PERGESERAN BAHASA DAERAH MUNA PADA MASYARAKAT MAWASANGKA KABUPATEN TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh LULU Nim. 105381102816

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

2020

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO Ketika telah melakukan yang terbaik yang kita bisa, Maka kegagalan bukan sesuatu yang harus disesalkan, Tapi jadikanlah pelajaran atau motivasi diri Jangan pernah bertanya tantang “apa yang sudah diberikan orang, masyarakat, bangsa, negara dan agama kepada kita?” Tetapi bertanya lah kepada diri kita “apa yang sudah kita berikan kepada orang lain, masyarakat, bangsa, negara dan agama?”

PERSEMBAHAN Kupersembahkan hasil karya sederhana ini buat kedua orang tuaku tercinta, adik- adikku, teman-temanku dan seluruh keluarga besarku, atas keikhlasan dan doanya serta perhatian dan motivasinya dalam setiap langkahku, pengorbanan kalian membangkitkan semangatku untuk meraih kesuksesan.

vi ABSTRAK

Lulu, 2020, Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah. Skripsi. Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing 1 Sitti Fatimah Tola dan Pembimbing 2 Sulvahrul Amin. Bahasa dalam kehidupan manusia merupakan suatu kebutuhan dasar sebagaimana halnya dengan bernafas, makan, minum, dan kegiatan lainnya yang bersifat alamiah. Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pergeseran Bahasa kadang-kadang mengakibatkan kepunahan Bahasa. Hal ini terjadi manakala guyub bergeser ke bahasa baru secara total sehingga bahasa terdahulu jarang di pakai. Tujuan penelitian ini adalah pergeseran bahasa daerah Muna pada masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah. Jenis penelitian dengan pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk mengungkap pergeseran bahasa daerah Muna pada masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah. Informan ditentukan secara purposive sampling, berdasarkan karakteristik informan yang telah ditetapkan yaitu pemerintah desa, tokoh masyarakat, masyarakat desa. Teknik pengumpulan data, penyajian data, reduksi data dan pengambilan kesimpulan. Sedangkan teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber, teknik waktu. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga cara yaitu, observasi, wawancara, dan dokumentasi Hasil penelitian ini menunjukan bahasa daerah Muna desa Balobone dikalangan remaja dan anak-anak hampir dalam setiap berkomunikasi tidak menggunakan bahasa daerah baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan, mereka mayoritas menggunakan bahasa sehingga kaku berkomunikasi menggunakan bahasa daerah karena ketidakbiasaan. Kosa kata dalam bahasa daerah Muna masyarakat Mawasangka desa Balobone banyak yang mengalami pergeseran atau penyerapan ke dalam bahasa Indonesia, dalam bertutur masyarakat terpengaruh oleh kata-kata dari penutur sebelumnya yang menghasilkan kata-kata baru, dan merasa nyaman dalam bertutur. Kata Kunci: Pergeseran Bahasa Daerah, dan Masyarakat Mawasangka

vii ABSTRACT

Lulu, 2020, Muna Regional Language Shift in the Mawasangka Community of Central Buton . Essay. Department of Sociology Education, Faculty of Teacher Training and Education. Muhammadiyah University of Makassar. Supervisor 1 Sitti Fatimah Tola and Supervisor 2 Sulvahrul Amin. Language in human life is a basic need as well as breathing, eating, drinking, and other natural activities. Language cannot be separated from human life. Language Shift sometimes results in Language extinction. This happens when guyub completely shifts to a new language so that the previous language is less used. The purpose of this study is to shift the regional language of Muna in the Mawasangka community of Central . This type of research uses a case study approach that aims to reveal the shift in the Muna regional language in the Mawasangka community of Central Buton Regency. Informants are determined by purposive sampling, based on the characteristics of the informants who have been determined, namely the village government, community leaders, and village communities. Data collection techniques, data presentation, data reduction and conclusion. Meanwhile, the data validity technique used source triangulation and time technique. Collecting data in this study using three ways, namely, observation, interviews, and documentation. The results of this study indicate the local language of Muna, Balo Bone village among adolescents and children, almost every time they communicate they do not use regional languages, both family, community, and educational environments, they mostly use Indonesian so they are stiff communicating using regional languages because of unfamiliarity. Many of the vocabulary in the Muna regional language of the people of Mawasangka, Balo Bone village, have experienced a shift or absorption into Indonesian, in speaking the community is influenced by the words of previous speakers which produce new words, and feel comfortable in speaking. Keywords: Regional Language Shift, and Mawasangka Society

viii

KATA PENGANTAR بِ ْس ِم هَّللاِ ال هر ْح َم ِن ال هر ِحيم Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan proposal ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan proposal ini. Disamping itu, izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih kepada kedua orang tuaku dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: Bapak Prof. DR. H. Ambo Asse., M.

Ag. Selaku rektor Unismuh Makassar, Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Makassar, Bapak Drs. H. Nurdin, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi dan

Bapak Kaharuddin, S.Pd.,M.Pd.,Ph.D, Sekertaris Jurusan Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar,

Ibu Dra. Hj. St. Fatimah Tola, M.Si sebagai pembimbing I, dan Bapak Sulvahrul

Amin, S.Pd.,M.Pd selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Segenap Dosen Jurusan

Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar atas bekal ilmu yang telah diberikan kepada penulis sejak pertama menjadi mahasiswa.

ix Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi masukan yang bermanfaat, khususnya bagi penulis selaku calon pendidik dan pembaca pada umumnya. Semoga segala jerih payah serta kerja keras kita bernilai ibadah disisih Allah S.W.T. Amiin….

Makassar, November 2020

Penulis

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...... i

HALAMAN PENGESAHAN ...... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... iii

SURAT PERNYATAAN ...... iv

SURAT PERJANJIAN ...... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...... vi

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ...... vii

ABSTRAK BAHASA INGGRIS ...... viii

KATA PENGANTAR ...... ix

DAFTAR ISI ...... x

DAFTAR TABEL ...... xi

DAFTAR GAMBAR ...... xii

BAB I PENDAHULUAN ...... 3

A. Latar Belakang ...... 3 B. Rumusan Masalah ...... 6 C. Tujuan Penelitian ...... 6 D. Manfaat Penelitian ...... 6 E. Definisi Operasional...... 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA ...... 8

A. Kajian Konsep ...... 8 B. Kajian Teori ...... 25 C. Penelitian Terdahulu ...... 29 D. Kerangka Pikir ...... 30 BAB III METODE PENELITIAN ...... 31

1 2

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian...... 31 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...... 31 C. Informan Penelitian ...... 31 D. Fokus Penelitian ...... 33 E. Instrumen Penelitian...... 33 F. Jenis dan Sumber Data ...... 35 G. Teknik Pengumpulan Data ...... 35 H. Teknik Analisis Data ...... 37 I. Teknik Keabsahan Data ...... 37 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN...... 38

A. Sejarah Lokasi Penelitian ...... 38 B. Keadaan Geografis ...... 41 C. Keadaan Penduduk ...... 43 D. Keadaan Pendidikan ...... 45 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...... 51

A. Hasil Penelitian ...... 51 1. Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah ...... 51 a) Penggunaan Bahasa Daerah Masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah 2. Faktor-faktor Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah...... 70 B. Pembahasan ...... 72 1. Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah ...... 72 Kesesuaian Teori 2. Faktor-faktor Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah ...... 75 Kesesuaian Teori BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...... 76

A. Kesimpulan ...... 76 B. Saran ...... 77 DAFTAR PUSTAKA ...... 78

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

iv

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, melainkan juga

sebagai proses berpikir manusia dalam usaha memahami dunia luar, baik secara

objektif maupun secara imajinatif (Kaelan, 2002:17). Oleh sebab itu, bahasa

selain memiliki fungsi komunikatif, juga memiliki fungsi kognitif dan emotif.

Fungsi komunikatif setiap bahasa pada umumnya memiliki struktur yang tertata,

termasuk struktur bahasa daerah.

Bahasa daerah adalah khazanah penting yang selalu siap untuk

dimanfaatkan sebagai sumber perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Suatu

ancaman terhadap bahasa daerah, jika tidak memengaruhi bahasa Indonesia

(Masinanbow dan Haenen, 2002:28). Salah satu hal yang dapat mengancam

bahasa daerah adalah jumlah penuturnya yang sedikit karena bahasa yang

demikian adanya akan terancam punah sehingga kemungkinan semakin kecil

peranannya terhadap bahasa Indonesia.Bahasa daerah sangat besar peranannya

dalam memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Peran bahasa daerah sebagai

pemerkaya khazanah bahasa Indonesia dianggap sebagai suatu hal yang wajar

dan positif.

Dalam rangka meralisasikan hasil seminar politik Bahasa Nasional,

upaya yang dapat yaitu memantapkan bahasa daerah sebagai kekayaan budaya

4

saat ini. misalnya dengan pembinaan dan pengembangan. (Masinanbow dan

Haenan, 2002:28). Bahasa daerah Muna merupakan salah satu bahasa daerah yang patut mendapatkan pembinaan dan pengembangan tersebut. Di sisi lain, dokumentasi bahasa daerah termasuk bahasa muna adalah langkah ekstensif untuk tetap mempertahankan bahasa daerah agar tetap dilestarikan.

Salah satu langkah konkret dalam pembinaan, pengembangan, dan dokumentasi bahasa muna adalah dengan penyusunan kaidah atau aturan kebahasaan dengan diadakannya penelitian-penelitian lanjutan untuk memperkaya kaidah-kaidah bahasa Muna walaupun beberapa penelitian dalam bahasa muna telah dilakukan.

Bahasa daerah yang masih banyak digunakan oleh pemakainya hingga saat ini sebagai alat menuangkan segala pikiran maupun perasaan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bahasa daerah Muna yang merupakan salah satu kebudayaan yang berada di Tenggara. Oleh sebab itu, bahasa Muna dianggap sebagai salah satu penunjang kebudayaan masyarakat. Namun, bahasa

Muna sendiri kian hari semakin menurun dikarenakan generasi milenial tidak lagi menggunakan bahasa daerah dalam kesehariannya. Keresahan tersebut dipandang perlu pendekumentasian pada bahasa daerah Muna.

Penutur bahasa Muna meliputi seluruh Kabupaten Muna yang luasnya

427.500Ha. Selain di Kabupaten Muna, penutur bahasa muna juga dapat dijumpai di Kabupaten Buton, Buton tengah Buton Utara, Bombana, dan Kota

Baubau (Pusat Bahasa, 2008:86). Secara geografis, Kabupaten Muna dibatasi oleh Selat Tiworo dan Selat Wawonii di sebelah Utara, Laut Banda di sebelah

Timur, Kabupaten Buton Utara di sebelah Selatan, dan Selat Muna di sebelah

5

Barat. Bukan hanya di Sulawesi Tenggara, penutur bahasa muna juga tersebar di berbagai daerah di Indonesia (Sukmawati, 2006:15).

Dialek Tongkuno dan dialek Gu Mawasangka merupakan bagian dari bahasa Muna (Yatim dalam Munarika, 2002:1). BM dialek Tongkuno yang mana penuturnya mendiami wilayah Katobu, Bata Laiworu, Lasalepa,

Napabalano, Duruka, Lohia, Kabawo, Lawa, Kusambi, Watuputih, Kontunaga,

Tongkuno, Maligano, Pasir Putih, serta Wakorumba Selatan. Di sisi lain, BM dialek Gu Mawasangka, penuturnya mendiami wilayah Muna Selatan yang meliputi Gu, Lakudo, Mawasangka, Siompu, dan Talaga.

Burhanudin (1979) berpendapat bahwasanya bahasa muna memilki lima dialek, diantaranya Wuna (dengan tiga subdialek: Wuna, Bombonawula, dan

Mawasangka), dialek Gu (Lakudo), dialek Katobengke, dialek Kadatua, dan dialek Siompu (Pusat Bahasa, 2008:87). Di lain pihak, Kaseng (1987:7), membagi Bahasa muna menjadi tiga, diantaranya (1) bahasa Kulisusu yang terdapat di sebagian Kecamatan Kulisusu, (2) bahasa Kambowa yang sebagian terdapat di Kecamatan Kulisusu, dan (3) bahasa muna yang terdapat di

Kecamatan Katobu, Lawa, Tiworo Kepulauan, Kabawo, Tongkuno,

Wakorumba, dan sebagian kecil di Kecamatan Kulisusu.

Berbagai pendapat diutarakan mengenai jumlah dialek dalam bahasa

Muna, diantaranya menyebutkan dua dialek, lima dialek serta tiga dialek. (Yatim dalam Munarika, 2002:1; Burhanudin, 1979; Kaseng, 1987:7). Meskipun demikian, apabila dilihat secara umum BM hanya memiliki dua dialek, yaitu dialek Tongkuno dan dialek Gu Mawasangka. Dalam penelitian ini difokuskan pergeseran bahasa daerah muna pada masyarakat kabupaten buton tengah. dialek

6

Tongkuno sebagai objek penelitian. Penetapan dialek Tongkuno sebagai objek

penelitian karena dialek ini memiliki jumlah penutur lebih banyak tersebar pada

beberapa kecamatan.

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya

terhadap bahasa muna pada umumnya dan penelitian sintaksis pada khususnya.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber

informasi, seperti yang diungkapkan oleh Samarin (1988:17) bahwa penelitian

bahasa sebagai penelitian lapangan sangat penting untuk menunjang

perkembangan bahasa Nusantara.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti perlu melakukan

penelitian dengan judul “Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat

Mawasangka Kabupaten Buton Tengah”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pergeseran bahasa daerah muna pada masyarakat mawasangka

kabupaten buton tengah?

2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa daerah

muna pada masyarakat mawasangka kabupaten buton tengah?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pergeseran bahasa daerah muna pada masyarakat

mawasangka kabupaten buton tengah?

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa

daerah muna pada masyarakat mawasangka kabupaten buton tengah?

D. Manfaat Penelitian

7

Manfaat yang diharapkan penelitian ini yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah referensi terhadap kajian sosiologi, terkait dengan pergeseran

bahasa daerah muna pada masyarakat mawasangka kabupaten buton

tengah

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan

atau acuan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian dapat digunakan oleh masyarakat muna dan mawasangka.

untuk mengetahui pergeseran bahasa daerah muna pada masyarakat

Mawasangka kabupaten Buton Tengah.

E. Definisi Operasional

1. Pergeseran adalah ketidaksesuaian unsur-unsur kebudayaan dalam suatu

masyarakat menimbulkan keadaan yang fungsinya tidak serasi bagi

kehidupan masyarakat.

2. Bahasa adalah bagian dari kebudayaan dan bahasalah yang memungkinkan

pengembangan kebudayaan sebagaimana kita kenal sekarang.

3. Masyarakat adalah sekelompok individu yang tinggal dalam suatu tempat

tertentu, saling berinteraksi dalam waktu yang relatif lama, mempunyai adat

istiadat dan aturan-aturan tertentu dan lambat laun membentuk sebuah

kebudayaan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep

1. Definisi Pergeseran

Pergeseran adalah ketidaksesuaian unsur-unsur kebudayaan dalam

suatu masyarakat menimbulkan keadaan yang fungsinya tidak serasi bagi

kehidupan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia modern dijelaskan

bahwa pergeseran berasal dari kata geser yang berarti:

a. Bergeser, beringsut,beralih tempat

b. Pergantian, pindah tempat

Beberapa pengertian pergeseran yang lain dalam kamus besar bahasa

Indonesia yaitu:

a. Bergesekan

b. Peralihan, perpindahan, pergantian

Dilihat dari kata, pergeseran mengandung pengertian perubahan posisi

atau perubahan sosial.

Perubahan struktur maupun tatanan didalam masyarakat yang meliputi

pola pikir, sikap, serta kehidupan sosial demi mendapatkan penghidupan yang

lebih layak merupakan proses dari pergeseran.

Perubahan kehidupan masyarakat yang berlangsung terus-menerus dan

tidak akan berhenti, dikarenakan tidak ada masyarakat yang berhenti pada

satu titik sepanjang masa. Hal tersebut merupakan definisi dari perubahan

8 9

sosial. Para sosiolog memberikan tanggapan mengenai masyarakat dinamis serta masyarakat statis. Yang mana masyarakat statis merupakan masyarakat yang sedikit sekali mengalami perubahan di dalamnya serta prosesnya berjalan lambat. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dibekali akal budi untuk meningkatkan potensi di dalam dirinya serta menjadi pembeda dengan makhluk lainnya. Untuk memecahkan masalah hidup, manusia menggunakan akalnya untuk berpikir. Agar dapat membedakan antara yang baik dan buruk akal dan budi harus dipadukan. Budi adalah bagian dari kata hati yang berupa paduan akal dan perasaan.

Untuk menciptakan, mengkreasi, memperlakukan, memperbaharui, memperbaiki, mengembangkan, serta meningkatkan segala hal, merupakan tujuh kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia yang telah dibekali akal- budi agar dapat berinteraksi dengan alam maupun manusia lainnya.

(Herimanto dan Winarno, 2009). Tujuh kemampuan yang telah disebutkan di atas merupakan potensi yang dimiliki oleh setiap manusia yang dapat membantu kepentingannya dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti mempertahankan dan meningkatkan derajat kehidupannya, mengembangkan sisi kemanusiaannya, dengan cara menciptakan kebudayaan

(selanjutnya manusia juga mengkreasi, memperlakukan, memperbarui, memperbaiki, mengembangkan dan meningkatkan kebudayaan).

Perubahan sosial tidak terlepas dari adanya perubahan kebudayaan.

Kebudayaan ini sendiri dihasilkan dari akal-budi manusia. Kingsley Davis

(Soerjono Soekanto, 2000) berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Adapun menurut PB Horton dan CL Hunt

10

(1992), tidak sedikit perubahan besar yang terjadi mencakup aspek sosial budaya. Oleh sebab itu, apabila menggunakan istilah baik istilah perubahan sosial maupun perubahan budaya, perbedaan keduanya tidak terlalu diperhatikan. Bahkan, kedua istilah tersebut seringkali ditukar pakaikan, kadang kala digunakan istilah perubahan sosial budaya (socio cultural change) agar dapat mencakup kedua jenis perubahan tersebut. Asalkan perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama yaitu kedua-duanya bersangkut-paut dengan suatu penerimaan cara- cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhan – kebutuhannya. Adapun masyarakat dinamis adalah masyarakat yang mengalami berbagai perubahan yang cepat.

Definisi Perubahan sosial yang diutarakan oleh para ahli:

1. Macionis (Sztompka, 2010:5) perubahan sosial adalah transformasi dalam

organisasi masyarakat, dalam pola berfikir dan dalam perilaku pada waktu

tertentu.

2. Parsell (Sztompka, 2010 : 5)

Perubahan sosial adalah modifikasi atau transformasi dalam organisasi

masyarakat.

3. Ritzer (Sztompka, 2010 : 5)

Perubahan sosial merupakan perubahan yang mengacu pada variasi

hubungan antara individu, kelompok, organisasi, kultur dan masyarakat

pada waktu tertentu.

11

4. Farley (Sztompka, 2010:5) perubahan sosial adalah perubahan pola

prilaku, hubungan sosial, lembaga, dan struktur sosial pada waktu tertentu.

Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial terjadi karena ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial di kalangan masyarakat, maka berakibat menghasilkan pola kehidupan yang baru atau berbanding terbalik dengan pola kehidupan sebelumnya. Perubahan nilai- nilai sosial, norma-norma sosial, susunan lembaga kemasyarakatan, pelapisan sosial, kelompok sosial, interaksi sosial, pola-pola perilaku, kekuasaan dan wewenang, serta berbagai segi kehidupan masyarakat lainnya merupakan bagian dari perubahan sosial itu sendiri.

Pergeseran nilai, norma, sikap atau pola dalam masyarakat merupakan definisi dari perubahan sosial. Perubahan berkaitan dengan inovasi. Yogi dalam LAN (2007:115), inovasi sangat erat kaitannya dengan lingkungan yang berkarakteristik dinamis serta berkembang. Apabila dilihat dari berbagai perspektif Pengertian inovasi sendiri sangat beragam. Menurut

Rogers dalam LAN (2007:115) mendefinisikan bahwa inovasi adalah sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh individu satu unit adopsi lainnya. Agar dapat memiliki manfaat yang lebih bagi masyarakat dibutuhkan proses pembaharuan dari berbagai sumber daya dalam hal ini inovasi. Dengan memfungsikan teknologi, maka dapat memudahkan dalam hal memproduksi berbagai produk baru. Akan tetap hal tersebut sangat berpengaruh terhadap inovasi.

Keberadaan bahasa saat ini dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Yang mana bahasa merupakan alat yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari. Bahasa juga menjadi kunci

12

penentu proses perubahan. Tetapi, hal tersebut terkadang kurang begitu

dipahami oleh penuturnya. Sehingga sebuah peradaban tidak terasa, termasuk

bahasa di dalamnya, yang telah mengalami pergeseran. Dalam hal inilah

faktor penutur bahasa menjadi penentu keberadaan suatu bahasa di dalam

kehidupan. Keadaan tersebut tak jarang dapat ditemukan pada setiap bahasa,

terkhusus bahasa daerah itu sendiri.

Setiap anggota masyarakat wajib memilih salah satu bahasa yang

akan digunakan nantinya dalam berkomunikasi. Persamaan dalam tulisan ini

adalah meneliti tentang pergeseran bahasa yang ada di daerah muna dan

mawasangka. Penggunaan bahasa yang dilakukan oleh masyarakat yang

harus memilih bahasa daerah yang multilingual. Lokasi tempat pergeseran

sama-sama terjadi di daerah muna dan mawasangka. Perbedaannya adalah

pergeseran Bahasa daerah yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan oleh

kalangan remaja. Dalam penelitian ini pola hubungan yang terjadi dalam

ranah keluarga di daerah muna yang yang dilakukan anggota keluarga dan

pergeseran yang terjadi dalam bahasa daerah ini adalah bahasa muna yang

mulai bergeser ke mawasangka.

2. Pengertian Bahasa

Bahasa tidak hanya milik perorangan melainkan milik sosial.

Apabila bahasa dituturkan secara perorangan, artinya orang tersebut

berperilaku secara individu seperti individu lainnya. Mereka dapat

menuturkan bahasa, dialek, atau ragam bahasa yang sama yaitu menggunakan

kode yang sama, dan berhubungan dengan kelompok masyarakat tutur yang

sama. Bahasa merupakan milik sosial dalam studi ilmu sosiolinguistik,

13

artinya studi tentang penggunaan bahasa di antara kelompok tutur.

“Kelompok” merupakan konsep yang sulit untuk dijelaskan tetapi harus kita pahami. Orang dapat membentuk kelompok berdasar satu atau lebih alasan yaitu; alasan sosial, agama, politik, budaya, keluarga, pekerjaan dan lain lain.

Kelompok bias bersifat temporer maupun semi temporer dan tujuan anggotanya dapat diubah. Bentuk kelompok sosiolinguistik secara umum telah mencoba mempelajari studi yang disebut masyarakat tutur. Lyon (1970) dalam Wardhaugh (2002) menawarkan definisi yang disebut masyarakat tutur yang “sebenarnya”; semua orang yang menggunakan bahasa (atau dialek).

Tetapi hal itu kemudian mengubah dari isu menjadi membuat definisi tentang bahasa (dialek) juga sekaligus definisi tentang bahasa masyarakat tutur. Apa yang diuraikan sebelumnya menyampaikan secara tidak langsung bahwa bahasa akan dituturkan dengan berbeda berdasarkan kategori sosial. Oleh karena itu, organisasi sosial alam mengelompokkan ragam bahasa yang mereka tuturkan. Meskipun ada perbedaan dalam istilah sebagai masyarakat tutur dan pembuat tutur, pada dasarnya mereka memiliki tujuan yang sama.

Mereka membahas tentang bahasa yang digunakan dalam masyarakat dimana mereka dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok seperti; usia, jenis kelamin, pendidikan, kelas sosial, politik, dan sebagainya.

Kecenderungan masyarakat tutur ketika berinteraksi dengan yang lainnya adalah menuturkan bahasa yang dapat dimengerti satu sama lain atau dengan kata lain bahasa memiliki kejelasan (intelligibility) untuk membuat mereka mereka menjadi bagian dari komunitas tersebut. Hal itu juga membuat mereka tidak bisa menuturkan hanya satu bahasa saja tanpa

14

mengetahui bahasa lainnya. Jika seseorang tidak pernah meninggalkan daerah asalnya, hal ini menyebabkan mereka hanya mengetahui satu bahasa saja yaitu bahasa daerahnya. Dia tidak akan tahu bahasa lain kecuali bahasanya sendiri. Masyarakat seperti itu disebut masyarakat tertutup yang tidak pernah membangun kontak dengan masyarakat tutur lainnya. Biasanya ini disebabkan daerah yang sangat terisolasi atau memang tidak ingin berkomunikasi dengan masyarakat lainya. Oleh karena itu bentuk masyarakat seperti ini dikenal sebagai masyarakat tutur statis yang akan tetap menjaga kondisi sebagai masyarakat monolingual. Akan tetapi masyarakat yang hanya menuturkan satu bahasa jarang ditemukan sekarang ini, sedikitnya mereka mengetahui dua bahasa meskipun tidak menguasai bahasa kedua sebaik bahasa pertamanya.

Sebaliknya, masyarakat tutur terbuka akan membangun hubungan dengan masyarakat lainnya dimana mereka akan mengalami kontak bahasa beserta semua fenomena bahasa yang ada. Ada beberapa fenomena bahasa yang terjadi sebagai akibat dari kontak bahasa seperti; diglosia, campur kode, alih kode, interferensi, integrasi, konvergensi, dan pemertahanan bahasa

(Chaer dan Leoni) Sebagaimana masyarakat terbuka yang dapat berinteraksi dengan masyarakat lainnya, mereka akan tahu bahasa lain selain bahasa ibunya. Jika seorang dapat menguasai dua bahasa dia akan dikenali sebagai bilingualism. Istilah bilingualisme masih menjadi debat diantara para ahli linguistic kaitannya dengan penguasaan dua bahasa jika dikaitkan dengan bilingual.

15

Ahli linguistic berpendapat bahwa orang yang dikategorikan sebagai bilingual jika dia menguasai dua bahasa meskipun dia tidak menguasai bahasa kedua sebaik bahasa pertamanya. Ada juga ahli yang berpendapat bahwa seperti apapun kemampuan kedua bahasa yang dimiliki, tidak perlu memiliki penguasaan yang sama pada kedua bahasa, orang tersebut sudah bisa dikatakan bilingual. a. Pemertahanan Bahasa dan Pergeseran Bahasa

Jika membahas tentang pergeseran bahasa maka secara otomatis

berhubungan dengan pemertahanan bahasa dan kepunahan bahasa.

Fenomena bahasa ini adalah kumpulan pengaruh dari adanya pilihan

bahasa. Pergeseran bahasa semata-mata berarti penggunaan bahasa yang

sangat terbatas baik dari segi penutur maupun tempat dimana dituturkan.

Sebaliknya pemertahanan bahasa yaitu jika bahasa tersebut tetap

digunakan meskipun dalam kondisi sebagai bahasa minoritas yang jumlah

penuturnya tidak banyak karena dituturkan di antara bahasa yang

mayoritas. Kepunahan bahasa akan terjadi jika bahasa tersebut tidak ada

lagi penuturnya dan posisinya diganti oleh bahasa yang sebagian besar

dituturkan oleh masyarakat yang mayoritas.

Pada kenyataannya, istilah ‘maintenance’ dan ‘shift’ yang

diajukan oleh artikel yang pertama kali ditulis oleh Joshua Fishman in

1964. Pemertahanan bahasa berarti penggunaan bahasa yang berkelanjutan

dalam menghadapi persaingan dengan bahasa yang lebih banyak memiliki

kekuatan secara sosial dan regional. Sebaliknya, istilah pergeseran bahasa

artinya pergantian satu bahasa oleh bahasa lainnya sebagai bahasa utama

16

dalam berkomunikasi dan sosialisasi dalam masyarakat. Adapun istilah

kepunahan bahasa digunakan jika komunitas pengguna bahasa itu tinggal

satu bahkan tidak ada lagi. Penelitian tentang gejala bahasa tersebut telah

lama dilakukan oleh Fishman’s (1966) dan Kloss (1966) yang memberikan

solusi dan upaya-upaya untuk pemertahanan bahasa. Dua studi klasik

tentang pergeseran bahasa dilakukan oleh Nancy Dorian (1981) dan Susan

Gal (1979) pada bahasa Gael di Skotlandia Timur bagian Laut yang

bergeser dari bahasa Hungaria ke bahasa Jerman pada komunitas

Oberwart, Austria. Hingga sekarang, banyak studi yang fokus pada isu-isu

bahasa tersebut sebagai lingkup sosiolinguistik macro (Mesthrie, et, all). b. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pergeseran Bahasa

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bahasa dapat

dipertahankan oleh penuturnya. Faktor-faktor tersebut juga menjadi alasan

mengapa bahasa dapat bergeser atau sebaliknya dapat dipelihara. Faktor

yang paling jelas yang dapat mempengaruhi pergeseran bahasa adalah

sikap penutur terhadap bahasa daerahnya sendiri. Hal ini dibutikan oleh

berbagai studi yang mengkaji bagaimana sikap dapat mempengaruhi

penggunaan bahasa daerah secara berkelanjutan dari generasi ke generasi.

Pada umumnya, suatu daerah dimana struktur masyarakatnya multi etnis

maka kecenderungan menggunakan satu bahasa (bahasa nasional) sebagai

alat interaksi di antara para masyarakat yang berasal dari berbagai macam

suku. Penggunaan bahasa yang dapat berfungsi sebagai media komunikasi

secara otomatis akan mengurangi tingkat penggunaan bahasa daerah

masing masing secara konstan.

17

Apa yang dibahas oleh Holmes nampaknya jelas bahwa pergeseran bahasa secara normal terjadi dalam kelompok bahasa minoritas yang berpindah ke tempat yang jauh dari tanah kelahirannya. Masyarakat ini cenderung sering menggunakan bahasa mereka dengan tujuan untuk menunjukkan identitas diri. Oleh karena itu mereka juga lebih menyukai tinggal bersama secara berkelompok untuk memudahkan mereka untuk selalu bertemu dan juga mempertahankan bahasanya karena digunakan sehari-hari untuk berinteraksi satu sama lain. Faktor lain yang mempengaruhi pemertahanan bahasa adalah mobilitas atau frekuensi kunjungan ke tanah kelahiran atau ke daerah lain baik yang lokasinya terdapat mayoritas suku mereka maupun yang minoritas bermukim di daerah tersebut. Arus imigran atau pengujung baru secara tetap membutuhkan penggunaan bahasa yang terus berlanjut. Sebagai contoh

Bahasa daerah Muna mulai bergeser ke daerah Mawasangka.

Holmes 8(1991) juga menambahkan faktor lain yaitu dukungan institusi yang memberikan perbedaan antara sukses dan gagal dalam mempertahankan kelompok bahasa minoritas. Pendidikan, hukum. dan administrasi, agama dan media adalah ranah yang penting yang berkenaan dengan masalah ini. Kelompok minoritas yang memberdayakan institusi ini untuk mendukung berhasilnya upaya untuk pemertahanan bahasa. Jika pemerintah suatu negara bertekad untuk menyelamatkan atau memelihara bahasa daerah, memberikan peluang untuk melegalisasikan penggunaan bahasa daerah dalam semua ranah tersebut.

18

c. Karakteristik Bahasa

Setiap kebudayaan manusia memiliki berbagai macam bahasa,

akan tetapi, karakteristik umum bahasa yaitu sebagai alat untuk

berkomunikasi dan adanya daya cipta individu yang kreatif (Santrock,

1995). Bahasa merupakan suatu sistem simbol untuk berkomunikasi

dengan orang lain. Fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatic

merupakan bagian dari sistem aturan bahasa. Fonologi adalah studi tentang

sistem bunyi-bunyian bahasa. Morfologi berkenaan dengan ketentuan-

ketentuan pengombinasian morfem. Morfem adalah rangkaian bunyi-

bunyian terkecil yang memberi makna pada apa yang diucapkan dan

didengarkan individu. Sintaksis mencakup cara kata-kata dikombinasikan

untuk membentuk ungkapan dan kalimat yang dapat diterima. Semantik

mengacu pada makna kata dan kalimat. Pragmatik sendiri adalah

kemampuan untuk melibatkan diri dalam percakapan yang sesuai dengan

maksud dan keinginan.

Beberapa karakteristik bahasa yang menjadikan bahasa sebagai

aspek khas komunikasi yaitu:

1) Sistematis, adalah suatu cara yang menggabungkan bunyi-bunyian

maupun tulisan dan bersifat teratur, standar, dan konsisten. Setiap

bahasa memiliki tipe konsistensi yang bersifat khas. Bahasa Inggris

memiliki sejumlah variasi pola konsisten yang jumlahnya jauh lebih

banyak dibandingkan pola yang tidak konsisten. Bahasa Indonesia juga

memiliki jenis pola keteraturan tertentu.

19

2) Arbiter, adalah bahasa yang terdiri dari hubungan antara berbagai

macam suara dan visual, objek, maupun gagasan. Setiap bahasa

memiliki kata-kata yang berbeda dalam memberi simbol pada angka-

angka tertentu. Sebagai contoh kata satu dalam bahasa Indonesia dan

kata one dalam bahasa Inggris merupakan simbol yang memiliki

kesamaan konsep. Beberapa bahasa di dunia memiliki dua puluh enam

jenis huruf alfabet, tetapi negara seperti Cina menggunakan sistem

yang berbeda yang memiliki sekitar tiga ribu karakter. Keputusan yang

bersifat arbitrer (mana suka) akan menentukan cara membaca suatu

bahasa. Dalam membaca bahasa tertentu, Anda harus membacanya

berdasarkan kolom dari atas halaman ke bawah halaman, dari kanan

halaman ke kiri halaman, ataupun dari kiri halaman ke kanan halaman.

3) Fleksibel, memiliki arti bahasa dapat berubah sesuai dengan

perkembangan zaman. Kosa kata terus bertambah mengikuti kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Penambahan ribuan kosa kata tersebut

terdiri atas berbagai kata baru yang berkenaan dengan istilah teknologi,

berbagai singkatan, maupun bahasa jargon yang cukup banyak

digunakan oleh kelompok tertentu.

4) Beragam artinya dalam hal pengucapan, bahasa memiliki berbagai

variasi dialek atau cara. Perbedaan dialek terjadi dalam pengucapan,

kosa kata, dan sintaks. Semula, perbedaan dialek ditentukan oleh

daerah geografisnya, namun sekarang ini kelompok sosial yang

berbeda dalam suatu masyarakat menggunakan dialek yang berbeda

pula. Sebagai contoh Indonesia dengan berbagai budayanya memiliki

20

ratusan dialek yang digunakan oleh masyarakat. India memiliki lebih

dari dua puluh bahasa dan delapan puluh dialek.

5) Kompleks, yaitu bahwa kemampuan berpikir dan bernalar dipengaruhi

oleh kemampuan menggunakan bahasa yang menjelaskan berbagai

konsep, ide, maupun hubungan-hubungan yang dapat dimanipulasikan

saat berpikir dan bernalar.

Bahasa bukan merupakan prasyarat dalam kemampuan berpikir

yang luas. Akan tetapi, bahasa membantu kemampuan berpikir karena

keduanya berkembang bersama. Misalnya, anak usia kurang dari dua tahun

yang belum memiliki kemampuan bahasa yang baik, anak tersebut sudah

memiliki kemampuan bernalar.Untuk menciptakan pengetahuan dan

konsep kita menggunakan dan memanipulasi bahasa. Anda mungkin

pernah mengalami suatu kejadian dimana Anda memiliki ide, tetapi belum

menyadarinya hingga Anda mengungkapkannya dalam bentuk ucapan

maupun tulisan. d. Aspek Bahasa

Anak usia dini memperoleh serta mempelajari bahasa agar dapat

berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari sudut pandang

sosialisasinya, bahasa merupakan suatu cara untuk merespon orang lain.

Menyimak, berbicara, membaca, dan menulis merupakan empat

aspek bahasa (Bromley: 1992). Kemampuan berbahasa sendiri berbeda

dengan kemampuan berbicara. Yang mana bahasa merupakan suatu sistem

tata bahasa yang relatif rumit dan bersifat semantik, sedangkan

kemampuan berbicara merupakan suatu ungkapan dalam bentuk kata-kata.

21

Bahasa ada yang bersifat reseptif (dimengerti, diterima) maupun ekspresif

(dinyatakan). Contoh dari bahasa reseptif adalah mendengarkan dan membaca suatu informasi, sedangkan contoh bahasa ekspresif adalah berbicara dan menuliskan informasi untuk dikomunikasikan kepada orang lain.

Berbagai cara dilakukan oleh seorang anak untuk mengekspresikan bahasa. Keterampilan menyimak dan membaca merupakan keterampilan bahasa reseptif karena dalam keterampilan ini makna bahasa diperoleh dan diproses melalui simbol visual dan verbal. Di saat seorang anak menyimak maupun membaca, mereka akan memahami bahasa berdasarkan konsep pengetahuan serta pengalaman mereka masing- masing. Proses pemahaman (comprehending process) adalah bagian dari menyimak dan membaca. Berbicara dan menulis merupakan keterampilan bahasa ekspresif yang melibatkan pemindahan arti melalui simbol visual dan verbal yang diproses dan diekspresikan anak. Ketika anak berbicara dan menulis, mereka menyusun bahasa dan mengkonsep arti. Dengan demikian, berbicara dan menulis adalah proses penyusunan (composing process).

Dasar bagi seorang anak untuk belajar adalah dengan mengembangkan keterampilan pemahaman serta penyusunan.

Perkembangan sosial, emosional, fisik, serta kognitif bergantung pada acara anak itu sendiri dalam menggunakan bahasa dalam kesehariannya.

Keberhasilan anak dalam berbagai area, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan matematika tergantung

22

pada kemampuan anak untuk memahami dan menyusun bahasa. Thaiss

(dalam Bromley, 1992) mengemukakan bahwa anak dapat memahami dan mengingat suatu informasi jika mereka mendapat kesempatan untuk membicarakannya, menuliskannya, menggambarkannya, dan memanipulasi-nya. Anak belajar membaca dan menyimak jika mereka mendapat kesempatan untuk mengekspresikan pemahaman mereka dengan membicarakannya maupun menuliskannya untuk diri mereka sendiri maupun ditujukan pada orang lain. Belajar terjadi jika ada diskusi antara guru dan anak, anak dan anak, anak dan buku, anak dan lingkungannya.

Bahasa dan belajar tidak dapat dipisahkan. Kemampuan menggunakan bahasa secara efektif sangat berperan penting terhadap kemampuan belajar anak.

Menyimak, berbicara, membaca, dan menulis melibatkan proses kognitif (berpikir) dan kosa kata yang sama. Namun demikian, ada beberapa perbedaan keempat aspek bahasa tersebut sebagai berikut.

1) Anak menerima dan mengekspresikan bahasa dengan cara yang unik

dan bersifat individual. Perbedaan tersebut meliputi kosa kata dan

intonasi suara yang digunakan anak.

2) Penerimaan dan pengekspresian bahasa terjadi dengan kecepatan yang

berbeda. Menulis memakan waktu relatif lebih lama dibandingkan

menyimak, berbicara, dan membaca.

3) Aspek bahasa berbeda sesuai dengan daya tahan relatifnya. Membaca

dan menulis melibatkan tinta yang dapat dibaca kembali, diperbaiki,

dan direfleksikan dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan

23

dengan berbicara. Menyimak dan berbicara bersifat sementara, kecuali

direkam atau difilmkan untuk dapat dipergunakan lagi. Dengan

demikian, pemahaman terhadap bahasa ekspresif melalui menyimak

berbeda dengan pemahaman bahasa tertulis melalui membaca.

4) Aspek bahasa berbeda dalam kandungan dan fungsinya. Bahasa yang

digunakan dalam diskusi secara verbal seringkali berbeda dengan

bahasa yang digunakan dalam tulisan. Pilihan kata yang dipakai dalam

berbicara akan berbeda dengan yang dipakai dalam menulis. Ekspresi

wajah, bahasa tubuh, dan intonasi suara dalam berbicara dapat

mengubah arti bahasa yang akan disampaikan. Bahasa tertulis bersifat

lebih permanen dibandingkan bahasa lisan sehingga bersifat lebih

formal. Sintaks dalam tulisan juga dapat bersifat lebih akurat daripada

sintaks dalam bahasa lisan. Dalam berbicara sering kali muncul gagasan

baru di tengah kalimat yang belum terselesaikan sehingga bahasa yang

diucapkan merupakan kalimat yang begitu panjang.

Gambar. 2.1 Aspek Bahasa

24

3. Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok individu yang tinggal dalam suatu

tempat tertentu, saling berinteraksi dalam waktu yang relatif lama,

mempunyai adat-istiadat dan aturan aturan tertentu dan lambat laun

membentuk sebuah kebudayaan. Masyarakat juga merupakan sistem sosial

yang terdiri dari sejumlah komponen struktur sosial yaitu: keluarga, ekonomi,

pemerintah, agama, pendidikan, dan lapisan sosial yang terkait satu sama

lainnya, bekerja secara bersama-sama, saling berinteraksi, berelasi, dan saling

ketergantungan (Jabrohim, 2004: 167).

Menurut Mac Iver dan Page dalam Soekanto masyarakat adalah

suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama

antara berbagai kelompok dan penggolongan dan pengawasan tingkah laku

serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini

kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial,

dan masyarakat selalu berubah (Soekanto, 2007: 22).

Menurut Mac Iver dan Charles dalam Soekanto unsur-unsur

perasaan masyarakat antara lain adalah seperasaan, sepenanggungan dan

saling memerlukan, sedangkan tipe-tipe masyarakat menurut Kingsley Davis

dalam Soekanto (2007 134-135) ada empat kriteria yaitu:

a. Jumlah penduduk.

b. Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman.

c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat.

d. Organisasi masyarakat yang bersangkutan.

25

B. Kajian Teori

1. Perubahan sosial

Di kalangan remaja khususnya, untuk menganalisis penggunaan

Bahasa Muna maka perlu menggunakan konsep perubahan sosial oleh Piotr

Sztompka. Yang mana konsep perubahan itu disebut juga konsep keselarasan

sosial, penggunaan konsep perubahan sosial milik Sztompka dapat menjadi

alat untuk menganalisis permasalahan yang ingin dijawab oleh peneliti.

Perubahan sosial yang meliputi atom terkecil dari dinamika sosial,

perubahan sistem sosial maupun perubahan dari segi aspek. Namun, keadaan

yang terisolasi merupakan bagian dari perubahan tunggal jarang terjadi.

perubahan itu biasanya berkaitan dengan aspek lain.Yang terpenting adalah

pemikiran tentang “proses sosial” yang melukiskan rentetan perubahan yang

saling berkaitan (Sztompka:2004).

Perubahan yang saling mengikuti satu sama lain dan berhubungan

sebab akibat serta mengacu pada sistem sosial yang sama maupun berbagai

perubahan merupakan bagian dari proses sosial.

Pergantian sosial mencangkup 3 gagasan ialah perbandingan, pada

waktu berbeda, serta di antara kondisi sistem sosial yang sama. Bagi Hawley

dalam piotz( 2004: 3) pergantian sosial merupakan tiap pergantian yang tidak

terulang dari sistem bagaikan satu kesatuan.

Pada tingkatan makro, terjalin pergantian ekonomi, politik, sebaliknya

di tingkatan meso terjalin pergantian kelompok, komunitas, serta organisasi,

serta tingkatan mikro sendiri terjalin pergantian interaksi, serta sikap

26

individual. Warga bukan suatu kekuatan raga (entity), namun seperangkat

proses yang silih terpaut bertingkat ganda (Sztompka, 2004).

Alfred (dalam Sztompka, 2004), mengatakan warga tidak boleh

dibayangkan bagaikan kondisi yang senantiasa, namun bagaikan proses,

bukan objek seluruh yang kaku namun bagaikan aliran kejadian selalu tiada

henti. Diakui kalau warga ( kelompok, komunitas, organisasi, bangsa) cuma

bisa dikatakan terdapat sepanjang serta sepanjang terjalin suatu didalamnya,

semacam terdapatnya aksi, pergantian, serta proses tertentu yang tetap

bekerja. Sebaliknya Farley mendefinisikan pergantian sosial bagaikan

pergantian pola perilaku, ikatan sosial, lembaga, serta struktur sosial pada

waktu tertentu. Pergantian sosial bisa dibayangkan bagaikan pergantian yang

terjalin di dalam maupun mencakup sistem sosial. Oleh karena itu, ada

perbandingan antara kondisi sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan.

Bahasa bagaikan kontak kebudayaan bisa menimbulkan pergantian

sosial. Pergantian bahasa Jawa Banyumas di golongan anak muda menjadikan

bahasa jadi tidak baku serta ada percampuran bahasa lain. Perpindahan bahasa

wilayah Muna yang terjalin pada golongan anak muda di Mawasangka terjalin

disebabkan letak daerahnya yang terletak di Sulawesi tenggara kabupaten

buton tengah.

2. Sosiolinguistik dan Etnolinguistik

Pergeseran bahasa daerah muna pada masyarakat dan remaja

Mawasangka dapat juga dilihat dengan sosiolinguistik dan etnolnguistik.

Sosiolinguistik ialah cabang ilmu linguistik yang bertabiat interdisipliner

27

dengan ilmu sosiologi, dengan objek riset ikatan antara bahasa dengan faktor- faktor sosial di dalam sesuatu warga tutur. Sebaliknya etnolinguistik ialah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk ikatan aneka konsumsi bahasa dengan pola kebudayaan dalam warga tertentu ataupun ilmu yang berupaya mencari ikatan antara bahasa, pemakaian bahasa serta kebudayaan pada biasanya.

Sosio merupakan warga, serta linguistik merupakan kajian bahasa. Jadi sosiolinguistik merupakan kajian tentang bahasa yang berhubungan dengan keadaan kemasyarakatan. Sosiolinguistik ialah kajian interdisipliner yang menekuni pengaruh budaya terhadap metode sesuatu bahasa digunakan.

Dalam perihal ini bahasa berhubungan erat dengan warga sesuatu daerah bagaikan subyek ataupun pelakon berbahasa bagaikan perlengkapan komunikasi serta interaksi antara kelompok yang satu dengan yang lain.

Etnologi menekuni bahasa dalam kaitannya dengan aspek etnis. Dalam kamus linguistic (Kridalaksana, 1983: 42) dinyatakan jika etnolinguistik ialah cabang linguistik yang menyelidiki ikatan antara bahasa serta warga pedesaan maupun warga yang belum memiliki tulisan ataupun cabang linguistik yang menyelidiki ikatan bahasa serta perilaku bahasawan terhadap bahasa.

Etnolinguistik membagikan uraian tentang masalah- masalah yang menyangkut ikatan timbal- balik antara struktur bahasa serta kebudayaan, ialah bahasa bagaikan sistem kognitif serta manifestasinya dalam penyusunan area sosial budaya serta biofisik.

Lee Whorf dalam Haviland (1985: 394) bahasa memastikan metode orang berpikir serta berperan. Ahli- ahli lain berpikiran bahasa mencerminkan

28

realita kebudayan serta jika kebudayaan berganti, bahasa juga hendak berganti. Bahasa pada biasanya fleksibel serta gampang menyesuaikan diri namun sekalipun mapan, suatu sebutan cenderung bertahan serta mencerminkan dan mengatakan struktur sosial dan persepsi- persepsi universal serta kepentingan- kepentingan sesuatu kelompok. Bahasa manusia mulai bagaikan sistem gerakan serta bukan vokal. Macam- macam aspek area bersama dengan perubahan- perubahan biologis yang terjalin pada homida ialah latar balik lahirnya bahasa. Pemikiran serta uraian tiap hari, manusia memastikan urutan logis pengalaman- menciptakan dunia terpilah- pilah serta logis dalam pemikiran dalam cara-cara yang secara resmi mirip dengan lapisan tata bunyi.

Bahasa bagaikan perlengkapan komunikasi dalam berhubungan mulai alami kepudaran pada golongan anak muda. Para anak muda lebih banyak memakai bahasa- bahasa kombinasi yang berasal dari budaya lain. Anak muda di Muna perbatasan Mawasangka. Oleh sebab itu Bahasa wilayah Muna mulai terkontaminasi di Mawasangka.

Alasan menggunakan konsep sosiolinguistik dan etnolinguistik adalah penelitian ini membahas tentang pergeseran bahasa daerah Muna ke

Mawasangka yang digunakan oleh kalangan remaja, sehingga konsep ini lebih tepat untuk membahas tentang penelitian ini. Konsep ini membahas tentang interaksi dan komunikasi oleh masyarakat supaya lebih mengetahui pergeseran Bahasa daerah Muna yang digunakan oleh remaja dan masyarakat di Mawasangka.

29

C. Penelitian Terdahulu

Peneliti yang pertama adalah peneliti yang dilakukan oleh lukman (2014)

yang berjudul “Pergeseran Bahasa-Bahasa Daerah di Sulawesi Selatan: kasus

pergeseran Bahasa Bugis, Makassar, Toraja Dan Enrekang. Penelitian –

penelitian tersebut menunjukan pergeseran Bahasa meskipun pada tingkat yang

berbeda-beda. Bahkan Lukman mengungkapkan bahwa pergeseran Bahasa di

Sulawesi Selatan sudah waktunya untuk mendapat perhatian khusus.

Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulis

Triyono (2006) yang menjelaskan bahwa “Pergeseran Bahasa Daerah Akibat

Kontak Bahasa Melalui Pembauran”. Tulisan ini membahas tentang empat hal

permasalahan, yaitu: (1) Situasi kebahasaan dan pergeseran mother language

(Bahasa ibu) warga 13 transmigran asal jawa yang bermukim di desa Sukamaju,

Luwu Timur, (2) Faktor yang berpengaruh terhadap pergeseran Bahasa di

kalangan masyarakat transmigran, (3) Perbedaan pergeseran Bahasa antara

wilayah permukiman yang homogen dan heterogen, dan (4) Faktor yang

dominan berpengaruh terhadap pergeseran Bahasa.

Peneliti yang ketiga adalah peneliti yang dilakukan oleh Suartini (2012)

yang berjudul “Pergeseran Bahasa Bali di Lokasi Transmigrasi Desa Raharja

Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo”. Masalah yang dikaji dalam

penelitian ini, yaitu: (1) Bagaimana pola pergeseran Bahasa masyarakat Bali di

lokasi transmigrasi desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo?,

(2) Bagaimana karakteristik pergeseran Bahasa masyarakat Bali di lokasi

Transmigrasi desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo?, (3)

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pergeseran Bahasa masyarakat Bali

30

di lokasi transmigrasi desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo.

Hasil penelitian menunjukan pergeseran Bahasa masyarakat Bali dalam ranah

keluarga diasumsikan dapat dibuktikan dengan pemerolehan data penelitian

yaitu percakapan masyarakat Bali dalam ranah keluarga yang berbeda-beda

kasta semua Bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan tingkatan kasta

sehingga Bahasa yang digunakan dominan menggunakan Bahasa indonesia dan

Bahasa Melayu dialek Gorontalo.

D. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir ialah wujud kerangka yang di analogi oleh periset buat

melaksanakan riset bersumber pada kasus serta tujuan yang hendak dicapai,

tidak hanya itu pula berperan bagaikan peta konsep dalam riset ini. Kerangka

berfikir ini buat menolong biar tidak terjalin penyimpangan dalam riset.

Kemajuan era serta teknologi membuat anak muda lebih maju dalam

kehidupannya. Banyak anak muda yang mulai terbawa- bawa dengan teknologi,

yang membuat remaja- remaja pula mulai belajar bahasa Asing semacam

bahasa Inggris, apalagi dalam dunia pembelajaran bahasa Inggris ialah perihal

yang lebih berarti dibanding belajar bahasa lokal. Sehingga Bahasa wilayah

Muna di golongan anak muda mulai hadapi perpindahan ke Mawasangka.

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, dimana variabel X yaitu pergeseran

Bahasa Muna sebagai variabel independen sedangkan variabel Y yaitu Faktor

yang mempengaruhi pergeseran Bahasa daerah Muna sebagai variabel

dependent. Dalam penelitian ini penulis mendefinisikan pergeseran bahasa

sebagai suatu tanggapan atau penilaian masyarakat terhadap Pergeseran Bahasa

Daerah Muna pada Masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah.

31

Penelitian ini diawali oleh semakin banyaknya pergeseran Bahasa daerah muna pada masyarakat mawasangka tersebut, objek penelitiannya adalah masyarakat yang ada di daerah muna kabupaten buton tengah.

Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat Mawasangka

Kabupaten Buton Tengah

Masyarakat Mawasangka

Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat Mawasangka

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pergeseran Bahasa Daerah Muna

Pada Masyarakat Mawasangka

Faktor Sosial Faktor Migrasi

Hasil/ Temuan

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi

kasus. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif tersebut untuk memperoleh

jawaban atas permasalahan yang akan diteliti. Pendekatan studi kasus

merupakan rangkaian kegiatan yang sistematik. Apabila dilihat dari jenis dan

objek yang diteliti maka penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian studi

kasus dengan maksud memberikan gambaran tentang Pergeseran bahasa daerah

muna pada masyarakat mawasangka kabupaten buton tengah.

B. Waktu dan tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama kurang lebih dua bulan terhitung

setelah diterbitkannya surat izin penelitian. Pelaksanaannya di kabupaten buton

tengah.

C. Informan Penelitian

Hal-hal yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah pergeseran

bahasa daerah muna pada masyarakat mawasangka kabupaten buton tengah.

Untuk mengetahui informasi dari beberapa informan dengan teknik purposive

sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan).

Dalam penelitian ini, ada beberapa informan yang dipilih oleh peneliti

sendiri yang mana informan tersebut memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria informan dalam penelitian ini meliputi pemerintah yang berperan

sebagai informan kunci yang berjumlah 2 orang.

31 33

2. Masyarakat yang tidak memiliki pergeseran Bahasa dan masyarakat yang

memiliki pergeseran bahasa daerah yang berperan sebagai informan utama

masing-masing berjumlah 4 orang.

3. Objek yang akan diambil peneliti di Daerah Muna Mawasangka Kabupaten

Buton Tengah yaitu 10 informan. Informan merupakan bagian dari

masyarakat yang akan dimintai keterangan lebih lanjut di Daerah Muna

Mawasangka Kabupaten Buton Tengah, dimana 10 informan ini dipilih

dengan sengaja dikarenakan sesuai dengan kriteria penelitian.

D. Fokus Penelitian

Adanya fokus penelitian sangat penting sebab dengan adanya fokus

penelitian kita dapat melihat batas dalam mengumpulkan data sehingga akan

lebih terarah pada hal yang akan diteliti nantinya.

Miles dan Hubermas (1999:30) memberikan tanggapan bahwa untuk

menghindari data yang berlimpah maka harus melakukan pembatasan dalam

pengumpulan data dengan reduksi data sehingga variabel-variabel yang tidak

berkaitan akan lebih mudah dikesampingkan.

Titik fokus penelitian ini yaitu Pergeseran Bahasa Daerah Muna pada

Masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah serta factor-faktor yang

mempengaruhi pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada masyarakat mawasangka

kabupaten Buton Tengah.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian erat kaitanya dalam penelitian. Menurut Suharsimi

Arikunto (2013:203), instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih

34

mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan data yang telah ditemukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Alat yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah: alat tulis menulis, perekam, (voice recorder), alat potret (kamera) serta alat penunjang lainnya.

1. Melakukan observasi terlebih dahulu di masyarakat Mawasangka

Kabupaten Buton Tengah supaya bisa menyesuaikan dan beradaptasi

dengan lingkungan tempat dimana meneliti nantinya. Alat yang

digunakan peneliti yaitu alat tulis menulis seperti, buku dan pulpen

untuk menulis informasi atau data-data yang didapatkan pada saat

observasi.

2. Pada saat wawancara peneliti mempersiapkan terlebih dahulu hal-hal

apa saja yang mau ditanyakan terkait informasi yang dibutuhkan, supaya

pertanyaan yang disampaikan peneliti tidak melenceng dari apa yang

mau diteliti. Alat yang digunakan peneliti yaitu alat perekam suara

seperti handphone untuk merekam hasil wawancara dengan informan.

3. Peneliti mempersiapkan alat dokumentasi berupa kamera untuk

memotret keadaan dan lingkungan di masyarakat Mawasangka

Kabupaten Buton Tengah.

35

F. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini jenis data serta sumber data yang digunakan yaitu:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapatkan oleh peneliti secara langsung

atau tanpa perantara di lapangan. Data primer diperoleh dari sumber

informan yaitu individu atau perorangan seperti hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti. Data primer ini antara lain:

a. Catatan hasil Wawancara

b. Hasil observasi lapangan

c. Data mengenai informan

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung baik

dari buku jurnal, dan lain-lain. Data ini digunakan sebagai pendukung data

primer.

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Agustang: 2011: 131 mengartikan observasi sebagai pengamatan

langsung dan pencatatan yang dilakukan oleh peneliti secara sistematis dari

fenomena-fenomena yang akan diselidiki. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara mendalam. Observasi

ini dilakukan agar dapat mengumpulkan informasi yang sesuai dengan

masalah pergeseran dan bentuk pengaruh bahasa daerah muna pada

masyarakat mawasangka. Observasi diartikan lebih spesifik, dimana

36

pengamatan ini lebih menekankan pada indera penglihatan yang berarti

melibat pergeseran bahasa daerah muna pada masyarakat mawasangka

kabupaten buton tengah.

2. Wawancara (Interview)

Mengajukan pertanyaan secara lisan serta dijawab secara lisan merupakan

definisi dari wawancara (Hadari Nawawi: 2005:111). Wawancara dilakukan

untuk mencari informasi mendalam dan lebih jauh tentang apa yang

dirasakan informan serta apa yang dilihat mengenai pergeseran bahasa muna

pada masyarakat mawasangka. Informasi yang diberikan informan

kemudian diolah, ditafsirkan serta dianalisis oleh peneliti sendiri sehingga

nantinya melahirkan pandangan peneliti tentang data yang akan diolah

tersebut.

Wawancara ini dilakukan dalam bentuk percakapan antara peneliti

dengan informan, menggunakan pedoman wawancara atau daftar

pertanyaan yang meliputi: Bagaimana pergeseran bahasa daerah muna pada

masyarakat mawasangka kabupaten buton tengah serta Bagaimana faktor-

faktor yang mempengaruhi pergeseran bahasa daerah muna pada

masyarakat mawasangka kabupaten buton tengah.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh dan melengkapi data

penelitian selama proses penelitian berlangsung.

37

H. Teknik Analisis Data

Analisis informasi merupakan proses menyusun informasi supaya

informasi tersebut ditafsirkan. Menyusun informasi berarti menggolongkannya

ke dalam pola, tema ataupun jenis. Tafsiran ataupun interpretasi maksudnya

memberikan arti kepada analisis, menerangkan pola ataupun jenis, ikatan antara

bermacam konsep. Analisis informasi ini dicoba dengan metode: (1) Reduksi

informasi, ialah informasi yang diperoleh dilapangan ditulis dalam wujud

penjelasan yang sangat lengkap serta banyak. Informasi tersebut direduksi,

dirangkum, diseleksi perihal yang pokok serta difokuskan pada hal- hal yang

berarti serta berkaitan dengan permasalahan. Informasi yang sudah direduksi

bisa berikan cerminan yang lebih jelas dari hasil pengamatan serta wawancara

mendalam. Reduksi bisa menolong dalam membagikan kode untuk aspek-

aspek yang diperlukan, (2) Display informasi, analisis ini digunakan mengingat

informasi yang terkumpul sangat banyak. Informasi yang banyak bisa

memunculkan kesusahan dalam menggambarkan perinci secara totalitas serta

susah pula buat mengambil kesimpulan. Kesukaran ini bisa diatasi dengan

metode membuat model ataupun pola sehingga totalitas informasi serta bagian-

bagian detailnya bisa dipadukan dengan jelas.

I. Teknik Keabsahan Data

Mentriangulasi kan tiga dara baik itu data observasi, wawancara

maupun dokumentasi merupakan definisi dari Teknik keabsahan data.

Di bawah ini langkah-langkah triangulasi, yaitu:

38

1. Triangulasi sumber data, yang dilakukan dengan cara mencari data dari

banyak sumber informan, yaitu orang yang terlibat langsung dengan objek

kajian.

2. Triangulasi pengumpul data (dilakukan dengan cara mencari data dari

banyak sumber informan.

3. Triangulasi metode, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

bermacam-macam metode pengumpulan data (observasi interview, studi

dokumentasi, focus group dan

4. Triangulasi teori, dilakukan dengan cara mengkaji berbagai teori relevan,

sehingga dalam hal ini tidak digunakan teori tunggal tapi dengan teori yang

jamak.

Berdasarkan pengertian tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa teknik keabsahan adalah data proses atau langkah-langkah mentriangulasi kan data.

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Lokasi Penelitian

Desa Balobone sebagai salah satu Desa dari 17 Desa dan 2

Kelurahan yang ada diwilayah Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton

Tengah dengan luas wilayah 7,2 Km², yang terletak 1 kilometer ke arah selatan

dari ibu kota Kecamatan Mawasangka. Pada tahun 1967, Desa Balobone masih

merupakan tanah pertanian yang digarap oleh masyarakat yang berasal dari

Desa Wambuloli sehingga pada saat itu desa Balobone masih berstatus sebagai

Desa wambuloli.

Pemerintah Kecamatan melihat adanya perkembangan terutama dari

segi pangan sehingga pada tahun 1974 tanah pertanian tersebut dibentuk

menjadi sebuah Desa yang diberi nama Desa Balobone dengan Kepala Desa

Balobone yaitu Bapak H. Syahid Pada tahun 1974 sekaligus menjadi Kepala

Desa pertama di Desa Balobone sampai dengan tahun 1987.

Seiring berkembang nya waktu dan masyarakat yang menduduki

wilayah tersebut pada tahun 1998 dibawah Kepemimpinan Bapak H. Dullah

Tou, S.IP sebagai kepala Desa, Desa Balobone dimekarkan menjadi dua Desa

yakni Desa Balobone dan Desa Napa, sehingga pada tahun yang sama diadakan

Pemilihan Kepala Desa dan yang terpilih adalah Bapak H. Muhammad Ismail,

SE selaku kepala desa definitif. Konon cerita di desa ini juga terdapat sebuah

38 40

benteng kerajaan yang bernama benteng Parigi terletak di dusun balobone di bagian tenggara Desa Balobone.

Berikut sejarah pemerintahan Desa Balobone : Tabel 1. Sejarah Pemerintahan Desa No Periode Nama Keterangan 1 1974-1987 H. Syahid Kepala Desa Definitif 2 1987-1990 Muis Kepala Desa Definitif 3 1990-1998 H. La Dullah Tou, S.IP Kepala Desa Definitif 4 1998-2012 H. Muhammad Ismail, SE Kepala Desa Definitif 5 2012-2018 M. Uzulim Akbar, SE Kepala Desa Definitif 6 2019 Erika Anzarsari, S.IP Pelaksana Kepala Desa

7 2020-Sekarang Sabandia, S.Pd. SD Kepala Desa Definitif

Sumber : Data PKD Desa Balobone Januari 2020

Tabel 2. Sejarah Pembangunan Desa Keterangan No Tahun Kegiatan Pembangunan

1 1974 Kantor Desa Swadaya 2 2001 MCK PPK 3 2001 Gedung TK PPK 4 2002 Posyandu PPK 5 2006 Jalan Lingkungan PIP Dinas Perkebunan 6 2008 Gedung VCO Provinsi Sultra 7 2009 Jalan Lingkungan PPK 8 2013 Beton Penghambat Ombak Laut PPK 9 2017 Jalan Lingkungan Dana Desa 10 2017 Pagar Seragam Desa Alokasi Dana Desa 11 2018 Jalan Lingkungan Dana Desa 12 2019 Pagar Seragam Desa Alokasi Dana Desa 13 2019 Gedung Sanggar Seni Dana Desa Sumber : Data PKD Desa Balobone Januari 2020

41

B. Letak Geografi

Kabupaten Buton Tengah sebagai daerah otonomi baru pemekaran

dari Kabupaten Buton yang terbentuk berdasarkan undang-undang nomor 15

tahun 2014 terletak di jazirah tenggara pulau Sulawesi yang sebagian

wilayahnya berada di pulau muna sebagian lainya kepulauan talaga dan bila

ditinjau dari peta provinsi sulawesi tenggara. Secara geografis terletak dibagian

selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara keselatan diantara 5,15º lintang

selatan dan membentang dari barat dari barat ke timur diantara 122,33º Bujur

Timur.

Kabupaten buton tengah di sebelah utara berbatasan dengan

kabupaten muna, di sebelah selatan berbatasan dengan laut flores, di sebelah

timur berbatasan dengan selat buton dan sebelah barat berbatasan dengan teluk

bone. Kabupaten buton memiliki wilayah daratan seluas ±837,08 km²,

kabupaten buton terdiri dari 7 kecamatan, yaitu:

1. Kecamatan Lakudo;

2. Kecamatan Mawasangka Timur;

3. Kecamatan Mawasangka Tengah;

4. Kecamatan Mawasangka;

5. Kecamatan Talaga Raya;

6. Kecamatan Gu;

7. Kecamatan Sangia Mambulu;

Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah kecamatan

mawasangka dengan luas 229,02 km², Lakudo 204,3 km² serta mawasangka

tengah dengan luas 121,99 km² atau masing-masing sebesar 27,36%, 24,41%

42

serta 14,57% terhadap total luas wilayah kabupaten buton tengah. Sedangkan wilayah yang paling kecil adalah kecamatan Sangia Mambulu dengan luas wilayah 5,91 km² atau 0,71% dari total luas wilayah kabupaten buton tengah.

Tabel 3. Luas Kecamatan Dan Ibu Kota Kecamatan Ibu Kota Luas (km²) Talaga Raya Talaga Satu 89,36 Mawasangka Mawasangka 229, 02 Mawasangka Lanto 121,99 Mawasangka Tengah Lasori 93,35 Mawasangka Timur Lakudo 204,30 Lakudo Watulea 93,15 Gu Tolandona 5,91

Desa Balobone terletak kurang lebih 50 KM dari Ibu kota Kabupaten

Buton Tengah atau kurang lebih 1 KM dari Ibu Kota Kecamatan Mawasangka

Desa Balobone sebagian besar dihuni suku Wambuloli, Lagili, Langkomu,

Mawasangka dll yang telah lama tinggal dan menetap. Batas-batas Desa

Balobone yakni:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan : Kelurahan Watolo

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Napa

3. Sebelah Barat berbatasan dengan : Laut Muna

4. Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Wasilomata II

Sedangkan luas wilayah Desa 7,2 Km² mencapai ± 7200 Ha yang terdiri dari :

1. Lahan Pemukiman : 20 Ha

2. Lahan perkebunan/Pertanian : 7852 Ha

43

3. Kawasan Perkantoran Desa : 1 Ha

4. Lahan Peternakan : 120 Ha

5. Lahan Pekarangan : 1 Ha

Masyarakat mawasangka desa balo bone sebagian besar mata pencarian penduduknya bergerak di bidang pertanian pertenakan dan kelautan baik nelayan tangkap maupun sebagai pembudidaya rumput laut dan sebaliknya adalah pertukangan, pedagang, pegawai negeri sipil dan lain sebagainya.

Iklim masyarakat mawasangka desa balobone adalah sebagaimana iklim desa-desa lain di wilayah Indonesia memiliki iklim kemarau dan iklim penghujan, biasanya dimulai pada bulan November sampai dengan bulan April tahun berikutnya, sedangkan iklim penghujan dimulai dari dari bulan mei sampai dengan bulan oktober. Iklim tersebut secara langsung mempengaruhi pola tanam serta mata pencaharian masyarakat.

C. Keadaan penduduk Jumlah penduduk bertambah setiap tahun, tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Terlihat bahwa dari 88.378 jiwa penduduk.

Kabupaten Buton Tengah, sebanyak 22.660 jiwa atau 8,66 persen berada di kecamatan mawasangka, dengan demikian kecamatan Mawasangka merupakan kecamatan yang paling banyak penduduknya dibandingkan dengan kecamatan lain. Kecamatan yang juga memiliki penduduk paling besar adalah kecamatan lakudo sebesar 20.718 jiwa atau 7,92 persen, sedangkan kecamatan terkecil penduduknya adalah kecamatan sangia mambulu sebanyak 5.140 jiwa atau hanya 1,96 persen dari total penduduk kabupaten Buton Tengah.

44

Tabel. 4 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun 2010-2019 Jumlah penduduk Laju pertumbuhan No Kecamatan penduduk per tahun (2010/2019) 1 Talaga raya 9,02 9,07 2 Mawasangka 22,05 22,13 3 Mawasangka tengah 9,15 9,17 4 Mawasangka timur 4,84 4,86 5 Lakudo 20,21 20,28 6 Gu 15,84 15,88 7 Sangia wambulu 5,00 5,02 8 Buton tengah 86,11 86,41

Tabel. 5 Jumlah penduduk dan rasio jenis kelamin menurut Kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, 2019/2020 No Kecamatan Laki-laki Perempuan 1 Talaga raya 600 836 6 619 2 Mawasangka 14 740 14 822 3 Mawasangka tengah 6 580 6 497 4 Mawasangka timur 3 229 3 367 5 Lakudo 13 608 13 481 6 Gu 11 089 10 820 7 Sangia wambulu 3 166 3 212 8 Buton tengah 59 248 58 818

45

D. Keadaan Sosial

Perspektif Budaya Masyarakat mawasangka di Desa Balobone

masih sangat kental dengan budaya lokal.Dari latar belakang budaya, dapat

dilihat aspek budaya dan sosial yang berpengaruh dalam kehidupan

masyarakat.Hubungannya dengan agama yang dianut misalnya, Islam sebagai

agama mayoritas dianut masyarakat, dalam menjalankan ibadah nya masih

kental dengan tradisi adat dan budaya yang terkadang diselingi dalam bahasa

Lokal. Tradisi budaya Di Desa ini sendiri berkembang dan banyak dipengaruhi

ritual-ritual agama atau kepercayaan masyarakat. Contoh yang bisa kita lihat

adalah kasou, kaombo, poganda.

System kepercayaan masyarakat mawasangka desa balo bone yaitu

semua penduduknya beragama islam, namun masih ada masyarakat yang

mempercayai roh nenek moyang, animisme, dinamisme, kekuatan ghaib, akan

tetapi mereka tetap menjalankan syariat islam.

E. Keadaan Pendidikan

Target pembangunan pembelajaran dititik beratkan pada kenaikan

kualitas serta ekspansi peluang belajar di seluruh jenjang pembelajaran, diawali

dari aktivitas pra sekolah( halaman anak- anak) hingga dengan akademi besar.

Upaya kenaikan kualitas pembelajaran yang mau dicapai tersebut dimaksudkan

buat menciptakan manusia bermutu. Sebaliknya ekspansi peluang belajar

dimaksudkan supaya penduduk umur sekolah yang tiap tahun hadapi kenaikan

sejalan dengan laju perkembangan penduduk bisa mendapatkan peluang belajar

yang seluas- luasnya.

46

Pelaksana pembangunan pembelajaran di kabupaten buton hadapi kenaikan dari tahun ketahun. Penanda yang bisa mengukur tingkatan pertumbuhan pembelajaran di kabupaten buton semacam banyaknya sekolah serta guru, pertumbuhan bermacam rasio serta sebagainya.

1. Tidak/ belum sempat sekolah merupakan mereka yang tidak sempat ataupun

belum sempat terdaftar serta tidak sempat ataupun belum sempat aktif

menjajaki pembelajaran suatu jenjang pembelajaran resmi, nonformal

(paket/ A/ B/ C) tercantum pula yang tamat/ belum tamat halaman anak-

anak namun tidak melanjutkan sekolah dasar.

2. Masih bersekolah merupakan mereka yang terdaftar serta aktif menjajaki

pembelajaran di sesuatu jenjang pembelajaran resmi maupun nonformal

(paket A/ B/ C) yang terletak dibawah pengawasan kemendiknas,

departemen agama (kemenag) lembaga negara lain ataupun swasta, baik

pembelajaran dasar, menengah ataupun pembelajaran besar. Untuk

mahasiswa yang lagi cuti dikira masih bersekolah.

3. Tidak bersekolah lagi adalah mereka yang pernah terdaftar dan aktif

mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal maupun

nonformal, tetapi pada saat pencacahan tidak lagi terdaftar dan tidak aktif

mengikuti pendidikan.

4. Tamat sekolah adalah menyelesaikan pelajaran yang ditandai dengan lulus.

Tingkat akhir di suatu jenjang pendidikan formal maupun ujian akhir pada

kelas atau nonformal (paket A/B/C) di sekolah negeri maupun swasta

dengan mendapatkan tanda tamat belajar/ijazah. Seseorang yang belum

47

mengikuti peljaran pada kelas tertinggi tetapi telah mengikuti ujian dan

lulus dianggap tamat sekolah.

5. Bisa membaca serta menulis maksudnya sanggup membaca serta menulis

perkata/ kalimat simpel dengan sesuatu aksarat tertentu.

6. Sekolah merupakan lembaga pembelajaran resmi yang diawali dari

pembelajaran dasar, menengah, serta besar. Pembelajaran yang dicatat

merupakan pembelajaran resmi berdasar kurikulum departemen

pembelajaran nasional, tercantum pembelajaran yang diselenggarakan oleh

pondok pesantren dengan mengenakan kurikulum departemen

pembelajaran nasional, semacam madrasah ibtidaiyah( MI), madrasah

tsanawiyah( MTs), serta madrasah Aliyah( MA). Pondok pesantren/

madrasah diniyah merupakan sekolah yang tidak mengenakan kurikulum

dari kementrian pembelajaran nasional.

7. Madrasah ibtidayiah merupakan lembaga pembelajaran berciri khas islam

pada jenjang sekolah dasar. Madrasah sanawiah merupakan lembaga

pembelajaran berciri khas islam pada jenjang sekolah menengah awal,

madrasah ahliyah merupakan lembaga pembelajaran berciri khas islam pada

jenjang sekolah menengah atas( SMA).

Tabel. 6 Jumlah sekolah, guru, dan murid dan Taman Kanak-kanak (TK) dibawah kementrian pendidikan dan kebudayaan yang menurut Kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, (2019/2020) Kecamatan Negeri Swasta Jumlah Talaga Raya - 12 12 Mawasangka 6 63 69 Mawasangka Tengah - 36 36

48

Mawasangka Timur - 20 20 Lakudo - 31 31 Gu - 47 47 Sangia Wambulu - 18 18 Buton Tengah 6 227 233 Tabel. 7

Jumlah sekolah, guru, dan murid sekolah Dasar (SD) dibawah kementrian pendidikan dan kebudayaan kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, (2019) Kecamatan Negeri Swasta Jumlah Talaga Raya 9 - 9 Mawasangka 22 3 25 Mawasangka Tengah 9 1 10 Mawasangka Timur 8 - 8 Lakudo 20 - 20 Gu 16 - 16 Sangia Wambulu 7 - 7 Buton Tengah 91 4 95

Tabel. 8

Jumlah sekolah, guru, dan murid sekolah Dasar (SD) dibawah kementrian pendidikan dan kebudayaan kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, (2020) Kecamatan Negeri Swasta Jumlah

Talaga Raya 86 - 86 Mawasangka 262 13 275 Mawasangka Tengah 90 8 98 Mawasangka Timur 86 - 68 Lakudo 200 - 200 Gu 181 - 181 Sangia Wambulu 70 - 70 Buton Tengah 957 21 978

49

Tabel.9

Jumlah sekolah, guru, dan murid sekolah menengah pertama (SMP) dibawah kementrian pendidikan dan kebudayaan menurut Kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, (2019) Kecamatan Negeri Swasta Jumlah Talaga Raya 4 1 5 Mawasangka 9 3 12 Mawasangka Tengah 4 1 5 Mawasangka Timur 4 - 4 Lakudo 7 - 7 Gu 4 - 4 Sangia Mambulu 2 - 2 Buton Tengah 34 5 39

Tabel. 10 Jumlah sekolah, guru, dan murid sekolah menengah pertama (SMP) dibawah kementrian pendidikan dan kebudayaan menurut Kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, (2020) Kecamatan Negeri Swasta Jumlah Talaga Raya 61 2 63 Mawasangka 159 23 182 Mawasangka Tengah 50 12 62 Mawasangka Timur 44 - 44 Lakudo 124 - 124 Gu 66 - 66 Sangia Wambulu 27 - 27 Buton Tengah 531 37 568

50

Tabel. 11 Jumlah sekolah, dan murid sekolah menengah atas di bawah kementerian pendidikan dan kebudayaan menurut Kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, (2019) Kecamatan Negeri Swasta Jumlah Talaga Raya 2 - 2 Mawasangka 3 - 3 Mawasangka Tengah 2 - 2 Mawasangka Timur 2 - 2 Lakudo 4 - 4 Gu 3 - 3 Sangia Wambulu 1 1 2 Buton Tengah 17 1 18

Tabel. 12 Jumlah sekolah , dan murid sekolah menengah atas di bawah kementerian pendidikan dan kebudayaan menurut Kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, (2020) Kecamatan Negeri Swasta Jumlah Talaga Raya 8 - 8 Mawasangka 6 - 6 Mawasangka Tengah 402 - 402 Mawasangka Timur 27 - 27 Lakudo 76 - 76 Gu 83 - 83 Sangia Wambulu 9 15 24 Buton Tengah 339 15 354 Pendidikan masyarakat mawasangka desa BaloBone mempunyai

tingkatan seperti sekolah dasar (SD) Sekolah menengah pertama (SMP) sekolah

menengah atas (SMA) diploma hingga strata satu (S1), dari pencapaian tingkat

pendidikan desa balo bone banyak masyarakat menamatkan pendidikan sekolah

51

dasar, sekolah menengah pertama, dan hanya sedikit dan hanya sedikit yang melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas, apalagi melanjutkan ke perguruan tinggi. Jadi, masyarakat mawasangka desa BaloBone tingkat pendidikanya masih rendah.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat Mawasangka

Kabupaten Buton Tengah

a. Penggunaan Bahasa Daerah Masyarakat Mawasangka Kabupaten

Buton Tengah

Kecamatan mawasangka memiliki beberapa desa salah satunya

yaitu desa Balobone, yang memiliki berbagai dialek yang berbeda-beda

setiap desa yang ada di Kecamatan Mawasangka, sehingga dalam

berkomunikasi atau berbicara dari desa satu dengan desa yang lain

melibatkan individu yang belum saling kenal mengenal, maka mereka bisa

saling mengidentifikasi satu sama lain melalui dialek yang diungkapkan

masing-masing individu. Sehingga masyarakat mawasangka desa Balobone

mempunyai identitas keunikan khas tersendiri masing-masing desa.

Bahasa daerah mawasangka adalah alat yang digunakan untuk

berkomunikasi sehari-hari oleh masyarakat desa, bahasa daerah

mawasangka merupakan dialek dari Bahasa muna, namun yang

membedakannya hanya diakses dan beberapa unsur kota kata, ketika

masyarakat mawasangka berkomunikasi dengan masyarakat muna mereka

saling memahami maksud dari ungkapan komunikasi dengan hal itu bisa

disebut masyarakat Bahasa. Bahasa mawasangka merupakan keidentitasan,

simbol, kekayaan budaya daerah, namun Bahasa daerah Mawasangka Desa

51 53

Balobone kian hari tertekan dengan Bahasa Indonesia dikarenakan tingginya mobilitas penuturnya, hal ini seperti yang dinyatakan oleh seorang nenek (63 tahun) sebagai berikut:

“ane awoha ana’1 loituini minamo damandea pugauotomuinia hampano minamo sia’e dae pakeapugau liwua, ane do bisaha sese oleowa tasa bisahamo pugau malau, atududa daku mala daumalakanau Sonia landoa siga minamo damande anea ni pugau kuinia, danomo pugau ntomuinia nati oho ane ana’1 umendeno mbuhumai paemo damande anea tamo pugau malau” (SU 63 Tahun tanggal 14- 09-2020).

Artinya : saya melihat anak-anak sekarang sudah tidak bisa menggunakan

Bahasa kita sendiri karena jarang menggunakan Bahasa kampung, kalau mereka berbicara selalu menggunakan Bahasa Indonesia dan saya suruh mereka mengambil sesuatu sudah tidak mengerti apa yang saya katakana.

Jadi bahasa daerah kita ini akan punah, generasi sekarang dan yang akan datang bahasa kampung sudah tidak pintar lagi”.

Hasil wawancara diatas menunjukan bahwa dia melihat anak-anak sekarang mereka tidak bisa berbahasa daerah karena yang berkomunikasi menggunakan bahasa di kampung. Ketika berada di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun pendidikan, alat komunikasi yang mereka gunakan bahasa Indonesia, sehingga pada saat berkomunikasi bersama mereka untuk mengerjakan sesuatu mereka bingung atau tidak paham apa yang saya ucapkan. Untuk membaca realitas yang ada Bahasa daerah, Bahasa yang sudah mendarah daging di tubuh kami kian hari akan tergeser menuju pada kepunahan, dan generasi selanjutnya tidak akan mengenal lagi identitas budaya. Dalam konteks kajian ilmu sosiologi hasil wawancara diatas dapat kita lihat dari pandangan teori. Teori evolusi dipahami oleh pemikiran

54

Darwin yang kemudian dijadikan patokan teori perubahan oleh Herbert spencer, dan selanjutnya dikembangkan oleh Emile Durkheim dan

Ferdinand tonnies. Dalam konteks teoritis yang dikemukakan oleh para ahli ini dinyatakan bahwa evolusi mempengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, utamanya adalah yang berhubungan dengan pemikiran ini tonnies memandang bahwa masyarakat berubah dari tingkat peradaban sederhana dari tingkat peradaban yang lebih kompleks. Transformasi antarfase ini dilihat dari tingkat hubungan sosial dimana dalam struktur masyarakat tradisional lebih banyak diwarnai oleh pola-pola sosial komunal ke arah pola-pola yang lebih kompleks para ahli sejarah, filsafat, ekonomi, dan para sosiologi telah mencoba untuk merumuskan prinsip hukum-hukum tentang perubahan sosial. Banyak yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia.ada yang berpendapat bahwa perubahan- perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Kemudian ada pula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan social ada yang bersifat periodic dan nonperiodik.

Intinya, berbagai pendapat tersebut pada umumnya merupakan menyatakan bahwa perubahan tersebut merupakan lingkaran dari kejadian- kejadian. Pitirim A Sorokin berpendapat, bahwa ada suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan-perubahan sosial tidak akan berhasil baik. Ia meragukan kebenaran akan adanya lingkaran perubahan-

55

perubahan sosial. Akan tetapi, dia juga berpendapat bahwa perubahan- perubahan tetap ada yang terpenting adalah lingkaran terjadinya gejala- gejala sosial harus dipelajari, karena dengan jalan ini dapat diperoleh generalisasi tentang persoalan tersebut.

Hal ini seperti dinyatakan oleh bidan (23 tahun) sebagai berikut:

“saya tetap berkomunikasi sesama keluarga selalu menggunakan Bahasa Indonesia, bahkan di lingkungan masyarakat, tetangga, teman-teman juga menggunakan Bahasa Indonesia. Walaupun menggunakan Bahasa daerah Cuma sekedar ikut-ikutan, bahkan untuk sekarang ini saya juga lebih senang belajar Bahasa inggris, karena Bahasa inggris juga Bahasa lebih sangat mengglobal ke seluruh pelosok dan syarat paling wajib dalam melamar pekerjaan maupun lanjut pendidikan yang lebih tinggi lagi” (Wawancara/ SE/ 23 tahun tanggal 14-09-2020).

Hasil wawancara diatas menyatakan bahwa pada setiap

berkomunikasi selalu menggunakan Bahasa Indonesia terutama di

lingkungan keluarga. Ini sudah menjadi kebiasaan dalam menuturkan

Bahasa Indonesia karna jarang pembelajaran, bahkan dalam masyarakat,

tetangga, teman-teman, lebih tinggi penuturnya disebabkan beragamnya

karakter dan banyaknya perbedaan, untuk menuturkan Bahasa daerah

hanya sebagai sarana mengikuti orang lain untuk berbahasa dikarenakan

ketidakseriusan, dan saat ini lebih senang mempelajari alat komunikasi

dari luar karena mempunyai banyak manfaat dan peluang besar dalam

mencapai tujuan. Seperti dalam mempelajari Bahasa inggris untuk

mendapatkan pekerjaan atau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi

harus menguasainya dan dianggap sakral, hal ini bisa kita minat untuk

mempertahankan Bahasa daerah masing-masing terkategori rendah.

56

Dalam konteks kajian ilmu sosiologi hasil wawancara diatas dapat kita lihat dan pandangan para ahli. Selo soemardjan melihat segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola kelakuan diantara kelompok dalam masyarakat, karena itu adanya kesadaran diri dari setiap individu atau kelompok orang akan kekurangan kebudayaan. Kesadaran akan kekurangan kebudayaan yang ada pada kelompok masyarakat ditandai dengan adanya sikap yang memandang kebudayaan kelompok lain lebih baik kebudayaan yang ada pada kelompoknya. Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri yaitu adanya gejala masyarakat Indonesia sebagian selalu berorientasi pada kebudayaan luar yang lebih anggap unggul.

Kenyataan inilah yang mendorong sebagian anggota masyarakat untuk melakukan perubahan-perubahan yang memacu dirinya untuk tidak ketinggalan dengan peradaban masyarakat lain. Hal ini juga dikatakan oleh WM (60 Tahun) sebagai berikut:

“ana’1 loituini pata kapande ando pugau liwu hampano dohatano damanino sikola jadi andoa dobisaha sedia malau do fetingke giyagi nae guhundo sikola, sabangka indo nae sikola, nopo Alamo damani mani insodia se’1 nawo.(Wawancara/WM/60 Tahun tanggal 15-09-2020).

Artinya: anak-anak sudah kaku menggunakan Bahasa daerah karena saat ini sudah jaman nya sekolah jadi ketika berbicara selalu menggunakan Bahasa Indonesia dan mendengarkan gurunya, teman sekolah, berbicara bahkan hari ini sangat berbeda dengan jaman nya kami dulu”. (WM 60 Tahun)

57

Berdasarkan wawancara diatas bahkan dalam persektif fenomena sekarang mayoritas anak-anak sudah kaku mengucapakan Bahasa daerah.

Unsur kosa kata tidak sesuai lagi dengan sesunggunya dalam menuturkan, dan zamanya perkembangan pendidikan begitu pesat dalam masyarakat yang menghadirkan pengetahuan baru, dalam lingkungan pendidikan alat komunikasi menggunakan Bahasa nasional membuat anak-anak begituh jaun perbedaan pengetahuan diperoleh dibandingkan penegetahun yang didapatkan saat ini, karena keterbatasan sarana pendidikan untuk mengembangkan diri.

Dalam konteks ilmu kajian sosiologi hasil wawancara diatas dapat kita lihat dari pandangan teori. Teori siklus menggambarkan bahwa perubahan sosial budaya bagaikan roda yang sedang berputar, yang artinya perputaran zaman merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dialek oleh siapa pun dan tidak dikendalikan oleh siapapun. Bangkit dan mundurnya sebuah peradaban merupakan dari sebuah sifat alam yang tidak dikendalikan oleh manusia. Selain itu, perubahan sosial tidak selamanya membawa akibat yang baik. Penganut-penganut teori ini diantaranya Arnold Toynbee yang diperkuat oleh teori ibnu khaldun dalam karyanya yang berjudul mukadimah. Kebangkitan dan kemunduran peradaban suatu bangsa memiliki hubungan korelasional antara satu dan lainya, yaitu tantangan dan tanggapan. Dalam hal ini jika kehidupan masyarakat mampu merespon tantangan- tantangan kehidupan dan menyesuaikan diri atau mengendalikan tantangan ini maka masyarakat tersebut akan mengalami perkembangan dan kemajuan, tetapi sebaliknya

58

jika masyarakat ini tidak memiliki kemampuan merespon maka masyarakat ini akan mengalami kemunduran bahkan mengalami kehancuran. Akan tetapi, jika tantangan ini sudah berhasil maka kebangkitan masyarakat untuk menuju kemajuan akan timbul lagi. Dalam teori ini dinyatakan bahwa setiap masyarakat akan senantiasa berkembang melalui empat tahapan yaitu masa kanak-kanak remaja, dewasa dan masa tua. Hal ini juga ditegaskan oleh saudara SU aparat desa (27 tahun) dalam wawancara sebagai berikut:

“Ketika saya melihat sekarang ini mayoritas berbicara menggunakan Bahasa Indonesia, jarang sekali berbahasa daerah bahkan remaja, anak-anak kaku dalam berbahasa daerah meskipun mereka sedikit mengerti kalimat-kalimat diucapkan oleh anggota masyarakat setempat”. (Wawancara/SU 27 tahun tanggal 15-09-2020) Dari penuturan diatas membaca realitas bahwa Bahasa daerah kurang digunakan sebagai komunikasi baik dikalangan dewasa, remaja, terlebih anak-anak hamper aktifitas keseharian berkomunikasi bersama teman-temanya memakai Bahasa Indonesia saat mengucapkan Bahasa daerah kosakata tidak beraturan atau kaku dalam penyebutan, apabila mereka mendengarkan berbicara menggunakan bahasa daerah masih dipahami maksud dari percakapan tersebut dari anggota masyarakat.

Dalam konteks kajian ilmu sosiologi hasil wawancara diatas dapat kita lihat dari pandangan teori perubahan sosial. Dahrendorf mengemukakan teorinya bahwa sebagaimana stabilitas struktur sosial, perubahan-perubahan dalam struktur kelas sosial akan berdampak pada dua perintah, yaitu normatif ideologis (nilai) dan factual institusional,

59

kepentingan dapat menjadi nilai-nilai tetapi menjadi realitas.Hal ini sama

dikatakan oleh seorang aparat desa bapak UM (29 tahun) sebagai berikut:

“ melalui pengamatan yang saya lakukan Bahasa daerah mawasangka sangat tergeser dan kurang digunakan dikalangan remaja dan anak-anak, sehingga ketika berkomunikasi dengan orang tua yang lanjut usia mereka kurang mengerti, dan saat membandingkan dengan desa tetangga mereka masih berkomunikasi menggunakan Bahasa daerah baik dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa “. (Wawancara/UM/29 tahun tanggal 16-09-2020). Hasil wawancara diatas mengatakan bahwa melalui pengamatan saya lakukan, Bahasa daerah mawasangka mulai tergeser karena Bahasa keseharian yang dipakai mayoritas Bahasa Indonesia terutama berusia remaja. Anak-anak fasih dalam percakapan bersama orang lain dengan menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga melakukan percakapan bersama orang tua banyak unsur kata-kata tidak dimengerti, dan membandingkan dengan desa yang lain alat komunikasi digunakan sehari-hari masih Bahasa daerah baik berusia remaja dan anak-anak.

Dalam konteks kajian ilmu sosiologi hasil wawancara diatas dapat kita lihat dari pandangan para ahli Selo soemardjan melihat segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola peri kelakuan diantara kelompok- kelompok dalam masyarakat,karena itu adanya kesadaran diri dari setiap individu atau kelompok orang akan kekurangan kebudayaan. Kesadaran akan kekurangan kebudayaan yang ada pada kelompok masyarakat ditandai dengan adanya sikap yang memandang kebudayaan kelompok lain lebih

60

baik dari kebudayaan yang ada pada kelompoknya. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri yaitu adanya gejala masyarakat Indonesia yang sebagian selalu berorientasi pada kebudayaan luar yang dianggap lebih unggul. Kenyataan inilah yang mendorong sebagian anggota masyarakat untuk melakukan perubahan-perubahan yang pacu dirinya untuk tidak ketinggalan dengan peradaban masyarakat lain. Hal ini juga dikatakan oleh saudara AS (22 Tahun) sebagai berikut:

Sejak kecil hingga sekarang ketika berkomunikasi selalu menggunakan Bahasa Indonesia karena di lingkungan pergaulan teman-teman juga berbahasa Indonesia sehingga menerjemahkan kata atau kalimat tidak pahami lagi (Wawancara/AS/ 16-09-2020). Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa pada saat usia anak-anak dia telah biasa berkomunikasi menggunakan Bahasa

Indonesia sebagai Bahasa pengantar pertama dalam hidupnya hingga berusia dewasa sekarang sulit mengucapkan Bahasa daerah karena kebiasaan sejak kecil, apabila ada anggota masyarakat melakukan percakapan fasih dalam berbahasa daerah sangat sulit untuk menerjemahkan kata atau kalimat maksud dalam percakapan. Dalam konteks kajian ilmu sosiologi hasil wawancara atas dapat kita lihat dari pandangan para ahli Gillin sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun adanya difusi penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. Seperti yang diungkapkan siswa SMA AD (17 tahun) sebagai berikut:

61

“Di lingkungan sekolah Bahasa sehari-hari kami gunakan Bahasa Indonesia jika bertemu dengan teman yang dari desa tetangga saya mencoba berbahasa daerah mawasangka, setelah berada di lingkungan keluarga saya berbahasa Indonesia lagi” (Wawancara/AD/ siswa SMA 17 tahun, tanggal 17-09-2020). Hasil wawancara diatas bahwa setiap aktivitas sehari-hari disekolah komunikasi yang digunakan yaitu Bahasa Indonesia, karena itu hal yang diharuskan dalam percakapan. Hal ini juga siswa SMA AD ketika berkerumunan dengan teman-teman di lingkungan sekolah khususnya yang dari desa tetangga menggunakan komunikasi dengan menggunakan Bahasa daerah. Dia mencoba mengikuti berbahasa daerah meskipun penuturnya kurang fasih dalam mendiskusikan sesuatu, setelah berada dalam lingkungan keluarga alat komunikasi yang digunakan bahasa Indonesia meskipun orang tuanya melakukan percakapan dengan menggunakan

Bahasa daerah dia membalas percakapan dengan Bahasa Indonesia.

Dalam konteks ilmu kajian sosiologi hasil wawancara diatas dapat kita lihat dari pandangan teori. Teori siklus menggambarkan bahwa perubahan sosial budaya bagaikan roda yang sedang berputar, yang artinya perputaran zaman merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dialek oleh siapa pun dan tidak dikendalikan oleh siapa pun. Bangkit dan mundurnya sebuah peradaban merupakan dari sifat alam yang tidak dikendalikan oleh manusia.

Selain itu, perubahan sosial tidak selamanya membawa akibat yang baik.

Penganut-penganut teori ini diantaranya Arnold Toynbee yang diperkuat oleh teori ibnu khaldun dalam karyanya yang berjudul mukadimah.

Kebangkitan dan kemunduran peradaban suatu bangsa memiliki hubungan korelasional antara satu dan lainya, yaitu tantangan dan tanggapan. Dalam

62

hal ini jika kehidupan masyarakat mampu merespon tantangan-tantangan kehidupan dan menyesuaikan diri atau mengendalikan tantangan ini maka masyarakat tersebut akan mengalami perkembangan dan kemajuan, tetapi sebaliknya jika masyarakat ini tidak memiliki kemampuan merespon maka masyarakat maka masyarakat ini akan mengalami kemunduran bahkan mengalami kehancuran. Akan tetapi, jika tantangan ini sudah berhasil maka kebangkitan masyarakat untuk menuju kemajuan akan timbul lagi. Dalam teori ini dinyatakan bahwa setiap masyarakat akan senantiasa berkembang melalui empat tahapan yaitu masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Seperti diungkapkan juga bapak LA (50 tahun) sebagai berikut:

“Anak saya dirumah ini berkomunikasi menggunakan bahasa daerah mawasangka sangat kaku untuk mengucapkan karena ketidakbiasaan, namun pada saat berbicara dengan ibunya menggunakan Bahasa daerah mawasangka dia bisa memahami arti dari pembicaraan” (Wawancara/LA/50 tahun tanggal 17-09-2020). Dari hasil wawancara diatas menyatakan menggambarkan situasi yang terjadi pada anaknya dalam setiap bertutur dengan anggota keluarga mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia kalapun bertutur dengan bahasa daerah terasa berat lida dalam hal ini kaku saat mengucapkan kata, karena faktor kebiasaan dalam berbahasa akan tetapi kalau salah satu anggota keluarga berbahasa daerah dia masih memahami terjemahan. Dalam konteks ilmu kajian ilmu sosiologi hasil wawancara diatas dapat kita lihat dari pandangan para ahli William ogburn menyatakan batasan ruang lingkup perubahan sosial budaya, mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang bersifat materiil maupun yang tidak bersifat material (immaterial) dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan materiil

63

terhadap unsur-unsur material. Hal ini dipertegas oleh salah seorang tokoh masyarakat BA (45 tahun) sebagai berikut:

“Bahasa daerah mawasangka harus pertahankan dan membiasakan berbicara kepada anak-anak di lingkungan keluarga memakai Bahasa daerah mawasangka, dan pemerintah daerah harus berupaya mempertahankan karena itu simbol daerah” (Wawancara/BA/45 tahun, tokoh masyarakat tanggal 17-09-2020). Berdasarkan wawancara diatas menegaskan bahwa turut prihatin melihat kondisi Bahasa daerah sekarang yang mulai memudar di lingkungan masyarakat dan kata demi kata mulai terhapus di memory anggota masyarakat. Hal ini dia berupaya untuk selalu mempertahankan jati diri, identitas daerah agar tidak terlepas dari genggaman budaya masyarakat serta membiasakan penggunaan bahasa pertama kepada anak-anak, remaja, dalam keluarga sebagai sarana alat komunikasi. Selain itu, pemerintah setempat senantiasa berupaya mempertahankan Bahasa daerah melalui program-program kerja, organisasi, lembaga sosial serta mengajak anggota masyarakat turut berpartisipasi dalam pemertahan Bahasa, karena itu bentuk pengenalan budaya kepada daerah lain.

Dalam konteks kajian ilmu sosiologi hasil wawancara diatas dapat kita lihat dari pandangan teori interaksi simbolik blumer mengembangkan teori tentang makna sosial dari suatu interaksi melalui perantara simbol- simbol. Pemikiranya memiliki pengaruh yang cukup luas dalam lintasan penelitian sosiologi. Interaksionisme Simbolik sebagaimana yang dipopulerkan oleh blumer memiliki tiga premis utama. Pertama, manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada

64

sesuatu itu. Kedua, makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain. Ketiga, makna-makna tersebut kemudian direvisi, diubah, dan disempurnakan melalui proses interaksi. Seperti dikatakan oleh seorang pedagang WA (55 tahun) sebagai berikut:

“Bahasa daerah itu pusaka dari leluhur nenek kita, tidak bisa pudar untuk generasi yang akan datang tetap dipertahankan karena itu adalah kekayaan budaya daerah sebagai identitas, namun saat ini Bahasa daerah mawasangka mulai mengalami pemudaran mulai dari anak-anak hingga yang berusia remaja (Wawancara/WA/55 tahun, tanggal 17-09-2020). Dari penuturan wawancara diatas yaitu berasumsi Bahasa daerah pusaka atau warisan dari orang tua terdahulu mereka sangat menghargai dan menjaganya agar tetap lestari di kalangan keluarga dan masyarakat, hal itu menekankan selalu membiasakan diri menggunakan Bahasa daerah untuk tetap terjaga, karena sebagian kekayaan budaya identitas, namun dia melihat saat ini Bahasa daerah mulai mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan zaman.

Dalam teori interaksionisme simbolik yang juga dikemukakan oleh blumer mengandung beberapa root image pertama, masyarakat terdiri dari manusia yang dimana interaksi tersebut sangat memiliki kesesuaian melalui tindakan bersama, membentuk struktur sosial. Kedua, interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi secara simbolis yang terjadi senantiasa mencakup penafsiran tindakan-tindakan. Ketiga, objek-objek (fisik, sosial, dan abstrak) tidak mempunyai makna intrinsic. Makna merupakan produk interaksi simbolis.

Keempat, manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, melainkan juga

65

mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Kelima, tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh manusia itu sendiri.

Keenam, tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota- anggota kelompok.

Seorang ibu rumah tangga WO (31 tahun) mengungkapkan bahwa

“kami sebagai ibu rumah tangga yang memberikan pendidikan pertama kepada anak-anak sebelum menduduki bangku pendidikan formal, harus mengajarkan Bahasa daerah lebih baik lagi agar tetap bertahan dan tidak mengalami kepudaran seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi’ (WO 31 tahun, tanggal 18-09- 2020). Berdasarkan hasil wawancara di atas seorang ibu rumah tangga merasakan apa yang terjadi sekarang mengenai pergeseran Bahasa, hal yang paling utama dia mengajak ibu-ibu rumah tangga yang lain agar memberikan pendidikan pertama sebelum menduduki pendidikan formal yaitu membiasakan penggunaan Bahasa daerah dimulai dari lingkungan keluarga agar tidak mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Hal tersebut senada dengan penuturan salah satu informan yaitu bapak LS ( 60 tahun) sebagai berikut :

“saya sebagai orang tua selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada anak saya dan cucu setiap berkomunikasi di lingkungan keluarga dengan berbahasa daerah mawasangka untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Bahasa agar tidak mengalami kepunahan”.(LS 60 tahun, tanggal 18-09-2020).” Dari uraian wawancara di atas dengan bapak LS bahwa dia sangat peduli terhadap Bahasa dan merasa khawatir, sehingga terus memotivasi anak-anak, cucu, agar tetap menggunakan Bahasa daerah setiap berkomunikasi baik di lingkungan keluarga terlebih lagi dalam masyarakat

66

karena besar kemungkinan factor pengaruhnya lebih kuat, dan untuk memelihara nilai-nilai budaya agar tetap berkesan dalam kehidupan sosial.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh salah satu informan yaitu AM

(45 tahun) sebagai berikut:

“Bahasa mawasangka itu sangat penting karena mempunyai ciri khas dan bermanfaat ketika kita berada didaerah orang lain untuk membicarakan sesuatu yang bersifat rahasia dapat menggunakan Bahasa mawasangka agar tidak diketahui oleh orang lain, namun saat ini Bahasa mawasangka perlahan- lahan tergeser (AM 45 tahun, tanggal 19-09-2020) .” Dari pendapat wawancara diatas menyatakan bahwa Bahasa daerah penting dan bermanfaat sebagai penanda identitas daerah, mempunyai ciri khas keunikan saat berada di daerah lain kita bisa menggunakan bahasa daerah untuk menuturkan sesuatu yang bersifat rahasia agar tidak diketahui oleh orang lain sinilah bahwa Bahasa daerah sangat bermanfaat. Pendapat lain juga dikemukakan oleh seorang guru 50 tahun sebagai berikut:

“Wajar jika anak-anak sekarang, berbahasa Indonesia karena perkembangan zaman dan modernisasi ditambah lagi dengan perkembangan pendidikan sehingga penutur Bahasa nasional lebih mayoritas dibanding Bahasa daerah (LH 50 tahun, tanggal 20-09-2020). Dari penuturan bapak LH maka dapat disimpulkan bahwa hal yang sangat wajar jika generasi sekarang fasih menggunakan Bahasa Indonesia karena mereka mengikuti perkembangan massa. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh seorang mahasiswa yang mengatakan bahwa:

“Bahasa daerah sekarang kita cukup mengetahui saja dan tidak usah dikembangkan cukup sebagai penanda identitas karena masih ada yang lebih utama yaitu Bahasa persatuan yang wajib kita mengetahui apa lagi dalam masa sekarang yang mengglobal “. (Wawancara/TA/22 tahun, tanggal 21-09-2020)

67

Dari pendapat saudara tamsir mengatakan bahwa saat ini Bahasa daerah cukup saja sebagai identitas daerah tidak usah mengembangkan karena kita menghadapi perkembangan massa yang membuat orang selalu melakukan perubahan, ketika kita tidak mengikuti perubahan maka dianggap ketertinggalan massa, jadi persaingan budaya dari luar terus menghantam budaya lokal dengan perlahan-lahan mengalami keterpinggiran.

Dari kedua penuturan informan LH dan TA diatas, maka dapat digunakan dengan pendekatan sosiologi menggunakan teori fungsionalis, teori ini memandang penyebab dari perubahan adalah adanya ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa ini yang mempengaruhi pribadi mereka. Dalam hal ini kesinambungan antara unsur sosial satu dan yang lain, namun dalam perubahan ternyata masih ada sebagian yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang lain masih dalam keadaan tetap (statis), dengan demikian, setiap perubahan tidak selalu membawa perubahan pada semua unsur sosial, sebab masih ada sebagian yang tidak ikut berubah. Unsur yang tidak mengikuti perubahan ini dikatakan mengalami ketertinggalan yang berakibat pada ketimpangan atau kesenjangan kebudayaan. Ogburn selanjutnya menyatakan, bahwa perubahan teknologi akan berjalan lebih cepat dibanding dengan perubahan- perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia.

Masyarakat desa Balobone mawasangka kabupaten buton tengah memiliki banyak unsur kosakata yang menjadi sebuah alat komunikasi

68

masyarakat sebagai penyambung hubungan interaksi sosial dan makhluk

sosial yang hidup saling ketergantungan sesama, akan tetapi unsur kosa kata

tersebut mulai mengalami perubahan dan pergeseran seiring waktu berjalan

mampu mempengaruhi nya. Berikut daftar kata-kata yang mengalami

pergeseran dalam masyarakat mawasangka desa balobone.

Tabel. 13 Kata-kata yang mengalami pergeseran

No Bahasa Asli Bahasa Pergeseran Bahasa Indonesia

1 Kalampini Sandali Sendal

2 Kapangkoha Gusi Guci

3 Kai’i Jeregeni Jergen

4 Pante Loya Loyang

5 Tonde Galasi Gelas

6 Sohonga Peti Peti

7 Kulusi Kupasi Kupas

8 Kalumpi Dompe Dompet

9 Kakao Tali Tali

10 Bungke Tasi Tas

11 Lada-lada Kahondomi Dinding

12 Panggulo Bani Ban

13 Kalampesi Pea Tikar

14 Kantalea Lampu Lampu

15 Kapunto Kosu ae’e Koa kaki

16 Bosu Sehe Cerek

69

17 Kapsuli Lap Lap

18 Kabia-bia Sapu tangan Sapu tangan

19 Sodi Barani Berani

20 Lawa Foninto Pintu

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dideskripsikan sebagai berikut

:

Pada data 1 bahasa asli masyarakat desa balobone tidak digunakan

dalam berkomunikasi dan mengalami penyerapan pada Bahasa Indonesia.

Sedangkan pada adata 2 juga menunjukan kata kapangkoha kata asli dari

masyarakat mawasangka balobone juga menghasilkan penyerapan dari

Bahasa Indonesia. Data 3 kata kai’I dari Bahasa asli mampu tergeserkan ke

penyerapan dan pergeseran Bahasa Indonesia. Data 4 terjadi pergeseran dan

penyerapan kata dalam berbicara. Data 5 mengalami hal yang serupa seperti

data yang lain yaitu penyerapan dan pergeseran ke Bahasa Indonesia. Data

6 masyarakat Mawasangka desa Balobone tidak mengenal lagi kata asli

sohon gayang terjadi hanya kata peti. Data 7 masyarakat telah melakukan

penyerapan saat berbicara dari kata bergeser kupasi terhadap kata kupas

Bahasa Indonesia. Data 8 kata asli kalumpi tidak digunakan lagi pada

masyarakat yang biasa disebut yaitu dompe hasil penyerapan. Data 9 pada

data 9 ini masyarakat mengganti kata asli kakao dengan Bahasa Indonesia

tali. Data 10 yaitu masyarakat mengganti Bahasa asli menjadi Bahasa

Indonesia dari kata bungke menjadi kata tasi namun ada penambahan huruf

“1”. Data 11 pada data sebelas ini kata asli ’lada-lada masyarakat

mawasangka balobone menghasilkan kata baru kahondomi namun kata ini

70

bukan hasil dari penyerapan Bahasa Indonesia. Data 12 kata panggoloini

kata asli dari masyarakat, namun yang sering disebut sekarang yaitu kata

bani penyerapan dari Bahasa Indonesia dan penambahan huruf ‘I’.

Data 13 kalampesi yaitu Bahasa asli dari masyarakat mawasangka

sudah tidak lagi dituturkan lagi oleh anggota masyarakat dan menghasilkan

Bahasa baru yaitu pe'a.data 14 penuturan kata kantalea dalam masyarakat

tidak dikenal lagi mayoritas anggota menyerap Bahasa Indonesia yaitu kata

lampu. Data 15 pada data ini masyarakat telah memadukan penyebutan

Bahasa daerah dengan Bahasa Indonesia sebagaimana ‘kos’ dari Bahasa

Indonesia dan penambahan huruf ‘u’ dan a’e Bahasa asli. Data 16 kata asli

bosu mengalami pergeseran dalam masyarakat menjadi Bahasa sehe tetapi

bukan dari penyerapan Bahasa Indonesia. Data 17 kata kapusuli dalam

anggota masyarakat telah diganti dengan kata lap hasil dari penyerapan.

Data 18 ka bia-bia yaitu kata asli masyarakat yang mengalami pergantian

Bahasa menjadi sapu tangan hasil penyerapan Bahasa Indonesia. Data 19

pada data ini kata sodi adalah Bahasa asli dari anggota masyarakat seiring

pergantian waktu mengalami pergeseran dan penyerapan pada Bahasa

Indonesia menjadi kata ‘barani’. Dan data 20 mengalami akulturasi Bahasa

pada anggota masyarakat yaitu dari kata lawa menghasilkan Bahasa baru

menjadi foninto.

2. Faktor-faktor Pergeseran Bahasa Daerah Muna Pada Masyarakat

Mawasangka Kabupaten Buton Tengah

Pergeseran bahasa daerah khususnya bahasa daerah Muna

dikarenakan masalah pemakaian Bahasa Indonesia oleh seorang penutur

71

atau sekelompok penutur yang disebabkan oleh perpindahan dari satu dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang baru. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah ada dua faktor, yaitu faktor sosial dan faktor migrasi. Perihal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh Holmes dalam (Suandi, 2014) yang berkata jika faktor- faktor pendorong perpindahan bahasa merupakan aspek ekonomi, sosial, politik, demografis, sikap, serta migrasi. a. Aspek Migrasi Aspek migrasi Bersumber pada hasil riset, aspek migrasi

ataupun perpindahan penduduk ialah salah satu aspek yang

menimbulkan terbentuknya perpindahan bahasa Wilayah Muna Pada

Warga Mawasangka Kabupaten Buton Tengah.. Hal tersebut dapat

dilihat pada data berikut:

“Bahasa mawasangka itu sangat penting karena mempunyai ciri khas dan bermanfaat ketika kita berada didaerah orang lain untuk membicarakan sesuatu yang bersifat rahasia dapat menggunakan Bahasa mawasangka agar tidak diketahui oleh orang lain, namun saat ini Bahasa mawasangka perlahan-lahan tergeser (AM 45 tahun, tanggal 19-09-2020) Dari data tersebut, dilihat bahwa jika leluhur nenek moyang selalu menjaga tutur bahasa daerah yang mereka gunakan setiap hari dalam berinteraksi dengan sesama asal daerahnya. Menjaga bahasa daerah perlu karena itu merupakan bahasa yang melambangkan identitas daerah tersebut.

Komentar dari salah satu warga yang diutarakan seorang AM 45 tahun cukup jelas terlihat bahwa terbukti factor migrasi merupakan salah satu yang mempengaruhi pergeseran bahasa.

72

b. Aspek Sosial

Selain aspek migrasi, aspek sosial juga mampu menyebabkan

terjadinya pergeseran bahasa. Seperti pemaparan hasil penelitian,

masyarakat Daerah Muna pada Masyarakat Mawasangka Kabupaten

Buton Tengah memandang sangat perlu untuk mempelajari bahasa. Hal

tersebut dapat dilihat pada data berikut:

“saya sebagai orang tua selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada anak saya dan cucu setiap berkomunikasi di lingkungan keluarga dengan berbahasa daerah mawasangka untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Bahasa agar tidak mengalami kepunahan”.(LS 60 tahun, tanggal 18-09-2020).”. Dari data di atas, dapat dilihat bahwa jawaban dari seorang LS 60 tahun menuturkan faktor yang berhubungan dengan faktor sosial yaitu dari generasi ke generasi berikutnya (orang tua, ke anaknya sampai cucu). Data tersebut menunjukan faktor sosial juga sangat berpengaruh dalam pergeseran bahasa. Sosial merupakan salah satu cara berinteraksi antara manusia satu dengan manusia yang lain.

B. Pembahasan

Ulasan hasil riset dijabarkan cocok dengan permasalahan yang ditetapkan.

Kasus yang diartikan merupakan faktor- faktor yang menimbulkan

terbentuknya perpindahan bahasa serta akibat.

Bersumber pada hasil riset, faktor- faktor yang menimbulkan

terbentuknya perpindahan bahasa warga Mawasangka kabupaten Buton Tengah

terdapat 3. Ketiga aspek tersebut merupakan aspek migrasi, aspek sosial, serta

aspek ekonomi. Perihal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh Holmes

dalam (Suandi, 2014) yang berkata kalau faktor- faktor pendorong perpindahan

73

bahasa merupakan aspek ekonomi, sosial, politik, demografis, sikap, serta migrasi. a. Faktor Migrasi

Dilihat dari hasil penelitian, penyebab terjadinya pergeseran bahasa

pada masyarakat mawasangka di Kabupaten Buton Tengah salah satunya

faktor migrasi yang mana factor migrasi ini merupakan perpindahan

penduduk. Seperti pada contoh di bawah ini:

1) A: Dari mana, Pak?

B: Pulang dari pasar, Koh.

2) A: maimo maaso poo. (Ayo makan mangga)

B: indau mongare. (Nggak mau)

Berdasarkan data di atas, kita dapat melihat bahwasanya bahasa ibu

yang selama ini mereka gunakan tidak lagi berfungsi di daerah/tempat yang

baru, dikarenakan masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah lebih

mendominankan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa muna ketika

berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

Tanpa mereka sadari bahasa ibu yang selama ini dipertahankan

lambat laun mulai tergeser fungsinya oleh bahasa Indonesia. Solusi yang

ditawarkan agar dapat berdampingan dengan masyarakat mawasangka yaitu

mempelajari bahasa masyarakat di lingkungan tersebut tanpa terkecuali.

74

b. Faktor Sosial

faktor sosial juga menjadi salah satu penyebab terjadinya pergeseran bahasa. Apabila dilihat dari hasil penelitian, masyarakat yang bermukim di

Mawasangka kabupaten Buton Tengah mereka memandang bahwa perlu untuk mempelajari bahasa kedua yakni bahasa yang hidup dipergunakan masyarakat di sana.

Untuk meningkatkan status sosial serta memperlancar kegiatan sosial, masyarakat pendatang lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Muna secara berselang-seling ketika berinteraksi dengan masyarakat setempat, sehingga bahasa ibu mereka sudah tidak terdengar lagi. Apabila mereka tidak melakukan hal tersebut atau lebih mempertahankan bahasa asalnya, bukan tidak mungkin masyarakat pendatang ini lambat laun akan terisolasi dari pergaulan serta kehidupan sosial bermasyarakat di

Mawasangka. c. Faktor Ekonomi

pada faktor ini masyarakat terkhusus masyarakat Mawasangka

Kabupaten Buton Tengah memandang bahwa di antara kedua faktor yang telah dipaparkan di atas, yaitu faktor migrasi dan faktor sosial masih ada lagi yaitu faktor ekonomi yang mana faktor ini melihat bahwa mempelajari bahasa kedua sangatlah penting untuk meningkatkan taraf ekonomi. Dibawah ini ada beberapa contoh yang ditemukan dilapangan.

A: Ko, dompet ini berapa?

B: Model yang itu 45 ribu aja. A: Tiga lima aja, Ko.

75

A: Weli au? (Beli apa?)

B: Weli rongko (Beli rokok).

Apabila dilihat dari pemaparan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, pada bidang perdagangan lebih memilih untuk menggunakan bahasa

Indonesia ketimbang bahasa Muna dikarenakan mereka menganggap bahasa tersebut mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi ketimbang dengan bahasa ibu mereka. Masyarakat tidak memandang bahasa ibu dalam sistem perdagangan sebab, pembeli tidak tertarik. Tanpa mereka sadari bahasa ibu telah digeserkan posisinya oleh bahasa lain.

Dampak Pergeseran Bahasa Daerah Muna Masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah

Hasil penelitian dari pergeseran bahasa daerah Muna pada masyarakat mawasangka menimbulkan beberapa dampak diantaranya dampak positif serta dampak negatif. Yang mana dampak positifnya yaitu:

1) Memudahkan masyarakat lokal (mawasangka) berinteraksi dengan masyarakat pendatang yang berasal dari luar daerah; 2) status sosial didalam masyarakat meningkat; serta 3) meningkatnya pendapatan yang dapat digunakan sebagai sarana mencari nafkah dan meningkatkan nilai ekonomi.

Sedangkan dampak negatifnya sendiri yaitu jumlah pemakainya semakin berkurang atau bahkan tidak ada. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kematian bahasa atau punahnya bahasa (language death/language loss). Hal di atas sejalan dengan pemaparan Krauss dalam (Ibrahim, 2011).

Akan tetapi pergeseran bahasa ibu yang terjadi di daerah Mawasangka tidak sepenuhnya terjadi dikarenakan pergeseran bahasa berlangsung bukan di daerah bahasa ibu itu digunakan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisisnya mengenai pergeseran

bahasa daerah Muna pada masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah,

peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa:

1. Bahasa daerah dikalangan remaja dan anak-anak hampir dalam setiap

berkomunikasi tidak menggunakan bahasa daerah baik lingkungan

keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan, mereka mayoritas

menggunakan bahasa Indonesia, dengan bahasa asli karena ketidak biasaan

menggunakan bahasa daerah. Kosa kata dalam bahasa daerah masyarakat

desa Balobone banyak yang mengalami pergeseran atau penyerangan ke

dalam bahasa Indonesia, dalam bertutur masyarakat terpengaruh oleh kata-

kata penutur sebelumnya yang menghasilkan kata-kata baru.

2. Penggunaan bahasa daerah Muna pada masyarakat Mawasangka Kabupaten

Buton Tengah oleh kalangan remaja dan anak-anak telah bergeser, yang

mana pergeseran disebabkan oleh para anak muda desa BaloBone yang

lebih mengutamakan bahasa Indonesia baku yang diperoleh semasa di

bangku sekolah. Penyebabnya yaitu ada dua faktor utama yakni (a) faktor

migrasi serta (b) faktor sosial.

76 77

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian tentang pergeseran bahasa

daerah Muna pada masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Tengah,

dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Kepada pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa agar

memperhatikan kondisi budaya bahasa daerah sekarang yang kian hari

tergeser karena tingginya mobilitas penutur bahasa Indonesia dan

mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya melestarikan bahasa

daerah, sebagai identitas, kekayaan budaya.

2. Para orang tua hendaknya membimbing dan mengajarkan dan setiap

berkomunikasi di lingkungan keluarga menggunakan bahasa daerah agar

para anak-anak menjadi terbiasa berbahasa daerah dan tetap melestarikan

kearifan budaya lokal

DAFTAR PUSTAKA

Andika, Wayan. 2019. Pergeseran Kehidupan Guru Sebelum dan Sesudah Sertifikasi. Skripsi.

Bromley, K.D. 1992. Language Arts: Exploring Connection ( 2푛푑 ed). Boston: Allyn and Bacon.

Chaer, Abdul, and Leonie Agustina. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.

Horton, P.B. & Hunt, C.L. 1992. Sosiologi. Jakarta: Erlangga.

Jabrohim. 2004. Menggapai Sejahtera Menuju Masyarakat Utama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Lembaga Pengembangan Masyarakat UAD.

Kaseng, Syahrudin dkk. 1987. Pemetaan Bahasa-Bahasa di Sulawesi Tenggara. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional.

Kaelan. 2002. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Paradigma.

Lukman. 2014. “Pergeseran Bahasa-bahasa Daerah di Sulawesi Selatan: Kasus Pergeseran Bahasa Bugis, Makassar, Toraja, dan Enrekang”. Makalah. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Munarika., Siti. 2002. “Afiks Pembentuk Aktif Bahasa”. : FKIP Unhalu.

Masinambow, E.K.M. dan Paul Haenen. 2002. Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah. Jakarta: Kanisius.

Pusat Bahasa. 2008. Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius.

Santrock, J.W. 1995. Live Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Sulis Triyono. 2006. “Pergeseran Bahasa Daerah Akibat Kontak Bahasa Melalui Pembauran” https://lib. Unnes.ac.id/17894/1/3401409011.pdf (diunduh, 26 Juli 2020)

78

Sztompka. 2010 Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. (Terjemahan Alimandan)

Suartini. 2012. “Pergeseran Bahasa Bali di Lokasi Transmigrasi Desa Raharja Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo”.https://eprints.ung.ac.id/.pdf (diunduh, 26 Juli 2020).

RIWAYAT HIDUP

LULU. Di lahirkan di Wambongi Kabupaten Buton

Selatan pada tanggal 11 Januari 1997, anak pertama dari

pasangan Ayahanda Almarhum Saharudin dan Ibunda

Nuridah. Penulis masuk sekolah dasar pada tahun 2005

di SDN 1 Wambongi Kabupaten Buton Selatan dan

tamat pada tahun 2011. Pada tahun yang sama peneliti melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Batuatas dan tamat pada tahun 2014 kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Bau-Bau pada tahun 2014 dan tamat pada tahun 2016. Dengan tahun yang sama peneliti melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi, tepatnya di Universtitas

Muhammadiyah Makassar (Unismuh) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi. Peneliti menyelesaikan kuliah strata satu

(S1) pada tahun 2020. DOKUMENTASI

Kegiatan wawancara bersama aparat Desa dan Masyrakat pada tanggal 14 September 2020

Kegiatan wawancara bersama sekertaris Desa dan Masyrakat pada tanggal 16 September 2020

Kegiatan wawancara bersama apparat Desa dan Masyrakat pada tanggal 14 & 16 September 2020

Scanned by TapScanner