Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

LAPORAN AKHIR i

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pangandaran Raya meliputi kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan Kalipucang merupakan daerah otonom baru yang strategis di Jawa Barat, dan ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan sesuai Perda No 12/2014. Berdasarkan peraturan tersebut, dilakukan perlu disusun rencana kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya, dan mengoordinasikan serta mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat, maupun antar wilayah Kabupaten/Kota. Pendekatan yang digunakan secara kualitatif dan kuantitatif, dengan metode deskriptif eksplanatori, content analysis, dan studi dokumentasi. Hasil menunjukkan, kondisi 4 sektor (kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis, agroindustri) di Pangandaran Raya sedang memasuki siklus awal pengenalan (introduksi) investasi. Investasi untuk kepariwisataan masih dapat dikembangkan, kecuali di Kecamatan Pangandaran yang mendekati jenuh. Rencana investasi yang potensial bagi kepariwisataan yaitu wisata alam, budaya dan minat khusus berbasis ecotourism. Sektor kelautan dan perikanan yang jadi andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, namun masih terbuka kesempatan untuk budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna serta budidaya rumput laut. Sektor Agrobisnis yang menjadi andalan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang yang merupakan mata pencaharian tipikal petani pesisir di , dan masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi seperti honje, dan hata, peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Sementara itu, untuk agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang, serta masih terbuka kesempatan investasi pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan tawar. Titik pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih berpotensi dari kecamatan lainnya. Rencana investasi potensial dikembangkan bagi kepariwisataan yaitu pariwisata berbasis ecotourism, terpadu dengan sektor kelautan, agrobisnis dan agroindustri, dengan positioning pariwisata pantai, laut dan perikanan berkelas internasional, dan berkelanjutan (sustainable tourism). Untuk itu, perlu program kolaborasi stake holder berbasis Hexa Helix Model (industry, government, local community, business, academia, mass media). Sektor kelautan dan perikanan andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, dan masih terbuka kesempatan budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, ikan tuna, serta budidaya rumput laut. Sektor agrobisnis andalan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang, dan masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi seperti honje, dan hata, serta peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Adapun untuk sektor agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang, serta masih terbuka kesempatan investasi untuk pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan tawar. Titik pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih berpotensi dari kecamatan lainnya. ---agisu---

LAPORAN AKHIR i

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

RANGKUMAN

Latar belakang: Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru, namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi daerah penting dan jadi kawasan strategis di Jawa Barat. Satu di antara kawasannya adalah Pangandaran Raya yang meliputi 5 Kecamatan (Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang). Kawasan ini telah ditetapkan sebagai Pusat Pertumbuhan sesuai Perda No 12/2014. Tujuan pekerjaan ini untuk 1) menyusun kajian Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya; 2) mengoordinasikan dan mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat, maupun antar wilayah kabupaten/kota, sehingga dapat bersinergi dengan tujuan pembangunan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Landasan pekerjaan: aturan yang berlaku dan teori pemetaan pusat pertumbuhan perekonomian. Metode: menerapkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dengan metode deskriptif eksplanatori, content analysis, dan studi dokumentasi. Pemetaan dilakukan untuk menggambarkan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya, dan polarisasinya baik untuk pusat pertumbuhan primer, sekunder, maupun tersier bagi sektor pariwisata, kelautan dan perikanan, agrobisnis, dan agroindustri. Hasil pekerjaan: Secara umum kondisi 4 sektor yang dielaborasi sedang memasuki siklus awal pengenalan (introduksi) investasi. Kondisi investasi terkini untuk kepariwisataan masih dapat dikembangkan, kecuali Kecamatan Pangandaran yang mendekati jenuh; Kelautan dan perikanan yang jadi andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar; Agrobisnis unggulan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang yang bersifat tipikal mata pencaharian petani pesisir di Indonesia; Adapun agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang. Rencana investasi di Pangandaran Raya “titik pusatnya” adalah di Kecamatan Cijulang, karena merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah, dan berpotensi terbuka lebih luas untuk investasi baru daripada 4 kecamatan lainnya. Rencana investasi yang potensial dikembangkan dalam kepariwisataan mencakup wisata alam, budaya dan minat khusus. Rencana investasi atraksi wisata andalannya wisata alam pantai, pesisir, laut, sungai, dan alam pedesaan khususnya desa wisata. Beberapa potensi wisata alam lainnya yang masih dapat dikembangkan di antaranya goa, panorama dan alam pegunungan. Basis investasi perlu dikembangkan berbasis ecotourism. Rencana investasi untuk aksesibilitas yang sangat berperan penting bagi kepariwisataan adalah peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru, reaktivasi jalur Kereta Api dari Banjar ke Cijulang, jalan nasional jalur selatan, dan jalan tol Banjar Pangandaran sebagai lanjutan CIGATAS. Rencana investasi layanan ameniti (akomodasi, transfer wisatawan, pemandu wisata) yang tepat di Pangnadaran Raya adalah pengembangan potensi masyarakat lokal khususnya di daerah pedesaan. Beberapa layanan dimaksud adalah penyediaan makanan dan minuman, serta gastronomi, penginapan terutama homestay. Adapun layanan transfer atau transportasi lokal dapat menyediakan bus pariwisata. Investasi berskala besar adalah penyediaan hotel berbintang untuk layanan wisatawan berkelas dunia di Cijulang yang berdekatan dengan pantai dan Bandara Nusawiru. Rencana investasi ansilari (pengelolaan kepariwisataan) yang lebih baik untuk LAPORAN AKHIR ii

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat adalah pengelola yang berasal dari masyarakat lokal, di mana pariwisata tersebut dikembangkan. Rencana investasi untuk kelautan dan perikanan dapat dirancang untuk Budidaya ikan laut baik yang dikembangkan di laut dengan menggunakan KJAL (Keramba Jaring Apung Laut), maupun di dalam tambak. Pembenihan dan pembesaran yang memungkinkan dikembangkan di Pangandaran Raya di antaranya udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna. Investasi paling penting adalah berupa penyediaan peralatan dan perlengkapan bagi pembenihan ikan laut, KJAL, dan peralatan bagi nelayan, serta investasi budidaya rumput laut dan budidaya ikan tawar. Peran BPBAPLWS sebagai balai pengembangan sangat berperan penting untuk investasi sektor kelautan dan perikanan. Rencana investasi Agrobisnis yang potensial adalah investasi berbasis budidaya andalan masyarakat setempat yakni kelapa, padi, pisang. Di sisi lain perlu menggali budidaya “tanaman unggulan” lain di antaranya budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi misal honje, dan hata. Rencana investasi untuk agroindustri yang tepat diarahkan pada investasi yang berbasis pada pengembangan “kreasi dan inovasi” masyarakat setempat untuk mengolah bahan yang berasal dari hasil budidaya tanaman, dan kelautan setempat. Beberapa potensi besar adalah pengolahan dalam industri hilir dari kelapa, padi, pisang, ikan laut, ikan tangkapan, dan pengolahan ikan tawar. Tindak lanjut: rencana investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat direalisasikan dan terpolarisasi secara optimal bagi daerah sekitarnya, jika kualitas dan kuantitas aksesibilitas ditingkatkan terutama realisasi jalan raya nasional lintas pantai selatan menjadi salah satu jalur utama di Pulau Jawa, reaktivasi jalur KA Banjar-Cijulang, penyiapan Bandara Nusawiru bagi pesawat berbadan lebar, pembangunan pelabuhan laut di Bojong Salawe, dan jalan tol dari CIGATAS hingga Pangandaran. Sektor Pariwisata Pangandaran Raya perlu dibangun secara terpadu dengan sektor kelautan, agrobisnis dan agroindustri, dengan positioning pariwisata pantai, laut dan perikanan berkelas internasional yang berkelanjutan (sustainable tourism). Diperlukan program kolaborasi stakeholder berbasis Hexa Helix Model (industry, government, local community, business, academia, mass media). Rencana investasi sektor kelautan perlu menghimpun pemilik modal lokal dan domestik. Adapun arah pengembangannya adalah budidaya ikan laut antara lain KJAL menggunakan pola investasi inti-plasma dengan penduduk setempat. Rencana investasi ikan tawar yang potensial adalah pembudidayaan ikan tawar yang diarahkan untuk swasembada pangan dan pemenuhan kebutuhan kepariwisataan. Sektor agrobisnis perlu peningkatan kuantitas dan kualitas varietas serta budidaya tanaman unggulan, karena budidaya tanaman selama ini masih terbatas pada kelapa, padi dan pisang. Satu di antara prospek budidaya unggulan penghasil gastronomi antara lain honje dan hata. Perlu meningkatkan investasi untuk peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Adapun investasi sektor agroindustri perlu meningkatkan kreativitas dan kemampuan inovasi masyarakat lokal mengolah hasil pertanian setempat. Tindak lanjut implementasi rencana investasi tersebut dapat lebih terjamin keberhasilannya, jika dilengkapi “Perda” yang khusus mengatur investasi di Pusat Pertumbuhan.

LAPORAN AKHIR iii

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

KATA PENGANTAR TIM KAJIAN

Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan berkahnya kepada kita semua. Satu di antara nikmat yang diberikan-NYA adalah kita dapat berkarya untuk melayani masyarakat melalui pengabdian di Pemprov Jabar. Buku ini adalah satu di antara output dari pekerjaan yang berjudul: “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.” Buku laporan ini ditujukan untuk menyajikan hasil kajian. Adapun target pembaca dari buku ini adalah pihak internal BAPPEDA Pemprov Jabar. “PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam menyusun Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan danPencetakan, serta Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi perencanaan pembangunan ke Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya. Laporan ini memuat permasalahan, landasan pengerjaan, dan metode pemecahan pekerjaan hingga pembahasan tindak lanjut dari kajian. Isi dari Laporan ini mencakup 8 bab yang meliputi Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Landasan Teori dan Landasan Normatif, Bab 3 Metode Penyelesaian Pekerjaan, Bab 4 Gambaran Umum Pangandaran Raya, Bab 5 Gambaran Investasi Terkini, Bab 6 Rencana Kebutuhan Investasi, Bab 7 Matriks Kebutuhan Investasi dan Bab 8 Kesimpulan serta Tindak Lanjut. Berdasarkan seluruh bab tersebut, laporan ini diharapkan dapat menjabarkan esensi dari kajian kebutuhan Penyusunan Rencana Kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Sehingga dapat dicapai tujuan pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu. Tim kajian pekerjaan ini menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu, sehingga dapat dituntaskan pekerjaan ini.

Bandung, Oktober 2016 Kepala BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dan Tim

LAPORAN AKHIR iv

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

DAFTAR ISI Halaman

RINGKASAN EKSEKUTIF ...... i RANGKUMAN ...... ii KATA PENGANTAR TIM KAJIAN ...... iv DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... xii BAB 1 PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang Pekerjaan ...... 1 1.2 Maksud dan Tujuan ...... 3 1.3 Indikator Keluaran dan Indikator Kinerja ...... 4 1.4 Batasan Kegiatan ...... 4 1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ...... 5 BAB 2 LANDASAN PENYELESAIAN PEKERJAAN ...... 6 2.1 Perencanaan Kebutuhan Investasi dan Teori Perkembangan Wilayah ...... 6 2.2 Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Optimasi Aset Daerah ...... 8 2.2.1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Daerah ...... 8

2.2.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal ...... 11

2.2.3 Optimasi Aset ...... 12

2.3 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi ...... 26 2.3.1 Pemahaman Dasar Investasi...... 26

2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Investasi ...... 28

2.3.3 Kelayakan Investasi ...... 30

2.3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi ...... 33

2.3.5 Pola Penggunaan Lahan dan Struktur Ruang dalam Pengembangan Wilayah 38

2.4 Pembangunan Pariwisata ...... 41

2.4.1 ...... Kunjungan Wisatawan dan Pengaruhnya pada Pendapatan Masyarakat ...... 43

2.5 Pembangunan Agrobisnis dan Agroindustri ...... 44

LAPORAN AKHIR v

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2.6 Pembangunan Industri Kelautan ...... 48 2.6.1 Isu Strategis Pembangunan Kelautan ...... 49

2.7 Landasan Normatif...... 51 BAB 3 METODE PENYELESAIAN PEKERJAAN ...... 55 3.1 Metode dan Teknik Pelaksanaan Pekerjaan ...... 55 3.2 Operasionalisasi Pengukuran Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan . 56 3.3 Prosedur Teknis Operasional ...... 56 3.4 Langkah Teknis Pemecahan Masalah ...... 58 3.5 Asumsi dan Batasan yang Digunakan ...... 70 BAB 4 GAMBARAN UMUM PANGANDARAN RAYA ...... 71 4.1 Pemerintahan Pangandaran Raya ...... 71 4.2 Demografi/Kependudukan ...... 74 4.3. Sosial Budaya ...... 77 4.4 Pendidikan ...... 78 4.5 Kesehatan ...... 81 4.6 Peribadatan ...... 83 4.7 Transportasi ...... 84 4.7.1 Status, Dimensi, dan Kondisi Jaringan Jalan ...... 85

4.7.2 Terminal ...... 86

4.7.3 Transportasi Udara ...... 86

4.7.4 Transportasi Air ...... 87

4.8 Jaringan Utilitas ...... 88 4.8.1 Jaringan Irigasi dan Drainase ...... 88

4.8.2 Jaringan Air Bersih/Air Minum ...... 89

4.8.3 Persampahan ...... 91

4.8.4 Jaringan Listrik/Energi ...... 91

4.8.5 Jaringan Telekomunikasi ...... 92

4.8.6 Perekonomian ...... 92

4.8.7 Sektor Kelautan dan Perikanan ...... 94

LAPORAN AKHIR vi

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 5 GAMBARAN KONDISI TERKINI SEKTOR STRATEGIS DI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA ...... 95 5.1 Sektor Pariwisata ...... 96 5.1.1 Atraksi Wisata ...... 96

5.1.2 Aksesibilitas ...... 100

5.1.3 Ameniti ...... 103

5.1.4 Ansilari ...... 105

5.1.3 Analisis SWOT Sektor Pariwisata ...... 113

5.2 Kelautan dan Perikanan ...... 114 5.2.1 Tangkapan ...... 117

5.2.2 Budidaya ...... 120

5.2.3 Analisis SWOT Sektor Kelautan dan Perikanan ...... 124

5.3 Agrobisnis Kabupaten Pangandaran ...... 125 5.3.1 Pertanian Tanaman Pangan ...... 125

5.3.2 Perkebunan ...... 127

5.3.3 Peternakan ...... 132

5.3.4 Kehutanan ...... 134

5.3.5 Analisis SWOT Sektor Agrobisnis ...... 136

5.4 Agroindustri ...... 139 5.4.1 Industri Makanan dan Minuman ...... 142

5.4.2 Industri Penggergajian Kayu ...... 147

5.4.3 Analisis SWOT Sektor Agroindustri ...... 147

BAB 6 RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA ...... 149 6.1 Kepariwisataan ...... 149 6.2 Kelautan dan Perikanan ...... 151 6.3 Agrobisnis ...... 154 6.4 Agroindustri ...... 156 6.5 Sektor Pendukung Lainnya ...... 158

LAPORAN AKHIR vii

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 7 MATRIKS KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA ...... 165 7.1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata ...... 166 7.2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ...... 169 7.3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis ...... 170 7.4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri ...... 171 7.5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ...... 173 BAB 8 KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT RENCANA INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA ...... 177 8.1 Kesimpulan ...... 177 8.2 Tindak Lanjut Bagi Investasi Pangandaran Raya ...... 181

LAPORAN AKHIR viii

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Tabel Operasional dan Pemetaan Alat Ukur ...... 60 Tabel 4. 1 Luas Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ...... 73 Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran ...... 74 Tabel 4. 3 Kepadatan Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran ...... 75 Tabel 4. 4 Laju Pertumbuhan Penduduk ...... 76 Tabel 4. 5 Proyeksi Penduduk ...... 77 Tabel 4. 6 Mata Pencaharian Masyarakat di Pangandaran Raya ...... 77 Tabel 4. 7 Jumlah Sarpras Pendidikan di Pangandaran Raya Tahun 2013 ...... 79 Tabel 4. 8 Tingkat Pelayanan Sarana Pendidikan ...... 80 Tabel 4. 9 Jumlah Sarana Kesehatan di Pangandaran Raya Tahun 2013 ...... 81 Tabel 4. 10 Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan ...... 82 Tabel 4. 11 Jumlah Sarana Peribadatan di Kawasan Pangandaran Raya Tahun 2013 ...... 83 Tabel 4. 12 Tingkat Pelayanan Sarana Peribadatan di Pangandaran Raya ...... 84 Tabel 4. 13 Nama, Panjang, dan Lebar Jalan Desa di Kawasan Pangandaran Raya ...... 85 Tabel 4. 14 Daerah Irigasi Pemerintahan Kabupaten Pangandaran ...... 88 Tabel 4. 15 Jumlah Pelanggan dan Penggunaan Air Minum di Kabupaten Ciamis Tahun 2011- 2012 ...... 90 Tabel 4. 16 Jumlah Pelanggan Listrik Tahun 2013 ...... 92 Tabel 4. 17 Jumlah Pemakai Jasa Telekomunikasi di Pangandaran Raya Tahun 2013 ...... 92 Tabel 4. 18 PDRB Per Kecamatan di Kawasan Pangandaran Raya Pertumbuhan Tahun 2012 atas dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) ...... 93 Tabel 4. 19 Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di di Pangandaran Raya Pangandaran Tahun 2012 ...... 93 Tabel 4. 20 Jumlah Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di di Pangandaran Raya Tahun 2013 ...... 94 Tabel 5. 1 Atraksi Wisata Alam ...... 97 Tabel 5. 2 Daftar Wisata Budaya pada Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya ...... 99 Tabel 5. 3 Daftar Wisata Buatan di Pertumbuhan Pangandaran Raya ...... 99 Tabel 5. 4 Kondisi Jalan Objek Pariwisata ...... 101 Tabel 5. 5 Capaian Indikator 2015 ...... 102

LAPORAN AKHIR ix

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 6 Capaian Indikator 2035 ...... 102 Tabel 5. 7 Analisis SWOT Pariwisata ...... 114 Tabel 5. 8 Jumlah Penduduk Pangandaran Raya 2011-2015 ...... 114 Tabel 5. 9 Proyeksi Jumlah Penduduk Pangandaran Raya ...... 115 Tabel 5. 10 Jumlah Nelayan di Pangandaran Raya Per Tahun 2015 ...... 116 Tabel 5. 11 Jumlah Perahu, Motor Tempel dan Kapal Motor Per Kecamatan Tahun 2014-2015 ...... 117 Tabel 5. 12 Nilai Produksi Ikan Laut Menurut Tempat PeIelangan Ikan ...... 117 Tabel 5. 13 Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran Tahun 2007 – 2015 ...... 119 Tabel 5. 14 Jumlah Produksi Ikan Menurut Tempat Pemeliharaan Pada Tahun 2014 ...... 121 Tabel 5. 15 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015 ...... 122 Tabel 5. 16 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Payau Pada Tahun 2015 ...... 123 Tabel 5. 17 Luas Areal Tempat Penangkapan Menurut Kecamatan ...... 124 Tabel 5. 18 Analisis SWOT Bidang Kelautan dan Perikanan ...... 124 Tabel 5. 19 Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Pangandaran ...... 126 Tabel 5. 20 Luas Panen dan Produksi Padi (Padi Sawah dan Padi Ladang) Menurut Kecamatan Di Pangandaran Raya Tahun 2013 ...... 126 Tabel 5. 21 Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Komoditas di Kecamatan di Pangandaran Raya ...... 127 Tabel 5. 22 Lokasi dan Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Salak, Karet, Kelapa, Kacang Tanah, Kedelai di Pangandaran Raya ...... 128 Tabel 5.23 Produktivitas Tanaman Padi, Palawija, dan Perkebunan di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2012-2013 ...... 129 Tabel 5. 24 Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Karet, Kelapa, Kedelai di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2015 ...... 132 Tabel 5. 25 Produksi Tanaman Budidaya di Kabupaten Pangandaran ...... 132 Tabel 5. 26 Jumlah Ternak di Pangandaran Raya...... 133 Tabel 5. 27 Jumlah Unggas Menurut Jenisnya dan Kecamatan Tahun 2013 ...... 133 Tabel 5. 28 Luas Hutan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 ...... 135

LAPORAN AKHIR x

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 29 Luas Kawasan Pelestarian Alam di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 ...... 135 Tabel 5. 30 Produksi Kayu dari Areal Hutan Rakyat di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 ...... 136 Tabel 5. 31 Analisis SWOT Agrobisnis ...... 137 Tabel 5. 32 Rekapitulasi Jumlah Agroindustri di Pangandaran Raya ...... 139 Tabel 5. 33 Jumlah dan Jenis Usaha Makanan dan Minuman di Kab. Pangandaran Th. 2013 ...... 143 Tabel 5. 34 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Keripik Pisang di Growth Center Kabupaten Pangandaran ...... 145 Tabel 5. 35 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Kopra di Growth Center Kabupaten Pangandaran ...... 145 Tabel 5. 36 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Gula Kelapa di Growth Center Kabupaten Pangandaran ...... 146 Tabel 5. 37 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Ikan Asin di Growth Center Kabupaten Pangandaran ...... 146 Tabel 5. 38 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang di Growth Center Kabupaten Pangandaran ...... 147 Tabel 5. 39 Analisis SWOT Agroindustri ...... 148 Tabel 6. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata ...... 150 Tabel 6. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ...... 151 Tabel 6. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agribisnis ...... 154 Tabel 6. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri ...... 157 Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pendukung Lainnya ...... 159 Tabel 7. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata ...... 166 Tabel 7. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ...... 169 Tabel 7. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis ...... 170 Tabel 7. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri ...... 171 Tabel 7.5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ...... 174

LAPORAN AKHIR xi

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Alur Proses Analisis the Highest and Best Use (HBU) untuk Pemanfaatan Aset Tertinggi dan Terbaik ...... 15 Gambar 2. 2 Segmenting, Targeting, and Positioning ...... 17 Gambar 2. 3 Pengembangan Investasi melalui Alternatif Penggunaan dan Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah (BMD) ...... 24 Gambar 2. 4 Penyelenggaraan MICE yang Memerlukan Penyediaan Prasarana dan Sarana 26 Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga ...... 29 Gambar 2. 6 Penggunaan Lahan Model Von Thunen ...... 38 Gambar 2. 7 Model Penggunaan Lahan Burges ...... 39 Gambar 2. 8 Model Teori Pusat Lipat Ganda (Multiple Nucleiconcept) ...... 40 Gambar 2. 9 Model Penta Helix Desawisata ...... 42 Gambar 2. 10 Kolaborasi Pilar Utama Pengembangan Destinasi Wisata Berkelanjutan berbasis Pentahelix Model ...... 43 Gambar 2. 11 Model Hipotetik Upaya Strategis Integrasi Pengembangan dan Pemasaran Aset Destinasi Wisata untuk meningkatkan Jumlah Kunjungan dan Pendapatan Masyarakat Setempat ...... 44 Gambar 2. 12 Sistem Agrobisnis ...... 45 Gambar 2. 13 Rente Ekonomi Sumber daya ...... 49 Gambar 3. 1 Alur Pekerjaan dan Lingkup Pekerjaan serta Output berdasarkan KAK ...... 57 Gambar 4. 1 Peta Administratif Kabupaten Pangandaran ...... 72 Gambar 4. 2 Peta Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ...... 73 Gambar 4. 3 Grafik Jumlah Penduduk di Pangadaran Raya ...... 75 Gambar 4. 4 Grafik Kepadatan Penduduk ...... 75 Gambar 4. 5 DAS di Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran ...... 89 Gambar 5. 1 Sebaran Pariwisata Pangandaran Raya ...... 98 Gambar 5. 2 Body Rafting di Desa Kertayasa dan Desa Selasari ...... 113 Gambar 5. 3 Presentase Penduduk Pangandaran Raya Per Kecamatan Tahun 2015 ...... 115

LAPORAN AKHIR xii

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar 5. 4 Grafik Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran Tahun 2015 ...... 120 Gambar 5. 5 Peta Sebaran Produksi Kelautan Pangandaran Raya ...... 121 Gambar 5. 6 Persentase Jumlah Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015 ...... 123 Gambar 5. 7 Sebaran Tanaman Pangan kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya . 128 Gambar 5. 8 Sebaran Jumlah Ternak Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ...... 134 Gambar 5. 9 Peta Sebaran Agroindustri Pangandaran Raya ...... 142 Gambar 5. 10Daya Tarik Wisata Kuliner Jus Honje ...... 144 Gambar 6. 1 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Pariwisata ...... 161 Gambar 6. 2 Pemetaan Pertumbuhan Pangadaran Raya Sektor Kelautan dan Perikanan ... 162 Gambar 6. 3 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agrobisnis ...... 163 Gambar 6. 4 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agroindustri ...... 164 Gambar 8. 1 Roadmap Investasi Sektor Pariwisata ...... 183 Gambar 8. 2 Kerangka Kerja Umum Pengembangan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Sektor Pariwisata di Pangandaran Raya ...... 184 Gambar 8. 3 Roadmap Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ...... 186 Gambar 8. 4 Kerangka Kerja Sektor Kelautan dan Perikanan ...... 187 Gambar 8. 5 Roadmap Investasi Sektor Agrobisnis ...... 189 Gambar 8. 6 Kerangka Kerja Sektor Agrobisnis ...... 190 Gambar 8. 7 Roadmap Investasi Sektor Agroindustri ...... 191 Gambar 8. 8 Kerangka Kerja Sektor Agroindustri ...... 192

LAPORAN AKHIR xiii

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pekerjaan Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya. Perencanaan dimaskud guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah mengamanatkan bahwa perencanaan daerah dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan (RPJMD Jabar, 2014). Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029, ditetapkan WP Priatim – Pangandaran, yang mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar, memiliki potensi pengembangan dalam sektor pertanian, perkebunan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, pertambangan mineral. Berdasarkan pada Perda tersebut, Kabupaten Pangandaran menjadi 1 di antara 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP). Kabupaten Pangandaran adalah satu di antara kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Pangandaran baru menjadi Pemerintahan Kabupaten sejak tahun 2012. Kabupaten ini berlokasi strategis, karena berada di lintasan jalan provinsi, berada di pinggir pantai dengan panjang pantai 91 Km, dan memiliki beragam potensi untuk dikembangkan. Berdasarkan posisinya, Pangandaran berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat.

LAPORAN AKHIR 1

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB), tentu perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun Pangandaran baru menjadi daerah otonom, namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang memegang peranan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat. Hal tersebut dapat diketahui dari kebijakan penataan ruang yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menjelaskan bahwa Pangandaran ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Kewilayahan (PKW). Sementara berdasarkan Peraturan Daerah No 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat 2009-2029, Pangandaran ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional Provinsi (PKNP) masuk kedalam wilayah pengembangan Priangan Timur, dan Pangandaran ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) penanganan ekonomi. Kabupaten Pangandaran yang berada di Jawa Barat bagian selatan, memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan. Karakteristik wilayah Pangandaran ini didominasi oleh kawasan lindung. Berdasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 12 Tahun 2004, tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan Jawa Barat disebutkan bahwa, Pusat Pertumbuhan merupakan wilayah yang memiliki keunggulan karena lokasi, sejarah dan/atau kebijakan pemerintah yang dimilikinya, sehingga mempunyai wilayah pengaruh yang luas dan dapat dimanfaatkan sebagai penggerak percepatan pembangunan di seluruh wilayah daerah. Berbeda dengan pendekatan delineasi Wilayah Metropolitan yang dilakukan berdasarkan jumlah penduduk perkotaan, persentase kawasan terbangun dan kondisi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakatnya, maka delineasi Wilayah Growth Center Pangandaran dilakukan dengan melihat potensi perkembangan sektor ekonomi lokal (dalam hal ini pariwisata) yang sudah berkumpul pada suatu lokasi tertentu. Dengan adanya suntikan investasi dan percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah ini, sektor pariwisata dan perikanan diharapkan dapat berkembang lebih cepat serta menarik berbagai aktivitas ekonomi lainnya untuk bersama-sama mendorong terwujudnya Growth Center Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang sangat potensial. Potensi yang dimiliki adalah di bidang pertanian yaitu kelapa, peternakan

LAPORAN AKHIR 2

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 yakni sapi dan domba. Kemudian perikanan tangkap dan kelautan, serta Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) unggulan wisata pantai. Pangandaran memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Jawa Barat, dan dipandang mampu untuk merangsang daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada maka, Pemerintah Jawa Barat mengambil langkah dan inisiatif untuk mengelola pembangunan dan mengembangkan Kabupaten Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan dapat terwujud dengan baik. Berdasarkan kewilayahannya, dan menurut potensi untuk pusat pertumbuhannya, ada beberapa kawasan potensial untuk dijadikan sebagai pusat pertumbuhan. Pangandaran Raya adalah sebuah kawasan yang di antaranya berpotensi tinggi dijadikan pusat pertumbuhan. Karena itulah, perlu kajian mengenai “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.”

1.2 Maksud dan Tujuan Maksud kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi: 1. Menyusun kajian tentang “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya” yang mencakup: a. Gambaran umum wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; b. Kondisi perekonomian Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; c. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana infrastruktur penunjang di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; d. Rencana kebutuhan nilai investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; e. Skema investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; dan f. Strategi penciptaan minat investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. 2. Mengoordinasikan dan mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat, maupun antar wilayah kabupaten/kota, sehingga dapat bersinergi dengan tujuan pembangunan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.

LAPORAN AKHIR 3

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Adapun tujuan pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu.

1.3 Indikator Keluaran dan Indikator Kinerja

Kajian ini memiliki indikator keluaran yang diharapkan sebagai berikut: 1. Indikator Keluaran (output yang akan dihasilkan, kualitas dan manfaat) adalah “Tersusunnya dokumen perencanaan kebutuhan investasi pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya yang dapat dijadikan sebagai bahan kebijakan dalam pembangunan di Jabar Selatan.” 2. Keluaran (jumlah/volume output yang dihasilkan dan satuan output) adalah berupa dokumen “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya”

Adapun indikator kinerja pekerjaan ini adalah: “Tersusunnya dokumen perencanaan pembangunan Pangandaran Raya, rencana kebutuhan, serta strategi investasi dalam pengembangan Pangandaran Raya.”

1.4 Batasan Kegiatan “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam menyusun Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan dan Pencetakan, serta Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi perencanaan pembangunan ke Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya. Batasan kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat lebih difokuskan kepada: 1. Penyusunan dokumen berupa kajian “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.” 2. Koordinasi dan sinergi antar stakehoders terkait perencanaan kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. 3. Melakukan pengumpulan data berupa data sekunder dan primer, serta menghimpun informasi dari berbagai stakeholders terkait kajian tersebut melalui survey lapangan.

LAPORAN AKHIR 4

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan “PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” dilaksanakan dari mulai bulan Agustus 2016 sampai dengan November 2016 atau selama 4 bulan. Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Bidang Ekonomi dilaksanakan pada bulan Agustus 2016. Adapun matriks jadwal kegiatan sebagai berikut: Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan

Agustus September Oktober November URAIAN 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Persiapan 2. Pembahasan Draf Awal 3. Pembahasan Draf Akhir 4. Diseminasi 5. Persiapan Monitoring 6. Rapat Monitoring Sumber: Hasil Analisis, 2016 Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Bidang Ekonomi di Jawa Barat dilaksanakan 1. Survey lapangan di daerah Kabupaten Pangandaran, dan pengumpulan dokumen terkait pekerjaan di kantor Kabupaten Pangandaran, serta di beberapa Kantor Kecamatan maupun Kantor Desa di Pangandaran. Data yang dikumpulkan dari Pangandaran mengenai agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan, baik yang telah ada maupun potensi investasi di masa datang. 2. Pengumpulan dokumen di Kantor Provinsi Jawa Barat yang berkenaan dengan pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan, baik yang telah ada maupun berupa potensi investasi di masa datang. 3. Survey lapangan pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan di Bappeda Bali, Bappeda Buleleng, dan di lokasi pengembangan serta pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan di daerah bersangkutan. ---agisu--

LAPORAN AKHIR 5

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 2 LANDASAN PENYELESAIAN PEKERJAAN

Pada Bab 2 ini disajikan landasan penyelesaian pekerjaan. Isi dari bab ini mencakup dua bagian besar yang keduanya merupakan landasan pekerjaan dimaksud. Kedua landasan tersebut adalah landasan teori, dan landasan normatif untuk kajian “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.” 2.1 Perencanaan Kebutuhan Investasi dan Teori Perkembangan Wilayah Setiap daerah dalam merencanakan pembangunan di wilayahnya tentu memerlukan perhitungan dasar terutama untuk kebutuhan investasi. Besarnya kebutuhan investasi ditentukan oleh kemampuan penyediaan sumber pembiayaan atas dana untuk diinvestasikan, dengan pertimbangan untuk mencapai laju pertumbuhan dan tingkat kesejahteraan yang harus dicapai. Analisis yang umum dan tepat digunakan untuk menentukan kebutuhan atau rencana investasi pembangunan adalah konsep “Incremental Capital Output Ratio (ICOR).” ICOR ini memiliki manfaat sangat penting dalam teori ekonomi. Rasio ini disebut rasio kenaikan ouput akibat kenaikan kapital yang berarti indikator ekonomi makro yang digunakan untuk menilai kinerja investasi di suatu negara. Perhitungan yang diperoleh berupa angka yang menunjukkan perbandingan antara investasi yang diperlukan untuk dapat meningkatkan tambahan pendapatan atau output. Angka ini dihitung untuk prakiraan kebutuhan secara menyeluruh maupun sektoral. Dengan angka ICOR ini, akan dapat dihitung prakiraan kebutuhan investasi secara total serta alokasi sektoral. Sebuah perencanaan dan khususnya prakiraan kebutuhan investasi dan sumber pembiayaan pembangunan dapat digunakan beragam alat analisis di antaranya: K = Angka ICOR I = Investasi pada tahun t Y = Peningkatan PDRB pada tahun t + 1

Jumlah kebutuhan investasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini: I = k * g * Y

LAPORAN AKHIR 6

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 dimana : I = Jumlah investasi k = Angka ICOR g = Laju pertumbuhan ekonomi Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Khususnya untuk menghitung kebutuhan investasi di sebuah Pemerintahan Daerah, maka sangat bergantung pada kondisi keuangan yang tersedia. Pembangunan daerah yang sejalan dengan era otonomi di Indonesia, membuka peluang bagi setiap daerah untuk melakukan pembangunan di berbagai bidang, industri dan sektor sesuai potensi yang dimiliki daerah tersebut. Permasalahannya antara lain, bagaimana upaya meningkatkan investasi di daerah bersangkutan agar dapat meningkatkan PADS, pendapatan masyarakat setempat yang akhirnya bermuara pada pertumbuhan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Karena itulah, jika Pemda merencanakan investasinya, maka perlu menghitung prakiraan jumlah pendapatan dari investasi tersebut.

Banyak teori yang populer dalam teori perkembangan wilayah. Secara umum dikenal ada 4 kategori teori dalam perkembangan wilayah. 1. Kelompok yang menitikberatkan pada kemakmuran wilayah. 2. Fokus pada sumberdaya alam dan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi keberlanjutan kegiatan produksi atau sustainable development. 3. Menitikberatkan pada kelembagaan dan proses pengambilan keputusan. 4. Memberikan perhatian pada kesejahteraan masyarakat didalam daerah tersebut. Masing-masing kelompok dalam 4 golongan tersebut di atas, ternyata muncul beberapa teori yang popular mengenai pembangunan wilayah di antaranya dikenal: 1. Teori Keynes 2. Teori Neoklasik 3. Teori Inter dan Intra Wilayah 4. Teori Trickle Down Effect 5. Teori Tempat Sentral 6. Teori Von Thunen 7. Teori Biaya Lokasi Minimum

LAPORAN AKHIR 7

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

8. Teori Pendekatan Pasar 9. Teori Polarization Effect and Trickle Down Effect 10. Teori Pusat Pertumbuhan 11. Teori Ir. Sutami 12. Teori Kutub Pertumbuhan Pada bahasan dalam bab 2 ini hanya akan disajikan teori yang menjadi landasan dalam kajian pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu menjadi fokus bahasan sesuai dengan judul kajian dalam pekerjaan ini berjudul: “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.”

2.2 Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Optimasi Aset Daerah Pusat pertumbuhan ekonomi di sebuah daerah pada dasarnya dapat dibangun secara sengaja melalui perencanaan dan program pertumbuhan, namun ada pula pusat pertumbuhan itu dapat terjadi secara alami. Pusat pertumbuhan yang sesuai kehendak tentu perlu perencanaan dan program yang terarah.

2.2.1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Daerah Berkenaan dengan perencanaan dan program pertumbuhan dimaksud, berikut ini disajikan landasan teori pusat pertumbuhan.

1. Teori Polarisasi Ekonomi Teori polarisasi ekonomi ini dikemukakan Gunar Myrdal yang secara tegas ia berpendapat bahwa, setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari pinggiran di sekitar daerah bersangkutan. Pusat pertumbuhan tersebut bukan saja terbuka bagi para tenaga profesional terdidik, namun juga menimbulkan daya tarik bagi tenaga terampil, investor, dan beragam barang yang diperdagangkan, sehingga pada tahap selanjutnya mendorong secara terus menerus pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan. Pertumbuhan tersebut terus makin meningkat dari waktu ke waktu, dan lama-kelamaan semakin pesat, sehingga menjadi “polarisasi pertumbuhan ekonomi” atau “polarization of economic growth”. Dalam teori menganggap bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan, akan tetapi terdapat sistem polarisasi perkembangan suatu wilayah yang kemudian akan

LAPORAN AKHIR 8

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 memberikan efek ke wilayah lainnya, atau dengan kata lain, suatu wilayah yang berkembang akan membuat wilayah di sekitarnya ikut berkembang Pada dasarnya teori polarisasi ekonomi dari Gunar Myrdal adalah berupa penyusunan “konsep pusat-pinggiran atau coreperiphery.” Konsep ini memiliki keistimewaan terutama pertumbuhan sebuah daerah akan sangat cepat. Di sisi lain, ada kelemahan yang sangat sulit diatasi yakni, konsep pusat-pinggiran ini merugikan daerah pinggiran itu sendiri. Ada upaya yang dapat dilakukan untuk membatasi perpindahan penduduk dari pinggiran ke perkotaan (urbanisasi), misal upaya pembatasan migrasi (urbanisasi), mencegah keluarnya modal dari daerah pinggiran, membangun daerah pinggiran, dan membangun wilayah pedesaan. Rangkaian upaya tersebut umumnya tidak mudah dilakukan karena beragam faktor turut mempengaruhinya. Setiap pusat pertumbuhan ekonomi yang dirancang tentu diharapkan dapat berdampak dan berpengaruh signifikan pada daerah yang ada di sekitarnya. Dampak dan pengaruh pusat pertumbuhan ekonomi dapat bersifat positif atau negatif. Dampak dan pengaruh positif pada perkembangan daerah di sekitarnya disebut spread effect atau efek menyebar. Umpama terciptanya kesempatan kerja baru bagi penduduk setempat, makin meningkatnya investasi, upah buruk semakin naik, distribusi barang makin cepat, pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi makin meningkat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Adapun dampak dan pengaruh negative disebut backwash effect atau efek sampingan. Umpama terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah terutama wilayah kota dengan pedesaan, makin meningkatnya kriminalitas, kerusakan lingkungan alam dan budaya yang terus menurus meningkat, dan tentu masih banyak lagi potensi efek negatif lainnya.

2. Teori Kutub Pertumbuhan Perroux, seorang ahli ekonomi Prancis (1950) mengajukan sebuah konsep “kutub pertumbuhan” atau growth pole concept.” Ia berpendapat bahwa, kutub pertumbuhan adalah pusat-pusat dalam arti keruangan yang abstrak, sebagai tempat menyebarkan dan memancarnya kekuatan-kekuatan sentrifugal dan tertariknya kekuatan-kekuatan sentripetal. Pada teori dan konsep ini, proses pembangunan tidak terjadi secara serentak, namun muncul di tempat-tempat LAPORAN AKHIR 9

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda antar satu tempat dengan lainnya. Kutub pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan ekonomi yang dinamis. Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di antara sektor-sektor ekonomi yang terbentuk. Menurutnya pertumbuhan ataupun pembangunan tidak dilakukan di seluruh ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat atau lokasi tertentu yang disebut kutub pertumbuhan. Secara esensial teori kutub pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses pertumbuhan digambarkan sebagai keadaan yang tidak seimbang karena adanya kesuksesan atau keberhasilan kutub-kutub dinamis. Suatu kutub pertumbuhan dapat merupakan pula suatu kompleks industri, yang berkelompok di sekitar industri kunci. Industri kunci adalah industri yang mempunyai dampak berantai ke depan (forward linkage) yang kuat. Teori Kutub Pertumbuhan dapat menarik kegiatan lain karena ada tarikan dari industri yang dikembangkan. Sebagai contoh pembangunan industri pariwisata di sebuah daerah dapat memiliki kemampuan menarik atau sentripental pada yang lainnya, di antaranya dapat menarik bahan makanan dan minuman atau restaurant, tumbuhnya sektor perhotelan. Selain itu, pembangunan kepariwisataan secara tidak langsung atau sentrifugal akan mendorong tumbuhnya sektor lain misal sektor pertanian masyarakat setempat. Contoh lain pembangunan industri baja di suatu daerah akan menimbulkan kekuatan sentripetal, yaitu menarik kegiatan- kegiatan yang langsung berhubungan dengan pembuatan baja, baik pada penyediaan bahan mentah maupun pasar. Industri tersebut juga menimbulkan kekuatan sentrifugal, yaitu rangsangan timbulnya kegiatan baru yang tidak berhubungan langsung dengan industri baja. Jika dibandingkan dengan teori Polarisasi Ekonomi tentu memiliki perbedaan terutama pusat pertumbuhan dalam polarisasi lebih cepat, sedangkan dalam teori Kutub Pertumbuhan proses bertumbuh ekonominya lebih .

3. Teori Pusat Pertumbuhan Industri Populasi dari Boudeville Seorang ahli ekonomi dari Francis bernama Boudeville mengemukakan Teori Pusat Pertumbuhan “Industri Populasi”. Menurut Boudeville, pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat

LAPORAN AKHIR 10

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar, pengaruh tersebut baik langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan lainnya di sekitar populasi bersangkutan.

4. Teori Tempat Sentral Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat oleh August Losch (1945) seorang ahli ekonomi Jerman. Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hierarki permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul- simpul jaringan heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya. Tempat- tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk jaringan sarang lebah. Menurut Walter Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).

2.2.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal memiliki ciri khas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Halena Norberg dan Hodge (dalam Kusumastanto, 2003) sebagai berikut: 1. Terlokalisasi (localized) dengan tujuan untuk mengurangi biaya transportasi 2. Terjadi proses diversifikasi produk yang tinggi (highly diversified) yang menyebabkan terjadinya perdagangan antar satu daerah dengan yang lain karena keragaman produk

LAPORAN AKHIR 11

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Berbasis masyarakat (community based) yang di dalamnya termasuk budaya masyarakat (community culture), jati diri, dan pengetahuan lokal (indogenous knowledge). Wilayah pesisir memiliki pilar-pilar penting yang menjadi kekuatan untuk mebangun wilayah tersebut berdasarkan perspektif ekonomi regional. Kekuatan tersebut meliputi (Kusumastanto, 2003): 1. Natural resources advantages atau imperfectfactor mobility Wilayah pesisir memiliki pusat keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh wilayah lainnya, yaitu: a. Keunggulan sumber daya alam contohnya mangrove, terumbu karang, dan padan lamun b. Ciri egaliter, inward looking, dan dinamis pada karakteristik kultural c. Terdapat keterkaitan masyarakat dengan sumber daya wilayah pesisir 2. Economicof concentralion atau imperfect diversibility Pengelompokan industri sejenis (cluster of industry) dilakukan secara spasial berdasarkan skala ekonomi. Pengelompokan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor: a. Biaya produksi yang meliputi biaya buruh dan biaya bahan baku b. Biaya transaksi c. Kenyamanan berusaha 3. Mobilitas adalah korban Setiap pergerakan barang dan jasa di asumsikan sebagai “korban”, karena memunculkan biaya transportasi dan komunikasi. Berdasarkan perspektif ekonomi wilayah pergerakan barang dan jasa serta sumber ekonomi lainnya dicerminkan oleh jarak. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan di wilayah pesisir diupayakan untuk meminimalkan jarak dan memaksimumkan akses sehingga memerlukan dukungan infrastruktur.

2.2.3 Optimasi Aset Setiap aset yang direncanakan perlu memperhitungkan optimasi aset bersangkutan. “Optimasi aset adalah rangkaian kegiatan, tindakan, proses, atau cara-cara agar sebuah rancangan, sistem, atau keputusan yang telah ditentukan berfungsi sempurna, lengkap, atau efektif sesuai rencana atau harapan” (Sugiama, 2013:227). Sedangkan menurut Siregar (2004:519) optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk

LAPORAN AKHIR 12

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa optimasi aset adalah salah satu proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi aset yang ada baik itu potensi fisik, legal, maupun ekonomi dari suatu aset sehingga aset tersebut dapat memberikan profit dan benefit bagi perusahaan, serta dapat meminimalkan risiko atas kepemilikan aset tersebut. Analisis optimasi suatu aset dapat dilakukan dengan Highest and Best Use Analysis (Siregar, 2004). Berdasarkan tujuannya, optimasi aset ditujukan untuk memaksimalkan potensi aset sehingga dapat mengurangi biaya dan meningkatkan pendapatan.

2.2.3.1 Highest and Best Use Analysis Analisis Highest and Best Use penting untuk dilakukan terutama untuk mengestimasi nilai pasar yang digunakan dalam penilaian properti. Berdasarkan The Uniform Standards of Professional Appraisal Practice (Hidayati dan Harjanto, 2014), definisi Highest and Best Use sebagai berikut: “the reasonably probable and legal use of vacant land or an improved property, which is physically possible, appropiately supported, financially feasible, and that results in the highest value.” Sebuah analisis HBU adalah upaya untuk mencari keyakinan yang paling memungkinkan atas penggunaan tanah atau bangunan yang paling memungkinkan secara fisik, diijinkan secara legal, layak secara keuangan, dan menghasilkan nilai yang paling tinggi. HBU juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Kode Etik Penilaian Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) (MAPPI, 2013). Tujuan analisis Highest and Best Use adalah untuk mengetahui pengembangan yang tepat atas suatu aset yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun tujuan analisis Highest and Best Use akan berbeda pada properti berupa tanah kosong dan properti yang telah dibangun (Hidayati dan Harjanto, 2014) yang ditujukan untuk mengetahui: 1. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik untuk Tanah Kosong Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk tanah kosong harus memperhatikan hubungan antara kegunaan yang ada pada saat ini dengan semua kegunaan potensialnya. Penggunaan aset saat ini terkait dengan tupoksi suatu organisasi. Dengan demikian, analisis Highest and Best

LAPORAN AKHIR 13

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Use pada tanah kosong bertujuan mengembangkan potensi tanah kosong tersebut agar dapat dibangun menjadi aset penunjang organisasi untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tupoksinya. 2. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik dari Properti yang telah Terbangun Tujuan analisis Highest and Best Use untuk properti yang telah dibangun adalah untuk mengidentifikasi kegunaan dari properti yang diharapkan dapat menghasilkan tingkat pengembalian tertinggi dari modal yang diinvestasikan. Untuk mengetahui tingkat pengembalian dari investasi diperlukan estimasi atas penggunaan tertinggi dan terbaik atas properti tersebut. Kriteria analisis HBU sebagaimana dinyatakan dalam KEPI & SPI (MAPPI, 2013) secara umum dikaji berdasarkan empat kriteria yang harus dipenuhi dalam menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik. Keempat aspek tersebut yaitu aspek legal, aspek fisik, aspek finansial, dan aspek produkivitas maksimal. Analisis HBU mencakup 5 aspek yang perlu dikaji. Kelima aspek tersebut: 1. Aspek Legal Aset; 2. Aspek Fisik Aset; 3. Aspek Pemasaran; 4. Aspek Keuangan; 5. Aspek Produktivitas Maksimum. Rangkaian detail pekerjaan tersebut di atas dapat dirangkum secara skematik sebagaimana dicerminkan dalam Gambar 2.10 berikut:

LAPORAN AKHIR 14

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Analisis aspek PENINJAUAN Legally UMUMPOTENSI Legal permissible ASET Physically possible Analisis aspek fisik

ANALISISKRITIS TINGKAT ASPEK-ASPEK Analisis aspek Marketable PENGGUNAAN DALAM pemasaran/ TERTINGGI DAN HBU_PLUS pengguna TERBAIK

Analisis aspek Keuangan Financially feasible

Maximally productive

Sumber: Sugiama, 2013 Gambar 2. 1 Alur Proses Analisis the Highest and Best Use (HBU) untuk Pemanfaatan Aset Tertinggi dan Terbaik

1. Analisis Aspek Legal Secara Hukum Diizinkan (Aspek Legal) yaitu mempertimbangkan batasan/retriks hukum dari penggunaan aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset. Apabila retriks berbeda dengan peraturan tata kota, maka penilai harus merujuk kepada ketentuan yang lebih membatasi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan penilai antara lain: a. Peruntukkan (zoning) b. Retriksi/ Batasan c. Peraturan Bangunan d. Kontrak/ Perjanjian e. Hak Menggunakan/Status Kepemilikan f. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) g. Distrik/ Area Bersejarah h. Peraturan Lingkungan

LAPORAN AKHIR 15

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

i. Kemungkinan Perubahan Dimasa Depan j. Atribut Legal (perizinan)

2. Analisis Aspek Fisik Secara Fisik Dimungkinkan (Aspek Fisik) yaitu mempertimbangkan karakteristik fisik dari aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset. Beberapa hal yang menjadi faktor pertimbangan dalam aspek fisik sebagai berikut: a. Ukuran aset; b. Bentuk dan Kegunaan aset; c. Lebar Hadap Jalan (Frontage) dan dimensi; d. Kemudahan Akses; e. Ketersediaan dan Kapasitas Utilitas; f. Lokasi dalam Market Area; g. Topografi; h. Water Frontage; i. Kondisi Tanah dan Lapisan Bawah Tanah; j. Banjir dan Kemungkinan Tanah Longsor.

3. Aspek Pemasaran Pasar adalah semua pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa, dan pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Amstrong; 2008:6). Pada analisis kelayakan aspek pemasaran (Sugiama, 2013), aspek pemasaran secara umum dapat mencakup analisis unsur STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning) serta analisis bauran pemasaran.

a. STP (Segmenting, Targeting, and Positioning) Banyak organisasi yang memanfaatkan pemasaran sasaran yaitu dengan membagi pasar kedalam segmen-segmen pasar utama, membidik satu atau dua bahkan lebih segmen, dan mengembangkan produk serta program pemasaran yang dirancang khusus bagi masing-masing

LAPORAN AKHIR 16

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 segmen. Guna melakukan segmentasi pasar, penentuan target dan menentukan posisi pasar, ada tiga langkah utama sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Sumber: Kotler, P. & Amstrong, G., 2003

Gambar 2. 2 Segmenting, Targeting, and Positioning

Penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut disajikan sebagaimana di bawah ini:

1) Segmentasi Pasar (Segmenting) Menurut Kotler dan Armstrong (2003, 285), segmenting (segmentasi pasar) adalah “membagi suatu pasar menjadi kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda”. Pada dasarnya, pasar dapat dibagi menjadi pasar konsumen dan pasar bisnis. Adapun variabel segmentasi untuk pasar konsumen mencakup segmentasi geografis, demografis dan fsikografis (Kotler dan Armstrong; 2003),: Selanjutnya, segmentasi pasar bisnis menurut Kotler dan Keller (2013) didasarkan pada: a) Demografis (industri, ukuran, dan lokasi); b) Variabel operasi (teknologi, status pengguna dan non pengguna); c) Pendekatan pembelian (organisasi fungsi pembelian, struktur kekuatan, sifat dan hubungan eksisting, kebijakan pembelian umum, dan kriteria pembelian); d) Faktor situasional (urgensi, aplikasi spesifik, ukuran atau pesanan); e) Karakteristik pribadi (kemiripan pembeli dan penjual, sikap terhadap risiko, dan loyalitas); Jadi untuk analisis STP ini harus dipetakan untuk segmentasi pasar konsumen dan juga pasar bisnis untuk produk MICE yang akan dipasarkan.

2) Penentuan Target Pasar (Targeting)

LAPORAN AKHIR 17

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Segmentasi pasar mengungkap segmen pasar yang berpeluang bagi suatu perusahaan. Selanjutnya, perusahaan harus mengevaluasi berbagai segmen dan memutuskan berapa banyak dan menuntaskan segmen yang mana yang akan menjadi sasaran. Menurut Munandar (dalam Pradipta, 2014), dalam memilih pasar sasaran yang optimal, perlu diperhatikan beberapa kriteria berikut: a) Responsif Pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program-program pemasaran yang dikembangkan. b) Potensi penjualan Potensi penjualan harus cukup luas. Semakin besar pasar sasaran, semakin besar nilainya. Besarnya bukan hanya ditentukan oleh jumlah populasi tapi juga daya beli dan keinginan pasar untuk memiliki produk tersebut. c) Pertumbuhan yang memadai Pasar tidak dapat dengan segera bereaksi. Pasar tumbuh perlahan-lahan sampai akhirnya meluncur dengan cepat dan mencapai titik pendewasaan. d) Jangkauan media Pasar sasaran dapat dicapai dengan optimal kalau pemasar tepat memilih media untuk mempromosikan dan memperkenalkan produknya.

3) Penetapan Posisi Pasar (Positioning) Menurut Kotler dan Armstrong (2003) penetapan posisi pasar (positioning) adalah perumusan pemosisian bersaing dan produk dan menciptakan bauran pemasaran yang lebih rinci. Menurut Kotler dan Armstong (2003) tugas dalam positioning terdiri dari tiga langkah: a) Mengidentifikasi keunggulan bersaing Suatu keunggulan di atas pesaing dengan menawarkan nilai lebih kepada konsumen, baik melalui harga yang rendah atau dengan menyediakan lebih banyak manfaat yang mendukung penetapan harga lebih mahal. b) Memilih keunggulan bersaing yang tepat Secara umum, perusahaan perlu menghindari tiga kesalahan positioning. Pertama adalah under positioning yaitu gagal dalam memposisikan perusahaan sesungguhnya. Maksudnya

LAPORAN AKHIR 18

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

adalah pembeli tidak tahu dengan tegas sesuatu yang khusus dari perusahaan. Kesalahan kedua adalah over positioning yaitu memberikan gambaran yang sempit tentang perusahaan. Kesalahan ketiga, confused positioning yaitu menghindari pembeli mendapatkan citra perusahaan yang membingungkan. c) Mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi yang dipilih ke pasar Setelah menetapkan satu posisi yang akan dipergunakan, perusahaan harus membuat gerakan yang tegas dalam menyampaikan dan mengkomunikasikan posisi yang diinginkan kepada pasar sasaran. Pada intinya adalah menjabarkan taktik strategi positioning secara rinci, seperti mendesain bauran pemasaran produk, harga, distribusi, dan promosi. b. Bauran Pemasaran Beberapa ahli memberikan bermacam-macam definisi tentang pemasaran. Menurut Stanton (dalam Umar, 2005:31) pemasaran adalah “keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha, yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli baik yang aktual maupun yang potensial”. Dari definisi tersebut, dapat diketahui pengertian pemasaran adalah kegiatan usaha yang dimulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian barang/jasa kepada pembeli aktual maupun potensial. Adapun ruang lingkup bauran pemasaran menurut Morrison dalam Sugiama (2013) terdiri dari 8P yakni product, pricing, place, promotion, people, physical evidence, process dan packaging. Berikut ini penjelasan bauran pemasaran.

Produk Produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Jadi dapat disimpulkan bahwa produk adalah pemahaman subyektif produsen mengenai jasa yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Pengembangan suatu produk melibatkan pendefinisian manfaat yang akan ditawarkan produk tersebut. Manfaat yang dikomunikasikan dan dihantarkan dapat berupa atribut produk yang meliputi kualitas, fitur, serta gaya dan desain (Kotler dan Amstrong, 2003).

LAPORAN AKHIR 19

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Harga Menurut Kotler dan Amstrong (2003), harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan untuk memperoleh produk. Adapun menurut Suliyanto (dalam Pradipta, 2014) bahwa harga adalah sejumlah uang dan atau barang yang dibutuhkan untuk mendapatkan kombinasi dari barang lain yang disertai dengan pemberian jasa. Dapat disimpulkan bahwa harga merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh produk disertai pemberian jasa. Beberapa pendekatan penetapan harga di antaranya biaya, laba dan persaingan (Kotler dan Amstrong; 2003). Tempat Tempat adalah tugas untuk membawa barang ke pasar. Kemajuan dalam pemesanan tempat secara elektronik dan sistem komunikasi sedang mengubah cara distribusi. Distribusi termasuk saluran distribusi, pemerataan distribusi, lokasi gerai, wilayah penjualan, tingkat inventaris, serta lokasi dan transportasi.

Promosi Promosi terdiri atas seluruh metode pengkomunikasian produk jasa yang ditawarkan pada pasar yang ditargetkan. Peralatan promosi termasuk pemasangan iklan above-the-line yang biayanya telah dibayar seperti televisi, radio, iklan pers, iklan di bioskop dan poster kampanye; pemasangan iklan below-the-line mengacu pada promosi penjualan yang meliputi memberikan contoh produk jasa secara cuma-cuma, kupon diskon, persaingan, titik penjualan, dan pengiriman bahan promosi secara langsung (direct mailing), penjualan pribadi, dan publisitas.

Sumber Daya Manusia People atau manusia berarti memusatkan pada mutu sumber data manusia yang terlibat dengan produk, keterampilan, pengetahuan, motivasi, serta kepedulian mereka pada pelanggan. Sifat-sifat karyawan termasuk keramahan, bagaimana menampilkan diri, kesediaan membantu, kemampuan pendekatan, sopan santun, pengetahuan, dan kompetensi.

Bukti Fisik Physical evidence atau bukti fisik maksudnya adalah perhatian dipusatkan pada dekor, lingkungan, dan suasana produk atau dimana produk akan dikonsumsi. Bentuk bukti fisik

LAPORAN AKHIR 20

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 termasuk ukuran, gedung, citra perusahaan, suasana, kenyamanan, fasilitas, dan kebersihan.

Proses Process atau proses berkaitan dengan efisiensi dan kinerja proses yang dinilai. Sifat proses adalah kecepatan, efisiensi, waktu pelayanan, sistem pembuatan janji, dan formulir serta dokumen. Berkenaan dengan proses, perlu kemudian dikembangkan standar-standar pelayanan dalam bentuk Operations Process Chart (OPC), Flow Process Chart (FPC), dan Standard Operating Procedure (SOP).

Paket Packaging atau merancang paket berarti para pemasar dalam kepariwisataan perlu memiliki kemampuan merancangpaket wisata yang didalamnya mencakup layanan transportasi, akomodasi dan lainnya (Morrison dalam Sugiama, 2013).

4. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial yaitu mempertimbangkan hasil pendapatan yang memadai atau arus kas untuk menghasilkan pengembalian investasi yang dilakukan terhadap alternatif penggunaan aset yang secara hukum diizinkan dan secara fisik dimungkinkan. Untuk properti penghasil pendapatan, uji finansial berfokus pada analisis tingkat balikan modal investasi dibandingkan dengan tingkat balikan pasar yang disyaratkan untuk mengetahui penggunaan yang layak secara finansial. Asumsi yang digunakan dalam uji finansial harus berdasarkan hasil analisis lokasi, permintaan dan penawaran, serta analisis risiko. Hal-hal yang dilakukan dalam mengkaji aspek finansial antara lain: a. Partisipan pasar yang melakukan pembelian di lingkungan properti atau area pasar. b. Lama waktu pemasaran atau penjualan yang dibutuhkan. c. Fasilitas pembiayaan yang tersedia. d. Efektivitas kekuatan daya beli yang memadai di lingkungan properti atau area pasar. e. Keuntungan yang didapatkan. Analisis kelayakan keuangan, kegunaan yang memungkinkan perlu dianalisis lebih lanjut dalam menghasilkan pendapatan, tingkat pengembalian (return), apakah sama, lebih kecil atau lebih besar dari biaya operasi dan sebagainya. Semua kegunaan yang diekspektasikan dapat

LAPORAN AKHIR 21

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 memberi positive return dianggap memiliki kelayakan keuangan. Untuk menentukan kelayakan keuangan, seorang penilai mengestimasi pendapatan kotor yang akan diterima(future gross income) yang diekspektasikan dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan terbaik dari aset tersebut. Analisis finansial dimulai dengan analisa biaya pengembangan, analisa penjualan dan pendapatan, biaya operasional, proyeksi cash flow, analisa kelayakan investasi. Berdasarkan pada penjelasan mengenai aspek finansial dalam kajian HBU, dapat disimpulkan bahwa kelayakan finansial dari alternatif pengembangan yang dianalisis dapat dilihat dari faktor-faktor kelayakan finansial suatu proyek yang meliputi net operating income (NOI), payback period (PP), net present value (NPV), internal rate of return (IRR) dan return on investment (ROI).

5. Analisis Aspek Produktivitas Maksimal Aspek produktivitas maksimum mengkaji kegunaan tertinggi dan terbaik yang menghasilkan produktivitas yang maksimum/nilai tertinggi. Menurut (Hidayati dan Harjanto, 2014:58) nilai tertinggi yang dimaksud yaitu nilai yang konsisten dengan tingkat pengembalian (rate of return). Untuk menganalisis kelayakan dalam hal finansial, ada beberapa alat analisis sebagai tolok ukur yang digunakan. Alat analisis tersebut meliputi Net Operating Income (NOI), Payback Period (PB), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Return on Investment (ROI). Alternatif kegunaan yang menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan tertinggi adalah alternatif yang memenuhi kriteria penggunaan tertinggi dan terbaik atas suatu aset.

2.2.3.2 Penggunaan dan Pemanfaatan Aset Salah satu bentuk dari optimasi aset dalam ruang lingkup Pemerintah adalah dengan cara memaksimalkan penggunaan dan pemanfaatan aset. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 pengertian penggunaan dan pemanfaatan adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.

LAPORAN AKHIR 22

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan dan pemanfaatan adalah kegiatan pengelolaan dan penatausahaan aset sesuai tugas pokok dan fungsi serta pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi, sehingga aset dapat digunakan secara optimal selama masa ekonomisnya. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dapat diuraikan mengenai penggunaan dan pemanfaatan suatu aset. Dalam penggunaan aset ditentukan terlebih dahulu mengenai peruntukkan aset, kemudian dari peruntukkan aset dapat diketahui mengenai penggunaan aset tersebut. Penggunaan harus disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi dari aset tersebut, jangan sampai penggunaan yang dilakukan keluar dari tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan. Setelah penggunaan aset terpenuhi, maka aset dapat di dayagunakan diluar tugas pokok dan fungsinya tersebut. Kegiatan pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi ini disebut pemanfaatan. Berikut adalah gambaran mengenai operasi/pemakaian aset yang) diadopsi dari PP Nomor 27 Tahun 2014 mengenai pemakaian aset:

Penggunaan Aset

Sewa Aset Operasi/Pemakaian Pinjam Pakai Aset

Kerja Sama Pemanfaatan Aset Pemanfaatan Aset Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur

Sumber: PP Nomor 27 Tahun 2014 dalam Sugiama (2013)

LAPORAN AKHIR 23

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar 2. 3 Pengembangan Investasi melalui Alternatif Penggunaan dan Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah (BMD)

Berdasarkan Gambar 2.3, dapat diketahui bahwa terdapat bentuk-bentuk pemanfaatan aset meliputi sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah atau bangun serah guna dan Kerjasama Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dalam paparan di bawah ini: 1. Sewa Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan berupa uang tunai. Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan. 2. Pinjam Pakai Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir, Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah pusat. Barang Milik Negara yang dapat dipinjam pakaikan adalah tanah dan/atau bangunan, serta Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan. 3. Kerjasama Pemanfaatan Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan, meningkatkan penerimaan negara dan mengamankan Barang Milik Negara. 4. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian di dayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati. Sedangkan Bangun Serah Guna (BSG) adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah

LAPORAN AKHIR 24

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 5. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.

2.2.3.3 MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) Industri pariwisata memiliki beragam sektor layanan yang dapat dijadikan sebagai layanan bisnis. Ladkin dan Julie Spiller (2000) menyatakan bahwa, khususnya untuk layanan pertunjukkan ada beberapa bentuk layanan yang dapat dilakukan, namun yang paling populer adalah penyediaan layanan MICE yakni Meeting, Incentives, Convention, dan Exhibition. Berdasarkan konsep produk di atas selanjutnya produk yang berbasis MICE perlu diidentifikasi dan dikembangkan mana yang berpotensi untuk dipasarkan. Dalam hal jasa MICE sudah jelas delivery produk akan dilakukan di tempat di mana akan terjadi interaksi antara penjual (pihak penyelenggara MICE) dan pembeli seperti tamu, undangan, ataupun penonton. Setiap layanan MICE memerlukan prasarana dan sarana, serta layanan pendukung yang menjadi prasyarat penyelenggaraan MICE tersebut. Prasarana yang harus disediakan berupa: 1. infrastruktur transportasi untuk mempermudah aksesibilitas menuju area MICE, 2. lahan dan bangunan (termasuk di dalamnya tempat parkir, gedung dan lainnya) di mana MICE akan diselenggarakan. Adapun sarana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan MICE antara lain berupa: 1. peralatan dan perlengkapan 2. makanan dan minuman Setiap penyelenggaraan MICE tentu memiliki multiplier effect pada beragam sektor usaha, dan mendorong perluasan kesempatan kerja baik untuk lingkungan lokal bahkan secara nasional. Tinggi rendahnya pengaruh tersebut sangat bergantung pada beragam faktor, di antaranya pengaruh faktor skala MICE yang diselenggarakan. Penyelenggaraan MICE berskala

LAPORAN AKHIR 25

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 nasional tentu berefek lebih luas daripada berskala lokal. Demikian pula MICE berskala internasional jauh berbeda efeknya secara positif daripada berskala lokal.

Penyedia (provider) Penyelenggaraan MICE

Prasarana dan Sarana Penyelenggaraan MICE PrasaranaPenyelen SaranaPenyelengga ggaraan MICE raan MICE

PrasaranaTranspor Prasarana gedung Sarana Kebutuhan tasi menuju tempat dan bangunan kebutuhan makanan dan MICE lainnya di tempat peralatan di minuman di MICE tempat MICE tempat MICE

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 2. 4 Penyelenggaraan MICE yang Memerlukan Penyediaan Prasarana dan Sarana

2.3 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Investasi menurut teori ekonomi dapat diartikan sebagai pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi yang akan digunakan di masa depan. Investasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi. Todaro (2003) menyatakan bahwa, tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi adalah hal yang saling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan, karena pertumbuhan merupakan fungsi dari investasi. Semakin besar tingkat pertumbuhan yang dicapai maka semakin besar investasi yang dibutuhkan.

2.3.1 Pemahaman Dasar Investasi Investasi adalah suatu penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang (Sunariyah; 2003:4). Investasi dapat dilakukan oleh individu maupun badan usaha

LAPORAN AKHIR 26

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

(termasuk lembaga perbankan) yang memiliki kelebihan (Taswan dan Soliha; 2002:168). Investasi dapat dilakukan baik di pasar uang maupun di pasar modal ataupun ditempatkan sebagai kredit pada masyarakat yang membutuhkan. Investasi menjadi dua bagian utama, yaitu (Sunariyah; 2004): 1. Investasi dalam bentuk aktiva riil (real asset) meliputi aktiva berwujud seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate. 2. Investasi dalam surat berharga (financial asset) meliputi surat-surat berharga yang dikuasai oleh entitas. Aktiva finansial dalam investasi pada sebuah entitas dapat dipilih dengan dua cara, yaitu: a. Investasi langsung (direct investment) yang dapat diartikan sebagai pemilihan surat-surat berharga secara langsung untuk suatu entitas yang secara resmi telah go public dengan harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gains. b. Investasi tidak langsung (indirect investment) terjadi apabila surat-surat berharga milik suatu entitas diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi sebagai perantara. Irawan dan Suparmoko (1992) menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah dapat dilakukan dengan mengusahakan besaran tingkat investasi yang dijelaskan melalui beberapa teori sebagai berikut: 1. Teori Usaha Perlahan-lahan (Gradualist Theory) Teknik-teknik produksi dan investasi dipilih berdasarkan biaya-biaya relatif. Industrialisasi dilakukan secara perlahan untuk mengurangi risiko kekeliruan. Injeksi kapital dilakukan sesuai dengan daya serap perekonomian. Kemajuan industri kecil dan pembangunan masyarakat desa menjadi prioritas yang harus diusahakan. Kegiatan yang membutuhkan modal banyak diusahakan bila keuntungan melebihi kegiatan padat karya. 2. Teori Dorongan Besar (Big Push) Teori ini menyatakan bahwa investasi harus dilakukan secara besar-besaran untuk menghilangkan kemiskinan, memaksimumkan output melalui teknik yang paling produktif. Investasi dipusatkan pada alat-alat modal untuk mempertahankan pertambahan dan pertumbuhan output. Konsumsi diminimalkan agar investasi dapat selalu ada. Skala ekonomi (economic of scale) dititikberatkan pada produksi massa dan membutuhkan modal yang banyak.

LAPORAN AKHIR 27

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Teori Pembangunan Seimbang (Balanced Growth) Perkembangan perekonomian dimungkinkan bila ada perimbangan yang baik antara berbagai sektor di dalam perekonomian (Rosenstein-Rodan; 1953). Arti dari pertumbuhan seimbang adalah perkembangan ekonomi tidak akan berhasil bila investasi hanya sebatas “titik pertumbuhan” (growing point) sektor-sektor yang sedang berkembang saja. Investasi sebaiknya dilakukan secara merata pada setiap sektor yang ada sehingga dapat memperluas dan memperkuat ketergantuan pasar antara satu sektor dengan sektor yang lainnya. 4. Teori Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced Growth) Hirschman (1992) mengkritik teori pembangunan seimbang, pendapatnya bahwa masyarakat dengan pendapatan rendah belum dapat mengubah perekonomian tradisional menjadi perekonomian modern. Modal yang besar akan menjadi hambatan bagi negara berkembang. Ketidakseimbangan pada suatu sektor tertentu akan mendorong kemajuan ekonomi secara lebih cepat karena biaya ekspansi akan diminimumkan. Sektor yang memiliki permintaan tinggi akan dapat menutup kekurangan pada sektor lain yang memiliki output rendah.

2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Investasi

Tingkat investasi atau pembentukan modal yang dilakukan dalam perekonomian ditentukan berdasarkan faktor-faktor utama sebagai berikut (Sukirno, 2011): 1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) Perencanaan investasi hanya akan dilakukan bila tingkat keuntungan yang diperoleh lebih besar dari suku bunga yang dibayarkan. Investasi memberikan keuntungan apabila nilai sekarang (present value) dari pendapatan di masa yang akan datang lebih besar dari nilai sekarang (present value) modal yang diinvestasikan. Nilai sekarang (present value) pendapatan di masa yang akan datang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Sukirno (2011), yaitu: Keterangan: NS = nilai sekarang pendapatan yang diperoleh diantara tahun 1 hingga tahun n Y1, Y2, ..., Yn = pendapatan netto (keuntungan) perusahaan yang diperoleh antara tahun ke 1 sampai dengan tahun ke n r = suku bunga Misal nilai sekarang (present value) yang diinvestasikan adalah M, maka investasi tersebut

LAPORAN AKHIR 28

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

disebut menguntungkan apabila NS lebih besar dari M (NS > M).

2. Suku Bunga Suku bunga memberikan pengaruh yang besar pada investasi. Hal tersebut disebabkan karena tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan tingginya biaya investasi sehingga akan mempengaruhi tingkat pengembalian (return) dari investasi yang dilakukan. Sebaliknya, apabila suku bunga rendah maka biaya investasi akan turun sehingga keuntungan atau pengembalian investasi tersebut akan tinggi. Sukirno (2011) menyatakan hubungan suku bunga dengan investasi dalam grafik sebagai berikut:

Sumber: Sukirno, 2011 Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga Gambar 2.5 menunjukkan bahwa suku bunga sebesar r0 memiliki investasi yang bernilai Io.

Ketika suku bunga menurun menjadi r1 maka terjadi kenaikan nilai investasi sebesar I1.

Demikian juga apabila suku bunga lebih rendah yaitu sebesar r2 maka investasi semakin tinggi

menjadi I2. 3. Kemajuan Teknologi Penemuan teknologi baru dalam kegiatan produksi akan memicu inovasi pada pembelian barang modal dan bangunan/industri yang baru. Maka, semakin banyak inovasi yang dilakukan akan menyebabkan semakin tingginya tingkat investasi yang dicapai.

LAPORAN AKHIR 29

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2.3.3 Kelayakan Investasi

Kelayakan investasi merupakan suatu konsep yang dikembangkan dari konsep menajemen keuangan yang ditujukan untuk menemukan inovasi baru pada suatu perusahaan (Sofyan, 2003). Afandi (2015) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam studi kelayakan, yaitu: 1. Ruang lingkup proyek 2. Cara kegiatan melakukan kegiatan proyek 3. Evaluasi aspek-aspek keberhasilan proyek 4. Sarana yang diperlukan proyek 5. Hasil kegiatan proyek serta estimasi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil 6. Perhitungan dampak positif dan negatif dari proyek yang akan dilaksanakan 7. Memperhitungkan langkah-langkah awal untuk memulai proyek Kelayakan investasi dapat diukur dari berbagai kriteria, yang meliputi aspek non discounting yang terdiri dari break even point dan payback period serta aspek discounting yang terdiri dari net present value, benefit/cost ratio, daninternal rate of return. 1. Non Discounting Non discounting merupakan adalah “analisis kelayakan investasi yang tidak mempergunakan suku bunga compounding factor maupun discount factor. Compounding factor (bunga majemuk) digunakan untuk mencari nilai yang akan datang (F) dari nilai uang saat ini (P) jika diketahui besarnya bunga (i) dan lamanya periode investasi (n), sedangkan discount factor digunakan untuk menghitung jumlah uang saat ini (Firdaus; 2007:120).” Perhitungan non discounting meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Break Even Point (BEP) Titik impas adalah suatu keadaan perusahaan tidak mendapat keuntungan dan tidak menderita kerugian. Perhitungan titik impas dilakukan apabila telah disusun laba rugi pada suatu keadaan tertentu. BEP berarti bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk produksi dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Hubungan antar variabel di dalam kegiatan perusahaan seperti tingkat produksi, biaya dan pendapatan dapat diketahui dengan perhitungan Break Even Point. Penentuan Break Even Point didasarkan pada persamaan

LAPORAN AKHIR 30

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

penjualan dengan total biaya dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Anwar dan Asmawarn, 2013): BEP Harga Jual: R = FC + VC

P x Q = FC + VC P* = P* = AFC + AVC BEP Kuantitas: R = FC + VC P x Q = FC + VC P x Q = FC + AVC x Q P x Q – (AVC x Q) = FC Q(P - AVC) = FC Q* = Dimana: FC = Biaya tetap VC = Biaya variabel total P = Harga jual P* = Harga pada saat break even point AFC = Rata-rata biaya tetap AVC = Rata-rata biaya variabel Q = Kuantitas penjualan Q* = Kuantitas pada saat break even point Apabila: a) P*< Ppasar maka usaha menguntungkan. b) P*> Ppasar maka usaha mengalami kerugian. c) P* = Ppasar maka usaha tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. b. Payback Period (PP) Payback period digunakan untuk mengukur seberapa cepat modal (arus kas keluar/ investasi awal) dapat diterima kembali oleh perusahaan (kembali modal) (Mardiyanto, 2009: 205). Menurut Sofyan (2005) teknik payback period menentukan jangka waktu modal akan kembali jika alternatif aliran kas (cash flow) yang didapat dari usaha diusulkan kembali. 2. Rumus payback period sebagai berikut (Sofyan, 2002): 퐼푛𝑖푡𝑖푎푙 𝑖푛푣푒푠푡푚푒푛푡 Payback Period = 퐶푎푠ℎ 𝑖푛 푓푙표푤

3. Discounting Discounting merupakan analisis kelayakan investasi yang mempergunakan suku bunga compounding factor maupun discount factor. Compounding factor (bunga majemeuk) digunakan untuk mencari nilai yang akan datang (F) dari nilai uang saat ini (P) jika diketahui besarnya

LAPORAN AKHIR 31

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 bunga (i) dan lamanya periode investasi (n), sedangkan discount factor digunakan untuk menghitung jumlah uang saat ini (Firdaus; 2007:120). Kategori perhitungan discounting meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Net Present Value (NPV) Net Present Value digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas masuk yang akan diterima pada masa yang akan datang setelah dikurangi arus keluar atau investasi awal. Berikut adalah rumus NPV (Mardiyanto; 2009: 205),: Berikut adalah rumus NPV: n CFn NPV = ∑ − I (1 + k)n 0 i=1

Keterangan CF = arus kas masuk (cash inflow) I0 = arus kas keluar (cash outflow/initial investment/initial outlay) k = biaya modal (cost of capital) atau imbal hasil (rate ofreturn) n = umur proyek

b. Benefit Cost Ratio Benefit Cost Ratio atau B/C ratio disebut juga dengan istilah “profitability index”. Menurut Mardiyanto (2009: 205), Profitability Index (PI) adalah metode kelayakan investasi yang mengukur tingkat kelayakan investasi berdasarkan rasio antara nilai sekarang arus kas masuk total (TPV) dengan arus kas keluar. Rumus benefit cost ratio/profitability index (Mardiyanto, 2009) sebagai berikut:

∑n CFn t=1 (1+k)n PI = I0 Keterangan CF = arus kas masuk (cash inflow) I0 = arus kas keluar (cash outflow/initial investment/initial outlay) k = biaya modal (cost of capital) atau imbal hasil (rate ofreturn) n = umur proyek Kriteria Penilaian PI: Terima jika PI>1; tolak jika PI<1 (mutually exclusive) Terima jika PI>1; dan dana mencukupi (independent) LAPORAN AKHIR 32

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

c. Internal Rate of Return Menurut Sofyan (2002) Internal Rate of Return menggambarkan besarnya suku bunga tingkat pengembalian atas modal yang diinvestasikan. Kriteria investasi IRR harus lebih besar dari OCC (Opportunity Cost of Capital) agar rencana atau usulan investasi dapat layak dilaksanakan. Internal rate of return didefinisikan sebagai tingkat imbal hasil sedemikian rupa sehingga menyebabkan NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, untuk menghitung IRR, digunakan rumus NPV yang telah diubah, maka rumus IRR adalah sebagai berikut: sebagai berikut: 푛 퐶퐹푛 퐼 = ∑ 0 (1 + 푘)푛 𝑖=1

Berdasarkan rumus IRR diatas, k tidak dapat dihitung secara langsung. Nilai k dapat diperoleh dengan cara trial and error. Kriteria IRR yang dinilai layak adalah apabila nilainya lebih besar daripada biaya modal (Mardiyanto, 2009).

2.3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu ekonomi. Dinamika pertumbuhan ekonomi dikembangkan berdasarkan aliran teori pertumbuhan ekonomi Adam Smith, pertumbuhan ekonomi David Ricardo, teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar (Pendekatan Neo-Keynes), dan teori pertumbuhan ekonomi Solow-Swan (Pendekatan Neo-Klasik).

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Adam Smith Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776) mengemukakan proses pertumbuhan ekonomi secara sistematis dalam jangka panjang. Satu diantara proses pertumbuhan Adam Smith adalah Pertumbuhan Output Total. Menurut Smith ada 3 macam unsur pokok dari sistem produksi suatu negara, yaitu: b. Sumber daya alam yang tersedia (faktor produksi tanah), sumber daya alam menjadi wadah dan merupakan batas dalam pertumbuhan ekonomi. Jika sumber daya alam belum digunakan

LAPORAN AKHIR 33

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

secara optimal, maka pertumbuhan output masih bergantung kepada jumlah penduduk dan stok modal. Pertumbuhan output akan berhenti jika sumber daya alam telah digunakan secara penuh. c. Sumber daya insani (jumlah penduduk) berperan pasif dalam proses pertumbuhan output, yang berarti jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan tenaga kerja dari suatu masyarakat. d. Stok barang modal yang besar dapat meningkatkan produktivitas per kapita dengan melakukan spesialisasi dan pembagian kerja. Spesialisasi dapat meningkatkan keterampilan setiap pekerja dalam bidang tertentu dan pembagian kerja dapat mengurangi waktu yang hilang pada saat peralihan macam pekerjaan. Hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan output.

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi David Ricardo Menurut Ricardo laju pertumbuhan merupakan perpaduan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan output. Selain itu, jumlah faktor produksi tanah tidak bisa bertambah sehingga akhirnya menjadi faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat. Ricardo dalam bukunya yang berjudul The Principles of Political Economy and Taxation(1917) mengungkapkan bahwa akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada diatas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk melakukan investasi. Peranan akumulasi modal dan kemajuan teknologi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat memperlambat the law of deminishing returns. Hal tersebut berarti bahwa terdapat perlambatan penurunan tingkat hidup ke arah tingkat hidup minimal. Menurut Ricardo (dalam Arsyad, 1992) inti dari proses pertumbuhan ekonomi kapitalis adalah proses tarik menarik antara dua kekuatan dinamis yaitu the law of deminishing return dan kemajuan teknologi yang dimenangkan oleh the law of deminishing return.

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar (Pendekatan Neo-Keynes) Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis) sedangkan Harrod – Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis).

LAPORAN AKHIR 34

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat agar pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dapat bertahan secara jangka panjang. Teori Harrod-Domar memiliki beberapa asumsi sebagai berikut (Arsyad, 1999): a. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh. b. Perekonomian yang terdiri dari dua sektor yakni rumah tangga dan sektor perusahaan. c. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol. d. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (capital-outputratio = COR) dan rasio pertambahan modal- output (incremental capital- outputratio = ICOR). Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod–Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut: g = K = n

Dimana: g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = rasio modal output).

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan (Pendekatan Neo-Klasik) Inti dari teori ini adalah pengembangan dari formulasi Harrod–Domar dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta variabel independen ketiga, yakni teknologi, ke dalam persamaan pertumbuhan (growth equation). Model Pertumbuhan Neo- Klasik dari Solow memberikan analisis tentang keterkaitan antara akumulasi modal, pertumbuhan populasi penduduk, dan perkembangan teknologi serta pengaruh ketiganya

LAPORAN AKHIR 35

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 terhadap tingkat produksi output. Fungsi produksi yang dikemukakan oleh Solow sebagai berikut: Y = f (K,L) Keterangan Y = Jumlah output yang dihasilkan f = Fungsi K = Modal atau Capital L = Tenaga kerja

Fungsi di atas menjelaskan bahwa output bergantung pada modal dan tenaga kerja. Jika ingin menyatakan variabel fungsi produksi dalam per tenaga kerja maka fungsi produksi menjadi sebagai berikut: Y = f (K) Jumlah output per tenaga kerja adalah fungsi dari jumlah modal per tenaga kerja. Dalam model pertumbuhan neo-klasik dari Solow, akumulasi modal merupakan faktor terpenting yang berkontribusi kedalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan produktivitas ditunjukan dengan peningkatan modal per tenaga kerja atau disimbolkan Y (Fagerberg,1994).

5. Teori Basis Ekspor Richardson Teori ini membagi kegiatan produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas: pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan atau non-basis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non-basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung pada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan. Perbedaan pandangan antara Richardson dan Tiebout dalam teori basis adalah Tiebout melihatnya dari sisi produksi sedangkan Richardson melihatnya dari sisi pengeluaran. Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri (Tarigan, 2007) yakni: 1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi; 2. Ada efek pengganda (multiplier effect);

LAPORAN AKHIR 36

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Adanya konsentrasi geografis; 4. Bersifat mendorong wilayah belakangnya. Beberapa hal yang dapat dicapai melalui konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru (Samsudin dalam Danastri, 2011) antara lain: a. Pendapatan daerah secara keseluruhan akan meningkat dan merata seperti yang dikatakan Richardson bahwa pendapatan di daerah pertumbuhan akan mencapai maksimal apabila pembangunan dipusatkan di pusat-pusat pertumbuhan daripada pembangunan itu dipencar- pencar secara terpisah di seluruh daerah. b. Penyediaan prasarana dan perumahan lebih mudah dan murah apabila dipusatkan pada titik- titik pertumbuhan daripada terpencar. c. Yang terpenting adalah titik pertumbuhan baru dapat menampung tenaga kerja sehingga persoalan pengangguran di pusat utama maupun daerah sekitarnya dapat ditanggulangi. d. Titik-titik pertumbuhan dapat berfungsi sebagai pembendung arus pendatang ke pusat utama karena umumnya pendorong arus migrasi adalah rendahnya tingkat kehidupan. Dengan demikian arus migrasi ke pusat utama dapat dibendung di titik ini. e. Konsentrasi penduduk tidak terjadi pada pusat utama saja sehingga beban kota utama dalam penyediaan fasilitas dan lapangan kerja dapat dikurangi. Dalam pengembangan daerah melalui pusat-pusat pertumbuhan, kegiatan akan disebar ke beberapa pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan hierarki dan fungsinya. Pada skala regional dikenal tiga orde sebagaimana dinyatakan Friedman (dalam Danasatri, 2011): 1. Pusat pertumbuhan primer (utama). Pusat pertumbuhan primer atau pusat utama orde satu ialah pusat utama dari keseluruhan daerah, pusat ini dapat merangsang pusat pertumbuhan lain yang lebih bawah tingkatannya. Bisanya pusat pertumbuhan orde satu ini dihubungkan dengan tempat pemusatan penduduk terbesar, kelengkapan fasilitas dan potensi aksesbilitas terbaik, mempunyai daerah belakang terluas serta lebih multi fungsi dibandingkan dengan pusat-pusat lainnya. 2. Pusat pertumbuhan sekunder (kedua). Pusat pertumbuhan sekunder ini adalah pusat dari sub daerah, seringkali pusat ini diciptakan untuk mengembangkan sub-daerah yang jauh dari

LAPORAN AKHIR 37

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

pusat utamanya. Perambatan perkembangan yang tidak terjangkau oleh pusat utamanya dapat dikembangkan oleh pusat pertumbuhan sekunder ini. 3. Pusat pertumbuhan tersier (ketiga). Pusat pertumbuhan tersier ini merupakan titik pertumbuhan bagi daerah pengaruhnya. Fungsi pusat tersier ini ialah menumbuhkan dan memelihara kedinamisan terhadap daerah pengaruh yang dipengaruhinya.

2.3.5 Pola Penggunaan Lahan dan Struktur Ruang dalam Pengembangan Wilayah Di dalam pembangunan ekonomi, perencanaan wilayah sangat perlu untuk menetapkan suatu tempat pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota atau bukan. Hal ini karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga kebutuhan fasilitasnya pun berbeda. Pada dasarnya untuk melihat apakah daerah itu sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan yang tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan. Dalam pola penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah ada beberapa teori yang mendasarinya seperti yang dikemukakan berikut ini (Rustiadi, 2009), yaitu: 1. Pola penggunaan lahan von Thunen. Von Thunen menggambarkan suatu kecenderungan pola ruang dengan bentuk wilayah yang melingkar seputar kota. Von Thunen memberi gambaran pola penggunaan lahan yang didasarkan pada “economic rent”, dimana setiap penggunaan lahan akan menghasilkan hasil bersih per unit areal yang berbeda-beda, sehingga modelnya disusun berupa seri zona-zona konsentrik.

Sumber: Rustiadi, 2009 Gambar 2. 6 Penggunaan Lahan Model Von Thunen

Gambar penggunaan lahan model Von Thunen dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama setengah lingkaran sebelah kiri, merupakan zona-zona konsentris yang LAPORAN AKHIR 38

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

memenuhi asumsi-asumsi ideal, sedangkan gambar bagian kedua setengah lingkaran sebelah kanan merupakan zona-zona nyata dimana terdapat sungai yang memotong lahan pertanian dan terdapat sebuah kota kecil (subcenter) yang memiliki wilayahnya sendiri. 2. Model Burges (1925) adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam mengelompokan aktivitas-aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang berturut- turut dalam kawasan dari pusat ke arah hinterland. Hipotesis Burges menyatakan bahwa zona-zona penggunaan lahan akan menjaga keteraturan, tetapi karena kota tumbuh dan berkembang maka setiap zona harus menyebar dan berkembang keluar, menggeser zona berikutnya dan menciptakan zona transisi penggunaan tanah.

Sumber: Rustiadi, 2009 Gambar 2. 7 Model Penggunaan Lahan Burges

3. Teori pusat lipat ganda (Multiple Nucleiconcept) menurut Harris (Harvey dalam Rustiadi, 2009) adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam mengelompokan aktivitas-aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang berturut-turut dalam kawasan kota, dengan pola yang ditunjukan dalam Gambar 2.8.

LAPORAN AKHIR 39

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Rustiadi, 2009 Gambar 2. 8 Model Teori Pusat Lipat Ganda (Multiple Nucleiconcept)

Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui upaya penataan ruang. Penataan ruang merupakan proses untuk mewujudkan tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal instrument) untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah. Chapin (1995) mengemukakan ada dua hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan perubahan penggunaan lahan yaitu adanya perkembangan penduduk dan perekonomian serta pengaruh sistem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan. Rencana pola ruang merupakan elemen penting dalam rencana tata ruang wilayah kota, dimana didalamnya ditunjukkan alokasi ruang bagi berbagai kegiatan perkotaan. Rencana pola ruang ini dirumuskan sesuai dengan hasil analisis serta dengan mempertimbangkan arahan kebijakan dari stakeholders Kota. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

LAPORAN AKHIR 40

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Perencanaan struktur ruang menggambarkan mengenai hubungan keterkaitan (linkage) antara aspek-aspek aktivitas pemanfaatan ruang (Rustiadi, 2009). Dimana diarahkan untuk menentukan hirarki dan fungsi pusat-pusat permukiman serta sistem jaringan prasarana dan sarana, sehingga dapat menciptakan tingkat perkembangan fisik, ekonomi dan sosial yang diinginkan selama kurun waktu perencanaan. Suatu kota pada dasarnya terbentuk dari pusat- pusat kegiatan yang membentuk hirarki dan pola keterkaitan satu dengan lainnya. Karena itu rencana sistem pusat kegiatan dirumuskan dengan menentukan hierarki serta fungsi setiap pusat kegiatan berdasarkan pertimbangan tertentu Menurut Rustiadi (2009) ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya arti dari perencanaan dan penataan struktur ruang, yaitu: 1. Yang optimal bagi suatu individu tidak selalu optimal bagi masyarakat, karena itu perencanaan tata ruang dianggap perlu. 2. Salah satu faktor dari ruang yaitu atmosfer merupakan suatu sumber daya yang bersifat public goods. 3. Ruang merupakan komponen ekosistem dimana fungsi-fungsi ekologis dari ruang dalam suatu ekosistem mempengaruhi kesinambungan dan kontinuitas dari suatu sistem.

2.4 Pembangunan Pariwisata Pariwisata diyakini menjadi industri terbesar dan yang paling cepat pertumbuhannya di dunia (Esmailzade, 2013, Matiza and Olabanji, 2014, Sugiama, 2014b). Pada umumnya di negara- negara sedang berkembang, industri pariwisata menjadi upaya penting dan sangat strategis untuk mendorong perekonomiannya sebagaimana di Indonesia (Lietaer and Stephen, 2003., Matiza and Olabanji, 2014., Mir, 2014., Sugiama, 2014a, Sugiama, 2014b). Karena itulah, industri pariwisata menjadi isu populer di berbagai negara sebagai penggerak perekonomian (Esmailzade, 2013., Lietaer and Meulenaere, 2003, Ivolga and Vasily, 2013., Mir, 2014). Setiap pengembangan kepariwisataan memerlukan penyediaan empat (4) komponen kepariwisataan yang perlu di elaborasi yakni 4A: Attraction, Accessibility, Amenities, and Ancillary (Cooper, 2000., Sugiama, 2014a., Sugiama, 2013., Sugiama, 2014c). Pengelolaan seluruh komponen tersebut perlu dukungan oleh berbagai pihak (stakeholders) yang di dalamnya terutama: masyarakat setempat, pemerintah, pengelola desa wisata, dan perguruan tinggi

LAPORAN AKHIR 41

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 sebagaimana dikenal dalam model triple helix (Sugiama, 2014). Perkembangan kolaborasi antar pihak dalam sebuah stakeholders terus meningkat dan kini dikenal Penta Helix Model. Berdasarkan Penta Helix Model pihak yang mendukung pengembangan desa wisata: pengelola desa wisata, publik, bisnis, akademi, dan masyarakat sosial setempat (adaptasi dari Boras, 2013., Calzada dan Bjork, 2013., Nano-technology, 2012., Noorul, 2014). Berkenaan dengan upaya integrasi para pemangku kepentingan dan pihak yang berkolaborasi dalam pengembangan serta pemasaran desa wisata dirancang model sebagaimana Pentahelix Model yang dicerminkan Gambar 2.9.

Sumber: Sugiama, 2016 Gambar 2. 9 Model Penta Helix Desawisata

Pada dasarnya integrasi pengembangan dan pemasaran pariwisata perlu dibangun dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Peran serta dalam berkolaborasi perlu dirancang agar masing-masing berkontribusi bagi kepariwisataan. Masing-masing pihak menjadi pilar kokoh untuk membangun kepariwisataan, baik untuk skala kawasan wisata (KW), Satuan Kawasan Wisata (SKW), maupun Destinasi Tujuan Wisata (DTW). Keterlibatan masing- masing stakeholder sebagaimana dicerminkan Gambar 2.10.

LAPORAN AKHIR 42

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Adaptasi dari Yahya, 2015., Sugiama, 2016 Gambar 2. 10 Kolaborasi Pilar Utama Pengembangan Destinasi Wisata Berkelanjutan berbasis Pentahelix Model

Pengembangan pariwisata dapat dibangun di berbagai tempat, baik di perkotaan maupun di kawasan pedesaan. Pengembangan kawasan wisata pedesaan yang disebut desa wisata untuk membangun ekonomi masyarakat setempat sangat penting dibangun, karena sangat besar manfaatnya terutama bagi kehidupan masyarakat setempat (Guo and others, 2014., Mutana, 2013., Sugiama, 2013). Desa wisata dapat berkontribusi positif bagi pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan distribusi barang, menekan serendah mungkin tingkat urbanisasi, dan mengurangi tingkat kemiskinan (Esmailzade, 2013., Mir, 2014). Di sisi lain desa wisata juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan konservasi alam dan budaya masyarakat setempat (Lietaer and Meulenaere, 2003, Ivolga and Vasily, 2013., Sugiama, 2009).

2.4.1 Kunjungan Wisatawan dan Pengaruhnya pada Pendapatan Masyarakat Pengembangan destinasi wisata berkelanjutan, termasuk pengembangan sebuah desa wisata yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung, adalah pengembangan kepariwisataan yang dirancang sesuai prinsip ecotourism dan berkelanjutan, sehingga akan berdampak positif pada kehidupan masyarakat setempat di antaranya pada pengurangan pengangguran (Adamowicz, 2010., Guo and others, 2014., Sugiama, 2009., Sugiama, 2014c Sugiama, 2014a). Setiap desa wisata yang telah dikembangkan perlu dijaga keberlanjutannya, agar dampak positif tersebut juga berkelanjutan, untuk itulah penting diterapkan prinsip dan

LAPORAN AKHIR 43

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 konsep konservasi alam dan budaya sesuai prinsip ecotourism atau pariwisata berwawasan ekologi (Dorobantu et al., 2012., Sugiama, 2014c). Studi menujukkan bahwa, khususnya di pedesaan tidak semua tempat wisata di kawasan pedesaan dapat dikembangkan sebagai desa wisata yang dapat meningkatkan kunjungan dan pendapatan masyarakat setempat, sebagaimana hasil studi Sugiama di Kawasan pantai Selatan Cipatujah (2014c), dan hasil studi Boscovic et al. (2013). Beberapa tempat wisata di kawasan pedesaan yang dikembangkan tidak berbasis pada labor intensive yang berasal dari desa setempat, namun mengutamakan capital intensive yang berasal dari para investor. Pengembangan desa wisata yang ideal bagi kesejahteraan masyarakat setempat adalah yang berbasis pada potensi aset kepariwisataan setempat. Untuk itu, perlu rangkaian tahapan yang perlu di elaborasi, mulai dari menggali potensi hingga pengendalian dampak kepariwisataan tersebut (Boskovic et al., 2013., Sugiama, 2014a).

Pengembangan Kepuasan Aset destinasi wisatawan wisata Jumlah Pendapatan (Atraksi, Kunjungan Penduduk aksesibilitas, Wisatawan setempat ameniti, Loyalitas ansilari) wisatawan

Daya dukung: Pengelola, Pemerintah, Publik, Pebisnis, & Masyarakat setempat (Penta Helix)

Sumber: Sugiama,2016

Gambar 2. 11 Model Hipotetik Upaya Strategis Integrasi Pengembangan dan Pemasaran Aset Destinasi Wisata untuk meningkatkan Jumlah Kunjungan dan Pendapatan Masyarakat Setempat

2.5 Pembangunan Agrobisnis dan Agroindustri Soekartawi (2001) meyatakan bahwa agrobisnis merupakan suatu kegiatan yang utuh dan memiliki ikatan dengan kegiatan lainnya, mulai dari proses produksi, pengolahan, hasil, pemasaran dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan pertanian. Pertanian dalam artian yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang dan ditunjang oleh kegiatan pertanian

LAPORAN AKHIR 44

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

(Soekartawi, 2005). Agrobisnis merupakan sistem yang meliputi beberapa subsistem. Hubungan dan keterkaitan antar subsistem agrobisnis tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Subsistem Subsistem Subsistem Subsistem

Agrobisnis Usaha tani Pengolahan Pemasaran Hulu aspek • Industri • Usaha • Distribusi • Industri makanan tanaman • Promosi perbenihan/ • Industri pangan dan • Informasi pasar pembibitan minuman holtikultura • Kebijakan tanaman • Industri rokok • Usaha perdagangan • Industri • Industri perkebunan • Struktur pasar agrikimia barang serat • Usaha • Analisis aspek • Agrootomotif alam peternakan legal (al. mesin • Analisis • Industri perontok aspek biofarma padi, mesin keuangan • Industri pengering, agrowisata mesin dan estetika penggiling)

Subsistem Jasa dan Penunjang • Perkreditan dan asuransi • Penelitian dan pengembangan • Pendidikan dan penyuluhan

• Transportasi dan pergudangan

Sumber: Badan Agrobisnis , 1995 Gambar 2. 12 Sistem Agrobisnis

Kegiatan agrobisnis akan menciptakan hubungan antara manusia dengan lingkungan. Hubungan tersebut merupakan upaya memanfaatkan dan menata lingkungan sesuai dengan kegunaan yang diinginkan. Siagian (2003) menyatakan bahwa maksud dari memanfaatkan meliputi memberi pupuk, irigasi dan perlindungan lahan. Menata memiliki arti sebagai kegiatan menanam pada musim hujan, memanen dalam musim kering atau menanam perennial crops pada tanah miring/lereng dan sebagainya.

LAPORAN AKHIR 45

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Agrobisnis adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (subsistem agrobisnis hulu), subsistem usaha tani atau pertanian primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran serta subsistem jasa dan penunjang (Badan Agrobisnis , 1995). Subsistem agrobisnis hulu (upstream agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industri dan perdagangan agrokimia (pupuk, pestisida, dll), industri agrootomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih/bibit. Subsistem usaha tani (on-farm agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agrobisnis hulu untuk menghasilkan produk pertanian primer. Subsistem usaha tani meliputi usaha tanaman pangan, usaha tanaman hortikultura, usaha perkebunan, dan usaha peternakan. Subsistem agrobisnis pengolahan adalah ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agrobisnis pengolahan meliputi industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat alam (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, industri biofarma dan industri agrowisata serta estetika. Subsistem pemasaran meliputi distribusi, promosi, informasi pasar, kebijakan perdagangan dan struktur pasar. Disamping keempat subsistem tersebut, diperlukan subsistem kelima sebagai bagian dari pembangunan sistem agrobisnis . Subsistem jasa dan penunjang adalah seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agrobisnis , yang meliputi perkreditan dan asuransi, penelitian dan pengembangan pendidikan dan penyuluhan, serta transportasi dan pergudangan.

Hasyim dan Zakaria (1995) mengemukakan, agroindustri merupakan suatu kegiatan atau usaha untuk mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman atau hewan melalui proses transformasi dengan menggunakan perlakuan fisik, kimia, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Ciri penting agroindustri adalah kegiatannya tidak tergantung musim, membutuhkan manajemen usaha yang modern, pencapaian skala usaha yang optimal dan efisien, serta mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi. Pengolahan agroindustri memiliki tujuan agar produk mudah diangkut, diterima konsumen dan tahan lama (Udayana, 2011).

LAPORAN AKHIR 46

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Agroindustri memiliki kelebihan karakteristik jika dibandingkan dengan industri lain, antara lain (Udayana, 2011): 1. Memiliki keterkaitan yang kuat dengan industri hulu maupun industri hilir 2. Sumber daya alam yang digunakan adalah yang dapat diperbaharui 3. Memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif pada pasar domestik maupun internasional 4. Daya tampung tenaga kerja memiliki jumlah yang besar 5. Produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup elastis sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdampak semakin luasnya pasar khususnya pasar domestik

Secara garis besar agrobisnis digolongkan menjadi empat bagian yang meliputi (Udayana, 2011): 1. Agroindustri pengolahan hasil pertanian 2. Agroindustri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian 3. Agroindustri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain) 4. Agroindustri jasa sektor pertanian(supporting services) Pendapatan dalam agroindustri satu diantaranya adalah penerimaan dari hasil usaha tani. Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi fisik dengan harga jual atau harga produksi (Soekartawi, 1986). Penerimaan tunai usaha tani dapat diartikan sebagai sejumlah uang yang diterima dari penjualan produk usaha tani. Pengeluaran usaha tani dapat diartikan sebagai sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usaha tani. Tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha yang akan datang melalui pembuatan perencanaan usaha tani. Pendapatan usaha tani adalah selisih penerimaan dengan semua biaya produksi, dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1986): = TR – TC = Y. PY – (X . Px ) – BTT Keterangan = Keuntungan (pendapatan) TR = Total penerimaan TC = Total biaya Y = Produksi Py = Harga satuan produksi X = Faktor produksi Px = Harga faktor produksi

LAPORAN AKHIR 47

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BTT = Biaya tetap total

Kriteria pengambilan keputusan: 1.Jika R/C < 1 , maka usaha tani yang dilakukan belum menguntungkan 2.Jika R/C >1 , maka usaha tani yang dilakukan menguntungkan 3.Jika R/C = 1 , maka usaha tani yang dilakukan berada pada titik impas

2.6 Pembangunan Industri Kelautan Makna dari pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 1983:3). Maritim bukan hanya mencakup perikanan dan kelautan, akan tetapi maritim adalah segala kegiatan yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kelautan atau kemaritiman (Alexander,1998). Contoh industri maritim meliputi manufaktur dan pemeliharaan kapal, teknologi perkapalan, kegiatan ekspor dan impor, jasa pelabuhan dan angkutan, pariwisata pantai, dan budidaya perikanan (Bergheim dkk, 2015). Industri maritim meliputi industri perkapalan, industri jasa pelabuhan, industri pelayaran dilakukan guna mengelola sumber daya kelautan dan sumber daya alam lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Didit, 2015). Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi pembangunan meliputi (Kusumastanto, 2003): 1. Sumber daya yang dapat diperbaharui seperti: perikanan (tangkap, budidaya, dan pascapanen), hutan mangrove, terumbu karang, industri bioteknologi kelautan dan pulau- pulau kecil. 2. Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti: minyak bumi dan gas, bahan tambang dan mineral lainnya serta harta karun. 3. Energi kelautan seperti: pasang-surut, gelombang, angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). 4. Jasa-jasa lingkungan seperti: pariwisata, perhubungan dan pelabuhan serta penampung (penetralisir) limbah.

LAPORAN AKHIR 48

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2.6.1 Isu Strategis Pembangunan Kelautan Kusumastanto (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa isu strategis dalam pembangunan sumber daya kelautan nasional yang meliputi:

1. Diversifikasi Sumber daya Pertambangan Potensi eksplorasi sumber daya pertambangan memerlukan tindak lanjut, karena merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui sehingga suatu saat akan habis. Di era otonomi daerah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya pertambangan harus memberikan manfaat kepada masyarakat lokal guna menghindari terjadinya konflik. Selain itu, peningkatan eksploitasi dan eksplorasi sumber daya pertambangan sedapat mungkin meminimalkan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan serta mempertimbangkan koeksistensi sumber daya lainnya terutama sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable).

2. Pembangunan Perikanan Lemahnya akurasi data statistik perikanan menjadi satu diantara persoalan ayang paling mendasar dalam pembangunan perikanan. Kebijakan pengembangan perikanan akan dapat didukung oleh data-data yang akurat. Kebijakan memperbolehkan kapal asing menangkap ikan pada ZEE mengandung berbagai kelemahan. Berdasarkan perspektif rente ekonomi (economic rent) kebijakan tersebut memberikan keuntungan pada pengusaha nasional dan asing. Nilai manfaat bersih dari pemanfaatan sumber daya perikanan setelah seluruh komponen biaya yang diperhitungkan dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Sumber: PKSPL-IPB, 2000 Gambar 2. 13 Rente Ekonomi Sumber daya

LAPORAN AKHIR 49

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Aksis horizontal menggambarkan tingkat upaya sedangkan aksis vertikal menggambarkan nilai moneter dari harga dan biaya. Kurva AR adalah kurva permintaan yang ditunjukkan dengan kurva penerimaan rata-rata, sedangkan kurva MR digambarkan marjinal terhadap AR. Dengan asumsi fungsi biaya yang linier terhadap effort, maka kurva C menggambarkan biaya rata-rata dan biaya marjinal. Kebijakan tersebut tidak dapat memberikan multiplier effect terhadap masyarakat.

3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Pembangunan usaha perikanan masyarakat pesisir memiliki persoalan mikro dan makro. Permasalahan mikro meliputi persoalan internal masyarakat nelayan dan petani ikan menyangkut aspek sosial budaya seperti pendidikan, mentalitas, dan sebagainya. Hal tersebut mempengaruhi sifat dan karakteristik masyarakat nelayan dan petani ikan. Permasalahan makro yaitu persoalan sosial menyangkut ketergantungan sosial (patron client). Karakter sebagian besar masyarakat pesisir tergantung pada faktor-faktor berikut: a. Kehidupan masyarakat nelayan dan petani ikan menjadi sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan rentan pada kerusakan khususnya pencemaran atau degradasi kualitas lingkungan. b. Kehidupan masyarakat nelayan sangat tergantung pada musim. c. Ketergantungan kepada pasar. Hal ini disebabkan komoditas yang dihasilkan harus segera dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau membusuk sebelum laku dijual. Karakteristik ini mempunyai implikasi yang sangat penting yaitu masyarakat nelayan sangat peka terhadap fluktuasi harga. Perubahan harga sekecil apapun sangat mempengaruhi kondisi sosial masyarakat nelayan.

4. Armada Angkutan Laut Ekspor dan impor produk memerlukan transportasi yang prima. Namun, terdapat beragam keterbatasan pada sektor armada angkutan laut yang meliputi terbatasnya armada kapal yang andal, lemahnya dukungan lembaga keuangan, kemampuan manajemen dalam persaingan internasional, sehingga armada angkutan laut seperti menjadi tamu di negeri sendiri karena aktivitas transportasi lebih banyak ditangani perusahaan asing.

LAPORAN AKHIR 50

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5. Pelabuhan Umum dan Perikanan Pembangunan kelautan berpusat pada keberadaan pelabuhan sebagai pusat aktivitas perekonomian kelautan. Pengembangan pelabuhan umum dan perikanan memiliki keterbatasan dalam fasilitas, rendahnya teknologi, kualitas pelayanan yang rendah serta biaya yang mahal maupun kesalahan dalam perencanaan. Kinerja pengelolaan pelabuhan harus dapat ditingkatkan dan biaya pengelolaan harus dapat ditekan agar dapat mencapai tingkat efisiensi nasional dan bisnis.

6. Pengembangan Industri Maritim Industri maritim meliputi industri galangan kapal dan jasa perbaikan (docking), industri mesin kapal dan perlengkapannya, industri pengolahan minyak dan gas bumi sangat menentukan kemampuan nasional dalam memanfaatkan potensi laut. Permasalahan pada pengembangan industri maritim disebabkan oleh tingginya nilai investasi yang harus ditanamkan, masih terbatasnya kemampuan teknologi, dan kualitas sumber daya manusia yang andal sehingga produk industri maritim kita secara umum tidak bisa menyaingi produk impor. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang komprehensif dalam mengembangkan industri maritim

7 . Bangunan Kelautan Pesisir dan laut memiliki ekosistem dan fisik yang berbeda dengan daratan sehingga pembangunan konstruksi di pesisir dan laut memerlukan kemampuan rekayasa yang sesuai dengan kondisi alam (Design with the Nature).

8. Jasa Kelautan Jasa kelautan meliputi segala jenis kegiatan yang bersifat menunjang dan mempelancar kegiatan sektor kelautan seperti jasa pelayan pelabuhan, keselamatan pelayaran, perdagangan, pengembangan sumberdaya kelautan seperti pendidikan, pelatihan dan penelitian. Karakteristik bisnis jasa kelautan memerlukan kualifikasi sumber daya manusia yang prima, dukungan sarana informasi, komunikasi dan dukungan teknologi maju. 2.7 Landasan Normatif Kajian ini disusun dengan memperhatikan landasan normatif yang berlaku. Adapun landasan normatif yang diacu untuk kajian ini sebagai berikut.

LAPORAN AKHIR 51

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

LAPORAN AKHIR 52

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 15. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014; 16. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2013; 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 9 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 46); 19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 11 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 47); 20. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 6 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 64); 21. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Kesehatan; 22. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029;

LAPORAN AKHIR 53

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

23. Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025; 24. Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013; 25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2010 tentang Pengembangan Wilayah Jawa Barat Bagian Selatan Tahun 2010-2029; 26. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 79 Seri E). Keseluruhan sumber aturan di atas menjadi dasar dalam analisis khususnya berkenaan dengan rencana kebutuhan investasi di daerah, sehingga dalam tahap akhir diperoleh penyimpulan mengenai Pusat Pertumbuhan di Pangandaran Raya.

---agisu---

LAPORAN AKHIR 54

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 3 METODE PENYELESAIAN PEKERJAAN

3.1 Metode dan Teknik Pelaksanaan Pekerjaan Sebagaimana dinyatakan dalam KAK Pekerjaan ini bahwa, Kegiatan “PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” dilaksanakan melalui: 1. Metode Pelaksanaan Penyusunan dokumen kebutuhan investasi Pangandaran Raya dilakukan secara swakelola dengan Narasumber dari Lembaga/ Institusi yang berkompeten dalam bidangnya. 2. Tahapan Kegiatan - Rapat persiapan - Survey lokasi Kawasan Pangandaran Raya - Penyusunan Draft Awal - Focus Group Discussion (FGD) - Pembahasan Draft Awal - Penyusunan Draft Akhir - Pembahasan Draft Akhir - Finalisasi, dan - Diseminasi Berkenaan dengan hal tersebut di atas, berikut ini disajikan secara rinci mengeni metode dan teknik pelaksanaan pekerjaan. Metode yang diterapkan dalam melaksanakan dan menuntaskan pekerjaan ini adalah metode deskriptif eksplanatori. Berdasarkan metode tersebut, data dikumpulkan untuk kemudian dipaparkan dan dianalisis berdasarkan kondisi pada saat pengumpulan data dilakukan, dan pada tahap akhir disimpulkan (Sugiama, 2008). Penelitian lapangan dilakukan pada masa selama 2 bulan. Khususnya untuk data primer dari lapangan, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi di Pangandaran Raya. Adapun data sekunder diperoleh dari kumpulan dokumen mengenai perekonomian, investasi, dan kebutuhan investasi yang ada di Pangandaran Raya, dan dokumen di BAPPEDA Pemprov Jabar.

LAPORAN AKHIR 55

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pekerjaan ini juga memerlukan dasar aturan yang berlaku yakni aturan untuk analisis perencanaan pengembangan investasi yang dapat dijadikan Pusat Pertumbuhan Wilayah. 3.2 Operasionalisasi Pengukuran Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Variabel dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kekuatan Interaksi pusat pertumbuhan: daya tarik antar kabupaten di wilayah Pangandaran Raya. 2. Ketersediaan Fasilitas: kelengkapan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat, dari mulai sarana kesehatan, sarana pendidikan, dan pendukung kegiatan ekonomi. 3. Potensi ekonomi: sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan potensi yang dimiliki 3.3 Prosedur Teknis Operasional Prosedur teknis pekerjaan secara operasional dalam lingkup pekerjaan dinyatakan dalam Kerangka Acuan Kerja, dan disesuaikan dengan lingkup pekerjaan sebagaimana dirinci dalam KAK: “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.” Berkenaan dengan hal tersebut, berikut ini disajikan runtutan proses teknis operasional pekerjaan dimaksud sebagaimana dicerminkan gambar Alur Pekerjaan yang mencakup Lingkup Pekerjaan dan Output berdasarkan KAK. Adapun proses umum dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Identifikasi Peraturan perundangan yang terkait dengan “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan. Pada rangkaian kegiatan ini perlu dilakukan pengidentifikasian berbagai aturan yang berkenaan dengan “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan” sebuah wilayah. Pada kegiatan awal tersebut diperoleh landasan normatif yang absolut diacu dalam upaya “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan di Pangandaran Raya.”

LAPORAN AKHIR 56

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Lingkup Pekerjaan 1. Identifikasi aturan terkait “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.” 2. Studi komparatif (desk study & field study) pelaksanaan “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan” di daerah lain, dan melakukan testimony books; 3. Mengkaji empirik potensi beberapa alternatif pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya yang mencakup potensi untuk mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan terpadu yang meliputi: a. agrobisnis , b. agroindustri, c. industrikelautan dan d. pariwisata terpadu 4. Finalisasi penetapan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.

Output/luaran Pekerjaan Buku besar hasil kajian Strategi Investasi dalam Pengembangan Rencana Rencana Kebutuhan Pangandaran Raya Pembangunan Investasi Pangandaran Raya Pangandaran Raya

Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya: • Pusat pertumbuhan primer • Pusat pertumbuhan sekunder • Pusat pertumbuhan tersier

1. Sektor 2. Sektor Kelautan 4.Sektor 3. Sektor Agrobisnis Pariwisata dan Perikanan Agroindustri terpadu

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 3. 1 Alur Pekerjaan dan Lingkup Pekerjaan serta Output berdasarkan KAK

2. Studi komparatif dalam bentuk desk study terhadap Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan” di daerah lain; dan melakukan testimony books;. Desk study ini dimaksudkan untuk memperoleh berbagai data sekunder, dan informasi berkenaan dengan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.

LAPORAN AKHIR 57

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Pengkajian empirik potensi beberapa alternatif pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya yang mencakup potensi untuk mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan terpadu yang meliputi: a. agrobisnis, b. agroindustri, c. industrikelautan dan d. pariwisata terpadu 4. Finalisasi penetapan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.

3.4 Langkah Teknis Pemecahan Masalah

Kajian ini dilatarbelakangi oleh central issue: Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru (DOB), namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang berperan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat (Jabar) Pangandaran berpotensi sangat besar dijadikan satu di antara pusat pertumbuhan di Jawa Barat, dan dapat merangsang pertumbuhan daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada, Pemerintah Jabar mengambil langkah dan inisiatif untuk membangun dan mengembangkan Kabupaten Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran dapat dijadikan pusat pertumbuhan. Karena itulah perlu dikaji mengenai “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.” Berdasarkan central issue dan judul di atas, kajian ini difokuskan untuk mendapatkan gambaran empirik mengenai potensi untuk mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan yakni di Pangandaran Raya sebagai Pusat Pertumbuhan dan menjadikannya kawasan terpadu yang meliputi: 1. agrobisnis , 2. agroindustri, 3. kelautan dan perikanan 4. pariwisata terpadu Fokus kajian diarahkan pada 4 sektor di atas, dan untuk itu diperlukan data primer serta data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik triangulasi. Disamping mengumpulkan data, teknik ini sekaligus menguji kredibilitas data dari berbagai teknik LAPORAN AKHIR 58

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 pengumpulan data dan berbagai sumber data. Teknik pengumpulan data melalui triangulasi meliputi observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak yang secara teknis sebagai berikut: 1. Observasi Observasi ditujukan untuk memperoleh gambaran empirik di lapangan mengenai kondisi pertumbuhan terkini, dan potensi pertumbuhan yang dapat dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya. 2. Wawancara Wawancara dilakukan melalui face-to-face (tatap muka) dengan para pelaku (stake holders) ekonomi masyarakat di Pangandaran Raya. Para pemangku kepentingan yang diwawancarai terutama pihak pemerintah, pengusaha, investor, dan masyarakat umum sebagai local communities. 3. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa data internal terutama dari Pemprov Jabar dan Pemkab Pangandaran. Selain itu, studi dokumentasi diperoleh dengan cara membaca buku atau jurnal ilmiah berkenaan dengan analisis Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan. 4. FGD atau Focus Group Discussion adalah kegiatan untuk mencari solusi dalam Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan di Pangandaran Raya. Proses teknis kajian dalam pekerjaan ini mencakup empat (4) sektor yang selanjutnya dijabarkan ke dalam sejumlah laten untuk kemudian dielaborasi. Adapun keempat sektor dimaksud: 1. agrobisnis , 2. agroindustri, 3. kelautan dan perikanan 4. pariwisata terpadu

Proses penjabaran yang bermula dari masing-masing sektor hingga butir pertanyaan dicerminkan sebagaimana dalam tabel operasionalisasi dan pemetaan alat ukur di bawah ini.

LAPORAN AKHIR 59

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 3. 1 Tabel Operasional dan Pemetaan Alat Ukur

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional

1. PUSAT PERTUMBUHAN AGROBISNIS Gambaran “kondisi 1. Kondisi agrobisnis 1.1 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Bisnis/usaha pertanian apa sajakah terkini dan potensi masa sekarang di saat ini yang dilaksanakan oleh masyarakat agrobisnis ” sebagai Pangandaran Raya 1.2 Jumlah usaha dalam saat ini pusat-pusat/keruangan tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha ✓ Penduduk tempat titik 1.3 Tempat usaha saat ini agrobisnis /usaha pertanian yang setempat menyebarkan dan 1.4 Penyerapan tenaga dilaksanakan oleh masyarakat saat ✓ Kantor Desa/ memancarnya kerja ini. kelurahan kekuatan-kekuatan 1.5 Rata-rata pendapatan 1.1.3 Di mana sajakah tempat usaha ✓ Kantor (centrifugal) dan 1.6 Total pendapatan mereka (Kec. Dan Desa) saat ini. Kecamatan tertariknya kekuatan- 1.1.4 Berapa banyak jumlah serapan ✓ Kantor Pemkab kekuatan (centripetal) tenaga kerja dari masing-masing Pangandaran yang tercermin dalam usaha pertanian. ✓ Kantor Pemprov sekumpulan fakta serta 1.1.5 Berapa besar rata-rata pendapatan Jabar fenomena geografis dari per kapita dari usaha pertanian tsb. semua kegiatan yang 1.1.6 Berapakah jumlah pendapatan dari ada di Pangandaran usaha pertanian di masing-masing Raya (Kombinasi dan desa tsb. adaptasi dari teori 2. Potensi agrobisnis 1.7 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Potensi bisnis/usaha pertanian apa ✓ Penduduk polarisasi, kutub masa datang utk masa datang sajakah yang dilaksanakan oleh setempat pertumbuhan dan sebagai pusat 1.8 Jumlah usaha dalam masyarakat di masa yad. ✓ Kantor Desa/ industri populasi). pertumbuhan di tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha kelurahan Pangandaran Raya 1.9 Tempat usaha masa agrobisnis /usaha pertanian yang ✓ Kantor datang potensial dilaksanakan oleh Kecamatan 1.10 Penyerapan tenaga masyarakat di masa yad. ✓ Kantor Pemkab kerja Pangandaran 1.11 Rata-rata pendapatan

LAPORAN AKHIR 60

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional 1.12 Total pendapatan 1.1.3 Di mana sajakah tempat usaha ✓ Kantor Pemprov mereka (kelurahan dan Kec.) yang Jabar potensial dilakukan di masa yad. 1.1.4 Berapa potensi jumlah serapan tenaga kerja dari masing-masing usaha pertanian tsb di masa yad. 1.1.5 Berapa prakiraan besar rata-rata pendapatan per kapita dari usaha pertanian tsb. 1.1.6 Berapakah prakiraan jumlah pendapatan dari usaha pertanian di masing-masing desa tsb.

2. PUSAT PERTUMBUHAN AGROINDUSTRI Gambaran “kondisi 1. Kondisi 1.1 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Kegiatan agroindustri apa sajakah terkini dan potensi agroindustri masa saat ini yang dilaksanakan oleh masyarakat agroindustri” sekarang di 1.2 Jumlah usaha dalam saat ini agroindustri sebagai Pangandaran Raya tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha ✓ Penduduk pusat-pusat/keruangan 1.3 Tempat usaha saat ini agroindustri yang dilaksanakan oleh setempat tempat titik 1.4 Penyerapan tenaga masyarakat saat ini. ✓ Kantor Desa/ menyebarkan dan kerja 1.1.3 Di mana sajakah tempat usaha kelurahan memancarnya 1.5 Total biaya mereka (kecamatan dan desa) saat ✓ Kantor kekuatan-kekuatan 1.6 Rata-rata pendapatan ini. Kecamatan (centrifugal) dan 1.7 Total pendapatan 1.1.4 Berapa banyak jumlah serapan ✓ Kantor Pemkab tertariknya kekuatan- tenaga kerja dari masing-masing Pangandaran kekuatan (centripetal) usaha agroindustri. ✓ Kantor Pemprov yang tercermin dalam 1.1.5 Berapakah jumlah biaya dari usaha Jabar sekumpulan fakta serta agroindustri di masing-masing desa fenomena geografis dari 1.1.6 Berapa besar rata-rata pendapatan semua kegiatan yang per kapita dari usaha pertanian tsb.

LAPORAN AKHIR 61

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional ada di Pangandaran 1.1.7 Berapakah jumlah pendapatan dari Raya (Kombinasi dan usaha agroindustri di masing- adaptasi dari teori masing desa tsb. polarisasi, kutub pertumbuhan dan industri populasi).

2. Potensi agroindustri 2.1 Jenis usaha yang ada 2.1.1 Potensi agroindustri apa sajakah masa datang sebagai utk masa datang yang dilaksanakan oleh masyarakat pusat pertumbuhan di 2.2 Jumlah usaha dalam di masa yad. Pangandaran Raya tiap jenis usaha 2.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha 2.3 Tempat usaha masa agroindustri yang potensial datang dialaksanakan oleh masyarakat di 2.4 Penyerapan tenaga masa yad. ✓ Penduduk kerja 2.1.3 Di mana sajakah tempat usaha setempat 2.5 Total biaya mereka (kecamatan dan desa) yang ✓ Kantor Desa/ 2.6 Rata-rata pendapatan potensial dilakukan di masa yad. kelurahan 2.7 Total pendapatan 2.1.4 Berapa potensi jumlah serapan ✓ Kantor tenaga kerja dari masing-masing Kecamatan usaha agroindustri tsb di masa yad. ✓ Kantor Pemkab 2.1.5 Berapakah estimasi total biaya untuk Pangandaran pengembangan usaha agroindustri ✓ Kantor Pemprov pada setiap desa Jabar 2.1.6 Berapa prakiraan besar rata-rata pendapatan per kapita dari usaha agroindustri tsb. 2.1.7 Berapakah prakiraan jumlah pendapatan dari usaha agroindustri di masing-masing desa tsb.

3. PUSAT PERTUMBUHAN KELAUTAN LAPORAN AKHIR 62

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional Gambaran “kondisi 1. Kondisi industri 1.1 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Jenis usaha/bisnis kelautan apa terkini dan potensi kelautan masa saat ini sajakah yang dilaksanakan oleh kelautan” industri sekarang di 1.2 Jumlah usaha dalam masyarakat saat ini kelautan sebagai pusat- Pangandaran Raya tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha pusat/keruangan 1.3 Ketersediaan usaha/bisnis kelautan yang sebagai tempat titik infrastruktur penunjang ilaksanakan oleh masyarakat saat menyebarkan dan 1.4 Penyerapan tenaga ini. ✓ Penduduk memancarnya kerja 1.1.3 Bagaimanakah kondisi setempat kekuatan-kekuatan 1.5 Rata-rata pendapatan ketersediaan infrastruktur ✓ Kantor Desa/ (centrifugal) dan 1.6 Total pendapatan penunjang industri kelautan yang kelurahan tertariknya kekuatan- ada saat ini ✓ Kantor kekuatan (centripetal) 1.1.4 Berapa banyak jumlah serapan Kecamatan yang tercermin dalam tenaga kerja dari masing-masing ✓ Kantor Pemkab sekumpulan fakta serta unit industri kelautan. Pangandaran fenomena geografis dari 1.1.5 Berapakah jumlah biaya unit ✓ Kantor semua kegiatan yang industri kelautan.di masing- Pemprov Jabar ada di Pangandaran masing desa Raya (Kombinasi dan 1.1.6 Berapa besar rata-rata pendapatan adaptasi dari teori per kapita dari unit industri polarisasi, kutub kelautan tsb. pertumbuhan dan 1.1.7 Berapakah jumlah pendapatan dari industri populasi). dari unit industri kelautan di masing-masing desa tsb. 2. Potensi industri 2.1 Jenis usaha yang ada 3.1.1 Potensi industri kelautan apa ✓ Penduduk kelautan masa datang utk masa datangJumlah sajakah yang dilaksanakan oleh setempat sebagai pusat usaha dalam tiap jenis masyarakat di masa yad. ✓ Kantor Desa/ pertumbuhan usaha 3.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha kelurahan 2.2 Infrastruktur penunjang industri kelautan yang potensial ✓ Kantor masa datang dialaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan 2.3 Penyerapan tenaga masa yad. ✓ Kantor kerja Pemkab 2.4 Total biaya Pangandaran

LAPORAN AKHIR 63

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional 2.5 Rata-rata pendapatan 3.1.3 Bagaimana kebutuhan infrastruktur ✓ Kantor 2.6 Total pendapatan penunjang industri kelautan yang Pemprov potensial dilakukan di masa yad. Jabar 3.1.4 Berapa potensi jumlah serapan tenaga kerja dari masing-masing usaha di bidang kelautan tsb di masa yad. 3.1.5 Berapakah estimasi total biaya untuk pengembangan industri kelautan pada setiap desa 3.1.6 Berapa prakiraan besar rata-rata pendapatan per kapita dari industri kelautan tsb 3.1.7 Berapakah prakiraan jumlah pendapatan dari industri kelautan di masing-masing desa tsb.

4. PUSAT PERTUMBUHAN PARIWISATA Gambaran “kondisi 4.1 Ketersediaan Kondisi yang ada (existing): 5.1.1 Bagaimana gambaran kualitas dan ✓ Penduduk terkini dan potensi atraksi wisata 4.1.1 Atraksi alam keragaman, serta kuantitas atraksi setempat industri pariwisata” (Attraction) 4.1.2 Atraksi budaya wisata alam yang ada dan telah jadi ✓ Kantor Desa/ sebagai pusat- gambaran kualitas 4.1.3 Atraksi minat khusus objek wisata saat ini kelurahan pusat/keruangan dan keragaman, 5.1.2 Bagaimana gambaran kualitas dan ✓ Kantor sebagai tempat titik serta kuantitas keragaman, serta kuantitas atraksi Kecamatan menyebarkan dan atraksi wisata yang wisata budaya yang ada dan telah ✓ Kantor Pemkab memancarnya ada (eksisting) dan jadi objek wisata saat ini Pangandaran kekuatan-kekuatan potensi di masing- 5.1.3 Bagaimana gambaran kualitas dan ✓ Kantor (centrifugal) dan masing SKW baik keragaman, serta kuantitas atraksi Pemprov Jabar tertariknya kekuatan- berupa atraksi wisata minat khusus yang ada dan ✓ Operator kekuatan (centripetal) wisata alam, telah jadi objek wisata saat ini Industri yang tercermin dalam budaya maupun pariwisata sekumpulan fakta serta setempat

LAPORAN AKHIR 64

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional fenomena geografis dari minat khusus di ✓ Wisatawan semua kegiatan yang Pangandaran Raya Potensi utk pusat 5.1.4 Atraksi alam apa sajakah yang ✓ Penduduk ada di Pangandaran pertumbuhan: memenuhi kualitas dan keragaman, setempat Raya (Kombinasi dan 4.1.4 Atraksi alam serta kuantitas untuk dijadikan ✓ Kantor Desa/ adaptasi dari teori 4.1.5 Atraksi budaya sebagai pendukung pusat kelurahan polarisasi, kutub 4.1.6 Atrakasi minat khusus pertumbuhan ✓ Kantor pertumbuhan dan 5.1.5 Atraksi budaya apa sajakah yang Kecamatan industri populasi). memenuhi kualitas dan keragaman, ✓ Kantor Pemkab serta kuantitas untuk dijadikan Pangandaran sebagai pendukung pusat ✓ Kantor pertumbuhan Pemprov Jabar 5.1.6 Atraksi minat khusus apa sajakah ✓ Operator yang memenuhi kualitas dan Industri keragaman, serta kuantitas untuk pariwisata dijadikan sebagai pendukung pusat setempat pertumbuhan ✓ Wisatawan 4.2 Ketersediaan Kondisi yang ada (existing): 4.2.1 Bagaimana gambaran kualitas, ✓ Penduduk aksesibilitas 4.2.1 Kualitas, keragaman, keragaman, dan kuantitas Sarpras setempat (Accessibility) dan kuantitas Sarpras transportasi darat yang telah tersedia ✓ Kantor Desa/ gambaran kualitas transportasi darat saat ini kelurahan dan keragaman, 4.2.2 Kualitas, keragaman, 4.2.2 Bagaimana gambaran kualitas, ✓ Kantor serta kuantitas dan kuantitas Sarpras keragaman, dan kuantitas Sarpras Kecamatan prasarana dan transportasi laut transportasi laut yang telah tersedia ✓ Kantor Pemkab sarana (Sarpras) 4.2.3 Kualitas, keragaman, saat ini Pangandaran transportasi untuk dan kuantitas Sarpras 4.2.3 Bagaimana gambaran kualitas, ✓ Kantor menuju tempat transportasi udara keragaman, dan kuantitas Sarpras Pemprov Jabar wisata yang ada transportasi udara yang telah ✓ Operator (eksisting) dan tersedia saat ini Industri potensi di maing- pariwisata masing SKW baik setempat berupa Sarpras ✓ Wisatawan

LAPORAN AKHIR 65

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional transportasi darat, Potensi utk pusat 4.2.4 Bagaimana potensi kualitas, ✓ Penduduk laut maupun udara pertumbuhan: keragaman, dan kuantitas Sarpras setempat di Pangandaran 4.2.4 Kualitas prasarana transportasi darat yang dapat ✓ Kantor Desa/ Raya transportasi mendukung pusat pertumbuhan kelurahan 4.2.5 Kualitas sarana 4.2.5 Bagaimana potensi kualitas, ✓ Kantor transportasi keragaman, dan kuantitas Sarpras Kecamatan 4.2.6 Keragaman prasarana transportasi laut yang dapat ✓ Kantor Pemkab transportasi mendukung pusat pertumbuhan Pangandaran 4.2.6 Bagaimana potensi kualitas, ✓ Kantor keragaman, dan kuantitas Sarpras Pemprov Jabar transportasi udara yang dapat ✓ Operator mendukung pusat pertumbuhan Industri pariwisata setempat ✓ Wisatawan 4.3 Ketersediaan Kondisi yang ada (existing): 4.3.1 Bagaimana kKualitas, keragaman, dan ✓ Penduduk layanan ameniti 4.3.1 Kualitas, keragaman, kuantitas Sarpras makanan dan setempat (Amenity) dan kuantitas Sarpras minuman yang telah tersedia saat ini ✓ Kantor Desa/ gambaran kualitas makanan dan 4.3.2 Bagaimana kualitas, keragaman, dan kelurahan dan keragaman, minuman yang telah kuantitas Sarpras penginapan yang ✓ Kantor serta kuantitas tersedia saat ini telah tersedia saat ini Kecamatan prasarana dan 4.3.2 Kualitas, keragaman, 4.3.3 Bagaimana kualitas, keragaman, dan ✓ Kantor Pemkab sarana (Sarpras) dan kuantitas Sarpras kuantitas Sarpras pendukung lainnya Pangandaran yang ada penginapan yang (ansilari) yang telah tersedia saat ini ✓ Kantor (eksisting) dan telah tersedia saat ini Pemprov Jabar potensi di maing- 4.3.3 Kualitas, keragaman, ✓ Operator masing SKW untuk dan kuantitas Sarpras Industri memenuhi pendukung lainnya pariwisata kebutuhan (ansilari) yang telah setempat wisatawan selama tersedia saat ini ✓ Wisatawan berada di tempat Potensi utk pusat 4.3.4 Bagaimana kualitas, keragaman, dan ✓ Penduduk wisata (overnight pertumbuhan: kuantitas Sarpras makanan dan setempat

LAPORAN AKHIR 66

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional tourist) baik utk 4.3.4 Kualitas, keragaman, minuman yang potensial untuk pusat ✓ Kantor Desa/ kebutuhan, dan kuantitas Sarpras pertumbuhan kelurahan penginapan, makanan dan 4.3.5 Bagaimana kualitas, keragaman, dan ✓ Kantor makanan dan minuman yang kuantitas Sarpras penginapan yang Kecamatan minuman, serta potensial untuk pusat potensial untuk pusat pertumbuhan ✓ Kantor Pemkab kebutuhan lainnya pertumbuhan 4.3.6 Bagaimana kualitas, keragaman, dan Pangandaran di Pangandaran 4.3.5 Kualitas, keragaman, kuantitas Sarpras pendukung ansilari ✓ Kantor Raya dan kuantitas Sarpras yang potensial untuk pusat Pemprov Jabar penginapan yang pertumbuhan ✓ Operator potensial untuk pusat Industri pertumbuhan pariwisata 4.3.6 Kualitas, keragaman, setempat dan kuantitas Sarpras ✓ Wisatawan pendukung ansilari yang potensial untuk pusat pertumbuhan 4.4 Ketersediaan Kondisi yang ada (existing): 4.4.5 Bagaimana gambaran kualifikasi ✓ Penduduk pengelola 4.4.1 Kualitas pengelolaan pengelolaan pariwisata yang telah ada setempat pariwisata pariwisata di masing-masing SKW selama ini ✓ Kantor Desa/ (Ancilary) 4.4.2 Keterlibatan 4.4.6 Seberapa banyak (inten) keterlibatan kelurahan gambaran penduduk setempat penduduk setempat dalam ✓ Kantor kualifikasi 4.4.3 Intensitas hubungan pengelolaan pariwisata di masing- Kecamatan pengelolaan pengelola dg sektor masing SKW selama ini ✓ Kantor Pemkab pariwisata yang terkait 4.4.1 Bagaimana sustainabilitas pengelolaan Pangandaran telah ada 4.4.4 Keberlanjutan pariwisata setempat di di masing- ✓ Kantor (eksisting) dan pengelolaan masing SKW selama ini Pemprov Jabar potensi di masing- pariwisata setempat ✓ Operator masing SKW untuk Industri memenuhi pariwisata tuntutan setempat profesionlisme ✓ Wisatawan

LAPORAN AKHIR 67

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional pengelolaan Potensi utk pusat 4.4.5 Bagaimana potensi kualifikasi ✓ Penduduk pariwisata di pertumbuhan: pengelolaan pariwisata yang telah setempat Pangandaran Raya 4.4.5 Kualitas pengelolaan ada di masing-masing SKW untuk ✓ Kantor Desa/ 4.4.6 Keterlibatan mendukung pusat pertumbuhan kelurahan penduduk setempat 4.4.6 Seberapa banyak (inten) potensi ✓ Kantor 4.4.7 Intensitas hubungan keterlibatan penduduk setempat Kecamatan dg sektor terkait dalam pengelolaan pariwisata di ✓ Kantor Pemkab 4.4.8 Keberlanjutan masing-masing SKW untuk Pangandaran pengelolaan mendukung pusat pertumbuhan ✓ Kantor 4.4.2 Bagaimana potensi sustainabilitas Pemprov Jabar pengelolaan pariwisata setempat di di ✓ Operator masing-masing SKW untuk Industri mendukung pusat pertumbuhan pariwisata setempat ✓ Wisatawan

5 RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN Rencana Kebutuhan 1.1 Investasi untuk 1.1.1 Besarnya kebutuhan 1.1.2 Berapa besarnya kebutuhan investasi Investasi Pusat Pertumbuhan investasi primer primer untuk pertumbuhan ✓ Dokumen dan Pertumbuhan adalah primer untuk pertumbuhan ✓ agrobisnis , data sekunder prakiraan jumlah dana ✓ agrobisnis , ✓ agroindustri, untuk analisis yang diperlukan untuk ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan proyeksi mengembangkan pusat ✓ industri kelautan, ✓ pariwisata terpadu kebutuhan pertumbuhan primer, dan sekunder dan tersier ✓ pariwisata terpadu untuk agrobisnis , 1.2 Investasi untuk 1.2.1 Besarnya kebutuhan 1.2.2 Berapa besarnya kebutuhan investasi agroindustri, industri Pertumbuhan investasi sekunder sekunder untuk pertumbuhan ✓ Dokumen dan kelautan, dan sekunder untuk pertumbuhan ✓ agrobisnis , data sekunder pariwisata terpadu di ✓ agrobisnis , ✓ agroindustri, untuk analisis Pangandaran Raya. ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan proyeksi ✓ industri kelautan, ✓ pariwisata terpadu kebutuhan dan

LAPORAN AKHIR 68

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan Indikator Pertanyaan Sumber Data Operasional Definisi Operasional ✓ pariwisata terpadu 1.3 Investasi untuk 1.3.1 Besarnya kebutuhan 1.3.2 Berapa besarnya kebutuhan Pertumbuhan investasi tersier untuk investasi tersier untuk pertumbuhan ✓ Dokumen dan tersier pertumbuhan ✓ agrobisnis , data sekunder ✓ agrobisnis , ✓ agroindustri, untuk analisis ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan proyeksi ✓ industri kelautan, ✓ pariwisata terpadu kebutuhan dan ✓ pariwisata terpadu

LAPORAN AKHIR 69

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3.5 Asumsi dan Batasan yang Digunakan Pada dasarnya laporan hasil kajian ini dapat dijadikan salah satu dasar dalam keputusan pemanfaatan aset BMD lahan dan bangunan yang berada dalam kondisi menganggur (idle). Judul pekerjaan ini adalah: “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.” Setiap kajian tentu memerlukan asumsi dasar, sehubungan dengan hal tersebut, kajian ini memiliki asumsi sebagai berikut: 1. Kondisi ekonomi diasumsikan given atau tetap untuk selama masa tiga tahunan 2. Diasumsikan bahwa aksesibilitas meningkat 3. Aturan pemerintah masih tetap memberikan kesempatan dan mendorong pemanfaatan BMD untuk bentuk Kerja sama Pemanfaatan (KSP) 4. Pihak swasta sebagai mitra yang menjadi provider mentaati semua tuntutan sebagaimana dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan BMD Beberapa faktor tersebut tentu menjadi asumsi dasar dalam melaksanakan kajian ini dan aplikasi hasil kajian dimaksud. Adapun batasan yang digunakan dalam penyusunan rencana kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya meliputi empat (4) sektor. Keempat sektor yang dielaborasi tersebut: 1. Agrobisnis ; 2. Agroindustri; 3. Kelautan dan perikanan 4. Pariwisata terpadu ---agisu---

LAPORAN AKHIR 70

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 4 GAMBARAN UMUM PANGANDARAN RAYA

4.1 Pemerintahan Pangandaran Raya Gambaran umum berikut ini didasarkan pada data hasil survey dan data dari Renip Pangandaran Raya tahun 2016. Kabupaten Pangandaran adalah satu di antara kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yang baru menjadi Pemerintahan Kabupaten sejak tahun 2012. Kabupaten ini berlokasi strategis, karena berada di lintasan jalan provinsi, berada di pinggir pantai dengan panjang pantai 91 Km, dan memiliki beragam potensi untuk dikembangkan. Berdasarkan posisinya, Pangandaran berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat. Kabupaten Pangandaran adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang ibukotanya di Parigi. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat. Lahirnya Kabupaten Pangandaran didasari oleh Undang-undang nomor 21 tahun 2012 yakni sebagai kabupaten baru (DOB), yang ditandatangani Presiden RI tanggal 16 November 2012. Kemudian diundangkan oleh Menhukkam dan HAM tanggal 17 November 2012, maka Pangandaran resmi menjadi Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Dalam UU No. 21/2012 disebutkan, Kabupaten Pangandaran berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Ciamis. Luas wilayah Kabupaten Pangandaran yaitu 168.509 Ha dengan luas laut 67.340 Ha. Kabupaten Pangandaran memiliki panjang pantai 91 Km. Adapun jumlah penduduk menurut jenis kelamin pada tahun 2014, perempuan berjumlah 212.022 jiwa dan laki-laki berjumlah 210.564 jiwa. Adapun pemerintahannya mencakup: 1. Kecamatan Parigi, 2. Kecamatan Cijulang, 3. Kecamatan Cimerak, 4. Kecamatan Cigugur,

LAPORAN AKHIR 71

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5. Kecamatan Langkaplancar, 6. Kecamatan Mangunjaya, 7. Kecamatan Padaherang, 8. Kecamatan Kalipucang, 9. Kecamatan Pangandaran dan 10. Kecamatan Sidamulih. Sebaran seluruh kecamatan dalam peta Kabupaten Pangandaran dapat dicerminkan sebagaimana dalam gambar di bawah ini.

Sumber: Renip Renip Pangandaran Raya, 2016 Gambar 4. 1 Peta Administratif Kabupaten Pangandaran

Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB), tentu perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun Pangandaran baru menjadi daerah otonom, namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang memegang peranan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat. Satu di antara kawasannya adalah Pangandaran Raya. Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran terdiri dari 5 (lima) kecamatan di Kabupaten

LAPORAN AKHIR 72

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pangandaran yaitu Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Pangandaran, dan Kecamatan Kalipucang. Tabel 4. 1 Luas Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

2 No Kecamatan Luas (Km ) Jumlah Desa 1 Cijulang 93,42 7 2 Parigi 83,00 10

3 Sidamulih 90,02 7

4 Pangandaran 52,39 8

5 Kalipucang 107,43 9

Jumlah 426,26 41 Sumber: Kabupaten Pangandaran Dalam Angka, 2014 Adapun sebaran kelima kecamatan tersebut lebih jelasnya dapat digambarkan sebagaimana dalam gambar di bawah ini.

Sumber: Renip Renip Pangandaran Raya, 2016 Gambar 4. 2 Peta Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

LAPORAN AKHIR 73

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4.2 Demografi/Kependudukan Demografi berhubungan dengan dinamika kependudukan manusia. Demografi yang dibahas dalam hal ini adalah mengenai Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk, Proyeksi Penduduk Kawasan Pengembangan di Pangandaran Raya.

1. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Kawasan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sebanyak 198.931 jiwa yang tersebar di 5 kecamatan yakni di Pangandaran Raya. Jumlah ini mencakup penduduk yang bertempat tinggal tetap maupun penduduk tidak bertempat tinggal tetap. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Pangandaran dengan jumlah 59.998 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Cijulang dengan jumlah 25.825 jiwa. Penyebaran penduduk di Kawasan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran di tiap-tiap kecamatan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran

No Kecamatan Laki laki Perempuan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Desa 1 Cijulang 12.875 13.340 26.215 7 2 Parigi 21.932 22.847 44.806 10 3 Sidamulih 14.947 15.171 30.145 7 4 Pangandaran 28.598 28.400 57.200 8 5 Kalipucang 18.535 17.752 36.287 9 Jumlah 78.352 79.758 194.653 41 Sumber: Kabupaten Pangandaran Dalam Angka, 2015

Keseluruhan jumlah penduduk di masing-masing 5 kecamatan tersebut cukup variatif. Jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Pangandaran yakni sebanyak 30% dari jumlah penduduk di Pangandaran Raya. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit di Kecamatan Cijulang yakni hanya 13% dari jumlah penduduk Pangandaran Raya.

LAPORAN AKHIR 74

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Jumlah Penduduk (%)

Cijulang 20% 13% Parigi 22% Sidamulih 30% Pangandaran 15% Kalipucang

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 4. 3 Grafik Jumlah Penduduk di Pangadaran Raya

Untuk kepadatan penduduk di Kawasan Pertumbuhan Pangandaran memiliki rata-rata kepadatan penduduk 4,67 jiwa/Ha dengan kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Pangandaran dengan jumlah kepadatan 11,45 jiwa/Ha

Tabel 4. 3 Kepadatan Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran

No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas (Ha) Kepadatan Penduduk 1 Cijulang 26.215 9.342 2.81 2 Parigi 44.806 8.300 5.40 3 Sidamulih 30.145 9.002 3.35 4 Pangandaran 57.200 5.239 10.92 5 Kalipucang 36.287 10.743 3.38 Jumlah 194.653 42.626 4,67 Sumber: Kabupaten Pangandan dalam Angka, 2015

Mengacu pada data kepadatan penduduk, Kecamatan Pangandran menjadi kecamatan dengan tingkat kepdatan tertinggi, sedangkan paling rendah kepadatannya di Cijulang.

Kepadatan Penduduk 15 Cijulang 10 Parigi 5 Sidamulih Pangandaran 0 Kalipucang

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 4. 4 Grafik Kepadatan Penduduk LAPORAN AKHIR 75

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Proyeksi Penduduk

Perkembangan penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya relatif cepat dari tahun ke tahun. Dari tahun 2010 ke tahun 2011, penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya bertambah sebanyak 16.018 jiwa, dengan pertumbuhan paling banyak dialami oleh Kecamatan Kalipucang sebanyak 5.392 jiwa. Di tahun 2012, jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran cenderung meningkat yaitu menjadi 205.901 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk yang positif namun terjadi penurunan penduduk pada tahun 2013 yang terjadi pada 4 kecamatan lainnya, hanya Kecamatan Pangandaran yang mengalami kenaikan penduduk. Hal ini tidak lepas dari fungsi Pangandaran sebagai destinasi wisata untuk wisatawan regional dan internasional. Faktor ini menjadi penarik utama dari pertumbuhan penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Berikut ini merupakan gambaran jumlah penduduk dan persebarannya di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Pada tahun 2014 terjadi kenaikan penduduk pada hampr tiap kecamatan kecuali Kecamatan Pangandaran dan Kalipucang, hal ini disebabkan adanya penyebaran distribusi penduduk untuk mengurangi kepadatan di kedua kecamatan tersebut sehingga terjadi penurunan pertumbuhan penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Tabel 4. 4 Laju Pertumbuhan Penduduk

2010 2011 2012 2013 Laju No Kecamatan 2014 Pertumbuhan 1 Cijulang 26.390 27.621 28.432 25.825 26.215 - 0.29 2 Parigi 42.014 45.070 46.442 44.511 44.806 1.01 3 Sidamulih 26.681 29.117 30.273 29.777 30.145 1.41 4 Pangandaran 52.034 55.937 58.696 59.998 57.200 0.74 5 Kalipucang 35.354 40.746 42.058 38.820 36.287 - 0.89 Jumlah 182.473 198.491 205.901 198.931 194.653 1.99 Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016

Untuk proyeksi penduduk hingga tahun 2035 jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya adalah sebanyak 340.478 jiwa. Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Parigi menjadi kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak hal ini dapat dikarenakan sebagai implikasi dari arahan pengembangan yang ditetapkan di Kecamatan Parigi dan Pangandaran.

LAPORAN AKHIR 76

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 5 Proyeksi Penduduk

No Kecamatan 2016 2020 2025 2030 2035 1 Cijulang 27,005 28,662 30,877 33,263 35,834 2 Parigi 32,255 35,882 40,995 46,836 53,509 3 Sidamulih 47,933 52,910 59,862 67,729 76,629 4 Pangandaran 60,523 65,512 72,330 79,859 88,170 5 Kalipucang 43,290 50,062 60,034 71,994 86,335 Jumlah 233,027 220.678 264,099 299,680 340.478 Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016

4.3. Sosial Budaya Peran manusia sebagai makhluk sosial tidak akan bias lepas dari kehidupan manusia itu sendiri. Aspek sosial dari Kawasan Pertumbuhan Pangandaran yang akan diulas meliputi mata pencaharian. Mata Pencaharian Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran dominan bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 50.139 jiwa atau 66% dari jumlah penduduk bekerja. Selanjutnya, penduduk yang bekerja pada sektor perdagangan sebanyak 9.466 jiwa atau 12% dari total penduduk bekerja. Selanjutnya, peternak dan pelayan merupakan lapangan usaha terbanyak berikutnya yaitu 4.200 jiwa dan 4.141 jiwa atau 5% dari jumlah seluruh penduduk bekerja di Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Jumlah penduduk terbanyak yang bekerja sebagai petani terdapat di Kecamatan Pangandaran, yaitu 12.543 jiwa, kemudian Kalipucang yaitu sebanyak 10.248 jiwa. Sedangkan di sektor pedagangan terbanyak berada di Kecamatan Kalipucang sebanyak 2.936 jiwa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4. 6 Mata Pencaharian Masyarakat di Pangandaran Raya

TNI

PNS

Polri

Petani

portasi

Jumlah

- Lainnya

No Kecamatan Industri

Nelayan

Peternak

Pedagang

Konstruksi

Jasa Lainnya Trans

1 Cijulang 9.537 660 226 1 190 512 191 428 13 12 172 0 11.942 2 Parigi 9.941 902 850 300 107 2.003 234 886 20 23 117 53 15.436 3 Sidamulih 7.870 1.313 40 154 96 1.636 89 279 19 12 12 0 11.520 4 Pangandaran 12.543 960 2.395 199 1.548 2.379 188 635 78 60 196 98 21.279 5 Kalipucang 10.248 365 630 995 134 2.936 249 248 21 30 149 318 16.323

LAPORAN AKHIR 77

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

TNI

PNS

Polri

Petani

portasi

Jumlah

-

Industri Lainnya

No Kecamatan Nelayan

Peternak

Pedagang

Konstruksi

Jasa Lainnya Trans

Pusat Pertumbuhan 50.139 4.200 4.141 1.649 2.075 9.466 951 2.476 151 137 646 469 76.500 Pangandaran % terhadap 65,54 5,49 5,41 2,16 2,71 12,37 1,24 3,24 0,20 0,18 0,84 0,61 100,00 penduduk bekerja Sumber: Kabupaten Pangandaran Dalam Angka, 2014

4.4 Pendidikan Tersedianya fasilitas pendidikan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran merupakan salah satu wujud di bidang pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk meningkatkan pembangunan dimana negara-negara berkembang mencurahkan perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuannya. Oleh karena itu dewasa ini masyarakat sudah menganggap pendidikan sebagai suatu kebutuhan dan sudah menjadi simbol status sosial dan merupakan sarana yang diharapkan mampu menyelesaikan banyak permasalahan. Dalam sebaran sarana pendidikan tidak semua fasilitas pendidikan (TK, SD, SMP dan SMA) baik itu pendidikan negeri maupun swasta. Semua kecamatan belum memiliki fasilitas taman kanak - kanak untuk pendidikan negeri tetapi untuk fasilitas pendidikan lainnya seperti SD, SMP dan SMA sudah tersebar di semua kecamatan tetapi untuk Kecamatan Kalipucang tidak memiliki sarana pendidikan SMA. Sedangkan untuk pendidikan swasta jumlah sarana pendidikan taman kanak kanak lebih banyak dan tersebar di semua kecamatan dibandingkan negeri, Kecamatan Parigi memiliki taman kanak-kanan dengan jumlah paling tinggi yaitu 21 unit dengan total 5 kecamatan yaitu 58 unit. Lokasi sarana pendidikan pada kawasan ini cukup baik karena ditempatkan di sekitar permukiman warga sehingga terdapat aksesibilitas atau keterjangkauan dalam menuju sarana pendidikan.

LAPORAN AKHIR 78

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 7 Jumlah Sarpras Pendidikan di Pangandaran Raya Tahun 2013

Pendidikan Negeri Pendidikan Swasta No Kecamatan TK SD SLTP SMU TK SD SLTP SMU 1 Cijulang 0 20 2 1 11 0 0 1 2 Parigi 0 36 4 2 21 0 1 3 3 Sidamulih 0 19 3 1 0 0 0 0 4 Pangandaran 0 30 4 2 14 5 4 1 5 Kalipucang 0 31 3 0 12 3 6 3 Jumlah 0 136 16 6 58 8 11 8 Sumber: Kecamatan dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014 dan 2015

Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan secara langsung dalam proses pendidikan. Sarana pendidikan yang terdapat di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya meliputi Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, SLTP, SMU dan SMK. Kebutuhan ruang dan jumlah fasilitas pendidikan dihitung mengacu kepada Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan kota (Standar SNI 03-6981-2004).

- Fasilitas pendidikan Taman Kanak-Kanak dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 1250 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 500 m2/unit.

- Fasilitas pendidikan Sekolah Dasar dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 1.600 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 2.000 m2/unit.

- Fasilitas pendidikan tingkat menengah dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 4.800 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 9.000 m2/unit.

- Fasilitas pendidikan tingkat menengah atas serta sederajat dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 4.800 jiwa/unit dengan luas lahan 12.500 m2/unit.

Untuk mengetahui jenis sarana pendidikan yang dibutuhkan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya diperlukan perhitungan berdasarkan proyeksi jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dengan menggunakan standar dari Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2011 dan SNI 03-1773-2004 yang dapat dilihat pada tabel 4.8.

LAPORAN AKHIR 79

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 8 Tingkat Pelayanan Sarana Pendidikan

Sarana Pendidikan ( UNIT) Tahun 2035

No Kecamatan TK SD SMP SMA ST EK TP ST EK TP ST EK TP ST EK TP 1 Cijulang 21 0 K 16 20 B 5 2 K 5 1 K 2 Parigi 36 0 K 28 36 B 9 4 K 9 2 K 3 Sidamulih 24 0 K 19 19 B 5 3 K 5 1 K 4 Pangandaran 46 0 K 36 30 B 12 4 K 12 2 K 5 Kalipucang 29 0 K 23 31 B 8 3 K 8 0 K Jumlah 156 0 K 122 136 B 39 16 K 39 6 K Sumber: Hasil Analisis, 2016

a. Taman Kanak-kanak (TK) Tingkat pelayanan TK di seluruh kelurahan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran tahun 2016 masih belum memadai bahkan tidak terdapat sarana TK untuk mencukupi kebutuhan penduduknya. Untuk kebutuhan tahun rencana 20 tahun kedepan dan membutuhkan sebanyak 156 unit. b. Sekolah Dasar (SD) Berdasarkan hasil analisis, pada tahun rencana Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran telah dapat melayani kebutuhan masyarakat terhadap sarana pendidikan Sekolah Dasar dengan jumlah eksisting 136 unit hal ini telah memenuhi standar pad tahun proyeksi yaitu kebutuhan SD sebanyak 122 unit. c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat pelayanan SMP tahun 2016 belum memadai karena hanya berjumlah 16 unit sementara kebutuhan seharusnya adalah 39 unit. Untuk kebutuhan tahun rencana, diperlukan penambahan SMP sebanyak 15 unit. d. Sekolah Menengah Umum (SMU) Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat pelayanan SMA tahun 2016 belum memadai karena hanya berjumlah 6 unit sementara kebutuhan seharusnya adalah 39 unit. Untuk kebutuhan tahun rencana, diperlukan penambahan SMA sebanyak 23 unit. Berdasarkan standar sarana pendidikan memang perlu adanya penambahan sarana pendidikan, namun dengan mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan tata ruang lainnya dengan kebutuhan lahan untuk membangun unit sarana tersebut tidak dapat

LAPORAN AKHIR 80

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

dilakukan secara maksimal dikarenakan ketersediaan daya tampung lahan yang terbatas seiring bertambahnya pembangunan, maka yang perlu di lakukan adalah meningkatkan kualitas pelayanan fasilitas pendidikan atau merehabilitasi lingkungan sekolah. Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kualitas masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula tingkat kualitas yang dimilikinya, maka sarana pendidikan ini harus lebih ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas agar nantinya dapat memberdayakan sumber daya manusia yang memiliki keahlian,keterampilan dan wawasan yang luas dalam mengembangkan Pusat Pertumbuhan Pangandaran. 4.5 Kesehatan Sarana kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat setempat. Tingkat kesehatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh besar dan jumlah sarana kesehatan yang ada. Ketersediaan sarana yang ada di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sudah cukup lengkap untuk menunjang masyarakat yang ada di dalamnya seperti posyandu sudah sangat banyak dan tersebar di 5 kecamatan dengan total 229 unit tetapi untuk rumah sakit tidak tersedia di 5 kecamatan pusat pertumbuhan Pangandaran akan tetapi sudah cukup didukung oleh Puskesmas yang tersebar di 5 kecamatan dengan total 7 unit. Tabel 4. 9 Jumlah Sarana Kesehatan di Pangandaran Raya Tahun 2013

Kesehatan UPTD Pos Balai No Kecamatan Rumah Puskesmas Kesehatan Posyandu Pos KB Kesdes Pengobatan Sakit Pembantu 1 Cijulang 0 1 3 37 7 6 0 2 Parigi 0 2 3 58 10 5 0 3 Sidamulih 0 2 3 42 3 0 0 4 Pangandaran 0 1 2 50 0 0 0 5 Kalipucang 0 1 5 42 0 3 0 Jumlah 0 7 16 229 20 14 0 Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 201

Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk melakukan upaya kesehatan. Sarana kesehatan yang terdapat di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya terdiri atas Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit Bersalin, Posyandu dan Apotik. Perhitungan dilakukan

LAPORAN AKHIR 81

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 mengacu kepada Peraturan Menteri No.11 Tahun 2008 tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman, yaitu sebagai berikut : 1. Fasilitas kesehatan Rumah Sakit dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 240.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 86.400 m2/unit. 2. Fasilitas kesehatan Puskesmas dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 120.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 1.000 m2/unit. 3. Fasilitas kesehatan Pustu dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 300 m2/unit. 4. Fasilitas kesehatan klinik bersalin dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 3.000 m2/unit. 5. Fasilitas kesehatan posyandu dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 1.250 jiwa/unit dengan luas lahan 60 m2/unit. 6. Fasiltas kesehatan apotik dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit dengan luas lahan 250 m2/unit

Tabel 4. 10 Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan

Rumah Sakit Puskesmas Balai Pengobatan Posyandu No Desa ST EK TP ST EK TP ST EK TP ST EK TP 1 Cijulang 0 0 K 0 1 B 10 0 K 21 10 B 2 Parigi 0 0 K 0 2 B 18 0 K 36 7 K 3 Sidamulih 0 0 K 0 2 B 12 0 K 24 9 K 4 Pangandaran 1 0 K 0 1 C 23 0 K 46 7 K 5 Kalipucang 0 0 K 0 1 B 15 0 K 29 13 K Jumlah 1 0 K 0 7 B 78 0 K 156 46 K Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016

Sarana kesehatan seperti Rumah sakit, balai pengobatan dan posyandu belum mampu melayani kebutuhan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat melalui standar dan ketesediaan sarana yang ada. Sedangkan untuk sarana kesehatan puskesmas telah mampu mencukupi kebutuhan masyarakat dengan tingkat pelayanan yang baik.

LAPORAN AKHIR 82

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4.6 Peribadatan Beragamnya agama yang dianut oleh masyarakat menggambarkan toleransi kehidupan beragama dan indikator makin membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat diantaranya adalah semakin mudahnya masyarakat melakukan ibadah menurut agama yang dianutnya. Untuk kemudahan tersebut diantaranya tersedia tempat dalam hal melakukan ibadah. Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain sesuai peraturan yang ditetapkan, juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Total sarana peribadatan di wilayah pusat pertumbuhan Pangandaran sebanyak 1.213 unit yang didominasi oleh mushola yang tersebar di 5 kecamatan dengan total 816 unit dan masjid yang tersebar di 5 kecamatan dengan total 382 unit yang dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat yang ada di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran mayoritas beragama Islam akan tetapi terdapat sarana peribadatan gereja untuk beragama Kristen dengan total 12 unit. Sarana peribadatan pura dan wihara tidak tersedia di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran.

Tabel 4. 11 Jumlah Sarana Peribadatan di Kawasan Pangandaran Raya Tahun 2013

Peribadatan No Kecamatan Masjid Mushola Gereja Pura Wihara 1 Cijulang 65 264 0 0 0 2 Parigi 95 205 0 0 0 3 Sidamulih 57 70 7 0 0 4 Pangandaran 86 145 4 0 0 5 Kalipucang 79 132 1 0 0 Jumlah 382 816 12 0 0 Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014

Untuk mengetahui jenis sarana peribadatan yang dibutuhkan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya diperlukan perhitungan berdasarkan proyeksi jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dengan menggunakan standar dari Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2011 dan SNI 03-1773-2004.

LAPORAN AKHIR 83

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 12 Tingkat Pelayanan Sarana Peribadatan di Pangandaran Raya

Sarana Peribadatan (Unit )

No Kecamatan Masjid Langgar Gereja Pura Vihara

ST EK TP ST EK TP ST EK TP ST EK TP ST EK TP

1 Cijulang 1 65 B 105 264 B 0 0 K 0 0 K 0 0 K

2 Sidamulih 1 95 B 179 205 B 0 0 K 0 0 K 0 0 K

3 Parigi 1 57 B 121 70 K 0 7 K 0 0 K 0 0 K

4 Pangandaran 2 86 B 229 145 K 0 4 K 0 0 K 0 0 K

5 Kalipucang 1 79 B 145 132 B 0 1 K 0 0 K 0 0 K

Jumlah 6 382 B 779 816 C 0 12 K 0 0 K 0 0 K Sumber: Renip, 2016 Keterangan : ST: STANDAR; EK: EKSISTING; TP: TINGKAT PELAYANAN; K: KURANG; C: CUKUP; B: BAIK

Berdasarkan standar diatas, perlu diadakan penambahan sarana. Penambahan sarana yang perlu diperhatikan adalah langgar karena sarana masjid sudah mencukupi kebutuhan masyarakat hingga tahun 2035 (Renip, 2016) hal ini mengingat mayoritas penduduk di Kecamatan ini beragama muslim. Penambahan sarana bisa saja dilakukan karena keterjangkauan pelayanan peribadatan yang harus dipenuhi, namun mengingat ketersediaan lahan yang terbatas hal tersebut sulit dilakukan, sehingga kemungkinan solusi yang didapatkan adalah merubah fungsi atau menghibahkan lahan bagi warga yang ingin menjadikan lahan mereka untuk dijadikan tempat ibadah.

4.7 Transportasi

Transportasi berfungsi untuk mendorong, merangsang pertumbuhan daerah dalam menikmati pembangunan sekaligus untuk mendukung tercapainya struktur tata ruang yang dituju (to initiate development) dan mendukung pertumbuhan dan pembangunan wilayah dalam rangka meningkatkan kinerja dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas pelayanan (to answer development). Jaringan transportasi di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran mencakup jaringan transportasi darat, laut/sungai dan udara.

LAPORAN AKHIR 84

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4.7.1 Status, Dimensi, dan Kondisi Jaringan Jalan Beberapa potensi dan persoalan transportasi di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sebagai berikut:

• Pusat Pertumbuhan Pangandaran memiliki ruas jalan relatif banyak yang dapat menghubungkan antar kecamatan dan desa. Ruas jalan yang ada dapat dijadikan sebagai pembentuk struktur ruang Pusat Pertumbuhan Pangandaran tanpa harus membangun jalan baru. Kendala yang dihadapi dimensi jalan relatif kecil, banyaknya ruas jalan berkondisi buruk, diantaranya beberapa ruas jalan alternatif antar kecamatan dan beberapa ruas jalan di kawasan perbatasan.

• Pusat Pertumbuhan Pangandaran terlalui oleh ruas jalan nasional, jalan provinsi dan jalan Kabupaten. Ruas jalan nasional melintasi Kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran dan Kalipucang. Ruas-ruas jalan tersebut berfungsi ganda, yaitu sebagai jalan antar provinsi (regional) sekaligus sebagai jalan utama antar kecamatan (lokal).

Jalan Kabupaten di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran memiliki panjang sekitar 179,8 km yang terdiri dari 22 ruas jalan, dengan ruas jalan terpanjang untuk jalan kabupaten adalah ruas Jalan Cikembulan-Kalijati yaitu mencapai 16,8 km yang berada di Kecamatan Pangandaran, sedangkan ruas jalan terpendek untuk jalan kabupaten adalah ruas Jalan Kertamukti-Cikondang yang hanya mencapai 4,8 km. Adapun untuk jalan desa yang terdapat di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sedikitnya terdiri dari 16 ruas jalan, dengan ruas jalan terpanjang untuk jalan desa adalah ruas Jalan Cibanten-Cimindi yaitu mencapai 8,7 km yang berada di Kecamatan Cijulang, sedangkan ruas jalan terpendek adalah ruas Jalan Kalipucang-Santolo yang hanya mencapai 0,5 km.

Tabel 4. 13 Nama, Panjang, dan Lebar Jalan Desa di Kawasan Pangandaran Raya

Volume No. No. Nama Pangkal Ruas Nama Ujung Ruas Kecamatan Ruas Panjang Lebar km m 1 62 Prapat Pananjung 3.0 6.0 Pangandaran 2 72 Babakan Pagergunung 7.0 3.0 Pangandaran 3 74 Pantai Barat Batu Karas Pantai Timur Batu Karas 3.1 3.0 Cijulang 4 75 Prapat Pantai Barat 1.1 4.0 Pangandaran Pangandaran

LAPORAN AKHIR 85

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Volume No. No. Nama Pangkal Ruas Nama Ujung Ruas Kecamatan Ruas Panjang Lebar km m 5 76 Cibanten Cimindi 8.7 3.0 Cijulang 6 78 Kalipucang Santolo 0.5 3.5 Kalipucang 7 938 Karangkedawung Bantardawa 2.3 3.0 Kalipucang 8 942 Tiwar Pagergunung 7.4 3.5 Pangandaran 9 943 Karapyak Bagolo 1.1 3.5 Kalipucang 10 944 Cibenda Bontos 2.6 3.0 Parigi 11 945 Cijulang Nusawiru 2.5 3.0 Cijulang 12 946 Batuhiu Bojongsalawe 5.0 3.0 Parigi 13 947 Parigi Cibenda 4.3 3.0 Parigi 14 948 Parigi Bojongsalawe 0.9 3.0 Parigi 15 965 Pelebaran Jalan Masuk Batuhiu 0.8 6.0 Parigi Sumber: SK Gubernur Jawa Barat Nomor 620/74 Tahun 1998, disesuaikan dengan data pemekaran

4.7.2 Terminal Terminal yang ada di Pusat Pertumbuhan terdapat di Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Cijulang. Terminal Cijulang telah menunjukkan fungsi sebagai terminal tipe B yang cukup signifikan, sedangkan dilihat dari fasilitas yang ada berstatus sebagai terminal tipe C (salah satu indikasi terminal tipe C tidak tersedianya fasilitas ruang tunggu penumpang). Terminal tipe C (terminal lokal) terdapat di kawasan perkotaan Kecamatan Parigi dan Kalipucang. Begitupun terminal yang ada di Kecamatan Pangandaran.

4.7.3 Transportasi Udara Bandar Udara Nusawiru bertempat di Kecamatan Cijulang dengan kondisi sebagai berikut: • Jenis pesawat yang ada pada kondisi eksisting sejenis CN-235 (produksi Indonesia). • Rute penerbangan kondisi eksisting adalah Jakarta--Nusawiru-Cilacap • Panjang Landasan Pacu 1.400 meter • Lebar Landasan Pacu 30 meter • Taxiway 20 meter. Secara operasional ruang udara Bandar Udara Nusawiru direncanakan adalah ruang udara dikendalikan (controlled airspace) dengan klasifikasi B, yang direncanakan terdapat Pendidikan Penerbangan, untuk itu ruang udara Bandar Udara Nusawiru dikembangkan menjadi ADC dan

LAPORAN AKHIR 86

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 dilengkapi dengan ruang udara dan training diluar ruang udara bandar udara untuk mengadakan pelatihan, dimensi ruang udara tersebut sebagai berikut : Aerodrome Controlled (ADC) Nusawiru Lateral limit : Area dalam lingkaran dengan r=10 NM berpusat di “NWR” VOR. Vertikal limit : Permukaan bumi/air sampai ketinggian 2500 ft. Kelas ruang udara : B Altitude transisi : 11.000 ft Level transisi : FL. 130

Kriteria ruang udara Bandar Udara Nusawiru dengan klasifikasi “ B ” adalah sebagai berikut : 1. Digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen dan visual; 2. Diberikan separasi kepada semua pesawat udara; 3. Diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan; 4. Tidak ada batas kecepatan; 5. Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan 6. Pemberian izin oleh Air Traffic Control (ATC Clearance). Pesawat komersial yang direncanakan melayani Bandara Nusawiru adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama sejenis pesawat penumpang 12 orang , sejenis Cessa B208B. 2. Tahap Kedua sejenis pesawat dengan penumpang 50 orang, sejenis F-50, ATR-42, Dash- 8, dan MA-60.

4.7.4 Transportasi Air Jenis transportasi air yang terdapat di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sebagai berikut : • Dermaga angkutan penyeberangan penumpang dan barang di Kalipucang (Dermaga Santolo). • Dermaga angkutan penyeberangan penumpang dan barang di Kalipucang (Dermaga Majingklak).

LAPORAN AKHIR 87

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

• Kedua dermaga tersebut di atas melayani pergerakan yang menghubungkan Kalipucang dengan kota Cilacap (Jawa Tengah). • Dermaga Santolo melayani rute angkutan pariwisata, selain melayani pelayanan komersial. Pendangkalan sungai Citanduy yang terjadi berimplikasi tidak dapat berfungsinya dermaga Santolo secara optimal.

4.8 Jaringan Utilitas Jaringan utilitas merupakan sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan di suatu wilayah. Jaringan utilitas dalam hal ini meliputi jaringan irigasi/drainase, jaringan air bersih,

persampahan, listrik/energi dan telekomunikasi.

4.8.1 Jaringan Irigasi dan Drainase Kabupaten Pangandaran memiliki 22 daerah irigasi pemerintah yang mampu mengaliri areal seluas 8.555,41 Ha. Diantaranya merupakan daerah irigasi yang melintasi Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran, yaitu di Cibeureum dan Merjan. Daerah irigasi yang berada di Kabupaten Pangandaran dapat dilihat pada Tabel 4.14. Tabel 4. 14 Daerah Irigasi Pemerintahan Kabupaten Pangandaran

DAERAH DAERAH YANG DIALIRI No AREA (HA) SUNGAI LOKASI KEWENANGAN IRIGASI KECAMATAN DESA Babakan, Sukahurip, 1 Ciputrapinggan 403,00 Ciputrapinggan Babakan Kabupaten Pangandaran Pananjung Sidomulyo, 2 Cikembulan 620,25 Cikembulan Sidamulih Kabupaten Pangandaran Purbahayu, Wonoharjo Sidamlih, Sukaresik, 3 Cibeureum 520,00 Cibeureum Sidamulih Kabupaten Sidamulih Cikalong, Pajaten Cibenda, Bojong, 4 Citumang 641,00 Citumang Bojong Kabupaten Parigi Cintaratu Maruyungsari, Paledan, Sukanagara, Cibogo, Kedungwuluh, Padaherang Karangpawitan, Sindangangi 5 Lakbok Selatan 4.071,66 Lakbok Selatan Pusat Padaherang, n Karangsari, Sindangwangi Mangunjaya, Mangunjaya Kertajaya, Sukamaju Kertayasa, Cijulang, 6 Merjan 1.631,00 Merjan Kertayasa Provinsi Cijulang Margacinta Parigi, Karangbenda, Parigi Karangjaladri, Cintakarya Mangunjaya, 7 Ciputrahaji 668,50 Ciputrahaji Sukasari Provinsi Mangunjaya Sindangjaya

LAPORAN AKHIR 88

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

DAERAH DAERAH YANG DIALIRI No AREA (HA) SUNGAI LOKASI KEWENANGAN IRIGASI KECAMATAN DESA Jumlah 8.555,41 Sumber : Dinas PSDA Kabupaten Pangandaran, 2014

Berikut merupakan DAS yang terkait dengan wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran.

Sumber : Penyusunan Masterplan Air Baku di Pusat Pertumbuhan Pangandaran

Gambar 4. 5 DAS di Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran

4.8.2 Jaringan Air Bersih/Air Minum Pengolahan air baku PDAM Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran masih bergabung dengan Kabupaten Ciamis yang memiliki dua jenis tipe pengolahan, yaitu tipe Pengolahan Lengkap (IPA lengkap) dan tipe pengolahan sederhana (Saringan Pasir Lambat). Total kapasitas terpasang dari unit-unit pengolahan tersebut yang tersebar di 6 wilayah pelayanan dan 11 instalasi pengolahan sebesar 191,10 l/dt, air yang di produksi dari masing-masing unit pengolahan tersebut menurut data PDAM bulan Agustus tahun 2009 adalah sekitar 189,01 l/dt.

LAPORAN AKHIR 89

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran fasilitas produksi yang ada di PDAM Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4. 15 Jumlah Pelanggan dan Penggunaan Air Minum di Kabupaten Ciamis Tahun 2011-2012

2011 2012 No Kategori Pelanggan Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Pelanggan Konsumsi Pelanggan Konsumsi (SL) (m3) (SL) (m3) 1 Sosial Umum 316 80.072 368 77.212 2 Sosial Khusus 288 104.245 223 97.993 3 Rumah Tangga 18.917 1.085.084 18.815 3.083.299 Pemerintah, Badan/Lembaga Pemerin- 4 222 158.974 218 116.954 tah, Lembaga Pendidikan Tinggi 5 Niaga (Niaga Besar & Niaga Kecil) 880 199.812 890 193.747 6 Industri 0 0 0 0 7 Pelabuhan 0 0 0 0 Jumlah 20.623 1.628.187 20.514 3.569.205 Sumber: Kabupaten Ciamis Dalam Angka, Tahun 2013

Unit Kerja Cabang Pangandaran (unit Pangandaran, unit Parigi dan unit Kalipucang) • Kehilangan air tinggi 31,20 %; • Instalasi pengolahan kurang berfungsi dengan baik. Unit Kerja Cabang Banjarsari (unit Banjarsari, unit Pamarican, unit Padaherang) a. Cakupan pelayanan baru mencapai 5 %; b. Tingkat kehilangan air cukup tinggi sebesar 34 % (>dari standar nasional= 20%); c. Tingginya biaya produksi, operasional, pemeliharaan untuk IPA Banjarsari dibandingkan dengan harga jual ke konsumen. Pada penyusunan masterplan air baku akan direncanakan pembangunan waduk di wilayah pusat pertumbuhan Pangandaran yaitu Waduk Sukahurip di Kecamatan Kalipucang dan juga akan direncanakan bendungan di Kecamatan Parigi yang sesuai dengan arahan master plan air baku.

LAPORAN AKHIR 90

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4.8.3 Persampahan TPA adalah salah satu komponen penting dalam sistem pembuangan sampah. TPA yang ada di Kabupaten Pangandaran saat ini masih diartikan tempat pembuangan akhir sampah yang menggunakan model pembuangan sampah open dumping yang secara teoretis tidak baik. Beberapa lokasi TPA yang mendukung terhadap Pusat Pertumbuhan Pangandaran adalah TPA Purbahayu Pangandaran, termasuk dalam wilayah Desa Purbahayu, Kecamatan Pangandaran. Luas lahan TPA ini kurang lebih 3 Ha dengan status lahan milik Pemerintah Kabupaten Pangandaran namun akan dilakukan perluasan TPA menjadi 10 Ha dengan pengelolaan TPS 3R yang lokasinya tidak jauh dari TPA. Volume sampah yang masuk di TPA ini kurang lebih 48 m3/hari. Sistem pengelolaan sampah bersifat open dumping. TPA ini mempunyai wilayah pelayanan meliputi Kawasan Wisata Pangandaran, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Parigi dan tempat–tempat komersial sekitarnya.

4.8.4 Jaringan Listrik/Energi PT PLN yang melayani Kabupaten Pangandaran merupakan distribusi Jawa Barat Cabang Tasikmalaya, yang meliputi: 1. Gardu Induk Ciamis Penyulang Kawali/KWLI 1 2. Gardu Induk Ciamis Penyulang Kawali/KWLI 2 3. Gardu Induk Ciamis Penyulang Kawali/KWLI 3 4. Gardu Induk Ciamis Penyulang Sadananya/SDNA 1 5. Gardu Induk Ciamis Penyulang Sadananya/SDNA 2 6. Gardu Induk Ciamis Penyulang Cikoneng/CKND 7. Gardu induk Ciamis Penyulang Benteng/BNTG8. 8. Gardu induk Ciamis Penyulang Cisaga/CSGA 1 9. Gardu induk Ciamis Penyulang Cisaga/CSGA 2 Pelanggan listrik di Pusat Pertumbuhan Pangandaran berjumlah 47.476 pelangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

LAPORAN AKHIR 91

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 16 Jumlah Pelanggan Listrik Tahun 2013

No Kecamatan Jumlah Pelanggan 1 Cijulang - 2 Parigi 14.145 3 Sidamulih 9.727 4 Pangandaran 16.644 5 Kalipucang 6.960 Pusat Pertumbuhan Pangandaran 47.476 Sumber: Kecamatan dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014

4.8.5 Jaringan Telekomunikasi Untuk menyongsong era globalisasi informasi, PT Telekomunikasi Indonesia berusaha meningkatkan kualitas arus informasi serta memperluas jangkauan jasa telekomunikasi ke seluruh pelosok tanah air. Hal ini dilakukan untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap jasa telekomunikasi yang kian menurun. Pada tahun 2013 jumlah pelanggan jasa telekomunikasi di 5 (Lima) Kecamatan Pengembangan Pangandaran adalah sejumlah 20 pelanggan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4. 17 Jumlah Pemakai Jasa Telekomunikasi di Pangandaran Raya Tahun 2013

No Kecamatan Jumlah Pelanggan 1 Cijulang 20 2 Parigi - 3 Sidamulih - 4 Pangandaran - 5 Kalipucang - Pusat Pertumbuhan Pangandaran 20 Sumber: Kecamatan dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014

4.8.6 Perekonomian Sektor ekonomi unggulan di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kontribusi sektor ini terhadap total PDRB (atas harga konstan tahun 2000) di 5 (lima) kecamatan di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran mencapai 35,96% dengan nilai ekonomi mencapai Rp 431 Milyar, dimana konsentrasi aktivitas sektor perdagangan terdapat di Kecamatan Pangandaran.

LAPORAN AKHIR 92

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 18 PDRB Per Kecamatan di Kawasan Pangandaran Raya Pertumbuhan Tahun 2012 atas dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah)

KECAMATAN NO LAPANGAN USAHA CIJULANG PARIGI SIDAMULIH PANGANDARAN KALIPUCANG 1. Pertanian 93.493,408 90.266,988 42.141,134 76.013,185 50.675,934 2. Pertambangan dan 0 1.604,886 4.634,646 924,046 2.891,566 Penggalian 3. Industri Pengelolaan 201,547 2.033,652 13.285,328 38.476,998 1.157,227 4. Listrik, Gas dan Air 0 0 0 16.268,857 0 Bersih 5. Bangunan 4.892,889 14.692,190 4.356,222 10.396,643 6.766,527 6. Perdagangan, Hotel, 40.727,307 73.823,061 48.462,832 206.314,850 62.151,700 dan Restoran 7. Pengangkutan dan 2.181,711 2.781,149 1.271,468 18.059,487 1.989,970 Konstruksi 8. Keuangan Persewaan 8.449,694 21.942,342 7.349,678 12.264,460 7.105,616 dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 26.833,211 54.505,594 31.519,297 50.598,731 46.741,830 Jumlah 176.325,037 261.649,861 153.194,604 429.315,257 179.480,369 Sumber: Kecamatan-Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014 Perdagangan merupakan penggerak ekonomi tertinggi di Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Berdasarkan data yang didapat, jumlah perusahaan perdagangan menurut status permodalannya sebanyak 242 perusahaan, dengan dominasi perusahaan kecil, dan 2 perusahaan sedang. Tabel 4. 19 Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di di Pangandaran Raya Pangandaran Tahun 2012

Perusahaan No Kecamatan Perusahaan Besar Perusahaan Kecil Menengah 1 Cijulang 0 1 28 2 Parigi 0 0 70 3 Sidamulih 0 0 32 4 Pangandaran 0 0 84 5 Kalipucang 0 1 28 Pusat Pertumbuhan Pangandaran 0 2 242 Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2013 Adanya pasar dan kegiatan perdagangan lainnya mendukung terlaksananya kegiatan perekonomian masyarakat. Tidak hanya bagi pendorong roda perekonomian tapi juga bagi ketersediaan bahan pokok yang diperlukan bagi masyarakat sekitar. Pemda Kabupaten Pangandaran mengelola 13 pasar yang tersebar di beberapa kecamatan. Kios terbanyak terdapat di Kecamatan Kalipucang sebanyak 874 unit, juga terdapat bank sebanyak 22 unit yang tersebar di seluruh Kecamatan Wilayah Pertumbuhan Pusat Pangandaran. Fasilitas Perdagangan dan jasa LAPORAN AKHIR 93

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 yang tersedia di Pusat Pertumbuhan Pangandaran beraneka ragam, kondisi ini menunjukkan ragam kegiatan usaha penduduk yang ada. Kegiatan usaha yang banyak berkembang di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran adalah warung. Tabel 4. 20 Jumlah Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di di Pangandaran Raya Tahun 2013

Warung/ Pasar Pasar Tidak Non No Kecamatan Kios/ Minimarket Bank KUD Permanen Permanen KUD Toko 1 Cijulang 391 3 0 0 5 2 1 2 Parigi 59 3 0 0 5 2 3 3 Sidamulih 0 2 0 3 1 1 0 4 Pangandaran 760 3 0 0 9 1 10 5 Kalipucang 874 2 0 0 2 0 2 Pusat Pertumbuhan 2084 13 0 3 22 6 16 Pangandaran Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014

4.8.7 Sektor Kelautan dan Perikanan Sektor kelautan dan perikanan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya menjadi sector yang paling utama dalam pengembangan wilayah. Dalam hal ini akan dibahas mengenai potensi meliputi skema, produksi dan sebaran perikanan. ---agisu---

LAPORAN AKHIR 94

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 5 GAMBARAN KONDISI TERKINI SEKTOR STRATEGIS DI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA

Kajian “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” tentu sangat penting, karena Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru (DOB), namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang berperan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat (Jabar). Pangandaran berpotensi sangat besar dijadikan satu di antara pusat pertumbuhan di Jawa Barat, dan dapat merangsang pertumbuhan daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada, Pemerintah Jabar mengambil langkah dan inisiatif untuk membangun dan mengembangkan Kabupaten Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran dapat dijadikan pusat pertumbuhan. Berkenaan dengan laporan awal kajian ini, telah disiapkan instrumen untuk pengumpulan data primer dan data sekunder. Secara teknis operasional, pengumpulan data dilakukan melalui kunjungan ke lapangan (field research), dan penelitian dokumentasi. Data dari lapangan dikumpulkan melalui triangulasi. Tempat penelitian yang utama meliputi Daerah Pangandaran Raya dan sekitarnya, serta pusat data yang ada baik di Pemkab Pangandaran maupun di Pemprov Jabar. Adapun fokus kajian diarahkan pada pengembangan industri sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Pangandaran Raya, yang mencakup 4 sektor: Pariwisata, industri kelautan dan perikanan, agrobisnis serta agroindustri. Berkenaan dengan hal tersebut, pada akhir dari pekerjaan ini, dapat digambarkan kondisi terkini investasi yang terjadi di Pangandaran Raya, dan potensi yang dapat dibangun untuk pusat pertumbuhan ke-empat fokus kajian tersebut. Berdasarkan rangkaian langkah tersebut di atas, dapat diketahui polarisasi “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” baik untuk pusat pertumbuhan primer, pusat pertumbuhan sekunder, maupun pusat pertumbuhan tersier bagi Pariwisata, industri kelautan dan perikanan, agrobisnis serta agroindustri. Pada tahap akhir Bab 5 ini, disajikan pula analisis masalah yang disajikan dalam model SWOT untuk masing- masing sektor. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap sektor dapat diketahui kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman.

LAPORAN AKHIR 95

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5.1 Sektor Pariwisata Berdasarkan pada potensi dan perkembangannya selama ini, maka Pangandaran bagi masyarakat umum dikenal sebagai tempat tujuan wisata pantai, namun sesungguhnya selain pantai, Pangandaran memiliki beragam potensi alam, baik untuk dijadikan objek dan daya tarik wisata (ODTW), maupun dikembangkan menjadi kelautan dan perikanan, agrobisnis, serta agroindustri. Berkenaan dengan hal tersebut, berikut ini disajikan gambaran umum mengenai kondisi pada sektor Pariwisata, industri kelautan dan perikanan, agrobisnis serta agroindustri. Potensi terbesar yang dimiliki Kabupaten Pangandaran adalah pariwisata baik objek wisata pantai maupun sungai. Terdapat banyak objek wisata populer baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Objek wisata yang terdapat di Kabupaten Pangandaran yaitu : pantai pangandaran, taman wisata alam (Cagar Alam Pananjung), Pantai Batu Hiu, Pantai Batu Karas, Pantai Madasari, Pantai Karapyak, dan wisata sungai yaitu (green canyon), Citumang, Santirah. Tersedia fasilitas hotel dengan kelas yang bervariasi dan cukup lengkap, restoran dan tempat hiburan lainnya. Dengan potensi yang besar dibidang pariwisata maka misi Kabupaten Pangandaran yaitu “Kabupaten Pangandaran Pada tahun 2025 menjadi kabupaten pariwisata yang mendunia, tempat tinggal yang aman dan nyaman berlandaskan norma agama.” Sesuai dengan wilayah yang dikaji adalah mencakup 5 Kecamatan dalam Pangandaran Raya, maka pada bahasan mengenai gambaran umum kepariwisataan fokus pada kondisi terkini kepariwisataan di Pangandaran Raya. Keragaman fasilitas kepariwisataan yang ada di Pangandaran Raya secara umum telah dilengkapi semua komponen kepariwisataan. Adapun komponen tersebut dikenal dengan 4A, yakni: 1. Atraksi wisata 2. Aksesibilatas 3. Ameniti 4. Ansilari

5.1.1 Atraksi Wisata

Atraksi wisata yang kini telah berkembang di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya meliputi wisata alam (pantai, sungai, panorama pegunungan dan goa), wisata budaya dan wisata atraksi minat khusus.

LAPORAN AKHIR 96

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

1. Wisata Alam Atraksi wisata alam terdiri dari pantai, sungai, panorama pegunungan dan goa. Di bawah ini, disajikan tabel mengenai atraksi wisata alam yang di kelompokan berdasarkan kecamatan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.

Tabel 5. 1 Atraksi Wisata Alam

NO Atraksi Wisata Alam I. Kecamatan Cijulang 1 Cijulang Rafting 2 Goa Muarabengang 3 Muntuk Wareng 4 Mangrove 5 Pantai Batukaras 6 Green Canyon 7 Situ Cisamping 8 Curug Tringgul/Green Coral 9 Pondok Patra 10 Taman Wisata Alam Laut Cijulang II. Kecamatan Kalipucang 1 Goa Donan 2 Pelabuhan Majingklak 3 Pantai Palatar Agung 4 Pantai Solok Timun 5 Pantai Karapyak 6 Patai Karang Nini 7 Pantai Lembang Putri III. Kecamatan Pangandaran 1 Pantai Barat Pangandaran 2 Pantai Timur Pangadaran 3 Kawasan Cagar Alam Pananjung 4 Kawasan Mangrove Bulak Setra 5 Curug Bojong 6 Goa Badak Paeh 7 Goa Bojong 8 Curug Jambe Enum 9 Sungai Pingit IV. Kecamatan Parigi 1 Santirah 2 Goa Lanang 3 Goa Regregan 4 Jogjogan LAPORAN AKHIR 97

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5 Mangrove Bojongsalawe 6 Citumang 7 Pantai Batu Hiu V. Kecamatan Sidamulih 1 Curug luhur 2 Curug pule 3 Komplek Sodong Panjang 4 Curug Kurung 5 Curug Bebek 6 Mangrove Karangtirta Sumber: RIPPARDA Pangandaran, 2015

Di Kecamatan Cijulang terdapat 10 wisata alam dan sekaligus sebagai jumlah wisata alam terbanyak di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Gambar 5.1 disajikan peta sebaran wisata di pusat pertumbuhan Pangandaran Raya.

Sumber: Hasil Analisi, 2016 Gambar 5. 1 Sebaran Pariwisata Pangandaran Raya LAPORAN AKHIR 98

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Wisata Budaya Pada Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya terdapat wisata budaya berupa hasil kebudayaan dari masyarakat setempat. Pada Tabel 5.2 disajikan daftar wisata budaya pada kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya.

Tabel 5. 2 Daftar Wisata Budaya pada Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya

NO Daya Tarik Wisata Budaya I. Kecamatan Cijulang 1 Kampung Badud 2 Saing Angklung Mang Koko 3 Bengkel Seni Kang Didin II. Kecamatan Kalipucang 1 Terowongan Wilhelmina III. Kecamatan Pangandaran IV. Kecamatan Parigi V. Sidamulih Sumber: RIPPARDA Pangandaran, 2015

3. Wisata Atraksi Minat Khusus Pada tabel 5.3 Disajikan daftar wisata buatan/minat khusus yang terdapat di pusat pertumbuhan pangandaran raya.

Tabel 5. 3 Daftar Wisata Buatan di Pertumbuhan Pangandaran Raya

NO Daya Tarik Wisata Buatan/Minat Khusus I. Kecamatan Cijulang 1 Sirkuit Metrojaya 2 Agrowisata Margacinta 3 Saung Panireman 4 Nusawiru II. Kecamatan Kalipucang III. Kecamatan Pangandaran IV. Kecamatan Parigi 1 Penangkaran Penyu Batu Hiu V. Kecamatan Sidamulih Sumber: RIPPARDA Pangandaran, 2015

LAPORAN AKHIR 99

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar 5.1 menunjukkan gambaran terkini sebaran tempat wisata yang ada di masing- masing kecamatan di Pangandaran Raya. 4. Event pariwisata

Pariwisata dalam layanan Event di Kabupaten Pangandaran akan dapat menarik minat wisatawan. Event yang ada di Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya di antaranya: 1. Event wisata Rally Foto pariwisata Pangandaran 2. Event wisata Pangandaran Fair (carnival dan pameran pembangunan) 3. Event wisata Orari Fox Hunting 4. Event wisata Ngarung Bareng Green Canyon 5. Event wisata Hajat Laut 6. Event wisata Pesona Purnama Pesisir Pangandaran 7. Event wisata Aksi Sapta Pesona 8. Event KITE Festival

5.1.2 Aksesibilitas Kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Kemudahan akses tersebut diimplementasikan pada bangunan gedung, lingkungan dan fasilitas umum lainnya. Artinya dalam mencapai suatu tujuan terdapat kemudahan dan jangkauan yang dicapai oleh orang. Untuk mencapai Kabupaten Pangandaran khususnya Pusat Pertumbuhan Pangandaran sudah terdapat akses yang dapat dijangkau berupa fasilitas umum seperti bangunan masjid, pertokoan juga akses dimudahkan dengan adanya 1 terminal penumpang tipe B dan 4 terminal tipe C Bandar Udara Nusawiru, dan juga 3 Pelabuhan serta terdapat rencana reaktivasi rel kereta api yang ada di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sehingga meskipun dengan adanya fasilitas diatas belum dirasakannya akses yang tinggi karena belum optimalnya pengoperasian masing-masing fasilitas transportasi. Dan juga yang menjadi kendala aksesibilitas ini hanya kondisi jalan yang sebagian besar dalam keadaan rusak khususnya untuk mencapai destinasi wisata.

LAPORAN AKHIR 100

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

1. Kondisi Jalan Akses jalan menuju objek pariwisata cukup penting untuk memudahkan wisatawan dalam mengunjungi objek-objek wisata yang ada Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Berikut akan dijelaskan kondisi akses jalan menuju objek pariwisata yang ada di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Tabel 5. 4 Kondisi Jalan Objek Pariwisata

Objek Kondisi No Lokasi Wisata Pantai Kec. Akses jalan menuju objek wisata pantai barat kondisinya 1 Barat Pangandaran sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah diaspal. Pantai Kec. Akses jalan menuju objek wisata pantai timur kondisinya 2 Timur Pangandaran sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah diaspal. Hutan Akses jalan menuju objek wisata hutan cagar budaya Kec. 3 Cagar kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah Pangandaran Budaya diaspal. Akses jalan menuju objek wisata pantai karang nini Pantai kondisinya cukup buruk walaupun kondisi jalan yang Kec. 4 Karang sudah diaspal tetapi banyak jalan yang masih berlubang Kalipucang Nini yang sangat mengganggu wisatawan dalam melakukan wisata. Akses jalan menuju objek wisata pantai karapyak Pantai Kec. 5 kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah Karapyak Kalipucang diaspal. Pantai Akses jalan menuju objek wisata pantai karapyak 6 Karang Kec. Sidamulih kondisinya cukup baik dengan kondisi jalan yang sudah Tirta diaspal tetapi masih terdapat jalan yang berlubang. Akses jalan menuju objek wisata pantai batu hiu Pantai 7 Kec. Parigi kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah Batu Hiu diaspal. Akses jalan menuju objek wisata pantai batu karas Pantai 8 Kec. Cijulang kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah Batu Karas diaspal. Green Akses jalan menuju objek wisata green canyon kondisinya 9 Kec. Cijulang Canyon sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah diaspal. Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016

Capaian bidang transportasi di Pangandaran Raya pada tahun 2015 capaian indikator untuk kemantapan jalan, pengaturan antar moda, dan keterhubungan dicerminkan sebagaimana dalam Tabel 5.5. Ternyata kemantapan jalan baru mencapai 56,68% dari tingkat optimasi yang

LAPORAN AKHIR 101

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 diharapkan. Sedangkan kemantapan antar moda belum tersedia dan keterhubungan belum terintegrasi. Khususnya tingkat keterhubungan dalam transportasi belum terintegrasi.

Tabel 5. 5 Capaian Indikator 2015

CAPAIAN 2015 Indikator Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Kemantapan Jalan 56,68% mantap Pengaturan Antarmoda Belum Tersedia Keterhubungan Belum Terintegrasi Sumber : Hasil Analisis dan Pusdalitbang, 2016

Adapun capaian indikator tahun 2035 bidang transportasi di Pangandaran Raya, indikator untuk kemantapan jalan ditargetkan mencapai 100%, pengaturan antar moda, dan keterhubungan sudah terintegrasi, dan pengaturan antar moda sudah tersedia sepenuhnya sesuai kebutuhan. Capaian tersebut dicerminkan sebagaimana dalam Tabel 5.6.

Tabel 5. 6 Capaian Indikator 2035

TARGET CAPAIAN 2035 Pusat Pertumbuhan Indikator Pangandaran Raya Kemantapan Jalan 100% mantap Pengaturan Antar moda Tersedia Keterhubungan Terintegrasi Sumber : Indikator Kunci Prov Jabar

Berdasarkan Renip 2016, untuk mencapai indikator Infrastruktur Utama perlu beberapa hal yang harus dilakukan yaitu melalui upaya: 1. Memperbaiki akses jaringan jalan agar terdapat kemudahan dan kenyamanan dalam mencapai tujuan. 2. Meningkatkan pelayanan transportasi umum dengan memberikan kenyamanan kepada penumpang. 3. Meningkatkan pelayanan fasilitas transportasi umum seperti ruang tunggu, halte. 4. Pengelolaan berkelanjutan pada fasilitas terminal, dermaga, dan bandara.

LAPORAN AKHIR 102

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5. Dibentuk suatu sistem transportasi antar moda yang memudahkan masyarakat memilih alternatif moda untuk mencapai tujuan pergerakan.

5.1.3 Ameniti

Fasilitas pariwisata tidak akan terpisah dengan akomodasi perhotelan. Karena pariwisata tidak akan pernah berkembang tanpa penginapan. Fasilitas wisata merupakan hal-hal penunjang terciptanya kenyamanan wisatawan untuk dapat mengunjungi suatu daerah tujuan wisata.

1. Perhotelan

Data Dinas Parperindagkop dan UMKM Kabupaten Pangandaran (2013) mencatat bahwa di seluruh destinasi Pangandaran (termasuk Pangandaran, Batu Hiu, dan Batu Karas) terdapat 119 fasilitas akomodasi, yang terdiri dari 1 unit dengan klasifikasi bintang dan 118 unit dengan klasifikasi Melati. Data ini menunjukkan penurunan dari data 2008, yang mencatat 129 fasilitas akomodasi. Pangandaran, 2009; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2011). Sementara itu, PHRI Kabupaten Pangandaran mempunyai 111 anggota di kawasan Pangandaran; yang terdiri dari 100 anggota di Pangandaran dan 11 anggota di Batukaras. Survey fasilitas akomodasi pada tahun 2011 berhasil mendata 173 fasilitas akomodasi di Pangandaran atau sekitar 73% lebih banyak dari data resmi saat ini.

Walaupun berdasarkan klasifikasi resmi hanya terdapat 2 jenis fasilitas akomodasi di Pangandaran, tetapi sesungguhnya akomodasi di Pangandaran sangat beragam. Jika ditinjau dari aspek kualitas kamar, fasilitas pendukung, pelayanan, dan pengelolaan; maka didapatkan beberapa klasifikasi akomodasi; yaitu:

1. Klasifikasi 1, dengan karakter: hotel, kamar dilengkapi dengan AC dan/atau televisi, mempunyai fasilitas kolam renang, restoran, ruang pertemuan, dan lobby, pengelolaan sebagai unit usaha, dan memberikan pelayanan makan pagi 2. Klasifikasi 2, dengan karakter: hotel, kamar dilengkapi dengan AC dan/atau televisi, mempunyai fasilitas salah satu atau dua dari kolam renang, restoran, ruang pertemuan, lobby, pengelolaan sebagai unit usaha, dan memberikan pelayanan makan pagi.

LAPORAN AKHIR 103

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Klasifikasi 3, dengan karakter: penginapan, sebagian kamar dilengkapi dengan AC dan televisi, sementara sebagian hanya dilengkapi dengan kipas angin dan televisi, hanya mempunyai fasilitas lobby, pengelolaan sebagai unit usaha, dan tidak memberikan pelayanan apapun 4. Klasifikasi 4, dengan karakter: penginapan, kamar dilengkapi dengan kipas angin, sebagian kamar dilengkapi dengan kipas angin, tidak mempunyai fasilitas penunjang, dan tidak memberikan pelayanan apapun 5. Klasifikasi 5, dengan karakter rumah penduduk yang disewakan sebagian (kamar) atau seluruh unit rumah. Secara fisik, rumah-rumah ini seringkali tidak terlihat berbeda dengan rumah normal. Hanya saja, terdapat papan bertuliskan “Kosong” didepan rumah. Pada musim ramai seperti lebaran dna tahun baru, hampir sebagian besar rumah penduduk di sekitar pantai Pangandaran menjelma menjadi klasifikasi ini. Berdasarkan jumlah unit usaha, akomodasi didominasi oleh hotel klasifikasi 4 dengan jumlah 92 unit atau sekitar 53% dari seluruh hotel yang ditemukan; sekaligus menyediakan jumlah kamar terbanyak dibanding akomodasi lain (38.87%). Akan tetapi karena harga kamar yang jauh lebih murah; maka nilai bisnis untuk hotel-hotel klasifikasi 1 masih jauh lebih besar. Total kapasitas kamar yang tersedia di Pangandaran cukup tinggi, yaitu 2979 unit kamar dari berbagai tipe. Sebagian besar terdiri dari kamar di hotel klasifikasi 4 dan klasifikasi 2. Interior dan kelengkapan kamar hotel di Pangandaran sebagian besar disesuaikan dengan minat wisatawan domestik atau wisatawan mancanegara. Sebagian besar hotel di Pangandaran masih dimiliki oleh masyarakat lokal. Terlihat dari temuan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pangandaran yaitu sekitar 31,79% dari pemilik hotel berasal dari masyarakat setempat. Jika pemilik hotel sekitar Pangandaran juga dianggap masyarakat lokal, maka kepemilikan hotel lokal adalah 47,98%; sementara kepemilikan non lokal adalah 52,02%. 2. Restoran Fasilitas restoran di Pangandaran sangat memadai dan merupakan salah satu kekuatan destinasi ini. Dari hasil survey, tercatat setidaknya 57 unit restoran yang dapat melayani wisatawan. Jumlah ini diluar warung-warung makan sederhana yang lebih banyak melayani masyarakat setempat. Varian menu makanan yang ditawarkan pun cukup beragam, yaitu: menu LAPORAN AKHIR 104

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 lokal (makanan tradisional Indonesia), menu makanan laut (seafood), serta masakan cina (Chinese food). Restoran menu makanan laut cukup mendominasi dan merupakan favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Pangandaran. Harga makanan di Pangandaran pun cukup terjangkau. Untuk restoran yang paling baik rata-rata harga adalah Rp 50.000 – 70.000 per kepala (termasuk minum); sementara restoran-restoran yang lebih sederhana sekitar Rp 20.000 – 40.000 per kepala. Warung makan menawarkan makanan dengan kisaran harga Rp 10.000 – 20.000 per kepala. Usaha Jasa makanan yang ada I Pangandaran berjumlah 57 restoran antara lain sate galunggung, karya bahari, tunas rejeki, UNI, lestari, laksana, kidang mas, kidang mas putra, dita, risma, sanyunan, sari melatih, berkah, mitra bahari, bitang timur, karya putra, yans, cibanjer, karya bahari 2, RM pananjung pantai timur, warung jambu bandra, bu surman, erlin, holiday, murasakhi, Mambo Jalan Jaga Lautan, Rasa Sayang, RM Chez Mama Resto, Mutya's, Sarimbit, RM 33, A & R, Holiday Ayam, Pak Jaja Jalan, Lonely Planet, Sunrise Bgs Resto, Kedai Ulin, Pujasera Nanjung, Christie, Rumah Makan Mina Bahari, Salero Mande, Sawargi, Bakso Cemplang, Zurqa, Sate Bundaran, Bamboo, Mungil, Jacko, Number One, Diam Cafe, Warung Nasi Butut, Mie Baso Podo Moro, Warung Ellis, Mas Yanto.

5.1.4 Ansilari Ansilari adalah penyedia layanan kepada wisatawan. Adanya lembaga pariwisata, wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari daerah wisata apabila wisatawan dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi. Hal yang termasuk ansilari yaitu pemandu wisata dan pelayanan kurir, agen periklanan, konsultan, pendidikan dan penyedia pelatihan dan koordinasi kegiatan oleh dewan kepariwisataan lokal. 1. Usaha Jasa Biro/Agen Perjalanan Wisata Walaupun kegiatan pariwisata di Pangandaran telah berlangsung sejak tahun 1970-an, akan tetapi tidak banyak biro perjalanan wisata yang beroperasi di kawasan ini. Biro perjalanan wisata nasional seringkali mengoperasikan tournya dari kantor pusat; tanpa bekerja sama dengan biro perjalanan wisata lokal. Sebagian besar pemandu juga menjual paket wisata secara otodidak; sehingga fungsi biro perjalanan wisata sangat kecil. Biro perjalanan wisata yang beroperasi di Pangandaran, yaitu:

LAPORAN AKHIR 105

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

a. PT. Lotus Wisata Pangandaran BPW ini beralamat di jalan Bulak Laut dan merupakan satu-satunya BPW yang berbadan Hukum di Pangandaran. Dengan tenaga kerja sebanyak 5 orang, perusahaan ini melayani paket tour (Pangandaran, Jawa, dan Bali), reservasi penerbangan, serta reservasi transport bus. BPW telah pula menjalin kerja sama dengan beberapa BPW asing dan nasional, seperti Asia Link. b. Dan’s Tourist Service and Money Changer BPW ini beralamat di jalan Kidang Pananjung dan tidak berbadan hukum. Dan’s memliki 4 orang tenaga kerja. Selain melayani paket perjalanan Pangandaran dan sekitarnya; Dan’s juga memberikan jasa reservasi penerbangan, reservasi transport bus, dan penukaran mata uang asing. c. Kangkareng Tour BPW ini beralamat di jalan Pamugaran dan tidak berbadan hukum. Hal ini karena dirinya mengkhususkan untuk menjual paket wisata alternatif di Pangandaran dan sekitarnya, seperti wisata sepeda, wisata tarian daerah, kelas memasak, adopsi karang, dan sebagainya. 2. Organisasi dan Asosiasi Pariwisata Kabupaten Pangandaran a. Kompepar Kabupaten Pangandaran Sebagai kabupaten yang memiliki potensi daya tarik wisata yang tersebar di sepuluh kecamatan, Kabupaten Pangandaran memiliki Kelompok Masyarakat Penggerak Pariwisata (Kompepar) yang mengelola beberapa kawasan wisata, diantaranya: b. Kompepar Curug Bojong Kompepar Curug Bojong merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata yang mengelola kawasan daya tarik wisata Curug Bojong yang terletak di Desa Sukahurip, Kecamatan Pangandaran. Adapun rencana pengembangan kawasan yang akan dilakukan oleh kompepar ini diantaranya: 1) Mengembangkan daya tarik wisata yang berakar pada alam dan budaya Jawa Barat, sehingga pengembangan pariwisata juga merupakan upaya pelestarian alam dan budaya, serta sekaligus pembangunan jati diri dan pemberdayaan masyarakat Jawa Barat.

LAPORAN AKHIR 106

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2) Mengembangkan kerangka sumber daya tarik wisata dengan tema umum budaya sunda, berupa rangkaian simpul-simpul aspek sejarah, alam, seni, dan budaya Jawa Barat. 3) Mengembangkan dan meng-enforce tema yang jelas di setiap simpul yang mengakar pada alam dan budaya sunda, sehingga membentuk suatu produk wisata yang spesifik, unik, khas Jawa Barat. 4) Memanfaatkan sumber daya tarik wisata provinsi sebagai gerbang pendorong/penarik wisatawan ke produk wisata yang dikembangkan di kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat. 5) Secara Keruangan, pengembangan pariwisata diarahkan untuk mendorong perkembangan wilayah di seluruh Jawa Barat, khususnya ke wilayah-wilayah yang belum berkembang seperti, Jawa Barat bagian selatan dan Jawa Barat bagian timur.

Kemudian dari sisi kelembagaan Kompepar Curug Bojong ini juga memiliki strategi pengembangannya, yaitu: 1) Mengembangkan perangkat kelembagaan yang memungkinkan pengembangan pariwisata antar wilayah administrasi kota/kabupaten. 2) Peningkatan koordinasi dan konsolidasi antar lembaga pemerintah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, antar lembaga pemerintah dengan swasta, dan masyarakat dalam pengembangan pariwisata Provinsi Jawa Barat. 3) Pengembangan lembaga pendidikan pariwisata sebagai pencetak sumber daya manusia pariwisata yang kompeten/berkualitas dan sesuai dengan tuntutan pasar.

c. Kompepar Margacinta Kompepar Margacinta merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata yang mengelola Desa Margacinta yang merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Cijulang. Adapun potensi wisata yang dimiliki oleh Desa Margacinta ini beberapa diantaranya Cijulang Rafting, Wisata Mangrove, Sirkuit Jaya, dan Kampung Badud untuk jenis wisata alamnya. Sedangkan, untuk wisata budaya desa ini memiliki potensi seni dan budaya berupa, Seni Badud, Seni Gondang, Seni Beluk, Seni Angklung, Seni Degung, Kecapi Suling, Seni Pongdut, Seni Wayang Golek, Seni Reog, Seni Qosidah

LAPORAN AKHIR 107

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

dan Pengrajin Angklung. Seiring dengan diketahuinya kekuatan, peluang dan ancaman serta tantangan maka pihak kompepar mengajukan permohonan bantuan dana guna membangun panggung pagelaran yang dilengkapi oleh museum/galeri tentang sejarah arsitektur dan budaya tradisional seni sunda. Adapun maksud dan tujuan dalam kegiatan tersebut adalah untuk mengembangkan potensi kepariwisataan terutama di bidang potensi alam, seni dan budaya secara umum dan mempertahankan serta menjaga kearifan lokal Desa Margacinta. Sedangkan yang menjadi tujuan diantaranya: 1) Pembangunan TIC (Tourist Information Center), 2) Pembangunan gedung Padepokan Agung, 3) Pembangunan prasarana Desa Wisata dan Budaya (Akses), 4) Permodalan pengrajin/pengembangan ekonomi kreatif masyarakat pengrajin, 5) Pengembangan sarana dan prasarana atraksi wisata Cijulang Rafting, 6) Pembangunan homestay tradisional, dan 7) Pembangunan wahana atraksi wisata outbound.

Di samping itu ada juga sasaran dari kegiatan ini yaitu seluruh stakeholders kepariwisataan dengan menitik beratkan kepada pengunjung, sehingga mereka bisa merasa nyaman dan kembali berkunjung ke Desa Margacinta.

d. Kompepar Pangandaran Kompepar Pangandaran merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata di kawasan Pantai Pangandaran. Kompepar Pangandaran ini terbentuk dengan tujuan sebagai berikut: 1) Meningkatkan peran serta pelaku usaha pariwisata dan masyarakat dalam menata pelayanan dan kebutuhan wisatawan di Objek dan Daya Tarik Wisata. 2) Meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan. 3) Menciptakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan yang berwisata. 4) Meningkatkan Sadar Wisata dan Sapta Pesona bagi masyarakat di sekitar objek dan Daya Tarik Wisata. 5) Memanfaatkan dan meningkatkan potensi Objek Wisata dan peningkatan mutu pelayanan bagi wisatawan.

LAPORAN AKHIR 108

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

6) Menciptakan Pangandaran sebagai Daerah Tujuan Budaya dan Wisata andalan.

Adapun sasaran dari pembentukan kompepar ini yaitu:

1) Tumbuhnya sadar wisata di kalangan masyarakat sehingga timbul rasa memiliki, rasa turut bertanggung jawab terhadap pengembangan pariwisata. 2) Tumbuhnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan dan meningkatkan kesadaran pengusaha jasa usaha pariwisata untuk meningkatkan pelayanan kepada pengunjung dan atau wisatawan. 3) Tersedianya sarana dan prasarana kepariwisataan yang memadai sesuai dengan upaya peningkatan kegiatan kepariwisataan. 4) Terciptanya citra kepariwisataan yang serasi dengan lingkungan. 5) Terpeliharanya kebersihan dan ketertiban dalam rangka pelestarian lingkungan. 6) Meningkatnya pemerataan pembangunan dan pendapatan masyarakat serta memperluas kesempatan kerja. 7) Peningkatan arus kunjungan wisatawan. 8) Adanya hubungan timbal balik antara pihak Pembina dan yang dibina sehingga diharapkan terciptanya hubungan yang harmonis.

e. PHRI Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau sering di singkat PHRI, adalah sebuah himpunan yang beranggotakan Hotel - Hotel, Penginapan, Restoran ataupun Rumah Makan yang memiliki Visi dan Misi yang sama. Adapun Visi dan Misi PHRI sebagai berikut: VISI: 1) Bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia hanya dapat dicapai dengan mengisi pembangunan nasional di segala bidang kehidupan dan berkesinambungan. 2) Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang meliputi juga pembangunan pariwisata, dan hanya dapat diwujudkan dengan peran aktif para pelakunya termasuk badan usaha, perhotelan, restoran, jasa pangan, lembaga pendidikan pariwisata serta jasa boga yang bersatu dalam satu wadah. MISI:

LAPORAN AKHIR 109

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Beragam misi penting diemban PHRI sebagai organisasi yang memayungi anggota- anggotanya yang bergerak di bidang perhotelan, restoran, jasa boga serta lembaga pendidikan pariwisata, diantaranya mengembangkan potensi anggota, bimbingan, konsultasi, penggalangan kerja sama & solidaritas, memberikan perlindungan, promosi dalam & luar negeri, serta penelitian, perencanaan pengembangan usaha. Adapun misi- misinya sebagai berikut: 1) Membina dan mengembangkan badan-badan usaha yang bergerak di bidang perhotelan, restoran, jasa boga, jasa pangan dan lembaga pendidikan pariwisata. 2) Turut serta mengembangkan potensi kepariwisataan nasional. 3) Membantu dan membina para anggota, memberikan perlindungan, menerima masukan, memberi bimbingan dan konsultasi serta pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan mutu hotel, restoran, jasa boga, jasa pangan, serta lembaga pendidikan pariwisata. 4) Menggalang kerja sama dan solidaritas sesama anggota dan seluruh unsur serta potensi kepariwisataan nasional maupun internasional. 5) Berperan aktif dalam kegiatan promosi di dalam dan diluar negeri, untuk meningkatkan dan memantapkan iklim usaha kepariwisataan. 6) Melakukan kegiatan penelitian, perencanaan dan pengembangan usaha. 7) Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai asosiasi profesi bidang hotel, restoran, jasa boga, jasa pangan dan lembaga pendidikan pariwisata. Dengan jumlah hotel yang terdaftar sebanyak 188 hotel di Kabupaten Pangandaran, PHRI berusaha untuk selalu menjaga kualitas pelayanan dengan memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi tenaga kerja pariwisata di Kabupaten Pangandaran.

f. ASITA Untuk organisasi terkait dengan agen atau biro perjalanan atau yang dikenal dengan ASITA (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia) di Kabupaten Pangandaran sendiri berdasarkan pada hasil wawancara di lapangan diketahui bahwa di Kabupaten Pangandaran belum ada organisasi ASITA, agen dan biro perjalanan yang ada di Kabupaten ini.

LAPORAN AKHIR 110

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

g. HPI Himpunan Pramuwisata Pangandaran merupakan organisasi yang mewadahi para pramuwisata di Kabupaten Pangandaran. Kepengurusan HPI Pangandaran sendiri sudah terbentuk sejak tahun 1990-an. hingga saat ini keanggotaan HPI Pangandaran berjumlah 58 orang anggota aktif. Pihak HPI sangat terbuka kepada siapa saja, terutama masyarakat Pangandaran yang ingin bergabung dengan organisasi ini. Walaupun terbuka kepada siapa saja, tetapi pihak HPI sendiri memiliki regulasi/aturan yang menjadi acuan bagi mereka yang ingin bergabung. Berikut beberapa syarat yang diberikan oleh pihak HPI bagi masyarakat yang ingin bergabung di organisasi ini. 1) Harus mengikuti pelatihan yang diadakan selam 14 hari dengan materi guiding. Dimana para calon peserta akan diberi pelatihan mengenai bagai mana cara memandu tamu, memberikan pelayanan kepada tamu dengan mempresentasikan setiap daya tarik atau atraksi wisata di dalam sebuah kawasan. Sehingga wisatawan yang menjadi tamu bagi pemandu dapat mendapatkan pengalaman yang menarik pada saat mereka melakukan aktivitas wisata. 2) Kemudian yang kedua adalah harus menguasai salah satu bahasa asing baik itu Bahasa Inggris, Bahasa Belanda, Bahasa Perancis, Bahasa German, Maupun Mandarin. Hal tersebut untuk mempermudah penyampaian informasi kepada wisatawan yang dipandu oleh anggota HPI. 3) Dan harus memiliki KTA Nasional.

h. Organisasi Perahu Pesiar Pangandaran ( OP3 ) Organisasi Perahu Pesiar Pangandaran adalah organisasi yang menghimpun para pelaku perahu wisata yang berada di Kawasan Pantai Barat Pangandaran. Sedikitnya ada lima kelompok yang tergabung dalam OP3 yang mempunyai anggota sekitar 40 perahu pesiar per kelompok. OP3 sendiri mengatur mengenai standar keamanan bagi para pelaku usaha perahu pesiar untuk menjaga keamanan para wisatawan yang menggunakan jasa mereka. Adapun standar yang ditetapkan sebagai berikut: 1) Maksimal penumpang perahu pesiar adalah 10 (sepuluh) orang 2) Setiap Penumpang diwajibkan menggunakan pelampung (life jacket)

LAPORAN AKHIR 111

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3) Penetapan denda sebesar Rp. 500,000 kepada pelaku perahu wisata yang melanggar aturan keselamatan OP3 sendiri menetapkan uang kas kepada anggotanya sebesar Rp. 10,000 per minggu untuk kegiatan anggota dan asuransi kecelakaan. HPP adalah Himpunan Pengrajin Pangandaran. Himpunan ini dikelola oleh warga masyarakat Kabupaten Pangandaran Jawa Barat. Para pengrajin ini membuat kerajinan dengan bahan baku dari laut, seperti pasir, kerang, dan lain sebagainya. Adapun hiasan yang diambil dari hewan laut seperti kuda laut yang sudah diawetkan, lobster yang sudah diawetkan, ikan buntal yang sudah diawetkan, penyu yang sudah diawetkan. Selain menghimpun para pengrajin di Kabupaten Pangandaran, HPP sendiri mempunyai kegiatan rutin operasi kebersihan (opsih) yang dilakukan setiap hari jumat di kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat Pangandaran. i. Organisasi/kelompok/himpunan yang terkait dengan pariwisata lainnya Selain organisasi dan himpunan yang skala kepengurusannya sudah hingga tingkat nasional seperti PHRI dan HPI, Kabupaten Pangandaran juga memiliki organisasi/kelompok/himpunan yang terkait dengan terkait dengan pariwisata lainnya, diantaranya: 1) Organisasi Pemotret Wisata Pangandaran (OPWP) 2) Pengusaha Bugie dan Ban Renang Pangandaran (PPBRP) 3) Himpunan Pengemudi Pariwisata Pangandaran (HPPP) 4) Kelompok Sewaan Sepeda Wisata Pangandaran (KSSWP) 5) Himpunan Pengrajin Pangandaran (HPP) 6) Himpunan Pedagang Aksesoris dan Tatto ( HPAT ) 7) Himpunan Pedagang Asongan

j. Kelompok/himpunan pengelola Desawisata 1) BUMDES Desa Kertayasa antara lain dalam pengelolaan Desa wisata Kertayasa dan body rafting Guha Bau 2) Kelompok pemuda pengelola body rafting Santirah di Desa Selasari

LAPORAN AKHIR 112

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Dokumentasi Tim, 2016

Gambar 5. 2 Body Rafting di Desa Kertayasa dan Desa Selasari

5.1.3 Analisis SWOT Sektor Pariwisata Sebagai dasar pertimbangan investasi sektor pariwisata di Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya maka diperlukan analisis terkait kondisi pariwisata di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Analisis tersebut dapat dilihat dari analisis SWOT berikut ini.

LAPORAN AKHIR 113

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 7 Analisis SWOT Pariwisata

Unsur Deskripsi Strength • Pangandaran sudah lama dikenal sebagai destinasi wisata Weakness • Hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik • Sadar wisata masyarakat masih rendah • Pantai kecamatan Pangandaran sudah dalam keadaan jenuh • Atraksi seni dan budaya masih sangat terbatas • Kondisi aksesibilitas rendah. • Tidak meratanya sebaran wisatawan di pusat pertumbuahn Pangandaran Raya. Opportunity • Pangandaran memiliki kesempatan untuk dibangun bandara, pelabuhan kereta api Jalan nasional lintas pantai selatan, • Terdapat beberapa tempat wisata alam yang belum dikembangkan menjadi kawasan wisata dan satuan kawasan wisata • Memiliki lapangan pacuan kuda Cimerak Threat • Struktur dan karakteristik pantai Pangandaran memiliki kemiripan sebagaimana pantai – pantai lain di Indonesia. Sumber: Hasil Analisis, 2016

5.2 Kelautan dan Perikanan Sebagai salah satu daerah otonom baru, Pangandaran Raya yang merupakan wilayah Kabupaten Pangandaran memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Hingga tahun 2015, jumlah penduduk di Pangandaran Raya mencapai 205.883 jiwa. Adapun gambaran pertumbuhan penduduk di Pangandaran Raya dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5. 8 Jumlah Penduduk Pangandaran Raya 2011-2015

Jumlah Penduduk No Kecamatan 2011 2012 2013 2014 2015 1 Cijulang 27621 28432 25825 26215 26945 2 Parigi 45070 46442 44511 44806 31391 3 Sidamulih 29117 30273 29777 30145 47020 4 Pangandaran 55937 58696 59998 57200 60450 5 Kalipucang 40746 42058 38820 36287 40077 Total 198.491 205.901 198.931 194.653 205.883 Sumber: Hasil analisis 2014 Berdasarkan data pada tabel 5.8 dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Pangandaran yaitu sebesar 29.36% yang diikuti oleh Sidamulih sebagai

LAPORAN AKHIR 114

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 kecamatan terpadat kedua di Pangandaran Raya. Pertumbuhan ini diproyeksikan akan terus meningkat hingga 20 tahun ke depan. Menurut hasil proyeksi, Kecamatan Sidamulih diperkirakan akan menjadi Kecamatan dengan penduduk terbanyak di Pangandaran Raya pada tahun 2035. Selain itu, Kecamatan Pangandaran menjadi wilayah dengan penduduk terbanyak kedua seperti yang tertera pada tabel 5.9.

19,46% 13,09% 15,25%

29,36% 22,84%

Cijulang Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang

Sumber: Hasil Analisis 2014 Gambar 5. 3 Presentase Penduduk Pangandaran Raya Per Kecamatan Tahun 2015

Struktur geografis Pangandaran Raya yang merupakan wilayah pesisir dan pantai membuat banyak masyarakat memilih profesi sebagai nelayan. Berdasarkan aplikasi ke nelayan, jumlah nelayan yang ada di Kabupaten Pangandaran Per 30 Agustus 2016 adalah 4.411 orang. Adapun jumlah nelayan di wilayah Pangandaran Raya mencapai 4.141 orang per tahun 2015.

Tabel 5. 9 Proyeksi Jumlah Penduduk Pangandaran Raya

Tahun No Kecamatan 2020 2025 2030 2035

1 Cijulang 29688 32487 35287 38087

2 Parigi 35281 39316 43352 47388

3 Sidamulih 52971 59243 65514 71786

4 Pangandaran 60572 61701 62831 63960

LAPORAN AKHIR 115

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5 Kalipucang 42167 45311 48454 51598

Total 220.678 238.058 255.438 272.818 Sumber : Hasil Analisis, 2016 Dari data jumlah nelayan di Kabupaten Pangandaran, kita dapat melihat bahwa 93% nelayan berada di kawasan Pangandaran Raya. Hal ini menjadi pertimbangan penting untuk mengembangkan sektor kelautan dan perikanan di kawasan tersebut terutama Kecamatan Pangandaran dengan masyarakat berprofesi nelayan terbanyak. Lebih dari 50% nelayan berasal dari kecamatan Pangandaran. Tabel 5. 10 Jumlah Nelayan di Pangandaran Raya Per Tahun 2015

No Kecamatan Jumlah 1 Cijulang 226 2 Parigi 850 3 Sidamulih 40 4 Pangandaran 2395 5 Kalipucang 630 TOTAL 4.141 Sumber: Ciamis dalam angka 2011, 2012, 2013, 2014 dan Hasil analisis 2014 Hingga saat ini, para nelayan di daerah Pangandaran Raya mampu menghasilkan jumlah produksi yang besar meskipun dengan menggunakan peralatan penangkapan yang minim dan belum berteknologi canggih. Sebagian besar nelayan menggunakan mesin motor tempel 2 GT untuk menangkap ikan karena biaya operasional yang dibutuhkan lebih terjangkau dibandingkan dengan penggunaan kapal yang berkapasitas lebih besar. Adapun jumlah armada penangkapan ikan yang ada di daerah Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.11. Dalam rangka menganalisis potensi yang ada di kawasan Pangandaran Raya dalam sektor kelautan dan perikanan, kita perlu melihat nilai dan hasil produksi existing terlebih dahulu. Jumlah dan nilai produksi dari sektor kelautan dan perikanan dibagi menjadi 2 sub bab yaitu nilai dari hasil tangkapan di laut dan budidaya.

LAPORAN AKHIR 116

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 11 Jumlah Perahu, Motor Tempel dan Kapal Motor Per Kecamatan Tahun 2014-2015

No Kecamatan Armada Penangkapan Ikan Tahun 2015 < 5 GT 5 – 30 GT > 30 GT 1 Cijulang 284 1 1 2. Parigi 304 - 1 3 Sidamulih - - - 4 Pangandaran 1.079 2 6 5 Kalipucang 154 - - TOTAL 1.821 3 8 Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

5.2.1 Tangkapan Nilai produksi ikan terbanyak dari hasil tangkapan tahun 2015 berada di wilayah Kecamatan Pangandaran. Apabila dibandingkan dengan tahun 2014, penangkapan hasil laut di kecamatan Pangandaran mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 1,881,080.40 kg menjadi 1,447,556.00 kg karena pengaruh kekeringan yang terjadi pada tahun tersebut. Namun, secara nilai keseluruhan hasil penangkapan ikan di Pangandaran Raya mengalami peningkatan. Tabel 5. 12 Nilai Produksi Ikan Laut Menurut Tempat PeIelangan Ikan

Kecamatan TAHUN 2014 TAHUN 2015 Volume (Kg) Nilai (Juta Rp.) Volume (Kg) Nilai (Juta Rp.) Cijulang 367,353.68 11,209.63 792,669.89 18,302,744.05 Parigi 186,236.65 6,996.29 483,289.30 12,497,823.58 Sidamulih - - - - Pangandaran 1,881,080.40 34,394.24 1,447,556.00 42,302,386.42 Kalipucang 757.50 16.68 - - 2,483,370.0 54,881.39 2,846,068.05 76,981,858.49 Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Penangkapan hasil perikanan laut menjadi primadona di wilayah Pangandaran Raya dengan kecamatan Pangandaran sebagai daerah penghasil perikanan laut terbanyak. Adapun produk ikan unggulan di kawasan Pangandaran Raya adalah udang, kakap merah, kakap putih, kerapu, cucut, bawal hitam, bawal putih, tenggiri, layur dan tongkol. Dari ke 10 produk unggulan penangkapan di laut, jumlah produksi terbanyak adalah ikan layur mencapai 691.46 ton. Ikan layur menjadi ikan yang jumlah produksinya terbanyak dari tahun 2007 hingga tahun LAPORAN AKHIR 117

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2015 kecuali pada tahun 2013. Pada tahun 2013, udang menjadi produk dengan jumlah produksi tangkapan terbanyak di kawasan Pangandaran Raya hingga 674.35 ton. Untuk rincian data yang lebih jelas dapat dilihat dalam tabel 5.13

LAPORAN AKHIR 118

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 13 Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran Tahun 2007 – 2015

No Jenis Ikan Tahun (Ton) 2007 2008 2009 2010 2011 2013 2014 2015

1 Udang 200.43 145.84 29.05 8.68 12.01 674.35 507.20 372.52 2 Kakap 9.21 23.89 15.77 14.62 12.89 6.27 14.63 10.28 Merah 3 Kerapu 2.91 10.54 7.08 8.67 7.64 5.21 12.92 6.64 4 Kakap 10.05 21.42 15.08 10.96 11.86 6.50 13.31 17.43 Putih 5 Cucut 7.95 8.91 21.08 4.22 5.38 5.56 7.88 4.1 6 Bawal 35.37 30.47 33.45 7.14 4.22 5.58 5.16 1.54 Hitam 7 Bawal 62.16 65.31 32.29 4.80 2.59 77.86 109.89 33.52 Putih 8 Tenggiri 43.19 48.11 39.11 26.40 62.96 89.56 85.60 94.02 9 Layur 717.12 540.69 238.24 42.47 78.95 541.30 513.37 691.46 10 Tongkol 28.89 48.27 57.99 67.24 116.84 26.29 44.46 41.51 Jumlah 1,117.28 943.45 489.14 195.20 315.34 1,438.48 1,314.42 1,273.02 Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

LAPORAN AKHIR 119

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pada tahun 2015, udang menjadi produk hasil tangkapan laut terbanyak kedua setelah ikan layur. Adapun jumlah produksi udang adalah sekitar 54% lebih banyak apabila dibandingkan dengan hasil tangkapan ikan layur. Untuk data yang lebih jelas mengenai hasil tangkapan di laut pada tahun 2015 dapat kita lihat pada gambar 5.3.

60 50 40 30 20 10 0

Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Gambar 5. 4 Grafik Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab. Pangandaran Tahun 2015

5.2.2 Budidaya Selain dari hasil tangkapan laut, produksi ikan juga diperoleh dari hasil budidaya seperti tambak dan kolam. Tabel 5.14 menunjukkan bahwa jumlah produksi ikan terbanyak dengan tambak dan kolam adalah masing-masing di Kecamatan Cijulang dan Parigi sebesar 366.74 ton dan 419.36 ton. Sedangkan produksi ikan dari sawah hanya dihasilkan dari Kecamatan Cijulang sebanyak 3.62 ton. Peta sebaran produksi kelautan Pangandaran Raya dapat dilihat pada Gambar 5.6

LAPORAN AKHIR 120

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar 5. 5 Peta Sebaran Produksi Kelautan Pangandaran Raya

Tabel 5.14 menyajikan jumlah produksi ikan menurut tempat pemeliharaan pada tahun 2014 di Pangandaran Raya. Tabel 5. 14 Jumlah Produksi Ikan Menurut Tempat Pemeliharaan Pada Tahun 2014

Kecamatan Tempat Pemeliharaan ( Ton ) Perikanan Tambak Kolam Sawah Laut Cijulang 575.54 366.74 305.86 3.62 Parigi 289.53 228.89 419.36 - Sidamulih - 36.62 164.69 -

LAPORAN AKHIR 121

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pangandaran 1,351.20 148.26 94.35 - Kalipucang 185.20 25.61 208.64 - Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Kawasan Pangandaran Raya belum memiliki budidaya perikanan laut. Budidaya yang saat ini berjalan adalah budidaya air tawar dan budidaya air payau. Budidaya air tawar meliputi beberapa jenis ikan seperti ikan mas, tawes, nila, gurame, udang galah, patin dan jenis ikan lain. Jumlah produksi ikan terbanyak dalam budidaya air tawar pada tahun 2015 adalah ikan nila dengan nilai 225 juta. Rincian lebih jelas dari nilai produksi ikan budidaya air tawar dapat dilihat pada tabel 5.15. Tabel 5. 15 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015

No Jenis Ikan Produksi (Kg) Nilai (Rp) 1 Ikan Mas 2000 60,000,000

2 Tawes 1000 20,000,000

3 Nila 9000 225,000,000

4 Gurame 4000 200,000,000

5 Udang Galah 1000 50,000,000

6 Patin 2000 90,000,000

7 Ikan Lainnya 8000 160,000,000

TOTAL 27000 805,000,000

Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Produksi ikan nila mencapai 34.88% dari total hasil produksi budidaya air tawar. Adapun jumlah produksi budidaya air tawar terbanyak kedua adalah ikan gurame sebanyak 31.01% dari total produksi. Adapun persentase gambaran jumlah produksi ikan pada budidaya air tawar dapat dilihat pada gambar 5.5.

LAPORAN AKHIR 122

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

9,30% 3,10%

24,80% 13,95% 34,88%

31,01%

7,75%

Ikan Mas Tawes Nila Gurame Udang Galah Patin Lainnya

Sumber : Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran Gambar 5. 6 Persentase Jumlah Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015

Berbeda dengan budidaya air tawar yang terdiri dari berbagai jenis ikan, budidaya air payau saat ini hanya dilakukan pada udang vaname. Nilai produksi ikan udang vaname pada tahun 2015 mencapai 6 miliar rupiah. Adapun jumlah dan nilai produksi ikan budidaya air payau dapat dilihat pada tabel 5.16. Tabel 5. 16 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Payau Pada Tahun 2015

No Jenis Ikan Produksi (Kg) Nilai (Rp) 1 Udang Vaname 100.000 6,000,000,000 TOTAL 100.000 6,000,000,000 Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Berdasarkan Rencana Induk Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya, luas lahan yang cocok dan dapat digunakan untuk kegiatan budidaya adalah seluas 41.497 hektare. Sedangkan hingga tahun 2015, luas areal tempat penangkapan yang digunakan untuk budidaya seperti

LAPORAN AKHIR 123

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

tambak, kolam dan minapadi hanya sekitar 0.6% atau seluas 250.71 hektare. Hal ini menunjukkan bahwa Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya memiliki potensi yang sangat besar dalam budidaya. Untuk lebih rinci, luas areal tempat penangkapan menurut kecamatan dapat dilihat pada tabel 5.17. Tabel 5. 17 Luas Areal Tempat Penangkapan Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Luas Areal Tempat Pemeliharaan

Tambak (Ha) Kolam (Ha) Minapadi (Ha) Kolam Air Deras (unit) 2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015

1 Cijulang 35.25 30 44.6 44.6 2 1 0 0 2 Parigi 22 22 79.26 79.26 0 0 0 0 3 Sidamulih 14.25 7 20 20 0 0 2 0 4 Pangandaran 6.5 3 20.35 20.35 0 0 0 0 5 Kalipucang 1.5 1.5 22 22 0 0 0 0

TOTAL 79.5 63.5 186.21 186.21 2 1 2 0 Sumbe : Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

5.2.3 Analisis SWOT Sektor Kelautan dan Perikanan Analisis SWOT merupakan alat yang digunakan untuk mengembangkan strategi sebuah usaha. Penerapan analisis SWOT sebelum menilai investasi diharapkan mampu menghasilkan penilaian kebutuhan investasi yang strategis dan akurat sehingga mencapai pemilihan alternative investasi yang maksimal. Analisis SWOT untuk bidang kelautan dan perikanan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut. Tabel 5. 18 Analisis SWOT Bidang Kelautan dan Perikanan

Strength 1. Terdapat himpunan profesi nelayan yang solid 2. Koordinasi yang baik antara himpunan nelayan, lembaga masyarakat dan pemerintahan setempat 3. Masa transisi memungkinkan pemerintah lebih mudah mengambil kebijakan

Weakness 1. Pengadaan armada penangkapan kapal > 30 GT dapat mengurangi produksi hasil tangkapan rumah tangga perikanan nelayan kecil

LAPORAN AKHIR 124

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Pangkalan Pendaratan Ikan belum optimal sehingga pendaratan ikan belum maksimal

Opportunity 1. Belum terdapat budidaya perikanan laut 2. Perikanan budidaya darat belum banyak dikembangkan 3. Pengembangan hasil tangkapan ikan bernilai ekonomis tinggi seperti bawal putih dan produk ikan layur untuk komersial ekspor 4. Pengembangan perikanan tangkap dengan armada 5 GT dan 10 GT (perairan lepas pantai) 5. Budidaya Ikan Sidat 6. Penangkapan ikan pelagis besar (tuna, cakalang) 7. Konservasi Penyu 8. Pengolahan ikan masih terbatas pada ikan asin sehingga memungkinkan untuk diversifikasi produk

Threat 1. Musim kemarau sangat mempengaruhi produktivitas 2. Pengadaan armada penangkapan kapal > 30 GT dapat menimbulkan konflik karena mengurangi produksi hasil tangkapan rumah tangga perikanan para nelayan kecil 3. Pengadaan armada kapal lebih dari 10 GT membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi atau kurang terjangkau oleh para nelayan Sumber: Hasil Analisis, 2016

5.3 Agrobisnis Kabupaten Pangandaran Sektor Agribisnis di Kabupaten Pangandaran menjadi salah satu penggerak roda perekonomian, cakupan sektor Agrobisnis ini meliputi Pertanian tanaman pangan, Perikanan Air Tawar, Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan.

5.3.1 Pertanian Tanaman Pangan Selain potensi pariwisata ternyata Kabupaten Pangandaran juga memiliki potensi pertanian yang cukup memadai. Luas sawah di Kabupaten Ciamis berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Ciamis pada Tahun 2012 tercatat 51.903 Ha dan 26 persen ada di Kabupaten Pangandaran atau sekitar 13 ribu Ha dengan sawah irigasi dan tadah hujan.

LAPORAN AKHIR 125

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 19 Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Pangandaran

Kondisi Sektor Pertanian 2013 2014 Luas Sawah (ha) 16.426,00 16.376 Luas Perkebunan (ha) 56.978,83 40.247 Luas Kehutanan [*kesesuaian land cover terhadap rencana KL Hutan] (ha) 27.764,17 17.019 Sumber: Dinas KPK Kabupaten Pangandaran

Pertanian tanaman padi (sawah dan ladang) merupakan komoditas utama di sektor pertanian. Luas Panen padi sawah dan padi ladang di seluruh Kecamatan yang ada di Pangandaran Raya berjumlah 13.323 hektare. Dari keseluruhan jumlah tersebut kecamatan yang paling banyak memproduksi padi sawah maupun padi ladang yaitu Kecamatan Parigi, dengan jumlah produksi sebanyak 27.260 ton dengan luas panen 4.290 Ha. Sedangkan, kecamatan yang jumlah produksinya paling sedikit adalah Kecamatan Kalipucang dengan hasil produksi sebanyak 11.609 ton dengan luas panen 1.900 Ha. Untuk melihat data yang lebih rinci mengenai luas panen dan produksi panen di setiap kecamatan yang ada di Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.20.

Tabel 5. 20 Luas Panen dan Produksi Padi (Padi Sawah dan Padi Ladang) Menurut Kecamatan Di Pangandaran Raya Tahun 2013

No Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 1 Kalipucang 1.900 11.609 2 Pangandaran 1.978 13.282 3 Sidamulih 2.159 14.043 4 Parigi 4.290 27.260 5 Cijulang 2.996 20.104 Total Pangandaran Raya 13.323 86.298 Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014

Produksi padi di atas terbagi kedalam komoditas pertanian dan ternak yang juga tersebar pada setiap kecamatan yang ada di Pangandaran Raya. Adapun komoditas tersebut diantaranya kayu sengon, karet, kelapa, dan keledai untuk komoditas pertanian, sedangkan untuk komoditas

LAPORAN AKHIR 126

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 ternak diantaranya domba dan sapi. Dari berbagai komoditas tersebut dihasilkan dari kelompok tani yang ada di setiap kecamatan. Untuk rincian data mengenai jumlah kelompok tani dapat dilihat pada tabel 5.21. Tabel 5. 21 Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Komoditas di Kecamatan di Pangandaran Raya

No. Kecamatan Komoditas Pertanian Ternak Jumlah Kayu Sengon, Keledai Domba Sapi Karet, Kelapa 1. Kalipucang 16 7 9 3 35 2. Pangandaran 13 24 5 3 45 3. Sidamulih 13 9 6 5 33 4. Parigi 15 16 10 4 45 5. Cijulang 8 2 9 5 24 Jumlah 65 58 39 20 182 Sumber: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan, 2015

Berdasarkan tabel 5.20 terlihat bahwa jumlah kelompok tani di Pangandaran Raya berjumlah 182 kelompok dan mayoritas adalah kelompok tani dengan jenis komoditas pertanian Kayu Sengon, Karet, Kelapa dengan jumlah 65 kelompok, sedangkan jumlah kelompok tani paling sedikit yaitu dengan komoditas sapi yang berjumlah 20 kelompok. Berdasarkan jumlah pada setiap kecamatan, kelompok tani paling banyak terdapat di Kecamatan Pangandaran dan Parigi yaitu dengan jumlah 45 kelompok. Sedangkan, kecamatan yang paling sedikit memiliki kelompok tani adalah Kecamatan Cijulang, yaitu dengan jumlah 24 kelompok.

5.3.2 Perkebunan Lahan panen tanaman budidaya yang ada di Pangandaran Raya pada data Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan tahun 2015 didominasi oleh jenis tanaman kelapa, dimana luas lahan panen tanaman kelapa di Kabupaten Pangandaran berjumlah 20.394,92 Ha. Dari jumlah luas lahan tersebut yang menjadi lokasi terluas berdasarkan kecamatan adalah Kecamatan Parigi yang memiliki luas 5.019,12 Ha.

LAPORAN AKHIR 127

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 22 Lokasi dan Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Salak, Karet, Kelapa, Kacang Tanah, Kedelai di Pangandaran Raya

NO Lokasi Luas Lahan (Ha) Karet Kelapa Sengon Kedelai 1. Kalipucang - 4.858,41 - 45 2. Pangandaran - 2.992,35 - 500 3. Sidamulih 17,5 2.597,84 - 170 4. Parigi - 5.019,12 - 300 5. Cijulang - 4.927,2 - 25 JUMLAH 17,5 20.394,92 - 1040 Sumber: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan, 2015

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 5. 7 Sebaran Tanaman Pangan kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

LAPORAN AKHIR 128

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Penentuan rencana kebutuhan untuk investasi produk unggulan perlu didahului analisis existing yang menunjukkan produktivitas masing-masing produk. Produktivitas tanaman padi, palawija dan perkebunan di Kabupaten Pangandaran pada tahun 2012-2013 menunjukkan hasil yang tidak terlalu signifikan jika dibandingkan satu sama lain. Gambaran tingkat produktivitas tanaman padi, palawija dan perkebunan dapat dilihat pada Tabel 5.23 berikut. Tabel 5. 23 Produktivitas Tanaman Padi, Palawija, dan Perkebunan di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2012-2013 Kecamat Jenis Tanaman 2012 2013 +/- an Padi/ Luas Produksi Produkti Luas Produks Produk Produk Palawija/ Panen vitas Pane i tivitas tivitas (Ton) n Perkebunan (Ha) (Ton/Ha) (Ton) (Ton/H (%)

(Ha) a)

Padi Sawah 2.808 21.916,91 7,81 Padi 65 83.297 1,28 Ladang/Gogo

Jagung 25 203,39 8,14

Ubi kayu 35 200,6 5,73

Cijulang Ubi Jalar 25 162,7 6,51 Kacang Tanah 18 20,6 1,14 Kacang Kedelai 45 47,15 1,05 Kacang Hijau 1 0,3 0,30 Pisang - - - Kelapa - - -

Padi Sawah 3.988 27.358,16 6,86 4.190 28.827,20 6,88 0,29 Padi 135 650 4,81 100 476,00 4,76 (1,04) Ladang/Gogo

Jagung 120 642 5,35 60 295,80 4,93 (7,85) Parigi Ubi kayu 36 845,64 23,49 59 660,90 11,20 (52,32) Ubi Jalar 21 385,98 18,38 21 142,5 67,9 269,4 Kacang Tanah 175 33,75 0,19 175 330,75 1,89 894,7

LAPORAN AKHIR 129

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Kacang Kedelai 110 66 0,6 110 66 0,6 0 Kacang Hijau 0 0 0 0 0 0 0 Pisang 970 7.275 7,48 970 7.275 7,48 0 Kelapa 4.734 3.6357,12 7,68 4.734 36.357,12 7,68 0 Cengkeh 3 10,5 3,5 3 10,5 3,5 0 20 8 0,4 20 8 0,4 0 Kapolaga 15 70 4.67 25 70 4,67 0

Padi Sawah 2.050 12.933 6,31 2.050 14.007 6,83 8,24 Padi 100 365 3,65 100 365 3,65 0 Ladang/Gogo

Jagung 45 231 5,13 25 231 9,24 80,12

Ubi kayu 120 961 8,00 110 853 7,75 (3,13)

Ubi Jalar 36 240 6,67 55 369,5 6,72 0,75 Sidamuli Kacang Tanah 94 117 1,24 110 119,36 1,09 (12,10) h Kacang Kedelai 150 165 1,10 50 50,75 1,02 (7,27) Kacang Hijau 60 45 0,75 65 8,3 0,13 (82,67) Pisang Kelapa 1.939 9.307.200 4.800 2.054 9.307.200 4.532 (6) butir butir/ha butir butir/h btr/ha a Kopi 31 37 1,19 33 39 1,18 (0,84) Kakao 100 315 3,15 100 315 3,15 0 Kapolaga 239 121 0,51 239 121 0,51 0

Padi Sawah Padi Ladang/Gogo

Jagung

Ubi kayu Pangand aran Ubi Jalar

LAPORAN AKHIR 130

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Kacang Tanah Kacang Kedelai Kacang Hijau Pisang Kelapa

Padi Sawah 1.396 8.642,7 6,19 1.396 8.624,7 6,19 0 Padi 225 765 3,4 225 765 3,4 0 Ladang/Gogo

Jagung 100 480,6 4,81 100 480,6 4,81 0

Ubi kayu 44 426,8 9,7 44 426,8 9,7 0

Kalipuca Ubi Jalar 2 17,2 8,6 2 17,2 8,6 0 ng Kacang Tanah 8 10,16 1,27 8 10,16 1,27 0 Kacang Kedelai 125 87,5 0,7 125 87,5 0,7 0 Kacang Hijau ------Pisang Kelapa 1.695 3.230.000 2 1.695 3.230.000 2 0 butir butir/ha butir butir/h a Kopi 24 1,2 ton 0,05 24 1,2 ton 0,05 0 biji biji kering kering Kakao 11 2,75 ton 0,25 11 2,75 ton 0,25 0 biji biji kering kering Cengkeh 3,0 0,15 ton 0,05 3,0 0,15 ton 0,05 0 biji biji kering kering Sumber: BPS, 2014

Berdasarkan Tabel 5.24 tanaman budidaya kelapa memiliki luas lahan tanaman budidaya yang paling besar. Luas lahan panen tanaman budidaya kelapa yang terbesar berada di Kecamatan Parigi. Sedangkan lahan panen tanaman budidaya kelapa yang paling besar berada di Kecamatan Parigi.

LAPORAN AKHIR 131

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 24 Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Karet, Kelapa, Kedelai di Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2015

NO Lokasi Luas Lahan (Ha) Karet Kelapa Sengon Kedelai 1. Kalipucang - 4.858,41 - 45 2. Pangandaran - 2.992,35 - 500 3. Sidamulih 17,5 2.597,84 - 170 4. Parigi - 5.019,12 - 300 5. Cijulang - 4.927,2 - 25 JUMLAH 689,9 34.639,24 - 3.390 Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025

Adapun jumlah produksi tanaman budidaya di Kabupaten Pangandaran mengalami pertumbuhan dan penurunan setiap tahunnya, terlihat pada tahun 2014 jumlah produksi menurun drastis dengan persentase 99,9%, tetapi pada tahun 2015 jumlah produksi mengalami kenaikan sebesar 2,1 %.

Tabel 5. 25 Produksi Tanaman Budidaya di Kabupaten Pangandaran

No. Jenis Komoditas Produksi (TON) 2013 2014 2015 1. Kayu Sengon 115.291.568 - - 2. Salak - - - 3. Karet - 302 288,02 4. Kelapa 19.301 18.579 19.000 5. Kacang Tanah - - - 6. Keledai - - - JUMLAH 115.310.869 18.881 19.288,02 Pertumbuhan (%) - (99,9 %) 2,1% Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025

5.3.3 Peternakan Jumlah ternak di Kabupaten Pangandaran dari tahun 2013 hingga tahun 2015 terus mengalami pertumbuhan, baik untuk jenis ternak domba maupun sapi. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini bahwa jumlah ternak domba dan sapi mengalami pertumbuhan hampir tiap tahun. Adapun jumlah ternak domba tertinggi pada tahun 2015 berada di Kecamatan Sidamulih dengan jumlah ternak sebanyak 7.303 ekor. Sedangkan untuk ternak sapi, kecamatan yang paling mendominasi adalah Kecamatan Cijulang yaitu dengan jumlah ternak sebanyak 4.186 ekor.

LAPORAN AKHIR 132

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 26 Jumlah Ternak di Pangandaran Raya

No. Kecamatan Domba (Ekor) Sapi (Ekor) 2013 2014 2015 2013 2014 2015 1. Kalipucang 2.308 4.598 6.817 306 842 1.057 2. Pangandaran 1.780 3.560 6.297 855 1.394 1.516 3. Sidamulih 2.478 4.956 7.303 840 1.378 3.316 4. Parigi 5.385 6.770 6.994 2.656 3.202 1.501 5. Cijulang 4.898 3.796 6.415 3.523 4.072 4.186 JUMLAH 16.849 23.680 33.826 8.180 10.888 11.576 Sumber: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan, 2015

Selain ternak domba dan sapi terdapat pula ternak unggas yang terdapat di Kabupaten Pangandaran. Adapun jenis unggas yang diternakkan oleh penduduk Kabupaten Pangandaran terdiri dari ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, dan itik. Berdasarkan jenis unggas tersebut mayoritas unggas yang terdapat di Pangandaran Raya adalah jenis ayam buras yang pada data tahun 2013 jumlahnya mencapai 319.034 ekor. Sedangkan unggas dengan jenis itik hanya berjumlah 21.879 ekor atau menjadi jenis unggas yang paling sedikit di Pangandaran Raya.

Tabel 5. 27 Jumlah Unggas Menurut Jenisnya dan Kecamatan Tahun 2013

No Kecamatan Ayam Ayam Ras Ayam Ras Itik Buras Petelur Pedaging 1 Kalipucang 33446 - 40000 9362 2 Pangandaran 62751 - 2500 4680 3 Sidamulih 133465 60000 - 3786 4 Parigi 43696 450 11962 2617 5 Cijulang 45676 18000 - 1434 Total 319034 78450 54462 21879 Pangandaran Raya Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014

LAPORAN AKHIR 133

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 5. 8 Sebaran Jumlah Ternak Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

5.3.4 Kehutanan Berdasarkan Data Utama Kabupaten Pangandaran tahun 2014 luas hutan Kabupaten Pangandaran tersebar di beberapa BKPH/RPH meliputi Pangandaran (Madati, Cikoneng, Panjalu, Kawali); Banjar Utara (Gadung, Bunter, Rancah); Banjar Selatan (Pamarican, Cicapar, Banjarsari); Pangandaran (Kalipucang, Pangandaran, Cisaladah) dan Cijulang (Parigi, Cigugur, Langkap). Luas kawasan hutan baik yang sudah dikukuhkan maupun yang belum seluas 28.327.92 Ha. PKPH/RPH wilayah Cijulang memiliki luas hutan terluas yaitu sebesar 9.299,28 Ha yang tersebar di Kecamatan Cijulang, Parigi, Cigugur dan Langkaplancar. Hutan terluas LAPORAN AKHIR 134

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 berada di Gn. Gadung, Cigugur yang mencapai 3.168,9 Ha. Selain hutan yang dikelola oleh BKPH/RPH. Ada pula hutan rakyat yang memiliki luas 1.033.728 Ha yang tersebar di 10 kecamatan di Kabupaten Pangandaran. Salah satu kecamatan yang memiliki luas hutan rakyat terbesar adalah Kecamatan Kalipucang dengan luas 3.599 Ha. Tabel 5. 28 Luas Hutan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013

No Kecamatan Luas (Ha) 1 Kalipucang 3559 2 Pangandaran 45 3 Sidamulih 490 4 Parigi 355 5 Cijulang 308 Total Pangandaran Raya 4757 Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014 Selain hutan rakyat terdapat pula kawasan pelestarian alam yang terdapat di Kabupaten Pangandaran. Adapun nama dari kawasan pelestarian alam tersebut adalah Taman Wisata Alam Pangandaran yang memiliki luas 34.321 Ha dengan panjang batas 2.834,69 Km yang memiliki tipe ekosistem hutan pantai. Tabel 5. 29 Luas Kawasan Pelestarian Alam di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013

Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014 Selain memiliki potensi sumber daya alam laut dan pantai, Wilayah Pangandaran Raya juga memiliki potensi sumber daya alam yang berasal dari hutan rakyat. Salah satu produksi dari hutan rakyat diantaranya kayu. Berdasarkan pada data dalam tabel di bawah terlihat bahwa jumlah produksi kayu pada tahun 2013 mencapai 79.075.528 m3 yang terdiri dari jenis kayu mahoni, jati, ricam, dan albasia. Dari keempat jenis kayu tersebut yang paling tinggi produksinya

LAPORAN AKHIR 135

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 adalah jenis kayu albasia yaitu sebanyak 63.806.674 m3 dan yang produksinya paling rendah yaitu dari jenis kayu ricam dengan besar produksi 4.168.614 m3. Sedangkan dilihat dari total produksi per kecamatan, yang total produksinya paling tinggi adalah Kecamatan Parigi, yaitu dengan total produksi 51.106.431 m3. Dan Kecamatan Pangandaran merupakan kecamatan yang memiliki total produksi kayu paling rendah yaitu sebesar 3.293.616 m3.

Tabel 5. 30 Produksi Kayu dari Areal Hutan Rakyat di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013

No. Kecamatan Jenis Kayu (m3) Mahoni Jati Ricam Albasia Total 1 Cijulang 281.858 986.514 0 8.573.560 9.841.932 2 Parigi 1.822.127 1.342.578 525.903 47.415.823 51.106.431 3 Sidamulih 899.080 876.047 725.188 5.782.975 8.283.290 4 Pangandaran 1.149.238 2.126.465 17.913 0 3.293.616 5 Kalipucang 1.082.383 533.950 2.899.610 2.034.316 6.550.259 Kabupaten 5.234.686 5.865.554 4.168.614 63.806.674 79.075.528 Pangandaran Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014

5.3.5 Analisis SWOT Sektor Agrobisnis Investasi merupakan motor pertumbuhan ekonomi, yang sekaligus menjadi motor modernisasi pertanian. Dalam kajian investasi sektor agrobisnis ini akan dilihat dari kondisi, prospek dan arah pengembangan agrobisnis, sebagai informasi bagi para pemangku kepentingan tentang peluang investasi dari hulu hingga hilir dari sektor agribisnis maupun aktivitas bisnis penunjangnya.

Untuk melihat investasi agrobisnis di kawasan pertumbuhan Pangandaran raya maka akan dilihat dari analisis SWOT pada Tabel 3.10

LAPORAN AKHIR 136

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 31 Analisis SWOT Agrobisnis

Unsur Deskripsi Strength • Agribisnis di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya komoditas terbesar dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu; 1) Tanaman pangan (Padi, Kayu, Sengon, dan Kelapa, 2) Peternakan yaitu Domba, dan Sapi • Semua Komoditas Agribisnis terdapat di seluruh kecamatan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran raya dengan produksi yang sangat luas dan merata hal ini terlihat dari jumlah kelompok tani semua komoditas yang ada di semua kecamatan. • Untuk Tanaman Pangan Komoditas Tanaman Kelapa mempunyai jumlah dan produksi yang sangat dominan dimana luas lahan panen Tanaman Kelapa di Kabupaten Pangandaran berjumlah 20.394,92 Ha. • Untuk peternakan, komoditas yang dominan adalah domba dan sapi dengan tren pertumbuhan yang selalu naik terbukti dari jumlah ternak dari tahun 2013 sampai 2015 yang selalu naik signifikan.

Weakness • Umumnya kelemahan dari pelaksanaan sistem agribisnis ini terletak pada lemahnya keterkaitan antar sub-sistem. Apa yang terjadi di lapangan adalah bahwa sub-sistem tersebut bekerja sendiri-sendiri. • Masih minimnya SMK Pertanian Terpadu, sehingga kurangnya tenaga dan kapasitas SDM pertanian menjadi kendala karena terbatasnya penduduk usia muda yang mau terjun ke sektor pertanian, apalagi dengan pemahaman pertanian modern di sekitar Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. • Sebagian besar skala usaha pertanian yang dilakukan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya masih belum optimal seperti halnya untuk pertanian tanaman pangan dimana pengadaan sarana produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, dan lainnya masih minim. • Dalam bidang peternakan belum adanya laboratorium kesehatan hewan khususnya dalam memberikan pelayanan laboratorium dan diagnosa penyakit hewan secara benar dan akurat sesuai standar nasional. • Meningkatnya jumlah ternak yang signifikan belum diikuti dengan adanya pabrik pakan yang bisa menyuplai kebutuhan pakan ternak di Pusat pertumbuhan pangandaran raya terutama pakan untuk peternakan sapi.

Opportunity • Beberapa komoditas Agribisnis yang ada di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya seperti Kelapa mempunyai potensi pasar yang sangat luas dengan turunan pengolahan yang sangat beragam

LAPORAN AKHIR 137

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

• Sebagai komoditas pangan terbesar di Pangandaran Raya, kelapa bisa menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida, dll); proses produksi, pengolahan produk kelapa (turunan dari daging, tempurung, sabut, kayu, lidi, dan nira), dan aktivitas penunjangnya (keuangan, irigasi, transportasi, perdagangan, dll).

• Daya saing produk kelapa di Pangandaran Raya potensi saat ini terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer, dimana nilai tambah dalam negeri yang potensial pada produk hilir dapat berlipat ganda daripada produk primernya. Usaha produk hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi baik untuk usaha kecil, menengah, maupun besar. Pada gilirannya industri hilir menjadi lokomotif industri hulu.

• Kelapa sebagai komoditas unggulan agrobisnis di Pangandaran Raya mempunyai potensi yang besar dimana permintaan pasar ekspor produk olahan kelapa umumnya menunjukkan trend yang meningkat. Sebagai contoh, pangsa pasar Kelapa parut Indonesia terhadap ekspor dunia cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kecenderungan yang sama terjadi pada hasil olahan lain.

• Dalam sektor peternakan potensi terbesar adalah pada Peternakan Sapi dimana saat ini kebutuhan daging sapi di Indonesia yang terus menerus meningkat dan belum terpenuhi secara optimal

• Wilayah Pangandaran dengan luasan perkebunan yang sangat luas mempunyai potensi untuk pengembangan peternakan Sapi di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.

• Mengacu kepada karakteristik usaha ternak sapi dan kondisi riil yang dihadapi, maka strategi yang dinilai tepat adalah mendorong peran swasta, tetapi tetap memberi peran dan keterlibatan masyarakat peternak.

• Meningkatnya jumlah ternak yang signifikan dari tahun ke tahun memerlukan fasilitas kandang dengan kapasitas besar di masa yang akan datang sehingga peternakan bisa lebih luas. Threat • Dukungan kebijakan yang diperlukan untuk usaha tani masih banyak menemui kendala seperti penyediaan kredit modal untuk intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan; pembinaan teknis dan kelembagaan produksi; penyediaan informasi teknologi dan pasar; peningkatan status hukum atas kepemilikan lahan usaha; dan pengembangan infrastruktur. LAPORAN AKHIR 138

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

• Dukungan kebijakan industri pengolahan saat ini belum banyak membantu antara lain penyederhanaan birokrasi perizinan usaha dan investasi; pembukaan akses pembiayaan dengan pemberian skim kredit khusus untuk berbagai skala usaha; promosi kegiatan penelitian dan pengembangan komoditas kelapa dalam pengolahan dan pemasaran.

Sumber : Hasil Analisis, 2016

5.4 Agroindustri Sebagaimana umumnya pertanian yang berada di pesisir daerah tropis, Pangandaran Raya juga dipenuhi oleh beragam usaha penduduk dalam mengolah hasil pertanian setempat. Tabel 5.31 merupakan pengolahan hasil pertanian (produksi) yang ada di Pangandaran Raya tepatnya di lima kecamatan yaitu Kecamatan Cijulang, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Parigi, Pangandaran, dan Kalipucang. Gambar 5.8 disajikan peta sebaran Agroindustri Pangandaran Raya.

Tabel 5. 32 Rekapitulasi Jumlah Agroindustri di Pangandaran Raya

No Jenis Kecamatan Industri Cijulang Sidamulih Parigi Pangandaran Kalipucang 1 Olahan Minyak Sawit - - - 1 - 2 Olahan Minyak Kelapa 1 - - 1 - 3 Olahan Minyak VCO 1 - - - - 4 Kopra 1 1 2 2 4 5 Tepung Tapioka - 1 - - 2 6 Roti Sopia - - 2 - - 7 Gula Kelapa 18 - - - - 8 Nata De Coco 4 1 3 1 - 9 Pengolahan Kelapa - 1 - - - 10 Ikan Asin 2 - 12 2 - 11 Pembekuan Ikan/Udang - - - 2 - 12 Udang Beku - - - 1 - 13 Udang dan Ikan Asin - - - 1 - 14 Industri Tempe 4 - 8 7 11 15 Industri Tahu 4 1 6 1 - 16 Kembang Tahu - - 1 - - 17 Industri Kecap - 1 2 2 - LAPORAN AKHIR 139

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

No Jenis Kecamatan Industri Cijulang Sidamulih Parigi Pangandaran Kalipucang 18 Industri Kerupuk 6 1 2 2 - 19 Kerupuk Singkong - 1 - - - 20 Makanan Ringan 7 - - 2 - 21 Opak 18 - - - - 22 Sale - - 4 - - 23 Gudril - - 1 - - 24 Simping - - 1 - - 25 Sale Pisang 5 - - - 4 26 Kue - - - - 3 27 - - 1 - - 28 Kue Kering - - 1 - - 29 Rengginang - - 3 - - 30 Aneka Kue - - 2 - - 31 Kue Kaldu - - 2 - - 32 Telor Asin - - 2 - - 33 Sekoteng - - 1 - - 34 Opak Singkong - - 4 -- - 35 Cimpring Singkong - - 1 - - 36 Kerupuk Selondok - - 1 - - 37 Kerupuk Ikan - - 1 - - 38 Semprong - - - - 1 39 Opak Bolu - - - - 1 40 Cocorot 5 - - - - 41 Cilok 1 - - - - 42 Comet 1 - - - - 43 Sorabi 1 - - - - 44 Kue Basah 1 - - - - 45 Kawungsari 1 - - - 2 46 Kripik 10 1 3 1 - 47 Kripik Pisang - - 10 - - 48 Terasi - - 2 - - 49 Opak Bakar - - 10 - - 50 Opak Oven 8 - - 51 Mie Jepang 1 - - 52 Air Minum Isi Ulang 3 1 6 6 - 53 Jamu Godok - - 1 - - 54 Industri Es Balok - - - 1 - 55 Minuman Limun 1 - - - - 56 Es Sitrun 1 - - - -

LAPORAN AKHIR 140

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

No Jenis Kecamatan Industri Cijulang Sidamulih Parigi Pangandaran Kalipucang 57 Industri Gula Merah - - - 2 6 58 Huler 83 - 113 28 36 59 Penggergajian Kayu 47 25 141 22 39 60 Industri Meubel 3 - - 14 2 61 Industri Ijuk - - - - 2 62 Industri Sapu Ijuk - - - - 10 63 Kapur - - - - 20 64 Bata - - - - 1 65 Pipiti - - - - 1 66 Bengkel - - - - 1 67 Meubel/Ukiran Kayu - 2 9 1 - 68 Pengolahan Sabut Kelapa - 4 - - 69 Pengrajin Sabut Kelapa - - 2 - - 70 Pabrik Sabut Kelapa - - 3 - - 71 Tambang Batu - - 4 - - 72 Industri Batako - 2 - - - 73 Pemasok dan Jasa - 2 - - - 74 Anyaman Sapu Lidi 1 - - - - 75 Anyaman Bambu 3 - - - - 76 Anyaman 4 - - - - 77 Sangkar Burung - - - 1 - 78 Bengkel - - - 10 - 79 Konveksi - - - 17 - 80 Kusen Cor - - - 1 - Sumber: Rakor Pangandaran, 2016

LAPORAN AKHIR 141

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 5. 9 Peta Sebaran Agroindustri Pangandaran Raya

5.4.1 Industri Makanan dan Minuman Usaha makanan dan minuman yang tersedia di Kabupaten Pangandaran berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Perindagkop dan UMKM pada tahun 2013 berjumlah 97unit yang terdiri dari jenis rumah makan, restoran, kafe, dan kantin. Adapun lokasi usaha tersebut tersebar di 6 (enam) kecamatan yang ada, diantaranya di Kecamatan Pangandaran, Padaherang, Mangunjaya,

LAPORAN AKHIR 142

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sidamulih, Kalipucang, dan Cijulang. Dari keenam kecamatan tersebut yang paling banyak terdapat jasa usaha makanan dan minuman yaitu Kecamatan Pangandaran dengan mayoritas usaha rumah makan yang berjumlah 39 unit.

Tabel 5. 33 Jumlah dan Jenis Usaha Makanan dan Minuman di Kab. Pangandaran Th. 2013

No Jenis Usaha Makanan dan Minuman Kecamatan Pangandaran Padaherang Mangunjaya Sidamulih Kalipucang Cijulang 1 Rumah Makan 39 1 0 0 0 11 2 Restoran 2 0 0 0 0 0 3 Kafe 2 0 0 0 0 0 4 Kantin 18 9 3 5 7 0 Jumlah 61 10 3 5 7 11 Total 97 Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025

1. Industri Rumahan Jus Honje Bu ooy Merupakan sebuah industri rumahan yang dimiliki oleh Ibu Hj. Ooy memproduksi jus honje, dikarenakan sulitnya pasokan buah honje membuat pengunjung yang datang ke tempat ini sementara ini belum dapat menyaksikan dan ikut mengolah buah honje hingga akhirnya menjadi jus honje, melainkan baru hanya dapat membeli jus honje yang memiliki berbagai macam khasiat untuk kesehatan.

Berada di daerah Desa Mangunjaya, tempat ini digerakkan oleh ibu-ibu PKK yang terwadahi oleh koperasi serba usaha. Tempat ini memiliki letak koordinat S7 29.684 E108 41.966. Seluruh bentuk pengelolaan masih dengan metode tradisional guna mempertahankan kealamian dari jus honje tersebut namun rumah produksi jus honje Bu Ooy ini masih banyak sekali memiliki kekurangan dikarenakan promosi, fasilitas pendukung kegiatan pariwisata masih belum tersedia serta tempat ini juga harus dilakukan penataan ulang.

LAPORAN AKHIR 143

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Jus Honje Bu Ooy (Honjeku)

Kondisi Lingkungan

3,13 Daya Tarik dan Aktivitas Informasi DTW Wisata 2,50 2,58

1,50 Sarana dan Fasilitas Dukungan Masyarakat3,93 Wisata

3,10 Prasarana4,09 Aksesibilitas

Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025 Gambar 5. 10 Daya Tarik Wisata Kuliner Jus Honje

Daya tarik wisata Kuliner Jus Honje memiliki bobot nilai tertinggi pada aspek kondisi prasarana yaitu dengan bobot nilai 4,09, sedangkan untuk bobot nilai terendah berada pada aspek sarana dan fasilitas yang memiliki bobot nilai 1,50. Dimana dengan perolehan bobot nilai tersebut terlihat bahwa daya tarik wisata Kuliner Jus Honje dari aspek prasarana sudah baik, tetapi masih perlu dilakukan pembangunan terhadap sarana dan fasilitas wisata untuk menunjang aktivitas wisata di kawasan ini. Namun, pengembangan agroindustri honje masih menghadapi kendala sangat mendasar yakni, sangat sulit dalam membudidayakan honje tersebut. Oleh karena itu perlu bantuan riset dan pengembangan untuk pembudidayaan honje bahan juice tersebut.

LAPORAN AKHIR 144

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Pengolahan Keripik pisang Tabel 5. 34 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Keripik Pisang di Growth Center Kabupaten Pangandaran

Jumlah Jumlah Biaya Rata- Rata-Rata Jumlah Rata-Rata Daerah Kecamatan Rata Produksi Penjualan Industri Produksi Pemasaran (per hr/kg) (per (per hr/kg) hr/kg) Kalipucang 192 5.426 Rp 28.800.000 5.426 Dalam Negeri Cijulang 13 104 Rp 1.950.000 104 Dalam Negeri Parigi 83 664 Rp 12.450.000 664 Dalam Negeri Pangandaran - - - - - Sidamulih - - - - - Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

3. Pengolahan Kopra Tabel 5. 35 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Kopra di Growth Center Kabupaten Pangandaran

Jumlah Jumlah Biaya Rata- Jumlah Daerah Industri Rata-Rata Rata Rata-Rata Pemasaran Kecamatan Produksi Produksi Penjualan (per hr/kg) (per hr/kg) (per hr/kg) Kalipucang - - - - - 2 1.200 Rp 5.900.000 1.200 Dalam Cijulang Negeri 1 600 Rp 2.950.000 600 Dalam Parigi Negeri 1 500 Rp 2.500.000 500 Dalam Pangandaran Negeri Sidamulih - - - - - Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

LAPORAN AKHIR 145

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4. Gula Kelapa Tabel 5. 36 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Gula Kelapa di Growth Center Kabupaten Pangandaran

Jumlah Jumlah Biaya Rata- Jumlah Daerah Industri Rata-Rata Rata Produksi Rata-Rata Pemasaran Kecamatan Produksi (per hr/kg) Penjualan (per hr/kg) (per hr/kg) 192 5.426 Rp 28.800.000 5.426 Dalam Kalipucang Negeri 13 104 Rp 1.950.000 104 Dalam Cijulang Negeri 83 664 Rp 12.450.000 664 Dalam Parigi Negeri Pangandaran - - - - - Sidamulih - - - - - Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

5. Pengolahan Ikan Asin Tabel 5. 37 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Ikan Asin di Growth Center Kabupaten Pangandaran

Jumlah Jumlah Biaya Rata- Jumlah Daerah Industri Rata-Rata Rata Produksi Rata-Rata Pemasaran Kecamatan Produksi (per hr/kg) Penjualan (per hr/kg) (per hr/kg) Kalipucang - - - - - 14 350 Rp 17.500.000 350 Dalam Cijulang Negeri 8 240 Rp 7.700.000 240 Dalam Parigi Negeri 28 840 Rp 26.700.000 840 Dalam Pangandaran Negeri Sidamulih - - - - - Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

LAPORAN AKHIR 146

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

6. Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang Tabel 5. 38 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang di Growth Center Kabupaten Pangandaran

Jumlah Jumlah Biaya Rata- Jumlah Daerah Industri Rata-Rata Rata Produksi Rata-Rata Pemasaran Kecamatan Produksi (per hr/kg) Penjualan (per hr/kg) (per hr/kg) Kalipucang - - - - - Cijulang - - - - - Parigi - - - - - 4 1.500 Rp 225.150.000 1.500 Dalam Pangandaran Daerah/Luar Negeri Sidamulih - - - - - Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

5.4.2 Industri Penggergajian Kayu Industri penggergajian kayu merupakan salah satu industri yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan di wilayah Pangandaran Raya. Pada tahun 2013 hasil hutan di wilayah Pangandaran Raya terdiri dari beberapa jenis kayu yaitu kayu albazia dengan jumlah produksi mencapai 104.962, 915 M, kayu mahoni dengan jumlah produksi mencapai 17.436 M, kayu jati dengan jumlah produksi 11.264,790 M dan jenis kayu lainnya dengan jumlah produksi 5.442, 716 M. Sementara itu jumlah hutan yang memproduksi kayu juga cukup besar yaitu mencapai 27.269, 47 Ha. Kondisi ini cukup menunjang untuk pengembangan industri penggergajian kayu. Menurut humas Sekretariat daerah Kabupaten Pangandaran, industri penggergajian kayu merupakan salah satu industri yang cukup menonjol nilai investasinya, namun masih kurang berkembang di Kabupaten Pangandaran.

5.4.3 Analisis SWOT Sektor Agroindustri

Analisis SWOT merupakan alat yang digunakan untuk mengembangkan strategi sebuah usaha. Penerapan analisis SWOT sebelum menilai investasi diharapkan mampu menghasilkan penilaian kebutuhan investasi yang strategis dan akurat sehingga mencapai pemilihan alternatif

LAPORAN AKHIR 147

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 investasi yang maksimal. Analisis SWOT untuk bidang Agroindustri pada pusat pertumbuhan Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.38. Tabel 5. 39 Analisis SWOT Agroindustri

Unsur Deskripsi Strength 1. Pangandaran Raya termasuk kedalam rencana pengembangan sektor agroindustri wilayah jawa barat bagian selatan tahun 2010-2035. 2. Tanaman kelapa, padi dan pisang menjadi komoditas andalan yang dapat diolah menjadi berbagai varian produk. 3. Hasil tangkapan laut yang melimpah dapat dijadikan aneka produk olahan. Weaknes 1. Kurangnya kreativitas masyarakat dalam mengolah hasil pertanian dan perikanan. 2. Tidak memiliki gastronomi (makanan khas Pangandaran) 3. Kondisi terkini aksesibilitas masih rendah. 4. Adanya keterbatasan IPTEK untuk mengolah hasil pertanian.

Opportunity 1. Pangadaran banyak dikunjungi oleh wisatawan sehingga produk agroindustri berpeluang dibeli oleh wisatawan. 2. Target pemerintah dalam melakukan akselerasi sektor pariwisata membuka peluang bagi berkembangan industri hasil olahan makanan dan minuman. 3. Pangandaran memiliki kesempatan untuk dibangun Bandara, Pelabuhan, Rel Kereta Api dan Jalan Nasional. 4. Perkembangan teknologi dapat membuka peluang pasar yang semakin luas. 5. Semakin terbukanya pasar global Threat 1. Agroindustri yang ada di pangandaran merupakan hasil yang umum diproduksi oleh daerah lain di pesisir. 2. Alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan ke bentuk pembangunan properti. Sumber: Hasil Analisis, 2016

---agisu---

LAPORAN AKHIR 148

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 6 RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA

Bab 6 ini menyajikan rencana kebutuhan investasi untuk setiap sektor yang dielaborasi. Berkenaan dengan penyusunan rencana investasi tersebut, digunakan asumsi umum untuk semua sektor, dan asumsi dasar untuk setiap sektor yang berbeda-beda. Berikut ini asumsi umum yang dijadikan dasar dalam perencanaan investasi: 1. Menjadikan grand design Pembangunan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat sebagai acuan dalam membuat rencana kebutuhan investasi di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya (Bappeda, 2014) 2. Menggunakan Renip (Rencana Induk Pembangunan) Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya (Bappeda, 2016) 3. Kondisi sosial budaya, ekonomi dan politik stabil 4. Tanpa adanya gangguan bencana alam 5. Semua fasilitas transportasi darat, laut dan udara telah terbangun (Renip Pangandaran Raya, 2016) a. Bandara Nusawiru sudah dapat digunakan untuk pesawat berbadan lebar b. Pelabuhan Nusawiru sudah menjadi Pelabuhan Samudera dan sudah dapat digunakan c. Pelabuhan Bojongsalawe sudah dapat digunakan d. Reaktivasi transportasi kereta api dari banjar ke Cijulang e. Jalan darat pantai selatan menjadi jalan nasional lintas pantai selatan 6. Perhitungan rencana kebutuhan investasi tidak didasarkan pada hasil feasibility study bisnis yang bersangkutan

6.1 Kepariwisataan Investasi pada sektor Kepariwisataan mempunyai potensi yang sangat besar untuk terus dikembangkan. Tren perkembangan wisata yang akan datang adalah sustainable tourism. Pada Tabel 6.1 disajikan rencana kebutuhan investasi sektor pariwisata

LAPORAN AKHIR 149

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 6. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata

Sumber: Hasil Analisis, 2016 No Komponen Jenis Aktor Lokasi Nilai Keterangan Kepariwisataan Layanan investasi Investasi (Juta Rp) 1 Atraksi Wisata Wisata alam Masyarakat Desa Kertayasa 5.500 Body rafting, camping Desa Setempat ground, off road, cross Kertayasa country, flying fox, dll. Wisata alam Masyarakat Desa Selasari 5.500 Body rafting, camping Desa Setempat ground, off road, cross Selasari country, flying fox, dll Wisata Seni Masyarakat Pangandaran 5.000 Pelatihan, costume, Budaya setempat raya (5 Kec promosi, dll. @1M) Wisata Masyarakat Pangandaran 7.500 Diving, climbing, Minat setempat Raya hiking, parasailing, kite Khusus festival, banana boat, snorkeling, dll. 2 Aksesibilitas Bis khusus Swasta Pangandaran 135.000 (5 kecamatan *10 wisata Raya bis*2.7M) (koach) 3 Ameniti Eco- Masyarakat Desa kertayasa 20.000 Masing – masing Homestay lokal dan Selasari daerah wisata didirikan 20 unit eco-homestay yang dirancang dengan arsitektur adat. sentra Masyarakat Pangandaran 5000 Setiap kecamatan kuliner lokal Raya didirikan satu sentra (Food and kuliner untuk memacu beverage pertumbuhan local gastronomi. community) Convention swasta Kecamatan 200.000 Kapasitas 1000 orang: Hall Cijulang Lahan, gedung (MICE) (bangunan) Hotel Swasta Kecamatan 250.000 Hotel dekat dengan bintang Cijulang bandara. lima 4 Ansilari Pengelolaan pemerintah Pangandaran 10.000 Penyediaan fasilitas kepariwisat Raya (5 kec) perkantoran, pelatihan, aan

LAPORAN AKHIR 150

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

6.2 Kelautan dan Perikanan Investasi sektor kelautan dan perikanan meliputi investasi untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan laut dan juga budidaya. Budidaya selain ikan laut cocok dilakukan di Kecamatan Sidamulih. Sedangkan budidaya perikanan hasil laut cocok dilakukan di Kecamatan Pangandaran dan Cijulang. Disamping itu, investasi ini juga mempertimbangkan kondisi, lokasi dan sarana prasarana untuk pengembangan aktivitas bisnis penunjangnya. Nilai investasi untuk sektor kelautan dan perikanan akan disajikan dalam tabel 6.2. Tabel 6. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan

Nilai Aktor No Jenis Investasi Lokasi Investasi Keterangan investasi (juta Rp) 1 Keramba Jaring Pemerintah Kecamatan 78,000 Berdasarkan hasil Apung ( KJA ) Pangandaran interview, 1 KJA (digunakan digunakan untuk 10 untuk orang nelayan maka pembibitan Kecamatan Pangandaran atau budidaya dengan jumlah nelayan ikan laut di 2395 jiwa membutuhkan perairan yang 240 KJA. Harga KJA tenang/tahan modern yaitu 325 ombak) juta/unit.

2 Pengadaan sarana Pemerintah Kecamatan 85 Sarana prasarana prasarana produksi Cijulang, Parigi, dibutuhkan untuk perikanan (tempat Sidamulih, melengkapi 5 TPI. Harga ikan, blong, cool Pangandaran, sarpras produksi box) dan Kecamatan perikanan per TPI adalah Kalipucang 5 juta untuk tempat ikan dan 6 juta untuk blong. Selain itu, dibutuhkan 30 coolbox dengan kapasitas 1 kuintal dengan total 30 juta untuk semua kecamatan. (asumsi produksi ikan terbanyak hampir 3000 ton)

3 Armada kapal 10 Pemerintah Kecamatan 15,435 Armada kapal GT Cijulang diperuntukkan bagi LAPORAN AKHIR 151

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

(mempertimba nelayan dalam KUB. ngkan lokasi Terdapat 13 KUB di pelabuhan) Kecamatan Pangandaran yang berarti asumsi untuk kecamatan lain bahwa 1 KUB dikelola oleh hampir 200 nelayan maka jumlah 4.101 nelayan (dikurangi oleh Kecamatan Sidamulih yang lebih cocok untuk budidaya) dibagi 200 adalah 21 KUB. Harga satuan kapal 10 GT adalah 735 juta

4 Armada kapal 30 Pemerintah Kecamatan 208,500 Pengelolaan kapal 30 GT GT Cijulang diperuntukkan bagi 30 (mempertimba orang nelayan/unit. ngkan lokasi Jumlah nelayan di pelabuhan) Pangandaran Raya adalah 4.141 orang. Sehingga dibutuhkan 139 kapal. Harga satuan kapal adalah 1,5 miliar rupiah.

5 Pembangunan atau Swasta Kecamatan 500,000 Persyaratan Tempat renovasi Tempat Cijulang, Parigi, Pelelangan Ikan diatur Pelelangan Ikan Pangandaran dalam No. dan Kecamatan KEP.01/MEN/2007 Kalipucang (DKP 2007). Anggaran untuk tempat pelelangan ikan yaitu sebesar 100 miliar.

LAPORAN AKHIR 152

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar diatas adalah contoh tempat pelelangan ikan di Tsukiji Market di Jepang

6 Pabrik es curah Swasta Kecamatan 7,500 Jumlah produksi es yang Cijulang, telah ditetapkan adalah Pangandaran, maksimal 10 ton/hari. Kecamatan Harga analisis usaha per Sidamulih, unit adalah 1,5 Miliar Kalipucang, (Alumniaps.com) dikali Parigi dengan 5 kecamatan. 7 Mesin Potong Ikan Swasta Kecamatan 260 Harga mesin otomatis Cijulang, Parigi, untuk potong ikan Pangandaran adalah sekitar 4000 US dan Kecamatan (Alibaba.com). Asumsi Kalipucang nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah 13.000. Mesin ini Digunakan untuk 5 TPI. Berikut adalah contoh mesin potong ikan di Tsukiji Market, Jepang.

LAPORAN AKHIR 153

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

6.3 Agrobisnis Dalam investasi Agribisnis terdapat tiga aktor pelaku investasi dalam pengembangan agribisnis yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Berdasarkan analisis SWOT maka pengembangan investasi di bidang agribisnis akan dijabarkan melalui berbagai aspek seperti jenis investasi, nilai investasi maupun lokasi investasi. Untuk lebih lengkap akan dijabarkan dalam Tabel 6.3. Tabel 6. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agribisnis

Nilai Aktor Tahun No Jenis Investasi Lokasi Investasi Keterangan investasi investasi (juta Rp) A. Tanaman Pangan 1 Pengadaan Pemerinta Kecamatan 2.000 Meliputi 2017 / tiap sarana produksi h Cijulang, pengadaan sarana tahun (bibit, pupuk, Parigi, produksi pestisida, dll) Sidamulih, pertanian antara Pangandara lain terdiri dari n, dan benih, bibit, Kecamatan makanan ternak, Kalipucang pupuk , obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga kredit, bahan bakar, alat-

LAPORAN AKHIR 154

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. B. Peterna kan 1 Pembangunan Pemerinta Kecamatan 10.000 Meliputi sarana 2018 laboratorium h Cijulang dan prasarana kesehatan atau Bangunan Utama hewan, Kecamatan dan Penunjang Parigi seperti Laboratorium- laboratorium, Ruang Sterilisasi, Ruang data, Ruang Staf, Mushala, Ruang Parkir dan sebagainya.

2 Pabrik Pakan Swasta Lokasi 20.500 1. Perizinan : 2020 investasi Rp. 0.3 M yang 2. Investasi direkomend Tanah (1Ha) asikan &Bangunan: Rp. adalah yang 7.0 M berdekatan 3. Mesin: Rp. dengan 8.5 M sentra usaha 4. Modal Kerja: peternakan Rp. 4.7 M (Bahan dan juga Baku, Tenaga dekat Kerja dengan Operasional) sentra bahan baku utama, selain itu aksesibilitas lokasi serta kondisi lingkungan sekitar Pabrik menjadi pertimbanga

LAPORAN AKHIR 155

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

n utama pemilihan lokasi. Wilayah Pangandara n yang memenuhi aspek ini adalah Kecamatan Cijulang 3 Penyediaan sapi Swasta Kecamatan 4.000 Jenis Sapi Limosin 2018 /tiap calon induk Cijulang, 200 x 20 juta tahun dengan Parigi, (ekor) = 4 miliar kapasitas 200 Sidamulih, /tahun ekor/tahun Pangandara (Jenis Sapi n, dan Limosin) Kecamatan Kalipucang 4 Fasilitas Swasta Kecamatan 2.000 Asumsi kandang 2018, 2019, kandang Cijulang, seluas 100 m2 2020 dengan Kecamatan atau berukuran kapasitas 1000 Sidamulih 10m x 10m, ekor jumlah sapi ideal atau kapasitas ideal kandang tersebut paling banyak mencapai 25 ekor (4m2 x 25 ekor = 100m2)

Sumber : Hasil Analisis, 2016

6.4 Agroindustri Dalam investasi Agroindustri terdapat tiga aktor pelaku investasi dalam pengembangan agroindustri yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Berdasarkan analisis SWOT maka pengembangan investasi di bidang agroindustri akan dijabarkan melalui berbagai aspek seperti jenis investasi, nilai investasi maupun lokasi investasi. Untuk lebih lengkap akan dijabarkan dalam Tabel 6.4.

LAPORAN AKHIR 156

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 6. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri

Nilai Aktor No Jenis Investasi Lokasi Investasi Keterangan investasi (juta Rp) A. Industri Pengolahan Kelapa 1 Produksi Minyak Masyarakat Kecamatan 7.986 1. Perizinan Rp 300.000 Kelapa VCO Setempat Cijulang, 2. Lahan dan Bangunan Kecamatan 1 Ha. Rp 7 M Parigi, 3. Peralatan dan Mesin Kecamatan Produksi Rp Kalipucang 109.570.000 @3 Paket Rp 328.710.000 @3 Kecamatan Rp 986.130.000. 2 Produksi Masyarakat Kecamatan 9.024 1. Perizinan Rp Minuman Sari Setempat Cijulang, 3.300.000 Kelapa Nata De Kecamatan 2. Lahan dan Bangunan Coco Parigi, 1 Ha. Rp 7 M Kecamatan 3. Peralatan dan Mesin Kalipucang Produksi Rp 224.570.000 @3 Paket Rp 673.710.000 @3 Kecamatan Rp 2.021.130.000 3 Produksi Gula Masyarakat Kecamatan 21.597 1. Perizinan : Rp. Semut Setempat Cijulang, 3.300.000 Jt. Kecamatan 2. Investasi Tanah Parigi, (1Ha) &Bangunan: Rp. Kecamatan 7.0 M. satu paket mesin Kalipucang produksi terdiri dari: mesin/alat pencacah gula merah-gula aren, mesin pemasak gula semut, oven, mesin penepung, mesin pengayak seharga Rp. 66 Jt. (diasumsikan untuk setiap kegiatan produksi memerlukan masing-masing 3 unit

LAPORAN AKHIR 157

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

mesin, kalikan dengan 3 kecamatan Rp 594 Jt.

4 Produksi Coco Masyarakat Kecamatan 7.288 1. Perizinan Rp Vinegar Setempat Cijulang, 3.300.000. Kecamatan 2. lahan dan bangunan 1 Parigi, Ha Rp 7 M. Kecamatan 3. Peralatan produksi ; Kalipucang Nampan plastik 5000 pcs @Rp5000, Drum plastik (200 lt) 100 buah @Rp2.000.000, Jerigen plastik 100 buah @Rp300.000, Ember plastik (50 lt) 50 pcs @Rp200.000, botol sirup (630ml) 1000 buah @Rp2.500, Timbangan 1000 gram 5 buah @Rp100.000, Rak 50 buah @Rp350.000

1 Produksi Sale Masyarakat Kecamatan 1.380 Meliputi pelatihan dan Pisang Setempat Cijulang, pengembangan SDM, Kecamatan sarana dan prasarana Parigi, bangunan pabrik, serta Kecamatan peralatan dan mesin Kalipucang produksi 2 Industri Masyarakat Kecamatan 132 Waring, Keranjang, Pengolahan Ikan Setempat Pangandaran, Terpal, Timbangan, Kering Parigi Sekop, Plastik, Bak dan Karung Rp 3.307.476. diasumsikan satu kecamatan terdapat 20 Home Industry. Sumber: Hasil Analisis 2016

6.5 Sektor Pendukung Lainnya Sektor pendukung merpakan sektor penunjang dan sektor yang mendukung segala investasi dari keempat sektor yaitu meliputi sektor pariwisata, perikanan dan kelautan,

LAPORAN AKHIR 158

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

agrobisnis dan agroindustri. Jika faktor pendukung ini dalam keadaan baik maka dukungan terhadap keempat sektor akan mudah terealisasi. Faktor pendukung dalam hal ini dibagi kedalam sub sektor yakni kelistrikan, kesehatan, pendidikan, perekonomian, transportasi dan jaringan utilitas. Investasi dalam hal sektor pendukung lainnya dapat dilihat pada Tabel 6.5. Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pendukung Lainnya

Nilai Aktor No Jenis Investasi Lokasi Investasi Keterangan investasi (juta Rp) Pendidikan 1 Pembangunan Pemerintah Kecamatan 1.600 Jurusan meliputi SMK terpadu dan parigi/ pariwisata, perikanan, Politeknik Kecamatan kelautan dan pertanian sidamulih/ Kecamatan Kalipucang Transportasi 1 Pelebaran jalan Pemerintah Pusat 7.500 Ruas Jalan Kabupaten yang tidak sesuai Pertumbuhan dengan kelas dan Pangandaran statusnya (150,83) Raya 2 Penambahan Pemerintah Kecamatan 1.000 Moda pada rute Pangandaran yang dibutuhkan Kecamatan Parigi, Kecamatan Cijulang 3 Reaktivasi jalur Pemerintah Pusat 150.000 Banjar-Cijulang (83 km) kereta Pertumbuhan Pangandaran Raya 4 Pembangunan Pemerintah Kecamatan 40.000 8 km Runway Nusawiru Cijulang 5 Peningkatan Pemerintah Kecamatan 20.000 Pelabuhan Cijulang Nusawiru menjadi pelabuhan samudera 6 Pembangunan Pemerintah Jalur Cileunyi- 5.500.000 jalan tol Nagreg-

LAPORAN AKHIR 159

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tasikmalaya- Ciamis-Banjar Jaringan Utilitas 1 Pengembangan Pemerintah Pusat 700.000 Penambahan kapasitas, ketenagalistrikan Pertumbuhan penyaluran listrik, Pangandaran pembangunan prasarana Raya listrik tenaga angin arus bawah laut, penerangan jalan umum 2 Peningkatan Pemerintah Pusat 1.422 Pemisahan limbah, sanitasi Pertumbuhan perbaikan dan perawatan lingkungan Pangandaran saluran, penyediaan Raya sumur resapan, penyediaan unit pengolahan tinja 3 Pengelolaan Pemerintah Pusat 10.000 Penyediaan lahan TPS3R, sampah terpadu Pertumbuhan container, bak sampah, Pangandaran sosialisasi teknologi Raya pengelolaan sampah 4 Penyediaan air Pemerintah Pusat 700.550,5 Distribusi air bersih, bersih Pertumbuhan Pembangunan waduk & Pangandaran bendungan, Raya pembangunan SPAM, baik penampungan dan kran umum 5 Pengembangan Pemerintah Pusat 30.000 Penempatan menara jaringan Pertumbuhan bersama, pembangunan komunikasi Pangandaran jaringan fiber optik, Raya fasilitas komunikasi umum,

LAPORAN AKHIR 160

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 6. 1 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Pariwisata

LAPORAN AKHIR 161

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 6. 2 Pemetaan Pertumbuhan Pangadaran Raya Sektor Kelautan dan Perikanan

LAPORAN AKHIR 162

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 6. 3 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agrobisnis

LAPORAN AKHIR 163

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis 2016 Gambar 6. 4 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agroindustri

LAPORAN AKHIR 164

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 7 MATRIKS KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA

Sektor yang dikaji dalam hal kebutuhan investasi meliputi 4 sektor yakni kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis, agroindustri yang terletak di 5 kecamatan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Kelima kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan dimaksud adalah Cijulang, Parigi, Pangandaran, Kalipucang, dan Sidamulih. Dalam sektor pariwisata, kebutuhan investasi berdasar pada komponen pariwisata meliputi atraksi wisata, aksesibilitas, ansilari dan amenity. Untuk sektor kelautan dan perikanan rencana investasi yang dibutuhkan meliputi keramba jaring apung, tempat ikan, blong, cool box, armada kapal, pembangunan/renovasi tempat pelelangan ikan, pabrik es curah dan mesin potong ikan. Sektor agrobisnis membutuhkan investasi pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida dll), laboratorium kesehatan hewan, pabrik pakan, penyedia sapi calon induk dengan kapasitas 200 ekor/tahun dan fasilitas kandang dengan kapasitas 1000 ekor. Sektor terakhir adalah sektor agroindustri dimana sektor ini membutuhkan investasi dalam hal industri pengolahan kelapa dan industri pengolahan pisang. Untuk lebih rinci mengenai tempat perencanaan investasi, tahun rencana, prospek investor, strategi dan total investasi dapat dilihat pada tabel 7.1 sampai dengan tabel 7.5.

LAPORAN AKHIR 165

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata Tabel 7.1 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor pariwisata. Tabel 7. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

KOMPON

INVEST

EN

ASI NO PARIWIS

(Juta

STRATEGI

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

ATA Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah Pangandaran Atraksi 1 Wisata  DESA KERTAYA SA Body a Rafting    camping b    Ground 5,500 c Off Road    Cross d  Country   e Flying Fox    DESA

SELASARI  Body a  Rafting   5,500 camping b  Ground  

LAPORAN AKHIR 166

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

KOMPON

INVEST

EN

ASI NO PARIWIS

(Juta

STRATEGI

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

ATA Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah Pangandaran c Off Road    Cross d  Country   e Flying Fox    Aksesibilita 2 s Bus 135,00 a Khusus 0 Wisata         3 Ameniti Eco a  Homestay     20,000 Centra b  Kuliner      5,000 Convention 200,00 c  Hall   0 Hotel 250,00 d   Bintang 5   0 4 Ansileri

LAPORAN AKHIR 167

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

KOMPON

INVEST

EN

ASI NO PARIWIS

(Juta

STRATEGI

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

ATA Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah Pangandaran Pengelolaa n Kepariwisa taan a (Penyediaa       10,000 n fasilitas perkantora n, dan pelatihan)

Sumber: Hasil Analisis, 2016

LAPORAN AKHIR 168

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan Tabel 7.2 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor kelautan dan perikanan.

Tabel 7. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

INVEST

N KOMPONEN

ASI O PARIWISATA

(Juta

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

STRATEGI

Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah Pangandaran II Kelautan Keramba Jaring 1 Apung      78,000 Tempat Ikan, 2 Blong, Cool Box       85 Armada Kapal 10 3   GT   15,435 Armada Kapal 30 208,50 4     GT 0 Pembangunan/Re 5 novasi Tempat       500,00 Pelelangan Ikan 0 6 Pabrik Es Curah         7,500 7 Mesin Potong Ikan         260

Sumber: Hasil Analisis, 2016

LAPORAN AKHIR 169

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis Tabel 7.3 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor agrobisnis. Tabel 7. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

INVEST

KOMPONEN

ASI NO PARIWISATA

(Juta

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

STRATEGI

Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah Pangandaran II I Agrobisnis Pengadaan Sarana 1 Produksi (bibit,       2,000 pupuk, pestisida dll) Laboratorium 2     10,000 Kesehatan Hewan 3 Pabrik Pakan    20,500 Penyedia Sapi calon Induk Dengan 4      4,000 Kapasitas 200 Ekor/Tahun Fasilitas Kandang 5 Dengan Kapasitas     2,000 1000 ekor

Sumber: Hasil Analisis, 2016

LAPORAN AKHIR 170

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri Tabel 7.4 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor agroindutri. Tabel 7. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

INVEST

KOMPONEN

ASI NO PARIWISATA

(Juta

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

STRATEGI

Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah Pangandaran I V Agroindustri Industri 1 Pengolahan Kelapa Produksi a Minyak Kelapa        7,986 VCO Produksi Minuman Sari b     9,024 Kelapa Nata De Coco Produksi Gula c     21,597 Semut Produksi Coco d       7,288 Vinegar Industri 2 Pengolahan  Pisang

LAPORAN AKHIR 171

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

INVEST

KOMPONEN

ASI NO PARIWISATA

(Juta

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

STRATEGI

Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah Pangandaran

a Produksi Sale       1,380 Produksi b Pengolahan       132 Ikan Kering

Sumber: Hasil Analisis, 2016

LAPORAN AKHIR 172

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

Tabel 7.5 adalah rekapitulasi matriks pencana kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya untuk setiap kecamatan dalam setiap sektor masing-masing.

Tabel 7. 5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

INVEST

JENIS

ASI NO KOMPONEN

(Juta

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah

Pangandaran

STRATEGI

Komponen

Pariwisata

1 Atraksi Wisata  DESA KERTAYASA

a Body Rafting    b camping Ground    5,500 c Off Road    d Cross Country    e Flying Fox    DESA SELASARI  a Body Rafting    b camping Ground    5,500 c Off Road    d Cross Country   

LAPORAN AKHIR 173

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

INVEST

JENIS

ASI NO KOMPONEN

(Juta

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah

Pangandaran STRATEGI e Flying Fox    2 Aksesibilitas

a 135,000 Bus Khusus Wisata         3 Ameniti a Eco Homestay      20,000 b Centra Kuliner        5,000 c Convention Hall    200,000 d Hotel Bintang 5     250,000 4 Ansileri Pengelolaan Kepariwisataan a (Penyediaan fasilitas       10,000 perkantoran, dan pelatihan) Komponen Sektor Kelautan dan  Perikanan Keramba Jaring 1 Apung      78,000 Tempat Ikan, Blong, 2 Cool Box       85

LAPORAN AKHIR 174

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

INVEST

JENIS

ASI NO KOMPONEN

(Juta

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah

Pangandaran STRATEGI Armada Kapal 10 3   GT   15,435 Armada Kapal 30 4     GT 208,500 Pembangunan/Ren 5 ovasi Tempat       Pelelangan Ikan 500,000 6 Pabrik Es Curah         7,500 7 Mesin Potong Ikan         260 Kompone n sektor

Agrobisni s Pengadaan Sarana 1 Produksi (bibit,       2,000 pupk, pestisida dll) Laboratorium 2     10,000 Kesehatan Hewan 3 Pabrik Pakan    20,500 Penyedia Sapi calon Induk Dengan 4      4,000 Kapasitas 200 Ekor/Tahun

LAPORAN AKHIR 175

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK KECAMATAN TAHUN

INVESTOR TOTAL

INVEST

JENIS

ASI NO KOMPONEN

(Juta

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035

Parigi

Swasta Swasta Maslok

Cijulang Rp)

Sidamulih

Kalipucang

Pemerintah

Pangandaran STRATEGI Fasilitas Kandang 5 Dengan Kapasitas     2,000 1000 ekor Komponen Sektor Agroindustri Industri Pengolahan 1 Kelapa Produksi Minyak a        7,986 Kelapa VCO Produksi Minuman b Sari Kelapa Nata De     9,024 Coco Produksi Gula c     21,597 Semut Produksi Coco d       7,288 Vinegar Industri Pengolahan 2  Pisang a Produksi Sale       1,380 Produksi b Pengolahan Ikan       132 Kering Sumber: Hasil Analisis, 201

LAPORAN AKHIR 176

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 8 KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT RENCANA INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA

8.1 Kesimpulan

Secara umum kondisi 4 sektor yang dielaborasi yakni 1) kepariwisataan, 2) kelautan dan perikanan, 3) agrobisnis, serta 4) agroindustri di 5 kecamatan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya memasuki siklus awal pengenalan atau “introduksi” investasi. Kelima kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan dimaksud adalah 1) Cijulang, 2) Parigi, 3) Pangandaran, 4) Kalipucang, dan 5) Sidamulih. Berikut ini kesimpulan gambaran kondisi investasi terkini dan rencana investasi di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya: 1. Kondisi 4 sektor strategis terkini di Pangandaran Raya: a. Kepariwisataan di Pangandaran Raya telah memiliki komponen kepariwisataan baik atraksi wisata, aksesibilitas, ameniti maupun ansilari khususnya untuk wisatawan domestik. Keseluruhan komponen tersebut masih sangat terbatas untuk menyambut kedatangan wisatawan mancanegara. Kepariwisataan telah menjadi tumpuan kehidupan ekonomi masyarakat setempat. Atraksi wisata yang jadi andalan adalah pariwisata pantai, sungai, dan panorama alam pedesaan. Pangandaran Raya masih memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata lokal, domestik dan mancanegara. Namun demikian, perlu penataan fasilitas yang telah tersedia, dan perlu pengembangan potensi yang ada. b. Agrobisnis yang menjadi pencaharian masyarakat adalah bercocok tanaman rakyat sebagaimana umumnya di daerah pesisir (tipikal). Pertanian rakyat yang dijalankan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan, peternakan dan perikanan masyarakat setempat, namun sebagian besar masih bersifat subsisten (gurem). c. Kelautan dan perikanan yang menjadi andalan masyarakat setempat adalah ikan laut tangkapan dan tambak, serta perikanan air tawar milik penduduk setempat. Budidaya

LAPORAN AKHIR 177

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

ikan laut dan tambak ikan menjadi potensi besar untuk dikembangkan untuk sub sektor ikan laut. d. Agrobisnis yang menjadi unggulan di Pangandaran Raya adalah hasil budidaya kelapa, padi dan pisang. Budidaya dan hasil tanaman tersebut merupakan produk yang serupa dan tipikal untuk daerah pesisir sebagaimana dihasilkan daerah lainnya di Indonesia sebagai negara tropis. Budidaya produk pertanian dikembangkan oleh masyarakat lokal dan masih bersifat budidaya subsisten (gurem). e. Agroindustri yang jadi pencaharian masyarakat berupa pengolahan hasil pertanian setempat dan masih berskala kecil; f. Agroindustri yang jadi andalan penduduk lokal adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, pisang dan padi untuk makanan dan minuman. Skala usaha di Pangandaran Raya tersebut masih berupa industri rumahan (home industry). Namun demikian produk- produk yang dihasilkan tersebut bukan berupa gastronomi (makanan khas daerah setempat). Penduduk di Pangandaran Raya juga mengolah produk aneka industri rumahan. 2. Mengacu pada RENIP (Rencana Induk Pembangunan) Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya (2016) bahwa, Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya titik sentralnya adalah di Kecamatan Cijulang. Berdasarkan pemetaan pusat pertumbuhan, pusat pertumbuhan primer untuk pariwisata membentang sepanjang pantai di Pangandaran Raya. Adapun pusat pertumbuhan sekunder menyebar hingga ke ujung Pusat Pertumbuhan di tiap kecamatan di Pangandaran Raya. Demikian pula untuk sektor kelautan dan perikanan berpusat dari sepanjang pantai sebagaimana dalam kepariwisataan. Berbeda dengan sektor agrobisnis dan agroindustri, pusat pertumbuhan primer berada membentang di ujung daerah kecamatan di Pangandaran Raya, seterusnya disusul oleh pertumbuhan sekunder dan tersier, hingga mencapai bentangan pantai di Pangandaran Raya. Polarisasi pertumbuhan akan menyebar dari 5 kecamatan di Pangandaran Raya ke daerah lain di sekitarnya. 3. Rencana Investasi di Pangandaran Raya yang potensial dikembangkan sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR 178

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

a. Kepariwisataan Pangandaran Raya masih memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan, baik untuk wisata alam, budaya maupun minat khusus. Potensi investasi akan makin terbuka, jika Pangandaran dibenahi dan ditempatkan dalam posisi destinasi wisata untuk wisatawan mancanegara. i. Pengembangan investasi kepariwisataan adalah kepariwisataan yang terpadu dan terintegrasi serta berkelanjutan berkelas dunia. Pengembangan kepariwisataan tersebut berbasis pada kolaborasi sebagaimana dalam Penta Helix Model yang dalam implikasinya dapat dikembangkan menjadi Hexa Helix Model. ii. Rencana investasi untuk atraksi wisata yang jadi unggulan adalah wisata alam laut dan alam pedesaan. Wisata kelautan yang dikembangkan secara terintegrasi dengan pengembangan budidaya ikan laut dan wisata pantai. Adapun investasi untuk wisata alam dan budaya pedesaan adalah berupa pengembangan Desa wisata. Ada 2 desa wisata yang memasuki siklus introduksi yakni di Desa wisata Kertayasa dan Selasari. Beberapa potensi wisata alam lainnya yang masih dapat dikembangkan di antaranya goa, panorama dan alam pegunungan. Basis investasi tersebut dapat dikonsentrasikan kepada masyarakat lokal. iii. Rencana investasi untuk aksesibilitas yang sangat berperan penting bagi kepariwisataan adalah peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru, reaktivasi jalur Kereta Api dari Banjar ke Cijulang, dan jalan nasional jalur selatan yang melintasi Kabupaten Pangandaran. iv. Rencana investasi layanan ameniti (akomodasi, transfer wisatawan, pemandu wisata) yang tepat di Pangandaran Raya adalah pengembangan potensi masyarakat lokal khususnya di daerah pedesaan. Beberapa layanan dimaksud adalah penyediaan makanan dan minuman untuk wisatawan, penginapan antara lain berupa homestay. Adapun untuk layanan transfer atau transportasi di lingkungan wisata Kabupaten Pangandaran dapat menyediakan bis pariwisata. Adapun investasi berskala besar adalah penyediaan hotel berbintang untuk layanan wisatawan berkelas dunia ditempatkan di “pantai yang terdekat ke Bandara Nusawiru.”

LAPORAN AKHIR 179

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

v. Rencana investasi layanan ansilari yakni pengelolaan kepariwisataan yang lebih baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat adalah pengelola yang berasal dari masyarakat lokal, di mana pariwisata tersebut dikembangkan. Baik kepariwisataan laut, pantai maupun di kawasan pedesaan, pengelolaan perlu diorientasikan pada kemampuan masyarakat lokal. b. Rencana investasi untuk kelautan dan perikanan dapat dirancang sebagai berikut: i. Budidaya ikan laut baik yang dikembangkan di laut dengan menggunakan KJAL (Keramba Jaring Apung Laut), maupun di dalam tambak. Satu di antara contoh budidaya ikan laut adalah di Gondol Kab. Buleleng Bali yang berada di bawah binaan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Bali. Pembenihan dan pembesaran yang memungkinkan dikembangkan di Pangandaran Raya di antaranya udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna. Pengembangan investasi tersebut memerlukan investasi relatif besar, sehingga peran serta investor swasta berskala besar sangat penting. Pola investasi dan pengembangannya dapat mengadopsi program inti-plasma. Selain itu, ikan tangkap yang sebagai pencaharian nelayan masih tetap akan menjadi tumpuan sebagian masyarakat di Pangandaran Raya. Investasi paling penting adalah berupa penyediaan peralatan dan perlengkapan bagi nelayan. Selain itu untuk kelautan juga dapat mengembangkan budidaya rumput laut. ii. Budidaya ikan tawar di Pangandaran Raya adalah ikan yang pada umumnya dikembangkan di tepat lain (tipikal) di Jawa Barat. Beberapa spesies ikan yang terus dibudidayakan dan jadi komoditas andalan masyarakat di antaranya ikan mas, nila, gurame dan budidaya ikan sawah. Investasi yang potensial di perikanan ini dapat diarahkan pada investasi yang berbasis untuk pengembangan ekonomi masyarakat. c. Rencana investasi Agrobisnis yang potensial adalah investasi yang berbasis pada budidaya andalan masyarakat setempat yakni kelapa, padi, dan pisang. Budidaya yang ada saat ini masih dikembangkan dalam pola tradisional dan konvensional. Untuk itu, investasi yang dapat dikembangkan adalah menggali budidaya “tanaman unggulan” lainnya di antaranya budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi misal honje, dan hata.

LAPORAN AKHIR 180

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

d. Rencana investasi untuk agroindustri yang tepat diarahkan pada investasi yang berbasis pada pengembangan “kreasi dan inovasi” masyarakat setempat untuk mengolah bahan yang berasal dari hasil budidaya tanaman, dan kelautan di Pangandaran Raya. Beberapa potensi besar adalah pengolahan dalam industri hilir dari kelapa, padi, pisang, ikan laut, dan ikan tangkapan, serta pengolahan hasil panen budidaya ikan tawar.

8.2 Tindak Lanjut Bagi Investasi Pangandaran Raya Rencana investasi di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat direalisasikan secara maksimal jika dilakukan tindak lanjut sebagai berikut: 1. Perlu upaya merealisasi peningkatan kualitas dan kuantitas aksesibilitas ke Kabupaten Pangandaran: a. Peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru yang dapat digunakan sebagai landasan pesawat berbadan lebar. b. Reaktivasi jalur kereta api dari Banjar hingga Cijulang c. Optimasi jalan nasional jalur atau lintas selatan Pulau Jawa d. Optimasi penggunaan dan pemanfaatan Pelabuhan Laut di Bojong Salawe e. Realisasi jalan tol lanjutan CIGATAS (Cileunyi-Garut-Tasikmalaya) menjadi CIGATASBAPA (Cileunyi-Garut-Tasikmalaya-Banjar-Pangandaran). 2. Menyiapkan sadar wisata dan umumnya sadar pembangunan Sosekbud bagi masyarakat setempat. Program yang dapat dilakukan di antaranya: a. Memberikan pelatihan bagi masyarakat setempat khususnya untuk kewirausahaan dan keterampilan sektor pariwisata, kelautan dan perikanan, agrobisnis, dan agroindustri. b. Kampanye dan propaganda sadar wisata khususnya dan dan sadar pembangunan Sosekbud bagi masyarakat setempat. c. Menyediakan fasilitas pendidikan tingkat menengah atas dan perguruan tinggi berbasis vokasi yakni SMK, Politeknik dan Universitas Terapan antara lain yang berkonsentrasi pada bidang studi kepariwisataan, kelautan, agrobisnis dan agroindustri. 3. Membangun BUMD dan BUMDES, serta mengembangkan kolaborasi para pemangku kepentingan dalam sebuah model antara lain penta helix model, yang berkenaan dengan

LAPORAN AKHIR 181

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

potensi investasi kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis, dan agroindustri di Pangandaran Raya. 4. Mengadakan promosi potensi investasi pada prospek investor baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Berkenaan dengan upaya rencana investasi di Pangandaran Raya untuk empat sektor strategis, berikut ini gambaran Roadmap dan Kerangka Kerja rencana kebutuhan investasi pusat pengembangan Pangandaran Raya.

1. Sektor Pariwisataan

Berdasarkan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pembangunan Dan Pengembangan Metropolitan Dan Pusat Pertumbuhan Di Jawa Barat, salah satu Pusat Pertumbuhan Pangandaran yaitu pusat pertumbuhan berbasis sektor pariwisata. Penguatan Pusat Pertumbuhan Pariwisata Pangandaran Raya dimulai dari pengelolaan kepariwisataan yakni penyediaan fasilitas perkantoran, pelatihan, dan penyediaan bus khusus wisata. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menunjang kepariwisataan Pangandaran Raya. Penguatan Pusat Pertumbuhan Pariwisata Pangandaran Raya sebaiknya dilakukan pada tahun 2018-2020. Sasaran berikutnya adalah menjadi destinasi wisata berkelas internasional pada tahun 2021-2025. Menjadikan Pangandaran Raya sebagai destinasi wisata berkelas internasional perlu membangun produk pariwisata ameniti mulai dari Eco Homestay, Sentra Kuliner, Convention Hall, dan Hotel Bintang 5. Selain Ameniti, pendekatan pengembangan destinasi wisata berikutnya yaitu atraksi wisata. Atraksi wisata yang diperlukan adalah Body Rafting, Camping Ground, Off Road, Cross Country, dan Flying Fox. Sasaran berikutnya yaitu konektivitas pusat pertumbuhan Pangandaran Raya dengan Rancabuaya dan Pelabuhan Ratu. Pada tahun 2026-2030 merupakan target pencapaian kebutuhan produk pertanian khususnya untuk kebutuhan pangan yang di pasok dari Rancabuaya. Selanjutnya adalah penguatan positioning di pasar internasional yang perlu dilakukan melalui sustainable tourism (wisata kelautan dan perikanan yang berkelanjutan) sehingga dapat tercapai tujuan Destinasi Wisata Berkelas Internasional dengan Positioning Pariwisata dan Kelautan yang Berkelanjutan. Gambar 8.1 adalah roadmap investasi sektor Pariwisata.

LAPORAN AKHIR 182

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 8. 1 Roadmap Investasi Sektor Pariwisata

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat, bahwa arah kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan Pangandaran Raya berfokus pada sektor pariwisata, kelautan dan perikanan. Pengembangan sektor kepariwisataan Pangandaran Raya perlu dilengkapi oleh komponen kepariwisataan yaitu atraksi wisata, aksesibilitas, ameniti dan ansileri. Diharapkan dengan bertumbuhnya pariwisata di Pangandaran Raya dapat memberikan dampak terhadap daerah lain, khususnya terhadap tiga pusat pertumbuhan di Provinsi Jawa Barat. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada kerangka kerja Gambar 8.2 berikut ini

LAPORAN AKHIR 183

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tempat yang Prospektif dijadikan Kawasan dan Satuan Kawasan Wisata

Aset alam Aset seni dan budaya

Konservasi alam Konservasi seni dan budaya

Atraksi wisata Pengembangan aset Ameniti kepariwisataan Aksesibilitas Ansilari Penyedia Atraksi Organisasi wisata kepariwi- Penyedia sataan Layanan Integrasi transportas pemasaran aset i Penyedia kepariwisataan paket Penyedia perjalanan makanan dan Penyedia layanan minuman wisata penginapan

Destinasi wisata sebagai pusat pertumbuhan

Polarisasi Dampak Kepariwisataan terhadap Daerah Lain

Dampak kepariwisataan

Ekonomi Lingkungan fisik Sosial & budaya

Pengendalian dampak kepariwisataan Sumber: Hasil Adaptasi Dari Kerangka Kerja Umum Pengembangan Desawisata dan Integrasi Pemasaran Berbasis Potensi Aset Kepariwisataan Masyarakat Setempat (Sugiama, 2014) Gambar 8. 2 Kerangka Kerja Umum Pengembangan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Sektor Pariwisata di Pangandaran Raya

LAPORAN AKHIR 184

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Sektor Kelautan dan Perikanan Pusat Pertumbuhan Pangandaran selanjutnya yaitu pusat pertumbuhan berbasis sektor kelautan dan perikanan. Penguatan sektor kelautan dan perikanan perlu dilakukan pada tahun 2018-2020 melalui persiapan kebijakan bidang kelautan dan perikanan, pengembangan sistem pengelolaan sanitasi dan mutu ikan, serta peningkatan fasilitas dan kualitas Sumber Daya Manusia. Sasaran pencapaian selanjutnya yaitu pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Hal tersebut perlu dilakukan melalui sertifikasi hasil tangkap ikan, pengembangan unit pengolahan ikan, peningkatan kapasitas sistem peningkatan mutu sesuai standar internasional, pengembangan kerja sama dan diversifikasi pasar ekspor dengan capaian target dari tahun 2021- 2025. Capaian target berikutnya yaitu menjadi pusat pengembangan wisata bahari berkelas internasional pada tahun 2026-2030. Pengembangan wisata bahari berkelas internasional menjadi pendukung pusat pertumbuhan lainnya di Jawa Barat yakni wilayah mendukung pertumbuhan antara lain untuk di Pelabuhan Ratu. Sasaran berikutnya adalah peningkatan sumber daya perikanan dan kelautan dengan positioning kelautan dan perikanan berbasis lingkungan berkelas internasional dengan capaian target tahun 2031-2035. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai dukungan terhadap sustainable tourism (wisata kelautan dan perikanan yang berkelanjutan) sehingga dapat tercapai tujuan Pusat Perkembangan Wisata Bahari Berbasis Lingkungan Dan Berkelas Internasional. Gambar 8.3 merupakan penjelasan roadmap investasi sektor Kelautan dan Perikanan.

LAPORAN AKHIR 185

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 8. 3 Roadmap Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan

Potensi pengembangan sektor kelautan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat berupa hasil tangkapan laut dan budidaya. Potensi yang dihasilkan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas infrastruktur serta sumberdaya perikanan dan kelautan jika ditunjang dengan penyediaan layanan transportasi dan sarana prasarana dengan beberapa program yaitu pengembangan SDM, pengelolaan sektor kelautan dan perikanan berbasis lingkungan dan pengembangan sistem pengelolaan dan sanitasi mutu ikan sehingga akan beralih mennjadi pusat pengembangan wisata bahari berkelas internasional. Untuk mengawasi keberlanjutan, maka perlu dilakukan pengendalian dampak pengembangan sektor kelautan dan perikanan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya seperti yang dijelaskan dalam Gambar 8.6.

LAPORAN AKHIR 186

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 8. 4 Kerangka Kerja Sektor Kelautan dan Perikanan

3. Sektor Agrobisnis Pusat Pertumbuhan Pangandaran selanjutnya yaitu agrobisnis seperti halnya peternakan dan perkebunan yang merupakan penguat sektor agroindustri. Penguatan komoditas andalan di Pangandaran Raya perlu dilakukan pada tahun 2018-2020 melalui pelatihan, penyediaan sarana produksi dan pembangunan lab kesehatan hewan.

Sasaran berikutnya Pangandaran Raya memiliki komoditas unggulan dengan capaian target tahun 2021-2025. Hal yang perlu dilakukan untuk memiliki komoditas unggulan adalah pembangunan pabrik pakan, penyediaan calon induk dan fasilitas kandang kapasitas 1.000 ekor. Khusus terkait pembangunan pabrik pakan hal ini penting mengingat komponen terbesar untuk memperoleh produk yang berdayasaing terletak pada aspek pakan, dimana biaya pakan ini

LAPORAN AKHIR 187

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri peternakan.. Mengingat populasi peternakan yang rata-rata meningkat cukup tinggi setiap tahunnya maka pengembangan peternakan ke depan harus mulai dipikirkan di Pangandaran Raya dan sekitarnya, dengan pertimbangan ketersediaan pasokan bahan pakan.

Sasaran berikutnya adalah agrobisnis Pangandaran Raya berbasis pada potensi masyarakat lokal dan memenuhi permintaan pasar pada tahun 2026-2030. Hal ini didukung dengan pengembangan budidaya ternak melalui peningkatan populasi dan kualitas ternak khususnya pada pengembangan kapasitas besar memlalui penyediaan kapsistas 1000 ekor, karena dalam 10- 20 tahun mendatang diperkirakan ada tambahan permintaan yang sangat signifikan setiap tahunnya, baik untuk tujuan konsumsi, maupun kebutuhan tujuan ekspor. Pengembangan ternak ini diharapkan dapat menjawab permintaan khusus yang cukup potensil. Usaha untuk mendorong pengembangan ternak untuk tujuan ekspor merupakan salah satu alternatif yang harus dilakukan, dengan resiko pasokan di dalam negeri telah terpenuhi. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai pendukung pemenuhan kebutuhan agrobisnis di kawasan pertumbuhan Jawa Barat lainnya yakni khususnya untuk pertumbuhan di Rancabuaya.

Selanjutnya peningkatan kualitas agrobisnis dengan positioning agrobisnis berbasis masyarakat lokal tahun 2031-2035. Hal tersebut menjadi dukungan terhadap sustainable tourism dalam hal agrobisnis dengan berbasis masyarakat lokal sehingga tujuan Agrobisnis Berbasis Masyarakat Lokal dapat tercapai. Gambar 8.5 merupakan penjelasan roadmap investasi sektor Agrobisnis.

LAPORAN AKHIR 188

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 8. 5 Roadmap Investasi Sektor Agrobisnis

Di dalam kerangka kerja agrobisnis, langkah awal yaitu penentuan lokasi yang prospektif untuk pengembangan agrobisnis. Penentuan tersebut berdasarkan pada potensi alam dan masyarakat hingga sampai pada pengembangan sektor agrobisnis yang terdapat masukan berupa komoditas andalan. Dalam mendukung pengembangan sector agrobisnis tersebut perlu adanya penyediaan sarana prasarana sebagai pendukung meliputi sarana untuk pendidikan, pelatihan, laboratorium, sarana produksi, bibit dan calon anakan sehingga dapat menjadi komoditas unggulan yang berdampak pada meningkatnya perekonomian masyarakat lokal. Untuk mengawasi keberlangsungan proses pengembangan sektor agrobisnis perlu dilakukan pengendalian dampak agrobisnis. Gambar 8.6 menjelaskan mengenai kerangka kerja untuk sektor agrobisnis.

LAPORAN AKHIR 189

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 8. 6 Kerangka Kerja Sektor Agrobisnis

4. Sektor Agroindustri Pusat Pertumbuhan Pangandaran selanjutnya yaitu agroindustri yang merupakan penguat sektor pariwisata. Penguatan produk andalan di Pangandaran Raya perlu dilakukan pada tahun 2018-2020 melalui pelatihan, penyediaan fasilitas produksi turunan kelapa, pisang, dan produksi pengolahan ikan. Sasaran berikutnya Pangandaran Raya memiliki produk unggulan dengan capaian target tahun 2021-2025. Hal yang perlu dilakukan untuk memiliki komoditas unggulan adalah pengolahan produk turunan kelapa meliputi minyak kelapa VCO, Nata De Coco, Gula Semut, Coco Vinegar dan pengolahan produk turunan pisang yaitu Sale serta Pengolahan Ikan. Sasaran berikutnya yaitu agroindustri Pangandaran Raya berbasis masyarakat lokal dan

LAPORAN AKHIR 190

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 memenuhi permintaan pasar pada tahun 2026-2030. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai pendukung pemenuhan kebutuhan agroindustri di kawasan pertumbuhan Jawa Barat lainnya yakni Rancabuaya dan Pelabuhan Ratu. Selanjutnya adalah peningkatan kualitas agroindustri dengan positioning agroindustri berbasis masyarakat lokal. Hal tersebut menjadi dukungan terhadap sustainable tourism dalam hal agroindustri dengan berbasis masyarakat lokal sehingga tujuan Agroindustri Berbasis Masyarakat Lokal dapat tercapai. Gambar 8.4 merupakan penjelasan roadmap investasi sektor Agroindustri.

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 8. 7 Roadmap Investasi Sektor Agroindustri

Produk prospektif untuk pengembangan agroindustri didukung oleh hasil agrobisnis berupa industri pengolahan kelapa, pisang dan ikan juga didukung oleh aspek kepariwisataan yaitu pembangunan pusat oleh—oleh sebagai tindak lanjut hasil produksi agroindustri sehingga akan terjadi pengembangan pada sector agroindustri. Pengembangan tersebut juga didukung

LAPORAN AKHIR 191

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 oleh penyediaan sarana prasarana dengan program-program terkait meliputi pelatihan, penguatan organisasi, penguatan posisi pasar dan pembangunan sarana prasarana sehingga akan mendukung kegiatan kepariwisataan yang ada. Selanjutnya, akan berdampak pada perekonomian masyarakat lokal. Untuk mengawasi keberlangsungan pengembangan tersebut juga haris dilakukan pengendalian dampak industri. Kerangka kerja Agroindustri dijelaskan dalam Gambar 8.8.

Sumber: Hasil Analisis, 2016 Gambar 8. 8 Kerangka Kerja Sektor Agroindustri

LAPORAN AKHIR 192

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016 DAFTAR RUJUKAN

Boshoff, Louis., Rob Childs., dan Lisa Roberts, (2009), Guidelines for Infrastructure Asset Management In Local Government, Department of Provincial and Local Government, Department Provincial and Local Government Republic of South Africa, Pretoria Brinkman, Richard (1999), Strategic Asset Management Framework: Achieving better value for South Australians from our investment in State Assets, Second Edition, Government of South Australia, Published by Government of South Australia, Produce by Treasury and Finance Campbell, John D., Andrew K. S. Jardine, dan Joel McGlynn (2011), Asset Management: Excellence Optimizing Equipment Life-Cycle Decisions, second Edition, Taylor & Francis Group, Boca Raton Chapin, F.S. (1995), Urban Land Use Planning, University of Illinois, Urbana Christiawan, Y. J. dan J. Tarigan (2007), Kepemilikan Manajerial: Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.1. Mei 2007. Hal:1 8 Danastri, Sasha (2011). Analisis Penetapan Pusat-Pusat Pertumbuhan Baru Di Kecamatan Harjamukti, Cirebon Selatan. Semarang : Universitas Diponegoro Hasting, Nicholas AJ (2010), Physical Asset Management, Springer, London Hasting, Nicholas AJ (2010), Physical Asset Management, Springer, London Irawan, dan Suparmoko M. (1992), Ekonomi Pembangunan, Edisi kelima, : BPFE Mitchell, John S (2006), Physical Asset Management Handbook, Edisi ke empat, Penerjemah: Hendro Purwanto, PT MTS Indonesia Hidayati, dan Harjanto.(2014). Konsep dasar penilaian properti.Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE Hindrawan, I., Hariyono, A., dan Murtaji. (2006). Manajemen Properti:Tinjauan atas Real Properti dan Aset Publik (Buku Digital). Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Keuangan Publik dan Akuntan. Keown, Arthur J &et al.(2005). Financial management. New Jersey: Pearson Prentice Hall Kusumasanto, Tridoyo, (2016), Guru Besar Kebijakan Ekonomi Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Ladkin, Adele and Julie Spiller (2000), Meetings, Incentives, Conferences and Exhibition Industry, Cornell University Mardiyanto, Handono. (2009). Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia MAPPI, (2013). KEPI & SPI 2013: Kode Etik Penilai Indonesia & Standar Penilaian Indonesia 2013. Jakarta: CV Gelora Karya Bharata Kotler, Philip dan Gary, Armstrong. (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

LAPORAN AKHIR 193

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pradipta, Faisal Rahman. (2014).Analisis Potensi Pasar Dan Keuangan Dalam Pengembangan Bisnis Perumahan Aset Lahan PT Taman Kuling Raya. Bandung: Politeknik Negeri Bandung. RPJMD Transisi Provinsi Jawa Barat Tahun 2014, (2014), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Transisi Provinsi Jawa Barat Tahun 2014, Pemrpov Jawa Barat, Bandung Rustiadi, Ernan., Sunsun Saefulhakim dan Dyah R Panuju. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta : Crestpent Press dan yayasan Obor Indonesia Siregar, Doli. (2004). Manajemen aset. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Samsudin, Didin. 2003. “Penentuan Pusat-pusat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kabupaten Tangerang” Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Sumber: http://www.digilib.ui..ac.idopacthemeslibri 2detail.jspid=74983 Sugiama, Gima. (2013). Manajemen aset pariwisata: pelayanan berkualitas agar wisatawan puas dan loyal (1st ed.). Bandung:Guardaya Intimarta Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suliyanto. (2010). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Andi Sukirno, Sadono (2005), Mikro Ekonomi Teori: Pengantar, Edisi ketiga, Raja Grafindo. Persada. Jakarta Sunariyah (2006), Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima, UPP STIM, YKPN, Yogyakarta Todaro, Michael, (2014), The Urban Employment Problem in Less Developed Countries – An Analysis of Demand and Supply", ProQuest., Retrieved January 14, 2014 Umar, Husein. (2005). Riset pemasaran dan perilaku konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Vellas, Francois dan Becherel, Lionel. (2008). The international marketing and tourism: a strategic approach. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia (YOI).

Sumber Lainnya: BI (2016), Data BI Rate, Bank Indonesia, Retrived 2 Februari 2016; Sumber : www.bi.go.id/id/moneter/bi-rate/data ICCA (2007), "Definition of "MICE"". International Congress & Convention Association. Retrieved 2007-05-30. Retrived 12 Dec 2015; Sumber: http://www.iccaworld.com/aeps/aeitem.cfm?aeid=29 Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

LAPORAN AKHIR 194