KASSIAN CHEPHAS (1845-1912): Dari Kolektivitas Menuju Subjektivitas

Oleh: Farhan Adityasasmara Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni , Denpasar [email protected]

Abstract

In general, this paper aims at making inventory of the response to the modernity that swept our na- tion lately. Camera and photography were chosen because it is a physical product of modernity. While the first photographer Kassian Chephas was chosen because he lives in the two worlds, namely - nese and modernity. The conclusions generated in this study are (1) the world of photography shows the existence of psychological and historical gap between (art) photography and fine arts in Indonesia; (2) there is a change of orientation in view of self, namely: from the drowning silently in the flow of col- lectivity into an autonomous subject in the midst of modernity flow.

Keywords: Kassian Chephas, modernitas, kolektivitas, subjektivitas

Abstrak

Secara garis besar tulisan ini berusaha menginventarisasi respon terhadap modernitas yang me- - nitas. Sementara fotografer pertama Kassian Chephas dipilih karena ia hidup dalam dua dunia, yai- landatu kejawaan bangsa dan kita. kemodernan. Kamera dan Kesimpulanfotografi dipilih yang karena dihasilkan ia merupakan dalam studi satu ini produk adalah: fisik (1) daridalam moder dunia rupa di Indonesia; (2) terjadi perubahan orientasi dalam memandang diri, yaitu: dari diam-tengelam dalamfotografi arus menunjukkan kolektivitas adanyamenjadi kesenjangan subjek-otonom psikologis di tengah-tengah dan historis arus antara modernitas. (seni) fotografi dan seni

Kata kunci: Kassian Chephas, modernity, collectivity, subjectivity

I. PENDAHULUAN lakang, suatu dimensi, suatu makna, apalagi

kenyataan, bahkan kebenaran yang tertutup ba- mencerminkan sesuatu yang ada. Tak mungkin dalam fotografi hitam putih yang membuka segi adaFotografi sesuatu dalam tampak foto simpel, yang tidak sederhana. ada dalam la tidak dapat memperlihatkan lebih daripada apa yang difoto. Kelihatan datar dan dangkal. Lain yanggi mata kelihatan telanjang. dengan Tidak mata benar juga. bahwa fotografi daripada lukisan yang langsung menyatakan di- ri akan terdistorsi dan distorsi itu membuka bahwa dia frozen in time. Yang lebih mengher- Yang khas bagi fotografi adalah gerak hilang, datar dan dangkal bagi yang memang datar dan bergerak, gerakan bisa lebih mengesan daripa- dangkal.cakrawala Justru makna. dalam Akan kedataran tetapi, bisa fotografi (memang hanya daankan kalau lagi: objek dalam bergerak fotografi dipandang di mana tak langsung. ada yang tergantung dari sang fotografer) muncul dimen- si yang sama sekali tidak datar, suatu latar be- eksistensialis Perancis Paul Ricour yang berbi- Karenanya, seperti yang dikemukakan filsuf DHARMASMRTI 40 Vol. XVII Nomor 02 Oktober 2017 : 1 - 114 cara tentang karya-karya seni tekstual, yaitu du- istana . nia empiris yang menjadi referensi dan dunia Lebih menarik lagi: Pada kenyataannya, Kas- potensial atau dunia proyeksi yang menjadi sian, adalah orang Jawa pertama, dan oleh kare- makna. Bobot sebuah karya seni ditentukan na itu orang Indonesia pertama, yang menjadi oleh kekuatan dunia empiris yang dipilih seni- seorang fotografer profesional. Dengan begitu, man untuk membuka ruang pengembaraan ia bisa dipahami sebagai seorang ‘perintis’ mo- menuju pemaknaan. Kalau objek estetis yang di- dernitas. lukiskan adalah sebuah peristiwa masa lalu, ni- Pandangan tersebut ditarik, justru karena lai estetis karya itu terletak pada kesanggupan- kontradiktif dengan kehidupan Cephas sebagai nya untuk membawa orang pada satu masa de- orang Jawa yang unik. Cephas adalah satu dari pan melalui pergumulan dengan masa lalu sangat sedikit orang Jawa yang dibaptis sebagai tersebut. Karya seni seperti ini mengajak orang orang Kristen Protestan, bahkan kepada dirinya berpaling ke masa lalu agar bisa melangkah ke pun diberlakukan hukum Eropa. Jadi, Cephas masa depan. adalah seorang mediator antara dua kebuday- Gerak imaji seperti ini memang tidak mudah aan. Paham bahasa Belanda, menguasai foto- dilakukan dengan foto karena foto memotret sesuatu yang ada dan terjadi. Foto lebih gam- Eropa, serta berdiam di pemukiman orang kulit pang menyita perhatian pada objeknya sendiri putih,grafi yangpergaulan mampu relatif bersaing lebih luas dengan dan dinamis fotografer dan mempersempit ruang pengembaraan pen- dari orang Jawa semasa pada umumnya, sebet- ulnya menunjukkan betapa kehidupan Cephas foto lebih mudah tergoda untuk tenggelam penuh warna, dalam tarik menarik dua budaya. dalamcarian detailmakna sebuah di luar foto objek lalu fotografi. melupakan Penikmat pen- Karenanya, tulisan ini secara sederhana carian makna dan pesannya. Sebab itu, di samp- berkeinginan untuk menggambarkan situasi ing tata letak, tak jarang dibutuhkan pula esai - pembantu. Tegasnya: sebuah studi dalam dunia cara tematik bagaimana posisi Cephas di dalam- - nya.historis dunia seni fotografi dan meninjau se ak dijadikan objek material dalam sebuah studi fotografi layak untuk diajukan, produk foto lay terhadap bidang ilmu lain agar — seperti yang dekemukakandan karenanya Paul fotografi Ricour harus— mampu membuka membuka diri ruang pengembaraan dalam rangka pencarian makna. Karenanya, menarik untuk melakukan studi fotografiArtikel di sederhana Indonesia, ini terutama merupakan kajian upaya historis- pen- reflektif. - sia, terutama dikaitkan dengan modernitas yang melandaulis untuk bangsa melihat kita. sejarah Kamera fotografi adalah disalah Indone satu produk modernitas yang masuk melalui bangsa penjajah. Menarik untuk menelusuri bagaimana respon bangsa kita dalam merespon seni dua di-

Sebagaimana dikemukakan Gerrit Knap bah- mensi: fotografi. di Hindia Belanda, sekarang Indonesia, sebagian besarwa selama berada abad di tangankesembilan orang-orang belas seni Eropa. fotografi Se- cara bertahap, para anggota kelompok-kelom- pok kesukuan lain berpindah ke bidang itu. Sang perintis, sejauh kelompok-kelompok kesukuan asli diperhatikan adalah orang Jawa yang berna- ma Kassian Cephas (1845-1912), fotografer

KASSIAN CHEPHAS (1845-1912): Dari Kolektivitas Menuju Subjektivitas 41 Farhan Adityasasmara II. PEMBAHASAN menyebutkan baru tahun 1992, mengantisipasi 2.1. Fotografi dan Seni di Indonesia perkembanganBalik Dunia Fotografi dunia komersil, Kita’ (Kompas, jurnalistik, 5/7/2002) dan juga seni murni, IKJ dan ISI membuka jurusan dibandingkan seni lukis. Ketika para pelukis In- donesiaDi Indonesia aktif berjuang, fotografi mereka tumbuh sudah mencan berbeda- Galeri Jurnalistik Antara yang kehadirannya tumkan nama mereka di bidang kanvasnya, ber- berhasilfotografi. melahirkanHampir pada komunitas saat yang apresiasi besamaan foto lahir- beda dengan kakak beradik Mendur dan kawan- kawan yang tergabung dalam IPPHOS. Foto Pen- disusul galeri Komersil Cahya, yang mencoba gibaran Sang Saka Merah Putih 17 Agustus 1945 grafi yang cukup luas dan variatif. Kemudian- yang tercetak di jutaan buku sejarah, tidak juga nesia. Dalam kaitan ini kiranya perlu juga di- menjadikan mereka populer. Begitu juga saat catatmelahirkan usaha kritikus komunitas seni Jim pasar Supangkat fotografi di ditahun Indo para pelukis (dan pematung) di tahun 1956 1992 untuk memprakarsai sebuah pameran mendapatkan buku bergengsi pertamanya: semua bentuk representasi seni. Dalam pamer- Koleksi Lukisan Soekarno, para juru foto harus puas dengan kualitas cetak koran tahun 1950- an. Media cetak pada masa itu memang belum sejajar:an tersebut sebuah seni sikap grafis yang murni sangat maupun progresif. terapan, fotografiSatu kejadian sampai lukislain danyang patung cukup semua berarti berdiri bagi alat komunikasi estetis. Untuk tujuan ini mereka Bienale Seni memiliki ambisi menggunakan fotografi sebagai Rupa Kontemporer dalam kapasitasnya sebagai pelengkap berita. Lagifotografi atas (Indonesia)prakarsa Jim adalah Supangkat pada dihadirkan lebihKetika memilih S. Sudjojono sketsa. berteori Fotografi tentang masih bagaima dilihat- karya foto dari Yudhi ke-9 Soerjoatmodjo di Jakarta (1993/1994). dan Tata - Sosrowardoyo. dak pernah mempermasalahkan fungsinya. Se- mentarana seni lukis sekolah di Indonesia pendidikan sebaiknya, seni rupa fotografi tingkat ti kembali surut. Hingga walau perangkat apresia- akademi dan lanjut telah menghasilkan banyak si (informasi,Sayang pada wacana Bienale intelektual selanjutnya dan pasar) fotografi ma- sih juga belum cukup memadai. Periode refor- masi juga berperan besar dalam melahirkan ju- lulusan, apresiasi pada seni fotografi dilakukan- ru foto dengan kecenderungan jurnalistik este- sif,di klub-klubdan dengan khusus kecenderungan fotografi, dengan estetis prakarsa teknis tis seperti Kemal Jufri dan Iqbal, untuk menye- tinggi,salon fotografi khas tableau Indonesia. Klub tentu saja ekslu- but dua dari sekian banyak lainnya. Pada dunia nya dengan dunia seni murni, bahkan dengan seni murni, tidak banyak perupa yang menggu- foto jurnalistik. Namun, fotografi berbagai telah menjauhkan kompetisi yang mereka adakan bagaimanapun juga telah - perantaranakan fotografi (pantograph secara) menuju utuh sebagai karya mediaakhir lama beberapa dasawarsa. ekspresi.bergaya photorealism Biasanya fotografi atau digunakansuperrealism sebagai dari mengayomiPeriode akhirapresiasi 1970-an fotografi dan diawal Indonesia 1980-an se cat minyak atau akrilik di atas kanvas. Dalam periklanan dan majalah wanita. Para juru foto wacana intelektual (Firman Ichsan, 2002: 34). dianggapfotografi sebagai berkembang penerjemah marak kehendak dalam biro dunia pembahasan, Pokok penting fotografi lain yang masih menjadi cukup agenda jauh pa dari- iklan dan klien. Teknik dan kreativitas mereka da era ini adalah soal kredit juru foto pada sisi dengan dukungan mutu cetak yang semakin foto di media massa dan juga hak cipta serta hak canggih diarahkan untuk mempengaruhi (ma- pakai foto yang sering disalahartikan. Sedang- nipulasi) calon konsumen dan membentuk citra - wanita dan remaja Indonesia yang baru. Kecen- un sadar, masih dibebani masalah teknis dan es- derungan ini berlangsung cukup lama. Sejak Mei kan para pakar media khusus fotografi meskip 1998, foto-foto bergaya jurnalistik mendapat teknologi. Dari gambaran di atas dapat dikemu- kakantetis khassepintas industri bahwa fotografi: situasi di atas perkembangan menunjuk- estetis maupun sensasional selama beberapa kan adanya kesenjangan psikologis dan historis waktuperhatian. mendominasi Foto-foto pasaraksi dandan memenuhi konflik baik hala -yang - man-halaman media cetak. sia. Nama Cephas justru semakin lirih terdengar. Firman Ichsan dalam artikel ‘Satu Cermin antara (seni) fotografi dan seni rupa di Indone

DHARMASMRTI 42 Vol. XVII Nomor 02 Oktober 2017 : 1 - 114 2.2. Biografi Singkat Kassian Cephas Kassian Cephas dididik sebagai seorang foto- Pada sub-bab ini berisi ringkasan hidup grafer suatu ketika di antara tahun 1861 dan Cehpas yang diambil dari buku Gerrit Knaap, 1871. Ia barangkali ditunjuk sebagi pelukis dan ‘Cephas, Yogyakarta: Photography in the service fotografer istana oleh sudah sejak tahun of the Sultan’. 1871. Kassian, yang selanjutnya menggunakan na- Orang lain yang sangat penting bagi karir ma Cephas, dilahirkan pada tanggal 15 Januari Kassian hidup di Yogyakarta pada tahun 1869 1845 di Yogyakarta. Kartodrono ‘asli setempat’ adalah Isaac Groneman. Groneman, seorang sebagai ayahnya dan Minah ‘perempuan asli se- dokter, dilahirkan pada tahun 1832 di Zutphen tempat’ sebagai ibunya. Kassian dilahirkan dari Belanda, dan bekerja selama beberapa tahun di orang tua Jawa. Namun demikian, keturunan Bandung sebelum datang ke Yogyakarta. Pada 100% Jawa telah dipertanyakan, terutama oleh akhir tahun 1870an dan 1880an, Groneman beberapa keturunan Kassian sendiri. Kassian telah mengembangkan sebuah ketertarikan sendiri sendiri menyebut Kartodrono dan Mi- kuat pada sejarah dan budaya Jawa. Pada tahun nah sebagai orang tuanya. 1885, ia menjadi salah satu dari anggota pendiri Kata ‘kassian’ bisa dihubungkan dengan kasi- Vereeniging voor Oudheid-, Land-, Taal-, en han dalam bahasa Melayu, dan kata ‘cephas’ Volkenkunde de Jogjakarta, atau Union for Arche- adalah nama baptis dari bahasa yang digunakan ology, Geography, Language and Ethnography of Jesus Kristus sendiri, yaitu bahasa Aramaic, be- Yogyakarta. Kassian Cephas menjadi anggota rarti: “karang tak tergoyahkan”. Keduanya men- kesatuan ini, nama panjangnya biasa disingkat jurus pada pengecilan diri, pelenyapan diri ke sebagai Archeologische Vereeniging, dan sebagai dalam tiada. fotografer untuk usaha penelitian organisasi itu Pada tanggal 27 Desember 1860, pada usia maupun penelitian Groneman sendiri. lima belas, Kassian, setelah memeluk agama Kassian dan Dina dikaruniai dua anak. Anak Kristen, dibabtis di gereja di Purworejo di Bagel- pertama adalah perempuan, dilahirkan pada en, di luar kepangeranan Yogyakarta. Dari sejak tanggal 28 Juni 1866, diberi nama Naomi. Anak itu, Kassian menggunakan Cephas sebagai nama kedua diberi nama Jacob, dan berangkali dila- keluarganya. Tampak bahwa Kassian menggu- hirkan pada tahun 1868, namun sayangnya me- nakan masa kanak-kanak di rumah Mrs. Philips- ninggal pada tahun yang sama. Pada tanggal 15 Steven, barangkali sebagai seorang pelayan. Maret 1870 seorang anak laki-laki, Sem, telah Christina Petronella Steven dilahirkan pada dilahirkan dan pada tanggal 30 Januari 1872 bulan Januari 1825 di Yogyakarta. Pada bulan anak laki-laki lain, Fares. Yang paling muda dari Agustus 1844 ia menikahi Jan Carolus Philips, anak-anak itu yang berhasil mencapai masa de- adalah seorang mandor penanaman nila. Ia di- wasa adalah Jozef, yang dilahirkan pada tanggal tempatkan di Ambal, Bagelen. Setelah perkawi- 4 Juli 1881. nannya, Mrs. Philips-Steven berpindah bersama Keluarga Cephas tinggal di Yogyakarta di suaminya ke Bagelen. Kassian muda, apakah Lodji Ketjil Wetan, sekarang dikenal sebagai Ja- menyertai orang tuanya atau tidak, barangkali lan Mayor Suryotomo. Ketika koran pertama Yo- ikut berpindah setelah itu. Mrs. Philips-Steven gyakarta, Mataram, dicetak pada tahun 1877, tinggal di Bagelen sampai kematiannya pada bu- Cephas segera menempatkan iklan di terbitan lan Mei 1876. pertama itu, mengumumkan bahwa studio itu Kassian Cephas kembali ke Yogyakarta pada buka untuk umum dari pukul 7.30 sampai 11.00 awal tahun 1860an. Ia mengawini perempuan di pagi hari. Iklan itu diulang selama beberapa Jawa Kristen, Dina Rakijah, di gereja di Yogya- bulan. Pada bulan Juni 1877, studio itu tutup se- karta pada tanggal 22 Januari 1866. Kassian Ce- jenak, karena hujan deras, membanjiri wilayah phas mempelajari profesinya dari fotografer se- Lodji Ketjil Wetan, dan telah menyebabkan keru- lama tahun 1860an. Kassian adalah seorang ma- sakan cukup luas pada bangunan itu. Setelah itu, gang dari , yang bekerja Cephas tidak lagi memasang iklan secara berka- secara tidak tetap di Jawa Tengah dari sekitar ta- hun 1863 sampai sekitar tahun 1875, terutama jelas tidak lagi penting. Namun demikian, untuk tujuan membuat foto-foto peninggalan kadang-kadangla untuk bisnis fotografinyaia menempatkan di koran. iklan Iklan untuk itu antik Jawa-Hindu. Fakta menunjukkan bahwa produk-produk seperti rokok, pelana kuda, cer-

KASSIAN CHEPHAS (1845-1912): Dari Kolektivitas Menuju Subjektivitas 43 Farhan Adityasasmara min dan pakaian. Sebagaimana kita ketahui, masa itu, pencapa- Studio Cephas di Lodji Ketjil Wetan pasti ian kualitas dalam kebudayaan istana merupak- telah menjadi babak dari banyak potret foto- an suatu kompensasi atas ketertindasan politik, - ketika para penguasa Jawa kehilangan dominasi ah banyak potret anggota Keluarga Mataram, politiknya oleh desakan Kompeni, sehingga ker- termasukgrafi pribadi Sultan, dan juga keluarga. diambil Sulit di studio dikatakan itu atau apak ajaan terbelah empat tanpa pengaruh yang cuk- tidak. Mereka telah diambil di tempat-tempat up kuat untuk memerdekakan diri. Pada saat itu khusus dalam Kraton. Di samping potret-potret, kebudayaan istana mencapai suatu kecanggihan Cephas juga menghasilkan banyak gambar ban- artistik maupun spiritual yang penuh pesona, gunan, jalan dan monumen-monumen kuno, dengan suatu orientasi pada masa lalu, yang ru- baik di alam kota maupun di tempat-tempat panya juga menggetarkan Cephas. Hal ini meru- yang jauh dari kota. pakan antusiasme yang tertuju dengan baik. Posisi Cephas dipertegas oleh fotografer Yu- 2.3. Dari Kolektivitas ke Subjektivitas dhi Soerjoatmodjo (dalam Seno Gumira Ajidar- Kassian Cephas adalah fotografer Jawa perta- ma, 2016: 119-128). Menurutnya, “fotografer ma. Ini berarti ia tumbuh dalam suatu tradisi pribumi ini, di sisi lain lebih merupakan kekua- tan diam di balik pemandangan, seorang Jawa yang mengabdikan diri untuk dokumentasi. Pa- yang meniadakan dirinya sendiri”. Cephas juga dafotografi dasarnya Eropa foto-foto di tanah Cephas jajahan, dikerjakan yakni dengan fotografi disebut memotret “dengan kejernihan yang semangat dokumentasi, yang menuntut memuaskan bahkan mata abad dua puluh yang penampilan objek sejelas-jelasnya sebagaimana manja” Secara keseluruhan Soerjoatmodjo me- adanya mereka. nyimpulkan: “Citra- citranya merupakan contoh Seno Gumira Ajidarma (2016: 119-128) me- dokumentasi yang sebenarnya:” nyebutkan, fotografer Belanda di Hindia Belan- Ambiguitas kehidupan Cephas tidak pernah da, sesuai dengan kepentingan kolonialisme un- jelas kelihatan dalam foto-fotonya. Karenanya, tuk memahami koloninya, bekerja untuk Soerjoatmodjo (dalam Seno Gumira Ajidarma, mendapatkan gambaran setepat-tepatnya men- 2016: 119-128) juga mengingatkan, pujian mau- genai masyarakat tanah jajahan. Dalam tugas pun kecaman kepada sifat dokumentasi foto-fo- semacam itulah Cephas direkrut, sebagai foto- to Cephas, harus disampaikan pula kepada grafer bayaran yang kemudian juga diangkat se- bagai pegawai Lembaga Bahasa dan Antropologi telah disebutkan, yakni dalam penggunaan Kerajaan Belanda. Pengertian pegawai di sini sistematiktradisi fotografi pertama Hindia dari medium Belanda tersebut abad yangXIX yang tentu adalah sebagai fotografer, atau tepatnya dokumentalis gambar. Sehingga bisa diterima memperlihatkan objek dengan jelas dan formal. pada tahun 1901, pekerjaan Cephas sudah diko- merupakan fotografi bergaya langsung, yaitu:- gan dan kolonialisme. Terdapat suatu keterba- kerajinan mekanis biasa’ Dengan kata lain, tidak tasanInilah teknikfotografi dan yang estetik diabdikan dari masa pada itu. perdagan adamentari subjektivitas sebagai, ‘mereduksidalam karya-karya fotografi Cephas. kepada Dalam pengamanat foto-foto Cephas, Soer- Dalam catatan semacam ini tentu terandaikan joatmodjo akhirnya melihat suatu karakter bahwa Cephas tidak menganggap ekspresi diri dalam foto-foto Cephas. la berpendapat, Cephas sebagai fotografer adalah penting. adalah fotografer yang menempatkan diri seb- Foto-foto Cephas adalah foto potret para ang- agai seorang penonton. Menurut Soerjoatmodjo, gota keluarga Keraton Yogyakarta semasa dunia di sekitar Cephas ibarat sebuah panggung. Hamengkubuwana VII; foto upacara-upacara Sebuah dunia dengan kebudayaan yang penuh Keraton; foto tarian-tarian Keraton; berbagai lo- dengan upacara. Foto-foto Cephas tentang upa- kasi dalam Keraton; berbagai jalan di Yogyakar- cara-upacara itu, yang pada dirinya sendiri su- ta; foto-foto dokumentasi Candi , dah indah, seperti tari Serimpi dan semacam-

Prambanan, Sewu, Kalasan, sampai ke -re- nya, memang membangkitkan campuran antara liefnya; foto berbagai lokasi di pantai Selatan, kekaguman, penghormatan, dan pesona-tetapi seperti Parangtritis, Rongkop, Mancingan, dan ini bukan ekpresi artistik seorang kreator: foto- Gua Langse; serta berbagai gedung dalam kota foto ini ibarat teater yang dilihat oleh seseorang Yogyakarta. yang terpesona oleh suatu atraksi.

DHARMASMRTI 44 Vol. XVII Nomor 02 Oktober 2017 : 1 - 114 Menurut Seno Gumira Ajidarma (2016: 119- pan perempuan aristokrat membawa perangkat 128), apa yang penting bagi Cephas atau mereka upacara kepada Sultan, tidaklah terletak dalam yang mengorder foto-fotonya, bukanlah citra karakter individual mereka sendiri, melainkan yang mengekspresikan individualitas, melaink- apa yang mengelilingi karakter-karakter terse- an citra yang merepresentasikan suatu marta- but, mulai dari busana, perhiasan, ronce di bat. Hal ini, memang, berlawanan dengan tum- konde, motif batik, upacara itu sendiri yang han- buhnya konsep semasa dari para fotografer yang ya bisa dibawakan oleh golongan ningrat, bah- bekerja dengan latar sosial dan kultural yang sa- kan posisi tangan dan kaki semua ini menghad- ma sekali berbeda di Eropa. Keanggunan penari irkan kembali tradisi dan identitas Keraton Yog- Serimpi, penampilan adu jago, dan potret dela- yakarta.

Sultan Hamengkubuwono VII dengan pakaian kebesaran, 1890

Tari Bedaya, 1884

KASSIAN CHEPHAS (1845-1912): Dari Kolektivitas Menuju Subjektivitas 45 Farhan Adityasasmara Borobudur, 1890

Cephas menengelamkan diri pada arus deras tengelam dalam kolektivitas — sungguh-sung- kolektivitas kebudayaan Jawa. Ia, selaku pribadi guh suatu sisi lain dalam dunia sang fotografer atau satu subjektivitas tengelam dalam diam pa- (Seno Gumira Ajidarma, 2016: 119-128). Sub- da satu pentas kebudayaan yang sedang dijajah jektivitas Chepas muncul dengan ekspresi yang oleh Hindia Belanda. Namun hal yang demikian misterius. tak bertahan sepanjang hayatnya. Artinya, — se- Demikianlah, saat Cephas menempatkan diri bagaimana pengamatan Soerjoatmodjo dalam dalam posisi fotografer, ia menemukan diri foto-foto Cephas tentang candi sangat menarik. dalam ruang gelap yang memandang kejadian- Menurutnya, di antara keheningan monumen- kejadian di pentas, saat dirinya tidak ikut me- monumen Hindu-Jawa, Cephas bahkan bisa nentukan jalannya cerita. Dalam penatapan itu- menusukkan suatu keriangan ke dalam foto-foto lah sebuah retakan terjadi, ketika Cephas tiba- dengan memasukkan diri sendiri dalam bebera- tiba memunculkan diri (baca: subjektivitas) di pa citranya, yang mungkin diambil oleh anaknya, pentas. Fotografer Jawa ini telah menyeberangi Sem. Itulah yang terlihat dalam foto Candi Boro- garis imajiner yang memisahkan dunia pang- budur dan Mendut. Chepas yang pemalu dan gung dan dunia nyata, dengan menghadirkan meniadakan diri tiba-tiba berada di panggung, dirinya di sana. tetapi dengan suatu peran terkecil, meskipun Menurut Soerjoatmodjo, kombinasi kerja Ce- menyenangkan, karakter kehadirannya diwajib- phas ini dikarenakan tugas-tugas yang ter- kan hanya demi puncak-puncak keagungan pe- hubungkan oleh status sosialnya dalam ma- meran utama (Seno Gumira Ajidarma, 2016: syarakat terbelah saat itu. Dalam kariernya Ce- 119-128). Dalam foto-foto pantai Selatan, Cephas juga dari foto studio, foto dokumentasi, untuk pesan- membuat perkecualian ketika di antara penam- anphas kegiatan menempuh ilmu kerjapengetahuan fotografi maupunyang beragam, arsip pakan pantai dan laut yang mistis bagi orang Ja- istana. Soerjoatmodjo merumuskan Cephas seb- wa itu, Cephas tampil santai dengan senyuman agai pengamat yang serius dan penuh dedikasi yang sangat jarang. Foto para pencari sarang bu- (Seno Gumira Ajidarma, 2016: 119-128). rung di Rongkop, bukan hanya istimewa karena posisi vertikalnya, tetapi juga karena merupak- an suatu jepretan action-picture. Sementara itu, III. PENUTUP di antara foto-foto komersial, dijual sebagai sou- venir, Cephas membuat foto studio gadis Jawa Beberapa kesimpulan bisa diambil pada ba- yang sangat eksotik. Berbagai perkecualian ini gian ini, diantaranya: sangatlah berbeda dengan foto-foto Cephas pa- 1. Kassian Cephas adalah seorang mediator da umumnya, diam dan melenyapkan diri — antara dua kebudayaan. Chepas paham

DHARMASMRTI 46 Vol. XVII Nomor 02 Oktober 2017 : 1 - 114 Kassian Cephas (duduk ketiga dari kanan) di Mancingan Parangtritis bersama Asisten Residen TJ Halberstma di sebelah kirinya

panggung. Sebuah dunia dengan kebu- yang mampu bersaing dengan fotografer dayaan yang penuh dengan upacara. Fo- Eropa,bahasa serta Belanda, berdiam menguasai di pemukiman fotografi to-foto Cephas ibarat teater yang dilihat orang kulit putih, pergaulan relatif lebih oleh seseorang yang terpesona oleh luas dan dinamis dari orang Jawa semasa suatu atraksi. pada umumnya, sebetulnya menunjuk- 3. Berkaitan dengan modernitas, terjadi pe- kan betapa kehidupan Cephas penuh rubahan orientasi dalam memandang di- warna, dalam tarik menarik dua budaya. ri, yaitu: dari diri-diam-tengelam dalam 2. Cephas adalah fotografer yang menem- arus kolektivitas menjadi subjek-otonom patkan diri sebagai seorang penonton. di tengah-tengah arus modernitas. Dunia di sekitar Cephas ibarat sebuah

DAFTAR PUSTAKA

Gerrit Knaap, Cephas, Yogyakarta: Photography in the service of the Sultan’ Firman Ichsan, 2002, Satu Cermin Balik Dunia Fotografi Kita, Kompas, Jakarta Galang Pres, Yogyakarta Seno Gumira Ajidarma, 2016, Kisah Mata: Fotografi antara Dua Subjek: Perbincangan tentang Ada,

KASSIAN CHEPHAS (1845-1912): Dari Kolektivitas Menuju Subjektivitas 47 Farhan Adityasasmara