AKIM PELOR Mutijar
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PEREMPUAN BERMULUT API Antologi Cerita Pendek Indonesia di Yogyakarta Herry Mardianto Tirto Suwondo Achmad Abidan HA Rijanto DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PUSAT BAHASA BALAI BAHASA YOGYAKARTA i PEREMPUAN BERMULUT API Antologi Cerita Pendek Indonesia di Yogyakarta Penyusun: Herry Mardianto Tirto Suwondo Achmad Abidan HA Rijanto Penyunting: Herry Mardianto Tirto Suwondo Penerbit: DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PUSAT BAHASA BALAI BAHASA YOGYAKARTA Cetakan Pertama: November 2009 ISBN: 978-979-185-186-2 ii SAMBUTAN KEPALA BALAI BAHASA YOGYAKARTA Sebagai salah satu instansi pemerintah yang bertugas me- laksanakan program pembangunan nasional di bidang kebahasa- an dan kesastraan di Daerah Istimewa Yogyakarta, Balai Bahasa Yogyakarta – yang berkedudukan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional – telah melakukan serangkaian penyusunan buku dan penelitian ten- tang bahasa/sastra Indonesia dan daerah (Jawa). Penyusunan buku dan penelitian-penelitian itu telah mencakupi berbagai hal, baik yang menyangkut masalah substansi kebahasaan dan ke- sastraannya maupun masalah pemakaian dan sekaligus pengguna dan atau apresiatornya. Balai Bahasa memandang bahwa hasil-hasil penyusunan buku dan penelitian itu tidak akan berarti apa-apa jika tidak me- miliki kontribusi—seberapa pun besarnya—bagi masyarakat. Sebagai sebuah studi atas gejala dan fenomena masyarakat, penelitian-penelitian itu dituntut untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Itulah sebabnya agar masyarakat dapat turut menikmati dan mengambil manfaatnya, berbagai hasil penelitian tersebut perlu dimasyarakatkan. Usaha pemasyarakatan berba- gai hasil penelitian itu dapat dilakukan, antara lain dengan cara menerbitkan buku dan menyebarluaskannya. Penerbitan buku Perempuan Bermulut Api: Antologi Cerita Pendek Indonesia di Yogyakarta ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Balai Bahasa dalam rangka mencapai tujuan di atas. Untuk itu, Balai Bahasa menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada penulis, editor, dan semua pihak yang terlibat dalam proses penerbitan buku ini. Balai Bahasa iii berharap semoga buku ini dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan masyarakat terutama di bidang ke- bahasaan dan kesastraan Indonesia. Tirto Suwondo iv SEKAPUR SIRIH CERITA PENDEK DI YOGYAKARTA: SEBUAH SKETSA Antologi cerita pendek (cerpen) ini disusun berdasarkan dua buku laporan penyusunan “Antologi Cerpen Indonesia di Yogyakarta” yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2009. Dua laporan tersebut tersedia di Balai Bahasa Yogyakarta dan di- jadikan babon penerbitan antologi ini. Informasi tersebut dike- depankan mengingat antologi yang ada di tangan pembaca ini tidak dapat memuat semua karya yang berhasil diinventarisasi dan dimuat dalam dua laporan tersebut. Seleksi dilakukan ka- rena keterbatasan jumlah halaman. Kenyataan tersebut menye- babkan tidak semua cerpen dapat muncul dalam antologi ini. Dengan demikian, jika pembaca ingin mendapatkan gambaran mengenai cerpen-cerpen yang dimuat dalam media massa Yog- yakarta antara tahun 1950-an hingga tahun 2000-an, ada baik- nya membuka babon yang tersedia di perpustakaan Balai Bahasa Yogyakarta. Pengumpulan berbagai cerpen yang pernah terbit di Yogyakarta merupakan langkah inventarisasi yang lebih mem- pertimbangkan kuantitas dan bukan kualitas. Cerpen-cerpen dipilih secara acak, setiap pengarang diwakili oleh satu karya, meskipun pengarang tersebut tergolong produktif. Antologi cer- pen ini mengutamakan pemuatan cerpen yang sempat diterbitkan dalam media massa, meskipun ada satu dua cerpen yang terpak- sa diambil dari antologi cerpen yang diterbitkan oleh penerbit yang berada di Yogyakarta. Di samping itu, ada pula cerpenis yang cukup punya nama di Yogyakarta, tetapi cerpennya tidak dapat dimuat karena sampai antologi ini naik cetak, kami kesulitan men- dapatkan cerpennya. Sebut saja misalnya cerpenis Jussac MR . v Banyaknya media yang terbit di Yogyakarta merupakan bukti bahwa secara kuantitas kegiatan sastra di Yogyakarta berkembang dengan pesat. Sebelum tahun 1970-an telah terbit Majalah Indonesia (1948), Arena, Medan Sastra, Seriosa, Kedaulatan Rakyat, dan Minggu Pagi (1945) (bdk. Soemargono, 19791). Pada tahun 1945, terbit harian Kedaulatan Rakyat; harian ini baru memuat cerpen dan sajak (puisi) pada tahun 1980-an dalam edisi minggunya. Meskipun demikian, embrio pemuatan karya sastra sudah dimulai sejak tahun 1960-an dengan dimuatnya cerita bersambung “Naga Sasra Sabuk Inten” dan serial cerita “Api di Bukit Menoreh” (keduanya karya S.H. Mintardja). Di samping Kedaulatan Rakyat, terbit pula Minggu Pagi yang berjaya sampai pertengahan tahun 1965. Setelah tidak beredar beberapa lama, pada tahun 1970-an Minggu Pagi terbit dalam bentuk tabloid. Minggu Pagi sampai pertengahan tahun 1960-an di samping me- muat artikel artikel umum juga memuat cerita pendek (cerpen) dan cerita bersambung (cerbung), di antaranya karya Nasjah Djamin, Rendra, Motinggo Busje, dan Bastari Asnin. Di sam- ping mereka (Pradopo, 19922), pada awal tahun 1950-an, lahir penulis cerita di Minggu Pagi yang populer, yaitu Jussac MR (pada pertengahan tahun 1960-an Jussac MR menerbitkan harian Pelopor yang kemudian berubah menjadi Pelopor Minggu dengan tambahan ruang sastra pada tiap minggu). Cerita bersambung dalam Minggu Pagi yang mendapat sambutan pembaca adalah “Hilanglah Si Anak Hilang” (karya Nasjah Djamin), dimuat secara bersambung sekitar tahun 1959— 1960 dan kemudian diterbitkan dalam bentuk buku. Minggu Pagi hadir dengan rubrikasi sastra berupa “Cerita Pendek” dan “Ce- rita Bersambung”. Perhatiannya terhadap karya sastra terlihat dengan adanya upaya menjaga kualitas karya sastra sehingga ada pihak lain yang tertarik untuk menerbitkan beberapa cerita bersambung ke dalam bentuk buku, antara lain Perempuan itu 1 Soemargono, Farida. 1979. Le ‘Groupe de Yogya: 1945—1960, halaman 55—57. 2 Pradopo, Rachmat Djoko. 1992. “Sumber Penelitian dan Penyusunan Sejarah Sastra Indonesia Modern: Yogyakarta dan Jawa Tengah”. Makalah, halaman 4. vi Bernama Barabah karya Motinggo Busye (Penerbit Nusantara, Jakarta, 1963); Bibi Marsiti karya Motinggo Busye (Penerbit Aryaguna, Jakarta, 1963); dan Gairah untuk Hidup dan untuk Mati karya Nasjah Djamin (Budaya Jaya, Jakarta, 1968). Cerita pendek dalam Minggu Pagi pada tahun 1950-an sampai 1960-an ada tiga macam, yaitu cerpen yang panjangnya lebih dari satu halaman dan cerpen yang panjangnya hanya satu halaman. Di samping itu, ada cerpen yang agak panjang dan dimuat bersambung, umumnya terdiri atas dua bagian, misalnya cerpen “Hantu-hantu yang Malang” (WS Rendra) dan “Siapa Kau Ratih?” ( Titiek Nur- jati Rahayu). Cerpen “Hantu-hantu yang Malang” bagian pertama dimuat dalam Minggu Pagi Nomor 51 (18 Maret 1956) dan bagian kedua dimuat dalam Minggu Pagi Nomor 52 (25 Maret 1956). Pemuatan secara bersambung juga terjadi untuk cerpen “Siapa Kau Ratih?” yang bagian pertama dimuat dalam Minggu Pagi Nomor 49 (3 Maret 1963) dan bagian keduanya dimuat dalam Minggu Pagi Nomor 50 (10 Maret 1963). Agar pembaca tetap teringat pada cerpen yang jarak terbitnya berselang satu minggu, ilustrasi cepen bagian kedua ditampilkan sama persis dengan ilustrasi cerpen bagian pertama. Berbeda dengan cerpen panjang yang umumnya bersambung ke halaman lain atau terdiri atas dua bagian (dimuat secara bersambung), “Cerita Satu Halaman” benar-benar hanya sepanjang satu halaman (dilengkapi dengan ilustrasi pendukung). “Cerita Satu Halaman” yang sempat menghiasi Minggu Pagi, antara lain, “Locomotief C-3008” (Herman Pratikto, Minggu Pagi, 25 Desember 1955), “Permata” (Herman Pratikto, Minggu Pagi, 22 Januari 1956), dan “Nyidam” (Nazif Basir, Minggu Pagi, 19 Februari 1956). Pada tahun 1950—1960-an terbit majalah Pesat dan Budaya (yang terakhir ini diterbitkan oleh Jawatan Kebudayaan P dan K Yogyakarta). Kedua majalah tersebut memuat tulisan berupa arti- kel sastra, drama, sajak (puisi), dan masalah masalah kebudayaan. Kurang lebih satu tahun kemudian (15 Agustus 1951) hadir majalah Basis yang selain memuat artikel budaya dan sastra juga memuat sajak sajak penyair Yogyakarta. Pada pertengahan tahun 1960-an terbit harian Pelopor yang kemudian berubah vii menjadi Pelopor Minggu dengan tambahan ruang sastra pada setiap hari Minggu dengan memuat cerpen dan puisi. Majalah Pusara (terbit tahun 1950-an) memiliki rubrik khusus kesusas- traan/ kebudayaan dengan lebih mengutamakan pemuatan puisi dan naskah drama; cerpen yang pernah dimuat adalah “Satu Kisah…” karya Soedjatsini (Pusara, Maret 1956). Pada tahun 1954 terbit majalah Media dengan alamat redaksi di Jalan Ngabean 29 Yogyakarta. Meskipun hadir sebagai majalah ilmiah, Media memuat karya sastra berupa cerpen dan puisi. Karya sastra dimuat dalam rubrik khusus yang diberi nama “Lazuardi” (lembaran film, seni, dan sastra). Beberapa cerpen yang pernah dimuat adalah “Pawai Awan” (Marusman, Agustus 1955), “Bara Kedinginan” (Bram Madylao, Agustus 1956), “Pada Satu Sore” (Alwan Tafsiri, Februari 1957), dan “Danau dan Kawanku” (Z. Daulay, April 1957). Majalah khusus yang memuat masalah kebudayaan/kesusastraan adalah Medan Sastra dengan motto “Lapangan Perjuangan Pembinaan Kesusastraan yang Bersifat Pandangan dan Kupasan”. Majalah ini diterbitkan oleh Lembaga Seni Sastra Jogjakarta pada tahun 1953 dengan alamat kantor redaksi di Gang Melati No. 10, Baciro, Yogyakarta. Majalah Medan Sastra beredar sampai Jakarta dan Solo. Untuk menjaga kualitas karya yang dimuat, Medan Sastra memiliki editor khusus yang menangani karya sastra, yaitu Nasjah Djamin. Di samping puisi, majalah ini memuat karya