TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER 1 PENDIDIKAN PANCASILA DASAR

DISUSUN OLEH : AQILLA FADIA HAYYA 32318403 SEMESTER 1 PRODI FARMASI REGULAR SORE

ABSTRAK : Relevansi pancasila ketuhanan pada pidato Soekarno pada 1 juni 1945 memuat tentang konflik yang terjadi saat perumusan pancasila yang bterdapat banyak konflik yang terjadi sejak sebelum merdeka, yaitu saat masih dalam kekuasaan Belanda dan Jepang hingga Indonesia merdeka terdapat banyak perdebatan politik saat sidang menentukan rumusan dasar negara yang terletak pada prinsip Ketuhanan dimana saat rumusan pertama dibuat oleh Soerkarno yang menempatkan sila Ketuhanan di urutan kelima, kemudian mengubahnya kembali dalam Piagam yang mengubah sila Keruhanan menjadi berada diurutan pertama tetapi menambahkannya tujuh kalimat yang terkesan membeda-bedakn agama, kemudian mengubahnya lagi dengan menghilangkan ketujuh kalimat tersebut tetapi masih ada saja yang belum bisa menerimanya hingga pada sehari setelah mengumumkan kemerdekaan (Proklamasi) yaitu pada 18 agustus 1945 disahkan rumusan pancasila yang dimuat dalam Pembukaan UUD 1945.

KEYWORDS : Pidato Soekarno 1 juni 1945, Rumusan Pancasila, Konflik pada prinsip Ketuhanan.

REVALANSI PIDATO SOEKARNO PADA 1 JUNI 1945 BAGI KONFLIK ANTAR AGAMA DI INDONESIA

Indonesia adalah Negara kebangsaan yang besar dengan kemajemukan penduduk, budaya, bahasa, dan tentunya juga agama yang beragam. Akan tetapi keberagaman ini terintegrasi dalam satu pemikiran, satu jiwa yang melandasi setiap nilai kehidupan penduduk Indonesia yaitu Pancasila.

Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara Repulublik aiandonesia, dimana tujuannya yang dimuat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia dan keadilan sosial.

Proses perumusan pancasila sebagai dasar negara Indonesia dilakukan oleh para pendidri bangsa melalui tahapan yang cukup panjang yaitu melalui sidang-sidang BPUPKI. BPUPKI dibentuk pada 1 maret 1945 diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Widyodiningrat dan beranggotakan 60 orang. Salah satu tokoh pendiri dasar negara yaitu Ir. Soekarno yang banyak menyumbang ide-idenya dalam sidang-sidang BPUPKI.

Soekarno adalah proklamator kemerdekaan dan Presiden pertama Republik Indonesia. Jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia sejak tahun 1945 sampai dengan 1967. Kemahiran Soekarno dalam berpidato diakui oleh hampir semua tokoh di Dunia. Keahliaan berpidatonya didukung oleh kemampuannya menguasai enam baahas asing. Selain itu soekarno menyandang dua puluh gelar doktor kehormata dari beberapa universitas di berbagai dunia, seperti gelar doktor yang didapat dari universitas Hoogere Burger School (HBS), Techniche Hoogeschool (ITB), dan masih banyak lagi.

Pada september 1944 perdana mentri Jepang yang bernama kyoso mengumumkan bahawa Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pemerintah Jepang segera mempersiapkan berbagai macam persiapan untuk kemerdekaan Indonesia. Salah satu persiapan kemerdekaan yang disisapkan Jepang yaitu dengan memebentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang didirikan pada 29 april 1946 dan dilantik pada 28 mei 1945 yang diketuai oleh Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat. BPUPKI ini mengadakan persidangan sebanyak dua kali, diantaraanya pada tanggal 27 mei sampai dengan 1 juni 1945 serta 10 juli sampai dengan 17 juli 1945. Dalam sidang pertama BPUPKI dikemukakan usul dan pendapat mengenai dasar negara yang akan dipakai sebagai fondasi dari Indonesia merdeka. Dalam sidang BPUPKI mengadakan dua kali sidang resmi dan dua kali sidang tidak resmi. Dalam sidang resmi BPUPKI diadakan untuk membahas dasar negara, wilayah negara, kewarganegaraan dan Undang-undang pada 29 mei 1945. Dalam sidang tersebut diadakan di gedung Tyuuoo Sang-In (kantor Departemen Luar Negeri) dimana M. Yamin mengemukakan gagasan-gagasannya mengenai dasar negara, dan disusul oleh Soepomo pada 31 mei 1945, kemudian pada tanggal 1 juni Soekarna ikut mengemukakan pendapatnya lewat pidato yang disampaikannya.

Pada 1 juni 1945 Soekarno menyampaikan gagasannya tentang dasar negara dalam sidang BPUPKI. Soekarno berpidato sekaligus menutup sidang BPUPKI yang pertama. Konsep yang ditawarkan oleh Soekarno dalam sidang dasar negara ini, yaitu PANCASILA, yang kemudian diperasnya menjadi Ekasila, dan diperas lagi menjadi gotong royong. Pada pidatonya dalam sidang tersebut menjadi pidato yang paling menggugah samangat para peserta sidang saat itu, yang ditandai dengan tepuk tangan yang meriah oleh para peserta sidang. Dalam pidatonya 1 juni 1945 Soekarno membahas tentang Pancasila sebagai dasar negara indonesia yang didalaamnya terdapat 5 sila yang berbunyi :

1. Kebangsaan 2. Internasionalisme (Peri kemanusiaan) 3. Mufakaat (Demokrasi) 4. Kesejahteraan sosial 5. Ketuhanan.

Salah satu pidato dasar negara yang dikemukakan oleh Soekarno adalah Ketuhanan. Terkait prinsip “Ketuhanan” tersebut kerap di pertanyakan oleh berbagai pihak karena menempatkan posisi kelima pada prinsip “Ketuhanan” dalam gagasan pancasila yang dikemukakannya dalam pidatonya pada 1 juni 1945 sedangkan menempatkan posisi “kebangsaan” pada posisi pertama. Oleh karena itu beberapa kalangan menilai bahwa Soekarno adalah seorang yang nasionalis sekularis. Tetapi penilaian itu kerap terbantahkan jika melihat pemikiran Soekarno di berbagai tulisan dan pidatonya yang sesungguhnya sarat dengan nilai-nilai keimanan.

Pada tulisan Soekarno yang berjudul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1, jelas terlihat bahawa Soerkarno berusaha mempertemukan berabagi aliran pemikiran dari banyak kalangan yang mustahil dapata dipertemukan dalam perspektif keimanan. Soekarno mengatakan : “.... nasionalisme di dalam kelebaran dan keleluasaannya mengasih tempat cinta pada lain bangsa, sebagai lebar dan luasnya udara, yang mengasih tempat pada segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup.... nasionalisme yang membuat kita menjadi ‘perkakasnya Tuhan’ dan membuat kita menjadi ‘hidup dalam roh’...”

Soekarno menjelaskan bahwa mengapa prinsip Ketuhanan pada dasar negara yang dikaitkan dengan konteks pidato pada 1 juni 1945, penempatan prinsip Kebangsaan pada urutan pertama, tidak semata-mata pertimbangan teknis untuk memberikan jawaban to the point terhadap pertanyaan yang diajukan oleh ketua BPUPKI pada saat itu, tentang prinsip utama yang menjadi pondasi bagi negara yang akan dibangun, tetapi sekaligus menjelaskan kerangka berpikir seorang Ir. Soekarno yang menjelaskan bahwa ia bukanlah pencipta pancasila, melainkan hanya menggali nilai-nilai dasar dari kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

Saat soekarno menjelaskan tentang prinsip Kebangsaan, ia telah menempatkaan konsep negara sebagai sesuatu yang berciri khas Indonesia yang terkandung nilai-niai keimanan didalaamnya. Dalam pidatonya ia berkata :

“ ... orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang dibawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Baure hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanyaa memikirkan gemeinschaftnya dan persaan orangnya.mereka hanya sekedar hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang mendiami manusia. Apakan itu tempat? Tempat itu adalah tanai air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah SWT membuat peta dunia, menyusun peta dunia... maka manakah yang dinamakaan tanah tumpa darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik maka Indonesia-lah tanah aair kita. Indonesia yang bulat bukan Jawa saja, bukan Borneo saja, atau Selebes saja atau Ambon saja atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah SWT menjadi satu kesatuan antara dua benua dan dua samudra – itulah tanah air kita” (pidato 1 juni 1945).

Pada pidato yang dikemukakan Soerkarno terlihat jelas bahwa dalam prinsip Kebangsaan terkandung juga prinsip Ketuhanan, dengan mengatakan ‘segenap kepulauan yang ditunjuk Allah menjadi satu kesatuan antara dua benua dan dua samudra – itulah tanah air kita’ maka jelas bahwa kebangsaan dan ketuhanan sangat terkait dengan kehidupan bangsa Indonesia sejak dulu.

Pada prinsip Ketuhanan yang dikemukakan Soekarno dalan pidatonya, ian menggunakan simbol untuk memperjelas maksudnya yaitu dengan menyimbolkan Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa a.s dimana ia mengatakan bahwa :

“Nabi Muhammad SAW telah memberi bakti yang cukup tentang verdraagzaamheid tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa a.s telah menunjukkan verdraagzaamheid itu”

Arti dari “verdraagzaamheid” adalah toleransi, dimana kedua tokoh tersebut bagi Soekarno merupakan simbol toleransi bagi agama lain meski keduanya adalah “pendiri” kedua agama besar ini. Dalam pidatonya jelas Soekano mengatakan bahwa bangsa Indonesia dengan banyak agama didalamnya seharusnya mampu bertoleransi seperti yang dilakukan oleh kedua pendiri agama besar tersebut yang memiliki rasa toleransi yang besar pula.

Lalu soekarno memeras lima prinsip pancalisa menjadi tiga prinsip yaitu socio- nationalisme, socio-democratie, ketuhanan prinsip ini dinamai oleh Soekarno sebagi Trisila. Kemudian diperasnya lagi menjadi satu prinsip yaitu Gotong royong yang dinamakan sebagai Ekasila, semua prinsip yang diungkapkan soekarno dalam pidatonya mengandung gotong royong sama seperti ciri khas bangsa Indonesia sejak lahir bahkan prinsip ketuhanan juga mengandung prinsip gotong royong karena Ketuhanan yang digagas oleh Soekarno adalah Ketuhanan yang Berkebudayaan dimana Ketuhanan yang dimiliki bangsa Indonesia adalah ketuhanan yang dilandasi dengan semangat toleransi yang bisa saling menerima perbedaan bagi para pemeluk agama lain selain islam yang mayoritas orang indonesia bergama islam. Semangat toleransi inilah yang menjadi ciri khas dari bangsa Indonesia yang disebut semangat gotong royong sejak dulu oleh pemikiran Soekarno.

Walaupun Soekaarno telah mengemukakan pemikirannya pada pidatonya tentang prinsip ketuhana, masih banyak golongan yang tidak setuju jika prinsip Ketuhanan di muat paaling akhir. Hingga para pendiri negara mengadaakan rapat kembali dan memebentuk Panitia Sembilan yang beranggotakan Ir. Soekaarno sebagai ketua, Drs. sebagai wakil, Mr. Alexander Andries Maramis, Abikoesno Tjikrosoejoso, Abdoel Kahar Moezakir, H. , Mr. Ahmad Soebardjo, Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim, dan Mr. . Setelah melakukan kompromi anata 4 anggota dari kaum Kebangsaan (nasionalisme) dan 4 orang dari pihak islam, tanggal 22 juni 1945 Panitia Sembilan kemudian menghasilkan rumusan dasar negara yang kemudian dimuat dalam Piagam Jakarta.

Tatanan Pancasila setelah diubah lagi oleh panitia sembilan yang dikenal ebagai Piagam Jakarta menjadi :

1. Ketuhanan yaang maha Esa dengaan kewajiban menjalankan syaariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 2. Kemnusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yangdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Dalam buku Pancasila 1 juni dan syariat islam (2011) Haq menuliskan bahwa hasil dari Piagam jakarta merupakan haisl kompromi antaraa ideologi islam dengan ideologi kebaangsaan yang mencuat selama rapat BPUPKI berlngsung. Sejumlah pembicara dalam sidang BPUPKI dari kalangan islam, seperti Ki Baagoes Hadikoesoemo menilai bahwa kemerdekaan Indonesia diraih juga berkat perjuaangan umat islam.

“Tak akan adan nation Indonesia tanpa umat Islam. Lebih dari itu, karena kalangan nasionalis Indonesia yang berjuang dalam lingkup nasional yang mulai pertama memang berwatak Islam” demikian pernyataan Ki Bagoes, seperti yng dikutip dari buku Hamka Haq.

Argumen itu kemudian disanggah oleh beberapa kalangan, karena dinilai hanya mlihat bangsa Indonesia dari sisi demografis. Umat Islam di Indonesia mencapai 90 persen. Jika melihat Indonesia dari sisi geografis, khususnya di wilayah Indonesia Timur maka komposisi yang dilihat dari sisi geografis tersebut berbanding terbalik dan sangat berbada. Pertimbangan bahwa Indonesiaa merupaka negara kepulauan yang terdiri dari Sabang sampai Merauke itu juga yang menyebabkan munculnya ulasan agar dasar negara tidak dibuat berdasarkan agama tertentu. Oleh karena itu, dalam rapaat persiapan kemerdekaan Indonesia yang diadakan pada 18 agustus 1945, diputuskan untuk melakukan perbahan kembali pada sila pertama yang dimuat dalam Piagam jakarta. Tujuh kata yang dimuat dalam sila pertana yaitu ‘dengaan kewajiban menjalankan syaariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ kemudian dihapus. “Sesungguhnya tujuh perkataan itu hanya mengenai penduduk beragama Islam saja, pemimpin-pemimpin umat Kristen di Indonesia timur keberatan kalau tujuh kata itu dibiarkan saja, sebab tertilus dalam pokok dari pokok daras negara kita, sehingga menimbulkan kesan, seolah-olah dibedakaan warga negara yang beragama Islam dan bukan Islam.” Demikian penjelasan Mohammad Hatta.

Maka para pendiri negara mengubah kembali rumusan dasar negara yaitu Pancasila untuk yang ke tiga kaalinya untuk menghindari konflik yang terjadi di berbagai golongan yaitu yang dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 agustus 1945 sebagai berikut :

1. Ketuhanaan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yaang adil dan berdab 3. Persatuan Indonesia 4. Keratkyatan yaang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilaan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Keputusan untuk dihapuskannya kata ‘dengaan kewajiban menjalankan syaariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ memang belum masih memuaskan bagi umat beragama Islam. Masih terdapat konflik kecil diantaranya. Sebagian kelompok masih berjuang untuk tetap mengembalikan tujuh kata tersebut dala rumusan daras negara Indonesia dalam Piagam Jakarta. Mengutip dalam buku Pancasila 1 jini dan syariat Islam, ada yang kemudian mengekspresikannya dengan bentuk pemberontakan bersenjata. Misalnya, pemberotakan yaang dilakukan oleh kelompok DI/TII/NII. Dalam buku yang ditulis oleh Hamka Haq menulis, upaya untuk mengembalikan tujuh kata dalam piagam jakarta juga diperjuangkan melalui jalur politik. Dalam sidang-sidang konstituante di Bandung pada periode 1956-1959 misalnya partai yang beragamakan Islam berupaya memperjuangkan berlakunya syariat Islam sebagai dasar negara Republik Insonesia. Dan kemudian didapatkanlah rumusan akhir dari Pancasila yang kemudian disahkan dan dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 dan tidak ada perubahan lagi setelahnya.

Kesimpulannya adalah sejak sebelum Indonesia merdeka, yaitu saat masih dalam kekuasaan Belanda dan Jepang hingga Indonesia merdeka terdapat banyak perdebatan politik saat sidang menentukan rumusan dasar negara yang terletak pada prinsip Ketuhanan dimana saat rumusan pertama dibuat oleh Soerkarno yang menempatkan sila Ketuhanan di urutan kelima, kemudian mengubahnya kembali dalam Piagam Jakarta yang mengubah sila Keruhanan menjadi berada diurutan pertama tetapi menambahkannya tujuh kalimat yang terkesan membeda-bedakn agama, kemudian mengubahnya lagi dengan menghilangkan ketujuh kalimat tersebut tetapi masih ada saja yang belum bisa menerimanya hingga pada sehari setelah mengumumkan kemerdekaan (Proklamasi) yaitu pada 18 agustus 1945 disahkan rumusan pancasila yang dimuat dalam Pembukaan UUD 1945. DAFTAR PUSTAKA

1. Buku DISKURSUS FILSAFAT PANCASILA DEWASA INI oleh Dr. Agus W. Dewantara, S.S,M.Hum Bab 4 PANCASILA MENURUT SOEKARNO 2. https://www.google.com/search?ie=UTF-8&source-android- browser&q=relevansi+pidato+soekarno+1+juni+1945+pada+prisip+ketuhanan 3. https://id.mwikipedia.org//wiki/Undang-Undang_Dasar_Indonesia_Tahun_1945 4. https://www.google.com/amp/nationalgeographic.grid.id/amp/133054475/perubahan- urutan-pancasila-danperdebatan-syriat-islam-di-piagam-jakarta 5. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Panitia_Sembilan 6. Dewantara, A (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini. 7. Dewantara, A (2017). Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia dalam kacamata Soekarno). 8. Praseyta, Y. A. (2018). Tafsir Kontroversial Sila Pertama Ditinjau Dari Pidato Soekarno Pada Sidang BPUPKI 1945 Dan Relevensinya Bagi Kerukunan Umat Bergama Di Indonesia.