TRADISI NYALIN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT SUNDA (KAJIAN STRUKTUR DAN ETNOPEDAGOGIK)

Yogi Yogaswara Yanuariska, Yayat Sudaryat, Retty Isnendes Pos-el: [email protected], [email protected], retty. [email protected]

Abstrak

Latar belakang penelitian ini adalah tradisi nyalin sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya dan belum terungkapnya niali-nilai kebaikan dalam tradisi nyalin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) struktur (teks dan ko-teks) dan fungsi (konteks) tradisi nyalin dalam kehidupan masyarakat Sunda, (2) ciri kelisanan yang tampak dalam tradisi nyalin dalam kehidupan masyarakat Sunda, (3) nilai etnopedagogik dalam tradisi nyalin dalam kehidupan masyarakat Sunda. Metode penelitian yang digunakan adalah paradigma kualitatif dalam kajian tradisi lisan. Hasil penelitiannya, yaitu (1) struktur tradisi nyalin yang mencakup tahapan tradisi nyalin, tatahar ngawengku gempungan, kukumpul, majang, jeung riungan, ngukusan, sanduk- sanduk, mitembeyan mipit paré, dan ngaarwahan. Unsur-unsur tradisi nyalin mencakup nama kegiatan, pelaku kegiatan, barang-barang dalam kegiatan, makanan dalam kegiatan, gerakan, tempat berlangsungnya kegiatan, dan waktu berlangsungnya. Teks dalam tradisi nyalin adalah kapamalian, dongeng, mantra, diksi dan ungkapan. Fungsi tradisi nyalin sebagai (1) wujud rasa sukur pada Tuhan atas hasil panen yang didapat, (2) ciri kelisanan dalam tradisi nyalin, yaitu pemikiran lisan, ekspresi lisan, dan naratif lisan, 3) nilai etnopedagogik dalam tradisi nyalin, yaitu (1) pandangan hidup manusia dengan dirinya, (2) pandangan hidup manusia dalam lingkungan masyarakat, (3) pandangan hidup manusia dengan alam, (4) pandangan hidup manusa dengan Tuhan, (5) manusia dalam mengejar kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Kesimpulan dari penelitian ini, setelah diteliti secara struktur dan etnopedagogik memiliki nilai-niali luhur yang sudah ada di masyarakat sekaligus bisa dimanfaatkan sebagai teladan dalam bidang pendidikan formal dan kehidupan masyarakat umum.

Kata Kunci: tradisi nyalin. struktur, etnopedagogik.

NYALIN TRADITION IN THE SUNDANESE COMMUNITY LIFE (STRUCTURE AND ETHNOPEDAGOGIC STUDIES)

Abstract

The background of this research is Nyalin tradition that has begun to be abandoned by the society and the values in Nyalin traditions that have not been revealed yet. The purpose of this study is to describe (1) the structure (text and co-text) and the function (context) of the nyalin tradition in the Sundanese life, (2) the visible oral features of the tradition in the Sundanese life, (3) the ethnopedagogic value in Nyalin tradition in the Sundanese society’s life. The research method used is a qualitative paradigm in the study of oral tradition. The results of his research are the structure of nyalin tradition includes its stages i.e. tatahar ngawengku gempungan, kukumpul, majang, riungan, ngukusan, sanduk-sanduk, mitembeyan mipit paré, and ngaarwahan. Elements of Nyalin tradition include the name of the activity, the performer, the goods, the food, the movement, the place, and the time it takes place. The texts in Nyalin tradition are kapamalian, dongeng, mantra, diction and idiom. The functions of Nyalin tradition are (1) a form of gratefulness to God over the results of harvesting, (2) the verbal characteristic of Nyalin tradition i.e.oral thought, oral expression, and oral narrative, 3) ethnopedagogic values in Nyalin tradition i.e.(1) the perspective of human life with themselves (2) the perspective of human life in the society, (3) the perspective of human life with nature, (4) the perspective of human life with God, (5) the effort of human to reach

231

232 | LOKABASA Vol. 8, No. 2, Oktober 2017

physical and spiritual satisfaction. The conclusion of this study, after being structurally studied by using ethno pedagogic approach, Nyalin tradition has noble values that already exist in the community that can be used as an example in the field of formal education and public life.

Keywords: Nyalin tradition, Structure, Ethnopedagogic.

PENDAHULUAN dianggap sakral akan selalu ada dalam Tradisi nyalin merupakan sebuah kegiatan sosial keagamaan masyarakat, kebiasaan masarakat agraris yang telah terutama masyarakat tradisional dan pre- dilakukan dari jaman dahulu sebagai wujud literate (Humaeni, 2012, hlm. 160). penghormatan pada padi dan mensyukuri Upacara-upacara daur kehidupan ni’mat dan kesempatan untuk mengolah (tradisi hukum adat) pasti diorientasikan sawah atau huma sampai waktu panen tiba. kepada Nyi Pohaci Sanghyang Sri sebagai Nyalin dianggap sebagai sebuah tradisi roh yang dianggap memiliki kekuatan dalam karena sudah lama dilaksanakan, terus daur kehidupan alam ini. Mitos Nyi Pohaci diwariskan dari generasi ke generasi, dan dilatarbelakangi oleh Cerita Pantun dianggap bagian dari kehidupan suatu Sulanjana. Cerita pantun Sunda yang kelompok masyarakat (Sztompka, 2007, mengabadikan Nyai atau nama lengkapnya hlm. 70). Tradisi nyalin adalah kegiatan Nyi Pohaci Sanghyang Sri Dangdayang menuai padi dengan diiringi upacara berikut Trusnawati Nyi Bibiting Sri merupakan menyediakan berbagai barang-barang untuk simbolitas peran perempuan dalam menghormati Nyi Pohaci Sanghyang Sri. menjalani kehidupan, sebab perempuan akan Tradisi nyalin yang ada di Desa Sidamulya terus melahirkan keturuan untuk Kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis adalah melanjutkan kehidupan keluarganya. Mitos kegiatan menuai padi untuk dijadikan Nyi Pohaci Sanghyang Sri terungkap dari indung paré. Sebelum berlangsungnya sebuah pengetahuan budaya antara hal yang kegiatan nyalin harus dibuat terlebih dahulu gaib dan hal yang nyata, perantaranya saung sanggar untuk menyimpan berbagai adalah wujud perempuan yang tidak nyata keperluan tradisi. Saung sanggar ini dibuat secara fisikal. Dua hal yang saling untuk mendatangkan, menyambut, dan melengkapi antara dunia nyata sebagai nyalinan Nyi Pohaci Sanghyang Sri sebelum tempat kehidupan dan dunia gaib sebagai dipanén. Dalam tradisi ini, padi sumber kehidupan. Untuk menghubungkan diasosiasikan sebagai perempuan suci yang dua ranah tersebut dibutuhkan sarana yang turun dari langit (Sanghyang Sri) ke bumi tepat, yaitu wujud hasil panén yang (berganti jadi Nyi) untuk menggugah rasa, melimpah sebagai simbol adanya “Nyi sari (cahya), kawasa, dan memajukan umat Pohaci” yang meninggalkan dunia nyata dan manusia (Isnendes dalam rubrik KALAM kembali ke dunia gaib (Iswidayati, 2007, Pikiran Rakyat edisi 5 Desember 2016). hlm. 181). Oleh karena itu, setiap menginjak Oleh karena itu, kedudukan padi sebagai waktu panen selalu dilaksanakan tradisi Nyi Pohaci Sanghyang Sri dalam untuk mensyukuri nikmat Tuhan sekaligus kepercayaan masyarakat sangat tinggi. sebagai harapan melimpahnya hasil panen. Tradisi ini dipengaruhi oleh agama hindu Kondisi ini dirasa sudah tidak cocok lagi yang terlebih dahulu ada di tanah Sunda, dengan perkembangan keyakinan dan pola ciri-ciri kepercayaannya adalah yakin akan pikir masyarakat sekarang, sehingga mulai adanya hyang dan déwa. Aspek ditinggalkan oleh generasi muda masyarakat kepercayaannya fokus utama dari adanya pendukungnya. Keadaan seperti ini menjadi mitos dan ritual dalam upacara-upacara ancaman hilangnya kebiasaan yang kehidupan masyarakat Sunda. Mitos yang menunjukkan entitas dan identitas Yogi Yogaswara Yanuariska: Tradisi Nyalin dalam… | 233

masyarakat budaya. Bukan berniat menjadi latar belakang pemikiran dan memelihara konsép hinduisme, tapi seiring penguat keteguhan hati untuk terus berkembangnya zaman suatu kebiasaan bisa melaksanakan tradisi nyalin. Ini merupakan disesuaikan dengan kondisi tanpa merubah kondisi masyarakat secara emosional yang nilai-niali luhur di dalamnya. akan melahirkan pembenaran melalui nilai- Tradisi nyalin termasuk salah satu nilai luhur yang diciptakannya. wujud kegiatan kepercayaan masyarakat Nilai-nilai luhur yang terdapat dalam pada mitos Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Hal tradisi nyalin akan dikaji menggunakan ini menjadi penting dimiliki dan terus kajian etnopedagogik. Hal ini dimungkinkan dilaksanakan oleh masarakat karena ada karena nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi keyakinan bahwa mitos selalu memberikan nyalin merupakan kearifan lokal pembentuk pembelajaran kehidupan yang benar etnopedagogik. Etnopedagogik merupakan mengenai kenyataan alam semesta pendidikan yang didasari oleh etnografis (Sumardjo, 2013, hlm. 43). Perilaku (kearifan lokal) yang penting untuk konsumtif, tidak menghargai makanan dilaksanakan. Tujuan pendidikan ini untuk terutama nasi, dan kurangnya empati membangun dan mewariskan nilai-nilai terhadap usaha petani mengolah sawah budaya lokal yang menjadi identitas kultural sampai menghasilkan padi menjadi bangsa (Kartadinata, 2011, hlm. 11). permasalahan yang sulit dipecahkan. Melalui kajian ini diharapkan nilai-nilai Melalui potrét tradisi nyalin diharapkan luhur dalam tradisi nyalin bisa diwariskan dapat memberikan gambaran nyata agara kepada generasi sekarang dan masa yang sedikit demi sedikit mengikis pola pikir akan datang. konsumtif tadi ke arah yang lebih baik. Pola Sebagai langkah konkrit pewarisan pikir untuk selalu mensyukuri nikmat nilai-nilai budaya, kearifan yang sudah Tuhan, menghargai ciptaan-Nya yang bisa dipercayai oleh masyarakat ini sepantasnya bermanfaat untuk kehidupan manusia, dan ditularkan kepada siswa-siswi di sekolah senantiasa menghargai usaha petani dengan untuk membantu proses pengembangan diri cara menggunakan makanan pokok dengan dalam rangka pembentukan jati diri dengan lebih bijaksana dan tidak mubadzir. cara memadupadankan tradisi nyalin dengan Perubahan itulah yang terus diharapkan bisa kurikulum yang sudah dilaksanakan di mengakar dari sebuah tradisi masyarakat. sekolah. Tentu nilai-nilai budaya yang Paparan di atas menunjukan bahwa dimaksud adalah nilai moral, tatakrama, tradisi nyalin memiliki nilai-nilai luhur yang sopan santun, dan pola pikir positif yang ada bisa diteladani masyarakat. Untuk mencapai dalam tradisi nyalin. tujuan tersebut dibutuhkeun pengelolaan pewarisan pertama melalui sosialisasi hasil METODE penelitian. Untuk meneliti tradisi nyalin Pendekatan yang digunakan dalam secara komprehensif dibutuhkan kajian penelitian ini adalah kualitatif dalam kajian tradisi lisan. Kajian tradisi lisan dalam tradisi lisan. Pendekatan kualitatif adalah bentuk kebudayaan mencakup tiga hal, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data teks, ko-teks (elemen/unsur), dan konteks deskriptif berupa tulisan atau lisan dari (kondisi) yang akan menjadi formula dalam manusia yang diamati. Pendekatan ini mengkaji sebuah upacara tradisi (Dundes diarahkan pada latar belakang individu dalam Sibarani, 2010, hlm. 243). Setelah secara holistis (Moleong, 2012, hlm. 3). dikaji melalui paradigma tradisi lisan akan Oleh karena itu, paradigma pendekatan muncul ciri-ciri kelisanan yang kualitatif menggunakan pendekatan melatarbelakangi adanya tradisi nyalin di humanistik untuk memahami realitas sosial masyarakat. Ciri kelisanan tersebut akan para idealis untuk menekankan pada 234 | LOKABASA Vol. 8, No. 2, Oktober 2017

pandangan kehidupan sosial (Damaianti & Struktur dan Fungsi Tradisi Nyalin Samsudin, 2011, hlm. 128). Kehidupan Struktur tradisi nyalin berdasarkan sosial dipandang sebagai kreatifitas dalam kajian tradisi lisan adalah teks dan ko-teks. kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, Teks dalam tradisi nyalin ada kapamalian, kehidupan sosial dianggap hal yang dinamis. dongeng, mantra, diksi dan ungkapan. Paradigma kualitatif mempunyai asumsi Kapamalian adalah segala bentuk perkara bahwa sebuah realitas itu memiliki sipat yang dianggap pamali atau pantrangan yang ganda dan kompleks. Keduanya memiliki tidak boleh dilakukan sebab akan keterkaitan yang holistik. Oleh karena itu, menimbulkan matak menurut sesepuh kalau pendekatan kualitatif sangat penting untuk coba-coba dilanggar. Kapamalian yang paradigma kajian kajian tradisi lisan, sebab didapatkan dari narasumber ada 41 dan kesesuaian dengan tradisi lisan yang bisa secara umum mengatur tatakrama dalam mengkaji dan menjelaskan ma’na sampai menanam padi, perilaku manusia dalam pola tradisi, lisan secara holistik pula mengolah padi, dan perilaku manusia dalam (Sibarani, 2010, hlm. 226). memanfaatkan padi setelah diolah sebagai Kajian tradisi lisan merupakan kajian kebutuhun pokoknya. Isi dari kapamalian multi disipliner yang digunakan untuk yang berkaitan dengan harapan akan menganalisis suatu permasalahan filsafat, berhasilnya panen padi ada 7, moral sastra, sajarah, antropologi, sosiologi, manusia terhadap padi ada 24, dan pola pikir hukum, dan politik. Langkah-langkahnya kehidupan masyarakat agraris ada 10. adalah (1) mengumpulkan sumber data Mantra yang didapatkan ada mantra mipit primier dan sekunder, (2) memilih teori paré sanggeus ngukusan, mantra sanggeus yang sesuai untuk menganalisis data, (3) mipit I, dan mantra sanggeus mipit II yang menganalisis dan menafsirkan data yang termasuk ke dalam jenis mantra sudah dipilih, dan (4) membuat tulisan dan jangjawokan. Sahadat Jawa, sanduk-sanduk konstruksi hasil penelitian (Isnendes, 2013, ka Karuhun, dan dunga termasuk hlm. 112). Kajian tradisi lisan dengan objek ke dalam rajah. Dongeng yang ditemukan tradisi nyalin dikaji dari struktur dan fungsi. dari narasumber ada Nyi Pohaci, Dewi Sri, Dalam bentuk tradisi lisan adanya teks Aki Nini Kaya, Rurukun Kampung Kubang, (struktur), ko-teks (élémén atau unsur), dan Si Bogar, dan Sasakala Batu Kuda. konteks (kondisi) yang akan menjadi pola Dongeng yang berjudul Nyi Pohaci, Dewi tradisi nyalin. Setelah dikaji melalui kajian Sri, Aki Nini Kaya secara eksplisit tradisi lisan akan muncul ciri kelisanan. Dari mencantumkan Nyi Pohaci Sanghyang Sri tradisi ini ada nilai dan norma sebagai sebagai sesuatu yang diutamakan. Itu identitas lokal masyarakat Desa Sidamulya. artinya, ketiga dongeng tersebut sangat Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan kental dengan mitos yang berkembang mendeskripsikan struktur (teks dan ko-teks) melalui Cerita Pantun Sulanjana. Diksi dan dan fungsi (konteks) dalam tradisi nyalin, ungkapan yang berhasil dikumpulkan adalah ciri kelisanan tradisi nyalin, nilai inventarisasi istilah yang berkaitan dengan etnopedagogik yang terdapat dalam tradisi tradisi nyalin, baik itu nama proses kegiatan, nyalin. nama pelaku kegiatan, atau benda-benda yang terdapat dalam kegiatan. Ada 18 diksi HASIL DAN PEMBAHASAN dan ungkapan yang harus tetap dijaga Hasil penelitian akan diuraikan keberlangsungannya. Berikut disajikan tabel berdasarkan struktur dan fungsi tradisi yang menjelaskan eksplisitnya sosok Nyi nyalin, ciri kelisanan tradisi nyalin, kajian Pohaci Sanghyang Sri dalam sastra lisan di nilai etnopedagogik. Desa Sidamulya.

Yogi Yogaswara Yanuariska: Tradisi Nyalin dalam… | 235

Tabel 1 Transformasi Nyi Pohaci Sanghyang Sri dalam Sastra Lisan di Sidamulya No. Judul Dongéng Eksplisit Tidak No. Judul Mantra Eksplisit Tidak (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Nyi Pohaci √ 1. Mipit Paré √ Sanggeus Ngukusan 2. Déwi Sri √ 2. Sahadat Jawa √ 3. Aki Nini Kaya √ 3. Sanggeus Mipit I √ 4. Rurukun Kampung √ 4. Sanduk-Sanduk ka √ Kubang Karuhun 5. Si Bogar √ 5. Sanggeus Mipit II √ 6. Sasakala Batu Kuda √ 6. Dunga Cirebon √

Dari tabel 1 di atas, bisa itu juga menentukan lokasi padi yang akan disimpulkan bahwa teks dalam tradisi dipanen terlebih dahulu dalam prosesi nyalin itu berfungsi memperkuat upacara. Riungan atau kendurian adalah doktrinisasi mitos dalam pola pikir kegiatan berdoa yang dilakukan bersama- masyarakat pendukungnya. Selain itu, sama di rumah petani yang sawahnya sastra lisan yang secara eksplisit terpilih. Kegiatan ini dihadiri oleh menceritakan atau berkaitan dengan Nyi masyarakat sekitar dan pelaksana upacara Pohaci Sanghyang Sri menunjukan besok harinya. Kegiatan ini dilaksanakan eksistensi lain dari mitos yang diambil dari malam hari pukul 19.00 WIB. Setelah cerita pantun dan wawacan kemudian semua kegiatan tatahar dilaksanakan, berkembang menjadi dongeng dan mantra. dilanjutkan dengan acara nyalin yang harus Ko-teks dalam tradisi nyalin adalah dilaksanakan tepat pukul 07.00 WIB. urutan kegiatan dan unsur-unsur kegiatan. Kegiatan pertama nyalin di sawah adalah Urutan kegiatan tradisi nyalin di Dusun ngukusan. Ngukusan adalah kegiatan Kubang Desa Sidamulya, yaitu tatahar, membakar empos sebagai tanda akan ngukusan, sanduk-sanduk, mitembeyan dimulainya nyalin. Sanduk-sanduk adalah mipit paré, dan ngaarwahan. Dalam kegiatan mendatangkan Nyi Pohaci kegiatan tatahar ada sub kegiatan yaitu Sanghyang berikut dengan meminta ijin gempungan, kukumpul, majang, dan kepada Tuhan dan mahluk lain yang riungan. berkaitan dengan Nyi Pohaci. Mitembeyan Tatahar adalah persiapan sebelum mipit paré adalah kegiatan menuai padi tradisi nyalin dimulai. Kegiatan pertama dengan etem. Padi yang dipotong hanya adalah gempungan, yaitu musyawarah sedikit dan harus yang sedang kawin yang dilakukan sesepuh, wali puhun, dan (merunduknya berhadap-hadapan). petani yang sawahnya terpilih untuk Nantinya padi tersebut akan dijadikan melaksanakan tradisi nyalin. Kukumpul indung pare atau benih untuk menanam adalah kegiatan mengumpulkan semua padi selanjutnya. Kegiatan terahir adalah keperluan tradisi nyalin yang dilakukan ngaarwahan, yaitu membuka bekal (timbel oleh juru kukumpul. Majang adalah sapuratina) yang dibawa oleh petani. kegiatan mempersiapkan dan membuat Sebelum memakan perbekalan atau saung sanggar dan semua isinya sehari sarapan semua pelaku panen padi, terlebih sebelum tradisi nyalin dilaksanakan. Selain dahulu berdoa kepada keluarga petani yang 236 | LOKABASA Vol. 8, No. 2, Oktober 2017

sudah meninggal, karuhun lembur dan kukumpul adalah seseorang yang bertugas wilayah lain yang dianggap berperan mengumpulkan segala keperluan tradisi dalam nyalin. nyalin dengan bantuan masyarakat. Unsur-unsur kegiatan nyalin yaitu Barang-barang upacara dibagi dua, nama kegiatan, pelaku kagiatan, barang- yaitu barang-barang sesajen utama dan barang dalam kegiatan, makanan dalam sesajen tambahan. Sesajen utama dalam tradisi nyalin, gerakan pelaku tradisi tradisi nyalin harus ada empos, kemenyan, nyalin, tempat berlangsungnya tradisi rarakaan (nasi congcot, telur ayam nyalin, dan waktu berlangsungnya tradisi kampung, cabe, bawang merah, dan terasi), nyalin. rujak, dan kopi pahit. Sesajen tambahan Secara etimologi, kata nyalin makanan dalam tradisi nyalin harus ada berasal dari kata salin yang mengalami nasi putih, bubur beureum, bubur bodas, nasalisasi. Arti dari kata salin adalah cara beureum, cara bodas, goreng ikan, mengganti pakaian yang sedang dipakai awug, papais, saroja atau tumpi, menggunakan pakaian lain terlihat rengginang, bolu, pisang, kupat salamet, lebih pantas (Danadibrata, 2015, hlm. 600). kupat tangtang angin, tumis, apem, Setelah diamati, nama nyalin manisan pepaya, rokok, dan air putih. diperuntukkan untuk lima hal. Pertama, Sasajén tambahan bukan makanan harus kegiatan menyediakan pakaian dan alat ada daun sulangkar, daun darangdan, daun bersolek Nyi Pohaci Sanghyang Sri kikandel, daun kitetel, dahan dan daun sebelum dipanen. Kedua, menghormati enau, awi, daun kisegel, daun kiseueur, Nyi Pohaci Sanghyang Sri yang akan mayang jambe, caruluk, daun pacing, kain dipanén dan dijadikan indung paré. Ketiga, kapan, samping léréng, kebaya, selendang, syukuran dan memberikan berita kepada bunga lima rupa, lemareun (gambir, apu, khalayak bahwa seluruh sawah di wilayah seureuh), alat kageulisan (minyak wangi, tersebut sudah bisa dipanen. Keempat, bedak, sisir, kaca), étém, bandera merah wujud kegiatan kepercayaan terhadap putih, payung, dan replika ayam hitam. mitos Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Kelima, Makanan yang disajikan dalam tradisi sebagai wujud mengistimewakan nyalin juga tidak jauh dari beras sebagai perempuan yang memiliki peran penting bahan utamanya. Ada yang diolah dari dalam kehidupan. Pelaku kegiatan tradisi beras langsung seperti rengginang, nyalin yang terlibat dalam pra-kegiatan dan selamat, ketupat tangtang angin, bubur berlangsungnya kegiatan adalah wali beureum, bubur bodas, nasi congcot, dan puhun dan panyawah. Wali Puhun disebut timbel. Ada pula yang diolah dari beras juga juru ijab, yaitu seseorang yang yang dijadikan tepung terlebih dahulu, dipercayai memimpin semua kegiatan seperti saroja, awug, cara beureum, cara budaya di Dusun Kubang Desa Sidamulya bodas, papais, dan tumpi. dan bisa menjembatani antara dunia nyata Gerakan dalam pelaksanaan tradisi dan dunia gaib. Panyawah adalah petani nyalin ada tiga, yaitu gerakan menuju yang sawahnya terpilih oleh sesepuh untuk saung sanggar, mipit padi, dan melaksanakan tradisi nyalin. Pelaku ngabadanan. Gerakan menuju saung kegiatan tradisi nyalin yang terlibat hanya sanggar dilakukan oleh wali puhun dan dalam pra-kegiatan saja adalah sesepuh, panyawah. Cara gerakannya adalah juru kukumpul, aparat desa, dan gerakan kaki dari saung sawah menuju masyarakat. Sesepuh adalah orang yang saung sanggar yang telah dibuat. Pertama dituakan di Kampung karena dianggap membaca sahadat sebagai wujud memiliki pengalaman hidup yang luar keyakinan kepada Tuhan, diteruskan biasa terutama dalam urusan budaya. Juru dengan terlebih dahulu melangkahkan kaki Yogi Yogaswara Yanuariska: Tradisi Nyalin dalam… | 237

kiri ke depan, kemudian kaki kanan ke dilakukan oleh petani, tapi semakin depan. Ibu jari kaki kiri harus berada tepat majunya jaman banyak masyarakat di ujung telapak belakang kaki kanan. pendukung yang mulai meninggalkan Langkah ini dilakukan sampai tujuh kali tradisi tersebut. Untuk menjaga agar tradisi sebelum sampai di saung sanggar. Mipit ini tetap ada, maka ada inisiatif dari padi adalah gerakan memotong padi untuk sesepuh dilaksanakan kolektif di sawah dijadikan indung paré. Gerakan ini yang terpilih dan kegiatan ini dilaksanakan dilakukan oleh wali puhun dan panyawah. di akhir menanam padi dalam setahun. Ngabadanan adalah gerakan yang Kriteria sawah yang terpilih menurut dilakukan oleh wali puhun saja. sesepuh, yaitu (1) padi yang akan dipanen Gerakannya adalah padi yang sudah harus lebih bagus dari semua sawah yang dipotong didekatkan kepada mata dan ada di lingkungan, (2) tempatnya strategis, pusar wali puhun masing-masing sebanyak (3) panyawah dan keluarganya harus 3 kali. Setelah itu bari ujug batang padi menyanggupi untuk melaksanakan nyalin. ditiup untuk memberi kekuatan angin Waktu pelaksanaan tradisi nyalin kepada Nyi Pohaci Sanghyang. Didekatkan yang bersamaan dengan penelitian adalah pada mata karena diyakini bahwa padi hari sabtu keliwon tanggal 31 Desember tumbuh dari mata Nyi Pohaci Sanghyang 2016. Cara menentukan waktu ini dengan Sri, sementara pusar menunjukan bahwa terlebih dahulu menghitung larangan bulan manusa hidup dalam kandungan ibu diteruskan dengan naktu. Untuk larangan mendapat sumber makanan dari tali ari-ari bulan karena bulan Desember dalam bulan yang terletak di pusar. Maka setelah itu, Islam masuk pada bulan Rabi’ul-Awwal Nyi Pohaci Sanghyang Sri telah disalin. dan Rabi’ul-Akhir maka rijal badag ada di Tradisi nyalin pun dianggap selesai dan sebelah selatan, hari yang dilarang untuk semua sawah yang ada di Dusun Kubang melakukan kegiataan adalah senin dan Desa Sidamulya sudah bisa dipanen. selasa. Setelah menentukan larangan bulan Tempat berlangsungnya tradisi dilanjutkan dengan naktu. Naktu berasal nyalin di sawah Ibu Tasmini yang dari bahasa arab nuqtah yang artinya beralamat di Dusun Kubang Desa perhitungan repok berdasarkan angka Sidamulya RT 21 RW 10 Kecamatan (Kamal, 2011, hlm. 46). Perhitungan repok Cisaga Kabupaten Ciamis. Awalnya tradisi bisa ditentukan dengan rumus pada tabel 2. nyalin itu kegiatan perorangan yang wajib

Tabel 2 Perhitungan Naktu Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Angka 4 3 7 8 6 9 5 Pasaran Keliwon Manis Pahing Pon Wage Angka 8 5 9 7 4

Berdasarkan tabel tersebut jumlah Selanjutnya setelah dijumlahkan dihitung angka hari dan angka pasaran harus kembali dengan aturan perhitungan kopét berjumlah besar dan tidak bersebrangan céwok. Patokannya adalah mékmék-noyék- dengan larangan bulan yang sudah nyemplong-molongo. Ikuti alur itu sampai ditentukan. Apabila sabtu keliwon berhenti di angka 17 dan hasilnya berhenti dijumlahkan akan menyentuh angka 17. di kata mékmék. Apabila perhitungan jatuh 238 | LOKABASA Vol. 8, No. 2, Oktober 2017

di mékmék atau noyék maka hari dianggap oleh wali puhun atau juru ijab, dan (6) baik untuk memanen padi karena akan memanen semua padi di sawah harus menghasilkan padi yang banyak, namun dilaksanakan setelah tradisi nyalin selesai. apabila berhenti di nyemplong atau Kapamalian dalam bertani yang bisa molongo hasil panen akan buruk dan ditemukan sebagai pemikiran lisan ada 41. mengalami kerugian. Kapamalian ini berlaku semenjak pertama Fungsi tradisi nyalin setelah diteliti menanam padi sampai menjadi nasi, dari masyarakat pendukungnya, yaitu (1) tatakrama dan perilaku masyarakat pada wujud rasa sukur kepada Tuhan telah padi sebagai anugrah Tuhan benar-benar diberi kenikmatan mengolah padi sampai terlihat. Kepercayaan terhadap mitos Nyi panen tiba, (2) wujud kegiatan religius dari Pohaci Sanghyang Sri yang memuja menghormati, dan berterima kasih melatarbelakangi tradisi nyalin. kepada Nyi Pohaci Sanghyang Sri sebagai Kepercayaan tersebut lahir dari cikal bakal adanya padi, (3) wujud persinggungan sosial antara generasi menjalankan amanat karuhun, (4) menjaga masyarakat secara turun-temurun. dan mempererat tali persaudaraan seluruh Masyarakat agraris yakin bahwa padi dan anggota masyarakat, (5) sarana menjaga segala tumbuhan yang berasal dari tubuh kekompakan antar sesama masyarakat, (6) Nyi Pohaci Sanghyang Sri memang benar kendali perilaku masyarakat melalui adanya. Agonistik adalah wujud hubungan pantrangan dan kapamalian, (7) wujud persaingan secara polaristik. Persaingan ini pengetahuan tradisional masyarakat yang didasarkan atas perubahan pola pikir masih terjaga, dan (8) azas memanfaatkan generasi muda. Pola pikir generasi muda sumber daya alam sekaligus yang memihak pada modernitas membuat menyeimbangkan kosmik dan kosmos. aktivitas lisan segabai barang lama yang tidak usah diungkit-ungkit lagi. Lebih Ciri Kelisanan Tradisi Nyalin parahnya, pekerjaan bertani sendiri dipandang sudah tidak menjanjikan untuk Meneliti ciri kelisanan berdasarkan memenuhi kebutuhan hidup. Tapi, dengan teori Ong (1982, hlm. 139) yang adanya aturan, kapamalian, dan menyebutkan bahwa dalam kelisanan ada kepercayaan kepada mitos pemikiran pikiran lisan, ekspresi lisan, dan naratif tersebut tidak menular pada masyarakat lisan. Pikiran lisan (oral though) lebih yang masih teguh dalam pendiriannya. menekankan kepada ciptaan pikiran yang Homeostatik itu melupakan kenangan yang susah dilupakan dan luar biasa (memorable sudah tidak sesuai dengan perkembangan though). Dalam tradisi nyalin yang zaman. Nyalin adalah pengaruh agama termasuk ke dalam pikiran lisan yaitu Hindu yang berkembang di masyarakat aturan dalam tradisi nyalin, kapamalian sebelum adanya Islam. Setelah adanya dalam bertani, dan kepercayaan kepada Islam, nyalin diperbaiki dalam berbagai hal mitos Nyi Pohaci Sanghyang Sri yang disesuaikan dengan agama Islam tanpa melatarbelakangi dilaksanakannya tradisi merubah nilai-nilai baik di dalamnya. Pada nyalin. Secara umum, aturan dalam tradisi hakekatnya, aturan, kapamalian, dan nyalin adalah (1) nyalin harus dilaksanakan kepercayaan pada mitos adalah wujud sekali dalam setahun di ahir masa tanam mengagungkan kuasa Tuhan yang sudah atau masa tanam ketiga dalam setahun, (2) menciptakan makhluk dengan berbagai sawah untuk melaksanakan tradisi nyalin kebutuhunnya. Kontekstual merujuk ditentukan oleh sesepuh, (3) urutan kepada kehidupan yang sebenarnya sedang kegiatan tidak boleh dikurangi atau dijalani oleh masyarakat. Aturan, ditambah, (4) nyalin harus dilaksanakan kapamalian, dan kepercayaan masyarakat jam tujuh pagi, (5) nyalin harus dipimpin Yogi Yogaswara Yanuariska: Tradisi Nyalin dalam… | 239

sesungguhnya menunjukkan tujuan karena ada dongeng yang didapat oleh kehidupan yang ajeg dalam kebeneran. masyarakat dari kegiatan mendengarkan Dalam aturan mangajarkan kedisiplinan ngabeluk atau mantun cerita Sulanjana, dan kepatuhan masyarakat akan kegitan seperti Dongeng Nyi Pohaci jeung yang sangat penting, sakral, dan mempunyai pengaruh besar untuk Dongeng Dewi Sri. Beda dengan dongeng kehidupannya. Kapamalian mengajarkan Rurukun Kampung Kubang, Aki jeung Nini masyarakat agar menjaga dan menghargai Kaya, Si Bogar, dan Sasakala Batu Kuda padi. yang memiliki alur episodik. Alur episodik Éksprési lisan (oral expression) adalah urutan kejadian untuk menghindari sipatnya harus bisa mengingat kembali. klimaks cerita yang dikembangkan secara Artinya dalam waktu jangka panjang tradisional dan alamiah mengenai ekspresi lisan akan terus ada dan hidup di masyarakat. Ekspresi lisan dalam tradisi pengalaman-pengalaman masyarakat. Alur nyalin yaitu nama kegiatan, mantra, diksi episodik disusun berdasarkan pada dan ungkapan. Ekspresi lisan agar tidak pengetahuan tradisional yang dekat dengan dilupakan itu memiliki ciri formulatik, kehidupan alamiah, cerita yang aditif, agregatif, dan kopius. Formulatik dikembangkan juga berkaitan dengan artinya bisa membentuk wacana ritmis kegiatan yang dilaksanakan sehari-hari. sebagai alat bantu untuk mengingat Beda dengan cerita modern yang banyak kembali. Dalam mantra, wacana ritmis tersebut adalah purwakanti atau mengembangkan karakter pelaku, cerita permasamaan bunyi di ahir seperti pada dalam dongeng masyarakat lisan atau puisi. Agregatif adalah ciri formula yang tradisional menekankan pada karakter yang sintetik, artinya untuk meningkatkan daya tetap tidak bervariasi. Jadi dari awal cerita ingat dan kristalisasi sipat suatu hal karakter pelaku sudah terlihat dan akan digunakan bahasa yang khas. Seperti pada terus sama sampai cerita berakhir. diksi dan ungkapan ada istilah mékméknoyék yang digunakan dalam Pengembangan yang dilakukan hanya perhitungan waktu panen setelah naktu. dalam kejadian dalam ceritanya saja. Ciri kopius untuk menjaha kontak dengan Ajaran moral bersumber dari budaya lisan audien supaya penutur lebih fungsional masyarakat yang berkembang dari dalam menyampaikannya. Audien dalam persinggungan sosial sehingga tradisi nyalin berperan penting sehingga menghasilkan sesuatu yang dianggap harus tetap dijaga supaya nama nyalin pantas dan benar. Dari beberapa dongeng tetap berada dalam angan-angan dan pikirannya. yang berhasil dikumpulkan ada nilai moral Naratif lisan (oral narrative) yaitu yang bisa diteladani oleh masyarakat harus bisa memenuhi semua kebutuhan Sidamulya dan umum. Dongeng Rurukun masyarakat dalam bentuk naratif. Naratif Kampung Kubang mengajarkan untuk lisan dalam tradisi nyalin yaitu dongeng senantiasi solid dan saling membantu antar yang menyebar di masyarakat dan sesama manusia terlebih lagi sedang memperkuat adanya tradisi nyalin tersebut. menghadapi bencana. Dongeng Aki jeung Ciri naratif lisan adalah adanya alur Nini Kaya mengajarkan bahwa harta episodik, pelaku datar, dan ajaran moral. kekayaan sebaiknya dipergunakan untuk Dari dongeng yang terkumpul tidak kepentingan umum atau kepentingan semuanya mengandung ciri naratif lisan pribadi yang bersinggungan dengan 240 | LOKABASA Vol. 8, No. 2, Oktober 2017

kepentingan umum. Dongeng Si Bogar dengan karakter apapun semua ada pada mengajarkan agar menjaga keseimbangan warna hitam. Sandal juga merupakan hidup antar sesama mahluk ciptaan Tuhan, lambang pedoman/jejak kehidupan manusia yang senantiasa harus selalu ingat walaupun dalam hidup memiliki tugas dan jadi pedoman dalam setiap langkah. yang berbeda-beda. Dongéng Sasakala Kostum panyawah satu sama lain sama Batu Kuda menggambarkan ajaran menggunakan baju yang sama panjang kepahlawanan (sikap heroik) untuk melambangkan bahwa kita harus menjaga memperjuangkan kepentingan bersama, diri dari segala macam bahaya yang akan rela mengorbankan jiwa raga agar membahayakan pada diri kita baik lahir ketentraman tetap terjaga. ataupun batin. Kostum juru kukumpul, sesepuh, dan masyarakat yang sama-sama Kajian Nilai Etnopedagogik harus memakai pakaian yang bersih dan sopan terutama dalam perkumpulan Dalam penlitian ini, etnopedagogik tersebut. Tujuannya yaitu sangkan ciri lebih berpusat pada kehidupan orang kebersihan tersebut memeberikan kesan Sunda yang dijelaskan oleh Warnaen, dkk. yang positif dalam diri kita supaya (1978, kc. 8), yaitu (1) pandangan hidup disegani dan dihormati oleh orang lain manusia dengan dirinya (MD), (2) Barang tradisi nyalin yang terdapat dalam pandaangan hidup manusia dengan pandangan hidup manusia dan dirinya lingkungan masayarakat (MM), (3) yaitu ada kupat salamet, kupat tangtang pandangan hidup manusia dengan alam angin, daun kitetel, dan daun kiségél. (MA), (4) pandangan hidup manusia Kupat salamet terbuat dari janur kelapa dengan Tuhannya (MT), (5) tujuan seperti kupat yang melambangkan harapan manusia dalam mencapai kemajuan lahir keselamatan selama melaksanakan dan juga batin (MKLB). Sadrasa tersebut kegiatan nyalin dan dijauhkan dari yang akan diteliti dalam struktur dan marabahaya dan gangguan hewan maupun fungsi tradisi nyalin. mauhluk halus. Kupat tangtang angin Unsur tradisi nyalin yang terbuat dari daun bambu yang dilipat mengandung pandangan hidup manusia kemudian didalamnya diisi dengan beras dengan dirinya yaitu (1) kostum/pakaian yang mempunya arti supaya menjauhkan pelaku mulai dari wali puhun, panyawah, dari angin yang akan membawa ke hal juru kukumpul, sesepuh dan masyarakat, yang negatif seperti penyakit dan hama (2) barang-barang dalam tradisi nyalin pada padi. Daun kitetel dan daun kiségél yaitu kupat salamet, kupat tangtang angin, berfungsi untuk menolak bahaya kepada daun kitetel, dan daun kiségél, (3) tuturan pelaku nyalin, artinya kita senantiasa harus dalam tradisi nyalin terutama dalam menjaga diri sendiri dengan cara beribadah kapamalian. Kostum wali puhun harus dan yakin tidak ada kekuatan selain Tuhan. memakai baju putih yang mempunyai arti Kapamalian selain menjaga hal yang kesucian diri dan kebersihan untuk dirinya, dilarang juga hakikatnya menjaga terutama dalam memeimpin kegiatan keselamatan diri pribadi. Apabila sakral dan dianggap penting oleh masyarakat melanggar kapamalian tersebut masyarakat. Wali puhun juga harus artinya telah melakukan kesalahan besar, memakai celana berwarna hitam yang sebab setiap kapamalian dianggap mempunyai makna seorang manusia harus mempunyai hukumannya masing-masing tenang, gampang bersosialisasi, dan yang bisa mencelakakan diri pribadi dan mempunyai karakteristik yang sesuai keluarganya. dengan istilah warna hitam itu cocok Yogi Yogaswara Yanuariska: Tradisi Nyalin dalam… | 241

Unsur tradisi nyalin yang harus menjaga dan berusaha menjadi mengandung pandangan hidup manusia pemimpin bagi alam, kupat salamet dan dengan lingkungan masyarakat, yaitu (1) kupat tangtang angin memberikan urutan tradisi nyalin yaitu gempungan, pelajaran bahwa manusia harus bisa kukumpul, majang, (2) barang-barang menjaga keselamatan dari bencana alam tradisi nyalin bandéra merah putih, (3) atau cuaca tidak menentu yang diakibatkan tuturan dalam tradisi nyalin dongéng, oleh perilakunya sendiri. Daun sulangkar, kapamalian, diksi dan ungkara. daun darangdan, daun oar, dahan jeung Gempungan menunjukan hubungan antara daun kawung, daun kikandel, daun kisegel, manusia dengan lingkungan masyarakat daun kiseueur, daun pacing, daun seureuh, yang diwkili oleh keluarga panyawah, dan caruluk. Daun sulangkar, daun sesepuh, dan wali puhun. Dalam kukumpul darangdan, daun oar, dahan dan daun terdapat suatu hubungan kepercayaan, kawung yan berasal dari bagian tubuh Nyi saling memberitahu, dan bekerjasama yang Pohaci Sanghyang Sri yang sama harus berlaku dilingkungan masyarakat. Begitu diperlakukan sama seperti padi. Daun pula majang yang menjadi ciri atau kikandel, daun kisegel, daun kiseueur, pengumuman kepada masyarakat bahwa daun pacing, daun seureuh, dan caruluk besok akan dilaksanakan nyalin. Barang menjadi kontrol alam, apabila dedaunan nyalin yang diperlihatkan dari hubungan tersebut sudah tidak tersedia di alam manusia dan lingkungan masyarakat yaitu berarti masyarakat harus bandera merah putih, daun seureuh, daun memperhatikannya lebih baik lagi. kiségél, dan daun pacing. Bandéra bendera Kegiatan mipit paré menunjukkan bahwa menunjukan ciri ketegasan negaera kita manusia harus menghormati, menjaga, dan sudah tidak dijajah. Daun seureuh yang bijaksana dalam memanfaatkan ciptaan terkenal sebagai daun antiseptik Tuhan (padi) dengan cara mempunyai makna bahwa seorang memperlakukannya dengan baik dan manusia harus menjadi obat untuk berhati-hati agar tidak ada yang terbuang masyarakat disekitarnya. Daun kiségél dan begitu saja atau mubadzir daun pacing menjadi ciri untuk menolak Unsur tradisi nyalin yang bahaya. mengandunga pandangan hidup manusia Unsur tradisi nyalin yang dengan Tuhannya, yaitu (1) urutan mengandung pandangan hidup manusia kegiatan tradisi nyalin ngukusan, sanduk- dan alam, yaitu (1) urutan taradisi nyalin sanduk, dan ngaarwahan, (2) kostum kukumpul dan mipit pare, (2) barang- palaku terutama wali puhun dan sesepuh, barang tradisi nyalin seperti payung, kupat (3) barang-barang tradisi nyalin yaitu salamet, kupat tangtang angin, daun empos, rarakaan, boéh, dan air, (4) sulangkar, daun darangdan, dahan jeung gerakan pelaku utama melangkah menuju daun kawung, daun kikandel, daun kisegel, saung sanggar. Urutan kegiatan ngukusan daun kiseueur, daun pacing, daun oar, daun lebih kepada mengucapkan basmallah seureuh, jeung caruluk, (3) téks tradisi untuk dimulainya nyalin. Sanduk-sanduk nyalin dongéng, kapamalian, diksi dan adalah meminta ijin kepada Tuhan untuk ungkapan, (4) gerakan palaku pada saat mendatangkan Nyi Pohaci Sanghyang Sri mipit paré. Dengan adanya kegiatan dan berharap membawa keberkahan untuk kukumpul bisa mengetahui keadaan alam padi yang dipanen. Ngaarwahan itu apakah barang-barang yang dibutuhkan berkenaan dengan berdoa kepada Tuhan dalam tradisi nyalin masih ada atau sudah dan mendoakan para rasulullah, para nabi, susah untuk didapatkan. Payung atau para malaikat, sembilan wali, leluhur, dan istilah papayung berarti sebagai manusia keluarga yang sudah meninggal. Hal ini 242 | LOKABASA Vol. 8, No. 2, Oktober 2017

dimaksudkan agar yang hadir mengingat SIMPULAN akan kematian sehingga bisa beribadah dan Struktur tradisi nyalin terdiri dari berbuat yang lebih baik di dunia. Kostum téks dan ko-téks. Téks dalam tradisi nyalin wali puhun san sesepuh menunjukan ada kapamalian, mantra, dongeng, diksi bahwa kesucian hati itu penting sebagai dan ungkapan. Téks tersebut ada yang bekal untuk mempertebal keimanan dan berkaitan langsung dengan tradisi nyalin ketakwaan kepada Tuhan. Empos, dan ada juga yang berfungsi memperkuat rarakaan, kain kapan, dan air memberikan kedudukan tradisi nyalin di masyarakat. amanat bahwa dalam kehidupan manusia Ko-téks tradisi nyalin urutan kegiatan dan harus senantiasa bersadar diri dan menjaga unsur-unsur tradisi nyalin. Urutan kegiatan amanat hidup dari Tuhan. tradisi nyalin ada tatahar yang terdiri dari Unsur tradisi nyalin tentang gempungan, kukumpul, riungan, dan pandangan hidup manusia dengan majang, ngukusan, sanduk-sanduk, kemajuan lahir dan batin, yaitu (1) kostum mitembeyan mipit paré, dan ngaarwahan. palaku dari awal juru kukumpul, Unsur-unsur kegiatannya ada penamaan panyawah, sesepuh, dan masyarakat, (2) nyalin yang memiliki lima ma’na, pelaku barang-barang tradisi nyalin alat tradisi nyalin yang mencakup sesepuh, kecantikan, seupaheun, samping, kebaya, panyawah, wali puhun, juru kukumpul, selendang, daun kiseueur, daun kikandel, aparat desa, dan masyarakat, barang- mayang jambé, payung, dan bambu. barang tradisi nyalin ada yang termasuk Kostum para pelaku tradisi nyalin sesajen utama, sesajen tambahan makanan, menunjukan estetika situasi antara pakaian dan sesajen tambahan bukan makanan, yang dipakai dan keadaan di sawah. Alat makanan dalam dari nyalin ada yang husus kecantikan, seupaheun, samping, kebaya, dibuat langsung dari beras ada juga yang dan selendang menunjukan jati diri diolah dari beras yang dijadikan tepung, perempuan asli Sunda yang cantik dan gerakan dalam tradisi lisan ada tiga, yaitu berkharisma. Hal inilah yang akan berjalan menuju saung sanggar, mipit padi, menimbulkan kemajuan lahir dan dan ngabadanan, tempat dilaksanakannya kebahagiaan batin. Daun kiseueur, daun nyalin di sawah yang terpilih oleh sesepuh kikandel, mayang jambé menunjukan berdasarkan kriteria tertentu, waktu nyalin harapan petani pada hasil panén agar dilaksanakan satu kali dalam setaun di kandel (tebal), seueur (banyak), dan padat akhir masa tanam ketiga dan untuk merunduk seperti mayang jambe. Harapan menentukan waktu pelaksanaannya petani akan terpenuhinya kebutuhan pokok menggunakan perhitungan larangan bulan, dari hasil menanam sendiri padi menjadi naktu, dan kopét céwok. pertanda bahwa lahir batin itu harus Ciri kelisanan tradisi nyalin ada terpenuhi. Payung dan bambu lebih yang termasuk ke dalam pemikiran lisan, meniktiberatkan kepada eksistensi diri di ekspresi lisan, dan naratif lisan. Nilai masyarakat. Istilah papayung artinya etnopedagogik dalam tradisi nyalin ada seseorang harus bisa menjadi pemimpin di yang berkaitan dengan (1) pandangan masyarakat dan bambu lebih menekankan hidup manusia dengan dirinya, (2) pada ketangguhan individu dalam pandaangan hidup manusia dengan memecahkan masalah bersama, karena lingkungan masyarakat, (3) pandangan bambu dalam saung sanggar befungsi hidup manusia dengan alam, (4) sebagai paneuras atau penyangga berbagai pandangan hidup manusia dengan makanan yang digantungkan di bawahnya. tuhannya, dan (5) tujuan manusia dalam mencapai kemajuan lahir dan juga batin.

Yogi Yogaswara Yanuariska: Tradisi Nyalin dalam… | 243

DAFTAR RUJUKAN Kamal, F. (2011). Peranan Adat Jawa Damaianti & Samsudin. (2011). Metode dalam Kebudayaan . Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa. Khasanah Ilmu, 5 (2), hlm. 35-46. Bandung: Rosdakarya. Kartadinata, S. (2011, 8 Juni 2011). Danadibrata. (2015). Kamus Umum Basa Ngawangun Atikan Sunda ku Unsur Sunda. Bandung: PT. Kiblat Buku Budaya. Majalah Cahara Bumi Utama. Siliwangi ISSN 2085-32x, hlm. 26. Humaeni, A. (2012). Makna Kultural Moleong, M. A. & Lexy J. (2012). Mitos dalam Budaya Masyarakat Metodologi Penelitian Kualitatif. Banten. Indonesian Journal of Social Bandung: Rosdakarya. and Cultural Anthropology, 33 (3), Ong, W. J. (1982). Orality and Literacy: hlm. 1-15. The Technologizing of the word. Isnendes, R. (2013). Struktur dan Fungsi London: Mathuen. Upacara Ngalaksa di Kecamatan Sibarani, R. (2010). Kearifan Lokal, Rancakalong Kabupaten Sumedang Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi dalam Perspektif Pendidikan Karakter Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, (ATL). Universitas Pendidikan Indonesia, Soemardjo, J. (2013). Simbol-Simbol Mitos Bandung. Pantun Sunda. Bandung: Kelir. Isnendes, R. (2016, 5 Désémber). Sztompka, P. (2007). Sosiologi Perubahan Tutuwuhan, Manusa, jeung Mitos, Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. rubrik KALAM Pikiran Rakyat, hlm. Warnaen, spk. (1978). Pandangan Hidup 24. Orang Sunda. Bandung: Sundanologi. Iswidayati, S. (2007). Fungsi Mitos dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat UCAPKAN TERIMA KASIH Pendukungnya. Jurnal Harmonia Terima kasih penulis sampaikan Pengetahuan dan Pemikiran Seni, 8 kepada semua pihak yang membantu (2), hlm. 180-184. penelitian ini, terutama kepada penyunting Jurnal Lokabasa yang sudah bersedia memuat tulisan ini.