FANATISME SUPORTER SEPAK BOLA PERSPEKTIF

PERILAKU KOLEKTIF (STUDI KASUS SUPORTER TIM SEPAK

BOLA PERSIJA KORWIL REMPOA JAKARTA

SELATAN)

Sripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos)

Oleh:

Muhammad Fathurrahman

NIM : 1112111000040

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

ABSTRAK

Skripsi ini akan melakukan analisis terhadap fanatisme The Jak Mania sebagai salah satu suporter sepak bola di Indonesia menggunakan perspektif perilaku kolektif. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana konstruksi sosial dapat terbentuk terhadap tim sepak bola Persija. Selain itu mengetahui gambaran tentang bentuk-bentuk fanatisme suporter The Jak Mania. Nantinya akan berfokus pada proses terbentuknya fanatisme dari berbagai aspek dan pendekatan. Sedangkan bentuk fanatisme yang diekspresikan oleh The Jak Mania sebagai konsekuensi dari konstruksi sosial. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif yang melihat masalah sosial dengan menggunakan pendekatan, teori, atau konsep tertentu dalam sosiologi. Teknik pengumpulan datanya terdiri dari observasi, wawancara, dan studi pustaka. Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni pengumpulan data, proses analisis data antara realitas dan teori, dan penarikan kesimpulan. Kerangka teorinya adalah perilaku kolektif Neil J. Smelser. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Fanatisme terbentuk melalui enam faktor yang disebutkan oleh Neil J. Smelser, meliputi kesesuaian struktural, ketegangan struktural, faktor yang mendahului, berkembangnya kepercayaan, mobilitas tindakan, dan adanya pengendalian sosial. Dasar dari terbentuknya perilaku sosial dalam fanatisme The Jak Mania Rempoa adalah intensitas berkumpulnya mereka secara berkelanjutan sehingga melahirkan tindakan kolektif.. Kemudian bentuk fanatisme dari The Jak Mania terdiri dari tindakan positif dan negatif. Bentuk fanatisme secara positif, seperti acara bakti sosial, nonton bareng, konsolidasi anggota, dan aktivitas manusia lainnya. Adapun bentuk fanatisme secara negatif adalah aktivitas anarkisme, meliputi perusakan stadion, kerusuhan, dan pelemparan botol

Kata Kunci : Fanatisme, perilaku kolektif, The Jak Mania, dan sepak bola

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... iv KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR TABEL ...... viii DAFTAR GAMBAR ...... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah...... 1 B. Pertanyaan Penelitian ...... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5 D. Tinjauan Pustaka ...... 6 E. Kerangka Teoritis ...... 13 F. Metode Penelitian ...... 18 G. Sistematika Penulisan ...... 25

BAB II SUPORTER THE JAK MANIA DI INDONESIA A. Gambaran Umum Fanatisme Suporter Sepak Bola di Indonesia ...... 27 B. Sejarah dan Perkembangan The Jak Mania ...... 32

BAB III ANALISIS KONSTRUKSI SOSIAL FANATISME SUPORTER THE JAK MANIA A. Konstruksi Sosial Fanatisme Suporter The Jak Mania...... 41 B. Bentuk Fanatisme Suporter The Jak Mania...... 50

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ...... 59 B. Saran ...... 60

DAFTAR PUSTAKA ...... x Lampiran

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbandingan Literatur ...... 10 B. Pertanyaan Penelitian ...... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5

viii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Logo The Jak Mania...... 34 2.2 Logo Sub Korwil The Jak Mania Rempoa ...... 36 3.1 Bentuk Fanatisme The Jak Mania ...... 52 3.2 Bentuk Fanatisme The Jak Mania ...... 55

ix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang paling digemari hampir di seluruh negara dan salah satunya di Indonesia. Penggemar sepak bola pun tidak mengenal usia mulai anak-anak remaja hingga orang dewasa. Hampir di setiap pertandingan sepak bola yang di selenggarakan di Indonesia baik itu dalam tingkat antar kampung, antar daerah dan nasional tidak pernah sepi dari para penonton. Sepak bola di Indonesia bukan lagi hanya sekadar tontonan biasa melainkan sudah menjadi suatu hiburan yang sangat luar biasa bagi pecinta sepak bola di Indonesia.

Seorang penggemar sepak bola enggan beranjak dari depan layar kaca saat tim kesayanganya bertanding, begitu pula seorang penggemar yang sedang menyaksikan pertandingan sepak bola di sebuah stadion. Bahkan bagi sebagian pencinta sepak bola, tidak menjadi masalah dengan harga tiket pertandingan yang mahal. Mereka rela membayar lebih demi untuk menyaksikan tim kesayangan mereka bertanding. Para pecinta sepak bola tidak hanya sekadar menonton pertandingan di stadion, mereka memberikan apresiasi dukungan kepada tim kesayangan mereka dalam bentuk lagu dan yel-yel yang mereka kumandangkan di sepanjang berlangsungnya pertandingan (Hendra, 2012: 7). Selain itu, berbagai atribut dari tim sepak bola kesayangan tak lupa mereka kenakan. Atribut tersebut dapat berupa bendera ataupun slayer yang telah meraka persiapkan sebelumnya, semua itu meraka lakukan guna membakar semangat para pemain dari tim

1 kesayangan dengan harapan tim kesayangan mereka dapat memenangkan pertandingan tersebut.

Secara umum para pendukung sepak bola tidak hanya memberikan dukungan mereka secara langsung di lapangan, namun juga banyak para pendukung sepak bola yang memberikan dukungan mereka di luar lapangan. Banyaknya individu pecinta sepak bola yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai pendukung sebuah tim sepak bola atau lazimnya kita sebut sebagai kelompok suporter sepakbola (Hendra, 2012: 56). Di Indonesia, hampir di seluruh daerahnya memiliki tim sepak bola serta kelompok suporter sepak bola dengan berbagai macam julukan yang unik sesuai dengan nama daerah mereka masing-masing.

Membahas mengenai suporter sepak bola, di Indonesia ada beragam suporter sepak bola yang mewakili daerahnya masing-masing dengan ciri khas tersendiri.

Di daerah Jakarta, suporter sepak bola dari Klub dinamakan The

Jak Mania. Begitupun dengan para pendukung klub sepak bola di daerah lain,

Aremania julukan untuk para suporter Klub sepak bola Arema Malang, Viking untuk para suporter dari Klub , Bonek mania untuk para suporter dari Klub , La Mania untuk suporter dari Klub Persela

Lamongan, dan masih banyak lagi julukan untuk para suporter tersebut seperti

Pusam Mania, Pasopati, Banaspati, Barito Mania (www.bola.kompas.com).

Sejarah kehadiran para suporter sepak bola itu sendiri sama lamanya dengan kemunculan olahraga sepakbola, namun kehadiran suporter begitu berarti dan menjadi unsur penting dalam suatu pertandingan sepak bola. Ketika industri sudah mulai masuk ke dalam suatu pertandingan sepak bola, seperti pertandingan tim-

2 tim papan atas Indonesia dalam suatu liga yang disiarkan secara langsung oleh stasiun tv, akan meningkatkan antusiasme penonton yang pada akhirnya akan menaikkan rating stasiun tv yang menyiarkan pertandingan sepak bola tersebut

(www.bola.kompas.com).

Di samping itu, bisnis penjualan merchandise serta aksesoris tim sepak bola menjadi sebuah ladang bisnis yang menjanjikan bagi para pengusaha. Pendapatan yang mereka dapatkan diperoleh dari penjualan merchandise seperti topi, slayer, jersey, bendera tim kesebelasan dan lain sebagainya. Di sisi lain, suporter sepak bola juga menjadi hiburan tersendiri dalam sebuah pertandingan sepak bola.

Kreativitas para suporter dalam menyanyikan yel-yel maupun gerakan-gerakan tubuh yang mereka padukan dengan serasi dapat menjadi suatu tontonan yang menarik (Fikret, 2005: 285).

Kecintaan pada dunia sepak bola yang begitu kuat inilah yang memunculkan fenomena fanatisme di kalangan kelompok suporter Indonesia. Salah satu kelompok suporter sepak bola yang memiliki fanatisme tersendiri kepada tim kesayangan mereka adalah para suporter yang tergabung dalam The Jakmania.

The Jak Mania merupakan kelompok suporter pendukung dari klub sepak bola

Persija Jakarta. The Jak Mania berdiri sejak tahun 1997. Saat ini The Jak Mania memiliki perwakilan koordinator di hampir setiap daerah di Jakarta, bahkan basis anggotanya pun menyebar hingga ke daerah di sekitar Jakarta seperti Tangerang,

Depok, dan Bekasi.

Hal ini bertujuan guna mengkoordinir semua basis suporter Persija Jakarta. Di karenakan fanatisme yang begitu kuat, terdapat banyak pola perilaku yang mereka

3 tunjukan untuk membela tim kesayangan mereka tersebut, sepertinya hal nya dalam bernyayi di sepanjang pertandingan. Pada saat tim kesayangan mereka sedang bertanding, mereka rela mengikuti pertandingan Persija Jakarta hingga keluar daearah dan menujukan beragam aksi nekat dan tak jarang berujung kepada aksi anarkisme yang pada akhirnya memicu bentrok antar kelompok suporter.

Fanatisme ditunjukkan oleh suporter The Jakmania dengan melakukan berbagai tindakan, seperti melempar wasit, pemain lawan, dan rela bentrok dengan pihak keamanan. Di luar stadion para anggota The Jakmania memiliki atribut kesebalasan Persija, foto pemain kesebalasan, dan membeli tiket dengan harga berapa pun (Yadi, 2009: 17). Pada 2012 The Jakmania melakukan bentrok terhadap Viking (Persib) yang disebabkan hasil seri. The Jakmania juga menduga para pemain Persib melakukan kecurangan ketika bermain sehingga The Jakmania melampiaskan kemarahannya dengan menyerang pendukung Persib. (Hapsari dan

Wibowo, 2015: 53).

Jumlah The Jak Mania itu sendiri sebanyak 30.000 dari awal berdirinya pada 1997 hingga sekarang. Terhitung sudah beberapa ketua umum The Jak

Mania yang pernah menjabat, seperti Gugun Gondrong, Ferry Indrasjarief, dan lainnya (www.jakmania1928.com). Banyaknya anggota The Jak Mania membuat pendukung tim Persija ini dikatan fanatik. Bahkan sifat fanatisme The Jakmania dapat menghilangkan nyawa seorang anggotanya. Pada 2018 dilaksanakan pertandingan liga antara Persija dan Persib. Padahal sudah diberitahukan oleh pihak penyelenggara bahwa The Jakmania tidak seharusnya datang sebab akan meinimbulkan bentrokan dengan Viking. Harlingga Sirla adalah anggota The

4

Jakmania yang rela datang ke Bandung untuk menyaksikan tim kesayangannya padahal sudah dilarang untuk tidak datang. Rasa fanatismenya membuat dirinya kehilangan nyawa sebab dikeroyoki oleh Viking sebagai pendukung Persib

Bandung (www.tribunnews.com). Terdapat beberapa bentuk fanatisme pendukung sepak bola di Indonesia khususnya The Jak Mania, seperti suporter lebih menyaksikan pertandingan secara langsung, suporter memberikan dukung secara totalitas meskipun timnya kalah, dan terkadang mengajak keluarga atau temannya untuk menyaksikan pertandingan bola (Hapsari dan Wibowo, 2015:

55).

Dalam hal ini peneliti memilik ketertarikan untuk meneliti fanatisme suporter sepak bola Indonesia dengan studi kasus suporter Persija Jakarta koordinator wilayah daerah Rempoa Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui bagaimana proses terbentuknya fanatisme suporter The Jak Mania, terhadap tim sepak bola Persija Jakarta dan untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk fanatisme yang mereka tunjukkan terhadap tim sepak bola kesayangan mereka tersebut.

B. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana fanatisme suporter The Jak Mania dapat terbentuk terhadap

tim sepak bola Persija Jakarta?

2. Apa saja bentuk-bentuk fanatisme suporter Persija Jakarta?

5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana fanatisme suporter Persija Jakarta.

b. Untuk mengetahui seta menjelaskan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi fanatisme pada suporter The Jakmania terhadap tim

Persija Jakarta.

2. Manfaat penelitian

a. Bagi penulis nantinya penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan serta pengetahuan yang sangat berguna di bidang ilmu

sosial.

b. Bagi akademik penelitian ini diharapkan nantinya dapat berguna

untuk menambah pengetahuan serta literatur penelitian dalam

bidang program studi Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

Politik.

c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pengamat sepak bola

Indonesia dan masyarakat tentang fanatisme suporter sepak bola

Indonesia.

D. Tinjauan pustaka

Pada penelitian ini, diperlukan sebuah tinjauan pustaka dari beberapa penelitian sebelumnya. Pembuatan tinjauan pustaka dapat membantu penulis serta pembaca untuk mengetahui topik dan pembahasan yang akan diteliti dalam sebuah penelitian. Beberapa kajian literatur yang ada, khususnya yang membahas

6 mengenai kontruksi sosial setidaknya dapat dijadikan bahan referensi atau pun di jadikan sebagai panduan dalam menganalisis permasalahan yang ada, pada bagian ini akan dikemukakan tentang beberapa skripsi terdahulu. Adapun beberapa skripsi terdahulu yang membahas tentang fanatisme suporter, yang dijadikan acuan peneliti beberapa di antaranya sebagai berikut:

Pertama skripsi dari saudari Devi Fitroh Laily dengan judul “Konstuksi

Masyarakat Pecinta Sepak Bola Kota Solo Pasoepati Pada Kehadiran Klub Sepak bola dan Kontribusinya Bagi Kerangka Identitas Kota”, pada tahun 2015, dalam penelitian ini digunakan teori realitas sosial Peter L Berger. Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa yang diungkapkan oleh Berger bahwasannya kenyataan sosial yang obyektif terbangun melalui proses dialektika yang simultan yaitu internalisasi, eksternalisasi, dan obyektivitas. Di mana proses dialektika dikaitkan dengan kasus tersebut, proses eksternalisasi terbentuk ketika sebuah suporter sepakbola dalam jumlah yang banyak ini cenderung mengarah kepada hal-hal yang negatif dan sangat perlu untuk di perbaiki. Proses obyektifitas mereka tunjukan dengan cara memberikan pemahaman bahwasanya sebagai seorang suporter haruslah loyal dengan datang beramai-ramai ke stadion untuk menyaksikan pertandingan seta menggunakan kaos yang di dominasi warna merah yang merupakan ciri khas suporter Pasopati. Rangkaian proses internalisasi tersebut kemudian membawa kejayaan kota Solo dengan citranya sebagai kota sepak bola. Representasi kelompok suporter yang aktif memberikan pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya dalam hal ini masyarakat kota Solo secara luas sehingga membantu alur pemikiran masyarakat yang mencintai sepak bola

7 sehingga Persis Solo dan klub-klub terdahulu serta Pasopati kini menjadi bagian dari apa yang disebut dengan identitas kota.

Kedua, jurnal FISIP Universitas Negeri Malang Nomor 3 Volume 5 oleh

Assyaumin, Yunus, dan Raharjo (2018) dengan judul Fanatisme Suporter

Sepakbola Ditinjau dari Aspek Sosio-Antropologi (Studi Kasus Aremania

Malang). Tujuan untuk menemukan fanatisme pendukung tim sepak bola dari pendekatan sosio-antropologis dan faktor yang mempengaruhinya. Pendekatan yang digunakan bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosio- antropologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fanatisme terbentuk didasarkan pada hubungan baik di lingkungan suporter itu sendiri. Selain itu bisa dikatakan juga Aremania merupakan suporter dengan tingkat fanatik tinggi untuk mendukung timnya.

Ketiga, skripsi dari saudara Abid Nurdiyansah yang berjudul “Kontruksi

Sosial Konflik Kekerasan Suporter Sepak Bola” (studi kasus tentang makna kekerasan antar suporter sepak bola Bonek dan La Mania) pada tahun 2015.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, skripsi ini berfokus kepada latar belakang adanya realitas kelompok suporter yang ada di Indonesia khususnya kelompok suporter yang berada di wilayah Jawa Timur yang sangat terkenal dan sarat akan persaingan di antara tim-tim dan suporter-suporter yang ada serta tensi yang tinggi dalam kesebelasan yang berlaga. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kontruksi sosial Peter L Berger dan Thomas Luckman serta pendekatan teori konflik. Hasil dari penelitian ini mengungkap bahwa konflik kekerasan yang terjadi di lapangan dipicu oleh beberapa hal, di antaranya

8 yang pertama rasa dendam dan benci yang ada di dalam kedua kubu kelompok suporter tersebut, kedua terjadi korban luka maupun korban jiwa akibat kekerasan yang hadir di dalam kedua kubu kelompok tersebut.

Keempat, Jurnal Komunika KAREBA Volume 3 Nomor 1 Januari 2014 dengan judul Fenomenologi Perilaku Komunikasi Suporter Fanatik Sepakbola dalam Memberikan Dukungan pada PSM Makassar oleh Widya Warsa, Muh.

Akbar, dan Tuti Bahfiarti. Tujuan penelitian ini untuk melihat komunikasi yang terbangun antara suporter sepak bola dengan timnya. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teori komunikasi dan kerumunan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat komunikasi yang intensif antara suporter dan tim sepak bola. Selain itu kerumunan suporter sepak bola bersifat terarah dan tersusun rapih.

Kelima, Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 1 Volume 1

Tahun 2013 oleh Novie Lucky dan Nanik Setyowati dengan judul Fenomena

Perilaku Fanatisme Suporter Sepak Bola (Studi Kasus Komunitas Suporter

Persebaya Bonek di Surabaya). Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran tindakan fanatisme Bonek dan melihat fatkro penyebab terjadinya.

Penelitian kualitatif digunakan untuk menganalisis masalahnya. Teori yang digunakan adalah teori perlaku selektif Smelser dan konsep fanatisme. Hasil penelitiannya menunjukkan fanatisme tanpa batas dimanapun dan kapanpun.

Faktor fanatismenya disebabkan kultur budaya ‘arek’, media massa, dan lingkungan keluarga.

9

Dari beberapa penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan di atas

terdapat beberapa persaman serta perbedaan yang akan dilakukan oleh peneliti

dalam penelitian yang akan dilakukan di antara sama-sama menggunakan

pendekan teori kontruksi sosial yang diperkenalkan oleh Peter L Berger dan

Lukcman, sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif. Yang

membedakan dengan penelitian sebelumnya ialah mengenai fokus penelitian serta

lokasi menelitian yang berbeda kota.

Tabel 1.1 Perbandingan Literatur

No Penulis dan Temuan Metode Teori Persamaan Perbedaan

Judul Penelitian Penelitian

Penelitiuan

1. Devi Fitroh Hasil dari kualitatif teori sama-sama perbedaan

Laily. penelitianm yang mengunaka pada

Kontruksi ini proses digunaka n metode lokasinya

masyarakat eksternalisasi n dalam penelitian penelitian

pencinta terbentuk. penelitia kualitatif yang berada

sepakbola Proses n ini teori dikota solo

solo(psoepati) obyektivitas kontruksi serta fokus

pada kehadiran mereka realitas penelitianya

klub sepakbola tunjukan sosial. terhadap

dan dengan masyarakat

kontribisinya bagaimana pecinta bola

bagi kerangka mereka di kota soslo

10

identitas kota menyadari.

Rangkaian

proses

internalisasi

kemudian

membawa

kejayaan

kota solo

dengan

citranya

sebagai kota

sepak bola,

2. Ian Brilian Hasil kualitatif Teorinya sama-sama perbedaann

Assyaumin, penelitian adalah mengunaka ya lokasi

Mahmud menunjukkan sosio- n metode penelitian

Yunus, dan Aremania antropolo penelkitan dan teori

Slamet Raharjo. merupakan gis kualitatif yang

Fanatisme pendukung dan sama- digunakann

Suporter yang fanatik sama ya.

Sepakbola terhadap meneliti

Ditinjau dari timnya. tentang

Aspek Sosio- Selain itu suporter

Antropologis fanatisme sepakbola

11

(Studi Kasus terbentuk

Aremania dilingkungan

Malang) sekitarnya.

3. abid hasil dari kualitatif teori sama-sama yang

nurdiyansah. penelitian ini yang mengunaka membedaka

Kontruksi mengungkap digunaka n n, fokus

sosial konflik bahwa n dalam pendekatan penelitian

kekerasan konflik penelitia kualitatif ini kepada

suporter kekerasan n ini,teori kontuksi

sepakbola studi yang terjadi kontruksi sosial

kasus: tentang dilapangan sosial konflik

makna dipicu oleh peter l kekersan

kekerasan antar rasa dendam berger terhadap

suporter sepak dan benci dan kedua

bola bonek yang hadir di luckman suporter.

mania dan la dalam kedua serta

mania kelompok teori

suporter konflik

tersebut. sosial

4. Widya Warsa, melihat kualitatif penelitia sama-sama Perbedaany

Muh. Akbar, komunikasi n ini menggunak a terletak

dan Tuti yang menggun an metode pad

Bahfiarti terbangun akan penelitian apenggunaa

12

Fenomenologi antara teori kualitatif. n teori yang

Perilaku suporter komunka akan

Komunikasi sepak bola si dan digunakan

Suporter dengan kerumun nanti

Fanatik timnya. an sosial

Sepakbola

dalam

Memberikan

Dukungan pada

PSM Makassar

5 Novie Lucky A Hasil kualitatf Teori Menggunak lokasi

dan Nanik penelitiannya kolektif an metode penelitian

Setyowati menunjukkan Smeleter kualitatif berada di

fanatisme surabaya

tanpa batas serta fokus

dimanapun penelitian

dan kepada

kapanpun. kontruksi

Faktor sosial

fanatismenya perubahan

disebabkan perilaku

kultur suporter

budaya persebaya

13

‘arek’, media surabaya.

massa, dan Sedang

lingkungan penulis

keluarga. berfokus

kepada

fanatisme

suporter the

jakmania

terhadap tim

persija.

E. Kerangka Teoritis

1. Teori Perilaku Kolektif

Neil J. Smelser (1965) mendefinisikan perilaku kolektif sebagai tindakan dua orang atau lebih secara kolektif. Tujuan pendekatan ini adalah mengetahui berbagai unsur seperti sosial, ideologi, dan potensi kekerasan yang biasanya jarang diamati oleh manusia. Teori ini dapat dipandang sebagai cara pandang atau tindakan manusia yang tidak teratur atau bersifat spontan. Sifatnya yang seperti ini terkadang perilaku kolektif diidentifikasikan sebagai perilaku yang melanggar nilai dan norma sosial di masyarakat luas.

Teori Neil J. Smelser (1963) menngeluarkan teori nilai tambah dengan menyebutkan enam faktor yang dapat menentukan perilaku kolektif di masyarakat luas. Enam faktor tersebut merupakan tahapan yang terus mengalami peningkatan

14 dan intensitas tinggi dalam mengamati realitas tertentu. Berikut adalah keenam faktor tersebut, meliputi :

1. Kesesuaian Struktural

Penentuan struktur sosial di masyarakat menentukan tingkat

kolektifitas yang terbangun. Pada umumnya struktur di masyarakat

pedesaan cenderung sulit dalam membentuk perilaku kolektif jika

dibandingkan daripada masyarakat kota (modern). Dalam konteks ini

struktur sosial yang sudah terbangun bersifat pemaksaan sebagai cara

pengausa untuk mendapatkan tujuan tertentu. Misalkan kebijakan yang

ditetapkan oleh institusi olahraga mengeluarkan kebijakan yang merugikan

salah satu tim sepak bola. Tentunya keputusan tersebut akan membuat

suporternya akan melakukan aksi protes dengan kekerasan atau

demonstrasi besara-besaran.

2. Ketegangan Struktural

Perilaku kolektif disebabkan adanya ketidakadilan sosial, seperti

kesenjangan wilayah, pencabutan hak dan kewajiban, dan bentuk

ketidakadilan. Dalam konteks ini kelompok marjinal, minoritas, atau

masyarakat kelas bawah sebagai pihak yang mendapatkan ketidakadilan

berpotensi besar dalam terlahirnya perilaku kolektif. Pembentukan

kelompok marjinal atau minoritas bersifat relatif sebab bergantung pada

sudut pandang. Maksudnya kelompok yang tidak mendapatkan keadilan

atau merasa dicurangi bisa dipandang sebagai kelompok marjinal atau

sejenisnya.

15

3. Faktor yang Mendahului

Dramatisasi atau isu tertentu yang berbau kecemasan, kecurigaan,

atau hal menarik lainnya akan melahirkan perilaku kolektif. Misalkan isu

kenaikan BBM di Indonesia berdampak langsung perilaku kolektif untuk

melakukan demonstrasi sebagai aksi protes.

4. Berkembangnya Kepercayaan Umum

Perilaku kolektif ini dapat muncul disebabkan adanya pemahaman

bersama atau kepercayaan umum terkait sumber ancaman. Nantinya secara

kolektif akan menemukan atau mencari solusi untuk menyelesaikan

sumber ancamana tersebut. Kemunculan ini disebabkan adanya

kehancuran nilai-nilai tradisional yang melahirkan nilai sentral sebagai

tujuan bersama.

5. Mobilitas Tindakan

Perilaku kolektif dapat terwujud dan dikendalikan ketika adanya

pemimpin atau tokoh tertentu yang mampu melakukan mobilisasi

kelompoknya. Tujuan pemimpin tersebut yang mendorong perilaku

kolektif adalah mencapai kepentingan tertentu. Keberhasilan perilaku

kolektif dalam konteks ini berasal dari kekuatan ikatan kelompok sosial

dan proses konsolidasi yang bertahan lama serta berkelanjutan. Biasanya

mobilitas tindakan diarahkan pada aktivitas kekerasan atau

pemberontakan.

6. Adanya Pengendalian Sosial

16

Bagian ini sebagai faktor penghambat atau tindakan preventif dari

perilaku sosial yang sudah dijelaskan sebelumnya. Aktor yang melakukan

ini adalah penguasa atau pemimpin pemerintah dalam rangka meredam

gerakan terhadapnya oleh masyarakat luas. Smelser menilai analisis ini

adalah untuk mencegah pemberontakan bersama dan melakukan

pengendalian massa jika terjadi pemberontakan.

Kemudian Smelser dalam Soekanti (2009) membagi beberapa bentuk perilaku kolektif, sebagai berikut :

1. Audience

Hadirin (audience) sebagai perilaku kolektif yang disebabkan

adanya dorongan dari luar dan biasanya bersifat satu arah. Contoh bentuk

ini, seperti pendengar radio, penonton televisi, dan penonton bioskop.

2. Kerusuhan

Bentuk perilaku kolektif yang bersifat agresif dan destruktif. Hal

tersebut dapat dilihat pada kerusuhan di beberapa negara dan bentuk

perpecahan lainnya.

3. Orgi

Nama lainnya adalah pesta pora yang dipraktekan dengan

melanggat adat istiadat (kebudayaan). Bentuk ini sebagai ekspresi dari

kesenangan yang berlebihan, seperti perayaan tim sepak bola, pesat

narkoba, atau pesta minuman keras.

4. Kepanikan

17

Kepanikan sebagai bentuk emosi yang dipenuhi dengan ketakutan

atau keputusasaan yang sulit untuk dikendalikan.

2. Konsep Fanatisme

Agriawan (2017: 9) menyebutkan fanatisme sebagai kepercayaan yang kuat berdasarkan politik, agama, atau ideologi tertentu yang sudah diyakini sejak lama dan berkelanjutan. Sederhananya fanatisme merupakan keyakinan yang tertanam kuat dalam individu. Agriawan (2017: 15) menjelaskan beberapa bentuk fanatisme yang berhubungan dengan suporter sepak bola di Indonesia, sebagai berikut :

1. Tim yang didukung akan menjadi prioritas dibandingkan tim lainnya.

2. Menonton langsung tim yang didukung meskipun berada di luar kota

atau tidak memiliki uang untuk menonton.

3. Memberikan dukungan secara penuh kepada tim dukungannya terlepas

dari apakah prestasi tim sepak bolanya berada pada posisi buruk atau

sedang baik.

4. Mengajar teman dekat atau keluarga secara bersama-sama untuk

menyaksikan pertandingan sepak bola secara langsung di lapangan.

Ismail dalam Agriawan (2016: 7) menyebutkan beberapa faktor penyebab sifat fanatisme dalam sepak bola di Indonesia, sebagai berikut :

1. Memiliki perilaku yang berlebihan (antusisme) yang cenderung

mengedepankan emosi dibandingkan logika. Rasa antusisme akan

membuat individu bertindak tidak wajar sebagai respon fanatismenya.

18

2. Pengaruh doktrin yang kuat dari pendidikan atau pengajaran dari

organisasi atau institusi tertentu. Hal tersebut disebabkan adanya intensitas

yang tinggi dalam pertemuan.

3. Adanya tokoh kharismatik yang sangat fanatik terhadap tim sepak bola

tertentu. Kemudian perilaku ini ditirukan oleh anggotanya sehingga akan

melahirkan benih-benih fanatisme lainnya di setiap individu.

4. Kebodohan yang tidak berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang hanya

melihat salah satu sepak bola dari sudut pandang tertentu.

5. Memiliki cinta berlebihan kepada salah satu tim sepak bola sehingga

bersedia melakukan apapun termasuk anarkisme sebagai respon fanatisme

yang tinggi.

Goddard dalam Sunaryadi Hadi (2013: 15) secara spesifik menyebutkan beberapa bentuk fanatisme yang biasa dilakukan oleh suporter di Indonesia, yakni

:

1. Fanatisme Berdasarkan Fisik

a) Pemukulan

b) Melempar botol atau batu

c) Menendang

d) Mendorong dan menghajar

2. Fanatisme Berdasarkan Obyek

a) Pembakaran terhadap kaos lawan

b) Merusak atau membakar sepeda kendaraan

c) Melakukan perusakan sarana dan prasarana stadion

19

3. Fanatisme Berdasarkan Verbal

a) Bernyanyi rasis

b) Mencemooh

c) Mengumpat

4. Fanatisme Berdasarkan Pelanggaran Hak

a) Sweeping area

2. Konsep Suporter (Pendukung)

Suporter diambil dari bahasa Inggris yakni supporter bermakna dukungan.

Chapplin (2008: 495) mendefinisikan suporter dalam dua pengertian, yaitu pertama mengacu pada penyediaan sesuatu dengan tujuan memahami kebutuhan orang lain dan kedua memberikan motivasi atau dorongan kepada orang lain dalam pengambilan keputusan tertentu. Dalam konteks suporter sepak bola bisa diartikan sebagai dukungan yang diberikan oleh kelompok terorgainisir kepada para pemain tertentu.

Tujuan dari dukungan itu sendiri adalah mendorong para pemain sepak bola untuk memenangkan pertandingan misalkan The Jakmania mendukung

Persija. Guliannoti (2006: 71) membagi beberapa jenis atau bentuk para pendukung tim sepak bola, berikut adalah pembagiannya :

1. Hooligan

Aktivitas tim pendukung atau suporter cenderung bersifat anarkis

dan brutal untuk menunjukkan fanatismenya. Bahkan sebagian besar

anggotanya tidak jarang berhubungan dengan polisi atau masuk penjara.

20

Hal tersebut dapat konsekuensi dari aktivitas negatifnya yang dipandang

sebagai penyimpangan di masyarakat luas.

2. The VIP

Pendukung ini merupakan kelompok orang kaya yang berada di

bangku VIP. Maksudnya fanatisme yang terbentuk di sekelompok orang

kaya yang fanatik terhadap salah satu tim kesayangannya.

3. Ultras

Fanatisme yang ditunjukkan selama pertandingan berlangsung

dengan menyuarakan yel-yel. Tujuan mereka datang ke stadion adalah

memberikan dukung. Sebanarnya ultras memiliki kesamaan dengan

hooligan jika timnya mendapatkan kekalahan akan melakukan aktivitas

anarkisme namun tidak sampai pada adu fisik.

4. Daddy/Mommy

Bentuk pendukung sepak bola yang melibatkan kelompok keluarga

untuk bersama-sama nonton pertandingan dari tim yang didukung.

Kelompok ini berasal dari karyawan profesional dengan tingkat fanatik

yang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan ultras dan hooligan.

Tempat duduk yang dipilih biasanya tidak bersebelahan dan cenderung

jauh dari ultras dan hooligan.

5. Couch Potato

Kelompok pendukung ini tidak memberikan dukungan secara

langsung dengan datang ke stadion melainkan lewat TV. Asumsinya

adalah lebih nyaman dan tidak perlu mengeluarkan uang banyak.

21

Meskipun ketika menonton di TV kelompok ini tetap menggunakan atribut

tim yang didukungnya, seperti pakaian, syal, dan sorakan Guliannoti

(2006: 71).

F. Metode penelitian

1. Pendekatan

Fokus penelitian ini adalah melihat proses terbentuknya fanatisme

The Jakmania sebagai suporter tim Persija Jakarta. Dalam analisisnya akan

menggunakan pendekatan perilaku kolektif. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif yang bertujuan memperoleh berbagai data, informasi,

dan fakta di lapangan dalam bentuk gambaran. Bogdan dan Tylor dalam

Moleong (2005: 4) menjelaskan penelitian kualitatif sebagai instrumen

penelitian yang bersifat deskriptif (gambaran) terhadap realitas yang

sedang diamati. Nantinya melalui pendekatan kualitatif akan mendapatkan

proses terbentuknya fanatisma di kalangan The Jakmania.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam waktu 2 bulan dari

Februari sampai April 2019. Tempat yang dijadikan obyek penelitian

adalah Rempoa, Jakarta Selatan yang terdapat Kantor Korwil The

Jakmania sebagai suporter tim sepak bola Persija Jakarta. Pemilihan

tempat penelitian disesuaikan dengan tingkat kemudahan dalam

mendapatkan data dan informasi. Nantinya penelitian ini akan mudah

untuk diselesaiakan dan dianalisis melalui teori perilaku kolektif.

22

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa tehnik untuk mengumpulkan data yang akan dipergunakan untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Secara garis besar metode yang digunakan terdiri dari wawancara, observasi, dan studi pustaka. Beberapa tehnik yang penulis pergunakan diantaranya :

a. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka

antara pewawancara dengan responden atau orang yang

diwawancarai (Bungin: 133). Jenis wawancaranya adalah

terstruktur dengan mempersiapkan beberapa daftar pertanyaan

sebelum melakukan wawancara dengan informan. Tujuannya agar

proses wawancara melalui pertanyaan dapat menjawab dari apa

yang diinginkan oleh peneliti. Selain itu agar pertanyaan

wawancara yang diberikan kepada informan atau narasumber

sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh peneliti ketika melakukan

analisis data.

Adapun pihak yang diwawancarai sebanyak sepuluh orang

dengan karakteristik tertentu. Pertama, informan merupakan tiga

orang yang menjabat sebagai Badan Pengurus Harian The Jak

Mania Rempoa Jakarta Selatan. Kedua, informan adalah empat

orang yang menjabat sebagai pengurus di The Jak Mania Rempoa

23

Jakarta Selatan. Ketiga, informan sebanyak tiga orang yang berada

di sekitar sekret (masyarakat umum) The Jak Mania Rempo Jakarta

Selatan.

Penentuan informan atau narasumber di atas berdasarkan

kriteria tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Pembuatan

karakteristik informan sebagai pedoman untuk menemukan data

yang sesuai dengan penelitian ini. Berikut adalah beberapa

informan yang akan diwawancarai, yakni :

1. Virgiawan sebagai Ketua The Jak Mania Rempoa

2. Yunan Adriansyah sebagai Anggota The Jak Mania Rempoa

3. Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak Mania Rempoa

4. Yuni Yulistyaningrum sebagai Masyarakat Umum

5. Ibu Sri sebagai Masyarakat Umum

6. Arif sebagai Masyarakat Umum b. Obsevasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan bagaimana

keseharian dan lingkungan sekitar responden dengan menggunakan

pancaindra serta mengikuti keseharian reponden (Bungin: 142).

Proses observasi dilaksanakan dengan mengikuti serangkaian acara

yang dilakukan oleh The Jak Mania Rempoa. Pengambila data

melalui teknik observasi melalui perekaman video dan gambar.

Tujuannya sebagai verifikasi terkait bentuk fanatisme yang sudah

24

dilakukan oleh The Jak Mania. Berikut adalah beberapa rencana

yang akan dijadikan bahan untuk observasi, meliputi :

1. Aktivitas nonton bareng bersama The Jak Mania baik

secara langsung (stadion) maupun tidak langsung (televisi

atau streaming).

2. Mengikuti aktivitas internal seperti rapat anggota dan

acara perkumpulan.

3. Mengikuti aktivitas lainnya, seperti bakti sosial, bermain

bola bersama, dan lainnya.

Teknik pengambilan data juga dapat dilihat melalui sumber data.

Dalam proses pengumpulan data untuk melihat indikator penelitian, peneliti menggunakan dua jenis sumber data yang biasanya digunakan dalam penelitian sosial, yaitu:

a. Sumber data primer

Sumber data ini adalah sumber data pertama dimana sebuah

data dihasilkan. Dalam penelitian ini sumber data primernya adalah

responden yang diambil dari beberapa suporter The Jakmania

koordinator wilayah Rempoa, Jakarta Selatan. Sumber data primer

terdiri dari wawancara dan observasi.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data kedua setelah

sumber data primer. Data yang dihasilkan dari sumber data ini

adalah data sekunder. Dalam penelitian ini sumber data sekuder

25

diperoleh dari dokumen-dokumen, foto-foto, serta kumpulan artikel

yang ada base camp The Jak Mania Koordinator Wilayah Rempoa,

Jakarta Selatan.

7. Metode Pemilihan Informan

Penelitian ini menggunakan metode sample bertujuan atau purposive sampling dengan tujuan mendapatkan informan yang sesuai dalam masalah ini. Penerapan metode ini sebenarnya untuk memberikan batasan kepada informan tentang layak atau tidaknya untuk menjadi sumber data. Neuman (2007: 144) menjelaskan teknik sampel bertujuan merupakan penentuan sampel berdasarkan kriteria atau indikator tertentu.

Dengan kata lain penentuan tersebut memiliki tujuan. Mengacu pada masalah penelitian ini maka terdapat beberapa indikator terkait kelayakan informan, meliputi :

a. Informan yang terlibat langsung pada The Jak Mania seperti Badan

Pengurus Harian (BPH).

b. Informan yang tidak terlibat langsung seperti anggota The Jak

Mania

c. Informan yang berada di sekitar sekretariat The Jak Mania Rempoa

misalkan masyarakat sekitar. Mereka adalah invidiu yang berada di

luar The Jak Mania dan bertempat tinggal di sekitar sekretariat The

Jak Mania Rempoa.

26

8. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini terdiri dati beberapa tahapan, yakni reducing data, displaying data, dan pengambilan kesimpulan. Pada tahap pertama, pengurangan data atau disebut sebagai reducing data dilakukan dengan melakukan pemilihan dan penyerdehanaan data di lapangan. Proses reducing data bersamaan dengan berlangsungnya penelitian di lapangan. Tahapan kedua dikenal dengan pengumpulan informasi, data, dan fakta atau dinamakan sebagai displaying data.

Bagian ini mengharuskan peneliti membuat asumsi dari penarikan kesimpulan yang diakhiri dengan tindakan tertentu. Tapahan terakhir atau penarikan kesimpulan sebagai hasil dari pemilahan, perhitungan, dan penentuan data di lapangan. Nantinya penarikan kesimpulan akan memastikan bahwa data sudah sesuai dengan pertanyaan penelitian yang ingin dijawab.

6. Hambatan Penelitian

Dalam proses penelitian khususnya mendapatkan berbagai data di lapangan baik secara langsung maupun tidak langsung pasti menemukan beberapa hambatan. Akan tetapi hambatan tersebut tidak menghalangi keberlangsungan penelitian ini. Tentunya hambatan ini sudah diprediksikan sebelumnya oleh peneliti sehingga sudah dipikirkan beberapa alternatif atau solusi untuk menyelesaikan hambatan tersebut.

Berikut adalah beberapa hambatan dalam penelitian ini, meliputi :

27

a. Hambatan yang dihadapi dalam penelitian ini berkaitan dengan

observasi sebagai teknik pengumpulan data. Hal tersebut

disebabkan meneliti tentang fanatisme akan lebih nampak ketika

tim sepak bolanya bertanding dengan lawannya. Maksud

hambatannya terletak pada waktu tanding Persija yang belum tentu

bisa diikuti melalui observasi.

b. Hambatan yang berkaitan dengan beberapa pertanyaan wawancara

kepada informan. Tidak dipungkiri bahwa sebagian besar informan

tidak terlalu mengerti tentang fanatisme. Mungkin ini disebabkan

dengan tingkat pendidikan yang rendah sehingga tidak mengetahui

maksud pertanyaan. Sehingga peneliti merasa kesulitan ketika

menjelaskan maksud dari beberapa pertanyaan wawancara.

c. Hambatan kepada informan itu sendiri yang mengalami kesulitan

untuk mengatur waktu dalam melakukan pertemuan. Ternyata

sebagian besar dari kepengurusan The Jak Mania di Rempoa

adalah pekerja dengan waktu yang tidak tentu sehingga sulit untuk

mendapatkan waktu kosong. Kemudian masyarakat sekitar sebagai

salah satu indikator informan sebagian besar menolak untuk

memberikan keterangan atau tidak ingin bersedia untuk

diwawancarai.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini disusun dalam bentuk sistematika dengan tujuan memberikan

gambaran umum tentang pembahasan dan analisisnya. Sistematika juga dapat

28

diartkan sebagai berbagai hal yang akan dijelaskan dan dibahas selam proses

penelitian berlangsung dalam waktu tertentu. Berikut adalah sistematika

penulisan dalam penelitian ini, yakni :

BAB I : PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

B. Pertanyaan Penelitian

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Tinjauan Pustaka

E. Kerangka Teoritis

F. Metode Penelitian

G. Sistematika Penulisan

BAB II : SUPORTER THE JAKMANIA DI INDONESIA

A. Gambaran Umum Fanatisme Suporter Sepak Bola di Indonesia

B. Sejarah dan Perkembangan The Jakmania

BAB III : DALAM SUPORTER TIM SEPAKBOLA PERSIJA

JAKARTA KORWIL REMPOA JAKARTA SELATAN

PERSPEKTIF PERILAKU KOLEKTIF

A. Fanatisme Suporter The Jak Mania

B. Bentuk Fanatisme Suporter The Jak Mania

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

29

BAB II

SUPORTER THE JAKMANIA DI INDONESIA

A. Gambaran Umum Fanatisme Suporter Sepak Bola di Indonesia

Suporter diambil dari bahasa Inggris yakni supporter bermakna dukungan.

Chapplin (2008: 495) mendefinisikan suporter dalam dua pengertian, yaitu pertama mengacu pada penyediaan sesuatu dengan tujuan memahami kebutuhan orang lain dan kedua memberikan motivasi atau dorongan kepada orang lain dalam pengambilan keputusan tertentu. Dalam konteks suporter sepak bola bisa diartikan sebagai dukungan yang diberikan oleh kelompok terorgainisir kepada para pemain tertentu. Tujuan dari dukungan itu sendiri adalah mendorong para pemain sepak bola untuk memenangkan pertandingan misalkan The Jakmania mendukung Persija.

Fikret (2005: 283) memberikan gambaran umum suporter sepak bola di dunia termasuk Indonesia yang berkaitan kuat dengan kerusuhan, anarki, dan perselisihan. Menurutnya kemenangan suatu tim sepakbola berbanding lurus dengan semakin meningkatknya kerusuhan atau anarki. Perayaan atas kemenangan tim yang didukungnya akan diwarnai dengan aksi. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa suporter sepak bola yang memiliki tingkat fanatik, seperti The Jakmania (Persija), Aremania (Arema Cronus), Bonek Mania

(Persebaya), Panser Biru atau Snex (PSIS Semarang), dan masih banyak lainnya.

Dalam prakteknya setiap suporter melakukan berbagai atribut lengkap dari kepala hingga kaki untuk mendukung tim kesayangan mereka (Hendra, 2012: 5).

30

Perkembangan suporter di Indonesia selalu ditandai dengan aksi fanatisme yang berlebihan untuk mendukung tim kesayangannya. Mulai dari pelemparan batu, bentrok sesama pendukung, bahkan sampai kehilangan nyawa dari salah satu pendukung tim sepak bola. Kita pasti mengetahuinya tentang meninggalnya salah satu anggota The Jakmania bernama Haringga Sirla pada 23 September 2018.

Penyebab meninggalnya adalah pengroyokan yang dilakukan oleh beberapa orang dari pendukung Persib di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Bandung, Jawa

Barat (www.bola.kompas.com).

Suudi (2006: 94) melihat fenomena fanatisme ini sebagai bentuk kewajaran bahwa terbentuknya pendukung sepakbola secara organisasi terdapat ikatan keluarga, kedaerahan, dan golongan tertentu. Ikatan itulah yang membuat rasa fanatik di setiap anggotanya semakin terbentuk dan mendalam. Lucky dan

Setyowati (2015: 185) mendefinisikan fanatisme sebagai gambaran individu atau kelompok dengan pemahaman tertentu yang berisikan ideologi, politik, atau kebudayaan secara berlebihan. Inilah yang membuat individu fanatis melakukan penolakan terhadap apapun yang berasal dari luar.

Viking sebagai pendukung Persib pada 2000-an melakukan serangkaian aksi fanatisme, seperti pelemparan botol kepada tim lawan (Semen Padang) pada

16 Februari 2014, melakukan bentrokan secara sengaja dengan The Jak Mania di

Tol Cikampek pada 8 Mei 2014, dan pelemparan batu atau botol ke kursi pemain

Arema pada 13 April 2014 (Demartoto, 2018: 5). Pendukung lainnya yakni Bonek

Mania (Persebaya) menunjukkan fanatismenya dengan aksi anarkis, seperti melakukan perusakan kendaraan Arema, pelemparan batu kepada penonton lain,

31 menyanyikan lagu bersifat intimidatif, dan membawa senjata tajam yang terjadi pada Januari 2010 (Hendra, 2012: 10). Begitupun dengan gambaran fanatisme dari suporter tim sepak bola lainnya di Indonesia.

Kejadian tersebut bukanlah yang pertama melainkan sudah terjadi sebelumnya. Bahkan hampir setiap tahun sering diberitakan kematian sebagai dampak dari bentrok suporter khususnya antara The Jakmania dan Viking

Bandung. Tidak dipungkiri bahwa fanatisme dalam konteks ini disebabkan rivalitas diantara kedua tim tersebut yang sudah lama masih ada hingga sekarang.

Di sisi lain ada fanatisme yang tidak berlebihan seperti menggunakan baju pemanin, sepatu, dan lainnya sebagai rasa cinta terhadap tim sepak bolanya.

Begitupun dengan fanatisme sepak bola di Indonesia termasuk The Jak

Mania yang melakukan anarkisme atau aktivitas positif merupakan bentuk antusisme, pengaruh doktrin, dan adanya cinta yang berlebihan. Mereka merasakan sesuatu yang sakit jika Persija mendapatkan kekalahan. Ketika Persija memenangkan suatu pertandingan maka mereka melampiskan kesenangannya dengan mengejek suporter lain atau melakukana anarkisme lainnya. Aktivitas fanatisme yang sudah disebutkan memang sering ditemukan di berbagai media cetak dan elektronik khususnya melalui media sosial. Tidak dipungkiri bahwa fanatisme tidak bisa diukur atau dicegah di setiap individu sebab bersifat mendarah daging dan tidak terpikirkan.

Berbagai bentuk fanatisme tersebut sudah menjadi rutinitas dan akrab ditemui baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalkan orang Bandung

32 akan merasa tidak aman secara identitas jika berada di Jakarta meskipu individu tersebut bukan bagian dari Viking. Begitupun sebaliknya orang Jakarta walaupun buka The Jak Mania akan terancam ketika berada di Bandung sebagai markas

Viking. Realitas inilah bisa dipandang sebagai fanatisme yang akut dan sulit untuk dihilangkan. Berkaca pada pemaparan bentuk di atas pelemparan botol dan perusakan stadion lebih sering dilakukan oleh para suporter di Indonesia. Di sisi lain bernyanyi rasis dan mencemooh terjadi di dalam stadion khususnya ketika pertandingan sepak bola sedang berlangsung.

Jadi, dapat dinyatakan bahwa fanatisme dari pendukung tim sepak bola sudah terbentuk secara insitusi yang terarah dan terukur. Dimana kondisi tersebut akan berdampak pada kriminalitas sebagai bentuk ekspresi dari rasa fanatisme yang diutarakan oleh setiap pendukungnya. Kemudian perlu ditegaskan bahwa sifat fanatisme ini tidak bisa dihindari dalam dinamika sepakbola di Indonesai.

Hal tersebut disebabkan fanatisme, rivalitas, dan lainnya merupakan sejarah dalam sepak bola Indonesia. Kemudian gambaran fanatisme para suporter di Indonesia dapat diklasifikasinya dalam beberap bentuk, seperti fanatisme bentuk, obyek, verbal, dan pelanggaran hak.

B. Sejarah dan Perkembangan The Jak Mania

The Jakmania merupakan pendukung tim sepak bola Persija Jakarta yang telah berdiri pada 19 Desember 1997. Berdirinya pendukung sepak bola ini digagas oleh Diza Rasyid Ali yang mendapat dukungan penuh oleh Gubernur DKI

33

Jakarta, Sutiyoso. Ketua pertama The Jakmania adalah Gugun Gondrong sebagai figur yang sudah dikenal oleh masyarakat luas. Pada awal berdirinya The

Jakmania hanya berisikan 40 orang yang kemudian menjadi 30.000 orang di tiga tahun setelahnya. Kemudian esrafet kepemimpinan The Jakmania dilanjutkan oleh beberapa pemimpin setelahnya (www.jakmania1928.com).

Sebanyak 40 orang tersebutlah dianggap sebagai pendiri The Jakmania dengan Gugun Gondrong sebagai ketuanya, Ferry Indrasjarief sebagai Wakil

Ketua Umum, dan seterusnya. Adapun beberapa dari 40 orang tersebut, seperti

Diza Rasyid Ali, Mimi Al-Qamar, dan Edi Sukatmo. Masa berlangsungya kepemimpinan The Jakmania adalah dua tahun setelahnya harus mengadakan pergantian (tribunnews.com). Berikut adalah beberapa ketua yang pernah memimpin The Jakmania, yakni :

1. Gugun Gondrong (Periode 1997-1999)

2. Ferry Indrasjarief (Periode 1999-2001)

3. Ferry Indrasjarief (Periode 2001-2003)

4. Ferry Indrasjarief (Periode 2003-2005)

5. Hanandiyo Ismayani (Periode 2005-2007)

6. Ferry Indrasjarief (Sekarang)

Pada perkembangannya mulai bermunculan berbagai organisasi atau lembaga baru yang berada di bawah naungan The Jakmania dengan karakteristik tertentu. Pertama. Karakteristik wilayah atau daerah tertentu, misalkan Jak

Jogjakarta, Jak Tanah Pasundan, Jak Sumatera, Jak , . Kedua,

34 karakteristik pemuda, seperti Jak Kampus, Jak Angel, Jak Scooter, Jakventure,

Jak School, dan Tigery Boys. Ketiga, karakteristik lainnya, seperti Ultras Persjia,

Timur Orange, dan Jak Online (www.jakmania1928.com). Adapun logo The

Jakmania sebagai payung dari beberapa organisasi di bawahanya, sebagai berikut :

Gambar 2.1 Logo The Jakmania

Sumber : https://www.indosport.com/sepakbola/20171103/jakmania-tabur-bunga-

untuk-kenang-tragedi-mendiang-ambon

Tidak hanya itu perkembangan juga nampak dari berdirinya beberapa kantor di setiap daerah khususnya Jakarta. The Jakmania sendiri memiliki istilah cabangnya disebut dengan Kordinator Daerah (Korda). Inilah beberapa Korda yang tersebar di Jakarta dan daerah sekitarnya, meliputi :

1. Koordinatir Daerah Jakarta Barat

2. Koordinator Daerah Jakarta Pusat

3. Koordinator Daerah Jakarta Timur

4. Koordinator Daerah Jakarta Utara

35

5. Koordinator Daerah Jakarta Selatan

6. Koordinator Daerah

7. Koordinatir Daerah Pasunda

Daerah Rempoa sendiri sebagai Koordinator Wilayah (Korwil) termasuk dalam Korda Jakarta Selatan yang bersebrangan dengan Tangerang Selatan.

Dimana Korwil Rempoa dijadikan obyek penelitian ini untuk menganalisis fanatisme yang terbentuk diantara anggotanya baik di dalam maupun luar stadion ketika Persija bertanding. Adapun bentuk kepengurusan Korwil Rempoa bersifat sederhana terdiri dari ketua, sekretaris, bendaraha, dan beberapa koordinator bidang untuk menjalankan aktivitas organisasi.

Sub Korwil Rempoa sendiri berdiri pada 17 November 2018 dengan

Virgiawan sebagai Ketua Korwil, Imam sebagai Sekretaris, dan Sandy Maulana sebagai Humas. Keanggota pada Korwil ini sebanyak 70 anggota yang menginduk pada The Jak Mania Pondok Pinang. Kantor sekretarianya terletak pada

Kelurahan Gang Kubur, Kecamatan Bintaro, Jakarta Selatan. Sebenarnya Sub

Korwil Rempoa sudah ada 6 tahun lalu namun belum berbentuk legal atau resmi.

Barulah pada 2017 kepengerusan pertam secara resmi dilantik oleh Korwil

Pondok Pinang (Wawancara dengan Yunan Ardiansyah sebagai Anggota Jak

Mania pada 15 April 2019 di Rempoa). Berikut adalah lambang dari Sub Korwil

Rempoa ini :

36

Gambar 2.2 Logo Sub Korwil The Jak Mania Rempoa

Sumber : https://www.indosport.com/sepakbola/20171103/jakmania-tabur-bunga-

untuk-kenang-tragedi-mendiang-ambon

Akan tetapi kita perlu tegaskan dan hanya berasumsi bahwa tidak menutup kemungkinan The Jak Mania Rempoa tidak melakukan aksi anarkis atau bentuk penyimpangan lainnya. Maksudnya tidak semua Korwil di daerah lainnya bertindak anarkis meskipun yang diberitakan oleh Media bahwa The Jak Mania sering melakukan penyimpangan sosial, seperti perusakan stadion, pelemparan botol, dan lainnya. Hal tersebut tidak lepas dari pembahasan sebelumnya dalam pemaparan beberapa bentuk fanatisme suporter sepak bola di Indonesia.

37

Bentuk kepengurusan terbaru dari The Jakmania pada periode 2017-2020 dengan mengangkat Tauhid Indrasjarief sebagai Ketua Umum, Diky Soemarno sebagai Sekretaris Umum, dan Duto Pamungkas sebagai Ketua Harian. Penentuan posisi tersebut berdasarkan hasil dari Musyawarah Besar The Jakmania yang dilaksanakan pada 22 Januari 2017 (www.indosport.com). Berikut adalah secara spesifik kepengurusan The Jakmania periode 2017-2020, yakni :

1. Ketua Umum : Ferry Indrasjarief

2. Ketua Harian : Duto Pamungkas

3. Sekretaris Umum : Diky Soemarno

4. Bendahara Umum : Ahmad Suryadi

5. Koord. Kesektariatan : Rog Ritus

6. Koordinator Keanggotaan : Denadjie

7. Koordinator Kreatifitas : Devid Rosario

The Jak Mania disebut sebagai suporter fanatik yang berada pada posisi keempat di Indonesia versi bola.net. Komposisinya sebebsar 70.000 orang yang memiliki kartu keanggotaan dan 40.000 sebagai simaptisan yang tidak terdaftar.

Individu yang dinyatakan sebagai Anggota The Jak Mania apabila memiliki Kartu

Keanggotaan Aktif (KTA). Sedangkan simpatisan merupakan individu yang belum atau tidak memiliki KTA. Biasanya simpatisan hanya memberikan dukungan kepada persija melalui layar kaca (www.bola.net).

Keanggotan The Jak Mania secara nasional berada pada 10 besar sebagai suporter terbanyak dalam keanggotaanya berdasarkan website The Top Tens. The

38

Jak Mania memiliki 59 Koordinator Wilayah (Korwil) yang tersebar di seluruh

Indonesia dengan kantor sekretariat di Jakarta. Banyaknya jumlah anggota akan berbanding lurus dengan tingkat fanatisme yang sudah dilakukan oleh The Jak

Mania baik secara anarkis maupun tindakan positif. Di stadion sendiri aktivitas dukungan yang dilakukan oleh The Jak Mania seperti tepuk tangna, lompat- lompat, dan melakukan sorakan (www.thetoptens.com).

Mengacu pada beberapa bentuk tim pendukung sepak bola menurut

Guliannoti (2006: 71) bahwa The Jak Mania bisa diklasifikasikan sebagai hooligan, ultras, dan couch potato. The Jak Mania sebagai hooligan dan ultras ditunjukkan dengan informasi melalui media massa dan cetak terkait aktivitasnya.

Dimana di satu sisi mengedepankan anarkisme khususnya ketika Persija mengalami kekalahan dan sisi lainnya melakukan aktivitas positi atau sportif ketika memberikan dukungan di lapangan. Tentunya hooligan dan ultras berlaku bagi mereka yang dinyatakan anggota The Jak Mania yang memiliki KTA.

Sedangkan couch potato menggambarkan simpatisan The Jak Mania yang tidak memiliki KTA dan lebih memilih untuk mendukung The Jak Mania melalui layar

TV atau via internet.

Maka dapat dikatakan bahwa The Jakmania sebagai pendukung tim sepakbola Persija mengalami perjalanan yang cukup jauh dari awal berdirinya hingga sekarang. Kita bisa melihat bahwa eksistensinya tidak lepas dari kepengurusannya dan rasa fanatisme yang dimiliki oleh setiap anggotanya. Rasa fanatisme itulah yang membuat mereka semangat dan terus berkontribusi menghidupkan The Jakmania. Bahkan fanatismenya bisa disejajarkan dengan

39 suporter tim lainnya yang jauh sudah berdiri sebelum The Jakmania. Kemudian

The Jak Mania sebagai institusi yang menunjukkan ekspresi fanatismenya merupakan holigan, ultras, dan couch potato berdasarkan perilaku dan pola pikir anggotanya.

40

BAB III

FANATISME SUPORTER THE JAK MANIA ANALISIS PERILAKU

KOLEKTIF

A. Perilaku Kolektif Fanatisme Suporter The Jak Mania

Fanatisme yang terbentuk pada suporter The Jak Mania untuk sebagai konsekuensi dukungan terhadap Persija bukan terjadi secara alamiah. Dimana realitas tersebut terbentuk dari proses yang sangat panjang dan mendalam. Setiap anggota The Jak Mania memiliki pandangan subyektifitas untuk mengekpresikan dukungannya kepada tim kesayangan mereka. Ditambah fanatisme yang terbangun terjadi dengan sendirinya yang dipengaruhi oleh proses tertentu.

Misalkan perasaan senang, bangga, dan lainnya adalah contoh kecil ekspresi fanatisme mereka sebagai The Jak Mania.

Neil J. Smelser (1965) menilai bahwa terdapat tindakan individu yang bersifat spontan atau tidak teratur. Tindakan seperti itu dalam kehidupan sosial disebut sebagai perilaku kolektif. Begitupun dengan terbentuknya fanatisme di kalangan The Jak Mania Rempoa disebabkan adanya ketidaksadaran atau bersifat tidak teratur. Mereka bertindak secara bersama-sama atau kolektif terlepas mengetahui atau tidaknya terhadap tujuan yang ingin dicapainya. Dengan kata lain banyak berbagai faktor yang menyebabkan perilaku kolektif muncul.

Dalam pembahasan ini fanatisme yang terbentuk pada The Jak Mania akan dipandang sebagai perilaku kolektif menurut Neil J. Smelser. Dasar pemikirannya bahwa fanatisme dapat terciptakan berasal dari adanya kumpulan individu yang

41 bertindak secara bersama atau kolektif. Adapun secara spesifik analisis ini menggunakan teori nilai tambah menurut Neil J. Smelser dalam memahami perilaku kolektif yang terdiri dari enam faktor, meliputi kesesuaian struktural, ketegangan struktural, faktor yang mendahului, berkembangnya kepercayaan umum, mobilitas tindakan, dan adanya pengendalian sosial. Misalkan sesuai dengan wawancara dari salah satu anggota The Jak Mania Rempoa menyebutkan bahwa :

“...Ya satu, itu kan tim yang terbaik yang ada di Indonesia dan saya pribadi hidup dan lahir di Jakarta dan itu yang menjadi alasan saya menjadi fanatik dan loyalitas kita menjadi masyarakat jakarta, mau gak mau kita tunjukan bahwa kita cinta sepak bola Indonesia khususnya Persija Jakarta.” (Wawancara dengan Yunan Ardiansyah sebagai Anggota Jak Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)

Mengacu pada pernyataan di atas bahwa fanatisme yang dimiliki oleh

Yunan Ardiansyah sebagai anggota The Jak Mania disebabkan dirinya sebagai orang Jakarta. Adapun Persija merupakan tim sepak bola yang berasal dari Jakarta sehingga suatu keharusan baginya untuk mencintai dan memberikan dukungan melalui The Jak Mania. Smelser (1963) dalam teori nilai yang membagikan enam faktor dalam perilaku kolektif. Salah satunya adalah berkembangnya kepercayaan umum. Tidak dipungkiri bahwa kepercayaan umum diawali dengan adanya pemahaman bersama terkait sumber atau obyek tertentu.

Dalam konteks ini redaksi „orang Jakarta‟ atau „lahir di Jakarta‟ membentuk pemahaman bersama bahwa kita harus mendukung Persija.

Sederhananya Persija merupakan tim ibu kota sehingga yang bertempat tinggal

42 atau lahir di Jakarta wajib atau suatu keharusan untuk memberikan dukungannya.

Nantinya pemahaman seperti ini akan menggerakan mereka (orang Jakarta) bertindak secara kolektif untuk mendukung Persija melalui keikutsertaan The Jak

Mania. Begitupun sifat fanatisme The Jak Mania Rempoa tidak lepas dari adanya kepercayaan umum bahwa orang Jakarta atau bertempat tinggal di Jakarta harus fanatis kepada The Jak Mania. Realitas tersebut senadan dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak Mania Rempoa menyatakan fanatisme bahwa :

“...Yang membuat fanatik dalam The Jak Mania karena cita-cita kita ya untuk selalu menyertai tim ibu kota agar selalu juara. Ya jelas kenapa kita harus fanatik sama Persija sebagai The Jak Mania ya karna satu satunya tim di ibu kota ini tempat tinggal kita ya hanya Persija Jakarta.” (Wawancara dengan Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)

Pernyataan Agus Dermawan bahwa fanatisme The Jak Mania Rempoa terhadap Persija sebagai tim satu-satunya di Jakarta. Kesamaan fanatisme ini bisa dipandang melalui faktor lainnya dalam terbentuknya perilaku kolektif menurut

Smelser yakni kesesuaian struktural. Dasarnya bahwa perilaku kolektif akan tercipta dengan mudah pada struktur di masyarakat kota (modern). Hal tersebut struktur masyarakat kota memberikan kebebasan, tidak kaku, dan mudah dalam berpartisipasi. Adapun Jakarta sebagai salah satu masyarakat kota memberikan kemudahan bagi penduduknya untuk melakukan perilaku kolektif. Kemudian salah satu pernyataan dari hasil wawancara, sebagai berikut :

43

“...Ya pertama adanya The Jak Mania itu karena Persija, jadi loyalitas terhadap Persija itu harus kita tunjukan dan The Jak Mania itu harus selalu solid dan loyal di setiap acara pertandingan, khususnya ketika ada laga tandang, kita harus menunjukkan suportivitas kita. satu kebersamaan trus loyalitas dengan kebersamaan itukan kita menunjukkan bahwa kita mempunyai kekurangan materi ataupun non materi yang penting kita bisa mendukung persija walau harus dari luar lapangan di karenakan tidak adanya uang untuk menonton langsung, yang penting kita bisa kumpul bareng sesama jak mania.” (Wawancara dengan Yunan Ardiansyah sebagai Anggota Jak Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)

Secara tidak langsung bahwa pernyataan Yunan Ardiansyah dalam faktor perilaku kolektif Smelser disebut dengan mobilitas tindakan. Maksudnya terciptanya perilaku kolektif dibentuk oleh permimpin atau aktor penting di dalam

The Jak Mania Rempoa itu sendiri. Ketua The Jak Mania Rempoa adalah pemimpin organisasi ini sehingga memiliki kapasitas lebih untuk menggerakan massanya. Dalam prosesnya perilaku tersebut dapat memunculkan fanatisme di setiap anggotanya meskipun ada sebagian dari mereka tidak mengetahui tujuannya.

Namun tidak dipungkiri bahwa mobilitas tindakan dapat dilihat berupa perilaku secara bersama-sama untuk datang ke stadion langsung atau nonton bersama melalui televisi. Bahkan fanatisme tersebut ditunjukkan dengan ketidakpedulian mereka terhadap masalah material agar tetap menyaksikan Persija seabgai tim kesayangannya. Informan selanjutnya dari hasil wawancara menjelaskan bahwa :

44

“...Nah itu dia karena sudah terlanjur cinta mau gimana pun kondisinya ya kita tetap dukung Persija, jadwal Persija itu kan di liga 1 padat, terkadang kita kan pertandingan itu kan mingguan, tiap seminggu sekali kan main otomatis banyak dana yang harus dikeluarkan, kalo kita main tandang harus mengeluarkan uang yg lebih banyak bahkan kita bela-belain minjem, ya kalau memang gak uang kita juga masih bisa mengadakan nonton bareng di sekret kita yang penting kita masih bisa kumpul untuk dukung persija.” (Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)

Informan tersebut bernama Yuni Sulistyaningrum yang kesehariannya berada di sekitar Sekret The Jak Mania Rempoa. Berikut adalah pernyataannya :

“...ya mungkin karena Persija satu satunya tim yang ada di Jakarta nih jadinya setiap pertandingan harus didukung sama The Jak Mania sendiri biar tetep semangat, biar menang, dan biar juga lawan pada takut karena suporternya banyak.” (Yuni Sulistyaningrum sebagai masyarakat umum pada 15 April 2019 di Rempoa)

Kedua pernyataan di atas merupakan bentuk konfirmasi bahwa perilaku kolektif mereka yang membentuk sifat fanatisme didasarkan pada mobilitas tindakan, berkembangnya kepercayaan umum, dan kesesuaian struktural. Namun dasar dari terbentuknya perilaku kolektif tersebut didasarkan pada kumpulan individu yang secara intensif, seperti mengikuti aktivitas The Jak Mania, menonton pertandingan di stadion, dan lainnya. Aktivitas tersebut membentuk perilaku kolektif yang mampu melahirkan fanatisme di setiap anggotanya.

Smelser (1963) menjelaskan ketegangan struktural sebagai salah satu faktor terbentuknya perilaku kolektif. Dimana kemunculannya disebabkan adanya

45 kecurangan atau ketidakadilan yang diterima oleh Persija ketika bertanding atau hasil pertandingan yang menunjukkan kekalahan pada timnya. The Jak Mania

Rempoa dalam teori ini sebagai kelompok marjinal atau korban ketidakadilan dari keputusan pertandingan. Dampaknya akan melahirkan perilaku kolektif dalam

The Jak Mania itu sendiri untuk melawan ketidakadilan atau kecurangan.

Meskipun pada dasarnya mereka ingin menolak kekalahan dalam pertandingan.

Terdapat beberapa bentuk fanatisme sebagai perilaku kolektif yang bersifat ketegangan, meliputi :

1. Fanatisme Berdasarkan Fisik

a) Pemukulan

b) Melempar botol atau batu

c) Menendang

d) Mendorong dan menghajar

2. Fanatisme Berdasarkan Obyek

a) Pembakaran terhadap kaos lawan

b) Merusak atau membakar sepeda kendaraan

c) Melakukan perusakan sarana dan prasarana stadion

3. Fanatisme Berdasarkan Verbal

a) Bernyanyi rasis

b) Mencemooh

c) Mengumpat

4. Fanatisme Berdasarkan Pelanggaran Hak

a) Sweeping area

46

Berbagai bentuk perilaku kolektif di atas sebagai fanatisme cenderung bersifat penyimpangan sosial. Hal tersebut tidak lepas dari karakteristik sifat perilaku kolektif yang cenderung spontan dan tidak terarah. Agriawan (2017: 5) menyebutkan beberapa bentuk fanatisme yang berkaitan dengan perilaku kolektif, berikut adalah penjelasannya :

1. Tim yang didukung akan menjadi prioritas dibandingkan tim lainnya.

Perilaku kolektif akan hadir ketika tim kesayangannya yakni Persija

sedang menjalani pertandingan dengan lainnya.

2. Menonton langsung tim yang didukung meskipun berada di luar kota atau

tidak memiliki uang untuk menonton. Dalam konteks ini perilaku kolektif

muncul ketika seluruh The Jak Mania hadir langsung di stadion untuk

menonton bersama-sama.

3. Memberikan dukungan secara penuh kepada tim dukungannya terlepas

dari apakah prestasi tim sepak bolanya berada pada posisi buruk atau

sedang baik.

4. Mengajar teman dekat atau keluarga secara bersama-sama untuk

menyaksikan pertandingan sepak bola secara langsung di lapangan.

Maka dari itu dapat dinyatakan bahwa perilaku kolektif yang membentuk fanatisme didasarkan pada adanya kumpulan individu secara intensif sehingga melahirkan tindakan bersama. Dasar dari pembentukan tindakan bersama tersebut, meliputi kesesuaian struktural, ketegangan struktural, berkembangnya kepercayaan umum, dan mobilitas tindakan. Keempat faktor menurut Smelser

47 tersebutlah berperan besar dalam terbentuknya fanatisme melalui perilaku kolektif.

B. Bentuk Fanatisme Suporter The Jak Mania

Fanatisme bisa diartikan sebagai bentuk ekspresi senang, kebanggaan, dan keistimewaan terhadap sesuatu yang merasa miliknya. Setiap anggota The Jak

Mania memiliki perbedaan dalam menunjukkan bentuk fanatismenya. Ukuran fanatisme juga sulit untuk ditentukan apakah individu ini bersikap fanatik atau sebaliknya. Namun terdapat kesamaan terkait ekspresi fanatisme yang ditunjukkan melalui wawancara dengan beberapa informan dalam penelitian ini.

Yunan Ardiansyah sebagai anggota The Jak Mania Rempoa menyatakan bahwa :

“...Nah kalo seberapa besar hampir setiap ada pertandingan ataupun latihan dari persija kita paling tida sempetin hadir trus bisa kasih masukan apa di forum suporter yang terkordinir. Ya pertama kita bisa hadir dalam setiap laga atau pertandingan persija, trus kedua tau karakter setiap pemain persija dan pelatih intinya kita slalu supor lah yang ada di persija.” (Wawancara dengan Yunan Ardiansyah sebagai Anggota Jak Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)

Kemudian dirinya juga menjelaskan secara spesifik terkait bentuk fanatisme yang pernah dilakukanya untuk memberikan dukungan kepada Persija.

Berikut adalah pernyataannya :

“...mulai dari syal, topi kaya kaos ya intinya kalau bisa kita ikutin lah. ya biasanya sih kita ada satu, kegiatan bakti sosial penggalangan dana untuk bencana alam baik itu gempa, banjir, tanah longsor. Ada juga pengajian bulanan dan kopdar sesama anggota Jakmania.” (Wawancara dengan

48

Yunan Ardiansyah sebagai Anggota Jak Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)

Kedua pernyataan tersebut Yunan Ardiansyah memberikan bentuk fanatismenya pada tindakan positif. Kita bisa melihat penggalangan dana untuk bencana alam (gempa, banjir, dan longsor) sebagai bentuk solidaritas masyarakat

Indonesia. Bentuk fanatismenya lainnya ditunjukkan dengan menghadiri langsung setiap Persija bertanding dan latihan. Dalam memberikan dukungan kepada

Persija selalu membawa beberapa atribut Persija, seperti syal, topi, dan kaos yang menunjukkan identitas The Jak Mania. Bahkan informan ini mengenal beberapa pemain Persija dan pelatihnya sebagai bukti fanatismenya. Wawancara selanjutnya kepada Virgiawan sebagai Ketua The Jak Mania Rempoa menyatakan bahwa :

“...salah satunya kita ngedukung di stadion ..nyanyi..terus support persija trus kalo di luar lapangan paling kita buat buat mural di sekitaran tembok tempat sekret kita. Yang pasti kopdar...kalo kopdar ya kita kumpul- kumpul dah ajang silaturahmi juga sesama anggota...itu aja sih kumpul2 aja sehabis match...ada lagi sih alhamdulillah waktu bencana alam kemarin ngadain baksos. ngaji juga ada tiap dua bulan sekali. Terakhir ada haul kyai Jenggot Naga.” (Wawancara dengan Virgiawan sebagai Ketua Jak Mania pada 15 April di Rempoa)

Terdapat kesamaan antara informan pertama dan kedua yakni melakukan penggalangan dan atau bakti sosial untuk disalurkan kepada korban bencana alam sebagai cara menunjukkan fanatismenya. Bentuk fanatisme selama Persija bertanding melalui nyanyian atau sorakan yang berisikan kata semangat kepada tim kesayangannya. Selain itu di luar pertandingan ekspresi fanatismenya melalui

49 pembuatan mural di beberapa tempat tembok kosong dan melakukan pertemuan dengan anggota The Jak Mania lainnya dengan tujuan silaturahmi. Berikut adalah contoh dari bentuk fanatisme melalui bermain futsal bersama anggota secara internal yaitu :

Gambar 3.1 Bentuk Fanatisme The Jak Mania

Sumber : Koleksi Pribadi

Informan sebagai salah satu anggota The Jak Mania menegaskan bahwa aktivitas olahraga ini sangatlah rutin untuk meningkatkan silaturahmi dan kedekatan. Selain itu ingin membentuk citra kepada masyarakat luas bahwa The

Jak Mania tidak selalu berkaitan dengan aktivitas anarkisme dan positif. Bentuk fanatisme yang sudah disebutkan merupakan ekspresi yang diungkapkan secara langsung atau tanpa media.

50

Dalam konteks ini juga masih belum bisa menyatakan bahwa bentuk fanatisme The Jak Mania sebagai sesuatu yang buruk misalkan fanatisme yang mengarah pada perpecahan atau anarkis. Dengan kata lain potensi fanatisme The

Jak Mania bisa mengarah kepada tindakan negatif dan positif. Salah satu informan yang dapat diwawancarai adalah Agus Dermawan yang menunjukkan bentuk fanatismenya secara tidak langsung. Berikut adalah penjelasan dari informan ini, yakni :

“...Menujukan fanatisme lewat medsos, lewat seni dinding kita bikin kaya mural yg bertemakan the jak sama persija lah, trus di dalam lapangan kita bikin koreografi yang menarik dan kreatif agar pemain juga bisa lebih semangat maianya, itu sih.” (Agus Dermawan sebagai Anggota The Jak Mania pada 15 April 2019 di Rempoa)

Bentuk fanatisme dengan menggunakan media sosial seperti facebook, instagram, atau twitter terkadang diterapkan oleh The Jak Mania. Mungkin kita pernah menemukan berapa fanspage yang berisikan tentang informasi Persija, penjualan atribut, dan lainnya di salah satu media sosial. Hal tersebut bisa dikatakan sebagai bagian dari bentuk fanatisme tidak langsung sebab menggunakan perantara media sosial. Berbeda pendapat dengan Yuni

Sulistyaningrum sebagai masyarakat sekitar tentang bentuk fanatisme The Jak

Mania, sebagai berikut :

“...Biasanya sih ini mereka suka coret-coret tuh kaya di tembok sandratex mereka suka bikin bikin tulisan The Jak Mania. Ada sih yang bagus Cuma kadang kadang ya merusak pemandangan aja. Ada sebagian oknum dari The Jak Mania yang sering melakukan tindakan tindakan anarkis

51

misalkan kalah pertandingan suka merusak stadion kadang kadang suka coret-coret tembok lingkungan sekitar mungkin karena saking cintanya sama persija jadinya kadang suka kelewatan.” (Yuni Sulistyaningrum sebagai masyarakat umum pada 15 April 2019 di Rempoa)

Pernyataan di atas mengubah persepsi kita bahwa tidak selamanya bentuk fanatisme The Jak Mania selalui positif melainkan negatif. Tentu kita sering mendengar melalui berita nasional maupun berita elektronik tentang tindakan anarkis suporter tim sepak bola. Informan tersebut menyatakan bahwa The Jak

Mania sering merusak fasilitas stadion sebagai bentuk ekspresi kekalahan dan melakukan tindakan anarkis lainnya. Menurutnya aktivitas anarkis ini merupakan bagian dari kecintaan secara berlebihan. Berikut adalah gambar dari bentuk fanatisme The Jak Mania, yakni :

Gambar 3.2 Foto Bentuk Fanatisme The Jak Mania

Sumber : Koleksi Pribadi

52

Gambaran di atas adalah salah satu contoh bentuk fanatisme yang dialakukan oleh Sub Korwil The Jak Mania Rempoa. Dimana mereka mengekspresikannya melalui nonton dan datang bersama-sama ke stadion Gelora

Bung Karno untuk menyaksikan Persija bertanding. Fanatisme ini dilakukan sebagai bentuk rasa cinta dan kesenangan terhadap Persjia untuk memenangkan pertandingan dari lawannya. Bentuk fanatisme positif seperti ini perlu diapresiasi sebab dapat mengurangi anarkisme. Konstruksi sosial bersifat netral salah satunya bisa diarahkan pada hal positif seperti pada gambar ini.

Maksudnya perilaku kolektif yang dibuat dan ditentukan oleh manusia seperti dua sisi uang yang saling berlawanan bisa positif dan negatif. Bentuk fanatisme positif ini Smelser (1963) menyebutkan sebagai tidak adanya kecenderungan atau bergantung pada keinginan diri sendiri. Dalam konteks ini bentuk fanatisme individu secara tidak langsung diarahkan melalui perilaku bersama. Adapun The Jak Mania sebagai institusi sosial membentuk perilaku kolektif bahwa fanatisme itu haruslah positif dan bukanlah negatif. Ketika ini berhasil barulah sebagian besar anggota akan mengikuti untuk bertindak positif, perilaku kolektif yang terbangun bahwa fanatisme The Jak Mania adalah aktivitas positif dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Bentuk fanatisme adalah proses panjang yang dihasilkan atau konsekuensi dari konstruksi sosial. Jika kita pahami secara mendalam terdapat beberapa tahapan terbentuknya fanatisme yang diimplementasikan baik secara positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa tahapan tersebut, yakni :

53

1. Perilaku kolektif akan mengubah pola pikira individu ketika masuk ke

dalam The Jak Mania sebagai institusi sosial.

2. Masuknya individu ke dalam institusi tersebut akan terjadi pertukaran

gagasan dan ide melalui interaksi sosial. Tahapan ini disebut sebagai

proses sosialisasi sekunder yang terjadi di lingkungan pertemanan.

3. Intensitas individu dengan individu lainnya berjalan intensif dan sistematis

sehingga mulai ada rasa kebersamaan dan persepsi bahwa The Jak Mania

secara institusi memiliki nilai kepentingan tersendiri. Bahkan bisa

dikatakan sudah menjadi bagian dari diri individu tertentu.

4. Tahapan terakhir individu akan mulai memerlukan suatu tindakan praktis

dan perilaku sebagai bentuk ekspresi keterlibatannya di dalam The Jak

Mania Rempoa secara institusi. Pada bagian inilah akan

mengimplementasikan bentuk fanatisme baik bersifat anarkis maupun

bersifat pemberian dukungan positif kepada Persija.

Melihat dari sebagian besar hasil wawancara beberapa informan tentang bentuk fanatisme. Berger (1990: 15) menjelaskan sosialisasi sekunder sebagai tempat terakhir dari masa dewasa dalam jangka waktu lama setelah berada di lingkungan keluarga (sosialisasi primer). Maksudnya tindakan anarkis ini terjadi pada tingkatan sosialisasi sekunder sebagai proses konstruksi sosial. Lingkungan pertemanan sebagai indikator sosialisasi sekunder akan membentuk fanatisme bagi individu yang awalnya tidak fanatik namun menjadi fanatik.

Bentuk sosialisasi ini sebenarnya bersifat umum namun dalam konteks ini hanya ingin menggambarkan atau membagi lingkungan internal dan eksternal

54 yang membentuk perilaku kolektif dalam fanatisme The Jak Mania Rempoa.

Berikut adalah penjelasan singkat pembagian bentuk fanatisme melalui tabel yakni :

Tabel 3.3 Bentuk Fanatisme The Jak Mania Rempoa

Fanatsime Positif Fanatisme Negatif

Mengadakan bakti sosial seperti korban Aksi penyerangan kepada tim

gempa, banjir, dan aktivitas pendukung sepak bola lainnya

kemanusiaan lainnya

Mengadakan permainan futsal yang Perusakan sarana dan prasarana stadion

bersifat rutin

Berkumpul dengan anggota lainnya Menghina atau meledek salah satu

untuk bertukar pikiran dan menjaga pemain sepak bola dari tim lawan

silaturahmi

Sumber : Data Analisis Pribadi

Sebenarnya fanatisme negatif akan terjadi ketika Persija sebagai tim kesayangan The Jak Mania mengalami kekalahan dari tim lawan. Perusakan, anarkisme, dan lainnya merupakan ekspresi kekecewaan akan kekalahan Persija.

Tidak dipungkiri bahwa lingkungan pertemanan memiliki signifikansi yang membantu dalam proses konstruksi sosial. Selain itu sosialisasi sekunder sebagai bagian dari konstruksi sosial memiliki posisi penting dalam penerimaan individu setelah lingkungan keluarga. Tindakan anarkis, bakti sosial, nonton bareng,

55 perusakan stadion, dan tindakan lainnya merupakan bagian dari konsekuensi proses konstruksi sosial dengan melahirkan fanatisma di setiap individu.

Menariknya perilaku kolektif sebagai dasar fanatismen The Jak Mania

Rempoa dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk menurut Smelser dalam

Soekanti (2009). Terdapat tiga bentuk perilaku kolektif yang sesuai untuk menggambarkan fanatisme The Jak Mania Rempoa, yakni :

1. Audience

Perilaku kolektif ini cenderung bersifat satu arah dan adanya

bagian yang membuat menarik individu untuk bertindak. Salah satu bentuk

fanatisme The Jak Mania yang datang langsung ke stadion atau nonton

bersama merupakan bentuk perilaku kolektif yang bersifat audience.

Bentuk seperti ini bersifat positif sebab tidak mengandung kerusuhan atau

penyimpangan. Intinya mereka berkumpul untuk mengekspresikan

perilaku kolektif mereka dalam memberikan dukungan kepada Persija

sebagai tim kesayangannya.

2. Kerusuhan

Bentuk perilaku kolektif ini mengarah pada penyimpangan sosial.

Fanatisme yang terjadi pada The Jak Mania Rempoa salah satunya adalah

penghancuran stadion, bentrok dengan pendukung tim sepak bola lainnya

merupakan bentuk perilaku kolektif yang bersifat kerusuhan.

3. Orgi

Berbeda dengan kerusuhan bahwa orgi mengarah kepada pesta

pora yang melanggar norma berlaku. Bentuk perilaku kolektif ini sebagai

56

ekspresi dari kepuasan atau keberhasilan tertentu sehingga harus

ditunjukkan kepada masyarakat luas. Bentuk fanatisme yang bersifat orgi

terjadi ketika Persija berhasil menjadi juara liga Indonesia atau

memenangai suatu pertandingan. Dimana perayaan kemenangan tersebut

diwarnai dengan aktivitas penyimpangan sosial, seperti menganggu

ketertiban lalu lintas, membuat provokasi, dan lainnya.

Kemudian bentuk fanatisme yang diekspresikan oleh The Jakmania

Rempoa dapat disebabkan beberapa faktor. Menurut Ismail dalam Agriawan

(2016: 7) faktor-faktor tersebut, meliputi :

1. Adanya rasa berlebihan yang bersifat emosional sehingga dapat bertindak

tidak wajar atau mengarah pada penyimpangan.

2. Mendapatkan pengaruh kuat yang ditanam oleh organisasi tertentu. Dalam

konteks ini The Jak Mania Rempoa yang memberikan pengaruh terhadap

anggotanya untuk bertindak fanatis kepada Persija. Terlepas dari

tindaknya positif atau negatif.

3. Terdapat tokoh yang diikuti atau kharismatik. Ketua The Jak Mania

Rempoa merupakan aktor yang berpotensi besar terhadap tokoh tersebut.

Tidak menutup kemungkinan ketua tersebut baik secara langsung maupun

tidak langsung diikuti oleh anggotanya. Dengan kata lain ketua bertindak

fanatisme yang mengarah positif akan diikuti oleh anggotanya begitpun

berlaku untuk sebaliknya.

4. Kekurangan pengetahuan tentang sepak bola membuat sifat fanatisme

mengarah kepada penyimpangan sosial. Maksudnya fanatisme yang

57

terbangun dalam The Jak Mania berkaitan dengan ketidaktahuan atau

sempitnya sudut pandang anggota dari organisasi tersebut.

5. Adanya perasaan berlebihan sehingga membuat The Jak Mania rela untuk

melakukan apapun dengan alasan membela Persija sebagai tim

kesayangannya.

Beberapa poin di atas dapat memberikan penjelasan bahwa bentuk fanatisme bisa berasal dari dalam The Jak Mania Rempoa dan luar organisasi tersebut. Ditambah beberapa faktor penyebabnya bahwa fanatisme yang dibangun dari perilaku kolektif tidak bisa dirubah jika ketua organisasi tersebut tidak memberikan pengaruh yang positif. Maksudnya ketua organisasi berperan penting dalam menentukan bentuk fanatisme organisasnya apakah mengarah pada aktivitas positif atau negatif.

Maka dari itu, dapat dinyatakan bahwa bentuk fanatisme The Jak Mania merupakan ekspresi kesenangan, kesedihan, atau kebanggaan yang dimiliki setiap anggotanya. Bentuk fanatisme itu sendiri bisa terlihat pada sisi positif dan negatif.

Sisi positif biasanya ditunjukkan dengan pemberian dukungan di dalam pertandingan, melakukan aktivitas kemanusiaan, dan lainnya. Adapun sisi negatifnya berkaitan dengan kegiatan anarkis, seperti penghancuran stadion, fasilitas umum, atau melakukan penyerangan terhadap tim suporter lainnya.

Selain itu bentuk fanatisme baik secara positif maupun negatif merupakan proses konstruksi panjang pada The Jak Mania sebagai institusi sosial. Peranan sosialisasi sekunder sangat berpengaruh terhadap bentuk fanatisme khususnya tindakan yang mengarah pada negatif.

58

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fanatisme The Jak Mania sebagai pendukung tim sepak bola Persija merupakan realitas yang tidak bisa dikesampingkan dalam dinamika sepak bola di

Indonesia. Terbentuknya fanatisme yang tertanam pada setiap anggota The Jak

Mania sebagai proses panjang melalui tahapan tertentu. Fanatisme terbentuk melalui enam faktor yang disebutkan oleh Neil J. Smelser, meliputi kesesuaian struktural, ketegangan struktural, faktor yang mendahului, berkembangnya kepercayaan, mobilitas tindakan, dan adanya pengendalian sosial. Dasar dari terbentuknya perilaku sosial dalam fanatisme The Jak Mania Rempoa adalah intensitas berkumpulnya mereka secara berkelanjutan sehingga melahirkan tindakan kolektif.

Indikator fanatisme di setiap anggota The Jak Mania dapat dilihat dari loyalitas, kebersamaan, dan kekompakkan yang dimiliki oleh tim pendukung tersebut. Perlu diingat bahwa konstruksi sosial terhadap fanatisme sangatlah beragam di setiap individu The Jak Mania. Sehingga terjadi persepsi untuk mengekspresikan bentuk fanatismenya. Namun esensi dari fanatisme itu sendiri sebagai konstruksi sosial adalah bentuk kecintaan terhadap organisasi yang penting di setiap individu.

Begitupun dengan alasan mereka untuk fanatik yang sangat beragam, seperti Persija sebagai satu-satunya tim sepak bola di Jakarta, The Jak Mania

59 sebagai tempat tinggalnya, dan lainnya. Bentuk fanatisme The Jak Mania sebagai kecintaanya terhadap Persija dapat dilihat dari sudut pandang positif dan negatif.

Pertama, bentuk fanatisme positif The Jak Mania melalui aktivitas kemanusiaan

(bakti sosial dan aksi dukunganan), pemberian dukungan, dan nonton bareng,

Kedua, fanatisme yang mengarah kepada tindakan negatif berkaitan dengan kegiatan anarkis, seperti penghancuran stadion, perusakan fasilitas umum, dan menyerang suporter lainnya saat pertandingan berlangsung.

B. Saran

Penelitian ini memfokuskan masalahnya pada pembentukan fanatisme pada The Jak Mania kepada tim Persija. Dimana fenomena tersebut dianalisis menggunakan perilaku kolektif sehingga mampu memberikan gambaran terbentuknya proses tersebut. Adapun kekurangan penelitian ini dapat dilihat secara teoritis dan praktis. Pertama, kekurangan secara teoritis berkaitan dengan pembentukan fanatisme bisa dilihat melalui teori lainnya seperti interaksi sosial, institusi sosial, atau gerakan sosial. Kedua, kekurangan secara praktis adalah obyek penelitiannya terlalu sempit sehingga belum mampu mewakili data yang didapat di lapangan.

Maka dari itu saran yang diberikan pada penelitian ini berhubungan langsung dengan kekurangan penelitian. Perama, menyarankan untuk penelitian akan datang lebih bisa mengkombinasikan teori atau pendekatan lainnya di samping konstruksi sosial. Kedua, menyarankan obyek penelitian yang digunakan

60 dalam cakupan yang lebih luas misalkan The Jak Mania secara nasional atau tingkat wilayah di Jakarta. Kemudian informannya bisa menggunakan masyarakat sekitar dan tidak hanya anggota The Jak Mania. Tujuannya agar data yang ditampilkan bersifat obyektif dan mengandung dua sudut pandang berbeda.

61

DAFTAR PUSTAKA

Karya Ilmiah Agriawan, Debry. Hubungan Fanatisme dengan Perilaku Agresi Suporter Sepakbola. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Malang, 2016.

Akbar, Bachtiar. 2015. Fanatisme Kelompok Suporter Sepak Bola Studi Kasus: Panser Biru Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Anwar, Yesmil dan Adang. 2013. Sosiologi Untuk Kampus. Bandung; PT Refika Aditama.

Bungin, Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Chaplin, J. P. 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.

Demartoto, Argyo. 2018. Analisis Fenomena Rivalitas Supporter Klub Sepak Bola Viking dengan The Jack Menggunakan Teori Lewis A. Coser. Sosiologi FISIP UNS.

Gullianoti, Richard. Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global. Yogyakarta: Appeiron Pylothe, 2006.

Hadi, Sunaryadi. Analisis Kekerasan Sepakbola. Jakarta: Jurusan Pendidikan Keolahragaan. Universitas Pendidikan Indonesia, 2013.

Hapsari, Indria dan Wibowo, Istiqomah. 2015. Fanatisme dan Agresivitas Suporter Klub Sepak Bola. Jurnal Psikologi. Volume 8. Nomor 1.

Hendriyanto, Reza, dan Achmad. 2017. Kontruksi Sosial Perubahan Perilaku Suporter Pesebaya. Journal. Universitas Airlangga.

Kamal, Ahmad. 2014. Pereilaku Dukungan Suporter Sepak Bola Indonesia, Studi Kasus: pada Barisan Suporter Persijap (Banaspati). Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

Laily, Devi Fitroh. 2015. Kontruksi Masyarakat Pecinta Sepak Bola Solo (Pasoepati) pada Kehadiran Klub Sepak Bola dan Kontribusi bagi Kerangka Identitas Kota. Universitas Sebelas Maret.

Nurdiyansah, Abid. 2015. Kontruksi Sosial Konflik Kekerasan Suporter Sepak Bola Studi Kasus: Tentang Makna Kekersan Antar Suporter Sepak Bola Bonek dan La Mania. Skripsi. Universitas Airlangga Surabaya.

x

Ramazanoglu, Fikret dan Coban, Bilal. 2005. Aggresiveness Behaviours of Soccer Spectators and Prevention of These Bheaviours. Journal of Social Sciences Firat University.

Setiawan, Hendra. 2012. Suporter Fanatisme Tanpa Batas. Harian Suara Merdeka.

Smelser, Neil J. 1965. Theory of Collective Behavior. New York: The Free Press.

Yadi, Sunaryadi. 2009. Analisis Perilaku Kekerasan Penonton Sepakbola (Studi Kasus pada Penonton Sepak Bola di Bandung). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Website “6 Kelompok Suporter Fanatik Klub Sepak Bola Indonesia”, Artikel diakses pada 3 Mei 2019 dari http://m.bola.net/open-play/6-kelompok-suporter- fanatik-klub-sepak-bola-Indonesia-8a33a8-4.html

“Berkaca dari Kematian Haringga, Rivalitas, dan Fanatisme yang Menjerumsukan”. Artikel diakses pada 16 Maret 2019 dari www.bola.kompas.com

“Biggest Football Supporter di Indonesia”, Artikel diakses pada 3 Mei 2019 dari http://www.thetoptens.com/biggest-football-suporter-Indonesia/

“Hut Ke-19, Ini Sejarah dan Asal-Usul Nama The Jakmania”. Artikel diakses pada 5 Maret 2019 dari http://www.tribunnews.com/superskor/2016/12/20/hut-ke-19-ini-sejarah- dan-asal-usul-nama-the-jakmania?page=3

“Pembunuh Suporter Persija Dicokok di rumah Masing-masing’. Artikel diakses pada 5 Maret 2019 dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/11/14/pembunuh-suporter- persija-dicokok-di-rumah-masing-masing

“Resmi, The Jakmania Rilis Kepengurusan Baru”. Artikel diakses pada 15 Maret 2019 dari www.indosport.com

“Sejarah Terbentuknya Jakmania”. Artikel Diakses pada 15 Maret 2019 dari http://www.jakmania1928.com/2017/03/sejarah-terbentuknya- jakmania.html

xi