library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATEGORI DAN EKSPRESI BAHASA JAWA

YANG TERDAPAT DI PASAR NGUTER KABUPATEN

SUKOHARJO

(KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

DIAN AULIA RAHMA FAUZIAH

B0115016

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATEGORI DAN EKSPRESI BAHASA JAWA

YANG TERDAPAT DI PASAR NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

(KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

Disusun Oleh

DIAN AULIA RAHMA FAUZIAH B0115016

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Prof. Dr. H. Wakit A Rais, M. Hum.

NIP 196004011987031002

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Dr. H. Supana, M. Hum. NIP 196405061989031001

ii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATEGORI DAN EKSPRESI BAHASA JAWA

YANG TERDAPAT DI PASAR NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

(KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

Disusun oleh

DIAN AULIA RAHMA FAUZIAH B0115016

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal, 2019

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dr. H. Supana, M.Hum. …………..... NIP 196405061989031001 Sekretaris Drs. Sri Supiyarno, M.A......

NIP 195605061981031001

Pembahas Drs. Sujono, M.Hum ...... NIP 195504041983031002

Penguji Prof. Dr. H. Wakit A Rais, M.Hum .…………….

NIP 196004011987031002

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Warto, M.Hum. NIP 196109251986031001

iii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Nama : Dian Aulia Rahma Fauziah

NIM : B0115016

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Kategori Kategori Dan Ekspresi Bahasa Jawa Yang Terdapat Di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo (Kajian Etnolinguistik) betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 13 Mei 2019 Yang membuat pernyataan,

Dian Aulia Rahma Fauziah

iv library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar

kesanggupannya.” (QS Al Baqarah: 186)

”Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”(QS Al Insyirah: 5)

Bekerja keras dan berbuat baiklah. Hal luar biasa akan terjadi. (Conan O’ Brien)

Sing sapa nandur bakal ngundhuh „Siapa yang menanam akan menuai‟ (Pitutur Jawa)

v library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan hasil karya sederhana ini untuk:

Ayahanda dan Ibundaku tercinta yang telah merawat, membesarkan,

mendidik dan mengorbankan segala yang beliau punya untukku tanpa terkecuali

sehingga dapat mengantarkanku menuju pintu kesuksesan di dunia maupun di

akhirat kelak.

Bapak dan Ibu guruku dari tingkat dasar sampai menengah atas serta

Bapak dan Ibu dosenku yang telah dengan sabar memberikan ilmunya yang sangat

bermanfaat bagiku untuk bekalku di dunia dan akhirat.

Almamaterku tercinta yaitu Universitas Sebelas Maret pada umunya dan

Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa pada khususnya.

\

vi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang

Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga skripsi yang

berjudul Kategori dan Ekspresi Bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo (Kajian Etnolinguistik) ini dapat disusun oleh penulis

dengan baik serta dapat selesai dengan tepat waktu.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi

gelar sarjana sastra Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari tanpa adanya bantuan dari

beberapa pihak. skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan lancar

dan baik. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan

kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada:

1. Prof. Dr. Warto, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Sebelas

Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. H. Supana, M.Hum. selaku kepala Program Studi Sastra Daerah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberi pengarahan yang sangat berharga sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

3. Prof. Dr. H. Wakit Abdullah Rais, M.Hum selaku Pembimbing skripsi

yang dengan sabar dan penuh kasih sayang membimbing penulis dan

vii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. memberikan jalan keluar atas segala permasalahan yang berhubungan

dengan skripsi ini.

5. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum selaku Pembimbing Akademik yang

telah membimbing penulis selama delapan semester kuliah di Program

Studi Sastra Jawa dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

6. Drs. Sri Supiyarno, M.Hum selaku ketua Bidang Linguistik yang telah

membimbing para mahasiswa bidang Linguistik dalam mendapatkan

Pembimbing Skripsi.

7. Semua informan yang telah berkenan memberikan informasi sehingga

mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ananda Betha Nur Salsabilla, satu-satunya adik perempuanku yang sangat

aku cintai. Terimakasih selalu mendukung dan mau bekerja sama

membuat Bapak dan Ibu bangga.

9. Teman-temanku Program Studi Sastra Daerah Angkatan 2015 pada

umumnya dan Bidang Linguistik pada khususnya yang telah memberikan

bantuan serta dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

10. Sahabatku tercinta Ani Suyanti, Anita Permadani, dan Elisa Esti Rahayu

yang telah setia menemani dan mendampingiku dalam keadaan suka

maupun duka selama ini.

11. Teman-teman KKN Sembungan “Menyambung Sembungan”.

Terimakasih telah menjadi teman hidup selama 45 hari, di mana kami

semua menghabiskan waktu bersama 1x24 jam selama 45 hari, saling

bertukar pikiran dan berbagi pengalaman yang tidak akan terlupakan.

viii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12. Keluarga besar Bapak H. Mudjijono yang tidak lain adalah Pakde penulis

yang selalu mau membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini,

termasuk juga yang membelikan laptop untuk penulis.

13. Keluarga besar Bu Harti Catering yang tidak lain adalah Bude penulis,

yang selalu bersama penulis untuk ke pasar mencari data, sehingga data

yang dibutuhkan sudah cukup dalam proses penulisan skripsi ini.

14. Keluarga besar almh. Mbah Darso serta keluarga besar alm. Mbah Parmo

yang tidak lain adalah orang tua dari Bapak dan Ibu tercinta.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

telah membantu dalam terselesaikannya penulisan skripsi ini..

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

belum sempurna, oleh karena itu semu kritik, dan saran dari pembaca akan

diterima dengan senang hati demi penyempurnaan tulisan ini. Penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Juni 2019

Penulis

Dian Aulia Rahma Fauziah

B0115016

ix library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ...... iii

LEMBAR PERNYATAAN ...... iv

MOTTO ...... v

PERSEMBAHAN ...... vi

KATA PENGANTAR ......

DAFTAR ISI ...... x

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN ...... xiii

DAFTAR GAMBAR ...... xiv

ABSTRAK ...... xvi

ABSTRACT ...... xvii

SARIPATHI ...... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ...... 1

A. Latar Belakang Masalah ...... 1

B. Batasan Masalah...... 9

C. Rumusan Masalah ...... 9

D. Tujuan Penelitian ...... 10

E. Manfaat Penelitian ...... 10

F. Kerangka Pikir ...... 11

G. Landasan Teori ...... 12

1. Pengertian Etnolinguistik ...... 12

2. Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo ...... 13

3. Kategori dan Ekspresi Bahasa ...... 14

4. Makna Kultural ...... 14

x library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

H. Data dan Sumber Data ...... 15

I. Validitas Data ...... 16

J. Teknik Sampling ...... 18

K. Metode dan Teknik Penelitian ...... 18

1. Jenis Penelitian ...... 19

2. Lokasi Penelitian ...... 20

3. Alat Penelitian ...... 20 4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...... 21 5. Metode dan Teknik Analisis Data ...... 22 6. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ...... 25 7. Sistematika Penulisan ...... 26

BAB II ANALISIS DATA...... 27

A. Kategori dan Ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo ...... 27 1. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal makanan berbahan dasar pohong „singkong‟ ...... 27 2. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal makanan berbahan dasar glepung pathi „tepung pati‟ ...... 32

3. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal makanan berbahan

dasar beras ketan ...... 34

4. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal makanan berbahan

dasar glepung ketan „tepung ketan‟...... 38

5. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal obat tradisional ...... 41

6. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal sayuran bayem

„bayam‟ ...... 46

7. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal tanaman buah serupa

bentuk ...... 48

8. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal sayuran berdaun

menjari...... 51 9. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal sayuran sawi „sawi‟ ...... 53

xi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10. Kategori dan eskpresi verbal maupun nonverbal buah gedhang

„pisang‟ ...... 55

B. Makna kultural yang dimiliki dari ekspresi verbal maupun nonverbal yang

telah terpilih ...... 58

C. Kategori dan ekspresi yang muncul terkait dengan segala aktivitas

masyarakat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo ...... 71

1. Usaha turun temurun ...... 71 2. Keahlian yang dimiliki ...... 72 3. Ingin memiliki usaha sendiri ...... 74 4. Hasil panen ...... 74 5. Bahan mudah didapat ...... 74 6. Ingin memperluas pasaran...... 74 7. Dekat dari rumah ...... 75

BAB III PENUTUP ...... 76

A. Simpulan ...... 76 B. Saran ...... 77

DAFTAR PUSTAKA ...... 78

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan

Lampiran 2. Peta Kabupaten Sukoharjo

Lampiran 3. Data Informan

xii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN

A. Daftar Tanda

„...... ‟ : glos sebagai pengapit terjemahan

“...... ” : tanda petik sebagai pengapit kutipan langsung

/ : garis miring menyatakan atau

B. Daftar Singkatan

dkk. : dan kawan-kawan

dll. : dan lain-lain

dsb. : dan sebagainya

Swt : Subhanahu Wa Ta‟ala

xiii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

1. Gethuk ...... 5

2. ...... 23

3. Klenyem ...... 27

4. Balung kethek ...... 28

5. Sawut ...... 29

6. Utri ...... 30

7. Tape pohong ...... 31

8. Cenil ...... 32

9. Cendhol ...... 33

10. Ketan ...... 34

11. ...... 35

12. ...... 36

13. Jadah ...... 37

14. Ondhe-ondhe ...... 37

15. Mendhut ...... 38

16. ku ...... 39

17. Paitan ...... 40

18. Wedang secang ...... 41

19. Beras kencur ...... 42

20. Kunir asem ...... 43

21. Cabe puyang ...... 44

22. Kunci suruh ...... 45

xiv library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23. Godhong kates ...... 46

24. Bayem gudhang ...... 47

25. Bayem jangan ...... 47

26. Gori ...... 48

27. Cempedhak ...... 49

28. Kluwih ...... 49

29. Sukun ...... 50

30. Godhong pohong ...... 51

31. Godhong kates ...... 52

32. Ningkir ...... 52

33. Sawi ijo ...... 53

34. Sawi sendhok ...... 54

35. Sawi putih ...... 54

36. Gedhang raja ...... 55

37. Gedhang kepok ...... 56

38. Gedhang brentel ...... 56

39. Gedhang ambon ...... 57

\

xv library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Dian Aulia Rahma Fauziah. B0115016. 2015. Kategori dan Ekspresi Bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo (Kajian Etnolinguistik). Skripsi: Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas

Maret Surakarta

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1) Kategori dan ekspresi bahasa Jawa apa sajakah yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo? 2) Bagaimanakah makna kultural yang dimiliki dari ekspresi yang telah terpilih? 3) Mengapakah kategori dan ekspresi bahasa Jawa itu muncul terkait dengan segala aktivitas masyarakat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo?.

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. 2) Menjelaskan makna kultural yang dimiliki dari ekspresi yang telah terpilih. 3) Menjelaskan alasan mengapa kategori dan ekspresi bahasa Jawa itu muncul terkait dengan segala aktivitas masyarakat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data primer berasal dari peristiwa wawancara yang dilakukan peneliti di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo dengan narasumber (informan) yang terpilih. Sumber data sekunder berupa sumber tertulis yang meliputi catatan penting, artikel, buku, dan arsip penting lainnya terkait dengan kategori dan ekspresi bahasa Jawa. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara. Adapun teknik dasar yang digunakan adalah teknik pancing. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik simak, teknik catat, dan teknik cakap. Analisis data menggunakan metode padan referensial. Metode padan referensial digunakan untuk menganalisis kategori, ekspresi, makna kultural serta latar belakang

kategori dan ekspresi itu muncul. Metode penyajian data menggunakan metode deskriptif, formal, dan informal.

Hasil penelitian dari kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo ini ditemukan 10 (sepuluh) kategori yaitu

kategori dan ekspresi makanan berbahan dasar pohong „singkong‟, kategori dan ekspresi makanan berbahan dasar glepung pathi „tepung pati‟, kategori dan ekspresi makanan berbahan dasar beras ketan, kategori dan ekspresi makanan

berbahan dasar glepung ketan „tepung ketan‟, kategori dan ekspresi sayuran bayam, kategori dan ekspresi tanaman buah serupa bentuk, kategori dan ekspresi

sayuran berdun menjari, kategori dan ekspresi sayuran sawi, serta kategori dan ekspresi buah gedhang „pisang‟. Makna kultural dari ekspresi yang telah terpilih telah sesuai dengan karakteristik dari bentuk, warna, manfaat, serta karakter fisik

dari kategori yang ada. Terdapat 7 faktor utama yang melatarbelakangi munculnya kategori dan ekspresi tersebut.

Kata kunci : kategori, ekspresi, pasar Nguter Sukoharjo, etnolinguistik

xvi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Dian Aulia Rahma Fauziah. B0115016. 2015. Javanese Language Categories and Expressions found in Nguter Market, Sukoharjo Regency (Ethnolinguistic Study). Thesis: Regional Literature Study Program, Faculty of Cultural Sciences, Sebelas

Maret University, Surakarta.

The problems discussed in this study are: 1) Which categories and expressions of Javanese found in Nguter Market, Sukoharjo Regency? 2) What cultural meaning

do the expressions have chosen? 3) Why the Javanese language category and expression appear related to all community activities in the Nguter Market in Sukoharjo Regency ?. The objectives this study is: 1) Describe the Javanese language categories and expressions found in the Nguter Market, Sukoharjo Regency. 2) Explain the cultural meaning of the expression that has been chosen. 3) Explain the reasons why the Javanese language categories and expressions appear related to all community activities in the Nguter Market, Sukoharjo Regency. The method used in this study is a qualitative descriptive method. Primary data form interviews conducted by researchers at Nguter Market, Sukoharjo Regency with selected informants. The supporting data sources are written sources which include important notes, articles, books, and other important archives related to the categories and expressions of Javanese. Data collection uses interview techniques. The basic technique used is the fishing technique. And the advanced techniques used are the listening technique, notes technique, and skillful techniques. Data analysis uses a referential equivalent method. The referential equivalent method is used to analyze categories, expressions, cultural meanings and category backgrounds and that expression appears. The method of presenting

data uses descriptive, formal, and informal methods.

The results of the Javanese language categories and expressions found in the Nguter Market in Sukoharjo Regency found in 4 (four) categories, namely 9

traditional food categories, 13 expressions of traditional medicine categories, 11 traditional vegetable categories, and 11 fruit categories. traditional ingredients totaling 11 expressions. The cultural meaning of the chosen expression is in

accordance with the characteristics of the shape, color, benefits, and physical character of the existing categories. And there are 7 main factors underlying the

emergence of these categories and expressions.

Keywords: category, expression, Sukoharjo Nguter market, ethnolinguistics.

xvii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

SARIPATHI

Dian Aulia Rahma Fauziah. B0115016. 2015. Kategori lan Ekspresi Basa Jawi

ingkang wonten ing Pasar Ngutêr Kabupaten Sukoharjo (Panaliten Etnolinguistik). Skripsi: Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prakawis ingkang dipunrembag wonten ing panaliten menika: 1) Punapa kemawon kategori lan Ekspresi Basa Jawa ingkang wonten ing Pasar Ngutêr Kabupaten Sukoharjo? 2) Kados pundi makna kultural ingkang dipungadhahi saking ekspresi ingkang sampun kapilih? 3) Kenging menapa kategori lan ekspresi menika medal awit saking sedaya kegiyatan masarakat ing Pasar Ngutêr Kabupaten Sukoharjo?.

Ancasipun panaliten menika kangge: 1) Ngandharaken kategori lan ekspresi basa Jawa ingkang wonten ing pasar Ngutêr Kabupaten Sukoharjo, 2) Ngandharaken makna kultural saking ekspresi ingkang sampun kapilih, 3) Ngandharaken sababipun kenging menapa kategori lan ekspresi menika medal awit saking sedaya kegiyatan masarakat ing Pasar Ngutêr Kabupaten Sukoharjo.

Metode ingkang dipunginakaken inggih menika metode deskriptif kualitatif. Data primer awujud kadadeyan wawancara ingkang ditindakana panaliti wonten ing pasar Ngutêr Kabupaten Sukoharjo kaliyan informan ingkang sampun kapilih. Sumber data pendukung arupi sumber katulis inggih menika cathetan wigati, artikel, buku, lan arsip wigati sanesipun ingkang wonten kaitanipun kaliyan kategori lan ekspresi basa Jawi. Pangimpuning data migunakaken teknik wawancara. Teknik dasar ingkang dipun ginakaken inggih menika teknik pancing.

Teknik salajengipun migunakaken teknik simak, teknik catat, lan teknik cakap. Data dipunanalisis migunakaken metode padan referensial. Metode padan

referensial dipunginakaken kangge nganalisis kategori, ekspresi, makna kultural lan sebab musababipun kategori lan ekspresi menika mêdal. Metode penyajian data migunakaken metode deskriptif, formal, lan informal.

Asiling panaliten saking kategori lan ekspresi basa Jawi ingkang wonten in pasar Ngutêr Kabupaten Sukoharjo menika kapanggih sekawan kaegori inggih

menika kategori dhaharan tradhisional ingkang gunggungipun 9 ekspresi, kategori obat tradhisional gunggungipun 13 ekspresi, kategori sayuran tradhisional gunggungipun 11 ekspresi lan kategori buah-buahan gunggungipun 11 ekspresi.

Makna kultural saking ekspresi ingkang sampun kapilih sampun jumbuh kaliyan karakteristik saking bentuk, werna, mupangat, sarta karakter fisik saking kategori

ingkang wonten. Wonten 7 babagan utami ingkang dados sebab musababipun medal kategori lan ekspresi kasebat.

Kata kunci: kategori, ekspresi, Pasar Ngutêr Sukoharjo, etnolinguistik.

xviii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan jalan yang paling mudah untuk sampai pada sistem

pengetahuan suatu masyarakat, yang isinya antara lain klasifikasi-klasifikasi,

aturan-aturan, prinsip-prinsip, dan sebagainya (Abdullah, 2017: 53). Dengan

demikian, ide-ide, gagasan, dan segala interaksi akan mudah dilakukan dan

disampaikan dengan bahasa. Sebagai orang Jawa, tentu masyarakat Jawa dalam

kesehariannya menggunakan bahasa Jawa untuk berinteraksi, bekerja sama,

mengungkapkan ide-ide serta gagasannya.

Bahasa Jawa merupakan bahasa Nusantara dan termasuk ke dalam rumpun

Austronesia. Bahasa Jawa yang merupakan bahasa daerah tidak hanya dipakai

oleh masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Jawa saja, namun juga dipakai di

daerah transmigrasi orang Jawa, propinsi dan negara lain yang ada pemukiman

orang Jawa (Abdullah, 2012: 11). Dalam kesehariannya, bahasa khususnya bahasa

Jawa menjadi alat utama masyarakat Jawa dalam berkomunikasi, berinteraksi,

serta menyampaikan informasi kepada sesama penutur.

Bahasa Jawa yang digunakan masyarakat untuk berkomunikasi,

berinteraksi, maupun menyampaikan informasi tersebut biasanya juga memiliki

keterkaitan dengan bahasa dan budaya masyarakat setempat. Apalagi orang Jawa

bahasanya dikenal sangat halus dan memiliki makna yang dalam. Terkadang

seseorang memahami makna dari sebuah kata, frasa, atau bahkan kalimat hanya

1 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id2

dipahami menurut makna gramatikal dan makna leksikalnya saja, tidak dipahami

menurut makna bahasa yang dimiliki oleh tiap-tiap masyarakat dalam

hubungannya dengan budaya tertentu atau makna kulturalnya, sehingga tidak

mengetahui budaya apa yang ada dibalik sebuah kata, frasa, atau bahkan kalimat

yang diungkapkan oleh suatu masyarakat yang memiliki wawasan budaya

masing-masing.

Adapun pemahaman mengenai makna leksikal, makna gramatikal, dan

makna kultural termasuk ke dalam kajian etnolinguistik. Etnolinguistik atau

linguistik antropologi ialah cabang linguistik yang mempelajari bahasa dalam

konteks budaya, yang mencoba mencari makna tersembunyi di balik pemakaian

bahasa, dan merupakan disiplin interpretatif yang mengupas bahasa untuk

mendapatkan pemahaman budaya yang bermula dari fakta kebahasaan. Adapun

data yang dipakai dalam linguistik antropologi berupa kosa-kata, frase, struktur

kalimat, bentuk-bentuk kalimat, register, dan lain-lain (Kridalaksana dalam

Abdullah, 2014: 9-10). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Etnolinguistik

merupakan cabang linguistik yang menaruh perhatian terhadap posisi bahasa

dalam konteks sosial budaya yang lebih luas untuk memajukan dan

mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur sosial, baik yang berbentuk

kosa-kata, frase, struktur kalimat, bentuk-bentuk kalimat, register dan lain-lain.

Orientasi terpenting dalam kajian etnolinguistik sangat membutuhkan

pemahaman tentang makna kultural, yaitu makna yang dimiliki bahasa sesuai

dengan konteks budaya penuturnya (Subroto dalam Abdullah, 2014: 20). Konsep

makna kultural ini dimaksudkan untuk lebih dalam memahami makna ekspresi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id3

verbal maupun nonverbal sebagai masyarakat yang berhubungan dengan sistem

pengetahuan (cognition system) terkait pola-pikir, pandangan hidup (way of life),

serta pandangan terhadap dunia (world view) mereka. Bisa dikatakan bahwa

penentu terakhir terhadap arti adalah budaya, atau konteks budaya di mana bahasa

itu dipakai menentukan arti bahasa tersebut.

Bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat khususnya masyarakat

Jawa, sangat erat kaitannya dengan konteks budaya yang ada di dalam masyarakat

tersebut. Apalagi sekelompok masyarakat yang berada di pasar. Pasar merupakan

tempat berkumpulnya para penjual dan pembeli yang berasal dari berbagai daerah

yang memiliki budaya masing-masing. Para penjual dan pembeli tersebut

biasanya berkumpul dan saling melakukan transaksi jual beli dalam rangka

mendapatkan untung. Dari kegiatan itulah akan terekspresikan berbagai unsur

kebahasaan dengan latar belakang budaya masing-masing antara penjual dan

pembeli. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi di

sebuah pasar secara etnolinguistik menentukan berbagai kategori dan ekspresi

bahasa Jawa.

Salah satu pasar yang juga memiliki berbagai kategori dan ekspresi bahasa

Jawa adalah Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo merupakan satu-satunya pasar yang terdapat di Kecamatan Nguter dan

terletak di pinggir jalan raya, sehingga sangat mudah untuk dijangkau oleh

siapapun. Pasar Nguter ini terletak di jalan Raya Nguter, Desa Nguter Rt 01 Rw

05, Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Seperti pasar pada umumnya, pasar

Nguter merupakan pasar tradisional tempat berkumpulnya para pedagang dan para library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id4

pembeli yang berasal dari berbagai tempat. Pada bulan Agustus tahun 2013 lalu,

pasar Nguter telah direnovasi dengan dana Rp 13,4 miliar. Kemudian pada

tanggal 1 April 2015, Pasar Nguter telah diresmikan oleh pemerintah pusat

dengan nama Pasar Nguter. Walaupun pasar Nguter telah berganti nama

menjadi Pasar Jamu Nguter, bukan berarti hanya terdapat kategori jamu saja di

Pasar Nguter, ada pula kategori lain seperti kategori makanan, kategori obat

tradisional, kategori sayuran maupun kategori buah-buahan.

Sebagai pasar, banyak penjual di pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo yang

berasal dari luar Desa Nguter, sehingga dimungkinkan bahwa para penjual yang

berasal dari berbagai daerah tersebut memiliki budaya masing-masing dari mana

asal mereka. Para penjual yang berjualan di Pasar Nguter tentu memiliki alasan

tersendiri mengapa tertarik berjualan di Pasar Nguter. Dan terkait dengan

dagangan mereka, juga memiliki makna tersendiri bagi si penjual dan tidak semua

orang mengetahuinya. Misalnya pada data berikut ini.

Gambar 1: gethuk [gəTU?] (Dok Dian, 20 Oktober 2018)

Ekspresi verbal gethuk „getuk‟, merupakan salah satu kategori berbahan

dasar pohong „singkong‟. Gethuk „getuk‟ terbuat dari pohong „singkong‟ yang library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id5

terlebih dahulu dikukus lalu ditumbuk dengan menambahkan gula Jawa, vanili,

gula pasir, garam, dan parutan kelapa. Ketika menumbuk pohong „singkong‟

menjadi gethuk „getuk‟, dibutuhkan tenaga yang kuat dan kesabaran yang tinggi,

jika tidak maka tekstur dari gethuk „getuk‟ tidak bisa terbentuk sempurna. Apalagi

jika jenis pohong „singkong‟ kurang baik, maka teksturnya tidak akan empur

„empuk‟, kacel „tidak dapat empuk‟, dan ganyong „keras‟. Selain itu juga akan

berpengaruh terhadap citarasa gethuk „getuk‟ misalnya akan menjadi pahit, sulit

untuk dihaluskan, dll.

Ekspresi nonverbal gethuk „getuk‟ yang berupa simbol dari gethuk „getuk‟.

Gethuk „getuk‟ yang pembuatannya diberi dengan gula Jawa maka akan berwarna

coklat, sedangkan jika hanya menggunakan gula pasir berwarna putih kekuningan

seperti warna asli pohong „singkong‟. Dalam penyajiannya, gethuk „getuk‟

ditaburi kelapa parut agar madolke „membuat laris‟.

Makna kultural dibalik makanan tradisional yang bernama gethuk „getuk‟

ini adalah melambangkan kesederhanaan hidup orang Jawa. Makanan tradisional

yang berbahan dasar singkong ini memiliki nilai kerakyatan karena singkong

sangat mudah didapat dan harganya yang murah. Gethuk „getuk‟ yang berbahan

dasar singkong ini juga mengingatkan kepada kita mengenai potensi alam yang

dimiliki harus dimanfaatkan dengan baik dan mengajarkan kepada kita untuk

selalu mandiri dalam berbagai situasi. Mandiri yang dimaksud adalah mampu

memanfaatkan kekayaan alam dengan baik demi mencapai kesejahteraan dalam

kehidupan. Secara tidak langsung, antara petani singkong dengan penjual gethuk

„getuk‟ saling membutuhkan satu sama lain. Petani singkong membutuhkan modal library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id6

untuk kembali menanam singkong, dan penjual gethuk „getuk‟ membutuhkan

singkong sebagai bahan baku untuk membuat gethuk „getuk‟. Adapun tujuan

mereka adalah demi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam kehidupan

rumah tangga.

Kategori pohong „singkong‟ yang kemudian muncul ekspresi gethuk

„getuk‟ dilatarbelakangi oleh salah satu pedagang yang memiliki keahlian dalam

membuat gethuk „getuk‟ lalu menjualnya di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Pedagang tersebut telah bertahun-tahun berjualan gethuk „getuk‟ buatannya itu

sehingga sudah hafal ciri-ciri pohong „singkong‟ yang kacel „tidak bisa empuk‟

serta ganyong „keras‟

Penelitian etnolinguistik sebelumnya yang terkait dengan kategori dan

ekspresi bahasa Jawa yaitu sebagai berikut.

1. “Kategori dan Ekspresi Linguistik dalam Bahasa Jawa sebagai

Cermin Kearifan Lokal Penuturnya” (2008) oleh Inyo Yos Fernandez.

Berisi deskripsi kearifan local masyarakat di Jawa Tengah, Jawa Timur,

dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui kategori dan ekspresi

bahasa dengan variasinya dalam ranah petani dan nelayan banyak

menyimpan sistem pengetahuan yang mencerminkan relasi yang serasi

antrara manusia dengan ekologi alam sekitarnya, ekologi sosial, dan

ekologi pikiran masyarakat. Hal itu terekspresikan dalam kosa kata dan

paduan kata yang mencerminkan pola pikir serta pandangan hidup petani

dan nelayan yang terekam dalam makna yang terjalin secara tersirat library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7

maupun tersurat untuk mengkarifikasi kemampuan pemilik budaya dan

sistem pengetahuan (kognisi) yang terekam dalam bahasa sebagai bagian

integral dari.kebudayaan.

2. “Istilah-istilah Jamu Tradisional Jawa Di Kabupaten Sukoharjo

(Suatu Kajian Etnolinguistik)” (2010) oleh Eko Juhartiningrum. Berisi

bentuk istilah jamu tradisional Jawa serta makna yang terdapat dalam jamu

tradisional Jawa di Ngadirejo, Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Adapun

bentuk istilah jamu tradisional Jawa terdapat dua temuan bentuk yaitu

bentuk monomorfemis yang berjumlah 18 dan bentuk polimorfemis yang

berjumlah 23, sedangkan makna yang terdapat dalam jamu tradisional

jawa yaitu makna leksikal dan makna kultural. Makna leksikal dalam

skripsi ini adalah makna yang terdapat dalam unsur-unsur bahasa sebagai

lambang benda, peristiwa, dsb. Sedangkan makna kultural yang dimaksud

dalam skripsi ini adalah makna yang dimiliki oleh masyarakat dan

berhubungan dengan masyarakat

3. “Kategori dan Ekspresi Bahasa Jawa Komunitas Nelayan di Pesisir

Selatan Kebumen (Kajian Etnolinguistik)” (2011) oleh Wakit Abdullah,

telah mengidentifikasi, mendeskripsikan, menginterpretasikan kategori

dan ekspresi dalam bahasa dan budaya Jawa nelayan dalam transformasi

mata pencaharian dari petani ke nelayan dari perspektif kajian

etnolinguistik beserta aspek sosial, kultural, dan spiritualnya. Data

penelitian yang telah ditemukan kemudian dianalisis dan lebih mengarah

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8

pada perspektif kajian etnolinguistik meskipun masih sangat terbatas

pembahasannya.

4. “Kategori dan Ekspresi Linguistik Wadah Berbahan Dasar Bambu

dalam Masyarakat Jawa- Kajian Etnolinguistik” (2018) oleh Akhmad

Dzukaul Fua, Shendy Andre Wijaya, dan Gandung Wirawan. Berisi

tentang pemanfaatan dan pengolahan bambu guna menambah nilai fungsi

ekonomi masyarakat Jawa. Adapun bambu dapat diolah menjadi wadah

yang sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Data penelitian

yang ditemukan kemudian dapat diambil kesimpulan bahwa seiring

dengan bervariasi dan beragamnya kebutuhan masyarakat yang

menghendaki diciptakannya ragam wadah, konsekuensinya adalah timbul

leksikon yang sama-sama merujuk pada makna wadah berbahan dasar

bambu dengan fungsi dan ranah penggunaan yang berbeda-beda.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sangat membantu

peneliti sebagai acuan dan referensi dalam kaitannya dengan penelitian yang akan

peneliti lakukan. Adapun judul penelitian Kategori dan Ekspresi Bahasa Jawa

yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo (Kajian Etnolinguistik)

belum pernah dilakukan sebelumnya dan penelitian yang sudah pernah dilakukan

masih sangat sedikit. Ada beberapa argumen peneliti memilh Kategori dan

Ekspresi Bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo

(Kajian Etnolinguistik).

Pertama, kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo dipengaruhi oleh latar belakang penjual dengan segala library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9

aktivitasnya di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. Perbedaan itu disebabkan

karena persepsi dari masing-masing penjual di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo.

Kedua, pasar merupakan wadah berbagai ekspresi kebahasaan, yang

mencerminkan ekspresi budaya masyarakat pasar dengan berbagai latar

belakangnya.

Ketiga, penelitian Etnolinguistik belum pernah dilakukan di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai

kategori dan ekspresi bahasa Jawa di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo ini.

Karena peneliti yakin, ada banyak hal yang belum terungkap baik itu dari penjual

asli Desa Nguter maupun yang berasal dari luar Desa Nguter dan apa yang penjual

jual di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

B. Batasan Masalah

Sesuai dengan paparan di atas dan agar penelitian ini tidak melebar

kemana-mana, maka penelitian ini hanya difokuskan kepada kategori dan ekspresi

bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

C. Rumusan Masalah

1. Kategori dan ekspresi bahasa Jawa apa sajakah yang terdapat di Pasar

Nguter Kabupaten Sukoharjo?

2. Bagaimanakah makna kultural yang dimiliki dari ekspresi yang telah

terpilih? library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id10

3. Mengapakah kategori dan ekspresi bahasa Jawa itu muncul terkait

dengan segala aktivitas masyarakat di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo?

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di

Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

2. Menjelaskan makna kultural yang dimiliki dari ekspresi yang telah

terpilih.

3. Menjelaskan alasan mengapa kategori dan ekspresi bahasa Jawa itu

muncul terkait dengan segala aktivitas masyarakat di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian tentang kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang

terdapat di Pasar Nguter Sukoharjo ini meliputi manfaat teoretis dan manfaat

praktis.

1. Manfaat teoretis dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

teori linguistik khususnya kajian etnolinguistik.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil dari identifikasi, klasifikasi, deskripsi, interpretasi, dan formulasi

dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui

kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter dari

perspektif etnolinguistik. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id11

b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai pembanding

penelitian berikutnya.

F. Kerangka Pikir

KATEGORI DAN EKSPRESI BAHASA JAWA YANG TERDAPAT DI PASAR NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

(KAJIAN ETNOLINGUISTIK)

KATEGORI DAN EKSPRESI VERBAL MAUPUN NONVERBAL

LATAR MAKNA KAJIAN BELAKANG KULTURAL ETNOLINGUISTIK MUNCUL DENGAN KATEGORI DAN METODE EKSPRESI DISTRIBUSIONAL VERBAL DAN METODE MAUPUN NON PADAN VERBAL REFERENSIAL

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id12

G. Landasan Teori

1. Pengertian Etnolinguistik

Etnolinguistik ialah cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara

bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan.

Selain itu, merupakan cabang linguistik antropologi bahasa dan sikap bahasawan

terhadap bahasa; salah satu aspek etnolinguistik yang sangat menonjol adalah

relativitas bahasa (Kridalaksana, 1984 : 48). Kridalaksana juga berpendapat

bahwa etnolinguistik yaitu cabang linguistik yang mempelajari bahasa dalam

konteks budaya, mencoba mencari makna tersembunyi yang ada di balik

pemakaian bahasa, dan merupakan disiplin interpretatif yang mengupas bahasa

untuk mendapatkan pemahaman budaya yang bermula dari fakta kebahasaan

(2008: 59).

Etnolinguistik merupakan cabang dari linguistik yang menaruh perhatian

terhadap posisi bahasa dalam konteks sosial budaya yang lebih luas untuk

memajukan dan mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur sosial.

Etnolinguistik termasuk dalam bidang makrolinguistik. Adapun bidang

interdisipliner lain yaitu Fonetik, Stilistika, Filsafat Bahasa, Psikolinguistik,

Sosiolinguistik, Dialektologi, Filologi, Semantik, Epigrafi, dan Paleografi.

Disiplin ilmu yang bersifat interpretatif yang lebih jauh mengupas bahasa

untuk mengemukakan pemahaman mengenai budaya merupakan inti dari kajian

etnolinguistik. Dalam kaitannya dengan meninterpretasikan dan mengidentifikasi

bahasa yang berhubungan dengan budaya setempat, maka hal tersebut disesuaikan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id13

berdasarkan dengan pola pikir, pandangan hidup (way of life), dan pandangan

terhadap dunianya (world view).

2. Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo

Pasar Nguter merupakan pasar tradisional yang terletak di Desa Nguter, Rt

01 Rw 05 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah. Pasar

Nguter ini adalah satu-satunya pasar yang ada di Kecamatan Nguter Kabupaten

Sukoharjo. Kabupaten Sukoharjo sendiri memliki 12 Kecamatan dan secara

geografis terletak pada titik koordinat 07o 42‟ LS 110o 50‟ BT. Batas wilayah

Utara Kabupaten Sukoharjo yaitu Kota Surakarta, di sebelah Selatan adalah

kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Gunung Kidul, di sebelah Barat adalah

Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali, sedangkan sebelah Timur berbatasan

dengan Kabupaten Karanganyar.

Pasar Nguter merupakan pasar dengan penjual jamu terbesar di Kabupaten

Sukoharjo, sehingga pada tanggal 1 April 2015, Pasar Nguter diresmikan oleh

Pemerintah Pusat dengan nama Pasar Jamu Nguter. Walaupun pasar Nguter telah

berganti nama menjadi Pasar Jamu Nguter, bukan berarti hanya terdapat penjual

jamu saja di Pasar Nguter. Pasar Nguter juga berfungsi layaknya Pasar tradisional

pada umunya yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari meskipun kebanyakan

kios di Pasar Nguter ditempati oleh penjual jamu yang terdapat di lantai 1 maupun

di lantai 2.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id14

3. Kategori dan Ekspresi Bahasa

Kategori merupakan bagian dari suatu sistem klasifikasi (Kridalaksana,

1984: 81). Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kategori

merupakan hasil pengelompokan unsur-unsur bahasa yang menggambarkan

pengalaman manusia. Dalam proses klasifikasi unsur-unsur bahasa tidak hanya

menyangkut benda atau objek-objek, namun juga menyangkut tentang cara-cara,

pelaku-pelaku, tujuan-tujuan, kegiatan-kegiatan dan sebagainya. Sehingga dalam

proses mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa tersebut muncul ekspresi yang

berupa ekspresi verbal dan ekspresi nonverbal.

Ekspresi verbal berwujud kosa-kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana

(Fernandez dalam Abdullah, 2017: 55). Adapun ekspresi nonverbal yaitu ekspresi

yang tidak terkatakan tetapi teradakan (Subroto dalam Abdullah, 2017: 55).

Dalam proses klasifikasi unsur-unsur bahasa yang dilakukan, akan diperoleh

formulasi berupa ekspresi verbal dan nonverbal. Ekspresi verbal dipakai sebagai

acuan untuk menginterpretasikan ekspresi nonverbal. Jika ekspresi verbal berupa

sebuah kata, maka ekspresi nonverbal adalah simbol dari kata tersebut, berupa

gambar dan deskripsinya.

4. Makna Kultural

Makna adalah maksud pembicaraan; pengaruh satuan bahasa dalam

pemahama persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; hubungan,

dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar

bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya; cara menggunakan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id15

lambang bahasa (Kridalaksana, 1984). Adapun orientasi terpenting dalam kajian

Etnolinguistik sangat membutuhkan pemahaman tentang makna kultural.

Makna kultural yaitu makna yang dimiliki bahasa sesuai dengan konteks

budaya penuturnya (Subroto, 1998). Konsep ini dimaksudkan untuk

menerjemahkan makna ekspresi verbal dan nonverbal masyarakat di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo yang berhubungan dengan sistem pengetahuan (cognition

system) yang tercermin dalam pola-pikir, pandangan hidup (way of lifw), serta

pandangan dunia (world view) mereka. Makna kultural digunakan untuk

menyoroti kategori dan ekspresi yang beraneka ragam corak aktivitas kehidupan

bahasa dan budaya masyarakat. Dalam aspek sosiokultural kehidupan masyarakat

tersebut terkait dengan berbagai peristiwa tuturan yang dilakukan para masyarakat

di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Hal itu dapat dipahami bahwa budaya sebagai penentu terakhir terhadap

arti, atau arti bahasa sepenuhnya ditentukan oleh konteks budaya di mana bahasa

itu dipakai (Frawley dalam Subroto, 2011: 17). Jadi dapat disimpulkan bahwa

budaya memiliki kontribusi yang besar dalam kaitannya dengan penentuan arti,

karena budaya merupakan penentu terakhir terhadap sebuah arti.

H. Data dan Sumber Data

Pengertian data penelitian pada dasarnya merupakan bahan jadi bukan

bahan mentah penelitian karena kepada bahan jadi penelitian itulah metode dan

teknik analisis data dapat diterapkan (Subroto dalam Abdullah, 2017: 67). Adapun

data dalam penelitian ini meliputi data utama dan data pendukung. Data utama library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id16

yaitu berupa data lisan yang berbentuk kosa-kata yang tercermin dalam kategori

dan ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo

yang diperoleh dari informan terpilih. Data pendukung berupa data tertulis yang

meliputi: (1) catatan tentang kosa-kata yang menyangkut kategori dan ekspresi

bahasa Jawa, (2) artikel, (3) buku referensi, (4) buku bacaan, (5) makalah, (6)

laporan penelitian.

Sumber data merupakan tempat data itu diperoleh. Sumber data dalam

penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sumber data utama dan

sumber data pendukung. Sumber data utama yaitu berupa peristiwa wawancara

yang dilakukan peneliti di Pasar Nguter dengan narasumber (informan) yang

terpilih. Adapun kriteria informan adalah: (1) pedagang di Pasar Nguter, (2) sehat

jasmani dan rohani, (3) sudah lebih dari 5 tahun berjualan di Pasar Nguter.

Sumber data pendukung berupa sumber tertulis, meliputi (1) catatan penting, (2)

artikel, (3) buku, (4) laporan penelitian, (5) dokumen, (6) makalah, dan (7) arsip

penting lainnya terkait dengan tema penelitian ini guna menambah referensi

penulis.

I. Validitas Data

Validitas data dalam penelitian kualitatif yaitu dengan teknik triangulasi

(triangulation), reviu informan kunci (key informan review), dan member check.

Menurut Paton (dalam Sutopo, 2006;92) teknik triangulasi, meliputi (1)

triangulasi data (data triangulation)/triangulasi sumber (Paton, 1984, dalam

Sutopo, 2006:92), maksudnya peneliti menggunakan sumber data yang berbeda library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id17

untuk data yang sama agar lebih mantap; (2) triangulasi peneliti (investigator

triangulation), maksudnya hasil penelitian (data maupun simpulan( dapat diuji

validitasnya dengan beberapa peneliti, seperti diskusi (FGD), dengan member

check (Yin, 1987; dalam Sutopo. 2006:97); (3) triangulasi metodologis

(methodological triangulation), maksudnya peneliti mengumpulkan data sejenis

menggunakan metode dan teknik yang berbeda untuk sumber data yang sama

guna menguji kemantapan informasinya (Sutopo, 2006: 95); (4) triangulasi

teoretis (theoretical triangulation), maksudnya peneliti menggunakan perspektif

lebih dari satu teori untuk membahas permasalahan yang dikaji (seperti teori

linguistik dengan teori antropologi dalam etnolinguistik), sifat intersubjektid dan

ultidimensional (Sutopo, 2006:98). Di samping itu juga (5) dapat dilakukan

dengan reviu informan kunci (key informan review), unit-unit laporan yang telah

disusun perlu dikomunikasikan dengan informan pokok (key informan). Deskripsi

unit laporan itu telah disejutujui atau belum oleh informan pokok tersebut

(Sutopo, 2006:99). Teknik ini juga dimaksudkan untuk menguatkan sifat

participant‟s point of view sebagai karakteristik metodologi penelitian kualitatif.

Validitas data penelitian kualitatif ini dengan teknik triangulasi

(triangulation), reviu informan kunci (key informan review), dan member check.

Pertama, peneliti menggunakan sumber data yang berbeda untuk data yang sama

agar lebih mantap. Lalu peneliti juga menguji validitasnya dengan beberapa

peneliti, seperti diskusi ,dengan member check. Peneliti juga mengumpulkan data

sejenis menggunakan metode dan teknik yang berbeda untuk sumber data yang

sama guna menguji kemantapan informasinya. Selain itu, peneliti menggunakan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id18

perspektif lebih dari satu teori untuk membahas permasalahan yang dikaji, serta

menguji validitas data dengan reviu informan kunci (key informan review), unit-

unit laporan yang telah disusun perlu dikomunikasikan dengan informan pokok

(key informan).

J. Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling karena dipandang

dapat menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas

yang tidak tunggal, dan diarahkan pada sumber data yang memiliki data yang

penting dan berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Di samping itu

menggunakan snow-ball sampling karena peneliti belum mengenal semua sumber

data (informan), kemudian menemui orang pertama selanjutnya menanyakan siapa

yang lebih mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, dan mengikuti

petunjuknya untuk mendapatkan sampling berikutnya. Proses ini berkelanjutan

hingga mendapatkan data yang lengkap (Sutopo dalam Abdullah, 2017:69),

terutama yang berkaitan dengan kategori dan eksprsi bahasa Jawa yang terdapat di

Pasar Nguter Kabuoaten Sukoharjo.

K. Metode dan Teknik Penelitian

Metode merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan

menjelaskan suatu fenomena (Kridalaksana, 1984: 123). Metode dalam penelitian

linguistik dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mendekati, mengamati,

menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena kebahasaan. Teknik merupakan

jabaran metode yang ditentukan oleh alat yang dipakai (Sudaryanto, 1993: 21).

Adapun metode dan teknik penelitian ada beberapa hal yang dijabarkan, yaitu: 1. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id19

Jenis penelitian, 2. Lokasi penelitian, 3. Alat penelitian, 4. Metode pengumpulan

data, 5. Metode analisis data, 6. Metode penyajian hasil analisis data.

1. Jenis Penelitian

Penelitian tentang kategori dan ekspresi Bahasa Jawa yang terdapat di

Pasar Nguter ini bersifat deskriptif-kualitatif. Penelitian deksriptif adalah

penelitian yang dilakukan semata-mata hanya didasarkan pada fakta atau

fenomena yang ada dan secara empiris hidup pada penuturnya, sehingga hasilnya

adalah pemerian bahasa yang mempunyai sifat pemaparan yang apa adanya.

Sedangkan penelitian kualitatif adalah penelitian yang difokuskan pada

penunjukkan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada

konteksnya dalam bentuk kata-kata daripada bentuk angka-angka.

Jadi, penelitian deskriptif-kualitatif adalah penelitian yang dilakukan

semata-mata hanya didasarkan pada fakta atau fenomena yang ada dan secara

empiris hidup pada penuturnya, yang difokuskan pada penunjukkan makna,

deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya dalam bentuk kata-

kata.

Metode deskriptif-kualitatif dimaksudkan dapat mengungkapkan berbagai

informasi kualitatif yang disertai dengan deskripsi yang diteliti, akurat, serta

penuh rasa dan nuansa (Sutopo dalam Abdullah, 2017: 67). Jadi metode

deskriptif-kualitatif selain menghasilkan data yang akurat juga memiliki kualitas

dari aspek keilmiahan maupun dari aspek sosiokulturalnya.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id20

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini yaitu di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. Pasar

Nguter merupakan satu-satunya pasar yang berada di Kecamatan Nguter.

Penentuan lokasi ini didasarkan atas beberapa pertimbangan diantaranya: 1.

kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo dipengaruhi oleh latar belakang penjual dengan segala aktivitasnya di

Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. Perbedaan itu disebabkan karena persepsi

dari masing-masing penjual di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo, 2. pasar

merupakan wadah berbagai ekspresi kebahasaan, yang mencerminkan ekspresi

budaya masyarakat pasar dengan berbagai latar belakangnya, termasuk dalam hal

ini pasar Nguter, 3. penelitian Etnolinguistik belum pernah dilakukan di Pasar

Nguter Kabupaten Sukoharjo. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian

mengenai kategori dan ekspresi bahasa Jawa di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo ini. Karena peneliti yakin, ada banyak hal yang belum terungkap baik

itu dari penjual asli Desa Nguter maupun yang berasal dari luar Desa Nguter dan

apa yang penjual jual di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. .

3. Alat Penelitian

Alat penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu alat utama

dan alat bantu. Alat utama adalah alat yang dominan dan sering digunakan di

dalam penelitian, sedangkan alat bantu adalah alat yang digunakan untuk

memperlancarkan kegunaan alat utama. Adapun alat utama dalam penelitian ini

adalah peneliti sendiri yang secara langsung turun ke lapangan untuk melakukan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id21

pengamatan, serta mengumpulkan data yang didapat dengan proses wawancara

terkait dengan kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo.

Alat bantu dalam penelitian ini berupa alat tulis dan alat elektronik. Alat

tulis yang dimaksud berupa pensil atau bolpoin, buku catatan, dan penghapus.

Sedangkan alat elektronik berupa flashdisk, laptop, dan handphone yang

digunakan untuk merekam, agar data yang diperoleh dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara

melaksanakan metode (Sudaryanto, 1993: 9). Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode cakap. Disebut metode cakap karena memang berupa

percakapan: dan terjadi kontak antara penulis selaku peneliti dengan penutur

selaku narasumber (Sudaryanto, 1993: 133). Metode cakap ini dapat disejajarkan

dengan metode wawancara atau interview juga dalam ilmu sosial khususnya

antropologi.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua

tahap, yaitu (1) Tahap Observasi Partisipasi, dan (2) Wawancara. Maksud dari

observasi partisipasi yaitu peneliti memasuki situasi mereka dan secara aktif

bertindak serta berperan sebagai pengamat, bersamaan dengan itu berperan

sebagai partisipan untuk mencermati data penelitian yang diperlukan. Secara library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id22

praktis peneliti mencatat atau merekam setiap kategori dan ekspresi bahasa Jawa

yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo .

Di samping dengan observasi partisipasi juga dilakukan wawancara

kepada informan terpilih dengan teknik wawancara melalui studi lapangan dan

dilakukan wawancara secara mendalam (in-depht-interviewing) kepada

narasumber sebagai informan terpilih, serta didukung oleh (1) teknik observasi

partisipasi (observation participant) yang dilakukan dengan teknik rekam

menggunakan handphone, (2) teknik catat, yaitu mencatat hal-hal yang dianggap

perlu untuk dicatat, walaupun keseluruhan prosesi wawancara sudah terekam oleh

alat rekam, (3) teknik simak untuk memperoleh data yang berupa data verbal

(kata, frasa, klausa, wacana, dan unit lingual lainnya) maupun data nonverbal (

tanda, lambang, simbol, dan peristiwa budaya lain), dan (4) teknik cakap yang

digunakan untuk menanyakan hal yang sekiranya belum jelas dan perlu penjelasan

dari narasumber.

5. Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode

distribusional atau metode agih dan metode padan.

Metode distribusional atau metode agih adalah metode yang alat

penentunya berasal dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto,

1993:15). Alat penentu dalam metode distribusional selalu berupa bagian atau

unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata, fungsi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id23

sintaksis, klausa, dan sebagainya. Metode distribusional ini digunakan apabila

diperlukan untuk menganalisis data.

Metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan

tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:

13). Di dalam metode padan, terdapat 5 macam sub-jenis metode berdasarkan

macam alat penentu yang dimaksud yaitu (1) referensial dengan alat penentu

referen, (2) fonetis artikulatoris dengan alat penentu organ wicara, (3)

translasional dengan alat penentu langue lain, (4) ortografis dengan alat penentu

tulisan, dan (5) pragmatis dengan alat penentu mitra wicara (Sudaryanto, 2015).

Metode padan referensial digunakan dalam menganalisis data penelitian ini.

Metode padan referensial adalah metode analisis bahasa berdasarkan referensi

yang terkandung pada tuturan bahasa. Alat penentunya adalah kenyataan yang

ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa, atau mengacu pada referent di luar

bahasa. Adapun contoh data yang dianalisis menggunakan metode padan

referensial adalah sebagai berikut.

Gambar 2: klepon [kləpɔn] (Dok Dian, 20 Oktober 2018)

Ekspresi verbal klepon „klepon‟ adalah makanan yang dikategorkan

berbahan dasar glepung ketan „tepung ketan‟. Klepon „klepon‟ adalah makanan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id24

yang terbuat dari glepung ketan „tepung ketan yang diberi gula Jawa dibagian

tengahnya

Ekspresi nonverbal klepon „klepon‟ adalah makanan yang berbentuk bulat

kecil-kecil berwarna hijau, kemudian di tengahnya diberi isi gula jawa dan

diatasnya ditaburi kelapa parut. Namun sebelum menjadi bulatan kecil-kecil dan

berisi gula Jawa serta diatasnya ditaburi kelapa parut, proses pembuatan klepon

juga rumit. Adonan klepon „klepon‟ pertama-tama dipipihkan kemudia diberi gula

jawa sedikit, kemudian dibentuk menjadi bulatan kecil-kecil. Dan usahakan agar

gula Jawa jangan sampai terlihat. Kemudian klepon „klepon‟ direbus di dalam air

mendidih dan ditunggu sampai mengapung di permukaan air, baru setelah itu

diangkat dan diguling-gulingkan dalam wadah berisi parutan kelapa.

Makna kultural dari klepon sangat erat kaitannya dengan kehidupan

sehari-hari. Misalnya mulai dari warna klepon yang berwarna hijau, itu

menandakan bahwa manusia itu hidup, bukan hanya fisiknya yang hidup, namun

hati juga harus selalu hidup agar dapat merasakan dan peduli apa yang terjadi

disekitar kita. Selain itu, dalam proses pembuatan klepon harus penuh dengan

kesabaran, keuletan, ketelitian, dan tenaga yang kuat. Untuk membuat klepon

komposisi yang digunakan harus tepat, tidak boleh kurang dan harus seimbang.

Apalagi pewarna yang digunakan, akan berbeda jika menggunakan pewarna asli

makanan atau daun suji dengan pewarna pakaian. Tangan yang kuat namun penuh

kelembutan juga akan menghasilkan adonan yang bagus. Ditambah lagi ketelitian

dan keuletan sang pembuat klepon „klepon‟, juga ikut berkontribusi untuk

menghasilkan bulatan-bulatan kecil yang menarik perhatian orang. Begitu juga library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id25

dalam kehidupan, jika kita ingin hidup dengan kebahagian sebisa mungkin harus

memilih komposisi yang pas, misalnya saling tolong menolong antar sesama, dan

menghadirkan hati yang penuh dengan kebahagiaan.

Bentuk klepon „klepon‟ yang lengket juga mengambarkan bahwa sesama

manusia apalagi saudara, tentu akan selalu lengket karena saling menyayangi dan

saling menolong satu sama lain. Namun terkadang tidak semua klepon berbentuk

bulat, ada kalanya klepon berbentuk agak lonjong, bahkan sampai ada yang

berbentuk kotak. Itu menandakan bahawa dalam kehidupan pasti akan ada ujian

berupa kebahagiaan maupun kesedihan dari Sang Pencipta dan akan terus

bergantian seperti roda yang berputar tidak memiliki ujung.

Gula Jawa yang sebisa mungkin jangan sampai terlihat dalam bulatan

klepon itu menandakan bahwa dalam kehidupan tak perlu kita merasa paling bisa,

dan memperlihatkan kepandaian serta kelebihan kita didepan semua orang.

Karena orang lain tidak akan percaya begitu saja tanpa ada bukti dan pencapaian

yang didapatkan. Jika dilihat dari luarnya, klepon mungkin hanya makanan yang

tidak ada istimewanya sama sekali, namun siapa sangka ketika digigit akan

mengeluarkan sensasi tersendiri yaitu berupa lelehan gula jawa yang sangat manis

tentunya. Begitu pula kita sebagai manusia, kita tidak boleh berprasangka buruk

kepada orang lain tanpa tahu kebenarannya.

6. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian hasil analisis data menggunakan metode formal dan informal.

Metode formal yaitu perumusan dengan tanda dan lambang-lambang, seperti library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id26

tanda kurung biasa ((…)), tanda garis miring (/), dan tanda untuk menyatakan

terjemahan („..‟), gambar, foto, bagan, tabel, dan sebagainya. Adapun metode

informal yaitu metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-

kata biasa atau sederhana agar mudah dipahami (Sudaryanto, 1993: 145).

Penyajian hasil analisis dengan menggunakan metode formal dan informal

diharapkan dapat memberikan penjelasan dalam bentuk laporan penelitian untuk

skripsi ini.

7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini terdiri atas tiga bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan, berisi: latar belakang masalah, pembatasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pikir,

landasan teori, data dan sumber data, teknik sampling, metode dan teknik

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Analisis data, berisi: analisis tentang kategori dan ekspresi bahasa Jawa,

makna kultural, dan latar belakang munculnya kategori dan ekspresi

bahasa Jawa.

Bab III Penutup, berisi: kesimpulan dan saran.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id27

BAB II

ANALISIS DATA

Analisis data dalam penelitian ini meliputi kategori dan ekspresi yang

terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo, makna kultural dari ekspresi yang

telah terpilh, dan alasan terkait kategori dan ekspresi yang muncul terkait dengan

segala aktivitas masyarakat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. Uraian analisis

data kategori dan ekspresi yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo

sebagai berikut.

A. Kategori dan Ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo

1. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal makanan berbahan

dasar pohong [pOhOŋ]

a. klenyem [kləňəm]

Gambar 3: klenyem [kləňəm] (Dok Dian, 25 Juni 2019)

Ekspresi verbal klenyem merupakan salah satu kategori

berbahan dasar pohong. Klenyem terbuat dari pohong yang terlebih dahulu dikupas dan direndam untuk menghilangkan rasa pahitnya, library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id28

kemudian diparut menggunakan parutan kelapa dan tambahkan

parutan kelapa serta sedikit garam, setelah itu diuleni. Setelah adonan

tercampur rata lalu dibentuk bulatan dan di bagian tengah diberi gula

Jawa dan digoreng sampai berwarna kecoklatan.

Ekspresi nonverbal klenyem adalah makanan yang berbahan

dasar pohong „singkong‟ berbentuk bulat dengan warna coklat pada

permukaan luarnya. Klenyem memiliki keunikan tersendiri yaitu

terdapat gula Jawa didalamnya, sehingga ketika digigit, lelehan gula

Jawa itu akan terlihat. Lelehan gula Jawa itu yang membuat klenyem

menjadi makanan yang istimewa.

b. balung kethek [balUŋ kəTɛ?]

Gambar 4: balung kethek [balUŋ kəTɛ?] (Dok Dian, 2 April 2019)

Ekspresi verbal balung kethek merupakan salah satu kategori

berbahan dasar pohong. Balung kethek terbuat dari pohong yang

terlebih dahulu dikupas lalu dicuci, kemudian direbus dan diiris kecil

tipis-tipis setelah itu dijemur dibawah sinar matahari. Setelah kering,

kemudian digoreng. Namun ada cara alami yang membuat balung

kethek tidak keras ketika dimakan, yaitu sebelum digoreng direndam library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id29

di dalam air yang mendidih sebentar lalu ditiriskan, baru setelah itu

digoreng sampai berwarna kecoklatan.

Ekspresi nonverbal balung kethek merupakan makanan yang

bentuknya kecil namun tebal dan tak beraturan. Teksturnya yang keras

semakin memperlihatkan ciri khas dari balung kethek ini. Namun

siapa sangka, balung kethek tetap eksis di kalangan masyarakat karena

menimbulkan sensasi tersendiri ketika memakan. Teksturnya yang

keras seperti tulang akan membuat wajah meringis layaknya monyet

ketika menggigitnya.

c. sawut [sawUt]

Gambar 5: sawut [sawUt] (Dok Dian, 2 April 2019)

Ekspresi verbal sawut merupakan salah satu kategori

berbahan dasar pohong. Sawut terbuat dari pohong yang terlebih

dahulu dikupas lalu dicuci, kemudian diparut kasar bukan parut untuk

memarut kelapa. Setelah diparut kemudian dicampur dengan sedikit

garam dan gula jawa yang sudah dihaluskan dan diberi parutan kelapa

kemudian dikukus sampai pohong matang.

Ekspresi nonverbal sawut merupakan makanan tradisional

yang ang memiliki bentuk tak beraturan karena diparut kasar. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id30

Meskipun demikian sawut tetap menjadi istimewa di hati masyarakat.

Sawut berwarna kecoklatan karena terdapat gula Jawa yang melekat

pada sawut. Tekstur sawut yang empuk dan rasa khas gula Jawa

membuat banyak yang menyukainya.

d. utri [utri]

Gambar 6: utri [utri] (Dok Dian, 2 April 2019)

Ekspresi verbal utri merupakan salah satu kategori berbahan

dasar pohong. Utri terbuat dari pohong yang terlebih dahulu dikupas

lalu dicuci, kemudian diparut menggunakan parutan kelapa,

tambahkan kelapa parut, gula Jawa, dan sedikit garam , lalu diuleni

sampai semua bahan tercampur rata. Setelah itu adonan dituangkan

sedikit ke dalam selembar daun pisang dan dibentuk pipih

memanjang. Semat kedua ujungnya dengan lidi, baru setelah itu

dikukus sampai matang.

Ekspresi nonverbal utri merupakan kategori makanan yang

berbahan dasar pohong dan sangat khas bentuknya karena dibungkus

dengan daun pisang dengan bentuk pipih memanjang dan ada sematan

lidi di kedua ujungnya. Ketika bungkusnya dibuka akan terlihat library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id31

bentuk utri yang berwarna coklat muda. Permukaannya sangat halus

karena terbungkus daun pisang. Aromanya juga khas antara perpaduan

aroma singkong, gula Jawa, dan daun pisang.

e. tape pohong [tapə pOhOŋ]

Gambar 7: tape pohong [tapə pOhOŋ] (Dok Dian, 2 April 2019)

Ekspresi verbal tape pohong merupakan salah satu kategori

berbahan dasar pohong. Tape pohong terbuat dari singkong yang

terlebih dahulu dikupas dan dicuci, kemudian dipotong kecil-kecil

sesuai selera dan dikukus sampai matang. Kemudian setelah itu

ditaburi ragi tape „ragi ‟ yang terlebih dahulu dihaluskan. Taburi

singkong yang telah dikukus dengan ragi tape „ragi tapai‟ secara

merata. Setelah itu simpan dalam tempat tertutup dan diamkan selama

2-3 hari.

Ekspresi nonverbal tape pohong merupakan makanan yang

dikategorikan berbahan dasar singkong yang bertekstur sangat lembek

ketika sudah benar-benar terfermentasi. Ketika dicium aromanya agak

sedikit menyengat. Warnanya kuning cerah dan ada sekikit warna

putih yang merupakan ragi tape „ragi tapai‟. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id32

2. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal makanan berbahan

dasar glepung pathi [gləpUŋ paTi]

a. cenil [cənIl]

Gambar 8: cenil [cənIl] (Dok Dian, 2 April 2019)

Ekspresi verbal cenil merupakan salah satu kategori berbahan

dasar tepung tapioka. Cenil terbuat dari tepung tapioka yang diuleni

dengan air mendidih diberi sedikit gula dan pewarna makanan. Setelah

diuleni lalu dibentuk memanjang kecil-kecil, kemudian dimasukkan

ke dalam panci berisi air yang direbus. Masukkan adonan cenil ke

dalam panci tadi dan tunggu sampai cenil naik ke atas permukaan

panci. Setelah itu angkat dan gulingkan cenil ke dalam kelapa parut

agaar tidak menempel jadi satu.

Ekspresi nonverbal cenil merupakan makanan tradisional

berbahan dasar tepung tapioka. Cenil ini dikonsumsi dengan kelapa

parut atau gula jawa. Cenil berbentuk kecil memanjang dengan ujung

yang meruncing dengan warna yang beragam seperti merah, kuning,

hijau, dan putih.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id33

b. cendhol [cənDɔl]

Gambar 9: cendhol [cənDɔl] (Dok Dian, 25 Juni 2019)

Ekspresi verbal cendhol merupakan salah satu kategori

berbahan dasar tepung tapioka. Cendhol terbuat dari tepung tapioka

yang diuleni bersama perasan daun suji, daun pandan, sedikit garam,

dan sedikit pewarna (bisa merah muda atau hijau), setelah itu dituang

ke dalam cetakan yang diletakkan di atas wadah berisi air es,

kemudian digoyang-goyangkan dan ditekan agar adonan tadi dapat

keluar dari cetakan berbentuk persegi panjang yang memanjang dan

kenyal karena berbahan dasar tepung tapioka.

Ekspresi nonverbal cendhol adalah makana tradisional

berbahan dasar tepung tapioka. Biasanya sebagai campuran es dawet

atau bisa juga untuk dibuat es . Cendhol memiliki warna

beragam seperti merah muda, hijau, dan putih. Warna tersebut berasal

dari pewarna makanan yang dicampurkan ketika proses pembuatan

cendhol. Cendhol berbentuk kecil memanjang dengan ujung yang

tidak runcing

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id34

3. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal makanan berbahan

dasar beras ketan [bəras kətan]

a. ketan [kətan]

Gambar 10: ketan [kətan] (Dok Dian, 3 April 2019)

Ekspresi verbal ketan merupakan salah satu kategori

berbahan dasar beras ketan. Ketan terbuat dari beras ketan yang

dimasak seperti halnya menanak nasi, yaitu beras ketan dikaru „diaduk

bersama air‟, kemudian setelah itu didang „dikukus‟ sampai matang.

Ketan „ketan‟ yang sudah matang disajikan dengan taburan kelapa

parut dan gula Jawa yang dilelehkan.

Elspresi nonverbal ketan adalah makanan tradisional yang

berbahan dasar beras ketan yang dimasak layaknya memasak nasi

dikompor. Biasanya dicampur dengan gula jawa dan parutan kelapa

jika ingin dikonsumsi. Beras ketan akan berwarna putih pucat ketika

sudah matang dan teksturnya lengket

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id35

b. lemper [ləmpər]

Gambar 11: lemper [ləmpər] (Dok Dian, 2 April 2019)

Ekspresi verbal lemper merupakan salah satu kategori

berbahan dasar beras ketan. Lemper terbuat dari beras ketan yang

dimasak seperti halnya menanak nasi, yaitu beras ketan dikaru „diaduk

bersama air‟, kemudian setelah itu didang „dikukus‟ sampai setengah

matang. Kemudian setelah itu ketan dinek-enek „ditekan-tekan‟

sampai pipih, lalu diberi abon ditengahnya setelah itu dibentuk

lonjong memanjang dan dibungkus dengan daun pisang dengan kedua

ujung disemat dengan lidi. Setelah itu dikukus kembali sampai matang

dan daun pisang berwarna coklat tua.

Ekspresi nonverbal lemper merupakan makanan tardisional

yang dikategorikan berbahan dasar beras ketan. Lemper berbentuk

kecil panjang dan berisi dan dibungkus daun pisang kemudian kedua

ujungnya disemat dengan lidi. Lemper yang berbahan dasar ketan ini

berwarna putih pucat dengan isi abon yang berwarna coklat.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id36

c. lepet [ləpət]

Gambar 12: lepet [ləpət] (Dok Dian, 9 April 2019)

Ekspresi verbal lepet merupakan salah satu kategori berbahan

dasar beras ketan. Lepet merupakan makanan tradisional yang terbuat

dari beras ketan yang sebelumnya dikaru „diaduk bersama air‟, lalu

didang „dikukus‟ matang, setelah itu dinek-enek „ditekan-tekan sampai

berbentuk memanjang kecil-kecil. Kemudian dibungkus dengan daun

seperti halnya lemper. Akan tetapi daun yang digunakan untuk

membungkus lepet adalah daun kelapa yang masih muda yang

bernama janur. Setelah dibungkus dengan janur lalu lepet diikat

dengan tali bambu agar tidak mudah lepas janurnya.

Ekspresi nonverbal lepet merupakan makanan tradisional

yang dikategorikan berbahan dasar beras ketan. Lepet yang dibungkus

janus berwarna coklat tua dikarenakan telah direbus ini berbentuk

unik yaitu kecil dan memanjang dengan tali bambu yang melekat.

Pola janur yang membalut lepet ini berurutan dan rapi.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id37

d. jadah [jadah]

Gambar 13: jadah [jadah] (Dok Dian, 9 April 2019)

Ekspresi verbal jadah merupakan salah satu kategori

berbahan dasar tepung ketan. Jadah terbuat dari tepung ketan yang

terlebih dahulu dikaru „diaduk bersama air‟ kemudian didang

„dikukus‟. Namun sebelum didang „dikukus‟, terlebih dahulu tepung

ketan tadi ditambah dengan parutan kelapa dan sedikit garam. Setelah

itu didang „dikukus‟ sampai matang. Baru kemudian ditumbuk sampai

teksturnya halus dan lengket.

Ekspresi nonverbal jadah adalah makanan yang terbuat dari

beras ketan, berwarna putih dengan tekstur yang sangat lengket.

Ketika dingin dan sudah berhari-hari tekstur jadah akan mengeras‟.

4. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal makanan berbahan

dasar glepung ketan [gləpUŋ kətan]

a. ondhe-ondhe [onDə-onDə]

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id38

Gambar 14: ondhe-ondhe [onDə-onDə] (Dok Dian, 9 April 2019)

Ekspresi verbal ondhe-ondhe merupakan salah satu kategori

berbahan dasar tepung ketan‟\. Ondhe-ondhe terbuat dari tepung ketan

putih yang diuleni bersamaan dengan tepung sagu, gula pasir, air

pandan, serta garam. Setelah itu dipipihkan untuk dimasuki isi yaitu

kacang hijau yang telah dihaluskan. Setelah itu dibentuk menjadi bulat

kemudian dicelup kedalam air lalu digulingkan di atas wijen

kemudian digoreng sampai berwarna kecoklatan.

Ekspresi nonverbal ondhe-ondhe merupakan makanan

tradisional berbahan dasar tepung ketan yang berbentuk bulat

berwarna kecoklatan dan permukaannya dipenuhi dengan biji wijen.

Ondhe-ondhe memiliki isi yaitu kacang hijau berwarna kuning muda

karena kulitnya sudah dibuang dan kemudian biji kacang hijaunya

dihaluskan.

b. mendhut [mənDUt]

Gambar 15: mendhut [mənDUt] (Dok Dian, 9 April 2019)

Ekspresi verbal mendhut merupakan salah satu kategori

berbahan dasar tepung ketan. Mendhut terbuat dari tepung ketan yang

diuleni dengan santan, kemudian dibentuk bulat kecil-kecil dan diisi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id39

dengan kelapa parut yang sudah dimasak dengan gula pasir. Setelah

itu dibungkus dengan daun pisang dan dikukus sampai daun pisang

berwarna coklat tua.

Ekspresi nonverbal mendhut merupakan makanan tradisional

yang berkategori terbuat dari tepung ketaan. Mendhut bertekstur

sangat lembek ketika sudah matang. Bentuknya bulat kecil tak

beraturan dengan isi ditengahnya yaitu kelapa parut yang teah dmasak

dengan gula pasir. Mendhut dibungkus dengan daun pisan dan disemat

menggunakan lidi. Mendhut berwarna hijau, merah, dan ada juga yang

putih.

c. kue ku [kue ku]

Gambar 16: kue ku [kue ku] (Dok Dian, 5 April 2019)

Ekspresi verbal kue ku merupakan salah satu kategori

berbahan dasar tepung ketan. Kue ku terbuat dari tepung ketan yang

diuleni dengan satan mendidih, pewarna makanan, gula pasir dan

garam. Kemudian ambil 2 sendok makan adonan dan pipihkan dan

beri isi kacang hijau yang telah dihaluskan. Seteah itu masukkan ke

dalam cetakan, tekan-tekan sampai merata ke dlam cetakan lalu library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id40

keluarkan adonan dari cetakan di atas daun pisang dan dikukus sampai

matang..

Ekspresi nonverbal kue ku merupakan makanan tradisional

yang dikategorikan sebagai makanan yang berbahan dasar tepung

ketan. Kue ku berbentuk unik karena permukaannya berbentuk seperti

tempurung kura-kura. Hanya saja kue ku berwarna merah. Pada

permukaan kue ku terdapat daun pisang sebagai alas dan berbentuk

menyesuaikan bentuk kue ku „ku.

5. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal obat tradisional

a. paitan [paitan]

Gambar 17: paitan [paitan] (Dok Dian, 25 Juni 2019)

Ekspresi verbal paitan merupakan salah satu kategori obat

tradisional yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. Paitan

biasanya digunakan untuk campuran membuat jamu godhokan

„rebusan‟. Adapun manfaat dari paitan adalah untuk menyembuhkan

sakit perut, menyembuhkan infeksi, mencegah diabetes, dan juga

dapat mengobati flu.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id41

Ekspresi nonverbal paitan merupakan obat tradisional yang

berwarna hitam dan rasanya sangat pahit. Adapun cara pembuatannya

yaitu adas „adas‟, dawung „dawung‟, bahan jamu godhokan „rebusan‟,

dan sambiloto, direbus kemudian disaring. Paitan berwarna hitam

pekat danbaunya menyengat.

b. wedang secang [wədaŋ səcaŋ]

Gambar 18: wedang secang [wədaŋ səcaŋ] (Dok Dian, 25 Juni 2019)

Ekspresi verbal wedang secang merupakan salah satu

kategori obat tradisional yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo. Wedang secang ini bermanfaat bagi tubuh antara lain

meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah penyakit kanker dan tumor,

mengobati diabetes, asam urat, dan melancarkan sistem peredaran

darah, dsb.

Ekspresi nonverbal wedang secang adalah kategori obat

tradisional yang berwarna merah ketika diseduh. Aromanya sangat

khas. Jika diminum membuat badan hangat. Sekilas rasanya sepeti

wedang jahe „air jahe‟.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id42

c. beras kencur [bəras kəncUr]

Gambar 19: beras kencur [bəras kəncUr] (Dok Dian, 25 Juni 2019)

Ekspresi verbal beras kencur merupakan salah satu kategori

obat tradisional yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Beras kencur ini bermanfaat untuk mengatasi kesel-kesel „capek‟,

pegel linu, batuk, dan juga dapat meningatkan nafsu makan.

Ekspresi nonverbal beras kencur adalah obat tradisionl yang

terbuat dari bahan dasar beras dan kencur. Adapun cara pembuatannya

yaitu dengan cara ditumbuk. Terlebih dahulu beras dan kencur

ditumpuk, dicampur dengan adas „adas‟, dawung „dawung‟ dan jeruk

purut. Untuk bahan gulanya yaitu gula jawa, serai, jahe, manis jangan,

peka, misoi, pandan ditumbuk juga sampai halus. Setelah itu kedua

bahan yang sudah ditumbuk dicampur menjadi satu dan diberi air

yang sudah matang lalu diperas. Beras kencur ini berwarna coklat

gelap.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id43

d. kunir asem [kunIr asəm]

Gambar 20: kunir asem [kunIr asəm] (Dok Dian, 28 Juni 2019)

Ekspresi verbal kunir asem merupakan salah satu kategori

obat tradisional yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Kunir asem baik diminum untuk orang yang sedang haid karena jika

meminum kunir asem maka darah yang keluar akan semakin deras,

dapat juga untuk melangsingkan badan, dan menghilangkan bau

badan, dsb.

Ekspresi nonverbal kunir asem adalah obat tradisional yang

berbahan dasar kunir „kunyit‟ dan asem „asam‟. Warna dari kunir

asem adalah kuning gelap. Cara membuatnya yaitu terlebih dahulu

kunir „kunyit‟ disangrai agar tidak getir dilidah. Setelah tu ditumbuk

dengan gula jawa, asem „asam‟, adas „adas‟, dan dawung „dawung‟.

Setelah itu diberi air matang lalu diperas. Diulang-ulang sampai

persan airnya tidak kental lagi.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id44

e. cabe puyang [cabe puyaŋ]

Gambar 21: cabe puyang [cabe puyaŋ] (Dok Dian, 25 Juni 2019

Ekspresi verbal cabe puyang merupakan salah satu kategori obat

tradisional yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. Cabe puyang

juga dipercaya dapat mengobati pegel linu, dan juga untuk obat kesel-kesel

„capek‟.

Ekspresi nonverbal cabe puyang adalah obat tradisional yang berbahan

dasar cabe dan puyang, dan bahan pendukung lainnya. Adapun cara

pembuatannya yaitu dengan menumbuk cabe, puyang, beras, kencur, adas

„adas‟, dhawung „dawung‟, kapulaga, kunir „kunyit‟. Setelah itu diberi air

yang sudah matang lalu diperas dan disaring. Diulang-ulang sampai perasan

airnya tidak kental lagi. Cabe puyang ini berwarna kuning seperti kunir asem

namun agak lebih terang sedikit.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id45

f. kunci suruh [kunci surUh]

Gambar 22: kunci suruh [kunci surUh] (Dok Dian, 28 Juni 2019)

Ekspresi verbal kunci suruh merupakan salah satu kategori

obat tradisional yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Daun sirih identik dengan kewanitaan, jadi jamu kunci suruh ini

sangat bermanfaat bagi wanita seperti merapatkan organ intim,

mengecilkan rahim, menghilangkan keputihan. Selain itu kunci suruh

„kunci sirih‟ juga dapat menguatkan gigi, menghilangkan bau badan

dan melangsingkan perut.

Ekspresi nonverbal kunci suruh adalah obat tradisional yang

berbahan dasar kunci dan suruh „sirih‟. Adapun cara membuatnya

adalah dengan menumbuk halus kedua bahan tadi. Setelah itu

dicampur dengan air matang kemudian diperas dan disaring,

kemudian diulangi sampai air tidak kental lagi.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id46

g. godhong kates [gODOŋ katɛs]

Gambar 23: godhong kates [gODOŋ katɛs] (Dok Dian, 28 Juni 2019)

Ekspresi verbal godhong kates „merupakan salah satu

kategori obat tradisional yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo. Manfaat utama dari godhong kates adalah untuk

meningkatkan nafsu makan. Selain itu juga bermanfaat bagi ibu

menyusui karena akan memperlancar ASI. Selain itu juga dapat

menaikkan trombosit terutama bagi orang yang terkena demam

berdarah.

Ekspresi nonverbal godhong kates adalah obat tradisional yang

berbahan dasar daun pepaya. Selain itu bahan yang digunakan untuk

membuat jamu ini adalah adas „adas‟, dhawung „dawung‟, kencur,

dan temu ireng. Cara membuatnya yaitu dengan menumbuk semua

bahan sampai halus kemudian diberi air matang lalu diperas dan

disaring. Untuk membuat obat tradisional, air yang digunakan adalah

air yang sudah matang. Jadi tidak direbus karena jika direbus akan

merusak cita rasa dan akan jadi ndemblok „teksturnya kental‟ dan

tidak enak. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id47

6. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal sayuran bayem

[bayəm]

a. bayem gudhang [bayəm guDaŋ]

Gambar 24: bayem gudhang [bayəm guDaŋ] (Dok Dian, 28 Juni 2019)

Ekspresi verbal bayem gudhang merupakan salah satu

kategori sayuran bayem yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo. Bayem gudhang biasanya digunakan untuk bahan atau

campuran membuat gudhangan „urapan‟. Bisa juga direbus dan

dimakan bersama terasi.

Ekspresi nonverbal bayem gudhang merupakan jenis bayem

yang memiliki bentuk daun besar dan berbatang besar pula. Teksturnya

agak kasar, tidak selembut bayem jangan.

b. bayem jangan [bayəm sayUr]

Gambar 25: bayem jangan [bayəm sayUr] (Dok Dian, 28 Juni 2019) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id48

Ekspresi verbal bayem jangan merupakan salah satu kategori

sayuran bayem yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Bayem jangan biasanya biasa diolah menjadi sayur bayem „bayam‟

seperti pada umumnya.

Ekspresi nonverbal bayem jangan adalah jenis bayam yang

memiliki daun serta batang yang kecil dan bertekstur lembut.

Batangnya lunak dan halus.

7. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal tanaman berbuah

serupa bentuk

a. gori [gOri]

Gambar 26: gori [gOri[ (Dok Dian, 28 Juni 2019)

Ekspresi verbal gori merupakan salah satu kategori sayuran

yang memiliki bentuk serupa dengan beberapa sayuran lain yang dijual

di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo. Gori biasanya diolah menjadi

gudheg. „‟. Adapun gudheg „gudeg‟ sendiri adala makanan khas

dari DIY.

Ekspresi nonverbal gori memiliki bentuk oval dan kulitnya

bertekstur runcing-runcing namun tidak tajam. Adapun warna gori

adalah kuning pucat. Gori yang sudah matang akan berwarna oranye library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id49

buahnya, namun ketika masih mentah berwarna putih. gori memiliki

biji yang bernama beton yang berbentuk oval berwarna kuing muda.

Gori ini memiliki getah yang sangat lengket.

b. cempedhak [cəmpəDa?]

Gambar 27: cempedhak [cəmpəDa?] (Dok Dian, 27 Juni 2019)

Ekspresi verbal cempedhak adalah kategori tanaman berbuah

yang memiliki bentuk serupa dengan tanaman lain yaitu gori „nangka

muda‟. Cempedhak memiliki aroma yang kuat bahkan ketika sebelum

dibelah.

Ekspresi nonverbal cempedhak adalah buah yang berbentuk

menyerupai gori „nangka muda‟, memiliki tekstur kulit lebih lembut

hampir seperti sukun „sukun‟. Berbentuk lonjong dan lebih ramping

daripada bentuk gori „nangka muda‟.

c. kluwih [kluwIh]

Gambar 28: kluwih [kluwIh] (Dok Dian, 26 Juni 2019) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id50

Ekspresi verbal kluwih adalah kategori tanaman berbuah yang

memiliki bentuk serupa dengan tanaman sukun „sukun‟. Kluwih

biasanya dimasak menjadi sayur kluwih, , dll.

Ekspresi nonverbal kluwih adalah buah yang iasanya dimasak

untuk sayur. Berbentuk bulat berduri namun tidak tajam. Warna

kuitnya hijau muda. Ketika dibelah, kluwih memiliki biji yang besat-

besar dan bijinya tersebut diselimuti oleh kulit tipis. Kluwih memiliki

getah berwarna putih susu ketika dipetik dari pohonnya.

d. sukun [sukUn]

Gambar 29: sukun [sukUn] (Dok Dian, 25 Juni 2019)

Ekspresi verbal sukun adalah kategori tanaman berbuah yang

memiliki bentuk serupa dengan kluwih „keluih‟. Sukun biasanya

dikonsumsi dengan cara digoreng, atau jika sukun sudah terlalu

matang, bisa digoreng dengan tepung atau dikukus saja. Sukun yang

sudah matang akan terasa manis, namun jika masih mentah tidak

berasa. Walaupun ketika matang rasanya manis, ketika akan

mengkonsumsi harus tetap diolah terlebih dahulu.

Ekspresi nonverbal sukun adalah buah yang bentuknya

menyerupai kluwih ‟keluih‟. Hanya saja sukun tidak memiliki duri library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id51

pada permukaan kulitnya. Dan ketika dibelah, sukun tidak memiliki

biji. Warna buah sukun adalah hijau muda, namun ketika sudah terlalu

matang bisa menjadi coklat atau hitam.

8. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal sayuran berdaun

menjari

a. godhong pohong [gODOŋ pohoŋ]

Gambar 30: godhong pohong [gODOŋ pohoŋ] (Dok Dian, 27 Juni

2019)

Ekspresi verbal godhong pohong merupakan salah satu

kategori sayuran yang berbentuk menjari. Godhong pohong biasanya

dapat diolah menjadi sayur, bisa juga hanya direbus dan dibuat

lalapan, atau bisa juga untuk campuran membuat rolade, dll.

Ekspresi nonverbal godhong pohong adalah sayuran tradisional

yang berbentuk menjari dan memiliki batang yang panjang. Warna

batangnya pun tidak hijau seperti warna godhong pohong. Batangnya

berwarna merah tua.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id52

b. godhong kates [gODOŋ katɛs]

Gambar 31: godhong kates [gODOŋ katɛs] (Dok Dian, 27 Juni 2019)

Ekspresi verbal godhong kates merupakan salah satu kategori

sayuran berbentuk menjari yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo. Godhong kates biasa digunakan sebagai obat tradisional

atau jamu. Godhong kates dipercaya dapat mengobati sakit demam

berdarah karena dapat membuat trombosit menjadi bertambah.

Ekspresi nonverbal godhong kates adalah sayuran tradisional

yang berbentuk menjari. Namun disetiap jari dari godhong kates

memiliki banyak cabang. Daun dari godhong kates ini berwarna hijau

tua. Adapun batang disetiap jari ataupun batang di dalam daunnya

berwarna kuning muda.

c. ningkir [niŋkIr]

Gambar 32: ningkir [niŋkIr] (Dok Dian, 27 Juni 2019) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id53

Ekspresi verbal ningkir merupakan kategori sayuran yang

berbentuk menjari. Ningkir biasa digunakan untuk bahan campuran

membuat gudhangan „urapan‟

Ekspresi nonverbal ningkir ialah sayuran yang memiliki daun

yang bercabang disetiap batangnya. Bentuk dari daun ningkir adalah

menjari. Batangnya berwarna hijau muda dan tebal dan memiliki duri-

duri tipis yang samar-samar.

9. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal sawi „sawi‟

a. sawi ijo [sawi ijo]

Gambar 33: sawi ijoi [sawi ijo] (Dok Dian, 25 Juni 2019)

Ekspresi verbal dari sawi ijo adalah kategori sayuran

bernama sawi „sawi‟. Sawi ijo adalah sawi yang paling populer di

antara jenis sawi yang lain. Sawi ijo biasanya diolah untuk bahan

campuran capcay, mie rebus atau goreng, , dll.

Ekspresi nonverbal sawi ijo adalah sayuran yang memiliki

daun warna hijau dengan batang memanjang berwarna kuning muda.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id54

Pada sawi ijo batangnya menggerombol menjadi satu pada ujung

batangnya.

b. sawi sendhok [sawi senDɔ?]

Gambar 34: sawi sendhok [sawi senDɔ?] (Dok Dian, 26 Juni 2019)

Ekspresi verbal sêêawi sendhok adalah kategori sayuran

bernama sawi „sawi‟. Sama halnya sawi ijo „sawi hijau‟, sawi sendhok

juga biasa dipakai untuk campuran ketika membuat capcay, mie

rebus/goreng, nasi goreng, dll.

Ekspresi nonverbal sawi sendhok adalah sayuran yang

memiliki bentuk seperti sendhok „sendok‟. Memiliki bentuk daun

seerta batang lebar dan pendek sehingga mirip dengan bentuk sendhok

„sendok‟. Batangnya bergerombol menjadi satu pada ujung batangnya.

c. sawi putih [sawi putIh]

Gambar 35: sawi putih [sawi putIh] (Dok Dian, 26 Juni 2019) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id55

Ekspresi verbal sawi putih adalah kategori dari sayuran sawi

„sawi‟. Sawi putih biasanya dimasak dengan cara ditumis, atau dapat

diolah menjadi sayur kuah santan.

Ekspresi nonverbal sawi putih adalah sayuran berwarna

kuning muda hampir putih pada daunnya dan putih susu pada

batangnya. Bentuk sawi putih ini hampir keseluruhan dipenuhi oleh

batang. Batangnya lebar tipis dan lunak dengan disampingnya terdapat

daun yang mengelilingi batang kecuali pada ujung batangnya.

10. Kategori dan ekspresi verbal maupun nonverbal buah gedhang

[gəDaŋ]

a. gedhang raja [gəDaŋ rɔjɔ]

Gambar 36: gedhang raja [gəDaŋ rɔjɔ] (Dok Dian, 27 Juni 2019)

Ekspresi verbal gedhang raja merupakan salah satu kategori

buah gedhang „pisang‟ yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo. Gedhang raja biasanya dipakai untuk kondangan

„selamatan‟. Atau bisa juga dimakan langsung.

Ekspresi nonverbal gedhang raja buahnya berwarna kuning

muda dan cenderung memiliki banyak bercak. Di kedua ujung buahnya library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id56

berwarna hijau. Kulit dari gedhang raja ini tipis dan memliki banyak

serat. Kulit maupun buah dari gedhang raja berwarna kuning muda.

b. gedhang kepok [gəDaŋ kəpɔ?]

Gambar 37: gedhang kepok [gəDaŋ kəpɔ?] (Dok Dian, 27 Juni 2019)

Ekspresi verbal dari gedhang kepok merupakan salah satu

kategori buah gedhang „pisang‟ yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo. Gedhang kepok biasanya lebih enak dimakan setelah

direbus, atau digoreng dengan tepung. Namun bukan berarti dimakan

langsung tidak enak.

Ekspresi nonverbal gedhang kepok berwarna kuning langsat

pada kulitnya. Namun buah dari gedhang kepok berwarna putih dan

cenderung berbiji banyak.

c. gedhang brentel [gəDaŋ brəntəl]

Gambar 38: gedhang brentel [gəDaŋ brəntəl] (Dok Dian, 28 Juni 2019) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id57

Ekspresi verbal gedhang brentel merupakan salah satu

kategori buah gedhang „pisang‟ yang dijual di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo. Gedhang brentel lebih enak jika dimakan ketika matang

dan sudah empuk.

Ekspresi nonverbal gedhang brentel memiliki warna kuning

cerah dan cenderung berbentuk cembung pisangnya. Kulitnya sangat

tipis dan buahnya tidak meiliki biji. Buahnya berwarna putih dan

bertekstur sangat lembut..

d. gedhang ambon [gəDaŋ ambɔn]

Gambar 39: gedhang ambon [gəDaŋ ambɔn] (Dok Dian, 28 Juni 2019)

Ekspresi verbal gedhang ambon merupakan salah satu

kategori buah gedhang „pisang‟ yang dijual di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo. Gedhang ambon ada yang berwarna hijau

namun sudah enak dimakan, ada juga yang baru dimakan ketika

warnanya sudah berwarna kuning.

Ekspresi nonverbal gedhang ambon memiliki bentuk buah

yang panjang. Sak lirang „satu tundun‟ gedhang ambon biasanya

dibagian depan sebelah kiri dan kanan akan berbentuk melengkung ke

dalam. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id58

B. Makna kultural yang dimiliki dari ekspresi yang telah terpilih

1. klenyem [kləňəm]

Klenyem „misro‟merupakan makanan tradisional yang terbuat dari

pohong „singkong‟. Bentuknya yang sederhana ini sudah sangat melekat di

hati masyarakat karena klenyem ini mudah dibuat. Klenyem selalu ada

kettika acara kumpul keluarga. Itu menandakan bahwa dalam setiap

keluarga itu diibaratkan mangan ra mangan sing penting kumpul „makan

tidak makan yang penting kumpul‟. Ketika berkumpul keluarga, tidak

penting hidangan apa yang haus ada, yang terpenting ialah kebersamaan

dan kasih sayang satu sama lain antar keluarga.

2. balung kethek [balUŋ kəTɛ?]

Teksturnya yang keras seperti tulang dan ketika digigit akan

membuat wajah nyengir merupakan salah satu alasan mengapa dinamai

dengan balung kethek. Balung kethek yang terbuat dari pohong „singkong‟

mencerminkan kesederhanaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Sesama makhluk hidup memang harus menjalin hubungan yang baik.

Manusia harus pandai memanfaatkan potensi alam yang ada seperti

pohong „singkong‟ yang dibuat menjadi makanan bernama balung kethek.

3. sawut [sawUt]

Sawut akronim dari mawut „semrawut‟ merupakan makanan yang

terbuat dari pohong „singkong‟ yang diparut kasar. Sesuai namanya, sawut

memang berbentuk tidak beraturan, ada yang bentuknya kecil dan panjang.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id59

Seperti halnya manusia yang berbeda-beda satu sama lain, namun setiap

manusia memiliki kekurangan serta kelebihan satu sama lain.

4. utri [utri]

Utri yang berbentuk pipih namun memanjang ini menggambarkan

bahwa manusia harus memiliki pemikiran yang panjang. Manusia harus

bisa mempertimbangkan segala sesuatu dengan baik agar segalanya

berakhir manis seperti rasa utri.

5. tape pohong [tapə pOhOŋ]

Tape pohong yang bentuknya tetap sama seperti singkong namun

hanya rasanyayang berbeda dari pohong „singkong‟ mengajarkan kepada

manusia agar manusia harus selalu menjadi diri sendiri. Tidak perlu

menjadi seperti orang lain agar disukai banyak orang, karena manusia

sudah istimewa dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

6. cenil [cənIl]

Cenil memiliki jarwa dhosok „akronim‟ dari pancen nganggo ilmu

„memang memakai ilmu‟. Itu menandakan bahwa segala sesuatu harus

didasari dengan ilmu. Maka dari itu ada pepatah tuntutlah ilmu sampai ke

negeri Cina yang artinya, manusia harus terus belajar dan belajar setiap

hari agar dapat mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi dan menjadi

pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

7. cendhol [cənDɔl]

Makna kultural dari makanan tradisional cendhol adalah

melambangkan kerukunan. Bentuk cendhol yang lengket melambangkan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id60

bahwa manusia hidup itu harus selalu rukun satu sama lain, tidak boleh

saling bermusuhan, terutama dalam keluarga. Namun ada kalanya cendhol

yang lengket itu akan terpisah satu sama lain ketika dicampur dengan

santan dan gula jawa. Seperti halnya kehidupan, dalam sebuah keluarga

mungkin suatu ketika ada salah satu anggota kelaurga mungkin anak-anak

yang sudah mulai beranjak dewasa, ada yang pergi merantau bahkan

sampai nantinya menikah dan meninggalkan rumah karena ingin hidup

mandiri. Namun itulah kehidupan, terkadang seseorang memang harus

keluar dari zona nyaman demi melangsungkan kehidupan.

Cendhol yang tidak hanya memiliki satu warna melainkan beragam

warna juga melambangkan warna-warni kehidupan. Cendhol ada yang

berwarna putih bening, merah muda, hijau bahkan ada yang berwarna

hitam. Itu menandakan bahwa dalam kehidupan tentu ada masalah-

masalah entah itu masalah ringan atau berat yang membuat kehidupan

seseorang menjadi lebih berwarna tidak hanya datar-datar saja. Karena

sejatinya dari masalah-masalah itulah seseorang dapat belajar tentang

kedewasaan dan arti kehidupan.

8. ketan [kətan]

Ketan, akronim dari keraketan, mencerminkan bahwa sesama

manusia harus selalu raket. Raket berarti rukun, tidak terpecah belah, tidak

saling memusuhi, saling tolong menolong, dan saling mengasihi satu sama

lain. Seperti halnya bentuk ketan yang sangat lengket dan saling menyatu

ketika sudah matang. Namun ketika masih mentah memang beras ketan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id61

saling terpisah antara buturan satu dengan yang lain. namun bukan berarti

tidak saling tolong menolong. Semua itu butuh proses untuk mencapai

tujuan.

9. lemper [ləmpər]

Lemper yaitu jarwa dhosok „ákronim‟ dari yen dilem atimu aja

memper „kalau dipuji hatimu jangan sombong‟. Sejatinya apa yang

manusia punya hanyalah sementara. Seorang manusia harus menanamkan

sifat seperti lemper, ketika dipuji tidak sombong. Manusia harus selalu

bersifat rendah hati, dan harus menyadari bahwa semua yang dimiliki

hanyalah sementara. Seperti halnya lemper yang tampilan luarnya biasa

saja namun ketika dibuka terdapat isi yang istimewa, manusia juga harus

menanamkan sifat rendah hati. Tidak perlu semua orang harus tahu apa

yang telah dipunya dan apa yang telah diicapai.

10. lepet [ləpət]

Makanan tradisional lepet berasal dari kata lepat yang berarti

kupat „lebaran ‟ atau sawalan „syawalan‟ yang dilakukan

seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri karena lepet ini merupakan

hidangan yang wajib ada sebagai pendamping kupat „ketupat‟. Lepet

yang dibungkus dengan janur dang diikat menggunakan tali bambu ini

semata-mata bukan tanpa alasan.

Ketika akan memakan lepet terlebih dahulu pasti membuka tali

lepet yang terbut dari bambu. Tali bambu dan janur diibaratkan sebagai

kesalahan-kesalahan manusia. Jika ingin hati selalu damai dan tenang library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id62

maka manusia harus memaafkan setiap kesalahan orang lain serta

mengikhlaskannya terutama letika Hari Raya Idul Fitri khususnya bagi

umat muslim adalah kesempatan yang sangat berharga. Itulah mengapa

lepet yang terbuat dari ketan bertekstur sangat lengket karena jika sesama

manusia saling rukun dan damai tidak akan pernah terjadi pertikaian dan

akan selalu lengket seperti tekstur yang dimiliki lepet.

11. ondhe-ondhe [onDə-onDə]

Makna kultural dari makanan tradisional ondhe-ondhe sangat erat

kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Bentuk Ondhe-ondhe yang bulat

ditambah dengan wijen yang menempel didinding luar Ondhe-ondhe

melambangkan keindahan. Jika wijen-wijen tersebut tidak menempel pada

dinding luar ondhe-ondhe mungkin akan terlihat biasa-biasa saja dan tidak

menarik. Maka dari itu ada wijen-wijen yang menempel di dinding luar

ondhe-ondhe. Sama seperti hidup, orang lain mungkin akan memandang

seseorang sebelah mata ketika seseorang tersebut tidak memiliki ilmu.

Ilmu diibaratkan seperti butiran-butiran wijen yang mungil. Walaupun

ilmu itu sedikit tetapi jika mau belajar dan terus belajar pasti ilmu itu akan

bertambah. Apalagi jika ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi

sesama. Itu merupakan hakikat kehidupan.

12. mendhut [mənDUt]

Mendhut merupakan makanan tradisional yang sudah melekat di

hati masyarakat khsuusnya masyarakat Jawa. biasanya mendhut „mendut‟

selalu ada di acara-acara seperti mantu „pernikahan‟, khitanan, dsb. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id63

Rasanya yang khas dan bentuknya yang unik selalu menjadikan mendhut

„mendut‟ makanan yang dicari-cari sebab tidak semua orang dapat

membuatnya. Seperti halnya manusia, bakat atau kemampuan seseorang

akan disenangi banyak orang karena tidak semua orang memiliki bakat

tertentu.

13. kue ku [kue ku]

Kue ku „kue ku‟ merupakan hasil dari akulturasi budaya Tiongkok

yang identik dengan warna merah. Adapun ku berarti kura-kura. Bagi

masyarakat Tiongkok, kue ku menjadi pelambang panjang umur karena

kura-kura identik berumur panjang. Kue ku sangat melekat di hati

masyarakat Jawa karena bentuknya yang unik dan teksturnya yang kenyal

membuat semua orang ingin memakannya.

14. beras kencur [bəras kəncUr]

Dinamakan beras kencur karena memang terbuat dari bahan utama

beras dan kencur. Namun untuk menjadi beras kencur, terdapat bahan-

bahan lain yang tidak kalah penting yang digunakan untuk campuran.

Seperti halnya manusia, untuk menjadi apa yang diinginkan dan dicita-

citakan, bukan semata-mata hanya usaha dari manusia itu saja, namun ada

juga sistem pendukung yang ikut membantu kesuksesan manusia tersebut,

seperti orang tua, keluarga, saudara, teman dan yang paling penting adalah

Yang Maha Kuasa karena Tuhan lah penentu segalanya.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id64

15. kunir asem [kunIr asəm]

Sesuai dengan namanya kunir asem, obat tradisional ini rasanya

kecut „masam‟ namun segar ketika diminum. Sama halnya seperti beras

kencur, Kunir asem ini juga terbuat dari bahan dasar kunir „kunyit‟ dan

asem „asam‟. Namun ada bahan-bahan lain yang tidak boleh dilupakan

sebagai pelengkap dari citarasa Kunir asem ini. Sama halnya manusia,

ketika sudah mencapai kesuksesan, jagan sekali-kali berlaku sombong

karena tanpa dukungan dari keluarga, saudara, dan kehendak Tuhan,

semua tidak akan pernah terjadi.

16. paitan [paitan]

Paitan berasal dari kata dasar pait ‟pahit‟. Sesuai dengan

namanya, obat tradisional ini rasanya sangat pahit. Namun dibalik rasa

pahit dari obat tradisional ini, ternyata memiliki manfaat yang banyak bagi

tubuh. Itu menandakan bahwa dalam kehidupan, jangan hanya menilai

seseorang dari luarnya saja, melainkan harus mengetahui betul bagaimana

dia barulah dapat menilai apakah seseorang itu baik atau buruk.

17. wedang secang [wədaŋ səcaŋ]

Obat tradisional bernama wedang secang ini ketika diminum

memang sekilas seperti rasa wedang jahe „air jahe‟, namun wedang secang

ini memiliki aroma yang khas dan berwarna merah. Apalagi wedang

secang ini memiliki manfaat yang banyak bagi tubuh. Itu mendandakan

bahwa sebagai manusia, jangan suka membanding-bandingkan satu orang

dengan yang lain karena setiap orang di dunia ini tidak ada yang sama. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id65

Apalagi jika dilihat hanya dengan mata tanpa mengenal lebih jauh. Karena

apa yang dilihat belum tentu sesuai dengan apa yang dirasakan.

18. cabe puyang [cabe puyaŋ]

Cabe puyang juga salah satu obat tradisional yang dipercaya dapat

menyembuhkan pegal linu. Walaupun namanya cabe puyang dan berbahan

dasar cabe dan puyang, ada juga bahan-bahan lain yang tidak kalah

penting yang digunakan untuk membuat obat tradisional cabe puyang ini.

Sama halnya manusia, sebagai makhluk sosial manusia tidak mungkin

dapat berdiri sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. dan itu sudah

menjadi hukum alam bahwa sebagai manusia, haruslah saling tolong

menolong satu sama lain.

19. kunci suruh [kunci surUh]

Kunci suruh yang merupakan obat tradisional khusus wanita,

mencegah dan mengobati hal-hal yang berhubungan dengan kewanitaan,

menandakan bahwa di dunia ini tidak ada yang idak mungkin. Dengan izin

dan kehendak Yang Maha Kuasa, kaum wanita akan tetap dapat

memberikan yang terbaik. Karena sejatinya wanita ada untuk dimuliakan.

20. godhong kates [gODOŋ katɛs]

Godhhong kates merupakan obat tradisional yang terbuat dari

bahan dasar godhong kates. Warna daun pepaya yang hijau pekat dan

rasanya pahit ini memiliki beragam manfaat bagi tubuh. Itu mengajarkan

kepada manusia bahwa sepahit apapun cobaan dan ujian yang diberikan

Tuhan, pasti akan ada hikmah yang dapat diambil dan dijadikan pelajaran. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id66

21. bayem [bayəm]

Bayem yang memiliki batang tebal pada jenis bayem gudhang „dan

memiliki batang lunak pada jenis Bayem jangan menandakan bahwa

manusia di dunia ini tidak ada yang memiliki sifat yang sama satu sama

lain. Bahkan manusia yang memiiki hubungan darah sekalipun. Karena

setiap manusia di dunia ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing.

22. godhong pohong [gODOŋ pohoŋ]

Godhong pohong yang memiliki daun menjari menyerupai tangan

manusia menandakan bahwa tumbuhan juga layak hidup seperti manusia

yang memiliki tangan dan jari. Manusia juga harus pandai dalam

menggunakan tangannya. Jangan sampai tangan digunakan untuk

menyakiti sesama.

Batang godhong pohong yang panjang berwarna merah tua, halus

pada permukaannya namun didalam batang tersebut berwarna putih

menandakan bahwa segala yang terlihat oleh mata belum tentu sama

dengan apa yang sebenarnya terjadi. Seperti halnya manusia, kadang

hanya sekedar menyimpulkan bahwa manusia itu jahat, namun bukan

berarti manusia tidak memiliki sisi baik. Apa yang dilihat oleh mata tidak

selamanya sesuai dengan apa yang dirasakan.

23. godhong kates [gODOŋ katɛs]

Godhong kates yang memiliki permukaan daun halus namun agak

sedikit kasar dibawahnya menandakan bahwa semua yang terlihat baik, library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id67

manis di depan belum tentu baik juga dalamnya. Gagang godhong kates

„batang daun pepaya‟ dengan godhong kates „daun pepaya‟ jika

dipisahkan atau ditugel „dipotek‟ maka akan mengeluarkan getah yang

agak lengket yang menandakan bahwa persaudaraan itu akan selalu terjaga

dan jika ada yang berusaha memutuskan tali persaudaraan pasti akan

terkena getahnya atau imbasnya.

24. ningkir [niŋkIr]

Ningkir atau nyingkir „singkir‟ artinya manusia harus dapat

menyingkirkan semua hal yang bersifat negatif terutama adalah pikiran

negatif atau berprasangka buruk. Manusia harus mampu menggunakan

akal sehatnya untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

25. sawi [sawi]

Sawi yang merupakan sayuran berdaun lebar dengan pinggir daun

bergelombang juga menggambarkan perjalanan hidup manusia. Semakin

besar hasil yang ingin dicapai maka seakin besar pula ujian yang akan

dihadapi.namun disetiap ujian akan selalu ada hikmah yang dapat di ambil

layaknya tangkai dan tulang sawi yang lebar mengikuti bentuk daun sawi.

26. gori [gOri]

Gori ketika kulitnya yang beruri namun tidak tajam itu dikupas

akan mengeluarkan getah yang banyak dan sangat lengket. Menandakan

bahwa setiap manusia akan selalu mempunyai cara masing-masing untuk

melindungi diri maupun keluarganya agar terhindar dari bahaya layaknya

gori yang mengeluarkan getah sangat lengket. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id68

Gori tidak akan enak dimakan kalau belum dimasak, namun

nangka yang sudah matang tanpa dimasak sudah enak rasanya. Sama

halnya manusia, orang yang tidak mau belajar tidak akan berhasil sampai

kapanpun. Sebaliknya, orang yang selalu belajar entah belajar dalam hal

apapun, ia akan pandai dan akan memetik hasilnya suatu saat nanti.

27. cempedhak ] [cəmpəDa?]

Buah cempedhak yang memiliki bau sangat harum bahkan ketika

belum dibelah dapat diibaratkan seseorang yang pandai. Sebagai manusia,

sejatinya manusia memang harus berteman dengan orang yang dapat

mendatangkan kebaikan. Jika seseorang berteman dengan orang yang

pandai, pasti juga akan tertular kepandaiannya itu.

28. kluwih [kluwIh]

Kluwih yang biasanya diikutsertakan dalam komponen sesaji dapat

diartikan sebagai luwih „berlebih‟. Kluwih sebagai simbol pengharapan

agar manusia mendapatkan rezeki yang berlebih dan diberkahi.

29. sukun [sukUn]

Sukun yang memiliki tekstur lembut dan empuk sering disebut

dengan buah roti. Walaupun pohon sukun ini berbatang keras, namun

buahnya justru bertekstur lembut. Itu menggambarkan bahwa manusia

memang harus bersikap tegas namun tetap lemah lembut.

30. gedhang raja [gəDaŋ rɔjɔ]

Gedhang raja biasanya sering digunakan untuk pancenan dalam

acara slametan, dan juga hiasan tarub dalam pernikahan adat Jawa. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id69

Gedhang raja yang digunakan untuk hiasan tarub dalam pernikahan adat

Jawa ini dimaksudkan agar kedua mempelai bisa seperti Raja dan Ratu

yang kelak dapat menjadi teladan bagi anak dan cucunya. Selain itu, ketika

pemilihan gedhang raja untuk hiasan tarubnya, gedhang raja yang

digunakan adalah yang benar-benar matang alami atau biasa disebut suluh,

bukan matang karena dikarbit dan sebagainya. Ini diharapkan bahwa

kedua mempelai pengantin yang akan menikah sudah dalam keadaan siap

dan benar-benar matang agar dapat membina keluarga serta mampu

menghasilkan benih-benih yang utama.

31. gedhang kapok [gəDaŋ kəpɔ?]

Gedhang kepok yang sangat merakyat dan mudah ditemukan

dimana saja sehingga cocok untuk dibuat berbagai olahan makanan ini

memberikan makna bahwa sebagai manusia harus selalu bersikap rendah

hati agar disenangi siapa saja, sehingga mudah menyesuaikan diri dengan

siapa saja.

32. gedhang brentel [gəDaŋ brəntəl]

Gedhang brentel ini menjadi kesukaan banyak orang karena

buahnya yang bertekstur empuk serta bentuknya berisi dan manis. Ini

menandakan bahwa manusia tidak perlu berpura-pura agar disenangi

banyak orang. Cukup menjadi diri sendiri dan selalu berbesar hati.

33. gedhang ambon [gəDaŋ ambɔn]

Gedhang ambon juga salah satu pisang yang digemari karena

buahnya yang panjang sehingga kalau dimakan membuat kenyang. Selain library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id70

itu juga teksturnya lembut. Ini mengajarkan bahwa setiap manusia

memiliki kelebihan masing-masing. Tidak perlu merasa iri dengan apa

yang dimiliki oleh orang lain karena itu hanya membuat kecewa dan sakit

hati. Syukuri yang ada dan terus berbuat baik kepada siapapun.

C. Kategori dan ekspresi yang muncul terkait dengan segala aktivitas

masyarakat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo

1. Usaha turun temurun

Berbagai kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang muncul di Pasar

Nguter Kabupaten Sukoharjo ini adalah karena usaha turun temurun dari

keluarga terdahuu. Meneruskan usaha dari keluarga terdahulu bertujuan

agar usaha yang telah dirintis tidak punah begitu saja, setidaknya ada

salah satu anggota keluarga yang meneruskan usaha yang telah dirintis

dengan susah payah.

Kaitannya dengan meneruskan usaha keluarga terdahulu, terdapat

pula kesulitan yang dihadapi, seperti misalnya banyak yang memandang

sebelah mata, tidak percaya dengan usaha yang dijalani karena hanya

meneruskan usaha dari keluarga. Banyak yang beranggapan tinggal

menuai hasil saja tanpa usaha dari nol.

Misalnya lagi ada penjual bubur sumsum yang terkenal di Pasar

Nguter Kabupaten Sukoharjo yang diberi nama “bubur sumsum mbah

pilang”. Dahulu bubur sumsum ini menjadi makanan tradisional yang

digemari banyak orang karena rasanya yang enak dan beda dari yang

lainnya. Namun setelah mbah pilang meninggal dunia, usaha bubur library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id71

sumsum yang terkenal dengan rasanya yang enak dan khas ini dilanjutkan

oleh anak dan cucunya. Sekarang di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo

ada 2 (dua) anggota keluarga mbah pilang yang berjualan bubur sumsum

dan 1 (satu) anggota keluarga mbah pilang yang berjualan es dhawet

„dawet‟ dari resep mbah pilang.

Usaha bubur sumsum mbah pilang yang sekarang diteruskan oleh

anak dan cucunya menuai banyak pro dan kontra. Ada yang beranggapan

bahwa rasanya tak seenak dulu ketika mbah pilang yang membuat sendiri,

ada juga yang beranggapan bahwa sekarang harganya mahal. Rp. 4000,00

hanya mendapat satu bungkus bubur sumsum dan isinya sedikit. Kendati

demikian, bubur sumsum mbah pilang ini tetap ramai pembeli setiap

harinya.

2. Keahlian yang dimiliki.

Pedagang yang berjualan barang dagangannya di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo dilatarbelakangi oleh keahlian yang dimiliki.

Dengan keahlian yang dimiliki, pedagang di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo berjualan barang dagangannya dengan cara membuat

dagangannya sendiri setiap harinya.

Misalnya adalah cendhol „cendol‟ mak Atun. Mak Atun ini asli

orang Jepara dan sudah 30 tahun berjualan cendhol „cendol‟ di Pasar

Nguter Kabupaten Sukoharjo. Sejak pertama berjualan, beliau sudah

berjualan cendhol „cendol‟ ini. Setiap jam 1 malam beliau mulai membuat

dagangannya dan berangkat ke pasar pukul 05.00 (lima) pagi. Beliau library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id72

mengaku banyak sekali langganannya karena di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo hanya beliau yang menjual cendhol „cendol‟.

Banyak pembeli yang sudah menanti beliau ketika pagi-pagi mulai

dari tukang sayur keliling, tukang es keliling, orang rumahan, dan lain

sebagainya. Mereka membeli cendhol „cendol‟ ada yang ingin dijual

kembali dan ada yang untuk konsumsi sendiri.

Ketika bulan puasa, omset dari cendhol „cendol‟ mak atun ini bisa

naik 10 (sepuluh) kali lipat karena beliau membuat dalam jumlah sangat

banyak sampai dengan 1 ton dan itu habis dalam satu hari. Biasanya

ketika bulan puasa, mak Atun mencari orang untuk membantunya

membuat dagangan yang akan dijual ke pasar.

3. Ingin mempunyai usaha sendiri

Ada pedagang yang berjualan di Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo karena ingin memiliki usaha sendiri. Misalnya adalah mas

widodo. Sebelumnya beliau bekerja sebagai kuli bangunan dan ikut

orang. Karena ingin memiliki penghasilan sediri dan tidak mau ikut

dengan orang, maka ia memutuskan untuk berjualan es dhawet „es dawet‟

di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo sejak 22 tahun yang lalu.

Selama 22 tahun beliau berjualan es dhawet „dawet‟ di perempatan

pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo, tidak pindah kemanapun dan hanya

berjualan disitu saja. Bahkan ketika tahun 2013 Pasar Nguter Kabupaten

Sukoharjo direnovasi dan para pedagang dipindah sementara di lapangan

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id73

nguter, mas Widodo tetap berjualan di perempatan Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo karena sudah dihafal oleh banyak orang.

4. Hasil panen

Ada beberapa pedagang di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo

menjual barang dagangannnya dari hasil panen di kebun sendiri. Misalnya

gedhang raja „pisang raja‟, gedhang brentel „pisang brentel‟, gedhang

kepok „pisang kepok‟, dan gedhang ambon „pisang ambon‟.

5. Bahan mudah didapat

Pedagang di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo berjualan barang

dagangan mereka karena bahan yang mudah didapat dan harganya yang

terjangkau. Seperti misalnya mbak Asih penjual gethuk „getuk‟ ini.

Dahulunya beliau belajar sendiri membuat gethuk „getuk‟ sebelum

akhirnya berjualan gethuk „getuk‟. Selain karena bahan utama yaitu

singkong yang mudah didapat, singkong juga harganya murah sehingga

beliau memutuskan untuk menjual gethuk „getuk‟.

6. Memperluas pasaran

Ada pedagang di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo yang sengaja

berjualan karena ingin memperluas pasaran. Misalnya makanan

tradisional roti widoro/ roti kepuh milik Ibu Titik (Siti Wartini) ini. Ibu

Titik ini bukan asli orang Nguter, beliau bertempat tinggal di Desa

Kepuh. Sejak 36 tahun yang lalu, beliau memulai usaha membuat roti

khas dari Desa Widoro yang bernama roti widoro atau ada juga yang

menyebut roti kepuh. Biasanya beliau membuat dalam skala banyak untuk library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id74

pesanan orang yang sedang mempunyai hajatan. Karena beliau ingin

memperluas pasaran, beliau juga membuka kios di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo dan menjual roti widoro atau roti kepuh. Selain itu

beliau juga membuat jenang, , dan krasikan.

7. Dekat dari rumah

Beberapa pedagang di Pasar Nguter berjualan di Pasar Nguter

dikarenakan jaraknya yang dekat dengan rumah. Misalnya Ibu Yati yang

berjualan alat-alat rumah tangga yang terbuat dari gerabah ini. Sudah

sejak 34 tahun yang lalu beliau berjualan di Pasar Nguter. Beliau

berjualan di Pasar Nguter karena jaraknya dengan rumah tidak jauh

sehingga ketika siang hari pukul 12.00, beliau bia pulang sebentar untuk

istirahat kemudian nanti kembali lagi ke oasar untuk berjualan.

Barang dagangan yang dijual Ibu Yati ini tidak membuat sendiri

melainkan ada yang menyetori. Biasanya berasal dari pengrajin desa

Brayat. Setiap seminggu sekali biasanya ke Pasar Nguter untuk menyetok

barang dagangan Ibu Yati. Selain berjualan alat rumah tangga yang

terbuat dari gerabah, Ibu Yati juga menggarap tiket jamu sebagai

sampingan ketika menunggu kios di Pasar Nguter agar tidak mengantuk

dan memiliki penghasilan tambahan karena beliau hanya mencari nafkah

sendiri, suaminya sudah lama terkena stroke.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id75

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian tentang Kategori dan Ekspresi Bahasa

Jawa yang terdapat di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo (Kajian Etnolinguistik)

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dalam penelitian ini ditemukan 10 (sepuluh) kategori yaitu (1) Kategori

makanan berbahan dasar pohong „singkong‟ yang berekspresi gethuk \,

klenyem, balung kethek, sawut, utri, dan tape pohong, (2) Kategori

makanan berbahan dasar glepung pathi „tepung pathi‟ yang berekspresi

cenil, dan cendhol, (3) Kategori makanan berbahan dasar beras ketan yang

berekspresi ketan, lemper, lepet, dan jadah, (4) Kategori makanan

berbahan dasar glepung ketan „tepung ketan‟ yang berekspresi klepon,

ondhe-ondhe, mendhut, kue ku, (5) Kategori obat tradisional yang

berekspresi wedang secang, beras kencur, kunir asem, cabe puyang, kunci

suruh, godhong kates, dan paitan, (6) Kategori sayuran bayem „bayem‟

yang berekspresi bayem gudhang dan bayem jangan, (7) Kategori sayuran

berdaun menjari yang berekspresi godhong pohong, godhong kates, dan

ningkir, (8) kategori tanaman buah berbentuk serupa yang berekspresi

gori, cempedhak, kluwih, dan sukun, (9) Kategori sayuran sawi yang

berekspresi sawi ijo, sawi sendhok, dan sawi putih, dan (10) Kategori buah

gedhang „pisang‟ yang berekspresi gedhang raja, gedhang kepok, gedhang

ambon, dan gedhang brentel. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id76

2. Makna kultural dari ekspresi yang telah terpilih yang terangkum dalam

kategori dan ekspresi bahasa Jawa yang terdapat di Pasar Nguter

Kabupaten Sukoharjo yaitu makna yang telah sesuai dengan karakteristik

dari bentuk, warna, manfaat, serta karakter fisik dari kategori yang ada

yang tersirat dalam ekspresi verbal dan ekspresi nonverbal sesuai dengan

budaya masyarakat di Kabupaten Sukoharjo.

3. Faktor yang melatarbelakangi kategori dan ekspresi itu muncul terkait

dengan segala aktifitas masyarakat di pasar Nguter dikarenakan 7 faktor

antara lain: a) Usaha turun temurun, b) Keahlian yang dimiliki, c) Ingin

memiliki usaha sendiri, d) Hasil panen, e) Bahan mudah didapat, f) Ingin

memperluas pasaran, dan g) dekat dari rumah,

B. Saran

Penelitian tentang Kategori dan Ekspresi Bahasa Jawa yang terdapat

di Pasar Nguter Kabupaten Sukoharjo ini hanya mencakup analisis bahasa,

bentuk dan makna dengan pendekatan etnolinguistik. Oleh karena itu, penulis

menyarankan kepada peneliti berikutnya untuk meneliti lebih lanjut tentang

kategori dan ekspresi bahasa Jawa di pasar Nguter dengan kajian yang

berbeda atau dengan ruang lingkup yang lebih luas guna nenambah khazanah

pengetahuan mengenai kategori dan ekspresi di pasar Nguter.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id77

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2011. Kategori dan Ekspresi Bahasa Jawa Komunitas Nelayan di Pesisir Selatan Kebumen (Kajian Etnolinguistik). Artikel dalam Etnografi: Jurnal Penelitian Budaya Etnik, Volume XI, No. 1 Tahun

2011, ISSN 1411-7258.

Abdullah, Wakit dan Sri Lestari Handayani. 2012. Bahasa Jawa Kuna: Sejarah, Struktur, dan Aplikasinya. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Abdullah, Wakit. 2014. Etnolinguistik: Teori, Metode, dan Aplikasinya.

Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Edi Subroto, D. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural.

Surakarta: Sebelas Maret University.

.1998. “Makna Kultural”. Bahan Kuliah S-2. Yogyakarta: Program

Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Fernandez, Inyo Yos. 2008. Kategori dan Ekspresi Linguistik dalam Bahasa Jawa sebagai Cermin Kearifan Lokal Penuturnya: Kajian Etnolinguistik pada Masyarakat Petani dan Nelayan. Dalam Kajian Linguistik dan

Sastra Vol. 20 No. 2, Desember 2008: 166-177.

Fuad, Akhmad Dzukaul dkk. 2018. Kategori dan Ekspresi Linguistik Wadah

Berbahan Dasar Bambu dalam Masyarakat Jawa- Kajian Etnolinguistik. Artikel dalam Jurnal Sosial Humaniora, Volume 11, No. 1 Tahun 2018, ISSN 1979-5521.

Juhartiningrum, Eko. 2010. Istilah-istilah Jamu Tradisional Jawa Di Kabupaten Sukoharjo (Suatu Kajian Etnolinguistik. :Skripsi: Surakarta: Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores:

Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id78

Rais, A. Wakit. 2017. Kearifan Lokal Dalam Bahasa dan Budaya Jawa: Studi Kasus Masyarakat Nelayan di Pesisir Selatan Kebumen Jawa Tengah

(Kajian Etnolinguistik). Surakarta: UNS Press.

Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta

Wacana University Press. , 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata

Dharma University Press.

Sutopo, H.B. 2006. Metode Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya

dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Tim. 2018. Pedoman Skripsi Fakultas Ilmu Budaya. Surakarta: Fakultas Imu

Budaya Universitas Sebelas Maret.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sukoharjo , di akses pada hari Rabu, tanggal 24 Oktober 2018 pukul 15.00 http://intisariyuliana9.blogspot.com/2017/06/begini-sejarah-pasar-jamu-pada-1- april.html?m=1 , di akses pada hari Rabu, tanggal 24 Oktober 2018 pukul 15.30