4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui apakah objek wisata di kawasan Pecinan mempunyai potensi yang bisa digali dan dikembangkan untuk dijadikan objek wisata budaya di , maka penulis akan menganalisa potensi objek wisata berdasarkan landasan teori yang diulas di bab 2 yang didahului dengan gambaran mengenai kawasan Pecinan.

4.1. Gambaran mengenai kawasan Pecinan Penduduk Surabaya pada awalnya terdiri dari 3 etnis, yaitu etnis Melayu, Arab dan Tionghoa. Pada masa Pemerintah Kolonial Belanda, dibagi wilayah khusus yang sesuai masing-masing etnis, yaitu maleische camp untuk etnis Melayu, Arab Camp untuk etnis Arab dan Chinese Camp untuk etnis Tionghoa. Pembagian wilayah inilah yang akhirnya membentuk kampung Cina dan pada saat ini disebut kawasan Pecinan. Kawasan Pecinan berada di kawasan Jalan Coklat yang dulu disebut Tepekong Straat dan berkembang sampai ke Jalan Karet, Jalan Slompretan, Jalan Kembang Jepun, dan akhirnya meluas ke Jalan Kapasan. Orang-orang Cina yang baru datang di Surabaya menempati wilayah-wilayah strategis dekat dengan jalur transportasi yaitu antara Kali Mas dan Kali Pegirikan. Hal tersebut menimbulkan daerah Pecinan di Surabaya yang kemudian menjadi suatu areal perdagangan. Selain dijadikan suatu areal perdagangan, daerah Pecinan juga dipakai sebagai tempat tinggal, rumah ibadah dan rumah abu. Berdasarkan hasil obeservasi dan wawancara yang dilakukan dengan local guide menyatakan bahwa bangunan yang berpotensi untuk dikunjungi sebagai objek wisata budaya, yaitu : a. Klenteng Boen Bio b. Klenteng Hok An Kiong c. Klenteng Hong Thik Hian d. Rumah Abu Han e. Rumah Abu Keluarga The f. Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan g. Toko dan Mie Kimling.

35 Universitas Kristen Petra

4.2. Analisa Kualitatif Eksploratif Potensi Kawasan Pecinan Di Surabaya 4.2.1. Klenteng Boen Bio 4.2.1.1. Aspek Keunikan Di dalam Klenteng Boen Bio terdapat keunikan yang dapat dilihat dan dinikmati oleh para pengunjung. Keunikan yang terdapat di Klenteng Boen Bio dapat dilihat dari sisi sejarah, arsitektur bangunan dan atraksi (something to do dan something to see). Klenteng Boen bio didirikan pada tahun 1883 di Jalan Kapasan yang semula bernama Boen Tjiang Soe (Wen Ch'ang Szu) dimana frasa ini memiliki tiap arti yang berbeda. Boen (Wen) berarti kesusastraan atau peradaban sedangkan Tjiang (Ch'ang) artinya menggembilangkan dan Soe (Szu) artinya mewarisi. Sehingga bila digabungkan artinya adalah mewarisi dan menggembilangkan kesusastraan. Pembangunan klenteng Boen Bio ini merupakan inisiatif dari Go Tik Lie dan Lo Toen Siong yang menggelar rapat dengan Mayor The Boen Ke pada tahun 1882. Arisetektur klenteng Boen Bio sama dengan arsitektur khas China dimana bangunan ini diselesaikan pada tahun 1883. Sejarah perkembangan Klenteng Boen bio tidak lepas dari perjuangan masyarakat Tionghoa yang ada di Surabaya pada umat Konghucu dimana pada tahun 1902 yakni saat munculnya gerakan nasionalisme dan anti penjajahan Belanda, dimana sikap ini muncul setelah pedagang Belanda yang tergabung dalam Handels Vereeniging Amsterdam (HVA) mulai menekan pedagang China hingga perekonomian jadi hancur. Hal tersebut menyebabkan terjadi perseteruan antara pedagang Tionghoa dengan pedagang Belanda dimana pedagang Tionghoa melakukan aksi demo dan mogok untuk tidak melakukan transaksi jual beli yang mengakibatkan membawa kasus ini ke tingkat pengadilan. Proses pengadilan tersebut dimenangkan oleh pedagang Tionghoa dan HVA diharuskan membayar denda sebesar sekitar Rp. 18 miliar untuk membangun sekolah bagi anak-anak Tionghoa, yang dikenal sekolah Teng Hwa We Kian. Pada tahun 1904 K'ang Yu Wei berkunjung ke Klenteng Boen Bio dan terkesan dengan bangunannya serta mengusulkan klenteng ini dipindahkan lebih keluar dan menghadap ke jalan raya yang semula Klenteng ini berada di dalam perkampungan. Usulan ini kemudian ditindaklanjuti dengan rapat yang

36 Universitas Kristen Petra dilakukan oleh Mayor The Toan Ing. Mayor The Toang Ing adalah seorang tuan tanah yang memiliki banyak tanah di sekitar kawasan segitiga emas dan hingga kini rumahnya di Jalan Karet nomor. Mayor The Toang Ing memberikan 6 petak tanah di Jalan Kapasan 131. Uang pembangunan Klenteng Boen Bio didapatkan dari uang hasil pemenangan pengadilan dengan pihak HVA sebesar sekitar Rp. 18 miliar serta tambahan dari sumbangan pedagang kaya hingga terkumpul sekitar Rp. 25 miliar. Untuk mengenang jasa pedagang itu, nama penyumbang pun diukir dan ditempelkan di dinding klenteng. Selain dari sisi sejarah, para pungunjung yang berkunjung di Klenteng Boen Bio dapat melakukan kegiatan fotografi (something to do). Objek yang di foto oleh para pengunjung dapat berupa arsitektur Klenteng Boen Bio, dimana arsitektur Klenteng Boen Bio menggabungkan 3 budaya, yaitu Belanda (bisa dilihat dari pager, lantai), Tionghoa, dan budaya Jawa (adanya ukiran yang disebut ‘gebyok’ (pemisah ruangan)). Walaupun arsitektur Klenteng Boen Bio menggabungkan 3 budaya, namun tradisi yang masih dipakai adalah tradisi Tionghoa, dimana terdapat lukisan-lukisan, gambar dan patung yang menggambarkan budaya Tionghoa dan ajaran Konghucu. Sedangkan dari sisi atraksi, Klenteng Boen Bio tidak memiliki atraksi yang disajikan secara rutin setiap minggunya, melainkan jika para pengunjung atau pihak penyelenggara paket wisata ingin ditampilkan Barongsai maka pihak pengurus Boen Bio bisa memberikan penampilan tersebut, dengan syarat pengunjung yang berkunjung dalam jumlah yang banyak (sekitar 30 orang). Barongsai yang diadakan di Klenteng Boen Bio hanya dimainkan pada saat festival budaya, yaitu pada saat Tahun Baru Cina. Pada Tahun Baru Cina, pihak pengurus Klenteng Boen Bio menampilkan barongsai secara rutin setiap tahunnya, dimana para pengunjung yang hadir dapat menyaksikan pertunjukkan tersebut tanpa harus membayar (something to see). Selain itu pada saat Cap Go Meh, para pengunjung juga dapat hadir dan ikut makan cap go meh bersama dengan para umat di Klenteng Boen Bio (something to do).

37 Universitas Kristen Petra

4.2.1.2. Aspek Keagamaan Para pengunjung yang berkunjung ke Klenteng Boen Bio dapat melihat bahwa para umat yang berdoa tidak sembahyang melalui patung-patung dewa yang seperti biasanya dilakukan di Klenteng-Klengteng lainnya, melainkan Klenteng Boen Bio sembahyang menggunakan sinci (papan arwah). Sinci yang ada di dalam Klenteng Boen Bio merupakan sinci dari Nabi Konghucu dan murid- murid Nabi Konghucu (something to see). Para pengunjung yang datang ke Klenteng Boen Bio juga bisa menyaksikan ritual keagamaan pada hari tertentu (something to see), dimana ritual keagamaan ini bisa disaksikan oleh para pengunjung non-konghucu, sedangkan para pengunjung yang beragama Konghucu mereka juga dapat ikut serta dalam upacara sembahyangan. (something to do). Ritual keagamaan terdiri dari : 1. Perayaan Imlek (Tahun Baru Cina) Tahun Baru Cina merupakan perayaan penting bagi orang Tionghoa. Perayaan Tahun Baru Cina dimulai di hari pertama bulan pertama di Penanggalan Tionghoa, dimana Tahun Baru Cina melambangkan permulaan, titik permulaan dalam nasib dan kehidupan. 2. Upacara sembahyang King Thi Kong Salah satu rangkaian upacara pada perayaan menyambut Sin Cia (Tahun Baru Imlek) yang berlangsung selama 15 hari dari tanggal 1-15 bulan 1 penanggalan Imlek. 3. Perayaan Tang Che adalah perayaan dalam bulan kesebelas. Perayaan memungut hasil dan tanda terima kasih atas hasil yang diperoleh selama setahun yang silam. 4. Hari lahir Nabi Konghucu (28 bulan 8 Imlek) 5. Hari Wafat Khonghucu (18 bulan 2 Imlek) Pada hari wafat konghucu Klenteng Boen Bio mengadakan sembayang rebutan. Dimana para umat Konghucu berdoa dan menyajikan makanan untuk yang telah wafat.

38 Universitas Kristen Petra

4.2.1.3. Aspek Ilmiah Para pengunjung yang berkunjung ke Klenteng Boen Bio dapat menambah ilmu pengetahuan mereka melalui pengelola yang ada di Klenteng. Penjelasan yang diberikan meliputi patung dan ornamen-ornamen yang menjadi ciri khas dari Klenteng Boen Bio (something to do dan something to see). Ornamen dan patung yang terdapat di Klenteng Boen Bio, yaitu : 1. Di Klenteng Boen Bio terdapat empat pilar naga dengan detail ornamen dan warna emas biru laut. Makna dari Naga ini adalah sebagai penolak roh jahat dan penjaga keseimbangan Hongsui. 2. Terdapat sepasang patung Ciok Sai di belakang pagar, arti dari patung tersebut adalah singa batu penjaga pintu masuk Klenteng dan penolak roh jahat yang seolah-olah mengawasi lalu lalang orang. Singa jantang biasanya berada di sebelah kiri dengan bola di kakinya, sedangkan yang di sebelah kanan adalah singa betina dengan anaknya. 3. Plakat yang bertuliskan Sen Diau Nan Cing (Berkumandang ke Selatan), asli pemberian Kaisar Cina, yang melambangkan penyebaran ajaran Konghucu ke bagian Selatan Cina. 4. Patung Konghucu. Konghucu bernama asli Zong Ni, lahir pada 27 Ba Yue (bulan 8) 551 Sebelum Masehi, yang kemudian dijadikan sebagai awal kalender Cina. Konghucu merupakan bungsu dari 11 bersaudara, 9 kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki yang memiliki cacat kaki. Ia menikah pada usia 19 tahun dan dikarunia seorang putera dan dua orang puteri. Konghucu pernah menjabat sebagai Walikota Zhong Dou dan Menteri Pekerjaaan Umum di Negeri Lu, serta Perdana Menteri merangkap Menteri Kehakiman. Jabatan itu ditinggalkannya ketika terjadi perbedaan antara dirinya dengan sang raja. Setelah peristiwa tersebut, Konghucu memutuskan untuk mengembara yang diikuti oleh murid- muridnya selama 13 tahun pada usianya yang ke 56 tahun. Menjelang akhir pengembaraan Yan Hui, murid terpandai yang diharapkan dapat menggantikannya, meninggal pada 482 SM. Kematian sang murid membuatnya sangat berduka. Khonghucu sendiri meninggal pada 18 Erl Lu (bulan dua) 479 SM.

39 Universitas Kristen Petra

5. Hiolo, dimana diletakkan di meja altar. Hiolo merupakan kain penutup yang terdapat sulaman binatang mitologi Cina yang disebut Kilin. Kilin memiliki badan rusa, berkepala naga, dengan surai dan ekor singa, yang bisa berjalan di atas air, dan memiliki sifat lembut, cerdas, bijak, berhati besar, menarik hati, serta berumur panjang. Konon Kilin menampakkan diri pada saat Khonghucu dilahirkan dan muncul kembali pada saat ia meninggal dunia.

4.2.1.4. Aspek Estetis Kondisi di dalam Klenteng Boen Bio masih dijaga dan dipelihara terbukti dari interior bangunan yang masih asli, keaslian arsitektur dan interior dari bangunan ini yang menjadi nilai estetis yang bisa disaksikan oleh para pengunjung (something to see). Keunikan arsitektur yang bisa dinikmati pengunjung didukung oleh kebersihan di Klenteng Bion Bio yang dikelola oleh pengurus Klenteng, sehingga para pengunjung yang berkunjung dapat merasa nyaman dengan suasana yang bersih dan rapi.

4.2.1.5. Aksesibilitas Klenteng Boen Bio terletak di jalan raya dan dapat dilalui dengan kendaraan pribadi, angkutan umum dan bis pariwisata. Namun, kondisi lalu lintas di sekitar Klenteng Boen Bio tidak beraturan, dikarenakan banyaknya becak- becak, angkutan umum yang suka berhenti mendadak. Pada hari Senin-Sabtu kondisi lalu lintasnya cukup padat dikarenakan di sekitar Klenteng Boen Bio merupakan kawasan perdagangan. Sedangkan pada hari Minggu, kondisi lalu lintas di Klenteng Boen Bio nyaman untuk dikunjungi, dikarenakan pada hari Minggu toko-toko disekitar Klenteng tutup. Oleh karena itu, para pengunjung yang akan berkunjung ke Klenteng Boen Bio yang menggunakan bis pariwisata sebaiknya berkunjung pada hari Minggu dengan konfirmasi terlebih dahulu dengan pihak pengurus Klenteng. Klenteng Boen Bio menyediakan lahan parkir di depan Klenteng, dimana lahan parkir tersebut cukup menampung sekitar 2 mobil, tetapi jika para pengunjung membawa mobil lebih dari 1 maka dapat menggunakan lahan parkir di sekitar Klenteng Boen Bio.

40 Universitas Kristen Petra

4.2.1.6. Sarana Penunjang Di dalam Klenteng Boen Bio tidak terdapat sarana penunjang seperti kantin dan toko souvenir. Oleh karena itu, jika para pengunjung yang ingin membeli makanan, maka mereka dapat membelinya di depot dan mini market di sekitar Klenteng.

4.2.2. Klenteng Hok An Kiong 4.2.2.1. Aspek Keunikan Klenteng Hok An Kiong yang berlokasi di Jalan Coklat No.2 mempunyai keunikan yang berupa sejarah, arsitektur dan atraksi yang dapat menarik para pengunjung untuk berkunjung (something to do). Klenteng Hok An Kiong adalah klenteng tertua di Surabaya yang didirikan pada tahun 1830 oleh Hok Kian Kong Tik, perkumpulan orang Tionghoa asal Hok Kian. Pada awalnya Klenteng ini berfungsi sebagai tempat menginap sementara bagi orang-orang yang baru datang dari Tiongkok. Namun seiring jalannya waktu, tempat ini berubah fungsi menjadi tempat ibadah. Klenteng Hok An Kiong memiliki dewa utama bernama Makco Poo yang didatangkan dari Tiongkok. Dewa Makco Poo adalah dewa yang dikenal mengusai tujuh samudera. Patung Dewa Makco Poo itu berdiri di pilar utama di samping pintu dan berada di antara 22 patung yang ada di dalam tempat sembayang, karena dipercayai menguasai tujuh Samudera. Patung Makco Poo selalu di bawa oleh masyarakat Tionghoa jika sedang berpergian melalui laut atau samudra, hal tersebut dilakukan agar perjalanan mereka senantiasa lancar dan selamat. Selain itu Patung Makco Poo juga digunakan untuk sembahyang serta keberadaan Makco Poo di Klenteng Coklat juga dipercaya membawa ketenteraman dan kemakmuran bagi warga sekitar. Keunikan di Klenteng Hok An kiong juga bisa dilihat dari arsitekturnya (something to see), dimana arsitekturnya masih asli dan dibangun oleh tukang- tukang yang didatangkan dari Tiongkok. Perlengkapan yang digunakan untuk membangun Klenteng ini juga didatangkan langsung dari Tiongkok. Konstruksi bangunan ini tidak menggunakan paku dan logam, melainkan menggunakan potongan bambu yang diruncingkan. Dari sisi arsitektur yang unik ini maka para pengunjung yang gemar fotografi dapat mengabadikan foto dari bangunan Klenteng Hok An Kiong (something to do).

41 Universitas Kristen Petra

Dari sisi atraksi, di dalam Klenteng Hok An Kiong tidak terdapat atraksi yang dapat ditampilkan untuk disaksikan oleh para pengunjung. Melainkan hal yang bisa di saksikan dan di lakukan oleh para pengunjung hanya pada saat Tahun Baru Cina dan Cap Go Meh. Pada saat Tahun Baru Cina Klenteng Hok An Kiong buka 24 jam dan terbuka untuk umum. Kegiatan yang biasa dilakukan yaitu pao cia terhadap sesama, dan kemudian mengadakan acara makan bersama dimana para pengunjung yang berkunjung juga dapat mengikutinya (something to do). Sedangkan pada saat Cap Go Meh, juga dirayakan dengan cara mengadakan makan bersama yang juga terbuka untuk siapa saja, termasuk para pengunjung yang berkunjung (something to do).

4.2.2.2. Aspek Keagamaan Di Klenteng Hok An Kiong, para pengunjung dapat melihat patung Makco yang merupakan tuan rumah Klenteng ini yang dipercaya dapat memberikan keselamatan bagi umat yang sembahyang kepada Makco. Selain itu di Klenteng ini juga memiliki patung Patung Hua Kong Hua Mu (patung permohonan jodoh dan permohonan meminta anak) yang dipercaya dapat memberikan jodoh dan memberikan anak bagi umat yang bersembahyang. Adapula patung The Cho Ong Posat (ahli kubur) dimana umat berdoa untuk mendoakan orang yang sudah meninggal agar diberikan pengampunan dan juga memberikan kesembuhan untuk orang yang sedang sakit. Patung Hua Kong Hua Mu dan patung The Cho Ong Posat hanya bisa ditemui di Klenteng Hok An Kiong. Selain itu, Klenteng Hok An Kiong terdapat banyak ritual keagamaan yang dapat diikuti oleh para pengunjung yang beragama Konghucu (something to do) dan juga dapat dilihat oleh para pengunjung yang non-Konghucu (something to see). Di Klenteng Hok An Kiong terdiri dari 23 kegiatan ritual yang diselenggarakan, antara lain upacara sembayang Toa Pek Kong turun, King Thi Kong, hari lahir nabi Lo Cu, kenaikan nabi Konghucu, hari lahir Thian Siang Sing Bu, hari lahir Ji Lay Hudcoh Wezak, hari lahir Kwan Ping, hari lahir Wi To Posat, Kwan Se im Posat dapat gelar Buddha, hari lahir nabi Konghucu, Kwan Kong, Kwan Se Im Posat , Toak Pek Kong naik/Sang Sin, dan malam Tahun Baru Imlek. Dari semua ritual agama tersebut, ritual yang paling meriah di Klenteng Hok An Kiong yaitu saat hari perayaan ulang tahun Makco. Ritual yang dilakukan adalah

42 Universitas Kristen Petra kirap agama dimana patung Makco diboyong keluar untuk dikelilingkan di sekitar klenteng untuk meminta berkat bagi masyarakat sekitar, selain kirap agama ini klenteng juga mengadakan acara makan bersama dan melelang barang-barang yang diberikan umat kepada Makco, barang-barang tersebut berupa perhiasan seperti kalung dan cincin. Kirap agama ini dapat disaksikan dan diikuti oleh para pengunjung baik yang beragama Konghucu maupun non-Konghucu (something to see dan something to see).

4.2.2.3. Aspek Ilmiah Para pengunjung yang berkunjung ke Klenteng Hok An Kiong dapat menambah ilmu pengetahuan mereka melalui juru kunci Klenteng. Penjelasan yang diberikan meliputi patung dan asal mula didirikannya Klenteng (something to do dan something to see).

4.2.2.4. Aspek Estetis Bangunan Klenteng Hok An Kiong masih asli dan kondisi lingkungan yang ada di dalam Klenteng Hok An Kiong juga terawat dan bersih. Kondisi yang terawat dan bersih didukung dengan adanya pengurus yang selalu memelihara kelestarian dan kebersihan Klenteng. Sedangkan kondisi lingkungan di sekitar Klenteng tidak beraturan dikarenakan di sekitar Klenteng merupakan daerah perdagangan dimana banyak mobil-mobil yang berlalu lalang dan parkir di pinggir-pinggir jalan di sekitar Klenteng.

4.2.2.5. Aksesibilitas Klenteng Hok An Kiong yang terletak di Jalan Coklat ini bisa dikunjungi para pengunjung dengan mini bis, kendaraann pribadi, maupun angkutan umum. Ukuran Jalan Coklat cukup lebar untuk dilalui dua jalur sehingga cukup memudahkan pengunjung yang membawa kendaraan pribadi untuk datang berkunjung ke Klenteng. Jika para pengunjung yang berkunjung dengan menggunakan kendaraan pribadi dengan jumlah lebih dari 3 atau menggunakan mini bis, maka para pengunjung akan kesulitan untuk mencari parkir. Walaupun di depan Klenteng terdapat lahan parkir yang cukup besar, namun jika di hari

43 Universitas Kristen Petra

Senin-Sabtu lahan parkir tersebut selalu penuh. Oleh karena itu, sebaiknya para pengunjung berkunjung pada hari Minggu.

4.2.2.6. Sarana Penunjang Di Klenteng Hok An Kiong terdapat sarana penunjang berupa souvenir seperti patung-patung para Dewa-Dewi, namun di Klenteng ini tidak dapat ditemukan kantin, oleh karena itu jika para pengunjung yang ingin membeli makanan mereka dapat membelinya di sekitar Klenteng yang jaraknya tidak jauh, cukup berjalan kaki sekitar kurang lebih 5 menit.

4.2.3. Klenteng Hong Thik Hian (Klenteng Dukuh) 4.2.3.1. Aspek Keunikan Klenteng Hong Thik Hian memiliki keunikan yang dapat menarik para pengunjung untuk berkunjung. Keunikan tersebut berupa sejarah, arsitektur serta atraksi. Para pengunjung yang ingin tahu mengenai sejarah dan arsitektur bangunan, mereka dapat mendengarkan sejarahnya sekaligus melihat arsitekturnya (something to do dan something to see). Awal berdirinya Klenteng Hong Thik Hian dibangun oleh tentara Tartar pada zaman Khu Bilai Khan pada awal pendirian Kerajaan , pada tahun kurang lebih 1899 dan mengalami pemugaran pada tahun 1949, dan selanjutnya diperluas lagi pada tahun 1961. Bangunan Klenteng ini terbuat dari beton yang bercorak Cina yang sejalan dengan makna Tridharma. Pada tahun 1983 Klenteng Hong Thik Hian pernah mengalami kebakaran dimana di dalam kebakaran ini terjadi mujizat, yaitu bangunan balok sebesar 40cm2 patah akibat kebakaran tersebut. Namun, altar pujaan dimana patung-patung (KIM SIN), Patung Dewa Kong Tik Tjun Ong (Kong Tjo) yang terbuat dari kayu, serta kertas sembahyang yang diletakkan sebagai ‘Alas untuk tempat duduk’ (KIM CWA) tidak terbakar. Termasuk dengan kertas jimat yang berwarna kuning (HU) bertuliskan kaligrafi berwarna hitam yang ditaruh di atas meja Kong Tjo juga tidak terbakar. Karena terjadi kebakaran, maka pada tahun 1983 juga dilakukan pemugaran. Selain dari sisi sejarah dan arsitektur, Klenteng Hong Thik Hian mempunyai atraksi yang dapat dilihat para pengunjung untuk berkunjung

44 Universitas Kristen Petra

(something to see). Atraksi tersebut berupa pertunjukkan Wayang Potehi. Pertunjukkan ini diadakan sebagai rasa bakti dan rasa syukur para umatnya, karena keinginannya telah terkabulkan. Wayang Potehi mempunyai makna cerita tentang mitos-mitos keagaaman Tridharma, contoh salah satu mitos yang pernah dipentaskan yaitu cerita Sun Go Kong. Bahasa yang digunakan adalah bahasa . Pertunjukkan ini dipentaskan setiap hari di Klenteng Hong Thik Hian sebanyak 3 kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore selama 2 jam lamanya untuk sekali pementasan.

4.2.3.2. Aspek Keagamaan Di Klenteng Hong Thik Hian terdapat ritual agama yang dapat dilihat oleh para pengunjung baik yang beragama Konghucu maupun non-Konghucu. Bagi pengunjung yang beragama Konghucu, mereka juga bisa ikut serta dalam melakukan upacara sembahyangan (something to do dan something to see). Ritual keaagaman di Klenteng Hong Thik Hian dilakukan berdasarkan penanggalan menurut bulan Cina, juga pada saat bulan Imlek tanggal 1 san 15 pada umumnya diadakan acara yang disebut hari ‘Sembahyang Tanggal’. Ada juga aktivitas rutin yang dilakukan pada Tahun Baru Cina dan ‘Sembahyang Rebutan’ (pada bulan 1 dan 7) diadakan pembagian beras, baju dan lain-lain dalam 2 kali setahun (something to see). Selain itu dilakukan upacara besar- besaran setiap 10 tahun sekali. Hal ini dapat dilakukan jika dapat persetujuan dari Pak Pui dan perijinan Sui Pui dari Dewa Kong Tik Tjun Ong (Kong Tjo). Perayaan ini diiringi dengan serangkaian upacara besar. Puncak acara ritualnya adalah ‘Kirap Agama’ dengan memboyong patung Dewa (Kong Tjo) dengan tandu untuk keliling kota, disertai dengan panji-panji, atribut-atribut keagamaan yang mempunyai nilai magis (Mujizat) dan tarian Leong (Barongsai) yang mempunyai arti untuk menghalau malapetaka, kemudian memohon berkah supaya mendatangkan kesejahteraan, kemakmuran dan kedamaian bagi masyarakat.

4.2.3.3. Aspek Ilmiah Di Klenteng Hong Thik Hian tidak terdapat on-site guide yang dapat menjelaskan mengenai asal mula bangunan.

45 Universitas Kristen Petra

4.2.3.4. Aspek Estetis Kondisi lingkungan di dalam Klenteng Hong Thik Hian terlihat bersih, namun kurang adanya pencahayaan yang memadai di Klenteng Hong Thik Hian.

4.2.3.5. Aksesibilitas Untuk mencapai Klenteng Hong Thik Hian tidaklah sulit jika diakses dengan kendaraan umum atau kendaraan pribadi, tetapi jika diakses dengan menggunakan bis pariwisata akan kesulitan dikarenakan tempat parkir yang terbatas. Oleh karena itu, jika ada para pengunjung yang berkunjung ke Klenteng Hong Thik Hian dengan menggunakan bis maka disarankan agar diparkir di jalan raya Kembang Jepun. Jarak antara jalan Kembang Jepun tidak jauh hanya memakan waktu kurang lebih 5 menit dengan jalan kaki.

4.2.3.6. Sarana Penunjang Para pengunjung yang berkunjung di Klenteng Hong Thik Hian akan sulit untuk menemukan kantin dan toko souvenir di dalam Klenteng. Barang-barang yang dijual di Klenteng Hong Thik Hian adalah alat-alat sembahyang seperti Hio besar, Hio kecil, lilin, minyak sembahyang, kertas sembahyang dan lain-lain. Jika para pengunjung ingin membeli makanan dan souvenir, maka mereka dapat membelinya di Kembang Jepun, dimana jarak antara Kembang Jepun dan Klenteng Hong Thik Hian tidak jauh, hanya memakan waktu sekitar kurang lebih 5 menit.

4.2.4. Rumah Abu Han 4.2.4.1. Aspek Keunikan Rumah Abu Han memiliki keunikan yang dapat menarik para pengunjung untuk berkunjung, Rumah Abu Han bisa dikunjungi oleh para pengunjung, namun diharuskan untuk ijin terlebih dahulu kepada pihak pengurus Rumah Abu. Rumah Abu Han bisa menampung sekitar 30 orang. Keunikan yang dimiliki Rumah Abu Han berupa sejarah dan arsitektur. Para pengunjung yang berkunjung di Rumah Abu Han, dapat mendengarkan sejarah awal mula berdirinya Rumah Abu Han yang diceritakan oleh juru kunci

46 Universitas Kristen Petra setempat (something to do). Awal mulanya Rumah Abu Han di Surabaya diawali dengan kedatangan Han Siong Kong ke Indonesia pada tahun 1673. Salah satu keturunannya Han Bwee Koo keturunan ke-6 keluarga Han, pada abad ke-18 yang datang ke Surabaya dan diangkat menjadi Kapiten der Chineesen yaitu wakil pemerintah kolonial Belanda untuk menjadi pemimpin orang-orang Cina di Surabaya. Ia mendirikan rumah di Chineesen Voorstraat atau Pecinan Kulon yang sekarang bernama jalan Karet. Rumah tinggal inilah yang kemudian mencapai generasi ke-10. Rumah abu merupakan bangunan yang didirikan oleh keluarga semarga dan digunakan sebagai rumah sembahyang untuk menghormati leluhur. Walaupun disebut rumah abu, namun sebenarnya di dalam rumah ini tidak tersimpan abu, melainkan terdapat sinci (papan arwah). Kebanyakan generasi yang baru tidak mau menempati rumah tinggal ini sehingga akhirnya dipakai sebagai rumah sembahyang oleh keturunan Han pada waktu-waktu tertentu. Meskipun rumah ini sudah tidak digunakan untuk rumah tinggal, beberapa generasi Han masih tetap mengurus dan memeliharanya. Sampai saat ini rumah abu yang tepatnya berada di Jalan Karet 72 masih dalam kondisi utuh dan terpelihara dengan baik, masih tetap dipakai untuk tempat sembahyang untuk menghormati leluhur dan menjadi tempat berkumpulnya seluruh anggota keluarga Han pada acara-acara hari peringatan tertentu. Selain dari sisi sejarahnya, arsitektur Rumah Abu Han juga memiliki keunikan karena bangunan ini merupakan kombinasi antara bangunan yang masih asli serta perabot Rumah Abu Han dimana perabot tersebut masih asli, dan melihat kayu-kayu simbolis yang disebut sinci (papan arwah) dimana sinci tersebut bertuliskan nama-nama leluhur marga keluarga Han yang telah meninggal. Selain itu para pengunjung yang berkunjung juga dapat melihat lukisan yang bergambar Han Bwee Koo dan istrinya, serta gambar silsilah keluarga Han (something to see). Dari keunikan arsitektur serta interior di dalam Rumah Abu Han ini, dapat dijadikan sebagai kegiatan fotografi bagi para pengunjung yang memiliki motivasi wisata, sightseeing (something to do dan something to see).

47 Universitas Kristen Petra

4.2.4.2. Aspek Keagamaan Para pengunjung yang berkunjung ke Rumah Abu Han tidak dapat melihat keluarga Han sembahyang kepada leluhur mereka karena ritual ini tertutup untuk umum dan hanya bisa dihadiri oleh keturunan keluarga Han. Ritual agama yang dilakukan oleh keluarga Han dilakukan setiap tanggal 1 bulan 1 dilakukan Cia Gwee Che It yang merupkan Bai Nian, yaitu mengucapkan Selamat Tahun Baru. Ritual lain yang diadakan adalah pada saat malam Tahun Baru Cina, dimana pada saat itu para keluarga berkumpul dan sembahyang untuk menghormati para leluhur mereka. Pada saat Tahun Baru Cina keluarga menyajikan hidangan yang terdiri dari buah-buahan (seperti pisang, apel, jeruk, rambutan), makanan basah (seperti ayam, kepiting, ikan, babi, bebek), kue basah (seperti , roti mangkok, dan kue thok) dan minuman putao chee chiew, sejenis anggur rendah alkohol. Selain itu yang wajib disajikan adalah tebu yang merupakan simbol manis-manis. Supaya di tahun yang baru ini semua keluarga diberikan rezeki dan kehidupan yang manis. Disamping merayakan Tahun Baru Cina, para keluarga biasanya juga menggunakan Rumah Abu Han pada saat Sembahyang Rebutan dan Ceng Bing.

4.2.4.3. Aspek Ilmiah Di dalam Rumah Abu Han terdapat ukir-ukiran dan lukisan dimana mempunyai sebuah makna yang akan dijelaskan oleh juru kunci setempat. Makna- makna ini dapat memberikan pengetahuan bagi para pengunjung yang berkunjung dengan motivasi untuk mendapatkan pendidikan (something to do dan something to see). Ukiran-ukiran dan lukisan yang dapat dilihat, yaitu : 1. Ukiran bentuk kepala singa yang diyakini sebagai penjaga rumah. 2. Lukisan Han Bwee Ko dan istrinya, dimana di bagian bawah lukisan tersebut terdapat ukiran tempat arak, pedang dan koin yang dibawa oleh Han Bwee Ko. Ketiga benda tersebut ada hubungannya dengan 8 keabadian,yaitu 8 dewa yang konon katanya manusia di anggap menjadi dewa dan diantara 8 dewa tersebut ada yang membawa koin, tempat arak dan pedang. Selain itu, benda-benda tersebut diyakini

48 Universitas Kristen Petra

akan membawa kebaikan atau berkah bagi orang yang memakainya atau dijadikan hiasan rumah. 3. Ukiran bentuk Naga disekitar altar dimana ukiran Naga ini dipercayai sebagai alat transportasi ke Surga. 4. Sinci yang bertuliskan nama keluarga Han yang sudah meninggal. Lemari yang berisi sinci hanya dibuka pada saat sembayangan atau saat tertentu saja jika diperlukan.

4.2.4.4. Aspek Estetis Bangunan dari Rumah Abu Han masih asli dan masih terawat, walaupun kebersihannya tidak teralu dijaga dengan baik, hal tersebut dapat dilihat dari meja, kursi-kursi dan lukisan yang agak berdebu.

4.2.4.5. Aksesibilitas Rumah Abu Han terletak di Jalan Karet 72, dimana jalan ini terletak di jalan raya sehingga para pengunjung yang mau berkunjung ke Rumah Abu Han bisa menggunakan kendaraan pribadi, angkutan umum dan mini bis, namun di Rumah Abu Han memiliki keterbatasan lahan parkir dimana kendaraan hanya dapat di parkir di sepanjang badan jalan.

4.2.4.6. Sarana Penunjang Di Rumah Abu Han tidak menyediakan toko souvenir maupun kantin bagi para pengunjung yang berkunjung, akan tetapi di sekitar Rumah Abu Han tersedia rumah makan yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki kurang lebih 5 menit.

4.2.5. Rumah Abu The 4.2.5.1. Aspek Keunikan Rumah Abu The mempunyai keunikan yang dapat dilihat dari sejarah dan arsitekturnya, namun Rumah Abu The tidak dapat dikunjungi bagi semua pengunjung, pengelolah hanya memberikan ijin bagi para pengunjung yang memiliki motivasi pendidikan dimana ketika para pengunjung datang berkunjung,

49 Universitas Kristen Petra para pengunjung benar-benar ingin mengerti sejarah dan makna-makna arsitektur yang ada di dalamnya. Awal mula berdirinya Rumah Abu The sekitar 125 tahun silam. Rumah ini merupakan rumah kediaman Mayor The Goan Tjing. The Goan Tjing adalah mayor Tionghoa (Major Dee Chineezen) pemimpin tertinggi masyarakat Tionghoa yang diangkat oleh Belanda. Hal ini yang menjadikan keluarga The menjadi keluarga Tionghoa yang terkemuka di Surabaya. Namun setelah Mayor The Goan Tjing meninggal, ke empat anaknya memutuskan untuk mengesahkan rumah ini sebagai rumah abu. Ke empat anak mayor The Goan Tjing ini berharap dengan dijadikan rumah ini sebagai rumah abu, anak, cucu dan keturunan mereka selalu ingat kepada para leluhur mereka (something to do). Selain mendengarkan asal mula berdirinya bangunan ini, keunikan juga dapat dilihat dari kondisi fisik bangunan yaitu arsitektur bangunan yang masih asli. Selain itu juga beberapa foto-foto para leluhur keluarga The dan juga ukiran surat wasiat peninggalan dari ke empat anak Major The Goan Tjing, yang mengatakan bahwa mereka meninggalkan sebuah rumah keluarga dan juga Tjo- tjhoe (tempat meletakkan sinci) sehingga para anak, cucu, dan keturunannya selalu ingat kepada para leluhur mereka. Benda-benda peninggalan yang ada di dalam Rumah Abu The ini masih asli sehingga memiliki keunikan dan dapat dijadikan bagi para pengunjung yang memiliki motivasi sightseeing sebagai kegiatan fotografi (something to do dan something to see).

4.2.5.2. Aspek Keagamaan Para pengunjung yang berkunjung ke Rumah Abu The tidak dapat melihat cara anggota keluarga The berdoa, hal tersebut disebabkan karena Rumah Abu The hanya digunakan untuk Keluarga The. Di dalam Rumah Abu The terdapat altar sembahyang yang berupa sinci, dimana sinci tersebut bertuliskan nama para leluhur keluarga The. Keluarga The hanya sembahyang pada saat Tahun Baru Cina, Sembahyang Rebutan dan Ceng Bing. Pada saat Imlek keluarga berkumpul dan sembahyang bersama untuk menghormati leluhur mereka. Selain itu mereka juga menyediakan hidangan buah-buahan (pisang, apel, jeruk, rambutan),

50 Universitas Kristen Petra makanan basah (ayam, kepiting, ikan, babi, bebek), dan kue basah (wajik, roti mangkok, nian gao dan kue thok).

4.2.5.3. Aspek Ilmiah Rumah Abu The tidak memiliki on-site guide, seperti pengelolah dan juru kunci yang dapat menjelaskan dilokasi. Para pengunjung yang ingin menambah pengetahuannya dapat dijelaskan oleh guide dari luar yang sudah mengerti mengenai sejarah dan makna-makna lukisan yang terdapat di Rumah Abu The. Di rumah abu The terdapat banyak ukiran yang mempunyai makna. Selain itu juga terdapat sinci dan foto silsilah keluarga The. (something to do dan something to see). • Sinci (papan arwah) Didalam sinci tidak terdapat abu jenazah, namun abu yang disimpan adalah abu bakaran Hio, dimana sinci tersebut bertuliskan nama keluarga The yang sudah meninggal. Lemari yang berisi sinci hanya di buka pada saat sembahyangan atau saat tertentu saja jika diperlukan. • Surat Wasiat Didalam rumah abu The terdapat sebuah ukiran bertuliskan surat wasiat dari ke empat anak Mayor The Goan Tjing, yang berisi “Sebuah keluarga mempunyai Tjo-tjhoe atau Soe-theng, yaitu tempat pemujaan dan sembahyangan kepada leluhur kita, agar anak-cucu kita jangan sampai lupa pada leluhurnya sendiri. Oleh karena itu, kami berempat dengan satu hati dan daya mengumpulkan dana mendirikan untuk ayah kami almarhum, yaitu mayor orang Tionghoa di Surabaya, The Sie Siauw Yang, sebuah tjo-tjhoe, supaya semua anak cucu dan keturunannya, beratus keturunan, meneruskan pemujaan pada leluhur agar jangan sampai putus” (something to do dan something to see).

4.2.5.4. Aspek Estetis Bangunan Rumah Abu The masih asli beberapa interior seperti lukisan, papan surat wasiat masih tertempel di dinding-dindingnya (something to see). Kebersihan Rumah Abu The masih terjaga dengan baik, dikarenakan ada penjaga

51 Universitas Kristen Petra yang membersihkan Rumah Abu The setiap hari, sehingga para pengunjung yang berkunjung dapat merasa nyaman ketika berkunjung ke Rumah Abu The.

4.2.5.5. Aksesibilitas Rumah keluarga The ini terletak di Jalan Karet, dan Jalan Karet memiliki lebar jalan yang cukup lebar untuk dilalui 2 kendaraan beroda empat. Sehingga akses untuk masuk ke Rumah Abu The cukup mudah, akan tetapi lahan parkir yang disediakan cukup minim karena kendaraan hanya dapat di parkir di sepanjang jalan. Rumah Abu The dapat dikunjungi setiap hari, namun karena kawasan Pecinan merupakan area perdagangan sehingga pada hari Senin-Sabtu di jam kerja akses menuju Rumah Abu The agak padat dengan kendaraan yang berlalu-lalang.

4.2.5.6. Sarana Penunjang Para pengunjung yang berkunjung di Rumah Abu The tidak dapat membeli souvenir untuk di bawa pulang sebagai oleh-oleh, dikarenakan di Rumah Abu The tidak ada fasilitas untuk belanja bagi para pengunjung, akan tetapi di sekitar Rumah Abu The tersedia rumah makan yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki kurang lebih 5 menit.

4.2.6. Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan 4.2.6.1. Aspek Keunikan Keunikan Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan ini dapat dilihat dari sisi sejarah dan arsiterturnya. Sejarah asal mula berdirinya perkumpulan ini dapat diceritakan oleh pengurus perkumpulan ini (something to do). Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan ini didirikan pada tahun 1820, pada awalnya bangunan ini merupakan tanah kosong yang terletak di depan kuburan yang sekarang berubah menjadi Pasar Bong. Saat Cheng Bing banyak orang berdatangan untuk berdoa kepada para leluhurnya di kuburan tersebut, karena sembahyang Cheng Bing jatuh pada musim hujan sehingga banyak orang yang kehujanan. Namun saat itu ada seseorang yang bernama Pak Peng yang memiliki tanah di daerah tersebut dan Pak Peng menyumbangkan tanahnya sebagai tempat berteduh. Oleh masyarakat

52 Universitas Kristen Petra sekitar, tanah tersebut dibangun sedikit demi sedikit awalnya sebagai tempat berteduh hingga menjadi tempat perkumpulan bagi orang Kwang Tong. Perkumpulan ini didominasi oleh penduduk dari 3 kabupaten di Cina, yaitu Kabupaten Hui Tjiu, Tiauw Tjiu, dan Ka. Sehingga nama perkumpulan ini pun dinamai sesuai dengan tempat asal para anggota perkumpulan yaitu Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan (something to do). Selain mendengarkan sejarah, para pengunjung juga dapat melihat arsitektur bangunan yang masih asli, serta ada sebuah ukiran yang berisi nama- nama orang yang menyumbangkan uangnya untuk pembangunan tempat perkumpulan ini (something to see). Di Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan terdapat permaianan skak Cina yang dimainkan oleh para anggota perkumpulan maupun para pengunjung yang berkunjung. Permainan skak Cina di mainkan setiap hari Rabu dan Sabtu (something to do). Selain itu perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan sering mengadakan acara makan bersama yang diadakan saat momen tertentu seperti Tahun Baru Cina. Masakan yang disajikan dimasak oleh para anggota wanita. Makanan yang disajikan berupa makanan khas orang Hakka seperti goreng, , ayam putih, dan sop hiwan. Pada saat momen ini diadakan para pengunjung dapat berkunjung untuk turut serta dalam acara ini. Selain saat Tahun Baru Cina, jika para pengunjung ingin melihat demo masakan khas orang Hakka bisa ijin terlebih dahulu kepada pihak pengurus. (something to do).

4.2.6.2. Aspek Keagamaan Perkumpulam ini memliki altar sembahyang berisi satu buah sinci yang bertulisan ‘leluhur’. Hal tersebut disebabkan karena perkumpulan ini memiliki anggota yang didominasi oleh masyarakat Hui, Tiauw, dan Ka oleh sebab itu sinci hanya bertuliskan ‘leluhur’ karena mereka memiliki leluhur yang berbeda-beda sehingga disatukan dengan satu sinci.

4.2.6.3. Aspek Ilmiah Para pengunjung yang berkunjung bisa melihat dan belajar mengenai makna arsitektur serta kegiatan yang dilakukan di dalam perkumpulan ini dan

53 Universitas Kristen Petra penjelasan tersebut dapat diberikan oleh pengelolah perkumpulan (something to do dan something to see). Beberapa benda-benda yang memiliki makna yaitu : a. Ukir-ukiran di kiri dan kanan pintu yang bertuliskan doa dan harapan kepada leluhur. b. Pintu masuk yang dipasang kaca yang mempunyai arti pengusir roh- roh yang tidak baik. c. Ukir-ukiran yang berada di dalam tempat sembahyang yang berisikan nama-nama orang yang menyumbang untuk pembangunan perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan di masa lampau.

4.2.6.4. Aspek Estetis Kondisi bangunan Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan masih asli dan cukup bersih. Hal itu dikarenakan ada pihak pengelolah yang selalu merawatnya. Sedangkan lingkungan di sekitar Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan sangat padat dan tidak beraturan karena perkumpulan ini terletak di area perdangangan.

4.2.6.5. Aksesibilitas Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan yang terletak di Jalan Slompretan no.58 memiliki akses yang cukup mudah dijangkau oleh kendaaran umum (seperti becak, angkutan umum), kendaraan pribadi. Namun karena kondisi jalan yang agak sempit sehingga mini bis susah untuk masuk ke daerah ini. Lahan parkir Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan juga tidak memadahi, sehingga jika para pengunjung yang membawa kendaaran pribadi maupun mini bis bisa diparkir di seberang Kelenteng Hok An Kiong dan berjalan menuju Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan sekitar 2 menit dengan jalan kaki.

4.2.6.6. Sarana Penunjang Di dalam Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan tidak ada toko souvenir dan kantin untuk para pengunjung, sehingga jika para pengunjung yang berkunjung yang ingin membeli makanan dapat membelinya di daerah Jalan Coklat yang berjarak sekitar 2 menit.

54 Universitas Kristen Petra

4.2.7. Toko Kue dan Mie Kimling 4.2.7.1. Aspek Keunikan Toko Kue dan Mie Kimling sudah berdiri sejak tahun 1925 yang didirikan oleh Kwan Ping. Pada awalnya toko dan pabrik mie kimling berada di jalan sambongan gang 3 / 27 dan saat ini sudah pindah ke jalan waspada dan yang di sambongan dijadikan pabrik. Toko Kue dan Mie Kimling menjual bermacam- macam jenis mie, mulai dari sampai dengan mie basah. Selain mie, toko ini juga menjual pia dengan berbagai rasa, seperti kacang hijau, kacang hitam, keju, coklat, dan babi. Ketika ada event-event besar toko ini juga menyediakan menu tambahan, seperti saat imlek menjual kue ranjang dan ketika festival kue bulan menjual tong chu pia (something to do).

4.2.7.2. Aspek Keagamaan Didalam toko kue dan mie Kimling tidak terdapat aspek keagamaan dikarenakan tempat ini merupakan sebuah toko.

4.2.7.3. Aspek Ilmiah Beberapa makanan khas yang dijual di Toko Kue dan Mie Kimling mempunyai makna tertentu, yang dapat dijelaskan oleh guide dari luar. Hal tersebut disebabkan tidak ada orang yang menjelaskan mengenai makna makanan khas Tionghoa di toko tersebut (something to do). Makanan khas yang dijual mempunyai makna masing-masing yang merupakan budaya khas masyarakat orang Tionghoa, yaitu : • Kue bulan adalah penganan tradisional Tionghoa yang menjadi sajian wajib pada perayaan Festival Musim Gugur setiap tahunnya. Kue bulan tradisional pada dasarnya berbentuk bulat, melambangkan kebulatan dan keutuhan. Namun seiring perkembangan zaman, bentuk-bentuk lainnya muncul menambah variasi kue bulan. Kue bulan bermula dari penganan sesajian pada persembahan dan penghormatan pada leluhur di musim gugur, yang biasanya merupakan masa panen yang dianggap penting dalam kebudayaan Tionghoa yang berbasis agrikultural. Perkembangan

55 Universitas Kristen Petra

zaman menjadikan kue bulan berevolusi dari sesajian khusus pertengahan musim gugur kepada penganan dan hadiah namun tetap terkait pada perayaan festival musim gugur tadi. • Kue keranjang disebut juga sebagai Nian Gao yang mendapat nama dari wadah cetaknya yang berbentuk keranjang. Kue ini merupakan salah satu kue khas atau wajib perayaan tahun baru Imlek. Kue keranjang ini mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, enam hari menjelang tahun baru Imlek, dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek. Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh (malam ke-15 setelah Imlek). Dipercaya pada awalnya, kue ini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa Tungku agar membawa laporan yang menyenangkan kepada raja Surga. Selain itu, bentuknya yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang. • Mie adalah simbol kehidupan yang panjang. Oleh karena itu, mie secara tradisional sering disajikan pada acara ulang tahun dan saat Tahun Baru Cina sebagai lambang umur panjang.

4.2.7.4. Aspek Estetis Bangunan Toko Kue dan Mie Kimling berbentuk ruko dan memiliki kebersihan yang baik.

4.2.7.5. Aksesibilitas Akses menuju Toko Kue dan Mie Kimling ini cukup mudah karena dapat diakses oleh kendaraan roda empat maupun bis. Namun toko ini memiliki keterbatasan lahan parkir yang hanya ada di sepanjang badan jalan. Namun karena letak toko ada di seberang Pasar Atom, akses parkir dapat diatasi dengan kendaraan yang dapat diparkirkan di Pasar Atom.

56 Universitas Kristen Petra

57 Universitas Kristen Petra

58 Universitas Kristen Petra

59 Universitas Kristen Petra

60 Universitas Kristen Petra

61 Universitas Kristen Petra

62 Universitas Kristen Petra

Untuk mengetahui tingkat potensi dari objek wisata yang ada di Kawasan Pecinan, maka diperlukan indikator-indikator untuk menentukkan apakah objek wisata ini termasuk dalam kategori potensi rendah, sedang atau tinggi. Oleh karena itu, dilakukan perhitungan sebagai berikut:

a - b K = n

31 - 12 K = 3 K = 6

Total Skor Potensi 12 – 18 Rendah 19 – 25 Sedang 26 – 32 Tinggi

63 Universitas Kristen Petra

Hasil indikator potensi : Potensi Tinggi Nama Objek Skor Klenteng Boen Bio 28 Klenteng Hok An Kiong 28 Klenteng Hong Thik Hian 27

Potensi Sedang Nama Objek Skor Rumah Abu Han 24 Rumah Abu The 23 Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan 25

64 Universitas Kristen Petra

4.4. Pembahasan

Berdasarkan teknik analisis kualitatif eksploratif dan teknik analisis kuantitaf deskriptif yang menggunakan hasil skoring yang sudah dihitung di bab 4.3, dapat disimpulkan bahwa objek wisata yang memiliki potensi tinggi yaitu Klenteng Boen Bio, Klenteng Hok An Kiong dan Klenteng Hong Thik Hian. Ketiga objek ini memiliki kelebihan di variabel yang berbeda-beda. a. Klenteng Boen Bio Hasil tabel skoring menunjukan Klenteng Boen Bio memiliki potensi tinggi yang dilihat dari aspek keunikan, yaitu Barongsai yang ditampilkan pada saat even-even tertentu. Sedangkan dari hasil teknik kualitatif hasil potensi tinggi tidak hanya terdapat aspek keunikan, melainkan juga aspek keagamaan dimana para umat di Klenteng Boen Bio sembahyang menggunakan sinci, dimana sinci tersebut bertuliskan nama Nabi Konghucu. Selain itu, juga didukung dari aspek ilmiah dimana di Klenteng Boen Bio mempunyai pengurus yang dapat menjelaskan tentang sejarah dan arsitektur Klenteng. Dari sisi aspek estetis Klenteng Boen juga memiliki bangunan yang masih terpelihara, terbukti dari arsitektur dan interior bangunan yang masih asli. b. Klenteng Hok An Kiong Dari hasil tabel skoring potensi tinggi yang dimiliki oleh Klenteng Hok An Kiong berdasarkan aksesibilitas dimana Klenteng ini memiliki lahan parkir yang bisa menampung kendaraan para pengunjung walapun Klenteng Hok An Kiong tidak mempunyai pertunjukkan seni. Akan tetapi potensi tinggi ini tidak berdasarkan aksesibilitas yang dimiliki, namun juga berdasarkan aspek keunikan dimana Klenteng Hok An Kiong merupakan Klenteng pertama dan tertua di Surabaya dan didukung dengan arsitektur bangunan yang masih asli dan terpelihara dengan baik. c. Klenteng Hong Thik Hian Hasil skoring Klenteng Hong Thik Hian menunjukkan memiliki potensi tinggi dari sisi aspek keunikan, karena di dalam Klenteng Hong Thik Hian dapat menampilkan pertunjukkan wayang potehi secara rutin, akan tetapi

65 Universitas Kristen Petra

kelemahan dari klenteng ini tidak memiliki on-site guide yang dapat menjelaskan mengenai sejarah dan arsitektur bangunan.

Dari hasil skoring yang sudah dihitung beberapa objek juga memiliki potensi sedang. Objek-objek tersebut yaitu : a. Rumah Abu Han Dari hasil skoring Rumah Abu Han tergolong potensi sedang dikarenakan para pengunjung yang berkunjung ke Rumah Abu tidak dapat melihat dan mengikuti festival yang dirayakan di Rumah Abu Han. Melainkan Rumah Abu Han mempunyai daya tarik yang dapat menarik pengunjung melalui sejarah dan arsitektur bangunan yang masih asli. Menurut penulis dan hasil wawancara dengan pengelolah Rumah Abu The, bangunan seperti Rumah Abu sudah jarang ditemukan di Indonesia, sehingga bangunan ini merupakan bangunan yang langka sehingga menarik untuk dikunjungi. b. Rumah Abu The Hasil yang skoring Rumah Abu The termasuk potensi sedang dikarenakan para pengunjung yang ingin berkunjung ke Rumah Abu The harus meminta ijin terlebih dahulu kepada pihak penglola dan para pengunjung yang diijinkan untuk datang hanya 2-3 orang yang bermotivasi edukasi untuk mempelajari tentang ornamen-ornamen dan cerita sejarah Rumah Abu The. Menurut penulis dan hasil wawancara dengan pengelolah Rumah Abu The, bangunan seperti Rumah Abu sudah jarang ditemukan di Indonesia, sehingga bangunan ini merupakan bangunan yang langka sehingga menarik untuk dikunjungi c. Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan Dari hasil skoring Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan memiliki potensi sedang, disebabkan karena tingkat aksesibilitas yang rendah karena tidak ada lahan parkir serta jalannya sempit. Akan tetapi dari segi kualitatif perkumpulan ini memiliki keunggulan dari aspek keunikan yang meliputi arsitektur bangunan yang sudah berumur 192 tahun dan masih asli. Toko kue dan mie Kimling tidak dihitung menggunakan tabel skoring dikarenakan Toko kue dan mie Kimling merupakan bagian dari sarana penunjang.

66 Universitas Kristen Petra

Penulis melihat bahwa objek-objek yang bisa dikunjungi sewaktu-waktu yaitu terdiri dari Klenteng Boen Bio, Klenteng Hok An Kiong, Klenteng Hong Thik Hian, Perkumpulan Hwie Tiauw Ka Hwee Kwan dan Toko Kue & Mie Kimling, akan tetapi jika objek-objek tersebut dikunjungi dalam jumlah banyak (sekitar lebih dari 10 orang) diharapkan untuk konfirmasi terlebih dahulu kepada pihak pengelola objek-objek tersebut. Sedangkan untuk Rumah Abu Han pengunjung tetap bisa mengunjungi tetapi harus meminta ijin kepada pihak pengelola Rumah Abu Han kurang lebih 1 minggu sebelumnya, untuk jumlah pengunjung yang banyak (lebih dari 15 orang) juga harus meminta ijin 1 bulan sebelumnya. Untuk Rumah Abu The cukup sulit untuk dijadikan objek wisata budaya di kawasan Pecinan Surabaya karena pengelolah Rumah Abu The hanya mengijinkan para pengunjung dengan motivasi wisata edukasi dengan jumlah sedikit (2-3 orang) sehingga tidak dapat dikunjungi oleh para pengunjung secara umum.

Dari potensi-potensi yang sudah didapat, penulis membuat paket wisata sesuai dengan motivasi wisatawan dimana target market paket wisata adalah orang-orang yang tertarik mengenai budaya khususnya budaya Tionghoa. Dalam paket wisata ini, penulis memasukkan semua objek yang sudah diteliti yang memiliki potensi serta diijinkan oleh pengurus untuk dijadikan objek wisata akan dimasukkan dalam paket wisata, karena semua objek tersebut memiliki keunikan tersendiri. Dari objek-objek yang dimasukkan ke dalam paket wisata, penulis mengisi kegiatan wisata dengan tema-tema budaya Tionghoa, seperti melihat pertunjukan wayang potehi, demo pembuatan makanan tradisional masyarakat Tionghoa seperti ronde, misua, dan bakcang, serta diceritakan mengenai filosofi makanan khas Tionghoa. Selain mendengar cerita mengenai makanan khas Tionghoa, pengunjung juga diceritakan mengenai sejarah bangunan di tiap-tiap objek, serta mendengar cerita mengenai hari besar masyarakat Tionghoa, seperti asal mula Chingbing, Imlek, perayaan kue bulan dan sebagainya. Kegiatan wisata ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai tradisi masyarakat Tionghoa.

67 Universitas Kristen Petra