Studi Kasus Tentang Pakaian Adat

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Studi Kasus Tentang Pakaian Adat Pergeseran Budaya Masyarakat Perlak Asan: Studi Kasus tentang Pakaian Adat Pergeseran Budaya Masyarakat Perlak Asan: Studi Kasus tentang Pakaian Adat Nasruddin AS Dosen Tetap pada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh - Indonesia E-mail: [email protected] Abstract: The shift of traditional clothing in society is very common to happen because of an attempt to adapt with new need. The happening of shift in traditional clothing of marriage in Perlak Asan village, Sakti Sub-dis- trict, Pidie Regency focus more on the clothes during religious rite and cultural rite of marriage. This research is using qualitative method which is observation, interview and documentation. The result of research show that traditional clothing for marriage is changing from traditional into modern. But the shift is about the mod- ernization of the clothes which show the process of social culture transformation as the urge of society to be up to date with global world. Traditional clothing that is being used consists of values or messages that want to be delivered by the brides. Traditional clothing for example is Acehnese clothing, Seloyor. And modification of modern clothing is Acehnese clothing Duyung, Indian wedding dress, Barbie dress, Kebaya gown and Kebaya robe. Keywords: Cultural Shift; Traditional clothing; Marriage Abstrak: Pergeseran pakaian adat dalam masyarakat adalah sesuatu yang lumrah terjadi karena ada usaha untuk menyesuaikan dengan kebutuhan yang baru. Terjadinya pergeseran pada pakaian adat perkawinan Gampong Perlak Asan Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie lebih terfokus pada baju yang digunakan pada saat pernikahan dan resepsi perkawinan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu sebuah metode dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pa- kaian adat pada acara perkawinan sudah mengalami pergeseran dari tradisional menjadi modern. Namun pergeseran yang terjadi bersifat kepada bentuk modernisasi yang mana proses perubahan sosial budaya terlihat dari adanya keinginan masyarakat untuk mengenal dan mengikuti perkembangan zaman. Pakaian adat yang digunakan mengandung suatu nilai atau pesan-pesan yang ingin dicapai oleh si pengantin, baik yang masih digunakan maupun tidak digunakan lagi. Pakaian tradisional yaitu seperti pakaian Aceh, seloyor, sedangkan pakaian modern yang sudah dimodifikasikan adalah pakaian Aceh duyung, baju pengantin india, gaun barbie, kebaya gaun, dan kebaya gamis. Kata Kunci : Pergeseran Budaya; Pakaian Adat; Perkawinan ADABIYA, Volume 20 No. 1 Februari 2018 1 1 Nasruddin AS Pendahuluan yang tidak terpisahkan dalam sendi kehidupan 2 masyarakat Aceh. Aceh merupakan sebuah daerah yang multikultural, multi etnik, agama, ras, dan Nilai adat dan budaya yang terselubung golongan. Kemajemukan budaya antara satu dalam masyarakat yang merupakan suatu wilayah dengan wilayah lain di Aceh mengan- nilai, sikap dan sebuah prilaku masyarakat. tarkan kepada perbedaan. Budaya dan adat Di Aceh adat budaya telah dipraktekkan oleh istiadat dalam konteks masyarakat yang ber- masyarakat secara turun temurun bahkan gantung pada aspek kehidupan masyarakat. telah menjadi sebuah kebiasaan yang tercer- Di era globalisasi telah terjadi pergeseran bu- min dari sikap dan prilaku hidup sehari-hari. daya, antara budaya tradisional dengan mod- Dalam perjalanan kehidupan sekarang telah ern (budaya barat), sehingga tanpa kita sadari memiliki banyak pergeseran yang tajam baik adat istiadat kita yang luhur terkikis sedikit dari nilai agama, adat dan budaya yang sudah demi sedikit bertambah dengan budaya mod- membahayakan.3 Nilai keAcehan ditentukan ern yang lebih gaul.1 Setiap etnis, komunitas, oleh prilaku orang Aceh, prilaku budaya ini su- dan agama di daerah tertentu pasti memiliki dah tertuang dalam pemahaman dan sikap be- nilai-nilai leluhur yang dipandang baik serta ragama, berbahasa, adat istiadat, hukum adat, dijadikan aturan dan norma sosial yang ter- dan akhlak dari masyarakat itu sendiri. jadi di dalam masyarakat. Budaya khususnya Dalam hal berpakaian masyarakat Aceh di Aceh dikenal dengan adat yang dapat diter- di zaman kerajaan dulu sangat menjaga nilai- ima oleh masyarakat selama tidak bertentan- nilai Islami, sesuai dengan aturan syariat Islam gan dengan Syar’i (hukum). Pergeseran bu- dan setiap pakaian yang dipakai itu memiliki daya-budaya lokal di Aceh sangat akomodatif arti tersendiri.4 Di Aceh banyak terdapat bang- (menampung) dalam menerima budaya lokal, sa-bangsa yang datang dari luar negara yang sehingga dapat ditemukan adanya budaya lo- tinggal dan menetap di Aceh, mereka berpa- kal yang menjadi suatu budaya. kaian menurut ciri khas mereka dan sesuai Adat istiadat di Aceh laksana zat dan si- kebudayaannya. Maka sebab itulah di Aceh fat yang tidak bisa dipisahkan dalam pelaksa- banyak memiliki perubahan-perubahan yang naannya, sehingga berbagai pelaksanaan dan diikutinya sehingga budaya keAcehannya se- penyelenggaraan ritual adat dan budaya ini dikit akan berubah. bernilai keislaman. Adat istiadat dan budaya Pakaian adat tradisional perkawinan pada di Aceh berjalan seiring dengan ajaran Islam, suatu suku bangsa adalah pakaian yang telah seperti yang dipaparkan melalui hadih maja menjadi suatu tradisi pada satu suku bangsa (pribahasa) : “Adat ngon hukom (agama) lagei khususnya suku bangsa Aceh. Di dalam pa- zat ngon sifeut” (Adat dengan hukum seperti zat dengan sifat), itu merupakan satu kesatuan 2Ibid., hal. 5. 3Ibid., hal. 12. 1T.H. Faisal Ali, Identitas Aceh Dalam Perspektif 4Muhammad Umar (EMTAS), Peradaban Aceh Syariat & Adat, (Banda Aceh: Badan Arsip dan Per- (Tamaddun) I, (Banda Aceh: CV. Boebon Jaya, pustakaan Aceh, 2013), hal. 3. 2008), hal. 96. 2 ADABIYA, Volume 20 No. 1 Februari 2018 2 3 Pergeseran Budaya Masyarakat Perlak Asan: Studi Kasus tentang Pakaian Adat kaian adat perkawinan yang telah ditradisikan Orang Aceh juga tidak setia pada budayanya oleh masyarakatnya, tentu saja telah men- sehingga mereka dapat melunturkan nilai ke gandung nilai-nilai atau pesan yang hendak Acehannya itu sendiri. diterima terutama oleh si pemakai. Nilai-nilai Di dalam perkembangan modern pa- atau makna simbolis yang terkandung di da- kaian adat perkawinan yang digunakan oleh lam pakaian adat tersebut telah diyakini dan kaum pria dan wanita di Aceh sudah tidak lagi diterima secara umum oleh masyarakat pen- mencerminkan nilai keAcehannya.8 Tapi sudah dukungnya.5 Pakaian adat perkawinan di Aceh mengikuti cara berpakaian orang luar dan me- sudah sedikitnya mengalami pergeseran kare- madukan pola adat luar dengan adat di Aceh, na faktor orang luar yang metetap di sini, kare- seperti pakaian pengantin adat di India, pa- na itulah terjadi perubahan-perubahan pada kaian seloyor sudah ada di Aceh. Ini pertanda masyarakat. budaya luar sudah mempengaruhi sendi-sendi Masalah pakaian adat perkawinan pada kehidupan bermasyarakat dan berbudaya di suku bangsa Aceh pada masa yang lampau kalangan masyarakat Aceh. Pergeseran dan dikenal dengan berbagai jenis. Dalam perkem- perubahan budaya seirama dengan perkem- 9 bangan zaman, bentuk pakaian adat perkaw- bangan zaman dan kemajuan suatu bangsa. inan yang dulu sudah tidak dapat dijumpai lagi sekarang.6 Pada saat sekarang hanya dapat kita dengar melalui cerita tokoh adat (orang tua di Kondisi Sosial Budaya dan Keagamaan Gampong) dan melihat dari gambar karena su- Masyarakat dah jarang yang memakainya. Sosial-budaya merupakan suatu konsep Setiap masyarakat senantiasa mengalami untuk menelaah asumsi-asumsi dasar dalam perubahan. Perubahan budaya yang merupa- kehidupan masyarakat. Sistem kebudayaan kan suatu gejala umum yang terjadi sepanjang sangat luas, karena meliputi hampir seluruh 10 masa di dalam setiap masyarakat. Perubah- aktivitas manusia di dalam kehidupannya. an budaya juga akan timbul akibat timbulnya Kondisi sosial budaya pada masyarakat perubahan lingkungan masyarakat dan pen- Aceh pada umumnya di Gampong Perlak Asan garuh dari kebudayaan lain. Tampak halnya Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie, mereka budaya Aceh sekarang ini sudah terjadi erosi menyempatkan diri dalam menghadiri berb- (erosi), hal itu disebabkan oleh pengaruh dari agai macam rapat, ikut berpartisipasi dalam luar karena sikap budaya Aceh telah bergeser segala hal dan peduli akan sesama seperti 7 dari globalisasi yang tidak dapat dielakkan. adanya kegiatan samadiyah, gotong royong 5 Zakaria Ahmad, Pakaian Adat Tradision- 11 dan lain sebagainya yang ada di Gampong. al Daerah Propinsi Istimewa Aceh,(Banda Aceh: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Aceh, 8 1986), hal.10. Ibid., hal. 112. 9 6Ibid., hal. 11. Ibid., hal. 113. 10 7M. Jakfar Puteh, Sistem Sosial Budaya dan M.Jakfar Puteh, Sistem Sosial Budaya dan Adat Masyarakat Aceh, (Banda Aceh: Grafindo Lit- Adat Masyarakat Aceh…, hal. 90. era Media, 2012), hal. 106. 11Hasil wawancara dengan Syamsuddin 4 ADABIYA, Volume 20 No. 1 Februari 2018 3 5 Nasruddin AS Gotong royong adalah salah satu pola hidup oleh etnik di Indonesia merupakan suatu un- masyarakat yang mencakup seluruh warga sur kebudayaan nasional dan pakaian adat tr- gampong mulai dari anak-anak sampai den- adisional ini juga dimiliki oleh seluruh bangsa gan orang dewasa, ini sangat erat hubungan- yang ada di Indonesia. Pakaian adat tradision- nya dengan istilah berat sama dipikul ringan al pada suatu suku bangsa di Aceh khususnya sama dijinjing, seperti pula saat adanya acara di Gampong Perlak Asan, berarti suatu pa- pesta perkawinan, dalam masyarakat sangat kaian yang telah menjadi tradisi secara turun antusias membantu
Recommended publications
  • Pergub DIY Tentang Penggunaan Pakaian Adat Jawa Bagi
    SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN PAKAIAN TRADISIONAL JAWA YOGYAKARTA BAGI PEGAWAI PADA HARI TERTENTU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa salah satu keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah urusan kebudayaan yang perlu dilestarikan, dipromosikan antara lain dengan penggunaan Pakaian Tradisional Jawa Yogyakarta; b. bahwa dalam rangka melestarikan, mempromosikan dan mengembangkan kebudayaan salah satunya melalui penggunaan busana tradisional Jawa Yogyakarta, maka perlu mengatur penggunaan Pakaian Tradisional pada hari tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf dan b perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Penggunaan Pakaian Tradisional Jawa Yogyakarta Bagi Pegawai Pada Hari Tertentu Di Daerah Istimewa Yogyakarta; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950, Nomor 3) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 jo Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955, Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012, Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 5.
    [Show full text]
  • Shifting of Batik Clothing Style As Response to Fashion Trends in Indonesia Tyar Ratuannisa¹, Imam Santosa², Kahfiati Kahdar3, Achmad Syarief4
    MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 35, Nomor 2, Mei 2020 p 133 - 138 P- ISSN 0854-3461, E-ISSN 2541-0407 Shifting of Batik Clothing Style as Response to Fashion Trends in Indonesia Tyar Ratuannisa¹, Imam Santosa², Kahfiati Kahdar3, Achmad Syarief4 ¹Doctoral Study Program of Visual Arts and Design, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung, Indonesia 2,3,4Faculty of Visual Arts and Design, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung, Indonesia. [email protected] Fashion style refers to the way of wearing certain categories of clothing related to the concept of taste that refers to a person’s preferences or tendencies towards a particular style. In Indonesia, clothing does not only function as a body covering but also as a person’s style. One way is to use traditional cloth is by wearing batik. Batik clothing, which initially took the form of non -sewn cloth, such as a long cloth, became a sewn cloth like a sarong that functions as a subordinate, evolved with the changing fashion trends prevailing in Indonesia. At the beginning of the development of batik in Indonesia, in the 18th century, batik as a women’s main clothing was limited to the form of kain panjang and sarong. However, in the following century, the use of batik cloth- ing became increasingly diverse as material for dresses, tunics, and blouses.This research uses a historical approach in observing batik fashion by utilizing documentation of fashion magazines and women’s magazines in Indonesia. The change and diversity of batik clothing in Indonesian women’s clothing styles are influenced by changes and developments in the role of Indonesian women themselves, ranging from those that are only doing domestic activities, but also going to school, and working in the public.
    [Show full text]
  • KUPIAH MEUKEUTOB DI DESA GAROT CUT KECAMATAN INDRAJAYA PIDIE (Kajian Estetika)
    KUPIAH MEUKEUTOB DI DESA GAROT CUT KECAMATAN INDRAJAYA PIDIE (Kajian Estetika) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Seni Diajukan oleh: AISYAH AMELIA NIM 15124112 PROGRAM STUDI KRIYA SENI JURUSAN SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA ACEH 2019 ABSTRACT Kupiah meukeutob is the one of culture product had been being since the goverment of Sultan Iskandar Muda. The title of this research is kupiah Meukeutob at Garot Cut village In Indrajaya Pidie district that raise the issue about aesthetic of kupiah meukeutob. The research at Garot Cut village in Indrajaya Pidie district aims to discribe about aesthetic subject, aesthetic object and aesthetic value of kupiah Meukeutob at Garot Cut village In Indrajaya Pidie distric. Garot Cut is the one of the village that the aunthentic creator of kupiah meukeutob in Pidie district that producing kupiah meukeutob until now by actively. The method of research use the qualitative method with the type of descriptive research. The technique of data collection used the literature studied, observation, interview and documentation. The technique to collecting the data by using the data reduction, categorization, synthesis and compilation. The result of analysis in this research show the result of type of aesthetic subject, aesthetic object and aesthetic value of kupiah Meukeutob at Garot Cut village In Indrajaya Pidie district. Basically, the aesthetic actors of kupiah meukeutob has two aesthetic actors as the subject that are creator which one the craftman of kupiah meukeutob and spectator is the connoisseur of handicraft of kupiah meukeutob. Beside that in aesthetic object explained the history of kupiah meukeutob, form and accessories.
    [Show full text]
  • Panduan Pendaftaran Pelajar Baharu Sesi 2/2021
    LAMPIRAN 3 PANDUAN PENDAFTARAN PELAJAR BAHARU SESI 2/2021 PUSAT LATIHAN TEKNOLOGI TINGGI (ADTEC) KEMAMAN JABATAN TENAGA MANUSIA KEMENTERIAN SUMBER MANUSIA PAYOH, 24210 KEMASIK TERENGGANU DARUL IMAN www.adteckmn.gov.my TEL : 09-8664000 FAKS : 09-8671020 SENARAI KEPERLUAN & BAYARAN BAGI PELAJAR BAHARU SESI JULAI 2021ADTEC KEMAMAN _______________________________________________________________________________________ Sila baca butiran panduan dan keperluan pendaftaran dengan teliti bagi memastikan proses pendaftaran dapat dijalankan dengan cepat dan sempurna. 1. BAYARAN BAGI KEPERLUAN DAN AKTIVITI PELAJAR BAHARU Berikut adalah senarai keperluan dan aktiviti pelajar baharu yang perlu dibayar semasa Hari Pendaftaran : BAYARAN (RM) BIL SENARAI KEPERLUAN & AKTIVITI PELAJAR 2 Tahun 3 Tahun 1. Insurans Berkelompok RM30/tahun 60.00 90.00* 2. Aktiviti Sukan / Riadah 20.00 20.00 JUMLAH BAYARAN (RM) 80.00 110.00 *RM90.00 : Pelajar DT BOM (lepasan SPM) sahaja (tempoh latihan - 3 tahun) 2. BARANGAN KEPERLUAN PELAJAR UNTUK LATIHAN DAN ASRAMA Berikut adalah senarai keperluan pelajar yang boleh didapati di institut pada Hari Pendaftaran : BIL SENARAI KEPERLUAN HARGA (RM) 1. Kad Matrik 15.00 2. Fail Portfolio RM 16.00 x 2 unit 32.00 3. Fail aktiviti MSR 70.00 4. Beg sandang MSR 32.00 5. Jaket Bengkel 56.00 6. Baju Korporat 68.00 7. Kasut keselamatan 66.00 8. Cadar & Sarung Bantal RM 27.00 X 2 set 60.00 9. Token Dobi (1 semester) 50.00 10. Tali Leher JTM (lelaki sahaja) 27.00 11. T-Shirt Latihan RM 32.00 x 2 helai (lelaki sahaja) 64.00 12. T-Shirt Latihan RM 33.00 x 2 helai (perempuan sahaja) 66.00 Jumlah Keperluan Pelajar Lelaki 540.00 Jumlah Keperluan Pelajar Perempuan 515.00 Semua urusniaga pembelian barangan dibuat secara TUNAI pada hari pendaftaran.
    [Show full text]
  • Motif Ragam Hias Kupiah Aceh
    Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah Volume 1, Nomor2:147-154 Mei 2016 MOTIF RAGAM HIAS KUPIAH ACEH T Ikkin Nurmuttaqin1*, Ismawan1, Cut Zuriana1 1 Program Studi Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Motif Ragam Hias Kupiah Aceh”. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah apa saja macam-macam jenis kupiah Aceh dan motif ragam hias yang terdapat pada kupiah Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan macam-macam jenis kupiah Aceh dan mendeskripsikan motif ragam hias yang terdapat pada kupiah Aceh. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa macam-macam jenis kupiah Aceh terdapat pada koleksi Museum Aceh adalah kupiah Puteh, kupiah Teureuboih, kupiah Ija Tjam, kupiah Gayo Lues, kupiah Aceh Tengah-Bener Meriah, kupiah Beludru Hitam dan kupiah Beludru Motif Aceh). Motif-motif yang ada pada kupiah Aceh tersebut adalah sebagai berikut: Motif Bungong Kundo, Motif Bungong Renue Leue, , Motif Bungong Sise Meuriah, Motif Bungong Johang, Motif Bungong Pucuk Rebung, Motif Buah Delima dan Awan, Motif Putekh Tali, Motif Gelombang, Motif Cecengkuk Anak, Motif Lempang Ketang, Motif Emun Berangkat, Motif Tei Kukor, Motif Putar Tali, Motif Bintang dan Motif Gesek. Kata Kunci: motif ragam hias kupiah Aceh, motif Aceh PENDAHULUAN Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatra dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia.
    [Show full text]
  • An Analysis of the Characteristics of Balinese Costume - Focus On The Legong Dance Costume
    Print ISSN 1229-6880 Journal of the Korean Society of Costume Online ISSN 2287-7827 Vol. 67, No. 4 (June 2017) pp. 38-57 https://doi.org/10.7233/jksc.2017.67.4.038 An Analysis of the Characteristics of Balinese Costume - Focus on the Legong Dance Costume - Langi, Kezia-Clarissa · Park, Shinmi⁺ Master Candidate, Dept. of Clothing & Textiles, Andong National University Associate Professor, Dept. of Clothing & Textiles, Andong National University⁺ (received date: 2017. 1. 12, revised date: 2017. 4. 11, accepted date: 2017. 6. 16) ABSTRACT1) Traditional costume in Indonesia represents identity of a person and it displays the origin and the status of the person. Where culture and religion are fused, the traditional costume serves one of the most functions in rituals in Bali. This research aims to analyze the charac- teristics of Balinese costumes by focusing on the Legong dance costume. Quantitative re- search was performed using 332 images of Indonesian costumes and 210 images of Balinese ceremonial costumes. Qualitative research was performed by doing field research in Puri Saba, Gianyar and SMKN 3 SUKAWATI(Traditional Art Middle School). The paper illus- trates the influence and structure of Indonesian traditional costume. As the result, focusing on the upper wear costume showed that the ancient era costumes were influenced by animism. They consist of tube(kemben), shawl(syal), corset, dress(terusan), body painting and tattoo, jewelry(perhiasan), and cross. The Modern era, which was shaped by religion, consists of baju kurung(tunic) and kebaya(kaftan). The Balinese costume consists of the costume of participants and the costume of performers.
    [Show full text]
  • Download (117Kb)
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nanggro Aceh Darussalam adalah sebuah provinsi di Indonesia dengan Ibukota Banda Aceh. Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diberi status sebagai Daerah Istimewa dan juga kewenangan otonomi khusus.`Aceh terletak diujung utara pulau Sumatera dan merupakan provinsi paling Barat di Indonesia. Masyarakat Aceh dibagi 8 suku yaitu suku Singkil, suku Gayo, suku Aneuk Jame, suku Tamiang, suku Aceh Tenggara (Alas), suku Kluet, suku Pidie, dan suku Aceh. Dalam kehidupan budaya Aceh, Agama Islam membawa pengaruh sangat besar terhadap segala aspek kehidupan masyarakat dan budayanya. Keistimewaan Aceh yaitu adanya berbagai objek wisata yang cocok untuk liburan akhir pekan salah satunya kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh adalah kota tempat tinggal raja pada masa dahulu, sehingga peninggalan budayanya dapat menarik wisata yang datang di Banda Aceh, seperti Mesjid Raya Baiturrahman, Mesjid Tua Indra Puri, Rumoh Aceh, Rumoh Cut Nyak Dien, Taman Sari Gunongan, dan lainya. Selain melihat peninggalan raja juga kita dapat melihat berbagai pemandangan alam seperti Pantai Lampuuk, Pantai Lhoknga, Ulee Lheue, Air Terjun Kuta Malaka, Air Terjun Pekan Bilui dan lainnya, juga wisata lain adanya peninggalan bekas bencana Aceh yaitu Museum tsunami dan Kapal Apung. Selain melihat wisata, para wisatawan juga dapat membawa pulang oleh-oleh dalam bentuk makanan khas dan berbagai karya seni khususnya kerajinan khas Banda Aceh. 1 2 Seni kriya adalah karya seni yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari- hari yang memiliki nilai dan fungsi tertentu disamping nilai seni yang ada di dalamnya, contohnya seperti : karya batik, topeng, vas bunga, tas rajut, ukiran kayu, pajangan, peralatan rumah tangga, karya seni dari bahan daur ulang, dan kerajinan tangan lainnya.
    [Show full text]
  • Batik, a Beautiful Cultural Heritage That Preserve Culture and Support Economic Development in Indonesia”
    “BATIK, A BEAUTIFUL CULTURAL HERITAGE THAT PRESERVE CULTURE AND SUPPORT ECONOMIC DEVELOPMENT IN INDONESIA” Evi Steelyana Accounting Departement, Faculty of Economics and Communication, BINUS University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480 [email protected] ABSTRACT Batik is an icon nation for Indonesia. Batik has awarded as cultural heritage from UNESCO on October 2nd, 2009and it is significantly affected to batik industry afterward.The raising of batik industry caused some multiplier effects to economics and socio cultural in Indonesia. In many areas of industry, banking role has always beenthe man behind the scene. Banking role in Indonesia also gives some encouragement and be part of batik industry development. Many national event has been created by some banks to encourage SME in batik industry to market their product internationally. This paper will give a simple explanation how banking industry and batik industry get along together in Indonesia, especially in financial sector to enhance economics development and to preserve a nation culture.Research methodology in this paper is quantitative method. This paper will give a simple analysis through comparative analysis based on export value from batik industry, domestic use of batik,batik industry development and microcredit or loan from banking industry to SME in batik industry.Many people wearing batik to show how they do appreciate and belong to a culture.Batik also gives other spirit of nationalism which represent in Batik Nationalis.The role of batik in international diplomacy and in the world level gives significant meaning for batik as a commodity which preserve Indonesian culture. In a piece of batik cloth, embodied socio-cultural and economic values that maintain the dignity of a nation.
    [Show full text]
  • Colonial Collecting and Its Motivations Vattier Kraane, a Businessman in the Dutch East Indies
    Colonial Collecting and its Motivations Vattier Kraane, a businessman in the Dutch East Indies Colonial Collecting and its Motivations Vattier Kraane, a businessman in the Dutch East Indies Name: Ervée van der Wilk Student number: S0629758 Email address: [email protected] First reader: W. van Damme Second reader: M.A. Leigh Specialization: Arts and culture; museums and collections Academic year: 2014/2015 Date: 24-07-2015 List of contents Introduction.................................................................................................................................1 Chapter 1: The Dutch Colonial Empire......................................................................................7 1.1 The 19th century...................................................................................................................8 1.2 The early 20th century........................................................................................................12 1.3 Changing colonial culture...................................................................................................15 Chapter 2: Dutch Colonial Collecting.......................................................................................16 2.1 The advancement of knowledge.........................................................................................16 2.2 Commercialism...................................................................................................................18 2.3 Expanding the ethnographic frontier...................................................................................20
    [Show full text]
  • Contesting Sartorial Hierarchies
    Contesting Sartorial Hierarchies From Ethnic Stereotypes to National Dress , Raden Moehamad Enoch, a junior engineer at the Department of Public Works, patiently waited in line to purchase a I second-class train ticket at the Bandung railway station. Dressed in a Euro- pean suit, Enoch exemplied his generation of young Javanese who enjoyed a Western education, were uent in Dutch, and had roots in the lower aristoc- racy but worked in nontraditional professions. When it was his turn, Enoch approached the window and, in Dutch, kindly requested a train ticket to Madiun, his hometown. e European ticket o cer, clearly annoyed, replied to Enoch in Malay and told him to wait. When he then immediately accepted a European patron at his window, Enoch stepped up to another o cer at the counter for third-class tickets, only to be denied service once more. On Enoch’s inquiry as to why he was not served at either window, the ticket o cer yelled at him—this time in Dutch—and told him unmistakably to either shut up or su er the consequences. Enoch refused to back down, which provoked the ticket o cer into bellowing: “You are a native, and thus need to buy your ticket at the window for natives.” Instead, the proud Enoch demanded to speak to the sta- tion chief. When the chief arrived, he was forced to acknowledge Enoch’s right to purchase his ticket at any window he pleased—a right that was previously limited to Europeans. On the train to Madiun, Enoch described the episode in a letter to Advisor for Native A airs G.
    [Show full text]
  • Cultural Hegemony: White Gown Vs Traditional Dress
    UGM Digital Press Proceeding of ASIC 2018 2 Social Sciences and Humanities (2018) : 77-81 American Studies International Conference (ASIC) 2018 Cultural Hegemony: White Gown vs Traditional Dress Lisa Okta Wulandari American Studies Master’s Programme. Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada, Indonesia e-mail: [email protected] Abstract Traditional dress defines a local identity of a culture, place, tribe, or race. Nowadays, traditional dresses are only worn on some ceremonies such as wedding ceremony and even so, many people do not wear any kind of traditional attire in attending a wedding. Instead, they use the modern one. In this era, women are familiar with the white gown for the wedding. Instead of wearing the traditional dress, they rather choose a white gown for some reasons such as the needs, the condition, efficiency, or interest. However, besides those personal reasons, there are also external factors such as economy, social, and even politics. These all factors happen in one process called globalization. They are connected through the process of globalization. In this process, those factors influence the local identity, which in this case is a traditional dress, in engaged with a white gown. Also, it can be identified whether the traditional dress can survive, or it is replaced by a white gown and Keywordswhat condition in globalization makes traditional dress survive or not. Globalization, white gown, traditional dress, postmodernity 1 Introduction Talking about local identity in a globalization context, at first, it is necessary to understand the meaning and the concept of both identity and globalization. Identity itself has two kinds of definitions: social and social category personal.
    [Show full text]
  • Kebaya Encim As the Phenomenon of Mimicry in East Indies Dutch Colonial’S Culture
    CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk Provided by International Institute for Science, Technology and Education (IISTE): E-Journals Arts and Design Studies www.iiste.org ISSN 2224-6061 (Paper) ISSN 2225-059X (Online) Vol.13, 2013 Kebaya Encim as the Phenomenon of Mimicry in East Indies Dutch Colonial’s Culture Christine Claudia Lukman 1* Yasraf Amir Piliang 2 Priyanto Sunarto 3 1. Fine Art and Design Faculty, Maranatha Christian University, Jl. Surya Sumantri 65 Bandung, Indonesia 2. Fine Art and Design Faculty, Bandung Institute of Technology, Jl. Ganesha 10 Bandung, Indonesia 3. Fine Art and Design Faculty, Bandung Institute of Technology, Jl. Ganesha 10 Bandung, Indonesia * E-mail of the corresponding author: [email protected] Abstract Clothing is not just simply a fashion’s matter. It is an artifact of culture once used to differentiate someone based on his/her ethnic identity and position in certain power field. Dutch East Indies colonial government was very aware of this as they issued the rule at 1872 which required every resident to use 'its ethnic clothing' respectively in public areas. But there is exception in the case of the Dutch, Indo Belanda 1) , Tionghoa Peranakan 2) , and Native women's clothing. They had to wear kebaya and batik sarong (Jean Gelman Taylor, 2009). The clothes worn by indigenous women of Indonesian (particularly in Java), subsequently worn by Tionghoa Peranakan and Indo Belanda . From 1872 until 1920 Dutch women also wore kebaya and batik sarong in their house because the clothes were very comfortable to use in the hot and humid tropical region.
    [Show full text]