POLITIK INDONESIA Antara Harapan Dan Kenyataan
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
POLITIK INDONESIA Antara Harapan dan Kenyataan PT Pencerah Generasi Antarbangsa i Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perubahan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ii POLITIK INDONESIA Antara Harapan dan Kenyataan Dr. Ujang Komarudin, M.Si PT Pencerah Generasi Antarbangsa iii iv Untuk Seluruh Sivitas Akademika Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta Buku Ini Hadir. v MEMOTRET POLITIK INDONESIA Antara Harapan dan Kenyataan Copyrights @2018 oleh Dr. Ujang Komarudin, M.Si Editor: M.R. Muchlis Desain Sampul: M.R. Muchlis x + 170 hlm; 14,8 cm x 21 cm ISBN: 978-602-52507-4-3 PT Pencerah Generasi Antarbangsa Eightyeight@Kasablanka Lantai 35 Jalan Casablanka Raya Kav.88, Jakarta 12870 Telepon 021.80640526 Email: [email protected] www.enlights.co Indonesia Political Review (IPR) De Salim Town House Jalan H. Salim No.132 Cimanggis, Depok, Jawa Barat Email: [email protected] Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. vi Daftar Isi Daftar Isi vii Sambutan Penulis x BAB 1 PILKADA RASA PILPRES DAN DINAMIKA PEMILU 1. Halal Bihalal 2 2. Pilkada Rasa Pilpres 7 3. Mencari Cawapres Ideal 14 4. Menanti Cawapres Jokowi 19 5. Rame-rame Jadi Caleg 24 6. Jokowi versus Prabowo 29 BAB 2 PILPRES DAN PERSOALAN PEMILU DI INDONESIA 7. Siapa Cawapres Prabowo? 36 8. Menebak Isi Kantong Jokowi dan Prabowo 41 9. Merdeka atau Mati 46 10. Ulama Juga Manusia 51 11. Berkorban untuk Bangsa dan Negara 56 12. Untung-Rugi #2019GantiPresiden 61 vii BAB 3 DUKUNG-MENDUKUNG DALAM PEMILU 13. Gubernur Dukung Jokowi 68 14 Politik Dua Kaki Demokrat 74 15. Taktik Demokrat Bermain Dua Kaki 79 16. KPU Kena Palu 85 17. Berebut Dukungan Ulama 90 18. Kampanye Tanpa Hoaks dan SARA 95 BAB 4 DINAMIKA DEMOKRASI DALAM PILPRES 19. Demokrasi Up and Down 102 20. Membidik Amien Rais 108 21. Magnet Politik Pesantren 113 22. Menggagas Indonesia Hebat 118 23. Refleksi Hari Santri Nasional 124 24. Politikus Sontoloyo 129 BAB 5 KAMPANYE PENUH KEBENCIAN 25. Nyinyiran Politik 136 26. Masih Adakah Pileg untuk Kita? 141 27. Buta dan Budek dalam Politik 146 28. Menggagas Kampanye Substantif 151 29. Planning for Campaigns of Substance 156 viii BAB 5 PENUTUP 30. Penutup 162 Daftar Pustaka 164 Tentang Penulis 168 ix Sambutan Penulis Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan Yang Maha Baik dan Hebat. Atas ijin-Nya lah buku ini bisa terbit. Tak ada daya dan upaya kecuali atas ijin dan kekuatan dari- Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Atas perjuangan dan risalahnyalah kita bisa menikmati iman, Islam, dan kehidupan yang gemerlap dan penuh nikmat ini. Tak terasa, buku ini merupakan buku saya yang ke-14. Karya kecil ini mudah-mudahan menjadi karya besar pada suatu saat nanti. Tak ada karya besar yang tak dimulai dari karya kecil. Karya besar selalu dimulai dari karya kecil yang dilakukan terus menerus secara konsisten. Buku referensi ini merupakan hasil dari refleksi dan perenungan saya tentang persoalan-persoalan politik di Republik ini. Buku referensi ini ditulis secara ringan, simple, renyah, dan ilmiah. Juga dibahas secara tetap tajam, objektif, dan menebarkan virus optimisme dan kebaikan. Semoga buku referensi karya saya yang ke-14 ini, dapat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Buku ini jauh dari kesempurnaan. Tak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan isi buku ini. Oleh karena itu, masukan, saran, dan kritik dari pembaca sangat saya harapan. Semoga buku ini juga menjadi amal jari’ah bagi saya yang pahalanya akan terus mengalir hingga akhirat kelak. Aamiin. Jakarta, 02 November 2018 Ujang Komarudin x BAB 1 PILKADA RASA PILPRES DAN DINAMIKA PEMILU Halal Bihalal HARI raya Idul Fitri 1439 H sudah selesai dilaksanakan. Hari kemenangan tersebut telah membawa arus pergerakan orang dan barang dari Jakarta ke seluruh pelosok tanah air. Mudik pun telah berakhir. Begitu juga dengan arus balik yang telah usai kemarin. Hari ini adalah hari masuk kerja bagi para pekerja Ibu Kota dan sekitarnya. Dan diawal masuk kerja pasca lebaran biasanya diisi dengan absensi dan halal bihalal. Menurut M. Quraish Shihab (2007), kata ‘halal’ diambil dari kata ‘halla’ atau ‘halala’ yang artinya menyelesaikan masalah atau kesulitan atau meluruskan benang kusut atau mencairkan yang membeku atau melepaskan ikatan yang membelenggu. Berdasarkan makna harfiah tersebut, halal bihalal dimaknai sebagai bentuk menyambungkan kembali apa-apa yang putus. Di hari pertama kerja kantor, seperti biasa instansi- instansi pemerintah maupun swasta tidak luput mengadakan halal bihalal untuk bersalam-salaman saling memaafkan satu sama lain. Tradisi halal bihalal merupakan tradisi orisinil khas bangsa Indonesia. Setelah sebelas bulan bekerja bersama dan 2 sebulan melakukan ibadah puasa, maka halal bihalal merupakan penyempurna ibadah dan silaturrahmi. Sejatinya halal bihalal harus menjadi tradisi yang bukan hanya terjadi setahun sekali pasca Idul Fitri. Namun budaya baik halal bihalal harus terjaga dan terjalin setiap hari, kapanpun, di manapun, dan sampai kapanpun. Halal bihalal dapat menjaga silaturrahmi dan menjadikan kita sebagai makhluk sosial yang utuh dan bersih. Jauh dari saling curiga dan pecah belah. Dengan halal bihalal akan mempersatukan yang berbeda dan akan merukunkan yang berseteru. Halal bihalal harus dimaknai dengan hati yang bersih dan suci. Dengan halal bihalal kita juga dapat memperbaiki hubungan yang kusut dan renggang. Dapat mempersatukan yang putus dan berkonflik. Dapat mempererat persaudaraan. Dapat menjaga kesatuan dan persatuan. Dan dapat menikmati indahnya kebersamaan dengan penuh cinta dan kasih sayang. Namun harus diingat. Halal bihalal jangan hanya dijadikan seremonial kantor-kantor pemerintah dan swasta semata. Jangan sampai halal bihalal dilakukan. Tapi gontok-gontokkan tetap dilestarikan, dibudayakan, dan ditumbuhkan. Jangan sampai pasca halal bihalal pergujingan (ghibah) dimulai, konflik dikembangkan, dan perebutan jabatan dan kekuasaan dilakukan dengan cara-cara kotor dan kejam. Jangan juga halal bihalal dilakukan. Namun budaya menjilat, tradisi upeti (setor-menyetor) antara bawahan ke atasan masih terjadi, pat gulipat terlembagakan, budaya saling injak tak terelakkan, saling jegal dan saling sikut masih mewarnai budaya kerja di kantor-kantor tempat kita bekerja. Halal bihalal dilaksanakan, namun esensi dan makna halal bihalal ditinggalkan. 3 Halal bihalal dibudayakan, namun permainan kotor dan curang juga dilembagakan. Halal bihalal harusnya menjadikan kita manusia yang penuh kasih, cinta, dan kedamaian. Memaafkan orang lain adalah bagian dari tugas kita sebagai manusia biasa yang memiliki banyak kelemahan dan kekurangan. Tak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, tradisi saling memaafkan dalam halal bihalal menjadi suatu keniscayaan. Keniscayaan karena kita perlu memaafkan dan dimaafkan. Di hari kerja pertama pasca Lebaran ini pula. Kita harus bersyukur dapat beraktivitas seperti biasa. Kerja. Kerja. Kerja merupakan idealisme pemerintahan Jokowi-JK untuk menanamkan jiwa semangat kerja dengan total. Kerja. Kerja. Kerja juga jangan hanya menjadi slogan yang tanpa makna dan arti. Kerja. Kerja. Kerja harus dapat termanifestasikan dan terimplementasikan dalam budaya kerja sehari-hari rakyat Indonesia. Kerja. Kerja. Kerja jangan sampai hanya menjadi omong kosong yang tak berarti dan berguna. Kerja. Kerja. Kerja juga jangan hanya dimaknai bekerja hanya sekedar bekerja. Bekerja tidak dengan hati, jiwa dan raga. Bekerja hanya ingin dilihat dan dipuji orang lain. Bekerja tidak profesional. Bekerja asal-asalan. Bekerja tanpa kecerdasan. Bekerja tanpa visi dan misi. Bekerja tanpa perencanaan yang matang. Dan bekerja tanpa semangat dalam membangun bangsa dan negara. Buya Hamka pernah menulis, “Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja”. Oleh karena itu, kerja, kerja, dan kerja bukan hanya sekedar bekerja. Kerja harus penuh semangat dan disertai 4 dengan rasa penuh tanggung jawab atas tugas dan dalam rangka untuk ibadah hanya kepada Allah SWT. Sehinga apapun yang kita lakukan, akan dilakukan dengan yang terbaik. Kerja, kerja kerja yang terbaik. Berkarya, berkarya dengan terbaik. Dan berbuat, berbuat yang terbaik. Ramadan, Idul Fitri, dan halal bihalal harus menjadi momentum menumbuhkan semangat kerja dan memupuk kesholehan sosial. Tak akan ada gunanya jika puasa Ramadan kita lakukan dengan sempurna, zakat kita tunaikan, Idul Fitri kita laksanakan, halal bihalal kita lakukan, namun dalam diri kita masih tersimpan dendam dan kebencian kepada sesama anak bangsa. Momentum hari pertama kerja dan momentum halal bihalal adalah momentum perbaikan kita sebagai umat manusia. Perbaiki hubungan dengan sesama, perbaiki sholat, perbaiki kinerja,