Jurnal komunikasi, ISSN 1907-898X Volume 7, Nomor 2, April 2013

Urgensi Perubahan Kebijakan SDM RRI untuk Mendukung Transformasi Menjadi Radio Publik

Darmanto

Peneliti Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Balitbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika

Abstract

It has been a decade after Radio Republik (RRI) was set to be a public radio, but it has not shown a significant progress in the transformation process. Based on conceptual studies, it is known that there are many factors that make the transformation process of public radio become noticeably sluggish. One of the most prominent cause is the influential factor of human resources (HR). Civil servant status that carried by a majority of employees in RRI, is a major cause of HR problem. Hodling this status, they can not adapt to the demands of public radio. Therefore, it is necessary to change HR policies to be able to create people who will enhance the acceleration in transformation into public radio. In order to be effectively implemented, then it must be in the form of legislation.

Keywords : HR policies, RRI, public radio, transformation

Abstrak Meskipun sudah satu dasawarsa Radio Republik Indonesia (RRI) ditetapkan menjadi radio publik, tetapi proses transformasinya terasa lamban. Berdasarkan kajian konseptual dapat diketahui adanya banyak faktor yang menjadikan proses transformasi menjadi radio publik terasa lamban. Salah satu penyebab yang dirasa paling menonjol pengaruhnya adalah faktor sumber daya manusia (SDM). Status Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang disandang oleh mayoritas karyawan RRI, menjadi sebab utama dari kronisnya permasalahan SDM karena tidak mampu menyesuaikan tuntutan kinerja sebagai radio publik. Oleh karena itu diperlukan adanya perubahan kebijakan SDM untuk dapat melahirkan orang-orang yang mampu mendorong terjadinya percepatan transpormasi menjadi radio publik. Agar kebijakan publik yang dimaksud bisa lebih efektif, maka wujudnya harus undang-undang. Kata Kunci: Kebijakan SDM, RRI, radio publik, transformasi

Pendahuluan 11, 12, dan 13 tahun 2005, dan itu pun

Terhitung sejak disahkannya Undang- yang kelihatan dinamikanya cukup tinggi undang Penyiaran tahun 2002, usia hanya LPP Nasional, yaitu RRI dan TVRI. Lembaga Penyiaran Publik (LPP) di Sedangkan untuk lembaga penyiaran Indonesia telah genap satu dasawarsa. publik lokal wacananya masih sangat Namun, implementasi pelaksanaan LPP lemah, apalagi pelaksanaannya. sendiri secara nyata baru dimulai setelah Akan tetapi, artikel ini tidak lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. dimaksudkan untuk mendiskusikan

129

Jurnal komunikasi, Volume 7, Nomor 2, April 2013

keberadaan lembaga penyiaran publik (SDM) atau pegawai, dan aspek lainnya, secara keseluruhan seperti dimaksud pada hampir tidak ada bedanya dengan ketika Bagian Keempat Pasal 14-15 UU No. RRI masih menjadi Unit Pelaksana Teknis 32/2002 dan aturan pelaksanaannya di (UPT) Departemen Penerangan di era tiga PP tersebut di aras. Pembahasan ini Orde Baru. Dengan demikian wajar kalau hanya akan diarahkan pada isu lambannya kinerjanya tidak berbeda jauh dengan proses transformasi Radio Republik lembaga lain di jajaran pemerintahan. Indonesia dari status sebelumnya sebagai Sedangkan secara kultural, belum tampak lembaga penyiaran pemerintah menjadi adanya perubahan mendasar karena baik Lembaga Penyiaran (radio) Publik, lingkungan sosial RRI maupun orang- terutama dikaitkan dengan persoalan orang yang ada di dalamnya sebagian Sumber Daya Manusia (SDM). besar masih sama dengan era sebelumnya.

Sebenarnya ada banyak faktor yang Dari dua kategori besar menyebabkan proses transformasi RRI permasalahan yang dihadapi RRI saat ini, dari kedudukannya sebagai radio jika ditelisik secara seksama maka yang pemerintah (Orde Baru) menjadi radio terasa paling krusial adalah di aspek SDM. publik, berjalan lamban. Faktor-faktor Permasalahan mendasar yang ada saat ini tersebut secara garis besar dapat adalah dari segi kuantitas dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor jumlahnyamelebihi kebutuhan, tetapi struktural dan kultural. Merujuk pada kualitasnya sangat rendah. Di sisi lain, Wahyono, dkk (2011: 3-5), yang dimaksud pihak manajemen tidak dapat berbuat dengan faktor struktural adalah kekuatan banyak untuk melakukan penataan ulang yang datang dari luar dalam bentuk secara radikal karena ada hambatan peraturan perundangan yang berlaku. struktural.

Sedangkan faktor kultural bersifat laten Sebagian besar SDM RRI sekarang dan muncul dari lingkungan sosial yang ini adalah warisan Orde Baru yang kemudian termanifestasikan dalam berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil bentuk sikap mental dan perilaku (PNS). Dalam aturan kepegawaian PNS, manusia. manajemen tidak mudah memecat Secara struktural, peraturan pegawai yang sebenarnya sudah tidak perundangan yang menjadi landasan dibutuhkan lembaga karena kinerjanya hukum bagi operasionalisasi LPP RRI rendah dan justru hanya menambah sekarang ini belum mampu mendorong beban. Oleh karena itu, pihak manajemen terjadinya perubahan secara radikal. harus tetap mempekerjakan SDM yang Aspek sumber pembiayaan, model sebenarnya sudah tidak mampu pengelolaan lembaga, struktur organisasi, menyesuaikan dinamika zaman, dan sistem manajemen Sumber Daya Manusia hasilnya akan tetap mengecewakan. 130

Darmanto , Urgensi Perubahan Kebijakan SDM RRI untuk Mendukung Transformasi Menjadi Radio Publik

Dalam hal pembinaan karier diperoleh melalui keterlibatan penulis pegawai, pihak manajemen juga harus dalam sejumlah riset tentang RRI, sebagai mengikuti aturan perundangan yang narasumber dan fasilitator dalam berlaku bagi PNS. Karenanya sering sejumlah kegiatan di RRI. terjadi, ada pegawai yang dipromosikan karena menurut peraturan perundangan Kerangka Konseptual kepegawaian memang memenuhi syarat, tetapi dari aspek profesionalisme sebagai Sebelum mendiskusikan lebih broadcaster sangat rendah. Ketika hal itu lanjut, kiranya perlu adanya pembatasan sering terjadi maka dengan sendirinya konseptual tentang apa yang dimaksudkan berpotensi merusak iklim kerja di dengan urgensi perubahan kebijakan SDM lingkungan RRI. Pegawai yang syarat RRI. Batasan konseptual dimaksudkan formalnya belum memenuhi untuk untuk menghindari timbulnya perbedaan diangkat menjadi pejabat struktural, persepsi penulis dengan pembaca tetapi secara profesionalisme diakui oleh artikel. Sehubungan dengan hal tersebut, teman-teman mereka, biasanya kemudian maka pada bagian ini hendak dijelaskan membentuk kelompok yang memosisikan apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh diri sebagai pihak yang merasa penulis tentang perubahan kebijakan dimarginalisasikan dan pada akhirnya SDM RRI. menibulkan suasana disharmoni. Dalam kehidupan sehari-hari

Bertitik tolak dari latar belakang masyarakat sudah familier menggunakan tersebut, artikel konseptual ini akan istilah kebijakan ( policy term ) seperti memfokuskan pembahasan pada isu “kebijakan pertanian, kebijakan urgensi perubahan kebijakan SDM RRI pendidian, kebijakan kependudukan, untuk mendorong percepatan kebijakan Pemda, kebijakan sekolah” dan transformasi menjadi radio publik. Kajian lainnya. Istilah kebijakan sering ini bertujuan untuk mengidentifikasi dipertukarkan dengan tujuan ( goals ), permasalahan struktural di bidang SDM program, keputusan ( decisions ), yang berpotensi menghambat proses standard , proposal, dan grand design . transpormasi RRI dari lembaga penyiaran Penggunaan istilah kebijakan mempunyai pemerintah menjadi radio publik dan banyak dimensi seperti analisis kebijakan, berusaha menemutunjukkan alternatif perumusan kebijakan, menunjuk pada pemecahan yang perlu diambil. Kajian ini pengertian. didasarkan pada sumber-sumber Secara khusus, penggunaan istilah kepustakaan yang relevan, pengalaman “kebijakan” menunjuk pada perilaku aktor empirik selama 20 tahun bekerja di RRI, (bisa pejabat atau lembaga) dalam bidang maupun data dan informasi yang tertentu untuk konteks yang pragmatik.

131

Jurnal komunikasi, Volume 7, Nomor 2, April 2013

Sedangkan untuk kepentingan yang Kebijakan publik lahir dari tarik- sifatnya ilmiah, penggunaan istilah menarik kepentingan yang melibatkan “kebijakan” saja, dirasa kurang memadai sedikit tiga dimensi sekaligus, yaitu sehingga muncul istilah “kebijakan dimensi politik, hukum, dan dimensi publik” (Winarno, 2008: 15-16). Dalam manajemen. Secara politis, kebijakan artikel ini, istilah kebijakan ( policy term ) publik merupakan representasi dari digunakan secara bergantian untuk sistem politik yang berlaku. Dalam sistem merujuk pada makna pragmatik maupun politik yang demokratis, kebijakan publik konsep kebijakan publik. lahir lewat proses demokratis dan

Adapun definisi tentang kebijakan ditujukan untuk kepentingan bersama. publik itu sendiri banyak ragamnya. Dari aspek hukum sangat jelas bahwa Namun, berangkat dari pendapat kebijakan publik merupakan fakta hukum sejumlah ahli seperti Thomas R. Dye, yang bersifat mengikat terutama bagi Richard Rose, Carl Friedrich, James seluruh penyelenggara pemerintahan. Anderson, dan Amir Santoso; Winarno Sedangkan dari aspek manajemen, mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan publik perlu direncanakan dan serangkaian instruksi dari para pembuat dilaksanakan oleh pemerintah beserta keputusan kepada pelaksana kebijakan organisasi eksekutif yang dipimpinnya, yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara- yaitu birokrasi (Nugroho, 2012: 93). cara untuk mencapai tujuan tersebut Mengacu pada berbagai pendapat (Winarno, 2008: 19). tersebut, maka penggunaan istilah

Dwidjowijoto, yang juga kebijakan dalam studi ini lebih merujuk mendasarkan pendapatnya dari berbagai kepada makna kebijakan publik. Dengan ahli mendefinisikan kebijakan publik demikian yang dimaksud kebijakan SDM adalah kebijakan yang dibuat oleh RRI adalah keputusan politik dari para administratur negara atau administratur penyelenggara negara maupun publik atau segala sesuatu yang dikerjakan pemerintahan untuk melahirkan produk dan yang tidak dikerjakan oleh hukum berkenaan dengan keberadaan pemerintah. Dengan demikian pihak yang SDM RRI. Tujuannya adalah untuk membuat kebijakan publik adalah mendorong percepatan transformasi RRI pemerintah negara dengan maksud untuk menjadi radio publik. Adapun jenis mengatur kehidupan bersama atau produk hukum yang dibuat tergantung kehidupan publik, dan mempunyai efek pada kedudukan si pembuat. Produk eksternalitas (Dwidjowijoto, 2006: 23- hukum yang dibuat oleh para 27). penyelenggara negara pada umumnya berupa Undang-undang, sedangkan yang dibuat oleh penyelenggara pemerintahan

132

Darmanto , Urgensi Perubahan Kebijakan SDM RRI untuk Mendukung Transformasi Menjadi Radio Publik berupa Peraturan Pemerintah dan 9. Memiliki kemampuan untuk turunannya. bekerja dalam tim guna

Substansi kebijakan SDM seperti menghasilkan produk yang apa yang dapat mendorong percepatan berkualitas; transformasi menjadi radio publik? 10. Memiliki kemampuan intelektual Mengacu pada kompetensi inti BBC yang baik; sebagai lembaga penyiaran publik yang 11. Memiliki semangat pengabdian sudah terpercaya (Shankleman, 2000: untuk membuat yang terbaik bagi 112-120 dan 166-168), kualifikasi SDM RRI sebagai radio publik; yang dibutuhkan oleh RRI agar dapat 12. Memiliki sense artistik yang tinggi mempercepat transformasi menjadi radio di bidang siaran radio; dan publik, yaitu: 13. Memiliki daya kreativitas tinggi. 1. Mempunyai komitmen mendalam terhadap tujuan lembaga Peraturan dan perundangan yang penyiaran publik; menjadi dasar hukum manajemen SDM RRI sekarang ini sangat tidak mungkin 2. Mempunyai sikap anti dapat melahirkan SDM yang memenuhi komersialisme; kriteria tersebut di atas. Dengan 3. Memiliki etos pelayanan publik; demikian, arah perubahan kebijakan SDM 4. Mempunyai integritas moral yang RRI diharapkan dapat mendorong tinggi; lahirnya pegawai yang memenuhi

5. Memiliki komitmen yang dalam kualifikasi sebagai broadcaster lembaga terhadap tugas dan ketrampilan penyiaran publik. membuat program acara siaran

radio; Belenggu Peraturan Perundangan

6. Memiliki profesionalisme yang Kondisi riil SDM RRI saat ini tinggi di bidang siaran radio; masih jauh dari kualifikasi ideal seperti 7. Memiliki kemampuan dipaparkan di atas. Mengapa? Sebab, memproduksi program-program sebagian besar dari 6.000 pegawai RRI di yang bagus dan orisinal untuk seluruh Indonesia saat ini berstatus jenis subyek yang variatif, serta sebagai PNS hasil rekrutmen pada era menarik perhatian segala macam Orde Baru dengan dasar hukum UU No. 8 kelompok selera dan kepentingan; Tahun 1974. Oleh karena itu rata-rata usia

8. Memiliki kemampuan untuk mereka di atas 40 tahun dan sebagian bekerja secara silang antara besar berada di rentang usia antara 45-55 stasiun induk dengan jaringan; tahun sehingga sudah mendekasi masa 133

Jurnal komunikasi, Volume 7, Nomor 2, April 2013

pensiun. Sedangkan sebagian lainnya Upah Minimum Provinsi (UMP). Kondisi merupakan pegawai kontrak yang di tersebut mengakibatkan timbulnya lingkungan RRI lebih populer dengan masalah baru dan cenderung merusak sebutan PBPNS (Pegawai Bukan PNS). suasana kerja karena ada kecemburuan di PBPNS merupakan rekrutmen di era antara mereka. Kalangan PNS karena reformasi, terutama setelah RRI resmi merasa senior lebih banyak menjadi Lembaga Penyiaran Publik pada mendelegasikan pekerjaan kepada tahun 2005, dan pengangkatannya PBPNS. Akan tetapi, pihak PBPNS didasarkan pada Surat Keputusan sesungguhnya berat hati melaksanakan Direktur Utama LPP RRI. tugas-tugas yang ada. Mereka merasa

Dengan demikian terdapat dua hanya “dimanfaatkan” oleh seniornya dasar hukum yang berbeda dalam padahal fasilitas negara yang diberikan ke manajemen kepegawaian di RRI. pihak PNS jauh lebih banyak Pertama , manajemen kepegawaian bagi dibandingkan yang mereka terima yang berstatus PNS dilakukan (Darmanto, dkk, 2011). berdasarkan UU No. 8 Tahun 1974 Terdapat persoalan krusial dengan tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang adanya dualisme status kepegawaian di kemudian diubah dengan UU No. 43 RRI. Namun mengingat sejumlah Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU keterbatasan, maka kajian ini akan lebih No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok diarahkan pada permalahan SDM RRI Kepegawaian, serta peraturan yang berstatus PNS. Alasannya, pelaksanaannya. Kedua, manajemen SDM dibandingkan yang PBPNS, jumlah PNS di bagi PBPNS dilaksanakan berdasarkan RRI jauh lebih banyak sehingga kebijakan direksi LPP RRI dengan dasar pengaruhnya lebih besar. Di samping itu hukum Pasal 41 ayat (1 dan 3) Peraturan karena dasar hukum manajemen Pemerintah Nomor 12 Tahun 2005 kepegawaian untuk PNS adalah undang- tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio undang, maka implikasinya juga jauh Republik Indonesia (LPP RRI). lebih kompleks. Untuk mengubah salah

Berdasarkan hasil studi satu ketentuan yang ada dalam UU sebelumnya, diketahui bahwa perbedaan dibutuhkan proses politik yang panjang status kepegawaian di lingkungan RRI dan anggaran yang besar. Sedangkan telah menimbulkan masalah tersendiri. untuk perubahan kebijakan SDM bagi PBPNS sebagai tenaga kontrak tidak mereka yang berstatus PBPNS cukup memiliki jaminan untuk bekerja di RRI diselesaikan di internal RRI. selamanya. Besaran gaji yang mereka Berdasarkan hasil kajian, sebagian terima juga tidak sebesar yang diterima isi dari UU No.43/1999 sebenarnya sudah PNS karena standar gaji mereka adalah sesuai dengan semangat demokrasi. 134

Darmanto , Urgensi Perubahan Kebijakan SDM RRI untuk Mendukung Transformasi Menjadi Radio Publik

Dalam UU ini terdapat larangan bagi harus netral, mandiri, dan independen Pegawai Negeri agar tidak menjadi dari semua kekuatan politik yang ada. anggota/dan atau pengurus partai politik, Ketika mindset pegawai RRI masih dan harus netral dari semua pengaruh tebelenggu oleh kesadaran sebagai PNS kepentingan golongan maupun partai yang tidak berani kritikal kepada atasan politik, serta tidak diskriminatif dalam dan merasa menjadi bagian dari memberikan pelayanan kepada pemerintah, tentu sulit diharapkan masyarakat (Pasal 3). Prinsip ini adanya percepatan transformasi RRI sesungguhnya sangat sesuai dengan menjadi radio publik. semangat RRI sebagai radio publik.

Akan tetapi, pada bagian Implikasi Status Kepegawaian kewajiban (Pasal 4), semangatnya masih sama dengan UU No. 8/1974, yaitu bahwa Status kepegawaian karyawan RRI setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat yang didominasi oleh PNS merupakan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan warisan Orde Baru yang ditumbangkan Pemerintah. Klausul ini dengan sendirinya oleh gerakan Reformasi pada Mei 1998. membuat PNS di lingkungan RRI sulit Pada masa Orde Baru posisi RRI untuk bersikap netral dan kritikal kepada merupakan UPT dari Deppen. Oleh pemerintah karena mereka merasa Pemerintahan Presiden Abdurahman menjadi bagian dari pemerintah itu Wahid (Gus Dur), Deppen dibubarkan sendiri. Apalagi jika dikaitkan dengan dengan alasan bahwa masalah informasi manajemen PNS seperti diatur dalam Bab menjadi urusan masyarakat sendiri. Akan III UU No.43/1999 bahwa kebijaksanaan tetapi, RRI sebagai lembaga penyiaran manajemen PNS yang mencakup tetap dianggap vital dan karenanya tidak penetapan norma, standar, prosedur, ikut dibubarkan seperti institusi induknya, formasi, pengangkatan, pengembangan Deppen. RRI tetap berusaha eksis melalui kualitas sumber daya PNS, pemindahan, berbagai upaya. Setelah menolak menjadi gaji, tunjangan, kesejahteraan, bagian dari Departemen Perhubungan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan RRI kemudian memilih menjadi kedudukan hukum; semua itu berada di Perusahaan Jawatan (Perjan) sambil terus tangan Presiden selaku Kepala mengupayakan adanya payung hukum Pemerintahan. Hal ini semakin yang lebih kuat untuk menjadi radio memperjelas bahwa posisi PNS publik. Pada akhirnya lahir UU No. sepenuhnya berada di bawah kendali 32/2002 tentang Penyiaran dan PP No. eksekutif sehingga mempersulit proses 12/2005 sebagai aturan pelaksanaan bagi penguatan RRI sebagai radio publik yang keberadaan LPP RRI (Darmanto, 2012: 44-46). .

135

Jurnal komunikasi, Volume 7, Nomor 2, April 2013

Meskipun secara yuridis status RRI tahun 1999, pemimpin yang yang semula merupakan UPT Deppen, mengendalikan RRI tetap sama meskipun kemudian menjadi Perjan, dan akhirnya jabatannya menggunakan nomenklatur sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP), yang berlaku di lingkungan Perjan. Masa tetapi orang-orang yang ada di dalamnnya itu berlangsung sampai dengan tetap sama. Jadi, ibarat sebuah keluarga pertengahan tahun 2005 dengan mereka masih menempati rumah dan dilantiknya direksi yang baru sesuai PP pekarangan yang sama, anggota keluarga No. 12/2005. masih sama, dan kartu identitas yang Kehadiran Parni Hardi sebagai dimiliki juga sama, tetapi “terpaksa” harus Direktur Utama di era LPP periode I mengubah “papan namanya” untuk sebenarnya memberikan harapan baru meyakinkan kepada publik bahwa karena mempunyai visi jelas dan wibawa, lembaga itu benar-benar sudah berubah tetapi karena belum sempat mengikuti amanat perundang-undangan terinternalisasikan dengan baik dan yang yang berlaku. Padahal sesungguhnya bersangkutan tidak menjabat lagi, maka hampir semua belum berubah, kecuali hasilnya belum sempat mengakar. pada struktur organisasi yang kemudian Celakanya, yang terjadi kemudaian adalah mengenal adanya Dewan Pengawas dan upaya “deparnihardisasi” sehingga potret Dewan Direksi. kepemimpinan yang kuat semakin hilang. Karena yang ada di dalam ruang Pegawai RRI semakin kehilangan sosok dengan “papan nama baru” adalah orang- kepemimpinan yang kuat dan mampu orang yang sama, dengan sendirinya membawa gerbang RRI menjadi radio kultur yang berkembang juga masih sama. publik yang ideal.

Sebab untuk bisa terjadinya perubahan Dengan demikian, pada masa-masa budaya organiasi seperti dikatakan kritis, masa transisi dari UPT menuju Schein, dan Kotler at al . dalam Tika radio publik tidak ada pemimpin baru (2008: 97), unsur terpenting yang yang hadir di RRI. Sebaliknya, yang diperlukan adalah kepemimpinan yang terjadi adalah konsolidasi untuk kuat. Perubahan budaya organisasi hanya penguatan kultur yang sudah lama mungkin terjadi jika ada pemimpin baru terbentuk. Bahkan pilihan kelembagaan di yang dapat mengambil langkah-langkah masa transisi adalah Perjan dikandung untuk melembagakan budaya baru dengan maksud agar tidak ada risiko terhadap menciptakan pola-pola baru, berupa status kepegawaian mengingat pilihan simbol-simbol, keyakinan, dan struktur. karyawan RRI tetap ingin menjadi PNS. Faktor kepemimpinan baru dan kuat Seperti diketahui bahwa Perjan memang itu tidak ditemukan di RRI selama masa membolehkan pegawainya berstatus transisi. Ketika Deppen dibubarkan akhir sebagai PNS, sehingga dengan sendirinya 136

Darmanto , Urgensi Perubahan Kebijakan SDM RRI untuk Mendukung Transformasi Menjadi Radio Publik pilihan status itu sejak awal sudah secara tiba-tiba dan langsung mampu menimbulkan dilema tersendiri bagi RRI menyesuaikan diri dengan tuntutan era untuk menjadi radio publik (Darmanto, baru RRI sebagai radio publik.

2004: 244-246). Seandainya hendak dikatakan telah Pilihan status untuk tetap sebagai ada perubahan budaya organisasi, maka PNS mengindikasikan adanya keengganan menurut Paul Bate dalam Sobirin (2007: untuk berubah. Padahal seperti kita 338-342) tingkatannya masih tahap ketahui, birokrasi pemerintahan di deformasi, yaitu perubahan budaya yang Indonesia sejak awal memang sudah sesungguhnya belum terjadi, tetapi masih bermasalah karena sarat dengan politisasi. sebatas gagasan dan kesadaran bahwa Oleh karenanya pembangunan etos kerja perubahan budaya sangat diperlukan. Jadi pun mengalami feodalisasi di mana masih ada tingkatan lagi, yaitu bawahan dalam penyelesaian pekerjaan rekonsiliasi, akulturasi, dan enactive . hanya berorientasi pada petunjuk Pada level deformasi ini sebenarnya pimpinan, dan minim inisiatif karena membutuhkan legitimasi berupa takut salah sehingga yang tampak adalah dukungan dari berbagai pihak baik marginalisme di kalangan aparat internal maupun eksternal. Sayangnya, birokrasi bawah (Dwiyanto, dkk, 2006: pada level pimpinan puncak RRI (Dewan 29). Pengawas dan Dewan Direksi) yang Begitu juga karakter birokrasi masa seharusnya menjadi motor penggerak Orde Baru, cenderung memperlihatkan mobilisasi dukungan untuk kepentingan kuatnya penetrasi birokrasi sebagai legitimasi, justru tidak berbuat banyak. representasi kehadiran negara ke dalam Mereka masih memperlihatkan kultur kehidupan masyarakat dan menciptakan birokrasi gaya lama dengan melakukan strategi politik korporatisme negara feodalisasi melalui ritual kunjungan ke (Dwiyanto, 2006:35-36). Padahal, seluruh stasiun daerah tanpa jelas hasilnya. pegawai RRI yang ikut menyongsong era Feodalisasi birokrasi di lingkungan RRI reformasi, yaitu masa transisi menuju juga diperlihatkan dalam proses radio publik adalah hasil rekrutmen di era pengangkatan pejabat struktural yang Orde Baru yang berwatak otoritarian, sarat dengan kontestasi dukungan hegemonik, dan tidak mempunyai antarpersonal dewan pengawas maupun komitmen melayani kepentingan publik. dewan direksi terhadap calon mereka Dengan sendirinya, karena mereka masing-masing untuk kepentingan dibentuk dalam budaya organisasi yang pencitraan diri. otoritarian, hegemonik, dan rendah Akibat belum berubahnya budaya komitmen dalam pelayanan publik, maka organisasi, maka yang terjadi kemudian rasanya mustahil mereka dapat berubah 137

Jurnal komunikasi, Volume 7, Nomor 2, April 2013

adalah konflik kultural yang tidak kalangan PNS. Akan tetapi, selama berkesudahan di internal RRI. Mayoritas regulasi yang menjadi dasar rekrutmen pegawai RRI ingin tetap berada pada zona dan manajemen pegawai RRI masih UU nyaman sebagai PNS karena tidak perlu No. 8/1974 dan UU No.43/1999 beserta bersusah payah setiap tahun mengalami peraturan pelaksanaannya, hal itu jelas kenaikan gaji, setiap dua tahun sekali tidak akan pernah mampu menyelesaikan menerima kenaikan gaji berkala, setiap permasalahan secara mendasar. empat tahun mengalami kenaikan Sehubungan dengan itu maka pangkat, dan kecil kemungkinan diperlukan adanya perubahan kebijakan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja publik terkait dengan manajemen SDM (PHK) selama tidak melakukan RRI agar mampu mendorong terjadinya pelanggaran hukum kategori berat. percepatan transformasi RRI dari lembaga Budaya birokrasi yang demikian penyiaran pemerintah menjadi lembaga berlawanan dengan apa yang dibutuhkan penyiaran publik. Berhubung produk untuk dapat mewujudkan radio publik hukum yang dipakai dasar dalam yang ideal. manajemen SDM RRI sekarang berupa undang-undang, dengan sendirinya

Kebutuhan Perubahan produk hukum yang akan dibuat sebagai pengganti harus satu level, yakni undang- Melihat kondisi SDM RRI yang ada undang. sekarang ini, tentu kita tidak dapat berharap banyak untuk terjadinya Dalam sejarahnya, kebijakan percepatan transformasi menjadi radio publik, apalagi yang menyangkut publik. Selama pegawai RRI masih permasalahan strategis seperti RRI dan didominasi oleh PNS dengan sendirinya produk hukumnya berupa undang- kultur yang mereka ciptakan adalah undang, tidak pernah lahir begitu saja. feodalisasi birokrasi, minim inisiatif, Oleh karena itu dibutuhkan perjuangan miskin kreativitas, rendah komitmen yang keras untuk mendesakkan kepada dalam pelayanan publik, dan etos para pembuat kebijakan publik bahwa pengabdian untuk memberikan yang permasalahan tersebut sangat mendesak terbaik pada RRI cenderung rendah. untuk dibuatkan regulasi. Mengingat isu ini tidak menarik dan bahkan cenderung Faktanya, sebagai radio publik RRI mengganggu kenyamanan pegawai RRI membutuhkan tenaga yang memenuhi yang berstatus PNS, dan pemerintah juga kualifikasi seperti tersebut sebelumnya. punya agenda sendiri, maka mau tidak Kualifikasi pegawai seperti itu tidak mau kalangan masyarakat sipil ( civil akan terpenuhi jika hanya mengandalkan society ) yang harus aktif pegawai yang ada saat ini, terutama dari memperjuangkan, melakukan advokasi, 138

Darmanto , Urgensi Perubahan Kebijakan SDM RRI untuk Mendukung Transformasi Menjadi Radio Publik dan mendesakkannya di tengah agenda upaya perubahan kebijakan SDM RRI para pembuat kebijakan. tersebut harus diperjuangkan oleh

masyarakat sipil dan pendukung demokratisasi media pada umumnya. Penutup

Berdasarkan paparan pemikiran tersebut di muka, dapat disimpulkan bahwa proses transpormasi RRI dari radio Daftar Pustaka pemerintah menuju radio publik seperti Darmanto, A. 2004. “Dilema Status Perjan diamanatkan oleh UU Penyiaran tahun RRI Menuju Terwujudnya 2002, berjalan lamban dan masih jauh Radio Publik”, Jurnal Ilmu dari harapan. Ada banyak persoalan yang Komunikasi Vol. 2, Nomor 2, melingkupinya, tetapi salah satu faktor September-Desember. penting yang cukup dominan adalah : Jurusan Ilmu kondisi SDM yang secara kuantitas Komunikasi FISIP UPN melebihi kebutuhan, tetapi dari aspek “Veteran” Yogyakarta. kualitas cenderung rendah. Faktor Darmanto, Puji Rianto, Anang Hermawan, penyebab rendahnya kinerja pegawai dan Wisnu Martha Adiputra. adalah karena status mereka sebagai PNS 2011. Laporan Pemetaan Pro 1 sehingga kultur yang dimiliki tidak sesuai dan Pro 2 Radio Republik dengan kebutuhan aktual RRI sebagai Indonesia Tahun 2011. : radio publik yang harus bersikap netral, Direktorat Program Dan mandiri, dan independen, tetapi kritikal ProduksiLPP RRI (tidak terhadap semua kekuatan politik dipublikasikan). termasuk pemerintah. Darmanto. 2012. “Inisiator bukan Sehubungan dengan itu maka Pemimpin” dalam M. Faried solusi yang ditawarkan adalah perlunya Cahyono (ed.), Radio Melintas perubahan kebijakan publik terkait Zaman. Jakarta dan dengan keberadaan SDM RRI. Tentu saja, Yogyakarta: Dit PP LPP RRI produk kebijakan yang diperlukan adalah dan AJI Yogyakarta. dalam bentuk Undang-undang agar satu level dengan dasar hukum yang dipakai Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2006. sekarang. Mengingat perubahan kebijakan Kebijakan Publik untuk tersebut akan sangat mengganggu Negara-negara Berkembang . kenyamanan mayoritas pegawai RRI, dan Jakarta: Elex Media agenda pemerintah untuk menarik Komputindo. kembali RRI di bawah naungannya, maka

139

Jurnal komunikasi, Volume 7, Nomor 2, April 2013

Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. Reformasi Tika, Moh. Pabundu. 2008. Budaya Birokrasi Publik di Indonesia . Organisasi dan Peningkatan Yogyakarta: Gadjah Mada Kinerja Perusahaan . Jakarta: University Press. PT Bumi Aksara

Nugroho, Riant. 2012. Public Policy . Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Jakarta: Elex Media tentang Penyiaran. Komputindo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun tentang Pokok-pokok 2005 tentang Lembaga Kepegawaian. Penyiaran Publik Radio Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Republik Indonesia. tentang Perubahan atas UU No. Shankleman, Lucy Kung. 2000. Inside 8 Tahun 1974 tentang Pokok- BBC and CNN Perbandingan Pokok Kepegawaian. Budaya Organisasi Media Wahyono, S. Bayu, dkk. 2011. Ironi (terj.: Kresno Saroso). Jakarta: Eksistensi Regulator Media di Kantor Berita 68 H. Era Demokrasi . Yogyakarta: Sobirin, Ahmad. 2007. Budaya PR2Media dan Yayasan Tifa. Organisasi: Pengertian, Makna Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik dan Aplikasinya dalam Teori dan Proses . Yogyakarta: Kehidupan Organisasi . MedPress. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

.

140