TESIS

FRAKSINASI DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL BUAH PANDAN JERONGGI ( domestica (L.) Goldblatt & Mabb) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI MASING-MASING FRAKSI

OLEH : JON KENEDY MARPAUNG NIM 147014039

PROGRAM STUDI MAGISTER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FRAKSINASI DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL BUAH PANDAN JERONGGI (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI MASING-MASING FRAKSI

TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH : JON KENEDY MARPAUNG NIM 147014039

PROGRAM STUDI MAGISTER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGESAHAN TESIS

FRAKSINASI DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL BUAH PANDAN JERONGGI (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI MASING-MASING FRAKSI

OLEH : JON KENEDY MARPAUNG NIM 147014039

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,

Dr. Panal Sitorus, M.Si.,Apt Prof. Dr. Masfria, M.S.,Apt NIP 195310301980031002 NIP 195707231986012001

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Dr. M. Pandapotan Nst, MPS.,Apt. NIP 196424091994031003 NIP 194908111976031001

Dr. Panal Sitorus, M.Si.,Apt NIP 195310301980031002

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc NIP 196424091994031003

Medan, 19 Agustus 2020 Mengetahui, Disahkan Oleh: Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt Prof. Dr. Masfria, M.S.,Apt NIP 195301011983031004 NIP 195707231986012001

iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERSETUJUAN TESIS

Nama : Jon Kenedy Marpaung

Nomor Induk Mahasiswa : 147014039

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Fraksinasi Ekstrak Etanol dan Karakterisasi

Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi

(Irisdomestica (L.) Goldblatt & Mabb) Serta

Uji Aktifitas Antibakteri dari Masing-Masing

Fraksi

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Komisi Penguji Tesis Pada Hari

Kamis, 30 Januari 2020

Menyetujui :

Komisi Penguji Tesis,

Ketua : Dr. Panal Sitorus, M.Si.,Apt

Sekertaris : Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

Anggota : Prof. Dr. Masfria, M.S.,Apt

: Dr. M. Pandapotan Nst, MPS.,Apt

iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Jon Kenedy Marpaung

Nomor Induk Mahasiswa : 147014039

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Fraksinasi Ekstrak Etanol dan Karakterisasi

Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi

(Irisdomestica (L.) Goldblatt & Mabb) Serta

Uji Aktifitas Antibakteri dari Masing-Masing

Fraksi

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penelitian pada Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagist dan apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 30 Januari 2020 Yang Menyatakan

Jon Kenedy Marpaung NIM : 147014039

v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “ Fraksinasi Ekstrak Etanol dan Karakterisasi Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi (Irisdomestica (L.) Goldblatt & Mabb)”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pada tumbuhan ini ditemukan metabolit sekunder yang berpotensi menyembuhkan luka dan mengobati bisul. Atas dasar itulah maka dilakukan penelitian untuk memastikan potensi antibakteri terhadap bakteri gram positif dan garam negative. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Ekstrak etanol buah pandan jeronggi dapat bersifat antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penelitian ini diharapkan memperoleh data awal untuk kemudian dikembangkan dalam publikasi ilmiah. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Dr. Panal Sitorus, M. Si., Apt. dan Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. atas waktu, arahan, dan bimbingan yang diberikan selama penyelesaian Tesis ini. Pada kesempatan juga peneliti menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama menjalani pendidikan di Program Magister Ilmu Farmasi Ilmu Farmasi. Kepada kedua orang tua, Ayahanda Jamaluddin Marpaung dan Ibunda Ruminah tercinta, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas semua pengorbanan, doa, dan dorongannya, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Medan, 30 Januari 2020 Penulis,

Jon Kenedy Marpaung NIM 147014039

vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FRAKSINASI EKSTRAK ETANOL DAN KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL BUAH PANDAN JERONGGI (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb) SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI MASING-MASING FRAKSI

ABSTRAK

Pandan Jeronggi merupakan tumbuhan yang hidup di daerah rawa pada hutan muda suku . Buah pandan jeronggi digunakan sebagi obat untuk menghentikan pendarahan pada Luka, untuk mengobati Luka serta digunakan sebagai obat Bisul, untuk mempercepat pematangan Bisul, anti bakteri dan Penyakit Kulit. Pada bagian buah pandan jeronggi mengandung senyawa kimia flavonoid, alkaloid, glikosida, saponin dan tanin. Tujuan Penelitian untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi etilasetat dan fraksi sisa (air) dari buah pandan jeronggi terhadap beberapa jenis bakteri. Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan organoleptik, makroskopik simplisia, mikroskopik serbuk simplisia, penetapan kadar air dan dilakukan juga terhadap ekstrak etanol. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% kemudian di fraksinasi dengan pelarut n-heksan dan etilasetat. Uji skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol. Uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi agar dengan mengukur diameter zona bening sekitar kertas cakram. Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol diperoleh kadar air 9,23% dan 19,13%. Hasil uji skrining fitokimia pada ekstrak kental terdapat golongan alkaloid, flavonoida, glikosida, saponin, dan tanin. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan adanya daya hambat pada bakteri gram positif dan gram negatif. Fraksi etilasetat dan ekstrak etanol mempunyai aktivitas antibaketri tertinggi dengan konsentrasi 500 mg/ml diameter hambat 13,68 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus,13,2 mm untuk bakteri Staphylococcus epidermidis, 11,44 mm untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa,10,36 mm untuk bakteri Salmonella typhi dan 10,24 untuk bakteri Klebsiella pneumonia. Pada ekstrak etanol untuk bakteri Staphylococcus aureus 12,12 mm untuk bakteri Staphylococcus epidermidis, 11,80 mm untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa,10,76 mm untuk bakteri Salmonella typhi 10,32 dan untuk bakteri Klebsiella pneumonia 9,94 mm, sedangkan pada fraksi sisa menunjukkan daya hambat yang tidak terlalu tinggi seperti ekstrak etanol dan fraksi etilasetat pada fraksi n- heksan tidak memiliki daya hambat.. Hasil KKt yang didapat dari fraksi etil acetat terdapat 3 (tiga) noda secara visual, dengan penyemprot AlCl3 terdapat 2 noda, dengan uap ammonia terdapat 3 noda, senyawa yang terdapat dalam fraksi etil acetat diduga sebagai aktivitas antibakteri adalah fenolik.

Kata kunci: Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb, Antibakteri,. Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, salmonella typhi, Klebsiella pneumonia, KKt.

vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FRACTINATION AND CHARACTERIZATION OF ETHANOL EXTRACT OF PANDAN JERONGGI FRUIT (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb) AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF EACH FRACTION

ABSTRACT

Pandan Jeronggi of the family Iridaceae is a that lives in swampy areas of the rain forest. Jeronggi pandan fruit is widely used to stop bleeding of wounds, accelerating the maturation of boils, anti-bacterial for skin diseases. The Pandan Jeronggi fruit contains flavonoids, alkaloids, glycosides, saponins and tannins. The research aims to find out antibacterial activity of ethanol extract, n- hexane fraction, ethylacetate fraction and residual fraction (aqueous) of Pandan Jeronggi fruit against several types of bacteria. Simplisia characterization includes organoleptic, macroscopic, microscopic, determination of aqueous content and which are also carried out on ethanol extract. Extraction was accomplished by maceration using 96% ethanol as solvent then fractionated with n-hexane and ethylacetate. Phytochemical screening tests were carried out against simplicia powder and ethanol extract. Antibacterial activity test was carried out using the agar diffusion method by measuring the diameter of the clear zone around the paper disc. The results of the simplicia characterization and ethanol extract gave water content of 9.23% and 19.13%. Phytochemical screening test of extract showed the presence of alkaloids, flavonoids, glycosides, saponins, and tannins. Antibacterial activity test results shows ed the inhibition of gram-positive and gram-negative bacteria. Growth ethyl acetate fraction and ethanol extract have the strongest antibacterial activity with a concentration of 500 mg/ ml with inhibitory diameter of 13.68 mm for Staphylococcus aureus, for Staphylococcus epidermidis 13,2 mm, and 11.44 mm for Pseudomonas aeruginosa, for Salmonella typhi 10,36 and Klebsiella pneumonia10,24 mm. Ethanol extract in Sthaphylococcus aureus 12.12 mm, for Staphylococcus epidermidis 11,80 mm, and 10,76 mm for Pseudomonas aeruginosa, for Salmonella typhi 10,32 and Klebsiella pneumonia 9,94 mm while the remaining fraction shows not too high inhibitory properties such as ethanol extract and ethylacetate fraction the n-hexane fraction has no inhibitory power. The KKt results obtained from the ethyl acetate fraction contained three visual stains, with AlCl3 spray two are also three stains, with ammonia vapor there are three stains, the compound contained in the ethyl acetate fraction suspected as an antibacterial activity is fenolik.

Keywords : Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb, Antibacterial, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, KKt

viii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ------i HALAMAN PENGESAHAN TESIS ------iii HALAMAN PERSETUJUAN TESIS ------iv HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ------v KATA PENGANTAR ------vi ABSTRAK ------vii ABSTRACT ------viii DAFTAR ISI ------ix DAFTAR TABEL ------xii DAFTAR GAMBAR ------xiii DAFTAR LAMPIRAN ------xiv BAB 1 PENDAHULUAN ------1 1.1 Latar Belakang ------1 1.2 Perumusan Masalah ------3 1.3 Hipotesa ------3 1.4 Tujuan Penelitian ------4 1.5 Manfaat Penelitian ------4 1.6 Kerangka Pikir Penelitian ------5 BAB II TINJAUN PUSTAKA ------6 2.1 Uraian Tumbuhan ------6 2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan ------6 2.1.2 Morfologi Tumbuhan ------6 2.1.3 Senyawa Aktif ------7 2.2 Simplisia ------7 2.3 Ekstrak ------7 2.3.1 Ekstraksi ------8 2.3.2 Fraksinasi ------8 2.4 Kromatografi ------8 2.4.1 Kromatografi Kertas (KKt) ------9 2.5. Bakteri ------10 2.5.1 Uraian Umum Bakteri ------10 2.5.2 Bakteri Staphylococus aureus ------12 2.5.3 Bakteri Klebsiella pneumonia ------13 2.5.4 Bakteri Salmonella thypi ------13 2.5.5 Bakteri Pseudomonas aeruginosa ------14 2.5.6 Bakteri Staphylococus epidermidis ------15 2.6. Pengukuran Aktivitas Antibakteri ------15 2.7 Mekanisme Kerja Antimikroba ------19 BAB IIII METODE PENELITIAN ------21 3.1. Tempat Pelaksanaan Penelitian ------21 3.2 Metode Penelitian ------21 3.3. Alat dan Bahan ------21 3.3.1 Alat ------21 3.3.2 Bahan ------22 3.4. Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ------22 3.4.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ------22

ix UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.4.2 Pengolahan Bahan Tumbuhan ------22 3.4.3 Identifikasi Tumbuhan ------23 3.5. Pembuatan Larutan Pereaksi ------23 3.5.1 Pereaksi Liebermann-Burchard ------23 3.5.2 Pereaksi Asam Sulfat 2 N ------23 3.5.3 Pereaksi Molisch ------23 3.5.4 Pereaksi Mayer ------23 3.5.5 Pereaksi Besi (III) Klorida 10 % ------24 3.5.6 Pereaksi Dragendorff ------24 3.5.7 Pereaksi Bouchardat ------24 3.5.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N ------24 3.5.9 Pereaksi Asam Nitrat 0,5 N ------24 2.5.10 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 N ------24 2.5.11 Kloralhidrat 70 % b/v ------24 3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ------25 3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik Simplisia ------25 3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia ------25 3.6.3 Penetapan Kadar Air ------25 3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ------26 3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol ------26 3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total ------26 3.6.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ------27 3.7 Skrining Fitokimia ------27 3.7.1 Pemeriksaan Alkaloid ------27 3.7.2 Pemeriksaan Glikosida ------28 3.7.3 Pemeriksaan Saponin ------28 3.7.4 Pemeriksaan Flavonoid ------28 3.7.5 Pemeriksaan Tanin ------29 3.7.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ------29 3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi ------29 3.9 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol ------30 3.10 Fraksinasi Ekstrak Etanol ------30 3.11 Fraksinasi Etil Asetat dengan Kromatografi Kertas (KKt).. 31 3.12 Pengujian Anti Bakteri ------31 3.13 Pembuatan Larutan Uji dengan berbagai Konsentrasi ------31 3.13.1 Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi ------31 3.13.2 Larutan Uji Fraksi Etilasetat dan Fraksi Sisa ------31 3.14 Sterilisasi Alat ------32 3.15 Pembuatan Media ------32 3.15.1 Pembuatan Nutrient Agar ------32 3.15.2 Pembuatan Mueller Hilton Agar ------33 3.15.3 Pembuatan Agar Miring ------33 3.15.4 Pembuatan Peremajaan Bakteri ------33 3.15.5 Pembuatan Inokulum ------34 3.15.6 Pengujian Anti Bakteri ------34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ------35 4.1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ------35 4.2 Hasil Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik ------35

x UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik ------35 4.2.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik ------35 4.3. Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ------35 4.4. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia ------37 4.5. Hasil Ekstraksi ------40 4.6 Karakteristik Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi ------40 4.7 Hasil Pengujian Antibakteri Ekstrak Etanol ------42 4.8 Fraksi n-Heksan Buah Pandan Jeronggi ------45 4.9 Hasil Uji Antibakteri Fraksi Etilacetat ------45 4.10 Hasil Uji Antibakteri Fraksi Sisa ------48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ------52 5.1. Kesimpulan ------52 5.2 Saran ------53 DAFTAR PUSTAKA ------54 LAMPIRAN ------60

xi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ...... 36 4.2 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia, Ekstrak, dan Fraksi ...... 37 4.3 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol...... 41 4.4 Hasil Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Etanol ...... 43 4.5 Hasil Uji Aktifitas Antibakteri Fraksi Etilasetat ...... 46 4.6 Hasil Uji Aktifitas Antibakteri Fraksi Sisa ...... 49

xii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ...... 5 2.1 Tumbuhan dan Buah Pandan Jeronggi ...... 7

xiii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Determinasi Tumbuhan Pandan Jeronggi ...... 60 Lampiran 2. Tumbuhan dan Buah segar Pandan Jeronggi ...... 61 Lampiran 3. Simplisia Buah Pandan Jeronggi ...... 62 Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia Pandan Jeronggi ...... 63

Lampiran 5. Bagan Proses Pembuatan Estrak Etanol Secara Maserasi ...... 64 Lampiran 6. Bagan pengujian Aktivitas Antibakteri ...... 65 Lampiran 7. Pengujian Fraksi Secara KKt Dari Buah Pandan Jeronggi...... 66 Lampiran 8. Bagan pembuatan fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi sisa dari ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi ...... 67

Lampiran 9. Karakterisasi Simplisia Buah Pandan Jeronggi ...... 68 Lampiran 10. Karakterisasi Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi ...... 71 Lampiran 11. Diameter Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri dari Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi ...... 75

Lampiran 12. Diameter Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri dari Fraksi Etilasetat Buah Pandan Jeronggi ...... 76 Lampiran 13. Diameter Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri dari Fraksi Sisa Buah Pandan Jeronggi ...... 77

Lampiran 14. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Pandan Jeronggi 78 Lampiran 15. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etilasetat Buah Pandan Jeronggi ...... 80

Lampiran 16. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Sisa Buah Pandan Jeronggi ...... 82

Lampiran 17. Profil Kromatografi Kertas Pada Fraksi Etilasetat ...... 84 Lampiran 18. Profil Kromatografi Kertas Pada Fraksi Etilasetat disemprot AlCl3 ...... 85 Lampiran 19. Profil KKt Pada Fraksi Etilasetat dengan Uap Ammonia ...... 86

xiv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumatera Utara merupakan daerah yang subur dan kaya dengan berbagai tumbuhan. Sebagian tumbuhan tersebut telah digunakan secara tradisional oleh masyarakat sebagai bahan obat. Salah satu diantaranya adalah Pandan Jeronggi

(Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb). Tumbuhan ini dapat mencapai tinggi hingga 150 cm dan tumbuh di lereng bukit dan daerah rawa di daerah hutan muda. Pemanfaatan buah pandan jeronggi secara tradisional untuk menghentikan pendarahan pada luka dan untuk mengobati luka serta digunakan sebagai obat bisul, untuk mempercepat pematangan bisul dan anti bakteri pada penyakit kulit lainnya (Adnan, 1997).

Pada saat ini penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik di dalam maupun di luar negeri berkembang pesat. Berkembangnya penelitian terutama pada segi farmakologi, fitokimia maupun mikrobiologi berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris. Hasil penelitian ini lebih memantapkan para pengguna tumbuhan obat akan khasiat maupun kegunaannya (Dalimartha, 2003).

Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan protozoa (Gibson,1996). Bakteri penyebab infeksi ialah

Staphylacoccus aureus. Infeksi yang ditimbulkannya berupa abses setempat

(borok dan jerawat), endokarditis, faringitis, pneumonia (Willey, 2008), meningitis (Brook, dkk, 2007). Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang bersifat flora normal yang terdapat dikulit, hidung dan saluran pernafasan,

1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penyakit yang muncul seperti jerawat, bisul, borok luka dan pneumonia (Madigan, dkk.,2002). Bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Escherchia coli penyebab dari penyakit diare pada manusia. Cara untuk mencegah pertumbuhan bakteri ini adalah dengan memanfaatkan bahan aktif dari tumbuhan yang dapat digunakan sebagai antibakteri (Prasad dkk.,2008).

Penelitiaan sebelumnya telah dilakukan terhadap spesies Iris nigricans.

Pengujian yang dilakukan adalah uji efektivitas antioksidan dan antimikroba dari ekstrak metanol Iris nigricans (rimpang, daun dan bunga). Aktivitas antimikroba ekstrak rimpang, ekstrak daun dan ekstrak bunga dilakukan dengan metode disk diffusion terhadap berbagai jenis bakteri di mana bakteri yang digunakan yaitu

Escherichia coli, Bacillus subtitilis, Staphylacoccus aureus dan Klepsiella pneumonia. (Sajee Hewaitat dkk.,2013).

Menurut peneliti terdahulu terhadap spesies Iris nigricans yang dilakukan oleh Sajee Hewaitat dkk.,2013, dengan melakukan uji terhadap ekstrak rimpang, daun dan bunga menggunakan pelarut metanol. Peneliti menggunakan metode difusi cakram, menurut hasil penelitian yang didapat aktivitas anti bakteri dari berbagai bagian Iris nigricans ekstrak daun dan rimpang menunjukkan aktivitas antibakteri katagori kuat yang dikaitkan dengan adanya komponen fenolik (flavonoid dan xanthone) yang dapat mengganggu membran sel bakteri.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis melakukan penelitian terhadap spesies yang berbeda dengan menguji pengaruh ekstrak dan fraksi buah pandan jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb) terhadap aktivitas antibakteri dan profil kromatografi Kertas (KKt) dari fraksi yang paling efektif.

2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian adalah: a. Golongan senyawa apa yang terdapat pada ekstrak etanol buah pandan

jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb) fraksi n-heksan, fraksi etil

asetat dan fraksi sisa? b. Apakah ekstrak etanol dari buah Pandan Jeronggi dan fraksinya bersifat

antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif? c. Fraksi mana dari buah Pandan Jeronggi yang memberikan aktivitas antibakteri

lebih kuat terhadap Gram positif dan Gram negatif? d. Apakah dapat diketahui profil Kromatografi Kertas dari fraksi yang lebih

aktif?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah: a. Golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi

etilasetat dan fraksi sisa dari ekstrak buah Pandan Jeronggi adalah alkaloid,

flavonoid, glikosida, saponin dan tanin. b. Ekstrak etanol dan fraksinya dari buah Pandan Jeronggi bersifat antibakteri

terhdap bakteri Gram positif dan Gram negatif. c. Fraksi dari buah Pandan Jeronggi yang memberikan aktivitas antibakteri lebih

kuat terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif adalah fraksi etilacetat. d. Profil KKt dari fraksi yang lebih aktif adalah fraksi etilacetat.

3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah a. Mengetahui golongan senyawa apa yang terdapat pada ekstrak etanol, fraksi n-

heksan, fraksi etilasetat dan fraksi sisa dari buah Pandan Jeronggi. b. Mengetahui apakah ekstrak etanol buah Pandan Jeronggi dan fraksi n-heksan,

fraksi etilasetat, fraksi sisa bersifat antibakteri terhadap bakteri Gram positif

dan Gram negatif. c. Mengetahui fraksi dari buah Pandan Jeronggi yang memberikan aktivitas

antibakteri lebih kuat terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. d. Mengetahui profil KKt dari fraksi yang lebih aktif.

1.5 Manfaat Penelitian a. Mendapatkan gambaran mengenai aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah

Pandan Jeronggi dalam pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional. b. Mengetahui fraksi mana yang memiliki efek antibakteri dari ekstrak etanol

buah Pandan Jeronggi. c. Mengetahui fraksi mana yang baik memberikan efek daya hambat terhadap

pertumbuhan bakteri. d. Mendapatkan gambaran tentang Profil KKt yang lebih aktif.

4 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Buah Pandan Jeronggi - Kadar air

segar (Iris domestica - Kadar abu total - Kadar sari yang (L.) Goldblatt & Mabb) larut dalam air - Kadar sari yang larut dalam Serbuk simplisia buah Karakterisasi etanol - Kadar abu tidak Pandan Jeronggi simplisia dan larut dalam asam diekstrasi Eekstrak Kental

- Alkaloida Ekstrak etanol

- Steroida/ Skrining fitokimia Triterpenoid Fraksi n- heksan (golongan senyawa - Glikosida

Fraksi-fraksi metabolit sekunder) - Flavonoida Fraksi etilasetat simplisia dan ekstrak - Saponin

- Tanin Fraksi sisa

- Tanin Uji aktivitas antibakteri KKt Pengamatan

Bakteri

1. Staphylacoccus aureus Pengamatan 2. Salmonella typhi 3. Klebsiella

pneumonia 4. Pseudomonas

aeruginosa. 5. Staphylococcus

epidermidis

5 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Fraksi-fraksi BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi klasifikasi tumbuhanan, morfologi tumbuhan, kandungan kimia, khasiat dan kegunaan.

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan

Klasifikasi dari buah pandan jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt &

Mabb) sebagai berikut (Anonim2016).

Divisio : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Sub Class : Magnoliidae

Ordo :

Family : Iridaceae

Genus : Iris

Species : Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb

2.1.2 Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan pandan jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb) merupakan tumbuhan berbatang semu yang dapat mencapai tinggi hingga 150 cm.

Daun panjangnya berkisar 20 – 40 cm berbentuk seperti daun ilalang. Bunga berukuran 0,5 cm berwarna ungu. Buah berwarna biru atau ungu terang berbentuk hampir bulat berukuran 0,5 - 1 cm dan diameter 0,5 – 1 cm. Daun dan buah pandan jeronggi dapat dilihat pada Gambar 2.1

6 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 2.1 Tumbuhan dan buah Pandan Jeronggi

2.1.3 Senyawa aktif

Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan kandungan senyawa kimia yang terdapat pada famili Iridaceae adalah senyawa flavonoid, saponin, alkaloid, glikosida, fenolik dan tanin (Prasad dkk., 2008).

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu simplisia nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Simplisia hewani berupa zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat kimia murni. Simplisia mineral merupakan simplisia yang berasal dari bumi, baik telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni (Depkes, RI., 1995).

2.3 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

7 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM RI, 2000).

2.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tumbuhan, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut non polar. Ekstraksi bertingkat secara umum dilakukan secara berturut-turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksana), lalu pelarut semipolar (diklor metan atau etilasetat) kemudian pelarut bersifat polar (metanol atau etanol) (Harborne, 1987).

2.3.2 Fraksinasi

Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran

(padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil

(fraksi). Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut Pemakaiaan pelarut pada fraksinasi bertingkat diawali dengan pelarut yang kurang polar dan dilanjutkan dengan pelarut yang lebih polar (Adijuwana dan Nur, 1989).

2.4 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Saat ini, kromatografi merupakan tehnik pemisahan yang paling umum dimanfaatkan untuk melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif (preparatif) dalam bidang farmasi

(Sastrohamidjojo, 1991).

8 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.4.1 Kromatografi Kertas (KKt)

Suatu keuntungan utama KKt ialah kemudahan dan kesederhanaannya pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan dan juga sebagai penyangga. Keuntungan lain ialah keterulangan bilangan Rf yang besar pada kertas sehingga pengukuran Rf merupakan parameter yang berharga dalam memaparkan senyawa tumbuhan baru.

Kromatografi pada kertas biasanya melibatkan kromatografi pembagian atau penjerapan. Pada kromatografi pembagian, senyawa terbagi dalam pelarut alkohol yang sebagian besar tidak tercampur dengan air (missal n-butanol) dan dalam air.

Campuran klasik yaitu n-butanol-asam asetat-air dengan perbandingan 4:1:5, atau disingkat BAA (Harborne, 1987).

Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah lembar lapisan fase diam disimpan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahaan terjadi karena perambatan kapiler (pengembangan). Senyawanya, yang tidak berwarna harus ditampakkan (divisualisasi) (Stahl, 1985).

Fase gerak adalah medium angkut, terdiri dari satu atau beberapa pelarut, yang bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori karena adanya gaya kapiler (stahl, 1985). Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like, artinya untuk memisahkan sampel yang bersifat nonpolar digunakan sistem pelarut yang bersifat nonpolar juga. Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembangan tersebut telah jenuh dengan uap sistem pelarut (Adnan, 1997).

Nilai Rf dihitung dengan menggunakan perbandingan sebagaimana persamaan sebagai berikut:

9 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Rf =

Nilai maksimum Rf adalah 1, artinya pelarut bermigrasi dengan kecepatan sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0, ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal penotolan sampel dipermukaan fase diam

(Rohman, 2007).

2.5 Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (Bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berkembang biak dengan pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Pembagian bakteri berdasarkan tahap pewarnaan dibagi atas dua bagian, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Gibson, 1996).

2.5.1 Uraian Umum Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu, berbentuk bola, batang atau spiral berdiameter sekitar 0,5-10µm dan panjangnya 1,5-2,5µm. Berkembang biak dengan cara membelah diri (Dwijoseputro, 1982).

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh: a. Zat makanan (nutrisi)

Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan

pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi

dua yaitu makro elemen yaitu elemen-elemen nutrisi yang diperlukan dalam

jumlah banyak dan mikroelemen yang diperlukan dalam jumlah sedikit. b. Temperatur.

Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi

10 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Bakteri psikofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur maksimal

20oC, temperatur optimum adalah 0-15oC.

2. Bakteri mesofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur maksimal

45oC, temperatur optimum adalah 20-40oC

3. Bakteri termofil yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur maksimal

100oC, temperatur optimum 55-65oC

Temperatur optimum biasanya merupakan refleksi dari lingkungan normal organisme tersebut. Oleh karena itu bakteri-bakteri yang pathogen bagi manusia biasanya tumbuh dengan baik pada 37 0C. c. Oksigen

Beberapa spesies bakteri dapat hidup dengan adanya oksigen dan sebaliknya

spesies lain akan mati. Berdasarkan kebetuhan akan oksigen, bakteri dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Bakteri aerobik yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk

pertumbuhannya.

2. Bakteri anaerobik yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.

3. Bakteri anaerobik fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen

ataupun tanpa oksigen.

4. Bakteri mikroaerob yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya

sedikit oksigen (Irianto, 2006). d. pH

pH merupakan konsentrasi ion hidrogen. Peningkatan dan penurunan

konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi gugus-gugus dalam

11 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA protein, amino dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi protein

yang mengganggu pertumbuhan sel. Kebanyakan bakteri yang patogen

mempunyai pH optimum 7,2 – 7,6 (Pratiwi, 2008). e. Tekanan osmosis

Osmosis merupakan perpindahan air melewati membrane semipermeabel

karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Bagi kebanyakan

bakteri sifat-sifat yang dimiliki perbenihan yang biasa dipergunakan sudah

memuaskan, tetapi bagi bakteri-bakteri yang berasal dari air laut dan bakteri-

bakteri yang diadaptasikan terhadap pertumbuhan dalam larutan gula

berkadar tinggi faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan. Bakteri yang

memerlukan kadar garam tinggi disebut halofilik, sedangkan yang

memerlukan tekanan osmotik yang tinggi disebut osmofilik.

2.5.2 Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus umumnya membentuk pigmen kuning keemasan, memproduksi koagulase, dan dapat memfermentasi glukosa dan mannitol dengan memproduksi asam dalam keadaan anaerobik. Bakteri ini bersifat anaerobik, berbentuk bulat berukuran diameter 0,5–1,5μm dan tidak membentuk spora

(Supardi dan Sukamto, 1999).

Staphylococcus adalah suatu bakteri Gram positif, berbentuk bulat (kokus berukuran kecil), dan biasanya sel-selnya terdapat dalam bentuk menggerombol seperti buah anggur. Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35 – 370C, dengan suhu minimum 6,7 0C dan suhu maksimum 45,5 0C.

Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 sampai 9,8, dengan pH optimum sekitar

7,0 – 7,5 (Fardiaz dan Jenie, 1989).

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakeri penyebab

12 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA gastroenteritis. Gejala gastroenteritis adalah tiba- tiba muntah hebat hingga 24 jam. Staphylococcus aureus umumnya menyebabkan penyakit yang berasal dari makanan karena bakteri ini menghasilkan racun yang dapat menimbulkan penyakit. Keracunan makanan umumnya terjadi karena termakan toksik yang dihasilkan oleh galur- galur toksigenik Staphylococcus aureus, walaupun jarang terjadi, dapat mengakibatkan rejatan (shock) dan kematiaan karena dehidrasi

(Regina, 2007).

2.5.3 Bakteri Klebsiella pneumonia

Klebsiella pneumonia pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander.

Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri, gram negative yang berbentuk batang

(basil), bakteri yang non motil (tidak bergerak), Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen. Klebsiella pneumonia dapat memfermentasikan laktosa. Pada test dengan indol, Klebsiella pneumonia akan menunjukkan hasil negative (Pratiwi, 2008).

2.5.4 Bakteri Salmonella typhi

Salmonella typhi merupakan bakteri penyebab tifus (tifes) dengan cara masuk ke usus melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan kemudian berkembang biak di dalam saluran pencernaan, yang akan mengakibatkan demam tinggi, sakit perut, sembelit atau diare ketika bakteri ini telah berkembang biak. Jika tidak segera diobati maka bakteri ini akan menyebar keseluruh tubuh dengan memasuki pembuluh darah. Gejala tifus akan memburuk jika bakteri telah menyebar ke luar system pencernaan. Selain itu bakteri yang menyebar dapat merusak organ dan jaringan dan menyebabkan komplikasi serius, kondisi yang paling umum terjadi adalah pendarahan internal atau usus bocor

(Pratiwi, 2008).

13 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.5.5 Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia.

Bakteri ini kadang-kadang mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi apabila fungsi pertahanan inang abnormal. Oleh karena itu, Pseudomonas aeruginosa disebut patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat juga tinggal pada manusia yang normal dan berlaku sebagai saprofit pada usus normal dan pada kulit manusia. Tetapi, infeksi Pseudomonas aeruginosa menjadi problema serius pada pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik dan luka bakar. Angka fatalitas pasien-pasien tersebut mencapai 50%.

Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2

μm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek. Pseudomonas aeruginosa termasuk bakteri Gram negatif. Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika

(flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C. Suhu

o optimum untuk pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa adalah 42 C.

Pseudomonas aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya digunakan asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen). Pembiakan dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus yaitu tipe Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi dan tipe Koloni halus dan mukoid

14 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebagai hasil produksi berbahan dari alignat. Tipe ini sering didapat dari sekresi saluran pernafasan dan saluran kemih.

Alignat dapat melindungi bakteri dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di saluran pernafasan, antibody dan komplemen.

Pseudomonas aeruginosa membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia (Pelezar dan Chan,

1988).

2.5.6 Bakteri Staphylococcus epidermidis

Bakteri Staphylococcus epidermidis adalah salah satu spesies bakteri dari genus Staphylococcus yang diketahui dapat menyebabkan infeksi oportunistik

(menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah). Bakteri ini adalah gram-positif, berbentuk kokus, dan berdiameter 0,5-1,5µm. Bakteri ini secara alami hidup pada kulit dan membran mukosa manusia.

Infeksi Staphylococus epidermidis dapat terjadi karena bakteri ini membentuk biofilm pada alat-alat medis dirumah sakit dan menulari orang-orang di lingkungan rumah sakit tersebut (infeksi nosokomial). Secara klinis, bakteri ini menyerang orang-orang yang rentan atau imunitas rendah seperti pasien kritis, pengguna obat terlarang (narkotika), bayi yang baru lahir dan pasien rumah sakit yang dirawat dalam waktu lama. (Jody A Lindsay, 2008)

2.6 Pengukuran Aktivitas Antibakteri

Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi

(pengenceran), metode difusi atau dengan Metode Turbidimetri a. Metode Dilusi

Metode ini menggunakan antimikroba dengan konsentrasi yang berbeda-

15 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA beda dimasukkan pada media cair. Media tersebut langsung diinokulasikan dengan bakteri dan diinkubasi (Pratiwi, 2008). Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan konsentrasi terkecil suatu zat antibakteri dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri uji. Metode dilusi agar membutuhkan waktu lama dalam pengerjaannya sehingga jarang digunakan (Jawetz dkk., 2001).

Metode ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1. Cara penipisan lempeng agar

Zat antimikroba yang akan diuji aktivitasnya diencerkan sehingga diperoleh suatu larutan stock yang mengandung 100 µg/ml zat uji. Kemudian dari larutan stock tersebut dibuat suatu larutan seri uji dengan metode pengenceran kelipatan dua dalam media agar yang masih cair (suhu 450C – 500C), kemudian dituangkan ke dalam cawan petri. Bakteri uji diinokulasi setelah campuran media agar dan zat uji membeku, kering dan diinkubasi pada kondisi optimum (waktu dan suhu) dari bakteri uji. Aktivitas zat uji ditentukan sebagai konsentrasi hambatan minimum

(KHM) yaitu konsentrasi terkecil dari zatr anti mikroba uji yang masih dapat memberikan efek penghambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji.

2. Cara pengenceran tabung.

Prinsip ini adalah penghambatan pertumbuhan mikroba dalam pembenihan cair oleh suatu zat antimikroba yang dicampur ke dalam pembenihan. Dibuat suatu seri larutan zat uji dengan konsentrasi tertentu dengan cara pengenceran kelipatan dua dalam media cair, kemudian diinokulasi dengan mikroba uji dan diinkubasikan (waktu dan suhu) sesuai kondisi optimum dari mikroba uji.

Aktivitas zat antimikroba ditentukan sebagai konsentrasi hambatan minimum

(KHM) yang merupakan pengenceran tertinggi dari seri zat antimikroba uji yang tidak menunjukkan adanya pertumbuhan mikroba.

16 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Metode Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini dalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram.

Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya: pH, suhu, zat, inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas dari bahan obat (Mudihardi, 2001).

Metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:

1. Cara Cakram (disc)

Cara ini adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini digunakan suatu cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat menampung zat antimikroba. Kertas saring yang mengandung antimikroba tersebut diletakkan pada lempeng agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji kemudiaan diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum mikroba uji. Biasanya hasil dibaca setelah inkubasi selama 18-

24 jam dengan suhu 370C. Hasil pengamatan yang akan diperoleh adalah ada atau tidanknya daerah bening yang terbentuk disekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona pertumbuhan hambatan bakteri. Hambatan akan terlihat sebagai daerah yang tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan kuman disekitar cakram. Semakin besar zona hambatan yang ditunjukkan, semakin besar pula

17 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kemampuan aktivitas zat antimikroba dan lebar daerah hambatan ini juga tergantung kepada daya resap obat kedalam agar.

2. Cara Parit (ditch)

Suatu lempeng agar yang telah diinokulasi dengan bakteri uji dibuat sebidang parit. Parit tersebut diisi dengan zat antimikroba, kemudiaan diinkubasi pada waktu dan suhu optimum yang sesuai untuk mikroba uji. Hasil pengamatan yang diperoleh adalah ada atau tidaknya zona hambatan yang terbentuk disekitar parit. Analog dengan cara cakram, besarnya zona hambatan dari zat antimikroba yang diujikan.

3. Cara Lubang (hole/cup)

Lempeng agar yang telah diinokulasi dengan bakteri uji dibuat suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Cara ini dapat diganti dengan meletakkan cawan porselin kecil yang biasa disebut fish spines diatas medium agar. Kemudian cawan-cawan tersebut diisi dengan zat antimikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu optimum yang sesuai untuk mikroba uji, dilakukan dengan pengamatan dengan ada atau tidaknya zona hambatan disekeliling lubang atau cawan. c. Metode Turbidimetri

Cara ini digunakan media pertama air. Pertama dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudaian dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrumen yang cocok, misalnya spektrofotometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes, RI., 1995).

18 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.7 Mekanisme Kerja Antimikroba

Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.

Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik, bakterisidal dan bakteriolitik (Pelczar dan Chan, 1988). Menurut

Madigan dkk (2000), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, senyawa antimikrobia mempunyai 3 macam efek terhadap pertumbuhan mikrobia yaitu:

1. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat sintesis protein 8 atau mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap.

2. Bakterisidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi lisis sel atau pecah sel, hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun.

19 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga jumlah sel berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan antimikrobia.

Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik, jumlah sel total maupun jumlah sel hidup menurun.

Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan dinding sel mikrobia, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis asam nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikrobia (Jawetz, 2001).

20 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium

Mikrobiologi dan Laboratorium Penelitian di Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Metode penelitian meliputi pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, pemeriksaan karakterisasi ekstrak etanol, fraksinasi ekstrak etanol, pemeriksaan profil Kromatografi Lapis tipis (KKt) dari fraksi yang paling aktif dan uji antibakteri terhadap bakteri patogen biakan murni dari Laboratorium

Mikrobiologi Farmasi USU dengan metode difusi agar dan pencadang kertas, bakteri yang digunakan adalah Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC

25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228) dan bakteri Gram negatif

(Salmonella typhi ATCC 14028, Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027, Klebsiella pneumonia).

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, alumunium foil, blender (Philip), chamber, kertas saring, lemari pengering, neraca kasar, krus porselin, bola karet, neraca listrik (Mettler Toledo),

21 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA oven listrik (Memmert), alat rotary evaporator, Laminar Air Flow Cabinet, lemari pendingin, penangas air, pencadang kertas, cawan petri, pingset, pipet mikro, seperangkat alat kromatografi lapis tipis, seperangkat alat penetapan kadar air, tanur, lampu visualisasi kromatografi lapis tipis.

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah buah pandan jeronggi yang diperoleh dari daerah Bandar Pulau, bakteri yang digunakan adalah Gram positif

(Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228) dan bakteri Gram negatif (Salmonella typhi ATCC 14028, Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027, Klebsiella pneumonia), etanol 96%, etil asetat, n- heksana, asam khlorida, kalium iodida, iodium, sublimat, asam sulfat, bismut subnitrat, kertas saring Whatman no.1, tube penotol (pipet mikro), kertas kromatografi (lembar lapisan fase diam), asam asetat, raksa (II), seng serbuk, timbal (II) asetat, aquades, kloroform, metanol, asam format, aseton, toluena, amoniak, buffer fospat pH 7. Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis.

3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan

3.4.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Bahan Tumbuhan yang digunakan adalah buah pandan jeronggi segar yang diperoleh dari desa Padang Pulau, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan,

Propinsi Sumatera Utara dan pengambilan bahan bumbuhan secara purposif.

3.4.2 Pengolahan Bahan Tumbuhan

Buah pandan jeronggi segar dikumpulkan dan dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan, diangin-anginkan kemudian ditimbang sebagai berat basah.

22 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bahan ini dikeringkan di lemari pengering pada suhu 400C hingga kering, kemudian ditimbang sebagai berat kering, kemudian diserbuk dengan menggunakan blender. Simplisia dimasukkan dalam wadah plastik dan diikat, diberi label lalu disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya matahari.

3.4.3 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) Jl. Raya Jakarta – Bogor Km. 46 Cibinong 16911 Bogor – Indonesia.

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi meliputi pereaksi Liebermann-Bouchard, asam sulfat 2 N, Molisch, Mayer, besi (III) klorida 1%, Dragendorff, Bouchardat, natrium hidroksida 2 N, asam nitrat 0,5 N dan timbal (II) asetat 0,4 M (Depkes,

RI., 1995).

3.5.1 Pereaksi Liebermann-Burchard

Dicampurkan secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrida dengan 5 ml asam sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml (Depkes, RI., 1995).

3.5.2 Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling secukupnya hingga volume 100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.5.3 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.5.4 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,359 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Sebanyak 5 g kalium iodida pada wadah lain dilarutkan dalam 10 ml air

23 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA suling, kemudian keduanya campur dan ditambahkan air suling hingga 100 ml

(Depkes, RI., 1995).

3.5.5 Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, dilarutkan dalam air suling sehingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.5.6 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,6 g bismuth (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 2 ml asam klorida pekat, lalu ditambahkan 10 ml air suling. Pada wadah lain dilarutkan 6 g kalium iodida dalam 10 ml air suling. Kemudian kedua larutan dicampurkan dengan 7 ml asam klorida pekat dan 15 ml air suling (Depkes, RI., 1995).

3.5.7 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.5.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,001 g kristal natrium hidroksida ditimbang, dilarutkan dalam air suling sehingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.5.9 Pereaksi Asam Nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga

100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.5.10 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas CO2 hingga 100 ml (Depkes, RI., 1995).

3.5.11 Pembuatan Kloralhidrat 70% b/v

Sebanyak 70 g kloralhidrat dilarutkan dalam 30 ml air suling.

24 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia seperti penetapan kadar air dilakukan menurut prosedur (World Health Organization., 1992) pemeriksaan makrokospik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam, susut pengeringan dilakukan menurut prosedur (Depkes, RI.,1995).

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik Simplisia

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi luar yaitu bentuk, warna, ukuran dan bau dari buah pandan jeronggi.

2.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk melihat fragmen-fragmen yang terdapat pada serbuk simplisia buah pandan jeronggi.

3.6.3. Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi

Toluen). Alat-alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml.

Cara kerja : ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml Toluen dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam, toluena didinginkan selama 30 menit dan volume air di dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang, lalu dipanaskan selama 15 menit, setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen yang telah jenuh. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai pada suhu kamar. Setelah air dan

25 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA toluena memisah sempurna, volume air dibaca sesuai dengan ketelitian 0,05 ml.

Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen. (WHO., 1992).

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sebanyak 5 g sampel dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air- kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 100 ml) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI.,

1995).

3.6.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g sampel dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan.

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g sampel ditimbang dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung

26 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI., 1995).

3.6.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes, RI., 1995).

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia buah pandan jeronggi meliputi pemeriksaan senyawa kimia golongan alkaloid, glikosida antraquinon, saponin (Depkes, RI., 1995) tannin, flavonoid, triterpennoid dan steroid

(Farnsworth., 1996).

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid.

Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat dan ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan diatas

(Depkes, RI., 1995).

27 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.7.2 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g ekstrak disari dengan 30 ml campuran etanol 96% dengan air (7:3) direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Kemudian diambil

20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran kloroform dan isopropanol (3:2), dilakukan berulang sebanyak 3 kali.

Kumpulan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan: sebanyak 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya gula sebagai pertanda glikosida positif (Depkes, RI., 1995).

3.7.3 Pemeriksaan Saponin

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat- kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes, RI.,1995).

3.7.4 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g ekstrak ditimbang, dilarutkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

28 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.7.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditimbang, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes, RI.,

1995).

3.7.6 Pemeriksaan Steroid / Triterpenoid

Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g, direndam dengan 20 ml n-heksan selama

2 jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Harborne, 1987).

3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi

Sebanyak 500 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah tertutup, ditambahkan 3,75 liter etanol 96% lalu wadah ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk. Kemudian disaring dan ditampung pada botol berwarna gelap (maserat I). Pada serbuk simplisia yang sama di tambahkan 1,25 liter etanol 96% (dibilas). Kemudian disaring dan ditampung pada botol berwarna gelap (maserat II). Kemudian maserat I dan II digabung dan didiamkan selama 2 hari lalu dienaptuangkan dan diambil cairan yang jernih di bagian atas. Ekstrak dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator

(Depkes, RI., 1995).

29 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.9 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol

Pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol sama dengan pemeriksaan karakteristik simplisia yang meliputi penetapan kadar air dilakukan menurut

World Health Organization (1992); penetapan kadar sari yang larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan menurut metode ditjen POM, RI (1995).

3.10 Fraksinasi Ekstrak Etanol

Sebanyak 20 g ektrak etanol dilarutkan dalam etanol 96% sampai larut kemudian ditambahkan 40 ml air suling, dimasukkan ke dalam corong pisah, lalu ditambahkan 100 ml n-heksana, lalu dikocok, dan didiamkan sampai terdapat 2 lapisan yang terpisah (± 30 menit). Lapisan n-heksana (lapisan atas) diambil dengan cara mengalirkan cairan pada corong pisah dan fraksinasi dilakukan sampai lapisan n-heksana memberikan hasil negatif dengan pereaksi LB. Lapisan n-heksana yang dikumpulkan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh fraksi n-heksana. Kemudian pada residu (sisa) ditambahkan 100 ml etilasetat, lalu dikocok, didiamkan sampai terdapat 2 lapisan yang terpisah (± 30 menit), lapisan etilasetat (lapisan atas) diambil dengan cara mengalirkan cairan pada corong pisah dan fraksinasi dilakukan sampai lapisan etilasetat memberikan hasil negatif dengan pereaksi FeCl3. Lapisan etilasetat yang dikumpulkan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh fraksi etilasetat. Lapisan air (sisa) diambil dan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapat fraksi air (Bassett, dkk., 1994).

30 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.11 Fraksi Etilasetat dengan Kromatografi Kertas (KKt)

Terhadap fraksi etilasetat dilakukan analisi KKt menggunakan fase diam berupa kertas dengan fase gerak n-butanol : ammonia : air (4 : 1 : 5). Penampak noda untuk fraksi etilasetat yang digunakan adalah AlCl3 dan Uap Ammonia.

3.12 Pengujian Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri terhadap ekstrak etanol, fraksi n- heksan, fraksi etilasetat dan fraksi sisa dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas, bakteri yang digunakan bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228) dan bakteri Gram negatif (Salmonella typhi ATCC 14028, Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027 dan Klebsiella pneumonia).

3.13 Pembuatan Larutan Uji dengan Berbagai Konsentrasi

3.13.1 Larutan Uji Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi

Cara kerja : Ekstrak etanol ditimbang 5g, dilarutkan dengan dimetilsulfoksida

(DMSO) hingga 10 ml, sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak 500 mg/ml, kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 50 mg/ml, 25 mg/ml, dan 12,5 mg/ml.

3.13.2 Larutan Uji Fraksi Etilasetat dan Fraksi sisa

Cara kerja : Masing-masing fraksi ditimbang sebanyak 5g, lalu dilarutkan dengan DMSO di dalam labu tentukur 10 ml hingga garis tanda dan diperoleh konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml, selanjutnya larutan tersebut diencerkan

31 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kembali dengan DMSO hingga diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml,

300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 50 mg/ml, 25 mg/ml, 12,5 mg/ml.

3.14 Sterilisasi Alat

Sterilisasi untuk alat-alat yang digunakan antara lain:

1. Alat–alat yang terbuat dari gelas dibungkus dengan kertas perkamen,

disterilkan menggunakan oven pada suhu 170oC selama 1 jam.

2. Alat-alat kuantitatif seperti gelas ukur dan termasuk juga media disterilkan di

autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

3. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan cara dibakar pada lampu bunsen.

4. Sebelum mulai daerah sekitar pengerjaan disemprot dengan etanol 70% dan

dibiarkan selama 15 menit sebelum digunakan.

Meja dibersihkan dari debu dan dilap menggunakan desinfektan (Lay,

1994).

3.15 Pembuatan Media

3.15.1 Pembuatan Nutrient Agar

Komposisi : Lab-Lemco Powder 1,0 g

Yeast Extract 2,0 g

Peptone 5,0 g

Sodium chloride 5,0 g

Agar 15,0 g

Cara pembuatan: Ditimbang sebanyak 28 g serbuk nutrient agar kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sekali-kali diaduk

32 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sampai bahan larut sempurna dan jernih. Tutup labu erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi dengan aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu

121oC tekanan 2 atm selama 15 menit (Oxoid 1982).

3.15.2 Pembuatan Mueller Hinton Agar (MHA)

Komposisi : Meat infusion 6,0 g

Casein hydrolysate 17,5 g

Starch 1,5 g

Agar No. 1 10,0 g

pH 7,4

Cara pembuatan: Ditimbang sebanyak 35 g serbuk Muller Hinton Agar kemudian disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sekali- kali diaduk sampai bahan larut sempurna dan jernih. Tutup labu erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi dengan aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 2 atm selama 15 menit (Difco laboratories, 1977).

3.15.3 Pembuatan Agar Miring

Kedalam tabung reaksi steril dimasukkan 3 ml media Nutrient Agar Steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai sediaan memadat pada posisi miring kira-kira 450. Kemudiaan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 50C (Ditjen

POM, RI., 1995).

3.15.4 Peremajaan Bakteri

Satu koloni bakteri diambil dari stok kultur dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanamkan pada media agar miring dengan cara menggores.

Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-370C selama 18 – 24 jam

(Ditjen POM, RI.,1995).

33 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.15.5 Pembuatan Inokulum

Koloni bakteri diambil dari stok kultur agar miring dengan jarum ose steril lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan NaCl Steril

0,9%. Kemudian diukur kekeruhan dengan menggunakan Spektrofotometri

UV/VIS pada panjang gelombang 580 nm hingga didapatkan % Transmitan sebesar 25% atau konsentrasi 1 x 10 6 CFU/ml (Ditjen POM, RI., 1995).

3.15.6 Pengujian Antibakteri

Pengujian antibakteri dilakukan terhadap ekstrak etanol, fraksi n- heksan, fraksi etilasetat dan fraksi air dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.

Cara kerja : Sebanyak 0,1 ml inokulum bakteri dicampur homogen dengan

15 ml Mueller Hinton Agar di cawan petri steril, kemudiaan dibiarkan sampai media memadat (metode tuang). Pada permukaan media yang telah padat diletakkan pencadang kertas, yang sebelumnya telah direndam pada masing- masing ekstrak dan fraksi dengan berbagai konsentrasi dan larutan blanko, untuk ekstrak etanol, fraksi etilacetat dan fraksi n-heksan menggunakan pelarut dimetilsulfoksida sedang untuk fraksi air (sisa) menggunakan pelarut aquades.

Kemudiaan inkubasi pada suhu 36 - 370C selama 18-24 jam. Selanjutnya ekstrak etanol buah pandan jeronggi, fraksi n–heksan, etilasetat, fraksi sisa di ukur diameter daerah bening di sekitar pencadang kertas menggunakan jangka sorong.

Penggujian masing-masing dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan (Ditjen POM,

RI., 1995).

34 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Bogor - Pusat Penelitian Biologi adalah tumbuhan Pandan

Jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb) famili Iridaceae, dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Hasil Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik Simplisia Buah Pandan Jeronggi

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik Simplisia Buah Pandan Jeronggi

Hasil pemeriksaan makroskopik buah pandan jeronggi berwarna biru atau ungu terang, berbentuk hampir bulat, berukuran 0,5-1 cm dengan diameter 0,5-1 cm, berbau lemah dan rasa hambar semakin lama terasa sedikit pahit dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Buah Pandan Jeronggi

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia buah pandan jeronggi terdapat frakmen-frakmen seperti sel batu (hitam), endosperm (putih tembaga) dan perisperm (transparan) dapat dilihat pada Lampiran 4.

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia adalah berwama coklat kehitaman. Menurut Ditjen POM, RI (2000), standarisasi suatu simplisia merupakan pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi

35 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penetapan nilai untuk berbagai parameter produk. Simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku obat harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia).

Beberapa karakterisasi yang dilakukan masing-masing memberikan tujuan sehingga diharapkan memenuhi persyaratan simplisia sebagai bahan baku obat.

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia Pandan Jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb

No. Karakterisasi Simplisia Simplisia (%) 1. Kadar air 9,32 2. Kadar sari yang larut dalam air 16,89 3. Kadar sari yang larut dalam etanol 13,83 4. Kadar abu total 2,16 5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,37

Hasil penetapan kadar air yang diperoleh pada simplisia yaitu 9,32%, pada simplisia, kadar air yang melebihi 10% dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan jamur, seperti Aspergillus flavus (jamur yang sering mengkontaminasi makanan dan dapat menyebabkan infeksi dan dapat menghasilkan aflatoksin yang bersifat karsinogenik), perubahan senyawa kimia berkhasiat dan aktivitas enzim karena enzim tertentu dalam sel masih dapat bekerja dalam menguraikan senyawa aktif setelah sel mati dan selama bahan simplisia masih mengandung jumlah air tertentu. Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa kimia bersifat polar seperti flavonoid, glikosida dan saponin yang terkandung di dalam simplisia buah pandan jeronggi yang hasilnya diperoleh 16,89%, sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol, baik senyawa polar maupun non polar hasilnya adalah 13,83%. Hasil penetapan kadar sari larut air dan etanol

36 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk simplisia buah pandan jeronggi yaitu 16,89%, untuk kadar sari larut dalam etanol 13,83%. Kandungan sari larut air lebih rendah dari pada kadar sari larut etanol ini berarti senyawa kimia yang larut di dalam air lebih sedikit dibandingkan senyawa kimia yang larut dalam etanol. Penetapan kadar abu total yang terkandung di dalam simplisia buah pandan jeronggi sebesar 2,16%.

Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dalam simplisia dan ekstrak, misalnya logam K, Ca, Na, Pb, Hg, silika, sedang penetapan kadar abu tidak larut dalam asam yang terkandung di dalam simplisia buah pandan jeronggi sebesar 0,37%. Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silika, logam-logam berat seperti Pb dan Hg. Hasil perhitungan karakteristik simplisia dapat dilihat pada Lampiran 9.

4.4 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia

Hasil krining fitokimia dari serbuk simplisia, ekstrak etanol, fraksi n- heksan, fraksi etilasetat, fraksi sisa buah pandan jeronggi.

Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia, Esktrak Etanol dan Fraksi dari Buah Pandan Jeronggi.

No Skrining Fitokimia Serbuk Ekstrak Fraksi n- Fraksi Fraksi Simplisia Etanol Heksan Etilasetat Sisa 1. Alkaloid + + - + - 2. Flavonoid + + - + + 3. Glikosida + + - + + 4. Saponin + + - + + 5. Tanin + + - + - 6. Triterpenoid/Steroid - - - - -

Keterangan: (+) = mengandung golongan senyawa, (-) = tidak mengandung golongan senyawa.

37 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia, ekstrak etanol dan fraksi buah pandan jeronggi terdapat kandungan senyawa kimia golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan tanin. Hasil pemeriksaan skrining fitokimia terhadap fraksi n-heksan, fraksi etilasetat dan fraksi sisa buah pandan jeronggi menunjukkan hasil yang berbeda. Pada fraksi n-heksan tidak terdapat kandungan senyawa kimia yang diperiksa, pada fraksi etilasetat kandungan senyawa kimia golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan tanin dan pada fraksi sisa kandungan senyawa kimia golongan flavonoid, glikosida dan saponin.

Hasil uji golongan senyawa kimia dari simplisia, ekstrak, fraksi etil acetat dan fraksi sisa dari buah pandan jeronggi mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin dan tanin. Senyawa-senyawa ini diduga memberikan aktivitas antibakteri.

Serbuk simplisia, ekstrak etanol, fraksi n- heksan, fraksi etilasetat dan fraksi sisa buah pandan jeronggi yang ditambah dengan pereaksi Lieberman-

Bourchat memberikan endapan warna kuning kehijauan, ini menunjukkan tidak adanya senyawa triterpen/steroid.

Keberadaan metabolit sekunder menjadi faktor penting melalui mekanismenya terhadap bakteri. Penambahan FeCl3 1% memberikan warna bijau yang menunjukkan adanya senyawa tanin. Menurut Robinson (1995), senyawa tanin membentuk kompeks dengan larutan feriklorida (FeCl3) menghasilkan warna hijau sampai hitam biru yang menunjukkan adanya senyawa fenol.

Terjadinya warna karena terbentuknya komplek antara logam Fe dari FeCl3 dengan gugus hidroksi dari tanin membentuk struktur kelat. Menurut Sari (2011), tanin juga mempunyai target pada polipeptida dinding sel sehingga pembentukan

38 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dinding sel menjadi kurang sempurna. Hal ini menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik maupun fisik sehingga sel bakteri akan mati. Selain itu, menurut Akiyama dkk. 2001, kompleksasi dari ion besi dengan tanin dapat menjelaskan toksisitas tanin. Mikroorganisme yang tumbuh di bawah kondisi aerobik membutuhkan zat besi untuk berbagai fungsi, termasuk reduksi dari prekursor ribonukleotida DNA. Hal ini disebabkan oleh kapasitas pengikat besi yang kuat oleh tanin.

Penambahan serbuk Mg dan serbuk Zn dengan asam klorida pekat memberikan warna merah, menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Skrining glikosida ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molisch dan asam sulfat pekat dimana terbentuk cincin ungu, sedang dengan penambahan Fehling A dan

Fehling B sama banyak terbentuk endapan berwarna merah batu bata. Pereaksi

Molisch merupakan pereaksi umum yang digunakan untuk identifikasi karbohidrat, dalam hal ini adalah gula dan perekasi Fehling digunakan untuk mengidentifikasi adanya gula khususnya gula yang bersifat pereduksi.

Skrining saponin menghasilkan busa yang stabil dengan tinggi busa 3 cm dan tidak hilang dengan penambahan HC1 2N. Sifat busa saponin disebabkan adanya struktur amfifilik saponin mengakibatkan sifat fisika saponin sebagai surfaktan yang sifat ini sama seperti sabun dan deterjen, penambahan HC1 2N mengakibatkan kestabilan busa semakin lama sesuai dengan sifat sabun.

Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar (Nuria dkk. 2009). Pemeriksaan glikosida dengan penambahan pereaksi Molish, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin warna

39 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula.

Salah satu tumbuhan famili Iridaceae adalah buah pandan jeronggi dengan spesies Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb. Tumbuhan family Iridaceae banyak tumbuh di daerah tropis. Kedekatan antara spesies dalam satu marga (genus) memiliki hubungan kemotaksonomi yang sangat erat, sehingga senyawa kimia di antara spesies-spesies tersebut dalam satu marga memiliki pola senyawa kimia yang sama (Tenover, 2006).

4.5 Hasil Ekstraksi

Hasil ekstraksi yang diperoleh dari 1,5 kg simplisia buah pandan jeronggi yang dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 270,80 g ekstrak kental.

Hasil fraksinasi dari 40 g ekstrak etanol diperoleh fraksi n- heksan sebanyak 4,36 g, fraksi etilasetat diperoleh sebanyak 15,15g dan fraksi sisa diperoleh sebanyak

21,94 g. Penggunaan pelarut etanol diharapkan senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak dapat tersari sempurna, pelarut n-heksan digunakan untuk menarik senyawa kimia non polar, seperti triterpenoid dan steroid, etilasetat digunakan agar senyawa kimia yang bersifat semipolar tersari di dalamnya, seperti flavonoid, glikosida, saponin dan tanin.

4.6 Karakterisasi Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb).

Hasil pemeriksaan karakterisasi ekstrak etanol buah pandan jeronggi diharapkan dapat sebagai acuan di dalam buku parameter ekstrak sehingga dapat memenuhi persyaratan sebagai bahan baku obat karena belum ada tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan, karakterisasi ekstrak

40 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dilakukan dengan berbagai pengujian antara lain kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam , kadar sari larut dalam air dan kadar sari larut dalam etanol.

Tabel 4.3 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi.

No. Karakterisasi Ekstrak Hasil(%)

1. Kadar Air 19,3

2. Kadar Abu Total 3,46

3. Kadar Abu tidak Larut dalam Asam 0,94

4. Kadar Sari Larut dalam Air 65,60

5. Kadar Sari Larut dalam Etanol 72,02

Hasil penetapan kadar air pada ekstrak buah pandan jeronggi diperoleh

19,3%, jika dilihat standarisasi kadar air ekstrak kental secara umum memenuhi persyaratan yaitu tidak melebihi 30% (Voigt, 1994). Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal kandungan air yang masih dapat ditolerir di dalam ekstrak di mana ekstrak yang nantinya akan dipakai sebagai bahan aktif sedian obat, hal ini dikarenakan bakteri dan jamur umumnya cepat tumbuh dalam lingkungan yang mempunyai kelembapan tinggi sehingga bahan aktif yang terkandung di dalam ekstrak yaitu memiliki kadar air tinggi akan cepat terurai akibat enzim yang berasal dari bakteri dan jamur yang hidup di dalam ekstrak. Kadar air yang melebihi 30% dapat menjadi media pertumbuhan jamur, seperti Aspergillus flavus.

Hasil penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam dari ekstrak etanol buah pandan jeronggi berturut-turut adalah 3,46% dan 0,94%. Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam ditetapkan untuk melihat kandungan mineral ekstrak. Zat-zat ini dapat berasal dari senyawa oksida-oksida

41 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA anorganik. Kadar abu total yang tinggi menunjukkan adanya zat anorganik logam- logam (Ca, Mg, Fe, Cd dan Pb) yang sebahagian mungkin berasal dari pengotoran daerah asal tumbuhan. Kadar logam berat yang tinggi dapat membahayakan kesehatan, oleh sebab itu perlu dilakukan penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol dilakukan untuk mengetahui banyaknya senyawa polar yang larut dalam air dan etanol. Hasil perhitungan karakterisasi ekstrak etanol dapat dilihat pada Lampiran 10.

4.7 Hasil pengujian antibakteri ekstrak etanol Buah Pandan Jeronggi

Hasil pengujian antibakteri ekstrak etanol Buah Pandan Jeronggi terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228) memberikan daya hambat pada konsentrasi 500 mg/mL, 400 mg/mL, 300 mg/mL, 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, semua bakteri tersebut memberikan daya hambat kecuali pada konsentrasi 12,5 mg/mL. Hasil pengujian antibakteri ekstrak Etanol Buah Pandan

Jeronggi terhadap bakteri Gram negatif (Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027 dan Salmonella typhi ATCC 14028) memberikan daya hambat pada konsentrasi 500 mg/mL, 400 mg/mL, 300mg/mL, 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, kecuali pada konsentrasi 25 mg/mL dan 12,5 mg/mL pada bakteri Klebsiella pneumonia sudah tidak memberikan daya hambat serta pada konsentrasi 12,5 mg/mL pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella typhi.

42 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.4 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol dari buah pandan jeronggi

Konsentrasi Diameter zona bening (mm) No (mg/mL) S.aureus S.epidermidis P.aeruginosa S.typhi K.pneumonia 1 500 12,12 11,80 10,76 10,32 9,94 2 400 11,10 10,26 9,66 9,12 9,26 3 300 10,28 9,04 9,34 8,24 8,66 4 200 8,96 8,50 8,48 7,58 8,66 5 100 8,32 8,10 7,66 6,84 6,92 6 50 7,36 7,34 7,00 6,62 6,24 7 25 6,78 6,66 6,74 6,32 - 8 12,5 - - - - -

Data tabel 4.4 dapat dilihat pada grafik gambar 4.1 yang menunjukan diameter hambat pada konsentrasi yang berbeda. Hasil perhitungan diameter hambat bakteri pada ekstrak etanol dapat dilihat pada lampiran 10 dan untuk gambar penggujian bakteri dapat dilihat pada Lampiran 15.

Gambar 4.1 Hasil uji antibakteri ekstrak etanol Buah Pandan Jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb)

Pada konsentrasi 25 mg/mL diperoleh daya hambat pada semua bakteri, baik bakteri Gram positif dan bakteri Gram negative (kecuali pada Klebsiella pneumonia). Untuk blanko memakai dimetil sulfoksida (DMSO) tidak

43 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memberikan daya hambat pada bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.

Dapat dilihat pada grafik gambar 4.1 bahwa efek antibakteri ekstrak etanol terhadap bakteri Gram positif lebih besar dibandingkan dengan bakteri Gram negatif yaitu pada konsentrasi 500 mg/mL didapat 12,12 mm pada Staphylococcus aureus, 11,80 mm pada Staphylococcus epidermidis, 10,76 mm pada

Pseudomonas aeruginosa, 10,32 mm pada Salmonella typhi dan 9,94 mm pada

Klebsiella pneumonia . Sebelumnya telah dilakukan skrining fitokimia terhadap simplisia dan hasil yang diperoleh terdapat golongan senyawa kimia yang diduga bersifat antibakteri, seperti alkaloida, flavonoida, saponin, dan tanin. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol yang diharapkan menarik senyawa-senyawa tersebut. Kemungkinan senyawa metabolit sekunder yang bersifat lebih polar terdapat dalam jumlah lebih besar dari pada golongan senyawa kimia yang lebih non polar pada ekstrak sehingga ekstrak lebih mempengaruhi pada bakteri Gram positif yang membran luarnya terdiri dari lapisan. peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan bakteri Gram negatif yang membran luarnya terdiri dari lapisan lipopolisakarida yang terdiri dari lipid, polisakarida dan protehi (Pratiwi 2008 dan Waluyo 2005) selain itu dinding sel bakteri Gram positif terdapat asam teikoat yang mengandung alkohol (gliserol atau ribitol) (Pratiwi 2008).

Pada saat ini obat kimia sangat popular dimasyarakat, namun obat herbal terus dipraktekkan karena kekayaan tanaman tertentu dalam varietas metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, tanin, yang telah diteliti memiliki aktivitas antibakteri (Adekunie dan Adekunie,2009). Beberapa penelitian mendukung adanya aktivitas antimikroba dari ekstrak dan fraksi dari berbagai tumbuhan karena adanya senyawa saponin, senyawa kuinon dan senyawa kumarin juga telah

44 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diteliti memiliki aktivitas antibakteri (Khanna dan Kannabiran, 2008).

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sajee Hewaitat dkk,2013, dimana dilakukan penggujian terhadap beberapa antimikroba, bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli, Bacillus subtitilis, Staphylacoccus aureus dan Klepsiella pneumonia. Dalam hal ini ekstrak yang yang digunakan adalah dari ekstrak rimpang, ekstrak daun dan ekstrak bunga dari Iris nigricans yang menggunakan pelarut methanol. Peneliti menggunakan metode difusi cakram, menurut hasil penelitian yang didapat aktivitas anti bakteri dari berbagai bagian Iris nigricans ekstrak rimpang, ekstrak daun dan ekstrak bunga menunjukkan aktivitas antibakteri yang dikaitkan dengan adanya komponen fenolik (flavonoid, tanin dan xanthone) yang dapat mengganggu membran sel pada bakteri. Sedangkan pada tumbuhan pandan jeronggi dalam penelitian ini pelarut yang digunakan adalah etanol yang telah terbukti sangat efektif digunakan untuk menarik senyawa- senyawa yang terdapat di dalam tumbuhan.

4.8 Fraksi n-Heksan Buah Pandan Jeronggi

Pada Fraksi n-heksan buah pandan jeronggi tidak dilakukan pengujian aktivitas antibakteri karena pada hasil uji skrining fitokimia yang dilakukan pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol dari buah pandan jeronggi tidak terdapat adanya golongan senyawa metabolit sekunder (Alkaloid, Flavonoid, Glikosida,

Saponin, Tanin dan Steroid/Triterpenoid).

4.9 Hasil Uji Antibakteri Fraksi Etilasetat Buah Pandan Jeronggi

Hasil pengujian efek antibakteri fraksi etilasetat untuk bakteri Gram positif

Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228)

45 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan bakteri Gram negatif (Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa ATCC

9027 dan Salmonella typhi ATCC 14028) dimana pada konsentrasi 500 mg/mL,400 mg/mL, 300 mg/mL, 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL, 12,5 mg/mL pada semua bakteri yang dilakukan pengujian memiliki daya hambat.

Tabel 4.5 Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etilasetat buah pandan jeronggi

Konsentrasi Diameter zona bening (mm) No (mg/mL) S.aureus S.epidermidis P.aeruginosa S.typhi K.pneumonia 1 500 13,68 13,2 11,44 10,36 10,24 2 400 12,4 12,06 10,76 9,66 9,86 3 300 11 10,94 9,82 9,44 8,64 4 200 10,04 9,98 9,58 8,14 8,2 5 100 9,62 9,24 9,3 7,82 7,64 6 50 8,88 8,26 8,7 7,2 6,72 7 25 7,98 7,2 7,68 6,94 6,46 8 12,5 7,22 6,54 6,76 6,42 6,26

Data tabel 4.5 dapat dilihat pada grafik gambar 4.2 yang menunjukan semakin kecil konsentrasi maka diameter hambat semakin kecil.

Gambar 4.2 Hasil uji antibakteri fraksi etil asetat dari ekstrak etanol Buah Pandan Jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb).

46 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Efek antibakteri terbesar pada bakteri Gram positif terlihat pada bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan diameter hambat 13,68 mm,

Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 dengan diameter hambat 13,2 mm sedang bakteri Gram negatif terlihat pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027 dengan diameter hambat 11,4 mm, Salmonella typhi ATCC 14028 dengan diameter hambat 10,36 mm dan Klebsiella pneumonia dengan diameter hambat

10,24 mm. Fraksi etilasetat memperlihatkan aktivitas antibakteri terhadap semua bakteri patogen yang diuji, namun aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif lebih besar dibandingkan bakteri Gram negatif. Kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat pada fraksi etilasetat berupa senyawa semi polar yaitu golongan flavonoid, dan tanin dengan jumlah yang lebih besar dari pada di dalam ekstrak etanol dan sifat lapisan membran luar (outer wall layer) dari bakteri

Gram positif menurut Pratiwi (2008) bersifat lebih polar karena adanya lapisan polisakarida menyebabkan golongan senyawa yang terdapat pada fraksi etilasetat lebih mudah masuk ke dalam membran dinding sel bakteri Gram positif.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya sifat antibakteri dan mekanisme kerja selanjutnya pada beberapa golongan metabolit sekunder. Kelas beberapa polifenol, seperti asam fenolat, flavonoid dan tanin berfungsi sebagai alat pertahanan tumbuhan terhadap mikroorganisme patogen. Sejumlah kelompok hidroksil pada komponen fenol meningkatkan toksisitas terhadap mikroorganisme. Efek antimikroba dari flavonoid membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut dengan dinding sel (Hayet dkk,2008). Efek antimikroba dari tanin ditunjukkan dengan melibatkan mekanisme yang berbeda, seperti penghambatan enzim mikroba ekstraseluler dan penghambatan fosforilasi oksidatif pada proses metabolisme mikroba (Cavalieri, dkk, 2005).

47 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah menghambat enzim reverse transkriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk (Nuria dkk.,2009). Tanin memiliki aktifitas antibakteri yang berhubungan dengan kemampuannya untuk menginaktifkan adhesin sel mikroba juga menginaktifkan enzim, dan menggangu transport protein pada pada lapisan dalam sel (Cowan, 1994). Menurut Sari (2011), tanin juga mempunyai target pada polipeptida dinding sel sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna. Hal ini menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik maupun fisik sehingga sel bakteri akan mati. Selain itu, menurut Akiyama dkk.

2001, kompleksasi dari ion besi dengan tanin dapat menjelaskan toksisitas tanin.

Mikroorganisme yang tumbuh di bawah kondisi aerobik membutuhkan zat besi untuk berbagai fungsi, termasuk reduksi dari prekursor ribonukleotida DNA. Hal ini disebabkan oleh kapasitas pengikat besi yang kuat oleh tanin.

4.10 Hasil Uji Antibakteri Fraksi Sisa Buah Pandan Jeronggi

Hasil pengujian antibakteri fraksi sisa buah pandan jeronggi terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228) dan bakteri Gram negatif (Klebsiella pneumonia,

Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027 dan Salmonella typhi ATCC 14028) terlihat pada gambar 4.3 memberikan daya hambat yang kecil pada konsentrasi 500 mg/mL, 400 mg/mL, 300 mg/mL, 200 mg/mL, dibandingkan ekstrak etanol, dan fraksi etilasetat sedangkan pada konsentrasi 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL,

12,5 mg/mL pada fraksi sisa tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

Untuk bakteri Gram positif diameter hambat paling besar terlihat pada

48 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bakteri Staphylococcus aureus dengan diamter hambat 10,42 mm pada konsentrasi 500 mg/ml sedang untuk bakteri Gram negatif diameter hambat paling besar terlihat pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan diamter hambat 9,24 mm pada konsentrasi 500 mg/mL. Dimetil sulfoksida yang dipakai pada pengujian antibakteri fraksi sisa terhadap semua bakteri tidak memberikan daya hambat.

Tabel 4.6 Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi sisa buah pandan jeronggi

Konsentrasi Diameter zona bening (mm) No (mg/mL) S.aureus S.epidermidis P.aeruginosa S.typhi K.pneumonia 1 500 10,42 9,48 9,24 9,02 8,18 2 400 9,62 8,24 8,1 8,44 8 3 300 8,78 7,3 7,08 7,4 7,16 4 200 6,84 6,62 6,50 6,62 6,58 5 100 - - - - - 6 50 - - - - - 7 25 - - - - - 8 12,5 - - - - -

Data tabel 4.6 dapat dilihat pada grafik gambar 4.4 yang menunjukan naik dan turunnya diameter zona hambat pada konsentrasi yang berbeda.

Gambar 4.3 Hasil uji antibakteri fraksi sisa dari ekstrak etanol Buah Pandan Jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb).

49 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Efek antibakteri fraksi sisa memberikan daya hambat yang lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etanol dan fraksi etilasetat karena pada fraksi ini kemungkinan golongan senyawa kimia yang bersifat sebagai antibakteri seperti flavonoida dan tanin dalam jumlah sedikit sehingga efek antibakteri fraksi sisa tidak sekuat fraksi etilasetat dan ekstrak etanol. Menurut Pratiwi (2008), salah satu efektivitas antimikroba dipengaruhi oleh konsentrasi atau intensitas agen mikroba. Makin tinggi konsentrasi zat, makin banyak mikroorganisme yang dapat dimatikan. Walaupun demikian pada titik tertentu, peningkatan konsentrasi tidak meningkatkan kecepatan pembunuhan. Pada beberapa penelitian yang dilakukan terdahulu tercatat bahwa aktivitas antibakteri lebih tinggi pada ekstrak yang ditarik oleh pelarut dibandingkan dengan ekstrak air. Selain itu, terdapat pengaruh kepekaan bakteri patogen yang bervariasi untuk ekstrak yang ditarik oleh suatu pelarut organik tertentu dan ekstrak yang ditarik dengan air karena hal ini berhubungan dengan satu atau beberapa zat aktif yang memiliki aktivitas biologi sebagai antimikroba (Kumaraswamy,dkk., 2008). Zona hambat merupakan daerah atau wilayah jernih yang tampak disekeliling cakar, semakin besar diameter zonanya, berarti semakin besar daya antibakterinya.

Kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut, diameter zona hambar

5 mm atau kurang dikatagorikan lemah, diameter zona hambat 5-10 mm dikatagorikan sedang, diameter zona hambat 10-20 mm dikatagorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikatagorikan sangat kuat (Rabbani, dkk 2014),.

Berdasarkan hasil pengujian antibakteri ekstrak etanol, fraksi etilasetat dan fraksi sisa terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923,

Staphylococcus epidermidis ATCC 12228) dan bakteri Gram negatif (Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027 dan Salmonella typhi ATCC

50 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14028) dapat dilihat bahwa fraksi etil asetat merupakan fraksi yang paling aktif, kemudian diikuti ekstrak etanol dan fraksi sisa.

Hasil profil Kromatografi Kertas pada fraksi etilasetat secara visual terdapat 3 noda dengan variasi warna merah, hijau kekuningan dan biru dengan menggunakan penampak noda AlCl3 terdapat 2 noda 1 noda berwarna merah, 1 noda berwarna biru kekuningan dengan menggunakan uap ammonia terdapat 3 noda, 1 noda berwarna merah 1 noda berwarna hijau kekuningan dan 1 noda berwarna biru menunjukkan adanya senyawa fenolik (flavonoid dan tanin). Pada fraksi etil asetat warna merah sangat terlihat jelas dibawah sinar UV- Visibel dengan panjang gelombang 366 nm.

51 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Skrining fitokimia dapat digunakan untuk menentukan golongan senyawa kimia

yang terdapat pada serbuk simplisia dan ekstrak, hasil pengujian ditemukan

golongan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida dan tanin.

2. Ekstrak etanol buah pandan jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb).

dapat bersifat antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif.

Diameter hambat rata-rata pada konsentrasi 500 mg/mL untuk bakteri Gram

positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis

ATCC 12228), berturut-turut adalah 12,12 mm, dan 11,80 mm, diameter

hambat rata-rata pada konsentrasi 500 mg/mL untuk bakeri Gram negatif

(Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa ATCC 9027, Salmonella

typhi ATCC 14028) berturut- turut 10,76 mm, 10,32 mm dan 9,94 mm.

3. Fraksi yang memiliki daya hambat terbesar adalah fraksi etilasetat, diikuti

dengan ekstrak etanol dan fraksi sisa. Untuk bakteri Gram positif daya hambat

antibakteri pada konsentrasi 500 mg/mL fraksi etil asetat berturut- turut adalah

13,68 mm dan 13,20 mm, sedangkan untuk bakteri Gram negatif berturut-turut

adalah 11,44 mm, 10,36 dan 10,24 mm. Untuk bakteri Gram positif Ekstrak

etanol berturut- turut adalah 12,12 mm dan 11,80 mm, sedangkan untuk

bakteri Gram negatif berturut-turut adalah 10,76 mm, 10,32 dan 9,94 mm dan

untuk bakteri Gram positif fraksi sisa berturut- turut adalah 10,42 mm dan

9,84 mm, sedangkan untuk bakteri Gram negatif berturut-turut adalah 9,24

mm, 9,02 dan 8,18 mm.

52 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Hasil Profil Kromatografi Kertas fraksi etil acetat terdapat 3 (tiga) noda, dengan

penyemprot AlCl3 terdapat 2 noda dan dengan uap ammonia terdapat 3 noda .

5.2 Saran

1. Melakukan penelitian lanjutan terhadap buah bandan jeronggi (Iris domestica

(L.) Goldblatt & Mabb). sebagai sediaan obat tradisional.

2. Melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui struktur senyawa aktif buah

pandan jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb). yang bersifat

sebagai antibakteri.

53 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Adekunie, A.S., dan Adekunie, O.C. (2009). Preliminary Assessman of Antimicrobal propertaya nya fb antara. Hal 45-37.

Adijuwana, N. M. A. (1989). Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: Pusat Antar Unversitas IPB. Hal. 16-17.

Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta : Penerbit Andi. Hal. 10, 15-16.

Akiyama, H., Fujii K., Yamaaki O.., Oono T.., dan Iwatsuki K., (2001). Antibacterial Action of Several Tannin against Staphyloccoccus aureus. Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 48 : 487 – 491.

Anonim (2012). Bakteri Gram Positif dan Negatif. (http://arif-worldscience. Blogspot.Com/2012/06/bakteri-gram-positif-dan-negatif.html.Diakses tanggal 15 Oktober 2012).

Anonim (2015). Propionibacterium acnes (http://en.wikipedia.org/wiki/Propionibacteriumacnes). Diakses tanggal 11 November 2015.

Amarowicz, R., Maryniak, A., and Shahidi, F. (2005). TLC Separation of Methylated-Epigallocatechin-3-Gallate, Czech J. Food Sci., Vol. 23, No.1: 36-39.

Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. (1994). Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi 4. Jakarta: EGC. Hal 165.

Bobbarala, V. (2012). Antimicrobial Agents, Intech, Croatia.

Brook, G.F., Butel, J.S., dan Morse,(2007), Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, and Adelberg Edisi 23, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Cavalieri, S.J., I.D. Rankin, R.J. Harbeck. R.S. Sautter., Y.S. Mc Carter., S.E. Sharp., J.H., Ortez., dan C.A Spiegel. (2005). Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing. American Society for Microbiology, USA.

Chehregani, A., Azimishad F., dan Alizadet H.H. (2007). Study on Antibacterial Effect of Some Allium species from Hamedan- Iran. International Journal of Agriculture and Biology. 9(6):873-876.

Cowan, M.M. (1999). Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology Reviews. 12 : 564 – 582.

54 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Cox, S. D., Markham, J. L., Bell. H. C., Gustafson, J. E., Warnington, J. R.and, Wyllie, S. G. (2000). The Mode of Antibacterial Action of The Essential Oil Melaleuca Alterfolia (Tea Three Oil). Journal of Apply Microbiology. Hal. 170-175.

Dalimartha, S. (2003). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta. Trubus Agriwidya. Hal. 63.

Depkes. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 4-6, 9, 855, 896 1035.

Depkes. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 300-306.

Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta : Depkes RI. Hal.10-11.

Difco Laboratories. (1977). Difco Manual of Dehydrated Culture Media and Reagent for Mikrobiologi and Clinikal Laboratory Procedures Ninth edition. Detroit Michigan : Difco Laboratories. Hal. 32, 64.

Depkes. (2007). Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Hal. 14-18.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.4-6, 855, 896, 1035, 831.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 10-11.

Dwidjosepotro. (1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit D. Jambatan. Hal. 38, 134.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of .Journal of Pharmaceutical Science.55(3): 247-268.

Fardiaz, S. dan B.S.L.Jenie. (1989). Mikrobiologi Pangan II. Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gibson, J.M (1996). Mikrobiologi dan Patologi Modern. Jakarta: EGC. Hal. 10- 15.

Gunawan, D.,dan Mulyani. (2010). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 9-13.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terbitan Kedua. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 6, 49.

55 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hayet, Mastouri, Ammar, dan Matieu. (2008). Antimicrobal, Antioksidant, and antiviral Active of retama roetam (Forssk.) Webb Frowing in Tunisia. Wold J Microbiol Biotechnol. 24: 2933-2940.

Hawley. (2003). Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Jakarta: Hipokrates. Hal. 46- 49.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hal. 551 -552.

Irianto, K. (2006). Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid Satu. Bandung: Penerbit Yrama Widya. Halaman 16-18, 21-22.

Jawetz, E., Menick, J.L., dan Adelberg, E.A. (2001).Mikrobiologi Kedokteran. Ahli bahasa: Eddy Mudihardi. Jakart: Penerbit Salemba Medika. Hal. 318-319, 372.

Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. (1996). Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 369.

Jodi A, Lindsay. (2008). Staphylococcus : Molecular Genetic. Inggris. CaisterAcademic Press.

Khanna, V.G., dan Kannabiran K. (2008). Antimicrobal Activity of SaponinFraction of the of Gymna sylvestre and Eclipta prostrate. Worid J Microbiol Biotecnol. Hal 24: 2737 -2740.

Kinghorn, D. (1987).Biologically Active Coumpound From Plants With Reputed Medicinal And Sweetening Propetis, Journal of Natural Products, Vol.50: 1009 -1024.

Kumaraswamy, M.V., Kavitha, H.U., dan Satish, S. (2008). Antibakterial Evaluation and Phytochemical Analysis of Betula utilis D. Don Against Some HumanPathogenik Bakteria. Advances in Biological Research 2. (1-2): 21-25.

Lay, B.W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal.67-71.

Leon, L.D., M.R. Lopez., dan L. Moujir. (2010). Antibacterial Propertoes of Zeylasterone a Triterpenoid Isolated from Maytenus blepharacles against Staphyloccous aureus. Microbiological Research. 12 : 2-10.

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 15 -19,42.

Mudiar, R. H.; Varsha, K. M., dan Ashok, B. (2014). Analysis of Traditional Food Additive Kolakhar for its Physico-Chemical Parameters and Antimicrobial Activity. Journal Food Process Technol. Hal. 5: 387.

56 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Mudihardi, E. (2001).Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal. 235.

Nawawi, A., Rachmawati, W., dan Aryadi, A. (2010). Isolasi dan Identifikasi S Senyawa Kuinon dari Simplisia Tarenna Asitica. Diambil dari: www.tarena%20tiwai/penelitian-obat-bahanalam paper%20mahasiswa%20ITB.hmtl.

Nuria, M.C., A. Faizatun., dan Sumantri, (2009) Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropha cuircas L) terhadap Bakteri Staphyloccous aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, dan Salmonella typhy ATCC 1408. Jurnal Ilmu – ilmu Pertanian. 5 : 26-37.

Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., dan Crieg, N.R. (1986). Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah: Ratna S.H., Teja Imas, dan Sri Lestari Angka .Cetakan pertama. Jilid Dua. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal. 132.

Prasad, dkk., (2008), Short Communication, Preliminary Phytocemical Screening and Antimicrobial Activity of Sanmanea Saman, Journal of Medicinal Plants Research, 2 (10) : 268 – 270.

Pratiwi, S.T. (2008). MikrobiologiFarmasi. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hal. 6, 105-117.

Rabbani, H.J. Achmad, G. Tantin,E. (2014) Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Apel Manalagi (Malus sylvestris Mill) Terhadap Pertumbuhan Streptococus Mutans.Fakuktas Kedokteran Gigi, Universitas Jember. Hal 26

Radjasa, O.K, Kencana, D.S., Sabdoro, A., Hutagalung, R.A., dan Lestari E.S. (2007). Antibacterial Activity of Marine Bacteria Asociated With Sponge Aaptos sp. Against Multi Drug Resistant (MDR) Strains. Jurnal Matematika dan Sains. 12(4): 147-152.

Regina, R.A. (2007). The Effect of Mouthwash Containing Cetylpyrydinium Chloride on Salivary Level of Streptococcus mutans. Journal PDGI.57(1).

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 323, 328- 329, 353.

Saising, J.; Hiranrat, A., Mahabusarakam, W., Ongsakul, M. and Voravuthikunchai, S. P. (2008). Rhodomyrtone from Rhodomyrtus Tomentosa (Aiton) Hassk. As a Natural Antibiotic for Staphylococcus Cutaneous Infections. Journal pf Healt Science. Hal. 54 (5) 589-595.

Sajee, Ekbal, Samira dan Anwar. (2013). Antioxidant and Antimicrobial Activities of Iris Nigricans Methanolic Extracts Containing Phenolic Coumpounds. European Scientific Journal. vol.9, No.3 ISSN: 1857 – 7881.

57 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Saputra, E. (2009). Uji Antibakteri Ekstrak Tanaman Putri Malu (Mimosa pudica) Terhadap Pertumbuhan Shigella dysentriae. Skripsi. Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sari, F.P., dan S.N. Sari. (2011). Esktraksi Zat Aktif Antimikroba dari Tanaman Yodium (Jatropha multifida Linn) sebagai Bahan Baku Alternatif Antibiotik Alami. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.

Sastrohamidjojo, H. (1991). Kromatografi. Yogyakarta : Penerbit Liberty. Hal 22

Selvin, Shanmughapriya, Gandhimathi, Kiran, Ravji dan Natarajaseenivasan, (2009). Optimization and production of novel Ntimicrobial Agents from Sponge Associated Marine Actinomycetes Nocardiopsis dassnyillei MAD08. Appl Microbiol Biotechnol. 83:435 - 445.

Simon, David, Graham, Linda, Cherie,and Yasunori, (2009). An Examination of Antibacterial and Antifungal Propertis of Constituents Described in Tradisional Ulster Cures and Remedies. Ulster Med J. 78(1): 13-15.

Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik. Bandung: Penerbit Institut Tehnologi Bandung. Hal. 139 – 140.

Sugita, T.; Miyamoto, M.; Tsuboi, R.; Takatori, K.; Ikeda, R., dan Nishikawa, A. (2010). In Vitro Activities of Azole Antifungal Agents Againts Propionibacterium acnes Isolated from Patients with Acne Vulgaris. Japan: Biol Pharm Bull. Hal. 33 (1); 125-127.

Sukandana, I.M., Rahayu, S., dan Juliarti, N.K. (2008). Aktivitas antibakteri Senyawa Golongan Triterpenoid dari Biji Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Kimia. 2(1): 15-18.

Supardi, I., Sukamto. (1999). Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Bandung, edisi pertama. Cetakan pertama. Jakarta : Yayasan Adikarya IKAPI dengan The ford Foundation. Hal. 83-94.

Syahrurachman, A. (2006). Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara. Hal. 18 – 21.

Tenover., F.C. (2006). Mechanisms of Antimicrobial Resistance in Bacteria. The American Journal of Medicine. 119: 3-10.

Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya. (2003). Bakteriologi Medik. Cetakan Pertama. Malang: Bayu Media Publishing. Hal. 12, 59.

Tyler, E., Brady, L.R., dan Robber, J.E (1988). Pharmacognosy. Edisi Ke-9 Philadelphia: Lea and Febiger Publiser. Hal. 197-200.

Voigth R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke -5. Diterjemahkan oleh Dr. Soendani Noerono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

58 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Wasito, H. (2011). Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Penerbit PT Graha Ilmu. Hal. 5-6.

Willey, J. M., L.M. Sherwood., C.J. Woolverton. (2008). Prescott, Harley, and Kliens Microbiology, Seventh Editation, The McGraw- Hill Companies, Inc, New York.

Wills, B. A. (2005). Comparison of Three Fluid Solution for Resuscitation in Streptococcus Shock Syndrome in. England: The new England Journal of Medicine No. 9. Hal. 353.

World Health Organization. (1992). Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials.WHO/PHARM/ 92.559. Switzerland: Geneva. Hal.25-28.

59 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 1. Determinasi Tumbuhan Pandan Jeronggi

60 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 2. Tumbuhan dan Buah Segar Pandan Jeronggi (Iris domestica (L.) Goldblatt & Mabb).

61 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 3. Simplisia Buah Pandang Jeronggi

Serbuk Simplisia Buah Pandan Jeronggi

62 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Buah Pandan Jeronggi

Keterangan : 1. Sel Batu 2. Endosperm 3. Perisperm

63 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 5. Bagan Proses Pembuatan Ekstrak Etanol Secara Maserasi

Simplisia (500 gram)

Etanol 96% sebanyak 3,75 liter

Perendaman selama 5 hari sambil sesekali diaduk

Disaring

Residu Filtrat I

Dibilas dengan Etanol 96%

sebanyak 1,25 liter

Disaring

Residu Filtrat II

Filtrat I + II

Didiamkan selama 2 hari

Dienaptuangkan

Rotary Evaporator

Penangas Air

Ekstrak Kental

64 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 6. Bagan pengujian aktivitas antibakteri

Biakan murni bakteri

Diambil dengan jarum ose steril Ditanam pada media Nutrient Agar miring

Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam

Stok kultur bakteri Disuspensikan dalam 10 ml NaCl steril 0,9%

Disesuaikan kekeruhan dengan menggunakan Spektrofotometri pada 580 nm, transmitan 25%

Inokulum bakteri

Dimasukkan 0,1 ml inokulum ke dalam cawan petri

Ditambahkan 15 ml media MHA ke dalam cawan petri

Dihomogenkan dan biarkan hingga memadat

Media Padat

Diletakkan pencadang kertas yang telah di rendam dalam larutan uji fraksi dengan berbagai konsentrasi

dan pelarut DMSO sebagai blanko

Diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam

Diukur Diameter daerah hambatan disekitar pencadang kertas dengan menggunakan jangka sorong

Hasil

65 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 7. Pengujian Fraksi Etilasetat dengan Metode Kromatografi Kertas

Fraksi Etilasetat

Totolkan dengan menggunakan pipet mikro pada kertas kromatografi

Masukkan pada

chamber yang telah

jenuh dengan uap

pengembang dan

ditutup rapat

KKt dikeluarkan dan dikeringkan di udara

KKt disemprot dengan pereaksi AlCl3 dan uap Ammonia dan warna bercak diamati serte dihitung harga Rf

66 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 8. Bagan Pembuatan Fraksi n-heksana, Fraksi Etilasetat dan Fraksi Sisa dari Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi Ekstrak etanol

Ditambahkan 40 ml etanol dan 100 ml aquades

Dihomogenkan Dimasukkan dalam corong pisah Diekstraksi dengan 50 ml n-heksana sebanyak 3 kali sampai tidak memberikan hasil positif dengan pereaksi LB

Dikocok dan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan dan dipisahkan

Fraksi sisa Fraksi n-heksana

Diekstraksi dengan Dikumpulkan 50 ml etilasetat

Dipekatkan dengan Dikocok dan didiamkan rotary evaporator sampai terbentuk dua lapisan sebanyak 3 kali Fraksi n-heksana Dipisahkan pekat

Fraksi sisa Fraksi etilasetat

Dipekatkan dengan rotary Dipekatkan dengan rotary evaporator evaporator

Fraksi sisa pekat Fraksi etilasetat pekat

67 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 9. Karakterisasi Simplisia Buah Pandan Jeronggi

1. Penetapan Kadar Air

% Kadar air simplisia = x 100%

Berat sampel Volume air 1, 5,0026 0,5 2, 5,0011 0,5 3, 5, 0016 0,4

1. Kadar air = x 100% = 9,99%

2. Kadar air = x 100% = 9,99%

3. Kadar air = x 100% = 7,99%

% Rata-rata kadar air = = 9,32%

2. Perhitungan Kadar Sari Larut Dalam Air

% Kadar sari larut dalam air = 100%

No, Berat sampel (g) Berat sari (g)

1, 5,0056 0,1746

2, 5,0036 0,1637

3, 5,0047 0,1689

1. Kadar sari larut dalam air = 100% = 17,44%

68 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Kadar sari larut dalam air = 100% = 16,36 %

3. Kadar sari larut dalam air = 100% = 16,87%

% Rata-rata kadar sari larut dalam air = = 16,89%

3. Perhitungan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

% Kadar sari larut dalam etanol = 100%

No, Berat sampel (g) Berat sari (g)

1, 5,0073 0,1382

2, 5,0085 0,1374

3, 5,0057 0,1397

1. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 13,80%

2. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 13,73%

3. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 13,96%

% Rata-rata kadar sari larut dalam etanol = = 13,83%

4. Perhitungan Kadar Abu Total

% Kadar abu total = 100%

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)

1, 2,0041 0,0481

2, 2,0047 0,0522

3, 2,0037 0,0299

69 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Kadar abu total = 100% = 2,40%

2. Kadar abu total = 100% = 2,60%

3. Kadar abu total = 100% = 1,49%

% Rata-rata kadar abu total = = 2,16%

5. Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam

% Kadar abu tidak larut asam = 100%

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)

1, 2,0041 0,0077

2, 2,0047 0,0087

3, 2,0037 0,0062

1. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,38%

2. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,43%

3. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,31%

% Rata-rata kadar abu tidak larut asam = = 0,37%

70 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 10. Karakterisasi Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi

1. Penetapan Kadar Air

% Kadar air simplisia = x 100%

No, Berat sampel Volume air 1, 5,0076 0,8 2, 5,0073 1,0 3, 5, 0098 1,1

1. Kadar air = x 100% = 15,97%

2. Kadar air = x 100% = 19,97%

3. Kadar air = x 100% = 21,96%

% Rata-rata kadar air = = 19,3%

2. Perhitungan Kadar Sari Larut Dalam Air

% Kadar sari larut dalam air = 100%

No, Berat sampel (g) Berat sari (g) 1, 5,0075 0,6368 2, 5,0073 0,6654 3, 5,0068 0,6663

71 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Kadar sari larut dalam air = 100% = 63,67%

2. Kadar sari larut dalam air = 100% = 66,53 %

3. Kadar sari larut dalam air = 100% = 66,61%

% Rata-rata kadar sari larut dalam air = = 65,60%

3. Perhitungan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

% Kadar sari larut dalam etanol = 100%

No, Berat sampel (g) Berat sari (g)

1, 5,0101 0,7399

2, 5,0089 0,7113

3, 5,0077 0,7105

1. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 73,96%

2. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 71,12%

3. Kadar sari larut dalam etanol = 100% = 71,04%

% Rata-rata kadar sari larut dalam etanol = =72,04%

72 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Perhitungan Kadar Abu Total

% Kadar abu total = 100%

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)

1, 2,0019 0,0662

2, 2,0020 0,0727

3, 2,0025 0,0689

1. Kadar abu total = 100% = 3,31%

2. Kadar abu total = 100% = 3,63%

3. Kadar abu total = 100% = 3.44%

% Rata-rata kadar abu total = = 3,46%

5. Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam

% Kadar abu tidak larut asam = 100%

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)

1, 2,0019 0,0220

2, 2,0020 0,0114

3, 2,0025 0,0191

73 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 1,31%

2. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,56%

3. Kadar abu tidak larut asam = 100% = 0,95%

% Rata-rata kadar abu tidak larut asam = = 0,94%

74 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 11. Diameter Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri Dari Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi

S. aureus (mm) S. epidermidis (mm) P. aeruginosa (mm) S. typhi (mm) K. pneumoniae (mm) Konsentrasi P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P (mg/mL) P* P* P* P* 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 * 1 1 9 9 9 10 12 13 12, 11 11 11 12 12 11, 11 10 10 11 10 10, 10 11 10 10 10, 10 10 10 9, 500 1, 2, , , , ,9 ,8 ,0 12 ,5 ,9 ,3 ,0 ,3 80 ,0 ,2 ,7 ,0 ,9 76 ,4 ,1 ,6 ,0 32 ,4 ,0 ,0 94 9 0 5 8 5 1 1 9 9 9 11 12 10 11, 10 10 11 9, 9, 10, 10 9, 10 9, 10 9,6 8, 9, 9, 9, 9,1 9, 8, 9, 9, 400 1, 0, , , , ,5 ,0 ,1 10 ,2 ,5 ,1 6 9 26 ,0 1 ,1 0 ,1 6 6 0 7 2 2 0 7 4 26 0 9 1 6 6 1 1 8 8 8 9, 11 9, 10, 8, 9, 9, 8, 9, 9,0 9, 9, 9, 8, 9, 9,3 8, 8, 7, 9, 8,2 8, 9, 8, 8, 300 0, 0, , , , 8 ,0 8 28 5 1 9 5 2 4 7 0 2 9 9 4 5 1 6 0 4 5 0 9 66 0 8 0 0 9 7 8 8 9, 9, 8, 8, 8, 8,9 9, 8, 8, 8, 8, 8,5 8, 8, 8, 8, 9, 8,4 7, 8, 7, 7, 7,5 8, 8, 8, 8, 200 , , , 0 9 2 9 8 6 0 6 0 2 7 0 1 9 0 4 0 8 7 0 9 0 8 7 6 8 66 3 6 6 6 7 7 8, 8, 8, 8, 8, 8,3 8, 7, 8, 8, 8, 8,1 7, 8, 7, 8, 7, 7,6 7, 6, 6, 7, 6,8 6, 6, 7, 6, 100 , , , 6 0 9 0 1 2 0 6 8 1 0 0 0 1 5 0 7 6 0 7 5 1 4 4 6 0 92 9 6 0 6 6 7, 7, 7, 7, 7, 7,3 7, 7, 7, 7, 7, 7,3 7, 7, 6, 6, 7, 7,0 6, 6, 7, 6, 6,6 6, 6, 6, 6, 50 , - , 0 6 2 1 9 6 8 3 0 6 0 4 2 8 4 6 0 0 9 6 0 2 2 3 4 3 24 4 2 6 6, 7, 6, 6, 7, 6,7 6, 7, 6, 7, 6, 6,6 6, 6, 7, 6, 7, 6,7 6, 6, 6, 6,3 25 , ------4 0 8 5 2 8 3 0 6 2 2 6 2 8 0 6 1 4 4 6 3 2 3 12,5 ------

Keterangan : mm : milimeter mg/ml : miligram per mililiter P1,P2,P3,P4,P5 : pengulangan 1, 2, 3, 4, dan 5 P* : rata-rata dari 5 pengulangan

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 12. Diameter Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri Dari Fraksi Etilasetat Buah Pandan Jeronggi

S. aureus (mm) S. epidermidis (mm) P. aeruginosa (mm) S. typhi (mm) K. pneumoniae (mm) Konsentrasi P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P (mg/mL) P* P* P* P* P* 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 13 14 13 12 14 13, 12 14 13 13 13 13, 12 11 11 11 10 11, 11 10 10 10 9, 10, 10 10 10 10 9, 10, 500 ,0 ,2 ,8 ,9 ,5 68 ,0 ,6 ,2 ,0 ,2 20 ,0 ,0 ,4 ,9 ,9 44 ,0 ,8 ,0 ,1 9 36 ,9 ,5 ,0 ,1 7 24 13 11 12 12 12 12, 12 13 12 11 11 12, 10 10 10 11 11 10, 9, 10 9, 9, 10 9,6 10 10 9, 9, 10 9,8 400 ,0 ,5 ,5 ,1 ,9 40 ,0 ,1 ,5 ,6 ,1 06 ,8 ,9 ,0 ,1 ,0 76 1 ,0 4 8 ,0 6 ,4 ,0 2 6 ,1 6 11 11 10 11 9, 11, 11 10 12 10 10 10, 9, 10 9, 10 9, 9,8 8, 9, 10 10 9, 9,4 8, 9, 8, 9, 8, 8,6 300 ,9 ,2 ,6 ,7 6 00 ,0 ,1 ,7 ,2 ,7 94 0 ,2 8 ,6 5 2 8 0 ,0 ,1 3 4 1 1 0 5 5 4 10 11 9, 9, 9, 10, 9, 10 10 9, 10 9,9 9, 9, 9, 10 10 9,5 8, 8, 8, 7, 8, 8,1 8, 8, 9, 8, 7, 8,2 200 ,3 ,1 4 9 5 04 1 ,0 ,8 8 ,2 8 1 5 0 ,0 ,3 8 0 5 4 8 0 4 0 3 0 5 2 0 9, 10 8, 10 8, 9,6 10 9, 9, 8, 9, 9,2 9, 9, 8, 8, 9, 9,3 8, 7, 7, 8, 8, 7,8 8, 7, 8, 7, 8, 7,6 100 9 ,5 8 ,0 9 2 ,0 2 1 7 2 4 5 9 9 4 8 0 0 8 1 1 1 2 0 1 1 0 0 4 9, 8, 9, 8, 8, 8,8 9, 7, 8, 7, 8, 8,2 9, 8, 8, 8, 9, 8,7 7, 7, 7, 7, 6, 7,2 6, 6, 7, 6, 6, 6,7 50 0 5 5 9 5 8 0 6 4 9 4 6 0 4 9 1 1 0 8 0 4 1 7 0 4 9 0 6 7 2 7, 8, 7, 8, 8, 7,9 7, 6, 7, 7, 7, 7,2 7, 8, 7, 8, 7, 7,6 6, 7, 7, 6, 7, 6,9 6, 7, 6, 6, 6,4 25 - 5 4 9 1 0 8 2 5 5 0 8 0 0 4 3 0 7 8 8 2 0 6 1 4 9 0 3 1 6 7, 6, 7, 8, 6, 7,2 6, 6, 6, 6, 6,5 6, 7, 6, 6, 7, 6,7 6, 6, 6, 6, 6,4 6, 6, 6, 6,2 12,5 - - - - 0 5 8 0 8 2 6 3 9 9 4 4 1 8 5 0 6 3 7 9 2 2 6 3 4 6

Keterangan : mm : milimeter mg/ml : miligram per mililiter P1,P2,P3,P4,P5 : pengulangan 1, 2, 3, 4, dan 5 P* : rata-rata dari 5 pengulangan

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 13. Diameter Daerah Hambat Pertumbuhan Bakteri Dari Fraksi Sisa (air) Buah Pandan Jeronggi

S. aureus (mm) S. epidermidis (mm) P. aeruginosa (mm) S. typhi (mm) K. pneumoniae (mm) Konsentrasi P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P (mg/mL) P1 P2 P4 P5 P* P4 P* P* P* P* 3 1 2 3 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 10 11 9, 10 11 10, 9, 9, 9, 10 8, 9,4 9, 8, 9, 9, 9, 9,2 9, 8, 8, 9, 9, 9,0 8, 8, 7, 8, 8, 8,1 500 ,2 ,0 9 ,0 ,0 42 2 8 5 ,0 9 8 8 8 1 5 0 4 0 9 8 3 1 2 9 1 5 0 4 8 9, 9, 9, 10 10 9,6 9, 8, 7, 8, 8, 8,2 8, 7, 8, 8, 7, 8,1 8, 8, 9, 7, 8, 8,4 8, 7, 7, 8, 7, 8,0 400 1 0 6 ,4 ,0 2 0 1 9 2 0 4 0 6 3 8 8 0 7 2 1 9 3 4 0 6 9 7 8 0 8, 8, 8, 8, 9, 8,7 7, 7, 8, 6, 7, 7,3 7, 6, 7, 7, 6, 7,0 7, 7, 7, 7, 8, 7,4 6, 7, 7, 7, 6, 7,1 300 9 3 8 9 0 8 5 0 1 9 0 0 6 8 1 0 9 8 2 7 1 0 0 0 8 3 0 8 9 6 7, 6, 6, 6, 7, 6,8 6, 6, 7, 6, 6,6 6, 6, 7, 6, 6,5 6, 6, 7, 6, 6, 6,6 7, 6, 6, 7, 6,5 200 - - - 0 9 5 6 2 4 8 4 0 9 2 7 2 0 6 0 6 9 2 3 1 2 0 5 3 1 8 100 ------50 ------25 ------12,5 ------

Keterangan : mm : milimeter mg/ml : miligram per mililiter P1,P2,P3,P4,P5 : pengulangan 1, 2, 3, 4, dan 5 P* : rata-rata dari 5 pengulangan

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 14. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Pandan Jeronggi

500 mg/ml 100 mg/ml

200 mg/ml 400 mg/ml 50 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

A

500 mg/ml 100 mg/ml

400 mg/ml 50 mg/ml 200 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

B

500 mg/ml 100 mg/ml

400 mg/ml 50 mg/ml 200 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

C

78 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

500 mg/ml 100 mg/ml

200 mg/ml 400 mg/ml 50 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

D

500 mg/ml 100 mg/ml

400 mg/ml 200 mg/ml 12,5 mg/ml 50 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

E

Keterangan : A : Bakteri Staphylococcus aureus B : Bakteri Staphylococcus epidermidis C : Bakteri Pseudomonas aeruginosa D : Bakteri Salmonella typhi E : Bakteri Klebsiella pneumonia

79 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 15. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etilasetat Buah Pandan Jeronggi

500 mg/ml 100 mg/ml

400 mg/ml 12,5 mg/ml 200 mg/ml 50 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

A

500 mg/ml 100 mg/ml

200 mg/ml 400 mg/ml 50 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

B

500 mg/ml 100 mg/ml

400 mg/ml 50 mg/ml 200 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

C

80 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

500 mg/ml 100 mg/ml

50 mg/ml 200 mg/ml 400 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

D

100 mg/ml 500 mg/ml

400 mg/ml 50 mg/ml 200 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

E

Keterangan : A : Bakteri Staphylococcus aureus B : Bakteri Staphylococcus epidermidis C : Bakteri Pseudomonas aeruginosa D : Bakteri Salmonella typhi E : Bakteri Klebsiella pneumonia

81 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 16. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Sisa Buah Pandan Jeronggi

500 mg/ml 100 mg/ml

200 mg/ml 400 mg/ml 50 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

A

500 mg/ml 100 mg/ml

200 mg/ml 400 mg/ml 50 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

B

500 mg/ml 100 mg/ml

400 mg/ml 200 mg/ml 12,5 mg/ml 50 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

C

82 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

500 mg/ml 100 mg/ml

200 mg/ml 400 mg/ml 12,5 mg/ml 50 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

D

500 mg/ml 100 mg/ml

400 mg/ml 50 mg/ml 200 mg/ml 12,5 mg/ml

300 mg/ml 25 mg/ml

E

Keterangan : A : Bakteri Staphylococcus aureus B : Bakteri Staphylococcus epidermidis C : Bakteri Pseudomonas aeruginosa D : Bakteri Salmonella typhi E : Bakteri Klebsiella pneumonia

83 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 17. Profil Kromatografi Kertas Pada Fraksi Etilasetat dari Buah Pandan Jeronggi.

Image information - 366 nm - Image1 Illumination instrument CAMAG Visualizer : 170424 (Visualizer_170424) Digital camera type : snr & Lens DXA252 : 448780610, Computar, 16 mm, f4.0 Created by : on Administrator : Tuesday, January 01, 2002 12:07:17 AM Resolution Full Plate border size -2 mm Automatic capture Off Save mode Uncompressed Exposure mode Automatic, digital level: 85 %, Band Capture settings: Image size: 158 Pxl x 944 Pxl ( 0.10 mm/Pxl ) Exposure : 1052.02 ms gain: 1.00 White balance R: 1.40, G: 1.00, B: 1.20 Illumination type / correction type : 366 nm remission : Default correction Display settings: White balance: R: 1.00 G: 1.00 B: 1.00 Contrast enhancement: 1.00 Brightness: 0.00 Accentuation: 0.80 Color saturation: 1.30 * Blank plate compensation : N/A

0.9 0.9

0.8 0.8

0.7 0.7

0.6 0.6

0.5 0.5

0.4 0.4

0.3 0.3

0.2 0.2

0.1 0.1

84 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 18. Profil Kromatografi Kertas Pada Fraksi Etilasetat dari Buah Pandan Jeronggi disemprot AlCl3

Image information - 366 nm - Image1 Illumination instrument CAMAG Visualizer : 170424 (Visualizer_170424) Digital camera type : snr & Lens DXA252 : 448780610, Computar, 16 mm, f4.0 Created by : on Administrator : Tuesday, January 01, 2002 12:16:24 AM Resolution Full Plate border size -2 mm Automatic capture Off Save mode Uncompressed Exposure mode Automatic, digital level: 85 %, Band Capture settings: Image size: 158 Pxl x 944 Pxl ( 0.10 mm/Pxl ) Exposure : 1056.62 ms gain: 1.00 White balance R: 1.40, G: 1.00, B: 1.20 Illumination type / correction type : 366 nm remission : Default correction Display settings: White balance: R: 1.00 G: 1.00 B: 1.00 Contrast enhancement: 1.00 Brightness: 0.00 Accentuation: 0.80 Color saturation: 1.30 * Blank plate compensation : N/A

0.9 0.9

0.8 0.8

0.7 0.7

0.6 0.6

0.5 0.5

0.4 0.4

0.3 0.3

0.2 0.2

0.1 0.1

85 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 19. Profil Kromatografi Kertas Pada Fraksi Etilasetat dari Buah Pandan Jeronggi dengan Uap Ammonia

Image information - 366 nm - Image1 Illumination instrument CAMAG Visualizer : 170424 (Visualizer_170424) Digital camera type : snr & Lens DXA252 : 448780610, Computar, 16 mm, f4.0 Created by : on Administrator : Tuesday, January 01, 2002 12:21:41 AM Resolution Full Plate border size -2 mm Automatic capture Off Save mode Uncompressed Exposure mode Automatic, digital level: 85 %, Band Capture settings: Image size: 158 Pxl x 944 Pxl ( 0.10 mm/Pxl ) Exposure : 1008.78 ms gain: 1.00 White balance R: 1.40, G: 1.00, B: 1.20 Illumination type / correction type : 366 nm remission : Default correction Display settings: White balance: R: 1.00 G: 1.00 B: 1.00 Contrast enhancement: 1.00 Brightness: 0.00 Accentuation: 0.80 Color saturation: 1.30 * Blank plate compensation : N/

0.9 0.9

0.8 0.8

0.7 0.7 0.6 0.6

0.5 0.5

0.4 0.4

0.3 0.3

0.2 0.2

0.1 0.1

86 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA