“ Executive Summary 2012 “

STUDI KOMPLEKSITAS DINAMIKA PERMASALAHAN TKI PENATA LAKSANA RUMAH TANGGA (PLRT) KABUPATEN SUKABUMI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga Kerja (TKI) di luar negeri yang banyak didominasi Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) telah menjadi salah satu penggerak pembangunan yang penting di Indonesia. Ia telah memberi andil yang besar dalam pembangunan di Indonesia, paling tidak dalam tiga sektor. Pertama, menjadi penyumbang devisa negara terbesar kedua setelah migas (minyak dan gas). "Rata-rata devisa TKI itu 6 hingga 7 milyar dolar Amerika Serikat pertahun". Faktor yang Kedua, mengurangi pengangguran di Indonesia. Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu pengirin TKI terbesar di Jawa Barat. Berdasarkan data BNP2TKI per Maret 2011, ada lima kabupaten/kota di Jawa Barat yang menjadi daerah pengirim TKI keluar negeri, yaitu kabupaten Indramayu sebanyak 39.000 TKI, kabupaten Cianjur 37.000 TKI, kabupaten 27.000 TKI, kabupaten Sukabumi 25.000 TKI, dan kabupaten Karawang sebanyak 24.000 TKI. Ketiga, pengentas kemiskinan. TKI di luar negeri telah memberi kontribusi yang tidak kecil dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia khususnya di kabupaten Sukabumi. Setiap bulan TKI PLRT telah mengirim uang ke kampung halamannya. Peranan dan andil TKI yang bekerja di luar negeri khususnya TKI PLRT seperti pemasukan devisa, mengurangi pengangguran, dan pengentas kemiskinan, ternyata memiliki kompleksitas dinamika permasalahan yang besar pula. Secara internal, TKI PLRT perempuan yang sudah berkeluarga, menimbulkan permasalahan dalam keluarga ketika meninggalkan rumah tangga dalam kurun waktu lama seperti anak-anak tidak terurus dan terhenti pendidikannya, dan suami berselingkuh dan menikah lagi. Sementara secara eksternal, TKI PLRT perempuan mengalami kesepian ditempat bekerja, sehingga sering terjadi kasus perselingkuhan antara sesama TKI PLRT perempuan dengan TKI laki-laki atau dengan majikan atau anak majikan yang sering disebut sebagai pemerkosaan. Dampak negatifnya, banyak terjadi kehancuran keluarga seperti perceraian. Menurut Agustini (2008:110) dalam Kustini, 2011:5) ialah pembangunan di wilayah pedesaan yang tidak diikuti oleh peningkatan penghasilan bagi penduduknya menjadi faktor yang memicu perpindahan penduduk dari desa ke kota maupun ke negara lain. Demikian pula dengan berbagai hasil studi di Indonesia terhadap buruh migrant menunjukkan bahwa faktor ekonomi sebagai motivasi yang hampir selalu ada pada setiap buruh migrant. Namun jika dikaji lebih lanjut faktor ekonomi bukanlah satu-satunya pendorong seorang menjadi buruh migran. Dalam rangka mengetahui terkait dengan dinamika permasalahan yang dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) khususnya yang bekerja pada sektor Informal sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) perlu diadakan studi singaka.

1.2 Maksud, Tujuan Dan Sasaran

Maksud dari studi ini adalah untuk memahami dan mengekplotasi secara mendalam terkait dengan kompleksitas dinamika permasalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja pada sektor informal sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT).

Tujuan dari studi ini adalah :

1. Untuk memahami hubungan timbal balik antara permasalahan ekonomi, sosial, psikologi, hukum, budaya dan agama dengan animo yang besar Tenaga Kerja Indonesia Penata Laksana Rumah Tangga di Kabupaten Sukabumi untuk bekerja di luar negeri; 2. Untuk mengetahui dan mendalami dinamika komplesitas permasalahan internal rumah tangga TKI PLRT ketika ditinggal bekerja di luar negeri dan permasalahan eksternal TKI PLRT di negara tempat bekerja;

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 1 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “

3. Ingin mengungkap dan mengidentifikasi penyebab TKI PLRT sering mengalami penyiksaan, perlakuan kejam dan kurang manusiawi dari majikan, dan berbagai hal yang terkait pentingnya perlindungan TKI di luar negeri yang banyak didominasi TKI PLRT. Sasaran yang ingin dicapai dari studi ini adalah:

1. Dapat mengatahui dinamika permasalahan yang dialami TKI PLRT dan keluarganya di Kabupaten Sukabumi; 2. Dapat memahami kompleksitas permasalahan yang di alami TKI perempuan yang bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di luar negeri; 3. Teridentifikasinya berbagai permasalahan TKI PLRT di Kabupaten Sukabumi pada pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan yang dapat ditindak lanjuti dalam bentuk kebijakan baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

1.3 Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun perinciannya sebagai berikut: 1. Wawancara dan Perbincangan 2. Observasi Lapangan 3. Studi Perpustakaan dan Internet

1.4 Lokasi Penelitian

Studi ini dipusatkan di Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, yang dianggap bisa merepresentasikan Kabupaten Sukabumi dalam Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) Kabupaten Sukabumi. Adapun alasan pemilihan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi sebagai lokasi penelitian antara lain : 1. Sagaranten merupakan salah satu kecamatan pengirim Tenaga Kerja Indonesia TKI) Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) terbesar keluar negeri dari Kabupetan Sukabumi. 2. Sebagaimana diketahui bahwa Jawa Barat merupakan pengirim TKI terbesar di luar negeri per Desember 2011. Di Jawa Barat terdapat empat kabupaten pengirim TKI terbesar yaitu: Indramayu menempati urutan terbesar dalam mengirim TKI di luar negeri yaitu sebesar 39.000 orang. Menyusul Cianjur sebanyak 27.000 orang, Sukabumi sebanyak 25.000 orang, dan Karawang sebanyak 24.000 orang. 3. Di Kabupaten Sukabumi terdapat tiga kecamatan terbesar yang mengirim TKI keluar negeri, sebagaimana dalam tabel dibawah ini.

Tabel. 3 Tiga Kecamatan Pengirim TKI Terbesar di Kabupaten Sukabumi Jumlah TKI Jumlah TKI Jumlah TKI Kec L P Jml L P Jml L P Jml Sagaranten 272 2112 2384 24099 23210 47309 1.13 9.10 5.04 Ciracap 162 2007 2169 24435 23060 47495 0.66 8.70 4.57 Curug Kembar 144 1660 1804 14727 13736 28463 0.98 12.09 6.34 Sumber : BPS, Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2011

Berdasarkan data di atas terdapat beberapa hal terkait dengan Kec. Segaranten : a. Jumlah penduduk kecamatan Sagaranten hanya menempatai urutan ke 21 dari 47 kecamatan di Kabupaten Sukabumi, tetapi menjadi pengirim TKI PLRT terbesar. b. Sekitar 90 persen TKI PLRT yang bekerja di luar negeri berpendidikan sekolah dasar (SD). c. Remitansi TKI PLRT termasuk terbesar yang dikirim oleh para pekerja di Sagaranten, sehingga menjadi penopang utama ekonomi masyarakat Sagaranten.

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 2 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompleksitas dinamika permasalahan TKI PLRT dapat dilihat pada beberapa hal :

1. Aspek Sosial Ekonomi

Kompleksitas dinamika permasalahan Tenaga Kerja Indonesia Penata Laksana Rumah Tangga (TKI-PLRT), ditinjau dari aspek sosial ekonomi, dapat dipengaruhi atau disebabkan oleh lima faktor yaitu : a. Pendidikan rendah. b. Kemiskinam. c. Kelas bawah (lower class). d. Pengangguran (tidak bekerja). e. Budaya kemiskinan (culture of poverty). Faktor pertama, pendidikan rendah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Peñata Laksana Rumah Tangga (PLRT) telah dibahas panjang lebar dalam membahas permasalahan TKI pada bab pendahuluan. Pemerintah di era Orde Reformasi, melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) yang dipilih dalam pemilihan umum 1999, telah melakukan amandemen UUD 1945 dan menetapkan Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 ayat (4) “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Akan tetapi, implementasi dari ayat tersebut melalui wajib belajar 9 (Sembilan) tahun, sampai saat ini belum nampak hasilnya. Sebagaimana dikemukakan, mayoritas TKI PLRT yang bekerja di luar negeri, pendidikan mereka hanya sekolah dasar (SD). Kedua, kemiskinan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Peñata Laksana Rumah Tangga (PLRT),sangat terkait erat dengan kemiskinan yang dialami mereka di kampung halamannya. Kemiskinan berkaitan dengan aspek pendidikan dan kualitas sumber daya manusia. Para TKI PLRT dengan gagah berani meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja di luar negeri, tujuan utamanya hanya satu, mau membebaskan dari kemiskinan. Ketiga, kelas bawah (lower class). Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berprofesi Peñata Laksana Rumah Tangga (PLRT) dalam stratifikasi sosial dapat digolongkan sebagai lower class. Max Weber (1864-1920) pakar ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman, yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi, telah memformulasikan tiga komponen teori stratifikasi. Dia percaya bahwa posisi kelas (class position) ditentukan oleh kepakaran seseorang dan pendidikan. Keempat adalah pengangguran. Masalah pengangguran, juga merupakan salah satu bagian dari kompleksitas dinamika permasalahan TKI PLRT di Kabupaten Sukabumi. Pemecahannya telah dilakukan para TKI PLRT dengan bekerja di luar negeri, dengan tidak memiliki kepakaran dan pendidikan yang memadai. Pada masa mendatang, para TKI PLRT mutlak diberikan pendidikan dan pelatihan untuk memberikan kepakaran dalam bekerja. Signifikansinya, pertama, meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kedua, menanamkan kepercayaan kepada TKI PLRT bahwa mereka memiliki kemampuan (kepakaran) kerja. Ketiga, memberi layanan yang semakin meningkat kepada para majikan bahwa TKI PLRT dari Indonesia memiliki kemampuan kerja dan dapat dipercaya. Untuk meningkatkan posisi TKI PLRT di masa depan, dan memutus supaya kemiskinan tidak diwarisi generasi berikutnya, maka harus dilakukan dua hal. Pertama, memberikan pendidikan yang semakin tinggi dan berkualitas kepada putera-puteri TKI PLRT. Kedua, memberi kepakaran (keahlian) kepada putera-puteri TKI PLRT. Dengan memiliki dua hal itu, maka diyakini bisa meningkatkan posisi kelas dalam bidang sosial ekonomi para TKI PLRT di masa depan.

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 3 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “

2. Aspek Sosial Budaya Kompleksitas dinamika permasalahan TKI PLRT, ditinjau dari aspek sosial budaya dapat dipengaruhi oleh lima hal: 1. Perubahan lingkungan sosial. 2. Kontak antar bangsa. 3. Perubahan struktur sosial. 4. Perubahan nilai dan sikap. 5. Perubahan budaya Pertama, perubahan lingkungan sosial. Kemajuan teknologi informasi dan hampir semua lapisan masyarakat bisa mengakses dan menggunakan TV, media cetak, media online, Short Message Service (SMS), laman (e-mail), akun facebook, akun twitter, You Tube dan lain sebagainya, telah membawa perubahan lingkungan sosial, termasuk perubahan masyarakat di Sagaranten, Kabupaten Sukabumi. Perubahan lingkungan sosial yang dialami masyarakat Sagaranten, faktor dominan yang mendorong CTKI PLRT bekerja di luar negeri adalah dorongan untuk keluar dari kemiskinan dan kesulitan ekonomi, tetapi juga akibat perubahan lingkungan sosial, sehingga perempuan ikut terpengaruh untuk bekerja. Akan tetapi, pilihan untuk bekerja berubah menjadi TKI PLRT yang lebih menjanjikan penghasilan, ketimbang menjadi buruh tani di kampung halamannya. Pilihan untuk bekerja di luar negeri bisa disebabkan oleh pengaruh media, lingkungan sosial seperti orang tua, keluarga atau teman. Kedua, kontak antar bangsa melalui alat komunikasi dan teknologi disamping memiliki sisi positif juga sisi negatif. Segi positifnya cukup banyak, seperti membuka cakrawala pandang untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan negara lain. Juga bisa mengetahui budaya, sosial, ekonomi, hukum, pertahanan keamanan dan lain sebagainya. Segi negatifnya, bangsa Indonesia bisa kehilangan identitas, budaya, dan segala yang dimiliki, jika CTKI PLRT tidak dipersiapkan ketahanan mental, ideologi dan nasionalisme untuk menghadapi perang budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Dalam konteks itu, maka penempatan TKI PLRT di luar negeri, tanpa didahului upaya membumikan dan mengakarkan ideologi Pancasila kepada para TKI PLRT, maka akan semakin menimbulkan kompleksitas dinamika permasalahan TKI PLRT, karena kompleksitas yang dialami tidak saja yang bersifat internal, seperti dalam lingkungan rumah tangga, tetapi juga bersifat eksternal, seperti hilangnya nasionalisme, budaya dan bahkan agama yang dianut TKI PLRT. Ketiga, perubahan struktur sosial. Pada masa awal bangsa Indonesia, sebelum dilaksanakan pembangunan, walaupun sudah dikenal adanya struktur sosial seperti wong cilik dan wong gedhe, tetapi struktur sosial tidak terdeferensiasi secara tajam seperti sekarang. Menurut Radclife-Brown (1881-1955) bahwa struktur sosial adalah suatu rangkaian kompleks dari relasi-relasi sosial yang terwujud dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, struktur sosial meliputi relasi sosial diantara para individu dan perbedaan individu dan kelas sosial menurut peran sosial mereka. 2) Terjadinya perubahan struktur sosial, mengakibatkan terbangunnya kelompok-kelompok sosial seperti upper class, middle class, dan lower class, secara tidak disadari telah ikut mendorong TKI PLRT yang berada dilapisan sosial paling bawah, berjuang untuk keluar dari kemiskinan, yang tidak lain adalah keluar dari lower class. Dengan demikian, kompleksitas dinamika permasalahan TKI PLRT di Kabupaten Sukabumi, juga ikut dipengaruhi dari perubahan struktur sosial di masyarakat Sagaranten. Keempat, perubahan nilai dan sikap. Pembangunan, kemajuan teknologi informasi, adanya kontak antar bangsa, dan success story dari para mantan TKI PLRT yang bekerja di luar negeri, telah melahirkan perubahan nilai dan sikap, tidak hanya di kalangan para mantan TKI, dan TKI, tetapi juga di dalam masyarakat. Perubahan nilai dan sikap di kalangan TKI dan mantan TKI nampak sekali dalam perkawinan, di Sagaranten bahwa tingkat perceraian TKI perempuan yang sudah berkeluarga sangat tinggi. Mayoritas perceraian disebabkan oleh perempuan. Para TKI perempuan berubah setelah bekerja di luar negeri, sehingga meminta cerai kepada suaminya di kampung. Akan tetapi, hampir semua perceraian dilakukan dibawah tangan (tidak melalui

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 4 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “

pengadilan Agama). Kelima, perubahan budaya. Masyarakat Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, telah mengalami perubahan budaya. Perubahan budaya, setidaknya disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Perubahan yang bersifat internal, biasanya dimulai dari manusia itu sendiri, misalnya mereka bosan, tidak tahan terus berada dalam kemiskinan dan kesulitan ekonomi, sehingga mendorong mereka menjadi TKI PLRT dengan bekerja di luar negeri. Selanjutnya, perubahan yang bersifat eksternal, yaitu perubahan yang disebabkan dorongan dari luar. Misalnya, success story para TKI yang bekerja di luar negeri. Cerita sukses para TKI PLRT tersebar luas di masyarakat, seperti dari hasil bekerja di luar negeri, mereka membeli tanah, bangun rumah, menyekolahkan anak dan lain sebagainya Dengan demikian, perubahan budaya masyarakat, menimbulkan kompleksitas dinamika TKI PLRT karena memberi pengaruh meningkatnya jumlah TKI perempuan yang bekerja di luar negeri sebagai Peñata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Banyak kisah sukses TKI peñata laksana rumah tangga (PLRT) yang pernah bekerja di luar negeri. Akan tetapi, tidak kurang dari 70 persen TKI perempuan yang sudah berkeluarga, terpaksa harus bercerai dan anak-anaknya berantakan. TKI perempuan yang sudah berkeluarga dan bekerja di luar negeri, keluarga meraka banyak yang pecah. Hal itu disebabkan sekurang-kurangnya lima faktor: 1. Suami habiskan harta. 2. Isteri merasa hebat. 3. Suami kawin. 4. Suami tidak berguna. 5. Isteri punya pacar. Kompleksitas dinamika TKI PLRT salah satunya ialah TKI perempuan yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak, karena bekerja di luar negeri, akhirnya bahtera rumah tangga karam di tengah jalan. Pecahnya keluarga sebagaimana dikemukakan di atas. Salah satu kasus tersebut adalah sebagaimana pengakuan Yani bt Mulyana (31 tahun) menceritakan pengalamannya bahwa sejak berusia 21 tahun sudah bekerja di Saudi Arabia. Dari hasil bekerja selama 6 (enam) tahun di Saudi Arabia, telah berhasil membeli tanah dan membangun rumah. Akan tetapi, suaminya menjual rumahnya dan menghabiskan uangnya. Oleh karena itu, Yani merasa lebih baik bercerai. Akan tetapi, kalau bercerai melalui Pengadilan Agama, selain jaraknya jauh dari Sagaranten, juga memakan waktu lama dan menghabiskan biaya bolak-balik di Pengadilan Agama. Maka, dia bercerai dibawah tangan, tidak melalui Pengadilan Agama. Hanya harus membayar uang cerai kepada suami sebesar Rp 5.000.000 (lima juta rupiah). Perceraian semacam itu, mempunyai implikasi hukum, Pertama, perceraian itu tidak sah menurut hukum negara, karena perceraian harus melalui Pengadilan Agama setempat. Akan tetapi, masyarakat Sagaranten pada umumnya bercerai dibawa tangan, dan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sagaranten, seolah membiarkan hal itu terjadi karena kendala yang dihadapi masyarakat seperti dikemukakan di atas. Dalam kasus Yani, TKI yang bekerja di Saudi Arabia, justeru mengambil alih tugas dan peran suami. Ketika suami tidak amanah dalam mengelola harta hasil kerja isteri di luar negeri, seperti dikemukakan, Yani memilih bercerai, harus membayar konpensasi cerai kepada suami. Hal lainnya adalah dalam banyak kasus perceraian di Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, adanya kebiasaan isteri harus membayar sejumlah uang kepada suami jika menggugat perceraian, dapat disimpulkan bahwa semua perceraian disebabkan isteri. Pada hal harus dipilah satu-persatu, tidak boleh disimpulkan bahwa semua kasus perceraian adalah ulah dari isteri yang sudah berubah setelah bekerja di luar negeri. Perceraian yang banyak terjadi dikalangan TKI, menimbulkan persoalan lanjutan diantaranya : Pertama, banyak janda, dari mantan TKI perempuan. Kedua, anak-anak menjadi korban, karena

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 5 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “ kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari ibu-bapaknya yang bercerai. Ketiga, tidak ada yang bertanggungjawab mendidik anak. Kalau ibunya terpaksa bekerja lagi keluar negeri untuk mencari nafkah, maka yang mendidik anak hanya mengandalkan neneknya, sehingga pendidikan anak berantakan. Keempat, nilai kesakralan dari perkawinan hilang, karena perkawinan hanya sekedar mau mengumbar hafsu seksual.

3. Perlindungan dan Pemberdayaan TKI PLRT Suka tidak suka perlindungan TKI PLRT harus meliputi tiga tahap yang meliputi pra penempatan, penempatan dan purna penempatan. Perlindungan dan pembedayaan TKI PLRT harus dimulai : a. Perekrutan TKI Rekrutmen TKI PLRT di Kabupaten Sukabumi selama ini seperti dikemukakan para responden yang diwawancarai secara mendalam mengatakan bahwa yang memberi informasi, menunjuk dan membantu moril dan materil kepada TKI untuk bekerja di luar negeri adalah sponsor. Dimana yang dimaksud sponsor adalah calo yang memegang peranan penting terutama pada 3 hal yaitu : 1. memberi bantuan pinjaman uang untuk keberangkatan keluar negeri. 2. Memberi bantuan pinjaman uang kepada keluarga yang ditinggal di rumah. 3. membantu pemenuhan syarat-syarat adiminstrasi untuk bisa bekerja di luar negeri. Sponsor yang merekrut dan membantu para TKI untuk bekerja di luar negeri, pada umumnya sudah dikenal karena sudah puluhan tahun bekerja sebagai sponsor. Studi ini menemukan bahwa 100 persen pendaftaran untuk bekerja di luar negeri melalui sponsor.

Gambar. 1 Rekrutmen TKI

Sumber: Musni Umar, Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan TKI Penata Laksana Rumah Tangga, 14 September 2012, dan Kebutuhan Informasi bagi Tenaga Kerja Migran Indonesia Studi Kasus di Provinsi Jabar, Kalimantan Timur dan Riau Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, 2002. Berdasarkan alasan yang dikemukakan TKI memilih sponsor (calo) untuk bekerja di luar negeri, dapat disimpulkan bahwa hampir mustahil menghapuskan keberadaan calo daerah (sponsor daerah) karena pada hakikatnya diperlukan oleh PPTIKS (perusahaan pengirim TKI) untuk menghemat biaya perekrutan dan memperlancar perekrutan TKI di kampung-kampung,

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 6 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “

dan calon TKI yang akan bekerja di luar negeri sangat memerlukan sponsor seperti dikemukakan di atas. Disinilah pentingnya pembinaan dan perlindungan kepada TKI oleh pemerintah daerah pada pra penempatan. Pada masa penempatan, peranan Kedutaan Besar RI di Negara-negara penempatan TKI sangat penting. Sementara, pada purna penempatan, Kementerian Sosial RI harus bekerjasama dengan pemerintah daerah, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI, Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah, bahkan Kementerian Agama RI untuk memberi pemberdayaan, motivasi, semangat dan optimism baru kepada para TKI yang kurang beruntung supaya kembali bangkit membangun kehidupan baru. b. Pembinaan pra Penempatan Pendidikan yang terbatas para TKI, tidak mungkin mereka dicegah keluar negeri untuk bekerja karena berlaku hukum pasar yaitu demand and supply. Permintaan terhadap TKI peñata laksana rumah tangga (PLRT) masih sangat besar, sehingga peluang ini dimanfaatkan oleh TKI yang ingin merubah nasib dengan bekerja sebagai PLRT. c. Kepakaran (keahlian) dalam bekerja Pembinaan melalui pemberian pendidikan dan latihan kepada para calon TKI PLRT merupakan hal yang mutlak. Pembinaan kepakaran (keahlian) bekerja sangat ditentukan pendidikan dan pekerjaan yang kelak akan dikerjakan calon TKI dan di negara mana akan ditempatkan. d. Penguasaan bahasa Pembinaan pra penempatan calon TKI yang juga sangat penting ialah penguasaan bahasa. Kalau calon TKI yang akan ditempatkan di Saudi Arabia dan Negara-Negara Timur Tengah, mutlak bisa berbahasa Arab. Ini modal awal yang sangat penting dikuasai oleh calon TKI. Kalau sudah bisa berbahasa Arab misalnya yang menjadi bahasa majikan, maka segala yang diinginkan majikan, bisa dilaksanakan. Masalah penguasaan bahasa harus menjadi prioritas dalam pendidikan dan pelatihan pada calon TKI di pra penempatan. Selama ini sangat lemah pengawasan, sehingga banyak calon TKI peñata laksana rumah tangga (PLRT) yang berangkat keluar negeri tanpa bekal penguasaan bahasa yang memadai. e. Penguasaan Budaya, Agama dan Lingkungan Pembinaan pada masa pra penempatan bagi calon TKI sangat penting, terutama tentang budaya, agama dan lingkungan sosial, negara yang akan dituju. Pemahaman tentang budaya, agama dan lingkungan sosial, akan memudahkan calon TKI untuk bisa cepat menyesuaikan diri atau beradaptasi. Memahami bahasa, budaya, agama dan lingkungan sosial di negara yang dituju sangat penting karena bangsa apapun di dunia, banyak dipengaruhi budaya, agama dan lingkungan sosialnya. Calon TKI harus mengetahui dan menghayati apa yang disukai dan tidak disukai perempuan Arab, jika bekerja di Saudi Arabia. f. Tata Cara Berkomunikasi dengan Majikan Studi ini menemukan pentingnya TKI mengetahui dan mengamalkan tata cara berkomunikasi dengan majikan. Ny. Dede, TKI yang sukses bekerja di Saudi Arabia mengingatkan pentingnya mengambil hati majikan perempuan dan menjauh dari majikan laki-laki untuk mencegah majikan perempuan cemburu. Ini tata cara berkomunikasi yang perlu diketahui dan dipraktikkan setiap TKI PLRT. Hal ini sangat bermanfaat dalam melindungi TKI dari perlakuan seksual oleh majikan dan anak majikan. Dalam banyak kasus, terjadinya hubungan seksual antara TKI PLRT dan majikan dan anak majikan karena dekat dengan majikan laki-laki dan puteranya yang sudah bewasa, sehingga mendorong tindakan asusial. g. Perlindungan TKI masa penempatan di luar negeri Studi ini menemukan bahwa perlindungan terhadap TKI di luar negeri masih minim. Rani Bt Bohim, TKI PLRT di Saudi Arabia yang mengalami nasib kurang beruntung. Pertama, bekerja

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 7 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “

3 (tiga) tahun tidak dibayar gajinya. Kedua, mau diperkosa anak majikan, lalu melawan dengan menendang kemaluannya. Ketiga, majikan membawa Rani ke polisi dan melaporkannya. Rani yang ketika mulai bekerja di Saudi Arabia baru berumur 16 tahun dan berstatus yatim piatu di kampung halamannya, di Sagaranten, Sukabumi, kemudian diproses di pengadilan dan dihukum 15 tahun. Menurut dia, hanya sekali didatangi dari staf kedutaan Indonesia (KBRI) di Saudi Arabia dan tidak member pembelaan apa-apa, dan akhirnya di hukum penjara selama 15 tahun. Akan tetapi, baru menjalani hukuman selama 2 tahun dua bulan sudah dibebaskan, kemudian dibelikan tiket dan dipulangkan ke Indonesia. Untuk memudahkan pemberian perlindungan kepada TKI pada masa penempatan, maka perlu dilakukan antara lain: 1. Pendataan TKI tempat bekerja Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap TKI yang berprofesi sebagai PLRT, maka sangat penting adanya pendataan TKI tempat kerja seperti nama majikan, alamat rumah dan kantor, nomor telepon dan hand phone majikan serta TKI yang bersangkutan. Atase Tenaga Kerja di Kedutaan Besar Republik Indonesia, mutlak memiliki data TKI di Negara manapun mereka ditugaskan, apalagi di Saudi Arabia dan Malaysia yang banyak masalahnya. 2. Monitoring TKI secara berkala Atase Tenaga Kerja tidak hanya mendata, tetapi secara berkala melakukan monitoring dengan menelepon, mengirim surat dan sekali waktu staf di Atase Tenaga Kerja Kedutaan Besar Republik Indonesia kunjungan silaturrahim ke rumah majikan TKI dan dipublikasikan media. Ini kerja besar yang harus dilakukan Kedutaan Besar RI di seluruh dunia untuk memberikan perlindungan kepada TKI secara maksimal terutama PLRT yang rawan mendapat perlakuan kurang manusiawi. h. Perlindungan TKI purna penempatan Perlindungan TKI purna penempatan, yang mengalami masalah ditempat pekerjaan di luar negeri, ataupun yang pulang secara normal, telah mendapat pelayanan yang semakin baik dengan adanya pelayanan GPK TKI Selapajang di . 1. Pemulangan TKI sampai ke kampung halaman Pelayanan yang diperoleh TKI purna penempatan, tidak hanya ketika mendarat di Pelabuhan Udara Sukarno-Hatta, yang dijemput petugas dan dibawa ke GPK Selapajang, tetapi juga mendapatkan pelayanan baik berupa bantuan pemulangan TKI sampai ke kampung halamannya. Perlindungan terhadap TKI semacam ini, diharapkan terus ditingkatkan sehingga TKI yang diberi julukan sebagai pahlawan devisa, semakin memperoleh perlindungan, pelayanan dan kenyamanan sampai tiba di kampung halamannya. Akan tetapi, sangat mengherankan adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 18 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia dari Negara Penempatan Secara Mandiri ke Daerah Asal. Peraturan menteri tersebut menghilangkan tanggungjawab pemerintah dalam melindungi TKI PLRT purna penempatan. Pada hal tidak ada TKI PLRT mandiri. Sejak perekrutan TKI PLRT, proses pengurusan surat-surat keluar negeri, komunikasi dan penyerahan calon TKI kepada sponsor pusat dari PPTKIS, semuanya diurus oleh sponsor yang tidakl lain adalah calo. Bahkan penempatan calon TKI keluar negeri, yang ditangani oleh PPTKIS, dapat juga dikategorikan sebagai “calo”.

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 8 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “

2. Pemberian advokasi dan bantuan jika TKI dapat masalah Sebagaimana dikemukakan bahwa disamping banyak TKI yang berhasil dalam bekerja di luar negeri, tetapi juga ada kurang beruntung dan bahkan gagal meraih kesuksesan dalam bekerja di luar negeri. Mereka yang kurang berhasil dan bahkan gagal dalam pekerjaan di luar negeri, misalnya seperti yang dialami responden Rani binti Bohim 3. Pemberdayaan TKI purna penempatan Studi ini menemukan TKI purna penempatan yang hidupnya amat memprihatinkan. Pipi bt Juanidi (45 tahun) merupakan TKI peñata laksana rumah tangga (PLRT) yang pernah bekerja di Suriah pada 2006-2020. Dia dikirim oleh PT. Abdillah Putra Tamala yang beralamat di Condet, Timur, dengan gaji sebesar Rp 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu rupiah) perbulan. Akan tetapi, gajinya dipotong perusahaan dan sponsor, sehingga yang diterima hanya sebesar Rp 700.000 (tujuh ratus ribu rupiah) perbulan Gaji sebesar itu, hanya habis untuk dimakan keluarganya di Sagaranten, sehingga tidak ada yang bisa ditabung apalagi mau membeli tanah dan membangun rumah sebagaimana yang banyak dilakukan para TKI peñata laksana rumah tangga (PLRT) di kampung halamannya di Sagaranten. TKI PLRT semacam Pipi sangat penting diberdayakan melalui antara lain: a. Pelatihan alih profesi Pelatihan alih profesi kepada TKI purna penempatansemacam seperti Pipi diperlukan supaya TKI yang kurang berhasil dan bahkan gagal dalam meraih sukses di luar negeri, dapat melanjutkan hidup bersama keluarga di kampung halamannya. Bagaimanapun mereka sudah berjasa membantu pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan di luar negeri, dan membawa devisa di dalam negeri, sehingga tidak sepantasnya mereka disia- siakan. Untuk memberdayakan mereka, maka diperlukan adanya pelatihan alih profesi misalnya menjadi pedagang di pasar, membuka warung nasi, potho copy, supplier, dan lain sebagainya. b. Pemberian izin usaha dan tempat usaha Dalam rangka itu, mereka perlu dibantu untuk mendapatkan izin usaha dari Kementerian Perdagangan kalau usaha yang akan digeluti di bidang perdagangan, diperlukan supaya usaha yang dilakukan legal dan bisa mendapatkan fasilitas dari pemerintah, dan bisa membayar pajak jika usaha yang dijalankan sudah maju. c. Pemberian peluang usaha Untuk memberdayakan dan memajukan usaha para mantan TKI purna penempatan, mesti diberikan perlakuan khusus (special treatment). Tidak boleh diberlakukan persaingan bebas. Oleh karena itu, kalau ada pesanan (order) barang dari pemerintah, harus diberikan kepada mereka, supaya mendapat keuntungan, ada pemupukan modal dari hasil laba dan cepat maju. d. Pemberian modal Disamping memberi peluang usaha, juga pemerintah harus memberi modal kerja dan modal investasi. Modal yang diberikan sebaiknya dijamin oleh pemerintah. Kalau tidak ada jaminan (hipotek), maka bank tidak akan membantu permodalan. Jadi pemerintah harus pro aktif dan memberi pemihakan kepada usaha yang dikembangkan para TKI purna penempatan. e. Pengawasan Segala fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada para TKI purna penempatan, mutlak dilakukan pengawasan. Tidak boleh dibiarkan seperti selama ini.

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 9 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “

Pengawasan terhadap jalannya usaha yang dikembangkan para mantan TKI sangat diperlukan, supaya ada kesungguhan, semangat dan motivasi, sehingga diharapkan mereka maju dalam bidang usaha.

III. KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan 1. Kompleksitas dinamika permasalahan TKI PLRT pada pra penempatan keluar negeri, disebabkan oleh minimnya bahkan dapat dikatakan tidak ada keterlibatan pemerintah daerah dalam memberi perlindungan kepada para calon TKI PLRT pada saat perekrutan, pembinaan dan peningkatan skill (kepakaran) calon TKI PLRT. 2. Peran sponsor (calo) luar biasa besar, sejak perekrutan calon TKI PLRT, pengurusan dokumen keluar negeri, pemberian pinjaman uang kepada calon TKI PLRT dan keluarga di kampung, penyerahan calon TKI PLRT kepada sponsor dalam PPTKIS sampai pemberangkatan keluar negeri, melibatkan calo. Akibatnya, ketergantungan calon TKI PLRT kepada calo sangat besar, sehingga TKI banyak dirugikan karena setelah bekerja di luar negeri harus membayar utang. 3. Kompleksitas dinamika permasalahan TKI PLRT pada masa penempatan disebabkan minimnya kepakaran calon TKI PLRT dalam bekerja, kurangnya kemampuan berbahasa asing, tidak adanya penguasaan budaya dan lingkungan kerja dan tata cara berkomunikasi yang baik dengan majikan. Akibatnya majikan sering melecehkan , memarahi dan bahkan menyiksa, dan puncaknya memutus hubungan kerja secara sepihak dan tidak membayar gaji . 4. Kompleksitas dinamika permasalahan TKI PLRT di luar negeri pada masa penempatan terutama di Malaysia dan Saudi Arabia, disebabkan banyaknya TKI PLRT di dua negara itu, dan terbatasnya staf di kedutaan RI di kedua negara yang melayani TKI PLRT, sehingga pelayanannya tidak maksimal. 5. Kompleksitas dinamika permasalahan TKI PLRT purna penempatan disebabkan banyaknya TKI PLRT yang mengalami permasalahan, seperti pemutusan kerja sepihak oleh majikan, mendapat penyiksaan ditempat kerja dan tidak dibayar gajinya, sehingga ada TKI PLRT purna penempatan yang stres, depresi dan bahkan sakit ingatan (gila). Untuk itu, perlu ditingkatkan perlindungan TKI PLRT pada masa penempatan oleh Kedutaan Besar RI di luar negeri dan pemberian advokasi dari pakar, psikolog, sosiolog dan bantuan dalam segala bidang jika TKI PLRT sudah kembali ke tanah air. 6. Rendahnya pendidikan TKI PLRT di Kabupaten Sukabumi, menyebabkan mereka tidak mempunyai pilihan kecuali bekerja sebagai TKI PLRT di luar negeri yang tidak memerlukan persyaratan formal seperti pendidikan tinggi, pengalaman kerja dan kepakaran kerja. Oleh karena itu, animo untuk bekerja di luar negeri, saat ini dan di masa depan akan tetap besar. Namun demikian, walaupun kompleksitas dinamika permasalahan dalam penempatan TKI PLRT di luar negeri masih besar, tetapi tidak bisa dijadikan alasan oleh pemerintah untuk melakukan moratorium (penghentian sementara) atau penghentian permanen penempatan TKI PLRT di luar negeri seperti di Malaysia dan Saudi Arabia, kecuali pemerintah sudah bisa memberi solusi atas permasalahan yang dihadapi TKI PLRT seperti kemiskinan, pendidikan rendah, dan ketiadaan lapangan kerja yang sesuai tingkat pendidikan mereka.

3.2 Rekomendasi Untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh TKI PLRT, maka direkomendasikan kepada pemerintah cq BNP2TKI dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi supaya : 1. Pemerintah Daerah sebaiknya terlibat secara aktif dalam memberi perlindungan kepada calon TKI PLRT terutama dalam proses perekrutan dengan turut menyaksikan dan menanda tangani kebenaran dokumen calon TKI PLRT. Selain itu, keterlibatan pemerintah daerah untuk melindungi calon TKI PLRT dari kemungkinan mendapat pemerasan secara tidak langsung dari sponsor lapangan yang mengurus calon TKI. 2. Pemerintah daerah (Kabupaten dan Kota) sepatutnya bertanggungjawab dalam peningkatan perlindungan terhadap calon TKI PLRT dengan terlibat secara aktif dalam meningkatkan

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 10 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”

“ Executive Summary 2012 “

kepakaran kerja, kemampuan berbahasa asing, penguatan karakter dan nasionalisme, keamanan pribadi (self security), tata cara berkomunikasi dengan majikan, serta akhlak mulia. 3. Untuk mencegah berlanjutnya permasalahan TKI PLRT masa penempatan di Malaysia dan Saudi Arabia, dan banyaknya TKI PLRT yang melarikan diri sehingga merugikan majikan, maka direkomendasikan supaya didirikan Lembaga Perlindungan TKI dan Majikan di Malaysia dan Saudi Arabia yang dikelola secara profesional. Sumber pendanaannya dari pemerintah kedua negara, dan personil yang mengelola lembaga itu adalah dari kalangan profesional yang direkrut dari kedua negara tersebut. 4. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) warga Kabupaten Sukabumi dari keluarga TKI PLRT, maka direkomendasikan agar uang dari hasil bekerja di luar negeri diutamakan untuk investasi pengembangan sumber daya manusia (SDM) bagi anak-anak mereka atau keluarga terdekat supaya pendidikannya meningkat minimal tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. 5. Untuk meningkatkan kepeduliaan terhadap TKI PLRT purna penempatan yang mendapat masalah ditempat bekerja di luar negeri, diberdayakan dengan diberi pelatihan alih profesi, difasilitasi untuk mendapatkan izin usaha dan tempat usaha, diberi modal usaha serta dilakukan pembinaan dan pengawasan supaya mereka dapat meningkatkan dan memajukan usaha yang dijalani. 6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 16 Tahun 2012 tentang Tata Cara Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia dari Negara Penempatan Secara Mandiri ke Daerah Asal, segera dicabut karena bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 2004 dan Peraturan Presiden RI Nomor 81 Tahun 2006, dan No. 15 Tahun 2011, serta aspirasi masyarakat yang menghendaki ditingkatkannya perlindungan terhadap TKI PLRT Pra Penempatan, Masa Penempatan dan Purna penempatan. Oleh karena, tidak ada TKI PLRT yang mandiri. Kalau ada kelemahan dalam proses pemulangan TKI PLRT di Selapajang, Tangerang, sebaiknya disempurnakan, jangan membuat peraturan baru, yang justru menghilangkan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dalam memberi perlindungan kepada TKI PLRT, dan memberi peluang beroperasinya calo dalam menjemput dan memulangkan TKI PLRT dikampung halaman mereka.

“Studi Kompleksitas Dinamika Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Penata Laksana Rumah 11 Tangga (PLRT) Kab. Sukabumi”