Dr. R. Yaniah Wardani, M.A Umi Musyarrofah, MA

RETORIKA DAKWAH DAI DI

KAJIAN STILISTIKA DALAM SASTRA ARAB

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa:

Kutipan Pasal 113 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memengaruhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).

RETORIKA DAKWAH DAI DI INDONESIA

KAJIAN STILISTIKA DALAM SASTRA ARAB

RETORIKA DAKWAH DAI DI INDONESIA

KAJIAN STILISTIKA DALAM SASTRA ARAB

Penulis:

Dr. R. Yaniah Wardani, M.A Umi Musyarrofah, M.A

Editor:

Vini Hidayani

Desain sampul & Layout:

Vini Hidayani

©Copyright 2019

All Right Reserved

29,7 x 21 cm

136 hlm

Diterbitkan oleh Adabia Press

Jl. Tarumanegara, Pisangan, Ciputat, Selatan, Banten 15419

Telp. +62 21 2274 1771, Faks. +62 21 22741622

E-mail: [email protected]

http://fah.uinjkt.ac.id

Cetakan ke-1, Januari 2019

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin photocopy tanpa izin sah dari penerbit

4

KATA PENGANTAR بسم هللا الرمحن الرحمي

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Ilahi, Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang kasih-Nya tak pernah pilih kasih dan sayang-Nya tak pernah pilih sayang. Atas limpahan rahmat-Nya lah buku ini dapat berjalan dan terselesaikan dengan baik. Lantunan shalawat serta salam selalu tercurah pada baginda Rasulullah SAW, yang tak pernah kenal lelah dalam berjuang, memberikan penerangan, tuntunan dan perlindungan pada umat saat kegelapan dan kebodohan menghampiri manusia. Pembuatan buku ini sudah kami rencanakan sejak lama, karena ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian terdahulu tentang” Amtsal dan Hikam: Studi Banding Arab dan Indonesia”, disamping itu juga terdorong keinginan untuk menyatukan sastra dan dakwah. Kami menjumpai di lapangan bagaimana para dai bertutur kata dengan keindahan bahasa serta kata-kata bijak yang mampu memukau jamaahnya. Oleh sebab itu buku ini hadir untuk memenuhi kebutuhan bacaan mengenai Retorika Dakwah Para Dai di Indonesia melalui kajian Stilistika dalam Sastra Arab. Untaian kata terimakasih kami haturkan kepada Puslit UIN Syarif Hidayatullah yang telah menaruh kepercayaan pada kami sebagai tim peneliti untuk menggarap buku ini, serta memberikan dukungan materiil demi terlaksananya penelitian ini. Tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu hal yang luput dari kesalahan. Demikian hal-nya dengan buku ini, mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan yang ada. Sekian dan Terima kasih.

Jakarta, 24 November 2018 Wassalam Tim peneliti

iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

I. Konsonan II. Vokal Pendek

a ـــَـ ‘ ء

B ب

i ـــِـ T ت

TS ث ج u ــُــ J ح H III. Vokal Panjang خ â ا ـــَـ KH د D ذ î ى ـــِـ DZ ر R ز û و ــُــ Z س S IV. Diftong ش au و ـــَـ SY ص SH ض ai ى ـــَـ DL ط

TH V. Pembauran ظ

ال ZH ع al- ` غ

الش GH ف al-sy- F ق

 Metode transliterasi diadopsi dari Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Kajian Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007/2008

iv

وال Q ك

-K wa al ل

L م

M ن و N ه W ي H ة Y

T

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………….……………………………………… iii DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………..1 B. Permasalahan penelitian………………………………….…………..4 C. Tujuan Penelitian……………………………………………….……..5 D. Landasan teori dan konseptual…………………..……………../…….6 E. Metode Penelitian …………..………………………………….…. 7

BAB II : HUBUNGAN RETORIKA, DAKWAH, DAN STILISTIKA

A. RETORIKA DAKWAH 1. Pengertian Retorika Dakwah …………………..………..…..…. 8 2. Fungsi Retorika Dakwah ……………………………..…………12 3. Lima Hukum Retorika Dakwah ……………………..…………13 B. PENGERTIAN DAKWAH…………..………………………...… 18 C. UNSUR-UNSUR DAKWAH 1. Dai. ………………………………………………….………. 14 2. Mad’u …………………………………………………..…….. 15 3. Metode Dakwah ………….………………………...………… 18 4. Media ……………………………………………………..… ..24 5. Materi ……………………………………………….………….29 6. Tujuan …………………………………………………………..42 D. STILISTIKA 1. Pengertian ………………………………………………...……...55 2. Objek Kajian ………………………………….………….……. 58 3. Stailistika dan Sastra ………………………………...………… 58 4. Peribahasa (Amtsal) dan Kata Mutiara (Hikam) ……...………..58

BAB III : BIOGRAFI PARA DAI

A. KH. Zaenuddin MZ ………………………………………….………72 B. AA Gymnatsiar ………………………………………………………73

vi

C. Ahmad Al Habsyi ………………………………………..………… ..80 D. Jefry al Bukhory………………………………….………….……… 81 E. Wijayanto ………………………………………………..…………. 86

BAB IV : ANALISA GAYA BAHASA DALAM RETORIKA PARA DAI

1. K.H. ZAINUDIN MZ …………………………………….....…… 88 Peribahasa (Amtsal) ……………………………….………… 89 Kritik Aspek Politik …………………………………....…….. 89 Kritik Aspek Sosial ……………………………………...... … 91 Kritik Aspek Ekonomi …………………………………………… 93 Kritik Aspek Pendidikan ………………………………………… 94 Kritik Aspek Budaya …………………………………………… 96 Kata Mutiara Hikam …………………………………..…………. 97 Kritik Aspek Sosial Budaya ……………………………………… 97 Kritik Aspek Pendidikan …………………………………………. 99 2. AA GYMNATSIAR ……………………………………………. 99 Peribahasa KritikAspek Sosial …………………………………………… 100 Kritik Aspek Sosial Ibadah …………………………………… 103 Kritik Aspek Pendidikan …………………………………… 104 Kata Mutiara Kritik Aspek Sosial ……………………………...... ……… 104 Kritik Aspek Politik …………………………………………… 107 3. JEFRY AL BUKHORY ……………………………………. 109 Peribahasa ………………………………………..……………. 109 Kata Mutiara ………………………………………...……………... 110 4. AHMAD AL HABSYI Kritik Sosial …………………………………...... 111 Kata Mutiara Aspek Ibadah ……..………………………………….…..… 114 Aspek Sosial …………………………………………..…… 116 Aspek Akhlak …………………………………………..……… 120 Aspek Pendidikan …………………………………..…...... 122

vii

5. WIJAYANTO Peribahasa Aspek Sosial …………...... ……………… 123 Kata Mutiara Aspek Sosial ………………………………… 126 Kata Mutiara Nasihat …………………………………...... 127

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………..……………… 130 B. Saran-saran ………………………………………………… 131

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 132

viii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Retorika dengan dakwah ibarat dua sisi mata uang, mempunyai hubungan yang sangat kental. Retorika dakwah dapat dipahami sebagai seni berbicara di depan orang banyak yang dilakukan dengan pelafazan kata-kata yang baik, tegas, dan jelas. Aktifitas syiar atau dakwah memiliki tiga cara atau tiga macam model dakwah, yaitu Bil Lisan, Bil Qolam, dan Bil Haal. Ketiga macam ini salah satunya berjenis dakwah “bil Lisan” yang berarti ucapan yang sering kali digunakan dan dimanfaatkan para dai untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia.

Kecanggihan teknologi komunikasi saat ini memungkinkan berdakwah tidak hanya sebatas dilakukan di majlis taklim saja, akan tetapi mampu merambah dan memanfaatkan media seperti media cetak (majalah, buletin dll) dan media elektronik (televisi, radio dll), serta media online (Youtube, Instagram, Facebook, dll), Hal ini dilakukan oleh para dai kondang seperti Ustaz Zainuddin MZ, Ustaz Jeffry al Bukhary (alm), Ustaz Arifin Ilham, AA Gym, Mama Dedeh, Habib Riziq Al Musawwa dll. Mereka menggunakan bermacam-macam metode atau gaya dalam penyampaiannya agar khalayak dapat menangkap intisari dari pesan dakwah yang disampaikan.

Style/gaya bahasa dalam wacana sastra merupakan deskripsi khusus pilihan bahasa seorang pengarang, baik berupa lisan maupun tulisan, mulai dari yang paling luas tentang struktur kalimat hingga pilihan kata yang paling sederhana.

ix

Persoalan gaya bahasa meliputi semua bentuk kebahasaan, termasuk pilihan kata secara individual, frasa, klausa, kalimat, ataupun segala sesuatunya yang mencakup sebuah wacana secara keseluruhan, termasuk makna yang tersirat di balik bahasa. Gaya bahasa secara etimologi berasal dari bahasa inggris “Style”, makna pertama berasal dari bahasa Latin yang artinya “pena”, berkaitan dengan teknik penulisan khususnya tulisan tangan. Makna ini kemudian berkembang menjadi ekspresi bahasa sastra. Kedua, gaya bahasa berasal dari bahasa Yunani yang artinya “tiang atau pilar”. Gelar ini diberikan kepada ahli hikmah di Yunani bernama Simon Stilita karena hidupnya selalu bersandar pada tiang atau pilar. Dalam bahasa Arab Gaya bahasa disebut “Uslub” yang merupakan kajian tentang gaya bahasa yang mencakup aspek leksikal, gramatikal, dan semantik.1 Stilistika merupakan bagian dari retorika yang bertujuan untuk menciptakan keindahan ungkapan. Dengan stilistika, kegiatan beretorika akan terasa indah dan menarik untuk didengar.2 Dalam wawasan retorika klasik, style diartikan sebagai teknik serta bentuk gaya bahasa seseorang dalam memaparkan gagasan sesuai dengan ide dan norma yang digunakan sebagai ciri khas pribadi pemakainya. Pada masa Renaissance, style diartikan sebagai gaya untuk menyusun dan menggambarkan sesuatu secara tepat dan mendalam hingga dapat menampilkan keindahan tertentu sesuai dengan impresi dan tujuan pemaparannya.3

1Lihat Yaniah Wardani dan Cahya Buana, Pengaruh Unsur Ekstrinsik terhadap Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia (Abalisis Sastra Banding), (Ciputat: Transpustaka, 2013), h. 31.Lihat juga Shalah al-Fadhl, ‘Ilm al-Uslub Mabadii’uhu wa Ijrauhu, (Kairo, 1419/1998), h. 93, Kata Uslub berasal dari kata salaba-yaslubu-salban yang berarti merampas, merampok, dan mengupas, kemudian terbentuk kata uslub yang berarti jalan, metode, cara, bentuk, gaya, tehnik.(Lihat A.W.Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. (Yogyakarta, Agustus 1984) . H. 691). Dengan demikian pengertian gaya bahasa (uslub) dalam bahasa Arab, ialah makna yang terdapat dalam suatu bentuk susunan lafaz-lafaz (kalimat) agar lebih mudah mencapai tujuan yang dimaksud pada diri pendengar atau pembaca. 2Stilistika berasal Dari kata “style” yang berarti gaya. Pada masa sebelum masehi, style banyak dikaitkan dengan retorik.Dalam studi retorik dikenal adanya tiga tahapan dalam memaparkan gagasan.Pertama adalah invensi, yakni tahap pelintasan gagasan dan penemuan ide. Kedua adalah disposisi, yakni tahap penyusunan gagasan hingga membentuk kesatuan isi tertentu sesuai dengan ide yang ingin disampaikan. Ketiga adalah cara atau style, yakni cara dalam memaparkan isi tuturan yang telah disusun melalui wahana kebahasaan. Di sini style dipisahkan dari invensi dan disposisi, sehingga konsep style pada masa ini hanya dihubungkan dengan aspek bentuk kebahasaan. LihatAminuddin, Stilistika, Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra, (: IKIP Semarang Press,1995), h.3-4. 3Aminuddin, Stilistika, Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra, (Semarang: IKIP Semarang Press,1995), h.5.

2

Stilistika dikalangan para dai merupakan ciri atau gaya khas mereka yang diungkapkan dalam menyampaikan dakwahnya. Maka itu gaya bahasa seorang dai menjadi bagian dari retorika mereka. Retorika adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang bagaimana teknik seni berbicara di hadapan umum, sehingga orang merasa senang dan tertarik untuk mendengarkan uraian atau pendapat-pendapatnya yang disampaikan kepada pendengar dengan maksud agar mereka memahami dan menerima dengan logika segala sesuatu yang disampaikan.4 Kajian stilistika sebagai bagian dari retorika dapat dilakukan dalam berbagai objek. Agar lebih jelas, berikut penulis gambarkan objek yang dapat dikaji melalui stilistika sebagai bagian dari retorika :

RHETORIKA AAAAC

Pragmaticss Discours Stylistic Dispositio/Eclu sitio

Linguistic Literary Criticism

Non Literary Speeches Literary Text

Religion Mass Media 4Gentasri Anwar, Retorika Praktis,Teknik dan Seni Berpidato, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003). Dari sejarah dapat dilihat bagaimana pentingnya retorika bagi kehidupan manusia.Walaupun sebagai ilmu, retorika berkembang sekitar abad ke XX, tetapi retorika sudah dipraktekkan orang sejak zaman Yunani Kuno (Sebelum Masehi). Pada masa itu retorika merupakan alat utama untuk memperlancar dan mencapai tujuan komunikasi. Dengan retorika para filosof seperti: Demosthenes, Gorgias, Pytagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles berhasil menyebarkan ilmu dan filsafat

3

Politics Cultur Novel Drama Poetry e

Ungkapan kata-kata yang indah dalam sastra Arab antara lain terdapat dalam kata hikmah (kata mutiara). Bentuk inilah yang sering dipakai para dai untuk memperindah ungkapannya.5

Penelitian ini akan mengangkat style hikmah dalam dakwah para dai dan pengaruhnya terhadap kesuksesan mereka, meskipun tentu saja analisa kajian ini tidak bisa berdiri sendiri namun harus dibantu oleh ilmu lainnya, seperti stilistika sastra Arab (‘Ilmu al-Uslub), sosiologi sastra, ilmu retorika, ilmu komunikasi dan lainnya.

B. Permasalahan Penelitian

Pentingnya pembatasan dalam penelitian ini karena banyak sekali dai yang sedang naik daun. Media yang digunakan oleh para dai pun beraneka ragam, dan media televisi menjadi tren bagi dai untuk menyampaikan pesan atau materi dakwah dibarengi dengan metode, retorika menjadi baik bila dengan menyisipkan humor dalam dakwahnya atau kata dengan kata mutiara yang indah perumpamaan yang disebut dengan peribahasa. Terkadang mereka menggunakan pantun-pantun dan selawat, ini adalah sedikit cara/gaya agar khalayak tidak bosan mendengarkan pidatonya. Disamping itu wajib dan penting ialah inti dari pesan dakwah yang disampaikan berhasil atau tidak dilaksanakan oleh mad’u (pendengar).

5Kata Hikmah dalam bahasa Indonesia adalah kata mutiara. Hikmah yaitu ungkapan yang ringkas dan indah yang mengandung kebenaran, dapat diterima oleh masyarakat dan berisi nasehat tentang moral juga nasihat-nasihat yang baik lainnya.Hikmah biasanya keluar dari orang bijak (hukama) yang berpengalaman dan berpengetahuan luas sehingga kemunculan hikmah berbeda dengan kemunculan matsal (pepatah). Hikmah (kata mutiara) bias berbentuk natsar (prosa) maupun sya’ir (puisi) lihat Yani’ah Wardani dan Cahya Buana, Pengaruh Unsur Ekstrinsik terhadap Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia : Analisis Sastra Banding, (Ciputat: Transpustaka, 2013), h. 27. Lihat juga Ahmad al-Iskandari dan Mushthafa ‘Inani, al-Wasith fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhihi, (Mesir: Dar al-Ma’arif, tth), 15-16. Ibrahim Ali Abu al-Khasyab dan Muhammad Abdul Mun’im Khafajy, Turatsuna al-Adaby, Shuwarun min rawaai’ih, (Kairo: Dar al-Thiba’ah al-Muhammadiyah, tt).

4

Menurut para sastrawan, umumnya prosa ada dua macam. (1) Prosa biasa (Al-natsr Al’Adi), yaitu prosa yang sering digunakan dalam bahasa komunikasi. Ia tidak memiliki nilai sastra, kecuali matsal dan hikmah yang sudah berlaku di kalangan masyarakat. (2) prosa yang diciptakan oleh para sastrawan, yaitu prosa yang memiliki bahasa seni (estetik) dan mengandung unsur-unsur balaghah. Jenis prosa inilah yang mendapatkan perhatian dari para kritikus sastra.

Pada penelitian ini dibatasi kajiannya pada kata-kata hikmah (kata mutiara) dan amtsal (peribahasa) yang digunakan para dai dalam dakwahnya. Sedangkan para dai di sini di batasi pada wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Antara lain: KH. KH. Zainudin MZ (Jakarta), Habib Ahmad al-Habsy (Jakarta), Ustaz Jefry al Bukhory (Jakarta), Abdullah Gym Nastiar (Jawa Barat), dan Ustaz Wijayanto (Jawa Tengah).

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Gaya bahasa apa saja yang dipakai oleh para dai dalam menyampaikan dakwahnya? 2. Bagaimanakah bentuk Hikmah (kata mutiara) dan amtsal (peribahasa) yang dipakai oleh para dai? 3. Mengapa para dai menggunakan kata-kata hikmah yang mengandung metafora sebagai pemanis dalam penyampaian dakwahnya? 4. Adakah pengaruh penggunaan kata-kata pepatah dan hikmah terhadap kesan jamaahnya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gaya retorika yang digunakan para dai di Indonesia 2. Untuk mengetahui Gaya bahasa apa saja yang dipakai oleh para dai di Indonesia dalam menyampaikan dakwahnya. 3. Untuk mengetahui bentuk Hikmah (kata mutiara) dan amtsal (peribahasa) yang dipakai oleh para dai dalam menyampaikan materi ceramah para dai.

5

4. Untuk mengetahui adakah pengaruh penggunaan kata-kata Hikmah dan amtsal terhadap kesan jamaah.

D. Landasan Teori dan Kerangka Konseptual

Retorika Dakwah dapat dimaknai sebagai pidato atau ceramah yang berisikan pesan dakwah, yakni ajakan ke jalan Tuhan (Sabili Rabbi) mengacu pada pengertian dakwah dalam QS. An-Nahl:125:

“Serulah oleh kalian (umat manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdebatlah dengan mereka secara baik-baik…”

Ayat tersebut juga merupakan acuan bagi pelaksanaan retorika dakwah. Menurut Syaikh Muhammad Abduh, ayat tersebut menunjukkan, dalam garis besarnya, umat yang dihadapi seorang dai (objek dakwah) dapat dibagi atas tiga golongan, yang masing-masingnya dihadapi dengan cara yang berbeda-beda sesuai hadis: “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran kemampuan) akal mereka”. Dan beliau membagi dengan tiga golongan ; yaitu golongan cerdik- cendekiawan, golongan awam, dan golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut. Prof. Drs. Onong Uchjana Effendi, M.A dalam bukunya Komunikasi Teori Dan Praktek mengatakan bahwa retorika mempunyai pengertian sempit yaitu mengenai bicara, dan dalam pengertian luas yaitu penggunaan bahasa baik lisan, maupun tulisan. Setiap dai memiliki gaya masing-masing dalam menyampaikan materinya sesuai dengan latar belakang kehidupannya. Maka, dalam teori stilistika dikenal antara lain dengan teori Genetik6, Deskriptif7, dan Ekspresif8.

6Pendekatan Stilistika genetik merupakan sifat yang diturunkan masing-masing individu sastrawan kepada karyanya sesuai ciri khas masing-masing sasrawan tersebut. (lihatAtar Semi, Kritik Sastra, (Bandung: Angkasa, 1989), hlm 30-31.) 7Pendekatan stilistika deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. (Lihat Siswantoro, Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologi, hlm. 56.) 8Pendekatan Ekspresif disebut juga pendekatan emotif.Di dalam pendekatan ekspesif, pengarang atau penyair berupaya mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra, sehingga

6

E. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian kuantitatif dalam stilistika digunakan untuk menghitung frekuensi pemunculan tanda-tanda linguistik/bahasa. Mengetahui ciri pembeda style sebuah teks dari teks lainnya. Dalam metode penelitian kuantitatif stilistika dapat memberikan bukti-bukti konkret dengan menopang deskripsi stilistika yang dilakukan terhadap karya sastra.

Sedangkan metode penelitian kualitatif9 yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teori Genetik, Deskriptif, dan Ekspresif. Data yang digunakan berupa bentuk retorika dalam materi dakwah para dai di Indonesia, sedangkan sumber data berupa materi dakwah lisan yang terdapat dalam buku dan rekaman. Teknik pengumpulan data, meliputi: (1) mendengarkan secara berulang-ulang dakwah dai tertentu (2) mentranskripsikan data dari bentuk lisan ke bentuk tulisan, (3) mengklasifikasikan data, dan (4) menganalisis data. Teknik analisis data, meliputi: (1) pemahaman, (2) pengkodean, (3) pengklasifikasian, dan (4) interpretasi.

menarik emosi atau perasaan pembaca. Cara yang digunakan pengarang dalam mengekspresikan ide-idenya melalui gaya(style) pengarang. (lihatAtar Semi, Kritik Sastra, (Bandung: Angkasa, 1989), hlm 30-31.)

9Dalam metode penelitian kualitatif sastra dilakukan untuk menemukan makna dan fungsi stilistika itu dalam karya sastra total dari karya sastra yang diteliti. Fungsi stilistika dapat ditemukan melalui hal yang terbersit dari peranan stilistika dalam membangun karya sastra. Dengan metode penelitian kualitatif stalistika sastra akan ditentukan kemampuan sastrawan/pengarang mengespresikan kualitas penggunaan still. Dengan ungkapan lain ditentukan dengan bobot sastrawan dalam karya sastranya. Kedua metode penelitian di atas dapat digabungkan untuk lebih menemukan keberadaan stilistika dalam karya sastra.

7

BAB II

HUBUNGAN RETORIKA, DAKWAH DAN STALISTIKA

A. Retorika Retorika 1. Pengertian Retorika dalam Dakwah

Retorika juga bisa diartikan dengan seni bicara atau berbicara ketika seseorang berhadapan dengan orang banyak dan bersifat mengajak, di dalamnya harus menggunakan seni berbicara yang khas dan dapat diterima oleh orang banyak. Retorika yaitu seni dan kepandaian dalam berbicara mampu dihubungkan dan dibutuhkan dalam berbagai medan kehidupan manusia, mulai dari seorang pengacara, jaksa, hakim, pedagang sampai kepada negarawan, semuanya membutuhkan retorika.10

Retorika sudah dikenal sejak zaman dahulu, dan disini kita akan mengungkap sejarah atau latar belakang Retorika.“Berbicara Retorika tidak terlepas dari tokoh filsuf dari Kerajaan Yunani kuno yang bernama Aristoteles, beliau memprakarsai pengertian retorika dalam istilah lain yaitu the art of persuasion (seni untuk mempengaruhi). Dalam definisi lain, retorika merupakan suatu ilmu kepandaian dalam berpidato atau teknik dan seni berbicara yang jelas dan pasti di depan umum. Sementara menurut Cleanth Brooks dan Robert Penn Waren dalam bukunya, Modern Rethoric, mereka

10 Dr.H.Hamzah Ya’qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah & Leadership Bandung:Diponegoro, 1992) h. 99

8

mendefinisikan retorika sebagai the art of using language (seni penggunaan bahasa secara efektif).11

Retorika sudah dikenal lima abad sebelum masehi. Ketika itu kaum Sofis Yunani sebagian besar berprofesi sebagai pengembara, namun di dalamnya sekaligus mengajarkan pengetahuan baik mengenai pengetahuan politik ataupun pemerintahan dengan menggunakan metode pidato.

Sedangkan menurut W. Thys Roberts tahun 1945 halaman 24, definisi Retorika adalah “ Rhetoric may be defined as the faculty of observasing in any given case the available means of persuasion”. Berbeda dengan pendapat W. Thys Roberts, Pitagoras berpendapat bahwasanya Retorika adalah kemahiran berbicara bukan demi kemenangan, akan tetapi demi keindahan berbahasa. Sedangkan menurut Sokrates, retorika adalah demi kebenaran bukan demi kemenangan ataupun demi keindahan berbahasa.karena menurutnya, dengan dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya.12

Aristoteles membagi Struktur pidato menjadi 3 bagian yang komponen uraiannya singkat, jelas, dan meyakinkan, yakni:

a. Pendahuluan b. Badan c. Kesimpulan

Menurut Aristoteles, keindahan bahasa hanya digunakan untuk empat hal yang bersifat:

a. Corrective (Membenarkan) b. Instructive ( Memerintah) c. Sugestive (Mendorong)

11 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah ( Jakarta: Amzah, 2009), h. 171

12 A.H. Hasanuddin, Rhetorika Da’wah & Publisistik dalam Kepemimpinan (Surabaya: Usaha Nasional, 1970) h. 15-18

9

d. Defensive (Mempertahankan)

Menurut Pakar Politik atau pengamat Komunikasi Politik Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si:“Retorika merupakan “art of speech” (seni berbicara. Yakni suatu bentuk komunikasi yang diarahkan pada penyampaian pesan dengan maksud mempengaruhi khalayak agar dapat memperhatikan pesan yang disampaikannya secara baik. Retorika menggabungkan antara argumentasi pesan, cara penyampaian yang menarik serta kredibilitas diri pembicara, sehingga melahirkan impresi tertentu bagi khalayak.”13

Dari pengertian retorika menurut Aristoteles, para pakar komunikasi, para tokoh dan menurut para pakar Retorika, ataupun civitas akademik, penulis menyimpulkan pengertian retorika sebagai berikut: Retorika adalah seni berbicara di depan orang banyak yang dapat menarik perhatian dan mempengaruhi pendengar, sehingga pendengar mau mengikuti apa yang disampaikan pembicara.

Retorika juga diartikan sebagai persuasi, dan persuasi dapat diartikan juga sebagai metode komunikasi berupa ajakan, permohonan, atau bujukan yang lebih menyentuh emosi, baik itu dari aspek afeksi dari manusia. Retorika diaplikasikan dalam bentuk pidato sebagai seni berbicara memang mengandung banyak unsur persuasive, seperti penggunaan suara, dan bahasa lisan atau cakap yang indah dan berirama yang diiringi dengan gerakan tubuh dalam menyampaikan pesan ketika berpidato.14

Secara bahasa yang telah kita ketahui dan secara umum tujuan retorika adalah untuk mengajak, dan kerena retorika disini dikaitkan dengan dakwah dapat diartikan dengan mengajak kepada sesuatu kebaikan dan di dalamnya memiliki tujuan dengan mencakupi dasar-dasar keislaman. Unsur-unsur persuasi yang melekat pada retorika mendorong para dai atau mubaligh untuk

13 Onong Uchjana EfEffendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2007) h.57

14 Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), cet-1, h. 263

10

memanfaatkan retorika dengan melakukan dakwah retorik, sebagai salah satu bentuk komunikasi yang efektif dalam memengaruhi khalayak.15

Dilihat dari bentuk massa, retorika bertujuan untuk:

a. To Inform, yaitu di dalam sebuah pidato banyak sekali pendidikan yang diterima dengan bertujuan untuk memberitahu dan juga menjelaskan hal-hal yang belum diketahui sebelumnya. memberikan pengertian dan penjelasan kepada khalayak atau massa, dengan tujuan untuk memberikan penerangan atau penjelasan yang mampu menanamkan pengertian dengan sejelas-jelasnya dan sebaik- baiknya.

b. To Entertain, menghibur, menyenangkan, menggembirakan, dan memuaskan. Bertujuan untuk membuat pendengarnya tertawa, dan dapat menarik perhatiannya.

c. To Strengthen Belief, memperkuat kepercayaan. Dalam sebuah pidato selayaknya seorang dai harus mampu memperkuat kepercayaan para mad’u dengan mendorong semangat para mad’u untuk melakukan sesuatu dengan memperkuat nilai, sikap dan kepercayaan yang ada.

d. To Change Belief, dalam hal ini seorang dai harus mampu mengubah sikap, kepercayaan maupun tindakan yang sudah dianut oleh mad’u untuk dapat mengubah kepercayaan mereka dengan kepercayaan yang kita anut dan tentunya baik untuk di dunia dan akhirat.

e. To Convise, meyakinkan dan menyadarkan khalayak atau lebih kepada menginsafkan.

15Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer, h. 265

11

f. To Inspire, menimbulkan inspirasi dengan teknik dan sistem penyampaian yang baik dan bijaksana.

g. To Ectuate (to put in action), menggerakan dan mengarahkan khalayak untuk bertindak menetralisir dan melaksanakan ide yang telah dikomunikasikan oleh orator dihadapan massa.16

2. Fungsi Retorika

Menurut Bambang S. Ma’arif dalam bukunya, Komunikasi Dakwah dipaparkan bahwasanya fungsi retorika adalah untuk menyampaikan suatu pesan melalui cara pidato untuk meyakinkan atau membujuk si pendengar dengan menunjukkan kebenaran melalui logika. Dari pengertian lain, fungsi retorika adalah untuk menjadikan kebenaran tampak melalui penerapan logika.17

Dari beberapa fungsi Retorika, disini akan dipaparkan beberapa fungsi sesuai dengan masing- masing dimensi:

a. Dilihat dari aspek dimensi interpersonal, Retorika berfungsi dalam kemapanan, perubahan, atau pemaksaan terhadap hubungan interpersonal. Dalam dimensi interpersonal, contohnya seperti rasa senang, kekuasaan, dan jarak antarpribadi. b. Dimensi Sikap, dalam dimensi sikap di samping untuk melayani hubungan antar orang, retorika juga berfungsi untuk memengaruhi ide- ide seseorang dalam ideologinya. Dalam dimensi ini lebih terkait dengan arena persuasi tradisional dibandingkan dengan dimensi yang pertama. c. Dimensi Situasional, dalam dimensi ini situasi retorika dapat didefinisikan sebagai format yang bergerak untuk membentuk hubungan pembicara-pendengar; channels yang bisa berupa verbal, nonverbal, langsung atau tidak langsung, orang-orang, fungsi-fungsi

16 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 156 17Bambang S. Ma‟arif, Komunikasi Dakwah (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010) h. 117

12

retoris, metode, materi pesannya, bentuk, dan pola, konteks ( waktu dan tempat).18

3. Lima Hukum Retorika

Menurut Aristoteles dan ahli retorika klasik, terdapat lima tahap dalam penyusunan pidato, atau terkenal dengan Lima Hukum Retorika (The five Canons of Rhetoric) Lima Hukum Tersebut adalah:

a. Inventio (penemuan), Dalam tahap ini, pembicara menggali topik yang akan disampaikan kepada khalayak dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. b. Dispositio (Penyusunan), Pada tahap ini, pembicara mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis yakni pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan secara logis. c. Elucatio (gaya), Pada tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk “mengemas” pesannya. d. Memoria (memori), Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya. e. Pronuntiatio (penyampaian). Pada tahap ini, Pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Demostenes menyebutnya hypocrisis yakni pembicara harus memperhatikan suara (vocis) dan gerakan-gerakan anggota badan (gestus moderatio cum venustate)19

18 Bambang S. Ma’arif, Komunikasi Dakwah, h. 114

19 Kustadi Suhandang, Retorika Strategi, Teknik dan Taktik Pidato, (Bandung: Nuansa, 2009) h. 38-40

13

B. Pengertian Dakwah

Dakwah ditinjau dari aspek etimologi atau bahasa adalah da’watan, yang berarti mengajak, menyeru, ataupun memanggil. Menurut Warson Munawwir, dakwah memiliki arti yang bermacam- macam yaitu memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summon), menyeru (to propose), mendorong (to urge), dan memohon (to pray).20 Banyak sekali firman Allah yang membahas tentang dakwah yang sering kita dengar maupun kita jumpai dalam Al-Quran. Seperti ayat di bawah ini yang menjelaskan dan memerintahkan manusia untuk berdakwah dijalan Allah:

              

  

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar; mereka itulah orang – orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: (3) 104)

Secara terminologi dakwah Islam telah banyak didefinisikan oleh para ahli. Sayyid Qutb memberi batasan dengan “mengajak” atau “menyeru” kepada orang lain masuk ke dalam sabil Allah SWT. Bukan untuk mengikuti dai atau sekelompok orang. Ahmad Ghusul menjelaskan bahwa dakwah merupakan pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi manusia supaya mengikuti Islam. Abdul al-Badri Shadar membagi dakwah menjadi dua tataran yaitu dakwah fardiyah dan dakwah ummah. Sementara itu Abu Zahroh menyatakan bahwa dakwah itu dapat dibagi menjadi dua; pelaksana dakwah, perseorangan atau organisasi. Sedangkan Ismail al-Faruqi, mengungkapkan bahwa akikat dakwah adalah kebebasan, universal, dan rasional. Dan kebebasan inilah menunjukkan bahwa dakwah itu bersifat universal (berlaku untuk semua umat dan sepanjang masa). Pada intinya, pemahaman lebih luas dari pengertian dakwah yang telah didefinisikan oleh para ahli tersebut adalah: Pertama, ajakan ke jalan Allah SWT.

20 Warson Munawwir, Kamus Al- Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1994) h. 439

14

Kedua, dilaksanakan secara berorganisasi.Ketiga, kegiatan untuk mempengaruhi manusia agar masuk jalan Allah SWT.Keempat, sasaran bisa secara fardiyah atau jama’ah.21 Pengertian dakwah secara umum adalah mengajak atau menyeru kepada orang banyak ataupun perorangan kepada sesuatu yang baik dan yang lebih baik. dakwah mengandung ide tentang progresivitas, yang mana di dalamnya terdapat proses terus-menerus menuju kepada hal yang baik dan yang lebih baik dalam mewujudkan tujuan dakwah tersebut, yang mana ide tersebut adalah sebuah ide yang dinamis atau sesuatu yang tumbuh terus-menerus dan berkembang sesuai dengan tuntunan ruang dan waktu.22 Jika dilihat dari segi prakteknya, dakwah adalah kegiatan untuk mentransformasikan nilai- nilai agama yang memiliki arti penting dan berperan langsung dalam pembentukan pandangan atau persepsi umat tentang berbagai nilai dalam kehidupan.23 Sampai saat ini, pengertian dakwah didefinisikan dengan kegiatan- kegiatan yang dilakukan didalam mesjid, yaitu dengan pengajian-pengajian, ataupun yang dilakukan secara indoor maupun outdoor, istighasah, dan segala bentuk derivative konvensionalnya. Akan tetapi, sudah saatnya dakwah juga harus diidentifikasikan sebagai ilmu, seni, dan keterampilan mentransformasikan informasi (nilai dan ajaran islam) dan aset intelektual misalnya pikiran keagamaan, teori keagamaan, dan hasil penelitian keagamaan, dan pengalaman ilmiah keagamaan ke dalam nilai-nilai kesabaran dan ketahanan dalam diri mad’u.24 Berdakwah juga memiliki tujuan, tanpa tujuan dalam berdakwah apalah arti dakwah sesungguhnya, di bawah ini terdapat tujuan dakwah yaitu: 1) Sesungguhnya dakwah ditujukan kepada seluruh umat, baik itu nasrani, yahudi, maupun Islam. Walaupun memang dakwah sendiri lebih dikhususkan bagi umat Islam agar selalu menyembah Allah dan tidak menduakannya. 2) Dakwah ditujukan memang kepada orang-orang yang sudah menerima Islam sebagai

21Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010) h. 14-15

22 Acep Aripudin, Pengembangan Metode Dakwah (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2011) h. 3-4 23 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, h. 17 24 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, h. 18-19

15

agama yang diakuinya dan menerimanya dengan lapang dada, juga tidak mengotori hatinya dengan penyakit-penyakit hati agar tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Allah.25 Berdasarkan sekian banyak pengertian dakwah menurut para pakar dakwah dan para tokoh alim ulama, penulis menyimpulkan pengertian Dakwah sebagai sebuah syiar dalam agama yang diharuskan. Ini didasari dari dalam hati tanpa adanya paksaan dan dorongan dari manapun agar proses berdakwah berjalan dengan baik. Dakwah harus memiliki tujuan tertentu yang pada dasarnya adalah untuk merubah seseorang dari hal yang buruk kepada hal yang baik, karena tanpa adanya perubahan dan tujuan, dakwah tidak akan membawa manfaat spesifik kepada manusia.

C. Unsur-unsur Dakwah

Dalam berdakwah ada beberapa hal yang harus kita perhatikan agar tujuan yang diharapkan bisa maksimal, yaitu:

1. Dai

Setiap orang menjalankan aktivitas dakwah islam, hendaknya memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang dai. Sebab menurut Prof. Dr. Hamka yang dikutip oleh Asmuni Syukir, “jaya dan suksesnya suatu dakwah islam memang sangat bergantung pada pribadi dan pembawa dakwah Islam itu sendiri, yang sekarang disebut dai.26

Subjek dakwah islam adalah dai atau mubalig dan pengelolahan dakwah Islam seperti DKM, pengurus majelis ta’lim, panitia, ormas dakwah, pengelola TV, radio dan lain sebagainya. Para dai dalam menyampaikan materi yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun sirah nabawi hendaknya mampu menjabarkan dan menerapkannya

25 Abul Ala Al-Mauludi, Petunjuk untuk Juru Dakwah (Jakarta: Penerbit Media Dakwah,1982)h.9

26 Asmuni Syukir, “Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 34

16

dalam kehidupan keseharian bersama masyarakat. Dengan demikian pengertian dakwah islam menjadi luas, tidak terbatas hanya sekedar menyampaikan ayat-ayat Allah secara harfiah semata-mata. Menurut Wardi Bachtiar, subjek dakwah Islam adalah individu atau sekelompok orang yang berorganisasi, bisa dikaji dari sudut pandang Islam.27

Kepribadian seorang dai meliputi kepribadian jasmani dan rohani. Kepribadian yang bersifat jasmaniah, pada dasarnya mencakup sifat, sikap dan kemampuan diri pribadi seorang dai. Sedangkan kepribadian yang bersifat rohani mencakup sehat jasmani dan berpakaian necis. 28

Supaya pesan-pesan itu sampai kepada sasarannya, dan dapat dicerna dan dimengerti, maka seorang dai dituntut agar dapat menguasai:29

1. Pengetahuan agama yang luas 2. Pengetahuan kejiwaan dan kemasyarakatan (psikologi dan sosiologi) 3. Informasi umum yang aktual 4. Retorika

Persyaratan yang dituntut dari dai adalah agar memiliki sifat- sifat yang mulia, watak yang agung dan bukti perbuatan yang nyata. Agar dakwah Islam bisa dilakukan secara efisien, efektif dan sesuai dengan kebutuhan maka sudah waktunya dibuat dan disusun stratifikasi sasaran berdasarkan tingkat usia, pendidikan, pengetahuan, sosial ekonomi, pekerjaan, tempat tinggal dan lain-lain.

Hal penting yang harus diketahui oleh para dai adalah jangan mengabaikan tingkat pengetahuan sasaran dakwah. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah Islam seorang dai boleh menggunakan

27 Wardi Bachtiar, “Metode Penelitian Ilmu Dakwah”, (Jakarta:Logos, 1997), h. 33 28 Asmuni Syukir, h. 35 29 Hasanuddin Abu Bakar, “Meningkatkan Mutu Dakwah”, ( Jakarta: Media Dakwah, 1999), Cet. ke-1, h. 5-6

17

analogi untuk menerangkan suatu masalah sehingga keberadaan dai tak dinilai kuno atau ketinggalan zaman. Apalagi yang tidak kalah penting adalah mengetahui sikap sasaran dakwah Islam terhadap agama. Dengan demikian seorang dai harus mampu menyesuaikan sasaran dakwah agar dakwah bisa berhasil.30

Ada beberapa karakter yang selayaknya dimiliki para dai Islam, diantaranya adalah:

a. Kejelasan wala’ (loyalitas), dengan cara ini akan mampu membedakan mana orang-orang yang beriman dan sebaliknya. Bagi para dai wujud loyalitas kepada Allah dan rasul-Nya ada dua hal, yakni iltizam (komitmen) terhadap syariat Islam dan iltizam terhadap manhaj (metode, sistem) dakwah. b. Menepati akhlak mulia. Setelah memiliki kejelasan wala’ para dai dituntut untuk memperindah dirinya dengan akhlak yang diajarkan dalam Islam.31

2. Mad’u

Mad’u (objek dakwah) adalah manusia yang mau diajak ke dalam ajaran Islam secara kaffah32. Manusia sendiri merupakan sasaran dalam menerima dakwah Islam yang dilakukan oleh para dai. keadaan objek dakwah islam bisa sangat heterogen. Baik dari sisi ideologi, pendidikan, status sosial, kesehatan dan lain sebagainya.

Selanjutnya mengenai sasaran dakwah islam, perumusan sasaran dakwah islam diperlukan agar dakwah bisa dilakukan secara efektif, efisien, dan sesuai dengan situasi dan kondisi. Disini dirumuskan secara rinci stratifikasi sasaran berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan

30Rafi’udin dan Maman Abd. Djalil, ”Prinsip dan Strategi Dakwah”, (CV. Pustaka Setia, 2001), Cet. ke-2, h. 34 31 Cahyadi Takariawan, “yang tegar di Jalan Dakwah”, (Yogyakarta: Talenta, TT, ), h. 65 32Said bin Ali Qhathani, “Dakwah Islam Dakwah Bijak”, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 100

18

dan pengetahuan, tingkat sosial ekonomi dan pekerjaan berdasarkan tempat tinggal, dan sebagainya.

Dalam Islam atau dakwah yang bijak, sangat perlu dalam memperhatikan kondisi objek dakwah, sehingga mereka tidak merasa terbebani dan berat untuk melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.

Jika dilihat dari stratifikasi kelompok masyarakat berdasarkan letak geografis, maka sasaran dakwah terbagi menjadi:

a. Masyarakat Kota. Kehidupan masyarakat kota cenderung individualis dengan tingkat kompetisi tinggi sangat terasakan, terutama pada aspek status sosial. Sehingga nilai yang berkembang jadi lebih materialistis. Pola berpikir rasional merupakan titik utama yang perlu diperhatikan dalam berdakwah diperkotaan, karena itu materi-materi dakwah Islam perlu disajikan dengan lebih menggunakan pendekatan-pendekatan rasional. Dakwah kontemporer dengan memanfaatkan teknologi juga bisa diterapkan kepada masyarakat kota. Diantaranya dengan menggunakan fasilitas website, mailing list, chatting (broadcast), blog, vidio YouTube, dan media sosial.33 Internet telah menjadi peradaban baru dalam dunia informasi dan komunikasi tingkat global, keberadaannya tidak dapat dinafikan, sehingga media dakwah yang semula mimbar telah berpindah ke gawai dan komputer masing-masing. Tentu saja dai sebagai tokoh influencer harus mempunyai pemahaman teknologi yang baik disamping tugas utamanya berdakwah. Metode ini sekaligus menyiarkan bahwa Islam relevan dengan semua zaman.

b. Masyarakat Desa. Kehidupan masyarakat desa berhubungan erat dengan alam dan lingkungan, hal itu membawa mereka pada pola pikir yang cenderung lebih sederhana, hubungan antar sesama pun

33 Syamsuddin AB, “Pengantar Sosiologi Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2016) h. 276

19

terasa lebih kental, sehingga dakwah Islam di pedesaan tidak perlu memakai bahasa tinggi lagi ilmiah yang memungkinkan terjadinya miss understanding karena bahasa yang digunakan tidak komunikatif. Pola dakwah yang biasanya dilakukan di desa adalah ceramah. seperti yang sudah disinggung sebelumnya, di sini dai harus mempunyai kemampuan yang baik dalam menyampaikan materinya agar pesan dakwah yang dibawanya dapat sampai kepada mad’u. Namun metode ceramah juga masih memerlukan evaluasi. Mengutip dari penelitian Mansur di desa Sulamendara Kabupaten Konawe metode ini dianggap oleh sebagian masyarakat agak membosankan, pun dai terkadang berlebih-lebihan dalam menyampaikan materi dakwahnya, dan bahasa pengantar dakwah kadang juga tidak mampu dipahami oleh masyarakat desa. Kenyataannya, sebagian besar masyarakat desa membutuhkan pemahaman yang baik menyangkut hal ubudiyah dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak selesai ketika ceramah berlangsung. Oleh karena itu agar mampu menggapai sasaran, pola dialog bisa menjadi opsi solutif bagi dai dalam berdakwah. Di sini dai dapat berinteraksi secara langsung dengan masyarakatnya, sehingga ia mampu memahami betul dimana duduk perkara yang masih dipertanyakan anggota masyarakat. dan agar pesan dakwah menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat.34

c. Masyarakat primitif yaitu masyarakat yang terbelakang dalam segala bidang. Peradaban dan kebudayaannya masih asli dan sangat sederhana, tetapi dengan kondisi seperti itu justru diperlukan para dai yang serba bisa, dan dapat membimbing mereka dalam

34 Mansur,” Dakwah pada Mayarakat Muslim Etnis Bali Desa Sulamendara Kabupaten Konawe”, (Al-Izzah Vol 8 No. 2, November 2013) h. 187

20

kehidupan sehari-hari, sehingga dakwah yang lebih cocok adalah dengan pendekatan bil-hal (pendekatan/ tingkah laku).35

Dilihat dari sikap hati sasaran terhadap agama terbagi dalam lima golongan:

1. Golongan yang mencintai agama. 2. Golongan yang hanya sekedar suka terhadap agama. 3. Golongan yang acuh tak acuh terhadap agama. 4. Golongan yang benci terhadap agama.36

M. Al-Ghazali menambahkan sasaran dakwah secara lebih rinci diantaranya:

a. Sasaran dakwah Islam yang menyangkut golongan dilihat dari struktur kelembagaan yaitu berupa masyarakat dari kalangan pemerintah dan keluarga. b. Sasaran dakwah Islam yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari sosiokultural berupa golongan priyayi, dan santri, terutama dalam masyarakat jawa. c. Sasaran dakwah Islam yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dll. d. Sasaran dakwah Islam yang berhubungan dengan golongan masyarakat dari segi tingkat usia berupa golongan ekonomi atas, menengah dan miskin. e. Sasaran dakwah Islam dengan golongan masyarakat dari segi tingkat kehidupan sosial ekonomi berupa golongan ekonomi atas, menengah, menengah dan miskin. f. Sasaran dakwah dengan golongan masyarakat dilihat dari segi kekhususan yaitu golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana, dan sebagainya37.

35Basrah Lubis, “Pengantar Ilmu Dakwah”, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet. ke-1, h. 34 36Rafi’uddin, “Prinsip Dan Strategi Dakwah”, (Bandung: Pustaka Pelajar, 1997), cet. ke-1, h. 34

21

Dengan adanya pengklasifikasian sasaran dakwah Islam maka akan membantu proses dakwah, mengetahui sasaran yang akan dihadapi dapat membantu dalam perumusan langkah-langkah dakwah selanjutnya baik dari segi metode, strategi atau kebijakan-kebijakan yang sangat membantu dalam hal keberhasilan dakwah.

Menurut Abdul Karim Zaidan, ada empat golongan manusia yang menjadi objek dakwah Islam yaitu:38

a) Kaum Bangsawan (Al-mala’)

Al-mala’ adalah orang-orang yang terkemuka dalam masyarakat. Masyarakat memandang mereka sebagai penguasa, pemimpin, dan yang pengayom. Sementara sifat-sifat al-mala’ adalah takabur, cinta pada kekuasaan dan lain sebagainya.

b) Kaum banyak/ publik (Jumhur Nas)

Menurut Abdul Karim, jumhur adalah masyarakat yang menjadi pengikut para pemimpin dan penguasa, biasanya mereka itu terdiri dari orang-orang miskin dan orang-orang lemah yang mempunyai beranekaragam pekerjaan dan kemampuan.

Dapat dikatakan bahwa, jumhur nas adalah semua manusia yang menjadi pengikut kaum al-mala’ atau rakyat dari penguasa dan pemimpin dengan mempunyai kemampuan dan tugas-tugas yang berbeda.

c) Orang-orang munafik

Sebagaimana kita ketahui bahwa ciri-ciri orang munafik, yaitu bila berjanji ia ingkar, bila berkata ia dusta dan bila dipercaya ia berkhianat. Dalam kehidupan sehari-hari tak jarang ditemukan

37M. Ghazali, “Dakwah Komunikatif”, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), cet. ke-1, h. 2 38Moh. Ardani, “Memahami Permasalahan Fikih-Dakwah”, (Jakarta: PT. Mitra Cahaya Utama, 2006), Cet. ke-1, h. 67

22

karakter manusia seperti ini. maka dibutuhkan langkah dakwah yang baik untuk menyebarkan pesan Islam kepada mereka, dan agar Islam tidak hanya sekedar menjadi agama kepercayaan, namun juga sebagai pedoman hidup dan tingkah laku manusia. Salah satu indikator kecil keberhasilan dakwah kepada orang-orang yang tergolong munafik adalah berkurangnya dusta yang mereka ucapkan dan lakukan. Aspek kemauan dari diri sendiri serta kegigihan dai dalam berdakwah berperan besar dalam hal ini. d) Orang-orang yang berbuat maksiat

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, komunikasi dan teknologi memunculkan beragam hal baru dalam kehidupan manusia. Tidak hanya positif, sisi negatif pun makin banyak terangkat. Adapun maksiat seperti kita ketahui tidak hanya berbicara ihwal ibadah dan aspek lain yang umumnya sering diangkat dalam kitab fiqih klasik. Perkembangan teknologi telekomunikasi juga memunculkan banyak kejahatan baru. penipuan dan judi online, situs-situs penjualan manusia, munculnya narkoba-narkoba jenis baru, mengunduh film porno, menyebarkan kebohongan dan berbagai aspek lain merupakan jenis-jenis maksiat yang muncul seiring perkembangan zaman.

Adapun dalam hal ini kunci dakwah tidak hanya dipegang oleh dai semata. Setiap manusia berkewajiban untuk menyebarkan kebaikan. Menghilangkan kemaksiatan di muka bumi memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun dai dan tiap individu bisa bergerak bersama dalam mengurangi angka kejahatan di lingkungan masing-masing. Oleh karena itu, strategi dakwah yang baik diharapkan mampu mengubah haluan orang-orang yang bermaksiat untuk kembali menjadi hamba.

23

3. Metode Dakwah

“Metode” secara etimologi berasal dari dua kata yakni meta (melalui), dan hodos (jalan, cara). Dengan demikian dapat diartikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.39

Metode dakwah Islam berarti cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang dai (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengundang arti bahwa pendekatan dakwah Islam harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented, menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.40

Metode dakwah Islam adalah pendekatan atau cara yang digunakan dai dalam berdakwah. Metode yang digunakan bisa bermacam-macam sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u. Beberapa diantaranya adalah pendekatan melalui metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Perkembangan zaman juga telah membawa kemajuan berarti dalam penyebaran dakwah Islam. media sosial, televisi, dan musik menjadi sarana dakwah kreatif, sehingga kini dunia dakwah tidak terus-menerus dipandang monoton dan kaku. Adapun dai juga berperan penting dalam menyesuaikan materi dakwahnya dengan kondisi mad’u yang berbeda.

Ada beberapa bentuk metode dakwah Islam dalam pelaksanaan dakwah Islam diantaranya:

a. Metode ceramah

Metode ceramah adalah teknik yang umum digunakan oleh para dai dalam berdakwah. Metode ini didominasi atas pembicaraan satu arah,

39Moh. Ardani, “Memahami Fiqih Dakwah”, h. 23

40Mundzier Suparta dan Harjani Hefni, “Metode Dakwah”, (Jakarta: Prenada Mulia, 2006), Cet. ke-1, h. 6-8

24

namun tak jarang di sesi akhir terdapat bagian interaktif dengan mad’u dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kiranya belum dimengerti.

Adapun karakteristik ceramah yang baik diantaranya adalah: (1) Memperoleh perhatian dari pendengar sejak ceramah dimulai. (2) Maksud dan tujuan materi dakwah jelas, serta bahasa yang digunakan dai mudah dipahami mayoritas pendengar. (3) Materi dakwah dapat menyesuaikan kondisi, situasi, dan kebutuhan mad’u. (4) Dai dapat menyapu pandangan ke semua arah agar memperoleh kontak dengan pendengar. (5) Tidak membawa teks. (6) Menggunakan contoh-contoh dan analogi agar materi dakwah dapat dengan mudah ditangkap mad’u. (7) Pengorganisasian materi dakwah dengan apik. (8) Menghindari hal-hal yang dapat mengganggu jalannya ceramah. (9) Berbicara dengan intonasi yang baik (disesuaikan dengan kondisi mad’u). (10) Dai memberikan kesimpulan atas materi ceramahnya. (11) Isi ceramah bersifat edukatif dan dapat dipertanggungjawabkan.41

Karateristik di atas tidaklah mutlak, namun itu bisa menjadi pertimbangan dalam mengkaji teknik ceramah yang baik. Keberhasilan dakwah sejatinya bergantung besar di tangan dai. Diantara ketrampilan- ketrampilan yang dibutuhkan pendakwah yaitu skill membuka ceramah, menjelaskan, merangsang mad’u agar tidak bosan, dan teknik menutup.42 Tiap dai biasanya memiliki ciri khas tersendiri dalam membawakan materi dakwahnya. Namun yang perlu diingat adalah teknik yang baik akan membantu dai dalam menyampaikan pesannya, oleh karena itu hal- hal diatas mestilah diperhatikan dengan baik.

b. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab atau al-hiwar merupakan metode yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam

41 Maryatin, “Efektivitas Metode Ceramah dalam Penyampaian Dakwah Islam, Studi pada Kelompok Pengajian di Perumahan Mojosongo Permai Kabupaten Boyolali”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 34, No. 1, (2014), h. 114 42 Maryatin, 115.

25

memahami atau menguasai materi dakwah. Metode ini umumnya dilakukan berbarengan dengan metode lain seperti ceramah. Pola ini cukup efektif digunakan dalam berdakwah, karena mad’u dapat mempertanyakan langsung bahasan yang belum dipahaminya dengan baik.43

Rasulullah Saw pernah mempraktikkan metode al-hiwar ini di dihadapan para sahabat bersama malaikat Jibril. Ketika itu malaikat bertanya kepada Nabi perihal Iman, Islam, Ihsan dan lain-lain. Jawaban Nabi kemudian menjadi pengajaran kepada para sahabat.

c. Debat

Pada metode ini selain sebagai sinonim dari istilah dakwah, dapat juga menjadi salah satu metode dakwah yaitu mempertahankan pendapat dan ideologi dai diakui kebenaran dan kehebatannya oleh lawan dan mad’u. Salah satu kelebihan metode ini adalah dai selain berperan sebagai penyiar Islam juga harus memiliki pengetahuan yang luas guna meempertahankan pendapatnya di hadapan lawan. Melalui metode ini mad’u dapat memberikan penilaian akan kebenaran subjektif yang terlontar dari masing-masing dai. Selain itu mad’u juga diajak berpikir tentang materi debat secara dalil dan logika.

Metode dakwah melalui debat umumnya terjadi pada dialog antar agama mapun teologi. Tokoh muslim yang biasanya hadir dalam debat antar agama adalah dr. Zakir Naik. Beliau memiliki sifat terbuka dan mempersilahkan siapapun untuk bertanya, mengkritisi, atau mendebat materinya. Jawaban beliau kemudian menjadi pengajaran kepada mad’u untuk lebih mencintai Islam sebagai agama tauhid dan humanis.

Adapun tokoh yang sering muncul dalam perdebatan teologi Islam adalah Ustaz Idrus Ramli dan Ustaz Firanda mewakili golongan Ahlus

43 Kharisma Syahputra, Skripsi: “Efektivitas Penggunaan Metode Tanya Jawab dalam Berdakwah Materi Ziswaf Study Kasus pada Jamaah Majlis Taklim Al-Furqoon Meruya Selatan Kembangan Jakarta Barat”, (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), h. 32

26

Sunnah Wal Jamaah dan Wahabiyah. Namun terkadang metode dakwah melalui pendekatan debat tidaklah efektif, terutama bagi masyarakat yang sensitif terhadap isu agama. Oleh karena itu dai sangat perlu untuk mengetahui sasaran dakwah guna menghindari konflik di kemudian hari.

d. Percakapan Antar Pribadi

Metode ini adalah percakapan bebas antar seorang dai atau mubalig dengan individu-individu sebagai sasaran dakwahnya. Dalam hal ini mad’u dibagi dua, yakni mad’u yang mendatangi dai, dan dai yang mendatangi mad’u. Bagian pertama umumnya terjadi dalam masyarakat yang mengikuti pengajian atau majlis taklim. Setelah dakwah mad’u yang memiliki pertanyaan pribadi biasanya langsung mendatangi mubalig untuk meminta nasehat dan bimbingannya.

Sedangkan bagian kedua bisa dikatakan hampir sama dengan metode dakwah door to door. Metode ini banyak dilakukan oleh Jamaah Tabligh dengan mendatangi rumah-rumah warga dan pasar untuk mengajak mereka kembali ber-Islam dan menghidupkan masjid. Markas besar Jamaah Tabligh berada di India, markas yang biasa disebut dengan markas Nizamuddin ini didirikan oleh seorang Syaikh bernama Muhammad Ilyas Kandhalawi. Jamaah Tabligh yang jumlahnya ribuan dibagi menjadi beberapa kelompok dan selanjutnya disebar ke berbagai daerah untuk menyampaikan dakwahnya.44

Metode ini sangat positif mengingat tidak semua orang mempunyai kesadaran untuk mendatangi masjid atau majlis taklim guna mendengarkan dakwah dan mendalami ilmu Agama. namun style ini menjadi tantangan tersendiri bagi pada dai karena mereka akan mendapatkan penerimaan dan penolakan secara langsung.

e. Metode Demontrasi

44 Julie Nawa, Imam Syamsi Ali Menebar Damai di Bumi Barat, (Jakarta: PT Mizan Publika: 2013) cet. Ke-2, h. 48

27

Metode demonstrasi adalah metode dakwah yang dipakai dai dengan memperlihatkan satu contoh, baik berupa benda, peristiwa, perbuatan dan sebagainya. Metode ini menjabarkan penjelasan verbal dengan menggunakan media benda dan praktik langsung. Nabi Muhammad kerap kali menggunakan metode demonstrasi dalam berdakwah. Seperti mengajarkan wudhu, salat, haji, dan lain sebagainya.

Kelebihan penggunaan metode demonstrasi dalam berdakwah antara lain: (1) Menciptakan keaktifan pada diri mad’u, (2) Materi dakwah yang dibawa dai dapat diingat lebih lama, karena otak menstimulus pelajaran dengan adanya gerakan-gerakan. (3) Dapat menangkap materi dakwah lebih cepat. (4) Dapat mengurangi kesalahan pemahaman dari penjelasan dai karena mad’u turut ikut serta dalam metode demonstrasi. (5) Menghidari Trial and Error.45

Penggunaaan metode demonstrasi sangat diperlukan dalam misi dakwah ke daerah-daerah yang belum tersentuh Islam. Pengajaran aspek Ibadah kepada umat harus melalui media demonstrasi agar sasaran tahu betul bagaimana lafaz dan gerakan ibadah seperti wudhu dan salat. Metode ini bisa meminimalisirkan kesalahan yang disebabkan ketidaktahuan, karena masyarakat akan dibimbing langsung oleh para dai atau mubalig.

f. Mengunjungi Rumah (Silaturahmi)

Metode yang dirasa efektif juga dalam mengembangkan maupun membina umat Islam adalah metode dakwah dengan mengunjungi rumah objek dakwah (metode silaturahmi/ home visit). Metode ini hampir sama dengan metode percakapan pribadi bagian kedua. Para dai bertugas menyebarkan dakwah secara door to dooor, metode ini cocok dipakai kepada masyarakat pedalaman atau daerah-daerah yang tingkat kesadaran ber- Islamnya rendah.

45 Hasanuddin, “Efektivitas Metode Demonstrasi dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam Siswa SDN 1 Tinigi Tolitoli”, Tesis, (Makassar: UIN Alauddin, 2012), h. 57

28

4. Media Dakwah

Beberapa media cetak yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan dakwah melalui tulisan antara lain:

a. Buku

Menurut Taufiq yang dikutip oleh Ahmad Zaini buku dapat didefinisikan sebagai sejumlah pesan tertulis yang memungkinkan memuat banyak pesan dan memiliki arti bagi masyarakat luas, direncanakan untuk pengetahuan publik tentang sesuatu serta direkam dalam bahan yang tidak mudah rusak dan mudah dibawa.46

Adapun kelebihan buku sebagai media dakwah dari segi efektivitasnya yakni menyebarkan pengetahuan, opini, dan pikiran secara transnasional dan transgenerasi.47 Keberadaan buku memperpanjang dan mengekalkan pengetahuan penulis. Contoh nyatanya adalah kitab kuning yang diajarkan di -pesantren di Indonesia, hari ini para santri masih bisa membaca dan menghayati kandungan pikiran dari penulis, padahal karya tersebut telah ada sejak berabad-abad lalu.

Perkembangan media telekomunikasi juga telah membuat perubahan besar pada buku. Kini e-book yang berbentuk soft file dengan mudah dapat diakses di website-website Islam, dan kita bisa mengunduhnya dengan mudah melalui komputer dan gawai masing-masing. Keberadaan internet tidak serta merta memojokkan posisi buku di masyarakat, sebaliknya internet membuat buku lebih cepat sampai ke tangan pembaca. Jadi bisa dikatakan buku sangat berpotensi besar sebagai media penyebar dakwah.

46 Ahmad Zaini, “Dakwah Melalui Media Cetak”, Jurnal At-Tabsyir, Vol. 22, No. 2, (2014 ) h. 69 47 Ahmad Zaini, h. 71

29

b. Surat kabar/ koran

Surat kabar atau koran adalah media dakwah penting dalam kehidupan. Koran menyajikan berita dan opini-opini aktual dalam masyarakat. Kredibilitas koran sampai saat ini belum tergeser walaupun banyak bermunculan website berita daring yang bisa diunduh melalui gawai.

Sasaran pembaca koran adalah orang-orang yang memilki tingkat kecerdasan tertentu, hal ini dikarenakan bahasa koran yang agak berat dan kaku. Namun kelebihannya adalah berdakwah melalui koran akan mampu menggapai pembaca yang cerdas, cerdas di sini dalam artian pembaca mampu memaknai isi tulisan dengan baik dan mampu menyampaikannya lagi kepada orang lain.

Tulisan dalam koran bersifat deskristif argumentatif, atau deskriptif analisis. Namun tak jarang juga didapatkan teks persuasif yang menggugah pembaca untuk melakukan apa yang disaranakan penulis. Kelebihan lain dari surat kabar adalah efesien disimpan dan terjangkau, serta dapat membentuk participatory jurnalism.

Ada tiga komponen penting yang saling berkaitan dalam mempengaruhi keberhasilan dakwah di media surat kabar. Yakni pemilik modal, pemimpin redaksi, dan wartawan. Ketiga komponen tersebut harus berjalan beriringan, jika salah satunya tidak mempunyai semangat jihad untuk berdakwah di media surat kabar, maka hasil yang didapatkan pun tidak akan maksimal.48

c. Majalah dan buletin

Majalah hampir menyerupai penerbitan buku, hanya saja majalah/ buletin dibeli orang-orang tertentu dan tidak merata.Sedangkan buletin dapat diperoleh oleh masyarakat dengan biaya yang sangat murah.

48 ST. Nasriah, “Surat Kabar Sebagai Media Dakwah”, Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 13, NO. 1, (2012) h. 167

30

Kelebihannya adalah efektif dan efisien, jika dai mengungkapkan isinya sesuai dengan ciri majalah atau buletin.Untuk meningkatkan efektifitas dakwah itu semestinya dibentuk model media/ majalah/ buletin khusus tentang dakwah dengan segala versinya.

Menurut editor dari Project for Excellence in Jurnalism dalam Baran yang dikutip oleh Ahmad Zaini mengatakan bahwa majalah sering menjadi pertanda dari perubahan besar sosial, ekonomi, atau teknologi, mulai membentuk kembali budaya, majalah sering menjadi media pertama yang bergerak, dan struktur industri merupakan salah satu alasan. Tidak seperti surat kabar, majalah merupakan yang paling tidak terikat pada wilayah geografis tertentu, tetapi bukan berpusat pada kepentingan juga.49

Berbeda dengan majalah yang hanya bisa dijangkau oleh kaum menengah ke atas, buletin jauh lebih terjangkau. Buletin merupakan publikasi yang mengangkat perkembangan suatu topik atau aspek tertentu dan diterbitkan secara teratur dalam waktu yang relatif singkat (harian atau bulanan).50 Tema-tema buletin diangkat berdasarkan kepentingan suatu kelompok atau organisasi, misalnya buletin kesehatan, bisnis, properti, atau dakwah.

Lembaga dakwah yang rutin menerbitkan buletin diantaranya adalah lembaga dakwah kampus. Mereka aktif dalam kajian keislaman di lingkungan universitas. Selain itu buletin yang dipublikasikan juga disebarkan tidak hanya kepada ruang lingkung LDK saja, namun mencakup mahasiswa umum juga.

d. Internet

Internet (Internasioonal Connection Net-Working) merupakan sistem jaringan komunikasi yang terhubung ke seluruh dunia. Makna Internet kini meluas dari sebelumnya yaitu “komputer” menjadi “komputer dan gawai”. Akses Internet bukan lagi hal tabu dalam masyarakat. Semua informasi

49 Ahmad Zaini, h. 68 50 Wikipedia Bahasa Indonesia, https://.m.wikipedia.org, diakses pada 7 November 2018 pukul 05.43 WIB

31

tersebar melalui website-website dan media sosial dengan cepat ke seluruh penjuru dunia. Masyarakat bisa mengakses berita dari bagian bumi timur dan barat dengan mudah tanpa adanya batasan dan hambatan.

Adapun pengembangan strategi dakwah yaitu mengembangakan nilai- nilai Islam dengan melakukan interprestasi terhadap ajaran Islam secara kreatif, inovatif, dan dikaitkan dengan kehidupan masyarakat. Di era Globalisasi sekarang ini dakwah harus memiliki perhitungan—perhitungan yang jitu dan melakukan analisis kondisi, antisipasi masa depan dengan pemikiran teoritik, serta memiliki strategi tertentu dalam menyebarkan informasi agar memperluas cakrawala umat Islam dan memperkokoh ketahanan nilai-nilai Islam.

Beberapa potensial dakwah disyiarkan melalui internet adalah:  Mampu menembus batas ruang dan waktu dalam sekejap dengan biaya dan energi yang relatif terjangkau.  Pengguna jasa internet setiap tahun meningkat drastis, dan ini berpengaruhpada meningkatnya objek dakwah melalui media internet  Para pakar dan ulama yang berada di balik media dakwah bisa cepat dan tanggap dalam menyikapi setiap wacana atau peristiwa yang menuntut hukum Islam.51

Media dakwah yang bersumber dari Internet diantaranya adalah media sosial. Survei penelitian dari Mulyati (2014) menunjukkan bahwa pada tahun 2014 pengguna internett di Indonesia mencapai 15% atau 38,2 juta dari total jumlah penduduk sekitar 251,2 juta jwa. Sedangkan pengguna media sosial juga mencapai 15% dari tital jumlah penduduk Indonesia, artinya hampir seluruh pengguna internet memilki akun media sosial. Para

51 Murniaty Sirajudddin, Pengembangan Straegi Dakwah Melalui Media Internet (Peluang dan Tantangan), (Makassar: UIN Alauddin), 2015, hlm. 15, Journal.uin.alauddin.ac.id, diakses pada 20 Desember 2018 pukul 10.08 WIB.

32

pengguna menghabiskan rata-rata waktunya 2 jam 54 menit di media sosial, dan 74% mengakses akunnya melalui smartphone.52

Media sosial dalam bentuk vidio diantaranya adalah YouTube (www.youtube.com), Vimeo (www.vimeo.com), dan DailyMotion (www.dailymotin.com). YouTube adalah media paling populer di Indonesia, di dalamnya tersedia berjuta-juta vidio yang bisa ditonton dan diunduh oleh siapa saja. Kini banyak sekali vidio dakwah yang menyebar melalui media tersebut. Beberapa dai bahkan memiliki akun dakwahnya sendiri. Sebagian masyarakat juga turut berkontribusi dalam membagi vidio-vidio ceramah di kolom YouTube. Hal ini membuat dakwah mendapat tempatnya sendiri dalam perkembangan teknologi informasi dewasa ini, dan tentu saja perkembangan dakwah dapat berjalan beriringan dengan perkembangan masa.

Aplikasi media sosial dalam bentuk mikroblog diantaranya ada Twitter (www.twitter.com), dan Tumblr (www.tumblr.com). Aplikasi ni cukup efektif dalam berdakwah karena para dai dapat memposting pesan-pesan moral yang bersumber dari nilai-nolai Islam ke dalam aplikasi tersebut dan bisa diakses banyak orang.53

Terakhir ada aplikasi berbagi jaringan sosial seperti Facebook (www.facebook.com), Google Plus (http://plus.google.com/), dan Path (www.path.com). Selain itu ada juga Whatsaap, Telegram, Line, dll sebagai media komunikasi pengganti SMS yang turut ambil andil dalam penyebaran dakwah Islam. Pesan-pesan dakwah tersebut bisa dikirim melalui personal chat maupun broadcast di berbagai chat room. Dengan banyaknya pengguna media sosial, maka mustahil masyarakat tidak dapat menjangkau informasi atau mengakses dakwah pada masa sekarang ini.

52 Eko Sumadi, Dakwah dan Media Sosial: Menebar Kebaikan Tanpa Diskriminasi, Jurnal AT-TABSYIR, hlm. 187, Vol. 4, No. 1, 2016, journal.stainkudus.ac.id, diakses pada 20 Desember 2018 pukul 10.28 53 Eko Sumadi, hlm. 186

33

Pada era globalisasi ini manusia modern khususnya umat Islam dituntut untuk lebih kreatif dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kehidupannya, dan dakwah harus semaksimal mungkin menggunakan media massa, karena media massa memiliki efektivitas tinggi dalam proses penyebaran dakwah. Internet adalah media terbaik dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah,karena informasi bisa tersebar ke seluruh penjuru dengan keluasan akses tanpa adanya batasan wilayah kultural.

Sehubungan dengan hal itu, peluang dakwah yaitu agenda-agenda seputar Islam seperti ekonomi syariah, pesantren terpadu, ekonomi bisnis dan lainnya memerlukan dukungan sistem informasi yang bisa lebih mudah dipadukan. Dengan strategi yang tepat dan kerjasama antar entitas Islam, integrasi dan kolaborasi akan lebih mudah dalam mewujudkan transformasi data tersebut. 54 Dakwah berbasis IT kini merupakan media terbesar dan termudah dalam menyebarkan pesan-pesan Islam. Kemudahan teknologi informasi memberikan ruang yang banyak bagi masyarakat untuk mendalami Agama dimanapun, kapanpun, dan tidak memerlukan mobilitas yang tinggi. Hanya mengandalkan data internet seluruh informasi bisa ditampung dengan baik di gawai dan komputer masing-masing.

e. Film

Film adalah gambaran hidup, sering juga disebut movie atau sinema. Film dihasilkan melalui rekaman kamera. Film menyampaikan ceritanya melalui serangkaian gambar yang bergerak, dari satu adegan ke adegan lainnya, dari satu emosi ke emosi lain, dari satu peristiwa ke peristiwa lain,55 sehingga pesan yang disampaikan dapat sampai ke hadapan penonton.

54 Murniaty Sirajuddin, hlm. 18 55 Andi Fikra Pratiwi Arifuddin, Film Sebagai Media Dakwah Islam, Jurnal AQLAM, Vol. 2, No. 2, Desember 2017, hlm. 118

34

Penyebaran dakwah melalui film bisa dilhat dari munculnya film-film religi. film bergenre religius di Indonesia cenderung dapat dimaknai sebagai representasi suatu budaya religi yang dihadirkan melalui teknologi visualisasi simbol-simbol yang signifikan dengan realitas sosial. hal ini kereliguitas tersebut dapat ditandai dengan munculnya simbol-simbol agama. secara struktural kita bisa mengidentifikasikannya dalam tema, narasi-bahasa, karakter penokohan, busana yang digunakan, dan lainnya yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan.56

Berikut beberapa kelebihan film sebagai media dakwah menurut Andi Fikra Pratiwi:

- Penyuguhan dengan animation dan gambar hidup mempunyai kecenderungan umum yang unik dalam keunggulan daya efektivitasnya terhadap penonton. Banyak hal-hal abstrak yang tak dapat diterangkan namun disuguhkan dalam film agar lebih menarik dan memacu daya khayal penonton. - Film menyajkan pesan yang hidup bagi masyarakat, karena tema yang diangkat biasanya memang lahir dari perilkau masyarakat itu sendiri. Selain itu film merupakan media yang mudah diingat karena berisi rangkaian gambar dan cerita. - Masyarakat cenderung menerima film sebagai tontonan tanpa banyak bertanya. Karena film menyenangkan bagi visual manusia.

Beberapa contoh film religi yang mengandung unsur dakwah adalah film Sejarah Wali Songo, Risalah Muhammad “The Messege”, dan Dalam Mihrab Cinta. Selain menawarkan kisah yang berdasarkan catatan sejarah, film juga menyuguhkan pesan moral yang baik bagi penonton dengan berasakan agama Islam.

Dakwah di zaman modern ini dapat dilakukan dengan memposisikan dakwah sebagai ilmu yang dapat dikembangkan dan dievaluasi keberadaannya.

56 Andi Fikra Pratiwi Arifuddin, hlm. 119

35

f. Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga Pendidikan Islam dibagi dua, yaitu sekolah agama dan pondok pesantren. Sekolah agama lebih populer di kalangan masyarakat dengan sebutan madrasah. Madrasah tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan agama, namun juga terdapat ilmu pengetahuan umum. Berbeda dengan pondok pesantren, sekolah agama berusaha menyeimbangkan pengetahuan siswa antara ilmu agama dan ilmu umum. Di Indonesia madrasah terbagi-bagi menjadi beberapa tahapan, yaitu Madrasah Ibtidaiyah atau setara dengan Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah atau setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Aliyah atau setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Disana siswa dibekali pengetahuan agama yang baik dengan dimasukkannya materi-materi keagamaan seperti Al-Qur’an Hadis, Fikih, Bahasa Arab dan lain-lain. Pada Lembaga Pendidikan madrasah baik MI, MTs, dan MA terdapat kebijakan yang bertujuan menjadikan para siswanya menjadi lebih religius seperti berseragam sesuai dengan indentitas Islam, yaitu berjilbab bagi siswa perempuan dan bercelanan panjang bagi siswa laki-laki, salat berjamaah, salat Dhuha, dan adanya kegiatan ROHIS.57 Berikut beberapa golongan pemuda Islam terhadap dakwah menurut para ulama: - Pemuda sebagai generasi penerus dakwah Islam yang akan datang - Pemuda sebagai generasi penganti nenek moyang kita yang sudah mendahului kita untuk menjadi generasi yang lebih baik - Pemuda sebagai generasi pembaharu (Reformer).

Adapun lembaga pesantren tidak berbeda jauh dengan Lembaga Pendidikan Islam, perbedaan mencoloknya hanya pesantren jauh lebih inklusif dan tertutup dibandingkan sekolah. Muatan materi agama di Pesantren juga lebih banyak dan spesifik, sehingga lulusan pondok pesantren bisa dikatakan memiliki pengetahuan agama yang mumpuni..

57 Rukhaini Putri Rahmawati, Kaderisasi Dakwah Melalui Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal TADBIR, Vol.1, No. 1, 2016, hlm. 160

36

Yayasan pesantren memiliki konsep rapi untuk mengatur para santrinya melalui peraturan-peraturan selama 24 jam penuh. Hal itu dimaksudkan untuk membentuk karakter yang seharusnya dimiliki oleh muslim sejati. Tidak sedikit dai-dai di Indonesia tang memiliki yayasan pesantren sendiri, yayasan tersebut merupakan salah satu bentuk media dakwah mereka untuk generasi selanjutnya.

Diantara kegiatan-kegiatan yang dapat melatih santri menjadi muslim sejati adalah Salat berjamaah, budaya antri, kajian kitab, organisasi santri, muhadharah, praktik dakwah lapangan. Dan lain-lain. yayasan pesantren juga dapat dikatakan sebagai rumah pencetak dai-dai lain di masa depan. Dakwah melalui Lembaga Pendidikan sangat efektif diterapkan pada mad’u yang merupakan peserta didik. Fungsi dan tujuan adanya Lembaga Pendidikan Islam tidak terlepas dari cita-cita untuk memperbaiki akhlak generasi muda.

Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari dakwah, karena dakwah itu sendiri memiliki unsur pendidikan baik itu pengajaran hingga perubahan. Pendidikan tidak hanya menjadi salah satu proses dalam dakwah, tetapi juga mampu menyiapkan generasi baru yang akan meneruskan tongkat estafet dakwah. Keberadaan lembaga pendidikan baik itu sekolah maupun yayasan pesantren sangat urgent dalam menyiapkan kader-kader dakwah. Itu menjadi wadah bagi para pelajar dalam mengembangkan kemampuan atau skill yang dibutuhkan dalam berdakwah, seperti kemampuan berbicaea di depan publik. Kemampuan berorganisasi dan memimpin, dan kemampuan bersosialisasi yang dapat menjadi pendukung dalam berdakwah.58

g. Organisasi Keagamaan - NU (Nahdatul Ulama) NU adalah perkumpulan sosial yang mementingkan pendidikan dan pengajaran Islam. dalam rangka memajukan masyarakat yang masih terbelakang dikarenakan kurangnya pendidikan yang memadai

58 Rukhaini Putri Rahmawati, hlm 163

37

saat itu, dan untuk membentuk masyarakat yang berakhlak mulia, maka NU sebagai pusat organisasi keagamaan yang lahir dari lingkungan pesantren mencoba untuk memajukan masyarakat melalui jalur pendidikan.

NU merupakan organisasi yang memegang teguh salah satu mazhab imam yang empa, yaitu yafi’i, Maliki, Hanbali, dan Hanafi, dan beri’tikad dengan paham Ahlussunnah Wal Jamaah.

NU memiliki lima kekatan utama yang menjadi dasar kontribusinya dalam perkembangan pendidikan Islam. kekuatan pertama adalah para kyai, santri, dan para alumni pesantren yang menjadi sumber moralitas dan sumber kebijakan bagi masyarakat. kedua para intelektual NU yang ahli dalam berbagai macam ilmu pengetahuan, ketiga para pengusaha NU yang semakin banyak, keempat adalah para birokrat yyang berlatar bekang NU semakin banyak dan dirasakan kebermanfaatannya bagi masyarakat dan terakhir adalah adanya ppara politikus yang tersebar di berbagi partai politik dan mengisi posisi-posisi strategis.59

Nahdatul Ulama sebagai refleksi keagamaan di Indonesia memiliki peran kuat dalam perkembangan Islam dan masyarakat Isllam yang ditingkatkan melalui institusi yang bergerak pada aspek pendidikan, Pendidikan Islam memberikan pengaruh terhadap sosio- kultural , dlama arti memberikan wawasan filosofi, arah pandangan motivasi perilaku, dan pedoman perubahan sampai terbentuknya suatu realitas sosial baru.60

Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam tertua di Indonesia juga menjalankan fungsi pendidikan dengan baik. Dengan

59 Yuni eka Khanifatuzzuhro, Kontribusi Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah Terhadap Perkembangan Pendidikan Islam di Keecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu, (Lampung: IAIN Raden Intan), 2017, hlm 47 60 Yuni eka Khanifatuzzuhro, hlm. 48

38

adanya kesinergitasan antara Nahdatul Ulama dan pesantren, pendidikan dan dakwah Islam dapat berjalan bersama. Dakwah yang dilakukan melalui organisasi yang terstruktur membuat penyebaran dakwah lebih rapi dan cepat diterima oleh masyarakat luas. Kredibilitas NU juga merupakan salah satu potensi besar dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat Indonesia, baik dari kalangan NU sendiri maupun di kalangan di luar NU.

- Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan organisasi keagamaan terbesar kedua setelah NU. Muhammadiyah memiliki keyakinan tentang perlunya pemurnian Islam, artinya dalam semua praktik keagamaan dalam Islam hendaknya tidak boleh taklid semata-mata, melainkan perlu didasari pada kesungguhan mengikuti ajaran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW, jadi semua hal yang tidak dilakukan Nabi adalah Bid’ah.61

Ada kata-kata umum yang tersebar dalam masyarakat “Jika Pesantren dipegang oleh NU, maka dunia kampus dipengang oleh Muhammadiyah. Kata-kata tersebut merupakan realita dalam masyarakat. NU lebih terfokus pada pendidikan tradisional melalui lembaga pesantren, sedangkan Muhammadiah lebih melek kepada ilmu pengetahuan umum dan banyak menduduki posisi-posisi penting dalam kursi kampus.

Pada awal pertumbuhannya, Muhammdiyah tidak membangun kongsi dagang, melainkan membangun sekolah sebanyak mungkim. Pertimbangannya jelas yakni kebodohan merupakan merupakan musuh terbesar umat Islam dan mustahil umat Islam dapat membangun masa depan yang lebih baik jika kebodohan dan keterbelakangan tetap melekat pada kehidupan msyarakat.

61 Yuni eka Khanifatuzzuhro, hlm 52

39

Adapun langkah-langkah yang diambil Muhammdiyah dalam kepeduliannya terhadap dakwah dan ilmu pengetahuan62 adalah:

- Memperteguh iman - Menggiatakan penyelidikan ilmu agama Islam - Memajukan dan memperbarui pendidikan, pengajaran dan kebudayaan serta memperluas pengetahuan berdasarkan asas Islam - Menggiatkan dakwah Islam dan menjalankan amal ma’ruf nahi mungkar - Menjaga tempat ibadah wakaf - Membimbing kaum perempuan kepada kepedulian berorganisasi - Membimbing pemuda Islam untuk menjadi orang yang bermanfaat - Menggerakkan rasa tolong menolong dalam kebajikan dan takwa - Menanan kesadaran agar tuntunan dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat.

Sama halnya dengan NU, dakwah yang dilakukan melalui organisasi jauh lebih terstuktur dan teroganisir dengan baik. pendidikan merupakan jalan dakwah yang diambil NU dan Muhammadiyah di Indonesia. Melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren, sekolah, dan Universitas kiranya masyarakat Indonesia dapat mengintegritaskan keilmuan Islam dan umum dengan baik. Sehingga nanti akan lahir generasi berkualitas yang berasaskan Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan modern.

Pesantren-pesantren yang lahir dari NU begitu banyak tersebar di seluruh Indonesia, begitupun dengan Muhammadiyah yang kini memliki sejumlah lembaga pendidikan mulai dari

62 Yuni eka Khanifatuzzuhro, hlm. 56

40

jenjang PAUD, dasar dan menengah, hingga ke jenjang perguruan tinggi. Muhammadiyah melakukan gerakan untuk meneguhkan Islam Moderat yang menjadi salah satu Ideologi dalam gerakannya, sedangkan NU juga mulai berjalan naik dengan memodernkan sistem pesantren sehingga dapat menyamai perubahan sosial dalam masyarakat.

h. Partai Politik

Kehadiran partai polik yang menjadikan Islam sebagai dasarnya adalah representasi kuatnya keagamaan Islam di Indonesia. kegiatan politik tidak perlu bertentangan dengan kegiatan dakwah. Partai politik semisal PKS yang lahir dari gerakan tarbiyah di Indonesia berusaha menghilangkan stigma negatif tetang politik dan juga tentang dakwah. Anggapan yang salah misalnya bahwa politik itu bersifat memecah sedangkan dakwah bertujuan merangkul sebanyak mungkin umat manusia, seolah ada perbedaan hakikat politik dan hakikat dakwah, sehingga berlaku ungkapan “Bila politik sampai memasuki sesuatu bidang kehidupan tertentu, maka rusaklah bidang itu.”63

Setiap kegiatan politik termasuk pendirian organisasi-organisasi Islam sebagai sayap partai polotik mestinya didasarkan pada nilai-nilai moralitas agama. menurut Amien Rais politik semestinya berfungsi sebagai alat dakwah yag committed kepada Allah, tujuannya bukanlah semata-mata untuk memperoleh kekuasaan, tetapi mrupakan sarana atau instrumen untuk mencapai tujuan yang sesungguhnyam yakni pengabdian kepada Allah. Lebih lanjut menurutnyam suatu tindakan politik adalah baik jika ia berguna bagi seluruh rakyat sesuai dengan ajaran rahmatan lil ‘alamin.64

63 Muh, Mustaqim, Politik Sebagai Media Dakwah, Analisis Atas Model Gerakan Baru Partai Keadilan Sejahtera (PKS), (Surabaya: UIN Surabaya), 2014, hlm. 143 64 Ahmad Asroni, Muhammad Yusup, dan Adib Sofia, Dakwah dan Politik, Menakar Kontribusi Organisasi Islam Sayap Partai Politik bagi Masyarakat Muslim Yogyakarta, (UIN Sunan Kalijaga: Jurnal Dakwah), Vol. XIV, No. 1, 2013, hlm. 32

41

Ketua umum PP Muhammadiyah, M. Dien Syamsuddin mengemukakan bahwa politik harus dipahami sebagai faktor instrumental untuk kontekstualisasi cita-cita sosial Islam ke dalam cita- cita nasional, karenanya politik dapat diperankan dengan berbagai cara untuk pencapaian tujuan tersebut demi pembangunan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera di bawah lindungan Allah SWT.65

Dakwah yang dinaungi partai politik dapat menyebar lebih luas kepada masyarakat. Hal ini karena bangku-bangku kekuasaan memudahkan mobilisasi dakwah dari dai kepada masyarakat. Sekarang bukan lagi saatnya berperasangka buruk kepada partai politik yang mengaku mengambil hukum berdasarkan asas Islam. Atas dasar tersebut partai politik bisa menjadi salah satu instrumen penting dalam media dakwah saat ini. Ditambah kesadaran politik masyarakat setiap tahun bertambah, artinya politik dan Agama buka lagi sebuah hal tabu dalam masyarakat. sebaliknya itu merupakan refleksi demokrasi dengan Islam di Indonesia.

5. Materi

Pesan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah perintah, nasehat, permintaan, amanat yang harus dilakukan untuk disampaikan kepada orang lain. Pesan menurut Jalaluddin Rakhmat terbagi dua yaitu pesan linguistik (verbal) dan pesan ekstralinguistik (non verbal). Adapun pesan linguistik adalah pesan melalui bahasa sehingga bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Sedangkan pesan ekstralinguistik (non verbal) adalah pesan yang dilakukan melalui gerakan tubuh, suara, penggunaan ruangan personal dan sosial, penciuman, sensitivitas kulit dan artifaktual.

65 Ahmad Asroni, Muhammad Yusup, dan Adib Sofia, hlm. 33

42

Islam adalah agama dakwah yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Dakwah islamiyah adalah suatu proses usaha yang tidak pernah mengenal henti atau selesai, selama planet bumi ini masih didiami manusia yang beraneka ragam permasalahannya selama itu pula proses dakwah mutlak diperlukan.

Dakwah begitu melekat dengan kehidupan umat Islam, sehingga hampir seluruh lapisan masyarakat terlibat didalamnya. Dakwah sejatinya bukanlah hanya kewajiban para dai atau mubalig, namun merupakan tanggung jawab kita semua sebagai manusia. Dakwah tidak juga selalu diidentifikasikan dengan berceramah diatas mimbar. Sebagai khalifah di muka bumi, lingkungan sekitar bisa menjadi ladang dakwah. Dalam kehidupan sosial manusia memiliki teman, tetangga, dan rekan kerja. Disanalah kita berada untuk menggunakan kartu dakwah.

Berdakwah bisa melalui tiga aspek, dakwah bi qalbi, bil lisan, dan fil fi’li. Seseorang yang memiliki kuasa dan kekuatan, misalnya tokoh-tokoh influencer (berpengaruh) bisa menggunakan kesempatan berdakwah bil-fi’li, hal itu dikarenakan mereka menjadi panutan dan diikuti oleh masyarakat. menyiarkan dakwah Islam melalui akun sosial media mereka dan mencontohkan hal baik adalah salah satu contohnya.

Masyarakat biasa juga dapat menjadi pelaku dakwah bagi lingkungannya, ia menjaga lisannya dan mengajak teman serta tetangganya melakukan kebaikan, menyeru orang-orang agar pergi ke Masjid dan pengajian, kadang kala ia juga mencegah terjadinya kemungkaran dengan lisannya. Bila telah mengupayakan dakwah bil fi’li dan bil-lisan, maka kita tinggal mendoakan orang-orang di sekitar agar terus melakukan amal ma’ruf nahi munkar.

Dakwah memiliki makna yang beragam diantaranya:

1. An-nida artinya memanggil. 2. Menyeru atau mendorong pada sesuatu. 3. Menegaskan atau membela.

43

4. Suatu usaha berupa perkataan, perbuatan untuk menarik manusia kesuatu aliran atau agama. 5. Memohon dan meminta, atau sering disebut dengan istilah berdoa66.

Berdasarkan makna dakwah diatas, dakwah juga memiliki definisi variatif yang dikemukakan oleh para pakar ilmu dakwah. Perbedaan ini disebabkan sudut pandang mereka yang berbeda dalam mendefinisikan dakwah.

Menurut M. Quraish Shihab, dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lain yang lebih baik dan sempurna, baik dalam pribadi maupun kelompok serta kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup dalam rangka pembangunan bangsa dan umat manusia.67 Toha Yahya Omar, mendefinisikan dakwah Islam sebagai upaya mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.68

H. Huzayyin Arifin, menyatakan dakwah sebagai suatu kegiatan yang berupa ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan orang lain baik secara individual maupun kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan, serta pengamalan terhadap agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan69. Sedangkan M. Natsir mendefinisikan dakwah Islam merupakan usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan dan seluruh umat Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, meliputi amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai macam media dan cara yang dibolehkan70.

66Jum’ah Amin, “Fiqih Dakwah”, (Solo: Intermedia, 1998), cet. ke-2, h. 26-27. 67Quraish Shihab, “Membumikan Al-Qur’an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyaraka”, (Bandung: Mizan, 1998), cet. ke-17, h. 194 68Toha Yahya Omar, “Ilmu Dakwah”, (Jakarta: wijaya, 1992), cet. ke-5, h. 1

69M. Arifin, “Psikologi Dakwa”’, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet. ke-1, h. 6 70Abd. Rosyad Shaleh, “Manajemen Dakwah Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet. ke-3, h. 8-9

44

Merujuk pada berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa dakwah Islam merupakan suatu usaha untuk menyeru atau mengajak individu, golongan atau kelompok agar mengikuti ajaran Islam dan merealisasikan dalam kehidupan, yang dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode-metode tertentu dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Selain itu dalam mendakwahkan keyakinan Islam, menyerukan iman dan kepercayaan agama, alangkah lebih baik bila dilakukan dengan cara yang baik dan lemah-lembut. Dai tidak akan pernah bisa menyampaikan pesan kebenaran melalui jalan paksa atau kekerasan, atau dengan tekanan kekuasaan Islam, karena itu bukan dakwah, tapi ancaman. Sebaliknya Islam adalah agama dakwah dan mempertahankan kebebasan itu secara konsekuen.71

Adapun tujuan dakwah Islam, dapat diartikan dengan sesuatu yang ingin dicapai dalam kadar tertentu dengan segala usaha yang dilakukan. Tujuan memiliki urgensi tersendiri dalam proses dakwah. Tujuan dakwah Islam merupakan landasan seluruh aktifitas-aktifitas dakwah yang akan dilakukan, tujuan juga merupakan penentu sasaran, strategi dan langka-langka operasional dakwah selanjutnya, tanpa adanya tujuan yang jelas suatu pekerjaan hanya mengambang tak tentu arah.

Tujuan dakwah Islam tersebut sangatlah global, karena itu perlu dirinci dalam berbagai bidang yang lebih spesifik. Untuk tujuan deparmential berintikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhai oleh Allah SWT. Yaitu;

a) Kebahagiaan dan kesejahteraan di bidang pendidikan, misalnya sistem pendidikan yang baik, tersedianya sarana pendidikan yang cukup, terbentuknya manusia-manusia yang bertaqwa, berakhlak dan berilmu pengetahuan yang tinggi dan sebagainya. b) Kebahagiaan dan kesejahteraan dalam bidang sosial ekonomi, misalnya tegaknya keadilan di tengah-tengah kehidupan

71M. Ansari, “Mujahid Dakwah”, (Bandung: Di ponigoro, 1994), cet. ke-3, h. 17

45

masyarakat, tersedianya lapangan kerja yang cukup, timbulnya kesadaran akan pentingnya hidup tolong-menolong, terkikisnya penindasan, kebodohan, kemiskinan dan sebagainya. c) Kebahagiaan dan kesejahteraan dalam bidang kebudayaan misalnya hidupnya peraturan-peraturan yang bersumberkan ajaran-ajaran Islam, badan pemerintahan yang dapat dipercaya, dan sebagainya. d) Kebahagiaan dan kesejahteraan dalam bidang kebudayaan misalnya menjunjung tinggi moralitas, perilaku yang Islami, dan sebagainya.72

Adapun pesan dakwah Islam adalah semua pernyataan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah baik tertulis maupun lisan dari pesan-pesan (risalah) tersebut73.

Dalam hubungannya dengn aktivitas dakwah, pesan merupakan seluruh materi ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasul yang meliputi seluruh aspek kehidupan baik aspek spiritual maupun aspek material.

Pesan dakwah dapat dibedakan dalam dua kerangka besar yaitu:

a) Pesan dakwah yang memuat hubungan manusia dengan khalik (Hablum Minallah) yang berorientasi pada kesalehan individu. b) Pesan dakwah yang memuat hubungan manusia dengan manusia (Hablum Minannas) yang akan menicptakan kesalehan social.74

Menurut Ali Yafie ada lima pokok materi (pesan dakwah) yaitu:

1. Masalah Kehidupan

Al- hayat atau kehidupan yang dianugerahkan Allah kepada manusia merupakan modal dasar yang harus dipergunakan secermat mungkin. Dakwah memperkenalkan dua jenis kehidupan

72 M. Ansari, “Mujahid Dakwah”, h.17 73 Toto Tasmara, “Komunikasi Dakwah”, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 43 74 Mustofa Bisri, “Saleh Ritual Saleh Sosial”, (Bandung: Mizan, 1995), h. 28

46

yaitu kehidupan di bumi yang sangat terbatas ruang dan waktu, dan kehidupan akhirat yang terbatas dan kekal abadi sifatnya.

2. Masalah Manusia

Manusia adalah makhluk muhtarom yang hidupnya harus dilindungi secara penuh. Kemuliaan pada manusia menempatkan manusia dalam dua status:

 Ma’shum yaitu mempunyai hak hidup, hak memiliki, hak berketurunan, hak berfikir sehat, dan hak menganut keyakinan yang imani.  Mukhallaf yaitu diberi kehormatan untuk mengembangkan takhlif atau penegasan Allah yang mencakup pengenalan yang benar dan pengabdian yang tulus kepada Allah, pemeliharaan dan pengembangan dirinya dalam perilaku dan perangai yang luhur serta memelihara hubungan yang baik, yang damai dan rukun dengan lingkungannya.

3. Masalah Harta Benda

Masalah benda yang merupakan perlambang kehidupan tidak dibenci dan hasrat untuk memilikinya tidak dimatikan atau dibekukan. Akan tetapi, ia harus dijinakkan dengan ajaran qana’ah serta ajaran cinta sesama dan kemasyarakatan, yaitu ajaran infak harta benda bagi kemaslahatan diri dari masyarakat.

4. Masalah Ilmu Pengetahuan

Dakwah menerangkan tentang pentingnya ilmu pengetahuan, sebab ilmu adalah hak semua manusia, Islam menetapkan tiga jalur ilmu pengetahuan, mengenal tulisan dan membaca, penalaran dalam penelitian atas rahasia-rahasia dan penggambaran bumi.

47

5. Masalah Aqidah

Keempat masalah pokok yang menjadi materi atau peran dakwah diatas harus berpangkal pada akidah Islamiah. Akidah mengikat kalbu manusia dan menguasai batinnya. Akidah inilah yang membentuk moral manusia. Oleh karena itu, pertama kali dijadikan materi atau pesan dakwah Rasulullah adalah akidah. Dengan iman yang kukuh akan lahir keteguhan dan pengorbanan yang akan selalu menyertai setiap langkah dakwah.

Berdasarkan lima pokok materi/ pesan dakwah, akidah merupakan pesan utama Islam, karena memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan kepercayaan agama lain, yaitu:

 Keterbukaan melalui kesaksian (syahadat) dengan demikian seorang muslim selalu jelas identitasnya dan bersedia mengakui identitas keagamaan orang lain.  Cakrawala pandangan yang luas memperkenalkan bahwa Allah tuhan seluruh alam, bukan tuhan kelompok atau bangsa tertentu.  Kejelasan dan kesederhanaan. Seluruh ajaran akidah baik soal ketuhanan, kerasulan ataupun alam gaib sangat mudah dipahami.  Ketuhanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal perbuatan.

Dalam ibadah-ibadah pokok yang merupakan manifestasi dari iman dipadukan dengan segi-segi pengembangan diri dan kepribadian seseorang dan kemaslahatan masyarakat yang menuju pada kesejahteraannya.75

75 Moh. Ali Aziz, “Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 95-97

48

Sedangkan menurut E. Hasan Saleh, garis-garis besar ajaran Islam (materi/ pesan dakwah) menjadi tiga bagian yaitu:

 Aqidah

Secara etimologi, Aqidah diambil dari kata “Aqad” yakni ikatan dan buluhan yang kuat, bisa juga berarti teguh, permanen, saling mengikat dan rapat. Bila dikatakan tali itu diaqadkan, artinya diikat. Bisa juga digunakan dalam ikatan jual beli atau perjanjian.76

Dalam ensiklopedi Islam, dakwah adalah keyakinan atau kepercayaan yang merupakan unsur yang paling esensial dan paling utama dalam Islam, meliputi segala hal yang bertalian dengan kepercayaan atau keimanan seorang muslim. Aqidah dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah iman.77

Secara terminologi aqidah adalah iman yang teguh, kokoh dan kuat yang tidak akan dimasuki oleh keragu-raguan, yakni kayakinan yang menyebabkan seseorang itu diberi jaminan keimanan hati dan nuraninya terikat pada keyakinan itu. Lalu dijadikan sebagai madzhab dan agamanya. Apabila iman yang teguh, kokoh dan kuat pasti itu benar. Maka aqidah seseorang menjadi benar.78

Dalam ajaran Islam, aspek aqidah secara umum termaktub dalam rukun-rukun iman (Arkan Al-Iman) yang terdiri dari iman kepada Allah, Iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab- kitab-Nya, iman kepada Rasul-rasul-Nya, dan iman kepada hari akhir serta iman kepada qada dan qadar-Nya. Namun juga berisi tentang hal- hal yang merusak aqidah seperti murtad, syirik dan lain-lain.

76Said bin Ali Wahf Al-Qahthani, “Mengupas Sunnah Membedah Bid’ah”, (Jakarta: Darul Haq, 2002), h. 9 77Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, “Ensiklopedi Islam”, (Jakarta: Ichtiar Vant Hoeven, 1999),h. 24 78Al-Qahthani, “Mengupas Sunnah Membedah Bid’ah”, h. 10

49

Namun demikian aspek akidah yang terpenting adalah tauhid atau mengesakan Allah SWT. Dalam pandangan dan perspektif Islam, tauhid adalah persaksian dan pengakuan tiada Tuhan selain Allah, itu merupakan hal sentral dan asasi yang tidak bisa diganggu gugat. Semua ajaran Islam berpangkal dan berlandaskan pada doktrin tauhid ini. Dengan demikian keimanan dan keislaman seseorang ditentukan oleh sejauh mana ia memegang doktrin ketauhidan tersebut. Bahkan prinsip tauhid ini merupakan inti dari semua ajaran nabi sebelum datang risalah Muhammad SAW. Semenjak Nabi Adam As hingga Nabi Muhammad SAW, tauhid dijadikan sebagai asas dan esensi ajaran. Semua nabi mengemban misi utama yang sama, yaitu tegaknya tauhid sebagai landasan hidup dan kehidupan umat manusia di muka bumi.

Tauhid mirip dengan titik pusat itu. Begitu pula dengan Islam, hanya ada karena ada tauhid. Tiadanya tauhid berarti tiadanya Islam. Rusaknya tauhid juga rusaknya Islam.79

 Syariat

Secara etimologi, kata syariat berasal dari bahasa arab yang berarti peraturan atau undang-undang yaitu peraturan-peraturan mengenai tingkah laku yang mengikat, harus dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.80

Sedangkan secara terminologi, syariat adalah ketentuan (norma) Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (mu’amalah).81

Menurut Prof. Dr. Syekh Mahmud Syaltut, syariat adalah susunan, peraturan dan ketentuan yang diisyaratkan Allah dan Rasulnya dengan lengkap atau pokok- pokoknya saja, supaya manusia mempergunakannya dalam mengatur hubungan dengan Allah, dengan saudara seagama, dengan sesama manusia dan hubungannya dengan alam dan kehidupan.

79Irfan Hielmy, “Dakwah Bil Hikmah”, (Jakarta: Mitra Pustaka, 2002), h. 73-74 80 M. Abdul Mujieb, “Kamus Istilah Fiqih”, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 343 81E. Hasan Saleh, “Studi Islam Di Perguruan Tinggi Pembinaan IMTAQ dan Pengembangan Wawasan”, 2th ed. (Jakarta: ISTN, 2000), h. 55

50

Dengan demikian maka aspek syariat memuat tentang berbagai aturan dan ketentuan yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Secara umum syariat Islam terdiri dari ubudiyah, mu’amalah, jinayah, qadhayah dan siyasah.

Aspek ubudiyah atau ibadah, dapat diperluas lagi menjadi ibadah muhdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Prinsip umum yang berlaku di dalam aspek ini (salat, puasa, haji dan lain-lain) atau yang berkaitan dengan aturan, ketentuan, tata cara dan pelaksanaan ibadah muhdhah harus mengacu kepada titah Allah dan rasul-Nya. Sehingga manusia dilarang dan diharamkan menambah atau mengurangi aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan di seputar ibadah muhdhah.

Sedangkan aspek mu’amalah, jinayah qadhayah dan siyasah kemungkinan umum menambah atau memperbaharui dan menyempurnakan masih tetap ada, sejauh tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang qath’i. Oleh karenanya, peraturan- peraturan dan ketentuan-ketentuan seputar masalah perkawinan, warisan, pidana, peradilan, politik atau siyasah sejauh tidak bertentangan dengan nash atau dalil yang qath’i dapat terus diperbaharui dan disempurnakan. 82

Namun pada prinsipnya syariah bisa dikembalikan kepada dua faktor utama, yaitu faktor perbuatan yang dilakukan oleh kaum muslimin dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhan dan mengingat keagungannya, pengawasan diri kepadanya dan penghadapan hati sepenuhnya kepadanya. Faktor inilah yang disebut dengan ibadah. Kedua faktor ini menjadikannya jalan untuk memelihara kemaslahatan dan menolak kemudharatan, baik antar sesama mereka maupun antar manusia pada umumnya. Faktor ini disebut mu’amalah.83

 Akhlak

Kata Akhlak berasal dari bahasa arab jamak dari Khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan Khalqun yang berarti kejadian,

82Hielmy, “Dakwah Bil Hikmah” h. 82-83 83Saleh, “Studi Islam di Perguruan Tinggi IMTAQ dan Pengembangan Wawasan, h. 111-112

51

yang juga erat hubungannya dengan Khaliq yang berarti pencipta, demikian pula dengan Makhluqun yang berarti yang diciptakan.84

Pengertian akhlak secara terminologi menurut para ulama, antara lain:

1. Akhlak yaitu suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada yang lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka yang menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. 2. Ibnu Maskawih, Akhlak diartikan sebagai keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan tanpa memerlukan pemikiran. 3. Al-Ghazali, Akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan yang mudah tanpa membutuhkan sebuah pemikiran.85

Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya baik hubungannya dengan khalik ataupun dengan makhluknya yang berupa kekuatan batin yang dimiliki manusia seperti:

 Tabiat (Pembawaan) yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri (ghazirah) dan faktor warisan sifat-sifat dari orang tuanya atau nenek moyangnya. Dorongan ini disebut Al-Khalqun.  Akal Fikiran yakni dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia setelah melihat sesuatu, mendengarkannya, merasakannya serta merabanya. Alat kejiwaan ini, hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (yang nyata) dorongan ini disebut Al-Aqlu.  Hati nurani, yakni dorongan jiwa yang hanya terpengaruh oleh faktor intuitif (widjaan). Alat kejiwaan ini dapat menilai hal-hal yang sifatnya

84A. Mustofa, “Akhlak Tausawuf” 2th ed. (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), h. 11 85Moh. Ali Aziz, “Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 117-118

52

abstrak (yang batin). Dorongan ini disebut Al-Bashiirah karena mendapatkan keterangan dari Allah SWT.86

Menurut jenisnya Akhlak terbagi menjadi dua yaitu:

1. Akhlak baik/terpuji (Al-Akhlaqul Mahmudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluknya seperti bersyukur, bertaubat, bertawakal, sabar, suka menolong orang, menepati janji dan sebagainya. 2. Akhlak buruk/ tercela (Al-Akhlaqul Madzmumah), yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluknya seperti takabur, munafik, musyrik, riya, tamak, boros, menghina, mudah marah, dengki dan sebagainya.87

6. Tujuan Dakwah Islam

Secara umum tujuan dakwah Islam adalah mengubah perilaku sasaran dakwah agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam tataran kenyataan kehidupan sehari-hari. Namun, pada dasarnya dakwah merupakan rangkaian atau proses dalam rangka mencapai tujuan. Tujuan ini dimaksudkan sebagai pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah islam. Sebab tanpa tujuan yang jelas, seluruh kegiatan akan mengambang tak tentu arah.

Syeh Ali Mahfud merumuskan tujuan dakwah Islam yang dikutip dari Hasanuddin sebagai berikut:

a. Menyiarkan tuntutan Islam, membetulkan akidah dan meluruskan amal perbuatan manusia, terutama budi pekerti.

86 Mahyuddin, “Akhlaq Tasawuf, 4th ed”. (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 5 87 Mahyuddin, “Akhlaq Tasawuf, h. 9

53

b. Memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada keadaan yang baik. c. Membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persaudaraan sesama Muslim. d. Menolak paham atheisme. e. Menolak sesuatu yang syubhat dan khurafat.88

Dakwah Islam memiliki tujuan dan berorientasi kepada perilaku manusia (akhlak), dan dakwah islam akan mencapai tujuannya manakala ajaran islam yang berupa norma-norma yang menuntun orang agar berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk dapat disosialisasikan dengan sempurna. Bahkan diutusnya nabi diakhir zaman adalah untuk menyempurnakan akhlak.

Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa tujuan dakwah Islam adalah terealisasinya nilai-nilai dalam segala aspek kehidupan di dunia ini dan mendatangkan sisi positif yang berupa kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia hingga di akhirat nanti.

Tujuan terlaksananya dakwah Islam adalah mengajak manusia ke jalan Tuhan, jalan yang benar yaitu Islam. Disamping itu dakwah islam juga bertujuan untuk mempengaruhi cara berfikir manusia, cara merasa, cara bersikap dan bertindak agar manusia bertindak sesuai dengan prinsip-prinsipnya.89

Menurut A. Rosyad Saleh, tujuan dakwah dapat dirumuskan menjadi dua kerangka yaitu tujuan untuk mencapai suatu nilai atau hasil terakhir yang merupakan tujuan utama. Dan tujuan untuk mencapai nilai atau hasil dalam bidang-bidang khusus yang merupakan tujuan atau sasaran departemental. Sedangkan menurut Arifin M, tujuan dakwah Islam adalah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengenalan ajaran agama yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang dakwah. Oleh karena itu ruang lingkup dakwah adalah menyangkut masalah

88Hasanuddin, “Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum Dalam Berdakwah Di Indonesia”, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. ke-1, h. 34-35 89Rafi’udin dan Maman Abdul Djalil, h. 32

54

pembentukan sikap, mental dan pengembangan motivasi yang bersifat positif dalam segala lapangan hidup manusia90.

Tujuan dakwah islam ditinjau dari jangka waktu pelaksanaanya:

a. Tujuan dalam jangka pendek adalah untuk memberikan pemahaman tentang Islam kepada masyarakat sasaran dakwah, agar mereka terhindar dari sikap dan perbuatan yang munkar dan jahat. b. Tujuan dalam jangka panjang adalah perubahan sikap masyarakat melalui dakwah.

Sehubungan dengan tujuan dakwah Islam diatas, hendak ditekankan bahwa tujuan dakwah bukan semata-mata agar setiap masyarakat mengetahui dan memahami ajaran Islam yang benar, namun masyarakat juga mampu memahami, menghayati dan sekaligus mau mengamalkan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh kesadaran untuk mengharapkan ridho Allah semata baik di dunia maupun di akhirat.

D. Stilistika

1. Pengertian Stilistika.

Stilistika berasal dari kata style (Bahasa Inggris), sedangkan kata style sendiri berasal dari bahasa latin “stilus” yaitu alat tulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan itu. Pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian menulis indah, maka style berubah menjadi keahlian dan kemampuan menulis atau menggunakan kata-kata secara indah (gaya bahasa).91

Istilah stilistika berasal dari istilah stylistics dalam bahasa Inggris. Kata stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang

90Hasanuddin, “Hukum Dakwah Tinjauan Aspek Hukum Dalam Berdakwah”, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet. ke-1, h. 34 91 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm 112

55

atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Jadi bisa dikatakan bahwa stilistika adalah ilmu gaya atau ilmu gaya bahasa.92

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:859), stilistika adalah ilmu tentang penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra.93 Stilus itu sendiri berasal dari akar kata ‘sti‘ yang berarti mencakar atau menusuk. Dalam bahasa Yunani dikenal dengan istilah stylos berarti pilar atau rukun yang dikaitkan dengan tempat untuk bersemedi atau bersaksi. Dalam bidang bahasa dan sastra style dan stylistic berarti penggunaan bahasa yang khas sehingga menimbulkan efek tertentu.94

Stilistika mengkaji seluruh fenomena bahasa, mulai dari fonologi (ilmu bunyi) hingga semantik (makna dari arti bahasa)95. Karena ranah kajian tersebut terlalu luas biasanya kajian stilistika dipersempit dengan pembatasan pada suatu teks tertentu, dengan memperhatikan preferensi penggunaan kata atau struktur bahasa, mengamati antar hubungan-hubungan pilihan bahasa untuk mengindentifikasi ciri- ciri stilistik (stylistic features) seperti sintaksis (tipe struktur kalimat), leksikal (diksi penggunaan kelas kata tertentu), retoris atau deviasi (penyimpangan dari kaidah umum tata bahasa).96

Bahasa sebagai media komunikasi sangat berperan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan pikiran, jiwa dan kepribadiannya. Dengan bahasa pula seseorang mendapatkan efek tertentu, dan dengan bahasa seseorang dapat mencapai tujuannya. Demikian banyak manfaat bahasa bagi manusia sebagai makhluk sosial. Adapun ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa dan efek yang ditimbulkannya adalah Stilistika atau ilmu Uslub dalam istilah sastra Arab. Maka, Menerangkan hubungan antara bahasa dengan

92Antilan Purba, Stilistika Sastra Indonesia, Kaji Bahasa Karya Sastra, http://usupress.usu.ac.id , diakses pada 24 maret 2015 93Antilan Purba, Stilistika Sastra Indonesia, Kaji Bahasa Karya Sastra, http://usupress.usu.ac.id , diakses pada 24 maret 2015 94 Nyoman Kutha Ratna, Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar (2009) hlm. 8-9 95 Syukri Muhammad Ayyad, Madkhal Ilaa Ilmi Uslub, (Riyadh : Dar Al-Ulum, 1982), hal. 48 96 Panuti Sudjiman, Bungai Rampai Stilistika, h. 14

56

sastra atau fungsi artistik dan maknanya merupakan suatu kajian yang menarik. Oleh karenanya, stilistika sangat membantu untuk merealisasikannya.

Stilistika (Ilmu Uslub) sebagai ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra dapat menggambarkan karakteristik khusus dalam suatu karya sastra, Menentukan dan memperlihatkan penggunaan bahasa sastrawan, khusus penyimpangan dan penggunaan linguistik.

Dari berbagai definisi yang ada maka dapat dilihat bahwa al-Uslub dan Stilistika memiliki kesamaan makna yaitu bicara tentang gaya bahasa suatu karya sastra. Pemilihan kata (diksi) dari sang penutur pun sangat mempengaruhi efek yang ditimbulkan oleh pendengar.

Pada dasarnya, antara ilmu Uslub Arab dan Stilistika Barat tidak ada perbedaan yang prinsipil.Yang membedakannya adalah bahwa stilistika Arab memiliki ranah kajian berupa teks Arab dan muncul dilatarbelakangi adanya keinginan para ahli bahasa untuk memahami teks-teks keagamaan. Sedangkan stilistika non Arab pada umumnya dilatarbelakangi oleh pemikiran filsafat Aristoteles. Adapun dalam perkembangannya hampir tidak bisa dibedakan. Dengan demikian, teori dan analisis Stilistika Arab bisa digunakan untuk mengkaji teks- teks non Arab. Begitu juga sebaliknya, teori dan analisis Stilistika Barat bisa dipakai untuk mengkaji teks-teks Arab.97

Stilistika secara sederhana dapat diartikan sebagai kajian linguistik yang objeknya berupa style. Sedangkan style adalah cara penggunaan bahasa dari seseorang dalam konteks tertentu dan untuk tujuan tertentu.98 Menurut Gorys Keraf kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara Indah.

97 Ahmad Hifni, Ilmu Al-uslub (stilistika), http://ahmad-hifni.blogspot.com, diakses pada tanggal 24 maret 2015. 98 Syihabuddin Qalyubi, “Stilistika al-Quran, Pengantar Orientasi Studi al-Quran”, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997. Hal 27.

57

2. Objek Kajian

Stailistika mengkaji seluruh fenomena bahasa mulai dari fonologi (bunyi bahasa) hingga semantik (makna dan arti bahasa). Agar tidak menjadi uraian yang luas maka kajian Stilistika biasanya dibatasi pada suatu teks tertentu dengan memperhatikan preferensi penggunaan kata atau struktur bahasa. Mengamati antar hubungan-hubungan pilihan itu untuk mengidentifikasi cirri-ciri stilistik seperti sintaksis, leksikal, retoris atau deviasi. Dengan demikian ranah kajian stilistika meliputi: Fonologi, Preferensi lafal, Preferensi kalimat, dan Deviasi.

3. Stilistika dan Sastra

Stilistika adalah bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi gaya bahasa, terutama bahasa dalam kesusastraan99. Sejalan dengan ungkapan tersebut, stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan dalam karya sastra dan penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Sudjiman mengatakan bahwa stilistika mengkaji wacana sastra dengan orientasi linguistik. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra, diantaranya: ciri itu mempertentangkan atau membedakannya dengan wacana nonsastra, meneliti deviasi atau penyimpangan terhadap tata bahasa sebagai sarana literer, stilistika meneliti fungsi puitik suatu bahasa.100

Secara umum, stilistika mengkaji dua aspek, estetika dan linguistik. Aspek estetik didasarkan pada cara khas bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa atau penulis karya, sedang aspek linguistik berkaitan dengan ilmu dasar stilistika.101

Dalam Ilmu Retorika Arab (Ilmu Balaghah) stilistika dikenal dengan istilah Ilmu Uslub. Uslub menurut istilah adalah cara berbicara seseorang dalam menyusun kalimat dan memilih lafaz-lafaznya. Dengan demikian, uslub merupakan cara yang dipilih seseorang atau penulis di dalam menyusun lafaz-

99 Umar Junus, Stilistika :Suatu Pengantar,(Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, 1989), hal. 42 100 Panuti Sudjiman, Bungai Rampai Stilistika, (Jakarta : Grafiti, 1993), hal.2-3 101 Syukri Muhammad Ayyad, Madkhal Ilaa Ilmi Uslub, h. 50

58

lafaz untuk mengungkapkan suatu tujuan. Uslub terdiri dari tiga hal, yaitu cara, lafaz dan makna. Sedangkan dalam aspek keilmuannya tentang studi Ilmu Uslub/gaya bahasa disebut dengan uslubiyyah atau kita sering menyebutnya dengan istilah Stilistika.102

Hubungan diantara keduanya sudah jelas terdapat dari istilah Uslubiyah (stilistika) dikenal dengan ‘ilm al uslub, yaitu ilmu yang mengkaji dan menyelidiki bahasa yang digunakan para sastrawan dalam mengeksploitasikan dan memanfatkan unsur-unsur, kaidah-kaidah dan pengaruh yang ditimbulkan. Atau ilmu yang mengkaji ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra dan meneliti deviasi dari tata bahasa yang ditimbulkan. Keduanya tidak bisa dipisahkan karena hubungannya sangatlah erat, seperti halnya para dai yang berpidato menggunakan gaya bahasa yang berbeda. Style satu dai dengan yang lainnya tentu berbeda pula. perbedaan itu terlihat jelas ketika para mubalig mengungkapkan isi khutbahnya.

Nabi Muhammad S.A.W yang selalu memulai dengan kalimat pertanyaan yang dilontarkan kepada mustami’, berbeda juga dengan gaya bahasa yang digunakan kiyai MZ dalam berkhutbah yang menggunakan gaya bahasa dengan cara pengulangan kata atau kalimat yang dianggap penting, berbeda pula dengan gaya bahasa yang diungkapkan Aa Gym dan para khitobah lainnya, karena setiap orang memiliki ciri khas dalam berbicara dan mengungkapkan maksud dan tujuannya melalui bahasa.

Uslub sendiri harus mempunyai unsur al Wudhuh, al quwah, dan al-jamal.103 Dalam Ilmu balaghah (Ilmu Retorika) Uslub adalah makna yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih cepat mencapai sasaran

102 Adib Dailami, Stilistika dalam Pandangan Al-Jahizh dan Al-Baqilani, SPS UIN Syarif Hidayatullah, 2014. 103Ahmad Syayib, al Usluub, diroosah balagiyah tahliliyah li al usuul al asaalib al adabiyah, Mesir: maktabah an nahdhoh al misriyah, Hal 8

59

kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para pendengarnya. Uslub sendiri ada tiga macam104:

a. Uslub ‘Ilmy

Uslub ini ialah yang paling mendasar dan paling banyak membutuhkan logika yang sehat dan pemikiran yang lurus, dan jauh dari khayalan syair. Karena Uslub ini berhadapan dengan akal dan berdialog dengan pikiran serta menguraikan hakikat ilmu yang penuh ketersembunyian dan kesamaran. Kelebihan yang paling menonjol dari Uslub ini adalah kejelasannya. Dalam uslub ini harus jelas faktor kekuatan dan keindahannya. Kekuatan yang terletak pada pancaran kejelasannya dan ketetapan argumentasinya. Sedangkan keindahannya terletak pada kemudahan ungkapannya, kejernihan tabiat dalam memilih kata-katanya, dan bagusnya penetapan makna dari berbagai segi kalimat yang cepat dipahami.

b. Uslub Adabi

Dalam uslub jenis ini keindahan adalah salah satu sifat dan kekhasannya yang paling menonjol. Sumber keindahannya adalah khayalan yang indah, imajinasi yang tajam, persentuhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberpa hal, dan pemakaian kata benda atau kata kerja yang kongkret sebagai pengganti kata benda atau kata kerja yang abstrak.

c. Uslub Khithabi

Dalam uslub ini sangat menonjol ketegasan makna dan redaksi, ketegasan argumentasi dan data, dan keluasan wawasan.105 Para penulis Balaghah modern seperti Muhammad Ali al-Jarim, Mustofa Amin, dan

104Ali al Jarim wa Musthofa Amin, al-Balaghah al-Waadhihah, Jakarta: Raudha Press 2007. hal 14-20 105Ali al Jarim wa Musthofa Amin, Al-Balaghah al-Waadhihah, (Jakarta: Raudha Press 2007), hal 19.

60

Ahmad al-Hasyimi, bahkan juga pra-modern seperti Abdurrahman bin Muhammad al-Akhdari, balaghah bukan saja berarti kemampuan melahirkan makna yang baik dan memilih ungkapan yang jelas dan ringkas saja. Melainkan lebih dari itu, yaitu kemampuan mengungkap sesuatu dengan ungkapan kata atau kalimat yang sesuai situasi dan berpengaruh terhadap pikiran dan rasa audiensnya.106

Balaghah atau yang dalam istilah Indonesia disebut dengan retorika termasuk ke dalam kajian stilistika. Tetapi, jika diteliti lebih jauh, dalam literatur Arab balaghah merupakan disiplin ilmu tersendiri dan lebih dahulu muncul dibandingkan dengan stilistika (‘ilm al-uslub). Retorika adalah suatu istilah yang secara tradisional diberkan pada suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Jadi, ada dua aspek yang perlu diketahui seseorang dalam retorika. Pertama, pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik. Kedua, pengetahuan mengenai obyek tertentu yang akan disampaikan.107

Menurut al-Asfihani, suatu ungakapan dapat dikatagorikan sebagai ungkapan balaghiyah apabila memenuhi dua syarat: 1) Ungkapan baligh, yaitu apabila memiliki tiga kriteria: a) benar atau cocok dengan objek bahasanya, (b) sesuai dengan makna yang dimaksud, dan (c) jujur pada dirinya sendiri. 2) Ungkapan itu baligh jika dilihat dari si pembaca dan materi pembicaraannya. Artinya, ungkapan balghiyah harus menggunakan bahasa yang benar dan sesuai dengan keadaan, makna yang dikemukakan sesuai dengan maksud si pembicara, dan si pembicara itu sendiri jujur pada dirinya sendiri. Berdasarkan penjelasannya, ia mengatakan, ungkapan balaghiyah selalu dibangun di atas empat pilar:

106 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern.( Jakarta: Raja Grafindo Persada 2012), Hal 137 107 Akhmad Muzakki, Stilistika Al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an dalam konteks Komunikasi, (Malang: UIN Malang Press, 2009), h. 27.

61

1) Preferensi kata, 2) Struktur kalimat yang indah dan benar 3)Pemilihan uslub agar sesuai dengan konteks lawan bicara dan pengaruh terhadap jiwa pendengar.108

Apabila ditilik dari aspek penyampaianya, balaghah atau retorika memiliki kemiripan dengan stilistika, kalau balaghah menggunakan istilah muqtada al-hal, sedangkan stilistika mengguanakan istilah mauqif. Kedua istilah ini sama-sama mengacu kepada suatu keharusan dalam menggunakan kata atau kalimat yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi. Tetapi, apabila diteliti secara lebih mendalam maka diantara keduanya terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Perbedaan itu, seperti dinyatakan Qalyubi, dapat dijelaskan sebagai berikut:109

Pertama, ilmu balaghah termasuk rumpunan ilmu bahasa lama yang statis, ia hanya memperhatikan macam-macam pengungkapan yang sesuai dengan tuntutan keadaan (muqtada al-hal), dengan terpaku pada masa dan ragam bahasa tertentu. Sedangkan stilistika termasuk ilmu bahasa baru yang dinamis dan berkembang, sebagaimana ilmu bahasa yang lainya. Ia mengkaji fenomena-fenomena bahasa dari dua arah: 1) Arah horizontal, yaitu mendeskripsikan hubungan fenomena-fenomena bahasa antara satu dengan yang lainnya dalam satu kurun waktu. 2) Arah vertikal, yaitu mengkaji perkembangan suatu fenomena bahasa dalam beberapa masa.

Kedua, kaidah-kaidah ilmu balaghah bersifat statis, tidak mengalami perubahan, layaknya ‘ilm nahwu (sintaksis), sehingga kalimat tidak sesuai dengan kaidah tersebut dianggap suatu kesalahan. Berbeda dengan stilistika, ia mengkaji bahasa dengan melihat dan menjelaskan perubahan- perubahan beserta fenomena-fenomenanya berdasarkan maksud penutur dan kesan pendengar atau pembaca, tanpa mengakimi apakah fenomena

108 Akhmad Muzakki, Stilistika Al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an dalam konteks Komunikasi, (Malang: UIN Malang Press, 2009), h.29. 109 Akhmad Muzakki, Stilistika Al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an dalam konteks Komunikasi, h 31

62

bahasa tersebut salah atau benar. Karena stilistika selalu mengedepankan dua teori, yaitu perferensi dan deviasi maka implikasinya, ketika menyimak suatu teks pemilihan dan penyimpangan kata atau kalimat yang ada di dalamnya dapat diungkapkan.

Ketiga, ilmu balaghah dibangun dengan logika dan alur pemikiran ilmiah, Sekalipun berupa tema-tema sastra dan lebih berperan dalam ragam pidato ketimbang puisi. Jadi, unsur yang paling dominan adalah retorika, yaitu bagaimana agar sebuah ungkapan bisa sesuai dengan nalar lawan bicara. Secara historis, stilistika tumbuh dan berkembang pada era menjalarnya psikolog terhadap ke segala sektor kehidupan. Perhatian para psikolog terhadap aspek jiwa lebih menonjol daripada perhatikannya kepada aspek akal. Dari keterangan di atas bisa dikatakan, bahwa kajian ‘ilm balaghah dapat dianalisis melalui perspektif stilistika, dan sebaliknya, kajian stilistika belum tentu dapat dianalisis melalui ‘ilm balaghah. Dengan ungkapan lain, sesunggunya ranah kajian stilistika lebih luas dan lebih fleksibel daripada kajian ‘ilm balaghah.110

Sebagaimana kita ketahui bahwa hubungan ilmu uslȗb dan ilmu balâghah terdapat tanda kesamaan di antara keduanya. Tujuan akhir dari ilmu Uslȗb adalah mengungkap berbagai bentuk struktur secara komprehensif meliputi jenis-jenis mufradat, struktur, dan secara khusus adalah makna, dan hal tersebut sebagaimana dideskripsikan di dalam ilmu balâghah. Dan ilmu balâghah juga menyajikan metode tertentu dalam penggunaan kata seperti dalam isti’ârah, majâz al-mursal, dan kinâyah.

Stilistika, sebagaimana ilmu bahasa lainnya, mengkaji fenomena- fenomena bahasa dari dua arah. Pertama, arah horizontal yaitu mendeskripsikan hubungan bahasa antara yang satu dengan lainnya dalam kurun waktu tertentu. Kedua, arah vertikal yaitu mengkaji perkembangan bahasa dalam beberapa masa. Stilistika juga mengkaji fenomena-fenomena bahasa dengan melihat dan menjelaskan perubahan-perubahan serta

110 Akhmad Muzakki, Stilistika Al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an dalam konteks Komunikasi, h. 31

63

fenomena-fenomena tersebut berdasarkan maksud penutur dari pesan pendengar atau pembacanya, tanpa menghakimi apakah fenomena itu benar atau salah.111

4. Peribahasa (Amtsal) dan Kata mutiara (Hikam) a. Kerangka Konseptual Amtsal

Salah satu bentuk prosa yang muncul sejak zaman Jahiliyah adalah Amtsal yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan Peribahasa. Amtsal adalah ungkapan yang beredar di masyarakat yang berisi tentang pikiran yang bijak dan tentang aspek kehidupan manusia, biasanya berbentuk kata-kata majas yang cenderung imajinatif dan mudah dihafal, bertujuan sebagai perbandingan dan nasehat kehidupan. Secara definitif Amtsal merupakan sebuah ungkapan yang tidak mementingkan keindahan dalam segi uslub dan maknanya, ia mengandung nasihat dan sekaligus bersumber dari kejadian yang sesuai dengan realitasnya112.

Dengan kata lain Amtsal muncul di tengah masyarakat mesti berdasarkan suatu peristiwa dan tidak mesti dengan lafaz yang indah, tetapi ia diucapkan sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Begitu pula susunan bahasa dalam Amtsal Arab adalah bersifat tetap dan tidak bisa berubah selamanya, karena kalau berubah tidak boleh lagi وافق شن طبقة :dikatakan Amtsal melainkan kalimat biasa saja, misalnya artinya “Syann” (nama laki-laki) dapat jodoh (pasangan) yang sepadan dengan “Thabaqah” (nama Perempuan). Maka nama “syann” dan “Thabaqah” tidak boleh diganti dengan nama lain, karena itu mempunyai dasar sejarah atas kemunculannya di masyarakat Arab. Jika hal itu diubah, maka akan berubah pula maknanya. Amtsal ini lebih sesuai dikatakan dalam peribahasa “Bagaikan pinang dibelah dua”.

111 Yuyun Rohmatul Uyuni, Uslub Al-Quran: Stilistika Gaya bahasa Al-Quran. Vol. 01 No. 02 (Juli-Desember 2009) Jurnal Al-Ittijaah. 112 Ibrahim Ali Abu al Khasyab dan Muhammad Abdul Mun’im Khafajy, Turatsuna alAdaby, shuwarun min rawaai’ihi wa malaamihihi, Dar athiba’ah al Muhammadiyah, al Azhar, Kairo, tt, h 84

64

Menurut ahli bahasa Ibn Manzur bahwa amtsal merupakan kata taswiyah (persamaan). Kata amtsal adalah bentuk jama’ dari matsal. Kata matsal, mitsl dan matsil penggunaannya sama dengan syabah, syibh dan syabih dari segi maknanya saja113. Beda halnya dengan al- Fairuzabadi yang mengatakan bahwa persamaan penggunaan kata matsal, mitsil dan matsil dengan syabah, syibh dan syabih itu tidak hanya berlaku pada maknanya saja, tetapi juga mencakup lafaznya. Satu hal yang menunjukkan keserasian antara amtsal dan tasybih adalah bahwa kata tasybih bersifat umum sedangkan amtsal bersifat khusus, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa setiap amtsal pasti merupakan tasybih, tetapi tidak setiap tasybih merupakan amtsal.114

Dalam bahasa Arab, istilah pemaknaan matsal (pepatah) juga dekat dengan pemaknaan hikmah (kata mutiara). Hikmah yaitu ungkapan ringkas dan indah yang mengandung kebenaran yang dapat diterima oleh masyarakat dan berisi tentang moral dan nasihat yang baik. Hanyasannya ada sedikit berbeda dengan matsal, bahwa hikmah biasanya keluar dari orang bijak (Hukamaa) yang berpengalaman dan berpengetahuan luas. Maka, kemunculan hikmah berbeda dengan kemunculan matsal yang terikat dengan kejadian atau peristiwa tertentu (asbab al-wurud).

1. Macam-macam Amtsal Arab

Dalam Sastra Arab, Amtsal itu mempunyai beragam macam jenisnya:

a. Al-Amtsal al-Hikmiyyah yaitu amtsal yang mengandung nasehat. b. Al-Amtsal at-Tarikhiyyah yaitu amtsal yang muncul berdasarkan hikayat atau sejarah.

113 Abi al-Fadl Jamal al-Din Muhammad bin Mukrim Ibn Manzur, Lisan al-Arab (Beirut: Dar Sadir, tt (hlm 610 114 Abd al-Qahir al-Jurjani, “Asrar al-Balaghah fi ‘ilm al-Bayan” (Beirut: Dar al-Kutub al- ilmiyah, 1998), h. 177

65

c. Al-amtsal al-Khurafiyyah adalah amtsal yang muncul berdasarkan cerita binatang, yang mengandung i’tibar, nasihat dan ajaran-ajaran yang baik. d. Al-Amtsal as-Saairah (asy-Sya’biyyah), yaitu amtsal yang menggambarkan suatu adat dan prilaku serta kemuliaan suatu bangsa (masyarakat), baik kehidupan pedesaan ataupun perkotaan. e. Al-Amtsal al-Fukahiyyah ialah amtsal yang menggambarkan kehidupan prilaku manusia berupa keinginan ataupun harapan pada masa lampau lalu kemudian akhirnya terwujud.

2. Manfaat Peribahasa

a. Menyingkap hakikat diri dan mengemukakan sesuatu yang tidak nampak menjadi sesuatu yang seakan-akan nampak.

b. Menonjolkan sesuatu yang hanya dapat dijangkau dengan akal menjadi bentuk kongkrit yang dapat dirasakan atau difahami oleh indra manusia.

c. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Bahkan sering dikatakan dalam Al-quran Allah SWT sering menyebut amtsal untuk peringatan dan supaya diambil ‘ibrahnya.

d. Memberikan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya.

e. Memotivasi orang untuk mengikuti dan mencontoh perbuatan baik seperti apa yang digambarkan dalam amtsal.

66

f. Mengumpulkan makna yang menarik dan indah dalam ungkapan yang padat.115

Amtsal dalam Bahasa Indonesia artinya Peribahasa, baik kata atau frasa yang mengandung arti kiasan. Dengan peribahasa menjadikan bahasa lebih hidup dan indah, karena pemakaian bahasa menjadi lain dari bahasa yang dipakai dalam percakapan sehari-hari, Ia bagaikan bumbu yang menambah lezatnya makanan.

Adapun definisi peribahasa dalam Bahasa Indonesia tidak jauh berbeda dengan Amtsal Arab. Menurut KBBI, ada dua definisi peribahasa:

1) Peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalam peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, perumpamaan).

2) Ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.116 Beberapa peribahasa merupakan perumpamaan yaitu perbandingan makna yang sangat jelas karena ia didahului oleh perkataan “seolah-olah, ibarat, bak, seperti, laksana, macam, bagai, dan umpama”. Susunan kata dalam peribahasa bersifat tetap. Sebab, jika diubah susunan kata itu tidak lagi dapat dikatakan peribahasa, melainkan sebagai kalimat biasa.

Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), terdapat beberapa macam peribahasa Indonesia antara lain:

a. Bidal adalah peribahasa atau pepatah yang mengandung nasihat, peringatan, sindiran dsb. Contoh: “Jika pandai menggunting, pandailah menjahitnya” (Kerja yang sudah dimulakan hendaklah diselesaikan), “Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna” (Berfikir dengan teliti sebelum mengambil tindakan), “Sesat di hujung jalan, balik ke pangkal jalan”

115Lihat Kadar M Yusuf, Study al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2009), hal 88 116 Lihat KBBI, edisi IV, 2008

67

(Sebaik-baik sadar akan sesuatu kesilapan, segera insaf dan membetulkannya). b. Pepatah, merupakan peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari para sesepuh (biasanya dipakai atau diucapkan untuk mematahkan lawan bicara). Misalnya, “tak lekang dek panas, tak lapuk dek hujan” (bagi Sesuatu yang baik dan mulia akan kekal sepanjang zaman), zaman beralih, musim berubah (Segala sesuatu, baik perasaan, peraturan, rekaan atau ilmu pengetahuan akan berubah mengikut perkembangan masa). “Ular biar mati, tanah jangan lekuk, buluh jangan patah” (Apabila melaksanakan sesuatu perbuatan hendaklah dibuat dengan bijaksana supaya tidak ada pihak yang rugi ) c. Ungkapan, adalah kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus (makna unsur-unsurnya sering kali menjadi kabur). d. Perumpamaan, adalah peribahasa yang berisikan perbandingan- perbandingan atau sering juga diartikan sebagai peribahasa yang berupa perbandingan. Biasanya menggunakan kata-kata “seperti, bak, laksana, ibarat, umpama, dan bagai”. e. Ibarat, adalah (1) perkataan atau cerita yang dipakai sebagai perumpamaan (perbandingan, lambang, Tamsil, (1) persamaan dengan umpama (misal), contoh: “Dia hidupnya seperti katak dalam tempurung” (2) ajaran yang terkandung dalam cerita, ibarat lukisan (sesuatu sebagai contoh), banyak cerita yang mengandung untuk kanak-kanak. f. Pemeo, adalah (1) ejekan (olok-olok, sindiran) yang menjadi buah mulut orang (2) perkataan yang lucu (untuk menyindir dsb, misalnya “undang-undang hanya berlaku untuk rakyat kecil” atau bisa juga merupakan peribahasa yang berupa

68

semboyan, berfungsi untuk mengobarkan semangat/menghidupkan suasana117

b. Kerangka Konseptual Hikam (Kata mutiara)

Hikam adalah bentuk jamak dari hikmah ,

الحكمة قول رائع يتضمن حكما صحيحا مسلما به ، وكما تكون نثرا تكون نظما. “Hikmah adalah ungkapan indah yang mengandung kebenaran di kalangan masyarakat, baik dalam bentuk prosa dan puisi”

Hikam dalam tradisi sastra Arab, pada dasarnya telah lahir sejak zaman Jahiliyah, bahkan sebagaimana syair ia juga tidak diketahui kapan kelahirannya. Namun demikian, dalam hikam baik yang dihasilkan masa Jahiliyah maupun Islam banyak mengandung pesan-pesan moral, hanyasannya pada masa Islam lebih didasari oleh prinsip-prinsip ideologi Islam, baik Al- Quran atau al hadits118

Dalam Al-Qur’an sendiri banyak terdapat kata-kata hikmah yang datang dengan kemukjizatan bahasa yang tidak ada tandingnya, dan kata hikmah merupakan gaya bahasa yang sering dipakai dalam Al-Quran, Hadits, Qaul Ulama dan Hukama bahkan para dai senantiasa memakainya dalam setiap pidatonya. Sebuah ungkapan dengan makna yang tinggi akan dirasakan lebih menarik dan menyentuh jiwa jika dituangkan dalam kerangka retorika yang indah.

Salah satu karya sastra klasik yang berkembang dalam sastra Indonesia dan Arab adalah Hikmah. Hikmah dalam bahasa Indonesia dinamakan denan kata mutiara, terkadang juga dinamakan dengan istilah pepatah atau nasehat.

117Tim Agogos, “Buku pintar Peribahasa Indonesia”, ( Jakarta: New Agogos,2012), cet 1, h. 2-4 118 Ibarahim ‘Ali abu al-Khasyab & Muhammad Abdul Mun’im Khafaji, Turatsuna al-Adabi, h. 85

69

Ibrahim ‘Ali Abu Khasyab dalam bukunya Turatsuna al-Adaby mengatakan bahwa hikmah (kata mutiara) adalah karya sastra jenis prosa peninggalan zaman Jahiliyah. Ia juga mendefininisikan kata hikmah dengan perkataan yang indah dan mengandung ketentuan maksud yang benar, baik berupa prosa dan puisi.119 Dalam Definisi Bahasa Indonesia Kata Hikmah adalah Kata mutiara yaitu kata yang digunakan oleh orang-orang bijak yang berfungsi sebagai panduan hidup yang berisi nasehat, contoh: “Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit”.

Kata mutiara pada dasarnya adalah fenomena bahasa yang bersifat universal dan mengandung makna-makna universal dan hampir tiap bahasa memiliki tradisi kata mutiara. Namun demikian, tentu saja kata mutiara yang ada pada suatu bangsa berbeda dengan kata mutiara lainnya, sesuai dengan kondisi sosial, budaya, sejarah, serta geografi yang mempengaruhinya. Sakit karena ucapan lebih sakit dari) كلم اللسان أنكى من كلم السنان Misalnya pada karena pedang). Padanannya dalam kata mutiara “Lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati”. Kedua kata mutiara ini memiliki massage yang sama yakni mengandung nasehat bahwa kita harus berhati-hati dalam berucap, jangan sampai menyakiti sesama. Namun secara ekstrinsik, kedua peribahasa tersebut dipengaruhi oleh dua unsur yang berbeda, yakni gambaran sakitnya hati dalam hikmah digunakan kata “pedang”, sedangkan dalam kata mutiara memakai kata sakit gigi.120

Kata “Pedang” dan “sakit gigi” itulah dalam gaya bahasa Indonesia dinamakan diksi. Dalam istilah sastra Arab “diksi” disebut dengan al-shûrah al-adabiyyah al-shiyâghah al-fanniyah121. ‘Adnan ‘Ali Ridha al-Nahwi,

119 Ibarahim ‘Ali abu al-Khasyab & Muhammad Abdul Mun’im Khafaji, Turatsuna al-Adabi, (Kairo: Dar al-Thaba’ah al-Muhammadiyah), h. 84 120 Unsur intrinsik dalam sebuah karya satra yang terdiri dari tema, rima, irama, tipografi, amanat, gaya bahasa dan lain sebagainya, sesuai dengan karakteristik bahasa dan sastra yang digunakan. Adapun unsur ekstrinsik sastra adalah unsur luar yang turut mempengaruhi terciptanya sebuah karya sastra, seperti biografi pengarang, sejarah dan budaya. Lihat buku Abdul Razak Zaidan dkk, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 67 121Muhammad al-Tunji dalam al-Mu’jam al-Mufashal fi al-Adab mendefinisikan kata al-shûrah al-adabiyyah dengan kata (lafaz) yang digunakan oleh pengarang untuk mengekspresikan idea tau imajinasinya.Kata-kata tersebut sangat dipengaruhi oleh unsur

70

mendefinisikan al-shiyâghah al-fanniyah dengan pilihan kata dan hubungannya dengan kata lain yang digunakan untuk membuat kalimat atau suatu ungkapan.122 Diksi yang dipilih oleh para Pembicara atau Pengarang biasanya tidak muncul begitu saja. Banyak aspek yang mempengaruhinya, boleh jadi mengacu pada keindahan kata dan gaya bahasa, emosi dan wawasan pengarang, atau juga unsur-unsur luar lainnya yang ada di sekitar pengarang, seperti alam dan lingkungan yang melingkupinya.

Kata Mutiara sebagai pemanis kata dalam media dakwah oleh para Muballigh, menjadi indikator bahwa gaya bahasa hikmah tersebut mempunyai tempat istimewa di telinga para pendengar.

Dalam Al-Qur’an sendiri banyak terdapat kata-kata hikmah yang datang dengan kemukjizatan bahasa yang tidak ada tandingnya, dan kata hikmah merupakan gaya bahasa yang sering dipakai dalam Al-Quran, Hadits, Qaul Ulama dan Hukama bahkan para dai senantiasa memakainya dalam setiap pidatonya. Sebuah ungkapan dengan makna yang tinggi akan dirasakan lebih menarik dan menyentuh jiwa, jika dituangkan dalam kerangka retorika yang indah.

kejiwaan atau emosi pengarang. Muhammad al-Tunji, al-Mu’jam al-Mufashal fi al-Adabi, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), h. 591 122‘Adnan ‘Ali Ridha al-Nahwi, al-Naqd al-Adabi al-Mu’âshir baina al-Hadam wa al-Binâ’, (Riyadh: Dar al-Nahwi, 1995 M), h. 147

71

BAB III

BIOGRAFI PARA DAI

Penelitian Retorika para dai dilihat dari segi penuturan materi sastra Arab di Indonesia ini dibatasi pada lima orang para dai yang berdomisili di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain:

A. KH. Zaenuddin. MZ

1. Latar Belakang Keluarga

K.H. Zainudin Hamidi atau dikenal sebagai K.H. Zainudin MZ lahir di Jakarta, 2 Maret 1952, beliau merupakan anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi dan Zainabun dari keluarga Betawi asli. Julukannya adalah “dai Sejuta Umat” karena dakwahnya yang dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Dari pernikahannya dengan Hj Kholilah, Zainuddin dikaruniai empat orang anak yakni Fikri Haikal MZ, Lutfi MZ, Kiki MZ, dan Zaki MZ. Beliau meninggal dunia pada Selasa 5 Juli 2011 pada pukul 09.20 WIB disebabkan serangan jantung dan gula darah. Beliau dimakamkan di kompleks halaman masjid Fajrul Islam yang berada di depan rumah almarhum.

2. Kariernya di Bidang Pendidikan

Zainuddin menempuh pendidikan seperti halnya kebanyakan anak-anak, untuk sekolah dasarnya tidak ditemukan data yang lengkap, namun setelah menamatkan Sekolah Dasar ia melanjutkan pendidikan Tsanawiyah dan Aliyahnya di perguruan yang sama, yakni Madrasah Daarul Ma’arif. Zainuddin menempuh pendidikan tinggi strata-1 di IAIN Syarif Hidayatullah dan berhasil mendapatkan gelar Doktor honoris causa dari Universitas kebangsaan Malaysia.

72

3. Kariernya di Bidang Dakwah

Zaenuddin, sejak kecil memang sudah nampak mahir berpidato. Udin- nama panggilan keluarganya suka naik ke atas meja untuk berpidato di depan tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya. ‘Kenakalan’ berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Madrasah Aliyah di Daarul Ma’arif, Jakarta. Di sekolah ini ia belajar pidato dalam forum Ta’limul Muhadharah (Belajar berpidato). Kebiasaanya itu lambat laun terus berkembang. Setiap kali tampil, ia mampu memukau teman-temannya. Kemampuannya itu juga terus terasah bersamaan dengan permintaan ceramah yang terus mengalir. Karena ceramahnya sering dihadiri puluhan ribu orang, maka tak salah kalau pers menjulukinya ‘Dai Sejuta Umat. Perkembangan karir Zainuddin mulai dikenal luas sejak ceramah-ceramahnya mulai masuk dunia rekaman. Kasetnya beredar tidak hanya di Indonesia tetapi juga menyebar ke beberapa negara di Asia. Sejak itu, dai penggemar dangdut yang juga sahabat Rhoma Irama itu mulai dilirik untuk tampil di layar kaca, bahkan dikontrak sebuah biro perjalanan haji untuk bersafari bersama beberapa artis ke berbagai daerah lewat program Nada dan Dakwah. Karir Zaenuddin dalam Bidang politik diantaranya adalah ia pernah menjabat sebagai ketua umum Partai Bintang Reformasi, kemudian digantikan oleh Bursah Zarnubi. Seiring pergantian tersebut, terjadilah fraksi di dalam partai. Zainudin yang dulu pernah aktif di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kemudian dikabarkan kembali ke partai berlambang Ka’bah itu atas tawaran ketua umum Dewan Pimpinan Pusat PPP Suryadarma Ali.

B. AA GYMNASTIAR 1. Latar Belakang Keluarga Yan Gymnastiar yang sekarang di kenal dengan K.H. Abdullah Gymnastiar, lahir di Bandung pada tanggal 29 Januari 1962 dari pasangan Letkol H. Engkus Kuswara dan Ny. Hj. Yeti Rohayati, putra tertua dari empat bersaudara, saudara kandung lainya ialah Abdurrahman Yuri, Agung Gun Martin (almarhum) dan Fatimah Genstreet.

73

Pernikahan pertamanya dengan Ninih Muthmainnah atau yang biasa akrab dipanggil teh Ninih pada tahun 1987 putri dari K.H. Tasdikin seorang pengasuh pondok pesantren Cijulang Tasikmalaya, dikaruniai tujuh orang anak, yakni Ghaida Tsuraya, Ghazi Al Ghifari, Ghina Rhoudotul Jannah, Ghaitsa Zahira Shofa, Ghefira Nur Fatimah, Ghaza Al Ghazali, dan Gheriya Rahima.123 Sedangkan dari pernikahannya dengan Alfarini Eridani janda beranak tiga pada Desember 2006, dikaruniai seorang putra yang diberi nama Muhammad Ghaisan Dhiyya Addien.124

2. Kariernya di Bidang Pendidikan Abdullah Gymnastiar lahir dari sebuah keluarga yang dikenal religius dan disiplin.125 Meskipun religius, metode pendidikan agama yang ditanamkan orang tuanya dalam keluarga sebenarnya sama seperti diterapkan keluarga lain pada umumnya. Namun disiplin yang ketat dan demokratis dari orang tuanya. Merupakan suatu hal yang tak dapat dipisahkan dari pola hidunya sejak kecil. Tak ingin disebut Kiai atau Ustaz, karenanya lebih dikenal dengan panggilan Aa Gym. Aa Gym menempuh pendidikan sebagaimana anak-anak lain. Ia menyelesaikan pendidikan dasar hingga sekolah menengah atas di Bandung. dan sempat kuliah di PAAP Unpad dan juga disebuah universitas yang sekarang bernama Unjani (Universitas Jendral Ahmad Yani) hingga memperoleh gelar sarjana muda. Semasa Usia TK Aa Gym tinggal bersama neneknya yang merupakan seorang penjahit di Pasar Kosambi Bandung. Disinilah inspirasi berjualannya muncul. Aa Gym mendapatkan hikmah dan pelajaran ketika tinggal bersama neneknya yang seorang figur yang gigih, pekerja keras dan pandai mengelola uang.126 Aa Gym gemar berdagang sejak kecil, ia kadang memanfaatkan acara- acara di sekolahnya untuk berjualan. Ketika memasuki SMA 5 yang tergolong

123 Abdullah Gymnastiar, Aa Gym Apa Adanya, (Bandung: MQ Publishing, 2006), Cet ke-IX, h. 50 124 Sumber, Http:// bandung.detik.com 125 Hernowo dan M. Deden Ridwan, ed., Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid, (bandung: Mizan, 2001), h. 23 126 Abdullah Gymnastiar, Aa Gym Apa Adanya, (Bandung: MQ Publishing, 2006), Cet ke-IX, h. 8

74

sekolah elit Aa Gym juga masih bergelut dalam hobinya, alih-alih malu Aa Gym malah bisa membuka taman baca dan usaha pengkreditan kaos. Ketika kuliah pun, Aa Gym juga tetap berbisnis. Kuliahnya di PAAP Unpad jebol gara-gara waktu itu mendapatkan order menyablon perlengkapan untuk keperluan pemilu. Di kampus Unjani juga begitu. Pagi-pagi Aa Gym sudah berjualan roti. Roti yang dijualnya digendong dengan menggunakan ransel dan di bawa menggunakan sepeda. Dan pada siang harinya, Aa Gym memberikan les kepada anak-anak SMA. Waktu itu materi yang diberikan adalah matematika dan bahasa Inggris. Dengan memberikan les ini, Aa Gym juga ikut belajar meningkatkan kemampuan di bidang yang diajarkan. Dan pada sore hari, Aa Gym membantu membungkusi kacang untuk menambah pemasukan. Seluruh hasil kerjanya itu akhirnya membuahkan sesuatu. Aa Gym kemudian dapat membeli mobil angkutan umum dan menjadi sopir angkutan kota. Selain itu Aa juga berjualan baterai dan film pada saat ada acara wisuda.127 Disamping aktif berjualan, di kampus Aa Gym aktif pula berorganisasi. Meskipun tubuhnya kecil, Aa Gym juga sering menjadi ketua. Ia menjadi ketua senat dan komandan menwa. S-1 Pendidikan D-3 PAAP (Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan) Unpad, Bandung PTKSI Institut Teknologi Bandung (ITB),Bandung, Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas JenderalAchmad Yani (Unjani), Bandung. Pada tahun 1980-an, di bawah bimbingan ajengan Jujun Junaedi di Garut , Jawa Barat, ia mendalami pemahaman spiritual ilmu laduni (ilmu tanpa melalui proses belajar). Pada 1982, ia menjadi Komandan Resimen Mahasiswa di Akademi Teknik Jenderal Achmad Yani. Pada tahun 1987, ia bersama teman-temannya melalui lembaga Keluarga Mahasiswa Islam Wiraswasta (KMIW) merintis usaha wiraswasta pada bidang usaha kecil pembuatan stiker, kaos, gantungan kunci, dan peralatan tulis kantor dengan slogan-slogan religius. Pendidikan keagamaan diperoleh dari Pondok Pesantren Miftahul Huda Manjonjaya, Tasikmalaya.

127 Abdullah Gymnastiar, Aa Gym Apa Adanya, h. 18

75

3. Karirnya di Bidang Dakwah

Aa Gym tidak dibesarkan atau dididik dari lingkungan pesantren yang ketat terutama pesantren dalam pengertian tradisional. Bahkan guru spiritual pertama yang diakuinya adalah adiknya sendiri, Agung Gun Martin, seorang yang cacat, lumpuh, yang tidak bisa bergerak. Sewaktu kecil Agung Gun Martin pernah diambil sum-sum tulang belakangnya dan semenjak itu mulai sering sakit. Namun adiknya ini sangat gigih, tetap berjuang menyelesaikan sekolah sehingga diterima kuliah di Fakultas Ekonomi Universits Padjajaran, ia tidak pernah meninggalkan kewajiban ibadahnya tak pula salat malamnya.128 Di mata Aa Gym, sosok sang adik sangat berpengaruh, karena adiknya Aa Gym dapat pelajaran membuka mata hati.

Pada saat itulah Aa gym menemukan titik balik kehidupannya, diawali ketika agung memberinya nasehat, “Aa, sehebat apapun Aa memiliki apa saja, ada satu hal yang tak akan pernah Aa miliki yaitu ketenangan batin bila Aa tak mengenal dan bersungguh-sungguh taat kepada Allah. Dan sehebat apapun prestasi Aa tak akan mencapai kemuliaan hakiki, sebelum Aa mengenal dan bersungguh-sungguh meniru akhlak Nabi Muhammad saw. Nasihat itulah yang jadi pembakar semangat Aa gym dalam menuntut ilmu dan memperbaiki diri.129 Dalam pikiran Aa Gym, ia tidak pernah terbersit sedikitpun untuk menjadi seorang kyai. Menurutnya, justru adik kandungnya (Agung Gun Martin) sendiri. Dari pengalaman berinteraksi dengan adiknya dan tentang mimpinya bertemu Rasulullah saw, kemudian Aa Gym mulai memperdalam ilmu agamanya dengan mencari guru-guru lain. Pertama kali Aa Gym bersama teman-temannya, berjumpa dengan KH Djunaidi di Garut, dan dianjurkan pula untuk berguru kepada KH Choer Affandy di Manonjaya (Tasikmalaya) yang merupakan pemimpin pesantren Miftahul Huda.130

128 Abdullah Gymnastiar, Aa Gym Apa Adanya, (Bandung: MQ Publishing, 2006), Cet ke-IX, h. 18

129 Abdullah Gymnastiar, Aa Gym Apa Adanya , h. 24 130 Abdullah Gymnastiar, Aa Gym Apa Adanya, h. 32

76

Ulama-ulama tersebut mengatakan bahwa Aa Gym telah dikaruniai ma’rifatullah, dua ulama lain juga mengatakan hal serupa. Keduanya adalah ayah dan kakek seorang wanita yang kini menjadi istrinya. Bagi Aa Gym, keempat ulama ini, jasanya jelas tidak dapat dilupakan karena telah member les kepadanya tanpa perlu nyantri bertahun-tahun. “mungkin, berkat ilmu tersebut, lidah dan pikiran saya dimudahkan oleh-Nya untuk menjelaskan sesuatu,” ujarnya. Memang diakuinya sendiri, hampir setiap hari dia dapat mengajar, sekaligus belajar kepada banyak orang. Dia lebih sering menimba ilmu dari lingkungan sekitarnya, terutama kepada orang-orang yang dijumpainya. Dengan cara seperti itu materi-materi yang disampaikannya pun bias sesuai dengan perkembangan masyarakat saat itu.131 Selain berusaha berguru dan bersilaturahmi dengan para alim ulama. Pun kepada istri, santri atau siapa saja yang dipandang memiliki kelebihan, terutama dalam mendekatkan diri kepada Allah dan membuat hidup jauh lebih bermanfaat bagi sesama. Tak kalah penting adalah dengan membangun sistem koreksi, mulai dari yang terdekat yaitu istri dan anak-anak. Begitu pula dari tim ustad, para santri dan karyawan, setiap satu minggu sekali diberi kesempatan untuk memberikan koreksi dan nasihat secara langsung.132 Karena menurut pandangan Aa Gym, “Dakwah itu adalah memperbaiki diri lillahi ta’ala, karena tidak mungkin berdakwah tanpa diawali dengan memperbaiki diri”. Pada tahun 1990, KMIW mendirikan Pondok Pesantren “Daarut Tauhiid” (DT) di rumah orang tua Aa Gym yang kemudian pindah lokasi ke Jalan Gegerkalong, Girang 38, yang awalnya merupakan rumah pondokan dengan 20 kamar yang akhirnya dibeli langsung dari pemiliknya dengan harga Rp. 100.000.000,-. Ide pembentukan Daarut tauhid terilhami oleh keberhasilan gerakan Al- Arqom di Malaysia yang sukses mengembangkan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara Islami. Dengan perbedaannya DT tidak bersifat eksklusif seperti Al-Arqom tetapi terbuka untuk semua orang.

131 Hernowo dan M. Deden Ridwan, ed., Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid, (bandung: Mizan, 2001), h. 24 132 Abdullah Gymnastiar, Aa Gym Apa Adanya, h. 40

77

Pada tahun 1993, Yayasan Pondok Pesantren Daarut Tauhid dibangun menjadi gedung permanen berlantai tiga. Lantai pertama digunakan untuk kegiatan perekonomian, lantai dua dan lantai tiga dijadikan masjid. Pada 1994 , didirikan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) DT untuk menopang kebutuhan dakwahnya. Pada 1995 sekitar 50 meter dari masjid, seorang jamaah membelikan sebidang tanah berikut bangunannya di Jalan Gegerkalong Girang 30 D yang kemudian digunakan sebagai kantor yayasan, kediaman pemimpin pondok, Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), ruang pertemuan, ruang produksi konveksi, gudang, dan kamar para santri. Pada akhir tahun 1997 Gedung Kopontren empat lantai di seberang masjid ini digunakan untuk kantor Baitul Mal wat-Tamwil (BMT), penerbitan dan percetakan, swalayan dan mini market, warung telekomunikasi, dan lainnya. Pada tahun 1999, DT berhasil memiliki Radio Ummat yang mengudara sejak 9 Desember 1999 , mendirikan CV House and Building (HNB), PT MQs (Mutiata Qolbun Salim), PT Tabloid MQ, Asrama Daarul Muthmainnah 2000, Radio Bening Hati, dan membangun Gedung Serba Guna. Pada tahun 2000, Aa Gym mulai tampil berdakwah di TV Nasional. Ia menjadi salah satu pengisi acara tetap dalam program Hikmah Fajar di RCTI. Pada tahun 2001, Aa Gym memiliki program mandiri di bawah rangkaian program Hikmah Fajar berjudul "Manajemen Qolbu". Pada tahun 2002, Aa Gym telah memiliki 15 usaha penerbitan yang telah menerbitkan 32 judul buku dan lusinan kaset serta VCD nya sebagai media menyebarkan dakwahnya. Aa Gym tercatat menerima 1.200 undangan untuk menjadi pembicara setiap bulannya. Tarif siarnya untuk berdakwah bisa mencapai USD 100.000 per jam pada bulan Ramadhan, dan penampilannya menjadi rebutan stasiun- stasiun TV. Usaha lainnya yang ia miliki adalah penyiaran radio, studio mini televisi, dan usaha media lainnya termasuk kantor situs-situs web, koperasi supermarket, masjid dan pesantren berkapasitas 500 santri, dua panti asuhan,

78

rumah persinggahan untuk menampung pengunjung yang datang, serta penyelenggaraan seminar-seminar pelatihan manajemen yang tarifnya mencapai USD 200 per kepala. Ulil Abshar-Abdalla dari Jaringan Islam Liberal menjulukinya "Layaknya Britney Spears dalam Islam", bahkan Majalah Time pernah mempertanyakan apakah ia hanya pedagang yang menggunakan agama sebagai alat untuk menarik keuntungan, namun Solahuddin Wahid dari NU mengatakan bahwa kekuatan Aa Gym terletak pada ketulusannya. Pada tahun 2004, Aa Gym membawakan program bertemakan politik berjudul “Ada Aa Gym” di RCTI berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu 2004. Aa Gym kemudian menjadi populer karena mengenalkan cara berdakwah yang unik dengan gaya teatrikal dengan pesan-pesan dakwah Islami yang praktis dan umum diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Pesan-pesan dakwahnya berkisar pada pengendalian diri, hati nurani, toleransi dan keteguhan iman. Aa Gym digemari oleh ibu-ibu rumah tangga karena ia membangun citra sebagai sosok pemuka agama yang berbeda dengan ulama lainnya. Ketika para ulama konvensional berdakwah tentang keutamaan shalat, puasa, dan kemegahan surga, Aa Gym memilih untuk bercerita tentang pentingnya hati yang tulus, keluarga yang sakinah dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang ringan dan menyenangkan. Topik pembahasannya adalah seputar keluarga dan mad’u-nya terkonsentrasi pada ibu-ibu rumah tangga, citranya pun didaulat menjadi ustadz keluarga bahagia. Hal ini kemudian menjadi kontroversial karena beliau berpoligami. Permasalahan ini berdampak pula pada kepopuleran dan bisnisnya. Kemampuan Aa Gym dalam berdakwah dan berbisnis telah melalui proses yang panjang. Ia menekuni ragam pekerjaan sebelum akhirnya memutuskan berkonsentrasi pada bidang agama. Semangat juangnya dalam berbisnis tentu tidak bisa diragukan lagi, ketika memiliki yayasan pendidikan Islam pun ia turut mendirikan beberapa lembaga lain seperti radio dan koperasi guna syiar Islam dan upaya membantu anggaran dakwahnya. Aa Gym terkenal dengan managemen kalbu-nya. Ia berdakwah dengan melakukan pendekatan terkait kehidupan sehari-hari sehigga dakwahnya begitu

79

menyentuh mad’u. Ia mengajarkan ketulusan serta kebaikan-kebaikan yang harus dilakukan hamba baik hablum minallah maupun hablum minan naas.

C. AHMAD AL-HABSY 1. Latar Belakang keluarga

Habib Ahmad Al Habsyi lahir di Palembang pada 17 Mei 1980 . Ia memiliki ayah yang juga merupakan seorang pendakwah bernama Ustadz Abu Bakar Al Habsyi. Selain itu ia dibesarkan bersama-sama dengan keempat saudaranya. Awal kiprah dakwah Ustadz Ahmad Al Habsyi dimulai sejak beliau duduk di tingkat tiga Madrasah Tsanawiyah. Pada tahun 1995 beliau mulai berdakwah keliling Malaysia serta Singapura, Beliau pun dikenal sebagai Mubaligh Cilik. Sepuluh tahun kemudian tepatnya pada bulan Suci Ramadhan tahun 2005, salah satu stasiun televisi swasta mengundang beliau untuk berduet ceramah dengan Ustadz Jefri Al Buchori. Itulah langkah awal Beliau berdakwah di stasiun televisi, kemudian beberapa stasiun televisi lain ikut menawarkan kontrak untuk mengisi acara di bulan Suci Ramadhan dan acara-acara rohani Agama Islam, sejak itu namanya terus dikenal sebagai salah stau dai yang berpengaruh di Indonesia. Lewat penampilannya yang low profile dan isi ceramahnya yang mudah di cerna kemudian lahirlah pecinta-pecinta dakwahnya yang kini sudah menyebar di seluruh penjuru Indonesia. Jamaahnya berasal dari berbagai kalangan, mulai dari anak kecil, dewasa, orang tua, kalangan santri sampai selebriti. Ia menikah pada usia 26 tahun dengan seorang perempuan bernama Putri Aisyah Aminah pada tahun 2006. Hampir sama seperti Aa Gym, skandal poligami yang berujung perceraian dengan istri pertama membuat popularitasnya menurun. Ustaz yang telah dikaruniai tiga orang anak dari pernikahan pertamanya resmi bercerai pada tahun 2017. Terlepas dari masalah pribadi ustaz Ahmad Al-Habsyi, ceramahnya sampai saat ini mampu menyentuh kalbu mad’u. Ustaz Ahmad Al-Habsyi menempuh pendidikan formal sampai jenjang sekokah menengah atas. Ia juga menjalankan pendidikan informalnya di pondok pesantren Ar-Riyadh, Palembang. Salah satu karya fenomenalnya selain dalam

80

bidang dakwah adalah buku berjudul Ada Surga di Rumahmu. Buku ini menjelaskan keutamaan orangtua pada diri anak. Selain itu Buku tersebut juga berhasil diangkat ke layar lebar pada tahun 2015. “kampanye menuju surga harus digairahkan, karena demikian Rasulullah mengajarkan agar semua langkah diusahakan demi meraih surga, karena semua sesuai dengan Al-Qur’an, seperti digariskan As-Sunnah. Dan sejalan dengan praktik dari para sahabat dan para salafus saleh. Namun menjadi tidak tepat dan patut disayangkan bila kita sibuk mengejar surga di luar rumah sementara yang berada di dalamnya terlupakan, berlari jauh mencari pintu-pintu surga, tetapi pintu yang ada di sekitar kita dan mudah diraih tidak dibuka, aneh tapi nyata.”133 buku tersebut mampu menggerakkan hati pembacanya untuk kembali menggali surga terdekat, yakni orangtua. Selain itu buku Ustaz Ahmad Al-Habsyi turut membawa pesan dakwah yang senada dengan firman Allah SWT dalam surah Lukman ayat 14: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada Ibu Bapakmu, dan hanya kepada-Ku lah tempat kembalimu.” Metode dakwah yang dilakukan beliau sangat beragam. Mulai dari ceramah, buku, hingga film layar lebar. Dengan beragamnya gaya dakwah yang dilakukan, pesan dakwah menjadi lebih luas lagi dan mampu menjangkau serta dapat dinikmati oleh segala kalangan.

D. JEFRY AL BUKHORY (UJE) 1. Latar Belakang Keluarga

Ustaz yang kerap disapa Uje oleh masyarakat ini bernama lengkap H. Muhammad Jefri Al Bukhari Modal. Ia dilahirkan di Jakarta pada 12 April 1973, ia merupakan anak ke tiga dari 5 bersaudara pasangan H. Ismail Modal, dan Dra. Hj. Tatu Mulyana Ismail. Ibunya merupakan penceramah dan juga ketua BKMT wilayah Jakarta Pusat. Nama belakang Ayahnya turut melekat pada namanya, yakni “Modal” yang merupakan nama fam (marga).

133 Ahmad Al-Habsyi, Ada Surga di Rumahmu: 7 Keajaiban Orangtua, ( Jakarta: Haqiena Medina, 2012), h. 4

81

Saudara kandung Uje semuanya berprofesi sebagai pendakwah. Kakak pertamanya Abdullah Riyadh (Alm), kemudian Aswan Faisal, serta adiknya Decky Fajar dan Nona Cisiliana memiliki konsentrasi yang baik pada bidang agama. Sewaktu muda Uje pernah mengalami ketergantungan narkoba, namun beruntung ia dapat sembuh dan kemudian hidup kembali layaknya orang normal. Ia menikahi Pipik Dian Irawati yang merupakan seorang model pada tahun 1999, dari pernikahnnya mereka dikaruniai empat orang anak yaitu Adiba Khansa Az- Zahra, Mohammad Abidzar Al-Ghifari, Ayla Azuhro, dan Attaya Bilal Rizkillah. Adapun karirnya sebagai aktor bermula sejak ia kerap menyambangi Institut Kesenian Jakarta, ia terkadang mengikuti latihan dan menjadi pemain pengganti. Pada tahun 1991 Jefri mendapatkan peran pada sinetron Pendekar Halilintar di TVRI, Debutnya dalam sinetron tersebut membawanya hingga menjadi pemeran pria terbaik pada tahun 1991. Dalam bidang dakwah, trend busana, dan penyanyi dimulai pada tahun 2000. Ketika itu ia menggantikan kakaknya menjadi imam di sebuah masjid di Singapura, sejak itulah ia banyak bersafari dakwah ke masjid-masjid. Pada awalnya Uje sempat ditolak di beberapa masjid karena dia memiliki latar belakang narkoba, namun lama kelamaan jamaahnya bertambah seiring perjalanan karir dakwahnya. Jefri meninggal pada 26 April 2013 di Jakarta pada usia 40 tahun. kecelakaan tunggal yang menimpa dirinya di daerah Jakarta Selatan membuat ia dengan cepat menjumpai sang Khalik. Uje kemudian dimakamkan di TPU Karet Bivak, Tengsin, Jakarta Pusat.

2. Kariernya di Bidang Pendidikan

Uje lahir dalam keluarga yang keras dalam urusan Agama, orangtuanya mendidiknya secara disiplin pada hal salat dan mengaji. Namun berbeda dengan kakak-kakaknya yang lurus menjadi pendakwah, Uje terlebih dahulu berkelok ke dunia kelam obat-obatan terlarang dan kelab malam. Berada di lingkungan yang taat agama membuat Jefri menyukai pelajaran agama sejak kecil. sewaktu duduk di bangku Sekolah Dasar tingkat

82

lima, Jefri pernah mengikuti kejuaraan MTQ hingga tingkat provinsi. Selain itu, ia juga menyukai kesenian, khususnya bidang public speaking. Sejak kecil Uje terbiasa tampil di depan orang banyak, selain itu Uje juga merupakan siswa yang cerdas, ia pernah loncat kelas dari kelas 3 ke kelas 5 SD. Setelah menyelesaikan Sekolah Dasarnya di SD karang anyer Banten, ia bersama kakaknya melanjutkan study ke pesantren Daar el-qalam Gintung, Bala Raja, Tanggerang. Namun sayang Uje tidak rampung menyelesaikan pendidikan agamanya di sana. Hal itu disebabkan oleh kenakalannya yang luar biasa sehingga ia dikeluarkan. Namun kenakalan tidak membuat kecintaannya pada Al-Qur’an berkurang. Tercatat ia kerap kali mengikuti perlombaan MTQ, Azan, dan kasidah selama ia duduk di bangku pesantren.

Setelah dikeluarkan ia melanjutkan pendidikan sekolah menengah atasnya ke MAN di daerah Galur Kali Baru, Jakarta Pusat. Namun bukannya semakin baik, ia malah mulai terjerembab ke dunia gelap mulai dari saat itu. Beberapa guru Uje yang berpengaruh diantarnya adalah KH. Ali Saman, Ust Manhalun Nasihin Jakarta Pusat, Ust. H. A.S Kurba, (Alm), KH. Rifa`i, (Alm), Ust H. Humaidi, Ust Hambali, dan Ust. Amir Jakarta. Pembelajarannya selama ini membuahkan hasil, tercatat ketika duduk di bangku sekolah dasar ia berhasil masuk pada musabaqah tilawatil Qur`an hingga tingkat provinsi. Selepas Aliyah ia melanjutkan pendidikannya pada akademi Broadcasting di Rawamangun, Jakarta. Namun kembali disayangkan kuliahnya tidak selesai karena ia lebih memfokuskan hal-hal lain.

3. Kariernya di Bidang Dakwah

Karirnya di bidang dakwah mulai dikenal secara luas pada tahun 2002 ketika ia mengisi acara “Salam Sahur” di salah satu stasiun televisi swasta. Ia juga dikontrak pada acara yang sama di tahun berikutnya. Pada tahun 2004 ia turut mengisi tausiah di stasiun televisi lain setiap minggu pagi. Pada awalnya Jefri sempat berpakaian gamis panjang lengkap dengan sorban , namun menggantinya karena berpikir bahwa segmennya remaja dan

83

tidak cocok untuk pakaian tersebut. Jefri pun populer dengan baju koko nya dan menjadi merek dagang umum sebagai daya jual pedagang untuk mempopulerkan baju tersebut. Pada tahun 2005 kegiatan ceramahnya mencapai tiga sampai empat kali dalam sehari dan pengajian rutin "I Like Monday" di rumahnya dengan jemaah tetap. Sasaran dakwah Uje adalah anak-anak muda, ini pula yang melatarbelakangi perubahan busananya yang semula gamis panjang menjadi baju koko. Kepopolerannya saat itu juga berimbas pada larisnya model baju yang ia kenakan, sehingga ia kerap kali menjadi brand ambassador produk baju muslim laki-laki. Pada tahun yang sama ia diminta memberikan ceramah di Istana Negara, Presiden waktu itu begitu menyukai ceramah- ceramah Uje. kemudian pada tahun 2005 Jefri meluncurkan album rohani "Lahir Kembali" yang komersial, lalu pada tahun 2006 ia meluncurkan album keduanya "Shalawat" dimana ia berduet dengan istrinya Pipik Dian Irawati dalam dua lagu; "Shalawat Badar" dan "Thola`al Badru". Pada tahun 2007 Jefri juga berkolaborasi dalam mini album Ungu (yang hanya berisi lima lagu) "Para Pencari-Mu" dalam lagu "Surga Hati". Pada tahun 2009 ia tampil langsung berduet pada Tabligh Akbar dan Konser Musik Religi Ungu di Cilegon, Jawa Barat, yang dihadiri ribuan penonton. Ia juga sempat berkolaborasi dengan penyanyi lagu-lagu religius muslim lain seperti Opick.

4. Karya-karyanya

Berikut adalah beberapa karya Uje:

a. Sekuntum Mawar untuk Remaja. Buku terbitan pertama. (Al Mawardi Prima 2005) isi dalam buku ini memuat pesan-pesan Islam untuk pergaulan remaja dalam upaya membimbing mereka kepada pergaulan hidup yang selaras dengan norma dan nilai Islam.

84

b. Remaja Mencari Tuhan, Buku ini adalah sebagai panduan bagi remaja, yang berisi langkah-langkah untuk menemukan identitas diri menjadi remaja yang dekat dengan Tuhannya, Terbitan AlMawardi Prima tahun 2006. c. Senandung Cinta, Buku ini adalah karya ketiganya yang berisi panduan remaja yang berbudi dan berprestasi, diterbitkan oleh Al mawardi Prima tahun 2006. d. Ada Apa Dengan Wanita, Buku ini merupakan sebuah respon atas fenomena anak gaul yang berisi kritik sosial, diterbitkan oleh Al Mawardi Prima tahun 2006. e. Rahasia Sukses Satria Muda, buku ini menceritakan perjalanan hidup dan biografinya Ustaz Jefri Al-Bukhary, diterbitkan oleh Multimitrasel.

Selain menerbitkan buku-buku, Uje juga mengeluarkan beberapa lagu sebagai salah satu bentuk pesan dakwah, menurutnya berdakwah tidak harus dengan berceramah, kadangkala lagu dan musik bisa menggugah hati mad’u.

1. Kaset perdananya berjudul lahir kembali (istighfar) yang menceritakan pengakuan seorang hamba yang bergelimang dosa. 2. Kaset ke duanya berjudul Iqra, menginggatkan hamba untuk mengenal lebih jauh tentang sang pencipta, sebagai singgle pertama Jefri memilih lagu ALLah, yang isinya bahwa Allah itu maha pengampun dari manusia yang pernah berbuat dosa. 3. Kaset ke tiganya Haluman Syud Ya Hadina, Hajir Marawis. (Acurama Record) 4. Kaset keempatnya Hajir Marawis Al-Haromain (Acurama Record) 5. Kaset kelimanya Berjudul Ya Rasulullah, lagu ini sebagai pesan dalam mengungkapkan rasa cinta umat kepada Rasulullah, dan agar kita senantiasa bersholawat kepadanya.

85

E. WIJAYANTO 1. Latar Belakang Keluarga

Ustaz Wijayanto lahir di Solo pada 27 Desember 1968. Ia menikah dengan Ulaya Ahdiani pada tahun 1997 dan dikaruniai 3 orang anak. Dzikrina Iffa Yohanida, Nufail Naisaburi, dan Muhammad Naja El-Ghifari.

2. Kariernya di Bidang Pendidikan Ustaz Wijayanto menamatkan Sekolah Dasar di Majlis Tafsir Diniyah Islam, Solo. Ia kemudian melanjutkan SMP dan SMA-nya di Pondok pesantren Al-Islam, Ia merupakan sarjana tarbiyah di UIN Sunan Kalijaga dan Antropologi di UGM pada tahun 1992. Kemudian Ia melanjutkan pendidikan magisternya di Universitas Islam Internasional Islamabad jurusan Sosiologi dan lulus pada 1997. Saat ini beliau merupakan dosen tetap Magister Management di Universitas Gadjah Mada.134

3. Kariernya di Bidang Dakwah

Di Yogyakarta Ustaz Wijayanto memiliki segmen jamaah berbeda. yakni pendengar yang relatif bisa diajak berpikir. Menurut dia, sudah tipologinya masyarakat Yogja itu relatif berilmu, Sehingga setiap pengajian ia banyak memberi contoh dengan logika. Menurutnya agama harus diberi contoh-contoh yang mudah dan menjurus ke masyarakat agar dapat dipahami dengan mudah. Kegiatan Wijayanto paling banyak di bidang Training, Teaching, dan Shooting, (TTS). Training memberikan sumber pemasukan ekonomi terbesar. Dia trainer untuk lebih lebih dari 10 lembaga training nasional, di Jakarta, Bogor, dan Jogja. Materi trainingnya berkisar mengenai pengembangan kepribadian, manajemen stress, dan post power sindrom di berbagai perusahaan besar, Bank, perusahaan penambangan, dan lain-lain. Pekerjaan pokoknya adalah sebagai dosen di UGM, ia juga kerap mengajar di beberapa Universitas swasta di Jogya. Dalam beberapa

134 Wikipedia.org, https://id.wikipedia.org/wiki/Wijayanto#Pendidikan, diakses pada 13 November 2018, pukul 13.14 WIB.

86

kesempatan Wijayanto terpilih menjadi dosen teladan pilihan mahasiswa. Sementara aktivitasnya yang di luar Yogyakarta ada di kelas Magister Manajemen UGM di Jakarta dan Surabaya. Ustaz Wijayanto memiliki beberapa kontrak di TV swasta, namun ia tidak ingin terikat dengan kontrak eksklusif, alasannya sederhana, ia tidak ingin didikte oleh Tv, karena beliau dasarnya adalah seorang dai, bukan aktris. Ustaz Wijayanto juga membatasi tawaran-tawaran dakwah yang masuk. Kini beliau merupakan pengasuh utama Pesantren Bina Anak Sholeh pada konsentrasi Etika Bisnis dan Peradaban Islam. Demikianlah sekilas biaografi mereka, disela kesibukannya sebagai juru Dakwah mereka juga mempunyai profesi lain, yang menurut pandangan mereka dimana dan kapan pun berkewajiban menebar dan menyebarkan syari’ah Islamiyah.

87

BAB IV

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM RETORIKA PARA DAI

Gaya Bahasa (Style) yang digunakan para dai senantiasa menarik perhatian jamaahnya. Bagaimana tidak, karena gaya bahasa itu pada dasarnya akan menjadi ciri khas gaya seseorang Mubalig sehingga ia akan cepat dikenal umatnya atau jamaahnya. Maka, Peribahasa dan Kata Mutiara yang merupakan gaya bahasa tidak jarang mereka gunakan untuk mempercantik bahasanya dan juga berfungsi untuk lebih mudah dipahami. Oleh karena itu baik Gaya Bahasa Arab atau Indonesia sering digunakan oleh mereka dalam menyampaikan dakwahnya. Hal ini sesuai dengan fungsi peribahasa itu sendiri yaitu untuk memperjelas atau memberi pemahaman sesuatu pengertian yang sulit difahami menjadi mudah dimengerti.

Peribahasa dan Kata mutiara pada dasarnya adalah fenomina bahasa yang bersifat universal dan mengandung makna-makna universal sesuai dengan kondisi sosial, budaya, sejarah serta geografi yang mempengaruhinya di setiap Negara di dunia.

Dalam penelitian ini, ada beberapa yang ditemukan dalam merangkum materi para Dai dalam ceramahnya. Untuk itu dibatasi pada beberapa orang Mubalig terkenal di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Para Dai tersebut antara Lain:

(1) K.H. Zaenuddin MZ Ia terkenal dengan dai sejuta umat. Sekalipun telah wafat, tetapi wejangannya masih dikenang umat di Indonesia. Kekuatan dai ini adalah ketika ia berbicara semua hadirin terpukau, gaya bahasanya bagus, terang, komunikatif, dan sangat lantang dan berani melontarkan kritik terutama terhadap pemerintah

88

apakah itu terkait sosial, ekonomi, pendidikan, politik, bahkan semua aspek kehidupan rakyat. Dalam mengilustrasikan kehidupan mengalir dengan bahasa yang tajam dan gampang dipahami. Berikut ini kritik-kritik sosial, politik dan ekonomi yang dia lancarkan dalam berbagai ceramahnya.

a) Peribahasa (Amtsal)

(1) Aspek Politik

- Seperti pisau, tajam kebawah tumpul ke atas

Peribahasa di atas disampaikan Penceramah terkait dengan tema Kepemimpinan yang ideal bahwa seorang pemimpin hendaklah mampu menerapkan keadilan pada umat/rakyatnya. Gambaran pisau “tajam ke bawah dan tumpul keatas” menunjukkan keberaniannya hanya kepada bawahan dan tidak kepada atasan unrtuk membela rakyatnya. Dalam Peribahasa Arab, termasuk pada Amtsal Saairah untuk mengkatagorikan gambaran suatu prilaku suatu Bangsa atau masyarakat.

Perilaku adil adalah sifat yang diajarkan oleh rasulullah, adil disini diterapkan baik untuk rakyat biasa maupun pengambil keputusan, tidak pilih kasih dan melihat orang dalam melakukan keadilan, pemimpin zalim yang tidak mau mengayomi dan melayani rakyatnya diancam tidak akan pernah mencium harumnya surga, apalagi memasukinya, oleh karena itu masyarakat harus berhati-hati dalam memilih seorang pemimpin agar terhindar dari pemimpin yang dzalim, tidak menegakkan keadilan.

Jika seorang pemimpin tertinggi kaum muslimin tidak bertanggung jawab dan mendzalimi rakyatnya, maka semua tanggung jawab yang berada dibawahnya tidak boleh demikian, karena masing- masing akan dijatuhi hukuman berdasarkan dosa masing-masing. Diantara hikmah Allah swt dalam keputusannya menjadikan para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia berada dalam satu jenis

89

dengan amal perbuatan mereka, bahkan amal perbuatan mereka seakan tampak tercermin pada pemimpin dan penguasanya.

“Seperti pisau tajam kebawah” bisa diterjemahkan bahwa sebilah pisau mampu memotong, membelah, memangkas dan mengiris barang kearah bawah saja, padahal sebilah pisau yang tajam pasti mampu memotong, membelah, memangkas dan mengiris ke atas pula, bahkan ke samping kanan dan kiri pula, bagaimana seseorang memegang pisaunya, karena pisau bisa digerakkan sesuai dengan kehendak orang yang memegang. Hal demikian juga berlaku bagi pemimpin, dia mampu menggunakan hak kepemimpinnannya untuk menerapkan keadilan. Memilih pemimpin harus betul-betul didasarkan pada kualitas, keadilan, integritas, loyalitas dan lebih kalah penting adalah komitmen dengan agamanya.

K.H Zaenuddin MZ berujar bahwa “bangsa kita ini bukan hanya perlu orang pintar, namun orang benar. Bahkan di masyarakat, lebih baik benar tidak terlalu pintar ketimbang pintar tetapi tidak benar. Kalau sudah pintar tapi tidak benar, rusak rakyat ini. disuruh ngurus beras malah nimbun beras, disuruh ngurus laut jadi bajak laut, disuruh ngurus hukum dibikin hukum seperti pisau, tajam kebawah tumpul keatas. Kalau yang kecil salah hukum cepat-cepat ditegakkan, tapi yang besar bersalah, diam pura pura tidak mengerti. Itulah yang melukai rasa keadilan, mulai dari akhlak kepada Allah, bagaimana cara berakhlak kepada Allah? pertama jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, yang kedua jangan menyembah kecuali kepada- Nya. Konsisten disiplin, “ Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah”, maka saya tidak akan menyembah kecuali kepada Allah, saya tidak akan takut kecuali kepada Allah, saya tidak akan meminta tolong kecuali kepada Allah, saya tidak akan melarikan persoalan kecuali kepada Allah, saya bersaksi nabi Muhammad utusan Allah, nabi terakhir, tidak ada nabi sesudah nabi Muhammad, itu sudah harga mati. Jika ada yang mengaku jadi nabi, kita wajib tidak mempercayainya. Sekarang ini kan bangsa kita disiplinnya lemah,

90

korupsi agak sulit di berantas, karena pejabat kita takut atasan gak takut Tuhan.”

Ini merupakan materi yang disampaikan KH. Zaenuddin MZ dalam ceramahnya, bila dilihat dari Retorika sebagai kajian keilmuan, kata yang disampaikan olehnya ini termasuk fungsi retorika yang menunjukkan sikap.

Dalam hukum retorika, materi dakwah dalam retorika diatas yang disampaikan penceramah adalah termasuk Pronuntiatio (penyampaian), bagaimana penceramah menyampaikan materi tersebut. Tepat sekali dalam bentuk retorika “Seperti pisau, tajam kebawah tumpul keatas” termasuk to convise (meyakinkan), meyakinkan pendengar bahwa keadilan harus diterapkan.

Jika ditinjau dari sudut gaya bahasa, pisau itu merupakan perumpamaan seorang pejabat atau pemimpin yang punya otoritas penggunaan pisau. Dengan sikapnya demikian, maka pribahasa ini katagori pada Amtsal as Saairoh/asy Sya’biyah, karena itu merupakan pribahasa yang mudah dipahami dan beredar di masyarakat luas. Dalam peribahasa Indonesia, ini termasuk Pemeo, karena dengan kata itu dai mengejek manusia (pemimpin) supaya lebih baik.

(2) Aspek Sosial: - Laksana anak muda naik motor lalu ngebut

من سلك الجداد أمن العثار

“Barang siapa yang berjalan di atas tanah yang datar maka ia

akan selamat dari tergelincir”.

Penceramah menyampaikan orang yang tidak mengindahkan peraturan diibaratkan dengan orang yang mengendarai motor dengan segala persyaratan lengkap yang ia miliki sebagai pengemudi, tetapi

91

ia tidak mau mentaati aturannya. Ketika lampu merah ia jalan terus, di stop sama polisi “priit” , “iya pak”, “Minggir”, “siap”, “SIM?”, “ada pak”, “STNK?”, “ada pak”, “ Apa anda tahu lampunya merah”, “ tahu pak”, “ kenapa lewat terus?”, “ saya gak tahu ada bapak”.

Materi ceramah diatas tersebut disampaikan oleh Zenuddin MZ, dengan suara yang khas bisa difahami dan dimengerti oleh pendengarnya, materi tersebut menunjukkan bahwa orang sudah diberi amanah itu agar supaya dilaksanakan, bukan dibuat main-main atau sekedar pengetahuan saja.

Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah panduan/pedoman/panutan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai manusia yang sudah mendapatkan hidayah dari Allah, kita wajib menjalankan perintah- Nya dan menjauhi larangan-Nya, dimanapun, kapanpun, dan dalam kondisi seperti apa pun tetap harus menjalankan pedoman tersebut.

Bila manusia sebagai pemimpin, sebagai rakyat, sebagai pegawai, dan tidak mengindahkan ”aturan” dalam organisasi laksana penumpang motor, sudah tahu rambu lalu lintas tetapi tidak diindahkannya, menganggap sepele aturan yang telah dibuat bersama. Aturan dan tata tertib dimanapun dan kapanpun harus ditegakkan, dilaksanakan dengan serius dan konsekuen. Dalam agama namanya taqwa, yakni suatu kata yang menunjukkan makna pencegahan sesuatu dari sesuatu yang lain melalui sesuatu yang lain pula, dimana diantara kedua hal itu diberikan perlindungan, artinya hendaklah seorang hamba melindungi dirinya dari apa yang ditakutinya.

Dengan demikian, ketaqwaan seorang hamba kepada Rabb-nya berarti membuat benteng perlindungan antara dirinya dengan kemarahan, kemurkaan, dan siksa Allah. Benteng itu berupa ketaatan kepada-Nya dan penghindaran diri dari berbuat maksiat kepada Allah. Oleh karena itu taqwa adalah rasa takut dan waspada yang terus menerus serta dapat menjauhkan iri dari duri kehidupan.

92

Dalam retorika kalimat tersebut termasuk dalam bentuk to inform, mendidik mendengar untuk melaksanakan apa yang telah diketahui dan diajarkan. Hukum retorika menyebutkan Pronuntiatio (penyampaian). Peribahasa yang demikian ini dalam sastra Arab disebut Amtsal Fukahiyah, disampaikan gaya humor dengan harapan akan dapat merubah prilaku.

(3) Aspek Ekonomi: - Bagaikan Tukang Parkir

Dai ini menuturkan bahwa harta adalah amanah Allah kepada setiap hambanya yang harus didistribusikan kepada para mustahiknya dan untuk beramal shaleh. Peribahasa ini ditujukan pada orang-orang beriman yang tidak layak sombong atas amanah harta, karena harta hanyalah titipan Allah untuk sementara. Harta titipan sementara inilah yang diumpamakan dengan tukang parkir yang hanya mendapatkan titipan dari tuannya. Ketika tuannya mengambil titipan mobil tersebut, tukang parkir harus mengikhlaskannya. Berbagai merek mobil termahal sampai yang paling rendah ia terima dan layani dengan baik. Tetapi ketika mobil itu kembali pulang maka tidak ada satu pun rasa penyesalan dalam hati, karena ia tahu mobil mewah itu bukan miliknya. Begitu pula harta yang kita miliki hanyalah titipan Allah belaka.

Kita bisa memerhatikan tukang parkir, walaupun mobil banyak, mereknya bagus-bagus, tapi tidak pernah sombong. Ketika mobil pergi satu persatu, dia tidak merasa sedih karena ia merasa tidak memiliki, tapi hanya merasa dititipi. Maka itu dia siap untuk kehilangan. Begitu pula manusia hendaknya berpikiran seperti tukang parkir, ia dititipi jabatan, harta, anak, istri dan lain sebagianya, maka layaknya sifat barang titipan, ia harus siap dan ikhlas kapanpun itu semua diambil oleh pemiliknya. Hakikatnya itu adalah milik Allah, bukan kepunyaan manusia.

93

Dai kondang itu menggambarkannya dengan lantang memakai logat Betawi: “Pak zainuddin saya titip mobil ya, “silahkan” saya petantang petenteng sombong, “gak pantes, dititipi kok sombong”. Ada orang dititipi jabatan oleh Allah eh, sombong, ada gak pejabat sombong? Ada, namanya Fir’aun, itu pejabat-pejabat sombong anak buah fir’aun. Dititipi harta oleh Allah jadi orang kaya eh sombong, sama tetangga gak mau kenal, orang lain kecil semua, jalan gak injak tanah..”Kuntilanak”.

Kemudian titipan harus dijaga baik baik, kalau tidak ya marah orang yang menitipkannya. “Pak nitip sepeda motor”, “silahkan”, sewaktu diambil kaca spion pecah, kenalpot hilang, bemper ancur, marah gak yang nitip?” pasti marah, “saya kan titip kenapa gak dijaga baik-baik, dititipin kekayaan sama Allah supaya bangun pesantren, santuni anak yatim, santuni yang lemah, pelitnya tujuh belas setan. Dititipi jabatan oleh Allah, kerjanya korupsi saja, yang menitipkan pasti marah”.

Gaya retorika dai dengan penggunaan gaya bahasa perumpaan manusia yang tidak sombong dengan tukang parkir adalah termasuk bentuk dispositio atau penyesuaian kepada pendengar agar cepat dipahami. Style demikian itu dikatagorikan pada Amtsal as saairah asy sya’biyah, yakni peribahasa yang beredar di masyarakat pada umumnya.

(4) Aspek Pendidikan: - Wanita adalah Tiang Negara

Kata “Tiang” itu menunjukkan kekuatan dan kekokohan. Wanita dikatakan tiang Negara karena ada kemiripan antara wanita dengan tiang dalam kekokohannya atau ketegarannya. Wanita adalah sebuah kekuatan yang menjadikan sebuah negara dapat berdiri kokoh. Jika wanita-nya hebat, cerdas dan berakhlak mulia, maka Negara tersebut akan kuat dan maju, karena di tangannya-lah generasi muda

94

dilahirkan dan tumbuh untuk membela Negara menuju Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur.

Peribahasa di atas senada dengan Amtsal Arab:

النساء عماد البالد, إذا صلحت فصلحت البالد, وإذا فسدت ففسدت البالد

“Wanita itu laksana tiang Negara, jika ia benar atau bagus maka baguslahnegaranya, jika ia rusak rusaklah negaranya”.

Islam mengangkat kedudukan wanita, begitu pentingnya peran wanita dalam negara, bahkan maju dan mundurnya sebuah negara dikatakan tergantung pada wanita. Dalam Amtsal Arab dikatakan bahwa “Ibu itu adalah sekolah bagi anak-anaknya”:

األم مدرسة إذا اعددت اعددت شعبا طيب األعراق

“Ibu itu adalah ibarat sekolah, Jika ia mempersiapkannya dengan baik, maka akan baiklah bangsa”.

Jika ditinjau dari segi sastra Arab, maka perumpamaan perempuan dengan tiang, kategori pada Amtsal Hikmiyah, ialah mengandung nasehat bahwa semua kaum hawa hendaknya mampu menjadi benteng Negara untuk menelorkan generasi bangsa yang baik, pemberani, kuat dan kokoh, sekokoh tiang yang tegak terpancang.

Perempuan hendaknya diperlakukan dengan baik, karena perempuan adalah tiang negara, kalau baik perempuan maka akan baik negaranya, dan kalau buruk perempuan maka buruk pula negaranya. Dalam hadis diceritakan, ketika ditanya siapa yang harus dimuliakan di dunia? Maka nabi menjawab: “Ibumu”, setelah itu siapa lagi? “Ibumu”, setelah itu siapa lagi? “Ibumu”, setelah itu siapa lagi? “Bapakmu”. Ibu disebutkan tiga kali berturut-turut, kemudian baru bapak yang hanya disebut satu kali. Hal demikian menunjukkan betapa seorang ibu mempunyai posisi dan keistimewaan lebih dibanding seorang bapak.

95

Bentuk retorika to change belief, mengubah sikap pendengar, yang dalam hal ini adalah wanita, baik itu para ibu, remaja maupun dewasa hendaklah merubah sikap dengan memposisikan dirinya, menanamkan mindset bahwa wanita harus tangguh, tanggap dan cerdas. Peribahasa demikian ini katagori pada Amtsal assaairoh/Asy Sya’biyah.

(5) Aspek Budaya - Badan Gede Nyali Capung

Dalam Peribahasa ini ada suatu perbandingan antara besarnya badan manusia dengan binatang capung yang berbadan kecil, nyaris daging pun ia tak punya. Artinya, banyak manusia berkeinginan meraih sesuatu, tetapi tidak memiliki keberanian, karena ketidakberanian itulah jiwanya laksana capung, hal seperti itu tidak pantas dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia mempunyai keinginan untuk meraih kesuksesan, manusia punya cita-cita, punya asa tetapi lihat bagaimana Allah memberikan kemampuan pada dirinya, bukan untuk menjadi pengecut. Jika dilihat dari sudut Amtsal Arab, maka hal demikian katagori pada Amtsal Khurafiyah, karena diksi (pilihan kata) yang dipakai mengandung i’tibar binatang sebagai makhluk Allah.

Retorika yang merupakan seni keindahan dalam berbicara dan menyampaikan materi, maka kata “badan gede nyali capung” adalah termasuk bentuk intertaint atau menghibur pendengar, dengan gaya bahasa dari kata tersebut mad’u atau pendengar merasa terhibur, adalah kata yang mudah akan tetapi sulit untuk dilaksanakan.

Dalam Amstal / Peribahasa Arab padanannya adalah:

كنا طح صخرة يوما ليوهنها * فلم يضرها وأوها قرنه الوعل

96

“Laksana orang yang membenturkan dirinya ke batu besar yang sangat kuat untuk melemahkannya, dan itu tidak akan terjadi sekalipun oleh banteng yang bertanduk kuat”.

Dengan demikian, bukan berarti penceramah tidak memiliki maksud yang jelas karena sesungguhnya dalam bentuk retorika ada istilah to change belief atau mengubah sikap, dalam hal ini mendorong pendengar untuk menunjukkan kemampuannya.

b) Kata Mutiara (Hikam) Berikut ini beberapa contoh sebagian kecil materi yang merupakan kata mutiaranya dapat dihimpun, antara lain:

(1) Aspek Sosial (Akhlak) - Emas pasti kuning, apa semua yang kuning pasti emas? Peribahasa ini senada dengan Hikam Arab

ليس كل ما يلمع ذهبا

“Tidak semua yang berkilau itu adalah emas.”

Kata mutiara diatas mengatakan bahwa tidak semua yang kuning berkilau itu emas, karena bisa jadi yang berkilau itu tembaga atau perak, Maksudnya bahwa tidak semua orang yang tampaknya itu hebat, bias jadi itu hanya kepura-puraan saja, dan bagi orang yang bertaqwa itu tidak demikian.

Kata mutiara yang disampaikan oleh dai sejuta umat ini sebagai pencitraan, jika orang pandai menutupi kekurangan dirinya, maka pada suatu saat akan mengalami penyesalan karena orang lain mampu melihat langsung kebodohan

97

Kata mutiara yang disampaikan oleh dai sejuta umat ini sebagai pencitraan, jika orang pandai menutupi kekurangan dirinya, maka pada suatu saat akan mengalami penyesalan karena orang lain mampu melihat langsung kebodohan atau kekurangan dirinya. Jika pandai kita memoles kelemahan kita, bersiap saja polesan kita itu bersifat sementara dan akan segera hilang dengan sendirinya, oleh karena itu kita harus punya filter, supaya tidak hanyut oleh kedangkalan- kedangkalan pencitraan itu, dikatakan dengan perumpamaan “Emas itu pasti kuning, tetapi tidak semua yang kuning itu adalah emas”, mensifatkan orang yang bertaqwa dimanapun ia berada, bukan seperti orang munafik.

Orang yang mempunyai iman dimanapun berada akan mengedepankan imannya, dalam kondisi mendesak akan menujukkan keteguhan imannya. Dimanapun ia berada, iman hendaknya dipertahankan bahkan ditingkatkan.

Retorika diatas ternasuk dalam pembagian retorika to change belief mengubah sikap, dan dalam hukum retorika termasuk disposisi atau penyesuaian dalam bertindak dan bersikap dalam kehidupan. Kata mutiara ini merupakan nasehat bagi orang lain agar bersikap istiqamah dimana pun dan dalam keadaan apa pun ia berada

- Disuruh ngurus beras malah nimbun beras, disuruh ngurus laut jadi bajak laut, disuruh ngurus hukum malah dihukum

Kata mutiara ini sebagai nasehat yang menunjukkan sikap tidak tegas, dan tidak menyelesaikan amanah dengan baik, malah melenceng. Tidak sesuai dengan apa yang diberikan, ditugaskan untuk mengurus amanah malah digunakan untuk memanipulasi data, melakukan kecurangan, dan membuat kebijakan yang tidak adil serta tidak pada tempatnya.

98

Allah memberikan amanah kepada makhluknya untuk mengelola kekayaan yang Allah titipkan kepadanya. Akan tetapi, dengan kesewenang-wenangnya malah membuat aturan yang tidak sewajarnya. Hukum dibuat untuk dilaksanakan, dan hukum dilaksanakan dari aturan dibuat, apa yang telah dibuat harus ditegakkan. Inilah kata hikmah dari seorang dai yang merupakan nasehat bagi umat manusia di dunia.

(2) Aspek Pendidikan - Ilmu Bikin Hidup Indah, Seni Bikin Hidup Indah, Iman Bikin Hidup Terarah

Allah memberikan akal kepada kita untuk melaksanakan apa yang diperintah dan apa yang dilarang-Nya, semua sudah tertera dengan jelas dalam Al-Qur’an dan As-sunnah. Maka akal kita yang mempunyai kemampuan berpikir harus kita isi dan asah dengan menuntut ilmu. Dengan ilmu kita bisa memperbaiki kehidupan dan kehidupan akan terarah jika iman kita tertanam dengan baik di dalam tubuh kita dan akal pikiran kita. Hukum retorika yang dapat diambil adalah termasuk invention yaitu penerus informasi yang disampaikan pemateri dakwah.

Kata mutiara ini sebagai hikmah mauidzah hasanah bagi kita dan sebagai motivasi untuk terus mencari ilmu dengan iman tanpa meninggalkan seni, karena dengan seni manusia dapat menyeimbangkan hidupnya, seperti halnya demikian, dakwah memerlukan seni agar dapat cepat dipahami dan dilaksanakan.

2. AA GYMNASTIAR

Ia seorang mubalig yang berasal dari tataran Sunda, Jawa barat dan memiliki ciri khas tersendiri yaitu gayanya yang lembut dan lebih sejuk untuk didengar. Karena materinya lebih banyak mengangkat pengalaman atau penyakit sosial yang terjadi di masyarakat, maka ia cenderung sangat jarang mengkritik

99

pemerintah. Dalam mengurai ceramahnya ia lebih mengarah pada me-manage hati yang baik agar selamat dunia dan akhirat. Maka dari itu, ia mempunyai model atau style yang berbeda dengan dai lainnya.

Beberapa gaya bahasa dan kata mutiaranya yang digunakan di dalam ceramah banyak mengandung wejangan/ajakan berbuat baik, baik menyangkut ibadah kepada Allah maupun ibadah yang menyangkut kebaikan kepada sesama makhluk- Nya, antara lain:

a) Peribahasa (Hikam)

(1) Aspek Sosial - Persaudaraan Muslim Seperti Sapu Lidi

Aa Gym menjelaskan dalam kasetnya yang berjudul “Lisan” berdurasi 60 menit bahwa persaudaraan yang diikat dengan agama merupakan persaudaraan yang lebih kuat daripada persauradaraan nasab. Sesungguhnya persaudaraan nasab bisa berbalik menjadi musuh dan saling membenci. Sedangkan persaudaraan seagama adalah persaudaraan abadi dan melekat baik di dunia maupun di akhirat, dan tentu saja persaudaraan ini tidak seperti persaudaraan nasab yang dapat saling mewarisi. Peribahasa ini senada dengan Hadis Nabi bersabda tentang Pengibaratan sesama Muslim laksana sebuah bangunan yang saling memberikan kekuatan untuk kokoh ajeg layaknya sebuah bangunan: إن المسلم والمسلم كالبنيان يشد بعضه بعضا “Orang Muslim dengan muslim lainnya laksana bangunan yang saling mengokohkan”.

Kaum muslimin dianjurkan untuk mengerjakan apa saja yang membuat hati mereka bersatu, bukan sebaliknya saling membenci dan menganggap benar golongannya sendiri. Selain itu sebagai saudara, orang-orang muslim kiranya dapat mendatangkan manfaat kepada saudara lainnya atau setidaknya tidak membuat mudarat orang lain. Mudarat-mudarat yang harus ditahan antara lain adalah kezaliman. Kita tidak boleh berlaku

100

zalim kepada orang lain, baik itu muslim maupun nonmuslim. Selain itu juga dilarang bagi seorang muslim menelantarkan muslim lainnya yang membutuhkan bantuan. Karena utamanya orang mukmin diperintahkan untuk menolong sesamanya.

Dilihat dari kajian bentuk retorika yang digunakan oleh Aa Gym termasuk dalam to change belief yaitu mengubah sikap pendengar. Sedangkan perumpamaan kebersatuan umat islam dengan gambaran sapu lidi adalah katagori Amtsal asy sya’biyah, karena peribahasa tersebut begitu populer di kalangan masyarakat.

- Lidah Bagaikan Pisau

Pisau adalah benda tajam yang mampu melukai dan memotong benda keras sekalipun. Namun keberadaan pisau juga sering disalahgunakan sebagai alat tindakan kejahatan. Ketajaman pisau dapat membahayakan keselamatan seseorang. Begitupun dengan lidah, ia bisa diibaratkan pisau karena ada persamaan antara keduanya, yaitu tajam dan membahayakan. Begitu bahayanya lidah hingga ia diserupakan dengan pisau. Dalam peribahasa Arab dikatakan bahwa luka karena lisan jauh lebih sakit dari pada luka karena pedang. Sering pula penceramah ini mengatakan peribahasa yang senada artinya, misalnya, “ Mulut bagai kerancang sampah”, “Mulutmu harimau-mu” dan sebagainya. Sementara banyak pepatah lain baik dalam sastra Indonesia maupun sastra Arab yang mengatakan selamatnya seseorang ditentukan dengan bagaimana ia dapat menjaga lisannya. Jenis Amtsal ini termasuk dalam Amtsal Saairoh (asy Sya’biyah), karena mengutarakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di masyarakat umum. Sebagaimana dalam peribahasa Arab: كلم اللسان أنكى من كلم السنان “Luka karena lisan lebih parah daripada luka karena pedang”

101

- Mulut bagaikan moncong teko135

Kata mutiara di atas ini menunjukkan bahwa orang yang kosong harga dirinya akan selalu mau dihargai orang. Dengan cara berkata yang merendahkan orang lain ia merasa dirinya lebih daripada orang yang direndahkan. Padahal tindakannya tersebut menunjukkan kerendahan dirinya sendiri. Mulut seperti ini diibaratkan dengan “moncong teko”. Karena apa yang keluar dari moncong teko itu pasti apa yang ada di dalam teko. Jika isi teko berupa teh, kopi, atau air bening, maka yang keluar dari moncong teko itu pasti teh, kopi, dan air bening pula. Kata hikmah tersebut menasehatkan kita agar hendaknya menjaga hati orang lain dalam pergaulan dengan menuturkan kata-kata yang baik, saling menghargai, dan bukan dengan cacian berisi rasa benci dan iri. Karena tutur kata (lisan) merupakan bentuk dari isi hati seseorang. Jika dilihat dari jenis Amtsal dalam sastra Arab maka peribahasa tersebut tergolong ke dalam Amtsal Hikmiyah, karena peribahasa ini merupakan nasehat kepada menusia supaya berakhlak mulia dengan bertutur kata yang baik dengan sesama. Dalam gaya bahasa Indonesia, peribahasa seperti ini namanya Pemeo, karena bersifat mengejek dengan harapan pelaku dapat merubah perilakunya.

- Berdoa bagaikan melepas busur panah

Pada zaman dahulu busur panah merupakan senjata untuk melawan musuh. Tingkat kesulitan yang tinggi membuat jarang ditemukannya pemain yang handal, karena bidikan harus tepat sasaran, pun membutuhkan konsentrasi penuh dalam memanah. Begitupun doa, bisa diibaratkan dengan busur panah, apakah bidikannya akan kena sasaran atau tidak, tergantung pada lurus atau tidaknya mengikuti aturan yang sudah digariskan.

Berdoa kepada Allah tentu saja ada aturannya supaya doa tersebut dikabulkan. Aa gym yang terkenal dengan konsep managemen kalbunya

135 Aa Gym, Taushiyah KH. Agym, kaset berjudul “Introspeksi. Bandung: Daarut Tauhid, 2005

102

mengutip perkataan Imam Ibnu Qayyim al Jauziyah (Murid Ibnu Taimiyah)136 bahwa adab berdoa antara lain: hati harus hadir (serius), merendahkan hati dan mengagungkan Allah, dalam keadaan wudhu, menghadap kiblat, mengangkat tangan dengan mengucapkan hamdalah, membaca shalawat, mengucap doa yang ada di Al-qur’an, hati harus yakin, bersedekah sebelum berdoa dan menutupnya dengan sholawat. Oleh karena itu, Gaya bahasa demikian ini dikenal dengan Amtsal as saartoh/Asy sya’biyah, karena gaya ini sudah beredar di kalangan masyarakat.

(2) Aspek Ibadah - Doa Adalah Otak Ibadah

الدعاء مخ العبادة

“Doa itu laksana otak dalam Ibadah”.

Otak sangat urgen dalam tubuh manusia, karena otak merupakan pusat yang memerintahkan seluruh organ tubuh manusia, mulai dari bergerak, berjalan, berpikir dan melakukan banyak aktivitas lain semuanya digerakkan oleh otak. Doa pun demikian, doa merupakan perintah atau permohonan dari hamba kepada khaliknya Yang Maha Kuasa dan Yang Maha berkehendak. “Doa” dan “otak” memiliki pemahaman yang sama, yakni keduanya memiliki peran yang vital dalam menginginkan suatu hal terjadi.

Perumpamaan dalam gaya bahasa ini termasuk pada Amtsal Hikmiyah, karena mengandung nasehat syar’iyyah dengan jelas bahwa berdoa adalah perintah Allah, sebagimana dalam firmannya: ادعونى أستجب لكم

“Berdoalah kamu sekalian niscaya akan Aku kabulkan”.

136 Kaset Rangkaian Taushiyah KH. Abdullah Gymnastiar, Bandung: PT. Mutiara Qalbun Salim, dengan tema LISAN, 2005

103

(3) Aspek Pendidikan - Seperti orang yang ingin membersihkan rumput ilalang, tetapi dia tidak mencari akar rumput yang akan tumbuh dan merusak 137

التقطعن ذنب االفعى و ترسلها # إن كنت شهما فاتبع رأسها الذنبا

Peribahasa ini ditujukan bagi orang berilmu namun tidak memeliharanya dengan baik. Ia mengetahui betul apa yang dikerjakannya, namun ia tetap masih terjerumus kepada hal-hal yang tidak benar. Jika ditelusuri gaya bahasa ini masuk kategori pada Amtsal Hikmiyah, karena itu mengandung nasehat bagi orang yang berilmu hendaknya juga memelihara hatinya, hendaknya menyelaraskan antara apa yang diketahuinya dengan amalannnya.

b) Kata Mutiara (Hikam)

Dai yang terkenal dengan managemen kalbu ini, sering sekali dalam ceramahnya menyisipkan kata-kata mutiara sebagai pemanis bahasa dakwahnya yang fenomenal, seperti berikut ini beberapa nasehatnya:

(1) Aspek Perilaku Sosial

- Gelas yang kosong maunya diisi. Mata air yang melimpah airnya bisa mengisi

Kedua kata hikmah di atas menunjukkan bagaimana manusia harus menata hatinya, karena hati yang tertata akan menghasilkan kata-kata yang tertata pula. Seperti halnya manusia pada dasarnya ingin dihargai dan dihormati. Namun ia tidak akan mendapatkan rasa hormat jika ia sendiri tidak pandai menghormati orang lain. Hal ini persis seperti gelas kosong yang hanya mau diisi.

137 Kaset Rangkaian Taushiyah KH. Abdullah Gymnastiar , tema “Introspeksi (Ghurur)”,Daarut tauhid : MQS. Bandung, 2005

104

Begitu pula gambaran sebaliknya, mata air yang melimpah airnya tidak butuh untuk diisi air, seperti orang yang mempunyai harga diri dan kehormatan, dia tidak haus penghormatan atau pujian orang lain, karena tanpa perlu meminta pun, kehormatan sudah melekat pada dirinya. Oleh karena itu, sepatutnya kita menjadi manusia seperti mata air yang airnya melimpah, dan bukan sebaliknya menjadi gelas kosong yang selalu diisi.

- Orang yang Tertipu Diawali dengan Merasa Beruntung, Padahal Sesungguhnya Dirugikan

أول الغضب جنون و أخره خزون

“Orang marah laksana orang gila dan akhirnya ia menyesa”.

Kata hikmah ini ditujukan bagi orang-orang yang terlalu percaya diri menganggap dirinya saleh, kaya, suci, pintar, dan lainnya. Ia merasa beruntung dengan kenikmatan yang Allah beri, padahal sesungguhnya ia mendapatkan kerugian. Ia merasa besar, padahal begitu kecil di hadapan Allah. Di sisi lain ia begitu bangga dengan amalan sunah dilakukan, ia membicarakan dan menunjukkannya pada orang lain dengan harapan dipuji sebagai seorang yang alim, tanpa disadari ia telah merugi dua kali, pertama ibadahnya tidak diterima Allah karena disertai ia, dan kedua dosa ria itu sendiri.

Nasihat ini mengingatkan orang-orang berilmu agar tidak berlaku ria dan sum’ah (sifat ingin didengar), Kata mutiara tersebut merupakan nasihat hikmah mau’idzah hasanah yang disampaikan dengan kata-kata indah, namun tidak bisa langsung dipahami maknanya dalam sekali dengar.

105

- Semua orang yang berilmu pasti binasa kecuali orang yang mengamalkan ilmunya, dan semua orang yang beramal pasti binasa kecuali orang yang mengamalkannya dengan ikhlas138

Kata mutiara ini senada dengan Hikam dalam bahasa Arab: فعالم بعلمه لم يعلمن # معذب من قبل عباد الوثن

“Orang yang berilmu tetapi ia tidak mau mengamalkannya maka ia

akan disiksa sebelum Allah menyiksa orang yang menyembah berhala”

Dai ini sedikit menyitir orang-orang yang berhujjah tanpa disertai dalil dan data yang akurat, padahal ia belum tentu mengerjakan sesuai yang dikatakannya. Seperti dikatakan dalam Alquran surat As- Shaff ayat 3 berikut ini:

كبر مقتا عند هللا أن تقولوا ماال تفعلون

“Amat Besar Dosa Sesorang di Sisi Allah, Orang yang Berkata Tetapi Tidak Mau Melaksanakannya.”

Menurut Aa Gym orang yang melakukan kebaikan tapi masih tersisa rasa takabur dan ria maka ibadahnya tidak bernilai, karena ia hanya membutuhkan pengakuan dari manusia dan bukan semata-mata karena Allah SWT. Salah satu cara menghidari sifat-sifat tersebut adalah ikhlas. Ikhlas merupakan proses panjang yang ditempuh seorang muslim dalam memperbaiki hatinya. Parameter keikhlasan dapat dilihat dari beberapa aspek, pertama meniatkan amalan karena Allah, kedua tidak mengharapkan pujian dari manusia, dan ketiga mengharap balasan Allah di akhirat nanti.

Imam Ghazali membagi orang berilmu ke dalam tiga golongan, Kelompok pertama adalah orang yang berilmu lagi menguasai dalil,

138 Rangkaian Taushiyah (Kaset) Aa Gymnastiar, Introspeksi , MQS Daarut Tauhid, Bandung., 2005

106

namun ia tidak meneliti kembali perbuatannya sehingga luput dari hal- hal yang benar dan salah. Kedua adalah kelompok orang-orang berilmu dan mengamalkannya, namun padanya masih menempel sifat ujub, takabur, dan dengki. Dan kelompok terakhir adalah orang berilmu dan mengamalkannya, Ia juga berjuang keras agar hatinya diliputi ikhlas, namun karena itulah ia merasa dirinya lebih baik dan sempurna dibanding orang lain.

Kata hikmah ini merupakan nasehat kepada orang berilmu agar menjaga hatinya dengan baik. Dai ini mengutip kandungan kata mutiara tersbeut dari qaul ulama. Maka, dalam sastra Arab ini dikatakan Hikam.

(2) Aspek Politik - Pemimpin bagaikan mengemudikan kendaraan

Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan dalam bidang kepemimpinan, mampu mempengaruhi orang lain , dan diberi amanat untuk menjadi kepala dalam suatu perkumpulan atau organisasi. Adapun mengemudikan kendaraan merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pengemudi, baik sepeda motor, mobil, bis, kereta api, dan lain-lain. Perlu diingat bahwa pengemudi bersifat tunggal dan membawa serta penumpangnya. Ia merupakan orang yang paling berpengaruh dalam kendarana, ia menentukan arah perjalanan dan memegang tanggungjawab keselamatan penumpangnya.

Ada tiga aspek dasar dalam mencirikan pemimpin dan kepemimpinan. Pertama kekuasaan, yaitu otorisasi dan legalitas pada pemimpin dalam memengaruhi dan menggerakkan anggotanya untuk berbuat sesuatu dalam rangka penyelesaian tugas. Kedua adalah kewibawaan, yaiu memiliki bakat dan seni dalam memimpin (memiliki keunggulan atau keutamaan), dan terakhir adalah mempunyai

107

kemampuan, kesanggupan, dan kecakapan secara teknis maupun sosial dalam memimpin melebihi anggota biasa.139

Al-Qur’an merangkum terminologi kepemimpinan menggunakan istiah Khalifah, Ulu al-Amri, Imam, dan Malik. Makna khalifah merujuk pada regenerasi kepemimpinan atau pergantian kedudukan kepemimpinan, hal ini sesuai dengan makna kata dasarnya yakni “mengganti”. Adapun secara istilah Ulu al-Amri bermakna “pemilik urusan”, yaitu seseorang yang memiliki kekuasaan untuk memerintahkan sesuatu dan memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengendalikan keadaan. Tidak jauh berbeda dari sebelumnya, makna Imam dapat dipahami sebagai setiap orang yang dapat diikuti dan ditampilkan ke depan dalam berbagai permasalahan, dan yang terakhir term Malik bermakna seseorang yang memiliki kewenangan untuk memerintahkan sesuatu dan melarangnya dalam kaitan dengan sebuah pemerintahan.140 Berdasarkan pemahaman diatas dapat dipahami bahwa Khalifah, Ulu al-Amri, Imam, dan Malik memiliki konteks makna yang sama dalam kepemimpinan.

Pemimpin diibaratkan seperti pengemudi, artinya ia mengomandoi setiap perjalanan yang di tempuh, bila ia mengendarai kendaraan dengan baik, penumpang pun akan selamat, namun sebaliknya bila ia buruk dalam berkendara, penumpang yang dibawanya pun terancam keselamatannya. Oleh karena itu keberadaan pemimpin sangat krusial dalam sebuah kelompok atau organisasi, dan kualitas kepemimpinannya pun tak kalah penting, karena ia adalah kepala utama yang akan menentukan program kerja berjalan dengan baik atau tidak Dalam sudut pandang sastra, substansi pekerjaan pemimpin dan pengemudi itu sama. Keduanya merupakan pimpinan yang mesti

139 Saliman, Kepemimpinan: Konsep Pendekatan, dan Strategi, staffnew.uny.ac.id, 2016, diakses pada 7 Desember 2018 140 Bashori, Konsep Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam, (HIKMAH Jurnal Pendidikan, 2017), Vol. 6, No. 2, hal 177

108

memiliki kehati-hatian tinggi dan berjalan pada koridor yang benar. Oleh karena itu amtsal di atas dikategorikan kepada Amtsal Saairoh, karena perumpamaan ini beredar dan terkenal di masyarakat luas.

3. JEFRY AL BUKHORY

Ustaz Jefry Al-Bukhari atau yang lebih akrab disapa Uje merupakan dai kondang yang berdomisi di Jakarta. Selain aktif dalam ceramah, ia juga turut menyuarakan dakwahnya melalui lagu-lagu. Konten yang diangkatnya adalah ajakan berselawat kepada Nabi dan pesan-pesan Islam. Di samping itu ia juga merupakan seorang aktor yang pernah membintangi beberapa sinetron dan film layar lebar. Ia meramu dakwahnya dengan apik diselingi lantunan-lantunan selawat. Suaranya yang merdu menjadi daya tarik sendiri bagi mad’u, dengan sebab itu pula ia jadi lebih dikenal oleh masyarakat luas.

Uje juga kerap melantunkan selawat dengan indah. Selain didukung oleh suaranya yang merdu, selawat juga memiliki keindahan makna yang luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari salah satu penggalan selawat Nabi “Thala’al Badru ‘alaina”, artinya Bulan telah muncul pada kita semua. Nabi Muhammad diserupakan seperti bulan dalam hal menerangi. Bulan memberi penerangan pada bumi ketika malam tiba, dan Nabi Muhammad menerangi dunia ketika dunia diliputi kebodohan, kejahatan, kemungkaran, serta kebencian yang merajalela. Ia datang membawa perinah Allah untuk menunjuki umat manusia ke jalan yang benar. Adapun Gaya bahasa yang sering digunakan Uje dalam dakwahnya antara lain:

b) Peribahasa (Amtsal)

الدنيا دار اإلمتحان

“Dunia itu tempat ujian.”

109

Dalam Bahasa Arab Daar artinya Rumah, seperti juga kata al-Bait dan al-Manzil. Sedangkan kata ujian identik dengan naik kelas atau naik derajat. Manusia diciptakan di dunia dengan diliputi berbagai ujian, jika ia mampu belajar dari ujian tersebut maka ia bisa menjadi lebih baik untuk mencapai kebaikan dunia dan akhirat.

Penceramah ini ingin menyampaikan bahwa dunia ini penuh ujian dan cobaan. Ujian itu bukan hanya penderitaan tapi juga dalam kebahagiaan, karena kedua-duanya akan dipertanggung jawabkan di akhirat nanti, sebagaimana dalam alQuran: “Aasykur am akfur” (apakah kita akan bersyukur atau sebaliknya kufur)”.

Ditinjau dari sudut pandang sastra terdapat perumpamaan dunia dengan ujian. Peribahasa ini dikatagorikan pada Amtsal Hikmiyah, karena merupakan nasehat bagi umat agar selalu waspada, karena semua kebahagiaan dan penderitaan hanyalah merupakan ujian dari Allah.

c) Kata Mutiara (Hikam) - Tidak Semua Kuning Itu Adalah Emas

Emas sama seperti keberuntungan akan rezeki atau kebahagiaan. Dan kuning sendiri merupakan warna sifat emas. Dalam taushiyahnya Uje mengatakan hendaknya manusia beristiqamah serta waspada dalam menghadapi sesuatu dimana pun ia berada, jangan sampai terpedaya dengan tipuan setan, karena setan senantiasa mengajak dengan berbagai tipu daya untuk menjerumuskan manusia ke jurang kedurhakaan dan kerugian. Layaknya emas, ia hanya memiliki satu warna, yakni kuning. Namun kuning merupakan sifat yang dimiliki banyak benda. Begitupun maksiat, ia menyerupai diri dalam banyak bentuk, tidak semua yang terlihat baik itu baik, begitupun sebaliknya. Karena itulah hendaknya manusia berhati-hati dan waspada.

110

Kata mutiara di atas merupakan nasihat dan pemanis bahasa dari dai. Uje menyampaikan dakwahnya diselingi lantunan ayat suci Al-Qur’an dan selawat yang merdu, sehingga jamaahnya gemar mendengar ia berdakwah.

4. AHMAD AL HABSYI

Gaya retorika ustaz Ahmad Al-Habsyi hampir sama dengan Uje dalam hal penggunaan materi, yaitu dominan pada penyampaian pujian pada Rasul. Hanya saja Al-Habsyi kurang mempunyai kelebihan suara merdu seperti yang dimiliki Uje. Dalam ceramahnya sangat kental dengan pernyataan sebagai bentuk kecintaan pada Nabi Muhammad, misalnya ia mengatakan “Allah tidak akan menurunkan bencana, jika masih ada orang yang masih memuliakan nabi-Nya.” “Doa yang di dalamnya tanpa disertai dengan selawat kepada nabi, maka tidak akan dikabulkan”, “Jika bukan karena kemulian Muhammad, Adam tidak akan diciptakan” dsb.

Ceramahnya sejuk dengan bahasa yang indah, sering sekali mengangkat peribahasa dan kata Hikmah yang berasal dari Bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia agar dapat lebih dipahami lebih mudah oleh mad’u. Materi yang digunakan tentu saja selain mengutamakan Alquran dan Hadis juga kata-kata hikmah dan amtsal dari para Ulama dan Udaba, antara lain peribahasa:

a) Aspek Sosial - Ilmu Ibarat Bibit, Amal Ibarat Sawah, dan Ikhlas Ibarat Airnya.

Apa artinya bibit, apa guna sawah jika tidak ada pengairannya. Apalah artinya ilmu jika tidak diamalkan, dan apalah artinya amal jika tidak dibungkus dengan keikhlasan. Sepintar-pintarnya manusia, sebanyak- banyaknya ilmu yang dimiliki oleh seseorang, tidak akan pernah ada

111

gunanya jika tidak diamalkan dan diajarkan kepada orang lain, jika tidak ditularkan kepada yang lain. Seperti mesin motor, semua elemennya lengkap, mesinnya bagus, dan bensinnya full, namun jika tidak dinyalakan maka akhirnya akan rusak juga. Sebagaimana halnya ikhlas yang harus ada di setiap pekerjaan. Ibarat bekerja dari pagi hingga malam di sebuah kantor, ia hanya akan merasa lelah dan memiliki kinerja yang buruk bila tidak diikuti rasa ikhlas.

Bibit adalah modal dan tunas yang akan menjadikan pohon itu berkualitas, baik buah, daun dan batangnya, begitupun ilmu. Manusia bisa berbuat apa saja dengan ilmu tersebut, tergantung dari bagaimana ia menggunakannya. Seperti halnya bibit, ia akan tumbuh besar dan bermanfaat tergantung dari cara memilih bibit dan cara merawatnya.

Adapun amal diibaratkan seperti sawah, dan ladang adalah tempat bercocok tanam. Sawah mampu menjadi wadah yang baik bagi bibit tergantung dari pengairan di sawah tersebut. begitupun manusia, ia memiliki kewajiban mengamalkan ilmu dengan ikhlas supaya menghasilkan amaliah yang baik, sebagaimana halnya bibit yang ditanam di tempat baik akan tumbuh menjadi tumbuhan yang baik pula. sawah yang tidak kekurangaan air (subur), maka akan menghasilkan tanaman yang subur pula.

Amtsal ini masuk dalam kategori Amtsal Hikmiyah, karena perumpamaan ini mengandung nasehat yang baik mengenai cara beramal dengan ikhlas.

- Anak yang durhaka seperti kacang yang lupa dengan kulitnya

Kacang yang lupa pada kulitnya merupakan peribahasa bahasa Indonesia yang bermakana seseorang yang menjadi sombong lalu lupa pada asal usulnya. Hal ini sama kedudukannya dengan anak durhaka yang melupakan jasa-jasa orangtuanya setelah ia tumbuh dewasa.

112

Oleh karena itu pendidikan kepada anak harus ditanamkan sejak dini. Alquran telah mengabadikan nasihat Lukman kepada anaknya, yaitu tidak mempersekutukan Allah, berbakti kepada kedua orang tua, menjelaskan bahwa setiap dosa akan dibalas oleh Allah, mengerjakan salat, berbuat baik, serta sabar pada musibah, adab berbicara, dan terakhir adalah agar bersikap tawadhu’. Nasihat-nasihat tersebut merupakan kebaikan pada diri anak agar dapat diaplikasikan hingga ia dewasa kelak. Anak yang saleh mampu membawa orangtuanya menuju surga, sebaliknya anak durhaka mampu menyeret orang tua yang sakeh menuju neraka.

Dalam peribahasa ini terdapat keserupaan antara kacang yang lupa pada kulitnya dengan anak yang lupa atas jasa baik orang tuanya. Peribahasa tersebut dinamakan Amtsal assaairah asy sya’biyah.

- Nasib Ulama Seperti Sedang Mendorong Mobil Mogok.

Seorang ulama mempunyai tugas bagaimana dia mampu mendorong, mengajak dan membimbing umat untuk pintar, juga harus mampu melaksanakan dan menjalankan perintah Allah, bukan saja untuk dilaksanakan sendiri tetapi ada tugas lain yang lebih berat yaitu mengajak orang lain. Maka, tugas ulama menghadapi masyarakat diibaratkan dengan mendorong mobil yang mogok sehingga mobil itu perlu bantuan. Demikianlah dai ini bertutur.

Intinya Ulama yang berilmu harus memberi penerangan pada orang yang tidak tahu, memotivasi orang yang mengalami kebodohan, ketidaktahuaan, memiliki kecacatan, kelemahan, dan kekurangan. Peribahasa yang disampiakan ini termasuk pada Amtsal asy Sya’biyah, karena kebiasaan itu populer di masyarakat.

- Mulutmu Adalah Harimau-mu

113

Harimau adalah binatang yang sangat berbahaya, peribahasa ini mengaitkannya dengan mulut. Karena mulut pun kalau tidak kita jaga maka sama saja seperti harimau yang sangat buas, membahayakan. Orang muslim yang selamat adalah orang yang mampu menjaga lisannya seperti dalam bahasa arab saalaamatul insan fii hifzdhil lisan. dalam bahasa Jawa Ajining Rogo songko Busono.Ajining Jati demuning lati harga diri terletak di busana (merapkan potensi diri, kualitas diri) dan harga diri terletak pada Lisannya. Gaya bahasa yang disampaikan ini masuk pada kategori Amtsal asy sya’biyah.

- Kata Mutiara (HIKAM)

Sebagaimana telah diutarakan diatas, bahwa Ustaz Al-Habsyi lebih sering menggunakan kata mutiara baik dari Hadits Nabi atau qaul Ulama dan Udaba dalam menyampaikan ceramahnya. Berikut ini beberapa contoh yang didapat dari Tabligh Akbar dan Kultum-kultum yang disampaikan di TV dan di beberapa tempat kajian ilmu (Majlis).

(a) Aspek Ibadah

- Jika Melaksanakan Ibadah Karena Mengharapkan Pujian Dari Orang Lain, Maka yang Didapatkan Hanyalah Kesia-siaan Belaka141.

Jika seseorang melakukan sesuatu karena mengharap ridho Allah SWT maka ia akan mendapatkan kemuliaan, namun jika ia mengerjakan sesuatu hanya ingin mendapatkan pujian maka yang ia dapatlkan hanya kesia-siaan belaka. Ikhlas menentukan hasil akhir apapun yang kita kerjakan. Ikhlas menjadikan hal kecil menjadi besar, sebaliknya juga mampu membuat yang besar menjadi kecil.

141 Kultum Ustadz Al-Habsyi dalam acara Kultum RCTI (durasi 00:07:53), 2013

114

Menurut Ulama Salaf ciri orang Ikhlas adalah orang yang mampu menutupi kebaikan seperti ia menutupi keburukannya. Sebagaimana tangan kanan mengeluarkan, tangan kiri tidak sadar apa yang dikeluarkan tangan kanan. Ikhlas itu ibarat orang yang tidak ingin penglihatan manusia, namun lebih ingin penglihatan dari Allah SWT. Kata mutiara di atas ini menerangkan pada kita terutama orang muslim bahwa dalam melakukan kebaikan harus disertai rasa ikhlas dan tidak diikuti ria. Karena jika terjadi demikian, hampalah ia tidak akan mendapat pahala apapun dari Allah, bahkan yang diterima hanya kesia- siaan belaka. Ungkapan tersebut masuk dalam katagori Hikmah/nasihat dikarenakan style yang digunakan dapat mempermanis bahasa dai dalam berdakwah.

- Jangan Sampai Kita Sibuk Mencari Surga yang di Luar, Namun Lupa dengan Surga yang di Dalam

Kata Surga identik dengan kebahagiaan dan kesenangan. Kata mutiara ini merupakan nasehat bahwa jika kita ingin kebahagiaan dan surga maka mulailah dari lingkungan terdekat, yakni keluarga, sebagaimana hadis Nabi:

قوا أنفسكم واهليكم نارا

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”

Banyak dari kita mencari pahala dengan berbagai perbuatan kemanusiaan, banyak membantu orang lain yang mendapatkan musibah, banyak bersedekah, dan melakukan perbuatan baik dimana- mana. Namun kita melupakan satu hal penting bahwa surga ternyata ada di dekat kita. Di rumah, Yakni kedua orang tua. Namun kita sering lupa dan acuh pada pintu surga yang terbuka lebar ini, dan malah mendambakan surga-surga lain diluar rumah.

Mulia di mata orang lain namun tidak ada rida di mata orang tua tidaklah membawa kita ke surga-Nya Allah. Bahkan seorang anak

115

yang memandang wajah ayah ibunya dengan pandangan cinta dijanjikan pahala oleh Allah seperti pahalanya haji mabrur. Jadi Allah telah sangat memudahkan jalan bagi kita untuk mencapai surga. Tinggal kita harus memilih dari pintu mana kita akan masuk, pintu yang dekat, atau pintu yang jauh lagi sukar.

(b) Aspek Sosial - Kebaikan yang Tidak Dilandasi Dengan Kedisiplinan, Akan Kalah Dengan Keburukan yang Memiliki Kedisiplinan.

Kata “disiplin” menjadi kata kunci dalam kehidupan kita. Jika seseorang tidak mempunyai sikap itu maka kemungkinan hidupnya tidak terarah dengan baik. Sikap disiplin dapat menentukan kesuksesan hidup, baik dalam aspek ibadah maupun pekerjaan.

الحق بال نظام يغلبه الباطل بنظام

“Kebenaran tanpa aturan akan dikalahkan oleh kebathilan dengan memakai aturan”

Kata mutiara ini senada dengan semboyan Ormas besar Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia”Al Haqqu bilaa Nidzaamin yaghlibuhul Baathil bi Nidzaamin” yang artinya “Kebenaran tanpa aturan akan dikalahkan oleh kebathilan dengan memakai aturan”

Sungguh luar biasa maksud dari kata mutiara di atas. Nasihatnya tidak hanya berlaku kepada kelompok muslim saja, namun juga kepada masyarakat luas. Karena disiplin nyatanya adalah karakter yang harus dimiliki oleh setiap orang. Oleh karena itu komitmen terhadap kebaikan akan membawa kita ke jalan kesuksesan, baik di dunia maupun akhirat.

116

- Siapa orang yang paling pandai mengambil hikmah, maka sedikit kegagalan dalam hidupnya.

Maksud dari kata mutiara diatas adalah bahwa orang arif dan bijak akan sedikit kegagalannya dalam hidup, karena ia pandai menyikapi permasalahan dalam hidupnya. Disini terdapat dua kata kunci, yaitu Kata “hikmah” dan “kegagalan hidup”. Kata “hikmah” sendiri selain mempunyai arti kata mutiara juga bermakna bijak, dapat mengambil manfaat, dan pengetahuan. Ilmu ibarat pelita dalam kehidupan, tentu saja orang berilmu akan jauh lebih bijak dalam menghadapi kehidupan, karena ia paham dan belajar dari kesalahan-kesalahnnya dahulu, sehingga tidak mengulanginya lagi di masa depan.

Kata mutiara ini adalah nasehat disampaikan seorang dai bahwa jika manusia ingin sukses dalam hidupnya hendaknya melakukan pencarian ilmu dan berbagai pengalaman, karena dengan ilmu dan pengalaman akan mengantarkan ia kepada kesuksesan dan mampu belajar dari kegagalan.

- Nikmat sehat akan terasa ketika sakit

Kata mutiara ini senada dengan kata hikmah dalam sastra Arab:

الصحة تاج على رؤوس األصحاء، ال يراه إال المرضى

“Sehat itu ibarat mahkota, tidak ada yang dapat merasakannya kecuali orang sakit”

Sehat adalah keadaan baik seluruh tubuh, jiwa, dan pikiran. Setiap orang tentu mendambakan jasmani dan akal yang sehat. Sebagian besar manusia terlahir dalam keadaan sehat, namun perubahan lingkungan dan tingkah laku lambat laun bisa membuatnya menjadi seorang yang sakit. Ada juga orang-orang yang terlahir dalam keadaan tidak sepenuhnya sehat karena penyakit bawaan dan lain-lain.

117

perlu kita ketahui bahwa harta paling diinginkan oleh orang sakit adalah kesehatan, tidak ada yang lain. Segala kesenangan di dunia tidak akan bisa dinikmati dengan baik oleh orang sakit, karena mereka harus senantiasa terhubung dengan rumah sakit. Belum lagi harus menahan kesakitan.

Oleh karena itu sehat merupakan kekayaan terbesar manusia. Namun kita kerap kali melupakannya hingga datangnya sakit. Sakit membuat kita ingat betapa indah nikmat sehat itu. Lalu setelah ditimpa penyakit barulah kita mengontrol makanan, gaya hidup, dan berolahraga. Ada satu slogan yang sering ditempel di puskesmas dan rumah sakit yaitu “Mencegah lebih baik daripada mengobati”.

Mencegah adalah perbuatan menghindari akibat yang nantinya muncul. Selain itu mencegah adalah sesuatu yang murah dan tak berbayar. Sebaliknya mengobati adalah pekerjaan yang bisa menyakiti diri sendiri, karena kita dihadapkan dengan jarum dan obat-obatan yang memiliki efek samping, selain itu mengobati tidaklah semurah mencegah. Kadangkala harta yang dipunya pun habis untuk membiayai diri ketika sakit. Oleh karena itu hikam tersebut adalah benar adanya dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Maka sebagai muslim kita memiliki kewajiban menjaga kesehatan diri, agar tidak ada halangan bagi kita dalam beribadah dan mengingat Allah.

- Sampaikan sebuah nasihat dengan bahasa kaumnya

Dalam teori penyampaian berita. Berita akan mudah dipahami bila disampaikan menggunakan bahasa masyarakatnya. Begitu juga dengan nasihat, diterima atau tidaknya sebuah nasihat ditentukan dengan bahasa dalam penyampaiannya. Tidak mungkin seorang ulama di Jawa menggunakan Bahasa Sunda, atau di Batak menggunakan bahasa Jawa. Maka menjadi penting seorang dai atau ulama dapat memahami bahasa-bahasa dalam masyarakat, atau minimalnya menguasai bahasa Nasional dengan disisipkan bahasa daerah. Hal itu

118

dimaksudkan agar mad’u tidak keliru dalam memahami pesan dakwah yang dibawa oleh mubalig.

- Presiden Meninggal Banyak Orang Berebut Kekuasaan, Ulama Meninggal Sedikit yang Menggantikan

Ketika seorang presiden meninggal dunia, seketika terjadi perebutan kekuasaan dalam pemerintahan. Sebaliknya jika seorang ulama wafat, satu tahun, dua tahun, hingga sepuluh tahun, belum tentu ada yang bisa menggantikannya. Al ulamaa’u warosat al anbiyaa’, kedudukan ulama sangat mulia hingga Nabi pun mengatakan bahwa ulama adalah warisan para Nabi. Artinya hari ini ketika kita bingung menentukan siapa yang harus kita ikuti, maka menghadaplah ke ulama. Nabi pun telah menjaminnya.

Banyak para pemimpin kita sombong ketika mendapatkan jabatan memimpin lima tahun, mulai dari jabatan yang paling kecil yakni tingkat RT hingga jabatan yang paling tinggi yaitu bangku Presiden. Mereka banyak lupa tentang penderitaan rakyatnya, mereka acuh dengan nasib rakyatnya. Istilah pejabat adalah pelayan masyarakat berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa pejabat kini dilayani oleh masyarakat. Jika melihat ke masa para sahabat yang menerapkan prinsip sidiq, amanah, tabligh, dan Fathonah menjadikan mereka seorang pemimpin yang mempunyai beban berat dengan menanggung kesejahteraan seluruh elemen masyarakat, bahkan ada khalifah yang membawa sendiri perbekalan gandung dan bahan makanan untuk rakyatnya. Bila kita kembali ke masa sekarang, apa ada presiden yang seprrti itu?

Sebagai manusia biasa memang tidak mudah bagi kepala negara untuk menjadi pemimpin seperti pada masa sahabat, namun pemimpin punya kuasa untuk meniru sifat-sifat Khulafaur Rasyidin dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. Sehingga mereka mampu

119

mengusahakan yang terbaik bagi rakyat selama masa kepemimpinannya.

(c) Aspek Akhlak - Anak Menjadi Majikan untuk Kedua Orang Tuanya

Akhir-akhir ini kita dikejutan oleh pemberitaan mengenai anak yang memenjarakan orangtuanya. Permasalahnnya bisa bermacam-macam, mulai dari warisan, pertengkaran, dan lain-lain. hal ini membuktikan telah adanya pergeseran akhlak dan adab pada manusia. Padahal sejatinya kita semua lahir dari rahim seorang Ibu dan dibesarkan dengan kasih sayang orang tua, namun beranjak dewasa manusia sering abai dan menganggap dirinya lebih bisa dan sanggup dibadingkan orantuanya, sehingga tidak ada lagi hormat kepada mereka.

Anak menjadi majikan dimaknai sebagai anak yang bertindak seolah-olah ia lebih hebat daripada orantuanya, sehingga ia tanpa segan menyuruh, menghardik, dan tidak menghormati keduanya. Maka tak salah ada peribahasa yang mengatakan “Cinta Ibu sepanjang hayat, Cinta anak sepanjang galah.”

Dai ini berusaha untuk menasihati mad’u bahwa anak tidak boleh semena-mena terhadap orang tuanya, hubungan anak dan orang tua bukanlah seperti hubungan bos dan bawahannya, namun lebih kenatal dari itu, yakni hubungan darah dan surga. Surga tetaplah ada di bawah telapak kaki orang tua, bukan sebaliknya.

(d) Aspek Ibadah - Dengan Ikhlas yang Kecil Menjadi Besar, yang Murah Menjadi Mahal Kata mutiara ini senada dengan :

العمل جسم وروحه اإلخالص

120

“Amal (Pekerjaan) itu adalah batang tubuh, sedangkan ruh (spiritnya) itu adalah ikhlas”

Memberi merupakan hal yang paling sulit kita lakukan. Memberi merupakan pekerjaan yang sangat mudah namun sangat besar tingkat kesulitannya. Bagaimana tidak sekaya-kayanya kita jika akan memberi pasti ada rasa malas atau sayang kepada harta kita. Padahal dengan kita memberi atau bersedekah dengan diikuti rasa ikhlas Allah berjanji akan melipatgandakan pemberian kita kepada orang lain.

Secara realistis, harta yang kita punya akan berkurang dengan memberi. Namun bila dilihat dalam jangka waktu panjang, tak ada orang yang jatuh miskin karena sifat pemurahnya. Sebaliknya rezeki terus mengalir kepada mereka. Karena di setiap pemberian, selalu terselip doa dari orang-orang yang dibantu.

- Taman Surga itu adalah pengajian

Istilah pengajian dibentuk dari kata kerja “mengaji” yang berarti mempelajari ilmu agama melalui seseorang yang dianggap sebagai ahli agama. Kegiatan mengaji pada umumnya dilakukan secara berkelompok sehingga pengajian dapat didefinisikan sebagai perkumpulan informal yang bertujuan mengajarkan dasar-dasar agama terhadap masyarakat umum. Namun belakangan konsepsi tersebut bergeser maknanya untuk menyebut institusi tempat sekumpulan orang melakukan aktivitas keagamaan.142

Selain sarana menyebarkan dakwah dan mempelajari Islam, pengajian adalah bentuk sosiokultural masyarakat Indonesia sejak dulu. Keberadaan pengajian saat ini banyak diisi oleh kalangan Ibu-ibu, anak-anak, dan bapak-bapak. Namun sangat disayangkan sedikit sekali remaja dan dewasa yang aktif dalam kegiatan pengajian rutin. Sebagian karena alasan

142 Alfisyah, Pengajian dan Transformasi Sosiokultural, Jurnal Dakwah STAIN Purwokerto, Vol. 3 No. 1, (Januari-Juni 2009), hal 78

121

kesibukan dan pekerjaan, dan sisanya adalah tidak tertarik. Padahal dewasa ini dunia dakwah sangat membutuhkan anak-anak muda.

Dalam suatu hadis Nabi mengatakan bahwa satu kali duduk dalam majlis taklim pahalanya lebih besar daripada salat sunah seribu rakaat sendirian. Hal ini dikarenakan manfaat dari pengajian/majlis taklim dapat dirasakan oleh banyak orang (jamaah), sedangkan salat sunah hanya membawa manfaat bagi diri sendiri. Jadi bisa dipahami bahwa lebih baik mendahulukan pekerjaan yang membawa manfaat bagi orang banyak dari pada hanya untuk pribadi. Oleh karena itu sepatutnya sebagai muslim kita dapat ikut mengambil bagian dapat menyiarkan dakwah Islam melalui pengajian-pengajian.

(e) Aspek Pendidikan - Pengalaman Adalah Guru Terbaik

Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami oleh manusia, baikkah atau buruk pun itu. Pengalaman yang baik bisa membuat seseorang bahagia, namun sebaliknya pengalaman buruk bisa meninggalkan luka di hati. Sebagai insan yang berpendidikan selayaknya kita mampu mengambil i’tibar dan pembelajaran dari pengalaman terdahulu, jadi makna belajar tidak menyempit hanya pada buku, guru atau ruang kelas.

Pengalaman adalah hal terbaik untuk belajar tentang kehidupan. Ketika ditimpa musibah, manusia bisa berikhtiar untuk menyelesaikan permasalahnnya alih-alih mengutuk Tuhan dan kehidupan. Musibah membuat kita belajar untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dua kali. Oleh karena itu ungkapan “Pengalaman adalah guru terbaik” sangat tepat dalam konteks kehidupan manusia.

Sepatutnya musibah membuat kita lebih bersyukur, karena dengannya kita bisa lebih banyak belajar dibanding orang lain yang terlihat tenang tanpa masalah. Maka tak layak bila kita iri pada kenikmatan yang diberikan Allah untuk orang lain, karena nikmat bisa saja menjadi ujian,

122

sedangkan musibah tentu menghasilkan hikmah. Selain itu musibah bisa menjadi sarana intropeksi diri untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan menjadikan kita muslim yang kokoh lagi kuat.

5. USTAZ WIJAYANTO

Ustaz Wijayanto adalah seorang dai sekaligus seorang akademisi yang mengabdi di Universitas Gadjah Mada Jogyakarta. Profesinya sebagai seorang dosen membuat materi ceramahnya berbau ilmiah, selain itu humor-humor yang diselipkan beliau dalam dakwahnya juga menjadi ciri khas tersendiri dari sosoknya. Berikut ini adalah beberapa gaya bahasa yang beliau katakan:

a) Peribahasa (Amtsal)

(1) Aspek Sosial - Bercinta Ibarat Sedekah dan Ibadah 143

Bercinta dalam konteks ini bermakna hubungan suami istri. Dalam melakukan hubungan ada aturan-aturan yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW. tidak boleh melakukannya di tempat umum seperti binatang sekalipun sudah halal. Ada satu riwayat yang menerangkan bahwa tidak boleh berhubungan badan dengan sama-sama telanjang, Nabi menyarankan agar menggunakan kain untuk menutupi diri.

Istri sebagai ladang dakwah mesti dihormati pula hak-haknya dengan baik. salah satunya adalah tidak mendokumentasikannya walaupun untuk konsumsi pribadi, karena dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dan menjadi konsumsi publik bila filenya tersebar. Selain itu suami istri juga perlu memerhatikan kebersihan tempat agar hubungan yang dilakukannya sehat.

143 Disampaikan dalam tema “ Seni bercinta Islami”Majlis Sakinah, ditayangkan di MNC TV., 2015

123

Rasulullah SAW telah mewasiatkan pula agar berbuat baik dengan berlaku lemah lembut serta berbuat baik kepada kaum wanita, Hal ini dapat direalisasikan dengan mengungkapkan kata-kata yang baik kepada mereka serta memperbaiki tindakan dan penampilan untuk pasangan. Perumpamaan demikian dikatagorikan pada amtsal Hikmiyah, karena perumpamaan ini mengandung nasehat yang baik.

- Madu di Tangan Kanan, Racun di Tangan Kiri144

Ustadz wijayanto lebih lanjut dalam materi poligami yang berdurasi 26 menit dan 42 detik menjelaskan bahwa hidup adalah pilihan. Diantara banyak pilihan ada orang-orang yang memilih setia dengan satu istri, namun banyak juga laki-laki yang melakukan poligami dalam kehidupan pernikahan mereka. tentu saja ini tidak bertentangan dengan syariat Islam. Namun syarat bagi mereka yang berpoligami adalah harus mampu bersikap adil. Disinilah banyak terjadi perdebatan, karena adil menurut ukuran manusia adalah sama rata. Meskipun materi dan waktu dibagi sama, ada hal-hal yang tidak bisa terurai dengan mudah, yakni kecenderungan pada satu istri.

Madu di tangan kanan, racun di tangan kiri adalah perumpamaan yang diberikan dai ini untuk memberitahukan mad’u bahwa mereka tidak akan mampu bersikap sama (adil) diantara istri-istri mereka. Walaupun kecenderungan itu ada, Suami harus senantiasa berusaha bersikap adil secara lahir kepada istri-istrinya. Kecenderungan kepada salah satu istri memanglah hal alamiyah pada diri manusia, oleh sebab itu, laki-laki yang berpoligami hendaknya tidak berlebihan pada hal itu, agar istri lain tidak merasa cemburu apalagi sakit hati.

144 Poligami dalam Islam (durasi 00:26:42), 2015

124

- Istri Ibarat Ladang Bagi Suaminya

Ladang adalah sebidang tanah yang bisa dimanfaatkan untuk ditanami tumbuh-tumbuhan. Bila baik merawatnya ladang bisa menghasilkan buah dan sayuran segar, sebaliknya ia juga bisa menghasilkan kualitas tanaman yang buruk bila kita tidak memperhatikannya. Begitu pula dengan istri, menjaga dan memperhatikannya dengan baik adalah ibadah dan dapat membawa suami ke surga-Nya Allah. Sebaliknya suami yang acuh pada istri dan keluarganya baik pada hal ibadah maupun lainnya tidak akan mengalami kesenangan di dunia, dan akan menanggung dosa di akhirat kelak.

Pasangan suami-istri harus mampu menjaga aib satu sama lain sekalipun sedang bertengkar atau dalam keadaan yang tidak baik. sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 187:

      

“mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.”

             

      

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”

125

Oleh karena itu peribahasa ini termasuk dalam jenis Amtsal al Hikmiyah, karena mengandung tujuan sebagai nasehat untuk kedamaian dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Menikah adalah proses menghalalkan hal-hal yang sebelumnya haram, setelah sah menjadi suami-istri, mereka bisa saling menggauli satu sama lain. Tidak terelakkan, hampir semua manusia menginginkan kehidupan pernikahan, mereka bisa saling menjaga dan menunaikan hak dan kewajibannya bersama-sama. Suami hendaknya berkelakuan dan menggauli istrinya dengan baik, mencukupi segala kebutuhan dan memberikan kasih sayang dalam kehidupan rumah tangga.

Begitu pula bagi istri, ia mesti dapat melayani suaminya dengan baik, membantu menyiapkan keperluan serta mendengar keluh-kesah suami. Bila masing-masing paham akan hak dan kewajibannya, kehidupan rumah tangga akan berjalan harmonis hingga waktu yang lama.

Betapa indahnya kehidupan rumah tangga yang harmonis, mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan surga di akhirat kelak. Terlebih istri yang surganya ada pada rida suami, ia dengan mudah dapat masuk surga bila menjalankan kewajibannya dengan baik dan selalu menyenangka hati suami.

b) Kata Mutiara (Hikam) (1) Aspek Sosial - Harta yang Sesungguhnya Adalah Harta yang Kita Infakkan

Takdir kita telah tergaris jauh sebelum kita lahir ke dunia. Kematian, kekayaan, jodoh, anak-anak pada waktunya akan kembali kepada Allah. Adapun yang kita bawa ketika mati hanyalah amal. Salah satu hal yang dapat membantu kita nanti adalah harta yang telah kita dermakan. Sesungguhnya harta yang kita miliki adalah titipan

126

Allah, walaupun kita mengatakan memperolehnya dengan hasil keringat sendiri. Setelah mati apa yang kita punya akan menjadi warisan bagi anak cucu, satu-satunya hal dari harta yang dapat membantu kita adalah harta yang kita infakkan selama di dunia. Selain itu manfaat kekayaan hanya sampai batas pintu kuburan.

- Maka Berbicaralah yang Baik atau Diam

فليقل خيرا أو ليصمت “Berbicaralah yang baik, kalau tidak maka lebih baik diam”

Dalam berpuasa kita harus menahan dua lubang, lubang atas dan lubang bawah. Lubang atas maksudnya adalah menahan diri dari makan, minum, menggunjing orang lain, memfitnah orang lain, membicarakan orang lain, berbicara yang tidak benar, dan lain sebagainya. Adapun lubang bawah mmempunyai makna hakiki yaitu anggota tubuh antara dua paha, maksudnya adalah menahan diri dari hubungan suami istri di siang hari bulan ramadhan. Demikian dai menyampaikan dengan kata indah berupa nasehat terutama bagi orang yang tidak dapat memelihara mulutnya bahwa diam adalah lebih baik baginya daripada berbicara.

(2) Aspek Nasihat - Janganlah Engkau Mengakhirkan Pekerjaanmu Hingga Esok Hari, Sedangkan Engkau Bisa Mengerjakannya Sekarang

Kata mutiara ini merupakan salah ungkapan yang diambil oleh dai dari perkataan para Hukama.

التؤخر عملك إلى الغد ماتقدره أن تعمله اليوم

127

“Janganlah kau mengakhirkan pekerjaanmu selagi mampuh dikerjakan hari ini”

Menunda-nunda pekerjaan adalah hal yang umumnya dilakukan oleh manusia. Mereka menganggap waktu masihlah luas untuk mengerjakan pekerjaan tersebut kemudian. Salah satu contohnya adalah kebiasaan menunda hutang. Tanpa disadari mereka telah lupa pernah berhutang, lalu ketika datang empunya hutang untuk menagih, mereka lantas mengelak hingga terjadi konflik. Jadi bisa dikatakan bahwa menunda-nunda pekerjaan bisa membawa kemudaratan di kemudian hari.

Contoh lain yaitu hutang kepada Allah, dan kebiasaan ini kerap kali dilakukan oleh perempuan. Mereka menunda-nunda membayar puasanya hingga tanpa disadari telah melangkahi bilangan tahun. Lambat laun mereka lupa hingga akhirnya meninggal dengan keadaan belum membayar hutang.

Pesan yang ingin dibawa oleh mubalig ini adalah jangan menunda pekerjan jika kita memiliki keluasan waktu saat ini. Karena besok dan seterusnya pekerjaan tersebut tidak akan selesai tanpa dikerjaan. Di masa depan ketika kita melihat teman-teman sebaya telah sukses dan maju barulah kita menyesali setiap waktu yang terbuang oleh hal yang sia-sia.

- Barang siapa mendorong orang lain untuk berbuat baik, maka pahala baginya sama dengan yang mengerjakannya

Berbuat baik adalah suatu hal yang dianjurkan dalam agama, baik kepada orang tua, guru, teman, tetangga, maupun dengan orang-orang yang tidak kita kenali. Dai tersebut mengatakan bahwa mengingatkan orang lain untuk melakukan kebajikan sama pahalanya dengan melakukan sendiri pekerjaan tersebut. Dari sana kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mengingatkan orang lain saja berpahala, apalagi

128

kalau kita sendiri yang mengerjakannya, tentu kita akan mendapat dua kebaikan, pertama kebaikan dalam mengingatkan, dan kedua kebaikan karena mengerjakan.

Demikianlah beberapa dai dalam menyampaikan ceramahnya dengan berbagai gaya retorika dan gaya bahasa yang berbeda satu sama lain, walaupun berbeda gaya, terdapat kesatuan tekad dan satu misi, yaitu menegakkan dan menyebarkan agama Islam yang mulia di muka bumi ini.

129

BAB V

PUNUTUP

Pada penelitian ini dibatasi kajiannya pada kata-kata hikmah (kata mutiara)dan amtsal (peribahasa) yang digunakan para dai dalam dakwahnya. Para dai di sini di batasi pada wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Antara lain: KH. Zainudin MZ (Jakarta), Aa Gym Nastiar (Jawa Barat), Ustaz Jefry al Bukhory (Jakarta), Habib Ahmad al-Habsy (Jakarta), dan Ustaz Wijayanto (Jawa Tengah).

A. KESIMPULAN

Secara umum para dai menggunakan gaya bahasa sastra dalam menyampaikan materi dakwahnya dalam bentuk peribahasa (amsal) dan kata mutiara (hikmah) baik berasal dari bahasa Arab maupun bahasa Indonesia. Bahasa Arab yang digunakan oleh para dai mayoritas bersumber dari Al Qur’an, Al-Hadist, kata-kata bijak dari qoul ulama dan hukama. Pengaruh penggunaan kata-kata pepatah dan hikmah yang digunakan para da’i dilihat dari keindahan gaya bahasanya dalam retorika termasuk dalam corrective (membenarkan) materi dakwah, instructive (memerintah) sugestive (mendorong) dan defensive (mempertahankan). Bentuk retorika yang sering digunakan oleh KH. Zaenuddin MZ adalah to change belief (mengubah sikap), dalam hal ini penceramah mampu mengubah sikap, kepercayaan maupun tindakan yang sudah dianut oleh mad‟u untuk dapat mengubah kepercayaan mereka dengan kepercayaan yang kita anut dan tentunya baik untuk di dunia dan akhirat ini bisa ditunjukkan dengan “Seperti pisau, tajam kebawah tumpul keatas”. Sedangkan bentuk retorika yang digunakan oleh Aa Gym adalah to inform (pendidikan) karena banyak sekali pendidikan yang diterima dengan bertujuan untuk

130

memberitahu dan juga menjelaskan hal- hal yang belum diketahui sebelumnya. memberikan pengertian dan penjelasan kepada khalayak atau massa, dengan tujuan untuk memberikan penerangan atau penjelasan yang mampu menanamkan pengertian dengan sejelas- jelasnya dan sebaik-baiknya. Retorika UJE memiliki gaya khas dari yang lainnya, karena pemanis retorikanya sungguh dengan suaranya yang luar biasa menjadi pengikat hati melantunkan cinta Allah dan Rasulnya. Demikian juga bentuk retorika yang digunakan oleh habieb al Habsyi dan ustadz Wijayanto ada kesamaan dari sisi materi, yaitu menggunakan style gaya bahasanya yang indah dengan amtsal dan Hikmah. Dilihat dari kajian sastra Arab yang merupakan style dari retorika isi materi para dai, mayoritas menggunakan amsal hikmiyyah, amtsal sya’biyah, dan sedikit sekali amtsal Fukaahiyah dan amtsal Khurafiyyah. hal ini dapat dimaklumi karena kewajiban para dai adalah memberikan nasehat sesuai dengan tugasnya sebagai penyampai nasehat pada jamaahnya dengan mengumpamakan apa yang ada disekitar masyarakat agar mereka lebih faham.

B. Saran-saran 1. Puslitpem sebagai pusat penelitian di berbagai universitas hendaknya memfasilitasi terbentuknya buku biografi dan berbagai karya para dai sebagai kajian keimuan yang terus berkembang. 2. Perpustakaan tingkat Fakultas dan Universitas di Indonesia hendaknya melengkapi karya- karya para dai dan yang berkaitan dengan sastra, retorika, dan dakwah baik versi cetak maupun elektronik.

Wallaahu A’lam bi Shawab...

131

DAFTAR PUSTAKA

Abda, Muhaimin, 1994, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, Surabaya: al-Ikhlas

Abidin, Djainal SS, 1996, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, Jakarta: Gema Insani Press

AB, Syamsuddin. “Pengantar Sosiologi Dakwah”. Jakarta: Kencana, 2016

Afandi, Bisri. Beberapa Percikan Jalan Dakwah, Surabaya : Fakultas Dakwah Surabaya 1984

Al-Bukhari, Jefri. Rahasia Sukses Satria Muda, Tanggerang : Multimitrasel 2007

Al-Bukhari, Jefri.Sekuntum Mawar Untuk Remaja, Jakarta : Pustaka Al-Mawardi 2006

Aziz, Moh Ali, 2004, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media

Al-Habsyi, Ahmad. Ada Surga di Rumahmu: 7 Keajaiban Orangtua. Jakarta: Haqiena Medina, 2012

Aa Gym nastiar, Introspeksi (Kaset), Rangkaian Taushiyah, Daarut Tauhid, Bandung.

Aa Gym nastiar, Lisan (Kaset), Rangkaian Taushiyah, Daarut Tauhid, Bandung.

Aa Gym Nastiar, Membangun Kedisiplinan (Kaset), Rangkaian Taushiyah, Daarut Tauhid, Bandung.

Aa Gym nastier, Do’a (Kaset), Rangkaian Taushiyah, Daarut Tauhid, Bandung.

Apandi, Lenny, M. Junaedi, Dedi. & Pakpahan, Lisbet, KH. Abdullah Gymnastiar Tak Mau Jadi konglomerat. Majalah d’Maestro. 2004

Akhmad Muzakki, Stilistika Al-Qur’an Gaya Bahasa al-Qur’an dalam konteks Komunikasi, (Malang: UIN Malang Press, 2009)

Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), cet-1

A.H. Hasanuddin, Rhetorika Da’wah & Publisistik dalam Kepemimpinan ( Surabaya: Usaha Nasional, Awal tahun baru hijriyah 1402)

Abd. Rosyad Shaleh, “Manajemen Dakwah Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993)

132

Asroni, Ahmad. Muhammad Yusup, dkk. Dakwah dan Politik, Menakar Kontribusi Organisasi Islam Sayap Partai Politik bagi Masyarakat Muslim Yogyakarta. (UIN Sunan Kalijaga: Jurnal Dakwah, 2013). Vol. XIV, No. 1

Bachtiar, Wardi, 1997 Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos

Bambang S. Ma‟arif, Komunikasi Dakwah (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010)

Bashori. Konsep Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam. HIKMAH: Vol. 6 No. 2.

2017

Dr.H.Hamzah Ya‟qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah & Leadership Bandung:Diponegoro, 1992)

Fadhlullah, Muhammad Husain, 1997, Metodologi Dakwah dalam Al-Qur’an, Jakarta: Lentera

Gymnastiar, Abdullah, 2006, Aa Gym Apa Adanya, Bandung: MQ Publishing Gymnastiar, Abdullah. KH. Aa Gym dan Fenomena Darut Tauhid. Mizan. 2001

Hasanuddin, 1996, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya

Hasanuddin, Efektivitas Metode Demonstrasi dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam Siswa SDN 1 Tinigi Tolitoli.. Makassar: UIN Alauddin, 2012

Hernowo dan Ridwan, M. Deden, ed, 2001, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid, Bandung: Mizan

Ibrahim Ali Abu al Khasyab dan Muhammad Abdul Mun’im Khafajy, Turatsuna alAdaby, shuwarun min rawaai’ihi wa malaamihihi, Dar athiba’ah al Muhammadiyah, al Azhar, Kairo.

Iswanto, Yudi. Kontroversi poligami Aa Gym. Ponpes Akmaliah, Jakarta 2007

Internet, Http:// bandung.detik.co/ Alfarini Eridan

Internet,Http://myhesti.gresikmall.com/2008/04/30/abdullah-gymnastiar-aa gymsukses- bisnis-dengan-akhlak/ - 45

J Moleong, Lexy, 2000, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya

Jum’ah Amin, “Fiqih Dakwah”, (Solo: Intermedia, 1998), cet. ke-2.

133

Kustadi Suhandang, Retorika Strategi, Teknik dan Taktik Pidato, (Bandung: Nuansa,

2009 Maryatin. Efektivitas Metode Ceramah dalam Penyampaian Dakwah Islam: Studi

pada Kelompok Pengajian di Perumahan Mojosongo Permai Kabupaten Boyolali. Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 34 No. 1. 2014

Mansur. “ Dakwah pada Mayarakat Muslim Etnis Bali Desa Sulamendara Kabupaten

Konawe”. Al-Izzah: Vol. 8 No. 2. 2013

M. Ghazali, “Dakwah Komunikatif”, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), cet. ke-1

M. Arifin, “Psikologi Dakwa”’, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet. ke-1

M. Ansari, “Mujahid Dakwah”, (Bandung: Di ponigoro, 1994), cet. ke-3

Murniaty Sirajudddin, Pengembangan Straegi Dakwah Melalui Media Internet (Peluang dan Tantangan), (Makassar: UIN Alauddin, 2015)

Mustaqim, Muh. Politik Sebagai Media Dakwah, Analisis Atas Model Gerakan Baru Partai Keadilan Sejahtera (PKS). (Surabaya: UIN Surabaya, 2014)

Nawa, Julie, Imam Syamsi Ali Menebar Damai di Bumi Barat. Jakarta: PT Mizan

Publika, 2013

Nasriah, ST. Surat Kabar Sebagai Media Dakwah. Jurnal Dakwah Tabligh: Vol. 13 No. 1, 2012

Onong Uchjana EfEffendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2007)

Qahthani, Said bin Ali, 1994, Da’wah Islam Da’wah Bijak, Jakarta: Gema Insani Press

Quraish Shihab, “Membumikan Al-Qur’an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyaraka”t, (Bandung: Mizan, 1998), cet. ke-17

Rafi’i, Musthofa, 2002, Potret Juru Dakwah, Jakarta: Pustaka al-Kausar

Rafi’uddin, “Prinsip Dan Strategi Dakwah”, (Bandung: Pustaka Pelajar, 1997), cet. ke-1

134

Rahmawati, Rukhaini Putri. Kaderisasi Dakwah Melalui Lembaga Pendidikan Islam. 2016. Jurnal TADBIR, Vol.1, No. 1

Saliman. Kepemimpinan: Konsep Pendekatan,dan Strategi. Staffnew.uny.ac.id, 2016

Shomad, M. Idris A., tt, Diktat Ilmu Dakwah, Jakarta: Tpn

Sumber, (blog: aroen99society), Biografi Aa Gym (KH. ABDULLAH GYMNASTIAR)

Suparta, Munzier dan Hefni, Harjani, ed, 2003, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana

Syukir, Asmuni, 1983, Dasar-dasar strategi dakwah Islam, Surabaya: Al-ikhlas

Setiyaji, Achmad. Aa Gym: Mengapa Berpoligami?. Qultum Media. 2006

Sadiah, Dewi, Metode penelitian dakwah, Bandung, PT. Temaja Rosdakarya, cet pertama, 2015

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2009

Syahputra, Kharisma. Efektivitas Penggunaan Metode Tanya Jawab dalam Berdakwah Materi Ziswaf Study Kasus pada Jamaah Majlis Taklim Al- Furqoon Meruya Selatan Kembangan Jakarta Barat. Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2017 Sumadi, Eko. Dakwah dan Media Sosial: Menebar Kebaikan Tanpa Diskriminasi. (Jurnal STAIN Kudus, 2016). Vol. 4, No. 1, X

Tauhid, Daarut, Buku kenangan Wisata Rohani, Bandung: MQS Publishing

Toha Yahya Omar, “Ilmu Dakwah”, (Jakarta: wijaya, 1992), cet. ke-5

Toto Asmara, Komunikasi Dakwah, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, t.t)

Ustaz Jefry al Bukhory (UJE), Rangkaian Kultum (CD), Jakarta.

Umam, Cholil, 1994, Rahasia Keberhasilan Dakwah K. H. Zainuddin MZ, Surabaya: Ampel Suci Warson Munawwir, Kamus Al- Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1994)

Wikipedia Bahasa Indonesia, https://.m.wikipedia.org

Wikipedia.org, https://id.wikipedia.org/wiki/Wijayanto#Pendidikan

Yani’ah Wardani, Cahya Buana, Pengaruh Unsur Ekstrinsik terhadap lihatAtar Semi,

135

Kritik Sastra, (Bandung: Angkasa, 1989), hlm 30-31.)

Yuyun Rohmatul Uyuni, Uslub Al-Quran: Stilistika Gaya bahasa Al-Quran. Vol 01 no 02 (Juli-Desember 2009) Jurnal Al-Ittijaah.

Khanifatuzzuhro, Yuni eka. Kontribusi Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah Terhadap Perkembangan Pendidikan Islam di Keecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu, (Lampung: IAIN Raden Intan, 2017)

Zaini, Ahmad. Dakwah Melalui Media Cetak. Jurnal At-Tabsyir: Vol. 22 No. 2, 2014

136

TENTANG PENULIS

Biografi Penulis I

Yaniah Wardani lahir di Bandung, 20 Oktober 1960. Ia merupakan dosen tetap dan menjadi Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama (2010-2014). Dan sekarang ia menjabat sebagai Wakil Dekan II Fakultas Adab dan Humaniora di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2015-2019). Ia aktif dalam kepengurusan Pusat Organisasi Muslimat NU sejak tahun 2000. Pada tahun (2011- 2016) menjabat sebagai ketua pada bidang Litbang dan Hubungan Luar Negeri, pada tahun berikutnya ia kembali menjabat sebagai ketua pada bidang pendidikan (2016- 2021). Ia mengetuai Himpunan Daiyah Muslimat NU (HIDMAT) Nasional periode (2011-2016), Ketua Dewan Kyai Darul Hikam Bandung, Wakil ketua yayasan Darul Hikam, dan bersamaan mengetuai Majlis Taklim Centre Bandung.

Beberapa karyanya dalam bentuk buku dan artikel yang telah dimuat antara lain adalah: Syair-syair estetika Ibn al Qayyim al Jauziyah: Deskripsi tentang dunia, hati dan surga (2009), Ilmu Arudh: Teori dan aplikasi Balaghah Wadhihah (2010), Qashidah al Burdah fi madh al Rasul: Dirasah Muwazanah baina Ka’ab ibn Zuhair wa al Bushiri (2012), Diksi dalam Amtsal Arab dan Indonesia: Sebuah Kajian Banding (2012), Makalah/Jurnal: Ikhtishar Qashidah al Burdah: Muwazanah baina Ka’ab wa al Bushiri (2012), Amtsal/Pepatah Arab: seni dan macam-macamnya, Deskripsi hati dalam syair Ibn al Qayyim al Jauziyah (2012), Estetika Syair Ibnu Qayyim al Jauziyah: Deskripsi tentang dunia (2010), dan Pemakaian Peribahasa dan Kata Mutiara dalam Retorika Dakwah Para Dai di Indonesia: Kajian Stilistika dalam Sastra Arab – Indonesia. Prociding: Proceeding of The Internasional Conference on Cultuire and Language in Southeast Asia (ICCLAS 2017),

Penulis mendapatkan kesempatan Posdoc di KIAS (center of Islamic Area Studies). ASAFAS (Studi Kajian Asia Afrika) Kyoto University di Jepang pada tahun 2009, penelitian Unggulan Kolaborative Internasional mengenai The Development of Moderm Society Tariqah Movement in Indonesia and Pakistan di Pakistan tahun 2018. dan pernah mendapat kesempatan mengunjungi Arab Saudi, Tokyo University dan Kyuzu University (Jepang), Kasetsar University dan Khonkain University (Thailand), Los Banos University (Philipina), dan UKM (Malaysia).

Beberapa penghargaan yang pernah ia terima diantaranya penghargaan Satya Lencana karya satya X tahun 2009 dari mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Satya Lencana karya Satya XX tahun 2015 dari Presiden RI, Joko Widodo.

1

Biografi Penulis II

Umi Musyarrofah lahir di Temanggung, 16 Agustus 1971. Ia Merupakan dosen tetap di Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi. Beberapa penelitian yang pernah dilakukannya antara lain adalah: ISLAMPHOBIA: KONSEP SEDEKAH YUSUF MANSUR MELALUI PESANTREN DAARUL QUR’AN MULIA (2012), Masyarakat Tangerang Selatan (2014), dan SEBARAN ALUMNI JURUSAN KPI FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN JAKARTA (2013). Karyanya dalam bentuk buku diantaranya: Hadist Dakwah dan Komunikasi (2008), dan DAKWAH KH. HAMAM DJA’FAR MELALUI PONDOK PESANTREN PABELAN (2009).

2