PENGEMBANGAN KWETIAU DARI TEPUNG BERAS TERGELATINISASI DENGAN PENAMBAHAN RUMPUT LAUT, EKSTRAK KITOSAN DAN PATI UBI KAYU TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Oleh :

MEILIENA 110305012/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

PENGEMBANGAN KWETIAU DARI TEPUNG BERAS TERGELATINISASI DENGAN PENAMBAHAN RUMPUT LAUT, EKSTRAK KITOSAN DAN PATI UBI KAYU TERMODIFIKASI

SKRIPSI

Oleh :

MEILIENA 110305012/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

Judul Skripsi : Pen gembangan kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi Nama : Meiliena NIM : 110305012 Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh:

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Elisa Julianti MSi Linda Masniary Lubis, STP, MSi Ketua Anggota

Tanggal Lulus : 20 Mei 2015

Penelitian ini dibiayai oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk

melalui Program Indofood Riset Nugraha 2014,

sesuai dengan Perjanjian Kerjasama Penelitian

No: SKE/021/CC/V/2014

Tanggal 16 Juni 2014

ABSTRAK

MEILIENA. Pengembangan Kwetiau Dari Tepung Beras Tergelatinisasi Dengan Penambahan Rumput Laut, Ekstrak Kitosan dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Linda Masniary Lubis. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisikokimia, sensori dan mikrobiologis kwetiau yang terbuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu yang dimodifikasi menggunakan asam propionat, karagenan sebagai emulsifier serta kitosan sebagai pengawet alami. Penelitian terdiri dari 6 (enam) tahap, yaitu : 1) Pembuatan tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi; 2) Pembuatan tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dengan perbandingan 4:1, dan ditambahkan karagenan dengan konsentrasi yang berbeda (0, 10, 20, dan 30%) serta kitosan (0, 1, dan 2%), kemudian selanjutnya tepung komposit yang dihasilkan dianalisis karakteristik daya serap air dan daya serap minyaknya; 3) Pembuatan kwetiau dari tepung komposit yang dihasilkan dari tahap 2; 4) Pengamatan karakteristik fisik, kimia dan sensori kwetiau; 5) Pemilihan komposisi tepung campuran yang menghasilkan kwetiau dengan mutu terbaik; dan 6) Penentuan umur simpan dan karakteristik sensori kwetiau terbaik dibandingkan kwetiau komersial yang dibuat dari tepung beras 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi karagenan dan kitosan yang ditambahkan pada campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi menghasilkan daya serap air yang berbeda sangat nyata (P<0,01) tetapi daya serap minyaknya berbeda tidak nyata (P>0,05). Interaksi antara konsentrasi karagenan dan kitosan hanya memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar abu dan kadar serat kasar, nilai sensori aroma dan tekstur kwetiau. Peningkatan konsentrasi karagenan dapat meningkatkan nilai aktivitas air (aw) kwetiau, sehingga dengan konsentrasi karagenan 0% menghasilkan kwetiau dengan aw yang rendah. Komposisi tepung komposit yang menghasilkan kwetiau dengan mutu terbaik adalah campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi asam propionat dengan perbandingan 4:1 dan penambahan kitosan 2% serta tanpa penambahan karagenan (0%). Hasil pengamatan karakteristik sensori kwetiau dari tepung komposit dibandingkan dengan kwetiau komersial menunjukkan kwetiau dari tepung campuran memiliki warna yang berbeda sangat nyata pada tingkat 0,1% tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada atribut teksturnya. Kwetiau yang dihasilkan memiliki umur simpan 3 hari dimana total mikroba pada penyimpanan 3 hari adalah 4,6471 logCFU/g dan ini masih berada di bawah batas maksimum yang diizinkan yakni sebesar 6 logCFU/g.

Kata kunci : Kwetiau, Tepung Beras Tergelatinisasi, Karagenan, Kitosan, Pati Ubi kayu Termodifikasi Propionat

i

ABSTRACT

MEILIENA. The Development of Rice From Gelatinized Rice Flour With the Addition of Seaweed, Chitosan Extract and Modified Cassava Starch, supervised by Elisa Julianti and Linda Masniary Lubis. The aim of this research was to study the physicochemical, sensory and microbiological characteristics of rice noodle which was made from the mixture of gelatinized rice flour, propionic acid modified cassava starch, carrageenan as emulsifier and chitosan as natural preservative. The research was conducted in six steps i.e 1) The manufacture of gelatinized rice flour and modificated cassava starch. 2) The manufacture of composite flour from gelatinized rice flour and modified cassava starch in 4:1 ratio plus carrageenan (0, 10, 20, and 30%) and chitosan (0,1, and 2%) then this composite flour was analysed for its water and oil absorbing ability. 3) The manufacture of rice noodle from the composite flour. 4) The observation of physical, chemical and sensory characteristics of rice noodle. 5) Selecting the best quality of rice noodle from composite flour. 6) Determining the life storage and sensory characteristics of the best quality of rice noodle and compared to local’s rice noodle which was made from 100% rice flour. The result showed that the interaction of carrageenan and chitosan concentration added to the composite flour had a highly significant effect (P<0,01) on water absorbing ability but no effect (P>0,05) on oil absorbing ability. The correlation between carrageenan’s and chitosan’s concentration showed highly significant difference on ash and crude fiber content, also on flavor and texture of rice noodle. The addition of carrageenan’s concentration could increase the rice noodle’s water activity (aw), so that the lowest rice noodle’s water acitivity is made from 0% carrageenan concentration. The best quality of rice noodle was made from composite flour – gelatinized rice flour and modified cassava starch and the addition of 2% chitosan and 0% carrageenan. The sensory characteristics of the best quality of rice noodle which was made from composite flour compared to local’s rice noodle showed a significant difference (0,1%) on it’s color, but had no difference on their texture. The best quality of rice noodle had 3 days life storage with 4,6471 logCFU/g of total microbes which was lower than 6 logCFU/g maximum permissible total microbes.

Keywords: Rice noodle, Gelatinized Rice Noodle, Carrageenan, Chitosan, Propionic Acid Modified Cassava Starch

ii

RIWAYAT HIDUP

MEILIENA dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Mei 1993 dari Bapak

Sim Sun Heng dan Ibu Tjioe Ling. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di TK Jenderal Sudirman Medan, SD

Jenderal Sudirman Medan, SMP Wage Rudolf Supratman 1, SMA Sutomo 1.

Penulis lulus dari SMA pada tahun 2011 dan pada tahun yang bersamaan juga lulus masuk ke Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara melalui jalur Undangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi

Pangan (IMITP) USU, anggota Keluarga Mahasiswa Buddhis USU, dan sebagai asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan pada tahun 2013-2015.

Penulis juga menjadi anggota dari Tanoto Scholars Assosiation Medan sejak

2012-2015. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

Apical Marunda dari tanggal 7 Juli sampai 22 Agustus 2014. Penulis menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Kwetiau Dari Tepung Beras

Tergelatinisasi Dengan Penambahan Rumput Laut, Ekstrak Kitosan dan Pati Ubi

Kayu Termodifikasi”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2014 sampai

Maret 2015 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU dan dibiayai oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk melalui Indofood Riset

Nugraha tahun 2014.

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Kwetiau Dari Tepung Beras Tergelatinisasi Dengan

Penambahan Rumput Laut, Ekstrak Kitosan dan Pati Ubi Kayu

Termodifikasi” sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar sarjana Program

Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian di Universitas Sumatera

Utara.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. Terima kasih atas dana penelitian

yang diberikan.

2. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi.

Terima kasih atas bimbingan, motivasi, saran dan dukungan yang sangat

baik.

3. Linda Masniary Lubis, STP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing

Skripsi. Terima kasih atas saran serta dorongan dalam membimbing

penulis menyelesaikan skripsi.

4. Prof. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc, Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP,

Ridwansyah, STP., M.Si dan Era Yusraini, STP., M.Si terima kasih atas

kritik dan saran dalam membantu penulis menyempurnakan skripsi.

iv

5. Prof. Dr. F.G. Winarno, Prof. Dr. Ambariyanto, M.Sc. dan dr. Widjaja

Lukito, PhD, SpGK. selaku Dewan Pakar dari PT. Indofood Sukses

Makmur, Tbk. Terima kasih atas saran serta motivasi dalam memberi

masukan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi.

6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf Pengajar dan pegawai

di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

7. Ayah, Ibu, adik dan segenap keluarga besar. Terima kasih atas dukungan,

semangat, motivasi dan doanya.

8. Staf Asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan. Terima kasih

atas dukungan dan kebersamaannya.

9. Abang dan kakak ITP 2010, teman-teman seperjuangan ITP 2011, adik-

adik 2012 hingga 2014 terima kasih atas kebersamaan kita selama studi di

Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan

satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2015

Penulis

v

DAFTAR ISI

Hal ABSTRAK ...... i

ABSTRACT ...... ii

RIWAYAT HIDUP ...... iii

KATA PENGANTAR ...... iv

DAFTAR ISI ...... vi

DAFTAR TABEL ...... ix

DAFTAR GAMBAR ...... xi

DAFTAR LAMPIRAN ...... xiii

PENDAHULUAN ...... 1 Latar Belakang ...... 1 Perumusan Masalah ...... 3 Tujuan Penelitian ...... 4 Kegunaan Penelitian ...... 4 Hipotesis Penelitian ...... 5

TINJAUAN PUSTAKA ...... 6 Tepung Beras ...... 6 Pati Ubi Kayu ...... 8 Modifikasi Pati Ubi kayu ...... 10 Rumput Laut ...... 12 Karagenan ...... 14 Kitin dan Kitosan ...... 16 Kwetiau ...... 17 Penelitian Sebelumnya ...... 19

BAHAN DAN METODA ...... 20 Waktu dan Tempat Penelitian ...... 20 Bahan Penelitian ...... 20 Reagensia ...... 20 Alat Penelitian ...... 20 Metoda Penelitian ...... 21 Model Rancangan ...... 22 Pelaksanaan Penelitian ...... 23 Pembuatan tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat, serta pengamatan karakteristik kimia dan

vi

fungsional ...... 23 Pembuatan tepung komposit dan tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi, karagenan dan ekstrak kitosan, serta pengamatan daya serap air dan minyak tepung komposit...... 24 Pembuatan kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dengan penambahan karagenan dan ekstrak kitosan ...... 25 Pengamatan karakteristik fisik, kimia dan sensori kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dengan penambahan karagenan dan ekstrak kitosan ...... 25 Pemilihan komposisi tepung komposit yang menghasilkan kwetiau dengan mutu terbaik ...... 26 Penentuan umur simpan dan karakteristik sensori kwetiau terbaik dibandingkan kwetiau komersial ...... 26 Pengamatan Parameter Penelitian ...... 27 Daya serap air dan minyak ...... 27 Kadar air ...... 27 Kadar abu ...... 27 Kadar serat kasar ...... 28 Kadar lemak ...... 28 Kadar protein ...... 29 Kadar karbohidrat ...... 30 Warna (metode Hunter) ...... 30 Aktivitas air (aw ) ...... 30 Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur dengan uji hedonik ...... 31 Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur dengan uji segitiga ...... 31 Pengujian total mikroba ...... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 36 Karakteristik Kimia Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat ...... 36 Karakteristik Fungsional Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat ...... 36 Karakteristik Fungsional Tepung Komposit Dari Tepung Beras Tergelatinisasi, Pati Ubi kayu Termodifikasi Propionat Serta Beberapa Konsentrasi Karagenan dan Kitosan...... 37 Daya serap air tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu termodifikasi, karagenan, dan kitosan ...... 37 Daya serap minyak tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu termodifikasi, karagenan, dan kitosan ...... 39 Karakteristik Fisik Kwetiau Dari Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat Serta Beberapa Konsentrasi Karagenan dan Kitosan ...... 40 Warna (Nilai L) ...... 41 Aktivitas air (aw) ...... 42 Karakteristik Kimia Kwetiau Dari Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat Serta Beberapa Konsentrasi vii

Karagenan dan Kitosan ...... 43 Kadar air ...... 44 Kadar lemak ...... 45 Kadar abu ...... 46 Kadar serat kasar ...... 49 Karakteristik Sensori Kwetiau Dari Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat Serta Beberapa Konsentrasi Karagenan dan Kitosan ...... 51 Hasil uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi...... 52 Warna ...... 52 Aroma ...... 53 Rasa ...... 55 Tekstur ...... 56 Pemilihan Komposisi Tepung Komposit yang Menghasilkan Kwetiau dengan Mutu Terbaik ...... 59 Penentuan Umur Simpan dan Karakteristik Sensori Kwetiau Terbaik Dibandingkan Kwetiau Komersial ...... 5 9 Karakteristik mikrobiologis kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat serta beberapa konsentrasi karagenan dan kitosan ...... 60 Karakteristik sensori kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan karagenan, kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi dibandingkan dengan kwetiau komersial ...... 62

KESIMPULAN DAN SARAN ...... 64 Kesimpulan ...... 64 Saran ...... 66

DAFTAR PUSTAKA ...... 67

LAMPIRAN ...... 73

viii

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Kandungan gizi tepung beras ...... 7

2. Kandungan nutrisi pada pati ubi kayu / 100 g bahan ...... 9

3. Jenis pati termodifikasi, sifat dan aplikasinya dalam bidang pangan ...... 11

4. Komponen nutrisi rumput laut Eucheuma cottonii ...... 14

5. Standar mutu mie basah menurut SNI 2046-90 ...... 18

6. Uji organoleptik untuk warna, aroma, rasa dan tekstur ...... 31......

7. Karakteristik kimia tepung beras tergelatinisasi dengan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 36

8. Daya serap air dan daya serap minyak tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 37

9. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap daya serap air tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 38

10. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap daya serap minyak tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 40

11. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap nilai L warna kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 40

12. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap nilai aw kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 41

13. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap nilai L warna kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 41

14. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap nilai aw kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 41

ix

15. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap karakteristik kimia kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 44

16. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap karakteristik kimia kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 44

17. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 47

18. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar serat kasar kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 49

19. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap karakteristik sensori kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 51

20. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap karakteristik sensori kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 52

21. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap nilai hedonik aroma kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 54

22. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap nilai skor tekstur kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 57....

23. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap total mikroba produk kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu termodifikasi propionat, dan penambahan beberapa konsentrasi kitosan selama 3 hari penyimpanan ...... 60

24. Hasil uji segitiga kwetiau yang dibuat dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat tanpa penambahan karagenan (0%) dan kitosan 2% dibandingkan dengan kwetiau yang dibuat dari 100% tepung beras (kwetiau komersial) ...... 63

x

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Struktur molekul amilosa dan amilopektin ...... 10

2. Skema teknologi modifikasi pati ...... 11....

3. Proses asilasi antara pati dengan asam propionat ...... 12

4. Struktur kimia karagenan ...... 16

5. Reaksi senyawa kitin menjadi senyawa kitosan ...... 17

6. Skema pembuatan tepung beras tergelatinisasi ...... 33

7. Skema pembuatan pati ubi kayu termodifikasi propionat ...... 34

8. Skema pembuatan kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dengan penambahan berbagai konsentrasi karagenan dan kitosan ...... 35

9. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap daya serap air tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dengan perbandingan 80%:20% (± error bar (standar deviasi)) ...... 38

10. Pengaruh konsentrasi karagenan dengan warna (lightness) kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi)) ...... 42.

11. Pengaruh konsentrasi karagenan dengan kadar lemak kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi)) ...... 46

12. Pengaruh konsentrasi kitosan dengan kadar lemak kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi)) ...... 46

13. Pengaruh interaksi konsentrasi karagenan dan kitosan dengan kadar abu kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi)) ...... 48

14. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan dengan kadar serat kasar kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu 50 termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi) ......

xi

15. Pengaruh konsentrasi karagenan dengan uji hedonik warna kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi)) ...... 53..

16. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan dengan uji hedonik aroma kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi) ...... 54

17. Pengaruh konsentrasi karagenan dengan uji hedonik rasa kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat terhadap kadar lemak kwetiau (± error bar (standar deviasi)) ...... 56

18. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan dengan uji skor tekstur kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi) ...... 57...

19. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap total mikroba pada kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi 61 kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi)) ......

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Format uji organoleptik dengan uji hedonik ...... 73

2. Format uji organoleptik dengan uji segitiga ...... 74

3. Daftar analisis ragam daya serap air tepung campuran dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap tepung kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 75

4. Daftar analisis ragam daya serap minyak tepung campuran pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap tepung kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 76

5. Data pengamatan, anova dan uji LSR untuk parameter mutu tepung bahan baku (kadar air, lemak, abu) ...... 77.

6. Data pengamatan, anova dan uji LSR untuk parameter mutu tepung bahan baku (kadar protein, karbohidrat dan serat kasar) ...... 78

7. Daftar analisis ragam warna L (Lightness) kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 79

8. Daftar analisis ragam kadar air kwetiau pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar air kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 80

9. Daftar analisis ragam kadar lemak kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar lemak kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 81

10. Daftar analisis ragam kadar abu kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak 82 kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 11. Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau ...... 83

xiii

12. Daftar analisis ragam kadar serat kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar serat kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 84

13. Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar serat kwetiau ...... 85...

14. Daftar analisis ragam nilai hedonik warna kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap warna kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 86

15. Daftar analisis ragam nilai hedonik aroma kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap aroma kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 87

16. Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap organoleptik aroma kwetiau ...... 88

17. Daftar analisis ragam nilai hedonik rasa kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap rasa kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 89

18. Daftar analisis ragam nilai skor tekstur kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap tekstur kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi ...... 90

19. Tabel untuk menyatakan jumlah terkecil dari respon panelis yang tepat untuk menyatakan beda nyata pada uji segitiga hipotesis berekor dua ...... 91

20. Komposisi kitosan ...... 92

21. Komposisi karagenan ...... 93

22. Foto sampel kwetiau ...... 94

xiv

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kwetiau adalah sejenis mie yang terbuat dari tepung beras, berwarna putih dengan lebar 1 cm, disajikan dalam bentuk olahan yang digoreng maupun dimasak kuah. Kwetiau cukup popular di , terutama pada tempat yang banyak ditempati warga keturunan Tionghua. Awalnya kwetiau dianggap makanan orang miskin karena merupakan produk yang dijual oleh para nelayan, petani dan pemungut kerang pada sore hari untuk menambah penghasilan

(Wikipedia, 2014). Bahan dasar kwetiau yang berupa beras menyebabkan kwetiau dapat digunakan sebagai salah satu produk diversifikasi pangan, terutama sebagai sumber karbohidrat.

Kwetiau umumnya disajikan dengan cara dimasak menggunakan minyak yang banyak sehingga kwetiau dianggap makanan yang tidak sehat akibat kandungan karbohidrat dan lemaknya yang tinggi. Kwetiau yang kaya akan kalori ini hanya cocok untuk orang yang banyak membutuhkan tenaga tetapi tidak cocok untuk orang yang memiliki penyakit seperti diabetes, obesitas dan yang memerlukan perlakuan khusus untuk kesehatannya. Kwetiau basah juga memiliki umur simpan yang rendah yaitu hanya 1-2 hari pada suhu ruang. Untuk meningkatkan umur simpan, di pasaran banyak pedagang kwetiau yang menambahkan formalin yang penggunaanya dilarang karena berbahaya bagi kesehatan.

Karakteristik kwetiau yang diharapkan adalah berwarna putih, bertekstur kenyal, cooking loss yang rendah, retensi yang panjang, serta tidak lengket

2

2

sewaktu dimasak. Kwetiau yang terbuat dari tepung beras saja cenderung akan mengeras setelah dingin. Beras yang memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi akan menghasilkan konsistensi gel yang lebih keras dan tidak lengket

(Hardoko, dkk., 2013).

Pembuatan kwetiau dapat dimodifikasi untuk mendapatkan produk dengan kandungan pati resisten dan serat yang tinggi, bertekstur dan berpenampilan menarik serta bermutu tinggi. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi tepung beras melalui substitusi dengan sumber karbohidrat lainnya seperti pati ubi kayu dan bahan berserat tinggi seperti rumput laut.

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati yang sangat besar dan beragam. Berbagai sumber daya hayati tersebut merupakan potensi pembangunan yang sangat penting sebagai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Rumput laut merupakan salah satu hasil laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Salah satu jenisnya adalah Eucheuma cotonii. Eucheuma cotonii banyak mengandung antioksidan dan serat yang cukup tinggi serta mineral, dan dimanfaatkan sebagai penghasil karagenan sekitar 54 –

73% dari biomassanya (Kadi dan Atmadja, 1988). Berbagai keuntungan mengonsumsi Eucheuma cotonii seperti mendapatkan hormon dan berat badan yang stabil, mencegah konstipasi, antibakterial, kulit mulus, kelenjar tiroid normal, meningkatkan metabolisme dan pencernaan, serta efektif untuk penderita sarkoma atau tumor (Angeline, 2013).

3

Industri seafood menghasilkan limbah kulit (eksoskeleton) dan kepala

(sephatoraks) sebesar 30-40 % dari berat. Limbah kulit udang hanya menciptakan polusi karena menghabiskan tempat dan tidak dapat menyatu dengan alam. Untuk mengatasi limbah kulit udang yang melimpah ini maka kulit udang seharusnya dimodifikasi menjadi kitosan dan pembuatannya sudah semakin terkenal pada beberapa tahun ini (Hwang, 2013). Kitosan berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang karena kitosan memiliki polikation yang bermuatan positif kuat sehingga mampu mengikat muatan negatif dari senyawa lain (Satyajaya dan Nawansih, 2008).

Berdasarkan hal di atas maka dilakukan pengembangan kwetiau dengan menambahkan pati ubi kayu termodifikasi, rumput laut dan kitosan. Fungsi pati ubi kayu termodifikasi antara lain sebagai thickener, bebas gluten, dan juga menghasilkan tekstur yang elastik dan kenyal. Tapioka yang digunakan dimodifikasi dengan menggunakan asam propionat yang bertujuan tapioka memiliki viskositas rendah, retrogradasi tinggi, dan gel yang kuat. Rumput laut yang digunakan terlebih dahulu diekstraksi menjadi karagenan dan fungsi karagenan adalah sebagai thickener, stabilizer dan serat yang berguna untuk kesehatan. Selain itu, rumput laut dapat meningkatkan kapasitas water absorpsition, hardness dan chewiness (Hardoko, dkk., 2013). Sedangkan kitosan digunakan sebagai pengawet yang dapat memperpanjang masa simpan kwetiau.

Perumusan Masalah

Kwetiau adalah produk mie yang berbahan dasar beras dan disajikan dengan cara dimasak dengan minyak yang banyak sehingga kwetiau dianggap

4

makanan yang tidak sehat akibat kandungan karbohidrat dan lemaknya yang tinggi. Kwetiau yang kaya akan kalorinya hanya cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang banyak membutuhkan tenaga tetapi tidak cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang sudah memiliki penyakit seperti diabetes, obesitas dan yang memerlukan perlakuan khusus untuk kesehatannya. Kwetiau basah juga memiliki umur simpan yang rendah yaitu hanya 1-2 hari pada suhu ruang, sehingga untuk memperpanjang masa simpannya, banyak produsen yang menambahkan bahan pengawet seperti formalin yang dilarang penggunaannya untuk bahan pangan.

Pembuatan kwetiau dapat dimodifikasi untuk mendapatkan produk dengan kandungan pati resisten dan serat yang tinggi, bertekstur dan berpenampilan menarik disukai konsumen dan memiliki masa simpan yang lebih panjang.

Modifikasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi tepung beras melalui substitusi dengan pati ubi kayu dan dengan bahan yang berserat tinggi seperti karagenan dari rumput laut. Peningkatan umur simpan dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengawet alami seperti kitosan yang diperoleh dari pengolahan limbah kulit udang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi kwetiau terbaik dan mempelajari daya simpan kwetiau yang terbuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu termodifikasi propionat, karagenan dan kitosan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di Fakultas

5

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Selain itu juga berguna untuk meningkatkan diversifikasi pangan dengan pemanfaatan rumput laut yang jumlahnya melimpah di Indonesia, meningkatkan nilai tambah limbah kulit dan kepala udang, meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mengonsumsi kwetiau yang berkarbohidrat dan berserat tinggi, menjadi sumber informasi bagi industri rumput laut dalam mengoptimalkan proses pengolahan rumput laut, menjadi sumber informasi bagi industri penghasil limbah kulit udang dalam mengoptimalkan proses pengolahan kulit udang, dan juga sebagai sumber informasi ilmiah dan rekomendasi bagi pengusaha makanan dan ahli pangan.

Hipotesis Penelitian

Penambahan karagenan dan kitosan dengan konsentrasi yang berbeda serta interaksi antara konsentrasi karagenan dan kitosan berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia, sensori dan umur simpan kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu yang dimodifikasi dengan asam propionat.

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Beras

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang tergolong ke famili

Gramineae. Padi termasuk ke dalam kategori tiga besar tanaman pangan sedunia dan juga sebagai bahan makanan pokok untuk setengah lebih populasi manusia di dunia. Produksi terbesar padi yakni 90% berasal dari Asia. Beras adalah hasil tanaman biji-bijian yang bergizi terutama kaya akan energi dan juga protein penting seperti seng dan niasin (Randhawa, 2005).

Padi jenis IR-64 adalah jenis padi yang banyak tumbuh di daerah Asia

Selatan dan Asia Tenggara, dimana memiliki karakteristik agronomi yang menguntungkan seperti kemampuan adaptasi yang baik, tahan terhadap hama dan penyakit dan memiliki kualitas yang bagus untuk dikonsumsi (Wu, dkk., 2005).

Padi IR-64 termasuk dalam kelompok padi sawah. Padi IR-64 ini mulai dikenalkan pada tahun 1986. Padi IR-64 memiliki butiran yang panjang dan menghasilkan tekstur nasi yang pulen. Beras ini memiliki kadar amilosa sebesar

24,1% (Puslittan, 2015).

Tepung beras merupakan jenis tepung bebas gluten yang terbuat dari beras yang ditumbuk. Pengolahan tepung beras lanjutan berupa produk seperti bihun, , Banh Trang, kulit dan spring roll. Beras merupakan komoditi yang banyak diusahakan oleh petani. Kandungan protein pada tepung beras juga cukup tinggi, tetapi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan tepung terigu, sehingga memerlukan modifikasi pada formula dan kondisi proses pengolahannya (Liang dan King, 2003).

6

7

Kandungan air bebas pada adonan yang terbuat dari tepung beras lebih tinggi karena tepung beras memiliki granula pati yang kecil sehingga daya absorbsi airnya juga sedikit. Kemampuan menahan air pada tepung beras lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu karena tepung beras tidak memiliki gluten. Jumlah air yang tersedia untuk terjadinya proses hidrasi, gelatinisasi dan gelasi dipengaruhi oleh rasio tepung beras dengan air. Rasio tepung beras dengan air adalah 1:2 atau 1:7 sesuai basis kering (Widjajaseputra, dkk., 2011).

Tepung beras membentuk tekstur lembut dan tidak lengket saat dimasak, sedangkan pati beras mampu memberikan tampilan tidak bening setelah dimasak.

Adapun beberapa bahan makanan yang menggunakan tepung beras sebagai bahan bakunya adalah es , pisang dan bubur sumsum. Tepung beras memiliki viskositas yang lebih rendah dan ukuran granula pati yang lebih besar dibanding tepung ketan (Imanningsih, 2012). Kandungan gizi tepung beras dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi tepung beras

Kalori (kal) 364 Air (g) 12 Protein (g) 7 Lemak (g) 0,5 Karbohidrat (g) 80 Kalsium (mg) 5 Fosfor (mg) 140 Besi (mg) 0,8 Vitamin B (mg) 0,12 Bentuk granula Polihedral Diameter (μm ) 3-5 Suhu gelatinisasi (⁰C) 60 Warna Putih Rasa Netral Sumber : Direktorat Depkes RI (1990)

8

Gelatinisasi pati merupakan proses pemecahan ikatan intramolekul dari molekul pati oleh adanya panas dan air sehingga ikatan hidrogen mengikat air lebih banyak. Ada tiga proses yang terjadi saat pati tergelatinisasi yakni pembengkakan granula, pelelehan kristal atau ikatan ganda dan pelepasan amilosa. Gelatinisasi meningkatkan ketersediaan pati untuk hidrolisis amilase.

Gelatinisasi pati bertujuan untuk memperpendek pati, membentuk suspensi yang stabil dan meningkatkan kelarutan pati dalam air (Wikipedia, 2015).

Pati Ubi Kayu

Ubi kayu (Manihot esculeta) memiliki jumlah panen yang melimpah namun tidak tahan lama untuk disimpan karena sangat mudah rusak. Perubahan warna daging menjadi coklat kebiruan. Oleh sebab itu, perlu diolah lebih lanjut untuk memperpanjang masa simpan ubi kayu, salah satunya diolah menjadi tepung ubi kayu dan pati ubi kayu. Banyak industri makanan yang sudah mengolah ubi kayu seiring dengan perkembangan teknologi

(Nurdjanah, dkk., 2007).

Saat ini industri banyak menggunakan pati ubi kayu sebagai bahan baku pembuatan produknya karena pati ubi kayu memiliki sejumlah kelebihan yakni mengandung komposisi zat gizi yang cukup baik, berwarna putih dan menghasilkan tekstur produk yang kompak dan seragam (Radiyati dan Agusto,

2008). Salah satu produk berupa gel yang terbuat dari pati ubi kayu akan tetap mengikat air yang terkandung di dalamnya saat berada di suhu ruang (FAO,

2013). Kandungan nutrisi pada pati ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 2.

9

Tabel 2. Kandungan nutrisi pada pati ubi kayu / 100 g bahan Kandungan Unsur Gizi Kadar Energi (kal) 362,00 Protein (g) 0,50 Lemak (g) 0,30 Karbohidrat (g) 86,90 Air (g) 12,00 Sumber : Suprapti, 2009

Pati ubi kayu terdiri dari amilosa 17% dan amilopektin 83%. Granula ubi kayu bersuhu gelatinisasi antara 52-64oC, berkristalin 38%, kekuatan mengembangnya 42 serta kelarutan 31% (Rickard, dkk., 1992). Akibat suhu gelatinisasinya, ubi kayu memiliki karakteristik spesifik dengan kemampuan mengembangnya dan melarutnya sehingga ubi kayu memiliki daya pengembangan yang cukup tinggi dibanding pati lainnya (Herawati, 2012).

Sifat fisik dan kimia pati sangat dipengaruhi oleh perbedaan rasio amilosa dan amilopektinnya. Kemampuan menyerap air pada pati dengan kadar amilosa yang tinggi adalah lebih baik sehingga daya pengembangannya juga lebih besar karena amilosa mampu membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Namun pati dengan amilosa yang lebih tinggi juga mempunyai kekurangan seperti menghasilkan sifat yang kering dan kurang merekat

(Hidayat, dkk., 2007).

Ukuran granula pati yang besar akan menyebabkan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu gelatinisasi untuk pati bergranula kecil.

Hal ini disebabkan granula pati yang besar lebih tahan terhadap perlakuan panas dan air. Begitu juga dengan pati dengan kandungan amilosa yang rendah akan memiliki daya pengembangan pati yang lebih bagus karena struktur amorf yang dimilikinya sedikit sehingga mudah untuk terbentuk gel dan menurunkan suhu

10

gelatinisasi pati. Inhibitor bagi pati adalah kandungan amilosa yang terkandung di dalamnya (Murtiningrum, dkk., 2012).

Amilosa mempunyai bentuk polimer linier dengan ikatan glikosidik pada

α-(1→4) unit glukosa. Derajat polimerisasi (DP) amilosa berkisar antara

500−6.000 unit glukosa. Sementara amilopektin merupakan polimer α-(1→4) unit glukosa dengan percabangan pada α-(1→6) unit glukosa. Ikatan α-(1→6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit dalam suatu molekul pati, berkisar antara

4−5%. Namun, jumlah molekul dengan percabangan rantai amilopektin sangat banyak dengan DP berkisar antara 105 dan 3x106 unit glukosa

(Jacobs dan Delcour, 1998). Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul amilosa dan amilopektin (Eliasson, 2004).

Modifikasi Pati Ubi kayu

Pati dapat dimodifikasi untuk mengubah sifat kimia atau fisik pati secara alami. Modifikasi fisik pati berupa pengeringan, ekstraksi, pemanasan, pendinginan, dan pemasakan. Sementara modifikasi kimia pati berupa cross linking, substitusi atau kombinasi keduanya dengan menggunakan bantuan bahan

11

kimia, baik dengan perlakuan asam maupun basa. Skema teknologi modifikasi pati dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema teknologi modifikasi pati (Herawati, 2012).

Perbedaan proses modifikasi pati akan menghasilkan karakteristik yang berbeda. Pemilihan metode modifikasi pati harus disesuaikan dengan karakteristik dan tujuan produk akhir yang diinginkan. Pengembangan modifikasi pati berdampak pada struktur, penampakan fisik dan cita rasa produk yang dihasilkan.

Aneka jenis pati dan fungsinya setelah dimodifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis pati termodifikasi, sifat dan aplikasinya dalam bidang pangan (Hustiany, 2006). Jenis Pati Sifat/Fungsi Aplikasi Sup instan, puding instan, Pati Larut dalam air dingin saus, campuran pragelatinisasi bahan pengisi bakery,makanan beku Viskositas rendah, Pati hidrolisis Gum, permen, formulasi retrogradasi tinggi, gel asam pangan cair kuat Bahan pengikat, Confectionary, baking, perisa, Dekstrin enkapsulasi rempah, minyak Pati Penstabil, perekat, Formulasi pangan, gum, teroksidasi pengenjel, penjernih confectionary Pati eter Penstabil Sup, puding, makanan beku

Penstabil, bahan Pati ester Permen, emulsi pengisi, penjernih Pengisi pie, , makanan beku, Pati reaksi Bahan pengisi, penstabil, bakery, puding, makanan instan, silang bahan teksturizer sup, salad dressing, saus

12

Pati ubi kayu dapat dimodifikasi secara kimia dengan diberi asam propionat sehingga mengalami reaksi esterifikasi dan secara fisika dengan pragelatinisasi. Asam karboksilat akan mensubstitusi gugus-gugus hidroksil pati melalui reaksi esterifikasi. Kelarutan pati akan meningkat jika ester pati berderajat substitusi yang tinggi. Adapun tujuan perlakuan pragelatinisasi pati ubi kayu propionat adalah untuk meningkatkan kelarutan pati dalam air tanpa melalui proses pendidihan, lebih mudah mengalirnya dan juga mengalami peningkatan kompresibilitas (mudah dikempa) (Adlina, 2008).

Pati yang mengalami proses asilasi atau suksinilasi akan menghasilkan gugus CO karbonil sehingga menghasilkan intensitas gugus CH2 dan CH3. Pati yang termodifikasi akan memiliki karakteristik Topt yang menurun sehingga proses gelatinisasi semakin cepat. Selain itu, viskositas maksimum pati menurun seiring dengan pertambahan asam stearat, propionat dan suksinat. Reaksi asilasi antara pati dengan asam propionat dapat terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses asilasi antara pati dengan asam propionat

(Hustiany, dkk., 2005).

Rumput Laut

Rumput laut merupakan komoditi hasil laut yang melimpah di Indonesia.

Pada mulanya orang menggunakan rumput laut hanya untuk sayuran. Pada umumnya diketahui bahwa rumput laut aman untuk dikonsumsi. Dengan

13

berjalannya waktu, pengetahuan berkembang kini kandungan dari rumput laut digunakan agar bermanfaat seoptimal mungkin tidak hanya sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung secara sederhana tetapi juga merupakan bahan dasar pembuatan produk pangan rumah tangga maupun industri makanan skala besar

(Anggadireja, dkk., 2006).

Rumput laut yang dikenal juga sebagai seaweed memiliki sejumlah manfaat. Tidak hanya digunakan sebagai bahan mentah, namun juga digunakan dalam produk makanan seperti pembuatan karagenan yang berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), bahan pengental, pembentuk gel dan juga pengemulsi (Yasita dan Rachmawati, 2010).

Kandungan serat (dietary fiber) pada rumput laut sangat tinggi. Serat yang dimiliki oleh rumput laut merupakan serat makanan, dimana merupakan bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan (Wisnu, 2010).

Selain itu, serat yang dikandung oleh rumput laut termasuk serat yang dapat larut air yakni bagian dari serat gum (Almatsier, 2009).

Kadar serat makanan dari rumput laut Eucheuma cottoni mencapai 67,5% yang terdiri dari 39,47% serat makanan yang tak larut air dan 26,03% serat makanan yang larut air sehingga karagenan berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan makanan yang menyehatkan. Hal ini didasarkan pada banyak penelitian bahwa makanan berserat tinggi mampu menurunkan kolesterol darah dan gula darah (Kasim, 2004).

Serat berfungsi untuk mengenyangkan dan memperlancar proses metabolisme tubuh sehingga baik bagi penderita obesitas. Karbohidratnya sukar dicerna sehingga menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama tanpa menyebabkan

14

kegemukan. Rumput laut mengandung nutrisi esensial, seperti enzim, asam nukleat, asam amino, mineral, trace elements khususnya yodium, dan vitamin A,

B, C, D, E dan K. Selain itu, rumput laut juga bisa meningkatkan fungsi pertahanan tubuh dan memperbaiki sistem peredaran darah. Konsumsi serat sebanyak 25 g/hari dianggap cukup untuk memelihara kesehatan tubuh (Hatta,

2012). Kandungan nutrisi rumput laut Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel

4.

Tabel 4. Komponen nutrisi rumput laut Eucheuma cottonii

Komposisi Satuan Nilai Nutrisi Kadar air g/100g (bb) 83,3 Kadar abu g/100g (bb) 3,4 Kadar lemak g/100g (bb) 0,2 Kadar protein g/100g (bb) 0,7 Dietary fiber g/100g (bb) 11,6 Mg mg/g 2,9 Ca mg/g 2,8 K mg/g 87,1 Na mg/g 11,9 Zn mg/g 0,018 Fe mg/g 0,070 (Santoso, dkk., 2006)

Karagenan

Karagenan merupakan polisakarida struktural yang diekstrak dari alga merah kelas Rhodophyceae khususnya Chondrus crispus, Eucheuma cottoni,

Eucheuma spinosum, Gigartina skottsbergi dan Iradaea laminarioides. Alga merah banyak tumbuh di pesisir Atlantik di Amerika Utara, Eropa dan pesisir barat pasifik Korea dan Jepang. Apabila karagenan dikonsumsi oleh manusia maka tidak akan dicerna oleh tubuh, namun hanya sebagai sumber serat pangan yang tidak ada nilai gizinya, namun karagenan dapat memberikan karakteristik fungsional yang unik dimana dapat digunakan untuk membentuk gel,

15

mengentalkan dan menstabilkan produk dan sistem pangan (Milani dan Maleki,

2012).

Kappa dan iota karagenan adalah polisakarida linear yang memiliki kekuatan struktur dari pengulangan unit disakarida berupa rangkaian ester sulfat di (1→3)-β-D-galaktosa dan (1→4)-3,6-anhidro-α-D-galaktosa. Perbedaannya hanya pada pada letak kelompok sulfat. Kappa karagenan memiliki satu kelompok sulfat disetiap pengulangan unit disakarida, terletak pada residu C-4 pada β-D- galaktopiranosil. Iota karagenan memiliki dua kelompok sulfat, terletak pada C-4 pada residu β-D-galaktopiranosil dan C-2 pada 3,6-anhidro-α-D-galaktopiranosil.

Di dalam larutan, adanya kation (K+, Rb+, Ca++) membuat kappa dan iota karagenan dapat berkumpul dan membentuk gel. Dalam kondisi panas kappa dan iota karagenan membentuk gel reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat dipanaskan. Rentangan tekstur yang dihasilkan adalah kuat dan rapuh hingga lembut dan elastis (Milani dan Maleki,

2012).

Lamda karagenan merupakan kelompok polisakarida lainnya dari alga merah. Pengulangan unit disakarida pada lamda karagenan terdapat pada residu β-

D-galaktopiranosil dan sulfat pada unit C-2 dan 2,6-di-O-sulfato-α-D- galaktopiranosil. Lamda karagenan adalah polisakarida non-gelling yang digunakan sebagai pengental larut pada suhu dingin di sirup, minuman buah, saus pizza dan salad (Milani dan Maleki, 2012). Struktur kimia karagenan dapat dilihat pada Gambar 4.

16

Gambar 4. Struktur kimia karagenan (Ceamsa, 2001)

Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai bahan penstabil karena mengandung gugus sulfat yang bermuatan negatif di rantai polimernya dan juga bersifat hidrofilik sehingga dapat mengikat air dan gugus hidroksil yang lainnya sehingga meningkatkan viskositas fase kontinu dan emulsi menjadi stabil. Cara mengekstraksi karagenan adalah dengan merebus rumput laut dalam larutan perebus, disaring, dijendalkan, ditekan dan dikeringkan kembali.

Rumput laut yang diberi perlakuan alkali panas akan menghasilkan tepung karagenan dengan kekuatan gel yang tinggi (Karaindo, 2015).

Kitin dan Kitosan

Kitin dan kitosan merupakan agen pengkelat yang tidak beracun dan mudah diserap karena mengandung 6,9% nitrogen (Hudson dan Smith, 1998).

Kitin yang terkandung dalam cangkang kepala udang adalah 20-30 %. Kitin bersifat tidak mudah larut dalam air. Namun turunan kitin yaitu kitosan memiliki sifat kimia yang lebih baik. Kitin diperoleh dari proses deproteinasi, delipidasi dan demineralisasi kulit udang, kemudian kitosan diperoleh melalui kitin yang dideasetilasi. Pada proses deasetilasi, kitin akan menggunakan NaOH untuk

17

menggantikan gugus asetamida dengan gugus amino (Hargono, dkk., 2008).

Rumus bangun senyawa kitin menjadi kitosan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Reaksi senyawa kitin menjadi senyawa kitosan (Hargono, dkk., 2008)

Sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi sifat kimia dan sifat biologi. Sifat kimia kitosan adalah merupakan polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino aktif, dan mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam. Sifat biologi kitosan adalah bersifat biokompatibel (tidak mempunyai efek samping, tidak beracun karena tidak dapat dicerna dan mudah diuraikan mikroba), serta bersifat fungistastik, hemostatik, spermisidal, antikolesterol dan antitumor

(Rismana, 2006).

Kwetiau

Kwetiau termasuk dalam jenis mie berbahan baku non-terigu karena terbuat dari tepung beras sebagai bahan bakunya. Untuk membuat kwetiau, tepung beras dicampur dengan tepung terigu dengan perbandingan tertentu dan ditambahkan dengan air hingga adonan menjadi liat. Adonan digilas dengan sheeting roller hingga membentuk lapisan tipis dan halus. Setelah halus, dimasukkan ke cutting roller untuk dipotong menjadi lembaran seperti

(Munarso dan Haryanto, 2008).

18

Mie beras atau kwetiau sangat terkenal di Indonesia, Malaysia, Singapura dan . Penyajian kwetiau umumnya digoreng atau bisa juga disajikan secara segar bersama saus atau cabai. Jenis hidangan yang menggunakan mie beras meliputi , chee cheong fun, char hor fun dan

(Thomas, dkk., 2014).

Kwetiau yang dijual dipasaran umumnya dalam bentuk basah. SNI untuk kwetiau saat ini belum ada. SNI untuk mie basah diharapkan dapat mewakili standar untuk kwetiau. SNI untuk mie basah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar mutu mie basah menurut SNI 2046-90 (Astawan, 2006).

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan : 1.1 Bau Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna Normal 2 Kadar air % b/b 20 - 35 3 Kadar abu (dihitung atas % b/b Maks. 3 dasar bahan kering), 4 Kadar protein ((N x 6.25) % b/b Min. 3 dihitung atas dasar bahan kering) 5 Bahan tambahan pangan Tidak boleh ada 5.1 Boraks dan asam borat Sesuai SNI-0222-M dan 5.2 Pewarna - peraturan MenKes. No. 5.3 Formalin 722/Men.Kes/Per/IX/88 Tidak boleh ada 6 Cemaran logam : 6.1 Timbal (Pb) Maks. 1,0 6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0 6.3 Seng (Zn) Maks. 40,0 6.4 Raksa (Hg) Maks. 0,05 7 Arsen (As) mg/kg Maks. 0,05 8 Cemaran mikroba : 8.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1,0 x 106 8.2 E. coli APM/g Maks. 10 8.3 Kapang Koloni/g Maks. 1,0 x 104

19

Penelitian Sebelumnya

Kwetiau yang terbuat dari campuran tepung beras dan pati ubi kayu sebanyak 20% memiliki viskositas rendah sehingga tekstur dari kwetiau masak lebih kenyal dan lebih halus, serta memiliki warna transparan

(Surojanametakul, et al., 2002). Hasil penelitian Hardoko, dkk. (2013) menunjukkan bahwa tekstur kekenyalan kwetiau disukai secara keseluruhan oleh panelis dengan penambahan 20% tepung tapioka. Kwetiau yang terbuat dari rumput laut (20% dari berat total tepung beras dan tapioka) juga memiliki kelebihan dalam kandungan iodiumnya hingga mencapai 236,92 μg/100 g, sedangkan formulasi terbaik kwetiau secara keseluruhan adalah 28,6% tepung beras IR-64 terhadap total adonan, 20% tepung tapioka terhadap berat tepung beras, 20% tepung rumput laut terhadap total tepung beras dan tapioka serta

71,4% air terhadap berat total adonan.

Dari hasil penelitian Lukitasari dkk. (2007) menunjukkan bahwa yang direndam dengan kitosan tidak hanya tahan selama kurang lebih tiga hari tanpa adanya perubahan warna, rasa, tekstur dan bau yang berarti. Namun pada hari keempat malah terjadi kenaikan kekenyalan (tekstur). Menurutnya, ini terjadi karena kitosan mempunyai efek pengembang pada bahan sehingga tekstur bakso tadi lebih kenyal.

Hasil penelitian Thomas, dkk. (2014) yakni kwetiau dari jenis beras Bario menghasilkan aw 0,8-0,83, sedangkan kwetiau dari jenis beras Basmati menghasilkan aw 0,82-0,87. Hasil ini didapatkan dengan menyimpan kwetiau di suhu ruang selama 2-3 hari. Adapun batas aw untuk kwetiau menurut aturan

California Food Safety adalah tidak lebih dari 0,85.

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juni 2014 - Maret 2015 di

Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan di Laboratorium Teknologi

Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sumatera Utara,

Medan. Pengujian aw dilakukan di Balai Besar Agroindustri, Bogor.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras curah varietas IR

64 dari pasar lokal, ubi kayu varietas gunting saga yang dibuat menjadi pati ubi kayu, karagenan komersil (ekstrak dari rumput laut) dari Lansida serta kitosan komersil dari Biotech Surindo.

Reagensia

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N,

NaOH 0,02N, alkohol 95%, hexana, H2SO4 pekat, NaOH 50%, HCl 0,02 N dan

PCA (Plate Count Agar).

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi pati ubi kayu yaitu pisau, ember, talenan, blender, kain saring, baskom, oven, timbangan, saringan 80 mesh, loyang dan plastik kajang. Peralatan untuk membuat kwetiau adalah timbangan, baskom, loyang, panci pengukusan stainless steel, sarung tangan plastik, serbet, sendok stainless steel, sendok pengaduk stainless steel, piring dan kompor. Peralatan untuk analisa sifat fisika dan kimia kwetiau adalah cawan aluminium,

20

21

cawan porselen, gelas ukur, corong, soxhlet, labu Kjeldahl, autoclave, corong keramik, beaker glass, sentrifus Denley (tipe BS400), oven Memmert (tipe Bwv

30), tanur Carbolite Furnaces (tipe EML 11/2), pemanas listrik Maspion, kromameter Konica Minolta (tipe CR-400, Jepang), lemari inkubator Astell

Scientific (tipe tactical 308), colony counter Philip Harris Int (tipe CC 30), laminar airflow Astec (tipe 3000L) dan Aw-meter Hygropalm 23.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari enam tahap yaitu:

Tahap I : Pembuatan Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu

Modifikasi Propionat, serta Pengamatan Karakteristik Kimia dan

Fungsionalnya.

Tahap II : Pembuatan Tepung Komposit dari Tepung Beras Tergelatinisasi,

dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi, Karagenan dan Ekstrak Kitosan,

serta Pengamatan Daya Serap Air dan Minyak Tepung Komposit.

Tahap III : Pembuatan Kwetiau dari Tepung Komposit yang Dihasilkan pada

Tahap II

Penelitian tahap II dan III dilakukan dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor, yaitu :

Faktor I : Penambahan Karagenan, terdiri dari 4 taraf yaitu :

G1 : 0% dari total berat tepung beras dan tapioka

G2 : 10% dari total berat tepung beras dan tapioka

G3 : 20% dari total berat tepung beras dan tapioka

G4 : 30% dari total berat tepung beras dan tapioka

22

Faktor II : Penambahan Kitosan, terdiri dari 3 taraf yaitu :

K1 : 0% dari total berat tepung beras dan tapioka

K2 : 1% dari total berat tepung beras dan tapioka

K3 : 2% dari total berat tepung beras dan tapioka

Kombinasi perlakuan = 4 x 3 = 12, dan setiap kombinasi perlakuan

dibuat dalam 3 ulangan, sehingga jumlah keseluruhan sampel = 36

sampel.

Tahap IV : Pengamatan Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Kwetiau

Tahap V : Pemilihan Komposisi Tepung Komposit yang Menghasilkan

Kwetiau dengan Mutu Terbaik

Tahap VI : Penentuan Umur Simpan dan Karakteristik Sensori Kwetiau

Terbaik Dibandingkan Kwetiau Komersial

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor dengan model sebagai berikut :

Ŷijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dimana :

Ŷijk = Hasil pengamatan dari faktor G pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf

ke-j dalam ulangan ke-k

μ = Efek nilai tengah

αi = Efek faktor G pada taraf ke-i

βj = Efek faktor K pada taraf ke-j

(αβ)ij = Efek interaksi faktor G pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j

23

εijk = Efek galat dari faktor G pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j

dalam ulangan ke-k

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) menggunakan program MS Excel 2010. Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam 6 tahap yakni seperti berikut :

Pembuatan Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat, serta Pengamatan Karakteristik Kimia dan Fungsionalnya.

Pembuatan tepung beras tergelatinisasi

Jenis beras yang digunakan untuk pembuatan ini adalah jenis beras IR 64.

Beras dikecilkan ukurannya dengan cara diblender lalu dipanaskan dalam uap air mendidih selama 5 menit untuk proses pragelatinisasi hingga tercapai suhu 52oC.

Kemudian beras dikeringkan di oven pada suhu 70oC selama 4 jam. Lalu diblender lagi dan diayak dengan ayakan 80 mesh (Ngamnikom dan

Songsermpong, 2011). Pembuatan tepung beras tergelatinisasi dapat dilihat pada

Gambar 6.

Pembuatan pati ubi kayu termodifikasi propionat

Ubi kayu disortasi, dicuci, dan diparut hingga halus. Perbandingan antara jumlah ubi kayu dengan air sebesar 1 : 3 kemudian diperas ubi kayu hingga keluar cairannya. Suspensi pati yang diendapkan selama 12 jam, kemudian dipisah antara air dengan pati ubi kayu. Pati ubi kayu direndam dalam larutan asam propionat

24

12% selama 24 jam. Dibuang air rendaman tadi dan diganti dengan air bersih kemudian diendapkan selama 12 jam. Pencucian dilakukan berulang sampai pH netral tercapai. Pati ubi kayu modifikasi basah dikeringkan di oven dengan suhu

60oC selama 6 jam. Pati ubi kayu diblender dan diayak dengan ayakan 80 mesh.

Pembuatan pati ubi kayu termodifikasi propionat dapat dilihat pada Gambar 7.

Pengujian karakteristik tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi

Tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi asam propionat masing-masing diamati karakteristik kimia dan fungsionalnya.

Karakteristik kimia yang diamati berupa komposisi proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan serat kasar). Karakteristik fungsional yang diamati berupa daya serap air dan daya serap minyaknya.

Pembuatan Tepung Komposit Dari Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi, Karagenan dan Ekstrak Kitosan, serta Pengamatan Daya Serap Air dan Minyak Tepung Komposit.

Pada tahap ini dibuat tepung komposit dengan cara mencampur tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dengan perbandingan 4 : 1, kemudian ditambahkan karagenan dengan konsentrasi 0, 10, 20, dan 30% (sesuai perlakuan), dan kitosan dengan konsentrasi 0, 1, dan 2% (sesuai perlakuan).

Pencampuran tepung dilakukan dengan menggunakan mixer hingga diperoleh tepung komposit yang homogen. Tepung komposit yang dihasilkan dianalisa daya serap air dan daya serap minyaknya.

25

Pembuatan Kwetiau Dari Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi dengan Penambahan Karagenan dan Ekstrak Kitosan

Pada tahap ini dibuat kwetiau dari tepung komposit dengan komposisi seperti pada tahap II, yaitu campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dengan perbandingan 4 : 1, kemudian ditambahkan karagenan dengan konsentrasi 0, 10, 20, dan 30% (sesuai perlakuan), dan kitosan dengan konsentrasi 0, 1, dan 2% (sesuai perlakuan). Campuran tepung beras, pati, karagenan dan kitosan ditambahkan air sebesar 1 : 2 dan diaduk hingga homogen.

Loyang diolesi dengan minyak goreng dan dikukus hingga bersuhu ± 60oC.

Setelah hangat, barulah dituangkan campuran tadi ke dalam loyang dan dikukus selama 10 menit. Setelah matang, diangkat loyang dari kukusan, dilepaskan kwetiau dari loyang, digulung dan kemudian dipotong. Pembuatan kwetiau dengan tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu modifikasi propionat dan penambahan karagenan maupun kitosan dapat dilihat pada Gambar 8.

Pengamatan Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Kwetiau dari Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Dengan Penambahan Karagenan dan Ekstrak Kitosan

Kwetiau yang dihasilkan dari penelitian tahap III kemudian dianalisa karakteristik fisik (warna, aktivitas air (aw), kimia (kadar air, abu, lemak, dan kadar serat kasar), serta sensorinya meliputi warna, aroma dan rasa dengan uji kesukaan (skala hedonik 1-5), sementara tekstur dengan uji skor (skala skor 1-5, sangat tidak kenyal hingga kenyal).

26

Pemilihan Komposisi Tepung Komposit yang Menghasilkan Kwetiau dengan Mutu Terbaik

Pada tahap ini dilakukan pemilihan komposisi tepung komposit yang menghasilkan kwetiau dengan mutu terbaik, didasarkan pada nilai aw produk yang rendah dan karakteristik sensori yang disukai oleh panelis.

Penentuan Umur Simpan dan Karakteristik Sensori Kwetiau Terbaik Dibandingkan Kwetiau Komersial

Perlakuan yang menghasilkan kwetiau dengan aw terendah, digunakan untuk pengujian umur simpan kwetiau. Pada tahap ini, kwetiau dibuat dengan 3 tiga konsentrasi kitosan (0, 1 dan 2 %) untuk melihat pengaruh konsentrasi kitosan terhadap umur simpan kwetiau. Kwetiau dikemas ke dalam plastik polipropilen kemudian disealer disimpan pada suhu ruang dan dilakukan pengamatan terhadap total mikroba sampel setiap hari selama 3 hari. Pengujian total mikroba dilakukan dengan metode Total Plate Count. Umur simpan kwetiau adalah pada saat batas penolakan tercapai, yaitu jika nilai Total Plate Count mencapai lebih besar dari 1,0 x 106 sesuai standar mutu mie basah menurut SNI

2046-90. Kwetiau dengan nilai TPC terendah, diuji karakteristik sensorinya dengan uji perbandingan segitiga (triangle test) berupa warna, aroma, rasa, tekstur dan penampilan secara umum dengan pembanding berupa kwetiau komersil yang masih segar.

27

Pengamatan Parameter Penelitian

Daya serap air dan minyak (Sathe dan Salunkhe, 1981).

Sebanyak 1 g pati dilarutkan dalam 10 ml air atau minyak selama 30 detik dan dibiarkan pada suhu kamar (210C) selama 30 menit. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 30 menit. Supernatan dibuang, sampel yang telah menyerap air/minyak ditimbang.

Sampel+Air/Minyak (g) DSA/DSM (g/g) = Berat sampel (g)

Keterangan : DSA : daya serap air DSM : daya serap minyak

Kadar air (AOAC, 1995).

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 1050C dan telah diketahui beratnya.

Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 1050C selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar Air = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100% Berat sampel awal

Kadar abu (SNI-01-3451-1994).

Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dipijarkan diatas pembakar mecker kira-kira

1 jam, mula-mula api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara perlahan-lahan sampai terjadi perubahan contoh menjadi arang. Arang dimasukkan ke dalam

28

tanur dengan suhunya 5000C sampai terbentuk abu. Cawan yang berisi abu dipindahkan ke dalam oven pada suhu sekitar 1000C selama 1 jam. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Pemijaran dan pendinginan diulangi sehingga diperoleh perbedaan berat antara dua penimbangan berturut-turut lebih kecil dari

0,001 g. Kadar abu dihitung dengan formula sebagai berikut.

Kadar Abu = Bobot Abu (g) x 100 % Bobot Sampel (g)

Kadar serat kasar (AOAC, 1995).

Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 1050C. Setelah didinginkan sampel ditambahkan

NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit.

Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air panas lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian dengan air panas dan terakhir dengan

25 ml etanol 95%. Kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama satu jam, pengeringan dilanjutkan sampai bobot tetap.

Serat kasar = bobot kertas saring dan serat – bobot kertas saring x 100% bobot sampel awal

Kadar lemak (AOAC, 1995).

Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi

Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut

29

lemak heksana dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih.

Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu

1050C hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator.

Labu beserta lemaknya ditimbang.

Bobot Lemak (g) Kadar Lemak  x 100 % Bobot Sampel (g)

Kadar protein (Metode Kjeldahl, AOAC, 1995).

Sampel sebanyak 0,1 g yang telah yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjedhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, satu g katalis dan batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50% kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi HCl 0,02N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2 – 4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2 :1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan

HCl, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 25 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.

30

Kadar Protein = (A-B) X N X 0,014 X 5,25 x 100% Bobot Sampel

A = ml NaOH untuk titrasi blanko N = Normalitas NaOH

B = ml NaOH untuk titrasi sampel

Kadar karbohidrat (by difference).

Kadar karbohidrat = 100 % – (kadar abu+kadar protein+kadar air+kadar lemak)

Warna (Metode Hunter)

Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan kromameter Konika

Minolta (tipe CR-400, Jepang). Sejumlah sampel ditempatkan pada wadah yang datar. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan 0H. L menyatakan parameter kecerahan. Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a.

Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b. Pada sampel kwetiau maka parameter yang menunjukkan mutu kwetiau hanya nilai L yang menunjukkan warna putih dan kecerahan sampel kwetiau.

Aktivitas air (aw)

Kwetiau yang sudah dimasak, dianalisa kadar air bebasnya dengan menggunakan alat pengukur aw (Hygropalm 23 aw). Sampel ditempatkan pada wadah sampel, dan sampel dibiarkan hingga tercapai kesetimbangan, dan alat menunjukkan nilai aw sampel kemudian nilai aw dicatat.

Pengukuran aw kwetiau pada penelitian ini dilakukan di Balai Besar

Industri Agro (BBIA), Bogor. Sampel kwetiau dikemas di dalam kemasan plastik polipropilen, kemudian dimasukkan ke dalam kotak styrofoam berisi es kering

31

(ice pack) dan dikirim ke Bogor via jasa pengiriman. Waktu yang dibutuhkan dari hari pembuatan sampel hingga analisa aw adalah 2 hari.

Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur dengan uji hedonik (Soekarto, 1985).

Uji organoleptik aroma dan rasa dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik. Sampel berupa kwetiau yang sudah dimasak diberikan pada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah warna, aroma dan rasa dari kwetiau yang dihasilkan dengan skala hedonik dan skor seperti disajikan pada Tabel 6. Atribut warna, aroma, dan rasa diuji dengan uji hedonik skala 1-5 (sangat tidak suka-sangat suka), sedangkan atribut tekstur diuji dengan uji skor 1-5 (sangat tidak kenyal-sangat kenyal). Format uji organoleptik kwetiau dengan uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 6. Uji organoleptik untuk warna, aroma, rasa dan tekstur

Skala Hedonik / Skala Skor Skala Numerik

Sangat Suka / Sangat kenyal 5 Suka / Kenyal 4 Agak Suka / Agak Kenyal 3 Tidak Suka / Tidak Kenyal 2 Sangat Tidak Suka / Sangat Tidak Kenyal 1

Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur dengan uji segitiga (Soekarto, 1985).

Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan kekenyalan dilakukan dengan uji segitiga, dengan cara menyajikan 3 contoh kwetiau sudah masak yang terdiri dari

2 contoh kembar yaitu contoh kwetiau karagenan dan kitosan yang terbaik dan 1 contoh pembanding berupa kwetiau lokal yang terbuat dari tepung beras. Panelis diminta membandingkan apakah kwetiau karagenan dan kitosan memiliki warna,

32

aroma, rasa dan tekstur yang sama atau berbeda dengan kwetiau lokal yang terbuat dari tepung beras. Format uji organoleptik kwetiau dengan uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pengujian total mikroba (Fardiaz, 1992).

Pengujian total mikroba sampel dilakukan dengan metode Total Plate

Count (TPC). Bahan diambil sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan akuades 9 ml dan diaduk sampai merata. Hasil pengenceran ini diambil dengan pipet tetes sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan akuades 9 ml. Pengenceran ini dilakukan sampai 10.000 kali (104).

Dari hasil pengenceran pada tabung reaksi yang terakhir diambil sebanyak

1 ml dan diratakan pada medium agar PCA (ditimbang 7 g PCA, ditambahkan akuades 250 ml dan kemudian disterilisasikan dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit). PCA (Plate Count Agar) yang telah disiapkan di atas cawan petri, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pda suhu 32oC dengan posisi terbalik.

Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter.

Total Koloni = Jumlah koloni x

FP = Faktor Pengencer

33

Beras IR 64

Penghalusan dengan blender

Pengukusan suhu 52oC, selama 5 menit

Pengeringan suhu 70oC selama 4 jam

Penghalusan dengan blender Tepung Beras Pengayakan, dengan ayakan 80 Mesh Tergelatinsiasi

Analisa komposisi proksimat dan serat kasar.

Gambar 6. Skema proses pembuatan tepung beras tergelatinisasi

34

Ubi Kayu

Sortasi, Pencucian, Pemarutan

Penambahan air (Ubi kayu : Air = 1:3)

Pemerasan

Ampas Suspensi Pati

Pengendapan selama 12 jam

Pemisahan air dan pati

Air Pati ubi kayu

Perendaman dalam asam propionat 12%, 12 jam

Pencucian dengan air bersih hingga pH netral

Pati ubi kayu modifikasi basah

Pengeringan, suhu 60oC, selama 6 jam

Penghalusan dengan blender

Pengayakan, 80 Mesh

Analisa komposisi proksimat Pati ubi kayu termodifikasi dan serat kasar

Gambar 7. Proses pembuatan pati ubi kayu termodifikasi propionat

35

Tepung Beras Pati Ubi Kayu Tergelatinisasi (TB) Termodifikasi (PT)

Pencampuran 4 : 1

Karagenan Kitosan

Campuran TB dan PT K1 : 0% dari total tepung G1 : 0% dari total tepung K : 1% dari total tepung 2 G2 : 10% dari total tepung K3 : 2% dari total tepung G3 : 20% dari total tepung G : 30% dari total tepung 4 Air : Tepung Pengamatan: 2:1 - DSA - DSM Pencampuran hingga homogen

Pengukusan 10 menit diatas wadah aluminium yang diolesi minyak

Pendinginan, Penggulungan, Pemotongan

Pengamatan : Kwetiau - Nilai warna (nilai L) - a w Pemilihan Perlakuan Terbaik (aw - Proksimat ( lemak, rendah, nilai sensori disukai) air, abu,) dan serat kasar - Uji hedonik (warna,

Kitosan aroma, rasa) Kwetiau mutu terbaik - Uji skor (tekstur) (0, 1, 2 %)

Penyimpanan selama 1, 2, dan 3 hari

- Uji organoleptik - Uji TPC (Total Analisa Mutu Plate Count) (warna, tekstur, rasa, aroma) dengan Produk terbaik dari uji triangle test TPC tersebut

Gambar 8. Skema pembuatan kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dengan penambahan berbagai konsentrasi karagenan dan kitosan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kimia Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat

Sifat kimia bahan baku berupa tepung beras tergelatinisasi dengan pati ubi kayu termodifikasi propionat yang digunakan dalam pembuatan kwetiau dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai kadar lemak, serat, abu, dan protein tepung beras tergelatinisasi lebih tinggi dibanding dengan pati ubi kayu termodifikasi propionat. Nilai kadar air dan karbohidrat tepung beras tergelatinisasi lebih rendah dibanding dengan pati ubi kayu termodifikasi propionat.

Tabel 7. Karakteristik kimia tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Parameter Tepung beras Pati ubi kayu tergelatinisasi termodifikasi propionat Kadar air (%) 9,2601 ± 0,0308 12,7686 ± 0,2504 Kadar lemak (%) 0,6306 ± 0,0415 0,1951 ± 0,0717 Kadar serat (%) 0,4575 ± 0,3879 0,0681 ± 0,0407 Kadar abu (%) 0,3134 ± 0,0553 0,0192 ± 0,0071 Kadar protein (%) 3,1061 ± 0,6417 ttd Kadar karbohidrat (%) 86,8642 ± 0,5418 87,0172 ± 0,2502

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan ± standar deviasi ttd = tidak dapat terdeteksi

Karakteristik Fungsional Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat

Kemampuan tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat dalam menyerap air dan minyak dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil penelitian pada Tabel 8 menunjukkan tepung beras tergelatinisasi memiliki daya serap air dan daya serap minyak yang lebih tinggi dibanding dengan pati ubi kayu

36

37

termodifikasi propionat. Richana dan Sunarti (2004) menyatakan nilai kadar serat pada tepung lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat pati, sehingga daya mengikat air tepung beras tergelatinisasi lebih tinggi nilainya bila dibanding dengan daya mengikat air pada pati ubi kayu termodifikasi propionat. Menurut

Alsuhendra dan Ridawati (2012), kemampuan menyerap minyak yang tinggi pada tepung menunjukkan tepung mempunyai bagian yang bersifat lipofilik. Selain itu, daya serap minyak juga dipengaruhi oleh adanya protein pada permukaan granula pati. Protein ini dapat membentuk kompleks dengan pati, di mana kompleks pati- protein ini dapat memberikan tempat bagi terikatnya minyak. Inilah yang menyebabkan tingginya nilai daya serap minyak tepung beras tergelatinisasi dibanding dengan daya serap minyak pati ubi kayu termodifikasi propionat.

Tabel 8. Daya serap air dan daya serap minyak tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Parameter Tepung beras Pati ubi kayu tergelatinisasi termodifikasi propionat

Daya serap air (g/g) 1,3280 ± 0,0307 0,8825 ± 0,1473

Daya serap minyak (g/g) 1,2998 ± 0,0406 1,2132 ± 0,1343

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan ± standar deviasi

Karakteristik Fungsional Tepung Komposit Dari Tepung Tergelatinisasi, Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat Dengan Beberapa Konsentrasi Karagenan dan Kitosan

Daya serap air tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu termodifikasi, karagenan, dan kitosan

Daya serap air adalah parameter untuk menentukan tingginya kemampuan air yang dapat diserap oleh tepung sewaktu pemasakan sehingga produk (kwetiau) semakin mengembang. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap daya serap air tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu

38

termodifikasi propionat pada perbandingan 80%:20% dapat dilihat pada Tabel 9.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 3 dan Tabel 9 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi karagenan yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap daya serap air tepung komposit. Konsentrasi kitosan dan interaksi antara konsentrasi karagenan dan kitosan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air tepung komposit. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap daya serap air tepung komposit dapat dilihat pada

Gambar 9.

Tabel 9. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap daya serap air tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Daya serap air tepung komposit (g/g) Konsentrasi Konsentrasi kitosan (K) Rataan Karagenan (G) (G) K1 = 0% K2 = 1% K3 =2% c,C G1 = 0% 1,1058 1,0854 1,1077 1,0996 c,C G2 = 10% 1,0479 1,1073 1,2081 1,1211 b,B G3 = 20% 1,6329 1,6255 1,7065 1,6550 a,A G4 = 30% 2,1336 2,1468 2,1808 2,1538 Rataan (K) 1,4800 1,4913 1,5508 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan dengan huruf besar yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan uji LSR.

Gambar 9. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap daya serap air tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dengan perbandingan 80%:20% (± error bar (standar deviasi))

39

Karagenan merupakan agen pengental yang memiliki sifat yang baik dalam menyerap air. Oleh sebab itu, semakin tinggi konsentrasi karagenan yang ditambahkan, maka daya serap air tepung campuran juga semakin tinggi.

Pengembangan volume kwetiau juga akan semakin bagus dengan penambahan karagenan. Hal ini sesuai dengan literatur Yasita dan Rachmawati (2009) yang menyatakan karagenan yang berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), bahan pengental, pembentuk gel dan juga pengemulsi.

Daya serap minyak tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu termodifikasi, karagenan, dan kitosan

Daya serap minyak adalah parameter untuk menentukan banyaknya minyak yang dapat diserap oleh tepung campuran sehingga kwetiau bisa terlihat lebih mengkilap (glossy). Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap daya serap minyak komposit dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat pada perbandingan 80%:20% dapat dilihat pada Tabel 10.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan konsentrasi karagenan maupun kitosan yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa daya serap minyak tepung komposit hanya dipengaruhi oleh kemampuan tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi dalam menyerap minyak. Komposisi tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi pada tepung komposit tetap, yang berbeda hanya konsentrasi karagenan dan kitosan, sehingga nilai daya serap minyaknya menjadi berbeda tidak nyata.

40

Tabel 10. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap daya serap minyak tepung komposit dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Daya serap minyak tepung komposit (g/g) Konsentrasi Rataan Konsentrasi kitosan (K) karagenan (G) (G) K1 = 0% K2 = 1% K3 =2% G1 = 0% 1,3377 1,3230 1,2561 1,3056 G2 = 10% 1,2561 1,3696 1,4651 1,3636 G3 = 20% 1,4543 1,3786 1,4543 1,4291 G4 = 30% 1,3958 1,3437 1,4434 1,3943 Rataan (K) 1,3610 1,3537 1,4047 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan.

Karakteristik Fisik Kwetiau Dari Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat Dengan Penambahan Karagenan dan Ekstrak Kitosan

Karakteristik fisik kwetiau yang diamati meliputi warna putih (kecerahan) kwetiaw yang ditunjukkan oleh nilai L dengan menggunakan alat kromameter dan nilai aktivitas air bebas (aw). Pengaruh konsentrasi kitosan dan karagenan terhadap nilai warna L dari kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat dengan perbandingan 80%:20%, dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12. Pengaruh konsentrasi kitosan dan karagenan terhadap aw dari kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat dengan perbandingan 80%:20%, dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14.

Tabel 11. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap nilai L warna kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Konsentrasi karagenan (G) Nilai L warna a,A G1 = 0% 77,90±0,3027 b,B G2 = 10% 75,72±2,4721 c,C G3 = 20% 73,53±0,6186 c,C G4 = 30% 73,63±4,6164 Keterangan:- Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan dengan huruf besar yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan uji LSR.

41

Tabel 12. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap nilai aw kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Konsentrasi karagenan (G) Nilai aw* G1 = 0% 0,87 G2 = 10% 0,91 G3 = 20% 0,93 G4 = 30% 0,94 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan *) Pengamatan nilai aw dilakukan secara optimasi (tidak dilakukan pada semua sampel), sehingga tidak dilakukan uji statistik

Tabel 13. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap nilai L warna kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Konsentrasi kitosan (K) Nilai L warna K1 = 0% 74,95± 8,2179 K2 = 1% 75,50 ± 5,4469 K3 = 2% 75,14± 0,7023 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan dengan huruf besar yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan uji LSR.

Tabel 14. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap nilai aw kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Konsentrasi kitosan (K) Nilai aw* K1 = 0% 0,87 K2 = 10% 0,91 K3 = 20% 0,93 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan *) Pengamatan nilai aw dilakukan secara optimasi (tidak dilakukan pada semua sampel), sehingga tidak dilakukan uji statistik

Warna (Nilai L)

Nilai L warna (lightness) kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat dengan perbandingan 80% : 20% serta beberapa konsentrasi karagenan dan kitosan dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis ragam pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa konsentrasi karagenan yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai L warna

(lightness) kwetiau. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap warna (lightness)

42

kwetiau dapat dilihat pada Gambar 10. Warna karagenan komersil yang dibeli memiliki warna putih kekuningan sesuai yang terlampir di komposisi karagenan komersil. Komposisi karagenan komersil dapat dilihat pada Lampiran 21. Hal inilah yang menyebabkan semakin banyak konsentrasi karagenan yang ditambahkan ke dalam kwetiau menyebabkan kecerahan (lightness) kwetiau menjadi semakin menurun nilainya.

Gambar 10. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap warna (lightness) kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

Aktivitas air (aw)

Aktivitas air/aw (water activity) merupakan kadar air bebas yang sangat menentukan pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri tumbuh pada nilai aw sekitar

0,91, kapang dan khamir tumbuh pada nilai aw sekitar 0,61 (Jay, dkk., 2005).

Hasil pengujian nilai aw dengan menggunakan metode optimasi yakni dengan menguji kwetiau yang terbuat dari konsentrasi kitosan 1% dengan berbagai konsentrasi karagenan (0, 10, 20 dan 30 %). Setelah didapatkan aw terendah, yakni kwetiau dengan konsentrasi karagenan 0%, maka dilanjutkan dengan pengujian aw kwetiau yang terbuat dari konsentrasi karagenan 0% dengan berbagai konsentrasi

43

kitosan (0, 1, dan 2 %). Kwetiau yang miliki aw terendah adalah kwetiau dengan konsentrasi karagenan 0% dan kitosan 1%.

Tabel 12 dan Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan konsentrasi kitosan dan karagenan akan meningkatkan nilai aw produk kwetiau. Tabel 12 dan Tabel 14 juga menunjukkan bahwa kwetiau tanpa penambahan karagenan dan kitosan (0%), justru memiliki nilai aw yang lebih rendah daripada produk kwetiau yang ditambahkan karagenan dan kitosan. Hal ini karena penambahan karagenan menyebabkan terjadinya seneresis yaitu suatu fenomena dimana keluarnya cairan dari gel sehingga gel mengerut dan prosesnya dipengaruhi oleh waktu (Darmawan, dkk., 2014). Pengeluaran air dari kwetiau terhitung sebagai air bebas pada pengukuran aw. Kwetiau yang diberi konsentrasi karagenan dan kitosan yang semakin tinggi juga menunjukkan penampakan visual yang basah. Hasil pengamatan dari Tabel 12 dan Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan yang menghasilkan kwetiau dengan aw terendah dalam penelitian ini adalah 0% karagenan dan 1% kitosan.

Karakteristik Kimia Kwetiau Dari Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat Serta Beberapa Konsentrasi Karagenan dan Kitosan

Karakteristik kimia kwetiau yang diamati meliputi komposisi proksimat

(kadar air, kadar lemak, dan kadar abu), serta kadar serat kasar. Pengaruh konsentrasi kitosan dan karagenan terhadap karakteristik kimia dari kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat dengan perbandingan 80%:20%, dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel

16.

44

Tabel 15. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap karakteristik kimia kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Parameter kimia Konsentrasi karagenan (G) G1 = 0% G2 = 10% G3 = 20% G4 = 30% Kadar air (%) 63,6570 64,6645 64,9036 64,7449 Kadar lemak (%) 2,7091c,C 8,9821a,A 4,6329b,B 2,9405c,C Kadar abu (%) 0,0375d,D 2,2142c,C 4,5655b,B 5,2333a,A Kadar serat kasar b,B 1,7389 3,8493a,A 2,0337b,B 0,9229c,C (%) Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan dengan huruf besar yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan uji LSR.

Tabel 16. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap karakteristik kimia kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Parameter kimia Konsentrasi kitosan (K) K1 = 0% K2 = 1% K3 =2% Kadar air (%) 63,3672 65,2939 64,8164 Kadar lemak (%) 4,1779b,B 4,9523a,A 5,3182a,A Kadar abu (%) 2,2197c,C 3,1505b,B 3,6677a,A Kadar serat kasar (%) 1,5721b,B 2,3827a,A 2,4537a,A Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan dengan huruf besar yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan uji LSR.

Kadar air

Hasil analisis ragam pada Lampiran 8 menunjukkan konsentrasi karagenan maupun kitosan yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap kadar air kwetiau. Hal ini disebabkan perbandingan tepung dengan air yang ditambahkan adalah sama untuk setiap perlakuan yakni sebesar 1

: 2 sehingga kadar airnya tidak berbeda nyata. Kadar air awal tepung beras tergelatinisasi adalah 9,2601 ± 0,0308 (%) dan kadar air pati ubi kayu termodifikasi propionat adalah 12,7686 ± 0,2504 (%). Bila ditambahkan dengan air sewaktu pemasakan kwetiau, maka kadar airnya naik 50% menjadi ±60%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16.

45

Kadar lemak

Tabel 15 dan Tabel 16 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi karagenan dan kitosan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak kwetiau. Hasil analisis ragam pada Lampiran 9 menunjukkan interaksi antara konsentrasi kitosan dan karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar lemak kwetiau. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan tehadap kadar lemak kwetiau dapat dilihat pada

Gambar 11 dan Gambar 12.

Minyak dapat terikat dalam matriks gel yang dibentuknya (Yakhin, dkk.,

2008) sehingga penambahan konsentrasi karagenan 10% meningkatkan kadar lemak kwetiau. Namun karagenan yang termasuk ke dalam jenis serat karena mengandung polisakarida dan bersifat hidrofilik (Prakongpan, dkk., 2002). Hal ini menyebabkan daya mengikat lemaknya lebih lemah dibanding dengan daya mengikat airnya sehingga kadar lemak kembali menurun pada penambahan konsentrasi karagenan 20% dan 30%. Hal ini sesuai dengan penelitian Ariyani

(2005) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi karagenan yang ditambahkan maka semakin banyak lemak yang terlepas sehingga stabilitas emulsinya rendah.

Dari hasil penelitian Tharanathan dan Kittur (2003), menunjukkan bahwa kitosan mampu mengikat ion seperti asam lemak dan asam empedu. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi kitosan akan meningkatkan kadar lemak kwetiau.

46

Gambar 11. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap kadar lemak kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

Gambar 12. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kadar lemak kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

Kadar abu

Tabel 15 dan Tabel 16 menunjukkan konsentrasi karagenan dan kitosan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu kwetiau.

Hasil analisis ragam pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi karagenan dan kitosan yang ditambahkan memberikan pengaruh

47

berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu kwetiau. Pengaruh interaksi konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau dapat dilihat pada

Tabel 17 dan Gambar 13.

Tabel 17. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Kadar abu (%) Konsentrasi Rataan Konsentrasi kitosan (K) karagenan (G) (G) K1 = 0% K2 = 1% K3 =2% f,D f,D f,D d,D G1 = 0% 0,0353 0,0673 0,0100 0,0375 de,C de,C d,C c,C G2 = 10% 2,1082 2,0121 2,5223 2,2142 e,C de,B a,A b,B G3 = 20% 1,5292 4,8808 7,2864 4,5655 bc,B b,B c,B a,A G4 = 30% 5,2060 5,6417 4,8521 5,2333 Rataan (K) 2,2197c,C 3,1505b,B 3,6677a,A Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan dengan huruf besar yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan uji LSR.

Tabel 17 menunjukkan pada kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi asam propionat tanpa penambahan karagenan memiliki kandungan abu (mineral) yang lebih rendah, dan penambahan konsentrasi kitosan pada perlakuan tanpa karagenan ini memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Pada konsentrasi karagenan 10%, peningkatan konsentrasi kitosan juga memberi pengaruh yang berbeda tidak nyata.Tetapi pada konsentrasi karagenan 20%, peningkatan konsentrasi kitosan secara sangat nyata meningkatkan kandungan abu (mineral) kwetiau, sedangkan pada konsentrasi karagenan 30%, peningkatan kadar abu hanya terjadi pada penambahan kitosan

1% dan kembali menurun pada penambahan kitosan 2%.

48

Gambar 13. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

Gambar 13 menunjukkan secara umum peningkatan konsentrasi karagenan akan meningkatkan kadar abu dan ini terjadi pada semua konsentrasi kitosan, tetapi penambahan konsentrasi kitosan lebih dari 1% cenderung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu produk kwetiau yang dihasilkan, kecuali pada konsentrasi karagenan 20%. Karagenan komersil yang dibeli pada dasarnya sudah mengandung 20% kadar abu. Hal ini sesuai juga dengan literatur

Suryaningrum (1998) yang menyatakan karagenan mengandung kandungan abu sekitar 15-40% dan juga kandungan mineral seperti Na, K, Ca, Iodine dan senyawa kecil lainnya. Kitosan komersil mengandung kadar abu sebesar 0,94%.

Menurut Renuga et al., (2013) dalam Fauziah, dkk., (2015) menyatakan kitosan mengandung mineral seperti kalsium 5,3 g, besi 1,14 mg, sulfat 20,2 mg,

49

magnesium 160 mg, fosfor 869 mg, sodium 22,4 mg, dan potasium 13,4 mg.

Kadar abu kitosan (%) dapat dilihat pada Lampiran 21. Kutikula kulit udang banyak mengandung mineral (Kurniasih dan Kartika, 2011) sehingga bisa meningkatkan kadar abu bila kitosan tidak terdemineralisasi dengan baik.

Kadar serat kasar

Tabel 15 dan Tabel 16 menunjukkan konsentrasi karagenan dan kitosan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar kwetiau. Hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi karagenan dan kitosan yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar kwetiau.

Pengaruh interaksi konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau dapat dilihat pada Tabel 18 dan Gambar 14.

Tabel 18. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar serat kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Kadar serat kasar (%) Konsentrasi Konsentrasi kitosan (K) Rataan karagenan (G) (G) K1 = 0% K2 = 1% K3 =2% f,F d,D b,B b,B G1 = 0% 0,2844 1,5890 3,3433 1,7389 b,B a,A b,B a,A G2 = 10% 3,3247 4,5612 3,6620 3,8493 c,C c,C d,D b,B G3 = 20% 2,1857 2,5121 1,4031 2,0337 ef,EF e,E d,DE c,C G4 = 30% 0,4937 0,8685 1,4064 0,9229 Rataan (K) 1,5721b.B 2,3827a,A 2,4537a,A Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan dengan huruf besar yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan uji LSR.

Interaksi antara konsentrasi karagenan dan konsentrasi kitosan dapat meningkatkan kadar serat pada kwetiau. Konsentrasi karagenan 0% dan 30% menunjukkan peningkatan kadar serat yang selaras dengan pemberian konsentrasi kitosan 1% dan 2% (Gambar 14). Menurut hasil penelitian Ulfah (2009)

50

menyatakan penambahan karagenan 0,5% dalam mie menghasilkan serat pangan total 3,14% untuk mie iota karagenan dan 3,33% untuk mie kappa karagenan.

Inilah yang menyebabkan penambahan karagenan terhitung juga sebagai serat kasar juga pada kwetiau.

Kitosan memiliki sifat non toksik, polimer yang mudah terurai secara biologis dan sangat mirip dengan selulosa (Gandasasmita, 2009). Hal inilah yang menyebabkan penambahan konsentrasi kitosan ke dalam kwetiau juga terhitung sebagai serat kasar.

Gambar 14. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar serat kasar kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

Serat pangan (dietary fiber) berbeda dengan serat kasar (crude fiber).

Perbedaannya adalah istilah serat pangan merupakan semua polisakarida yang

51

tidak terhidrolisa oleh kerja sekresi usus manusia tapi serat kasar merupakan sisa hasil hidrolisis bahan pangan dengan asam kuat dan basa kuat sehingga selulosa dan hemiselulosa hilang sekitar 50% dan 85% sementara serat pangan masih mengandung komponen yang hilang tadi. Nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan, kurang lebih hanya seperlima dari seluruh nilai serat pangan

(Kusharto, 2006). Hal ini yang menyebabkan terjadi penurunan nilai serat kasar produk kwetiau dengan semakin meningkatnya konsentrasi karagenan dan kitosan.

Karakteristik Sensori Kwetiau Dari Tepung Beras Tergelatinisasi dan Pati Ubi Kayu Termodifikasi Propionat Serta Beberapa Konsentrasi Karagenan dan Kitosan

Karakteristik sensori kwetiau yang diamati meliputi warna, aroma, dan rasa dengan menggunakan uji hedonik, sedangkan tekstur menggunakan uji skor.

Pengaruh konsentrasi kitosan dan karagenan terhadap karakteristik sensori dari kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat dengan perbandingan 80%:20%, dapat dilihat pada Tabel

19 dan Tabel 20.

Tabel 19. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap karakteristik sensori kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Parameter Konsentrasi karagenan (G) sensori G1 = 0% G2 = 10% G3 = 20% G4 = 30% Warna 3,5185c,B 3,5975bc,AB 3,6889ab,A 3,7259a,A Aroma 3,3705b,B 3,3630b,B 3,6593a,A 3,7185a,A Tekstur 3,3778 3,3704 3,2518 3,4148 Rasa 3,3704a,A 3,3111a,A 3,1926a,A 3,0148b,B Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan dengan huruf besar yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan uji LSR. Karakteristik sensori diuji dengan uji hedonik skala 1-5 (sangat tidak suka-sangat suka untuk warna, aroma dan rasa, serta sangat tidak kenyal-sangat kenyal untuk tekstur)

52

Tabel 20. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap karakteristik sensori kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Parameter Konsentrasi kitosan (K) sensori K1 = 0% K2 = 1% K3 = 2% Warna 3,6000 3,6593 3,6389 Aroma 3,4944 3,5556 3,5334 Tekstur 3,4055 3,2667 3,3889 Rasa 3,2222 3,2611 3,1833 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan. Karakteristik sensori diuji dengan uji hedonik skala 1-5 (sangat tidak suka-sangat suka untuk warna, aroma dan rasa, serta sangat tidak kenyal-sangat kenyal untuk tekstur)

Hasil uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Warna

Karakteristik warna kwetiau yang diinginkan oleh setiap konsumen adalah berwarna putih. Tabel 19 menunjukkan bahwa konsentrasi karagenan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik warna kwetiau.

Tabel 20 menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik warna kwetiau. Interaksi antara konsentrasi karagenan dan kitosan juga memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap nilai hedonik warna kwetiau (Lampiran 14). Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap nilai hedonik warna kwetiau dapat dilihat pada

Gambar 15. Karagenan menghasilkan warna kwetiau yang kekuningan disukai oleh panelis. Warna kekuningan kwetiau ini berasal dari warna karagenan komersil yakni berwarna kekuningan. Hal ini juga dapat dilihat dari menurunnya nilai L (lightness) kwetiau dengan meningkatnya konsentrasi karagenan (Gambar

10). Panelis yang kebanyakan sudah terbiasa mengonsumsi kwetiau yang dimasak dengan kecap hitam sehingga merasa warna kwetiau yang berwarna putih

53

kekuningan ini menjadi lebih menarik untuk dilihat. Warna makanan yang terlihat alamiah dapat meningkatkan cita rasa (Winarno, 1984).

Gambar 15. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap nilai hedonik warna kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

Aroma

Aroma khas kwetiau pada umumnya lebih didominasi oleh aroma khas beras. Tabel 19 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi karagenan yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik aroma kwetiau. Tabel 19 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi karagenan yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap nilai hedonik aroma kwetiau. Tabel 20 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi kitosan yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik aroma kwetiau. Hasil analisis ragam pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa interaksi antara berbagai konsentrasi karagenan dan kitosan yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik aroma kwetiau. Pengaruh interaksi

54

konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap uji hedonik aroma kwetiau dapat dilihat pada Tabel 21 dan Gambar 16.

Tabel 21. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap nilai hedonik aroma kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Nilai hedonik aroma Konsentrasi Konsentrasi kitosan (K) Rataan karagenan (G) (G) K1 = 0% K2 = 1% K3 =2% d,D d,CD ab,AB b,B G1 = 0% 3,2000 3,3111 3,6003 3,3705 cd,CD bc,BC d,CD b,B G2 = 10% 3,3333 3,4889 3,2667 3,3630 a,AB a,A ab,AB a,A G3 = 20% 3,6889 3,6889 3,6000 3,6593 a,A a,A ab,AB a,A G4 = 30% 3,7556 3,7333 3,6667 3,7185 Rataan (K) 3,4944 3,5556 3,5334 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan dengan huruf besar yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1% dengan uji LSR.

Gambar 16. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap nilai hedonik aroma kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

Tabel 21 dan Gambar 16 menunjukkan peningkatan konsentrasi karagenan pada semua tingkat penambahan kitosan cenderung meningkatkan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma kwetiau yang dihasilkan. Akan tetapi

55

peningkatan konsentrasi kitosan secara tersediri memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai hedonik aroma kwetiau. Dari Tabel 21, ada perbedaan sangat nyata untuk pengaruh interaksi antara konsentrasi karagenan dan kitosan, bisa terlihat bahwa terjadi peningkatan kesukaan panelis terhadap aroma kwetiau seiring dengan meningkatnya konsentrasi kitosan pada tiap-tiap konsentrasi karagenan. Hal ini terjadi karena karagenan pada umumnya memiliki aroma khas yang amis, oleh sebab itu seiring dengan penambahan konsentrasi karagenan maka aroma kwetiau yang pada umumnya didominasi oleh aroma beras menjadi semakin diperkaya dengan aroma khas karagenan sehingga disukai oleh panelis.

Menurut Winarno (1984), aroma merupakan daya tarik melalui indra penciuman sehingga dapat meningkatkan selera makan. Kitosan yang berfungsi sebagai agen fungistatik mampu menghalangi pertumbuhan mikroba sehingga aroma kwetiau yang khas beras masih terjaga dan disukai oleh panelis. Menurut Rismana (2006) sifat biologi kitosan adalah bersifat biokompatibel (tidak mempunyai efek samping, tidak beracun karena tidak dapat dicerna dan mudah diuraikan mikroba), serta bersifat fungistastik, hemostatik, spermisidal, antikolesterol dan antitumor.

Rasa

Rasa khas kwetiau pada umumnya didominasi oleh rasa beras. Tabel 19 menunjukkan bahwa konsentrasi karagenan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik rasa kwetiau. Tabel 20 menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik rasa kwetiau. Interaksi antara konsentrasi karagenan dan kitosan juga memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik

56

rasa kwetiau (Lampiran 17). Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap nilai hedonik rasa kwetiau dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap uji hedonik rasa kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

Rasa kwetiau dengan konsentrasi karagenan yang tinggi menyebabkan aftertaste yang pahit. Karagenan komersial yang dibeli memiliki kandungan total sulfat 19%, kandungan As ≤3 mg/kg, Pb ≤ 5 mg/kg, Cd ≤1 mg/kg, dan

Hg ≤ 1 mg/kg sehingga semakin banyak konsentrasi karagenan yang ditambahkan ke kwetiau, juga akan mempengaruhi rasa kwetiau yang dihasilkan akibat komposisi non-pangan yang dikandungnya. Hal ini menyebabkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa kwetiau juga semakin berkurang.

Tekstur

Tekstur kwetiau pada umumnya kenyal (elastik). Tabel 19 dan Tabel 20 menunjukkan bahwa konsentrasi karagenan dan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai skor tekstur kwetiau. Tetapi hasil analisis ragam pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa interaksi antara

57

berbagai konsentrasi karagenan dan kitosan yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap uji skor tekstur kwetiau. Pengaruh interaksi konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap uji skor tekstur kwetiau dapat dilihat pada Tabel 19 dan Gambar 18.

Tabel 22. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap nilai skor tekstur kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat Nilai skor tekstur Konsentrasi Konsentrasi kitosan (K) Rataan karagenan (G) (G) K1 = 0% K2 = 1% K3 =2% a b a G1 = 0% 3,5555 3,0444 3,5333 3,3778 ab a a G2 = 10% 3,2222 3,4222 3,4667 3,3704 a ab b G3 = 20% 3,4667 3,2000 3,0889 3,2518 ab a a G4 = 30% 3,3778 3,4000 3,4667 3,4148 Rataan (K) 3,4055 3,2667 3,3889 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

Gambar 18. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap skor tekstur kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

58

Tabel 22 menunjukkan bahwa, peningkatan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai skor tekstur kwetiau pada semua konsentrasi kitosan, meskipun terdapat kecenderungan adanya peningkatan nilai tekstur dengan meningkatnya konsentrasi karagenan. Meskipun tidak terdapat pola yang teratur untuk pengaruh konsentrasi kitosan terhadap nilai skor tekstur, tetapi ada kecenderungan peningkatan konsentrasi kitosan dapat meningkatkan nilai skor tekstur. Menurut Fardiaz (1989) menyatakan hidrokoloid dapat meningkatkan kekompakan dan kerekatan sifat bahan. Karagenan yang termasuk dalam golongan hidrokoloid ini dapat berinteraksi dengan makromolekul sehingga membentuk ikatan double helix yang mengikat rantai menjadi jaringan tiga dimensi. Inilah proses pembentukan gel dengan menggunakan karagenan sehingga tekstur kwetiau menjadi lebih kenyal. Kitosan juga memiliki efek pengembangan bahan sehingga kwetiau menjadi lebih kenyal, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lukitasari dkk. (2007) menunjukkan bahwa bakso yang direndam dengan kitosan tidak hanya tahan selama kurang lebih tiga hari tanpa adanya perubahan warna, rasa, tekstur dan bau yang berarti. Namun pada hari keempat malah terjadi kenaikan kekenyalan (tekstur). Menurutnya, ini terjadi karena kitosan mempunyai efek pengembang pada bahan sehingga tekstur bakso tadi lebih kenyal.

Pada Tabel 22 dan Gambar 18 dapat dilihat bahwa nilai skor tekstur berbeda tertinggi justru diperoleh pada kombinasi perlakuan G1K1 (tanpa penambahan karagenan dan kitosan). Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu yang dimodifikasi dengan asam propionat saja sebenarnya sudah cukup untuk memberikan tekstur kenyal pada

59

produk kwetiau. Hal ini sesuai dengan literatur Hustiany (2006) yang menyatakan pati hidrolisis asam berfungsi untuk membentuk gel kuat, viskositas rendah dan retrogradasi tinggi pada produk yang dihasilkan.

Pemilihan Komposisi Tepung Komposit yang Menghasilkan Kwetiau Dengan Mutu Terbaik

Berdasarkan hasil pengujian parameter mutu kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu termodifikasi asam propionat dengan penambahan karagenan dan kitosan pada berbagai konsentrasi, maka dilakukan pemilihan konsentrasi karagenan dan kitosan terbaik yang menghasilkan kwetiau dengan mutu fisik dan kimia yang baik serta karakteristik sensori yang dapat diterima. Kombinasi perlakuan kwetiau dengan konsentrasi karagenan 0% merupakan kwetiau dengan nilai kadar air bebas terendah sehingga diharapkan dapat memperpanjang umur simpan kwetiau yang dihasilkan. Kwetiau dengan tanpa penambahan karagenan juga memiliki aroma dan warna yang paling disukai oleh panelis, dan bertekstur kenyal. Oleh sebab itu, diperlukan pengujian lanjutan perbedaan konsentrasi kitosan terhadap umur simpan kwetiau terbaik.

Penentuan Umur Simpan dan Karakteristik Sensori Kwetiau Terbaik Dibandingkan Kwetiau Komersial

Penambahan kitosan pada produk kwetiau bertujuan untuk meningkatkan umur simpan dari kwetiau. Umumnya produk kwetiau yang dibuat tanpa menggunakan bahan pengawet umur simpannya hanya 1-2 hari. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pengamatan umur simpan produk kwetiau yang ditambahkan kitosan dengan konsentrasi yang berbeda. Penentuan umur simpan dilakukan berdasarkan karakteristik mikrobiologis dari kwetiau. Batas umur

60

simpan kwetiau adalah saat total mikroba yang terdapat di dalam kwetiau melebihi batas maksimum yang disyaratkan dalam SNI mie basah (SNI 2016-90) yakni sebesar 1,0 x 106 koloni/g.

Karakteristik mikrobiologis kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat serta beberapa konsentrasi kitosan

Kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu termodifikasi dan ditambah kitosan dengan 3 tingkat konsentrasi yang berbeda kemudian disimpan selama 3 hari, dan diamati mutu mikrobiologisnya dengan cara pengamatan total mikroba menggunakan metode Total Plate Count

(TPC). Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap total mikroba kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 23 dan Gambar 19.

Tabel 23. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap total mikroba produk kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu termodifikasi propionat, dan penambahan beberapa konsentrasi kitosan selama 3 hari penyimpanan Total mikroba (logCFU/g) Konsentrasi Lama penyimpanan (L) Rataan kitosan (K) (K) L1 = 1 hari L2 = 2 hari L3 = 3 hari

K1 = 0% 4,6041 5,0323 5,9045 5,1803 K2 = 1% 4,0977 4,5513 5,1401 4,5964 K3 = 2% 3,2499 4,0977 4,6471 3,9982 Rataan (L) 3,9839 4,5604 5,2306

Dari Tabel 23 dan Gambar 19 dapat dilihat bahwa semakin lama hari penyimpanan maka semakin tinggi total mikroba, tetapi peningkatan konsentrasi kitosan akan membuat total mikroba lebih rendah. Menurut Imansyah (2006) dalam Satyajaya dan Nawansih (2008) menyatakan kapang dan bakteri dapat tumbuh selama penyimpanan mie basah dalam suhu kamar karena ketersediaan air dan nutrisi juga telah mengalami dekomposisi sehingga dapat digunakan sebagai

61

media pertumbuhan kapang dan bakteri. Pemberian kitosan pada kwetiau mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Penelitian Satyajaya dan Nawansih (2008) menunjukkan bahwa kitosan masih kurang berkemampuan untuk menghambat pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri walaupun kitosan memiliki enzim lisozim dan gugus aminopolisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini dikarenakan kitosan memiliki sifat yang sedikit sekali larut dalam air sehingga permukaan mie basah mulai ditumbuhi kapang yang berwarna hitam, hijau, maupun kuning sewaktu penyimpanan di atas 48 jam.

Gambar 19. Pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap total mikroba pada kwetiau dari campuran tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat (± error bar (standar deviasi))

Menurut Chung, dkk., (2004) kitosan lebih efektif dalam mencegah pertumbuhan bakteri gram negatif daripada bakteri gram positif. Contoh bakteri gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella typhimurium.

Contoh bakteri gram positif adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus faecalis. Ion positif kitosan lebih berkemampuan untuk mencegah pertumbuhan

62

bakteri. Hal ini disebabkan karena ion negatif yang terdapat pada permukaan sel bakteri gram negatif mudah dimasuki oleh kitosan.

Dari hasil di atas dapat terlihat bahwa setelah 3 hari penyimpanan, kwetiau dengan konsentrasi kitosan 2% memiliki rataan nilai total mikroba yang dihitung dengan metode Total Plate Count (TPC) adalah sebesar 4,6471 logCFU/g

(8,5 x 105 koloni/g). Nilai ini masih berada di bawah nilai total mikroba maksimum SNI mie basah (SNI 2016-90) yaitu maksimum 6 logCFU/g

(1,0 x 106 koloni/g).

Karakteristik sensori kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan karagenan, kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi dibandingkan dengan kwetiau komersial

Pengujian karakteristik sensori kwetiau dilakukan dengan cara membandingkannya dengan kwetiau komersial yang dibuat dari tepung beras

100%, menggunakan uji segitiga (triangle test). Pada uji segitiga ini digunakan 2 sampel perlakuan terbaik G1K2 (karagenan 0% dan kitosan 2%) dengan 1 sampel dari kwetiau lokal. Panelis diminta untuk menentukan sampel kwetiau mana yang berbeda, baik dari segi warna, aroma, rasa dan tekstur. Tujuan dari pengujian metode segitiga ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara sampel lokal dengan sampel hasil penelitian. Hasil uji segitiga dapat dilihat pada Tabel 24.

Dari Tabel 24 dapat terlihat bahwa untuk atribut warna, kwetiau sampel dengan kwetiau pasaran berbeda nyata pada tingkat 0,1%, untuk atribut aroma dan rasa, kwetiau sampel dengan kwetiau pasaran berbeda nyata pada tingkat 1% dan untuk atribut tekstur, kwetiau penelitian dengan kwetiau pasaran berbeda tidak nyata karena jumlah panelis yang mampu menjawab dengan tepat contoh yang

63

berbeda belum memenuhi jumlah yang ditetapkan. Penetapan perbedaan berbeda nyata dapat dilihat pada Lampiran 19 yang menyatakan jumlah terkecil dari respon panelis yang tepat untuk menyatakan beda nyata pada uji segitiga. Hasil ini menunjukkan bahwa, kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu modifikasi dan penambahan kitosan 2% memiliki warna, aroma, dan rasa yang berbeda dengan kwetiau komersial, tetapi teksturnya tidak memiliki perbedaan dengan kwetiau komersial. Kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi, pati ubi kayu modifikasi dan penambahan kitosan 2% memiliki karakteristik sensori yang disukai oleh panelis.

Tabel 24. Hasil uji segitiga kwetiau yang dibuat dari tepung beras tergelatinisasi dan pati ubi kayu termodifikasi propionat tanpa penambahan karagenan (0%) dan kitosan 2% dibandingkan dengan kwetiau yang dibuat dari 100% tepung beras (kwetiau komersial)

Warna Aroma Rasa Tekstur Panelis S P S S P S S P S S P S P1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 P2 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 P3 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 P4 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 P5 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 P6 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 P7 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 P8 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 P9 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 P10 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 P11 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 P12 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 P13 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 P14 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 P15 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 Jumlah 0 14 1 1 11 3 0 11 4 4 7 4 *) S = sampel, P = pembanding

.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengembangan kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penambahan karagenan pada campuran tepung beras tergelatinisasi dan

pati ubi kayu yang dimodifikasi dengan asam propionat menyebabkan

peningkatan daya serap air tepung campuran sehingga sewaktu dimasak

dapat meningkatkan volume kwetiau, sedangkan tidak berbeda nyata

terhadap daya serap minyak tepung campuran.

2. Konsentrasi karagenan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

(P<0,01) terhadap karakteristik fisik (nilai kecerahan), karakteristik kimia

(kadar lemak, kadar abu dan kadar serat kasar), dan karakteristik sensori

(warna, aroma, rasa), tetapi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata

terhadap kadar air dan nilai skor tekstur.

3. Konsentrasi kitosan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap

karakteristik fisik kwetiau seperti nilai L (lightness), memberikan

pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap karakteristik kimia

(kadar lemak, kadar abu dan kadar serat kasar), dan memberikan pengaruh

berbeda tidak nyata terhadap karakteristik sensori (warna, aroma, rasa, dan

tekstur) kwetiau.

4. Interaksi antara konsentrasi karagenan dan kitosan memberikan pengaruh

berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap karakteristik fisik (nilai kecerahan

64

65

warna), memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

karakteristik kimia (kadar abu dan kadar serat kasar), dan sensori (aroma),

berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai skor tekstur, tetapi berbeda tidak

nyata terhadap kadar air dan kadar lemak, serta nilai hedonik warna dan

rasa.

5. Hasil pengujian kwetiau dengan metode segitiga menunjukkan bahwa

kwetiau yang dihasilkan berbeda sangat nyata pada tingkat 0,1% terhadap

atribut warna, berbeda nyata pada tingkat 1 % untuk atribut aroma dan

rasa, dan tidak berbeda nyata untuk atribut tekstur.

6. Penggunaan tepung beras tergelatinisasi 80% dan pati ubi kayu

termodifikasi propionat sebanyak 20 % mampu menghasilkan tekstur

kwetiau yang kenyal, meskipun tanpa penambahan karagenan.

7. Dari segi mutu fisika, kimia dan sensori, kwetiau perlakuan terbaik adalah

kwetiau yang dibuat dari campuran tepung beras tergelatinisasi 80% dan

pati ubi kayu termodifikasi 20% tanpa penambahan karagenan (0%) dan

2% kitosan.

8. Penambahan karagenan dapat meningkatkan nilai aktivitas air (aw) dan

mempercepat kerusakan kwetiau basah. Kwetiau dengan penambahan pati

ubi kayu termodifikasi saja sudah cukup berperan sebagai agen pengental.

9. Penambahan kitosan dengan konsentrasi 2% mampu mempertahankan

mutu kwetiau selama penyimpanan, dengan jumlah total mikroba setelah 3

hari penyimpanan sebesar 4,6471 logCFU/g (8,5 x 105 koloni/g), dan ini

masih berada di bawah batas maksimum yang disyaratkan dalam SNI mie

basah yakni 6 logCFU/g (1,0 x 106 koloni/g).

66

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai total pati resisten yang

dikandung oleh kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan

penambahan kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi sehingga dapat

memastikan bahwa kwetiau dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes.

2. Pada penelitian selanjutnya, kwetiau hendaknya dibuat dalam bentuk

kering. Hal ini bertujuan untuk lebih dapat memperpanjang umur simpan

kwetiau bila dalam keadaan kering daripada basah.

DAFTAR PUSTAKA

Adlina, F. B. 2008. Kombinasi pragelatinisasi pati singkong propionat dan hidroksipropil metilselulosa sebagai matriks tablet mengapung. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Alsuhendra dan Ridawati. 2012. Pengaruh modifikasi secara pregelatinisasi, asam dan enzimatis tehadap sifat fungsional tepung umbi gembili (Discorea esculenta). Skripsi. Universitas Negeri Jakarta. Jakarta.

Angeline. 2013. Benefits of Eucheuma cottonii (a.k.a. sea bird nest). http://www.everydayfoodilove.com. [Diakses pada 3 April 2014].

Anggadireja, J. T., Zatnika, A., Purwoto H., dan Istini, S. 2006. Rumput Laut. Jakarta, Penebar Swadaya.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. Washington : AOAC.

Ariyani, F. R. 2005. Sifat fisik dan palatabilitas sosis daging sapi dengan penambahan karagenan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Bangun, M. K. 1991. Perancangan Percobaan untuk Menganalisis Data Bagian Biometri. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Ceamsa. 2001. Gelation in carrageenan. http://www.ceamsa.com [Diakses pada 28 April 2014].

Chung, Y. C., Su, Y. P., Chen, C. C. Jia, G. Wang, H. L. Wu, J. G. C., and Lin, J. G. 2004. Relationship between antibacterial activity of chitosan and surface characteristics of cell wall. Acta Pharmacologica Sinica. 25 (7): 932-936.

Darmawan, M., Peranginangin, R., Syarief, R., Kusumaningrum, I., dan Fransiska, D. 2014. Pengaruh penambahan karaginan untuk formulasi tepung puding instan. JPB Perikanan. 9(1) : 83-95.

Direktorat Depkes RI. 1990. Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

67

68

Eliasson, A. C., 2004. Starch in Food, Structure, Function, and Application. CRC- Press, Washington.

FAO. 2013. Cassava. Food And Agriculture Organization Of The United Nations.

Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Fauziah, E., Widowati, E., dan Atmaka, W. 2014. Kajian karakteristik sensoris dan fisikokimia fruit leather pisang tanduk (musa corniculata) dengan penambahan berbagai konsentrasi karagenan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 4(1) : 11-16.

Gandasasmita, H. D. P. 2009. Pemanfaatan kitosan dan karagenan pada produk sabun cair. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hardoko, Saputra, T. I., dan Anugrahati, N. A. 2013. Karakteristik kwetiau yang ditambah tepung tapioka dan rumput laut Gracilaria gigas harvey. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 18(2) : 1-11.

Hargono, Abdullah dan Sumantri, I. 2008. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang serta aplikasinya dalam mereduksi kolesterol lemak kambing. Reaktor. 12(1) : 1-5.

Hatta, R. 2012. Studi pembuatan dari rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan penambahan kacang hijau (Phaseolus eureus). Skripsi. Universitas Hasanuddin. .

Herawati, H. 2012. Teknologi proses produksi food ingredient dari tapioka termodifikasi. Jurnal Litbang Pertanian. 3(2) : 1-9.

Hidayat, B., Ahza, A. B. B., dan Sugiyono. 2007. Karakterisasi tepung ubi jalar (Ipmoea batatas l.) varietas shiroyutaka serta kajian potensi penggunaannya sebagai sumber pangan karbohidrat alternatif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 18(1) : 32-39.

Hudson, S. M. dan Smith, C. 1998. Polysaccharide: Chitin and Chitosan: Chemistry and Technology of Their Use As Structural Material. Biopolymers From Renewable Resource. New York, Springer-Verlag.

Hustiany, R. 2006. Modifikasi asilasi dan suksinilasi pati tapioka sebagai bahan enkapsulasi komponen flavor. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

69

Hustiany, R., Fardiaz, D., Apriyantono, A., dan Andarwulan, N. 2005. Modifikasi asilasi dan suksinilasi pati tapioka. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14(3) : 1-9.

Hwang, J. 2013. Synthesis and characterization of chitosan from shells. Undergraduate Thesis. Universiti Tunku Abdul Rahman. Malaysia.

Imanningsih, N. 2012. Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung-tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan. Panel Gizi Makan. 35(1) : 13-22.

Jacobs, H. dan Delcour, J. A. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch, with retention of the granular structure: a review. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 46(8) : 2895−2905.

Jay, J. M., Loessner, M. J., dan Golden, D. A. 2005. Modern Food Microbiology. Seventh Edition. Springer, USA.

Kadi A., dan Atmadja, W. S. 1988. Rumput laut jenis algae. reproduksi, produksi, budidaya dan pasca panen. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Jakarta: Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Karaindo. 2015. Carageenan/Karaginan. http://karaindo.com. [Diakses pada 26 Mei 2015].

Kasim, S. R. 2004. Pengaruh perbedaan konsentrasi dan lamanya waktu pemberian rumput laut E. cottoni terhadap kadar lipid serum darah tikus. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

Kurniasih, M. dan Kartika, D.. 2011. Sintesis dan karakterisasi fisika-kimia kitosan. Jurnal Inovasi. 5(1) : 42-48.

Kusharto, C. M. 2006. Serat makanan dan peranannya bagi kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan. 1(2) :45-54.

Liang, X. dan King, J. M. 2003. Pasting and crystalline property differences of commercial and isolated rice starch with added amino acids. Journal of Food Science. 68(3) : 832-838.

Lukitasari, Marheny, Primiani dan Novi, C. 2007. Pemanfaatan limbah udang (chitosan) sebagai pengawet alami pada uji organoleptik dan lama penyimpanan bakso. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI. Madiun.

Milani, J. dan Maleki, G. 2012. Food Industrial Processes – Methods and Equipment. InTech, Croatia.

70

Munarso, S. J. dan Haryanto, B. 2008. Teknologi Pengolahan Mie. Iptek.net.id. 1-8.

Murtiningrum, Bosawer, E. F., Istalaksana, P., dan Jading, A. 2012. Karakterisasi umbi dan pati lima kultivar ubi kayu. Jurnal Agroteknologi. 3(1) : 1-10.

Ngamnikom, P. dan Songserpong, S. 2011. the effects of freeze dry, and wet grinding processes on rice flour properties and their energy consumption. Journal of Food Engineering. 104(1) : 632-638.

Nurdjanah, S., Susilawati, dan Sabatini, M. R. 2007. prediksi kadar pati ubi kayu (manihot esculenta) pada berbagai umur panen menggunakan penetrometer. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. 12(2) : 65-73.

Prakongpan, T., Nitithamyong, A., dan Luangpituksa, P. 2002. Extraction and application of dietary fiber and cellulosa from pineapple cores. Journal of Food Science. 67(4) : 2213-2218.

Puslittan., 2015. Deskripsi Padi Varietas IR64. http://www.puslittan.bogor.net. [Diakses pada 26 Mei 2015].

Radiyati, T. dan Agusto, W. M. 2008. Tepung tapioka. http://www.pustaka.iptek.com. [Diakses pada 27 Maret 2014].

Randhawa, G. J. 2005. Biology of Rice. Ministry of Science and Technology, India.

Richana, N. dan Sunarti, T. C. 2004. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. Jurnal Pascapanen. 1(1) : 29-37.

Rickard, J. E., Blanshard, J. M. V., dan Asaoka, M. 1992. Effects of cultivar and growth season on the gelatinization properties of cassava (Manihot esculenta) starch. Journal of the Science of Food and Agriculture. (59): 53–58.

Rismana, E. 2006. Langsing dan sehat lewat limbah perikanan. http://www.terrranet.or.id. [Diakses pada 4 April 2014].

Santoso, J., Gunji, S., Yoshie-Stark, Y., dan T. Suzuki. 2006. Mineral content of indonesian seaweeds and mineral solubility affect by basic cooking. Food Science Technology Research.12 (1): 59-66.

Sathe S. K. dan Salunkhe, D. K. 1981. isolation, partial characterization and modification of the great northern bean (Phaseolus vulgaris) L. Journal of Food Science. 46(1) : 617-621.

71

Satyajaya, W. dan Nawansih, O. 2008. Pengaruh konsentrasi Chitosan sebagai bahan pengawet terhadap masa simpan mie basah. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. 13(1) : 1-8.

Soekarto, S. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1994. Kadar Abu. SNI 01-3451-1994. Dewan Standarisasi Indonesia.

Suprapti, M.L. 2009. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Surojanametakul, V., Tungtakul. P., Varanyanond, W., dan Supasri, R. 2002. Effects of partial replacement of rice flour with various starches on the physicochemical and sensory properties of „„sen lek‟‟ noodle. Kasetsart Journal (Natural Science). 36(1) : 55–62.

Suryaningrum, T. D. 1998. Sifat-Sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum. IPB, Bogor.

Tharanathan, R. N. dan Kittur, F. S. 2003. The undisputed biomolecule of great potential. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 43(2) :145-171.

Thomas, R., Yeoh, T.K., Wan-Nadiah, W.A., dan Bhat, R. 2014. Evaluation of flat rice (kway teow) prepared from bario and basmati rice. Sains Malaysiana. 44(3) : 339-347.

Ulfah, M. 2009. Pemanfaatan iota karaginan (Eucheuma spinosum) dan kappa karaginan (Kappaphycus alvarezii) sebagai sumber serat untuk meningkatkan kekenyalan . Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widjajaseputra, A. I., Harijono, Yunianta, dan Estiasih, T. 2011. Pengaruh rasio tepung beras dan air terhadap karakteristik kulit lumpia basah. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 22(2) : 184-189.

Wikipedia, 2014. Char kway teow. http://ms.m.wikipedia.org. [Diakses pada 27 Maret 2014].

Wikipedia, 2015. Starch gelatinization. http://en.wikipedia.org. [Diakses pada 4 Juni 2015].

Winarno, F. G.1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.

72

Wisnu R. A., 2010. Analisa komposisi nutrisi rumput laut (eucheuma cottonii) dengan proses pengeringan berbeda. Artikel. Universitaas Diponegoro. Semarang.

Wu, J. L., Wu, C. J., Lei, C. L., Baraoidan, M., Bordeos, A., Madamba, M. R. S., Ramos-Pamplona, M., Mauleon, R., Portugal, A., Ulat, V. J.., Bruskiewich, R., Wang, G., Leach, J., Khush G., Leung H. 2005. Chemical- and irradiation-induced mutants of indica rice IR64 for forward and reverse genetics. Plant Molecular Biology. 59(1) : 85-97.

Yakhin, L.A., Susanto, J., dan Tirtajaya, I. 2008. pengaruh penambahan kappa- karagenan terhadap karakteristik bakso ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) dan bakso ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 6(1) 2008 : 21-40.

Yasita, D. dan Rachmawati, I. D. 2010. optimasi proses ekstraksi pada pembuatan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottoni untuk mencapai foodgrade. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

73

Lampiran 1. Format uji organoleptik dengan uji hedonik

Nama Panelis : Tanggal : No. HP : Petunjuk : Dihadapan anda terdapat 36 sampel produk kwetiau basah. Cicipi satu persatu dari kiri ke kanan tanpa membandingkan sampel satu sama lain. Nilailah produk ini secara keseluruhan berdasarkan atribut sensori di bawah ini dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom tersedia. Netralkan lidah anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu buah sampel.

Keterangan nilai Warna, Aroma , dan Rasa : 1: sangat tidak suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4: suka, 5: sangat suka Tekstur: 1: sangat tidak kenyal, 2: tidak kenyal, 3: agak kenyal, 4:kenyal, 5:sangat kenyal Atribut

Kode Warna Aroma Rasa Tekstur

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

111

122

133

211

222

233

311

322

333

411

422

433

74

Lampiran 2. Format uji organoleptik dengan uji segitiga

Tanggal : Nama Panelis (no Hp) : Produk : Kwetiau Basah Instruksi : Nyatakan salah satu contoh yang berbeda diantara ketiga contoh ini dan diberi tanda √ (centang)

Kriteria Penilaian Kode Warna Rasa Aroma Tekstur 891 763 487

75

Lampiran 3. Daftar analisis ragam daya serap air tepung campuran dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap tepung kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam daya serap air tepung campuran SK db JK KT F Hit F 0.05 F 0.01 Perlakuan 11 6,851463 0,62286 101,0876 ** 2,22 3,09 G 3 6,795577 2,265192 367.631 ** 3,01 4,72 G Lin 1 6,147963 6,147963 997,7881 ** 4,26 7,82 G Kuad 1 0,51268 0,51268 83,20575 ** 4,26 7,82 G Kub 1 0,134934 0,134934 21,89923 ** 4,26 7,82 K 2 0,034717 0,017358 2,817172 tn 3,4 5,61 GXK 6 0,02117 0,003528 0,572621 tn 2,51 3,67 Galat 24 0,147878 0,006162 Total 35 6,999342 - Keterangan: FK = 81,80 KK = 5,207% ** = sangat nyata tn = tidak nyata

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan terhadap daya serap air tepung campuran Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi 0,05 0,01 Karagenan 0,05 0,01

- - - G1 = 0% 1,0996 c C 2 0,076 0,103 G2 = 10% 1,1211 c C 3 0,080 0,108 G3 = 20% 1,6550 b B 4 0,083 0,111 G4 = 30% 2,1538 a A

76

Lampiran 4. Daftar analisis ragam daya serap minyak tepung campuran pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap tepung kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam daya serap minyak tepung campuran SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 11 0,1775 0,0161 0,447541 tn 2,22 3,09 G 3 0,0741 0,0247 0,684928 tn 3,01 4,72 G Lin 1 0,0495 0,0495 1,372856 tn 4,26 7,82 G Kuad 1 0,0194 0,0194 0,537037 tn 4,26 7,82 G Kub 1 0,0052 0,0052 0,144891 tn 4,26 7,82 K 2 0,0183 0,0091 0,253513 tn 3,4 5,61 GXK 6 0,0852 0,0142 0,393523 tn 2,51 3,67 Galat 24 0,8653 0,0361 Total 35 1,0428 - Keterangan: FK = 67,88 KK = 13,828% tn = tidak nyata

77

Lampiran 5. Data pengamatan, anova dan uji LSR untuk parameter mutu tepung bahan baku (kadar air, lemak, abu)

Data Kadar Air Tepung Bahan Baku (%)

Ulangan Perlakuan Total Rataan 1 2 3

Tepung Beras 9,2696 9,2256 9,2851 27,7803 9,2601 Tergelatinisasi

Pati Ubi Kayu Termodifikasi 12,5160 12,7730 13,0167 38,3058 12,7686 Propionat

Data Kadar Lemak Tepung Bahan Baku (%)

Ulangan Perlakuan Total Rataan 1 2 3

Tepung Beras 0,6112 0,6023 0,6783 1,8917 0,6306 Tergelatinisasi

Pati Tapioka Termodifikasi 0,2497 0,1139 1,2215 0,5852 0,1951 Propionat

Data Kadar Abu Bahan Baku (%)

Ulangan Perlakuan Total Rataan 1 2 3

Tepung Beras 0,2746 0,3767 0,2889 0,9402 0,3134 Tergelatinisasi

Pati Ubi Kayu Termodifikasi 0,0196 0,0119 0,0260 0,0575 0,0192 Propionat

78

Lampiran 6. Data pengamatan, anova dan uji LSR untuk parameter mutu tepung bahan baku (kadar protein, karbohidrat dan serat kasar)

Data Kadar Protein Tepung Bahan Baku (%)

Ulangan Perlakuan Total Rataan 1 2 3

Tepung Beras 2,3712 3,5558 3,3912 9,3183 3,1061 Tergelatinisasi

Pati Ubi Kayu Termodifikasi - - - - - Propionat

Data Kadar Karbohidrat Tepung Bahan Baku (%)

Ulangan Perlakuan Total Rataan 1 2 3 Tepung Beras 87,4734 86,4364 86,6827 260,5925 86,8642 Tergelatinisasi Pati Ubi kayu Termodifikasi 87,2147 87,1012 86,7358 261,0517 87,0172 Propionat

Data Kadar Serat Tepung Bahan Baku (%)

Ulangan Perlakuan Total Rataan 1 2 3

Tepung Beras 0,2692 0,1997 0,9036 1,3726 0,4575 Tergelatinisasi

Pati Ubi kayu Termodifikasi 0,0397 0,0499 0,1147 0,2043 0,0681 Propionat

79

Lampiran 7. Daftar analisis ragam warna L (Lightness) kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam warna L (Lightness) SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 11 134,3143 12,2104 3,9877 ** 2,22 3,09 G 3 115,7166 38,5722 12,5970 ** 3,01 4,72 G Lin 1 101,5803 101,580 33,1742 ** 4,26 7,82 G Kuad 1 11,74204 11,7420 3,8347 tn 4,26 7,82 G Kub 1 2,39432 2,3943 0,78194 tn 4,26 7,82 K 2 1,907089 0,9535 0,31140 tn 3,4 5,61 GXK 6 16,69053 2,7818 0,9085 tn 2,51 3,67 Galat 24 73,4886 3,0620 Total 35 207,8029 - Keterangan: FK = 203.548,35 KK = 2,327% ** = sangat nyata tn = tidak nyata

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan terhadap warna L (Lightness) kwetiau

LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Karagenan 0,05 0,01 - - - G1 = 0% 77,9033 a A 2 1,703 2,307 G2 = 10% 75,7200 b B 3 1,788 2,407 G3 = 20% 73,5256 c C 4 1,843 2,473 G4 = 30% 73,6267 c C

80

Lampiran 8. Daftar analisis ragam kadar air kwetiau pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar air kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam kadar air kwetiau SK db JK KT F Hit F 0,5 F 0,01 Perlakuan 11 69,6091 6,3281 1,3319 tn 2,22 3,09 G 3 8,6430 2,8810 0,6064 tn 3,01 4,72 G Lin 1 5,5212 5,5212 1,1621 tn 4,26 7,82 G Kuad 1 3,0599 3,0599 0,6441 tn 4,26 7,82 G Kub 1 0,0618 0,0618 0,0130 tn 4,26 7,82 K 2 24,1596 12,0798 2,5426 tn 3,4 5,61 GXK 6 36,8064 6,1344 1,2912 tn 2,51 3,67 Galat 24 114,0246 4,751023 Total 35 183,6337 - Keterangan: FK = 149.734,16 KK = 3,380% tn = tidak nyata

81

Lampiran 9. Daftar analisis ragam kadar lemak kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar lemak kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam kadar lemak kwetiau SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 11 240,9539 21,9049 54,3755 ** 2,22 3,09 G 3 228,1177 76,0393 188,7556 ** 3,01 4,72 G Lin 1 6,010794 6,0108 14,9209 ** 4,26 7,82 G Kuad 1 142,7567 142,7567 354,3713 ** 4,26 7,82 G Kub 1 79,35026 79,3503 196,9747 ** 4,26 7,82 K 2 8,135823 4,0679 10,0980 ** 3,4 5,61 GXK 6 4,700288 0,7834 1,9446 tn 2,51 3,67 Galat 24 9,668278 0,4028 Total 35 250,6221 - Keterangan: FK = 835,03 KK = 13,179% ** = sangat nyata tn = tidak nyata

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan terhadap kadar lemak kwetiau LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Karagenan 0,05 0,01 - - - G1 = 0% 2,7091 c C 2 0,618 0,837 G2 = 10% 8,9821 a A 3 0,649 0,873 G3 = 20% 4,6329 b B 4 0,669 0,897 G4 = 30% 2,9405 c C

Uji LSR pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kadar lemak kwetiau LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Kitosan 0,05 0,01 - - - K1 = 0% 4,1779 b B 2 0,535 0,725 K2 = 1% 4,9523 a A 3 0,562 0,756 K3 = 2% 5,3182 a A

82

Lampiran 10. Daftar analisis ragam kadar abu kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam kadar abu kwetiau SK db JK KT F Hit F 0,5 F 0,01 Perlakuan 11 203,0315 18,45741 120,9403 ** 2,22 3,09 G 3 151,4828 50,49425 330,8583 ** 3,01 4,72 G Lin 1 144,8063 144,8063 948,8282 ** 4,26 7,82 G Kuad 1 5,12298 5,12298 33,56779 ** 4,26 7,82 G Kub 1 1,553474 1,553474 10,1790 ** 4,26 7,82 K 2 12,92217 6,461084 42,3356 ** 3,4 5,61 GXK 6 38,62659 6,437766 42,1828 ** 2,51 3,67 Galat 24 3,662782 0,152616 Total 35 206,6943 - Keterangan: FK = 326,73 KK = 12,967% ** = sangat nyata

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan terhadap kadar abu kwetiau LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Karagenan 0,05 0,01 - - - G1 = 0% 0,0375 d D 2 0,380 0,515 G2 = 10% 2,2142 c C 3 0,399 0,537 G3 = 20% 4,5655 b B 4 0,411 0,552 G4 = 30% 5,2333 a A

Uji LSR pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kadar abu kwetiau LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Kitosan 0,05 0,01 - - - K1 = 0% 2,2197 c C 2 0,329 0,446 K2 = 1% 3,1505 b B 3 0,346 0,465 K3 = 2% 3,6677 a A

83

Lampiran 11. Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar abu kwetiau LSR Kombinasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Perlakuan 0,05 0,01 - - - G1K1 0,0353 f D 2 0,6584 0,8920 G1K2 0,0673 f D 3 0,6915 0,9306 G1K3 0,0100 f D 4 0,7127 0,9561 G2K1 2,1082 de C 5 0,7276 0,9748 G2K2 2,0121 de C 6 0,7389 0,9893 G2K3 2,5223 d C 7 0,7477 1,0008 G3K1 1,5292 e C 8 0,7545 1,0105 G3K2 4,8808 bc B 9 0,7601 1,0186 G3K3 7,2864 a A 10 0,7646 1,0253 G4K1 5,2060 bc B 11 0,7682 1,0314 G4K2 5,6417 b B 12 0,7714 1,0366 G4K3 4,8521 c B

84

Lampiran 12. Daftar analisis ragam kadar serat kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar serat kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam kadar serat kwetiau SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 11 60,97626 5,543296 107,2013 ** 2,22 3,09 G 3 41,17699 13,72566 265,4393 ** 3,01 4,72 G Lin 1 8,181081 8,181081 158,2132 ** 4,26 7,82 G Kuad 1 23,34597 23,34597 451,4856 ** 4,26 7,82 G Kub 1 9,649939 9,649939 186,6193 ** 4,26 7,82 K 2 5,757151 2,878576 55,66851 ** 3,4 5,61 GXK 6 14,04212 2,340353 45,25986 ** 2,51 3,67 Galat 24 1,241021 0,051709 Total 35 62,21728 - Keterangan: FK = 164,28 KK = 10,645% ** = sangat nyata

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan terhadap kadar serat kwetiau LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Karagenan 0,05 0,01 - - - G1 = 0% 1,7389 b B 2 0,221 0,300 G2 = 10% 3,8493 a A 3 0,232 0,313 G3 = 20% 2,0337 b B 4 0,240 0,321 G4 = 30% 0,9229 c C

Uji LSR pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kadar serat kwetiau LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Kitosan 0,05 0,01 - - - K1 = 0% 1,5721 b B 2 0,192 0,260 K2 = 1% 2,3827 a A 3 0,201 0,271 K3 = 2% 2,4537 a A

85

Lampiran 13. Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar serat kwetiau

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap kadar serat kwetiau LSR Kombinasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Perlakuan 0,05 0,01 - - - G1K1 0,2844 f F 2 0,3832 0,5192 G1K2 1,5890 d D 3 0,4025 0,5417 G1K3 3,3433 b B 4 0,4149 0,5565 G2K1 3,3247 b B 5 0,4235 0,5674 G2K2 4,5612 a A 6 0,4301 0,5758 G2K3 3,6620 b B 7 0,4352 0,5825 G3K1 2,1857 c C 8 0,4392 0,5882 G3K2 2,5121 c C 9 0,4424 0,5929 G3K3 1,4031 d D 10 0,4451 0,5968 G4K1 0,4937 ef EF 11 0,4472 0,6004 G4K2 0,8685 e E 12 0,4490 0,6034 G4K3 1,4064 d DE

86

Lampiran 14. Daftar analisis ragam nilai hedonik warna kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap warna kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam nilai hedonik warna kwetiau SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 11 0,4327 0,039339 3,120551 ** 2,22 3,09 G 3 0,2351 0,078365 6,216241 ** 3,01 4,72 G Lin 1 0,2291 0,22913 18,17558 ** 4,26 7,82 G Kuad 1 0,0040 0,003963 0,314339 tn 4,26 7,82 G Kub 1 0,0020 0,002002 0,158807 tn 4,26 7,82 K 2 0,0218 0,010879 0,862989 tn 3,4 5,61 GXK 6 0,1759 0,029313 2,325228 tn 2,51 3,67 Galat 24 0,3026 0,012606 Total 35 0,7353 - Keterangan: FK = 475,08 KK = 3,091% ** = sangat nyata tn = tidak nyata

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan terhadap organoleptik warna kwetiau LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Karagenan 0,05 0,01 - - - G1 = 0% 3,5185 c B 2 0,109 0,148 G2 = 10% 3,5975 bc AB 3 0,115 0,154 G3 = 20% 3,6889 ab A 4 0,118 0,159 G4 = 30% 3,7259 a A

87

Lampiran 15. Daftar analisis ragam nilai hedonik aroma kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap aroma kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam nilai hedonik aroma kwetiau SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 11 1,313081 0,119371 14,2109 ** 2,22 3,09 G 3 0,950209 0,316736 37,7069 ** 3,01 4,72 G Lin 1 0,808543 0,808543 96,2555 ** 4,26 7,82 G Kuad 1 0,01003 0,01003 1,1941 tn 4,26 7,82 G Kub 1 0,131636 0,131636 15,6710 ** 4,26 7,82 K 2 0,022984 0,011492 1,3681 tn 3,4 5,61 GXK 6 0,339888 0,056648 6,7438 ** 2,51 3,67 Galat 24 0,201599 0,0084 Total 35 1,51468 - Keterangan: FK = 448,04 KK = 2,598% ** = sangat nyata tn = tidak nyata

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan terhadap hedonik aroma kwetiau LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Karagenan 0,05 0,01 - - - G1 = 0% 3,3705 b B 2 0,089 0,121 G2 = 10% 3,3630 b B 3 0,094 0,126 G3 = 20% 3,6593 a A 4 0,097 0,130 G4 = 30% 3,7185 a A

88

Lampiran 16. Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap organoleptik aroma kwetiau

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap organoleptik aroma kwetiau LSR Kombinasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Perlakuan 0,05 0,01 - - - G1K1 3,2000 d D 2 0,1545 0,2093 G1K2 3,3111 d CD 3 0,1622 0,2183 G1K3 3,6003 ab AB 4 0,1672 0,2243 G2K1 3,3333 cd CD 5 0,1707 0,2287 G2K2 3,4889 bc BC 6 0,1733 0,2321 G2K3 3,2667 d CD 7 0,1754 0,2348 G3K1 3,6889 a AB 8 0,1770 0,2371 G3K2 3,6889 a A 9 0,1783 0,2390 G3K3 3,6000 ab AB 10 0,1794 0,2406 G4K1 3,7556 a A 11 0,1802 0,2420 G4K2 3,7333 a A 12 0,1810 0,2432 G4K3 3,6667 ab AB

89

Lampiran 17. Daftar analisis ragam nilai hedonik rasa kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap rasa kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam nilai hedonik rasa kwetiau SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 11 1,031178 0,093743 3,049246 * 2,22 3,09 G 3 0,663781 0,22126 7,197059 ** 3,01 4,72 G Lin 1 0,632174 0,632174 20,56308 ** 4,26 7,82 G Kuad 1 0,031607 0,031607 1,028096 tn 4,26 7,82 G Kub 1 5,56E-11 5,56E-11 1,81E-09 tn 4,26 7,82 K 2 0,036294 0,018147 0,590273 tn 3,4 5,61 GXK 6 0,331103 0,055184 1,794998 tn 2,51 3,67 Galat 24 0,737836 0,030743 Total 35 1,769013 - Keterangan: FK = 373,78 KK = 5,442% ** = sangat nyata * = nyata tn = tidak nyata

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan terhadap organoleptik rasa kwetiau LSR Konsentrasi Notasi Jarak Rataan 0,05 0,01 Karagenan 0,05 0,01 - - - G1 = 0% 3,3704 a A 2 0,171 0,231 G2 = 10% 3,3111 a A 3 0,179 0,241 G3 = 20% 3,1926 a A 4 0,185 0,248 G4 = 30% 3,0148 b B

90

Lampiran 18. Daftar analisis ragam nilai skor tekstur kwetiau dan uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap tekstur kwetiau dari tepung beras tergelatinisasi dengan penambahan rumput laut, ekstrak kitosan dan pati ubi kayu termodifikasi

Daftar analisis ragam nilai skor tekstur kwetiau SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 11 0,976209 0,088746 2,57647701 * 2,22 3,09 G 3 0,134704 0,044901 1,30357141 tn 3,01 4,72 G Lin 1 2,43E-05 2,43E-05 0,0007047 tn 4,26 7,82 G Kuad 1 0,065323 0,065323 1,89644914 tn 4,26 7,82 G Kub 1 0,069357 0,069357 2,0135604 tn 4,26 7,82 K 2 0,138052 0,069026 2,00395342 tn 3,4 5,61 GXK 6 0,703454 0,117242 3,40377101 * 2,51 3,67 Galat 24 0,826676 0,034445 Total 35 1,802885 - Keterangan: FK = 404,90 KK = 5,534% * = nyata tn = tidak nyata

Uji LSR pengaruh konsentrasi karagenan dan kitosan terhadap organoleptik tekstur kwetiau LSR Kombinasi Notasi Jarak Rataan 0,05 Perlakuan 0,05 - - G1K1 3,5555 a 2 0,3128 G1K2 3,0444 b 3 0,3285 G1K3 3,5333 a 4 0,3386 G2K1 3,2222 ab 5 0,3457 G2K2 3,4222 a 6 0,3510 G2K3 3,4667 a 7 0,3552 G3K1 3,4667 a 8 0,3584 G3K2 3,2000 ab 9 0,3611 G3K3 3,0889 b 10 0,3632 G4K1 3,3778 ab 11 0,3650 G4K2 3,4000 a 12 0,3665 G4K3 3,4667 a

91

Lampiran 19. Tabel untuk menyatakan jumlah terkecil dari respon panelis yang tepat untuk menyatakan beda nyata pada uji segitiga hipotesis berekor dua

92

Lampiran 20. Komposisi Kitosan

93

Lampiran 21. Komposisi Karagenan

94

Lampiran 22. Foto Sampel Kwetiau Konsentrasi Konsentrasi Kitosan Karagenan K1 = 0% K2 = 1% K3 = 2%

G1 = 0%

G2= 10%

G3 = 20%

G4 = 30%