JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

KAJIAN MORFOMETRI DI PERAIRAN PANTAI DESA TAPAK KECAMATAN TUGU KOTA SEMARANG

Yopie Anggara Putra*), Muhammad Zainuri, Hadi Endrawati Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Dipenogoro Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024-7474698 Email : [email protected]

A B S T R A K

Perairan pantai desa Tapak merupakan salah satu daerah yang telah mengalami degradasi lingkungan akibat adanya perubahan alih fungsi lahan yaitu dari kawasan hutan mangrove menjadi daerah pertambakan dan perindustrian. Degradasi lingkungan ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan sehingga akan mempengaruhi populasi gastropoda, dimana menggunakan daerah tersebut sebagai habitatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui morfometri, hubungan panjang dan berat, serta faktor kondisi gastropoda yang ada di Perairan Pantai Desa Tapak, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah perairan pantai desa Tapak, Kec. Tugu, Kota Semarang yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November tahun 2013. Sampel gastropoda diambil dengan menggunakan transek ukuran 1x1 meter, selama 4 kali pengambilan sampel dengan selang waktu dua minggu sekali. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif eksploratif dengan pendekatan metode Sample Survey Method. Penelitian ini dilakukan pada 3 stasiun yaitu stasiun 1 yang merupakan daerah bersubstrat pasir, stasiun 2 yaitu merupakan daerah dengan pohon mangrove, dan stasiun 3 merupakan daerah dengan substrat berlumpur, dengan metode pertimbangan (purposive sampling method). Data kualitas perairan terdiri dari suhu, salinitas, DO, pH dan substrat sedimen, diambil secara bersamaan dengan sampling gastropoda. Data yang diperoleh dianalisis untuk diketahui jenis, morfologi, panjang, lebar, dan beratnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa gastropoda yang paling banyak ditemukan adalah jenis C. cingulata sebesar 836 ekor dan C. coralium sebesar 244 ekor. Kelas ukuran panjang cangkang dari C. cingulata berada di kisaran diantara 15,1 - 35,0 mm dan C. coralium berada di kisaran diantara 20,1 œ 25,0 mm. Kelas ukuran lebar cangkang dari C. cingulata berada di kisaran diantara 5,6 œ 7,0 mm dan C. coralium berada di kisaran diantara 7,1 œ 8,5 mm. Kelas ukuran lebar operculum dari C. cingulata berada di kisaran diantara 5,1 œ 6,0 mm dan C. coralium berada di kisaran diantara 4,1 œ 5,0 mm. Hubungan panjang dan berat gastropoda yang diperoleh bersifat allometrik negatif. Nilai faktor kondisi gastropoda jenis C. cingulata berkisar 1,446 œ 2,224 dan pada jenis C. coralium berkisar antara 0,981 œ 1,984.

Kata Kunci : Morfometri, Gastropoda, Desa Tapak

A B S T R A C T

Tapak coastal waters is one of the areas which has an environmental degradation due to land conversion as an industrial area. The impact of the environmental degradation will influence the existence of the gastropods population, due to their habitats. The aim of the research is to know the morfometri, length and weight relationships, and factor conditions, in the Tapak coastal waters, district Tugu, Semarang. The research was done in the Tapak coastal waters, district Tugu, Semarang from October to November 2013. The gastropods samples were collected using transect 1x1 meter. The sampling was conducted for 4 times, with 2 weeks interval. This research was done in a descriptive exploratory method by Sample Survey approach Method. In the study has established three stations, namely station 1 which was an area of sand substrate, station 2 was an area of mangrove, and station 3 was an area muddy substrate, based on the purposive sampling method. The water quality parameters such as temperature, salinity, DO,pH, and substrate sediment were simultaneously measured. The data were analyzed for known types, morphology, length, width, and weight. There are 836 individus of C. cingulata and 244 individus of C. coralium were found during the research. The length shell of C. cingulata between 15,1 - 35,0 mm, while C. coralium between 20,1 œ 25,0 mm. The length shell of C. cingulata between 5,6 œ 7,0 mm, while C. coralium between 7,1 œ 8,5 mm. The operculum length of C. cingulata between 5,1 œ 6,0 mm, while C. coralium between 4,1 *) Penulis penanggung jawab 566

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

œ 5,0 mm. The length - weight relationship of the two gastropod show an allometri negative. The conditions factor value of gastropod C. cingulata ranges from 1,446-2,224, while C. coralium show a range between 0,981-1,984.

Key-Words : Morfometri, Gastropods, Tapak

*) Penulis penanggung jawab

PENDAHULUAN siklus hidup gastropoda. Suwondo, et al Laut Indonesia mempunyai wilayah (2006) menambahkan bahwa kelimpahan pesisir yang tersusun atas beberapa dan distribusi gastropoda dipengaruhi oleh ekosistem, seperti hutan mangrove, faktor-faktor lingkungan setempat, seperti estuaria, pertambakan dan terumbu faktor fisika-kimia (suhu, salinitas, derajat karang (Nontji, 2007). Ekosistem- keasaman (pH), pasang-surut, kandungan ekosistem di wilayah pesisir tersebut bahan organik dan ukuran butir), merupakan daerah yang memiliki ketersediaan makanan, pemangsaan, dan kekayaan habitat yang beragam serta kompetisi. Studi ini dilakukan untuk memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. mengetahui morfometri gastropoda yang Romimohtarto dan Juwana (2005) ada di perairan pnatai Desa Tapak, menambahkan bahwa ekosistem- Kecamatan Tugu, Kota Semarang. ekosistem di wilayah pesisir mempunyai fungsi ekologis. Fungsi ekologis ini terkait dengan daya dukung dari lingkungan MATERI DAN METODE seperti ketersediaan nutrisi, intensitas Materi yang digunakan dalam cahaya, kandungan oksigen dan unsur penelitian ini adalah sampel gastropoda hara yang merupakan salah satu indikator yang diambil di Perairan Pantai Desa tingkat kesuburan dan produktivitas Tapak Kecamatan Tugu, Semarang. perairan. Penelitian ini dilakukan dengan Desa Tapak, Kecamatan Tugu, Kota metode penelitian deskriptif eksploratif. Semarang merupakan wilayah pesisir yang banyak ditumbuhi mangrove dan Metode deskriptif yaitu suatu metode memiliki ekosistem yang baik, namun saat penelitian yang digunakan untuk ini sudah banyak mengalami kerusakan. membuat pencandraan mengenai situasi Kerusakan tersebut disebabkan oleh atau kejadian secara sistematis, faktual adanya perubahan alih fungsi kawasan dan akurat terhadap kejadian atau hutan mangrove menjadi lahan tentang populasi tertentu pada wilayah pertambakan dan perindustrian (industri pengolah bahan dasar minuman, industri dimana salah satu cirinya adalah kertas, industri sabun, dan industri membuat perbandingan dan evaluasi pencetak kain) (Yusuf dan Gentur, 2004). (Suryabrata, 1992). Pengelolaan wilayah yang kurang baik Metode pengumpulan data yang tersebut menyebabkan kenaikan digunakan adalah Sample Survey Method permukaan air laut dan pencemaran yaitu metode pengumpulan data dengan sehingga mengakibatkan terjadinya cara mencatat sebagian kecil populasi degradasi lingkungan. Degradasi lingkungan ini akan mengakibatkan tetapi hasilnya diharapkan dapat penurunan daya dukung lingkungan baik menggambarkan sifat populasi yang di badan sungai maupun di muara. diselidiki. Metode sample survey ini Penurunan kualitas lingkungan yang merupakan metode yang secara disebabkan oleh pollutan seperti kuantitatif menentukan pengambilan menurunnya ketersediaan nutrisi dan keputusan atau kesimpulan secara umum kandungan oksigen akan menjadi penghambat dan penyebab kegagalan 

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

dengan keadaan lingkungan alam yang oleh tali, dengan kedalaman 10 cm dipelajari (Suwignyo, 1976). (Sasekumar, 1974). Selanjutnya sampel Penentuan stasiun sampling yang terkumpul dimasukan ke botol menggunakan Purposive sampling sampel dan diberi pengawet berupa method, yaitu pemilihan sekelompok formalin 10% yang telah dicampur dengan subjek didasarkan atas ciri-ciri tertentu rose bengal. yang dipandang mempunyai kaitan erat Pengukuran kualitas air dilakukan dengan ciri-ciri yang sudah diketahui bersamaan pada saat pengambilan sampel sebelumnya. gastropoda (Insitu), sedangkan Pengambilan sampel dilakukan pada pengukuran kandungan bahan organik bulan Oktober œ November 2013 dan dan ukuran butir sedimen dilakukan di tanggal pengambilan sampel di ambil dua Laboratorium BPIK Kota semarang dan minggu sekali. Dalam penelitian ini, Laboratorium Badan Besar Teknologi pengambilan sampel menggunakan Pencegahan Pencemaran Industri transek kuadran (1m x 1m) dan dibatasi (BBTPPI) Kota Semarang.

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian di Perairan Pantai Desa Tapak, Tugu, Semarang.

Morfometri Gastropoda J = Xmax - Xmin Pengukuran morfometri gastropoda dimana: ditentukan berdasarkan ukuran panjang J = kisaran (ind/m2) dan lebar cangkang yang ditemukan pada Xmax = Panjang Maksimum biota. Data yang diperoleh kemudian akan Xmin = Panjang Minimun dikelompokkan ke dalam beberapa kelas ukuran dengan membuat tabel distribusi ukuran dan grafik histogram frekuensi Jumlah kelas yang tersedia (k) untuk ukuran. Struktur ukuran dianalisis dengan jumlah sampel yang diperoleh dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan sebagai berikut : oleh Walpole (1995) dalam Uneputty dan Tala (2011) sebagai berikut: K = 1 + 3,3 log n 

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Dimana : n = ukuran populasi 7,1 œ 8,5 mm (22,54%), dan lebar Hubungan Panjang dan Berat operculum berkisar antara 4,1 œ 5,0 mm Hubungan panjang dan berat (19,26%). dianalisis berdasarkan Effendi (2000) yaitu : í  [ dimana: W = berat total (gr) L = panjang cangkang (mm) a,b = konstanta yang diperoleh dari data persamaan teresbut, yang selanjutnya ditransformasikan ke logaritma, sehingga mendapatkan persamaan regresi garis Gambar 2. Distribusi Frekuensi Kelas lurus Ukuran Panjang Cangkang Gastropoda (C.

cingulata dan C. corallium) tanggal 12 Faktor Kondisi Oktober 2013 Faktor kondisi gastropoda dihitung dengan faktor kondisi relatif, dapat dihitung dengan Effendi (2000) yaitu : Y  í [  dimana: Kn = faktor kondisi relatif W = berat total gastropoda hasil pengamatan (gr) [ = hubungan panjang berat yang diperoleh

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3. Distribusi Frekuensi Kelas Morfometri Gastropoda Berdasarkan hasil analisis yang Ukuran Panjang Cangkang Gastropoda (C. cingulata dan C. corallium) tanggal 25 dilakukan terhadap 1080 ekor gastropoda di Perairan Pantai Desa Tapak Kecamatan Oktober 2013

Tugu Kota Semarang pada Oktober - November 2013, ternyata gastropoda jenis Cerithidea cingulata lebih banyak ditemukan yaitu sejumlah 836 ekor dibandingkan jenis corallium sejumlah 244 ekor. Cerithidea cingulata paling banyak ditemukan pada kelas ukuran panjang cangkang antara 15,1 œ 20,0 mm (17,83%), lebar cangkang berkisar antara 5,6 œ 7,0 mm (16,63%), dan lebar operculum berkisar antara 4,1 œ Gambar 4. Distribusi Frekuensi Kelas 5,0 mm dan 5,1 œ 6,0 mm (14,95%), Ukuran Panjang Cangkang Gastropoda (C. sedangkan Cerithium corallium paling cingulata dan C. corallium) tanggal 09 banyak ditemukan pada kelas ukuran November 2013 panjang cangkang antara 20,1 œ 25,0 mm (22,13%), lebar cangkang berkisar antara



JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Gambar 5. Distribusi Frekuensi Kelas Ukuran Gambar 9. Distribusi Frekuensi Kelas Ukuran Panjang Cangkang Gastropoda (C. cingulata Lebar Cangkang Gastropoda (C. cingulata dan dan C. corallium) tanggal 23 November 2013 C. corallium) tanggal 23 November 2013

Gambar 6. Distribusi Frekuensi Kelas Ukuran Gambar 10. Distribusi Frekuensi Kelas Ukuran Lebar Cangkang Gastropoda (C. cingulata dan Lebar Operculum Gastropoda (C. cingulata dan C. corallium) tanggal 12 Oktober 2013 C. corallium) tanggal 12 Oktober 2013

Gambar 7. Distribusi Frekuensi Kelas Ukuran Lebar Cangkang Gastropoda (C. cingulata dan Gambar 11. Distribusi Frekuensi Kelas Ukuran C. corallium) tanggal 25 Oktober 2013 Lebar Operculum Gastropoda (C. cingulata dan C. corallium) tanggal 25 Oktober 2013

Gambar 8. Distribusi Frekuensi Kelas Ukuran Gambar 12. Distribusi Frekuensi Kelas Ukuran Lebar Cangkang Gastropoda (C. cingulata dan Lebar Operculum Gastropoda (C. cingulata dan C. corallium) tanggal 09 November 2013 C. corallium) tanggal 09 November 2013 

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

melimpah. Biota ini juga memiliki operkulum yang dapat menutup rapat celah cangkang sehingga ketika pasang turun biota ini masuk kedalam cangkang lalu menutup celah menggunakan operculum sehingga kekurangan air dapat diatasi. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Nybakken (1988) yang menyatakan bahwa Gastropoda memiliki operculum yang dapat menutup rapat celah cangkangnya.

Gambar 13. Distribusi Frekuensi Kelas Hasil pengamatan terhadap Ukuran Lebar Operculum Gastropoda (C. Gastropoda C. coralium menunjukan cingulata dan C. corallium) tanggal 23 kelimpahan yang lebih sedikit. Hal ini November 2013 diduga terkait dengan kemampuan beradaptasi C. coralium yang kurang baik Berdasarkan pengamatan dari terhadap kondisi lingkungan yang ada grafik distribusi frekuensi kelas ukuran dibandingkan dengan C. cingulata. Hal ini panjang dan lebar cangkang serta lebar dikarenakan C. coralium tidak memiliki operculum dari kedua jenis gastropoda kemampuan untuk dapat mentoleransi tersebut, menunjukan bahwa jenis kelaparan ketika terjadi kekeringan. gastropoda C. cingulata lebih banyak Kondisi tersebut menyebabkan biota ini ditemukan dibandingkan dari jenis C. cenderung membenamkan diri di dalam corallium terkait dengan ukuran panjang lumpur dan dibawah perakaran mangrove dan lebar cangkang serta lebar operculum untuk menghindari kekeringan. Biota ini dikarenakan gastropoda jenis C. cingulata mempunyai tingkah laku lebih aktif pada memiliki kemampuan beradaptasi yang saat spring tide (pasang tinggi dan surut lebih baik dibandingkan jenis gastropoda rendah) dimana pada daerah tersebut lainnya. C. cingulata hidup menempel terdapat kandungan algae dan diatom pada akar dan berada disekitar akar yang tinggi. Hal ini didukung oleh Rao et mangrove yang memiliki substrat al (1987) yang menyatakan bahwa C. berlumpur. Menurut Wahono (1991), C. coralium lebih menyukai daerah dengan cingulata banyak ditemukan di ekosistem kelimpahan algae dan diatom yang tinggi. mangrove Rhizopora sp, karena pada Dengan demikian dapat disimpulkan ekosistem tersebut memiliki struktur bahwa C. coralium memiliki cara adaptasi substrat lumpur yang didominasi oleh yang kurang sesuai terhadap kondisi bahan organik hasil serasah daun lingkungan yang ada di daerah tersebut. mangrove. Hal ini berakibat Gastropoda Hubungan Panjang dan Berat jenis C. cingulata memperoleh makanan, dan menjadikan daerah itu sebagai habitat serta mengurangi kompetitor. Gastropoda C. cingulata mempunyai bentuk morfologi cangkang tebal dan kuat. Hal ini didukung oleh Dharma (1988) yang menyatakan bahwa C. cingulata memiliki kemampuan untuk beradaptasi didaerah substrat mangrove karena memiliki cangkang yang tebal dan kuat, colimelianya biasanya bergelung dan mempunyai canal yang pendek. Lebih lanjut ditambahkan bahwa struktur tubuh Gambar 14. Hubungan Panjang C. cingulata seperti inilah yang Cangkang dan Berat Gastropoda (C. menyebabkan biota ini tidak mudah cingulata) Bulan Oktober œ November dimangsa predator. Hal tersebut 2013 (n = 836 ekor) menyebabkan keberadaanya selalu 

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Stasiun I didapatkan jumlah kandungan bahan organik total sebesar 2,15% dan C organik total 1,25% dimana pada lokasi ini merupakan daerah dengan substrat berpasir. Stasiun II didapatkan jumlah kandungan bahan organik total sebesar 3,12% dan C organik total 1,81% dimana pada lokasi ini merupakan daerah dengan vegetasi anakan mangrove. Gambar 15. Hubungan Panjang Sedangkan pada stasiun III didapatkan Cangkang dan Berat Gastropoda (C. jumlah kandungan bahan organik total corallium) Bulan Oktober œ November sebesar 2,43% dan C organik total 2,41% 2013 (n = 244 ekor) dimana pada lokasi ini merupakan daerah dengan substrat berlumpur. Berdasarkan Hasil analisis terhadap panjang berat C. jumlah kandungan bahan organik dan C cingulata di perairan pantai desa Tapak, organik terkait dengan kondisi ketiga Kec. Tugu, Kota Semarang didapatkan stasiun tersebut, ketiga stasiun tersebut persamaan regresinya yaitu y = 1,804x - memiliki jumlah kandungan bahan 2,546, sedangkan C. coralium didapatkan Organik dan C organik yang hampir sama persamaan regresi y = 1,903x œ 2,705. (homogen). Hal ini menunjukan bahwa Hubungan panjang dengan berat dari 836 ketiga lokasi penelitian tersebut masih ekor C. cingulata dan 244 ekor C. memiliki makanan yang cukup untuk coralium yang didapatkan menunjukan menunjang proses pertumbuhan dari bahwa nilai b lebih kecil dari 3 sehingga kedua gastropoda ini. hal ini menunjukan pertumbuhan Gastropoda membutuhkan makanan allometrik negatif, yaitu pertambahan yang mengandung kalsium karbonat panjang lebih cepat dari pertambahan untuk membentuk cangkangnya. Biota ini beratnya. Hal ini sesuai dengan beradaptasi dengan cara makannya yaitu pendapatnya Gayon (2000) bahwa jika menjadi deposit feeder, suspension feeder nilai b lebih kecil dari 3, maka dapat atau menjadi herbivor (Nybakken, 1992). diartikan bahwa pertambahan panjangnya Makanan yang diperoleh akan disaring lebih cepat dari pertambahan beratnya dan diseleksi dengan menggunakan atau yang disebut allometrik negatif. Hasil siphon. Makanan yang banyak analisis hubungan panjang dan berat ini mengandung kalsium karbonat (CaCO3) juga menunjukan nilai korelasi yang dan pigmen akan masuk kedalam plasma cukup kuat. Pada pengamatan hubungan darah dan akan diedarkan keseluruh pajang berat Gastropoda jenis C. cingulata tubuh. Kemudian kalsium karbonat 2 dan C. coralium ini didapatkan nilai r = (CaCO3) dan pigmen tersebut akan 0,700 dan r2 = 0,635. Nilai korelasi yang diserap oleh mantel. Mantel ini akan cukup tinggi tersebut menunjukan bahwa mengeluarkan sel-sel yang membentuk panjang total tubuh sangat struktur cangkang serta corak warna pada mempengaruhi berat total tubuh kedua cangkang (Nontji, 2007). Mantel ini juga Gastropoda tersebut, yang artinya mengeluarkan sel conchiolin yang semakin panjang cangkang Gastropoda berfungsi untuk membentuk lapisan tersebut maka akan semakin bertambah bagian dalam cangkang (nacreous). Sel- berat total tubuhnya. Pertambahan sel conchiolin akan menjadi mengkilat panjang cangkang diikuti dengan seperti perak apabila dilekatkan dengan pertambahan berat kedua Gastropoda kristal kalsium yang ada disebelah dalam tersebut merupakan salah satu indikator cangkang. Kemudian celah-celah kecil dari terjadinya pertumbuhan. Berdasarkan hal mantel akan membentuk periostracum tersebut, diduga bahwa daerah estuaria pada bagian luar cangkang yang berfungsi desa Tapak memiliki kandungan bahan untuk melindungi cangkang dari organik yang dapat menunjang kerusakan persenyawaan asam karbonat pertumbuhan kedua Gastropoda tersebut. (Nontji, 2007). Proses pembentukan dan pertambahan panjang cangkang 

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Gastropoda akan diikuti oleh pertambahan 0,981 œ 1,984. Nilai faktor kondisi C. berat tubuh Gastropoda itu sendiri. cingulata lebih tinggi daripada C. Dengan demikian dapat disimpulkan coralium. Hal ini menunjukan bahwa bahwa pertambahan panjang dan berat habitat tersebut memiliki kondisi yang dicapai oleh kedua Gastropoda lingkungan yang lebih baik untuk tersebut di daerah estuaria desa Tapak, mendukung hidup C. cingulata menunjukan bahwa daerah tersebut dibandingkan C. coralium. Biota ini dapat menyediakan makanan yang mencukupi hidup pada daerah dimana hanya terdapat bagi Gastropoda jenis C. cingulata dan C. sedikit algae atau vegetasi lainnya (Rao et corralium, sehingga dapat dimanfaatkan al, 1987). Hal ini sesuai dengan kondisi untuk proses pertumbuhan. Hal ini perairan yang ada di Desa Tapak. Desa membuktikan bahwa di daerah desa Tapak merupakan daerah yang telah Tapak berada pada kondisi lingkungan mengalami penurunan kualitas lingkungan yang mampu mendukung ketersediaan akibat adanya degradasi lingkungan makanan untuk menunjang metabolisme seperti perubahan alih fungsi lahan dari tubuhnya, dan untuk reproduksi serta kawasan hutan mangrove menjadi darah pertumbuhan. pertambakan dan perindustrian (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012). Degradasi Faktor Kondisi lingkungan ini menyebabkan kondisi perairan di Desa Tapak mengalami dinamika yang cukup tinggi baik karena daya dukung menjadi menurun ditambah kuantitas bahan pollutan lebih tinggi, sehingga tidak terjadi kesetimbangan diantara keduanya. Berdasarkan hasil analisis kandungan bahan organik yang telah dilakukan, didapatkan bahwa rata- rata kandungan bahan organik total dan C organik yang ada sebesar 2,6% dan 1,5%. Hal ini menunjukan bahwa

kandungan unsur hara yang ada di daerah Gambar 16. Hubungan Rata-rata Panjang ini sangat rendah sehingga hal ini Cangkang dengan Faktor Kondisi Gastropoda menyebabkan gastropoda jenis C. (C. cingulata) Selama Periode Oktober œ cingulata lebih dapat bertahan hidup November 2013 (n = 836 ekor) dibandingkan C. coralium, dimana C. coralium merupakan biota yang hidup pada daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut yang tinggi dengan kelimpahan algae dan diatom yang tinggi pula (Rao et al, 1987). Dengan demikian semakin tinggi nilai faktor kondisi, maka semakin bagus tempat tersebut untuk mendukung kehidupan gastropoda, terutama dalam hal ketersediaan makanan.

Gambar 17. Hubungan Rata-rata Panjang Cangkang dengan Faktor Kondisi Gastropoda (C. corallium) Selama Periode Oktober-

November 2013 (n = 244 ekor)

Nilai faktor kondisi gastropoda jenis C. cingulata berkisar 1,446 œ 2,224 dan pada jenis C. coralium berkisar antara 

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Parameter Perairan penguapan air laut maka akan semakin tinggi salinitasnya atau sebaliknya. Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara horizontal maupun vertikal. Secara tidak langsung hal ini akan mengakibatkan adanya perubahan komposisi Gastropoda dalam suatu ekosistem Oksigen terlarut (DO) pada daerah Tabel 1. Nilai Kisaran Parameter Perairan penelitian sebesar 6,3 œ 10,2 mg/L. Nilai berdasarkan Stasiun Pengambilan Sampel di kandungan Oksigen terlarut (DO) cukup Perairan Pantai Desa Tapak, Tugu, Semarang. baik untuk mendukung kehidupan Gastropoda. Menurut Nyabakken (1992) Berdasarkan hasil analisis parameter Oksigen terlarut (DO) merupakan variabel perairan yang ada di perairan pantai Desa kimia yang mempunyai peranan penting Tapak, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, sekaligus sebagai faktor pembatas bagi didaptkan bahwa suhu di daerah lokasi 0 0 kehidupan biota air. Hal ini dikarenakan penelitian berkisar 28,9 C œ 35,4 C bahan organik tersebut diuraikan oleh yang cukup baik dan sesuai dengan mikroorganisme yang mengkonsumsi ambang toleransi Gastropoda. Menurut oksigen yang tersedia. Kenaikan oksigen Ihlas (2001) mengatakan bahwa suhu terlarut yang semakin tinggi akan yang ditolerir oleh makroobenthos 0 0 menyebabkan berkurangnya kandungan berkisar antara 25 C œ 53 C. Suhu bahan organik, sehingga hal ini akan sangat berpengaruh dalam kehidupan menyebabkan semakin berkurangnya Gastropoda baik dalam proses komposisi Gastropoda yang ada. metabolisme, ditribusi dan kelimpahan. Substrat sedimen yang ada dilokasi Suhu yang tinggi dapat menyebabkan penelitian rata-rata berupa pasir (94,8%) terjadinya kekeringan sehingga dan lanau (5,2%). Kondisi lingkungan ini mengakibatkan kematian bagi menunjukan bahwa daerah estuaria Gastropoda. tersebut di duga memiliki kandungan Derajat keasamaan atau pH dilokasi unsur hara yang tinggi. Menurut Soepardi penelitian sebesar 7 œ 8,5. Hal ini (1986) semakin kecil ukuran butir menunjukan bahwa kandungan pH yang sedimen maka semakin besar kemampuan ada cukup baik untuk Gastropoda. menyimpan bahan organik. Semakin Menurut Odum (1996) Gastropoda tingginya kandungan bahan organik yang umumnya membutuhkan pH antara 6 - ada maka akan menyebabkan 8,5 untuk kelangsungan hidupnya. pH ketersediaan makanan cukup untuk yang tinggi menyebabkan peningkatan menunjang kelangsungan hidup kadar racun amonia di dalam tubuh, Gastropoda. dimana hal ini dapat menyebabkan kematian bagi Gastropoda, sedangkan pH yang rendah dapat menghambat laju KESIMPULAN pertumbuhan. Tingginya kadar pH Gastropoda jenis Cerithidea tersebut diduga karena aktivitas cingulata lebih banyak ditemukan dilokasi fotosintesis yang membutuhkan ion CO2 penelitian. Cerithidea cingulata memiliki sehingga menyebabkan pH naik. kelas ukuran panjang dan lebar cangkang Kadar salinitas pada lokasi penelitian serta lebar operculum lebih besar berkisar antara 27,7 œ 35,1 ppt yang dibandingkan jenis Cerithium coralium. cukup baik untuk kehidupan Gastropoda. Cerithidea cingulata memiliki kemampuan Menurut Odum (1996) kisaran salinitas beradaptasi yang lebih baik dibandingkan kehidupan Gastropoda berada pada dengan Cerithium corallium. kisaran 28 œ 34 ppt. Kenaikan maupun Hubungan panjang dan berat penurunan salinitas dipengaruhi oleh gastropoda yang ada di desa Tapak penguapan, makin besar tingkat bersifat allometrik negatif, dan memiliki 

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

nilai korelasi yang cukup kuat. Nilai faktor Dinas Kelautan dan Perikanan. 2012. kondisi gastropoda jenis C. cingulata yang Penyusunan Detail Engineering didapatkan lebih besar daripada jenis C. Design (DED) Eco Edu Wisata coralium. Hal ini menunjukan bahwa Mangrove di Kecamatan Tugurejo kondisi lingkungan yang ada di perairan pantai Desa Tapak, Kecamatan Tugu, Kota Kota Semarang. : DKP Kota Semarang masih dapat ditoleransi dan Semarang mampu menyediakan makan yang cukup . 2012. Penyusunan Rencana untuk mendukung proses pertumbuhan Pengembangan Lahan Konservasi dari kedua gastropoda tersebut. Kota Semarang : DKP Kota Semarang UCAPAN TERIMAKASIH Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Penulis menyampaikan terimakasih Jurusan Menejemen Sumber Daya kepada semua pihak yang telah Perikanan. Fakultas Perikanan dan memberikan bantuan dalam penulisan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian jurnal ilmiah ini. Bogor. Bogor. Tidak di publikasikan

Handayani, E.A. 2006. Keanekaragaman DAFTAR PUSTAKA Jenis Gastropoda di Pantai Barnes, R. D. 1987. Invertebrata Zoology. Randusanga Kabupaten Brebes Fifth Edition W.B. Sounders Jawa Tengah. [Skripsi]. Fakultas Company. Philadelphia. Proc. Malae. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Soc. London. 41 : 589-600 Alam, Universitas Negeri Semarang, Carpenter, K.E. & V.H. Niem (eds). 1998. Semarang. FAO identification guide for Gayon, J. 2000. History of the concept all fishery purposes. The living marine Allometry. America zoologist. 40 (5): resources of the Western Central 748-758 Pacifik. Vol 1. Seaweeds, corals, Harminto, S. 2003. Taksonomi bivalves and gastropods. Pp. 1-686. Avertebrata. Penerbit Universitas FAO, Rome Terbuka, Jakarta. Connell, D. W. dan G. J.Miller. 1974. Hidayatulloh, T. 2010. Struktur Komunitas Kimia dan Ekotoksikologi Gastropoda Di Vegetasi Mangrove Pencemaran. Universitas Indonesia Desa Kedung Malang Kecamatan Press. Jakarta. Kedung Kabupaten Jepara. [Skripsi]. Dahuri, R, J. Rais, S. D. Ginting dan M. J. Fakultas Perikanan dan Ilmu Sitepu. 1996. Pengelolaan Sember Kelautan, Universitas Diponegoro, Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Semarang. Secara Terpadu. PT. Pradya Hughes, R. H. 1986. A Fungtional Biology Paramita. Jakarta. of Marine Gastropods. Dharma , B . 1988. Indonesian Shells . FirstPublished. John Hopkins Jakarta : Sarana Graha. University Press. USA. Dinas Kelautan dan Perikanan, 2010. Ihlas. 2001. Struktur Komunitas Laporan Akhir Idantifikasi dan Makrozoobenthos Pada Ekosistem Pemetaan Kerusakan Lingkungan Hutan Mangrove di Pulau Sarapa Pesisir Kota Semarang, Jawa Kecamatan Liukang Tupabiring Tengah. Dinas Kelautan dan Kabupaten Pangkep. Sulawesi Perikanan Kota Semarang. Selatan.



JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

Irawan, I. 2008. Struktur Komunitas Kelimpahan Gastropoda (Lambis Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) spp.) pada daerah Makroalga di serta Distribusinya di Pulau Burung Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. dan Pulau Tikus Gugusan Pulau Pari Journal of Management of Aquatic Kepulauan Seribu. Journal of Resourches, 1(1): 1-7. Management of Aquatic Resourches, Robert, D. Soemodihardjo, W. Lastoro. 5(2): 1-7. 1982. Shallow Water Mollusc of Jasin, M. 1992. Zoologi Invertebrata untuk North-West Java. Lembaga Perguruan Tinggi. Surabaya : Sinar Oseanologi Nasional. LIPI. Jakarta. Wijaya Indonesia Kurniawati. 2009. Struktur Komunitas Romimohtarto, K. dan S., Juwana. 2005. Gastropoda di Kawasan Vegetasi Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Mangrove Desa Kedung Malang, Tentang Biota Laut. Puslitbang Surodadi dan Semat, Kabupaten Oseanologi-LIPI. Jakarta. 540 hlm Jepara. [Skripsi]. Fakultas Perikanan Sasekumar, A. 1974. Distribution of dan Ilmu Kelautan, Universitas Macrofauna on a Malayan Mangrove Diponegoro, Semarang. Shore. The Journal of Laksmana, S. T. 2011. Lama Waktu Ecology, 43 : 51-69. Pemangsaan dan Ukuran Lubang Saverns, M., F. Blasco, and C. Field. 2004. Pengeboran Chicoreus capunicus Adaptation of mangrove . (Neogastropoda: Muricidae) Training Course on the Ephysiology terhadap Cerithidae cingulata of mangrove species. Townsville, 1-4 (Mesogastropoda: Potamididae). Mei 2004, [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Seto, H. 2013. Komposisi dan Kelimpahan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gastropoda di Vegetasi Mangrove Indonesia, Jakarta, 72 hlm. Kelurahan Tugurejo Kecamatan Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Penerbit Tugu, Kota Semarang. [Skripsi]. Djambatan. Jakarta. Fakultas Perikanan dan Ilmu Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Kelautan, Universitas Diponegoro, Pendekatan Ekologis. Alih bahasa Semarang. oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Sirante, R. 2011. Studi Struktur Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. Komunitas Gastropoda di PT. Gramedia Pustaka Utama. Lingkungan Perairan kawasan Jakarta, Indonesia. Perairan Kawasan Mangrove Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Kelurahan Lappa dan Desa Tongke- Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Tongke Kabupaten Sinjai. Press. Yogyakarta. 697 hlm. Universitas Negeri Papua. Papua. (1- Rao, Y. Prabhakara, V. Uma Devi, & 12). D.G.V. Prasada Rao. 1987. Soepardi. 1986. Sifat dan Ciri Tanah. Starvation Metabolism in the Modul Pembelajaran. Institut Cerithiids Cerithidea Pertanian Bogor. Bogor. (Cerithideopsilla) cingulata (Gmelin) Suryabrata, S. 1992 . Metoda Penelitian . and Cerithium coralium Kiener. The Rajawali Press. Jakarta : 13 hlm Veliger, 30(2): 173-183. Suwanjarat, J. & S. Suwaluk. 2003. Rizkya, S., S. Rudiyanti, M. R. Euspartozoon structure and Muskananfola. 2012. Studi 

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 566-577 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr

euspermiogenesis in Cerithidae Vanini, M., E. Mrabu, S. Cannici, R. cingulata (Gmelin, 1971) Rorandell & Sara Fratini. 2008. ( : Potamididae). Rhytmic vertical migration of the Songklanankarin J. Sci. Technol. gastropod Cerithidae decollate in a 25:413-422. kenyan mangrove forest. Marine Suwignyo, S. 1976. Avertebrata Air, Jilid I, Biology Research article 153: 1047- Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. 1053 Suwondo, E. Febrita., dan F. Sumanti. Wahono, M. 1991. Aktivitas Harian Dua 2006. Struktur Komunitas Gastropoda Jenis Keong Potamididae di Hutan Pda Hutan Mangrove Di Pulau Sipora. Mangrove Teluk Hurun, Lampung Diakses Pada Tanggal 10 Desember Selatan. [Tesis]. Program Pasca 2009. Vol 2(1): 25-29 Sarjana. IPB. Bogor Uneputty, A. P. & D. J. Tala. 2011. Yusuf, M. dan G. Handoyo. 2004. Dampak Karakteristik Biometrika dan Potensi Pencemaran Terhadap Kualitas Reproduksi Siput Abalone (Haliotis Perairan dan Strategi Adaptasi squamata). Jurnal perikanan dan Organisme Makrobenthos di Perairan Ilmu Kelautan. UNHAS (in Pulau Tirangcawang Semarang. preparation). Jurnal Ilmu Kelautan, 9(1):12-42.