Hubungan Islam dan Budaya dalam Tradisi… (Wajidi) 349

HUBUNGAN ISLAM DAN BUDAYA DALAM TRADISI BA-AYUN MAULID DI MASJID BANUA HALAT KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE ISLAM AND CULTURE IN BA-AYUN- MAULID TRADITIONS AT BANUA HALAT MOSQUE TAPIN REGENCY,

Wajidi Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan Jalan Aneka Tambang Trikora, Kawasan Perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, e-mail: [email protected]

Naskah Diterima: 30 Mei 2014 Naskah Direvisi: 1 Juli 2014 Naskah Disetujui: 6 Agustus 2014

Abstrak Ba-ayun Maulid di Masjid Banua Halat menarik untuk dikaji karena memperlihatkan adanya hubungan antara Islam dan budaya. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara Islam dan budaya pada upacara ba-ayun maulid. Kajian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui gambaran pelaksanaan upacara ba-ayun maulid di Masjid Banua Halat; (2) Mengetahui pengaruh tradisi Pra-Islam dalam upacara ba-ayun maulid di Masjid Banua Halat; (3) Mengetahui latar belakang munculnya pengaruh tradisi Pra-Islam pada upacara ba-ayun maulid di Masjid Banua Halat. Lokasi penelitian mengambil tempat di desa Banua Halat Kabupaten Tapin. Secara metodologis, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan antropologis, sejarah, budaya dan keagamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Banua Halat dahulunya pernah dihuni komunitas pra-Islam yang tinggal cukup lama dan berlanjut sampai datangnya pengaruh Islam. Ketika Islam berkembang di wilayah ini, terjadilah interaksi Islam dengan kepercayaan lama sebagaimana tercermin dalam upacara ba- ayun maulid. Upacara ba-ayun maulid sebenarnya berasal tradisi lama yakni upacara bapalas bidan atau ma-ayun anak sebagai sebuah tradisi yang berlandaskan kepada kepercayaan Kaharingan. Ketika Islam masuk dan berkembang di Banua Halat, upacara bapalas bidan tidak lantas hilang dan malah mendapat pengaruh unsur Islam sebagaimana terlihat pada upacara ba- ayun maulid yakni upacara mengayun anak sambil membaca syair maulid yang dilaksanakan bersamaan dengan perayaan maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Kata kunci: Ba-ayun maulid, Masjid Banua Halat, Islam, budaya.

Abstract Ba’ayun Maulid in Banua Halat Mosque is interesting study, because the ceremony shows the interaction between Islam and the local culture. The main problem in this research is to know the relationship between Islam and the culture in the Ba-ayun Mawlid ceremony. This study aims to: (1) Knowing the implementation overview Ba-ayun Maulid ceremony at Banua Halat Mosque; (2) Determine the influence of pre-Islamic traditions in the Ba-ayun Maulid ceremony at Banua Halat Mosque; (3) Knowing the background of the pre-Islamic tradition's effect in Ba-ayun Mawlid ceremony at Masjid Banua Halat. Location of this research took place in the village of Halat Banua Tapin regency. This research used descriptive-qualitative and multidimensional approaches , which consists of anthropological, historical, cultural and religious perspective. The results of this study indicate that the Banua Halat village was once inhabited pre-Islamic community. The community settled in a long periods until the advent of Islamic influence. When 350 Patanjala Vol. 6 No. 3, September 2014: 349-366

Islam developed in this region, there was interaction between Islam with the old religion as reflected in the Ba-ayun Maulid ceremony. The Ba-ayun Maulid ceremony that held at Banua Halat Mosque remnants of the old religion is still there, but has been acculturated to Islam. The ceremony is originated by the old tradition, Bapalas bidan or ma-ayun anak as the tradition based on the Kaharingan belief. When Islam came and develop in Banua Halat, the Bapalas bidan ceremony is not vanished, hence it got the Islam influence as reflected in Ba-ayun Maulid ceremony, in the process of Ma-ayun anak while reciting maulid verse, together with the celebration of Maulid of Profet Muhammad SAW. Keywords: ba-ayun maulid, Banua Halat Mosque, Islam, culture.

A. PENDAHULUAN Yang menjadi permasalahan adalah Tradisi ba-ayun maulid merupakan bagaimana gambaran hubungan antara kegiatan mengayun anak (ma-ayun anak) Islam dan budaya pada upacara ba-ayun yang dilaksanakan bersamaan dengan maulid? peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Berdasarkan permasalahan tersebut (12 Rabiul Awal 1432 H). Ba-ayun asal di atas, kajian ini bertujuan untuk: (1) katanya “ayun’ yang diartikan “melakukan Mengetahui gambaran pelaksanaan proses ayunan”. Bayi yang mau ditidurkan upacara ba-ayun maulid di Masjid Banua dalam ayunan biasanya akan diayun oleh Halat; (2) Mengetahui pengaruh tradisi ibunya. Sedangkan maulid atau milad Pra-Islam dalam upacara ba-ayun maulid dalam bahasa Arab berarti hari lahir. di Masjid Banua Halat; (3) Mengetahui Maulid di sini maksudnya adalah maulid latar belakang munculnya pengaruh tradisi nabi (mawlid an-nabī) yang artinya hari Pra-Islam pada upacara ba-ayun maulid di lahir Nabi Muhammad SAW. Dengan Masjid Banua Halat. demikian, ba-ayun maulid diartikan Untuk memahami bagaimana sebagai kegiatan mengayun bayi atau anak gambaran hubungan antara Islam dan sambil membaca syair maulid atau budaya dalam tradisi ma-ayun maulid bersamaan dengan peringatan maulid Nabi dapat dilihat dengan mengikut kepada Muhammad SAW. kerangka teori berkenaan dengan interaksi Pada masyarakat Banjar di atau dialektika antara agama dan budaya Kalimantan Selatan, tradisi ba-ayun sebagaimana yang dijelaskan oleh maulid bukan sekadar budaya yang Kuntowijoyo, Clifford Geertz, dan diwarisi dan dipraktikkan secara turun Koentjaraningrat. Menurut Kuntowijoyo temurun, melainkan kini juga menjadi (2001: 196), sebagai sebuah kenyataan atraksi wisata yang menarik seperti yang sejarah, agama dan kebudayaan dapat berlangsung di Masjid Al-Mukarromah saling memengaruhi karena pada keduanya Banua Halat (seterusnya disebut Masjid terdapat nilai dan simbol. Berbagai upacara Banua Halat), Kabupaten Tapin. daur selalu mempunyai beragam simbol, Sebagai bagian dari upacara daur dan karena memang simbol itu sendiri hidup, tradisi ba-ayun maulid di Masjid bagian dari kebudayaan. Banua Halat menarik untuk dikaji karena Sementara itu Clifford Geertz memperlihatkan adanya interaksi atau (1995:3) menyatakan kebudayaan adalah persinggungan antara Islam dan budaya suatu pola makna-makna yang diteruskan (kepercayaan lama). Persinggungan itu secara historis yang terwujud dalam dapat dipahami jika kita melihat proses simbol-simbol. Manusia menciptakan Islamisasi pada masyarakat Banjar pra- simbol-simbol yang mampu menjadi media Islam yang tidak serta merta menghapus penyimpan makna atau nilai budaya, pelbagai upacara yang terkait dengan sehingga proses meneruskan nilai budaya kepercayaan lama, melainkan memberikan dapat berlangsung terus. Simbol yang atau mengisinya dengan nilai-nilai Islam. tergambar dalam berbagai ritus dan Hubungan Islam dan Budaya dalam Tradisi… (Wajidi) 351 kebudayaan dianggap pula sebagai media benda tertentu merupakan bentuk yang komunikasi dengan alam lain yang menghasilkan kesakralan terhadap suatu dipercaya menguasai kehidupan manusia, tradisi. Ketakziman dan kekaguman itu dan di sinilah pertemuan antara nilai terjadi karena benda maupun upacara budaya, tradisi, simbol, mitos dengan tertentu itu dianggap atau pun dirasakan sistem religi dan upacara keagamaan. diselimuti oleh berbagai mitos, misteri, Menurut Bascom (Danandjaja, 1986:50) simbol, kekuatan magis yang terkait mite atau mitos adalah cerita prosa rakyat dengan kepercayaan yang diyakininya. yang dianggap benar-benar terjadi serta Sebagaimana dikatakan Elizabeth K. dianggap suci oleh yang empunya cerita. Nottingham (2002:9) nilai kesakralan Mengacu pada pendapat bukan ditentukan oleh bendanya melainkan Koentjaraningrat (1989:247-248), sikap atau perasaan (manusianya) yang hubungan Islam dan budaya juga dapat memperkuat kesakralan benda-benda itu. dilihat dari akibat adanya perjumpaan Pengaruh agama dapat kebudayaan (culture contact) yang disebut melanggengkan sebuah tradisi melalui dengan akulturasi (acculturation) yakni pemaknaan yang dikaitkan dengan proses sosial yang timbul bila suatu keagamaan. Oleh karena itu, sistem religi kelompok manusia dalam suatu atau upacara keagamaan merupakan salah masyarakat dengan suatu kebudayaan satu unsur kebudayaan yang paling stabil tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur sifatnya terhadap perubahan. Jika kebudayaan asing dengan sedemikian dikaitkan dengan ba-ayun maulid, sebuah rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan upacara yang sebelumnya dipraktikkan asing itu lambat laun diterima dan diolah berdasarkan kepercayaan lama dapat ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menjadi sebuah tradisi dalam agama Islam menyebabkan hilangnya kepribadian karena dalam pelaksanaanya diberi anasir kebudayaan itu sendiri. Islam. Upacara ba-ayun maulid adalah Meski mendapat pengaruh Islam, sebuah tradisi yang diwarisi dari masa lalu. tidak semua tradisi yang terkait dengan Untuk memahaminya dapat mengacu pada agama merupakan ajaran dari agama itu pendapat Shils (Sztompka, 2008: 69-70) sendiri. Sebagaimana ditegaskan Alfani yang menyatakan tradisi berarti segala Daud (1997:6-7) bahwa praktik-praktik sesuatu yang disalurkan atau diwariskan keagamaan yang merupakan bagian dari dari masa lalu ke masa kini. Basis tradisi religi komunitas pada masyarakat Banjar adalah kaitan antara masa kini dan masa tidaklah seluruhnya dapat dicari lalu yang dilalui melalui proses yang tidak referensinya dalam ajaran Islam. Asal mula terputus, sehingga tradisi demikian disebut praktik keagamaan itu dapat ditelusuri dari juga dengan tradisi sejarah. sisa-sisa kepercayaan dan praktik Lebih lanjut Piotr Sztompka (2008) keagamaan religi suku, Hindu, dan Budha menyatakan tradisi muncul melalui dua yang pernah berkembang jauh sebelum cara, yakni dari bawah sebagai tradisi asli masuknya Islam ke kawasan ini. Ketika yang sudah ada di masa lalu dan dari atas Islam berkembang di wilayah ini maka (penguasa) berupa tradisi buatan. Ba-ayun terjadilah perpaduan antara unsur Islam maulid adalah tradisi asli yang memiliki dengan kepercayaan lama yang terungkap daya tarik yang diperlihatkan masyarakat dalam praktik-praktik keagamaan suatu pendukung melalui perhatian, ketakziman, komunitas dalam masyarakat Banjar. dan kekaguman. Adanya perhatian, ketakziman, B. METODE PENELITIAN kekaguman yang terwujud dalam bentuk Lokasi penelitian mengambil tempat upacara, ziarah atau sikap mental dan di Desa atau Kampung Banua Halat perasaan manusianya terhadap benda- Kabupaten Tapin, khususnya di Masjid Al- 352 Patanjala Vol. 6 No. 3, September 2014: 349-366

Mukarromah (populer disebut Masjid nilai yang dimiliki oleh anggota Banua Halat) yang menjadi tempat masyarakat, yang mengikat seluruh penyelenggaraan upacara ba-ayun maulid. anggota masyarakat. Banua Halat dahulunya merupakan Pendekatan antropologi budaya kampung tua yang merepresentasikan asal dimaksudkan untuk melihat adanya ritual dan akulturasi antara Islam dan realitas budaya masyarakat di Banua Halat budaya dalam upacara ba-ayun maulid. baik budaya dilihat dari komponen isinya Pemilihan desa tua Banua Halat (tujuh unsur kebudayaan universal) dimaksudkan guna melacak pemahaman maupun komponen wujud seperti sistem yang lebih luas terhadap asal muasal atau budaya berupa ide dan gagasan, maupun interaksi antara agama dan budaya pada sistem sosial berupa tingkah laku dan upacara ba-ayun maulid. tindakan. Melalui pendekatan tersebut Jenis penelitian ini merupakan maka kajian akulturasi antara Islam dan penelitian deskriptif yang bermaksud untuk budaya di sini tidak dimaksudkan untuk menggambarkan keberadaan upacara ba- menjustifikasi upacara tradisional atau ayun maulid di Banua Halat. Data primer unsur kepercayaan lama dalam Upacara dan sekunder, baik berupa peninggalan- ba-ayun maulid di Banua Halat dengan peninggalan (relics atau remain) dan syariat atau akidah yang diyakini catatan-catatan (records) (Sjamsuddin, masyarakat pendukungnya. 2012:76) dikumpulkan menggunakan kombinasi teknik-teknik pengumpulan C. HASIL DAN BAHASAN data, yakni wawancara, 1. Gambaran Umum Desa Banua Halat pengamatan/observasi, studi kepustakaan, Desa Banua Halat yang dahulu dokumentasi. wilayahnya cukup luas, kini dimekarkan Untuk memperoleh deskripsi menjadi 16 kelurahan/desa dalam wilayah digunakan pendekatan deskriptif kualitatif pemerintahan Kecamatan Tapin Utara, berdasarkan informasi atau keterangan yakni: (1) Banua Halat Kiri (2) Banua yang diberikan oleh para informan, hasil Halat Kanan (3) Badaun, (4) Antasari pengamatan langsung yang dilaksanakan Hilir, (5) Antasari, (6) Banua Hanyar, (7) penulis pada saat pelaksanaan upacara ba- Banua Hanyar Hulu, (8) Jingah Babaris, ayun maulid, Kamis 25 Februari 2010 (11 (9) Kakaran, (10) Keramat, (11) Kupang, Rabiul Awal 1431 H, serta sumber (12) Lumbu Raya, (13) Perintis Raya, (14) sekunder yakni hasil penelitian Abbas et Rangda Malingkung, (15) Rantau Kanan, al. (1994/1995). dan (16) Rantau Kiwa. Apabila disebutkan Pada upacara ba-ayun maulid nama “Banua Halat” saja, bisa berarti terdapat dua aspek budaya, yakni tangible Banua Halat Kiri, Banua Halat Kanan, atau dan intangible. Menurut Edy Sedyawati mewakili kawasan keenam belas desa (2012:161) aspek intangible antara lain tersebut. berkenaan dengan konsep, perlambang, Secara administratif desa-desa hasil kebermaknaan, fungsi, dan isi pesan yang pemekaran Banua Halat berada di dalam terkandung di dalamnya. Untuk memahami wilayah Kecamatan Tapin Utara, aspek intangible ini serta keterkaitan Kabupaten Tapin. Kabupaten Tapin (akulturasi) antara agama dan budaya dengan ibu kotanya Rantau, berada sekitar dalam upacara ba-ayun maulid digunakan ± 130 km di arah utara , ibu pendekatan antropologis, sejarah, budaya kota Provinsi Kalimantan Selatan. dan keagamaan. Pendekatan antropologis Berdasarkan letak geografisnya adalah pendekatan kebudayaan, artinya Kabupaten Tapin terletak di antara agama dipandang sebagai bagian dari 20.32’.43” – 30.00’.43” Bujur Timur dan kebudayaan, baik wujud idea atau gagasan 1140.46’.13” -1150.30’33” Lintang yang dianggap sebagai sistem norma dan Selatan. Hubungan Islam dan Budaya dalam Tradisi… (Wajidi) 353

Kecamatan Tapin Utara yang wilayah dalam lingkungan Kerajaan terletak di bagian tengah Kabupaten Tapin Banjar. Ketika Kesultanan Banjar berdiri meliputi 16 desa. Di Kecamatan Tapin pada tanggal 24 September 1526 sebagai Utara inilah terletak desa Banua Halat Kiri, sebuah kerajaan Islam, Desa Banua Halat lokasi Masjid Banua Halat yang menjadi sebagai permukiman yang dihuni oleh tempat penyelenggaraaan upacara ba-ayun komunitas sudah ada sebelum tahun maulid. tersebut. Lokasi Desa Banua Halat Kiri mempunyai jarak tempuh sekitar 2,5 km ke ibu kota Kecamatan Tapin Utara, atau berjarak sekitar 2 km ke arah barat dari kota Rantau ibu kota Kabupaten Tapin dengan kondisi jalan yang relatif baik, atau berada sekitar 115 km di arah utara Banjarmasin, ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan. Desa Banua Halat Kiri dilintasi oleh Sungai Tapin yang posisinya berada sekitar 30 meter di sebelah timur Masjid Banua Halat. Sebelah utara masjid terdapat jalan desa, sekolah, madrasah dan kampung, sebelah barat terdapat kuburan muslimin dan rumah penduduk, dan di sebelah barat masjid ditumbuhi tanaman keras hasil budidaya dengan ketinggian Gambar. 1 Peta lokasi Masjid Banua Halat. antara 15-30 meter. Sumber: BPS Kabupaten Tapin, 2007. Data Desa Banua Halat Kiri mempunyai Diolah. luas wilayah sekitar 2,5 km2. Sedangkan rata-rata ketinggian dari permukaan laut 8 Dalam terminologi penduduk Banua meter dan keadaan suhu rata-rata 32 Halat dan sekitarnya, “banua” berarti derajat celsius. kampung atau desa, sedangkan “halat” Desa Banua Halat Kiri dihuni oleh berarti perbatasan. Secara harfiah Banua masyarakat Banjar subetnik Banjar Hulu. Halat adalah kampung atau desa Jumlah penduduknya pada tahun 2007 batas/perbatasan. Banua Halat dahulunya mencapai 679 jiwa, terdiri atas 368 laki adalah kampung tempat tinggal nenek dan 311 perempuan. Dilihat dari indikator moyang Dayak Meratus. Di kampung ini tingkat pendidikan, sebagian besar terdapat dua orang bersaudara kandung yakni Intingan dan Dayuhan (Bondan, penduduknya hanya tamat SD/sederajat. . Sebagian besar penduduknya bekerja di 1953: 182-183). Kemudian setelah agama lahan pertanian sawah 375 orang, Islam masuk dan tersebar di Banua Halat, perkebunan 17 orang, dan jasa penduduknya terbagi menjadi dua perdagangan 135 orang. kelompok, yakni kelompok yang dipimpin Banua Halat merupakan nama desa Intingan (Palui Anum, Datu Ujung) yang berusia tua. Pada abad ke-17 desa memeluk agama Islam tetap tinggal di Banua Halat bersama-sama dengan Banua Banua Halat, sedangkan kelompok Padang, Banua Parigi, dan Banua Gadung pimpinan Dayuhan (Palui Tuha) yang dikenal dengan nama Banua Ampat. bertahan dengan kepercayaan lamanya Keempat wilayah itu yang semuanya berpindah ke daerah hulu sungai terletak di sepanjang tepian sungai Pegunungan Meratus Tapin. Kelompok merupakan identitas yang menunjuk yang bertahan dengan kepercayaan lamanya itu disebut orang Bukit karena 354 Patanjala Vol. 6 No. 3, September 2014: 349-366 tinggal di bukit-bukit di pegunungan bulan Rabiul Awal. Orang Banjar di Meratus (kini populer dengan sebutan Kalimantan Selatan juga sering menyebut Dayak Meratus). maulid dengan sebutan “mulud” atau Sejak itulah dinamakan Banua kadang “maulud”, dan “bamulutan” untuk Halat, karena menjadi kampung yang menyebut ber-maulidan. Upacara ini membatasi tempat tinggal masyarakat yang dilaksanakan di masjid. Oleh karena itu memeluk agama Islam dengan masyarakat pada ruangan masjid digantungi ayunan yang tetap bertahan dengan kepercayaan (buaian) yang membentang pada tiang- lamanya. Meski demikian, perbedaan tiang masjid. Bagi warga asli (bahasa keyakinan di antara dua kelompok tidak Banjar, bubuhan tutus) Desa Banua Halat, menyebabkan persaudaraan mereka kain ayunan yang mereka gunakan ketika terputus. Mereka tetap berinteraksi mengikuti upacara ba-ayun maulid sebagaimana biasa. Bahkan kelompok disimpan sebagai benda pusaka yang Dayuhan turut membantu saudaranya, disebut pikasih baranak terdiri dari 3 lapis, kelompok Intingan dalam pembangunan yakni kain sarigading (sasirangan), kain Masjid Banua Halat. belacu warna kuning, dan tapih bahalai Oleh karena itu, orang Dayak (kain panjang wanita). Meratus keturunan Dayuhan yang tinggal Dahulu, upacara ba-ayun maulid di Harakit, Batung, dan desa lainnya itu hanya diikuti secara terbatas oleh anak- menyebut orang Banua Halat yang anak warga bubuhan tutus yang lahir di beragama Islam dengan sebutan Desa Banua Halat saja, namun sekarang dangsanak yang berarti saudara atau bisa diikuti oleh siapa saja yang berminat, badangsanak (bersaudara), sebab tidak memandang bubuhan tutus atau mereka meyakini nenek moyang mereka bukan, anak-anak, orang dewasa, atau bersaudara kandung dengan nenek moyang kakek/nenek boleh menjadi peserta orang Banua Halat. upacara ba-ayun maulid. Adanya keyakinan adanya Para peminat yang berstatus bukan hubungan persaudaraan antara orang bubuhan tutus pada umumnya ikut upacara Dayak Meratus (keturunan Dayuhan) dan ba-ayun maulid karena motif atau orang Banjar Hulu (keturunan Intingan) kepentingan untuk membayar hajat, kaul, sesuai dengan beberapa publikasi, atau nazar, seperti: bebas dari jeratan misalnya yang ditulis oleh Alfani Daud hukum, sembuh dari penyakit, sukses (1997), atau Noerid Haloei Radam (2001) meraih reputasi tertentu, dan lain yang menyimpulkan bahwa orang Dayak sebagainya. Meratus (orang Bukit) meyakini mereka Bagi masyarakat umum, yang akan memiliki “hubungan kekerabatan” dengan mengikuti prosesi ba-ayun maulid, kain orang Banjar Hulu. ayunan yang digunakan adalah berupa: tapih bahalai tiga lembar, tali tiga meter, 2. Deskripsi Upacara Ba-ayun Maulid kakamban tiga lembar, dan biasanya sudah Upacara ba-ayun maulid disediakan panitia. merupakan tradisi yang dilaksanakan turun Pada tali ayunan diberi hiasan temurun oleh masyarakat di Banua Halat berupa anyaman janur berbentuk burung- Kabupaten Tapin dengan mengundang burungan, ular-ularan, ketupat bangsul, seluruh warga kampung dan bahkan di luar halilipan, kambang sarai, rantai, hiasan kampung. berbentuk buah-buahan dan kue tradisional Ba-ayun asal katanya ”ayun” yang seperti : cucur, cincin, kue gelang, pisang, berarti ”melakukan proses ayunan”. kelapa dan lain-lain. Upacara ini disebut ba-ayun maulid, karena dilaksanakan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, yakni Hubungan Islam dan Budaya dalam Tradisi… (Wajidi) 355

ayunan yang telah disediakan. Tepat pada pembacaan asyrakal, anak yang ada dalam ayunan diayun secara perlahan, yakni dengan menarik selendang yang diikat pada ayunan tersebut. Maksud diayun pada saat itu adalah untuk mengambil berkah atas keluhuran dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW yang kelahirannya diperingati saat itu. Semua anak yang

Gambar. 2. Ba-ayun maulid di Masjid diayun dalam masjid tersebut didoakan Banua Halat. oleh pemuka agama (tuan guru) dan seluruh peserta upacara. Mereka semua Sumber: Wajidi. berharap dan berdoa agar anak-anak

tersebut kelak menjadi umat yang taat, bertakwa kepada Allah SWT dan Rasul- Nya.

Gambar. 3. Peserta ba-ayun maulid dari Kalangan Orang Dewasa.

Sumber: Wajidi. Gambar. 4. Doa Tuan Guru kepada Anak Setiap orang tua yang ma-ayun yang Ikut Berayun. anaknya pada upacara ini harus Sumber: Wajidi. menyerahkan piduduk, yaitu sebuah sasanggan yang diisi beras kurang lebih 3 3. Pengaruh Tradisi Pra-Islam dalam ½ liter, sebiji gula merah, sebiji kelapa, Upacara Ba-ayun Maulid sebiji telur ayam, benang, jarum dan Upacara ba-ayun maulid yang sebongkah garam serta uang perak. diselenggarakan oleh masyarakat Banua Piduduk ini merupakan hadiah yang pada Halat merupakan kegiatan yang telah masa pra-Islam adalah simbol pengganti mentradisi secara turun temurun. Tradisi diri seseorang yang melaksanakan upacara ini merupakan sebuah proses untuk dipersembahkan kepada makhluk- kesinambungan mereka dengan masa makhluk halus yang datang atau diundang. lalunya ketika belum Islam. Akan tetapi, Upacara ba-ayun maulid di masjid tujuan, perlengkapan, dan pelaksanaannya dilaksanakan pada pagi hari dimulai pukul mengalami pergeseran, tidak persis sama 10.00, bertepatan dengan tanggal 12 dengan tradisi sebelumnya atau telah diisi Rabiulawal, hari kelahiran Nabi dengan nilai-nilai Islam, meski diakui Muhammad SAW. Dalam upacara ba-ayun pula sebagian anasir-anasir lama masih maulid ini dibacakan beberapa syair seperti dipertahankan. syair Barzanji, syair Syarafal Anam dan Tradisi ba-ayun maulid juga telah syair Diba’i. menyatukan ikatan sosial berupa Anak-anak yang akan diayun dalam kekerabatan unilineal yakni upacara tersebut, baru dibawa ke masjid menghubungkan silaturahmi para tutus menjelang tibanya pembacaan Asyrakal atau juriat Banua Halat Halat yang dan si anak langsung dimasukkan ke dalam tersebar di berbagai daerah dan “dunia 356 Patanjala Vol. 6 No. 3, September 2014: 349-366 lain”, dan yang bukan tutus dengan jalan SAW, juga dapat merasakan kehadiran berkumpul di Banua Halat. roh Datu Ujung sebagaimana terlihat dari Upacara tersebut mengandung nilai beberapa kejadian kesurupan yang budaya, tradisi, simbol, mitos dan sistem dialami beberapa orang. Oleh karena religi yang mencerminkan pengaruh unsur kesamaan itu, kedua unsur budaya ini budaya atau tradisi pra-Islam. dapat dipadukan dan lambat laun sema- Unsur budaya tampak pada kin jelas dominasi unsur budaya Islam. kegiatan maayun anak dan pada Kepercayaan akan hadirnya roh perlengkapan seperti ayunan, hiasan Datu Ujung sangat erat kaitannya dengan janur, piduduk dan sasaji. Pengaruh tradisi asal (tradisi ma-ayun anak menurut budaya Islam tampak pada tempat kepercayaan Kaharingan) bahwa upacara upacara serta kegiatan mengayun anak maayun anak dilaksanakan dengan maksud bersamaan dengan peringatan maulid dan tujuan agar keturunan mereka tidak Nabi, atau mata acara yang terdiri atas mendapat gangguan dari makhluk- pembukaan, pembacaan ayat Alqur’an, makhluk halus, seperti hantu, jin, setan, dan pembacaan Kitab Maulid. siluman, dan roh orang yang sudah Pengaruh tradisi pra-Islam antara meninggal dunia. lain tergambar pada maksud dan tujuan Tanda-tanda adanya pengaruh upacara, perlengkapan dan prosesi upacara, tradisi pra-Islam dapat dilihat pada dan pada perlambangan atau simbolika kelengkapan upacaranya yaitu sasaji dan pada bahan, warna, larangan atau piduduk/sasarah. Pada masyarakat yang pantangan dalam upacara yang mempunyai paham pemujaan arwah dipengaruhi oleh unsur-unsur kepercayaan nenek moyang, keduanya sangat penting Kaharingan, Hindu, dan Islam. artinya sebagai semacam persembahan Kesan sakral-religius dalam sebagai perangkat pengganti diri agar upacara ini tampak, terutama saat terhindar dari gangguan makhluk halus. pembacaan kitab Maulid sampai pada Pada tradisi yang dipengaruhi agama “asyarakal” saat bersamaan anak-anak Islam, selain pada acara ba-ayun maulid, dibuai dalam ayunannya masing-masing, piduduk merupakan sesajian pada upacara termasuk orang dewasa atau orang-orang batapung tawar, mandi-mandi pengantin, tua yang ikut berayun. Keberadaan orang mandi-mandi kehamilan, dan lain-lain. dewasa yang ikut berayun dilandasi oleh Kalau ketinggalan sesajian piduduk ini beberapa alasan atau keyakinan seperti dipercaya akan terjadi gangguan-gangguan untuk memenuhi nazar akan ikut berayun yang tidak diinginkan. Masing-masing jika keinginan terwujud, atau misalnya benda dari sasaji dan piduduk ini juga karena adanya harapan akan kesembuhan merupakan simbol penghargaan atau dari sakit jika ikut berayun. Apalagi permintaan yang dihajatkan dalam dalam pemahaman keagamaan sebagian upacara. Oleh karena itu, ada banyak masyarakat Banjar bahwa pada saat makna perlambang pada bahan-bahan berayun itu Nabi Muhammad SAW mentah yang terdapat pada piduduk. datang memberikan berkah dan syafaat. Misalnya, beras: diharapkan nantinya si Pemahaman seperti ini rupanya anak selalu berkecukupan ekonominya, mempunyai titik persamaan dengan gula merah: agar si anak selalu manis paham terdahulu yang meyakini dalam tindak-tanduk dan tutur katanya, kehadiran Datu Ujung (Intingan/Palui kelapa: sering disebut lamak, agar si anak Anum); tokoh pendiri Masjid Banua Halat mendapatkan kelimpahan kebaikan/rezeki, dalam upacara ini. Kalangan orang-orang dan sebagainya. tua dahulu meyakini bahwa pada saat ba- ayun maulid yang hadir pada saat itu selain berkah dan syafaat Rasulullah Hubungan Islam dan Budaya dalam Tradisi… (Wajidi) 357

Alfani Daud (1997:240) seorang bayi yang baru lahir dinyatakan sebagai anak bidan sampai dilaksanakannya upacara bapalas bidan, yakni suatu upacara pemberkatan yang dilakukan oleh bidan terhadap si bayi dan ibunya. Upacara bapalas bidan dilaksanakan agar si bayi terhindar dari bahaya pengaruh magis dari bidan yang telah membantu proses kelahirannya, dan memastikan si bayi menjadi anak kedua orang tuanya. Jika upacara bapalas bidan Gambar. 5. Piduduk. tidak dilaksanakan, konon dapat Sumber: Wajidi. menyebabkan si bayi sakit-sakitan. Identifikasi upacara bapalas bidan Simbol atau perlambangan ini menurut tradisi asal dapat dilihat upacara juga terdapat pada bentuk-bentuk yang sekarang ini masih dipraktikkan tertentu dari ayunan dan hiasan ayunan. orang-orang Dayak Meratus yang Sebagian besar dari simbol-simbol menganut kepercayaan Kaharingan. Bagi tersebut masih dipertahankan sampai masyarakat Dayak Meratus, upacara sekarang, meskipun piduduk dan sasaji bapalas bidan merupakan bagian yang tak pada hakikatnya telah berubah dari terpisahkan dari upacara kehamilan. persembahan untuk arwah kini dipahami Kehamilan muda bagi orang Dayak sebagai sedekah dan infak. Sasaji yang Meratus adalah sebuah kegembiraan berupa telur masak dan nasi lamak anugerah Ilah, mereka melakukan upacara merupakan sedekah untuk hadirin kehamilan di umbun (rumah/bilik terutama anak-anak, sedangkan piduduk keluarga) dengan mengumpulkan sanak- yang terdiri atas bahan-bahan mentah famili dari umbun lainnya dalam satu seperti kelapa, gula merah, beras, jarum, bubuhan. Umumnya dilakukan di bilik benang dan lain-lainnya merupakan umbun dan dipimpin oleh Balian Tuha, sumbangan (infak) yang nantinya akan atau bisa juga Balian Tangah. Upacara ini dilelang oleh panitia untuk kepentingan cukup mereka sebut dengan bamandi- masjid. mandi, biasanya pada kehamilan (tian) 3 Berdasarkan tradisi asalnya, tata (tiga) sampai 7 (tujuh) bulan. Setelah bayi cara maayun anak dalam upacara ba-ayun lahir, orang Dayak Meratus kemudian maulid sebenarnya berasal tradisi bapalas melaksanakan upacara bapalas bidan, bidan sebagai sebuah tradisi yang yakni memberi hadiah (piduduk/sasarah) berlandaskan pada kepercayaan berupa lamang ketan, sumur-sumuran Kaharingan. Ketika agama Hindu (aing terak), beras, gula dan sedikit uang berkembang di daerah ini, berkembang kepada bidan atau balian yang menolong. pula budaya yang serupa dengan ba-ayun Biasanya sekaligus pemberian nama anak yakni ba-ayun wayang (didahului kepada sang bayi. Termasuk nantinya saat oleh pertunjukan wayang), ba-ayun topeng anak sudah mulai berjalan (turun) ke tanah (didahului oleh pertunjukan topeng) dan dari rumah (umbun) juga dengan upacara ba-ayun madihin (mengayun bayi sambil mainjak tanah, tetap dipimpin oleh balian. melagukan syair madihin) (Hendraswati et Pada masyarakat Banjar yang masih al., 2012: 167) memegang teguh tradisi lama, upacara Ketika Islam masuk dan seperti yang dilakukan orang Dayak berkembang, upacara bapalas bidan tidak Meratus juga dinamai upacara bapalas lantas hilang, meski dalam pelaksanaannya bidan, karena diadakan untuk menebus mendapat pengaruh unsur Islam. Menurut (palas) anak kepada bidan yang telah 358 Patanjala Vol. 6 No. 3, September 2014: 349-366 membantu persalinan. Juga dianggap sekarang ini, balas jasa untuk seorang sebagai penebus atas darah yang telah bidan atau dukun bayi sudah lazim tumpah ketika melahirkan. Dengan diberikan dalam bentuk uang dengan pelaksanaan palas bidan ini diharapkan besaran tertentu sesuai dengan azas tidak terjadi pertumpahan darah yang kepatutan. Namun, tradisi pemberian diakibatkan oleh kecelakaan atau sasarah hingga sekarang masih tetap perkelahian di lingkungan tetangga dilakukan, hanya motifnya sudah bergeser maupun atas keluarga sendiri. Karena sebagai simbol budaya saja. menurut kepercayaan darah yang tumpah Bapalas bidan biasanya dilakukan telah ditebus oleh si anak pada upacara ketika bayi berumur 40 hari. Pada upacara bapalas bidan tersebut. bapalas bidan ini si anak dibuatkan buaian Bagi masyarakat Banjar, bidan (ayunan) yang diberi hiasan yang menarik, tidak saja membantu ketika mau seperti udang-udangan, belalang dan urung melahirkan, tetapi sejak kehamilan sudah ketupat berbagai bentuk, serta ikut menolong. Biasanya seorang bidan digantungkan bermacam kue seperti cucur, dimintai bantuan untuk mengetahui usia cincin, apam, pisang, dan lain-lain. kehamilan dengan cara memegang Kepada bidan yang telah berjasa (mengurut) perut, kemudian memberikan menolong persalinan itu diberikan hadiah jamu-jamuan yang seharusnya boleh segantang beras, jarum, benang, seekor dimakan agar si ibu selalu sehat. Bidan ini ayam (jika bayi lahir laki-laki, maka juga secara rutin mengurut kandungan diserahkan ayam jantan dan jika seorang ibu, supaya letak bayi dalam perempuan diberikan ayam betina), sebiji kandungan tidak sungsang. Oleh karena kelapa, rempah-rempah, dan bahan untuk peranan bidan cukup menentukan, maka menginang seperti sirih, kapur, pinang, diadakanlah upacara bapalas bidan gambir, tembakau dan berupa uang tersebut. (Ideham ed. et al., 2007:76). Oleh karena itu, tujuan Ketika Islam datang ke daerah ini, diselenggarakannya upacara bapalas bidan acara bapalas bidan dan maayun anak ini adalah untuk menciptakan momentum tidak dilarang, hanya kebiasaan yang tidak bagi orang tua anak yang baru lahir untuk sesuai sedikit demi sedikit ditinggalkan. memberikan balas jasa kepada bidan yang Begitu pula berbagai perlengkapan, telah berjasa menolong proses maksud dan tujuan, dan perlambang persalinannya hingga selamat tiada kurang (simbolika) juga disesuaikan atau diisi suatu apa. dengan nilai-nilai Islam. Misalnya, Fungsi upacara bapalas bidan peralatan dan bahan-bahan yang digunakan merujuk pada solusi sosial budaya balas seperti ayunan, saji, piduduk, dan bahan- jasa berbasis ekonomi. Pada kesempatan bahan lainnya masih digunakan, akan ini orang tua dari anak yang kelahirannya tetapi dalam pelaksanaannya diikuti ditangani oleh seorang bidan membalas dengan ucapan Bismillaahirrah- jasa bidan yang bersangkutan dalam maanirrahiim atau membacakan surah Al– bentuk pemberian piduduk/sasarahan, Fatihah, pembacaan surah Yasin (QS:36), yakni berupa 1 liter beras, 1 biji gula Salawat Nabi, dan pembacaan doa secara merah, 1 biji kelapa, dan rempah-rempah Islam, dan dilaksanakan bersama-sama di yang digunakan untuk memasak ikan. masjid bersamaan dengan peringatan Pemberian sasarah berasal dari maulid Nabi Muhammad SAW. tradisi lama, yakni ketika suku Banjar belum mengenal budaya uang. Balas jasa 4. Latar Belakang Munculnya Pengaruh untuk orang lain diberikan dalam bentuk Tradisi Pra-Islam natura dan innatura, jadi jasa dibarter Dalam upacara ba-ayun maulid dengan natura atau innatura. Pada masa sesungguhnya dapat ditelusuri adanya Hubungan Islam dan Budaya dalam Tradisi… (Wajidi) 359 hubungan antara Islam dan kepercayaan Perbedaan itu bukan pada perbedaan lama yang terkait dengan proses Islamisasi pedoman. Alqur’an dan Sunnah Rasul di Nusantara umumnya dan di Kalimantan tetap menjadi pedoman bersama, akan Selatan pada khususnya. Perilaku tetapi penafsiran dan ekspresinya yang keagamaan masyarakat Banjar yang dekat dipengaruhi sosial budaya setempat dengan tradisi, tidak terlepas dari proses mengakibatkan ritus-ritus keagamaan Islamisasi yang berlangsung secara damai, mempunyai perbedaan dengan daerah penuh toleransi dan persaudaraan, datangnya Islam. Atau dengan kata lain, sebagaimana dapat dilihat, misalnya ketika karena adanya interaksi, adaptasi, dan masuknya Islam ke Banua Halat tidak akulturasi dengan budaya lokal, maka lantas hubungan persaudaraan dua Islam yang masuk ke bukanlah kelompok masyarakat yang berbeda murni sebagaimana terdapat di daerah keyakinan terputus, malahan mereka saling asalnya, melainkan sudah menjadi Islam membantu membangun Masjid Banua yang dalam ekspresinya dipengaruhi oleh Halat. Berbagai adat istiadat ketika Islam berbagai budaya atau tradisi di tempat- masuk dan berkembang tidak lantas hilang, tempat ia berkembang. malahan Islam memperkayanya dengan Meski terdapat keragaman dalam nilai-nilai Islam. praktik keagamaan di masyarakat, jelas Hal demikian terjadi, karena Islam tidak ada perbedaan di antara umat Islam tersebar dengan damai, penuh toleransi dan pada level akidah. Oleh Azyumardi Azra persaudaraan. Toleransi dakwah Islam itu (2002) perbedaan terutama terletak pada didukung oleh fleksibilitas (daya lentur) apa yang ia sebut sebagai “ranah budaya ajaran Islam itu sendiri. Dalam pengertian Islam” (Islamic cultural spheres) yang di bahwa Islam merupakan kodifikasi nilai- antara satu komunitas Islam dengan nilai universal. Karenanya, ajaran Islam dengan komunitas lainnya terdapat dapat berhadapan dengan berbagai bentuk kekhususan (khas) dan distingsi tertentu. dan jenis situasi kemasyarakatan. Dengan Salah satu perbedaan dan distingsi Islam watak semacam ini, kehadiran Islam di Indonesia adalah apa yang disebut sebagai suatu wilayah tidak lantas merombak sinkretisme yang dipraktikkan sebagian tatanan nilai yang telah mapan (Huda, kaum muslimin Indonesia, termasuk 2007:44). masyarakat Banjar yang mayoritas Islam merupakan agama universal. memeluk agama Islam. Artinya Islam untuk seluruh umat manusia, Oleh karena itu, benar apa yang bukan hanya tumbuh di Timur Tengah tapi dikatakan oleh Muhammad Iqbal dalam juga di seluruh dunia. Karena Islam agama Mujiburrahman (2012) bahwa agama universal, ekspresi-ekspresi dalam bentuk adalah ekspresi keseluruhan jatidiri mazhab, sekte, dan ritus-ritus keagamaan manusia. Menurut Iqbal, ketika dalam adalah sesuatu keniscayaan. Hal itu terjadi bentuk wahyu, agama bersifat ilahi. Tetapi karena Islam berkembang dan dipahami ketika diterima manusia, ia meresap dalam tidak hanya bersifat tekstual, bahkan lebih seluruh relung kehidupan. Agama dari itu yakni bersifat kontekstual menjelma dalam pikiran, perasaan, dan sosiologis yakni adanya pengaruh- tindakan manusia. Pemikiran Iqbal di atas pengaruh sosial budaya masyarakat mungkin dapat membantu kita mencermati terhadap Islam, sebagaimana tergambar perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dari adaptasi atau akulturasi Islam dengan yang selalu ramai dilaksanakan di setiap kebudayaan. Oleh karena itu, Islam yang bulan Rabiul Awal, khususnya di berkembang di Indonesia disebut dengan masyarakat Banjar Kalimantan Selatan. istilah ”Islam Nusantara”, yakni Islam Berbagai bentuk dan isi perayaan maulid yang berbeda dengan Islam yang ada di itu memantulkan spektrum yang kaya dan Arab. 360 Patanjala Vol. 6 No. 3, September 2014: 349-366 saling melengkapi, atau bahkan adanya keyakinan bahwa benda-benda bertentangan satu sama lain. punya kekuatan tersendiri. Menurut Wajidi (2011: 18-25) pada Setelah datangnya agama Hindu dan masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, Islam, kepercayaan mereka mengalami akulturasi antara Islam dan kepercayaan perubahan atau pergeseran. Akan tetapi, lama dapat dilihat dari adanya tatanan nilai unsur kepercayaan lama tidak hilang dan adat istiadat yang sangat dipengaruhi seperti percaya dengan kuyang-kuyang, oleh agama Islam sebagai agama resmi hantu-hantu, ilmu kekebalan, roh-roh para kerajaan sejak abad ke-16, terutama ketika pangeran, para dewa Batara Kala atau Kerajaan atau Kesultanan Banjarmasin Sangkala, para leluhur-leluhur mereka berdiri pada tanggal 24 September 1526 seperti Datu Taruna (leluhur keluarga sebagai sebuah kerajaan Islam atas bantuan dalang Tulur di desa Barikin) Datu Thabib Kerajaan Demak. (leluhur famili Husna di Amuntai), Datu Jauh sebelum Kerajaan Banjar Ujung (pembangun masjid pertama di berdiri atas bantuan Demak, agama Islam Desa Banua Halat Rantau), Datu Bungkul telah masuk dan menyebar sampai ke (pembangun Masjid Quba, Amawang daerah-daerah hulu sungai. Namun, setelah Kanan Kandangan) dan makhluk-makhluk agama Islam dijadikan agama resmi gaib lainnya. kerajaan berkembang dengan pesat ke Masyarakat Banjar selain mengakui daerah pedalaman dan turut memengaruhi adanya makhluk halus seperti makhluk jin mitologi atau kepercayaan masyarakat dan hantu, juga mempercayai adanya setempat. orang gaib dari tokoh-tokoh terkemuka Dalam perkembangannya, Islam zaman dahulu yang berpindah tempat atau turut memengaruhi budaya dan menjadi gaib (moksa) seperti wali-wali, kepercayaan masyarakat setempat yang raja-raja Banjar, atau datu-datu yang sebelumnya berlandaskan pada kehadirannya dapat dirasakan melalui kepercayaan nenek moyang (Kaharingan), gangguan kepada manusia atau dengan Hindu, atau Budha sehingga memberikan jalan merasuki raga orang-orang tertentu ciri dan identitas tersendiri dalam budaya (Daud, 1989). Banjar. Orang gaib dari tokoh terkemuka itu Kebudayaan Banjar berkembang menurut keyakinan mereka biasanya tidak paralel dengan sejarah asal-usul orang tidak punya makam karena menurut Banjar di Kalimantan Selatan. Masyarakat mereka tokoh itu menjadi gaib atau tetap Banjar dikenal sebagai penganut agama hidup di alam lain dan melalui perantaraan Islam, namun dalam ritual-ritual tertentu tutus atau juriatnya tokoh gaib itu kadang bernuasa sinkretis dengan unsur melakukan komunikasi baik dengan tanda kepercayaan lama yang mereka warisi dari atau cara tertentu, misalnya dengan cara nenek moyang mereka (Bukit, Ngaju, merasuki seseorang. Di antara tokoh yang Maanyan) sebagaimana terlihat hingga diyakini menjadi gaib itu adalah Datu sekarang ini. Ujung (tokoh pendiri Masjid Banua Halat), Kepercayaan yang mereka warisi itu dan Datu Bungkul (tokoh pendiri Masjid pada dasarnya mengandung anasir Quba di Amawang Kanan). animisme dan dinamisme yang telah - Sebagian masyarakat Banjar juga terpatri dalam satu kesatuan menjadi punya hubungan denga makhluk halus dan kepercayaan yang dianut mereka. Adanya peliharaan gaib. Selain itu juga percaya anasir animisme terlihat pada kepercayaan terhadap kekuatan gaib berupa roh-roh terhadap kekuatan gaib berupa roh-roh yang punya kekuatan tersendiri yang punya kekuatan tersendiri. (animisme), dan mempercayai benda- Sedangkan anasir dinamisme terlihat dari benda punya kekuatan tersendiri (dinamisme) yang diyakini berada di luar Hubungan Islam dan Budaya dalam Tradisi… (Wajidi) 361 jangkauan indera manusia. Benda-benda mencicipi sesajen yang telah disediakan. itu terkadang punya kekuatan positif dan Kemudian pada upacara penutup, setelah terkadang juga punya kekuatan yang selesai mengembalikan hantu-hantu, negatif. dewa-dewa, Batara Kala dan lain- Benda-benda yang dianggap punya lainnya, dari sesajen-sesajen yang ada itu kekuatan itu misalnya berupa pohon- dibacakan kembali doa selamat. pohon kayu besar misalnya pohon Perkembangan selanjutnya, Islam kariwaya (beringin), tiang keramat, memengaruhi sesajen. Yang diundang tempayan, kubur keramat, besi (keris, bukan lagi makhluk halus melainkan parang, tombak), batu akik, kain para tetangga atau kerabat. Mereka sarigading, kulit binatang, buntat atau diundang untuk menghadiri selamatan, tempurung kelapa yang tidak bermata, yakni berdoa selamat yang diringi kalimbuai pusing (putar) kiri dan biji- dengan makan bersama. Hidangan tidak bijian dari buah tertentu. Benda yang lagi dimaknai sebagai sesajen melainkan demikian terkadang ada yang disimpan sedekah untuk para undangan. sebagai jimat atau syarat perlindungan diri. Dari hal yang demikian itu dapat Benda-benda yang demikian dikatakan bahwa berbagai upacara kebanyakannya bersifat kekuatan positif. selamatan atau kenduri (aruh, bahasa Kepercayaan yang dianut, baik dari Banjar) dengan mengundang orang anasir anamisme maupun dinamisme banyak dengan menyediakan hidangan adalah kepercayaan yang telah berurat berupa makanan, kue-kue, dan minuman berakar di tengah-tengah masyarakat, untuk disantap bersama dalam berbagai karena kepercayaan yang demikian upacara daur hidup seperti pada saat merupakan kepercayaan turun temurun kehamilan, kelahiran, perkawinan, dari nenek moyang. Walaupun demikian pindah rumah, kematian, dan sebagainya kepercayaan terus menerus berkembang berasal dari budaya lokal yakni sesajen dan dalam pelaksanaanya disesuaikan yang telah mendapat pengaruh Islam. dengan keadaan zaman, misalnya dengan Sebagaimana dikatakan Clifford Geerzt diisi dengan nilai-nilai Islam, sebagaimana (1995:77) bentuk ritual inti dari terlihat pada berbagai tradisi yang terkait sinkretisme adalah sebuah perayaan dengan upacara daur hidup masyarakat bersama yang disebut slametan. Banjar di Kalimantan Selatan, seperti Begitulah halnya dengan adat misalnya tradisi tolak bala, tradisi istiadat, betapapun kuatnya perkembangan batapung tawar kehamilan, mandi tian Islam yang tersebar di kalangan mandaring (bapagar mayang), mandi masyarakat Banjar sejak abad ke-16 baya, bapalas bidan, Ba-ayun Maulid yang sampai masa kehidupan Syekh Muhammad merupakan suatu bentuk perpaduan tradisi Arsyad al-Banjari (1710-1812 M) yang lama dengan Islam. Oleh karena mendapat melalui kitab Tuhfah al-Raghibin sentuhan Islam, bagi mereka yang bermaksud memurnikan akidah dari mengerjakan, dianggap bukan faham-faham bid’ah dan tradisi lama membahayakan iman. seperti upacara manyanggar banua dan Pengaruh unsur agama Islam pada mambuang pasilih, tidak lantas budaya upacara-upacara tradisional seperti pada lokal atau upacara-upacara yang berkaitan tradisi manyanggar banua terlihat pada dengan unsur kepercayaan lama hilang setiap pembukaan selalu didahului begitu saja, dan bahkan pada kenyataannya dengan ucapan Bismillahirrah- sampai sekarang pun sisa-sisa maanirrahiim, setelah itu baru diteruskan kepercayaan lama itu masih ada di daerah seperti memanggil-manggil hantu-hantu, tertentu, akan tetapi budaya lokal itu dewa-dewa, Batara Kala dan juga para kemudian berakulturasi dengan Islam. wali, nabi-nabi dan lain-lainnya untuk 362 Patanjala Vol. 6 No. 3, September 2014: 349-366

Tata cara ma-ayun anak dalam Sebelum Islam masuk, orang-orang upacara ba-ayun maulid yang berlangsung Dayak Kaharingan yang berdiam di desa di Banua Halat sebenarnya berasal tradisi Banua Halat biasanya melaksanakan lama yakni upacara bapalas bidan sebagai upacara aruh ganal. Setelah Islam masuk sebuah tradisi yang berlandaskan pada dan berkembang serta berkat perjuangan kepercayaan Kaharingan. Ketika agama dakwah para ulama, akhirnya upacara Hindu berkembang di daerah ini, tersebut bisa diislamisasikan. Bacaan- berkembang pula budaya yang serupa bacaan balian (tetuha adat), bamamang, dengan ba-ayun anak yakni ba-ayun mantra-mantra, doa, dan persembahan wayang (didahului oleh pertunjukan kepada para dewa dan leluhur, nenek wayang), ba-ayun topeng (didahului oleh moyang di Balai, akhirnya digantikan pertujukan topeng) dan ba-ayun madihin dengan pembacaan syair-syair maulud, (mengayun bayi sambil melagukan syair yang berisi sejarah, perjuangan, dan pujian madihin). terhadap Nabi Muhammad SAW, Oleh karena mengayun anak dilaksanakan di masjid, sedangkan sistem, bersamaan dengan bapalas, kadang disebut perlengkapan, dan pola pelaksanaan ba-ayun bidan yang maksudnya upacara upacara tetap. Akulturasi terhadap tradisi mengayun oleh bidan. Seorang bayi yang ini terjadi secara damai dan harmonis serta baru lahir dinyatakan sebagai anak bidan menjadi substansi yang berbeda dengan sampai dilaksanakannya upacara bapalas sebelumnya, karena ia berubah dan bidan, yakni suatu upacara pemberkatan menjadi tradisi baru yang bernafaskan yang dilakukan oleh bidan terhadap si bayi Islam. dan ibunya. Oleh karena memang berasal dari Selain bersamaan denga bapalas tradisi pra-Islam, maka di antara bidan, upacara ma-ayun anak ada yang perlengkapan ba-ayun maulid yang dilaksanakan bersamaan dengan perayaan diselenggarakan di masjid Banua Halat maulid Nabi Besar Muhammad SAW terdapat banyak persamaan dengan tanggal 12 Rabiul Awal sehingga disebut perlengkapan langgatan pada acara ba-ayun maulid atau ayun mulud, yakni tradisional aruh ganal yang dilaksanakan upacara mengayun bayi sambil membaca orang Dayak Meratus di daerah syair maulid, sebagaimana berlangsung di Mancabung, Harakit, Balawaian, Batung, Desa Banua Halat, Kabupaten Tapin. Danau Darah, dan Ranai, di sepanjang hulu Menurut catatan sejarah, ba-ayun dari Sungai Tapin. Persamaan itu seperti anak semula adalah upacara peninggalan piduduk yang berisi beras, kelapa, gula dan nenek moyang orang Banjar yang masih garam. beragama Kaharingan. Tetuha masyarakat setempat menyatakan bahwa tradisi ini semula hanya ada di Kabupaten Tapin (khususnya di Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara). Namun kemudian berkembang dan dilaksanakan di berbagai daerah di Kalimantan Selatan. Tradisi ini menjadi penanda konversi agama orang-orang Dayak yang mendiami Banua Halat dan daerah sekitarnya, yang semula beragama Kaharingan kemudian memeluk agama Islam. Karena itu upacara ba-ayun Gambar 6. Hiasan Janur pada Ayunan. anak tidak bisa dilepaskan dari sejarah Sumber: Wajidi. masuknya Islam ke daerah ini. Hubungan Islam dan Budaya dalam Tradisi… (Wajidi) 363

turun-temurun dari dahulu hingga sekarang untuk menidurkan anak-anak. Sedangkan memberi nama anak, berdoa, membaca shalawat, atau pun membaca Alqur’an, dan silaturahmi merupakan anjuran dan perintah agama. Kedua ritus secara harmoni telah bersatu dalam kegiatan ba- ayun anak, yang bahkan secara khusus dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal sebagai peringatan sekaligus penghor- matan atas kelahiran Nabi Muhammad

Gambar 7. Hiasan Janur pada SAW. Langgatan. Oleh karena itu dapat dipahami Sumber: Wajidi. bahwa pada upacara daur hidup termasuk ba-ayun maulid yang dilaksanakan

masyarakat Banjar terdapat unsur Islam Persamaan lainnya adalah ada pada yang beralkulturasi dengan unsur perhiasan kembang ayunan yang terbuat kepercayaan lama. Proses akulturasi dari daun kelapa muda (janur), terdiri atas keduanya bersifat timbal balik yakni unsur macam bunga-bungaan, tangga puteri, kepercayaan lama tidak hanya tangga pangeran, payung singgasana, tuhu memengaruhi masyarakat Islam namun komando, sapit hundang, ular-ular, dan sebaliknya Islam juga memengaruhi sistem kakapit. Hiasan tujuh hiasan itu juga kepercayaan orang Dayak Meratus yang dipakai pada hiasan langgatan yang ada di menganut kepercayaan Kaharingan. Pada rumah adat Balai Dayak Meratus. masyarakat Islam, akulturasi tergambar Nilai utama yang hendak pada tradisi dan praktik keagamaan yang ditanamkan oleh para ulama dalam mendapat pengaruh unsur-unsur upacara ba-ayun anak dan mengisinya kepercayaan lama, sedangkan pada dengan pembacaan syair-syair maulid di masyarakat Dayak Meratus adalah Desa Banua Halat tersebut tidak lain dikenalnya nama Tuhan, malaikat, dan sebagai bagian dari strategi dakwah nabi-nabi agama Islam dalam sistem kultural yang dilakukan para ulama pada kepercayaan mereka. saat Islam memasuki Desa Banua Halat. Adanya unsur-unsur kepercayaan Strategi ini dilakukan melalui pendekatan lama dalam tradisi dan praktik keagamaan aspek penjelasan dan tindakan yang masyarakat Islam dapat dimaknai bahwa bersifat sosiokultural dan keagamaan, jadi proses Islamisasi hingga sekarang ini bukan dengan pendekatan politik, salah belum selesai, sedangkan adanya unsur- satunya adalah dengan menggunakan unsur Islam dalam sistem kepercayaan medium seni budaya. Dayak Meratus menunjukkan kemung- Dengan model dakwah itu, mereka kinan terjadinya proses Islamisasi yang tetap menjaga dan melestarikan sebuah terputus di kalangan nenek moyang orang tradisi dengan prinsip setiap budaya yang Dayak Meratus, di samping kemungkinan dipandang tidak merusak akidah dapat adanya pengaruh interaksi yang intensif dibiarkan hidup atau berkembang di antara masyarakat yang memeluk agama masyarakat. Islam dan yang bertahan dengan Berdasarkan kenyataan di atas, ba- kepercayaan lamanya. Di Banua Halat, ayun anak adalah salah satu simbol perbedaan keyakinan di antara dua pertemuan antara budaya dan ajaran komunitas tindak menyebabkan agama. Mengayun anak, jelas sebuah persaudaraan mereka terputus. Mereka tradisi lokal yang dilakukan oleh tetap berinteraksi sebagaimana biasa. masyarakat Banjar dan Dayak secara 364 Patanjala Vol. 6 No. 3, September 2014: 349-366

Kelompok Dayuhan yang bertahan mengenang, meneladani kehidupan, dan dengan kepercayaan lamanya turut mengharap syafaat dari Rasulullah SAW membantu saudaranya yang muslim dalam kelak di yaumil akhir. pembangunan Masjid Banua Halat dan Ba-ayun maulid juga berfungsi menyaksikan ritus agama Islam yang untuk menghubungkan silaturahmi para dijalankan kelompok Intingan. Interaksi tutus atau keluarga besar juriat Banua demikian mengakibatkan kelompok Halat Halat yang tersebar di berbagai Dayuhan mengenal nama Tuhan, malaikat, daerah atau bahkan yang berada di dan nabi-nabi yang diyakini oleh “dunia lain“ dengan jalan berkumpul di kelompok Intingan Banua Halat, di samping banyaknya orang yang bukan tutus Banua Halat yang D. PENUTUP datang untuk menjadi peserta ba-ayun Dari paparan di atas dapat maulid. dikemukakan bahwa Banua Halat Benda-benda peralatan upacara ba- merupakan kawasan permukiman tua. ayun maulid selain mempunyai kegunaan Dahulunya pernah dihuni komunitas pra- praktis ada juga yang mempunyai fungsi Islam yang cukup lama dan berlanjut tertentu sesuai dengan filosofi upacara. sampai datangnya pengaruh Islam di Namun demikian, secara keseluruhan, Kalimantan Selatan. Sebagai kawasan masing-masing benda tersebut yang pernah dihuni sejak masa pra-Islam, mempunyai makna perlambang yang berbagai tradisi dan kepercayaan seperti merupakan perwujudan dari har apan, upacara ba-ayun maulid yang tujuan atau hajat dari yang melaksanakan diselenggarakan di Masjid Banua Halat upacara sebagai cerminan dari pengaruh Kabupaten Tapin merupakan salah satu unsur kepercayaan lama. bentuk cerminan akulturasi antara Islam Ritual mengayun anak bersamaan dengan budaya lokal. dengan tradisi ba-ayun maulid pada Upacara ba-ayun maulid yang mulanya tidak lepas dari anggapan diselenggarakan oleh masyarakat Banua hadirnya Datu Ujung pada saat acara Halat merupakan kegiatan yang telah berlangsung, bahwa anak yang tidak mentradisi secara turun temurun. Tradisi diayun mungkin mengalami kesulitan- ini merupakan sebuah proses kesulitan seperti penangisan, kapidaraan, kesinambungan mereka dengan masa dan sebagainya. Oleh karena itu, lalunya ketika belum Islam. Akan tetapi, mengikutsertakan anak dalam Ba-ayun tujuan, perlengkapan, dan pelaksanaannya merupakan suatu ikhtiar agar terbebas dari mengalami pergeseran, tidak persis sama gangguan Datu Ujung atau tidak dengan tradisi sebelumnya atau telah diisi “katagihan datu”. Namun, tradisi dengan tataran nilai-nilai Islam, meski mengayun anak bersamaan dengan upacara diakui pula sebagian anasir-anasir lama maulid nabi juga dimaksudkan untuk masih dipertahankan. “menghadirkan” Rasulullah SAW., Maksud diadakannya tradisi ba- sehingga nantinya anak yang diayun dapat ayun maulid adalah sebagai suatu mewarisi sifat-sifat mulia Rasullullah ungkapan rasa syukur kepada Allah SAW. subhanahu wa taala atas limpahan rahmat Upacara ba-ayun maulid di Desa dan karunia-Nya atas kelahiran Nabi Banua Halat sebenarnya berasal tradisi Muhammad SAW yang membawa rahmat maayun anak yang dilaksanakan pada bagi sekalian alam. Adanya puji-pujian dan acara bapalas bidan, yakni sebuah tradisi shalawat yang menyertai peringatan dalam budaya pra-Islam yang hingga kini maulid Nabi merupakan simbol akan masih dipraktikkan oleh orang Dayak kecintaan kepada Nabi dan sekaligus Meratus. Ketika Islam datang ke daerah harapan umat Islam yang selalu ini, acara bapalas bidan dan maayun anak Hubungan Islam dan Budaya dalam Tradisi… (Wajidi) 365 tidak dilarang, hanya kegiatannya setempat yang sebelumnya berlandaskan dilakukan bersama-sama, ditambah dengan pada kepercayaan lama sehingga doa-doa, serta dilaksanakan di dalam memberikan ciri dan identitas tersendiri masjid bersamaan dengan peringatan dalam budaya Banjar. Pada upacara ba- maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 ayun maulid yang dijalankan masyarakat Rabiul Awal. Tradisi maayun anak yang Banjar khususnya yang diselenggarakan di penyelenggaraannya bersamaan dengan Masjid Banua Halat sisa-sisa kepercayaan maulid Nabi Muhammad SAW itu lama itu masih ada, namun telah akhirnya dikenal dengan nama ba-ayun berakulturasi dengan Islam. maulid. Perlengkapan ba-ayun maulid yang diselenggarakan di masjid Banua Halat DAFTAR SUMBER memiliki banyak persamaan dengan 1. Buku perlengkapan langgatan pada acara tradisional aruh ganal yang dilaksanakan Azra, Azyumardi. 2002. orang Dayak Meratus di daerah Islam Nusantara: Jaringan Global dan Mancabung, Harakit, Balawaian, Batung, Lokal. Bandung: Mizan. Danau Darah, dan Ranai, di sepanjang hulu BPS Kabupaten Tapin. 2007. dari sungai Tapin. Persamaan lainnya ada Kabupaten Tapin dalam Angka Tahun pada piduduk yang berisi beras, kelapa, 2007. Rantau. gula dan garam. Persamaan itu Bondan, Amir Hasan Kiai. 1953. menunjukkan adanya keluwesan agama Suluh Sedjarah Kalimantan. Islam dalam menghadapi kultur lokal. Banjarmasin: Fadjar. Benda-benda peralatan upacara, harapan atau simbol tertentu, tidak Danandjaja, James. 1986. dipermasalahkan atau tetap dipertahankan. Foklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Akan tetapi yang berkaitan dengan Pustaka Grafitipers. persembahan, simbol tersebut diberi makna atau nilai baru yaitu sebagai Daud, Alfani. 1997. sedekah. Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi Adanya upacara selamatan dengan dan Analisa Kebudayaan Banjar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. mengundang orang banyak, didahului dengan doa-doa, dan menyantap Geerzt, Clifford. 1995. hidangan berupa makanan, kue-kue atau Kebudayaan dan Agama. Terjemahan penganan, dan minuman secara bersama- Fransisco Budi Hardiman. Yogyakarta: sama termasuk menyantap penganan Kanisius. sesudah ba-ayun maulid, sesungguhnya Hendraswati, Wajidi, Tajuddin Noor Ganie, berasal dari budaya lokal, yakni sesajen Syarifuddin R. 2012. yang telah mendapat pengaruh Islam. Upacara Daur Hidup Masyarakat Suku Adanya interaksi atau Banjar di Kalimantan Selatan. persinggungan antara Islam dan unsur Pontianak: Balai Pelestarian Nilai Budaya. kepercayaan lama dalam upacara ba-ayun maulid dapat dipahami bahwa ketika Islam Huda, Noor. 2007. masuk dan berkembang di Kalimantan Islam Nusantara Sejarah Sosial Selatan tidak lantas berbagai tradisi atau Intelektual Islam di Indonesia. upacara adat yang berkaitan dengan Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. kepercayaan lama hilang begitu saja. Yang Ideham, M. Suriansyah, Sjarifuddin, Gazali terjadi adalah tradisi itu tetap Usman, M. Zainal Arifin Anis, Wajidi dipertahankan dan malahan Islam (ed.). 2007. memengaruhi kepercayaan masyarakat 366 Patanjala Vol. 6 No. 3, September 2014: 349-366

Urang Banjar dan Kebudaya- 4. Sumber Lisan/Informan annya. Banjarmasin: Badan Peneliti-an dan Pengembangan Daerah Provinsi Ibnu Mas'ud, S.IP (50 tahun). 2012. Kabid Kalimantan Selatan. Kesenian dan Kebudayaan pada Koentjaraningrat. 1989. Disporabudpar Kab. Tapin. Juni 2012. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Yahya (57 tahun). 2010. Penjaga (kaum) Aksara Baru. Masjid Banua Halat, Kamis 25 Februari 2010. Kuntowijoyo. 2001. Muslim Tanpa Masjid, Essai-Essai Hj. Badariah (62 tahun). 2012. Ibu Rumah Agama, Budaya, dan Politik dalam Tangga, Banjarmasin. Juni 2012. Bingkai Strukturalisme Transen- Drs. H. Syamsiar Seman (76 tahun). 2012. dental. Bandung: Mizan. Pensiunan PNS/ Budayawan, Nottingham, Elizabeth K. 2002. Banjarmasin. Juli 2012. Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Terjemahan Abdul Muis Naharong. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Radam, Noer’ied Haloei. 1994. Religi Orang Bukit. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Semesta. Sedyawati, Edi. 2012. Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Sztompka, Piotr. 2008. Sosiologi Perubahan Sosial. Dialihbahasakan oleh Alimandan. Jakarta: Prenada. Wajidi. 2011. Akulturasi Budaya Banjar di Banua Halat. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

2. Laporan Penelitian

Abbas et al. 1994/1995. Upacara Ba-ayun Mulud di Banua Halat Kabupaten Tapin. Banjarbaru: Museum Negeri Lambung Mangkurat.

3. Surat Kabar

Mujiburrahman “Sisi Manusia Agama”. Banjarmasin Post. 6 Februari 2012, hlm. 12.