarung karena kampung adat ini merupakan rangkaian dari kampung adat Tarung. Setelah berkunjung ke kampung adat tarung, wisatawan dapat langsung menikmati pesona budaya di kampung adat Waitabar beserta kehidupan di dalamnya yang masih tradisional. Keunikan tersendiri kampung yaitu terletak di pusat kota dengan keaslian yang masih terjaga sampai sekarang. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain yang unik terdiri dari 3 bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan yang dikeramatkan, atraksi menenun dan produk hasil tenun yang hanya dijual ke wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga. 8. Kampung Adat Gelle Koko Terletak di Kecamatan Loli ± 8 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat ini memiliki daya tarik yang sama dengan kampung adat yang lainnya karena kampung adat ini wisatawan yang berkunjung dapat langsung menikmati pesona budaya beserta kehidupan di dalamnya yang masih tradisional. Keunikan tersendiri kampung adat ini yaitu terletak di sekitar pusat pusat kota dengan keaslian yang masih terjaga hingga sekarang. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain unik terdiri dari 3 bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan yang dikeramatkan, atraksi menenun dan produk hasil tenun yang hanya dijual ke wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain yang unik terdiri dari tiga bagian, batu kubur megalitik yang unik dan langka, dan keramahan masyarakat dalam menyambut wisatawan memberikan kepuasan tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung.

II-31 9. Kampung Adat Tabera Terletak di Desa Dokaka, Kecamatan Loli ± 7 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat ini memiliki kearifan lokal yang sangat luar biasa, yaitu bila dibandingkan dengan kampung adat yang lain kampung adat Tabera memiliki rato atau kepala suku dimana beliau mempunyai keputusan acara Wulla Podu atau menentukan hari baik yang tidak dimiliki oleh kampung adat lainnya, setelah diresmikan oleh rato tersebut maka di mulailah acara ritual tahunan. Keunikan tersendiri kampung adat ini yaitu posisi letak desa yang sangat tertata dan berada di atas bukit untuk menghindari serangan musuh. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain unik terdiri dari 3 bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan yang dikeramatkan, atraksi menenun dan produk hasil tenun yang hanya dijual ke wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga. 10. Kampung Adat Bodo Ede Terletak di Kecamatan Loli ± 12 km dari pusat Kota Waikabubak. Situs kampung adat ini masih tergolong masih asli dengan keunikan yang disuguhkan berupa batu kubur megalitik yang bernilai budaya tinggi dan keunikan ini tidak ditemukan di kampung adat lainnya. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain unik terdiri dari 3 bagian, atraksi menenun dan produk hasil tenun yang hanya dijual ke wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga. 11. Kampung Adat Prai Golli Terletak di Desa Wai Hura, Kecamatan Wanukaka ± 23 km dari Kota Waikabubak. Kampung adat ini merupakan rangkaian dari kampung adat Waikawolu dan Waiwuli yang keseluruhan berjumlah 8 rumah. Dengan sedikit menuruni beberapa anak tangga dari kampung Waikawolu dan Waiwuli, wisatawan dapat langsung menikmati pesona budaya yang tidak didapatkan di dua kampung sebelumnya yaitu

II-32 berupa batu kubur megalitik di tengah kampung yang diperkirakan sudah berumur ratusan tahun dan masih terjaga keasliannya hingga sekarang. Batu kubur tersebut diyakini oleh masyarakat setempat sebagai tempat yang dikeramatkan dan temapt dilaksanakannya puncak ritual Wulla Podu. Kondisi lingkungan alam dan budaya masih seimbang. 12. Kampung Adat Waikawolu dan Kampung Waiwuli Terletak di Desa Wai Hura, Kecamatan Wanukaka ± 23 km dari Kota Waikabubak. Kampung adat ini berlokasi pada tempat yang sama sehingga keduanya merupakan kesatuan kampung adat tanpa adanya pemisah khusus secara fisik. Kedua kampung adat tersebut memiliki daya tarik budaya yang terletak pada bentuk rumah dengan gaya arsitektur local yang masih terjaga keasliannya sampai sekarang dan kehidupan masyarakatnya yang serba tradisional, semuanya menarik untuk diabadikan. Keunikan dari arsitektur yang ada di kampung adat ini adalah rumah Sumba yang masih terjaga keasliannya. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain yang unit terdiri dari 3 bagian dan ritual adat yaitu upacara kematian danWulla Podu atau bulan pemali. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga keasliannya dan belum terdapat penataan ruang daya tarik wisata. 13. Kampung Adat Wai Galli Terletak di Desa Wai Hura, Kecamatan Wanukaka ± 23 km dari Kota Waikabubak. Kampung adat ini memiliki batu kubur megalitik di tengah kampung yang diperkirakan sudah berumur ratusan tahun dan masih terjaga kelestariannya dan masyarakat meyakini bahwa batu kubur tersebut keramat. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain yang unik terdiri dari tiga bagian, batu kubur megalitik yang unik dan langka dan keramahan masyarakatnya dalam menyambut wisatawan memberikan kepuasan tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung. Kondisi lingkungan alam dan budaya masih sangat seimbang.

II-33 14. Kampung Adat Kadoku Terletak di Desa Praibakul, Kecamatan Wanukaka ± 12 km dari Kota Waikabubak. Kampung adat ini memiliki 19 rumah secara keseluruhan yang mempunyai daya tarik yang hampir sama dengan kampung adat lainnya yaitu arsitektur rumah yang khas mengelilingi kubur batu dan kehidupan yang tradisional. Untuk kampung Kadoku, kehidupan masyarakatnya sudah diwarnai dengan aktivitas menenun yang menjadi ciri khas kehidupan wanita Sumba. Keragaman daya tariknya antara lain bentuk rumah dengan desain unik yang terdiri dari 3 bagian, ritual adat yaitu upacara kematian dan Wulla Podu atau bulan pemali, atraksi menenun dan terdapat suatu area pemali yaitu tempat meletakan mayat. Kondisi lingkungan budaya masih sangat terjaga keasliannya dan belum terdapat penataan ruang daya tarik wisata. C. Event Budaya 1. Liang Marapu Terletak di Kecamatan Loli ± 23 km dari Kota Waikabubak. Ritual budaya ini dilaksanakan sekali dalam setahun, berupa doa dan persembahan kepada Dewa Marapu. Ritual ini dimaksudkan sebagai rasa syukur kepada Dewa Marapu sekaligus memprediksi hasil panen yang akan datang. Ritual ini dilahirkan para Imam yang telah menyucikan diri dengan menuruni liang dimana sang dewa bertahta yang terletak sekitar 5 km dari kampong tua Marewa Tana. Ritual Purunga Taliang Marapu ini mempunyai tahap-tahap utama yang sangat diperhatikan secara sakral. Tahap tersebut antara lain adalah Patujak, Rahi Hunga, Uratu, Huhungu, Walla, Acara puncak dan memberi sesaji. 2. Pasola Wanukaka Terletak di Desa Hai Hura, Kecamatan Wanukaka ± 23 km dari Kota Waikabubak. Daya tarik event ini ada pada atraksi lempar lembing kayu dari atas kuda yang melaju kencang. Ritual kepercayaan ini dilaksanakan sehari penuh dan diakhiri ketika sudah ada pertumpahan

II-34 darah dari salah satu kelompok. Lain halnya dengan Pasola Kodi dan Lamboya, Pasola Wanukaka dilaksanakan pada bulan Maret yang penentuan tanggalnya didasarkan atas gejala-gejala alam. Banyak daya tarik dari ritual pasola yang antara lain adalah budaya Marapu yang masih melekat dan kepercayaan pertumpahan darah pasola menandakan kehidupan masyarakat kedepan akan makmur, serta pelaksanaan yang matang dan dekorasi pemain dan kudanya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta 3.9. 10. Kawasan Pertambangan Wilayah Kabupaten Sumba Barat mempunyai potensi pertambangan yang cukup banyak, antara lain yang sudah ada sekarang yaitu tambang batu kapur, tambang pasir kali, tambang oker dan tambang pasir laut. Jenis pertambangan tersebut masih bersifat tradisional karena masih dioleh secara manual dan oleh manusia. Kawasan pertambangan pasir kali terdapat di Kecamatan Wanukaka di Desa Katikuloku dan Kecamatan Lamboya di Marapu Anakalang dan wilayah di Desa Kabukarudi dan Subak di Desa Sodana. 11. Kawasan Pesisir Kabupaten Sumba Barat mempunyai potensi kelautan dan perikanan cukup besar untuk dimanfaatkan secara maksimal dan berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan. Tantangan yang dihadapi adalah belum tersedianya prasarana dan sarana kelautan dan perikanan seperti prasarana dermaga perikanan, pengawetan, pengalengan, dan sebagainya yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Wilayah pesisir di Kabupaten Sumba Barat terdapat di 3 kecamatan yaitu di Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Laboya Barat yang merupakan wilayah kawasan pesisir selatan dengan luas 421 km² dan panjang pantai ± 56 km yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Pengembangan perikanan budidaya di Kabupaten Sumba Barat dilakukan secara intensifikasi melalui teknologi budidaya yang disampaikan

II-35 melalui pelatihan serta pendampingan di lapangan serta secara ekstensifikasi melalui perluasan areal budidaya. Untuk pengembangan secara ekstensifikasi labih banyak dilaksanakan mengingat luas lahan potensial bagi usaha budidaya perikanan kabupaten Sumba Barat masih cukup tersedia dan yang dimanfaatkan sampai saat ini masih sedikit. Luas potensial lahan budidaya perikanan Kabupaten Sumba Barat secara keseluruhan untuk Budidaya Air Tawar dibagi menjadi 2 (dua) jenis lahan yaitu kolam tanah/terpal luas lahan 195 Ha, KJA seluas 2 Ha. Budidaya air laut terbagi menjadi budidaya rumput laut seluas 2,205 Ha, budidaya kerapu/kakap seluas 120 Ha, demikian juga budidaya teripang dan budidaya lobster yang memiliki luasan 120 Ha. Sedangkan untuk budidaya air payau meliputi budidaya bandeng dan udang dengan luas lahan 219 Ha. Pengembangan perikanan budidaya air tawar yang ada di Kabupaten Sumba Barat terletak di Kecamatan Kota Waikabubak (Desa Sobarade, Desa Lapale, Desa Tebara), Kecamatan Loli (Desa Ubupede, Desa Beradolu, Desa Weekarou, Desa Sobawawi, Desa Tana Rara, Desa Dokakaka), dan Kecamatan Wanokaka (Desa Humupada). Pengembangan perikanan budidaya air payau terdapat di Kecamatan Lamboya, Kecamatan Wanukaka dan Kecamatan Laboya Barat. Sedangkan untuk pengembangan perikanan budidaya laut terletak di Kecamatan Lamboya (Desa Watu Karere, Desa Patiala Bawa), Kecamatan Laboya Barat (Desa Patiala Dete, Desa Harona Kalla, Desa Wetana, Desa Gaura), Kecamatan Wanukaka (Desa Waihura, Desa Baliloku, Desa Rua, Desa Hobawawi, Desa Pahola) dan Kecamatan Tana Righu terdapat di Desa Lokory. Kabupaten Sumba Barat memiliki potensi pengembangan wilayah cukup prospektif. Potensi ini dituangkan dalam kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Sumba Barat (RTRW Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011- 2031). Dimana arah pengembangan wilayah tersebut merupakan bagian dari program pengambangan wilayah Kabupaten Sumba Barat yang meliputi :

II-36 1. Pemanfaatan luasan padang rumput yang belum optimal. Sehingga memberi peluang untuk pengembangan padang pengembalaan. 2. Potensi kelautan dan perikanan cukup besar untuk dimanfaatkan secara maksimal dan berkelanjutan dengan pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Laboya Barat, Kecamatan Lamboya dan Kecamatan Wanukaka. 3. Pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Kecamatan Loli, Kecamatan Tana Righu, kecamatan Lamboya dan Kecamatan Wanukaka. 4. Pengembangan prasarana dan sarana energi, kelistrikan, telepon dan sumber daya air bersih di seluruh kecamatan. 5. Pengembangan kawasan hutan dengan penanaman tiga juta pohon kelapa di kecamatan Tana Righu.

2.1.3. Wilayah Rawan Bencana Di Kabupaten Sumba Barat terdapat beberapa lokasi yang memiliki potensi rawan bencana longsor, pergerakan tanah dan banjir. Kawasan rawan longsor yaitu daerah Lapale, Rua, Sodana, Raka, Pal 3, Parimotu, Lolo Kolaka, Waibangga. Sedangkan daerah-daerah rawan banjir adalah daerah berada di sekitar daerah aliran sungai, yaitu sungai Kadengara, Lahi Kaninu, Tabaka Dana, Loko Bakul dan Loko Kalada dan wilayah pesisir antara lain Waihura, Wanokaka, Rua, Marosi dan Mambang. Selain potensi bencana alam di Kabupaten Sumba Barat ada potensi bencana sosial adalah kebakaran kampung mengingat jumlah perkampungan sangat banyak, dimana kampung- kampung situs berjumlah 35 buah, kampung adat berjumlah ratusan lebih, selain itu pola permukiman di kampung-kampung jarak antar rumah sangat berdekatan satu sama lain dan beratapkan alang-alang sehingga rawan terhadap kebakaran.

II-37 2.1.4. Demografis 2.1.4.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sumba Barat perkembangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dalam kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami flugtuasi naik turun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.13. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Perempuan (Jiwa) 54.551 56.337 56.971 57.873 62.981 2. Laki-Laki (Jiwa) 58.638 60.284 60.816 62.034 58.940 Jumlah 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 Sumber : Kabupaten Sumba Barat dalam Angka Tahun 2012-2016

2.1.4.2. Jumlah Penduduk Migrasi Keluar dan Masuk Berdasarkan data Kependudukan Kabupaten Sumba Barat, dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2011-2015) jumlah penduduk Kabupaten Sumba Barat sebesar 119.907 jiwa. Dimana jumlah tersebut merupakan penduduk yang tinggal dan menetap di wilayah Kabupaten Sumba Barat. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan migrasi keluar dan masuk dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.14. Jumlah Penduduk Menurut Migrasi Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Migrasi Masuk 23 66 74 98 121 2. Migrasi Keluar 49 119 174 153 377 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2015

2.1.4.3. Jumlah Penduduk Menurut Agama Jumlah penduduk menurut agama meliputi Kristen Katholik, Kristen Protestan, Islam, Hindu, Budha, Khonghucu, dan aliran kepercayaan lainnya yang dirinci berdasarkan populasi tahun 2011 s.d 2015. Dimana jumlah yang terbesar adalah penduduk yang memeluk agama Kristen Protestan, diikuti dengan agama Kristen Katholik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

II-38 Tabel 2.15. Jumlah Penduduk Menurut Agama Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Kristen Katolik 20.961 23.483 29.215 22.393 29.215 2 Kristen Protestan 79.065 79.406 64.975 62.977 56.823 3 Islam 8.849 9.291 5.664 6.240 6.870 4 Hindu 195 199 214 248 248 5 Budha - - - - - 6 Khonghucu - - - - - 7 Marapu 4.119 4.242 17.719 28.049 28.765 8 Aliran lainya - - - - - Jumlah Penduduk 109.070 112.379 100.068 91.858 93.156 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016

Rasio Tempat Ibadah Persatuan Penduduk Untuk menghitung rasio tempat ibadah persatuan penduduk di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel berikut. Tabel 2.16. Rasio Tempat Ibadah Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat 2011 2012 2013 Bangunan Jumlah Jumlah Jumlah No Tempat Jumlah Jumlah Jumlah Pemeluk Rasio Pemeluk Rasio Pemeluk Rasio Ibadah (Unit) (Unit) (Unit) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) 1. Masjid 8 9.291 1:1161 8 4.778 1:597 7 5.664 1:809

Gereja 2. 54 23.483 1:434 55 25.077 1:455 56 29.215 1:521 Khatolik

Gereja 3. 171 79.406 1:464 172 80.204 1:466 173 81.975 1:473 Protestan

4 Pura /Vihara 1 199 1:199 1 200 1:200 1 214 1:214

Lanjutan 2014 2015 Jumlah Pemeluk Jumlah Pemeluk Jumlah (Unit) Rasio Jumlah (Unit) Rasio (Jiwa) (Jiwa) 8 6.240 1:780 8 6.870 1:858

58 22.393 1:386 60 29.215 1:486

178 62.977 1:353 179 62.977 1:351

1 248 1:248 1 248 1:248 Sumber : Kabupaten Dalam Angka Sumba Barat Tahun 2012-2016

2.1.4.4. Jumlah Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk akan selalu dikaitkan dengan tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk atau migrasi baik perpindahan ke luar

II-39 maupun dari luar. Pertumbuhan penduduk adalah peningkatan atau penurunan jumlah penduduk suatu daerah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penduduk yang minus berarti jumlah penduduk yang ada pada suatu daerah mengalami penurunan yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Pertumbuhan penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari luar ke dalam lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan penduduk dari dalam keluar. Komponen pertumbuhan penduduk : 1. Faktor penambah  Kelahiran (fertilitas) adalah: kemampuan riil seorang wanita atau sekelompok untuk melahirkan, yang dicerminkan dalam jumlah bayi yang dilahirkan hidup.  Migrasi masuk (imigrasi) adalah masuknya penduduk ke suatu daerah tempat tujuan. 2. Faktor pengurang  Kematian (mortalitas) adalah keadaan menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.  Migrasi keluar (emigrasi) adalah perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah. Hasil perhitungan laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sumba Barat dituangkan dalam tabel berikut ini. Tabel 2.17. Jumlah Penduduk Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Perkembangan Jumlah No Tahun Penduduk Penduduk (%) 1 2011 113.189 2 2 2012 116.621 3 3 2013 117.787 1 4 2014 119.907 2 5 2015 121.921 2 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016

II-40 2.1.4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Rasio jenis kelamin (sex rasio) adalah banyaknya penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan ((penduduk laki-laki) : (penduduk perempuan) x 100). Dari rumusan tersebut dapat diketahui jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dalam satu wilayah. Hasilnya dituangkan dalam tabel berikut. Tabel 2.18. Pengelompokan Penduduk Berdasarkan Umur Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Kelompok No 2011 2012 2013 2014 2015 Umur 1 0-4 15.652 16.970 16.801 16.902 17.386 2 5-9 16.342 15.287 15.259 15.427 15.796 3 10-14 14.429 14.737 14.257 14.453 14.765 4 15-19 10.581 12.095 12.446 12.834 12.878 5 20-24 8.849 8.545 9.204 9.521 9.506 6 25-29 8.113 8.371 8.548 8.596 8.839 7 30-34 8.068 8.148 8.140 8.253 8.421 8 35-39 6.857 7.209 7.226 7.314 7.482 9 40-44 5.544 6.051 6.147 6.250 6.366 10 45-49 5.193 5.110 5.182 5.301 5.368 11 50-54 3.835 4.206 4.302 4.444 4.459 12 55-59 2.850 3.033 3.179 3.326 3.296 13 60-64 1.820 2.393 2.493 2.588 2.585 14 65-69 1.809 1.982 1.958 2.009 2.031 15 70-74 1.718 1.264 1.405 1.430 1.456 16 75 keatas 1.526 1.220 1.240 1.259 1.287 Jumlah 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka 2012-2016

2.1.4.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pesebaran Penduduk/Geografis Persebaran penduduk dapat dihitung berdasarkan : 1. Persebaran geografis; yaitu persebaran penduduk menurut pulau. 2. Persebaran administratif dan politis, yaitu persebaran penduduk berdasarkan kecamatan. Berikut tabel sebaran penduduk menurut luas wilayah di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014.

II-41 Tabel 2.19. Sebaran Penduduk Menurut Luas Wilayah dan Kepadatan Tahun 2014 Kabupaten Sumba Barat Jumlah Penduduk Kepadatan No Kecamatan Luas (Km²) (Jiwa) (jiwa/Km2) 1 Lamboya 17.043 125,65 135 2 Wanokaka 15.387 133,68 115 3 Laboya Barat 8.170 161,23 50 4 Loli 30.113 132,36 227 5 Kota Waikabubak 31.834 44,71 712 6 Tana Righu 19.015 139,79 138 121.921 737,42 165 Sumber : Kabupaten Dalam Angka Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015

2.1.4.7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Selain berdasarkan jenis kelamin, penduduk juga dapat dikelompokan berdasarkan tingkat pendidikan. Pengelompokan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Sumba Barat dapat menggunakan tabel berikut. Tabel 2.20. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan Tahun 2011- 2015 Kabupaten Sumba Barat No APT 2011 2012 2013 2014 2015 1 Belum tamat SD/sederajat 36.319 39.517 44.366 45.987 33.532 2 SD/Sederajat 17.163 18.398 19.998 20.602 20.709 3 SMP/Sederajat 13.153 14.575 16.554 17.140 17.310 4 SMA/Sederajat 14.423 15.429 18.076 18.718 19.001 5 D I / D II 245 391 436 442 443 6 Akademi/D-III/Sarjana Muda 786 907 1.096 1.127 1.139 7 D IV/Strata I 2.898 3.276 4.048 4.191 4.262 8 Strata II 58 79 87 89 92 9 Strata III - - - 2 2 10 Tidak sekolah / Tidak Tamat 21.838 19.258 18.075 17.320 13.532 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2015

2.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Aspek kesejahteraan masyarakat mengambarkan gambaran dan hasil analisis terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat, mencakup kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, seni budaya dan olah raga.

II-42 2.2.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sumba Barat PDRB adalah salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi. PDRB merupakan hasil penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh unit-unit kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Dalam kurun waktu 2010- 2014 PDRB Kabupaten Sumba Barat tetap beranjak naik. Untuk mengetahui perkembangan PDRB Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2014 dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 2.21. Produk Domestik Regional Bruto Seri 2010 Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2014 PDB-ADHB PDB-ADHK Perkembangan Perkembangan Tahun (Milyar (Milyar (%) (%) Rupiah) Rupiah) 2010 930,86 100% 930,86 100% 2011 1.040,99 112% 975,76 105% 2012 1.164,08 125% 1.024,89 110% 2013 1.313,73 141% 1.077,82 116% 2014 1.467,87 158% 1.129,10 121% Sumber: BPS Kabupaten Sumba Barat (diolah) Tahun 2016

Dapat dilihat pada tabel di atas, pada tahun 2010 PDRB Kabupaten Sumba Barat atas dasar harga berlaku sebesar 930,86 (milyar rupiah) dan atas dasar harga konstan sebesar 930,86 (milyar rupiah). PDRB Kabupaten Sumba Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan, pada tahun 2014 PDRB atas dasar harga berlaku menjadi 1.467,87 (milyar rupiah) dan atas dasar harga konstan menjadi 1.129,10 (milyar rupiah).

II-43

Gambar 2. 4 Perkembangan PDRB Seri 2010 Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2014 Sumber: Data diolah, 2016

Berdasarkan pada gambar di atas, menjelaskan bahwa perkembangan PDRB Kabupaten Sumba Barat dari tahun 2010 sampai tahun 2014 terus meningkat. Perkembangan PDRB Kabupaten Sumba Barat atas dasar harga berlaku dari tahun 2010 sampai 2014 meningkat menjadi 158% dan perkembangan PDRB Kabupaten Sumba Barat atas dasar harga konstan dari tahun 2010 sampai tahun 2014 meningkat menjadi 121%. Pada PDRB Kabupaten Sumba Barat atas dasar harga berlaku menunjukkan peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan PDRB Kabupaten Sumba Barat atas dasar harga konstan. Hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan total PDRB Kabupaten Sumba Barat ini tidak terlepas dengan adanya peningkatan PDRB di masing-masing sektor.

2.2.1.2 Laju Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat Pertumbuhan ekonomi disamping dapat berdampak peningkatan pendapatan pada akhirnya juga akan berpengaruh pada pendapatan daerah. Semakin mampu menggali potensi perekonomian daerah yang ada, akan semakin besar Produk Domestik Regional Bruto dan Pendapatan Asli Daerah, sehingga mampu meningkatkan keuangan daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu

II-44 gambaran mengenai dampak dari kebijaksanaan pembangunan yang telah diambil khususnya dalam bidang ekonomi. Bagi setiap daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang telah dicapai, dan berguna sebagai bahan untuk menentukan kebijaksanaan dan arah pembangunan dimasa yang akan datang. Pertumbuhan tersebut merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai sektor ekonomi, yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Untuk mengetahui Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011- 2014 dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 2.22. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2014 Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi 2011 4,82% 2012 5,03% 2013 5,17% 2014 4,76% Sumber: Data diolah, 2016

Dapat dilihat pada tabel di atas, Pada tahun 2011 laju pertumbuhan Kabupaten Sumba Barat sebesar 4,82% dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 5,03% dan pada tahun 2013 laju pertumbuhan Kabupaten Sumba Barat meningkat lagi menjadi sebesar 5,17%. Namun kemudian pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat melambat menjadi 4,76%. Hal tersebut disebabkan melambatnya pertumbuhan nasional dan regional yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat.

II-45

Gambar 2. 5 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2014 Sumber: Data diolah, 2016

Dari gambar di atas laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat terlihat jelas. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat sebesar 4,82%, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 5,03% dan tahun 2013 menjadi 5,17%. Selanjutnya pada tahun 2014 melambat lagi menjadi 4,76%.

2.2.1.3 Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sumba Barat menurut lapangan usaha (sektor), Atas Dasar Harga Konstan tahun 2011-2014 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.23. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2014 Kategori Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,91% 2,49% 2,67% 2,87% B Pertambangan dan Penggalian 6,30% 7,50% 6,97% 6,66% C Industri Pengolahan 3,66% 4,33% 4,32% 3,75% D Pengadaan Listrik dan Gas 5,64% 6,30% 7,68% 7,09% E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 6,67% 5,59% 7,48% 4,73% dan Daur Ulang F Konstruksi 7,49% 7,04% 5,32% 5,82% G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 6,53% 8,19% 6,86% 5,81% Mobil dan Spd Motor H Transportasi dan Pergudangan 4,02% 3,99% 5,32% 5,54%

II-46 Kategori Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4,97% 6,64% 7,72% 6,31% J Informasi dan Komunikasi 5,43% 4,95% 5,51% 4,42% K Jasa Keuangan dan Asuransi 7,97% 8,41% 8,82% 7,13% L Real Estate 4,54% 4,69% 4,53% 3,85% M,N Jasa Perusahaan 4,26% 3,94% 3,30% 2,91% O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 7,55% 6,69% 7,36% 7,03% Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan 3,35% 2,61% 4,47% 3,37% Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4,08% 3,90% 3,11% 3,27% R,S,T,U Jasa lainnya 5,30% 2,94% 3,21% 2,50% PDRB 4,82% 5,03% 5,17% 4,76% Sumber: Data Diolah, 2016

Dari tabel di atas, laju pertumbuhan ekonomi menurut sektor di Kabupaten Sumba Barat tahun 2014 yang mengalami pertumbuhan yang meningkat adalah sektor : 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Konstruksi 3. Transportasi dan Pergudangan 4. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan melambat adalah sektor : 1. Pertambangan dan Penggalian 2. Industri Pengolahan 3. Pengadaan Listrik dan Gas 4. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7. Informasi dan Komunikasi 8. Jasa Keuangan dan Asuransi 9. Real Estate 10. Jasa Perusahaan 11. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 12. Jasa Pendidikan 13. Jasa lainnya

II-47 2.2.1.4 Struktur Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Struktur perekonomian menggambarkan berapa besar peran masing- masing sektor terhadap pembentukan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dari nilai peran sembilan sektor perekonomian bisa dilihat sektor mana yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan angka PDRB. Dengan melihat besarnya peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Sumba Barat, dapat diketahui mana kecenderungan struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat tersebut. Seiring dengan berkembangnya perekonomian Kabupaten Sumba Barat, maka akan terjadi pula perubahan- perubahan peranan setiap sektor yang berakibat bergesernya struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat tersebut. Untuk mengetahui Struktur Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2010-2014 dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 2.24. Struktur Ekonomi Kabupaten Sumba Barat ADHB Tahun 2010-2014 Kategori Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014 A Pertanian, Kehutanan, dan 29,55% 29,29% 28,80% 28,54% 28,39% Perikanan B Pertambangan dan Penggalian 1,04% 1,03% 1,03% 1,06% 1,11% C Industri Pengolahan 1,79% 1,76% 1,75% 1,72% 1,69% D Pengadaan Listrik dan Gas 0,05% 0,04% 0,04% 0,03% 0,03% E Pengadaan Air, Pengelolaan 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi 6,20% 6,08% 6,36% 6,23% 6,33% G Perdagangan Besar dan Eceran; 15,77% 15,98% 16,00% 15,92% 15,85% Reparasi Mobil dan Spd Motor H Transportasi dan Pergudangan 2,26% 2,19% 2,14% 2,10% 2,06% I Penyediaan Akomodasi dan 0,31% 0,31% 0,32% 0,33% 0,34% Makan Minum J Informasi dan Komunikasi 6,38% 6,41% 6,34% 6,30% 6,21% K Jasa Keuangan dan Asuransi 4,38% 4,50% 4,66% 4,84% 5,00% L Real Estate 2,70% 2,67% 2,66% 2,71% 2,75% M,N Jasa Perusahaan 0,22% 0,21% 0,20% 0,20% 0,20% O Administrasi Pemerintahan, 15,73% 15,93% 16,36% 16,58% 16,47% Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan 9,88% 9,92% 9,81% 9,97% 10,12% Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan 1,52% 1,51% 1,44% 1,38% 1,39% Sosial R,S,T,U Jasa lainnya 2,20% 2,16% 2,09% 2,07% 2,04% PDRB 100% 100% 100% 100% 100% Sumber: Data diolah, 2016

II-48 Dari perkembangan struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat dari tahun 2010 hingga tahun 2014 lebih didominasi sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Spd Motor, sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, dan sektor Jasa Pendidikan. Pada gambar 2.6 di bawah ini lebih menjelaskan bahwa struktur ekonomi terdiri dari sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Spd Motor, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, sektor Real Estate, sektor Jasa Perusahaan, sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, serta sektor Jasa lainnya. Struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2014 yang paling besar adalah sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (26,72%), sektor Konstruksi (10,59%), sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Spd Motor (13,10%), sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (9,92%), dan sektor Jasa Pendidikan (16,00%). Struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat tahun 2014 yang paling kecil adalah sektor Pengadaan Listrik dan Gas (0,03%), sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (0,02%), sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (0,25%), dan sektor Jasa Perusahaan (0,25%).

II-49

Gambar 2. 6 Struktur Ekonomi Kabupaten Sumba Barat ADHB Tahun 2010-2014 Sumber: Data diolah, 2016

2.2.1.5 Pendapatan Perkapita Kabupaten Sumba Barat Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah adalah PDRB perkapita, dimana semakin besar PDRB perkapita suatu daerah bisa diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan masyarakat, begitu pula sebaliknya. PDRB perkapita merupakan total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Sumba Barat. Tabel 2.25. Pendapatan Perkapita Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2014 PDRB-ADHB Jumlah Pendapatan Tahun Jumlah (Milyar Rp) Penduduk Perkapita 2010 930,86 110.993 8.386.610,87 2011 1.040,99 113.189 9.196.876,90 2012 1.164,08 116.621 9.981.769,15 2013 1.313,73 117.787 11.153.461,76 2014 1.467,87 119.907 12.241.761,53 Sumber : BPS Kabupaten Sumba Barat (diolah) Tahun 2016

PDRB-ADHB Kabupaten Sumba Barat selama tahun 2010-2014 terus mengalami perkembangan yang positif, dari 930,86 (milyar rupiah) tahun 2010 menjadi 1.467,87 (milyar rupiah) pada tahun 2014. Begitu juga dengan PDRB perkapita di Kabupaten Sumba Barat juga mengalami peningkatan yang

II-50 signifikan, dari Rp8.386.610,87perkapita tahun 2010 menjadi Rp12.241.761,53 perkapita pada tahun 2014.

Gambar 2. 7 Pendapatan Perkapita Kabupaten Sumba Barat ADHB Tahun 2010-2014 Sumber: Data diolah, 2016

Dari gambar 2.7 di atas terlihat perkembangan pendapatan perkapita Kabupaten Sumba Barat yang menggembirakan dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa kesejahteraan penduduk Kabupaten Sumba Barat meningkat seiring dengan meningkatnya produk domestik regional bruto atas dasar harga yang berlaku.

2.2.1.6 Tingkat Inflasi Kabupaten Sumba Barat Secara riil, tingginya kenaikan harga berbagai bahan kebutuhan hidup dari bulan ke bulan maupun dari tahun ke tahun tergambar dari angka inflasinya. Penilaian angka atau tingkat keparahan inflasi biasanya dikelompokkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu: inflasi ringan (kurang dari 10%), inflasi sedang (10%-30%), inflasi berat (30%-100%) dan hiper inflasi (lebih dari 100%). Masalah inflasi dapat berakibat buruk bagi individu, masyarakat dan kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Salah satu akibat penting dari inflasi ialah cederung menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat. Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan menjadi

II-51 semakin memburuk sekiranya inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi cenderung akan bertambah cepat apabila tidak diatasi. Inflasi yang bertambah serius tersebut cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan impor. Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Perkembangan Inflasi di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2. 8 Tingkat Inflasi (IH Implisit) Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2014 Sumber: Data diolah, 2016

Perkembangan inflasi di Kabupaten Sumba Barat yang ditunjukkan gambar 2.8 dari tahun 2011 sebesar 6,68% dan pada tahun 2012 inflasi Kabupaten Sumba Barat turun menjadi 6,47%. Kemudian pada tahun 2013 inflasi Kabupaten Sumba Barat meningkat tajam menjadi 7,31%. Selanjutnya pada tahun 2014 inflasi Kabupaten Sumba Barat menurun menjadi 6,66%.

2.2.1.7 Persentase Penduduk Diatas Garis Kemiskinan Kemiskinan telah menjadi isu sentral dalam setiap tahapan perencanaan pembangunan baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini mudah dipahami bahwa tujuan dari suatu proses pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, atau dengan kata lain sasaran dari pembangunan adalah untuk mengurangi penduduk yang dikategorikan sebagai penduduk miskin.

II-52 Banyaknya dimensi dari masalah kemiskinan, menuntut metodologi perhitungan penduduk miskin semakin bertambah kriteria-kriteria kemiskinan, namun secara umum kriteria yang digunakan dengan pendekatan “basic needs approach” atau pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar yang dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar manusia. Jumlah dan persentasi penduduk miskin dihitung berdasarkan tingkat pengeluaran perkapita per bulan untuk memenuhi batas kecukupan kebutuhan makanan dan non makanan. Data jumlah penduduk miskin Kabupaten Sumba Barat selama 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun 2011 – 2015 menunjukkan kecenderungan menurun setiap tahunnya walaupun penurunannya tidak signifikan. Perkembangan penurunan jumlah penduduk miskin Kabupaten Sumba Barat dan Provinsi NTT, tahun 2011 – 2015 dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 2.26. Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Sumba Barat dan Provinsi NTT Tahun 2011 – 2015. No Tahun Sumba Barat % NTT % 1 2011 34.100 29,84 986.500 20,48 2 2012 34.600 29,61 1.000.300 20,41 3 2013 34.200 28,92 1.006.900 20.24 4 2014 33.900 28,04 991.880 19,60 5 2015 33.800 27,74 1.159.840 22,61 Sumber : Survey Sosial Ekonomi Nasional 2013

2.2.1.8 Angka Kriminalitas Yang Ditangani Angka Kriminalitas adalah rata-rata kejadian kriminalitas dalam satu bulan pada tahun tertentu. Artinya dalam satu bulan rata-rata terjadi berapa tindak kriminalitas untuk berbagai kategori seperti pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan sebagainya. Indikator ini berguna untuk menggambarkan tingkat keamanan masyarakat, semakin rendah tingkat kriminalitas, maka semakin tinggi tingkat keamanan masyarakat. Berikut gambaran kondisi kriminalitas di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

II-53 Tabel 2.27. Gambaran Kondisi Kriminalitas Kabupaten Sumba Barat 2011-2015 No Jenis Kriminal 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah Kasus Narkoba - - 2 - - 2. Jumlah Kasus Pembunuhan 6 3 2 6 5 3. Jumlah Kejahatan Seksual 15 20 17 21 17 4. Jumlah Kasus Penganiayaan 75 85 67 78 85 5. Jumlah Kasus Pencurian 110 132 100 127 115 6. Jumlah Kasus Penipuan 16 14 32 17 29 Jumlah Kasus Pemalsuan Materai / 7. - 1 2 1 3 Surat 8. Politik - - - - - 9. Terhadap Kepala Negara - - - - - 10. Terhadap Ketertiban Umum - - - - - 11. Pembakaran 11 2 10 4 12. Penyuapan - - - - - 13. Perampokan / Pencurian 2 1 7 - - 14. Memeras / Mengancam 6 4 5 9 9 15. Penggelapan 8 16 7 9 7 16. Dalam Jabatan - - - - - 17. Jumlah Perjudian - - - - - 18. Merusak Barang 17 18 23 22 31 19. Penadah - 1 - - - 20. Lain-lain 96 81 72 63 55 21. Ekonomi - - - - Jumlah Tindak Kriminal selama 1 362 378 347 357 360 22. Tahun Angka Kriminalitas 0,32 % 0,32 % 0,29 % 0,30 % 0,30 % 122.023 Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 * Sumber : POLRES SUMBA BARAT Tahun 2011 - 2015.

Tabel 2.28. Gambaran Masalah Sosial Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Anak balita terlantar - - 2 2 2 2 Anak terlantar 198 212 215 297 239 3 Anak berhadapan dengan hukum - - 5 9 18 4 Anak jalanan - - - - - 5 Lanjut usia terlantar 40 60 60 40 50 6 Wanita rawan sosial ekonomi - - 169 450 25 11 RTSM/ Kepala Keluarga Miskin 3571 - - 17.066 12 Rumah tidak layak huni 7112 6920 6015 5472 4670 13 Keluarga bermasalah sosial - - - - - psikologi 14 Korban bencana alam 30 98 68 77 63 15 Komunitas adat terpencil 50 50 50 60 50 16 Korban bencana sosial - - - - - 17 Pekerja migran terlantar - - - - - 18 Penyandang HIV/AIDS - - - - 3

II-54 No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 19 Keluarga rentan sosial ekonomis - - - - - Sumber : Dinas Sosial Tahun 2015

2.2.1.9 Pemerataan Pendapatan Pemerataan pendapatan rumah tangga yang diukur dari kelompok- kelompok pengeluaran bulanan, data menunjukan adanya peningkatan daya beli masyarakat pada kelompok pendapatan dengan pengeluaran per kapita per bulan antara kelompok pengeluaran Rp. 200.000 – Rp. 249.999 selama 3 (tiga) tahun terus meningkat dimana pata tahun 2012 persentasi sebesar 27,18% meningkat menjadi 32,87% pada tahun 2013 pengeluaran Rp. 300.000 – Rp. 499.999 selama 3 (tiga) tahun terakhir pertumbuhannya berfluktuasi, dimana pada tahun 2012 sebesar 31,10% menurun menjadi 29,80% pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 meningkat kembali menjadi 33,77%, sedangkan kelompok pengeluaran kurang dari Rp. 100.000 – Rp. 199.999 selama 3 (tiga) tahun terakhir tidak mengalami perubahan yaitu tetap 0%, ini artinya pendapatan masyarakat dengan pengeluaran per kapita per bulan kurang dari Rp. 100.000 – Rp. 199.999 tidak ada lagi. Indikasi peningkatan daya beli masyarakat berdasarkan kelompok pendapatan dengan pengeluaran per kapita per bulan. Hal ini dapat dilihat dari grafik persentase penduduk menurut golongan pengeluaran sebagaimana yang tertuang dalam gambar berikut.

II-55

Gambar 2. 9 Grafik Pesentasi Penduduk menurut Golongan Pengeluaran Per Kapita Sebulan, Kabupaten Sumba Barat Tahun 2012 – 2014 SUMBER: Susenas 2012, 2013, dan 2014

2.2.2. Fokus Kesejahteraan Sosial 2.2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Fokus kesejahteraan sosial dilakukan terhadap indikator angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan dan rasio penduduk yang bekerja. Berikut disajikan uraian fokus kesejahteraan di Kabupaten Sumba Barat. Tabel 2.29. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2015 Komponen 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Angka Harapan 64,85 65,00 65,75 65,85 66,00 Hidup (Tahun) Angka Melek 81,30 81,44 81,88 82,16 82,81 Huruf (%) Rata-rata Lamanya 5,96 6,42 6,54 6,64 6,74 Sekolah (Tahun) Pengeluaran Riil 606,67 612,59 615,31 620,15 623,39 per Kapita (ribu

II-56 Komponen 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rp.) Indeks Pembangunan 62,79 63,85 64,88 65,49 66,51 Manusia Catatan : *) menggunakan metodologi baru, Sumba Barat peringkat 9 dari 22 Kabupaten / Kota di NTT Sumber : IPM NTT 2014

2.2.2.2. Pendidikan A. Angka Melek Huruf (AMH) Angka Melek Huruf (dewasa) adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. AMH dapat digunkan untuk : 1. Mengukur keberhasilan program 4 program pemberantasan buta huruf, terutama di daerah pedesaan di Indonesia dimana masih tinggi jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat SD. 2. Menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media. 3. Menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Sehingga angka melek huruf dapat berdasarkan kabupaten mencerminkan potensi perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah. Angka melek huruf didapat dengan membagi jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun keatas kemudian hasilnya dikalikan dengan seratus. Untuk lebih jelasnya angka melek huruf di Kabupaten Sumba Barat 5 tahun terakhir berdasarka Buku Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka dapat dilihat pada tabel berikut.

II-57 Tabel 2.30. Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 Angka Melek Huruf (%) 19,68 18,15 16,63 15,10 13,57 Sumber : KDA Tahun 2012-2016 Dari tabel diatas persentase angka melek huruf dari tahun 2011 sampai tahun 2015 berturut-turut yaitu 19,68 %, 18,15 %, 16,63 %, 15,10 % dan 13,57 %. B. Angka Rata-rata Lama Sekolah Lamanya Sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan Tingkat Pendidikan Terakhir (TPT). Pada prinsipnya angka ini merupakan transformasi dari bentuk kategori TPT menjadi bentuk numerik. Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Lamanya bersekolah merupakan ukuran akumulasi investasi pendidikan individu. Setiap tahun tambahan sekolah diharapkan akan membantu meningkatkan pendapatan individu tersebut. Rata-rata lama bersekolah dapat dijadikan ukuran akumulasi modal manusia suatu daerah. Ukuran ini mengatasi masalah kekurangan estimasi dari TPT yang tidak mengakomodir kelas tertinggi yang pernah dicapai individu. Tetapi, jumlah tahun bersekolah ini tidak mengindahkan kasus-kasus tidak naik kelas, putus sekolah yang kemudian melanjutkan kembali, dan masuk sekolah dasar di usia yang terlalu muda atau sebaliknya. Sehingga nilai dari jumlah tahun bersekolah menjadi terlalu tinggi kelebihan estimasi atau bahkan terlalu rendah (underestimate). Berdasarkan Buku Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka yang ada angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel berikut.

II-58 Tabel 2.31. Perkembangan Angka Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 Angka Rata-Rata Lama 6,42 6,44 6,62 6,64 6,38 Sekolah (Tahun) Sumber : Kabupaten Dalam Angka Tahun 2012-2016

C. Angka Partisipasi Murni (APM) Angka partisipasi murni adalah perbandingan penduduk usia antara 7 hingga 18 tahun yang terdaftar sekolah pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi, jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. APM di suatu jenjang pendidikan didapat dengan membagi jumlah siswa atau penduduk usia sekolah yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang sekolah tersebut. Berikut gambaran APM di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.32. Angka Partisipasi Murni (APM) Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Angka Partisipasi Murni 2011 2012 2013 2014 2015 1 SD : 7 – 12 93,46 95,36 94,36 95,00 95,04 2 SMP : 13 – 15 56,05 39,26 59,86 73,82 75,32 3 SMA/MA : 16 – 18 35,01 43,25 46,30 62,53 72,06 Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Sumba Barat 2015 Dan Dinas PPOTahun 2015

II-59 Angka Partisipasi Murni (APM) menurut jenjang pendidikan penduduk usia sekolah yang tepat waktu dalam setiap jenjang pendidikan. D. Angka Partisipasi Kasar (APK) APK adalah perbandingan jumlah siswa pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun atau rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. APK didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah (atau jumlah siswa), tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut. Berikut gambaran APK di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.33. Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Angka Partisipasi Kasar 2011 2012 2013 2014 2015 1 SD : 7 – 12 129 115 145 121 116,47 2 SMP : 13 – 15 91 85 99 88 100,89 3 SMA/MA : 16 – 18 74 87 73 73 69,06 Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Sumba Barat 2015

Upaya untuk memperluas jangkauan pelayanan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan pemerataan pemanfaatan fasilitas pendidikan, sehingga semakin banyak penduduk usia sekolah untuk dapat bersekolah pada setiap jenjang pendidikan. Data menunjukan bahwa pada tahun 2012 penduduk usia 7–12 tahun yang bersekolah pada jenjang pendidikan dasar (SD) sebanyak 129 %, ini menunjukan bahwa Angka Partisipasi

II-60 Kasar (APK) anak usia diatas 7–12 tahun yang masih duduk di bangku SD masih tinggi. E. Angka Pendidikan yang ditamatkan (APT) APT adalah menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat terakhir suatu jenjang sekolah di sekolah negeri maupun swasta dengan mendapatkan surat tanda tamat belajar/ijazah. APT bermanfaat untuk menunjukkan pencapaian pembangunan pendidikan di suatu daerah, juga berguna untuk melakukan perencanaan penawaran tenaga kerja, terutama untuk melihat kualifikasi pendidikan angkatan kerja di suatu wilayah. Untuk gambaran tentang kondisi APT di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.34. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No APT 2011 2012 2013 2014 2015 1 Tidak Punya Ijasah 40,32 48,54 47,89 - - 2 Tamat SD/Sederajat 26,70 21,19 24,51 - - 3 Tamat SMP/Sederajat 14,18 11,66 12,92 - - 4 Tamat SMA/Sederajat 13,72 13,24 12,06 - - 5 Tamat D I/II 0,69 0,44 0,18 - - Tamat Akademi/D-III/Sarjana 6 1,79 1,15 0,23 - - Muda 7 Tamat D IV/Strata I/II/III 2,58 3,79 2,19 - - Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga Tahun 2012-2016

Disamping itu APT juga merupakan persentase jumlah penduduk, baik yang masih sekolah ataupun tidak sekolah lagi, menurut pendidikan tertinggi yang telah ditamatkan. Dimana perkembangan angka pendidikan yang ditamatkan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.35. Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan (APT) Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No APT 2011 2012 2013 2014 2015 1 Tidak Punya Ijasah 48,10 40,34 48,54 47,89 34,73 2 SD/Sederajat 23,81 26,70 21,19 24,51 28,23 3 SMP/Sederajat 11,18 14,18 11,66 12,92 15,58 4 SMA/Sederajat 11,89 13,72 13,24 12,06 17,18

II-61 No APT 2011 2012 2013 2014 2015 5 D I/II 0,69 0,69 0,44 0,18 0,28 6 Akademi/D-III/Sarjana Muda 1,19 1,79 1,15 0,23 1,17 7 D IV/Strata I/II/III 3,14 2,58 3,79 2,19 2,84 Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Tahun 2012-2016

2.2.2.3. Kesehatan A. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat seletah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Angka kematian bayi (AKB) mengambbarkan banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu. Perkembangan angka kematian bayi di Kabupaten Sumba Barat menunjukkan angka yang kurang stabil setiap tahunnya. Dari data yang tersedia pada tahun 2012 mengalami sedikit penurunan di tahun 2013 yaitu sebesar 1. Kekwatiran mulai muncul ketika memasuki tahun 2013 ke tahun 2014 terjadi peningkatan kematian bayi, untuk lebih jelasnya lihat pada tabel berikut. Tabel 2.36. Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Tahun 2012 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Tahun Uraian 2012 2013 2014 2015 Angka kematian bayi (kasus) 4 3 5 7 Angka kematian balita (kasus) 3 7 11 4 Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang Kesehatan Tahun 2016

B. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 kelahiran Hidup Angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Sumba Barat dari tahun 2012- 2014 cenderung fluktuatif, hal itu bisa dilihat dari angka kematian ibu pada tahun 2012 sebesar 2 meningkat menjadi 4 pada tahun 2014. Hal itu terjadi karena sebagian besar penyebabnya kematian berasal dari penyakit penyerta, misalnya jantung, gagal ginjal, sesak dan lain-lain, hanya sebagian kecil akibat langsung proses kehamilan dan persalinan.

II-62 Untuk lebih jelasnya perkembangan angka kematian ibu di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pad tabel berikut. Tabel 2.37. Perkembangan Angka Kematian Ibu Tahun 2012 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Tahun Uraian 2012 2013 2014 2015 Angka kematian ibu (kasus) 2 3 4 4 Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang Kesehatan Tahun 2016

C. Angka Usia Harapan Hidup Angka usia harapan hidup pada waktu lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. Angka harapan hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka harapan hidup saat lahir adalah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Angka harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Idealnya angka harapan hidup dihitung berdasarkan angka kematian menurut umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat tabel kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan dengan mengutip angka yang diterbitkan BPS. Untuk gambaran angka usia harapan hidup di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 4 tahun terakhir perkembangan dapat dilihat pada tabel berikut.

II-63 Tabel 2.38. Perkembangan Angka Usia Harapan Hidup Tahun 2012 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Tahun Uraian 2012 2013 2014 2015 Angka Harapan Hidup (%) 65,75 65,85 66,00 66,05 Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang Kesehatan Tahun 2016

D. Prosentase Balita Gizi Buruk Persentase balita gizi buruk adalah persentase balita dalam kondisi gizi buruk terhadap jumlah balita. Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari berat badan menurut umur. Klasifikasi status gizi dibuat berdasarkan standar WHO. WHO (1999) mengelompokkan wilayah yaitu kecamatan untuk kabupaten/kota dan kabupaten/kota untuk provinsi berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok dari seluruh jumlah balita, yaitu : 1. Rendah = di bawah 10 % 2. Sedang = 10-19% 3. Tinggi = 20-29% 4. Sangat tinggi = 30% Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum kondisi balita gizi buruk di Kabupaten Sumba Barat dalam periode kurun waktu 4 tahun terakhir perkembangan dapat dilihat pada tabel berikut.

II-64 Tabel 2.39. Prosentase Perkembangan Balita Gizi Buruk Tahun 2012 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Tahun Uraian 2012 2013 2014 2015 Prevalensi Gizi Buruk (%) 5,44 4,20 3,60 2,07 Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang Kesehatan Tahun 2016

Melihat prosentase perkembangan balita gizi buruk pada tabel di atas maka Kabupaten Sumba Barat berdasarkan klasifikasi WHO termasuk dalam kategori rendah yaitu di bawah 10 %. E. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Warga Miskin Sesuai dengan semangat otonomi daerah dimana berusaha mendekati pelayanan kepada masyarakat pelayanan kepada masyarakat. Begitu juga dalam urusan kesehatan, pemerintah daerah berupaya mempermudah dan meningkatakan akses pelayanan dan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat, tidak terkecuali warga miskin. Pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi berupaya memberikan jaminam pemeliharaan kesehatan masyarakat, begitu juga halnya yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Sumba Barat. Berikut data kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan masayarakat Kabupaten Sumba Barat. Tabel 2.40. Prosentase Perkembangan Peserta Jaminan Pemeliharaan kesehatan Warga Miskin Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Ketersediaan Jaminan Kesehatan 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jamkesmas 77,20 75,71 67,77 - 67,10 2 Jamkesda - - 9,86 - 9,76 3 JPK Jamsostek - - - - - 4 Tunjangan Perusahaan - - - - - 5 JPK PNS/Veteran/Pensiunan 4,59 4,50 1,65 - 8,95 6 Asuransi Kesehatan Swasta - - - - - 7 JPK MM/Kartu Sehat/JPK Gakin/ 87,30 97,19 - - - Kartu Miskin 8 Dana Sehat - - - - - 9 JPKM/JPK Lain 10,36 10,16 - - - Sumber : Hasil Pengolahan Data Bidang KesehatanTahun 2016

II-65 2.2.2.4. Kemiskinan Tingkat kemiskinan di Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2014 14,2%. Perkembangan jumlah penduduk miskin dan prosentase penduduk miskin di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.41. Perkembangan Penduduk Miskin Tahun 2013-2014 Kabupaten Sumba Barat Tahun Uraian 2013 2014 Jumlah RT Miskin (Jiwa) 16.650 17.066 Jumlah Penduduk (Jiwa) 117.787 119.907 Prosentase Penduduk Miskin 14,1 14,2 Sumber : BAPPEDA Tahun 2016

2.2.2.5. Kesempatan Kerja Salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam kerangka pembangunan daerah adalah menyangkut kualitas SDM. Kualitas SDM iniberkaitan erat dengan kualitas tenaga kerja yang tersedia untuk mengisi kesempatan kerja di dalam negeri dan di luar negeri. Kualitas tenaga kerja di suatu wilayah sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk suatu wilayah, maka semakin baik kualitas tenaga kerjanya. Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja dengan demikian dapat menyerap pertambahan angkatan kerja. Tabel 2.42. Jumlah Penduduk yang Bekerja dengan Angkatan Kerja Tahun 2015 Kabupaten Sumba Barat Angkatan Kerja No Golongan Umur Jumlah Bekerja Mencari Kerja 1 15-19 399 3.096 17.397 2 20-24 1.869 4.894 13.152 3 25-29 5.745 4.410 13.006 4 30-34 6.875 1.852 10.824 5 35-39 6.969 1.002 10.039 6 40-44 5.835 376 7.913 7 45-49 5.219 239 6.918

II-66 Angkatan Kerja No Golongan Umur Jumlah Bekerja Mencari Kerja 8 50-54 4.086 186 5.459 9 55-59 3.970 136 5.224 10 60+ 2.037 111 9.517 Jumlah 43.004 16.302 99449 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2015 Tabel 2.43. Jumlah Penduduk yang Bekerja dengan Angkatan Kerja Tahun 2010 s.d 2014 Kabupaten Sumba Barat No Tahun Angkatan Kerja Jumlah Bekerja Pengangguran 1 2011 22.114 9.838 81.231 2 2012 37.210 14.209 85.294 3 2013 41.221 15.699 95.170 4 2014 42.352 16.132 99.340 5 2015 43.004 16.302 99.449 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2015

2.2.3. Fokus Seni Budaya dan Olahraga Pembangunan bidang seni, budaya dan olahraga sangat terkait erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan 2 (dua) sasaran pencapaian pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan yaitu (i) untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab serta (ii) mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera. Pencapaian pembangunan seni, budaya dan olahraga dapat dilihat berdasarkan indikator sebagai berikut : a. Jumlah grup kesenian adalah jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk. b. Jumlah gedung kesenian adalah jumlah gedung kesenian per 10.000 penduduk. c. Jumlah klub olahraga adalah jumlah klub olahraga per 10.000 penduduk. d. Jumlah gedung olahraga adalah jumlah gedung olahraga per 10.000 penduduk. Selanjutnya penyajian pencapaian pembangunan seni, budaya dan olahraga di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-67 Tabel 2.44. Perkembangan Seni, Budaya dan Olahraga Tahun 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah cabang olahraga (Unit) 2 Lapangan olahraga (Unit) 2 2 2 6 6 3 Jumlah Kampung Situs (Unit) - - - 25 25 Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

2.3. ASPEK PELAYANAN UMUM 2.3.1. Fokus Layanan Urusan Wajib Pelayanan Dasar 2.3.1.1. Pendidikan A. Angka Partisipasi Sekolah (APS) APS merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda. APS adalah jumlah murid kelompok usia pendidikan dasar (7-12 tahun dan 13-15 tahun) yang masih menempuh pendidikan dasar per jumlah penduduk usia dasar. Perkembangan APS di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat tabel di bawah ini. Tabel 2.45. Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah(APS) Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Tahun No APS 2011 2012 2013 2014 2015 1 SD/Sederjat 24.253 24.390 24.052 24.533 24.027 2 SMP/Sederajat 6.375 6.838 7.429 8.269 9.071 Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

B. Rasio Ketersediaan Sekolah/Penduduk Usia Sekolah Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan SD/Mi, SMP/Mts dan SMA/MA/SMK perjumlah pendidikan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. Rasio ini mengidentifikasi kemapuan untuk menampung semua penduduk usia pendidikan SD/Mi, SMP/Mts dan SMA/MA/SMK. Untuk mengetahui rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah tersaji pada tabel sebagai berikut.

II-68 Tabel 2.46. Rasio Ketersediaan Sekolah Terhadap Penduduk Usia Sekolah Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Rasio Tahun No Ketersediaan 2011 2012 2013 2014 2015 Sekolah 1 SD/Sederjat 87 91 92 92 92 unit/24.253 unit/24.390 unit/24.052 unit/24.533 unit/24.027 murid murid murid murid murid 2 SMP/Sederajat 33 36 37 37 38 unit/6.375 unit/6.838 unit/7.429 unit/8.269 unit/9.071 murid murid murid murid murid Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

C. Rasio Guru/Murid Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru tingkat pendidikan SD/Mi, SMP/Mts dan SMA/MA/SMK per jumlah murid pendidikan SD/Mi, SMP/Mts dan SMA/MA/SMK. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar, disamping juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru tercapai mutu pengajaran. Untuk mengetahui rasio guru terhadap murid dapat dilihat tabel berikut ini Tabel 2.47. Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Jenjang 2011 2012 2013 2014 2015 Pendidikan 1 SD/MI 1.1 Jumlah Guru 1.036 1.100 1.133 1.242 1.225 1.2. Jumlah Murid 24.046 24.034 25.736 24.302 24.216 1.3 Rasio 431 458 440 511 505 2 SMP/MTs 2.1. Jumlah Guru 539 569 719 620 620 2.2. Jumlah Murid 7.070 7.476 8.269 8.269 8.269 2.3 Rasio 762 761 870 750 750 3 SMA/MA/SMK 3.1 Jumlah Guru 338 383 470 422 422 3.2 Jumlah Murid 4.651 5.201 5.617 6.028 6.028 3.3 Rasio 727 736 837 700 700 Sumber : Kabupaten Dalam Angka Tahun 2012-2016

II-69 D. Angka Putus Sekolah Angka putus sekolah di kabupaten Sumba Barat menurut Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2015 dalam 5 kurun waktu perkembangan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.48. Angka Putus Sekolah (APS) Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Angka Putus Sekolah 2011 2012 2013 2014 2015 1 SD/MI (siswa) 26 13 6 0 0 2 SMP/MTs (siswa) 34 21 12 6 4 3 SMA/SMK/MA (siswa) 12 8 6 4 2 Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

E. Angka Kelulusan Sekolah Angka kelulusan (AL) Sekolah di Kabupaten Sumba Barat menurut Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2015 dari tahun 2011-2015 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.49. Angka Kelulusan Sekolah Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Angka Kelulusan 2011 2012 2013 2014 2015 1 SD/MI (peserta) 2.504 2.775 3.136 3.339 - 2 SMP/MTs (peserta) 1.815 1.943 2.136 2.374 - 3 SMA/SMK/MA (peserta) 756 1.106 1.435 1.457 - Sumber : Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

2.3.1.2. Kesehatan A. Rasio Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Persatuan Balita Pengertian Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Untuk menghitung rasio posyandu per satuan balita di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut.

II-70 Tabel 2.50. Jumlah Posyandu dan Balita Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Posyandu 171 185 219 219 239 2. Jumlah Balita - - - 9.000 4.305 3. Rasio - - - 1:41 1:18 Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

B. Rasio Puskesmas, Poliklinik dan Pustu Untung menghitung rasio puskesmas, poliklinik dan pustu di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut. Tabel 2.51. Jumlah Puskesmas, Poliklinik dan Pustu Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Puskesmas 7 8 9 9 9 2. Jumlah Pustu 11 10 10 10 10 3. Jumlah Poskesdes 15 17 17 17 17 4. Jumlah Polindes 18 22 22 22 22 5. Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 Rasio 1 : 2219 1 : 2045 1 : 2030 1 : 2067 1 : 2102 Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

C. Rasio Rumah Sakit Persatuan Penduduk Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Untuk menghitung rasio rumah sakit per satuan penduduk di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut. Tabel 2.52. Jumlah dan Rasio Rumah Sakit Perjumlah Penduduk Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Rumah Sakit Umum 1 1 1 1 1 (Pemerintah) 2. Jumlah Rumah Sakit Jiwa/Paru - - - - - dan Penyakit Khusus Lainnya milik Pemerintah 3. Jumlah Rumah Sakit - - - - - AD/AU/AL/POLRI/Yayasan

II-71 No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 4 Jumlah Rumah Sakit Umum 1 1 1 1 1 Daerah (Kabupaten) 5 Jumlah Seluruh Rumah Sakit 2 2 2 2 2 6 Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 Rasio 1 : 56.594 1 : 58.310 1:58.893 1:59.953 1:60.960 Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

D. Rasio Rumah Dokter Per Satuan Pendud uk Indikator rasio dokter per jumlah penduduk menunjukkan tingkat pelayanan yang dapat diberikan oleh dokter dibandingkan jumlah penduduk yang ada. Apabila dikaitkan dengan standar sistem pelayanan kesehatan terpadu, idealnya satu orang dokter melayani 2.500 penduduk. Jumlah dokter dan dokter spesialis di Indonesia belum memenuhi kebutuhan sesuai rasio jumlah penduduk Indonesia. Selain itu distribusi dokter dan dokter spesialis tidak merata serta kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Untuk menghitung rasio dokter per satuan penduduk di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut. Tabel 2.53. Jumlah Dokter Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Dokter 33 31 33 35 29 2. Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 Rasio 1:3429 1:3761 1:3569 1:3425 1:4204 Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

E. Rasio Tenaga Medis Per Satuan Penduduk Rasio Tenaga Medis per jumlah penduduk menunjukkan seberapa besar ketersediaan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada penduduk. Untuk menghitung rasio tenaga medis persatuan penduduk di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut. Tabel 2.54. Jumlah Tenaga Medis Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Tenaga Medis 239 198 301 314 315 2. Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 3. Rasio 1:473 1:588 1:391 1:381 1:387 Sumber : Dinas Kesehatan Tahun 2016

II-72 2.3.1.3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang A. Rasio Panjang Jalan Perjumlah Kendaraan Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan dihitung untuk mengetahui tingkat ketersediaan sarana jalan dapat memberi akses tiap kendaraan. Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan adalah perbandingan panjang jalan terhadap jumlah kendaraan. Untuk mengetahui rasio panjang jalan perjumlah kendaraan di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.55. Rasio Panjang Jalan per Jumlah Kendaraan Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Panjang Jalan (Km) 534,35 534,35 534,35 534,35 534,35 2 Jumlah Kendaraan (Unit) 18.316 31.047 33.806 36.608 38.511 3 Rasio 1:34 1:58 1:63 1:68 1:72 Sumber : Dinas Perhubungan dan Komunikasi Tahun 2016

B. Proporsi Panjang Jalan dalam Kondisi Baik Kinerja jaringan jalan sebagai hasil dari manajemen pengelolaan didasarkan kepada beberapa indikator makro yaitu : 1. Kinerja Jaringan Jalan Berdasarkan Kemantapan Kinerja jaringan jalan berdasarkan aspek kemantapan adalah merupakan kinerja gabungan dari aspek kondisi dan aspek pemanfaatan/kapasitas. Kinerja jaringan jalan dinyatakan sebagai Mantap Sempurna, Mantap Marginal dan Tidak Mantap, dimana hal tersebut lebih merupakan definisi secara kualitatif. Untuk keperluan teknis operasional diperlukan suatu definisi atau batasan/kriteria teknis (“engineering criteria”) yang lebih jelas dan bersifat kuantitatif. Kinerja jaringan jalan berdasarkan kemantapan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu :  Mantap Sempurna, adalah semua ruas jalan dengan kondisi sedang sampai baik dan lebarnya memenuhi ketentuan lebar minimum perkerasan (berdasarkan LHR yang ada), atau semua

II-73 ruas jalan yang mantap baik dari aspek kondisi maupun aspek pemanfaatan/kapasitas.  Mantap Marginal, adalah semua ruas jalan dengan kondisi sedang sampai baik tetapi lebarnya kurang dari ketentuan berdasarkan jumlah LHR yang ada, atau sebaliknya yaitu jalan dengan lebar yang cukup tetapi kondisi rusak sampai rusak berat. Dapat dikatakan juga sebagai semua ruas jalan yang mantap dari aspek kondisi tetapi tidak mantap dari aspek pemanfaatan/kapasitas atau sebaliknya.  Tidak Mantap, adalah semua ruas jalan baik secara kondisi maupun kapasitas tidak mantap. 2. Kinerja Jaringan Jalan Berdasarkan Kondisi Kinerja jaringan berdasarkan kondisi dengan terminologi baik, sedang, sedang rusak, rusak dan rusak berat. Terminologi ini didasarkan pada besarnya persentase tingkat kerusakan dengan penjelasan sebagai berikut :  Kondisi Baik (B) adalah semua ruas jalan dimana permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi baik menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan ≤ 6%), sehingga arus lalu 4 lintas dapat berjalan lancar sesuai dengan kecepatan disain dan tidak ada hambatan yang disebabkan oleh kondisi jalan.  Kondisi Sedang (S) adalah semua ruas jalan dimana permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi sedang menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan 6 s/d 10%). Kerusakan yang ada belum (atau sedikit saja) menimbulkan gangguan terhadap kelancaran arus pergerakan lalu – lintas.  Kondisi Sedang Rusak (SR) adalah semua ruas jalan dimana permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi sedang menuju rusak menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan 10 s/d 16%). Kerusakan yang ada mulai menimbulkan

II-74 gangguan terhadap kelancaran arus pergerakan lalu–lintas, sehingga kendaraan harus mengurangi kecepatannya.  Kondisi Rusak (R) adalah semua ruas jalan dimana permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi rusak menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan 16 s/d 20%). Kerusakan yang ada sudah sangat menghambat kelancaran arus pergerakan lalu-lintas, sehingga kendaraan harus berjalan secara perlahan-lahan, mengurangi kecepatannya, kadangkala harus berhenti akibat adanya kerusakan atau hambatan pada permukaan perkerasan.  Kondisi Rusak Berat (RB) adalah semua ruas jalan dimana permukaan perkerasan, bahu jalan dan saluran samping dalam kondisi rusak berat menurut kriteria teknis (tingkat kerusakan > 20%). Kerusakan yang ada sudah sangat parah dan nyaris tidak dapat lagi dilewati oleh kendaraan roda 4, atau hanya dapat dilewati dengan kecepatan sangat rendah. 3. Kinerja Jaringan Jalan Berdasarkan Aspek Pemanfaatan Dua hal utama yang berkaitan erat dengan kinerja jalan, baik untuk individual segmen maupun untuk sepanjang ruas dan sistem jaringan adalah aspek kondisi dan aspek pemanfaatannya. Kondisi diukur (terutama) dengan besaran nilai Kondisi, sedangkan aspek pemanfaatan diukur dengan besaran V/C ratio. V/C ratio menunjukkan gambaran mengenai tingkat pelayanan suatu jalan dalam melayani arus (pergerakan) lalu–lintas, dimana semakin besar nilai V/C ratio berarti semakin rendahnya tingkat pelayanan jalan tersebut yang ditunjukkan dengan terjadinya kemacetan. Batasan nilai V/C ratio yang menunjukkan tingkat pelayanan mulai mendekati kemacetan diambil > 0,65. Untuk menghitung proporsi panjang jaringan jalan berdasarkan kondisi jalan di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut.

II-75 Tabel 2.56. Panjang Jaringan Jalan Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 Panjang jaringan jalan dalam 1 158,52 157,37 145,07 136,95 120,74 kondisi baik (Km) Panjang jalan dalam kondisi 2 135,43 153,50 151,90 147,17 213,16 sedang (Km) Panjang jaringan jalan dalam 3 108,82 117,53 125,07 139,62 164,09 kondisi rusak (Km) Panjang jaringan jalan dalam 4 131,54 105,96 112,31 110,61 120,67 kondisi rusak berat (Km) Panjang jarngan jalan menurut pemerintahan yang 5 15 15 15 15 15 berwenang - Jalan Negara (Km) Panjang jarngan jalan menurut pemerintahan yang 6 74,54 74,54 74,54 74,54 74,54 berwenang - Jalan Provinsi (Km) Panjang jarngan jalan menurut pemerintahan yang 7 444,81 444, 81 444, 81 444, 81 444, 81 berwenang - Jalan Kabupaten (Km) Panjang jalan menurut jenis 8 338,44 345,73 345,03 378,01 384.71 permukaan - Aspal (Km) Panjang jalan Menurut Jenis 9 180,74 181,09 182,09 150,14 144,14 Permukaan - Kerikil (Km) Panjang jalan Menurut Jenis 10 10,17 7.1 6,8 6,2 5,5 Permukaan- Tanah (Km) Panjang jalan dilalui Roda 4 11 534,35 534,35 534,35 534,35 534,35 (Km) Panjang jalan dalam kondisi 12 baik 519,18 526,82 527,12 528,15 528,85 ( > 40 KM/Jam ) Panjang jalan yang memiliki trotoar dan drainase/saluran 13 3,6 4,2 5,3 6,0 6,7 pembuangan air ( minimal 1,5 m) Sumber : Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Tahun 2016

C. Keteresediaan Air Bersih Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak. Air Minum (drinking water) Air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun

II-76 2002). Untuk gambaran umum ketersediaan air bersih di Kabupaten Sumba Barat tahun 2009-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.57. Banyaknya Pelanggan Pemakaian Air Tahun jumlah Pelanggan 2009 32 2010 50 2011 28 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2009-2011 D. Penataan Ruang Kabupaten Sumba Barat telah memiliki rencana tata ruang yakni Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumba Barat yang tertuang dalam Perda No1 Tahun 2012 Pada dasarnya rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sumba Barat ini menjadi acuhan pembangunan di daerah serta menjadi acuhan dalam penyusunan rencana tata ruang yang lebih rinci yakni RDTRK dan RTRKSK Sumba Barat. RTRW Kabupaten Sumba Barat yang telah ditetapkan pada tahun 2012 pada saat ini sudah berusia 5 tahun. Sesuai dengan amanah undang- undang no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang bahwa RTRW Kabupaten harus ditinjau kembali setiap lima tahun sekali, sehingga sudah saatnya RTRW Sumba Barat melakukan Peninjauan Kembali. Selanjutnya perlu disusun RDTRK dan RTRKSK Kabupaten Sumba Barat untuk lebih digunakan sebagai pedoman operasional pembangunan daerah.

2.3.1.4. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman A. Kawasan Permukiman Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan kawasan lindung yang diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang berada di daerah perkotaan atau daerah perdesaan. Kriteria kawasan permukiman adalah kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam, sehat, dan mempunyai

II-77 akses untuk kesempatan berusaha, serta kawasan yang apabila digunakan untuk permukiman dapat membedakan manfaat : meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunakan fasilitas yang ada di sekitarnya, tidak mengganggu fungsi lindung, tidak mengganggu upaya upaya kelestarian sumber daya alam, meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, mendorong perkembangan masyarakat. Untuk prosentase kawasan permukiman yaitu seluas 376,4 Ha dari keseluruhan luas wilayah yang tersebar di seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Sumba Barat. B. Permukiman Perdesaan Kawasan permukiman perdesaan adalah suatu kawasan untuk permukiman yang pada lokasi sekitarnya masih didominasi oleh lahan pertanian, tegalan, perkebunan. Kawasan permukiman perdesaan ini, prosentasenya lebih kecil daripada permukiman kota. Pada kawasan ini peningkatan kegiatannya diarahkan untuk permukiman dengan fasilitas penunjangnya, dan terdapat kawasan pertanian untuk kegiatan usaha. C. Permukiman Perkotaan Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang digunakan untuk kegiatan permukiman dengan kegiatan utamanya non pertanian (dominasi kegiatannya bersifat kekotaan) dan umumnya ditunjang oleh sarana dan prasarana transportasi yang memadai, fasilitas peribadatan, perdagangan dan jasa, perkantoran dan pemerintahan.

2.3.1.5. Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat A. Rasio Jumlah Polisi Pamong Praja Per 10.000 Penduduk Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.

II-78 Jumlah polisi pamong praja dihitung dari jumlah aparatur pada satuan polisi pamong praja yang ditetapkan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Satuan polisi pamong praja merupakan perangkat daerah yang dapat berbentuk dinas daerah atau lembaga teknis daerah. Rasio jumlah polisi pamong praja menggambarkan kapasitas pemda dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah. Semakin besar rasio jumlah polisi pamong praja maka akan semakin besar ketersediaan polisi pamong praja yang dimiliki pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum rasio jumlah polisi pramong praja per 10.000 penduduk di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang dapat dilihat tabel 2.58. B. Rasio Jumlah Linmas Per 10.000 Penduduk Petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) merupakan satuan yang memiliki tugas umum pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Satuan ini memiliki peran penting dalam ketertiban masyarakat secara luas. Rasio jumlah linmas menggambarkan kapasitas pemda untuk memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat adalah upaya mengkondisikan lingkungan yang kondusif dan demokratif sehingga tercipta kehidupan strata sosial yang interaktif. Semakin besar rasio jumlah linmas maka akan semakin besar ketersediaan linmas yang dimiliki pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum rasio jumlah Linmas per 10.000 penduduk di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang dapat dilihat tabel 2.58.

II-79 C. Rasio Pos Siskamling Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum rasio jumlah pos siskamling di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang dapat dilihat tabel berikut. Tabel 2.58. Perkembangan Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Rasio jumlah Polisi Pamong Praja per 0,30 0,28 0,25 0,26 0,29 10.000 penduduk 2 Jumlah Linmas per Jumlah 10.000 98,06 95,18 96,65 96,65 96,65 Penduduk 3 Rasio Pos Siskamling per jumlah 1:4 1:4 1:4 1:4 1:4 desa/kelurahan 4 Penegakan PERDA 4 4 6 6 8 5 Cakupan patroli 210 225 229 231 240 petugas Satpol PP 6 Tingkat penyelesaian pelanggaran K3 (ketertiban, 10 9 10 8 6 ketentraman, keindahan) di Kabupaten 7 Petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) 1.480 1.480 1.480 1.480 1.480 di Kabupaten 8 Kegiatan pembinaan terhadap LSM, Ormas 10 10 10 10 10 dan OKP 9 Kegiatan pembinaan 3 3 3 3 3 politik daerah 10 Pembentuka forum kerukunan umat 6 6 6 6 6 beragama (FKUB) tingkat kecamatan 11 Pembentukan forum pambauran 6 6 6 6 6 kebangsaan (FKP) 12 Penguatan kelembagaan FKP 6 6 6 6 6 dan FKUB 13 Peningkatan wawasan kebangsaan berupa seminar, lomba 10 10 10 10 10 cerdas cermat dan lomba pidato antar pelajar SMA dan SMP

II-80 No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 14 Peningkatan toleransi antar umat beragama berupa lomba volley 3 3 3 3 3 ball antar umat beragama 15 Pembentukan forum kewaspadaan dini 6 6 6 6 6 masyarakat (FKDM) tingkat kecamatan 16 Pengawasan dan pengendalian narkoba berupa tes urine - - - - - anggota DPRD dan pejabat daerah 17 Pengawasan orang asing dan lembaga 3 3 3 3 3 asing di daerah 18 Bimtek narkoba 2 2 2 2 2 19 Penanganan konflik sosial dan pembuatan 4 5 6 6 7 rencana aksinya 20 Penguatan forum kewaspadaan dini 6 6 6 6 6 masyarakat (FKDM) tingkat kecamatan Sumber : Satuan Polisi Pamong Praja dan BAPPEDA Tahun 2016

2.3.1.6. Sosial Keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas merupakan salah satu prioritas untuk mewujudkan stabilitas penyelenggaraan pemerintahan terutama di daerah. Pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik apabila pemerintah dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat, menjaga ketertiban dalam pergaulan masyarakat, serta menanggulangi kriminalitas sehingga kuantitas dan kualitas kriminalitas dapat diminimalisir. Angka kriminalitas yang tertangani adalah penanganan kriminal oleh aparat penegak hukum (polisi/kejaksaan). Angka kriminalitas yang ditangani merupakan jumlah tindak kriminal yang ditangani selama 1 tahun terhadap 10.000 penduduk. Kondisi keamanan dan ketertiban di Kabupaten Sumba Barat sering diwarnai peristiwa–peristiwa seperti pertikaian, konflik antar kelompok masyarakat maupun kasus-kasus kriminal lainnya.

II-81 Gambaran mengenai angka kriminalitas di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011-2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.59. Gambaran Kondisi Kriminalitas Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Jenis Kriminal 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah Kasus Narkoba - - 2 - - 2. Jumlah Kasus Pembunuhan 6 3 2 6 5 3. Jumlah Kejahatan Seksual 15 20 17 21 17 4. Jumlah Kasus Penganiayaan 75 85 67 78 85 5. Jumlah Kasus Pencurian 110 132 100 127 115 6. Jumlah Kasus Penipuan 16 14 32 17 29 Jumlah Kasus Pemalsuan - 1 2 1 3 7. Materai / Surat 8. Politik - - - - - 9. Terhadap Kepala Negara - - - - - 10. Terhadap Ketertiban Umum - - - - - 11. Pembakaran 11 2 10 4 12. Penyuapan - - - - - 13. Perampokan / Pencurian 2 1 7 - - 14. Memeras / Mengancam 6 4 5 9 9 15. Penggelapan 8 16 7 9 7 16. Dalam Jabatan - - - - - 17. Jumlah Perjudian - - - - - 18. Merusak Barang 17 18 23 22 31 19. Penadah - 1 - - - 20. Lain-lain 96 81 72 63 55 21. Ekonomi - - - - 22. Jumlah Tindak Kriminal 362 378 347 357 360 selama 1 Tahun Angka Kriminalitas 0,32 % 0,32 % 0,29 % 0,30 % 0,30 % Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 Sumber : POLRES Sumba Barat Tahun 2011 2015

Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa kondisi kriminalitas Kabupaten Sumba Barat selama 5 (lima) tahun terakhir sedikit mengalami penurunan bila di lihat jumlah tindak kriminalltas pada tahun 2011 dan 2012 persentasinya 0,32% menurun menjadi 0,29% pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 dan 2015 meningkat kembali menjadi 0,30%. Berikut gambaran mengenai jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Waikabubak berdasarkan jenis kejahatan/pelanggaran.

II-82 Tabel 2.60. Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Waikabubak Menurut Jenis Kejahatan/Pelanggaran Tahun 2013 - 2015 Tahun (Jenis Kelamin) No. Jenis Kejahatan/ Pelanggaran 2013 2014 2015 L P L P L P 1. Ketertiban umum 18 - 14 - 20 - 2. Pembakaran - - 2 - 3 - 3 Kesusilaan ------4. Pembunuhan 2 - 2 - 17 - 5. Penganiayaan 8 - 2 1 6 - 6. Pencurian 15 - 5 - 14 - 7. Perampokan 6 - 17 - 4 - 8. Penadah - - 1 - - 1 9. Lain–lain 13 1 20 1 32 1 Sumber : LAPAS Klas IIB Waikabubak 2013-2015

Data di atas menunjukkan bahwa jumlah penghuni Lapas Waikabubak dalam 3 (tiga) tahun terakhir di dominasi 4 jenis kejahatan/pelanggaran secara berturut-turut yaitu kejahatan lain-lain, dikuti kejahatan ketertiban umum, perampokan dan pembunuhan, hal ini mengindikasikan bahwa gangguan keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat masih mempengaruhi stabilitas di daerah, sehingga harus menjadi perhatian pemerintah daerah untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses pemerintahan berjalan secara efektif dan efisien, khususnya dalam meningkatkan investasi di daerah. Upaya yang diperlukan untuk meningkatkan keamanan, ketentraman dan ketertiban umum adalah dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan lingkungan secara mandiri dan terjadinya kewaspadaan dini masyarakat. Tabel 2.61. Perkembangan Sarana Sosial Tahun 2011s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Panti Asuhan 6 6 6 7 7 2 Panti Rehabilitasi 2 2 2 2 2 Jumlah 8 8 8 9 9 Sumber : Dinas Sosial Tahun 2016

II-83 2.3.2. Fokus Layanan Urusan Wajib Non Pelayanan Dasar Analisis kinerja atas layanan urusan pilihan dilakukan terhadap indikator- indikator kinerja penyelengaraan urusan pilihan pemerintahan daerah provinsi/kabupaten/kota, yaitu bidang urusan pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, kelautan dan perikanan, perdagangan, industri dan ketransmigrasian. Berikut ini disajikan hasil analisis dari beberapa indikator kinerja pada fokus layanan urusan pilihan pemerintahan daerah di Kabupaten Sumba Barat sebagai berikut. 2.3.2.1. Tenaga Kerja Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja (dalam literatur 15-64 tahun). Di Indonesia dipakai batasan umur 10 tahun. Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam usia kerja dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa, jika ada permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Tabel 2.62. Aspek Ketenagakerjaan Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Prosentase penduduk yang bekerja 70,58 72,12 74,18 75,21 77,15 2 Jumlah Tenaga Kerja Yang di Latih (jiwa) 176 392 72 88 10 3 Jumlah pendaftar pelatihan berbasis - - - - - kompetensi (jiwa) 4 Jumlah pendapatan pelatihan berbasis 738 957 481 197 50 masyarakat 5 Jumlah pendaftar pelatihan kewirausahaan - 304 156 203 87 6 Jumlah pencari kerja yang ditempatkan 362 565 481 197 50 7 Jumlah pencari kerja terdaftar - 656 1210 606 320 8 Jumlah pekerja/buruh peserta program 250 300 300 1.036 1.038 jamsostek 9 Jumlah pekerja/buruh 953 1.028 1.037 1.720 1.723 10 Angka partisipasi angkatan kerja (jiwa) - - - - - 11 Angka sengketa pengusaha-pekerja per - - - - - tahun 12 Tingkat partisipasi angkatan kerja (%) 72,83 72,80 72,76 69,09 67,17 13 Tingkat pengangguran terbuka (%) - - - - - 14 Keselamatan dan perlindungan - - - - - 15 Perselisihan buruh dan pengusaha - - - - -

II-84 No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 terhadap kebijakan pemerintah daerah 16 Jumlah Tenaga Kerja yang bekerja pada 953 1.028 1.037 1.720 1.723 perusahaan PMA/PMDN 17 Jumlah pekerja anak usia 5-14 tahun 78 66 57 43 38 Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Tahun 2016

A. Angkatan Kerja (Labor Force) Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi : angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Sedangkan, bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja ataupun mencari kerja. Tingkat partisipasi umum yaitu jumlah angkatan kerja dibagi seluruh penduduk berumur 10 tahun ke atas. Tabel 2.63. Penduduk Usia 15 Tahun Ketas Dirinci Menurut Angkatan Kerja Dan Bukan Angkatan Kerja serta Jenis Kelamin Tahun 2015 Kabupaten Sumba Barat Jumlah No Uraian Laki-Laki Perempuan Rata-Rata 1 ANGKATAN KERJA

Prosentase Bekerja 97,27 97,62 97,42

Prosentase Pengangguran 2,73 2,38 2,58

Jumlah penduduk angkatan kerja (I) 36.639 29.976 33.308

2 BUKAN ANGKATAN KERJA Prosentase Sekolah 72,68 36,49 50,79

Prosentase Mengurus RT 13,19 56,38 39,32

Lainnya 14,12 7,13 9,89

Jumlah Penduduk Bukan Angkatan Kerja (II) 26.370 21.577 23.973

3 TPAK (Tingkat partisipasi angkatan kerja) 76,59 60,92 69,09 4 TPT (Tingkat pengguran terbuka) 2,73 2,38 2,58 Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Tahun 2016

II-85 Rasio penduduk yang bekerja adalah perbandingan jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja. Jika yang tersedia adalah angka pengangguran, maka angka yang digunakan adalah = (1 - angka pengangguran) Tabel 2.64. Penduduk Angatan Kerja Tahun 2015 Kabupaten Sumba Barat Angkatan Kerja No Golongan Umur Jumlah Laki-Laki Perempuan 1 15-19 9.049 8.348 17.397 2 20-24 6.695 6.457 13.152 3 25-29 6.740 6.266 13.006 4 30-34 5.408 5.416 10.824 5 35-39 5.005 5.034 10.039 6 40-44 4.040 3.873 7.913 7 45-49 3.517 3.401 6.918 8 50-54 2.820 2.639 5.459 9 55-59 2.768 2.456 5.224 10 60+ 4.867 4.650 9.517 Jumlah 50.909 48.540 99.449 Sumber : Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil Tahun 2016

2.3.2.2. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dalam rangka pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak diperlukan akses seluas-luasnya terhadap perempuan untuk berperan aktif di semua bidang kehidupan dalam rangka pemberdayaan untuk menuju kesetaraan gender. Untuk mengetahui peran aktif perempuan dapat diukur dari partisipasi perempuan di lembaga pemerintah maupun swasta, besarnya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Berikut gambaran pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011 sampai tahun 2015. Tabel 2.65. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Aspek, Fokus & Indikator 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah partisipasi perempuan di 179 215 244 278 305 lembaga pemerintah 2 Partisipasi perempuan di lembaga 26.816 27.302 27.519 28.715 29.671 swasta 3 Rasio KDRT 51 65 61 53 59 4 Persentase jumlah tenaga kerja 12,75 12,63 12,10 12,05 12,01 dibawah umur 5 Partisipasi angkatan kerja perempuan 42.449 44.317 42.469 46.712 48.540 (jiwa)

II-86 No Aspek, Fokus & Indikator 2011 2012 2013 2014 2015 6 Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan 1 1 1 2 2 kekerasan 7 Jumlah perkara yang diputuskan pengadilan dengan dasar perundang- undangan yang berkaitan dengan - - 1 - - kekerasan terhadap perempuan dan anak 8 Jumlah perkara kekerasan terhadap - - 1 - - perempuan dan anak yang disidangkan 9 Jumlah perempuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan - - - - - pelayanan pemulangan 10 Jumlah perempuan dan anak korban 67 69 62 53 59 kekerasan yang tercatat di UPT 11 Presentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah dari 9% pada - - - - - tahun 2010 naik menjadi 15% pada tahun 2015 12 Presentase partisipasi perempuan di lembaga swasta dari 15% pada tahun - - - - - 2010 naik menjadi 20% pada tahun 2015 13 Rasio KDRT dari 10% pada tahun 2010 - - - - - menurun menjadi 7% pada tahun 2015 14 Persentase jumlah tenaga kerja dibawah umur dari 1% pada tahun 2010 - - - - - menurun menjadi 0,5% pada tahun 2015 15 Presentase Partisipasi angkatan kerja perempuan dari 50% pada tahun 2010 - - - - - menjadi 75% pada tahun 2015 16 Presentase Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari - - - - - tindakan kekerasan dari 10% pada tahun 2010 menjadi 100% tahun 2015 17 Presentase KB aktif dari 44,6% pada tahun 2010 naik menjadi 65% pada - - - - - tahun 2015

18 Presentase Unmet Need (PUS yang ingin ber KB tapi belum terlayani) - - - - - 23,15% pada tahun 2010 turun menjadi 15% pada tahun 2015 19 Presentase PUS yang menikah dibawah umur 20 tahun dari 3,7% pada tahun - - - - - 2010 menjadi 3,5% pada tahun 2015 20 Presentase PUS peserta KB anggota UPPKS dari 11% pada tahun 2010 - - - - - menjadi 60% pada tahun 2015 21 Presentase tersedianya data mikro keluarga disetiap desa/kelurahan dari - - - - - 30% pada tahun 2010 menjadi 70%

II-87 No Aspek, Fokus & Indikator 2011 2012 2013 2014 2015 pada tahun 2015 22 Presentase anggota Bina Keluarga Remaja (BKR) dari 11% pada tahun - - - - - 2010 naik menjadi 60% pada tahun 2015 23 Presentase anggota Bina Keluarga Balita (BKB) dari 11% pada tahun 2010 - - - - - naik menjadi 60% pada tahun 2015 24 Meningkatkan jumlah PLKB dan koordinator lapangan 32 orang pada - - - - - tahun 2010 menjadi 78 orang pada tahun 2015 Sumber : Dinas Pemberdayaan Perempuan dan KB Tahun 2016

2.3.2.3. Pangan Penanganan kerawanan pangan adalah penanganan kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologi bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Kerawanan pangan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan oleh tingkat pendapatannya, rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi dan protein.

2.3.2.4. Pertanahan Prosentase luas lahan bersertifikat adalah proporsi jumlah luas lahan bersertifikat (HGB, HGU, HM, HPL) terhadap luas wilayah daratan. Indikator pertanahan ini bertujuan untuk mengetahui tertib administrasi sebagai kepastian dalam kepemilikan. Hak Milik (HM) merupakan hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Sifat-sifat hak milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya adalah hak yang “terkuat dan terpenuh”, maksudnya untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dipunyai orang, hak miliklah yang paling kuat dan penuh. Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun. Hak

II-88 Guna Usaha merupakan hak khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri guna perusahaan, pertanian, perikanan dan peternakan. Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Tidak mengenai tanah pertanian, oleh karena itu dapat diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara maupun tanah milik seseorang. Hak Pengelolaan Lahan (HPL) adalah hak untuk mengelola lahan yang hanya diberikan atas tanah negara yang dikuasai oleh Badan Pemerintah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) . Selanjutnya hasil kajian dalam bentuk tabel tentang gambaran umum luas lahan bersertifikat di Kabupaten Sumba Barat berdasarakan data Badan Petanahan 5 tahun kebelakan sebagai berikut. Tabel 2.66. Jumlah Sertfikat Tanah Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Banyak Sertifikat yang dikeluarkan Menurut Jenis Hak Atas Tanah (Hak 17.593 19.394 20.903 21.562 24.431 Milik) 2 Banyak Sertifikat yang dikeluarkan 530 530 530 533 533 Menurut Jenis Hak Atas Tanah (HGB) 3 Banyak Sertifikat yang dikeluarkan 1 1 1 1 1 Menurut Jenis Hak Atas Tanah (HGU) 4 Banyak Sertifikat yang dikeluarkan Menurut Jenis Hak Atas Tanah (Hak 549 554 564 567 570 Pakai) Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016

2.3.2.5. Lingkungan Hidup A. Prosentase Penanganan Sampah Untuk menghitung penanganan sampah di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut.

II-89 Tabel 2.67. Jumlah Volume dan Produksi Sampah Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah sampah yang 40 40 50 55 55 ditangani (%) 2. Jumlah volume 4.563 5018 5475 5932 6388 timbunan sampah (m3) 3. Jumlah Penduduk 45.275 46.499 47.115 47.963 48.809 yang dilayani kegiatan pengangkutan sampah (jiwa) 4 Kapasitas Kendaraan 25 25 25 30 30 Pengangkutan Sampah (m3) 6 Jumlah Truk Sampah 5 5 5 6 6 (unit) 7 Motor Sampah (unit) 20 20 20 8 Kwalitas penangan 7 7 7 7 7 (TPS) 9 Lama Timbulan 2 2 2 2 2 Sampah (hari) Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016

B. Persentase Penduduk Terakses Air Minum Untuk memenuhi kebutuhan air minum sehari-hari masyarakat di Kabupaten Sumba Barat memperoleh air dari berbagai sumber baik dengan menggunakan sistem perpipaan maupun sistem non perpipaan. Penggunaan penangkap air hujan sebagai sumber air bersih terutama dilakukan oleh masyarakat yang kesulitan, mendapatkan sumber air minum, dimana alternatif sumber air lainnya baik sistem perpipaan maupun sistem lain tidak memungkinkan. Di Kabupaten Sumba Barat penduduk dengan akses air minum tahun 2015 sebesar 94 % penduduk. Prosentase penggunaan sumber air minum di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-90 Tabel 2.68. Proporsi Jumlah Penduduk yang Mendapatkan Akses Air Minum dan Jumlah Penduduk Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah penduduk yang 3.150 3.827 44.437 - 114.655 mendapatkan akses air minum (Jiwa) 2. Jumlah penduduk (Jiwa) 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 3. Prosentase penduduk 2,78 3,28 38 - 94 berakses air bersih (%) Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016

2.3.2.6. Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pelaksanaan urusan wajib kependudukan dan catatan sipil dilaksanakan terutama aspek koordinasinya untuk meningkatkan penduduk melaksanakan rasio penduduk ber KTP per satuan penduduk, rasio pasangan berakte nikah, kepemilikan KTP non elektroniks kepemilikan akte kelahiran per 1.000 penduduk dan penerapan KTP Nasional bersasis NIK. Dengan ditetapkannya kebijakan pemerintah melaksanakan E-KTP tanpa biaya berdampak pada peningkatan penduduk memiliki KTP. Tabel berikut. Tabel 2.69. Jumlah Penduduk Menurut Kepemilikan KTP, Akte Nikah, KTP Non elektronik, Akte Kelahiran dan KTP Nasional Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 Prosentase Penduduk 1 ber KTP per satuan 16,22 25,77 26,91 51,55 54,88 penduduk Prosentase pasangan 2 1,67 1,89 2,24 2,31 2,34 berakte nikah Kepemilikan KTP non 3 7.983 20.215 23.536 - - elektrik Kepemilikan akta 4 kelahiran per 1000 115 219 241 249 250 penduduk Penerapan KTP Nasional 5 7.983 10.215 23.536 46.430 50.135 berbasis NIK Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tahun 2016

II-91 2.3.2.7. Pemberdayaan Masyarakata dan Desa A. Rata-Rata Jumlah Kelompok Binaan (PKK) Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga selanjutnya disingkat PKK, adalah gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah yang pengelolaanya dari, oleh dan untuk masyarakat menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri, kesejahteraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan. Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK adalah banyaknya kelompok binaan PKK dalam 1 (satu) tahun dibagi dengan jumlah PKK. Kelompok binaan PKK adalah kelompok-kelompok masyarakat yang berada di bawah Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan, yang dapat dibentuk berdasarkan kewilayahan atau kegiatan seperti kelompok dasawisma dan kelompok sejenis. Tim Penggerak PKK adalah mitra kerja pemerintah dan organisasi kemasyarakatan, yang berfungsi sebagai fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak pada masing-masing jenjang untuk terlaksananya program PKK. Untuk menghitung Jumlah PKK maka dihitung dari jumlah tim penggerak PKK dalam lingkup wilayah pemerintah daerah. Tim penggerak PKK beranggotakan warga masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, perorangan, bersifat sukarela, tidak mewakili organisasi, golongan partai politik, lembaga atau instansi, dan berfungsi sebagai perencana, pelaksana pengendali Gerakan PKK. Berikut gambaran kelompok binaan (PKK) berdasarkan data Badan Pemberdayaan Masyarakat atau yang biasa disingkat BPM dari kurun waktu 5 tahun kebelakang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-92 Tabel 2.70. Kelompok Binaan PKK Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Tahun Rata-rata Jumlah Kleompok Binaan (PKK) 1 2011 126 2 2012 148 3 2013 148 4 2014 148 5 2015 148 Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa 2016 Semakin besar rata-rata jumlah kelompok binaan PKK maka menggambarkan keaktifan masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan daerah melalui PKK. Besarnya rata-rata jumlah kelompok binaan PKK juga menunjukkan besarnya pelayanan penunjang yang dapat diciptakan oleh pemerintah daerah dalam memberdayakan masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan daerah melalui PKK. B. Jumlah LSM yang aktif Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah Organisasi/Lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian secara swadaya. Jumlah LSM dihitung berdasarkan jumlah LSM aktif dalam satu (1) tahun. Untuk menghitung LSM yang aktif di Kabupaten Sumba Barat berdasarakan data Badan Pemeberdayaan Masyarakat atau yang biasa disingkat BPM dari kurun waktu 5 tahun kebelakang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.71. Jumlah LSM Aktif Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah LSM 12 9 9 8 8 Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2016

II-93 Besarnya jumlah LSM aktif akan menggambarkan kapasitas yang dimiliki oleh daerah untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah sebagai upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat daerah. Besarnya jumlah LSM aktif juga menunjukkan ketersediaan fasilitas penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pembangunan daerah.

2.3.2.8. Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Salah satu indikator keberhasilan keluarga berencana adalah penurunan rata-rata jumlah anak per keluarga. Berikut gambaran uumum tentang kondisi keluarga berencana dan keluarga sejahtera di Kabupaten Sumba Barat dari tahun 2011 sampai dengan 2015 dapat dilihat pda tabel di bawah ini. Tabel 2.72. Perkembangan Keluarga Berencana (KB) dan Keluarga Sejahtera (KS) Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Aspek, Fokus & No 2011 2012 2013 2014 2015 Indikator 1 Rata-rata jumlah anak 3 3 3 3 3 per keluarga 2 Rasio akseptor KB 75,59 60,85 6.434,00 47,07 55,62 3 Cakupan peserta KB 12.235 11.593 12.626 9.550 8.793 aktif 4 Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 20.838 20.228 21.258 21.260 19.281 I (KK) 5 Jumlah PUS yang tidak 5.967 8.096 6.999 10.738 7.015 ber KB 6 Jumlah keluarga anggota BKB peserta 315 380 410 120 135 KB 7 Jumlah keluarga anggota BKB berstatus 115 372 395 109 172 PUS 8 Jumlah desa dan 63 74 74 74 74 kelurahan 9 Jumlah pelayanan KB - - - - - 10 Jumlah materi kegiatan - - - - - kelompok BKB 11 Jumlah kader BKB - - - - - terlatih 12 Jumlah kegiatan BKB 12 12 12 12 12 13 Jumlah kelompok BKB - 38 41 6 8

II-94 Aspek, Fokus & No 2011 2012 2013 2014 2015 Indikator 14 Jumlah pertemuan - 456 492 72 - kelompok BKB 15 Jumlah PLKB/PKB 17 17 17 17 23 16 Jumlah PPKBD 63 74 74 74 74 17 Jumlah penyedian alat - - - - - dan kontrasepsi 18 Jumlah PPM PB 4.775 3.420 3.390 3.940 2.117 19 Jumlah PPM PA 15.822 15.822 13.248 12.897 - 20 Jumlah peserta PUS - - - - - 21 Jumlah peserta KB - - - - - Mandiri Sumber : Dina Pemberdayaan Perempuan Dan KB Tahun 2016

2.3.2.9. Perhubungan A. Jumlah Arus Penumpang Angkutan Umum Untuk menghitung jumlah arus penumpang angkutan umum di Kabupaten Sumba Barat disajikan tabel sebagai berikut. Tabel 2.73. Jumlah Penumpang Angkutan Umum Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Tahun Jumlah Penumpang Bus 1 2011 1.897 2 2012 1.966 3 2013 1.672 4 2014 1.844 5 2015 1.465 Total 8.844 Sumber : Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi Tahun 2016

B. Jumlah Terminal BUS Terminal bus dapat diartikan sebagai prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum. Untuk menghitung jumlah terminal Bis di Kabupaten Sumba Barat disajikan tabel sebagai berikut.

II-95 Tabel 2.74. Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/terminal Bis Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah terminal bis 1 1 1 1 1 Sumber : Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi 2016

C. Jumlah Angkutan Orang dan Barang Berikut jumlah angkutan orang dan barang dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.75. Jumlah Angkutan Orang dan Barang Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Angkutan 158 206 254 164 154 Orang 2 Jumlah Angkutan 533 532 293 567 588 Barang Sumber : Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi 2016

D. Jumlah Orang/Barang melalui Terminal per tahun Berikut jumlah orang/barang melalui dermaga/bandara/terminal per tahun dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.76. Jumlah Orang/Barang Melalui Dermaga/Bandara/Terminal Tahun 2010 s.d 2014 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Penumpang Datang 1.897 1.966 1.672 1.844 1.465 2 Jumlah Penumpang Berangkat 1.642 1.360 877 1.830 976 Sumber : Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi Tahun 2016

II-96 2.3.2.10. Komunikasi dan Informasi A. Rasio Wartel/Warnet Terhdap Penduduk Rasio wartel/warnet atau rasio ketersediaan wartel/warnet adalah jumlah wartel/warnet per 1.000 penduduk. Wartel atau warung telekomunikasi adalah tempat usaha komersial yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum yang memberikan jasa sambungan telekomunikasi kepada masyarakat dan akan menerima pembayaran dari konsumen secara langsung setelah jasa diberikan. Warnet atau warung internet adalah tempat usaha komersial yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum yang memberikan jasa sambungan internet kepada masyarakat dan akan menerima pembayaran dari konsumen secara langsung setelah jasa diberikan. Selanjutnya hasilnya sajikan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 2.77. Rasio Wartel/Warnet per 1.000 penduduk Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Aspek, Fokus & 2011 2012 2013 2014 2015 Indikator 1 Jumlah wartel 2 2 2 1 1 2 Jumlah warnet 2 3 2 1 1 3 Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 4 Rasio 0,03 0,04 0,03 0,01 0,01 Sumber : Hasil Survey 2011-2015

Semakin besar rasio wartel/warnet per 1000 penduduk akan menggambarkan semakin besar ketersediaan fasilitas jaringan internet dan fasilitas jaringan komunikasi data sebagai pelayanan penunjang dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. B. Jumlah Penyiaran Radio/TV Lokal Jumlah penyiaran radio/TV lokal adalah banyaknya penyiaran radio/TV nasional maupun radio/TV lokal yang masuk daerah. Untuk menghitung jumlah penyiaran radio/TV lokal di Kabupaten Sumba Barat berdasarkan data Dinas Informasi dan Komunikasi selama kurun waktu 5 tahun kebelakang dapat disusun tabel sebagai berikut:

II-97 Tabel 2.78. Jumlah Penyiaran Radio/TV Lokal Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Aspek, Fokus & Indikator 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah penyiaran radio/TV lokal - - - - - 2 Website milik pemerintah daerah 1 1 1 1 1 3 Pameran/expo 2 2 2 2 2 4 Jumlah Media Baru (Website, - - - - - media dan on line) 5 Jumlah media tradisional - - - - - (pertunjukan rakyat) 6 Jumlah kelompok informasi 6 6 6 6 6 masyarakat Sumber : BAPPEDA Tahun 2016

2.3.2.11. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah A. Prosentase Koperasi Aktif Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. Koperasi Aktif adalah koperasi yang dalam dua tahun terakhir mengadakan RAT (Rapat Anggota Tahunan) atau koperasi yang dalam tahun terakhir melakukan kegiatan usaha. Selanjutnya hasilnya disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut. Tabel 2.79. Prosentase Koperasi Aktif Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah koperasi aktif 53 56 59 62 81 2. Jumlah koperasi 66 76 76 96 141 3. Prosentase koperasi aktif 80 74 78 65 57 Sumber : Dinas Koperasi Dan UKM Tahun 2016

Semakin besar jumlah persentase ini maka akan semakin besar pelayanan penunjang yang dimiliki daerah dalam menggerakkan perekonomian melalui koperasi.

II-98 2.3.2.12. Penanaman Modal A. Jumlah Investor berskala Nasional (PMDN/PMA) Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah penggunaan modal dalam negeri bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya. Penanaman modal asing (PMA) merupakan penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan perundang-undang di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut. Jumlah investor PMDN/PMA dihitung dengan menjumlahkan banyaknya investor PMDN berskala nasional dengan banyaknya investor PMA berskala nasional yang aktif berinvestasi di daerah dan pada suatu periode tahun pengamatan. Untuk menghitung jumlah investor PMDN/PMA di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut. Tabel 2.80. Jumlah Investor PMDN/PMA Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Tahun Uraian PMDN/PMA 2009 Jumlah Investor 2 2010 Jumlah Investor 3 2011 Jumlah Investor 3 2012 Jumlah Investor 3 2013 Jumlah Investor 4 2014 Jumlah Investor 4 2015 Jumlah Investor 5 Sumber : Kantor PPTSP 2016

Semakin banyak jumlah investor maka akan semakin menggambarkan ketersediaan pelayanan penunjang yang dimililiki daerah berupa ketertarikan investor untuk meningkatkan investasinya di daerah. B. Jumlah Nilai Investasi Berskala Nasional (PMDN/PMA) Jumlah nilai investasi investor PMDN/PMA dihitung dengan menjumlahkan jumlah realisasi nilai proyek investasi berupa PMDN dan nilai proyek investasi PMA yang telah disetujui oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Banyaknya investasi PMDN berskala

II-99 nasional dengan banyaknya investasi PMA berskala nasional dihitung dari total nilai proyek yang telah terealisasi pada suatu periode tahun pengamatan. Untuk menghitung nilai PMDN/PMA di Kabupaten Sumba Barat dapat disusun tabel sebagai berikut. Tabel 2.81. Jumlah Nilai Investasi PMDN/PMA Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Tahun Nilai Investasi (PMDN/PMA) 2011 24.000.000.000 2012 24.000.000.000 2013 59.400.000.000 2014 51.430.000.000 2015 94.280.000.000 Sumber : Kantor KPPST Tahun 2016 Semakin banyak nilai realisasi investasi maka akan semakin menggambarkan ketersediaan pelayanan penunjang yang dimililiki daerah berupa ketertarikan investor untuk meningkatkan investasinya di daerah. Semakin banyak realisasi proyek maka akan menggambarkan keberhasilan daerah dalam memberi fasilitas penunjang pada investor untuk merealisasikan investasi yang telah direncanakan. C. Rasio Daya Serap Tenaga Kerja Rasio daya serap tenaga kerja adalah perbandingan antara jumlah tenaga kerja bekerja pada perusahaan PMA/PMDN dengan jumlah seluruh PMA/PMDN. Jumlah tenaga kerja bekerja pada perusahaan PMA/PMDN dihitung dari banyaknya tenaga kerja yang bekerja pada investasi PMA/PMDN yang terealisasi pada suatu tahun. Jumlah seluruh PMA/PMDN dihitung dari banyaknya proyek investasi yang terealisasi di daerah pada suatu tahun berdasarkan data BKPM. Selanjutnya hasilnya disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

II-100 Tabel 2.82. Rasio Daya Serap Tenaga Kerja Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan 130 230 267 376 1146 PMA/PMDN 2. Jumlah seluruh PMA/PMDN 3 4 4 4 5 3. Rasio daya serap tenaga kerja 1:43 1:57 1:67 1:94 1:229 Sumber : Hasil Olahan BAPPEDA Tahun 2016

Semakin besar rasio daya serap tenaga kerja pada PMA dan PMDN akan mencerminkan besarnya daya tampung proyek investasi PMA/PMDN untuk menyerap tenaga kerja di suatu daerah.

2.3.2.13. Kepemudaan dan Olahraga Indikator pemuda dan olah raga berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Tahun 2015 terdiri dari jumlah cabang olahraga 14 unit, jumlah lapangan olahraga 5 unit. Untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini. Tabel 2.83. Perkembangan Pemuda dan Olahraga Tahun 2015 Kabupaten Sumba Barat Uraian Jumlah No (Unit) 1 Jumlah cabang olahraga 14 2 Lapangan olahraga 5 3 Jumlah museum budaya - Sumber : Dinas Pendidikan dan Olahraga 2016

2.3.2.14. Statistik Untuk menunjang data di wilayah pembangunan Kabupaten Sumba Barat telah diadakan data statistk yang berisi data-data secara umum di Kabupaten Sumba Barat. Data ini bermanfaat bagi pemerintah daerah maupun masyarakat khususnya berkaitan dengan kebijakan pembangunan daerah. Adapun jenis data yang sudah ada dan dipublikasikan setiap tahun meliputi : 1. Kabupaten Dalam Angka; 2. Kecamatan Dalam Angka; 3. PDRB Kabupaten; dan 4. Potensi Desa.

II-101 2.3.2.15. Persandian Persandian pada dasarnya merupakan SKPD yang berkaitan dengan penyampaian pelaksanaan pembangunan di daerah baik yang bersifat rahasia maupun umum dalam pengertian dapat dipublikasi kepada masyarakat. Sesuai dengan perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi maka pelaksanaan persandian dilakukan dengan mengikuti perkembangan teknologi di Kabupaten Sumba Barat. Pelaksanaan persandian di Kabupaten Sumba Barat dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika, Persandian dan Statistik.

2.3.2.16. Kebudayaan Kabupaten Sumba Barat malakukan pembangunan dibidang kebudayaan yang ada diantaranya adalah : (1) pasola, (2) pajura (3) ritual wulla poddu (4) Kampung-kampung Adat/Situs. Pelestarian budaya ini dilakukan melalui : pengkajian, pembinaan, pendataan, pelestarian, pengembangan nilai tradisional, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesenian dan bahasa dan sastra.

2.3.2.17. Perpustakaan A. Jumlah Perpustakaan Perpustakaan adalah suatu wadah atau tempat dimana di dalamnya terdapat bahan pustaka untuk masyarakat, yang disusun menurut sistem tertentu, yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat serta sebagai penunjang kelangsungan pendidikan. Jumlah perpustakaan dihitung berdasarkan jumlah perpustakaan umum yang dapat diakses secara langsung oleh masyarakat yang beroperasi di wilayah pemerintah daerah. Perpustakaan umum merupakan perpustakaan yang bertugas mengumpulkan, menyimpan, mengatur dan menyajikan bahan pustakanya untuk masyarakat umum.

II-102 Untuk menghitung jumlah perpustakaan di Kabupaten Sumba Barat berdasarkan data Kantor Arsip Daerah dapat disusun tabel sebagai berikut. Tabel 2.84. Jumlah Perpustakaan dan Koleksi Buku Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah perpustakaan

yang ada a. Milik PEMDA 1 1 1 1 1 1 1 b. Non PEMDA ------c. Perpustakaan desa 5 21 21 33 38 38 38 d. Perpustakaan 8 9 9 9 10 10 10 kelurahan e. Perpustakaan SD ------92 f. Perpustakaan SMP ------38 g. Perpustakaan SMA - - - - - 49 h. Perpustakaan 1 1 1 1 1 1 1 Puskesmas 2 Jumlah koleksi 6.237 10.117 12.237 13.405 14.972 16.515 17.095 Sumber : Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Dokumen Tahun 2016 Banyaknya jumlah perpustakaan akan menggambarkan kapasitas yang dimiliki oleh daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dalam memberikan bahan pustaka kepada masyarakat pengguna perpustakan. Besarnya jumlah perpustakaan juga menunjukkan ketersediaan fasilitas penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat serta sebagai penunjang kelangsungan pelayanan pendidikan. B. Jumlah Pengunjung Perpustakaan Per Tahun Pengunjung perpustakaan adalah pemakai perpustakaan yang berkunjung ke perpustakaan untuk mencari bahan pustaka dalam satu (1) tahun. Pengunjung perpustakaan dihitung berdasar pengunjung yang mengisi daftar kehadiran atau berdasar data yang diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. Untuk menghitung jumlah pengunjung perpustakaan di Kabupaten Sumba Barat berdasarkan data pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dapat disusun tabel sebagai berikut.

II-103 Tabel 2.85. Jumlah Pengunjung Perpustakaan Milik Pemda Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Tahun Orang 1 2009 213 2 2010 5.347 3 2011 1.135 4 2012 1.090 5 2013 376 6 2014 483 7 2015 917 Sumber : Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Dokumen Tahun 2016

Banyaknya jumlah pengunjung perpustakaan menggambarkan tingginya minat baca di daerah. Dengan jumlah pengunjung perpustakaan yang tinggi merupakan indikator efektifitas penyediaan pelayanan perpustakaan di daerah. Besarnya jumlah perpustakaan juga menunjukkan ketersediaan fasilitas penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai peluang untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat serta sebagai penunjang kelangsungan pelayanan pendidikan.

2.3.2.18. Kearsipan Dalam pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Sumba Barat maka berbagai informasi pembangunan yang telah dilaksanakan harus didokumentasi dan disimpan sehingga dapat diketahui perkembangan pelaksanaan pembangunan. Untuk itu diperlukan sistem kearsipan yang baik dan terpelihara sehingga diperlukan perangkat daerah khusu untuk menangani hal tersebut. Pengelolaan Sistem kearsipan yang baik ini ditunjang oleh kelengkapan alat kearsipan yang memadai di seluruh perangkat daerah serta dukungan Tim pemilih Arsip yang telah dibentuk.

II-104 2.3.3. Fokus Layanan Urusan Pilihan 2.3.3.1. Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Barat masih memiliki kekayaan laut yang masih butuh pengembangan. Komoditi potensial yang ada antara lain ikan merah, kerapu, kakap, ekor kuning, cucut, tongkol, julung-julung, ikan tembang, kembung, tengiri, tuna, cakalang, ikan terbang, cumi-cumi, dan jenis ikan lainnya. Sedangkan untuk jenis komoditi perikanan lainnya yang paling berpotensi untuk dikembangkan adalah rumput laut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.86. Jumlah Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan Tahun 2014 Jumlah No Jenis Ikan (ton) 1 Paperek/ Pobu Fish 5,23 2 Ikan Merah/ Red Snappers 272,60 3 Kerapu/ Groupers 169,08 4 Kakap/ Barramundi Bream 88,26 5 Ekor Kuning/ Yellow tail 18,48 6 Cucut/ Shurks 18,72 7 Alu-alu/ Barraendas 33,72 8 Sela/ Treballies 5,63 9 Tongkol/ Eastern Tuna 635,56 10 Julung-julung/ Garfish and Half Beaks 125,43 11 Teri/ Anchovies 12,59 12 Tembang/ Fringescale Sardinella 399,36 13 Kembung/ Indo Pacific Mackerel 124,35 14 Tenggiri/ Narrow Barred 22,41 15 Tuna / Cakalang/ Tunas / Skipjack Tuna 33,53 16 Pari 7,17 17 Kurisi 3,60 18 Biji Nangka 7,00 19 Belanak 9,16 20 Lemadang 5,15 21 Bawal Putih 3,10 22 Bawal Hitam 2,58 23 Layang 10,79 24 Marlin 3,44 25 Sese/ Sunglir 5,29 26 Lalosi Biru 5,80

II-105 Jumlah No Jenis Ikan (ton) 27 Cendro 13,72 28 Sardin 15,54 29 Lemuru 4,54 30 Golok-golok 25,51 31 Terbang 10,79 32 Kuwe/Mubarak 20,49 33 Ikan Lainnya 178,17 34 Udang Barong/ Prawn 0,87 35 Udang Lain/ Shrimp - 36 Cumi-cumi/ Squid 7,54 37 Teripang/ Sea Cucumbar 0,62 38 Rumput Laut/ Sea Weed 60,00 39 Komoditas Laut Lainnya/ Others 17,41 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015 2.3.3.2. Pariwisata A. Ketersediaan Penginapan Ketersediaan penginapan/hotel merupakan salah satu aspek yang penting dalam meningkatkan daya saing daerah, terutama dalam menerima dan melayani jumlah kunjungan dari luar daerah. Semakin berkembangnya investasi ekonomi daerah akan meningkatkan daya tarik kunjungan ke daerah tersebut. Dengan semakin banyaknya jumlah kunjungan orang dan wisatawan ke suatu daerah perlu didukung oleh ketersediaan penginapan/hotel. Untuk gambaran umum ketersediaan penginapan dan perkembangan kunjungan wisatawan di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.87. Jumlah Penginapan Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Hotel 9 9 9 9 9 2 Wisma 1 1 1 1 1 Penginapan Lainnya / 3 2 2 2 2 2 Homestay Total/Jumlah 2 12 12 12 12 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tahun 2016

II-106 Tabel 2.88. Perkembangan Kunjungan Wisatawan Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Wisatawan Wisatawan Tahun Jumlah Nusantara Asing 2011 3498 1494 4.992 2012 1330 333 1.663 2013 2739 680 3.419 2014 2500 678 3.178 2015 2860 9727 12.587 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Tahun 2016

2.3.3.3. Pertanian A. Tanaman Pangan Komoditas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Sumba Barat meliputi padi sawah, padi ladang, jabung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau. Perkembangan rata-rata produksi tanaman pangan dari tahun 2011 hingga tahun 2015 mengalami fluktuasi yang kurang stabil. Produksi tanaman pangan yang cenderung mengalami peningkatan adalah tanaman padi sawah dan kacang hijau. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 2.89. Perkembangan Rata-Rata Produksi Per Hektar Tanaman Pangan Di Sumba Barat Tahun 2011- 2015 Tahun No Jenis Tanaman 2011 2012 2013 2014 2015

1 Padi Sawah 23,06 29,88 29,13 27,01 34,76 Padi Ladang 33,90 38,98 35,91 34,11 4,37 2 J agung 19,62 24,98 22,42 21,73 14,28 3 Ubi Kayu 98,46 97,33 99,50 106,04 20,49 4 Ubi Jalar 79,32 80,62 80,15 71,83 1,27

5 Kacang Tanah 12,50 11,3 10,44 10,49 11 6 Kedelai 11,25 8,72 7,69 7,84 6,22 7 Kacang Hijau 9,41 9,24 9,21 7,71 11,00 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2011-2016

II-107 B. Perkebunan Sub sektor perkebunan di Kabupaten Sumba Barat tergolong perkebunan rakyat sehingga belum dapat berkembang dan dikelola secara baik. Komoditas perkebunan pada tahun 2015 dari kabupaten ini adalah kelapa, kopi, kakao, dan lainnya. Komoditas perkebunan tertinggi adalah kelapa dan tanaman perkebunan lainyya yaitu 1.132 ton dan 1.194 ton. Komoditas kelapa banyak diproduksi di Kecamatan Wanukaka sebesar 739 ton dengan luas tanaman 3.845 Ha. Komoditas kopi banyak diproduksi di Kecamatan Laboya Barat sebesar 93 ton dengan luas tanaman 730 Ha. Komoditas kakao banyak diproduksi di Kecamatan Lamboya sebesar 25 ton dengan luas tanaman 789 Ha. Sedangkan untuk jenis tanaman lainnya banyak diproduksi di Kecamatan Tana Righu yaitu sebesar 616 ton dengan luas tanaman mencapai 3.554 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini Tabel 2.90. Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Kecamatan dan Jenis Tanaman di Kabupaten Sumba Barat Tahun 2015 Luas Tanaman Perkebunan (Ha) Produksi Tanaman Perkebunan (Ha) No Kecamatan Kelapa Kopi Kakao Lainnya Kelapa Kopi Kakao Lainnya 1 Lamboya 789 138 123 283 92 12 25 67 2 Wanukaka 3,854 203 15 4,254 730 8 2 336 3 Laboya Barat 730 524 373 306 75 93 10 31 4 Loli 260 41 6 1,108 12 10 2 142 Kota 5 Waikabubak 368 147 56 14 36 19 4 2 6 Tana Righu 1,872 896 45 3,554 187 160 3 616 Jumlah 7,873 1,949 618 9,519 1,132 302 46 1,194 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2016

II-108 C. Peternakan Jenis–jenis ternak yang saat ini diusahakan di Kabupaten Sumba Barat berbagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu ternak besar yang terdiri dari sapi, kerbau dan kuda; ternak kecil yang terdiri dari babi, kambing dan domba; dan ternak unggas yaitu ayam kampung, ayam ras pedaging, ayam petelur, dan itik/itik manila. Tidak semua jenis hewan ternak mengalami peningkatan kuantitas. Hanya kerbau, kuda, babi, kambing, dan ternak unggas mengalami peningkatan yang cukup drastis dari tahun 2014 sampai tahun 2015. Ternak kerbau mengalami kenaikan menjadi 11.264 ekor di tahun 2015 dari 10.176 ekor di tahun 2014. Populasi kuda juga meningkat menjadi 4.328 ekor di tahun 2015 dari populasi 4.082 ekor di tahun 2014. Populai ternak kecil seperti kambing babi dan kambing juga mengalami peningkatan populasi di tahun 2015 yaitu sebesar 52.237 ekor dan 2.464 ekor dari 45.813 ekor dan 2.432 ekor di tahun 2014. Populasi semua jenis ternak unggas yang mengalami kenaikan di tahun 2015, dimana ayam kampung naik menjadi 204.703 ekor, populasi ayam ras pedaging sebesar 115.744 ekor, populasi ayam petelur sebesar 11.656 ekor, dan populasi itik sebesar 12.342 ekor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.91. Jumlah Ternak Besar Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014 - 2015 Tahun 2014 Tahun 2015 No Uraian Sapi Kerbau Kuda Sapi Kerbau Kuda 1 Lamboya 242 2.827 1.044 183 2.987 1.184 2 Wanokaka 255 1.827 674 165 2.162 787 3 Laboya Barat 211 1.355 498 132 1.819 506 4 L o l i 153 1.942 691 348 1.891 796 5 Kota Waikabubak 105 1.357 604 95 1.422 621 6 Tana Righu 609 868 571 373 983 434 Jumlah 1.575 10.176 4.082 1.296 11.264 4.328 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015 dan Tahun 2016

II-109 Tabel 2.92. Jumlah Ternak Kecil Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014 - 2015 Tahun 2014 Tahun 2015 No Uraian Babi Kambing Domba Babi Kambing Domba 1 Lamboya 10.725 563 - 12.414 563 - 2 Wanokaka 6.538 248 2 9.249 248 - 3 Laboya 6.924 429 - 7.671 461 7 Barat 4 L o l i 7.724 145 6 8.049 145 - 5 Kota 6.383 93 - 6.339 93 6 Waikabubak 6 Tana Righu 7.549 954 7 8.515 954 Jumlah 45.813 2.432 15 52.237 2.464 13 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015 dan Tahun 2016

Tabel 2.93. Jumlah Ternak Unggas Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014 Tahun 2014 Tahun 2015

Ayam Itik/ Ayam Itik/ No Uraian Ayam Ayam Ayam Ayam Ras Itik Ras Itik Kampung Petelur Kampung Petelur Pedaging Manila Pedaging Manila

1 Lamboya 37.976 1.216 120 241 38576 5613 135 883 2 Wanokaka 12.130 1.190 150 4 18969 3557 167 1423 3 Laboya 29.355 546 98 487 29355 2213 102 670 Barat 4 L o l i 31.118 4.500 5.450 542 35624 37583 11656 3921 5 Kota 57.111 21.873 15.720 422 57111 63378 16.802 4787 Waikabubak 6 Tana Righu 9.438 355 215 24 25068 3400 230 658 Jumlah 177.128 29.680 5.450 1.720 204.703 115.744 11.656 12.342 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2015 dan Tahun 2016

2.3.3.4. Kehutanan Luas kawasan hutan Kabupaten Sumba Barat sebesar 10.274,34 Ha atau 13,93% dari luas daratan wilayah Kabupaten Sumba Barat. Kondisi ini menunjukkan bahwa Sumba Barat berada jauh di bawah standar luas hutan ideal suatu daerah yaitu sekitar 30% dari luas wilayah. Dengan luas kawasan hutan yang masih dibawah 30%, kerusakan hutan masih terus terjadi. Kerusakan kawasan hutan terutama disebabkan karena pembakaran hutan

II-110 yang tidak terkendali, sistem perladangan berpindah-pindah dan adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi hasil hutan secara berlebihan sehingga merusak sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kondisi tersebut akan mengancam kelestarian dan mengarah pada kepunahan 70 jenis tumbuhan yang merupakan habitat asli serta 9 jenis burung langka yang ada. Berdasarkan fungsi hutan, luas dan letak dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.94. Nama-nama Kawasan Hutan dirinci menurut Luas Areal, Fungsi dan Lokasi Luas Areal Fungsi No Nama Kawasan RTK Lokasi/Kecamatan (Ha) Hutan Poronombu 1. 1.649,25 HL/HP 4 Loli,T.Righu,W.Timur Rabawawi 2. Pogobina 350,00 HT 19 Loli 3. Ombakaporota 250,00 HP 21 Kota Waikabubak 4. Kanungga Rara 776,30 HP 52 Tana Righu 5. Lamboya 5.000,00 HL/HT 43 Lamboya,Loli,W.Sel 6. Kalada Wogo 800,00 HP 20 Loli,Katikutana,Kota 7. Kabota 200,00 HP 66 Lamboya,Wanokaka 8. Gollu Kare 700,00 HP 59 Laboya Barat 9. Matikatilu 500,00 HT 29 Lamboya 10. Rangga Dongu 48,79 HP 76 Kota Waikabubak 11. Waipada 1500,00 HPT 54 Loli-Sumba Tengah 12. Polapare Cako 1400,00 HP 27 Laboya Barat-SBD Wanokaka - Sumba 11. Manupeu *) 87.984,86 HTN - Tengah Jumlah 13.174,34 430 Ket. : HL : Hutan Lindung; HT : Hutan Produksi Terbatas; HP : Hutan Produksi Tetap; HTN : Taman Nasional, RTK : Register Tanah Kehutanan *) : Dikelola oleh Taman Nasional (belum ada batas tetap, Luas aset Kab. Sumba Barat belum dapat diketahui) Sumber : Sumba Barat dalam Angka Tahun 2014

Berdasarkan data tersebut, luas fungsi hutan didominasi oleh hutan produksi sebesar 89,00%. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan hutan di Kabupaten Sumba Barat berpotensi memproduksi hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat antara lain untuk bahan bangunan, industri, bahkan dapat dijadikan sebagai jenis komiditi daerah yang diantar pulaukan sehingga pada gilirannya menambah pendapatan daerah. Namun di sisi lain, persentase hutan lindung hanya sebesar 11,00%, sehingga perlu dilestarikan dan ditingkatkan sehingga

II-111 dapat menjamin kelestarian lingkungan hidup. Beberapa masalah yang mengancam kelestarian hutan adalah kebakaran padang dan pencurian kayu (illegal logging).

2.3.3.5. Energi dan Sumber daya Mineral A. Ketersediaan Daya Listrik Untuk gambaran umum ketersediaan daya listrik di Kabupaten Sumba Barat 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 2.95. Perkiraan Kebutuhan Beban Tenaga Listrik Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Produksi Listrik (KWh) 11.006.779 10.556.376 11.488.771 11.405.984 11.240.509 2 Listrik Terjual (Kwh) 10.833.107 10.311.252 11.162.257 11.257.575 11.124.905 3 Dipakai Sendiri (KWh) 173.672 245.124 326.514 148.409 115.604 4 Susut/Hilang (Kwh) 429.660 393.481 494.496 - - Sumber : Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2011-2015

B. Banyaknya Pelanggan Listrik Penyediaan tenaga listrik bertujuan untuk meningkatkan perekonomian serta memajukan kesejahteraan masyarakat. Bila tenaga listrik telah dicapai pada suatu daerah atau wilayah maka kegiatan ekonomi dan kesejateraan pada daerah tersebut dapat meningkat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka Pemerintah Daerah berkewajiban untuk melistriki masyarakat tidak mampu dan daerah terpencil. Indikator yang digunakan untuk melihat pencapaian sasaran pemerintah daerah tersebut adalah persentase rumah tangga yang menggunakan listrik. Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum banyaknya pelanggan listrik di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun kebelakang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-112 Tabel 2.96. Banyaknya Pelanggan Listrik Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Kecamatan 2011 2012 2013 2014 2015 1 Prabayar 5.815 5.718 2.439 9.980 - 2 Paska Bayar - - - 82 - 3 Sehen - - - 1.566 - Sumber : Sumba Barat Dalam Angka 2012-2016

2.3.3.6. Perindustrian dan Perdagangan A. Industri Kegiatan sektor industri di Kabupaten Sumba Barat terus berkembang dari tahun ke tahun. Jenis kegiatan di sektor industri masih terbatas pada industri kecil dan rumah tangga. Industri yang banyak menyerap tenaga kerja adalah industri yang bergerak pada bidang tekstil, pakaian jadi dan kulit. Industri di Kabupaten Sumba Barat memiliki jumlah industri 417 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja mencapai 858 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.97. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Klasifikasi Industri Tahun 2015 Jumlah Jumlah No Klasifikasi Industri Tenaga Perusahaan Kerja 1 Mesin dan Perlengkapan 75 126 2 Barang logam, bukan mesin dan peralatannya 31 80 3 Makanan 71 191 4 Minuman 5 15 5 Barang Galian Bukan Logam 8 21 6 Pakaian Jadi 15 25 7 Furniture 46 125 8 Tekstil 126 161 9 Kulit, Barang dari kulit dan alas kaki 2 4 10 Percetakan dan reproduksi medi arekaman 2 16 11 Kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak 20 43 termasuk furnitue) dan barang anyaman 12 Barang lainnya dari kayum barangd ari gabusa 15 50 dan barang anyaman daeri jerami, rotan, bambu, dan sejenisnya

II-113 Jumlah Jumlah No Klasifikasi Industri Tenaga Perusahaan Kerja 13 Pengolahan lainnya 1 1 Jumlah 417 858 Sumber : Sumba Barat dalam angka tahun 2016

B. Ketersediaan Restoran Ketersediaan restoran pada suatu daerah menunjukan tingkat daya tarik investasi suatu daerah. Banyaknya restoran dan rumah makan menunjukkan perkembangan kegiatan ekonomi suatu daerah dan peluang-peluang yang ditimbulkannya. Pengertian restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jenis tataboga atau catering. Sedangkan pengusahaan usaha restoran dan rumah makan adalah penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman kepada tamu sebagai usaha pokok. Gambaran umum ketersediaan restoran di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.98. Jumlah Restoran Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Restoran/Rumah Makan 21 21 24 25 27 Total/Jumlah 21 21 24 25 27 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Tahun 2016

2.3.3.7. Transmigrasi Penyebaran kawasan tranmigrasi di Kabupaten Sumba Barat sampai dengan tahun 2015 mendapatkan kepercayaan dari pemerintah pusat untuk melaksanakan program pengembangan kawasan transmigrasi meliputi : 1. Lokasi Transmigrasi Desa Wetana dan Gaura di Kecamatan Laboya Barat; 2. Lokasi Transmigrasi Desa Kobukarudi di Kecamatan Lamboya;

II-114 3. Lokasi Transmigrasi Lamaloku dan Hoba Jangi di Desa Baliloku Kecamatan Wanukaka; 4. Lokasi Transmigrasi Desa Baliledo di Kecamatan Loli dan Tebara Kec. Kota;

2.3.4. Fokus Layanan Urusan Penunjang (Perencanaan Pembangunan) Perencanaan pembangunan dilakasanakan untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; menjamin terciptanya intergrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintahan maupun antara pusat dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antar perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Selama tahun 2015 perencanaan pembangunan daerah didukung dokumen perencanaan pembangunan yang ditetapkan dalam peraturan (PERDA) dan Peraturan Bupati (Perbu) sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.99. Dokumen Perencanaan Pembangunan Tahun 2015 No Jenis Regulasi Dokumen Perencanaan Pembangunan Perda Perbup 1 RPJPD Kabupaten Sumba Barat Tahun √ - 2005-2025 2 RPJMD Kabupaten Sumba Barat Tahun √ - 2005-2010 3 RPJMD Kabupaten Sumba Barat Tahun √ - 2011-2015 4 RKPD Kabupaten Sumba Barat Tahun - √ 2017 Sumber : Bappeda Kabupaten Sumba Barat Tahun 2016

Berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan tersebut maka sinergi pembangunan dapat dilaksanakan lebih optimal dengan menjadikan desa/kelurahan sebagai satuan terkecil wilayah pembangunan. Ditetapkan kebijakan pembangunan daerah terpadu berbasis desa/kelurahan memberikan arahan bahwa setiap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan yang bersumber dari dana APBD Kabupaten sumber pendanaan lainnya harus menetapkan lokasi secara jelas yaitu desa/kelurahan.

II-115 2.4. ASPEK DAYA SAING DAERAH Daya saing daerah merupakan salah satu aspek tujuan penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan potensi, kekhasan, dan unggulan daerah. Suatu daya saing (competitiveness) merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan tujuan pembangunan daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. 2.4.1 Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah Kemampuan ekonomi daerah dalam kaitannya dengan daya saing daerah adalah bahwa kapasitas ekonomi daerah harus memiliki daya tarik (attractiveness) bagi pelaku ekonomi yang telah berada dan akan masuk ke suatu daerah untuk menciptakan multiplier effect bagi peningkatan daya saing daerah. Kemampuan ekonomi daerah memicu daya saing daerah dalam beberapa tolok ukur, sebagai berikut. 2.4.1.1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita (Angka konsumsi RT per kapita) Indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita dimaksudkan untuk mengetahui tingkat konsumsi rumah tangga yang menjelaskan seberapa atraktif tingkat pengeluaran rumah tangga. Semakin besar rasio atau angka konsumsi RT semakin atraktif bagi peningkatan kemampuan ekonomi daerah. Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita dapat diketahui dengan menghitung angka konsumsi RT per kapita, yaitu rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita. Angka ini dihitung berdasarkan pengeluaran penduduk untuk makanan dan bukan makanan per jumlah penduduk. Makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi, minuman, tembakau, dan sirih. Bukan makanan mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan, sekolah, dan sebagainya.

II-116 Tabel 2.100. Angka Konsumsi RT Per Kapita Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Pengeluaran 221.294 241.546 224.877 244.371 282.127 konsumsi rumah tangga per kapita (rupiah) 2 Pengeluaran 142.173 212.132 145.976 159.710 198.116 konsumsi non pangan perkapita (rupiah) Sumber: Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016

2.4.1.2. Nilai Tukar Petani (NTP) Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase) merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga di Kabupaten Sumba Barat pada Januari 2015 NTP di Kabupaten Sumba Barat mengalami penurunan dibanding Desember 2014 yaitu sebesar 0,14 persen. Hal ini disebabkan kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Ditinjau per subsektor dengan membandingkan NTP Januari 2015 dengan NTP Desember 2014 maka sub sektor tanaman perkebunan rakyat dan subsektor peternakan mengalami penurunan, sedangkan 3 subsektor lainnya mengalami peningkatan. Sub sektor yang mengalami penurunan adalah sebesar 2,10 persen untuk sub sektor tanaman perkebunan rakyat, dan 0,36 persen untuk sub sektor peternakan. Sub sektor yang mengalami peningkatan adalah 0,93 persen untuk sub sektor

II-117 padi dan palawija, 0,75 persen untuk sub sektor hortikultura dan 1,93 persen untuk sub sektor perikanan. Indeks harga yang diterima petani dari ke lima sub sektor menunjukkan fluktuasi harga beragam komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pada Januari 2015, indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,28% dibandingkan Desember 2014 yaitu dari 116,59 menjadi 116,92. Melalui indeks harga yang dibayar petani dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar di pedesaan serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Pada Januari 2015 indeks harga yang dibayar petani dilaporkan mengalami peningkatan dibandingkan Desember 2014 yaitu 115,40 menjadi 115,89 atau meningkat sebesar 0,4%.

Tabel 2.101. Nilai Tukar Petani (NTP) Tahun 2014-2015 Kabupaten Sumba Barat No. Uraian 2014 2015 1. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 116,59 116,92 2. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 115,40 115,89 3. Rasio 101,03 100,89 Sumber: Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016

II-118 2.4.1.3. Pengeluaran Konsumsi Non Pangan Perkapita (Persentase Konsumsi Rt Untuk Non Pangan) Untuk mengetahui persentase konsumsi RT non-pangan perkapita, dapat disajikan ke dalam tabel sebagai berikut. Tabel 2.102. Persentase Konsumsi RT Non-Pangan Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Persentase Tahun Konsumsi RT Non-Pangan 2011 39,12% 2012 46,76% 2013 39,36% 2014 39,52% 2015 41,25% Sumber: Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2012-2016

2.4.1.4. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Bagi investor, informasi mengenai potensi investasi dan iklim investasi daerah sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan lokasi untuk investasi. Tetapi hal ini tidak cukup sampai sebatas ketersediaan informasi saja. Diperlukan rangkaian upaya untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai iklim investasi di berbagai daerah, untuk membantu para investor dalam membuat keputusan lokasi investasinya. Pemeringkatan daya saing investasi daerah yang dilakukan oleh Kabupaten Sumba Barat salah satunya adalah untuk menjawab permasalahan di atas, disamping juga untuk membantu pemerintah daerah dalam melihat daya saingnya terhadap investasi dibandingkan dengan daerah lainnya.

II-119 Tabel 2.103. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Tahun 2012 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Penambahan Tahun Investasi PDRB-ADHB ICOR PDRB-ADHB 2011 24,000,000,000 930,855,100,000 - 2012 24,000,000,000 1,040,985,300,000 110,130,200,000 0.22 2013 59,400,000,000 1,164,083,900,000 123,098,600,000 0.48 2014 51,430,000,000 1,313,732,800,000 149,648,900,000 0.34 2015 94,280,000,000 1,467,872,900,000 154,140,100,000 0.61 Sumber: BAPPEDA Data diolah Tahun 2016

Dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa dengan ICOR sebesar 0.22 (2011), maka untuk menghasilkan pertumbuhan PDRB 1 persen Kabupaten Sumba Barat membutuhkan investasi sebesar 0,22% dari penambahan PDRB. Begitu pula untuk tahun 2015, untuk menghasilkan pertumbuhan PDRB 1 persen Kabupaten Sumba Barat membutuhkan investasi sebesar 0,61% dari penambahan PDRB. Nilai ICOR tersebut < 1, artinya investasi yang dilakukan Kabupaten Sumba Barat adalah efisien.

2.4.1.5. Produktivitas Total Daerah Produktivitas total daerah dihitung untuk mengetahui tingkat produktivitas tiap sektor per angkatan kerja yang menunjukan seberapa produktif tiap angkatan kerja dalam mendorong ekonomi daerah per sektor. Produktivitas Total Daerah dapat diketahui dengan menghitung produktivitas daerah per sektor (17 sektor) yang merupakan jumlah PDRB dari setiap sektor dibagi dengan jumlah angkatan kerja dalam sektor yang bersangkutan.

II-120 Tabel 2.104. Produktivitas Total Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014 2014 Kategori Lapangan Usaha Produktivitas PDRB-ADHB Daerah A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 303.40 0.60% B Pertambangan dan Penggalian 12.62 0.02% C Industri Pengolahan 19.53 0.04% D Pengadaan Listrik dan Gas 0.57 0.00% E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.11 0.00% F Konstruksi 74.03 0.15% G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 191.34 0.38% H Transportasi dan Pergudangan 25.33 0.05% I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3.74 0.01% J Informasi dan Komunikasi 72.38 0.14% K Jasa Keuangan dan Asuransi 55.67 0.11% L Real Estate 29.87 0.06% M,N Jasa Perusahaan 2.31 0.00% O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 193.12 0.38% P Jasa Pendidikan 105.35 0.21% Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16.25 0.03% R,S,T,U Jasa lainnya 23.48 0.05% PDRB 1,129.10 2.23% Jumlah Angkatan Kerja 50,649 Sumber: BAPPEDA Data diolah Tahun 2016

Dari tabel di atas diketahui bahwa produktivitas total daerah yang terbesar ada pada sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, yaitu sebesar 0,60%. Sedangkan produktivitas yang terkecil ada pada sektor Pengadaan Listrik dan Gas, yaitu sebesar 0,00% dan sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, yaitu sebesar 0,00%. Sedangkan produktivitas total (PDRB) sebesar 2,23%.

2.4.1.6. Rasio Gini Merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan membandingkan luas antara diagonal dan kurva lorenz (daerah A) dibagi dengan luas segitiga di bawah diagonal. Kegunaan : Untuk mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Keterangan : Rasio Gini bernilai antara 0 dan 1. Nilai 1 menunjukkan complete inequality atau perfectly inequal, dimana

II-121 seluruh penduduk menempati satu lokasi di suatu negara dan tidak ada penduduk di lokasi lainnya. Nilai 0 menunjukkan perfectly equal, yaitu penduduk terdistribusikan sempurna di seluruh wilayah suatu negara. Jadi, semakin besar nilai rasio konsentrasi Gini, semakin besar ketidakmerataan antara distribusi penduduk dan jumlah lokasi. Tabel 2.105. Rasio Gini Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat Tahun Rasio Gini 2011 0,36 2012 0,36 2013 0,35 2014 0,36 2015 0,34 Sumber: Hasil Olahan Bappeda Kab. Sumba Barat Tahun 2016

Dari tabel di atas, bila pada 2011 rasio gini tercatat sebesar 0,36%, maka pada 2015, angka itu menurun menjadi 0,34. Hal itu berarti kesenjangan antara orang kaya dengan orang miskin di Kabupaten Sumba Barat semakin mengecil.

2.4.1.7. Potensi Sektoral Kabupaten Sumba Barat Location quotient (LQ) adalah suatu perbandingan antara besarnya peran suatu sektor di Kabupaten Sumba Barat terhadap besarnya peran sektor tersebut di tingkat yang lebih tinggi, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tabel di bawah ini melaporkan hasil analisa LQ Kabupaten Sumba Barat sehubungan dengan (with respect to atau w.r.t.) Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dibandingkan dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Tabel 2.6), sektor basis Kabupaten Sumba Barat adalah sektor: 1. Industri Pengolahan 2. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3. Jasa Keuangan dan Asuransi 4. Real Estate 5. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

II-122 6. Jasa Pendidikan Sedangkan sektor non basis Kabupaten Sumba Barat adalah: 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Pengadaan Listrik dan Gas 4. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5. Konstruksi 6. Transportasi dan Pergudangan 7. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8. Informasi dan Komunikasi 9. Jasa Perusahaan 10. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11. Jasa lainnya Tabel 2.106. Analisa LQ Kabupaten Sumba Barat (pada Harga Konstan) Tahun Basis/Non Basis Kategori Lapangan Usaha 2010 2014 2010 2014 A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Non 0,93 0,93 Non Basis Basis B Pertambangan dan Penggalian Non 0,72 0,77 Non Basis Basis C Industri Pengolahan 1,42 1,39 Basis Basis D Pengadaan Listrik dan Gas Non 0,94 0,81 Non Basis Basis E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Non 0,13 0,13 Non Basis Limbah dan Daur Ulang Basis F Konstruksi Non 0,61 0,62 Non Basis Basis G Perdagangan Besar dan Eceran; 1,45 1,50 Basis Basis Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan Non 0,46 0,45 Non Basis Basis I Penyediaan Akomodasi dan Makan Non 0,55 0,56 Non Basis Minum Basis J Informasi dan Komunikasi Non 0,80 0,75 Non Basis Basis K Jasa Keuangan dan Asuransi 1,37 1,29 Basis Basis L Real Estate 1,02 1,02 Basis Basis M,N Jasa Perusahaan 0,75 0,70 Non Non Basis

II-123 Tahun Basis/Non Basis Kategori Lapangan Usaha 2010 2014 2010 2014 Basis O Administrasi Pemerintahan, 1,34 1,36 Basis Basis Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan 1,15 1,06 Basis Basis Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Non 0,71 0,68 Non Basis Basis R,S,T,U Jasa lainnya Non 0,95 0,96 Non Basis Basis Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

Berdasarkan analisa LQ sehubungan dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tabel 2.6, tahun 2014 di Kabupaten Sumba Barat terdapat 6 sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif (nilai LQ>1), yaitu : Sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, sektor Real Estate, sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, dan sektor Jasa Pendidikan. Ini mengindikasikan bahwa wilayah ini telah mampu memenuhi sendiri kebutuhannya disektor tersebut dan dimungkinkan untuk mengekspor keluar daerah barang dan jasa pada sektor ini.

2.4.1.8. Perubahan Struktur Ekonomi Kabupaten Sumba Barat Analisa LQ (Location quotient) tidak memberikan penjelasan tentang faktor penyebab perubahan variabel PDRB, sedangkan analisa SS (shift share) memerinci penyebab perubahan suatu variabel dengan mengisolasi berbagai faktor yang menyebabkan perubahan PDRB sektoral di suatu daerah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Untuk mengetahui bagaimana analisa SS berkerja, dapat dilihat pada tabel berikut yang menunjukkan perubahan PDRB atau output sektoral Kabupaten Sumba Barat dari 2010 hingga 2014.

II-124 Tabel 2.107. Perubahan Output Sektoral Kabupaten Sumba Barat Sejak 2010 Hingga 2014 PDRB ADHK Perubahan Kategori Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) (PDRB Persen 2010 2014 ADHK) A Pertanian, Kehutanan, dan 275,06 303,40 28,34 10,30 Perikanan B Pertambangan dan Penggalian 9,68 12,62 2,94 30,38 C Industri Pengolahan 16,68 19,53 2,85 17,06 D Pengadaan Listrik dan Gas 0,44 0,57 0,13 29,50 E Pengadaan Air, Pengelolaan 0,09 0,11 0,02 26,78 Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi 57,73 74,03 16,30 28,23 G Perdagangan Besar dan Eceran; 146,82 191,34 44,52 30,32 Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan 21,06 25,33 4,26 20,24 I Penyediaan Akomodasi dan Makan 2,92 3,74 0,82 28,20 Minum J Informasi dan Komunikasi 59,38 72,38 13,01 21,90 K Jasa Keuangan dan Asuransi 40,80 55,67 14,87 36,45 L Real Estate 25,15 29,87 4,73 18,80 M,N Jasa Perusahaan 2,01 2,31 0,30 15,19 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial 146,47 193,12 46,65 31,85 Wajib P Jasa Pendidikan 91,99 105,35 13,36 14,53 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan 14,11 16,25 2,14 15,14 Sosial R,S,T,U Jasa lainnya 20,47 23,48 3,00 14,66 PDRB 930,86 1.129,10 198,24 21,30 Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

Tabel di atas menunjukkan bahwa total perubahan output Kabupaten Sumba Barat sejak 2010 hingga 2014 adalah 198,24 (milyar rupiah) atau pertumbuhan PDRB-nya pada periode tersebut adalah sebesar 21,30%. Yang dipersoalkan oleh analisa SS adalah apakah penyumbang perubahan atau pertumbuhan itu. Karena itu, analisa memerinci perubahan itu dengan meletakkan Kabupaten Sumba Barat dalam wilayah yang lebih tinggi, yang dalam hal ini adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi dimana Kabupaten Sumba Barat adalah salah satu daerah di dalamnya. Total PDRB atau total output yang

II-125 dihasilkan dari provinsi itu, dalam periode 2010-2014, dan perubahannya seperti yang terlihat pada tabel berikut. Dalam periode tersebut, Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami pertumbuhan sebesar 23,40%. Ini berarti dalam periode tersebut, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat (21,30%) lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur (23,40%). Tabel 2.108. Perubahan Output Sektoral Provinsi Nusa Tenggara Timur Sejak 2010 Hingga 2014 PDRB ADHK (Milyar Perubahan Kategori Lapangan Usaha Rupiah) (PDRB Persen 2010 2014 ADHK) A Pertanian, Kehutanan, dan 13.963,14 15.610,60 1.647,46 11,80 Perikanan B Pertambangan dan 629,95 780,67 150,72 23,93 Penggalian C Industri Pengolahan 555,18 674,63 119,45 21,52 D Pengadaan Listrik dan Gas 22,12 33,80 11,68 52,80 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur 31,77 39,15 7,38 23,23 Ulang F Konstruksi 4.436,39 5.733,39 1.297,00 29,24 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan 4.753,75 6.112,18 1.358,43 28,58 Sepeda Motor H Transportasi dan 2.152,92 2.702,26 549,34 25,52 Pergudangan I Penyediaan Akomodasi dan 247,89 318,29 70,40 28,40 Makan Minum J Informasi dan Komunikasi 3.508,93 4.595,31 1.086,38 30,96 K Jasa Keuangan dan Asuransi 1.403,00 2.070,59 667,59 47,58 L Real Estate 1.161,58 1.402,82 241,24 20,77 M,N Jasa Perusahaan 125,80 157,72 31,92 25,37 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan 5.135,32 6.785,67 1.650,35 32,14 Sosial Wajib P Jasa Pendidikan 3.767,84 4.770,35 1.002,51 26,61 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan 931,50 1.148,84 217,34 23,33 Sosial R,S,T,U Jasa lainnya 1.019,51 1.172,22 152,71 14,98 PDRB 43.846,61 54.108,48 10.261,87 23,40 Sumber: BAPPEDA Data Diolah, Tahun 2016

II-126 Apabila pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat disamakan (di- trend-kan) dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur (yaitu sebesar 23,40%), maka output atau PDRB yang dihasilkan Kabupaten Sumba Barat adalah sebesar 217,86 (milyar rupiah). Ini dinamakan sebagai provincial growth share (PGS). Faktanya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat adalah lebih rendah dari itu, yaitu sebesar 21,30%, yang membuat PDRB nya menjadi 198,24 (milyar rupiah). Selisih negatif dari angka ini merupakan loss bagi Kabupaten Sumba Barat. Tabel 2.109. Provincial Growth Share (PGS) PGS Kategori Lapangan Usaha (milyar persen rupiah) A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 162,41 23,40 B Pertambangan dan Penggalian 64,37 23,40 C Industri Pengolahan 2,27 23,40 D Pengadaan Listrik dan Gas 3,90 23,40 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 0,10 23,40 Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi 0,02 23,40 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 13,51 23,40 Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan 34,36 23,40 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4,93 23,40 J Informasi dan Komunikasi 0,68 23,40 K Jasa Keuangan dan Asuransi 13,90 23,40 L Real Estate 9,55 23,40 M,N Jasa Perusahaan 5,89 23,40 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan 0,47 23,40 dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan 34,28 23,40 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 21,53 23,40 R,S,T,U Jasa lainnya 3,30 23,40 Total 217,86 23,40 Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

Pertumbuhan total output (PDRB) tidaklah selalu seragam, melainkan bervariasi. Ada PDRB kota/kabupaten yang tumbuh dengan tinggi, ada pula yang tumbuh dengan rendah relatif terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah

II-127 yang lebih tinggi. Apabila pertumbuhan per sektor Kabupaten Sumba Barat masing-masing “ditimbang” dengan total pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur, maka dihasilkan industrial mix share (IMS) sebesar 6,18 (milyar rupiah) seperti tampak pada Tabel di bawah. Ini berarti bahwa ketika struktur ekonomi Kabupaten Sumba Barat sama dengan struktur ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur (tetapi lepas dari pengaruh total pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur), maka Kabupaten Sumba Barat mempunyai peningkatan output sebesar 7,23 (milyar rupiah). Tabel 2.110. Industrial Mix Share (IMS) IMS Kategori Lapangan Usaha (milyar persen rupiah) A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -31,92 -11,61 B Pertambangan dan Penggalian 0,05 0,52 C Industri Pengolahan -0,32 -1,89 D Pengadaan Listrik dan Gas 0,13 29,40 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 0,00 -0,17 Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi 3,37 5,83 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 7,59 5,17 Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan 0,44 2,11 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,15 5,00 J Informasi dan Komunikasi 4,49 7,56 K Jasa Keuangan dan Asuransi 9,86 24,18 L Real Estate -0,66 -2,64 M,N Jasa Perusahaan 0,04 1,97 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 12,79 8,73 Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan 2,95 3,20 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -0,01 -0,07 R,S,T,U Jasa lainnya -1,72 -8,43 Total 7,23 68,87 Sumber: BAPPEDA Data Diolah, Tahun 2016

Pertumbuhan sektoral tidaklah pula selalu seragam melainkan bervariasi. Ada sektor (local industry) yang tumbuh lebih cepat, ada pula yang tumbuh lebih lambat dibanding sektor yang relevan di wilayah yang lebih tinggi. Local

II-128 share (LS) adalah untuk mengukur apakah pertumbuhan per sektor di Kabupaten Sumba Barat sama, lebih cepat, atau lebih lambat dibanding pertumbuhan per sektor yang sama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tabel di atas melaporkan bahwa pertumbuhan sektoral Kabupaten Sumba Barat lebih lambat daripada pertumbuhan sektoral Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lebih lambatnya pertumbuhan sektoral Kabupaten Sumba Barat tersebut adalah negatif 26,84 (milyar rupiah). Tabel 2.111. Local Share (LS) LS Kategori Lapangan Usaha (milyar persen rupiah) A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -4,11 -1,50 B Pertambangan dan Penggalian 0,62 6,45 C Industri Pengolahan -0,74 -4,45 D Pengadaan Listrik dan Gas -0,10 -23,30 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur 0,00 3,55 Ulang F Konstruksi -0,58 -1,00 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan 2,56 1,74 Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan -1,11 -5,28 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum -0,01 -0,20 J Informasi dan Komunikasi -5,38 -9,06 K Jasa Keuangan dan Asuransi -4,54 -11,13 L Real Estate -0,50 -1,97 M,N Jasa Perusahaan -0,20 -10,18 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan -0,42 -0,29 Sosial Wajib P Jasa Pendidikan -11,11 -12,08 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -1,16 -8,19 R,S,T,U Jasa lainnya -0,06 -0,32 Total -26,84 -77,20 Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

Dari hasil perhitungan tiga komponen di atas, dapat dilakukan checking sebagai berikut: Komponen Provincial Growth Share (PGS) : 217,86 Komponen Industrial Mix Share (IMS) : 7,23 Komponen Local Share (LS) : -26,84 + Perubahan Output Kabupaten Sumba Barat 198,24

II-129 Dari hasil analisa Shift Share (SS) Kabupaten Sumba Barat terhadap Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, mengalami perubahan perekonomian sebesar 64,37 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -31,92 (milyar rupiah) atau -11,61%. Ini menunjukkan bahwa sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -4,11 (milyar rupiah) atau -1,5%. Ini berarti pada sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah di banding kawasan Nusa Tenggara Timur. 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, mengalami perubahan perekonomian sebesar 2,27 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 0,05 (milyar rupiah) atau 0,52%. Ini menunjukkan bahwa sektor Pertambangan dan Penggalian mempunyai pertumbuhan agak cepat di banding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 0,62 (milyar rupiah) atau 6,45%. Ini berarti pada sektor Pertambangan dan Penggalian di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang kuat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 3) Sektor Industri Pengolahan, mengalami perubahan perekonomian sebesar 3,90 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,4%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -0,32 (milyar rupiah) atau - 1,89%. Ini menunjukkan bahwa sektor Industri Pengolahan mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi

II-130 sebesar -0,74 (milyar rupiah) atau -4,45%. Ini berarti pada sektor Industri Pengolahan di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 4) Sektor Pengadaan Listrik dan Gas, mengalami perubahan perekonomian sebesar 0,10 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 0,13 (milyar rupiah) atau 29,40%. Ini menunjukkan bahwa sektor Pengadaan Listrik dan Gas mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -0,10 (milyar rupiah) atau -23,30%. Ini berarti pada sektor Pengadaan Listrik dan Gas di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 5) Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, mengalami perubahan perekonomian sebesar 0,02 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 0,00 (milyar rupiah) atau -0,17%. Ini menunjukkan bahwa sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang mempunyai pertumbuhan yang lambat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 0,00 (milyar rupiah) atau 3,55%. Ini berarti pada sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah di banding kawasan Nusa Tenggara Timur. 6) Sektor Konstruksi, mengalami perubahan perekonomian sebesar 13,51 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 3,37 (milyar rupiah) atau 5,83%. Ini menunjukkan bahwa sektor Konstruksi mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah

II-131 (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -0,58 (milyar rupiah) atau -1,0%. Ini berarti pada sektor Konstruksi di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah di banding kawasan Nusa Tenggara Timur. 7) Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, mengalami perubahan perekonomian sebesar 34,36 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 7,59 (milyar rupiah) atau 5,1%. Ini menunjukkan bahwa sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 2,56 (milyar rupiah) atau 1,74%. Ini berarti pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang kuat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 8) Sektor Transportasi dan Pergudangan, mengalami perubahan perekonomian sebesar 4,93 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,4%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 0,44 (milyar rupiah) atau 2,11%. Ini menunjukkan bahwa sektor Transportasi dan Pergudangan mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -1,11 (milyar rupiah) atau -5,28%. Ini berarti pada sektor Transportasi dan Pergudangan di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 9) Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, mengalami perubahan perekonomian sebesar 0,68 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi

II-132 sebesar 0,15 (milyar rupiah) atau 5,00%. Ini menunjukkan bahwa sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -0,01 (milyar rupiah) atau -0,20%. Ini berarti pada sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 10) Sektor Informasi dan Komunikasi, mengalami perubahan perekonomian sebesar 13,90 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 4,49 (milyar rupiah) atau 7,56%. Ini menunjukkan bahwa sektor Informasi dan Komunikasi mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -5,38 (milyar rupiah) atau -9,06%. Ini berarti pada sektor Informasi dan Komunikasi di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 11) Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, mengalami perubahan perekonomian sebesar 9,55 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 9,86 (milyar rupiah) atau 24,18%. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa Keuangan dan Asuransi mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -4,54 (milyar rupiah) atau -11,13%. Ini berarti pada sektor Jasa Keuangan dan Asuransi di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 12) Sektor Real Estate, mengalami perubahan perekonomian sebesar 5,89 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan

II-133 penurunan output ekonomi sebesar -0,66 (milyar rupiah) atau -2,64%. Ini menunjukkan bahwa sektor Real Estate mempunyai pertumbuhan yang lambat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar -0,50 (milyar rupiah) atau -1,97%. Ini berarti pada sektor Real Estate di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 13) Sektor Jasa Perusahaan, mengalami perubahan perekonomian sebesar 0,47 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 0,04 (milyar rupiah) atau 1,97%. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa Perusahaan mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar -0,20 (milyar rupiah) atau -10,18%. Ini berarti pada sektor Jasa Perusahaan di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 14) Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, mengalami perubahan perekonomian sebesar 34,28 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 12,79 (milyar rupiah) atau 8,73%. Ini menunjukkan bahwa sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar -0,42 (milyar rupiah) atau -0,29%. Ini berarti pada sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 15) Sektor Jasa Pendidikan, mengalami perubahan perekonomian sebesar 21,53 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara

II-134 Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 2,95 (milyar rupiah) atau 3,20%. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa Pendidikan mempunyai pertumbuhan yang cepat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar -11,11 (milyar rupiah) atau -12,08%. Ini berarti pada sektor Jasa Pendidikan di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 16) Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, mengalami perubahan perekonomian sebesar 3,30 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -0,01 (milyar rupiah) atau -0,07%. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial mempunyai pertumbuhan yang lambat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -1,16 (milyar rupiah) atau -8,19%. Ini berarti pada sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. 17) Sektor yang terakhir adalah sektor Jasa lainnya, mengalami perubahan perekonomian sebesar 4,79 (milyar rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Nusa Tenggara Timur (PGS) sebesar 23,40%. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -1,72 (milyar rupiah) atau -8,43%. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa lainnya mempunyai pertumbuhan yang lambat dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -0,06 (milyar rupiah) atau -0,32%. Ini berarti pada sektor Jasa lainnya di Kabupaten Sumba Barat memilki daya saing yang lemah dibanding kawasan Nusa Tenggara Timur. Dari hasil perhitungan shift share, sektor yang termasuk berkembang di Kabupaten Sumba Barat (IMS) yaitu :

II-135 1. Sektor Pertambangan dan Penggalian 2. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas 3. Sektor Konstruksi 4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5. Sektor Transportasi dan Pergudangan 6. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7. Sektor Informasi dan Komunikasi 8. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi 9. Sektor Jasa Perusahaan 10. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 11. Sektor Jasa Pendidikan Sedangkan sektor yang termasuk kurang berkembang, yaitu: 1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Sektor Industri Pengolahan 3. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4. Sektor Real Estate 5. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6. Sektor Jasa lainnya Sementara itu sektor yang memiliki daya saing tinggi (LS) di Kabupaten Sumba Barat untuk kawasan Nusa Tenggara Timur ada 3 sektor, yaitu: 1. Sektor Pertambangan dan Penggalian 2. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Sedangkan sektor yang memilki daya saing yang lemah, yaitu: 1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Sektor Industri Pengolahan

II-136 3. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas 4. Sektor Konstruksi 5. Sektor Transportasi dan Pergudangan 6. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7. Sektor Informasi dan Komunikasi 8. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi 9. Sektor Real Estate 10. Sektor Jasa Perusahaan 11. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 12. Sektor Jasa Pendidikan 13. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 14. Sektor Jasa lainnya

Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara Industrial Mix Share (IMS) dan Local Share (LS) di setiap sektor perekonomian. Apabila PB > 0, maka pertumbuhan sektor di Kabupaten Sumba Barat termasuk dalam kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB<0 artinya sektor perekonomian di Kabupaten Sumba Barat termasuk kelompok yang degresif (lamban). Berdasarkan hasil perhitungan, secara agregat pergeseran bersih di Kabupaten Sumba Barat menghasilkan nilai negatif, yang turut memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan PDRB pada periode 2010-2014 di Kabupaten Sumba Barat sebesar -37,29 (milyar rupiah). Hal ini juga menunjukkan bahwa secara umum, Kabupaten Sumba Barat termasuk kedalam kelompok daerah yang degresif (lamban). Ditingkat sektoral, sektor yang memiliki nilai PB > 0 yaitu sektor Industri Pengolahan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan

II-137 Minum, sektor Jasa Keuangan dan Asuransi, sektor Real Estate, sektor Jasa Perusahaan, sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, dan sektor Jasa Pendidikan. Sedangkan sektor yang memiliki PB < 0 yaitu sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, dan sektor Jasa lainnya. Tabel 2.112. Pergeseran Bersih PB Kategori Lapangan Usaha (milyar persen rupiah) A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -36,03 -13,10 B Pertambangan dan Penggalian 0,68 6,97 C Industri Pengolahan -1,06 -6,34 D Pengadaan Listrik dan Gas 0,03 6,10 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 0,00 3,38 Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi 2,79 4,83 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 10,15 6,92 Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan -0,67 -3,16 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,14 4,79 J Informasi dan Komunikasi -0,89 -1,50 K Jasa Keuangan dan Asuransi 5,32 13,05 L Real Estate -1,16 -4,61 M,N Jasa Perusahaan -0,16 -8,21 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 12,37 8,44 Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan -8,17 -8,88 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -1,17 -8,26 R,S,T,U Jasa lainnya -1,79 -8,74 Total -19,62 -8,33 Sumber: BAPPEDA Data diolah, Tahun 2016

II-138 Analisis Kuadran Dengan melihat besaran IMS dan LS, maka suatu daerah/sektor dapat dikategorikan menjadi empat kelompok/kuadran. Dengan menggunakan alat analisa Shift Share, dapat dilihat dari pendekatan IMS dan LS sekaligus.

Gambar 2. 10 Industrial Mix Share (IMS) dan Local Share (LS) Sektor Ekonomi di Kabupaten Sumba Barat periode 2010-2014 Sumber: Data diolah, 2016

Pada kuadran I (IMS positif dan LS positif), ditempati sektor 2 dan 7, yaitu: 1. Sektor Pertambangan dan Penggalian 2. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pada kuadran ini memberikan pengertian bahwa sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Sektor tersebut juga mampu bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain di Nusa Tenggara Timur. Pada kuadran II (IMS Negatif dan LS Positif), ditempati oleh sektor 5 yaitu: 1. Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

II-139 Sektor ini memberikan pengertian bahwa sektor tersebut mempunyai kecenderungan sebagai sektor yang tertekan tetapi berpotensi (highly potential). Kelompok sektor ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat tetapi mempunyai daya saing yang kuat. Pada kuadran III (IMS Positif dan LS negatif) ditempati oleh sektor 4, 6, 8, 9, 10, 11, 13, 14 dan 15, yaitu : 1. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas 2. Sektor Konstruksi 3. Sektor Transportasi dan Pergudangan 4. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5. Sektor Informasi dan Komunikasi 6. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi 7. Sektor Jasa Perusahaan 8. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9. Sektor Jasa Pendidikan Sektor-sektor ini dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang memiliki daya saing yang lemah tetapi laju pertumbuhannya cepat. Sementara itu, di kuadran IV (IMS negatif dan LS negatif) terdapat sektor 1, 3, 12, 16, dan 17 yaitu : 1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Sektor Industri Pengolahan 3. Sektor Real Estate 4. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5. Sektor Jasa lainnya Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor yang terbelakang dan berdaya saing lemah atau dikategorikan terbelakang (depressed). Dari analisa LQ, SS, PB dan Kuadran tersebut di atas, diringkas untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai posisi masing-masing

II-140 sektor dilihat dari tingkat basis, kecepatan pertumbuhan, daya saing dan perkembangannya. Tabel 2.113. Ringkasan Hasil Analisa LQ, SS, PB dan Kuadran Kabupaten Sumba Barat Terhadap Provinsi Nusa Tenggara Timur No. Kategori Lapangan Usaha LQ SS Kua PB 2010 2014 PGS IMS LS dran 1. A Pertanian, Kehutanan, 0,93 0,93 64,37 -31,92 -4,11 -36,03 IV dan Perikanan 2. B Pertambangan dan 0,72 0,77 2,27 0,05 0,62 0,68 I Penggalian 3. C Industri Pengolahan 1,42 1,39 3,90 -0,32 -0,74 -1,06 IV 4. D Pengadaan Listrik dan 0,94 0,81 0,10 0,13 -0,10 0,03 III Gas 5. E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 0,13 0,13 0,02 -0,00 0,00 0,00 II Limbah dan Daur Ulang 6. F Konstruksi 0,61 0,62 13,51 3,37 -0,58 2,79 III 7. G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 1,45 1,50 34,36 7,59 2,56 10,15 I Mobil dan Sepeda Motor 8. H Transportasi dan 0,46 0,45 4,93 0,44 -1,11 -0,67 III Pergudangan 9. I Penyediaan Akomodasi 0,55 0,56 0,68 0,15 -0,01 0,14 III dan Makan Minum 10. J Informasi dan 0,80 0,75 13,90 4,49 -5,38 -0,89 III Komunikasi 11. K Jasa Keuangan dan 1,37 1,29 9,55 9,86 -4,54 5,32 III Asuransi 12. L Real Estate 1,02 1,02 5,89 -0,66 -0,50 -1,16 IV 13. M,N Jasa Perusahaan 0,75 0,70 0,47 0,04 -0,20 -0,16 III 14. O Administrasi Pemerintahan, 1,34 1,36 34,28 12,79 -0,42 12,37 III Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15. P Jasa Pendidikan 1,15 1,06 21,53 2,95 -11,11 -8,17 III 16. Q Jasa Kesehatan dan 0,71 0,68 3,30 -0,01 -1,16 -1,17 IV Kegiatan Sosial 17 R,S,T,U Jasa lainnya 0,95 0,96 4,79 -1,72 -0,06 -1,79 IV Total 217,86 7,23 -26,84 -19,62 Sumber : BAPPEDA Data diolah Tahun 2016 2.4.2. Penataan Wilayah 2.4.2.1. Ketaatan Terhadap RTRW Selama ini Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumba Barat telah menjadi pedoman dan acuan diantaranya :

II-141 a. Di dalam pertimbangan dan pedoman pembangunan b. Di dalam Pedoman dan pertimbangan di dalam penyusunan rencana kawasan lebih detail dan rinci. Dan sampai saat ini terdapat 4 (empat) pusat perkotaan yang telah dirinci dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasinya, yaitu Kawasan Perkotaan Waikabubak, Kawasan Perkotaan Wanukaka, Kawasan perkotaan Lamboya dan Kawasan Perkotaan Nggongi. Namun semua rencana detail tersebut belum ada yang dilegal standingkan atau ditindak lanjuti menjadi Peraturan Daerah. c. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Sumba Barat juga menjadi salah satu acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumba Barat. d. Dalam Hal perijinan sejauh ini telah berjalan dengan baik, dan setiap akan melakukan proses perijinan selalu mempertimbangkan arahan dari RTRW sebagai acuan didalam pemberian rekomendasi dan adviceplan.

2.4.2.2. Luas Wilayah Produktif Wilayah produktif yaitu wilayah yang sangat berpotensi sebagai penghasil produk seperti pertanian, perkebunan dan lain-lain, di Kabupaten Sumba Barat luas wilayah produktif dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.114. Luas Wilayah Produktif Tahun 2011-2015 Kabupaten Sumba Barat Tahun Luas (Ha) 2011 111.390 2012 114.987 2013 120.589 2014 120.589 Sumber : Kabupaten Sumba Barat Dalam Angka Tahun 2011-2014

II-142 2.4.2.3. Kawasan Rawan Longsor Kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Sumba Barat terdapat di Kecamatan Wanukaka; Kecamatan Laboya Barat; Kecamatan Lamboya, Kecamatan Kota Waikabubak dan Kecamatan Loli seluas kurang lebih 1.407,9 Ha. Pada lokasi ini sering mengalami gerakan tanah atau longsor terutama pada musim hujan atau saat gempa bumi terjadi.

2.4.2.4. Luas Wilayah Kebanjiran Kawasan rawan bencana banjir hampir meliputi seluruh wilayah sepanjang pinggir sungai yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat yaitu tergenangnya areal pertanian karena terletak di dekat sungai. Kawasan rawan bencana banjir yang ada di Kabupaten Sumba Barat berada di sekitar sungai meliputi seluruh wilayah di pinggir sungai antara lain yaitu Sungai Kadengar di Kecamatan Lamboya, Sungai Loku Bakul di Kecamatan Wanukaka, Sungai Loko Kalada di Kecamatan Loli, dan Sungai Tabaka Dana di Kecamatan Kota Waikabubak.

2.4.2.5. Rawan Abrasi pantai Kabupaten Sumba Barat memiliki panjang garis pantai sekitar kurang lebih 59 km dan seperti kabupaten lain di Indonesia juga memiliki masalah dengan ekosistem pantainya terutama dengan masalah abrasi pantai. Kawasan rawan abrasi pantai di Kabupaten Sumba Barat meliputi Kawasan Pantai Rua, Pantai Wanukaka dan Pantai Karewe.

2.4.2.6. Luas Wilayah Kekeringan Di Kabupaten Sumba Barat terdapat beberapa lokasi yang memiliki potensi rawan bencana, yaitu lokasi yang berada di sekitar daerah aliran sungai antara lain wilayah Kadengara, Lahi Kaninu dan wilayah pesisir antara lain Waihura, Rua, Kkere Wei, marosi dan Mambang. Selain itu, potensi bencana yang diperkirakan dapat terjadi antara lain : bencana kekeringan akibat musim kemarau yang panjang diikuti munculnya berbagai penyakit antara lain : busung lapar, kekurangan gizi, diare, dan penyakit tanaman yang dapat menurunkan

II-143 produksi pertanian serta berbagai jenis penyakit ternak yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak dan menimbulkan masalah kesehatan pada manusia. Untuk mengatasi potensi bencana tersebut, ada berbagai kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah, yakni sosialisasi kepada masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi kemungkinan bencana alam dengan membentuk tim reaksi cepat penanggulangan bencana alam, yang juga telah melaksanakan upaya sosialisasi di tingkat kecamatan.

2.4.2.7. Luas Wilayah Perkotaan Luas Wilayah Perkotaan Kabupaten Sumba Barat yaitu : 1. Perkotaan Waikabubak dengan luas 2.633,76 Ha 2. Perkotaan Lamboya dengan luas 231,52 Ha 3. Perkotaan Doka Kaka, dengan luas 1.666 Ha 4. Perkotaan Malata, dengan luas 1.796 Ha 5. Perkotaan Taramanu, dengan luas 800 Ha 6. Perkotaan Gaura, dengan luas 170 Ha

2.4.3. Fokus Iklim Berinvestasi 2.4.3.1. Kemudahan Perizinan Investasi yang akan masuk ke suatu daerah bergantung kepada daya saing investasi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Daya saing investasi suatu daerah tidak terjadi dengan serta merta. Pembentukan daya saing investasi, berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya kemudahan perijinan. Kemudahan perijinan adalah proses pengurusan perijinan yang terkait dengan persoalan investasi relatif sangat mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Lama proses perijinan merupakan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu perijinan (dalam hari). Untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum perijinan di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

II-144 Tabel 2.115. Lama Proses Perijinan Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Izin Usaha - 147 135 217 255 2 Data badan usaha 372 3 Tanda daftar usaha - 65 70 131 152 Sumber : KPPTSP Tahun 2016

2.4.3.2. Penegakan Peraturan Daerah (PERDA) yang Mendukung Iklim Usaha Perda merupakan sebuah instrumen kebijakan daerah yang sifatnya formal, melalui perda inilah dapat diindikasikan adanya insentif maupun disinsentif sebuah kebijakan di daerah terhadap aktivitas perekonomian. Perda yang mendukung iklim usaha dibatasi yaitu perda terkait dengan perizinan, perda terkait dengan lalu lintas barang dan jasa, serta perda terkait dengan ketenagakerjaan. Berikut gambaran umum penegakan peraturan daerah di Kabupaten Sumba Barat. Tabel 2.116. Jumlah Penegakan Perda Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Penegakan PERDA - - 4 4 5 Sumber : Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Tahun 2016

2.4.3.3. Status Desa (Prosentase desa berstatus swasembada terhadap total desa) Pembangunan desa dalam jangka panjang ditujukan untuk memperkuat dasar-dasar sosial ekonomi pedesaan yang memiliki hubungan fungsional yang kuat dan mendasar dengan kota-kota dan wilayah di sekitarnya. Pembangunan desa dan pembangunan sektor yang lain di setiap pedesaan akan mempercepat pertumbuhan desa menjadi desa swasembada yang memiliki ketahanan di segala bidang dan dengan demikian dapat mendukung

II-145 pemantapan ketahanan nasional. Dalam rangka mencapai tujuan itu pembangunan desa diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusianya yang merupakan bagian terbesar penduduk Indonesia, dengan meningkatkan kualitas hidup, kemampuan, keterampilan dan prakarsanya, dalam memanfaatkan berbagai potensi desa maupun peluang yang ada untuk berkembang. Berdasarkan kriteria status, desa/kelurahan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yakni desa swadaya (tradisional); desa swakarya (transisional); dan desa swasembada (berkembang). Pengertian masing-masing klasifikasi desa tersebut adalah sebagai berikut : 1. Desa Terbelakang atau Desa Swadaya Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia atau tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang berada di wilayah yang terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan tradisional serta tidak memiliki sarana dan prasarana penunjang yang mencukupi. 2. Desa Sedang Berkembang atau Desa Swakarsa Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan dan memanfaatkan potensi fisik dan nonfisik yang dimilikinya tetapi masih kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak memiliki sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah peralihan desa terpencil dan kota. Masyarakat pedesaan swakarsa masih sedikit yang berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama sebagai petani di pertanian saja serta banyak mengerjakan sesuatu secara gotong royong. 3. Desa Maju atau Desa Swasembada Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal sumber daya manusia dan juga dalam hal dana modal sehingga sudah dapat memanfaatkan dan menggunakan segala potensi fisik dan non fisik desa secara maksimal. Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang

II-146 modern dengan pekerjaan mata pencarian yang beraneka ragam serta sarana dan prasarana yang cukup lengkap untuk menunjang kehidupan masyarakat pedesaan maju. Dalam upaya peningkatan daya saing daerah salah satu potensi yang perlu dikembangkan adalah melalui peningkatan dan percepatan pertumbuhan status desa menjadi desa swasembada. Indikator peningkatan daya saing terkait pertumbuhan desa swasembada dapat dilihat dari persentase desa/kelurahan berstatus swasembada terhadap total desa/kelurahan. Berikut gambaran status desa di Kabupaten Sumba Barat dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Tabel 2.117. Jumlah Desa Swasembada Tahun 2011 s.d 2014 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Desa Swadaya 9 9 1 - 1 2 Jumlah Desa Swakarsa 64 64 72 72 72 3 Jumlah Desa Swasembada - - - - - 4 Jumlah Desa Keseluruhan 74 74 74 74 74 5 Prosentase Desa berstatus swasembada - - - - - Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2016

2.4.3.4. Fasilitas Bank dan Non Bank Fasilitas bank dan non bank diukur dengan jenis dan jumlah bank dan cabang-cabangnya, dan jenis dan jumlah perusahaan asuransi dan cabang- cabangnya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut fungsinya, bank dibagi menjadi bank umum dan bank perkreditan rakyat. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

II-147 Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Untuk lebih jelasnya tentang jumlah bank di Kabupaten Sumba Barat dalam kurn waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 2.118. Jumlah Bank dan Cabangnya Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Tahun Unit 1 2011 4 2 2012 5 3 2013 7 4 2014 7 5 2015 8 Sumber : BAPPEDA Tahun 2016

2.4.4. Fokus Sumber Daya Manusia Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Hal ini dapat disadari oleh karena manusia sebagai subyek dan obyek dalam pembangunan. Mengingat hal tersebut, maka pembangunan SDM diarahkan agar benar-benar mampu dan memiliki etos kerja yang produktif, terampil, kreatif, disiplin dan profesional. Disamping itu juga mampu memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu dan teknologi yang inovatif dalam rangka memacu pelaksanaan pembangunan nasional. Kualitas sumber daya manusia juga memiliki peranan penting dalam meningkatkan daya saing daerah dan perkembangan investasi di daerah. Indikator kualitas sumber daya manusia dalam rangka peningkatan daya saing daerah dapat dilihat dari kualitas tenaga kerja dan tingkat ketergantungan penduduk untuk melihat sejauh mana beban ketergantungan penduduk.

2.4.4.1. Kualitas Tenaga Kerja (Rasio Lulus S1/S2/S3) Salah satu faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam kerangka pembangunan daerah adalah menyangkut kualitas sumber daya manusia

II-148 (SDM). Kualitas SDM ini berkaitan erat dengan kualitas tenaga kerja yang tersedia untuk mengisi kesempatan kerja di dalam negeri dan di luar negeri. Kualitas tenaga kerja di suatu wilayah sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk suatu wilayah maka semakin baik kualitas tenaga kerjanya. Kualitas tenaga kerja pada suatu daerah dapat dilihat dari tingkat pendidikan penduduk yang telah menyelesaiakan S1, S2 dan S3. Rasio lulusan S1/S2/S3 adalah jumlah lulusan S1/S2/S3 per 10.000 penduduk, untuk lebih jelasnya tentang rasio lulus S1/S2/S3 di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.119. Rasio Lulusan S1/S2/S3 Tahun 2011 s.d 2015 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Lulusan S1 2.898 3.276 4.048 4.191 4.262 2 Jumlah Lulusan S2 58 79 87 89 92 3 Jumlah Lulusan S3 - - 4 Jumlah Total (S1/S2/S3) 2.956 3.355 4.135 4.280 4.354 5 Jumlah Penduduk 113.189 116.621 117.787 119.907 121.921 6 Rasio Lulusan (S1/S2/S3) 261 287 351 356 357 Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Tahun 2016

2.4.4.2. Tingkat Ketergantungan Rasio ketergantungan digunakan untuk mengukur besarnya beban yang harus ditanggung oleh setiap penduduk berusia produktif terhadap penduduk yang tidak produktif. Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai penduduk yang belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada orang tua atau orang lain yang menanggungnya. Selain itu, penduduk berusia diatas 65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi sesudah melewati masa pensiun. Penduduk usia 15-64 tahun, adalah penduduk usia kerja yang dianggap sudah produktif. Atas dasar konsep ini dapat digambarkan berapa besar jumlah penduduk yang tergantung pada penduduk usia kerja. Meskipun

II-149 tidak terlalu akurat, rasio ketergantungan semacam ini memberikan gambaran ekonomis penduduk dari sisi demografi. Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang. Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Rasio ketergantungan adalah perbandingan jumlah penduduk usia <15 tahun dan >64 tahun terhadap jumlah penduduk usia 15-64 tahun, untuk lebih jelasnya tentang gambaran umum tingkat ketergantungan di Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 2.120. Rasio Ketergantungan Tahun 2011 s.d 2014 Kabupaten Sumba Barat No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah Penduduk Usia < 15 Tahun 46.423 46.994 46.317 46.782 47.947 2 Jumlah Penduduk Usia > 64 Tahun 5.053 4.466 4.603 4.698 4.774 3 Jumlah Penduduk Usia Tidak Produktif 51.476 51.460 50.920 51.480 52.721 4 Jumlah Penduduk Usia 15-64 Tahun 61.710 65.161 66.867 68.427 69.200 5 Rasio Ketergantungan 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, diolah Th. 2016

II-150 Tabel 2.121. Hasil Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Kabupaten Sumba Barat ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 1 Kesejahteraan Masyarakat 1.1 Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 1.1.1 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian PDRB Per kapita (ADHK) 1.1.1.1 975,76 1.024,89 1.077,82 1.129,10 (Rp) PDRB Per kapita (ADHB) 1.1.1.2 1.040,99 1.164,08 1.313,73 1.467,87 (Rp) Laju dan pertumbuhan 1.1.1.3 4,82% 5,03% 5,17% 4,76% ekonomi (%) 1.1.1.4 Pendapatan per kapita (Rp) 1.040,99 1.164,08 1.313,73 1.467,87 1.1.1.5 Tingkat inflasi (%) 6,68 6,47 7,31 6,66 1.1.1.6 ICOR 0,22 0,48 0,34 0,61 1.1.1.7 Rasio Indeks Gini 0,36 0,36 0,35 0,36 0,34 Indeks Ketimpangan 1.1.1.8 Williamson 1.2 Kesejahteraan Sosial Indeks Pembangunan 1.2.1 63,85 64,88 65,49 66,51 Manusia 1.2.2 Angka Harapan Hidup (tahun) 65 65,75 65,85 66 1.2.3 Angka Melek Huruf (%) 81,44 81,88 82,16 82,81 Rata-rata lama sekolah 1.2.4 6,42 6,54 6,64 6,74 (Tahun) Pengeluaran per kapita (Ribu 1.2.5 612,59 615,31 620,15 623,39 Rp) 1.2.6 Pendidikan 1.2.6.1 Angka melek huruf (%) 19,68 18,15 16,63 15,1 82,81

II-151 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Angka rata-rata lama sekolah 1.2.6.2 6,42 6,44 6,62 6,64 6,38 (%) 1.2.6.3 Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Murni 1.2.6.3.1 93,46 95,36 94,36 95 95,04 (APM) SD/MI/Paket A Angka Partisipasi Murni 1.2.6.3.2 56,05 39,26 59,86 73,82 75,32 (APM) SMP/MTs/Paket B Angka Partisipasi Murni 1.2.6.3.3 35,01 43,25 46,3 62,53 72,06 (APM) SMA/SMK/MA/Paket C 1.2.6.4 Angka partisipasi kasar 1.2.6.4.1 SD/Sederajat 129 115 145 121 116,47 1.2.6.4.2 SMP/Sederajat 91 85 99 88 100,89 1.2.6.4.3 SMA/Sederajat 74 87 73 73 69,06 1.2.6.5 Angka Pendidikan yang ditamatkan 1.2.6.5.1 Tidak Sekolah 48,1 40,34 48,54 47,89 34,73 1.2.6.5.2 Belum tamat SD/Sederajat 1.2.6.5.3 SD/Sederajat 23,81 26,7 21,19 24,51 28,23 1.2.6.5.4 SMP/Sederajat 11,18 14,18 11,66 12,92 15,58 1.2.6.5.5 SMA/Sederajat 11,89 13,72 13,24 12,06 17,18 1.2.6.5.6 D-I/D-II 0,69 0,69 0,44 0,18 0,28 1.2.6.5.7 Akademi/D-III/Sarjana Muda 1,19 1,79 1,15 0,23 1,17 1.2.6.5.8 D-IV/Strata-I 3,14 2,58 3,79 2,19 2,84 1.2.6.5.9 Strata-II/III 3,14 2,58 3,79 2,19 2,84 1.2.7 Kesehatan 1.2.7.1 Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita 1.2.4.7.1 Ibu 2 3 4 4 1.2.4.7.2 Bayi 4 3 5 7

II-152 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 1.2.4.7.3 Balita 3 7 11 4 1.2.7.2 Angka umur kematian Neonatus 1.2.7.2.1 Umur < 1 minggu 1.2.7.2.2 Umur 1 minggu – 1 bulan Angka ibu hamil mengalami 1.2.7.2.3 KEK 1.2.7.2.4 Angka Usia Harapan Hidup 65,75 65,85 66 66,05 Persentase balita gizi buruk 1.2.7.2.5 5,44 4,2 3,6 2,07 (%) 1.2.7.3 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin 1.2.7.3.1 Jamkesmas 77,2 75,71 67,77 - 67,1 1.2.7.3.2 Jamkesda - - 9,86 - 9,76 1.2.7.3.3 JPK Jamsostek - - - - - 1.2.7.3.4 Tunjangan Perusahaan - - - - - 1.2.7.3.5 JPK PNS/Veteran/Pensiunan 4,59 4,5 1,65 - 8,95 1.2.7.3.6 Asuransi Kesehatan Swasta - - - - - JPK MM/Kartu Sehat/JPK 1.2.7.3.7 87,3 97,19 - - - Gakin/ Kartu Miskin 1.2.7.3.8 Dana Sehat - - - - - 1.2.7.3.9 JPKM/JPK Lain 10,36 10,16 - - - 1.2.7.4 Ketenagakerjaan 81.231 85.294 95.170 99.340 99.449 1.2.7.4.1 Rasio penduduk yang bekerja Tingkat partisipasi angkatan 1.2.7.4.2 72,83 72,8 72,76 69,09 67,17 kerja 1.3 Seni Budaya dan Olahraga 1.3.1 Pemuda dan Olahraga 1.3.1.1 Jumlah cabang olahraga

II-153 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 1.3.1.2 Lapangan olahraga 2 2 2 6 6 1.3.1.3 Jumlah Kampung Situs (Unit) - - - 25 25 1.3.1.4 Jumlah Grup Kesenian 2 Pelayanan Umum 2.1 Layanan Urusan Wajib 2.1.1 Pendidikan 2.1.1.1 Pendidikan dasar 2.1.1.1.1 Angka partisipasi sekolah a. SD/Sederajat 24.253 24.390 24.052 24.533 24.027 b. SMP/Sederajat 6.375 6.838 7.429 8.269 9.071 c. SMA/Sederajat 2.1.1.1.2 Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah 87 91 92 92 92 a.SD/MI unit/24.253 unit/24.390 unit/24.052 unit/24.533 unit/24.027 murid murid murid murid murid 33 36 37 37 unit/8.269 38 unit/9.071 b.SMP/MTs unit/6.375 unit/6.838 unit/7.429 murid murid murid murid murid 2.1.1.1.3 Rasio guru/murid a.SD/MI 431 458 440 511 505 b.SMP/MTs 762 761 870 750 750 2.1.1.2 Pendidikan menengah Rasio ketersediaan sekolah 2.1.1.2.1 terhadap penduduk usia sekolah (SMA/SMK/MA) 2.1.1.2.2 Rasio guru terhadap murid 2.1.1.3 Angka Putus Sekolah

II-154 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Angka Putus Sekolah (APS) 2.1.1.3.1 26 13 6 0 0 SD/MI Angka Putus Sekolah (APS) 2.1.1.3.2 34 21 12 6 4 SMP/MTs Angka Putus Sekolah (APS) 2.1.1.3.3 12 8 6 4 2 SMA/Ma 2.1.1.4 Angka Kelulusan 2.1.1.4.1 Angka Kelulusan (AL) SD/MI 2.504 2.775 3.136 3.339 - Angka Kelulusan (AL) 2.1.1.4.2 1.815 1.943 2.136 2.374 - SMP/MTs Angka Kelulusan (AL) 2.1.1.4.3 756 1.106 1.435 1.457 - SMA/SMk/MA 2.1.2 Kesehatan Rasio posyandu per satuan 2.1.2.1 - - - 1:41 1:18 balita Rasio 2.1.2.2 1,582 1,46 1,45 1,47 1,50 puskesmas/poliklinik/pustu Rasio Rumah Sakit per 2.1.2.3 1 : 56.594 1 : 58.310 1:58.893 1:59.953 1:60.960 satuan penduduk Rasio dokter per satuan 2,42291666 2,65347222 2,52013888 2.1.2.4 2,420138889 2,961111111 penduduk 7 2 9 Rasio tenaga medis per 0,37013888 0,31319444 2.1.2.5 0,45 0,30625 0,310416667 satuan penduduk 9 4 2.1.3 Pekerjaan Umum 2.1.3.1 Jalan Proporsi panjang jaringan 2.1.3.1.1 158,52 157,37 145,07 136,95 120,74 jalan dalam kondisi baik (%) Panjang jalan dalam kondisi 2.1.3.1.2 135,43 153,5 151,9 147,17 213,16 sedang (Km) Panjang jaringan jalan dalam 2.1.3.1.3 108,82 117,53 125,07 139,62 164,09 kondisi rusak (Km)

II-155 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Panjang jaringan jalan dalam 2.1.3.1.4 131,54 105,96 112,31 110,61 120,67 kondisi rusak berat (Km) Panjang jaringan jalan menurut pemerintahan yang 2.1.3.1.5 15 15 15 15 15 berwenang - Jalan Negara (Km) Panjang jarngan jalan menurut pemerintahan yang 2.1.3.1.6 74,54 74,54 74,54 74,54 74,54 berwenang - Jalan Provinsi (Km) Panjang jarngan jalan menurut pemerintahan yang 2.1.3.1.7 444,81 444, 81 444, 81 444, 81 444, 81 berwenang - Jalan Kabupaten (Km) Panjang jalan menurut jenis 2.1.3.1.8 338,44 345,73 345,03 378,01 384.71 permukaan - Aspal (Km) Panjang jalan Menurut Jenis 2.1.3.1.9 180,74 181,09 182,09 150,14 144,14 Permukaan - Kerikil (Km) Panjang jalan Menurut Jenis 2.1.3.1.10 10,17 7.1 6,8 6,2 5,5 Permukaan- Tanah (Km) Panjang jalan dilalui roda 4 2.1.3.1.11 534,35 534,35 534,35 534,35 534,35 (Km) Panjang jalan kabupaten 2.1.3.1.12 dalam kondisi baik 519,18 526,82 527,12 528,15 528,85 (>40km/jam) Panjang jalan yang memiliki trotoar dan drainase/saluran 2.1.3.1.13 3,6 4,2 5,3 6 6,7 pembuangan air (minimal 1,5 meter) Rasio panjang jalan per 0,08541666 2.1.3.1.14 1:34 1:58 0,088888889 0,091666667 jumlah kendaraan 7 2.1.3.2 Rasio jaringan irigasi 2.1.3.3 Banyaknya pelanggan PDAM 28

II-156 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Persentase cakupan air 2.1.3.4 bersih perdesaan 2.1.4 Perencanaan Pembangunan Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD yang 2.1.4.1 telah ditetapkan dengan Perda Tersedianya dokumen perencanaan RPJMD yang 2.1.4.2 telah ditetapkan dengan Perda/Perbup Tersedianya dokumen perencanaan RKPD yang 2.1.4.3 telah ditetapkan dengan Perbup Penjabaran program RPJMD 2.1.4.4 kedalam RKPD 2.1.5 Perhubungan Jumlah arus penumpang 2.1.5.1 1.897 1.966 1.672 1.844 1.465 angkutan umum Jumlah pelabuhan 2.1.5.2 laut/udara/terminal bus Rasio panjang jalan per 0,08541666 2.1.5.3 1:34 1:58 0,088888889 0,091666667 jumlah kendaraan 7 Jumlah arus penumpang 2.1.5.4 angkutan umum Jumlah pelabuhan 2.1.5.5 laut/udara/terminal bis 2.1.5.6 Jumlah pelabuhan laut 2.1.5.7 Jumlah pelabuhan udara 2.1.5.8 Jumlah terminal bis 1 1 1 1 1

II-157 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 2.1.5.9 Jumlah angkutan orang dan barang 2.1.5.9.1 Jumlah Angkutan Orang 158 206 254 164 154 2.1.5.9.2 Jumlah Angkutan Barang 533 532 293 567 588 Jumlah orang/barang melalui 2.1.5.10 dermaga/bandara/terminal 2.1.5.13 Terminal a.Jumlah Penumpang Datang 1.897 1.966 1.672 1.844 1.465 b.Jumlah Penumpang 1.642 1.360 877 1.830 976 Berangkat 2.1.6 Lingkungan Hidup Persentase penduduk 2.1.6.1 2,78 3,28 38 - 94 berakses air minum 2.1.6.2 Persampahan Jumlah sampah yang 2.1.6.2.1 40 40 50 55 55 ditangani (%) Jumlah volume timbulan 2.1.6.2.2 4.563 5018 5475 5932 6388 sampah (m3) Jumlah Penduduk yang 2.1.6.2.3 dilayani kegiatan 45.275 46.499 47.115 47.963 48.809 pengangkutan sampah (jiwa) Kapasitas Kendaraan 2.1.6.2.4 25 25 25 30 30 Pengangkutan Sampah (m3) 2.1.6.2.5 Jumlah Truk Sampah (unit) 5 5 5 6 6 2.1.6.2.6 Motor Sampah (unit) 20 20 20 2.1.6.2.7 Kualitas penanganan 7 7 7 7 7 Lama Timbulan Sampah 2.1.6.2.8 2 2 2 2 2 (hari) 2.1.9 Pertanahan Banyak Sertifikat yang 2.1.9.1 17.593 19.394 20.903 21.562 24.431 dikeluarkan Menurut Jenis

II-158 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Hak Atas Tanah (Hak Milik)

Banyak Sertifikat yang 2.1.9.2 dikeluarkan Menurut Jenis 530 530 530 533 533 Hak Atas Tanah (HGB) Banyak Sertifikat yang 2.1.9.3 dikeluarkan Menurut Jenis 1 1 1 1 1 Hak Atas Tanah (HGU) Banyak Sertifikat yang 2.1.9.4 dikeluarkan Menurut Jenis 549 554 564 567 570 Hak Atas Tanah (Hak Pakai) 2.1.7 Kependudukan dan Catatan Sipil Rasio penduduk ber-KTP per 2.1.7.1 16,22 25,77 26,91 51,55 54,88 satuan penduduk Rasio pasangan berakte 2.1.7.2 1,67 1,89 2,24 2,31 2,34 nikah 2.1.7.3 Kepemilikan KTP non elektrik 7.983 20.215 23.536 - - Kepemilikan akte kelahiran 2.1.7.4 115 219 241 249 250 per 1000 penduduk Penerapan KTP Nasional 2.1.7.5 7.983 10.215 23.536 46.430 50.135 berbasis NIK 2.1.8 Pemberdayaan Perempuan Persentase partisipasi 2.1.8.1 perempuan di lembaga 179 215 244 278 305 pemerintah Partisipasi perempuan di 2.1.8.2 26.816 27.302 27.519 28.715 29.671 lembaga swasta (Jiwa) 2.1.8.3 Rasio KDRT (Kasus) 51 65 61 53 59 Persentase jumlah tenaga 2.1.8.4 12,75 12,63 12,1 12,05 12,01 kerja dibawah umur (%) Partisipasi angkatan kerja 2.1.8.5 42.449 44.317 42.469 46.712 48.540 perempuan

II-159 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Penyelesaian pengaduan 2.1.8.6 perlindungan perempuan dan 1 1 1 2 2 anak dari tindakan kekerasan Jumlah perkara yang diputuskan pengadilan dengan dasar perundang- 2.1.8.7 - - 1 - - undangan yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak Jumlah perkara kekerasan 2.1.8.8 terhadap perempuan dan - - 1 - - anak yang disidangkan Jumlah perempuan dan anak 2.1.8.9 korban kekerasan yang 67 69 62 53 59 tercatat di UPT 2.1.10 Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Rata-rata jumlah anak per 2.1.10.1 3 3 3 3 3 keluarga 2.1.10.2 Rasio akseptor KB 75,59 60,85 6.434,00 47,07 55,62 Keluarga Pra Sejahtera dan 2.1.10.3 20.838 20.228 21.258 21.260 19.281 Keluarga Sejahtera I Jumlah PUS yang tidak ber 2.1.10.4 5.967 8.096 6.999 10.738 7.015 KB Jumlah keluarga anggota 2.1.10.5 315 380 410 120 135 BKB peserta KB Jumlah keluarga anggota 2.1.10.6 115 372 395 109 172 BKB berstatus PUS 2.1.10.7 Jumlah desa dan kelurahan 63 74 74 74 74 2.1.10.8 Jumlah pelayanan KB - - - - - Jumlah materi kegiatan 2.1.10.9 - - - - - kelompok BKB 2.1.10.10 Jumlah kader BKB terlatih - - - - -

II-160 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 2.1.10.11 Jumlah kegiatan BKB 12 12 12 12 12 2.1.10.12 Jumlah kelompok BKB - 38 41 6 8 Jumlah pertemuan kelompok 2.1.10.13 - 456 492 72 - BKB 2.1.10.14 Jumlah PLKB/PKB 17 17 17 17 23 2.1.10.15 Jumlah PPKBD 63 74 74 74 74 Jumlah penyedian alat dan 2.1.10.16 - - - - - kontrasepsi 2.1.10.17 Jumlah PPM PB 4.775 3.420 3.390 3.940 2.117 2.1.10.18 Jumlah PPM PA 15.822 15.822 13.248 12.897 - 2.1.10.19 Jumlah peserta PUS - - - - - 2.1.10.20 Jumlah peserta KB Mandiri - - - - - 2.1.10.21 Cakupan peserta KB aktif 12.235 11.593 12.626 9.550 8.793 2.1.11 Sosial 2.1.11.1 Angka kriminalitas (%) 0,32% 0,32% 0,29% 0,30% 0,30% Penyandang masalah 2.1.11.2 kesejahteraan sosial dan kriminalitas Sarana sosial seperti panti 2.1.11.3 asuhan, panti jompo dan panti 8 8 8 9 9 rehabilitasi (unit) Persentase penduduk diatas 2.1.11.4 29,84 29,84 29,84 29,84 29,84 garis kemiskinan (%) 2.1.11.5 Anak balita terlantar - - 2 2 2 2.1.11.6 Anak terlantar 198 212 215 297 239 Anak berhadapan dengan 2.1.11.7 - - 5 9 18 hukum 2.1.11.8 Anak jalanan - - - - - 2.1.11.9 Lanjut usia terlantar 40 60 60 40 50

II-161 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 2.1.11.10 Wanita rawan sosial ekonomi - - 169 450 25 RTSM/ Kepala Keluarga 2.1.11.11 3571 - - 17.066 Miskin 2.1.11.12 Rumah tidak layak huni 7112 6920 6015 5472 4670 Keluarga bermasalah sosial 2.1.11.13 - - - - - psikologi 2.1.11.14 Korban bencana alam 30 98 68 77 63 2.1.11.15 Komunitas adat terpencil 50 50 50 60 50 2.1.11.16 Korban bencana sosial - - - - - 2.1.11.17 Pekerja migran terlantar - - - - - 2.1.11.19 Penyandang HIV/AIDS - - - - 3 2.1.11.20 Jumlah RT Miskin (Jiwa) 2013 2014 2.1.11.21 Jumlah Penduduk (Jiwa) 16.650 17.066 2.1.11.22 Prosentase Penduduk Miskin 117.787 119.907 2.1.11.23 Jumlah Desa Swadaya 9 9 1 - 1 2.1.11.24 Jumlah Desa Swakarsa 64 64 72 72 72 2.1.11.25 Jumlah Desa Swasembada - - - - - 2.1.11.26 Jumlah Desa Keseluruhan 74 74 74 74 74 Prosentase Desa berstatus 2.1.11.27 - - - - - swasembada 2.1.12 Tenaga Kerja 2.1.12.1 Rasio penduduk yang bekerja 70,58 72,12 74,18 75,21 77,15 Jumlah Tenaga Kerja Yang di 2.1.12.2 176 392 72 88 10 Latih (jiwa) Jumlah pendaftar pelatihan 2.1.12.3 - - - - - berbasis kompetensi (jiwa) Jumlah pendaftar pelatihan 2.1.12.4 738 957 481 197 50 berbasis masyarkat

II-162 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah pendaftar pelatihan 2.1.12.5 - 304 156 203 87 kewirausahaan Jumlah pencari kerja yang 2.1.12.6 362 565 481 197 50 ditempatkan 2.1.12.7 Jumlah pencari kerja terdaftar - 656 1210 606 320 Jumlah pekerja/buruh peserta 2.1.12.8 250 300 300 1.036 1.038 program jamsostek 2.1.12.9 Jumlah pekerja/buruh 953 1.028 1.037 1.720 1.723 Angka partisipasi angkatan 2.1.12.10 - - - - - kerja (Jiwa) Angka sengketa pengusaha- 2.1.12.11 - - - - - pekerja per tahun Tingkat partisipasi angkatan 2.1.12.12 72,83 72,8 72,76 69,09 67,17 kerja (%) Pencari kerja yang 2.1.12.13 ditempatkan Tingkat pengangguran 2.1.12.14 - - - - - terbuka Keselamatan dan 2.1.12.15 - - - - - perlindungan Perselisihan buruh dan 2.1.12.16 pengusaha terhadap - - - - - kebijakan pemerintah daerah Jumlah Tenaga Kerja yang 2.1.12.17 bekerja pada perusahaan 953 1.028 1.037 1.720 1.723 PMA/PMDN 2.1.12.18 Pekerja anak usia 5-14 tahun 78 66 57 43 38 Jumlah pekerja usia 15 tahun 2.1.12.19 keatas 2.1.13 Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 2.1.13.1 Persentase koperasi aktif (%) 80 74 78 65 57

II-163 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah UKM non BPR/LKM 2.1.13.2 UKM 2.1.13.3 Jumlah BPR/LKM 2.1.13.4 Usaha Mikro dan Kecil 2.1.14 Penanaman Modal 2.1.14.1 Jumlah investor PMDN 3 3 4 4 5 Jumlah nilai investasi 24.000.000. 24.000.000. 59.400.000. 51.430.000.0 94.280.000.0 2.1.14.2 (PMDN/PMA) (juta) 000 000 000 00 00 Rasio daya serap tenaga 0,08819444 2.1.14.3 1:43 1:57 0,106944444 0,200694444 kerja 4 2.1.15 Kebudayaan Penyelenggaraan festival seni 2.1.15.1 dan budaya Sarana penyelenggaraan seni 2.1.15.2 dan budaya 2.1.16 Kepemudaan dan Olahraga 2.1.16.1 Jumlah cabang olahraga - - - - 14 2.1.16.2 Lapangan olahraga - - - - 5 2.1.17 Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri Kegiatan pembinaan terhadap 2.1.17.1 LSM, Ormas dan OKP Kegiatan pembinaan politik 2.1.17.2 daerah 2.1.18 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian Rasio jumlah Polisi Pamong 2.1.18.1 0,3 0,28 0,25 0,26 0,29 Praja per 10.000 penduduk Jumlah Linmas per Jumlah 2.1.18.2 98,06 95,18 96,65 96,65 96,65 10.000 Penduduk Rasio Pos Siskamling per 2.1.18.3 1:04 1:04 1:04 1:04 1:04 jumlah desa/kelurahan

II-164 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 2.1.18.4 Penegakan PERDA 4 4 6 6 8 Cakupan patroli petugas 2.1.18.5 210 225 229 231 240 Satpol PP Tingkat penyelesaian pelanggaran K3 (ketertiban, 2.1.18.6 10 9 10 8 6 ketentraman, keindahan) di Kabupaten Petugas Perlindungan 2.1.18.7 Masyarakat (Linmas) di 1.480 1.480 1.480 1.480 1.480 Kabupaten Pembentukan forum 2.1.18.8 kerukunan umat beragama 6 6 6 6 6 (FKUB) tingkat kecamatan Pembentukan forum 2.1.18.9 pambauran kebangsaan 6 6 6 6 6 (FKP) Penguatan kelembagaan FKP 2.1.18.10 6 6 6 6 6 dan FKUB Peningkatan wawasan kebangsaan berupa seminar, 2.1.18.11 lomba cerdas cermat dan 10 10 10 10 10 lomba pidato antar pelajar SMA dan SMP Peningkatan toleransi antar umat beragama berupa lomba 2.1.18.14 3 3 3 3 3 volley ball antar umat beragama Pembentukan forum kewaspadaan dini 2.1.18.15 6 6 6 6 6 masyarakat (FKDM) tingkat kecamatan Pengawasan dan 2.1.18.16 - - - - - pengendalian narkoba berupa

II-165 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 tes urine anggota DPRD dan pejabat daerah Pengawasan orang asing dan 2.1.18.17 3 3 3 3 3 lembaga asing di daerah 2.1.18.18 Bimtek narkoba 2 2 2 2 2 Penanganan konflik sosial 2.1.18.19 dan pembuatan rencana 4 5 6 6 7 aksinya Penguatan forum kewaspadaan dini 2.1.18.20 6 6 6 6 6 masyarakat (FKDM) tingkat kecamatan Persentase Penduduk 2.1.18.21 14,1 14,2 Kemiskinan (%) 2.1.19 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga 2.1.19.1 pemberdayaan masyarakat (LPM) 2.1.19.2 LPM Berprestasi Swadaya Masyarakat 2.1.19.3 terhadap Program pemberdayaan masyarakat Pemeliharaan Pasca Program 2.1.19.4 pemberdayaan masyarakat (Kecamatan) 2.1.19.5 Jumlah PKK 2.1.19.6 Jumlah kelompok binaan PKK 126 148 148 148 148 2.1.19.7 Rasio Kelompok Binaan PKK 2.1.19.8 Jumlah LSM 12 9 9 8 8 2.1.20 Statistik

II-166 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Buku ”kabupaten dalam 2.1.20.1 angka” 2.1.20.2 Buku ”PDRB kabupaten” 2.1.21 Perpustakaan (Kearsipan) 2.1.21.1 Jumlah perpustakaan 32 44 50 50 229 Jumlah pengunjung 2.1.21.2 1.135 1.090 376 483 917 perpustakaan per tahun Koleksi buku yang tersedia di 2.1.21.3 6.237 10.117 12.237 13.405 14.972 16.515 17.095 perpustakaan daerah 2.1.2.24 Komunikasi dan Informatika 2.1.2.24.1 Jaringan komunikasi 2.1.2.24.2 Jumlah Jaringan Komunikasi 9 9 9 9 9 Jumlah Pelanggan Telepon 2.1.2.24.3 Pemerintah Jumlah Pelanggan Telepon 2.1.2.24.4 Swasta Jumlah Jaringan Telepon 2.1.2.24.5 stasioner Jumlah Penduduk yang 2.1.2.24.6 memiliki telepon PSTN Jumlah Penduduk yang 2.1.2.24.7 memiliki HP Rasio wartel/warnet per 1.000 2.1.2.24.8 0,03 0,04 0,03 0,01 0,01 penduduk Jumlah surat kabar 2.1.2.24.9 nasional/local 2.1.2.24.1 Jumlah penyiaran radio/TV - - - - - 0 lokal 2.1.2.24.1 Website milik pemerintah 1 1 1 1 1 1 daerah 2.1.2.24.1 Pameran/expo 2 2 2 2 2

II-167 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 2 2.1.2.24.1 Jumlah Media Baru (Website, - - - - - 3 media dan on line) 2.1.2.24.1 Jumlah media tradisional - - - - - 4 (pertunjukan rakyat) 2.1.2.24.1 Jumlah kelompok informasi 6 6 6 6 6 5 masyarakat 2.1.2.24.1 Persentase penduduk

6 menggunakan telepon/HP 3 Layanan Urusan Pilihan 3.1 Pertanian 3.1.1. Jumlah produktivitas Tanaman Pangan (kw/ha) a. Padi Sawah 23,06 29,88 29,13 27,01 34,76 b. Padi Ladang 33,9 38,98 35,91 34,11 4,37 c.Jagung 19,62 24,98 22,42 21,73 14,28 d.Ubi Kayu 98,46 97,33 99,5 106,04 20,49 e.Ubi Jalar 79,32 80,62 80,15 71,83 1,27 f.Kacang Tanah 12,5 11,3 10,44 10,49 11 g.Kacang Kedelai 11,25 8,72 7,69 7,84 6,22 h.Kacang Hijau 9,41 9,24 9,21 7,71 11 Jumlah produktivitas 3.1.2 Perkebunan (kw/ha) a.Kelapa 1,132 b.Jambu Mete c.Kopi 302 d.Kakao 302 e.Kemiri f.Kapuk

II-168 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 g.Cengkeh h.Pinang i.Vanili j.Sirih k.Jarak Pagar l.Tembakau 3.1.3 Jumlah Populasi Peternakan (ekor) a.Sapi 1.575 1.296 b.Kuda 4.082 4.328 c.Kerbau 10.176 11.264 d.Babi 45.813 52.237 e.Kambing 2.432 2.464 f.Domba 15 13 g. Ayam Kampung 177.128 204.703 h. Ayam ras pedaging 29.680 115.744 i. Ayam petelur 5.450 11.656 j. Itik Manila 1.720 12.342 3.1.4 Kelompok tani (unit poktan) a.Pemula b.Lanjut c.Madya 3.2 Kehutanan 3.2.1 Persentase luasan Kehutanan a.Hutan Lindung b.Hutan Produksi Tetap

II-169 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 c.Hutan Produksi Terbatas d.Wanna Riset e.Taman Nasional 3.3 Energi dan sumberdaya mineral 3.3.1 Ketersediaan daya listrik 3.3.2 Produksi Listrik (KWh) 11.006.779 10.556.376 11.488.771 11.405.984 11.240.509 3.3.3 Listrik Terjual (Kwh) 10.833.107 10.311.252 11.162.257 11.257.575 11.124.905 3.3.4 Dipakai Sendiri (KWh) 173.672 245.124 326.514 148.409 115.604 3.3.5 Susut/Hilang (Kwh) 429.660 393.481 494.496 - - 3.3.6 Jumlah pelanggan listrik 5.815 6.718 2.439 11.628 - 3.4 Pariwisata 3.4.1 Jumlah penginapan (unit) 2 12 12 12 12 Jumlah perkembangan 3.4.2 kunjungan wisatawan (jiwa) a. Mancanegara 1.494 333 680 678 9.727 b. Dalam negeri 3.498 1.330 2.739 2.500 2.860 3.5 Kelautan dan Perikanan 3.5.1 Jumlah produksi kelautan dan perikanan (ton) 3.5.2 Perikanan Tangkap 3.5.3 Perikanan Budidaya 3.5.4 Rumput Laut 60.00 3.6 Perdagangan Ketersediaan pasar desa dan 3.6.1 toko/kios Ketersediaan restoran/pub 3.6.2 21 21 24 25 27 karaoke 4 Daya Saing Daerah

II-170 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 4.1 Kemampuan Ekonomi Daerah 4.1.1 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian Pengeluaran konsumsi rata- rata per kapita sebulan 4.1.1.1 menurut kelompok barang makanan Pengeluaran konsumsi rata- rata per kapita sebulan 4.1.1.2 menurut kelompok barang bukan makanan 4.1.1.3 Nilai Tukar Petani 101,03 100,89 4.1.1.4 Produktivitas total daerah 4.1.2 Penataan Ruang 4.1.2.1 Ketaatan terhadap RTRW 1 1 1 1 4.1.2.2 Luas wilayah produktif (ha) 11.390 14.987 20.589 20.589 4.1.2.3 Luas wilayah kebanjiran (ha) 4.1.2.4 Luas wilayah kekeringan (ha) 4.1.2.5 Luas wilayah perkotaan (ha) 4.3 Iklim Berinvestasi 4.3.1 Kemudahan Perijinan 4.3.1.2 Lama proses perijinan 4.3.1.2.1 Izin usaha - 147 135 217 255 4.3.1.2.2 Data badan usaha 372 4.3.1.2.3 Tanda daftar usaha - 65 70 131 152 Jumlah dan macam pajak 4.3.2 serta retribusi daerah 4.3.3 Penegakan PERDA

II-171 ASPEK/FOKUS/BIDANG Interpretasi belum URUSAN/ INDIKATOR Capaian kinerja No. Standar tercapai (<) sesuai (=) KINERJA PEMBANGUNAN melampaui (>) DAERAH 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah Perda yang 4.3.3.1 4 4 6 6 8 mendukung iklim usaha 4.3.4 Status Desa Persentase desa berstatus 4.3.4.1 swasembada terhadap total - - - - - desa 4.3.5 Fasilitas Bank dan Non Bank Jenis dan jumlah bank dan 4.3.5.1 4 5 7 7 8 cabang 4.4 Sumber Daya Manusia 4.4.1 Kualitas tenaga kerja 4.4.1.1 Rasio lulusan S1/S2/S3 261 287 351 356 357 4.4.1.2 Rasio ketergantungan 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7

II-172