PENGARUH ISLAMIC BRANDING, PERSEPSI LABEL HALAL DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PERPINDAHAN MEREK DARI KOSMETIK MEREK LAIN KE MEREK MAZAYA
(Studi Kasus : Pengguna Kosmetik Mazaya di JABODETABEK)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnins Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun oleh : Siti Nurjanah NIM: 11150810000011
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M
i
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi 1. Nama : Siti Nurjanah 2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 5 September 1997 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Islam 5. Nama Ayah : Siswoyo 6. Nama Ibu : Yeni Anggraeni 7. Alamat : Jalan Adhi Karya No.113 RT.002 RW.05 Kelurahan: Kedoya Selatan, Kecamatan: Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 11520 8. Nomor Telepon : 085697666395 9. E-mail : [email protected]
B. Pendidikan Formal 1. SD Raihanul Jannah Jakarta 2. SMPN 207 Jakarta 3. SMA Al Kamal Jakarta 4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
C. Pengalaman Organisasi 1. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen (HMJ) UIN Jakarta 2016-2017
D. Pengalaman Kerja 1. Internship PMMB FHCI KEMENTERIAN BUMN, di Perum Perumnas (Februari - Agustus 2019)
v
ABSTRACT
This study aimed to analyze the effect of Islamic branding, halal label perceptions, and product quality towards brand switching from cosmetics another brand to Mazaya brand. The data source for this study is the primary data from the sample, namely women who move on using Mazaya cosmetics. Data collection was conducted using purposive sampling by distributing to 100 respondents Mazaya cosmetic users in the JABODETABEK region. Data has been processed using multiple linear regression test. The results of this study indicate that Islamic branding, halal label perception, and product quality variables have a significant effect towards brand switching to Mazaya cosmetics, simultaneously and partially. Keywords : islamic branding, perception of halal labels, product quality, brand switching.
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Islamic branding, persepsi label halal, dan kualitas produk terhadap keputusan perpindahan merek dari kosmetik merek lain ke merek Mazaya. Sumber data penelitian ini merupakan data primer yang berasal dari sampel yaitu wanita yang berpindah menggunakan kosmetik Mazaya. Pengumpulan data dilakukan menggunakan purposive sampling dengan menyebarkan kuesioner kepada 100 responden di wilayah JABODETABEK. Data telah diolah menggunakan uji regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan variabel Islamic branding, persepsi label halal, dan kualitas produk memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan perpindahan merek ke kosmetik Mazaya, secara simultan dan parsial. Kata kunci : islamic branding, persepsi label halal, kualitas produk, keputusan perpindahan merek.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta„ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta sholawat dan salam tidak lupa penulis haturkan kepada baginda kita Nabi Muhammad Shalallahu „alaihi wa sallam karena atas berkah, dan anugerah yang tiada akhir sehingga peneliti diberi kemampuan untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Islamic Branding,
Persepsi Label Halal, dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan
Perpindahan Merek Dari Kosmetik Merek Lain Ke Merek Mazaya”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih atas segala bantuan, bimbingan dan dukungan yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan kepada:
1. Kedua orangtua penulis, Bapak Siswoyo dan Ibu Yeni atas doa, dukungan
serta keikhlasannya dalam memberi support selama penulis menempuh
pendidikan di perguruan tinggi. Serta Kakak dan Adik penulis, Yesi
Fitriani S.E dan Farid Ar Rasyiid yang selalu memberikan dukungan dan
semangat hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT
senantiasa melindungi mereka. Aamiin.
viii
2. Ibu Dr. Muniaty Aisyah, S.T., M.M. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, ilmu yang
berharga serta bimbingan yang berarti selama penyelesaian skripsi.
Terimakasih atas semua saran serta masukan yang diberikan selama proses
penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT
membalas semua kebaikannya. Aamiin
3. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., AK., M.Si., CA, QIA., BKP., CRMP selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Murdiyah Hayati, S.Kom., MM dan Ibu Amalia, SE., M.S.M selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dwi Nur‟aini Ihsan, M.M selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan kepada
penulis selama menempuh studi.
7. Para sahabatku yaitu Endah, Oya, Indah, Shinta, Viska, Viski, Vania, Dea,
Harry, Rahman dan Rifky. Terimakasih selalu mensupport penulis agar
selalu termotivasi menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat tercinta selama masa perkuliahan yaitu Emmy, Gilang,
Nindy, Ira, Audina, Raihana, Kurnia, Jeshica, Rizca, Zayyan, dan Ka Ita.
Terima kasih kalian selalu menyemangati penulis dan banyak sekali
memberikan saran serta masukan dalam penyelesaian skripsi ini
ix
9. Teman-teman seperjuangan Manajemen angkatan 2015, khususnya teman-
teman Manajemen Pemasaran 2015 yang senantiasa memberikan dorongan
dan semangat yang luar biasa agar penulisan ini bisa terselesaikan.
10. Teman-teman KKN Hikari 85. Terimakasih untuk kenangan selama
mengabdi di Desa Pekayon, Tangerang.
11. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkkan satu persatu yang telah banyak
membantu dan memberi masukan serta inspirasi bagi penulis, suatu
kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua,
terima kasih banyak.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak. Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat pahala berlipat dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis serta pembaca.
Jakarta, Januari 2020
Penulis
(Siti Nurjanah)
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...... i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ...... ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...... ii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...... v ABSTRACT ...... vii ABSTRAK ...... viii KATA PENGANTAR ...... viiii DAFTAR ISI ...... xii DAFTAR TABEL ...... xiiii DAFTAR GAMBAR ...... xiv BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 16 C. Tujuan Penelitian ...... 16 D. Manfaat Penelitiaan ...... 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 18 A. Landasan Teori ...... 18 1. Perilaku Konsumen ...... 18 2. Perpindahan Merek ...... 27 3. Islamic Branding ...... 34 4. Persepsi Label Halal ...... 40 5. Kualitas Produk ...... 52 B. Hubungan Antar Variabel ...... 57 C. Penelitian Terdahulu ...... 59 D. Kerangka Berpikir ...... 64 E. Hipotesis Penelitian ...... 67
xi
BAB III METODELOGI PENELITIAN ...... 69 A. Ruang Lingkup Penelitian ...... 69 B. Metode Penentuan Sampel ...... 69 C. Metode Pengumpulan Data ...... 72 D. Uji Kualitas Data ...... 74 E. Uji Asumsi Klasik ...... 75 F. Uji Hipotesis ...... 78 G. Analisis Regresi Linier Berganda ...... 81 H. Koefisien Determinasi (R2) ...... 82 I. Operasional Variabel Penelitian ...... 82 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...... 85 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...... 85 B. Pembahasan Karakteristik Responden ...... 88 C. Hasil Uji Validaitas dan Reliabilitas ...... 93 D. Pembahasan Analisis Deskriptif ...... 96 E. Uji Asumsi Klasik ...... 101 F. Hasil Uji Hipotesis ...... 105 G. Analisis Regresi Linier Berganda ...... 110 H. Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2) ...... 113 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 114 A. Kesimpulan ...... 114 B. Saran ...... 115 DAFTAR PUSTAKA ...... 118 LAMPIRAN ...... 122
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Agama Tahun 2010 ...... 3 Tabel 1. 2 Perkembangan Pasar Industri Kosmetik Di Indonesia ...... 4 Tabel 1. 3 Top 10 perusahaan Kosmetik Terbesar di Indonesia ...... 6 Tabel 2. 1 Hasil Penelitian Terdahulu ...... 59 Tabel 3. 1 Tabel Skala Likert ...... 73 Tabel 3. 2 Opersional Variabel Penelitian ...... 83 Tabel 4. 1 Jumlah Responden Berdasrkan Usia ...... 89 Tabel 4. 2 Jumlah Responden Berdasrkan Pendidikan Terakhir ...... 89 Tabel 4. 3 Jumlah Responden Berdasrkan Pekerjaan ...... 90 Tabel 4. 4 Jumlah Responden Berdasrkan Pengeluaran perbulan ...... 91 Tabel 4. 5 Merek kosmetik Sebelumnya yang Digunakan Responden ...... 92 Tabel 4. 6 Hasil Uji Validitas ...... 94 Tabel 4. 7 Hasil Uji Reliabilitas ...... 95 Tabel 4. 8 Distribusi Jawaban Islamic Branding (X1) ...... 96 Tabel 4. 9 Distibusi Jawaban Persepsi Label Halal (X2) ...... 97 Tabel 4. 10 Distribusi Jawaban Kualitas Produk (X3) ...... 98 Tabel 4. 11 Distribusi Jawaban Responden Perpindahan Merek (Y) ...... 100 Tabel 4. 12 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ...... 103 Tabel 4. 13 Hasil Uji Multikolonieritas ...... 104 Tabel 4. 14 Hasil Glejser Heteroskedastisitas ...... 105 Tabel 4. 15 Hasil Uji t ...... 106 Tabel 4. 16 Hasil Uji F ...... 110 Tabel 4. 17 Analisis Regresi Linier Berganda ...... 111 Tabel 4. 18 Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2) ...... 113
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Preferensi Kosmetik Konsumen Indonesia ...... 4 Gambar 1. 2 Fenomena Komsetik Lokal di Indonesia ...... 7 Gambar 1. 3 Merek Kosmetik Favorit Wanita Tahun 2017...... 8 Gambar 1. 4 Faktor Pertimbangan Perempuan Dalam Membeli Kosmetik...... 9 Gambar 1. 5 Produk Kosmetik Mazaya ...... 14 Gambar 2. 1 Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ...... 24 Gambar 2. 2 Piramida Loyalitas...... 30 Gambar 2. 3 Kerangka Pemikiran ...... 66 Gambar 4. 1 Logo Merek Mazaya ...... 86 Gambar 4. 2 Kurva P-P Plot Hasil Uji Normalitas ...... 102
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membangun merek sudah menjadi keharusan bagi perusahaan untuk
dapat bersaing dengan perusahaan lain. Persaingan dalam dunia bisnis yang
semakin ketat, membuat perusahaan berusaha mencari strategi yang tepat
dalam memasarkan produknya. (Ranto, 2013)
Fenomena banyaknya merek-merek Islami saat ini, menandakan adanya
pergerseran perilaku konsumen. Tidak dapat dipungkiri, banyak konsumen
menjadikan merek yang mereka beli atau gunakan, merupakan manifesti dari
dirinya atau dengan kata lain, mereka menjadikan merek sebagai media untuk
menunjukkan jati dirinya kepada orang lain. Hal ini terbukti dengan
berkembangnya lembaga keuangan berbasis syariah, pertumbuhan budaya
bernuansa Islam, berkembangnya pemakaian busana hijab, munculnya hotel
syariah, peningkatan frekuensi haji dan umrah, serta pertumbuhan industri
kosmetik halal. (Yuswohady, 2015:10)
Bagi umat Islam, branding tidak dapat dipisahkan dari iman, yang
menentukan bahwa semua tindakan harus bersifat ilahi dan bahwa seseorang
mencintai dan membenci bukan karena keinginan manusiawi namun karena
perasaannya sejalan dengan tuntunan Allah. Hubungan dagang misalnya, meski
menghasilkan kepuasan akan keinginan duniawi, mereka harus ditempa dengan
maksud ilahi antara pihak bisnis. Oleh karena itu, keseluruhan hubungan tidak
1 lagi bersifat meterialistis dan berubah menjadi perbuatan baik yang akan dicatat dalam catatan ilahi masing-masing individu. (Alserhan, 2010)
Islam merupakan agama yang paling sempurna, karena dari semua segi aspek kehidupannya sudah diatur dalam Al-qur‟an dan hadist. Salah satunya dari segi gaya hidup, semua produk yang kita gunakan haruslah jelas sesuai syariat yang telah di tentukan. Bagi umat muslim mengkonsumsi produk halal merupakan sebuah kewajiban. Kata “halal” berasal dari bahasa Arab yang artinya diperbolehkan atau sesuai hukum Islam (Issa Z., 2009; Borzooei dan
Maryam, 2013).
Konsep halal saat ini mulai banyak diminati para produsen, hal tersebut dikarenakan populasi islam yang terus meningkat. Laporan dari Pew Research menyebutkan, pada tahun 2017 ada sekitar 1,8 miliar penduduk bumi menganut agama Islam atau setara dengan 24% dari populasi dunia. (Tirto.id)
Dengan semakin meningkatnya tingkat populasi muslim di Dunia, maka perkembangan industri halal juga semakin berkembang pesat. Berdasarkan laporan The State of The Global Islamic Economies 2018-2019 melaporkan, total belanja masyarakat muslim dunia mencapai USD 2,11 triliun. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya hingga mencapai USD 3 triliun pada tahun 2023, ini sangat linier dengan pertumbuhan penduduk muslim dunia. (Republika.co.id)
Indonesia sendiri merupakan negara dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam. Hal ini sesuai dengan sensus yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010.
2
Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Agama Tahun 2010 Jenis Kelamin Agama Jumlah Persentase Laki-laki Perempuan
Islam 104.195.783 102.980.379 207.176.162 87,17 % Protestan 8.335.966 8.192.547 16.528.513 6,96 % Katolik 3.441.643 3.466.230 6.907.873 2,91 % Hindu 2.013.589 1.988.527 4.012.116 1,69 % Budha 869.097 834.157 1.703.254 0,72 % Khong Hu Chu 61.506 55.585 117.091 0,05 % Lainnya 157.363 142.254 299.617 0,12% Tidak Terjawab 70.897 68.685 139.582 0,06% Tidak Ditanyakan 485.069 272.049 757.118 0,32% Total 119.630.913 118.010.413 237.641.326 100 % Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat diketahui jumlah total
penduduk Indonesia tahun 2010 sebesar 237.641.326 jiwa. Dimana sebagian
besar penduduknya menganut agama Islam sebesar 207.176.162 jiwa atau
sebesar 87,17%. Dalam hal ini, Indonesia mempunyai peluang besar dalam
melebarkan industri halal salah satunya dalam industri kosmetik, karena jumlah
wanita muslim di Indonesia mencapai 102.980.379 jiwa. Kemajuan pada
industri kecantikan di Indonesia pun saat ini menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun.
3
Tabel 1. 2 Perkembangan Pasar Industri Kosmetik Di Indonesia 2010-2015 Market Kenaikan Tahun (Rp. Miliar) (%) 2010 8.900 ˗ 2011 8.500 ˗ 4,49 2012 9.760 14,82 2013 11.200 14,75 2014 12.874 14,95 2015 13.943 8,30 Kenaikan Rata-rata, % per tahun 9,67 Sumber : CCI-indonesia.com (2018)
Berdasarkan pengamatan Bizteka, pada tahun 2015 pasar kosmetik
nasional tumbuh sebesar 8,3% dengan nilai mencapai Rp13,9 triliun,
meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2014) yang sebesar
Rp12,8 triliun. Sepanjang periode 2010-2015 pasar industri kosmetik nasional
meningkat rata-rata mencapai 9,67% per tahunnya.
Dengan meningkatnya pertumbuhan industri kosmetika di Indonesia,
menjadikan munculnya merek-merek baru sehingga persaingan dalam industri
ini semakin ketat dan perusahaan lokal maupun global pun berlomba untuk
menghasilkan produk yang diinginkan oleh konsumennya dalam memenuhi
kebutuhan. Menurut hasil riset Nielsen, pertumbuhan kosmetik lokal Indonesia
kalah besar jika dibandingkan dengan kosmetik global.
4
Gambar 1. 1 Preferensi Kosmetik Konsumen Indonesia Sumber : (Nielson.com)
Berdasarkan riset Nielson pada tahun 2016, konsumen Indonesia lebih memilih produk kosmetik global sebesar 48%, sedangkan untuk produk kosmetik lokal sebesar 36%, dan sisanya yang tidak memiliki preferensi apapun sebesar 16%.
Lalu Dunia Industri melakukan riset pasar yang dirilis Oktober 2016, didapat 10 perusahaan kosmetik terbesar di Indonesia berdasarkan merek dagang (brand), dan nilai penjualannya.
5
Tabel 1. 3 Top 10 perusahaan Kosmetik Terbesar di Indonesia No. Nama Perusahaan Brand Penjualan 1 PT Unilever Indonesia Tbk Tresemme, Ponds, Citra, Rp 36,5 Triliun Vaseline, Clear, Axe, dll. 2 PT Loreal Indonesia Loreal Paris, Maybelline, Rp 27,99 Triliun Garnier, Kerastase, The Body Shop, dll. 3 PT P&G Indonesia SK II, Pantene, Wella, Rp 14,87 Triliun Olay, Always, dan Head & Shouldes. 4 PT Mandom Indonesia Pixy, Catsby. Rp 2,31 Triliun Tbk 5 PT Martina Berto Tbk Mirabella, Belia, Caring Rp 694,7 Miliar Colours, PAC, Cempaka, Sariayu, Sariayu Biokos. 6 PT Akasha Wira Makarizo. Rp 669,7 Miliar International Tbk 7 Oriflame Oriflame. Rp 603 Miliar 8 PT Mustika Ratu Tbk Mustika Ratu, Biocell, Rp 428 Miliar Puteri, Bask, Moors, Ratu Mars. 9 PT Paragon Technology Wardah Rp 350 Miliar 10 Revlon Revlon, Cutex, Pure ICE Rp 124 Miliar Sumber : duniaindustri.com (2016)
Dari riset ini didapatkan hasil bahwa PT Unilever Indonesia Tbk
merupakan pemimpin pasar kosmetik di Indonesia, dengan penjualannya
sebesar Rp 36,5 triliun kemudian disusul dengan PT Loreal Indonesia dengan
penjualannya sebesar Rp 27,99 triliun. Sedangkan PT Reflon berada diurutan
terendah dengan penjualanya sebesar Rp 124 miliar.
Namun, pada tahun 2017 minat konsumen berubah. Konsumen Indonesia
beralih memiliki minat yang besar terhadap kosmetik lokal. Hal tersebut
terungkap dari riset yang dilakukan oleh Sigma Research yang di
6 selenggarakan di 11 kota besar di Indonesia yaitu: Medan, Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang, Surabaya, Depansar, dan
Makasar dengan responden sebanyak 1200 orang. Kemudian mendapatkan hasil penelitiannya yakni bahwa 53% kosmetik merek lokal mendominasi konsumen Indonesia. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu 1 tahun konsumen mengalami perubahan minat dari kosmetik global ke kosmetik lokal. (Amimi, 2019)
Gambar 1. 2 Fenomena Kosmetik Lokal di Indonesia Sumber: (Katadata.co.id)
Berdasarkan gambar 1.2, hal lain yang mendorong meningkatnya eksistensi kosmetik lokal dibandingkan kosmetik global di Indonesia adalah pertumbuhan industri kosmetik lokal yang melonjak hingga 20%. Adapun kondisi pasar kosmetik lokal di Indonesia yang kini mengalami peningkatan
7 dikarenakan tarif impor mengalami kenaikan dari 2,5% menjadi 10%, sedangkan ekspor kosmetik lokal meningkat dalam kurun waktu 1 tahun yakni dari 470 juta USD pada tahun 2016 menjadi 517 juta USD pada tahun 2017, dengan persentase peningkatan sebesar 16% (Amimi, 2019). Bahkan pada tahun 2018 nilai ekspor kosmetik nasional mencapai 556,36 juta USD
(Republika.co.id)
Kemudian Mirae Asset Sekuritas Indonesia melakukan riset mengenai merek kosmetik yang menjadi favorit wanita pada tahun 2017.
Gambar 1. 3 Merek Kosmetik Favorit Wanita Tahun 2017 Sumber: (miraeasset.co.id)
Berdasarkan data pada gambar diatas, terlihat bahwa kosmetik favorit dengan persentase tertinggi berasal dari brand lokal yaitu Wardah sebesar
(37,8%), kemudian Pixy (10,1%), Sariayu (8,7%), Viva (6,6%), Ponds (6,6%),
Latulip (3,9%), Oriflame (3,6%), Maybelline (3,3%), Revlon (2,9%), Mustika
Ratu (1,9%), dan di urutan terakhir Garnier (1,4%).
8
Seiring meningkatnya pertumbuhan pasar kosmetik di Indonesia,
belakangan ini kesadaran konsumen menganai pentingnya kosmetik yang halal
juga meningkat. Hal tersebut tidak terlepas dari fakta bahwa mayoritas
penduduk Indonesia adalah muslim. Meskipun masing-masing konsumen
muslim memiliki kadar kepatuhan terhadap syariah yang berbeda-beda dan
tergantung tingkat religiusitas mereka, namun secara umum konsumen muslim
memiliki sikap positif terhadap produk-produk yang menggunakan pendekatan
halal (Salehudin & Mukhlis, 2012). Hal ini sesuai dengan survei yang
dilakukan Center for Middle Class Consumer Studies (CMCS), mendapati
bahwa 95% konsumen muslim mengecek label halal sebelum membeli produk
kosmetik. (Yuswohady, 2015: 78)
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Sigma Research Indonesia terdapat
beberapa faktor yang menjadi pertimbangan perempuan dalam membeli produk
kosmetik.
Gambar 1. 4 Faktor Pertimbangan Perempuan Dalam Membeli Kosmetik Sumber : sigmaresearch.co.id (2017)
9
Berdasarkan data pada gambar 1.4 menjelaskan, faktor yang paling besar persentasenya adalah kecocokan formula pada kulit wajah (79,4%), kemudian diikuti oleh produk yang tahan lama (67,4%), formula ringan (62,2%), serta pilihan warna, halal, harga dengan persentase masing-masing di atas 50%. Ini terlihat jelas bahwa faktor label halal merupakan faktor yang penting dalam pertimbangan perempuan membeli produk kosmetik.
Label halal tidak hanya menjamin apa yang mereka konsumsi atau gunakan sesuai dengan hukum Islam, tetapi juga mendorong produsesn untuk memenuhi standar halal. Dalam lingkup kosmetik halal, konsep ini mencakup aspek kritis pada produksi seperti bahan halal dan penggunaan zat-zat yag diizinkan harus dibuat, disimpan, dikemas dan dikirim sesuai dengan persyaratan syariah (Elasrag, 2016). Dengan demikian, menurut Omar et al
(2012) label halal dapat memainkan peran penting untuk meyakinkan konsumen muslim bahwa produk yang mereka beli memenuhi persyaratan dan sesuai ketentuan agama. (Aisyah, 2017)
Pencantuman label halal pada produk kosmetik memberikan kepastian yang dibutuhkan konsumen akan status produk yang aman untuk digunakan atau dikonsumsi. Selain itu label halal juga memberikan jaminan bahwa produk tersebut tidak mengandung sesuatu yang haram, bersih dari najis, bebas dari kontaminasi, diproduksi dengan cara yang halal, dan beretika sehingga dapat menentramkan batin konsumen. Kosmetik dapat dikatakan halal apabila bahan yang terkandung merupakan bahan baku pilihan yang sesuai syariat Islam dan memiliki sertifikasi halal. (Alim et al, 2018)
10
Pedoman dan terselenggaranya sertifikasi dan labelisasi produk halal di
Indonesia, tentunya akan merujuk pada aturan perundangan nomor 33 tahun
2014 tentang Jaminan Produk Halal yang disebut JPH (Ilyas, 2017).
Pemberlakuan UUJPH ini nantinya akan membawa perubahan mendasar terkait penyelenggaraan sertifikasi halal di Indonesia. Dengan pemberlakuan UUJPH ini penyelenggaraan sertifikasi halal yang sebelumnya dilaksanakan oleh
LPPOM-MUI akan diambil alih oleh BPJPH. BPJPH ini merupakan badan yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan Jaminan Produk Halal di indonesia (Suprato et al, 2016).
Menteri Agama Lukmanul Hakim Saifuddin mengatakan, bahwa pada 17
Oktober 2019 sebagai tanggal dimulainya ketentuan sertifikasi halal. Namun berlakunya jaminan produk halal itu tidak serta merta membuat sertifikasi halal langsung menjadi wajib. Hal itu dikarenakan kewajiban baru berlaku setelah lima tahun dilalui masa pentahapan. Pada lima tahun pertama, pada 17 Oktober
2019 - 17 Oktober 2024 pemberlakukan sertifikasi halal baru dikhususkan untuk produk makanan dan minuman serta produk dan jasa terkait keduanya.
Sementara, untuk produk lainnya seperti obat dan kosmetik belum diberlakukan (bisnis.tempo.co). Kemudian menurut Mastuki selaku Kepala
Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, sertifikasi halal untuk produk obat-obatan dan kosmetika akan diatur pada tahun 2021-2024 (kumparan.com).
Sehingga untuk saat ini, sertifikasi halal pada produk kosmetik masih mengacu pada MUI. Berikut daftar kosmetik bersertifikat halal MUI pada tahun 2018.
11
Tabel 1. 4 Daftar Kosmetik Bersetikat Halal MUI 2018 A B C Almaas, Aladerm, Amaranthine, Beauty Story, Bee Botanics, Caring, CASA DR Hezz, Arby cream, Avione, AIBU 7, Biocell, Bask, Belaluna, Belimbing Casabella, Chibikko, Citra, Ainana, Ainie, Airin For Men, Island, Biore, BLP By Lizza Parra. Cultusia, Cyskin. Aishaderm, Aloevera Indonesia, Ashanty, Atira, Audreys Skincare, Aulia, Aurum. D E F Dermanineeve, Devora, DR Nora EB Natural, Emina, Epiglo, Equiva, - Skin, DR Milad, DR Ummiamizah. Erto‟s, Asqa, Easther Co. G H I Garnier, Gizi Indonesia, Glazelle, Harum Sari, Holly, HSC. Ipung, Immortal Glikoderm, Glowface Aesthetic Cosmetoceutical. Clinic, Green Beauty Clinic, Green Beauty Cilinique. J K L Julia Herba. Kaila, Kitoderm, Kados Deadsea Lady Tulip, La Kesse, Laurent, Mineral. La‟venir 72hr, Lh Cafe of Beauty, Lip Ice, Lisa Carissa, Listiani, Luwital, Loreal, Lovillea, LT Pro. M N O Madame Izara, Made for Lipstik, Navagreen, Narwastu, Nataris Ocean Fresh, Ohime, Orimarro Make Over, Mandom, Marina, Skincare, Natural Indonesia, Natural Sabun, Oxuderm. Matha Tilaar, Marwah, Marcks Honey, Nisrina, Nuseason, Noni Creme, Marck Venus, Mazaya, Magic. Melanox, Mineral Botanica, Mirabella, Moayu, Modelling Mask, Moji, Moko Moko, Moors, MSI, Musk by Milano Ashiery, Muslimah Sophie Martin, Mustika Putri, Mustika Ratu. P Q R PAC, Pabanox, Parasol, Pixy, PN, Ranita, Ratih, RDL, Red-A, Polca, Ponds, Prettywhite, - Rossa, Royale. Probeauty, Purbasari, Pucelle. S T U Safi, Saidah, Sariayu, Shanaz, Taman Sari Royal Heritage, The Shantos Romeo, Shineskin, Shinzui, Face, The Shinta, Theraskin, They Sliky Girl, Simplysiti, Skin 100, Talk About, Treeajar. - Skinnova, Skin Solution, Social, Soleha, Shopie Paris, Spalding, Sumberayu. V W X Vall lip mate, Vaseline, Vienna, Xl - Vio, Viva, Vivelle.. Y Z Zalfa Miracle, ZAP Beauty, Zia, - Zoya Cosmatic. Sumber : halalcorner.id
12
Berdasarkan data di atas, ada beberapa merek kosmetik lokal maupun global yang sudah bersertifikat halal pada tahun 2018. Daftar produk Halal di
LPPOM-MUI selalu berubah dan mengalami update dari waktu ke waktu, karena setiap produk bersertifikasi halal MUI hanya berlaku selama dua tahun dan harus melakukan perpanjangan. Sehingga data tersebut sifatnya tidak permanen atau selamanya, melainkan juga terus berubah mengikuti data terbaru dari LPPOM-MUI. (Halalcorner.id)
Kemudian selain label halal yang tertera pada kosmetik, produk yang dipasarkan harus memiliki keunggulan tersendiri dan berbeda dengan produk kosmetik pesaing lainnya. Industri kosmetik diharapkan mampu menjaga kualitas produk yang akan dipasarkan. Menurut American Society for Quality
Control, kualitas adalah “the totality of features and characteristics of a product or service that bears on its ability to satisfy given needs”, artinya kesuluruhan ciri dan karakter-karakter dari sebuah produk atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tersirat.
Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas bila produk atau pelayanan penjual telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen. (Kotler dan Keller, 2009:180)
Kualitas produk yang diinginkan menyangkut manfaatnya bagi pemenuhan kebutuhan dan keamanannya bagi diri konsumen. Perusahaan harus selalu memperbaiki kualitasnya ke arah yang semakin baik. Apabila produk dianggap berkualitas di mata konsumen, maka produk itu akan selalu
13 dicari. Konsumen memberikan penilaian pada suatu produk setelah konsumen mencobanya, lalu konsumen bisa menilainya dari segi kualitas produk. Khusus untuk produk pangan, obat-obatan dan kosmetik, perusahaan/ produsen harus mencantumkan keterangan-keterangan yang berhubungan dengan produk.
Keterangan-keterangan tersebut berupa komposisi bahan campuran produk, masa berlaku produk, cara penggunaan produk dan keterangan bahwa produk telah diperiksa oleh Badan Pengawasan Pangan, Obat dan Kosmetik (BPOM).
Di Indonesia, penduduk yang mayoritasnya beragama muslim dan semakin banyaknya kosmetik halal di pasaran, maka peluang konsumen untuk melakukan brand switching semakin meningkat. Menurut (Dharmesta,
2002:101) brand switching behavior adalah perilaku perpindahan merek yang dilakukan konsumen karena beberapa alasan tertentu, atau diartikan juga sebagai kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain. Kelas sosial yang berbeda akan menunjukkan perilaku pembelian yang berbeda. Salah satu faktanya adalah bahwa 88% konsumen kelas menengah menyukai bereksperimen dengan berbagai merek. Didukung oleh daya beli yang kian meningkat, konsumen golongan menengah melakukan brand switching dalam pembelian berbagai produk kosmetik, terutama kosmetik halal tidak luput dari produk yang seringkali konsumen cenderung berpindah merek (Yuanita et al,
2017). Salah satu merek kosmetik halal lokal yang ada di Indonesia yaitu
Mazaya.
14
Gambar 1. 5 Produk Kosmetik Mazaya Sumber : Mazaya.co.id
Mazaya didirikan pada awal tahun 2014, merilis berbagai produk kecantikan seperti: krim, bedak, lipstik, wewangian, body lotion, hingga serum wajah, dan lain-lain. Kosmetik Mazaya termasuk kosmetik dengan positioning yang halal, penggunaan label halal pada produknya dan tulisan logo Mazaya yang menggunakan Bahasa Arab merupakan sebuah daya tarik tersendiri untuk konsumen dengan memiliki sertifikat internasional berupa Good
Manufacturing Practice (GMP) kosmetik dan 4 sertifikat ISO. (Mazaya.co.id)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Islamic Branding, Persepsi
Label Halal, Dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Perpindahan
Merek Dari Kosmetik Merek Lain Ke Merek Mazaya (Studi kasus :
Pengguna Kosmetik Merek Mazaya di JABODETABEK)
15
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul beserta latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apakah islamic branding berpengaruh terhadap keputusan perpindahan
merek ke kosmetik Mazaya?
2. Apakah persepsi label halal berpengaruh terhadap keputusan
perpindahan merek ke kosmetik Mazaya?
3. Apakah kualitas produk berpengaruh terhadap keputusan perpindahan
merek ke kosmetik Mazaya?
4. Apakah islamic branding, persepsi label halal, dan kualitas produk
berpengaruh secara simultan terhadap keputusan perpindahan merek ke
kosmetik Mazaya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Untuk menganalisis apakah islamic branding memiliki pengaruh
terhadap keputusan perpindahan merek ke kosmetik Mazaya.
2. Untuk menganalisis apakah persepsi label halal memiliki pengaruh
terhadap keputusan perpindahan merek ke kosmetik Mazaya.
3. Untuk menganalisis apakah kualitas produk memiliki pengaruh terhadap
keputusan perpindahan merek ke kosmetik Mazaya.
4. Untuk menganalisis apakah islamic branding, persepsi label halal, dan
kualitas produk memiliki pengaruh secara simultan terhadap keputusan
perpindahan merek ke kosmetik Mazaya.
16
D. Manfaat Penelitiaan
1. Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan penulis di bidang pemasaran dan
perilaku konsumen, sebagai penerapan teori-teori yang telah diperoleh di
perkuliahan dan juga sebagai prasyarat untuk menempuh gelar sarjana
dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan
strategi yang akan ditempuh perusahaan untuk mempertahankan
pelanggan agar tidak berpindah ke merek lain dan juga untuk bahan
pertimbangan strategi perusahaan baru agar dapat bersaing dengan
perusahaan lain.
3. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi
penelitian selanjutnya yang lebih lengkap dari ini dan dapat menambah
wawasan khususnya bagi yang berminat dalam jurusan Manajamen
Pemasaran.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Perilaku Konsumen
a. Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut American Marketing Association dalam (Kotler, 2000)
perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan
kognisi, perilaku, dan lingkungannya di mana manusia melakukan
kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari definisi tersebut terdapat
tiga ide penting, yaitu:
1) Perilaku konsumen adalah dinamis, menekankan bahwa seorang
konsumen, kelompok konsumen serta masyarat luas selalu berubah
dan bergerak sepanjang waktu. Dalam hal pengembangan strategi
pemasaran, sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan bahwa
seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang
sama dapat memberikan hasil yang sama di sepanjang waktu, dan
pasar serta industri yang sama.
2) Perilaku konsumen melibatkan inetraksi, menekankan bahwa untuk
mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, kita harus memahami
yang dipikirkan (kognisi), dirasakan (pengaruh), dan dilakukan
(perilaku) oleh konsumen. selain itu, kita juga harus memahami apa
dan dimana peristiwa (kejadian sekitar) yang mempengaruhi serta
dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, dan tindakan konsumen.
18
3) Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, menekankan bahwa
konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini
juga berkaitan dengan pertukaran.
Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2007: 14) Perilaku
Konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Menurut Kotler dan Amstrong (2001: 172) ada beberapa faktor yang yang mempengaruhi perilaku konsumen, antara lain :
1) Faktor Budaya (Cultural Factors)
a) Budaya (Culture)
Budaya adalah hal paling dasar yang membentuk keinginan dan
perilaku seseorang. Setiap kelompok masyarakat memiliki sebuah
budaya, dan budaya tersebut memberikan pengaruh pada perilaku
pembelian yang berbeda-beda.
b) Sub Budaya (Subculture)
Subculture terdiri dari suku bangsa, agama, ras, wilayah geografis.
Banyaknya subculture memacu seorang marketer untuk sering-
sering menciptakan suatu desain produk dan program pemasaran
untuk memenuhi kebutuhan yang beragam tersebut. Subculture
didefinisikan sebagai pembeda kelompok budaya yang ada sebagai
19
segmen yang tidak dapat diidentifikasi dalam masyarakat yang
kompleks dan lebih akurat.
c) Kelas Sosial (Social Class)
Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang memilki
keamanan nilai, ketertarikan, dan perilaku. Kelas sosial atau
tingkatan masyarakat menunjukkan penggunaan produk, dan
merek yang berbeda-berbeda di banyak tingkatan masyarakat,
misalnya saja seperti pakaian, peralatan rumah tangga, dan aktifitas
sehari-hari.
2) Faktor Sosial (Social Factors)
a) Kelompok Referensi (Reference Group)
Kelompok referensi atau group reference adalah semua kelompok
yang memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap perilaku seseorang. Kelompok yang mempunyai pengaruh
secara langsung disebut juga membership group.
b) Keluarga (Familiy)
Keluarga adalah kelompok sosial yang paling penting dalam suatu
masyarakat. Anggota keluarga seringkali menjadi faktor yang
paling berpengaruh dalam mempengaruhi perilaku seseorang.
c) Peran dan Status (Role and Status)
Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok masyarakat dapat
dijelaskan dalam pengertian peran dan status. Setiap peranan
membawa satu status yang mencerminkan penghargaan umum
20
yang diberikan oleh masyarakat sesuai dengan perannya. Dalam
hubungannya dengan perilaku pembelian, seseroang sering
memilih produk yang menyatakan peranan dan status mereka
dalam masyarakat.
3) Faktor Personal (Personal Factors)
a) Umur dan Tahap Siklus Hidup (Age and Stage in the Life Cycle)
Seseorang akan membeli bermacam-macam barang dan jasa
seumur hidupnya, dan tentunya macam barang dan jasa tersebut
dipengaruhi oleh umur orang tersebut.
b) Pekerjaan dan Ekonomi (Occupation and Economic)
Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsi. Pemasar
dapat mengidentifkasi kelompok yang berhubungan dengan
pekerjaan yang mempunyai minat yang hampir sama terhadap
produk atau jasa.
c) Kepribadian (Personality and Self-Concept)
Setiap orang memiliki karakter personal yang akan mempengaruhi
perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik
psikologis yang unik dan menimbulkan tanggapan relatif konstan
terhadap lingkungannya.
d) Gaya Hidup dan Nilai (Lifestyle and Values)
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan
melalui aktivitas, kesenangan, dan opini mereka, sehingga gaya
21
hidup ini merupakan potret interaksi seseorang dengan
lingkungannya.
4) Faktor Psikologis (Psychological Factors)
a) Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah dorongan dalam diri seseorang yang menghasilkan
suatu tindakan. Dorongan ini dihasilkan dari hasrat yang ada di
dalam diri seseorang yang muncul karena adanya kebutuhhan yang
belum terpenuhi. Pada dasarnya secara psikologis manusia memilki
keinginan-keinginan yang ingin dicapainya. Tetapi tidak semua
keinginan tersebut dapat diarahkan untuk kepentingan-kepentingan
lain di luar keinginannya. Untuk mengarahkannya perlu adanya
suatu motivasi. Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang
mencerminkan inetraksi antar sikap, kebutuhan, persepsi, dan
keputusan yang terjadi dalam diri seseorang.
b) Persepsi (Perception)
Persepsi adalah proses dimana individu memilih, mengorganisasi,
dan mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu
gambaran tentang kehidupan.
c) Pembelajaaran (Learning)
Proses pembelajaran meliputi perubahan-perubahan pada diri
seseorang yang berkemmbang dari pengalaman. Pembelajaran ini
meliputi tahapan-tahapan: drive stimuli, cues, discrimination.
Drive stimuli adalah rangsangan internal yang kuat dalam
22
seseorang melakukan sesuatu. Cues adalah rangsanagn kecil yang
menentukan kapan, dimana, dan bagaimana seseorang merespon.
Discrimination berarti kita telah belajar mengenal perbedaan dari
rangsangan yang serupa dan dapat menyesuaikan respon dengan
tepat. Dalam pandangan pemasran, pembelajaran diartikan sebagai
proses dimana seseorang mendapatkan suatu pengetahuan dan
pengalaman yang diterapkan untuk perilaku selanjutnya.
d) Keyakinan dan Perilaku (Beliefs and Attitudes)
Keyakinan adalah suatu pemikiran deskriptif yang diyakini oleh
seorang terhadap suatu hal. Kepercayaan terhadap suatu produk
akan mempengaruhi pendapat seseorang untuk membeli produk
tersebut. Sikap juga sama pentingnya dengan kepercayaan karena
tingkah laku akan menunjukkan apakah konsumen menyukai suatu
produk atau tidak. b. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004: 574), keputusan Pembelian
adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan
pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan, harus
tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk membeli dapat
mengarah pada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan tersebut
itu dilakukan. keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh perilaku
konsumen. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat
dalam mendapatkan, mengkonsumsi, serta menghabiskan produk dan
23
jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan
ini (Engel et al., 2001)
Menurut Peter dan Olson (2000) mengemukakan bahwa inti dari
pengambilan keputusan konsumen adalah proses pengintegrasian yang
mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih
perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses
pengintegrasian ini adalah suatu pilihan, yang disajikan secara kognitif
sebagai keinginan berprilaku.
Menurut Kotler (2000) ada lima tahap dalam proses keputusan
pembellian konsumen, yaitu :
Pengenalan Pencarian Penilaian Keputusan Perilaku Pasca Masalah Informasi Alternatif Pembelian Pembelian
Gambar 2. 1 Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Sumber : Kotler (2000)
1) Pengenalan Masalah (Problem Recognition)
Proses Pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu masalah
atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan
dia yang nyata dengan keadaaan yang diinginkan. Kebutuhan ini dapat
dipicu oleh faktor internal dan eksternal. Dalam tahap ini sebaiknya
pemasar mengetahui apa yang menjadi kebutuhan konsumen atau
masalah yang timbul dibenak konsumen, apa yang menyebabkan
semua masalah itu muncul dan bagaimana kebututuhan atau masalah
itu dapat menyebabkan seseorang akan mencari produk tersebut.
24
2) Pencarian Informasi (Information Search)
Seorang konsumen akan tergerak untuk mencari informasi lebih
banyak. Jumlah informasi yang ingin diketahui seorang konsumen
tergantung pada kekuatan dorongan kebutuhannya, banyaknya
informasi yang telah dimilikinya, kemudahan memeproleh informasi
tambahan, penilaiannya terhadap informasi tambahan dan kepuasan
apa yang diperolehnya dari kegiatan mencari informasi tersebut.
perhatian utama pemasar adalah sumber informasi utama yang akan
dicari konsumen dan kepentingan relatifnya terhadap keputusan
pembelian sesudahnya.
3) Penilaian Alternatif (Evaluation of Alternatives)
Tidak ada proses evaluasi tunggal yang digunakan oleh semua
konsumen, atau bahkan oleh seorang konsumen dalam semua sitausi
pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan. Konsep
dasar tertentu akan membantu memahami proses evaluasi konsumen.
konsumen berusaha memuaskan suatu kebutuhan, konsumen mencari
manfaat dari suatu produk, konsumen memandang setiap produk
sebagai rangkaian atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda
dalam memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan
tersebut.
4) Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah persepsi
25
konsumen tentang merek yang dipilih. Seorang konsumen cenderung
akan menjatuhkan pilihannya kepada merek yang mereka sukai.
Sedangkan faktor eksternal adalah sikap orang lain dan situasi yang
tak terduga. Seorang konsumen yang akan melaksanakan
keinginannnya untuk membeli sesuatu akan membuat lima macam sub
keputusan pembelian, antara lain: keputusan tentang merek, keputusan
pembelian dari siapa, keputusan tentang jumlah, keputusan tentang
waktu pembelian, dan keputusan tentang cara pembayaran.
5) Perilaku Pasca Pembelian (Postpurchase Behavior)
Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu
tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Kepuasan atau
ketidakpuasan konsumen dengan suatu produk akan mempengaruhi
perilaku selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, dia akan
menunjukkan probabilitasnya yang lebih tinggi untuk membeli produk
itu lagi. Sedangkan konsumen yang tidak puas akan berusaha untuk
mengurangi ketidakpuasan ini dengan membuang atau
mengembalikan produk tersebut, atau mereka mungkin berusaha
untuk mengurangi ketidakpuasan dengan mencari informasi yang
mungkin memperkuat nilai tinggi produk tersebut. konsumen juga
akan melakukan tindakan setelah pembelian dan menggunakan produk
tersebut yang mendapat perhatian dari pemasar. Tugas pemasar tidak
berakhir ketika produk dibeli tetapi terus sampai periode setelah
pembelian.
26
2. Perpindahan Merek
a. Pengertian Merek
Definisi brand menurut The American Marketing Association
dalam Kotler dan Keller (2016:322) “Brand is name, term, sign, symbol,
or design, or a combination of them, intended to identify the goods or
services of one seller or group of sellers and to differentiate them from
those competitors”. Dapat diartkan bahwa merek adalah nama, istilah,
tanda, simbol, atau desain atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau
kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing.
Selanjutnya menurut Travis (2009:93) dalam Syukri (2018)
menyatakan bahwa merek tidak hanya merupakan slogan, logo, simbol,
ataupun paten. Merek bukan sesuatu yang dibentuk di pabrik melainkan
sesuatu yang dibentuk dalam pikiran konsumen melalui proses
pemasaran secara keseluruhan. Pemberian merek ditujukan untuk
memberikan sesuatu yang unik dan menarik dibandingkan pesaing,
sehingga dapat memuaskan kebutuhan konsumen baik secara rasional
maupun emosional.
Sedangkan menurut Tjiptono (2008:104) merek adalah janji
penjual untuk menyampaikan kumpulan sifat, manfaat dan jasa spesifik
secara konsisten kepada pembeli. Merek dapat menyampaikan enam
tingkat arti yaitu: atiribut, manfaat, nilai, budaya, kepribadian, dan
pemakaian.
27
Sehingga menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa merek adalah tanda, nama, atau istilah yang digunakan pemasar pada barang atau jasanya agar dapat menjadikan pembeda dengan pesaing untuk menjadi identifikasi dari produk tersebut dan dirancang untuk memuaskan kebutuhan konsumen seperti menyampaikan sifat, manfaat dan jasa spesifik secara konsisten terhadap konsumen.
Menurut Keller (2013) terdapat enam kriteria dalam memilih elemen merek, yaitu sebagai berikut:
1) Memorability: Suatu pekerjaan penting bagi seorang marketer untuk
membuat suatu merek ini dapat diingat. Misalnya dengan
menggunakan suatu nama, simbol, logo unik yang memberi
kemudahan bagi para konsumen untuk mengingatnya.
2) Meaningfulness: Arti akta meanigfull ini dapat dibentuk oleh dua
faktor penting yaitu descriptive dan persuasive. Dimana faktor
deskriptif disini adalah merupakan sauatu informasi umum mengenai
product catagory. Sedangkan faktor persuasif memberikan inforasi
yang spesifik mengenai atribut dan manfaat dari suatu merek.
3) Likability: Kriteria likability ini mengandung pengertian bahwa suatu
merek harus menarik perhatian konsumen. Para marketer biasanya
memberikan suatu tampilan visual yang membuat si konsumen tertarik
untuk mengamatinya.
4) Transferability: Kriteria transferability ini mengandung pengertian
bahwa suatu merek harus memilki suatu kemudahan untuk dipindah
28
ke lintas produk kategori yang lain, serta dapat digunakan pada
kondisi geografis dan budaya yang berbeda.
5) Adaptable: Pertimbangan kelima dalam memilih elemen merek yang
tidak kalah penting yaitu adaptability. Hal ini dikarenakan mungkin
saja adanya perubahan nilai dan pendapat yang notabane bersifat
sementara. Oleh karena itu, elememen merek harus terus diperbaharui
setiap saat untuk memenuhi tuntutan dari konsumen yang memiliki
selera yang berubah-ubah setiap saat.
6) Protectability: Merek harus memiliki perlindungan secara legal
apabila suatu produk sudah terjun ke dalam pasar. b. Pengertian Perpindahan Merek
Menurut Peter dan Olson (2010:522), perpindahan merek (brand
switching) adalah pola pembelian yang dikarakteristikan dengan
perubahan atau pergantian dari satu merek ke merek lain. Konsumen
yang mengaktifkan tahap kognitifnya adalah konsumen yang paling
rentan terhadap perpindahan merek karena adanya rangsangan
pemasaran. Menurut Feiberg et al dalam Arianto (2013:9), perpindahan
merek diasumsikan bahwa pelanggan tersebut menghentikan hubungan
mereka dengan produsen lama untuk mencoba produk yang ditawarkan
pesaing.
Pengalaman konsumen dalam memakai produk memunculkan
komitmen terhadap merek tersebut. Pengalaman yang menimbulkan
penilaian yang tidak menyenangkan bagi seorang konsumen akan
29 menyebabkan mereka melakukan perpindahan merek. Menurut Givon
(2001), brand swittching adalah perpindahan merek yang digunakan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, dimana tingkat brand switching juga menunjukkan sejauh mana mereka memiliki pelanggan yang loyal. Mazursky et al, (1998) memiliki pendapat bahwa perpindahan merek terjadi ketika seseorang konsumen atau sekelompok konsumen beralih kesetiaan dari satu merek produk tertentu ke merek lain dan hal tersebut dapat saja terjadi sementara waktu saja. Semakin tinggi tingkat brand switching-nya, semakin tidak loyal konsumen dari merek tersebut. Dan ketika hal tersebut terjadi dalam waktu lama dan dilakukan oleh kelompok konsumen dari suatu merek maka merek tersebut memiliki resiko yang tinggi karena dengan mudah dan cepat kehilangan konsumennya.
David Aaker (1991) membuat urutan loyalitas merek dalam lima tingkatan, yaitu:
Committed Liking the Brand Satisfied Buyer
Habitual Buyer Switcher Buyer
Gambar 2. 2 Piramida Loyalitas Sumber: Aaker (1991)
30
1) Switcher, adalah pembeli yang sama sekali tidak loyal. Pembeli yang
tidak mau terikat sama sekali dengan merek apapun. Merek
mempunyai peranaan kecil dalam keputusan pembelian jenis ini.
2) Habitual buyer, adalah pembeli yang merasa puas dengan produk atau
paling tidak mereka tidak kecewa. Pembeli ini memilih merek karena
kebiasaan saja.
3) Satisfied buyer with switching cost, adalah pembeli yang merasa puas
(satisfied buyer) dengan menanggung atau mengeluarkan biaya
peralihan (switching cost), seperti biaya, waktu, uang, dan resiko
pemakaian karena pengalihan merek.
4) Liking the brand, yaitu tipe pembeli yang sangat menyukai merek,
pembelinya berdasarkan asosiasi merek (mungkin simbol atau karena
rangkaian pengalaman menggunakan sudah lama).
5) Commited buyer, mereka ini adalah pembeli atau pelanggan yang
sangat setia. Mereka sangat bangga dalam menggunakan merek
tertentu. Merek sangat penting bagi pembeli karena functional benefit
dan emosional benefit mampu mengekspresikan jati dirinya. Inilah
sebetulnya puncak usaha perusahaan dalam membangun merek
(meningkatkan, memelihara, dan inovasi konsisten). Perusahaan telah
mampu mejadikan brand-nya sebagai brand advantage (merek
unggul) sehingga mendorong banyaknya commmited buyer (pembeli
yang komitmen, tidak mau berpindah).
31
Sedangkan menurut Mowen dan Minor (2002:109), perpindahan merek dibagi menjadi empat yaitu :
1) Divided Loyalty/ kesetiaan yang terbagi (ABABABA)
Artinya seseorang mengalami perpindahan karena kesetiaannya
terbagi dengan yang lain.
2) Occasional Switch/ perpindahan sekali-kali (AABAACAAD)
Perpindahan yang dilakukan karena mengalami kejenuhan tetapi
akhirnya akan lebih banyak untuk merek yang semula atau
perpindahan hanya untuk selingan.
3) Unstable Loyalty/ kesetiaan yang tidak stabil (AAAABBBB)
Merupakan perpindahan merek yang dilakukan karena seseorang
mempunyai kesetiaan yang tidak stabil.
4) No Loyalty/ ketidaksetiaan (ABCDEFG)
Artinya perpindahan yang dilakukan karena adanya sikap
ketidaksetiaan terhadap suatu merek.
Menurut Dharmesta dan Shellyana (2007), Perilaku perpindahan merek pada pelanggan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dipengaruhi faktor-faktor keprilakuan, persaingan, dan waktu. Seperti yang dijelaskan oleh Menon dan Khan (1995) bahwa perilaku beralih dapat berasal dari sangat beragamnya produk lain, atau karena terjadi masalah dengan produk yang sudah dibeli.
32
Konsumen beralih dari satu merek ke merek lain pada dasarnya
disebabkan oleh empat hal (Harahap, 2017):
1) Kebutuhan tidak terpenuhi dengan produk atau jasa yang sebelunya
digunakan (core product problem).
2) Tidak puas dengan layanan yang diberikan oleh pemilik merek
(augmented product problem).
3) Ada merek lain yang mmeberikan benefit yang lebih baik (tidak
berarti puas dengan produk sebelumnya).
4) Adanya keinginan mencoba sesuatu yang baru. c. Pengukuran Perpindahan Merek
Menurut Peter dan Olson (2000), perpindahan merek (brand
switching) adalah pola pembelian dengan perubahan atau pergantian dari
satu merek ke merek yang lain. Indikator perpindahan merek pada
penelitian ini mengacu pada penelitian Fallefi & Siregar (2018), yaitu
sebagai berikut:
1) Ketidakpuasan yang dialami pasca konsumsi.
2) Keinginan untuk mencari variasi.
3) Kepuasan setelah berpindah merek.
33
3. Islamic Branding
a. Pengertian Islamic Branding
Peter & Olson (1996: 168) menyatakan Merek adalah sesuatu yang
dibentuk dalam pikiran pelanggan dan memiliki kekuatan membentuk
kepercayaan pelanngan. Jika perusahaan mampu membangun merek
yang kuat di pikiran pelanggan melalui strategi pemasaaran yang tepat,
perusahaan akan mampu membangun mereknya. Dengan demikian
merek dapat memberi nilai tambah pada nilai yang ditawarkan oleh
produk kepada pelanggannya yang dinyatakan sebagai merek yang
memilki ekuitas merek. (Aaker, 1991: 14)
Merek sangat terkait dengan emosi, terlebih lagi ketika agama
terlibat, perbedaan semacam itu menjadi penting bagi perusahaan di
pasar Islam dalam memahami implikasi religius. Dan merek diciptakan
dengan niat oleh pemiliknya sehingga dorongan konsumsi akan terjadi.
(Wilson, 2012)
Banyak literatur yang menyatakan bahwa agama merupakan
elemen fundamental dalam kebudayaan kita dan berhubungan dengan
berbagai aspek kehidupan serta perilaku konsumen. (Bailey dan Sood,
1993; Lupfer dan Wald, 1985; Lupfer et al, 1992;. McDaniel dan Burnett,
1990; Wilkes et al., 1986). Bukti adanya hubungan antara agama dan
perilaku dapat ditemukan dalam aktivitas keseharian individu, serta
dalam ritual yang langka dan unik. Selain itu, bukti lain hubungan antara
agama dan perilaku dapat dilihat dari berbagai bidang yaitu: ajaran
34 orangtua, gaya berpakaian, makan, minum, penggunaan kosmetik, pandangan sosial politik dan perilaku lainnya. (Levin, 1979) Maka jelaslah motivasi untuk berpartisipasi dalam pengalaman religi dipengaruhi oleh agama (Gorlow dan Schroeder, 1968). Swimberghe et al (2009) menyatakan bahwa kepercayaan agama konsumen sejalan dengan pilihan konsumsi mereka. Jika jumlah konsumen muslim yang peduli akan kepatuhan syariah meningkat, maka pilihan Islamic brand pun juga akan meningkat. (Fitriya, 2017)
Ogsilvynoor dalam tulisannya yang berjudul what is Islamic branding and why is it significant? menjelaskan Islamic branding adalah sebuah konsep yang relatif baru. Praktek branding Islam, yaitu merek yang sesuai dengan prinsip syariah, yang banyak memunculkan nilai- nilai seperti kejujuran, hormat pada akuntabilitas dan pemahaman inti dengan prinsip-prinsip syariah. Tujuan dari branding Islam yang menerapkan empati dengan nilai-nilai syariah adalah dalam rangka untuk menarik konsumen Muslim, mulai dari perilaku dan komunikasi pemasaran yang dilakukan. (Ranto : 2013)
Islam dapat dianggap sebagai merek tersendiri dengan citra yang unik. Sebagai branding, islam mengakomodasi segmen besar konsumen
Muslim, yang memiliki nilai-nilai bersama, kebutuhan yang sama dan keinginan seluruh dunia. Menurut Temporal (2011:105) Merek Islami dapat memanfaatkan nilai-nilai agama untuk membangun daya tarik konsumen muslim dan non-muslim ke universal. Sebuah study dari nilai-
35 nilai islam menunjukkan bahwa merek dapat diambil dari berbagai sumber, termasuk:
1) Al-Quran
2) Praktek-praktek nabi Muhammad
3) Praktek nabi lainnya seperti Yusuf, Ibrahim, Ismail, Idris, dan lainnya
4) 99 nama Allah
Merek Islam juga dapat dilihat pada kata-kata Arab dan artinya, seperti:
1) Shiddiq = benar dan jujur
2) Amanah = dipercaya, bertanggung jawab, dan masuk akal
3) Fathanah = cerdas dan bijaksana
4) Tabligh = komunikatif
Bahkan nilai-nilai islam general lainnya dengan daya tarik universal dan emosional yang tidak eksklusif untuk muslim, dan dapat digunakan untuk menarik seluruh pasar. Seperti :
1) Kemurnian dan kebijakan
2) Kejujuran dan konsistensi
3) Keadilan dan kebaikan
Menurut Temporal (2011: 11) Banyak alasan untuk meningkatkan minat dari merek islam. Pertama, ada yang menarik disediakan oleh pasar, dengan populasi yang relatif muda dan berkembang, dan meningkatnya kesejahteraan. Hal ini dapat membuat tersedianya
36 permintaan pada produk islam. Kedua, adanya kesadaran yang tumbuh dan pemberdayaan yang lebih besar dari konsumen islam. Dan yang ketiga, adalah fakta bahwa negara dan perusahaan islam telah melihat kekuatan dari merek di passar global, dan menyaksikan merek-merek barat pindah ke pasar mereka. Ditambah dengan kenyataan bahwa merek islam berpotensi untuk menyebrang ke pasar non-muslim, karena :
1) Nilai-nilai universal yang berkaitan dengan kemurniaan, kesehatan,
dan kesejahteraan;
2) Meningkatnya kualitas standar dari produk dan jasa islam;
3) Menigkatnya ketersediaan produk dan jasa islam di pasar mayoritas
non-muslim.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangannya merek-merek yang menggunakan istilah Islam atau merek-merek yang menerapkan prinsip-prinsip syariah mendapat banyak hambatan dalam proses memasarkan produk-produk berlabelkan nama islam. Menurut
Temporal (2011:215) salah satu kendala yang paling mendasar bagi pertumbuhan merek dari dunia Muslim atau Islamic Branding adalah bagaimana mereka dapat mencapai brand awareness dan preferensi keuntungan konsumen untuk merek yang mereka tawarkan, karena tidak dipungkiri bahwa saat ini sudah banyak merek-merek Barat yang ada telah memiliki ekuitas merek yang kuat dan loyalitas. selain itu, kesulitan mendapatkan akses dipasar, dan biasanya supermarket selalu mendominasi penglihatan konsumen dengan merek-merek ternama. Hal
37
ini membuat merek islam mengalami kesulitan dalam memasarkan dan
mengakses produknya pada kosnumen.
Terlebih pada kategori makanan, tantangannya adalah produsen
harus mendapatkan label halal dari lembaga terkait, agar produk yang
dihasilkan mudah diterima oleh kalangan Muslim. Selain itu, tantangan
yang lain berkaitan dengan tenaga pamasar. Tenaga pemasar yang
dibutuhkan tentunya harus mengetahui aspek-aspek syariah yang
digunakan oleh produk yang bersangkutan. Sebagai contoh dalam dunia
perbankan, perusahaan yang menawarkan jasa keuangan syariah harus
menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menjelaskan produk atau
jasa yang dijual. (Temporal, 2011)
Tantangan selanjutnya adalah bahwa merek-merek global yang ada
saat ini tidak diragukan kekuatannya dalam membangun kesadaran
merek mereka. Serangan kompetitif dari merek global yang bergerak
cepat ke pasar dan telah memiliki posisi yang kuat, proposisi nilai yang
baik, dan sudah dikenal. Keberhasilan merek global yang berada di pasar
muslim bukanlah karena mereka memiliki keunggulan teknis dalam
produk mereka, dan memenuhi kualitas yang sangat tinggi. Tetapi lebih
karena merek mereka begitu terkenal dan percaya serta memiiki jaminan
keberhasilan apabila dipasarkan. (Temporal, 2011) b. Pengukuran Islamic Branding
Menurut Alserhan (2010) dalam Nasrullah (2015) Islamic branding
dapat didefinisikan dalam tiga cara yang berbeda, dimana semua
38 deskripsi Islam berdasarkan: Islamic brands by complience (religion), by origin, dan by customer.
1) Islamic brands by complience
Islamic brand harus menunjukkan dan memiliki daya tarik yang
kuat pada konsumen dengan cara patuh dan taat kepada syariah Islam.
Merek-merek ini dimaksudkan untuk menarik konsumen muslim
secara spesifik karena mereka berbasis agama (Williams dan Sharma,
2005). Namun, semakin banyak dari merek-merek ini memperluas
daya tarik mereka untuk menarik pelanggan lain. Misalnya, lebih dari
60 persen pelanggan hotel Islami di Dubai adalah non-muslim.
2) Islamic brands by origin
Penggunaan brand ini tidak harus menunjukkan label kehalalan
pada produknya, melainkan produk tersebut sudah pasti halal karena
berasal dari negara Islam atau negara dengan mayoritas beragama
muslim. Contohnya maskapai penerbangan seperti Emirates Airlines,
telekomunikasi seperti Emirati Etisalat dan Orascom Mesir, dan
industri seperti Saudi SABIC. Perusahaan-perusahaan ini tidak
mempromosikan diri mereka sebagai merek yang mematuhi syariah
karena beberapa dari mereka jelas tidak patuh. Emirat UEA dan
Etihad Airlines keduanya menyajikan alkohol kepada pelanggan
mereka, yang jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
Telekomunikasi juga tidak mempromosikan diri mereka sendiri secara
39
Islam karena tidak memiliki karakter keagamaan; mereka menerapkan
metode promosi telekomunikasi multinasional lainnya.
3) Islamic brands by customer
Branding ini berasal dari negara non-muslim tetapi produknya
dinikmati oleh konsumen muslim. Mereka digambarkan sebagai
Islami karena terget pelanggan mereka, yaitu muslim. Branding ini
biasanya menyertakan label halal pada produknya agar dapat menarik
konsumen muslim. Contohnya termasuk merek-merek multinasional
halal seperti Nestlé, Unilever, McDonalds, KFC, dan banyak lainnya.
4. Persepsi Label Halal
a. Definisi Persepsi Label Halal
Menurut Shiffman dan Kanuk (2004), “Perception is the process by
which anindividual selects, organizes, and interprets stimulli into a
meaningful and coherent picture of the world”. Pemahaman dari definisi
tersebut, bahwa persepsi adalah suatu proses yang membuat seseorang
memilih, mengorganisasikan, dan meng-interpretasikan rangsangan yang
diterima menjadi suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang
dunianya. Persepsi timbul karena adanya stimulus rangsangan dari luar
yang akan mempengaruhi seseorang melalui kelima alat inderanya.
Stimulus tersebut akan diseleksi, diorganisir, dan diinter-pretasikan oleh
setiap orang dengan caranya masing-masing.
Lalu menurut Stanton dalam Suryani (2008), label adalah bagian
sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau
40 tentang penjualnya. Sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau pula etiket (tanda pengenal) yang dicantumkan pada produk. Label dibagi kedalam 3 klasifikasi, yaitu :
1) Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau
diacantumkan pada kemasan.
2) Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif
mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perhatian/perawatan
dan kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang
berhubungan dengan produk.
3) Grade Label, yaitu label yang mengidentifikasikan penilaian kualitas
produk dengan suatu huruf, angka atau kata. Misalnya buah-buahan
dalam kaleng diberi label kualitas A, B, dan C.
Kotler (2008) menyatakan bahwa label memiliki 3 fungsi utama, yaitu: mengidentifikasi produk atau merek, menentukan kelas produk, menjelaskan produk yaitu siapa pembuatnya, kapan, dimana dan apa isinya.
halāl, halaal) adalah istilah bahasa Arab ,حالل) Kemudian kata Halal dalam agama Islam yang berarti “diizinkan” atau “boleh”. Secara etimologi, halal berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya.
(Widyaningrum, 2019)
Menurut Qardawi (2007: 5) Istilah halal dalam kehidupan sehari- hari sering digunakan untuk makanan ataupun minuman yang
41 diperbolehkan untuk dikonsumsi menurut syariat Islam. Sedangkan dalam konteks luas istilah halal merujuk kepada segala sesuatu baik itu tingkah laku, aktifitas, maupun cara berpakaian dan lain sebagainya yang diperbolehkan atau diizinkan oleh hukum Islam.
Menurut ajaran Islam dalam (Rahmadani, 2015) mengkonsumsi yang halal, suci, dan baik merupakan perintah agama dan hukumnya adalah wajib. Banyak ayat dalam Quran yang menjelaskan hal tersebut, diantaranya:
Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 168
Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan; karena sesunguuhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.
Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 172
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”.
42
Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 173
Artinya : “Sessungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah babi, dan binantang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, barang siapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Al-Quran Surah Al-Maidah ayat 88
Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.
Dari penjelasan beberapa ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan manusia untuk memakan yang halal lagi baik. Maksud ayat tersebut tidak terbatas pengertiannya hanya pada makanan, tetapi juga produk-produk lainnya, seperti kosmetika, obat dan barang gunaan lainnya yang harus halal. Halal disini mengandung pengertian halal bendanya dan halal cara memperolehnya. Sedangkan baik adalah dari
43 segi kemanfaatannya, yaitu yang mengandung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein, daan sebagainya. (Ilyas, 2017)
Produk kosmetik memang tidak dimakan dan tidak masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu kosmetik biasanya dikaitkan dengan masalah suci atau najis. Produk tersebut bisa dikatakan haram jika produk kosmetik tersebut mengandung bahan-bahan najis, seperti turunan hewan (kolagen) ataupun bagian dari tubuh manusia, misalnya seperti plasenta. Kosmetik halal juga tidak boleh mengandung alkohol, karena alkohol/ khamr tidak diperbolehkan dalam kehalalaln suatu produk yang dikonsumsi.
(Widyaningrum, 2019)
Oleh karena itu, label halal merupakan pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Label halal diperoleh setelah mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Adapun yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam. (Widyaningrum, 2019)
Sehingga persepsi label halal menurut Alim et al., (2018) disimpulkan sebagai kesan yang telah dianalisa, diinterpretasi dan dievaluasi oleh individu yang menghasilkan sebuah makna bahwa apapun yang berlabel halal telah terjamin akan kehalalannya dan diizinkan menurut hukum Islam.
44 b. Sertifkasi Halal di Indonesia
Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim dan
sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia sudah sepantasnya
menempatkan masalah penyediaan produk yang halal pada posisi yang
penting. Umat Islam berhak untuk mendapatkan perlindungan dan
jaminan hukum atas kehalalan barang-barang yang dikonsumsi dan
digunakannya, baik produk yang diproduksi dalam negeri maupun dari
luar. (Ilyas, 2017)
Menurut Burhanudin (2011:140) halal adalah produk yang
memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, sebagai berikut :
1) Tidak mengandung hewan yang diharamkan;
2) Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti darah,
alkohol, kotoran-kotoran dan lain sebagainya;
3) Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih menurut tata
cara syariat Islam tergolong halal;
4) Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengelolaan
dan tempat transportasi, jika pernah digunakan untuk barang yang
tidak halal maka terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara
yang diatur menurut syariat Islam.
Untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwa produk yang
dijual telah halal, pemerintah telah mengatur regulasi hukum yang
berkaitan dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan;
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen;
45
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang label & iklan Pangan; dan Undang-undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
(Ilyas, 2017)
Sebelum berlakunya Undang-undang No.33 tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal, secara kelembagaan berbagai organisasi kemasyarakatan Islam memilki lembaga akreditasi yang menjamin kehalalan produk kebutuhan umat Islam, tetapi hanya Lembaga Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang mendapat pengakuan dalam pemenuhan persyaratan dan prosedur untuk mendapatkan sertifikasi halal. Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama
Indonesia (LPPOM MUI) adalah lembaga otonom yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 6 Januari 1989 yang bertugas untuk melakukan penelitian, pengkajian, penganalisaan, dan memberikan keputusan atas kehalalan produk pangan, obat-obatan, dan kosmetika yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat muslim di
Indonesia. (halalmui.org)
Sampai pada tahun 2014 pemerintah akhirnya menerbitkan secara khusus Undang-undang yang menjadi pedoman utama penyelenggaraan produk halal yang disebut UU Jaminan Produk Halal (UU-JPH). Setelah
UU-JPH ditetapkan, kewenangan pengurusan sertifikasi halal bukan lagi menjadi kewenangan LPPOM MUI, tetapi menjadi kewenangan Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Undang-undang Nomor
33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU-JPH) memperkuat dan
46 mengatur berbagai regulasi halal yang selama ini tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan, di sisi lain UUJPH disebut sebagai payung hukum (umbrella act) bagi pengaturan produk halal. Jika sebelumnya sertifikasi halal hanya bersifat voluntary (sukarela), dalam
UUJPH menjadi mandatory (keharusan). Karena itu, semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Hal ini yang menjadi pembeda utama dengan produk perundangan-undangan sebelumnya yang lebih dahulu terbit. Nantinya sebagai penanggung jawab sistem jaminan halal dilakukan oleh pemerintah yang diselanggarakan Menteri Agama dengan membentuk
Badan Penyelenggaran Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Agama.
(Hidayat & Siradj, 2015).
BPJPPH memiliki kewenangan sebagai berikut: (1) Merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH; (2) Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH; (3) Menerbitkan dan mencabut sertifikasi halal dan label halal pada produk; (4) Melakukan registrasi Sertifikat
Halal pada produk luar negeri; (5) Melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal; (6) Melakukan akreditasi terhadap LPH (lembaga penjamin halal); (7) Melakukan registrasi Auditor Halal; (8) Melakukan pengawasan terhadap JPH; (9) Melakukan pembinaan Auditor Halal;
(10) Melakukan kerjasama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaran JPH. (Hidayat & Siradj, 2015)
47
Dalam melaksanakan wewenangnya BPJPH bekerjasama dengan
Kementerian dan/atau lembaga terkait, Lemaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kerjasama BPJPH dengan LPH dilakukan untuk memeriksa dan/atau pengujian produk. Kerjasama
BPJPH dengan MUI dilakukan dalam bentuk sertifikasi Auditor Halal, penetapan kehalalan produk, akreditasi LPH. (Hidayat & Siradj, 2015)
Untuk menjamin kelancaran proses produksi halal, pelaku usaha berhak memperoleh beberapa hal yaitu, informasi, edukasi, dan sosialisasi mengenai sistem JPH; pembinaan dalam memproduksi produk halal; dan pelayanan untuk mendapatkan sertifikasi halal secara cepat, efisien, biaya terjangkau, dan tidak diskriminatif. Bagi pelaku usaha yang telah memperoleh sertfikasi halal ada beberapa kewajiban yag harus dilakukan yaitu: (1) mencantumkan label halal terhadap produk yanng telah mendapat sertifikasi halal; (2) menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikasi halal; (3) memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal; (4) memperbaharui sertifikasi halal jika masa berlaku sertifikasi halal berakhir; (5) melaporkan perubahan komposisi bahan kepada
BPJPH. (Hidayat & Siradj, 2015)
Untuk tatacara penerbitan sertifikasi halal menurut Soekoso selaku
Kepala BPJPH sudah diatur pada Bab V UU No. 33 Tahun 2014 Tentang
Jaminan Produk Halal (kemenag.go.id), yaitu:
48
1) Pengajuan Permohonan oleh Pelaku Usaha. Pelaku usaha mengajukan
permohonan Sertifikat Halal secara tertulis kepada BPJPH, dengan
menyertakan dokumen: data Pelaku Usaha, nama dan jenis produk,
daftar produk dan bahan yang digunakan, serta proses pengolahan
produk.
2) Pemilihan LPH. Pelaku usaha diberi kewenangan memilih LPH untuk
memeriksa dan/atau menguji kehalalan produknya. LPH adalah
lembaga yang mendapatkan kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. LPH bisa didirikan
oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Saat ini, LPH yang sudah eksis
adalah LPPOM-MUI.
3) Pemeriksaan Produk. pemeriksaan dilakukan oleh Auditor Halal LPH
yanng telah ditetapkan oleh BPJPH. Pemeriksaaan dan/atau pengujian
kehalalan produk dilakukan di lokasi usaha pada saat proses produksi
dan/atau di laboraturium. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian
kehalalan produk kemudian diserahkan kepada BPJPH.
4) Penetapan Kehalalan Produk. BPJPH menyampaikan hasil
pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk yang dilakukan
LPH kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan produk.
Kemudian MUI menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa
halal. Sidang fatwa halal digelar paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk
dari BPJPH.
49
5) Penerbitan Sertifikasi. Produk yang dinyatakan halal oleh sidang
fatwa MUI, dilanjutkan oleh BPJPH untuk mengeluarkan sertifikat
halal. Penerbitan sertifikat halal ini paling lambat 7 (tujuh) hari sejak
keputusan kehalalan produk diterima dari MUI.
Sertifikasi halal ini berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi bahan.
Sertifikasi halal wajiib diperpanjang oleh pelaku usaha dengan mengajukan pembaharuan sertifikasi halal paling lambat 3 bulan sebelum masa berlaku sertifikat halal berakhir. (Hidayat & Siradj, 2015)
Terkait biaya, sertifikasi halal dibebankan kepada pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikasi halal. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan penyelanggara JPH, Undang-undang ini memberikan peran bagi pihak lain seperti pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja negara, pemerintah daerah, perusahaan, lembaga sosial, lembaga keagamaan, asosiasi, dan komunitas untuk memfasilitasi biaya sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil. (Hidayat &
Siradj, 2015)
Ketentuan sertifikasi halal ini dimulai pada 17 Oktober 2019, namun berlakunya jaminan produk halal itu tidak serta merta membuat sertifikasi halal langsung menjadi wajib. Menurut Menteri Agama
Lukmanul Hakim Saifuddin, kewajiban baru berlaku setelah lima tahun dilalui masa pentahapan. Pada lima tahun pertama, pada 17 Oktober 2019 s/d 17 Oktober 2024 pemberlakukan sertifikasi halal baru dikhususkan
50
untuk produk makanan dan minuman serta produk dan jasa terkait
keduanya. Sementara, untuk produk lainnya seperti obat dan kosmetik
belum diberlakukan (bisnis.tempo.co). Kemudian menurut Mastuki
selaku Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, sertifikasi
halal untuk produk obat-obatan dan kosmetika akan diatur pada tahun
2021-2024 (kumparan.com). c. Pengukuran Persepsi Label Halal
Menurut Sheth (1999) dalam Madevi et al., (2019) mengukur persepsi
label halal menggunakan empat dimensi, antara lain :
1) Keamanan (safety) : Sebuah proses dimana individu (konsumen
muslim) memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi tentang
produk halal memilki aspek keselamatan dari sisi sumber/ bahan baku
maupun proses.
2) Nilai Keagamaan (religious value): Sebuah proses dimana individu
(konsumen muslim) memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi
tentang produk halal memilki aspek nilai-nilai agama.
3) Kesehatan (health) : Sebuah proses dimana individu (konsumen
muslim) memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi tentang
produk halal memilki aspek kesehatan.
4) Kekhususan (exclclusivity) : Sebuah proses dimana individu
(konsumen muslim) memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi
tentang produk halal memilki aspek ke-eksklusifan, dimana produk
halal harus dipisah dari produk haram. Upaya pemisahan ini dilakukan
51
untuk menghindari kontak langsung dengan produk haram,
menghindari resiko kontaminasi, dan memastikan bahwa pengelolaan
produk halal sesuai dengan persepsi konsumen muslim.
5. Kualitas Produk
a. Pengertian Kualitas Produk
Kotler dan Keller (2009:180) Menurut American Society for
Quality Control, Kualitas adalah “The totality of features and
characteristics of a product or service that bears on its ability to satisfy
given needs”, artinya keseluruhan ciri dan karakter-karakter dari sebuah
produk atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang tersirat. Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang
berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang
penjual telah memberikan kualitas bila produk atau pelayanan penjual
telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Menurut Fandy Tjiptono & Chandra (2012:74) kualitas
mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan
manfaat (benefit) bagi pelanggan. Kualitas merupakan salah satu atribut
produk yang menjadi pertimbangan konsumen dalam melakukan
pembelian. Oleh sebab itu produk yang ditawarkan oleh produsen harus
berkualitas tidak hanya untuk mempercepat pembelian tetapi juga
menciptakan kepuasan bagi pelanggan.
Kemudian menurut Kotler & Amstrong (1996) “A produst as
anything that can be offered to a market for attantion, acquisittion, use
52 or consumption and that might satisfy a want or need”. Yang artinya produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen.
Menurut Saidi (2007) dalam Sudaryono (2016:207) produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Dalam pengertian luas, produk mencakup apa saja yang bisa dipasarkan, termasuk benda-benda fisik, jasa manusia, tempat, organisasi, dan ide atau gagasan.
Menurut Kotler (2001) produk dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan berdasarkan menfaat penggunaannya, antara lain:
1) Inti produk (core benefit), merupakan manfaat dasar yang dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan pemakainya.
2) Produk dasar (basic product), pada tingkat ini pemasar harus
mengubah manfaat ini menjadi produk dasar. Misalnya merek,
packaging, label dan fitur.
3) Produk yang diharapkan (expected produk), merupakan sautu set
atribut kondisi yang biasanya diharapkan dan disetujui pembeli ketika
membeli suatu produk.
4) Produk ayng dtingkatkan (augmented product), merupakna tambahan
dari produk inti yang memenuhi keinginan pelanggan itu melampaui
harapan mereka.
53
5) Produk potensial (potential product), mencakup semua peningkatan
dan transformasi yang akhirnya akan dialami produk itu di masa
depan.
Sehingga menurut Kotler dan Amstrong (2008:272) kualitas produk adalah “the ability of a product to perform its function, it includes the product’s overall durability, reability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes” yang artiya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya. Bila suatu produk telah dapat menjalankan fungsi-fungsinya dapat dikatakan sebagai produk yang memilki kualitas yang baik.
Kualitas produk merupakan hal penting yang harus diusahakan oleh setiap perusahaan apabila menginginkan produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar. Dikarenakan kemampuan ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat cenderung meningkat, sebagian masyarakat semakin kritis dalam mengkonsumsi suatu produk. Konsumen selalu ingin mendapatkan produk yang berkualitas sesuai dengan harga yang dibayar. (Pratiwi, 2017)
Jika hal itu dapat dilaksanakan oleh perusahaan, hal tersebut dapat memuaskan para konsumen dan dapat menambah jumlah konsumen.
Dalam perkembangan suatu perusahaan, persoalan kualitas produk akan ikut menentukan pesat atau tidaknya perkembangan perusahaan tersebut.
54
apabila dalam situasi pemasaran yang semakin ketat persaingannya,
peranan kualitas produk akan semakin besar dalam perkembangan
perusahaan. Selain itu, konsumen akan menyukai produk yang
menawarkan kuaalitas, kinerja, dan pelengkap inovatif yang terbaik.
(Lupiyoadi, 2006:131) b. Pengukuran Kualitas Produk
Menurut Garvin dalam Tjiptono Chandra (2012:75) menyatakan
bahwa kualitas produk memilki beberapa dimensi, antara lain :
1) Kinerja (Performance)
Merupakan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik
utama yang dipertimbangkan ketika konsumen ingin membeli produk.
Misalnya produk mempunyai kualitas yang baik, dan nyaman saat
digunakan.
2) Keistimewaan (Features)
Merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi
dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
3) Kesesuaian (Conformance)
Kesesuaian merupakan sejauh mana desain produk dan kualitasnya
sesuai standar. Misalnya produk berlabel halal dan sudah terdaftar di
BPOM.
55
4) Kehandalan (Reliability)
Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara
berhasil dalam waktu tertentu dibawah kondisi tertentu. Misalnya
produk beroperasi dengan baik, dan tidak menimbulkan masalah
5) Daya Tahan (Durability)
Merupakan refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan serta
masa pakai atau kadalauarsa suatu produk.
6) Layanan (Serviceability)
Layanan adalah mengenai kemudahan servis atau perbaikan ketika
dibutuhkan. Atau penanganan keluhan suatu produk secara mudah dan
baik. Misalnya menyediakan layanan yang dapat menampung segala
keluhan dan saran konsumen serta informasi mengenai produk.
7) Keindahan (Aesthethics)
Merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif
mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan
pribadi dan refleksi dari preferensi individual. Misalnya Desain
produk yang unik dan praktis, serta warna kemasan yang menarik.
8) Kualitas Yang Dipersepsikan (Perceived Quality)
Persepsi pelanggan mengenai kualitas produk berdasarkan reputasi
perusahaannya.
56
B. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Islamic Branding Terhadap Perpindahan Merek
Islamic branding bukanlah terbatas pada definisi bahwa merek itu
nama, simbol, tulisan atau perpaduan dari kesemuanya. Namun, lebih jauh
lagi bahwa dalam merek tersebut terkandung prinsip-prinsip syariah yang
merupakan perwujudan dari nilai-nilai Islami. (Ranto, 2013)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mu‟awwanah et al (2019)
variabel islamic branding berpengaruh signifikan terhadap keputusan
perpindahan merek. Hal ini dikarenakan, dalam Islam perilaku konsumen
diatur oleh perintah agama. Konsumen yang religius atau patuh terhadap
syariah, menganggap agama sebagai sumber referensi mereka dalam
memilih produk atau layanan jasa yang akan digunakan.
2. Hubungan Persepsi Label Halal Terhadap Perpindahan Merek
Menurut Aisyah (2015) label halal adalah atribut yang diyakini dan
dianggap sebagai hal penting oleh konsumen muslim. Ajaran Islam
menganggap makanan dan produk lain yang dikonsumsi atau digunakan
oleh manusia sebagai hal yang mendesak selain menyembah Allah. Segala
sesuatu yang dikonsumsi atau digunakan oleh manusia akan memiliki
dampak besar pada perkembangan fisik dan spiritual mereka. Dampak fisik
dari mengkonsumsi produk yang haram akan berdampak buruk bagi
kesehatan manusia. Sementara dampak spiritual dari mengkonsumsi produk
haram tidak hanya sebatas melanggar hukum islam saja, namun juga akan
mendapatkan hukuman diakhirat. Dengan demikian, masalah halal dan
57
haram penting bagi konsumen muslim karena terkait dengan keyakinan
agama mereka yang menjadikan label halal sebagai atribut atau elemen dari
suatu produk yang diyakini dan pada dasarnya dipertimbangkan oleh
konsumen untuk memastikan bahwa produk yang mereka gunakan atau
konsumsi dijamin halal.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuanita et al (2017) variabel
persepsi mengenai label halal terbukti memberikan pengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Konsumen Islam akan
cenderung memilih produk yang telah dinyatakan halal oleh lembaga yang
berwenang, hal tersebut dikarenakan produk yang telah dinyatakan halal
cenderung lebih aman dan terhindar dari kandungan zat yang diharamkan
serta sesuai dengan ajaran Islam.
3. Hubungan Kualitas Produk Terhadap Perpindahan Merek
Kualitas mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang
menghasilkan manfaat (benefit) bagi pelanggan. Kualitas merupakan salah
satu atribut produk yang menjadi pertimbangan konsumen dalam melakukan
pembelian. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu memberikan
kualitasnya ke arah yang lebih baik. Apabila produk dianggap berkualitas
dimata konsumen, maka produk itu akan selalu dicari.
Kualitas produk merupakan hal yang sangat rentan bagi konsumen.
Jika kualitas yang didapatkan konsumen tidak sesuai dengan yang
dijanjnikan perusahaan, maka tentunya akan menimbulkan perilaku
peralihan merek. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
58
Khasanah & Kuswati (2013) bahwa variabel kualitas produk terbukti
memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
perpindahan merek.
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam
melakukan penelitian tentang penelitian sehinga penulis dapat memperkaya
teori yang akan digunakan dalam mengkaji penelitian yang sedang dilakukan.
Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Tabel 2. 1 Hasil Penelitian Terdahulu No. Nama Judul Variabel Metode Hasil Penelitian Peneliti Penelitian Penelitian 1. - Rosihan Faktor-Faktor -Ketidakpuasan -Sample : - Ketidapuasan Mu‟awwanah, Yang (X1) Nasabah bank Nasabah berpengaruh Muady Yasin, Mempengaruhi konvensional positif secara tidak dan Sahri Keputusan - Harga (X2) yang berpindah langsung terhadap Nasabah ke bank syariah keputusan nasabah - Jurnal Berpindah Ke - Islamic di Kota berpindah ke bank Lentera: Bank Syariah Branding (X3) Mataram, Nusa syariah melalui Kajian, Dengan Tenggara Barat. Religiusitas. Keagamaan Religiusitas - Keputusan Keilmuan dan Sebagai Berpindah (Y) -Teknis - Harga berpengaruh Teknologi, Variabel Analisis : positif secara tidak 18.2, 236- Mediating - Religiusitas SEM-PLS langsung terhadap 251, (2019) (Studi Kasus (Z) keputusan nasabah pada Nasabah berpindah ke bank Bank syariah melalui Konvensional Religiusitas. yang sudah berpindah ke - Islamic Branding Bank Syariah di berpengaruh Wilayah Kota signifikan terhadap Mataram) keputusan nasabah berpindah ke bank
59
syariah melalui Religiusitas.
2. - Tanty Analisa - Persepsi -Sample : - Persepsi wanita Yuanita, Pengaruh Konsumen (X1) Konsumen muslim golongan Sampurno, Persepsi Dan wanita muslim menengah secara Djoharsjah Pengetahuan - Pengetahuan golongan signifikan Mx Wanita Muslim Produk (X2) menengah yang berpengaruh positif Golongan melakukan terhadap keputusan - Jurnal Menengah - Brand brand untuk melakukan Ekonomi, Terhadap Brand Switching (Y) switching ke brand switching Volume 19 Switching kosmetik halal. kosmetik halal. Nomor 3, Kosmetik Halal Oktober -Teknis - Pengetahuan tentang 2017, oleh Analisis : kosmetik halal secara Program SEM-PLS signifikan Pascasarjana, berpengaruh positif Universitas terhadap keputusan Borobudur untuk melakukan brand switching kosmetik halal.
3. - Aulia Analisis - Kualitas -Sample : - Variabel kualitas Uswatun Faktor-Faktor Produk (X1) Mahasiswa produk memiliki Khasanah, Yang Universitas pengaruh yang Rini Kuswati Mempengaruhi - Iklan (X2) Surakarta yang signifikan terhadap Perpindahan melakukan brand switching. - BENEFIT Merek - Variety perpindahan Jurnal Pada Produk Seeking (X3) merek dari - Variabel iklan tidak Manajemen Smartphone Blackberry ke memiliki pengaruh dan Bisnis - Brand non Blackberry. yang signifikan Volume 17, Switching (Y) terhadap brand Nomor 2, -Teknis switching. Desember Analisis : 2013, hlm. Regresi Linier - Variabel variety 123-131 Berganda seeking memiliki pengaruh terhadap brand switching.
- Terdapat pengaruh secara simultan antara variabel kualitas produk, iklan dan variety seeking terhadap Brand switching.
60
4. - Munazza Religion and - Islamic -Sample : -Variabel Islamic Saeed, Brand Marketing Mix Mahasiswa dari Marketing Mix, Ilhamie Binti Switching (X1) 4 Universitas Religion, dan Islamic Abdul Ghani Behavior of yang berbeda di Branding memiliki Azmi Muslim - Religion (X2) Pakistan. hubungan positif yang Consumers sangat signifikan - Middle- - Islamic -Teknis dengan pergantian East Journal branding (X3) Analisis : merek of Science Korelasi Research 21 -Brand (9): 1611- Switching 1617, 2014 Behavior (Y) - 5. -Johan Pengaruh - Promosi (X1) - Sampel : - Variabel promosi Candra Faktor Promosi, Konsumen mempunyai pengaruh Kualitas - Kualitas pengguna signifikan terhadap -Jurnal Ilmu Produk, dan Produk (X2) handphone perpindahan merek. Manajemen, Ketidakpuasan merek Nokia Volume 2 Terhadap - Ketidakpuasan yang berganti - Variabel kualitas Nomor 3 Juli Perpindahan (X3) merek lain. produk mempunyai 2014 Merek pengaruh signifikan - Perpindahan - Teknik terhadap perindahan Merek (Y) Analisis: merek. Regresi Linier Berganda - Variabel ketidakpuasan mempunyai pengaruh signifikan terhadap perpindahan merek.
- Terdapat pengaruh secara simultan antara variable promosi, kualitas produk, dan ketidakpuasan terhadap perpindahan merek.
6. - Atika Pengaruh - Kualitas - Sampel: - Variable kualitas Zahari, Susi Kualitas Produk (X1) Konsumen produk mempunyai Evanita. Produk, perempuan pengaruh signifikan Promosi dan - Promosi (X2) yang pernah terhadap perindahan - EcoGen, Kebutuhan menggunakan merek. Volume 1, Mencari Variasi - Kebutuhan kosmetik Nomor 4, 5 Terhadap Mencari Variasi Sariayu dna - Variabel promosi
61
Desember Perilaku (X3) kemudian mempunyai pengaruh 2018 Peralihan berpindah signifikan terhadap Merek (Brand- - Perilaku merek ke perpindahan merek. Switching) Perpindahan kosmetik lain. Produk Merek (Y) - Variabel kebutuhan Kosmetik - Teknik mencari variasi Sariayu di Kota Analisis: mempunyai Padang Regresi Linier pengariuh signifikan Berganda terhadap perindahan merek.
7. - Richard The Influence of - Brand -Sample: - Brand awareness Chinomoa, Brand Awareness (X1) Konsumen pria memiliki pengaruh dan Eugine Awareness, yang positif dan signifikan Tafadzwa Brand - Brand menggunakan terhadap brand Maziriri Association and Association kosmetik di loyalty. Product Quality (X2) Afrika Selatan. - Journal of on Brand - Brand association Business and Loyalty and - Product memiliki pengaruh Retail Repurchase Quaity (X3) -Teknis positif dan tidak Management Intention: A Analisis : signifikan terhadap Research Case of Male - Brand Loyalty Analisis Jalur brand loyalty. (JBRMR), Consumers for (Y) (path) Vol.12, Cosmetic - Product quaity October Brands in South - Repurchase memiliki pengaruh (2017) Africa Intention (Z) positif dan signifikan terhadap brand loyalty.
- Brand loyalty memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap repurchase intention.
8. - Md. Abdul The Impact of - Islamic - Sampel : - Islamic branding Jalil, Islamic Branding (X1) Masyarakat tidak memiliki Muhammad Branding on yang hubungan yang Khailur Consumer - Perception of menggnakan signifikan dengan Rahman Preference Services (X2) layanan preferensi konsumen towards perbankan dalam layanan - Journal of Islamic Banking - Convenience syariah di perbankan syariah. Islamic Services: An of Services (X3) Kuala Lumpur. Banking and Empirical - Perception of Finance Investigation in - Ethical -Teknis Services memiliki March 2014, Malaysia Organization Analisis : hubungan yang
62
Vol. 2, No. 1, (X4) SEM signifikan dengan pp. 209-229 preferensi konsumen - Consumers dalam layanan Preference perbankan syariah. Islamic Banking Service (Y) - Convenience of Services memiliki hubungan yang signifikan dengan preferensi konsumen dalam layanan perbankan syariah.
- Ethical Organization memiliki hubungan yang signifikan dengan preferensi konsumen dalam layanan perbankan syariah. 9. - Anggie Lia The Influence of - Islamic -Sample : - Islamic branding Andini dan Islamic Branding (X1) Konsumen berpengarh signifikan Popy Branding and yang terhadap citra merek. Rufaidah Religiosity on - Religiosity menggunakan Brand Image (X2) kosmetik - Religiosity -AFEBI wardah berpengaruh Islamic - Brand siginifikan terhadap Finance and Image(Y) -Teknis citra merek. Economic Analisis : Review Regresi Linier - Islamic branding (AIEFER) Berganda dan Religiosity secara Vol.02, bersama-sama No.02, berpengaruh December signifikan terhadap 2017 citra merek.
10. - Shilachul Pengaruh - Persepsi Label -Sample : - Persepsi label halal Alfinul Alim, Persepsi Label Halal (X1) Pelanggan yang berpengaruh M. Kholid Halal dan menggunakan signifikan terhadap Mawardi, dan Kualitas produk - Kualitas produk Zoya di Keputusan Aniesa Terhadap produk (X2) Kota Malang. Pembelian. Samira Keputusan - Kualitas produk Bafadhal. Pembelian - Keputusan -Teknis berpengaruh Produk Fesyen Pembelian Analisis : signifikan terhadap - Jurnal Muslim (Survei Produk (Y) Regresi Linier keputusan pembelian.
63
Administrasi pada Pelanggan Berganda. Bisnis (JAB), Produk Zoya -Persepsi label halal Vol.62, No.1, Muslim di Kota dan kualitas produk September Malang) secara bersama-sama 2018 berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk.
11. - Fadhila Pengaruh - Persepsi Label -Sample : - Persepsi Label Halal Madevi, Edy Persepsi Label Halal (X1) Konsumen memiliki pengaruh Yulianto, Halal Terhadap yang mengikuti secara langsung dan Aniesa Citra Merek - Citra Merek akun Instagram signifikan terhadap Samira Dan Minat Beli (Y) @safiindonesia Citra Merek. Bafadhal. (Survei Online Pada Pengikut - Minat Beli (Z) -Teknis - Persepsi Label Halal - Jurnal Akun Instagram Analisis : berpengaruh positif Administrasi @safiindonesia) Path dan signifikan Bisnis terhadap variabel (JAB)|Vol. 77 Minat Beli No. 1Desember - Citra Merek 2019 berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Minat Beli.
D. Kerangka Berpikir
Skema kerangka pemikiran penulisan ini menjelaskan bahwa terdapat
tiga variabel bebas (X) dan satu variabel terikat (Y). Variabel bebas terdiri dari
variabel islamic branding yang disimbolkan dengan (X1), variabel persepsi
label halal disimbolkan dengan (X2) dan variabel kualitas produk disimbolkan
dengan (X3). Ketiga variabel bebas ini dihubungkan dengan satu variabel
terikat yaitu keputusan perpindahan merek yang disimbolkan dengan (Y). Dari
variabel tersebut kemudian dilakukan uji coba terhadap 30 responden,
64 kemudian dari hasil jawaban repsonden dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
Setelah diketahui kelayakan kuesioner dari hasil uji validitas dan reliabilitas, peneliti menyebar kembali kuesioner kepada 100 responden. Kemudian dapat dilanjutkan dengan uji asumsi klasik yang terdiri dari Uji Normalitas, Uji
Multikolonieritas, dan Uji Heteroskedastisitas. Setelah dilakukan uji asumsi klasik dapat dilanjutkan dengan uji hipotesis yang terdiri dari Uji t dan Uji F.
Selanjutnya melakukan analisis regresi linier berganda dan koefisien determinasi (Rsquare). Setelah semua tahap pengujian selesai maka dapat dilanjutkan dengan tahap terakhir yaitu kesimpulan dari hasil penelitian beserta saran. Adapun kerangka pemikiran yang digunakan adalah sebagai berikut:
65
Islamic Branding Persepsi Label Halal Kualitas Produk
(X1) (X2) (X3)
Perpindahan Merek (Y)
Uji Kualitas Data : UjiValiditas Uji Realibitas
Uji Asumsi Klasik : Uji Normalitas Uji Multikolonieritas Uji Heteroskedastisitas
Uji Hipotesis : Uji t (Parsial) Uji F (Simultan)
Analisis Regresi Linier Berganda
Koefisien Determinasi (R²)
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2. 3 Kerangka Pemikiran
66
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian (Sugiyono, 2017:105). Berdasarkan tinjauan pustaka dan tujuan
penelitian, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Hipotesis Pertama
H0 : Islamic branding tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan
perpindahan merek
Ha : Islamic branding berpengaruh signifikan terhadap keputusan
perpindahan merek
b. Hipotesis Kedua
H0 : Persepsi label halal tidak berpengaruh signifikan terhadap
keputusan perpindahan merek
Ha : Persepsi label halal berpengaruh signifikan terhadap keputusan
perpindahan merek
c. Hipotesis Ketiga
H0 : Kualitas produk tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan
perpindahan merek
Ha : Kulaitias produk berpengaruh signifkan terhadap keputusan
perpindahan merek
d. Hipotesis Keempat
H0 : islamic branding, persepsi label halal, dan kualitas produk tidak
berpengaruh secara simultan terhadap keputusan perpindahan
merek
67
Ha : islamic branding, persepsi label halal, dan kualitas produk
berpengaruh secara simultan terhadap keputusan perpindahan
merek
68
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini berfokus pada islamic branding,
persepsi label halal, dan kualitas produk sebagai variabel independen
sedangkan keputusan perpindahan merek sebagai variabel dependen. Untuk
selanjutnya variabel-variabel tersebut akan dianalisis seberapa besar variabel
tersebut mempengaruhi keputusan perpindahan merek (variabel dependen) ke
kosmetik Mazaya. Penelitian ini dilakukan kepada 100 orang yang
menggunakan kosmetik Mazaya di kawasan JABODETABEK. Penelitian ini
dilakukan dengan cara memberikan kuesioner online dengan menggunakan
media Google Doc dan pengumpulan data dilakukan dalam waktu 4 minggu
terhitung dengan waktu penelitian dari tanggal 28 Oktober 2019 hingga 25
November 2019.
B. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2017:136) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah
masyarakat JABODETABEK yang menggunakan produk kosmetik Mazaya.
69
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2017:137) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,
misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yanng dipelajari
dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi.
Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif
(mewakili).
Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan metode non probability sampling. Menurut (Sugiyono,
2017:142) metode non probability sampling adalah teknnik pengambilan
sampel yang tidak memberi peluang/ kesempatan yang sama bagi setiap
unsur anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Kemudian teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dapat dijadikan sebagai sampel
dalam penelitian ini adalah masyarakat yang saat ini menggunakan kosmetik
Mazaya namun sebelumnya menggunakan kosmetik merek lain.
Sedangkan untuk ukuran sampel penelitian menurut Roscoe dalam
buku Research Methods For Business (Sugiyono, 2017:156) menyatakan
bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai
dengan 500. Sedangkan rumus pengambilan sampel menurut Wibisono
70
(2003) dalam Riduwan (2007: 50) apabila populasi tidak diketahui secara pasti adalah sebagai berikut:
( )
Keterangan: n = Besarnya sampel zα = Tingkat keyakinan yang dibutukan dalam penentuan sampel 1.96
dengan tingkat kepercayaan 95%
σ = Standar deviasi dapat didekati dengan range (R) yaitu selisih data
terbesar (p) dan terkecil (q) tidak dikatahui maka dapat diganti dengan
0,25 sebagai perkalian antara 0,5 x 0,5 e = Margin of error atau kesalahan yang dapat di toleransi sebesar 5% atau
0,05
Jadi, besar sampel dapat dihitung sebagai berikut:
( ) ( ) ( ) ( )
Jumlah sampel yang didapat yaitu 96,04 responden. Untuk membulatkan jumlah responden, peneliti menerapkan sampel menjadi 100 responden. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 100 responden.
71
C. Metode Pengumpulan Data
Menurut (Sugiyono, 2017:225) bahwa teknik pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh data-data yang relevan dengan masalah yang ada
dapat dengan menggunakan metode pengumpulan data primer yaitu sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan metode
pengumpulan data sekunder yaitu sumber yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain/ dokumen.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya.
Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penyebaran kuesioner (angket). Menurut Sugiyono
(2017:225) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dimana
partisipan atau responden mengisi pertanyaan atau pernyataan kemudian
setelah diisi dengan lengkap mengembalikan kepada peneliti. Pengumpulan
data akan dilakukan melalui kuesioner yang diserahkan pada masing-masing
responden terpilih. Kuesioner pada penelitian ini terdiri dari pernyataan
yang bersumber dari tiap-tiap indikator variabel penelitian.
Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan pendekatan skala likert,
yaitu skala yang digunakan untuk mengatur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. (Sugiyono,
2017:158)
Dalam skala likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai tolak ukur untuk
72
menyusun item-item instrument yang dapat berupa pertanyaan ataupun
pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk
keperluan analisis kuantitatif maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya
Tabel 3. 1 Tabel Skala Likert Kategori Skor Sangat Setuju (SS) 5 Setuju (S) 4 Ragu-ragu (R) 3 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sumber : Sugiyono (2017:160)
Angka 1 (satu) menunjukan bahwa responden memberikan tanggapan
yanng bersifat negatif (sangat tidak setuju) terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan, sedangkan angka 5 (lima) menunjukkan tanggapan yang
bersifat positif (sangat setuju).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan perpustakaan
dan peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Sumber
sekunder merupakan sumber yang tidak langsung diberikan kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono,
2017:219). Data sekunder yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
bersumber dari buku-buku, jurnal dan media internet untuk memperoleh
informasi, serta data-data yang diperlukan.
73
D. Uji Kualitas Data
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mendeskripsikan
karakteristik lokasi penelitian, karakteristik repsonden dan mendeskripsikan
hasil penelitian. Analisis inferensial dalam penelitian ini menggunakan
program SPSS. Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti untuk
menguji hipotesis adalah analisis regresi berganda.
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan
antara variabel atau lebih dan menunjukkan arah hubungan antara variabel
dependen degan variabel independen. Untuk mempermudah melakukan
perhitungan secara sistematik, maka semua analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini akan diolah dengan bantuan program SPSS.
1. Uji Analisis Validitas
Menurut Ghozali (2018:51) Uji validitas digunakan untuk mengukur
sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid
jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkap sesuatu yang
akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Uji signifikansi dilakukan dengan cara membandingkan nilai rhitung
dengan nilai rtabel untuk degree of freedom (df) = n–2 dalam hal ini n adalah
jumlah sampel. Suatu pertanyaan atau indikator dinyatakan valid, apabila
rhitung > rtabel dan nilai positif, namun jika rhitung < rtabel, maka dinyatakan
tidak valid dan nilai negatif. (Ghozali, 2018:51-54)
74
2. Uji Analisis Reliabilitas
Menurut Ghozali (2018: 45) uji reabilitas adalah alat untuk mengukur
suatu kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel. Suatu
kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban pertanyaan konsisten
atau stabil dari waaktu ke waktu. Suatu konstruk atau variabel dikatakan
reliabel, jika nilai Conbranch Alpha (α) > 0,70. Uji realibilitas dalam
penelitian ini menggunakan rumus Cronbach Alpha, untuk mengetahui
tingkat realibilitas instrument dari ke empat variabel penelitian jika hasil uji
reliabilitas memberikan nilai alpha > 0,70.
E. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas Menurut Ghozali (2018: 161), uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian
adalah yang memilki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat dengan
beberapa cara, diantaranya yaitu dengan melihat kurva normal p-plot. Suatu
variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data
searah mengikuti garis diagonal. Uji normalitas data juga dilakukan dengan
uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk mempermudah dalam melakukan
perhitnngan secara statistik. Suatu data dinyatakan berdistribusi normal jika
Asymp Sig (2-tailed) hasil perhitungan Kolmogorov-Smirnov lebih besar
dari ½ α atau 0,05 (Ghozali, 2018: 167).
75
2. Uji Multikolinieritas Menurut (Ghozali, 2018: 107) uji multikolinieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas (independen). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas
didalam model regresi adalah sebagai berikut:
a) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris
sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen
banyak yang tidak signfikan mempengaruhi variabel dependen.
b) Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen. Jika antar
variabel ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka
hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Tidak adanya
korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari
multikolonieritas. Multikolonieritas dapat disebabkan karena adanya
efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
c) Multikolonieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan lawannya
variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menujukkan setiap
variabel independen menakah yang dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen terpilih yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena
VIF = 1/ tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk
menunjukan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0,10
atau sama dengan nilai VIF ≥ 10.
76
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual suatu pengamatan
kepengamatan tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2018:137).
Terdapat beberapa cara untuk mengetahui apakah model memiliki
heteroskedastisitas atau tidak. Peneliti menggunakan cara melihat grafik plot
antara nilai prediksi variabel terikat yaitu ZPRED dengan residualnya
SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot antara SRESID
dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X
adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya) yang telah di studentized.
Dasar analisis sebagai berikut (Ghozali, 2018:138):
a) Jika adanya pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit)
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas juga bisa dilakukan dengan cara uji Glejser. Uji
Glejser mengusulkan untuk cara meregresikan nilai absolut residual
77
terhadap variabel independen. Jika probabilitas signifikansinya di atas
tingkat kepercayaan 5% maka model regresi tidak mengandung adanya
heteroskedastisitas. (Ghozali, 2018: 142-144)
F. Uji Hipotesis
1. Uji t (Uji Parsial) Menurut (Ghozali, 2018:98) uji statistik t menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui
ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara
individual terhadap variabel dependen. Adapun langkah dalam melakukan
uji t adalah:
a) Merumuskan hipotesis untuk masing-masing kelompok
H0 = berarti secara parsial atau individu tidak ada pengaruh yang
signifikan antara X1, X2, X3 dengan Y
H1= berarti secara parsial atau individu ada pengaruh yang
signifikan antara X1, X2, X3 dengan Y
b) Menentukan tingkat signifikan yaitu sebesar 5% (0,05)
c) Membandingkan tingkat signifikan (α= 0,05) dengan tingkat
signifikan t yang dikatahui secara langsung dengan menggunakan
prgram SPSS dengan kriteria sebagai berikut:
Nilai signifikan t < 0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima, hal ini
artinya bahwa semua variabel independen secara individu dan
signifikan mempengaruhi variabel deenden.
78
Nilai signifikan t > 0,05 berarti H0 diterima dan H1 ditolak, hal ini
artinya bahwa semua variabel independen secara individu dan
signifikan tidak mempengaruhi variabel dependen.
d) Membandingkan nilai thitung dengan ttabel. untuk melihat ttabel, maka
didasarkan pada derajat kebebasan yang besarnya n-1 dan taraf
kesalahan (α) ditetapkan 5% (Sugiyono, 2017:291) dengan kriteria
sebagai berikut:
Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, hal ini artinya
bahwa semua variabel independen secara individu dan signifikan
mempengaruhi variabel dependnen.
Jika thitung < ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, hal ini artinya
bahwa semua variabel independen secara indvidu dan signifikan
tidak mempengaruhi variavel dependen.
2. Uji F (Simultan)
Menurut (Ghozali, 2018:98) Uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang
dimaksudkan dalam model mempunyai pengaruh secara berasama-sama
terhadap variabel dependen atau terikat. Adapun cara melakukan uji F
sebagai berikut:
a) Merumuskan hipotesis untuk masing-masing kelompok
H0 = berarti secara simultan atau bersama-sama tidak ada pengaruh
yang signifikan antara X1, X2, X3 dengan Y
79
H1 = berarti secara simultan atau bersama-sama ada pengaruh yang
signifikan antara X1, X2, X3 dengan Y b) Menentukan tingkat signifikan yaitu sebesar 5% (0,05) c) Membandingkan tingkat signifikan (α= 0,05) dengan tingkat
signifikansi F yang dikataui secara langsung dengan menggunakan
program spss dengan kriteria:
Nilai signifikan F < 0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima, hal ini
artinya bahwa semua variebel independen secara serentak dan
signifikan mempengaruhi variabel dependen.
Nilai signifikansi F > 0,05 berarti H0 diterima dan H1 ditolak, hal
ini artinya bahwa semua variabel independen secara serentak dan
signifikan tidak mempengaruhi variabel dependen. d) Membandingkan Fhitung dengan Ftabel. untuk menghitung Ftabel dengan
dk pembilang = k (jumlah variabel independen) dan dk penyebut = (n-
k-1) dengan taraf kesalahan 5% (Sugiyono, 2017:285) dengan kriteria
sebagai berikut:
Jika Fhitung > Ftabel, H0 ditolak dan H1 diterima, hal ini artinya bahwa
semua variabel independen secara serentak dan signifikan
mempengaruhi variabel dependen.
Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, hal ini artinya
bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan
tidak mempengaruhi variabel dependen.
80
G. Analisis Regresi Linier Berganda
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis regresi linier berganda. Penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda karena ingin mengetahui bagaimana variabel independen (X) dapat
mempengaruhi variabel dependen (Y) secara langsung.
Metode regresi berganda digunakan untuk mengetahui arah dan besarnya
pengaruh variabel bebas yang jumlahnya lebih dari satu terhadap variabel
terkaitnya. Adapun model persamaan regresi yang dapat diperoleh dalam
analisis ini adalah :
Y = а + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e
Keterangan:
Y = Nilai dari variable dependen
a = Constanta
β = Koefisien regresi
X1 = Nilai dari variable independent pertama
X2 = Nilai dari variable independent kedua
X3 = Nilai dari variable independent ketiga
e = error term (variabel residual)
Pada dasarnya analisis regresi adalah untuk memperoleh persamaan
regresi dengan cara memasukan perubahan satu demi satu sehingga dapat
diketahui pengaruh yang paling kuat sampai dengan yang paling lemah.
81
2 H. Koefisien Determinasi (R )
Menurut (Ghozali, 2018:97), keofesien determinasi (R2) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerengkan variasi
variabel independen. Nilai koefisiensi determinasi adalah anatar nol dan satu.
Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dlaam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variabel dependen. Kelemahan mendasar dalam menggunakan koefisien
daterminasi adalah jumlah variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak
peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
independen.
Oleh karena itu, banyak peneliti yang menganjurkan untuk menggunakan
nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi yang terbaik.
Tidak seperti R2 , nilai udjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel
independen ditambahkan kedalam model.
I. Operasional Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari empat variabel, tiga variabel independen dan
satu variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
islamic branding, persepsi label halal, dan kualitas produk sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini adalah perpindahan merek. Variabel penelitian
adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
82
kesimpulannya (Sugiyono, 2017:68). Variabel-variabel dalam penelitian ini
adalah:
1. Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
terikat (dependent variable). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
bebas adalah islamic branding (X1), persepsi label halal (X2), dan
kualitas produk (X3).
2. Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah perpindahan
merek (Y).
Tabel 3. 2 Opersional Variabel Penelitian Variabel Dimensi Indikator Skala a. Islamic Brands by 1. Produk sesuai dengan syariah Complience Islam Islamic Branding 2. Prodduk berasal dari negara b. Islamic Brands by (X1) dengan mayoritas beragama Origin Alserhan (2010) muslim Ordinal dalam Nasrullah 3. Target pasar pelanggan (2015) c. Islamic Brands by muslim Customer 4. Label halal pada produk untuk pelanggan muslim 5. Label halal menjamin produk dalam penggunaan bahan baku Persepsi Label Halal a. Keamanan (safety) yang halal (X2) 6. Label halal menjamin proses Sheth (1999) dalam produksi yang halal Ordinal Madevi et al., b. Nilai Keagamaan 7. Label halal pada produk (2019) (religious value) mencerminkan nilai-nilai Islami 8. Label halal pada produk c. Kesehatan (health) menjamin kesehatan
83
9. Label halal memastikan tidak d. Kekhususan adanya resiko terkontaminasi (exclusivity) dengan zat haram 10. Produk memiliki kualitas a. Kinerja yang baik (performance) 11. Produk nyaman saat digunakan b. Keistimewaan 12. Mempunyai banyak variasi (features) pada pilihan produk c. Kesesuaian 13. Produk berlabel halal dan
(conformance) sudah terdaftar di BPOM
14. Produk cocok saat digunakan d. Kehandalan 15. Produk tidak menimbulkan (reliability) masalah pada kulit Kualitas Produk 16. Produk tahan lama dan tidak (X3) e. Daya Tahan mudah luntur saat digunakan Garvin dalam (durability) 17. Produk memiliki masa pakai Tjiptono & Chandra (kadaluarsa) yang lama (2012:75) 18. Perusahaan menyediakan
f. Layanan layanan untuk menampung kritik
(serviceability) dan saran konsumen serta
informasi mengenai produk Ordinal 19. Desain pada produk unik g. Keindahan 20. Desain pada produk praktis (aesthethics) 21. Warna kemasan pada produk menarik h. Kualitas yang 22. Produk mempunyai reputasi Dipersepsikan yang baik di masyarakat (perceived quality) 23. Ketidakpuasan yang dialami Perpindahan Merek pasca konsumsi (Y) 24. Keinginan untuk mencari Ordinal Fallefi & Siregar variasi (2018) 25. Kepuasan setelah berpindah merek
84
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Profil Perusahaan
PT Immortal Cosmedika Indonesia didirikan tanggal 27 Desember
1999. Perusahaan ini berawal dari industri dengan skala kecil dan rentang
produk yang terbatas, kemudian berkembang melalui pengembangan produk
dan penyempurnaan sistem manajemen.
Hingga beberapa tahun kemudian, PT Immortal Cosmedika Indonesia
melakukan penilaian segmentasi pasar dan memposisikan diri dalam bisnis
“medical cosmetic”. Lalu pada tahun 2004 operasional penuh dijalankan,
dan pada tahun 2008 dimilikinya pabrik dengan standar internasional dan
bersertifikasi CGMP. Dengan pencapaian tersebut PT Immortal Cosmedika
Indonesia dapat menjamin kualitas, keamanan, dan kebersihan dari produk
yang telah diakui tidak hanya oleh negara-negara ASEAN, tetapi juga
negara di luar ASEAN.
PT Pesona Amaranthine Cosmetiques (Amaranthine) adalah anak
usaha dari Immortal Group yang meluncurkan rangkaian produk kecantikan
dengan merek dagang “Mazaya”. Brand yang didirikan pada awal tahun
2014 ini, merilis berbagai produk kecantikan seperti: krim, bedak, lipstik,
wewangiang, body lotion, hingga serum wajah, dll.
85
Gambar 4. 1 Logo Merek Mazaya Sumber: mazaya.co.id
Mazaya adalah brand kosmetik yang diluncurkan untuk menginspirasi wanita, khususnya wanita muslim yang tidak saja memberikan aura positif dengan kecantikan yang dipancarkan, tetapi juga kemandirian dan kemampuannya berbagi dengan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan tagline
Mazaya yaitu “Beauty, Charity, and Business Opportunity”. Dimana setiap pembelian produk Mazaya akan didonasikan Rp2.000 per produk untuk kaum dhuafa. Serta Mazaya juga dipersiapkan sebagai kosmetik yang bisa memberikan peluang bisnis bagi konsumennya, yakni dengan manjadi reseller.
Sertifikat halal dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sudah dimilki. Bahkan
Mazaya memiliki sertifikat internasional berupa Good Manufacturing
Practice (GMP) kosmetik dan 4 sertifikat ISO. Mazaya juga mengenalkan tiga brand ambassador yang merupakan selebriti serta hijabers ternama, di antaranya Zaskia Adya Mecca, Indah Nada Puspita, dan Sidah Mufidah.
86
2. Visi dan Misi PT Immortal Cosmedika Indonesia
Filosofi PT Immortal Cosmedika Indonesia terdiri dari empat unsur.
Tujuan yang hendak dicapai ialah terciptanya produk cosmetoceutical yang
bermutu melalui keseimbangan antara ilmu pengetahuan (science), alam
(nature), sentuhan seni (art), dan agama (religion).
VISI: Dalam lima tahun, PT Immortal Cosmedika Indonesia
merupakan salah satu perusahaan OEM, ODM, dan OBM terkemuka yang
senantiasa menerapkan konsep cosmetoceuticals dan research-based
cosmetics.
MISI: Tercapainya kualitas yang tinggi pada SDM, sistem
manajemen, dan produk melalui upaya penelitian dan pengembangan
inovatif.
MOTO: Fluctuat Nec Mergitur “ibarat kapal yang diterjang ombak
badai namun tidak karam”.
Kemudaaian implementasi dari visi dan misi PT Immortal Cosmedika
Indonesia selalu berpedoman pada prinsip-prisip berikut, yaitu:
Iman dan Takwa: Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha
Esa.
Integritas: Bersikap etis, bermoral tinggi, committed, berdedikasi
tinggi dan jujur.
Humanitas: Menjunjung tinggi martaat manusia, membina saling
pengertian dan keterbukaan dan menghargai keanekaragaman dalam
beragama, status sosial, budaya, suku kelompok, dan gender.
87
Kebersamaan: Membina kebersamaan dalam keterpaduan dan
kemitraan melalui pembinaan suasana gotong royong, saling
pengertian, keterbukaan dan saling menghargai dengan
mengutamakan pelayanan serta kepuasan pelanggan dan karyawan
(customer and employee satisfaction).
Mutu: Senantiasa berusaha meningkatkkan kualitas melalui kinerja
yang optimal serta proses kendali mutu tersistem dan terintegrasi
berdasarkan hasil evaluasi dan proses belajar yang terus menerus
dalam upaya mencapai hasil yang diharapkan.
Inovasi: Beriksap dan berprilaku kreatif dengan berani mengemukaan
gagasan dan konsep baru dalam upaya meningkatkan citra perusahaan.
Inovatif dalam penyempurnaan produk cosmetoceutical berkualitas
tinggi.
B. Pembahasan Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah konsumen wanita yang
menggunakan produk kosmetik Mazaya. Jumlah konsumen yang dipilih
sebagai responden sebanyak 100 orang dengan kuesioner yang disebar secara
langsung pada responden di wilayah JABODETABEK. Berdasarkan data dari
100 responden tersebut, didapati kondisi repsonden berdasarkan jenis kelamin,
usia dan tempat tinggal. Adapun karakteristik responden dapat dijabarkan
sebagai berikut:
88
1. Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4. 1 Jumlah Responden Berdasrkan Usia Usia Jumlah Persentase (%) < 15 Tahun 0 0% 15-21 Tahun 19 19% ˃ 21-35 Tahun 56 56% ˃35-56 Tahun 25 25% ˃ 56 Tahun 0 0% Total 100 100% Sumber: data primer yang telah diolah, 2019
Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa responden yang memilki usia
dibawah 15 tahun berjumlah 0 responden atau sebanyak 0%, jumlah
responden yang memiliki usia 15 sampai 21 tahun berjumlah 19 responden
atau sebanyak 19%, jumlah responden yang memiliki usia 21 sampai 35
tahun berjumlah 56 responden atau sebanyak 56%, jumlah responden yang
memiliki usia 35 sampai 56 tahun berjumlah 25 responden atau sebanyak
25%, dan jumlah responden yang memiliki usia lebih dari 56 tahun
berjumlah 0 responden atau sebanyak 0%.
2. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Tabel 4. 2 Jumlah Responden Berdasrkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase (%) SD 0 0% SMP 0 0% SMA/ Sederajat 21 21% D1-D3 33 33% D4-S1 45 45%
89
S2 1 1% S3 0 0% Total 100 100% Sumber: data primer yang telah diolah, 2019
Dari tabel 4.2 di atas terlihat bahwa responden yang berpendindikan
terakhir SD berjumlah 0 responden atau sebanyak 0%, jumlah responden
yang berpendidikan terakhir SMP berjumlah 0 responden atau sebanyak 0%,
jumlah responden yang berpendidikan terakhir SMA/ Sederajat berjumlah
21 responden atau sebanyak 21%, jumlah responden yang berpendidikan
terakhir D1-D3 berjumlah 33 responden atau sebanyak 33%, jumlah
responden yang berpendidikan terakhir D4-S1 berjumlah 45 responden atau
sebanyak 45%, jumlah responden yang berpendidikan terakhir S2 berjumlah
1 responden atau sebanyak 1%, dan jumlah responden yang berpendidikan
terakhir S3 berjumlah 0 responden atau sebanyak 0%.
3. Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4. 3 Jumlah Responden Berdasrkan Pekerjaan Pekerjaan Jumlah Persentase (%) Mahasiswa/ Pelajar 54 54% PNS 11 11% Karyawan Swasta 23 23% Wirausaha 7 7% Lainnya 5 5% Total 100 100% Sumber: data primer yang telah diolah, 2019
Dari tabel 4.3 di atas terlihat bahwa responden yang dengan pekerjaan
Mahasiswa/ Pelajar berjumlah 54 responden atau sebanyak 54%, jumlah
90
responden dengan pekerjaan PNS berjumlah 11 responden atau sebanyak
11%, jumlah responden dengan pekerjaan karyawan swasta berjumlah 23
responden atau sebanyak 23%, jumlah responden dengan pekerjaan
wirausaha berjumlah 7% responden atau sebanyak 7%, jumlah responden
dengan pekerjaan lainnya berjumlah 5 responden atau sebanyak 5%.
4. Responden Berdasarkan Pengeluaran perbulan
Tabel 4. 4 Jumlah Responden Berdasrkan Pengeluaran perbulan Pengeluaran/ bulan Jumlah Persentase (%)