Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

KEARIFAN EKOLOGI ORANG BADUY DALAM KONSERVASI PADI DENGAN “SISTEM

Johan Iskandar1 , Budiawati Supangkat Iskandar2

1 Prodi Biologi dan Sekolah Pascasarjana Ilmu Lingkungan, PPSDAL-Unpad. 2 Prodi Antropologi, FISIP Unpad

Diterima 22 April 2017 Abstrak. Ditilik dari sejarah ekologi, di masa silam sebelum ada program Disetujui 26 Mei 2017 modernisasi usaha tani sawah melalui program Revolusi Hijau, para Publish 31 Mei 2017 petani sawah di Jawa Barat dan Banten guyub menyimpan padi hasil panen padi di lumbung (leuit). Kini sistem lumbung padi tersebut hampir Korespondensi : punah di Jawa Barat dan Banten. Namun masyarakat Baduy yang Jl. Raya Bandung-Sumedang bermukim di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Km 21, Jatinangor Sumedang Banten Selatan, kebiasaan menyimpan padi pada sistem leuit masih kokoh 45363, Jawa Barat. dipertahankan secara lekat budaya dan berkelanjutan. Paper ini Tel.22-797712 mendiskusikan tentang kearifan ekologi Orang Baduy dalam Jl. Raya Bandung-Sumedang mengkonservasi padi dengan sistem leuit. Metoda penelitian Km 21, Jatinangor Sumedang menggunakan kualitatif dengan pendekatan etnoekologi. Hasil penelitian 45363, Jawa Barat. menunjukkan bahwa Orang Baduy memiliki kearifan ekologi, seperti Tel. 778418 & 7796416 mampu menyimpan padi ladang hasil panen mereka pada lumbung padi email: (leuit) secara tahan lama dalam kurun waktu hingga puluhan tahun. Padi [email protected], ladang utamanya hanya digunakan untuk memenuhi berbagai upacara [email protected] adat dalam kegiatan berladang dan untuk dikonsumsi sehari-hari, c.id terutama apabila Orang Baduy tidak memiliki cukup uang untuk membeli beras sawah dari warung. Maka seyogianya kearifan ekologi Orang e-ISSN : 2541-4208 Baduy ini dapat dipadukan dengan pengetahuan ilmiah Barat, guna p-ISSN : 2548-1606 dimanfaatkan dalam progam pembangunan keamanan dan ketahanan pangan secara berkelanjutan berbasis pemberdayan masyarat di . Kata kunci: kearifan ekologi, sistem leuit, katahanan pangan, Orang Baduy

Abstract. Based on ecological history, in the past before introducing the commercialization of the wet- cultivation through the Green Revolution program, the farmers of wet-rice cultivation systems of and Banten predominantly stored the harvested rice in the rice (leuit). Nowadays, the rice-barn systems, however, have nearly disappeared in West Java and Banten. Although it has almost extinct in West Java and Banten, the Baduy community who reside in the village of Kanekes, sub-district of Leuwidamar, district of Lebak, South Banten, has strongly maintained the tradition of storing the swidden rice in the rice that is strongly embedded by culture and sustainable system. This paper discusses ecological wisdom of Baduy people in the conservation of the rice through the rice barn system. Method used in this study was qualitative with ethnoecological approach was applied. The result of

38

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

study shows that the Baduy people have ecological wisdoms, such as able to maintain the harvested dry rice grain in the rice barn with durable condition for a long time about several decades. The swidden rice has mainly used to fulfill the traditional rituals of the swidden farming activities and for daily home consumption, particularly if the Baduy household has not enough money to buy the sawah rice from small shops. This ecological wisdom of the Baduy community, therefore, it may be usefully hybridized with Scientific Western Knowledge to benefit to use for sustainable food security and food resilience program based on the initiative community empowerment program in Indonesia. Key words: ecological wisdom, rice barn system, Baduy people

Cara Sitasi Iskandar, J., & Iskandar, B. .S. (2017). Kearifan Ekologi Orang Baduy dalam Konservasi Padi dengan “Sistem Leuit”. Jurnal Biodjati, 2 (1), 38-51.

PENDAHULUAN karena keseimbangan ekosistem sawah terganggu, seperti musuh-musuh alami hama Berdasarkan sejarah ekologi atau sejarah tersebut banyak yang punah keracunan lingkungan, pada masa silam sebelum era pestisida (Fox 2016; Winarto 2016). Selain itu, 1970-an, penduduk pedesaan di Jawa Barat kebiasaan penyimpanan padi di lumbung- dan Banten bercocok tanam padi dilandasi lumbung padi guna mendukung ketahanan kuat oleh pengetahuan ekologi lokal (local pangan penduduk perdesaan oleh para petani ecological knowledge atau local knowldge) hampir punah. Berbagai dampak negatif dan kepercayaan (belief atau cosmos) tesebut, antara lain diakibatkan oleh pengaruh (Iskandar dan Iskandar 2011; Adimihardja sampingan dari program modernisasi usaha 2004). Pengaruh positifnya, para petani dalam tani sawah melalui program Revolusi Hijau di mengelola lahan pertaniannya sangat hati-hati, awal tahun 1970-an. sehingga kerusakan lingkungan, seperti Walaupun kebiasaan penyimpanan padi pencemaran lingkungan oleh pestisida tidak di leuit di berbagai kawasan perdesaan Jawa terjadi dan keseimbangan ekosistem sawah Barat dan Banten hampir punah, namun ataupun ladang juga dapat terpelihara. Selain masyarakat Baduy yang bermukim di Desa itu, secara tradisi padi-padi gabah hasil Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten panennya guyub disimpan di lumbung- Lebak, Banten Selatan, masih tetap kokoh lumbung padi (leuit). Namun, dewasa ini mempertahankan aturan adat (pikukuh) Baduy, sistem pertanian sawah di berbagai perdesaan menyimpan padi gabah kering hasil berladang Jawa Barat dan Banten lebih dilandasi kuat (ngahuma) di lumbung-lumbung padi (leuit). oleh kepentingan ekonomi pasar. Serta padi-padi gabah yang disimpan di leuit- Konsekuensinya, kini para petani sawah sangat leuit tersebut dapat tahan hingga mencapai tergantung pada berbagai asupan dari luar, lebih dari 50 tahunan, dengan kondisi baik dan seperti pestisida pabrikan. Akibatnya , terjadi masih layak untuk dikonsumsi. Padahal, bagi pencemaran lingkungan oleh pestisida secara para petani sistem sawah modern komersil masif dan sering terjadi ledakan hama, seperti Pasca Revolusi Hijau di berbagai kawasan hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal), non-Baduy tidak memiliki kemampuan lagi 39

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati untuk menyimpan padi jangka panjang tanpa leuit (Jamaludin, et al., 2013), etnomatematik rusak. leuit (Aristeyawan, et al., 2014), dan tata- Pada umumnya, padi-padi gabah ladang bangunan leuit (Al-ansori, et al., 2015). yang disimpan di lumbung-lumbung padi Namun, studi khusus tentang sistem leuit (leuit) Baduy tetap terjaga dari kerusakan dan Baduy kaitannya dengan konservasi padi lokal, terhindar dari serangan hama, seperti tikus dan belum ada yang mengkajinya. Padahal, aspek serangga. Hal tersebut dikarenakan padi di ini sungguh menarik dikaji karena masyarakat dalam leuit dikelola secara seksama oleh tiap Baduy mampu mempertahanan keamanan dan keluarga Baduy berdasarkan pengetahuan lokal ketahanan pangan, antara lain disebabkan atau pengetahuan ekologi lokal secara lekat setiap keluarga Baduy memiliki leuit. budaya, yang diwariskan secara turun temurun Paper ini mendiskusikan tentang kearifan dari leluhurnya secara lisan menggunakan ekologi masyarakat Baduy dalam bahasa ibu, bahasa Sunda (bandingkan Toledo mengkonservasi padi ladang dengan sistem 2000; Carlson dan Maffi 2004; Berkes 2008). leuit secara berkelanjutan, dengan dilandasi Secara umum, pengetahuan lokal (local kuat oleh pengetahuan ekologi lokal dengan knowledge) atau biasa disebut pula dengan secara lekat budaya. berbagai sebutan lainnya, seperti pengetahuan ekologi lokal (local ecological knowledge), BAHAN DAN METODE pengetahuan ekologi tradisional (traditional ecological knowledge), pengetahuan penduduk Penelitian ini dilakukan di lapangan yaitu perdesaan (rural people’s knowledge), di kawasan Baduy, di Desa Kanekes, pengetahuan penduduk tentang lingkungan Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, (indigenous environmental knowledge), Provinsi Banten (Gambar 1). Khususnya, studi danpengetahuan rakyat (folk konowlede), kasus dilakukan di Kampung Kaduketug dalam konteks pembangunan dapat diartikan Baduy Luar dan Kampung Cibeo, Baduy sebagai pengetahuan bersifat kolektif yang Dalam. Secara geografi lokasi Desa Kanekes dimiliki oleh suatu populasi, yang ini terletak pada 6027’27”-6030’ Lintang dikomunikasikan secara lisandengan Selatan dan 10803’9” Bujur Timur. Total menggunakan bahasa ibu, bersifat holistik, wilayahnya secara keseluruhan sekitar sangat mendalam tapi sangat spesifik lokal, 5.136,58 ha. Berdasarkan adat, kawasan berhubungan dengan berbagai ranah, terutama Baduy ini dapat dibagi menjadi 2 wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam, dan utama yaitu kawasan Baduy Dalam (Baduy sangat rentan terhadap kepunahan (Ellen dan Jero) dan Baduy Luar (Baduy Luar atau Harris, 2000 ; Sillitoe, 2002). Panamping). Baduy Dalam terdiri dari 3 Berbagai studi tentang masyarakat kampung yaitu Kampung Cibeo, Kampung Baduy dan sistem pengelolaan sistem ladang Cikartawarna dan Kampung Cikeusik. masyarakat Baduy telah banyak dikaji oleh Sementara itu, Baduy Luar terdiri dari lebih para peneliti. Demikian pula, beberapa aspek 50 kampung (Wessing dan Barendregh, 2005 ; tentang sistem leuit Baduy, telah ada yang Iskandar dan Iskandar, 2017). mengkajinya, seperti tentang sistem arsitektur

40

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di kawasan Baduy, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten Selatan

Jumlah penduduk Baduy pada tahun seperti cengkeh, coklat, karet, jati, dan lain- 2015, tercatat total 11.620 orang, terdiri dari lain. 3.395 kepala keluarga (KK) (Statistik Desa Metoda yang digunakan dalam studi ini Kanekes, 2015). Jumlah penduduk tersebut bersifat kualitatif dengan pendekatan sekitar 90% merupakan penduduk Baduy Luar etnoekologi (Martin, 1995 ; Newing et al., dan sisanya 10% penduduk Baduy Dalam. 2011 ; Albuquerque et al., 2014).Teknik dalam Pekerjaan utama masyarakat Baduy pengumpulan data lapangan yaitu melakukan adalah berladang atau ngahuma (Ichwandi dan observasi lapangan, wawancara semi-struktur, Shinohara, 2007 ; Jamaludin, 2012; Suparmini dan observasi partisipasi. Observasi lapangan et al., 2013; Iskandar dan Iskandar 2017). utamanya melakukan pengamatan terhadap Berladang bagi masyarakat Baduy dianggap kondisi permukiman (kampung), ladang sebagai kewajiban dalam agama mereka, yang (huma), lumbung padi (leuit), hutan tua disebut Sunda Wiwitan. Berdasarkan adat (leuweung kolot), hutan sekunder (reuma). Baduy, menggarap ladang menerapkan Wawancara semi-struktur dilakukan terhadap berbagai pantangan atau tabu, seperti pantang informan yang dipilih secara purposive yang menggunakan benih padi modern, pupuk dianggap kompeten dengan memperhatikan sintesis an-organik dan pestisida pabrikan, keragamannya, seperti kepala desa (jaro serta memperdagangkan padi hasil ladang. pemerintah), sekretaris desa (carik), tetua Mereka juga pantang menggarap sawah; kampung (kolot lembur), staf puun bagian memelihara ternak kerbau, sapi, dan domba; adat (jaro tangtu) Cibeo, serta beberapa petani bertanam jenis tanaman komersil secara tua laki dan perempuan di Cibeo, Baduy monokultur monokultur, seperti cengkeh, Dalam dan Kampung Kaduketug, Baduy Luar. coklat, karet, jati, dan lain-lain monokultur, Sementara itu, observasi partisipasi dilakukan 41

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati dengan cara peneliti ikut terlibat dalam Lumbung Padi (Leuit) beberapa kegiatan berladang Orang Baduy, Lumbung padi (leuit) Baduy adalah seperti panen padi, memasukan padi ke merupakan bangunan khusus dipergunakan lumbung padi (leuit) dan merawat padi di leuit. untuk menyimpan padi ladang oleh tiap Data lapangan yang terkumpul dari hasil keluarga masyarakat Baduy. Lumbung- observasi, observasi partisipasi, dan lumbung padi umumnya ditempatkan di wawancara semi-struktur dianalisis dengan sekeliling pemukiman di kawasan hutan cara pengecekan data secara silang (cross- kampung (dukuh lembur). Lokasi yang dipilih cheking), perangkuman (summarizing) dan untuk tempat leuit di bawah pepohonan pensintesaan (synthesizing), serta dinarasikan rimbun dukuh lembur, tapi masih cukup dapat secara deskriptif analisis secara runut (Newing penyinaran matahari dan juga terlindung dari et al., 2011). air hujan, ketika hujan turun di musim penghujan. HASIL Pada masyarakat Baduy dikenal ada 3 tipe lumbung padi (leuit) yaitu leuit lenggang, Berdasarkan hasil studi lapangan leuit mandiri, dan leuit karumbung (Gambar menunjukkan bahwa hasil padi ladang (pare 2). Leuit lenggang memiliki karakteristik, huma) masyarakat Baduy pantang diperdagang antara lain memiliki 4 tiang penyangga dengan kan. Padi huma utamanya digunakan untuk tingginya sekitar 1 m. Pada tiap dasar tiang memenuhi kebutuhan berbagai upacara adat tersebut tidak langsung menyentuh tanah dalam kegiatan berladang pada setiap karena diberi alas batu yang permukaannya tahunnya, seperti tanam padi (ngaseuk), panen agak rata (tatapak), dimaksudkan agar tiang padi (mipit pare atau dibuat), dan upacara leuit tidak basah dan terhindar dari serangan persembahan padi baru pada leluhur di Baduy rayap (rinyuh). Di bagian atas tiang-tiang Dalam (upacara kawalu) dan di Baduy Luar tersebut disambungkan dengan bangunan leuit (upacara ngalaksa), serta untuk konsumsi seperti rumah panggung, yang berbentuk sehari-hari dalam keluarga. persegi empat dengan bagian atas ukurannya Padi huma dikonsumsi sehari-hari oleh lebih besar, dengan tinggi sekitar 2,5 m, keluarga Baduy, terutama apabila keluarga sehingga kalau dipasang dengan bagian tersebut tidak cukup uang untuk membeli atapnya membentuk trapesium. Di antara tiap beras sawah dari warung. Sementara uangnya, tiang penyangga dan bangunan utama leuit diperoleh dari hasil menjual anekaragam terdapat penyangga berupa papan bulat berupa produksi tanaman non-padi, seperti petai padati yang disebut gelebeg, dengan diameter (Parkia speciosa Hassk), durian (Durio sekitar 30 cm. Pada bagian utama dinding leuit zibethinus Murr), pisang (Musa paradisiaca L) disusun oleh kerangka kayu untuk memasang dan lainnya. Mengingat memperdagangkan dinding bambu (bilik). Kemudian, pada bagian anekaragam hasil pertanian non-padi tidak atap bangunan leuit dibangun kerangka- tabu bagi masyarakat Baduy. Oleh karena itu, kerangga dari bambu dan kayu, yang disebut anekaragam non-padi marak diperdagangkan, layeus, untuk memasang atap leuit. Atap leuit namun padi hasil dari ladang tabu dijual dan (hateup) dibuat dari daun kiray yang disusun utamanya disimpan oleh tiap keluarga di atau dirangkai dengan tusukan bambu seperti lumbung-lumbung padi. tusukan sate (jajalon) tapi ukurannya panjang. Tiap jajalon daun kiray memiliki ukuran 42

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati sekitar 1 m x 1 m. Pada bagian atas atap Tata-cara membuat leuit, seperti leuit berupa jajalon-jajalon daun kiray ini biasa lenggang, yaitu pertama, mengumpulkan dilapisi oleh ijuk aren, agar atap leuit lebih balok-balok kayu untuk bahan tiang, galang tahan lama. Di antara badan leuit dengan atap dan sundukleuit. Kayu-kayu tersebut agar kuat leuit terdapat pintu untuk memasukan atau dan tahan terhadap serangan serangga hama mengeluarkan padi dari dalam leuit. perusak kayu, seperti bangbara, toko, dan Mengingat pintu leuit cukup tinggi, maka kaleker,biasanya sebelum digunakan, untuk memasukan dan mengeluarkan padi dari direndam dulu dalam air dan lumpur. Kedua, leuit biasanya penduduk menggunakan tangga berbagai glondongan kayu tersebut dibentuk dari bambu (taraje). untuk tiang-tiang leuit, dengan dibuat lubang- Tipe leuit mandiri bentuknya hampir lubang seukuran sunduk, guna memasang sama dengan leuit lenggang, tapi pada tiang- sunduk agar keempat tiang leuit menyatu tiangnya tidak memiliki gelebeg. Sementara dengan sunduk tanpa menggunakan paku. itu, leuit karumbung memiliki ciri khas, antara Ketiga, memasang 4 batu sebagai dasar lain bentuknya persegi empat, dengan 8 tiang (tatapakan) guna menapakan tiang leuit ke penyangga atau kaki leuitagak pendek sekitar tanah. Pada tiang yang berdiri di atas 3 cm, dengan bangunan leuitnya panjangnya tatapakan tersebut pada bagian atasnya sekitar 2-3 m, dengan lebar 2 m. diletakan 4 kayu galang yang ditumpangkan Anekaragam bahan yang digunakan satu sama lainnya. Keempat, memasang kaki- untuk membuat leuit,antara lain batu, kayu, kaki tiang leuit yang disebut parako handap, bambu, daun kiray dan ijuk aren diperoleh dari serta gelebeg dipasang pada kaki leuit tersebut. lingkungan setempat. Misalnya, batu untuk Kelima, usai gelebeg dimasukan, selanjutnya alas kaki tiang leuit biasa diambil dari sungai, dipasang tiang-tiang leuit di atasnya dengan seperti S. Ciujung. Anekaragam kayu untuk membentuk bagian atasnya lebih luas bahan leuit dipilih jenis-jenis kayu keras (lenggang), dengan lebar sekitar 3,5 m, dan ataupun bagian dalam kayu (galih) yang keras, lebar bagian bawahnya sekitar 2,5 m. Keenam, seperti cangcaratan (Neonauclea excelsa tiap tiang leuit dimasukan ke dalam lubang (Blume) Merr), bareubeuy (Helica serrata), sunduk yang lubangnya telah disediakan, leungsir (Pometia pinnata), dan huru (Litsea sehingga membangun kerangka bangunan sp.), yang diperoleh dari hutan tua (leuweung utama leuit. Pada bagian bawah atau lantai kolot). Jenis kayu lainnya, seperti kayu laban leuit dipasang bambu mayan yang telah (Vitex trifolia L), kihiang(Albizia procera dicercah-cercah (palupuh). Selain itu, dinding (Roxb) Bnth), dan nangka (Artocarpus leuit berupa dinding bambu (bilik) dipasang di heterophyllus L) biasanya dipanen dari hutan seluruh bagian dinding leuit. Agar bilik sekunder (reuma). Selain itu, daun kiray terpasang dan menempel kuat di dinding, (Metroxylon sagu Rottb), ijuk aren (Arenga lembaran-lembaran bambu tersebut di bagian pinnata (Wurmb) Merr), bambu apus dalamnya ditahan oleh bilah-bilah bambu apus (Gigantochloa apus (Bl. ex Schultf) Kurz) dan (dempet). Selain itu, bagian luarnya juga bambu mayan (Gigantochloa robusta Kurz) dipasang penahan, sehingga dinding bambu biasa dipungut dari reuma ataupun dukuh benar-benar menempel kuat di dinding leuit. lembur. Ketujuh, pembuatan atap (hateup) leuit, yaitu Membuat leuit cukup rumit dan dilakukan pemasangan kerangka-kerangka diperlukan pengetahuan dan keahlian khusus. atap leuit (layeus) dari kayu dan bambu untuk 43

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati memasang atap dari daun kiray dan ijuk aren. bahwakini tipe leuit yang dominan di kawasan Usai pemasangan kerangka-kerangka atas, Baduy Luar adalah dari tipe leuit karumbung, selanjutnya lembaran-lembaran daun kiray sedangkan di Baduy Dalam masih banyak yang telah disusun (jajalon) dipasang untuk penduduk yang memiliki leuit lenggang.Untuk menutupi atap leuit, serta bagian atasnya leuit lenggang atau leuit mandiri biasanya dilapisi oleh ijuk aren. Tidak ketinggalan, dapat diisi padi gabah sekitar 500-1000 ikat dibuat pula pintu leuit guna menutup dan (pocong), sedangkan untuk leuit karumbung membuka leuit, letaknya di bagian atas. bisa diisi sekitar 400-500 pocong padi gabah. Pembuatan leuit Baduy biasanya Kekuatan leuit tersebut dapat tahan mencapai membutuhkan dana cukup besar, terutama 25 tahun, tapi bagian atapnya yang tanpa ijuk untuk pembuatan leuit di Baduy Luar. biasanya diganti tiap 2-3 tahun sekali atau Pasalnya, berbagai bahan untuk membuat leuit apabila pakai ijuk dapat tahan lebih lama lagi. sulit diperoleh di kawasan Baduy Luar. Pada umumnya setiap kelurga Baduy, Misalnya, untuk mendapatkan kayu-kayu baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar keras bahan leuit perlu membelinya dari memiliki minimal satu leuit atau bagi keluarga tempat lain. Pasalnya, di kawasan Baduy Luar yang telah lama berladang biasa memiliki 2-3 tidak memiliki hutan tua (leuweung kolot) leuit. Pasalnya, setiap panen ladang, sebagian yang luas, tempat tumbuh kayu-kayu keras besar produksi padi gabah keringnya tersebut. Sebagai gambaran umum untuk senantiasa disimpan di leuit. membuat leuit karumbung ukuran 2,5 m x 2,5 m, pada tahun 2015 dibutuhkan biaya lebih dari 5 juta rupiah. Biaya tersebut diperlukan misalnya untuk membeli batang-batang kayu, untuk potongan kayu sageleng dengan panjang 3 m, dibutuhkan tak kurang dari 16 geleng dengan harga per gelengnya Rp 60.000,-. Keperluan atap leuit (hateup leuit) berupa lembaran-lembaran daun kiray (jalon), dibutuhkan sekurangnya 60 jalon ukuran besar dengan harga Rp 5.000/jalon. Kayu-kayu untuk kerangka atap (layeus) dari bahan awi apus, butuh 30 layeus atau sekitar 5 pohon awi apus, dengan harga satu pohon awi apus sekitar Rp 5.000. Pada satu batang bambu tersebut, biasanya bagian pangkalnya digunakan untuk bilik dan bagian ujungnya untuk dibuat layeus. Sementara itu, upah buruhnya Rp 80.000/hari, dengan total pengerjaan perlu waktu sekitar 50 hari kerja. Biaya untuk pembuatan leuit lenggang dan Gambar 2. Leuit Baduy tipe ‘leuit lenggang’ pada leuit mandiri perlu biaya yang lebih mahal lagi tiangnya memiliki pedati (gelebeg) dan karena bahan-bahan yang dibutuhkannya lebih ‘leuit karumbung’ dengan berbentuk banyak. Oleh karena itu, tidaklah heran segi empat dan tiangnya pendek 44

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Penyimpanan Padi di Leuit berikut. Pertama, menyimpan padi pada Gabah-gabah padi yang disimpan di lapisan pertama dengan teknik tajur pinang, lumbung padi utamanya berupa ikatan-ikatan pocongan-pocongan padi disimpan dengan padi yang telah dikeringkan sebelumnya disusun (dientep) cara diagonal, ikatan-ikatan dengan dijemur terik matahari di batang- padi gabah ditumpuk disusun mengelilingi, batang bambu (lantayan) di pingiran dangau sehingga antar batang-batang padi bertemu di ladang (saung huma) atau pinggiran kampung tengah. Hal tersebut dimaksudkan agar (Gambar 3). Cara penyimpanan pocongan- pocong-pocongan padi dapat tersimpan banyak pocongan padi gabah di dalam leuit tidak di dalam leuit, guna menyimpan padi pada dilakukan secara sembarangan, tetapi harus lapisan dua dan seterusnya hingga bagian mengikuti tradisi para orang tua terdahulu, dan atasnya. Kedua lapisan kedua dan seturusnya diwariskan secara turun-temurun. menggunakan teknik gilir naga, yaitu tumpukan-tumpukan padi disimpan searah jarum jam, memutar sekeliling ruang pinggir leuit hingga tengah leuit, seperti ular menggulung, hingga ke atas memenuhi leuit. Menyusun pocongan padi berlawanan dengan arah jarum jam biasanya disebut pula sebagai mapag naga. Maka, dengan penataan menyimpan padi seperti gulungan ular tersebut, menyebabkan tiap lapisan padi tidak terlalu rapat, agar ada celah untuk sirkulasi udara di dalam leuit, sehingga kelembaban udara dalam lumbung padi terjaga dengan baik Gambar 3. Padi hasil panen dari ladang sebelum dan stabil. Selain itu, untuk ikatan padi gabah dimasukan ke dalam leuit dikeringkan khusus yang dipanen di bagian tengah ladang, dengan dijemur terik matahari pada tempat upacara tanam padi atau panen padi batang bambu (lantayan) (daerah pungpuhunan) atau disebut indung Tata cara penyimpanan padi gabah yang lazim dilakukan oleh masyarakat Baduy pare sebanyak 2 ikat padi disimpan di bagian sebagai berikut, Leuit baru sebelum diisi tengah leuit. Sementara itu, di dekat pintu leuit ikatan-ikatan padi gabah, bagian lantainya juga disimpan 2 ikat (pocong) padi,sebagai ditutupi oleh daun-daun teureup (Ficus simbolik penjaga pintu (jaga panto) leuit. elastica Roxb) dan daun patat (Phrynium Berdasarkan tradisi masyarakat Baduy, pubinerve Bl),sehingga penuh tertutup daun keempat ikat padi tersebut tidak boleh tanpa ada celah-celah lantai yang tidak ditumbuk dijadikan jadi beras dan ditanak. tertutupi daun. Hal tersebut sangat penting Berbeda dengan pocongan padi di leuit, antara lain guna menjaga temperatur ruangan untuk padi bahan benih untuk ditanam di leuit menjadi hangat, mengingat tidak ada ladang pada tahun berikutnya, biasanya celah-celah udara masuk dari luar melalalui disimpan terpisah, seperti disimpan di dalam lantai leuit. Kemudian, usai lantai leuit rumah ataupun disimpan dalam kotak kayu di dilapisi daun teureup dan daun patat, kamar rumah. Padi-padi untuk bahan benih pocongan-pocongan padi gabah kering biasanya dipanen secara khusus,dengan dipilih dimasukan, dengan tatacaranya sebagai yang berisi dan seragam dari setiap varietas 45

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

(huasan)nya, dan disimpan secara terpisah elastica Roxb). Selain itu, beberapa daun bagi tiap varietasnya (dialean). Di antara tumbuhan tersebut juga biasa diselipkan di berbagai varietas padi ladang, dikenal 3 dinding leuit bagian luar. Berdasarkan huasan yang dianggap sakral, yaitu pare kepercayaan Orang Baduy, anekaragam daun koneng, pare siang, dan pare ketan tumbuhan tersebut dianggap sebagai langgasari. Ketiga huasan padi tersebut kegemaran Dewi Padi, Nyi Pohaci, serta merupakan wajib ditanam di ladang-ladang berfungsi sebagai simbolik. Contohnya, daun masyarakat Baduy, serta ditambah pula pacing, simbolik supaya padi cicing (diam) di minimal 2 varietas padi lainnya untuk leuit. Daun teureup sebagai simbolik yaitu teu penyelangnya karena varietas padi sakral tidak (tidak) dan reup (tidur), jadi padi dapat dijaga, boleh bersinggungan satu satu sama lainnya dengan penjaga yang tak pernah tidur. pada petak ladang. Oleh karena itu, pada setiap Sementara itu, daun kukuyaan seabagi petak ladang umumnya ditanami keanekaan simbolik yaitu dikukuy (digali) ayaan (tetap varietas padi yang tinggi, gabungan dari ada), artinya padi gabah bila digali atau varietas padi sakral dan varietas non-padi diambil dari leuit, senantiasa ada terus, tidak sakral. akan habis-habisnya. Indung pare dibungkus boeh dan dibawa Pemeliharaan Padi di Leuit oleh perempuan ke leuit. Padi tersebut Padi yang disimpan di leuit ada dua disimpan (dielep) oleh pria dibagian tengah kategori, yaitu kategori pertama, berupa padi- tumpukan padi di dalam leuit. Lantas, selama padi hasil panen dari kawasan tengah-tengah tiga hari tiga malam, tiap pagi dan sore petak ladang, yang merupakan daerah sakral, dilakukan upacara ngukus, dengan melakukan tempat upacara waktu tanam dan panen pembakaran galih gaharu (Gonystilus padi,serta kategori ke dua, padi-padi hasil mcrothyllus (Miq)) sebagai kemenyan, serta panen di luar daerah sakral. Padi kategori pembakaran bahan lainnya, seperti cangkang pertama atau disebut indung pare biasanya pisitan (Lansium domesticum Corr), dan akar disimpan di leuit disertai dengan upacara jambaka (Dianella nemorosaLam). Selain itu, ngadiukeun indung pare. Indung pare tersebut dilakukan upacara ngapret, yaitu pria pemilik biasanya dibagi menjadi tiga ikat (ranggeong) leuit menciprat-cipratkan air yang yaitu satu ranggeong pare pasangan, satu dicampurkan dengan ramuan tumbukan raggeong pare laki dan perempuan (pare jaringao (Acorus calamus L), cikur (Kaemferia bikang jeung salaki), dan satu ranggeong pare galanga L), panglay (Zingiber cassumunar pengantar (pare panganteur). Ranggeong pare Roxb) di bagian dalam dan luar leuit. pasangan biasanya diikat tali bambu, serta diikatkan dengan macam-macam dedaunan Mengambil Padi di Leuit tumbuhan, seperti daun kukuyan (Kibara Hasil padi ladang dimangfaatkan coricea (Blume) Hook.f), kakandelan (Hoya utamanya untuk keperluan upacara adat dan difersifolia), ilat mintul (Scleria konsumsi sehari-hari masyarakat Baduy. purpurascens), tumbueusi (Phyllantusniruri Untuk keperluan konsumsi, padi gabah L), mara asri (Macaranga triloba (Tunb.) biasanya diolah menjadi beras dengan cara Mull.Arg), areuy geureung (Stephania ditumbuk di saung lesung (saung lisung) javonica (Tunb.) Miers), pacing (Costus kampung (Gambar 4). Berdasarkan pengaturan speciosus (J. Koenig) Sm), dan teureup (Ficus tataruang di masyarakat Baduy, saung lesung 46

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati biasanya ditempatkan di bagian utara dijadikan beras, dan selanjutnya berasnya kampung. Pengambilan padi gabah dari biasa disimpan di suatu wadah sebangsa lumbung padi (leuit) untuk ditumbuk di gentong yang disebut paso. lumbung padi tidak bisa dilakukan sembarangan. Berdasarkan tradisi masyarakat PEMBAHASAN Baduy, hari selasa dan hari jumat, dianggap sebagai hari pantangan untuk mengambil padi Keberadaan leuit sungguh penting bagi gabah dari leuit. Pasalnya, pada hari-hari kehidupan masyarakat Baduy. Pasalnya, bagi tersebut, Dewi Padi atu Nyi Pohaci dianggap masyarakat Baduy, padi-padi hasil panen sedang pengantinan (eukeur pangantenan). ladang guyub disimpan di leuit. Padi-padi tersebut disimpan di leuit hingga tahan lama, mencapai lebih dari lima puluh tahun dengan kondisi baik dan masih tetap layak untuk dikonsumsi, sehingga menjadi cadangan pangan yang sangat penting bagi masyarakat Baduy. Berdasarkan the International Research Institute (IRRI), padi dapat disimpan lama harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti kadar air padi dijaga pada tingkat 14% basis

Gambar 4. Padi gabah ditumbuk di saung lesung oleh basah atau lebih kecil, padi terlindung dari para penumbuk padi di kampung organisme perusak, dan padi terlindung dari Kadukketug, Baduy Luar kebasahan (IRRI, 2004). Maka, dengan Tidak hanya itu, tiap kali perempuan melihat kenyataan bahwa padi-padi gabah Baduy akan mengambil padi gabah hasil panen masyarakat Baduy dapat disimpan di leuit baru dari leuit (nguyang) untuk ditumbuk di dalam jangka waktu lama. Hal tersebut dapat saung lesung senantiasa diadakan upacara mengindikasikan bahwa teknik penyimpanan membangunkan padi (ngahudangkeun pare) gabah-babah padi di lumbung oleh masyarakat yang disebut ngocek. Pada upacara tersebut Baduy cukup sesuai dengan yang dipersembahkan berbagai bahan untuk diprasaratkan oleh IRRI (2004), seperti padi menyirih secara lengkap, seperti daun sirih gabah kadar airnya rendah, terlindung dari (Piper betle L), buah pinang (Areca cathecu kebasahan, dan terlindung dari organisme L), kapur dari kerang air sungai, gambir perusak. Misalnya, untuk menyimpan padi- (Uncaria gambir Roxb), serta rimpang padi gabah di leuit agar kadar airnya rendah, panglay (Zingiber cassumunar Roxb). Pada masyarakat Baduy biasanya menjemur padi- upacara tersebut, semua bahan-bahan untuk padi gabah terlebih dulu hingga kering di menyirih dan dicampur rimpang panglay lantayan, sebelum dimasukan ke leuit. dikunyah pria pemilik leuit dan disembur- Sementara itu, temperatur dan kelembaban di semburkan dari mulutnya pada padi gabah di ruangan leuit juga dapat dijaga cukup stabil dalam leuit dimaksudkan untuk sepanjang tahun, baik di musim hujan maupun ‘membangunkan padi’. Usai upacara ngocek, di musim kemarau, di antaranya karena alas beberapa ikatan padi dapat diambil dan dibawa leuit dilapisi oleh daun teureup dan daun ke saung lesung guna ditumbuk untuk patat, serta dinding bambu berupa bilik, juga 47

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati cukup baik untuk mengatur aerasi dan cahaya ditumpang sari dengan tanaman padi. Tidak matahari masuk ke lumbung padi. Selain itu, hanya itu, sumber pangan non-karbohidrat, padi gabah di leuit juga tidak basah, terutama seperti bahan bumbu masak, sayur/lalap, buah- pada musim hujan karena atap leuit dari daun buahan, dan bahan obat-obatan juga secara kiray dan ijuk aren cukup baik dalam menahan tradisi ditanam secara dicampur dengan padi air hujan, tapi sekaligus juga masih pada sistem agroforestri tradisional huma dan memungkinkan sinar matahari masuk ke sistem agroforestri tradisional lainnya, seperti dalam leuit. Selain itu, padi di leuit juga dapat reuma dan dukuh lembur. Sementara itu, cukup terjaga dari gangguan organisme sistem distribusi pangan bagi masyarakat perusak, seperti serangga dan tikus. Hal Baduy, secara umum pasokan pangan pokok tersebut antara lain karena pemilik leuit sering karbohidrat berupa beras bagi tiap keluarga melakukan upara di leuit atau sekitar leuit terdistribusi cukup merata. Pasalnya, bagi tiap yang dapat berfungsi mengendalikan hama. keluarga Baduy, baik masyarakat Baduy Misalnya, pada upacara tersebut biasa Dalam dan masyarakat Baduy Luar, memiliki membakar berbagai jenis tumbuhan beraroma lahan garap ladang, serta memiliki leuit bau, serta meniciprat-cipratkan air dicampur keluarga. Bagi masyarakat Baduy, kegiatan dengan ramuan anekaragam tumbuhan berladang dianggap sebagai kewajiban dalam beraroma bau di dalam leuit dan di luar leuit. agama mereka, Sunda Wiwitan. Oleh karena Konsekuensinya, aroma bebauanan dari bahan itu, pada setiap tahunnya setiap keluarga harus bioaktif anekaragam tumbuhan tersebut dapat menggarap ladang, guna menghasilkan padi mengusir (repellants) hama padi di leuit ladang untuk keperluan berbagai upacara adat (Reijintjes., 1992 ; Marfori et al., 2015). dalam kaitannya dengan kegiatan berladang Disamping itu, padi ladang kuat disimpan di dan untuk keperluan konsumsi keluarga. leuit, mengingat sistem penanaman padi Ditilik dari aspek konsumsi pangan keluarga, ladang masyarakat Baduy, menerapkan sistem walupun penduduk Baduy memiliki pertanian organik (organic farming system), anekaragam atau diversifikasi pangan yakni tidak menggunakan pupuk an-organik karbohidrat dan non karbohidrat dari dan pestisida. anekaragam produsi tanaman, namun untuk Berdasarkan konsep ketahanan pangan pemenuhan kebutuhan kecukupan pangan (Prabowo, 2010), yakni mencakup aspek berupa protein hewani, cenderung kurang ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan, terpenuhi. Mengingat berbagai pasokan masyarakat Baduy termasuk kategori cukup pangan sumber protein hewani, seperti ikan tanguh dalam ketahanan pangan dan keamanan asin peda, ikan asin Belitung, ikan asin teri, pangan. Pasalnya, ketersediaan pangan pokok pindang, ikan mas, tahu, tempe, telur dan berupa beras, masyarakat Baduy memiliki lainnya lebih mengandalkan hasil membeli kebiasaan menyimpan dan mengawetkan padi dari warung-warung atau pasar (bandingkan untuk jangka panjang secara berkelanjutan Khomsan dan Wigna 2009). Oleh karena itu, dalam sistem leuit.Di samping itu, bagi keluarga Baduy yang tidak memiliki ketersediaan anekaragam pangan sumber kecukupan uang tunai, bisa mengalami karbohidrat non-padi, seperti ubi jalar, jalar, kendala untuk mendapat kecukupan pasokan singkong, jagung, talas, ubi manis, dan gadung sumber protein hewani. juga banyak dibudidayakan secara tradisional Masyarakat Baduy selain memiliki di sistem ladang (sistem huma), dengan kearifan ekologi mampu menyimpan padi-padi 48

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati gabah dalam kurun waktu lama di leuit, bagian tengah petak tersebut dimaksidkan agar mereka juga dapat mengelola benih-benih padi butir-butir gabah padi benar-benar merupakan lokal secara mandiri dengan dilandasi kuat varietasnya murni, yang tidak bersinggungan oleh pengetahuan ekologi lokal dan dibalut dengan varitetas lainnya. Kebiasaan kuat oleh kepercayaan atau kosmos. Padi bakal masyarakat Baduy (pandangan emik) tersebut benih padi diharuskan disimpan secara cukup sejalan dengan pengetahuan ilmiah terpisah dari padi-padi lainnya. Padi-padi Barat (pandangan etik). Pasalnya, secara bakal benih tersebut diperoleh dari hasil panen ekologi (pandangan etik), tanaman padi (Oryza padi sebelumnya. Caranya, sewaktu panen sativa L) dapat bersilangan antara varietasnya, padi,dari setiap varietas (huasan) nya dipilih sehingga dengan pemisahan tempat butir-butir gabah yang dianggap unggul, penanamannya di petak-petak ladang,dapat seperti berisi dan seragam. Kemudian, ikatan- menghindari dari penyerbukan silang antar ikatan padi gabah bakal benih varietasnya guna menjaga kemurnian varietas tersebutdisimpan secara khusus, misalnya padi tersebut (Richards 1994; Cotton 1996; disimpan di rumah-rumah ataupun dimasukan Setyawati, 1999 ; Pfeiffer, 2006). Selain itu, pada peti-peti kayu, khususnya di masyarakat dengan adanya tradisi masyarakat Baduy Baduy Luar. diwajibkan penanaman varietas padi secara Berdasarkan tradisi masyarakat Baduy, dipisah-pisahkan pada petak ladang, juga setiap keluarga Baduy yang memiliki ladang mendorong penduduk Baduy untuk menanam cukup luas, minimal 0,5 ha, diwajibkan pada keanekaan varietas padi yang tinggi. Pasalnya, petak ladangnya ditanami 3 varietas padi pada suatu petak lahan ladang keluarga, sakral, pare koneng, pare siang, dan pare minimal harus ditanam 3 varietas padi sakral, ketan langgasari,serta ditambah pula dengan dan beberapa varietas padi lainnya non-sakral, beberapa varietas padi lainnya yang dianggap sebagai pemisah di antara varietas padi sakral non-sakral, seperti pare seungkeu, pare tersebut. Oleh karena itu, tidaklah heran bahwa pendok, pare tunggul dan lainnya. Ketiga di masyarakat Baduy Dalam dan masyarakat varietas padi sakral tersebut secara adat Baduy Luar tercatat secara total 89 varietas diharuskan ditanam di setiap petak ladang (landraces) padi ladang lokal (Iskandar dan secara terpisah, tidak boleh bersinggungan. Ellen 1999).Padahal, kini keanekaan varietas Pare koneng diharuskan ditanam di bagian padi sawah sangat rendah, karena sebagian tengah petak ladang, pare siang di bagian dari anekaragam varietas padi lokal sawah timur dan pare ketan langgasari di bagian telah terdesak oleh anekaragam varietas padi barat. Sementara itu, untuk menjaga agar 3 unggul baru, seperti IR64, PB5 dan lainnya varietas padi sakral tersebut tidak yang diperkenalkan secara masif lewat bersinggungan satu sama lainnya, maka lokasi program Revolusi Hijau (Fox, 1991). di antara ketiganya biasanya disisipkan Anekaragam padi lokal diklasifikasikan beberapa varietas padi lainnya, berupa padi masyarakat Baduy (folk classification) non-sakral. Pada saat panen padi ladang, berdasarkan bentuk morfologi butir gabah; ketiga varietas padi sakral yang bakal berbulu dan tidak berbulunya butir gabah; dijadikan bahan benih baru, pada setiap bentuk dan warna bulu; umur tanam; warna varietasnya diambil tidak dari bagian beras; dan cita rasa kuliner nasi, seperti pulen pinggirnya, tapi bagian tengahnya. Tata cara dan tidak pulennya nasi yang ditanak (Iskandar pengambilan tangkai-tangkai padi pada dan Ellen 1999). 49

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Berdasarkan hasil studi ini dapat New York Botanical Garden, New York, disimpulkan bahwa masyarakat Baduy pp.1-6. memiliki kearifan ekologi dalam Cotton, C. M. (1996). Ethnobotany: Principles mengkonservasi anekaragam benih padi lokal and Application. England: John Willey secara in-situ, dan juga mampu menyimpan and Sons Ltd. padi di leuit secara berkelanjutan untuk jangka Ellen, R., & Harris, H. (2000). Introduction. In panjang. Maka, seyogianya kearifan ekologi Ellen, R. Parkes, P and Bicker, A. (eds), Orang Baduy tersebut dapat dipadukan dengan Indigenous Environmental Knowledge and pengetahuan ilmiah Barat, guna dimanfaatkan Transformations. Amsterdam: Harwood dalam progam pembangunan keamanan dan Academic, pp.1-33. ketahanan pangan secara berkelanjutan Fox, J. J. (1991). Managing the Ecology of berbasis pemberdayaan masyarat di Indonesia. Rice Production in Indonesia. Dalam Hardjono, J. (ed), Indonesia: Resources, DAFTAR PUSTAKA Ecology, and Environment. Singapore: Oxford University Press. Adimihardja, K. (1991). The Traditional Fox, J. (2016). Serangga yang Berkembang Agricultural Rituals and Practices of the biak secara Cepat Mengancam Produksi Kasepuhan Community of West Java. Padi di Jawa. Dalam Winarto, Y.T. (ed), Indo Pacific Prehistory Assn.Bulletin 10 : Krisis Pangan dan “Sesat Pikir” : 226-234. Mengapa Masih Berlanjut. Jakarta : Al Ansori, A. M., Ratnasari, S.M., Nurhanifah, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, pp. 41- Alfajri, R., & Aji, D. N. (2015). 44. Teknologi Leuit Baduy: Lumbung Padi Ichwandi, I., & Shinohara, T. (2007). Tahan Hama dan Busuk. Program Indigenous Parctices for use of and Kreativitas Mahasiswa, Unpad. managing tropical natural resources: A Albuquerque, U. P., da Cunha, L. V. F. C., RFP Case study on Baduy Community in de Lucena, R. E. P., & Alves, R.R.N., Banten, Indonesia. Tropics 16 (2): 87-102. (eds) (2014). New York: Methods and IRRI (The International Rice Research Techniques in Ethnobiology. Springer Institute). (2004). Training-Manual- Science-Business Media. Grain-Storage. The International Rice Arisetyawan, A., Suryadi, D., Herman, T., & Research Institute, USA. Rahmat, C. (2014). Study Iskandar, J., & Ellen, R. (1999). In Situ Ethnomathematics : A Lesson From Conservation of Rice Landraces Among Baduy Culture. International Journal of the Baduy of West Java. Journal of Education and Research 2 (10): 681-688. Ethnobiology 19 (1) : 97-125. Berkes, F. 2008. New York: Sacred Ecology. Iskandar, J., & Iskandar, B. S. (2011). Routledge. Agroekosistem Orang Sunda. Bandung: Carlson, T. J. S., & Maffi, L. (2004). Buku Kiblat Utama Press. Iskandar, J., Introduction: Ethnobotany and and Iskandar, B.S. 2017. Various Plants Conservation of Biocultural Diversity. In of Traditional Rituals: Ethnobotanical Carslson, T.J.S, and Maffi, L. (eds), Research Among the Baduy Community. Ethnobotany and Conservation of Biosaintifika 9 (1) : 114-125. Biocultural Diversity. New York: The 50

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Jamaludin, (2012). Makna Simbolik Huma Richards, P. (1994). Local knowledge (Ladang) di Masyarakat Baduy. Jurnal formation and validation: the case of rice Ilmu Humaniora 11 (1) : 1-91. production in central Sierra Leone. In Jamaludin, Permadi, G. M. I., & Kharisma, M. Scoones, I., Thomson, J. (eds), Beyond C. (2013). Tinjauan Arsitektur Farmer First: Rural People’s Knowledge, Internasional Desa Kanekes. Jurnal Agriculture Research and Extension Rekajiva, Jurnal Online Institut Teknologi Practice. London: Intermediate Nasional. Jurusan Interior Desain Interior, Technology Publications, pp.165-170. Itenas No. x.Vol xx: 1-15. Setyawati, I. (1999). Pengetahuan tentang Khomsan, A., & Wigna, W. (2009). Sosio- varietas-varietas padi dan pemanfaatannya Budaya Pangan Baduy. Jurnal Gizi dan di kalangan Orang Kenyah Leppo’ke di Pangan 4 (2) : 63-71. Apau Ping. Dalam Eighenter, C. dan Marfori, M. C., Kajima, S. I., Fukusaki, E., & Sellato, B. (eds), Kebudayaan dan Kobayashi, A. (2015). Lansioside D, a Pelestarian Alam: Penelitian new triterpenoid glycoside antibiotic from Interdisipliner di Pedalaman Kalimantan. the fruit of Lansium domesticum Correa. WWF Indonesia, Jakarta, pp. 97-113. Journal of Pharmacognocy and Sillitoe, P. (2002). Globalizing indigenous Phytochemstry 3 (5) : 140-143. knowledge. In Sillitoe, P., Bicker, A., and Martin, G. J. (1995). Ethnobotany : a Methods Pottier, J. (eds), Participating in Manual. London: Chapman and Hall. Development: Apporoaches to Indigenous Newing, H., Eagle, C. M., Puri, R. K., & Knowledge. London and New York: Watson, C.W. (2011). Conducting Routledge, pp. 108-138. Research in Conservation: Social Science Suparmini, Setyawati, S., & Sumunar, D. R. S. methods and Practice. London and New 2013. Pelestarian Lingkungan Masyarakat York : Routledge. Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Pfeiffer, J. M., Dun, S., Mulawarman, B., & Penelitian Humaniora 18 (1): 8-22. Rice, K.J. (2006). Biocultural Diversity in Toledo, V. M. (2000). Ethnoecology: A Traditional Rice Base Agroecosystems: conceptual framework for the study of Indigenous Research and Conservation indigenous knowledge on nature. Plenary maco (Oryza sativa L.) Upland Rice lecture, Seventh International Congress of Landraces of Eastern Indonesia. Envir Ethnobiology, Athens, Ga, 22-27 October Dev Sutain. Springer Since + Business 2000. Media M.V. DOI 10.1007/s 10668-006- Wessing, R., & Barenregt, B. (2005). Tending 9047-2. the Spirit’s Shrin: Kanekes and Pajajaran Prabowo, R. (2010). Kebijakan Pemerintah in West Java. Moussons 8:3-26. Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Winarto, Y. T. (2016). Mengatasi “Ancaman Indonesia. Mediagro6 (2):62-73. Krisis Pangan” dan Menanggulangi “Sesat Reijintjes, C., Haverkort, B., & Waters-Bayer, Pikir”: Suatu Pengantar. Dalam Winarto, A. (1992). Farming for the Future: An Y. T. (ed), Krisis Pangan dan “Sesat Pikir”: Introduction to Low-External-Input and Mengapa Masih Berlanjut?. Jakarta : Sustainable Agiculture. London and Yayasan Obor Indonesia Jakarta. pp:1-20 Basingstoke : The Macmillan PressLtd.

51