Prosiding Seminar Nasional FKIP Universitas

Mataram, 11-12 Oktober 2019 Original Research Paper Penulisan Kreatif Cerita Rakyat: Strategi Pemertahanan Cerita Lisan Sebagai Bahan Penguatan Nilai Karakter

oleh Syaiful Bahri

Abstrak: Banyak keluhan yang menyatakan bahwa cerita rakyat sudah *Corresponding Author: Syaiful ditinggalkan, terutama oleh generasi muda. Pada kondisi seperti itu sering sekali Bahri, Kantor Bahasa NTB, dikatakan bahwa generasi muda tidak memiliki kecintaan dan ketertarikan terhadap cerita rakyat. Hal itu tidak sepenuhnya benar. Salah satu pendorong Email:[email protected] ketidaktertarikan tersebut adalah penyajian cerita (khususnya dalam bentuk tulis) yang sudah tidak mengarah pada kecenderungan pola penyajian yang umumnya digemari oleh generasi muda. Makalah ini mencoba membandingkan dua cara penyajian satu cerita rakyat etnis Sasak di , yakni cerita rakyat Putri Mandalika. Penyajian pertama dihasilkan dari lomba penulisan kreatif cerita rakyat, sedangkan penyajian kedua dihasilkan dari penulisan cerita yang disajikan dengan model yang selama ini sudah umum dilakukan. Pembandingan ini dilakukan guna melihat kecenderungan model penulisan kreatif sehingga pola-pola tersebut dapat dijadikan sebagai strategi penyajian yang menarik guna melakukan pemertahanan cerita lisan yang demikian melimpah di seluruh pelosok negeri. Dengan menggunakan metode perbandingan pada unsur dan pola penyajiannya, tergambar bahwa pola penulisan kreatif cerita rakyat lebih berupaya menyajikan awal cerita dengan model yang berbeda. Meskipun pembaca sudah mengetahui alur cerita Putri Mandalika, model penulisan kreatif tersebut lebih menumbuhkan rasa penasaran dan mendorong pembaca untuk mengetahui lebih lanjut keseluruhan isi cerita. Dorongan untuk membaca cerita ini secara otomatis mendorong potensi penumbuhan nilai karakter karena cerita rakyat kaya dengan nilai karakter.

kata kunci : penulisan kreatif, pertahanan, putri mandalika, cerita rakyat

PENDAHULUAN perkembangan media ungkap manusia, cerita Salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang awalnya disampaikan secara lisan tersebut yang tak terhingga adalah adanya cerita rakyat dituangkan dalam bentuk tulisan. Terlepas dari dalam jumlah yang banyak. Suku di Indonesia berbagai kekurangan dan kelebihannya, yang demikian banyak dengan bahasa sendiri penuangan dalam bentuk tulisan memiliki dan masing-masing memiliki cerita rakyat peranan yang sangat besar dalam berisi berbagai permasalahan yang terjadi mempertahankan keberadaan cerita rakyat di dalam kehidupan sehari-hari. Cerita rakyat tengah kurangnya waktu orang tua untuk tersebut bisa dikatakan sebagai wujud mendongengkan cerita tersebut kepada anak- ungkapan masyarakat pemilik cerita sehingga anaknya sebagai pengantar tidur. Hal itu sejalan tidak mengherankan jika beberapa kajian dengan fungsi utama tulisan, yakni untuk mencoba melakukaan pembacaan masyarakat memperpanjang ingatan atau disebut juga melalui cerita rakyat yang dimiliki oleh dengan istilah fungsi mnemonik (Achdiati masyarakat pemilik cerita. dalam Pudentia (ed.), 2008: 203). Dikatakan Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk demikian karena tulisan menjadi alat sastra lisan yang disampaikan secara lisan dari dokumentasi yang memungkinkan cerita untuk satu generasi ke generasi berikutnya. Seiring dapat bertahan lama dan memperluas kawasan

227 komunikasi, baik temporal maupun spasial. Berdasarkan pertimbangan itulah maka Dengan begitu, cerita yang dituangkan dalam cerita rakyat yang umumnya disampaikan bentuk tulisan akan memiliki jangkauan waktu secara lisan perlu dituangkan dalam bentuk yang lebih panjang dan sasaran yang lebih luas. tulisan. Selain berupaya mendokumentasikan Peranan ini menjadi penting di tengah cerita, penuangan cerita dalam bentuk tulisan perkembangan budaya tulis yang tidak membuka ruang imajinasi seluas-luasnya bagi menekankan lagi dokumentasi pada ingatan pembaca. sebagaimana pada budaya lisan. Salah satu cerita rakyat yang perlu banyak Selain penuangan cerita rakyat ke dalam dituangkan dalam bentuk tulisan adalah bentuk tulisan, pada masa tertentu juga Mandalika. Mandalika merupakan salah satu dituangkan dalam bentuk sandiwara radio yang cerita rakyat yang sangat populer di tengah diperdengarkan secara rutin pada waktu yang masyarakat Sasak, terutama yang ada di telah ditentukan. Beberapa tahun terakhir juga Lombok. Kepopuleran cerita ini bisa dilihat terlihat adanya kecenderungan mengangkat dari penggunaannya sebagai nama tempat, cerita tersebut ke layar televisi. Cerita yang organisasi, jalan maupun yang lainnya di awalnya hanya bisa didengarkan dari orang tua berbagai tempat di Lombok. Nama terminal secara lisan pada saat ini bisa didengarkan di sekaligus pasar terbesar di Lombok dinamakan radio atau disaksikan di layar lebar maupun terminal Mandalika. Nama tersebut juga televisi dengan berbagai judul. Perkembangan dijadikan sebagai nama salah satu stasiun radio teknologi juga memungkinkan untuk bisa yang ada di Lombok. Baru-baru ini Mandalika mengunduh berbagai cerita rakyat yang sudah juga disematkan sebagai nama salah satu tersedia dalam bentuk video dengan berbagai universitas tergolong tua yang awalnya model. Semua bentuk tersebut sering disebut bernama IKIP Mataram, yakni Universitas dengan istilah alih media, yakni mengalihkan Pendidikan Mandalika (Undikma). cerita rakyat yang awalnya berbentuk lisan ke Selain penggunaannya sebagai nama, berbagai bentuk lain. Mandalika sebagai sebuah cerita legenda Dari berbagai bentuk alih media, dijadikan sebagai dasar pelaksanaan salah satu pengalihan ke dalam bentuk tulisan merupakan perayaan budaya masyarakat Sasak yang telah salah satu bentuk yang memiliki keistimewaan dijadikan sebagai salah satu ikon pariwisata tersendiri dibandingkan dengan bentuk lain. Lombok, yakni pelaksanaan Bau Nyale Selain memperpanjangan ingatan, bentuk (menangkap cacing nyale). Nyale yang tulisan memungkinkan untuk tetap memberikan ditangkap dalam perayaan tersebut dianggap kebebasan dalam berimajinasi. Tulisan sebagai penjelmaan dari Putri Mandalika memberikan ruang imajinasi yang lebih luas sebagaimana tertuang dalam cerita Mandalika. dibandingkan dengan bentuk film atau bentuk Kepopuleran cerita lisan Mandalika lainnya. Beberapa kasus memperlihatkan mendorong orang untuk menuangkannya dalam adanya kecenderungan seseorang mengalami bentuk tulisan. Pusat Pembinaan dan ketidakpuasan menonton film yang bersumber Pegembangan Bahasa Depdikbud (1998) novel atau cerita telah dibaca atau didengarkan. menjadikan Mandalika sebagai salah satu judul Hal itu menjadi salah satu bukti bahwa yang dimasukkan dalam buku Sastra Daerah di keluasan imajinasi dalam tulisan tidak bisa NTB: Analisis, Tema, Amanat, dan Nilai diwakilkan oleh gambar dalam film. Cerita Budaya. Beberapa kumpulan cerita lain yang yang dituangkan dalam bentuk tulisan menempatkan Mandalika sebagai salah satu memberikan kebebasan seluasnya kepada cerita di dalamnya, yakni Bahri (2017), Martina pembaca untuk mengimajinasikan tokoh, (2014), dan lain-lain. suasana, maupun lingkungan yang ada dalam Kepopuleran cerita Mandalika juga cerita. diperlihatkan dengan adanya beberapa kajian yang menjadikan cerita ini sebagai objek, di 228 antaranya Mahri (2011), Rosnilawati (2016), masing-masing dibedakan dengan sebutan Bahri (2015; 2017), dan lain-lain. Mahri (2011) Penulisan Cerita Rakyat dan Penulisan Kreatif melihat dalam cerita Mandalika terdapat Cerita Rakyat. Nama Penulisan Cerita Rakyat kesatuan, yakni tiga pemerintahan kekuasaan, disematkan pada cerita dengan cara tiga pengendali pemerintahan, cinta segi tiga, penyampaian yang umumnya dilakukan, yakni tiga solusi persoalan cinta. Berbeda dengan cerita rakyat mandalika yang terdapat pada Mahri, Rosnilawati (2011) membandingkan buku kumpulan cerita rakyat NTB yang cerita Mandalika (Sasak) dengan cerita La diterbitkan Pusat Pembinaan dan Hilla, salah satu cerita masyarakat Mbojo yang Pengembangan Bahasa, Depdikbud (1998). memiliki kemiripan dengan Mandalika. Sejalan Sementara itu, penamaan Penulisan Kreatif dengan Rosnilawati, Bahri (2017) melakukan Cerita Rakyat untuk cerita mandalika yang perbandingan cerita Mandalika dengan cerita terdapat dalam buku Cerita Rakyat NTB masyarakat Sumbawa berjudul Lala Buntar. (2013). Kepopuleran cerita Mandalika yang kemudian banyak dituangkan dalam bentuk METODE PENELITIAN tulisan tidak secara otomatis mendorong Objek penelitian adalah cerita Mandalika masyarakat, terutama generasi muda untuk dalam Penulisan Cerita Rakyat dan Penulisan membaca. Terlepas dari minat membaca Kreatif Cerita Rakyat. Objek inilah yang masyarakat yang kurang, cara penyajian cerita selanjutnya dibandingkan dan perbandingan Mandalika juga menjadi permasalahan penting. dari segi alur, cara penyampaian, dan unsur Menyajikan cerita yang menarik tentu menjadi lainnya tersebut dijadikan sebagai data yang salah satu pendorong masyarakat untuk selanjutnya dianalisis. membaca sebuah cerita. Ketika cara penyajian Analisis data dilakukan membandingkan sebuah cerita rakyat menjadi menarik dan dua cerita Mandalika yang ditulis dengan pola menjadikan masyarakat terdorong untuk berbeda. Perbandingan dilakukan untuk melihat membacanya, secara otomatis akan menjadikan persamaan dan perbedaan yang diarahkan pada sebuah cerita rakyat tersebut tetap bertahan dan upaya memperlihatkan kelebihan dari model dikenal oleh banyak masyarakat. Dengan kata penulisan reatif cerira rakyat. Kegiatan lain, menyajikan cerita rakyat yang awalnya membandingkan diarahkan pada rangkaian sebagai cerita lisan menjadi cerita dalam tulisan peristiwa yang menjadi tahapan alur cerita. yang menarik secara tidak langsung merupakan Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya mendorong pemertahanan sebuah cerita penganalisisan data sebagai berikut. rakyat. Selain itu, Ismawati (2013: 69) Langkah pertama adalah mengidentifikasi menyebutkan prosa sebagai salah satu cipta tahapan alur dari masing-masing cerita. sastra yang terurai mempunyai peranan yang Pengidentifikasian dilakukan dengan melihat strategis dalam membentuk karakter siswa. perpindahan dari satu peristiwa ke peristiwa Berdasarkan pertimbangan itulah artikel ini lain. Hal ini dilakukan sebagai bahan mencoba membandingkan dua cara penyajian perbandingan untuk melihat persamaan dan cerita Mandalika dalam bentuk tulisan. perbedaan kedua cerita. Penyajian pertama adalah cerita Mandalika Langkah kedua adalah melakukan yang terdapat dalam kumpulan cerita hasil perbandingan dengan melihat persamaan dan lomba penulisan kreatif cerita rakyat, perbedaan dari tahapan alur yang sudah sedangkan penyajian kedua terdapat dalam diidentifikasi. Persamaan dan perbedaan itu buku kumpulan cerita rakyat NTB yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan melakukan langkah ketiga, yakni menentukan Pengembangan Bahasa Depdikbud (1998). efek atau pengaruh yang bisa terjadi terhadap Dua cara penceritaan yang berbeda dari pembaca terhadap adanya persamaan dan cerita rakyat ini selanjutnya dalam artikel ini 229 perbedaan tersebut. Efek atau pengaruh tersebut Penyajian Mandalika dalam Penulisan juga diarahkan pada kemungkinan Cerita Rakyat memunculkan adanya nilai-nilai yang bisa Cerita Mandalika yang disajikan dalam dijadikan pelajaran, terutama nilai karakter. penulisan cerita rakyat disajikan dengan cara yang umum dilakukan dalam penulisan cerita rakyat. Penyajian diawali dengan pengenalan HASIL DAN PEMBAHASAN tokoh, yakni Putri Mandalika. Pengenalan

dimulai menyebutkan identitas tokoh, meliputi Sekilas Mandalika nama, keluarga, tempat tinggal, dan lain-lain. Mandalika merupakan nama tokoh utama Kata pembuka yang digunakan pada cerita. Ia adalah seorang puteri raja yang pengenalan mengikuti pola yang digunakan terkenal memiliki paras cantik jelita. dalam bahasa lisan, yakni “Alkisah pada zaman Kecantikan tersebut mendorong banyak dahulu...”. pangeran dari berbagai kerajaan untuk melamar Kalimat pembuka yang diawali dengan guna dijadikan sebagai pendamping. “alkisah” atau “pada zaman dahulu” sudah Permasalahan muncul ketika pangeran dari secara otomatis akan memaparkan identitas berbagai kerajaan tersebut memiliki keinginan tokoh yang diceritakan. Kalimat-kalimat yang sama kemudian melakukan lamaran berikutnya merupakan kalimat-kalimat yang dalam waktu yang bersamaan pula. berorientasi pada pengenalan identitas tokoh. Permasalahan tersebut membuat Model seperti ini terjadi pada sebagian besar Mandalika kebingungan untuk menentukan cerita lisan yang ditulis. Pemaparan identitas pilihan. Memilih salah satu pangeran pada bagian awal ini memberikan penjelasan menimbulkan kemarahan pangeran lain. secara langsung tentang tokoh yang akan Kemarahan berarti memicu adanya peperangan. diceritakan. Memilih semuanya tentu lebih tidak Kata “alkisah” menjadi pembuka untuk memungkinkan lagi. Mandalikan kemudian menyebutkan orang tua, nama kerajaan, memikirkan langkah terbaik yang harus maupun sifat dan paras dari Mandalika sebagai dilakukan. Menghindari terjadinya peperangan tokoh utama. Semua yang berkaitan dengan adalah prinsip utama yang dipegangnya dalam pengenalan tokoh Mandalika dijelaskan tanpa menentukan tindakan yang akan diambil. ada yang tertutupi. Setelah beberapa lama, Mandalika “Alkisah, pada zaman dahulu kala, di mendapat petunjuk. Ia mengundang semua pantai Selatan Pulau Lombok, berdiri pangeran yang melamarnya untuk datang di sebuah kerajaan yang bernama Tunjeng pesisir pantai selatan, termasuk rakyatnya. Di Bero. Kerajaan tersebut diperintah oleh sanalah ia akan mengambil keputusan. Setelah seorang Raja yang bernama Raja Tonjang waktu yang ditentukan tiba, pantai selatan Beru dengan permaisurinya, Dewi ramai oleh manusia, termasuk Putri Mandalika Seranting. Tonjang Beru adalah seorang dan para pangeran. Secara tiba-tiba Mandalika raja yang arif dan bijaksana. Seluruh menceburkan diri ke laut. Para pangeran dan rakyatnya hidup makmur, aman dan seluruh rakyat mencarinya, tetapi sosoknya sentosa. Mereka sangat bangga tidak ditemukan. Pada waktu bersamaan mempunyai raja yang arif dan bijaksana muncullah cacing laut yang kemudian dianggap itu. Raja Tonjang Beru memiliki seorang sebagai penjelmaan Mandalika. Cacing laut Putri yang cantik jelita, cerdas dan tersebut oleh masyarakat disebut nyale. bijaksana, namanya Putri Mandalika. Di

samping cantik dan cerdas, Putri

Mandalika juga terkenal ramah dan sopan.

Tutur bahasanya sangat lembut. Seluruh

230

rakyat negeri sangat sayang terhadap sang Mandalika yang sudah dikenal secara umum di Putri (Hasjim, dkk., 1998).” tengah masyarakat.

Setelah diri tokoh Mandalika dipaparkan, Penyajian Cerita dalam Penulisan Kreatif alur kemudian bergerak ke tahap munculnya Cerita Rakyat konflik. Tahap ini menjadi dasar terjadinya Penyajian cerita dengan proses kreatif konflik yang menjadi permasalahan utama pada dasarnya mengambil ide dari cerita rakyat dalam cerita. Kecantikan Mandalika yang akan diceritakan kemudian menjadikan banyak pangeran menginginkannya menyampaikannnya dengan cara yang berbeda, sebagai istri. Hal inilah yang dikatakan sebagai tidak seperti umumnya disampaikan. Inti dari pemicu awal munculnya konflik yang akan sebuah cerita tetap disampaikan, tetapi dihadapi oleh Mandalika. disampaikan dengan cara yang tidak dilakukan Rangkaian alur berikutnya adalah konflik sebagaimana umumnya. yang dihadapi oleh tokoh Mandalika. Konflik Penyajian cerita Mandalika dengan judul dimulai ketika semua pangeran mengajukan “Catatan Harian Mandalika” tidak diawali lamaran dalam waktu yang hampir bersamaan. dengan penyampaian identitas Mandalika yang dari konflik tersebut adalah tuntutan dimulai dengan kata-kata pembuka yang secara dari semua pangeran agar lamarannya diterima. umum dilakukan dalam sebuah cerita, Selain itu, tidak diterimanya lamaran salah satu khususnya cerita rakyat. Cerita dibuka dengan pangeran akan berimplikasi memunculkan keberadaan tokoh aku yang berada di pesisir ketidakterimaan pangeran lain. Bisa dikatakan pantai Tonjeng Bero. Tokoh yang pada bagian bahwa puncak konflik dari rangkaian alur ini akhir diketahui bernama Lale Anggita adalah tidak adanya pilihan yang bisa dilakukan merupakan anak pada masa kini yang oleh Mandalika. digambarkan berada di lokasi peristiwa Puncak konflik yang dihadirkan dalam terjadinya kehidupan Mandalika. Lokasi yang alur cerita kemudian dilanjutkan dengan dimaksud juga mengambil waktu pada masa memunculkan tahap penyelesaian. Setelah kini, bukan masa kehidupan Mandalika. semua alternatif tidak memungkinkan untuk Upaya menghadirkan tokoh masa kini dipilih, Mandalika akhirnya mengambil dengan di lokasi kehidupan Mandalika pada keputusan untuk membuang diri ke laut hingga masa kini juga merupakan pembuka yang akhirnya berubah wujud menjadi cacing. mendekatkan cerita dengan pembaca. Berbagai rangkaian peristiwa tersebut Kedekatan itu diperkuat dengan keberadaan menunjukkan bahwa alur yang ditampilkan tokoh yang menggunakan sudut pandang orang dalam penulisan cerita rakyat Mandalika adalah pertama tunggal. Penggunaan orang pertama alur maju. Jenis alur ini diperlihatkan dari tunggal seolah memosisikan tokoh sebagai rangkaian peristiwa yang ditampilkan secara pembaca sendiri yang sedang berada dalam berurutan mulai dari pengenalan hingga cerita. akhirnya penyelesaian. Model penulisan seperti Penggunaan tokoh aku pada bagian awal ini tidak memicu munculnya daya kreativitas dengan tidak menyebutkan nama tokoh untuk mengekplorasi cerita yang memang menimbulkan rasa penasaran yang berpotensi sudah diketahui secara umum. Model seperti ini mendorong pembaca untuk mencari tahu juga mengecilkan kemungkinan untuk dengan terus membaca cerita. Tahapan alur memasukkan pesan-pesan berupa nilai-nilai, kemudian berjalan pada upaya “tanpa sadar” termasuk nilai karakter yang bisa dijadikan memosisikan tokoh aku sebagai Mandalika. pelajaran bagi pembaca, terutama pembaca Perpindahan dari tokoh aku menuju Mandalika muda. Pada tahap selanjutnya, modal penulisan terjadi secara tiba-tiba, tanpa adanya penanda seperti ini juga berimplikasi pada kurangnya berupa kata atau frasa yang menjelaskan dorongan untuk membaca, terlebih posisi cerita perpindahan tersebut. Aku dan Mandalika 231 seolah merupakan satu kesatuan yang tidak berjarak. Selain eksplorasi hubungan psikologis “...Aku benar-benar tidak merasa asing Mandalika dengan orang tuanya, dalam cerita memasuki dusun ini, lebih-lebih saat kreatif Mandalika juga digambarkan proses memasuki gerbang „puri‟ Raden Buling. komunikasi tokoh Mandalika dengan pangeran Aku merasa pulang (Sudirman dan Usup yang melamarnya. Pertemuan Mandalika Mahri (ed), 2013).” dengan pangeran digambarkan berlangsung Tahapan alur cerita berikutnya adalah dengan baik disertai komunikasi tidak permasalahan awal sebagai bakal konflik. menimbulkan ketersinggungan. Mandalika Tokoh Mandalika akan menghadapi lamaran sebagai manusia biasa dalam penulisan kreatif beberapa pangeran yang masing-masing cerita rakyat juga digambarkan jatuh hati pada bersikukuh ingin menjadikannya sebagai seorang pemuda biasa. Kondisi psikologis pendamping hidup. Tuntutan untuk segera Mandalika yang harus tetap menjaga perasaan mengambil keputusan dan pertimbangan agar para pangeran yang melamarnya dengan keputusan tersebut tidak memicu timbulnya kondisi manusiawi yang mencintai seseorang peperangan menjadi konflik psikologis yang inilah yang dieksplorasi dalam cerita kreatif. terjadi pada diri tokoh Mandalika. Pada bagian peristiwa yang dieksplorasi inilah Konflik psikologis Mandalika dalam cerita dimasukkan nilai-nilai, termasuk nilai karakter kreatif memberikan kesempatan penulis untuk sebagai pembelajaran tidak langsung bagi mengeksplorasi berbagai hal yang tidak bisa pembaca. dilakukan dalam penulisan cerita. Hubungan Jika pada bagian awal terjadi perpindahan psikologis Mandalika dengan orang tuanya tokoh aku menjadi Mandalika seolah “tanda digambarkan dengan jelas ketika kebimbangan disengaja”, perpindahan dari Mandalika ke untuk mengambil keputusan tersebut terjadi. tokoh aku pada bagian akhir cerita juga menggunakan pola yang sama. Hubungan “Waktu terus berlalu, permintaan jawaban Mandalika dengan tokoh aku pada bagian akhir dari para Raja yang datang melamarmu diketahui merupakan satu orang yang terus mendesak. Sebagai seorang raja memerankan dua tokoh. Hal ini seolah Ayah bisa saja menjawabnya, tetapi disembunyikan kemudian dimunculkan pada sebagai seorang ayah, itu tak mungkin bagian akhir dengan tujuan untuk menimbulkan sebelum ada jawaban dari Ananda. penasaran. Rasa penasaran itulah yang Semoga malam ini engkau telah berpotensi mendorong pembaca untuk terus berkeputusan untuk menetapkan pilihan membaca cerita kreatif tersebut. dan kapan harus Ayahanda sampaikan jawaban (Sudirman dan Usup Mahri (ed),

2013).” SIMPULAN “Inilah saat yang paling menegangkan Perbandingan penulisan cerita rakyat dalam hidupku, karena yang akan dengan penulisan kreatif cerita rakyat kusampaikan bukan bagaimana soal menunjukkan adanya perbedaan. Penulisan pernikahanku, tetapi soal keselamatan cerita cerita rakyat cenderung taat terhadap isi sebuah negeri dan penduduknya. Bukan cerita dan struktur penyampaiannya. Hal soal waktu kapan pernikahanku, tetapi soal berbeda diperlihatkan pada penulisan kreatif waktuku mengakhiri sebuah kisah. Bukan cerita rakyat yang tetap berpedoman isi cerita, soal siapa yang akan kujadikan suami tetapi menyampaikan dengan struktur berbeda. pendampingku, tetapi soal keyakinan yang Penulisan dengan strktur berbeda ini kubawa dalam mengarungi kehidupan memungkinkan adanya peluang besar untuk masa depan (Sudirman dan Usup Mahri bereksplorasi. (ed), 2013).” 232

Adanya eksplorasi cerita berpotensi mendorong Sudirman dan Usup Mahri (ed.). 2013. Cerita masyarakat untuk membaca karena dianggap Rakyat Nusa Tenggara Barat. sebagai hal baru. Dorongan untuk membaca Mataram: ATL NTB. secara tidak langsung merupakan bentuk upaya pemertahanan cerita rakyat. Selain itu, adanya ekplorasi penceritaan berbagai bagian akan memungkinkan untuk memasukkan nilai-nilai, termasuk nilai karakter.

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Syaiful dkk. 2015. “Relasi Kekerabatan Sastra Sasak dan Samawa di Pulau Lombok dan Sumbawa” (Laporan Penelitian). Mataram: Kantor Bahasa NTB.

Bahri, Syaiful. 2017. “Relasi Cerita Rakyat Sasak dan Samawa: Bandingan Sastra ke Arah Pendidikan Multikultural” (Tesis). Mataram: Universitas Mataram. ______. 2018. “Mandalika dan Lala Buntar: Bandingan Cerita Rakyat Sasak dan Samawa” dalam Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra 2018. Mataram: Kantor Bahasa NTB. Depdiknas. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hasjim, Nafron, dkk. 1998. Sastra Daerah Nusa Tenggara Barat: Analisis, Tema, Amanat, dan Nilai Budaya. Jakarta: Depdikbud.

Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. : Ombak.

Martina, Anna. 2014. Dongeng Cerita Rakyat Nusantara (Nusa Tenggara Barat): Putri Mandalika. Bintang Indonesia.

Pudentia (ed). 2008. Metodotologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: ATL.

Rosnilawati. 2016. “Studi Komparatif Struktur Cerita Legenda La Hila (Bima) dan Legenda Putri Mandalika (Lombok)” (Skripsi). Mataram: Universitas Mataram.

233