Repo-Dosen-032004022112-19.Pdf
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
....................................................................................... Simfony Moderasi Hindu Indonesia Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/ patram [i] ........................................................................................ ........... [ii] Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/patram ....................................................................................... SimfonyModerasi Hindu Indonesia harmonisasi religi di batas khatulistiwa ................................................................... Penyunting: Dr. N. Yoga Segara & Dr. Nanang Sutrisno 1 EDISI PATRAM Dirjen Bimas Hindu Kemenag RI wartam + Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/ patram [iii] ........................................................................................ Simfony Moderasi Hindu Indonesia Penyunting : Dr. N. Yoga Segara, Dr Nanang Sutriso Cover Design : TW Cetakan 1, Oktober 2018 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Tidak diperkenankan memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dengan dengan cara apapun, termasuk fotocopy tanpa izin tertulis dari penerbit. Penerbit: Drjen Bimas Hindu R I, Saka Foundation, Wartam Email : [email protected] ISBN : 978-602 9137-6 Isi diluar tanggung jawab Perc. Mabhakti [iv] Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/patram ....................................................................................... DARI PENERBIT Om Swastyastu, Definisi ‘moderasi’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:964) adalah (1) pengurangan kekerasan; dan (2) penghindaran keekstreman. Moderasi menjadi wacana populer dalam kehidupan beragama dewasa ini seiring maraknya aksi kekerasan dan terorisme yang mengatasnamakan agama. Aksi-aksi ini disinyalir bermuara dari radikalisme, fundamentalisme, dan ekstremisme dalam memahami ajaran agamanya. Sebaliknya, pemahaman sekuler yang mengafirmasi kebebasan manusia seluas-luasnya tanpa campur tangan agama, juga tidak sesuai dengan nilai- nilai Pancasila yang mengedepankan prinsip religius-humanis. Kedua kubu pemikiran ini kerap disebut ekstrem kanan dan ekstrem kiri yang sama- sama dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, umat beragama perlu merumuskan kembali pemahaman agama dan keagamaannya yang lebih moderat sebagai jalan tengah dari kedua ekstrem tersebut. Pentingnya moderasi agama didasari asumsi bahwa setiap ajaran agama berpotensi dipahami secara berbeda oleh umatnya sehingga dapat memicu lahirnya kekerasan dan ekstremisme. Oleh karena itu, perlu dibangun kesadaran dalam diri setiap umat beragama untuk memahami, memaknai, dan menghayati kembali ajaran agamanya agar lebih produktif bagi kehidupan. Atas dasar itulah, moderasi Hindu merupakan usaha peninjauan dan pemaknaan kembali ajaran agama Hindu secara moderat. Maksud dan tujuannya tiada lain adalah membentuk nilai, sikap, dan perilaku keagamaan umat Hindu yang teguh sraddha dan bhakti-nya, berbudi pekerti luhur, toleran, peduli lingkungan, dan mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan di segala bidang. Cara beragama seperti inilah yang diperlukan umat Hindu untuk berinteraksi dan berkomunikasi secara terbuka, baik dengan sesama, antarumat beragama, maupun masyarakat, bangsa, dan negara. Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/ patram [v] ........................................................................................ Dalam fenomena keagamaan Hindu di Indonesia, moderasi Hindu tergulat pada upaya penegasan identitas Hindu Nusantara. Mengingat keberagamaan Hindu Nusantara menunjukkan penghayatan dan praktik keagamaan yang khas, bahkan acapkali berbeda dengan tanah kelahirannya, India. Apabila diinventarisasi secara spesifik, terdapat sejumlah perbedaan prinsip keagamaan yang dapat mengganggu harmonisasi internal umat Hindu seperti: Hindu Nusantara vs Hindu India, prinsip hidup vegetarian vs non- vegetarian, kurban binatang vs ahimsa, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kuatnya pengaruh religi asli nusantara (pra-Hindu) dalam perjumpaannya dengan agama Hindu. Pada masa selanjutnya, Hindu Nusantara berinteraksi dengan masuknya berbagai pemikiran keagamaan baru dari India yang secara dialektis membangun perkembangan agama Hindu dewasa ini. Untuk itu, buku ini kiranya dapat membingkai permasalahan-permasalahan tersebut ke dalam tiga kerangka agama Hindu, tattwa, susila, dan upacara. Selain itu, diharapkan juga melalui buku ini dapat disampaikan ajaran-ajaran agama Hindu yang santun, damai, toleran, dan transformatif. Menjembatani hal itu, Dirjen Bimas Hindu Kemenag RI, menjalin kerjasama dengan Sakha Foundation dan Majalah Umat Hindu Wartam, untuk mewujudkan letupan-letupan pemikiran moderasi diatas dengan mengumpulkan para penulis yang mengusung bendera Penakamhi, dan menyambut baik penerbitan buku Simfony Moderasi Hindu Indonesia ini. Besar harapan kita, kemunculan buku ini menjadi bagian dari kemajuan dan kemuliaan Hindu Dharma Nusantara Om Santih Santih, Santih Om [vi] Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/patram ....................................................................................... DAFTAR ISI Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/ patram [vii] ........................................................................................ [viii] Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/patram ....................................................................................... Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/ patram [ix] ....................................................................................... PROF. DR. KT. WIDNYA TEPUNG TAWAR Moderasi Agama di kalangan umat Hindu sudah terjadi sejak waktu yang tidak bisa dihitung lamanya. Saking panjangnya waktu sehingga tidak semua moderasi itu bisa dilacak keberadaannya. Panjangnya periode sejarah tersebut meliputi 4.319.000 (empat juta tiga ratus sembilas belas ribu) tahun. Periode itu terdiri dari gabungan empat yuga yang dimulai dari Satya Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga dan Kali Yuga. Dalam setiap Yuga umat Hindu mengadaptasikan ajaran-ajarannya sebagai bentuk moderasi. Untuk mengatasi kemelut zaman dan menyesuaikan irama ajaran agama dengan watak zaman, moderasi tidak bisa dihindari dan menjadi keharusan sejarah. Bentuk moderasi itu menuntut perubahan pada aras “struktur dalam” agama yaitu perubahan pada konsep-konsep ajaran agama dan perubahan “struktur luar” agama yang lebih menekankan pada perubahan lembaga keagamaan. Perubahan ini telah mempertimbangkan lamanya periode sejarah berlangsung. Konsep-konsep ajaran yang muncul di awal zaman tentu tidak bisa diterapkan lagi di akhir zaman. Demikian juga perubahan yang terjadi dengan lembaga keagamaan, disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Pada Satya Yuga penekanan pelaksanaan ajaran agama melalui praktek meditasi. Artinya, meditasi pada zaman itu, menjadi praktek ajaran agama yang dominan di tengah masyarakat. Meski meditasi menjadi arus utama pelaksanaan ajaran agama, akan tetapi pelaksanaan yajna, pemujaan kepada arca, dan pengucapan nama suci Tuhan, juga dilaksanakan dalam skala yang minimal. Praktek meditasi memerlukan kesucian, keharmonisan, ketenangan dan kedamaian, sehingga meditasi ini cocok dipraktekkan pada Satya Yuga karena hati manusia masih suci dan belum diliputi hawa nafsu dan kedengkian. Pada Treta Yuga satu tiang dharma mulai tumbang yaitu pertapaan (tapah) sehingga tersisa tiga: kesucian (œaucaA), kasih sayang (dayâ) dan kejujuran (satyam). Maka praktek agama yang cocok untuk dilaksanakan Simpfony Moderasi Hindu Indonesia/ patram [1] ........................................................................................ pada zaman ini adalah kurban suci (Yadnya). Pelaksanaan ajaran agama disini telah disesuaikan dengan watak zaman. Demikian juga, dengan bergantinya Treta Yuga menjadi Dwapara Yuga, maka pelaksanaan ajaran agama disesuaikan lagi dari pelaksanaan Yajna menjadi pemujaan kepada Arca. Pada zaman ini dua tiang dharma telah tumbang dan dharma hanya dilaksanakan lima puluh persen. Untuk mencapai pembebasan pada zaman Kali, maka Kali Samtarana Upanisad menganjurkan untuk melaksanakan pengucapan nama suci Tuhan, karena Sad Ripu (enam musuh) sudah bercokol di hati masnusia dalam bentuk kama (hawa nafsu), lobha (tamak), krodha (marah), moha (kesombongan), mada (mabuk) dan matsarya (irihati). Agama Hindu, dengan demikian, sudah melewati pengalaman panjang dalam sejarah kemanusiaan. Para Rsi India sudah menyusun Upanisad ketika barat baru sampai pada sejarah Kegelapan. Upanisad mengandung lima pokok ajaran: Ishwara (Tuhan), Jiwa (roh), Prakerti (alam semesta), Kala (waktu) dan Karma (Kerja). Dari sepuluh titik peradaban dunia, lima di antaranya yang tertua, dan salah satu diantara yang tertua adalah peradaban Hindu India (Indus Valley Cicilization, period 3300 BC-1900 BC) selain Cina, Mezopotamia, Egyp dan Greek. Dalam sejarah yang panjang tersebut, Hindu terus menerus memoderasi ajarannya. Periode waktu yang dibutuhkan dalam sejarah umtuk melakukan moderasi tersebut sangat panjang. Ini bisa ditemukan dalam Bhagavata Purana 3.11.18-19: maitreya uvâca, k[taA tretâ dvâparaA ca,kaliœ ceti catur- yugam, divyair dvâdaúabhir varcai%, sâvadhânaA nirûpitam, catvâri trîGi dve caikaA, k[tâdicu yathâ-kramam, saEkhyâtâni sahasrâGi, dvi-guGâni úatâni ca: “Maitreya berkata, wahai Vidura, empat zaman ini disebut sebagai Satya, Tretâ, Dvâpara dan Kali Yuga. Jumlah keseluruhan tahun dari semua gabungan ini sama dengan dua belas ribu tahun para dewa. Durasi Satya- yuga sama dengan 4.800 tahun dari tahun para dewa; durasi Tretâ-yuga sama dengan 3.600 tahun para dewa; durasi Dvâpara-yuga sama dengan 2.400 tahun; dan bahwa dari Kali-yuga