PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL Analisis Praksis Pendidikan Islam di Madrasah Aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor Timur

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian tesis Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Oleh:

MUHAMMAD ISLAHIL UMAM 21161200000001

KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2020

1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas rahmat dan karunia- Nya, karya ilmiah ini bisa penulis selesaikan. Shalawat beserta salam penulis kirim kepada Baginda Nabi Muhammad Saw. Proses panjang penyelesaian karya ini anyak rintangan dan tantangan namun berkat izin Allah Swt, dukungan serta motivasi dari pelbagai pihak, akhirnya segala hambatandan rintangan itu bisa dilewati. Penulis dengan penuh rasa hormat yang tinggi dan ucapan terima kasih sebanyak-banyak, kepada: 1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA (2015- 2019), Prof. Dr. Amany Lubis, Lc. MA, (2019-2024); 2. Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA (2015-2019), Prof. Dr. Jamhari, MA (2015-2019), Prof. Dr. Asep Saepudin Jahr (2020) beserta wakil-wakil direktur dan seluruh jajaran SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 3. Ketua Program Magister Pengkajian Islam Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, JM Muslimin, Ph.D (2015-2019), Arif Zamhari, M.Ag.,Ph.D (2019- 2024); 4. Prof. Dr. Armai Arief, MA. sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi baik di kelas maupun dalam pertemuan demi pertemuan untuk merakit ide-ide tesis ini menjadi karya ilmiah yang layak diketengahkan; 5. Seluruh dosen yang telah memberikan keluasan dan kedalaman ilmu pengetahuan secara langsung maupun tidak kepada penulis, khususnya berkenaan dengan kajian yang penulis ajukan dalam thesis ini.; 6. Ayahanda Syabli,S.Pd.I atas amanat yang terus terngiang: sekolahlah tinggi-tinggi, lampaui batasmu! Ibunda Zuhrul Ain,S.Pd yang mengikhlaskan anak tertuanya merantau dan hidup jauh, demi cita-cita; ini adalah ijabah doa-doa malam bunda. Nasarudin (alm), kakek yang selalu berjuang demi pendidikan anak cucunya, Muliyasih, Nenek yang tak luput merindukan cucunya sembari berdoa, Jadikan anak cucuku melampaui diriku dalam pendidikan! Keluarga besar Ibunda Siti Hawiyah, keluarga besar Rukyatul Laeli, S.Pd, yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil hingga saat ini. Terima kasih tiada terhingga atas pengorbanan dalam perjuangan yang tiada berujung ini! 7. AdindaAhmad Qusyairi, S.Sos, Safwatun nikmah, Qonita Amany, dan Sri Nurbayani Maisyuroh, Terimakasih telah mengirim senyuman untuk mengisi kerinduan.Tempat seluruh rindu dikembalikan dari jarak yang terbentang ! 8. DR. Abdullah Khusairi, MA, rekan sekaligus ayah yang banyak membimbing jalan panjang yang berliku di tanah Ciputat, keluasan ilmu dan pengalaman beliau tak sungkan dialirkan. Sosok figur yang menjadi inspirasi! 9. Rekan-rekan seperjuangan dan teman sejawat, L. Saefudin Zuhri, Muh. Tarmizi Tahir, Zainal Khalid, Ahmad Zaeni Dahlan, Fahman Mumtazi, ,Hilman Rasyid, Muflihah, Shinta, Ulvah Nuraeni, Teguh Luhuring Budi, Kurais, Taufik,Rof’il Khoir; Bindan Niji, Mujiburrahman, Mujizatulloh Damopoli, L. M. Zulqutbi Azhari, Auliarahman Asyrofi, Sukriadi, Jero Bajang, Ahmad Hartono(mamok), Safwan Harfy, Abdul Mu’in, Didin Saepudin, Nadif Muhammad, Ahmad Suhaimi;

i

serta semua pihak yang tak bisa penulis sebut satu persatu; terima kasihatas diskusi demi diskusi juga segelas kopi! Akhirnya, tiada gading yang tak retak, begitu juga karya ini, saran dan dukungan yang konstruktif sangat penulis harapkan. Wassalam. Wr.Wb.

Ciputat, 04 Agustus 2020

Muhammad Islahil Umam

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Muhammad Islahil Umam NIM : 21161200000001 Jenjang Pendidikan : Program Magister (S2) Judul Tesis : Pendidikan IslamdanPerubahan Sosial: Analisis Praksis Pendidikan Islam di Madrasah Aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor Lombok Timur Konsentrasi : Pendidikan Islam

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul “Pendidikan dan Perubahan Sosial: Analisis Praksis Pendidikan Islam di Madrasah Aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor Lombok Timur” ini murni karya orisinil (asli) saya sendiri. Ide maupun gagasan orang lain yang ada dalam karya ini saya sebutkan sumber pengambilannya.

Apabila di kemudian hari terbukti ditemukan unsur-unsur plagiasi, saya siap menerima sanksi yang diberlakukan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

iii

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Muhammad Islahil Umam NIM : 21161200000001 Judul Tesis : Pendidikan IslamdanPerubahan Sosial: Analisis Praksis Pendidikan Islam di Madrasah Aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor Lombok Timur

Menyatakan bahwa draf tesis telah diverifikasi pada tanggal 13 April 2020. Draf tesis telah diperbaiki sesuai saran verifikasi meliputi :

1. Format abstrak disesuaikan 2. Pengetikan nama orang serta penulisan : dicek Kembali 3. Daftar Pustaka diperbaiki

Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan pertimbangan untuk menempuh ujian tesis.

Jakarta, 03 Agustus 2020 Yang membuat pernyataan,

Muhammad Islahil Umam

iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Muhammad Islahil Umam NIM : 21161200000001 Judul Tesis : Pendidikan IslamdanPerubahan Sosial: Analisis Praksis Pendidikan Islam di Madrasah Aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor Lombok Timur

Bahwa tesis ini telah melalui bimbingan, work in progress I, II, dan ujian pendahuluan serta telah diperiksa dan diperbaiki sebagaimana mestinya. Dengan ini, saya menyetujui untuk diajukan pada ujian tesis.

Jakarta, 04 Agustus 2020 Pembimbing

Prof. Dr. Armai Arief, MAg

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ALA-LC ROMANIZATION TABLES

1. Konsonan Huruf Arab Nama Huruf Latin Alif a ا Ba b ب Ta t ت Tha th ث Jim j ج {H{a h ح Kha kh خ Dal d د Dhal dh ذ Ra r ر Zay z ز Sin s س Shin sh ش {S}ad s ص }Dad{ d ض {T{a t ط {Z{a z ظ ‘ Ayn‘ ع Ghayn gh غ Fa f ف Qaf q ق Kaf k ك Lam l ل Mim m م

vi

Nun n ن Wawu w و Ha h هـ Ya y ي

2. Vokal Seperti halnya bahasa , vokal dalam bahasa Arab meliputi: vokal tunggal [monoftong] dan vokal rangkap [diftong]. a. Monoftong Tanda Nama Huruf Latin Fath}ah a ــــَ َ Kasrah I ــــَ D}ammah u ــــَ َ b. Diftong Tanda dan Huruf Nama Gabungan Huruf Fath}ah dan Ya ay ــــ ي َ Fath}ah dan Wawu aw ـــــ و َ

3. Maddah Harkat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda

4. Ta Marbut}ah Ta Marbut}ah yang berharakat sukun (mati) dan diikuti kata lain [dalam istilah bahasa Arabnya posisinya sebagai mud}a>f], maka transliterasinya t. Akan tetapi, apabila tidak diikuti dengan kata lain atau bukan sebagai posisi mud}a>f, maka menggunakan h. Contoh: al-Bi>’ah البِْيـئَـــــــــــــــةُ Kulli>yat al-Ab ِ كل يَّة اآلَدا ِبُ

vii

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep pendidikan Islam dan perubahan sosial dari ruang teoritis menuju realitas obyektif di lapangan sehingga pembaca diharapkan dapat memahami secara luas nuansa dan kiprah pendidikan Islam khususnya madrasah aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor dalam mengelola lembaga pendidikan Islam yang berkualitas berbasis kebutuhan masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk penelitian lapangan (field-reaserch) dengan pendekatan institutional organization sebagai alat analisis kebijakan dan praktik pendikan yang berlangsung di MA Muallimin NW Pancor. Pendekatan lain yang digunakan secara spesifik adalah pendekatan studi kasus. Data primer terdiri dari data lapangan yang dikumpulkan dengan teknik observasi, dokumentasi dan wawancara. Data sekunder berupa buku-buku, disertasi, tesis, jurnal, artikel, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan menjadi kunci perubahan jika pendidikan mampu menjawab tantangan perubahan di masa depan. Upaya MA Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor dalam melakukan perubahan sosial diletakkan pada beberapa aspek diantaranya aspek kebijakan, manajemen serta implementasinya dalam bentuk praksis pendidikan. Implementasinya ditemukan pada program kependidikan yang berbasis pembinaan intelektual yang bermutu yang dilaksanakan melalui pembentukan keterampilan dan praktik baik. Selain itu upaya menciptakan kultur sekolah yang baik salah satunya dengan menciptakan pembiasaan terhadap literasi dengan menghadirkan agen baca sekolah, menciptakan lingkungan sehat dan sadar akan kesehatan, kedisiplinan dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan sebagai upaya untuk menjadikan Muallimin sebagai agent of change di tengah masyarakat. Penelitian ini mendukung pendapat Romulo Peinhero, Jhon L. Rury, Robert Van Wyasberghe, Mimar Türkkahraman, tentang pendidikan dan perubahan sosial. Pendidikan menurutnya harus mampu menjawab tuntutan yang datang dari kebutuhan masyarakat, atau kepentingan kelompok, mampu memberikan dampak perubahan menuju ke arah yang lebih baik\. Untuk merealisasikan hal tersebut maka pendidikan sebagai sebuah lembaga harus melakukan transformasi agar dapat menghadirkan pendidikan yang berkualitas.

Kata Kunci: Pendidikan Islam, Perubahan sosial, organisasi, social change.

viii

ABSTRACT

This study aims to develop wider concept of Islamic education and social change from theoretical space to reality in the field so that readers are expected to understand broadly the progress of Islamic education, especially MA Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor in managing quality of Islamic education based on community needs. This research was carried out in the form of field-reaserch with an institutional organization approach as a tool for educational analysis and educational practices that took place at MA Muallimin NW Pancor. Another approach used specifically is the case study approach. Primary data consists of field data collected by observation, documentation and interview. Secondary data in the form of books, dissertations, theses, journals, articles, and other sources related to this research. The conclusion of this study shows that education is the key to change only if education is able to answer the challenges of change in the future. MA Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor's efforts in making social change are put on several aspects including the aspects of policy, management and its implementation in the form of educational praxis. Its implementation is found in educational programs that are based on intellectual quality development, the formation of skills and good practice. In addition, efforts to create a good school culture, creating a habit of literacy by presenting a school reading agent, creating a healthy and health-consciousness, and discipline. This research supports the opinions of Romulo Peinhero, Jhon L. Rury, Robert Van Wyasberghe, Mimar Türkkahraman, about education and social change. According to them, education must be able to answer the demands that come from the needs of the community, or the interests of the group, able to make a change to better direction. To realize this, education as an institution must transform in order to bring quality.

Keywords: Islamic education, social change, organization,

ix

ملخص تهدف هذه الدراسة إلى تطوير مفهوم التربية اإلسالمية والتغيير االجتماعي من الفضاء النظري إلى الواقع الموضوعي في المجال بحيث يتوقع من القراء أن يفهموا على نطاق واسع الفروق الدقيقة والتقدم في التعليم اإلسالمي ، وخاصةMA Muallimin NW Pancor في إدارة المؤسسات التعليمية اإلسالمية عالية الجودة بنا ءً على احتياجات المجتمع.

تم إجراء هذا البحث في شكل بحث ميداني مع نهج التنظيم المؤسسي كأداة للتحليل التربوي والممارسات التعليمية التي جرت في .MA Muallimin NW Pancor نهج آخر يستخدم على وجه التحديد هو نهج دراسة الحالة. تتكون البيانات األولية من البيانات الميدانية التي تم جمعها عن طريق المالحظة والتوثيق وتقنيات المقابلة. بيانات ثانوية في شكل كتب وأطروحات ورسائل علمية ومجالت ومقاالت ومصادر أخرى تتعلق بهذا البحث.

تشير نتائج هذه الدراسة إلى أن التعليم هو مفتاح التغيير إذا كان التعليم قاد را على مواجهة تحديات التغيير في المستقبل. يتم وضع جهود MA Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor في إحداث التغيير االجتماعي على عدة جوانب بما في ذلك جوانب السياسة واإلدارة وتنفيذها في شكل عملي تعليمي. تم العثور على تطبيقه في البرامج التعليمية التي تقوم على التطوير الفكري الجيد الذي يتم من خالل تكوين المهارات والممارسة الجيدة. باإلضافة إلى ذلك ، الجهود المبذولة لخلق ثقافة مدرسية جيدة واحدة منهم من خالل خلق عادة محو األمية من خالل تقديم وكيل قراءة المدرسة ، وخلق بيئة صحية واعية بالصحة ، واالنضباط ، وما إلى ذلك.

يدعم هذا البحث آراء Romulo Peinhero و Jhon L. Rury و Robert Van Wyasbergheو Mimar Türkkahraman حول التعليم والتغيير االجتماعي. يجب أن يكون التعليم ، وف قا له ، قاد را على االستجابة للمطالب التي تأتي من احتياجات المجتمع ، أو مصالح المجموعة ، حتى يكون قاد را على إحداث تغيير في االتجاه نحو األفضل. لتحقيق ذلك ، يجب أن يتحول التعليم كمؤسسة من أجل تحقيق تعليم جيد.

ً ً الكلمات المفتاحية: التربية اإلسالمية ، التغيير االجتماعي ، التنظيم ، التغيير االجتماعيًلألفضل.ًلتحقيقًذلكً ،ًتجبًلمؤسسةًالتعليمًأنًيتحولًلتقديمًتعليمًجيد.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...... Halaman Pernyataan Bebas Plagiasi ...... i Lembar Perifikasi ...... ii Halaman Persetujuan Pembimbing...... iii

x

Kata Pengantar ...... iv Pedoman Transliterasi ...... vi Abstrak ...... viii Daftar Isi ...... xi BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Permasalahan ...... 10 1. Identifikasi ...... 10 2. Perumusan ...... 10 3. Pembatasan Masalah ...... 10 C. Tujuan penelitian ...... 11 D. Signifikansi penelitian ...... 11 E. Penelitian terdahulu yang relevan ...... 11 F. Metode Penelitian ...... 16 G. Sistematika Penulisan ...... 18 BAB II. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL ..... 21 A. Diskursus pendidikan dan Perubahan Sosial ...... 21 1. Pendidikan dan lembaga pendidikan islam ...... 21 2. Teori perubahan sosial ...... 26 3. Gagasan perubahan sosial dalam pendidikan ...... 33 B. Transformasi pendidikan islam: dialektika pengembangan pendidikan Islam dan transformasi sosial...... 34 C. Studi Manajemen dalam Pengembangan Model dan Praksis Pendidikan Islam ...... 38 BAB III. MADRASAH ALIYAH MUALLIMIN NAHDLATUL WATHAN PANCOR...... 45 A. Gambaran umum Pendidikan di Kabupaten Lombok Timur ...... 45 1. Profil Lombok Timur ...... 45 2. Pendidikan Islam dan Sistem Sosial Masyarakat Lombok Timur ...... 50 3. Hubungan Pendidikan dan Masyarakat ...... 55 B. Pendidikan Nahdlatul Wathan ...... 56 1. Yayasan \Pondok Darun Nahdlatain Nahdlatul Wathan Pancor ...... 56 2. Kultur Pesantren dalam Lingkungan Nahdlatul Wathan ...... 57 C. Madrasah Aliyah Muallimin NW Pancor ...... 60 1. Kiprah MA Muallimin NW Pancor di Tengah Masyarakat ...... 60 2. Gambaran Umum Madrasah Muallimin NW Pancor ...... 64

BAB IV PERUBAHAN SOSIAL DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN DI MA MUALLIMIN NW PANCOR ...... 75 A. Analisis Kebijakan pendidikan di MA Muallimin NW Pancor ...... 75 1. Analisis konteks perumusan kebijakan pendidikan di MA Muallimin NW Pancor ...... 77

xi

2. Kontekstualisasai Visi dan Misi MA Muallimin NW Pancor ...... 86 B. Gambaran Manajemen mutu di Madrasah Aliyaah Muallimin NW Pancor ...... 92 1. Implementasi Manajemen Mutu di MA Muallimin NW Pancor ...... 92 2. Peran Kepimimpinan Transformatif di MA Muallimin NW Pancor ...... 96 3. Mutu dan Perubahan Sosial di MA Muallimin NW Pancor ..... 100 C. Diskursus Perubahan Sosial dalam Praktik Pendidikan di MA Muallimin NW Pancor ...... 102 1. Proses Pembelajaran ...... 103 2. Program pengembangan dan pelatihan (ekstra kulikuler) ...... 105 D. Kritik Pendidikan ...... 112 BAB V PENUTUP ...... 115 Kesimpulan ...... 115 Saran ...... 116 DAFTAR PUSTAKA ...... 117 GLOSARIUM ...... 129 INDEX ...... 131

DAFTAR SINGKATAN

TGKH : Tuan Guru Kiai Haji TGH : Tuan Guru Haji TGB : Tuan Guru Bajang\

xii

NW : Nahdlatul Wathan NU : NWDI : Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah NBDI : Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah BPS : Badan P{usat Statistik\ MA : Madrasah Aliyah MI : Madrasah Ibtidaiyah MTs : Madrasah Tsanawiyah \YPH PPD : Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok {Pesantren Darunnahdlatain Hamzanwadi : Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid NWDI NTB : Nusa Tenggara Barat IAIH : Institut Agama Islam Hamzanwadi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 ...... 47 Tabel 3.2 ...... 57 Tabel3.3 ...... 66

xiii

Tabel 3.4 ...... 67

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 ...... 20 Gambar 3.1 ...... 46 Gambar 3.2 ...... 48

xiv

Gambar 3.3 ...... 49 Gambar 3.4 ...... 53 Gambar 3.5 ...... 64 Gambar 3.6 ...... 65 Gambar 3.7 ...... 72 Gambar 4.1 ...... 100 Gambar 4.2 ...... 105 Gambar 4.3 ...... 107 Gambar 4.4 ...... 109 Gambar 4.5 ...... 110

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

xv

“Education is the most powerful weapon to change the world”.1 Demikian quote Nelson Mandela yang sangat melegenda. Quote ini menggambarkan bahwa pendidikan menjadi mesin istimewa untuk melakukan perubahan di tengah masyarakat. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar dalam pengembangan sumberdaya manusia.2Institusi pendidikan memainkan peran penting di tengah masyarakat sebagai agen kontrol sosial, perubahan budaya, dan paling tidak, seleksi sosial.3Dewasa ini, pendidikan dalam sebuah negara menjadi sarana untuk mengubah kehidupan masyarakat menuju kepada kehidupan sosial yang lebih baik.4 Penelitian merupakan sebuah kajian tentang upaya pengelolaan lembaga pendidikan Islam untuk melakukan perubahan sosial5. Analisisnya ditekankan pada bentuk model serta praksis pendidikan yang ditawarkan oleh institusi pendidikan Islam yang menjadi subyek penelitian ini yaitu madrasah aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor Lombok Timur.6 Dengan kata lain, penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana instutusi pendidikan dikembangkan dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakat. Madrasah Aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor Lombok Timur hadir di tengah masyarakat sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan

1Crain Soudien, Nelson Mandela: Comparative Perspectives of His Significance for Education, Vol.42 ( Rotterdam: Sanse Publisher, 2017) h.172 2 Husain Salilul Akareem & Syed Shahadat Hossain, Determinants of education quality: what makes students perception different,Journal of Open Review of Educational Research, Vol. 3, No.1, (2016), h. 52-61 3A.H. Halsey, Education and Social Selection: Power and Ideology in Education (London: Oxford University Press, 1977), h.167 4H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik Transformatif untuk Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) h.17 5 Lombok adalah salah satu dari dua pulau besar di provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Pulau ini terletak di antara pulau Bali dan Sumbawa. Total populasi masyarakat Lombok berjumlah 3.352.988 dimana 90% masyarakatnya adalah suku sasak yang tersebar menjadi empat kabupaten dan satu kota. Lihat,Erni Budiwanti, Islam Sasak: Versus Islam Waktu Lima ( Yogyakarta: LKiS, 2000) h.8 Lihat juga,: Fery Kurniawan, Luky Adrianto, Dietriech G. Bengen, Lilik Budi Prasetiyo, Patterns of Landscape Change on Small Islands: A Case of Gili Matra Islands, Marine Tourism Park, Indonesia, Journal Procedia: Sosial and Behavioral Sciences No. 277 (2016) h. 553-559 6 Upaya pengembangan lembaga pendidikan khususnya di Indonesia seringkali dipengaruhi oleh faktor perbedaan ideologi dan budaya. ideology dan kultur tersebut memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk tren serta model pengembangan lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian terdahulu, mereka sepakat bahwa munculnya beragam model dan praktik pendidikan seperti pesantren, sekolah Islam terpadu dan lain sebagainya merupakan bentuk tren pendidikan yang dibangun atas dasar kontestasi ideologis. Kontestasi ideologis semacam inilah yang selanjutnya menjadi faktor utama pertumbuhan kuantitas lembaga pendidikan islam yang meningkat pesat. Lihat; Daniel Suryadarma, The Muslim Disparity in Education Attainment:Explanations from Indonesia,paper: Crawford School of Economics and Government Australian National University (2010) h.1-34. Lihat Juga; disertasi Saparudin, Ideologi Keagamaan dalam Pendidikan: Dimensi dan Kontestasi pada Madrasah dan Sekolah Islam di Lombok, Disertasi SPS UIN Jakarta (2016) h. 224 2 berkembang pesat di daerah ini. Madrasah Muallimin dalam prosesnya terus melakukan upaya-upaya pengembangan lembaga pendidikan untuk menghadirkan pendidikan yang berkualitas di tengah pesatnya pertumbuhan lembaga pendidikan Islam secara kuantitas di pulau Lombok. Lombok adalah sebuah pulau di provinsi Nusa Tenggara Barat yang dikenal dengan sebutan “pulau seribu masjid”.7 Pulau ini merupakan sebuah wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Islam (muslim).8 Kehadiran Islam sebagai agama mayoritas di pulau ini tidak hanya ditandai dengan antusiasme masyarakatnya dalam mendirikan tempat ibadah seperti masjid dan mushalla (langgar),9 tetapi juga kehadiran lembaga pendidikan Islam berupa pesantren10 dan madrasah.11 Tercatat lebih dari 385 pondok pesantren dan ribuan madrasah yang berdiri di pulau ini.12 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, lembaga pendidikan Islam swasta dalam persentase berjumlah 51,28% dari jumlah seluruh lembaga pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.13Khusus untuk Kabupaten Lombok Timur, terdapat 170 pondok pesantren dengan jumlah sebanyak 65.824 orang.14 Untuk

7 Istilah “pulau seribu masjid” melambangkan pulau Lombok terdiri masyarakat religius. Berdasarkan data kementrian agama menurut Mutawali jumlah masjid yang tersebar hingga seluruh pelosok pulau Lombok berjumlah 3151. Lihat: Mutawali, Moderate Islam In Lombok: The Dialetic Between Islam and Local Culture,Journal Of Indonesian Islam Vol. 01, No. 2 (Desember 2016) h. 309-334. Access online: DOI: 10.15642/JIIS.2016.10.2.309-334 Lihat juga: L Khirjan Nahdi, Dinamika Pesantren Nahdlatul Wathan dalam Persfektif Pendidikan, Sosial dan Modal, Islamica Journal Vol. 7, No.2, (Maret 2013) h. 381-405 8 Ahmad Amir Aziz, Islam Sasak: Pola Keberagamaan Komunitas Islam Lokal di Lombok,Jurnal Millah, Vol.8 No.2 (Februari 2009) h. 241-252. Lihat Juga, Muhammad Irwan Fitriani, Kontestasi Konsepsi Religius dan Ritualitas Islam Pribumi Versus Islam Salafi di Sasak Lombok, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol.5, No.2 (Desember 2015) h.513-531 9 Mutawali, Moderate Islam In Lombok: The Dialetic Between Islam and Local Culture, Journal Of Indonesian Islam, Vol. 01, No. 2 (Desember 2016) h. 309-334. Access online: DOI: 10.15642/JIIS.2016.10.2.309-334 10 Fahrurrozi, Budaya Pesantren di Pulau Seribu Masjid, Lombok, Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol.23 No.2 (Desember 2015) h.324-345 11 Muhammad Irwan Fitriani, Kontestasi Konsepsi Religius dan Ritualitas Islam Pribumi Versus Islam Salafi di Sasak Lombok,Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol.5, No.2 (Desember 2015) h.513-531. Lihat juga, Fahrurrozi, Budaya Pesantren di Pulau Seribu Masjid, Lombok, jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, Vol.23 No.2 (Desember 2015) h.324-345. Bandingkan dengan data Badan Pusat Statistik Provinsi NTB tahun 2013-2014, akses online: https://ntb.bps.go.id/dynamictable/2017/01/23/78/banyaknya-tempat- peribadatan-menurut-kabupaten-kota-provinsi-ntb-2013---2014.html 12 Data Juknis Kementrian Agama Lombok timur. Akses Unduh : http://www.penmadlotim.com/2017/10/juknis-form-excel-pip-2017-dan-surat.html 13 Data Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa tenggara Barat Tahun 2016. Akses Online: https://ntb.bps.go.id/subject/108/agama.html#subjekviewtab3 14 Bappeda, Lombok Timur dalam Data Tahun 2016, akses online, Lomboktimurkab.go.id/beranda/wp-content/uploads/Penduduk-dan-Tenaga-Kerja.pdf 3 lembaga pendidikan tinggi di Lombok Timur pada tahun 2014 terdapat 11 perguruan tinggi. 6 diantaranya merupakan perguruan tinggi keagamaan.15 Data statistik pendidikan Islam tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Islam di tengah pulau kecil dengan luas hanya 4.275 Km2,16mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Dengan spirit keagamaan dan kebangsaan, lembaga pendidikan Islam hadir untuk memberikan kontribusi melakukan gerak perubahan di tengah masyarakat,17 disamping mempertahankan eksistensi serta wajah Islam dan kultur yang dimilikinya. Dalam jejak historisnya, penyebaran Islam di pulau Lombok dipelopori oleh para tuan guru18 yang terlibat langsung dengan jaringan ulama19 Timur Tengah(Haramain). Mereka membawa ajaran Islam lalu mengajarkannya kepada masyarakat Sasak. Keterlibatan tuan guru asal Lombok dalam jaringan ulama Haramain20 mendorong mereka untuk menciptakan semacam jaringan keilmuan yang menghasilkan wacana ilmiah.21 Selanjutnya, dengan semangat pembahuruan,22para tuan guru tersebut kembali ke pulau Lombok untuk menyelenggarakan pendidikan seraya membawa tradisi-tradisi keislaman yang diekspresikan dengan beragam bentuk local wisdommasyarakat Sasak. Hal tersebut senada dengan yang

15 Badan Pusat Statistik Lombok Timur (BPS), Lombok Timur dalam Data tahun 2016. Akses Online: https://Lomboktimurkab.bps.go.id/publikasi.html 16 Berdasarkan data Bappeda provinsi Nusa Tenggara Barat, Data Demografi,Nusa Tenggara Barat dalam Angka 2011, luas pulau Lombok adalah 1/3 dari luas Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu 20.152 KM2. Akses unduh: http://bappeda.ntbprov.go.id/wp- content/uploads/2013/09/NTBdalamAngka2011_01_babi-2011.pdf 17 Miftahul Huda, Peran Pendidikan Islam terhadap Perubahan Sosial, Edukasia: Jurnal Penelitian pendidikan Islam Vol.10, No.1 (Februari 2015) h. 165-188 18Istilah tuan guru dalam masyarakat Sasak (di wiliyah Nusa Tenggara Barat) memiliki kesamaan arti dengan istilah tuan guru di wilayah Kalimantan yang berarti seseorang yang memiliki pengetahuan agama Islam yang luas dan biasanya memimpin pesantren. Istilah tuan guru juga memiliki kesamaan arti dengan kiai (Jawa), teungku (Aceh), buya(Sumatera Barat), atau ajengan (Jawa Barat). Lihat: Mohammad Iwan Fitriani, Kepemimpinan Kharismatis-Transformatif Tuan Guru dalam Perubahan Sosial Masyarakat Sasak-Lombok melalui Pendidikan, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 16, No. 1 (Mei 2016 ) h.175 - 195 19Istilah jaringan ulama merujuk pada hubungan keilmuan ulama-ulama Nusantara dengan ulama-ulama Timur Tengah yang membawa gagasan pembaharuan Islam. Lihat. , Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke XVII&XVIII: Akar Pembaharuan Islam di Indonesia Edisi Perenial(Jakarta: Kencana, 2013) 20 Jamaluddin, Keterlibatan Ulama Sasak dalam Jaringan Ulama Pendidikan Periode 1754-1904 ( TGH. Abdul Gafur ), Journal al-Qalam Vol. 22 no. 1 (Juni 2016.) h. 49-60 21Jamaluddin, Keterlibatan ulama sasak dalam jaringan ulama pendidikan periode 1754-1904( TGH. Abdul Gafur ),Journal al-Qalam Vol. 22 No. 1 (Juni 2016.) h. 49-60, Lihat Judul Lain artikel yang sama, Jamaludin, Tgh. Abdul Gafur: Involvement inThe Network of Ulama Sasak in The Period 1754-1904, Jurnal Al-Qalam Vol. 22 No.1 (Juni 2016) 49-60 22 Syakur, Abdul Ahmad. (2006). Islam dan Kebudayaan: Akulturasi Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Sasak, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid Agen Pembaharuan Budaya Sasak 1904-1997. (Yogyakarta. Adab Press Fak. Adab UIN Yogyakarta) h. 17 4 diungkapkan Geertz,23ulama (tuan guru) tidak hanya menjadi pembawa agama tetapi juga sebagai broker kebudayaan. Tuan guru dalam melakukan transformasi sosial masyarakat Sasak menempuh jalur pendidikan, khususnya pendidikan agama di masyarakat. Awalnya para tuan guru mendidik masyarakat melalui pendidikan non-formal semisal pengajian.24Seiring tuntutan zaman, di mana masyarakat tidak hanya memerlukan pendidikan non-formal, tetapi juga pendidikan formal, maka para tuan guru itupun mendirikan pendidikan formal25 seperti pondok pesantren dan madrasah.26 Tuan Guru selanjutnya menjadi tokoh pendidik (agama) atau imam di tengah masyarakat (religious and social role).27 Masyarakat Sasak pada awalnya telah menganut ajaran Islam sebelum kerajaan Bali datang ke Lombok28 namun ajaran Islam yang dianut masyarakat Sasak berbeda dengan ajaran Islam yang dibawa oleh para Tuan Guru. Jika Islam Sasak pada masa awal sarat dengan animisme (wetu telu)29, maka Islam

23 Clifford Geertz, The Javanese Kijaji : The Changing Role of a Cultural Brocker, Comparative Studies in Society and History 2 (Januari 1960) h. 247 24 Fahrurrozi,Budaya Pesantren di Pulau Seribu Masjid, Lombok, jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol.23 No.2 (Desember 2015) h.324-345 25 Berdirinya madrasah sebagai lembaga pendidikan formal dipelopori oleh Tuan Guru H.M. Zainuddin Abdul Majid dengan mendirikan Madrasah NWDI (madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) di Lombok Timur. Lihat, Mohammad Noor, dkk.,Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Jakarta: PT. Logos Kencana Ilmu, 2004) h. 195 bandingan dengan : Masnun, Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Pustaka Al Miqdad, 20070 h. 37 26 Mohammad Iwan Fitriani, Kepemimpinan Kharismatis-Transformatif Tuan Guru dalam Perubahan Sosial Masyarakat Sasak-Lombok melalui Pendidikan, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 16, No. 1 (Mei 2016 ) h.175 - 195 27 Sebagai contoh, Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid, Pendiri Nahdlatul Wathan(NW) seorang ulama karismatik di Pulau Lombok. Kontribusinya dibidang pendidikan juga dakwah ditengah masyarakat sasak mendapat apresiasi yang tinggi dari masyarakat sehingga dalam riwayat kehidupannya ia dikenal dengan istilah Abu al-Mada>ris dan Abu al-Masa>jid, disamping sebagai tokoh pendidikan juga sebagai Imam di tengah masyarakatnya. Lihat, Mohammad Noor, dkk.,Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Jakarta: PT. Logos Kencana Ilmu, 2004) h. 195 28 Erni Budiwanti, Islam Sasak: Wetu Telu versus Islam Waktu Lima ( Yogyakarta: LKiS, 2000) h. 9 29Wetu telu adalah adalah praktik unik sebagian masyarakat suku Sasak yang mendiami pulau Lombok dalam menjalankan agama Islam. Berdasarkan makna harfiah Wetu Telu dapat diartikan sebagai waktu tiga. Orang-orang waktu lima menafsirkan sebutan Wetu Telu bahwa Wetu Telu mengurangi dan meringkas hamper semua peribadatan Islam menjadi hanya tiga kali saja. Mereka mengangap Wetu Telu hanya melaksanakan tiga rukun Islam saja, yaitu mengucapkan syahadat, menjalankan solat harian dan berpuasa. Wetu Telu meninggalkan rukun keempat dan kelima yaitu membayar zakat dan pergi berhaji. Lihat: Erni Budiwanti, Islam Sasak: Wetu Telu versus Islam Waktu Lima (Yogyakarta: LKiS, 2000) h. 133-134 5 yang dibawa tuan guru adalah Islam wetu limeyang dianggap Islam yang sempurna. Di sinilah titik awal peran sosial keagamaan tuan guru di Lombok dalam melakukan perubahan melaui jalur pendidikan.30Jeremy Kingsley mengatakan “Tuan guru is the guardian of religious tradition”.31 Demikianlah tuan guru sebagai pendiri dan pelaksana pendidikan pesantren dan madrasah dalam ruang sosial masyarakat sasak menjadi salah satu bagian integral terhadap dialetika agama dan budaya masyarakat setempat sejak awal masuknya Islam.32 Ada semacam hubungan yang membentuk hubungan sirkular antara ketiga aspek tersebut. Tuan guru memiliki legitimasi yang kuat untuk mentransformasi pemikiran dan budayanya melaui lembaga pendidikan. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan dalam tubuh masyarakat sasak telah lama diakui oleh masyarakat. Kepiawaian pesantren, madrasah dan sekolah Islam dalam memformulasikan pemahaman dan pemikirannya melahirkan kultur yang mengadabkan manusia. Di era sekarang, kepiawaian dan peran strategis tersebut kemuadian menjadi modal ajang kontestasi untuk mendapatkan posisi strategis di masyarakat.33Clifford Geertz dalam “The Javanese Kijaji: The Changing of Role of Cultural Broker” mengungkapkan bahwa peran Kiyai (Tuan Guru) akan selalu eksis sepanjang pesantrennya mendirikan madrasah yang memuaskan secara religius bagi penduduk desa serta sekolah yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan Indonesia baru.34 Islam Sasak dalam Perkembangannya dewasa ini, selanjutnya tidak lagi hanya didominasi oleh para tuan guru yang memiliki pengaruh kuat dengan budaya lokal. Mainstream35Islam yang semula didakwahkan oleh para tuan guru di Lombok biasanya berasal dari organisasi keagamaan yang memiliki pengikut mayoritas di

30 Muh.Samsul Anwar, Dinamika Politik Tuan Guru di Lombok Era Reformasi, Cet. 1 (Ciputat: Cinta Buku Media, 2016) h. 74 31 Jeremy Kingsley,Tuan Guru, community and conflict in Lombok, Indonesia, P.Hd Thesis Melbourne Law School(The University of Melbourne, 2010) h. 75 32 Jeremy Kingsley,Tuan Guru, community and conflict in Lombok, Indonesia, P.Hd Thesis Melbourne Law School(The University of Melbourne, 2010) h. 75 33Bronislaw Malinowski, A Scientific Theory of Culture and Other Essays (New York: Oxford University Press, 1960) h. 37 34 Clifford Geertz, The Javanese Kijaji: The Changing of Role of Cultural Broker, (London: Cambridge University Press, 1960) h.228 35 Kelompok Islam di Lombok memiliki latar belakang pemahaman dan praktik keberagamaan yang berbeda. Kelompok Islam ini selanjutnya direpresentasikan melalui organisasi-organisasi Islam antara lain Nahdlatul Wathan (NW), Nahdlatul Ulama (NU), , Tarbiyah Islamiyah, Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia (DII) dan Juga Salafi. Masing-masing memiliki lembaga tersendiri dengan ideologi serta pola keagamaan yang berbeda pula. Namun yang paling dominan diantra kelompok tersebut adalah kelompok tradisional yaitu NW dan NU. Lihat, Saparudin, Salafi, State Recognition and Local Tension: New Trend In Islamic Education in Lombok, Journal of Ulmuna, Vol. 21 No. 1, (Juni 2017) h. 81-107 6

Pulau Lombok yaitu 36 Nahdlatul Wathan (NW)37 dan Nahdlatul Ulama (NU).38 Mayoritas tuan guru, baik dari kalangan NW maupun NU (bahkan mayoritas), mengusung doktrin ortodoksi teologi Ash‘ari>yah, fiqh Syafi’iyah, dan tasawuf al- Ghaza>li> yang semuanya berciri khas moderat. Komunitas organisasi yang lain seperti Salafi39 mulai ikut meramaikan wacana gerakan-gerakan pendidikan dan dakwah Islam di tengah masyarakat. Salafi dengan tipologi tersendiri membawa pemahaman serta pola budayanya yang puritan mulai tumbuh dan perkembang di pulau ini.40 Akibatnya muncul semacam kontestasi untuk mendapat legitimasi di tengah masyarakat. Nahdlatul Watahan (NW) atau yang lain sebagai komunitas yang lebih dulu hadir di tengah masyarakat berupaya mempertahankan status quo yang berlangsung sejak dahulu. Sedangkan salafi sebagai komunitas yang relatif muncul belakangan berupaya merubah doktrin yang lama dengan doktrin-doktrin baru yang mereka bawa.41 Dialektika antara Pendidikan dan masyarakat seperti yang tergambar dalam kondisi sosial masyarakat Sasak menghadirkan pola-pola pengembangan lembaga pesantren yang beragam yang memiliki ciri khas tersendiri dengan tujuan yang beragam. Baik Nahdlatul Wathan (NW), Nahdlatul Ulama (NU), Salafi dan lain lain berupaya mendirikan lembaga-lembaga pensantren dan madrasah yang integral dengan sistem pendidikan di Indonesia untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.42 Senada dengan ungkapan Saparudin hadirnya pendidikan formal dari

36 Muh. Alwi Parhanudin, Nahdlatul Wathan dan Masyarakat Sipil: Studi Gerakan Sosisal atas manifestasi Civil Society pada Masyarakat Lombok, Inright, Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia Vol.2 No.1 (2012) h. 177-172 37 Nahdlatul Wathan (selanjutnya disingkat NW) didirikan oleh Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (selanjutnya disebut Syaikh Zainuddin) pada tanggal 15 Djumadil Akhir 1373 H. atau 1 Maret 1953 M. di Pancor Lombok Timur. Lihat, Muh. Alwi Parhanudin, Nahdlatul Wathan dan Masyarakat Sipil: Studi Gerakan Sosisal atas manifestasi Civil Society pada Masyarakat Lombok, Inright, Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia Vol.2 No.1 (2012) h. 177-172 Lihat Juga, Mohammad Nor dkk., Visi Kebangsaan Religius; Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1907-1997 (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 205 38 Saparudin, Salafi, State Recognition and Local Tension: New Trend In Islamic Education in Lombok, Journal of Ulmuna, Vol. 21 No. 1, (Juni 2017) h. 81-107 39 Mohammad Iwan Fitriani, Kepemimpinan Kharismatis-Transformatif Tuan guru dalam Perubahan Sosial Masyarakat Sasak-Lombok Melalui Pendidikan, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 16, No. 1 (Mei 2016 ) h.175 - 195 40Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Mainstream Keberagamaan Masyarakat Sasak, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 2 (Desember 2012) h. 375-402 41 Irwan Fitriani, Kontestasi Konsepsi Religius dan Ritualitas Islam Pribumi Versus Islam Salafi di Sasak Lombok,Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol.5, No.2 (Desember 2015) h.513-531 42Saat ini paham Salafi sudah menyebar seluruh Nusa tenggara Barat. Beberapa pesantren tercatat bercorak Salafi antara lain Pondok Pesantren Abu Hurairah, Pondok Pesantren Abu Dzar al-Ghifari, Pondok Pesantren Darus Syifa, dan pesantren al-Madinah. Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Mainstream Keberagamaan Masyarakat Sasak, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 2 (Desember 2012) h. 375-402 7 organisasi tersebut memiliki dampak yang sangat besar terhadap pemenuhan kebutuhan sosial dan ekspektasi masyarakat.43 Agama Islam yang membawa nilai-nilai dan norma-norma kewahyuan bagi kepentingan hidup manusia akan ditransmisikan kepada individu melalui pendidikan pesantren dan madrasah.44 Oleh karena itu, proses kependidikan Islam perlu dikonsepsikan dan diaktualisasikan ke dalam perkasis operasional di lapangan. Telah banyak akademisi pendidikan yang mengkonsepsikan teori-teori pendidikan yang berkembang hingga saat ini. Mulai dari teori pendidikan yang murni lahir dari kacamata pendidikan maupun dari pendekatan-pendeketan Ilmu lain sperti sosiologi, psikologi dan lain sebagainya. Melihat fakta tersebut, disimpulkan bahwa pendidikan memegang peranan yang signifikan dalam menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat. pendidikan didefinisikan sebagai usaha melestarikan, mengalihkan dan mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi berikutnya.45Demikian pula peranan pendidikan Islam di kalangan kelompok muslim merupakan salah satu bentuk upaya melestarikan dan menanamkan (internalisasi) dan mentrasformasikan nilai-nilai Islam kepada generasi berikutnya sehingga nilai-nilai kultural religius yang ingin dicapai tetap berfungsi dan berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan yang diharapkan.46 Lebih lanjut, Pendidikan dalam konteks yang luas di Indonesia, secara inheren memuat pesan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa semata-mata untuk menghantarkan manusia Indonesia yang berbudi luhur dan berwatak, berkepribadian dan berkeadaban, bersatu dalam kebhinekaan, dialogis, kekeluargaan dan demokratis, cerdas, terampil, berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, berbudaya kreatif dan inovatif untuk mewujudkan keadilan sosial di segala bidang kehidupan.47 Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak.48 Maksud pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar sebagai pribadi dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya.49 Di sinilah Ki Hadjar Dewantara sangat menekankan pendidikan kebangsaan bahwa seorang dididik

43 Saparudin, Salafi, State Recognition and Local Tension: New Trend In Islamic Education in Lombok,Journal of Ulmuna, Vol. 21 No. 1, (Juni 2017) h. 81-107 44 Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah Diniyah di Indonesia,Jurnal Sosio- Religia, Vol. 8, No. 2, (Februari 2009) h. 497-516 45 H. Muhtadi,Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Ibn Miskawaih, Jurnal Sumbula: Volume 1, Nomor 1, (Januari-Juni 2016) h.22-42 46 Abdul Haris Rasyidi,Upaya Memperkokoh Landasan Filosofis Pendidikan Agama Islam,Jurnal Edukasi, Volume 05, Nomor 01, Juni 2017: 001-013 47 Amin Nasi,Dinamika Pengembangan Sistem Pendidikan: Kerangka Dasar Potensi Anak Usia Dini, Jurnal Thufula Vol. 2, No. 2, (Juli-Desember 2014) h.235-250 48 Joni Rahmat Pramudia, Orientasi Baru Pendidikan:Perlunya Reorientasi Posisi Pendidik dan Peserta Didik, Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, Vol. 3 No.1, Nopember 2006 : 29-38 49 Moh. Khairudin dan Susiwi, Pendidikan Karakter Melalui Pengembangan Budaya Sekolah di Sekolah Islam Terpadu Salman Al-Farisi Yogyakarta,Jurnal Pendidikan Karakter, Vol.3, Nomor 1, (Februari 2013) h.77-86 8 bukan hanya supaya tumbuh sebagai seorang pribadi tapi juga sebagai bagian dari sebuah bangsa. Selain itu, pendidikan hanyalah tuntunan karena memang yang harus berkembang adalah anak didik, sedangakan guru lebih berperan sebagai penuntun agar daya yang ada pada anak didik berkembang. Faktanya, pendidikan pesantren dalam beberapa tahun terakhir menghadapi problematika pemikiran dan problematika sosial. Di antaranya adalah berkembangnya faham keagamaan yang eksklusif, intoleran, yang dibangun dari pemikiran dan ideologi tertentu. Dari konteks ini, terlihat bahwa dunia pendidikan Islam beserta institusinya secara tidak langsung dapat dikatakan tidak berkembang dan terbangun diwilayah yang netral, melainkan terbangun dalam kontruksi sosial, mediasi budaya, intervensi politik dan basis ideologi tertentu. Oleh sebab itu Penelitian ini berupaya melihat posisi lembaga pesantren melalui sudut pandang sosiologi pendidikan. Pendekatan sosiologi ini nantinya dapat membuka wawasan kita dalam melihat tumbuh dan berkembangnya manusia dari latar belakang ideologi, latar belakang sosial, dan budaya tertentu di dalam institusi pendidikan yang ada. Menurut Zainudin Maliki, Sosiologi pendidikan dalam hal ini bisa membantu memberikan bahan yang berharga dalam rangka melihat proses pendidikan dengan pelbagai masalah dan implikasi yang ditimbulkan.50 Atas dasar pemikiran seperti itu maka sosiologi pendidikan memberikan jalan dalam meningkatkan kepekaan kita melihat nilai-nilai, institusi-institusi, budaya dan kecendrungan yang ada di masyarakat dan dalam dunia pendidikan, termasuk membantu melihat pendidikan dan hubungannya dengan masyarakat. Dalam sosiologi pendidikan berkembang pelbagai macam paradigma dalam melihat pola-pola penyelenggaraan pendidikan baik dalam level makro51 maupun pada level mikro.52 Pada Level makro muncul beberapa teori seperti struktural fungsional, struktural konflik, Marxian,53 cendrung melihat bagaimana pendidikan diorganisasikan, institusi pendidikan dibentuk, dan kultur sekolah disosialisasikan dan sistem pendidikan dikembangkan. Kemajuan dan kemunduran, keberhasilan dan kegagalan dalam pendidikan dicari penjelasannya dari balik sistem atau struktur sekolah maupun sistem dan struktur masyarakatnya. Sementara itu, pada level mikro

50 Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan , Cetakan ke-2 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press) h. 4 51 Level makro dalam sosiologi biasanya merujuk pada analisis institusional seperti institusi pendidikan, kelompok, nilai, budaya dan lain lain. Lihat, Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan , Cetakn ke-2 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press) h.12 bandingkan dengan: Mustafa Sever, A critical look at the theories of sociology of education,International Journal Of Human Sciences, Vol.9, No.1 (2012) h.651-671, Lihat Juga : Muhammad Rusydi Rasyid, Pendidikan dalam Persfektif Teori Sosiologi,Jurnal Auladuna, Vol. 2, No. 2 (Desember 2015) h. 274-286 52 Level mikro biasanya merujuk pada analisis pada ruang lingkup mikro seperti pembelajaran di ruang kelas, interaksi guru murid dan lain lain. Lihat, Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan , Cetakn ke-2 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press) h.12 bandingan dengan: Rachel Brooks, Mark McCormack and Kalwant Bhopal, Contemporary Debates in the Sociology of Education (New York: The Palgrave Macmillan,2013) h.220 53 George Ritzer, Sociological Theory, 8th Edition (New York: McGraw-Hill,2011) h.236 9 cendrung menggunakan kajian fenomenologis dengan penekanan pada upaya memahami apa yang terjadi di balik fenomena, data, dan informasi terkait realitas kehidupan individu. Kajian sosiologi pendidikan pada perspektif mikro ini diantaranya yaitu konstruksionis, interaksi simbolik, fenomenologi dan lain-lain. Di sisi lain terdapak kajian teori-teori sosiologi pendidikan yang fokus pada level mikro.54 Pada level ini diskursus sosiologi pendidikan mencakup aspek yang lebih detil terkait proses pembelajaran atau penjaminan kualitas dan mutu pendidikan sehingga mencapai hasil pendidikan yang bermakna bagi individu peserta didik serta relevan dengan konteks masyarakat dalam komunitasnya. Pada level ini, Termasuk pula dalam kajian level mikro adalah kajian-kajian sosiologi pendidikan perspektif fenomenologis, interaksionisme simbolik dan lain- lain.55Perspektif ini memiliki kecendrungan untuk memahami realitas pendidikan tidak dari luar realitas individu.56 Paradigma lain yang paling klasik dalam perspektif mikro ini disebut dengan paradigma behavioristik yang digagas oleh Vygotsky, Pavlop dan Watson. Paradigma behavioristik ini cukup berpengaruh dalam dunia pendidikan sampai abad ke 20. Paradigma ini memiliki kecendrungan yang melihat dampak perilaku tertentu dengan perilakunya sehingga dalam konteks pendidikan paradigma ini dikembangkan dalam lingkungan pembelajaran di kelas. Jika ditarik dalam konteks ini, Pendidikan merupakan institusi yang terintegral dengan masyarakat atas dasar kata sepakat akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Masyarakat sebagai sistem sosial secara terintegratif menciptakan institusi pendidikan menjadi jembatan dalam menciptakan tertib sosial untuk mnuju perubahan ke arah yang lebih baik (progresif). Dengan adanya sejumlah perspektif dalam sosiologi pendidikan sebagaimana yang dipaparkan di atas, maka penelitian ini akan menggali hubungan antara fenomena masyarakat dengan institusi pendidikan yang hadir ditengah masyarakatnya melalui pandangan-pandangan atau perspektif ilmu sosial. Pendidikan dalam hal ini diposisikan sebagai institusi yang memiliki pengaruh dalam kehidupan sosial budaya masyarakat, bukan melihat pendidikan sebagai kegiatan proses pembelejaran di kelas.

54 Rachel Brooks, Mark McCormack and Kalwant Bhopal, Contemporary Debates in the Sociology of Education (New York: The Palgrave Macmillan,2013) h.220 Bandingkan dengan, Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan , Cetakn ke-2 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press) h. 44 55 Detriech Jong menggunakan analis mikro dan makro dalam melihat realitas sosial. Analisis makro dan mikro ini sering digunakan untuk menarik kesimpulan dengan melihat hubungan secara menyeluruh antar ruang lingkup realitas sosial yang berbeda. Dalam hal ini analisis mikro berupaya melihat ruang lingkup yang lebih kecil dari analisis makro sehingga sering dikaitkan dengan istilah interaksi simbolik juga fenomenologis. Lihat, Dietrich Jung, Muslim History and Sosial Theory : Global Theory of Modenity (UK: This Palgrave Macmillan, 2017) h. 7 Bandikan: Christopher Bjirk, Educational reform, Academic Intensity and Educational Opportunity in Japan. dalam Emily Hannum, Globalization, Changing Demographics, and Educational Challenges in East Asia,Research in Socioogy of Education Vol.17, (UK:Emerald Group Publishing Limited, 2010) h.77 56 Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan , Cetakn ke-2 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press) h. 44 10

B. Permasalahan Penelitian 1. Identifikasi Masalah. Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Pertumbuhan lembaga pendidikan yang sangat pesat dengan sejumlah problem yang hadir dalam tubuhnya. b. Kemampuan mengorganisir lembaga pendidikan islam sangat beragam c. Munculnya beragam model lembaga pendidikan Islam dengan latar belakang sosial dan ideologis yang berbeda. d. Perbedaan ideologi dalam institusi pendidikan dan berujung pada kontestasi lembaga pendidikan Islam untuk mendapatkan legitimasi di tengah masyarakat. e. Pendidikan Islam di Lombok dalam jejak historisnya memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk gerak perubahan ditengah masyarakat. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan sebelumnya, dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebuah pertanyaan mayor yaitu : bagaimana praksis pendidikan di madrasah Aliyah Muallimin NW Pancor Lombok Timur menurut perspektif perubahan sosial? Pertanyaan besar ini dideskripsikan lebih lanjut melaui beberapa pertanyaan minor berikut yakni: Pertama, bagaimana kebijakan pengelolaan madrasah aliyah Muallimin NW Pancor menurut perspektif perubahan sosial ? Kedua, bagaimana bentuk manajemen di MA Muallimin NW Pancor menurut perspektif perubahan sosial? Ketiga, bagaiamana praktik pendidikan yang dijalankan di MA Muallimin NW Pancor menurut perspektif perubahan sosial? 3. Pembatasan Masalah Karena Luasnya masalah-masalah yang muncul, maka penelitian ini akan dibatasi dalam beberapa variabel sebagai berikut: Pertama: penelitian ini fokus dilaksanakan di MA Muallimin NW Pancor Lombok Timur pada Tahun 2019 dengan melihat bentuk kebijakan, manajemen dan praksis lembaga pendidikan Islam dilihat dalam perspektif perubahan sosial. Kedua, Penelitian ini tidak diupayakan untuk mengukur hasil yang dicapai oleh madrasah untuk mencapai tujuan perubahan sosial akan tetapi fokus kepada proses upaya yang dilakukan oleh MA Muallimin NW Pancor untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terutama di era globalisasi saat ini. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah adalah untuk mengetahui, memahami dan menganalisa bagaimana bentuk praksis pendidikan Islam khususnya madrasah Aliyah Muallimin NW Pancor dilihat dari sudut pandang perubahan sosial. Dengan demikian penelitian ini dapat mengungkap pelbagai macam upaya-upaya perubahan sosial yang dilakukan madrasah dengan menyusun kebijakan-kebijakannya, pengelolaan (manajemen) untuk meningkatkan mutu serta praktik-praktik pembelajaran yang berhubungan dengan perubahan sosial.

11

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat praktis secara umum yang diharapkan dalam penelitian ini paling tidak adalah tesis yang dihadirkan dapat menjadi acuan atau rujukan untuk melaksanakan dan mengoptimalisasikan program pendidikan dengan tujuan yang paling mendasar yaitu “to improve quality” atau meningkatkan kualitas. Penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi positif bagi akademisi pendidikan agar peka terhadap tantangan-tantangan pendidikan di era globalisasi. Selanjutnya dapat memberikan kontribusi terhadap pendidikan masyarakat pendidikan melalui pembinaan moral, skill, dan lain sebagainya untuk menuju arah perubahan yang lebih baik (progresif).

E. Beberapa Penilitian Terdahulu yang Relevan Terdapat beberpa penelitian terdahulu yang relevan yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan Tema dengan penelitian ini yaitu: Robert Vanwynsberghe (2015) menulis sebuah jurnal dengan Judul “Education for social change and pragmatist theory: five features of eductive environtment designed for social change”57. Penelitian ini mengungkap teori pragmatik sebagai ide utama dalam pengelolaan lembaga pendidikan yang didalamnya mencakup aspek kegiatan pembelajaran. Fokusnya diletakkan pada human action atau tindakan yang secara lebih spesifik disebutkan sebagai habits and creativity. Kedua aspek tersebut menjadi kunci dalam merancang pendidikan. Baginya, gagasan perubahan dapat dimulai pada tatanan yang paling mikro sebagai educator untuk menciptakan perubahan sejak di proses pembelajaran dikelas yang berupaya untuk membentuk lingkungan edukatif untuk mentransmisikan pengetahuan serta informasi yang dikehendaki. Ia berangkat dari perspektif Paulo Fierre yang disebut dengan “Bangking Method”. Artinya, dalam penelitian ini diungkapkan secara spesifik mengenai perubahan sosial pada ranah yang paling mikro melalui kegiatan-kegiatan pendidikan di dalam kelas yang berupa tindakan Rashika Sarma (2016) dalam jurnal ysng berjudul “Creating Social Change: The Ultimate Goal of Education For Sustainability”.58 Tidak jauh berbeda dengan Robert, penelitian ini menempatkan posisi proses dan sistem pendidikansebagai penanggungjawab dalam mentransmisikan paradigma dan tingkah laku (tindakan). Oleh karena itu, menurutnya, pengembangan kualitas pendidikan melalui beragam model pengembangan pada setiap aspeknya memungkinkan adanya transformasi individu. Namun Rashika sarma memiliki penekanan khusus pada model pengembangan yang orientasinya adalah aspek ekonomi dan literasi. Walaupun ruang lingkupnya yang juga fokus pada ruang lingkup mikro yaitu upaya menghadirkan model pembelajaran transformatif di ruang kelas, rashika Sharma justru menekankan

57Robert Vanwynsberghe, Education for Social Change and Pragmatist Theory: Five Features of Eductive Environtment Designed for Social Change, International Journal Of Longlife Education, Vol.34, No. 3 (2015) h. 268-283. Access link: http://dx.doi.org/10.1080/02601370.2014.988189 58Rashika Sharma and Sylila Monteiro, Creating Social Change: The Ultimate Goal of Education for Sustainability,International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 1, (January 2016) h.72-76 12 adanya kesadaran seluruh komponen lembaga pendidikan digunakan untuk menghadirkan pola pendidikan yang mencakup aspek kemanusiaan dan kemasyarakatan secara global. Sarma juga menekankan aspek ekonomi dan literasi sebagai basis orientasi kegiatan pendidikan. Sarma dalam hal ini dipengaruhi oleh analisis studinya merupakan sebuah analisis terhadap strategi pengembangan praksis pendidikan yang subyeknya adalah insitut teknologi di New Zeland. Penelitiannya tersebut menampilkan model reorientasi pemikiran peserta didik agar mampu berfikir dan melakukan perubahan di era globalisasi dengan sejumah tantangan-tangan sosial, ekonomi, dan juga kultural. Penelitian Lain yang juga memiliki kesamaan tema pokok dengana penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mimar Türkkahraman guru besar fakultas pendidikan Akdeniz University di Turki. Penelitiannya termuat dalam sebuah jurnal yang berjudul “The Role Of Education in Societal Development”.59 Dalam penelitianya tersebut Türkkahraman mengungkapkan bahwa untuk dapat menguraikan hubungan antara pendidikan dan perubahan sosial secara tepat maka pendidikan perlu dipandang bukan hanya sebagai proses rutinitas yang mempengaruhipelbagai level masyarakat atau sebagai institusi sosial, tetapi, pendidikan harus diposisikan melalui sudut pandang politis atau kebijakan yang harus berupaya diberlakukan untuk merealisasikan kebutuhan dan perkembangan idividu juga masyarakat secara luas yang berbasis pada pengembangan sosial ekonomi. Menurutnya, dengan orientasi ekonomi perkembangan ilmu pengetahuan di era persaingan sekarang ini harus dikembangkan dengan sebuah pendekatan yang dapat melakukan resolusi tehadap aspek kognitif. Menurutnya hal ini sejalan dengan sebuah konsepsi yang disebut dengan “Community Beyond Industry”. Implikasinya, pendidikan bertanggungjawab menghasilkan output sebuah komunitas yang lebih baik dari komunitas lainnya. Indikator penting yang digunakan untuk mengukurnya adalah sebagai berikut:pertama, pengelolaan lembaga atau yayasan humanistik, sosial dan global dengan mengadopsi pendekatan pedagogis dan sistematis. Kedua, berinvestasi banyak pada penelitian ilmiah. Ketiga, mengorganisir dan menggunakan pengetahuan yang dihasilkan untuk mengaktualisasikan tujuan komunal. Selanjutnya Paul Jhon, dkk. Dalam sebuah jurnalnya yang berjudul “The role of education, training and skills development in social inclusion:The University of the Heads of the Valley”60 melakukan sebuah penelitian studi kasus di universitas UHOVI, Wales. Ia mengnalisa pengaruh universitas tersebut dengan cara mengukur sejauhmana output lembaga pendidikan tersebut dapat diterima dengan baik dalam pasar kerja di tengah masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa melalui program pelatihan dan pengembangan skill di universitas tersebut terutama pada jurusan/ fakultas teknologi menjadi bagian penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat

59Mimar Türkkahraman, The Role Of Education In The Societal Development, Journal Of Educational and Instructional Studies In The World, Vol. 2, No.4 (September 2012) h.38-41 60 Paul Jhones. Christopher Miller.David Pickernell and Gary Packham, The Role Of Education, Training and Skill Development in Social Inclusion,Journal Emerlad, Education&Training, Vol. 53. No. 7 (2011) h. 638-648 13 yang tinggi. Kualifikasi pendidikan yang hasilkan oleh output lembaga pendidikan tersebut bagi masyarakat setempat tidak hanya dibutukan oleh pasar kerja dengan level rendah tetapi juga pada tingkatan ekonomi dan pasar kerja yang tinggi. Terdapat sejumlah penelitian lain yang serupa dengan Paul Jhones tersebut yang melakukan analisis mengenai pendidikan dan perubahan sosial yang didominasi oleh program-program pendidikan yang orientasinya pada aspek pengembangan sosial-ekonomi untuk memenuhi tuntutan pasar kerja. Selain penekanannya pada program-program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat barat yaitu sosial- ekonomi, sejumlah penelitian tersebut juga merupakan kajian-kajian yang menggunakan kuantitatif untuk mengukur tingkat pengaruh output pendidikan dengan kiprahnya di tengah pasar kerja pada subyek pendidikan tertentu. Beberapa penelitian tersebut diantaranya: Romulo Pinheiro,61John L. Rury,62 Romulo Pinheiro, dalam sebuah artikelnya dengan judul “The Role of Higher Education in Society and the Changing Institutionalized Features in Higher Education” yang dimuat dalam “The Palgrave International Handbook of Higher Education Policy and Governance”63mengungkapkan bahwa pendidikan saat ini berada dibawah tekanan dan dituntut untuk menunjukkan relevansi sosialnya. Ia menambahkan bahwa pendidikan harus mampu memanifestasikan dirinya sebagai agen untuk melakukan perubahan di beberapa bidang diantaranya ekonomi, kebutuhan pasar kerja, tren demografis serta kepentingan-kepentingan kelompok. Maka dari itu, pendidikan harus memperbaiki performa lembaganya dengan melakukan transformasi serta menyediakan pelbagai instrument yang dibutuhkan. Dalam bukunya yang lain yaitu “Reforms, Organizational Change and Performance in Higher Education” Romulo melakukan perbandingan terhadap beberapa institusi pendidikan untuk mengukur performa lembaga pendidikan untuk memenuhi ekspektasi-ekspektasi yang dipaparkan sebelumnya. Berbeda dengan Romulo, John L. Rury dalam melihat relevansi antara pendidikan dan perubahan sosial berangkat dengan pendekatan historis terhadap lembaga pendidikan di Amerika. Ia menemukan hubungan yang signifikan dalam modernisasi lembaga pendidikan dengan perubahan sosial. Ia menganalisa dampak pengembangan sistem pendidikan modern sejak abad ke19 yang secara makro berdampak pada aspek kekuatan sosial seperti industrialisasi, urbanisasi, dan lain sebagainya. Selain itu pendidikan menurutnya juga berkontribusi dalam meningkatan status sosial masyarakat dengan mempertimbangkan pengaruh pendidikan secara luas.

61 Romulo Pinheiro.dkk, The Role of Higher Education in Society and the Changing Institutionalized Features in Higher Education in Jeroen Huisman, The Palgrave International Handbook of Higher Education Policy and Governance, (NewYork, Palgrave MacMillan, 2015) h.225 62 John L. Rury, Education and Social Change: Contours in the History of American Schooling, 4th Edition (London, Routladge Taylor&FrancisGroup, 2013) h. 1-273 63 Romulo Pinheiro. dkk, Reforms, Organizational Change and Performance in Higher Education: A Comparative Account Form The Nordic Countries (Swizerland: Palgrave Mcmilan, 2019) h. 1

14

Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan tersebut beberapa hal yang dapat diungkap adalah mereka secara umum menganalisa hubungan antara pendidikan dan perubahan sosial. Walaupun mereka memiliki penekanan-penekanan tertentu dan subyek masyarakat sosial yang berbeda-beda, namun mereka tidak menafikan bahwa upaya transformasi, modernisasi, dan perbaikan pada pendidikan dan instrumennya memiliki peran yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Sejumlah penelitian tersebut tentu berbeda dengan penelitian ini terutama mengingat bahwa orientasi sosial pada setiap lapisan masyarakat, perubahan perubahan orientasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada sebuah konteks sosial tertentu memiliki kecendrungan subyektif. Oleh sebab itu orientasi pengembangan lembaga pendidikan sebagaimana yang mereka analisa tentu tidak dapat digeneralisis apalagi dalam konteks lembaga pendidikan |Islam dalam setting sosial di masyarakat Lombok Timur. Adapaun beberpa penelitian lain yang memiliki relevansi dan dikelompokkan berdarkan pada kesamaan subyek dengan penelitian ini antara lain: Saparudin (2017). Penelitian ini menjadi penelitian yang paling relevan dengan penelitian ini berdasarkan kesesuaian subyek penelitiannya. Disertasi yang diajukan pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berjul “Ideologi Keagamaan Dalam Pendidikan: Diseminasi Dan Kontestasi Pada Madrasah Dan Sekolah Islam Di Lombok.” Penelitian tersebut menjadi penelitian yang paling relevan dengan penelitian ini karena terdapat persamaan terkait pendidikan Islam dengan latar belakang Organisasi Nahdlatul Wathan (NW) dan Salafy. Perbedaan yang signifikan dengan penelitian ini terletak pada penekanan subyek penelitiannya. Disamping membatasi subjek kajian pada satu lembaga madrasah dari masing- masing latar belakang komunitas tersebut, Saparudin dalam disertasinya memberikan titik tekan pada aspek ideologi pendidikannya, sedangkan dalam penelitian ini lebih fokus pada praksis pendidikan dengan menggunakan perspektif perubahan sosial, penelitian ini pun menggunakan pendekatan yang berbeda dengan penelitian tersebut. Baharudin (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Nahdlatul Wathan dan Perubahan Sosial64 melihat peran Nahdlatul Wathan sebagai organisasi sosial yang melakukan gerak perubahan dalam kehidupan masyarakat religius. Tidak jauh berbeda dengan beberapa penelitian yang mendahuluinya seperti Cliffort Geertz (1960) ia menunjukkan bahwa eksistensi organisasi Nahdlatul Wathan sebagai lembaga sosial, termasuk lembaga sosial keagamaan seperti pesantren ternyata memiliki peran penting dalam mendorong, menentukan, bahkan mengarahkan terjadinya perubahan sosial. Dengan menyajikan data historis masyarakat Lombok, Burhanudin memperlihatkan upayanya dalam mengungkap fakta yang penting mengenai perubahan soasialyang terjadi akibat usaha para tuan guru Nahdlatul Wathan melakukan proses pembumian nilai-nilai Islam. Disamping penelitian ini fokus pada organisasi Nahdlatul Wathan sebagai organisasi sosial keagamaan,

64Burhanudin, Nahdlatul Wathan dan Perubahan Sosial, Cet. II, (Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian masyarakat P3M, 2007), h. 1-261 15 penelitian ini juga fokus melihat relasi agama dengan perubahan sosial sehingga perubahan-perubahan yang diidentifikasi cendrung berkaitan dengan perubahan pola keberagamaan masyarakat muslim di Lombok. Selain itu beberapa Penelitian lain yang juga ada relefansinya terkait hubungan pesantren dengan masyarakat di Lombok adalah Syakur (2002),65Erni Budiwanti(2000),66 Zuhdi (2011),67Fahrurrozi (2015)68 Ahmad Amir Aziz (2009),69 dan Muhammad Irwan Fitriani (2015).70Fahrurrozi (2015) dengan judul “Budaya Pesantren di Pulau Seribu Masjid, Lombok.” Dalam penelitiannya, Fahrurrozi menemukan pola hubungan pesantren dan madrasah dengan budaya masyarakat sasak melalui tradisi-tradisi keislaman di dalam kehidupan masyarakat sasak. fokus utama dalam penelitian adalah mengenai eksistensi pesantren dalam sejarah lokal pulau Lombok yang mengalami perkembangan dari masa ke masa. Budiwanti (2000) dalam kajiannya berbicara tentang Islam masyarakat Sasak, Zuhdi(2011) juga berbicara mengenai sejarah sosial, Islam, budaya dan politik serta ekonomi di Lombok. Walaupun kajian-kajian tersebut memiliki kesamaan subjek, akan tetapi Kajian- kajian tersebut pada dasarnya menekankan pada kajian dialetika antara agama dan budaya dan belum menyentuh aspek pendidikan yang menjadi jembatan penghubung dialetika tersebut. Adapun Amir Aziz (2009) dengan judul ”Islam Sasak: Pola Keberagamaan Komunitas Islam Lokal di Lombok”. Tidak jauh berbeda dengan Erni Budiwanti, penelitian ini fokus melihat hubungan antara Islam dengan budaya lokal. penelitian ini tidak menyentuh aspek pendidikan dalam analisisnya. Dialetika Islam dengan budaya asli masyarakat saak dianalisis melalui pendekatan historis yang menampilkan pergumulan antara agama Islam yang dibawa dari Timur Tengah dengan budaya lokal. Muhammad Irwan Fitriani (2015) dalam penelitiannya melihat pola interaksi antara kelompok Islam di Lombok secara tidak langsung terlibat dalam kontestasi religius antara kelompok Salafi dengan masyarakat yang memegang tradisi keislaman yang telah mereka pegang selama ini. Dalam kesimpulannyan Muhammad Irwan Fitriani melihat ada semacam kontestasi kesalihan sosial antara masyarakat.

65Disertasi yang diajukan kepada program Pascasarjana UIN oleh A. Abd. Syakur yang berjudul Islam dan Kebudayaan Sasak: Studi tentang Akulturasi Nilai- Nilai Islam Kedalam Kebudayaan Sasak (Yogyakarta : 2002) 1-548 66Erni Budiwanti, Islam Sasak: Wetu Telu versus Islam Waktu Lima (Yogyakarta: LKiS, 2000) h.1-402 67Muhammad Harfin Zuhdi.dkk, Lombok Mirah Sasak Adi: Sejarah Sosial, Islam, Budaya, Politik dan Ekonomi Lombok ( Ciputat: Imsak Press, 2011) 1-273 68 Fahrurrozi,Budaya Pesantren di Pulau Seribu Masjid, Lombok, jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol.23 No.2 (Desember 2015) h.324-345 69Ahmad Amir Aziz, Islam Sasak: Pola Keberagamaan Komunitas Islam Lokal di Lombok, Jurnal Millah, Vol.8 No.2 (Februari 2009) h. 241-252 70 Jurnal Penelitian:Muhammad Irwan Fitriani, Kontestasi Konsepsi Religius dan Ritualitas Islam Pribumi Versus Islam Salafi di Sasak Lombok, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam Vol.5, No.2 (Desember 2015) h.513-531 16

Disamping penekananya terhadap satu aspek yang parsial dari sejumlah proses akulturasi budaya, juga pada konteks sosial tertentu, studi-studi tersebut fokus pada priode historis tertentu, sehingga dalam hal ini membuka celah bagi Penelitian ini agar terfokus pada aspek terhadap fenomena sosial sebagai pengaruh dari pendidikan Islam. Adapun lebih rincinya Penelitian ini akan menekankan pada aspek-aspek yang belum sentuh oleh sejumlah studi terdahulu tersebut agar menghasilkan penemuan baru atau minimal model penelitian serta pendekatan yang relatif baru.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dengan mengguanakan metode field reasech71 (penelitian lapangan).72 Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus“(The Case Study Approach)”.73Pendekatan studi kasus ini dibutuhkan dalam rangka menganalisa secara mendalam terhadap masalah dan fenomena yang menarik yang berkaitan langsung dengan tema penilitian ini . selain itu Pendekatan ini sebagai salah satu pisau analisis digunakan dalam rangka menempatkan tren rasional dalam sebuah konteks sosiologis tertentu. Tujuannya adalah untuk memberikan nuansa artikulasi antara konsep-konsep utama tentang aktifitas organisasi lembaga pendidikan, pelaksanaan program, kepemimpinan dan

71Field Reaserch dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Penelitian lapangan. Maksudnya adalah sebuah metode penelitian yang data utamanya tidak didapatkan dari laboratorium atau perpustakan melainkan langsung pada lokasi atau masyarakat tertentu. Lihat, Robert G. Burgess, In The Field: An Introduction to The Field Reaserch, Series:8 (New York : Routledge, 1990) h. 9 72Sejak Awal para peneliti dalam sosiologi pendidikan selalu menggunakan pelbagai metode dalam mempelajari lembaga dan proses pendidikan penelitiannya menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, dan seringkali keduanya dicampuradukkan. Inilah yang dapat ditemukan dalam beberapa studi awal sosiologi pendidikan seperti:Hollingshead's Elmstown's Youth (Hollingshead, 1948) dan Coleman's Adolescent Society (Coleman 1961), di Amerika Serikat, Hargreaves’ Social Relations in a Secondary School (Hargreaves 1967), Ford’s Social Class and the Comprehensive School (Ford 1969) di Inggris, Connell dkk. A Study of Adolescents in Sydney di Sydney (Connell, Francis dan Skilbeck 1959) dan bahkan Les Héritiers di Bourdieu dan Passeron: les 4 tudiants et la culture (Bourdieu & Passeron, 1964) di Prancis dan beberapa studi serupa yang ditemukan di negara lain. Semua studi ini didasarkan pada metode standar yang digunakan oleh sosiolog pada saat itu, yaitu survei kuesioner, wawancara, peta sosiometrik, dan observasi sebagai sumber data. Ari Antikainen.dkk, Contemporary Themes in The Sociology of Education,International Journal of Contemporary Sociology vol. 48, No.1,(2011) h: 117-147 73 Qualitatif Case Study didefinisikian oleh Sharran B. Merriam adalah “case study research is a qualitative approach in which the investigator explores a bounded system (a case) or multiple bounded systems (cases) over time, through detailed, in - depth data collection involving multiple sources of information (e.g., observations, interviews, audiovisual material, and documents and reports), and reports a case descriptionand case - based themes ” (2007, p. 73, emphasis in original).Lihat: Sharran B. Merriam, Qualitatif Research: a Guide to Design and Implementation (USA: Jossey-Bass, 2009) h. 43 17 lain sebagainya dengan menghadapkannya kepada kondisi sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat.

2. Sumber Data Adapun data diperoleh melalui beberapa tahapan sebagai berikut: Pertama, sumber primer berupa data yang didapatkan dari lembaga pendidikan Islam yaitu Yayasan Pendidikan Hamzanwadi NW Pancor (YPH PPD NW) sebagai induk yayasan yang menaungi MA Muallimin NW Pancor. Kedua, Data Primer langsung yang didapatkan dari lapangan(subyek penelitian) yaitu MA Muallimin NW Pancor serta seluruh stakeholder yang ada didalamnya mulai dari kepala madrasah, wakil kepala madrasah, guru, dan staf lainnya yang mengelola lembaga pendidikan Islam tersebut. Untuk memperoleh data primer dari ketiga sumber tersebut dilakuan dengan beberapa cara yaitu: Pertama, dokumentasi dilaksanakan dengan melihat, merekam, mengambil gambar serta melakukan pencatatan terhadap sumber-sumber data, tokoh-tokoh (informan) kaitannya dengan tema penelitian. Dalam hal ini informan adalah tokoh- tokoh pendidikan atau pimpinan pondok pesantren dan madrasah, selanjutnya tokoh agama serta tokoh-tokoh lain yang memiliki kreadibilitas untuk memberikan keterangan terkait data yang dibutuhkan dalam penelitian. Dokumentasi ini terutama dilakukan dengan mengamati secara seksama seluruh aspek yang ada di madrasah Muallimin NW Pancor, mulai dari kebijakan, pengelolaan, program serta proses kegiatan pendidikan di madrasah tersebut. Kedua, observasi74 dilakukan di MA Muallimin NW Pancor dengan merekam, mencatat dan melihat setiap aspek yang ada dalam lembaga pendidikan mulai dari orientasi, model yang ditawarkan serta program yang dilaksanakan dalam bentuk praksis pendidikan dalam lembaga pendidikan tersebut termasuk juga yang berkaitan dengan fakta empiris yang terjadi di lapangan. Ketiga,wawancara dengan mendiskusikan tema penelitian ini bersama dengan informan yang terpercaya untuk mendapatkan informasi terkait tema penelitian. Informan dalam hal ini adalah pengelola lembaga madrasah aliyah MualliminNW Pancor, mulai dari kepala madrasah, wakil kepala madrasah, guru, dan beberapa informan lain yang terlibat di madrasah.

3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Setelah data penelitian terkumpul melalui instrumen pengumpulan data yang digunakan dapat berupa berupa video record, atau audio record akan ditranskrip, lalu data tersebut akan diidentifikasi, selanjutnya dibuatkan pengelompokan (Clustering) kedalam sub-sub tema tertentu dan kemudian diklsifikasikan serta diinterpretasi berdasarkan kebutuhan penelitian guna mendapatkan sebuah kesimpulan.

74Jack Sanger, A Field Research Guide to Observation, Qualitative Studies Series 2 ( London: The Falmer Press, 1996) h. 90-100 18

G. Sistematika Pembahasan Tesis ini terdiri dari lima bab yang secara umum keseluruhannya meliputi beberapa sub-bagian sebagai berikut: konsep Pendidikan, pola pengembangan dan pengorganisasian lembaga, dan juga model-model pelaksanaan pendidikan dalam praksis belajar dan mengajar, kemudian hubungannya dengan hasil yang dicapai dilihat dari sudut pandang perubahan sosial yang dilakukan. Adapun tahapan tahapan penulisannya adalah sebagai berikut: Bab satu, sebagaimana umumnya pada bab ini akan dipaparkan latar belakang dan beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dari latar belakang yang memuat data awal penelitian terkait perkembangan pendidikan Islam sebagai subjek penelitian secara umum di Lombok, serta perdebatan akademik terkait konsep- konsep pendidikan dan perubahan sosial. Selanjutnya pada bab satu ini juga disusun beberapa permasalahan yang dapar diidentifikasi, dirumuskan dan dibuatkan pembatasan masalah sesuai dengan latar belakang, serta disusun secara sistematis sesuai dengan pedoman penulisan yang berlaku. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan tujuan dan manfaat penelitian yang dilanjutkan dengan pemaparan dan pemetaan terhadap kajian-kajian terdahulu yang relevan ( riteratur review ) dan selanjutnya metode penelitian dan sistematika pembahasannya. Bab dua, fokus pada diskursus teoritis mengenai teori pengelolaan dan pengembangan lembaga pendidikan Islam serta hubungannya dengan perubahan sosial. Dalam bab ini disuguhkan perdebatan akademik secara luas mengenai konsep- konsep pendidikan, hubungan pendidikan dengan perubahan sosial serta teori-teori yang memetakan teori-teori manajemen perubahan. Bab tiga, terfokus pada kajian tentang lembaga pendidikan di Lombok Timur, Yasayan Pendidikan Hamzanwadi Darunnahdlatain NW Pancor, Madrasah Aliyah NW Pancor sebagai subyek penelitian yang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang dapat bersaing di pulau Lombok. Hal ini berkitan dengan posisi madrasah di tengah kehidupan sosial masyarakat. Bab empat, terfokus pada deskripsi data temuan empiris dilapangan yang dapat membuktikan bahwa madrasah Aliyah muallimin memiliki orientasi untuk melakukan perubahan di tengah masyarakat. Bab ini akan menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan yaitu upaya MA Muallimin dalam praksis pendidikannya diuraikan untuk memenuhi kebutuhan perubahan sosial melaui kebijakan, manajemen serta pelaksanaan pendidikan yang bermutu. Bab lima, merupakan penutup yang akan menyajikan kesimpulan tesis ini. Kesimpulan ini diupayakan untuk menyoroti persoalan-persoalan penting dan kemungkinan-kemungkinan implikasinya terhadap pengembangan dan pengorganisasian lembaga pendidikan Islam, pelaksanaan pendidikan yang tawarkan yang diorientasikan untuk menciptakan gerak perubahan sosial di tengah masyarakat.

19

KERANGKA PENELITIAN

Latar Belakang Masalah

a. tingkat pertumbuhan jumlah pendidikan secara

kuantitas di Lombok Timur tidak sebanding

dengan penjaminan mutu atau kualitasnya

b. Model pengembangan dan pengorganisasian

lembaga pendidikan Islam yang beragam

c.Signifikansi Pendidikan Islam dalam melakukan

perubahan di tengah Masyarakat

RUMUSAN MASALAH Bagaimana praksis pendidikan di madrasah Aliyah Muallimin NW Pancor Lombok timur menurut persfektif perubahan sosial?

Rumusan Masalah Spesifik: 1. bagaimana kebijakan pengelolaan MAMuallimin NW pancor dalam persfektif perubahan sosial? 2. bagaimana bentuk manajemen di MA Muallimin NW Pancor? 3. Ketiga, Bagaiamana proses praktik pendidikan yang dijalankan di MA Muallimin NW Pancor persfektif perubahan sosial?

PENDEKATAN METODOLOGI PENELITIAN

1. Institusional Organization Field Research

2. Etnography

KERANGKA TEORI

1. Perubahan Sosial

2. Pendidikan Transformatif 3. Manajemen Perubahan

SUBYEK PENELITIAN OBJEK MATERIL: KEBIJAKAN, MANAJEMEN DAN PRAKSIS MA MUALLIMIN NW PANCOR PENDIDIKAN

20

21

BAB II PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL

Pada bab ini diuraikan tentang diskursus pendidikan dan perubahan sosial. Diskursus ini akan menjadi landasan pokok untuk nenghadirkan pola hubungan antara pendidikan Islam dan perubahan sosial sehingga akan memperkuat kerangka berfikir mengenai gagasan perubahan sosial dalam pendidikan Islam. Kerangka berfikir tersebut menjadi pisau analisa untuk menguraikan bahwa eksistensi lembaga pendidikan dalam perjalanannya menempati posisi yang sangat penting dalam gerak perkembangan sosial. Selanjutnya diuraikan pula beberapa teori terkait pengembangan atau transformasi lembaga pendidikan yaitu teori pendidikan Islam transformatif untuk melihat posisi madrasah yang selalu berupaya mengembangkan diri sebagai lembaga pendidikan melalui kebijakan, manajemen, dan pelaksanaan pendidikannya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakat. Diskursus tersebut dibutuhkan dalam penulisan tesis ini guna memperkuat kerangka dasar analisis terhadap pengembangan lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah sebagai subyek dalam penelitian ini. Pembahasan-pembahasan tersebut berupaya mengantarkan pembaca pada pokok persoalan mengenai bagaiamana upaya-upaya lembaga pendidikan Islam melalui kebijakan, manajemen, dan proses pembelajarannya menjadi salah satu faktor penting dalam perubahan sosial. A. Diskursus Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial 1. Pendidikan dan Lembaga Pendidikan Islam Pendidikan Islam menempati posisi penting dalam kehidupan Umat Islam. Pendidikan tersebut dilaksanakan dalam bentuk pengajaran al-Qur'an yang secara historis dapat ditelusuri sampai ke masa nabi Muhammad. pembelajaran agama yang berlangsung secara informal di laksanakan oleh masyarakat muslim melalui masjid- masjid, tempat-tempat tertentu serta rumah-rumah para ustadz dan kiai. Di saat yang sama pendidikan Islam difahami sebagai upaya memberikan aspek spiritual dari seseorang yang memiliki akar tradisi Islam yang kuat disamping memberdayakan anak didik untuk mereflesikan diri, mengaktualisasi diri serta berinteraksi dengan orang lain.1 Oleh karena itu lembaga pendidikan Islam terus berevolusi, beradaptasi dan bertransformasi sebagai respon terhadap perubahan-perubahan kebutuhan, keadaan serta zaman. Hingga saat ini Pendidikan Islam di pelbagai belahan dunia masing-masing memiliki sejarah perkembangan yang inspiratif.2

1Ibrahim Hashim and Misnan Jemali, Key Aspects of Current Educational Reforms in IslamicEducational Schools, Jurnal GJAT, Vol.7 No.1 (juni 2017) 49-57). Lihat juga: Ulfah Rahmawati, Pengembangan Kecerdasan Spiritual santri: Studi terhadap Kegiatan Keagamaan di Rumah TahfizQuDeresan Putri Yogyakarta, Jurnal Penelitian, Vol. 10, No. 1, (Februari 2016) h. 97-124 2Charlene Tan, Reforms in Islamic Education: International Perspectives, (NewYork, Bloomsbury Publishing, 2014) h. 67 ISBN: HB: 978-1-4411-0134-1 21

Di Indonesia pendidikan Islam telah diakui memiliki sejarah yang panjang di Nusantara.3 Dalam beberapa literasi disebutkan bahwa lembaga pendidikan Islam hadir untuk melayani komunitas muslim sejak awal kedatangan Islam ke daerah tersebut.4 Menurut Saefuddin, pendidikan Islam di Indonesia dimulai dari forum pengajian yang diadakan oleh pembawa dan pengkhotbah Islam di rumah-rumah warga masjid. Forum itu kemudian dikonsolidasikan ke dalam pesantren dan madrasah.5 Dalam perkembangannya, pendidikan Islam di Indonesia ditandai oleh munculnya pelbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap.6 Lembaga pendidikan Islam disebut telah memainkan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya. Perkembangan lembaga pendidikan tersebut telah menarik perhatian para ahli baik dari dalam maupun luar negeri untuk melakukan studi ilmiah secara komprehensif. Terdapat banyak hasil penelitian para ahli yang menginformasikan tentang pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut. Tujuannya selain untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa keislaman, juga sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi para pengelola lembaga pendidikan Islam pada masa-masa berikutnya. Nampaknya, hal tersebut sejalan dengan prinsip yang umumnya dianut masyarakat Islam Indonesia, yaitu mempertahankan tradisi masa lampau yang masih baik dan mengambil tradisi baru yang baik lagi sehingga dengan demikian, upaya pengembangan lembaga pendidikan Islam tersebut tidak akan terserabut dari akar kulturnya. Pada awal perkembangan Islam di Indonesia, masjid merupakan satu-satunya pusat pelbagai kegiatan. Baik kegiatan keagamaan, sosial kemasyarakatan, maupun kegiatan pendidikan.7 Bahkan kegiatan pendidikan yang berlangsung di masjid masih bersifat sederhana kala itu sangat dirasakan oleh masyarakat muslim. Maka tidak mengherankan apabila masyarakat menaruh harapan besar kepada masjid sebagai tempat yang bisa membangun masyarakat muslim yang lebih baik.

3 Jajat Burhanudin. Kees van Dijk, : Contrasting Images and Interpretations, Vol.16 (Amsterdam: Amsterdam Uiversity Press. 2013) h. 51 4 Farish A. Noor. Yoginder Sikand, Martin Van Bruinessen, The Madrasa In Asia: Political Activism and Trans National Linkage (Amsterdam: Amsterdam University press: 2008) h.219. Lihat juga: Lukens-Bull, Ronald. Madrasa by any Other Name: Pondok, pesantren, and islamic schools in Indonesia and Larger Southeast Asian Region. Journal of Indonesian Islam. Vol. 4. No. 1. (June 2010) h. 1-21 5 KM.Akhiruddin, Lembaga Pendidikan di Nusantara, Jurnal Tarbiya Vol.1, No.1 (2015), h. 195-219 Lihat Juga: Jamhari Makruf, New Trend in Islamic Education in Indonesia. Studia Islamika, Vol 16. No. 2, (2009), h. 243-290 6 Muchtarom, Islamic Education In The Context of Indonesia National Education, Jurnal Pendidikan \Islam, Vol. 28, No. 2 (2013) h. 323-338 7 Moh Roslan, Moh Nor and Maksum Malim, Revisiting Islamic Education : The Case Of Indonesia,Journal For Multicultural Education Vol.8 No.4, 2014 h. 261-276 22

Awal mulanya masjid mampu menampung kegiatan pendidikan yang diperlukan masyarakat.8 Namun karena terbatasnya tempat dan ruang, mulai dirasakan tidak dapat menampung masyarakat yang ingin belajar. Maka dilakukanlah pelbagai pengembangan secara bertahap hingga berdirinya lembaga pendidikan Islam yang secara khusus berfungsi sebagai sarana menampung kegiatan pembelajaran sesuai dengan tuntutan masyarakat saat itu. Dari sinilah mulai muncul beberapa bentuk lembaga pendidikan di Indonesia diantaranya: Pertama, pondok pesantren. Istilah pondok dalam bahasa Arab funduq yang berarti tempat singgah, sedangkan pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang dalam pelaksanaan pembelajarannya tidak dalam bentuk klasikal.9 Anthony Jhon dikutip oleh Zamakhsyari Dofier menggunakan istilah ”islamic school” merujuk pada lembaga-lembaga pendidikan Islam antara abad ke-13 dan yang berkembang dan dikenal sebagai pondok pesantren.10 Jadi, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam nonklasikal yang peserta didiknya disediakan tempat singgah atau pemondokan11. Pesantren adalah model sistem pendidikan pertama dan tertua di Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren berdiri sebagai wahana penanaman nilai-nilai agama kepada para santri.12 Selanjutnya sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat, fungsi pesantren kemudian berkembang menjadi semakin kaya dan bervariasi, walaupun pada intinya tidak lepas dari fungsi semula. Keberadaan pesantren mengilhami model dan sistem-sistem yang ditemukan saat ini.13eksistensinya bahkan tidak lapuk dimakan zaman dengan segala perubahannya. Karenanya banyak pakar baik lokal maupun internasional melirik pondok pesantren sebagai bahan kajian. Di antara sisi yang menarik para pakar dalam mengkaji lembaga ini adalah karena “modelnya”. Sifat keislaman dan keindonesiaan yang terintegrasi dalam pesantren menjadi daya tariknya. Belum lagi kesederhanaan,

8 KM. Akhiruddin, Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara,Jurnal Tarbiya Vol.1 No.1 (2015) h.195-219, lihat juga: Moh Roslan, Moh Nor and Maksum Malim, Revisiting Islamic Education : The Case Of Indonesia,Journal For Multicultural Education Vol.8 No.4, 2014 h. 261-276, Bandingkan: Herman, Sejarah Pesantren di Indonesia, Jurnal al-Ta'dib, Vol.6 No.2 (Juli-Desember 2013) h. 145-158 9 Herman, Sejarah Pesantren di Indonesia, Jurnal al-Ta'dib, Vol.6 No.2 (Juli- Desember 2013) h. 145-158 10 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, edisi Revisi (Jakarta: LP3S, 2015) h.61 11 Firdaus Wajdi, Globalization And Transnational Islamic Education:The Role of Turkish Muslim Diaspora In Indonesian Islam, Jurnal Adabiyah. Vol. 18 No. 2 (2018) h. 176- 186 12 Antony Johns dalam artikelnya dikutip Zamakhsyari Dhofier menegaskan bahwa pesantren menjadi motor perkembangan Islam di Sumatera, Malaka, Jawa serta terbangunnya kesultanan-kesultanan di Nusantara sejak tahun 1200. Ia menegaskan pula bahwa pesantren antara tahun 1200-1600 merupakan ujung tombak pembangunan peradaban melayu. Lihat: Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, edisi Revisi (Jakarta: LP3S, 2015) h. 35-36 13 Pendi Susanto, Perbandingan Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jurnal Pendidikan Islam,Vol. 4 No.1, (Juni 2015/1436) h. 71-92 23 sistem dan manhaj yang terkesan apa adanya, hubungan kiai dan santri serta keadaan fisik yang serba sederhana. Berdirinya pesantren mempunyai latar belakang yang berbeda, yang pada intinya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat yang haus akan ilmu. Pada umumnya diawali karena adanya pengakuan dari suatu masyarakat tentang sosok kiai yang memiliki kedalaman ilmu dan keluhuran budi. Kemudian masyarakat belajar kepadanya baik dari sekitar daerahnya, maupun luar daerah. Oleh karena itu mereka membangun tempat tinggal disekitar tempat tinggal kiai. Kedua, Madrasah. Kata madrasah dalam bahasa Arab berasal dari kata “madrasatun” yang berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran.14Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan istilah sekolah yang berarti lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.15 Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, , masjid, dan lain-lain, bahkan seorang ibu juga bias dikatakan madrasah pemula. Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan dan keahlian lainnya. Bagi masyarakat muslim Indonesia, madrasah difahami sebagai lembaga pendidikan sekolah yang berciri khaskan agama Islam yang sederajat dengan SMA/ SMK. Dengan kata lain, madrasah adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan keagamaan dan ilmu pengetahuan umum lainnya.16 Secara historis madrasah di Indonesia mulai dijumpai pada awal abad ke 20.17 Hal ini menjadi pertanda perkembangan lembaga pendidikan Islam. Terdapat beberapa madrasah yang mulai muncul diantaranya madrasah jamiatul Kheir di Jakarta, madrasah manbaul ulum Surakarta, dan madrasah Adabiyah di Padang.18 Menurut Mahmud Yunus perkembangan madrasah di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor Yang pertama, madrasah muncul sebagai respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pemerintah Hindia Belanda, dan kedua, karena adanya gerakan pembaruan

14 Sunhaji, Between Social Humanism and Social Mobilization: The Dual Role of Madrasah in the Landscape of Indonesian Islamic Education, Journal of Indonesian Islam Vol. 11, No. 01, (June 2017) h. 125-144 . DOI: 10.15642/JIIS.2017..11.1.125-144 15 KM. Akhiruddin, Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara, Jurnal Tarbiya Vol.1 No.1 (2015) h.195-219 Lihat juga: Hafidh Aziz, Revitalisasi Madrasah Sebagai Lembaga Tafaqquh fii al-diin,Jurnal An Nûr, Vol.7 No.1 (Juni 2015) h. 51-76 16 KM. Akhiruddin, Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara,Jurnal Tarbiya Vol.1 No.1 (2015) h.195-219 Lihat juga: Eka Srimulyani, Islamic Schooling in Aceh, Studia Islamika, Vol. 20, No. 3 (2013) h. 487. Lihat Juga:Ahmad Syamsu Rizal, Transformasi Corak Edukasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren: dari Pola Tradisi ke Pola Modern, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta'lim Vol.9 No.2 (2011) h.95-112 17Hafidh Aziz, Revitalisasi Madrasah Sebagai Lembaga Tafaqquh fii al-diin, Jurnal An Nûr, Vol.7 No.1 (Juni 2015) h. 51-76 18 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Moderen (Jakarta: LP3ES, 1994), p. 44–62. Lihat Juga: Hamruni, Political Education of Madrasah in The Historical Persfective, international Journal of Islamic Educational Research (SKIJIER), Vol.2, No. 02 (2018) h.139-156 24

Islam di Indonesia yang memiliki kontak cukup intensif dengan gerakan pembaruan di Timur Tengah.19 Madrasah menawarkan model pendidikan yang agak berbeda dengan model pendidikan Islam tradisional seperti pesantren. Madrasah mulai memperkenalkan sistem jenjang dan kelas yang belum pernah di lakukan dalam pendidikan pesantren. Madrasah juga mulai memperkenal kan kurikulum yang terstruktur dan juga melaksankan kegiatan dengan fasilitas bangku dan papan tulis, bahkan memasukkan pengetahuan umum dalam kurikulumnya.20 Ketiga, Surau merupakan suatu istilah yang banyak digunakan di Asia Tenggara.21 Daerah yang banyak menggunakannya adalah Minangkabau, Sumatera Selatan, Semenanjung Malaysia, dan Patani (Thailand Selatan).22 Di Aceh, surau dikenal dengan rangkang atau meunasah dan di Jawa dikenal dengan langgar bahkan pesantren.23 Surau merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama di Indonesia sebelum mendapat percampuran teori-teori dan metode-metode pengajaran dari negara luar akibat tuntutan dan perkembangan zaman dari sistem tradisional atau agraris ke arah sistem modern atau industri yang orientasinya mengubah dari negara berkembang menuju kepada Negara maju. Steenbrink mengungkapkan bahwa kata surau berasal dari India, yang merupakan suatu tempat yang digunakan sebagai pusat pengajaran dan pendidikan agama Hindu-Budha.24 Selanjutnya surau juga disebut berasal dari bahasa Melayu, secara harfiah kata surau berarti suatu tempat bangunan kecil tempat sembahyang (shalat) orang-orang, dan tempat belajar (mengaji) al-Qur’an bagi anak-anak Islam, serta tempat wirid (pengajian agama) bagi orang-orang dewasa. Pengertian surau ini, nampak banyak persamaannya dengan pengertian langgar dalam bahasa Melayu. Perbedaannya, menurut Azyumardi Azra, terutama hubungannya dengan kedudukan syekh (kiyainya surau) dengan kiyai dalam

19 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Edisi Ke-Empat (Jakarta: Kencana, 2012) h. 305 20 Hamruni, Political Education of Madrasah in The Historical Persfective,International Journal of Islamic Educational Research (SKIJIER), Vol.2, No. 02 (2018) h.139-156 21 M. Haviz, Designing and Developing a New Model of Education Surau and Madrasah Minangkabau Indonesia, Jurnal Pendidikan Islam Vol.6, No.1, (Juni 2017) h. 79- 100. Lihat juga: Maimunah, Sistem Pendidikan Surau : Karakteristik, Isi Dan Literatur Keagamaan,Jurnal Ta’dib Vol. 17, No. 02, (Desember 2012) h. 255-263, Lihat Juga: Jemmy Harto,Surau As Education Institutions Of Muslim In Minangkabau : Study The Role Sheikh In Building Education System Of Surau In Minangkabau 1100- 1111,Jurnal Tawazun, Vol. 9 No. 1 (Juni 2016) h. 71-94 22 Nakamura Matsuo.dkk, Islam and Civil Society in Shouteast Asia (Singapore: ISEAS Publishing, 2001) h. 57 lihat juga, Joseph Chinyong Liow, Islam, Education and Reform in Southern Thailand: Tradition and Transformation (Singapore: ISEAS Publishing, 2009) h. 52 23M. Haviz, Designing and Developing a New Model of Education Surau and Madrasah Minangkabau Indonesia,Jurnal Pendidikan Islam Vol.6, No.1, (Juni 2017) h. 79-100 24Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kamus Moderen (Jakarta, LP3ES, 1994) h.20 25 pesantren di pulau Jawa.25 Lingkungan sosiokultural dan keagamaan di Minangkabau serta proses-proses dan dinamika yang terjadi di dalam masyarakat ini mempengaruhi pula kedudukan syekh sebagai figur utama pada suatu surau, dan untuk selanjutnya juga mempengaruhi eksistensi surau itu sendiri.26Namun demikian, tentang perbedaan tersebut tidak dijelaskan secara mendetil. Sejalan dengan berjalannya waktu, nampaknya lembaga pendidikanIslam mulai dituntut untuk menata diri dan terus melakukan upaya-upaya pembaharuan diseluruh aspek baik dari sistem, kelembagaan serta kurikulumnya. Upaya inovatif dalam mengembangkan lembaga pendidikan Islam tersebut merupakan suatu hal yang sangat mendasar dan perlu dilaksanakan, agar dunia pendidikan kita dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan pembangunan bangsa di segala bidang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam perlu diupayakan untuk mengembangkan seluruh potensi dan aspek kemanusiaan termasuk di dalamnya aspek spiritual, intelektual, emosioanal serta aspek fisik yang berdasarkan pada tuntunan al-qur’an dan hadis untuk menghadirkan individu yang bertaqwa. Pendidikan Islam juga memberikan prioritas menjadi holistic, harmonis, dan terintegrasi dengan kehidupannya di tengah masyarakat. Dalam perspektif pedagogik transformatif, lembaga pendidikan dipandang sebagai salah satu dari struktur sosial dan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan seperti sekolah harus disiapkan agar lembaga tersebut berfungsi sesuai dengan perubahan sosial yang terjadi. Sebagai lembaga sosial, maka proses belajar di dalam sekolah haruslah disesuaikan dengan fungsi dan peran lembaga pendidikan. 2. Perubahan Sosial Perubahan sosial merupakan keniscayaan dalam kehidupan manusia. Sangat mustahil rasanya hidup di dunia hari ini tanpa dibombardir dengan realitas sosial yang berubah. Misalnya Media massa setiap hari memberitakan tentang fenomena sosial, krisis sosial di pelbagai belahan dunia, memberitakan pula mengenai kehidupan individu atau keluarga, kesehatan, dan kesejahteran atau krisis ekonomi, begitupula yang memberitakan tentang perkembangan teknologi dan inovasi dan lain-lain. Semua hal itu berpotensi untuk mengubah kehidupan kita.27 Sebelum lanjut ke dalam diskursus mengenai perubahan sosial penulis ingin menceritakan sebuah kisah yang cukup menarik tentang seorang guru agama yang mengajar di sebuah madrasah. Guru tersebut merupakan seorang guru senior yang

25Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000) h. 33 26Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000) h. 33 27 Perubahan sosial merupakan sebuah keniscayaan bagi kehidupan manusia. Sejumlah fenomena sosial tersusun dari kehidupan manusia yang akan selalu berubah misalnya hubungan individu, pekerjaan, kebijakan pemerintah, pajak, pelayanan kesehatan, kesejahteraan pangan, keamanan, komunikasi dan infrastruktur, politik, olahraga, komunitas bahkan keluarga dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Lihat: Adam Rohimun, al Taghyi

28 William F. O’Neil, Educational Ideologies: Contemporary Expression of Educational Philosophies( US: Goodyear,1981) h.21 29 A Gary Dworkin.dkk, The sociology of education, Jurnal Sociopedia.isa, (2013) h. 1-16, DOI: 10.1177/2056846013122 27 satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Untuk lebih mudah memahaminya akan dikemukakan terlebih dahulu beberapa hal yang berkaitan dengan konsep-konsep perubahan sosial berikut. Perubahan sosial (social change) secara umum diartikan sebagai suatu perubahan yang terjadi pada masyarakat. Wilbert Moore mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur sosial30, dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial.31 Selanjutnya dalam pengertian struktur sosial dimasukkan pula ekspresi seperti norma, nilai dan fenomena kultural. Sehingga dengan demikian pengertian perubahan sosial bisa pula mencakup didalamnya pengertian perubahan kultural. Soemardjan dalam bukunya berjudul “Perubahan Sosial di Yogyakarta” mengemukakan pula bahwa perubahan sosial pada dasarnya sulit dipisahkan dengan perubahan kultural atau budaya. Menurut Soemardjan, perbedaan antara perubahan sosial dengan perubahan budaya bahkan hanya mungkin dilihat hanya pada tingkat analisa. Tetapi dalam praktiknya sangat sulit untuk membedakan antara yang satu (perubahan sosial) dan yang lainnya (perubahan budaya).32 Sementara itu, sama seperti Wilbert Moore, Harper (1989), dalam bukunya berjudul “Exploring Social Change”, juga mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan penting dalam struktur sosial.33 Dalam hal ini, definisi tentang struktur sosial diartikan dalam pengertian yang hampir sama bagi keduanya. Kalau Wilbert More, misalnya, mengartikan struktur sosial sebagai pola-pola perilaku dan interaksi sosial, maka Harper mengartikan struktur sosial sebagai satu jaringan relasi sosial yang bersifat tetap di mana didalamnya terjadi interaksi yang rutin dan berulang (a persistent network of social relationships in which interaction has become routine and repetitive).34Di sini bisa dilihat bahwa yang dimaksud dengan satu jaringan relasi sosial yang bersifat tetap hampir sepadan artinya dengan pola-pola perilaku (yang bersifat tetap), dan interaksi yang rutin dan berulang hampir sama maksudnya dengan pengertian interaksi sosial menurut Wilbert Moore. Dalam hubungannya dengan masalah perubahan struktur sosial ini (perubahan sosial), menurut Harper (1989) ada beberapa tipologinya. Pertama, adanya perubahan dalam personal di dalam struktur sosial yang ada, yaitu dengan

30 Eleanor Bernert Sheldon, Wilbert E. Moore, Indicators of Social Change: Concepts and Measurements (New York: Russell Sage Foundation, 1968) h: 5, Lihat juga: Roxane de la Sablonnière, Toward a Psychology of Social Change: A Typology of Social Change, Journal of Hypothesis and Theory, Vol. 8 No. 397 (28 March 2017) h. 1-20 31 Roxane de la Sablonnière, Toward a Psychology of Social Change: A Typology of Social Change, Journal of Hypothesis And Theory , Vol. 8 No. 397 (28 March 2017) h. 1-20 32 Selo soemardjan, Perubahan sosial di Yogyakarta (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981) h. 4 33 Harper mendefinisikan perubahan sosial sebagai “the significant alteration od social structure and pattern throught time.” Charles L. Harper, Kevin T. Leicht, Exploring Social Change: America and the World, 6th edition ( London and New York: Routledge, 2016) h. 5 34 Charles L. Harper, Kevin T. Leicht, Exploring Social Change: America and the World, 6th edition ( London and New York: Routledge, 2016) h. 5 28 hadirnya orang-orang (anggota) baru dan/atau hilangnya orang-orang (anggota) lama dalam struktur yang ada. Ini dalam pengertian bahwa keluar atau masuknya elemen- elemen anggota dari suatu struktur sosial akan mendorong terjadinya suatu perubahan sosial. Dalam konteks yang luas, misalnya, suatu komunitas (community) atau masyarakat (society), bila komposisi penduduknya berubah maka struktur sosialnya akan berubah. Kedua, adanya perubahan relasi (hubungan) dalam struktur sosial. Dalam hal ini termasuk, misalnya, perubahan dalam struktur kekuasaan (structure of power), otoritas (authority), dan komunikasi dalam struktur sosial yang ada. Ketiga, adanya perubahan fungsi dalam struktur, yaitu menyangkut apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Keempat, adanya perubahan dalam hubungan (relationship) antara struktur-struktur yang berbeda. Ini menyangkut hubungan antara struktur sosial tertentu dengan struktur sosial lainnya di luar struktur yang disebutkan pertama. Kelima, adanya perubahan dalam bentuk munculnya suatu struktur sosial baru dari struktur sosial yang lama. Struktur sosial lama ini mungkin pada akhirnya memudar atau hilang sama sekali; atau dalam beberapa kasus malah terintegrasi dengan struktur sosial yang baru terbentuk itu. Selain tipologi perubahan sosial sebagaimana disebutkan di atas, Harper dalam bukunya yang sama juga mengemukakan adanya lima dimensi masalah perubahan sosial.35 Dimensi pertama berhubungan dengan tingkatan perubahan (levels of change); dimensi kedua berhubungan dengan kerangka waktu (time frames); dimensi ketiga berhubungan dengan penyebab perubahan (causes of change); dimensi keempat berhubungan dengan agensi (agency) atau bagaimana perubahan yang terjadi itu dihubungkan dengan intensi atau niat pelakunya atau aktor (manusia); dimensi kelima berhubungan dengan beberapa istilah berbeda yang berkaitan erat dengan konsep perubahan yaitu, misalnya, antara istilah proses, kemajuan (progress), perkembangan (evolution) dan pembangunan (development).36 Dimensi pertama, perubahan terjadi dalam pelbagai tingkat. Di sini pertanyaannya adalah apa dan unit struktural mana yang berubah? Unit struktural ini bisa mencakup satuan unit yang kecil, seperti misalnya kelompok kecil (small group), sampai sistem yang besar seperti misalnya masyarakat, termasuk tatanan masyarakat global. Dalam kaitannya dengan pengertian unit struktur dan sistem ini, Schulte- Nordhlot mengemukakan:” There are a large number of structures within particular aspect of a culture, and they combnine to form a system”.37 Jadi dengan demikian, sistem itu pada dasarnya tersusun atas serangkaian struktur-struktur atau unit-unit struktur. Berikut tabel yang mengilustrasikan pelbagai tingkatan unit struktur (dari

35 Charles L. Harper, Kevin T. Leicht, Exploring Social Change: America and the World, 6th edition ( London and New York: Routledge, 2016) h: 5 36 Eisenstadt menjelaskan bahwa istilah “developmental” selanjutnya merupakan salah satu kunci penting yang digunakan oleh teori evolusi klasik untuk menjelaskan pemikiran tentang perubahan sosial. dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perubahan sosial menurut pandangan evolusionis klasik mengandung arti perubahan menuju arah yang lebih baik. Lihat, S. N. Eisenstadt, Social Change, Differentiation and Evolution, American Sociological Review, Vol. 29, No. 3 (Jun., 1964) h: 376 37 Schulte-Nordhlot, H.G., (1971). The Political System of The Atoni of Timor. The Hague: Martinus Nijhoff. 29 struktur yang kecil hingga serangkaian struktur yang membentuk sistem) dan perubahan yang mungkin terjadi. Sejajar dengan apa yang dikemukakan oleh Harper, Sztompka menggambarkan tingkat perubahan sosial terjadi dalam tiga realitas sosial: makro, meso, dan mikro.38 Proses makro terjadi di tingkat yang paling luas, yakni tingkatan masyarakat global, bangsa, kawasan atau kelompok etnik. Proses makro ini, menurut Sztompka, rentang waktunya panjang (long-term). Proses meso mencakup kelompok besar, komunitas, asosiasi, partai politik, birokrasi, dan lain sebagainya. Proses mikro39 terjadi dalam kehidupan sehari-hari (everyday life) individu atau dalam kelompok kecil seperti keluarga dan lingkungan keluarga. Dimensi kedua, kerangka waktu (time frame) perubahan sosial. Dalam konteks ini, setiap proses perubahan sosial memang harus dibayangkan sebagai sesuatu hal yang terjadi dalam jangka kurun waktu tertentu. Kerangka waktu dalam proses perubahan sosial itu bisa berdimensi jangka pendek (short-term) hingga jangka panjang (long-term), tergantung dari sudut pandang apa dan mana proses perubahan sosial itu diamati dan dicermati. Disamping itu, karena setiap proses perubahan sosial memiliki kerangka waktu, maka keseluruhan prosesnya juga sering kali dihubungkan dengan perspektif sejarah. Bahkan lebih dari itu, seringkali kondisi perubahan sosial yang terjadi pada masa kini hanya bisa dibaca secara lebih terang dan komprehensif bila dalam analisanya secara keseluruhan melibatkan kajian dengan perspektif sejarah atau historis itulah sebabnya, studi sosiologi perubahan sosial dalam praktiknya sering memanfaatkan analisa dari sudut pandang sejarah atau historis. Dimensi ketiga, yaitu berhubungan dengan sebab-sebab perubahan.40 Dalam hal ini proses perubahan bisa disebabkan oleh: faktor-faktor eksogen, yaitu faktor- faktor penyebab dari luar struktur atau faktor-faktor endogen, yaitu faktor-faktor penyebab dari dalam struktur itu sendiri. Faktor eksogen dalam perubahan sosial, misalnya, ide, pengetahuan, teknologi atau kebijakan sosial-politik dari luar struktur, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor endogen bisa saja dalam bentuk kompetisi atau persaingan kekuasaan (power) yang mempengaruhi kontrol terhadap kekuasaan dalam struktur sosial, perubahan komposisi dan peran elemen-elemen anggota dalam struktur sosial, dan lain sebagainya. Dalam mengkaji proses perubahan sosial,

38 David Zaret, Calvin, Covenant Theology, and the Weber Thesis:The BritishJournal of Sociology, Vol. 43, No. 3 (Sep., 1992), h: 369-391 39 Proses perubahan sosial dalam ruang lingkup mikro digunakan oleh beberapa peneliti dan penggiat penelitian pendidikan. Salah satunya adalah Robert Van Wynsberghe yang fokus penelitiannya sering kali menggali hubungan antara perubahan sosial melalui kacamata psikologi sosial atau dengan kata lain fokusnya pada persoalan attitude (sikap), kepercayaan ( beliefe ) juga behavior (kebiasaan) yang terjadi di dalam konteks ruang kelas dalam pembelajaran. Lihat: Robert Van Wynsberghe, Robert Van Wynsberghe and Andrew C. Herman, Education for social change and pragmatist theory: five features of educative environments designed for social change,International Journal of Longlife Education,Vol. 34, No. 3 (2015), h. 268–283. 40 Charles L. Harper, Kevin T. Leicht, Exploring Social Change: America and the World, 6th edition(London and New York: Routledge, 2016) :15. lihat juga; Sally R. Purohit anf Raj P.Mohan, Selected Perspectives of Modern Theories Of Social Change, Internatiional review Of Modern Sociology, Vol. 6, No.2, (Autumn 1976) h: 371-384 30 seringkali penyebab-penyebab (causes) muncul dari dua faktor sekaligus, yaitu eksogen dan endogen. Smelser misalnya, menyatakan bahwa proses endogen dan eksogen seringkali berjalan secara serentak dan prosesnya berlangsung secara dialektis.41 Dimensi keempat, bagaimana kaitan antara perubahan struktur sosial dengan intensi/niat pelaku/aktor atau dalam sosiologis dikenal dimensi intensi, bagaimana kaitan antara perubahan struktur sosial dengan intensi/niat pelaku/aktor atau dalam sosiologis dikenal dengan istilah atau konsep agensi. Berkaitan dengan intensi agensi ini maka dalam proses perubahan sosial dikenal dua hal,42 yaitu: pertama, perubahan sosial merupakan proses yang dikehendaki sejak awal (intended). Kedua, perubahan sosial merupakan suatu proses yang tidak dikehendaki (unintended). Dalam realitanya, antara proses dikehendaki dan tidak dikehendaki seringkali berlangsung secara tumpang tindih. Misalnya awalnya dikehendaki tapi prosesnya berkembang ke arah yang tidak dikehendaki, atau sebaliknya. Oleh karena itu tidak jarang kedua proses tersebut fenomenanya muncul berbarengan dalam suatu proses perubahan sosial, meski pada awal mungkin kelihatan jelas apakah dikehendaki atau tidak dikehendaki. Dimensi kelima menyangkut hubungan antara konsep perubahan sosial(social change) dengan konsep yang lain yang kurang lebih bisa disepadankan (dengan konsep perubahan sosial) tetapi yang secara instrinsik agak berbeda arti dan maknanya. Ini misalnya mencakup perbedaan antara konsep perubahan (change) dengan proses (process), kemajuan (progress), evolusi (evolution), dan pembangunan (development). Seperti diketahui, dalam praktiknya konsep perubahan seringkali dipakai atau muncul secara bersamaan dengan konsep proses, kemajuan, evolusi dan pembangunan.43 Meskipun semua konsep yang disebutkan di atas sering dihubungkan dengan konsep perubahan sosial, sesungguhnya konsep perubahan sosial itu sendiri adalah suatu konsep yang luas dan generik, sehingga tidak bisa dihubungkan secara khusus hanya dengan salah satu konsep-konsep tersebut di atas. Posisinya tergantung pada perspektif teoritiknya, sebagaimana akan diuraikan dalam bagian selanjutnya. Perubahan sosial mengarah pada transformasi dalam pemikiran yang pada gilirannya mempengaruhi pola perilaku dalam masyarakat.44 Perubahan sosial adalah perubahan dalam proses berpikir individu yang mendorong kemajuan sosial. Ini

41 Roxane de la Sablonnière, Toward a Psychology of Social Change: A Typology of Social Change,Hypothesis and Theory Journal, Vol.8 No.1 (08 March 2017) h. 1-20 42 Roxane de la Sablonnière, Toward a Psychology of Social Change: A Typology of Social Change, Hypothesis and Theory Journal, Vol.8 No.1 (08 March 2017) h. 1-20 43 Giuseppe Feola, Societal transformation in response to global environmental change: A review of emerging concepts, Ambio Journal, Vol. 44 No.5 (September 2015) h. 376–390 DOI 10.1007/s13280-014-0582-z 44 Rashika Sharma and Sylila Monteiro, Creating Social Change: The Ultimate Goal of Education for Sustainability, International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 1, (January 2016) h.72-76 31 mungkin merujuk pada perubahan paradigmatik dalam struktur sosial-ekonomi saat ini, ditandai oleh kompleksitas dan saling ketergantungan global.45 Secara historis, perubahan sosial telah didorong oleh kekuatan budaya, agama, ekonomi, ilmiah atau teknologi. 46Kemajuan teknologi yang pesat dewasa ini dan peningkatan perubahan global telah berdampak pada ekonomi global dengan cara-cara yang merusak lingkungan dan masyarakat, mengancam keberlanjutan masyarakat. Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh komunitas global, sistem pendidikan dapat mengubah nilai, sikap, dan pola perilaku untuk menggerakkan perubahan sosial. Morris Ginsberg dalam perspektif sosiologis menelaah mengenai faktor- faktor penyebab perubahan.47 Menurutnya ada tiga faktor penyebab perubahan yang bertumpu kepada pribadi seseorang. Diantaranya, pertama, keinginan-keinginan dan keputusan yang sadar dari pribadi-pribadi untuk mengadakan perubahan. Kedua, Dikap pribadi tertentu yang berubah karena kondisi sosial telah berubah. Ketiga, pribadi atauu kelompok yang menonjol di dalam suatu masyarakat yang menginginkan perubahan. Oleh sebab itu, Untuk melahirkan pribadi-pribadi unggulan yang dapat mencetuskan perubahan sosial diperlukan adanya pribadi yang kreatif dan inovatif. Kreatif disertai kemampuan berfikir secara kritis akan melahirkan keinginan- keinginan baru yang inovatif untuk memperbaiki keadaan. Begitupula, hanya pribadi yang kreatif yang dapat melahirkan sikap untuk menghadapi fakta sosial. Oleh karena itu pendidikan menjadi kunci utama untuk melahirkan pribadi-peribadi tersebut. Karena, fungsi utama pendidikan adalah membantu nelahirkan pribadi-pribadi unggul dan kreatif serta inovatif untuk dapat membawa masyarakatnya kepada keadaan yang lebih baik. Terlepas dari hal itu, konsep perubahan dalam konteks pendidikan mencakup dinamika lembaga pendidikan dalam mengembangkan konsep pengelolaan lembaga pendidikan yang berorientasi pada mutu dan kualitas lembaga, input hingga output pendidikan yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan peserta didik untuk kehidupannya sebagai bagian dari masyarakat dimasa depan. Di antara hal itu dapat diuraikan beberapa aspek sosial yang akan berubah seperti karakter individu yang lebih inovatif, kreatif dan memiliki skill tertentu guna meningkatkan kualitas hidup (well-being) dalam konteks keberagamaan, kesejahteraan ekonomi, kesehatan, serta politik dan kebudayaan.

3. Gagasan perubahan sosial dalam pendidikan Islam

45 Rashika Sharma and Sylila Monteiro, Creating Social Change: The Ultimate Goal of Education for Sustainability, International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 1, (January 2016) h.72-76 46 I.G. Paliy. T.V. Plotnikova. L.L. Shtofer. I.V. Tumaykin, Features of Social and Economic Transformations in the Globalization Era, European Research Studies, Vol. 20, No. 1, (2017) h. 117-128 47 Edmore Mutekwe, The impact of technology on social change: a sociological perspective,Journal of Gender and Development, Vol. 2 No.11 (November, 2012) h. 226-238 32

Jika kita melihat hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, maka tak dapat dipungkiri bahwa lembaga pendidikan Islam sejak awal kelahirannya telah menempatkan dirinya sebagai agen perubahan sosial dimasyarakat. Watak Islam, yang tidak asosial yang dibawakan pesantren dan semangat penegakan nilai-nilai ideal yang diyakini berkelindan dengan upaya memecahkan tantangan sosial yang dihadapi, menjadikan pesantren menempati posisi sejarah sosial yang unik dalam perubahan sosial dimasyarakat Indonesia. Pendidikan merupakan mata rantai vital yang membawa perubahan sosial dan menghasilkan sinergi untuk mengatasi masalah yang berkelanjutan terkait masyarakat dan lingkungan.48 Selain itu, Pendidikan memberdayakan masyarakat untuk memikul tanggung jawab atas kehidupan yang berkelanjutan.49 hal Ini mengisyaratkan bahwa proses dan sistem pendidikan dapat mengubah perspektif dan pola perilaku, yang pada gilirannya menanamkan praktik yang berkelanjutan dalam semua aspek kehidupan manusia. Rashika mengatakan bahwa pendidikan adalah prekursor perubahan oleh karena itu setiap aspek pendidikan baik lembaga pendidikan, pengelola, dan pendidik bertanggung jawab untuk mengubah masyarakat dan memulai perubahan sosial. 50 Berkaitan dengan Satu poin penting diatas yakni pendidikan harus relevan dengan zaman, maka mau tidak mau membicarakan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari tantangan sosial obyektif yang ada. Tantangan sosial yang muncul dari sistem sosial membutuhkan pembacaan tersendiri yang kemudian diturunkan pada filsafat dan output pendidikan yang dibutuhkan. Namun persoalannya kemudian, apakah pendidikan harus afirmatif dengan arus sistem sosial yang ada? Atau pendidikan ditempatkan sebagai salah satu alat rekayasa perubahan sosial? Jika yang dipilih yang pertama, maka pendidikan hanya menjadi alat penopang eksistensi sistem sosial, dengan kata lain output pendikan hanya akan diabdikan pada kelangsungan dan kelanggengan mainstream konstruksi sosial yang sedang berlangsung. Sedangkan jika yang dipilih adalah yang kedua maka pendidikan ditempatkan sebagai garda depan perubahan sosial yang dianggap sesuai dengan citra dan pandangan dunia tentang kemanusiaan itu sendiri.Apapun pilihan diantara dua pertanyaan diatas, pada hakekatnya tergantung pada pandangan filsafat manusia, yang pada gilirannya berimbas pada pandangan filsafat sosial dan pendidikannya. Pendidikan sebagai sebuah produk peradaban berfungsi sebagai wahana sosialisasi dan adaptasi oleh generasi penerus agar manusia dapat eksis dalam

48 Moh Roslan, Moh Nor and Maksum Malim, Revisiting Islamic Education : The Case Of Indonesia,Journal For Multicultural Education Vol.8 No.4, 2014 h. 261-276 lihat juga: Rashika Sharma and Sylila Monteiro, Creating Social Change: The Ultimate Goal of Education for Sustainability,International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 1, January 2016, h. 72-76 DOI: 10.7763/IJSSH.2016.V6.621 49 Theo Van Dellen, Toward a Social Responsibility Theory for Educational Research (in Lifelong Learning),European Educational Research Journal Vol. 12, No. 2, (2013), h.287-300. 50 Rashika Sharma and Sylila Monteiro, Creating Social Change: The Ultimate Goal of Education for Sustainability, International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 1, January 2016, h. 72-76 DOI: 10.7763/IJSSH.2016.V6.621 33 budayanya, maka usia pendidikan sudah setua manusia itu sendiri.51 Dengan ungkapan lain, pendidikan adalah sebuah produk budaya manusia untuk mempertahankan eksistensi dirinya sekaligus mengeksplorasi potensi-potensi yang ada agar nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki termanifestasikan secara tuntas.52 Karenanya, pendidikan harus menyesuaikan diri dengan problematika yang dihadapi manusia. Tidak mungkin paradigma pendidikan zaman agraris diterapkan pada zaman industri. Ibarat memberi terapi, maka obat yang diberikan harus sesuai kenyataan obyektif penyakitnya. Memang benar ada nilai-nilai universal dari pendidikan yang tidak lekang ditelan waktu seperti sosialisasi nilai-nilai ketuhanan, akan tetapi nilai-nilai partikular yang dibelenggu oleh zaman dan tempat mengharuskan pendidikan peka terhadap problem lokalitas yang terkait dengan ruang dan waktu. Di sinilah pendidikan dituntut untuk selalu beradaptasi agar output pendidikan tersebut relevan dengan zaman yang ada. B. Pendidikan Islam Transformatif: Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam menuju Perubahan Sosial Transformasi kelembagaan pada dasarnya bukanlah sesuatu yang baru bagi madrasah. Madrasah sejak awal telah melewati pelbagai tahapan untuk memodernisasikan sistem pendidikannya termasuk di dalamnya mengintegrasikan dirinya dalam sistem pendidikan nasional.53 Hingga saat ini upaya madrasah melakukan transformasi terus dilakukan terutapa dalam hal meningkatkan mutu lembaga pendidikan dengan memperbaiki sejumlah aspek termasuk Input harapan- harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh madrasah. Pendidikan Islam transformatif sebagai arus utama dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia pada awalnya muncul pada dekade 1980-an yang berorientasi pada upaya-upaya mengubah arah kebijakan yang didasarkan pada pembacaan dalam memahami akar masalah yang terjadi pada pendidikan Islam saat itu. Perspektif pendidikan Islam transformatif ini dipertimbangkan sebagai arus baru yang relevan dan tepat untuk memecahkan akar permasalahan pendidikan Islam kontemporer di Indonesia. Beberapa tokoh di Indonesia yang diidentifikasi oleh Mohamad Ali sebagai pengusung gerakan pendidikan Islam transformatif adalah Moeslim Abdurraman, M. Dawam Rahardjo, Kuntowijoyo, Mansour Fakih, Adi Sasono, M. Amin Azis, dan

51 Rashika Sharma and Sylila Monteiro, Creating Social Change: The Ultimate Goal of Education for Sustainability,International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 1, January 2016, h. 72-76 DOI: 10.7763/IJSSH.2016.V6.621 52 Agnes Sukasni. Hady Efendy , The Problematic of Education System in Indonesia and Reform Agenda,International Journal of Education, Vol.9, No.3, (September 2017) h.183- 199 Lihat Juga: Raja Roy Singh, Education for The Twenty-first Century: Asia-Pacific Perspectives (Bangkok: UNESCO Principal,1991) h.24 53 R. Dedi Supriatna, Siti Ratnaningsih, Indonesian Madrasah in the Era of globalization, Tarbiya: Journal of Education in Muslim Society, Vol. 4, No.2 (201) 89-103 34

Masdar F. Masudi.54 Nama-nama inilah yang telah meletakkan fondasi PIT di Indonesia. Bila harus menyebut satu tokoh yang paling jelas warna pendidikan Islam dan transformatifnya, dia adalah Moeslim Abdurrahman.55 Dalam Sebuah Penilitian yang dilakukan oleh Arbain yang berjudul “Paradigma Islam Transformatif dan Implikasinya terhadap Pengembangan Pendidikan Islam: Studi Komparasi Pemikiran Kuntowijoyo dan Moeslim Abdurrahman” telah dipetakan beberapa beberapa pandangan terkait paradigm pendidikan transformative tersebut. Menurutnya, Kuntowijoyo dalam menjelaskan tentang hakikat pendidikan Islam transformatif menunjukkan adanya obyektifitas antara normatifitas berkaitan realitas. Sedangkan moeslim Abdurrahman melihatnya sebagai upaya mendialogiskan antara teks suci dengan kebutuhan konteks. Epistemologi Islam transformatif Kuntowijoyo ada dua: pertama aktualiasai nilai-nilai normatif menjadi sikap, kedua adalah mentransformasikan nilai-nilai normatif itu menjadi teori ilmu. Untuk memperkuat metode kedua Kuntowijoyo menawarkan metode strukturalisme transendental yaitu metode yang memperluas enam kesadaran umat Islam, kesadaran adanya perubahan, kesadaran kolektif, kesadaran sejarah, kesadaran adanya fakta sosial, kesadaran adanya masyarakat abstrak, dan kesadaran perlunya objektifikasi. Metode kedua yaitu metode sintetik- analitik yaitu metode yang menganalisa teks, menterjemahkan teks secara objektif untuk menghasilkan teori ilmu Islam. Sedangkan menurut Moeslim Abdurrahman epistemologi Islam transformatif ada dua, pertama membangun komunitas masyarakat bawah yang berorientasi pada ekonomi serta kekuatan kekuasaan yang terorganisir dari masyarakat sendiri. Metode kedua yaitu melakukan reinterpertasi nilai-nilai normatif dalam memahami gagasan Tuhan, metode ini meliputi tiga tahapan: melihat dan Tujuan Islam transformatif Kuntowijoyo adalah merumuskan ilmu Islam transformative atau ilmu sosial profetik berlandaskan cita-cita etik dan profetik yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi, sedangkan tujuan Islam transformative Moeslim Abdurrahman adalah membentuk gerakan kultural atau gerakan kemanusiaan yang didasarkan pada nilai-nilai profetik yaitu humanisasi, liberalisasi dan transendensi. Persamaan antara pemikiran Kuntowijoyo dengan Moeslim Abdurrahman yaitu pertama, latar belakang pemikiran kedua tokoh ini merupakan tokoh transformatif teoritis; kedua, aspek hakikat pemikiran Islam transformatif samasama mengarah kepada keseimbangan dalam pelaksanaan ibadah dan muamalah, ketiga adalah visi yang diusung selalu bersandarkan pada aspek humanisasi, liberasi dan transendensi. Adapun beberapa perbedaan pemikiran kedua tokoh tersebut pertama, perspektif yang digunakan Kuntowijoyo yang lebih kepada ilmu sosial dan Abdurrahman ke arah teologi, kedua, epistemologi yang digunakan dalam Islam transformatif Kuntowijoyo ada dua metode aktualisasi yang satu kepada sikap, yang kedua teori ilmu, sedangkan Abdurrahman ada dua metode yaitu eksternal (gerakan kemanusiaan), internal (metode tafsir transformatif) ketiga, tujuan Islam

54 Mohamad Ali, Arus Pendidikan Islam Transformatif di Indonesia: Sebuah Penjajagan Awal,Jurnal Suhuf, Vol. 29. No.1 (Mei 2017) h. 1-14 55 Mohamad Ali, Arus Pendidikan Islam Transformatif di Indonesia: Sebuah Penjajagan Awal,Jurnal Suhuf, Vol. 29. No.1 (Mei 2017) h. 1-14 35 tranformatif Kuntowijoyo lebih mengarah kepada perumusan teori ilmu Islam transformatif sedangkan Abdurrahman kepada pembentukan gerakan kultural. Selanjutnya adalah penelitian Zainullah dan Ali Muhtarom dengan judul Pendidikan Islam Transformatif-Integratif.56 Penelitian tersebut menjelaskan bahwa Prinsip Pendidikan Islam adalah patokan yang harus dipegang dalam proses islamisasi karakter anak didik. Setidaknya, ada lima prinsip dasar yang harusdiperhatikan, yaitu prinsip integrasitransformasi, prinsip keseimbangan, prinsip persamaan, prinsip pendidi-kan seumur hidup, dan prinsip keutamaan. Prinsip-prinsip ini yang nantinya akan membawa kesuksesan pendidikan Islam dalam ranah praktisnya. Dengan memegang pada dasar yang benar, maka akan sangat mungkin kita sampai pada tujuan yang benar pula. Prinsip integratiftransformatif ini juga dikenal dalam dunia pesantren dengan istilah al-muha@fadhah ‘ala al-qadi@mal-s{a@lih wa al-Akhdhu min al-Jadi@d al-as{lah (mempertahankan system lama yang baik dan mengadopsi dari sistem baru yang baik)57. Pendidikan Islam transformatif dalam kajiannya berupaya menunjukkan bahwa pendidikan dalam Islam harus bersifat dinamis58, ia merupakan upaya yang dilakukan secara sadar untuk melakukan perubahan pada diri individu dan merombak tatanan masyarakat yang menyimpang. Karena itu, gagasan untuk merubah pola pendidikan konvensional59 menuju bentuk baru yang transformatif harus dilakukan secara serius. Karena itu, pendidikan Islam transformatif merupakan sebuah istilah tentatif sebagai counter narative dari pendidikan Islam konvensional perlu dimunculkan sebagai pembanding dan teman dialog untuk menghidupkan dan membumikan pendidikan Islam dalam konteks kebaharuan. Istilah transformasi itu sendiri seringkali dimunculkan oleh Lyotard ketika membahas wacana posmodernisme sebagai lawan dari modernisme. Posmodernisme merupakan kondisi budaya yang memunculkan banyak transformasi yang mengubah aturan main (rule of the game) dalam bidang sains, sastra, dan seni. Transformasi di bidang pendidikan merupakan perubahan aturan main dalam hal konsep, praktek pendidikan. Pendidikan bertanggung jawab dalam mentransmisikan ilmu pengetahuan dan seni. Dengan menggunakan kerangka

56Zainullah dan Ali Muhtarom, Pendidikan Islam Transformatif-integratif, jurnal qathrunâ , Vol. 1 No.1 (januari-juni 2014),h.23-39 57 Ahidul Asror, Dakwah Transformatif Lembaga Pesantren dalam Menghadapi Tantangan Kontemporer, Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 (Tahun 2014), h. 289-312 58 Abdul Halik, Paradigma Pendidikan Islam dalam Transformasi Sistem Kepercayaan Tradisional, Jurnal Studi Pendidikan, Vol. 14, No.2, (Juli-Desember 2016) h.137-154. 59Istilah pendidikan Islam konvensional dipakai untuk menunjukkan pola dan praktek pendidikan yang berjalan secara monoton, top-down, guruisme, sentralistik, uniform, eksklusif, formalis, alienated dan indoktrinatif. Praktek pendidikan tersebut dianggap tidak mampu menjawab tantangan zaman dan terkesan menjadikan pendidikan Islam anti realitas. Bahkan, ada anggapan bahwa pola semacam inilah yang menjadikan dan membentuk perilaku masyarakat Islam eksklusif dan gagap terhadap perubahan dan perbedaan. Lihat: Abdul Halik, Paradigma Pendidikan Islam dalam Transformasi Sistem Kepercayaan Tradisional, Jurnal Studi Pendidikan, Vol. 14, No.2, (Juli-Desember 2016) h.137-154. 36 semacam ini, bagaimana pola pendidikan Islam mampu melakukan transformasi dari praktek pendidikan yang telah ada menuju kondisi yang lebih baik, mulai dari aspek konseptualisasi hingga implementasi, seperti kelembagaan, kurikulum, strategi pembelajaran, dan penyediaan SDM.60 Pendidikan Islam Transformatif sebagaimana dikemukakan Ihsan Dacholfany mengharuskan adanya perubahan cara pandang terhadap proses pendidikan dalam banyak faktor yang terkait dengan pendidikan, seperti orientasi, peserta didik, pendidikan, kurikulum, strategi, evaluasi, lingkungan, dan sumber belajar.61 Dalam hal tujuan, pendidikan harus diorientasikan untuk mencetak individu yang berkesadaran dam mempunyai misi liberatif terhadap pelbagai persoalan sosial. Pendidikan dianggap berhasil jika mampu mencetak individu yang kritis terhadap persoalan lingkungan dengan spiritualitas Islam. Untuk menghasilkan pribadi yang semacam itu, pelbagai elemen pendidikan perlu ditinjau ulang. Kurikulum harus selalu dikaitkan dengan current issues di masyarakat sehingga dapat memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik tentang problem riil tersebut.62 Strategi pembelajaran harus diorientasikan untuk menghargai dan mengoptimalkan setiap potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Karena itu, evaluasi pendidikan harus lebih berpijak pada potensi kemanusiaan peserta didik, bukan uniform yang dipaksakan oleh pendidik. Dalam hal pengelolaan, pengelola lembaga pendidikan harus mampu menggerakkan dan mengaktifkan setiap potensi yang ada di sekitarnya untuk ikut memikirkan persoalan pendidikan. Akhirnya, pendidikan tidak harus dimaknai sebagai proses yang berlangsung di ruang kelas saja, namun juga tcrjadi di luar kelas. Karena itu, upaya mensinergikan antara unit keluarga, sekolah, dan masyarakat perlu dilakukan. Menurut Azyumardi Azra orientasi pendidikan harus diarahkan untuk dapat menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat sebagai konsekuensi dari perubahan.63 Akhirnya membentuk individu Muslim yang mempunyai kesadaran kenabian dengan karakter emansipatif, liberatif dan transendental yang mampu membaca problem empirik di sekitarnya sehingga ia mampu terlibat dalam penyelesaian problem. Tetapi, di sisi lain, dia juga mampu menyelesaikan setiap problem yang menimpanya Perubahan orientasi perlu segera diimbangi dengan perubahan kurikulum yang akan dibekalkan kepada setiap peserta didik. Sebagaimana dirumuskan oleh

60Robert Van Wynsberghe, Robert Van Wynsberghe and Andrew C. Herman, Education for social change and pragmatist theory: five features of educative environments designed for social change,International Journal of Longlife Education, Vol. 34, No. 3 (2015), h. 268–283. 61Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi:Sebuah Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol.20 No.1 (Januar-Juni 2015) h. 1730-194 62 Al-Rashed Al-Hussain Mohammed Al-Hussein Banna, al-Tarbiya wa al-Manahij wa dauruhum fi al-tagyir al-ijtima'i wa al-tsaqafy, Vol. 1, No. 14 (2018) h.397-412 63 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000) h. 33 37 al-Attas, bahwa kurikulum pendidikan Islam dikonstruk berdasarkan ajaran al- qur’an dan hadits (sunnah), namun harus didialogkan dengan problem realitas sehingga muatannya dinamis sesuai dengan konteks waktu dan tempat.64 Dalam pengertian ini, sebenarnya perubahan kurikulum dapat dilakukan kapan saja, tanpa menunggu jangka waktu tertentu. Sebab, ketika problem dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat berbeda dan berubah, maka harus diikuti oleh perubahan kurikulum jika tidak ingin tertinggal dengan perubahan. Kurikulum dalam perspektif pendidikan di Indonesia harus selalu mendialogkan teks dan konteks, antara normatif dan historis. Karena itu, akan selalu ada upaya kontekstualisasi teks sehingga mampu menjawab problemtika kekinian.65 Dalam pandangan Freire, akan selalu ada proses kodifikasi konteks dan dekodifikasi. Kodifikasi konteks berarti mendialogkan, mendiskusikan dan mencari alternatif pemecahan terhadap problem yang berkembang di masyarakat ke dalam ruang kelas. Hasil rumusan alternatif ini kemudian dibawa ke masyarakat sebagai sebuah tawaran pemecahan. Dengan demikian, ada proses refleksi di ruang kelas dan proses aksi di luar kelas secara ekstensif. Ketika problem yang ada di masyarakat berkembang, maka perlu ada kodifikasi kembali dan begitu seterusnya.

C. Studi Manajemen dalam Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Keberhasilan lembaga pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam mengimplementasikan fungsi-fungsi manajemen secara profesional.66Output Pendidikan Islam secara individu diharapkan memiliki kualitas akademik dan keterampilan serta memiliki kemampuan produksi dan pelayanan terhadap masyarakat.67 Adapun Manajemen pendidikan merupakan serangkaian bentuk kerjasama personalia pendidikan dengan seluruh sumber daya madrasah untuk mencapai tujuan yang telah disusun bersama. Manajemen menurut Schermerhorn didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan penggunaan sumber

64 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, cetakan I, (Bandung: Mizan, 2003) h. 269, Lihat Juga: Musayyidi, Pemikiran Pendidikan Islam Kontemporer Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas,Jurnal Kariman, Vol. 05, No. 02, (Desember 2017) h.19-28, bandingkan: Abdul Ghoni, Pemikiran Pendidikan Naquib al-Attas Dalam Pendidikan Islam Kontemporer, Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan,Keilmuan dan Teknologi, Vol. 3, No. 1, (Maret 2017) h. 197-211 65Ana Mouraz. Caelinda Leite, Putting Knowledge in Context: Curriculum Contextualization in history classes, Transformative Dialogues: Teaching and Learning journal, Vol.6 No. 3 (April 2013) h.1-11 66 Muhamin. dkk, Manajemen Pendidikan : Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Penngembangan Sekolah/Madrasah, Cet. ke-5 (Jakarta: Prenada media group, 2015) h. 10; Lihat Juga: Andi Rasyid Pananrangi, Manajemen Pendidikan (Makassar: Celebes Media Perkaasa, 2017) h.6 67 Muhammad Munadi. Fetty Ernawati. Hakiman,The Reality of Knowledge Management in Islamic Higher Education, Jurnal Pendidikan Islam: Volume 7, Number 2, (December 2018/1440), h. 225-237 38 daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan.68 Sondang Palan Siagan juga menyatakan bahwa manajemen adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.69 Sedangkan manajemen pendidikan adalah aktivitas memadukan sumber- sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya,70 serta suatu proses kerja sama yang sistematik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan pendidikan Nasional.71 Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktivitas-aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain.72 Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat. Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan Islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen itu adalah merancang, mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan.73 Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang. Sementara itu Robbin dan Coulter, mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan.74 Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim, menyatakan bahwa

68Jhon R. Schermerhorn.Jr., Exploring Manajement, Second Eds., (United States: Wiley, 2010) h. 9, see also: Jhon R. Schermerhorn.Jr., Introduction to Manajement : International Student Version, (United States: Wiley, 2011) h. 186 69 Sondang Palan Siagan dalam Sarinah & Mardalena, Pengantar Manajemen (Yogyakarta: Deepublish,2017) h. 10 70 Satrijo Budiwibowo, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2018) h. 2, Lihat Juga: Sri Marmoah, Manajemen Pemberdayaan Perempuan Rimba (Yogyakarta: Deepublish, 2014) h, 26 71Jhon R. Schermerhorn.Jr., Exploring Manajement, Second Eds., (United States: Wiley, 2010) h. 9, see also: Jhon R. Schermerhorn.Jr., Introduction to Manajement : International Student Version, (United States: Wiley, 2011) h. 186 72 Sri Marmoah, Manajemen Pemberdayaan Perempuan Rimba (Yogyakarta: Deepublish, 2014) h, 26 73 Henry Fayol in V.S. Bagad, Principles of Management, 3rd Ed. (India: Technical Publication Pune, 2009) h.25 74 Stephen P. Robbins, Mary A. Coulter, Management, Ed.14 (New York: pearson, 2014) h. 9 39 fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi pelbagai hal, yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.75 Oleh karena itu, secara umum manajemen dilaksanakan untuk menejadikan sebuah lembaga pendidikan sebagai Lembaga yang akuntabel, berkualitas, baik dalam pengelolaan sumber daya, mampu bersaing dengan lembaga pendidikan lain dan dapat mengantarkan anak didiknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ataupun ke dunia kerja dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan teknis yang sangat diperlukan oleh dunia usaha dan industri, lembaga seperti ini merupakan lembaga pendidikan yang diminati masyarakat dan adalah lembaga pendidikan yang baik dan bermutu. Mutu pendidikan tentu merupakan cita-cita semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan tersebut. Setidaknya ada dua alasan penting mengapa mutu pendidikan menjadi sangat penting.76 Pertama, aspek persaingan. Persaingan terjadi baik antar lembaga pendidikan maupun dengan dunia kerja. Saat ini setiap calon tenaga kekrja harus dibekali dengan pendidikan yang bermutu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Kedua, munculnya kebebasan dan otonomi bagi institusi pendidikan yang mengharuskan pentingnya mutu di setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan. Upaya menghadirkan pendidikan bermutu tentu saja bukan merupakan pekerjaan yang tanpa halangan. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa meskipun pelbagai upaya peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan, seperti pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kualitas guru, pengawas, kepala sekolah melalui pelbagai pendidikan dan pelatihan, pengadaan dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan dan lain sebagainya. Namun realitas menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan mutu pendidikan antara pelbagai jenis, jenjang dan lembaga pendidikan. Banyak faktor yang menentukan mutu pendidikan, baik secara internal maupun eksternal. Davis dan Newstrom mengatakan bahwa sebagai sebuah organisasi, mutu pendidikan ditentukan oleh sumber daya manusia (people), sistem organisasi (structure), sarana dan prasarana (technology), dan lingkungan tempat madrasah itu diselenggarakan (environment).77 Pada sisi lain, sebagai sebuah sistem mutu pendidikan dapat dilihat dari efektifitas input, proses, output dan outcome. Input pendidikan merupakan segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu itu meliputi sarana prasarana, sumberdaya manusia (kepala sekolah, pengawas, guru, dan siswa), visi, misi, kurikulum dan metode pembelajaran, serta kondisi lingkungan. Selanjutnya input atau masukan ini ditransformasikan melalui proses belajar mengajar untuk dapat menghasilkan mutu pendidikan. Sebuah proses dikatakan efektif jika di dalamnya terdapat iklim yang dapat mengkoordinasikan input

75Suwatah, Prinsip-Prinsip Manajemen Pendidikan Islam, Edusiana:Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, Vol.4, No. 1 (2017) h. 1-12 76Muhammad Fadhli, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan,Jurnal Itqan, Vol.7, No. 1, (Januari - Juni 2016) h.103-113 77 Keith Davis and W John Newstrom, Human Behavior at Work : Organizational Behavior, International Editions (New York : McGraw-Hill, 1989.) h. 152 40 sehingga tercipta pemberdayaan siswa dan warga pendidikan lainnya. Input dan proses pendidikan merupakan prasyarat untuk menghasilkan output dan outcome pendidikan yang bermutu.78 Mengingat begitu banyak faktor yang menentukan mutu pendidkan, maka dalam pengembangan diperlukan strategi tertentu. Ada beberapa strategi atau kebijakan yang mungkin dikembangkan, yaitu: 1. Perbaikan terus menerus (continuos improvement79). Strategi ini menuntut pihak pengelola pendidikan untuk senantiasa melakukan perbaikan dan peningkatan secara terus menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggara pendidikan telah mencapai standar mutu yang telah ditetapkan. Strategi ini senantiasa memperbaharui proses pendidikan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pelanggan. Apabila tuntutan dan kebutuhan pelangan berubah, maka pihak pengelola pendidikan dengan sendirinya akan menyesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan pelanggan tersebut. 2. Menentukan standar mutu(quality assurance). Strategi ini menuntut pihak pengelola pendidikan menetapkan standar-standar mutu dari semua komponen pendidikan, seperti standar input, guru/dosen, proses pembelajaran, kurikulum, sarana prasarana, evaluasi pendidikan dan sebagainya. 3. Perubahan kultur(change of culture). Strategi ini bertujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu dan menjadi mutu sebagai orientasi semua komponen pendidikan. Jika strategi ini ditetapkan dalam pengelolaan pendidikan, maka pimpinan harus membangun kesadaran semua komponen yang terlibat, seperti Kepala Sekolah, yayasan, guru, karyawan, siswa, orang tua, dan pelbagai unsur yang terkait. 4. Mempertahankan hubungan dengan pelanggan (keeping close to the costumer). Salah satu keberhasilan pendidikan adalah bagaimana memberikan kepuasan kepada pelanggan. Untuk itu mempertahankan hubungan baik dengan pelangan menjadi sangat penting. Antara pengelola pendidikan dan pelangan harus terus menerus tukar-menukar informasi, agar senantiasa dapat melakukan perubahan- perubahan dan improvisasi yang diperlukan. Berdasarkan hal-hal di atas, di satu sisi kebutuhan pendidikan bermutu merupakan suatu keniscayaan, namun di sisi lain permasalahan-permasalahan pendidikan nasional kita juga sangat kompleks. Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pendidikan tidak semata-mata datang dari sistem pendidikan secara internal, bahkan yang lebih banyak adalah tantangan eksternal. Oleh karena itu menurut Tilaar yang perlu ditingkatkan bukan hanya mutu dan efisiensi pendidikan secara internal, tetapi juga menyangkut bagaimana meningkatkan kesesuaian pendidikan

78 Muwafiqus Shobri, Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan Di Madrasah Aliyah Hasan Jufri,Cendekia:Jurnal Studi Keislaman, Volume 3, Nomor 1, (Juni 2017) h. 11-26. Lihat juga: Rajni Singal.Naresh Garg.Sonia Gupta, A Review on (TQM) Implementation in Higher Education Institution, International Journal of Information Movement Vol.1 No. 1 (May 2016) h. 46-49 79 Ola Ibrahim, Total Quality Management (TQM) and Continous Improvement as Addressed by Researchers,International Journal of Scientific and Research Publication, Vol.3, No.10 (October 2013) h. 1-4 41 dengan bidang-bidang kehidupan lain; politik,ideologi, sosial, ekonomi, lingkungan hidup, budaya, hak asasi manusia, dan agama.80 Selain menghasilkan pendidikan yang bermutu tujuan lain manajemen pendidikan tentu implikasinya lebih jauh menciptakan perubahan sosial. Oleh karena itu, tidak luput juga perlu dihadirkan salah satu teori manajemen perubahan yang dikemukakan oleh Kurt Lewinseorang ahli fisika serta ilmuwan sosial bernama Kurt Lewin pada tahun 1950-an yang dasarnya merupakan sebuah metode yang dikembangkan untuk memahami perubahan, metode ini selanjutnya disebut “Three Step Model”.81 Three Step Model yang ditemukan oleh Kurt Lewin merupakan suatu analisis kekuatan lapangan atau lingkungan internal dan eksternal organisasi. Ia lebih mengedepankan pertanyaan mengapa individu, kelompok, atau organisasi melakukan perubahan? Lewin mengembangkan konsep force field analysis atau teori perubahan untuk membantu menganalisa dan mengerti suatu kekuatan terhadap suatu inisiatif perubahan ( forces). Metode Lewin atau sering disebut Lewin’s three step model mengacu pada tiga konsep atau fase, yaitu unfreezing – movement – refreezing. Dari gambar tersebut dapat dilihat tiga fase perubahan menurut Lewin dengan perbandingan antara driving forces dengan restraining forces. Berikut penjelasan untuk masing- masing fase dalam Lewin (Lewin, 1951). Pertama,Unfreezing. Fase yang pertama ini dibentuk dengan teori perilaku manusia dan perilaku perusahaan, yang terbagi dalam tiga subproses yang mempunyai relevansi terhadap kesiapan perubahan yaitu perlunya kondisi perubahan karena adanya kesenjangan yang besar antara tujuan dan kenyataan. Umumnya, fase ini melibatkan tiga aktivitas berikut:82

 Menelaah dan memahami status quo atau keadaan perusahaan saat ini untuk melihat jarak yang ada antara keadaan yang diharapkan dengan keadaan saat ini.  Meningkatkan dan menekankan faktor-faktor yang menguatkan untuk melakukan perubahan.

80 Tilaar, H.A.R., Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hlm. 60 Lihat Juga; Murniati&Nasir Usman, Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pembedayaan Sekolah Menengah Keguruan, (Bandung: Cita Pustaka Media perintis, 2009) h. 102 81Esther Cameron and Mike Green, Making Sense Of Change Management: A Complate Guide to Models, Tools and Techniques of Organizational Change, 3rd Edition (London: Kogan Page, 2012) h. 62 82Romulo Pinheiro.dkk, The Role of Higher Education in Society and the Changing Institutionalized Features in Higher Education in Jeroen Huisman, The Palgrave International Handbook of Higher Education Policy and Governance, (NewYork, Palgrave MacMillan, 2015) h.225. See also: Esther Cameron and Mike Green, Making Sense Of Change Management: A Complate Guide to Models, Tools and Techniques of Organizational Change, 3rd Edition (London: Kogan Page, 2012) h. 62 42

 Mengurangi faktor-faktor yang bersifat resisten terhadap perubahan tersebut. Proses perubahan ini dipimpin oleh orang yang memiliki jabatan yang tinggi, misalnya adalah manajer. Manajer perlu memahami pentingnya perubahan tersebut terlebih dahulu, kemudian barulah melakukan edukasi ke para anggota lainnya mengenai perubahan tersebut. Proses edukasi tersebut memerlukan desakan dan motivasi bahwa perubahan yang dilakukan tersebut merupakan hal yang positif, mendatangkan keuntungan, serta membantu kegiatan dalam perusahaan kedepannya.83 Selain itu, manajer juga perlu memperhatikan dan mengatasi faktor-faktor lainnya yang dapat menghambat perubahan tersebut, sehingga akhirnya perubahan tersebut mendapatkan dukungan penuh dari pelbagai pihak. Kemudian, manajer perlu membuat rencana-rencana jangka pendek dan panjang yang berkaitan dengan perubahan tersebut. Kedua, Movement.Menganalisa kesenjangan antara desire status dengan status quo, dan mencermati program-program perubahan yang sesuai untuk dilakukan agar dapat memberi solusi yang optimal untuk mengurangi resistensi terhadap perubahan. Sebagaimana peran berubah, suatu kondisi inefisiensi terjadi, manakala tujuan perubahan terabaikan. Penerapan gaya kepemimpinan yang baik adalah penting dan dengan mencermati strategi-strategi perubahan yang sesuai untuk dilakukan agar dapat memberi solusi yang optimal untuk mengurangi resistensi terhadap perubahan. Tujuan akhir dari fase ini adalah agar setiap orang tetap dalam kondisi siap berubah. Ketiga, Refreezing. Merupakan fase dimana perubahan yang terjadi distabilisasi dengan membantu orang-orang yang terkena dampak perubahan, mengintegrasikan perilaku dan sikap yang telah berubah ke dalam cara yang normal untuk melakukan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan memberi mereka kesempatan untuk menunjukkan perilaku dan sikap baru. Sikap dan perilaku yang sudah mapan kembali tersebut perlu dibekukan, sehingga menjadi norma-norma baru yang diakui kebenarannya, atau dengan kata lain membawa kembali perusahaan kepada keseimbangan baru.84 Fase ini adalah fase dimana keadaan yang diharapkan sudah dapat tercapai sehingga perubahan tersebut harus diperkuat dan dipermanenkan. Untuk memperkuat perubahan tersebut dapat dilakukan dengan cara menetapkan aturan dan kebijakan baru, menciptakan budaya-budaya baru, dan menerapkan sistem penghargaan terhadap perubahan tersebut. Dengan melakukan hal-hal tersebut, maka perubahan tersebut mencapai titik stabil. Metode lewin digunakan sebagai landasan utama dalam menyusun kerangka baru manajemen perubahan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan metode Lewin

83Esther Cameron and Mike Green, Making Sense Of Change Management: A Complate Guide to Models, Tools and Techniques of Organizational Change, 3rd Edition (London: Kogan Page, 2012) h. 62 84Esther Cameron and Mike Green, Making Sense Of Change Management: A Complate Guide to Models, Tools and Techniques of Organizational Change, 3rd Edition (London: Kogan Page, 2012) h. 62 43 secara efektif memungkinkan pengelola pendidikan untuk sukses dalam merencanakan, mendesain dan mengimplementasikan perubahan. Pendekatan metode Lewin sangat penting karena tidak hanya merepresentasikan pendekatan struktur yang bernilai dari manajemen perubahan tapi juga secara efektif membantu untuk mengetahui sampai mana pencapaian yang didapatkan dalam arti dari proses perubahan walaupun metode ini pun memiliki keterbatasan. Keterbatasan dari metode manajemen perubahan Lewin adalah metode Lewin terlihat menganjurkan pendekatan manajemen perubahan dari atas ke bawah (top down), dilain pihak mengesampingkan pendekatan manajemen dari bawah ke atas. Nampaknya, teori manajemen perubahan juga digunakan oleh Renald Kasali85 dalam buku-bukunya yang memuat analisis terhadap birokrasi, organisasi dan juga termasuk pendidikan. Walaupun dalam beberapa bukunya tersebut tidak banyak memuat teori manajemen perubahan Kurt Lewin, ia banyak mengutip teori- teori perubahan yang mengedepankan aspek praktik diskursif serta peran kepemimpinan (leadership) sebagai bentuk pendekatan untuk mengimplementasikan model-model manajamen perubahan yang dapat dipraktekkan.

85 Ahmad Qodri Abdillah Azizy,Change management dalam reformasi birokrasi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2007) h.67. Lihat Juga: Rhenald Kasali, Re-Code Your Change DNA: Membebaskan Belenggu-Belenggu untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam Perubahan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013) h. 105 44

BAB III MADRASAH ALIYAH MUALLIMIN NAHDLATUL WATHAN PANCOR LOMBOK TIMUR Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum subyek penelitian ini yaitu madrasah Aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor. Penulisan dimulai dengan pemaparan tentang gambaran pendidikan di kabupaten Lombok Timur, selanjutnya posisi MA Muallimin NW Pancor sebagai salah satu lembaga pendidikan swasta yang mampu bersaing dengan sekolah lain baik swasta maupun negeri di Lombok timur. Selanjutnya pada bab ini diuraikan pula posisi muallimin dalam struktur lembaga pendidikan yang bernaung dibawah organisasi Nahdlatul Wathan yang mengelola yayasan pendidikan dengan nama Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan (YPH PPD NW). Penjelasan tentang hal tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pembaca mengenai MA Muallimin NW Pancor dan posisinya di tengah tumbuh dan berkembangnya lembaga pendidikan yang pesat di Lombok khususnya di kabupaten Lombok Timur. A. Pendidikan di Lombok Timur 1. Profil Lombok Timur Lombok Timur merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Terletak di bagian timur pulau Lombok dengan posisi astronomis berada pada 116°-117° Bujur Timur dan 8°- 9o Lintang Selatan. Wilayah Lombok Timur dikelilingi oleh perairan, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Selat Alas, dan sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, sementara sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Utara.1 Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan laut, Lombok Timur memiliki sejumlah pulau kecil yang disebut Gili. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan, di wilayah perairan Lombok Timur terdapat 35 gili, 5 diantaranya (Gili Beleq, Gili Bidara, Gili Maringkik, Gili Ree Gili Sunut sudah berpenghuni2. Lombok Timur terletak pada ketinggian antara 0 – 3.726 meter diatas permukaan laut dengan luas daratan mencapai 1.605,55 km². Berdasarkan topografinya Lombok Timur memiliki wilayah yang miring dari utara ke selatan. Luas daerah dengan kemiringan 0-15% sekitar 920,46 km2, kemiringan 15-40% mencapai 473,32 km2 dan 211,77 km2 lainnya daearh dengan kemiringan >40%.3 Secara Administratif Lombok Timur pada tahun 2016 terdiri dari 20 kecamatan, 239 desa, 15 kelurahan, 1269 dusun, 69 lingkungan dan 6.367 RT. Sejak sensus pertama tahun 1961 hingga sensus terakhir tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk Lombok Timur menunjukkan penurunan. Pada periode 1961-1971 laju

1 Badan Pusat Statistik Lombok Timur, Kabupaten Lombok Timur dalam Angka: Lombok Timur Regency in Figures 2019, (Lombok Timur, BPS, 2019) h. 3 2 Badan Pusat Statistik Lombok Timur, Kabupaten Lombok Timur dalam Angka: Lombok Timur Regency in Figures 2019, (Lombok Timur, BPS, 2019) h. 3 3 BPS, Kabupaten Lombok Timur dalam Angka: Lombok Timur Regency in Figures 2016, (Lombok Timur, BPS, 2016) h.13. ISSN : 0215 – 6059 https://lomboktimurkab.bps.go.id/publication/2016/07/15/e9e71d05b00438cd799c571a/kabu paten-lombok-timur-dalam-angka-2016.html 45 pertumbuhan penduduk sekitar 1,90 persen per tahun, periode 1971-1980 mencapai titik tertinggi dengan laju pertumbuhan hingga 2,19 persen per tahun. Pada sensus berikutnya laju pertumbuhan penduduk Lombok Timur mengalami penurunan dengan pertumbuhan sekitar 1,69 persen per tahun (periode 1990-2000) dan 0,78 persen per tahun (periode 2000-2010). Jumlah penduduk Lombok Timur pada tahun 2016 mencapai 1.173.781 orang terdiri dari 542.012 laki-laki dan 622.006 perempuan dengan demikian sex rasio (laki-laki terhadap perempuan) sekitar 87,11 hal ini berarti rata-rata terdapat 87 orang laki-laki setiap 100 orang perempuan. Rasio beban tanggungan masih tinggi yakni 55,13 artinya setiap 100 penduduk usia produktif (15-64) menanggung 55 orang penduduk usia tidak produktif (0-14 dan 65+). Pada kelompok usia produktif, jumlah perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan migrasi penduduk usia produktif banyak terjadi pada penduduk laki-laki. Adapun pemetaan kondisi masyarakat Lombok timur dapat ditemukan dari data indeks pembangunan manusia yang di rilis resmi oleh BPS Lombok Timur. Untuk memetakan kondisi masyarakat tersebut maka digunakan indeks kesejahteraan masyarakat. Ada beberapa aspek yang digunakan untuk mengukur indeks kesejahteraan masyarakat sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh badan pusat statistik (BPS) dan Susenas sebagai berikut: Pertama, IPM Lombok Timur. Adapun indeks pembangunan manusia (IPM)4 di kabupaten Lombok timur dapat dilihat dalam gambar berikut: Gambar 3.1

Gambar: Data IPM Lombok Timur 2018 5 Jika melihat data tersebut IPM Lombok timur mengalami peningkatan. Akan tetapi, data tersebut juga menunjukkan belum terjadi peningkatan secara signifikan

4Pendidikan menjadi salah satu aspek dalam mengukur indeks pembangunan manusia (Human Development index) yang dikembangkan oleh United Nation Development Program (UNDP). Dalam komposit IPM, aspek pendidikan diukur dengan menggunakan dua indikator yakni, Angka Melek Huruf (AMH) penduduk usia 15 tahun keatas, dan Rata-rata lama sekolah (RLS). Melek huruf diukur melalui kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung dengan tiga variabel, yakni partipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.United Nation,The United Nation Development Strategy Beyond 2015: economic and Social Affairs,( NewYork, United Nation Publication, 2012) h.1-68 5Badan Pusat Statistik Lombok Timur 2019. Akses Online tanggal 5 Juni 2019 di https://ipm.bps.go.id/data/kabkot/metode/baru/5203 46 sejauh yang diharapkan. Pasalnya ipm Lombok timur masih berada diurutan ke 8 dari kabupaten dan kota di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tabel 3.1

tahun IPM AMH EYS MYS PENGELUARAN 2010 58.86 63.03 11.82 5.14 7575.99 2011 59.84 63.32 12.04 5.61 7580.12 2012 60.73 63.61 12.47 5.78 7652.11 2013 61.43 63.9 12.77 5.94 7685.18 2014 62.07 64.04 13.1 6.06 7750 2015 62.83 64.44 13.12 6.15 8100 2016 63.7 64.73 13.3 6.26 8449 2017 64.37 65.01 13.35 6.32 8805 2018 65.35 65.33 13.5 6.45 9268

Tabel: IPM Lombok timur 2010-20186

Berdasarkan data Provinsi di Indonesia berdasarkan indeks pembangunan manusia yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik tahun 2017, Provinsi Nusa Tenggara Barat menempati peringkat ke-29 dari 33 provinsi yang ada.7 Peringkat tersebut mengindikasikan Provinsi NTB sebagai satu dari lima provinsi dengan angka IPM terendah di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia memiliki indikator salah satu di antaranya adalah Indeks Pendidikan. Kedua, angka melek huruf (AMH).United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mendefinisikan melek huruf sebagai kemampuan mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, mengkomunikasikan dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan tulisan.8 Seseorang dapat dikatakan melek huruf apabila dapat menggunakan kemampuan baca tulis huruf latin atau huruf lainnya dalam pelbagai situasi. Angka Melek Huruf (AMH) yang disajikan dalam publikasi ini merupakan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis huruf latin dan/atau huruf lainnya. AMH berkaitan erat dengan Angka Buta Huruf (ABH), semakin tinggi AMH maka ABHsemakin rendah.Sehingga AMH digunakan untuk menjadi tolok ukur keberhasilan programpemberantas buta huruf.

6 Badan Pusat Statistik, Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam Angka 2019 (Mataram, CV. Maharani, 2019) h.143 7 UNDP, Human Development Indices and Indicators 2018 Statistical Update 2018 Statistical Update,(NewYork:T.P, 2018) h. 22 8 UNDP, Human Development Indices and Indicators 2018 Statistical Update 2018 Statistical Update,(NewYork:T.P, 2018) h. 22 47

Gambaar 3.2

Gambar: Persentase angke melek huruf penduduk 15 tahun ke atas kabupaten Lombok\Timur 2017 Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya Kabupaten Lombok Timur menggalakan program buta aksara nol (absano).9 Program tersebut ditujukan agar semua warga bisa membaca dan menulis huruf latin, terutama bagi kelompok usia tua yang pernah bisa membaca atau tidak pernah sama sekali bisa membaca. Program ini sulit mencapai tujuan karena sulit menjaga agar para penduduk usia lanjut yang menjadi sasaran program bisa terus membaca tulis. Pada kenyataannya, hingga pada tahun 2017 menurut hasil Susenas 2017 masih terdapat 14,34 persen penduduk usia 15 tahun ke atas yang buta huruf. 10AMH penduduk perempuan masih jauh dari harapan yaitu 82,77 persen. Masih terdapat gap yang cukup jauh dibandingkan dengan penduduk laki-lakinya yang capaian AMHnya hampir 90 persen.11 Ketiga, angka rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah RLS. Rata- rata lama sekolah (RLS) merupakan jumlah tahun belajar yang telah diselesaiakan dalam pendidikan formal, tidak termasuk tahun mengulang. Indikator lama sekolah penting untuk dianalisis karena terkait dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam sektor pendidikan. RLS dihitung dari penduduk berusia 25 tahun ke atas. Diasumsikan pada usia tersebut seseorang telah menyelesaikan proses belajar dalam pendidikan formal. Gambar 3.3

9https://mataram.antaranews.com/berita/43414/ntb-lanjutkan-program- pengentasan-buta-aksara-nol Bandingkan: https://mataram.antaranews.com/berita/43414/ntb-lanjutkan-program pengentasan-buta-aksara-nol 10 Kemendikbud, Analisis Kinerja Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat, (Jakarta: T.P, 2016)h.22 lihat juga: Badan Pusat Statistik, Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam Angka 2019 (Mataram, CV. Maharani, 2019) h.143 11 Badan Pusat Statistik, Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam Angka 2019 (Mataram, CV. Maharani, 2019) h.143

48

Gambar: rata-rata lama sekolah usia 25 tahun ke atas dan harapan lama sekolah penduduk 7 tahun ke atas kabupaten Lombok Timur tahun 2010-2017 Rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas kabupaten Lombok Timur tahun 2017 adalah sebesar 6,32 tahun.Artinya rata-rata penduduk mampu menempuh pendidikan hingga tamat Sekolah Dasar atau putus sekolah sebelum melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama. Namun jika dilihat perkembangan RLS dalam enam tahun terakhir, angka ini terus meningkat. Hal ini mencerminkan keberhasilan dari program peningkatan kualitas pendidikan masyarakat.12 Hal lain yang tidak kalah penting daripada RLS adalah indikator Harapan Lama Sekolah (HLS). Indikator ini menangkap peluang pendidikan yang dapat diperoleh anak usia sekolah, yakni 7 tahun ke atas dilihat dari fasilitas-fasilitas pendidikan yang tersedia saat ini. Sejalan dengan RLS, dalam kurun waktu enam tahun terakhir HLS juga mengalami peningkatan. HLS pada tahun 2017 adalah 13,35 artinya penduduk yang berusia 7 tahun ke atas berpeluang sekolah sampai 13 tahun atau hingga tahun pertama perguruan tinggi dengan kondisi sekarang ini. Keempat, angka partisipasi sekolah. Partisipasi sekolah sebagai ukuran kuantitas secara umum menggambarkan mengenai kesempatan penduduk untuk memperoleh pendidikan. Besarnya angka partisipasi penduduk menunjukkan semakin membaiknya pelayanan pendidikan sehingga memberikan banyak kesempatan penduduk untuk memperoleh pendidikan. Partisipasi sekolah usia 5-24 tahun di provinsi NTB hasil Susenas 2013 secara total mencapai angka sekitar 65,45 persen berbanding 66,44 persen. Sementara itu, level pendidikan SMA ke atas hanya ditamatkan oleh sekitar 22,53 persen penduduk NTB usia 10 tahun dengan komposisi laki-laki sebesar 25,90 persen dan perempuan sebesar 19,44 persen.13 Dari data yang telah dipaparkan tersebut kita dapat melihat proporsi pendidikan di kabupaten LombokTimur nampaknya belum mencapai target yang

12 Badan Pusat Statistik, Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam Angka 2017 (Mataram, CV. Maharani, 2019) h.143 13 Bandingkan dengan data dalam: Nyoman Wijana, Pemerataan Akses Pendidikan Bagi Anak Putus Sekolah Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Journal of Administration and Educational Management (ALIGNMENT) Volume 1, No 1,( Juni 2018), h.11-23 49 diharapkan. Fokus utama pemerintah masih berorientasi pada pemerataan pelayanan dan akses pendidikan terutama di daerah-daerah terpencil. Akses pendidikan yang merata di seluruh pelosok kabupaten Lombok Timur menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan. Terlebih pasca gempa yang mengguncang Lombok Nusa Tenggara Barat pada akhir Juli hingga September 2018.14 Badan Nasional Penanggulangan B\encana (BNPB) mencatat ada 606 gedung sekolah di pulau Lombok dan Sumbawa yang terdampak rusak akibat gempa termasuk di dalamnya ada 3.051 ruang kelas. Akibatnya, sekolah-sekolah tersebut tak dapat digunakan. Sehingga, pemerintah terus berupaya melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana lembaga-lembaga pendidikan yang terdampak gempa tersebut. Pemerintah mulai mencanangkan program-program kembali ke sekolah dengan menghadirkan sarana-sarana pendidikan salah satunya dengan program yang disebut dengan “pendidikan tanggap darurat”. Hal ini dilakukan agar kegiatan belajar mengajar dapat terus berlangsung.15 Permasalah sarana dan akses pendidikan masih menjadi kendala yang cukup serius di pulau Lombok termasuk di kabupaten Lombok Timur. Bentuk pengembangan pendidikan masih pada peningkatan kuantitas lembaga pendidikan yang implikasinya tidak memberikan banyak pengaruh yang signifikan bagi penjaminan dan pemenuhan kualitas pendidikan. Banyak sekolah-sekolah swasta yang dibangun secara swadaya dengan jumlah peserta didik yang sedikit selain sarana dan prasaranan yang dimiliki belum memadai. Pembangunan di bidang pendidikan khususnya dikabupaten Lombok Timur masih berpusat pada pembangunan fisik sehingga peningkatan mutu pendidikan, pendidik, dan tenaga kependidikan masih belum tercapai secara optimal. Padahal, peningkatan mutu harus menjadi bagian yang terpenting untuk diperhatikan. Karena,sekolah merupakan ruang utama di mana tunas-tunas muda harapan bangsa berjuang dan bersaing untuk mendapatkan pendidikan yang layak sehingga mampu bersaing di kancah global. Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan, tantangan di bidang pendidikan semakin besar agar mampu menyiapkan peserta didik yang mampu bersaing dikancah global. 2. Pendidikan Islam dalam Sistem Sosial Masyarakat Lombok Timur Masyarakat Lombok Timur secara umum adalah masyarakat sasak. Sasak merupakan penduduk asli sekaligus kelompok etnis mayoritas yang mendiami pulau Lombok. A. R. Wallace dalam The Malay Archipelago16, menyebutkan bahwa orang Sasak dikelompokkan ke dalam jenis keturunan Melayu. Orang sasak tersebar di tiga kabupaten di pulau Lombok, yaitu kabupaten Lombok Barat (Mataram), Lombok Tengah (Praya), dan Lombok Timur (Selong).Mereka mencakup lebih dari 90% keseluruhan penduduk Lombok, dan hampir seluruhnya beragama Islam, kecuali di bagian barat, yang penduduknya heterogen (Islam, Hindu, Budha, Kristen). Meskipun

14https://regional.kompas.com/read/2018/08/08/14024381/magnitudo-70-jadi- gempa-terbesar-dalam-sejarah-lombok?page=all akses online 3 September 2019 15https://edukasi.kompas.com/read/2019/01/25/07300031/kisah-sekolah-bambu- dan-titik-bangkit-pendidikan-di-lombok?page=all akses online: 3 september 2019 16 Alfred Russell Wallace and Tony Whitten, The Malay Archipelago (NewYork:CosimoClassicss,2007) h.468 50 di daerah tersebut tetap didominasi oleh pemeluk Islam. Di bagian timur dan tengah merupakan pusat masyarakat muslim di Lombok. Orang Sasak yang memeluk agama Islam kemudian disebut sebagai muslim Sasak. Maka tidak salah jika muncul sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa “menjadi Sasak berarti menjadi muslim.” Anggapan-anggapan itu dipegang bersama oleh sebagian besar penduduk Lombok karena identitas Sasak begitu erat terkait dengan identitas mereka sebagai muslim. Fakta ini juga didukung pula oleh peleketan identitas pulau Lombok sebagai “pulau seribu masjid”. Walaupun tidak diketahui secara pasti kapan istilah ini mulai digunakan, namun istilah ini merefleksikan jumlah masjid yang besar yang secara fisik mencapai 3928 (74%) dari total jumlah keseluruhan 5288 di provinsi Nusa Tenggara Barat.17 Hadir di tengah kondisi sosial masyarakat yang religius tersebut, pendidikan Islam justru mendapat posisi yang strategis. Pendidikan Islam baik formal maupun non formal menjadi memiliki daya tarik yang tinggi di tengah masyarakat. Bukan hanya karena lembaga pendidikan Islam mampu memberikan pendidikan agama yang layak dengan nilai-nilai moral dan akhlaknya, tetapi juga mampu melakukan integrasi dengan menghadirkan pendidikan umum yang berkualitas. Selain kemampuan manajemen yang baik tidak hanya didukung oleh sarana dan prasana yang memadai pendidikan Islam mampu bersaing dengan lembaga- lembaga pendidikan yang umum termasuk lembaga pendidikan negeri. Kondisi semacam ini membuktikan bahwa posisi pendidikan Islam di tengah masyarakat khususnya di kabupaten Lombok Timur mendapat legitimasi yang kuat di tengah persaingan pasar pendidikan. Implikasinya, lembaga pendidikan Islam baik swasta maupun negeri, tumbuh subur dan berkembang di Lombok. Ferforma lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah \mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan tinggi tercatat memiliki pengaruh yang lebih dominan dibandingkan dengan pendidikan umum. Dari total 141.646 jumlah peserta didik secara keseluruhan di semua jenjang pendidikan di kabupaten Lombok timur terdapat 83.508 (59%) peserta didik yang berada di lingkungan lembaga pendidikan Islam. Sisanya 58.183 peserta didik di lingkungan sekolah umum.\18 Data tersebut juga mencerminkan bahwa selain ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap pendidikan Islam di Lombok Timur, kehadiran lembaga pendidikanumum negeri yang dikelola pemerintah masih terbatas. Maka, lembaga pendidikan swasta yang umumnya merupakan lembaga-lembaga pendidikan Islam tampil dominan di tengah masyarakat. Lembaga swasta seperti madrasah dan sekolah-sekolah Islam dari pelbagai jenjang yang berafiliasi pada ormas dan

17 disertasi Saparudin, Ideologi Keagamaan dalam Pendidikan: Dimensi dan Kontestasi pada Madrasah dan Sekolah Islam di Lombok, Disertasi SPS UIN Jakarta (2016) h. 224 18 Kemendikbud, Analisis Kinerja Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat, (Jakarta: T.P, 2016)h.22. liat juga: https://lomboktimur.siap-online.com/, Akses online :pada tanggal 10 Juni 2019 51 komunitas Islam terus tumbuh dan berkembang pesat serta menjadi bagian dari struktur penting dalam sistem sosial masyarakat lombok. Jika kita amati lebih jauh dalam perspektif sosiologis, dewasa ini di dalam masyarakat terjadi pergeseran pandangan terhadap pendidikan seiring dengan tuntutan masyarakat (social demand) yang berkembang dalam skala mikro. Menurut Malik Fadjar, dalam konteks waktu kekinian, masyarakat melihat pendidikan tidak hanya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan terhadap pengetahuan dan keterampilan.19 Lebih dari itu, pendidikan dipandang sebagai investasi modal (human capital investmen) untuk membantu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sekaligus mempunyai kemampuan produktif di masa depan yang diukur dari tingkat penghasilan yang diperolehnya. Semakin terpelajar masyarakat maka semakin banyak pula aspek yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihannya terhadap pendidikan. Sebaliknya, semakin awam masyarakat semakin sederhana pertimbangannya dalam memilih lembaga pendidikan. Malik Fajar juga menegaskan setidaknya ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat terpelajar dalam memilih suatu lembaga pendidikan bagi anak-anak mereka, yaitu cita-cita dan gambaran hidup masa depan, posisi dan status sosial, serta agama. Dalam konteks yang sama dinyatakan pula bahwa sistem sekolah merupakan cara strategissebagai mekanisme alokasi posisionil, yakni bahwa sistem sekolah mendapatmandat dari masyarakat untuk menyalurkan anggotanya ke dalam posisi- posisitertentu.20 Pendidikan dan masyarakat merupakankesatuan sistem yang saling bergantung dan berhubungan. Oleh sebab itu, pendidikandituntut melakukan penyesuaian terus menerus dengan perkembanganmasyarakat. Pernyataan tersebut akan lebih jelas jika dilihat peran antara pendidikandan proses yang terjadi di masyarakat. Dalam teori stratifikasi sosial jugadibicarakan, bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalammemposisikan seseorang dalam kelas-kelas sosial tertentu, demikian jugapenstratifikasian sosial juga mempunyai arti penting dalam proses pendidikan mulai dari proses penyeleksian siswa, penempatan pada tingkat kelas, prosesbelajar mengajar sampai pada hasil (out come) atau lulusannya.21 Untukmelihat keterkaitan peran-peran stratifikasi sosial dan peran-peran pendidikandapat dilihat dalam bagan dibawah ini.

19Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Bandung: Mizan, 1998), 9. 20Jeanne Ballantine, The Sociology of Education: a Systemic Analisis (NewYork: Routladge,2017) h.40 21 Binti Maunah,Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan, Jurnal Ta’allum, Vol. 03, No. 01, (Juni 2015) h.19-38 52

Gambar 3.4

Gambar: Skema hubungan pendidikan dan stratifikasi sosial22

Skema di atas menunjukkan adanya hubungan interrelasi yangmenunjukkan adanya pengaruh atau peran antar unsur-unsur yang ada dalamsistem sosial. Stratifikasi sosial mempunyai peran yang mempengaruhi proses pendidikan, selanjutnya pendidikan sendiri mempunyai peran dan pengaruhterhadap sistem stratifikasi masyarakat. Sehingga pada dasarnya, pendidikandan sistem stratifikasi masyarakat mempunyai hubungan integral satu sama lain, hal ini akan lebih jelas jika diingat kembali fungsi-fungsi pendidikanyang sangat terkait dengan sistem dan pola penstratifikasian sosial.23 Hal ini terjadi pula dalam sistem sosial masyarakat di Lombok. Kehadiran lembaga pendidikan Islam dalam konteks historisnya melahirkan pola-pola pembentukan kelas sosial. Kriteria stratifikasi sosial maupun kelas sosial yang awalnya terdiri dari pola hubungan berdasarkan darah atau keturunan telah berubah menjadi satu kelas yang diposisikan berdasarkan pendidikan. Kalau dulu di masyarakat sasak orang yang paling dihormati adalah mereka yang memiliki darah kebangsawanan atau berdasarkan darah dan garis keturunan, kini kelas ter\sebut t\elah berubah menjadi pola-pola sistem dengan pengolompokannya berdasarkan tingkat pendidikannya. Yudi Latif pernah menggambarkan kondisi sosial semacam ini dengan menggunakan istilah bangsawan ”oesoel” yang digantikan dengan bangsawan

22Jeanne Ballantine, The Sociology of Education: a Systemic Analisis (NewYork: Routladge,2017) h.40 23Jeanne Ballantine, The Sociology of Education: a Systemic Analisis (NewYork: Routladge,2017) h.40 53 intelek.24 Nampaknya pengistilahan semacam itu juga tidak lepas dari sebuah analisis sosial dimana di dalam sebuah sistem sosial masyarakat ada pembentukan kelas tertentu yang pada akhirnya pembentukan kelas tersebut berubah akibat dari pendidikan. Dampak nyata dari pendidikan sebagaiman yang diuraikan diatas dalam masyarakat sasak juga ditemukan pengaruh pendidikan terhadap sistem sosial terutama pada aspek pembentukan kelas sosial dan posisi individu ditengah masyarakat. Stratifikasi sosial yang secara luas umumnya dapat ditentukan oleh usia, kekayaan yang dimiliki, tingkat pendidikan dan pewkerjaan. Orang yang lebih tua misalnya, akan mendapatkan penghormatran dari yang lebih muda, begitu pula yang kaya akan mendapat penghormatan dari yang miskin. Termasuk yang paling umum ditemukan saat ini adalah orang yang berpendidikan tinggi akan mendapat penghormatan dari orang yang rendah tingkat pendidikannya. Misalnya nampak pada sosok tuan guru yang memiliki posisi yang penting di tengah masyarakat. Sosok tuan guru dalam masyarakat menempati posisi sebagai kelompok sosial dengan kelas yang tinggi. Sesuai dengan konsep-konsep stratifikasi sosial maka tuan guru di Lombok menerima penghormatan yang lebih tinggi dari masyarakat dibandingkan dengan elit lokal yang lain seperti pemerintah. Hal ini menjadikan tuan guru sebagai pemimpin dalam masyarakat. Kepemimpinannya pun tidak terbatas pada wilayah atau persoalan agama, tetapi meluas pada wilayah politik. Tuan guru dengan peran kepemimpinannya tersebut mampu menggerakkan aksi sosial.25 Menurut Burhanudin Ada dua faktor yang mendukung posisi tuan guru sebagai elit yang kuat. Pertama, tuan guru adalah orang yang berpengetahuan agama yang luas sehingga ia banyak mengajar agama di setiap desa-desa di Lombok. Sehingga, tuan guru memiliki banyak pengikut baik itu masyarakat umum ataupun demikian pula santri yang memang datang untuk belajar kepadanya. Kedua, tuan guru biasanya berasal dari keluarga berada meskipun ada sebagian tuan guru yang memang tidak berasal dari golongan berada.26 Di sisi lain, pemberian gelar tuan guru bahkan kriterianya memang tidak terbentuk secara institusional seperti yang diungkap oleh Kingsley, 27namun,

24 Yudi Latif, Genealogi Intelegensia: Pengetahuan dan Kekuasaan Intelegfensia Muslim Indonesia Abad XX ( Jakarta: Kencana, 2013) h.139 25 Muh. Samsul Anwar, Dinamika \Peran Politik Tuan Guru di Lombok Era Reformasi (Jakarta: Cinta Buku Media, 2016) h. 26 Burhanudin, Nahdlatul Wathan dan Perubahan Sosial, Cet. II, (Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian masyarakat P3M, 2007), h. 1-261 27Menurut Jeremy Kingsley, tidak ada otoritas yang sah untuk memberikan gelar tuan guru, serta tidak ada satupun kriteria yang diberikan oleh pemerintah. Sehingga menurutnya, pemberian gelar tuan guru itu yang pasti wajib memiliki dua criteria yaitu, pertama, semua tuan guru harus pernah naik haji ke mekkah. Kedua, semua tuan guru harus laki-laki. Jeremy Kingsley,Tuan Guru, community and conflict in Lombok, Indonesia, P.Hd Thesis Melbourne Law School(The University of Melbourne, 2010) h. 75 Lihat juga Suprapto, Religious Leaders and Peace Building: The Roles of Tuan Guru and Pedanda in Conflict

54 pemberian kriteria tuan guru sangat longgar dan membuat siapa saja bisa menjadi tuan guru. Cukup dengan belajar di Timur Tengah dan menunaikan ibadah haji maka kembali ke tanah Lombok akan disebut tuan guru. Tuan guru bagi masyarakat sasak dianggap sebagai orang pilihan yang membawa kemakmuran dan kebahagiaan bagi masyarakat baik dunia dan akhirat.28 Tuan guru adalah sosok figur yang sangat penting di kalangan masyarakat sasak, ia memiliki kelas sosial yang lebih tinggi serta pemimpin agama yang berpengaruh luas terhadap sosio-religius bahkan politik. Sosok tuan guru mendapat legitimasi yang kuat serta memiliki otoritas yang beraneka ragam seperti menjadi pemimpin (guru) sepiritual, pemimpin masyarakat dan lain sebagainya.29 Dibawah kondisi-kondisi historis semacam itu, persoalan tentang kemajuan dan perubahan menjadi gerakan yang masif di kalangan penggiat pendidikan. Bagi mereka perubahan dan kemajuan mengekspresikan suatu kehendak untuk mencapai status sosial yang ideal baik sebagai individu maupun komintas. Modernisasi pendidikan menjadi salah satu aspek penting yang di upayakan. Modernisasi pendididkan merupakan jawaban atas pelbagai persoalan umat saat ini dan masa depan.30

3. Hubungan Pendidikan dan Masyarakat Penyelenggaraan pendidik\an Islam tidak dapat dilepaskan dari peran serta masyarakat. Menurut Azyumardi Azra, sepanjang sejarah pendidikan di Indonesia, masyarakat muslim memiliki peran yang sangat signifikan. masayarakat menngambil peran dalam pendirian, pengembangan dan pemberdayaanm pendidikan keagamaan.31 Salah satu variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi hubungan lembaga pendidikan islam dan masyarakat khususnya di Lombok adalah adanya relasi pendidikan dengaan struktur ekonomi masyarakat lokal dimana lembaaga pendidikan terseebut berada. Partisipasi masyarakat dalam pembanngunan lembaga pendidikan didasari oleh faaktor penting yaitu kebutuhan kolektif, sikap ingklusif sebagai modal kultural. Impactnya, kekuatan modal ini mendorong masyarakat secara sukarela menyediakan wadah untuk berdirinya madrasah-madrasah. Masyarakat berpartisipasi langsung dalam pembanagunan madrasah mulai dari menyediakan tanah wakaf untuk madrasah, sumbangan-sumbangan dalam beentuk inrastruktur dan lain sebagainya termasuk pula menyumbangkan tenaga untuk

Resolution in Lombok – Indonesia, Al-Jāmi‘ah: Journal of Islamic Studies , Vol. 53, no. 1 (2015), h. 225-250 - ISSN: 0126-012X (p); 2356-0912 (e) 28 \Muh. Samsul Anwar, Dinamika \Peran Politik Tuan Guru di Lombok Era Reformasi (Jakarta: Cinta Buku Media, 2016) h. 29 Muh. Samsul Anwar, Dinamika \Peran Politik Tuan Guru di Lombok Era Reformasi (Jakarta: Cinta Buku Media, 2016) h. Lihat Juga: Burhanudin, Nahdlatul Wathan dan Perubahan Sosial, Cet. II, (Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian masyarakat P3M, 2007), h. 1-261 30H. Moh Baidlawi, Modernisasi pendidikan: Telaah Atas Pembaharuan Pendidikan di Pesaantren, Jurnal Tadris, Vol.1 No.2 (2006) h.154-167 31 Azyumardi Azra, Pendidiikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Taantangan milenium III, cet. II|(Jakarta: Kencana Prenada Grup, 2014) h. 182 55 bergotong-royong membangun fasilitas dan pembaangunan madrasah. Hal ini digambarkan oleh Khirjan dengan istilah adaptasi sosio ekonomi 32 di mana pendidikan dan ekonomi tidak dapat dipisahkann satu sama yang lain. menurutnya pendidikan mendukung tujuan-tujuan ekonomi, sebaliknya pendidikan membutuhkan pendaanaan dari sumber-sumber ekonomi.

B. Pendidikan Nahdlatul Wathan Nahdlatul Wathan33 adalah sebuah organisasi yang bergerak dibidang pendidikan, sosial dan dakwah. Organisasi ini secara etimologis berasal dari kata Nahdlah yang berarti perjuangan, pergerakan dan kebangkitan. sedangkan Wathan artinya tanah air, bangsa atau negara. Jadi, Nahdlatul Wathan maknanya adalah kebangkitan orang-orang yang ada dalam tanah air tersebut. Kebangkitan itu hanya bisa terjadi dengan mempersenjatai diri dengan ilmu-ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid sebagai pendirinya menggagas kebangkitan itu muali dengan mendirikan mushalla. Di mushalla ini kemudian digemblenglah kader-kader yang selanjutnya mendirikan sejumlah madrasah-madrasah.34 Terlepas dari konflik internal dalam tubuh internalnya, Nahdlatul Wathan dideklarasikan pada hari minggu 15 Jumadil Akhir 1372 H bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 di Pancor Lombok Timur NTB. Nahdlatul Wathan merupakan organisasi pertama dan satu-satunya organisasi yang lahir di pulau Lombok dengan struktur yang sangat lengkap serta didukung oleh jumlah pengikut yang paling banyak. Kehadiran organisasi ini dilatar belakangi oleh realitas sosial keagamaan masyarakat Lombok yang oleh Baharuddin disebut berada pada posisi yang sangat lemah. Menurutnya, Hal itu nampak pada sikap dan perilaku keberagamaan masyarakat yang masih mencampuradukkan antara nilai-nilai lokal, norma dan istiadat dengan ajaran Islam.35 Selain itu, eksistensi Nahdlatul Wathan juga merupakan sebuah wadah organisasi yang berfungsi sebagai pengkoordinir, pembimbing dan pengayom dari sejumlah lembaga pendidikan yang berkembang pesat. Tonggak utamanya adalah pendidikan. Dari hal ini nampak jelas bagaimana dinamika lembaga pendidikan menjadi salah satu instrument penting untuk melaksanakan tugas-tugas perjuangan yaitu merubah kondisi masyarakat dan mengangkatnya dari jurang kebodohan.

` 32Khirjan Nahdi, Dinamika Pesantren Nahdlatul Wathan dalam Persfekktif \pendidikan, Sosial dan Modal, Jurnal Islamika, Vol. 7, No, 2 (maret 2013) h.381-405 33 Istilah Nahdlatul Wathan (NW) pernah juga digunakan sebelumnya oleh Kiai Wahab Hasbullah dan Kiai Mansur sebagai nama dari organisasi gerakan pendidikan di Surabaya pada tahun 1916. Lalu adakah hubungan antara Nahdlatul Wathan yang didirikan oleh Tuan guru M. Zainuddin Abdul Majid.? 34 Catatan ringkas NW 35 Burhanudin, Nahdlatul Wathan dan Perubahan Sosial, Cet. II, (Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian masyarakat P3M, 2007), h. 1-261 56

1. Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darun Nahdlatain Nahdlatul Wathan Pancor (YPH-PPD NW) Yayasan Pendidikan Hamzanwadi yang selanjutnya sering disebut dengan ponpes Hamzanwadi merupakan sebuah organisasi pendidikan setingkat dibawah naungan ormas Nahdlatul Wathan. Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan (YPH PPD NW) pancor mendapat izin resmi sebagai pengelola lembaga pendidikanpada tahun 1982. Yayasan ini dibentuk dengan tujuan mempermudah pengelolaan lembaga pendidikan di lingkungna nahdlatul wathan. Hingga saat ini yayasan mengelola sejumlah lembaga pendidikan dari jenjang paling rendah hingga perguruan tinggi. Adapun total jumlah peserta didik yang ada dibawah naungan Pondok Pesantren Darunnahdlatain NW Pancor berjumlah 12.220 dengan 6659 merupakan mahasiswa perguruan tinggi yaitu Ma’had Darul Qur’an Wal Hadis, Universitas Hamzawadi dan juga Institut Agama Islam Hamzanwadi. Adapun 5253 lainnya merupakan peserta didik yang berada di lembaga pendidikan PAUD, MI, MA, SMA, SMK dan MAK. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2

TAHUN STATUS JMLH NO NAMA LEMBAGA BERDIRI AKREDITASI SANTRI 1 TK HAMZANWADI 1981 AKREDITASI A 210 2 MI NW HAMZANWADI 1959 AKREDITASI A 296 3 MTs. NW MUALLIMIN 1936 AKREDITASI A 717 4 MTs. NW MUALLIMAT 1943 AKREDITASI A 720 5 MTs. NW 1956 AKREDITASI A 437 6 SMP NW 1974 AKREDITASI A 144 7 MA. NW MUALLIMIN 1937 AKREDITASI A 896 8 MA. NW MUALLIMAT 1943 AKREDITASI A 833 9 MA NW 1956 AKREDITASI A 203 10 MA HAMZANWADI 1994 AKREDITASI A 362 11 SMA NW 1972 AKREDITASI A 184 12 SMK NW 2005 AKREDITASI A 254 13 MDQH NW PANCOR 1965 1784 14 IAI HAMZANWADI 1982 1498 UNIVERSITAS 15 HAMZANWADI 3377 Tabel: data rekapitulasi santri yayasan Pondok \pesantren Hamzanwadi Tahun 201936

36 Data Rekapitulasi Peserta didik Yayasan pendidikan Hamzanwadi yang diakses dari Biro Akademik Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Darun Nadlatain NW Pancor pada tanggal 18 maret 2019 57

2. Kultur Pesantren dalam Lingkungan Nahdlatul Wathan Konstruksi tradisi pesantren dalam lingkungan Nahdlatul Wathan cukup berbeda dengaan pondok pesantren pada umumnya. Pengertian pesantren yang umum tersebut adalah suatu bentuk pendidikan keislaman klasik tradisionalis yang telah banyak melembaga di Indonesia, pesantren terdiri dari kata asal santriyang yang diberi awalan pe dan akhiran yang menunjukkan tempat.Dalam hal ini dapat diartikan sebagai tempat para santri yang sudah ada jauh hari sebelum Islam masuk ke Nusantara, Santri adalah manusia baik dan suka menolong. Ia identik dengan penduduk jawa yang menganut Islam dengan sungguh-sungguh.37 Pesantren yang terdiri dari kamar, gubuk, atau rumah kecil adalah suatu tempat yang kental dengan kesederhanaan, bangunannya merupakan tipikal masyarakat pinggiran Indonesia. Akan tetapi, tipikal fisik semacam ini berangsur- angsur mulai bergerak secara evolutif setelah adanya politik perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan sarana dan prasarana pesantren. Menurut Steenbrink, pesantren itu bukanlah sekedar sekolah atau lembaga pendidikan, asrama, atau madrasah sebagaimana lembaga pendidikan lain. Pesantren adalah tempat di mana diajarkan etika dan norma-norma yang tidak bakal dijumpai ditempat lain. Pesantren bukan sekedar tempat dimana pelbagai pelajaran dipelajari dan beribadah dengan cara tertentu tetapi di pesantren ada sistem, tradisi, dan nilai- nilai lain yang lebih luas.38 Pesantren juga disebut sebagai sebuah subkultur. Identifikasi Gusdur tentang kehidupan pesantren yang berwatak khas, berbeda dengan masyarakat di luarnya. Dengan batasan-batasan elementer yakni pemisahan kehidupan dengan masyarakat yang lebih besar, konsepsi-konsepsi yang khas seperti konsep berkah, hubungan kiai dengan santri, model-model transmisi keilmuan yang unik, karakteristik pesantrenlainnya membuat komunitas pesantren layak disebut sebagai sebuah subkultur.39 Gus Dur sendiri tegas mengatakan bahwa istilah subkultur harus dibuktikan secara ilmiah. Sebab, istilah subkultur adalah usaha pengenalan kepada pihak luar. Tema ini membuktikan bahwa pesantren sebagai subkultur menurutnya merupakan terminologi yang tepat, mengingat kehidupan modern secara umum memiliki karakteristik yang jauh berbeda dibandingkan dengan nilai-nilai komunitas pesantren. Gus Dur menyebut pesantren sebagai subkultur karena memiliki bangunan yang unik, terpisah dari kehidupan sekitarnya dimana di dalam kompleks pesantren

37 Steenbrink, Pesantren madrasah sekolah: Pendidikan Islam dalam kurun Modern, Cetakan II (Jakarta:LP#S, 1994) h.15 38 Steenbrink, Pesantren madrasah sekolah: Pendidikan Islam dalam kurun Modern, Cetakan II (Jakarta:LP#S, 1994) h.43 39Dengan pola kehidupan yang unik, pesantren mampu bertahan selama berabad- abad untuk mempergunakan nilai-nilai hidupnya sendiri. Karena itu dalam jangka panjang pesantren berada dalam kedudukan kultural yang relatif lebih kuat daripada masyarakat sekitarnya, kedudukan ini dapat dilihat dari kemampuan pesantren untuk melakukan transformasi total dalam sikap hidup masyarakat sekitarnya, tanpa ia sendiri harus mengorbankan identitas dirinya. Subkultur dalam : Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, cet. 5, (Jakarta:LP3S, 1995)h.40 58 tersebut ada bangunan pengasuh, masjid, tempat pengajaran disampaikan, dan asrama sebagai tempat tinggal para santri.40 Alasan lain Gus Dur menyebut pesantren sebagai subkultur berdasarkan pada rutinitas sehari-hari santri yang memiliki standar filosofis waktu berbeda dengan standar masyarakat.41 Misalnya, jika masyarakat memasak dan mencuci pada pagi hari, santri melakukan kegiatan serupa pada waktu yang berbeda yaitu malam hari atau tengah malam. Mengapa demikian? Karena kegiatan pesantren berputar pada pembagian priode berdasarkan waktu shalat wajib yang lima. Dimensi waktu yang unik ini tercipta karena kegiatan pokok pesantren dipusatkan pada pengajian buku- buku teks pada tiap-tiap habis shalat. Terkait dengan tersebut, ada beberapa hal yang berbeda dan khas dalam pesantren Nahdlatul Wathan. Misalnya saja pemondokan atau asrama santri. Alih- alih memiliki kehidupan yang yang terpisah dengan masyarakat seperti yang diungkap Gus Dur sebagai subkultur, dalam lingkungan Nahdlatul Wathan, tidak setiap santri tinggal di asrama yang dikelola oleh pondok pesantren, melainkan tersebar di rumah-rumah penduduk. Bukan hanya karena tidak tersedianya asrama di pondok pesantren, namun hal tersebut merupakan bagian dari strategi pendiri agar tercipta ruang interaksi antara santri dan masyarakat. Dengan kebijakan ini, santri secara natural akan dapat dengan mudah belajar bermasyarakat untuk kepentingan dakwah mereka kelak setelah menuntaskan kewajiban belajarnya. Selain itu, pondok pesantren secara ekonomi dapat berbagi dengan masyarakat karena santri dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya akan senantiasa berinteraksi langsung dengan masyarakat. masyarakat menjadi bagian penting dalam struktur pesantren. Akibatnya tradisi pesantren yang unik seperti konsepsi-konsepsi berkah, hubungan kiai dengan santri dan pola-pola hubungan kepesantrenan juga telah terbungkus dalam interkasi sosial masyarakat sekitar. Dalam interaksi ini akan terjadi proses sosialisasi melalui komunikasi yang intensif. Sosialisasi yang rata-rata berhasil ini mengkonstruksi suatu pola hubungan baik antara santri dengan masyarakat. Tidak sedikit dari pola hubungan tersebut meningkat secara kualitatif menjadi hubungan keluarga yang melahirkan kenyamanan dalam kehidupan bersama. Sungguh situasi ini pun akan membangun rasa memiliki masyarakat terhadap Pondok Pesantren Darun Nahdlathain NW Pancor yang di dalamnya terdapat sejumlah madrasah yang berjenjang dari taman kanak- kanak hingga perguruan tinggi.

40Pengakuan bahwa pesantren adalah subkultur masih berupa usaha pengenalan identitas kultural yang dilakukan dari luar kalangan pesantren, bukanya oleh kalangan pesantren sendiri. Jika diingat pendekatan ilmiah yang terbaik untuk mengenal hakekat sebuah lembaga kemasyarakatan adalah pendekatan naratif (narrative), dimana kalangan lembaga itu sendiri yang melakukan identifikasi dalam bentuk monografi-monografi. Dengan demikian, selama istilah itu belum diuji secara ilmiah-murni, kesimpulan apapun juga yang didapat dari penggunaan masih akan berupa kesimpulan sementara, tetapi sifat kesementaraan itu tidak mengurangi nilai objektifitas ilmiahnya. Lihat: https://santrigusdur.com/2018/05/pesantren 41Aguk Irawan MN, Akar Sejarah Etika Pesantren di Nusantara: Dari era Sriwijaya sampai Pesantren Tebu Ireng dan Ploso (Jakarta: Pustaka Iiman, 2018 ) h. 74 59

Dengan daya dukung kondisi sebagaimana diuraikan di atas, santri maupun santriwati akan dengan mudah ikut bersama-sama menta’mirkan musholla di sekitar pemondokan mereka. Kemudahan ini secara positif dan signifikan mendukung sistem pendidikan pesantren yang diterapkan dilingkungan Nahdlatul Wathan.

C. Madrasah Aliyah Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor 1. Kiprah MA Muallimin NW Pancor di Tengah Masyarakat Madrasah Muallimin NW Pancor adalah salah satu madrasah tertua di dalam ormas Nahdlatul Wathan.42Madrasah Muallimin juga disebut sebagai salah satu madrasah atau sekolah formal yang pertama di pulau Lombok.43Madrasah Muallimin sebagai madrasah formal pertama di pulau Lombok berdiri atas semangat mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberantas kebodohan yang diperjuangkan oleh TGKH M. Zainuddin Abdul Majid.44Dengan semangat ini, tuan guru Zainuddin

42 Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 43 Abd Hayyi Nu’man dan Sahafari Ays'ari, Nahdlatul Wathan: Organisasi Pendidikan, Sosial, dan Dakwah (Lombok: Toko Buku Kita, 1988), hlm. 91. Lihat juga: Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 44 TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid mulai menancapkan kiprahnya untuk memperjuangkan agama dan bangsa pada tahun 1934 jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ini lahir. Motif utama perjuangannya adalah membangun sistem keberagamaan umat yang masih terpuruk dan tenggelam dalam kebodohan dan keterbelakangan akibat dari penjajahan. Keterbelakangaan dalam bidang pendidikan saat itu disebut telah menenggelamkan harkat dan martabat basyarakat yang bahkan larut dalam kehidupan yang hina. Oleh sebab itu, TGH Zainuddin setelah kembali dari Makkah dan menyelasikan pendidikan di madrasahal-Saulatiyah beliau memulai pejuangannya dengan mendirikan institusi pendidikan dengan mengikuti tradisi bermadrasah seperti di Makkah yang diawali dengan mendirikan pesantren Al-Mujahidin di gubuk Bermi desa Pancor Lombok Timur. Penamaan pesantren Al-Mujahidin ini sendiri ternyata memiliki motivasi yang kuat untuk membangun masyarakat yang masih terbelakang di bidang pendidikan disamping sebagai basis perjuangan dan pergerakan dalam melawan dan mengusir kolonialisme pada saat itu. Pesantren ini dimulai dari sebuah mushalla (langgar) yang dalam kultur sasak disebut sebagai santren. Dengan sistem pendidikan yang sederhana (sistem halaqah) pesantren al-Mujahidin ternyata mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat, sehingga pada awal pendiriannya pesantren ini telah memiliki 200 orang santri yang tidak hanya berasal dari desa Pancor saja tetapi juga dari pelbagai pelosok daerah di Lombok. Pesantren al-Mujahidin ini kemudian menjadi pelopor berdirinya institusi-institusi pendidikan lain termasuk pendidikan formal selanjutnya diantaranya yaitu madrasah NWDI (Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) dan madrasah NBDI ( Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah). Lihat: Muslihan Habib, Pendidikan Ke-NW-an: Untuk Madrasah Aliyah (MA) Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Nahdlatul Wathan (Cakung : PPNW DKI Jakarta, 2014) h. 34 Lihat Juga: Abdul Fattah.dkk, Maulana Syaikh dari Nusa Tenggara Barat untuk Indonesia: Perjuangan dan Pergulatan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1908-1997 ( Lombok Timur: Hamzanwadi Institute,2017) h.53 60

Abdul Majid menginginkan agar masyarakat khusunya nahdliyyin agar melek terhadap kebutuhan zaman dan mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman disamping memiliki semangat untuk berpegang teguh pada iman dan taqwa. Madrasah Muallimin berdiri pada pada tanggal 17 Agustus 1936 dengan menyandang nama madrasah NWDI (Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah)45 dengan durasi belajar selama 6 tahun khusus bagi kaum pria. Setahun kemudian madrasah ini diresmikan menjadi lembaga pendidikan formal yaitu pada tanggal 22 Agustus 1937 Masehi.46Berdirinya NWDI dan disusul oleh NBDI menjadi cikal bakal berdirinya sejumlah lembaga pendidikan islam (madrasah) yang berafiliasi dibawah naungan Nahdlatul Wathan. Bahkan lahirnya NW sebagai ormas Islam ini pun tidak terlepas dari pengaruh pertumbuhan dan perkembangan cabang-cabang madrasah NWDI dan NBDI yang begitu pesat, di samping perkembangan aktivitas sosial lainnya, seperti majlis dakwah dan majlis ta’lim dan lainnya.47 Sehingga, untuk itu Nahdlatul Wathan lahir sebagai suatu wadah atau organisasi yang mewadahi dan mengorganisir segala

45 Dalam catatan sejarah perjuangan awal pembangunan madrasah NWDI, TGKH Zainuddin membangun 10 ruang kelas baru (RKB) ditambah satu ruang kantor dan satu ruang guru diatas tanah yang diwaqafkan oleh H>. Muhammad Syadzali. Beliau juga membentuk dewan panitia pelaksanaan pembangunan madrasah yang berjumlah 15 orang. Empat orang sebagai penasehat dan penanggungjawab yang dipimpin langsung oleh beliau sendiri. Dalam peruses pembangunannya beliau mengajak masyarakat untuk bergotong royong hingga pembangunan fisik madrasah tersebut tuntas. Selanjutnya TG Zainuddin menghadap dan mengajukan permohonan izin pendirian madrasah kepada pemerintah Hindia Belanda Controlier Oost Lombok di Selong. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menerbitkan akta pendirian madrasah pada tanggal 17 Agustus 1936 M. selanjutnya tanggal 22 Agustus 1937 M bertepatan dengan tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H madrasah NWDI diresmikan oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Lihat: Muslihan Habib, Pendidikan Ke-NW-an: Untuk Madrasah Aliyah (MA) Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Nahdlatul Wathan(Cakung : PPNW DKI Jakarta, 2014) h. 38. Bandingkan: Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 46 Madrasah NWDI merupakan bentuk awal berdirinya madrasah yang saat ini berubah nama menjadi madrasah muallimin Nahdlatul Wathan. Muallimin pun pada dalam perjalanannya telah mengalami pelbagai macam perkembangan. Madrasah Muallimin yang pada awalnya merupakan madrasah NWDI dengan sistem belajar 6 tahun mulai dibagi menjadi dua tingkatan untuk mengikuti regulasi pemerintah. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan regulasi dari pemerintah madrasah ini dibagi menjadi dua tingkatan yakni tingkat MTs ( Madrasah Tsanawiyah) dan MA (Madrasah Aliyah) Muallimin Nahdlatul Wathan Pancor. Kedua madrasah ini berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Darun Nahdlatain Nahdlatul Wathan Pancor (YPH PPD NW). Data arsip MA Muallimin NW Pancor tahun 2018. Diakses di Kabag TU MA Muallimn NW Pancor pada tanggal 13 Januari 2019. 47 Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 lihat juga akses online : https://nw.or.id/profil/sejarah-berdirinya-nw.html 61 macam bentuk kebutuhan dan keperluan pengelolaan lembaga-lembaga tersebut secara profesional. Setelah resmi beroperasi pada 22 agustus 1937 madrasah NWDI membagi kelompok belajar kedalam beberapa tingkatan yaitu tingkat Ilzamiyah, Tahdiriyah dan Ibtidaiyah.48 Aktifitas belajar dilaksanakan pada semua tingkatan mulai pukul 07:30 – 13:00 WITA oleh sejumlah tenaga pengajar mulai dari TGKH Zainuddin, TGH. Muhammad Faisal, TGH> Ahmad Rifa’I, TGH. Muhibuddin, TGH>>. Abdurrahim, TGH>. Sahabuddin, dan Amaq Said.49 Madrasah NWDI menamatkan santri-santrinya untuk pertama kali pada tahun 1940/1941 dengan jumlah 5 orang. Selanjutnya pada tahun berikutnya yaitu 1942 madrasah meluluskan lebih banyak santri dengan jumlah 55 orang. Alumni pada tahun pertama dan kedua ini memiliki dua peran vital dalam tumbuh dan berkembangnya lembaga pendidikan islam di Lombok. Kualifikasi keilmuan dan militansi pergerakan alumni pada angkatan pertama dan kedua ini telah mencatat sejarah perkembangan baru lembaga pendidikan Islam pada masa itu. Perpaduan sinergis antara intelektualisme dan aktivisme di sisi lain telah menjadi akar kuat dalam pertumbuhan lembaga pendidikan Islam. Hal ini tergambar dalam keberhasilan para alumni tersebut untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam lain di seluruh pelosok pulau Lombok.50

48 Tingkat Ilzamiyah adalah tahap persiapan dengan lama belajar satu tahun. Murid- murid pada tingkat ini terdiri dari anak-anak yang belum mengenal huruf Arab latin. Adapun tingkat tahdiriyah merupakan kelanjutan dari tingkat ilzamiyah dengan lama belajar tiga tahun. Murid-muridnya tidak hanya merupakan lulusan dari tingkat ilzamiyah tetapi juga lulusan dari Sekolah Rakyat ( Volkschool ). Materi pelajaran yang diberikan adalah tauhid, fiqh, dan pengetahuan dasar qawaid al- lughah al-arabiya (kaidah dasar tata bahasa arab). Sedangkan terakhir adalah tingkat Ibtidaiyah dengan lama belajar 4 tahun. Selain menerima lulusan dari sekolah tingkat tahdiriyah, juga menerima lulusan dari sekolah rakyat (Volkschool). Materi yang diajarkan difokuskan pada pembelajaran , mulai dari nahw, sharaf, balaghah, ma‘any, badi’, bayan, mant{iq, usul, fiqh, tasawwuf, dan lain-lain. Khusus pada kelas terakhir (rabi’ ibtida’i), semua pelajaran agama mengacu pada kurikulum madrasah al-Saulatiyah di Makkah. Muslihan Habib, Pendidikan Ke-NW-an: Untuk Madrasah Aliyah (MA) Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Nahdlatul Wathan(Cakung : PPNW DKI Jakarta, 2014) h. 38. Bandingkan: Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 49 Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 50 Nampaknya usaha para alumni mendirikan lembaga pendidikan islam cabang Nahdlatul Wathan telah menjadi tradisi yang berlangsung terus-menerus hingga saat ini. Tidak sedikit alumni yang kembali ke kampung halaman terinspirasi untuk membangun madrasah-madrasah swasta yang menggunakan nama Nahdlatul Wathan. Tidak hanya di seputaran pulau Lombok tetapi juga di seluruh kepulauan Nusantara, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Papua. Khusus di pulau Lombok sebagaimana yang 62

Hingga tahun 1945 tercatat sebanyak sembilan buah cabang Madrasah NWDI yang berdiri diantaranya, madrasah as-Sa’adah Diniyah Islamiyah Nahdlatul Wathan di Kelayu (1942), Madrasah Nurul Yaqin di Praya (1942), madrasah Nurul Iman di Mamben (1943), madrasah Shirat al-Mustaqim di Rempung (1943), madrasah Hidayah al-Islam di Masbagik (1943), madrasah Nurul Iman di Sakra (1944), madrasah Nurul Wathan di Mbung Papak (1944), madrasah Tarbiyah al-Islam di Wanasaba (1944), dan madrasah Far’iyyah di Pringgasela (1945).51 Para alumi Muallimin tidak hanya eksis sebagai tokoh agama dan juga tokoh masyarakat tetapi juga di jajaran pemerintahan. Salah satu alumni Muallimin misalnyagubernur provinsi Nusa Tenggara Barat dua priode sejak 2008-2018, ia tidak hanya sebagai ahli di bidang agama juga memilliki kiprah dan karir yang luar biasa dalam pentas politik nasional. Menurut Munawar selaku kepala sekolah, demikian itu merupakan tuntutan bagi madrasah Muallimin untuk menghasilkan output yang berkualitas, memiliki sikap kepemimpinan dalam pengertian luas, yaitu pemimpin yang ideal, memiliki akhlak terpuji, cerdas, berani berfikir kritis, serta berkemajuan sesuai tuntutan zaman.52 Para alumni sebagai output Muallimin harus mampu berdiaspora di level global untuk melakukan perubahan menuju kemaslahatan dan kemajuan bagi ummat. Oleh karena itu dalam setiap fase pengembangannya madrasah Muallimin selalu diorientasikan dengan berpijak pada ruh perjuangan yang ditanamkan oleh TGKH Zainuddin Abdul Majid sejak masih dalam bentuk NWDI. Dimana hal itu merupakan manifestasi dari perspektif yang disebut “pemikiran kebangsaan religius” yaitu semangat membangun Islam dan negara-bangsa Indonesia secara simultan, membangun agama sekaligus juga membangun negara begitu pula sebaliknya. Dengan semangat tersebut eksistensi Muallimin pada tataran idealismenya ingin menjadi sebuah wadah perjuangan untuk melakukan gerakan perubahan dan pembangunan di tengah masyarakat. Menciptakan masyarakat yang religius dan mampu hadir menjadi penopang tumbuh dan berkembangnya negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Munawar selaku kepala madrasah menyampaikan bahwa dalam tahapan aplikatifnya, Muallimin telah melakukan inovasi terhadap proses belajar melalui perpaduan kurikulum pemerintah dan kurikulum pondok. Penanaman “learning Process” dengan dibungkus motto” Pacu Gamaqne”53 sebagai pemicu untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas peserta didik dan pendidik agar mampu menjadi kompetitor bagi yang lainnya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas peserta didik dan pendidik menurut Munawarmerupakan scale priority yang di tempuh melalui “Mind, Wisdom, dan diuraikan pada latar belakang tesis ini dinyatakan pertumbuhan jumlah lembaga madrasah secara kuantitas sangat pesat. 51 Abdul Fattah.dkk, Maulana Syaikh dari Nusa Tenggara Barat untuk Indonesia: Perjuangan dan Pergulatan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1908-1997 ( Lombok Timur: Hamzanwadi Institute,2017) h.53 52 Wawancara, Kepala madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 53 Pacu gamaqne adala salah satu istilah yang berasal dari bahasa Sasak yang secara leksikal berarti bersungguh-sungguhlah. Atau lakukanlah dengan bersungguh sungguh. 63

Surrender”. Sehingga pemberdayaan terhadap mind, wisdom , dan surrender tersebut disinergikan dengan hukum segi tiga kungruen yakni ada keseimbangan antara perilaku dan nilai dalam aksi dan bereaksi. Justru itu sasaran tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan tapi juga moral jauh lebih penting. 2. Gambaran Umum Madrasah Muallimin NW Pancor a) Profil Madrasah Madrasah Aliyah Muallimin NW Pancor berdiri di atas sebuah lahan seluas 2500 m2 yang beralamat di jl. TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, nomor 39 gang NWDI. Secara regulasi madrasah aliyah Muallimin NW Pancor adalah lembaga pendidikan swasta yang terdaftar di Kementrian Agama dengan Akta pendirian bernomor 44/02/MA/NTB/81, dan SK. Operasional bernomor LD/19.03/4/PP.004/671/2012. Madrasah ini telah diakreditasi dengan status kreditasi A dengan nilai 98 berdasarkan SK. Akreditasi Badan Akreditasi Nasional SMA/Madrasah (BAN-S/M) Pada tanggal 26 Desember 201554. b) Jumlah Santri Jumlah santri MA Muallimin mengalami tren pertumbuhan dari tahun ke tahun. Sejak Tahun akademik 2015 sampai tahun 2018 tren pertumbuhan jumlah santri Muallimin rata-rata pada kisaran 11,7% dengan rincian tahun 2015-2016 sebesar 14%, 2016/2017 sebesar 3%, 2017/2018 17,9%. Tercatat Berdasarkan data jumlah santri MA Muallimin NW Pancor pada tahun 2018 adalah 798 orang.55 Untuk lebih jelasnya akan dilihat pada gambar berikut.

54 Arsip deokumen Madrasah Aliyah Muallimin NW Pancor,akses dari Kabag TU MA Muallimin NW Pancor Tanggal 15 Januari 2019 55 Arsip dokumen madrasah aliyah Muallimin NW Pancor,akses dari Kabag TU MA Muallimin NW Pancor Tanggal 15 Januari 2019. Bandingkan dengan data online madrasah 64

Gambar 3.5

900 800 700 600 500 Kelas XII 400 300 Kelas XI 200 Kelas X 100 0

Gambar : Jumlah Santri MA Muallimin 2015-2018 Gambar 3.6

Tren Pertumbuhan Jumlah Santri 20% 15% 10% 5% Rata- 0% Rata=11.79%

Gambar: diagram tren prtumbuhan jumlah santri MA Muallimin

c) Keadaan tenaga Pengajar Madrasah Aliyah Muallimin NW Pancor dalam perekrutan tenaga pengajar sangat ketat. Pihak madrasah memberikan beberapa tes yang harus dipenuhi oleh calon guru. hal itu dilakukan untuk menjamin kualifikasi guru tersebut sesuai dengan posisi bidang studi yang akan diterima. Hal ini tentu berdampak pada kualitas calon guru yang handal dan berkualitas di bidangnya masing-masing.

65

Mayoritas tenaga pendidik yang mengajar di madrasah aliyah Muallimin NW Pancor bergelar S1 dengan persentasi 92,5% dan S2 dengan persentasi 7.5%. sebagian guru madrasah yang bergelar S1 juga sedang menjalankan pendidikan untuk mendapatkan gelar S2. d) Sarana dan Prasarana Untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dalam kegiatan proses belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan sekolah maka Madrasah Aliyah Pembangunan membutuhkan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana merupakan fasilitas yang disediakan oleh setiap lembaga pendidikan yang memiliki kontribusi yang sangat penting untuk menunjang keberlangsungan proses belajar mengajar. Fasilitas sekolah yang baik akan mendukung terciptanya suasana proses belajar-mengajar yang baik pula, khususnya pelbagai mata pelajaran. Fasilitas sekolah yang diimplementasikan dengan pelayanan sekolah dalam bentuk sarana dan prasarana. Rosnaeni menjelaskan bahwasarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.56 MA Muallimin NW Pancor merupakan salah satu madrasah unggulan dilingkungan Yayasan Pendidikan Darun Nahdlatain Nahdlatul Wathan Pancor. Dengan memiliki sarana dan prasarana yang baik, MA Muallimin terus menerus didorong untuk dapat bersaing dengan sekolah dan madrasah unggulan lainnya melaui pengelolaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana tersebut dengan sebaik- baiknya. Maka dari itu, dengan baiknya sarana dan prasarana sekolah atau fasilitas sekolah akan mendukung proses belajar yang nyaman dan menyenangkan. Sebagaimana ungkapan Nurbaiti57 bahwa pengelolaan sarana prasarana yang baik akan menunjang kelancaran dalam proses pembelajaran sebab tersedianya sarana prasarana siap pakai saat dibutuhkan. Pengelolaan sarana dan prasarana sangat penting dalam dunia pendidikan, karena dengan adanya pengelolaan yang baik maka sarana dan prasarana akan dapat di gunakan dengan jangka waktu yang lebih lama, selain itu pengelolaan sarana dan prasarana bertujuan agar tercipta suatu kondisi yang kondusif, nyaman dan aman dalam proses pembelajaran".58 Sarana dan prasana yang dimiliki antara lain ruang kelas, perpustakan, laboratorium, ruang tata usaha, ruang kepala madrasah, ruang guru, ruang wakamad,

56 Rosnaeni,Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan, Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol.8, No. 1, Januari - Juni 2019 h. 32-43, bandingkan dengan: Ramodikoe Nylon Marishane, Management of School Infrastructure in The Context of A No-Fee Schools Policy in Rural South African Schools: Lessons From The Field, International Journal of Education Policy & Leadership, Vol. 8, No.5,( July 2019) h.1-13 57 Nurbaiti, Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, Jurnal Manajer Pendidikan, Vol. 9, No. 4, (Juli 2015), h. 536-546 58 Sri Marmoah.dkk,Implementation of Facilities And Infrastructure Management In Public Elementary Schools, Al-Tanzim :Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Vol. 03 No. 01, (March 2019),h. 102-134 66 riang osis, ruang UKS, Ruang BK, Ruang OSIM, Musholla serta Koperasi yang memadai untuk melayani smua kebutuhan kependidikan. Perinciannya sebagai berikut:

No Fasilitas Jumlah 1 Ruang Kelas 25 2 Perpustakaan 1 3 Laboratorium 5 4 Meeting Room 1 5 Ruang Kepala Madrasah 1 6 Ruang Tata Usaha 1 7 Ruang Guru 1 8 Ruang Wakamad 1 9 Ruang UKS 1 10 Ruang BK 1 11 Ruang OSIM 1 12 Mushalla 1 13 Koperasi 1 14 Toilet/kamar mandi 20 15 Sanggar 5

Tabel. Sarana dan Prasarana di MA Muallimin NW Pancor.59

3. Prestasi MA Muallimin

Madrasah Aliyah Muallimin NW Pancor merupakan salah satu madrasah yang memiliki kualitas serta daya saing yang tinggi. hal ini dibuktikan dengan torehan prestasi secara akademik maupun non akademik baik oleh madrasah secara kelembagaan ataupun individu peserta didik.

59 Dokumentasi sarana dan prasarana madrasah aliyah Muallimin NW Pancor tanggal `14 Januari 2019 67

Tabel 3. 3

PRESTASI AKADEMIK

NO PENGHARGAAN TINGKAT TAHUN NAMA PERAIH

JUARA I LOMBA 1 OLIMPIADE SAINS KABUPATEN 2012 AHMAD HAVIZ (BIOLOGI)

JUARA I LOMBA M. ZOHRUL 2 OLIMPIADE SAINS PROVINSI 2012 HIMAM (FISIKA)

JUARA III LOMBA 3 OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2012 AHMAD HAVIZ (BIOLOGI)

JUARA I KOMPETENSI M. TONI 4 SAINS MADRASAH KABUPATEN 2012 NURKHAIRI (MATEMATIKA)

JUARA I KOMPETENSI M. TONI 5 SAINS MADRASAH PROVINSI 2012 NURKHAIRI (MATEMATIKA)

JUARA III KOMPETENSI M. ZOHRUL 6 SAINS MADRASAH NASIONAL 2012 HIMAM (FISIKA)

JUARA I DEBAT BAHASA 7 PROVINSI 2014 ZULKARNAEN ARAB

JUARA II DEBAT BAHASA SYAMSUL JIHADI 8 KABUPATEN 2014 INGGRIS AKBAR

JUARA I KOMPETISI SAINS DEDI EKA 9 MADRASAH KABUPATEN 2014 HAFSANI MATEMATIKA

MUHAMMAD JUARA I KOMPETISI SAINS 10 KABUPATEN 2014 IMAM MADRASAH (BIOLOGI) FIRMANSYAH

JUARA III KOMPETISI MUHAMMAD 11 SAINS MADRASAH PROVINSI 2014 IMAM (BIOLOGI) FIRMANSYAH

68

JUARA II OLIMPIADE MUHAMMAD 12 SAINS NASIONAL KABUPATEN 2014 IMAM MATEMATIKA FIRMANSYAH

JUARA I OLIMPIADE ABDURRAHIM 13 SAINS NASIONAL KABUPATEN 2014 AL-ABROR EKONOMI

JUARA III PUBLIC 14 PROVINSI 2014 ABDULLOH SPEAKING

15 JUARA III LOMBA MQK NASIONAL 2014 WARDIMANSYAH

JUARA II OLIMPIADE M. ALIMUDDIN 16 PROVINSI 2015 HUKUM ISLAM GOZALI

JUARA I PIDATO BAHASA 17 KABUPATEN 2015 BADRUL JIHAD INGGRIS

JUARA II PIDATO BAHASA 18 PROVINSI 2015 BADRUL JIHAD INGGRIS

JUARA III OLIMPIADE MA MU'ALLIMIN 19 PROVINSI 2016 FISIKA NW PANCOR

MUHAMMAD ARI 20 JUARA I KSM FISIKA KABUPATEN 2016 ZAPRI

MUHAMMAD 21 JUARA I KSM KIMIA KABUPATEN 2016 RIZAL UMAMI

M. NAFIL 22 JUARA II KSM FISIKA KABUPATEN 2016 ROSYADI

23 JUARA II KSM GEOGRAFI KABUPATEN 2016 BURHANUDDIN

24 JUARA III KSM GEOGRAFI KABUPATEN 2016 M. SAEROZI

25 JUARA II KSM EKONOMI KABUPATEN 2016 MAHMULUDDIN

PRESTASI NON AKADEMIK

69

MUHAMMAD ARI N26 JUARA II KSM FISIKA PROVINSI TAHU2016 PENGHARGAAN TINGKAT ZAPRINAMA PERAIH O N

MUHAMMADMA MU'ALLIMIN 127 JUARAJUARA II IILOMBA KSM KIMIA LKBB PROVINSIPROVINSI 20162013 RIZALNW PANCOR UMAMI

JUARA I KARNAVAL TK. MA MU'ALLIMIN 2 KABUPATEN 2013 PENENGAK KEMAH NW PANCOR

3 JUARA I QIRO’ATUL KUTUB POVINSI 2014 WARDIMANSYAH

JUARA I LKBB-TONGKAT 4 PROVINSI 2014 SUHAIBUN TK. PENEGAK PUTRA

JUARA II PIONERING MA MU'ALLIMIN 5 KABUPATEN 2014 TINGKAT PENEGAK PUTRA NW PANCOR

6 JUARA III LOMBA MQK NASIONAL 2014 WARDIMANSYAH

JUARA I PIONERING MA MU'ALLIMIN 7 PROVINSI 2015 PENEGAK NW PANCOR

GOLDEN TICKET OUT BOND 8 NASIONAL 2015 ZUL PIKRI BOY SCOUT ASIA

PESERTA ASIAN SKATE RO INTERNASIO 9 2015 ZUL PIKRI OUT BOND NAL

10 JUARA I MTQ KABUPATEN KABUPATEN 2015 ZULPATHI

JUARA II LOMBA 11 KABUPATEN 2015 M. HABIB ALAWI KALIGRAFI

JUMADI 12 JUARA III TENIS MEJA KABUPATEN 2015 OKTAVIAN

MA MU'ALLIMIN 13 JUARA III LKBB PROVINSI 2016 NW PANCOR

MA MU'ALLIMIN 14 JUARA I SLP SE-NTB PROVINSI 2016 NW PANCOR

MA MU'ALLIMIN 15 JUARA III LKBB PROVINSI 2016 NW PANCOR

MA MU'ALLIMIN 16 JUARA I SLP SE-NTB PROVINSI 2016 NW PANCOR

JUARA I LOMBA SEKOLAH MA MU'ALLIMIN 17. PROVINSI 2017 SEHAT NW PANCOR

70

JUARA III LOMBA SEKOLAH MA MU'ALLIMIN 18. NASIONAL 2017 SEHAT NW PANCOR

4. Visi dan Misi Madrasah Adapun visi dan misi yang di rumuskan oleh madrasah aliyah Muallimin NW Pancor yaitu: Visi: Menuju peserta didik yang berakhlah terpuji, berprestasi, berwawasan sains dan teknologi. Misi:  Membentuk peserta didik yang berahlak dan berbudi pekerti luhur  Meningkatkan prestasi akdemik lulusan  Meningkatkan prestasi ekstra kurikuler  Menumbuhkan Minat membaca  Meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris  Meningkatkan kemampuan berbahasa Arab  Meningkatkan kemampuan memahami kitab kuning

Visi misi tersebut merupakan target yang ingin dicapai secara maksimal. Oleh sebab itu, untuk memperkuat komitmen madrasah visi misi tersebut dibungkus dengan sebuah motto filosofis yang telah ditanamkan oleh pendiri nahdlatul wathan yaiu “pacu gamakne.” moto ini memiliki arti yang kuat di dalam diri santri Nahdlatul Wathan yaitu melakukan sesuatu harus dibarengi dengan kesungguhan.60

5. Lingkungan Madrasah Proses belajar mengajar di sekolah akan berjalan sesuai dengan harapan jika fasilitas pendukung lengkap, guru yang mengajar memiliki kompetensi yang teruji, manajemen sekolah yang handal serta yang tidak kalah pentingnya adalah lingkungan sekolah yang aman, bersih dan terhindar dari kebisingan. Karena lingkungan sekolah merupakan tempat bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang berkualitas.61

60 Wawancara Wakamad, 20 Februari 2019 61 A.S. Arul Lawrence, School Environment and Academic Achievement Of Standard Ix Students , Journal of Educational and Instructional Studies in The World, Vol.2, No. 3 (August 2012) h. 210-215, ISSN: 2146-7463 71

MA Muallimin NW Pancor sangat menyadari pentingnya lingkungan yang mendukung pertumbuhan santri. Oleh karena itu, lingkungan madrasah didesain secara baik dengan mengedepankan konsep lingkungan religius dan berbudaya bersih. Penataan lingkungan madrasah yang aman dan nyaman untuk santri, guru dan setiap orang yang berkunjung bertujuan untuk meningkatkan citra lingkungan pesantren yang bersih dan sehat. Konsep lingkungan madrasah yang bersih dan sehat ini nampak dari adahanya nuansa pembentukan kultur budaya bersih dengan menghimbau semua stakeholder madrasah secara personal untuk memiliki tanggungjawab dalam menjaga kebersihan lingkungan. Disamping ditetapkannya aturan tegas agar membuang sampah pada tempat yang disediakan. Oleh sebab itu, di lingkungan sekolah disediakan tempat sampah pada setiap titik-titik yang memadai. Selain itu di seluruh lingkungan madrasah terpampang pemberitahuan bahwa madrasah adalah kawasan bebas rokok.62 Nuansa religus di lingkungan madrasah mewarni interaksi sosial di MA Muallimin. Nilai-nilai kepesantrenan seperti sopan santun, kebersahajaan, kemandirian dan kedisiplinan selalu ditonjolkan dalam aktifitas sehari-hari. Demikian pula dengan hubungan guru dan siswa terbangun pola hubungan kiai dan santri di pesantren. Setiap guru di madrasah akan dipanggil dengan sebutan ustadz bahkan guru olah raga sekalipun. Nuansa patuh terhadap guru, akhlak berbicara lebih rendah terhadap guru, serta domain-domain citra kepesantrenan yang lain tidak lepas dari karakter santri seperti mengenakan peci dan lain sebagainya.63 Pada saat jam istirahat santri hanya diperbolehkan untuk beristirahat pada tempat-tempat tertentu

62 Sekolah sehat sendiri merupakan amanat dari undang-undang, yaitu UU No 23 Tahun 1999 tentang usaha untuk mewujudkan masyarakat yang sehat. Berdasarkan undang- undang tersebut sekolah memiliki kewajiban untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi warganya. Dalam permendikbud Pasal 1 ayat (4) mengatakan bahwa kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, dan/atau mempromosikan rokok. Tujuan kawasan tanpa rokok menurut Permendikbud Pasal 2 adalah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan bebas rokok.Sasaran kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah menurut permendikbud Pasal 3, yakni kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Lihat: Permendikbud, Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah (Jakarta: T.P,2015) h.1-6 63 Tidak berbeda dengan lingkungan pesantren yang digambarkan oleh steenbrink bahwa pesantren pada umumnya terdiri dari rumah kiai, tempat peribadatan sekaligus tempat pendidikan yang diisi oleh ratusan bahkan ribuan santri yang mengikuti pendidikan sehingga lingkungan pesantren layaknya sebuah desa tersendiri yang tujuannya adalah untuk meresapkan jiwa keislaman. Oleh karena itu Steenbrink menggambarkan pula bahwa pesantren tidak hanya dihormati sebagai tempat belajar, tetapi lebih dari itu pesantren seluruhnya dipenuhi oleh nilai-nilai agama. Nilai-nilai ini juga tercermin daalam aktifitas yang terjadi didalamnya. Tidak tempat lain dimana shalat didirikan dengan taat seperti di pesantren. Pada siang hari, di mana-mana orang dapat mendengar para santri membaca al- qur’an dengan lagu yang indah, memperbaiki bacaan dengan tajwid yang benar, atau hanya untuk mendapat pahala dari membaca al-qur’an. Steenbrink, Pesantren madrasah sekolah: Pendidikan Islam dalam kurun Modern, Cetakan II (Jakarta:LP#S, 1994) h.15 72 seperti perspustakaan, mushalla madrasah serta beruga yang telah disediakan fasilitas internet yang memadai dibawah pengawasan guru yang bertugas. Gambar. 3.1

Gamabar: santri MA Muallimin pada saat-saat tertentu mengenkan pakaian khas pesantren

Identitas kepesantrenan yang tumbuh di lingkungan MA Muallimin NW P{ancor didukung oleh bentuk upaya madrasah memberikan kajian-kajian kitab kuning di madrasah layaknya pesantren tradisional sebagai materi tambahan dalam mata pelajaran wajib madrasah. Kitab-kitabnya pun disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik sesuai dengan kesepakan pengelola madrasah. Selain itu nuansa religius juga nampak dari aktivitas yang diselenggarakan setiap hari seperti kegiatan membaca alqur’an (tadarrus harian), membaca Hizib Nahdlatul Wathan64,

64 Hizib Nahdlatul Wathan merupakan kumpulan amalan bacaan yang terdiri daro sejumlah ayat-ayat al-qur’an, hadist, dan doa-doa. Hizib ini merupakan bacaan yang bernuansa amalan spiritual yang khas dan otentik di dalam tradisi masyarakat Nahdlatul Wathan. Pada awalnya, hizib ini merupakan catatan kumpulan doa-doa yang diamalkan secara pribadi oleh TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid (pendiri NW). kemudian doa-doa tersebut disebarkan pada rekan dan santri-santrinya di lingkungan madrasah dengan nama dengan nama “Hizb Nahdlatul Wathan”. doa doa ini selalu diamalkan oleh jamaah nahdlatul Wathan. Lihat: Fahrurrozi, Sosiologi Pesantren: Dialetika Tradisi Keilmuan Pesantren dalam Merespon Dinamika Masyarakat (Potret Pesantren di Lombok Nusa Tenggara Barat), (Mataram: IAIN Mataram,2016) h.109 73 maulid al-barzanji65, maulid ad{ya’ al-la@mi‘,66 dan lain sebagainya yang wajib diikuti oleh semua santri MA Muallimin NW {Pancor. Komitmen untuk memperkuat identitas kepesantrenan di lingkungan madrasah menjadi salah satu bagian penting dalam pembentukan karakter peserta didik. Disamping mempertahankan nilai nilai pendidikan Nahdlatul Wathan, juga menambah citra madrasah sehingga nampak bahwa madrasah tidak hanya terpaku pada keberhasilan dalam memberikan pembelajaran ilmu-ilmu umum tetapi juga pada aspek spiritual dan moral yang lebih penting.

BAB IV

65 Salah satu karya sastra yang mendapat kesan dalam kehidupan masyarakat adalah kitab al-Barzanji, kitab ini tidak hanya berfungsi sebagai bahan bacaan saja melainkan dengan segala potensi yang dimilikinya kitab ini menjelma sebagai sebuah tradisi yang di baca dalam setia rangkaian hajat masyarakat, dalam hal ini adalah ritual kegamaan maupun ritual budaya. Pada dasarnya kitab Barzanji ini hanyalah merupakan karya sastra yang memuat tentang riwayat hidup nabi Muhammad mencakup silsilah keturunanya, tanda-tanda kelahirannya, waktu kelahirannya, keadaan saat lahir, barbagai peristiwa yang terjadi ketika dilahirkan, dan lain sebagainya termasuk pujian-pujian kepada nabi Muhammad. Lihat: Abu Ahmad Najieh, Terjemah Maulid Al-Barzanji (Surabaya:Grafika, 2009), h. 5. 66Tidak jauh berbeda dengan al-barzanji, maulid ad{ya’ al-la@mi‘ juga merupakan karya sastra yang memuat tentang riwayat hidup Nabi Muhammad. Menurut Habib Mundzir, maulid ad{ya’ al-la@mi‘ ditulis pada tahun 1994 di kota Syihir, dekat Mukalla, Hadramaut oleh Habib Umar. maulid ad{ya’ al-la@mi‘ ini ditulis oleh pada saat dini hari dan rampungnya pada saat sebelum akhir sepertiga malam terakhir. Habib Umar banyak sekali membuat syair, beberapa diantaranya sempat tercatat oleh murid-murid beliau, ada juga yang merekamnya, dan diantara ribuan syair tersebut adalah maulid ad{ya’ al-la@mi‘ . https://duta.co/rahasia-kitab-maulid-karya-al-habib-umar-bin-hafidz

75

PERUBAHAN SOSIAL DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN DI MA MUALLIMIN NW PANCOR

“The future is unpredictable.1 Masa depan adalah sesuatu yang tidak dapat diprediksi akibat perubahan yang terjadi begitu cepat. Di tengah tantangan perubahan yang begitu cepat,bergeraknya waktu yang semakin cepat, demikian pula ketika dihadapkan pada persoalan teknologi dan informasi yang begitu cepat, yang ditandai dengan berubahnya tatanan dunia, hilangnya sejumlah profesi dan munculnya profesi-profesi baru,2 maka pendidikan dituntut merespon perubahan tersebut agar dapat membantu generasi bangsa agar siap menghadapi perubahan- perubahan tersebut di masa depan. Persoalan yang dihadapi oleh Pendidikan Islam saat ini semakin kompleks bila dikaitkan dengan era yang disebut globalisasi. Dengan komunikasi yang canggih, arus informasi di era ini akan mengalir dengan derasnya melintas batas negara tanpa dapat dihambat oleh kekuatan fisik.3 Perubahan demi perubahan akan berjalan demikian cepat. Melihat kondisi dunia yang terus mengalami perubahan, madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam harus mampu mempersiapkan peserta didik yang bisa tampil ditengah-tengah pergulatan global. Sebagai transmitter dalam pendidikan agama, madrasah harus melakukan reorientasi pendidikan Islam serta melakukan transformasi pada pelbagai aspek dalam pendidikan itu sendiri. Oleh sebab itu, pada bab ini akan diidentifikasi bagaimana MA Muallimin NW Pancor merespon wacana-wacana perubahan sosial yang diinternalisasikan ke dalam praksis pendidikan di madrasah secara umum mulai dari bentuk reorientasi marasah dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikannya, penjaminan mutu pendidikan serta bentuk-bentuk praktik pembelajaran langsung di madrasah yang dipersiapkan untuk peserta didik disesuaikan dengan tuntutan perubahan di era global.

A. Kebijakan Pendidikan di MA Muallimin NW Pancor Kebijakan sebagai sebuah landasan perencanaan pendidikan (fundamental) menjadi salah satu tema pokok yang penting dalam menganalisa perubahan sosial di dalam sebuah lembaga pendidikan khususnya madrasah. Kerangka analisis kebijakan pendidikan di madrasah memuat sejumlah elemen penentu dalam perkembangan

`1 Kevin J. Flint, Nick Peim, Rethinking the Education Improvement Agenda: A Critical Philosophical Approach (NewYork: continuumbooks, 2012) h. 233 . lihat juga Francesca Farioli, Michela Mayer,Learning for An Unpredictable Future: What Competencesfor Educators, X Congreso Internacional Sobre Investigación En Didáctica De Las Ciencias, (5-8 September 2017) h. 4961-4966 2 Menurut data penelitian international labor organization perkembangan teknologi dan digitalisasi akan mengakibatkan sekitar 56% pekerja di dunia akan kehilangan pekerjaan dalam 10 hingga 20 tahun ke depan. Lihat: https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/--- ed_dialogue/---act_emp/documents/publication/wcms_579554.pdf 3 Ramezan Jahanian and Zohreh Soleyman, Globalization and its Effects on Education, International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Sciences Vol. 3, No.1, (January 2013), h. 346–352 ISSN: 2225-8329 75 pendidikan. Oleh karena itu, dalam perumusan sebuah kebijakan atau pengambilan keputusan tidak pernah terlepas dari tawaran model pendidikan dan seperangkat kerja atau agenda yang diperjuangkan oleh institusi pendidikan itu sendiri. Kebijakan pendidikan pada akhirnya bukan hanya seperangkat aturan-aturan yang ditetapkan dari ruang hampa begitu saja, tetapi terbentuk dari rancangan bangunan politik, ideologis, filosofis, konteks sosial masyarakat dan lain sebagainya termasuk prinsip- prinsip dominan organisasi yang menaunginya. Kebijakan merupakan elemen penting dalam perencanaan pendidikan,4 maka, penting diuraikan terlebih dahulu mengenai konsep kebijakan dan perumusan kebijakan tersebut mengingat definisi kebijakan yang sangat variatif. Kebijakan yang sesuai dengan penulisan tesis ini meminjam definisi Wadi D. Haddad sebagai “ An explicit or implicit single decision or group decision which may set out directives for guiding future decision, initiated or retard action, or guide implementation of previeous decision”.5 Perumusan kebijakan merupakan langkah pertama dalam siklus perencanaan dan yang merumuskan kebijakan tersebut harus memahami dinamika perumusan kebijakan sebelum mereka dapat merancang prosedur implementasi dan evaluasi secara efektif. Dalam definisinya yang lain, kebijakan menurut Nichols adalah proses pengambilan keputusan,6 atau suatu keputusan yang difikirkan secara matang berupa seperangkat tujuan-tujuan prinsip-prinsip serta peraturan-peraturan yang membimbing suatu organisasi. Selain itu menurut Koontz yang mengemukakan kebijakan (policy) adalah pernyataan atau pemahaman umum berisikan pedoman,

4 Jerome G. Delaney, Education Policy: Bridging the Divide Between Theory and Practice, 2nd ed. ( Canada: Brush Education, 2017) h. 3 5 Wadi D> Haddad, Education Policy-Planning Procces: An Applied Framework, (Paris, UNESCO: International Institute for Educational Planning, 1995) h. 18 lihat juga : Jerome G. Delaney, Education Policy: Bridging the Divide Between Theory and Practice, 2nd ed. ( Canada: Brush Education, 2017) h. 3 6 Jika ditelusuri lebih mendalam, kebijakan(policy) dalam kamus bahasa Inggrís diartikan sebagai: 1) plan of action, esp. one made by government, business company, etc; 2).wise, sensible conduct. Dalam an English Reader’s Dictionary, konsep policy diartikan sebagai; 1) a course of conduct based on principle or advisability; 2) a contract of Insurance; 3) a form of lottery (AS Hornby and EC Parnwell, 1969). Melengkapi pemahaman kita tentang konsep kebijakan bisa merujuk pada the new American Webster Dictionary, menjelaskan kebijakan (policy) didefenisikan sebagai 1) metode pemerintahan (method of government), sistem penilaian regulasi (system of regulative measure), tata tertib (course of conduct); 2) sagacity in management; 3) Dokumen perlindungan/jaminan (a document containing a contract of insurance in full), Jaminan kebijakan (insurance policy); 4) sebuah pemainan judi atau a gambling game (Neufeldt, & Sparks, 2002). Dikomparasikan dengan definisi kebijakan dalam Tim Revisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kebijakan dimaknai sebagai kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, juga di pandang sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi dasarrencana dalam pelaksanaan pekerjaan, juga kepemimpinan atau cara bertindak pemerintah, organisasi dan/atau sebagai pernyataan cita-cita, tujuan (goal), prinsip (maksud) sebagai aris pedoman dalam mencapai sasaran. Lihat. Jerome G. Delaney, Education Policy: Bridging the Divide Between Theory and Practice, 2nd ed. ( Canada: Brush Education, 2017) h. 3 76 pemikiran dalam proses pengambilan keputusan yang mengikat dan memiliki esensi pada batasan tertentu dalam pengambilan keputusan.7 Dalam konteks tersebut, madrasah seperti yang diungkapkan oleh Husni Rahim, merupakan institusi pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang atas dasar dukungan serta perjuangan masyarakat.8 Selain sebagai institusi pendidikan Islam, madrasah seperti yang diungkap Martin Van Bruinessen, merupakan wadah gerakan sosial keagamaan yang bertujuan mentransmisikan ideologi Islam.9 Atas dasar kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan Islam dan pemahaman agama(tafaqquh fi al-di@n) madrasah dalam sejarahnya menjadi tempat mengkaji ilmu-ilmu agama. Oleh sebab itu, di dalam pelaksanaan pendidikan di madrasah akan selalu diorientasikan untuk menyelaraskan kegiatannya dengan visi dan misi religiusitasnya. Islam pada posisi ini ditempatkan sebagai sumber nilai yang akan diwujudkan dalam seluruh kegiatan pendidikan di madrasah. Dalam pengembangan dan pelaksanaan program pendidikan di MA Muallimin, madrasah ini mengacu pada standar pemerintah serta acuan dasar organisasi Nahdlatul Wathan.10 Sebelum melangkah lebih jauh, perlu dipertegas bahwa analisis kebijakan di MA Muallimin NW Pancor ini merupakan bentuk kajian tekstual dan kontekstual terhadap kebijakan otonom yang dirumuskan oleh kepala madrasah dan para pemangku kebijakan lainnya yang nampak pada visi, misi dan program kerja yang dilaksanakan. Analasis ini digunakan untuk menguji gagasan- gagasan perubahan sosial di madrasah yang tertuang dalam perumusan kebijakan dan implementasinya di madrasah. Kerangka analisis kebijakan pendidikan melalui perspektif sosiologis memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam tentang proses pendidikan itu sendiri. Sebab, disamping kajiannya tentang ketersediaan lembaga pendidikan serta kebijakan yang dirumuskan pada pelbagai level tingkatan kebijakan dapat mempengaruhi beragam kelompok masyarakat. Kebijakan pendidikan selalu saja tidak lepas dari konteks historis di mana kebijakan itu dibentuk (regional background), kekuatan sosial, politik, dan konsekuensinya yang menembus batas- batas ruang kependidikan.

7 Harold Koontz and Heinz Weihrich, Essential of Management (New Delhi: McGraw Hill, 2009) h.107 8 Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia(Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2005) h.33 9 Farish A. Noor, Yoginder Sikand, Martin van Bruinessen, The Madrasa in Asia: Political Activism and Transnational LinkageThe Madrasa in Asia: Political Activism and Transnational Linkage, (Amsterdam : Amsterdam University press, 2008) h. 94 10Wawancara kepala madrasah 13 Januari 2019 77

1. Analisis Konteks Perumusan Kebijakan Pendidikan di MA Muallimin NW Pancor Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan pendidikan Islam saat ini merupakan kesinambungan dari gagasan dan pencapaian pendidikan yang diciptakan pelaku pendidikan dan institusi yang dikelola pada setiap masa dan hal itu tidak dapat dipisahkan dari lingkaran kekuasaan yang menaunginya, akibatnya, terjalin hubungan timbal balik yang saling menguatkan dalam konteks politik pendidikan. Sebagai lembaga atau unit institusi sosial, maka madrasah secara historis telah memberikan kepercayaan, keyakinan, nilai, pengetahuan, sains dan teknologi yang menjadi alat dalam proses sosialisasi bahkan indoktrinasi politik. Demikian pula halnya yang terjadi di madrasah-madrasah yang ada di Indonesia pada umumnya. Perkembangan madrasah sejatinya merupakan bentuk perwujudan dari cita-cita kelompok masyarakat atau organisasi untuk melakukan perubahan hingga tercapainya tatanan masyarakat yang mampu menghadapi pelbagai peluang dan tantangan yang akan dihadapi di masa depan terutama di era globalisasi dengan kemajuan pelbagai bidang ilmu pengetahuan, ekonomi dunia yang meningkat dan semakin berkembangnya teknologi modern. Hal itu kemudian memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan dan perubahan peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. Pada posisi ini, madrasah MA Muallimin NW Pancor di bawah naungan organisasi Nahdlatul Wathan berupaya menjemput bola panas globalisasi t\ersebut dengan menyusun pelbagai macam program kependidikan mengacu pada orientasi pendidikan nasional\ yang sejalan dengan cita-cita pembangunan, disamping memperkuat identitas keislaman dengan mengacu pada idologi dan cita-cita Nahdlatul Wathan. Gerakan-gerakan organisasi Nahdlatul Wathan sendiri tidak jaduh dari isu-isu sosial dan penanaman modal sosial .11

a) Konteks Historis Pendidikna Nahdlatul Wathan 1) Pokok Fikiran Pendidikan NW Keberadaan pendidikan Nahdlatul Wathan dalam perjalanannya telah mampu menunjukkan kepada masyarakat akan makna dan arti penting pendidikan bagi kehidupan. Arti penting pendidikan menurut Nahdlatul Wathan adalah terletak pada kesiapannya mengantisipasi masa depan dan perubahan sosial secara terencana dan terprogram. Pendidikan yang terencana dan terprogram ini akan berjalan dengan baik bila didukung sumber daya yang baik, sistem yang baik dan tujuan-tujuan yang luhur. TGKH M Zainuddin Abdul Majid merupakan sosok visioner dan pembaharu termasuk dalam bidang pendidikan.12 Tercatat sebagai pionier penerapan sistem

11 Khirjan Nahdi, Dinamika Pesantren Nahdlatul Wathan dalam Perspektif Pendidikan, Sosial, dan Modal, Jurnal Islamica, vol. 7, no. 2, (maret 2013), h. 381-405. Lihat juga: Fahrurrozi Dahlan, Tuan Guru : Eksistensi dan Tantangan Peran dalam Transformasi Masyarakat, (Jakarta, Sanabil 2015) h. 7 12 Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 78 klasikal dan modernisasi madrasah di kawasan Sunda Kecil,13 Tuan guru pula yang menanamkan konsep-konsep pendidikan Islam yang ideal dalam perspektif Nahdlatul Wathan. Hal itu dapat dikonfirmasi dari beberapa pemikiran pendidikan Islam yang ditemukan dalam karya-karyanya baik berupa syair, lagu dan karya tulisnya. Pendidikan Islam dalam konsep pendidikan Nahdlatul Wathan sebagaimana yang diungkap Noor berangkat dari ideologi Nahdlatul Wathan dengan satu konsep yang disebut Visi kebangsaan religius14 yang secara luas memiliki makna perjuangan untuk agama dan dan tanah air. Hal ini merupakan manifestasi dari pemikiran tuan guru Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang digagas yaitu “ membangun Islam dan negara-bangsa Indonesia secara simultan, membangun agama sekaligus Negara bangsa Indonesia, begitupula sebaliknya15. Prinsip dan semangat kesatuan filosofis beragama dan berbangsa menjadi landasan utama Tuan Guru M. Zainuddin Adbdul Majid dalam mendirikan lembaga pendidikan. Oleh sebab itu lahirnya madrasah-madrasah dalam organisasi NW sejak awal mperkembangannya dikukuhkan sebagai wadah bersama untuk taqarrub(mendekatkan diri) kepada Allah16 serta membentuk manusia yang alim dalam ilmu agama, berpandangan luas dan memiliki pengetahuan umum, siap mengabdi kepada agama, dan bangsa. Konsepsi pend\idikan yang demikian tersebut dapat ditemukan melalui karyanya antara lain dalam sebuah lagu perjaungan nahdlatul wathan yang dikarang:

Mars NW Nahdlatul Wathan lembaga kita Lembaga pendidikan ilmu agama Mendidik putra dan putri kita agar menjadi insan yang bertakwa Pancasila dasar negara kita Ketuhanan adalah sila yang utama Mengabdi kepada negara dan bangsa Dengan iman tertanam dalam dada Marilah kita tetap berjuang menuju Menuju cita-cita Mencapai negara yang adil dan makmur

13 Abdul Fattah.dkk, dari Nahdlatul Wathan untuk Indonesia: Perjuangan TGKH> Muhammad Zainuddin Abdul Majid (1908-1997), (NTB: Dinas Sosial NTB, 2017) h.218 14 Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 15Masnun, Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Pustaka Al Miqdad, 2007), h.37 16 Ashadi, Nahdlatul Wathan dalam Gerakan Islam di Nusantara: Studi atas Pemikiran dan Model Dakwah Tuan Guru Muhammad Zainuddin Abdul Majid di Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, Thesis UIN Maulana , 2019 h.151 79

Dengan keridhaan Yang Maha Esa Nahdlatul Wathan tetap dalam pengabdiannya Ikut membina umat beragama Sebagai umat yang beragama \ Harus menjadi taulanan yang mulia Ikut serta membina keutuhan bangsa Untuk jasmani serta rohaninya17

Lirik dalam mars NW tersebut menegaskan bahwa ruh Nahdlatul Wathan adalah pendidikan yang menjadi sarana untuk menginternalisasi Islam. Selain itu Nahdlatul Wathan juga meneguhkan semangat kebangsaan dengan menegaskan bahwa kader-kader Nahdlatul Wathan harus menjadi generasi yang bertakwa, memiliki semangat juang dan pengorbanan untuk nusa dan bangsa. Dari lirik mars NW tersebut juga dapat ditegaskan bahwa cita-cita pendidikan yang digagas oleh tuan guru Zainuddin Abdul Majid adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai ulama-intelek atau sebaliknya intelek-ulama yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman serta ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani sehingga mampu membawa kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Aspek membangun agama dan bangsa yang digagas melalui pendidikan oleh tuan guru Muhammad Zainuddin dilatar belakangi oleh realitas sosial saat itu. Keperihatinan tuan guru melihat keadaan masyarakat yang semakin terpuruk dan tenggelam karena situasi global.18 Hal ini semakin diperparah oleh politik kolonial yang merugikan bangsa terutama akses pendidikan yang oleh belanda saat itu hanya diperuntukkan bagi pribumi yang bangsawan.19 Merespon hal itu, menurutnya upaya tepat yang harus dilakukan adalah membenahi sistem pendidikan pribumi. Pendidikan harus ditempatkan pada skala prioritas dalam proses pembangunan umat.20 Ilmu agama adalah yang terpenting, namun harus diimbangi dengan ilmu umum. Bagi Nahdlatul Wathan paling tidak pendidikan itu harus dipondasikan pada empat hal pokok. Terlbih ketika pendidikan dibicarakan dalam konteks pembangunan dimana pendidikan dijadikan pilar untuk menyokong Indonesia kedepan menjadi

17 Dokumen kumpulan do’a-do’a dan lagu perjuangan Nahdlatuil Wathan. 18 Abdul Fattah.dkk, dari Nahdlatul Wathan untuk Indonesia: Perjuangan TGKH> Muhammad Zainuddin Abdul Majid (1908-1997), (NTB: Dinas Sosial NTB, 2017) h. 218 19 Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 Abdul Fattah.dkk, dari Nahdlatul Wathan untuk Indonesia: Perjuangan TGKH> Muhammad Zainuddin Abdul Majid (1908-1997), (NTB: Dinas Sosial NTB, 2017) h. 218 20Masnun, Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Pustaka Al Miqdad, 2007), h. 37

80

Indonesia hebat. Hal ini sebagaimana diuraikan oleh tuan gurubajang selaku PBNW ketika menyampaikan pidatonya di depan santri Nahdlatul Wathan21: Keempat hal tersebut antara lain: Pertama, pendidikan harus dipondasikan pada nilai-nilai spiritualitas. Belajar bagi umat Islam bukan hanya sekedar menghabiskan waktu atau hanya bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan dunia semata agar kehidupan lebih baik. akan tetapi aspek yang paling utama adalah belajar untuk menunaikan perintah Allah (imtitha@lan li amr Allah). Kedua, pendidikan itu harus memanusiakan. Artinya pendidikan nilai- nilai mulia di dalam tatanan kemanusiaan harus tercermin di dalam pendidikan. Pendidikan harus diartikan sebagai upaya untuk mengembalikan manusia kepada hakekat dan kemuliaannya. Pendidikan harus mampu membebaskan setiap manusia dari belenggu hidup yang sesat. Ruang-ruang pendidikan harus diberdayakan seluas-luasnya. Sumber-sumber pengetahuan mesti digali dan dikembangkan. Ketiga, pendidikan harus mampu mengakomodir “ihtiya@ja@t al-‘as{r” perubahan-perubahan masa kini. Pendidikan harus mampu memberikan kompetensi dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi perubahan sosial baik perubahan di dalam struktur sosial, politik ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Keempat, pendidikan harus menciptakan “Has{anah wa mana’ah” atau resiliency,22 pendidikan kita tidak hanya mengajarkan tentang pengetahuan tetapi juga harus mengajarkan bagaimana bertahan hidup (how to survive) z{a@hiran wa ba@t{inan. Artinya, pendidikan harus mampu melaksanakan kaderisasi generasi agar siap sertra baik secara fisik maupun mental untuk menjalani segala bentuk situasi yang dihadapi dalam kehidupannya.

2) Pendidikan Integratif dalam Perspektif Nahdlatul Wathan Orientasi pengembangan pendidikan NW tidak hanya terletak pada upaya modernisasi pendidikan tetapi juga menghadirkan sejumlah sekolah-sekolah umum.23 Hal ini merupakan salah satu strategi yang dilakukan untuk mencetak kader yang memiliki kemampuan yang mumpuni di bidang ilmu umum dan keterampilan selain itu juga sebagai bentuk upaya untuk mengembangkan desain model lembaga pendidikan umum yang terintegrasi dengan nilai-nilai ajaran Islam, serta handal dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan umum lain.24

21 Mohammad Noor, Muslihan Habib & Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, (Ciputat: PT>>. Logos Wacana Ilmu, 2004) h. 186 22 Recilience is the capacity to recover quickly from difficulties; toughness, (kemampuan untuk pulih dengan cepat). Lihat : https://www.lexico.com/definition/resilience 23 Data Rekapitulasi Peserta didik Yayasan pendidikan Hamzanwadi yang diakses dari Biro Akademik Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Darun Nadlatain NW Pancor pada tanggal 18 maret 2019 24 Lembaga pendidikan Islam di Indonesia saat ini direpresentasikan oleh pesantren, madrasah, dan sekolah Islam. Walaupun memiliki nama yang berbeda, namun menurut Ihsan dalam tulisan Arief Efendi ketiga lembaga ini memiliki fungsi dan substansi yang dapat dikatakan sama. Secara fungsional, ketiga lembaga pendidikan ini menyatakan diri sebagai 81

Tuan Guru |Zainuddin mencetuskan pemikiran pendidikan intergratif dalam pengembangan pendidikan Nahdlatul Wathan.25 Pemikiran untuk mengembangkan kemampuan di bidang ilmu umum sejak awal menjadi kebijakan pendidikan yang digagas. Pengaruh krisis ekonomi di Nusa Tenggara Barat sekitar tahun 1960 menjadi latar belakang kemunculan pemikiran integratif tersebut. Madrasah-madrasah Nahdlatul wathan saat itu memberikan kursus-kursus keterampilan umum seperti menjahit, keterampilan dalam bidang pertanian, perkoperasian, perbengkelan dan lain sebagainya.26 Tujuannya agar santri memiliki keterampilan khusus di bidang tertentu. Hingga kini pengaruh pemikiran integratif tersebut dapat ditemukan dalam pengembangan lembaga-lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan. Nahdlatul Wathan terus mengembangkan lembaga pendidikan umum dibawah naungan yayasan Pondok pesantren darun nahdlatain nahdlatul wathan pancor. Sekolah sekolah umum tersebut diantaranya SMA NW, SMP NW, dan SMK.27 Pemikiran pendidikan integratif dalam perspektif Tuan Guru Zainuddin berangkat dari orisinalitas pemikirannya tentang proyeksi pandangan Islam dalam memandang hakikat ilmu. Menurutnya tidak ada dikotomi ilmu (antara ilmu umum dan ilmu agama). Keduanya penting untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Fathurrahman mukhtar mengutip pandangan tuan guru Zainuddin Abdul Majid yang berisi tentang integrasi ilmu yang ditemukan dalam salah satu karyanya yang berjudul Tuhfa@h al-Anfana@niyyah ‘Ala@ Sharhi Nahd{ah al-Zayniyyah.28

“Tuntutlah ilmu wahai orang yang senang menggerakkan keadilan yang berfaedah dari ilmu ini (ilmu faraid) dan ilmu- ilmu lainnya yang bermanfaat. Jangan engkau pisahkan ilmmu yang engkau anggap baru dan jangan engkau permasalahkan ilmu yang tidak engkau ketahui serta jangan kau anggap sempurna dirimu hanya dengan ilmu yang satu. Ilmu itu tidak

institusi pendidikan yang bertugas untuk membina fisik, mental, dan spritual peserta didik dan menyiapkan mereka menjadi generasi penerus yang berguna bagi bangsa dan agama. Sedangkan secara substantif, lembaga pendidikan ini dibangun atas dasar panggilan jiwa seorang kiai ataupun ustadz, baik secara perseorangan maupun kolegial yang tidak semata- mata bertujuan materiil, tapi sebagai bentuk pangabdian kepada Sang Pencipta. Arief Efendi, Peran Strategis Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia, El-Tarbawi Jurnal Pendidikan Islam, No. 1, Vol. 1. (2008) h.1-11 25 Abdul Fattah.dkk, dari Nahdlatul Wathan untuk Indonesia: Perjuangan TGKH> Muhammad Zainuddin Abdul Majid (1908-1997), (NTB: Dinas Sosial NTB, 2017) h.218 26 Abdul Fattah.dkk, dari Nahdlatul Wathan untuk Indonesia: Perjuangan TGKH> Muhammad Zainuddin Abdul Majid (1908-1997), (NTB: Dinas Sosial NTB, 2017) h.218 27 Data Rekapitulasi Lembaga dan Peserta didik Yayasan pendidikan Hamzanwadi yang diakses dari Biro Akademik Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Darun Nadlatain NW Pancor pada tanggal 18 maret 2019 28 Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Tuhfa@h al-Anfana@niyyah ‘Ala@ Sharhi Nahd{ah al-Zayniyyah (Ampenan: T>.P, 1936) h. lihat juga; Fathurrahman mukhtar, Telaah terhadap Pemikiran TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Jurnal Penelitian Keislaman Vol.1 No.2 (Juni 2005) h. 275-290 82

mengenyangkan, mengayakan dari kehausan. Dan ilmu itu seluruhnya bagaikan bangunan.29 Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid menekankan agar tidak memisahkan ilmu yang dianggap baru dan tidak mempermasalahkan satu ilmu yang tidak diketahui. Fenomena ini disebabkan adanya kecendrungan umat islam yang lebih memfokuskan dirinya hanya dalam memperdalam ilmu-ilmu agama dan menganggap tidak penting mempelajari sains. Dalam kitab Tuhfa@t al-Anfa@niyyah ini beliau juga mengkritisi tindakan umat Islam teresebut sebagai tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam:

Wahai pemuda ilmu, ilmu adalah cahaya Yang menyinari orang yang menuntunya Tuntutlah bermacam ilmu dengan tekun Walau sampai ke negeri cina Sesungguhnya semua macam ilmu Saling menguatkan satu sama lain Jangan engkau cerai beraikan Jika ilmu itu tidak engkau ketahui Karena sesungguhanya hal itu tanda orang Yang dalam agamanya telah melakukan penyimpangan30

Dalam karya tersebut juga ditandaskan bahwa mendikotomikan ilmu pengetahuan akan berakibat pada keterbelakangan agama dan Negara dan hal itu merupakan perbuatan dosa yang bahkan bisa membawa kepada kekufuran. Beliau mengungkapkan: “Barang siapa yang mempertentangkan sesuatu yang tidak diketahui, maka peliharah dirimu wahai saudaraku di dalam pangkuan Islam, Sesungguhnya orang yang mempertentangkan sains dan agama ialah bapak kebodohan di zamannya. Engkau akan menjadi penyebab keterbelakangan agamamu dan negaramu yang engkau cintai serta kemunduran kaummu di antara bangsa yang telah kau bangun, maka zalimlah dirimu dan selainmu dengan dosa dan kufur”.31

29 Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Tuhfa@h al-Anfana@niyyah ‘Ala@ Sharhi Nahd{ah al-Zayniyyah (Ampenan: T>.P, 1936) h. lihat juga; Fathurrahman mukhtar, Telaah terhadap Pemikiran TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Jurnal Penelitian Keislaman Vol.1 No.2 (Juni 2005) h. 275-290 30 Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Tuhfa@h al-Anfana@niyyah ‘Ala@ Sharhi Nahd{ah al-Zayniyyah (Ampenan: T>.P, 1936) h. 31Fathurrahman mukhtar, Telaah terhadap Pemikiran TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Jurnal Penelitian Keislaman Vol.1 No.2 (Juni 2005) h. 275-290 83

Corak pemikiran integratif yang demikian ditemukan pula dalam pemikiran para tokoh muslim sebagaimana Armai Arief mengutip al-Faruqi menyatakan bahwa pendikotomian ilmu pengetahuan merupakakan simbol kejatuhan peradaban umat Islam. Karena sesungguhnya setiap aspek harus dapat mengungkapkan relevansi Islam dalam ketiga sumbu tauhid. Pertama, kesatuan pengetahuan, kedua, kesatuan hidup dan ketiga, kesatuan sejarah.32\

Pemikiran integratiftuan guru Muhammad Zainuddin Abdul Majid juga tertuang dalam potongan lirik nashid lagu perjuangan Nahdlatul Wathan: “Fi@ha@ al-ulu@m kadha@ maka@rim al-khulu@q Wa qad takharraja minha@ anjum al-wat{ani fi@ha@ shari@‘ah wa al-haqi@qah al-hasanah fi@ha@ t{ariqatuna@ min a’z{am al-minan wa al-nahw wa al-sharf wa al-fiqh wa al-us{ul al-falaq ma‘a al-bala@ghah wa al-tafsi@r wa al-sunan fi@ha lugha@t ma‘a al-hisab wa al-handasah wa al-jabr wa al-kimya@’ al-jugrofi@ al-wat{ani”33 Maknanya : di madrasah Nahdlatul Wathan ada pelbagai macam ilmu begitupula pembelajaran tentang akhalak yang mulia, maka dari madrasah inilah muncul bintang-bintang harapan bangsa. Dimadrasah diajarkan ilmu syariat, demikian pula nilai-nilai kebaikan. Di madrasah diajarkan ilmu nahw, sharf, fiqh dan us{u@l, demikian pulabala@ghah, tafsir dan hadits, Dimadrasah NW juga diajarkan pelbagai bahasa, matematika serta teknik termasuk pula biologi, kimia dan geografi. Dalam konteks pengembangan madrasah pada masa itu, pendidikan integratif yang dimunculkan oleh tuan guru zainuddin menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Dampaknya dapat dilihat langsung dari peningkatan jumlah santri nahdlatul wathan yang signifikan pada itu. Maka dari itu, disamping sebagai bentuk penanaman konsep dasar pendidikan Islam Nahdlatul Wathan pendidikan integratif juga dihadirkan sebagai strategi marketing untuk mengokohkan eksistensi lembaga pendidikan transformatif kepada masyarakat. Sejalan dengan proses perubahan sosial yang terjadi, Nahdlatul Wathan mengembangkan konsep pemikiran pendidikannya sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat kedepan.34 Pendidikan Nahdlatul Wathan

32 Armai Arief, Refomulasi Pendidikan Islam, (Ciputat: CRSD Press, 2007) h.142 33 Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Tuhfa@h al-Anfan@@@@@a@@@@niyyah ‘Ala@ Sharhi Nahd{ah al-Zayniyyah (Ampenan: T>.P, 1936) h. lihat juga; Fathurrahman mukhtar, Telaah terhadap Pemikiran TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Jurnal Penelitian Keislaman Vol.1 No.2 (Juni 2005) h. 275-290 34 Semboyan filosofis yang dipegang teguh oleh Nahdiyyin. Lihat: Jamiluddin, Fenomena Sosial Mikro-Makro Nahdlatul Wathan Era Orde Baru, Sangkep: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, Vol. 1, No. 2, (Juli-Desember 2018) h.198-223 p-ISSN: 2654-6612 e-ISSN 2656-0798 lihat juga: Khirjan Nahdi, Dinamika Pesantren Nahdlatul Wathan dalam 84 terus dikembangkan agar mampu menentukan langkah strategisnya dalam rangka memecahkan problem masyarakat. Untuk menjawab persoalan-persoalan di tengah masyarakat maka pendidikan Nahdlatul Wathan diorientasikan pada perluasan kemampuan untuk menguasai dan memperluas wawasan keilmuan, serta mengembangakan dirinya secara transformatif agar tetap relevan dengan tuntutan dan semangat zaman yang selalu berubah tanpa kehilangan identitasnya.35 3) Pengembangan hidden kurikulum berbasis perubahan sosial di Madrasah Dalam rangka menyusun pengembangan kurikulum madrasah walaupun secara tidak langsung diupayakan agar memiliki orientasi sosial namun dapat ditemukan beberapa hal yang memiliki kaitan erat dengan pengembangan a\spek sosial santri khsusnya terutama yang di kuatkan pada aspek hidden kurikulum yang ditanamkan di lingkungan \madrasah. Dalam konteks kebijakan penyusunan kurikulum khususnya hidden kurikulum di MA Muallimin NW Pancor lebih menekankan pada proses pelaksanaan kurikulum berbasis praktik yang mengedepankan aspek pembentukan iklim akademik yang lebih efektif dan terbuka menghadapi perubahan dan tantangan masa depan. Santri di madrasah ini dibekali dengan semangat untuk membentuk kepribadian yang kompetitif untuk menghadapi situasi yang selalu berubah. Oleh karena itu tidak hanya santri, guru dan semua steakholder madrasah Muallimin di dalam lingkungan madrasah dalam konteks kulturalnya terbina sebagai manusia yang memiliki kemampuan dan kesadaran terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat global terutama di bidang teknologi dan informasi. Untuk medukung hal tersebut , madrasah menyiapkan pelbagai instrumen kegiatan yang dapat memudahkan seluruh stakeholder madrasah agar terhubung dengan pelbagai informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan inovasi yang variatif. Disamping secara sederhana merubah kebiasaan perilaku-perilaku jumud santri yang kurang baik menjadi lebih bermanfaat serta lebih maju. Hal itu merupakan bentuk upaya madrasah mengembangkan kegiatan yang langsung dilakukan secara kolektif. untuk masuk ke dalam tahap tersebut madrasah merancang beberapa kegiatan yang dianggap sangan penting terhadap pengembangan aspek sosial santri. Semuanya ditanamkan melalui kesadaran-kesadaran mengenai jati diri santri sebagai makhlus sosial yang bermasyarakat. Melalui hidden kurikulum. Karakter santri yang dibangun tidak hanya karakter santri religius tetapi juga karakter santri yang inovatif serta kompetitif untuk menunjang perkembangan peribadi santri yang berprestasi dan berwawasan teknologi informasi. Pihak madrasah melalui tim pengem,bangan kurikulum yang dilaksanakan oleh super teamMA Muallimin tersebut merancang kegiatan-kegiatan yang memiliki keselarasan dengan tujuan-tujuan pembangunan dalam undang-undang pendidikan nasional. Khusus dalam konteks ini pihak pengembang kurikulum madrasah juga memperhatikan aspek sosial yang paling lemah dalam kontek sosial masyarakat

Perspektif Pendidikan, Sosial, dan Modal, Jurnal Islamica, vol. 7, no. 2, (maret 2013), h. 381- 405 35 Khirjan Nahdi, Dinamika Pesantren Nahdlatul Wathan dalam Perspektif Pendidikan, Sosial, dan Modal, Jurnal Islamica, vol. 7, no. 2, (maret 2013), h. 381-405 85 sekitar yang menjadi bagian dari madrasah itu sendiri. Sehingga dalam hal ini madrasah menyimpulkan bahwa titik lemah masyarakat khususnya masyarakat di lingkungan madrasah terletak pada aspek literasi dan informasi. Oleh sebab itu, hidden kurikulum di madrasah menjadi kunci untuk melakukan pembiasaan- pembiasaan yang diharapkan akan membawa perubahan dalam tatanan struktur masyarakat di masa depan. Untuk lebih rincinya mengenai hal tersebut akan dipaparkan pada beberapa uraian selanjutnya. 2. Kontektualisasi Visi dan Misi Madrasah Visi dan misi yang dirumuskan oleh madrasah Muallimin sebagaimana yang dipaparkan pada bab sebelumnya merupakan manifestasi dan respon madrasah melihat realitas sosial yang terus berubah khususnya di lingkungan madrasah juga di daerah provinsi NTB secara umum. Konteks latar belakang Nahdlatul Wathan yang melahirkan Visi kebangsaan religius nampaknya selaras dengan visi pembangunan daerah tahun 2018 yaitu visi “NTB beriman dan berdaya saing dan sejahtera”.36 Visi tersebut memuat beberapa elemen penting yang menurut kepala madrasah hal itu merupakan aspek-aspek yang harus ditanamkan kepada santri khususnya untuk mempersiapkan mereka menghadapi perubahan. Lebih lanjut kepala madradrasah menyatakan bahwa pengembangan visi misi tersebut juga dirumuskan secara faktual dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, kebutuhan pemerintah demikian pula kebutuhan industri (labor market).37 “Proses pendidikan yang terjadi kita sesuaikan dengan ”societal need”. Apa yang dibutuhkan masyarakat demikian juga apa yang dibutuhkan pemerintah. Kesimpulannya, dari semua proses pendidikan yang kita laksanakan kita proyeksikan dengan menganalisa apa yang menjadi kebutuhan pemerintah, kebutuhan masyarakat, juga kebutuhan industri.”38 Berkaitan dengan visi misi yang dirumuskan oleh madrasah yang secara faktual berorientasi langsung pada konteks perubahan sosial yang terjadi antara lain:

a) Pembinaan Akhlak Visi ini mencerminkan orientsi madrasah yang paling utama adalah mengedepankan aspek akhlak sebagai hal yang paling penting dalam menghadapi perubahan tatanan dunia. Aspek akhlak (moral) menjadi salah satu aspek yang paling terancam di era digital saat ini. Dalam pidatonya saat apel kemerdekaan, kepala madrasah mempertegas bahwa santi Muallimin jangan sampai moralnya terkikis akibat perubahan zaman. “Kita sekarang sedang berada di\zaman yang perubahannya begitu cepat, belum selesai kita mempersiapkan diri menghadapi zaman revolusi industri 4.0 sekarang kita sudah diwacanakan memasuki zaman yang disebut dengan

36 Arsip salinan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) No.1, Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 37 Wawancara Kepela Madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 38 Dalam menganalisa kebutuhan masyarakat perlu dilakukan reapat kordinasi dengan semua pihak. Wawancara kepala madrasah tanggal 13 Januari 2019 86 era society 5.0. semua serba canggih. Namun dengan perubahan itu yang paling penting bagi kita adalah jangan sampai akhlak kita terkikis”. Demikian tandasnya. Pendidikan akhlak yang baik bagi santri MA Muallimin semakin terasa diperlukan terutama pada saat manusia di zaman modern ini dihadapkan pada masalah moral yang cukup serius sehingga kalau dibiarkan akan menghancurkan masa depan bangsa. Menurut Zakiyah Daradjat, salah satu timbulnya krisis akhlak yang terjadi dalam masyaraskat adalah karena lemahnya pengawasan dan penghayatan terhadap agama, krisis akhlak tersebut mengindikasikan kurangnya kualitas pendidikan agama yang seharusnya memperkuat nilai-nilai spiritual.39 Krisis moral hari ini seringkali terjadi pada generasi muda. Remaja seringkali berbuat tindakan amoral seperti pergaulkan bebas, kasus narkoba, minuman keras dan lain sebagainya termasuk peredaran foto dan video pornografi yang semuanya didukung dengan teknologi dan informasi yang mempermudah aktifitas tersebut. Sekolah mengalami kelamahan dalam bidang pengawasan, terlebih ketika perbuatan amoral yang dilakukan remaja ini diluar kendali dari sekolah misalnya di dunia internet yang bagi sekolah tidak mungkin mengawasi kehidupan anak didiknya secara personal di dunia maya. Terkikisnya moral santri ini juga secara tidak langsung akan berdampak pada lemahnya jati diri anak bangsa sehingga identitas, budaya dan nilai-nilai kearifan lokal bukan lagi sebagai suatu kekhasan yang perlu dipertahankan, sebagaimana dijelaskan oleh Tilaar bahwa etnisitas, identitas budaya, kepemilikan dan kebanggaan terhadap budaya.40 Maka orientasi tentang pembinaan akhlak bagi Muallimin merupakan sebuah keharusan untuk dilakukan. Internalisasi nilai-nilai kepesantrenan dengan modal spirit pendidikan nahdlatul wathan yang berlandaskan agama dengan corak Nahdatul Wathan fial-khair, fa istabiqal-khaira@t41 bagi madrasahMuallimin merupakan sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan remaja saat ini. Sebab, nilai-nilai kepesantrenan memuat pelbagai elemen penting yang dapat membentuk karakter peserta didik yang islami dan memiliki semangat untuk terus melakukan kebaikan di setiap perbuatannya dengan berlandaskan iman dan takwa. b) Santri Berprestasi dan Berwawasan Sains dan Teknologi Visi ini merupakan perwujudan cita-cita madrasah dalam melihat realitas sosial masyarakat yang mengalami keterbelakangan terutama dibidang sains dan teknologi. Visi ini merupakan respon madrasah dalam menghadapi tantangan pendidikan yang dianggap mengalami kemunduran fungsi karena lebih berorientasi pada aspek moral spiritual sehingga tidak terlalu fokus memperioritaskan aspek yang

39 Zakiyah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta : Gunung Agusng, 1989) h.65 40 H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), 7 41 Semboyan filosofis yang dipegang teguh oleh Nahdiyyin. Lihat: Jamiluddin, Fenomena Sosial Mikro-Makro Nahdlatul Wathan Era Orde Baru, Sangkep: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, Vol. 1, No. 2, (Juli-Desember 2018) h.198-223 p-ISSN: 2654-6612 e-ISSN 2656-0798 87 bersifat praktis dan pragmatis seperti penguasaan teknologi yang berakibat pada ketidak mampuannya untuk bersaing pada level kebudayaan di tingkat global. Visi madrasah bersaing secara global di MA Mualliminsetidaknya dipuayakan secara bertahap agar santriMuallimin memiliki kemampuan akademik demikian pula non akademik sehingga dapat terhubung dengan dunia global (to be active in the global citizensip).42 Upaya tersebut tersebut setidaknya dapat dikatakan tercapai dengan terlibatnya salah seorang santri MA Muallimin NW Pancor menjadi perwakilan NTB dari 18 pemuda yang tergabung dari sejumlah daerah di Tanah Air. Mereka tergabung dalam Indonesia\ -Australia Youth Interfaith Dialogue sebagai peserta program “Outstanding Youth for The World” dari kementrian luar negeri di Australia.43 Penekanan pada aspek prestasi dan wawasan sains dan teknologi di madrasah aliyah Muallimin NW Pancor bukannya tanpa alasan meningat bahwa prestasi secara umum memang menjadi target utama di setiap lembaga pendidikan. Di madrasah ini target prestasi dikembangkan dalam beberapa poin misi madrasah diantaranya yaitu: meningkatkan minat baca peserta didik, meningkatkan kemampuan berbahasa asing (foreign languange) baik bahasa arab demikian pula bahasa inggris. Berdasarkan misi yang dirumuskan tersebut dapat dikemukakan dua aspek penting yang ingin dicapai oleh madrasah, pertama, pengembangan literasi santri. Literasi sendiri difahami lebih dari sekedar membaca sebagai keterampilan dasar, ia mencakup pelbagai bentuk komunikasi yang berhubungan dengan interaksi sosial. Pengertian minat baca yang kemudian diartikan lebih luas dengan istilah literasi menimbulkan dua identitas dalam tatanan sosial (social order). 44Mereka yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan minat terhadap membaca dan menulis disebut literate. Sedangkan mereka yang belum memiliki itu disebut illiterate.45 Identitas tersebut kemudian berubah menjadi educated dan non-educated. Perubahan identitas ini mengindikasikan bahwa mereka yang memiliki kualitas literasi rendah dianggap sebagai tidak terdidik (non-educated) sedangkan mereka yang memiliki kualitas literasi yang baik disebut terdidik (educated).46

42Rashika Sharma and Sylila Monteiro, Creating Social Change: The Ultimate Goal of Education for Sustainability, International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 1, (January 2016) h.72-76, Bandingkan denganPhilip Caruana, Global Citizenship and the Role of Education in the Twenty-First Century, Symposia Melitensia, Vol.1, No. 10 (2015) h. 47-59 43 Wawancara wakil kepala madrasah pada tanggal. 20 Februari 2019 44 Deborah Brandt,Literacy in American Lives (NewYork: Cambridge University Press,2004) h.212 45 Vicky Duckworth and Gordon Ade-Ojo,Landscapes of Specific Literacies in Contemporary Society: Exploring a Social Model of Literacy (NewYork:Routledge, 2015) h.11 46 Literasi hari ini memiliki pelbagai macam cabang pengembangan diantaranya, literasi sosial, literasi ekonomi, literasi politik, literasi kesehatan dan lain sebagainya. Munculnya beberapa istilah literasi tersebut erat hubungannya dengan pentingnya literasi di setiap lini kehidupan. Literasi dapat meningkatkan taraf ekonomi dan pekerjaan, literasi juga berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup sehat dan lain sebagainya. Lihat: Ann Dale and 88

Mungkin terlalu berlebihan jika menyebut literasi merupakan kunci dari perubahan sosial. Namun, faktanya memang demikian. Agama pun mengonfirmasi hal ini dengan firman pertamanya “iqra’’ (bacalah). Refleksivitas diri diperlukan untuk lebih mendalami pentingnya membaca (literasi) dalam kehidupan. Menjadi mustahil dan tidak mungkin seseorang tidak membaca sekalipun dalam sehari. Membaca kata, simbol, dan situasi merupakan rutinitas yang justru membantu seseorang menjalani kesehariannya. Street menyatakan bahwa literasi dapat membawa perubahan sosial karena literasi merupakan teknologi murni (neutral technology) yang diartikan sebagai hak (rights) dan kapabilitas (capabilities).47 Sebagai hak, literasi harus dimiliki oleh setiap individu dan mampu memberi manfaat pada individu tersebut. salenjutnya, karena memberi manfaat pada individu, maka literasi mampu meningkatkan kemampuan seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya dan skill yang dimiliki (kapabilitas). Manfaat yang dirasakan dari literasi tidak hanya diartikan sebagai manfaat ekonomi, tetapi juga manfaat budaya.48 Literasi dapat bermanfaat dalam budaya melalui nilai, sikap, dan gaya hidup yang diperoleh individu dalam keluarga. Nilai, sikap, dan budaya itulah yang kemudian mampu meningkatkan partisipasi individu dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Meningkaatkan minat baca di madrasahMuallimin dilakukan mengingat dua hal: Pertama, pentingnya aspek literasi bagi kehidupan anak terutama ketika ia telah aktif menjadi anggota masyarakat.Kedua, krisis literasi secara naisonal terjadi di masyarakat namun tidak terlalu nyata diperhatikan. Jhon Trischitti menyatakan bahwa literasi adalah hak bagi setiap anak. Kemampuan dasar (basic skill) dalam membaca merupakan kunci yang akan meningkatkan mobilitas kehidupan. Membaca merupakan pondasi bagi semua keterampilan penting yang akan dibangun. Pengaruh membaca akan dirasakan setiap hari. Membaca berhubungan dengan setiap aktifitas sosial. kesehatan, ekonomi, religius, budaya, dan lain sebagainya.49 Kedua, pengembangan bahasa.50 Pengembangan bahasa di madrasah Muallimin NW Pancor menjadi salah satu target penting yang ingin dicapai. Hal itu dapat diidentifikasi dari orientasi madrasah yang menekankan aspek bahasa terutama bahasa inggris dan bahasa arab. Dalam aktifitas pendidikan di madrasah guru dan santri terutama guru bahasa arab dan inggris didorong untuk memperkuat lingkungan

Lenore Newman, Sustainable development, education and literacy, International Journal of Sustainability in Higher Education Vol. 6 No. 4, (2005) h. 351-362 bandingkan dengan : Deborah Brandt,Literacy Inamerican Lives (NewYork: Cambridge University Press,2004) h.212 47 Arif Santoso and Sari Lestari, (2019), “The Roles of Technology Literacy and Technology Integration to Improve Students’ Teaching Competencies” in International Conference on Economics, Education, Business and Accounting, KnE Social Sciences, (2019) h. 243–256. DOI 10.18502/kss.v3i11.4010 48 Deborah Brandt,Literacy Inamerican Lives (NewYork: Cambridge University Press,2004) h.42 49 Deborah Brandt,Literacy Inamerican Lives (NewYork: Cambridge University Press,2004) h.212 50 Nourman Fairclough, language and Power (UK: Longman Group,1989) h.17 89 kebahasaan dengan melakukan pembiasaan dalam komunikasi antara guru dan santri menggunakan bahasa inggris dan arab. walaupun penggunaan bahasa inggris dan tidak secara dominan diberlakukan dalam aktifitas kependidikan di madrasah, namun dengan dimasukkannya aspek bahasa dalam rumusan misi yang dikembangkan madrasah mengindikasikan adanya keinginan madrasah untuk membina peserta didik agar menyadari pentingnya aspek bahasa asing bagi mereka di masa mendatang. Selain itu, istilah “bahasa adalah mahkotapondok” merupakan salah satu istilah yang telah melekat pada setiap santri di lingkunan Nahdlatul Wathan. Dalam kultur pesantren sendiri khususnya di lingkungan NW terdapat sebuah ungkapan arab yang terus menerus diungkapkan untuk mengingatkan pentingnya bahasa. Man ‘arafa lughat qaumin amina min makrihim.51 “kami menekankan santri untuk belajar bahasa asing khususnya bahasa inggris dan arab ini karena memang kedua bahasa ini kan adalah bahasa dauliyah yaitu bahasa internasional. Skill berbahasa inggris dan bahasa arab ini menjadi salah satu aspek penting untuk generasi kita di masa depan terutama di era globalisasi kita akan sering berinteraksi dengan orang-orang asing”{52 Berangkat dari hal tersebut, faktor lain yang juga mendorong madrasah untuk melakukan orientasi langsung terhadap bahasa asing adalah mengingat pentingnya kompetensi komunikasi di era global.53 Globalisasi dianggap memiliki kekuatan untuk menciptakan dunia tanpa batas tempat di mana orang berkomunikasi, berbagi, dan melakukan bisnis dengan bantuan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi.54 Dan media dari semua kegiatan ini adalah bahasa asing (foreign language) yang secara tidak langsung memiliki hubungan dengan perkembangan ekomomi masyarakat (economic development). Khusus di MA Muallimin kompetensi bahasa asing ini juga menjadi salah satu wacana untuk mendukung program pemerintah NTB yang tengah gencar mengusung program pembangunan di bidang pariwisata. Dengan mengusung tema “halal tourism” provinsi NTB pada tahun 2019 terpilih sebagai destinasi pariwisata halal terbaik versi IMT dan GMT. 55Selain program pariwisata halal tersebut di NTB

51 Pepatah arab ini mengandung arti : siapa saja yang memahami bahasa suatu kaum maka dia akan selamat dari tipu daya kaum tersebut. Dokumentasi MA Muallimin NW Pancor tanggal 10 Januari 2019 52 Wawancara wakil Kepala Madrasah 20 Februari 2019 53Athriyana Santye Pattiwael, Addressing 21st Century Communication Skills: Some Emerging Issues from Eil Pedagogy & Intercultural Communicative Competence, IJEE (Indonesian Journal of English Education), Vol. 3, No.2, (2016) h.158-170 54 Moazzam Sulaiman, Globalization and educational challenges,International Journal of Applied Research, Vol.2, No.9, (2016), h. 474-478 55 Ide wisata halal ini ternyata berhasil. Jumlah wisatawanmelonjak drastis dari rata- rata 400 ribu wisatawan pertahun mengalami peningkatan menjadi 3,2 juta wisatawan pertahun. Di antara wisatawan mancanegara yang banyak berkunjung ke NTB rata-rata wisatawan dari Negara-negara timur tengah. Besar kemungkinan mereka tertarik dengan halal tourism ini. Lihat: Redaksi qultumedia, Ulama Pemimpin: Kiprah Guru Bajang dalam Membangun Umat, (Ciganjur: qultum media, 2018) h. 70 lihat juga: 90 tengah dibangun kawasan ekonomi khusus Mandalika yang di kebut pembangunannya untuk penyelenggaraan ajang balap motor dunia MotoGP pada tahun 2021.56 Proyek besar tersebut merupakan perwujudan dari komitmen provinsi NTB untuk menciptakan kesejahteraan masayarakat yang secara langsung tentu berdampak pada perubahan sosial di Lombok khususnya di bidang ekonomi(economic development). Mandalika sebagai kawasan ekonomi khusus akan menjadi lokasi strategis investasi bagi kalangan pebisnis lokal maupun mancanegara. Adanya kawasan ekonomi khusus (KEK) mandalika sebagai bagian dari proyek pengembangan wisata halal di Lombok tentu memberikan pengaruh yanbg besar terhadap perekonomian masyarakat. Pembangunan infrastruktur dan pelbagai fasilitas seperti hotel, homestay tentu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Direktur Indonesia Tourisme development corporation menyebutkan bahwa khusus di kawasan KEK Mandalika diperkirakan akan mampu menyerap hampir 5000 tenaga kerja lokal. Selain itu, banyaknya wisatan baik lokal maupun mancanegara yang datang ke daerah ini akan membuka peluang bagi pengusaha UKM yang akan mendorong daya saing perekonomian di pulau Lombok. Untuk mencapai target besar tersebut tentu dibubutuhkan SDM yang memadai, bagi Muallimin pembinaan bahasa secara tidak langsung menjadi bagian penting dalam memperbaiki SDM masyarakat khususnya untuk menghadapi perkembangan pariwisata yang cukup pesat khususnya di Lombok. Bahasa asing terutama bahasa inggris dan arab dianggap sebagai sebuah kompentensi yang memungkinkan peserta didik untuk aktif menjadi masyarakat yang produktif di masa mendatang. Jika dilihat dalam perspektif sosial aspek bahasa sebagaimana yang diungkap oleh Mustafa Zulkuf merupakan sebuah kompetensi yang disebut sebagai kompetensi global.57 Menurutnya, kompetensi global ini merupakan salah satu keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta didik di abad 21 terutama meng\hadapi perubahan dunia yang mengusung tema ekonomi berbasis pengetahuan. Kompetensi global ini sendiri didefiniskan sebagai keterampilan dan sikap yang sesuai dengan konteks yaitu kompetensi yang dibutuhkan oleh semua individu untuk pemenuhan dan

https://travel.kompas.com/read/2019/04/08/190500527/lombok-jadi-destinasi-wisata-halal- terbaik-di-indonesia-versi-imti-2019.Bandingkan: https://www.antaranews.com/berita/821961/lombok-terpilih-sebagai-destinasi-wisata-halal- terbaik-di-indonesia, akses online 18 juni 2019 56https://www.kompas.com/tag/Kawasan-Ekonomi-Khusus-Mandalika akses online 18 Juni 2019 57 Mustafa Zülküf ALTAN, Globalization, English Language Teaching and Turkey, Iternational Journal of Languages’ Education and Teaching, Vol. 5, No. 4, ( Desember 2017), h. 764-776. Lihat Juga: Mustafa Altun, The Integration Of Technology Into Foreign Language Teaching, International Journal on New Trends in Education and Their Implications, Vol. 6, No. 1,(January 2015 ) h. 22-27 ISSN 1309-6249 91 pengembangan pribadi, menjadi kewarganegaraan aktif, dan berkaitan langsung dengan inklusi sosial serta lapangan kerja.58 Walapun secara langsung orientasi pengembangan bahasa asing di MA Muallimin tidak berdampak secara signifikan terhadap perubahan sosial masyarakat, namun fakta tersebut menjadi jawaban terhadap pentingnya membina kompetensi bahasa terutama bahasa inggris dan bahasa arab untuk menyokong kemampuan komunikasi peserta didik di samping kemampuan mengakses penguasaann literasi dan pelbagai sumber-sumber pengetahuan (resources) dari pelbagai referensi bahasa yang berguna bagi peserta didik untuk menghadapi perubahan di era globalisasi.59

B. Gambaran Manajemen mutu di Madrasah Aliyaah Muallimin NW Pancor 1. Implementasi total quality manajemen (TQM) Persoalan mutu(quality) pendidikan dalam pendidikan islam saat ini merupakan wacana yang paling sering di kembangkan. Mutu dalam pandangan joseph juran sebagaimana yang dikutip Armai Arief secara fungsional didefinisikan sebagai kesesuaian antara produk dengan penggunaannya. Misalnya sepatu olah raga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan olahraga.60 Adapun pendidikan yang bermutu dalam beberapa definisi adalah pendidikan yang baik secara paidagogis dan terus mengembangkan peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang aktif serta produktif. Dalam konteks itulah pengelolaan madrasah tidak dapat diatangani secara parsial tetapi memerlukan pemikiran pengembangan yang utuh dan komperhensip serta didukung oleh langkah dan upaya yang visible fleksisble dan credible terutama ketika madrasah dihadapkan pada persoalan perubahan sosial yang cepat ditambah persoalan pembangunan Nasional di bidang pendidikan yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan seluruh warga Negara |Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan pro aktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Untuk itu mualimin terus menerus memperbaiki kualitas

58Diantara kompetensi tersebut antara lain pertama, komunikasi dengan bahasa ibu, komunikasi dalam bahasa asing, kompetensi dasar dalam sains dan teknologi, kompetensi digital, rasa inisiatif dan kewirausahaan, serta kesadaran terhadap budaya. Komunikasi dalam bahasa asing secara luas berbagi dimensi keterampilan utama komunikasi dalam bahasa ibu, ini didasarkan pada kemampuan untuk memahami, mengekspresikan dan menafsirkan konsep, pemikiran, perasaan, fakta dan pendapat baik dalam bentuk lisan maupun tulisan (mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis) dalam pelbagai konteks sosial dan budaya yang sesuai (dalam pendidikan dan pelatihan, pekerjaan, rumah dan liburan) sesuai dengan keinginan atau kebutuhan seseorang. Komunikasi dalam bahasa asing juga membutuhkan keterampilan seperti mediasi dan pemahaman antar budaya. Tingkat kemahiran individu akan bervariasi antara empat dimensi (mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis) dan antara bahasa yang berbeda, dan sesuai dengan latar belakang sosial dan budaya, lingkungan, kebutuhan dan / atau minat individu tersebut. Mustafa Zülküf ALTAN, Globalization, English Language Teaching and Turkey, Iternational Journal of Languages’ Education and Teaching, Vol. 5, No. 4, (Desember 2017), h. 764-776 59Wawancara Kepala Madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 60 Armai Arief, Refomulasi Pendidikan Islam, (Ciputat: CRSD Press, 2007) h.142 92 pendidikan dengan mengoptimalkan manajemen mutu secara terus menerus dan berkelanjutan. Sebagai lembaga pendidikan Islam, madrasah Muallimin tidak hanya diarahkan pada aktivitas penggalian ilmu semata, tetapi juga menjadi wahana pelatihan untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan pada tatanan realitas. Selain itu, pendidikan di madrasah tidak hanya memacu keunggulan akademik (academic execelence) tetapi justru menegaskan orientasi pembentukaan karakter (character building) yang berdasarkan prinsip akhlaq [email protected] Langkah strategis madrasah aliyah Muallimin \NW Pancor dalam merespon perubahan sosial adalah melakukan pengembangan madrasah berbasis mutu (total quality management). TQM ini dianggap memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas manusia. TQM sendiri menempatkan santri menjadi konsumen yang kualitasanya harus selalu ditingkatkan.62 Model manajemen berbasis TQM ini sendiri sudah banyak dikenal di dunia pendidikan. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan ini pada dasarnya meminjam sebuah konsep yang telah matang dan sering digunakan dalam dunia bisnis. Hal ini juga digunakan di sejumlah negara maju. Menurut Peck\\\\\\\&Reitsug 2012 setidaknya tiga model bisnis yang yang banyak digunakan dalam mengelola pendidikan adalah management by objectives atau MBO, Total Quality Management (TQM) dan juga turnaround. TQM sering dinisbatkan pada hasil pemikiran W.E. Deming meskipun secara konseptual menekankan pada pentingya fokus pada konsumen (costumer focus), peningkatan yang berkelanjutan (continous improvement) dan kewajiban managerial untuk menciptakan sebuah sistem kerja yang efektif (efectif system) yang akan memaksimalkan kinerja karyawan (worker performance).63 Menurut akhyar ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini tidak berhasil. Pertama, pembangunan pendidikan selama ini bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar pada asumsi bahwa bila semua input pendidikan terpenuhi, seperti penyediaan buku- buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya maka secara otomatis lembaga pendidikan akan dapat menghasilkan output yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata, strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan terutama

61 Nuansa pondok pesantren di lingkungan madrasah muallimin sebagaimana yang diuraikan pada bab sebelumnya bahwa nilai-nilai akhlak sangat menjadi prioritas dalam pembelejaran. buku rujukan utama mengenai pembelajaran akhlak yang di gunakan yaitu kitab ta‘li@m al-muta‘alim. Kitab ini sangat populler di kalangan pondok pesantren sejak masa lalu. Kitab ini dikarang oleh Burhanuddin al-Zarnuji sekitar abad ke-6 masehi. 62Akses dokumen Madrasah.diakses dari Kabag TU MA Muallimin NW Pancor pada tanggal 18 Februari 2019. Dikuatkan dengan hasil wawancara Kepala Madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 63 A. S. Md. Sohel-Uz-Zaman, Umana Anjalin, Implementing Total Quality Management in Education: Compatibility and Challenges, Open Journal of Social Sciences, Vol. 3 no. 1 (September)2016, h. 207-217. akses online: DOI: 10.4236/jss.2016.411017 93 pendidikan Islam melainkan hanya hanya terjadi dalam dunia bisnis dan ekonomi. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro oriented atau dalam artian diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro tidak berjalan pada tingkat mikro. Oleh sebab itu manajemen mutu secara terpadu merupakan langkah yang perlu dilakukan dalam lembaga pendidikan saat ini. TQM merupakan suatu bentuk model manajemen yang berisi prosedur agar setiap orang dalam organisasi berusaha keras secara terus menerus memperbaiki jalan menuju kesuksesan. Dalam dunia pendidikan, TQM merupakan filosofi pengembangan berkelanjutan (sustainable development)64 yang dapat memberikan jalan bagi setiap intitusi untuk memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan para pelanggan di masa kini dan masa depan. Dalam penjaminan mutu madrasah Muallimin menerapkan model total quality manegement (TQM) dengan menekan kan pada pengembangan SDM(human resourch management) menggunakan prinsip “The right man in the right place”.65 Memposisikan orang yang tepat” sesuai dengan bidang dan kompetensinya masing- masing. Dua hal penting yang ingin dicapai madrasah dalam mengoptimalkan total quality management yaitu pertama, menjadikan pelayanan pendidikan terlaksana secara profesional. Kedua, memaksimalkan efektifitas kegiatan pembelajaran setiap harinya. Khsusus dalam hal optimalisasi kinerja guru menjadi salah stu prioritas karena guru merupakan bagian terpenting dalam kegiatan belajar di madrasah. Mulai dari proses seleksi guru di Madrasah Muallimin diseleksi dengan ketat dengan mempertimbangkan pelbagai aspek. Bagi madrasah seorang guru hendaknya memiliki kompetensi yang baik dibidangnya, memiliki kesadaran untuk berfikir mengenai bagaimana menggunakan aspek pengetahuan, psikologi dan sosiologi secara padu dalam setiap konten atau materi yang diajarkan. Tujuannya agar para santri lebih mudah memahami materi yang mereka pelajari. Selain itu, guru juga harus dilatih agar memiliki attitude yang baik, pemahaman yang baik serta komitmen yang tinggi dalam mendidik juga memiliki kemapuan untuk mengakses pelbagai sumber belajar serta media teknologiyang akan mempermudah kegiatan pembelajaran. Beberapa kriteria tersebut ditetapkan sebagai salah satu bentuk upaya meningkatkan kinerja guru secara profesional, di madrasah dilakukan bimbingan pelatihan terhadap guru-guru madrasah terutama masalah

64 Sustinable development menjadi program yang sedang tren di era saat ini. Konsep SDGs ini diperlukan sebagai agenda pembangunan baru yang mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca-2015, terutama berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000 mengenai isu penipisan sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, perlindungan sosial,ketahanan pangan dan energi, dan pembangunan yang lebih berpihak pada kaum miskin. Lihat: Badan Pusat Statistik, Kajian Indikator Sustainable Development Goals (SDGs),(Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2014) h.1 65 Akses dokumen Madrasah.diakses dari Kabag TU MA Muallimin NW Pancor pada tanggal 18 Februari 2019. Dikuatkan dengan hasil wawancara Kepala Madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 94 kemampuan mengajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi. Total quality manajemen di MA Muallimin NW Pancor dilaksanakan dalam beberapa tahapan diantaranya: pertama, quality control. Quality control didefinisikan oleh Juran sebagai proses monitoring semua aspek proses pengembangan mutu di dalam organisasi dengan melakukan assessment kinerja yang dilaksanakan.66 Di madrasahMuallimin, qualitycontrol ini lakukan oleh sebuah tim manajemen yang dibentuk oleh kepala madrasah yang diberi nama “{super team”. Super tim ini memiliki tanggungjawab penuh terhadap proses implementasi manajemen mutu di madrasah mulai dari kurikulum dan pengembangannya, proses kegiatan pendidikan baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler agar sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Adapun standar mutu yang digunakan di madrasah adalah standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah mengacu kepada standar pendidikan nasional berdasarkan undang-undang no 20 tahun 2003. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.67 Dalam praktiknya Muallimin bekerja sebagai tim yang solid untuk memastikan kegiatan pendidikan terlaksana secara optimal. Pendekatan persuasif yang digunakan dengan mengutamakan komukinikasi dan teamwork, pengembangan kurikulum, perbaikan sarana dan prasana hingga aspek terkecil dalam kegiatan belajar mengajar seperti kehadiran santri setiap harinya akan dievaluasi secara rinci.68 Esensi dari quality control ini adalah to activate.69Mengaktifkan seluruh peran dan tugas yang ada agar setiap orang di lingkungan madrasah pada akhirnya memiliki kesadaran penuh terhadap tanggungjawabnya masing-masing sehingga bekerja secara optimal. Demikian yang diungkap dalam wawancara dengan kepala madrasah: “yang paling penting dalam menjamin mutu pendidikan ini adalah monitoring. Kita pantau terus semua kegiatan yang dilaksanakan. Nanti ketika ada permasalahan yang dihadapi akan langsung kita proses dan carikan solusinya. Pokoknya kita sungguh-sungguh bekerja untuk memaksimalkan proses pendidikan kita dengan harapan kita mampu menjamin bahwa lulusan madrasah kita ini nantinya betul-betul berkualitas”.70 Kedua, quality assurance. Untuk memastikan bahwa mutu pendidikan yang dilaksanakan di madrasah sesuai dengan standar yang ditetapkan maka langkah yang paling penting selanjutnya adalah penjaminan kualitas (quality assurance). Untuk

66 Wawancara Wakil kepala madrasah tanggal 20 Februari 2019 67 Salinan dokumken Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Akses online tanggal 30 juni 2019 68 Wawancara kepala Madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 69 Wawancara kepala madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 70 Wawancara Kepala Madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 95 melaksanakan hal ini madrasah secara berkala melakukan evaluasi yang disebut dengan EDM (evaluasi diri madrasah) bertema musyawarah dari pelbagai jenjang. Dari jengang internal pimpinan yang dilakukan secara tertutup hingga yang secara terbuka melibatkan semua stakeholder madrasah. Evaluasi yang dilakukan juga sangat rinci dan dilaksanakan secara profesional. Oleh sebab itu upaya meningkatkan kinerja MA Muallimmin dengan mengoptimalkan semua sumber daya madrasah bertujuan untuk meningkatkan hasil pendidikan yang diukur dari meningkatnya SDM output yang dihasilkan. SDM output pendidikan yang dihasilkan oleh madrasah secara akademik dengan mengukir prestasi disamping non akademik dengan skill dan kompetensi dengan level global.

2. Kepemimpinan transformatif di MA Muallimin NW Pancor Efektivitas kinerja organisasi tidak lepas dari peran seorang pemimpin dalam organisasi tersebut. Kepemimpinan menurut beberapa ahli didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Kepemimpinan transformasional diperlukan untuk menjawab tantangan perubahan yang terjadi pada saat ini.71 Perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan di pelbagai bidang kehidupan manusia, tidak terkecuali perubahan pada kebutuhan individu, yaitu invidu yang ingin mengaktualisasikan dirinya, yang berdampak pada bentuk pelayanan dan penghargaan terhadap individu tersebut. Kepemimpinan transformasional tidak saja memperhatikan kebutuhan untuk aktualisasi diri dan penghargaan, tetapi menumbuhkan kesadaran bagi para pemimpin untuk melakukan yang terbaik dalam menjalankan roda kepemimpinan dengan lebih memperhatikan faktor manusia, kinerjanya, dan pertumbuhan dari organisasinya.72 Berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja organisasi pendidikan terutama organisasi madrasah, seorang pemimpin yang dalam hal ini adalah kepala madrasah perlu menerapkan gaya kepemimpinan transformasional agar setiap perubahan dalam organisasi yang dipimpinnya dapat terwujud dengan efektif. Dalam implementasinya, kepemimpinan kepala madrasah secara transformasional akan mendorong tumbuhnya perilaku individu yang dipimpinnya ke arah perubahan yang diinginkan.73

71Imam Makruf: Leadership Model in Integrated Islamic Educational Institutions DOI : 10.14421/jpi.2017.62.331-348 72Imam Makruf: Leadership Model in Integrated Islamic Educational Institutions DOI : 10.14421/jpi.2017.62.331-348 ` 73Kepemimpinan transformatif didefinisikansebagai kepemimpinan dimana para pemimpin menggunakan kharisma mereka untuk melakukan transformasi dan merevitalisasi organisasiny. Lihat: Ismail Suardi Wekke & Mat Busri, Kepemimpinan transformatif pendidikan Islam: Gontor, Kemodernan, dan Pembelajaran bahasa (Yogyakarta:Deepublish,2016)h. 64 96

Sosok pemimpin di madrasahMuallimin memiliki posisi yang strategis dalam menentukan arah perubahan di madrasah. Kepala madrasah Muallimin yang telah memimpin sejak tahun 201074 Secara individu diakui memiliki kapasitas kepemimpian yang memadai. Hal itu terbukti dengan kemampuannya dalam mengarahkan serta mempengaruhi seluruh stakeholder yang ada dilingkungan madrasah untuk memenuhi target dan tujuan yang ingin dicapai di Madrasah. Apalagi dalam lingkunan madrasahMuallimin sendiri nuansa sufistik yang tumbuh dari kultur pesantren Nahdlatul Wathan. Dalam kultur pesantren Nahdlatul Wathan doktrin ”sami‘na@ wa ata‘na@” (ketaatan dan kepatuhan) sangat kuat sehingga setiap ucapan, perintah dan gerak gerik pemimpin selalu diikuti dan di amini. Akibatnya gerak perubahan dalm siklus perkembangan di MA Muallimin selalu dimotori oleh peran kepala madrasah. Kepala MA Muallimin NWPancor sebegai individu memiliki beberapa kompetensi yang penting dalam menjalankan roda kepemimpinan di madrasah diantaranya: pertama, kemampuan komunikasi. Kemampuan komunikasi yang efektif didukung dengan sosok karismatik yang dimiliki oleh kepala madrasah berimplikasi pada terbukanya sistem kerja secara optimal dengan mengkomunikasikan setiap permasalahan yang terjadi setiap hari di lingkungan madrasah baik itu hambatan, maupun progress yang telah dicapai. Kedua, kemampuan membangun jaringan (networking) dengan pelbagai institusi lain baik itu institusi pendidikan maupun non pendidikan untuk dapat bekerja sama menciptakan program-program di madrasah untuk kepentingan perkembangan kualitas peserta didik. Misalnya kemampuan membangun kerjasama dengan dinas kesehatan termasuk dengan pihak puskesmas untuk melaksanakan program kesehatan dan pendidikan kesehatan di madrasah, melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian untuk bekerja sama menghadirkan program seminar tentang anti narkoba, dan lain sebagainya termasuk kemampuan bekerja sama dengan sekolah dan madrasah lain untuk melakukan studi perbandingan terhadap kinerja manajemen madrasah dan lain sebagainya. Ketiga, kemampuan kepala madrasah untuk menjadi tauladan bagi semua stakeholder madrasah. Untuk menumbuhkan budaya malu di lingkungan madrasah, kepala madrasah dalam setiap kegiatan tetap tampil sebagai orang yang memberikan contoh. Mulai dari aspek kedisiplinan, kebersihan lingkungan dan lain sebagainya kepala madrasah selalu menjadi yang pertama dalam bekerja. Sikap ini berimplikasi pada tumbuhnya budaya malu di lingkungan madrasah secara efektif sehinga terbangun kesadaran untuk siap bekerja secara optimal. Untuk menjadi pemimpin transformasional75, kepala madrasah harus melaksanakan tugasnya melalui dua ciri: pertama, Membangun kesadaran pengikutnya akan pentingnya semua pihak mengembangkan, dan perlu semua pihak harus bekerja keras untuk meningkatkan produktivitas organisasi. kedua, Mengembangkan komitmen berorganisasi dengan mengembangkan kesadaran ikut

74 Pak Munawar, M.Pd selaku kepala madrasah telah memimpin di MA Muallimin NW Pancor sejak tahun 2010. Wawancara kepala madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 75 Bernard. M. Bass and Ronald E.Riggio, Transformational Leadership. 2nd.ed (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 2006) h.14 97 memiliki organisasi (sense of belonging), kesadaran ikut bertanggung jawab menjaga keutuhan dan kehidupan organisasi, serta berusaha memelihara dan memajukan organisasi (sense of responsibility).76 Hal tersebut nampaknya sesuai dengan pendapat Sawasnyang menyatakan bahwa Terdapat empat komponen penting dalam kepemimpinan transformatif yaitu,77 yaitu: Pertama, Idialized influence, yang dijelaskan sebagai perilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang dipimpinnya. Hal ini mengandung makna bahwa kepala sekolah dan para staf saling berbagi resiko melalui pertimbangan kebutuhan para staf di atas kebutuhan pribadi dan perilaku moral secara etis.78 Kedua,Inspirational motivation, tercermin dalam perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan bagi pekerjaan yang dilakukan staf dan memperhatikan makna pekerjaan tersebut bagi para staf. Hal ini mengandung makna bahwa kepala madrasa menunjukkan atau mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi sekolah melalui perilaku yang dapat diobservasi para staf (guru dan karyawan). Kepala sekolah berperan sebagai motivator yang bersemangat untuk terus membangkitkan antusiasme dan optimisme guru dan karyawan. Ketiga. Intellectual stimulation, yaitu pemimpin yang mempraktikkan inovasi-inovasi. Sikap dan perilaku kepemimpinannya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang berkembang dan secara intelektual. Ia mampu menerjemahkannya dalam bentuk kinerja yang produktif. Hal ini mengandung makna bahwa kepala sekolah sebagai intelektual, senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari para stafnya dan tidak lupa selalu mendorong staf mempelajari dan mempraktikkan pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan.

76Kepemimpinan Transformasional yaitu “Leaders are authentically transformational when they increase awareness of what is right, good, important, and beautiful, when they help to evelate followers’ needs for achievement and self-actualization, when they foster in followers higher moral maturity, and when they move followers to go beyond their self-interests for the good of their group, organization or society”. Berdasarkan pendapat tersebut menurutnya bahwa kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang dapat dikatakan sebagai visioner, karena ia merupakan agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik dengan berperan meningkatkan sumber daya manusia yang ada, berusaha menimbulkan daya reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat, selalu tampil dan sebagai pelopor dan pembawa perubahan. Bernard. M. Bass and Ronald E.Riggio, Transformational Leadership. 2nd.ed ( New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 2006) h.14 77 Sawasn Al-husseinia and Ibrahim Elbeltagi, Evaluating the effect of ransformational leadership on knowledge sharing using structural equation modelling: the caseof Iraqi higher education, International Journal of Leadership in Education,Vol. 21, No. 4, (2018) h. 506–517, akses online https://doi.org/10.1080/13603124.2016.1142119 78 Di madrasah Muallimin model kepemimpinan yang terbuka dan mengedepan kan kerja sama tim adalah salah satu model yang digunakan untuk memperbaiku beberapa aspek penting seperti willingness (kemauan), consciousness (kesadaran). Jadi kalau kemauan ada dan kesadaran ada maka semuanya akan berjalan lancer. Wawancara, Kepala madrasah 13 Januari 2019. 98

Keempat, Individualized consideration, yaitu pemimpin merefleksikan dirinya sebagai seorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala masukan yang diberikan staf. Dalam hal ini, kepala madrasah senantiasa memperhatikan kebutuhan- kebutuhan dari para stafnya, serta melibatkan mereka dalam suatu pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Penerapan kepemimpinan transformasional sangat potensial dalam membangun komitmen yang tinggi pada diri guru pada kinerja sehingga dapat terjadi perubahan yang berarti dalam madrasah. Perubahan-perubahan dalam madrasah menjadi komunitas pembelajar ditentukan oleh kepala madrasah. Kepala madrasah yang menerapkan kepemimpinan transformasional sangat efektif dalam mendukung prakarsa perubahan.79 Para pimpinan madrasah khususnya dalam kapasitasnya menjalankan fungsi kekepala sekolah (school principalship), sangat berperan penting, terutama dalam dua hal.80Pertama, mengkonseptualisasikan visi untuk perubahan. Kedua, memiliki pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk mentransfromasikan visi menjadi etos dan kultur madrasah ke dalam aksi nyata. Seorang kepala madrasah dapat dikatakan menerapkan kepemimpinan transformasional, jika ia mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi mengubah energi yang ada di dalam diri guru dari potensial menjadi aktual dan dari minimal menjadi maksimal.81 Pemimpin transformasional adalah seorang diagnosis handal. Oleh karena itu, kepala madrasah harus beradaptasi secara terus-menerus dan selalu siap dengan perubahan yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi. Fokus pada perubahan bukan berarti tindakan pemimpin transformasional tidak konsisten. Seperti halnya pernyataan Staw dalam Setiawan dan Muhith, bahwa pemimpin transformasional adalah pemimpin yang konsisten tetapi tidak untuk pelbagai upaya yang menghalangi proses penemuan metode-metode baru.82 Dengan kepemimpinan transformasional tidak hanya potensi diri pribadi (kepala madrasah) yang dapat dioptimalkan, melainkan juga dapat mengakses sumber-sumber dari luar (guru, karyawan serta masyarakat). Kemampuan mengakses sumber dari luar hanya mungkin terjadi jika madrasah dan komunitasnya menjadi organisasi yang terbuka. Keterbukaan itu bisa dilihat dari seberapa instansi tersebut

79 Bernard. M. Bass and Ronald E.Riggio, Transformational Leadership. 2nd.ed ( New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 2006) h.14 80 Sawasn Al-husseinia and Ibrahim Elbeltagi, Evaluating the effect of ransformational leadership on knowledge sharing using structural equation modelling: the caseof Iraqi higher education, International Journal of Leadership in Education,Vol. 21, No. 4, (2018) h. 506–517, akses online https://doi.org/10.1080/13603124.2016.1142119 81 Haixin Liu and Guiquan Li, Linking Transformational Leadership and Knowledge Sharing: The Mediating Roles of Perceived Team Goal Commitment and Perceived Team Identification, Leadership and Knowledge Sharing Journal,Vol.9, No.1331 (July2018) h. 1-10 82 Staw dan Setiawan Muhit dalam: Ita Lizawati, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Efektivitas Organisasi Melalui Pengambilan Keputusan, Jurnal Ilmu Manajemen, Vol. 2 No.4, (Oktober 2014) h.1606-1618

99 menerima masukan dari luar sekaligus melakukan respon terhadap perubahan secara terus menerus.83 Perubahan yang dimaksud adalah perubahan secara bertahap menuju budaya pendidikan yang ideal atau paling tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki. Pendidikan yang ideal ini tercermin pada kebutuhan para siswanya, jika kebutuhan individu masing-masing mereka belum terpenuhi maka institusi tersebut belum bisa dikatakan ideal.

3. Mutu Madrasah dan Perubahan Sosial Jika pendidikan yang bermutu diukur dengan SDM output yang dihasilkan maka yang paling penting direalisasikan oleh madrasah adalah mencetak generasi- generasi yang handal yang memiliki kompetensi dan ketrampilan sehingga output tersebut dapat proaktif serta produktif dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan di era saat ini terus dikembangkan dalam konsep mutu yang dilaksanakan dengan pelbagai bentuk metode dan pendekatannya. Menghadapi Perkembang sains dan teknologi yang pesat serta dianggap dapat menyebabkan kesenjangan masyarakat, memperburuk fragmnetasi sosial serta mempercepat lemahnya sumberdaya, pendidikan secara global saat ini diwacanakan menjadi solusi untuk menciptakan kemajuan. Kemajuan tersebut dalam beberapa konsep disebut juga dengan istilah well-being. Well-being sendiri lebih luas cakupannya daripada sumberdaya materil seperti pendapatan, kekayaan, pekerjaan dan tempat tinggal. Ia juga berhubungan dengan kualitas hidup termasuk kesehatan, keterlibatan dengan masyarakat, hubungan sosial,pendidikan, keamanan,lingkungan dan lain sebagainya. Maka dari itu pendidikan menjadi proyek penting terutama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai tertentu yang memungkinakan masyarakat yang terdidik (educated) berkontribusi terhadap masa depan (sustainable development).84 Laju perubahan saat ini mengharuskan lembaga pendidikan mencetak manusia yang bergerak lebih cepat, lebih cerdas dan lebih baik. Oleh sebab itu dalam konteks global pendidikan di abad 21 di seluruh dunia dari eropa hingga asia

83 Wawancara, Kepala Madrasah 13 Januari 2019 84 Sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. ESD mempromosikan kompetensi seperti berpikir kritis, membayangkan skenario masa depan dan membuat keputusan dengan cara kolaboratif. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan juga merupakan alat pedagogis yang penting karena didasarkan pada prinsip dasar membuat individu melihat dan mengenali saling ketergantungan antara manusia dan setiap unit ekologi. Poin yang sangat penting dalam konteks ini adalah bahwa pembangunan berkelanjutan membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar dan memperluas kesempatan untuk memenuhi aspirasi mereka untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Peran ESD didasarkan pada tiga pilar; sosial, lingkungan dan ekonomi. Lihat: Sushita Gokool-Ramdoo1 and Anwar Bhai Rumjaun,Education for Sustainable Development: Connecting the Dots for Sustainability, Journal for Learning Development-JL4D, Vol.4, No.1 (2016) h.72-89 100 pengembangan pendidikan mengusung tema pengembangan “sustainable development”. 85Pendidikan berperan vital dalam mengembangkan pengetahuan, skill, perilaku serta nilai nilai yang memungkinkan peserta didik dapat berkontribusi terhadap masa depannya. belajar menentukan tujuan yang jelas, bekerja sama satu dengan lain dengan pelbagai macam perspektif yang berbeda-beda, menemukan kesempatan-kesempatan dan mengidentifikasi sejumlah solusi terhadap persoalan- persoalan besar merupakan hal penting bagi masa depan. 86Oleh sebab itu, pendidikan dalam konsep wellbeing harus bertujuan lebih dari sekedar mempersiapkan peserta didik untuk dunia kerja tetapi pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan skill agar menjadi aktif, bertanggungjawab dan ikut berkontribusi di tengah masyarakat. Pendidikan yang dalam konteks pengembangan pendidikan di abad ini yang dikembangakan dengan framework well being setidaknya menuntut mutu output pendidikan secara individu memiliki pelbagai macam kompetensi dan keterampilan kompetensi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

85Sustainable Development Goals – SDGs 2045 merupakan sebuah program pembangunan dunia yang mana memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat dunia dan melestarikan alam dengan terdapat 17 faktor utama sebagaimana tercapainya 169 target yang telah ditentukan dalam waktu yang telah disepakati. SDGs 2045 erat kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan, MDGs (Millennium Development Goals 2030), dan CSR (Corporate Social Responsibility). dimana diharapkan kaum millennial mampu berperan banyak dalam memajukan perekonomian dunia dengan tetap memperhatikan aspek penting termasuk alam dan menggunakan sumber daya yang ada secara maksimal yakni technology agar tidak tertinggal jauh dengan negara yang sudah lebih maju. Konsep ini yang saat ini menjadi tren dalam mengelola lembaga pendidikan di seluruh dunia termasuk acuan pengembangan pendidikan yang di susun oleh UNESCO. Lihat,https://en.unesco.org/themes/education-sustainable 86 Sushita Gokool-Ramdoo1 and Anwar Bhai Rumjaun,Education for Sustainable Development: Connecting the Dots for Sustainability, Journal for Learning Development- JL4D, Vol.4, No.1 (2016) h.72-89 101

Gambar. 4.1

Gambar: Kerangka pembelajaran yang beorientasi well-being87

Peserta didik yang akan membawa perubahan sosial adalah peserta didik yang telah dipersiapkan sebaik-baiknya untuk menghadapi masa depan. Ia dapat mempengaruhi keadaan lingkungan sekitarnya, memahami keinginan, tindakan serta perasaan orang lain, mampu membaca situasi dan mampu memahami konsekuensi dari apa yang ia lakukan. Peserta didik yang dipersiapkan untuk masa depan itu di istilahkan sebagai agen perubahan. Konsep kompetensi juga tidak hanya sekadar perolehan pengetehuan dan keterampilan, tetapi juga termasuk kemampuan memobilisasi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki. Oleh sebab itu dalam konteksnya yang lebih luas kompetensi ini juga meliputi keterampilan kognitif dan meta-kognitif (berpikir kritis, berpikir kreatif, belajar untuk belajar dan pengaturan sendiri), keterampilan sosial dan emosional (empati, self-efficacy, dan kolaborasi) dan praktis serta keterampilan fisik (menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi). Penggunaan pengetahuan dan keterampilan secara luas ini akan membentuk sikap dan nilai-nilai tertentu seperti Motivasi, kepercayaan diri, menghormati kegeberagaman dan juga nilai-nilai kebajikan. Sikap dan nilai-nilai dapat diamati pada tingkat pribadi, lokal, sosial dan global.

87 Sushita Gokool-Ramdoo1 and Anwar Bhai Rumjaun,Education for Sustainable Development: Connecting the Dots for Sustainability, Journal for Learning Development- JL4D, Vol.4, No.1 (2016) h.72-89

102

Oleh sebab itu pengelolaan madrasah perlu dilakukan secara professional dengan memaksimalkan SDM secara efektif untuk menghasilkan output yang bermutu. Output yang bermutu pada akhirnya digambarkan sebagai sosok individu yang yang memiliki kompetensi global, mampu membawa perubahan bagi dirinya sendiri, lingkungannya serta masyarakat.

C. Diskursus Perubahan Sosial dalam Praktik Pendidikan Islam di MA Muallimin NW Pancor Proses pembelajaran dalam perspektif global learning dinyatakan sebagai sebuah pendekatan pedagogis yang dapat melakukan perubahan pada sudut pandang dan persepsi tentang dunia.88 Hal tersebut sangat penting bagi para pelajar. Akan tetapi, memang perubahan persepsi da\n cara berfikir tersebut belum bisa dimaknasi sebagai perubahan sosia tetapi, pendekatan paedagogis ini mendorong peserta didik untuk berfikir kritis, memahami makna kehidupan sosial dan memliki wawasan yang luas terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara global sehingga peserta didik mampu mengimplementasikan pemahaman-pemahaman tersebut dalam praktik nyata dalam kehidupan bermasyarakat serta memiliki persepsi sendiri tentang bagaimana kehidupan dunia akan lebih baik. Oleh sebab itu dalam subtema ini penulis mulai dari pendidikan sebagaimana yang diungkap Tilaar ditempatkan sebagai wadah transformasi paedagogis (paedagogik transformatif) yang mendorong perbahan-perubahan personal peserta didik secara langsung sampai pada tingkat perubahan sosial secara lebih luas.89 Persoalan penting yang menjadi sorotan dalam hal ini adalah aspek proses pembelajaran di dalam kelas khususnya hingga praktik-praktik pelatihan dan pengembangan keterampilan secara efektif guna memberikan modal sosial kepada peserta didik. Artinya proses belajar di lingkungan sekolah/madrasah diletakkan sebagai jantung proses perubahan baik dalam ruang lingkup yang mikro di lingkungan sekolah maupun yang lebih luas di masyarakat. Artinya bahwa jika pendidikan diletakkan sebagai sebuah proses transformatif maka dampaknya terhadap perubahan sosial dapat dilihat dalam prose pendidikan. Katharine Brown dalam disertasi doktoralnya menyuguhkan sebuah diskusi yang relevan dengan diskursus ini, menurutnya proses belajar merupakan proses transformatif yang berhubungan dengan pemikiran, perbuatan dan emosi yang diletakkan untuk menemukan bentuk baru tentang arti sebuah realitas. Hal ini merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses pembelajaran di samping proses kognitif. Mezirow juga memberikan cacatan penting mengenai proses pembelajaran transformative dengan mendefinisikannya sebagai proses perubahan pola fikir taken for granted menjadi lebih inklusif mampu menemukan distingsi, terbuka dan secara emosional memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan. Oleh sebab itu untuk menunjang proses belajar yang dapat mendorong perubahan sosial maka dibutuhkan beberapa hal yang mendorong perubahan personal

88 OECD, Teaching for Global Competence in a Rapidly Changing World: Asia Society ( USA: OECD Publisher, 2018) h. 10 89H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik Transformatif untuk Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) h.17 103

(individu) peserta didik sebagai pondasi perubahan bukan langsung menjurus padaperubahan-perubahan kolektif (sosial). Peran guru menjadi penting dalam menentukan proses belajar. Menurut Mezirow, seorang guru yang akan membawa dampak perubahan sosial adalah guru cosmopolitan atau guru yang memiliki kapasitas dan memiliki sudut pandang global. Ia memiliki kapasitas untuk menginterkoneksikan antra kebutuhan masyarakat secara lokal hingga global. Artinya bahwa seorang guru secara paedagogis harus memiliki kemampuan untuk merumuskan secara konseptual tentang ilmu pengetahuan dan konteks secara lokal mapun global. Seorang guru cosmopolitan harus memiliki pengalaman yang luas tentang konsep perubahan-perubahan dunia.90 Terlepas dari perdebatan-perdebatan tentang peroses belajar dan perubahan sosial tersebut penulis berupaya menyuguhkan bagaimana proses belajar (praktik kependidikan) yang berlangsung di MA Muallimin NW Pancor dan menganalisa sejauh mana praktik praktik tersebit memilik orientasi perubahan baik secara personal maupun sosial peserta didik. Maka dalam hal ini disuguhkan upaya madrasah menjamin kualitas guru yang mengajar terutama pada bidang bidang yang berhubungan langsung terhadap kebutuhan peserta didik baik untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi maupun pelatihan-pelatihan yang menunjang pembentukan keterampilan peserta didik menghadapi situasi perubahan sosial.

1. Proses Pembelajaran Perubahan sosial dilihat dari perspektif global learning menurut Arnetha Ball91 selalu tidak terlepas dari peran utama seorang guru dalam memposisikan dirinya sebagai agen perubahan bagi peserta didiknya khususnya dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas.Guru dipandang sbagai sosok yang dapat membantu membawa perubahan positif dalam kehidupan orang lain. para guru dapat menjadi pemimpin yang memberikan saran tentang pelbagai urusan di tengah masyarakat. hal itu berlaku dalam lapisan masyarakat di seluruh dunia.92 Dalam konsep global learning dan beberapa konsep lain yang berkaitan dengan konsep konsep pengembangan pembelajaran saat ini dibangun konsepsi bahwa kegiatan belajar (learning)memiliki hubungan yang kuat dengan perubahan/perkembangan personal mupun sosial.93 Walaupun demikian konsep-

90 Douglas Bourn, Teachers as agents ofsocial change, International Journal of Development Education and Global Learning, Vol.7, No.3,(2016), h.63-77 91Etta Hollins, Teacher Preparation For Quality Teaching. Journal of Teacher Education, Vol 62. (2011) 395-407. 10.1177/0022487111409415> liat juga interview: https://www.youtube.com/watch?v=sPUxeY8FWqc 92 Jack Mezirow, Transformative Dimension of Adult Learning,( San Fransisco: Jossey-Bass Publisher, 1991) h.88 93 Douglas Bourn, Teachers as Agents of Social Change, International Journal of Development Education and Global Learning, Vol.7, No.3, (2016), h. 63-77 104 konsep praktik pembelajaran serta peran guru sebagai agen perubahan dalam proses belajar menjadi kurang diperhatikan. Peran guru dalam kegiatan akademik memang telah dinyatakan memiliki peran sentral dalam menentukan kesuksesan peserta didik. Kirkwood-Tucker mencatat bahwa sekitar tahun 90an, guru lebih besar pengaruhnya daripada buku teks dan lain sebagainya sebagai sumber informasi utama bagi peserta didik. Dalam beberapa literatur tentang global learning juga menunjukkan adanya pengaruh besar seorang pendidik dalam menanamkan dan mencontohkan pola fikir dan pendekatan- pendekatan pembelajaran tertentu melalui proses pembelajaran di kelas. Dalam studi yang dilakukan oleh NGO (non govermen organi\ation) dinyatakan bahwa kurikulum dan program kependidikan dalam sebuah lembaga pendidikan harus memiliki acuan standar dalam meningkatkan kompetensi guru serta mampu membangkitkan komitmen belajar bagi peserta didik agar mereka memiliki kesadaran bahwa mereka merupakan agen perubahan sosial. Oleh sebab itu jelas bahwa seorang guru harus selalu mengembangkan profesionalitas diri seperti meningkatkan kemampuan pengetauan dasar, memberbaiki perilaku dan memiliki komitmen yang kuat dalam melakukan perubahan secara individu terhadap peserta didiknya, memiliki kemampuan untuk mengukur setiap perubahan-perubahan kecil yang terjadi pada peserta didiknya mulai dari sikap (perilaku) hingga kemampuannya dalam meningkatakn kualitas peserta didik menjadi manusia yang terdidik, sadar informasi dan aktif menjadi bagian dari sebuah masyarakat. Berangkat dari konsep tersebut , MA Muallimin memberikan perhatian khusus pada kinerja guru agar siap melaksanakan tugas belajar sesuai dengan standar profesionalitas mengajar yang di inginkan. Seorang guru yang profesional sebagaimana yang diungkap kepala madrasah menurut standar kompetensi guru yang ditetapkan di MA Muallimin sangat mengedepam guru yang memiliki kemampuan dibidangnya, inovatif dalam mengajar serta disiplin dan bertanggungjawab. Oleh sebab itu, untuk mengajar di MA Muallimin mereka harus melewati seleksi guru yang sangat ketat. Kinerja guru selalu dievaluasi setiap hari terutama pada aspek kedisiplinan. Kepala madrasah mengungkapkan bahwa kalau ada guru yang tidak serius dalam membina peserta didik, tidak disiplin apalagi tidak kompeten dalam bidang yang diajarkan maka akan langsung diberhentikan dan diganti dengan guru yang lain yang memiliki kemampuan tersebut. Selain itu, setiap guru yang ada di MA Muallimin diberikan pelatihan- pelatihan dan bimbingan mengajar. Guru-guru yang hendak meningkatkan kapasitas keilmuannya diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengejar pendidikan master (S2) hingga (S3). Semua itu dilakukan sebagai upaya madrasah dalam meningkatkan performa dan koompetensi guru dalam mengembangkan model-model dan pendekatan pembelajaran yang membawa dampak perubahan bagi peserta didik. Guru-guru yang telah memperdalam wawasan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi menjadi demikian pula yang telah menerima pelatihan khusus di madrasah diharapkan menjadi guru-guru yang akan memperkenalkan model-model pembelajaran dan pendekatan yang lebih inovatif sehingga memiliki dampak langsung terhadap kualitas peserta didik demikian pula dampaknya terhadap

105 perkembangan kualitas lembaga madrasah. Hal ini nampaknya sama dengan andreotti sebagai seorang peneliti dibidang global learning yang mengungkapkan bahwa guru- guru yang tidak memiliki wawasan global tidak akan mampu mengajar secara efektif. Dengan kata lain guru yang belum membuka diri dalam melihat perubahan dunia tidak akan mampu menjadi agen perubahan bagi peserta didiknya.94 2. Program Pelatihan (Ekstra Kulikuler) MA Muallimin NW Pancor dalam mempersiapkan santri menghadapi perubahan sosial menyusun program kegitan pembelajaran dan pelatihan-pelatihan untuk mengasah keterampilan(soft skill) santri disamping membentuk budaya madrasah yang berkualitas. Madrasah menyediakan program ekstra kulikuler yang dilaksanakan di luar jam aktif belajar mulai dari sore hari pukul 15:30 WITA hingga malam hari pkul 22:00 WITA. Diantara beberapa program ekstrakulikuler tersebut antara lain: a. Takhassus kitab kuning Kegitatan ekstrakulikuler yang dilakukan dalam takhassus ini adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengembangakan skill membaca kitab kuning secara khusus. disamping memperdalam kemampuan memahami tata bahasa arab melalui pembelajaran nahwu dan sharaf, Kegiatan ini juga menjadi sarana untuk belajar mengakses informasi yang menggunakan bahasa arab terutama pengetahuan tentang agama ( khususnya al-qur’an dan hadis) demikian juga materi-materi dasar fiqih dan ushul fiqh dari kitab-kitab para ulama. Diantara kitab-kitab yang digunakan antara lain : pertama, kitab tafsi@r al- jala@lain, al-az{kar al-nawawy di bidang hadits, fathal-qarib dan fathal-mu‘in di bidang fikih, mabadi’ al-awaliyyah di bidang ushul dan khusus di bidang nahwu dan sharaf menggunakan kitab dasar al-ajrumiyyah dan qawa@idal-amtsilahal-tas{rifiyyah. Kitab- kitab tersebut adalah kitab-kitab dasar yang sama dengan kitab-kitab yang sering digunakan di pesantren pada umumnya.95 Upaya mengoptimalkan peminaan takhassus di MA Muallimin ini pada dasarnya merupakan salah satu bentuk implementasi dari orientasi pengembangan aspek bahasa asing sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam kegiatan tkahassus ini juga tidak hanya dilakukan proses pembelajaran (ta‘li@m), tetapi juga ada proses pembiasaan mengakses pelbagai sumber-sumber pelajaran yang menggunakan bahasa arab. Selain itu, upaya pembiasaan komunikasi dengan bahasa arab dilakukan dalam kegiatan ini tujuannya adalah menciptakan lingkungan berbahasa arab (bi’ah lughawiyyah). Pembiasaan (habitus) dalam menciptakan lingkungan kebahasaan (bi’ah lughawiyah) ini juga nampak dari aktifitas pembelajaran dalam tkhassus ini. dengan dipandu oleh seorang ustadz (guru) mereka berlatih berdiskusi dengan bahasa arab, berlatih membuat kalimat-kalimat yang baik dan benar sesuai dengan tata bahasa

94Jack Mezirow, Transformative Dimension of Adult Learning,( San Fransisco: Jossey-Bass Publisher, 1991) h.88 95Ahmad Syamsu Rizal, Transformasi Corak Edukasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren: dari Pola Tradisi ke Pola Modern, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta'lim Vol.9 No.2 (2011) h.95-112 106 arab, latihan percakapan (muha@datsah), permainan kebahasaan bahkan debat menggunakan bahasa arab. Upaya ini tentu membuahkan hasil yang cukup signifikan terhadap prestasi kebahasaan santri di madrasahMuallimin NW Pancor. Hal itu dapat dilihat dari prestasi madrasah Muallimin yang cukup menonjol dalam kompetisi tahunan yang di selenggarakan khususnya di lingkungan Yayasan Pondok Pesantren Darun Nahdlatain.96Dalam memperingati dzikrol hauliyah dan hultah NWDI97tiap tahunnya di lingkungan pendidikan Darun Nahdlatain NW Pancor dilaksanakan kompetisi tahunan antar lembaga pendidikan Islam yang diikuti oleh seluruh lembaga pendidikan NW di pulau Lombok. Di antara cabang kompetisi yang ada antara lain adalah olimpiade bahasa arab, membaca kitab kuning (qira’atul kutub), dan juga debat bahasa arab.

Gambar 4.2

Gambar: Dokumentasi kegiatan Takhassus MA Muallimin NW Pancor

Prestasi lain yang ditorehkan oleh salah seorang santri MA Muallimin adalah sebagai juara 1 lomba penulisan esai berbahasa arab yang digelar sebagai ajang kreatifitas santri di lingkungan Nahdlatul Wathan yang terangkum dalam tema kegiatan “Pena Kebangsaan”. Tema esai ini sendiri bertajuk “sha@buna@sha@bun Indu@nisiyyun: Tajribah wa al-amal “ (bangsa kita adalah bangsa Indonesia: pengalaman dan harapan).

96 Data lampiran prestasi akademik dan non akademik santri MA Muallimin NW Pancor diakses dari Biro Akademik MA Muallimin NW Pancor pada tanggal 15 Januari 2019. Dapat diakses online : http://www.mamualliminnwpancor.sch.id/ 97 Kegiatn tahunan untuk memperingati berdirinya Madrasah NWDI sebagai madrasah Nahdlatul Wathan yang pertama. 107

b. Program Sekolah Sehat Program sekolah sehat ini merupakan salah satu wacana program yang dikembangkan untuk mengoptimalkan peran UKS usaha kesehatan sekolah di MA Muallimin NW Pancor. Secara garis besar ada tiga hal yang menjadi sasaran UKS di madrasah yaitu: Pertama, pendidikan kesehatan, pendidikan kesehatan ini merupakan salah satu program pokok yang dilaksanakan dalam bentuk bimbingan atau tuntunan serta pembelajaran bagi peserta didik agar menyadari pentingnya kesehatan diri baik jasmani maupun rohani, memiliki pengetahuan dan sikap yang positif terhadap pola hidup bersih dan sehat, memiliki kesadaran akan pentingnya memahami perkembangan fisik (pertumbuhan) mulai dari tinggi badan serta berat badan dan lain sebagainya. Dalam implementasinya program ini dilaksanakan dalam bentuk kegiatan pelatihan-pelatihan seperti pelatihan P3K dan lain sebagainya seperti seminar atau workshop yang menghadirkan para ahli kesehatan di madrasah untuk memberikan materi-materi kesehatan dasar yang harus diketahui oleh peserta didik. Kedua, pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini adalah program lanjutan dari program pendidikan kesehatan. Setelah peserta didik diberikan pemahaman tentang pentingnya kesehatan dan perlunya memiliki kesadaran terhadap pola hidup sehat maka upaya selanjutnya adalah dengan menjamin pelayanan kesehatan dimadrasah berjalan dengan baik. Untuk mengoptimalkan hal tersebut madrasah menjalin kerja sama dengan pihak puskesmas Denggen untuk mengikut sertakan seorang tenaga medis dari puskesmas tersebut agar tetap berada di madrasah setiap harinya sebagai unit tenaga kependidikan. Upaya tersebut tentu meberikan dampak yang positif khususnya dalam hal peningkatan layanan kesehatan santri. Sebagaimana yang diungkapkan kepala madrasah bahwa pelayanan kesehatan ini disamping untuk mengukur dan mengidentifikasi gejala gejala tertentu yang memungkinan terjadi pada peserta didik hal lain yang juga paling penting adalah membiasakan pola hidup sehat bagi para santri agar secara rutin memiliki kesadaran untuk melakukan cek kesehatan.98 Untuk menunjang tercapainya pelayanan kesehatan secara maksimal maka sarana dan prasarana unit kesehatan madrasah disediakan dalam kondisi yang cukup memadai. Mulai dari ruang UKS lengkap dengan alat perlengkapan kesehatan, demikian pula kantor khusus untuk tenaga medis yang standby di lingkungan madrasah. Sehingga secara berkala dan teratur pelayanan kesehatan di madrasah berjalan dengan baik mulai dari tes kesehatan yang bertajuk “penjaringan kesehatan”. Mulai dari pelayanan untuk mencegah penyakit (imunisasi) cek golongan darah, termasuk pula kegiatan donor darah.99 Dalam hal kegiatan donor darah nampaknya kegiatan ini mendapat respon yang baik di lingkungan MA Muallimin NW Pancor. Sikap sadar pentingnya kesahatan dan juga pentingnya membantu orang lain berimplikasi pada suksesnya kegiatan tersebut. Kegiatan ini dimotori UKS berkerjasama dengan Unit Transfusi Darah PMI Cabang Lombok Timur berjalan lancar dan sukses dengan perolehan 55

98 Wawancara, Kepala Madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 99 Wawancara, Kepala Madrasah pada tanggal 13 Januari 2019 108 kantong darah.100Donor darah merupakan kegiatan yang memberikan dampak sangat positif bagi orang banyak karena setetes darah akan menyelamatkan hidup orang lain.

Gambar 4.3

Gambar: dokumentasi kegiatan donor darah di MA Muallimin NW Pancor

Ketiga, pembinaan lingkungan sekolah sehat. Salah satu kegiatan yang yang dilakukan madrasah dalam melakukan pembinaan lingkungan sekolah sehat dilaksanaan melalui kegiatan yang bertajuk “public cleaning”{ yang diikuti oleh seluruh civitas madrasah mulai dari kepala madrasah, guru, tata usaha dan seluruh santri. Kegiatan public cleaning ini dilakukan pada akhir pekan secara berkala untuk bersama-sama membersihkan lingkungan madrasah mulai dari halaman madrasah, jalan-jalan sekitar lingkungan madrasah, dan semua sarana dan prasarana yang dimiliki madrasah. Dalam kegiatan ini pula dilaksanakan penataan taman, apotik hidup, serta melakukan penghijauan di area sekitar. Hal yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut adalah ada upaya mengajak santri dan lingkungan serta masyarakat untuk menumbuhkan “conciousness” atau kesadaran pentingnya budaya hidup bersih dan sehat bagi diri sendiri, lingkungan serta masyarakat.101Menurut kepala madrasah, yang terpenting adalah membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai dalah satu upaya diadakan peningkatkan kualitas kesehatan masyarakat pada umumnya dan peserta didik khususnya.102

100 Muallimin mendapat penghargaan sebagai instansi peraih donor darah terbanyak di kabupaten Lombok timur. Lihat foto dokumentasi kegiatan santri MA Muallimin NW Pancor. Akses KABAG TU MA Muallimin NW Panor tanggal 15 Januari 2019. Ases online: http://www.mamualliminnwpancor.sch.id/ 101 Wawancara, Kepala Madrasah 13 Januari 2019 102 Wawancara, Kepala Madrasah 13 Januari 2019 109

c. Musik dan Kesenian Kegiatan ekstrakulikuler lainnya yang penting dalam mengasah keterampilan santri di MA Muallimin NW Pancor adalah pembinaan seni dan musik. Pembinaan seni dalam hal ini berkaitan dengan pelatihan menulis dengan khat arab yang indah (kaligrafi), sedangkan pelatihan di bidang musik dipraktekkan dalam bentuk pelatihan drumban dan hadrah.103 Kegiatan ini merupakan kegiatan ekstra kulikuler yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan santri yang memiliki bakat dan minat dibidang seni dan musik.104 Madrasah Muallimin menghadirkan pelatih professional seperti pelatihan penulisan khat indah (kaligrafi) yang dilatih oleh tulla@b105 Ma’had Darul Qur’an Wal Hadis (MDQH) NW Pancor yang telah memiliki prestasi di bidang tersebut. Beberapa kegiatan pelatihan musik dan kesenian di madrasah yang dilaksankan antara lain : pertama, pelatihan musik-musik islami dengan membentuk tim hadrah. Tim hadrah ini yang sering kali tampil dalam beberapa kegiatan keagamaan di lingkungan Nahdlatul Wathan. Kedua, pelatihan teater dan drama yang dilaksanakan di sanggar kesenian yang disediakan di madrasah. Ketiga, Pelatihan kaligrafi dasar dengan belajar menulis khat arab yang baik serta praktik-praktik pembuatan kaligrafi yang indah untuk di tampilkan di lingkungan madrasah. Pemberian pelatihan di bidang seni dan musik ini pada dasarnya merupakan upaya madrasah untuk menumbuhkan kemampuan, bakat, minat serta kreatifitas, santri dalam hal tersebut. Maka dari itu, madrasah melakukan pelatihan-pelatihan tersebut dengan mempertimbangakan bahwa seni (art) dan musik merupakan aspek yang penting untuk dimiliki santri khususnya santri Muallimin NW Pancor. Tujuan lain yang diharapkan oleeh madrasah lebih lanjut adalah melatih santri agar dapat menampilkan pelbagai hasil karya, dan kreatifitasnya baik ditingkat lokal,regional, maupun global.

103Sams, Jeniffer & Sams, Doreen. 2017. Arts Education as a Vehicle for Social Change: An Empirical Study of Eco Arts in the K-12 Classroom. Australian Journal of Environmental Education 33 (2): 61–80. doi:10.1017/aee.2017.15. 104 Dokumentasi kegiatan santri MA Muallimin. Akses KABAG TU MA Muallimin NW Pancor, 15 Januari 2019 105Tullab adalah istilah yang dipakai untuk menyebutkan santri yang masuk di Ma’had. MDQH NW Pancor adalah salah satu lembaga pendidikan tinggi non formal di lingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darun Nahdlatain Nahdlatul Wathan Pancor. Lihat dokumen data rekapitulasi lembaga dan santri YPH PPD NW. akses Biro akademik pada tanggal 18 maret 2019 110

Gambar 4.4

Gambar: dokumentasi kegiatan shalawatan yang diisi dengan penampilan tim hadrah MA Muallimin NW Pancor.106

Untuk mendukung hal tersebut, madrasah menggabungkan pelatihan- pelatihan tersebut dengan beberapa aspek lain yang misalnya dengan pengenalan sarana pembuatan video (yang dilengkapi dalam pengembangan sarana dan prasarana), pelatihan video editing dan lain sebagainya. Aspek tersebut adalah aspek yang sangat dibutuhkan untuk menampilkan pelbagai hasil kreatifitas secara global. Skill ini dalam perspektif sosilogis dapat bernilai ekonomis terutama bagi generasi terdidik di masa depan. Madrasah Muallimin tidak menafikan bahwa socio-ekonomic development di era saat ini membutuhkan skill teknologi computer seperti video editing, pembuatan vlog dan website. Untuk menampilkan karya seni kita secara global di era saat ini sangat mudah dan hanya butuh media online seperti facebook,instagram dan yang paling popular yaitu youtube. Demam youtube yang terjadi memungkinkan setiap orang dapat berkompetisi untuk memenangkan algoritma ekonomi online tersebut. Fenomena banyaknya artis yang meninggalkan dunia TV untuk fokus mengelola vlog pribadi ini menjadi satu fakta yang tak terbantahkan bahwa secara ekonomi (pendapatan) mengelola chanel pribadi memililki penghasilan yang cukup besar. Kondisi tersebut memungkinkan setiap orang untuk mampu aktif berkreasi dan berinovasi secara kompetitif tanpa mengenal latar belakang sosial individu tersebut. Kuncinya adalah penguasaan teknologi disamping kreatifitas untuk menciptakan ide- ide inovatif.

106 Dokumentasi kegiatan santri MA Muallimin. Akses KABAG TU MA Muallimin NW Pancor, 15 Januari 2019 111

d. Bimbingan Menulis Karya Ilmiah Bimbingan menulis karya ilmiah di MA Muallimin merupakan keberlanjutan dari beberapa program kegiatan ekstra kulikuler yang lain. kegiatan ini sifatnya terbuka bagi seluruh santri di MA Muallimin yang ingin mengembangkan keterampilan, kreatifitas, serta kemampuan kognitif. Kegiatan ini bertujuan untuk membiasakan santri agar bertindak dan berfikir secara ilmiah. Kegiatan ini dilaksanakan seminggu sekali dan berlangsung selama 1 jam yaitu pukul 15:00-16:00 WITA yang bertempat di perpustakaan madrasah. Dalam pelaksanaannya kegiatan ini dibimbing oleh seorang guru dan bersinergi dengan tim duta baca madrasah. Tim duta baca madrasah tersebut merupakan tim yang dibentuk dari anggota OSIM (organisasi santri intera madrasah) untuk mengajak setiap orang di lingkungan madrasah agar ikut membaca. Dengan mengoptimalkan kegiatan bimbingan penulisan karya ilmiah bagi santri di MA Muallimin maka setiap aspek yang lain yang menunjang perubahan di lingkungan madrasah akan terlaksana. Membiasakan santri dalam mengakses informasi dari media massa, dari buku-buku yang disediakan oleh perpustakaan madrasah, mampu memberikan kesadaran bagi santri mengenai pentingnya mengetahui informasi serta isu-isu penting yang terjadi. Selain itu, sebagai bentuk implementasi dari pendidikan literasi sebagaimana yang diuraikan sebelumnya , kegiatan pembimbingan menulis karya ilmiyah di madrasah

Gambar 4. 5

Gambar: kegiatan workshop santri MA Muallimin NW Pancor dengan tema “Globalisasi”.

112

D. Kritik pendidikan dan Perubahan sosial Ide modernisasi dan transformasi lembaga pendidikan Islam khususnya di Indonesia menurut Azyumardi Azra merupakan wujud sistem pendidikan yang konvensional. Hal ini terjadi terutama pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada dibawah ormas-ormas Islam yang mengelola lembaga pendidikan seperti madrasah dan sekolah-sekolah Islam lainnya dengan sebuah sistem pendidikan yang tebentuk dari orientasi ideologis-normatif. Lembaga-lembaga pendidikan yang bernaung dibawah ormas-ormas islam yang terkemuka di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan lain sebagainya menjalankan sebuah sistem pendidikan yang tiada lain untuk memperpanjang pemikiran dan gerakan Islam organisasi tersebut. Tak terkecuali dengan lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan. Oleh sebab itu persaingan dalam memperbaiki mutu pendidikan dan transformasi lembaga pendidikan menjadi target yang terus diupayakan. Mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam tradisional hanya akan memperpanjanag nestapa ketidak berdayaan kaum musliminn dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern. Konsep kemajuan dan kualitas tersebut dalam konteks pengembangan sistem pendidikan Islam dimaknai sebagai sebuah keharusan. Di sisi lain, persoalan mutu pendidikan yang dimaknai secara dinamis memungkinkan lembaga pendidikan Islam menghadapi persoalan yang lebih serius. Persoalan pencapaian mutu seringkali hanya dibebankan kepada lembaga pendidikan secara otonom. Padahal secara makro Nahdlatul Wathan memiliki konsep pemikiran pembangunan yang ideal pada tataran ideologis namun belum terealisasi dalam tatanan praksis. Nahdlatul Wathan sebagai salah satu ormas Islam yang diperhitungkan bersama Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Perti, Wasliyah dan lain lain telah melintasi zaman dan menghadapi zaman baru. Oleh karena itu Nahdlatul Wathan membutuhkan tenaga-tenaga baru yang mampu berdiaspora dengan peluang dan tantangan perubahan yang baru sembari memperkuat misi ideal pendirinya dengan semangat yang baru pula. Selain itu khusus dalam konteks pendidikan Nahdlatul Wathan pemangku kebijakan tertinggi dalam sebuah organisasi mesti memiliki komunikasi yang kuat dan prosedur jelas dan memiliki kesatuan visi dalam menjalankan konsep pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan sosial masyarat.107 Dinamika pendidik\an nasional mesti disambut dengan pemikiran kreatif dan inovatif tidak hanya bagi pelaksana pendidikan di lingkungan madrasah tetapi juga para pemangku kebijakan yang memiliki otoritas yang lebih besar di dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Para pemangku kebijakan pendidikan dalam organisasi Nahdlatul Wathan haruslah manusia yang visioner. Nahdlatul Wathan tidak boleh terperangkap dalam hegemoni sejarah sehingga menanggalkan sisi inovasi dan kreatifitas.

107Abdullah Khusairi,Organisasi Massa Islam Awal Abad 20: Telaah Terhadap perjalanan Gerakan , Jurnal Hikmah: Vol 13, No. 2 (Desember 2019) h. 241- 257 113

Citra Nahdlatul Wathan sebagai ormas Islam sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas lembaga pendidikan yang dikelolanya. Pendidikan NW merupakan salah satu aset yang paling berharga bagi NW, dan bagi umat sehingga harus tetap dijaga dan di tingkatkan kualitasnya. Jika NW ingin mempertahankan citranya sebagai basis pergerakan ummat maka kualitas pendidikan mestinya terus menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Program Pengembangan pendidikan di lingkungan nahdlatul wathan tidak hanya dilakukan pada aspek pembangunan fisik tetapi juga harus didukung dengan pembangunan non fisik terutama sistem dan fungsi-fungsi pendidikan yang secara langsung memiliki pengaruh terhadap peningkatann kualitas output lembaga pendidikan tersebut di tengah pergulatan dan persaingan global.

114

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkian hasil penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa gagasan perubahan sosial dalam lembaga pendidikan Islam khususnya MA Muallimin NW Pancor menjadi sebuah basis pengembangan dan pengelolaannya. Wacana perubahan sosoial yang masuk dalam ranah pendidikan ini diimplementasikan dalam bentuk pengelolaan lembaga pendidikan yang berbasis kebutuhan individu sebagai modal sosial. Gagasaan perubahan sosial di MA Muallimin NW Pancor ini ditunjukkan dengan uapayanya dalam memperbaiki kualitas kelembagan mulai dari sarana dan prasarana, input, serta outputnya disamping mengoptimlkan kinerja seluruh stakeholder di lingkungan madrasah. Tujuan utamanya adalah mewujudkan perubahan pada individu agar siap menghadapi tantangan perubahan sosial di tengah masyarakat secara kompetitif yang mengedapankan aspek teknologi dan informasi, kemajuan ekonomi dan perubahan-perubahan kultural yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Perubahan sosial di MA Muallimin NW Pancor diimplementasikan dalam praksis pendidikan menyangkut perubahan secara langsung baik secara personal terhadap peserta didik maupun wacana perubahan societal. Hal ini menjadi jelas dengan melihat MA Muallimin menyusun kebijakan, melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dan praktik pendidikan (pembelajaran dan pelatihan) secara optimal yang berbasis pada perubahan personal (peserta didik) maupun perubahan sosial sebagai sebuah agenda madrasah guna memposisikan diri sebagai enginer perubahan dan tantangan yang dihadapi masyarakat. Gerak perubahan yang diinginkan madrasah diperkuat dengan beberapa hal: Pertama, mengembangkan rumusan kegiatan belajar yang dihadirkan dalam bentuk kebijakan madrasah di mana hal itu secara subyektif mengedepankan aspek kebutuhan individu yang paling mendasar seperti kebutuhan terhadap kemampuan dasar (basic skill) seperti komunikasi, literasi serta teknologi. Kedua, mengoptimalkan fungsi-fungsi manajemen sehingga rumusan tujuan perubahan yang telah disusun dapat tercapai secara maksimal. Hal ini menjadi lebih memadai dengan peran pemimpin lembaga pendidikan yang mampu bersinergi dengan semua stakeholder di lingkungan untuk mencapai perubahan menuju keadaan dan hasil yang lebih baik. Ketiga, Paktik pembelajaran yang dilaksanakan berorientasi langsung terhadap perubahan personal yang memungkinkan peserta didik memahami dinamika perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Memberikan pemahaman pentingnya belajar tentang hidup sehat, mencintai lingkungan dan berperilaku positif sehingga secara lebih luas menciptakan perubahan yang dimulai dari ruang lingku mikro

115 didalam kelas, me\zzo di lingkungan madrasah bahkan mampu berdiaspora dengan kehidupan sosial masyarakat di luar lembaga secara kompetitif dengan modal sosial yang telah diberikan di lingkungan madrasah. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini penulis merekomendasikan beberapa hal yang penting untuk ulas di antaranya : Pertama, mengingat pengembangan lembaga pendidikan yang terus menerus dilakukan sangat beragam maka para penggiat pendidikan, pemangku kebijakan dan pengelola pendidikan hendaknya memperkuat gagasan perubahan sosial dalam setiap program dan kegitan pendidikan yang dilaksanakan. Diskursus perubahan sosial dalam dunia pendidikan hendaknya mendapat tempat yang strategis karena hal tersebut sejalan dengan cita-cita pendidikan dan pembangunan bangsa. Kedua, diskursus perubahan sosial nampaknya sangat jarang diungkap mengingat kerangka perubahan sosial sangat general untuk diulas. Penelitian ini pun belum mampu menghadirkan studi yang lebih komprehensif terutama pada masalah pengukuran secara lengkap sejauh mana sebuah lembaga pendidikan telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan sosial. Untuk mengungkap hal itu maka penulis merekomendasikan agar para pakar dan penggiat pendidikan dapat menghadirkan sebuah analisis komprehensif yang dapat mengungkap sejauh mana peran lembaga-lembaga pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif telah berhasil menjadi agen perubahan sosial.

116

DAFTAR PUSTAKA Jurnal dan Buku

A Gary Dworkin.dkk, The sociology of education, Jurnal Sociopedia.isa, Vol.4 no.1 (2013) DOI: 10.1177/2056846013122 A. S. Md. Sohel Uz-Zaman, Umana Anjalin, Implementing Total Quality Management in Education: Compatibility and Challenges, Open Journal of Social Sciences, Vol. 3 no. 1 (September)2016, h. 207-217. akses online: DOI: 10.4236/jss.2016.411017 A.H. Halsey, Education and Social Selection:Power and Ideology in Education (London: Oxford University Press, 1977) A.S. Arul Lawrence, School Environment and Academic Achievement Of Standard Ix Students , Journal of Educational and Instructional Studiesin The World,Vol.2, No. 3 (August 2012) h. 210-215,ISSN: 2146-7463 Abd Hayyi Nu’man dan Sahafari Ays'ari, Nahdlatul Wathan: Organisasi Pendidikan, Sosial, dan Dakwah (Lombok: Toko Buku Kita, 1988), Abdul Fattah.dkk, dari Nahdlatul Wathan untuk Indonesia: Perjuangan TGKH> Muhammad Zainuddin Abdul Majid (1908-1997), (NTB: Dinas Sosial NTB, 2017) A. Abd. Syakur, Islam dan Kebudayaan Sasak: Studi tentang Akulturasi Nilai-Nilai Islam Kedalam Kebudayaan Sasak (Yogyakarta : 2002) DOI : 10.14421/jpi.2017.62.331-348 Abdul Ghoni, Pemikiran Pendidikan Naquib al-Attas Dalam Pendidikan Islam Kontemporer, Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan,Keilmuan dan Teknologi, Vol. 3, No. 1, (Maret 2017) Abdul Halik, Paradigma Pendidikan Islam dalam Transformasi Sistem Kepercayaan Tradisional, Jurnal Studi Pendidikan, Vol. 14, No.2, (Juli-Desember 2016) Abdul Haris Rasyidi,Upaya Memperkokoh Landasan Filosofis Pendidikan Agama Islam,Jurnal Edukasi, Volume 05, Nomor 01, Juni 2017 Abdullah Khusairi,Organisasi Massa Islam Awal Abad 20: Telaah Terhadapperjalanan Gerakan Sarekat Islam , Jurnal Hikmah: Vol 13, No. 2 (Desember 2019) h. 241-257 Abu Ahmad Najieh, Terjemah Maulid Al-Barzanji (Surabaya:Grafika, 2009) Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Edisi Ke-Empat (Jakarta: Kencana, 2012) Adam Rohimun, al Taghyi

117

Aguk Irawan MN, Akar Sejarah Etika Pesantren di Nusantara: Dari era Sriwijaya sampaiPesantren Tebu Ireng dan Ploso (Jakarta: Pustaka Iiman, 2018 ) Ahidul Asror, Dakwah Transformatif Lembaga Pesantren dalamMenghadapi Tantangan Kontemporer, Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 (Tahun 2014), Ahmad Amir Aziz, Islam Sasak: Pola Keberagamaan Komunitas Islam Lokal di Lombok,Jurnal Millah, Vol.8 No.2 (Februari 2009) Ahmad Amir Aziz, Islam Sasak: Pola Keberagamaan Komunitas Islam Lokal di Lombok, Jurnal Millah, Vol.8 No.2 (Februari 2009) Ahmad Qodri Abdillah Azizy,Change management dalam reformasi birokrasi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2007) Ahmad Syamsu Rizal, Transformasi Corak Edukasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren: dari Pola Tradisi ke Pola Modern, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta'lim Vol.9 No.2 (2011) Ahmad Syamsu Rizal, Transformasi Corak Edukasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren: dari Pola Tradisi ke Pola Modern, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta'lim Vol.9 No.2 (2011) Alfred Russell Wallace and Tony Whitten, The Malay Archipelago (NewYork:CosimoClassicss,2007) Al-Rashed Al-Hussain Mohammed Al-Hussein Banna, al-Tarbiya wa al-Manahij wa dauruhum fi al-tagyir al-ijtima'i wa al-tsaqafy, Vol. 1, No. 14 (2018) Amin Nasi,Dinamika Pengembangan Sistem Pendidikan: Kerangka Dasar Potensi Anak Usia Dini, Jurnal Thufula Vol. 2, No. 2, (Juli-Desember 2014) Ana Mouraz. Caelinda Leite, Putting Knowledge in Context: Curriculum Contextualization in history classes, Transformative Dialogues: Teaching and Learning journal, Vol.6 No. 3 (April 2013) Andi Rasyid Pananrangi, Manajemen Pendidikan (Makassar: Celebes Media Perkaasa, 2017) Ann Dale and Lenore Newman, Sustainable development, education and literacy, International Journal of Sustainability in Higher Education Vol. 6 No. 4, (2005) Ari Antikainen.dkk, Contemporary Themes in The Sociology of Education,International Journal of Contemporary Sociology vol. 48, No.1,(2011) Arief Efendi, Peran Strategis Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia, El- Tarbawi Jurnal Pendidikan Islam, No. 1, Vol. 1. (2008) Arif Santoso and Sari Lestari, (2019), “The Roles of Technology Literacy and Technology Integration to Improve Students’ Teaching Competencies” in International Conference on Economics, Education, Business and

118

Accounting, KnE Social Sciences, (2019) h. 243–256. DOI 10.18502/kss.v3i11.4010 Armai Arief, Refomulasi Pendidikan Islam, (Ciputat: CRSD Press, 2007) Arsip salinan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) No.1, Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ashadi, Nahdlatul Wathan dalam Gerakan Islam di Nusantara: Studi atas Pemikiran dan Model Dakwah Tuan Guru Muhammad Zainuddin Abdul Majid di Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, Thesis UIN Maulana Malik Ibrahim, 2019 Athriyana Santye Pattiwael, Addressing 21st Century Communication Skills: Some Emerging Issues from Eil Pedagogy & Intercultural Communicative Competence, IJEE (Indonesian Journal of English Education), Vol. 3, No.2, (2016) awasn Al-husseiniaand Ibrahim Elbeltagi, Evaluating the effect of ransformational leadership on knowledge sharing using structural equation modelling: the caseof Iraqi higher education, International Journal of Leadership in Education,Vol. 21, No. 4, (2018) akses online https://doi.org/10.1080/13603124.2016.1142119 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke XVII&XVIII: Akar Pembaharuan Islam di Indonesia Edisi Perenial(Jakarta: Kencana, 2013) Azyumardi Azra, Pendidiikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Taantangan milenium III, cet. II|(Jakarta: Kencana Prenada Grup, 2014) Badan Pusat Statistik Lombok Timur, Kabupaten Lombok Timur dalam Angka: LombokTimur Regency in Figures 2019, (Lombok Timur, BPS, 2019) Badan Pusat Statistik Lombok Timur, Kabupaten Lombok Timur dalam Angka: Lombok Timur Regency in Figures 2019, (Lombok Timur, BPS, 2019) Badan Pusat Statistik, Kajian Indikator Sustainable Development Goals (SDGs),(Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2014) Bernard. M. Bass and Ronald E.Riggio, Transformational Leadership. 2nd.ed (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 2006) Binti Maunah,Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan, Jurnal Ta’allum, Vol. 03, No. 01, (Juni 2015) BPS, Kabupaten Lombok Timur dalam Angka: Lombok TimurRegency in Figures 2016, (Lombok Timur, BPS, 2016) h.13. ISSN : 0215 – 6059 Bronislaw Malinowski, A Scientific Theory of Culture and Other Essays (New York: Oxford University Press, 1960)

119

Burhanudin, Nahdlatul Wathan dan Perubahan Sosial, Cet. II, (Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian masyarakat P3M, 2007), Charlene Tan, Reforms in Islamic Education: International Perspectives, (NewYork, Bloomsbury Publishing, 2014) ISBN: HB: 978-1-4411-0134-1 Charles L. Harper, Kevin T. Leicht, Exploring Social Change: America and the World, 6th edition(London and New York: Routledge, 2016) Christopher Bjork, Educational reform, Academic Intensity and Educational Opportunity in Japan. dalam Emily Hannum, Globalization, Changing Demographics, and Educational Challenges in East Asia,Research in Socioogy of Education Vol.17, (UK:Emerald Group Publishing Limited, 2010) Clifford Geertz, The Javanese Kijaji : The Changing Role of a Cultural Brocker, Comparative Studies in Society and History 2 (Januari 1960) Crain Soudien, Nelson Mandela: Comparative Perspectives of His Significance for Education, Vol.42 ( Rotterdam: Sanse Publisher, 2017) Daniel Suryadarma, The Muslim Disparity in Education Attainment:Explanations from Indonesia,paper: Crawford School of Economics and Government Australian National University (2010) David Zaret, Calvin, Covenant Theology, and the Weber Thesis:The BritishJournal of Sociology, Vol. 43, No. 3 (Sep., 1992), Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, cet. 5, (Jakarta:LP3S, 1995) Deborah Brandt,Literacy in American Lives (NewYork: Cambridge University Press,2004) h.212 Dietrich Jung, Muslim History and Sosial Theory : Global Theory of Modenity (UK: This Palgrave Macmillan, 2017) Douglas Bourn, Teachers as Agents of Social Change, International Journal of Development Education and Global Learning, Vol.7, No.3, (2016) Douglas Bourn, Teachers as agents ofsocial change, International Journal of Development Education and Global Learning, Vol.7, No.3,(2016), Edmore Mutekwe, The impact of technology on social change: a sociological perspective,Journal of Gender and Development, Vol. 2 No.11 (November, 2012) Eka Srimulyani, Islamic Schooling in Aceh, Studia Islamika, Vol. 20, No. 3 (2013) Eleanor Bernert Sheldon, Wilbert E. Moore, Indicators of Social Change: Concepts and Measurements (New York: Russell Sage Foundation, 1968) Erni Budiwanti, Islam Sasak: Wetu Telu versus Islam Waktu Lima (Yogyakarta: LKiS, 2000)

120

Esther Cameron and Mike Green, Making Sense Of Change Management: A Complate Guide to Models, Tools and Techniques of Organizational Change, 3rd Edition (London: Kogan Page, 2012) Etta Hollins, Teacher Preparation For Quality Teaching. Journal of Teacher Education, Vol 62. (2011) 395-407. 10.1177/0022487111409415> Fahrurrozi Dahlan, Tuan Guru : Eksistensi dan Tantangan Peran dalam Transformasi Masyarakat, (Jakarta, Sanabil 2015) Fahrurrozi, Budaya Pesantren di Pulau Seribu Masjid, Lombok, Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol.23 No.2 (Desember 2015) Fahrurrozi,Sosiologi Pesantren: Dialetika Tradisi Keilmuan Pesantren dalam Merespon Dinamika Masyarakat (Potret Pesantren di Lombok Nusa Tenggara Barat), (Mataram: IAIN Mataram,2016) h.109 Fahrurrozi,Tgh. Abdul Gafur: Involvement inThe Network of Ulama Sasak in The Period 1754-1904, Jurnal Al-Qalam Vol. 22 No.1 (Juni 2016) Faizah, Pergulatan Teologi Salafi dalam Mainstream Keberagamaan Masyarakat Sasak, Ulumuna Jurnal Studi Keislaman, Volume 16 Nomor 2 (Desember 2012) Farish A. Noor, Yoginder Sikand, Martin van Bruinessen, The Madrasa in Asia: Political Activism and Transnational LinkageThe Madrasa in Asia: Political Activism and Transnational Linkage, (Amsterdam : Amsterdam University press, 2008) Farish A. Noor. Yoginder Sikand, Martin Van Bruinessen, The Madrasa In Asia: Political Activism and Trans National Linkage (Amsterdam: Amsterdam University press: 2008) Fathurrahman mukhtar, Telaah terhadap Pemikiran TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Jurnal Penelitian Keislaman Vol.1 No.2 (Juni 2005) Fery Kurniawan, dkk, Patterns of Landscape Change on Small Islands: A Case of Gili Matra Islands, Marine Tourism Park, Indonesia, Journal Procedia: Sosial and Behavioral Sciences No. 277 (2016) Firdaus Wajdi, Globalization And Transnational Islamic Education:The Role of Turkish Muslim Diaspora In Indonesian Islam, Jurnal Adabiyah. Vol. 18 No. 2 (2018) Francesca Farioli, Michela Mayer,Learning for An Unpredictable Future: What Competencesfor Educators, X Congreso Internacional Sobre Investigación En Didáctica De Las Ciencias, (5-8 September 2017) George Ritzer, Sociological Theory, 8th Edition (New York: McGraw-Hill,2011 Giuseppe Feola, Societal transformation in response to global environmental change: A review of emerging concepts, Ambio Journal, Vol. 44 No.5 (September 2015) DOI 10.1007/s13280-014-0582-z

121

H. Moh Baidlawi, Modernisasi pendidikan: Telaah Atas Pembaharuan Pendidikan di Pesaantren, Jurnal Tadris, Vol.1 No.2 (2006) H. Muhtadi,Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Ibn Miskawaih, Jurnal Sumbula: Volume 1, Nomor 1, (Januari-Juni 2016) H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), ------, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik Transformatif untuk Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) Hafidh Aziz, Revitalisasi Madrasah Sebagai Lembaga Tafaqquh fii al-diin,Jurnal An Nûr, Vol.7 No.1 (Juni 2015) Haixin Liu and Guiquan Li, Linking Transformational Leadership and Knowledge Sharing: The Mediating Roles of Perceived Team Goal Commitment and Perceived Team Identification, Leadership and Knowledge Sharing Journal,Vol.9, No.1331 (July2018) Hamruni, Political Education of Madrasah in The Historical Persfective,International Journal of Islamic Educational Research (SKIJIER), Vol.2, No. 02 (2018) Harold Koontz and Heinz Weihrich, Essential of Management (New Delhi: McGraw Hill, 2009) Henry Fayol in V.S. Bagad, Principles of Management, 3rd Ed. (India: Technical Publication Pune, 2009) Herman, Sejarah Pesantren di Indonesia, Jurnal al-Ta'dib, Vol.6 No.2 (Juli-Desember 2013 Husain Salilul Akareem & Syed Shahadat Hossain, Determinants of education quality: what makes students perception different,Journal of Open Review of Educational Research, Vol. 3, No.1, (2016) Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia(Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2005) I.G. Paliy. T.V. Plotnikova. L.L. Shtofer. I.V. Tumaykin, Features of Social and Economic Transformations in the Globalization Era, European Research Studies, Vol. 20, No. 1, (2017) Ibrahim Hashim and Misnan Jemali, Key Aspects of Current Educational Reforms in IslamicEducational Schools, Jurnal GJAT, Vol.7 No.1 (juni 2017) Ulfah Rahmawati, Pengembangan Kecerdasan Spiritual santri: Studi terhadap Kegiatan Keagamaan di Rumah TahfizQu Deresan Putri Yogyakarta, Jurnal Penelitian, Vol. 10, No. 1, (Februari 2016) Ihsan Dacholfany,Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi:Sebuah Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol.20 No.1 (Januar-Juni 2015) Imam Makruf: Leadership Model in Integrated Islamic Educational Institutions

122

Irwan Fitriani, Kontestasi Konsepsi Religius dan Ritualitas Islam Pribumi Versus Islam Salafi di Sasak Lombok,Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol.5, No.2 (Desember 2015) Ismail Suardi Wekke & Mat Busri, Kepemimpinan transformatif pendidikan Islam: Gontor, Kemodernan, dan Pembelajaran Bahasa (Yogyakarta:Deepublish,2016) Jack Mezirow, Transformative Dimension of Adult Learning,( San Fransisco: Jossey- Bass Publisher, 1991) Jack Sanger, A Field Research Guide to Observation, Qualitative Studies Series 2 ( London: The Falmer Press, 1996) Jajat Burhanudin. Kees van Dijk, Islam in Indonesia: Contrasting Images and Interpretations, Vol.16 (Amsterdam: Amsterdam Uiversity Press. 2013) Jamaluddin, Keterlibatan Ulama Sasak dalam Jaringan Ulama Pendidikan Periode 1754-1904 ( TGH. Abdul Gafur ), Journal al-Qalam Vol. 22 no. 1 (Juni 2016.) Jamhari Makruf, New Trend in Islamic Education in Indonesia. Studia Islamika, Vol 16. No. 2, (2009) Jamiluddin, Fenomena Sosial Mikro-Makro Nahdlatul Wathan Era Orde Baru, Sangkep: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, Vol. 1, No. 2, (Juli-Desember 2018) p-ISSN: 2654-6612 e-ISSN 2656-0798 Jeanne Ballantine, The Sociology of Education: a Systemic Analisis (NewYork: Routladge,2017) Jemmy Harto,Surau As Education Institutions Of Muslim In Minangkabau : Study The Role Sheikh Burhanuddin Ulakan In Building Education System Of Surau In Minangkabau 1100-1111,Jurnal Tawazun, Vol.9 No. 1 (Juni 2016) Jeremy Kingsley,Tuan Guru, community and conflict in Lombok, Indonesia, P.Hd Thesis Melbourne Law School(The University of Melbourne, 2010) Jerome G. Delaney, Education Policy: Bridging the Divide Between Theory and Practice, 2nd ed. ( Canada: Brush Education, 2017) Jhon R. Schermerhorn.Jr., Introduction to Manajement : International Student Version, (United States: Wiley, 2011) John L. Rury, Education and Social Change: Contours in the History of American Schooling, 4th Edition (London, Routladge Taylor&FrancisGroup, 2013) Joni Rahmat Pramudia, Orientasi Baru Pendidikan:Perlunya Reorientasi Posisi Pendidik dan Peserta Didik, Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, Vol. 3 No.1, Nopember 2006 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Moderen (Jakarta: LP3ES, 1994), Keith Davis and W John Newstrom, Human Behavior at Work : Organizational Behavior, International Editions (New York : McGraw-Hill, 1989)

123

Kemendikbud, Analisis Kinerja Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat, (Jakarta: T.P, 2016) Kevin J. Flint, Nick Peim, Rethinking the Education Improvement Agenda: A Critical Philosophical Approach (NewYork: continuumbooks, 2012) Khirjan Nahdi, Dinamika Pesantren Nahdlatul Wathan dalam Persfekktif \pendidikan, Sosial dan Modal, Jurnal Islamika, Vol. 7, No, 2 (maret 2013) KM. Akhiruddin, Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara,Jurnal Tarbiya Vol.1 No.1 (2015) L Khirjan Nahdi, Dinamika Pesantren Nahdlatul Wathan dalam Persfektif Pendidikan, Sosial dan Modal, Islamica Journal Vol. 7, No.2, (Maret 2013) Lukens-Bull, Ronald. Madrasa by any Other Name: Pondok, pesantren, and islamic schools in Indonesia and LargerSoutheast Asian Region. Journal of Indonesian Islam. Vol. 4. No. 1. (June 2010) M. Haviz, Designing and Developing a New Model of Education Surau and Madrasah Minangkabau Indonesia, Jurnal Pendidikan Islam Vol.6, No.1, (Juni 2017) Maimunah, Sistem Pendidikan Surau : Karakteristik, Isi Dan Literatur Keagamaan,Jurnal Ta’dib Vol. 17, No. 02, (Desember 2012) Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Bandung: Mizan, 1998), Masnun, Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Pustaka Al Miqdad, 2007) Masnun, Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Pustaka Al Miqdad, 2007) Miftahul Huda, Peran Pendidikan Islam terhadap Perubahan Sosial, Edukasia: Jurnal Penelitian pendidikan Islam Vol.10, No.1 (Februari 2015) Mimar Türkkahraman, The Role Of Education In The Societal Development, Journal Of Educational and Instructional Studies In The World, Vol. 2, No.4 (September 2012) Moazzam Sulaiman, Globalization and educational challenges,International Journal of Applied Research, Vol.2, No.9, (2016), Moh Roslan, Moh Nor and Maksum Malim, Revisiting Islamic Education : The Case Of Indonesia,Journal For Multicultural Education Vol.8 No.4, 2014

Moh. Khairudin dan Susiwi, Pendidikan Karakter Melalui Pengembangan Budaya Sekolah di Sekolah Islam Terpadu Salman Al-Farisi Yogyakarta,Jurnal Pendidikan Karakter, Vol.3, Nomor 1, (Februari 2013) Mohamad Ali, Arus Pendidikan Islam Transformatif di Indonesia: Sebuah Penjajagan Awal,Jurnal Suhuf, Vol. 29. No.1 (Mei 2017)

124

Mohammad Iwan Fitriani, Kepemimpinan Kharismatis-Transformatif Tuan guru dalam Perubahan Sosial Masyarakat Sasak-Lombok Melalui Pendidikan, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 16, No. 1 (Mei 2016 ) Mohammad Noor, dkk.,Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid 1904- 1997, (Jakarta: PT. Logos Kencana Ilmu, 2004) Muchtarom, Islamic Education In The Context of Indonesia National Education, Jurnal Pendidikan \Islam, Vol. 28, No. 2 (2013) Muh. Alwi Parhanudin, Nahdlatul Wathan dan Masyarakat Sipil: Studi Gerakan Sosisal atas manifestasi Civil Society pada Masyarakat Lombok, Inright, Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia Vol.2 No.1 (2012) Muh.Samsul Anwar, Dinamika Politik Tuan Guru di Lombok Era Reformasi, Cet. 1 (Ciputat: Cinta Buku Media, 2016) Muhamin. dkk, Manajemen Pendidikan : Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Penngembangan Sekolah/Madrasah, Cet. ke-5 (Jakarta: Prenada media group, 2015) Muhammad Fadhli, Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan,Jurnal Itqan, Vol.7, No. 1, (Januari - Juni 2016) Muhammad Harfin Zuhdi.dkk, Lombok Mirah Sasak Adi: Sejarah Sosial, Islam, Budaya, Politik dan Ekonomi Lombok ( Ciputat: Imsak Press, 2011) Muhammad Munadi. Fetty Ernawati. Hakiman,The Reality of Knowledge Management in Islamic Higher Education, Jurnal Pendidikan Islam: Volume 7, Number 2, (December 2018/1440), Muhammad Rusydi Rasyid, Pendidikan dalam Persfektif Teori Sosiologi,Jurnal Auladuna, Vol. 2, No. 2 (Desember 2015) Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Tuhfa@h al-Anfana@niyyah ‘Ala@ Sharhi Nahd{ah al-Zayniyyah (Ampenan: T>.P, 1936) Murniati&Nasir Usman, Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pembedayaan Sekolah Menengah Keguruan, (Bandung: Cita Pustaka Media perintis, 2009) Musayyidi, Pemikiran Pendidikan Islam Kontemporer Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas,Jurnal Kariman, Vol. 05, No. 02, (Desember 2017) Muslihan Habib, Pendidikan Ke-NW-an: Untuk Madrasah Aliyah (MA) Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Nahdlatul Wathan(Cakung : PPNW DKI Jakarta, 2014) Mustafa Altun, The Integration Of Technology Into Foreign Language Teaching, International Journal on New Trends in Education and Their Implications, Vol. 6, No. 1,(January 2015 ) h. 22-27 ISSN 1309-6249 Mustafa Sever, A critical look at the theories of sociology of education,International Journal Of Human Sciences, Vol.9, No.1 (2012)

125

Mustafa Zülküf ALTAN, Globalization, English Language Teaching and Turkey, Iternational Journal of Languages’ Education and Teaching, Vol. 5, No. 4, ( Desember2017), h. 764-776. Mutawali, Moderate Islam In Lombok: The Dialetic Between Islam and Local Culture,Journal Of Indonesian Islam Vol. 01, No. 2 (Desember 2016) . Access online: DOI: 10.15642/JIIS.2016.10.2.309-334 Mutawali, Moderate Islam In Lombok: The Dialetic Between Islam and Local Culture, Journal Of Indonesian Islam, Vol. 01, No. 2 (Desember 2016) Access online: DOI: 10.15642/JIIS.2016.10.2.309-334 Muwafiqus Shobri, Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan Di Madrasah Aliyah Hasan Jufri,Cendekia:Jurnal Studi Keislaman, Volume 3, Nomor 1, (Juni 2017) Nakamura Matsuo.dkk, Islam and Civil Society in Shouteast Asia (Singapore: ISEAS Publishing, 2001) h. 57 lihat juga, Joseph Chinyong Liow, Islam, Education and Reform in Southern Thailand: Tradition and Transformation (Singapore: ISEAS Publishing, 2009) Nourman Fairclough, language and Power (UK: Longman Group,1989) Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah Diniyah di Indonesia,Jurnal Sosio-Religia, Vol. 8, No. 2, (Februari 2009) Nurbaiti, Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah, Jurnal Manajer Pendidikan, Vol. 9, No. 4, (Juli 2015) Nyoman Wijana, Pemerataan Akses Pendidikan Bagi Anak Putus Sekolah Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Journal of Administration and Educational Management (ALIGNMENT) Volume 1, No 1,( Juni 2018), OECD, Teaching for Global Competence in a Rapidly Changing World: Asia Society ( USA: OECD Publisher, 2018) Ola Ibrahim, Total Quality Management (TQM) and Continous Improvement as Addressed by Researchers,International Journal of Scientific and Research Publication, Vol.3, No.10 (October 2013) Paul Jhones. Christopher Miller.David Pickernell and Gary Packham, The Role Of Education, Training and Skill Development in Social Inclusion,Journal Emerlad, Education&Training, Vol. 53. No. 7 (2011) Pendi Susanto, Perbandingan Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jurnal Pendidikan Islam,Vol. 4 No.1, (Juni 2015/1436) Permendikbud, Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah (Jakarta: T.P,2015)

126

R. Dedi Supriatna, Siti Ratnaningsih, Indonesian Madrasah in the Era of globalization, Tarbiya: Journal of Education in Muslim Society, Vol. 4, No.2 (2013) Rachel Brooks, Mark McCormack and Kalwant Bhopal, Contemporary Debates in the Sociology of Education (New York: The Palgrave Macmillan,2013) Raja Roy Singh, Education for The Twenty-first Century: Asia-Pacific Perspectives (Bangkok: UNESCO Principal,1991) Rajni Singal.Naresh Garg.Sonia Gupta, A Review on (TQM) Implementation in Higher Education Institution, International Journal of Information Movement Vol.1 No. 1 (May 2016) Ramezan Jahanian and Zohreh Soleyman, Globalization and its Effects on Education, International Journal of Academic Research in Accounting, Finance and Management Sciences Vol. 3, No.1, (January 2013), h. 346–352 ISSN: 2225- 8329 Ramodikoe Nylon Marishane, Management of School Infrastructure in The Context of A No-Fee Schools Policy in Rural South African Schools: Lessons From The Field, International Journal of Education Policy & Leadership, Vol. 8, No.5,( July 2019) Rashika Sharma and Sylila Monteiro, Creating Social Change: The Ultimate Goal of Education for Sustainability, International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 1, (January 2016) Redaksi qultumedia, Ulama Pemimpin: KiprahGuru Bajang dalam Membangun Umat, (Ciganjur: qultum media, 2018) Rhenald Kasali, Re-Code Your Change DNA: Membebaskan Belenggu-Belenggu untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam Perubahan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013) Robert G. Burgess, In The Field: An Introduction to The Field Reaserch, Series:8 (New York : Routledge, 1990) Robert Van Wynsberghe, Robert Van Wynsberghe and Andrew C. Herman, Education for social change and pragmatist theory: five features of educative environments designed for social change,International Journal of Longlife Education,Vol. 34, No. 3 (2015) Romulo Pinheiro.dkk, The Role of Higher Education in Society and the Changing Institutionalized Features in Higher Educationin Jeroen Huisman, The Palgrave International Handbook of Higher Education Policy and Governance, (NewYork, Palgrave MacMillan, 2015) Rosnaeni,Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan, Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol.8, No. 1, Januari - Juni 2019

127

Roxane de la Sablonnière, Toward a Psychology of Social Change: A Typology of Social Change, Journal of Hypothesis and Theory, Vol. 8 No. 397 (28 March 2017) S. N. Eisenstadt, Social Change, Differentiation and Evolution, American Sociological Review, Vol. 29, No. 3 (Jun., 1964) Sally R. Purohit anf Raj P.Mohan, Selected Perspectives of Modern Theories Of Social Change, Internatiional review Of Modern Sociology, Vol. 6, No.2, (Autumn 1976) Saparudin, Ideologi Keagamaan dalam Pendidikan: Dimensi dan Kontestasi pada Madrasah dan Sekolah Islam di Lombok, Disertasi SPS UIN Jakarta (2016) Saparudin,Salafi, State Recognition and Local Tension: New Trend In Islamic Education in Lombok, Journal of Ulmuna, Vol. 21 No. 1, (Juni 2017) Sawasn Al-husseiniaand Ibrahim Elbeltagi, Evaluating the effect of ransformational leadership on knowledge sharing using structural equation modelling: the caseof Iraqi higher education, International Journal of Leadership in Education,Vol. 21, No. 4, (2018) h. 506–517, akses online https://doi.org/10.1080/13603124.2016.1142119 Schulte-Nordhlot, H.G., (1971). The Political System of The Atoni of Timor. The Hague: Martinus Nijhoff. Selo soemardjan, Perubahan sosial di Yogyakarta (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981) Semboyan filosofis yang dipegang teguh oleh Nahdiyyin. Lihat: Jamiluddin, Fenomena Sosial Mikro-Makro Nahdlatul Wathan Era Orde Baru, Sangkep: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, Vol. 1, No. 2, (Juli-Desember 2018) h.198- 223 p-ISSN: 2654-6612 e-ISSN 2656-0798 Sharran B. Merriam, Qualitatif Research: a Guide to Design and Implementation (USA: Jossey-Bass, 2009) Sondang Palan Siagan dalam Sarinah & Mardalena, Pengantar Manajemen (Yogyakarta: Deepublish,2017) Sri Marmoah, Manajemen Pemberdayaan Perempuan Rimba (Yogyakarta: Deepublish, 2014) Sri Marmoah.dkk,Implementation of Facilities And Infrastructure Management In Public Elementary Schools, Al-Tanzim :Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Vol. 03 No. 01, (March 2019) Staw dan Setiawan Muhit dalam: Ita Lizawati, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Efektivitas Organisasi Melalui Pengambilan Keputusan, Jurnal Ilmu Manajemen, Vol. 2 No.4, (Oktober 2014) Steenbrink, Pesantren madrasah sekolah: Pendidikan Islam dalam kurun Modern, Cetakan II (Jakarta:LP#S, 1994)

128

Stephen P. Robbins, Mary A. Coulter, Management, Ed.14 (New York: pearson, 2014) Sunhaji, Between Social Humanism and Social Mobilization: The Dual Role of Madrasahin the Landscape of Indonesian Islamic Education, Journal of Indonesian Islam Vol. 11, No. 01,(June 2017). DOI: 10.15642/JIIS.2017..11.1.125-144 Suprapto, Religious Leaders and Peace Building: The Roles of Tuan Guru and Pedanda in Conflict Resolution in Lombok – Indonesia, Al-Jāmi‘ah: Journal of Islamic Studies , Vol. 53, no. 1 (2015), - ISSN: 0126-012X (p); 2356-0912 (e) Sushita Gokool-Ramdoo1 and Anwar Bhai Rumjaun,Education for Sustainable Development: Connecting the Dots for Sustainability, Journal for Learning Development-JL4D, Vol.4, No.1 (2016) Suwatah, Prinsip-Prinsip Manajemen Pendidikan Islam, Edusiana:Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, Vol.4, No. 1 (2017) Syakur, Abdul Ahmad. (2006). Islam dan Kebudayaan: Akulturasi Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Sasak, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid Agen Pembaharuan Budaya Sasak 1904-1997. (Yogyakarta. Adab Press Fak. Adab UIN Yogyakarta) Theo Van Dellen, Toward a Social Responsibility Theory for Educational Research (in Lifelong Learning),European Educational Research Journal Vol. 12, No. 2, (2013) Tilaar, H.A.R., Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), United Nation,The United Nation Development Strategy Beyond 2015: economic and Social Affairs,( NewYork, United Nation Publication, 2012) Vicky Duckworth and Gordon Ade-Ojo,Landscapes of Specific Literacies in Contemporary Society: Exploring a Social Model of Literacy (NewYork:Routledge, 2015) Wadi D> Haddad, Education Policy-Planning Procces: An Applied Framework, (Paris, UNESCO: International Institute for Educational Planning, 1995) Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, cetakan I, (Bandung: Mizan, 2003) William F. O’Neil, Educational Ideologies: Contemporary Expression of Educational Philosophies( US: Goodyear,1981) Yudi Latif, Genealogi Intelegensia: Pengetahuan dan Kekuasaan Intelegfensia Muslim Indonesia Abad XX (Jakarta: Kencana, 2013) Zainuddin Maliki,Sosiologi Pendidikan , Cetakan ke-2 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press)

129

Zainullah dan Ali Muhtarom, Pendidikan Islam Transformatif-integratif, jurnal qathrunâ , Vol. 1 No.1 (januari-juni 2014) Zakiyah Daradjat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta : Gunung Agusng, 1989) Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, edisi Revisi (Jakarta: LP3S, 2015)

Online resources: https://lomboktimurkab.bps.go.id/publication/2016/07/15/e9e71d05b00438cd799c5 71a/kabupaten-lombok-timur-dalam-angka-2016.html Badan Pusat Statistik Lombok Timur 2019. Akses Online tanggal 5 Juni 2019 di https://ipm.bps.go.id/data/kabkot/metode/baru/5203 Badan Pusat Statistik, Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam Angka 2019 (Mataram, CV. Maharani, 2019) h.143 UNDP, Human Development Indices and Indicators 2018 Statistical Update 2018 Statistical Update,(NewYork:T.P, 2018) https://mataram.antaranews.com/berita/43414/ntb-lanjutkan-program-pengentasan- buta-aksara-nol https://regional.kompas.com/read/2018/08/08/14024381/magnitudo-70-jadi-gempa- terbesar-dalam-sejarah-lombok?page=all akses online 3 September 2019 https://edukasi.kompas.com/read/2019/01/25/07300031/kisah-sekolah-bambu-dan- titik-bangkit-pendidikan-di-lombok?page=all akses online: 3 september 2019 https://lomboktimur.siap-online.com/, Akses online :pada tanggal 10 Juni 2019 https://santrigusdur.com/2018/05/pesantren https://travel.kompas.com/read/2019/04/08/190500527/lombok-jadi-destinasi- wisata-halal-terbaik-di-indonesia-versi-imti-2019.Bandingkan: https://www.antaranews.com/berita/821961/lombok-terpilih-sebagai- destinasi-wisata-halal-terbaik-di-indonesia, akses online 18 juni 2019 https://www.kompas.com/tag/Kawasan-Ekonomi-Khusus-Mandalika akses online 18 Juni 2019 https://www.lexico.com/definition/resilience https://en.unesco.org/themes/education-sustainable https://www.youtube.com/watch?v=sPUxeY8FWqc http://www.mamualliminnwpancor.sch.id/ https://duta.co/rahasia-kitab-maulid-karya-al-habib-umar-bin-hafidz https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/--- act_emp/documents/publication/wcms_579554.pdf

130

Badan Pusat Statistik Provinsi NTB tahun 2013-2014, akses online: https://ntb.bps.go.id/dynamictable/2017/01/23/78/banyaknya-tempat- peribadatan-menurut-kabupaten-kota-provinsi-ntb-2013---2014.html Data Juknis Kementrian Agama Lombok timur. AksesUnduh : http://www.penmadlotim.com/2017/10/juknis-form-excel-pip-2017-dan- surat.html Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa tenggara Barat Tahun 2016. Akses Online: https://ntb.bps.go.id/subject/108/agama.html#subjekviewtab3 Bappeda, Lombok Timur dalam Data Tahun 2016, akses online, Lomboktimurkab.go.id/beranda/wp-content/uploads/Penduduk-dan-Tenaga- Kerja.pdf Bappeda provinsi Nusa Tenggara Barat, Data Demografi,Nusa Tenggara Barat dalam Angka 2011, Akses unduh: http://bappeda.ntbprov.go.id/wp- content/uploads/2013/09/NTBdalamAngka2011_01_babi-2011.pdf

131

GLOSARIUM

Istilah Definisi

Disebut juga dengan Mazhab Sunni , yakni Ahlussunnah pengikut tradisi Nabi Muhammad Wal Jama’ah SAW,sebagaimana yang dilakukan mayoritas umat Islam. Istilah yang sering digunakan sebagai sebutan atau Al-anfananiyah nama lain dari orang-orang di pulau Lombok (Ampenan) berada di luar program yang tertulis di dalam Ekstrakurikuler kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa Program industri pariwisata dengan tujuan wisata yang lengkap dengan fasilitas halal, pariwisata ramah Halal Tourism wisatawan muslim disebut juga dengan istilah “moslem friendly tourism”. Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah. Yaitu Hamzanwadi gabungan dari nama pendiri organisasi NW dan nama madrasahnya yaitu NWDI. Kumpulan doa-doa yang tersusun dari ayat-ayat dalam al-qur’an, doa-doa dalam hadis dan para Hizib wali Allah. Disusun oleh Pendiri Nahdlatul Nahdlatul Wathan Wathan dan dijadikan amalan wirid harian oleh santri Nahdlatul Wathan Hari Ulang Tahun Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah. Kegiatan ini dilakukan satu kali setiap tahun yang berbentuk kegiatan-kegiatan positif seperti perlombaan, pawai ta’aruf, Hultah NWDI pengajian dan lain-lain. Biasa dilakukan di pertengahan tahun, dihadiri oleh seluruh cabang-cabang madrasah/sekolah di bawah naungan organisasi NW dan dihadiri oleh seluruh jama’ah NW. Ideologi Cara berfikir seseorang atau golongan Bersifat integrasi; pembauran hingga menjadi Integratif kesatuan yang utuh atau bulat. rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan Kebijakan (policy) suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi,

133

dan sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran Gelar bagi seorang yang memiliki keilmuan Kiyai agama yang mempuni di pulau Jawa Perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi Kurikulum rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Nama pulau di wilayah provinsi Nusa Tenggara Lombok Barat Nama sebuah lembaga perguruan tinggi Ma’had Darul Qur’an dibawah naungan ormas Nahdlatul Wathan Wal Hadis yang berstatus informal khusus untuk mengkaji ilmu agama. Madrasah Lembaga Pendidikan Islam Salah satu unsur kegiatan di MA Mu’allimin NW Pancor dalam Tri Dharma Madrasah yang bersifat ekstrakurikuler. Yang bertujuan untuk Munazzhamah membentuk kepribadian seorang pemimpin yang handal, bertanggung jawab dan didasari dengan iman dan taqwa. Organisasi Kemasyarakatan Islam terbesar di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Organisasi ini didirikan di Pancor, Kabupaten Lombok Nahdlatul Wathan Timur oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul (NW) Majid yang dijuluki Tuan Guru Pancor serta Abul Masajid wal Madaris (Bapaknya Masjid-masjid dan Madrasah-madrasah) pada tanggal 1 Maret 1953 bertepatan dengan 15 Jumadil Akhir 1372 Hijriyah. Akronim dari Madrasah Nahdlatul Banat DIniyah Islamiyah. Berdiri tanggal 15 Rabi’ul NBDI Awwal 1362 h (12 April 1943) di Pancor Lombok Timur Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah, lembaga pendidikan formal pertama Nahdlatul Wathan NWDI yang berdiri pada 15 Jumadil Akhir 1356 H (22 Agustus 1937) sekarang menjadi Madrasah Muallimin. Organisasi Santri Intra Madrasah, dalam istilah lain OSIM disebut OSIS atau Organisasi Siswa Intra Sekolah (Student Organization Inside School)

134

Lembaga pendidikan islam yang pertama Pesantren digagas Tuan Guru Zainuddin Abdul Majid di al-Mujahidin Pancor sebelum lahirnya organisasi Nahdlatul Wathan Orang yang belajar di lingkungan pesantren Santri atau madrasah Nama Suku di Pulau Lombok Nusa Tenggara Sasak Barat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Yang di maksud adalah mata pelajaran biologi, Sekolah Islam matematika, fisika, dan kimia. Keempat mata pelajaran tersebut dipelajari di MA Mu’allimin NW Pancor. Salah satu shalawat yang dikarang oleh Tuan Guru Kiyai Haji Zainuddin Abdul Majid pendiri organisasi NW. Shalawat ini adalah salah satu ciri khas dari NW dan dibaca pada setiap Shalawat Nahdlatain kegiatan-kegiatan sakral atau non sakral. Dibaca juga sebelum pembelajaran dimulai di seluruh lembaga pedidikan formal maupun nonformal yang berada dalam naungan organisasi NW. Sustainable Development Goals – SDGs 2045 merupakan sebuah program pembangunan dunia yang mana memiliki tujuan untuk mensejahterakan Sustainable masyarakat dunia dan melestarikan alam dengan Development terdapat 17 faktor utama sebagaimana tercapainya 169 target yang telah ditentukan dalam waktu yang telah disepakati. Sebuah perubahan dari bentuk awal tanpa Transformasi menghilangkan bentuk utamanya Gelar Ulama atau yang pandai dalam agama di Tuan Guru Pulau Lombok. Penyatuan keilmuan baik ilmu agama dan ilmu Unifikasi umum dalam hal menjadikan seragam. Salah satu nama perguruan tinggi yang didirikan oleh Tuan Guru Kiyai Haji Zainuddin Abdul Majid. Yang berada dalam Yayasan Universitas Pendidikan Hamzanwadi. Kampus ini biasa Hamzanwadi melakukan kerja sama dengan MA Mu’allimin NW Pancor dalam hal mengembangkan ilmu pengetahuan. Salah satu wasiat yang dikarang oleh Tuan Wasiat Guru Kiyai Haji Zainuddin Abdul Majid yang Renungan Masa berbentuk tulisan syair-syair dalam bahasa

135

campuran yaitu bahasa sasak/bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Yang isinya seputar pesan-pesan moral, ilmu pengetahuan, pendidikan, sosial, dakwah dan politik. Yang diperuntukkan kepada keluarga, abituren, mahasiswa, peserta didik dan jama’ah NW. Sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan Well-Being sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain Wetu Telu adalah praktik unik sebagian masyarakat Wetu Telu suku Sasak yang mendiami pulau Lombok dalam menjalankan agama Islam Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darul Nahdlatain Nahdlatul Wathan. Nama pondok pesantren yang menjadi sentral YPH PPD NW dari semua pondok pesantren, madrasah dan sekolah yang berada dalam naungan organisasi NW.

136

DAFTAR INDEX

development, 12, 28, 30, 86, 87, 88, 91, 97, A 98, 104 Development, 12, 13, 30, 44, 45, 97 agama, 2, 3, 4, 5, 15, 17, 20, 22, 23, 24, 25, 30, dzikrol hauliyah, 100 40, 49, 50, 52, 53, 58, 60, 61, 70, 72, 74, 76, 77, 79, 80, 84, 99 E Akhlak, 7, 83 al-ajrumiyyah, 100 EDM, 93 al-Attas, 36 Education, 1, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 16, 21, 22, al-az{kar, 100 23, 24, 28, 30, 31, 32, 35, 37, 39, 41, 45, al-Ghaza>li, 6 50, 51, 64, 72, 73, 85, 86, 87, 88, 89, 90, al-jala@lain, 100 95, 96, 97, 103 al-Qur’an, 24 efektif, 37, 39, 42, 73, 82, 90, 93, 94, 96, 99, Ash‘ari>yah, 6 107 assurance, 39, 92 efisien, 37, 38 Australia, 16, 85 ekonomi, 12, 13, 15, 25, 26, 30, 33, 40, 53, 57, Azyumardi Azra, 36 75, 78, 79, 85, 86, 88, 91, 97, 104 Azyumardi Azra, 3, 24, 25, 36, 53, 105 ekstrakulikuler, 92, 99, 103 evaluasi, 35, 39, 73, 92, 108 B evolution, 28, 30 Badan Pusat Statistik (BPS), 2 F bahasa, 16, 22, 23, 24, 60, 61, 73, 81, 85, 86, 87, 88, 89, 99, 100, 108 Fathurrahman mukhtar, 79, 80, 81 bangsa, 7, 8, 25, 28, 48, 54, 58, 61, 72, 76, 77, 79, 80, 81, 84, 101 G bi’ah lughawiyyah, 100 budaya, 1, 5, 8, 10, 15, 16, 26, 30, 32, 35, 40, Geertz, 4, 5, 14 42, 69, 71, 78, 84, 86, 89, 94, 96, 99, 103, globalisasi, 10, 11, 12, 72, 75, 87, 89 108 Globalisasi, 35, 87, 105 Budha, 49 Gus Dur, 56, 57 Budiwanti, 1, 4, 5, 15 Burhanudin, 14, 15, 21, 52, 53, 54 H C halal tourism, 87, 88 Hamzanwadi, 17, 18, 43, 54, 55, 58, 59, 61, community, 5, 27, 52 78, 79, 103 Community, 12 Haramain, 3 Harper, 26, 27, 28, 29 D Henry Fayol, 38 Hindia Belanda, 23, 59 Darunnahdlatain, 18, 43, 54, 55 Hindu, 24, 49 Hindu-Budha, 24

137

Hizib, 71 kontestasi, 1, 5, 6, 10, 16 humanistik, 12 Kristen, 49 kultur, 1, 3, 5, 9, 39, 58, 69, 87, 94, 96, 107 I Kuntowijoyo, 33, 34 kurikulum, 24, 35, 36, 38, 39, 60, 61, 82, 92, Identitas, 70, 84, 85 108 ideologi, 1, 5, 8, 10, 14, 40, 74, 76 Kurikulum, 35, 36 improvement, 39, 90 Kurt Lewin, 40, 42 Indonesia, 1, 3, 5, 6, 7, 16, 21, 22, 23, 24, 31, 32, 33, 36, 43, 45, 51, 52, 53, 55, 56, 58, L 61, 70, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 84, 85, 88, 90, 92, 101, 105, 106 learning, 61 industrialisasi, 14 lembaga pendidikan, 1, 2, 3, 4, 5, 10, 11, 12, inovatif, 7, 25, 30, 82, 104, 106, 107 13, 14, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, input, 39, 90, 91 26, 31, 32, 35, 37, 38, 39, 43, 48, 49, 50, instrumen, 16, 17, 82 51, 53, 54, 55, 56, 59, 60, 62, 63, 72, 74, integratif, 34, 79, 80, 81 76, 78, 79, 81, 85, 90, 91, 97, 98, 100, 103, intelek, 51, 77 105, 106, 107, 108 internalisasi, 7 literasi, 12, 21, 83, 85, 86, 89, 105, 107 islamic school, 22 local wisdom, 4 Lombok, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 14, 15, 18, 43, J 44, 45, 46, 47, 48, 49, 51, 52, 53, 54, 58, 59, 60, 61, 71, 76, 88, 100, 102 Jakarta, 1, 3, 4, 6, 14, 22, 23, 24, 25, 36, 37, Lombok Timur, 1, 2, 3, 4, 6, 18, 43, 44, 46, 47, 40, 42, 46, 49, 51, 52, 53, 56, 57, 58, 59, 48, 49, 54, 58, 61, 76, 102 60, 70, 74, 75, 76, 77, 84 jamiatul Kheir, 23 M John L. Rury, 13, 14 M. Dawam Rahardjo, 33 K Ma’had, 55, 103 madrasah, 1, 2, 4, 5, 6, 7, 10, 14, 15, 17, 18, keagamaan, 3, 5, 6, 8, 14, 21, 23, 25, 53, 54, 20, 21, 23, 25, 32, 37, 39, 43, 49, 50, 53, 74, 103 54, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, kebangsaan, 3, 8, 61, 76, 77, 83 68, 69, 70, 71, 72, 74, 75, 76, 78, 79, 81, kebijakan, 10, 12, 17, 18, 20, 23, 25, 29, 33, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 89, 90, 91, 92, 93, 39, 42, 57, 73, 74, 79, 82, 106, 107, 108 94, 95, 96, 97, 99, 100, 101, 102, 103, 104, kebudayaan, 4, 7, 25, 85 105, 106, 107, 108 keterampilan, 37, 50, 78, 79, 85, 86, 88, 89, Mahmud Yunus, 23 96, 97, 98, 99, 103, 105 Malaysia, 24 Kingsley, 5, 52 Malik Fadjar, 50 Kiyai, 5, 6 Malik Fajar, 50 kompetensi, 69, 78, 87, 88, 89, 91, 92, 93, 94, manajemen, 10, 18, 20, 37, 38, 40, 42, 49, 69, 97, 98, 99 89, 90, 91, 92, 94, 108 kompetitif, 82, 104 Mandalika, 88 komunikasi, 25, 27, 57, 72, 85, 87, 89, 94, 99, maulid al-barzanji, 71 100 Melayu, 24, 48

138 metode pembelajaran, 39 P Mimar Türkkahraman, 12 Minangkabau, 24, 25 Pancasila, 76 misi, 32, 35, 39, 68, 69, 74, 83, 85, 87, 106 Pancor, 1, 2, 6, 10, 17, 18, 43, 54, 55, 57, 58, modern, 14, 21, 24, 56, 75, 84, 106 59, 62, 63, 64, 65, 68, 69, 71, 72, 74, 75, modernisasi, 14, 75, 78, 105 78, 79, 82, 85, 87, 89, 90, 91, 92, 93, 94, modernisme, 35 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 107, 108 Moeslim Abdurraman, 33 Patani, 24 Muallimin, 1, 2, 10, 17, 18, 43, 58, 59, 61, 62, Paulo fierre, 11 63, 64, 65, 68, 69, 70, 72, 74, 75, 82, 83, pedagogik, 25 84, 85, 86, 87, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, pembaharuan, 3, 25 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 107, 108 Pena Kebangsaan, 101 Muhammadiyah, 5, 106 pendidikan Islam, 1, 2, 3, 7, 8, 10, 14, 16, 17, Munawar, 61, 93, 107 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 31, 32, 33, 34, Mustafa Zulkuf, 88 35, 36, 37, 38, 49, 60, 72, 74, 75, 78, 81, mutu, 9, 32, 38, 39, 40, 48, 72, 89, 90, 91, 92, 90, 91, 100, 105, 106, 108 97, 98, 106, 108 pengajian, 4, 21, 24, 57 perubahan sosial, 1, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 18, N 20, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 40, 72, 74, 75, 78, 81, 82, 83, 86, 88, 89, 90, 97, 99, Nahdlatul Ulama, 5, 6 107 Nahdlatul Watahan, 6 pesantren, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 14, 15, 17, 21, Nahdlatul Wathan, 1, 2, 4, 5, 6, 14, 43, 52, 53, 22, 23, 24, 25, 31, 34, 55, 56, 57, 58, 69, 54, 55, 57, 58, 59, 60, 61, 64, 69, 71, 74, 70, 78, 79, 87, 90, 94, 100 75, 76, 77, 78, 79, 81, 82, 83, 84, 87, 94, PMI, 102 100, 101, 103, 106 politik, 8, 15, 25, 28, 29, 40, 52, 53, 56, 61, 73, nahdliyyin, 58 74, 75, 77, 78, 85 NBDI, 58, 59 pragmatik, 11 Nelson Mandela, 1 prestasi, 65, 69, 85, 93, 100, 103, 107 Nusa Tenggara Barat, 1, 2, 3, 4, 43, 45, 46, 47, progresif, 10, 11 48, 49, 58, 61, 71, 76, 77, 79, 83 Nusantara, 3, 21, 22, 23, 56, 57, 60, 76 Q NWDI, 4, 58, 59, 60, 61, 62, 100 qawa@id, 100 O quality, 1, 11, 39, 89, 90, 91, 92 quality control, 92 observasi, 17 organisasi, 5, 6, 7, 14, 16, 37, 39, 40, 42, 43, R 54, 59, 73, 74, 75, 76, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 105, 106 Reform, 24, 32 ormas, 50, 54, 58, 59, 105, 106 religious tradition, 5 OSIM, 64, 65, 105, 107 religius, 2, 5, 7, 14, 16, 49, 53, 61, 69, 71, 76, outcome, 39 82, 83, 86, 107 output, 12, 13, 31, 32, 39, 61, 91, 93, 97, 98, 99, 108

139

S Tuhfa@h al-Anfana@niyyah, 79, 80Tuhfa@t al- Anfa@niyyah, 80 Salafi, 2, 5, 6, 7, 15, 16 santri, 3, 22, 23, 52, 55, 56, 57, 58, 60, 62, 63, U 69, 70, 71, 78, 79, 81, 82, 83, 84, 85, 87, 90, 91, 92, 99, 100, 101, 102, 103, 104, ulama, 3, 4, 77, 99 105, 107, 108 UNESCO, 32, 45, 73, 98 Saparudin, 1, 5, 6, 7, 14, 49 Sarana, 63, 64, 65 V Sasak, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 15, 48, 49, 61 SDM, 35, 88, 91, 93, 97, 99 visi, 32, 34, 39, 68, 69, 74, 83, 89, 96 sekolah Islam, 1, 5, 50, 78, 106 Sekolah Islam, 1, 8, 14, 49 W sekolah sehat, 101, 102 seribu masjid, 2, 49 well-being, 97, 99 shalat, 24, 57, 70 wetu telu, 4 sistem, kelembagaan, 25 Wilbert Moore, 26 skill, 11, 13, 86, 93, 98, 99, 104, 108 wirid, 24 Society, 4, 6, 13, 24, 32, 41, 85 Soemardjan, 26 Y sosiokultural, 25 status quo, 6, 41 Yogyakarta, 1, 4, 5, 8, 9, 14, 15, 16, 26, 37, Steenbrink, 23, 24, 56, 70 52, 53, 54 stratifikasi sosial, 50, 51, 52 Yudi Latif, 51 struktur sosial, 16, 25, 26, 27, 29, 30, 78 sunnah, 36 Z super team, 82, 92, 108 Zainuddin Abdul Majid, 4, 54, 58, 59, 60, 61, Surau, 24 62, 71, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81 Sustainability, 11, 30, 31, 32, 85, 86, 97 Zainudin Maliki,, 8 sustainable, 91, 97, 98 Zakiyah Daradjat, 84 swasta, 2, 26, 43, 48, 49, 50, 60, 62 Zamakhsyari Dofier, 22 Syafi’iyah, 6

T teknologi, 7, 12, 13, 25, 26, 29, 30, 38, 68, 72, 75, 82, 84, 85, 86, 87, 89, 91, 97, 99, 104

Timur Tengah, 3, 15, 24, 53 tradisional, 5, 24, 70, 106 training, 12 transformasi, 4, 12, 13, 14, 20, 30, 32, 35, 56, 72, 105, 106 transformatif, 12, 20, 25, 32, 33, 34, 35, 81, 82, 93, 95 tuan guru, 3, 4, 5, 15, 52, 76, 77, 81

140

xi