4. IDENTIFIKASI DATA 4.1 Data Profile 4.1.1 Profile Juragan Nasi Kucing di Kampung Sagan Nama : Bpk. Sukarman Alamat : Kampung Sagan GK V/ 897 RT 07 RW 08 Jogjakarta Usia : 53 tahun Hasil Wawancara : Bapak dari dua orang putri yakni Ana dan Endang mempunyai usaha sebagai pedagang angkringan dimulai sejak tahun 1980-an. Dengan berbekal ketelatenan, menjaga kualitas dan kuantitas serta pergaulan yang luas, kakek dari dua orang cucu, Said dan Bening, mampu mengumpulkan sedikit keuntungan dari tiap penjualannya. Keuntungan yang didapatkan digunakan sebagai modal awal untuk alih profesi sebagai pengepul nasi kucing. Bapak Sukarman, yang lebih dikenal dengan Pak Karman ini memulai usaha sebagai pengepul atau juragan nasi kucing, bersama istrinya, sejak tahun 1993-an di Kampung Sagan. Pada awal usaha ini, Pak Karman merekrut saudara-saudara dari pihak istri, untuk membantu dalam hal memasak, menggoreng, membungkus sampai dengan tahap persiapan untuk dijual. Halaman rumahnya yang luas selain dimanfaatkan untuk lahan dapur juga sebagai tempat parkir gerobak angkringan yang cukup untuk 18 gerobak dengan sistem sewa parkir dan tempat tidur seadanya Rp.1.000,- per hari. Makanan yang dipersiapkan oleh saudara-saudara Pak Karman ialah nasi kucing, yang dibedakan isinya menjadi dua, yaitu nasi dan saja atau nasi dengan kering tempe saja, selain itu juga aneka gorengan seperti goreng (atau ote-ote) tempe , dan lain sebagainya. Bungkusan nasi yang dipersiapkan tiap harinya rata-rata mencapai 800 bungkus per hari atau sekitar 30-35 kg beras per hari, yang dibagikan ke 18 pemilik angkringan dan

75 Universitas Kristen Petra 76 pemilik angkringan yang datang untuk mengambil pesanan saja. Harga per bungkus nasi kucing dari tempat pengepulan ini hanya sebesar Rp.400,- namun setelah sampai ke tangan pedagang angkringan harga jual menjadi sedikit berubah, tergantung dengan pedagang yang menjual, namun para pedagang tidak terlalu banyak mengambil untung, rata-rata hanya Rp.200,- per bungkusnya. Pelengkap lauk yang dijual berupa kerupuk, aneka sate usus, jeroan, gajih, dan lain sebagainya diambil Pak Karman dari tetangga sekitarnya yang juga turut serta menyuplai. Bahan-bahan untuk pembuat minuman, yakni kopi, teh dan jahe serta rokok di dapatkan pedagang dari Pak Karman. Dalam sehari pengepulan ini dapat memasak nasi kucing dan gorengannya sebanyak 3 kali, yakni sekitar pukul 06.00 untuk pedagang yang akan berangkat sekitar pukul 09.00 kemudian sekitar pukul 10.00 untuk pedagang yang berangkat pukul 13.00 selanjutnya memasak pada pukul 15.00 untuk pedagang yang berangkat pukul 17.00. Disaat banyak pembeli yang masih menginginkan nasi kucing, maka semakin sering frekuensi memasak dalam sehari. Teknik penghematan dalam memasak, menyiasati harga minyak tanah yang mahal, yakni menggunakan kayu bakar jika menanak nasi, memasak makanan, sedangkan dalam hal menggoreng gorengan menggunakan kompor gas, lebih cepat matang. Saat waktu jualan telah usai, nasi beserta pelengkap yang tidak laku dapat dikembalikan kepada pengepul. Oleh pengepul, nasi yang masih layak kemudian dijemur dan dimanfaatkan untuk pembuatan kerupuk puli. Sedangkan nasi yang kurang layak akan digunakan untuk makanan ternak. Aneka gorengan, khususnya tempe mendoan yang tidak laku kemudian di iris tipis-tipis untuk dimasak kembali menjadi kering tempe. Seiring dengan berjalannya waktu, Pak Karman mulai menaikan kualitas kebersihan dan mutu serta cita rasa nasi kucing yang dijualnya, selain itu ia juga tak segan-segan menegur pedanag angkringan yang tidak menjaga kebersihan makanan dan minuman

Universitas Kristen Petra

77

yang dijualnya. Hal ini ia lakukan agar sirkulasi penjualan nasi kucing berjalan dengan baik, karena jika pembeli merasa senang dan setia pada satu angkringan tertentu, maka pedagang angkringan pun tetap setia mengambil pesanan nasi kucing dari Pengepulan Pak Karman. Disela-sela kegiatan rutin yang ia lakukan, Pak Karman juga pencinta seni musik campursari. Dengan teman-teman pengajian ia berkumpul hampir setiap malam senin untuk berlatih memainkan musik campursari dengan alat-alat yang dibuat sendiri.

4.1.2 Profile Juragan Nasi Kucing di Siti Sewu Nama : Bpk. Widodo Alamat : Wongsodirjan Siti Sewu RT 01 RW 01 Jogjakarta Usia : 53 tahun Hasil Wawancara : Awalnya Bapak Widodo, atau yang lebih akrab dikenal dengan Pak Wid, mempunyai usaha dengan membuka warung kecil-kecilan yang menjual minuman botol, rokok, permen dan camilan kemasan. Setelah beliau mempunyai modal yang cukup, Pak Wid alih profesi dengan membuka warung nasi, yang menyediakan aneka , dan sebagainya. Bapak dari dua orang putri dan satu orang putra serta kakek dari satu orang cucu ini kemudian merugi, karena disekitar tempat berjualannya tersebut banyak saingan. Sehingga memaksa Pak Wid untuk alih profesi lagi, profesi yang dipilihnya ialah sebagai juragan nasi kucing. Pertama kali Pak Wid menjadi penyuplai nasi kucing sekitar tahun 1978-an, dengan menempati sebuah gedung beras di utara, dekat bengkel stasiun Tugu. Beliau mencari koneksi dengan para pedagang angkringan. Dengan sistem parkir angkringan serta tempat untuk tidur gratis, banyak pedagang angkringan yang berminat. Persiapan untuk menyuplai nasi kucing dibagi dalam tiga waktu yang berbeda, yakni masak pada pukul 05.00 untuk pedagang angkringan

Universitas Kristen Petra

78

yang akan berjualan pukul 09.00, khusus pada waktu subuh ini, proses memasak dilakukan di rumah anak sulung perempuan Pak Wid. Kemudian masak pada pukul 10.00 untuk menyuplai yang berjualan pada pukul 13.00 dilanjutkan dengan masak pada pukul 15.00 untuk menyuplai yang berjualan pada pukul 18.00. Nai kucing dibandrol dengan harga Rp. 500,- dan aneka sate disuplai oleh tetangga Pak Wid. Dengan sistem antar saudara, nasi kucing yang tidak laku dapat dikembalikan kepada Pak Wid berikut juga dengan aneka gorengan. Namun “Puji Tuhan, hampir semua nasi kucing dan gorengan yang dibawa pedagang hampir selalu habis, jadi bapak ya ndak rugi” kata Mbak Wiwien anak perempuan kedua Pak Wid. Teknik penghematan dalam memasak, menyiasati harga minyak tanah yang mahal, yakni menggunakan kayu bakar jika menanak nasi, memasak makanan, sedangkan dalam hal menggoreng gorengan menggunakan kompor gas, agar lebih cepat matang. Dalam pembuatan gorengan selalu baru, gorengan yang tidak laku dimakan sendiri, atau untuk pakan ayam. Begitu pula dengan nasi kucing yang tidak laku.

4.1.3 Profile Pedagang Angkringan “Pak Kribo” Nama : Bpk. Suyatno Alamat : Kampung Sagan GK V/ 897 RT 07 RW 08 (Tidur di tempat yang disediakan oleh Pak Widodo) Usia : 45 tahun Hasil Wawancara : Terlahir dengan nama Suyatno, Pak Yatno demikian ia biasa dipanggil, mempunyai julukan pak Krebo akibat penampilan disaat pertama kali beliau berjualan mirip dengan rocker Ahmad Albar, alias rambut keriting yang panjang dan menjulang. Sekilas terkesan agak seram, namun setelah kenal dan mampir di angkringannya pasti akan ketagihan.

Universitas Kristen Petra

79

Bapak dari tiga orang anak, yaitu Soleh, Didit dan Tyas ini bertempat tinggal di Bayat, Klaten. Beliau di Jogjakarta hanya untuk bekerja mencari uang untuk biaya anak-anaknya sekolah. Pak krebo mulai berjualan dan mangkal di depan SMP 17, dekat samsat pada tahun 1990-an. Dengan modal yang ada beliau menyuplai segala makanan dari juragan nasi kucing di Siti Sewu, yakni Pak Widodo. Setelah beliau mempunyai istri yang berprofesi sebagai pembatik di Solo, Pak Krebo tidak setiap hari berjualan, dalam seminggu beliau hanya berjualan selama lima hari kerja, sisanya beliau gunakan untuk pulang kampung melepas kerinduan terhadap istri dan anaknya. Biasanya beliau membawa nasi kucing sebanyak 80 bungkus, namun apabila mendekati hari pulang kampung, maka jumlah nasi yang dibawanya dikurangi jadi 50-60 bungkus saja. Harga nasi kucing yang dijualnya Rp.750,- aneka gorengan Rp.350,- aneka sate Rp.1000,-. Dahulu beliau berjualan hanya pada sore hari, yakni pada pukul 18.00 namun seiring dengan kebutuhan warga sekitar beliau mangkal dan juga untuk lebih mengais banyak rejeki, Pak Krebo mulai berjualan pada pukul 09.00 pagi hingga pukul 19.00-20.00 tergantung habisnya nasi yang beliau bawa. Rutinitas kegiatan yang biasa beliau lakukan adalah sebagai berikut: 07.00 Bangun, ngobrol dulu dengan pedagang angkringan yang lain atau mencuci baju. 08.00 Membersihkan rombong angkringan, mempersiapkan wedang dalam ceret-ceret, memotong jahe, membelah es batu dan lain sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan mempersiapkan diri sendiri 09.00 Waktu untuk berangkat ke tempat mangkal. 09.15 Sampai di tempat mangkal, bersiap untuk membuka angkringan. Beli air dulu untuk cuci piring di bengkel dekat beliau mangkal. 10.00 Para pembeli mulai berdatangan

Universitas Kristen Petra

80

14.00 Biasanya pada jam-jam ini sepi pembeli 16.30 Mulai banyak pembeli yang nangkring di angkringan Pak Krebo 19.00 Jika nasi telah habis, maka beliau pulang ke rumah ‘kost’ yang disediakan Pak Widodo.

Satu hari telah berlalu dalam kehidupan Pak Krebo, hingga saat akhir pekan beliau luangkan waktu untuk pulang kampung demi rindu istri dan anak-anaknya. Kegiatan rutinitas seorang pedagang angkringan yang seringkali tidak kita acuhkan, justru sarat dengan tantangan untuk bertahan hidup demi sesuap nasi dan kebutuhan hidupnya.

4.2 Produk Produk yang dikenalkan berupa proses dari pembuatan nasi kucing sampai dengan proses penjualan di angkringan dan tempat-tempat angkringan yang sudah berkembang dan terkenal melalui visualisasi dengan metode fotografi dengan aplikasi pembuatan buku esai foto mengenai angkringan.

4.3 Identifikasi Kompetitor Buku esai foto jarang terdapat di toko-toko buku terkemuka, jika ada pun, biasanya esai foto yang dibuat oleh orang luar negeri baik mengenai maupun mengenai hal-hal di luar Indonesia. Buku esai foto mengenai angkringan belum pernah ada dikeluarkan dari pihak penerbit manapun.

4.4 Analisis SWOT 4.4.1 Strenghts (Keunggulan) Analisis SWOT Keunggulan Buku Esai Foto Angkringan ƒ Dapat digunakan sebagai referensi fotografer, karena buku esai foto jarang ada. ƒ Punyai daya tarik tersendiri, karena belum pernah ada buku esai foto yang mengupas

Universitas Kristen Petra

81

mengenai angkringan. Tabel. 4.1 Analisis SWOT – Keunggulan

4.4.2 Weakness (Kelemahan) Analisis SWOT Kelemahan Buku Esai Foto Angkringan ƒ Sejauh ini belum ditemukan adanya kelemahan, karena belum banyak kompetitor buku yang sejenis.

Tabel. 4.2 Analisis SWOT – Kelemahan

4.4.3 Opportunities (Peluang) Analisis SWOT Peluang Buku Esai Foto Angkringan ƒ Sebagai buku esai foto mengenai angkringan yang pertama, buku ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi berbagai kalangan. Tabel. 4.3 Analisis SWOT – Peluang

4.4.4 Threats (Ancaman) Analisis SWOT Ancaman Buku Esai Foto Angkringan ƒ Dapat tergeser posisinya, apabila ada buku esai sejenis yang mengupas angkringan lebih dalam lagi. Tabel. 4.4 Analisis SWOT – Ancaman

4.5 USP Buku esai foto memberikan bonus pembatas buku dengan dua versi dan juga koran berisi opini dan berita mengenai angkringan, serta peta angkringan yang ada di Jogjakarta.

Universitas Kristen Petra