PEREMPUAN MELAWAN ISU PEREMPUAN (STUDI ANALISIS WACANA SARA MILLS FILM PERTARUHAN AT STAKE 2008)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Romaida Uswatun Hasanah

NIM: 1113051000024

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Nama : Romaida Uswatun Hasanah NIM : 1113051000024 ABSTRAK

Perempuan Melawan Isu Perempuan (Studi Analisis Wacana Sara Mills Film Pertaruhan At Stake 2008) Pertaruhan merupakan film dokumenter produksi Kalyana Shira Films yang didapat dari proposal peserta Workshop Project Change! bersama DKJ, Body Shop dan Kalyana Shira Foundation. Film ini bercerita tentang kehidupan isu perempuan yang jarang diperbincangkan bahkan dihindari. Pertaruhan at Stake mengangkat empat isu dengan empat kisah dan sub judul yag berbeda. Para perempuan dalam film dokumenter mencoba melakukan perlawanan terhadap isu-isu yang dianggap mendiskriminasi perempuan dengan mengumpulkan bukti untuk mematahkan isu-isu tersebut. Berdasarkan analisis wacana Sara Mills dalam film Pertaruhan at Stake, rumusan masalah skripsi ini adalah bagaimana perempuan melawan isu tabu perempuan menggunakan konsep legitimate (Posisi Subjek-Objek ) dan illegitimate (Posisi Penonton). Peneliti menggunakan teori feminsime sebagai landasan dari analisis wacana Sara Mills yang menitikberatkan pada perempuan. Isu-isu perempuan seperti mencintai sesama jenis, khitan perempuan, hak mendapat kesehatan reproduksi dan kehidupan PSK menjadi sajian utama dalam film ini. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perlawanan yang dilakukan tokoh-tokoh perempuan dalam film ini tergolong aliran feminis liberal dan radikal sesuai kajian feminisme barat juga feminis liberal dilihat dari kajian feminsime dalam pandangan Islam. Peneliti melihat dalam film ini para perempuan merasa gerah karena ruang geraknya dikontrol oleh banyak sisi seperti patriarki, budaya timur dan agama. film ini menggambarkan peliknya menjadi seorang perempuan dengan segala larangan juga tudingan dari masyarakat terhadap mereka. Dalam film ini ditunjukkan bagaimana para perempuan melakukan perlawanan terhadap tiga yakni patriarki, agama dan budaya timur karena dianggap sudah terlalu jauh mengontrol otoritas tubuh perempuan hingga ke privat domestik. Kemudian, menunjukan bagaimana perempuan memperjuangkan haknya dengan berusaha mencari bukti nyata untuk mematahkan perspektif masyarakat melalui potongan adegan dan dialog dalam film Pertaruhat at Stake: Kata kunci: Subjek, Objek, Sara Mills, Isu Perempuan, Feminisme, Pertaruhan at Stake 2008

ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. shalawat serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umat beliau yang senantiasa mengamalkan sunnah dan ajarannya.

Alhamdulillah peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perempuan

Melawan Isu Perempuan (Studi Analisis Wacana Sara Mills film Pertaruhan At

Stake 2008)”. Skripsi ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Skripsi ini dibuat tidak dengan hasil tangan sendiri, tetapi berkat bantuan, motivasi dan kesabaran dari berbagai pihak selama proses bimbingan skripsi berlangsung. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya, Bapak Mustopa dana Mamah Nurhaidah yang telah

memberikan dukungan baik secara moril maupun materil, pengorbanan

serta doa yang tak kunjung henti.

2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam

Negeri (UIN) Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.Ag, Wadek I Bid.

Akademik Suparto, M.Ed, Wadek II Bid. Adkum, Dr.Roudhonah, M.Ag,

Wadek III Kemahaiswaan, Dr. Suhaimi M.Si, beserta jajarannya.

iii

3. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, M. Kholis Ridho, M.Si dan Sekretaris

Konsentrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A.

4. Dosen Pembimbing Skripsi, Siti Nurbaya, M.Si yang telah meluangkan

waktunya dan memberikan pemahaman lebih dalam mengenai tema,

konsep dan alur penelitian serta kritik dan saran sehingga saya mampu

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi atas ilmu yang diberikan kepada peneliti.

6. Pihak Kalyana Shira film dan Sutradara film Pertaruhan at Stake terutama

mas Lucky Kuwandi dan mbak Ani ema Susanti.

7. Tim diskusi penelitian, Mbak Lailatul Fitriyah, Calon Phd Universitas

Notre Dame US, Mas Dziya, mahasiswa S2 politik UIN Jakarta. Terima

kasih untuk arahan dan masukannya selama pengerjaan skripsi ini.

8. Tim Pendamping Skripsi. Aminatuz Zuhriyah S.Sos, Sri Muyawati S.Sos,

Sarah hajar Mahmudah S.Sos, Irma Shofia, dan Ari Anggelia. Terimakasih

sudah mengizinkan untuk menggunakan tempat dan fasilitas di kosan

PeKaI juga dukungan untuk segera lulus.

9. Teman-Teman Jurnalistik Angkatan 2013, Khususnya Jurnalistik A.

Terima kasih telah memberikan cerita suka duka selama kuliah.

iv

10. Kawan-Kawan Organisasi, RDK FM, MENWA dan HMK Jurnalistik

yang pernah memberikan pengalaman dan kesempatan peneliti belajar dan

berproses.

11. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebut satu persatu

Akhirnya dengan mengucapkan alhamdulillah, peneliti dapat menyelesaikan studi S1 dengan cukup memuaskan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai bahan referensi untuk para akademisi.

Ciputat, 21 September 2018

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...... i

ABSTRAK ...... ii

KATA PENGANTAR ...... iii

DAFTAR ISI ...... vi

DAFTAR SKEMA DAN TABEL ...... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...... 1

B. Perumusan Masalah ...... 8

C. Tujuan Penelitian ...... 6

D. Manfaat Penelitian ...... 9

1. Manfaat Akademis ...... 9

2. Manfaat Praktis ...... 10

E. Metodelogi Penelitian ...... 10

1. Paradigma Penelitian ...... 10

2. Metode Penelitian...... 11

3. Objek Penelitian dan Unit Analisis ...... 12

4. Teknik Pengumpulan Data ...... 13

5. Teknik Analisis Data ...... 14

F. Tinjauan Kepustakaan ...... 16

G. Sistematika Penulisan...... 18

vi BAB II LANDASAN TEORI

A. Masuknya Feminisme di ...... 20

B. Feminisme dalam pandangan Barat ...... 26

C. Feminisme dalam pandangan Islam ...... 37

D. Analisis Wacana Sara Mills ...... 45

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Film Dokumenter ...... 50

B. Gambaran Umum Film Pertaruhan ...... 55

C. Catatan Produksi ...... 64

1. Tim Produksi ...... 64

2. Profil Produser dan Sutradara ...... 67

3. Kalyana Shira Films ...... 76

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Temuan Data ...... 79

1. Posisi Subjek ...... 80

2. Posisi Objek ...... 99

3. Posisi Penonton ...... 105

B. Analisis Temuan...... 107

1. Mengusahakan Cinta ...... 111

2. Untuk Apa? ...... 115

3. Nona atau Nyonya ...... 118

4. Ragat’e Anak ...... 121

vii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...... `127

B. Saran ...... 131

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii Daftar Skema

Skema 1.1 Hubungan Aliran Feminis Muslim dalam pemikiran Fiqh perempuan di Indonesia Skema 1.2 Varian Aliran Feminis Muslim dalam Pemikiran Fiqh Perempuan di Indonesia Skema 1.3 Analisis Wacana Sara Mills

Daftar Tabel Tabel 1.1 Tim Produksi Film Tabel 1. 2 Data Teknis Film Tabel 1.1 Jumlah Kasus Kekekrasan terhadap perempuan Menurut Wilayah

Daftar Gambar

Gambar 1.1 .Subjek kisah Mengusahakan Cinta, Wati dan Riyan Gambar 1.2 Subjek kisah Untuk Apa?, para penolak Khitan Gambar 1.3 Subjek kisah Nona atua Nyonya, Kelly dan Relawan Pap Smear Gambar 1.4 Subjek kisah Ragat’e Anak, Mira dan Nur Gambar 1.5 Arak-arakan Khitan perempuan di Jawa Barat

ix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan tentang perempuan selalu menarik untuk diperbincangkan. Tahun 2008 adalah tahun dimana isue tentang perempuan sedang hangat dibicarakan. Perjuangan perempuan melawan keterkaitan pada hubungan kekuasaan yang menempatkannya pada kedudukan yang lebih rendah dibanding laki-laki. Dapat ditinjau bahwa pada dasarnya perempuan

Indonesia memiliki kesulitan dan pengalaman getir yang sama seperti masyarakat di negara terbelakang yang mempertahankan patriarki atau struktur sosial yang menempatkan kekuasaan terpusat di tangan laki-laki juga bergantung dengan sistem budaya, ekonomi sosial dan politik setempat.1

1http://nasional.kompas.com/read/2017/03/09/08481931/kaum.perem puan.di.antara.budaya.patriarki.dan.diskriminasi.regulasi diakses pada 9 Januari 2018 pukul 19.04

1

2

Hampir semua pembahasan perempuan hanya mengulas soal

hubungan mereka dengan laki-laki dalam kerangka kriteria riil, kriteria ideal atau kriteria nilai. Tidak ada yang bertanya bagaimana perempuan untuk perempuan itu sendiri. 2

Pengalaman memperlihatkan bahwa banyak persoalan yang muncul berkaitan dengan masalah perempuan, bukan hanya karena kekerasan dari negara, tetapi juga karena masyarakat luas yang belum mengetahui hak-haknya.3

Bila melihat karya sastra Indonesia, posisi perempuan sering muncul sebagai simbol kehalusan, lamban bahkan kadang berhenti. Perempuan begitu dekat dengan idiom-idiom keterpurukan, ketertindasan, konsep yang terlanjur diterima dalam kultur masyarakat kita bahwa mereka adalah objek dan subjek bagi kaum laki-laki. 4

Namun, berbeda halnya dengan film dokumenter produksi

Kalyana Shira Films berjudul Pertaruhan. Film dokumenter

2Shulamit Reinharz, Metode-Metode Feminis dalam Penelitian Sosial, (Women Research Institute. 1992) hal 67

3Zumrotin K. Susilo, Perempuan Bergerak, (Sulawesi Selatan: Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan. 2000) hal 3

3

“Pertaruhan” ini pernah diputar pada Festival Film Asia Pasifik

dan sering diputar pada acara seminar lembaga-lembaga perempuan, pendidikan sekolah maupun perguruan tinggi. Film ini adalah sebuah dokumenter karya bersama hasil workshop

Project Change 2008. Project Change adalah program kerjasama

Kalyana Shira Foundation, Dewan Kesenian Jakarta, dan The

Body Shop. Sutradara terpilih dari program ini difasilitasi untuk merealisasikan film mereka lewat bendera Kalyana Shira Films.

Film berdurasi 1 jam 40 menit ini terdiri dari empat cerita pendek yang menceritakan tentang kontroversi seputar tubuh wanita di Indonesia. Cerita pertama berjudul Mengusahakan

Cinta, cerita ke dua berjudul Untuk Apa?, cerita ke tiga berjudul

Nona atau Nyonya, dan cerita terakhir berjudul Ragat‟e Anak.5

Setiap Cerita digarap oleh satu orang sutradara. Para sutradara dalam film ini adalah Ucu Agustin yang menggarap film Ragat'e

Anak, Lucky Kuswandi dalam film Nona Nyonya?, Iwan

5http://www.csinema.com/3-jenis-film/, diakses pada 12 Januari 2018 pukul 17.08

4

Setyawan dan M Ichsan menggarap film Untuk Apa?, dan Ami

Ema Susanti yang menggarap film Mengusahakan Cinta.

Lima sutradara yang terpilih ini, lewat tema-tema soal mitos keperawanan, sunat perempuan, pekerja seks komersial dan diskriminasi dalam hak kesehatan reproduksi perempuan tidak menikah, dengan jeli membedah wacana soal tubuh perempuan dan diskriminasi terhadap perempuan lewat pendekatan dokumenter yang bercerita.6

Pada film ini, tokoh perempuan menampilkan karakter- karakter yang berbeda dan semuanya memiliki kekuatan masing- masing. Dalam cerita pertama digambarkan dua orang perempuan yang tinggal di Hongkong sebagai TKW. Kedua perempuan yang menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Dua TKW yang menjadi imigran dengan latarbelakang yang berbeda. Satu dari mereka adalah muslimah yang menjaga keutuhannya sebagai wanita atau keperawannya untuk calon suaminya yang tinggal di

6http://www.republika.co.id/berita/senggang/film- musik/08/12/10/19417-isu-perempuan-dalam- film-pertaruhan, diakses pada 12 Januari 2018 pukul 21.09

5

Indonesia sementara yang lainnya adalah wanita yang pernah

menikah dan memiliki anak namun hidup sebagai homoseksual

(lesbian). Cerita ini dibahas panjang dalam cerita „Mengusahakan

Cinta‟.

Kemudian cerita kedua membahas panjang lebar mengenai pro kontra sunat bagi perempuan yang diambil dari dua perspektif yakni islam dan sains. Bagaimana sebagian perempuan menjelasakan bahwa mereka tertekan akan adanya sunat bagi perempuan. Hingga menjawab pertanyaan untuk siapa sebetulnya perempuan sunat untuk perempuan. Semua dibahas dalam cerita

„Untuk Apa?‟.

Sementara itu, cerita ketiga menyuarakan tentang hak perempuan dalam memeriksakan kesehatan reproduksi dalam

Cerita „Nona atau Nyonya?. Sebelum menikah, biasanya perempuan dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan reproduksinya. Dan biasanya sebelum periksa, pasien medis di beberapa rumah sakit meminta perempuan tersebut untuk izin terlebih dahulu kepada calon suami atau suami. Maka jika perempuan lajang yang belum memiliki suami atau calon suami

6

sering kali mendapat diskriminasi dari pihak rumah sakit. Tak

jarang pelaku medis memperlakukan pasien perempuan dengan tidak baik. Cerita ini berusaha membuktikan diskriminasi yang terjadi dan memaparkan tanggapan mereka.

Lalu, cerita terakhir berkisah tentang perempuan yang menjadi pemecah batu dan PSK yang memiliki banyak anak dan harus menjadi tulang punggung keluarga. Perempuan-perempuan yang menjual harga dirinya dengan harga sepuluh ribu.

Perempuan yang harus berusaha membuat anaknya tetap sekolah dengan menjual tubuhnya. Keputusan yang harus dipilih agar bisa tetap hidup. Semua diulas dalam cerita „Ragate Anak‟.

Empat cerita yang tergabung dalam satu film ini amat menjelaskan perihal pro kontra tubuh perempuan. Konflik yang dialami perempuan yang masuk dalam kategori kelompok tertindas akibat masalah ekonomi, sosial, budaya yang berlaku, menjadi halangan bagi perempuan dalam memperoleh hak- haknya.

7

Film pertaruhan mengangkat tema tentang hak-hak

perempuan atas tubuhnya sendiri. Dalam film ini digambarkan perempuan yang merasa gerah akan lingkungan, suami, dan orang tua yang seolah berhak atas tubuhnya. Perempuan seakan digunakan sebagai objek untuk penyampaian pesan yang malah merugikan perempuan, karena perempuan dalam film ini menjadi pihak yang memperoleh pendiskriminasian terhadap tubuhnya dan perempuan harus mempertaruhkan tubuhnya.7 Hal ini yang menjadi dasar munculnya pertentangan terhadap budaya patriarki di Indonesia yang menimbulkan ketidakadilan pada kaum perempuan.

Pemeran-pemeran perempuan dalam film ini mengemukakan bahwa perempuan seringkali menjadi korban dari konflik yang disebabkan oleh latennya budaya patriarki, budaya timur, dan agama. Dimana dalam film ini mereka melakukan perlawanan akan faktor tersebut. Dalam cerita ini pula direpresentasikan tokoh perempuan sebagai pengambil keputusan untuk melakukan

7 http://www.republika.co.id/berita/shortlink/19417, diakses pada 12 Januari 20018 pukul 22.18

8

pergerakan atas apa yang menindasnya. Digambarkan bahwa

perempuan harus melakukan pergerakan dan menyuarakan nasibnya atas keadilan dari praktek sosial.

Alasan dipilihnya film pertaruhan sebagai objek penelitian karena film dokumenter ini mengungkap isu perempuan yang masih sering dianggap tabu dalam masyarakat. Film ini sudah mendapatkan berbagai penghargaan baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Film ini juga pernah diputar dalam ajang festival film di German.

Berdasar dari latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik mengkajinya dalam bentuk skripsi dengan judul. “Perempuan

Melawan Isu Perempuan (Studi Analisis Wacana Sara Mills film

Pertaruhan At Stake 2008)”.

B. Perumusan Masalah

Untuk mengetahui permasalahan yang akan diteliti, maka peneliti akan merumuskan masalah yakni bagaimana perempuan melawan isu tabu perempuan menggunakan konsep legitimate

9

(Posisi Subjek-Objek) dan illegitimate (Posisi Penonton)

berdasarkan analisis wacana dalam film Pertaruhan at Stake?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana film dokumenter Pertaruhan (At Stake):

1. Untuk mengetahui perlawanan perempuan ditinjau dari

segi legitimate (Posisi Subjek-Objek ) dan illegitimate

(Posisi Penonton) berdasarkan analisis wacana dalam film

Pertaruhan at Stake

2. Mengungkap alasan mengapa perempuan melawan isu-isu

tabu dalam film Pertaruhan At Stake.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang komunikasi khususnya mengenai analisis wacana Sara

Mills dengan konsep legitimate (Posisi Subjek-Objek ) dan illegitimate (Posisi Penonton) dalam film dokumenter.

10

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para pembaca dalam memperluas perspektif mengenai perempuan.

Selain itu, diharapkan dapat menambah referensi mengenai pembedahan film dokumenter menggunakan teori analisis wacana

Sara Mills.

E. Metodelogi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma dalam sebuah penelitian menentukan bagaimana peneliti memandang sebuah realitas, tolak ukur kepekaan dan daya analisis. Paradigma merupakan orientasi dasar untuk teori dan riset. Penelitian ini akan menggunakan paradigma kritis.

Penelitian ini menggunakan paradigma kritis sebagai pola dan landasan dalam melakukan penelitian.

Paradigma kritis digunakan untuk mengungkap ideologi atau makna-makan yang tersirat dari sebuah wacana. Analisis wacana dengan pendekatan perspektif Sara Mills lebih menekankan bagaimana perempuan diceritakan dalam teks. Titik perhatiannya menunjukan bagaimana teks yang menyudutkan

11

perempuan dibongkar dengan menganalisa posisi subjek-objek

cerita juga posisi pembaca dalam cerita

2. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan unuk melihat kondisi alami sebuah fenomena. Metode penelitian kualitatif tidak memakai inferensi statistik untuk melakukan penarikan kesimpulan. Metode ini berupaya menjelaskan masalah berdasarkan data-data secara kualitatif, disesuaikan dengan tujuan dan perumusan masalah penelitian.8

Jenis penelitian yang dipakai oleh peneliti adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara fenomena yang diuji.9 Hal ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial

8 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2002)

12

dengan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan

dengan masalah.

Dalam kategori pertama, film akan dibongkar berdasarkan judul film, pemahaman isi, audio dan visualisasi pesan setelah fokus pada kandungan unsur negativitas sosial seperti karakter yang ditampilkan dalam film. Dalam hal ini, peneliti akan mendeskripsikan isu-isu tabu perempuan dalam film Pertaruhan

(At Stake) berdasarkan faktor yang memicunya. Kemudian setelah itu akan dibangun menggunakan konsep feminisme dalam pandangan barat dan Islam.

3. Objek Penelitian dan Unit Analisis

Objek penelitian ini adalah film Pertaruhan (At Stake)

2008. Sedangkan unit analisis penelitiannya adalah potongan- potongan gambar atau visual juga naskah pada film yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.

13

4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni observasi, wawancara, dan dokumentasi.10

a. Observasi

Observasi adalah dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian. Observasi ini salah satu dari teknik pengumpulan data yang direncanakan dan dicatat secara sistematis sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini yakni menonton dan mengamati dengan teliti setiap adegan yang akan diambil dan dialog dalam film Pertaruhan. Kemudian menganalisanya sesuai model penelitian yang digunakan.

b. Wawancara

Wawancara (interview), yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara

(pengumpul data) kepada narasumber atau pihak yang dibutuhkan

10 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LkiS. 2008), h. 96

14

dalam mengisi penelitian dengan cara dicatat atau direkam

dengan alat perekam. Wawancara termasuk dalam data primer dalam penelitian yang berguna untuk mengkonfirmasi dan mencari informasi terkait film. Dalam hal ini pewawancara sudah melakukan komunikasi melalui e-mail bersama 2 sutradara yang terlibat dalam film ini, yakni Ani Ema Susanti dan Lucky

Kuswandi.

c. Dokumentasi

Dokumentasi, mencari data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan film Pertaruhan melalui berita, artikel, atau arsip yang berhubungan dengan film Pertaruhan. Dokumentasi menjadi data pendukung atau data sekunder dalam penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Setelah data primer dan sekunder terkumpul, kemudian diklasifikasian sesuai dengan pernyataan penelitian yang telah ditetapkan. Setelah terklarifikasi maka akan dilakukan analisis berdasarkan teknik analisis wacana Sara Mills, dengan menggunakan konsep legatimate dan illegatimate.

15

Analisis Wacana Sara Mill menggunakan

pendekatan perspekif feminis yang lebih menekankan perempuan dicitrakan dalam teks. Sara Mills memfokuskan perhatian wacananya tentang perempuan. Titik utama dalam perspektif wacana feminis menunjukan tentang teks dimana perempuan cenderung ditampilkan sebagai pihak yang termarjinal.

Ada dua konsep inti dalam analisis wacana Sara

Mills, yakni posisi subjek-objek dan posisi penulis-pembaca.

Dalam konsep pertama, digunakan untuk melihat posisi subjek yang memberikan penafsiran atas sebuah peristiwa dan terhadap orang lain yang menjadi objek yang ditafsirkan. Menurut Sara

Mills konsep posisi pembaca yang ditempatkan dalam berita dibentuk oleh penulis tidak secara langsung, namun sebaliknya.

Ini terjadi melalui penyapaan dalam dua cara.

Pertama, suatu teks memunculkan wacana secara bertingkat dengan mengetengahkan kebenaran secara hirarkis dan sistematis, sehingga pembaca mengidentifikasikan dirinya dengan karakter atau apa yang terjadi di dalam teks.

16

Kedua, kode budaya. Ini mengacu pada kode atau nilai

budaya yang berlaku di benak pembaca ketika menafsirkan suatu teks. Penulis menggunakan kondisi ini ketika menulis. Misalnya dengan pernyataan, “kenyataannya di lapangan” memberikan sugesti kepada pembaca sejumlah informasi yang dipercaya, benar dan diakui bersama-sama.11

F. Tinjauan Kepustakaan

Manfaat kajian pustaka adalah membandingkan, menyatakan bahwa skripsi perumusan masalahnya berbeda, sehingga dapat menghindari terjadinya pengulangan dalam penelitian. Dengan kata lain, tinjauan pustaka merupakan alasan penguat bagi proses penelitian yang dilakukan peneliti, bahwa peneliti tidak melakukan plagiasi pada penelitian sebelumnya. Sehingga dalam tinjauan pustaka ini, akan dijelasakan tentang perbedaan dan kesamaan anatara penelitian yang peneliti buat dengan peneliti sebelumnya.

11 Eriyanto, Analisis Wacana, ( Yogyakarta: LkiS. 2001)

17

Sebelum menyusun skripsi ini lebih lanjut maka terlebih

dahulu peneliti menelusuri penelitian dan skripsi yang sudah dilakukan baik di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

(FDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun Fakultas

Komunikasi Universitas lain. Adapun beberapa tinjauan pustaka tersebut ialah:

Skripsi milik Ummamah Nisa Uljannah, mahasiswa program

Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang berjudul “Gerakan Perlawanan Perempuan dalam

Novel (Analisis Wacana Kritis Sara Mills dalam Novel Maryam

Karya Okky Madasari). Penelitian tersebut memiliki teori yang sama seperti yang akan digunakan penelitian ini namun dengan objek yang berbeda

Kemudian skripsi dengan judul “Analisis Semiotika

Representasi Feminisme Dalam Film “Sex And The City 2

(2010)” oleh Rik Harahap, mahasiswa program studi Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

18

Sumatera. Penelitian menggunakan konsep yang sama dengan

teori dan objek yang berbeda.

Lalu terakhir penelitian dari Aang Wahyu Ariesta Sari dengan judul “Media dan Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan

(Analisis Wacana Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan yang direpresentasikan dalam Film Perempuan „Pertaruhan‟,

Produksi Kalyana Shira Film Tahun 2008, Surakarta, 2001),

Universitas Sebelas Maret). Penelitian Aang menggunakan teori

Analisis Wacana Teu Van Tjik dan fokus pada Kesehatan

Reproduksi Perempuan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini akan terdiri atas lima bab. Di mana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub dengan penulisan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan kepustakan serta sistematika penulisan

19

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Dalam bab ini akan dimuat pemaparan landasan teori antaranya

Paparan Pengertian Film Dokumenter, Analisis Wacana Sara

Mills, Feminisme Barat dan Feminisme Islam

BAB III GAMBARAN UMUM

Dalam bab ini akan dimuat sekilas mengenai film Pertaruhan (At

Stake) 2008

BAB IV ANALISIS FILM

Dalam bab IV akan dimuat Analisis dari film Pertaruhan menggunakan teori yang sudah ditentukan melalui setiap adegan yang berhubungan dengan Perlawanan Perempuan terhadap Isu tabu Perempuan

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini akan dimuat kesimpulan dan saran.

BAB II

Landasan Teori

A. Masuknya Feminisme di Indonesia

Dalam jurnal ilmiah kajian gender, pada abad ke 17, terjadi enlightment di Eropa. Enlightenment tercatat sebagai sejarah penting dalam pendeklarasian kebebasan dan kemajuan serta melepaskan diri dari kungkungan agama. Enlightenment adalah era di mana politik dan agama status quo dikritik dan menghasilkan kondisi manusia menjadi subjek yang bebas dalam menentukan jalan hidupnya. 12

Feminisme adalah salah satu buah dari zaman pencerahan yang hadir untuk menuntut persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Pemikiran ini akhirnya berimbas pada sejumlah warga global. Neeru Tandon dalam bukunya, Feminism: A

Paradigm Shift menjelaskan bahwa gerakan-gerakan feminisme

12 Saidul Amin, Feminisme dan Islam, Jurnal Ilmiah Kajian Gender, h. 123 20

21

lalu muncul sekitar abad ke 19, dimulai dengan gelombang

pertama feminisme.

Secara keseluruhan, feminisme memiliki tiga gelombang, masing-masing dengan aspek dan kepentingan yang berbeda namun dengan isu yang sama.13 Gelombang pertama dimulai pada abad ke 19 menuju awal abad 20 dengan menyuarakan kepentingan hak pilih. Aliran feminisme awal ini dimulai dari tulisan seorang filsuf dan feminis abad 18 bernama Mary

Wollstonecraft.

Dalam karyanya yang berjudul A Vindication of the Rights of

Women, Mary Wollstonecraft menginspirasi gerakan dan perjuangan perempuan hingga berlanjut pada abad ke-20 dimana kaum perempuan berhasil mencapai hak pilihnya atau hak politik.14 Kemudian gelombang kedua (1960-1980) dengan mengangkat isu ketimpangan hukum sehingga perempuan diperlakukan semena-mena. Dapat disimpulkan, inilah masa yang

13 Neeru Tandon, Feminism: A Paradigm Shift, (New Delhi: Atlantic Publisher and distributors (P) LTD, 2008), h. 1 14 Susilawati, Feminisme Gelombang Ketiga, https://www.jurnalperempuan.org/blog-muda1/feminisme-gelombang-ketiga, 27 April, 2018)

22

muncul sebagai reaksi feminis atas ketidakpuasannya terhadap

berbagai praktik diskriminasi. Sedangkan gelombang ketiga

(1990-saat ini) tercipta dari kegagalan yang dirasakan dari gelombang kedua.

Gerakan feminisme modern dimulai pada tahun 1960

(gelombang kedua) dan dipelopori oleh kaum perempuan intelektual di Amerika Serikat. 15 Feminisme merupakan buah dari kegelisahan dari perempuan –perempuan gereja yang merasa terdiskriminasi. Dijabarkan dalam artikel Feminist Theory bahwa saat itu tidak ada ruang bagi para perempuan untuk mengecam pendidikan yang layak sebagaimana laki-laki juga posisi perempuan yang hanya dianggap ”setengah manusia” yang ditujukan hanya untuk menyempurnakan peran laki-laki sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab bible.16

Lebih lanjut dijelaskan, pemahaman feminisme kemudian terus bergeser sesuai dengan dekadenya masing-masing. Pada

15 Saidul Amin, Feminisme dan Islam, Jurnal Ilmiah Kajian Gender, h. 124 16 Clare Hemmings, Feminist Theory, The online version of article, http://fty.sagepub.com/cgi/content/abstract/6/2/115, (London: SAGE UNIV CALIFORNIA SANTA BARBARA, 2009) h.6

23

tahun 1970-an, 1980-an, 1990-an dimulai pemikiran tahun 70-an

yang naif dan esensial kala itu. Kemudian tahun 80-an dengan kritik feminis hitam dan “perang seksnya”, lalu seterusnya di tahun 90-an yang menggambarkan kemajuan pemikiran melalui kategori dan identitas yang salah.17 Gerakan feminisme ini akhirnya menyebar ke pelbagai daerah seperi Amerika Latin melalui disiplin ilmu dan budaya termasuk negara Islam seperti

Turki, Mesir, Maghribi, Lubnan, Iran dan tak luput Indonesia yang penduduknya mayoritas Islam.18

Dalam jurnal kajian feminis dijelaskan, feminisme di

Indonesia mulai masuk seiring dengan pemikiran Raden Ajeng

Kartini (1879-1904).19 Kala itu, Kartini yang mengenyam pendidikan Belanda merasa prihatin dengan kondisi perempuan di Jawa yang terkungkung oleh ikatan-ikatan kultural dan struktural.20 Kartini menjadi inspirator bagi kaum perempuan di

Indonesia untuk mencapai hak-hak mereka. Gerakan Kartini ini

17 Clare Hemmings, h.6 18 Maryam Habibah dkk, Feminist Themes In Nawal El Saadawi‟s Novels (Tema-tema Feminisme dalam Novel-Novel Nawal El-Saadawi. 19 Andri Rosadi, Feminisme Islam: Kontekstualisasi Prinsip-prinsip Ajaran Islam Dalam Relasi Gender, Jurnal Ilmiah Kajian Gender, h. 7. 20 Andri Rosadi, h. 8.

24

dikenal dengan sebutan emansipasi wanita. Selama proses

emansipasi, Kartini tetap berusaha berpegang pada pandangan yang menjaga keseimbangan antara pendidikan sekuler dan keagamaan dalam mengedepankan hak perempuan.

Kemudian tahun 1912 setelah satu dekade kematian Kartini, muncul organisasi perempuan pertama yang dinamai Poeteri

Mardika.. Kemunculan organisasi perempuan ini pun semakin merebak. Gerakan Pembaharuan Islam Muhamadiyah salah satunya, melahirkan organisasi wanita Aisyiah pada 1920 dan menjadi salah satu gerakan feminisme Islam di Yogyakarta,

Indonesia.21 Andri Rosadi dalam tulisannya berpandangan bahwa konsep yang digandrungi Aisyiah memiliki kemiripan dengan pandangan para feminis Iran yang mempertanyakan interpretasi

Ayat-Ayat Al-Quran dalam mempertahankan dominasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. 22

Oleh karena dominasi tersebut dilegitimasi ayat Al-Quran, maka kelompok ini mengaggap bahwa cara yang paling

21 https://www.qureta.com/post/gerakan-perempuan-indonesia-dari- masa-ke-masa diakses pada 17 Mei 2018 pukul 17. 23 22 Andri Rosadi, h. 8.

25

memungkinkan mengubah keadaan kaum perempauan adalah

menawarkan tafsir baru yang adil namun tetap sejalan dengan nilai yang inheren dalam Al-Quran. Dilansir dari muhammadiyah.or.id, gerakan Aisyiah menolak segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan yang didasarkan pada Al-

Quran dan Hadis. Kelompok Aisyiah berpandangan bahwa gerakan yang menuntut keadilan adalah gerakan yang Qurani. 23

Empat dekade sudah lewat sejak emansipasi wanita diserukan, namun hingga kini isu feminisme masih menjadi topik yang tabu dan alot untuk diperbincangkan. Masyarakat bahkan kaum perempuan sendiri masih banyak yang belum sadar akan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Perempuan masih dianggap sebagai objek yang lemah yang digunakan sebagai pelengkap peran laki-laki.

Dengan itu, aktifis feminis masih terus hadir untuk benegosiasi pada masyarakat tentang pentingnya kesetaraan hak.

Beberapa tokoh aktifis perempuan yang tidak hanya membela

23 http://www.muhammadiyah.or.id/content-199-det-aisyiyah.html diakses pada 13 Mei 2018 pukul 20. 20

26

kaumnya sendiri, melainkan juga membela dan memikirkan nasib

masyarakat marjinal diantaranya Wardah hafiz, Kelompok

Perempuan Suara Ibu Peduli yang membela hak anak, Gadis

Arivia, pendiri Jurnal Perempuan, Ratna Sarumpet yang memperjuangkan demokrasi dan hak buruh perempuan lewat teater juga Nia Daniata, Produser Kalyana Shira Films yang turut menyuarakan isu perempuan melalui film-filmnya. Salah satu film yang menggambarkan itu adalah film yang akan dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini.

B. Feminisme dalam pandangan Barat

Umumnya, banyak prasangka buruk mengenai feminisme.

Banyak orang menganggap feminisme adalah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki. Upaya melawan pranata sosial yang ada, seperti rumah tangga, perkawinan, juga usaha untuk mengingkari kodrat. Kesalah pahaman inilah yang akhirnya membuat feminisme sulit masuk dalam lingkar masyarakat.24

Feminisme adalah paham tentang perempuan. Feminis itu sendiri berasal dari kata ”Femme” (woman), berarti

24 Muhammad Kholil, Artikel: Feminisme Dan Tinjauan Kritis Terhadap Konsep Gender dalam study Islam, h. 3.

27

perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak) sebagai kelas sosial.

Feminisme merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan yang dominan, baik dalam tataran politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial lainnya. 25 Dalam artikel feminisme dijelaskan bahwa feminisme menunjukan minat baru sebagai kritisme diri dari usaha menuju konsep ideologi yang melibatkan perempuan melalui beragam identitas secara universal. 26 Dan tujuan feminis adalah menyeimbangkan interelasi gender. Oleh sebab itu, kelompok feminisme banyak melibatkan aliran baik konservatif, radikal, religius, atheis, heteroseksual maupun non-heteroseksual.

Deniz dalam bukunya Women, Islam and the State juga mengiyakan ketimpangan sosial ini terjadi karena adanya tekanan dari berbagai elemen khususnya agama. 27 Kajian dari berbagai agama seringkali memposisikan laki-laki lebih utama dari

25Muhammad Kholil, h. 3. 26 Haideh Moghssi, Feminisme dan Fundamentalisme Islam, (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2004) dalam Muhammad Kholil, Artikel: Feminisme Dan Tinjauan Kritis Terhadap Konsep Gender Dalam study Islam, h. 3. 27 Deniz Kandiyoti, Women, Islam and the State, (London: Temple university Press, 1991 dalam Muhammad Kholil, Artikel: Feminisme Dan Tinjauan Kritis Terhadap Konsep Gender Dalam study Islam, h. 3.

28

perempuan. Oleh karena itu, Muslim, Kristen dan Yahudi

masing-masing seolah membagikan keresahan lalu memproyeksikannya menjadi pemahaman yang implisit maupun eksplisit.

Mereka menyadari harus ada yang berubah dari cara pandang masyarakat atau umat dalam melihat kedudukan perempuan. Terlepas dari itu, mereka juga menyadari persoalan ini bukan semata-mata berdasarkan agama yang mereka yakini saja tapi dari berbagai unsur sehingga elemen lainpun harus ikut berkontribusi di dalamnya.

Sementara itu, Kajian feminis memang sangat dekat keberadaanya dengan perempuan dalam upaya mengerti diri sendiri dan masyarakat, meskipun feminisme sendiri memiki banyak definisi dan perbedaan konsep satu dengan lainnya.28

Penjelasan diantaranya, pertama, feminisme yang fokus pada kesetaraan dan keadilan hak semua perempuan, dan mencari cara

28 Susan M. Shaw and Jannet Lee, Women‟s Voices, Feminist Visions, (New York: The McGraw Hill Companies) dalam Muhammad Kholil, Artikel: Feminisme Dan Tinjauan Kritis Terhadap Konsep Gender Dalam study Islam, h. 3.

29

menghapus sistem atas ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam

semua aspek dari kehidupan perempuan.

Hal tersebut terjadi karena feminis adalah keseteraan politik, menjamin harkat seseorang dan kesetaraan semua orang di masa depan baik perempuan maupun laki-laki. Kedua, feminisme juga termasuk bagaimana menegaskan dan memerjuangkan perempuan tentang bagaimana cara menghargai kemampuannya. Selain itu, feminis berupaya positif untuk memertegas sikap sesama perempuan. Jadi, feminisme adalah soal perspekif pribadi yang menjadi sebuah gerakan sosial.29

Mansour Fakih dalam bukunya Analisis Gender dan

Tranformasi Sosial menjelaskan bahwa pada dasarnya feminisme sama pula seperti aliran pemikiran dan gerakan lainnya yang terdiri dari berbagai ideologi, paradigma dan teori yang berbeda di dalamnya. Namun, memiliki satu kesamaan yakni

29 Muhammad Kholil, h. 3.

30

memperjuangkan nasib kaum perempuan.30 Feminisme sendiri

dibagi menjadi beberapa kelompok:

1. Feminisme Liberal

Liberal feminism is a response to and development of Liberalism. For this reason it is necessary to provide some background on Liberal thought. Mainstream Liberalism in the late eighteenth and nineteenth centuries, in whatever variant (Minow and Shanley, 1996; Beasley, 1999: 51–3)31 Dalam jurnal Gender and Sexuality, dijelaskan feminisme liberal adalah pengembangan dari pemikiran liberalisme. Feminisme liberal merupakan bentuk dari kebebasan individu dengan mengutamakan nilai otonomi yang dianggap rasional.32 Feminis liberal meletakkan fokus pada liberal, menetapkan standar kemanusiaan atau yang seharusnya, kesempatan, dan alasan mengapa wanita di nomor duakan dari partisipan sosial, kehidupan masyarakat dan pendidikan.

Sebagaimana liberal menegaskan bahwa adanya ketimpangan status ini terjadi karena ada kaitannya dengan

30 Mansuor Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 79. 31 Chris Beasley, Gender and Sexuality Critical Theories, Critical Thinkers, (London: SAGE Publications.Ltd, 2005 ), h.30 32 Chris Beasley, h. 30

31

kelompok-kelompok tertentu. Feminisme lahir untuk menunjukan

bahwa hakikat manusia menjadi bebas itu terletak pada setiap individu yang dilakukan berdasarkan rasionalitas. Takaran rasio untuk memahami prinsip moralitas itu penting sehingga dapat menjamin otonomi manusia dan menjadi bebas.33

Dalam teori feminis liberal ditegaskan bahwa jika masih ada perempuan hidup terbelakang, maka itu merupakan kesalahan individu. Feminisme liberal mengklaim bahwa gender berbeda dengan biological. Menurut teori ini persamaan hak dilatarbelakangi oleh gender dimana kedudukan laki-laki dan perempuan itu sama. Feminis ini yang menganut paham yang konsern pada diskriminasi gender seperti pekerjaan, upah yang tidak adil, dan posisi otoritas profesi baik di pemerintah maupun institusi budaya.

Salah satu pengaruh adanya feminisme liberal ini terekam dalam program “Women in Developement”.34 Irrasionalitas yang sering

33 Judith Lorber, The Variety of Feminism and Their Contribution to Gender Equality. (Jerman: Oldenburger Universitätsreden Nr. 97, 1997) h. 9

34 Mansuor Fakih, h. 83

32

digemborkan oleh banyak pihak tentang bagaimana persoalan

perempuan dianggap menjadi penghalang bagi pembangunan, industrialis dan perekonomian. Oleh karena itu, kelompok ini mencoba untuk mematahkan teori tersebut dengan membuat perempuan terlibat dalam pengembangan industrialis dan perekonomian yang dianggap sebagai jalan untuk meningkatkan status perempuan.

2. Feminisme Radikal

Feminisme radikal, salah satu penganut teori konflik yang muncul berdasarkan penolakan terhadap kultur sex-ism

(diskriminasi sosial berdasar jenis kelamin). 35

Kate Millet, in her book Sexual Politics (1970), writes that the root of women‟s oppression lies in the sex/gender system, and to eliminate oppression, gender has to be eliminated. This is because through elaborate social sanctions of institutions like religion and family, patriarchy justifies male control by imposing naturalized gendered ideals. Though she looks forward to an androgynous world, she warns against embodying undesirable masculine and feminine traits (Millet 1970).36

35 Mansuor Fakih, h. 84 36 Dr. Shewli Kumar and Dr. Swati Banerjee, Gender and Social Work Paper (11) from Module No-6 Feminist Theories 2: Radical Feminism, h. 3. This Paper Created for Seminar on Athshala‟s University.

33

Feminis radikal meyakini bahwa secara histori perempuan

memang ditempatkan dalam ruang ketertindasan yang artinya seolah perempuan ditindas karena mereka adalah perempuan.

Penindasan perempuan hampir selalu ada dalam setiap lapisan masyarakat. Hal tersebut paling sulit diberantas dan diatasi, terutama karena adanya pembagian kelas dalam sistem mayarakat seperti patriarki.

Oleh karena itu, feminis aliran radikal berkesimpulan untuk menghilangkan ketertindasan tersebut caranya adalah dengan menghapuskan sistem patriarki di masyarakat. Mereka mempercayai bahwa laki-laki mengontrol setiap reproduksi dan seksual perempuan. Hal ini dianggap sebagai bentuk penindasan yang paling mendasar.

Terdapat beberapa perspektif yang dibawahi oleh pemikiran feminis radikal seperti Androgini, Sistem Gender/ sex,

Seksualitas, Pornografi dan Lesbianism. Tiga diantara perspektif paham feminis radikal terdapat dalam film dokumenter yang digunakan sebagai subjek penelitian ini yakni Sistem Gender,

Seksualitas dan Lesbianism.

34

3. Feminisme Marxis

Analisis Marx tentang struktur sosial kapitalisme seharusnya diajukan sesuai dengan karakteristik sosial dari banyak orang, dalam teori kapitalisme Marxis pasti yang terpintas adalah mengenali pembagian kelas yakni borjuis atau proletariat, begitu pula yang dipahami oleh feminis marxis.37 Feminis marxis memandang bahwa penindasan perempuan didasari pada penindasan kelas dalam hubungan produksi.

Judith Lorber dalam artikelnya menjelaskan bahwa perempuan yang sudah menikah seolah tidak memiliki tempat dalam ranah kapitalis.38 Mereka menempatkan perempuan sebagai sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah dan anak. Pada masa pra-kapitalisme, keluarga adalah kesatuan produksi dimana perempuan ikut andil dalam mempertahankan hidup. Namun pasca kapitalisme berkembang, industri dan keluarga tidak lagi menjadi kesatuan produksi. Laki-laki lebih

37http://ni-putu-indah-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-89707 Pengantar%20Ilmu%20Hubungan%20Internasional- Kapitalisme%20dalam%20Marxisme,%20Kelas%20Atas%20dan%20Kelas%2 0Bawah.html diakses pada 18 Mei 2018 pukul 17.09

38 Judith Lorber, h. 10

35

diutamakan untuk bekerja di rumah produksi dibanding

perempuan.

Rumah produksi adalah sesuatu yang utama dalam kajian kapitalis termasuk ekonomi industrinya. Ummu Farida memaparkan dalam artikelnya tentang laki-laki yang mengontrol produksi kerja dan akhirnya mendominasi hubungan sosial, sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari properti.39

Jadi intinya, feminis marxis berpendapat bahwa penindasan pada perempuan terjadi akibat perpaduan kapitalisme dan patriarki sehingga menciptakan rasisme dan seksime dalam hubungan sosial. Oleh karena itu, menurut feminis marxis kedua konsep ini harus dihapuskan agar terbentuk kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan.40

4. Feminisme Sosialis

Dalam artikel yang ditulis oleh Jurnal Perempuan diterangkan, feminis sosialis lebih menekankan penindasan

39 Ummu Farida, Teks-Teks Keagamaan dalam kajain Kaum Feminis: Telaah terhasap Pendekatan Studi Islam dari Kalangan Feminis Muslim, Jurnal Stadi Gender PALASTRèN Vol.3 No. 2, 2010, h. 210 40 Alfian Rokhmansyah, Pengantar Gender Dan Feminisme: Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme, (Yogyakarta: Garundhawaca, 2016), h. 53

36

gender di samping penindasan kelas sebagai salah satu sebab dari

41 penindasan terhadap perempuan. Feminis sosialis sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu.42 Menurut kelompok ini, kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung.

Pekerjaan feminis sosial adalah memperhatikan ketidakadilan gender dan penghapusanya sebagai titik awal untuk memberdayakan wanita, baik sebagai individu, kelompok, organisasi maupun masyarakat, dan berjuang meningkakan kesejahteraan wanita sebagaimana mereka mendifisikannya. (Dominelli, 2002) 43 Kelompok feminis ini bergerak dalam ranah pembebasan perempuan dengan cara perlahan mencoba mengubah struktur patriarki. Asumsi yang dikeluarkan oleh feminis sosial di masyarakat adalah kapitalis bukan satu-satunya penyebab keterbelakangan perempuan tapi gender, kelas, ras, individu juga berkontribusi di dalamnya. Feminisme sosialis dianggap aliran

41 https://www.jurnalperempuan.org/blog-muda1/gerwani-pelopor- gerakan-perempuan-feminis-sosialis-di-indonesia diakses 13 Mei 2018 Pukul 20.20 42 Alfian Rokhmansyah, h. 53 43 Dominelli dalam artikel Edi Suharto PhD, Teori Feminis dan Pekerjaan Sosial, h. 17

37

feminis yang dapat diterima karena fokus kajiannya adalah

penyadaran kaum perempuan atas posisi mereka yang tertindas.

C. Feminisme dalam pandangan Islam

Gerakan Feminisme Islam timbul karena terdapat ketidakadilan masyarakat dalam memperlakukan wanita. Feminisme dalam arti luas menunjuk pada setiap orang yang memiliki kesadaran terhadap hak dan martabat wanita dan berusaha mencari jalan keluarnya secara benar (Khudori, 2003: 127).44

Feminisme Islam adalah kajian yang dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak mereka oleh perempuan muslim melalui teks-teks dalam Al-Quran dan Hadits. Sama halnya dengan feminisme Barat, Feminisme Islam pun sering kali ditolak oleh kaum muslimin sendiri. Banyak dari umat Islam berfikir feminisme yang dibentuk oleh feminis Islam ini terkonstruksi oleh pemikiran feminisme Barat. Dimana dari kajian feminisme

Barat banyak menyuarakan kebebasan hak seperti free sex, lesbi, aborsi dan lainnya yang dianggap tidak sejalan dengan ajaran

Islam. Namun sebetulnya feminisme Islam adalah kajian oleh para feminis muslim terhadap pelbagai teks keislaman yang

44 Khudori dalam Widyastini (Dosen UGM), Gerakan Feminisme Islam dalam Perspektif Fatimah Mernissi, Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008, h.61

38

berpihak pada tradisi patriarkal dan harus diinterpretasi ulang

untuk memperoleh substansi teks yang egiliter.

Ummu Farida dalam jurnalnya menjelaskan, kajian feminisme dapat dikategorikan sebagai kajian sosiologis dan teologis.45 Dalam perspektif sosiologis, kajian feminisme berusaha mengkaji persoalan kesetaraan gender melalui dekonstruksi sistem patriarkal dan rekonstruksi sistem egaliter dalam masyarakat. Sedangkan dalam perspektif teologis, kajian feminisme berusaha melakukan interpretasi terhadap teks-teks keislaman yang mengandung muatan sistem patriarkal. Teologi pembebasan yang diterapkan untuk membebaskan perempuan dari ketertindasan disebut teologi feminisme.

Teologi feminisme adalah gerakan reformis dan revolusioer untuk mendekonstruksi ideologi dan pemahaman keagamaan yang bias kelelakian.46 Feminis muslim berusaha mengkonstruksi teologi feminis dengan iman sebagai bingkai kerja dalam menangani masalah-masalah diskriminatif yang dialami

45 Ummu Farida, h. 211 46 Kadarusman, Agama, Relasi Gender dan Feminisme, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005)

39

perempuan. Munculnya feminisme Islam ini dipengaruhi oleh dua

faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal munculnya feminisme Islam dipicu oleh feminis muslim yang percaya bahwa pada dasarnya kesetaraan gender tersebut sudah terekam dalam Al-Quran.

Berdasarkan Surat Al Hujurat: 13,

Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Sesunggguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS al-Hujurat [49]: 13) 47 Rasulullah shalallahu „alaihi wassalam bersabda,

انىِّ َس ُاء َشقَائِ ُق ِّانر َج ِال

“Wanita adalah syaqa‟iq (saudara kandung) pria.” (HR. al- Imam Ahmad dalam Baqi Musnadil Anshar dari hadits Ummu Salamah no. 5869, at-Tirmidzi dalam “Kitab ath-Thaharah” no.

47 Husein Muhammad, Fiqh Perempuan; Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: LkiS, 2001) h.18

40

105, dan Abu Dawud dalam “Kitab ath-Thaharah” no. 204; dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul 48 Jami‟ no. 2333)

Dengan jelas ayat dan hadis tersebut menunjukan bahwa tujuan penciptaan manusia begitu beragam, baik jenis kelamin, suku, bangsa agar manusia dapat saling mengenal dan memahami keberagaman dan keberbedaan. Dengan cara saling menghargai dan menghormati manusia sebagai ciptaan Tuhan dan makhluk yang bermartabat terlepas siapapun dia. Oleh karena itu memandang rendah orang lain berlandaskan latar belakang sosial seperti ras, etnis, agama maupun gender dianggap berseberangan dengan ajaran Islam.

Husein Muhammad dalam bukunya menyatakan kalau turunnya ayat-ayat Al-Quran dan pernyataan nabi yang dilahirkan menjadi Hadis dianggap sebagai langkah revolusioner.49 Ayat- ayat dan hadis ini yang dijadikan sebagai landasan oleh feminis muslim dalam memerjuangkan hak mereka sebagai perempuan.

48 Musdah Mulia, Kemuliaan Perempuan dalam Islam, (Megawati Institute. 2014), h. 33 49 Husein Muhammad, h.18

41

Beberapa ayat lain seperti surat Nisa ayat 1, Al-Dzariyat ayat 56,

Al -Hujurat ayat 11 dan beberapa ayat lainnya juga menjelaskan tentang kesetaraan manusia bersumber dari Allah SWT. Dan sesungguhnya yang membedakan manusia dengan manusia lainnya di mata tuhan hanyalah ketakwaannya.

Sementara itu, faktor eksternal yang melatarbelakangi adanya feminis muslim terdiri dari beberapa poin, pertama realitas sosial dimana para feminis muslim menyadari lingkungannya didominasi budaya patriarki yang tidak menguntungkan perempuan.50 Mereka meyakini tafsiran Al-

Quran yang sarat akan kemudharatan perempuan harus ditafsirkan ulang agar tercapai kesetaraan sosial. Lalu, Faktor eksternal yang kedua adalah karena para pengikut paham ini bersentuhan dengan peradaban Barat. Peradaban Barat dianggap mempengaruhi pemikiran feminis muslim.

Beberapa feminis muslim yang mengkaji feminisme Islam memiliki dasar ilmu sosial yang notabene berasal dari Barat disamping ilmu-ilmu keagamaan yang tentunya mempengaruhi

50 Ummu Farida, h. 217.

42

pandangan hidup mereka. Sering kali Islam mendapat banyak

tuntutan dari pemikir Barat tentang ajarannya yang dianggap tidak menghargai hak-hak perempuan. Hal ini juga menjadi faktor luar mengapa pemikir muslim mencoba merumuskan kembali ajaran islam yang secara moral membela ide-ide egalitarisnisme dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Menurut M. Noor Harisudin dalam bukunya Kiai Nyenri

Menggugat kental, berdasarkan pemikiran tokoh feminis muslim di Indonesia yakni Ratna Megawangi, K.H. Husein Muhammad dan K.H. Abd. Muchith Muzadi, teologi feminisme terbagi menjadi tiga aliran.yakni Konservatif, Liberal, Moderat.51

51 M. Noor Harisudin, Pemikiran Feminis Muslim Di Indonesia Tentang Fiqh Perempuan, Al-Tahrir, Vol. 15, No. 2, 2015, h. 241

43

Skema 1.152

52 M. Noor Harisudin, h. 256

44

Skema 1.253

53 M. Noor Harisudin, h. 255

45

Lebih lanjut dijelaskan, setiap aliran memiliki pandangan

sendiri sesuai dengan background dan pemikiran masing. Dari ketiganya, disimpulkan feminis muslim konservatif dan feminis muslim moderat memiliki beberapa pendapat yang hampir sama.

Keduanya terlihat masih berdasar pada basis nilai-nilai keagamaan yang telah ada. Meskipun ada beberapa yang keluar dari tradisi.54 Sementara feminis muslim liberal di Indonesia tampak terpengaruh oleh para feminis Barat yang menjadikan fokus utama perjuangannya dengan mendorong para perempuan bergiat di ranah publik. Lebih dari itu, feminis muslim liberal

Indonesia tampak abai dengan peran domestik perempuan.

D. Analisis Wacana Sara Mills

Guy Cook dalam bukunya menjelaskan, makna sederhana dari analisis wacana secara umum adalah pendekatan yang digunakan untuk menganalisis tulisan, bahasa lisan, atau tanda bahasa.55 Fokus utama dari analisis wacana adalah bahasa, namun tidak hanya konsern pada bahasa saja tapi juga pada konteks

54 M. Noor Harisudin, h. 258 55 Guy Cook, The Discourse Advertising, (Routledge: London and New York, 1994), h. 1

46

komunikasi diantaranya siapa yang sedang berkomunikasi dengan

siapa dan kenapa, kondisi masyarakat dan situasi seperti apa, melalui medium apa, bagaimana perbedaan tipe komunikasi dari mereka yang terlibat dan hubungan mereka satu sama lain.56

Secara teknis, wacana dalam konteks ini melibatkan gabungan unsur liguistik sehingga membentuk stuktur makna yang lebih besar pada bagian tertentu. Analisis wacana didasari pada pemeriksaan teks yang seksama baik yang ditulis maupun yang dikatakan, sehingga metafora teks yang dibutuhkan tidak menghalangi analisis dari subjek yang dibicarakan.57 Analisis wacana tertarik pada teks yang asli (tertulis) juga teks yang dikatakan (verbal) yang dipelajari baik secara keseluruhan maupun konteks tertentu. Konsep analisis wacana tidak melulu menggunakan cara yang dikembangkan Fucoult yang sudah sering digunakan, tapi lebih luas dari pada itu. Salah satu yang mengembangkan konsep analisis wacana ini adalah Sara Mills.58

56 Guy Cook, h. 1 57 Eriyanto, Analisis Wacana Penganar Teks Media. (Yogyakarta: LKIS, 2001) h. 199 58 Crish Barker, The SAGE Dictionary of Cultural Studies, (London: SAGE Publication Ltd, 2004) h. 54

47

Sara Mills menulis banyak teori wacana dengan titik fokus

wacana mengenai feminisme, seperti bagaimana wanita digambarkan dalam teks.59 Namun karena objek dalam penelitian ini adalah film, maka yang dimaksud teksnya adalah naskah atau dialog film. Dalam sebuah film, wanita cenderung ditampilkan sebagai pihak yang dimarjinalkan dibanding pihak laki-laki.

Ketidakadilan dan penggambaran yang buruk mengenai wanita inilah yang menjadi sasaran utama dari tulisan Mills. Oleh karena itu, model wacana ini seing disebut sebagai analisis wacana perspektif feminis (Feminist Stylistics).

Feminist Stylistics bertujuan untuk membuat asumsi yang ada dalam stilistika konvensional menjadi lebih jelas, dengan tidak hanya menambahkan topik Gender ke daftar elemen yang dianalisa, namun menggunakan stilistika menjadi sebuah fase baru dalam analisis wacana. Sara Mills (1995:62-156) Dalam artian, tujuan analisis wacana disini bukan hanya dijadikan sebagai cabang ilmu linguistik dalam analisis bahasa untuk sekedar ada atau memang harus ada dan dimunculkan, tapi untuk dimaksimalkan. Dalam mengembangkan analisis wacana ini, Sara Mills membagi posisi siapa yang menjadi subjek

59 Eriyanto, h. 200

48

pencerita dan siapa yang menjadi objek penceritaan berdasarkan

aktor yang di tampilkan.

Selain itu, Sara Mills juga berasumsi bahwa selain penulis, sebuah film juga dipengaruhi oleh penonton. Dalam arti, selama penulis membuat naskah, ia sudah menentukan siapa yang akan menjadi penontonnya dan itu mempengaruhi jalan cerita atau dialog yang akan ditulis. Atau penonton terlibat karena selama menonton muncul wacana secara bertingkat sehingga penonton akan mengidentifikasikan diriya dengan karakter siapa atau apa yang terjadi dalam film. Bagian inilah yang akhirnya mempengaruhi naskah tayang dalam sebuah film. Pengaruh posisi yang ditampilkan dan ditempatkan dalam sebuah teks membuat satu pihak menjadi terlegitimasi dan pihak lain menjadi tak terlegitimasi. Jika dibentuk skema hasilnya seperti ini:

49

Skema 1. 3

Analisis Wacana (Sara Mills)

Legitimate Illegitimate

Subjek-Objek Pembaca-Penulis

Penjelasan:

Posisi: subjek - objek Mills memang menekankan bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan , atau peristiwa ditempatkan dalam teks. Posisi - posisi tersebut akhirnya pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di tengah khalayak.

(2) Posisi pembaca Sara Mills berpandangan, dalam suatu teks posisi pembaca sangatlah penting dan harus diperhitungkan dalam teks. Teks dianggap sebagai hasil negoisasi antara penulis dan pembaca (penonton).

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Film Dokumenter

A film” describing the world. life as it is, not how i might

exist imagination” Krzysztof Kieslowski.60

Dalam wawancara bersama colours-Indonesia.com, Nia

Dinata, Produser sekaligus sutradara Kalyana Shira Films mengatakan dalam film dokumenter tidak ada rekayasa, semuanya bergantung pada tuhan.61 Ia menjelaskan bahwa film dokumenter dibuat berdasarkan kehidupan itu sendiri. Namun, meski dikatakan film dokumenter adalah film yang dihasilkan berdasarkan kehidupan, film dokumeter tidak bisa dianggap sebuah “kebenaran”. Hal tersebut karena dalam pembuatan film dokumenter tentunya ada mediasi antara pembuat film dan subjek. Artinya, film dokumenter pun awalnya dibuat sesuai

60 Richard Barsam, Looking at Movies An Introduction to Film 2dn ed, (US of America: W.W. Norton Company, Inc), h. 38 61 http://colours-indonesIa.com/id/explore-id/interview-id/id-nIa- dinata-womans-voice/ dIakses pada 15 Mei 2018 50

51

dengan ide utama dari pembuat film seperti isu apa yang akan

diangkat dan sisi siapa yang ingin ditonjolkan.

Film dokumenter seringnya dibuat berdasarkan empat pendekatan yakni faktual, instruksional, dokumenter, dan propaganda.62 Tiga dari jenis pendekatan film ini dapat dibedakan melalui tingkatan dari cara film mempengaruhi audiens. Pertama, film yang menggunakan pendekatan faktual. Cerminan dari faktual sendiri adalah kejadian yang terjadi berdasarkan kenyataan; nyata.63 Jadi pendekatan ini memuat film berdasarkan kejadian dan subjek secara langsung, misal shoot tentang kapal- kapal barang yang baru tiba, pesawat-pesawat tempur yang diberangkatkan dan sejenisnya. Film yang menggunakan pendekatan faktual, biasanya tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi penonton secara berlebihan.

Kemudian instruksional, film yang dibuat untuk lebih mengutamakan kepentingan bersama daripada untuk mempengaruhi ide yang disuguhkan. Jadi, film dokumenter

62 Richard Barsam, h. 38 63 KBBI

52

dengan pendekatan ini biasanya ditujukan untuk mengajarkan

pemirsa mengetahui atau melakukan berbagai macam hal. Saat ini film dokumenter instruksional sering kali kita nikmati dalam bentuk serial televisi seperti My Trip My Adventure, World Wide, atau Home and Health.

Kemudian pendekatan dokumenter, awalnya pembuatan film dengan pendekatan ini digunakan untuk mengatasi ketidakadilan sosial seperti salah satu film berjudul Come Hell or

High Water: The Battle for Turkey Creek yang bercerita tentang penggurusan makam. Namun, jika film dengan pendekatan ini diproduksi dengan film pemerintah dan pesan yang pro akan kebijakan pemerintahan, maka sudah dipastikan hasilnya akan beriringan dengan pendekatan propaganda. Sebagaimana contohnya dalam film G30S/PKI yang menyudutkan PKI dari berbagai sisi dan mengedepankan kepetingan pemerintah.

Mulanya, ketika diperkenalkan oleh Robert Flaherty dalam Eagle Awards Film, film dokumenter hanya menceritakan tentang berbagai macam realitas sehari-hari seperti masuk dan keluarnya kereta dalam film Moana (1926) atau sebagai sarana

53

pengabadian peristiwa dan keadaan tertentu saja.64 Namun,

lambat laut film dokumenter mulai digunakan sebagai cara untuk mengangkat isu-isu sosial kepada publik melalui film. Tema-tema seperti subordinasi dan marginalisasi suatu kelompok mulai sering diangkat, salah satunya adalah marginalisasi perempuan.

Beberapa film yang mengangkat marginalisasi perempuan diantaranya Miss Reprecentation, Perempuan Nelayan, Working

Girl, dan Pertaruhan At Stake.

Di Indonesia sendiri, film dokumenter mulai masuk pada masa penjajahan Hindia Belanda. Berdasarkan yang tertulis dalam buku Sejarah Film 1990-1950, film dokumenter pertama yang dibuat di Indonesia adalah Indalers Op De Krokodillen Jact oleh pendiri N.V Java Film Company, L. Heuveldors.65 Namun dalam sebuah artikel dipaparkan ternyata Kemenpar mengklaim

Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timurlah yang memproduksi film dokumenter pertama di Indonesia. Film

64 https://id.wikipedIa.org/wiki/Film_dokumenter diakses pada 13 Mei 2018 pukul 14. 33 65 , Sejarah Film 1900-1950 Bikin Film di Jawa, (Depok: Komunitas Bambu, 2009), h. 60

54

tersebut berjudul “Roia Rago” yang diproduksi pada tahun 1930

66 dengan mengangkat cerita rakyat di Ndone Ende tahun 1923.

Selepas tahun-tahun tersebut, film dokumenter terus berkembang hingga mencapai babak baru di tahun 90-an. Dimana film dokumenter di Indonesia mulai bergerak secara dinamis, menjelma dalam bentuk film advokasi-politik, seni, eksperimental, perjuangan, petualangan bahkan komunitas.67

Lalu, film dokumenter seolah memberi kesempatan bagi semua orang untuk menampilkan diri menghasilkan karya yang unik dan khas melalui seni audio visual yang bersifat demokratis sekaligus personal.

Belakangan film-film dokumenter Indonesia yang ada semakin variatif seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Wadah untuk menampung publikasi film dokumenter saat ini tidak hanya di bioskop tapi juga portal sosial media seperti . Kemudian adanya beragam Film Award yang

66 http://voxntt.com/2017/11/19/kemenpar-akui-ende-produksi-film- dokumenter-pertama-di- indonesIa/?fb_comment_id=1510262419054464_1511871042226935 dIakses pada 14 Mei 2018 pukul 21. 02 67 http://eagleinstitute.id/detail/97/sejarah-film-dokumenter- indonesIa-modern dIakses pada 14 Mei 2018 pukul 17. 14

55

memasukan penghargaan kategori film dokumenter seperti FFI,

Eagle Awards, FFD, dan Festival Film Yogya menunjukan bahwa terdapat perkembangan pesat dalam ranah film dokumenter di

Indonesia.

B. Gambaran Umum Film Pertaruhan

Pertaruhan merupakan film dokumenter yang digarap bersama Dewan Kesenian Jakarta dan The Body Shop dalam program Project Change! milik Kalyana Shira Films. Project

Change! adalah Project Change adalah Workshop Masterclass yang digagas dan dimentori oleh sutradara dan produser Nia

Dinata di bawah naungan Kalyana Shira Foundation secara gratis.

Project Change! tahun 2008 sendiri merupakan kali pertama workshop ini berlangsung dan diikuti kurang lebih 35 peserta68

Dari berbagai project film yang diajukan peserta, hanya 4 project yang terpilih yakni „Mengusahakan cinta‟ oleh Ani Ema

Susanti, „Untuk Apa‟ oleh Iwan Setiawan dan Muhammad

68www.kalyanashirafound.org/index.php?option=com_content&view =article&id=118%3Amaster-class-project-change- 2015&catid=48%3Aworkshop-film&Itemid=116&lang=en diakses pada 14 Mei 2018 pukul 19.00

56

Ichsan, Nona atau Nyonya oleh Lucky Kuswandi, dan Ragate

69 anak oleh Ucu Agusatin.

Sebagaimana ideologi yang dianut Kalyana Shira

Foundation, film ini pun mengangkat isu-isu gender kontemporer diantaranya mencintai sesama jenis, khitan bagi perempuan, diskriminasi kesehatan reproduksi perempuan dan perjuangan

PSW bekerja demi anaknya.

Dalam Website Kalyana Shira Foundation diceritakan jika film pertaruhan memiliki 4 kisah, pertama berjudul

„Mengusahakan Cinta‟, bercerita tentang dua orang TKW

Hongkong yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga. Wati adalah perempuan lajang lulusan Universitas Keguruan Swasta yang akhirnya memilih menjadi TKW Hongkong karena merasa pendapatan kerja di Indonesia tidak cukup menghidupi keluarga.

69 Hasil wawancara bersama Lucky Kuswandi yang dilakukan via email

57

Ketika Wati bekerja di Hongkong, ia menderita penyakit

tumor rahim yang mengharuskannya untuk operasi melalui vagina. Namun, hal tersebut diragukan oleh suaminya, seorang duda beranak satu yang menganggap Wati hanya mencari alasan atas ketidakperawannya. Hal tersebut memicu pertengkaran sampai menjelang hari pernikahaan Wati.

Sesaat setelah kepulangannya di Indonesia, mereka berdua melakukan chek up ke dokter untuk memastikan bahwa

Wati memang harus menjalani operasi lewat vagina yang menyebabkan selaput daranya rusak dan tidak perawan lagi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa keperawanan masih menjadi pertimbangan masyarakat di Indonesia sebagai standar keharusan sebelum menikah namun tidak berlaku untuk keperjakaan.

Lain Cerita dengan Riyantini, ia adalah seorang janda anak satu yang memilih menjadi TKW untuk menghidupi keluarga dan anak perempuannya di Indonesia. Riyan dijodohkan oleh orang tunya saat umur 13 tahun dengan laki-laki yang 12 tahun lebih tua darinya. Saat itu ia bersedia menikah atas dasar kepatuhan agar orang tuanya bahagia. Namun pernikahan tersebut

58

tidak berjalan baik dan riyan digugat cerai oleh suaminya.

Perbuatan suaminya ini meninggalkan sakit hati hingga membuat orientasi riyan menyimpang.

Kemudian, Ia menjalin hubungan sesama jenis di

Hongkong dengan temannya yang juga sesama PRT. Majikan riyan tidak merasa keberatan dengan hal tersebut selama Riyan tetap bersikap prosfesional saat berkerja dan tidak membawa pacarnya ke rumah. Demikian, mereka bersepakat hanya menjalin hubungan tersebut jika ada di Hongkong dan merahasiakannya dari keluarganya yang di Indonesia. Riyan takut jika hubunganya berlanjut sampai ke Indonesia akan membuat keluarganya malu karena adat Indonesia yang tidak menghalalkan lesbianisme.

Kisah kedua berjudul „Untuk Apa?‟, bercerita tentang praktek khitan (sunat) perempuan di Indonesia sudah menjadi budaya yang sulit dihilangkan. Meskipun sudah terdapat beberapa peraturan dan kajian kedokteran yang menekankan bahwa khitan perempuan dianggap tidak bagus bagi kesehatan wanita namun tradisi ini tetap terus berkembang sampai hari ini terutama di daerah pedesaan.

59

Kisah „Untuk Apa?‟ mengulas tentang khitan perempuan

dari 2 perspektif pespektif yakni Islam fundamentalis dan Islam

Ortodoks. Islam fundamentalis berargumen bahwa khitan itu wajib berdasarkan hadits-hadits sementara Islam ortodoks beragumen bahwa tidak ada dalil pasti yang menjelaskan tentang wajibnya khitan perempuan.

Berdasarkan perspektif Islam konvensional khitan merupakan sesuatu yang dianjurkan dalam Islam agar seorang wanita dapat mengontrol nafsunya dan menambah kenikmatan bagi pasangan saat berhubungan intim setelah menikah.

Demikian dengan catatan harus sesuai dengan prosedur yang tepat dan benar. Namun yang dipertanyakan oleh banyak pihak dalam kisah film ini adalah mengapa alasan khitan perempuan dibuat seolah bukan untuk diri perempuan itu sendiri tapi untuk kepentingan pasangannya kelak.

Dalam kisah ini hampir sepenuhnya menolak adanya khitan perempuan karena dianggap dapat menimbulkan trauma dan tidak mempengaruhi kesehatan. Salah satu penderita trauma khitan mengungkapkan rasa traumanya yang terus ada hingga

60

menjadi dewasa bahkan menikah. „Untuk Apa?‟ adalah kisah

mengenai pro kontra khitan di Indonesia.

Selanjutnya kisah tentang diskriminasi yang terjadi di rumah sakit terkait pemeriksaan reproduksi perempuan yakni pap smear. Dilansir dari alodokter.com,

pemeriksaan pap smear adalah prosedur pengambilan sampel sel dari leher untuk memastikan ada atau tidak adanya ketidaknormalan yang dapat mengarah kepada kanker serviks.70 Pemeriksaan Pap Smear seharusnya dilakukan oleh perempuan berumur 21-49 tahun selama dua tahun sekali oleh perempuan yang sudah menikah atau aktif dalam berhubungan seks.71 Namun untuk melakukan Pap Smear, beberapa rumah sakit menganjurkan untuk lebih dulu bertanya pada suami atau calon suami. Dan terkadang anjuran tersebut justru menjadi kewajiban yang harus dipenuhi. Beberapa rumah sakit akan menolak pasien sebelum pasien mendapat izin dari orang tua, suami atau calon suaminya.

70 https://www.alodokter.com/6-pertanyaan-penting-seputar- pemeriksaan-pap-smear diakses pada 16 Mei 2018 pukul 13. 45 71 https://www.deherba.com/pap-smear-kapan-dan-mengapa.html diakses pada 13 Mei 2018 pukul 12. 54

61

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh (KPAI) dan

kementerian kesehatan (Kemenkes) pada Okober 2013, sebanyak

62,7% remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks pra nikah.72 Selain itu ada pekerja prostiusi dan penganut LGBT yang melakukan seks bebas dan dilakukan tanpa menikah. Namun masih saja ada pihak rumah sakit yang bertanya tentang status pernikahan. Hal itu dapat dianggap sebagai diskriminasi terhadap perempuan yang sudah menikah dan belum menikah.

Dalam kisah „Nona dan Nyonya‟, beberapa perempuan single mencoba untuk melakukan Pap Smear di rumah sakit bagia geneologi sebagai uji coba. Dua dari tiga rumah sakit yang dikunjungi tidak memberikan pelayanan yang baik pada pasien dan cenderung menghakimi pasien. Bahkan salah satu dokter cenderung bertanya tentang privasi dan seolah menggurui pasien.

Hal tersebut sering kali membuat pasien tidak nyaman sehingga jera untuk datang kembali ke geneologi.

72 http://kalbar.bkkbn.go.id/_layouts/mobile/dispform.aspx?List=8c526a76-8b88- 44fe-8f81-2085df5b7dc7&View=69dc083c-a8aa-496a-9eb7- b54836a53e40&ID=156 dIakses pada 16 Mei 2018 pukul 17.50

62

Di lain sisi, „Nona atau Nyonya‟ juga menceritakan

tentang seorang remaja yang mengalami keputihan dan tidak tahu dimana harus memeriksanya. Pemeriksaan perihal reproduksi perempuan memang masih dianggap tabu oleh masyarakat.

Banyak stereotip buruk yang muncul jika seorang gadis pergi ke dokter genekologi. Selain itu sosialisasi mengenai pemeriksaan reproduksi masih minim, sehingga remaja atau perempuan yang belum menikah memilih untuk tidak memeriksa masalah yang terjadi dengan reproduksi mereka. Hal ini pula yang sering kali membuat kanker rahim, kanker serviks terlambat disadari oleh para perempuan.

Terkahir „Ragate Anak‟, Ragate anak bercerita tentang kehidupan Penjaja Seks wanita (PSW) di Gunung Bolo. Nur adalah seorang janda beranak dua yang bekerja sebagai pemecah batu dengan gaji 400 ribu per bulan. Gaji tersebut nyatanya tidak cukup untuk membiayai anaknya sekolah dan kehidupan sehari- hari sehingga ia harus menjadi PSW di Kuburan Gunung Bolo

(tempat pemakaman orang Tionghoa).

63

Daerah gunung dipilih karena orang Tionghoa percaya

semakin tinggi tanah kuburan, mereka yang telah mati akan semakin dekat dengan nirwana. Namun, selepas senja, kompleks kuburan yang tenang dan sunyi ini beralih fungsi menjadi lokasi prostitusi liar. Untuk sekali melayani, pengujung hanya dikenakan tarif 10 ribu. Dalam „Ragate Anak‟, Nur digambarkan sebagai orang tua yang melakukan segala cara agar anaknya tetap bisa sekolah dan hidup layak meskipun dengan menjual harga tubuhnya.

Di lain sisi, cerita yang sama datang dari Mira seorang janda yang tinggal bersama kiwir (simpanan) yang bernama Agus tanpa ikatan pernikahan. Namun meskipun sudah tinggal bersama

Agus, Mira tetap bekerja menjadi seorang PSW. Agus adalah salah satu penjaga ladang PSW di Gunung Bolo. Dari wawancara yang dilakukan pada para penjaga ladang PSW, tergambar bahwa mereka merendahkan posisi perempuan dan menganggap perempuan hanya boneka seksnya saja.

Film dokumenter yang Tayang secara Komersil di

Jaringan Bioskop Blitz Megaplex ini sudah diputar pada beberapa

64

negara dan berbagai kegiatan perempuan. Film pertaruhan sering

juga masuk dalam nomine dan penghargaan festival film yang cukup menakjubkan diantaranya, Festival Film

Dokumenter/Yogyakarta, Asia Pacific Film Festival, 9th Asian

Film Symposium/ Singapore, Seoul International Women Film

Festival dan masih banyak lainnya.73

C. Catatan Produksi

Tabel 1.1

Tim Produksi Film

Produser : Nia Dinata

Co-Produser : Vivian Idris

Produser Eksekutif : Constantin Papadimitriou

Supervisi Produksi : M. Abduh Aziz

Supervisi Tema : Myra Diarsi

73 http://minikino.org/secreening-dan-diskusi-minikino-roomate- project/ dIakses pada 10 Mei 2018 pukul 18.54

65

Tim Produksi Film “Mengusahakan Cinta” – Hong Kong,Malang, 2008,

27‟

Penulis dan Sutradara : Ani Ema Susanti

Produser Lapangan : Kresna Astraatmaja dan Ray Nayoan

Kamera : Goen Guy Gunawan

Tim Produksi Film “Untuk Apa?” – Jakarta, Indramayu, 2008, 23‟

Film Penulis dan Sutradara : Iwan Setiawan dan M. Ichsan

Produser Lapangan : Nina Desilina

Kamera : Rudolph Angelo Ratulangi

Tim Produksi Film “Nona Nyonya?” – Jakarta, 2008, 26‟

Penulis dan Sutradara : Lucky Kuswandi

Produser Lapangan : Cinzia Puspita Rini

Kamera : Haka Boy

66

Tim Produksi Film “Ragat‟e Anak” – Tulungagung, 2008, 26‟

Sutradara : Ucu Agustin

Penulis & Produser Lapangan : Ferry Ardiyan

Kamera : Rudolph Angelo Ratulangi

1. Tim Produksi

Tabel 1.274

Format Shooting : Digital Format Penayangan : Digital Pra Produksi : Agustus 2008 Produksi : September – Oktober 2008 Paska Produksi : Oktober – November 2008 Durasi Final : 106 menit

74 Aang Wahyu Ariesta Sari, Skripsi: MedIa dan Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan (Analisis Wacana Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan yang direpresentasikan dalam Film Perempuan „Pertaruhan‟, Produksi Kalyana Shira Film Tahun 2008, Surakarta, 2001), h. 96

67

Tanggal Rilis : 10 Desember 2008

2. Profil Produser dan Sutradara

2.1.Ani Ema Susanti

Dilansir dari website Sekolah Dokumenter, Ani Ema Susanti membagikan pengalamannya sebagai TKW yang menjadi produser film.75 Perempuan kelahiran Jombang, 6 Agustus 1982 lalu ini menghabiskan masa kecilnya si desa Pulogedang,

Jombang. Kedua orang tuanya hanya lulusan sekolah dasar dan hidup sebagai petani. Hal inilah yang menjadi alasan Ani memutuskan unuk menjadi seorang TKW di Hongkong.

Kemudian setelah dua tahun, Ani kembali ke tanah air dan melanjukan kuliahnya di Universitas Tujuh Belas Agustus

(UNTAG) Surabaya dengan jurusan Psikologi. Lalu berdasarkan wawancaranya dengan Jpnn.com, Ani mengatakan ia mulai sering sering mengirimkan tulisannya di berbagai penerbit.

75 http://sekolahfilmdokumenter.com/majalah-paras-interview- dengan-ani-ema-susanti.html dIakses pada 9 Mei 2018 pukul 18.25

68

Hingga pada semester enam, ia mulai mencoba peruntungan

dalam tulis menulis dan membuat proposal film untuk film dokumenter amatir Eagle Award yang diadakan Metro TV.

Dalam ceritanya, ia mengangkat tentang kehidupan TKW di

Hongkong yang diberi judul „Helper Hongkong Ngampus‟. Film ini kemudian dilirik oleh Eagle Awards dan berhasil membawa

Ani ke Jakarta juga festival di Denmark, Prancis dan Italia. Film dokumenter pertamanya ini juga mulai diputar diberbagai kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan.

Demikian pula yang membawa Ani mengikuti Master Class dari

Kalyana Shira films dan proposal filmnya yang berjudul

„Mengusahakan Cinta‟ kemudian diterima oleh tim Project

Change! untuk difilmkan. 76

Sampai wawancaranya bersama Jpnn, Ani dikabarkan sedang menggarap film kelimanya yang berkisah tentang kelahiran bayi secara alami. Film ini berkaitan dengan Ani yang melahirkan secara caesar. Setelah sebelumnya menggarap film yang berjudul

76 Hasil Wawancara bersama Ani Ema Susanti via email

69

Donor Asi dan mendapat perhatian dari dunia perfilman sehingga

mendapat penghargaan film dokumenter terbaik dalam FFI 2011.

2.2.Iwan Setiawan & Muhammad Ichsan

Sebelum terjun ke dunia film, Iwan Setiawan adalah seorang jurnalis di majalah dan TV Nasional.77 Ia menekuni karirnya tersebut sejak tahun 1997 hingga tahun 2009. Hingga di tahun

2008 ia menjadi Co Founder Amerta Audio Visual Library yang fokus pada isu sosial dan budaya di Indonesia selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian di tahun 2012 ia terdata sebagai Co

Founder dari Screen Below the Wind Film Festival. Screen Below

The Wind Festival adalah salah satu festival se-Asian.

film dokumenter dari ilmuwan Inggris, Frank Beaver, yang menulis Dictionary of Film Terms. "Sederhananya, sebuah film nonfiksi," katanya. Film dokumenter biasanya di-shoot di sebuah lokasi nyata, tidak menggunakan aktor, dan temanya terfokus pada subjek-subjek seperti sejarah, ilmu pengetahuan, sosial, atau lingkungan. Tujuan dasarnya adalah memberikan pencerahan, informasi, pendidikan, melakukan persuasi, dan memberikan wawasan tentang dunia yang kita tinggali.78

77 https://www.linkedin.com/in/iwan-setiawan-1131145/ dIakses pada 10 Mei 2018 pukul 14.35

78 Frank Beaver yang dikutip oleh iwan setyawan dalam wawancara bersama Jppn.com, https://www.jpnn.com/news/gara-gara-tekuni-film-

70

Berikut pandangan yang ia paparkan dalam artikel.

Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Dwi Karya ini mulai serius masuk dalam ranah dokumenter sejak ia mengikuti workshop

Investigative Journalism Training Murdoch University, Australia tahun 2002. Lantas menekuninya setelah ikut workshop di tahun

2006 hingga proposal filmnya diterima dalam project film

Pertaruhan At Stake bersama Nia Dinata. Hal tersebut dikatakan oleh Iwan dalam wawancaranya bersama Jpnn. com.79 Dari banyak karya yang ia buat hingga hari ini, ia berhasil menyabet berbagai macam penghargaan salah satunya Best Feature

Documentary di FFD 2009 juga Script Developement

Competition di IFF.

Sementara itu, Muchammad Ichsan yang menjadi asisten sutradara film ini adalah salah satu teman Iwan yang juga tergabung dalam komunitas Salam Dokma yakni diskusi sabtu malam bersama penggiat film dokumenter.

dokumenter-iwan-setIawan-kenyang-kena-teror, dIakses pada 12 Mei 2018 pukul 13.30 79 https://www.jpnn.com/news/gara-gara-tekuni-film-dokumenter- iwan-setIawan-kenyang-kena-teror dIakses pada 12 Mei 2018 pukul 13.30

71

Sebelumnya, Ichsan pernah menjadi Film Editor Feature

Fi ksi dalam film yang disutradarai oleh , di tahun

2007, dan Film Merah itu Cinta yang disutradarai Rako Prijanto.

Ia juga terlibat dalam film Garasi, Ungu Violet dan Gie. Setelah itu di tahun 2008, ia didapuk sebagai penulis dan sutradara dalam film Dokumenter Pertaruhan „Untuk Apa‟ bersama Iwan dan serius menekuni profesi Sutradara. 80

2.3. Lucky Kuswandi

Lucky Kuswandi adalah salah satu Sutradara muda Indonesia.

Dilansir dari imdb.com, karirnya dimulai pada tahun 2006 ketika dia diundang sebagai talent kampus di Berlin, Jerman dalam sebuah forum film muda.81 Kemudian di tahun 2007, ia menyutradarai film dokumenter pendek berjudul Miss Or Mrs yang tergabung dalam film Pertaruhan (At Stake) dan ditayangkan pada festival film berlin di tahun 2009.

Lucky Kuswandi termasuk salah satu sutradara yang sering mengangkat isu dalam filmnya, salah satunya dalam film The Fox

80 Aang Wahyu Ariesta Sari, h. 96 81 https://www.imdb.com/name/nm2435022/bio?ref_=nm_ov_bio_sm dIakses pada 9 Mei 2018 pukul 13. 08

72

Exploits He Tigers Night yang memukau kritikus film di Festival

Cannes 2015. Dalam bincang bersama BBC, Lucky mengatakan film The Fox Exploits He Tigers Night mengangkat isu tentang diskriminasi yang dilakukan rezim orde baru terhadap orang tionghoa, dan isu seksulitas.82 Ia membicarakan mengenai isu seksualitas yang jarang dibicarakan dalam perfilman Indonesia.

Hal ini juga yang mungkin membuat Lucky Kuswandi tertarik menggarap film „Nona atau Nyonya‟ dalam film Pertaruhan.

Belakangan ia dikenal juga sebagai sutrdara dari film reborn

„Gita Anak SMA‟ berjudul „Galih dan Ratna‟ yang sukses di pasaran. Lucky Kuswandi merupakan salah satu Sutradara yang film-filmnya pernah ditampilkan di International Worldwide,

Receiving Accoaldes, Awards and Distribution.

2.4. Ucu Agustin

Ucu Agustin adalah seorang Jurnalis, Penulis, dan Pembuat

Film Dokumenter dari Indonesia. Dilansir dari tirto.id, ia

82 http://www.bbc.com/indonesIa/majalah/2015/06/150527_bincang_luckykuswa ndi_film dIakses pada 9 Mei 2018 pukul 15. 09

73

memiliki ketertarikan besar pada cerita-cerita personal, isu

perempuan dan masalah sosial lalu menuangkannya dalam bentuk cerita maupun film.83 Ucu merupakan lulusan IAIN Syarif

Hidayatullah jurusan Aqidah Filsafat dan bergabung dengan

Formaci (Forum Mahasiswa Ciputat).

Dalam website pusat film Indonesia, perempuan kelahiran

Sukabumi, Jawa Barat, 19 Agustus 1976 ini diterangkan mulai menyadari adanya ketimpangan sosial pada perempuan dalam masyarakat sejak dirinya duduk di bangku Tsanawiyah dan mendapati fakta bahwa banyak perempuan yang menjadi istri simpanan di kampungnya.84 Kala itu ia mempertanyakan banyak hal yang akhirnya menggiring dirinya pada dunia Jurnalstik setelah menyelesaikan kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Namun kemudian mulai menjajaki dunia film dokumenter karena tidak puas mengaplikasikan pikiran dengan keterbatasan ruang koran.

83 https://tirto.id/m/ucu-agustin-sy diakses pada 16 Mei 2018 pukul 12.29 84(http://www.pusatfilmindonesIa.com/profil/index/director/11376http ://www.pusatfilmindonesIa.com/profil/index/director/11376) diakses pada 16 Mei 2018 pukul 12.29

74

Belajar film secara otodidak, Ucu sudah memproduksi 14

film, dimana kebanyakan filmnya mempertanyakan peran negara dan hak-hak publik yang terabaikan oleh negara.85 Ucu disebut sebagai salah satu pembuat film dokumenter Indonesia terbaik yang sering memuat isu dalam karyanya. Salah satu kisah „Ragate

Anak‟ dalam film Pertaruhan dan pernah ditayangkan dalam film

Internasional Berlin tahun 2009.

2.5. Nia Dinata

Nia Dinata adalah seorang Produser, Sutradara dan Penulis

Skenario Film. Nia Dinata memulai karirnya sebagai Sutradara wanita yang menggarap pembuatan klip video dan iklan.

Kemudian pada 2010, Nia mulai membangun PH Kalyana Shira

Film secara Independen. Pada 2002 dia memproduksi film berjudul Ca Bau Kan yang diangkat dari karya novelis Remy

Sylado. Novel yang berlatar 1930-an itu bercerita tentang tokoh pejuang berkebangsaan Tionghoa.

85 (http://www.remotivi.or.id/wawancara/110/Ucu-Agustin:-Ya,-Ini- Film-Pesanan) diakses pada 8 Mei 2018 pukul 13.33

75

Setelah itu, muncul beberapa film di tahun-tahun selanjutnya.

Diantara daftar film yang diproduksi oleh Kalyana Shira Films, dua diantaranya mengundang kontroversi yakni Arisan! (2003) dan Berbagi Suami (2004). Pasalnya film ini mengundang topik yang kontroversial dan menjadi bahan diskusi yang panas tentang homoseksual dan poligami di Indonesia. Namun terlepas dari itu, film garapan Nia Dinata kerap kali mendapat penghargaan di beberapa ajang film nasional salah satunya film Pertaruhan At

Stake.

Wanita kelahiran Jakarta 04 Maret 1970 ini memiliki nama asli Nurkurnia Aisyah Dewi. Ia menempuh masa kuliah di

Ellisabeth College Pensylvania jurusan Komunikasi lalu lanjut di

New York University dan mengambil program jurusan Produksi

Film.

Selepas kuliah di Amerika tahun 1995, Nia Dinata mulai mengerjakan berbagai proyek komersial untuk televisi. Dan di tahun 1999, Nia memenangkan penghargaan gambar terbaik dan drama terbaik dalam festival sinetron Indonesia untuk drama lepas yang berjudul Mencari Pelangi. Daftar film yang pernah

76

diproduksi oleh Nia Dinata baik sebagai sutradara maupun

sebagai produser, diantaranya, Ca Bau Kan (2003, sutradara),

Arisan (2004, sutradara), Janji Joni (2005, produser), Berbagi

Suami (2006, sutradara), Heaven (2006, produser), Quickie

Express (2007, Produser), Perempuan Punya Cerita 2008

(Produser dan Sutradara), Pertaruhan At Stake (2008, Produser) dan film terakhirnya yang baru saja rilis tahun ini adalah Kenapa

Harus Bule (2018) sebagai Produser.

3. Kalyana Shira Films

Dalam websitenya ditulis bahwa Kalyana Shira Films berada di bawah naungan Kalyana Shira Foundation. Melalui sebuah film, Kalyana Shira Film mengangkat isu-isu perempuan, gender, anak-anak dan kaum marginal lainnya.86 Para pekerja film yang masih aktif berkecimpung dan berkarya paska reformasi mulai membangun Kalyana Shira Films dann berkontribusi dalam mengeliatkan kembali perfilman di Indonesia. Tentunya, dengan tujuan meningkatkan pemberdayaan perempuan Indonesia dan

86 http://www.kalyanashirafound.org/ diakses pada 6 Mei 2018 pukul 16.06

77

memberikan dukungan dalam memperkuat nilai demokrasi serta

kemanusiaan melalui sebuah film.

Dalam artikel dijelaskan, Nia Dinata selaku pengelola

Kalyana Shira Films menyatakan, dengan bantuan dari crew dan staff yang berpengalaman dan kecintaan terhadap film industri, mereka memproduksi film yang berkualitas.87 Pihak Kalyana

Shira Films percaya bahwa masyarakat di Indonesia masih lapar akan film berkualitas. Oleh karena itu, mereka berusaha mengemas film yang terhubung dengan kehidupan sehari-hari namun tetap bisa menghibur.

Kalyana Shira Films adalah Production House yang dibangun sejak tahun 2006. Sampai hari ini, Kalyana Shira Films berhasil menerbitkan puluhan film, diantaranya Ca Bau Tak Berdawai,

Arisan, dan Berbagi Suami yang selalu menyentuh tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan perempuan di Indonesia. Film- film tersebut memiliki peminatnya sendiri di festival-festival film, universitas dan Cine Space. Selain film, Kalyana Shira Film

87 https://culture360.asef.org/resources/kalyana-shira-film diakses pada 6 Mei 2018 pukul 14. 55

78

pernah menggarap 4 sinetron yang di tayangkan di TPI pada

tahun 1993-1997.

Selain Pertaruhan At Stake (2008), Project Change! juga sudah menelurkan beberapa film dokumenter lain diantaranya

Working Girls dan Nyalon. Hingga 2015 lalu Project Change! masih dilaksanakan dan menelurkan beberapa film lainnya diantaranya Working Girls dan Nyalon. Bulan lalu film

Pertaruhan juga kembali diputar di Cine Space.

Cine Space adalah anak dari Kalyana Shira Foundation yang terletak di Serpong dan baru saja launching 5 November 2017 lalu. Cine Space menjadi tempat pemutaran film alternatif bagi para sineas dan penikmat film yang ingin beralih dari bioskop- bioskop yang dipenuhi film holywood.

BAB IV

Temuan dan Analisis Data

A. Temuan Data

Pada bab ini peneliti memaparkan hasil analisis terhadap film dokumenter Pertaruhan at Stake dengan menggunakan analisis wacana Sara Mills yang akan dibagi berdasarkan subjek, objek dan posisi pembaca.

Lain hal dengan film kebanyakan, film dokumenter

Pertaruhan dikemas dengan membagi ceritanya menjadi 4 kisah sub tema yang berbeda dalam 1 tema besar yakni perempuan.

Dalam film ini dipaparkan bagaimana para perempuan ditampilkan menolak sejumlah ketidakadilan yang terjadi pada perempuan karena ketetapan-ketetapan yang mengakar dalam masyarakat. Bagaimana para perempuan ini ditampilkan dalam rangkaian gambar (scene) dan teks yang menjadi penelitian utama dalam film Pertaruhan at Stake ini.

79

80

1. Posisi Subjek

Posisi subjek mendeskripsikan para pemeran ditampilkan dalam teks. Posisi yang dimaksud adalah yang menjadi pencerita

(subjek) dalam film Pertaruhan at Stake. Posisi subjek ini dapat dilihat dari potongan adegan dan dialog pemeran. Hal tersebut dapat menentukan bagaimana struktur teks, serta bagaimana makna yang terkandung dalam teks.

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, film Pertaruhan at

Stake memiliki empat kisah yang berbeda dalam satu film. Hal tersebut juga mempengaruhi berapa banyak subjek yang ada dalam

Dalam kisah „Mengusahakan Cinta‟ tema yang diangkat oleh penulis mengenai bagaimana perempuan memperjuangkan cintanya pada kekasihnya. Subjek yang digambarkan dalam kisah ini adalah dua orang perempuan lajang dengan karakter, status, dan jenis kelamin pasangan yang berbeda.

Wati digambarkan sebagai perempuan berhijab yang taat, patuh akan agama juga budaya ketimuran dan menyukai laki-laki.

81

Sedangkan Riyanti digambarkan sebagai perempuan yang

tomboy, keras, dan menyukai perempuan.

Gambar 1.1

Wati Riyan

Kemudian „Untuk Apa‟, kisah ini dibuat untuk mempertanyakan keuntungan sunat bagi perempuan. Dalam kisah ini digambar dua sisi yang bertolak belakang, dimana satu sisi mendukung dan lainnya menolak. Oleh karena itu, berdasarkan judulnya yakni „Untuk Apa‟ yang merepresentasikan pertanyaan perempuan akan fungsi dan keuntungan dari sunat perempuan maka peneliti mengkategorikan penolak khitan disini sebagai subjek. Orang yang dikategorikan dalam “penolak khitan” terdiri dari empat orang yakni Indriyani, Nong Darrol, Della, dan A.S.

82

“Ketika itu saya masih kecil yang mungkin mendekati 6 tahun. karena ketika itu belum sekolah saya tidak berpikir

apa-apa jadi ya udah ikut aja nurut tapi ternyata ketika tahu bahwa sunat perempuan dan sunat laki-laki berbeda. kalau ada laki-laki dari segi kesehatan juga memang harus tapi ternyata kalau perempuan tidak ada gitu loh. loh kenapa harus disunat kalau begitu” (Indriyani) “Khitan perempuan menurut Abah itu sunnah atau wajib?” (Ini adalah pertanyaan yang dilontarkan Nong Darrol ketika bercakap dengan ayahnya. Disini nong berusaha mencari tahu bagaimana sebetulnya khitan perempuan dalam Islam) “10 tahun setelah itu (khitan-red) saya terus mencari apa sih pengertian dari menyempurnakan diri sebagai perempuan itu bukankah kita dibuat sedemikian lengkap dan sempurna oleh Allah” (Della) “Kok kamu membiarkan ini anak saya disunat?” (Kalimat pertanyaan ini dilontarkan A.S ketika berdebat dengan istrinya pasca melahirka

83

Gambar 1.2

Penolak Khitan

Selanjutnya kisah ketiga yakni „Nona atau Nyonya‟.

„Nona atau Nyonya‟ menyuarakan perempuan yang merasa terdiskriminasi atas kesehatan reproduksi mereka. Subjek dalam kisah ini dibagi menjadi 2 kategori yakni individual dan kelompok. Kelly, adalah remaja 17 tahun yang mengalami masalah keputihan dalam jangka yang tidak wajar. Kelly

84

digambarkan sebagai remaja yang kesulitan menanggulangi

penyakitnya karena kurangnya sosialisasi mengenai kesehatan reproduksi perempuan di daerahnya. Sementara subjek lainnya adalah relawan yang bersedia melakukan Pap Smear di beberapa rumah sakit untuk melihat respon yang diberikan pada ahli medis terkait masalah tersebut.

“Nama saya Kelly umur 17 tahun kerjanya di Kemang di Cafe Breewww. Saya sekolah saya lulusan sekolah SMKN 4. Habis lulus langsung kerja. Cita-cita Kelly pengen sukses sih pengen jadi dokter cuman ini sih gimana ya ngomongnya tapi kayaknya nggak mungkin” (Kelly) “Oke, nama gue Cinzia dan floor produser di proyek ini dan sepertinya gua harus mencoba sendiri untuk merasakan apa yang dialami perempuan tentang (Pap Smear-red) ini” (Cinzia) “Nama saya Naya. Saya ke sini tadi untuk coba cek Pap Smear, untuk kepentingan film ini aku menjadi Nona” (Naya) “Nama gua Adek Puspaningrum umur gue 37 tahun. Gue sebenarnya apa ya kalau mau dibilang nona atau nyonya itu sebenernya berpasangan tapi nggak bisa dibilang nona atau nyonya karena dua-duanya perempuan pasangannya jadi Nonya” (Ade)

85

Gambar 1.3

Kelly

Relawan Smear

Dan yang terakhir kisah dari Nur dan Mira. Perempuan yang hidup sebagai Pemukul batu sekaligus penjaja wanita malam. Nur, Janda yang menghidupi dua orang anak sendirian

86

karena mantan suaminya tidak sanggunp lagi menafkahi

keperluan hidup mereka. Sementara Mira, Janda yang berusaha menghidupi anak dan keluarganya di kampung. Mira juga menghidupi kiwir yang tinggal di rumahnya.

“Kenalin nama saya Nur, tiap malam saya kerja malam di sini cari duit di sini pelanggan saya kebanyakan dari Trenggalek, Ponorogo, Tulungagung Blitar” (Nur) “Tempat tinggal saya sama agus ini kira kira ya gini. Saya di sini udah 2 bulan tapi aku udah anu kok senang kok punya kosan di sini ada kegiatan mencari batu” (Mira)

Gambar 1.4

Mira Nur

87

Untuk menganalisis subjek akan dijabarkan berdasarkan tiga kategori yakni hak sebagai perempuan, perempuan di tengah patriarki juga perempuan dan agama. Peneliti akan membahas satupersatu berdasarkan kategori:

a. Perempuan di Tengah Patriarki

Faktor lainnya yang digarisbawahi berpengaruh dalam membatasi kehidupan perempuan adalah konsep Patriarki yang dianut masyarakat Indonesia terutama dibeberapa tempat seperti

Jawa. Wati yang merupakan orang jawa tentunya dengan sadar mengikuti tradisi lingkungannya. Begitu pula saat ia melewati masalah operasi yang harus dilakukan melalui vaginanya sebelum ia menikah.

“Proses saya menjelaskan kepada calon suami tentang operasi selaput vagina pun sampai sekarang pun dia belum mau menerima gitu loh. Sampai teman saya pulang ke Indo kemudian dia mampir ke rumah calon suami dan calon suami saya tuh mas masih nanya banyak pada temen saya” (Wati) Ia mempertimbangkan pemikiran calon suaminya saat harus melakukan operasi lewat vagina. Wati betul-betul merasa

88

harus menyerahkan keperawaannya pada suaminya sebelum

menikah sesuai dengan pemikiran yang anut. Wati bersikap hati- hati saat menjelaskan masalah yang dialaminya karena calon suaminya terlihat ragu akan penjelasannya. Ia juga akhirnya memutuskan untuk melakukan pengecekan ulang ke rumah sakit setiba di Indonesia bersama calon suaminya agar percaya.

Hal ini sama seperti cerita Riyan yang diceraikan suaminya karena ketidakpercayaannya pada kesetiaan Riyan.

Selama menjadi istri pun Riyan tidak diperlakukan dengan baik.

Riyan berusaha patuh pada suaminya dengan melayaninya dengan baik. Namun, ia merasa suaminya memperlakukannya seperti budak.

“Jadi istri dia tuh kayaknya budak gitu loh. Kalau dia waktunya mau aja dia minta aku. waktunya aku kerja ya aku suruh kerja. Tapi giliran aku butuh ya dianya kayak gitu gitu loh Ya mending aku jadi budak jadi babu keluar negeri aku dapat gaji” (Riyan) Riyan merasa tidak mendapat kepuasan lahir dan batin dari suaminya selama menjalani pernikahan juga dicurangi dengan alasan yang tak benar saat ia cerai. Hal ini menjadi pemicu Riyan trauma untuk memiliki hubungan dengan laki-laki.

89

Setelah bercerai, ia memutuskan untuk berpenampilan seperti

laki -laki seperti memangkas rambutnya cepak, merokok dan menyukai perempuan. Sementara itu, Nur dan Mira dalam kisah

“Ragat‟e Anak” memiliki cerita yang berbeda.

“Tarifnya Rp10.000 Kalau lama kalau tamunya nggak mau ngasih tambah ya kita capek sendiri. namanya buat biaya sekolah anak loh mbak” (Mira mendeskripsikan tarif yang dibayar oleh pelanggan malamnya) Pelanggan tiap malamnya diperkirakan mencapai 4 sampai 10 orang. Meskipun rasanya sudah sakit saat melayani 3 orang lebih tapi ia tetap berusaha mendapat pelanggan sebanyak mungkin. Baginya hidup di perantauan itu sulit, terlebih dia hanya lulusan SD. Mira bertahan dalam pekerjaan ini semata- mata untuk membiayai orang tua dan anaknya yang ada di kampung. Begitu juga alasan Nur yang juga janda beranak 2 menggeluti pekerjaan ini.

Nur memiliki 2 anak yang dibawah asuhannya saat ini.

Mantan suaminya tidak bisa memenuhi kebutuhan anaknya pasca perceraian. Setiap minggu suaminya hanya mengirim uang 4000 sampai 5000 untuk menafkahi anaknya. Oleh karena itu,

90

kebutuhan 2 anak yang dibawanya menjadi tanggung jawab Nur

baik makan, sekolah dan jajan sehari-hari.

“Kalau 1 bulan pengeluaran kan Rp1.500.000 berarti kan sehari Rp50.000. Yang Rp20.000 buat ngasuh anak-anak, yang Rp20.000 buat makan yang Rp10.000 buat ijazah nya anak-anak buat sangu anak sekolah” (Nur) Nur sebetulnya bekerja sebagai pemecah batu di pagi hari.

Namun gaji pecah batu 400 ribu sebulan tidak cukup memenuhi kehidupan keluarganya. Oleh karena itu ia menjadi penjaja wanita malam di Gunung Bolo malam harinya. Gunung Bolo memang dikenal sebagai tempat Penjaja Seks Wanita (PSW) dengan harga murah.

Daerah Gunung Bolo dikuasai para preman ynag menetapkan diri sebagai penjaga wilayah setempat. Para preman ini juga bertingkah seolah pemilik dari semua PSW di Bolo.

Mereka berhak mendapat layanan seks gratis jika mereka menginginkan. Para preman ini menganggap wanita hanya boneka seks yang dapat digunakan kapanpun mereka ingin.

Bahkan ada yang memacari PSW dan bergantung hidup pada

PSW.

91

“Saya pernah hubungannya sama kadut. cuma nggak tahan 7 bulan sama kadut. terus aku lari gitu ngindarin.

Dia itu dapat uang setor dapat uang setor padahal uangku tapi yang iniin dia. laper aja bilang mas minta uangnya padahal uangku. mas minta mas, nih sana dikasih dua ribu ke warung, abis itu dipukul” (Mira) Dalam kisah ini, sebelumnya Mira memiliki kiwir bernama kadut.

Namun karena tidak sanggup akan sikap kadut Mira memilih untuk kabur. Ia merasa kadut terlalu mengontrol dirinya dan membuat ia tidak bahagia. Sedangkan Nur sendiri memilih untuk tidak memiliki kiwir karena tanggung jawab anaknya lebih utama dari yang lain.

“Kalau saya kalau cari ya yang mau minta. Sayanya gak mau, sebabnya anak saya tuh banyak yang ngurusin anak aja saya kalangkabut apa lagi ngurusin kiwir, nggak cukup. Kebanyakan di sini itu kiwir itu mintanya sama perempuan tok pekerjaannya jadinya sek berati perempuan gitu” (Nur) Selain itu, kisah „Untuk Apa‟ juga tak lepas dari pengaruh

Patriarki. Sebagaimana yang diceritakan Indriyani tentang percakapannya bersama seniman yogyakarta saat sedang berkumpul.

“Liar banget ya jadi perempuan padahal udah punya suami tapi dia bla bla bla bla jelek keluar diri sendiri nya disunat enggak sih keluar kayak gitu ya udah keluar dikit gitu juga membuat saya kaget kalau mau jadi mau jadi

92

kalau perempuan disunat itu untuk untuk mengontrol nafsu perempuan gitu” (Indriyani) Indriyani yang bercerita tentang pengalamannya semasa mengobrol bersama temannya menunjukan sikap heran dengan alasan tersebut. Menurutnya perempuan selingkuh bukan ditetapkan dari apa perempuan dikhitan atau tidak. Tidak ada korelasi yang masuk akal untuk menjelaskan hal tersebut. Ia menyatakan itu merupakan alasan yang tidak masuk akal jika dengan tidak khitan perempuan menjadi liar. Karena menurutnya liar itu bagaimana seseorang itu tumbuh dimana lingkungannya.

Nong Darrol bahkan menyatakan khitan perempuan adalah bentuk kontrol pada wilayah perempuan oleh budaya patriarki.

b. Perempuan di Mata Budaya Timur

Film pertaruhan dibuat seolah mewakili para perempuan yang terdiskriminasi dilihat dari subjek yang dipakai dari keempat kisahnya mayoritas perempuan. Para perempuan yang merasa haknya yang tidak terpenuhi atau dipinggirkan. Film ini dibuka dengan kisah Wati dan Riyan.

93

Ekonomi keluarga yang buruk membuat Wati

memutuskan menjadi TKW Hongkong. Ia bertekad membantu keuangan keluarganya agar menjadi lebih baik. Setelah 10 tahun bekerja di Hongkong, ia akhirnya memutuskan untuk menikah dan kembali ke Indoneisa. Tapi, dalam masa menuju pernikahan wati divonis memiliki tumor di area vital. Ia dianjurkan untuk mengangkat tumor tersebut melalui vagina yang juga mengharuskan dia merelakan keperawananya. Dalam hal ini Wati merasa sanksi karena merasa harus menjaga keperawananya untuk calon suaminya kelak.

“Saya harus operasi otomatis kan dilihat apa ya ya ya takut saya dilihat vagina saya gitu kan kan gitu kan gimana gitu loh jangan sampai orang lain tahu dulu sebelum nanti calon suami gitu lah” (Wati dalam „Mengusahakan Cinta‟) Ia percaya bahwa sebelum menikah, mahkota dan kehormatan harus dijaga sampai ia menikah sebagaimana budaya timur. Begitupula Riyan saat disarankan menikah untuk orangtuanya saat umurnya tiga tahun.

“Aku nikah tuh umur 13, 13 hampir 14. Itu suami saya selisih 12 tahun. Tapi kan pernikahan saya kan dijodohin.

94

Yang penting orang tua bahagia. Ya aku jalanin” (Riyan dalam „Mengusahakan Cinta‟) Namun akhirnya ia harus bercerai karena dituduh selingkuh oleh suaminya. merasa tidak bahagia dengan kehidupan rumah tangganya ia pun menerima perceraian dan meninggalkan satu anak yang diasuh oleh Ayahnya. Begitupun bagaimana

Riyan tidak diberi pilihan oleh keadaan. Lain hal dengan Wati dan Riyan kisah „Nona dan Nyonya‟ secara terbuka bertanya tentang hak perempuan dalam mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

“Terus kenapa kalau misalnya orang timur menurut orang ini kamu itu masih dalam hubungan orang tuanya tapi kan pacaran itu kan secara normal gue kalo secara legal. Enggaklah enggak sampai umur berapa kalau sampai menikah. kalau misalnya saya memutuskan untuk tidak menikah dan udah 47 tahun tapi nggak menikah terus orangtuanya nggak ada” (Naya) Naya menegaskan status perempuan yang tidak pernah independen sejak ia lahir kecuali meninggal. Begitu bagaimana geramnya Naya menjelaskan kepada ahli genekologi saat ia mencoba melakukan Pap Smear di rumah sakit dengan statusnya yang masih nyonya. Naya merasa tidak adil dengan alasan kalau semua keputusan untuk kepentingan perempuan harus

95

didiskusikan bahkan diputuskan oleh orang ketiga. Begitupun

terjadi dalam film “Untuk Apa” digambarkan.

“Aku masih ingat waktu itu sekitar 10-11 tahun. aku dan ketiga adik-adikku berangkat ke sekolah. masih kecil dan ayah memutuskan khitan. kalian khitan karena mengingat itu adalah bagian untuk menyempurnakan diri kalian sebagai perempuan kita” (Della) Della mengatakan proses khitan yang ia jalani tidak berjalan lancar dan ia tidak punya pilihan selain menurut pada orang tuanya. Karena saat itu Della memang masih kecil dan secara hukum adalah tanggung jawab dari kedua orang tuanya.

Karena kejadian itu dia harus menanggung trauma hingga ia dewasa. Ia berusaha mencari segala jawaban tentang keuntungan khitan bagi perempuan dari segi Sains juga Islam. Namun yang ia didapat, keuntungan dari khitan perempuan hanya untuk kepentingan pasangan.

Begitu besar peran orang tua masuk dalam kehidupan

Della. Hal yang sama juga dirasakan A.S. A.S adalah nama inisial dari pengusaha laki-laki yang digambarkan dalam kisah ini. A.S yang tidak setuju dengan anaknya dikhitan berdebat dengan istrinya yang memutuskan untuk anaknya agar dikhitan dengan

96

alasan orang tua. Orang tua dari istri A.S memberi influence yang

besar bagi pemkiran si ibu dari anak A.S.

“Kok kamu membiarkan ini anak saya disunat. Dia bilang ya biarin Ibu saya bilang biar gampang lah biar aku biar urusannya selesai kita pulang Udah selesai tapi kan kamu tahu saya nggak mau itu terjadi. Dia bilang udahlah udahlah gitu udah biasa kok gitu gitu. Oh berarti kan influence orang tua begitu kuat” (A.S) Karena pola pikir yang berbeda, AS pada akhirnyapun memutuskan untuk bercerai dengan suaminya.

c. Islam untuk Perempuan

Dalam kisah “Untuk Apa”, Khitan Perempuan adalah ajaran yang dibawa oleh agama Islam. Tokoh agama dari daerah yang dijadikan latar kisah ini, Agus Wahid juga Ustadzah

Huzzaimah menyatakan khitan perempuan itu wajib.

“Kalau tidak disunat itu ada 7 unsur yang akan menyebabkan kejelekan pada kepribadian yang pertama itu kalau perempuan nggak disunat seksnya itu nggak karuan terus kedua banyak penyelewengan gak bisa dipercaya oleh suami terus yang ketiga itu dalam anunya enggak tuh enggak mantap gituh. Terus kalau ada angin yang anu tuh suka suka gampang terbawa arus gitu” (Wahid)

97

Pernyataan wajib inilah yang menjadi pedoman orang tua

Della mengkhitankan Della ketika ia masih kecil yang berujung trauma sampai ia dewasa. Orang tua Della sewaktu kecil berkata padanya bahwa khitan adalah cara seseorang menyempurnakan diri sebagai perempuan.

“10 tahun setelah itu saya terus mencari apa sih pengertian dari menyempurnakan diri sebagai perempuan itu bukankah kita dibuat sedemikian lengkap dan sempurna oleh Allah” (Della) Della mengalami masa sulit selama masa setelah khitan.

Ia berusaha mencari tahu maksud dari orang tuanya untuk apa perempuan harus khitan sampai harus membuatnya menderita dihantui rasa sakit semasa kecil. Namun Della tidak menemukan apapun yang menguntungkan perempuan saat perempuan dikhitan.

Sementara itu, Nong Darrol. Ketika ia bertanya pada ayahnya mengenai khitan perempuan. ayahnya menyatakan bahwa khitan perempuan itu adalah wajib ia menyatakan bahwa khitan perempuan ada di Indonesia sejak jaman walisongo sesuai dengan mazhab yang dianut di Indonesia yakni Syafi‟i. Ayahnya

98

berkata bahwa khitan perempuan dilakukan juga untuk

me nyamakan derajat laki-laki dan perempuan. Jika laki-laki disunat maka perempuan juga berhak disunat.

Namun disini, Nong Darrol tergolong perempuan yang hidup di wilayah Islam demokrat yang membebaskan ia mengambil pemikiran tentang ajaran agama yang dianutnya secara bebas. Ia dibebaskan mengambil keputusan yang ia inginkan jika menurutnya itu janggal dan merugikan dirinya. Dan baginya, khitan adalah salah satu yang merugikan perempuan yang bahkan tidak punya dasar sains. Ia beranggapan bagaimana bisa perempuan harus berkorban sesuatu yang bukan untuk dirinya sendiri.

“Saya ragu itu apalagi selalu dibilang soal kehormatan. kehormatan ini pasti nyantelnya bukan kehormatan untuk dirinya sendiri tapi selalu dikaitkan dengan pasangannya perempuan di situ bener- beneran posisi perempuan tidak punya tempat sama sekali dia dikontrol habis-habisan. Khitan itu adalah bentuk kontrol terhadap wilayah privat domestik perempuan” (Darrol)

99

2. Posisi Objek

Dalam film Pertaruhan At Stake, posisi objek merupakan hasil penggambaran subjek berdasarkan perspektifnya sendiri. Hal itu dapat dilihat dari alur cerita dan potongan kalimat percakapan di dalamnya. Tidak seperti subjek yang diperkenalkan satu per satu, objek disini akan langsung dibagi berdasarkan kelompok. Dimana sejajar dengan kategori subjek yakni penganut patriarki, penganut budaya dan penganut agama.

a. Penganut Budaya Timur

Menjadi lajang merupakan masalah yang cukup pelik bagi perempuan. Dalam prolog kisah „Nona dan Nyonya‟ para perempuan yang diwawancarai secara random oleh tim film, menyatakan tidak ada tempat bagi mereka untuk memeriksakan kesehatan reproduksi mereka ke genekologi dengan nyaman jika mereka belum menikah.

“Waktu itu selama 3 bulan aku gak mens. Jadi aku pengennya sih periksa. Tapi ada temen-temen yang bilang gini. Waduh, kamu kan masih single, apalagi kamu masih SMA pakai kerudung lagi” “Tidak populer begitu ke genekolog kan, populer hanya untuk orang yang sudah menikah”

100

“Maksudnya kan kalo kita ke dokter kandungan di umur yang sekian kan. Pasti orang mikir yang macem-macem” Bagi sebagian perempuan periksa kesehatan ke genekolog jauh lebih menyebalkan dari pada ke dokter lainnya. Karena perempuan – perempuan ini merasa mereka sudah mendapatkan diskriminasi bahkan sebelum masuk. Dalam form pasien di resepsionis sudah tertulis pasien ini nona atau nyonya. Lalu Jika pasien mencontreng nona maka susternya tidak segan-segan bertanya hal privasi pasien.

“Pas masuk ditanya dengan susternya keluhannya apa. kalau misalnya mau Pap Smear. Emang mau pap smear kan masih nona? emang beneran nggak boleh ya mbak? kan itu kan nanti kan dicolok. Dicolok ke mana Mbak? di colok m***. kata Mbaknya nah terus kalau misalnya calon suaminya komplain kan tidak perawan lagi kan yang disalahin mbaknya” (ini adalah rekaman percakapan antara suster dan relawan film yang diambil melalui kamera tersembunyi) Tidak mentok sampai disitu, masih dalam kisah Nona dan

Nyonya, Kelly dan temannya berbicara masalah keperawan.

Salah satu temannya bercerita bahwa di sekolah mereka saat

SMA pernah ingin mencoba mesin tes keperawanan di gerbang sekolah.

101

“Jadi dulu di sekolah sempat mau ada yang namanya gerbang buat tes keperawanan gitu gitu sih katanya kalau

misalnya kita masuk gerbang sekolah itu kalau misalkan kita udah nggak perawan lagi itu bakal bunyi gerbangnya. Tapi kalau misalnya masih perawan yang ya gak bunyi gerbangnya” Dalam kasus ini teman Kelly hanya menyebutkan bahwa mesin ini dibuat hanya untuk perempuan dan tidak untuk laki- laki. Selain Kelly, masalah keperawanan juga menjadi perbincangan antara Wati dan calon suaminya, Yanto. Yanto adalah duda anak satu yang memutuskan untuk menikahi Wati.

“Ya itu tadi dia minta izin untuk operasi melalui vagina. yang dipermasalahin itu yang kayak gitu karena dia kan masih lajang gitu kan dan katanya belum pernah berhubungan badan dengan laki-laki gitu kan. Ya istilahnya mah masih perawan gitulah” Sebagaimana yang dijelaskan diatas, jika mengikuti budaya timur, perkara perempuan perawan sepertinya tergolong point penting sebelum menikah.

b. Penganut Patriarki

Sebagaimana penjelasan subjek dalam film ini. Subjek menyinggung berbagai faktor yang membuat kehidupan mereka merasa terpinggir dan tertekan salah satunya adalah karena

102

konsep Patriarki. Beberapa subjek yang menceritakan adanya

patriarki menjadi alasan utama pendiskriminasian juga ketimpangan yang dirasakan para perempuan

Nur dan Mira dimana mereka hanya dianggap sebagai objek seks oleh para preman di Bolo. Resiko menjadi PSW bukan hanya harus siap direndahkan oleh pelanggan yang memesannya.

Tapi juga orang yang tinggal disekitarnya.

“cewek-cewek apa para cewek-cewek kan cuma temen tidur bisa mengenakan kita dong barang baru yang menarik yang wajahnya terus kita kan baru lihat kali itu doang kita harus melihatnya dan merasakannya kalau dia oke lanjut” Begitu bagaimana para preman menggambarkan seberapa rendah Penjaja Wanita Seks termasuk Nur dan Mira. meskipun para preman itu sebetulnya sadar bahwa apa yang dia lakukan pada PSW itu sangat tidak patut.

“Kalau saudaraku di gitukan ya jelas aku nggak terima

dia tapi kenal kamu kok bikin begitu. Jangan lah”

103

c. Tokoh Muslim

Kisah dalam film ini yang paling terlihat bahwa Islam mencampuri urusan perempuan adalah “Untuk Apa”. Islam digambar menjadi pemicu utama dari munculnya kerugian perempuan karena khitan perempuan. Khitan perempuan memang datang dari agama Islam. Berdasarkan kajian para ulama mengenai kewajiban khitan bagia setiap muslim.

“Sunat untuk perempuan itu hukumnya wajib karena perempuan itu kalau tidak disunat itu ada 7 unsur yang akan menyebabkan kejelekan pada kepribadian yang pertama itu kalau perempuan nggak disunat seksnya itu nggak karuan terus kedua banyak penyelewengan gak bisa dipercaya oleh suami terus yang ketiga itu dalam anunya enggak apa tuh enggak mantap ditutup. Terus kalau ada angin yang anu tuh suka suka gampang terbawa arus gitu” Begitu penjelasan dari salah satu pemuka agama di daerah jawa barat tentang khitan bagi perempuan. Dari pejelasan tersebut kaum „penolak khitan‟ tidak menemukan ada hal yang menguntungkan bagi perempuan. Para penolak khitan mencoba untuk mengkaji dan berusaha meminta penjelasan yang lebih masuk akal. Nong Darrol bahkan meminta penjelasan pada abahnya dan juga gusdur mengenai kontroversi khitan bagi

104

perempuan. Hasilnya kedua argumen bertolak belakang satu

dengan lainnya.

“Gak. ada dalilnya ada? Aya, Iya maksudnya itu untuk menjaga kehormatan wanita sebab wanita itu syahwat yang banyak, besar. Itu dasarnya apa ya bah? Kalau misalnya perempuan itu nafsunya lebih besar daripada laki-laki. Itu Hadits Nabi. kumaha itu hadis nabi nya aya? Ada salah satu otot yang mendorong ke arah syahwat perempuan itu berlebihan gitu Oleh karena itu harus dihilangkan sedikit begitu. Itu hadisnya Lemah atau Kuat kalau misalnya laki-laki kan itu tradisi sejarah Nabi Ibrahim kalau misalnya perempuan itu tradisi apa” (ini percakapan antara Nong darrol dan Abahnya) “Nggak ada teks yang merajuk ke situ. nggak ada. Ya apa tradisi Indonesia atas nama Islam dimasukkan” „Nona dan Nyonya‟ juga menyinggung perihal bagaimana

Islam berpengaruh dalam kehidupan perempuan. Ketika Sandra ditanyai bagaimana tanggapannya mengenai perempuan belum menikah pergi ke genekolog, ia menjawab:

“Because we are mouslim country. I thinks that place big part”

Jika dijabarkan maksudnya, Sandra mungkin merasa karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas muslim.

Maka aturan yang digunakan dalam sehari-haripun tak lepas dari

105

aturan Islam. Salah satunya perihal menjaga kehormatan bagi

perempuan merupakan suatu kewajiban.

Oleh karena itu pergi ke genekolog menjadi hal tabu karena genekolog adalah dokter kandungan. Mereka yang belum menikah dan pergi ke genekolog bisa dianggap hamil (sudah pernah melakukan seks atau tidak perawan). Jika berkaca pada ajaran Islam, seks sebelum menikah memang termasuk zina yang besar. Sehingga bagi sebagian keluarga, tidak perawan atau hamil diluar nikah merupakan sebuah aib.

3. Posisi Penonton

Dalam analisis wacana kritis Sara Mills, teks dianggap sebagai hasil negosiasi antar penulis dan pembaca. Pembaca ditempatkan bukan hanya sebagai pihak yang menerima teks, tetapi juga pihak yang ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam teks. Tapi dalam penelitian ini, teks akan disetarakan dengan dialog dan pembaca setara dengan penonton.

Penempatan posisi penonton ini biasanya dihubungkan dengan bagaimana penyapaan atau penyebutan dilakukan dalam

106

sebuah dialog. Dalam kisah-kisah pada film Pertaruhan, cerita

digambarkan dengan sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah dirinya sendiri juga orang yang berhubungan dengannya.

Konsep yang digunakan dalam film dokumenter

Pertaruhan ini cenderung campuran alur cerita dan wawancara dari pemeran utama. Dalam film ini, penonton akan mengidentifikasi atau mensejajarkan dengan semua tokoh perempuan dalam semua kisah film ini.

Penggambaran karakter-karakter perempuan menceritakan keluhan atas perlakuan diskriminatif yang dia alami di masyarakat semasa hidup. Para perempuan yang berusaha memberontak dan mencari jawaban untuk melepaskan perlakuan tidak adil mereka secara tidak sadar menempatkan penonton menjadi mereka dan membuat dukungan untuk mereka.

Penonton ditawarkan untuk mengikuti alur karakter dan turut merasakan ketidakadilan yang mereka alami. Bentuk tanya jawab yang disuguhkan dalam film membuat penonton turut

107

berfikir atas pertanyaan sekaligus jawaban yang dilontarkan

karakter utama.

Kesulitan yang dialami para karakter perempuan menggambarkan beberapa wilayah Indonesia tidak ramah akan perempuan. Penulis menunjukan bahwa belum ada tempat bagi para perempuan untuk mendapat perilaku dan ruang yang sama sebagai manusia. Kuasa agama yang pro akan patriarki juga menarik arus tradisi di Indonesia berjalan sejajar.

Dalam film Pertaruhan, penulis mengajak penonton merasakan sulitnya untuk mendapat citra perempuan yang baik di masyarakat. Bagaimana penulis menggambarkan sulitnya perempuan menjadi tulang punggung keluarga, kerasnya kehidupan di perantauan, miskinnya perempuan yang hidup sebagai orang tua tunggal, sampai diskriminasi dari masyarakat bahkan para ahli profesi.

B. Analisis Temuan

Film Pertaruhan hadir sebagai film yang mengisahkan tentang apa-apa yang dirasakan kelompok perempuan saat

108

didiskriminasi, bahkan dihilangkan haknya secara terang-

terangan karena ketidakmampuan menangani masalah finansial atau nihilnya ruang pendapat bagi mereka di masyarakat.

Kisah kejadian-kejadian yang dialami perempuan di

Indonesia diwakili oleh sekelompok karakter utama perempuan dalam film. Wati yang menunda pernikahan sampai umurnya kepala tiga demi mementingkan keluarganya terlebih dahulu.

Riyan yang mengambil langkah besar saat diputuskan cerai oleh suaminya. Ia juga akhirnya memilih orientasi seksual yang menurutnya lebih nyaman bagi dirinya yakni sesama perempuan.

Kemudian perlawanan para perempuan yang menolak khitan dengan mencari jawaban dari segala sisi untuk mendapatkan jawaban yang adil bagi perempuan. Protes relawan perempuan yang belum menikah untuk akses mendapatkan kesehatan reproduksinya di genekologi. Dan dalam kisah

„Ragat‟e Anak‟ tentang perjuangan kedua janda yang rela melakukan berbagai perkerjaan termasuk menjual harga dirinya demi memenuhi biaya makan, jajan dan sekolah anak.

109

Berdasarkan hasil wawancara dengan Lucky, Kuswandi,

tahun 2008 adalah tahun pertama dibukanya workshop Project

Change!. Jadi, film pertaruhan merupakan film pertama dari

Project Change! yang diproduksi oleh Kalyana Shira Films dibawah naungan Kalyana Sihara Foundation.88 Kalyana Shira

Fundation memang punya ketertarikan berlebih pada isu gender kontemporer.

Di berbagai wawancara, Nia Dinata selaku pengelola

Kalyana Shira Foundation memang dikenal sebagai sutradara yang mengedepankan hak-hak perempuan. Tiada habisnya isu mengenai diskriminasi perempuan memang seharusnya menjadi topik penting yang perlu diangkat ke layar.

Setiap tahun angka kekerasan terhadap perempuan juga semakin meningkat.89 Berdasarkan data komnas perempuan, tahun 2008 sendiri tergolong tahun perempuan rentan kekerasan dan butuh perhatian. Ada 4 kategori perempuan rentan kekerasan

88 Wawancara bersama Lucky Kuswandi via email 89https://nasional.kompas.com/read/2017/04/05/07100021/survei.bps. satu.dari.tiga.perempuan.indonesia.pernah.jadi.korban.kekerasan diakses pada 20 Juli 2018

110

dan butuh perhatian di tahun 2008, yakni minoritas agama,

perempuan miskin, perempuan pekerja sektor hiburan dan perempuan pembela HAM. 90

Tabel 1.1

Berangkat dari hal tersebut, sepertinya perlu ada film seperti ini untuk membangun kembali pandangan masyarakat soal hak-hak perempuan dan mengkaji lebih lanjut tentang hal-hal yang tidak menguntungkan perempuan baik secara agama maupun budaya atau tradisi di Indonesia. Pertahanan dan perlawanan perempuan terhadap bermacam aspek yang menyerang hak perempuan merupakan inti dari penelitian ini.

90 Komnas Perempuan, Kerentanan Perempuan terhadap Kekerasan Ekonomi dan Kekerasan Seksual, Catatan KTP tahun 2008 (Jakarta: 2009)

111

Peneliti menemukan adanya beberapa bentuk pertahanan dan

perlawanan yang ditampilkan dari masing-masing kisah yang akan dibahas berdasar kacamata analisis wacana kritis Sara Mills.

Berikut yang peneliti dapatkan:

1. Mengusahakan Cinta

Mencintai seseorang merupakan hak setiap orang, termasuk mencintai duda atau mencintai sesama jenis. Wati, perempuan lajang yang sudah menjadi TKW Hongkong selama

10 tahun memutuskan untuk menikah dengan Yanto, duda beranak satu. Namun sebelum menikah, Wati mendapat kabar bahwa ia memiliki tumor pada rahimnya dan harus segera diangkat melalui vagina. Sebelum memutuskan untuk mengangkat tumornya, Wati lebih dulu izin pada Yanto, namun

Yanto tidak percaya akan hal tersebut.

“Proses saya menjelaskan kepada calon suami tentang operasi selaput vagina pun sampai sekarang pun dia belum mau menerima gitu loh sampai teman saya pulang ke Indo” (Wati) Dari sini bisa disimpulkan bahwa Wati menjunjung budaya timur dengan patuh. Ia juga pada akhinya memutuskan

112

untuk tidak melakukan operasi di Hongkong dan melakukan

pengecekan ulang di Indonesia dengan Yanto.

Melihat Wati menjadi salah satu tulang pungggung keluarganya menunjukan bahwa ia pecaya bahwa perempuan mampu bekerja dan menghidupi keluarga dan masuk dalam teori feminisme. Namun melihat sikap Wati menunda operasinya di

Hongkong menunjukan bahwa Wati digambarkan tidak konsisten memegang prinsip feminisme karena dikontrol oleh Yanto yang dia sadari akan menjadi calon suaminya.

Berbeda dengan Riyan, pernah kecewa karena menikah hasil perjodohan orang tuanya. Riyan memutuskan untuk mencintai sesama jenis. Ia tidak merasa puas lahir dan batin ketika ia menikah dengan suaminya. Selain itu, ia juga mendapat kekerasan fisik dan dieksploitasi oleh suaminya.

“Jadi istri dia tuh kayaknya budeg gitu loh. Kalau dia waktunya mau aja dia minta aku. waktunya aku kerja aku disuruh kerja. Tapi giliran aku butuh ya dia nya kayak gitu gitu loh. Nikah sama dia tuh kayak babu. Daripada begitu ya mending aku jadi budak jadi babu keluar negeri aku dapat gaji” (Riyan)

113

Jika berkaca pada teori feminisme, Riyan akan berdiri

pada teori feminisme radikal. Dimana mencintai adalah hak masing-masing termasuk mencintai sesama perempuan.

Lesbi pernah menjadi problema panjang di kalangan

Islam pada 2010 silam karena dianggap tidak memiliki dalil yang jelas tentang perempuan lesbi. Dalam Islam ada larangan bagi seseorang melakukan sodomi dan itu ada dalam QS. Al A‟rof:

80-81;

ْ ْ ن ُ ًىطا إِ ْذ قَ َال نِقَ ْى ِم ِه أَتَأتُ َىن ْانفَ ِاح َشتَ َما َسبَ َق ُك ْم بِهَا ِم ْه أَ َح ٍد ِم َه ْان َعانَ ِم َيه )08( إِوَّ ُك ْم نَتَأتُ َىن

ِّانر َج َال َش ْه َىةً ِم ْه ُد ِون انىِّ َس ِاء بَ ْم أَ ْوتُ ْم قَ ْى ٌم ُم ْس ِرفُ َىن ) (08

“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.”

Dalam ayat diatas hanya ada larangan laki-laki untuk melakukan sodomi. Sodomi dilakukan saat melakukan seks sesama laki-laki. Dalam lesbi pada dasarnya tidak masuk dalam kategori sodomi. Sebab itulah kemudian muncul banyak

114

perdebatan. Karena larangan jelasnya adalah tentang perlakuan

seksnya bukan sikapnya.

Namun jika melepas konsep diatas dan melihat surat An-Nur ayat

26:

“Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik.” Ayat ini menyimpulkan bahwa pasangan kodrati adalah lawan jenis. Bahwa dijelaskan dalam ayat diatas yang merujuk pada jodoh terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jika diingat, manusia ysng pertama kali diciptakan Allah SWT adalah adam dan hawa yakni laki-laki dan perempuan. Menurut teori feminisme liberal dalam pandangan Islam dijelaskan Islam tidak anti homoseksual. Tidak anti homoseksual yang dimaksud dalam kategori ini adalah tidak mengaminkan tindakan lesbi namun

115

tidak pula mengucilkan kaum tersebut. Sebagaimana Al-Maidah

ayat 8 yang artinya;

“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa.”

2. Untuk Apa?

Khitan disunnahkan bagi laki-laki dan dimuliakan bagi perempuan (HR. Ahmad)

Hadits ini yang diungkapkan oleh ulama perempuan, Prof,

Dr. Hj. Huzzaimah T. Yango, MA dalam film „Untuk Apa‟. Ia menjelaskan, jika mengikuti Imam Syafi‟i, hukum khitan perempuan memang wajib. Namun beberapa orang tidak setuju akan khitan untuk perempuan karena alasannya dianggap tidak menguntungkan bagi perempuan.

Dalam wawancara bersama Republika, Iwan Setiawan mengatakan ingin memberikan penyadaran pada masyarakat. khitan perempuan dipercaya bagi beberapa orang sebagai pembersihan diri bagi spirit setan. Padahal prosesi yang dilalui perempuan tidak mudah.

116

“Ada yang mengalami trauma berkepanjangan dan pengalamannya disunat pada waktu kecil itu terbawa 91 terus hingga ia menikah dan punya anak perempuan” Hal tersebut dialami oleh Della karena ia tidak memiliki kuasa akan dirinya. Kala orang tua Della meminta Della untuk sunat Della hanya mengiyakan karena itu juga sudah menjadi tradisi di masyarakat. Beberapa wilayah bahkan mencampurkan prosesi adat seperti arak-arakan yang dilaksanakan di Jawa Barat.

Gambar 1.1

“Yang ada sekarang ini adalah kebingungan banyak pihak terhadap sunat pada perempuan, ada yang menganggap itu wajib hukumnya dalam Islam, ada yang menganggap sunnah, ada juga yang menentang dan ada pula yang berpendapat hal itu dalam Islam tidak ada”92

91 https://www.republika.co.id/berita/shortlink/19417 diakses pada 15 Juli 2018 pukul 18.24 92 https://www.republika.co.id/berita/shortlink/19417 diakases pada15 Juli 2018 pukul 21.37

117

Islam memang tidak selalu mutlak. Sering kali ulama

fundamental dan ulama ortodoks memiliki perbedaan pendapat tentang suatu hal. Dalam kisah ini ayah Nong Darrol masuk dalam kategori ulama fundamental sementara gusdur mewakli ulama ortodoks. Dimana ulama fundamental mewajibkan khitan perempuan sedangkan Gusdur menyatakan khitan perempuan hanyalah tradisi yang mengatasnamakan Islam.

Melihat bagaimana alasan khitan juga reaksi ulama terkait khitan perempuan. Nong Darrol memutuskan untuk kontra khitan meskipun ayahnya yang mengatakan bahwa itu wajib, begitupun

Della. Karena traumanya ia memutuskan untuk tidak mengkhitan anaknya.

Tapi meskipun sudah mengatakan kontra akan khitan perempuan, tidak semena-membuat Nong Darrol terlepas dari bayang masyarakat tentang hal tersebut. Ketika ia melahirkan, perawatnya tiba-tiba mengatakan bahwa anaknya sudah disunat oleh pihak rumah sakit dan itu sungguh mengecewakan.

118

Reaksi kontra Della dan Nong Darrol adalah betuk

perlawanan akan budaya timur dan Islam. Berkaca pada konsep feminis liberal penolakan dari Della dan Nong darrol masuk kedalamnya. Dimana perempuan menolak didikte dan bisa memutuskan kehidupannya sendiri.

Namun lainnya, yang menjadi fokus peneliti disini adalah pengemasan cerita. Kisah „ Untuk Apa‟ terlihat berusaha memframe bahwa khitan perempuan adalah ajaran Islam yang harus ditinggalkan yang terkesan memojokkan Islam.

Narasumber atau tokoh agama yang menjadi pemeran dan pro khitan lebih banyak dibanding yang kontra, persentasinya 3:1.

Tidak ada sasaran tokoh agama pemikir selain Gusdur yang kontra akan khitan perempuan. Alih-alih menunjukan benang merah secara gamblang kisah ini terus-terusan menyudutkan ajaran Islam konvensional.

3. Nona atau Nyonya

Lucky Kuswandi menulis kisah ini dengan cerita Kelly, gadis remaja yang mengalami masalah keputihan. Berdasarkan cerita ibunya, Kelly juga sering mengalami sakit saat menstruasi.

119

“saya juga nggak pernah cerita sama tetangga masak ketan kayaknya mau cerita atuh malu cuma dia tuh suka

sakit Dia bilang mah main Kelly sakit cuma kadang- kadang khawatir juga sih gitu kadang-kadang dia juga kelewat sakit juga cuma ya saya kadang-kadang mau bilang apa gitu minum apa gitu sedangkan saya enggak pernah merasakan seperti itu gitu” (Ibu Kelly) Ketidaktahuan dan keterbatasan biaya membuat Ibu dan anak ini memilih untuk membiarkan penyakit Kelly begitu saja.

Langkah yang diambil Kelly dan orang tuanya ini tidak sejalan dengan teori feminisme. Kelly dan orang tuanya seharusnya dapat mencari alternatif lain sebagai jalan keluar misalnnya membaca buku tentang herbal di perpustakaan umum dan mencari obatnya atau pergi ke dokter umum di puskesmas untuk pengobatan awal.

Tidak hanya masalah tersebut, alasan biaya juga menghambat Kelly untuk lanjut pendidikan ke jenjang kuliah.

Padahal cita-cita Kelly adalah menjadi seorang dokter, tapi ia tidak percaya diri dengan semua harapannya. Dalam teori feminisme liberal, perempuan harus berpengetahuan luas. Jika masih ada perempuan yang berpikiran terbelakang maka itu adalah salah perempuan itu sendiri.

120

Berbanding terbalik dengan Kelly, Floor Direction,

Ci nzia dan kawan-kawan mendaftarkan diri sebagai volunteer untuk melakukan Pap Smear. Lucky menjelaskan alasan ia memilih Pap Smear untuk membuktikan kabar tentang diskriminasi yang dialami perempuan belum menikah (Nona) saat melakukan Pap Smear.

Karena saya concern banyak teman saya yang masih single dan mengalami diskriminasi saat mereka hendak mengecheck status kesehatan mereka, yang seharusnya menjadi hak mereka.93 Saat melakukan aksi ini, rumah sakit yang di kunjungi

Ade, memperlakukan Ade dengan baik. Sementara Naya dan

Cinzia mendapatkan diskriminasi dari pihak rumah sakit. Saat

Naya menceklis pilihan Nona pada form pasien, perawatnya tidak segan menyarankan untuk tidak Pap Smear. Karena takut setelah

Pap Smear, seseorang tidak perawan dan diragukan calon suami.

Di rumah sakit yang Cinzia kunjungi bahkan dokternya menasihati Cinzia dengan ayat bible setelah Pap Smear selesai.

93 Hasil wawancara bersama Lucky Kuswandi via email

121

Aksi ini sebetulnya adalah bentuk perlawanan perempuan

terhadap budaya timur. Form pilihan „Nona atau Nyonya‟ adalah bentuk pengendalian terhadap perempuan yang belum menikah.

Bagi saya semua orang itu setara dan saya menghormati pilihan masing-masing. Dan bagi saya, untuk urusan kesehatan, semua orang harus dengan setara mendapatkan hak mereka.94 Dalam pasal 28 H ayat 1 UUD 1945, setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Jadi semua orang mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan, termasuk yang belum menikah baik masih perawan atau tidak perawan. Bahkan menurut Lucky, pecinta sesama perempuan pun berhak mendapat pemeriksaan dengan baik. .

“Karena mereka secara legal tidak mungkin bisa menikah dan menjadi “Nyonya”. Jadi apakah mereka harus di exclude dari kesehatan reproduksi mereka sendiri?”95 4. Ragat’e Anak

Cerita Tulungagung sebagai ladang PSW semakin populer pasca film ini keluar. Menjadi PSW bukan menjadi pilihan, Mira bahkan ingin keluar dari lembah hitam ini.

94 Hasil wawancara bersama Lucky Kuswandi via email 95 Hasil wawancara bersama Lucky Kuswandi via email

122

“saya enggak tahu ya Sampai kapan saya jualan badan kayak gini Apalagi soal kiwiran itu saya ndak tahu

sampai kapan. Ya pengennya sih keluar dari Lembah Hitam kayak gini. soalnya saya lulusan sd cuma Apalagi saya kayak gini itu badan saya saya jual cuma tarif Rp10.000” (Mira) Nur dan Mira, Janda beranak ini menjadi PSW agar dapat memenuhi kehidupan keluarganya. Nur harus membiayai sekolah kedua anak yang dibawanya karena mantan suaminya tidak mampu lagi memenuhi kebuuhan mereka. Sementara Mira harus mengirim uang ke kampung untuk orang tua dan anaknya.

Bicara dari sisi humanis, telak rasanya jika mencap mereka sebagai wanita jalang. Alin-alih wanita jalang, perempuan-perempuan ini sebenarnya adalah perempuan kuat yang menjadi korban patriarki. Mereka adalah perempuan yang dipaksa menjadi miskin karena keadaan, karena tidak berpendidikan.

Bersadarkan data Seknas PEKKA tahun 2009, 6% komunitas PEKKA yang didampingi, berpenghasilan kurang dari 15.000 per hari dengan tanggungan anggota keluarga lebih dari 5 orang. Dengan pendidikan formal

123

terbatas bahkan 44 komunitas PEKKA buta huruf dan hanya 5% yang pernah bersekolah hingga SMA. 96 Penghasilan Nur dan Mira dari pekerjaan mencari batu hanya

400 ribu satu bulan. Uang 400 ribu di tahun 2008 tidak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari. dalam sehari sekiranya ia butuh 40 ribu lagi untuk menutupi kehidupan mereka.

“Kalau 1 bulan pengeluaran kan Rp1.500.000 berarti kan sehari Rp50.000. Yang Rp20.000 buat ngasuh anak-anak. Yang Rp20.000 buat makan. Yang Rp10.000 buat jajannya anak-anak buat sangu anak sekolah” (Nur) Untuk memenuhi 50 ribu sehari, maka dalam semalam ia harus mendapatkan 4 pelanggan. Bahkan jika bisa harus lebih dari itu,

Mira bahkan biasa mendapat sampai 10 pelanggan. Menjadi

PSW tentu bukan bagian dari teori feminisme, terlebih dengan harga 10 ribu. Ini adalah bentuk pengeksploitasian perempuan besar-besaran.

Selain menghidupi anak dan keluarga, Mira juga harus menghidupi kiwir yang tinggal bersamanya, Agus. Sementara

Nur, memilih untuk tidak memiliki kiwir karena kiwir baginya

96 Nani Zulminarni, Dunia Tanpa Suami: Perempuan Kepala Keluarga sebagai Realitias yang Tidak Tercatat, dalam Jurnal Perempuan (Jakarta: Fordafoundation, 2012)

124

hanya memberatkan perempuan. Yang disesalkan, Mira disini

terkesan menggiring diri menjadi korban patriarki. Ia menerima

Agus sebagai kiwir padahal ia tahu bahwa Agus hanya bergantung hidup darinya.

Sejauh ini, belum ada KUHP yang dapat melarang orang menjadi pelacur. Pasal 296 hanya mengatur seseorang menjadi larangan untuk menjadi germo. Tapi beberapa Perda seperti jakarta menetapkan dalam Pasal 42 ayat (2) Perda DKI 8/2007 bahwa Setiap orang dilarang menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial; menjadi penjaja seks komersial;memakai jasa penjaja seks komersial.

Dalam Islam, digambarkan PSW adalah budak pada jaman Rasul dimana majikan bebas mengeksploitasi anggota tubuh mereka secara bebas. hingga munculah Q.S An-nur ayat

33;97

97 Mutmainah, Artikel Aspek Hukum Islam tentang Kekerasan terhadap Perempuan

125

“Dan janganlah kamu paksa budak- budak perempuan kamu untuk melakukan pelacuran sementara mereka sendiri ingin menginginkan kesuian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi...”

Alih-alih humanis yang dipaparkan oleh Lucky, film ini nyatanya banyak merinci nilai feminisme. Berusaha untuk mengangkat sisi feminis yang ingin diperjuangkan melalui sisi humanis, perempuan-perempuan ini justru terjebak dalam penggambaran film. Seperti Wati yang digambarkan tidak konsisten dalam meyakini kekuatan perempuan. Wati digambarkan sosok yang hebat dengan pergi ke luar negeri namun berakhir takluk dibawah patriarki (Yanto) juga.

Riyan seorang lesbian yang berani menunjukan dirinya dalam film tapi tetap tidak berani membawa hubungannya ke

Indonesia karena budaya timur yang dianut Indonesia. Ade dan pasangannya yang lesbian berusaha show up dalam film tapi saat

126

pemeriksaan pap smear mereka tidak mengakui bahwa mereka

melakukan seks aktif sebagai lesbian dengan alasan tidak enak.

Kemudian perjuangan Nur dan Mira dalam membiayai anak. Nur digambarkan sebagai ibu yang heroik namun juga masuk dalam ranah eksploitasi perempuan. Prostitusi kerapkali memang terjepit dalam ruang humanis dan moralitas. Begitupun menggambarkan hak-hak perempuan dalam sebuah film, tak jarang perempuan justru terjebak dalam penggambaran film.

Alasannya bisa jadi karena ketidakkonsistenan karakter atau malah dengan tidak sengaja film berakhir merendahkan perempuan. Seperti Mira yang tetap punya kiwir padahal tahu dia hanya dieksploitasi oleh kiwirnya.

Berdasarkan analisis di atas dapat disimpukan bahwa film ini fokus mengangkat permaslahan perempuan yang terjadi karena campur tangan tiga aspek yakni agama, patiarki. dan masyarakat. Dapat disimpulkan pula, film ini didominasi aliran feminis liberal dan radikal sesuai kajian feminisme barat juga feminis liberal dilihat dari kajian feminsime dalam pandangan

Islam.

BAB V

Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini peneliti akan menyimpulkan temuan penelitian yang telah dijelaskan secara terstruktur pada bab-bab sebelumnya. Peneliti juga akan meguraikan saran guna perkembangan keilmuan di kalangan akademisi dan praktisi.

Kesimpulan ini diharapkan dapat memudahkan pembaca untuk menemukan inti jawaban rumusan masalah penelitian. Adapun saran merupakan bentuk motivasi peneliti untuk terbukanya cakrawala keilmuan lebih luas dan dalam.

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisa peneliti mengenai gerakan perlawanan perempuan dalam film Pertaruhan at Stake yang dilihat posisi subjek, objek dan pembaca pada bab sebelumnya. Maka penelitian ini dapat disimpulakan sebagai berikut:

1. Semua peristiwa yang terjadi dalam film Pertaruhan

adalah penggambaran dari keterangan subjek

sebagaimana yang dijelaskan pada bab sebelumnya,

127

128

bahwa subjek dalam film ini banyak karena filmnya

terbagi menjadi 4 kisah. Hampir seluruhnya subjek film

ini adalah perempuan. Para perempuan ini menjadi subjek

yang menceritakan kejadian yang mereka alami, juga apa

yang dilakukan orang sekitarnya tehadap mereka

berdasarkan sudut pandang mereka.

Keuntungan membuat 4 kisah dalam 1 film adalah

pembuat film dapat mengaplikasikan berbagai isu dalam

satu film besar. Namun, terbaginya menjadi 4 film juga

menjadi kelemahan tersendiri dalam film. Cerita satu

dengan lainnya menjadi tumpang tindih. Dalam cerita

kedua, Neng Darrol berjuang keras melawan adanya

patriarki dalam hidupnya dengan menolak khitan karena

fungsinya dianggap hanya menguntungkan laki-laki. Neng

Darrol berusaha melindungi area privat domestik

perempuan. Namun dalam film ke empat, Nur dan Mira

dengan mudahnya menyerahkan harga dirinya (area

privat) kepada laki-laki dengan harga murah. Dengan

durasi yang terbagi juga cerita yang ditampilkan terkesan

129

tidak padat. Sebagaimana yang ditujukan dalam film

„Mengusahakan Cinta‟ cerita dari Riyan tidak

tersampaikan dengan baik dan hanya diambil dari satu sisi

saja berbeda dengan cerita Ruwati. Meski begitu dari

empat kisah yang memiliki sub topik masing-masing

semuanya kompak menunjukan perlawanan perempuan

untuk mendapatkan haknya dengan cara yang berbeda.

2. Sebagaimana banyaknya subjek, objek dalam film ini pun

banyak. 80% objek dapat dikategorikan bagian dari

pemarginal perempuan diantaranya laki-laki dan

masyarakat. Dari tokoh laki-laki salah satunya dalam

kisah ke empat dimana para preman mendeskripsikan para

perempuan menurut sudut pandang mereka. Sedangkan,

masyarakat yang digambarkan dalam film ini salah

satunya adalah profesi dan tokoh agama pada kisah ke 3

dan ke 4.

Namun dalam film ini beberapa objek terkesan tidak

diberi panggung untuk mengklarifikasi pernyataan subjek

seperti dokter Pap Smear di film ke 3. Gambaran dokter

130

Pap Smear dalam film ke 3 hanya diambil dari sisi

pencerita membuatnya terkesan tidak common sense.

3. Posisi Pembaca, Penulis cenderung mengarahkan kita

untuk merasakan apa yang dirasakan para perempuan

(subjek). Terutama, mengenai isu perempuan yang

sebelumnya sering tidak diangkat menjadi lebih peka

melalui perspektif para perempuan yang menjadi subjek

film ini. karena isu-isu tersebut dianggap angin lalu dan

terbiasa dengan rutinitas masyarakat yang ada.

4. Bentuk perlawanan perempuan yang tertera dalam

penelitian ini adalah perlawanan terhadap budaya timur,

patriarki dan agama. Gerakan perlawanan perempuan

yang diceritakan dalam film didominasi oleh perlawanan

perempuan terhadap budaya timur dan patriarki yang

membuat perempuan merasa gerah karena sempitnya

ruang dan berbagai tudingan masyarakat atas setiap detail

perilaku yang mereka lakukan. Begitupun perlawanan

terhadap agama terlebih Islam yang akhirnya juga

memperkuat kontrol partiarki dan budaya timur.

131

B. Saran

Berdasakan hasil penelitian di atas, maka kesimpulan dari penelitian analisis wacana Sara Mills dalam film dokumenter

Pertaruhan at Stake maka peneliti dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Kepada para pembaca yang berminat melakukan

penelitian khususnya pada kajian film, hendaknya mampu

mengembangkan penelitian ini menjadi lebih kritis dalam

menafsirkan penelitian dan informasi tentang perempuan

dengan menggunakan analisis wacana Sara Mills makin

banyak agar dapat dijadikan referensi penelitian

selanjutnya.

2. Kepada Tim Film, Dari empat kisah yang digarap dalam

film Pertaruhan at Stake, hanya dua diantaranya yang

dapat mengupas point cerita secara tuntas dan seimbang.

Sedangkan dua film lainnya belum, jadi menurut peneliti

baiknya film ini digarap satu persatu agar setiap point

cerita dibahas secara tuntas dan lebih seimbang.

132

Daftar Pustaka

Buku, Jurnal dan Artikel

Amin, Saidul. Jurnal Ilmiah Kajian Gender. Feminisme dan Islam, 2013

Barker, Crish. The SAGE Dictionary of Cultural Studies. London: SAGE Publication Ltd, 2004.

Barsam, Richard. Looking at Movies An Introduction to Film 2dn ed. US of America: W.W. Norton Company, Inc.

Beasley, Chris. Gender and Sexuality Critical Theories, Critical Thinkers. (London : SAGE Publications.Ltd, 2005.

Cook, Guy. The Discourse Advertising. Routledge: London and New York, 1994.

Eriyanto. Analisis Wacana Penganar Teks Media. Yogyakarta: LKIS, 2001.

Fakih, Mansuor. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013

Farida, Ummu. Teks-Teks Keagamaan dalam kajain Kaum Feminis: Telaah terhasap Pendekatan Studi Islam dari Kalangan Feminis Muslim. Jurnal Stadi Gender PALASTRèN Vol.3 No. 2, 2010.

Harisudin, M. Noor. Pemikiran Feminis Muslim Di Indonesia Tentang Fiqh Perempuan, Al-Tahrir, Vol. 15, No. 2, 2015.

133

Hemmings, Clare. Feminist Theory, The online version of article. London : SAGE Univ California Santa Barbara, 2009.

Kadarusman. Agama, Relasi Gender dan Feminisme. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005

Kholil, Muhammad Artikel: Feminisme Dan Tinjauan Kritis Terhadap Konsep Gender dalam study Islam.

Komnas Perempuan, Kerentanan Perempuan terhadap Kekerasan Ekonomi dan Kekerasan Seksual, Catatan KTP tahun 2008. Jakarta: Komnas Perempuan, 2009

Kumar, Shewli dana Swati Banerjee. Gender and Social Work Paper (11) from Module No-6 Feminist Theories 2: Radical Feminism.

Lorber, Judith. The Variety of Feminism and Their Contribution to Gender Equality. Jerman : Oldenburger Universitätsreden Nr. 97, 1997.

Muhammad, Husein. Fiqh Perempuan; Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender. Yogyakarta : LkiS, 2001

Mulia, Musdah. Kemuliaan Perempuan dalam Islam. Megawati Institute. 2014.

Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2002

Mutmainah, Artikel Aspek Hukum Islam Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan.

Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : LkiS, 2008.

134

Reinharz, Shulamit. Metode-Metode Feminis dalam Penelitian Sosial. Women Research Institute. 1992

Rokhmansyah, Alfian. Pengantar Gender Dan Feminisme: Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme, Yogyakarta: Garundhawaca, 2016.

Rosadi, Andri. Jurnal Ilmiah Kajian Gende Feminisme Islam: Kontekstualisasi Prinsip-prinsip Ajaran Islam Dalam Relasi Gender, 2011.

Susilo, Zumrotin K. Perempuan Bergerak. Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan, 2000.

Tandon, Neeru. Feminism: A Paradigm Shift.(New Delhi : Atlantic Publisher and distributors (P) LTD, 2008.

Yusa Biran, Misbach. Sejarah Film 1900-1950 Bikin Film di Jawa. Depok: Komunitas Bambu, 2009

Zulminarni, Nani. Jurnal Perempuan. Dunia Tanpa Suami: Perempuan Kepala Keluarga sebagai Realitias yang Tidak Tercatat, Jakarta: Fordafoundation, 2012

Skripsi/ Tesis: Ummamah Nisa Uljannah dengan judul “Gerakan Perlawanan

Perempuan dalam Novel (Analisis Wacana Kritis Sara Mills dalam Novel Maryam Karya Okky Madasari), Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

135

Corry Prestita Ishaya dengan judul „Analisis Wacana Sara

Mills dalam Film Dokumenter Battle For Sevastopol, Prodi

Jurnalisitik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Rik Harahap, Analisis Semiotika Representasi Feminisme

Dalam Film “Sex And The City 2 (2010)”, Prodi Ilmu

Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera.

Aang Wahyu Ariesta Sari dengan judul “Media dan

Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan (Analisis Wacana

Keamanan Kesehatan Reproduksi Perempuan yang direpresentasikan dalam Film Perempuan „Pertaruhan‟, Produksi

Kalyana Shira Film Tahun 2008, Surakarta, 2001), Prodi Ilmu

Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sebelas Maret.

Internet/Digital

Academia Edu. Ranjau - Ranjau Pelestarian film Nasional. https://www.academia.edu/20148474/_Ranjau-

136

_Ranjau_Pelestarian_film_Nasional (diakses 8 Januari 2018)

Alodokter. Pap Smear. https://www.alodokter.com/6-pertanyaan- penting-seputar-pemeriksaan-pap-smear (diakses 16 Mei 2018)

BBC. Bincang Lucky Kuswandi. http://www.bbc.com/indonesIa/majalah/2015/06/150527_bi ncang_luckykuswandi_film (diakses pada 9 Mei 2018)

BKKBN Kalbar. http://kalbar.bkkbn.go.id/_layouts/mobile/dispform.aspx?Li st=8c526a76-8b88-44fe-8f81- 2085df5b7dc7&View=69dc083c-a8aa-496a-9eb7- b54836a53e40&ID=156 (diakses 16 Mei 2018)

Colour Indoenesia. Nia Dinata Women Voice. http://colours- indonesia.com/id/explore-id/interview-id/id-nia-dinata- womans-voice/ (diakses 15 Mei 2018)

Deherba. Anjuran Pap Smear. https://www.deherba.com/pap- smear-kapan-dan-mengapa.html (diakses 13 Mei 2018)

Eagle Istitute. Sejarah Film Dokumenter Indoensia Modern. http://eagleinstitute.id/detail/97/sejarah-film-dokumenter- indonesia-modern (diakses 14 Mei 2018)

Ids Education. Film Dokumenter adalah Sebuah Rekaman Aktualitas. https://idseducation.com/articles/film- dokumenter-adalah-sebuah-rekaman-aktualitas/ (8 Januari 2018)

137

Internet Movie Database. Biografi Lucky Kuswandi. https://www.imdb.com/name/nm2435022/bio?ref_=nm_ov _bio_sm (diakses 9 Mei 2018)

JPNN. Gara-Gara Tekuni Film Dokuemnter, Iwan Kenyang Diteror. https://www.jpnn.com/news/gara-gara-tekuni- film-dokumenter-iwan-setiawan-kenyang-kena-teror. (diakses 12 Mei 2018)

Jurnal Perempuan. Gerwani Pelopor Gerakan Perempuan Feminis Sosialis. https://www.jurnalperempuan.org/blog- muda1/gerwani-pelopor-gerakan-perempuan-feminis- sosialis-di-indonesia (diakses 13 Mei 2018)

Kalyana Shira Foundation. http://www.kalyanashirafound.org/ (diakses 6 Mei 2018)

Kompas Online. Kaum Perempuan di antara Budaya Patriarki Dana Diskrimnasi Regulasi. http://nasional.kompas.com/read/2017/03/09/08481931/kau m.perempuan.di.antara.budaya.patriarki.dan.diskriminasi.re gulasi (diakses 12 Januari 2018)

Kompas Online. Survei Perempuan Korban Kekerasan https://nasional.kompas.com/read/2017/04/05/07100021/survei.b ps.satu.dari.tiga.perempuan.indonesia.pernah.jadi.korban.kekeras an (diakses 20 Juli 2018)

Linked In. Profil Iwan Setiawan. https://www.linkedin.com/in/iwan-setiawan-1131145/ (diakses 10 Mei 2018)

Pusat Film Indonesia. Profil Ucu Agustin. (http://www.pusatfilmindonesia.com/profil/index/director/1 1376 (diakses 16 Mei 2018)

138

Qureta Online. Gerakan Perempuan dari Masa ke Masa. https://www.qureta.com/post/gerakan-perempuan- indonesia-dari-masa-ke-masa (diakses 17 Mei 2018)

Republika Online. Isu Perempuan dalam Film petaruhan. http://www.republika.co.id/berita/senggang/film- musik/08/12/10/19417-isu-perempuan-dalam- film-pertaruhan (diakses 12 Januari 2018)

Remotivi. Ucu Agustin, Ya Ini Film Pesanan. (http://www.remotivi.or.id/wawancara/110/Ucu-Agustin:- Ya,-Ini-Film-Pesanan (diakses 8 Mei 2018)

Sekolah Film Dokumenter. Ani Ema Susanti. http://sekolahfilmdokumenter.com/majalah-paras- interview-dengan-ani-ema-susanti.html (diakses 9 Mei 2018)

Southeast Asean Ecologies and Visual Culture. Profil Singkat Kalyana Shira Film. https://culture360.asef.org/resources/kalyana-shira-film (diakses 6 Mei 2018)

Susilawati. Feminisme Gelombang Ketiga. https://www.jurnalperempuan.org/blog-muda1/feminisme- gelombang-ketiga ( diakses 27 April 2018)

Tirto.id. Ucu Agustin. https://tirto.id/m/ucu-agustin-sy (diakses 16 Mei 2018)

Vox NTT News. Film dokumenter Pertama di Indonesia. http://voxntt.com/2017/11/19/kemenpar-akui-ende- produksi-film-dokumenter-pertama-di- indonesIa/?fb_comment_id=1510262419054464_15118710 42226935 (diakses 14 Mei 2018)

139

Website Muhammadiyah. Aisyiyah. http://www.muhammadiyah.or.id/content-199-det- aisyiyah.html (diakses 13 Mei 2018)

Hasil Interview dengan Lucky Kuswandi

1. Alasan utama mas Lucky tertarik bergabung dengan project kerjasama Body Shop dan Kalyana Shira Films ini karena apa? Karena yang saya ketahui ke lima sutradara film ini bukan bagian dari Production House Kalyana Shira Films? Saya selalu mengagumi karya-karya Nia Dinata dan Kalyana Shira Films yang membicarakan issue-issue minoritas dan perempuan, tetapi disampaikan dengan cara yang sangat pop dan tidak judgemental. Ketika saya tahu soal adanya Project Change! Workshop ini, saya langsung daftar karena ingin belajar bagaimana bercerita lewat film dengan kacamata perspektif yang humanis. 2. Kenapa memutuskan merampungkan dan menayangkan film ini di tahun 2008? Apakah karena tahun 2008 saat itu merupakan tahun krisis kekerasan bagi perempuan? Selain itu, mengapa tertarik ditayangkan secara komersil? Karena Workshop Project Change pertama waktu itu berlangsung di 2008. 3. Sebetulnya saya penasaran kenapa film ini harus dibagi menjadi 4. Kenapa harus 4? Kenapa tidak kurang dari 4 atau lebih dari 4? Karena yang terpilih projectnya untuk diproduksi ada 4. Sepertinya kamu belum paham soal Project Change!. Lebih baik tanya ke Kalyana Shira Foundation selaku penyelenggara. 4. Kenapa mas menggunakan konsep tanya jawab pada karakter utama dalam film ini? bukankah itu akan menggiring opini penonton bahwa film ini hanya dibuat berdasarkan sudut pandang tim (sutradara dan penulis)? ditambah dengan mas menggunakan tim dari film ini untuk menjadi volunteer dalam tes Pap smear. Bagaimana tanggapan mas? Karena saya membuat film Dokumenter dan bukan liputan TV. Kamu paham kan perbedaannya? Film Dokumenter tentunya mementingkan perspektif dan statement pembuat filmnya. 5. Boleh saya tau dimana latar film ini mas? dan sebetulnya berapa lama kisah “Nona dan Nyonya” digarap sampai akhirnya rampung mas? Latar filmnya di Jakarta. Proses sekitar 6 bulan. 6. Dari pelbagai keresahan perempuan, kenapa mas Lucky tertarik mengangkat tentang Kesehatan Reproduksi Perempuan? dan kenapa harus Pap Smear? Karena saya concern banyak teman saya yang masih single dan mengalami diskriminasi saat mereka hendak mengecheck status kesehatan mereka, yang seharusnya menjadi hak mereka. 7. Boleh saya bertanya kenapa tidak ada pemeran laki-laki yang mendukung perempuan? Dari 3 dokter, dua diantaranya adalah laki-laki. dan dua dokter laki-laki dalam kisah “Nona dan Nyonya” digambarkan sebagai “dokter dan laki-laki” yang tidak pro akan perempuan. Sedangkan, satu dokter perempuan digambarkan pro dengan perempuan. Pemain pendukung lainnya juga mayoritas perempuan, apakah ini berlangsung natural seiring film berjalan atau bagaimana mas? Berlangsung natural saja. 8. Apa alasan mas memasukkan pasangan sesama jenis dalam film ini? saya tidak bermaksud menyudutkan pihak yang mencintai sesama jenis. Saya hanya penasaran alasan mas mengambil resiko tersebut? Karena mereka secara legal tidak mungkin bisa menikah dan menjadi “Nyonya”. Jadi apakah mereka harus di exclude dari kesehatan reproduksi mereka sendiri? 9. Disinggung dalam prolog kisah “Nona dan Nyonya”. Mbak Evi mengatakan “we are mouslim country, I think that place, big part ya?” Jika berkenan, boleh saya minta tolong jelaskan dari sudut pandang mas lucky maksud dari penyataan mbak Evi? Kamu harus tanya ke Mbak Evi. 10. Menurut saya setelah menonton film ini, film ini sangat memberi impact besar tentang banyak hal terutama tentang perempuan. Pola pikir saya dalam memandang perempuan sedikit bergeser dan itu hal baik tentu. Setelah film ini tayang komersil di Blitz Megaplex (mohon dikoreksi jika salah), pernahkan mas mendapat feedback dari penonton terkait film ini? kemudian, setelah mas merampungkan film ini, apa mas pernah mengecek seberapa besar impactnya pada tempat atau rumah sakit sekitar terutama tempat yang dijadikan sebagai lokasi shoot? Memang sebelumnya kamu memandang perempuan seperti apa? 11. Bagaimana tanggapan kelly terkait wajah dan kisahnya yang diketahui banyak orang setelah film ini tayang? Baik-baik saja. Film ini kan membicarakan soal isu kesehatan. Kenapa kesannya narasumber harus merasa malu dilihat wajah dan didengar kisahnya? Menurut saya, lewat pertanyaan ini kamu masih terjebak dengan norma-norma dan sikap moralitas yang tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang sangat sederhana yaitu kesehatan. 12. Boleh saya tanya bagaimana pandangan mas tentang Perempuan, Perawan, Lesbi, Islam bagi Perempuan, Kesetaraaan gender juga Feminisme? Bagi saya semua orang itu setara dan saya menghormati pilihan masing-masing. Dan bagi saya, untuk urusan kesehatan, semua orang harus dengan setara mendapatkan hak mereka. 13. Kalo mas berkenan, saya juga tertarik jika mas mau menceritakan pengalaman mas saat menggarap film ini, terutama kisah “Nona dan Nyonya”. Sangat senang karena film ini sangat relevan dan berusaha membongkar pandangan- pandangan sempit akan kesehatan seksualitas.

Interview dengan Ani Ema Susanti

1. Alasan utama mbak ani tertarik gabung dengan project Film ini apa? Jadi project waktu itu namanya project master class yangbertemakan kalo gak salah otonomi tubuh perempuan, kenapa saya tertarik alsan uamanya waktu itu adalah di tahun 2008 ada pengumuman bahwa siapa aja undangan gitu, siapa aja yangudah bikin film dapat award film boleh submit proposal saat itu saya tertarik karena saya pikir asaya akan bisa bikin film lagi gitu, waktu otu saya baru bikin film pertama, proposal film saya yang eagle award. Workshop bikin film bagaimana menulis skrip. Nah itu film pertama saya. nah project keua itu project master calass, yang project change ini. dari 5 sutradara 4 film initdak berasal dari PH kalyana shira film karena dalam project change mereka mengundang bisa tanyakan langsung dengan kalyana shira films. Entah 35 filmaker gitu dikumpulkan dikasih workshop lalu dipilih. Waktu itu ada 8-10 judul yang dipih 4 judul nah 4 judul ini awala masing-masing 1 sutradara tapiada 1 film yang satu film ada dua sutradara. Ya saya pengen buat film lagi. 2. Kenapa memutuskan merampungkan film ini di tahun 2008? Kalo masalah nomor dua ini, ke production house. Jadi di berlin itu film pertaruhan itu masuk di paonorama film indonesia pertama yang masuk di perfilman. Mbak monic. Film ini seteelah tayang setelah premier di cgv, di blitz GI, premier kemudian dia road show 10 kota. Cirebo, Malang, sama Bandung, kota lain kayak aceh, makassar gitu. Ada yang gak ikut. 3. Kenapa menggnakan pendekatan wawancara dalam pembuatan film ini? dan kenapa setnya di Hongkong dan memilih wati serta riyan sebagai peran utama? Itu lebih ke treatment dokumenter, kalo saya menggunakan interview di dokumenter saya. itu piihan saya karena waktu yang saya miliki terbatas, waktu itu syutingnya sekitar 1 bulan. Saya punya waktu 16 hari syuting di hongkong dan cara tervepat adalah dengan teknik interview. Itu adalah keunikan dari film saya, karena mereka adalaah salah satu entitas perempuan. erus tinggalnya di hongkong. Waktu itu 120 ribuan yang ada disana. Saya ingin menunjukan apakan perempuan perempuan ini sudah sesuai dengan tema besar. Sedauh membpunya itinomi didalam tubuhnyaApakah perempuan-perempuan ini sudah mempunyai otonomi atas diirnya sendiri. Sudah memilii dirinya sendiri. Sudah bisa memutuskan kehidupannya sendiri. Pilih wati dan iyan. Sebenernya ada 23 narasumber. Wati mewakili peempuan heterosekusal sementara riyan semsekds relation terus ada satu lagi. Saya lupana namnay tapi subjek itu adalah permpeuan sudah menikah kemudian punya pacar di hongkong akhirnya kitas uting ketiganya. Tapi yang diedit ternyata mbaka ruwati dan ryan, kenapa. karena dua ini adalah sosok yang punya harapan. [unya inspiring sotiry disamping mereka punya latar belakang masing-masing dan menempuh jalan seperti itu. 4. Kenapa pada karakter riyan, pembagian perannya sedikit timpang, karena mugkin tidak punya lawana main? Hmm. Karena dicerita riyan inia da hubugannya dnegan etia. Etika tiu adalah saya harus mempunyai persetujuan diantar semua dsubjek itu amemboleh kan sya untuk memfilm kan mereka. Kalombak ruwati dan pak yanto. Duduanya setuju untuk difilmkan . sementara kasusnya riyan hanya riyan yang setuju untuk difilmkan. Sementara pacarnya gak mau. Boleh untuk syuting mereka tapi gak untuk ngomong. 5. Berapa lama mbak syutingnya? Jadi, kalo ngomongin berapa lama, kalo ditutung kun waktu dari kalyan shra fil itu 4 bulan. Jatapi udah riset ceria mereeka it 8 bulan sebelumnya sebelum ada perlombaan. Sebelum ada pitcing forumutnuk project change itu. jadi totalna 12 bulan. Sebelumnya sih, pengerucutan kehidupan cinta itu sbeenrnya tidak dari awal gitu. Tidak dari awal dari artian. Saya baru enyadari di hongkong itu ada bbanak tipe perempuan. kalo ngomongin love storynya itu sebenernya diskuis denganbbayak pihak gitu. Sebetulnya sudt pandang apa yang biasa diangkat/ awalnyalebih kepermasalahn yanga mereka hadapi. Yaitu kesehata n perempuan yaitu bagiman maengakses layana pblik di hongkong. Kalo hanya itu aja seiring berjalan asay riset. Ini kaoo mbak ruwati aja idak mewaili kehifdupan di hongkong gitu. Akhirnaya cari emmm perempuan lain dengan plilihian kehidupan lain. 6. Dengan mengangkat riyan yang seorang LGBT. Bukankah film ini sedikit beresiko jika tayang di Indonesia? Dan bagaimana taggapan riyan dan anaknya setelah film ini tayang? Saya gak mengambil resiko apa apa. Jadi itu adalah kenyataan. Saya tidak mengahdapkan pmereka pada pelarangan agama. Semua agama kan melarang dabnya lesbian. Saya sedang tidak membicarakan ramnah lebsi ini boleh atau tidk. Tapi itu hubungannya dengan. Seperti yang saya jelaskan tadi. Di hongkong itu anyak erempuan. Ada perempuan single, ada perempauna yang sudah menikah lalu erkjan di hingong. Ada yang yang gak pacaran.a da yang LDR dengan indonesia, ada yang sesama migran,kayak pakistan dan insia. Kalo saya memeilih ruwati saja yang mempunya cerita dia single di hngong yang pacaran di indonesia. Cuma adnya banyak perempuan disana. Emrepresentasi kean perempuan dan aya bersukur sekali. Hampir tidak ada yang menyusdutkan saya dengan pertanyaan tentang sudut pandang lain dari film ini. tentang sudut pandang mereka mnejadi lesbian atau;lesbian itu salah. Sudut pandang di film saya sangat jelas, terntang diri mereka entang tubuh mereka. Apa mereka terpengaruh pada sosial atau apa ni. Kayak ruawati ajani, untuk menyelamatkan hidupnya dia melakukan latarus kopi. Memasukan alat untuk melihat miumnya itu kan selapun tdaranya itu. itu aja dia masih ketakutan ditinggalkan oleh orang lain.padahal untuk menyelamatkan nyawa mereka sendiri. Tangaanyya, seteah nonton film ini, mereka daotang, waku roadshow ke malangm mbak ruwai dateng apaas di jogya riyan datanh. Asat itu lagi pulang dan mereka sngat oopen. Mengenai apakah mereka berpikir bahwa kehidupannya itu. karena banyak unterview mereka saya melihat bahwa. Itulah kehidupan merek. Sebatas itu saja. Kadang kal gini. Ada saat dimana ruwati merasa saat down. Kalo secara film. Itu akan jadi degan yang sangat mengharukan gitu. Menguras emosi gitu sebagai permepuan. Dia merasa snedir, tidka didukung calon suamiya. Tapi gini disaat saat seperti itu ruwati bilang, saya gak ingin saat ini say difilmkan akhirnya saya menyetujui. Semua yang difilmkan itu atas persetujuan mereka. Hal-hal yang secara konten maupun visual itu bagus, tapi mereka tidak setuju saya tidak masukan ke editing. Ya jadi mereka happy happy aja. Mengenai apakah film itu berpengaruh ke kehidupaknnnya saya belum menanyakan lebih jauh. Riyan orangnya easy going, dia lumayan terbuka dan tidak bermasalah. Malah waktu pemutaran di jogja dia datang dan banyak di interview oleh wartawan.

Benar gaknya , pemutaran filmnya juga kan terbatas, walaupun akhirnya diputar di televisi saat itu banyak-banyak di cut bagian lesbian kan hampir sebagian besar tidak ditayangkan jadi yaa anaknya gak tau. Ya banyak film ini kan tayang di sepuluh kota tadi. 7. Mbak ani pernah dapet feedback langsung dari penonton gitu gak? Terkait impact yang tercapai dari film ini? Enggak, saya belum negecek. Kemungkin an yan sering mendapatkan impact. Initanyakan aja ke Phnya aja atau produsernya aja. 8. Bolehkan mbak berbagai padangan tentang perempuan, perawan, Lesbi dan Islam bagi Perempuan? Begini jawabannya, dari sudut keislaman saya tentang perempuan. saya lihat islam sudah sangat lengkap gitu. Perempuana da dimana, perempuan harus bagaimana, kalau perawan, gak perawan itu kan lebih ke society ya masayarakat yang melihat. Islam tidak emamngdang kamu perawan, janda, duada, atua apapun. Jadi, tapi semua manusia itu ada. Ada hukum yang mengaturnya. Alquran dna hadits. Itu sudah hukum lengkap. Dan saya tidak punya kompetensi terkait perempuan dalam islam. ya kayak hukumnya. Ya kalo kita mau berpegang tegudh pada Islam ya lakuakn hkum-hukumnya. Kalo feminism itu, Jadi gender itu kan ada dua sepertinya laki-lakisangat mendominasi perempua. Tersu saya melihat bahwa perempuan sendiri melihat keteraan dan feminsime bukan berarti kita memsauki pekerjaand ranah-eranah laki-laki. kalo sebelumnya di dunia penyutradraan dominasi laki-laki tapitidka kemudia karena kesetaraan gnder dan feminisme , saya menjadibsutradara perempuan. tai saya merasa caplable kjadi sayamenjadi sutradara perempuan. karena saya belajar dengan giat. Mengikuti workshop film bahkan ksaya kuliah film di International scholl yang ad di Indonsia. Itu artinya satya masuk di ruang yang didomniasi laki-laki itu karena saya capble. 9. Boleh sedikit ceritain mbak pengalaman selama menggarap film ini? Cerianya saya kan tkw hongkon dari 2001-203. Di tahun itu, akhirnya poduser pilh saya, saya punya backgorund tinggal disana. Bos saya baik. sya kenal tokoh-tokoh yang baik disana dan sukses. Akhirnya kenal mbak ruwati itu dari pertemanan dikenal temen-temen dan saya ikut organisasi yang sama dengan mbak ruwati. Gitu Terus kalo pengalaman sussahnya kalo sebagai sutradar itu ini kan fil m ke dua. Say sempat bermasalah dnegan beberpaa crew karena saya masih sangat minim pengetahuannya yang akhirnya da yang mnegundurkan diri. Mungkin arena beliau beliau in emrasa cukup senior sedangkan saya sutradara muda. Barunyutradarai saya harus direct sedangkan saya terlau cupu. Directing nya jelek atau gimana gitu. Tapi kan in hasil workshop. Hasil bimbingan . saya bersyukur banyak yang membimbing saya, jadi saya bersyukur, untuk narasumber jjuga saya waktu itu hamir membimbing 40 TKW untuk menemukan 3 orang TKW yang representatif dengan ide cerita saya. jadi yaa itu,

Terus juga karena permasalahan itu cukup sensitif jadi atau enggak penikahan ruawti dan pak yanton. Jadi cukup menguras energi. Jadi itu asay gak syuting. Karena kondisi bak uwati yang memburuk sedangkan kondisi emosionalnya. Waktu itu, kurang mendapat dukungan karena perspektif pak yanto yang masih sempit waktu itu. yang bisa dibilang salah paham dengan kondisi mbak ruwati.