BAB II FENOMENA KEKERASAN BERBASIS GENDER DI DRC Pada
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB II FENOMENA KEKERASAN BERBASIS GENDER DI DRC Pada bab ini, penulis menguraikan sejarah singkat atas kondisi DRC yang mendapat julukan sebagai rape capital of the world dan the worst place in the world to be a woman. Pada bagian pertama, penulis menguraikan beberapa faktor utama yang memicu terjadinya konflik di DRC. Pada bagian kedua, penulis menjelaskan mengenai kekerasan berbasis gender yang di gunakan sebagai alat perang di DRC. Lalu pada bagian ketiga, penulis menjelaskan mengenai dampak yang di alami oleh perempuan korban kekerasan berbasis gender. 2. 1. Faktor Penyebab Pecahnya Konflik di DRC Sungguh ironi, DRC yang kaya akan sumber daya alam dengan sekitar 80 juta hektar lahan yang subur, memiliki kandungan tembaga, berlian dan emas, menjadi salah satu negara termiskin, dan berada dalam daftar negara yang memiliki krisis kemanusiaan.38 Bukan kesejahteraan yang di dapatkan, kekayaan tersebut justru mendatangkan malapetaka yang memporak-porandakan negara tersebut. Kekayaan yang terkubur dalam tanah yang mereka pijak, tidak dapat mereka 38 Jeffrey Gettleman, The World’s Worst War, The New York Times, diakses dalam https://www.nytimes.com/2012/12/16/sunday-review/congos-never-ending-war.html pada 08/04/2018, 20:15 WIB 34 nikmati. Penduduknya banyak yang melarikan diri dan mengungsi ke negara lain karena menganggap hal tersebut adalah satu-satunya cara untuk bisa bertahan hidup. Namun, tidak sedikit dari mereka yang tidak dapat melangkahkan kaki keluar dari DRC. Masyarakat yang menetap, tidak memiliki pilihan lain selain pasrah dengan kejadian yang mereka alami. Gambar 2. 1. Kondisi pengungsian di DRC (sumber: http://time.com/war-and-rape/) Selama 75 tahun, DRC berada dibawah kepemimpinan Raja Leopold II yang menganggap DRC adalah miliknya. Selama itu juga kejahatan yang membabi buta terjadi, mengakibatkan tewasnya sebagian dari populasi DRC, yaitu kurang lebih sekitar sepuluh juta jiwa. Mereka di jadikan budak dan di siksa secara tidak manusiawi. Perempuan diculik sebagai jaminan agar suami mereka mengumpulkan getah karet sebanyak-banyaknya, dijadikan objek olahraga tembak bagi para petinggi negara, serta memotong tangan mereka yang bermalas-malasan. Bahkan, 35 ada suatu saat dimana terdapat sekitar 1.000 potong tangan di hasilkan dalam satu hari saja.39 Merdeka dari penjajahan Belgia pada tahun 1960, bukanlah akhir dari penderitaan masyarakat DRC. Bahkan, krisis semakin menjadi-jadi dengan penyebab yang berlapis-lapis. Di masa transisi kemerdekaan, perang saudara terjadi terus-menerus selama kurang lebih lima tahun akibat perselisihan internal antara elit politik, dan juga masalah etnis. Selain faktor internal, konflik pada masa transisi di DRC juga di akibatkan oleh faktor external. Sejak akhir abad ke-19, sumber daya alam DRC yang luas terus menarik intervensi kekerasan dari luar negeri dan memicu konflik internal. Salah satunya yaitu negara Amerika Serikat yang mengambil alih kontrol DRC setelah hengkangnya Belgia dengan dalih ingin memberantas komunisme di tanah Afrika, tetapi kepentingan yang sesungguhnya ialah masalah ekonomi.40 Tidak hanya berhenti sampai di situ saja, sejak runtuhnya rezim Mobutu yang merupakan pemimpin paling brutal dan korup di Afrika pada pertengahan 1990-an, DRC mengalami perang yang merupakan salah satu bencana kemanusiaan paling parah di dunia sejak Perang Dunia II, yaitu pada tahun 1996-1997 dan berlanjut lagi pada tahun 1998-2003. Dari perang tersebut, terdapat sekitar enam juta jiwa meninggal dunia, dengan 45.000 jiwa yang terus meninggal setiap 39 Asad Ismi, October 2001: The Western Heart of Darkness, Canadian Centre for Policy Alternatives, diakses dalam https://www.policyalternatives.ca/publications/monitor/october-2001- western-heart-darkness pada 10/04/2018 15:42 WIB 40 United Nation, 2015, Conflicts in the Democratic Republic of Congo: Causes, Impact and implications for the Great Lakes Region, Ethiopia: Economic Commission for Africa, hal.10 36 bulannya, selain itu ratusan ribu perempuan diperkosa sebagai senjata perang.41 Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan garis besar dari latar belakang terjadinya konflik yang tidak berkesudahan di DRC, dengn membaginya dalam empat faktor utama, yaitu faktor ekonomi, faktor politik, faktor etnis, dan faktor konflik antar kelompok bersenjata. 2. 1. 1. Faktor Ekonomi DRC dianggap sebagai negara terkaya di Afrika. Bagaimana tidak, DRC merupakan rumah bagi jutaan ton intan, seng, uranium, juga sebagai pemegang deposit tembaga, kobalt, dan kadmium terbesar di dunia. Daya tarik tersebut lah yang membuat negara-negara barat sangat terpikat, salah satunya ialah Amerika Serikat. Hampir 80% dari mineral yang dibutuhkan AS, ditemukan di DRC. Salah satu sumber daya alam yang paling banyak di cari, ialah tantalum atau coltan. Coltan merupakan sumber daya alam paling menguntungkan yang dimiliki DRC, melebihi emas atau berlian. Coltan sendiri merupakan salah satu bahan dasar dari telepon seluler, komputer, televisi, DVD player, playstation, serat optik, industri nuklir, aerospace, dan merupakan kebutuhan pokok dari perusahaan besar seperti Sony, Microsoft, IBM, Nokia, Motorola, Hewlett-Packard, Dell dan Intel.42 Namun, kekayaan yang mereka miliki, dianggap sebagai sebuah kutukan bagi sebagian 41 Emery Brusset, Joint Evaluation of Conflict Prevention and Peace Building in The Democratic Republic of Congo, Joint Evaluation of Conflict Prevention and Peace Building In DRC, Vol. 1 (June 2011), FPS Foreign Affairs. 42 Gregory Queyranne, Congo: A Critical Political Economic Analysis of the War in the Democratic Republic of Congo and Its Effects on Women, diakses dalam http://www.terry.ubc.ca/2006/12/01/congo-a-critical-political-economic-analysis-of-the-war-in- the-democratic-republic-of-congo-and-its-effects-on-women/ pada 10/04/2018 17:35 WIB 37 orang. Hal ini dikarenakan perang yang tidak berkesudahan terjadi di DRC, dimulai dari masa imperialisme di tahun 1870-an hingga saat ini. Bukan mensejahterakan, kekayaan alam yang ada, namun malah mengurangi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik mereka.43 Gambar 2. 2. Peta sumber daya alam di DRC (sumber: https://mondediplo.com/maps/congo2006) Mineral yang di miliki oleh DRC, sangatlah penting untuk menjaga dominasi militer dan kemakmuran ekonomi di AS. Mengingat AS tidak memiliki pasokan mineral sendiri, sehingga pemerintah AS mengidentifikasi sumber mineral terutama di negara-negara dunia ketiga, kemudian mendorong perusahaan- perusahaan untuk berinvestasi dan memfasilitasi produksi bahan yang dibutuhkan 43 Ibid. 38 tersebut. 44 Segala macam cara di lakukan oleh AS untuk mendapatkan kepentingan mereka. Seperti dengan membantu faksi anti Lumumba dalam membunuh Patrice Lumumba yang merupakan Perdana Menteri pertama dan satu-satunya yang dipilih secara demokratis. Disaat berkuasa, Lumumba menuntut agar Afrika independen secara ekonomi dan politik dari AS dan Eropa. Hal itulah yang membuat AS ingin membantu Jendral Mobutu yang merupakan sekertaris pribadi Lumumba, untuk menyingkirkan Lumumba. Disaat Mobutu telah berhasil menduduki kursi kepresidenan, ia segera mengubah nama DRC menjadi Zaire.45 DRC terus mendapat dukungan dari pemerintah AS sebagai pos anti- komunis di Afrika, hal ini yang membuat George Bush menyebut Mobutu sebagai “salah satu teman kami yang paling berharga”.46 Sejak tahun 1965 hingga 1991, AS menghabiskan jutaan dolar dalam bentuk bantuan ekonomi, militer dan pelatihan senjata untuk para penyalahguna hak asasi manusia dan rezim yang tidak demokratis tersebut. Hal itu dilakukan demi mengamankan akses terhadap mineral berharga yang terdapat dalam tubuh DRC. Sebagai imbalannya, Mobutu meningkatkan jatah perusahaan multinasional AS akan kandungan mineral yang ada di DRC.47 Akibatnya, kerjasama tersebut membuat semakin intensnya perang yang terjadi disana. 44 Dena Montague and Frida Berrigan, The Business of War in the Democratic Republic of Congo, Dollars and Sense magazine, Issue 235, May/June, 2001, diakses dalam http://www.thirdworldtraveler.com/Africa/Business_War_Congo.html pada 10/04/2018, 19:53 WIB 45 Louisa Carpenter, Conflict Minerals In The Congo: Blood Minerals and Africa’s Under- Reported First World War, Working Paper. Suffolk, April 2012, Suffolk University, hal. 5 46 Ibid. 47 Ismi, Op.Cit. 39 Saat menjabat, Mobutu menerapkan paham ‘zairianization’, yaitu di mana usaha kecil dan menengah milik orang asing dinasionalisasikan atau didistribusikan kepada para petinggi. Seperti perkebunan besar, peternakan dan perusahaan bisnis komersial yang cukup besar diberikan kepada para elit politik dengan jabatan yang tinggi. Sedangkan perusahaan yang lebih kecil dialokasikan untuk tokoh lokal di setiap daerah. Sehingga, bagi masyarakat yang ingin mendapatkan perkebunan atau pertanian tersebut, harus membelinya dari negara.48 Mobutu juga memperkenalkan paham ‘radikalisasi’, yaitu sebuah program yang bertujuan untuk memperbaiki masalah utama dari perekonomian negara, termasuk pengangguran, inflasi, ketidakadilan sosial, dan individualisme. Tidak hanya sampai di situ saja, Mobutu juga mengambil langkah lebih lanjut untuk meningkatkan kontrolnya atas sumber daya mineral dengan menciptakan Société Zairoise pour la Commercialization des Minerais (SOZACOM) yang dimandatkan untuk memasarkan sumber daya mineral negara. Paham zairianisasi dan radikalisasi yang Mobutu terapkan di DRC tersebut, menimbulkan efek samping yang malah membuat rugi negara. Salah satunya yaitu rusaknya kepercayaan sektor swasta yang ada di dalam maupun luar negeri. Sehingga transaksi antara sektor swasta dan negara menurun.