Nilai Estetika Dalam Sisingaan Di Kabupaten Subang

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Nilai Estetika Dalam Sisingaan Di Kabupaten Subang Nilai Estetika dalam Sisingaan di…(Enden Irma R) 489 NILAI ESTETIKA DALAM SISINGAAN DI KABUPATEN SUBANG AESTHETIC VALUE IN SISINGAAN IN THE REGENCY OF SUBANG Enden Irma Rachmawaty Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Jl. Cinambo No. 136 Bandung e-mail: [email protected] Naskah Diterima: 21 Juni 2013 Naskah Direvisi: 23 Juli 2013 Naskah Disetujui: 2 Agustus 2013 Abstrak Sisingaan merupakan salah satu jenis kesenian khas Kabupaten Subang. Keberadaannya muncul ketika bangsa Indonesia sedang dijajah oleh Belanda. Fakta sejarah ini berdasar pada konsep awal pembentukan berdirinya kesenian sisingaan yang filosofinya bersifat patriotisme. Pada waktu itu, keberadaan kesenian ini merupakan wujud perlawanan rakyat Kabupaten Subang terhadap penjajahan Belanda. Dalam perkembangannya banyak mengalami perubahan, baik dalam bentuk boneka singanya maupun dalam bentuk pertunjukannya. Adanya perubahan ini selain mencari bentuk yang sempurna juga mengikuti perkembangan zaman. Pengumpulan data tentang kesenian ini menggunakan metode deskriptif. Penggunaan metode ini untuk mengambarkan keberadaan sisingaan pada saat ini. Kesenian sisingaan merupakan jenis kesenian pertunjukan yang dilaksanakan dalam bentuk pawai atau arak-arakan. Pertunjukannya biasanya dilakukan dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan hajatan. Sisingaan ini memiliki nilai estetika yang cukup tinggi. Nilai estetika tersebut berhubungan dengan pengalaman indah yang dihasilkan oleh daya estetika yang memberikan kesenangan batin, seperti terkandung dalam gerak tari, harmoninasi irama, dan perpaduan warna, baik perpaduan warna dalam boneka singa maupun perpaduan dalam warna kostum para pemain. Kreasi pertunjukan yang digelar dalam bentuk arak-arakan ini, mengkolaborasi perpaduan gerak tari, tempo dalam irama, dan estetika dalam boneka singa yang menambah suasana hiburan bagi masyarakat yang cukup menyenangkan. Selain itu, nilai estetika terkandung pula dalam unsur kebersamaan sebagai masyarakat agraris. Asas ini sejalan dengan nilai-nilai yang sudah tertanam dalam jiwa budaya masyarakat Indonesia, khususnya nilai budaya masyarakat Jawa Barat. Kata kunci : Sisingaan, estetika, helaran. Abstract Sisingaan (lion puppet) is one of performance arts belonging to Subang Regency. It is usually held in activities related to celebration in the form of a procession. It was first emerged when Indonesia was being colonized by the Dutch. The art was formerly carrying patriotism as philosophy, a kind of resistance against Dutch colonialism then. In the course of time it is experiencing many changes, both in the performance and in the puppet design. Data concerning the art were collected through descriptive method. Sisingaan has high aesthetic value contained in the dance, harmonization of the rhythm, and color combination both in the costume of the dancers and in the puppet itself. Keywords: Sisingaan, aesthetic, celebration. A. PENDAHULUAN Kebudayaan memiliki ciri untuk membedakan antara budaya suatu daerah 2013 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 490 Patanjala Vol. 5 No. 3 September 2013: 489- 502 dengan budaya daerah lainnya. Hal ini mutlak keberadaanya. Estetika itu sendiri sejalan dengan makna yang terdapat dalam merupakan bidang ilmu yang membahas peribahasa Sunda “ciri sabumi cara tentang keindahan. Norma keindahan sadesa” yang bermakna bahwa kebiasaan dalam kesenian memiliki catatan sejarah pada setiap daerah itu berbeda. Salah satu yang cukup panjang, bahkan yang membedakan hal itu ada pada jenis keberadaannya pun semakin kokoh dan kesenian. Daerah Kabupaten Subang kuat. Kreasi seni hasil cipta manusia memiliki salah satu jenis kesenian khas memiliki nilai estetika yang cukup tinggi, yang diberi nama sisingaan. Sisingaan ini oleh karena itu membutuhkan adanya merupakan bukti dari kearifan budaya, suatu penghargaan. Dengan adanya yang memiliki nilai tinggi dalam seni. penghargaan itu kesenian akan Kearifan budaya ini tercermin dari bentuk berkembang dengan baik. Hal ini termasuk pertunjukan sisingan yang berjenis pawai dalam kreasi seni sisingaan yang sudah atau arak-arakan. Bentuk arak-arakan punya tenpat di hati masyarakatnya. merupakan salah satu ciri kesenian rakyat Masyarakat sudah merasakan kesenangan yang hidup dan berkembang di lingkungan secara batiniah dari pertunjukan sisingaan masyarakat pertanian atau agraris. Selain ini. itu tercermin dari waditra/alat pengiring Sejalan dengan perkembangan dan gerak tari tradisisional yang digunakan peradaban masyarakat, telah banyak oleh masyarakat Kabupaten Subang. menggagas dan mewujudkan macam- Bahkan sisingaan ini memiliki latar macam bentuk kesenian, baik kesenian belakang yang berhubungan dengan nilai- tradisional maupun kesenian modern. nilai patriotisme. Oleh karena itu, gerak Salah satu hasil kreativitas penciptaan tari, irama dalam pertunjukan bersifat karya seni yang dilakukan oleh masyarakat dinamis. Kabupaten Subang adalah sisingaan. Kesenian ini dapat mempererat Keberadaannya semenjak bangsa solidaritas suatu masyarakat, bahkan Indonesia dijajah oleh bangsa Balanda, merupakan kompleksitas dari ide-ide, oleh karena itu sudah banyak mengalami gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan perubahan, baik perubahan dalam bentuk pedoman untuk beraktivitas dari diri boneka singa, maupun perubahan dalam manusia dalam masyarakat. Hal ini bentuk kreasi pertunjukannya. Perubahan biasanya berwujud benda hasil kreatifitas Boneka singa yang awalnya dibuat dari masyarakat. Selain itu kesenian memiliki bahan sederhana, sekarang sudah dibuat fungsi untuk menentukan norma, perilaku, dari bahan yang cukup baik, termasuk dan melanjutkan adat istiadat berserta kreasi warnanya. Seni pengiring nilai-nilai kebudayaannya. Maksudnya pertunjukannya pun berubah, dulu hanya dalam mencipta karya seni harus menggunakan alat sederhana yang terbuat memperhatikan norma perilaku atau dari bambu sekarang alat pengiring sudah kebiasaan masyarakat yang sudah menggunakan alat yang cukup lengkap. dianutnya atau baku, jangan sampai Hal ini termasuk pada perubahan bertolak belakang atau menyimpang dari pemakaian kostum. norma yang sudah dianutnya itu, sebab ada Nilai budaya yang berhubungan generasi penerus yang akan dengan estetika umumnya terdapat dalam melanjutkannya.Oleh karena itu perlu kesenian, bahkan dapat dikatakan sebagai adanya perhatian yang saksama pada norma utama. Sisingaan memiliki nilai kesenian sebab merupakan hasil pewarisan estetika yang cukup tinggi, yang leluhur kita agar kesenian itu dapat terjaga implementasinya terdapat pada unsur- serta terlestarikan. unsur pendukung kesenian tersebut. Nilai Pada hakikatnya kesenian itu estetika dalam sisingaan tersebut memiliki wilayah estetika yang sudah terkandung dalam perpaduan warna yang Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2013 Nilai Estetika dalam Sisingaan di…(Enden Irma R) 491 digunakan pada boneka singa dan kostum m di bawah permukaan laut dengan luas pemain, harmonisasi gerak tari dan irama, wilayah 71.502.16 ha atau 54,85% dari serta estetika kebersamaan para penarinya seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. dan pemainnya. Hal ini yang mendasari Zona ini meliputi wilayah Kecamatan perlunya dilakukan penelitian tentang Cijambe, Suhung, Cibogo, Kalijati, kesenian sisingaan. Dawuan, Cipendeuy, dan Kecamatan Tujuan dari penelitian ini untuk Purwadadi, Cikaum dan Pagaden Barat. menggambarkan keberadaan secara utuh Zona wilayah ketiga adalah dataran tentang kesenian sisingaan di Kabupaten rendah atau pesisir yang sebagian besar Subang. Selain itu ingin menggambarkan terdapat di bagian utara. Wilayah dataran tentang nilai-nilai estetika yang terdapat rendah dan pesisir memiliki ketinggian dalam setiap unsur yang ada dalam antara 0-50 m di bawah permukaan laut kesenian tersebut. Estetika merupakan dengan luas 92.639.7 ha atau 45,15% dari bagian dari seni yang sudah diwariskan seluruh luas wilayah Kabupaten Subang oleh para pendahulu. Masyarakat yang meliputi wilayah Kecamatan Kabupaten Subang dalam berkreasi Pabuaran, Pagaden, Cipunagara, sisingaan sekarang ini, hanya tinggal Compreng, Ciasem, Pusakanagara, melanjutkann kreasi sisingaan hasil cipta Pusakajaya, Pamanukan, Sukasari, para pendahulunya yang konon Legonkulon, Blanakan, Patokbesi, berdasarkan catatan sejarah sudah ada pada Tambakdahan, sebagian Pagaden Barat. masa kolonial Belanda. Secara administrasi dengan luas Kesenian sisingaan yang ada di wilayah 205.176,95 ha atau 6,34% dari Kabupaten Subang merupakan ikon yang luas Provinsi Jawa Barat. Kabupaten mengharumkan nama Kabupaten Subang. Subang terbagi atas 253 desa dan Daerah Kabupaten Subang ini merupakan kelurahan yang tergabung dalam 22 salah satu wilayah di Provinsi Jawa Barat Kecamatan. Berdasarkan peraturan daerah yang memiliki karakteristik yang menarik Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007 jika dibandingkan dengan wilayah lainnya, tentang pembentukan wilayah kerja camat daerahnya terdiri atas daerah pegunungan, jumlah kecamatan bertambah menjadi 30 daratan, dan pantai. Hal ini pula yang kecamatan. menjadikan kondisi sosial budaya di Batas-batas wilayah administratif wilayah Subang memiliki perbedaan Kabupaten Subang adalah di sebelah dengan dengan wilayah lainnya. Zona selatan berbatasan dengan Kabupaten wilayah pertama Kabupaten Subang Bandung Barat, di sebelah barat dengan terbagi dalam tiga zona wilayah meliputi Kabupaten Purwakarta dan Karawang, di daerah pegunungan yang berada di wilayah sebelah timur Kabupaten Sumedang, dan bagian selatan. Daerah ini memiliki Kabupaten Indramayu serta Laut Jawa ketinggian antara 500-1500 m
Recommended publications
  • Boran Dance, Between Identity and Dance of Lamongan Tradition in the Perspective of Cultural Studies
    Proceding - International Seminar Culture Change and Sustainable Development in Multidisciplinary Approach: Education, Environment, Art, Politic, Economic, Law, and Tourism BORAN DANCE, BETWEEN IDENTITY AND DANCE OF LAMONGAN TRADITION IN THE PERSPECTIVE OF CULTURAL STUDIES Desty Dwi Rochmania Hasyim Asy'ari University of Tebuireng Jombang East Java [email protected] ABSTRACT Boran Dance which was originally created with the aim of following the traditional art festival organized by the East Java art council currently transformed into a traditional dance Lamongan. Stunted Boran dance is transformed into a traditional dance Lamongan does not appear suddenly but the results of the ideology of the ruling class (government Lamongan) through various systems and institutions, ranging from media, advertising, educational institutions and so on. This practice the researchers consider as an unnatural problem because the context of the construction of dance is outside of the traditional aesthetic rules of dance. Referring to the phenomenon of the researcher will analyze this problem with the perspective of western philosophy that is by approach theories of cultural studies. Through the approach of theories of cultural studies researchers trying to peel the extent to which Boran dance is transforming into traditional dance Lamongan and become Lamongan dance identity. Through critical thinking Gramsci, researchers try to analyze how far Boran dance transform itself into traditional Lamongan dance, and is there any legality of hegemony also in it. So as to make dance boran, as the identity of traditional dance Lamongan. Boran Dance was born from an iven of traditional art performances organized by the East Java Arts Council. Because to the existence and success of this dance is transformed from festival dance into traditional Lamongan dance.
    [Show full text]
  • Analysis on Symbolism of Malang Mask Dance in Javanese Culture
    ANALYSIS ON SYMBOLISM OF MALANG MASK DANCE IN JAVANESE CULTURE Dwi Malinda (Corresponing Author) Departement of Language and Letters, Kanjuruhan University of Malang Jl. S Supriyadi 48 Malang, East Java, Indonesia Phone: (+62) 813 365 182 51 E-mail: [email protected] Sujito Departement of Language and Letters, Kanjuruhan University of Malang Jl. S Supriyadi 48 Malang, East Java, Indonesia Phone: (+62) 817 965 77 89 E-mail: [email protected] Maria Cholifa English Educational Department, Kanjuruhan University of Malang Jl. S Supriyadi 48 Malang, East Java, Indonesia Phone: (+62) 813 345 040 04 E-mail: [email protected] ABSTRACT Malang Mask dance is an example of traditions in Java specially in Malang. It is interesting even to participate. This study has two significances for readers and students of language and literature faculty. Theoretically, the result of the study will give description about the meaning of symbols used in Malang Mask dance and useful information about cultural understanding, especially in Javanese culture. Key Terms: Study, Symbol, Term, Javanese, Malang Mask 82 In our every day life, we make a contact with culture. According to Soekanto (1990:188), culture is complex which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society. Culture are formed based on the local society and become a custom and tradition in the future. Culture is always related to language. This research is conducted in order to answer the following questions: What are the symbols of Malang Mask dance? What are meannings of those symbolism of Malang Mask dance? What causes of those symbolism used? What functions of those symbolism? REVIEW OF RELATED LITERATURE Language Language is defined as a means of communication in social life.
    [Show full text]
  • Cross-Gender Attempts by Indonesian Female Impersonator Dancer Didik Nini Thowok
    Cross-Gender Attempts by Indonesian Female Impersonator Dancer Didik Nini Thowok Madoka Fukuoka Graduate School of Human Sciences, Osaka University, Japan [email protected] ABSTRACT This article examines the creative stages of Didik Nini Thowok (1954‒), a female impersonator and cross-gender dancer based in Java, Indonesia. In addition, it discusses his endeavours of crossing gender boundaries by focusing on his use of costumes and masks, and analysing two significant works: Dwimuka Jepindo as an example of comedic cross-gender expression and Dewi Sarak Jodag as an example of serious cross-gender expression. The findings indicate three overall approaches to crossing gender boundaries: (1) surpassing femininity naturally expressed by female dancers; (2) mastering and presenting female characters by female impersonators and cross-gender dancers; and (3) breaking down the framework of gender itself. Keywords: Didik Nini Thowok, cross-gender, dance, Java, Indonesia © Penerbit Universiti Sains Malaysia, 2014 58 Wacana Seni Journal of Arts Discourse. Jil./Vol.13. 2014 INTRODUCTION This article examines the creative stages of Didik Nini Thowok (1954‒), a female impersonator and cross-gender dancer based in Java, Indonesia.1 In addition, it discusses his endeavours of crossing gender boundaries by focusing on the human body's role and Didik's concept of cross-gender dance, which he has advocated since his intensive study of the subject in 2000. For the female impersonator dancer, the term "cross-gender" represents males who primarily perform female roles and explore the expression of stereotypical femininity. Through his artistic activity and unique approach, Didik has continued to express various types of femininity to deviate from stereotypical gender imagery.
    [Show full text]
  • Masyarakat Kesenian Di Indonesia
    MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Muhammad Takari Frida Deliana Harahap Fadlin Torang Naiborhu Arifni Netriroza Heristina Dewi Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara 2008 1 Cetakan pertama, Juni 2008 MASYARAKAT KESENIAN DI INDONESIA Oleh: Muhammad Takari, Frida Deliana, Fadlin, Torang Naiborhu, Arifni Netriroza, dan Heristina Dewi Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved Dilarang memperbanyak buku ini Sebahagian atau seluruhnya Dalam bentuk apapun juga Tanpa izin tertulis dari penerbit Penerbit: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara ISSN1412-8586 Dicetak di Medan, Indonesia 2 KATA PENGANTAR Terlebih dahulu kami tim penulis buku Masyarakat Kesenian di Indonesia, mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ini pada tahun 2008. Adapun cita-cita menulis buku ini, telah lama kami canangkan, sekitar tahun 2005 yang lalu. Namun karena sulitnya mengumpulkan materi-materi yang akan diajangkau, yakni begitu ekstensif dan luasnya bahan yang mesti dicapai, juga materi yang dikaji di bidang kesenian meliputi seni-seni: musik, tari, teater baik yang tradisional. Sementara latar belakang keilmuan kami pun, baik di strata satu dan dua, umumnya adalah terkonsentasi di bidang etnomusikologi dan kajian seni pertunjukan yang juga dengan minat utama musik etnik. Hanya seorang saja yang berlatar belakang akademik antropologi tari. Selain itu, tim kami ini ada dua orang yang berlatar belakang pendidikan strata dua antropologi dan sosiologi. Oleh karenanya latar belakang keilmuan ini, sangat mewarnai apa yang kami tulis dalam buku ini. Adapun materi dalam buku ini memuat tentang konsep apa itu masyarakat, kesenian, dan Indonesia—serta terminologi-terminologi yang berkaitan dengannya seperti: kebudayaan, pranata sosial, dan kelompok sosial.
    [Show full text]
  • Strategi Kolaborasi Dalam Seni Pertunjukan Tradisional Di Kabupaten Subang
    1 STRATEGI KOLABORASI DALAM SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL DI KABUPATEN SUBANG COLLABORATION STRATEGIES IN TRADITIONAL PERFORMING ARTS IN SUBANG Oleh Irvan Setiawan Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Jln. Cinambo No. 136 Ujungberung Bandung Email: [email protected] Naskah Diterima: 28 Februari 2013 Naskah Disetujui: 2 April 2013 E Abstrak Kesenian tradisional memegang peranan dalam pencirian dan menjadi kekhasan suatu daerah. Bagi wilayah administratif yang menjadi cikal bakal suatu kesenian daerah tentu saja tidak sulit untuk menyebut istilah kesenian khas dan menjadi milik daerah tersebut. Lain halnya dengan wilayah administratif yang tidak memiliki kesenian daerah sehingga akan berusaha menciptakan sebuah kesenian untuk dijadikan sebagai kesenian khas bagi daerahnya. Beruntunglah bagi Kabupaten Subang yang menjadi cikal bakal beberapa kesenian yang terlahir dan besar di daerahnya. Tidak hanya sampai disitu, Pelestarian dan pengembangan kesenian tradisional tampak serius dilakukan. Hal tersebut terlihat dari papan nama berbagai kesenian (tradisional) di beberapa ruas jalan dalam wilayah Kabupaten Subang. Seiring berjalannya waktu tampak jelas terlihat adanya perubahan dalam pernak pernik atau tahapan pertunjukan pada beberapa seni pertunjukan tradisional. Kondisi tersebut pada akhirnya mengundang keingintahuan mengenai strategi kolaborasi apa yang membuat seni pertunjukan tradisional masih tetap diminati masyarakat Subang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang didukung dengan data lintas waktu baik dari sumber sekunder maupun dari pernyataan informan mengenai seni pertunjukan tradisional di Kabupaten Subang. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kolaborasi yang dilakukan meliputi kolaborasi lintas waktu dan lintas ruang yang masih dibatasi oleh seperangkat aturan agar kolaborasi tidak melenceng dari identitas ketradisionalannya. Kata kunci: Strategi kolaborasi, pertunjukan tradisional Abstract Traditional arts play a role in the characterization of a region.
    [Show full text]
  • Downloaded from Brill.Com09/26/2021 01:14:48PM Via Free Access Wim Van Zanten - 9789004261778 Downloaded from Brill.Com09/26/2021 01:14:48PM Via Free Access
    PART FIVE THE ETHNIC MODERN Wim van Zanten - 9789004261778 Downloaded from Brill.com09/26/2021 01:14:48PM via free access Wim van Zanten - 9789004261778 Downloaded from Brill.com09/26/2021 01:14:48PM via free access <UN> <UN> CHAPTER ELEVEN MUSICAL ASPECTS OF POPULAR MUSIC AND POP SUNDA IN WEST JAVA Wim van Zanten Introduction: Sundanese Music and the Technology of Enchantment Research on popular music, particularly in the field of cultural studies, has tended to focus on political and sociological aspects, to the exclusion of musical structures and actual sounds. Whereas in most societies musi- cal genres are in the first place classified by social criteria, it is undeniable that also the technicalities of the music play a role: audiences hear the differences between, for instance, jaipongan and degung kawih perfor- mances. This is because these musics are produced in different ways, using different instruments, tone material, musical structure, etc. Alfred Gell made an important contribution to the anthropological study of art by pointing out that the production of art is a technological process. He mentions that there are ‘beautiful’ things, like beautiful women, beautiful horses and a beautiful sunset. However, art objects are made ‘beautiful’ by human beings and this requires technology. He criti- cizes sociologists like Pierre Bourdieu, who do not really look at an art object as a concrete product of human ingenuity, but only elaborately look at the represented symbolic meanings (Gell 1999:162). In contrast, Gell proposes that anthropologists should look at art as a ‘component of technology.’ We call something an object of art if it is the outcome of a technological process, the kind of processes in which artists are skilled.
    [Show full text]
  • Webinar September 15, 2020
    Webinar September 15, 2020 Faculty of Arts and Design Education Universitas Pendidikan Indonesia The 3rd Strengthening Tolerance Through Arts and Design Education ATLANTIS the PRESS education university fpsd2020 Assalamua’alaikum Wr. Wb., Honorable Rector of Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Dean of Faculty of Arts and Design Education, honorable speakers, participants, Ladies and Gentlemen, In this good opportunity, I‟m as a chief of the 3rd ICADE committees, would like to express my gratitude to Rector of UPI, Prof. Dr. M. Solehuddin, M.Pd., M.A. and all vice Rectors; Dean of Faculty of Arts and Design Education, Dr. Zakarias S. Soeteja, M.Sn., and all vice deans and staffs; for all the assists, supports, participation and cooperation in carrying out this 3rd ICADE well. By the theme “Strengthening Tolerance through Arts and Design Education”, The 3rd ICADE aims to share and exchange knowledge and practices for academicians, educators, researchers, practitioners, graduate and post graduate students, and art entrepreneurs from different cultural backgrounds and nationality to worldwide present and exchange their recent knowledge, and latest research in fields of performing arts, arts education and the practices, as well as multidisciplinary arts field. This conference is also held as a media in establishing a partnership within art and design institutes, nationally and internationally. In this happy opportunity, the 3rd ICADE is attended by nearly 100 presenters, co-presenters and 200 participants from various countries such as Germany, Poland, Korea, USA, Mexico, Iran, and from different cities of Indonesia. The selected papers of this conference will then be published on Atlantis Press Publisher, and will be indexed by Web of Science, and Google Scholar.
    [Show full text]
  • Falidasi Data Lingkung Seni Se-Kecamatan Ujungberung Tahun 2014
    FALIDASI DATA LINGKUNG SENI SE-KECAMATAN UJUNGBERUNG TAHUN 2014 Tahun Tempat NO Nama Lingkung Seni Jenis Kesenian Pimpinan Alamat Perangkat Kesenian Anggota Legalisasi Berdiri Latihan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pasar Kaler RT.01 1 Pas Nada Elektone Ibu. Heny Organ, Kibord,Gitar, Kendang, Suling, 5 Orang Tidak Ada 2010 Rumah RW.01 Cigending RT.03 Gendang, Bedug, Goong, Terompet, Toa Ampli. 2 Sancang Pusaka Benjang Agus Sulaeman RW.03 Mixer, Badut, Kecrek, Kuda Lumping, Gendang, Goong, Bedug, Terompet, Kepang, 3 LS Benjang Kalimasada Benjang Gugun Gunawan Cipicung RT.04 RW.04 25 Orang Dalam Proses 2004 Rumah Lumping, Toa, Ampli,MixerBadut 4 Karinding Nukula Upit Supriatna Cipicung RT.01 RW.04 Karinding,Celempung,Toleot, Kecrex 15 Orang Tidak Ada 2011 Rumah Gendang, bedug, Goong, Terompet, Toa Ampli, Rumah ketua 5 Pusaka Gelar Putra Benjang Asep Dede Cinangka RT.02 RW.05 25 Orang Tidak Ada 2007 Barong, Badut, Kecrek RT Rumah ketua 6 Pusaka Wirahman Putra Penca Silat Enay Darso Cinangka RT.01 RW.05 Gendang Besar/Kecil, Golok (untuk atraksi) 25 Orang Tidak Ada 2010 RT Gendang, Rabab, Bonang, Goong, Kecrek, 7 Arum Gumelar Jaipongan I n d r a Cinangka RT.02 RW.05 30 Orang Tidak Ada 2006 Rumah Terompet 8 R e o g E m u l Cinangka RT.03 RW.05 Dog-dog, Goong, Gendang 9 Elektone Dangdut E m u l Cinangka RT.03 RW.05 Organ, Gendang Suling Gitar, Kecrex 7 Orang Tidak Ada 2010 Rumah Sakeburuy RT.01 RW 10 Dwi Shinta Rock Dangdut Dede Dadan Kibord, Gitar, Gendang, Suling, Kecrex 9 Orang Ada 1993 Gedung 06 Gendang, Goong, Bedug, Terompet, Toa, Ampli, 11 Pusaka Wargi Benjang Didi / Ono Ranca RT.01 RW.06 25 Orang Ada 1930 Hal.
    [Show full text]
  • Analisis Partisipasi Kebudayaan
    ANALISIS PARTISIPASI KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2016 ANALISIS PARTISIPASI KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN i KATALOG DALAM TERBITAN Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Analisis Partisipasi Kebudayaan/Disusun oleh: Bidang Pendayagunaan dan Pelayanan. – Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, Kemdikbud, 2016 xi, 101 hal, bbl, ilus, 23 cm ISSN 0216-8294 Pengarah: Bastari Siti Sofiah Dwi Winanta Hadi Penulis Indardjo Penyunting: Darmawati Desain Cover Abdul Hakim ii KATA PENGANTAR Buku “Analisis Partisipasi Kebudayaan” ini merupakan hasil pendayagunaan data budaya hasil survai BPS. Partisipasi budaya merupakan derajat tertentu tentang keterlibatan warga masyarakat dalam melakukan serangkaian aktivitas budaya. Data yang digunakan dalam menyusun Analisis Partisipasi Kebudayaan ini bersumber dari Susenas 2015. Variabel-variabel yang dianalisis khususnya yang menyangkut aktivitas budaya seperti memasang bendera merah putih, berbusana daerah, produksi budaya, menghadiri dan menyelenggarakan upacara adat dari responden rumah tangga. Selain itu, dianalisis pula aktivitas budaya di dalam rumah dan luar rumah dari responden angota rumah tangga. Sifat dari analisis ini adalah diskriptif dengan responden rumah tangga dan anggota rumah tangga yang masing-masing mengacu pada analisis nasional, antar wilayah (desa kota), dan antar provinsi. Pusat Data dan Statistik Pendidikan
    [Show full text]
  • Land- ​ En Volkenkunde
    Music of the Baduy People of Western Java Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal- , Land- en Volkenkunde Edited by Rosemarijn Hoefte (kitlv, Leiden) Henk Schulte Nordholt (kitlv, Leiden) Editorial Board Michael Laffan (Princeton University) Adrian Vickers (The University of Sydney) Anna Tsing (University of California Santa Cruz) volume 313 The titles published in this series are listed at brill.com/ vki Music of the Baduy People of Western Java Singing is a Medicine By Wim van Zanten LEIDEN | BOSTON This is an open access title distributed under the terms of the CC BY- NC- ND 4.0 license, which permits any non- commercial use, distribution, and reproduction in any medium, provided no alterations are made and the original author(s) and source are credited. Further information and the complete license text can be found at https:// creativecommons.org/ licenses/ by- nc- nd/ 4.0/ The terms of the CC license apply only to the original material. The use of material from other sources (indicated by a reference) such as diagrams, illustrations, photos and text samples may require further permission from the respective copyright holder. Cover illustration: Front: angklung players in Kadujangkung, Kanékés village, 15 October 1992. Back: players of gongs and xylophone in keromong ensemble at circumcision festivities in Cicakal Leuwi Buleud, Kanékés, 5 July 2016. Translations from Indonesian, Sundanese, Dutch, French and German were made by the author, unless stated otherwise. The Library of Congress Cataloging-in-Publication Data is available online at http://catalog.loc.gov LC record available at http://lccn.loc.gov/2020045251 Typeface for the Latin, Greek, and Cyrillic scripts: “Brill”.
    [Show full text]
  • Daftar Pustaka
    DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Buku Bungin, Burhan H.M. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta Kebijakan Publik, dan ilmu sosial. Jakarta : Kencana Prenama Media Group. Effendy, Onong Uchjana. 2002. Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikasi. Cetakan keenam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Komunikasi dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Effendy, Onong Uchjana. 2009. Human & Public Relations. Bandung : Mandar Maju Marzali, Amri. 2006. Metode Penelitian Etnografi. Yogyakarta, Tirta Wacana Moleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Morissan, 2013. Teori Komunikasi : individu hingga massa. Jakarta : Kencan Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya ______________. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya ______________. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakrya Samovar, Larry A. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Salemba Humanika Sobur, Ale. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Subagyo, Joko P. 2006. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta 103 104 Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suyatna, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternative Pendekatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada B. Karya Ilmiah Sundari, Erni. 2011. Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Tradisi Siramam Pada Proses Pernikahan Adat Sunda Di Kelurahan Pasanggrahan Kecamatan Ujung Berung. Bandung: UNIKOM Ayu Anggaswari, Niluh. 2014. Komunikasi Nonverbal Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak di Kebudayaan Bali (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Makna Komunikasi Nonverbal Para Penari Kecak Dalam Pagelaran Seni Tari Kecak di Kawasan Wisata Denpasar Bali). Bandung: UNIKOM Hasbi, Billy. 2016. Makna Komunikasi Nonverbal Para Penari Yogyakarta Dalam Sendratari Ramayana di Kawasan Prambanan.
    [Show full text]
  • Garap Tepak Kendang Jaipongan-Asep.Pdf
    GARAP TEPAK KENDANG JAIPONGAN DALAM KARAWITAN SUNDA Penulis: Asep Saepudin Perancang sampul: Teguh Prastowo Perancang isi: Haqqi & Korie Ilustrasi cover Suwanda koleksi penulis, 2007. Hal cipta dilindungi undang-undang © 2013, Asep Saepudin Diterbitkan oleh: BP ISI Yogyakarta Jln. Parangtritis KM. 6,5 Yogyakarta 55001 Tlp./Fax. (0274) 379133, 371233 E-mail: [email protected] Katalog dalam Terbitan (KDT) Saepudin, Asep. Garap Tepak Kendang Jaipongan dalam Karawitan Sunda; Yogyakarta; BP ISI Yogyakarta; 2013; Cetakan Ke-1; 155 x 230 mm; xxi + 262 hal ISBN 978-979-8242-58-8 Prakata Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, bahwasannya penulisan buku berjudul Garap Tepak Kendang Jaipongan dalam Karawitan Sunda ini akhirnya dapat diselesaikan. Atas izin dan ridho-Nya penulis diberikan kekuatan serta kesehatan untuk menyelesaikan penulisan buku ini. Buku ini mengungkap riwayat hidup Suwanda terutama kaitannya dengan proses penciptaan tepak kendang Jaipongan. Suwanda memiliki andil besar dalam seni pertunjukan Indonesia khususnya di Jawa Barat yakni dengan menciptakan tepak kendang Jaipongan pada tahun 1980-an. Kehadiran karya Suwanda ‘tepak Jaipongan’ sudah cukup lama, namun belum ada yang mengungkap secara rinci tentang kesenimanan serta proses garapnya dalam menciptakan tepak kendang Jaipongan. Informasi tentang Suwanda belum banyak diketahui oleh masyarakat dan dikaji lebih dalam sebagai bahan penelitian atau bahan bacaan umum. Sampai dengan saat ini belum banyak diketahui bagaimana peranan Suwanda dalam Jaipongan, bagaimana caranya beragam tepak kendang Jaipongan diciptakan, dari mana sumber tepak kendang Jaipongan berasal, apa konsep garap yang digunakan untuk membuatnya, untuk apa diciptakan, serta fakor apa yang mendorong keberhasilan penciptaannya. Berbagai persoalan tersebut dikupas dalam buku ini karena sangat penting untuk diketahui publik mengingat kehadiran tepak kendang Jaipongan sudah tiga puluh tahun lebih mengisi kehidupan karawitan Sunda.
    [Show full text]