Journal of Indonesian Tourism and p-ISSN: 2355-3979 Development Studies e-ISSN: 2338-1647

Journal of Indonesian Tourism and Development Studies

DEWAN REDAKSI Ketua Editor Luchman Hakim Ecotourism – FMIPA UB

Anggota Editor

 Nuddin Harahap  Sitawati Services Valuation of Coastal Ecosystem – FPIK Green Space City – FP UB UB  Imam Hanafi  Topowiono Policies of Tourism – FIA UB Business of Tourism – FIA UB  Janete Cochrame  Djumilah Zain Leed Metropolitan – University UK

Management / Enterpreneurship – FEB UB  Sun – Kee Hong

 Yeni Ernawati Mokpo National – University Korea Tourism Regions Planning – FT UB  Iwan Nugroho  Wahib Muhaimin Universitas Widyagama – Agro Economy – FP UB  Euis D. Traditional Rural Landscape – FP UB

Editor Pelaksana Muhammad Qomaruddin, S.Si Afidatul Muji Astuti, S.Si Jehan Ramdani Haryati, S.Si.,M.Si

Alamat Redaksi dan Administrasi Gedung E Lt. 1 Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Jl. Mayor Jenderal Haryono 169, Malang 65145 Telp: +62341-571260 / Fax: +62341-580801 Email: [email protected] Website: jitode.ub.ac.id

Journal of Indonesian Tourism and p-ISSN: 2355-3979 Development Studies e-ISSN: 2338-1647

DAFTAR ISI Vol. 1 No. 2 Edisi April 2013

Pemetaan Sebaran Dan Karakter Populasi Tanaman Buah Di Sepanjang Koridor Jalur Wisatadesa Kemiren, Tamansuruh, Dan Kampunganyar, Kabupaten Banyuwangi Zakiyah, Serafinah Indriyani, Luchman Hakim ...... 46-51

Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, di Desa Ngadas, Kecamatan Malang, Poncokusumo, Kabupaten Malang Nindya Helvy Pramita, Serafinah Indriyani, Luchman Hakim ...... 52-61

Analisis Suhu Tanah Di Kawasan Wisata Alam Danau Linow Kota Tomohon -Utara Diane Deibij Pioh, Luthfi Rayes, Bobby Polii, Luchman Hakim ...... 62-67

Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata di Kecamatan Bumiaji – Kota Batu Muhammad Attar, Luchman Hakim, Bagyo Yanuwiadi ...... 68-78

Strategi Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur Saifullah Saifullah, Nuddin Harahap ...... 79-86

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan Di Sulawesi Regina Rosita Butarbutar, Soemarno ...... 87-96

Journal of Indonesian Tourism and p-ISSN: 2355-3979 Development Studies e-ISSN: 2338-1647

PEMETAAN SEBARAN DAN KARAKTER POPULASI TANAMAN BUAH DI SEPANJANG KORIDOR JALUR WISATADESA KEMIREN, TAMANSURUH, DAN KAMPUNGANYAR, KABUPATEN BANYUWANGI

Zakiyah1, Serafinah Indriyani2, Luchman Hakim2

1Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang 2Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peta persebaran tanaman buah, karakter populasi tanaman buah, serta persepsi masyarakat pemilik tanaman buah di sepanjang jalur wisata Desa Kemiren, Tamansuruh, dan Kampunganyar, Kabupaten Banyuwangi. Metode yang dilakukan meliputi survei pemetaan tanaman buah (mangga, rambutan, manggis, durian, jambu air dan jambu biji) dengan merekam titik koordinat dari GPS untuk setiap tanaman buah. Penentuan karakter populasi tanaman buah dilakukan dengan mengamati morfologi tanaman terkait vitalitas dan periodisitas. Persepsi masyarakat dilakukan dengan wawancara dan kuisioner. Analisis data dilakukan dengan mengolah data koordinat dan data pengamatan karakter populasi tanaman buah ke dalam peta dasar melalui aplikasi GIS. Pemetaan persepsi masyarakat diperoleh dengan wawancara dan kuisioner yang dihitung dengan skala Likert kemudian dipetakan sebaran spasialnya dengan aplikasi GIS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persebaran tanaman buah yang ada di pekarangan rumah banyak tersebar di sepanjang jalur desa wisata dengan perbandingan jumlah buah yang ditemukan di Desa Kemiren 76 pohon, Tamansuruh 53 pohon, dan Kampunganyar 40 pohon. Kondisi tanaman buah dalam keadaan tumbuh dengan baik, bertunas, berbunga dan berbuah, hal ini dikarenakan pada saat penelitian waktunya tanaman buah memasuki masa berbuah dan masa panen. Antusiasme masyarakat tinggi untuk menjadikan tanaman buah yang ada di sepanjang jalur desa wisata sebagai daya tarik wisatawan.

Kata Kunci: jalur wisata, karakter populasi, pemetaan, persepsi, tanaman buah

Abstract The aims of the study were to know distribution maps of fruit plants, population character of fruit plants and community perceptions of fruit plants owner along the tourist route Kemiren, Tamansuruh, and Kampunganyar Village, Banyuwangi. The methods include mapping selected fruit plants (Mangifera indica, Nephelium lappaceum, Garcinia mangostana, Durio zibethinus, Syzigium aqueum, Psidium guajava) with recorded coordinates by GPS for each of fruit plants. Population character of fruit plants were performed by observing the plants associated vitality and periodicity. Interviews conducted with public perception and questionnaire. Data analysis were performed by processing coordinate data and observational data population character of fruit plants through the application of GIS base map. Mapping the public perception were obtained by interviews and questionnaires by Likert scale and then mapped the spatial distribution of GIS applications. The results showed that the distribution of fruit plants in the home garden scattered along the track of tourism village of Kemiren are 76 trees, Tamansuruh are 53 trees, and Kampunganyar are 40 trees. The condition of fruit plants grow well in a state,sprouting, flowering and fruiting, these caused by the time of the study, it has entered a period time for fruiting and harvesting. Public enthusiasm were high for making fruit plants along the tourism village’s route as a tourist attraction.

Keywords: fruit plants, mapping, perception, population character, tourist route

PENDAHULUAN ‘alternative tourism’ [1]. Atraksi yang terjadi di Desa wisata merupakan kawasan masyarakat sangat dipengaruhi oleh sumber daya pedesaan yang memiliki beberapa karakter alam. Budaya dan etnisitas seringkali bergantung khusus dan atraksi untuk menjadi daerah tujuan pada sumber daya alam, sehingga atraksi yang wisata. Desa wisata juga merupakan salah satu terjadi pada suatu tempat melibatkan antisipasi wisatawan yang sudah mencapai titik masyarakat dan alam [4]. jenuh terhadap berbagai bentuk wisata Banyuwangi adalah salah satu konvensional dan mulai berorientasi pada kabupaten di Jawa Timur yang memiliki aneka ragam atraksi wisata alam, bahkan terkenal  sampai ke wisatawan mancanegara karena Corresponding Address: Email : [email protected] daya tariknya yang eksotis seperti Kawah Address : Biology Department, Faculty of Mathematics and .Kawah Ijen merupakan salah satu atraksi Natural Sciences, Brawijaya University, Jl. Veteran, alam yang terletak di Kabupaten Banyuwangi. Malang

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [46] Pemetaan Sebaran Dan Karakter Populasi Tanaman Buah (Zakiah, et al)

Untuk menuju Kawah Ijen dapat ditempuh dari lappaecum L.), manggis (Garcinia mangostana berbagai jalur, salah satunya melewati desa L.), durian (Durio zibethinus Murray), jambu air wisata Kemiren, Tamansuruh dan Kampunganyar (Syzygium aquea (Burm. f) Alston) dan jambu biji yang terletak di Kecamatan Glagah. Tiga desa (Psidium guajava L.). Penentuan karakter wisata tersebut memiliki keunikan, yakni populasi tanaman buah dilakukan dengan masyarakat menanam buah-buahan di mengamati morfologi tanaman terkait vitalitas pekarangan rumah, sehingga buah tersebut dan periodisitas yang mengacu pada metode dapat dinikmati sebagai pemandangan di Braun-Blanquet dan disesuaikan dengan kondisi sepanjang jalur menuju Kawah ijen tersebut [5]. tanaman pekarangan rumah. Persepsi Berdasarkan letak geografis ketiga desa wisata masyarakat dilakukan dengan wawancara dan tersebut beriklim basah dan bersuhu tinggi, kuisioner kepada 60 warga yang memiliki sehingga banyak dijumpai tanaman rambutan, tanaman buah di pekarangan rumah, kuisioner mangga, manggis, durian, jambu biji dan jambu meliputi upaya pelestarian tanaman buah di air. Tanaman buah-buahan tersebut berhabitus pekarangan rumah tersebut sebagai daya tarik pohon dan tergolong tanaman annual yang wisatawan. Analisis data dilakukan dengan memiliki periodisitas yang tidak terlalu mengolah data koordinat dan data pengamatan bergantung pada musim [7]. Hal ini perlu karakter populasi tanaman buah ke dalam peta dikembangkan sebagai destinasi wisatawan dan dasar melalui aplikasi Quantum GIS. Kuisioner meningkatkan daya tarik wisatawan untuk persepsi masyarakat dihitung dengan skala Likert melewati jalur tersebut. Untuk itu perlu kemudian data ditabulasi dengan rekaman titik dilakukan penelitian tentang peta persebaran koordinat GPS dan dipetakan sebaran spasialnya dan karakter populasi tanaman buah serta dengan aplikasi Quantum GIS. persepsi masyarakat pemilik tanaman buah di sepanjang jalur wisata Desa Kemiren, HASIL DAN PEMBAHASAN Tamansuruh, dan Kampunganyar, Kabupaten Tanaman buah banyak dijumpai di Banyuwangi. Selain itu juga diperoleh peta pekarangan warga sepanjang jalan utama Desa potensi sebaran tanaman buah beserta persepsi kemiren, Tamansuruh dan Kampunganyar. masyarakat untuk mengetahui keberlanjutan Pekarangan warga cukup luas untuk ditanami tanaman buah tersebut dan sebagai salah satu tanaman buah yang berkayu dan berhabitus langkah untuk konservasi tanaman buah. pohon, namun juga ditemukan tanaman hias Penelitian tentang peta persebaran dan maupun tanaman obat. Hal ini dikarenakan karakter populasi tanaman buah serta persepsi tanaman berkayu lebih tahan lama dan memiliki masyarakat pemilik tanaman buahdi sepanjang banyak manfaat, di antaranya memiliki kanopi jalur wisata Desa Kemiren, Tamansuruh, dan lebar yang dapat dijadikan peneduh dan jika Kampunganyar, Kabupaten Banyuwangi belum musim berbuah dapat dimakan sendiri ataupun banyak diinformasikan, sehingga penelitian ini dijual, selain itu daun yang berguguran dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dijadikan sebagai makanan ternak dan ranting dan keahlian masyarakat mengenai tanaman yang kering dapat dijadikan sebagai kayu bakar. buah melalui karakteristik buah-buahan yang Hal ini didukung dengan pernyataan Arobaya dan ditanam. Selain itu juga diperoleh peta Freddy (2007) pemanfaatan jenis tanaman potensi sebaran tanaman buah beserta berkayu banyak digunakan sebagai pagar dan persepsi masyarakat untuk mengetahui kayu bakar oleh kelompok masyarakat pedesaan keberlanjutan tanaman buah tersebut dan [2]. sebagai salah satu langkah untuk konservasi Berdasarkan pengamatan pada target tanaman buah. tanaman buah yang sudah ditentukan, seperti rambutan, mangga, manggis, jambu air, jambu METODE biji, dan durian diketahui bahwa tanaman buah Metode yang dilakukan meliputi survei tersebut tersebar di sepanjang jalan utama ketiga pemetaan tanaman buah dengan merekam titik desa yang juga merupakan jalan alternatif koordinat dari GPS (Global Positioning System) menuju tempat wisata Kawah Ijen. Hampir di untuk setiap tanaman buah di sepanjang jalur setiap pekarangan rumah ditemukan salah satu Desa Kemiren, Desa Tamansuruh dan Desa jenis dari tanaman buah tersebut. Pola Kampunganyar dengan jarak ± 9 km. Adapun persebaran tanaman buah digambarkan pada tanaman target yang dipetakan meliputi mangga peta persebaran berdasarkan perekaman titik- (Mangifera indica L.), rambutan (Nephelium

[47] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 Pemetaan Sebaran Dan Karakter Populasi Tanaman Buah (Zakiah, et al)

Gambar 1. Peta persebaran tanaman buah di pekarangan rumah titik koordinat pada lokasi ditemukan tanaman lahan pekarangan yang lebih luas. Selain itu luas buah di sepanjang jalan utama dengan jarak pekarangan juga mempengaruhi penanaman tempuh ± 9 km (Gambar 1). Terlihat pada Desa tanaman buah oleh masyarakat, misalnya pada Kemiren memiliki titik-titik koordinat yang rapat pemukiman di Desa Kemiren cenderung rapat karena pemukiman lebih banyak sehingga luas sehingga hanya satu atau dua jenis tanaman pekarangan rumah sempit, sedangkan buah yang ditanam di pekarangan rumah, Tamansuruh dan Kampunganyar terlihat sedangkan pemukiman di Desa Tamansuruh dan pemukimannya yang lebih sedikit dibandingkan Kampunganyar yang memiliki pekarangan rumah dengan Kemiren sehingga jarak dan luas yang lebih luas sehingga dapat ditanami lebih pekarangan rumah lebih lebar di sepanjang jalan dari dua jenis tanaman buah. utama desa. Tanaman buah cukup tersebar merata di sepanjang jalan utama ketiga desa tersebut, namun ada beberapa yang hanya ditemukan pada satu atau dua desa. Jumlah tanaman buah yang ditemukan di sepanjang jalur pengamatan berbeda pada ketiga lokasi (Gambar 2). Desa Kemiren terlihat ditemukan 76 pohon, Tamansuruh ditemukan 53 pohon, dan Kampunganyar 40 pohon. Akan tetapi keragaman tanaman buah lebih banyak ditemukan di Desa Tamansuruh dan Gambar 2. Persebaran tanaman buah yang ditemukan Kampunganyar terbukti dengan adanya semua di sepanjang jalur pengamatan tanaman buah target. Rambutan dan mangga berdasarkan jumlah individu masing- mendominasi, dilanjutkan dengan jambu air dan masing desa wisata jambu biji yang ditemukan lebih sedikit dari pada rambutan dan mangga, sedangkan manggis dan Menurut Rukmana (2008) di pedesaan, durian hanya ditemukan pada dua lokasi, yaitu pekarangan bukan hanya sebagai sumber Desa Tamansuruh dan Kampunganyar. Mangga pendapatan masyarakat, tetapi juga sebagai banyak tersebar di sepanjang jalan utama dan dasar ekonomi rumah tangga. Pengembangan paling banyak ditemukan di Desa Kemiren, hal ini tanaman buah-buahan di pekarangan dikarenakan cuacanya yang cenderung panas dan mempunyai peranan penting dalam peningkatan berada pada ketinggian 177 m dpl, namun juga pendapatam petani, perbaikan gizi masyarakat ditemukan buah lain seperti jambu air, jambu biji dan pengembangan industri rumah tangga dan rambutan. Berbeda dengan Desa (agroindustri). Keberhasilan usaha intensifikasi Tamansuruh dan Kampunganyar yang ditemukan pekarangan akan mendukung kegiatan di lahan semua target tanaman buah karena memiliki pertanian lainnya. Strategi pengembangan

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [48] Pemetaan Sebaran Dan Karakter Populasi Tanaman Buah (Zakiah, et al)

tanaman buah di pekarangan dapat dilakukan buah memasuki masa panen dan berbuah. dengan memilih jenis buah-buahan unggul Menurut warga setempat, masa panen ataupun komersial, bergizi tinggi dan dapat dijual [6]. berbuah tanaman buah memang berbeda-beda, Karakter populasi tanaman buah namun mendekati bulan mulud (Rabiul Awal) berdasarkan vitalitas yang ditemukan dari enam memang serentak hampir semua tanaman jenis tanaman buah memiliki variasi yang berbuah (Tabel 1). berbeda-beda karena pada dasarnya vitalitas Periodisitas merupakan keadaan yang ritmis adalah perkembangan tumbuhan secara kontinyu dalam kehidupan tumbuh-tumbuhan. Hal ini yang perlu pengamatan secara terus menerus, ditunjukkan dengan adanya bunga dan buah yang namun dalam penelitian ini pengamatan merupakan tanda bahwa tanaman buah tersebut dilakukan dalam kurun waktu tertentu dimana melakukan reproduksi. Saat penelitian sudah dapat mewakili perkembangan tumbuhan berlangsung merupakan masa panen dan tersebut secara keseluruhan dan pengamatan berbuah sehingga dapat dikatakan pada bulan dilakukan secara morfologi pada tanaman buah Desember sampai Febuari tanaman buah yang berhabitus pohon. Secara umum nilai memasuki masa berbuah dan masa panen, vitalitas tanaman buah berdasarkan hasil namun juga bergantung pada masa penelitian rata-rata tergolong pada vitalitas 3 dan perkembangan tanaman buah itu sendiri, karena 4, yang artinya tumbuh dengan baik dengan beberapa tanaman buah yang memiliki masa bertunas ataupun tidak bertunas, hal ini pertumbuhan singkat, dalam selang waktu tiga dikarenakan pada saat penelitian masa tanaman bulan akan berbuah kembali.

Tabel 1. Persentase nilai vitalitas tanaman buah di pekarangan rumah Persentase Vitalitas (%) Tidak tumbuh baik Tidak tumbuh baik Tumbuh baik dan Tumbuh baik No. Nama Buah dan tidak bertunas dan bertunas tidak bertunas dan bertunas (Vit. 1) (Vit. 2) (Vit. 3) (Vit. 4) 1. Mangifera indica L. 0% 2% 31% 67% Nephelium 2. 10% 11% 23% 57% lappaceum L. Garcinia 3. 0% 0% 50% 50% mangostana L. Durio zibethinus 4. 0% 0% 14% 86% Murray Syzygium aquea 5. 0% 10% 15% 75% (Burm. f) Alston 6. Psidium guajava L. 0% 22% 6% 72%

Tabel 2. Persentase nilai periodisitas tanaman buah di pekarangan rumah Persentase Periodisitas (%) No. Nama Buah Tidak berbunga dan Berbunga dan Berbunga Berbuah tidak berbuah berbuah 1. Mangifera indica L. 28% 15% 0% 57%

2. Nephelium lappaecum L. 5% 2% 78% 16%

3. Garcinia mangostana L. 0% 12% 75% 13%

4. Durio zibethinus Murray 71% 0% 29% 0% 5. Syzygium aquea (Burm. f) Alston 55% 0% 20% 25% 6. Psidium guajava L. 0% 6% 89% 5%

[49] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 Pemetaan Sebaran Dan Karakter Populasi Tanaman Buah (Zakiah, et al)

Gambar 3. Peta persepsi masyarakat terhadap keberlanjutan tanaman buah di pekarangan rumah di sepanjang jalur wisata Desa Kemiren, Tamansuruh dan Kampunganyar

Persepsi masyarakat diperoleh dari hasil akan desa wisata, namun mereka senang jika wawancara dengan warga pemilik tanaman buah banyak wisatawan yang melewati depan rumah di pekarangan rumah. Pengambilan data tidak mereka dan menanyakan tentang buah-buahan hanya dengan wawancara, tetapi juga dilakukan yang mereka tanam di pekarangan tersebut. dengan pemberian kuisioner kepada 60 Menurut Ummah (2011) pemanfaatan responden dengan batasan usia produktif dan pekarangan rumah merupakan salah satu usaha memiliki tanaman buah di pekarangan saat ini. konservasi yang dapat menghasilkan keuntungan Sebelumnya telah dilakukan pengujian terhadap besar secara berkelanjutan dan berpotensi untuk materi kuisioner dan didapatkan nilai uji validitas memelihara kebutuhan-kebutuhan generasi yang dengan signifikansi α < 0,05. akan datang [8]. Berdasarkan hasil wawancara dan Selain itu juga didapatkan data mengenai kuisioner pada masyarakat pemilik tanaman keberlanjutan tanaman buah di sepanjang buah diketahui bahwa masyarakat menanam koridor desa wisata menuju Gunung Ijen tersebut tanaman buah bukanlah untuk nilai ekonomi, (Gambar 3). Berdasarkan hasil wawancara dan namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. kuisioner diketahui bahwa warga pemilik Masyarakat tahu akan kebutuhan vitamin bagi tanaman buah tetap akan memelihara tanaman tubuh, sehingga masyarakat banyak menanam buah di pekarangan rumah, dan kalaupun tanaman buah untuk dinikmati keluarga dan tanaman tersebut akan ditebang untuk keperluan dibagi-bagi pada tetangga, selain itu tanaman tertentu, masyarakat akan menanam kembali buah yang ditanam kebanyakan memiliki kanopi tanaman buah pada tempat yang berbeda di yang lebar dan dimanfaatkan sebagai peneduh pekarangan rumahnya. Namun beberapa dan perlindungan sinar matahari, mengingat masyarakat juga masih ragu dengan topografi jalur wisata ini menuju gunung keberanjutan tanaman buah di pekarangan sehingga paparan terik sinar matahari sangat rumahnya, hal ini dipengaruhi oleh adanya menyengat. Selain itu masyarakat sangat kepentingan pemilik untuk mengganti tanaman antusias untuk menjadikan desanya sebagai desa buah menjadi tanaman hias dan keperluan untuk wisata yang berbasis tanaman buah sebagai daya menggunakan pekarangan rumahnya menjadi tarik wisatawan. Hal ini terbukti dari hasil bangunan baru. Sedikit sekali warga yang kuisioner pada 60 responden yang berkisar 90% menyatakan tidak mempertahankan tanaman setuju untuk menjadikan tanaman buah sebagai buah di pekarangan rumahnya dengan alasan daya tarik wisatawan. Beberapa masyarakat yang pindah rumah dan habitus tanaman buah yang tidak tertarik karena mereka belum mengerti mengganggu prasarana umum yang akan

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [50] Pemetaan Sebaran Dan Karakter Populasi Tanaman Buah (Zakiah, et al)

ditebang dan menanam tanaman buah hanya Saran dikebun saja. Saran untuk penelitian selanjutnya Lahan pekarangan dapat digunakan untuk adalah perlu dilakukan pengamatan faktor mengembangkan buah-buahan. Di daerah lingkungan dan kualitas tanaman buah untuk pedesaan, peranan dan fungsi pekarangan sangat meningkatkan produksi tanaman buah penting dalam kehidupan sehari-hari. sekaligus menggali potensi masyarakat untuk Intensifikasi pekarangan merupakan salah satu mengembangkan desa wisata. Selain itu perlu usaha mengoptimalkan pemanfaatan lahan dilakukan pembinaan terhadap masyarakat pekarangan dengan prioritas pemilihan budidaya Desa Kemiren, Kampunganyar, dan tanaman buah-buahan. Tanaman buah yang Tamansuruh mengenai desa wisata agar berbuah lebat dibiarkan masak di pohon untuk masayarakat turut serta dalam pengembangan dinikmati keindahannya. Namun jika jumlahnya desa wisata yang berbasis konservasi. banyak, tentu harus dipanen baik untuk dikonsumsi maupun dijual ke pasar. Pemanenan DAFTAR PUSTAKA buah di pekarangan dilakukan secara petik pilih, [1] Ariani, N. M dan I. W. Suardana. 2009. yakni hanya memetik buah yang matang di Penataan Jalur Tracking Dan Pengemasan pohon, sedangkan sisanya dibiarkan dan Paket Wisata Perdesaan Desa Adat Pinge-Tua ditunggu saat yang tepat untuk dipanen [6]. Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan. Seminar Penelitian. Program Studi Pariwisata. KESIMPULAN DAN SARAN Universitas Udayana. Bali. Kesimpulan [2] Arobaya, A. Y. S. dan Freddy Pattiselanno. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan 2007. Jenis Tanaman Berguna Bagi Suku Dani bahwa persebaran tanaman buah target seperti di Lembah Baliem, Papua. Pusat Penelitian mangga, rambutan, manggis, durian, jambu air Keanekaragaman Hayati (PPKH) Universitas dan jambu biji yang ada di pekarangan rumah Negeri Papua. Biota. Vol. 12 (3). banyak tersebar di sepanjang koridor Desa [3] Executive Summary Manggis. 2002. Kemiren, Kampunganyar, dan Tamansuruh. Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Jumlah buah yang ditemukan dari masing-masing Indonesia. Laporan Akhir Riset Unggulan desa berbeda, pada Desa Kemiren terlihat Strategis Nasional. ditemukan 76 pohon, Tamansuruh ditemukan 53 [4] Hakim, L. 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. pohon, dan Kampunganyar 40 pohon. Akan Bayumedia Publishing. Malang. tetapi keragaman tanaman buah lebih banyak [5] Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. 2011a. ditemukan di Desa Tamansuruh dan Banyuwangi “Sun Rise Of ”. Kampunganyar terbukti dengan adanya semua http://www.banyuwangikab.go.id. Diakses tanaman buah target. Penanaman tanaman buah tanggal 13 Juni 2011. di koridor perlu lebih ditingkatkan untuk [6] Rukmana, R. 2008. Bertanam Buah-buahan di kepentingan persebaran tanaman buah. Kondisi Pekarangan. Penerbit Kanisius. . tanaman buah diketahui dari karakter populasi [7] Sunarjono, H. H. 2005. Berkebun 21 Jenis vitalitas dan periodisitas yang ditemukan dalam Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. keadaan tumbuh dengan baik, bertunas, [8] Ummah, H. S. 2011. Etnobotani Tumbuhan berbunga dan berbuah, hal ini didukung oleh sebagai Bahan Kerajinan Oleh Masyarakat iklim daerah setempat yang sesuai dengan Suku Using Kabupaten Banyuwangi. Skripsi. pertumbuhan tanaman, selain itu pada saat Jurusan Biologi, Fakultas Sains Dan Teknologi, penelitian waktunya tanaman buah memasuki Universitas Islam Negeri Malang. Malang. masa berbuah dan masa panen yang juga. Masyarakat menanam tanaman buah rata-rata untuk konsumsi sendiri dan sebagian untuk dijual, dalam hal perawatan dan pemeliharaan tanaman buah cukup sederhana karena tidak perlu perawatan khusus seperti di kebun. Selain itu antusiasme masyarakat sangat tinggi untuk menjadikan tanaman buah yang ada di sepanjang jalur desa wisata sebagai daya tarik wisatawan dan salah satu upaya konservasi koridor.

[51] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Journal of Indonesian Tourism and p-ISSN: 2355-3979 Development Studies e-ISSN: 2338-1647

ETNOBOTANI UPACARA KASADA MASYARAKAT TENGGER, DI DESA NGADAS, KECAMATAN PONCOKUSUMO, KABUPATEN MALANG

Nindya Helvy Pramita1, Serafinah Indriyani2, Luchman Hakim2

1Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang 2Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat, mengetahui jenis-jenis tanaman yang digunakan untuk upacara Kasada serta mengetahui peran serta masyarakat Tengger di Desa Ngadas dalam mengkonservasi tanaman yang digunakan upacara Kasada. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, observasi dan wawancara semi terstruktur dengan menggunakan 50 responden. Analisis penggunaan tumbuhan dengan menggunakan rumus indeks konsensus/fidelity level. Hasil penelitian ini menunjukkan persepsi masyarakat sangat tinggi terhadap pelaksanaan upacara Kasada serta penyerahan hasil bumi. Tanaman yang digunakan untuk upacara Kasada meliputi 16 jenis tanaman. Nilai penggunaan tanaman tertinggi adalah edelweis (Anaphalis longifolia) 96%, padi (Oryza sativa) 94%, kentang (Solanum tuberosum) 90%, bawang prei (Allium fistulosum) 86%, putihan (Buddleja asiatica) 84%, kubis (Brassica oleraceae) 80%, anting-anting (Fuchsia magellanica) 78%, pisang raja (Musa paradisiaca) 74%, telotok (Curculigo latifolia) 70%, kenikir/gumitir (Cosmos caudatus) 68%, pinang (Areca catechu) dan beringin (Ficus benjamina ) 46%, danglu (Engelhardia spicata) 40%, janur daun kelapa (Cocos nucifera) 30%, sirih (Piper betle) 28%, dan jagung (Zea mays) 24%. Upaya konservasi keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh masyarakat Tengger telah berkembang sejak lama, khususnya pada masyarakat yang memiliki pengetahuan lokal. Konservasi dilakukan dengan menanam flora tersebut di ladang, pekarangan dan jalan-jalan sekitar desa. Konsep pengelolaannya mengacu pada pemanfaatan berkelanjutan untuk memperoleh dinamika ekosistem yang selaras dan seimbang bagi kehidupan masyarakat Tengger.

Kata kunci: Desa Ngadas, indek konsensus, konservasi, upacara Kasada

Abstract The aims of the study were to know the public perception, describe the types of plants used for ceremonies, and determine participation of Tengger community in Ngadas to conserve plants which was used in Kasada ceremony. The method consist of survey, observation and semi-structured interviews with 50 respondents. The plants was analyzed by using index of consensus / fidelity level. Result of the studies shows that public perception in Kasada ceremony and soffering of agricultural products were high. Plants used for ceremonial of Kasada includes 16 species of plants. The highest value of fidelity level is the edelweiss (Anaphalis longifolia) with a value of 96%. It is followed by rice (Oryza sativa), potato (Solanum tuberosum) 90%, onion (Allium fistulosum) 86%, putihan (Buddleja asiatica) 84%, cabbage (Brassica oleraceae) 80%, anting-anting (Fuchsia magellanica) 78%, banana (Musa paradisiaca) 74%, telotok (Curculigo latifolia ) 70%, cosmos/gumitir (Cosmos caudatus) 68%, areca (Areca catechu), beringin (Ficus benjamina) 46%, danglu (Engelhardia spicata) 40%, coconut leaves (Cocos nucifera) 30%, sirih (Piper betle) and maize (Zea mays) 24%. Biodiversity conservation efforts undertaken by the Tengger community has been growing for a long time, especially in communities that have local knowledge. Conservation is carried out by planting flora in fields, yards and roads around the village. Such management refers to the concept of sustainable use of ecosystem dynamics to obtain harmony and balance of people's lives Tengger.

Keyword: Ngadas, index of consensus, conservation, Kasada ceremony

PENDAHULUAN kaldera di dalam kaldera. Keberadaan TNBTS Taman Nasional Bromo Tengger memberikan fungsi dan manfaat bagi (TNBTS) merupakan salah satu kawasan masyarakat pada Desa enclave maupun Desa- pelestarian alam yang memiliki kekhasan Desa lainnya di sekitar kawasan. Desa enclave berupa fenomena alam yang unik yaitu di TNBTS, Desa Ngadas, dihuni oleh masyarakat suku Tengger yang homogen dalam kehidupan ekonomi, sosial maupun  Corresponding Address: budaya. Interaksi antara masyarakat dengan Email : [email protected] kawasan TNBTS tidak dapat dihindari dengan Address : Biology Undergraduate Program, Biology tinggalnya masyarakat dalam Desa enclave di Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Brawijaya University, Jl. Veteran, Malang dalam kawasan TNBTS [1].

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [52]

Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, Desa Ngadas, Malang (Pramita, et al)

Kearifan lokal atau sering disebut local prinsip konsepsi masyarakat tentang sumber wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, daya nabati dari lingkungan yang dapat keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta dijadikan sebagai pelindung nilai budaya [15]. adat kebiasaan atau etika yang menuntun Manusia dengan lingkungan-nya merupakan perilaku manusia dalam kehidupan di dalam salah satu kesatuan yang tidak dapat komunitas ekologis [11]. Gobyah (2003) dipisahkan. Manusia dapat mem-pengaruhi dan menyatakan bahwa kearifan lokal didefinisikan dipengaruhi oleh lingkung-an. Hubungan itu sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau akan menggambark-an tingkat pengetahuan ajeg dalam suatu daerah [5]. Dengan demikian manusia dalam memanfaatkan dan mengelola kearifan lokal pada suatu masyarakat dapat tumbuhan baik berupa tumbuhan pekarangan, dipahami sebagai nilai yang dianggap baik dan kebun, ladang, atau hutan yang umumnya benar yang berlangsung secara turun-temurun tidak dibudidayakan (tumbuh liar). Tumbuhan dan dilaksanakan oleh masyarakat yang selain memberikan manfaat terhadap manusia bersangkutan sebagai akibat dari adanya juga memerlukan tindakan dari manusia interaksi antara manusia dengan lingkungannya. sebagai salah satu upaya untuk pelestariannya. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam Secara tidak langsung manusia juga melakukan asyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, konservasi tumbuhan, tetapi hal ini tidak kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan tersirat secara langsung, masyarakat akan terus aturan-aturan khusus. Berkaitan dengan hal melestarikan tumbuhan yang digunakan untuk tersebut, Ernawi (2009) menjelaskan bahwa keperluan upacara. secara substansi kearifan lokal dapat berupa Upacara Kasada diselenggarakan setiap aturan mengenai: 1) kelembagaan dan sanksi tahun, melalui upacara tersebut masyarakat sosial, 2) ketentuan tentang pemanfaatan Tengger memohon panen yang berlimpah ruang dan perkiraan musim untuk ber- atau meminta tolak bala dan kesembuhan atas cocoktanam, 3) pelestarian dan perlindungan berbagai penyakit, yaitu dengan cara mem- terhadap kawasan sensitif, serta 4) bentuk persembahkan sesaji dengan melemparkannya adaptasi dan mitigasi tempat tinggal terhadap ke kawah gunung Bromo, sementara iklim, bencana atau ancaman lainnya [3]. masyarakat Tengger lainnya harus menuruni Masyarakat di Indonesia juga masih tebing kawah untuk menangkap sesaji yang menjunjung tinggi suatu budaya maupun tradisi. dilemparkan ke dalam kawah, sebagai kebudayaan meliputi segala segi dan aspek perlambang berkah dari Yang Maha Kuasa [4]. hidup sebagai makhluk sosial. Menurut Bakker Pola kehidupan sosial budaya masyarakat (1984), budaya merupakan suatu cara hidup Tengger Desa Ngadas bersumber dari nilai yang berkembang yang dimiliki bersama oleh budaya, religi dan adat-istiadat setempat yang suatu kelompok masyarakat dan diwariskan merupakan bentuk nilai-nilai kearifan lokal, dari generasi kegenerasi [2]. Budaya salah satunya adalah kearifan lokal dalam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemanfaatan ruang dan upaya pemeliharaan manusia sehingga banyak orang yang lingkungan. Dengan adanya kearifan lokal yang menganggapnya diwariskan secara genetis. Suku masih relevan diaplikasikan untuk melestarikan Tengger yang berada di sekitar Taman Nasional dan menjaga keberlanjutan Desa Ngadas merupakan suku asli yang beragama Hindu. menjadikan Desa Ngadas enarik untuk ditelaah Masyarakat Tengger selalu melakukan tradisi lebih lanjut. yang dilaksanakan secara turun temurun yaitu Kebudayaan yang ada dalam suatu upacara kasada yang diselenggarakan setiap wilayah secara tidak langsung akan membawa tahun sekali pada bulan ke- 14 Kasada [12]. masyarakat untuk senantiasa menjaga serta Seperti halnya dengan tradisi melestarikan budaya yang dimilikinya, dilaksanakannya upacara kasada yang sehingga penelitian ini penting dilaksanakan berlangsung pada masyarakat Tengger, untuk mengetahui seberapa penting persepsi upacara Kasada ini menggunakan berbagai masyarakat Tengger dalam pelaksanaan jenis tumbuhan (hasil bumi) dan hewan upacara Kasada dan bagaimana pula masyarakat setempat untuk melaksanakan pandangan masyarakat Tengger dari aspek ritual ini. Penggunaan tanaman berkaitan konservasinya. dengan etnobotani yang dikaitkan dengan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk tradisi. Etnobotani merupakan salah satu mengetahui persepsi masyarakat Tengger di disiplin ilmu ekologi dan merupakan prinsip- Desa Ngadas tentang adanya upacara Kasada,

[53] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, Desa Ngadas, Malang (Pramita, et al)

mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang 1. Teknik survey dipergunakan untuk upacara Kasada oleh Untuk mendapatkan dan memperoleh masyarakat Ngadas, dan mengetahui peran kelengkapan informasi data, digunakan teknik serta masyarakat Ngadas untuk meng- interview dan kuisioner. Kuisioner yang telah konservasi tumbuhan yang digunakan untuk disusun disampaikan melalui pertemuan upacara Kasada. kelompok maupun disampaikan secara individual. Pemerkayaan informasi selanjutnya METODE dapat dilakukan dengan kegiatan observasi Penelitian ini dilaksanakan di Desa partisipant-observer. Ngadas Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten 2. Partisipasi Malang, Provinsi Jawa Timur. Ngadas Partisipasi adalah kegiatan yang wajib merupakan daerah enclave (kantung) dari dilakukan oleh peneliti dalam kaitannya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru [6], dengan penelitian kualitatif dan dalam rangka berjarak sekitar 24 kilometer dari pusat pengumpulan data. Untuk partisipasi ini kecamatan atau sekitar 45 kilometer arah peneliti mengikuti ritual upacara Kasada. timur kota Malang. Secara geografis terletak 3. Observasi pada koordinat 112o53’50’’ BT – 112o55’10’’ BT Kegiatan observasi dilakukan secara dan 07o59’40’’ LS – 07o58’20’’ LS [13]. terfokus, dalam pelaksanaannya kegiatan Keadaan topografi Desa ini adalah observasi ini digabungkan dengan teknik daerah berbukit dan terletak di bawah kaki interview. Dalam kegiatan observasi hanya gunung dengan ketinggian mencapai 2200 dituliskan hal apa yang dilihat, didengar dan mdpl, luas area sekitar 395 hektar [13]. dirasakan serta tidak menuliskan pendapat Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai atau opini. Dengan kata lain, catatan observasi petani dengan pemeluk kepercayaan Budha hanya berisikan deskripsi fakta tanpa opini. Jawa sebesar 50%, Islam 40% dan Hindu 10%. Dalam observasi perlu dilakukan rekoreksi, cek Walaupun secara agama dan kepercayaan ulang dan cross check antara observer yang bersifat heterogen masyarakat Ngadas selalu satu dengan observer yang lain. Upaya hidup rukun, cinta damai, menjunjung tinggi rasa demikian selain mendekati bentuk nilai persaudaraan (kekeloargaan) dan ramah tamah obyektivitas juga dihubungkan untuk [10]. Keelokan Desa Ngadas, bukan saja pada mendapatkan rekaman yang utuh, tepat dan panorama alamnya, tetapi juga keanekaragam- mendalam. an adat istiadat dan budaya di dalamnya. 4. Inventarisasi Desa yang dihuni suku Tengger itu mampu Untuk mengetahui jenis-jenis tanaman mempertahankan budaya di tengah derasnya yang digunakan untuk upacara Kasada perlu arus globalisasi [7][8]. Berikut merupakan peta dilakukan inventarisasi. Untuk melakukan lokasi Desa Ngadas ditunjukkan oleh Gambar 3.2. inventarisasi tanaman, dilakukan metode penelitian deskriptif dengan melakukan eksplorasi untuk tanaman yang belum dikenali/diidentifikasi dan sensus untuk tanaman yang telah dikenal serta dokumentasi. Inventarisasi dilakukan dengan mendatangi langsung tempat dimana tumbuhan tersebut tumbuh kemudian melakukan wawancara kepada narasumber tentang bagian tumbuhan mana yang digunakan untuk melakukan upacara Kasada. Kemudian dilakukan dokumentasi dengan cara memotret Gambar 1. Peta Lokasi Desa Ngadas tumbuhan tersebut. Selain itu dapat juga (Google Map, 2011) dilakukan dengan teknik herbarium yaitu

dengan mengambil sampel tanaman yang Wilayah Desa Ngadas berbatasan dengan: dapat berupa daun, bunga, ataupun buah Sebelah Selatan : Desa Ngadisari selanjutnya dilakukan identifikasi nama spesies Sebelah Utara : Desa Mororejo dan kegunaannya. Sebelah Timur : Desa

Sebelah Barat : Desa Gubug Klakah

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [54]

Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, Desa Ngadas, Malang (Pramita, et al)

Tabel 1. Daftar tumbuhan Desa Ngadas perhitungan suara terbanyak (voting). Nama Nama Bagian yang No Famili Pengambilan data dari kuisener melibatkan Tumbuhan lokal digunakan orang pengambil keputusan (responden) 1 dengan pilihan yang harus diurutkan oleh n responden. Nilai dari indeks konsensus dapat 5. Responden diketahui dengan menggunakan persamaan: Dalam penelitian ini digunakan FL = Ip/Iu * 100% responden dari masyarakat setempat yaitu Desa Ngadas dan berjumlah 50 responden. Keterangan: [9] Pengambilan responden dilakukan secara acak. FL : Menghitung pentingnya spesies untuk Pada penelitan ini responden diambil dengan sebuah alas an tertentu memperhatikan usia dan jenis kelamin, tetapi IP : Jumlah informan yang menyebutkan tidak ada batasan tingkat pendidikan. Usia spesies yang dimanfaatkan diambil dibatasi dari umur 17-78 tahun, IU : Jumlah total dari informan yang karena pada usia 17 tahun masyarakat menyebutkan spesies tersebut untuk dianggap sudah mengenal lebih dalam tentang banyak penggunaan upacara Kasada, sehingga diharapkan validitas data lebih akurat. Key persons adalah HASIL DAN PEMBAHASAN dukun/sesepuh Desa dan orang-orang yang 1. Tradisi Upacara Kasada dalam Kehidupan dianggap mengerti tentang upacara Kasada. Masyarakat Tengger 6. Presepsi masyarakat Kebudayaan merupakan milik manusia, Penelitian tentang persepsi masyarakat didalamnya mengandung norma-norma, akan pentingnya upacara adat Kasada tatanan nilai atau nilai-nilai yang dihayati oleh dilakukan dengan metode wawancara semi manusia atau masyarakat pendukungnya. terstruktur yang dilakukan dengan interview Dalam masyarakat yang masih tradisional serta membagikan kusioner kepada responden. terdapat sarana sosialisasi yang disebut Untuk kegiatan interview perlu memahami dengan upacara tradisional, yaitu merupakan partisipan dengan benar sehingga dapat kegiatan sosial yang melibatkan warga dijadikan pemandu dalam membuat penafsiran masyarakat dalam usaha mencapai tujuan maupun kesimpulan yang berkenaan dengan keselamatan bersama. Secara bersama-sama informasi yang diberikan. Kuisioner yang masyaraat Tengger melakukan upacara seperti disajikan untuk mengetahui persepsi yang dilakukan oleh para leluhur untuk masyarakat tentang upacara Kasada antara lain memperoleh keselamatan bagi desa, sehingga adalah: upacara Kasada, diversitas tumbuhan dengan adanya upacara tersebut menjadikan dan persepsi. Hasil dari kuisioner dianalisis jiwa kebersamaan masyarakat menjadi semakin dengan menggunakan skala Likert (Tabel 2). kuat. Penyelenggaraan upacara tradisional Tabel 2. Skor Skala Likert merupakan bagian integral dari kebudayaan Skor Keterangan 1 Sangat tidak setuju masyarakat pendukungnya, dan kelestariaan 2 TIdak setuju hidup dimungkinkan oleh fungsinya bagi 3 Netral masyarakat pendukungnya, serta sangat 4 Setuju penting bagi pembinaan sosial budaya 5 Sangat setuju masyarakat yang bersangkutan. Hal ini disebabkan salah satu fungsi sosial dari 7. Analisis pemanfaatan tumbuhan upacara tradisional adalah sebagai penguat Analisis untuk menghitung pemanfaatan norma-norma, serta nilainilai budaya yang tumbuhan dilakukan dengan menghitung index berlaku, yang secara simbolis ditampilkan consensus (IC) atau biasa disebut fidelity level, melalui peragaan dalam bentuk upacara yang indeks konsensus merupakan hasil analisis dilakukan warga masyarakat pendukungnya. etnobotani yang menunjukkan nilai Adanya upacara tersebut, dapat mem- kepentingan tiap-tiap jenis tumbuhan yang bangkitkan rasa aman bagi setiap warga berguna untuk melakukan upacara Kasada. masyarakat di lingkungannya, dan dapat Konsensus sebagai suatu cara pengambilan dijadikan pegangan bagi mereka untuk keputusan yang melibatkan banyak orang (multiperson) umumnya memakai metode

[55] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, Desa Ngadas, Malang (Pramita, et al)

menentukan sikap dan tingkah lakunya dalam 2. Tanaman yang digunakan untuk Upacara kehidupannya sehari–hari [14]. Kasada Penyelenggaraan upacara tradisional Pengaruh agama Hindu dalam merupakan bagian dari kebudayaan, kelestarian masyarakat jawa dirasakan masih sangat kental hidupnya ditentukan oleh fungsinya bagi melingkupi kehidupan budaya jawa. Hal ini masyarakat pendukungnya. Salah satu fungsi dapat dilihat dari penggunaan sesaji dalam sosialnya yakni sebagai penguat norma serta setiap upacara adat. Selain itu kepercayaan nilai budaya, sehingga dapat dijadikan untuk masyarakat adat merupakan suatu tradisi dan menentukan sikap dan tingkah laku budaya yang tidak dapat dipisahkan dari pendukungnya. Di Tengger hampir tidak ada tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan dianggap hari tanpa upacara tradisi, yang diikuti seluruh sebagai salah satu bagian dari upacara adat. masyarakat termasuk yang bukan pemeluk Upacara Kasada menggunakan banyak jenis agama Hindu, salah satunya adalah upacara tanaman yang digunakan sebagai simbol kaul Kasada [14]. Upacara Kasada merupakan untuk menghormati para leluhurnya. Sesaji upacara adat yang dilaksanakan setiap tanggal yang dipersembahkan dalam upacara Kasada 14 atau 15 pada waktu bulan purnama. Dalam meliputi 2 sesaji antara lain: upacara ini labuh merupakan upacara a) Sesaji perorangan yang merupakan sesaji yang mana upacara ini dipimpin oleh dukun atau persembahan yang dibawa dan pandhita. Ngelabuh hasil bumi serta ongkek dipersembahkan secara perorangan pada yang berisi tanaman ritual dilaksanakan di upacara Kasada, tidak diberi nama khusus. kawah gunung Bromo dan diikuti seluruh Di antara jenis sesaji perorangan itu ada dukun bawahannya, serta masyarakat yang berupa kemenyan, uang, kambing, pendukungnya. Masyarakat menyelenggarakan ayam, dan hasil bumi lainnya seperti upacara adat sesuai dengan tradisi setempat kentang, bawang prei, jagung dan kubis. serta sumberdaya yang ada di lingkungannya. Sesaji perorangan diserahkan menurut niat Kawasan Tengger dikendalikan oleh suatu individu masing-masing. Apabila meng- ajaran, yang biasa disebut dengan Desa kala inginkan hasil bumi yang melimpah berarti patra atau Desa mawa cara yang artinya: penduduk melakukan labuh sesaji hasil suasana tertib yang harus disesuaikan dengan bumi dan apabila ingin mempunyai ternak situasi dan kondisi Desa setempat. Kondisi yang banyak maka melakukan labuh yang digambarkan seperti tersebut ternak. Pada upacara Kasada ini bentuk menunjukkan bahwa adat masyarakat Tengger sesaji yang dilabuh tidak ada ketentuan bersifat dinamis, di samping disebutkan bahwa dan tidak ada batasannya. adat juga merupakan proses administrasi b) Sesaji Desa yang dibuat oleh wong sepuh untuk menciptakan suatu kelayakan di dalam digunakan untukmewakili Desa. Sesaji pergaulan hidup bermasyarakat, yang jika dibuat sesuai dengan kepentingan Desa. dilanggar akan mengakibatkan terjadinya Pada upacara tradisional Kasada, setiap kutukan. Dalam hal ini adat masyarakat Tengger Desa diwajibkan untuk membuat ongkek. telah menjadi pagar batin bagi masyarakat Kecuali untuk Desa yang dukunnya demi terpeliharanya warisan leluhur terkait meninggal dunia pada waktu pelaksanaan hubungan antara manusia dengan manusia, upacara Kasada maka Desa tersebut tidak manusia dengan lingkungannya, serta manusia diwajibkan untuk membuat ongkek. Sesaji dengan sang Pencipta [14]. ini dibuat untuk kepentingan Desa, yang Dalam upacara Kasada tersebut ada mana sesaji ini ditempatkan pada sebuah sebuah mantera yang harus dirapalkan. ongkek dan dibuat oleh petugas khusus Mantera itu menunjukkan bahwa Kasada (Gambar 2). adalah suatu upacara peringatan terhadap Ongkek adalah bambu yang dibuat perjuangan nenek moyang (cikal bakal) membentuk suatu pikulan. Di Desa Ngadas, masyarakat Tengger, yang telah membangun sesajen diletakkan pada ongkek yang dibuat dan memberikan perlindungan terhadap dari bambu dan diatur sedemikian rupa hidupnya. Dengan demikian upacara itu sehingga membentuk suatu pikulan. Menurut berkaitan dengan legenda cikal bakal masyarakat masyarakat, pada jaman dahulu ongkek dibuat Tengger. dari kayu sedangkan pada jaman sekarang ongkek dapat dibuat dari bambu. Ongkek inilah yang merupakan sesaji pokok, dan

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [56]

Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, Desa Ngadas, Malang (Pramita, et al)

pembuatan ongkek ini biasanya dikerjakan yang digunakan untuk keperluan upacara oleh orang tua (wong sepuh). Berdasarkan hasil kasada ada 16 jenis. Bahan pokok untuk wawancara dapat diketahui bahwa tanaman membuat ongkek ini terdiri dari bunga kenikir yang digunakan untuk keperluan upacara atau gumitir secukupnya, bunga edelweiss kasada ada 16 jenis. Bahan pokok untuk secukupnya, bunga danglu secukupnya, daun membuat ongkek ini terdiri dari bunga kenikir telotok secukupnya, daun putihan secukupnya, atau gumitir secukupnya, bunga edelweiss bunga anting-anting secukupnya, hasil bumi secukupnya, bunga danglu secukupnya, daun seperti kentang, kubis, bawang prei dan telotok secukupnya, daun putihan secukupnya, jagung, daun beringin secukupnya, daun bunga anting-anting secukupnya, hasil bumi telotok secukupnya, daun pinang secukupnya, seperti kentang, kobis, bawang prei dan janur, jantung pisang dua biji, buah pisang raja jagung, daun beringin secukupnya, daun dua sisir. Perwujudan ongkek tersebut telotok secukupnya, daun pinang secukupnya, direncanakan dan diatur sedemikian rupa yang janur, jantung pisang dua biji, buah pisang raja dalam pembuatan dan persiapannya dibantu dua sisir. Perwujudan ongkek tersebut oleh masyarakat sebagai nilai-nilai yang direncanakan dan diatur sedemikian rupa yang membangun peradaban. dalam pembuatan dan persiapannya dibantu Ada beberapa sesajian yang melengkapi oleh masyarakat sebagai nilai-nilai yang pada saat ongkek-ongkek tersebut disucikan. membangun peradaban. Sajian pertama berisi antra lain adalah jenang merah, jenang putih, sega golong, tumpeng raka, pisang serta sesajen yang di yakini sebagai tempat duduk para leluhur antara lain adalah (rokok, koin piciseta, pisang dan daun sirih) serta telur ayam jawa. Serta sesajian berikutnya berisi pisang, gula, kelapa. Sesajiansesajian tersebut harus ada pada saat ongkek disucikan karena kelengkapan sesajian merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan upacara Kasada (Gambar 3).

Gambar 2. Ongkek (Sesaji) Gambar 3. Pelengkap Ongkek/Sesaji Ongkek adalah bambu yang dibuat membentuk suatu pikulan. Di Desa Ngadas, Sesaji pada Gambar 3 disusun sesajen diletakkan pada ongkek yang dibuat sedemikian rupa dan untuk penempatan dari bambu dan diatur sedemikian rupa jenang-jenang diletakkan pada daun yang sehingga membentuk suatu pikulan. Ongkek dibentuk menyerupai mangkok. Tumpeng inilah yang merupakan sesaji pokok, dan putih melambangkan gunung kecil yang subur, pembuatan ongkek ini biasanya dikerjakan kemudian sebagai simbol kekuatan, oleh wong sepuh. Berdasarkan hasil keselamatan dan untuk warna putih wawancara dapat diketahui bahwa tanaman melambangkan kesucian. Bubur merah dan

[57] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, Desa Ngadas, Malang (Pramita, et al)

putih adalah lambang asal muasal manusia konsensus atau informan consensus digunakan selepas dari adam dan hawa lewat perantara untuk menghitung pemanfaatan tumbuhan darah merah dan darah putih yaitu ayah dan dengan melibatkan banyak orang untuk ibu, maknanya supaya yang punya hajat diberi mengetahui seberapa pentingnya tumbuhan keselamatan. Sego golong, merupakan doa yang diguanakan untuk upacara Kasada. supaya rezeki melimpah. Daun pisang memiliki Perhitungan dengan menggunakan konsensus makna yaitu niat harus mudah dibentuk dan ini untuk mengetahui kepentingan tiap-tiap dimantabkan dengan keras. Telur bermakna, tumbuhan yang digunakan untuk keperluan manusia diciptakan oleh tuhan dengan derajat upacara (Tabel 3). yang sama, yang membedakan hanya sifat Table 3. Fidelity level dan tingkah lakunya. Makna dari gula adalah No Nama Tumbuhan Nilai % memohon agar rezeki melimpah. Sesaji yang 1 Edelweis (Anaphalis longifolia) 96 dipersembahkan harus lengkap, karena apabila 2 Padi (Oryza sativa) 94 salah satu sesaji masih kurang/tidak lengkap 3 Kentang (Solanum tuberosum) 90 maka menurut kepercayaan mereka akan terjadi 4 Bawang prei (Allium fistulosum) 86 sesuatu yang tidak diinginkan. 5 Putihan (Buddleja asiatica) 84 Ongkek di Desa Ngadas dan di Desa 6 Kubis (Brassica oleraceae) 80 Anting-anting (Fuchsia Ngadisari memiliki perbedaan, karena ongkek 7 78 di buat menurut kepentingan Desa masing- magellanica) masing. Untuk Desa ngadas ongkek yang 8 Pisang raja (Musa paradisiaca) 74 dilabuh berisi 16 jenis tanaman. Bahan pokok 9 Telotok (Curculigo latifolia) 70 untuk membuat ongkek adalah kenikir/gumitir 10 Kenikir (Cosmos caudatus) 68 secukupnya, edelweiss secukupnya, bunga 11 Pinang (Areca catechu) 46 12 Beringin (Ficus benjamina ) 46 danglu secukupnya, daun telotok secukupnya, 13 Danglu (Engelhardia spicata) 40 daun putihan secukupnya, bunga anting-anting Janur dari tanaman kelapa 14 30 secukupnya, daun beringin secukupnya, daun (Cocos nucifera) pinang secukupnya, janur secukupnya, dan 15 Sirih (Piper betle) 28 pisang raja lengkap dengan ontongnya. 16 Jagung (Zea mays) 24 Sedangkan untuk hasil bumi terdiri dari kentang, kobis, bawang prei dan jagung. Kepentingan tanaman yang telah Sedangkan untuk Desa Ngadisari ongkek dianalisis akan menghasilkan nilai dari fidelity berisikan bunga kumitir atau gumitir secukup- level. Nilai penggunaan tanaman tertinggi nya, bunga tanalayu secukupnya, bungawaluh adalah edelweis (Anaphalis longifolia) dengan secukupnya, kentang 10 biji, kobis 2 bungkul, nilai sebesar 96%, masyarakat menganggap kacangkacangan beberapa bungkus, daun pakis bahwa tumbuhan ini sangat penting secukupnya, daun beringin secukupnya, daun penggunaannya untuk keperluan upacara. telotok secukupnya, daun tebu 2 pucuk, Kemudian padi (Oryza sativa) 94% karena jantung pisang 2 biji, buah pare 2 biji, dan selain digunakan sebagai keperluan ritual padi buah pisang 2 sisir (Sriwardhani, 2012). juga di gunakan sebagai makanan pokok 3. Kepentingan Tumbuhan untuk Upacara masyarakat. Kentang (Solanum tuberosum) Kasada berdasarkan Nilai Informan dengan nilai 90% karena sebagian masyarakat Konsensus (Fidelity level) memiliki ladang yang ditanami kentang Pengetahuan tradisional adalah sehingga masyarakat menyebutkan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tanaman ini penting penggunaannya dalam lokal secara turun-temurun. Pusat dari upacara. Penggunaan bawang prei (Allium pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan fistulosum) sebesar 86%, putihan (Buddleja tumbuhan. Pada masyarakat lokal, sistem asiatica) 84%, kubis (Brassica oleraceae) 80%, pengetahuan tentang tumbuhan merupakan anting-anting (Fuchsia magellanica) 78%, pengetahuan dasar yang amat penting dalam pisang raja (Musa paradisiaca) 74%, telotok mempertahankan kelangsungan hidup mereka. (Curculigo latifolia) 70%, kenikir/gumitir Dalam lingkup kehidupan sebagian besar (Cosmos caudatus) 68%, pinang (Areca catechu) masyarakat Tengger, ketergantungan hidup dan beringin (Ficus benjamina) 46%, danglu masyarakat kepada sumber daya alam yang (Engelhardia spicata) 40%, janur daun kelapa tersedia tercermin dalam berbagai bentuk (Cocos nucifera) 30%, sirih (Piper betle) 28%, tatanan adat istiadat yang kuat. Indek dan jagung (Zea mays) 24%. Jagung memiliki

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [58]

Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, Desa Ngadas, Malang (Pramita, et al)

nilai penggunaan yang rendah dalam upacara tersebut jumlahnya sangat melimpah di alam, Kasada disebabkan bahwa masyarakat jarang hanya beberapa tanaman saja yang jumlahnya yang menanam jagung sehingga tanaman ini terbatas. Edelweiss dan putihan merupakan tidak dianggap penting. Dahulu, jagung jenis tanaman yang jumlahnya terbatas di alam. merupakan tanaman pokok masyarakat Tengger, tetapi saat ini tidak banyak ditanam lagi. Hal ini disebabkan karena nilai ekonominya rendah, oleh sebab itu masyarakat Tengger menggantinya dengan sayur-sayuran yang nilai ekonominya tinggi. Meskipun demikian, masih dapat dijumpai di beberapa wilayah Tengger masih menanam jagung di lahan pertaniannya. Apabila semakin tinggi nilainya maka tumbuhan ini dianggap semakin penting kegunaannya dan apabila semakin sedikit nilai fidelity levelnya maka Gambar 4. Edelweiss (Anaphalis longifolia) tanaman dianggap tidak begitu penting dalam pelaksanaan upacara. 4. Bagian Tumbuhan yang Digunakan untuk Upacara Upacara Kasada menggunakan berbagai macam jenis tumbuhan yang digunakan sebagai sesajen, karena bagi masyarakat Tengger sesajen memiliki makna tersendiri yaitu sebagai alat komunikasi dengan leluhur supaya mendapatkan berkah. Tanaman- tanaman yang digunakan memiliki makna sebagai simbol kaul untuk menghormati leluhurnya. Tetapi tidak semua bagian tumbuhan yang digunakan untuk sesajen. Di Gambar 5. Putihan (Buddleja asiatica) sini menggunakan empat bagian tumbuhan yaitu bunga, buah, daun dan umbi. Putihan merupakan tanaman dengan Bagian tanaman yang paling banyak habitus semak, tanaman ini mempunyai ciri digunakan adalah daun dengan nilai 50%, khas batang bagian bawah agak berwarna kemudian diikuti oleh penggunaan bunga 29%, kemerahan sedangkan daun bagian atas buah sebanyak 14% dan umbi sebanyak 6%. berwarna keputih-putihan. Menurut masyarakat Penggunaan umbi merupakan penggunaan sekitar tanaman putihan ini sudah mulai terbatas yang paling sedikit. Oleh karena itu, tidak jumlahnya. Menurut masyarakat Tengger, semua bagian tanaman dapat digunakan tanaman yang terbatas jumlahnya peng- sehingga hanya bagian tertentu saja yang ambilannya hanyalah sedikit dan seperlunya dapat digunakan sebagai pelengkap upacara. saja. Sebagian besar masyarakat tidak Tanaman-tanaman yang digunakan memiliki rasa kekhawatiran terhadap untuk upacara Kasada sudah tersedia di alam keberlangsungan tanaman dan masyarakat sehingga masyarakat tinggal mengambilnya Tengger tidak merasa khawatir apabila saja dari hutan, pekarangan rumah, ladang, tanaman tersebut punah, karena masyarakat bahkan di sekitaran jalan Desa Ngadas banyak Tengger meyakini bahwa leluhur pasti ditemui tanaman-tanaman yang digunakan menyediakan tanaman yang digunakan untuk untuk keperluan ritual/upacara. Pengambilan keperluan upacara. tanaman tidaklah banyak, tanaman yang diambil hanya secukupnya saja atau dapat KESIMPULAN DAN SARAN dikatakan hanya sedikit. Secara tidak langsung Kesimpulan masyarakat Tengger telah melakukan Desa Ngadas merupakan salah satu konservasi dengan menanam tanaman Desa yang didiami oleh suku Tengger asli yang tersebut disekitar ladang. Tanaman-tanaman sangat kuat mempertahankan dan menjalankan budaya serta adat istiadat Tengger di tengah

[59] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, Desa Ngadas, Malang (Pramita, et al)

derasnya arus globalisasi. Berdasarkan analisis [11] Ernawi. (2009) Kearifan Lokal Dalam persepsi masyarakat dapat diketahui bahwa Perspektif Penataan Ruang,makalah masyarakat Desa Ngadas sangat setuju dan utama pada Seminar Nasional Kearifan menjunjung tinggi adat serta kebudayaan. Lokal DalamPerencanaan dan Tanaman yang digunakan untuk upacara Perancangan Lingkungan Binaan. Malang: kasada meliputi 16 jenis yaitu bawang prei Arsitektur Unmer (Allium fistulosum), padi (Oryza sativa), sirih [12] Fathur, R. 2010. Upacara Kasada, Simbol (Piper betle), kubis (Brassica oleraceae), Kaul kentang (Solanum tuberosum), jagung (Zea SukuTengger.http://fathurzy.student.umm. mays), telotok (Curculigo latifolia), pinang ac.id/2010/08/11/upacara-kasadasimbol- (Areca catechu), pisang (Musa paradisiaca), kaul-suku-tengger/, diakses 1 Desember janur dari tanaman kelapa (Cocos nucifera), 2011 kenikir (Cosmos caudatus), putihan (Buddleja [13] Gobyah, I. K. 2003. ‘Berpijak Pada asiatica), danglu (Engelhardia spicata), Kearifan lokal’, www.balipos.co.id. Diakses edelweiss (Anaphalis longifolia), anting-anting 21 November 2011 (Fuchsia magellanica) dan beringin (Ficus [14] Hakim, L. 2008 a. The cultural landscapes benjamina). of the Tengger Highland, . In Upaya konservasi keanekaragaman Ecology in Asian Cultural Landscape (Hong hayati yang dilakukan oleh masyarakat Tengger SK, Wu J, Kim JE, Nakagoshi N, eds). sesungguhnya telah berkembang sejak lama, Springer, Tokyo. (in press) khususnya pada masyarakat yang memiliki [15] Hefner, R.W. 1985. Hindu Javanese: pengetahuan lokal. Dalam konteks konservasi Tengger tradition and Islam. Princeton sumberdaya hutan, pengetahuan local terkait University Press. Princeton New Jersey, dengan upaya masyarakat lokal dalam 303pp. memanfaatkan sumberdaya hutan secara [16] Hefner, R.W. 1999. Geger Tengger : lestari. Konservasi dilakukan dengan menanam Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik. flora tersebut di ladang, pekarangan dan jalan- LKiS. Yogyakarta. jalan sekitar Desa. Konsep pengelolaannya [17] Hoffman, B. and Timothy. 2007. mengacu pada pemanfaatan berkelanjutan Importance Indices In Ethnobotany. untuk memperoleh dinamika ekosistem yang Ethnobotany of research and selaras dan seimbang bagi kehidupan masyarakat applications. Department Of Botany, Tengger. University Of Hawaii. Saran [18] Indasari, R. 2004. Kearifan Masyarakat Etnobotani mempelajari suatu kelompok Tradisional Tengger. SKRIPSI. Jurusan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan Biologi Fakultas Matematika dan dan lingkungannya, yang digunakan tidak IlmuPengetahuan Alam Universitas hanya untuk keperluan ekonomi tetapi juga Brawijaya. Malang. kepentingan spiritual dan budayanya, sehingga [19] Keraf, S. A., (2002), Etika Lingkungan,Pn. disarankan kepada penelitian selanjutnya agar Buku Kompas, Jakarta. mengupas lebih dalam tetang etnobotani [20] Linda, S. 2009. Gunung Bromo Dan masyrakat Tengger yang terkait dengan upacara Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Kasada dalam konteks empat wilayah tengger Obyek Wisata Di Jawa Timur. USU. yaitu Kabupaten Malang, Pasuruan, Sumatera Utara Probolinggo, serta Lumajang sehingga dapat [21] Rahman, F. 2008. Tanaman Obat Suku diketahui serta dibandingkan perbedaan Tengger. SKRIPSI. Jurusan Biologi Fakultas tumbuhan yang digunakan untuk keperluan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam upacara Kasada. Universitas Brawijaya. Malang [22] Sriwardhani, T. 2012. Aspek Ritual dan DAFTAR PUSTAKA maknanya dalam peringatan Kasada pada [9] Balai Taman Nasional Bromo Tengger masyarakat Tengger Jawa Timur. Semeru (BTNBTS). 2006. Rencana Karya Universitas Negeri Malang. Malang Lima Tahun III Balai Taman Nasional [23] Walujo, E.B. 2000. Penelitian Etnobotani Bromo Tengger Semeru. Malang: BTNBTS Indonesia dan Peluangnya dalam [10] Bakker, J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan Mengungkap Keanekaragaman Hayati. Sebuah Pengantar. Kanisius. Jakarta Jakarta: Penebar Swadaya.

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [60]

Journal of Indonesian Tourism and p-ISSN: 2355-3979 Development Studies e-ISSN: 2338-1647

ANALISIS SUHU TANAH DI KAWASAN WISATA ALAM DANAU LINOW KOTA TOMOHON SULAWESI-UTARA

Diane Deibij Pioh1.2, Luthfi Rayes1.3, Bobby Polii1.4, Luchman Hakim1.5

1Program Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya 2Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado 3Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang 4Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado 5Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang

Abstrak Sulawesi Utara mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata, salah satu potensi adalah Danau Linow di Tomohon Selatan. Kawasan Danau Linow memiliki lahan yang cukup luas serta keragaman flora dan fauna dengan topografi berbukit-bukit. Untuk menunjang wisata alam di kawasan Danau Linow maka tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian mendalam potensi lahan agar dapat dioptimalkan penggunaannya kearah pemanfaatan yang konservatif tentang suhu termal dikawasan tersebut. Metode pengukuran suhu tanah pada penelitian ini dilakukan pada tiga tempat yang berbeda, yaitu pada lahan persawahan, hutan, dan lahan terbuka yang merupakan tempat sumber termal. Jarak pengukuran dari tepi danau dengan kisaran 0 m, 2 m, 8 m, 16 m, 32 m. kedalaman pengukuran pada tanah <5 cm sampai 15 cm. Suhu tanah pada lokasi persawahan cukup bervariasi, paling tinggi suhu yang didapatkan adalah pada pukul 14.30 WITA pada masing-masing jarak dari tepid an kedalaman pengukuran. Paling tinggi suhu 31,7oC pada jarak 8 m dari tepi danau dengan jarak 15 cm dari permukaan tanah. Suhu tanah pada lokasi hutan mulai dari 24,2oC sampai 62,6oC. paling tinggi pada daerah tepi danau pada pukul 14.30 WITA. Suhu permukaan tanah di lokasi terdapat sumber termal bervariasi antara 42 –> 60oC. Pada kedalaman sekitar 1 m, suhu tanah bervariasi antara 45 – >70oC. Lahan di lokasi ini tidak ditumbuhi rumput atau pepohonan. Kesimpulan hasil pengukuran dan analisis suhu tanah pada beberapa lokasi di sekitar danau Linow menunjukkan bahwa suhu tanah sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh penyinaran matahari dan karena adanya sumber termal. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh energi termal dari lapisan bawah permukaan bumi hanya mencapai jarak mendatar kurang dari 8 m, sehingga sebagian besar lahan sekitar danau Linow dapat dimanfaatkan untuk penanaman vegetasi atau budidaya tanaman serta pengembangan kearah agrowisata.

Kata kunci: Danau Linau, Energi Termal, Tomohon, Suhu Tanah

Abstract North Sulawesi has potential for tourism area development; one of them is Linow Lake in South Tomohon. Linow Lake Area was wide and had high diversity of flora and fauna with hilly topography. To support nature tourism in Linow Lake, then this research was aimed to determine potency of the area to optimized surround thermal temperature towards conservative utilization of the area. Soil temperature measurements were applied in three different sites, i.e. paddy field area, forest, and open area as thermal source. Measurement distance off the riparian are 0 m, 2 m, 8 m, 16 m, 32 m. Measurement depth in soil were range > 5 cm to 15 cm. soil temperature in paddy field site was varied, the highest temperature was obtained in 14.30 GMT/UTC+8 in each site off the riparian and measurement depth. The highest temperature is 31,7oC at 8 m off the riparian and 15 cm depth. Soil temperatures in forest were range from 24,2oC to 62,6oC. Soil surface temperature in sites has varied thermal sources from 42 to 60oC. In 1 m depth, soil temperature varied from 45 – >70oC. Soil in this area lacks of grass or trees. Result showed that soil temperature varied depends on solar radiation and thermal sources existence. Analyzed result showed thermal energy effect from lower earth layer only reached less than 8 m horizontal distance, so most area around Linow Lake can be used for planting vegetation or crop cultivation and development towards agrotourism.

Keywords: Linow Lake, Thermal Energy, Tomohon, Soil Temperature

PENDAHULUAN organisme hidup lainnya (hewan dan tumbuh- Tanah merupakan bagian yang sangat tumbuhan). Rayes, 2007, menjelaskan Tanah vital bagi kelangsungan hidup manusia maupun merupakan sumber daya alam yang memiliki banyak fungsi dalam ekosistem diantaranya sebagai pertumbuhan tanaman, habitat bagi  Corresponding Address: jasad tanah, media bagi konstruksi, system daur Email : Diane Deibij Pioh Address : Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, ulang bagi sisa-sisa organic serta bagi pasokan Manado dan penyaringan/penjernihan air. . Dalam

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [62] Analisis Suhu Tanah Di Kawasan Wisata Alam Danau Linow (Pioh, et al)

kehidupan sehari-hari tanah diartikan sebagai pelapukkan batuan secara fisik dalam wilayah darat dimana di atasnya dapat digunakan tanah.selanjutnya diuraikan bahwa Terdapat dua untuk berbagai usaha seperti pertanian, faktor yang mempengaruhi suhu tanah baik peternakan, mendirikan bangunan dan lainnya langsung maupun tidak langsung: (Hardjowigeno, 1988). Selanjutnya dijelaskan (1) Jumlah bersih panas yang diabsorbsi tanah bahwa dalam dunia pertanian, tanah merupakan (2) Energy panas yang diperlukan untuk media tumbuh tanaman darat yang terbentuk perubahan seperti evaporasi yang terjadi pada dari hasil pelapukan batuan bercampur sisa atau dekat permukaan. bahan organik dan organism (vegetasi atau Air tanah juga memiliki peran penting hewan). Tanah merupakan system terbuka sebagai penentu banyak panas yang digunakan mempunyai input dan output dimana sebagai dalam proses penguapan air dalam tanah. Suhu tanah merupakan bagian dari ekosistem yang tanah tergantung pada perbandingan energy dimana komponen-komponenya saling memberi yang diabsorbsi dan yang dilepaskan (Buckman dan menerima. Untuk dapat menentukan and Brady dalam Soegiman, 1982). kesesuaian tanah bagi bermacam-macam Suhu Tanah berperan penting dalam; penggunaan maka perlu diamati sifat-sifat fisik Perkecambahan & pertumbuhan tanaman tingkat tanah serta keadaan lingkungannya. tinggi, Aktivitas organisme tanah, Pelapukan, Tanah yang tidak produktif akan Dekomposisi & humifikasi bahan organic, menimbulkan cekaman lingkungan bagi tanaman Struktur, Air tanah, Udara tanah. Sumber panas karena menurunnya tingkat kesuburan tanah tanah berasal dari :Radiasi / pancaran matahari yang menurunkan produktivitas tanaman. Tanah dan Konduksi dari dalam bumi (magma). memiliki fungsi sebagai media tumbuh tanaman Sementara itu perubahan suhu tanah dapat (perakaran), tempat nutrisi atau sumber unsur ditahan dengan adanya : Lengas tanah, hara, penyimpanan air tanah [3]. Kajian potensi Penutupan tanah (mulsa & vegetasi), Awan / tanah sangat diperlukan untuk evaluasi lahan salju, Adanya lereng / kemiringan tanah [2]. bagi peruntukannya. Potensi tanah yang Djaenudin dkk (1997) menjelaskan bahwa dimaksudkan adalah menyangkut fisik dan kimia Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan tanah serta faktor lingkungan yang yang optimal dengan daya dukungnya dan hanya mempengaruhinya. dapat dilakukan apabila tersedia informasi Salah satu fisik tanah yang perlu mengenai kesesuaian lahan di masing-masing diperhatikan adalah Suhu Tanah. Suhu wilayah lewat evaluasi lahan guna mendapatkan merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh data iklim, tanah, terrain, dan fisik lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan lainnya serta data persyaratan penggunaan lahan tanaman. Suhu berkorelasi positif dengan radiasi (land use requirement) dan persyaratan tumbuh matahari. Suhu tanah maupun suhu udara tanaman (crop requirement) [4]. Kajian potensi disekitar tajuk tanaman, tinggi rendahnya suhu tanah baik fisik, kima dan biologi sangat disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi diperlukan untuk melihat kesesuaian bagi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya peruntukkan usaha tani yang akan dikembangkan dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. baik untuk tanaman tingkat tinggi, holtikultura Suhu tanah berpengaruh pada berbagai proses juga termasuk pengembangan agrowisata. dalam tanah yaitu; Aktifitas mikroorganisme, Kota Tomohon mempunyai potensi untuk perombakan bahan organik, Reaksi‐reaksi kimia dikembangkan menjadi kawasan wisata andalan dalam tanah, Pelapukan batuan & pedogenesis, di Sulawesi Utara bahkan di Indonesia. Dinas Kelarutan hara dalam tanah, Pelindian / Tata Kota pada tahun 2012 mendata sejumlah pencucian hara dari tanah, Proses‐proses potensi objek dan daya tarik wisata yang dapat pedologis lainnya, Humifikasi & mineralisasi, dikembangkan di Kota Tomohon antara lain Strukturisasi, Latosolisasi, podsilisasi serta adalah: Danau Linow, Air Terjun Kinilow, Gunung Perubahan lengas tanah [1]. Lokon dan Mahawu, desa sentra kerajinan Buckman and Brady dalam Soegiman, rumah tradisonal Woloan, serta kerajinan tangan 1982, menyatakan pengendalian langsung suhu tradisional masyarakat desa Kinilow. Kawasan tanah di lapangan bukanlah masalah penting, Danau Linow memiliki lahan yang cukup luas tetapi suhu tanah sangat erat hubungannya serta keragaman flora dan fauna dengan dengan tanaman tingkat tinggi. Suhu tanah topografi berbukit-bukit serta kondisi tanah yang disamping berpengaruh langsung pada cenderung masam dimana kadar kemasaman pertumbuhan tanaman juga berdampak pada tanah agak masam sampai masam dimana nilai

[63] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Analisis Suhu Tanah Di Kawasan Wisata Alam Danau Linow (Pioh, et al)

pH 4.5 – 5.5. karena kandungan belerang yang Kondisi transek: tinggi. Meskipun Danau Linow telah dikenal oleh 1. Lahan berkapur, terbuka (kompleks masyarakat setempat sebagai daerah wisata persawahan), Pengukuran dilakukan pada alam, namun pemanfaatan ekosistem danau dan transek tegak lurus terhadap tepi danau, sekitarnya belum maksimal. Tidak optimalnya mulai dari posisi di tepi (posisi 0 m, 2 m dari pemanfaatan kawasan danau diduga dipengaruhi tepi, 8 m dari tepi, 16 m dari tepi, dan 32 m oleh kondisi topografi lahan yang berbukit-bukit dari tepi. Untuk masing-masing posisi, dan tanah yang cenderung masam selain faktor pengukuran suhu tanah dilakukan pada dua pembatas lainnya. Di arah Timur danau Linow variasi kedalaman, yakni di permukaan (< 5 (±5-7 km) terdapat Pembangunan Pembangkit cm) dan pada kedalaman 15 cm di bawah Listrik dengan Eksplorasi Panas Bumi/Geotermal permukaan. oleh Pertamina. 2. Suhu tanah pada lahan miring (15- >40 %) dan Danau Linow yang merupakan Danau di tepi danau terdapat sumber air panas Vulkanik memiliki keunikan dengan warna-warni (posisi pengukuran). Pengukuran dilakukan danau serta biota endemiknya seperti Burung pada empat posisi, berjarak 0 (di tepi danau), belibis dan Sajok. Konservasi Danau Linow 2 m, 8 m dan 16 m dari tepi danau. Untuk dengan demikian menjadi sangat penting untuk masing-masing posisi, pengukuran suhu tanah dikemukakan. Berbagai aktifitas di sekitar Danau dilakukan pada empat variasi kedalaman: Linow saat ini dapat mengancam keberadaan kurang dari 5m, 15 cm, 50 cm, dan 100 cm. Ekosistem Danau Linow. Lahan sekitar Danau Waktu/jam pengamatan yaitu pukul 08.30 Linow perlu dioptimalkan pemanfaatannya WITA, 11.30 WITA, 14.30 WITA, 17.30 WITA, kearah konservatif dengan berbagai potensi 20.30 WITA. endemik flora yang tumbuh di kawasan ini. Keragaman vegetasi menjadi bagian kajian HASIL DAN PEMBAHASAN untuk pelestarian alam khususnya vegetasi yang 1. Suhu tanah pada lokasi persawahan. dapat hidup dalam kondisi tanah masam sebagai Keadaan topografi <15%, dan data hasil peng- tanaman indikator bagian konservasi secara ukuran disajikan pada Tabel 1. Biologi. Data awal menunjukkan terdapat berbagai keragaman tanaman yang dapat hidup di kawasan danau Linow yang dominannya adalah tanaman perkebunan seperti pinus, cempaka, cengkeh, enau, kopi, juga aneka tanaman buah-buahan seperti pohon durian dan lemong Bali. Sementara itu terdapat areal persawahan dan tanah yang dulunya ditanami jagung yang tidak dimanfaatkan lagi. Untuk menunjang wisata alam di kawasan Danau Linow maka perlu adanya kajian mendalam potensi lahan agar dapat dioptimalkan penggunaannya kearah pemanfaatan yang konservatif. Sangatlah penting melihat faktor fisik dan kimia tanah didalamnya mengetahui bagaimana keadaan Suhu Tanah pada kondisi Gambar 1. Suhu tanah pada lokasi 1 (lahan tanah yang masam dengan kandungan persawahan) belerangnya. Grafik 1, suhu tanah lokasi 1, posisi 0 (tepi METODE danau) dan 32 m dari tepi, untuk kedalaman 0 Penelitian dilakukan di Kawasan Danau (permukaan tanah) dan 15 m di bawah Linow Kota Tomohon Sulawesi-Utara pada permukaan tanah disajikan pada Gambar 01. Agustus 2012. Pengukuran variabel suhu tanah Suhu tanah pada lokasi 1 bervariasi antara 24oC dilakukan pada tiga lokasi: (antara jam 21.00 – 05.00 WITA) hingga 31.1oC 1. Lahan persawahan (jam 13.00 – 14.30 WITA). Suhu tanah pada 2. Lahan berhutan lapisan lebih dalam lebih rendah dari suhu pada 3. Lahan terbuka dimana terdapat sumber permukaan. termal.

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [64] Analisis Suhu Tanah Di Kawasan Wisata Alam Danau Linow (Pioh, et al)

Tabel 1. Suhu tanah (oC) pada beberapa posisi dari tepi danau, untuk kedalaman <5 cm dan 15 cm dari permukaan tanah, menurut jam pengamatan: 08.30, 11.30, 14.30, 17.30, dan 20.00 WITA Posisi 0 Jam Posisi 2 m Posisi 8 m Posisi 16 m Posisi 32 m (tepi) pengukuran < 5 15 < 5 < 5 15 < 5 15 15 < 5 15 (WITA) cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm 08.30 24.7 24.6 23,4 25,5 27,2 24.5 24.4 24,5 24,9 25,4 11.30 26.5 25.9 24,8 31,1 27,9 27.8 27.6 25,2 29,1 26,5 14.30 28 26.3 27,3 31,1 28,6 30.1 28.5 26,4 29,8 31,7 17.30 27.7 27.2 27,2 30,7 30,0 28.5 30.0 27,0 27,7 30,0 20.30 24.9 25.0 24,5 25,9 27,8 24.7 25.0 24,8 25,1 25,4

Suhu tanah pada kedalaman 15 cm berubah Perubahan suhu permukaan tanah sepanjang belakangan dibanding suhu pada bagian siang hari terjadi karena intensitas radiasi permukaan, dengan selisih waktu (time lag) matahari yang cukup besar masuk ke bawah antara 2 – 2,5 jam. Ini berarti bahwa suhu tanah kanopi pepohonan [6]. Kerapatan tutupan kanopi di lokasi tidak dipengaruhi oleh energy termal hanya berkisar 30 – 42 %. dari lapisan tanah lebih dalam, walaupun lahannya merupakan lahan berkapur. Kondisi lahan ini memungkinkan pemanfaatan lapisan tanah yang tipis pada bagian permukaan untuk sawah. Suhu tanah dipengaruhi terutama oleh penyinaran matahari (Buckman and Brady dalam Soegiman, 1982). Pengelolaan suhu tanah dapat dilakukan dengann cara memperbaiki Drainase dan penanaman tanaman penutup tanah [3]. 2. Suhu tanah pada lokasi 2 (lahan berhutan) Lahan dengan kemiringan 15->40%, ditumbuhi pepohonan dan bambu dengan kerapatan kanopi rendah (tutupan 30 - 42%) dan lahan tepi danau dimana terdapat sumber air panas dengan data hasil pengukuran sebagaimana tertuang dalam Tabel 2. Data pada Tabel 2 menunjukkan variasi suhu tanah yang tinggi antar posisi pengukuran. Suhu tanah pada posisi 0 lebih tinggi dari posisi lainnya pada berbagai kedalaman. Data hasil pengukuran suhu tanah pada lokasi 2 Gambar 2. Perubahan temporal suhu tanah pada menunjukkan perubahan temporal suhu lokasi 2 (hutan/bambo) permukaan tanah mengikuti penyinaran matahari. Grafik 1, suhu tanah lokasi 1, posisi 0 Suhu permukaan tanah cenderung (tepi danau) dan 32 m dari tepi, untuk kedalaman meningkat dari pagi hingga sekitar jam 13.00 0 (permukaan tanah) dan 15 m di bawah WITA kemudian menurun pada sore hari. permukaan tanah disajikan pada Gambar 01. Peningkatan suhu permukaan tanah lebih Suhu tanah pada lokasi 1 bervariasi antara 24oC signifikan pada posisi yang jauh dari pusat emisi (antara jam 21.00 – 05.00 WITA) hingga 31.1oC termal. Pada (Gambar 2). Pada posisi yang jauh (jam 13.00 – 14.30 WITA). Suhu tanah pada dari sumber termal, perubahan suhu permukaan lapisan lebih dalam lebih rendah dari suhu pada tanah lebih ditentukan oleh perubahan intensitas permukaan. penyinaran yang diterima permukaan tanah.

[65] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Analisis Suhu Tanah Di Kawasan Wisata Alam Danau Linow (Pioh, et al)

Tabel 1. Suhu tanah (oC) pada beberapa posisi dari tepi danau, untuk kedalaman <5 cm dan 15 cm dari permukaan tanah, menurut jam pengamatan: 08.30, 11.30, 14.30, 17.30, dan 20.00 WITA Posisi 0 Posisi 2 m Posisi 8 m Posisi 16 m Posisi 32 m Jam (tepi) pengukuran < 5 15 < 5 < 5 15 < 5 15 15 < 5 15 (WITA) cm cm cm cm cm cm cm cm cm cm 08.30 24.7 24.6 23,4 25,5 27,2 24.5 24.4 24,5 24,9 25,4 11.30 26.5 25.9 24,8 31,1 27,9 27.8 27.6 25,2 29,1 26,5 14.30 28 26.3 27,3 31,1 28,6 30.1 28.5 26,4 29,8 31,7 17.30 27.7 27.2 27,2 30,7 30,0 28.5 30.0 27,0 27,7 30,0 20.30 24.9 25.0 24,5 25,9 27,8 24.7 25.0 24,8 25,1 25,4

Suhu tanah pada kedalaman 15 cm berubah kanopi pepohonan [6]. Kerapatan tutupan kanopi belakangan dibanding suhu pada bagian hanya berkisar 30 – 42 %. permukaan, dengan selisih waktu (time lag) antara 2 – 2,5 jam. Ini berarti bahwa suhu tanah di lokasi tidak dipengaruhi oleh energy termal dari lapisan tanah lebih dalam, walaupun lahannya merupakan lahan berkapur. Kondisi lahan ini memungkinkan pemanfaatan lapisan tanah yang tipis pada bagian permukaan untuk sawah. Suhu tanah dipengaruhi terutama oleh penyinaran matahari (Buckman and Brady dalam Soegiman, 1982). Pengelolaan suhu tanah dapat dilakukan dengann cara memperbaiki Drainase dan penanaman tanaman penutup tanah [3]. 3. Suhu tanah pada lokasi 2 (lahan berhutan) Lahan dengan kemiringan 15->40%, ditumbuhi pepohonan dan bambu dengan kerapatan kanopi rendah (tutupan 30 - 42%) dan lahan tepi danau dimana terdapat sumber air panas dengan data hasil pengukuran sebagaimana tertuang dalam Tabel 2.

Data pada Tabel 2 menunjukkan variasi suhu tanah yang tinggi antar posisi pengukuran. Gambar 2. Perubahan temporal suhu tanah pada Suhu tanah pada posisi 0 lebih tinggi dari posisi lokasi 2 (hutan/bambo) lainnya pada berbagai kedalaman. Data hasil pengukuran suhu tanah pada lokasi 2 Kondisi ini sama dengan perubahan menunjukkan perubahan temporal suhu suhu tanah pada umumnya dimana tidak permukaan tanah mengikuti penyinaran terdapat sumber termal. Perubahan spasial suhu matahari. permukaan tanah (menurut jarak dari tepi) Suhu permukaan tanah cenderung menunjukkan bahwa pengaruh emisi termal meningkat dari pagi hingga sekitar jam 13.00 terhadap suhu tanah hanya mencapai jarak 7 – 9 WITA kemudian menurun pada sore hari. m dari tepi sumber termal (Gambar 3). Gambar Peningkatan suhu permukaan tanah lebih 3, menunjukan bahwa pada pusat termal hingga signifikan pada posisi yang jauh dari pusat emisi jarak (mendatar) sekitar 2 m, suhu permukaan termal. Pada (Gambar 2). Pada posisi yang jauh tanah dan suhu pada kedalaman 50 cm di bawah dari sumber termal, perubahan suhu permukaan permukaan, hampir konstan sepanjang hari. tanah lebih ditentukan oleh perubahan intensitas Artinya pada posisi yang terpengaruhi radiasi penyinaran yang diterima permukaan tanah. termal, suhu tanah lebih ditentukan oleh energy Perubahan suhu permukaan tanah sepanjang termal dari bawah permukaan bumi. Pada jarak siang hari terjadi karena intensitas radiasi lebih dari 8 m, suhu permukaan tanah berbeda matahari yang cukup besar masuk ke bawah antara jam 08.30 WITA dengan jam 14.30 WITA.

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [66] Analisis Suhu Tanah Di Kawasan Wisata Alam Danau Linow (Pioh, et al)

Tabel 2. Suhu tanah pada lokasi 2: lahan miring, di tepi danau terdapat sumber air panas Suhu tanah menurut jarak dari tepi danau (m) dan kedalaman posisi pengukuran (cm) Jam pengukuran 0 (tepi) 2 m 8 m 16 m (WITA) < 5 15 50 100 < 5 15 50 100 < 5 15 50 100 < 5 15 50 100 08.30 62 63.4 63.8 64 38.4 38.5 38.4 38.4 26.2 24.4 24.3 24.3 26.4 24.6 24.2 24.3 11.30 62.4 63.5 64 64 38.6 38.5 38.5 38.4 27.6 24.7 24.4 24.5 27.2 24.8 24.2 24.3 14.30 62.6 63.5 64 64.1 38.6 38..5 38.3 38.4 27.6 24.7 24.4 24.5 27.4 24.8 24.4 24.4 17.30 61.8 63.4 64 64 38.4 38.4 38.3 38.3 26.6 24.5 24.4 24.4 26.2 24.5 24.2 24.3

Hal ini menunjukkan bahwa perubahan suhu Suhu permukaan tanah di lokasi terdapat permukaan tanah pada posisi yang jauh dari sumber termal bervariasi antara 42 – >60oC. pusat emisi termal bumi dipengaruhi oleh Pada kedalaman sekitar 1 m, suhu tanah perubahan intensitas penyinaran. Pada bervariasi antara 45 – >70oC. Lahan di lokasi ini kedalaman 50 cm di bawah permukaan, tidak ditumbuhi rumput atau pepohonan. pengaruh penyinaran matahari tidak signifikan. Kondisi suhu tanah yang tinggi dan adanya Kedalaman 50 cm, suhu tanah pada pagi, siang sumber termal yang bersifat tetap dari bawah hingga sore hampir sama. permukaan dapat dimanfaatkan untuk aktivitas wisata seperti permandian air panas dan lain sebagainya.

KESIMPULAN Hasil pengukuran dan analisis suhu tanah pada beberapa lokasi di sekitar danau Linow menunjukkan bahwa suhu tanah sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh penyinaran matahari dan karena adanya sumber termal. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh energi termal dari lapisan bawah permukaan bumi hanya mencapai jarak mendatar kurang dari 8 m, sehingga sebagian besar lahan sekitar danau Linow dapat dimanfaatkan untuk penanaman vegetasi atau budidaya tanaman serta pengembangan kearah agrowisata. Pilihan tanaman tentunya juga didasarkan pada berbagai

Gambar 3. Variasi spasial suhu tanah dari lokasi kondisi fisik (termasuk suhu tanah), kimia tanah 3 emisi termal dan kelestarian sepadan danau.

Variasi spasial suhu tanah baik dalam DAFTAR PUSTAKA tanah maupun suhu permukaan tanah. [1]. Anonymous, 2013. http://ilmutanahuns. menunjukkan bahwa pada jarak lebih dari 8 m, files.wordpress.com/ 2009/02/suhu- lahan ditumbuhi pohon: bambu, cemara, warna.pdf. Diakses pada 30-03-2013 cempaka, enau juga terdapat beberapa jenis [2]. Anonymous, 2013. http://www.faperta. buah-buahan seperti lemong bali, durian dan ugm.ac.id/buper/download/kuliah/fistan/7 lansat serta tanaman perkebunan lainnya. Lebih _hubungan_suhu_tanaman.ppt. Diakses 30- dekat ke tepi danau, bertumbuh jenis rumput 03-2013 teki dan rumput sapi Variasi tumbuhan di lokasi [3]. Arsyad, 2000. Konservasi Tanah dan Air. ini berkaitan dengan suhu tanah dan variasi Institut Pertanian Bogor. Bogor. harian suhu tanah. Buckman and Brady dalam [4]. Djaenudin Domai dkk. 1997. Kriteria Soegiman, 1982 menjelaskan bahwa jumlah Kesesuaian lahan Untuk Komoditas energy yang masuk kedalam tanah juga Pertanian Departemen Pertanian. Badan dipengaruhi oleh faktor; warna tanah, Penelitian dan Pengembangan Pertanian. pp kemiringan lereng dan vegetasi penutup. 262.

[67] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Analisis Suhu Tanah Di Kawasan Wisata Alam Danau Linow (Pioh, et al)

[5]. Hardjowigeno, S. 1988. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. [6]. Madellu, Ch. 2012. Pemodelan matematik dinamika harian gradient iklim mikro di hutan mangrove. Disertasi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang [7]. Rayes, 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. ANDI. Yogyakarta.

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [68]

Journal of Indonesian Tourism and p-ISSN: 2355-3979 Development Studies e-ISSN: 2338-1647

ANALISIS POTENSI DAN ARAHAN STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DESA EKOWISATA DI KECAMATAN BUMIAJI – KOTA BATU

Muhammad Attar1*, Luchman Hakim2.3, Bagyo Yanuwiadi2.3

1Mahasiswa Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan, Universitas Brawijaya 2Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan, Universitas Brawijaya 3Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmi Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya

Abstrak Kota Batu merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Timur yang mengandalkan sektor pariwisata untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Pengembangan pariwisata lebih mengarah pada objek wisata artifisial atau buatan yang dibangun oleh investor namun menimbulkan permasalahan lingkungan. Perlu alternatif lain pengembangan pariwisata yaitu obyek wisata yang mampu menekan dampak kerusakan lingkungan sekaligus meningkatkan peran masyarakat lokal dan kesejahteraannya yaitu pengembangan Desa Ekowisata berbasis Community Based Ecotourism (CBE). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian potensi wisata dan obyek daya tarik wisata (ODTW) di desa – desa wisata, menganalisis kesiapan terhadap pengembangan desa ekowisata, menganalisis desa wisata yang paling optimal untuk pengembangan desa ekowisata dan menentukan arahan strategi kebijakan pengembangan desa ekowisata di Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengumpulan data dengan survei primer dan sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah Analisis potensi wisata dan obyek daya tarik wisata (ODTW), Penilaian kesiapan pengembangan Community Based Ecotourism (CBE), Analisis spasial dan Analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan seluruh desa wisata di Kecamatan Bumiaji memiliki potensi wisata dan obyek daya tarik wisata (ODTW) berupa atraksi alam, sumberdaya pertanian dan budaya yang dapat lebih dikembangkan. Penilaian potensi wisata dan obyek daya tarik wisata (ODTW) menunjukkan Desa Tulungrejo dan Desa Sumberbrantas termasuk klasifikasi Sangat Baik; Analisis kesiapan terhadap pengembangan desa ekowisata berbasis masyarakat (CBE) menunjukkan Desa Tulungrejo dan Desa Bumiaji termasuk dalam klasifikasi Baik. Hasil analisis spasial menunjukkan Desa Tulungrejo merupakan desa yang paling optimal untuk pengembangan desa ekowisata di Kecamatan Bumiaji. Analisis Matrik Grand Strategy menunjukkan arahan strategi kebijakan pengembangan Desa Ekowisata di Desa Tulungrejo terletak pada kuadran 1, strategi yang digunakan bersifat agresif (SO).

Kata Kunci : Kota Batu, pengembangan, potensi dan ODTW, Desa Ekowisata

Abstract Kota Batu is one of the autonomous regions in East Java who rely on the tourism sector to increase local revenue (PAD). Development of the tourism sector to date leads to artificial or man-made attraction built by the investor, but are often lead to environmental problems. This need to be another alternative in the development of the tourism sector in Kota Batu that can reduce environmental effects while enhancing the role of local communities and public welfare, which is development of Rural Ecotourism based on Community Based Ecotourism (CBE). The purpose of this study are : Identify and assess the potential of tourism and tourist attraction objects in the tourism village; Analyzing readiness in tourism village toward community-based ecotourism development; Analyzing tourism village most optimal for the development of community-based rural ecotourism (CBE); Determine the direction of rural development policy strategy of ecotourism of Kecamatan Bumiaji – Kota Batu. This research is a descriptive study. Data collected by primary and secondary survey. The analysis used are : Potential analysis and object of tourist attraction (ODTW); Analysis Assessment Readiness Development of Community Based Ecotourism (CBE); Spatial analysis; Strenght – Weakness – Oppurtunity – Thread (SWOT) analysis. The results showed : All tourism village at Kecamatan Bumiaji have potential tourist attractions in the form of natural, agricultural and cultural resources that could be developed. Based on the assessment of tourism potential and object of tourist attraction (ODTW), Desa Tulungrejo and Desa Sumberbrantas can be classified Very Good. Analysis Assessment Readiness Development of Community Based Ecotourism (CBE), shows that Desa Tulungrejo dan Desa Bumiaji can be classified Good. Spatial analysis results showed Tulungrejo is the village's most optimal for the development of rural ecotourism in Bumiaji. Grand Strategy Matrix analysis suggests strategic direction in policy development Tulungrejo as Rural Ecotourism is located in quadrant 1, strategies used are aggressive (SO).

Keywords : Kota Batu, development, tourism potential and ODTW, Rural eco-tourism

* Corresponding Address: Email : [email protected] Address : Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan, Universitas Brawijaya, Jl. M.T. Haryono 169 Malang

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [68] Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al)

PENDAHULUAN pariwisata desa, tidak saja sebagai obyek tetapi Salah satu kebutuhan manusia yang harus sekaligus menjadi subyek atau pelaku sehingga dipenuhi adalah kebutuhan akan rekreasi atau nilai–nilai konservasi, pemberdayaan masyarakat, beraktivitas wisata yang pada umumnya ekonomi dan pendidikan akan dapat terwujud bertujuan menemukan suasana lain dan dengan sendirinya. Konsep yang sesuai dengan melepaskan diri dari rutinitas. Menurut The pengembangan wisata yang berwawasan World Tourism Organization (WTO) dalam lingkungan dan pemberdayaan masyarakat Luchman Hakim (2004), aktivitas wisata adalah adalah pengembangan ekowisata (ecotourism). kegiatan manusia yang melakukan perjalanan Menurut Hakim (2004), ekowisata sebagai “keluar dari lingkungan asalnya” untuk tidak lebih konsep pariwisata berkelanjutan dan dari satu tahun berlibur, berdagang atau berwawasan lingkungan memiliki karakteristik berurusan lainnya. Sedangkan menurut Damanik yang berbeda dibanding dengan obyek pariwisata dan Weber (2006) menyatakan bahwa dalam lainnya, yaitu : wisata yang bertanggung jawab arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi pada konservasi lingkungan; wisata yang diluar domisili untuk melepaskan diri dari berperan dalam usaha–usaha pemberdayaan pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. ekonomi masyarakat lokal; dan wisata yang Kota Batu merupakan salah satu daerah menghargai budaya lokal. otonom di Provinsi Jawa Timur yang Konsep ekowisata lebih dikembangkan mengandalkan sektor pariwisata untuk lagi dengan konsep ekowisata berbasis meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD). masyarakat atau Community Based Ecotourism Pemerintah Kota Batu membuka peluang bagi (CBE). Pengembangan ekowisata–CBE di Kota investor di bidang pariwisata untuk berinvestasi Batu akan memiliki multiplier effect yang sangat yang kemudian tercatat telah dibangun beberapa luas terutama dalam upaya mempertahankan tempat wisata baru yang semuanya merupakan kondisi lingkungan (sisi ekologis) namun tidak tempat wisata artifisial atau tempat wisata melupakan peningkatan perekonomian buatan seperti Batu Night Spectakuler (BNS) dan masyarakat lokal (sisi ekonomi), sekaligus Museum Satwa atau Jawa Timur Park 2 menyusul mewujudkan visi Kota Batu menjadi kota sentra lokasi wisata Jawa Timur Park 1 yang telah lebih wisata. dulu ada dan juga beberapa hotel, resort, mall Saat ini di Kota Batu telah berkembang dan banyak lagi bangunan rumah toko (ruko). beberapa desa wisata, dimana potensi alam yang Adanya tempat wisata baru tersebut dimiliki menjadi faktor penting pengembangan mampu mendorong peningkatan jumlah sebagai desa wisata selain sektor pertanian atau wisatawan ke Kota Batu, terbukti dari data peternakan. Desa–desa wisata tersebut sangat jumlah pengunjung ke beberapa lokasi wisata mengandalkan potensi alam yang dimiliki dan pada tahun 2009 melonjak menjadi 2.081.899 kegiatan–kegiatan yang ada di masyarakat kunjungan dan meningkat menjadi 2.197.685 sebagai daya tarik wisatawan. kunjungan pada tahun 2010 (Buku Statistik Berdasarkan uraian tersebut di atas, Kunjungan Wisata Kota Batu, Dinas Pariwisata penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan Kebudayaan Kota Batu, 2011). Dalam potensi obyek daya tarik wisata dan potensi alam perkembangannya Kota Batu menjadi lebih di desa-desa wisata di Kecamatan Bumiaji untuk dikenal sebagai kota wisata berbasis tempat pengembangan desa ekowisata; mengetahui wisata artifisial atau Objek dan Daya Tarik Wisata kesiapan pengembangan desa ekowisata berbasis (ODTW) buatan, padahal sebenarnya di Kota masyarakat (CBE); dan menentukan arahan Batu banyak desa/kelurahan yang memiliki strategi kebijakan pengembangan desa potensi alam yang apabila dikembangkan secara ekowisata berbasis masyarakat. optimal akan dapat menjadi Objek dan Daya Tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) Tarik Wisata (ODTW) alternatif bagi wisatawan Mengidentifikasi dan melakukan penilaian yang datang ke Kota Batu. Diharapkan dengan potensi wisata dan obyek daya tarik wisata di pengembangan obyek wisata yang berbasiskan desa–desa wisata Kecamatan Bumiaji, Kota Batu; potensi alam akan lebih meningkatkan jumlah (2) Menganalisis kesiapan masyarakat di desa– wisatawan yang datang ke Kota Batu. desa wisata di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu Upaya membangun sektor pariwisata di terhadap pengembangan ekowisata berbasis Kota Batu ke depan sudah sepatutnya masyarakat (CBE); (3) Menganalisis desa wisata di menerapkan konsep pariwisata yang Kecamatan Bumiaji Kota Batu yang paling optimal berkelanjutan (sustainable tourism), berwawasan untuk pengembangan ekowisata berbasis lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, yaitu masyarakat (CBE) atau desa ekowisata; (4) masyarakat berperan dalam pengelolaan aset Menentukan arahan strategi kebijakan

[69] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al) pengembangan lokasi desa ekowisata sebagai Wisata (Departemen Kehutanan, 2003). tujuan wisata alternatif di Kota Batu. Komponen utama penilaian yaitu daya tarik dan atraksi wisata, potensi pasar, METODE PENELITIAN aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial Lokasi dan Waktu Penelitian ekonomi, akomodasi, prasarana dan Lokasi penelitian adalah wilayah sarana penunjang, ketersediaan air bersih, administratif Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, keamanan dan pangsa pasar. Kriteria dan yang terletak pada ketinggian 800-2.500 mdpl, pembobotan lebih lengkap disajikan pada luas wilayah 12.798,42 ha, terdiri dari sembilan Lampiran 1. desa. Penelitian dilakukan di enam desa yang c) Data dihitung dengan menggunakan menjadi desa wisata. persamaan (Untari, 2009) untuk Teknik Pengumpulan Data memperoleh skor/nilai potensi ODTW a. Data Potensi Wisata dan Objek dan Daya masing–masing desa wisata di Kecamatan Tarik Wisata (ODTW) Teknik pengumpulan data Bumiaji : dengan pengamatan langsung terhadap obyek S = N x B pengamatan data biofisik, sosial ekonomi dan Keterangan: budaya yang menjadi potensi objek dan daya S = skor/nilai tarik wisata serta sumberdaya pengembangan N = Jumlah nilai unsur – unsur pada kriteria ekowisata. Selain itu dengan wawancara dari B = Bobot nilai berbagai sumber studi literatur dan observasi d) Setelah diperoleh skor masing–masing atau pengamatan lapang secara langsung. desa wisata di Kecamatan Bumiaji b. Teknik Pengumpulan data kesiapan dilakukan klasifikasi. Klasifikasi penilaian pengembangan CBE di masing–masing desa disusun berdasarkan jumlah total dari wisata, dilakukan dengan pengamatan langsung Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE. terhadap aspek sosial ekonomi, aspek sosial Selang dari klasifikasi penilaian akan budaya, aspek lingkungan, aspek pengelolaan. dihitung dengan menggunakan persamaan Selain itu data juga diperoleh melalui wawancara (Untari, 2009) : dengan warga masyarakat dan studi literatur. c. Teknik pengumpulan data untuk analisis S maks – S min Selang = Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa K Ekowisata dilakukan dengan penyebaran kuisioner dan wawancara. Data diambil dengan Keterangan : menggunakan kuisioner dan wawancara. Jumlah Selang : Nilai selang dalam penetapan responden ditentukan dengan teknik sampling selang klasifikasi penilaian purposive, responden diambil sebanyak 19 Smaks : Nilai skor tertinggi (sembilan belas) orang yang terdiri dari 3 (tiga) Smin : Nilai skor terendah K : Banyaknya klasifikasi penilaian orang dari akademisi, 4 (empat) orang warga e) Selang klasifikasi dibuat ranking dan dibagi masyarakat di Kecamatan Bumiaji, 8 (tujuh) menjadi lima kelas klasifikasi yaitu sangat orang mewakili pemerintah Kota Batu dari baik, baik, sedang, buruk dan sangat instansi yang berkaitan dengan pariwisata dan buruk. Selanjutnya hasil klasifikasi lingkungan hidup, 2 (dua) orang pengusaha atau digunakan skala 1 – 5. Hasil dari klasifikasi wiraswasta yang ada di Bumiaji, 2 (dua) orang ini menjadi dasar dalam pembuatan peta aktifis LSM . digital masing – masing desa wisata di Analisis Data Kecamatan Bumiaji untuk penilaian Metode Analisis Pengolahan Data potensi objek dan daya tarik wisata a. Penilaian Potensi ODTW (ODTW). a) Dilakukan identifikasi Potensi Wisata dan b. Penilaian Kesiapan Pengembangan ODTW di masing–masing desa wisata Community Based Ecotourism (CBE) kemudian dilakukan analisis deskriptif a) Metode Penilaian Kesiapan Pengembangan untuk memperoleh gambaran umum CBE mengikuti rancangan standarisasi potensi wisata dan obyek daya tarik Community Based Ecotourism (CBE) dengan wisata (ODTW); memperhatikan empat aspek yaitu aspek b) Metode dalam Penilaian potensi dan sosial, aspek sosial ekonomi, aspek sosial objek daya tarik wisata (ODTW) dilakukan budaya, aspek lingkungan dan aspek dilakukan dengan menggunakan kriteria pengelolaan. Metode Penilaian Kesiapan penilaian yang telah ditentukan dalam Pengembangan CBE dapat dilihat pada Pedoman Penilaian Obyek dan Daya Tarik

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [70] Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al)

Lampiran 2. Masing – masing kriteria dan Penentuan Strategi Pengembangan Desa indikator dilakukan skoring atau dilakukan Ekowisata di Desa Tulungrejo berdasarkan buku perhitungan skor serta dikalikan angka Rangkuti F. (2009), analisis SWOT adalah pembobot serta disusun ranking untuk identifikasi berbagai faktor secara sistematis yang mendapatkan gambaran desa wisata dengan digunakan untuk merumuskan strategi. Matrik ini tingkat kesiapan masyarakat desa wisata dapat menggambarkan secara jelas bagaimana paling baik untuk pengembangan Community peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi Based Ecotourism (CBE) atau dikembangkan instansi/ perusahaan/ kegiatan dapat disesuaikan sebagai desa ekowisata. dengan kekuatan dan kelemahan yang b) Analisis Penilaian Kesiapan Pengembangan dimilikinya. Matriks SWOT merupakan matching CBE, Data dihitung dengan menggunakan tool yang penting untuk membantu para manajer persamaan (Untari, 2009) untuk memperoleh mengembangkan empat tipe strategi. skor/nilai potensi ODTW masing – masing desa wisata di Kecamatan Bumiaji : HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Identifikasi Potensi Wisata dan Obyek Daya S = N x B Tarik Wisata di Desa Wisata Keterangan: S = skor/nilai 1. Desa Gunungsari N = Jumlah nilai unsur – unsur pada kriteria - potensi untuk wisata minat khusus jelajah B = Bobot nilai alam (Hash) dengan jalur mendaki; c) Setelah diperoleh skor masing – masing desa Dusun Brumbung, perbukitan dimana wisata di Kecamatan Bumiaji dilakukan masyakat mengembangkan pertanian klasifikasi berdasarkan jumlah total dari bunga mawar potong jenis mawar lokal dan Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE. Holland Selang dari klasifikasi penilaian akan dihitung - Potensi keunikan kesenian tradisional dengan menggunakan persamaan (Untari, diantaranya kesenian terbang jidor, pencak 2009) : silat, bantengan, wayang kulit, karawitan dan kuda lumping, upacara adat selametan S maks – S min Selang = desa. K - Aksesibilitas relatif mudah yaitu dapat Keterangan : ditempuh dengan menggunakan angkutan Selang: Nilai selang dalam penetapan selang kota (angkot), kondisi jalan relatif buruk klasifikasi penilaian dibandingkan desa–desa lain di Kota Batu dan Smaks : Nilai skor tertinggi perlu perbaikan dan peningkatan kualitas Smin : Nilai skor terendah jalan menjadi jalan aspal. Jarak tempuh dari K : Banyaknya klasifikasi penilaian pusat Kota Batu antara 5–8 km dengan waktu d) Selang klasifikasi dibuat ranking dan dibagi tempuh kurang dari 1 jam. Tidak mempunyai menjadi lima kelas klasifikasi yaitu sangat sarana prasarana pendukung akomodasi baik, baik, sedang, buruk dan sangat buruk, 2. Desa Punten sedangkan untuk mempermudah analisis - Potensi wisata: kampung wisata kungkuk spasial dibuat klasifikasi 1–5. Hasil dari Kampung wisata Kungkuk memiliki potensi klasifikasi ini menjadi dasar dalam pembuatan alam dan lingkungan yang eksotis sebuah pembuatan peta digital masing – masing desa dusun di kawasan perbukitan mempunyai wisata untuk pembuataan peta digital untuk luas sekitar 14 ha, pasar bunga hias, Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE. menikmati keindahan panorama alam, wisata c. Analisis Spasial petualangan tracking/mendaki, wisata jelajah Analisis spasial dilakukan dengan alam (hash) dengan suasana pedesaan yang mengoverlay (tumpang susun) semua hasil masih asri; penilaian atau analisis, dengan menggunakan - Potensi keunikan kesenian tradisional Kuda model builder. Hasil dari tumpang susun ketiga Lumping, Jaran Dor, Sanduk, Terbang Jidor, penilaian tersebut adalah lokasi desa wisata yang Pencak Silat dan Reog–Senterewe, upacara optimal untuk pengembangan ekowisata menjadi adat yang masih dipertahankan oleh desa ekowisata yang selanjutnya akan dilakukan masyarakat Desa Punten adalah gerebeg desa analisis SWOT untuk menentukan arahan strategi (selametan desa); prioritas pengembangan desa ekowisata. - Aksesibilitas mudah dapat ditempuh langsung dari pusat Kota Batu dalam waktu kurang dari d. Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan satu jam dengan jarak sekitar 5–7 km. Kondisi Desa Ekowisata di Kota Batu jalan lingkungan jalan baik.

[71] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al)

- Fasilitas akomodasi dan sarana prasarana - Potensi wisata minat khusus, diantaranya pariwisata yang paling lengkap di Kota Batu. adalah wisata petualangan motor trail dan Terdapat hotel dan penginapan atau losmen jeep adventure sebanyak 13 buah. Belum lagi sarana rumah - Potensi keunikan kesenian tradisional yang makan atau restoran atau warung ada di desa ini antara lain adalah Kuda 3. Desa Tulungrejo Lumping, Bantengan, Pencak Silat, Sanduk - Potensi wisata di Desa Tulungrejo adalah dan Reog, upacara adat yang masih wisata agro petik apel di lahan milik dipertahankan oleh masyarakat Desa masyarakat/kelompok tani dan agro Sumberbrantas adalah selametan desa peternakan, Potensi wisata wisata minat - Obyek daya tarik wisata Arboretum khusus seperti wisata petualangan motor Sumberbrantas : trail, jeep adventure dan offroad, potensi - kawasan konservasi yang difungsikan wisata religi, punden (makam yang sebagai koleksi pohon maupun berbagai dikeramatkan) jenis tanaman, dikelola oleh Perum Jasa - Potensi keunikan kesenian tradisional antara Tirta I Malang lain Reog, Campursari, Kuda Lumping, Jaran - Kegiatan wisata edukasi atau penelitian Dor, Sanduk, Terbang Jidor, Pencak Silat dan juga dapat dilakukan di kawasan ini. Selain Karawitan, upacara adat selametan desa; itu dapat juga dilakukan kegiatan camping yang diadakan setahun sekali pada hari Senin atau berkemah - Potensi keunikan bangunan bersejarah yang - Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di Hotel Wisma Bima Sakti di kawasan Taman kawasan Arboretum adalah menikmati Rekreasi Selecta dan Kantor Desa Tulungrejo keindahan alam yang ada sekaligus - Obyek daya tarik wisata wana wisata Coban melihat koleksi flora yang ada di kawasan Talun kegiatan yang dapat dilakukan : ini. Selain itu diharapkan wisatawan yang - melakukan perjalanan ke kawasan hutan datang dapat memahami pentingnya mata alam, menikmati air terjun, melihat flora air yang dilindungi di kawasan ini. atau tumbuhan yang ada termasuk - Obyek wisata Taman Hutan Raya R. Soeryo : budidaya pertanian masyarakat lokal, - taman hutan raya untuk Penelitian dan melakukan jelajah alam atau tracking dan pengembangan dan kegiatan wisata yang berkemah di lapangan perkemahan. dapat dilakukan menikmati keindahan dan - Obyek daya tarik wisata Taman Rekreasi pemandangan alam, melihat flora dan Selecta : fauna yang ada, atau melakukan jelajah - Wisatawan dapat menikmati keindahan alam (tracking) sambil menikmati alam di sekitar Selecta dan juga taman keindahan alam, Selain itu dapat juga bunga yang tertata indah, melakukan melakukan kegiatan berkemah (camping) jelajah alam (tracking) ke tempat–tempat untuk menikmati alam yang ada, di sekitar Selecta sambil melihat berenang di kolam pemandian yang airnya masyarakat atau petani di kebun apel atau panas alami. ladang pertanian sayur - Kegiatan wisata lainnya melakukan - Model pengelolaan tidak berbentuk penelitian baik penelitian tentang koperasi, namun pengelolaan bisnis PT. kawasan TAHURA R. Soeryo maupun Selecta menyerupai koperasi, dimana penelitian tentang flora–fauna yang ada kebersamaan dan kekeluargaan menjadi didalamnya ciri yang sangat menonjol. - Jarak Desa Sumberbrantas sekitar 20 km dari - Aksesibilitas menuju ke Desa Tulungrejo pusat Kota Batu dengan waktu tempuh lebih sangat mudah dapat ditempuh langsung dari dari pusat Kota Batu sekitar satu jam. Kondisi pusat Kota Batu dalam waktu kurang dari satu jalan sangat baik karena merupakan jalan jam dengan jarak sekitar kurang lebih 10-12 utama dari pusat Kota Batu menuju desa – km, Kondisi jalan sangat baik dan merupakan desa di Kecamatan Bumiaji. Jalan–jalan ruas jalan, Tersedia sarana prasarana wisata lingkungan desa untuk menuju dusun–dusun dan akomodasi seperti hotel dan penginapan di Desa Sumberbrantas kondisinya cukup atau losmen sebanyak 5 buah ditambah baik; sarana rumah makan atau restoran atau - Tidak mempunyai sarana prasarana warung pendukung dan akomodasi - 5. Desa Bumiaji 4. Desa Sumberbrantas - potensi wisata dari potensi pertanian yang ada di desa ini, wisata agro yaitu petik apel,

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [72] Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al)

petik jeruk dan petik jambu merah, kegiatan jalan sangat baik demikian juga dengan jalan– wisata lain jelajah alam atau hiking, potensi jalan lingkungan desa untuk menuju dusun– wisata religi yaitu ziarah atau mengunjungi dusun. Kondisi jalan berupa jalan aspal makam–makam yang dikeramatkan (punden) dengan lebar antara 2–3 meter. - potensi keunikan kesenian tradisional antara - Tidak mempunyai sarana prasarana lain adalah Terbang Jidor, Campursari, Kuda pendukung dan akomodasi Lumping dan wayang kulit, upacara adat 2. Analisis Penilaian Potensi ODTW Selametan desa Berdasarkan hasil penilaian potensi dan objek - merupakan sentra industri rumah tangga daya tarik wisata tersebut di atas diperoleh dua pengolahan hasil produk pertanian seperti : desa wisata di Kecamatan Bumiaji termasuk keripik kentang; industi jenang/dodol apel; klasifikasi SANGAT BAIK yaitu Desa Tulungrejo keripik dari buah–buahan seperti nangka, dan Desa Sumberbrantas, tiga desa wisata apel, nanas; industri rumah tangga minuman termasuk dalam klasifikasi BAIK yaitu Desa sari apel Punten, Desa Bumiaji dan Desa Bulukerto. Aksesibilitas menuju ke Desa Bumiaji dapat Sedangkan satu desa yang masuk klasifikasi ditempuh langsung dari pusat Kota Batu SEDANG adalah Desa Gunungsar (Tabel 1). dalam waktu kurang dari satu jam dengan Desa Tulungrejo dan Desa Sumberbrantas jarak sekitar 5-6 km. Kondisi jalan sangat baik. masuk dalam klasifikasi Sangat Baik, dimana Desa Kondisi jalan berupa jalan aspal dengan lebar Tulungrejo menunjukkan nilai yang paling baik antara 2–3 meter dari seluruh aspek namun demikian tetap - Tidak terdapat hotel, wisma atau tempat diperlukan upaya–upaya pengembangan potensi penginapan namun dikengembangkan home wisata yang berbasiskan kondisi alam seperti stay atau rumah–rumah penduduk yang membangun shelter atau tempat istirahat bagi dapat ditinggali oleh wisatawan untuk wisatawan sambil menikmati pemandangan, sementara waktu membangun rest area, dan penyediaan 6. Desa Bulukerto kendaraan feeder untuk agar wisatawan yang - Potensi Wisata agro petik apel di Dusun menggunakan bus dapat tetap menuju lokasi– Gintung, Cangar dan Keliran, potensi yang lokasi lahan pertanian apel yang ada di dusun– belum dikembangkan produk wisata yaitu dusun di wilayah Desa Tulungrejo. Selain itu dari potensi pertanian hortikultura sayur, upaya promosi juga harus dilakukan dengan baik, jeruk dan pertanian tanaman hias terutama promosi tentang desa ekowisata, hasil - Kegiatan wisata yang dapat dilakukan jelajah sumberdaya pertanian dan upaya–upaya alam atau hiking di Dusun Kliran dengan jalur pelestarian lingkungan di Desa Tulungrejo. melewati hamparan tanaman; Berdasarkan Tabel 2. Diketahui bahwa hasil - Potensi wisata ziarah atau mengunjungi penilaian potensi dua desa wisata di Kecamatan makam–makam yang dikeramatkan (punden). Bumiaji termasuk klasifikasi SANGAT BAIK yaitu - Potensi keunikan kesenian tradisional dan Desa Tulungrejo dan Desa Sumberbrantas; tiga upacara adat antara lain adalah Pencak Silat, desa wisata termasuk dalam klasifikasi BAIK yaitu Terbang Jidor, Kuda Lumping, Karawitan, Desa Punten, Desa Bumiaji dan Desa Bulukerto. Campursari, Reog dan Sanduk dan selametan Sedangkan satu desa yang masuk klasifikasi desa; SEDANG adalah Desa Gunungsari. - Jarak dari pusat Kota Batu kurang dari satu jam dengan jarak sekitar 5–7 km. Kondisi

Tabel 1. Rekapitulasi Penilaian Potensi wisata dan obyek daya tarik wisata Desa Desa Desa Desa Desa Desa No Aspek Penilaian Gunung Tulung Sumber Bulu Punten Bumiaji sari rejo brantas kerto 1. Aspek Daya tarik dan atraksi 750 840 1020 990 840 810 2. Aspek Potensi Pasar 925 925 925 925 925 925 3. Aspek Aksesibilitas 425 500 575 525 550 550 4. Aspek Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi 675 800 850 850 700 700 5. Aspek Akomodasi 60 180 180 60 105 60 6. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang 75 180 180 180 180 180 7. Aspek Ketersediaan Air Bersih 720 840 840 840 840 840 8. Aspek Keamanan 150 150 150 150 150 150 9. Aspek Pangsa Pasar 195 225 225 225 225 225 Nilai Total 3975 4640 4945 4775 4545 4440

[73] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al)

Tabel 2. Klasifikasi Penilaian Potensi wisata dan obyek dua desa wisata di Kecamatan Bumiaji yang daya tarik wisata termasuk klasifikasi BAIK yaitu Desa Tulungrejo Interval Nilai Klasifikasi dan Desa Bumiaji dan Empat desa wisata 1920 – 2608 Sangat Buruk 2609 – 3297 Buruk termasuk dalam klasifikasi SEDANG yaitu Desa 3298 – 3986 Sedang Gunungsari Desa Punten, Desa Sumberbrantas 3987 – 4675 Baik dan Desa Bulukerto. 4676 – 5364 Sangat Baik Dalam hal ini kesiapan pengembangan CBE berdasarkan Penilaian kesiapan pengembangan Tabel 3. Penilaian Potensi wisata dan Daya tarik wisata CBE rancangan standarisasi Community Based berdasarkan sebaran spasial Ecotourism (CBE) yang dikembangkan WTO dan No Desa Skoring Klasifikasi Kelas INDECON, di kedua desa tersebut lebih baik 1 Gunungsari 3975 Sedang 3 2 Punten 4640 Baik 4 dibandingkan dengan desa – desa wisata lain di 3 Tulungrejo 4945 Sangat baik 5 Kecamatan Bumiaji. Namun hal ini tidak berarti 4 Sumber brantas 4775 Sangat baik 5 bahwa desa dengan kategori sedang, tidak 5 Bumiaji 4545 Baik 4 memiliki kesiapan pengembangan yang baik, 6 Bulukerto 4440 Baik 4 namun aspek - aspek kesiapan pengembangan

yang ada harus lebih dikembangkan lagi. Namun 3. Analisis Kesiapan Terhadap Pengembangan untuk desa dengan klasifikasi sedang Community Based Ecotourism (CBE) pengembangan yang dilakukan harus lebih Community Based Ecotourism (CBE) daripada desa dengan klasifikasi baik. Selain itu merupakan konsep pengembangan ekowisata dalam penelitian ini bertujuan untuk dengan melibatkan dan menempatkan menentukan desa yang paling optimal untuk masyarakat lokal yang mempunyai peran penting pengembangan desa ekowisata di Kecamatan dalam pengelolaan dan pengembangannya Bumiaji, termasuk dari segi kesiapan sehingga memberikan kontribusi terhadap pengembangan yang dimiliki masing – masing masyarakat berupa peningkatan kesejahteraan desa wisata di Kecamatan Bumiaji. masyarakat lokal dan keberlanjutan kebudayaan Penilaian selanjutnya dilakukan dengan lokal. Penilaian kesiapan pengembangan CBE ini analisis spasial menggunakan model builder. terbagi dalam empat aspek penilaian yaitu Aspek Setelah hasil penilaian diklasifikasikan dari sosial ekonomi, Aspek sosial budaya, Aspek klasifikasi sangat baik sampai klasifikasi paling lingkungan dan Aspek pengelolaan dengan rendah yaitu sangat buruk, selanjutnya dibuat menggunakan persamaan (3) dan hasilnya kelas yang menggambarkan Penilaian Kesiapan sebagaimana pada lampiran 4. Pengembangan CBE (tabel 5.19). Peta desa Dari hasil Penilaian Kesiapan wisata di Kecamatan Bumiaji berdasarkan : Pengembangan CBE di masing – masing desa wisata dilakukan rekapitulasi untuk mengetahui Interval Nilai Klasifikasi Kelas klasifikasi masing – masing desa wisata di 1020 – 1223 Sangat Buruk 1 Kecamatan Batu menggunakan persamaan (4) 1224 – 1427 Buruk 2 dengan hasil sebagaimana tabel 3. 1428 – 1631 Sedang 3 Klasifikasi Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE 1632 – 1835 Baik 4 1836 – 2040 Sangat Baik 5 adalah sebagai berikut : Tabel 5. Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Interval Nilai Klasifikasi berdasarkan sebaran spasial 1020 – 1223 Sangat Buruk No Desa Skoring Klasifikasi Kelas 1224 – 1427 Buruk 1 Gunungsari 1530 Sedang 3 1428 – 1631 Sedang 2 Punten 1620 Sedang 3 1632 – 1835 Baik 3 Tulungrejo 1770 Baik 4 1836 – 2040 Sangat Baik 4 Sumberbrantas 1560 Sedang 3 5 Bumiaji 1770 Baik 4 Berdasarkan hasil Penilaian Kesiapan 6 Bulukerto 1560 Sedang 3 Pengembangan CBE tersebut di atas diperoleh

Tabel 4. Rekapitulasi Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE Desa Gunung Desa Desa Tulung Desa Sumber Desa Desa Bulu No Aspek Penilaian sari Punten rejo brantas Bumiaji kerto 1. Aspek Sosial Ekonomi 600 660 720 600 720 540 2. Aspek Sosial Budaya 240 240 240 240 240 240 3. Aspek Lingkungan 270 300 300 300 300 300 4. Aspek Pengelolaan 420 480 510 420 510 480 Nilai Total 1530 1620 1770 1560 1770 1560

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [74] Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al)

4. Analisis Desa Wisata Paling Optimal untuk eksternal (peluang–ancaman) dengan Pengembangan Community Based perhitungan sebagai berikut : Ecotourism (CBE) atau Desa Ekowisata Nilai IFAS : kekuatan – kelemahan = Dari hasil overlay secara keseluruhan pada 2,374- 0,789 = 1,584 gambar dibawah ini, menunjukkan bahwa Desa Nilai EFAS : peluang – ancaman = Tulungrejo merupakan desa yang paling optimal 1,603 - 1,336 = 0,268 untuk pengembangan ekowisata dan menjadi Skor total dari faktor internal (3,163) lebih besar desa ekowisata. dari faktor eksternal (2,939), menunjukkan bahwa faktor internal lebih berpengaruh terhadap pengembangan desa ekowisata di Desa Tulungrejo dibandingkan dengan faktor eksternalnya sehingga dalam pelaksanaan pengembangan desa ekowisata di Desa Tulungrejo harus mengoptimalkan faktor internal untuk mengurangi faktor eksternalnya. Apabila digambarkan dalam kuadran SWOT maka strategi pengembangan desa ekowisata di Desa Tulungrejo berada pada kuadran I. Opportunity (O)

Kuadran I

1,584 ; 0,268

Weakness Strenght (S) (W)

Gambar 1. Gambar Desa Tulungrejo Threath (T)

5. Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Gambar 2. Kuadran SWOT Desa Tulungrejo sebagai Desa Ekowisata a. Analisa Matrik SWOT. Posisi tersebut menandakan bahwa Analisa SWOT digunakan untuk menentukan pengembangan desa ekowisata di Desa strategi optimalisasi Kekuatan dan Peluang serta Tulungrejo memiliki kekuatan dan peluang untuk untuk meminimalisir Kelemahan dan Ancaman. pengembangan yang lebih baik. Rekomendasi Masing-masing strategi dibuat berdasarkan strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya indikator-indikator yang ada. Kelemahan pengembangan desa ekowisata di Desa maupun Ancaman tidak hanya bertindak sebagai Tulungrejo dalam kondisi prima dan mantap faktor penghambat, namun juga sebagai faktor sehingga sangat dimungkinkan untuk terus pendukung. Dengan adanya Kelemahan dan melakukan ekspansi dan meraih kemajuan secara Ancaman tersebut, maka pemanfaatan Kekuatan maksimal. dan Peluang dapat dioptimalkan. Untuk masing- Dari hasil penjumlahan bobot faktor – masing strategi dapat dilihat pada Tabel 3 faktor internal dan eksternal sebagaimana b. Analisis Matrik Grand Strategi tersebut pada gambar 5.27 di atas diperoleh Dari hasil analisis IFAS – EFAS tersebut di atas alternatif strategi pengembangan desa ekowisata dapat diketahui bahwa arahan strategi di Desa Tulungrejo adalah menggunakan pengembangan desa ekowisata di Desa kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada Tulungrejo adalah dengan menggunakan (strategi agresif), sehingga dalam hal ini arahan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan strategi untuk pengembangan desa ekowisata di peluang yang ada. Hal ini diketahui berdasarkan Desa Tulungrejo dapat dijabarkan sebagai berikut nilai dari parameter analisis faktor strategi : internal dan analisis faktor strategi eksternal a. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan dengan menggunakan selisih dari skor (bobot x pengelolaan pengembangan desa ekowisata, rating) faktor internal (kekuatan – kelemahan); Strategi ini dipilih untuk memanfaatkan peluang dan selisih dari skor (bobot x rating) faktor dengan mengoptimalkan kekuatan yang ada.

[75] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al)

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan b. Pengembangan pengelolaan potensi wisata ekowisata sangat penting sekali. Hal ini sesuai dan ODTW di seluruh Kota Batu termasuk desa dengan Ardika (2009) yang menyebutkan prinsip ekowisata,Strategi ini didasarkan pada keterlibatan masyarakat desa sebagai pelaku memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan kegiatan wisata, menjadi pemilik langsung atau mengoptimalkan peluang yang ada. Strategi ini tidak langsung, kepemilikan tanah tidak diambil karena pengembangan desa ekowisata di dialihkan, prinsip kemitraan untuk mem- Desa Tulungrejo memiliki kekuatan aksesibilitas berdayakan masyarakat dan kemanfaatan terutama kondisi jalan dan transportasi yang sebesar–besarnya untuk masyarakat dan relatif mudah, adanya faktor penarik berupa pelestarian budaya, tradisi dan lingkungan . Jain kesenian tradisional dan peninggalan sejarah dan (2000) diacu dalam Qomariah (2009) ketersediaan produk kerajinan masyarakat/ menyatakan bentuk partisipasi masyarakat Industri Kecil Rumah Tangga serta potensi – dalam ekoswisata berbasis masyarakat antara potensi wisata di Desa Tulungrejo masih banyak lain , yaitu : yang alami. Dilain pihak terbukanya peluang - Partisipasi dalam perencanaan; bahwa lokasi desa ini tidak terlalu jauh dapat - Partisipasi dalam pembuatan keputusan dan ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam dari manajemen; pusat Kota Batu sebagai kota sentra wisata di - Partisipasi dalam pelaksanaan dan perjalanan Provinsi Jawa Timur. prosesnya; Dengan adanya kekuatan dan peluang - Partisipasi dalam pembagian keuntungan sedemikian dapat diambil strategi untuk ekonomi; melakukan pengembangan pengelolaan potensi Dalam pengembangan wisata saat ini di Desa wisata dan ODTW di seluruh Kota Batu termasuk Tulungrejo masyarakat masih belum banyak desa ekowisata Tulungrejo dimana seluruh dilibatkan dalam tahapan perencanaan hingga potensi wisata yang ada di Kota Batu harus pengelolaannya. Oleh karena itu dengan konsep dikelola secara terencana dan menyeluruh atau ekowisata masyarakat harus mempunyai peran dapat dikembangkan dikemas menjadi paket – penting mulai dari perencanaan hingga paket wisata. Pengelolaan wisata secara pengelolaan pengembangan Desa Tulungrejo menyeluruh di Kota Batu akan meningkatkan menjadi desa ekowisata. Meskipun sudah keinginan wisatawan yang datang ke Kota Batu terdapat bentuk pengelolaan yang baik pada untuk tinggal lebih lama dan dapat menikmati Taman Rekreasi Selecta dengan PT. Selecta seluruh potensi dan ODTW baik ODTW buatan dimana dalam pengelolaannya mengedepankan atau artifisial. Wisatawan yang datang ke Kota sistem kekeluargaan dan kepentingan Batu akan dapat mempunyai banyak alternatif masyarakat Desa Tulungrejo, namum sistem pilihan untuk dikunjungi. Dengan bertambahnya tersebut belum diterapkan oleh pengelola obyek lama tinggalnya wisatawan akan memberikan wisata lainnya maupun pengelolaan potensi multiplier efek terhadap perekonomian wisata oleh pemerintah daerah. masyarakat di Kota Batu. Oleh karena itu pengelolaan ekowisata di c. Sosialisasi dan Promosi program Desa Desa Tulungrejo baik pada obyek wisata Wana Ekowisata, Strategi ini didasarkan pada Wisata Coban Talun dan potensi wisata agro yang memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dengan harus melibatkan masyarakat mulai dari mengoptimalkan peluang yang ada. Strategi ini perencanaan pengelolaan. Hal tersebut diambil karena pengembangan desa ekowisata di merupakan salah satu karakteristik Desa Tulungrejo memiliki kekuatan keterbukaan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat masyarakat desa ini dalam menerima wisatawan, yaitu adanya tanggungjawab masyarakat mudahnya aksesibilitas menuju desa ini, adanya terhadap potensi dan objek wisata sehingga potensi wisata alami dan industri kecil milik dalam pengelolaan desa ekowisata di Desa masyarakat. Dilain pihak terbukanya peluang Tulungrejo, masyarakat harus dilibatkan dalam yang ada bahwa lokasi desa ini tidak terlalu jauh proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. dapat ditempuh dalam waktu kurang dari satu Dengan keterlibatan masyarakat dalam proses jam dari pusat Kota Batu sebagai kota sentra perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi akan wisata di Provinsi Jawa Timur dan juga mendorong rasa memiliki terhadap potensi dan terbukanya peluang memanfaatkan peran media objek wisata yang akan menjamin cetak dan dan televisi lokal maupun nasional. kelestarian/keberlanjutan potensi dan objek Dengan adanya kekuatan dan peluang tersebut. sedemikian dapat diambil strategi untuk

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [76] Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al)

melakukan sosialisasi meningkatkan kapasitas ini bahwa pemerintah Kota Batu seharusnya dan kemampuan masyarakat untuk sudah merubah pola pengembangan sektor mengembangkan potensi wisata yang dimiliki wisata dengan membatasi pembangunan obyek dan mengelola bentuk ekowisata di Desa wisata artifisial atau buatan yang seringkali Tulungrejo, sekaligus meningkatkan promosi menimbulkan dampak lingkungan dan dampak hingga ke media nasional tentang sosial. Oleh karena itu salah satu kebijakan yang pengembangan desa ekowisata di desa ini. harus disusun oleh pemerintah daerah adalah Diharapkan dengan sosialisasi ke pembatasan pembangunan obyek wisata masyarakat tentang pengelolaan desa ekowisata artifisial / buatan dan lebih mengedepankan akan dapat meningkatkan pemahaman dan pembangunan desa – desa ekowisata terutama ditambah dengan strategi pada poin pertama di Kecamatan Bumiaji. Selain itu tidak hanya peningkatan sumberdaya manusia masyarakat obyek wisata yang diatur dalam kebijakan desa dalam pengembangan dengan pelatihan pemerintah daerah, namun juga sarana prasana maka masyarakat Desa Tulungrejo benar – benar pendukung dan akomodasi yang harus lebih siap menjadi tuan rumah yang baik bagi mengedepankan partisipasi masyarakat lokal wisatawan yang datang. Sedangkan dengan seperti memperbanyak home stay, meningkatkan promosi tentang desa ekowisata pengembangan wisata living with people, maka diharapkan wisatawan yang datang pembangunan warung – warung tradisional semakin bertambah namun sekaligus wisatawan maupun meningkatkan kesenian tradisional yang dapat memahami tentang konsep desa ekowisata ada di desa – desa wisata Kota Batu khususnya di dimana sebagian keuntungan dari produk dan Kecamatan Bumiaji jasa wisata harus dikembalikan sebagai upaya konservasi dan peningkatan tingkat ekonomi KESIMPULAN masyarakat lokal. Kesimpulan d. Penyusunan kebijakan pemerintah yang 1. Seluruh desa – desa wisata di Kecamatan mendukung pengembangan desa ekowisata, Bumiaji memiliki potensi wisata berupa atraksi Strategi ini didasarkan pada memanfaatkan alam, sumberdaya pertanian dan budaya yang kekuatan yang dimiliki dengan mengoptimalkan ada di masyarakat. Potensi – potensi tersebut peluang yang ada dalam pengembangan Desa dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata; Tulungrejo sebagai desa ekowisata. Strategi ini Berdasarkan penilaian potensi wisata dan Objek dipilih karena dengan adanya kebijakan dan Daya Tarik Wisata (ODTW), Desa Tulungrejo pemerintah terutama pemerintah Kota Batu dan Desa Sumberbrantas di Kecamatan Bumiaji akan sangat berperan dalam mendorong termasuk klasifikasi Sangat Baik; sedangkan Desa pelaksanaan pengembangan Desa Tulungrejo Punten, Desa Bumiaji dan Desa Bulukerto dalam sebagai desa ekowisata. Kebijakan pemerintah klasifikasi Baik; dan Desa Gunungsari masuk ini akan tampak dalam peraturan perundangan/ klasifikasi Sedang. regulasi – regulasi yang disusun bersama 2. Dari analisis kesiapan masyarakat di desa – legislatif atau DPRD Kota Batu apakah regulasi desa wisata di Kecamatan Bumiaji – Kota Batu yang ada mendukung pengembangan desa terhadap pengembangan ekowisata berbasis ekowisata atau sebaliknya. Selain itu kebijakan masyarakat (CBE) atau desa ekowisata, diperoleh pemerintah daerah akan tampak dalam hasil bahwa Desa Tulungrejo dan Desa Bumiaji kebijakan anggaran yang tertuang dalam APBD termasuk dalam klasifikasi Baik. Sedangkan dimana diharapkan akan mengakomodasi keempat desa lainnya yaitu Desa Sumberbrantas, pengembangan infrastruktur desa ekowisata, Desa Punten, Desa Bulukerto dan Desa pembangunan sarana prasarana pendukung dan Gunungsari termasuk klasifikasi Sedang. pembentukan kelembagaan masyarakat desa 3. Dari analisis persepsi dan kesediaan ekowisata. masyarakat di desa – desa wisata di Kecamatan Selain itu kebijakan yang paling penting Bumiaji – Kota Batu terhadap pengembangan adalah pelaksanaan dari perda tentang RTRW ekowisata berbasis masyarakat (CBE) secara Kota Batu Tahun 2008 – 2028 dimana Kecamatan umum seluruh desa wisata di Kecamatan Bumiaji Bumiaji merupakan kawasan lindung sehingga menunjukkan persepsi yang positif dan sangat pengembangan pariwisata yang dilakukan atau mendukung terhadap pengembangan desa diperbolehkan adalah kebijak wisata yang ekowisata, terbukti bahwa lima desa yaitu berkelanjutan atau ekowisata. Apabila dikaitkan Tulungrejo, Sumberbrantas, Punten, Bumiaji dan dengan uraian tentang latar belakang penelitian Gunungsari seluruh responden menyatakan

[77] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 Analisis Potensi Dan Arahan Strategi Kebijakan Pengembangan Desa Ekowisata (Attar, et al)

setuju atau sangat setuju sehingga nilai persepsi maupun meningkatkan kesenian tradisional yang masyarakat mencapai 100%, kecuali di Desa ada di desa – desa wisata Kota Batu khususnya di Bulukerto terdapat reponden yang tidak Kecamatan Bumiaji. memberikan jawaban; 4. Pemerintah daerah harus mampu mengajak 4. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa Desa dan lebih memberikan peluang kepada pihak Tulungrejo merupakan desa yang paling optimal swasta penyelenggara jasa wisata untuk untuk pengembangan desa ekowisata di berinvestasi dalam industri wisata berkelanjutan Kecamatan Bumiaji dimana diharapkan akan di Kota Batu yang berwawasan lingkungan menjadi alternatif tujuan wisata di Kota Batu (sustainable tourism) untuk mencapai visi Kota yang ramah lingkungan, mengedepankan Batu sebagai sentra wisata namun tetap menjaga konservasi sumberdaya alam, mempertahankan kelestarian lingkungan di Kota Batu. nilai – nilai budaya dan mampu meningkatkan 5. Penelitian selanjutnya akan dapat perekonomian masyarakat lokal; menindaklanjuti penelitian ini dengan melakukan 5. Arahan strategi kebijakan pengembangan analisis desa – desa potensial untuk desa ekowisata di Desa Tulungrejo antara lain : pengembangan desa ekowisata di kecamatan Pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan lainnya di Kota Batu. Selain itu juga perlu pengelolaan pengembangan desa ekowisata; dilakukan penelitian yang mampu Pengembangan pengelolaan potensi wisata dan membandingkan antara nilai manfaat ODTW di seluruh Kota Batu termasuk desa pengembangan ekowisata dengan keuntungan ekowisata; Sosialisasi dan Promosi program Desa pengembangan wisata artifisial/buatan di Kota Ekowisata; Penyusunan kebijakan pemerintah Batu agar dapat lebih memberikan gambaran yang mendukung pengembangan desa ekowisata. tentang pentingnya pengembangan ekowisata Saran untuk mencapai visi Kota Batu sebagai sentra 1. Kebijakan pembangunan pariwisata di Kota wisata namun tetap menjaga kelestarian Batu sudah saatnya beralih kepada lingkungan di Kota Batu. pengembangan potensi wisata yang berbasiskan sumberdaya alam dan kekayaan sumberdaya DAFTAR PUSTAKA pertanian dan peternakan maupun sosial budaya [1]. Anonim. 2007. Modul Pelatihan ArcGIS yang tetap mempertahankan kondisi dan kualitas Tingkat Dasar. GIS Konsorsium Aceh Nias. lingkungan. Hal tersebut menjadi penting karena GTZ. Banda Aceh; perkembangan Kota Batu sebagai bagian hulu [2]. Anonim. Pengantar SIG Tingkat Dasar; DAS Brantas akan memberikan pengaruh kepada [3]. Hakim, Luchman. Dasar – dasar Ekowisata. kondisi DAS Brantas secara keseluruhan; 2004. Bayumedia Publishing. Malang; 2. Pemerintah daerah bersama seluruh [4]. Kantor Lingkungan Hidup Kota Batu. 2011. stakehloders pariwisata berupaya merealisasikan Buku Laporan Status Lingkungan Hidup pengembangan desa ekowisata di Kota Batu Daerah (SLHD) Kota Batu Tahun 2011. terutama di Kecamatan Bumiaji untuk Pemerintah Kota Batu Kantor Lingkungan memunculkan alternatif tujuan wisata di Kota Hidup. Kota Batu. Batu namun ramah lingkungan dan [5]. Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik mengedepankan prinsip berkelanjutan sehingga Membedah Kasus Bisnis. Penerbit PT. dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. penciptaan lapangan kerja, peningkatan [6]. World Tourism Organization. 2002. The kesejahteraan masyarakat dan pelestarian World Ecotourism Summit – Final Report. sumberdaya alam lingkungan; World Tourism Organization and The United 3. Pemerintah daerah harus menyusun aturan Nations Environment Programme. Spain; dan regulasi tentang pembatasan pembangunan [7]. World Tourism Organization (WTO). 2004. obyek wisata artifisial/buatan dan lebih Indicators of Sustainable Development for mengedepankan pembangunan desa – desa Tourism Destination. A Guide Book; ekowisata terutama di Kecamatan Bumiaji. Selain itu juga diatur tentang kebijakan pengembangan sarana prasana pendukung wisata dan akomodasi yang lebih mengedepankan partisipasi masyarakat lokal seperti memperbanyak home stay, pengembangan wisata living with people, pembangunan warung – warung tradisional

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [78]

Journal of Indonesian Tourism and p-ISSN: 2355-3979 Development Studies e-ISSN: 2338-1647

STRATEGI PENGEMBANGAN WISTA MANGROVE DI “BLOK BEDUL” TAMAN

NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI JAWA TIMUR

Saifullah1, Nuddin Harahap2†

1Mahasiswa Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya, Malang 2Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya, Malang

Abstrak Ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang strategi pengembangan ekowisata kawasan mangrove untuk mendukung pelestarian lingkungan pesisir yang berkelanjutan. Hasil penelitian menujukan Potensi mangrove yang terdapat di kawasan ini 4 species dari 2 famili yaitu : Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba dan Cariop tagal, selain itu dari hasil studi literatur diketahui bahwa terdapat 24 species dari 12 famili di sepanjang kawasan segara anakan Taman Nasional Alas Purwo. Untuk inventarisasi satwa, dari hasil studi literatur dan pengamatan dilapang terdapat jenis burung air, burung darat, burung pemangsa, mamalia, reptile, pisces dan crustacea. Untuk potensi budaya terdapat upacara petik laut dan sumber air randu telu yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. Dari hasil analisa kuisioner 47% dari jumlah pengunjung mengetahui tentang ekosistem mangrove, 47% dari responden yang memahami tentang fungsi ekosistem mangrove. Dari pengenalan tentang ekowisata mempunyai nilai-nilai konservasi atau perlindungan, 85% responden memahami hal tersebut. Untuk pemberdayaan masyarakat, 67% memahami ekowisata harus disertai dengan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, 50% responden menyetujui bahwa ekowisata harus memberikan nilai ekonomi kepada masyarakat. Untuk persepsi bahwa ekowisata harus dapat memberikan nilai pendidikan kepada pengunjung, 73% responden mengetahuinya. Dari hasil perhitungan menggunakan konsep surplus konsumen didapat total valuasi ekonomi kawasan ekowisata mangrove blok bedul adalah Rp. 88.606.183,00-. Nilai ini untuk per 1000 orang dalam kunjungan pertahun. Arahan strategi kebijakan pengembangan antara lain: (a) Kelembagaan pengelola ekowisata harus dapat meningkatkan pelayanannya, (b) Pengembangan usaha berbasis ekowisata dengan melakukan kerjasama dibidang pemasaran dengan pengelola wisata lain. (c) Pengembangan wisata mangrove dengan mencari potensi wisata lain, (d) Dibuat perencanaan kerja lima tahun untuk pengembangan ekowisata berkelanjutan, (e) Menggunakan penelitian yang ada untuk kajian sehingga memiliki potensi wisata lainnya.

Kata Kunci : ekowisata, mangrove, valuasi skonomi (TEV), SWOT

Abstract Ecotourism is a concept of sustainable tourism development become to support the efforts of environmental preservation and increase community participation in the management. Therefore we need research on mangrove ecotourism development strategy to support the ongoing preservation of the coastal environment. The potential of mangrove in the region are 4 species of 2 families, namely: Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba and Cariop tagal, than that of the study of literature is known that there are 24 species of 12 families in the immediate area of saplings along the . For an inventory of , from the literature studies and observations contained dilapang water birds, land birds, birds of prey, mammals, reptiles, pisce, and crustaceans. There is the potential for cultural ceremonies and picking sea water “randu telu” are believed to cure illness. Result of analysis questionnaire about the introduction of mangrove is 47% of total visitors learn about the mangrove ecosystem. And to knowledge and function of mangroves just 47% of respondents who understood about the function of mangrove ecosystems. while the rest did not know or were undecided. This is due to the lack of value of education and the provision of information about mangrove still less so. From the introduction of ecotourism have conservation values or protection, 85% of respondents understood this. For community development, the results of the questionnaire respondents, 67% understand that ecotourism should be accompanied by empowerment and community participation. And 50% of respondents agreed that ecotourism should provide economic value to the people around the area. And to the perception that ecotourism should be able to provide educational value to visitors, 73% of respondents know. The result of the calculation using the concept of consumer surplus. Found that the total value of economic valuation of mangrove ecotourism Bedul block is Rp. 88,606,183.00,-. This value for the visits per 1000 persons per year. Referral strategy development policy include: (a) Institutional ecotourism managers should be able to improve its services does not decrease the number of visitors so that the maximum earned income. (b) Development of ecotourism-based business

† Corresponding Address: Email : [email protected] Address : Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan, Universitas Brawijaya, Jl. M.T. Haryono 169 Malang

[79] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Strategi Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” TNAP, Jawa Timur (Saifullah, et al) through cooperation in the field of marketing with tourism operator, (c) Development of mangrove tour with the potential for another tour, (d) Created a five-year work plan for sustainable development of eco-tourism, (e) Using the existing research that has the potential to study other tourist.

Key Word : Ecotourism, Mangrove, Total economic value (TEV), SWOT

PENDAHULUAN kemandirian sehingga pada akhimya akan Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat karena itu diperlukan penelitian tentang strategi meliputi bagian daratan, baik kering maupun pengembangan ekowisata kawasan mangrove terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat- untuk mendukung pelestarian lingkungan pesisir sifat laut yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas, yang berkelanjutan. sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencakup bagian terluar daerah paparan benua mengidentifikasi dan menganalisis Potensi wisata (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini yang terdapat di blok Bedul, menganalisa persepsi masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di masyarakat dan wisatawan terhadap ekowisata darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar kawasan mangrove di blok Bedul, menganalisa nilai (Bengen, 2004). kawasan ekosistem mangrove dalam upaya Mangrove adalah sebutan untuk komunitas pengembangan ekowisata kawasan mangrove di tumbuhan pantai yang memiliki adaptasi khusus. blok Bedul, dan menganalisa dan membuat strategi Secara ekologis, ekosistem mangrove dapat pengembangan ekowisata yang bisa diterapkan di berfungsi sebagai penahan ombak, angin dan kawasan mangrove di blok Bedul Taman Nasional intrusi air laut. Dan tempat perkembang biakan Alas Purwo. bagi berbagai jenis ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan lainnya. Hutan mangrove juga METODE merupakan tempat hidup beberapa satwa liar 1. Waktu Dan Lokasi Penelitian seperti monyet, ular, berang-berang, biawak, dan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan burung. Adapun arti penting hutan mangrove dari September s/d Oktober 2012. Lokasi penelitian di aspek sosial ekonomi dapat dibuktikan dengan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP). Taman kegiatan masyarakat memanfaatkan hutan Nasional Alas Purwo (TNAP) adalah taman nasional mangrove untuk mencari kayu dan juga tempat yang terletak di Kecamatan Tegaldelimo dan wisata alam. Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Ekowisata yang didefenisikan sebagai suatu Jawa Timur, Indonesia. bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab 2. Potensi Ekowisata ke kawasan alami yang dilakukan dengan tujuan Dalam penelitian ini, data potensi wisata yang akan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan diambil meliputi: kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. a. potensi biologi (flora dan fauna) Sehingga ekowisata dapat dilihat sebagai suatu b. potensi fisik (aksesibilitas, bangunan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan infrastruktur beserta sarana dan prasarana yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pendukung) dan pelestarian lingkungan dan meningkatkan c. budaya masyarakat setempat partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. 3. Kegiatan Wisata Dengan melihat kompleksitas dari berbagai Kegiatan wisata yang sudah ada dan aktivitas pengertian ekowisata dan potensi yang dimiliki masyarakat lokal terkait penyelenggaraan wisata: oleh kawasan tersebut, pengelolaan ekowisata a. paket wisata yang ditawarkan kawasan mangrove harus dapat menciptakan b. pengunjung (data sekunder jumlah berbagai peluang yang dapat meningkatkan pengunjung, usia, asal, jumlah orang dalam pendapatan baik secara langsung maupun tidak satu rombongan, motivasi, uang yang sanggup langsung. Penggalian potensi dan nilai kawasan dikeluarkan untuk melakukan wisata ekosistem mangrove merupakan prioritas utama, mangrove) dengan tujuan untuk dapat mengetahui seberapa c. aktivitas masyarakat lokal terkait dengan besar potensi dan nilai tersebut dapat wisata (pemanfaatan masyarakat lokal dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan terhadap kawasan terkait penyelenggaraan daerah yang berdasar prinsip-prinsip keadilan dan wisata)

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [80]

Strategi Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” TNAP, Jawa Timur (Saifullah, et al)

4. Informasi Dan Data No Uraian Satuan Informasi dan data terkait proses pengembangan 1 Curah hujan 2000-3000 Mm/th ekowisata mangrove di TNAP: 2 Jumlah bulan hujan 12 bulan a. fungsi dan tujuan TNAP 3 Kelembaban -% o b. stakeholder (siapa saja yang terlibat dalam 4 Suhu rata-rata harian 32 C Tinggi tempat dari pengembangan ekowisata, peran, kepentingan 5 0-32 dl permukaan laut serta tugas stakeholder) c. kebijakan 3. Jumlah penduduk Desa Sumberasri Kecamatan 5. Teknik Pengumpulan Data Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2011 Penelitian ini menggunakan metode No Uraian 2010 2011 2012 deskriptif kualitatif. Tahap ini meliputi 3318 3353 3618 1 Jumlah laki-laki pengumpulan data sekunder dan pengumpulan orang orang orang 3304 3373 3193 data primer seperti penyiapan alat-alat dan bahan 2 Jumlah perempuan yang akan digunakan selama kegiatan penelitian, orang orang orang No Uraian 2010 2011 2012 dan orientasi lapangan. Beberapa tahap yang 6622 6726 6811 3 Jumlah total dilakukan dalam pengumpulan data meliputi: (1) orang orang orang melakukan studi literatur dan diskusi, (2) Jumlah kepala 2122 2136 2150 4 pengumpulan data dan pengamatan di lapangan keluarga KK KK KK (observasi) dan (3) wawancara. Kepadatan 69 68 67 5 2 2 2 6. Analisis Data Penduduk /km /km /km Adapun analisa yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa analisa yang berbeda yaitu: 3. Potensi Ekowisata a. Analisis Mangrove Terdapat berbagai macam potensi yang b. Analisis Valuasi Ekonomi dapat dijual dalam kegiatan ekowisata mangrove. c. Analisis Presepsi Masyarakat Karena yang dijual adalah kawasan mangrove maka d. Analisis SWOT potensi yang utama adalah flora dan fauna. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dibawah ini. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Potensi Flora 1. Kondisi Umum Taman Nasional Alas Purwo Dari hasil penelitian Satyasari jumlah spesies Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) secara mangrove sejati yang ditemukan sebanyak 14 jenis. geografis terletak di ujung Timur Pulau Jawa Yaitu Acrosticum aureum, Bruguiera cylindrical, wilayah Pantai Selatan antara 8o 47’45” – 8o Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera sexangula, 47’00” LS dan 114o 20’16” – 114o 36’00” BT. Ceriops decandra, Ceriops tagal, Excoecaria Kawasan TNAP meliputi daratan seluas 43.420 ha. agaliocha, Rhizopora apiculata, Rhizopora 2. Keadaan Umum Desa Sumber Asri mucronata, Scyphiphora hydrophyllacea, Wilayah desa sumber asri pada umumnya Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris. Hasil memiliki topografi dataran rendah dengan identifikasi terdapat spesies mangrove yang ketinggian tanah dari permukaan laut sebesar 0-32 dikatagorikan langka secara global namun mdpl dengan rata – rata curah hujan 2000-3000 merupakan jenis umum setempat yaitu Ceriops mm per tahun dan suhu harian antara 27 - 32°C. decandra dan Scyphiphora hydrophyllacea. Berdasarkan data monografi tahun 2011 Desa Kerapatan mangrove pada tingkat semai 587 Sumberasri Kecamatan Purwoharjo Banyuwangi individu/ha, pada tingkat pancang 927 individu/ha, potensi wilayah dan jumlah penduduk Desa pada tingkat pohon 1.507 individu/ha sehingga Sumberasri tersaji pada table-tabel berikut ini. total kerapatan mangrove adalah 3.021 1. Batas wilayah. individu/ha. Sedangkan berdasarkan hasil No Batas Desa Kecamatan inventarisasi oleh Balai TNAP tahun 1999, Sebelah Glagah 1 Purwoharjo kerapatan total mangrove di Bedul adalah 8.398 utara agung individu/ha yang terdiri dari kerapatan tingkat Sebelah Samudera 2 semai 517 individu/ha, tingkat pancang 6.400 selatan hindia Sebelah Turwo individu/ha dan tingkat pohon 1.481 individu/ha. 3 Tegaldelimo timur agung Dari hasil penelitan Faudzi Hamdan dkk, Sebelah 2012 jenis mangrove yang dijumpai pada blok 4 Grajagan Purwoharjo barat Bedul ini berjumlah lima jenis yaitu Rhizopora apiculata Blume, Rhizopora mucronata Lam, 2. Iklim Ceriops tagal C.B Rob, Excoecaria agaliocha L dan,

[81] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Strategi Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” TNAP, Jawa Timur (Saifullah, et al)

Acrosticum aureum L. Kelima spesies tersebut pengenalan mangrove dan ekosistemnya. Pada termasuk dalam famili Rhizoporaceae (Rhizopora pelaksanaannya, pengelola menawarkan 2 pilihan apiculata Blume, Rhizopora mucronata Lam, Ceriop paket wisata mangrove. tagal C.B rOB), dan Pteridaceae (Acrosticum a. Ekowisata mangrove di Cungur aureum L.). b. Ekowisata penyu di Ngagelan Ceriops tagal mempunyai persebaran yang 8. Akses ke Lokasi luas karena habitat yang mendukung kehidupannya Aksesibilitas menuju kawasan TNAP dapat juga lebih luas. Vegetasi yang cukup dominan dari dicapai dari Surabaya dengan kendaraan umum Ceriops tagal menunjukkan bahwa jenis tersebut (bus) jurusan Surabaya-Banyuwangi dan memiliki toleransi yang lebih luas terhadap dilanjutkan dengan jurusan Rowobendo ke perubahan faktor lingkungan dibandingkan jenis- Sumber Asri dan naik ojek dari Sumber Asri ke jenis lainnya. Bedul. Jarak seluruhnya ± 360 km yang dapat ditempuh rata-rata 8.5 jam. 5. Potensi Fauna 9. Sarana Dan Prasarana Berdasarkan hasil studi literatur kekayaan Sarana-sarana yang ada dalam kondisi cukup jenis burung yang ditemukan sebanyak 19 jenis. baik tetapi keberadaannya perlu diperhatikan lagi Burung air yang ditemukan di paparan lumpur agar dapat memfasilitasi kegiatan ekowisata Bedul sebanyak 14 jenis, di paparan lumpur Padas- dengan baik. Saat ini pusat informasi yang ada Bulu sebanyak 12 jenis dan di Cungur sebanyak 13 belum sama sekali digunakan. Pusat informasi ini jenis. dalam perencanaannya akan dijadikan satu dengan Adapun beberapa potensi fauna yang dapat ruang souvenir, sehingga ada barang kenang- ditawarkan kepada pengunjung adalah: kenangan yang akan dibawa oleh pengunjung Hal 1. Bangau Tong Tong ini sangat merugikan karena fasilitasnya sudah ada 2. Biawak akan tetapi belum digunakan. 3. Cekakak sungai Yang dikeluhkan oleh masyarakat sekitar 4. Elang bondol adalah listrik. Karena masyarakat di dalam kawasan 5. Elang ikan kepala-kelabu ekowista yang juga berprofesi sebagai penjualan 6. Ikan Glodok makanan sangat membutuhkan listrik. Akan tetapi 7. Jelarang bilalang belum ada respon dari PLN (perusahan listrik 8. Ketam mangrove Negara) untuk mempercepat pemasangan listrik 9. Kuntul kecil didalam kawasan. 10. Monyet Ekor Panjang Prasarana ekowisata yang sudah ada Keberadaan satwaliar yang dilindungi di kebanyakan sudah dalam keadaan baik Untuk kawasan konservasi menjadi nilai lebih dalam prasarana jalan masuk ke lokasi sudah baik. ini penyelenggaraan ekowisata. Kesempatan terlihat dari jalan yang sudah di aspal sampai menyaksikan satwaliar yang dilindungi di alam menuju kedalam kawasan ekowista. terbuka merupakan kesempatan yang jarang Tiga fasilitas penting pendukung sarana dan ditemukan ketika melakukan wisata biasa. prasarana yaitu Papan petunjuk arah, Papan 6. Potensi Budaya larangan, dan tempat sampah. Setiap setahun sekali masyarakat sekitar 10. Pengunjung selalu menyelanggarakan upacara “Petik Laut” di Sejak dibukanya kawasan Bedul untuk Segara Anak. Tujuan upacara adalah meminta kegiatan wisata pada bulan Juli 2009, kunjungan keselamatan untuk alam dan desa, selain itu agar yang terjadi di daerah ini relatif meningkat, rata- jumlah stok ikan tidak menurun sehingga rata jumlah pengunjung per bulan pada tahun 2009 masyarakat tidak kesulitan dalam mencari ikan adalah 1.874 orang dengan total pengunjung pada tahun berikutnya. 11.802 orang. Rata-rata pengunjung pada tahun Selain itu pada pertengahan tahun 2010 2010 adalah 74.679 orang. Dan pada bulan April ditemukan sumber mata air atau sumur randu telu 2010, tarif masuk wisata dinaikkan dari harga Rp yang dipercayai dapat menyembuhkan penyakit. 4.000,00,- menjadi Rp 7.000,00,- yang sudah Sumur ini terletak ditengah-tengah lokasi termasuk tiket menyeberang dengan perahu (Rp. ekowisata mangrove blok bedul. 4.000,00), tarif masuk kawasasan konservasi (Rp. 7. Paket Wisata 2.500,00,-) dan dana konservasi (Rp. 500,00,-). Sejak awal pengelola mengaku telah Dan pada awal tahun 2011 tiket dinaikan membuat program wisata terbatas yang ada menjadi Rp. 10.000,00,- yang terdiri dari jasa hubungannya dengan mangrove, yang berupa pengelolaan Rp. 4.500,00,- jasa penyebrangan Rp.

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [82]

Strategi Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” TNAP, Jawa Timur (Saifullah, et al)

3.000,00-, karcis masuk ke kawasan taman nasional Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Rp. 2.500,00,-. Terjadi penurunan pengunjung pada dan Kawasan Pelestarian Alam. tahun 2011 yang berjumlah 62.749 orang. Akan d. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: tetapi di awal tahun 2012 terjadi penurunan jumlah P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi pengunjung karena adanya aturan baru dari taman Taman Nasional. nasional yang mengharuskan adanya penutupan e. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: kawasan untuk pemulihan ekosistem. 167/Kpts-II/1994 tentang Sarana dan 11. Karakteristik Pengunjung Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam di Berdasarkan hasil wawancara dapat Kawasan Konservasi. dketahui bahwa pengunjung paling banyak dari 15. Fungsi Dan Tujuan TNAP golongan Diploma, S1, dan S2, kemudian diikuti Berdasarkan master plan atau Rencana dengan golongan SMA dan SMP. Selain itu juga Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) tujuan umum diketahui bahwa berdasarkan jarak pengunjung dari pendirian TNAP adalah sebagai berikut: paling besar pada kisaran 0-50 km dari lokasi • Melindungi fungsi hidrologi, keseimbangan wisata, paling jauh berada pada > 300 km. ekologi, dan kestabilan iklim mikro. 12. Tujuan pengunjung • Melindungi keanekaragaman hayati dan Berdasarkan tujuan 83% responden ekosistem asli Taman Nasional Alas Purwo. menyatakan rekreasi adalah tujuan utama • Meningkatkan upaya penelitian yang berkaitan kedatangan mereka kekawasan ekowisata blok dengan flora, fauna dan ekosistem Taman bedul. 7% melakukan kegiatan jurnalistik dan Nasional Alas Purwo. penelitian. Sisanya sebesar 10% adalah untuk • Meningkatkan upaya pemanfaatan kawasan kegiatan spiritual. Taman Nasional Alas Purwo dan potensinya 13. Masyarakat Lokal di Sekitar Kawasan sebagai wahana pendidikan konservasi alam Berdasarkan hasil wawancara dengan 24 guna meningkatkan kesadaran dan apresiasi orang penduduk lokal, sebagian besar responden masyarakat terhadap konservasi alam. berusia 20-39 tahun (50%), terbanyak kedua • Meningkatkan peran Taman Nasional Alas Purwo berusia 40-49 tahun (31%). Sebagian responden sebagai sumber plasma nutfah potensial dalam berasal dari dukuh Blok Solo (50%), yaitu dukuh menunjang budidaya. bagian Desa Sumberasri yang letaknya paling dekat • Meningkatkan kegiatan pariwisata dan rekreasi di dengan Bedul. Responden lainnya berasal dari dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo. dukuh Sumber Rejeki (25%), dukuh Kandel • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar (15%), Sisanya berasal dari desa lain di luar Desa kawasan Taman Nasional Sumberasri, yaitu dari Tegaldlimo. Berdasarkan Dan dalam menjalankan tugas tersebut Pelaksanan mata pencahariannya, 22% responden merupakan Teknis Balai Taman Nasional Alas Purwo petani, 26% pedagang, 19% nelayan, 33% tenaga menyelenggarakan beberapa fungsi yaitu: kerja ekowisata mangrove. • Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, 14. Kelembagaan pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan Badan Pengelola Wisata Mangrove Bedul Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah satu unit usaha dibawah Badan • Pengelolaan kawasan Taman Nasional Alas Usaha Milik Desa (BUMDES) Desa Sumberasri yang Purwo mempunyai peran sebagai pelaksana harian dalam • Penyidikan, perlindungan, pengamanan kawasan penyelenggaraan ekowisata mangrove diblok Bedul Taman Nasional Alas Purwo TNAP. Landasan hukum yang digunakan untuk • Pengendalian kebakaran hutan meninjau pengelolaan kolaboratif dan • Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam pengembangan ekowisata di TNAP yaitu: hayati dan ekosistemnya a. PP Nomor 36 tahun 2010 tentang Pengusaha • Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan Wisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman konservasi sumberdaya alam hayati dan Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman ekosistemnya Wisata Alam. • Pemberdayaan masyarakat sekitar Taman b. PP Nomor 59 tahun 1998 tentang tariff atas Nasional Alas Purwo jenis penerimaan Negara bukan pajak yang • Pengembangan dan pemanfaatan jasa berlaku. lingkungan dan pariwisata alam c. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: • Pelaksanaan urusan tata rumah tangga P.19/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Meninjau dari tujuan dan fungsi TNAP di atas, pada dasarnya tujuan pengembangan ekowisata

[83] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Strategi Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” TNAP, Jawa Timur (Saifullah, et al) mangrove di TNAP sesuai dengan tujuan dan fungsi mangrove. Dan hanya 47% dari responden yang dibentuknya TNAP. memahami tentang fungsi ekosistem mangrove. 16. Badan Pengelola Wisata Mangrove Bedul Dari pengenalan tentang ekowisata mempunyai Pada tanggal 29 Oktober 2008 kelembagaan nilai-nilai konservasi atau perlindungan, 85% terbentuk melalui musyawarah yang dihadiri oleh responden memahami hal tersebut. perwakilan masyarakat Desa Sumberasri, Untuk pemberdayaan masyarakat, hasil perwakilan petugas Taman Nasional Alas Purwo kuisioner responden sebanyak 67% memahami yang difasilitasi oleh JICA dan BPHM Wilayah 1. bahwa ekowisata itu harus disertai dengan Badan pengelola merupakan pelaksana pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Dan harian kegiatan wisata diblok Bedul, yang berperan 50% responden menyetujui bahwa ekowisata harus sebagai manajer dalam pengelolaan kegiatan memberikan nilai ekonomi kepada masyarakat wisata dan mempunyai kepentingan dalam disekitar kawasan. Diharapkan bahwa masyarakat memperoleh manfaat dan hasil kegiatan tersebut. dapat mengerti bahwa yang harus mendapatkan Dalam pengelolaan kawasan ekowisata mangrove nilai ekonomi yang banyak adalah masyarakat blok bedul terdapat empat kewajiban yang belum sekitar, karena dengan begitu akan sejalan dengan dipenuhi oleh Badan Pengelola Wisata yaitu: konsep ekowisata. • TNAP dan Desa Sumberasri bekerjasama secara 19. Analisis SWOT kolaborasi dalam mengembangkan wisata alam Strategi pengembangan ekowisata mangrove terbatas diblok Bedul kenyataannya blok bedul yang didapat dari hasil penelitian ini penyelenggaraan wisata alam lebih banyak diharapkan dapat memberikan solusi dalam dikelola oleh desa sumberasri tanpa ada pengambilan kebijakan untuk pengelolaan kawasan komunikasi yang berkesinambungan dengan ekowisata mangrove bedul di masa yang akan pihak TNAP. datang. • Penyusunan Rencana Karya Lima Tahunan (RKL) 20. Analisa Matrik SWOT dan Rencana Karya Tahunan (RKT) sebagai Pemilihan strategi tersebut disusun dalam acuan dalam menyelenggarakan kegiatan wisata bentuk matrik yang dapat dilihat pada Tabel berikut belum selesai disusun. 1. Sehingga alternative strategi yang didapat dari • Kegiatan pembinaan habitat yang seharusnya matriks SWOT adalah dilakukan bersama-sama hanya dilakukan oleh • Pengembangan usaha berbasis ekowisata pihak TNAP saja. dengan melakukan kerjasama dibidang • Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat pemasaran dengan pengelola wisata yang ada hanya dilakukan oleh phak TNAP seharusnya di pulau bali. kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama oleh • TNAP dapat mengatur jumlah pengunjung yang Desa Sumberasri. masuk sesuai dengan daya dukung lahan dan 17. Analisis Valuasi Ekonomi kondisi lingkungan hidup kawasan ekowisata. Untuk menduga nilai ekonomi suatu • Kelembagaan pengelola ekowisata dapat kawasan dapat digunakan pendekatan biaya meningkatkan pelayanannya agar jumlah perjalanan (travel cost method – TCM). Pendekatan pengunjung tidak berkurang sehingga ini dimulai dengan cara menghitung besarnya biaya pendapatan yang diperoleh dapat diambil perjalanan pelaku ekowisata. Biaya perjalanan yang dengan maksimal. digunakan termasuk diantaranya adalah biaya • Pembuatan katalog dan informasi tentang transportasi, biaya konsumsi, biaya penginapan dan potensi wisata yang ada di ekowisata blok biaya untuk membeli tiket untuk masuk kawasan bedul. ekowisata. Dalam analisis ini saya membagi zone • Menggunakan penelitian yang ada untuk kajian pengunjung berdasarkan jarak dimana pengunjung sehingga memiliki potensi wisata lainnya. itu berasal. Sehingga terdapat 4 zone yang berbeda • Melakukan penyuluhan sadar wisata. berdasarkan jarak. • Pengembangan wisata mangrove dengan a. Zone 1 yaitu zone yang berjarak 0-50 km. mencari potensi wisata lain sehingga b. Zone 2 yaitu zone yang berjarak 50-150 km. pengunjung tidak berwisata di pantai c. Zone 3 yaitu zone yang berjarak 150-300 km. melainkan di kawasan mangrove. d. Zone 4 yaitu zone yang berjarak >300 km. • Pemerintah dapat mengatur hubungan 18. Analisis persepsi kerjasama dengan pemerintah daerah propinsi Dari hasil analisa kuisioner tentang bali untuk meningkatkan dan mengelola pengenalan mangrove. 47% dari jumlah kawasan wisata dengan baik dan benar. pengunjung mengetahui tentang ekosistem

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [84]

Strategi Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” TNAP, Jawa Timur (Saifullah, et al)

Tabel 1. Matriks Analisis SWOT IFAS Strengths (S) Weaknesses (W) 1. Pemahaman masyarakat tentang mangrove 1. Kebijakan pemerintah daerah 2. Tugas dan fungsi TNAP 2. Perencanaan rencana lima 3. Pemahaman masyarakat tentang ekowisata tahun. 4. Kelembagaan pengelola ekowisata. 3. Kondisi lintas sektoral. 5. Jumlah penduduk. 6. Daya dukung lahan. EFAS 7. Kondisi lingkungan hidup kawasan ekowisata Opportunities (O) 1. Pengembangan usaha berbasis ekowisata dengan 1. Pemerintah dapat mengatur 1. Kedekatan dengan melakukan kerjasama dibidang pemasaran dengan hubungan kerjasama dengan pulau bali pengelola wisata yang ada di pulau bali. pemerintah daerah propinsi 2. Jumlah pengunjung 2. TNAP dapat mengatur jumlah pengunjung yang bali untuk meningkatkan dan 3. Pendapatan masyarakat masuk sesuai dengan daya dukung lahan dan kondisi mengelola kawasan wisata 4. Jumlah lapangan kerja lingkungan hidup kawasan ekowisata. dengan baik dan benar. 5. Nilai pemanfaatan 3. Kelembagaan pengelola ekowisata dapat 2. Dibuat perencanaan kerja lima lahan meningkatkan pelayanannya agar jumlah pengunjung tahun sehingga tidak berkurang sehingga pendapatan yang diperoleh pengembangan kegiatan dapat diambil dengan maksimal. ekowisata dapat terus berkelanjutan Threats (T) 1. Pembuatan katalog dan informasi tentang potensi 1. Peran pemerintah melalui 1. Media informasi wisata yang ada di ekowisata blok bedul. kebijakan yang mendukung 2. Komitmen akademisi 2. Menggunakan penelitian yang ada untuk kajian kegiatan ekowisata mangrove 3. Peran serta masyarakat sehingga memiliki potensi wisata lainnya. dengan adanya pemberdayaan dan stakeholder 3. Melakukan penyuluhan sadar wisata. masyarakat. 4. Status kepemilikan 4. Pengembangan wisata mangrove dengan mencari 2. Adanya kolaborasi yang lahan potensi wisata lain sehingga pengunjung tidak terjalin dengan baik antara 5. Tingkat pendidikan berwisata di pantai melainkan di kawasan mangrove. pemerintah daerah, kalangan masyarakat akademisi dan badan pengelola kawasan ekowisata mangrove

• Dibuat perencanaan kerja lima tahun sehingga • Adanya kolaborasi yang terjalin dengan baik pengembangan kegiatan ekowisata dapat terus antara pemerintah daerah, kalangan akademisi berkelanjutan dan badan pengelola kawasan ekowisata • Peran pemerintah melalui kebijakan yang mangrove. mendukung kegiatan ekowisata mangrove dengan adanya pemberdayaan masyarakat.

KESIMPULAN konservasi atau perlindungan, 85% responden Potensi mangrove yang terdapat di memahami hal tersebut. Untuk pemberdayaan kawasan ini 4 species dari 2 famili yaitu : masyarakat, 67% memahami ekowisata harus Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, disertai dengan pemberdayaan dan partisipasi Sonneratia alba dan Cariop tagal, selain itu dari masyarakat. Dan 50% responden menyetujui hasil studi literatur diketahui bahwa terdapat 24 bahwa ekowisata harus memberikan nilai species dari 12 famili di sepanjang kawasan segara ekonomi kepada masyarakat. Dan untuk persepsi anakan Taman Nasional Alas Purwo. Untuk bahwa ekowisata harus dapat memberikan nilai inventarisasi satwa, dari hasil studi literatur dan pendidikan kepada pengunjung, pengamatan dilapang terdapat jenis burung air, 73% responden mengetahuinya. Dari hasil burung darat, burung pemangsa, mamalia, perhitungan menggunakan konsep surplus reptile, pisces dan crustacea. Untuk potensi konsumen didapat total valuasi ekonomi budaya terdapat upacara petik laut dan sumber kawasan ekowisata mangrove blok bedul adalah air randu telu yang dipercaya dapat Rp. 88.606.183,00,-. Nilai ini untuk per 1000 menyembuhkan penyakit. Dari hasil analisa orang dalam kunjungan pertahun. kuisioner 47% dari jumlah pengunjung mengetahui tentang ekosistem mangrove. Dan DAFTAR PUSTAKA 47% dari responden yang memahami tentang [1] Bengen, DG, 2004. Pengenalan dan fungsi ekosistem mangrove. Dari pengenalan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pedoman tentang ekowisata mempunyai nilai-nilai

[85] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Strategi Pengembangan Wista Mangrove Di “Blok Bedul” TNAP, Jawa Timur (Saifullah, et al)

Teknis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. [2] Faudzi Hamdan dkk, 2012. Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove Segara Anak Taman Nasional Alas Purwo Untuk Menuju Taman Nasional Mandiri. Laporan Konservasi Budidaya Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta [3] Indah Susilowati, 2002. Metode Valuasi Lingkungan, Modul Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESDAL) [4] Satyasari. I., 2910. Evaluasi Pengembangan Ekowisata Mangrove: Studi Kasus Di Bedul, Resort Grajagan, Taman Nasional Alas Purwo. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [86]

Journal of Indonesian Tourism and p-ISSN: 2355-3979 Development Studies e-ISSN: 2338-1647

PENGARUH AKTIVITAS WISATAWAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DI SULAWESI

Regina Rosita Butarbutar1.2, Soemarno1.3

1Program Doktor Kajian Lingkungan dan Pembangunan Universitas Brawijaya Malang 2Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi Manado 3Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang

ABSTRAK Kunjungan wisatawan dan pengaruh aktivitasnya pada keberlanjutan biodiversitas di Sulawesi merupakan salah satu Isu menarik yang dibahas publik saat ini. Objek yang paling banyak dikunjungi oleh para wisatawan adalah wisata hutan. Dalam sebuah wisata hutan terdapat jenis tumbuhan dan hewan endemik yang perlu dijaga dan dilestarikan guna keseimbangan ekosistem. Ekosistem adalah interaksi dinamis antara tanaman, hewan, dan mikroorganisme dan lingkungan yang bekerja bersama sebagai sebuah unit fungsional. Ekosistem akan gagal jika tetap tidak ada keseimbangan. Akan tetapi, dengan begitu banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh manusia khususnya wisatawan dapat mengakibatkan pengaruh besar bagi biodiversitas tumbuhan Sulawesi. Dari beberapa penelitian terdahulu maka tulisan ini dapat memberikan informasi dan data mengenai keanekaragaman tumbuhan Sulawesi dan informasi tentang aktivitas yang dilakukan wisatawan dalam menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan Sulawesi. Terdapat 57 jenis tumbuhan endemik Sulawesi yang masih dipertahankan dan dijaga kelestariannya. Terbanyak terdapat di Gorontalo sebesar 16 jenis dan diikuti Sulawesi Utara 13, Sulawesi Tenggara 10, Sulawesi Tengah dan selatan masing-masing 9 Jenis. Kegiatan yang dilakukan para wisatawan untuk menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan Sulawesi antara lain : menanam pohon, penelitian dan pembelajaran jenis tumbuhan dan hewan endemik, dan mengumpulkan sampah padat yang berhamburan di sekitaran lokasi hutan wisata. Kegiatan ini mempunyai dampak positif bagi keberlanjutan komunitas yang ada dalam ekosistem wisata hutan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan daerah.

Kata Kunci : aktivitas wisatawan, biodiversitas tumbuhan, spesies endemik.

Abstract Tourist arrival and its effects on the sustainability of biodiversity in Sulawesi is one of the interesting public issues discussed at this time. Object of the most visited by tourists are protected forest ecotourism. In a protected forest tour are endemic plant and animal species that must be protected and preserved in order to sustain their ecosystem. Forest ecosystem suggests the dynamic interactions between plants, animals, and microorganisms and their abiotic environment working together as a functional unit. Ecosystems will not sustain if they are imbalance. However, thare are many human activities, especially tourist activities lead to major implications on biodiversity of natural vegetation in Sulawesi. This paper presents informations and data on vegetation biodiversity and information about tourist activities in maintaining vegetation biodiversity. There are 57 endemic plant species in Sulawesi are still maintained and preserved. Most are in Gorontalo about 16 species, in North Sulawesi about 13 species, in Southeast Sulawesi 10 species, in Central Sulawesi 9 species and in South Sulawesi, 9 species. Activities carried tourists in maintaining diversity of species include: planting trees, learning and research the endemic species of plants and animals, and collect solid wastes in the tourism areas. These activities suggest a positive impact on the sustainability of forest ecosystems and economic benefits for the local communities

Key Word : Tourist activities, biodiversity, endemic species.

PENDAHULUAN3 spesies hidup, dan ekosistem dimana komunitas Keanekaragaman hayati pada tingkatan berada serta interaksi antar tingkatan tersebut. spesies mencakup seluruh organisme di bumi, Melalui konvensi keanekaragaman hayati mulai dari bakteria dan protista, hingga dunia yang diselenggarakan di Rio tahun 1992, tumbuhan, hewan dan jamur. Selanjutnya, pada masyarakat dunia mengakui bahwa ke- skala yang lebih kecil mencakup variasi genetika di anekaragaman hayati merupakan satu keprihatinan dalam spesies, di antara populasi yang terpisah umum umat manusia, dan merupakan satu bagian secara geografis dan di antara individu di dalam yang tak terpisahkan dari proses pembangunan. suatu populasi.Keanekaragaman hayati juga Namun, konservasi ke-anekaragaman hayati akan meliputi variasi di dalam komunitas biologi dimana membutuhkan investasi yang cukup besar, namun ia juga akan memberikan manfaat-manfaat nyata dalam bidang lingkungan, ekonomi dan sosial. Corresponding Author: Konvensi ini menyadari bahwa ekosistem, spesies Email : [email protected] dan gen telah dimanfaatkan untuk kepentingan Address : Bahu malalayang, Manado, Indonesia 95115

[87] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan di Sulawesi (Butarbutar, et al) manusia. Akan tetapi, pemanfaatan ini harus yang tinggi mencapai lebih 4000 spesies tersebar dilakukan dengan cara dan angka yang dalam hampir di seluruh wilayah nusantara. Untuk jenis jangka panjang yang tidak mengakibatkan rotan, tercatat ada sekitar 332 spesies terdiri dari pengurangan ke-anekaragaman hayati (World 204 spesies dari genera Calamus, 86 spesies dari Bank, 2010). genera Daemonorps, 25 spesies dari genera Berdasarkan data SLHI (2009) menunjukkan Korthalsia, 7 spesies dari genera Ceratolobus, 4 bahwa daratan dan laut-laut di Indonesia spesies dari genera Plectocomia, 4 spesies dari membentuk kekayaan tumbuhan dan hewan- genera Plectocomiopsis dan 2 dari genera hewan yang paling beragam di dunia.Iklim tropis, Myrialepsis( SLHI, 2009). posisi geografis yang melingkar di antara Asia dan Pohon Kondongia (Cinnamomum Australia telah menghasilkan area fauna dan flora parthenoxylon) merupakan salah satu “new record” yang tidak dapat dibandingkan. Di kepulauan untuk koleksi di Herbarium Bogoriense.Jenis pohon Indonesia terdapat lebih dari 1.500 spesies burung, ini dilaporkan juga sudah langka (Anonim, 1992) 500-600 jenis mamalia, 8.500 jenis ikan, 40.000 jenis pohon dan sejumlah bentuk-bentuk dan oleh penduduk lokal kayunya dimanfaatkan kehidupan lainnya dalam jumlah yang sangat untuk pembuatan perahu sedangkan kulit banyak.Dari sejumlah jenis tumbuhan yang ada di batangnya digunakan untuk membasmi kutu.Kayu beberapa wilayah Indonesia termasuk Sulawesi kondongia berbau harum menyerupai kayu dapat dilihat jumlah endemiknya (Table 1). cendana (Santalum album). Di masa depan kayu Table 1. Kekayaan Jenis dan Keendemikan kondongia kemungkinan dapat dimanfaatkan Tumbuhan Sulawesi dan Beberapa sebagai pengganti kayu cendana yang mahal Wilayah di Indonesia. harganya dan sulit dicari. Oleh karena itu baik kayu Tumbuhan Endemik maupun kulit kayu kondongia mempunyai prospek Pulau (Species) (%) ekonomi penting di masa depan. Papua 1030 55 Sumberdaya hayati merupakan pilar Maluku 380 6 kehidupan manusia.Sekarang ini Indonesia sedang Sulawesi 150 3 mengalami erosi sumberdaya genetik dan 520 7 hilangnya keanekaragaman hayati akibat Java & Bali 630 5 deforestasi dan makin menciutnya habitat Sumatera 820 11 kehidupan liar. Pemanfaatan berbagai keanekaragaman hayati yang diambil langsung dari Sumber : Departemen Kehutanan, 1994, dalam SLHI,2009. alam ternyata menimbulkan ancaman kelestarian, yang dapat mengakibatkan kepunahan jenis. Berdasarkan letak wilayah biogeografi, Penangkapan berbagai jenis satwa langka dan terdapat tujuh wilayah biogeografi utama pengambilan berbagai jenis tumbuhan dari alam Indonesia yang menjadi penyebaran berbagai dengan tujuan domestik atau ekspor telah spesies tumbuhan, yaitu Sumatera, Jawa dan Bali, memberikan tekanan terhadap populasi alami. Kalimantan, Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku dan Sehingga penangkapan di alam tanpa Irian Jaya (Bappenas, 1993).Namun dengan adanya memperdulikan kaidah-kaidah konservasi akan perbedaan letak geografis dan fisiografis maka merusak lingkungan dimasa akan datang. ekosistem dibedakan atas beberapa bioma atau Beberapa instansi dan departemen dalam daerah habitat. Bioma secara geografis merupakan pememerintahan memiliki tugas khusus untuk daerah luas unit biotik yang merupakan kumpulan mempelajari secara ilmiah, menata dan mengawasi besar tumbuhan dan hewan yang bentuk keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia, kehidupan dan kondisi lingkungannya sama atau termasuk kuota ekspor flora dan fauna langka yang sering pula disebut dengan ekosistem dalam skala ada di Indonesia (SLHI, 2009).Akan tetapi ketika besar. Penamaannya berdasarkan vegetasi kekayaan keanekaragaman hayati mulai rusak dan (tumbuhan) yang dominan. Beberapa bioma darat musnah akibat eksploitasi sumberdaya alam yang antara lain: pamah, pegunungan, gurun, padang tidak terkontrol maka disitulah letak kesadaran rumput, hutan basah, hutan gugur, taiga dan manusia bahwaternyata keanekaragaman hayati itu tundra. penting dan tidak ada penggantinya. Pada beberapa jenis paku-pakuan, Indonesia juga tercatat memiliki keanekaragaman spesies

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [88]

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan di Sulawesi (Butarbutar, et al)

Keaneka-ragaman Jenis Tumbuhan Dalam jumlah spesies pohon meranti (Dipterocarpaceae) Ekosistem Hutan di Indonesia terbanyak di dunia dengan lebih dari Isu mutakhir yang menarik perhatian publik 400 spesies. dan dibahas oleh para ahli adalah keberlanjutan Menurut hasil analisis Wallace, Sulawesi ekosistem atau keanekaragaman ekosistem. memiliki tumbuhan dan hewan yang unik dan tidak Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang ditemukan di negara manapun di dunia.Seperti terbentuk oleh hubungan timbal•balik antara halnya di Hutan Nantu Gorontalo ditemukan 127 organisme atau unsur biotik dengan lingkungannya jenis mamalia dan dari jumlah tersebut 62 persen atau unsur abiotik. Ekosistem dianggap sebagai diantaranya merupakan satwa endemik karena komunitas dari seluruh tumbuhan dan satwa hanya terdapat di Sulawesi. Disamping itu terdapat terma¬suk lingkungan fisiknya yang secara ribuan jenis tumbuhan, binatang, serangga, ampibi, bersama•sama berfungsi sebagai satu unit yang dan 90 jenis burung (35 jenis endemik) yang tidak terpisahkan atau saling bergantung satu sama diantaranya belum tercatat dalam jurnal ilmiah lainnya. Komponen•komponen pembentuk (Wonderful Indonesia, 2013). ekosistem adalah komponen hidup (biotik) dan Uji (2005) menemukan di lokasi Suaka komponen tak hidup (abiotik).Kedua komponen Margasatwa Buton Sulawesi Tenggara, sembilan tersebut berada pada suatu tempat dan jenis pohon dari 76 jenis pohon penghasil kayu berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang bernilai ekonomi tinggi. Jenis-jenis pohon ini adalah teratur. biti / owala (Vitex coffasus), upi (Intsia Keanekaragaman ekosistem berkaitan palembanica), gufi (I. bijuga), nato (Palaquium dengan keanekaragaman tipe habitat,komunitas bataanense), kuru (Elmerrilia ovalis), keu uti biologis dan proses•proses ekologis dimana (Drypetes sibuyanensis), rumbai (Pterospermum keanekaragaman spesies dan genetik terdapat di celebicum), kondongia (Cinnamomum dalamnya. Sekitar 90 jenis ekosistem berada di parthenoxylon) dan dongi (Dillenia serrata). Selain Indonesia, mulai dari padang salju tropis di Puncak terdapat delapan jenis tumbuhan endemik, yaitu: Jayawijaya, hutan hujan dataran rendah, hutan rotan tohiti (Calamus inops), rotan lambang (C. pantai, padang rumput, savana, lahan basah sungai, ornatus var. celebicus),wiu (Licuala celebica), danau, rawa, muara dan pesisir pantai, mangrove, Pinanga celebica, soni (Dillenia serrata), gharu padang lamun, terumbu karang, hingga perairan (Horsfieldia irya), Horsfieldia lanceifolia, dan nato laut dalam. Mengingat keragaman yang begitu (Palaquium bataanense). tinggi, maka sangat mungkin ditemukan dan Hasil penelitian Sunarti, dkk. (2008) dikembangkan jenis•jenis yang berpotensi sebagai menunjukkan adanya beberapa jenis flora di sumber pangan, obat dan bahan dasar industri wilayah Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi lainnya. Tengah yaitu : uru ranto (Elmerillia ovalis), uru Alamendah (2011) menyatakan bahwa ada tomu (Elmerilli sp.),Elmerillia celebica, Manglietia beberapa fakta yang menunjukkan Indonesia glauca, Talauma liliiflora, konore (Adinandra sp.), merupakan negara yang kaya akan ke- pangkula, ntangoro (Ternstroemia spp.); kauntara anekaragaman hayati antara lain, yaitu : (1)jumlah (Meliosma nitida), kau tumpu (Turpinia spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia sphaerocarpa), dan mpo maria (Engelhardtia terdapat di Indonesia sebesar 25 persen. Jumlah ini serrata). Di samping itu, Uji dan Windadri (2007) setara dengan 20.000 spesies. Dan sekitar 40% di melaporkan dalam hasil penelitiannya, bahwa di antaranya merupakan tumbuhan endemik atau asli Suaka Margasatwa Lambusango dan Cagar alam Indonesia, (2) Indonesia memiliki sekitar 4.000 Kekenauwe, Sulawesi Tenggaratelah dijumpai jenis spesies Orchidaceae (anggrek-anggrekan), (3) tumbuhan penghasil kayu diantaranya pohon biti jumlah jenis tumbuhan berkayu dari famili atau wola (Vitex coffasus) Suwele (Palaquium Dipterocarpacea di Indonesia mencapai 386 obtusifolium) dan salah satu jenis tumbuhan spesies, (4) jumlah jenis tumbuhan berkayu dari endemik yaitu pohon soni (Dillenia serrate) yang famili Myrtaceae (Eugenia) dan Moraceae (Ficus) dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai mencapai 500 spesies, (5) jumlah jenis tumbuhan tumbuhan obat, penghasil kayu dan penghasil berkayu dari famili Ericaceae mencapai 737 spesies, buah.Jenis-jenis tumbuhan tersebut mendapat (6) Indonesia memiliki lebih dari 4.000 spesies perhatian khusus dalam usaha pelestarian dan paku-pakuan, (7) jumlah jenis rotan di Indonesia pengembangan di masa mendatang mengingat mencapai 332 spesies, (8) jumlah spesies bambu fungsinya sebagai penghasil kayu. yang tumbuh di bumi adalah 1.200, namun sekitar Menurut Tasirin dalam Kompas (2011), 122 spesies di antaranya tumbuh di Indonesia, (9) bahwa Sulawesi Utara mempunyai beberapa jenis

[89] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan di Sulawesi (Butarbutar, et al) tumbuhan endemik seperti kayu hitam minahasa Selain itu, ada sebanyak 114 jenis tumbuhan (Diospyros minahassae), meranti sulawesi (Vatica langka dan terancam punah. Jenis-jenis tersebut celebica), pala hutan minahasa (Myristica antara lain kasturi (Mangifera casturi), kibatalia minahassae) dan bunga bangkai sulawesi (Kibatalia wigmanii), tiga jenis eboni (salah satunya (Amorphopallus plicatus). eboni sulawesi, Diospyros celebica), pala hutan (Myristica kjellbergii), dan tiga jenis pohon penghasil gaharu (salah satunya Aquilaria beccariana). Di samping itu ada juga jenis yang memiliki nilai etnobotani penting dan yang mempengaruhi budaya yang membentuk tradisi lokal, termasuk jenis-jenis yang berfungsi sebagai obat tradisional, seperti karimenga (Acorus calamus), saketa (Jatropha curcas), sesewa nua (Clerodendrum fragrans), dan peling setang (Ixora celebica). Hal yang serupa juga ditemukan oleh Gambar 1. Woka (Livistonia rotundifolia) Mustian (2009), jenis tumbuhan endemik yang ditemukan di daerah Sulawesi Selatan antara lain : Jambu-jambu (Kjellbergiodendron celebica (Koord.) Merrill.), Damadere (Hopea celebica), Kongilu (Sarcotheca celebica Veldkamp. ), Sampa-sampalo (Lithocarpus celebica), Bitau/Bintangur (Calophyllum celebicum P.F. Stevens), Ponto (Diospyros celebica), Damar (Agathis celebica), Koni (Garcinia celebica L.), dan Kaluku-kaluku (Metrisideros vera Lindl.). Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah diuraikan maka keanekaragaman jenis tumbuhan Sulawesi dapat Gambar 2. Kayu Hitam (Diospyros sp ) dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Endemik di Sulawesi No. Nama Propinsi Nama Ilmiah Nama daerah / lokal Famili 1. Sulawesi Kjellbergiodendron celebica Jambu-jambu Myrtaceae Selatan (Koord.) Merrill. Hopea celebica Damadere Dipterocarpaceae Sarcotheca celebica Veldkamp. Kongilu Oxalidaceae Lithocarpus celebica Sampa-sampalo Sapindaceae Calophyllum celebicum Bitau atau Clusiaceae P.F. Stevens Bintangur Diospyros celebica Ponto Ebenaceae Agathis celebica Damar Araucariaceae Garcinia celebica L. Koni Clusiaceae Metrisideros vera Lindl. Kaluku-kaluku Myrtaceae 2 Sulawesi Utara Diospyros minahassae Kayu hitam Ebenaceae Vatica celebica Kayu meranti Dipterocarpaceae Sulawesi Myristica minahassae Pala hutan Myristicaceae Minahasa Amorphopallus plicatus Bunga bangkai Araceae Sulawesi Mangifera casturi Kasturi Anacardiaceae Kibatalia wigmanii Kibatalia Apocynaceae Diospyros celebica Eboni Ebenaceae Myristica kjellbergii Pala hutan Myristicaceae Aquilaria beccariana Gaharu Thymelaeaceae Acorus calamus Karimenga Acoraceae Jatropha curcas Saketa Euphorbiaceae Clerodendrum fragrans Sesewanua Lamiaceae Ixora celebica Peling setang Rubiaceae

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [90]

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan di Sulawesi (Butarbutar, et al)

No. Nama Propinsi Nama Ilmiah Nama daerah / lokal Famili 3 Sulawesi Calamus inops Rotan tohiti Arecaceae Tenggara C. ornatus var. celebicus Rotan lambang Palmae Licuala celebica Wiu Arecaceae Pinanga celebica Pinang Arecaceae Dillenia serrate Soni Dilleniaceae Horsfieldia irya Gharu Myristicaceae Horsfieldia lancifolia Klp. Dara-dara Myristicaceae Palaquium bataanense Nato Sapotaceae Vitex coffasus Pohon biti/wola Lamiaceae Palaquium obtusifolium Suwele Sapotaceae 4 Sulawesi Elmerillia celebica Cempaka wasian Magnoliaceae Tengah Adinandra sp. Konore Theaceae Meliosma nitida Kauntara Sabiaceae Ternstroemia spp. Ntangoro Theaceae Turpinia sphaerocarpa Kau tumpu Staphyleaceae Engelhardtia serrate Mpo maria, Canaga Juglandaceae Talauma liliiflora Belum diketahui Magnoliaceae Manglietia glauca Cempaka bulus Magnoliaceae Elmerillia sp. Uru tomu Magnoliaceae 5. Gorontalo Astronia gracilis Kolo-kolo Melastomataceae Pigaffeta filaris Nibong Arecaceae Arenga pinnata Aren Arecaceae Aqularia filarial Age / Ias Thymelaeaceae Cyathea sp. Pakis pohon Cyatheaceae Gonystylus macrophyllus Gaharu hitam Thymelaeaceae Calophyllum spp. Bintangur Cluciaceae Elaeocarpus spp. Ganitri Elaeocarpaceae Litsea spp. Medang Lauraceae Myristica spp. Ilota Myristicaceae Knema spp. Knema Myristicaceae Horsfieldia spp. Penarahan Myristicaceae Garcinia spp. Manggis hutan Cluciaceae Palaquium spp. Nyato Sapotaceae Diospyros spp. Kayu arang Ebenaceae Syzygium spp. Jambu-jambuan Myrtaceae Sumber: Olahan data dari beberapa penelitian.

Berdasarkan hasil yang diperoleh Pusat Dari beberapa hasil penelitian yang telah Ekoregion Pengelolaan Sumapapua, telah diuraikan diatas dapat dijelaskan bahwa ditemukan beberapa flora endemik di kawasan keanekaragam tumbuhan di Sulawesi memiliki ciri hutan Blok Sungai Malango – Taluditi, Provinsi khas yang berbeda dengan jenis tumbuhan di Gorontalo yaitu antara lain: Astronea gracilis, daerah lain. Hal tersebut menunjukkan Dillenia serrata, Horsfieldia lancifolia, Pigaffeta keanekaragaman tumbuhan endemik di Sulawesi filaris, dan Arenga pinnata. Ada juga jenis yang memiliki nilai yang cukup tinggi atau baik, namun masuk Appendix II CITES Appendix II CITES yang tetap diperlukan usaha pelestarian, pemeliharaan pemanfaatannya dibatasi dengan sistem kuota, dan monitoring secara kontinu sehingga tidak yaitu Aqularia filaria, Cyathea sp., dan Gonystylus terjadi kelangkaan atau punahnya jenis tumbuhan macrophyllus. Adapun pohon-pohon lokal yang endemik di Sulawesi. cukup dikenal di antaranya bintangur (Calophyllum Degradasi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan spp.), ganitri (Elaeocarpus spp.), medang (Litsea dalam Ekosistem spp.), kelompok dara-dara (Myristica spp, Knema Menurut World Bank(2010) dalam buku spp, dan Horsfieldia spp), manggis hutan (Garcinia yang berjudul Pembangunan dan Perubahan spp.), nyato (Palaquium spp.), berbagai jenis kayu Lingkungan Hidup mengungkapkan bahwa arang (Diospyros spp.) serta jenis jambu-jambuan pendorong utama dari degradasi adalah konversi (Syzygium spp).Dengan demikian, dapat dikatakan tata guna lahan, biasanya untuk pertanian atau bahwa kawasan hutan daerah hutan Blok Sungai akuakultur, nutrient yang berlebih dan perubahan Malango masih menunjukkan tingkat ke- iklim. Banyak konsekuensi dari degradasi terfokus anekaragaman jenis tumbuhan yang cukup tinggi. pada kawasan-kawasan tertentu, dan pengaruhnya Tabel 3. Faktor-faktor Yang Mengakibatkan Kepunahan Spesies

[91] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan di Sulawesi (Butarbutar, et al)

Angka persentasi spesies yang menerima dampak setiap faktor Kelompok Spesies terancam punah Degradasi dan Eksploitasi Kompetisi/Predasi Polusi Penyakit hilangnya habitat berlebihan dari spesies asing Semua spesies (1880 spesies) 85 24 17 49 3 Semua vertebrata (494 spesies) 92 46 27 47 8 - Mamalia (85 sp) 89 19 47 27 8 - Burung (98 sp) 90 22 33 69 37 - Amfibi (60 sp) 87 47 17 27 0 - Ikan (213 sp) 97 90 15 17 0 Semua Avertebrata (331 spesies) 87 45 23 27 0 - Remis air tawa (102 sp) 97 90 15 17 0 - Kupu-kupu (33 sp) 97 24 30 36 0 Tumbuhan (1055 sp) 81 7 10 57 1 Sumber : Wilcove, et al. (1998). paling banyak dirasakan oleh rakyat miskin karena merusak, masuknya jenis asing, dan perubahan mereka bergantung secara langsung pada layanan iklim (Table 3). ekosistem. Penebangan hutan (deforestasi), Apabila diperhatikan dengan seksama fragmentasi hutan dan konversi hutan menjadi bahwa yang menjadi ancaman bagi kelestarian bentuk pemanfaatan lainnya dapat mengancam keanekaragaman hayati adalah kegiatan dan keanekaragaman tumbuhan hutan. Berdasarkan perilaku manusia.Akan tetapi, kemusnahan sebuah data Bank Dunia (2010) diperkirakan bahwa spesies bisa merupakan sebuah peristiwa alami, penggundulan hutan di Indonesia mencapai 1,6 sehingga dengan pelanggaran yang dilakukan oleh juta ha/tahun atau tiga ha per menit hingga dua manusia sering kali mempercepat proses juta ha/tahun. Jika penggundulan hutan terjadi kepunahan spesies. Kemusnahan bisa timbul secara terus menerus, maka akan mengancam apabila suatu spesies gagal untuk menggantikan spesies flora dan fauna dan merusak sumber jumlah individu yang mati. Kegagalan ini umumnya penghidupan masyarakat. disebabkan karena adanya perubahan yang Menurut Badan Perencanaan Pembangunan menyebabkan stress atau masuknya unsur baru Nasional (1993), diperkirakan ada satu spesies dalam lingkungan. punah setiap harinya. Inventarisasi yang dilakukan Indonesia dengan kekayaan alam yang oleh badan-badan internasional, seperti begitu besar tidak lepas dari faktor-faktor International Union for Conservation of Nature and lingkungan yang bisa menyebabkan kepunahan Natural Resources (IUCN) dapat dijadikan indikasi atau kelangkaan spesies.Jika kepunahan tentang keterancaman spesies. Pada tahun 1988 merupakan bagian dari proses alamiah, mengapa sebanyak 126 spesies burung, 63 spesies binatang hilangnya spesies menjadi permasalahan? Seperti lainnya dinyatakan berada di ambang kepunahan yang diketahui bahwa pengurangan serta (BAPPENAS, 1993). Pada 2002, Red data List IUCN penambahan spesies secara efektif ditentukan oleh menunjukan 772 jenis flora dan fauna terancam laju kepunahan dan laju spesiasi.Spesiasi terjadi punah, yaitu terdiri dari 147 spesies mamalia, 114 melalui mutasi bertahapdan pergeseran kombinasi burung, 28 reptilia, 68 ikan, 3 moluska, dan 28 genetika, khususnya frekwensi alela. Proses ini spesies lainnya serta 384 spesies tumbuhan. Salah berlangsung selama ribuan atau jutaan tahun. satu spesies tumbuhan yang baru-baru ini juga Keanekaragaman hayati Indonesia dianggap telah punah adalah ramin (Gonystylus telahmengalami erosi yang tinggi, jika tidak segera bancanus). dihentikan secara perlahan-lahan akan terjadi Spesies tersebut sudah dimasukkan ke kemerosotan. Hal ini terbukti dengan telah lenyap dalam Appendix III Convention of International atau hilangnya habitat asli sekitar 20–70 persen Trade of Endengered Species of Flora and Fauna (Bappenas, 1993).Meskipun sulit dipastikan, akan (CITES). Sekitar 240 spesies tanaman dinyatakan tetapi dapat diperkirakan bahwa satu spesies mulai langka, di antaranya banyak yang merupakan punah setiap harinya (SLHI, 2009). Beberapa faktor kerabat dekat tanaman budidaya.Paling tidak 52 yang menyebabkan penurunan keanekaragaman spesies keluarga anggrek (Orchidaceae) hayati di berbagai ekosistem antara lain :konversi dinyatakanlangka.Di sisi yang lain perdagangan lahan, hilangnya habitat, pencemaran (polusi), satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian exploitasi yang berlebihan, praktik teknologi yang satwa liar Indonesia. Lebih dari 90 persen satwa yang dijual di pasar adalah hasil tangkapan dari

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [92]

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan di Sulawesi (Butarbutar, et al) alam dan bukan hasil penangkaran.Selanjutnya di kawasan hutan, misalnya wisatawan nusantara satwa yang dijual di pasar mengalami kematian > dan mancanegara. 20 %disebabkan karena pengangkutan yang tidak Sekarang satu kegiatan wisata yang sangat layak.Berbagai jenis satwa yang dilindungi dan popular di dunia saat ini adalah wisata alam (nature terancam punah masih diperdagangkan secara tourism).Pada dasarnya kegiatan wisata alam bebas di Indonesia, seperti orangután, penyu, adalah menikmati alam secara non-konsumtif beberapa jenis burung, harimau Sumatera dan melalui kegiatan seperti berjalan kaki, menyelam, beruang. fotografi, mengamati ‘ikan’ paus, burung dan Di tahun 2002 sekitar 1.000 ekor orangutan lainnya.Kegiatan ini merupakan sebuah industri diburu dari hutan Kalimantan untuk di- yang popular di negara berkembang dan bernilai perdagangkan dan juga diselundupkan ke luar USD 12 miliar setiap tahunnya.Wisata alam dapat negeri. Menurut Yayasan Gibbon, jumlah menyediakan salah satu justifikasi untuk orangutan di Indonesia saat ini sekitar 14.000 ekor. melindungi keanekaragaman hayati, terutama Di beberapa daerah, telah terjadi kepunahan lokal kegiatan ini diintegrasikan dengan perencanaan beberapa spesies, seperti lutung Jawa di beberapa pengelolaan. daerah di Banyuwangi. Wisata alam juga seringkali dirancang dan Berdasarkan keterkaitannya dengan diarahkan untuk melihat spesies flagship tertentu, perdagangan satwa liar pemerintah terus misalnya Tarsius, burung Maleo dan Rangkong melakukan upaya-upaya penertiban dan Sulawesi. Perjalanan wisata merupakan salah satu pemantauan terhadap permasalahan tersebut. Dari industri terbesar dunia (berdasarkan skala industri uraian tersebut diatas maka ada beberapa aspek kendaraan bermotor dan minyak), dan saat ini yang menjadi ancaman utama terhadap habitat dan ekowista mencapai 10 – 15 % dari total perjalanan sangat mempengaruhi keberadaan spesies adalah wisata di seluruh dunia ( Braithwaite, 2001). pertanian (38 %), pembangunan komersial (35 %), Kegiatan wisata alammeningkat pesat di banyak proyek air (30 %), rekreasi alam terbuka (27 %), negara berkembang karena orang ingin penggembalaan ternak (22 %), polusi (20 %), menyaksikan dan merasakan sendiri infrastruktur dan jalan (17 %), gangguan kebakaran keanekaragaman tropika. alami (13 %), dan penebangan pohon (12 %) (SLHI, 2009). Tabel 4. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di Sulawesi Utara Tahun Akan tetapi penggunaan sumber daya yang Bulan tak terkendalikan membuat penambahan populasi 2006 2007 2008 2009 manusia berperan sangat besar bagi kepunahan Januari 833 822 777 1.690 keanekaragaman hayati. Semakin banyak manusia Februari 782 994 1.179 1.728 berarti lebih banyak dampak kegiatan manusia dan Maret 1.286 1.370 1.508 2.013 lebih sedikit keanekaragaman hayati. Tingkat April 1.565 1.452 1.515 2.275 deforestasi paling tinggi dijumpai pada negara- Mei 1.285 1.257 1.534 2.216 negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk Juni 1.316 1.271 1.440 2.062 paling tinggi. Oleh sebab itu, beberapa ahli Juli 1.667 1.642 1.790 2.615 mengatakan bahwa pembatasan populasi manusia Agustus 1.582 1.893 1.833 3.223 merupakan kunci utama pelestarian September 1.603 1.640 2.002 2.331 keanekaragaman hayati. Kontribusi Dan Aktivitas Wisatawan Pada Oktober 1.467 1.645 2.164 2.380 Keanekaragaman Tumbuhan November 1.245 1.645 1.782 1.661 Hutan merupakan asosiasi vegetasi yang Desember 1.271 1.369 2.002 1.934 tumbuh secara alamiah dan memiliki banyak fungsi Jumlah 15.902 17.000 19.526 26.128 dimana fungsi pokoknya adalah meresapkan air ke Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara, 2010. dalam tanah dan mengurangi laju aliran permukaan yang timbul akibat air hujan.Kelestarian hutan Kunjungan wisatawan pada suatu wilayah sangat tergantung dari intervensi manusia, baik mempunyai tujuan yang bervariasi, mulai dari dalam hal pengelolaan maupun aktivitas manusia menikmati keindahan alam, penelitian, yang berdampak terhadap kelestarian pembelajaran, refreshing dari kejenuhan rutinitas fungsinya.Aktivitas yang dilakukan oleh manusia pekerjaan, berkemah, tour and travelling, bisa bersumber dari manusia yang tinggal di bersepeda gunung, pemotretan, acara seremonial kawasan hutan maupun manusia yang tidak tinggal anak-anak pecinta alam, wisata keagamaan, penanaman pohon dan pendakian. Adapun data

[93] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan di Sulawesi (Butarbutar, et al) kunjungan wisatawan mancanegara di Sulawesi sedangkan pada ketinggian 500 m dpl. antara lain: Utara tahun 2006 – 2009 yaitu sebagai berikut Ganua sp., Prunus grisea, Gordonia sp., Garcinia (Tabel 4.). celebica, Myristica sp. (Sunarti dkk, 2008). Beberapa kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan para wisatawan nusantara dan mancanegara sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan alam selama ada di hutan wisata antara lain menanan pohon, menjelajah atau melakukan pendakian dengan menggunakan tracking yang sudah dibuat oleh KPA (Kelompok Pecinta Alam), berkemah, penelitian burung-burung endemik Sulawesi, penelitian tumbuhan endemik dan eksotik, melakukan pemotretan burung-burung dan tumbuhan endemik dan mengumpulkan sampah (berupa plastik, botol aqua, kertas, tissue) ketika melakukan perjalanan jalur pendakian dan dibuang Gambar 3. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke tempat sampah. Mancanegara 2006-2007 di SULUT Begitupun di Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara, para wisatawan ingin melihat Gambar 1 menunjukkan jumlah kunjungan keindahan bawah laut dengan carasnorkling dan wisatawan dari mancanegara dari tahun ke tahun diving. Adapun kegiatan yang dilakukan selama mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat pada diving antara lain : membuat film di bawah laut, tahun 2006 – 2007 jumlah wisatawan di Sulawesi pemotretan karang dan tumbuhan laut, Utara mengalamikenaikan sejumlah 1.098 orang, pemotretan hewan-hewan laut, mengumpulkan kemudian di tahun 2007 – 2008 ada penambahan sampah-sampah yang di buang di laut, jumlah kunjungan wisatawan 2.526 orang pembelajaran dan penelitian-penelitian yang sedangkan jumlah wisatawan di Sulawesi Utara berhubungan dengan pelestarian keanekaragaman pada tahun 2008 – 2009 ada kenaikan 6.602 orang. hayati bawah laut.Di samping itu, banyaknya Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah kunjungan para wisatawan ke TN. Bunaken pelayanan wisata ( tourism service ) di Sulawesi memberikan dampak besar terhadap Utara pada wisatawan nusantara maupun perekonomian masyarakat sekitar.Semakin banyak mancanegara ditinjau dari tingkat kenyamanan jumlah wisatawan mancanegara dan nusantara seperti fasilitas akomodasi, keamanan, yang berkunjung maka pendapatan masyarakat transportasi, infrastruktur jalan, jasa pelayanan sekitar semakin meningkat.Hal ini menunjukkan pariwisata tour and travel dan keramahan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di bidang masyarakat. Meskipun para wisatawan sudah pariwisata memberikan dampak positif bagi pernah atau bahkan berulang kali mengunjungi di aktivitas pembangunan daerah. hutan wisata yang ada di Sulawesi Utara namun karena ketertarikan akan hutan alam begitu kokoh membuat wisatawan tidak pernah merasa jenuh atau bosan untuk kembali datang berkunjung bahkan merekomendasikan pada keluarga dan kerabat. Dengan kekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi para wisatawan berkunjung pada suatu daerah atau wilayah.Salah satu contohnya yaitu keunikan yang terdapat di hutan Kali Mosolo dimana pada ketinggian 850 m dpl yaitu semua pohon ditumbuhi dengan lumut yang sangat tebal. Adapun jenis-jenis pohon yang mendominasi tempat ini antara lain: sisio bula (Podocarpus neriifolius), pengupa dahu (Syzygium a. sp.2.), Anaholea (Syzygium sp3.), kuma batu (Diospyros sp.2.), bitai (Callophyllum sp.1.), ogu (Dacrydium sp.), dan tira pampak (Prunus grisea),

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [94]

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan di Sulawesi (Butarbutar, et al)

peruntukkannya guna pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraanmasyarakat.

KESIMPULAN 1. Keanegaraman hayati akanmengalami banyak perubahan ketika pengetahuan dan teknologi manusia bertambah maju dan mulai menggunakannya untuk mengeksploitasi alam tanpa memperhatikan kelestarian keanekaragaman hayati bagi penopang kehidupan manusiaa. 2. Sebanyak 57 jenis tumbuhan endemik Sulawesi masih dipertahankan dan dijaga kelestariannya. b. Jenis-jenis tumbuhan ini terdapat di Gorontalo 16 jenis, di Sulawesi Utara 13 lenis, di Sulawesi Tenggara 10 jenis, di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing 9 Jenis. 3. Data dan informasi menyangkut keanekaragaman hayati sangat penting sebagai fondasi utamauntuk semua aktivitas yang dilakukan para wisatawan mancanegara dan nusantara guna menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestarian alam. Bentuk aktivitas yang dilakukan para wisatawan adalah : penanaman pohon, penelitian dan pembelajarantumbuhan dan hewan endemik, dan mengumpulkan sampah padat yang c. berhamburan di sekitaran lokasi hutan berupa kertas, plastik, botol aqua dan tissue. 4. Banyaknya jumlah kunjungan wisatawan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan pendapatan daerah dan masyarakat setempat

DAFTAR PUSTAKA [1] Alamendah.2011. Jumlah Spesies Tumbuhan Flora Di Indonesia.http://alamendah.org/2011/12/ 01/jumlah-spesies-tumbuhan-flora-di- Indonesia/Diakses pada tanggal 17 Agustus 2013

d. [2] Anonim. 1992. Indonesia Conservation Status Gambar 4. a, b, c, d, merupakan aktivitas dan Listing Threatened Plants Unit. Cambridge: kontribusi para Wisatawan di Gunung World Conservation Monitoring Centre. Mahawu, Sulawesi Utara. Sumber : Inggris. Dokumentasi Pribadi (2012). [3] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 1993. Biodiversity Action Plan for Perlu disadari juga bahwa tingkat Indonesia. Ministry of National Development pengetahuan masyarakat dan wisatawan tentang Planning/National Development Planning lingkungan hidup merupakan aspek yang penting Agency. Jakarta. dalam kegiatan wisata alam.Sehingga masyarakat dan para wisatawan sama-sama bersinergi dalam [4] Badan Pusat Sulut, 2010. Sulawesi Utara pemanfaatan sumberdaya alam sesuai dengan Dalam Angka.BPS. Manado.

[95] J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013

Pengaruh Aktivitas Wisatawan Terhadap Keanekaragaman Tumbuhan di Sulawesi (Butarbutar, et al)

[5] Braithwaite, R. W. 2001. Tourism, Role Of. In [11] Superstock. 2013. Woka Palm ( Livingstonia S. A. Levin (ed.), Encyclopedia Of Biodiversity, rotundifolia ). Vol. 5, hlm. 667 – 679. Academic Press. San http://www.superstock.com/stock-photos- Diego. images/4201-20097 Diakses pada tanggal 25 Februari 2013. [6] Forkom Lubers. 2012. Kayu Hitam. http://serumpunlubai.blogspot.com/2012/10/ [12] Uji,T. 2005. Keanekaragaman dan Potensi kayu-hitam.htmlDiakses pada tanggal 25 Flora di Suaka Margasatwa Buton Utara, Februari 2013. Sulawesi Tenggara.Jurnal Biodiversitas Vol. 6 No. 3. UNS – Solo. [7] Kompas. 2011. Jenis Tumbuhan Langka Dilestarikan. [13] Uji.T. dan F.I Windadri. 2007. http://regional.kompas.com/read/2011/04/06 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Di Cagar /22213820/114.Jenis.Tumbuhan.Langka.Dilest Alam Kekenauwe Dan Suaka Margasatwa arikandiakses pada tanggal 17 Agustus 2013. Lambusango, Pulau Buton Sulawesi Tenggara. Journal Teknologi Lingkungan Vol. 8 No. 3. [8] Mustian.2009. Keanekaragaman Jenis Jakarta. Tumbuhan Pada Tanah Ultrabasa Di Areal Konsesi PT. INCO Tbk, Sebelum Penambangan [14] Wilcove, D. S. And L. Y. Chen. 1998. Propinsi Sulawesi Selatan.IPB. Bogor. Management Costs For Endangered Spesies. Conservation Biology 12 : 1405 – 1407. [9] Status Lingkungan Hidup Indonesia. 2009. Keanekaragaman Hayati. SLHI. Jakarta. [15] Wonderful Indonesia. 2013. Nantu :Kekayaan Hutan Dunia Di Gorontalo. [10] Sunarti. S., A. Hidayat., dan Rugayah. 2008. Keanekaragaman Tumbuhan di Hutan [16] http://www.indonesia.travel/id/travelers- Pegunungan Waworete, Kecamatan Wawonii stories-detail/all/248/nantu-kekayaan-hutan- Timur, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. dunia-di-gorontaloDiakses pada tanggal 15 Juli Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu 2013. Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong Bogor.

Biodiversitas 9 (3) : 194-198.

J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.2, April, 2013 [96]