AKTOR DAN RELASI KEKUASAAN DALAM PENGELOLAAN MANGROVE DI KABUPATEN PESAWARAN, PROVINSI , (Actors and Power Relation in Mangrove Management in Pesawaran Regency, Lampung Province, Indonesia)

Indra Gumay Febryano1, Didik Suharjito2, Dudung Darusman2, Cecep Kusmana3, & Aceng Hidayat4 1Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Soemantri Brodjonegoro No.1 , , Indonesia; e-mail: [email protected] 2Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor; Jl. Raya Dramaga, Bogor, Indonesia; e-mail: [email protected], e-mail: [email protected] 3Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor; Jl. Raya Dramaga, Bogor, Indonesia; e-mail: [email protected] 4Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor; Jl. Raya Dramaga, Bogor, Indonesia; e-mail: [email protected] Diterima 10 Maret 2014 direvisi 6 Pebruari 2015 disetujui 24 Maret 2015

ABSTRACT

Politicization of environment has led to environmental degradation and community marginalization. The purpose of this research is to elucidate and verify actors and power relation occurred in mangrove management. Research results show that policies of regency government did not run well nor effective, as businessmen are able to converse mangrove into intensive shrimp ponds. NGO and community are making joint efforts to prevent further conversion of remaining mangrove but they are not strong enough to face the access of businessmen. Accordingly, it is necessary to develop larger network through collaboration in order to drive regency government policies to support mangrove management in a more sustainable way. Another way to carry out is by building relation with businessmen through academicians as parts of the above networking to educate businessmen about the importance of mangrove functions and advantages in order to achieve not only environmental sustainability but also shrimp aquaculture and people’s livelihood sustainability. The success of local community organization greatly assisted the regency government in the development of rural community in its coastal areas. Mangrove conservation can be synergized by creating opportunities in improving people's livelihood alternatives and ultimately will reduce the pressure on mangroves. Keywords: Actors, power relation, access, political ecology, mangrove.

ABSTRAK

Politisasi lingkungan telah mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan dan marginalisasi masyarakat lokal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan dan menjelaskan aktor dan relasi kekuasaan yang terjadi dalam pengelolaan mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah kabupaten tidak berjalan dengan baik dan efektif ketika pengusaha mampu mengkonversi mangrove menjadi tambak udang intensif. LSM dan masyarakat berupaya menggalang kekuatan untuk mencegah konversi terhadap mangrove yang tersisa, namun belum cukup kuat menghadapi akses pengusaha. Oleh karena itu, perlu dikembangkan jejaring yang lebih luas melalui kolaborasi agar dapat mendorong kebijakan pemerintah kabupaten yang lebih berpihak pada pengelolaan mangrove secara lestari. Cara lain dapat ditempuh dengan menjalin relasi dengan pengusaha melalui akademisi yang merupakan bagian dari jejaring tersebut sehingga dapat mendorong kesadaran pengusaha tentang pentingnya fungsi dan manfaat mangrove terhadap kelestarian lingkungan dan keberlanjutan budidaya udang serta mata pencaharian masyarakat. Keberhasilan kelembagaan lokal sangat membantu pemerintah kabupaten dalam pembangunan masyarakat pedesaan di wilayah pesisirnya. Konservasi mangrove dapat disinergikan dengan menciptakan peluang dalam peningkatan alternatif mata pencaharian masyarakat dan pada akhirnya akan menurunkan tekanan terhadap mangrove. Kata kunci: Aktor, relasi kekuasaan, akses, politik ekologi, mangrove.

I. PENDAHULUAN konflik pengelolaan sumberdaya alam di mana ruang lingkup dan besarnya semakin meningkat dan Kajian mengenai degradasi lingkungan telah intensif (Escobar, 1998) sehingga resolusinya men- memperoleh perhatian selama beberapa dekade ter- jadi sangat sulit (Gritten et al., 2009). Konflik terse- akhir. Degradasi yang terjadi sangat terkait dengan but dapat menjelaskan kepentingan, kekuatan dan 125

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 123-138

kerentanan berbeda dari kelompok sosial berbeda Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan fe- yang didasari oleh keprihatinan terhadap keadilan nomena pengelolaan mangrove yang dikonversi sosial dalam pemanfaatannya (Turner, 2004). menjadi tambak udang intensif melalui perspektif Pemahaman tentang politisasi lingkungan di ne- politik ekologi. Pendekatan yang digunakan adalah gara berkembang dapat ditemukan dalam analisis pendekatan berorientasi aktor dari Bryant & Bailey relasi kekuasaan (Bryant, 1998) dan telah menjadi (1997) yang dapat mengeksplorasi secara lebih fokus analisis dan metodologi dari politik ekologi mendalam posisi dan peran, kepentingan serta tin- (Escobar, 2006). Perspektif tersebut menjadi bidang dakan dari berbagai aktor yang berbeda. Karena kajian yang mempelajari aspek-aspek sosial politik pendekatan tersebut belum secara jelas dan rinci pengelolaan lingkungan dengan asumsi pokok bah- menerangkan bagaimana tindakan yang dilakukan wa perubahan lingkungan tidak bersifat teknis teta- oleh aktor, maka pendekatan tersebut selanjutnya pi politis, melibatkan aktor-aktor yang memiliki ke- dikombinasikan dengan teori akses dari Ribot & pentingan, baik pada tingkat lokal, regional maupun Peluso (2003). Akses merupakan kemampuan un- global (Bryant & Bailey, 1997). tuk memperoleh manfaat dari sesuatu, termasuk Konflik lingkungan yang diakibatkan oleh relasi obyek material, orang, kelembagaan dan simbol. kekuasaan tidak setara juga muncul dalam penge- Kemampuan tersebut terkait dengan kekuatan atau lolaan mangrove. Hal ini terlihat dari kompleksitas kekuasaan. Kekuasaan melekat dan dilaksanakan perencanaan dan pengelolaannya yang sering tercer- melalui berbagai mekanisme, proses dan relasi min dalam kebijakan pemerintah (Walters et al., sosial di mana penguasaan teknologi, modal, pasar, 2008). Konversi mangrove menjadi tambak udang tenaga kerja dan peluang tenaga kerja, pengetahuan, merupakan isu penting karena potensi keuntungan kewenangan, identitas sosial dan relasi sosial (bundle yang besar (Armitage, 2002) dan dampak negatif of power) akan memengaruhi tingkat akses ke yang ditimbulkan terhadap ekosistem pesisir dan sumberdaya. Semakin besar kekuasaan yang dimiliki masyarakat di sekitarnya (Environmental Justice aktor, maka semakin besar aksesnya ke sumberdaya Foundation, 2003). Selama tahun 1990-an budidaya mangrove. udang telah mengakibatkan degradasi mangrove di banyak negara berkembang (Cruz-Torres, 2000). B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian mengenai aktor dan relasi kekuasaan Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai dalam pengelolaan mangrove sangat penting karena dengan Juni 2013 di Kabupaten Pesawaran, Pro- dapat memberikan penjelasan bagaimana peman- vinsi Lampung (Gambar 1). Kabupaten Pesawaran faatan sumberdaya yang tidak adil antar aktor me- merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten nimbulkan degradasi sumberdaya dan marginalisasi Lampung Selatan pada tahun 2007. Secara geografis masyarakat lokal di mana hal ini diakibatkan oleh Kabupaten Pesawaran terletak pada koordinat relasi kekuasaan tidak setara di antara aktor-aktor 104,92°-105,34° BT dan 5,12°-5,84° LS, dengan tersebut. Penelitian difokuskan pada kajian menge- luas wilayah sebesar 1.173,77 km2 dan secara admi- nai proses-proses yang terjadi dalam konversi nistratif terbagi dalam sembilan kecamatan, dengan mangrove menjadi tambak udang intensif yang ter- tiga kecamatan terletak di wilayah pesisir, yaitu: Ke- jadi di kawasan lindung yang berada di luar kawasan camatan Padang Cermin, Kecamatan Punduh Pi- hutan negara. Oleh karena itu, penelitian ini bertu- dada dan Kecamatan Marga Punduh (Badan Pusat juan untuk menjelaskan relasi kekuasaan antar aktor Statistik Kabupaten Pesawaran, 2013). dalam pengelolaan mangrove. Pengetahuan dan pe- mahaman tersebut akan bermanfaat bagi berbagai C. Pengumpulan dan Analisis Data pihak yang terkait dalam membuat suatu rekomen- dasi pengelolaan mangrove yang adil, sejahtera dan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan berkelanjutan. metode yang digunakan adalah studi kasus. Pe- ngumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: wawancara mendalam, pengamatan terlibat II. METODE PENELITIAN dan analisis dokumen. Informan kunci terdiri dari pengusaha tambak udang intensif (14 orang), peng- A. Kerangka Pemikiran urus organisasi Shrimp Club Indonesia, Provinsi Lam- 126

Aktor dan Relasi Kekuasaan dalam Pengelolaan Mangrove… Indra Gumay Febryano et al.

pung (3 orang), Pemerintah Kabupaten Pesawaran orang). Data yang terkumpul dianalisis meng- (15 orang), LSM Mitra Bentala (3 orang), masyara- gunakan pendekatan berorientasi aktor dari Bryant kat (46 orang), kelembagaan lokal/Badan Pengelola & Bailey (1997) untuk mengkaji posisi dan peran, Daerah Perlindungan Mangrove (5 orang) dan

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (5

Sumber (Source): Febryano (2014). Gambar 1. Lokasi penelitian. Figure 1. Research site.

kepentingan serta tindakan aktor yang terlibat. Tin- dilakukan secara tradisional dengan mengandalkan dakan aktor diuraikan lagi secara lebih rinci meng- luas lahan (secara ekstensif), di mana luas kolam gunakan teori akses dari Ribot & Peluso (2003) berkisar antara 0,5-2 ha dan jenis yang dibudidaya- yang mengekplorasi dan mengkaji mekanisme dan kan adalah udang windu (Penaeus monodon). Peng- bentuk relasi kekuasaannya, yaitu: teknologi, modal, usahaan tambak udang secara semi intensif dan in- pasar, tenaga kerja dan peluang tenaga kerja, penge- tensif mulai dilakukan sekitar akhir 1990-an, seiring tahuan, kewenangan, identitas sosial dan relasi dengan menurunnya hasil panen akibat merebaknya sosial. penyakit yang menyerang udang. Petambak kemu- dian membudidayakan jenis udang putih (Litope- naeus vannamae) yang dianggap lebih tahan terhadap III. HASIL DAN PEMBAHASAN penyakit, dengan luas kolam berkisar antara 0,25- 0,3 ha. Pembangunan tambak udang dilakukan A. Industrialisasi Tambak Udang pengusaha dengan mengkonversi lahan-lahan Pengusahaan tambak udang di Kabupaten Pe- mangrove, baik sebagian maupun secara keseluruh- sawaran telah dimulai sekitar tahun 1980-an, ketika an. wilayah tersebut masih bergabung dengan Kabupa- Konversi mangrove menjadi tambak udang in- ten Lampung Selatan. Saat itu usaha tambak masih tensif yang semakin meningkat dari tahun ke tahun 127

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 123-138

telah mengakibatkan perubahan lingkungan yang buangan oleh keberadaan tambak udang. Pemba- bersifat masif di wilayah pesisir Kabupaten Pesa- ngunan tambak telah menggerus habis kawasan waran. Degradasi mangrove telah meningkatkan ab- perbukitan yang berdekatan untuk menimbun lahan rasi, intrusi air laut ke daratan, hilangnya perlin- mangrove. Penggunaan alat-alat berat dan rusaknya dungan alami dari hempasan angin dan gelombang drainase jalan akibat kegiatan tersebut telah mem- laut, musnahnya habitat berbagai jenis ikan, biota buat fasilitas jalan umum menjadi rusak parah. Ke- laut, berbagai jenis satwa dan lain-lain (Badan Pe- beradaan tambak juga membuat akses masyarakat ngelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi menuju ke laut menjadi lebih sulit. Konversi Lampung, 2011). Degradasi mangrove juga mangrove secara masif dan tercemarnya perairan mengakibatkan masyarakat semakin termarginalkan secara tidak langsung telah mengikis budaya ma- karena semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup- syarakat setempat yang mayoritas adalah masyarakat nya dari mangrove, seperti kayu bakar dan kayu ba- pesisir yang menggantungkan hidupnya dari laut. ngunan. Musnahnya tempat mencari makan, memi- Informan mengungkapkan: jah dan berkembang biak berbagai jenis ikan, “Lingkungan pesisir di tempat kami terus dieksploitasi pengusaha tan- udang, kerang, dan biota laut lainnya sangat ber- pa ada tanggung jawab sedikitpun dari mereka. Mangrove hancur sama tambak. Nelayan sulit mencari ikan. Sawah dekat tambak juga ba- dampak pada masyarakat yang berprofesi sebagai nyak yang tidak bisa ditanam lagi. Jalanan rusak oleh alat-alat berat. nelayan. Hal ini diperparah oleh pencemaran per- Tambak yang dikembangkan di wilayah kami tidak memberikan man- airan yang disebabkan oleh pembuangan limbah se- faat bagi warga sekitar”. bagian besar tambak udang tanpa melalui proses Kabupaten Pesawaran memiliki luas mangrove pengolahan terlebih dahulu. Akibatnya hasil tang- sebesar 838,653 ha (Saputro et al., 2009). Luas ter- kapan nelayan semakin menurun sehingga memaksa sebut dari tahun ke tahun mengalami penurunan nelayan untuk mencari ikan hingga ke tengah laut. akibat dikonversi menjadi tambak udang oleh peng- Keberadaan tambak udang intensif berdampak usaha. Dalam kurun waktu 2007-2011 saja telah ter- pula terhadap kerusakan lingkungan di sekitarnya. jadi peningkatan luas tambak udang sebesar Selain mencemari perairan, sebagian tambak udang 32,23%, di mana pada tahun 2011 sebagian besar yang berdekatan dengan lahan milik masyarakat tambak udang atau 77,96% diusahakan secara in- berakibat terhadap rembesnya air laut di kolam ke tensif (Tabel 1). Permasalahan tersebut tidak jauh lahan di sekitarnya sehingga sawah tidak dapat di- berbeda dengan yang terjadi di tingkat nasional tanami dan air sumur ikut tercemar. Sejumlah sa- maupun internasional. Noor et al. (2006) me- wah juga mengalami kesulitan air akibat tertim- nyatakan bahwa hilangnya mangrove di Indonesia bunnya saluran irigasi dan ada pula lahan pertanian yang terendam air akibat tertutupnya saluran pem-

Tabel 1. Perkembangan tambak udang di Kabupaten Pesawaran Table 1. Development of shrimp ponds in Pesawaran Regency Luas tambak (Ponds size) (ha) Kecamatan Kecamatan Jumlah pengusaha Potensi, pemanfaatan, & sistem Padang Cermin Punduh Pedada (Number of budidaya (Potential, utilization & Jumlah (Total) (Padang Cermin (Punduh Pedada businessmen) culture systems) District) District) 2007* 2010** 2007* 2010** 2007* 2010** 2007* 2010** Potensi (Potential) 360,00 380,00 390,00 455,00 750,00 835,00 Pemanfaatan (Utilization) : - Lahan (Land) 254,00 307,80 234,90 332,45 488,90 640,25 - Tambak (Pond) 175,40 230,00 168,55 224,80 343,95 454,80 Sistem budidaya (Culture systems): - Intensif (Intensive) 135,90 177,80 121,05 176,75 256,95 354,55 39 40 - Semi intensif (Semi-intensive) 15,00 31,70 20,00 29,55 35,00 61,25 9 10 - Tradisional/tidak operasional 24,50 20,50 27,50 18,50 52,00 39,00 14 13 (Traditional/not operational) Jumlah (Total) 175,40 230,00 168,55 224,80 343,95 454,80 62 63 Keterangan (Note): 128

Aktor dan Relasi Kekuasaan dalam Pengelolaan Mangrove… Indra Gumay Febryano et al.

Kecamatan Punduh Pedada dimekarkan menjadi dua kecamatan, yaitu: Kecamatan Punduh Pedada dan Kecamatan Marga Punduh pada tahun 2012 (Punduh Pedada District has been divided into two districts, namely: Punduh Pedada District and Marga Punduh District in 2012). Sumber (Source): * = Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran (2008); ** = Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran

(2011).

terutama disebabkan oleh pembangunan tambak, di aktor yaitu pengusaha, namun di sisi lain menurun- mana terjadi penambahan areal tambak lebih dari kan status aktor lainnya yaitu masyarakat dalam 350% dalam kurun waktu 20 tahun (1982-2002). mengakses sumberdaya mangrove. Akibatnya, kebi- Hal ini diperkuat oleh pernyataan Valiela et al. jakan tersebut memarginalkan hak-hak masyarakat (2001) bahwa tambak udang berkontribusi sebesar lokal terhadap sumberdaya mangrove di wilayahnya 38% dari deforestasi mangrove secara global dan secara politik dan ekonomi, sehingga menciptakan 41% dari deforestasi mangrove di Asia. Pernyataan kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat tersebut sejalan dengan penjelasan Barbier & Cox itu sendiri. (2003) bahwa pembuatan tambak ikan dan udang Peran Pemerintah Kabupaten Pesawaran sebagai merupakan penyebab utama deforestasi mangrove agen pembangunan mengakibatkan konflik kepen- walaupun menurut Walters et al. (2008) dan Bosire tingan dengan perannya sebagai pelindung sumber- et al. (2008) mangrove mempunyai fungsi dan man- daya alam. Hal ini terlihat dari timbulnya tumpang- faat yang sangat penting untuk mendukung kehi- tindih kewenangan, terutama antara Dinas Kelautan dupan di daerah pesisir. dan Perikanan, Dinas Perkebunan dan Kehutanan serta Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Pesa- B. Aktor dan Relasi Kekuasaan waran. Satu instansi menghendaki tujuan ekonomi Aktor-aktor yang terlibat langsung dalam penge- dan pemanfaatan sumberdaya mangrove, sementara lolaan mangrove di Kabupaten Pesawaran adalah: instansi lainnya menghendaki kelestarian lingkung- Pemerintah Kabupaten Pesawaran, pengusaha tam- an. Kabupaten Pesawaran belum memiliki peratur- bak udang intensif, LSM Mitra Bentala dan masya- an daerah yang secara khusus mengatur pengelolaan rakat/organisasi masyarakat (salah satunya adalah mangrove di wilayahnya yang berada di luar kawas- kelembagaan lokal Badan Pengelola Daerah Perlin- an hutan negara, tetapi ada beberapa kebijakan Pe- dungan Mangrove/BPDPM Desa Pulau Paha- merintah Kabupaten Pesawaran yang terkait de- wang). Setiap aktor memiliki kepentingan yang ber- ngan fungsi lindungnya (Tabel 2). Berdasarkan Per- beda terhadap keberadaan mangrove, baik secara aturan Daerah Kabupaten Pesawaran No. 4 Tahun sosial, ekonomi maupun ekologi; begitu pula de- 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah ngan kekuasaan yang dimilikinya. Perbedaan kepen- (RTRW) Kabupaten Pesawaran Tahun 2011-2031 tingan dan kekuasaan antar aktor merupakan sum- mangrove telah ditetapkan sebagai kawasan perlin- ber konflik dalam pengelolaan mangrove di wilayah dungan setempat berupa kawasan sempadan pantai tersebut karena masing-masing aktor berusaha me- sejauh 100 meter dari titik pasang tertinggi tetapi di manfaatkan kekuasaan yang dimiliki untuk kepen- sisi lain RTRW tersebut juga menetapkan wilayah tingannya. pesisir sebagai kawasan budidaya perikanan. Walaupun Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pe-

1. Pemerintah Kabupaten Pesawaran sawaran telah mengakomodir fungsi lindung dari Pemerintah Kabupaten Pesawaran merupakan mangrove, namun implementasi kebijakannya ter- aktor yang memiliki kewenangan dalam mengelola nyata lebih mendukung intensifikasi tambak udang sumberdaya alam, mulai dari perumusan kebijakan, dibandingkan pelestarian mangrove. Informan pelaksanaan hingga pengawasan dan pengendalian. mengungkapkan: Sebagai agen pembangunan, Pemerintah Kabupa- “Peluang usaha tambak udang memiliki potensi cukup besar karena hasil budidayanya memiliki potensi ekspor sehingga dapat menghasilkan ten Pesawaran memiliki tujuan pragmatis yaitu untung yang tinggi. Kami membuka peluang bagi investor yang akan menciptakan pendapatan asli daerah (PAD) sehing- menanamkan modal usahanya di daerah ini dan untuk perizinannya ga menarik investasi dengan berkolaborasi dengan akan diupayakan semudah mungkin. Tetapi bukan berarti membebas- investor berupa pemberian izin-izin pemanfaatan kan investor untuk merusak lingkungan. Pengusaha harus memerhati- sumberdaya alam, termasuk sumberdaya mangrove. kan kelestarian lingkungan tempat usahanya”. Kolaborasi tersebut telah meningkatkan status satu 129

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 123-138

Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten syarakat setempat. Alih fungsi mangrove menjadi tambak semakin me- Pesawaran terkesan kurang peduli dengan keber- ningkat akibat (lahan mangrove) dijual kepada pihak lain. Tanah- tanah di sana hampir semua dikuasai investor. Pemkab tidak memiliki adaan mangrove di wilayahnya. Informan meng- hak untuk melarang para pemilik tanah untuk tidak mendirikan tam- ungkapkan: bak atau sejenisnya. Kami sulit melakukan tindakan, kecuali itu ka-

“Mangrove di Kabupaten Pesawaran bukan termasuk kawasan re- wasan register”.

gister yang dikuasai pemkab, tetapi sudah lama menjadi milik ma-

Tabel 2. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pesawaran yang terkait dengan pengelolaan mangrove Table 2. Policy of Pesawaran Regency Government that related to mangrove management No. Kebijakan (Policy) Implementasi (Implementation) 1 Perijinan pengusahaan tambak udang: Instansi yang mengeluarkan - Formalitas rekomendasi: - Aktivitas tambak tetap berjalan a. Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah Badan Perencanaan Pembangunan walaupun tidak memiliki perijinan Daerah Kabupaten Pesawaran atau tidak sesuai dengan perijinan b. Rekomendasi Kelayakan Lingkungan Kantor Lingkungan Hidup Hidup Kabupaten Pesawaran c. - Surat Pernyataan Kesanggupan - Kantor Lingkungan Hidup Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Pesawaran - Upaya Pengelolaan Lingkungan - Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan Hidup Daerah Provinsi Lingkungan Hidup Lampung - Analisis Mengenai Dampak - Badan Pengelolaan Lingkungan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Lampung d. Ijin Mendirikan Bangunan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pesawaran e. Ijin Usaha Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran f. Surat Penangkaran dan Budidaya Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran g. Surat Ijin Tempat Usaha/Ijin Gangguan Asisten II Bupati Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kabupaten Pesawaran h. Ijin Penimbunan dan Penyimpanan Asisten II Bupati Bidang Ekonomi Bahan Bakar Minyak dan Pembangunan Kabupaten Pesawaran i. Surat Ijin Usaha Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Pesawaran j. Tanda Daftar Perusahaan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Pesawaran k. Cara Berbudidaya Ikan yang Baik Direktorat Jenderal Perikanan dan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan 2 Tim monev tambak Formalitas, implementasi hanya berjalan sesaat dan tidak berkelanjutan 3 SK Bupati Pesawaran No. 162.B/III. Formalitas, tidak ada implementasi 06/HK/2009 tentang Badan Pengelola Daerah Perlindungan Mangrove Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran 4 SK Bupati Pesawaran No. 175/III. Formalitas, tidak ada implementasi 06/HK/2009 tentang Kelompok Kerja Mangrove Kabupaten Pesawaran 5 Peraturan Daerah No. 4 tahun 2012 Belum ada implementasi tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Pesawaran Tahun 130

Aktor dan Relasi Kekuasaan dalam Pengelolaan Mangrove… Indra Gumay Febryano et al.

2011-2031

Implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten an tambak udang, di mana IPPT sendiri mensyarat- Pesawaran tersebut juga terkait dengan kualitas apa- kan adanya Rekomendasi Kelayakan Lingkungan rat pemerintahannya. Sering bergantinya pimpinan Hidup. Rekomendasi tersebut dikeluarkan ketika pada instansi terkait yang tidak memiliki latar be- dokumen Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelo- lakang di bidang lingkungan hidup memengaruhi laan Lingkungan Hidup (SPPL) atau Upaya Penge- kepedulian instansi tersebut secara keseluruhan un- lolaan Lingkungan Hidup/Upaya Pemantauan tuk melakukan pengelolaan mangrove secara lestari. Lingkungan Hidup (UKL/UPL) atau Analisis Me- Kepedulian terhadap pelestarian lingkungan dari ngenai Dampak Lingkungan (Amdal) (jenis doku- kepala daerah dan anggota legislatif yang dipilih se- men tersebut tergantung pada luas lahan yang di- cara langsung oleh rakyat turut memengaruhi ke- usahakan) telah dimiliki pengusaha. Dampak ling- berlanjutan pengelolaaan sumberdaya alam, khusus- kungan yang timbul dari operasionalisasi tambak se- nya mangrove. Ketidakpedulian menimbulkan an- harusnya sudah diperhitungkan secara matang keti- caman yang sangat serius terhadap aspek-aspek ka pengusaha sudah memperoleh IPPT. Penetapan ekonomi, ekologi dan sosial berupa ketidakjelasan IPPT dan rekomendasi kelayakan lingkungan hidup kebijakan, kekosongan regulasi, dominasi pemilik (termasuk di dalamnya SPPL atau UKL/UPL atau modal, kerusakan sumberdaya mangrove, marginali- Amdal) seharusnya juga mempertimbangkan sasi masyarakat lokal dan lain-lain. Keuntungan RTRW Kabupaten Pesawaran yang telah memasuk- ekonomi berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) kan mangrove sebagai bagian dari kawasan perlin- yang didapat Pemerintah Kabupaten Pesawaran ti- dungan setempat. Apabila pengusaha melakukan dak sebanding dengan risiko kerusakan ekologi dan pelanggaran, seperti melakukan konversi mangrove kerugian sosial yang muncul akibat konversi secara masif dan pencemaran lingkungan akibat ak- mangrove di wilayahnya. tivitas tambak udangnya, maka Pemerintah Kabu- Operasionalisasi tambak udang membutuhkan paten Pesawaran dapat mencabut perijinan dan persyaratan perijinan yang dikeluarkan oleh Peme- menghentikan operasionalnya. Selain IPPT dan re- rintah Kabupaten Pesawaran, termasuk perijinan komendasi kelayakan lingkungan hidup, Surat Ijin yang terkait dengan pengelolaan lingkungan. Na- Tempat Usaha/Ijin Gangguan (SITU/HO) dapat mun, sebagian besar tambak udang dapat berope- juga digunakan Pemerintah Kabupaten Pesawaran rasi tanpa memiliki atau tidak sesuai perijinan yang untuk mengatur keberadaan tambak. Ijin ini mem- berlaku. Perijinan tersebut dikeluarkan ketika masih butuhkan persyaratan, salah satunya adalah persetu- bergabung dengan Kabupaten Lampung Selatan juan dari masyarakat sekitar tambak terhadap ope- dan sebagian lagi dikeluarkan setelah dimekarkan rasional dan dampak yang ditimbulkan oleh aktivi- menjadi Kabupaten Pesawaran pada tahun 2007. tas tambak. Ketika dampak dari aktivitas tambak udang dan Merujuk SK Menteri Dalam Negeri No. 188.41/ perijinannya menjadi sorotan di media massa pada 360/IV/Bangda/2008 tentang Pembentukan Tim tahun 2009, Pemerintah Kabupaten Pesawaran te- Pokja Mangrove dan SK Gubernur Lampung No. lah membentuk Tim Monev Tambak yang bertuju- 522/2656/04/2009 tentang Penanganan Kawasan an untuk melakukan monitoring dan evaluasi terha- Mangrove, Bupati Pesawaran telah membentuk dap perijinan usaha tambak, pengelolaan lingkung- Tim Pokja Mangrove pada tahun 2009 berdasarkan an (khususnya limbah tambak) dan pengelolaan ja- SK Bupati Pesawaran No. 175/III.06/HK/2009. lur hijau mangrove, namun kegiatan tim ini ternyata Pokja ini melibatkan seluruh instansi terkait secara hanya berlangsung sesaat dan tidak berkelanjutan. lintas sektoral, kalangan akademisi dan LSM. Tugas Dari beberapa perijinan pengusahaan tambak dan wewenangnya adalah mendorong sinergi pe- udang, Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) ngelolaan mangrove, melaksanakan monitoring dan dan Rekomendasi Kelayakan Lingkungan Hidup se- evaluasi pengelolaan mangrove, memberikan saran benarnya dapat digunakan Pemerintah Kabupaten dan masukan terhadap berbagai permasalahan pe- Pesawaran dengan Tim Monev Tambak untuk ngelolaan mangrove, mendorong pengembangan mendukung kelestarian mangrove. IPPT merupa- integrasi data dan informasi pengelolaan mangrove, kan syarat utama dalam operasionalisasi pengusaha- membantu melakukan pembinaan dan sosialisasi

131

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 123-138

untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi ma- yang ke arah laut. Ada juga pengusaha yang tidak memiliki izin, jadi syarakat dalam pelestarian mangrove serta mendo- beroperasi secara liar. Mereka baru sibuk mengurus ijin setelah di- datangi aparat pemerintah. Pemkab tidak berani menghentikan opera- rong terbitnya regulasi mangrove. Pokja Mangrove sional tambaknya”. pada akhirnya hanya menjadi formalitas semata ke- Mekanisme akses struktural dan relasional yang tika tidak ada sama sekali tindakan atau rekomen- dijalankan pengusaha memungkinkan mengonversi dasi yang dihasilkan. Kondisi yang sama juga terjadi mangrove secara masif sehingga menghilangkan dengan pembentukan Badan Pengelola Daerah Per- fungsi lindung dari ekosistem mangrove. Pengusaha lindungan Mangrove Kecamatan Punduh Pedada juga mengklaim kepemilikan dan mereklamasi lahan Kabupaten Pesawaran berdasarkan SK Bupati Pe- mangrove yang berdekatan dengan lahan miliknya. sawaran No. 162.B/III.06/HK/2009. Hal ini terkait dengan penguasaan teknologi, modal, Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pesawaran tenaga kerja dan peluang tenaga kerja, pengetahuan, yang lebih berpihak pada intensifikasi tambak identitas sosial dan relasi sosial yang memperkuat udang dibandingkan pelestarian mangrove sejalan akses pengusaha ke sumberdaya mangrove. dengan studi yang dilakukan Vandergeest et al. Akses teknologi dapat meningkatkan atau mem- (1999) dan Huitric et al. (2002) di Thailand yang fasilitasi kemampuan pengusaha untuk mengonver- menunjukkan bagaimana implementasi, monitoring si mangrove menjadi tambak udang intensif. Akses dan penegakan hukum yang sangat lemah terhadap tersebut dapat dilihat dari penggunaan alat-alat be- industri budidaya udang. Penelitian Dewalt et al. rat dalam konversi mangrove dan pembangunan (1996) di Honduras juga menunjukkan bahwa konstruksi tambak udang yang modern serta tekno- ekspansi industri udang diakibatkan oleh distribusi logi budidaya udang yang intensif dan modern se- dan akses ke sumberdaya mangrove yang tidak me- perti penggunaan pompa, kincir air, genset, instalasi rata, ketidakpedulian pemerintah, lemahnya pene- kelistrikan dan lain-lain. Hal ini hanya dapat dilaku- gakan kebijakan sosial dan lingkungan serta pola kan oleh pengusaha yang memiliki modal berupa pembangunan yang didasarkan pada pemanfaatan kekayaan finansial dan peralatan (termasuk teknolo- sumberdaya yang tidak berkelanjutan. Hal yang sa- gi). Akses modal dapat digunakan untuk mengambil ma terjadi di Meksiko, menurut Cruz-Torres (2000) alih kepemilikan lahan-lahan mangrove dari masya- reformasi hukum tahun 1990-an telah mengubah rakat melalui proses jual-beli dan memperkuat me- industri budidaya udang yang mengikuti pola per- kanisme akses berbasis hak, seperti pengurusan ser- kembangan ekonomi kapitalis. tifikat hak milik lahan mangrove dan perijinan usa- 2. Pengusaha tambak udang intensif ha tambaknya. Nilai lahan dan konstruksi tambak yang terus meningkat setiap tahun dan diperkuat Implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten dengan sertifikat hak milik membuat investasi ini Pesawaran tidak berjalan dengan baik dan efektif memiliki prospek yang sangat menguntungkan dan karena dipengaruhi oleh aktor yang memiliki kekua- membuat akses pengusaha terhadap modal semakin saan paling besar yaitu pengusaha tambak udang in- bertambah besar. Akses modal dalam bentuk kredit tensif. Informan mengungkapkan: yang disalurkan oleh lembaga keuangan pemerintah “Berdasarkan hasil pantauan di lapangan, seringkali didapati aktivitas tambak yang perijinannya telah kadaluarsa, tidak sesuai dengan per- maupun swasta turut mendukung pengembangan ijinan atau belum memiliki perijinan. Ini sangat merugikan pemerintah usaha tambak udang intensif yang dilakukan oleh dan masyarakat, baik dari sisi pendapatan daerah maupun lingkungan pengusaha. hidup. Mereka (pengusaha tambak) telah diperingatkan agar segera Akses modal dapat memengaruhi kewenangan mengurusnya. Jika tidak, bisa saja kami merekomendasikan agar itu aparat instansi terkait dalam pelanggaran perijinan (tambak) ditutup. Rata-rata mereka tidak melakukan penanaman mangrove pada ‘green belt’ dan belum melengkapi izin sehingga kami pengusahaan tambak. Kondisi tersebut memung- beri teguran sekaligus rekomendasi untuk menanam atau menutup kinkan pengusaha menjalankan aktivitas usaha tam- sementara usahanya sampai izin tersebut lengkap. Kami berkepentingan bak udangnya dengan mengonversi mangrove tan- dengan keberadaan tambak, karena potensial sebagai sumber PAD, pa mengurus perijinan terlebih dahulu. Pelanggaran sekaligus menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar”. juga dapat terjadi ketika operasional tambak tidak Informan lainnya mengungkapkan: sesuai dengan perijinan yang dimiliki. Walaupun “Kami tidak bisa mencegah pengusaha untuk membabat habis mangrove dan menggantinya dengan tambak udang. Mereka bangun di melanggar peraturan dan perijinan yang berlaku, ti- lahannya sendiri dan memiliki izin, tetapi tambak yang mereka bangun dak ada tambak yang dihentikan operasionalnya. juga menghabisi mangrove yang berada di luar lahan miliknya, terutama Masalah perijinan akan diurus oleh pengusaha keti- 132

Aktor dan Relasi Kekuasaan dalam Pengelolaan Mangrove… Indra Gumay Febryano et al.

ka dinas terkait atau Tim Monev Tambak datang ke tambak merupakan salah satu cara yang dilakukan lokasi tambak. Paling tidak terdapat sekitar 11 jenis pengusaha dengan memanfaatkan identitas sosial perijinan yang dibutuhkan dalam pengusahaan tam- dan relasi sosial yang dimiliki masyarakat setempat. bak udang di Kabupaten Pesawaran (Tabel 2). Pro- Biasanya tenaga keamanan yang direkrut merupa- ses pengurusan, monitoring dan evaluasi perijinan kan tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh kuat memiliki potensi terjadinya penyalahgunaan wewe- karena disegani dan dihormati di desanya sehingga nang oleh oknum-oknum di instansi terkait. Biasa- gangguan keamanan dari masyarakat setempat ter- nya pengusaha mengurus perijinan melalui peranta- hadap aktivitas tambak udang intensif dapat dimini- ra yang akan berhubungan langsung dengan malisir. oknum-oknum tersebut atau meminta bantuan dari Akses pengetahuan dapat dilihat dari wacana organisasi petambak udang seperti Shrimp Club yang dikembangkan mengenai manfaat tambak Indonesia (SCI) Provinsi Lampung. Akses modal ikut udang sebagai penggerak ekonomi masyarakat pesi- memengaruhi kewenangan aparat pemerintah se- sir, sumber PAD, dan pembuka wilayah yang masih tempat, seperti kepala desa dan camat. Relasi ke- terisolir. Wacana ini membuat keberadaan tambak kuasaan yang terjalin baik dengan kepala desa dan menjadi lebih penting dibandingkan keberadaan camat memudahkan pengusaha dalam pengurusan mangrove sehingga implementasi kebijakan Peme- administrasi perijinan tambak, pembuatan surat ke- rintah Kabupaten Pesawaran lebih berpihak pada terangan tanah dari lahan mangrove yang dimilikinya intensifikasi tambak udang. Akses pengetahuan juga serta dukungan aparat pemerintah setempat terhadap dapat berupa penguasaan pengetahuan budidaya keberadaan tambak udang di wilayah kekuasaannya. udang secara intensif dan manajemen usaha tam- Akses modal juga mampu membuat pengusaha baknya, di mana pengetahuan ini terus dikembang- meredam dengan baik dampak sosial dan lingkung- kan dan diperkuat melalui identitas sosial dan relasi an yang muncul akibat aktivitas tambaknya. Peng- sosialnya. usaha berpartisipasi dalam kegiatan sosial dengan Akses pengusaha melalui identitas sosialnya da- tingkatan yang berbeda di setiap lokasi, antara lain: pat dilihat dari relasi yang terjalin antara pengusaha pembangunan sarana dan prasarana (mesjid, seko- yang sama-sama berprofesi sebagai petambak lah, balai desa, jalan dan lain-lain), memberikan bea- udang. Akses ini memungkinkan pengusaha saling siswa, tunjangan hari raya serta berpartisipasi dalam bekerjasama dalam mengembangkan pengetahuan perayaan hari besar keagamaan, sunatan massal, ha- di bidang budidaya udang, manajemen usaha, per- ri kemerdekaan Republik Indonesia dan lain-lain. ijinan dan lain-lain. Di samping itu, ada juga wadah Kegiatan sosial tersebut membuat salah satu peng- organisasi formal yang menghimpun para peng- usaha diangkat menjadi tokoh adat oleh masyarakat usaha tersebut, yaitu SCI. Organisasi ini memfasili- setempat. Kelembagaan adat masih terlihat eksis di tasi anggotanya dalam pengurusan perijinan, koor- beberapa lokasi yang turut memengaruhi keberada- dinasi antar pengusaha tambak udang, koordinasi an sumberdaya mangrove di wilayahnya. Posisi se- dengan pemerintah setempat, sertifikasi produk dan bagai tokoh adat pernah membuat salah satu calon lain-lain. Tidak semua pengusaha tergabung ke da- kepala daerah meminta bantuan kepada pengusaha lam organisasi tersebut tetapi mereka tetap menjalin tersebut untuk memengaruhi masyarakat setempat relasi yang baik dengan SCI dan sesama petambak agar memilihnya sebagai kepala daerah. udang di Provinsi Lampung. Akses tenaga kerja dilakukan dengan cara mem- Akses relasi sosial dapat dilihat dari bagaimana pekerjakan masyarakat setempat pada kegiatan bu- orang yang memiliki modal tetapi tidak/belum me- didaya, pemanenan, pembersihan kolam pasca pa- miliki akses terhadap teknologi, tenaga kerja dan nen, tenaga keamanan, juru masak dan lain-lain, se- peluang tenaga kerja, pengetahuan, identitas sosial dangkan akses pengusaha ke peluang tenaga kerja dan relasi sosial dalam budidaya udang, dapat ikut mencakup kemampuan dirinya untuk mengelola terlibat dalam bidang tersebut melalui relasi sosial dan mengembangkan usaha tambaknya. Kegiatan dengan pengusaha yang sudah terlebih dahulu ber- yang membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian kecimpung di bidang tersebut. Akses relasi sosial khusus seperti teknisi budidaya dan mekanik biasa- juga terjalin dengan lembaga keuangan yang men- nya didatangkan dari luar wilayah. Perekrutan tena- dukung akses modal sehingga memperkuat akses ga keamanan yang berasal dari masyarakat sekitar pengusaha ke sumberdaya mangrove. Relasi sosial 133

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 123-138

juga terjalin dengan baik antara pengusaha dengan lompok komunitas, fasilitasi untuk membangun pembeli, baik pedagang perantara maupun pabrik kerjasama antar kelompok komunitas dan fasilitasi pengolahan udang. untuk membangun komunikasi antara komunitas 3. LSM Mitra Bentala dan pemerintah serta lembaga-lembaga yang rele- van. Fasilitasi oleh LSM Mitra Bentala masih diper- Dampak aktivitas tambak udang intensif serta debatkan oleh berbagai pihak. Sesuai dengan penje- masalah perijinannya di Kabupaten Pesawaran ba- lasan Uphoff dan Buck (2006) bahwa di satu sisi nyak menjadi sorotan di media massa antara tahun LSM adalah organisasi akar rumput yang dirancang 2008 sampai dengan 2011. Hal ini tidak terlepas da- untuk memecahkan masalah lokal, namun di sisi ri peran salah satu LSM di Provinsi Lampung, yaitu lain LSM dipandang sebagai oportunis, dikendali- LSM Mitra Bentala. Akses teknologi, pengetahuan, kan oleh donor dan tidak efektif. Wijayaratna identitas sosial, dan relasi sosial yang dimilikinya (2004) berpendapat bahwa peran utama LSM ada- mampu menggalang kekuatan dengan membentuk lah untuk memfasilitasi penguatan kelembagaan di jejaring dan kerjasama untuk mencegah konversi masyarakat, tantangannya adalah bagaimana mem- terhadap mangrove yang tersisa. Akses pengeta- fasilitasi dan melembagakan sebuah proses di mana huan dilakukan dengan mengembangkan wacana masyarakat yang akan mengembangkan organisasi mengenai konservasi mangrove dan dampak negatif lokal untuk memenuhi kebutuhannya. Uphoff dan aktivitas tambak terhadap lingkungan pesisir. Wa- Buck (2006) menyatakan bahwa LSM dapat mene- cana ini disampaikan dengan gencar melalui akses kan pemerintah agar implementasi program menja- teknologi, yaitu melalui media massa lokal dan na- di tepat sasaran atau dapat memfasilitasi organisasi sional, baik cetak maupun online. masyarakat untuk meningkatkan posisi tawarnya. Akses identitas sosial dan relasi sosial dilakukan 4. Masyarakat bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain yang re- levan dengan program serta orientasi lembaganya, Konversi mangrove menjadi tambak-tambak baik lokal, nasional maupun internasional, antara udang intensif oleh pengusaha telah mengakibatkan lain: Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih, Wetlands degradasi lingkungan dan membuat masyarakat se- International, Asian People’s Exchange, Jaringan Kerja tempat menjadi semakin termarginalkan. Rendah- Pemetaan Partisipatif, The European Commisions, nya penghasilan masyarakat yang sebagian besar United Nations Development Programme (UNDP), Heifer berprofesi sebagai petani dan nelayan telah mendo- International, Sustainable Support dan lain-lain. rong penjualan lahan-lahan masyarakat yang berde- Kerjasama tersebut dilakukan untuk mendukung katan dengan pantai/mangrove. Kondisi ini diper- kegiatannya dalam memfasilitasi masyarakat di Ka- sulit oleh sebagian anggota masyarakat yang tidak bupaten Pesawaran dalam pengelolaan mangrove berpihak pada lingkungan, menguasai kepemilikan secara lestari, salah satunya adalah pembentukan lahan-lahan mangrove di wilayah tersebut dengan dan penguatan kelembagaan lokal di Desa Pulau tujuan untuk diusahakan sendiri atau dijual kepada Pahawang, yang diikuti desa-desa lainnya, seperti: investor atau pengusaha. Akibatnya sebagian besar Desa Gebang, Desa Sukarame, Desa Batu Menyan lahan mangrove dan lahan-lahan yang berdekatan dan Desa Kekatang. Perkembangan kelembagaan lo- dengan pantai/mangrove di pesisir daratan Pulau kal masih banyak menghadapi kendala dan tantang- Sumatera beralih kepemilikannya kepada pengusaha an, terutama dari kapasitas SDM dari masyarakat dan dan sebagian besar dikonversi menjadi tambak dukungan Pemerintah Kabupaten Pesawaran yang udang intensif, sementara yang berada di pulau- masih lemah. Kerjasama juga dilakukan dengan pi- pulau kecil sebagian dikonversi menjadi vila dan ko- hak swasta, terkait dengan kegiatan tanggung jawab lam pemancingan. sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) Penguasaan teknologi, modal, tenaga kerja dan dalam pelestarian lingkungan pesisir di Kabupaten peluang tenaga kerja, pengetahuan, identitas sosial Pesawaran. dan relasi sosial yang sangat terbatas mengakibatkan Peningkatan kapasitas masyarakat difasilitasi masyarakat semakin termarginalkan dalam meng- oleh LSM Mitra Bentala bekerjasama dengan akses sumberdaya mangrove. Akses relasi sosial lembaga-lembaga donor di atas, melalui kegiatan yang lemah terlihat dari belum adanya kepercayaan pendidikan masyarakat, fasilitasi organisasi atau ke- dari lembaga keuangan sehingga masyarakat masih

134

Aktor dan Relasi Kekuasaan dalam Pengelolaan Mangrove… Indra Gumay Febryano et al.

sulit mendapatkan modal yang dapat digunakan un- menjadi zona inti, penyangga dan pemanfaatan tuk memperkuat penguasaan teknologi, tenaga kerja (Gambar 2), memuat kewajiban dan hal-hal yang di- dan peluang tenaga kerja serta pengetahuan dalam perbolehkan, hal-hal yang dilarang serta sanksi yang pemanfaatan sumberdaya mangrove. Di lain pihak, diterapkan secara bertingkat. Untuk menjalankan kepercayaan dari beberapa lembaga pemerintah se- dan menegakkan aturan yang telah dibuat dan di- perti BPDAS Way Seputih Way Sekampung dan sepakati, maka dibentuk organisasi Badan Pengelola Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) II Daerah Perlindungan Mangrove (BPDPM). mampu memberdayakan masyarakat dalam bebera- Peningkatan kapasitas masyarakat dan BPDPM pa kegiatan pembibitan mangrove, walaupun ke- difasilitasi oleh LSM Mitra Bentala bekerjasama de- giatan tersebut masih bersifat keproyekan. Keperca- ngan lembaga-lembaga donor melalui berbagai ke- yaan juga diperoleh dari jejaring LSM yang bergerak giatan pelatihan. Peningkatan kapasitas dapat dilihat dalam memfasilitasi masyarakat dalam pengelolaan dari meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan mangrove secara lestari. sikap masyarakat Pulau Pahawang dan BPDPM da- Berangkat dari degradasi mangrove dan dampak- lam pengelolaan mangrove secara lestari. Sebagian nya yang semakin tidak terkendali di Kabupaten Pe- besar masyarakat telah mendukung dan mengakui sawaran, khususnya di Pulau Pahawang, sejak tahun mangrove di desanya sebagai daerah perlindungan 1997 masyarakat di pulau tersebut difasilitasi oleh mangrove di bawah pengelolaan BPDPM dengan LSM Mitra Bentala untuk mempertahankan keber- aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Partisi- adaan mangrovenya. Pulau ini merupakan bagian pasi aktif masyarakat dalam pelestarian mangrove dari pulau-pulau kecil yang ada di kawasan Teluk diperkuat oleh akses identitas sosial dan relasi Lampung dengan luas sekitar 1.046,87 ha dan me- sosialnya. miliki mangrove seluas 141,94 ha (Rizani, 2007). Peningkatan kapasitas BPDPM dapat dilihat dari Pada tahun 2006 LSM Mitra Bentala (bekerjasama keberhasilannya dalam pembibitan mangrove. Pada dengan The European Commisions dan UNDP) tahun 2010 BPDPM telah mendapatkan sertifikat bersama masyarakat berhasil mendorong pemerintah Sumber Benih Tanaman Hutan untuk areal desa untuk membentuk kelembagaan lokal yaitu mangrove yang dikelolanya, dari Balai Perbenihan Aturan Daerah Perlindungan Mangrove. Aturan Tanaman Hutan Sumatera. Kerjasama pembuatan tersebut membagi mangrove di Pulau Pahawang

135

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 123-138

Sumber (Source): Febryano et al. (2014). Gambar 2. Daerah perlindungan mangrove di Pulau Pahawang.

Figure 2. Mangrove conservation area in Pahawang Island.

pembibitan mangrove juga dilakukan dengan partisipasi lokal yang muncul mampu mengelola BPHM II sebanyak 50.000 bibit pada tahun 2011 sumberdaya mangrove secara lestari. dan 70.000 bibit pada tahun 2012. Keterlibatan ma- Fasilitasi yang dilakukan LSM Mitra Bentala se- syarakat dan BPDPM dalam kegiatan ekowisata jak tahun 1997 dan kepercayaan masyarakat terha- mangrove di desanya juga terkait dengan peningkat- dap kinerja BPDPM membuat posisi BPDPM dan an kapasitas tersebut. Peningkatan kapasitas telah Aturan Daerah Perlindungan Mangrove-nya menja- mendorong BPDPM untuk mengembangkan jeja- di kuat dan terlembagakan. Kelembagaan lokal mu- ring secara lebih luas dan berpartisipasi dalam lai melemah di tahun 2011 ketika BPDPM tidak membangun kesepakatan penyelamatan mangrove mampu menegakkan aturan pada saat menghadapi di pesisir Pulau Sumatera Kabupaten Pesawaran. investor yang merupakan pejabat pemerintahan da- BPDPM bersama dengan LSM Mitra Bentala juga lam alih fungsi lahan mangrove menjadi vila dan terlibat memfasilitasi pembentukan dan pembinaan kolam pemancingan. Hal ini terjadi karena struktur organisasi pengelolaan mangrove di beberapa desa organisasi yang lemah dari BPDPM, yang menem- sekitarnya. Selain itu, BPDPM sering diundang se- patkan kepala desa sebagai pelindung dan beberapa bagai narasumber dalam kegiatan yang berhubung- pengurusnya yang merupakan aparat pemerintahan an dengan pengelolaan mangrove secara lestari, desa. Akibatnya BPDPM terintervensi oleh kebijak- baik di dalam maupun di luar Provinsi Lampung. an pemerintah desa yang tidak mendukung pengelo- Pengakuan terhadap kinerja BPDPM dalam penge- laan mangrove, padahal di tahun 2006 pemerintah lolaan mangrove diperoleh dari Pemerintah Provinsi desa sangat mendukung konservasi mangrove di wi- Lampung pada tahun 2010 ketika Ketua BPDPM layahnya. Aturan Daerah Perlindungan Mangrove se- dianugerahi penghargaan Kalpataru dengan kategori makin sulit ditegakkan ketika Ketua BPDPM dipe- sebagai penyelamat lingkungan. Penghargaan ini me- kerjakan oleh investor sebagai tenaga keamanan di rupakan pengakuan pemerintah bahwa inisiatif dan proyeknya. Melemahnya kelembagaan lokal mem-

136

Aktor dan Relasi Kekuasaan dalam Pengelolaan Mangrove… Indra Gumay Febryano et al.

buatnya tidak mampu menghadapi intervensi inves- melakukan perusakan terhadap lingkungan pe- tor yang memengaruhi politik di tingkat lokal. sisir. Rekomendasi tersebut selanjutnya digunakan C. Pembentukan Jejaring Penyelamatan sebagai bahan negosiasi kebijakan di tingkat kabu- Mangrove paten untuk mendorong adanya peraturan daerah pengelolaan mangrove di kantor Bupati Pesawaran Dalam rangka membangun sinergi berbagai pihak pada tanggal 30 Maret 2010 yang dihadiri oleh Pe- dalam penyelamatan mangrove di Kabupaten Pesa- merintah Kabupaten Pesawaran beserta seluruh in- waran, LSM Mitra Bentala (bekerjasama dengan Su- stansi terkait, DPRD, LSM Mitra Bentala, kepala matra Sustainable Support) melakukan beberapa kegiat- desa dan tokoh masyarakat desa-desa pesisir, Pusat an pada tahun 2009-2010. Kegiatan tersebut antara Penelitian Pesisir dan Kelautan Universitas Lam- lain konsultasi publik pengakuan pengelolaan pung dan Lampung Mangrove Centre Universitas mangrove berbasis masyarakat di tingkat desa (di Lampung. Tidak ada tindak lanjut dari pertemuan Desa Pulau Pahawang) dan di tingkat kabupaten, se- ini karena tidak ada rancangan peraturan daerah minar di tingkat provinsi, lokakarya di dua kecamat- yang pernah diusulkan oleh pihak eksekutif kepada an pesisir dan negosiasi kebijakan di tingkat kabupa- legislatif sehingga proses pembuatan perda penge- ten. Lokakarya multipihak dilakukan untuk memba- lolaan mangrove hanya berjalan di tempat. Infor- ngun kesepakatan penyelamatan mangrove di pesi- man mengungkapkan: sir Pulau Sumatera Kabupaten Pesawaran. Kegiatan “Tidak ada satu pun dinas terkait, terutama Dinas Perkebunan dan lokakarya yang dilaksanakan di Kecamatan Padang Kehutanan yang mau memperjuangkan perda pengelolaan mangrove Cermin pada tanggal 25 Maret 2010 dan di Keca- secara serius. Sebenarnya usulan perda tersebut berasal dari eksekutif, matan Punduh Pedada pada tanggal 27 Maret 2010 sementara proses pembahasan dan pengesahannya berada di legislatif. menghasilkan beberapa rekomendasi, yaitu: Ketika tidak ada usulan, maka itu hanya menjadi wacana saja”. 1. Menghentikan segala bentuk alih fungsi lahan Walaupun perda pengelolaan mangrove belum pesisir terutama mangrove. berhasil diwujudkan, tetapi upaya-upaya yang dila- 2. Adanya sinergi antar instansi terkait dalam pe- kukan oleh jejaring yang dikembangkan oleh LSM netapan peruntukan kawasan pesisir. Mitra Bentala, masyarakat dan BPDPM mampu 3. Mendukung partisipasi masyarakat dalam pe- membentuk opini publik dan menekan Pemerintah ngelolaan sumberdaya mangrove. Kabupaten Pesawaran untuk lebih peduli dan mem- 4. Mendesak instansi terkait agar tidak menge- beri perhatian terhadap mangrove di wilayahnya. luarkan izin pemanfaatan yang dapat menye- Tekanan tersebut membuat Pemerintah Kabupaten babkan alih fungsi mangrove. Pesawaran ikut memberikan opini di media massa, 5. Memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku menerima perwakilan jejaring tersebut yang me- perusak lingkungan (petambak, pariwisata dan nyampaikan aspirasinya, membentuk Tim Monev masyarakat) atau pihak lain. Tambak dan menerbitkan SK Bupati Pesawaran 6. Mendorong partisipasi pengusaha agar berkon- tentang BPDPM Kecamatan Punduh Pedada Ka- tribusi terhadap pelestarian lingkungan, kepe- bupaten Pesawaran. Namun upaya-upaya yang dila- dulian sosial terhadap masyarakat dan mendu- kukan belum cukup efektif mendorong Pemerintah kung perbaikan sarana dan prasarana di wila- Kabupaten Pesawaran untuk lebih tegas dalam yahnya. mengimplementasikan kebijakannya. 7. Perusahaan tambak harus melakukan peng- Degradasi sumberdaya dan marginalisasi masya- olahan limbah tambaknya. rakat lokal akibat konflik dalam pengelolaan 8. Pemerintah Kabupaten Pesawaran memfasilita- mangrove yang melibatkan aktor-aktor dengan rela- si desa-desa pesisir dalam pembuatan peraturan si kekuasaan yang tidak setara, sejalan dengan be- desa tentang pengelolaan sumberdaya alam. berapa studi yang telah dilakukan oleh peneliti- 9. Meminta pihak pemerintah dan DPRD Kabu- peneliti lain di berbagai lokasi. Cruz-Torres (2000) paten Pesawaran untuk segera membuat aturan dalam studinya di Sinaloa, Meksiko menunjukkan (peraturan daerah, instruksi, SK dan lain-lain) bagaimana dampak negatif dari konversi mangrove tentang perlindungan mangrove. dan limbah tambak udang menimbulkan konflik 10. Menindak tegas/memberikan sanksi terhadap sosial antara pengusaha dan masyarakat pedesaan para pengusaha tambak dan masyarakat yang yang dimotori oleh koperasi nelayan. Penelitian 137

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 123-138

Vandergeest et al. (1999) di Thailand memperlihat- Pemerintah Kabupaten Pesawaran telah mengako- kan perlawanan LSM, kelompok lingkungan dan modir fungsi lindung dari mangrove, namun petani terhadap peningkatan budidaya udang. implementasinya lebih mendukung intensifikasi Ekspansi industri budidaya udang di di Teluk Fon- tambak udang. Hal ini terkait dengan mekanisme seca, Honduras Selatan, menurut Dewalt et al. akses struktural dan relasional yang dijalankan (1996) juga menimbulkan konflik karena hanya in- pengusaha, yang memungkinkannya melakukan dividu dan perusahaan yang memiliki kekuasaan konversi mangrove secara masif. Mekanisme terse- yang mampu mendapatkan akses konsesi untuk la- but juga mampu meredam gejolak sosial yang mun- han pesisir dan hal tersebut merampas akses ma- cul akibat kehadiran aktivitas tambak di wilayah syarakat miskin ke sumberdaya. Hasil penelitian tersebut. Jejaring yang dikembangkan LSM Mitra berbeda ditunjukkan oleh Vayda dan Walters (1999) Bentala, BPDPM dan masyarakat belum cukup di Teluk Bais, Negros dan Pulau Banacon, Bohol, efektif mendorong Pemerintah Kabupaten Pesa- Filipina, di mana pihak yang memiliki modal besar waran untuk lebih tegas dalam mengimplementasi- maupun tidak, secara bersama-sama telah melaku- kan kebijakannya. kan restorasi dan destruksi mangrove di lokasi ter- sebut. B. Rekomendasi Selain aktor-aktor yang terlibat langsung dalam Ketegasan Pemerintah Kabupaten Pesawaran pengelolaan mangrove, juga terdapat aktor lain ya- dalam mengimplementasikan kebijakan yang terkait itu TNI AL yang memiliki sebuah pangkalan ang- dengan pengelolaan mangrove secara lestari dapat katan laut di Teluk Ratai, Kecamatan Padang Cer- didorong dengan memberikan tekanan-tekanan min, Kabupaten Pesawaran. Pangkalan ini secara yang lebih kuat melalui jejaring yang tidak hanya resmi digunakan sejak tahun 1997 dan diproyeksi- melibatkan LSM Mitra Bentala, masyarakat dan kan sebagai pengembangan Pangkalan TNI AL Wi- BPDPM, tetapi juga lembaga-lembaga lainnya se- layah Barat. Wilayahnya meliputi daerah seluas perti LSM lokal dan nasional serta universitas, lem- 2.761 ha yang terdiri dari perbukitan, sungai, pantai baga penelitian dan lain-lain. Kekuatan jejaring ini dan pulau. Keberadaan mangrove banyak ditemui diharapkan membuat Pemerintah Kabupaten Pesa- di wilayah pesisirnya dan digunakan sebagai lokasi waran menjadi lebih berpihak pada konservasi dan latihan tempur bagi prajurit TNI AL. Akses kewe- kelembagaan lokal pengelolaan mangrove. Imple- nangan yang dimiliki TNI AL untuk memperta- mentasi kebijakan yang tegas, terutama dalam ke- hankan kedaulatan wilayahnya, secara tidak lang- tentuan pengendalian pemanfaatan ruang yang me- sung membuat keberadaan mangrove terjaga de- liputi ketentuan umum peraturan zonasi, perijinan, ngan baik karena tidak ada satu pun aktor yang be- pemberian insentif dan disinsentif serta sanksi, akan rani mengklaim kepemilikan lahan dan melakukan membuat fungsi lindung dari mangrove dapat ber- konversi di wilayahnya. Kalaupun terjadi konversi, jalan dengan baik. Insentif yang diberikan kepada hal ini dilakukan oleh pihak TNI AL untuk kepen- pemilik lahan untuk tetap mempertahankan tingan pembuatan sarana dan prasarana pangkalan. mangrove di lahan miliknya sesuai peraturan Pihak TNI AL sering bekerjasama dengan berbagai perundang-undangan yang berlaku menjadi sangat pihak, seperti perusahaan swasta, BUMN, univer- penting karena sebagian besar mangrove di wilayah sitas, LSM, lembaga pendidikan dan lain-lain dalam tersebut berada di luar kawasan hutan negara. kegiatan pelestarian mangrove di wilayahnya. Relasi antara pengusaha tambak udang dengan

jejaring tersebut dapat dijalin melalui akademisi un-

tuk mengembangkan wawasan pengusaha menjadi IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI lebih terbuka terhadap fungsi dan manfaat

mangrove. Pengelolaan tambak udang intensif mau A. Kesimpulan tidak mau harus dilakukan pengusaha secara ramah Perilaku sebagian besar pengusaha yang tidak lingkungan dengan mempertimbangkan keberadaan ramah lingkungan dengan mengonversi mangrove mangrove serta pengelolaan tambak dan limbah dan membuang limbah tambak ke perairan telah yang lebih baik sehingga lingkungan di sekitar tam- mengakibatkan degradasi ekosistem pesisir dan me- bak tidak tercemar dan keberlanjutan usaha tambak marginalkan masyarakat lokal. Walaupun kebijakan udang serta mata pencaharian masyarakat menjadi 138

Aktor dan Relasi Kekuasaan dalam Pengelolaan Mangrove… Indra Gumay Febryano et al.

terjamin. Hal tersebut dapat dipadukan dengan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan di bi- DAFTAR PUSTAKA dang lingkungan. Armitage, D. (2002). Socio-institutional dynamics Inisiatif dan partisipasi yang muncul dari masya- and the political ecology of mangrove forest rakat berupa kelembagaan lokal seperti organisasi conservation in Central Sulawesi, Indonesia. BPDPM dan Aturan Daerah Perlindungan Global Environmental Change, 12, 203-217. Mangrove di Pulau Pahawang, dapat dijadikan salah Barbier, E.B. & Cox, M. (2003). Does economic satu model pengelolaan sumberdaya alam di tingkat development lead to mangrove loss? A cross- lokal. Namun, struktur organisasi kelembagaan lo- country analysis. Contemporary Economic Policy, kal harus direvisi dengan tidak melibatkan unsur- 21(4), 418-432. doi: 10.1093/cep/byg022. unsur pemerintahan desa dalam strukur organisasi- Bosire, J.O., Dahdouh-Guebas, F., Walton, M., nya. Pengurus organisasi juga tidak boleh terlibat Crona, B.I., Lewis III, R.R., Field, C., ..., & dalam kegiatan investor di wilayah tersebut. Hal ini Koedam, N. (2008). Functionality of restored akan membuat organisasi menjadi lebih independen mangroves: A review. Aquatic Botany, 89, 251- dan mampu bertahan dari intervensi aktor lainnya 259. doi:10.1016/j.aquabot.2008.03.010. yang memengaruhi politik di tingkat lokal. Kelem- Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Pro- bagaan lokal tersebut mempunyai peran penting da- vinsi Lampung. (2011). Laporan status lingkung- lam pembangunan pedesaaan karena dapat memo- an hidup Daerah Provinsi Lampung tahun 2011. bilisasi dan mengatur masyarakat untuk melakukan Bandar Lampung: Badan Pengelolaan Ling- tindakan kolektif dalam pengelolaan mangrove se- kungan Hidup Daerah Provinsi Lampung. cara lestari sehingga melembagakan praktik-praktik Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran. yang ramah lingkungan. (2013). Statistik daerah Kabupaten Pesawaran Konservasi mangrove dapat disinergikan dengan 2013. Gedong Tataan: Badan Pusat Statistik menciptakan peluang dalam peningkatan alternatif Kabupaten Pesawaran. mata pencaharian masyarakat dan pada akhirnya Bryant, R.L. & Bailey, S. (1997). Third world political akan menurunkan tekanan terhadap mangrove. Ke- ecology. London: Routledge. giatan tersebut dapat memberikan insentif bagi ma- Bryant, R.L. (1998). Power, knowledge and poli- syarakat setempat sehingga membangun rasa memi- tical ecology in the third world: a review. liki dan tanggung jawab masyarakat terhadap ling- Progress in Physical Geography, 22 (1), 79-94. kungan. Keberhasilan kelembagaan lokal dan pe- Cruz-Torres, M.L. (2000). “Pink gold rush”: shrimp ningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan aquaculture, sustainable development, and sumberdaya mangrove secara lestari sangat mem- the environment in Northwestern Mexico. bantu Pemerintah Kabupaten Pesawaran dalam Journal of Political Ecology, 7, 63-90. pembangunan masyarakat perdesaan di wilayah pe- Dewalt, B.R., Vergne, P., & Hardin, M. (1996). sisirnya. Untuk itu diperlukan upaya berkelanjutan Shrimp aquaculture development and the en- yang dapat dilakukan dengan mendorong kelemba- vironment: people, mangroves and fisheries gaan lokal, meningkatkan kapasitas masyarakat me- on the gulf of Fonseca, Honduras. World De- lalui penyuluhan dan pelatihan, membangun kesa- velopment, 24 (7), 1193-1208. daran masyarakat untuk berbudaya ramah ling- Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesa- kungan, peningkatan sarana dan prasarana umum waran. (2008). Profil kelautan dan perikanan dan lain-lain. Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Gedong Tataan: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabu- paten Pesawaran. UCAPAN TERIMA KASIH Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesa- waran. (2011). Profil kelautan dan perikanan Ka- Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ke- bupaten Pesawaran Provinsi Lampung menterian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi . Gedong Tataan: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabu- Republik Indonesia yang telah membiayai penelitian paten Pesawaran. ini. Environmental Justice Foundation. (2003). Smash

& grab: conflict, corruption and human rights abuses 139

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 123-138

in the shrimp farming industry. London: Environ- Surat Keputusan Bupati Pesawaran No. 162.B/ mental Justice Foundation. III.06/HK/2009 tentang Pembentukan Escobar, A. (1998). Whose knowledge, whose Badan Pengelola Daerah Perlindungan nature? Biodiversity, conservation, and the Mangrove Kecamatan Punduh Pedada Kabu- political ecology of social movements. Journal paten Pesawaran. of Political Ecology, 5, 53-82. Surat Keputusan Bupati Pesawaran No. 175/ Escobar, A. (2006). Difference and conflict in the III.06/HK/2009 tentang Pembentukan Tim struggle over natural resources: A political Kelompok Kerja Mangrove Kabupaten Pesa- ecology framework. Development, 49(3), 6-13. waran. doi:10.1057/palgrave.development.1100267. Surat Keputusan Gubernur Lampung No. 522/ Febryano, I.G. (2014). Politik ekologi pengelolaan 2656/04/2009 2009 tentang Penanganan Ka- mangrove di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lam- wasan Mangrove. pung (Disertasi). Institut Pertanian Bogor, Bo- Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. gor. 188.41/360/IV/Bangda/2008 tentang Pem- Febryano, I.G., Suharjito, D., Darusman, D., Kus- bentukan Tim Pokja Mangrove. mana, C., & Hidayat, A. (2014). The roles Turner, M.D. (2004). Political ecology and the mo- and sustainability of local institutions of ral dimensions of ‘‘resource conflicts’’: The mangrove management in Pahawang Island. case of farmer-herder conflicts in the Sahel. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 20(2), 69-76. Political Geography, 23, 863-889. doi:10.7226/jtfm.20.2.69. doi:10.1016/j.polgeo. 2004.05.009. Gritten, D., Saastamoinen, O., & Sajama, S. (2009). Uphoff, N. & Buck, L. (2006). Strengthening rural lo- Ethical analysis: A structured approach to fa- cal institutional capacities for sustainable livelihoods cilitate the resolution of forest conflicts. Fo- and equitable development. Washington D.C.: rest Policy and Economics, 11, 555-560. doi: World Bank. 10.1016/j. forpol.2009.07.003. Valiela, I., Bowen, J.L., & York, J.K. (2001). Huitric, M., Folke, C., & Kautsky, N. (2002). Deve- Mangrove forests: one of the world’s lopment and government policies of the threatened major tropical environments. shrimp farming industry in Thailand in re- BioScience, 51(10), 807-815. lation to mangrove ecosystems. Ecological Eco- Vandergeest, P., Flaherty, M., & Miller, P. (1999). A nomics, 40, 441-455. political ecology of shrimp aquaculture in Noor, Y.R., Khazali, M., & Suryadiputra, I.N.N. Thailand. Rural Sociology, 64, 573-596. (2006). Panduan pengenalan mangrove di Indonesia. Vayda, A.P. & Walters, B.B. (1999). Against po- Bogor: Ditjen PHKA & Wetlands Interna- litical ecology. Human Ecology, 27(1), 167-179. tional-Indonesian Programme. Walters, B.B., Ronnback, P., Kovacs, J.M., Crona, Peraturan Daerah No. 4 tahun 2012 tentang Ren- B., Hussain, S.A., Badola, R., ..., & Dahdouh- cana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Pe- Guebas, F. (2008). Ethnobiology, socio- sawaran Tahun 2011-2031. economics and management of mangrove fo- Ribot, J.C. & Peluso, N.L. (2003). A theory of rests: A review. Aquatic Botany, 89, 220-236. access. Rural Sociology, 68(2), 153-181. doi:10.1016/j.aquabot.2008.02.009. Rizani. (2007). Menanam pohon kehidupan di Pu- Wijayaratna, C.M. (2004). Role of local communities lau Pahawang. In Afiff S. & Zakaria R.Y. and institutions in integrated rural develop- (Eds.), Hutan dan manusia: mendorong pengelolaan ment. InWijayaratna, C.M. (Ed.), Role of local hutan oleh rakyat”. Yogyakarta: Karsa & SGP communities and institutions in integrated rural de- PTF UNDP-EC-SEAMEO SEARCA. velopment (pp. 34-62). Seminar Asian Produc- Saputro, G.B., Hartini, S., Sukardjo, S., Susanto, A., tivity Organization, 2002 June 15-20, Tehe- & Poniman, A. (2009). Peta mangroves Indo- ran, Iran. Teheran: Asian Productivity Orga- nesia. Jakarta: Pusat Survei Sumber Daya nization. Alam Laut, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

140

Aktor dan Relasi Kekuasaan dalam Pengelolaan Mangrove… Indra Gumay Febryano et al.

141