MAKNA UNGKAPAN PANTANGAN (FALIA) PADA UPACARA ADAT KARIA DI KECAMATAN SANGIA WAMBULU, KABUPATEN TENGAH, PROVINSI TENGGARA THE MEANING OF TABOO EXPRESSIONS (FALIA) IN CUSTOM CEREMONY OF KARIA IN SANGIA WAMBULU, CENTRAL BUTON , PROVINCE

Hasmah Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221 Telepon (0411) 885119, 883743, Faksimile (0411) 865116 Pos-el: [email protected] Handphone: 085255902370 Diterima: 2 Agustus 2016; Direvisi: 5 Oktober 2016; Disetujui: 30 November 2016

ABSTRACT The Baruta society who live in Sangia Wambulu, Central is a society with self-character of customs, one of them is the seclusion custom ceremony (Karia). In custom ceremony of Karia, it is believed that there are restrictions that should be avoided, like taboo, and then referred to call falia expressions. The falia expressions contain moral teachings which refer to the discipline, the formation of character and self- control for women who are considered ready to marry. This study uses a qualitative approach with the data collection techniques of observation, in depth interview, and documentation. This study reveals the meaning of the falia expressions on the implementation of the Karia Custom Ceremony in Sangia Wambulu, Central Buton Regency. The implementation of the Karia Custom Ceremony aims to provide advices to participants of karia through the falia expression, either when getting in or out of confinement (kaghombo). In falia expressions, there are restrictions that must not be done by the participants of karia. According to the beliefs of the Baruta society, the participants of karia will get hazards or obstacles in his life in the future if violates the falia expressions, such as difficult to get a mate or other dangers. Keywords: the falia expressions, meaning, the Baruta society.

ABSTRAK Masyarakat Baruta yang bermukim di Kecamatan Sangia Wambulu, Buton Tengah merupakan masyarakat yang memiliki adat tersendiri, salah satu di antaranya adalah upacara adat pingitan (karia). Dalam upacara adat karia, dipercayai bahwa ada pantangan yang harus dihindari, berupa ungkapan, yang disebut ungkapan falia. Ungkapan falia mengandung ajaran moral yang mengacu pada kedisiplinan, pembentukan karakter, dan pengendalian diri bagi perempuan yang dianggap sudah siap berumah tangga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data, berupa observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Penelitian ini mengungkap makna ungkapan falia pada pelaksanaan upacara adat karia di Kecamatan Sangia Wambulu, Kabupaten Buton Tengah. Pelaksanaan upacara adat karia bertujuan untuk memberikan nasehat bagi peserta karia melalui ungkapan falia, baik pada saat masuk maupun keluar dari kurungan (kaghombo). Dalam ungkapan falia, terkandung makna pantangan/larangan yang tidak boleh dilakukan oleh peserta karia. Menurut kepercayaan masyarakat Baruta, peserta karia akan mendapat bahaya atau rintangan dalam menjalani hidupnya kelak apabila melanggar ungkapan falia tersebut, berupa kesulitan mendapatkan jodoh dan bahaya-bahaya yang lain. Kata kunci: ungkapan falia, makna, masyarakat Baruta.

491 PB PENDAHULUAN falia yang dikumpulkan sebagai temuan dalam Suku bangsa Buton merupakan salah satu penelitian. suku bangsa di yang memiliki karakter Inisiasi adalah suatu tindakan pengenalan, budaya tersendiri, dengan berbagai macam tindakan pengenalan dalam soal-soal yang sistem yang terkandung dalam adat istiadat sebelumnya tidak diketahuinya dan yang harus yang dipercaya memiliki nilai-nilai luhur, baik diketahui oleh orang-orang dewasa. Masalah- berupa sistem nilai, sistem norma, dan sistem masalah inisiasi dalam hubungan yang lebih luas hukum. Salah satu dari sistem nilai-nilai budaya adalah soal peralihan dari satu status ke status Buton adalah karia (pingitan). Nilai-nilai budaya yang lain, dimana status diartikan sebagai tempat dalam karia (pingitan) mengandung ungkapan- dari suatu posisi sosial dalam tingkat tatanan ungkapan yang bentuknya bermacam-macam, posisi-posisi social (J. van Baal,1988:18). diantaranya ungkapan pemali atau lebih dikenal Hertz dalam Koentjaraningrat (1992:101- dengan falia. 107) menunjukkan anggapan bahwa upacara Makna yang terkandung di dalam inisiasi harus mempunyai tahapan yaitu tahap ungkapan falia (pantangan) berbentuk nasehat yang melepaskan obyek dari hubungannya atau larangan yang diungkapkan secara wajar. dengan masyarakatnya yang lama, tingkat yang Bila dipelajari secara seksama akan dapat mempersiapkannya bagi kedudukan yang baru. memberikan informasi yang berguna bagi Dalam tingkat persiapan masa inisiasi, si obyek kehidupan social pemiliknya mengenai norma merupakan seorang mahluk yang lemah sehingga social dan nilai etik moral. Namun demikian harus dikuatkan dengan berbagai upacara ilmu tidak mudah melakukan pembinaan ungkapan gaib. falia terhadap anggota masyarakat yang Gennep dalam Koentjaraningrat sedang mengalami pergeseran nilai kehidupan (1992:110) menyatakan bahwa dalam kegiatan yang dewasa ini dipenuhi oleh modernisasi upacara inisiasi sering ada acara di mana individu sehingga mengakibatkan munculnya seseorang yang bersangkutan secara para lambang seakan- kehilangan pandangan dalam menentukan sikap akan dilahirkan kembali, dan mengukuhkan serta tingkah lakunya. Disamping itu, karena integrasinya ke dalam lingkungan sosial yang pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan baru. teknologi dewasa ini sehingga menyebabkan Upacara adat dalam hal ini upacara pemahaman akan nilai-nilai norma pendidikan tradisional merupakan perayaan atas pesta apakah yang bersumber dari nilai-nilai budaya kurang sifatnya keagamaan yang bersifat tradisional mendapat perhatian dari kalangan generasi maupun sifatnya nasional biasanya disebut muda. upacara. Upacara lebih banyak dihubungkan Ungkapan falia mengandung suatu dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat sakral ajaran moral yang mengacu kepada tatanan atau suci. Upacara adat yang bersifat tradisional kedisiplinan baik moral pribadi maupun moral dikenal dengan penampilan berbagai macam masyarakat atau kelompok sosial khususnya benda-benda suci yang turut memberi makna diperuntukkan bagi kalangan perempuan. Untuk terhadap upacara tersebut. Upacara ini sendiri itulah peneliti mencoba mengangkat masalah ini merupakan pernyataan cara berpikir dan dengan harapan selain untuk tujuan sosialisasi cara merasa dari kelompok masyarakat yang juga untuk tujuan pengenalan perkembangan, berfungsi mengukuhkan tata tertib yang sedang serta pengungkapan kembali dalam rangka tetap berlaku, di samping memberi peringatan dan (lestarinya) kebudayaan bangsa pada umumnya sosialisasi bagi kehidupan masyarakat (Daradjat, dan kebudayaan Buton pada khususnya. 1996). Pantangan pada umumnya diidentikkan Sehingga peneliti berusaha memberikan dengan tabu, dalam hal ini tabu digunakan dalam deskripsi terhadap masukan dari setiap ungkapan pengertian yang diterapkan adanyan larangan-

492 PB Makna Ungkapan Pantangan ... Hasmah larangan tertentu pada orang, barang, atau khusus dan diisyaratkan kepada wanita yang obyek tertentu dan juga makanan tertentu karena menjelang usia dewasa (kriteria wanita yang akan menimbulkan ketakutan dan bahaya. Bagi menjelang dewasa yang ditandai dengan adanya masyarakat Baruta, pantangan ini disebut falia. haid). Secara umum, beliau memberikan batasan Pantangan ini biasanya diterapkan sebagai lawan pingitan yaitu suatu upacara adat tradisional adat kebiasaan yang diwariskan oleh leluhur yang dilaksanakan oleh orang tua kepada (Daradjat, 1996:52). anak gadisnya yang sudah memasuki alam Falia atau pemali inilah yang dianggap dewasa untuk mendapatkan gemblengan fisik sebagai petunjuk-petunjuk tentang adanya dan mentalnya sehingga kelak matang dalam bahaya-bahaya dalam perjalanan hidup manusia. menghadapi kehidupan rumah tangga. Falia atau pemali ini diterapkan sebagai lawan Tradisi upacara ritual karia terkandung adat kebiasaan yang diwariskan oleh leluhur nilai-nilai luhur dan simbol-simbol bagi (Daradjat, 1992:52). Lebih lanjut dijelaskan masyarakat Muna, nilai-nilai tersebut bahwa tabu dapat dilihat bermacam-macam kelas mengungkapkan aspek-aspek terdalam dari yang dalam pengertian luas dapat dibedakan kenyataan yang tidak terjangkau oleh alat-alat dalam: pengenalan yang lain. Rupa simbol-simbol 1. Natural, alami dan langsung yaitu akibat dapat berubah tetapi fungsi dan maknanya sama. dari “mana” atau karena sesuatu kekuatan Simbol, mitos dan ritus selalu mengungkapkan misterius yang ada pada seseorang maupun suatu situasi batas manusia dan bukan hanya suatu benda. suatu situasi historis, (Daeng dalam Abdul Asis, 2. Tidak alami dan tidak langsung sebagai 2014:107). akibat dari “mana” tetapi lebih dikarenakan Dasar-dasar pelaksanaan upacara adat pada yang didapat atau yang diadakan, karia dalam masyarakat Baruta, menurut Engku dibuat dan ditentukan oleh Syaman. (1982, 10-12) adalah dengan memperhatikan 3. Bersifat “perantara atau menengah” ini adanya tanda-tanda bahwa sang gadis telah gabungan antara yang alami (kekuatan menginjak usia dewasa baik secara biologis, misterius) dan langsung dan tidak alami maupun psikologis. Ungkapan falia atau (buatan yang dilakukan oleh manusia itu pantangan dalam upacara karia dianggap oleh sendiri) atau tidak langsung. masyarakat baruta sebagai wujud aturan yang mengikat gadis agar menjadi disiplin, memiliki Pada upacara adat karia terutama untuk karakter luhur dan mampu mengendalikan diri pertama kalinya, terdapat beberapa hal falia hingga memiliki rumah tangga dan menjadi istri (pantangan) untuk dilakukan karena inisiasi yang baik. kehidupan manusia. Peserta karia berjalan dengan selamat dan lancar tanpa ada hambatan METODE (Dradjat, 1996:67). Oleh karena itu, pelanggaran terhadap larangan bukannya suatu hukuman Fokus lokasi penelitian ini berlokasi seketika, akan tetapi merupakan tuntutan di Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten seorang yang melanggar pantangan itu karena Buton Tengah yang ditetapkan dengan sengaja akan timbul suatu petaka dan bencana. (purposive), lokasi tersebut merupakan daerah Karia diformulakan sebagai tata upacara dimana masyarakatnya masih teguh didalam pengalihan secara formal dari status gadis cilik melaksanakan nilai-nilai adat budaya, salah kepada status gadis perawan atau bila dikaitkan satunya adalah tetap menjalankan adat upacara dengan sifatnya yang religius diharapkan akan karia (pingitan) dapat dicapai pengalian dari status awam kepada Agar lebih komprehensif dalam status solihin. Menurut Engku (1982:8) karia pengambilan data, peneliti mengkategorikan adalah orang berada dalam suatu kurungan data sesuai prosedur pengumpulannya, terdiri

493 PB dari; (a) Mengamati (observasi) kondisi lapangan Pengendalian ini bersifat positif karena berisikan penelitian untuk mendapatkan data awal terkait anjuran, pendidikan, dan arahan sebagai aktifitas sosial budaya di Kecamatan Sangia pedoman perilaku warganya sesuai dengan Wambulu yang kemudian dijadikan rujukan kehendak sosial masyarakat. empiris untuk melangkah ke prosedur penelitian Falia (pantangan) yang ada dalam upacara selanjutnya; (b) Data primer dikumpulkan secara karia dapat mendidik seorang wanita dan melatih langsung dari informan dengan menggunakan kesabaran untuk berbuat sesuai dengan norma teknik wawancara (interview guide) yang yang ada dalam masyarakat. Dari pantangan- dilakukan di lapangan dengan fokus kepada pantangan upacara tersebut dapat dijadikan prosesi adat upacara karia dan ikut berpartisipasi norma sosial dalam bertindak dan bertingkah dalam prosesi ritual adat karia; (c) Teknik laku sehingga menjadikan mereka dapat hidup dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data rukun secara damai dalam masyarakat. Karena dengan cara mencatat data secara langsung baik selama berada dalam kurungan, seluruh anggota berupa arsip maupun foto-foto atau gambar karia mendapat berbagai falia (pantangan) yang mulai dari lingkungan fisik penelitian sampai harus diikuti sehingga apapun yang menjadi dengan prosesi pelaksanaan upacara karia keinginannya dapat tertahan karena merupakan beserta makna dan fungsinya. falia (pantangan) yang tidak boleh dilaksanakan. Langkah selanjutnya adalah analisis data. Data yang diperoleh dari wawancara, 1. Ungkapan Falia (Pantangan) yang Digunakan observasi, dan dokumentasi dianalisis secara Sebelum Peserta Karia Memasuki Kaghombo kualitatif. Analisis data terdiri dari tiga alur (Kurungan) kegiatan secara bersamaan, yakni reduksi kata, Sebelum memasuki upacara adat karia, menyerderhanakan data yang diperoleh dengan masyarakat telah bersepakat untuk membuat mengklasifikasi dan penyajian data dengan suatu ruangan kosong yang cukup luas yang membuat abstraksi dengan menghubungkan bisa menampung sejumlah peserta karia atau membandingkan teori dalam penarikan dalam jumlah yang banyak. Bagi masyarakat kesimpulan (Miles,1992:35). Kecamatan Sangia Wambulu, ruangan kosong dan besar tersebut dinamakan kaghombo PEMBAHASAN (kurungan). Karena anaknya harus di karia Makna Ungkapan Falia (Pantangan) pada terlebih dahulu sebelum dinikahkan (Nurhaidah, Pelaksanaan Upacara Adat Karia 2011:64). Dari uraian di atas maka jelaslah a) Ungkapan Falia (Pantangan) yang Harus bahwa kaghombo (kurungan) disediakan oleh Dihindari pada Pelaksanaan Upacara masyarakat setempat secara bergotong royong. Adat Karia Sebelum masuk dalam kurungan besar bersama- Menurut masyarakat Baruta dalam sama terlebih dahulu gadis sebagai peserta karia pelaksanaan upacara karia terdapat falia (pingitan) dikurung dalam rumah (dethelambu). (pantangan) yang harus dihindari oleh setiap Kurungan dalam rumah ini berlangsung selama anggota karia. Falia (pantangan) tersebut paling cepat 4 (empat) hari 4 (empat) malam, mempunyai makna positif, karena mengandung selebihnya terserah dari peserta tersebut sebelum norma atau aturan yang mencerminkan nilai- memasuki kurungan besar (galampa). Yang nilai atau asumsi yang baik atau yang buruk terpenting jumlah hari dalam kurungan tidak berupa perintah dan larangan sehingga dapat berjumlah ganjil. dipakai sebagai kontrol sosial dan pedoman Selama kurungan dalam rumah ini, peserta perilaku bagi masyarakat pendukungnya. Falia karia harus mematuhi peraturan-peraturan (pantangan) dalam upacara karia merupakan yang telah ditentukan dan merupakan suatu salah satu mekanisme pengendalian sosial. kepercayaan turun temurun dari orang-orang tua

494 PB Makna Ungkapan Pantangan ... Hasmah terdahulu. Peraturan-peraturan ini biasa disebut disebut kakunsi. Hal ini dimaksudkan agar falia (pantangan) yang tidak boleh dilakukan pada saat berada dalam kaghombo (kurungan) oleh peserta karia. Maka muncullah ungkapan- nanti tidak melakkukan hal-hal yang menjadi ungkapan falia (pantangan) tersebut. Adapun pantangan atau falia. ungkapan-ungkapan falia (pantangan) yang Memasuki kaghombo (kurungan) peserta digunakan dalam bahasa daerah adalah: karia selama 4 (empat) hari 4 (empat) malam a. Miali be isa dibimbing serta diberikan berbagai macam b. Mina naembali mina de buha ajaran dan nasehat kepada mereka. Di dalam c. Mina naena naembali kabarino mina kaghombo peserta karia hanya memakai pakaian namando di badan saja yaitu sarung. Warna dari sarung d. Mina naembali minaho nakumapo umuru tersebut adalah warna gelap tidak diperbolehkan e. Mina naembali dopesua we kaghombo memakai warna terang karena mereka memakai suano alono jumaa bedak dari kunyit. f. Mina naembali-mbali deghambo toalo Pada tahap ini merupakan tahap kelanjutan dari upacara adat karia. Seperti halnya dalam Artinya: kurungan rumah, dalam kurungan besar-besaran a. Falia (pantangan) apabila jumlah peserta ini terdapat pula ungkapan falia (pantangan) karia dalam kurungan berjumlah ganjil. bagi peserta karia. Adapun ungkapan peserta b. Falia (pantangan) apabila peserta karia falia (pantangan) yang dalam bahasa daerahnya belum cukup umur atau belum dewasa. adalah: c. Falia (pantangan) apabila memasuki a. Mina naembali dokala we wite ole-oleo kurungan bukan malam Jumat. b. Mina naembali dowuhada moane d. Falia (pantangan) apabila peserta karia c. Mina naembali delu’e bersaudara/adik kakak. d. Mina naembali nobogha ganda e. Falia (pantangan) apabila peserta karia e. Mina naembali dofuma nobahi tidak memakai bedak. f. Mina naembali dolimba we kaghombo be f. Falia (pantangan) peserta karia menjalani dokala we wite ole-oleo kurungan tiga hari saja. g. Mina naembali dowilili seweta-weta h. Mina naembali dolodi ndaka 2. Ungkapan Falia (Pantangan) yang Digunakan i. Mina naembali dopitada oleo Sementara dalam Kurungan j. Mina naembali tadebuhamo Peserta karia setelah melakukan kurungan dalam rumah maka tibalah peserta karia Artinya: memasuki kaghombo (kurungan). Seperti a. Falia (pantang) apabila peserta karia turun dalam kurungan sebelumnya, dalam kaghombo ke tanah pada siang hari. (kurungan) tersebut jumlah pesertanya tergantung b. Falia (pantang) apabila peserta karia dari banyaknya peserta yang mengikuti tanpa dilihat laki-laki. ada aturan yang berlaku. Tempatnya berada di c. Falia (pantang) apabila peserta karia halaman bebas dan keadaan ruangannya yang buang air besar. tertutup tanpa ada cahaya. d. Falia (pantang) apabila gendang pecah Untuk memasuki kaghombo (kurungan) dalam pelaksanaan upacara karia. terlebih dahulu pesertanya diberi suatu kekuatan e. Falia (pantang) bagi peserta karia makan doa dengan meminum air dari lebe atau dukun. dengan porsi banyak. Air minum yang mereka minum tersebut telah f. Falia (pantang) bagi peserta karia keluar dibaca-baca atau telah diberi mantera yang dari kurungan atau turun ke tanah.

495 PB WALASUJI Volume 7, No. 2, Desember 2016: 491—503 g. Falia (pantang) bagi peserta karia apabila peserta karia (pingitan) keluar kurungan menghadap ke kiri ke kanan secara terus begitu saja sebelum dimandikan dengan air yang menerus tanpa seizin dukun. berasal dari dukun (imam); (b) Falia (pantangan) h. Falia (pantang) bagi peserta karia tidur orang yang mengambil air untuk mandi bagi dengan posisi telentang. peserta karia (pingitan) yang berstatus anak i. Falia (pantang) bagi peserta karia jika yatim atau janda; (c) Falia (pantangan) bagi disinari matahari. peserta karia melihat ke sana ke mari. j. Falia (pantang) bagi peserta karia sembarang bedak selain khusus yang telah b) Makna Ungkapan Falia (Pantangan) dipersiapkan oleh bhisa (dukun karia) pada Pelaksanaan Upacara Adat Karia sebelumnya. 1. Makna Ungkapan Falia (Pantang) yang Digunakan Sebelum Peserta Karia 3. Ungkapan Falia (Pantangan) yang Digunakan Memasuki Kaghombo (Kurungan) Setelah Keluar dari Kurungan a. Falia (pantangan) apabila jumlah peserta Pada tahap ini merupakan tahap akhir dalam kurungan berjumlah ganjil atau dari pelaksanaan upacara adat karia biasa yang tidak genap disebut matana karia yaitu puncak upacara Menurut kepercayaan masyarakat karia yang terjadi pada hari keempat. Acara setempat bahwa apabila peserta karia berada ini dimulai pada pagi hari sampai sore hari dalam jumlah ganjil maka muncul musibah yang dengan kegiatan ritual tunggal yakni mandi akan menimpa para peserta tersebut, mungkin dengan menggunakan cerek. Setelah mandi pada musibah kematian, atau musibah yang berupa peserta tidak mempunyai kegiatan lagi kecuali penyakit. Oleh karena itu, para orang tua telah menunggu acara peresmian status mereka sebagai menjadi suatu tradisi bahwa jumlah peserta gadis dewasa. Menjelang acara peresmian, para harus dalam posisi genap. pesera didandani dengan pakaian adat Buton, Hal ini terbukti pada peserta karia yang selanjutnya diarahkan menuju ke ruang tamu. sudah melaksanakan upacara karia dengan Mereka didudukkan di atas kursi beralaskan kain melanggar pantangan tersebut, peserta karia putih yang telah disediakan oleh bhisa (dukun tersebut mengalami akibat yaitu susah/ karia) sebelumnya. Ketika semua peserta telah sulit mendapatkan jodoh. Walaupun sudah siap, maka dilakukanlah peresmian peserta karia mendapatkan jodoh tetapi masih juga ada menjadi gadis dewasa. Peresmian ini dilakukan musibah yang menimpanya seperti ditinggalkan dengan mengusapkan tanah pada telapak kaki suami baik dalam keadaan cerai (pisah) ataupun kanan setiap peserta, dan resmilah mereka meninggal. Dalam hal ini peserta karia tidak menjadi gadis dewasa menurut ukuran adat. diperbolehkan memasuki kaghombo (kurungan) Meskipun pada tahap akhir ini atau dalam keadaan jumlah ganjil, setidaknya salah puncak karia ini, masih ada makna ungkapan satu peserta dikeluarkan dan menempati pada falia (pantangan) yang harus dilakukan. Pada tempat lain. Dalam keadaan apapun peserta tidak tahap ini dimaksudkan adalah peserta karia boleh berjumlah ganjil karena sudah merupakan telah keluar dari kaghombo atau kurungan tetapi tradisi orang tua terdahulu. masih dalam rangkaian pelaksanaan upacara adat Ungkapan falia (pantangan) di atas karia. Beberapa ungkapan dimaksud yang dalam mengandung makna bahwa peserta upacara bahasa daerahnya adalah; (a) Mina naembali adat karia tidak diperbolehkan jumlah peserta tadofindamo ne wite one minaho nakumatibada dalam kurungan berjumlah ganjil karena dapat oeno lebe; (b) Mina naembali mealano oe pae menyebabkan terjadinya musibah yang menimpa kkoinano koamano; (c) Mina naembali dofolili peserta karia yang tidak diinginkan. Makna dari matando. Yang artinya: (a) Falia (pantangan) ungkapan tersebut adalah untuk mengingatkan

496 PB pada masyarakat khususnya orang tua yang c. Falia (pantang) apabila memasuki melaksanakan upacara karia kepada anak kurungan bukan malam Jumat gadisnya untuk tidak mengurung anaknya dalam Menurut kepercayaan masyarakat jumlah ganjil karena akan mengakibatkan anak setempat bahwa malam Jumat mengandung gadis tersebut ditinggal suami atau cerai. berkah dan keselamatan. Bagi peserta karia masa depannya akan terhindar dari berbagai musibah b. Falia (pantang) apabila peserta karia yang akan menimpanya, akan dimudahkan pula belum cukup umur dalam mencari rezeki. Pada malam-malam Peserta karia yang diikutkan dalam lain bukannya dianggap tidak baik, tetapi kegiatan karia hanya anak perempuan yang sebagai warga muslim setempat, mereka sangat telah menginjak usia dewasa. Menurut tradisi mempercayai bahwa malam Jumat dianggap setempat, perempuan dewasa yang dikariakan lebih baik dari pada malam-malam lainnya. adalah mereka telah menunjukkan ciri-ciri Masyarakat Kecamatan Sangia Wambulu (1) mengalami haid, (2) buah dada semakin meyakini dan memilih malam Jumat sebagai berwujud, (3) kulit semakin halus, dan (4) paras waktu yang paling baik untuk memasukkan para semakin cantik. Dengan demikian maka anak peserta karia dalam kaghombo (kurungan). Dan perempuan yang belum cukup umur belum sudah menjadi tradisi masyarakat setempat bahwa diperbolehkan, karena pada anak perempuan untuk mendapat berkah dan berjalan lancarnya yang belum dewasa dianggap belum mantap cara upacara karia tersebut maka hari Jumatlah yang berpikirnya, masih dipengaruhi oleh perasaan paling baik untuk memulai upacara karia. Dari jiwa kekanak-kanakan dan dianggap belum bisa ungkapan falia (pantangan) di atas mengandung mengubah sikap mentalnya secara normal. Pada makna yaitu untuk mengetahui hari yang paling anak perempuan yang sudah dewasa mereka baik adalah hari Jumat dibanding hari-hari harus sudah mendapatkan nasehat-nasehat lain karena menurut kepercayaan masyarakat atau ajaran moral yang berhubungan dengan setempat malam Jumat merupakan malam yang pergaulan sehari-hari, baik dengan masyarakat, penuh rahmat untuk meminta keselamatan. orang tua, maupun dengan teman-temannya. Falia (pantangan) tersebut di atas d. Falia (pantang) apabila terdapat peserta mengandung maksud bahwa dari segi yang bersaudara atau adik kakak kematangan jiwa, anak perempuan yang belum Ungkapan falia (pantangan) di atas dewasa dianggap belum siap menerima dan mengandung makna bahwa dua orang melaksanakan seluruh ajaran dan perilaku sebagai anak perempuan yang kakak beradik tidak gadis dewasa, baik dalam proses pelatihan selama diperbolehkan menjadi peserta kegiatan upacara mengikuti karia yang merupakan pula sarana karia dalam satu kurungan. Menurut kepercayaan untuk menyampaikan para pesertanya kepada yang telah diwariskan secara turun temurun publik sebagai anak perempuan yang telah siap oleh masyarakat setempat, jika mereka terdapat untuk dikawini, sehingga dengan demikian gadis peserta yang bersaudara maka salah seorang yang belum dewasa memang tidak layak, baik diantara mereka lebih tinggi rasi atau garis secara fisik, maupun psikis untuk diikutsertakan nasib, maka hal itu akan menimbulkan musibah dalam kegiatan karia. atau kehancuran bagi saudaranya. Karena akan Makna dari ungkapan falia (pantangan) mengakibatkan suatu musibah terhadap peserta di atas adalah memberikan pelajaran yang tersebut salah satu diantara mereka ada yang baik dalam berperilaku terutama kepatuhan bernasib tidak baik, apakah terjadi suatu kematian melaksanakan perintah dari orang tua atau dalam atau juga musibah-musibah lainnya. Maka orang menghadapi rumah tangga dapat memperlihatkan tua peserta harus memisahkan keduanya. Satu di kedisiplinan yang baik. tempat sendiri dan satu di tempat lain bergabung

497 PB dengan orang lain yang masih dalam hubungan pendidikan bahwa seorang gadis atau seorang keluarga. ibu rumah tangga haruslah terampil dan rajin Pernyataan di atas mengandung nilai merawat kulitnya agar selalu jernih, halus, segar, kepercayaaan lama masyarakat setempat, yakni dan menarik bagi lawan jenisnya. tentang rasi (garis nasib) yang dibawa sejak lahir Makna dari ungkapan di atas adalah oleh setiap orang. Menurut kepercayaan yang memberikan keindahan kulit bagi peserta karia diyakini oleh tokoh-tokoh adat atau bisa (dukun dimana kunyit berfungsi untuk mengencangkan karia) garis nasib yang dibawa sejak lahir oleh kulit yang keriput sedangkan tepung beras dua orang atau lebih bersaudara sewaktu-waktu berfungsi membersihkan kotoran-kotoran yang dapat saling berbenturan dan yang lebih kuat melekat di tubuh sehingga setelah keluar dari rasinyalah yang akan menang. Perbenturan rasi kurungan ada perubahan. di antara dua orang atau lebih lazimnya dapat terwujud dalam hal jodoh, rezeki, dan maut. f. Falia (pantang) peserta karia menjalani Oleh karena itu, kegiatan karia pada dasarnya kurungan tiga hari saja adalah penobatan seorang anak perempuan Ungkapan falia di atas bahwa lamanya sebagai gadis dewasa yang siap dijodohkan maka menjalani masa kurungan rumah sebagaimana pemingitan dua orang anak perempuan yang ketentuan jumlah harinya harus genap empat bersaudara secara bersamaan harus dipisahkan. hari. Dilarang para peserta karia menjalani Makna falia (pantangan) tersebut adalah kurungan rumah tiga hari saja tetapi harus empat mengajarkan kepada masyarakat terutama hari. Kepercayaan ini telah ada sejak orang tua peserta karia (pingitan) dalam satu tempat terdahulu. Menurutnya bahwa apabila peserta atau berdekatan, sebaiknya dipisahkan untuk karia menjalani masa kurungan hanya tiga hari menghindari yang lebih tinggi rasi mereka. akan berakibat buruk terhadap diri peserta apakah itu berupa tidak mendapatkan keselamatan e. Falia (pantang) apabila peserta karia tidak selama hidupnya, susah memperoleh jodoh atau memakai bedak suami. Ungkapan falia (pantangan) di atas bahwa Sebagai kaum perempuan hal ini bedak tersebut sangat berguna bagi wanita merupakan suatu yang paling ditakuti karena yang dipingit agar kulitnya menjadi halus dan menyangkut keselamatan anak gadisnya kelak kelihatan tetap awet dan bercahaya selama keluar dari kaghombo (kurungan) dan menjalani berada dalam kaghombo (kurungan). hidupnya seperti biasa. Makna dari ungkapan Pada dasarnya kegiatan sebelum di atas adalah mendidik peserta karia agar mengadakan karia orang tua peserta telah lebih betah berada di dalam rumah, sehingga menyiapkan bedak yang mereka pakai. Bedak dalam berumah tangga nanti dai tidak akan ke yang mereka pakai para gadis tersebut adalah luar rumah atau meninggalkan rumah sebelum bedak tradisional yang bahannya terbuat dari beras suaminya pulang atau kembali. bercampur kunyit yang dibasahi air secukupnya lalu dikeringkan. Mereka memakainya dengan 2. Makna Ungkapan Falia (Pantang) yang maksud agar kulit para peserta mengalami Digunakan Sementara Berada dalam perubahan selama berada dalam kurungan Kurungan. rumah beberapa hari. Ketentuan warna badak a. Falia (pantang) apabila peserta karia yang dipakai oleh peserta karia tersebut tidak turun ke tanah pada waktu siang hari ada ketentuannya, karena warna apa saja bisa Sesuai dengan budaya masyarakat dipakai. Dan mereka memakai bedak siang dan setempat, anak gadis dewasa atau istri yang baik malam selama dalam kurungan rumah. Dalam adalah mereka yang memiliki sifat tidak suka falia (pantangan) di atas mengandung nilai

498 PB Makna Ungkapan Pantangan ... Hasmah ke luar rumah. Jika tidak ada keperluan penting utama yang harus dihindari oleh gadis-gadis yang yang sangat mendesak. mengikut karia dan merupakan pantangan yang Makna falia (pantangan) di atas sangat ditakutkan pada peserta karia. Lain halnya mengandung ajaran akhlak bagi para gadis pada saat peserta karia berada dalam kurungan dewasa atau para istri. Penekanan seperti rumah. Mereka diperbolehkan membuang air itu dalam masyarakat setempat memang besar itupun dilakukan pada malam hari. Buang sangat penting dan efektif dalam memelihara air besar bila dihubungkan dalam agama anak kehormatan para gadis atau para istri yang mata atau gadis tersebut telah meminum air suci yang pencaharian suaminya pada umumnya sebagai penuh keberkahan dari lebe atau imam. Air pelayar atau perantau. tersebut dinamakan oekakuasi, dengan maksud setelah meminum air tersebut para peserta karia b. Falia (pantang) apabila peserta karia tidak akan mengeluarkan najis yang sangat dilihat laki-laki dihindari oleh para peserta karia. Sikap hidup atau pandangan dan tradisi Makna dari ungkapan di atas adalah untuk yang turun temurn dalam masyarakat Baruta, mengurangi porsi makan karena makan banyak bahwa buka gadis atau istri yang baik-baik kalau dapat mengakibatkan buang air besar. Dengan bergaul dengan laki-laki. Sehingga setelah ke luar porsi makan yang sedikit dapat menimbulkan dari kurungan tersebut seorang gadis yang telah pola hidup sederhana sehingga dalam berumah di karia atau istri dapat membatasi pergaulannya tangga kelak apabila suaminya mencari nafkah dengan kaum laki-laki. tidak membawa hasil dia hanya bersabar. Sesuai dengan pernyataan di atas, maka setiap masyarakat setempat tetap mempercayai- d. Falia (pantang) apabila gendang pecah nya karena takut mendapatkan akibat dari dalam pelaksanaan upacara karia pantangan tersebut. Untuk menguatkan falia Menurut tradisi, pecahnya gendang yang (pantangan) tersebut ditanamkan kepercayaan dimainkan dalam kegiatan karia (pingitan) secara turun temurun di kalangan masyarakat merupakan suatu pertanda bahwa diantara setempat dan kalangan peserta karia, jika peserta peserta pingitan ada gadis yang tidak perawan karia dilihat oleh laki-laki ketika menjalani masa lagi atau ada yang hamil diluar nikah. Oleh pingitan di dalam kaghombo (kurungan), maka karena itu para orang tua sangat diwajibkan pada saat keluar dari pingitan wajahnya akan untuk memeriksa atau meneliti dengan cermat terlihat jelek atau biasa-biasa saja. Wajahnya keadaan anak gadisnya yang akan dikuatkan tidak akan menampakkan cahaya, kulitnya tidak dalam kegiatan upacara karia (pingitan). akan menampakkan kehalusan dan kejernihan Bagaimana hati-hatinya seorang pemain dan berbagai akibat buruk lainnya. gendang dalam memainkannya kalau sudah terdapat salah seorang peserta karia hamil atau c. Falia (pantang) apabila peserta karia tidak perawan lagi maka gendang tersebut akan (pingitan) buang air besar pecah pula tanpa disangka-sangka. Dan ini telah Para peserta karia selama berada dalam dipercayai oleh masyarakat setempat, olehnya kurungan, tidak diperbolehkan buang air itu para orang tua peserta sebelum memasukkan besar. Sehingga para orang tua peserta dalam anak gadisnya ke dalam kaghombo (kurungan). memberikan makanan pada sang gadis harus Hal ini sudah menjadi kewajiban para orang tua dibatasi porsinya. Dengan maksud apabila sang peserta karena upacara ini menurut masyarakat gadis makan dalam porsi yang banyak, ditakutkan setempat saklar wajib untuk dilakukan setiap sang gadis akan merasa hendak buang air besar. anak gadis maka anak gadisnya harus benar- Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa benar dalam keadaan suci dan polos. Keyakinan membuang air besar merupakan pantangan ini sejak dari dulu sampai sekarang tetap diyakini

499 PB dalam lingkungan masyarakat Kecamatan Pantangan ini sama dengan pantangan Sangia Wambulu. yang harus dilakukan pada saat sebelum berada Ungkapan di atas mengandung makna di dalam kaghombo (kurungan). Bedanya yaitu mendorong para gadis dan orang tuanya berada di rumah dan di kaghombo (kurungan), untuk senantiasa berusaha terus memelihara bahwa dalam rumah tidak diperbolehkan turun kehormatan atau kesucian diri gadis tersebut. ke tanah pada waktu siang hari kecuali malam Bagi peserta karia haruslah anak gadis polos dan tetapi dalam kaghombo (kurungan) massa tidak suci lahir batinnya. diperbolehkan turun ke tanah pada waktu siang hari maupun pada waktu malam hari. Selama e. Falia (pantang) bagi peserta karia makan menjalaninya orang tua para peserta menjaga dengan porsi banyak gerak gerik anak gadisnya jangan sampai anak Makan terlalu banyak bagi peserta karia gadisnya melakukan pantangan yang tidak akan mengakibatkan buang air besar. Olehnya diperbolehkan untuk dilakukan oleh para peserta. itu tidak diperbolehkan peserta dalam kaghombo Makna falia atau pantangan tersebut di (kurungan) makan banyak harus mengikuti atas mengandung makna yaitu nilai pendidikan ketentuan. Pantangan ini hampir sama dengan mental bagi kaum wanita yang diharapkan pantangan tidak boleh buang air besar. Sehingga memiliki sifat lebih sabar dan lebih betah berada orang tua para peserta karia menjaga anak di rumah dari pada kaum laki-laki. gadisnya jangan sampai memakan makanan yang melebihi ketentuan. g. Falia (pantang) bagi peserta karia Menurut kepercayaan masyarakat menghadap ke kiri ke kanan terus menerus setempat, gadis yang terlalu banyak porsi tanpa seizin dukun makannya lazim dipandang rendah karena Setelah dua malam dua hari terjadi merupakan salah satu ciri wanita yang bersifat pertukaran peserta karia atau di palego boros. Dan gadis tersebut dapat merasakan pengaturan gerak motorik tubuh pada posisi bagaimana penderitaan orang-orang tua berdiri pada saat itulah terjadi proses pengubahan terdahulu, disamping itu agar supaya dapat hidup situasi dan posisi peserta. Perubahan posisi tidur dengan pola hidup sederhana. Makanya dari peserta diubah, kepala ke arah barat dan tungkai ungkapan di atas adalah dapat memberikan nilai ke arah timur. estetika bagi peserta karia (pingitan) tersebut. Sesuai dengan pernyataan di atas, maka Keindahan tubuh seorang gadis ditentukan dilarang peserta karia (pingitan) dalam posisi oleh pengaturan porsi makannya sehari-hari. balik atau menyimpang satu arah selama proses Kelebihan porsi makan dapat mengakibatkan pelaksanaan upacara tersebut. Lain halnya peserta tubuh kegemukan. masih berada dalam kurungan rumah mereka diberi kebebasan bergerak sesuka hatinya. Tetapi f. Falia (pantang) bagi peserta karia dalam kaghombo (kurungan) peserta karia tidak (pingitan) ke luar dari kurungan diperbolehkan melakukan hal semau mereka Untuk menegakkan pantangan tersebut termasuk menyamping atau berbalik satu arah maka diwariskan kepercayaan secara turun tanpa terlebih dahulu ada izin dari dukun yang temurun dalam masyarakat setempat bahwa menjaga peserta selama berlangsungnya upacara peserta karia dengan sengaja meninggalkan tersebut. tempat sebelum selesai menjalani pingitan selama Makna falia atau pantangan di atas adalah empat hari empat malam dapat mengakibatkan supaya dapat meninggalkan segala kebiasaan keburukan bagi perjalanan nasib mereka di masa buruk dan meninggalkan kesenangan sebagai yang akan datang, menyangkut usia atau ajal. kanak-kanak dan mulai memasuki dunia keterikatan sebagai gadis dewasa yang tegar dan

500 PB Makna Ungkapan Pantangan ... Hasmah tabah dalam menjalani tata cara kehidupan yang dengan berbagai ramuan tradisional sehingga akan datang. dibuat dalam dua warna yaitu kuning dan putih. Ketentuan pemakainya kuning untuk hari h. Falia (pantang) bagi peserta karia tidur pertama dan kedua, sedangkan putih dipakai dengan posisi telentang untuk hari ketiga dan keempat. Menurut tradisi setempat orang tua Makna dari falia (pantangan) di atas untuk mengajarkan kepada anak-anaknya untuk mengetahui bahwa kehidupan ini ada dua warna mengikuti adab tidur yang baik yaitu arah kepala yang selalu dilewati oleh manusia. Dan apabila ke selatan dan kaki ke utara atau ke barat dan hal ini dilakukan oleh peserta karia maka akan ke timur. Dengan demikian, dalam tidurpun kita berakibat buruk terhadap keselamatannya. masih selalu menjunjung kiblat. Sesuai dengan pernyataan di atas, maka 3. Makna Ungkapan Falia yang Digunakan orang tua memberikan sanksi kepada anaknya Setelah Keluar dari Kurungan dengan mencubit anak gadisnya dan merupakan a. Falia (pantangan) apabila peserta karia kewajiban orang tua untuk selalu menjaga gerak keluar kurungan begitu saja sebelum gerik anak gadisnya selama upacara adat karia dimandikan dengan air yang berasal dari (pingitan) berlangsung. Disamping itu bila dukun (imam) peserta karia tidur telentang maka cara tidur Setelah empat hari empat malam dilewati demikian akan terjadi bencana dan pendek masa krisis oleh peserta karia (pingitan), maka umurnya. tibalah saatnya hari keempat yang merupakan hari akhir perjuangan yang harus dilewati peserta i. Falia (pantang) bagi peserta karia karia. Para peserta tidak diperbolehkan langsung (pingitan) disinari matahari keluar begitu saja dari kurungan tanpa seizin Sesuai dengan kepercayaan masyarakat dari dukun. Sebelum keluar dari kaghombo setempat bahwa setiap melaksanakan karia (kurungan) peserta karia dimandikan dengan tidak diperbolehkan bila pesertanya dikena sinar air suci. Air ini berasal dari imam yang telah matahari. Karena dapat berakibat buruk pada ditunjuk orang tua peserta. Imam memandikan kulit para peserta karia tersebut. sang gadis dengan air yang telah dibaca-baca Dalam falia (pantangan) di atas mempunyai kemudian barulah peserta mulai mensucikan maksud yaitu dapat memberikan kesehatan dan dirinya selama empat hari menjalani kurungan. keindahan. Selama dalam kurungan, keadaan Makna dari falia (pantangan) di atas ruangan untuk tempat mengurung peserta dalam adalah mendidik para gadis agar lebih memiliki keadaan tertutup rapat tanpa ada cahaya yang adab yang baik terhadap orang tuanya atau adab menembus ruangan tersebut. Hal ini dengan pergaulan istri terhadap suaminya seperti hendak maksud bila matahari bersinar tidak akan ke luar rumah harus selalu meminta izin atau mengenai peserta karia. restu orang tuanya atau dari suaminya. j. Falia (pantangan) bagi peserta karia b. Falia (pantangan) orang yang mengambil sembarang bedak selain khusus yang air untuk mandi bagi peserta karia yang dipersiapkan oleh bhisa (dukun karia) berstatus anak yatim/janda sebelumnya Orang atau anak muda yang tidak Selama dalam keadaan terkurung, para mempunyai orang tua tidak diperbolehkan peserta karia harus selalu memakai bedak baik mengambil air untuk dimandikan peserta karia. siang maupun malam hari. Bedak tersebut telah Yang diwajibkan adalah yang masih mempunyai dibuat khusus oleh orang tua peserta karia orang tua. Dari kepercayaan masyarakat yang terbuat dari tepung beras yang dicampur merupakan pantangan yang tidak boleh sama

501 PB WALASUJI Volume 7, No. 2, Desember 2016: 491—503 sekali dilakukan oleh peserta karia (pingitan) sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat karena akan berakibat pula terhadap keselamatan secara turun temurun. sang gadis nanti. Dalam pelaksanaan upacara adat karia Makna dari falia (pantangan) di atas adalah tersebut terdapat berbagai macam jenis ungkapan mengajarkan kepada masyarakat agar mematuhi falia dan penggunaannya terbagi-bagi yaitu ada pantangan dalam melaksanakan upacara tersebut ungkapan falia yang digunakan saat memasuki karena akan menyebabkan perjalanan nasib gadis kaghombo (kurungan), ungkapan falia yang itu tidak akan mulus dan besar kemungkinan digunakan pada saat di dalam kaghombo akan ditimpa musibah berupa kehilangan kedua (kurungan), dan ungkapan falia yang digunakan orang tuanya atau kehilangan suaminya. pada saat keluar dari kaghombo (kurungan). Setiap ungkapan falia mengandung makna c. Falia (pantangan) bagi peserta karia larangan yang tidak boleh dilakukan oleh peserta melihat ke sana ke mari karia. Apabila dilanggar oleh peserta maka Setelah proses memandikan kepada para dalam diri peserta tersebut menurut kepercayaan peserta karia untuk selanjutnya dirias secantik- masyarakat Baruta akan mendapat bahaya atau cantiknya dengan menggunakan pakaian adat rintangan dalam menjalani hidupnya kelak Buton yang telah dipersiapkan sebelumnya. apakah itu kesulitan mendapatkan jodoh ataupun Dalam keadaan itu sang gadis tidak diperbolehkan bahaya-bahaya yang lain. melirik ke kiri dan ke kanan, pandangan harus lurus. Setelah dirias maka mulailah sang gadis DAFTAR PUSTAKA keluar dengan wajah berseri-seri dalam keadaan Asis, Abdul. 2014. “Enkulturasi Nilai-Nilai menatap ke depan. Budaya dalam Upacara Karia Pada Makna dari pernyataan di atas adalah Masyarakat Muna” dalam Jurnal Walasuji. mendidik para peserta karia agar tenang dengan Volume 5 Nomor 1. Hal: 105-118 tidak melirik ke kiri dan ke kanan, pandangan Danandjaya, James. 1984. Folklor Indonesia. matanya harus lurus sehingga dapat jatuh, maka Jakarta, Pustaka Graffiti Press merupakan suatu tanda bahwa arah hidup si gadis ------. 1994. Folklor Indonesia: tidak akan lurus selalu mengalami kegagalan Ilmu Gosip, Dongeng, dll. Jakarta. Pustaka (jatuh) dalam mencari nafkah atau lebih banyak Graffiti Press. penderitaan dari pada kesenangan. Daradjat, Zakiah. 1992. Perbandingan Agama. Jakarta. Bumi Aksara. PENUTUP ------. 1996. Perbandingan Agama Berdasarkan uraian yang dikemukakan I. Jakarta. Bumi Aksara. dalam penulisan ini, maka penulis dapat menarik Engku, Iskandar. 1982. Masalah Posuo bagi beberapa kesimpulan sebagai berikut Gadis-gadis Remaja sebagai Alat Upacara adat karia sebagai salah satu Pendidikan di Kabupaten Dati II Buton. unsur budaya masyarakat yang keberadaannya , Buton. masih tetap dipertahankan dan dilaksanakan oleh Endraswara, Suwardi. 2003. Metode Penelitian masyarakat Baruta untuk pada gadis yang sudah Kebudayan. UGM Press. Yogyakarta. memasuki kedewasaan dan dianggap telah siap James, Sir. 1980. Struktur dan Fungsi dalam dipingit. Masyarakat Primitif. Kuala Lumpur. Pelaksanaan upacara adat karia J. van Ball. 1988. Sejarah dan Pertumbuhan mempunyai tujuan memberikan nasehat-nasehat Teori Antropologi Budaya. Jakarta. PT. bagi peserta karia agar mereka dapat berperilaku Gramedia. sebagai gadis remaja yang terhormat dan menarik Koentjaraningrat. 1980. Sejarah Teori Antropologi, Jilid I. Jakarta. UI Press.

502 PB ------. 1992. Pengantar Ilmu Nurhaidah, Sitti. 2011. “Struktur dan Fungsi Antropologi. Jakarta. Rader Jaya Offset. Linda dalam Tutura Karia Pada Masyarakat ------. 1992. Beberapa Pokok Suku Muna”. Tesis tida terbit. : Antropologi Sosial. Jakarta. Dian Rakyat. Program Studi Kajian Budaya. Program ------. 1992. Psikologi Wanita. Pascasarjana, Universitas Haluoleo. Mengenai Gadis Remaja dan Wanita Zaeru, Laode. 1978. Adat Istiadat Buton tentang Dewasa. Bandung. Mander Maju. Jalan-jalan Mendapatkan Jodoh. Baubau, Miles, Mettheu. B dan Hubberman, A. Buton. Micheal. 1992. Qualitative Data Analysis ------. 1995. Buton dalam Sejarah Terjemahan Tjetjep Rohidi. Universitas Kebudayaan. Surabaya; Suradipa Indonesia Jakarta.

503 PB 504 PB