KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD DALAM BERDAKWAH DAN BERWIRAUSAHA MELALUI PONDOK PESANTREN AN-NAHDLAH PONDOK PETIR SAWANGAN DEPOK

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh MOH. MASYKUR NIM 102051025605

JURASAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 MKIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD DALAM BERDAKWAH DAN BERWIRAUSAHA MELALUI PONDOK PESANTREN AN-NAHDLAH PONDOK PETIR SAWANGAN DEPOK

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh MOH. MASYKUR NIM 102051025605

Di bawah bimbingan,

LILI BARIADI, MM, M.Si NIP. 1974 0519 199803 1 004

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul Kiprah dan Pemikiran Abdullah Mas’ud Dalam Berdakwah Dan Berwirausaha melalui Pondok Pesantren An- Nahdlah Pondok Petir Sawangan Depok telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 September 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.1) pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

Jakarta, 15 September 2009

Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap Anggota, Sekretaris merangkap anggota,

Dr. Arief Subhan, MA Umi Musyarofah, MA NIP. 19660110 199303 1 004 NIP. 19710816 199703 2 002

Anggota:

Penguji 1 Penguji II

Dr. Hj. Roudhonah, MA Gun Gun Heryanto, M.Si NIP. 19580910 198703 2 001 NIP. 19760812 200501 1 005 Pembimbing

LILI BARIADI, MM, M.Si NIP. 19740519 199803 1 004

ABSTRAK

Moh. Masykur, Kiprah dan Pemikiran Abdullah Mas’ud dalam Berdakwah dan Berwirausaha melalui Pondok pesantren an-Nahdloh Pondok Petir Sawangan Depok. Skripsi. Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 25 Agustus 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran konkrit mengenai kiprah dan pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan berwirausaha melalui pondok pesantern an-Nahdloh Pondok Petir Sawangan Depok. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pembahasan pada kiprah, pemikiran serta proses pengembangan dan internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di Pesantren An- Nahdlah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara observasi, wawancara dengan Abdullah Mas’ud, serta dokumentasi data-data yang diperlukan untuk menunjang penyusunan dan penulisan laporan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kiprah Abdullah Mas’ud dalam dunia dakwah dan wirausaha dilakukan melalui pesantrean An-Nahdlah dengan memberikan nilai-nilai wirausaha kepada para santri, sehingga nantinya dapat mencari penghidupan dengan bekal ilmu yang telah diterimanya. Adapun pemikiran Abdullah Mas’ud tentang dakwah adalah memberikan pengertian dan pengajaran ajaran Islam kepada masyarakat. Sedangkan wirausaha menurut pemikiran Abdullah Mas’ud adalah usaha yang dikerjakan oleh seseorang dengan segala daya dan upaya yang ia miliki untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Proses pengembangan kewirauahaan di Pesantren An-Nahdlah dimulai dengan mendirikan pusat bisnis An-Nahdlah.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Berkat pertolongan serta nikmat-Nya, penulis mampu menjalani segala macam rintangan dan halangan saat pengerjaan skripsi ini.

Proses penulisan skripsi ini memang tidak semudah yang penulis bayangkan sebelumnya. Dalam perjalanannya, begitu banyak hal yang penulis belum tahu sebelumnya, penulis ketahui saat melakukan penulisan skripsi ini.

Memang ilmu Allah Maha Luas, manusia hanya mengetahi sedikit dari kemahaluasan ilmu tersebut.

Rintangan dan cobaan yang ada saat penulis melakukan penulisan skripsi ini, alhamdulillah dapat penulis lalui. Begitu banyak pelajaran dan hikmah yang berharga yang penulis dapatkan.

Terdapat begitu banyak pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dalam lembar ini, penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Dr. Arief Subhan, M.A., Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Wahidin, MA, selaku ketua jurusan KPI dan Umi Musyarofah, MA.,

selaku sekretaris jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) atas segala

bantuan yang berbentuk masukan dan juga kemudahan dalam mengurus

segala macam administrasi.

3. Bapak Lili Bariadi, M.M, M.Si, selaku pembimbing yang tiada pernah

lelah dan letih dalam memberikan bimbingan kepada penulis. Segala kesabaran dalam menunjukkan kesalahan penulisan maupun pengetikan

mungkin tidak ternilai harganya. Penulis hanya bisa berdoa, semoga apa

yang Bapak berikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT,

dan merupakan nilai ibadah di sisi-Nya.

4. Petugas perpustakaan utama dan perpustakaan fakultas Dakwah dan

Komunikasi yang sudah melayani penulis dalam memenuhi kebutuhan

literatur.

5. Orang tua penulis, Bapak H. Sholihan, yang terus memberikan semangat

dan dukungan kepada penulis agar sesegera mungkin untuk menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Juga Ibu Sukarsih (alm), semoga apa yang beliau

selalu doakan dan inginkan kepada anak-anaknya terkabul, dan beliau

mendapatkan tempat di sisi Allah SWT, amin.

6. Saudara penulis, Sholihah, Abdul Qadir, Abdul Hadi, Maimun, yang tiada

henti-hentinya mendorong dan membantu penulis agar selekas mungkin

menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih sekali lagi.

7. H. Abdullah Mas’ud, M.Si. Terima kasih sudah meluangkan waktunya

untuk melayani wawancara dengan penulis dan memberikan data yang

penulis perlukan dalam penulisan skripsi ini.

8. Para dewan guru Pesantren An-Nahdlah beserta seluruh santri, yang sudi

memberikan tempat kepada penulis saat melakukan penelitain. Semoga

mendapatkan imbalan dari Allah SWT.

9. Teman-teman penulis di KPI 2002 kelas E: Nasrul Umam Syafi’I, S. Sos.I,

Ufi Ulfiyah, S.Sos.I, Louis Gambua, Iwan Komaruddin, S.Sos.I, dan

seluruh teman-teman seangkatan penulis yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas masukan yang kalian berikan

dalam skripsi ini.

10. Untuk seluruh aktivitis WASIAT (Wadah Silaturrahmi Alumni Tarbiyatut

Tholabah) di Jakarta: Ka’ Milah, Pak Salam, Huda, Kholid, Da’il, Umus,

Sun’iyah, Qoni’ah, Memey, Nengil, Hanna, Abdul Aziz, Ogie, Rohul,

Farih, Najib, Fauzul, Muchtar, dan seluruh anggota WASIAT yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

11. Seluruh karyawan Masjid Al-Muqsith dan guru LPQ (Lembaga

Pendidikan al-Qur’an) Al-Muqsith, Tugu Utara Cisarua Bogor: Syamsul

Arifin, Thobroni, Siti Jamilah, yang menemani perjuangan penulis dalam

mengaplikasikan ilmu yang di dapat di bangku kuliah. Tetap

semangat…..!

12. Seluruh teman-teman penulis yang tidak mungkin penulis sebutkan

namanya satu persatu di sini. Terima kasih atas bantuan yang diberikan.

Akhirnya, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kemajuan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis yakin bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan literatur yang berguna bagi semua pihak serta menambah khazanah keilmuan, khususnya bidang dakwah dan komunikasi.

Jakarta, 25 Agustus 2009

Penulis DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...... ii

ABSTRAK ...... iii

KATA PENGANTAR ...... iv

DAFTAR ISI ...... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 8

D. Metodologi Penelitian ...... 9

E. Tinjauan Pustaka ...... 12

F. Sistematika Penulisan...... 14

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN

A. Kiprah dan Dakwah ...... 16

1. Pengertian Kiprah...... 16

2. Pengertian Dakwah ...... 16

3. Unsur-unsur dakwah…………………………………19

B. Pemikiran dan Kewirausahaan ...... 28

1. Pengertian Pemikiran ...... 28

2. Pengertian Wirausaha...... 28

C. Proses Pengembangan dan Internalisasi Kewirausahaan dalam

Berdakwah...... 34

BAB III AKTIFITAS DAKWAH DAN KEWIRAUSAHAAN

ABDULLAH MAS’UD

A. Tempat Kelahiran dan Masa Kanak-kanak ...... 39

B. Latar Belakang dan Rihlah Ilmiah ...... 40

C. Aktivitas Abdullah Mas’ud dalam Bidang Kewirausahaan dan

Dakwah ...... 43

D. Sekilas tentang Pesantren An-Nahdlah ...... 45

BAB IV ANALISIS KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH

MAS’UD TENTANG DAKWAH DAN WIRAUSAHA

A. Kiprah Abdullah Mas’ud dalam Berdakwah dan

Berwirausaha ...... 51

B. Pemikiran Abdullah Mas’ud dalam Berdakwah dan

Berwirausaha ...... 59

C. Proses Pengembangan Kewirausahaan di Pesantren

An-Nahdlah ...... 62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 69

B. Saran-saran ...... 70

DAFTAR PUSTAKA ...... 72 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai seorang muslim, tentu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah kewajiban. Seorang muslim hendaknya tidak menengadahkan tangannya, mengharap belas kasihan dari orang lain untuk bertahan hidup. Ia harus bekerja dan mencari nafkah yang halal di mata Allah, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena apa yang dihasilkan dari bekerja tersebut, lebih baik dari pada apa yang diterimanya jika ia menengadahkan tangannya, mengharapkan belas kasihan. Kerja adalah usaha komersil yang dianggap sebagai suatu keharusan demi hidup atau sesuatu yang imperatif dalam diri dan terikat pada identitas diri yang telah diberikan oleh agama.1 Kerja untuk menghasilkan uang guna mencukupi kebutuhan hidup, bagi seorang Muslim merupakan suatu keharusan, terutama bagi mereka yang sudah berumah tangga. Karena mencukupi kebutuhan keluarga, baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, biaya pendidikan dan lain sebagainya, adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Karena Allah SWT akan murka bila seorang suami menelantarkan keluarganya dengan tidak bekerja mencari nafkah.

Untuk mencari nafkah, ada yang bekerja sebagai buruh, karyawan, eksekutif muda, politisi dan lain sebagainya. Selain itu ada juga yang memilih untuk berusaha sendiri atau menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Mereka ini adalah orang-orang yang memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Maju dan mundurnya usaha yang dirintis tergantung seberapa keras kerja seseorang.

Semakin keras seseorang dalam bekerja, maka kemungkinan usahanya berkembang akan semakin besar. Sebaliknya, semakin malas seseorang bekerja

1 Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta, LP3ES, 1993), h. 3. sebagai seorang wirausaha, semakin kecil kemungkinannya untuk berkembang dan sukses dalam berusaha.

Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang. Proses kreatif dan inovatif tersebut biasanya diawali dengan munculnya sesuatu yang baru dan berbeda.2

Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 1995

Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah kepada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.3

Selain kewajiban bekerja dalam rangka untuk pemenuhan kebutuhan hidup, manusia dituntut juga untuk melakukan syiar agama Islam. Jangan sampai karena begitu sibuknya mencari nafkah sehingga melupakan kewajiban seorang muslim dalam hal menyeru kepada kebaikan dan melarang kemunkaran.

Menyeru kepada kebaikan dan mencegah terjadinya kemunkaran, merupakan salah satu dari inti ajaran agama Islam. Dalam bahasa agama, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemunkaran disebut juga dengan amr

2 Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses (Jakarta: Salemba Empat, 2003), hal. 1 3 Umi Sukamto Nurbito, Manajemen Perusahaan Kecil dan Kewirausahaan: Konsep, Prinsip dan Aplikasi, (Jakarta: PPGSM, 1997), hal. 57-58 ma’rûf nahy al-munkar. Sedangkan mensyi’arkan agama Islam, sering disebut sebagai dakwah.

Dakwah dapat ditinjau dari dua segi yaitu, etimologi dan terminologi.

Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab yakni da’â, yad’û, dakwatan. Jadi kata dakwatan atau dakwah adalah mashdar dari da’â yang mana keduanya mempunyai arti yang yaitu ajakan atau panggilan. Sedangkan asal kata da’â ini bisa diartikan dengan bermacam-macam arti, tergantung kepada pemakainnya dalam kalimat, misalnya saja da’âhu yang dapat diartian memanggil atau menyeru akan dia, da’â lahu dapat diartikan mendoakan dia baginya.4

Hal ini serupa dengan pendapat Ahmad Warson Munawir dalam Kamus

Arab Indonesia Al-Munawwir yang menyebutkan bahwa kata dakwah merupakan mashdar dari kata da’a, yad’u yang berarti memanggil, mengajak dan menyeru. 5

Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:

                         

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Nahl: 125) Pemahaman masyarakat awam mengenai dakwah adalah, menyeru kepada yang baik dan mencegah kepada yang munkar serta mengajarkan ajaran agama

4 Al-Wisral Imam Zaidillah, Strategi Dakwah, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), Cet. ke-1, hal. 1 5 Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1996), hal. 406 Islam kepada orang lain dengan melakukan ceramah maupun khotbah di berbagai tempat. Masyarakat masih memahami bahwa dakwah itu harus dilakukan dengan cara menjadi seorang da’i, muballigh, yang sering memberikan ceramah di berbagai tempat dan berbagai perayaan hari-hari besar agama Islam.

Dalam berdakwah, seseorang tidak harus menunggu untuk mencapai umur tertentu. Karena ketika seseorang sudah berada pada posisi mukallaf, maka segala kewajiban yang dibebankan oleh agama, termasuk di antaranya untuk mensyiarkan ajaran agama Islam harus dijalankan. Seseorang bahkan dapat berdakwah meskipun masih kecil. Bahkan, salah satu televise swasta yang ada di

Indonesia pernah menayangkan sebuah program yang berisikan tentang kompetisi untuk menjadi seorang da’i dari kalangan anak-anak, selain mengadakan juga kompetisi da’i untuk kalangan dewasa. Dengan kata lain, dakwah dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki ilmu pengetahuan keagamaan yang cukup.

Kalau dakwah dapat dilakukan kapan saja, bahkan saat masih kanak- kanak, demikian juga dengan berwirausaha. Bahkan sangat dianjurkan bagi para orang tua untuk mengajarkan kepada anak-anaknya untuk memiliki jiwa wirausaha sejak dini. Untuk berwirausaha, seseorang tidak perlu menunggu mencapai umur tertentu untuk menjalankannya. Atau menunggu modal yang cukup dan waktu yang luang untuk memulai berwirausaha.

Salah satu kelebihan orang yang bekerja dengan berwirausaha adalah bahwa ia menguasai penuh dengan usaha yang sedang dijalankannya, tanpa harus diawasi oleh orang lain. Keuntungan yang didapat juga merupakan keuntungan pribadinya, atau dengan rekan-rekan kerja yang memiliki kontribusi dalam usaha tersebut. Berbeda dengan orang yang memilih untuk menjadi karyawan maupun buruh, yang selalu tergantung dengan atasan dan takut terhadap PHK (Pemutusan

Hubungan Kerja).

Pertanyaannya kemudian adalah, dapatkah kita melakukan dakwah sambil berwirausaha? Tentu saja jawabannya sangat bisa, tergantung seberapa besar keinginan dan niat kita untuk menjalaninya. Memang tidak mudah untuk menjalankan dua profesi atau dua kegiatan yang masing-masing kegiatan membutuhkan energi, waktu, biaya, dan tenaga yang tidak sedikit.

Salah seorang yang penulis anggap berhasil menjalankan keduanya, yaitu berdakwah atau mensyiarkan ajaran agama Islam sambil melakukan wirausaha adalah Abdullah Mas’ud. Beliau adalah salah seorang wirausahawan yang juga berdakwah melalui Pondok Pesantren An-Nahdloh. Dalam usianya yang terbilang masih muda, Abdullah Mas’ud terus berupaya mencari terobosan baru dalam berwirausaha dan terus mengembangkan usahanya tanpa melupakan kewajibannya sebagai seorang Muslim untuk terus mensyiarkan ajaran agama

Islam melalui Pondok Pesantren yang diurusnya.

Usaha yang dilakukan oleh Abdullah Mas’ud dengan menggunakan bendera CV. Paramuda, yang di dalamnya meliputi anak perusahaan Paramuda

Advertizing yang mencakup bidang usaha general trading (perdagangan umum), percetakan, event organizer (penyelenggara acara). Advertizing (periklanan).

Kemudian Pustaka Cendekia yang bergerak di bidang penerbitan buku dan majalah. Lalu ada Paramuda Foundation yang bergerak di bidang lembaga pendidikan, pengembangan sumber daya manusia dan life skill, keagamaan dan sosial. Dalam melaksakanan usahanya ini, Abdullah Mas’ud dibantu oleh beberapa karyawan yang oleh beliau lebih sering disebut sebagai mitra kerja.

Sehingga hubungan antara atasan dan bawahan lebih bersifat kekeluargaan.

Apa yang penulis sebut di atas adalah usaha yang dilakukan oleh Abdullah

Mas’ud yang beliau kerjakan di luar mengurusi lembaga pendidikan. Adapun untuk mengurus Pondok Pesantren An-Nahdloh, beliau bersama Dr. H. M.

Asrorun Ni’am Sholeh, MA sebagai direktur An-Nahdlah dan Drs. H. Hilmi

Muhammadiyah, M.Si, selaku Pembina An-Nahdlah, Abdullah Mas’ud menjadi kepala madrasah dan pendidikan formal An-Nahdlah. Meskipun Abdullah Mas’ud memiliki jabatan sebagai kepala madrasah dan pendidikan formal di An-Nahdlah, namun beliau juga sering terlibat langsung dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan para santri. Dengan kata lain, beliau berperan layaknya seorang kyai di pondok-pondok pesantren di Jawa.

Dengan melihat tanggung jawab dan aktivitas Abdullah Mas’ud di atas, ada sesuatu yang luar biasa, ketika beliau dapat membagi waktu dan tenaganya untuk tetap konsisten dalam menjalankan amanat yang diembannya. Hal demikian, tentu membutuhkan tanggung jawab dan juga kemampuan untuk membagi waktu, sehingga segala aktivitas yang dikerjakan dapat berjalan dengan baik.

Mengenai kegiatan wirausaha yang ada di Pondok Pesantren An-Nahdlah, terdapat bidang usaha peternakan, toko buku, serta koperasi pelajar. Usaha-usaha tersebut memang masih baru dirintis, sehingga belum memberikan hasil yang maksimal. Meskipun demikian, berbagai unit kegiatan tersebut dilakukan sungguh-sungguh, hal ini bertujuan untuk memberikan pembelajaran kepada para santri dalam berwirausaha. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh santri adalah mengikuti pelatihan wirausaha.

Dengan segala aktivitasnya tersebut, maka penulis tergerak untuk menulis skripsi yang berjudul “KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD

DALAM BERDAKWAH DAN BERWIRAUSAHA MELALUI PONDOK

PESANTREN AN-NAHDLAH PONDOK PETIR SAWANGAN DEPOK”.

Adapun alasan penulis mengangkat judul tersebut adalah karena ia ini termasuk orang yang relatif muda dalam dunia usaha serta mempunyai perhatian yang cukup tinggi mengenai syiar agama Islam. Hal ini ditandai dengan tekad beliau bersama beberapa temannya mendirikan pondok pesantren An-Nahdlah yang memiliki konsep pendidikan gratis bagi masyarakat miskin dengan fasilitas yang sama, sebagaimana para santri yang membayar penuh. Di dalam pesantren tersebut, para santri selain diajarkan berbagai ilmu agama, juga diajarkan mengenai kewirausahaan, sebagai modal untuk menjalani hidup. Kesibukan

Abdullah Mas’ud dalam berwirausaha, tidak mengurangi perhatiannya terhadap dunia pendidikan dan dakwah di pesantren An-Nahdlah.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Penulis membatasi tulisan ini pada kiprah dan pemikiran Abdullah

Mas’ud dalam berdakwah dan berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-

Nahdloh Pondok Petir Sawangan Depok serta proses pengembangan dan

internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut, penulis rumuskan dalam bentuk

pernyataan sebagai berikut:

a. Bagaimana kiprah Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan

berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir

Sawangan Depok?

b. Bagaimana pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan

berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir

Sawangan Depok?

c. Bagaimana proses pengembangan dan internalisasi nilai-nilai

kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

a. Untuk mengetahui kiprah Abdullah Mas’ud dalam dalam berdakwah

dan berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlha Pondok Petir

Sawangan Depok.

b. Untuk mengetahui pemikiran Abdullah Mas’ud dalam dalam

berdakwah dan berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlah

Pondok Petir Sawangan Depok.

c. Untuk mengetahui proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren

An-Nahdlah. 2. Manfaat Penelitian

Sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat,

yaitu:

a. Secara akademis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan

pengetahuan tentang dakwah dan berwirausaha bagi khazanah keilmuan

Islam. Serta dapat memberikan referensi bagi peminat dakwah.

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi

kalangan teoritis, praktisi dan aktivis dakwah yang konsen di bidang

wirausaha khususnya. Serta umumnya bagi para praktisi dakwah yang

menjadikan wirausaha sebagai penopang untuk berdakwah mensyiarkan

ajaran agama Islam.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. di mana penelitian kualitatif menekankan bahwa setiap temuan

(sementara) dilandaskan pada data, sehingga temuan itu semakin tersahihkan

sebelum dinobatkan sebagai teori.6

6 A. Chaidar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif; Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2002), Cet. Ke-1, hal. 102 2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan

(field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke

lapangan, mewawancari dan mengamati objek penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi adalah sebuah metode ilmiah berupa pengamatan dan

pencatatan secara sistematik mengenai fenomena-fenomena yang

diselidiki.7 Pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan untuk

memperoleh data berkenaan dengan fokus penelitian. Penulis melakuan

observasi di Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Sawangan.

b. Wawancara

Suatu wawancara dapat disifatkan sebagai suatu proses interaksi

dan komunikasi dimana sejumlah variabel memainkan peranan yang

penting karena kemungkinan untuk mempengaruhi dan menentukan hasil

wawancara.8 Dengan melakukan wawancara langsung dengan Abdullah

Mas’ud, diharapkan bisa mendapatkan informasi tentang apa yang

dijadikan objek permasalahan dari penelitian ini.

Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai Abdullah Mas’ud

untuk menggali informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Selain itu

juga penulis mewawancarai beberapa pengurus pesantren dan karyawan

7 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hal. 83 8 J. Vredenberg, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1984), hal. 88 - 89 Abdullah Mas’ud untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam

penelitian ini.

c. Dokumentasi

Dalam penelitian ini juga mengumpulkan berbagai macam

dokumentasi seperti foto, kliping surat kabar maupun majalah yang

berkenaan dengan tema penelitian untuk kemudian dijadikan data penguat

dalam penyusunan skripsi ini.

Data-data yang sudah terkumpul kemudian dijelaskan secara sistematis yang mudah untuk dicerna dan dipahami karena itu metode yang digunakan dari hasil penelitian nanti menggunakan metode deskriptif analitik9. Temuan data akan dianalisa dengan menggunakan teori yang telah dikemukakan sebelumnya.

Metode deskiptif analitik adalah metode yang mencoba memaparkan atau menggambarkan kiprah dan pemikiran Abdullah Mas’ud dalam dalam berdakwah dan berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdlha Pondok

Petir Sawangan Depok.

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi karangan

Hamid Nasuhi, et.all, yang diterbitkan oleh CeQDA tahun 2007

9 Wardi Bahtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997) hal. 39 E. Tinjauan Pustaka

Pembahasan mengenai dakwah dan wirausaha belum pernah dibahas sebelumnya. Namun, dalam penelusuran penulis, terdapat beberapa pembahasan mengenai wirausaha yang penulis temukan di Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Di antaranya adalah Muhammad Syaichu dalam skripsinya yang berjudul Pengembangan Ekonomi Masyarakat Melalui Wirausaha Industri

Perhiasan (Aksesoris) Di Desa Taman Rahayu Kec. Setu Kabupaten Bekasi.

Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2006. Dalam skripsinya tersebut, Syaichu berusaha menjelaskan bagaimana mengembangkan ekonomi masyarakat dengan memberikan motivasi kepada mereka untuk melakukan wirausaha, salah satunya dengan usaha industri perhiasan (aksesoris). Dalam skripsinya tersebut, Syaichu menemukan masalah bahwa, masyarakat banyak yang terkendala pada masalah akses pada modal dan pangsa pasar dari hasil kerajinan mereka. Untuk itu diperlukan perhatian dari berbagai pihak untuk mendukung keberhasilan usaha mereka, sehingga terjadi perbaikan ekonomi yang signifikan pada masyarakat daerah penelitian.

Selanjutnya adalah Titin Yuniartin, yang menulis skripsinya dengan judul

Kajian Hadis-hadis tentang Wirausaha, Jurusan Tafsir Hadit Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2003. Dalam skripsinya ini

Titin berusaha mengkaji hadis-hadis yang membahas tentang wirausaha dengan menelusuri periwayatannya sehingga dapat diketahui kualitas hadis tersebut, apakah dapat dijadikan dalil atau tidak. Lalu Ahmad Sapei, dalam skripsinya yang berjudul Pemberdayaan

Ekonomi Umat Melalui Pengembangan Wirausaha, Sejarah Peradaban Islam,

Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004.

Dalam skripsinya ini, Sapei berusaha untuk memberikan langkah-langkah jitu kepada masyarakat dengan memberdayakan kemampuan dan keahlian mereka untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka dengan berwirausaha. Hal ini dilakukan karena dengan berwirausaha, kemungkinan seseorang untuk berhasil lebih besar jika dibandingkan harus menjadi karyawan atau buruh. Meskipun demikian, ada resiko yang harus siap ditanggung oleh mereka yang melakukan wirausaha.

Berikutnya adalah Ajeng Sofa Marwaty dalam skripsinya yang berjudul

Upaya Bimbingan Islam Dalam Menanamkan Motivasi Wirausaha Pada Santri

Remaja Pengajian Al Falah Desa Lulut Bogor, Bimbingan Penyuluhan Islam,

Fakutlas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2003.

Dalam skripsinya ini, Ajeng berusaha untuk melakukan bimbingan kepada para santri Pengajian Al-Falah yang ada di Desa Lulut Bogor untuk menanamkan motivasi yang kuat kepada mereka dalam melakukan wirausaha.

Yang terakhir adalah Yudi Yansyah dalam skripsinya yang berjudul

Aplikasi Manajemen Wirausaha Para Pedagang Muslim Pasar Pd. Jaya Grogol,

Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, tahun 2005. Dalam skripsinya ini, Yudi membahas mengenai aplikasi manajemen wirausaha yang dilakukan pada para pedagang yang beragama

Muslim di pasar Pondok Jaya Grogol. Dengan mengaplikasikan manajemen yang baik, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para pedagang sehingga membantu ekonomi mereka.

Adapun penelitian yang akan penulis lakukan ini, letak perbedaannya pada bagaimana kiprah dan pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan berwirausaha melalui Pondok Pesantren An-Nahdloh, Pondok Petir Sawangan.

Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk menggali dan mengkaji mengenai pemikiran Abdullah Mas’ud dalam melaksanakan dakwah disela-sela kesibukannya dalam mengurus usahanya dan juga pondok pesantren yang dipimpinnya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui secara global tentang penulisan ini, maka sistematika penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, yang membahas tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan.

Bab II Landasan Pemikiran, bab ini membahas tentang kiprah dan dakwah

yang meliputi, pengertian kiprah, pengertian dakwah dan metode

dakwah. Selanjutnya diteruskan dengan bahasan tentang pemikiran

dan kewirausahaan, yang terdiri dari pengertian pemikiran,

pengertian wirausaha. Selanjutnya adalah proses pengembangan

dan internalisasi wirausaha dalam berdakwah.

Bab III Aktifitas Dakwah dan kewirausahaan Abdullah Mas’ud, yang

membahas mengenai, Tempat Kelahiran dan Masa Kanak-kanak, Latar Belakang dan Rihlah Ilmiah, Aktivitas Abdullah Mas’ud

dalam Bidang dakwah dan kewirausahaan

Bab IV Analisis Kiprah dan pemikiran Abdullah Mas’ud Tentang Dakwah

dan Wirausaha. Dalam bab ini akan dibahas dan dianalisa

mengenai kiprah Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan

berwirausaha, pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan

berwirausaha dan proses pengembangan kewirausahaan di

pesantren An-Nahdlah

BAB V Penutup, yang membahas tentang kesimpulan dan saran-saran

BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

D. Kiprah Dakwah dan Kewirausahaan

1. Pengertian Kiprah

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia secara etimologi kiprah

adalah kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau

berpartisipasi dengan semangat tinggi atau bergerak, berusaha disebuah

bidang.10 Sedangkan menurut WJS. Purwodarminta dalam Kamus Umum

Bahasa Indonesia kata kiprah diartikan sebagai tindakan, aktifitas,

kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seseorang terhadap ideologi atau

institusinya.

2. Pengertian Dakwah

Dakwah dapat ditinjau dari dua segi yaitu, yakni etimologi dan

terminologi. Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab yakni

da’a, yad’u, dakwatan. Jadi kata dakwatan atau dakwah adalah mashdar dari

da’a yang mana keduanya mempunyai arti yang sama yaitu ajakan atau

panggilan. Sedangkan asal kata da’a ini bisa diartikan dengan bermacam-

macam arti, tergantung kepada pemakainnya dalam kalimat, misalnya saja

da’ahu yang dapat diartikan memanggil atau menyeru akan dia, da’alahu

dapat diartikan mendoakan dia baginya.11

10 Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hal. 442 11 Al-Wisral Imam Zaidillah, Strategi Dakwah, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), Cet. ke-1, hal. 1 Apabila kita melihat dalam struktur kalimat, maka kata dakwah artinya bisa bermacam-macam. Berikut contoh penggunaannya dalam beberapa ayat

Al-:

a. Dakwah berarti ajakan, pada Q.S Yusuf:33 yang berbunyi:

ِ ِ ِ ِ ِ ﻗَ َﺎل َر ﱢب ﱢاﻟﺴ ْﺠ َﻦ أَ َﺣ ﱡﺐ إَﱠﱄ ﳑﱠﺎ ﺗَْﺪﻋُْﻮﻧَِﲎ إﻟَْﻴﻪ َوإﱠﻻ ﺗَ ْﺼِﺮ ْف َﻋﱢﲏ َﻛْﻴَﺪُﻫ ﱠﻦ أَ ْﺻ ُﺐ ِ ِ ِ ِِ إﻟَْﻴﻬ ﱠﻦ َوأَ ُﻛ ْﻦ ﻣ َﻦ ْاﳉَﺎﻫﻠَْﲔ . Artinya: Yusuf berkata:"Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk ( memenuhi keinginan mereka ) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh". (QS. 12:33)

b. Dakwah berarti seruan, pada Q.S Yunus:25 yang berbunyi:

ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ٍ َواﷲ ﻳَْﺪﻋُﻮا إَﱃ َدار ﱠاﻟﺴَﻼم َوﻳـَْﻬﺪى َﻣ ْﻦ ﻳَ َﺸﺎءُ إَﱃ ﺻَﺮاط ُﻣ ْﺴﺘَﻘْﻴﻢ .

Artinya: Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (QS. 10:25)

c. Dakwah berarti panggilan, pada Q.S Al-Anfal:24 yang berbunyi:

ﱠِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﻳَﺎ أَﻳـﱡَﻬﺎ اﻟﺬﻳْ َﻦ أََﻣﻨُﻮا ْاﺳﺘَﺠْﻴﺒُﻮا ﷲَ َوﻟ ﱠﻠﺮُﺳْﻮل إذَا َد َﻋ ُﺎﻛ ْﻢ ﻟَﻤﺎ ُْﳛﻴْﻴ ُﻜ ْﻢ َو ْاﻋﻠَُﻤﻮا أَﱠن ِ ِِ ِ ِ اﷲَ َﳛُْﻮُل ﺑـََْﲔ اﻟَْﻤْﺮء َوَﻗـْﻠﺒﻪ َوأَﻧﱠﻪُ إﻟَْﻴﻪ ُْﲢ َﺸُﺮْوَن . Artinya: Hai orang-orang beriman, penuhilah panggilan Allah dan panggilan Rasul apabila Rasul memanggil kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS. 8:24)

Dari pengertian etimologis, Prof Thoha Yahya Oemar mendefinisikan dakwah dengan mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan Allah sesuai dengan perintah-Nya, untuk kemaslahatan umat manusia didunia dan

diakhirat.12

Sementara menurut Jamaluddin Kafie dalam bukunya Psikologi

Dakwah menyebutkan bahwa dakwah merupakan suatu strategi

menyampaikan nilai-nilai Islam kepada umat manusia demi tata kehidupan

yang imani dan realitas hidup yang Islami.13 Sedangkan menurut Endang

Saefuddin Anshari dakwah itu adalah upaya aktualisasi ajaran Islam pada

semua sisi kehidupan manusia.14

Banyak sekali memang yang memberi pengertian dakwah secara

terminologi, salah satunya adalah Syeikh Mahfudz dalam kitabnya

Hidayatul Mursidin yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz. Bagi beliau dakwah

merupakan upaya untuk mendorong dan memotivasi manusia agar berbuat

kebaikan dan terus mengikuti jalan petunjuk (agama), melakukan amar maruf

nahi munkar dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.15

Sedangkan Aboe Bakar Atjeh menyatakan bahwa dakwah merupakan

seruan kepada seluruh umat manusia untuk kembali kepada ajaran hidup

sepanjang ajaran Allah yang benar dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan

nasehat yang baik. 16

Walaupun beberapa ta’rif dakwah di atas berbeda redaksinya akan

tetapi setiap redaksinya memiliki tiga unsur pengertian pokok, yaitu:

12 Thoha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: CV. Wijaya, 1971), hal. 1 13 Jamaluddin Kafie, Psikologi Dakwah, (Surabaya: Indah ,1993), hal. 29 14 Endang Saefuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: CV. Rajawali Press 1986), hal. 25 15 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 9 16 Aboe Bakar Atjeh, Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islamiyah, (Semarang: Romadoni, 1971), hal. 6 a. Dakwah adalah proses penyampaian agama Islam dari seseorang

kepada orang lain

b. Dakwah adalah penyampaian ajaran Islam yang berupa amr ma’ruf

(Ajaran kepada kebaikan) nahy munkar (mencegah kemunkaran)

c. Usaha tersebut dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya

suatu individu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan

sepenuhnya seluruh ajaran Islam.17

Dengan demikian dakwah adalah segala bentuk aktifitas penyampaian ajaran Islam kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk terciptanya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam semua lapangan kehidupan.

3. Unsur-unsur Dakwah

Ada beberapa unsur dakwah yang dapat dijadikan pedoman

keberhasilan dakwah bagi para da’i maupun lembaga sosial keagamaan,

yaitu: dai, mad’u, materi, metode, media dan tujuan. a. Subyek (Da’i)

Subyek adalah unsur pelaksana atau orang yang berdakwah, yaitu

da’i. Unsur ini merupakan komponen yang menentukan keberhasilan

dakwah. Adanya keberhasilan dakwah dapat dilihat pada sejarah

kehidupan Rasulullah SAW, terutama dipengaruhi oleh pribadi beliau

yang berakhlak mulia. Demikian pula para sahabat yang meneruskan

estafet perjuangannya, para ulama yang menyebarkan Islam. Dari karakter

mereka ini dapat diperoleh suatu gambaran bahwa faktor pribadi yang

17 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hal. 10 menjadi perhatian orang yang dihadapinya. Sifat itu haruslah menjadi

panutan bagi para da’i untuk mencapai keberhasilan dakwah.

Secara umum setiap muslim yang mukallaf atau dewasa secara

otomatis dapat menyampaikan dakwah sebagai da’i yang berkewajiban

menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada semua umat manusia. Dalam

arti, suatu proses di mana setiap muslim dapat mendayagunakan masing-

masing kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain agar bersikap dan

bertingkah laku sesuai ajaran Islam. Potensi para da’i akan dianggap lebih

berbobot jika daya kemampuan itu dihimpun dalam suatu lembaga untuk

bersama-sama mewujudkan ajaran Islam.18

b. Obyek (mad’u)

Obyek atau mad’u adalah orang yang menajdi sasaran dakwah atau

masyarakat. Masyarakat sebagai obyek dakwah adalah salah satu unsur

penting di dalam sistem dakwah yang tidak kalah penting peranannya.

Oleh sebab itu, masalah masyarakat adalah masalah yang kompleks yang

harus dipelajari sebelum melangkah ke aktivitas dakwah yang selanjutnya.

Situasi dan kondisi, latar belakang kehidupannya, status sosialnya, adat

istiadat, taraf pengetahuan dan problem-problem lainnya adalah

merupakan pertanyaan yang harus dijawab oleh subyek dai dengan dasar

bekal pengetahuan dan pengalaman yang erat hubungannya dengan

masalah masyarakat atau dalam hal ini dikenal dengan istilah obyek

18 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), Cet. Ke-1, h. 39-40 dakwah.19 Dalam hal ini yang menjadi obyek atau sasaran dakwah adalah

masyarakat pada waktu itu.

c. Materi

Materi adalah bahan yang disampaikan oleh seorang da’i dalam

berdakwah. Pada dasarnya materi dakwah islamiyah tergantung pada

tujuan dakwah yang henak dicapai. Secara global, materi dakwah dapat

diklasifikasikan menjadi tiga hal, yaitu masalah akidah, syariah, dan

masalah akhlak.20

Akidah dalam Islam adalah bersifat i’tiqad bathiniyah yang

mencakup masalah-masalah yang erat hubunganya dengan rukun iman.

Bidang ini bukan saja pembahasannya tertuju pada hal-hal yang wajib

diimani, tetapi meliputi pula masalah-masalah yang dilarang, seperti

syirik, inkar, dan lain sebagainya.

Materi dakwah yang kedua adalah syariah. Masalah ini

berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan

Allah guna mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan mengatur

pergaulan hidup antara sesama manusia. Masalah syairiah juga

berhubungan dengan jual beli, rumah tangga, bertetangga, warisan,

kepemimpinan dan amal-amal saleh lainnya. Demikian pula masalah zina,

minum-minuman yang memabukkan, mencuri, dan lain sebagainya

termasuk pada materi dakwah.

Materi dakwah yang ketiga atau yang terakhir adalah akhlak.

Masalah akhlak ini merupakan manifestasi keimanan, dan akhlak juga

19 Asmuni Sukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islamiyah, (Surabaya: Al-Ikhlas, t.th), h. 65-66 20 Barmawi Umary, Azas-azas Dakwah, (Solo: Ramadhan, 1995), Cet. Ke-3, h. 77 sebagai penyempurna keimanan dan keislama.21 Materi dakwah

sepenuhnya harus bertolak dan bersumber dari Al-Qur’an dan al-Hadits

serta hasil ijtihad para sarjana atau para alim ulama.22

d. Metode

Metode berarti jalan, cara penyajian materi dakwah. Metode

dakwah adalah cara-cara yang dilakukan oleh para dai untuk mencapai

suatu tujuan tertentu atas dasar hikmah, kasih sayang dan persuasif.

Artinya pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human

oriented yang menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.23

Di sisi lain, metode dakwah menyangkut masalah bagaimana

caranya dakwah itu harus dilaksanakan. Tindakan atau kegiatan dakwah

yang telah dirumuskan akan efektif jika dilaksanakan dengan cara yang

tepat. Kalau ditinjau secara umum, metode dakwah terbagi menjadi tiga

bagian, yaitu: bil lisan, bil , dan bil kitabah. Metode bil lisan (al-

maqal), yaitu seperti yang selama ini dipahami oleh sebagian banyak

masyarakat, melalui pengajian, kelompok majlis taklim, di mana ajaran

Islam disampaikan oleh para dai melalui pidato, nasihat atau ceramah

secara langsung. Metode bil haal biasanya dilakukan melalui proyek-

proyek pembangunan dan pengembangan serta pengabdian yang langsung

menyentuh masyarakat sebagai obyek dakwah. Sedangkan metode bil

kitabah, yakni dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan. Akan

tetapi ada cara yang lebih tepat sebagaimana digambarkan dalam al-Qu’an,

21 Ibid, h. 60-63 22 A.H. Hasanuddin, Retorika Dakwah dan Publisitas dalam Kepemimpinan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 41. 23 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, h. 43. yaitu bil hikmah. Hal ini sesuai dengan bunyi al-Qur’an surat Al-Nahl ayat

125:

                         Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Nahl: 125)

Adapun maksud hikmah di sini yaitu bijaksana atau kebijaksanaan,

atau secara luas diartikan sebagai berikut:

“Memahami rahasia sesuatu secara mendalam, sehingga merupakan pendorong untuk suatu langkah yang tepat. Dengan kata lain, dakwah bil hikmah itu sebagai kesanggupan seorang dai untuk menyiarkan ajaran Islam dengan mengingat waktu dan tempat serta masyarakat yang dihadapinya.24

Metode yang akan digunakan tidak ditentukan pada suatu metode

tertentu, tetapi melihat metode dakwah lainnya yang dapat mencapai hasil

kegiatan dakwah secara efektif dan efisien. Dalam al-Qur;an mulai dari

awal sampai akhir tersirat metode, seperti pesan Luqman kepada anaknya,

terkandung pesan psikologi pendidikan, memperkenalkan dunia dan

akhirat dan sebagainya.

24 Abdul Rasyid Shaleh, Manajemen Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), Cet. Ke-2, h. 72-73. Ada beberapa metode dakwah yang kiranya dapat digunakan oleh

para dai untuk mencapai tujuan dakwah, di antaranya:

1) Dakwah Bil-lisan

Dakwah lisan adalah termasuk dari metode dakwah yang sering

digunaakn oleh seorang dai untuk menyampaikan materi kepada para

pendengar (mad’u). Dakwah lisan lebih banyak digunakan oleh dai karena

memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode

lainnya.

Metode bil lisan adalah cara yang digunakan menyampaikan ajaran

Islam melalui lisan. Bentuknya dapat berupa ceramah keagamaan,

pengajian dalam segala bentuknya. Dalam ceramah tersebut dai dapat

melucu, baik melalui kata-kata maupun gerakan badan anggota tubuh dan

mimik wajah.

Metode ini didasarkan atas fakta psikologis bahwa manusia

diberikan rasa ingin senang, di antaranya senang melihat dan mendengar

sesuatu yang lucu yang dapat menghilangkan rasa sedih.25

Dakwah bil-lisan antara lain seperti:

a) Qaulun ma’rufun ialah dengan berbicara dalam pergaulannya

sehari-hari yang disertai dengan misi agama, yaitu agama Islam.

b) Mudzakarah, ialah mengingatkan orang lain jika berbuat salah baik

dalam ibadah maupun dalam perbuatan.

25 Ki Moesa A. Machfoed, Filsafat Dakwah; Ilmu Dakwah dan Penerapannya, (Jakarta: Bulan Bintang, 2004), Cet. Ke-2, h. 108 c) Nasihuddin, ialah memberi nasehat kepada orang yang tengah

dilanda problem kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya

dengan baik, seperti bimbingan penyuluhan agama dan sebagainya.

d) Majlis Ta’lim dengan menggunakan buku atau kitab dan berakhir

dengan dialog atau tanya jawab.

e) Mujadalah ialah perdebatan dengan menggunakan argumentasi

serta alasan dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan

menarik kesimpulan.26

2) Dakwah Bil-Qalam

Dakwah bil-qalam yaitu dakwah dengan menggunakan

keterampilan menulis berupa artikel atau naskah kemudian dimuat dalam

majalah atau surat kabar, brosur, bulletin, buku dan sebagainya. Dakwah

seperti ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu

yang lebih lama serta luas jangkauannya, di samping itu masyarakat atau

suatu kelompok dapat mempelajarinya serta memahaminya sendiri.27

3) Dakwah Bil-hal

Dakwah bil-hal yaitu dakwah yang dilakukan melalui berbagai

kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek

dakwah dengan karya subjek serta ekonomi sebagai materi dakwah.

Adapun cara melakukan dakwah bil-hal sebagai berikut:

a) Pemberian bantuan berupa dana untuk usaha yang produktif.

b) Pemberian bantuan yang bersifat konsumtif.

c) Bersilaturrahmi ke yayasan-yayasan dan panti-panti asuhan.

26 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi; Pendidikan dan Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal. 49. 27 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi, hal. 50 d) Pengabdian kepada masyarakat dan lain-lain.28

e. Media

Media dalam bahasa Latin berarti alat perantara yang merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang, orang, tempat, kondisi tertentu, dan sebagainya.29

Asmuni Syukir berpendapat bahwa ada beberapa media dakwah yang dapat dijadikan alat perantara untuk mencapai tujuan dakwah, yaitu:

1) Lembaga-lembaga pendidikan formal

2) Lingkungan keluarga

3) Organisasi-organisasi Islam

4) Hari-hari besar Islam

5) Media massa, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, kantor-

kantor dan seni serta budaya.30

Sedangkan A. Hasjmy menyatakan bahwa media dan sarana dakwah diperlukan bagi juru dakwah untuk melaksanakan kewajibannya.

Ada beberapa media dan sarana yang membantu, seperti:

1) Mimbar dan khithabah

2) Qalam dan kitabah

3) Masrah dan malhamah (pementasan dan pendramaan)

4) Seni bahasa dan seni suara

5) Madrasah dan rumah

28 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi, hal. 50 29 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islamiyah, h. 163 30 Ibid, h. 168-190 6) Lingkungan kerja dan usaha.31

f. Tujuan

Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai

suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk memeri arah atau

pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah.32 Tujuan merupakan nilai

tertentu yang diharapkan dapat dicapai dan diperoleh. Setipa

penyelenggaraan dakwah harus mempunyai tujuan tanpa itu

penyelenggaraan dakwah tidak mempunyai apa-apa.

Abdul Rosyad Shaleh menyatakan bahwa:

...tujuan juga menjadi dasar pengentuan sasaran dan strategi atau kebijaksanaan serta langkah-langkah operasional dakwah. Di samping itu, tujuan dakwah juga menentukan langkah-langkah penyusunan tindakan dakwah dalam kesatuan-kesatuan horizontal dan vertikal, serta penentuan orang-orang yang berkompeten....33

Bagi proses dakwah, tujuan merupakan salah satu faktor terpenting

dan sentral karena melandasi segenap tindakan dalam rangka usaha kerja

sama dakwah. Tujuan seolah-olah sebagai kompas pedoman yang tidak

boleh diabaikan dalam proses penyelenggaraan dakwah.34

Dalam al-Qur’an disebutkan:

             Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (Q.S. Al-Fushshilat: 33)

31 A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), Cet. Ke-2, h. 321 32 A. Hasjmy, Dustur Dakwah menurut Al-Qur’an, h. 49 33 Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islamiyah, h. 19 34 Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islamiyah, h. 20 Setelah unsur-unsur dakwah tersebut dapat dipenuhi oleh seorang dai,

maka berhasil atau tidaknya tergantung bagaimana ia menerapkan unsur-

unsur tersebut. Penguasaan jama’ah menjadi catatan penting yang harus

selalu diperhatikan oleh seorang dai. Jangan sampai metode, materi, tujuan

yang sudah direncanakan sebelumnya salah sasaran atau tidak pada

tempatnya. Hal ini dapat mengakibatkan gagalnya dakwah yang hendak

dilakukan.

E. Pemikiran dan Kewirausahaan

1. Pengertian Pemikiran

Kata pemikiran menurut WJS. Purwodarminta adalah berati abstraksi

seseorang terhadap sesuatu atau lebih jauh, pemikiran diartikan sebagai

konsepsi, pandangan, nalar akal seseorang atas suatu hal.35 Dalam skripsi ini,

pemikiran yang penulis maksud adalah konsep yang dikemukakan oleh

subjek penelitian mengenai tema penelitain, yaitu tentang dakwah dan

wirausaha. Penulis berusaha untuk mencari tahu konsep yang dimiliki oleh

subjek penelitian untuk kemudian penulis sajikan dalam bentuk laporan

penelitian dengan dianalisa terlebih dahulu dengan menggunakan teori-teori

yang ada.

2. Pengertian Wirausaha

Istilah kewirausahaan ini berasal dari enterpreneur (bahasa perancis)

yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker atau

35 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 735 go between. Menurut Joseph Schumpeter, enterpreneur atau wirausaha adalah

orang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang

dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau

mengolah bahan baku baru.36

Berwirausaha memberi peluang kepada seseorang untuk banyak-

banyak berbuat baik, bukan sebaliknya. Berbuat baik dalam wirausaha

perdagangan, misalnya membantu kemudahan bagi orang yang berbelanja,

kemudahan memperoleh alat pemenuhan kebutuhan, pelayanan cepat,

memberi potongan, memuaskan hati konsumen, dan sebagianya.37 Dengan

demikian, usaha yang ada akan berkembang dengan pesat dan memberikan

keuntungan bagi pemiliknya.

Di dalam buku The Portable MBA in Enterpreneurship, wirausaha

adalah orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah

organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Proses kewirausahaan

meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan

memanfaatkan peluang dengan menciptakan suatu organisasi.

Bagi Schumpeter, seorang enterpreneur tidak selalu seorang pedagang

(businessman) atau seorang manajer; enterpreneur adalah orang yang unik

yang pembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan produk-

produk innovatife dan teknologi baru ke dalam perekonomian.

Secara lengkap wirausaha dinyatakan oleh Joseph Schumpeter sebagai

orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan

barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau

36 Joseph Schumpeter dalam Buchari Alma, Kewirausahaan, (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 22 37 Buchari Alma, Kewirausahaan, hal. 229 mengolah bahan baku baru. Orang tersebut melakukan kegiatannya melalui

organisasi bisnis yang baru atau pun yang telah ada. Dalam definisi tersebut

ditekankan bahwa wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang

kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang

tersebut. Sedangkan proses kewirausahaan adalah meliputi semua kegiatan

fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan

menciptakan suatu organisasi. Istilah wirausaha dan wiraswasta sering

digunakan secara bersamaan, walaupun memiliki substansi yang agak

berbeda.38

Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan

dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari

kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan

berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan

peluang. Proses kreatif dan inovatif tersebut biasanya diawali dengan

munculnya sesuatu yang baru dan berbeda.39

Kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang

yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia

nyata secara kreatif. Sukses kewirausahaan akan tercapai apabila berpikir dan

melakukan sesuatu yang baru atau sesuatu yang lama dengan cara-cara baru

(think and doing new thing in new way).40

Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki jiwa mandiri, bisa

mengadakan kombinasi baru, selalu memiliki rasa wewenang, melihat ke

38 Artikel diakses pada tanggal 02 Agustus 2209 dari http://www.geocities.com/agus_lecturer/kewirausahaan/definsi_kewirausahaan.htm 39 Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses (Jakarta: Salemba Empat, 2003), hal. 1 40 Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses, hal. 2 masa depan, mempunyai naluri yang kuat, mempunyai kebebasan berpikir

dan mempunyai jiwa kepemimpinan. Kewirausahaan adalah sikap untuk

melakukan suatu usaha karena ada suasana yang mendukung untuk

merealisasikannya. Seorang wirausahawan akan selalu berpikir untuk

bertindak mencari pemecahan, sesuai dengan gagasan yang muncul untuk

meraih suatu tujuan/target tertentu.41

Menurutu Suharsono Sagir mengatakan bahwa wirausaha adalah

“seorang yang modal utamanya adalah ketekunan yang dilandasi sikap

optimis, kreatif dan melakukan usaha sebagai pendiri utama disertai pula

dengan keberanian menanggung resiko berdasarkan suatu perhitungan dan

perencanaan yang tepat.”42

Sedangkan menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4

Tahun 1995 Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan

kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang

mengarah kepada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja,

teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka

memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan

yang lebih besar.43

Dalam pengertian wirausaha di atas tersimpul konsep-konsep seperti

situasi baru, mengorganisir, menciptakan, kemakmuran, dan menanggung

resiko. Wirausaha ini dijumpai pada semua profesi seperti pendidikan,

41 Mujahid, AK, dkk, Kepemimpinan Madrasah Mandiri, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2002), hal. 37 42 Buchari Alma, Kewirausahaan, hal. 18 43 Umi Sukamto Nurbito, Manajemen Perusahaan Kecil dan Kewirausahaan: Konsep, Prinsip dan Aplikasi, (Jakarta: PPGSM, 1997), hal. 57-58 kesehatan, penelitian, hukum, arsitektur, engineering, pekerjaan sosial dan distribusi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kewirausahaan adalah sikap yang optimis, kreatif, berbudi luhur, berani menanggung resiko dan bersemangat dalam melakukan usahanya.

a. Jiwa dan Sikap Kewirausahaan

Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang yang

menafsirkan dan memandang bahwa kewirausahaan identik dengan apa

yang dimiliki dan dilakukan “usahawan” atau “wiraswasta”. Pandangan

tersebut tidaklah tepat, karena jiwa dan sikap kewirausahaan dimiliki oleh

setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif baik kalangan

usahawan maupun masyakat umum seperti petani, karyawan, pegawai

pemerintah, mahasiswa, guru, dan pimpinan organisasi lainnya.

Proses kreatif dan inovatif hanya dilakukan oleh orang-orang yang

memiliki jiwa dan sikap kewirausahaan, yaitu orang yang percaya diri

(yakin, optimis, dan penuh komitmen), berinisiatif (energik dan percaya

diri), memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke

depan), memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil beda), dan berani

mengambil resiko dengan penuh perhitungan (karena itu suka akan

tantangan).44

Setiap kewirausahaan meliputi keterbukaan, kebebasan, pandangan

yang luas, berorientasi pada masa datang, berkeyakinan, sadar, dan

menghormati orang lain dan pendapat orang lain.

44 Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses, hal. 2 Orang yang terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru akan

lebih siap untk menghadapi segala peluang, tantangan dan perubahan

sosial, misalnya dalam mengubah standar hidupnya. Orang-orang yang

terbuka terhadap ide-ide baru merupakan wirausaha yang inovatif dan

kreatif yang ditemukan dalam jiwa kewirausahaan.

Telah dikemukakan di atas bahwa wirausaha adalah innovator dalam

mengkombinasikan sumber-sumber bahan baru, teknologi baru, metode

produksi baru, akses pasar baru dan pangsa pasar baru.

Oleh Ibnu Soedjono menamakan perilaku kreatif dan inovatif tersebut

dengan “entrepreneurial action, yang ciri-cirinya: (1) selalu mengamankan

investasi terhadap resiko, (2) mandiri, (3) berkreaasi menciptakan nilai

tambah, (4) selalu mencari peluang (5) berorientasi ke masa depan.

Perilaku tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai kepribadian wirausaha,

yaitu nilai-nilai keberanian menghadapi resiko, sikap positif, optimis,

keberanian mandiri, memimpin dan kemauan belajar dari pengalaman.

Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Menurut Sujuti Jahja , faktor

internal yang berpengaruh adalah kemauan, kemampuan dan kelemahan.

Sedangkan faktor eksternal yang sangat berpengaruh adalah kesempatan dan

peluang.45

45 Sujuti Jahja, Penelitian tentang Kewirausahaan dalam Rangka Pengembangan Disiplin Ilmu Kewirausahaan, (Makalah Seminar Nasional, Jatinangor: IKOPIN, 1997). F. Proses Pengembangan dan Internalisasi Kewirausahaan dalam

Berdakwah

1. Faktor-faktor Pemicu Kewirausahaan

David C. McClelland, mengemukakan bahwa kewirausahaan

(entrepreneurship) ditentukan oleh:

a. Motif berprestasi (achievement),

b. Optimisme (optimism),

c. Sikap-sikap nilai (value attitudes),

d. Status kewirausahaan (entreprenuerial status).

Ibnoe Soedjono dan Roopke, menyatakan bahwa proses

kewirausahaan atau tindakan kewirausahaan (entrepreneurial action)

merupakan fungsi dari:

a. Property Right (PR),

b. Competency/ability (C),

c. Incentive (I), dan

d. External Environment (E).

Kemampuan berwirausaha (entrepreneurial) merupakan fungsi dari

perilaku kewirausahaan dalam mengkombinasikan kreativitas, inovasi, kerja

keras, dan keberanian menghadapi resiko untuk memperoleh peluang.

2. Ciri-ciri Tahap Permulaan dan Pertumbuhan Kewirausahaan

Pada umumnya proses pertumbuhan kewirausahaan pada usaha kecil

memiliki tiga ciri penting, yaitu:

a. Tahap imitasi dan duplikasi,

b. Tahap duplikasi dan pengembangan, c. Tahap menciptakan sendiri barang dan jasa baru yang berbeda.

Dilihat dari prosesnya, Zimerer, membagi tahap perkembangan

kewirausahaan menjadi dua, yaitu:

a. Tahap awal (perintisan),

b. Tahap pertumbuhan.

3. Langkah Menuju Keberhasilan Wirausaha

a. Memiliki ide atau visi bisnis yang jelas.

b. Kemauan dan keberanian untuk menghadapi resiko baik waktu

maupun uang.

c. Membuat perencanaan usaha, mengorganisasikan, dan

menjalankannya.

d. Mengembangkan hubungan, baik dengan mitra usaha maupun dengan

semua pihak yang terkait dengan kepentingan perusahaan.

4. Faktor Penyebab Kegagalan Wirausaha

Penyebab wirausaha gagal dalam menjalankan usahanya:

a. Tidak kompeten dalam manajerial

b. Kurang berpengalaman, baik itu kemampuan teknik,

memvisualisasikan usaha, mengkoordinasikan, mengelola sumber

daya

c. Kurang dapat mengendalikan keuangan

d. Gagal dalam perencanaan

e. Lokasi yang kurang memadai

f. Kurangnya pengawasan peralatan

g. Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha h. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan

Potensi yang membuat seseorang mundur dari kewirausahaan:

a. Pendapatan yang tidak menentu

b. Kerugian akibat hilangnya modal investasi

c. Perlu kerja keras dan waktu yang lama

d. Kualitas kehidupan yang tetap rendah meskipun usahanya mantap

5. Keuntungan dan Kerugian Berwirausaha

Keuntungan berwirausaha:

a. Otonomi

b. Tantangan awal dan perasaan motif berprestasi

c. Kontrol finansial

Kerugian berwirausaha:

a. Pengorbanan personal

b. Beban tanggungjawab

c. Kecilnya margin keuntungan dan kemungkinan gagal

Berdasarkan beberapa pendapat yang penulis kemukakan di atas,

penulis dapat menyimpulkan bahwa sifat-sifat wirausaha adalah seluruh

sikap-sikap positif yang menjadi kekuatan pribadi untuk mencapai tujuan dan

kebutuhan hidupnya.

G. Kreativitas dan Inovasi dalam Wirausaha

Bila menganalisis kembali bagaimana para ahli menjelaskan sosok wirausaha, ciri kreatif dan inovatif tampak sangat menonjol. Oleh karena itu, banyak pembahasan tentang wirausaha dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan kedua ciri tersebut.

Dalam wacana sosial dan kepustakaan riset, pengertian kreativitas dan inovasi sering dicampur-aduk. Munculnya istilah yang berbeda-beda ini menurut

Wehner, Csikzentmhalyi, & Magyarei Beck dikarenakan kreativitas diterapkan pada berbagai bidang yang berbeda.

Untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, Wehner, Csikzentmhalyi, &

Magyarei Beck meneliti 100 disertasi dari berbagai bidang ilmu. Mereka menemukan bahwa dalam dunia bisnis kreativitas lebih dikenal dengan istilah inovasi dan cenderung dilihat pada tingkat organisasi. Sebaliknya dalam bidang psikologi, cenderung istilah kreativitas dan lingkup bahasannya cenderung dilihat pada tingkat individu. Dengan demikian, istilah kreativitas menunjukkan kreativitas individu, sedangkan istilah inovasi menunjuk pada kreativitas tingkat organisasi.46

Sifat keorisinal seorang wirausaha menuntut adanya kreativitas dalam pelaksanaan tugasnya. Carol Kinsey Goman menyatakan bahwa kreatif ialah menghadirkan suatu gagasan baru bagi anda. Inovasi adalah penerapan secara praktis gagasan yang kreatif. Conny Setiawan menyatakan kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Produk baru artinya tidak perlu seluruhnya baru tetapi dapat merupakan bagian-bagian produk saja.47

Namun pada intinya kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relative berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

46 Ibid., hal. 40 47 Conny Setiawan dalam Buchari Alma, Kewirausahaan, hal. 51 Para peneliti seperti Amabile, Barron, Eysenck, Gough, dan HacKinnon sependapat bahwa ada satu kepribadian tertentu yang menjadi ciri seorang kreatif, seperti membuat penilaian secara independen, rasa percaya diri, suka akan kerumitan, berorientasi estetis dan berani mengambil resiko. Menurut Molen, sifat kepribadian kreatif sudah ada pada awal kehidupan, yakni ada kecenderungan idnividu dalam menerima konsekuensi kehidupan sosial.48

Ada beberapa faktor personal yang mendorong inovasi adalah: keinginan berprestasi, adanya sifat penasaran, keinginan menanggung resiko, faktor pendidikan dan faktor pengalaman. Adanya inovasi yang berasal dari diri seseorang akan mendorong dia mencari pemicu kearah memulai usaha.

Sedangkan faktor-faktor environment mendorong inovasi adalah: adanya peluang, pengalaman dan kreativitas.49

Tidak diragukan lagi pengalaman adalah sebagai guru yang berharga yang memicu perintisan usaha, apalagi ditunjang oleh adanya peluang dan kreativitas.

Holt berpendapat bahwa kreativitas adalah pembenihan yang memberikan gagasan entrepreneurship, sedangkan inovasi adalah proses dari entrepeneurship.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas menekankan pada munculnya gagasan ke dalam produk yang berguna.

Dengan demikian benarlah apa yang dikatakan Holt bahwa kreativitas adalah syarat untuk inovasi.

48 Benedicta Prihatin Dwi Ariyanti, Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian hal. 44 49 Buchari Alma, Kewirausahaan, hal. 8 BAB III

AKTIFITAS DAKWAH DAN KEWIRAUSAHAAN

ABDULLAH MAS’UD

E. Tempat Kelahiran dan Masa Kanak-kanak

Abdullah Mas’ud lahir di sebuah desa pesisir utara, tepatnya Desa

Bulangan Kecamatan Dukuh Kabupaten Gresik Jawa Timur pada tanggal 10 April

1975. Beliau lahir dari pasangan yang cukup harmonis, yaitu pasangan Bapak

Markan Hadi dan Ibunda Asyiatin. Beliau adalah anak pertama dari 6 bersaudara.

Adik-adiknya adalah: Zumrotul Mahbubah, Lathifatul Suniyah, Farihatul

Basho’ir, Hazimatul Layyinah, Jazil Ahsin Masruri.50

Masa kanak-kanak Abdullah Mas’ud tidak banyak berbeda dengan anak- anak pada umumnya. Beliau sering menghabiskan masa luangnya dengan bermain di sawah, dan tempat-tempat bermain anak-anak desa pada umumnya. Namun demikian, selain asyik bermain dengan teman-teman sebaya, beliau harus belajar untuk mendalami berbagai ilmu, baik ilmu umum yang dipelajari di Madrasah

Ibtidaiyah, maupun ilmu agama yang dipelajari di pondok pesantren.

Malam hari Abdullah Mas’ud mengikuti pengajian yang diadakan di masjid dekat kediamannya. Meskipun di madrasah diniyah beliau sudah mempelajari tata cara membaca al-Qur’an, namun beliau tetap saja ingin mengikuti pengajian yang diadakan di masjid tersebut. Menurut pengakuannya, hal ini karena beliau masih ingin lebih mendalami lagi dan ingin cepat bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.51

50 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus 2009 51 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus 2009 Sebagai anak pertama dari 6 bersaudara, Abdullah Mas’ud juga turut menjaga adik-adiknya dan mengajari apa yang sudah diketahuinya kepada adik- adiknya tersebut.

F. Latar Belakang dan Rihlah Ilmiah

Latar belakang pendidikan Abdullah Mas’ud dimulai dari Madrasah

Ibtidaiyah Miftahul Ulum Gresik tahun 1982 dan tamat pada tahun 1987.

Kemudian dari Madrasah Ibtidaiyah ini beliau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu di Madrasah Tsanawiyah Al-Karimi 2 Gresik pada tahun 1987 dan menamatkan pendidikannya tersebut pada tahun 1990. Setelah itu beliau memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Aliyah Tarbiyatut

Thalabah di Lamongan. Di jenjang pendidikan menengah atasnya ini, Abdullah

Mas’ud juga menimba ilmu dari pesantren di mana beliau sekolah, yaitu madrasah diniyah. Pesantren Tarbiyatut Thalabah ini diasuh oleh K.H. Muhammad Baqir

Adlan. Namun sekarang ini, kepemimpinan pesantren tersebut dilanjutkan oleh putranya yang bernama K.H. Nasrullah Baqir. Di lembaga pendidikan ini,

Abdullah Mas’ud menyelesaikannya pada tahun 1993.

Adapun pendidikan non formal Abdullah Mas’ud dijalaninya pertama adalah di Pesantren Roudlotul Firdaus Gresik pada tahun 1982 hingga tahun 1987.

Ini berarti beliau saat menempuh jenjang pendidikan dasar, juga belajar di pesantren yang tempatnya berlainan. Kemudian beliau menempuh pendidikan non formalnya di pesantren Tarbiyatut Thalabah, Lamongan Jawa Timur.

Selanjutnya, Abdullah Mas’ud memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Jakarta, dengan masuk ke sebuah lembaga pendidikan yang bernama Ma’had Aly Daarur Rahman Jakarta dari tahun 1993 hingga tahun 1997.

Selain itu juga beliau juga belajar di perguruan tinggi yaitu di Fakultas Syariah wa

Qonun IID (Institut Islam Daarur Rahman) Jakarta di tahun yang sama.

Selepas menamatkan pendidikan strata satunya, Abdullah Mas’ud kemudian melanjutkan pendidikan strata dua di Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Jakarta dari tahun 2004 hingga sekarang.

Lalu penulis kemudian menanyakan perihal pengalaman organisasi yang pernah dijalani oleh Abdullah Mas’ud. Dari pengakuannya, saat menimba ilmu di

Pesantren Tarbiyatut Thalabah Lamongan, beliau pernah aktif menjadi Ketua

IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) Komisariat Pesantren Tarbiyatut

Tholabah Lamongan (1991-1992). Setelah melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, Abdullah Mas’ud pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum Senat

Mahasiswa IID Jakarta (1994-1996). Selain itu juga beliau ikut menjadi Pendiri dan Sekretaris Cabang PMII Jakarta Selatan (1995-1997). Karir beliau di dunia aktivis terus meningkat. Hal ini terbukti dengan kedudukannya sebagai Bendahara

Umum PP IPNU (2000-2003). Selain di dunia aktivitis IPNU, beliau juga aktif di dunia dakwah dengan menjadi Sekretaris Jenderal PP FKDMI (Forum

Komunikasi Dai Muda Indonesia) tahun 2004-Sekarang.

Pengalaman organisasinya terus berlanjut dengan aktif di Rabithah Ma’had

Indonesia (RMI), yaitu sebuah organisasi yang menaungi pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Jabatan beliau adalah sebagai Wakil Sekretaris PP RMI

PBNU (2005-2009). Dan saat ini, beliau adalah Ketua Yayasan Paramuda dari tahun 2006 sampai sekarang. Selain asyik di dunia aktivis, beliau juga tidak lupa untuk mencari nafkah, menghidupi dirinya serta untuk bertahan hidup di Jakarta. Menurut pengakuan yang disampaikan Abdullah Mas’ud kepada penulis, pengalaman beliau antara lain adalah Pimpinan Redaksi Lensa Remaja PP IPNU (2001-2003). Memang dalam menjalani suatu profesi, terkadang orang masih ingin berada di dunia di mana dia hidup sebelumnya. Tak terkecuali Abdullah Mas’ud, yang agak sulit untuk meninggalkan dunia aktivis yang digelutinya.

Namun demikian, sebagai seorang wirausahawan, Abdullah Mas’ud terus mencari peluang dalam meningkatkan taraf hidupnya. Selanjutnya, pengalaman kerja beliau adalah sebagai Manajer Produksi Jurnal Khas “Tasawwuf” (2001-

Sekarang).

Salah satu peluang yang diambil oleh Abdullah Mas’ud saat dirinya berusaha untuk meningkatkan karirnya, adalah menjadi Dewan Pendiri/Direktur

Keuangan ELSAS foundation Jakarta (2003-2005). ELSAS Foundation adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat yang ada di Jakarta yang peduli terhadap masalah sosial keagamaan.

Tidak berapa lama kemudian, Abdullah Mas’ud mendirikan sebuah usaha yang diberinya nama Paramuda. Dalam perusahaan ini Abdullah Mas’ud mempunyai kedudukan sebagai Direktur CV. Paramuda Advirtising Jakarta

(2003-Sekarang). Seperti yang telah dijelaskan sekilas di bab satu, Paramuda adalah sebuah perusahaan yang memiliki unit-unit usaha, di antaranya percetakan, penerbitan, pelatihan dan beberapa usaha-usaha lainnya. Lalu pengalaman beliau juga di antaranya adalah sebagai Petugas Haji

Indonesia (PPIH) daerah Makkah (2003). Saat menekuni pekerjaan ini, Abdullah

Mas’ud juga melaksakan perintah kelima agama Islam, yaitu haji.

Kesibukan terakhir yang dijalani oleh Abdulalh Mas’ud saat ini adalah sebagai Kepala Madrasah Tsanawiyah Al-Nahdlah (2006-Sekarang). Di madrasah yang juga pesantren ini, Abdullah Mas’ud memiliki tanggung jawab untuk memantau dan menjalankan roda kehidupan pesantren dengan dibantu oleh beberapa staf guru.

G. Aktivitas Abdullah Mas’ud dalam Bidang Kewirausahaan dan Dakwah

Latar belakang Abdullah Mas’ud yang tidak bisa lepas dari aktivitas sosial keagamaan, membuatnya terus berkarya dan mendedikasikan hidupnya dalam sosial keagamaan. Salah satu kegiatan yang saat ini sedang dijalaninya adalah mendirikan CV Paramuda, sebuah lembaga yang di dalamnya mencakup berbagai macam bidang usaha dan juga sosial keagamaan.

Saat ini Abdullah Mas’ud bertempat tinggal di Jl. Otista Raya (Ruko Prima

Ciputat Blok A-32) Ciputat Tangerang 15411. Tempat kediaman beliau juga merupakan kantor CV Paramuda. Sebelum bertempat tinggal ruko tersebut,

Abdullah Mas’ud tinggal dengan cara mengontrak dan sempat berpindah-pindah tempat. Ruko tersebut saat ini sudah menjadi hak milik Abdullah Mas’ud.

Unit usaha yang berada di bidang sosial keagamaan adalah mengadakan berbagai macam pelatihan yang diperuntukkan untuk memberdayakan generasi muda agar dapat bekerja dengan keahlian yang mereka miliki. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Abdullah Mas’ud, beliau sudah mengadakan 4 kali pelatihan service handphone yang diikuti oleh puluhan peserta. Dalam pelatihan tersebut, Paramuda bekerja sama dengan berbagai instansi pemerintah untuk ikut serta dalam memberdayakan generasi muda, sehingga memiliki keahlian yang selanjutnya diharapkan dapat menjadi lahan pekerjaan bagi dirinya.

Dalam bidang keagamaan beliau bersama beberapa temannya membina kelahiran pesantren An-Nahdlah. Untuk mengurus Pondok Pesantren An-

Nahdloh, beliau bersama Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA sebagai direktur

An-Nahdlah dan Drs. H. Hilmi Muhammadiyah, M.Si, selaku Pembina An-

Nahdlah, Abdullah Mas’ud menjadi kepala madrasah dan pendidikan formal An-

Nahdlah. Meskipun Abdullah Mas’ud memiliki jabatan sebagai kepala madrasah dan pendidikan formal di An-Nahdlah, namun beliau juga sering terlibat langsung dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan para santri. Dengan kata lain, beliau berperan layaknya seorang kyai di pondok-pondok pesantren di Jawa.

Di pesantren ini pula Abdullah Mas’ud memiliki ide kreatif untuk mengajak segenap pengurus dan penghuni pondok pesantren untuk mendirikan unit usaha, yang nantinya diharapkan dapat menghidupi dan memberikan masukan bagi pesantren dan para penghuninya. Ini adalah sebuah langkah yang positif, karena mengajarkan kepada para santri untuk belajar menjadi seorang wirausahawan.

Sebagai seorang wirausahawan, Abdullah Mas’ud sering diundang untuk menjadi pembicara di berbagai acara yang berkenaan dengan wirausaha. Dalam acara tersebut, beliau diminta untuk memberikan kesaksian kepada para peserta bagaimana menjalani proses pendirian sebuah usaha. Dengan berbagi pengalaman, baik yang pahit maupun yang manis, diharapkan para peserta dapat mengambil hikmahnya, dan tidak cepat putus asa jika mengalami kegagalan dalam berusaha.

Dalam salah satu kesempatan, Abdullah Mas’ud memberikan masukan bagi para wirausahawan untuk tetap tekun dan rajin dalam menjalani proses mendirikan sebuah usaha. Beliau menceritakan bagaimana menghadapi suatu kegagalan karena ketidaktahuan akan pengerjaan suatu order. Dengan mengalami kesalahan dan kemudian belajar dari kesalahan tersebut, menurutnya, seseorang akan lebih berhati-hati dalam menjalankan usahanya serta dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang pernah dibuatnya. Ini adalah salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan. Jika seorang wirausahawan tidak memiliki sifat ulet dan mau belajar dari kesalahan yang pernah dibuatnya, maka orang tersebut akan cepat putus asa dan menyerah saat menjalani proses mendirikan sebuah usaha. Jika hal ini terus berlanjut, maka sulit bagi orang itu untuk berhasil membuat suatu usaha.

H. Sekilas tentang Pesantren An-Nahdlah

Pondok Pesantren al-Nahdlah diproyeksikan sebagai pusat transformasi budaya lokal sekaligus benteng terakhir tradisi. Peran ini dipilih setelah mengkaji peran besar pesantren di negeri ini dalam sejarahnya yang sangat panjang. Maka di Pondok Pesantren al-Nahdlah ini di samping berlangsung proses penguatan keimanan dan ketakwaan secara sistematis dan kontinyu juga terjadi proses pelestarian budaya dan tradisi.52

52 Sekilas Pesantren al-Nahdlah, artikel diakses dari http://www.elsas- online.org/pesantren/, tanggal 05 September 2009 Secara lebih spesifik, Pondok Pesantren al-Nahdlah mengembangkan generasi tafaqquh fi al-din. Pola pendekatan oriented yang kontekstual dan sosiologis secara tidak langsung telah menjadikan pesantren sekaligus sebagai pusat pembentukan dan penguatan karakter masyarakat muslim yang lokalistik.

Dengan demikian santri al-Nahdlah menjadi salah satu unsur yang dapat memperkuat corak muslim yang berkarakter Indonesia. Banyak sekali tradisi muslim lokal yang tidak ditemui di belahan dunia lain, seperti tahlil, selapanan, tingkepan, khaul, halal bi halal, dan sebagainya. Jika memperhatikan hal ini maka dapat dipahami bahwa keberadaan Pondok Pesantren al-Nahdlah akan memberikan kontribusi besar bagi proses transformasi ilmu pengetahuan sekaligus pelestarian tradisi di tengah masyarakat Indonesia.

Pondok Pesantren al-Nahdlah merupakan institusi keagamaan dan sosial yang siap sedia bergabung dalam barisan yang berjuang mempertahankan kepentingan dan idealisme komunitas pesantren. Jadi hakikat keberadaan Pondok

Pesantren al-Nahdlah adalah berupaya mewujudkan idealisasi dan kepentingan pesantren sekaligus mengembangkan perjuangan penguatan identitas lokal, membangun peradaban yang berbasis tradisi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan politik kebangsaan.

Sebagai konsekuensi kelahiran Pondok Pesantren al-Nahdlah di tengah arus informasi, corak pergerakan Pondok Pesantren al-Nahdlah adalah menyiapkan genrasi muslim sekaligus mendorong masyarakat untuk berinteraksi dengan budaya baru tanpa harus mengorbankan tradisinya. Maka dalam tataran praksis, Pondok Pesantren al-Nahdlah melengkapi diri dengan gedung megah, pemberlakuan pengajaran sistem klasikal, menata administrasi hingga komputerisasi, pengadaan perpustakaan yang lengkap dengan koleksi mulai dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali hingga buku The Third Way karya

Anthony Giddens, dan membentuk usaha-usaha di sektor ekonomi. Sedangkan di sisi lain, Pondok Pesantren al-Nahdlah masih mempertahankan pola hubungan santri-kiai manhaj Ta’lim al-Muta’allim, pengajian sistem wethon dan sorogan, dan menempatkan figur kiai sebagai institusi yang harus dihormati.

Tujuan Pondok Pesantren al-Nahdlah adalah:

1. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam

pemahaman keagamaan.

2. Meningkatkan kemampuan daya saing secara internasional tentang

ilmu pengetahuan.

3. Menghubungkan Indonesia dalam perkembangan ilmu pengetahuan

internasional.

4. Menyiapkan generasi yang beretika mulia (akhlaq al-karimah) dan

menjunjung tinggi nilai keteladanan.

Fokus Pengembangan Pondok Pesantren Al-Nahdlah

Pondok Pesantren al-Nahdlah mengembangkan:

1. Mengembangkan dan membiasakan berbahasa Arab dan Inggris untuk

menyiapkan generasi muslim yang dapat bersosialisasi dan

berkompetisi di tingkat global. Maka al-Nahdlah mengembangkan

kursus Bahasa Arab/Inggris yang harus diikuti oleh semua santri.

2. Mengembangkan tradisi kajian kitab kuning sebagai sumber otentik

doktrin-doktrin keislaman agar santri terbiasa hidup dengan

berlandaskan pada otentisitas referensi. 3. Mengembangkan teknologi informasi sehingga santri mempunyai

wawasan kehidupan yang luas.

4. Mengembangkan pola perilaku khas pesantren yang menjunjung tinggi

etika, sopan santun dengan menempatkan kiai (dan bentuk-bentuk

institusi terhormat lainnya) sebagai figur sentral keteladanan.

Mengenai sitem pendidikan, Pesantren an-Nahdlah menerapkan sistem pendidikan integral. Dr Niam mengungkapkan selain pendidikan formal, para santri akan menerima pelajaran pendidikan informal. Hakikat pesantren, ucapnya, justru terletak di pendidikan informal. Dalam keseharian para santri belajar keteladan, cara berkehidupan yang baik di bawah asuhan kiai dan pengasuh pondok. Setalah belajar formal di kelas, kehidupan para santri lalu ditangkap oleh kiai dan pembibing asrama, mulai dari ibadah, ekstra kurikuler, semuanya terintergarsi.53

Selain pendidikan formal, yang kebanyakan materinya adalah pengetahun umum, Pesantren an-Nahdlh juga mengajarkan kitab kuning. Penguasaan kitab kuning ini merupakan ciri pesantren. Dari itu, untuk memperkuat pengetahuan kitab kuning, Pesantren an-Nahdlah berkerja sama dengan Pesantren Sunan Giri,

Jawa Timur. Setiap tahun Pesantren Sunan Giri mengirim guru bantu untuk mengajar di an-Nahdlah.

Sementara dalam kesehariannya, para santri menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris sebagai media komunikasi. Kecuali santri baru. Mereka baru pada tahap transisi, jelasnya. Jadi tidak begitu banyak menggunakan kedua bahasa

53 Zul Hidayat, Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok Mencetak Santri Menjadi Berkualitas, artikel diakses dari http://indonesiafile.com/content/view/1714/42/, tanggal 5 September 2009 asing tersebut. Menariknya, dalam triwulan sekali pihak pesantren menghadirkan native speaker untuk Bahasa Arab langsung dari al-Azhar, Mesir.

Native speaker tersebut merupakan mabuts (delegasi) al-Azhar untuk pengembangan Bahasa Arab, ucapnya. Di samping itu, dalam keseharian juga para santri diasuh oleh ustadz, alumnus al-Azhar dan Arab Saudi. Untuk Bahasa

Inggris, Pesantren an-Nahdlah mensekolahkan kader-kadernya ke Pare, Kediri.

Sebuah kampung yang khusus digunakan untuk belajar Bahasa Inggris.

Untuk memperkaya wawasan para santri, Pesantren an-Nahdlah memberikan materi pelajaran yang dipadukan antara laboratorim, perpustakaan, baik digital maupun manual. Saat ini Pesantren an-Nahdlah telah masuk dalam jejaring TV Edukasi yang akan mempermudah proses pembelajaran para santri.

Sementara itu untuk kegiatan ekstra kurikulernya, pesantren memiliki bermacam fasilitas sebagai media untuk mengembangkan minat dan bakat santri.

Mulai dari pembuatan Mading, Pramuka, marawis, karya ilmiah remaja (KIR), pelatihan jurnalistik, sampai cabang olahraga. Saat ini sudah ada santri yang menulis buku dalam bentuk puisi dan buku tentang drugs.

Tentang pengembangan minat dan bakat ini, pesantren memiliki seorang ahli, alumnus Pascasarjana Sosialogi UI, yang khusus memonitor perkembangan dan mengarahkan minat bakat santri secara intens.

Saat ini, dalam usianya yang masih Balita (bawah lima tahun), Pesantren an-Nadlah telah mengukir beragam prestasi. Di tahun pertama meluluskan santri, santri an-Nahdah mendapat nilai tertinggi untuk pelajaran Bahasa Indonesia se-

Depok pada Ujian Nasional (UN). Salah satu santri an-Nahdlah juga diterima di

MAN Insan Cendikia, Serpong, asuhan Prof BJ Habibie. Secara individual, santri an-Nahdlah masuk 10 Besar Olimpiade Sains se-Jawa Barat, katanya sambil mengatakan saat ini MTs Pesantren an-Nahdla telah terakreditasi A.

Dari segi fisik, Pesantren an-Nahdlah masih terus berbenah. Pembangunan gedung juga belum rampung secara sempurna. Yang menarik, bangunan kelas, masjid, dan asrama menjadi satu bangunan yang menyambung. Setiap santri, ustadz, dan tamu yang datang yang masuk ke ruangan harus melepas sepatu.

Lantai pun, terlihat bersih. Semua wajib lepas sepatu. Tapi harus pakai kaos kaki.

Untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat, Pesantren an-Nahdlah menyelenggarakan majelis taklim untuk ibu-ibu dan kelas Taman Pendidikan al-

Quran (TPQ) untuk anak-anak.

Saat ini kegiatan MTs al-Nahdlah dilakukan di atas lahan seluas 3.843 m2.

Kondisi sarana dan prasarana cukup baik. Di areal tersebut berdiri gedung berwujud 6 (enam) ruang belajar; 1 (satu) ruang lab. komputer & bahasa; 1 (satu) auditórium. Tersedia 1 (satu) kantor guru; 1 (satu) kantor eLSAS, 1 (satu) ruang perpustakaan; 18 (delapan belas) toilet/kamar mandi; 1 (satu) lapangan volley; 1

(satu) dapur & kantin, empat (4) ruang asrama putra & putri; 3 kamar inap; dan satu (1) kompleks bisnis. Konsepnya adalah murid diberi kebebasan untuk memanfaatkan fasilitas sebagai media pembelajaran.54

54 Sekilas Pesantren al-Nahdlah, artikel diakses dari http://www.elsas- online.org/pesantren/ BAB III

AKTIFITAS DAKWAH DAN KEWIRAUSAHAAN

ABDULLAH MAS’UD

I. Tempat Kelahiran dan Masa Kanak-kanak

Abdullah Mas’ud lahir di sebuah desa pesisir utara, tepatnya Desa

Bulangan Kecamatan Dukuh Kabupaten Gresik Jawa Timur pada tanggal 10 April

1975. Beliau lahir dari pasangan yang cukup harmonis, yaitu pasangan Bapak

Markan Hadi dan Ibunda Asyiatin. Beliau adalah anak pertama dari 6 bersaudara.

Adik-adiknya adalah: Zumrotul Mahbubah, Lathifatul Suniyah, Farihatul

Basho’ir, Hazimatul Layyinah, Jazil Ahsin Masruri.55

Masa kanak-kanak Abdullah Mas’ud tidak banyak berbeda dengan anak- anak pada umumnya. Beliau sering menghabiskan masa luangnya dengan bermain di sawah, dan tempat-tempat bermain anak-anak desa pada umumnya. Namun demikian, selain asyik bermain dengan teman-teman sebaya, beliau harus belajar untuk mendalami berbagai ilmu, baik ilmu umum yang dipelajari di Madrasah

Ibtidaiyah, maupun ilmu agama yang dipelajari di pondok pesantren.

Malam hari Abdullah Mas’ud mengikuti pengajian yang diadakan di masjid dekat kediamannya. Meskipun di madrasah diniyah beliau sudah mempelajari tata cara membaca al-Qur’an, namun beliau tetap saja ingin mengikuti pengajian yang diadakan di masjid tersebut. Menurut pengakuannya, hal ini karena beliau masih ingin lebih mendalami lagi dan ingin cepat bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar.56

55 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus 2009 56 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus 2009 Sebagai anak pertama dari 6 bersaudara, Abdullah Mas’ud juga turut menjaga adik-adiknya dan mengajari apa yang sudah diketahuinya kepada adik- adiknya tersebut.

J. Latar Belakang dan Rihlah Ilmiah

Latar belakang pendidikan Abdullah Mas’ud dimulai dari Madrasah

Ibtidaiyah Miftahul Ulum Gresik tahun 1982 dan tamat pada tahun 1987.

Kemudian dari Madrasah Ibtidaiyah ini beliau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu di Madrasah Tsanawiyah Al-Karimi 2 Gresik pada tahun 1987 dan menamatkan pendidikannya tersebut pada tahun 1990. Setelah itu beliau memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Aliyah Tarbiyatut

Thalabah di Lamongan. Di jenjang pendidikan menengah atasnya ini, Abdullah

Mas’ud juga menimba ilmu dari pesantren di mana beliau sekolah, yaitu madrasah diniyah. Pesantren Tarbiyatut Thalabah ini diasuh oleh K.H. Muhammad Baqir

Adlan. Namun sekarang ini, kepemimpinan pesantren tersebut dilanjutkan oleh putranya yang bernama K.H. Nasrullah Baqir. Di lembaga pendidikan ini,

Abdullah Mas’ud menyelesaikannya pada tahun 1993.

Adapun pendidikan non formal Abdullah Mas’ud dijalaninya pertama adalah di Pesantren Roudlotul Firdaus Gresik pada tahun 1982 hingga tahun 1987.

Ini berarti beliau saat menempuh jenjang pendidikan dasar, juga belajar di pesantren yang tempatnya berlainan. Kemudian beliau menempuh pendidikan non formalnya di pesantren Tarbiyatut Thalabah, Lamongan Jawa Timur.

Selanjutnya, Abdullah Mas’ud memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Jakarta, dengan masuk ke sebuah lembaga pendidikan yang bernama Ma’had Aly Daarur Rahman Jakarta dari tahun 1993 hingga tahun 1997.

Selain itu juga beliau juga belajar di perguruan tinggi yaitu di Fakultas Syariah wa

Qonun IID (Institut Islam Daarur Rahman) Jakarta di tahun yang sama.

Selepas menamatkan pendidikan strata satunya, Abdullah Mas’ud kemudian melanjutkan pendidikan strata dua di Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Jakarta dari tahun 2004 hingga sekarang.

Lalu penulis kemudian menanyakan perihal pengalaman organisasi yang pernah dijalani oleh Abdullah Mas’ud. Dari pengakuannya, saat menimba ilmu di

Pesantren Tarbiyatut Thalabah Lamongan, beliau pernah aktif menjadi Ketua

IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) Komisariat Pesantren Tarbiyatut

Tholabah Lamongan (1991-1992). Setelah melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, Abdullah Mas’ud pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum Senat

Mahasiswa IID Jakarta (1994-1996). Selain itu juga beliau ikut menjadi Pendiri dan Sekretaris Cabang PMII Jakarta Selatan (1995-1997). Karir beliau di dunia aktivis terus meningkat. Hal ini terbukti dengan kedudukannya sebagai Bendahara

Umum PP IPNU (2000-2003). Selain di dunia aktivitis IPNU, beliau juga aktif di dunia dakwah dengan menjadi Sekretaris Jenderal PP FKDMI (Forum

Komunikasi Dai Muda Indonesia) tahun 2004-Sekarang.

Pengalaman organisasinya terus berlanjut dengan aktif di Rabithah Ma’had

Indonesia (RMI), yaitu sebuah organisasi yang menaungi pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Jabatan beliau adalah sebagai Wakil Sekretaris PP RMI

PBNU (2005-2009). Dan saat ini, beliau adalah Ketua Yayasan Paramuda dari tahun 2006 sampai sekarang. Selain asyik di dunia aktivis, beliau juga tidak lupa untuk mencari nafkah, menghidupi dirinya serta untuk bertahan hidup di Jakarta. Menurut pengakuan yang disampaikan Abdullah Mas’ud kepada penulis, pengalaman beliau antara lain adalah Pimpinan Redaksi Lensa Remaja PP IPNU (2001-2003). Memang dalam menjalani suatu profesi, terkadang orang masih ingin berada di dunia di mana dia hidup sebelumnya. Tak terkecuali Abdullah Mas’ud, yang agak sulit untuk meninggalkan dunia aktivis yang digelutinya.

Namun demikian, sebagai seorang wirausahawan, Abdullah Mas’ud terus mencari peluang dalam meningkatkan taraf hidupnya. Selanjutnya, pengalaman kerja beliau adalah sebagai Manajer Produksi Jurnal Khas “Tasawwuf” (2001-

Sekarang).

Salah satu peluang yang diambil oleh Abdullah Mas’ud saat dirinya berusaha untuk meningkatkan karirnya, adalah menjadi Dewan Pendiri/Direktur

Keuangan ELSAS foundation Jakarta (2003-2005). ELSAS Foundation adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat yang ada di Jakarta yang peduli terhadap masalah sosial keagamaan.

Tidak berapa lama kemudian, Abdullah Mas’ud mendirikan sebuah usaha yang diberinya nama Paramuda. Dalam perusahaan ini Abdullah Mas’ud mempunyai kedudukan sebagai Direktur CV. Paramuda Advirtising Jakarta

(2003-Sekarang). Seperti yang telah dijelaskan sekilas di bab satu, Paramuda adalah sebuah perusahaan yang memiliki unit-unit usaha, di antaranya percetakan, penerbitan, pelatihan dan beberapa usaha-usaha lainnya. Lalu pengalaman beliau juga di antaranya adalah sebagai Petugas Haji

Indonesia (PPIH) daerah Makkah (2003). Saat menekuni pekerjaan ini, Abdullah

Mas’ud juga melaksakan perintah kelima agama Islam, yaitu haji.

Kesibukan terakhir yang dijalani oleh Abdulalh Mas’ud saat ini adalah sebagai Kepala Madrasah Tsanawiyah Al-Nahdlah (2006-Sekarang). Di madrasah yang juga pesantren ini, Abdullah Mas’ud memiliki tanggung jawab untuk memantau dan menjalankan roda kehidupan pesantren dengan dibantu oleh beberapa staf guru.

K. Aktivitas Abdullah Mas’ud dalam Bidang Kewirausahaan dan Dakwah

Latar belakang Abdullah Mas’ud yang tidak bisa lepas dari aktivitas sosial keagamaan, membuatnya terus berkarya dan mendedikasikan hidupnya dalam sosial keagamaan. Salah satu kegiatan yang saat ini sedang dijalaninya adalah mendirikan CV Paramuda, sebuah lembaga yang di dalamnya mencakup berbagai macam bidang usaha dan juga sosial keagamaan.

Saat ini Abdullah Mas’ud bertempat tinggal di Jl. Otista Raya (Ruko Prima

Ciputat Blok A-32) Ciputat Tangerang 15411. Tempat kediaman beliau juga merupakan kantor CV Paramuda. Sebelum bertempat tinggal ruko tersebut,

Abdullah Mas’ud tinggal dengan cara mengontrak dan sempat berpindah-pindah tempat. Ruko tersebut saat ini sudah menjadi hak milik Abdullah Mas’ud.

Unit usaha yang berada di bidang sosial keagamaan adalah mengadakan berbagai macam pelatihan yang diperuntukkan untuk memberdayakan generasi muda agar dapat bekerja dengan keahlian yang mereka miliki. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Abdullah Mas’ud, beliau sudah mengadakan 4 kali pelatihan service handphone yang diikuti oleh puluhan peserta. Dalam pelatihan tersebut, Paramuda bekerja sama dengan berbagai instansi pemerintah untuk ikut serta dalam memberdayakan generasi muda, sehingga memiliki keahlian yang selanjutnya diharapkan dapat menjadi lahan pekerjaan bagi dirinya.

Dalam bidang keagamaan beliau bersama beberapa temannya membina kelahiran pesantren An-Nahdlah. Untuk mengurus Pondok Pesantren An-

Nahdloh, beliau bersama Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA sebagai direktur

An-Nahdlah dan Drs. H. Hilmi Muhammadiyah, M.Si, selaku Pembina An-

Nahdlah, Abdullah Mas’ud menjadi kepala madrasah dan pendidikan formal An-

Nahdlah. Meskipun Abdullah Mas’ud memiliki jabatan sebagai kepala madrasah dan pendidikan formal di An-Nahdlah, namun beliau juga sering terlibat langsung dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan para santri. Dengan kata lain, beliau berperan layaknya seorang kyai di pondok-pondok pesantren di Jawa.

Di pesantren ini pula Abdullah Mas’ud memiliki ide kreatif untuk mengajak segenap pengurus dan penghuni pondok pesantren untuk mendirikan unit usaha, yang nantinya diharapkan dapat menghidupi dan memberikan masukan bagi pesantren dan para penghuninya. Ini adalah sebuah langkah yang positif, karena mengajarkan kepada para santri untuk belajar menjadi seorang wirausahawan.

Sebagai seorang wirausahawan, Abdullah Mas’ud sering diundang untuk menjadi pembicara di berbagai acara yang berkenaan dengan wirausaha. Dalam acara tersebut, beliau diminta untuk memberikan kesaksian kepada para peserta bagaimana menjalani proses pendirian sebuah usaha. Dengan berbagi pengalaman, baik yang pahit maupun yang manis, diharapkan para peserta dapat mengambil hikmahnya, dan tidak cepat putus asa jika mengalami kegagalan dalam berusaha.

Dalam salah satu kesempatan, Abdullah Mas’ud memberikan masukan bagi para wirausahawan untuk tetap tekun dan rajin dalam menjalani proses mendirikan sebuah usaha. Beliau menceritakan bagaimana menghadapi suatu kegagalan karena ketidaktahuan akan pengerjaan suatu order. Dengan mengalami kesalahan dan kemudian belajar dari kesalahan tersebut, menurutnya, seseorang akan lebih berhati-hati dalam menjalankan usahanya serta dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang pernah dibuatnya. Ini adalah salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan. Jika seorang wirausahawan tidak memiliki sifat ulet dan mau belajar dari kesalahan yang pernah dibuatnya, maka orang tersebut akan cepat putus asa dan menyerah saat menjalani proses mendirikan sebuah usaha. Jika hal ini terus berlanjut, maka sulit bagi orang itu untuk berhasil membuat suatu usaha.

L. Sekilas tentang Pesantren An-Nahdlah

Pondok Pesantren al-Nahdlah diproyeksikan sebagai pusat transformasi budaya lokal sekaligus benteng terakhir tradisi. Peran ini dipilih setelah mengkaji peran besar pesantren di negeri ini dalam sejarahnya yang sangat panjang. Maka di Pondok Pesantren al-Nahdlah ini di samping berlangsung proses penguatan keimanan dan ketakwaan secara sistematis dan kontinyu juga terjadi proses pelestarian budaya dan tradisi.57

57 Sekilas Pesantren al-Nahdlah, artikel diakses dari http://www.elsas- online.org/pesantren/, tanggal 05 September 2009 Secara lebih spesifik, Pondok Pesantren al-Nahdlah mengembangkan generasi tafaqquh fi al-din. Pola pendekatan fiqh oriented yang kontekstual dan sosiologis secara tidak langsung telah menjadikan pesantren sekaligus sebagai pusat pembentukan dan penguatan karakter masyarakat muslim yang lokalistik.

Dengan demikian santri al-Nahdlah menjadi salah satu unsur yang dapat memperkuat corak muslim yang berkarakter Indonesia. Banyak sekali tradisi muslim lokal yang tidak ditemui di belahan dunia lain, seperti tahlil, selapanan, tingkepan, khaul, halal bi halal, dan sebagainya. Jika memperhatikan hal ini maka dapat dipahami bahwa keberadaan Pondok Pesantren al-Nahdlah akan memberikan kontribusi besar bagi proses transformasi ilmu pengetahuan sekaligus pelestarian tradisi di tengah masyarakat Indonesia.

Pondok Pesantren al-Nahdlah merupakan institusi keagamaan dan sosial yang siap sedia bergabung dalam barisan yang berjuang mempertahankan kepentingan dan idealisme komunitas pesantren. Jadi hakikat keberadaan Pondok

Pesantren al-Nahdlah adalah berupaya mewujudkan idealisasi dan kepentingan pesantren sekaligus mengembangkan perjuangan penguatan identitas lokal, membangun peradaban yang berbasis tradisi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan politik kebangsaan.

Sebagai konsekuensi kelahiran Pondok Pesantren al-Nahdlah di tengah arus informasi, corak pergerakan Pondok Pesantren al-Nahdlah adalah menyiapkan genrasi muslim sekaligus mendorong masyarakat untuk berinteraksi dengan budaya baru tanpa harus mengorbankan tradisinya. Maka dalam tataran praksis, Pondok Pesantren al-Nahdlah melengkapi diri dengan gedung megah, pemberlakuan pengajaran sistem klasikal, menata administrasi hingga komputerisasi, pengadaan perpustakaan yang lengkap dengan koleksi mulai dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali hingga buku The Third Way karya

Anthony Giddens, dan membentuk usaha-usaha di sektor ekonomi. Sedangkan di sisi lain, Pondok Pesantren al-Nahdlah masih mempertahankan pola hubungan santri-kiai manhaj Ta’lim al-Muta’allim, pengajian sistem wethon dan sorogan, dan menempatkan figur kiai sebagai institusi yang harus dihormati.

Tujuan Pondok Pesantren al-Nahdlah adalah:

5. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam

pemahaman keagamaan.

6. Meningkatkan kemampuan daya saing secara internasional tentang

ilmu pengetahuan.

7. Menghubungkan Indonesia dalam perkembangan ilmu pengetahuan

internasional.

8. Menyiapkan generasi yang beretika mulia (akhlaq al-karimah) dan

menjunjung tinggi nilai keteladanan.

Fokus Pengembangan Pondok Pesantren Al-Nahdlah

Pondok Pesantren al-Nahdlah mengembangkan:

5. Mengembangkan dan membiasakan berbahasa Arab dan Inggris untuk

menyiapkan generasi muslim yang dapat bersosialisasi dan

berkompetisi di tingkat global. Maka al-Nahdlah mengembangkan

kursus Bahasa Arab/Inggris yang harus diikuti oleh semua santri.

6. Mengembangkan tradisi kajian kitab kuning sebagai sumber otentik

doktrin-doktrin keislaman agar santri terbiasa hidup dengan

berlandaskan pada otentisitas referensi. 7. Mengembangkan teknologi informasi sehingga santri mempunyai

wawasan kehidupan yang luas.

8. Mengembangkan pola perilaku khas pesantren yang menjunjung tinggi

etika, sopan santun dengan menempatkan kiai (dan bentuk-bentuk

institusi terhormat lainnya) sebagai figur sentral keteladanan.

Mengenai sitem pendidikan, Pesantren an-Nahdlah menerapkan sistem pendidikan integral. Dr Niam mengungkapkan selain pendidikan formal, para santri akan menerima pelajaran pendidikan informal. Hakikat pesantren, ucapnya, justru terletak di pendidikan informal. Dalam keseharian para santri belajar keteladan, cara berkehidupan yang baik di bawah asuhan kiai dan pengasuh pondok. Setalah belajar formal di kelas, kehidupan para santri lalu ditangkap oleh kiai dan pembibing asrama, mulai dari ibadah, ekstra kurikuler, semuanya terintergarsi.58

Selain pendidikan formal, yang kebanyakan materinya adalah pengetahun umum, Pesantren an-Nahdlh juga mengajarkan kitab kuning. Penguasaan kitab kuning ini merupakan ciri pesantren. Dari itu, untuk memperkuat pengetahuan kitab kuning, Pesantren an-Nahdlah berkerja sama dengan Pesantren Sunan Giri,

Jawa Timur. Setiap tahun Pesantren Sunan Giri mengirim guru bantu untuk mengajar di an-Nahdlah.

Sementara dalam kesehariannya, para santri menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris sebagai media komunikasi. Kecuali santri baru. Mereka baru pada tahap transisi, jelasnya. Jadi tidak begitu banyak menggunakan kedua bahasa

58 Zul Hidayat, Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok Mencetak Santri Menjadi Berkualitas, artikel diakses dari http://indonesiafile.com/content/view/1714/42/, tanggal 5 September 2009 asing tersebut. Menariknya, dalam triwulan sekali pihak pesantren menghadirkan native speaker untuk Bahasa Arab langsung dari al-Azhar, Mesir.

Native speaker tersebut merupakan mabuts (delegasi) al-Azhar untuk pengembangan Bahasa Arab, ucapnya. Di samping itu, dalam keseharian juga para santri diasuh oleh ustadz, alumnus al-Azhar dan Arab Saudi. Untuk Bahasa

Inggris, Pesantren an-Nahdlah mensekolahkan kader-kadernya ke Pare, Kediri.

Sebuah kampung yang khusus digunakan untuk belajar Bahasa Inggris.

Untuk memperkaya wawasan para santri, Pesantren an-Nahdlah memberikan materi pelajaran yang dipadukan antara laboratorim, perpustakaan, baik digital maupun manual. Saat ini Pesantren an-Nahdlah telah masuk dalam jejaring TV Edukasi yang akan mempermudah proses pembelajaran para santri.

Sementara itu untuk kegiatan ekstra kurikulernya, pesantren memiliki bermacam fasilitas sebagai media untuk mengembangkan minat dan bakat santri.

Mulai dari pembuatan Mading, Pramuka, marawis, karya ilmiah remaja (KIR), pelatihan jurnalistik, sampai cabang olahraga. Saat ini sudah ada santri yang menulis buku dalam bentuk puisi dan buku tentang drugs.

Tentang pengembangan minat dan bakat ini, pesantren memiliki seorang ahli, alumnus Pascasarjana Sosialogi UI, yang khusus memonitor perkembangan dan mengarahkan minat bakat santri secara intens.

Saat ini, dalam usianya yang masih Balita (bawah lima tahun), Pesantren an-Nadlah telah mengukir beragam prestasi. Di tahun pertama meluluskan santri, santri an-Nahdah mendapat nilai tertinggi untuk pelajaran Bahasa Indonesia se-

Depok pada Ujian Nasional (UN). Salah satu santri an-Nahdlah juga diterima di

MAN Insan Cendikia, Serpong, asuhan Prof BJ Habibie. Secara individual, santri an-Nahdlah masuk 10 Besar Olimpiade Sains se-Jawa Barat, katanya sambil mengatakan saat ini MTs Pesantren an-Nahdla telah terakreditasi A.

Dari segi fisik, Pesantren an-Nahdlah masih terus berbenah. Pembangunan gedung juga belum rampung secara sempurna. Yang menarik, bangunan kelas, masjid, dan asrama menjadi satu bangunan yang menyambung. Setiap santri, ustadz, dan tamu yang datang yang masuk ke ruangan harus melepas sepatu.

Lantai pun, terlihat bersih. Semua wajib lepas sepatu. Tapi harus pakai kaos kaki.

Untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat, Pesantren an-Nahdlah menyelenggarakan majelis taklim untuk ibu-ibu dan kelas Taman Pendidikan al-

Quran (TPQ) untuk anak-anak.

Saat ini kegiatan MTs al-Nahdlah dilakukan di atas lahan seluas 3.843 m2.

Kondisi sarana dan prasarana cukup baik. Di areal tersebut berdiri gedung berwujud 6 (enam) ruang belajar; 1 (satu) ruang lab. komputer & bahasa; 1 (satu) auditórium. Tersedia 1 (satu) kantor guru; 1 (satu) kantor eLSAS, 1 (satu) ruang perpustakaan; 18 (delapan belas) toilet/kamar mandi; 1 (satu) lapangan volley; 1

(satu) dapur & kantin, empat (4) ruang asrama putra & putri; 3 kamar inap; dan satu (1) kompleks bisnis. Konsepnya adalah murid diberi kebebasan untuk memanfaatkan fasilitas sebagai media pembelajaran.59

59 Sekilas Pesantren al-Nahdlah, artikel diakses dari http://www.elsas- online.org/pesantren/ BAB IV

ANALISIS KIPRAH DAN PEMIKIRAN ABDULLAH MAS’UD TENTANG

DAKWAH DAN WIRAUSAHA

D. Kiprah Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan Berwirausaha

1. Dakwah dalam Pandangan Abdullah Mas’ud

Sebagai salah seorang wirausahawan muda, Abdullah Mas’ud adalah

sosok yang giat dan tidak mengenal lelah dalam berusaha dan berwirausaha.

Selain sebagai sosok wirausahawan, Abdullah Mas’ud juga merupakan

aktivis dakwah yang memiliki perhatian terhadap syiar agama Islam.

Dakwah, sebagai salah satu metode dalam mensyiarkan agama Islam,

dipahami oleh Abdullah Mas’ud sebagai upaya untuk memberikan pengertian

dan pengajaran kepada masyarakat mengenai ajaran Islam itu sendiri. Lebih

lanjut Abdullah Mas’ud menjelaskan bahwa dalam berdakwah seseorang

tidak harus melalui mimbar-mimbar pengajian dan majlis-majlis taklim,

sebagaimana dipahami oleh sebagian besar masyarakat awam. Berdakwah

juga dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang memberikan

kepedulian terhadap pendidikan agama masyarakat, khususnya generasi muda

yang menjadi penerus untuk terus mensyiarkan agama Islam. Hal ini

sebagaimana yang penulis peroleh dari hasil wawancara dengan Abdullah

Mas’ud berikut ini:

“Menurut saya dakwah itu adalah memberikan pengertian dan pengajaran ajaran Islam kepada masyarakat. Dalam upaya untuk memberikan pengertian dan pengajaran tersebut, kita tidak mesti harus melalui mimbar-mimbar ceramah, maupun melalui majlis-majlis taklim, sebagiamana yang dipahamai oleh masyarakat awam, bahwa dakwah itu ya harus ceramah, harus jadi mubaligh maupun mubalighah. Tidak seperti itu. Menurut saya banyak cara yang bisa ditempuh oleh seorang Muslim dalam mensyiarkan agama Islam. Salah satunya adalah melalui lembaga pendidikan. Dengan memberikan perhatian terhadap pendidikan, maka hal tersebut juga bisa menjadi jalan dakwah dalam mensyiarkan agama Islam. Apalagi yang kita perhatikan adalah para generasi muda yang nantinya diharapkan dalam meneruskan perjuangan dalam mensyiarkan ajaran agama Islam di muka bumi ini. Saya beranggapan justru dalam bidang pendidikanlah kita harus menaruh perhatian lebih besar, karena ini adalah fondasi bagi generasi muda untuk terus melangkah, menapaki kehidupan.”60

Dari jawaban yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud tersebut, memiliki makna yang sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Moh. Abdul

Aziz yang memberikan pengertian dakwah sebagai berikut:

d. Dakwah adalah proses penyampaian agama Islam dari seseorang

kepada orang lain

e. Dakwah adalah penyampaian ajaran Islam yang berupa amr ma’ruf

(Ajaran kepada kebaikan) nahy munkar (mencegah kemunkaran)

f. Usaha tersebut dilakukan secara sadar dengan tujuan terbentuknya

suatu individu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan

sepenuhnya seluruh ajaran Islam.61

Seruan untuk mempelajari agama Islam secara lebih mendalam memang menjadi panggilan bagi setiap orang Muslim. Karena pada dasarnya, belajar adalah suatu kewajiban, baik tentang ilmu agama Islam maupun ilmu umum lainnya.

Lalu penulis kemudian mengajukan pertanyaan mengenai kegiatan dakwah beliau selama berwirausaha. Dari jawaban yang penulis peroleh,

Abdullah Mas’ud tetap menjalankan dakwahnya meskipun di tengah-tengah

60 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 61 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 10 aktivitas wirausaha yang ia jalankan. Menurutnya, hal ini sejalan dengan apa yang telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa kita dipersilahkan untuk mencari kehidupan dunia, namun jangan sampai lupa dengan kewajiban kita sebagai orang Muslim. Bahkan Nabi memberikan batasan dalam mencari kehidupan dunia dengan menganggap bahwa kita akan hidup selama-lamanya, namun dalam mencari kehidupan akhirat, kita beranggapan bahwa kita akan meninggal esok hari. Namun demikian, menurut Abdullah

Mas’ud, ada kritik yang harus disampaikan, yaitu alangkah lebih baiknya jika dalam mencari kehidupan dunia pun kita mendapatkan lebih banyak, sehingga dapat membatu syiar Islam tanpa harus menengadahkan tangan mengharap bantuan orang lain. Seperti yang diungkapkannya:

“Kalau anda bertanya kepada saya apakah selama anda berwirausaha anda juga melakukan dakwah, maka jawaban saya adalah iya. Karena dalam beraktivitas untuk mencari penghidupan tersebut, saya tetap berusaha untuk memikirkan syiar Islam yang saya rintis bersama teman-teman di pesantren An-Nahdlah. Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadisnya memberikan petunjuk kepada kita bahwa dalam mencari kehidupan dunia anggaplah kita akan hidup selama-lamanya, namun dalam mencari penghidupan akhirat kita beranggapan bahwa kita akan meninggal esok hari. Dari hadis ini pelajaran yang bisa ditarik adalah bahwa dalam mencari kehidupan dunia, kita dianjurkan untuk mencari seperlunya saja, karena kita kan hidup selama-lamanya. Sebaliknya, dalam mencari kehidupan akhirat, kita harus mencari sebanyak-banyaknya karena esok hari kita tahu kita akan meninggal. Menurut saya, ada kritik dalam hadis tersebut, alangkah baiknya jika dalam mencari kehidupan dunia kita juga mencari sebanyak- banyaknya. Kalau sudah dapat yang banyak, harta tersebut kan bisa kita pergunakan untuk membantu aktivitas dakwah kita, sehingga kita tidak perlu meminta-minta bantuan orang lain, jika memang kebutuhan pendanaan dalam dakwah tersebut sudah mencukupi.”62

Mengenai bentuk dakwah yang dilakukan oleh Abdullah Mas’ud, ia berdakwah melalui lembaga pendidikan agama, yaitu Pesantren Agama.

62 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 Dalam dakwahnya tersebut, melalui Pesantren An-Nahdlah, Abdullah Mas’ud

memberikan santunan kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan di hari-

hari besar agama Islam. Ini dilakukan sebagai salah satu bentuk perhatian

Pesantren terhadap kondisi sekitar. Selain itu juga hal ini untuk memberikan

pelajaran bagi para santri untuk selalu peduli dengan keadaan sekeliling.

Selain bantuan berbentuk materi, kami juga melakukan pelatihan life skill.

Seperti yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:

“Mengenai bentuk dakwah yang saya lakukan, saya lebih memberikan perhatian dalam pengembangan Pesantren An-Nahdlah. Melalui pesantren tersebut, kami sering memberikan santunan kepada masyarakat sekitar saat perayaan hari-hari besar agama Islam. Ini adalah salah satu bentuk perhatian pesantren terhadap masyarakat yang berada di sekitar pesantren. Selain itu, kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pelajaran kepada para santri untuk selalu peduli dengan keadaan masyarakat yang ada di sekelilingnya. Selain dalam bentuk materi, kami juga memberikan pelatihan kepada masyarakat melalui program life skill”.63

Bentuk dakwah yang dilakukan oleh Abdullah Mas’ud ini masuk ke

dalam kategori dakwah bil-hal. Dakwah bil-hal yaitu dakwah yang dilakukan

melalui berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat

sebagai objek dakwah dengan karya subjek serta ekonomi sebagai materi

dakwah. Adapun cara melakukan dakwah bil-hal sebagai berikut:

a. Pemberian bantuan berupa dana untuk usaha yang produktif.

b. Pemberian bantuan yang bersifat konsumtif.

c. Bersilaturrahmi ke yayasan-yayasan dan panti-panti asuhan.

Pengabdian kepada masyarakat dan lain-lain.64

63 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 64 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi; Pendidikan dan Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal. 50 Penulis kemudian menanyakan kepada Abdullah Mas’ud mengenai unsur- unsur yang terdapat dalam dakwah itu sendiri. Saat penulis menanyakan kepadanya tentang unsur-unsur dakwah tersebut Abdullah Mas’ud memberikan jawaban sebagai berikut:

“Dalam berdakwah tentu saja harus ada orang yang berdakwah, dalam hal ini adalah sang da’i itu sendiri. Karena ia adalah subjek dari dakwah yang akan dilakukan, sehingga seorang da’i harus memiliki beberapa syarat, seperti pengetahuan agama yang cukup, sehingga dalam menyampaikan suatu materi, ia dapat menyampaikannya dengan baik dan benar. Kalau seorang da’i yang memiliki pengetahuan agama yang kurang, maka nanti dalam penyampaian dakwah ditakutkan justru membuat orang-orang yang hendak diberikan dakwah menjadi bingung. Kemudian selain da’i, dalam berdakwah juga harus ada yang didakwahi, atau dalam istilah kontemporernya adalah audience. Kan tidak mungkin kita berdakwah jika tidak ada orang yang hendak kita dakwahi tersebut. Tapi jangan lupa, sekarang-sekarang ini, sering juga dijumpai seorang da’i yang berdakwah tanpa ada audience di depannya. Ini bukan berarti tidak ada audience, melainkan sasaran dakwah tersebut tidak berada langsung di depan sang da’i. Misalnya kita lihat di beberapa acara televisi yang hanya menampilkan da’inya saja, tanpa ada audience. Atau acara di radio, di mana da’i hanya menyampaikan materi dakwahnya, tanpa tahu siapa audience-nya.”65

Apa yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud tersebut, dalam ilmu dakwah, yang menjadi subjek dakwah adalah da’i dan yang menjadi objek dakwah disebut mad’u atau audience. Dalam ilmu dakwah, diperlukan pengetahuan yang luas mengenai kondisi objek dakwah. Hal ini berkaitan dengan latar belakang masyarakat sebagai mad’u, budaya mereka, pengetahuan mereka, sehingga dalam menyampaikan suatu materi tidak membingungkan objek yang dimaksud. Mengingat keanekaragamaan latar belakang masyarakat, baik dari segi ekonomi, budaya, maupun pengetahuan, sehingga seorang da’i hendaknya mengetahui audience-nya, agar nantinya dalam berdakwah sesuai dengan materi yang hendak disampaikan.

65 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 18 Oktober 2009 Lalu penulis menanyakan lebih lanjut mengenai unsur-unsur dakwah yang lainnya. Dari jawaban yang diberikan oleh Abdullah Mas’ud, ia memberikan jawaban sebagai berikut:

“Setahu saya, selain dai dan mad’u, dalam berdakwah harus ada materi yang akan disampaikan. Dengan kata lain, seorang dai harus menguasai materi apa yang ingin ia sampaikan. Selain itu juga da’i tersebut harus menguasai beberapa metode yang digunakan dalam berdakwah. Karena metode yang dipakai oleh seorang dai, bisa membantunya menyampaikan materi kepada audience. Menurut saya, metode apapun yang digunakan oleh seorang da’i biasanya dilatarbelakangi oleh spesialisasi atau kesukaan dai tersebut dalam menyampaikan suatu materi.”66

Dari jawaban yang diberikan oleh Abdullah Mas’ud tersebut di atas, penulis mengasumsikan bahwa Abdullah Mas’ud sudah mengetahui beberapa unsur yang terdapat dalam dakwah. Kemudian penulis menanyakan kembali adakah unsur-unsur lain yang ada dalam dakwah. Mendengar pertanyaan tersebut,

Abdullah Mas’ud memberikan jawaban:

“Mungkin sarana ya. Ini bisa berupa apa saja, yang sekiranya mendukung penyampaian materi dakwah kepada audience. Sarana tersebut misalnya berupa tempat yang menarik atau media-media lainnya yang memberikan kemudahan kepada para da’i untuk menyampaikan materi. Karena yang saya perhatikan di beberapa media elektronik, banyak da’i sekarang ini sudah menggunakan teknologi seperti laptop, proyektor, dan lain sebagainya dalam berdakwah.”67

Apa yang dimaksud oleh Abdullah Mas’ud tersebut di atas, dalam ilmu dakwah disebut media. Media dalam dakwah dapat berupa barang, orang, tempat, kondisi tertentu, dan sebagainya.

Ada satu unsur lagi yang tidak disebutkan oleh Abdullah Mas’ud, yaitu tujuan. Dalam dunia dakwah, tujuan memiliki peran yang cukup penting. Bagi proses dakwah, tujuan merupakan salah satu faktor terpenting dan sentral karena melandasi segenap tindakan dalam rangka usaha kerja sama dakwah. Tujuan

66 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 18 Oktober 2009 67 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 18 Oktober 2009 seolah-olah sebagai kompas pedoman yang tidak boleh diabaikan dalam proses penyelenggaraan dakwah.

2. Wirausaha dalam Pandangan Abdullah Mas’ud

Wirausaha, menurut pandangan Abdullah Mas’ud adalah suatu usaha

yang dikerjakan oleh seseorang dengan segala daya dan upaya yang ia miliki

untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Dalam berwirausaha,

seseorang dituntut untuk lebih giat dan lebih keras dalam bekerja, karena

keberhasilan dari usaha tersebut ditentukan oleh orang itu sendiri.

Sebagaimana yang diungkapkan Abdullah Mas’ud kepada penulis:

“Menurut saya wirausaha itu adalah usaha yang dikerjakan oleh seseorang dengan segala daya dan upaya yang ia miliki untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Dalam berwirausaha, seseorang dituntut untuk lebih giat dan lebih keras dalam bekerja, karena keberhasilan dari usaha tersebut ditentukan oleh orang itu sendiri. Hal ini berbeda dengan pegawai atau karyawan, yang mendapatkan gaji dan penghasilan dari orang lain. Wirausaha adalah hasil usaha kita sendiri, sehingga sangat bergantung pada etos kerja yang kita miliki.”68

Mengenai awal mula Abdullah Mas’ud terjun ke dalam dunia

wirausaha, ia menjelaskan bahwa hal tersebut dimulai sejak tahun 2001, di

mana waktu itu usaha yang dimulai bermula dari berjualan kaset-kaset dan

buku-buku Islami di masjid-masjid tiap hari Jum’at sebelum dan sesudah

shalat Jum’at dilaksanakan. Abdullah Mas’ud menceritakan bahwa dalam

usahanya tersebut, ia pindah dari satu masjid ke masjid lainnya dengan tidak

mengenal lelah.69

Kemudian, ia mencoba untuk terjun dalam dunia advertising

(percetakan) dengan mula-mula mencetak undangan berbagai acara seperti

68 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 69 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 pernikahan, sunatan, dan acara-acara lainnya. Meskipun pada mulanya ia tidak begitu mengerti tentang dunia percetakan, lambat-laun pengetahuannya tentang bisnis percetakan mulai berkembang.

Alasan Abdullah Mas’ud untuk terjun ke dalam dunia wirausaha adalah karena selama ini pandangan yang berkembang di masyarakat adalah bahwa untuk menjadi orang sukses dalam hal ekonomi, seseorang harus bekerja di perusahaan yang besar dengan penghasilan yang besar pula. Hal ini membuat banyak orang tidak berani atau tidak mau untuk berwirausaha.

Padahal, menurut Abdullah Mas’ud, justru melalui wirausahalah seseorang akan dapat berhasil. Karena keberhasilan usaha tersebut ditentukan oleh orang yang bersangkutan, demikian juga resiko yang ada. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:

“Alasan mengapa saya terjun ke dunia wirausaha, karena selama ini paradigma yang berkembang di masyarakat adalah bahwa bekerja itu ya menjadi karyawan. Dan untuk mencapai suatu keberhasilan di bidang ekonomi, seseorang harus bekerja di perusahaan yang besar dengan gaji yang besar pula. Padahal menurut saya, justru dengan berwirausaha, seseorang dapat mencapai keberhasilan yang lebih besar dibandingkan jika harus menjadi karyawan di suatu perusahaan. Namun yang perlu diingat, ya harus siap dan berani menanggung resiko yang ada.”70

Mengenai kendala yang dihadapi dalam berwirausaha, Abdullah

Mas’ud mengaku bahwa hal tersebut sudah menjadi resiko bagi orang yang berwirausaha. Karena segala sesuatu, menurut Abdullah Mas’ud, pasti memiliki resiko yang harus ditanggung, entah itu dalam bentuk untung maupun rugi. Mengenai kerugian, Abdullah Mas’ud juga pernah mengalaminya. Namun hal tersebut tidak membuatnya patah semangat atau

70 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 putus asa dalam berwirausaha, melainkan menjadi pengalaman berharga di

kemudian hari dan pelajaran yang harus dianalisa lebih lanjut sehingga tidak

terulang untuk kesekian kalinya. Seperti yang diungkapkan oleh Abdullah

Mas’ud kepada penulis:

“Kalau kendala yang saya hadapi dalam berwirausaha, itu pasti ada. Karena segala sesuatunya pasti memiliki resiko, tak terkecuali dalam berwirausaha. Pernah saya harus menanggung kerugian yang tidak sedikit karena ketidakpuasan customer dengan hasil cetakan, sehingga customer tersebut tidak mau menerima barang yang sudah jadi. Ini sudah jadi resiko saya. Namun itu semua menjadi pengalaman bagi saya untuk selanjutnya dijadikan pelajaran agar tidak terulang di kemudian hari.”71

Dari apa yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud di atas, dapat

disimpulkan bahwa untuk menjadi seseorang yang berhasil dalam bidang

ekonomi, wirausaha adalah salah satu jalan yang bisa ditempuh. Hal ini

mengingat dalam berwirausaha, seseorang dapat menentukan keberhasilannya

sendiri, dengan resiko yang juga ditanggung sendiri. Berbeda dengan

karyawan yang menggantungkan keberhasilannya di tangan pemimpin dan

terikat dengan berbagai aturan perusahaan atau instansi tempat ia bekerja.

E. Pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah dan Berwirausaha

Pemikiran Abdullah Mas’ud dalam berdakwah antara lain adalah bahwa sebagai seorang Muslim memang sudah menjadi kewajibannya untuk mensyiarkan, menyebarkan agama Allah SWT di muka bumi ini. Sebagai khalifah

Allah yang memiliki beban untuk mensyiarkan agama Islam, seorang Muslim dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam berdakwah. Hal ini dilakukan agar dalam dakwah tersebut, nantinya akan menarik minat masyarakat luas dalam

71 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 mempelajari dan mendalami serta mensyiarkan agama Islam. Untuk itulah mengapa banyak dai yang berusaha untuk menemukan cirri khas masing-masing guna mendapatkan perhatian dari masyarakat atau mad’u. hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:

“Menurut saya diperlukan kreativitas dan inovasi dalam berdakwah. Sekarang ini dakwah tidak bisa dilakukan dengan cara-cara konvensional sebagaimana yang banyak digunakan oleh muballigh maupun muballighah yang hanya ceramah, memberikan ilmu pengetahuan agama kepada masyarakat, tanpa memperhatikan aspek-aspek yang membuat masyarakat tersebut tertarik. Kalau dalam ceramah, seseorang menggunakan cara-cara yang monoton, tentu tidak banyak mad’u yang tertarik untuk mengikuti ceramah atau ajakannya, meskipun materi yang disampaikan sebenarnya sangat bagus dan sangat bermanfaat bagi kehidupan keagamaan masyarakat itu sendiri.”72

Lebih lanjut Abdullah Mas’ud menjelaskan bahwa sebaiknya para da’i memanfaatkan berbagai teknologi yang ada untuk kepentingan dakwahnya.

Dengan semakin pesatnya laju teknologi, hal ini seharusnya semakin mempermudah para da’i untuk mensyiarkan agama Islam. Salah satu contoh teknologi yang dapat digunakan adalah teknologi internet. Dengan internet, seseorang dapat menyampaikan materi dakwahnya ke banyak mad’u tanpa terbatas ruang dan waktu. Di samping itu juga, melalui internet dapat digali sedalam-dalamnya berbagai informasi yang diharapkan dapat menunjang proses dakwah itu sendiri. Karena seorang da’i memang sudah seharusnya selalu up to date terdapat berbagai informasi yang berkembang di masyarakat. Hal ini untuk menghindari seorang da’i dari keterbelakangan informasi, yang menjadikannya tidak disukai oleh para mad’u. sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah

Mas’ud:

72 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 “Saat ini adalah jamannya teknologi modern. Seorang da’i sudah seharusnya memanfaatkan teknologi tersebut untuk menunjang dakwahnya. Ambil contoh misalnya teknologi internet. Melalui internet seseorang dapat menjangkau mad’u tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Dengan internet juga seorang da’i dapat terus memperbaharui informasinya sehingga selalu up to date. Kalau seorang da’i informasinya kok tidak up to date, ya bisa ditinggalkan oleh para mad’unya. Informasi kan berkembangnya tidak dalam hitungan hari, tapi hitungan detik. Jadi harus selalu mengikuti informasi terbaru, dan bisa menjadikan informasi tersebut sebagai salah satu daya tarik untuk menyampaikan materi yang hendak disampaikan oleh dai tersebut.”73

Dalam ilmu dakwah, dakwah yang dilakukan dengan tulisan disebut dengan dakwah bil-qalam. Dakwah bil-qalam yaitu dakwah dengan menggunakan keterampilan menulis berupa artikel atau naskah kemudian dimuat dalam majalah atau surat kabar, brosur, bulletin, buku dan sebagainya. Dakwah seperti ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta luas jangkauannya, di samping itu masyarakat atau suatu kelompok dapat mempelajarinya serta memahaminya sendiri.74

Selain dakwah bil-qalam, ada juga dakwah bil-lisan dan dakwah bil-hal.

Masing-masing dakwah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, serta dapat difungsikan menurut keperluan dan keadaan dari para da’i itu sendiri.

Dalam berwirausaha, menurut pemikiran Abdullah Mas’ud, memang sudah menjadi suatu keharusan bagi seorang Muslim untuk memiliki jiwa wirausaha. Karena Islam sendiri sudah memberikan ajaran, bahwa untuk dapat berubah, baik itu dalam bidang pendidikan maupun ekonomi, seseorang harus berusaha. Terlebih dalam hal ekonomi, usaha yang dilakukan oleh seorang

73 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 74 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi; Pendidikan dan Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal. 50 Muslim harus lebih besar dan lebih keras lagi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:

“Menjadi seorang wiruasahawan memang sudah seharusnya menjadi sikap seorang Muslim. Karena dalam Islam, orang yang mau berubah, baik itu dalam pendidikan, ekonomi, harus berusaha terlebih dahulu, baru kemudian menyerahkan apa yang telah diusahakannya tersebut kepada Allah SWT. Jangan buru-buru sudah pasrah, menyerahkan segala kepada Allah SWT, tapi tanpa pernah mau berusaha memperbaiki kondisi ekonominya. Ini namanya konyol, karena tidak ada usaha sama sekali.”75

Untuk menekuni dunia kewirausahaan, seseorang memang sudah memiliki sifat tersebut sebelumnya. Sehingga dalam proses, nantinya akan terus belajar dari pengalaman yang didapatinya dari menjalankan usaha tersebut.

Orang bisnis seringkali melakukan silaturrahmi dengan partner bisnisnya ataupun dengan langganannya. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa kita harus selalu mempererat silaturrahmi satu sama lain. Manfaat silaturrahmi ini disamping mempererat ikatan persaudaraan, juga sering kali membuka peluang- peluang bisnis yang baru.76

F. Proses Pengembangan Kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah

Sebagai seorang wirausahawan yang juga memiliki perhatian terhadap dunia dakwah, Abdullah Mas’ud dengan beberapa temannya mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama Pesantren An-Nahdlah. Pesantren ini terletak di Jalan Serua Bulak No. 1 Pondok Petir Sawangan Depok Jawa Barat.

Melalui pesantren ini, Abdullah Mas’ud ingin menyalurkan perhatiannya terhadap dunia dakwah melalui lembaga pendidikan pesantren. Motivasi yang melatarbelakangi keterlibatan Abdullah Mas’ud di dalam mengelola pesantren ini

75 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 76 Buchari Alma, Kewirausahaan, (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 247-248 adalah karena menurutnya, modal awal untuk mengembangkan masyarakat Islam harus dengan memperbaiki terlebih dahulu kondisi pendidikannya. Karena dengan pendidikan, segala keterbelakangan yang saat ini sedang melanda umat Muslim dapat dikejar bahkan dapat berlari lebih cepat. Seperti yang diungkapkan oleh

Abdullah Mas’ud:

“Motivasi saya terlibat dalam pesantren ini adalah salah satu bentuk concern saya terhadap kondisi pendidikan umat Muslim. Karena saya yakin, dengan pendidikanlah, masyarakat Muslim dapat mengejar segala ketertinggalan dan dapat sejajar dengan masyarakat yang lainnya. Kalau masalah pendidikan belum terselesaikan, rasanya sulit mengejar semua ketertinggalan itu. Sebagai sebuah lembaga pendidikan, Pesantren An- Nahdlah berusaha untuk menyediakan lembaga pendidikan bagi umat Muslim untuk menimba ilmu seluas-luasnya dengan diasuh oleh para guru yang berkompeten di bidangnya.”77

Pesantren An-Nahdlah adalah salah satu lembaga pendidikan agama yang memfokuskan pendidikannya bagi masyarakat yang kurang mampu. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Asrorun Ni’am, Direktur Pesantren An-

Nahdlah, proses penerimaan santri baru, katanya, tidak dibuka secara umum. An-

Nahdlah hanya menerima siswa yang berprestasi, dengan kriteria memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata di kelas. Indikatornya siswa tersebut rangking 1-3 mulai dari Kelas 4-6. Santri an-Nahdlah merupakan perwakilan dari beberapa provinsi di Indonesia. Seperti, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Jawa Barat, Banten, Yogyakarta, Papua, dan Sulawesi Selatan. Dalam perekrutan santri, pihak pesantren bekeraja sama dengan Lembaga Pendidikan Maarif NU dan Rabithah Maahid Islamiyah (asosiasi pondok pesantren) Setelah seleksi berkas, baru kemudian tes tulis dan lisan.78

77 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 78 Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok Mencetak Santri Menjadi Berkualitas, artikel diakses tanggal 02 Agustus dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=76941 Apa yang disampaikan oleh Asrorun Niam di atas, hampir sama dengan apa yang ada di benak Abdullah Mas’ud. Menurutnya, ide awal pendirian

Pesantren An-Nahdlah memang ditujukan untuk memberikan akses pendidikan kepada masyarakat yang kurang mampu, namun memiliki nilai akadamis yang bagus. Dengan demikian diharapkan, para santri tersebut dapat mengembangkan bakat yang dimilikinya dan memperoleh pendidikan yang layak dengan berbagai fasilitas yang layak pula. Seperti yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:

“Awal mula kami memiliki ide untuk mendirikan pesantren An-Nahdlah adalah karena selama ini banyak masyarakat yang memiliki kemampuan akademis yang bagus namun tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk itu kami mendirikan lembaga pendidikan ini, agar mereka yang memiliki bakat akademis yang bagus dapat menyalurkan minat mereka dengan mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang layak. Nantinya diharapkan, mereka dapat memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan kemampuan intelektualitas mereka.”79

Selain untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat, melalui

Pesantren An-Nahdlah, Abdullah Mas’ud juga ingin menanamkan nilai-nilai kewirausahaan kepada para santri, yang nantinya diharapkan tidak terlalu bergantung kepada pencarian pekerjaan dalam pemenuhan hidup mereka. Dengan memiliki jiwa wirausaha, seseorang nantinya diharapkan tidak akan bingung lagi dalam menghadapi ketatnya persaingan dunia usaha. Untuk itu, di Pesantren ini dikembangkan nilai-nilai wirausaha dengan mendirikan beberapa unit usaha yang mengajarkan kepada para santri untuk mendalami dunia kewirausahaan sejak dini.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah Mas’ud:

“Pesantren An-Nahdlah, selain sebagai lembaga pendidikan yang memberikan perhatian terhadap kondisi pendidikan masyarakat, khususnya masyarakat Muslim, juga ingin memberikan nilai-nilai kewirausahaan kepada para santrinya. Hal ini untuk memberikan pengajaran dan pemahaman kepada para santri bahwa dalam mengarungi hidup, seseorang

79 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 tidak harus bekerja sebagai buruh atau karyawan, melainkan dapat dengan menjadi seorang wirausaha yang memiliki kendali penuh terhadap usaha yang dijalankannya. Dengan begitu, maka nantinya para santri tidak akan bingung lagi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu di Pesantren An-Nadhlah ada beberapa unit usaha yang melibatkan para santri dalam pengelolaannya.”80

Apa yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud mengenai perlunya penanaman jiwa kewirausahaan terhadap para santri, agar nantinya dapat memenuhi hidupnya tidak hanya dengan berharap menjadi seorang pegawai atau karyawan, adalah sesuatu yang penting. Namun perlu diingat, sebagai seorang wirausahawan, seseorang hendaknya dapat juga memberikan solusi bagi keterbatasan lapangan pekerjaan yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan berbagai pihak. Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki jiwa mandiri, bisa mengadakan kombinasi baru, selalu memiliki rasa wewenang, melihat ke masa depan, mempunyai naluri yang kuat, mempunyai kebebasan berpikir dan mempunyai jiwa kepemimpinan. Kewirausahaan adalah sikap untuk melakukan suatu usaha karena ada suasana yang mendukung untuk merealisasikannya. Seorang wirausahawan akan selalu berpikir untuk bertindak mencari pemecahan, sesuai dengan gagasan yang muncul untuk meraih suatu tujuan/target tertentu.81

Lebih lanjut, Abdullah Mas’ud menjelaskan mengenai proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah. Di dalam lingkungan pesantren, didirikan pusat bisnis yang di dalamnya terdiri dari beberapa unit usaha yang melibatkan para santri. Dengan mendapatkan bimbingan dari para ustadz di lingkungan pesantren, para santri mendapatkan pengajaran dan pengetahuan

80 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 81 Mujahid, AK, dkk, Kepemimpinan Madrasah Mandiri, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2002), hal. 37 mengenai proses pembentukan sebuah usaha serta bagaimana menjalankannya.

Selain itu juga para santri mendapatkan berbagai pelatihan life skill yang berkenaan dengan wirausaha itu sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Abdullah Mas’ud:

“Proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah kami mulai dengan mendirikan pusat bisnis An-Nahdlah. Di dalam pusat bisnis ini terdiri dari beberapa unit usaha, antara lain: bidang peternakan, toko buku dan koperasi pelajar. Melalui unit-unit usaha tersebut, diharapkan keterlibatan santri dalam pengelolaannya memberikan pembelajaran bagi mereka, yang kelak nantinya dapat dijadikan bekal untuk mengarungi hidup. Selain mendirikan pusat bisnis, kami juga sering menyelenggarakan berbagia pelatihan life skill yang bertujuan untuk memberikan lebih banyak lagi bekal bagi para santri untuk menjalani hidup.”82

Berbagai aktivitas yang diadakan di pesantren An-Nahdlah yang banyak berkaitan dengan pelatihan kewirausahaan, diharapkan dapat memberikan nilai- nilai yang bisa diserap oleh santri, sehingga bisa menambah wawasan pengetahuan para santri, terutama dalam bidang keduniaan.

Saat penulis tanyakan mengenai perhatian pemerintah terhadap kewirausahaan yang ada di Pesantren An-Nahdlah, Abdullah Mas’ud menyatakan bahwa untuk hal tersebut, pihak pesantrenlah yang harus aktif dalam mendapatkan berbagai bantuan yang dapat membantu kelancaran program yang sudah dicanangkan oleh pesantren. Dalam bahasa Abdullah Mas’ud, bantuan tersebut sifatnya bukan sekedar memberikan ikan, tapi lebih kepada pemberian kail, yang nantinya akan dipergunakan untuk mendapatkan ikan yang lebih besar lagi. Hal ini untuk menghindari ketergantungan pesantren terhadap bantuan pemerintah.

Untuk itu, bentuk bantuan pemerintah lebih sering berupa dana untuk penyelenggaraan pelatihan life skill, maupun bantuan dana yang diwujudkan

82 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 3 Agustus 2009 dalam bentuk barang seperti ternak alat-alat keterampilan dan lain sebagainya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud kepada penulis:

“Mengenai bantuan pemerintah, kita memang memerlukannya. Tapi dalam hal ini kita yang harus bersikap aktif dalam mencari bantuan tersebut. Bantuan yang diberikan pemerintah bukan dalam bentuk materi murni, melainkan bantuan-bantuan yang sifatnya mendidik para santri untuk mempergunakannya. Ya kalau dianalogikan seperti pemberian kail, yang nantinya kail tersebut digunakan untuk memancing ikan sebanyak- banyaknya, bukan bantuan berbentuk ikan. Karena kalau bantuan itu langsung berbentuk ikan, meskipun berguna, tapi hanya bersifat jangka pendek, tidak dalam jangka panjang. Dan kita justru khawatir bantuan tersebut membuat kita semakin bergantung kepada pemberian pemerintah, bukan mengusahakannya dan mengembangkannya. Sering pemerintah memberikan bantuan dana yang diwujudkan dalam bentuk barang, seperti sapi ternak yang ada di pesantren An-Nahdlah. Kalau diberi uang kan bisa cepat habis, tapi kalau sapi ternak, kita bisa mengembangbiakkannya dan dari situ dapat memberikan nilai tambah bagi pesantren serta pembelajaran bagi para santri itu sendiri.”83

Dari apa yang disampaikan oleh Abdullah Mas’ud tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-

Nahdlah dilakukan dengan cara memberikan pelatihan dan praktik langsung kepada para santri mengenai kewirausahaan. Unit-unit usaha yang ada di

Pesantren An-Nahdlah selain untuk menopang ekonomi pesantren, juga untuk memberikan pengajaran kepada para santri tentang kewirausahaan itu sendiri.

Proses pengembangan kewirausahaan yang dilakukan oleh Abdullah

Mas’ud dan teman-temannya di pesantren An-Nahdlah, adalah sebagai bentuk perhatian mereka terhadap generasi muda, selain sebagai bentuk syiar agama

Islam. Sebagai calon generasi muda yang diharapkan dapat menjadi pemimpin, para santri An-Nahdlah dipersiapkan dengan berbagai materi sebagai bekal pengetahuannya dalam menjalani kehidupan kelak. Diharapkan, dengan bekal tersebut, para santri akan merasa siap dengan segala bentuk kondisi dan kompetisi

83 Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang 03 Agustus 2009 yang ada dalam kehidupan di luar pesantren, sehingga dalam menghadapinya tidak lagi mengalami shock atau terkejut. BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagaimana berikut ini:

1. Dakwah menurut Abdullah Mas’ud adalah memberikan pengertian dan

pengajaran ajaran Islam kepada masyarakat. Dalam upaya untuk

memberikan pengertian dan pengajaran tersebut, tidak harus melalui

mimbar-mimbar ceramah, maupun melalui majlis-majlis taklim,

sebagiamana yang dipahamai oleh masyarakat awam, bahwa dakwah itu

tidak jauh berbeda dengan ceramah, atau harus jadi mubaligh maupun

mubalighah. Menurut Abdullah Mas’ud, banyak cara yang bisa ditempuh

oleh seorang Muslim dalam mensyiarkan agama Islam. Salah satunya

adalah melalui lembaga pendidikan. Dengan memberikan perhatian

terhadap pendidikan, maka hal tersebut juga bisa menjadi jalan dakwah

dalam mensyiarkan agama Islam. Apalagi yang diperhatikan adalah para

generasi muda yang nantinya diharapkan dalam meneruskan perjuangan

dalam mensyiarkan ajaran agama Islam di muka bumi ini. Ia beranggapan

justru dalam bidang pendidikanlah harus ditaruh perhatian lebih besar,

karena ini adalah fondasi bagi generasi muda untuk terus melangkah,

menapaki kehidupan.

2. Kewirausahaan menurut Abdullah Mas’ud adalah usaha yang dikerjakan

oleh seseorang dengan segala daya dan upaya yang ia miliki untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Dalam berwirausaha, seseorang

dituntut untuk lebih giat dan lebih keras dalam bekerja, karena

keberhasilan dari usaha tersebut ditentukan oleh orang itu sendiri. Hal ini

berbeda dengan pegawai atau karyawan, yang mendapatkan gaji dan

penghasilan dari orang lain. Wirausaha adalah hasil usaha sendiri,

sehingga sangat bergantung pada etos kerja yang dimiliki.

3. Proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah dimulai

dengan mendirikan pusat bisnis An-Nahdlah. Di dalam pusat bisnis ini

terdiri dari beberapa unit usaha, antara lain: bidang peternakan, penerbitan

buku, koperasi pelajar. Melalui unit-unit usaha tersebut, diharapkan

keterlibatan santri dalam pengelolaannya memberikan pembelajaran bagi

mereka, yang kelak nantinya dapat dijadikan bekal untuk mengarungi

hidup. Selain mendirikan pusat bisnis, Pesantren An-Nahdlah juga sering

menyelenggarakan berbagia pelatihan life skill yang bertujuan untuk

memberikan lebih banyak lagi bekal bagi para santri untuk menjalani

hidup.

B. Saran-saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi Abdullah Mas’ud, hendaknya lebih banyak lagi meluangkan waktu

untuk memberikan perhatian terhadap keadaan dan kondisi pesantren An-

Nahdlah. Dengan demikian, seluruh aktivitas yang ada di Pesantren dapat

berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya,

mengingat kesibukan Abdullah Mas’ud sebagai seorang wirausaha. 2. Pesantren sebagai salah satu pusat pendidikan, hendaknya tidak melupakan

kewajibannya untuk berdakwah, baik di kalangan internal pesantren

maupun eksternal pesantren, demi syiarnya agama Islam.

3. Hendaknya lebih diperbanyak lagi unit-unit usaha Pesantren, untuk

memberikan lebih banyak pengetahuan dan pengalaman kepada para santri

sebagai bekal mereka dalam mengaruhi hidup setelah menamatkan

pendidikan mereka di pesantren An-Nahdlah.

4. Perlu adanya perhatian yang lebih, baik dari pihak pengurus pesantren,

penghuni pesantren, instansi terkait, serta masyarakat dalam rangka untuk

lebih memajukan pesantren, dakwah kepada masyarakat luas, serta

wirausaha yang terdapat di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004)

Abdullah, Taufik, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta, LP3ES, 1993

Alma, Buchari, Kewirausahaan, (Bandung: Alfabeta, 2005)

Alwasilah, A. Chaidar, Pokoknya Kualitatif; Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya, 2002, Cet. Ke-1

Amir M.S., Wiraswasta Manusia Unggul Berbudi Luhur, (Jakarta: Pustaka Binama Pressindo, 2000)

Anshari, Endang Saefuddin, Wawasan Islam, (Jakarta: CV. Rajawali Press 1986)

Atjeh, Aboe Bakar, Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islamiyah, (Semarang: Romadoni, 1971)

Bahtiar, Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997

Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1992)

Haikal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2000), Cet. Ke-20

Jahja, Sujuti, Penelitian tentang Kewirausahaan dalam Rangka Pengembangan Disiplin Ilmu Kewirausahaan, (Makalah Seminar Nasional, Jatinangor: IKOPIN, 1997)

Kafie, Jamaluddin, Psikologi Dakwah, (Surabaya: Indah ,1993) al-Khayyath, Abdul Aziz, Etika Bekerja Dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995

Machfoed, Ki Moesa A., Filsafat Dakwah; Ilmu Dakwah dan Penerapannya, (Jakarta: Bulan Bintang, 2004), Cet. Ke-2

Mujahid, AK, dkk, Kepemimpinan Madrasah Mandiri, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2002)

Munawi, Ahmad Warson r, Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Krapyak, 1996) Nurbito, Umi Sukamto, Manajemen Perusahaan Kecil dan Kewirausahaan: Konsep, Prinsip dan Aplikasi, Jakarta: PPGSM, 1997

Oemar, Thoha Yahya, Ilmu Dakwah, (Jakarta: CV. Wijaya, 1971)

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976)

Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999

Riyanti, Benedicta Prihatin Dwi, Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Grasindo, 2003)

Sasono, Adi, Solusi Islam atas Problematika Umat Ekonomi; Pendidikan dan Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1998)

Suryana, Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses, Jakarta: Salemba Empat, 2003

Tasmara, Toto, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta, Gema Insani Press, 2002

Vredenberg, J., Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1984

Zaidillah, Al-Wisral Imam, Strategi Dakwah, (Jakarta:Kalam Mulia, 2002), Cet. ke-1

Website: http://www.pelita.or.id/baca.php?id=76941 http://www.geocities.com/agus_lecturer/kewirausahaan/definsi_kewirausahaan.htm http://www.elsas-online.org/pesantren/ http://indonesiafile.com/content/view/1714/42

Wawancara:

Wawancara pribadi dengan Abdullah Mas’ud, Tangerang tanggal 03 Agustus 2009 dan 18 Oktober 2009 Hasil Wawancara dengan Abdullah Mas’ud

Tangerang, 03 Agustus 2009

1. Apa yang anda ketahui tentang dakwah?

Menurut saya dakwah itu adalah memberikan pengertian dan pengajaran ajaran

Islam kepada masyarakat. Dalam upaya untuk memberikan pengertian dan pengajaran tersebut, kita tidak mesti harus melalui mimbar-mimbar ceramah, maupun melalui majlis-majlis taklim, sebagiamana yang dipahamai oleh masyarakat awam, bahwa dakwah itu ya harus ceramah, harus jadi mubaligh maupun mubalighah. Tidak seperti itu. Menurut saya banyak cara yang bisa ditempuh oleh seorang Muslim dalam mensyiarkan agama Islam. Salah satunya adalah melalui lembaga pendidikan. Dengan memberikan perhatian terhadap pendidikan, maka hal tersebut juga bisa menjadi jalan dakwah dalam mensyiarkan agama Islam. Apalagi yang kita perhatikan adalah para generasi muda yang nantinya diharapkan dalam meneruskan perjuangan dalam mensyiarkan ajaran agama Islam di muka bumi ini. Saya beranggapan justru dalam bidang pendidikanlah kita harus menaruh perhatian lebih besar, karena ini adalah fondasi bagi generasi muda untuk terus melangkah, menapaki kehidupan.

2. Apakah selama anda berwirausaha anda juga melakukan dakwah?

Kalau anda bertanya kepada saya apakah selama anda berwirausaha anda juga melakukan dakwah, maka jawaban saya adalah iya. Karena dalam beraktivitas untuk mencari penghidupan tersebut, saya tetap berusaha untuk memikirkan syiar

Islam yang saya rintis bersama teman-teman di pesantren An-Nahdlah. Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadisnya memberikan petunjuk kepada kita bahwa dalam mencari kehidupan dunia anggaplah kita akan hidup selama- lamanya, namun dalam mencari penghidupan akhirat kita beranggapan bahwa kita akan meninggal esok hari. Dari hadis ini pelajaran yang bisa ditarik adalah bahwa dalam mencari kehidupan dunia, kita dianjurkan untuk mencari seperlunya saja, karena kita kan hidup selama-lamanya. Sebaliknya, dalam mencari kehidupan akhirat, kita harus mencari sebanyak-banyaknya karena esok hari kita tahu kita akan meninggal. Menurut saya, ada kritik dalam hadis tersebut, alangkah baiknya jika dalam mencari kehidupan dunia kita juga mencari sebanyak-banyaknya.

Kalau sudah dapat yang banyak, harta tersebut kan bisa kita pergunakan untuk membantu aktivitas dakwah kita, sehingga kita tidak perlu meminta-minta bantuan orang lain, jika memang kebutuhan pendanaan dalam dakwah tersebut sudah mencukupi

3. Seperti apa bentuk dakwah yang anda lakukan?

Mengenai bentuk dakwah yang saya lakukan, saya lebih memberikan perhatian dalam pengembangan Pesantren An-Nahdlah. Melalui pesantren tersebut, kami sering memberikan santunan kepada masyarakat sekitar saat perayaan hari-hari besar agama Islam. Ini adalah salah satu bentuk perhatian pesantren terhadap masyarakat yang berada di sekitar pesantren. Selain itu, kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pelajaran kepada para santri untuk selalu peduli dengan keadaan masyarakat yang ada di sekelilingnya. Selain dalam bentuk materi, kami juga memberikan pelatihan kepada masyarakat melalui program life skill.

4. Menurut anda apa itu kewirausahaan?

Menurut saya wirausaha itu adalah usaha yang dikerjakan oleh seseorang dengan segala daya dan upaya yang ia miliki untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Dalam berwirausaha, seseorang dituntut untuk lebih giat dan lebih keras dalam bekerja, karena keberhasilan dari usaha tersebut ditentukan oleh orang itu sendiri. Hal ini berbeda dengan pegawai atau karyawan, yang mendapatkan gaji dan penghasilan dari orang lain. Wirausaha adalah hasil usaha kita sendiri, sehingga sangat bergantung pada etos kerja yang kita miliki.

5. Bisakah anda menjelaskan mengapa anda terjun ke dalam dunia wirausaha?

Alasan mengapa saya terjun ke dunia wirausaha, karena selama ini paradigma yang berkembang di masyarakat adalah bahwa bekerja itu ya menjadi karyawan.

Dan untuk mencapai suatu keberhasilan di bidang ekonomi, seseorang harus bekerja di perusahaan yang besar dengan gaji yang besar pula. Padahal menurut saya, justru dengan berwirausaha, seseorang dapat mencapai keberhasilan yang lebih besar dibandingkan jika harus menjadi karyawan di suatu perusahaan.

Namun yang perlu diingat, ya harus siap dan berani menanggung resiko yang ada.

6. Apa kendala yang anda hadapi dalam berwirausaha?

Kalau kendala yang saya hadapi dalam berwirausaha, itu pasti ada. Karena segala sesuatunya pasti memiliki resiko, tak terkecuali dalam berwirausaha. Pernah saya harus menanggung kerugian yang tidak sedikit karena ketidakpuasan customer dengan hasil cetakan, sehingga customer tersebut tidak mau menerima barang yang sudah jadi. Ini sudah jadi resiko saya. Namun itu semua menjadi pengalaman bagi saya untuk selanjutnya dijadikan pelajaran agar tidak terulang di kemudian hari.

7. Strategi apa yang anda gunakan dalam berdakwah?

Menurut saya diperlukan kreativitas dan inovasi dalam berdakwah. Sekarang ini dakwah tidak bisa dilakukan dengan cara-cara konvensional sebagaimana yang banyak digunakan oleh muballigh maupun muballighah yang hanya ceramah, memberikan ilmu pengetahuan agama kepada masyarakat, tanpa memperhatikan aspek-aspek yang membuat masyarakat tersebut tertarik. Kalau dalam ceramah, seseorang menggunakan cara-cara yang monoton, tentu tidak banyak mad’u yang tertarik untuk mengikuti ceramah atau ajakannya, meskipun materi yang disampaikan sebenarnya sangat bagus dan sangat bermanfaat bagi kehidupan keagamaan masyarakat itu sendiri.

8. Mengapa hal tersebut diperlukan?

Saat ini adalah jamannya teknologi modern. Seorang da’i sudah seharusnya memanfaatkan teknologi tersebut untuk menunjang dakwahnya. Ambil contoh misalnya teknologi internet. Melalui internet seseorang dapat menjangkau mad’u tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Dengan internet juga seorang da’i dapat terus memperbaharui informasinya sehingga selalu up to date. Kalau seorang da’i informasinya kok tidak up to date, ya bisa ditinggalkan oleh para mad’unya.

Informasi kan berkembangnya tidak dalam hitungan hari, tapi hitungan detik. Jadi harus selalu mengikuti informasi terbaru, dan bisa menjadikan informasi tersebut sebagai salah satu daya tarik untuk menyampaikan materi yang hendak disampaikan oleh dai tersebut.

9. Apakah ada ajaran Islam yang menganjurkan seorang Muslim untuk berwirausaha?

Menjadi seorang wiruasahawan memang sudah seharusnya menjadi sikap seorang

Muslim. Karena dalam Islam, orang yang mau berubah, baik itu dalam pendidikan, ekonomi, harus berusaha terlebih dahulu, baru kemudian menyerahkan apa yang telah diusahakannya tersebut kepada Allah SWT. Jangan buru-buru sudah pasrah, menyerahkan segala kepada Allah SWT, tapi tanpa pernah mau berusaha memperbaiki kondisi ekonominya. Ini namanya konyol, karena tidak ada usaha sama sekali.

10. Apa motivasi anda mendirikan Pesantren An-Nahdlah dengan beberapa teman anda?

Motivasi saya terlibat dalam pesantren ini adalah salah satu bentuk concern saya terhadap kondisi pendidikan umat Muslim. Karena saya yakin, dengan pendidikanlah, masyarakat Muslim dapat mengejar segala ketertinggalan dan dapat sejajar dengan masyarakat yang lainnya. Kalau masalah pendidikan belum terselesaikan, rasanya sulit mengejar semua ketertinggalan itu. Sebagai sebuah lembaga pendidikan, Pesantren An-Nahdlah berusaha untuk menyediakan lembaga pendidikan bagi umat Muslim untuk menimba ilmu seluas-luasnya dengan diampu oleh para guru yang berkompeten di bidangnya.

11. Bisa dijelaskan lebih jauh?

Awal mula kami memiliki ide untuk mendirikan pesantren An-Nahdlah adalah karena selama ini banyak masyarakat yang memiliki kemampuan akademis yang bagus namun tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Untuk itu kami mendirikan lembaga pendidikan ini, agar mereka yang memiliki bakat akademis yang bagus dapat menyalurkan minat mereka dengan mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang layak. Nantinya diharapkan, mereka dapat memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan kemampuan intelektualitas mereka.

12. Selain pendidikan agama, apa yang anda harapkan bagi para santri yang menuntut ilmu di Pesantren An-Nahdlah?

Pesantren An-Nahdlah, selain sebagai lembaga pendidikan yang memberikan perhatian terhadap kondisi pendidikan masyarakat, khususnya masyarakat

Muslim, juga ingin memberikan nilai-nilai kewirausahaan kepada para santrinya.

Hal ini untuk memberikan pengajaran dan pemahaman kepada para santri bahwa dalam mengarungi hidup, seseorang tidak harus bekerja sebagai buruh atau karyawan, melainkan dapat dengan menjadi seorang wirausaha yang memiliki kendali penuh terhadap usaha yang dijalankannya. Dengan begitu, maka nantinya para santri tidak akan bingung lagi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu di Pesantren An-Nadhlah ada beberapa unit usaha yang melibatkan para santri dalam pengelolaannya.

13. Bagaimana proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah?

Proses pengembangan kewirausahaan di Pesantren An-Nahdlah kami mulai dengan mendirikan pusat bisnis An-Nahdlah. Di dalam pusat bisnis ini terdiri dari beberapa unit usaha, antara lain: bidang peternakan, toko buku, koperasi pelajar.

Melalui unit-unit usaha tersebut, diharapkan keterlibatan santri dalam pengelolaannya memberikan pembelajaran bagi mereka, yang kelak nantinya dapat dijadikan bekal untuk mengarungi hidup. Selain mendirikan pusat bisnis, kami juga sering menyelenggarakan berbagia pelatihan life skill yang bertujuan untuk memberikan lebih banyak lagi bekal bagi para santri untuk menjalani hidup.

14. Apakah ada bantuan dari pemerintah yang diterima oleh pesantren untuk kemajuan Pesantren?

Mengenai bantuan pemerintah, kita memang memerlukannya. Tapi dalam hal ini kita yang harus bersikap aktif dalam mencari bantuan tersebut. Bantuan yang diberikan pemerintah bukan dalam bentuk materi murni, melainkan bantuan- bantuan yang sifatnya mendidik para santri untuk mempergunakannya. Ya kalau dianalogikan seperti pemberian kail, yang nantinya kail tersebut digunakan untuk memancing ikan sebanyak-banyaknya, bukan bantuan berbentuk ikan. Karena kalau bantuan itu langsung berbentuk ikan, meskipun berguna, tapi hanya bersifat jangka pendek, tidak dalam jangka panjang. Dan kita justru khawatir bantuan tersebut membuat kita semakin bergantung kepada pemberian pemerintah, bukan mengusahakannya dan mengembangkannya. Sering pemerintah memberikan bantuan dana yang diwujudkan dalam bentuk barang, seperti sapi ternak yang ada di pesantren An-Nahdlah. Kalau diberi uang kan bisa cepat habis, tapi kalau sapi ternak, kita bisa mengembangbiakkannya dan dari situ dapat memberikan nilai tambah bagi pesantren serta pembelajaran bagi para santri itu sendiri.

Wawancara susulan

Tangerang, Tanggal 18 Oktober 2009

Apa yang anda ketahui tentang unsur-unsur dakwah?

Dalam berdakwah tentu saja harus ada orang yang berdakwah, dalam hal ini adalah sang da’i itu sendiri. Karena ia adalah subjek dari dakwah yang akan dilakukan, sehingga seorang da’i harus memiliki beberapa syarat, seperti pengetahuan agama yang cukup, sehingga dalam menyampaikan suatu materi, ia dapat menyampaikannya dengan baik dan benar. Kalau seorang da’i yang memiliki pengetahuan agama yang kurang, maka nanti dalam penyampaian dakwah ditakutkan justru membuat orang-orang yang hendak diberikan dakwah menjadi bingung. Kemudian selain da’i, dalam berdakwah juga harus ada yang didakwahi, atau dalam istilah kontemporernya adalah audience. Kan tidak mungkin kita berdakwah jika tidak ada orang yang hendak kita dakwahi tersebut.

Tapi jangan lupa, sekarang-sekarang ini, sering juga dijumpai seorang da’i yang berdakwah tanpa ada audience di depannya. Ini bukan berarti tidak ada audience, melainkan sasaran dakwah tersebut tidak berada langsung di depan sang da’i.

Misalnya kita lihat di beberapa acara televisi yang hanya menampilkan da’inya saja, tanpa ada audience. Atau acara di radio, di mana da’i hanya menyampaikan materi dakwahnya, tanpa tahu siapa audience-nya. Bisa anda jelaskan lebih jauh mengenai unsur-unsur dakwah lainnya?

Setahu saya, selain dai dan mad’u, dalam berdakwah harus ada materi yang akan disampaikan. Dengan kata lain, seorang dai harus menguasai materi apa yang ingin ia sampaikan. Selain itu juga da’i tersebut harus menguasai beberapa metode yang digunakan dalam berdakwah. Karena metode yang dipakai oleh seorang dai, bisa membantunya menyampaikan materi kepada audience. Menurut saya, metode apapun yang digunakan oleh seorang da’i biasanya dilatarbelakangi oleh spesialisasi atau kesukaan dai tersebut dalam menyampaikan suatu materi.

Adakah unsur lainnya?

Mungkin sarana ya. Ini bisa berupa apa saja, yang sekiranya mendukung penyampaian materi dakwah kepada audience. Sarana tersebut misalnya berupa tempat yang menarik atau media-media lainnya yang memberikan kemudahan kepada para da’i untuk menyampaikan materi. Karena yang saya perhatikan di beberapa media elektronik, banyak da’i sekarang ini sudah menggunakan teknologi seperti laptop, proyektor, dan lain sebagainya dalam berdakwah

Interviewer, Interviewee

Moh. Masykur Abdullah Mas’ud

H. Abdullah Mas’ud, M.Si, saat menyerahkan raport kepada siswa-siswi berprestasi

Salah satu gedung Pesantren An-Nahdlah

Santriwati MTs An-Nahdlah sedang dalam proses belajar-mengajar

Salah satu kegiatan di Pesantren An-Nahdlah: Pemilu Raya untuk Osis MTs

Sapi ternak yang berada di Pesantren An-Nahdlah

Unit wirausaha Pesantren An-Nahdlah: Toko Buku dan Kelontong

Suasana Pelantikan Pengurus Baru Ikatan Siswa-siswi An-Nahdlah

Santriwati Pesantren An-Nahdlah sedang menari Saman