https://doi.org/10.36869/pjhpish.v6i2.155

IDENTITAS NELAYAN MIGRAN INDRAMAYU DI MUARA ANGKE INDRAMAYU MIGRANT FISHERMAN IDENTITY IN MUARA ANGKE Risa Nopianti1, Ria Andayani, S2. Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat1 2 Jalan Cinambo No.136 Telp./Fax (022) 7804942 Ujungberung – 42094 Email : [email protected] Naskah diterima 06-08-2020 Naskah direvisi 21-09-2020 Naskah disetujui 13-10-2020

ABSTRACT The Muara Angke migrant community in North are migrants from various regions in . One of them is the fishing community from Indramayu, which is the focus of this research. They migrate from their home areas to Muara Angke to increase living welfare standards through the economy and education. Their local knowledge and cultural values are always practiced in their social life of their destination areas. Local experience such as the techniques and types of fishing gear used for fishing, the rituals, traditions of the sea nadran, and the social organizations formed have become cultural assets and a form of Indramayu people’s identity known to other communities in Muara Angke, Jakarta. Ethnographic methods with interview techniques, field and audiovisuals observations, and secondary data extraction conducted in this study to describe culture from the community’s perspective. The heterogeneity of the ethnic composition, profession, political situation, and social conditions in Muara Angke, is a driving factor for Indramayu fishers to make adjustments to their identities so that they can be accepted well by all members of the community. Thus, identity adjustment is a consequence that must be faced by Indramayu people who migrate to Muara Angke to achieve their goals.

Keywords: Migration, fisherman, identity

ABSTRAK Masyarakat migran Muara Angke, di Jakarta Utara, adalah para pendatang dari berbagai daerah di wilayah Indonesia, salah satunya adalah masyarakat nelayan dari Indramayu yang menjadi fokus penelitian ini. Mereka melakukan migrasi dari daerah asalnya ke Muara Angke dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup, melalui ekonomi,dan pendidikan. Pengetahuan lokal, dan nilai budaya yang mereka miliki senantiasa dipraktikan dalam kehidupan sosial mereka di daerah tujuannya. Pengetahuan lokal seperti teknik dan jenis alat tangkap yang digunakan untuk melaut, ritual dan tradisi nadran laut, serta organisasi sosial yang dibentuk, menjadi modal budaya sekaligus juga bentuk identitas Orang Indramayu yang dikenal oleh masyarakat lainnya di Muara Angke, Jakarta. Metode etnografi dengan teknik wawancara, observasi lapangan dan audio visual, serta penggalian data sekunder diaplikasikan pada penelitian ini untuk menggambarkan budaya dari sudut pandang masyarakat. Heterogenitas komposisi etnis, profesi, situasi politik dan kondisi sosial yang ada di Muara Angke, menjadi sebuah faktor pendorong bagi nelayan Indramayu untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perangkat identitas mereka supaya dapat diterima dengan baik oleh seluruh anggota masyarakat yang ada. Dengan demikian penyesuaian identitas merupakan sebuah konsekuensi yang harus dihadapi oleh Orang Indramayu yang bermigrasi ke Muara Angke dalam rangka pencapai tujuan-tujuannya. Kata kunci: migrasi, nelayan, indentitas.

PENDAHULUAN karena secara alamiah mereka memerlukan berbagai kebutuhan untuk memenuhi Mobilitas atau perpindahan penduduk kebutuhan dasarnya (Setiadi, 2014). Menurut merupakan hal yang lumrah bagi masyarakat

241 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253

Repon dan Akter (2018:4103) “orang-orang proses migrasi yang secara umum melihat aspek yang bermigrasi memikirkan status pekerjaan fisik, sosioekonomi, dan sosiokultural. Analisis mereka. Peluang penghasilan tidak sama di konteks dipahami sebagai bagaimana perilaku daerah pedesaan dan perkotaan yang penting migrasi individu dibentuk atau dipengaruhi dalam pengambilan keputusan migrasi” Oleh setting lingkungan tempat seseorang berasal sebab itu mereka bermigrasi dari tempat asal (Setiadi, 2014:33). yang kurang memiliki potensi untuk mencukupi Salah satu bentuk migrasi adalah kebutuhan hidup mereka ke tempat tujuan yang migrasi nelayan. Migrasi nelayan merupakan memiliki peluang lebih besar untuk mencari perpindahan kelompok masyarakat nelayan dari penghidupan layak. satu daerah pesisir ke wilayah pesisir lainnya. Proses migrasi suatu kelompok Migrasi pada masyarakat nelayan di Indonesia masyarakat dari tempat asalnya ke tempat baru, cenderung dikategorikan sebagai bentuk membawa alasan tersendiri bagi mereka. Banyak occupational mobility. Menurut Zulham, dkk kelompok-kelompok masyarakat nelayan yang (2009:186), bahwa “mobilitas migran dari memilih untuk melakukan mobilisasi ke tempat daerah pesisir ke daerah tujuan lebih banyak tujuannya yang baru dengan berbagai faktor. ditentukan oleh keterikatan migran dengan salah satunya untuk memperoleh kehidupan struktur ekonomi di daerah asal dan di daerah sosial ekonomi yang lebih baik (Ismadi, 2010; tujuan”. Muara Angke merupakan salah satu Angelia, Fetchiya, dan Muflikhati, 2006; contoh daerah migrasi dari berbagai kelompok Shudawasa, 2006). masyarakat nelayan di berbagai daerah seperti Migrasi merupakan perpindahan , Indramayu, Tegal, Tangerang, Banten, penduduk dari satu tempat ke tempat lainnya. dan wilayah lainnya. Menurut Bhurga dan Becker (2005), migrasi Ekspektasi para nelayan untuk melakukan didefinisikan sebagai proses dari satu negara, migrasi ke daerah tujuan baru adalah untuk wilayah atau tempat tinggal untuk menetap di memperoleh kehidupan sosial ekonomi yang negara lain. Secara umum Cox (1970) yang lebih baik, sayangnya tidak semua harapan dikutip Repon dan Akter (2018) menyebutkan tersebut berbuah hasil manis bagi para nelayan bahwa faktor pendorong terjadinya migrasi karena faktanya kehidupan mereka di daerah adalah karena pendidikan, perumahan, migran seringkali tidak jauh berbeda kondisinya tabungan, investasi, dan umur. Menurut Mantra, dengan daerah asal mereka. yang dikutip Mardiani dan Purnomo (2018) Fakta bahwa kelompok masyarakat bahwa migrasi terbagi menjadi dua bentuk, nelayan merupakan kategori masyarakat yang yaitu migrasi permanen dan sirkuler. Migrasi rentan secara ekonomi karena ketergantungan permanen, yaitu perpindahan penduduk yang mereka terhadap sumber daya alam dan musim. bertujuan untuk menetap. Sedangkan, migrasi Adanya ketergantungan terhadap sumber daya sikruler, yaitu perpindahan yang sementara alam dan iklim menyebabkan nelayan kurang waktu saja. mampu mengembangkan diversifikasi mata Terdapat dua konsep mengenai pencaharian pada saat kondisi alam tidak migrasi. Pertama adalah georaphical mobility, mendukung. yaitu perpindahan penduduk untuk mencari Penelitian-penelitian mengenai perlindungan dan makanan (Zulham, dkk, kerentanan sosial ekonomi nelayan telah banyak 2009). Konsep kedua mengenai migrasi, ditulis oleh beberapa peneliti di Indonesia. bahwa pergerakan tenaga kerja sebagai akibat Umumnya, penjelasan mereka mengenai keterbatasan akses terhadap sumber daya dan kemiskinan nelayan disebabkan oleh sistem tidak adanya peluang ekonomi pada daerah politik, sosial, dan ekonomi yang berpengaruh asal migran yang dikenal sebagai migrasi terhadap kehidupan sosial ekonomi nelayan occupational mobility (Saptono, Lindawati, sehingga menyebabkan terjadinya kemiskinan Zulham, 2011:21). Kedua konsep migrasi yang terbentuk secara struktural (Juliantono tersebut telah menjadi isu yang cukup umum dan Munandar, 2016; Anwar dan Wahyuni, pada studi-studi masyarakat tentang migrasi. 2019; Retnowati, 2011). Perspektif lain Pandangan-padangan di atas juga penyebab kemiskinan nelayan juga disebabkan dikategorikan sebagai analisis konteks dari oleh faktor kultural yang menjadikan budaya

242 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253 masyarakat nelayan setempat membentuk pola nelayan. Sumber data utama penelitian hidup yang rentan karena tidak dapat keluar ini diperoleh melalui sumber data primer dari siklus kehidupan mapan mereka (Tahawila, (wawancara dan pengamatan) 2014 ; Mussadun dan Nurpratiwi, 2016). Teknik wawancara secara bebas terstruktur Kedua isu besar mengenai kemiskinan dan observasi dilakukan untuk mengumpulkan nelayan yang disebabkan oleh faktor struktural data lapangan. Bentuk pengamatan yang maupun kultural yang dipaparkan oleh digunakan, secara umum terdiri atas dua beberapa penulis di atas, umumnya membahas kegiatan, yaitu pengamatan langsung dan tidak masyarakat nelayan yang menjadi masyarakat langsung. Pengamatan langsung, yaitu kegiatan asli dimana lokus penelitian dilakukan. Namun, mengamati kehidupan sosial masyarakat secara pembahasan mengenai kemiskinan kelompok langsung di lingkungan tempat tinggal mereka, masyarakat nelayan migran yang berada jauh sedangkan pengamatan tidak langsung, yaitu dari daerah asalnya masih jarang dilakukan. pengamatan yang dilakukan melalui konten Artikel ini berfokus pada nelayan audio visual melaui platform media sosial Indramayu di Muara Angke, Jakarta sebagai (youtube), khususnya untuk melihat fenomena salah satu kelompok etnis yang cukup mayoritas budaya masyarakat Indamayu di Muara Angke secara jumlah. Namun secara ekonomi, mereka ketika melakukan kegiatan Nadran nelayan. kurang begitu dominan karena sebagian besar Untuk melengkapi data dilakukan penelusuran dari mereka hanya berprofesi sebagai nelayan dokumen sekunder yang berasal dari berbagai pekerja, serta nelayan pemilik perahu-perahu sumber. Pengecekan kebasahan data lapangan berbobot kecil. Meskipun demikian, keberadaan dilakukan dengan metode triangulasi data dari mereka diakui karena keunikan tradisi mereka beberapa informan yang terpilih. Informan dalam menjaga entitas identitas budayanya. yang dipilih merupakan perwakilan orang Hal yang menarik ternyata keputusan Indramayu yang telah menetap di Muara Angke migrasi nelayan dari Indramayu ke Muara dan beberapa orang pemangku kebijakan Angke pada sebagian besar nelayan tidak setempat. sepenuhnya dapat mengubah status sosial ekonomi mereka, sebagaimana yang mereka PEMBAHASAN harapkan sebelumnya. Kemiskinan nelayan Muara Angke merupakan salah satu daerah migran Indramayu di Muara Angke telah tujuan migrasi para nelayan yang terletak di melekat pada identitas budayanya. Namun pesisir utara Jakarta. Pelabuhan Muara Angke demikian, mereka tetap dapat bertahan di tengah merupakan sebuah daerah yang memiliki gempuran berbagai situasi dan kondisi sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan yang tidak potensi sumber daya ekonomi kelautan yang menguntungkan dengan tetap mengembangkan cukup besar dan didukung oleh penduduknya praktik-praktik budaya mereka yang khas yang cukup heterogen. Fasilitas ekonomi seperti secara bersama-sama. pelabuhan pendaratan ikan, tempat pelelangan Pertanyaannya kemudian adalah ikan, pasar ikan, dan fasilitas pendukung bagaimana fungsi identitas kultural mereka lainnya. sebagai nelayan Indramayu dalam menjaga Beberapa kelompok etnis tinggal dan kerentanan sosial ekonomi yang mereka rasakan melakukan berbagai jenis usaha di sana di daerah migran Muara Angke? seperti orang Indramayu, Cirebon, Banten, Bugis, Tegal, dan Tionghoa. Mereka berharap METODE memperoleh penghidupan yang layak dengan menjadi nelayan, pedagang, atau pekerja di Penelitian ini dilaksanakan di Muara sektor informal lainnya yang mendukung usaha Angke, Jakarta Utara, sebagai salah satu ekonomi kelautan di Pelabuhan Muara Angke. pelabuhan berskala besar dengan predikat Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN). Beberapa di antara mereka telah cukup Penelitian dilakukan menggunakan metode lama tinggal di sana, bermula pada masa awal kualitatif dengan pendekatan etnografi yang sejarah pelabuhan Jakarta, khususnya Muara bertujuan mengetahui kehidupan masyarakat Angke yang hadir sejalan dengan perjalanan dari sudut pandang mereka sebagai masyarakat sejarah Batavia sejak masa kolonial Belanda.

243 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253

Heterogenitas kelompok-kelompok etnis di perahu kecil. Hal ini dilakukan untuk mencari Muara Angke mulai berwarna seiring dengan keterikatan antara budaya dan indentitas mereka dijadikannya tempat tersebut sebagai pelabuhan sebagai nelayan migran. pendaratan ikan sejak tahun 1977. Pada masa itu terjadi migrasi nelayan Kehidupan Sosial Budaya Nelayan dari berbagai daerah khususnya di sepanjang Indramayu di Muara Angke pantai utara Jawa. Hal tersebut dilakukan a. KUBE (Kelompok Usaha Bersama) untuk mencari ikan di wilayah perairan Nelayan Muara Angke Jakarta, kemudian menjualnya ke beberapa pelabuhan yang ada di Jakarta seperti Muara Sebagai komunitas nelayan yang berasal Baru, Cilincing, Kamal Muara, dan Muara dari satu daerah yang sama, yaitu Indramayu. Angke. Selanjutnya, beberapa di antara mereka Nelayan Muara Angke yang mendiami daerah memutuskan untuk menetap dan membangun Kali Adem memiliki gambaran kehidupan sosial keluaraga di sana dan sebagian lagi sirkuler. yang cukup unik. Secara sosial ekonomi, mereka Tinggal di daerah baru dengan begitu disatukan melalui berbagai perkumpulan atau banyak perbedaan sosial dan latar belakang himpunan. Perkumpulan-perkumpulan tersebut budaya, tidak lantas membuat nelayan Muara ada yang bersifat heterogen, yaitu perkumpulan Angke, khususnya yang berasal dari Indramayu bersama dengan kelompok masyarakat lainnya, menanggalkan identitas mereka. Sebaliknya, seperti HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh mereka bertahan dengan tetap melestarikan Indonesia), KTNA (Kontak Tani Nelayan identitas budaya mereka. Salah satunya Andalan), Kelompok Masyarakat Pengawas, melalui tradisi nadran walaupun kehidupan dan Koperasi. Ada pula yang sebagian besar sosial ekonomi mereka terbatas. anggotanya didominasi oleh nelayan migran Muara Angke merupakan sebuah Kawasan Indramayu, yaitu KUBE (Kelompok Usaha pelabuhan perikanan yang pengelolaannya Bersama). berada di bawah Dinas Ketahanan Pangan Melalui kelompok ini, mereka Kelautan dan Perikanan Provinsi DKI Jakarta. mengembangkan jejaring sosial untuk Unit kerja, yaitu UPPPN (Unit Pengelola menguatkan jejaring ekonomi sebagai usaha Pelabuhan Perikanan Nusantara) yang memenuhi kebutuhan mereka mencari ikan di mengelola sejumlah fasilitas fungsional di laut. KUBE merupakan sebuah perkumpulan sana, seperti tempat pelelangan ikan, pasar ikan masyarakat nelayan yang didominasi oleh grosir, dan eceran, serta fasilitas lainnya yang buruh nelayan dan nelayan pemilik perahu mendukung usaha ekonomi kelautan. Adapun kecil. Sifatnya nonprofit dan tidak memiliki mekanisme pengelolan kapal-kapal dan perahu badan hukum. Kelompok ini dibentuk dan ada di bawah kendali KSOP (Kesyahbandaran dibina oleh dinas yang membidangi perikanan Otoritas Pelabuhan) Muara Angke. dan kelautan di daerah Jakarta Utara, yaitu Pelabuhan perikanan Muara Angke terletak Suku Dinas Kelautan. di delta sungai dan diapit oleh dua buah Sejak awal didirikannya, telah terbentuk sungai yang bermuara di Laut Jawa, yaitu 20 kelompok KUBE di Muara Angke. Sesuai Kali Asin dan Kali Adem. Dua lokasi sungai dengan ketentuan yang diberlakukan, dalam ini memiliki karakteristik tersendiri. Kali Asin satu kelompok KUBE, maksimal terdapat 20 merupakan lokasi penembatan perahu-perahu anggota. Apabila melebihi 20 orang, maka nelayan berbobot besar. Sedangkan Kali Adem KUBE tersebut harus berbadan hukum atau merupakan tempat berlabuhnya perahu-perahu menjadi koperasi. tempel kecil yang sebagian besar dimiliki oleh Untuk dapat tergabung dengan KUBE, nelayan lokal asal Indramayu yang menetap di seorang nelayan minimal harus memiliki Muara Angke. persyaratan berupa kapal atau alat tangkap Penelitian ini berfokus pada kehidupan jenis tertentu. Persyaratan lainnya ditentukan sosial budaya dan ekonomi masyarakat oleh kesepakatan masing-masing kelompok. nelayan Indramayu yang umumnya berprofesi Setelah KUBE terbentuk dengan jumlah sebagai nelayan pemilik atau buruh nelayan anggota dan persyaratan yang memenuhi, ketua

244 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253 yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan harus seperti anggota yang belum memiliki alat melaporkan pembentukan KUBEnya ke RT, tangkap atau harus menggantinya karena RW, kelurahan, kecamatan, dan ke suku dinas rusak. Jumlahnya tidak terlalu besar sehingga perikanan setempat. Ketua KUBE juga harus anggaran tersebut harus diprioritaskan untuk berkoordinasi dengan KTNA dan HNSI. anggota yang benar-benar membutuhkan Koordinasi yang dilakukan dengan HNSI sebagai dana pinjaman. Selanjutnya, anggota dan KTNA tidak lain adalah untuk membentuk akan menggantinya dengan cara mencicil jejaring informasi yang lebih kaya di tingkat dengan jumlah dan waktu tertentu. Adapun organisasi nelayan yang lebih besar. Biasanya uang yang dihasilkan dari cicilan anggota akan berbagai informasi terkait dengan aturan dan disimpan ke dalam kas dan suatu saat digulirkan kebijakan yang diberlakukan kepada nelayan kembali kepada anggota yang membutuhkan diperbaharui oleh HNSI dan KTNA sebelum lain seterusnya. diinformasikan kepada nelayan di level bawah. KUBE sebagai sebuah himpunan sosial Tujuan KUBE adalah sebagai wahana yang mayoritas didominasi oleh nelayan untuk mencari jalan pemecahan masalah atau Indramayu yang telah menetap di Muara kendala yang dihadapi oleh para nelayan dalam Angke, memiliki peran yang cukup signifikan melaksanakan aktivitasnya sebagai nelayan, terhadap kehidupan sosial budaya mereka. jenis alat tangkap yang digunakan, dan yang Keguyuban yang tercipta dalam lingkup KUBE terpenting adalah kesejahteraan nelayan yang menjadi pendorong bagi terciptanya hubungan bersangkutan. sosial yang harmonis di antara mereka sebagai Ada kalanya, permasalahan yang sesama nelayan. Di sisi lain, persamaan nasib dihadapi anggota tidak dapat diselesaikan sebagai nelayan migran, membuat mereka dalam komunitas KUBEnya karena adanya mengembangkan solidaritas sosial yang lebih kendala teknis dan nonteknis. Oleh karena itu, kental terutama dalam kegiatan bersama, mereka mengomunikasikannya dengan KUBE seperti nadran atau pesta laut yang rutin setiap lainnya. Apabila masih belum menemukan tahun digelar. solusi, KUBE meminta bantuan kepada HNSI dan KTNA untuk dicarikan bantuan pendanaan. b. Nadran Nelayan di Muara Angke Koordinasi yang dilakukan bertujuan agar Istilah nadran atau nyadran merupakan HNSI atau KNTA menjembatani kepentingan sebutan yang biasa digunakan oleh masyarakat antara nelayan dan pemerintah daerah setempat. di pesisir utara sebagai sebuah bentuk tradisi Bantuan yang diberikan oleh HNSI dan syukuran dan selamatan akbar yang melibatkan KTNA biasanya berupa bimbingan pembuatan semua komponen masyarakat nelayan atas hasil proposal yang isinya menyampaikan apa tangkapan ikan mereka ketika melaut selama yang dibutuhkan oleh mereka, bukan berupa setahun penuh. Di sisi lain, nadran juga sebagai permintaan dana. Proposal-proposal tersebut pembuktian identitas dan eksistensi mereka selanjutkan ditujukan kepada dinas-dinas yang sebagai komunitas nelayan yang dianggap oleh membidangi perikanan dan kelautan, baik di sebagian masyarakat sebagai kelompok miskin tingkat kota administratif maupun provinsi. dan rentan. Mereka juga memberikan informasi kepada Pada tahun 2019 lalu kegiatan nadran pihak berwenang mengenai kondisi-kondisi nelayan di Muara Angke diberi tajuk KUBE. Hal ini dilakukan agar penyalurana “Gebyar Pesta Laut 2019 Nelayan Muara dana bantuan lebih tepat sasaran. Setelah Angke”. Penggunaan istilah pesta laut untuk proses verifikasi dan validiasi yang dilakukan menggantikan nadran. Hal ini dilakukan oleh pihak dinas, maka ada kemungkinan dana supaya seluruh masyarakat yang ada di Muara bantuan dapat dicairkan. Biasanya pemberian Angke lebih paham makna yang ada dibaliknya bantuan tersebut dilakukan secara bergiliran karena pada dasarnya kegiatan ini bukan hanya setiap tahunnya sehingga diharapkan terjadi dimiliki oleh satu kelompok masyarakat, pemerataan bantuan kepada nelayan. melainkan untuk seluruh nelayan dan pelaku Dana bantuan yang disalurkan kepada ekonomi kelautan serta masyarakat lain pada KUBE digunakan untuk mengatasi hal-hal,

245 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253 umumnya yang ada di Muara Angke. Adapun hanya 1,5 bulan saja dari biasanya 3 bulan. tema yang diangkat pada perayaan Gebyar Perayaan nadran dimulai dari tahapan Pesta Laut adalah “Dengan Potensi Kekayaan persiapan yang diawali dengan pembuatan Laut Mewujudkan Nelayan Bersatu, Mandiri, proposal dan perizinan kegiatan yang ditujukan dan Sejahtera”. Tema tersebut mengandung kepada pihak pengelola pelabuhan dalam makna bahwa pengharapan akan adanya rangka pengumpulan dana atau donasi dan rezeki yang melimpah dari kekayaan laut yang sponsor. Dana yang terkumpul dari nelayan, terkandung di perairan Indonesia khususnya di pedagang, pengusaha, badan usaha, dan wilayah DKI Jakarta, serta harapan akan adanya masyarakat lainnya yang berada di kawasan meningkatkan kesejahteraan para nelayan pelabuhan Muara Angke digunakan untuk sehingga mereka bisa mandiri secara ekonomi. membeli berbagai kebutuhan nadran seperti Selain itu, juga diharapkan adanya persatuan kerbau untuk sesaji utama, pembuatan perahu dan kesatuan di antara sesama nelayan, tidak saji, pengadaan kostum panitia, bendera, umbul- ada lagi pandangan yang membeda-bedakan umbul, dan pembiayaan hiburan wayang kulit antara nelayan satu kelompok dengan kelompok yang didatangkan langsung dari Indramayu lainnya tetapi hanya ada satu, yaitu nelayan sebagai daerah asalnya. Muara Angke. Walaupun digagas oleh nelayan Kali Adem yang mayoritas dihuni oleh nelayan migran dari Indramayu, namun perayaan pesta laut ini ditujukan kepada semua masyarakat yang ada di Muara Angke. Meskipun pelaksanaannya mengacu pada tata cara ritual nadran yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Indramayu. Namun, yang berpartisipasi di dalamnya bukan hanya nelayan Indramayu, melainkan juga melibatkan pihak-pihak lain, seperti bos- bos pemilik kapal, pengusaha pengepakan ikan, pedagang, pengelola kawasan setempat, dan sebagainya meski hanya sebatas sebagai penyandang dana kegiatan. Pelaksanaan nadran dimulai dari pembentukan kepanitiaan dengan strukukturnya Gambar 1. Perahu Sesaji yang cukup besar karena melibatkan cukup Sumber : Panitia Gebyar Pesta Laut banyak orang sebagai penanggung jawab kegiatan. Selain ketua, sekertaris dan bendahara, Sesaji utama berupa kepala kerbau yang juga terdapat beberapa seksi kegiatan seperti telah dibungkus oleh kain putih diletakan di acara, dokumentasi dan konsumsi. Pemilihan dalam perahu sesaji lengkap dengan sesaji ketua dilakukan secara demokratis dan pendukung lainnya seperti nasi tumpeng, mengedepankan kepentingan semua orang. makanan ringan, dan buah-buahan. Perahu Berdasarkan pengalaman nadran di tahun- sesaji dibuat menyerupai perahu kecil yang tahun sebelumnya, ketua yang ditunjuk selalu diberi cat warna merah putih dan hiasan dari kalangan tua. Namun pada tahun 2019 bendera warna-warni yang melambangkan lalu, Bapak Zelfi yang berasal dari golongan keberagaman masyarakat Muara Angke. muda terbukti mampu memimpin dengan baik. Sebelum hari H digelaranya acara larung Hal ini membuktikan bahwa kinerja pemuda sesaji, panitia menggelar acara hiburan wayang dalam mengorganisasi kegiatan tidak kalah kulit. Acara tersebut digelar semalam suntuk dengan generasi tua dan bahkan lebih unggul mengangkat tema pewayangan yang dibawakan dari segi efektifitas kinerjanya karena mampu dalam bahasa Indramayu yang sangat digemari masyarakat. Antusiasme penonton cukup menyelenggarakan kegiatan yang mencakup tinggi mengingat hiburan seperti itu jarang persiapannya dalam tempo yang cukup singkat

246 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253 ada di Muara Angke sehingga mereka dapat Sebelum sesaji utama benar-benar bernostaliga dengan budaya tanah kelahirannya. tenggelam, beberapa perahu nelayan berhasil mendekati perahu saji yang dilarung saling berebut untuk mengambil kain putih yang membalut kepala kerbau sebagai karomah. Kebersamaan pada momen larung sesaji pun ditutup dengan suka cita di Pulau Bidadari. Di sana mereka beristirahat sejenak dan makan bersama sambil menikmati pemandangan pulau yang indah.

Gambar 2. Pertunjukkan Wayang Kulit Sistem Ekonomi Nelayan Kapal Kecil Sumber : Panitia Gebyar Pesta Laut 2019 Kategori nelayan kapal kecil merupakan kapal jenis perahu tempel dan perahu mesin Tiba waktu yang telah ditentukan, seluruh dengan bobot di bawah 3 GT atau lebih tepatnya peserta berkumpul di TPI untuk mendengarkan perahu kecil dengan kekuatan mesin antara 11- acara sambutan pembukaan acara Gebyar Pesta 19 PK. Kapal-kapal kecil nelayan ini sebagain Laut, oleh beberapa pihak seperti perwakilan besar bersandar di daerah Kali Adem. Pemilik UPPPN, HNSI, dan aparat kepolisian setempat. kapal-kapal tersebut bukan hanya orang Muara Setelah selesai mereka melakukan pawai Angke saja, tetapi juga berasal dari daerah lain, menuju Kali Adem dengan mengarak perahu seperti Indramayu, Cirebon, Semarang, Banten, sesaji diiringi alunan musik Marching Band dan berbagai daerah lainnya di sekitar pantai yang dibawakan oleh murid-murid SMP Utara Jawa. Keberadaan nelayan pendatang ini stempat. biasanya hanya bersifat musiman, sekitar 2-3 Setibanya di lokasi acara dilanjutkan bulan saja, untuk selebihnya mereka kembali dengan pembacaan doa-doa untuk sesaji yang pulang ke daerah asal. Pada saat musim cukup akan dilarungkan. Panitia juga telah menyiapkan baik mereka akan datang kembali ke Muara beberapa drum berisi air bersih yang telah diberi Angke untuk mencari ikan. doa oleh tetua adat. Kemudian peserta yang hadir, beramai-ramai mengambil airnya untuk dibasuh ke wajah, ataupun diminum supaya mendapatkan keberkahan. Barulah tepat pada tengah hari peserta bersama-sama mengawal perjalanan perahu sesaji ke tengah lautan dengan menaiki puluhan perahu nelayan yang ditambatkan di Kali Adem. Tiba dilokasi yang ditentukan sesaji dari perahu sesaji dan sesaji lainnya yang disiapkan Gambar 4. Perahu Nelayan Tradisioanal masing-masing perahu nelayan ditenggelamkan Sumber : BPNB Jabar 2020 ke dasar laut. Kategori nelayan kapal kecil lainnya adalah nelayan Muara Angke sendiri, yaitu mereka yang merupakan penduduk tetap dan memiliki KTP Muara Angke. Secara etnis nelayan pemilik kapal kecil yang berstatus sebagai penduduk tetap Muara Angke di dominasi oleh kelompok etnis Indramayu. Mereka datang ke Muara Angke sejak bertahun-tahun lalu, dalam beberapa tahapan kedatangan. Hingga kemudian nelayan migran Gambar 3. Larung Sesaji ke tengah Laut dari Indramayu ini, banyak yang memutuskan Sumber : youtube.com/konervision

247 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253 untuk tinggal dan menjadi warga tetap di Muara jenis mata jaringnya berbeda-beda untuk setiap Angke. Dengan demikian terbentuklah sebuah jenis ikan yang ditangkap. Dengan demikian, paguyuban nelayan tradisional yang sebagaian jenis-jenis jaring ini dinamakan sesuai dengan besar anggotanya merupakan orang Indramayu. peruntukan tangkapannya seperti jaring cumi, Oleh karenanya tradisi melaut yang diciptakan jaring tongkol, jaring rajungan, dan sebagainya. oleh mereka senantiasa didasarkan pada asal Teknik jaring yang lebih khusus seperti usul tanah kelahiran mereka yaitu Indramayu. rampus dan kursin juga banyak ditemukan Mencari ikan bagi nelayan merupkan di Muara Angke. Jaring rampus atau disebut sebuah pengetahuan lokal tersendiri. juga jaring insang merupakan kategori jaring Pengetahuan yang mereka miliki khususnya ikan yang dioperasikan di dasar perairan untuk berkenaan dengan musim, dan cuaca, menjerat ikan, berbentuk persegi panjang menjadikan sebuah patokan tersendiri untuk dengan dilengkapi pemberat dibagian bawah, mereka gunakan mencari ikan. Menurut pelampung di bagian atasnya, tali ris atas dan Zelfi, seorang nelayan di Kali Adem, Muara tali ris bawah untuk menghadang ikan. Angke, pada bulan keempat hingga kesepuluh, Teknik jaring kursin merupakan biasanya Muara Angke dipenuhi oleh nelayan- sebuah teknik tradisional penangkapan ikan nelayan andon untuk bersandar di pelabuhan. menggunakan jaring seperti saringan besar Jumlah mereka cukup banyak di waktu tersebut berbentuk lingkaran dengan cincin pada bagian biasanya ada sekitar seribuan perahu yang atasnya. Ikan-ikan yang terperangkap di ngandon setiap harinya, sehingga dermaga dalamnya ditarik menggunakan mesin gardan Kali Adem hampir penuh sesak oleh perahu- untuk perahu yang memiliki kapasitas mesin perahu andon yang terparkir. Nelayan andon ini besar. Sedangkan, perahu yang bermesin kecil berasal dari berbagai daerah seperti Indramayu, ditarik secara manual oleh tenaga manusia. Cirebon hingga Tegal. Mereka tidak hanya Jenis alat tangkap ikan lainnya yang melakukan penangkapan ikan di wilayah laut dimasukan dalam kategori jaring adalah sudu. Muara Angke saja, tetapi bila “kurang hasil” Sudu merupakan alat tangkap ikan tradisional mereka akan berpindah tempat ke tempat lain masyarakat Cirebon dan Indramayu, yaitu yang lebih banyak ikannya. Sebaliknya, apabila sejenis pukat tarik, yang jaringnya dilengkapi memasuki musim penghujan di bulan ke oleh bambu berbentuk persegi atau segitiga. kesebelas hingga ketiga setiap tahunnya, hanya Sudu digunakan dengan cara didorong oleh sedikit perahu nelayan yang bersandar di Kali tenaga manusia untuk menjaring udang. Adem. Jumlahnya hanya sekitar 300an perahu, Mekanisme kerja sudu yang seperti menggaruk itu pun sebagian besar adalah perahu milik dasar perairan untuk menjaring ikan atau nelayan Muara Angke. udang, maka alat tangkap ini penggunaannya Pengetahuan lokal nelayan, bukan hanya dibatasi karena dikhawatirkan akan merusak mengenai musim melainkan yang lebih utama keseimbangan terumbu karang yang ada di adalah pengetahun mereka yang berhubungan dasar laut. Namun demikian, masih banyak dengan metode dan teknik penangkapan. masyarakat yang masih menggunakannya Beberapa jenis alat tangkap yang biasa dengan alasan sudah menjadi kebiasaan turun digunakan oleh nelayan Kali Adem di Muara temurun. Angke, memiliki tekniknya tersendiri sebagai alat penangkapan ikan, misalnya teknik silem. Nelayan melakukan penyelaman ke dasar laut dangkal dengan berbekal selang oksigen yang terhubung dengan kompresor. Kemudian melakukan pengambilan kerang yang menempel disela-sela karang satu per satu dengan tangan. Teknik jaring biasa merupakan cara menangkap ikan menggunankan jaring yang ditebarkan di permukaan air dengan pelampung yang ditempatkan di pusat jaring yang terhubung Gambar 5. Alat Tangkap Sudu dengan tali yang berada di atas kapal. Adapun Sumber : Bapak Zelfi

248 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253

Bubu biasanya terbuat dari ram kawat Ikan-ikan yang ditangkap dengan jaring, seperti yang dibentuk kotak atau persegi panjang. rajungan, kerapu, kembung, teri, dan kakap. Adapun ukuran bubu dan ram kawat yang Setelah itu, ikan-ikan hasil tangkapan bubu digunakan tergantung pada jenis ikan yang (kerapu, rajungan) dan pancing, seperti ikan akan ditangkapnya. Teknik mencari ikan rawe sembilang, rawe kuro, dan kakap. dengan bubu ini biasa memerlukan waktu yang Sehubungan dengan beragamnya jenis cukup lama, sebab bubu harus disimpan didasar alat tangkap yang digunakan oleh nelayan, perairan untuk beberapa waktu tergantung pada posisi perahu nelayan yang diparkirkan di kondisi musim dan cuaca serta persebaran demaga Kali Adem Muara Angke juga diatur ikannya, sebelum kemudian diangkat kembali berdasarkan jenis alat tangkapnya. Nelayan ke permukaan laut. tradisional Muara Angke yang memiliki perahu Pancing, alat tangkap ini memiliki banyak berkapasitas mesin kecil. Dalam melakukan jenis tergantung rikan yang dipancingnya. perkerjaan melaut memerlukan waktu yang Sebelum memancing, para nelayan bervariasi dari 6 jam hingga 12 jam tergantung menyematkan mata-mata pancing pada tali jenis hasil laut yang akan mereka tangkap dan pancing yang panjangnya bisa berpuluh-puluh alat tangkap yang digunakan. Untuk mencari meter, kemudian mata-mata pancing tersebut kerang hijau biasanya hanya membutuhkan disusun rapih berjajar ditepian sebuah wadah waktu berlayar selama 5-6 jam menggunakan yang ditengahnya berisi tali pancingnya. Di teknik silem. Pagi hari mereka melaut lalu siang lokasi pemancingan mata pancing diturunkan hari biasanya mereka sudah kembali ke daratan. sedikit demi sidikit berdasarkan urutan mata Namun, untuk mereka yang menangkap pancing yang telah tersusun hingga semua ikan dengan bubu ataupun pancing akan mata pancing turun ke dalam air. Setelah membutuhkan waktu lebih lama sebab bubu dirasa ada ikan yang tersangkut maka, tali harus disimpan dalam kurun waktu tertentu pancing diangkat secara manual menggunakan di dasar perairan. Begitu pula dengan teknik tangan, dan ikan yang tersangkut satu persatu pancing, ikan diambil satu per satu sehingga dilepaskan di atas perahu, dan mata pancing membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dan tali yang terangkat bersama ikan maupun mengumpulkannya. yang tidak tersangkut ikan disimpan di dalam Panjang dan pendeknya waktu bagi wadahnya kembali, begitu seterusnya hingga nelayan Muara Angke melaut juga didasarkan mata pancing terakhir selesai diangkat. pada jangkauan kapal mereka menempuh wilayah perairan. Sebagai kapal dengan kapasitas mesin kecil, maka tidak memungkinkan bagi para nelayan Kali Adem ini melaut terlalu jauh dari tempat mereka berlabuh. Biasanya mereka hanya mampu menjangkau wilayah perairan di sekitar kepulauan seribu atau bergeser sedikit ke daerah Banten (Tangerang). Dengan demikan, pergerakan mereka juga tidak terlalu lama. Hal ini tentunya berbeda dengan nelayan perahu besar yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk berlayar mencari ikan karena jangkauan Gambar 6. Alat Pacing Rawe Sembilang perairan mereka cukup luas. Sumber : BPNB Jabar 2020 Identitas Nelayan Indramayu di Muara Jenis hasil tangkapan laut yang paling Angke banyak ditangkap oleh nelayan Kali Adem Repon dan Akter (2018) menyebutkan dengan perahu kecilnya adalah kerang ijo bahwa faktor pendorong terjadinya migrasi dan aneka jenis kerang lainnya seperti kerang adalah pendidikan, perumahan, tabungan, perahu-perahu penangkap kerang ijo dengan investasi, dan umur. Secara umum keputusan silem sebagai alat tangkapnya yang cukup seseorang atau sekelompok orang melakukan mendominasi dermaga perahu Kali Adem. migrasi sebagian besar ditandai oleh adanya

249 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253 keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan Bordieu dinamakan modal budaya (cultural melalui peningkatan status pendidikan dan capital). ekonomi. Hal yang sama juga berlaku pada Modal budaya merupakan akumulasi masyarakat Indramayu di Muara Angke. pengetahuan budaya yang memberikan peluang Modal utama mereka sebagai nelayan yang bagi setiap kelompok masyarakat untuk memiliki kemampuan menangkap ikan dengan memperoleh pengakuan akan status sosial. pengetahuan lokalnya melalui penggunaan Modal budaya memegang peranan penting bagi berbagai macam alat tangkap tradisional yang para migran dalam pekerjaan dan mobilitas ramah lingkungan dan tradisi yang dilakukan sosialnya (Erel, 2010). Di bidang ekonomi, untuk menjaga keberlanjutan sistem ekonomi modal budaya menjadi unsur penopang bagi kelautan mereka yang menjadi faktor pendorong sesorang atau sekelompok orang untuk dapat yang penting bagi mereka ketika memutuskan mengembangkan kemampuan-kemampuan untuk melakukan migrasi. usaha, bisnis, maupun pekerjaan yang mereka Keberadaan nelayan Indramayu di Muara lakukan. Namun demikian, meskipun modal Angke yang disebabkan oleh adanya migrasi, budaya sebuah kelompok migran sudah baik yang sifatnya menetap maupun sirkuler mapan. Namun, tanpa didukung oleh adanya telah memberi warna terhadap keberagaman kemampuan individu yang baik, migrasi hanya budaya daerah migran mereka, Muara Angke. akan menjadi mimpi buruk karena modal Bersama-sama dengan kelompok etnis lainnya, budaya yang dimiliki tidak dapat membawa mereka mengembangkan identitas budayanya mereka pada mimpi-mimpinya. Keberadaan masing-masing sehingga terlihat berbeda KUBE misalnya yang telah disediakan sebagai dari kelompok lainnya. Sebagaimana yang sebagai wadah bagi nelayan Indramayu untuk diungkapan (Iskandar dan Kustiyah, 2017), bekerja sama memecahkan permasalah sosial bahwa identitas merupakan persepsi mengenai ekonomi yang mereka hadapi. Selanjutnya, bagaimana kita sebagai individu melihat atau bagaimana kemampuan mereka mengaturnya menganggap diri kita unik atau berbeda dari hingga sesuai seperti yang diharapkan, yaitu orang lain. Identitas merupakan sesuatu yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan melekat dan mencerminkan jati diri seseorang ekonomi mereka sebagai nelayan. dalam lingkup kecil dan dalam lingkup besar Di sisi lain modal budaya ini juga menggambarkan jati diri kelompok. penting bagi para migran sebagai bekal mereka Misi untuk mengembangkan jati diri melakukan mobilisasi sosial. Modal budaya yang berupa identitas kultural pada masing-masing dibawa oleh migran dari daerah asal mereka, kelompok etnis berbeda-beda tergantung pada ada kalanya cocok, namun terkadang juga tidak konsep diri kelompok bersangkutan. Bagi cocok dengan aturan yang ada di daerah tujuan. mereka yang memiliki anggota kelompok Oleh sebab itu, menurut Erel (2010), para mayoritas, seperti halnya orang Indramayu, migran sering kali melakukan cara-cara untuk dapat dilakukan secara bersama-sama. Namun, memproduksi atau mereproduksi modal budaya bagi mereka yang hanya berstatus sebagai mereka supaya dapat bernegosiasi dengan etnis minoritas, kemungkinan besar mereka akan mayoritas, institusi, dan jaringan sosial yang mengesampingkan identitas kultural mereka ada di sekitarnya. Bagi masyakarakat nelayan dan memilih untuk lebih membaur dengan Indramayu di Muara Angke, kemampuan baik kelompok mayoritas. secara individu maupun kelompok dalam Migrasi yang dilakukan oleh nelayan meningkatkan mobilitas sosial sangat terbatas. Indramayu ke Muara Angke, telah membawa Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan seperangkat pengetahuan, artefak, dan nilai teknis yang mereka miliki. Walaupun dari sisi budaya mereka tersendiri sebagai kelompok budaya, mereka memiliki modal yang cukup masyarakat yang mengantungkan hidupnya untuk mengembangkan status sosial mereka. pada sumber daya laut. Pengetahuan dan nilai- Namun pada kenyataannya, mereka masih sulit nilai inilah yang menjadi dasar bagi individu untuk memeroleh status sosial dan kekuasaan maupun kelompok untuk mengembangkan yang mereka idamkan. pola-pola perilaku dan hubungan sosial dengan Adanya modal budaya yang dibawa kelompok lainnya. Hal tersebut menurut oleh para migran, Bhurga dan Becker (2005)

250 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253 menyatakan bahwa proses migrasi telah kelompok etnis yang ada di bawah naungan berkontribusi pada kekayaan keanekaragaman salah satu ras ataupun sub ras, dilihat dari budaya, etnis, dan ras. Pengetahuan tradisional perbedaan-perbedaannya budayanya. Budaya nelayan Indramayu dalam mencari ikan kelompok etnis yang di dalamnya mengandung menggunakan berbagai macam alat tangkap wujud, praktik, dan nilai akan berbeda antara yang menjadi pengetahuan secara umum dan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Hal baru bagi nelayan dari kelompok masyarakat ini dipengaruhi oleh ekosistem lingkungan dan lainnya sehingga mereka dapat belajar dari budayanya. orang Indramayu bagaimana menjadi nelayan Ekosistem lingkungan yang berbeda akan tradisional yang baik. menghasilkan kebudayaan yang berbeda dan Kehidupan sosial ekonomi yang mapan tentunya identitas budaya yang berbeda. Bagi merupakan tujuan dan impian setiap orang. masyarakat nelayan Indramayu di Muara Angke Tidak terkecuali nelayan Indramayu di Muara identitas mereka sebagai sebuah kelompok Angke. Pada akhirnya mereka harus melakukan etnis migran, yang bermigrasi dari Indramayu penyesuaian-penyesuaian terhadap sistem ke Muara Angke, memiliki konsekuensinya pengetahuan dan nilai budaya yang mereka tersendiri. Sekalipun ekosisitem mereka tetap miliki agar selaras dengan kondisi sosial berada di wilayah pesisir. Namun, ekosistem maupun situasi politik yang ada di daerah budaya yang berbeda antara Indramayu yang migran. Hal ini penting dilakukan supaya cenderung homogen dengan Muara Angke mereka dapat bertahan dan berkembang. yang lebih heterogen menuntut mereka untuk Sekalipun identitas kultural dan konsep diri melakukan penyesuaian unsur budaya dan yang mereka kembangkan di daerah migran identitasnya, supaya eksistensi mereka di sana tidak murni sebagaimana halnya di daerah dapat diterima oleh kelompok etnis lainnya. asalnya dahulu. Sebagaimana yang diungkapkan Bhurga Penyesuaian sosial pada migran dan Becker bahwa unsur-unsur identitas dipengaruhi oleh waktu relokasi, kesamaan budaya pada sebuah kelompok etnis termasuk atau perbedaan antara budaya asal dan budaya di dalamnya agama, ritus peralihan, bahasa, setempat, bahasa, sistem dukungan sosial, kebiasaan, kegiatan rekreasi, ritual, dan penerimaan oleh budaya ‘mayoritas’, akses kepercayaan agama. Beberapa hal tersebut dan penerimaan oleh komunitas ekspatriat, memungkinkan untuk dapat berubah dalam pekerjaan, dan perumahan (Bhurga dan Becker, konteks penyesuaian identitas budaya 2005:19). Sekalipun Muara Angke tidak identik kelompok etnis baru atau pendatang terhadap secara kultural sebagai wilayah kebudayaan budaya kelompok asli. Betawi, tetapi keberadaan kelompok Agama bisa menjaga nilai dalam komunitas masyarakat lainnya yang ada di Muara Angke dan menumbuhkan rasa memiliki. Mengikuti menjadi faktor penting bagi orang Indramayu ritus atau ritual keagamaan, merupakan tolok untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian ukur yang cukup mempengaruhi sejauh mana sosial budaya. Seperti halnya ketika mereka seorang individu akan diterima dalam kelompok mengubah konsep nadran menjadi pesta laut dan budaya (Bhurga dan Becker, 2005: 21). Konsep menghilangkan istilah-istilah lokal mengenai inilah yang kemudian diadopsi oleh para nadran dan diganti dengan istilah umum yang migran di daerah tujuan, seperti halnya nelayan lebih mudah dipahami sebagai upaya dapat migran Indramayu yang tetap mengembangan diterima dengan baik oleh kelompok lainnya. budaya dan tradisi sebagai identitas kelompok Menurut Bhurga dan Becker (2005:21) mereka. Sekalipun dalam praktiknya dilakukan bahwa ras, budaya, dan identitas etnis penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan merupakan bagian dari identitas. Identitas karakteristik budaya daerah tujuan mereka. seseorang akan berubah seiring perkembangan Penekanan pada penyesuaian identitas kepribadian dan status sosialnya. Adanya lebih sesuai dibandingkan konsep Bhurga dan perbedaan ras seperti caucasoid, mongoloid, Becker mengenai perubahan identitas. Bagi austroloid, ataupun negroid, menjadi ciri nelayan Indramayu di Muara Angke, selamanya identitas yang cukup kasat mata bagi setiap ras mereka akan menjadi orang Indramayu pemiliknya. Adapun variasi identitas kelompok- yang memiliki identitas budaya Indramayu.

251 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253

Bilapun saat ini mereka telah menetap dan Perikanan. Vol.6 No.2, Hlm. 1-8. tinggal di Muara Angke. Namun, tidak lantas Anwar, Zakariya., Wahyuni. 2019. Miskin Di identitas mereka berubah menjadi orang Laut Yang Kaya: Nelayan Indonesia Dan Jakarta meskipun pada kenyataannya mereka Kemiskinan,dalam Jurnal Sosioreligius. melakukan penyesuain-penyesuaian terhadap Vol. 4 No. 1, Hlm. 51-60. identitas mereka. Bhurga, Dinesh., dan Becker, Matthew.A., 2005.“Migration, cultural bereavement and PENUTUP cultural identity”,dalamWorld Psychiatry. Proses migrasi telah berkontribusi Vol. 4 No. 1, Hlm. 18-24. terhadap adanya penyesuaian identitas orang Iskandar, dan Kustiyah, E. 2017. Batik sebagai Indramayu di Muara Angke. Perpindahan Identitas Kultural Bangsa Indonesia di Era individu dan kelompok orang Indramayu ini Globalisasi, dalam Jurnal GEMA.Vol. 30 terjadi karena adanya kemauan dari diri sendiri No. 52, Hlm. 2456-2472. untuk mencari peluang-peluang ekonomi Ismadi, M.S. 2010. Studi Dampak Nelayan dan kesejahteraan yang lebih baik. Sebagai Andon Dan Perubahan Sosial Pada konsekuansinya diperlukan perubahan dan Masyarakat Nelayan Desa Tambakrejo, penyesuaian pada beberapa aspek kehidupan Kecamatan Sumber Manjing Wetan, Kab. mereka baik cara hidup, pola fikir, tingkah laku, Malang. Disertasi Universitas Brawijaya. perilaku sosial, maupun lainnya yang merupakan Juliantono, Ferry J., Munandar, Aris. 2016. gambaran khusus dari identitas kultural mereka Fenomena Kemiskinan Nelayan: Perspektif sebagai orang Indramayu. Dalam tahap ini Teori Strukturasi, dalam Jurnal Politik. Vol. identitas dimodifikasi hingga sesuai dengan 12 No. 2, Hlm. 1857-1866. kebutuhan nelayan Indramayu, yaitu menjaga Mardiani, Ita, dan Purnomo, Nugroho Hadi. mereka dalam proses adaptasinya yang “Migrasi (Pendalaman Materi Geografi memungkinkan mereka berada dalam posisi Modul 22)”. Diakses dari http://ppg. rentan secara sosial ekonomi di Muara Angke spada.ristekdikti.go.id/master/pluginfile. yang cukup hetereogen. Modifikasi identitas php/21150/mod_resource/content/1/ tidak berarti merubah secara total identitas MP%2022%20-%20MIGRASI.pdf, kulural mereka, tetapi hanya menyesuaikan Tanggal 20 April 2020, Pukul 20.10 WIB. tanpa menghilangkan dengan tetap berpegang Mussadun,dan Nurpratiwi, Putri 2016. Kajian pada modal budaya mereka sebagai nelayan Penyebab Kemiskinan Masyarakat Nelayan Indramayu yang menjunjung tradisi dan budaya di Kampung Tambak Lorok, dalam Jurnal di daerah migran Muara Angke. Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol. 27 Sebagaimana diungkapkan oleh Bhurga No.1, Hlm. 49-67. dan Becker bahwa perubahan identitas kultural Repon, Abu Russel, dan Akter, Sumana. 2018. sebuah kelompok etnis dapat terjadi oleh Migration Of The Fisherman Community: A adanya faktor migrasi dan akulturasi. Penelitian Sociological Analysis, dalamInternational, ini seyogianya belum sempurna. Oleh sebab itu, dalam Journal of Social Science and dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai Economic Research. Vol. 3 No. 8, Hlm. akulturasi yang terjadi pada masyarakat 4102-4113 Indramayu di Muara Angke sehingga dapat Retnowati, Endang. 2011. Nelayan Indonesia melengkapi pembahasan menyeluruh mengenai Dalam Pusaran Kemiskinan Struktural budaya nelayan Migran Indramayu di Muara (Perspektif Sosial, Ekonomi Dan Hukum), Angke. dalamPerspektif. Vol. 16 No.3, Hlm. 149- 159. Saptanto, Subhechanis., Lindawati., Zulham, DAFTAR PUSTAKA Armen. 2011. Analisis Pola Migrasi dan Konsumsi Rumah Tangga di Daerah Asal Angelia, Pantas., Fetchiya, Anna., Muflikhati, Migrasi Terkait Kemiskinan dan Kerentanan Istiqiyaliyah. 2006. Faktor-faktor yang Pangan (Studi Kasus Indramayu), dalam Mempengaruhi Migrasi Nelayan di Muara Jurnal Organisasi dan Manajemen. Vol. 7 No. Angke Jakarta,dalam Buletin Ekonomi 1, Hlm. 21-37.

252 Pangadereng: jurnal hasil penelitian ilmu sosial dan humaniora, Vol. 6 No. 2, Desember 2020: hlm. 241 - 253

Setiadi. 2014. Antropologi Migrasi : Sebuah Catatan Awal Pengembangan perspektif. Dalam Ahimsa Putra (Ed.) Antropologi Migrasi, Sebuah Catatan Awal Pengembangan Perspektif, dalam Teori, Etnografi, dan Refleksi,.Yogyakarta : Pintal dan Jurusan Antropologi Budaya UGM. Sudhawasa, Budi Dharma. 2006. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Kerja Nelayan ke Non Nelayan di Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Tahawila, Amrin. 2014. Studi Akar Kemiskinan Nelayan Di Kelurahan Baiya Kecamatan Tawaeli Kota Palu, dalame-Jurnal Katalogis. Vol. 2 No. 7, Hlm. 101-110. Zulham, Armen., Saptono, Subhechanis., Rahmawati, Retno E., Lindawati L, Fauzi, Teuku. 2009. Analisis Pola Migrasi dan Konsumsi Rumah Tangga Di Desa Pesisir Terkait Kemiskinan dan Kerentanan Pangan, dalamJurnal Bijak dan Riset Sosek KP. Vol. 4 No. 2, Hlm. 185-200. Erel, Umut. 9 Agustus 2010. “Migrating Cultural Capital: Bourdieu in Migration Studies”https://journals.sagepub.com/ doi/10.1177/0038038510369363 Tanggal 30 April 2020, Pukul 11.00 WIB.

253