Volume 5 No 1, (APRIL Tahun 2020) Hal. 59-64 Copyright © 2020 Jurnal Penelitian Budaya Program250 Stu2d-i3K2a6j8ia.n Budaya Pascasarjana Universitas Halu Oleo Tenggara, e-ISSN: Open Access at: ttp://ojs.uho.ac.id/index.php/JPeB Proses Degalu (Berkebun) pada Suku Muna di Kabupaten Muna Barat

1)* Hasriman Danaosa Pomili, 2) Sitti Hafsah, dan 3) Abdul Alim

Program Studi Kajian Budaya Pascasarjana Universitas Halu Oleo, Kendari Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, Kendari Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, Kendari

Corresponding Author: *Hasriman ([email protected])

Abstrak: Tujuan Penelitian adalah: (1) untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan kegiatan degalu (berkebun) pada etnik Muna di Kabupaten Muna Barat; (2) untuk menganalisis nilai degalu yang terkandung pada etnik Muna di Kabupaten Muna Barat. Informan penelitian ini dengan menggunkan unsur kesengajaan (purpose sampling) yaitu tokoh masyarakat serta anggota masyarakat yang berkebun. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik pengamatan (observasi partisipasi), wawancara langsung, serta rekaman kejadian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model analisis Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) proses kegiatan degalu (berkebun) dimulai dari: (a) defelentu gholeo metaano (b) detambori, (c) dewei, (d) detughori, (e) dosula, (f) detotawu, (g) ghala/katondo, (h) kasalasa, (i) dotisa kahitela, (j) dotisa rapo-rapo, (k) dekangkiri, (l) pasele, (m) moghuri, (n) debuna rapo-rapo, (o) detongka; (2) Nilai-nilai yang terkandung dalam degalu (berkebun) pada etnik Muna antara lain: (a) nilai religi, (b) nilai pelestarian hutan dan lingkungan, (c) nilai sosial, dan (d) nilai kesejahteraan. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu proses degalu masih tetap dipertahankan dan dilakukan oleh masyarakat setempat sampai sekarang Kata kunci: degalu, nilai, suku Muna

Abstract: The research objective this is: (1) to describe the process of implementing degalu (farmed) activities to Muna tribe in West Muna ; (2) to analyze degalu value contained to Muna tribe in West . The informant of this study used the element on purpose (purpose sampling) are community leaders and community members that farming. Methods of data collection in this study was with observation technique (observation participant), direct interview, and recording of the incident. The technique analysis of data used in this study refers to the Miles dan Huberman analysis model, that is data reduction, data presentation and conclusion. The results of the study are as follows: (1) the process activities of degalu (farmed) starts from: (a) defelentu gholeo metaano (b) detambori, (c) dewei, (d) detughori, (e) dosula, (f) detotawu, (g) ghala/katondo, (h) kasalasa, (i) dotisa kahitela, (j) dotisa rapo-rapo, (k) dekangkiri, (l) pasele, (m) moghuri, (n) debuna rapo-rapo, (o) detongka; (2) Values of the contained in degalu (farmed) of Muna ethnic among others: (a)

59 Volume 5 No 1, (APRIL Tahun 2020) Hal. 59-64 Copyright © 2020 Jurnal Penelitian Budaya Program250 Stu2d-i3K2a6j8ia.n Budaya Pascasarjana Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara, religious value, (b) foreste-I SSN:and environmentalOpen A cconservationcess at: ttp://oj s.uhvalue,o.ac. i(c)d/in socialdex.php/ value,JPeB and (d) welfare value. Key Words: Degalu, Value, Muna ethnic

PENDAHULUAN Pertanian merupakan mata Masyarakat yang utamanya pencaharian yang biasanya terdapat di masih sangat melekat dengan nilai- pedesaan yang hidup jauh dari lautan. nilai, norma, adat dan kebiasaan Sistem mata pencaharian tersebut tradisional daerahnya sebisa mungkin adalah seperti berburu dan meramu, mempertahankan hal tersebut namun perikanan, bercocok tanam, juga akan menyesuaikan dengan peternakan, perdagangan dan lain-lain perkembangan zaman dan kemajuan (Koentjaraningrat, 1981: 11). Dalam teknologi tetapi tidak menghilangkan hal ini, biasanya mata pencaharian nilai-nilai, norma-norma, adat istiadat yang dilakoni masyarakat dan kebiasaan yang telah menjadi menyesuaikan dengan kondisi wilayah pedoman hidupnya selama ini. Hal tempatmereka bermukim di wilayah inilah yang menyebabkan masyarakat daratan dan perbukitan maka mempertahankan cara-cara tradisional masyarakat bermata pencaharian dalam berbagai aktivitasnya, utamanya sebagai petani. Menurut Anwas (1992: dalam bertani. Bertani memiliki nilai- 34) mengemukakan bahwa petani nilai positif yang dapat adalah orang yang melakukan cocok menguntungkan bagi masyarakat yang tanam dari lahan pertaniannya atau melakukannya. Nilai-nilai tersebut memelihara ternak dengan tujuan terkandung dalam setiap aktivitas untuk memperoleh kehidupan dari keseharian, adat istiadat, serta mata kegiatan itu. Pertanian yang dilakukan pencaharian. oleh petani seperti bercocok tanam di Koentjaraningrat (1992: 26) ladang atau sawah bertujuan untuk menyebutkan sisten nilai budaya memenuhi kebutuhan hidup terdiri dari konsepi-konsepi yang keluarganya dan juga difungsikan hidup dalam alam pikiran sebagai pemenuhan kebutuhan sebagianbesar keluarga masyarakat, lainnya. Lebih lanjut Anwas (1992: mengenai hal-hal yang harus mereka 34) mengemukakan bahwa pertanian anggap bernilai dalam hidup. Lebih adalah kegiatan manusia lanjut nilai dijelaskan oleh Pepper mengusahakan terus dengan maksud dalam Soelaeman (2005: 35) memperoleh hasil-hasil tanaman mengatakan bahwa nilai adalah segala ataupun hasil hewan tanpa sesuatu tentang yang baik atau yang mengakibatkan kerusakan alam. buruk. Sejalan dengan pengertian Kegiatan pertanian yang dilakukan tersebut, Soelaeman juga oleh masyarakat haruslah tidak menambahkan bahwa nilai adalah merusak alam, hutan dan lingkungan. sesuatu yang dipentingkan manusia Jika berbicara tentang pertanian, maka sebagai subjek, menyangkut segala akan sangat erat hubungannya dengan sesuatu yang baik atau yang buruk, masyarakat pedesaan karena sebagai abstraksi pandangan atau masyarakat pedesaan mayoritas maksud dari berbagai pengalaman bermata pencaharian petani dan masih dalam seleksi perilaku yang ketat. menggunakan cara-cara tradisional.

60 Volume 5 No 1, (APRIL Tahun 2020) Hal. 59-64 Copyright © 2020 Jurnal Penelitian Budaya Program250 Stu2d-i3K2a6j8ia.n Budaya Pascasarjana Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara, Hal inilah yang berhubungane-ISSN: dengan OpendigunakanAccess at: ttp dan://oj telahs.uho.a cditanami.id/index.p hminimalp/JPeB kearifan lingkungan karena jika 3 (tiga) kali akan berkurang tingkat berbicara tentang pertanian maka kesuburan dan hasil dari tanaman yang keadaaan lingkungan dan hutan sekitar ditanam sehingga masyarakat akan lokasi pertanian akan dijaga, berpindah ketempat yang baru. Sistem dipelihara dan dilestarikan. Pertanian perladangan berpindah ini, diamati merupakan mata pencaharian secara singkat maka akan berpotensi masyarakat yang dilakukan merusak hutan karena perladang yang masyarakat diberbagai daerah, salah berpindah-pindah pastinya akan satunya di Kecamatan Wadaga menebang hutan untuk dijadikan Kabupaten Muna Barat. tempat bertani masyarakat, tetapi Kecamatan Wadaga karena dilakukan secara tradisional merupakan salah satu kecamatan yang dengan cara-cara yang tidak merusak ada di Kabupaten Muna Barat yang lingkungan maka hutan dan hampir seluruh masyarakatnya lingkungan dapat terjaga. bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini disebabkan masyarakatnya METODE PENELITIAN banyak yang tidak menjadi pegawai Penelitian ini merupakan negeri/swasta, serta tidak berniat untuk penelitian kualitatif dengan penelitian mengolah mata pecaharian lain, tetapi langsung di lapangan. Teknik memilih melanjutkan proses bertani penentuan informan dalam penelitian yang telah menjadi mata pencaharian ini menggunakan pemilihan sampel dari sejak dulu yang turun temurun (purposive sampling). Teknik ini dari generasi ke generasi. Selain itu dipilih karena penelitian yang tersedianya lahan yang dapat dijadikan dilakukan di Kecamatan Wadaga, sebagai mata pencaharian para petani. masyarakatnya hampir semuanya Hal ini dikarenakan daerah ini bermata pencaharian sebagai petani. didominasi oleh gunung-gunung dan Informan penelitian berjumlah 9 orang perbukitan sehingga mata pecaharian yang telah dipilih oleh peneliti yang dilakukan oleh masyarakatnya dikarenakan informan lain yang adalah pertanian. diwawancarai telah terjadi Perladangan berpindah adalah pengulangan informasi yaitu tokoh suatu kegiatan pertanian yang Adat (1 orang), tokoh masyarakat (1 dilakukan di banyak lahan hasil orang) dan anggota masyarakat (7 pembukaan hutan atau semak di mana orang). Sebagaimana dalam setelah beberapa kali panen/ditanami, pengumpulan data, peneliti bertindak maka tanah sudah tidak subur sebagai instrument utama dalam sehingga perlu pindah ke lahan lain melakukan pengambilan data yang subur atau lahan yang sudah penelitian yang dilakukan lama tidak digarap. Dalam proses menggunakan tiga tahapan yaitu bertani etnik Muna selalu observasi, wawancar mendalam, menggunakan perladangan berpindah dokumentasi dan rekaman video. yang sudah diwarisinya secara turun Teknik analisis data yang digunakan temurun dari cara-cara bertani nenek dalam penelitian ini mengacu pada moyang. Perladangan berpindah model analisis Miles dan Huberman dilakukan karena lokasi pertanian yang (2009: 16-20) terdiri dari tiga alur

61 Volume 5 No 1, (APRIL Tahun 2020) Hal. 59-64 Copyright © 2020 Jurnal Penelitian Budaya Program250 Stu2d-i3K2a6j8ia.n Budaya Pascasarjana Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara, kegiatan, yaitu reduksi edata,-ISSN: penyajian OpenpembabatanAccess at: ttp: //rumputojs.uho. aatauc.id/ insemakdex.php/-semakJPeB data dan penarikan kesimpulan. dan pohon-pohon kecil sampai selesai dan untuk pohon besar tetap di PEMBAHASAN sisahkan, (4) detughori (menebang Kegiatan degalu merupakan pohon) yaitu menebang pohon-pohon kegiatan yang dilakukan oleh petani yang disisahkan setelah proses dewei untuk bertani sampai dengan panen selesai dan kegiatan ini juga biasanya dalam sebuah lahan yang telah siap ada kesepakan untuk melakukannya atau sudah diolah. Kegiatan degalu bersama-sama dengan petani yang lain yang sering disebut-sebut masyarakat dalam satu lahan kebun atau dapat atau para petani yang dimulai dari juga dilakukan sendiri-sendiri jika proses tanam sampai panen. Kegiatan tidak ada kesepakan, (5) dosula degalu tanaman jagung (kahitela) dan (pembakaran) yaitu kegiatan kacang tanah (rapo-rapo) merupakan membakar semak belukar dan dahan kegiatan yang dilakukan oleh serta ranting-ranting kecil yang telah masyarakat di Kecamatan Wadaga mati. (6) detotawu (pembakaran) yaitu secara rutin karena merupakan mata membakar sisa semak atau ranting dari pencaharian utama. Kegiatan degalu hasil dosula yang tidak terbakar habis, dimulai pada proses penanaman (tisa) (7) ghala/katondo (pemagaran) yaitu sampai pemanenan merupakan proses melakukan pemagaran (doghala) pada sangat panjang yang harus dikerjakan kebun yang akan dijadikan tempat petani demi untuk dapat menikmati menanam jagung dan kacang tanah. hasilnya pada masa pemanenan tiba. Proses doghala yaitu dengan menugal Sebelum kegiatan menanam jagung patikala secara berhadap-hadapan dan dan kacang tanah dilakukan, terlebih begitu seterusnya, lalu di dalamnya dahulu harus mempersiapkan lahan dimasukkan kayu secara melintang yang akan digunakan sebagai lahan lalu kayu tadi dijepit dengan patikala untuk menanam. yang berhadapan dan diikat dengan Kegiatan persiapan lahan nena, (8) kasalasa (ritual sebelum memiliki tahapan-tahapan, terdiri dari: menanam) merupakan ritual yang (1) defelentu gholeo metaano dilakukan ketika lahan yang akan (pencarian hari baik) yaitu mencari menjadi tempat untuk menanam telah hari baik untuk membuka lahan pada siap dan bertujuan untuk meminta izin, saat membuka lahan dan ada juga perlindungan serta rezeki kepada mencari hari baik untuk menanam Tuhan. (9) dotisa kahitela (menanam ketika musim menanam telah tiba, (2) jagung) yaitu kegiatan menanam bibit detambori (ritual membuka lahan) atau benih jagung yang dilakukan di yaitu ritual yang dilakukan sebelum lahan yang sama dengan tempat untuk membuka lahan yang akan dijadikan menanam kacang tanah yang telah lahan untuk berkebun. Proses tambori diolah sebelumya dan siap ditanami, ini dilakukan dengan cara memotong (10) dotisa rapo-rapo (menanam sebagian rumput di lahan yang akan kacang tanah) merupakan kegiatan jadi tempat berkebun. Menurut para menanam bibit atau benih kacang petani kegiatan detambori ini dimulai tanah pada lahan yang sama dengan dengan mengucapkan matra (doa), (3) tempat untuk menanam jagung yang dewei (membambat) yaitu dengan telah diolah sebelumya dan siap

62 Volume 5 No 1, (APRIL Tahun 2020) Hal. 59-64 Copyright © 2020 Jurnal Penelitian Budaya Program250 Stu2d-i3K2a6j8ia.n Budaya Pascasarjana Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara, ditanami dan dilakukane -setelahISSN: proses OpenperlindunganAccess at: ttp:// oj dalams.uho.ac .id/ bentukindex.ph p/ ritual.JPeB menanam jagung selesai, (11) Nilai pelestarian hutan dan lingkungan dekangkiri (membersihkan gulma) tercermin dari bentuk pemeliharaan yaitu membersihkan gulma yang mulai lahan yang telah selesai diolah, tumbuh setelah melakukan penanaman kemudian diberikan jangka waktu jagung dan kacang tanah dan minimal untuk lahan tersebut diolah kembali selang waktu dari hari penanaman antara 5 sampai 10 tahun ke depan. sekitar selama 15 hari, (12) pasele Hal ini juga tercermin dari proses (jagung yang baru berbuah) yaitu bertani yang tidak menggunakan jagung yang baru berbuah sehingga bahan-bahan yang dapat membunuh buahnya masih terlihat seperti tangkai bibit pohon secara permanen sehingga dan isinya masih kecil dan sudah bibit tersebut dapat tumbuh kembali mencapai 43 hari atau lebih, (13) menjadi cadangan pohon baru. Nilai moghuri (jagung muda) yaitu jagung sosial tercermin dari kegiatan saling muda yang sudah memiliki buah yang bantu membantu dalam berkebun sudah cukup besar tetapi daunnya (pokadulu/pokaowa/porimatai) yang masih hijau atau sudah berumur sudah dilakukan oleh masyarakat yang telah berumur dua bulan lebih, (14) debuna dilakukan secara turun temurun oleh rapo-rapo (mencabut kacang tanah) para petani untuk mempermudah suatu yaitu kegiatan mencabut kacang yang pekerjaan dalam bertani dengan cara telah siap panen dan sudah mencapai petani yang telah membantunya maka umur 79 sampai 84 hari dari awal akan dibalas dibantu oleh orang yang proses penanaman, (15) detongka telah dibantunya. Nilai kesejahteraan (memanen jagung) yaitu kegiatan tercermin dari para petani yang dapat memetik buah jagung yang telah tua mendidikan rumah dan memenuhi dan siap panen dan telah mencapai kebutuhan hidup mereka serta umur 87 hari sampai 3 bulan lebih dari menyekolahkan anak-anak mereka awal proses penanaman. dari mulai sekolah dasar sampai ke Degalu (berkebun) dalam etnik perguruan tinggi. Berkebun para Muna memiliki nilai-nilai yang petani dapat makmur dan anak-anak terdapat dalam setiap proses mereka bias terjamin dan dapat kegiatannya yang dianalisis sekolah sampai perguruan tinggi. menggunakan teori Clyde Kluckhohn di bagi menjadi empat yaitu nilai KESIMPULAN religi, pelestarian hutan dan Berdasarkan hasil penelitian lingkungan, sosial, dan kesejahteraan. ini, maka penulis mendapatkan sebuah Nilai religi tercermin dari moral yang kesimpulan bahwa: tersirat dan tersurat dalam kepercayaan (1) Proses kegiatan degalu (berkebun) religious yang menjadikan masyarakat dimulai dari: defelentu gholeo menjadi insan yang pandai berdoa dan metaano (pencarian hari baik), bersyukur kepada pemberian Tuhan detambori (ritual membuka lahan), Yang Maha Esa (Allah SWT). dewei (membambat), detughori Kegiatan bertani masyarakat ini selalu (menebang pohon), dosula berhubungan dengan religi karena (pembakaran), detotawu sepanjang kegiatannya tidak lepas dari (pembakaran), ghala/katondo ucapan rasa syukur dan meminta (pemagaran), kasalasa (ritual

63 Volume 5 No 1, (APRIL Tahun 2020) Hal. 59-64 Copyright © 2020 Jurnal Penelitian Budaya Program250 Stu2d-i3K2a6j8ia.n Budaya Pascasarjana Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara, sebelum menanam),e-ISSN: dotisa OpenKoentjaraningrat.Access at: ttp://ojs.uho1992..ac.id/indeKebudayaanx.php/JPeB kahitela (menanam jagung), dotisa Mentalitas dan Pembangunan. rapo-rapo (menanam kacang Jakarta: PT. Gramedia Pustaka tanah), dekangkiri (membersihkan Umum. gulma), pasele (jagung yang baru berbuah), moghuri (jagung muda), Miles, Matthew B. & A. Michael debuna rapo-rapo (mencabut Huberman. 2009. Analisis kacang tanah), detongka Data Kualitatif. Jakarta: UI- (memanen jagung). Press. (2) Nilai degalu (berkebun) etnik Muna terdiri dari: nilai religi yaitu Soelaeman. 2005. Ilmu Sosial Dasar. dalam proses pelaksanaan degalu Bandung: PT Refika. selalu meminta perlindungan dan bersyukur kepada Tuhan atas segala hasil yang diperoleh; nilai pelestarian hutan dan lingkungan yaitu dalam bertani selalu menjaga dan memperhatikan hutan dan lingkungan dengan tidak membunuh bibit pohon secara permanen sehingga dapat tumbuh kembali serta pemberian jangka waktu pada lahan yang telah diolah untuk diolah kembali; nilai sosial yaitu saling bantu membantu dalam kegiatan degalu sehingga hubungan persaudaraan tetap terjalin; nilai kesejahteraan yaitu dengan degalu dapat mensejahterakan petani karena dapat membangun rumah, mencukupi kebutuhan hidup, dan membayar biaya pendidikan anaknya dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Anwas A. 1992. Pengantar Ilmu Pertanian. Jakarta: Rineke Cipta.

Koentjaraningrat. 1981. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

64