PENGEMBANGAN ‘ BEBER BABAD ’: LAKON “JAYAKATONG MBALELA”

Ranang Agung Sugihartono1*, Tatik Harpawati2, dan Jaka Rianto3 Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Surakarta *E-mail: [email protected]

Abstrak

Industrialisasi semakin meminggirkan eksistensi dan fungsi situs-situs warisan kerajaan Majapahit di Mojokerto, Jombang dan sekitarnya. Mayoritas generasi muda setempat lebih tertarik menjadi buruh pabrik dan mengabaikan seni tradisi. Penyadaran atas potensi kearifan lokal, perlu dilakukan penggalian potensi warisan leluhur, dengan melakukan kreasi wayang beber. Penggunaan jenis penelitian berbasis praktik (practice-based research) ini mencakup tahapan pengumpulan informasi, seleksi, penyusunan, analisis, evaluasi, presentasi, dan komunikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tahapan perancangan wayang beber mampu menghasilkan wayang beber Babad Majapahit lakon Jayakatong Mbalela yang khas dan berbeda dari wayang beber daerah lain, yaitu: visualisasi bentuk tokoh wayang beber menyerupai tokoh pada relief candi peninggalan Majapahit, pewarnaan wayang beber yang kemerahan identik dengan warna batu-bata candi peninggalan Majapahit, ragam hias (ornamen) juga khas seperti relief candi peninggalan Majapahit.

Kata Kunci: Pengembangan, wayang beber, dan babad Majapahit.

DEVELOPMENT OF ‘WAYANG BEBER BABAD MAJAPAHIT’: STORY “JAYAKATONG MBALELA”

Abstract

Industrialization is marginalizing the existence and function of Majapahit royal heritage sites in Mojokerto, Jombang and its surroundings. The majority of the local youths are more interested in becoming factory workers and ignoring their traditional arts. Yet, awareness of the potential of local wisdom is necessary to explore the potential of ancestral heritage, by carrying out wayang beber creation. This Practice-Based Research includes the stages of gathering information, selecting, compiling/ arranging, analyzing, evaluating, presenting, and communicating. The results of this study indicate that the stages of wayang beber design are able to produce wayang beber Babad Majapahit story of “Jayakatong Mbalela” that are unique and different from wayang in other regions, namely: its forms’ visualization resembling those on Majapahit heritage reliefs, the reddish coloring of wayang beber is identical to the colors of the bricks at Majapahit heritage temples, and the various ornamentation is also typical to the temple relief from the Majapahit inheritance.

Keywords: Developing, puppet/wayang beber, and babad Majapahit.

PENDAHULUAN dibangun tiap tahunnya. Situs-situs warisan Gerak industrialisasi di Jombang, Mojokerto kerajaan Majapahit mulai terusik eksistensinya. dan sekitarnya semakin ganas, banyak pabrik Generasi muda mulai meninggalkan kehidupan

129 130 , Vol. 17, No. No. 2, Oktober 2019: 129 - 140 agraris, karena lebih memilih menjadi buruh Candi Brahu, Candi Minakjinggo, Kolam pabrik. Berbagai paham Barat mulai tumbuh Segaran, dan lain-lain. Sedangkan di lereng dan mempengaruhi generasi muda sehingga Gunung Penanggungan terdapat situs candi dan dikhawatirkan generasi muda akan mengalami patirtan yaitu Jolotundo, Candi Kendalisada, kemerosotan atau krisis budaya. Keterpurukan Reco Lanang, Reco Wadon, Candi I budaya tersebut akan semakin jauh tanpa adanya dan II. Contoh keindahan objek wisata sejarah penyadaran dari pihak-pihak terkait. Dalam Majapahit berupa Candi Wringin Lawang dan perspektif kultural, kearifan lokal amat penting Petirtan Jolotundo berikut di bawah ini. keberadaannya, terutama ketika dikaitkan Adapun Kabupaten Jombang dan juga dengan persoalan mengenai masalah ‘politik Mojokerto, secara geografis berada di perlintasan identitas’, baik dalam konteks mikro misalnya jalan yang menghubungkan dua propinsi yaitu terkait dengan ranah etnik, maupun secara propinsi Jawa Tengah dengan Jawa Timur. makro yang terkait dengan risalah negara- Jombang memiliki potensi wisata lebih sedikit bangsa (nation state). Nilai signifikansi yang daripada Mojokerto, yang mendominasi adalah demikian tinggi akan konsep identitas di semua wisata religi terutama yaitu ziarah di makam model dan strata realitas kebudayaan manapun, Gus Dur. Candi peninggalan masa kerajaan lebih disebabkan di dalamnya terkandung Majapahit yaitu Candi Arimbi kurang diminati bulir-bulir insight spirit tentang ciri-ciri dan wisatawan. Tempat wisata alam juga kurang nilai-nilai budaya penting yang akan menjadi potensial, sedangkan wisata budaya hanya ada social capital bagi hadirnya entitas sebuah wayang topeng Jatiduwur. Sehingga kondisi bangsa yang mesti diperjuangkan dan dibela wisata religi di Jombang “Kota Santri” tersebut (Kasiyan, 2009:1). Meskipun ketika menyola lebih perlu lebih didukung dengan wisata perihal identitas kebudayaan di mana pun itu, budaya, dengan menggali potensi historis yang keberadaannya tak pernah stabil apalagi tetap ada. dan selesai, melainkan sebaliknya, labil, cair, Berbagai peninggalan tersebut di atas dan terus berubah tak kan pernah selesai, banyak yang memuat kearifan lokal yang karena sejatinya ia (kebudayaan itu) senantiasa tercermin pada relief candi. Kearifan lokal ini berada dalam format terus-menerus “proses perlu dipertahankan karena merupakan identitas menjadi. Perspektif ini yang oleh filsuf Jerman dan karakter bangsa Indonesia. Salah satu cara Heidegger (2010) diatribusi sebagai mode of mempertahankan yaitu dengan melestarikan being atau mode of existence. dan menghargainya. Bentuk pelestarian dan Salah stau bagian dari proses penyadaran penghargaan dapat dicapai salah satunya betapa pentingnya budaya dan kearifan lokal melalui transformasi kebesaran Kerajaan tersebut di antaranya dapat melalui sosialisasi Majapahit dalam bentuk lain, yaitu menjadi mengenai pentingnya memahami keberagaman karya Kreatif Inovatif ke dalam bentuk wayang dan makna kearifan lokal yang terkandung beber Babad Majapahit yang khas dan berbeda dalam seni budaya, agar tidak dilupakan dari wayang beber dari daerah lain. Untuk itu, oleh generasi muda Jombang. Sebagaimana rumusan masalah dalam bahasan ini adalah diketahui, bahwa kawasan sebagai bagaimana menciptakan karakter wayang kota bekas ibukota Majapahit, yang terletak beber Babad Majapahit dengan bersumber dari di Kabupaten Jombang dan Mojokerto kaya relief candi ? akan peninggalan-peninggalan sehingga Kreasi karakter wayang beber Babad didirikanlah Museum Trowulan yang berada Majapahit ini diharapkan memberikan manfaat di bawah pengawasan Balai Pelestarian Cagar sebagai berikut: 1) Menumbuhkan kecintaan Budaya (BPCB) Jawa Timur. Peninggalan- masyarakat Mojokerto khususnya pemuda peninggalan yang dapat ditemui di antaranya setempat terhadap wayang beber, terutama adalah Candi Arimbi, Gapura Bajang Ratu, dengan mengangkat cerita Babad Majapahit, Candi Kedaton, Candi Tikus, Candi Genthong, dimana kerajaan itu dulunya berada di wilayah Pengembangan ‘Wayang ... (Ranang Agung Sugihartono, Tatik Harpawati, dan Jaka Rianto) 131

Jombang dan Mojokerto; 2) Memunculkan praktik itu (dalam (Guntur, 2016). Penelitian alternatif baru (inovasi baru) cerita wayang ini dilaksanakan dengan melakukan kegiatan beber dengan mengangkat kisah Babad praktik merancang dan melukis wayang beber Majapahit, sehingga khasanah cerita wayang Babad Majapahit dengan lakon Jayakatong beber semakin beragam, tidak hanya cerita Mbalela. Sumber data primer berupa relief Panji saja sebagaimana yang masih dominan candi peninggalan Majapahit diantaranya saat ini; 3) Melestarikan seni budaya dan nilai adalah Candi Wringin Lawang, Kedaton, historis yang merupakan warisan dari kejayaan Tigawangi, Surawana, dan . Buku Majapahit di tempat dimana kerajaan itu sebagai referensi aspek kesejarahan Mahapahit dulunya berada yaitu di Kabupaten Jombang adalah Serat Babad Majapahit dan Pararaton. dan Mojokerto; dan 4) Menumbuhkan wisata Teknik pengumpulan data menggunakan budaya berbasis historis yang berdampak purposive sampling dengan metode yaitu pada peningkatan ekonomi dan kesejakteraan observasi dan studi pustaka. masyarakat Jombang dan sekitarnya. Tahapan kreasi atau penciptaan wayang beber menggunakan pendekatan ‘multi- METODE metode. Carole Gray dkk (1995). mengatakan Jenis penelitian yang digunakan adalah sebagian besar peneliti di seni & desain telah penelitian berbasis praktik (practice-based menampilkan eklektisisme karakteristik, research). Menurut Linda Candy, penelitian mengadopsi pendekatan ‘multi-metode’ untuk berbasis praktik merupakan suatu investigasi pengumpulan informasi, seleksi, penyusunan, original yang dilakukan dalam upaya analisis, evaluasi, presentasi, dan komunikasi. memperoleh pengetahuan baru di mana Karya wayang beber yang dihasilkan pengetahuan tersebut sebagian diperoleh dipresentasikan dan dikomunikasikan ke publik melalui sarana praktik dan melalui hasil dari dalam pameran nasional.

Gambar 1. Konsep pengembangan wayang beber Babad Majapahit.

HASIL DAN PEMBAHASAN Surawana, dan Makam Sendangdhuwur. Unsur Hasil visual pada relief candi yang dijadikan fokus Pengumpulan Informasi penggalian informasi adalah rupa tokoh, ragam Beberapa candi di kawasan Jombang, hias, bangunan, properti, dan komposisi dalam Mojokerto dan sekitarnya memiliki relief relief. Selain melalui artefak di kompleks yang potensial untuk dijadikan referensi candi, penggalian informasi pendukung juga pengembangan rupa wayang beber. Candi- dilakukan observasi di Museum Nasional candi tersebut diantaranya adalah Candi Jakarta dan studi pustaka beberapa buku Wringin Lawang, Jedong, Bajangratu, referensi yang membahas percandian Jawa Minakjinggo, Arimbi, Tigawangi, Tigawangi, Timur. 132 , Vol. 17, No. No. 2, Oktober 2019: 129 - 140

Pengumpulan informasi terkait tentang Ragam hias (ornamen) relief candi periode karakteristik wayang beber dilakukan dengan Majapahit memiliki karakteristik yang menarik mencermati gambar wayang beber Pacitan, dan memiliki perbedaan dari daerah lain. Selain Wonosari, dan Mangkunegaran beserta hasil itu, beberapa ornamen masih linier dengan seni penelitian sebelumnya tentang itu. Informasi hias prasejarah, seperti motif tumpal (pucuk tersebut diperlukan agar karakteristik wayang rebung) yang biasa ditempatkan sebagai beber tetap terjaga meskipun dilakukan kreasi hiasa pinggiran panil. Salah satu candi yang dengan cerita yang berbeda. banyak dijumpai tumpak yang relatif dominan keberadaannya tampak pada Candi Jedong Seleksi (Mojokerto), Candi Kedaton (Probolinggo), Data unsur rupa yang diperoleh dari relief dan Candi Penataran (Blitar). Tampak motif candi peninggalan Kerajaan Majapahit tidak asli prasejarah ini cukup mewarnai pada sepenuhnya dipakai sebagai acuan dalam kesenian masa kebudayaan Indonesia–Hindu pengembangan karakter wayang beber. Peneliti di masa Kerajaan Majapahit. Sebagaimana memilih elemen-elemen visual yang relevan dikemukakan (Iswahyudi, (2009) bahwa dengan cerita Panji dan karakteristik relief unsur hias medalion dengan motif berbentuk candi peninggalan Majapahit. geometris diduga merupakan kontinuitas Salah satu karakteristik rupa tokoh dalam dari ornamen masa prasejarah, sebagaimana relief candi Jawa Timuran adalah busana diketahui pada bentuk pilin berganda, tumpal, kepala berbentuk tekes. Busana tekes banyak meander, dan belah ketupat. dijumpai pada relief dan patung di candi di Jawa Timur, seperti Candi Selokelir, Candi Surawana, Candi Penataran, Candi Tigawangi, Candi Kendalisada, Candi Miri Gambar, dan Candi Jawi. Menurut Agus Aris Munandar (1992) terdapat dua indikasi dalam suatu panil relief yang menggambarkan cerita Panji, yakni 1) terdapat tokoh pria yang bertopi tekes dan 2) Tokoh selalu disertai pengiring berjumlah 1, 2, atau lebih dari dua (Purwanto & Titasari, 2018). Pada masa Kerajaan Majapahit akhir, Gambar 3. Ragam hias tumpal di Candi cerita Panji baru menemukan tempatnya di Jedong (kiri) dan Candi Kedaton (kanan) hati masyarakat saat itu (Pramutomo, 2019). (Dokumentasi: Ranang, 2018) Hal itu tampak pada Candi Penataran terpahat tokoh Satyawan bertopi tekes, atau pada Candi Kronik internal kerajaan sebelum zaman Surawana tokoh Sidapaksa digambarkan Majapahit, khususnya masa kerajaan Singasari, bertopi tekes. diwarnai dengan perihal keris Mpu Gandring. Panil candi pun menyajikan gambaran bentuk senjata tradisional yang berkembang pada masa itu, yaitu keris. Keris merupakan salah satu jenis senjata tradisional yang banyak dijumpai pada relief candi. Candi dari zaman kerajaan Majapahit seperti Candi Penataran, Candi juga menampilkan bentuk keris dan senjata tradisional lainnya, bahkan terdapat panil candra sengkala yang divisualkan dalam bentuk proses pembuatan keris. Keberadaan Gambar 2. Tekes, busana kepala keris pada relief candi, juga dikemukakan di Candi Surawana (Dokumentasi: Ranang, 2018) Pengembangan ‘Wayang ... (Ranang Agung Sugihartono, Tatik Harpawati, dan Jaka Rianto) 133

Kuntadi Wasi Darmojo dalam penelitiannya, Dari kajian historis tentang Kerajaan bahwa gambar keris juga terlihat pada relief Majapahit ini, penulis merumuskan konsep Candi Panataran dan Candi Sukuh yang penceritaan wayang beber Babad Majapahit relatif berumur muda pada zaman Majapahit menjadi 4 gulung dengan cerita (lakon) meliputi (Darmojo, 2013). 1) Jayakatong Mbalela, 2) Adeging Majapahit, 3) Panji Sesura Digdaya, dan 4) Panji Sesura Gung Binathara. Bahasan ini fokus pada gulung ke-1 dengan lakon Jayakatong Mbalela yang terdiri atas 4 adegan (jagong) sepanjang 4 meter dan lebar 50 cm. Penggunaan istilah ‘Panji’ tersebut mengacu pada definisi berikut: Istilah “Panji” merupakan nama gelar atau jabatan yang masih berhubungan dengan lingkungan istana yang mengacu kepada tokoh ksatria laki-laki yaitu seorang raja, putra, mahkota, pejabat tinggi kerajaan, kepala daerah, dan pemimpin pasukan. Istilah “panji” Gambar 4. Keris dan pedang di panil relief atau ‘apanji” atau “mapanji” ini terus digunakan Candi Penataran secara umum hingga masa Singhasari dan (Dokumentasi: Ranang, 2018) Majapahit (Wardhani, 2019) Lakon ini menceritakan mulai munculnya Penyusunan tokoh Panji Sesura (calon Raja Majapahit Wayang beber lazimnya mengangkat cerita pertama) dan perannya dalam melawan Panji, seperti yang saat ini dapat dijumpai pada pemberontakan Jayakatong terhadap Kerajaan wayang beber klasik di Pacitan dan Wonosari, Singasari. Penulis menyusun urutan jagong serta pada banyak karya tugas/studi mahasiswa dalam lakon Jayakatong Mbalela ini sebagai Jurusan Kriya Seni FSRD ISI Surakarta. Secara berikut: historis, menurut (Saputra, (2014) purwarupa 1) Jayakatong, bupati Gelang-Gelang teks Panji berbentuk lisan, kemudian muncul mengatur siasat dengan Arya Wiraraja, sebagai artefak berupa relief yang dipahatkan Patih Kebo Mundarang, dan Ardharaja, di beberapa dinding candi di Jawa Timur. Teks akan memberontak Kerajaan Singasari yang ‘lebih bergaya’ muncul dalam bentuk seni dari 2 arah (utara dan selatan kerajaan). pertunjukan wayang beber yang tampaknya 2) Panji Sesura bersama Ranggalawe, muncul tak jauh setelah kemunculannya dalam Lembu Sora, dan Nambi serta pasukannya bentuk relief. menghadang musuh (pasukan Jayakatong) Di dalam bahasan ini, sumber inspirasi dari utara. kreasi wayang beber bukan cerita Panji lagi, 3) Kertanegara (Raja Singasari) sedang namun Babad Majapajahit. Beberapa referensi pesta tari-arian dan minum tuak di istana, yang dijadikan pijakan yaitu: 1) Buku Pararaton diserang oleh pasukan Jayakatong dari sisi yang meriwajatkan kejadian-kejadian sejarah selatan (Patih Mundarang, Patih Pudot dan yang terjadi di dalam zaman kerajaan Singhasari Patih Bowong dari Gelang-Gelang). dan Majapahit yakni selama abad XIII dan XIV 4) Kertanegara gugur bersama Mpu Raganata, (Hardjowardojo, 1965), dan 2) Serat Babad Patih Kebo Anengah, Panji Angragani, dan Majapahit, menceritakan Kerajaan Majapahit Wiraketi. akhir hingga berdirinya Desa Bintara. Selain itu Setelah sinopsis berupa urutan jagong serat ini memaparkan tentang Raja Brawijaya, tersebut, kemudian divisualisasikan menjadi Raja Majapahit, beserta istri dan keturunannya sketsa dalam bentuk storyboard dalam (Aziza, 2018). empat jagong, yang memuat adegan, tokoh, 134 , Vol. 17, No. No. 2, Oktober 2019: 129 - 140 properti, dan latar yang disajikan dalam tokoh lainnya, baik patih maupun punakawan sebuah komposisi. Storyboard yang sudah masih menggunakan visualisasi karakter tampak penokohan di dalamnya, dilanjutkan wayang beber pada umumnya. Khusus tokoh dengan visualisasi karakter tiap tokoh, baik raja dikenakan mungkur sebagai hiasan Panji Sesura, Kertanegara, Lembu Sura, bagian belakang kepala. Nambi, maupun Jayakatong. Visualisasi tokoh dibarengi dengan penentuan ragam hias, properti, dan bentuk bangunan yang digunakan sebagai latar atau pengisi bidang.

Gambar 5. Pewarnaan (Sungging) Wayang Beber (Dokumentasi: Ranang, 2019)

Storyboard diimplementasikan ke dalam Gambar 6. Visualisasi hiasan kepala Bupati sketsa di kain yang sudah dilapisi adonan air Jayakatong (atas) dan Panji Sesura (bawah) (Sumber: Ranang dan Anwaruzzaman, 2019) teh dan lem perekat. Pewarnaan dimulai dari ragam hias latar, properti, bangunan, dan Implementasi busana kepala yang disebut akhirnya gambar tokoh. Setelah semua diwarnai tekes, dikuatkan dalam visualisasi karakter (sungging), tahap akhir adalah pemberian tokoh Panji Sesura. Hal ini dilakukan dengan outline di setiap gambar dan pemberian mengacu bentuk tekes pada relief Candi keterangan gambar dalam bentuk aksara Jawa Kendalisada, Candi Surawana, dan Candi Miri di bagian bawah masing-masing jagong. Gambar yang perwujudannya cukup jelas. Tekes digunakan untuk menggambarkan karakter Analisis pangeran atau perwira utama dalam kerajaan, Dari proses perancangan dan kreasi yang sehingga tampak pembedanya dengan karakter dilakukan, dihasilkan wayang beber sepanjang patih, pasukan, ataupun punakawan. 4 meter dan lebar 50 cm. Karya tersebut dapat Penggunaan busana kepala yang dideskripsikan kekhasannya yang menjadi bereferensikan pada relief candi ini pembeda dari wayang beber dari daerah lain. dimaksudkan agar wayang beber Babad Analisis visual difokuskan pada rupa tokoh, Majapahit mendekatkan kembali pada sumber- ragam hias, bangunan dan properti, serta sumber artefak yang banyak dijumpai di komposisi dan warna. candi-candi kebudayaan Indonesia-Hindu a. Rupa Tokoh periode Jawa Timur. Pada relief candi sudah Beberapa karakter utama dalam wayang divisualisasikan busana kepala tokoh Panji beber Babad Majapahit ini dikreasi dengan berupa tekes, maka visualisasinya di wayang inspirasi dari relief candi, terutama tokoh utama beber perlu diperkuat bentuk tekes-nya. yaitu tokoh Panji, bupati, dan raja. Adapun Pengembangan ‘Wayang ... (Ranang Agung Sugihartono, Tatik Harpawati, dan Jaka Rianto) 135 b. Rupa Ragam Hias Ragam hias pada wayang beber Babad Majapahit ini juga digambarkan dengan mengacu ragam hias yang ada di relief candi dari masa Kerajaan Majapahit. Ragam hias geometris yang diambil dari relief candi berupa ragam hias tumpal, dimana banyak sekali digunakan pada relief masa kebudayaan Indonesia-Hindu, bahkan masih berlangsung sampai sekarang pada seni . Ragam hias tumpal digunakan sebagai bingkai atas sepanjang 4 meter pada wayang beber Babad Majapahit.

Gambar 8. Ragam hias tetumbuhan (atas) bersumber dari Makam Sendang Dhuwur dan (bawah) bersumber dari Candi Kendalisada (Sumber: Ranang dan Aprilia, 2019)

c. Rupa Bangunan dan Properti Gapura bentar dijadikan pembatas antar- jagong (adegan) dalam wayang beber Babad Majapahit. Setiap adegan (jagong) dibatasi dengan gapura bentar. Pembatas jagong ini Gambar 7. Ragam hias tumpal (atas) mengacu mengacu pada bentuk Candi Wringin Lawang relief Candi Jedong, dan daun tales (bawah) yang diyakini sebagai pintu gerbang Kerajaan bersumber Makam Sendang Dhuwur Majapahit. Penggunaan gapura sebagai (Sumber: Ranang dan Mutiana, 2019) pembatas adegan relief sudah dilakukan nenek moyang pada Candi Tigawangi. Selain itu, hal Selain tumpal, ragam hias tetumbuhan ini selaras dengan konsep gunungan dalam juga banyak digunakan dalam wayang beber dunia pewayangan, dimana dalam gunungan Babad Majapahit ini, terutama sebagai pengisi juga divisualkan bentuk pintu. Sehingga, latar setiap jagong. Ragam hias yang dijadikan penggunaan gapura bentar dalam wayang acuan adalah relief Candi Kendalisada dan beber ini dapat dianalogikan dengan gerak Makam Sendang Dhuwur. Relief candi sudah gunungan ketika dalang berganti adegan dalam kaya dengan ornamen penghias panil, hal ini pewayangan. Sampai saat ini, penggunaan semakin kompleks dan rumit ragam hiasnya gapura bentar menjadi identitas gerbang ketika pengaruh Islam masuk ke Majapahit. kawasan, kantor, ataupun rumah di Mojokerto. Tingginya ornamentiknya ragam hias pada akhir masa akhir Kerajaan Majapahit tampak pada Makam Sendang Dhuwur. Maka dari itu, penulis kreasi ragam hias wayang beber ini juga mengacu pada ornamen dari makam kuno tersebut. 136 , Vol. 17, No. No. 2, Oktober 2019: 129 - 140

daerah lain (Pacitan, Wonosari, dan Solo), yaitu warna merah bata. Hal ini terkait dengan di Mojokerto dan sekitarnya banyak dijumpai candi peninggalan Majapahit yang terbuat dari batu bata, seperti Candi Bajangratu, Candi Brahu, dan Candi Wringin Lawang yang berbeda dari candi-candi lainnya, dimana mayoritas terbuat dari batu andesit. Untuk itu, penulis menjadikan warna merah bata dijadikan warna pokok dalam wayang beber Babad Majapahit, sehingga terkesan monokrom meskipun terdapat sedikit warna lain, namun masih mengandung unsur merah. Warna merah bata menjadi penciri utama pada wayang beber Babad Majapahit.

Gambar 9. Gapura Bentar Pembatas Jagong Evaluasi (Atas) Bersumber dari Candi Wringin Lawang Evaluasi terhadap hasil karya wayang beber dan Keris (Bwah) Bersumber dari Candi dilakukan secara internal antara penyusun Penataran naskah, perancang storyboard, dan pelukis (Sumber: Ranang dan Titik Lisma, 2019) (penyungging) yang terdiri atas tiga dosen dan lima mahasiswa yang dilibatkan. Selain itu, Lakon ini mengandung unsur peperangan, evaluasi dilakukan melalui Seminar Nasional maka dalam wayang beber ini penulis TJI 2019 bertajuk “Kebudayaan, Ideologi, memvisualisasikan properti pendukung berupa Revitalisasi, dan Digitalisasi Seni Pertunjukan keris, tombak, dan bendera umbul-umbul, serta Jawa dalam Gawai” tanggal 28 Juni 2019 tameng. Keris merupakan senjata jenis tusuk. di Semarang. Tanggapan peserta seminar Keris digambarkan dalam wayang beber ini menjadi bahan evaluasi dan perbaikan wayang dengan mengacu pada keris yang terpahat di beber Babad Majapahit, khususnya pada saat relief Candi Penataran. Keris digambarkan dilakukan finishing. dalam beberapa adegan, selain itu keris juga Wayang beber sebagai karya seni hasil digambarkan dalam posisi di-sengkelit di kreasi yang berada di luar pakem, karena bagian belakang tokoh. tidak menggambarkan cerita Panji, terbuka untuk dikritik atau diberikan koreksi. Ruang d. Komposisi dan Warn apresiasi sepenuhnya dimiliki oleh audience, Selain aspek bentuk, dalam kreasi wayang sementara kreator sudah melaksanakan peran beber Babad Majapahit ini juga memperhatikan berkreasinya. aspek komposisi. Tata susun tiap jagong digambarkan secara penuh dengan karakter Presentasi dan ornamen, tidak ada space kosong. Ini Wayang beber karya seni dipresentasikan untuk menggambarkan keanekaragaman yang melalui pameran. Wayang beber Babad telah menjadi kultur yang dimiliki bangsa Majapahit lakon Jayakatong Mbalela Indonesia. Komposisi yang demikian mengacu dipamerkan dalam pameran nasional pada pada relief-relief Candi Surawana, Candi pada Festival Panji 2019 di Tigawangi, dan Candi Jawi yang ornamennya Taman Kridya Budaya Jatim di pada rumit dan memenuhi bidang panil. tanggal 11-12 Juli 2019. Kegiatan tersebut Aspek warna dalam wayang beber kreasi diselenggarakan atas kerjasama Kementerian baru ini dijadikan pembeda dari wayang beber Pendidikan dan Kebudayaan RI, Indonesiana: Pengembangan ‘Wayang ... (Ranang Agung Sugihartono, Tatik Harpawati, dan Jaka Rianto) 137

Platform Kebudayaan, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Timur. Wayang beber Babad Majapahit mendapat respon yang sangat bagus, sebagian pengunjung mengambil foto selfie di depan karya wayang beber.

Gambar 10. Wayang Beber Babad Majapahit Dipamerkan pada Festival Panji Nusantara 2019 di Taman Kridya Budaya Jatim di Malang (Dokumentasi: Aprilia, 2019)

Komunikasi Wayang beber hasil kreasi baru ini dikomunikasikan ke khalayak melalui pameran di Festival Panji Nusantara 2019. Kehadiran karya ini mendapat respon yang baik dari media. Majalah Larise (online) memberitakan wayang Gambar 11. Berita Wayang Beber Babad beber Babad Majapahit di pameran tersebut. Majapahit dimuat Majalah Larise dan Koran Selain itu, juga dijadikan ilustrasi gambar Malang Times. paling dalam pemberitaan kegiatan Festival Panji Nusantara 2019 di Koran Malang Times. Pembahasan Pemberitaan atas hasil karya wayang beber Berdasarkan sajian data penelitian Babad Majapahit tersebut, merupakan bagian sebagaimana disajikan di atas, dapat dari penyampaian informasi wayang beber ke disampaikan bahwa inovasi wayang beber khalayak. Selain itu, penyebaran informasi Babad Majapahit yang dihasilkan dengan juga sudah dilakukan melalui Whatsap grup melukis pada kain panjang 4 meter ini relevan Sambang Panji dan Facebook. Dari media dengan karakteristik jenis seni wayang ini. sosial tersebut, tampak karya wayang beber Sebagaimana definisi yang dikemukakan Babad Majapahit mendapat respon yang cukup Bagyo Suharyono bahwa wayang beber baik, salah satunya dianggap memperkaya berupa kertas atau kain berukuran 1 meter, khasanah kesenian wayang beber. panjang 4 meter, biasanya terdiri atas 4 adegan, yang digulung dalam satu gulungan, dan apabila dipertunjukkan gambar-gambar cerita itu dibentangkan dari gulungannya (Suharyono, 2005). Lebih lanjut, secara teknis penggambaran wayang beber Babad Majapahit ini juga masih sesuai tradisi, sebagaimana (Suyanto, 2017) mengatakan bahwa gambar- gambar dari wayang beber, dilukis sedemikian 138 , Vol. 17, No. No. 2, Oktober 2019: 129 - 140 rupa pada kertas atau kain, dibuat satu adegan macapat. Menurut Lisa Aziza (2018), naskah menyusul adegan lain secara berurutan dengan Serat Babad Majapahit terdiri atas 13 pupuh menggunakan teknik lukis tradisional yang berisi cerita Kerajaan Majapahit akhir hingga disebut teknik sungging yang bagus sekali, berdirinya Desa Bintara dijumpai dalam pupuh cermat, teliti serta mempunyai gaya yang I dan II. spesifik. Penggunaan penutup kepala yang disebut Namun, cerita yang diangkat dalam tekes dalam wayang beber ini, terutama wayang beber ini tidak sesuai dengan pakem pada tokoh Panji Sesura, tampak dapat wayang beber, karena mengangkat cerita menguatkan kembali karakteristik seni rupa Babad Majapahit, lebih lanjut (Subandi, (2011) Jawa Timur pada wayang beber agar memiliki mengatakan bahwa adegan-adegan dalam pembeda dari seni wayang yang lain, selaras gulungan gambar dari cerita rakyat sekitar dengan pendapat Lydia (Kieven, 2014) yang kisah asmara Raden Panji Inukertapati dengan menyatakan bahwa: Galuh Candrakirana. Hal ini memang menjadi Kekhasan figur bertopi dan khususnya tujuan peneliti, melakukan inovasi dari aspek Panji harus dipandang dalam konteks penceritaan dengan menggali sumber lain yaitu sekian banyak unsur baru lainnya yang Babad Majapahit. Penggunaan cerita Babad dikembangkan dalam seni rupa Jawa Majapahit pada wayang beber ini merupakan Timur, terutama pada periode Majapahit, bentuk transformasi, sebagaimana hasil yang berbeda dari seni rupa Jawa Tengah. penelitian sebelumnya, (Harpawati, Mulyanto, Unsur-unsur itu mencerminkan kreativitas & Sunarto, (2009), menyimpulkan bahwa dan mengekspresikan ‘local genius’ yang model transformasi yang bisa diterapkan dalam dapat kita amati dalam arsitektur, seni rupa, penulisan lakon wayang adalah transformasi kesusastraan dan praktik keagamaan. alur, setting, penokohan, dan tema. Menilik dari definisinya, kata babad Upaya visualisasi tekes dalam wayang dalam KBBI (2002:88) memiliki arti kisahan beber Babad Majapahit ini, juga selaras dengan berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan Madura upaya Lydia ( dalam Kieven, 2014) yang yang berisi peristiwa sejarah; cerita sejarah. bermaksud mendalami nilai-nilai maupun Poerwadarminta (dalam (Pudjiastuti, n.d.) esensi budaya Panji, untuk menciptakan mengartikan kata babad sebagai cerita peristiwa keseimbangan dan harmoni dalam melestarikan yang telah terjadi. Hoesein Djajadiningrat budaya Panji. Lebih jauh, Lydia (dalam Kieven, (dalam (Pudjiastuti, n.d.) menyebut babad 2014) mengatakan bahwa nilai-nilai ini punya sebagai ‘historiografi tradisional lokal,’ suatu potensi untuk diterapkan dan diwujudkan pada bentuk karya sastra yang dihasilkan oleh pusat- kegiatan serta konsep kehidupan masa kini. pusat kekuasaan. Maka Babad Majapahit yang Warna merah bata sebagai warna pokok dijadikan referensi bagi penceritaan wayang dalam wayang beber Babad Majapahit ini beber ini, relevan dengan salah satu dari tiga bereferensikan dengan banyaknya candi pengertian babad menurut Brandes (dalam peninggalan Majapahit yang terbuat dari bata (Pudjiastuti, n.d.), khususnya definisi ketiga, merah. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh yaitu babad yang isinya menceritakan suatu R. Bambang Gatot (Soebroto & Nuffida, 2017) periode tertentu dari sejarah Jawa, artinya bahwa percandian bata merah identik dengan isinya hanya menceritakan peristiwa yang kerajaan Majapahit. Lebih jauh, secara filosofis, terjadi pada suatu masa tertentu. Istilah ‘Babad bata merah menyimbolkan keadaan manusia Majapahit’ dijumpai sebagai nama serat yang yang terdiri dari unsur api, air, tanah dan angin, dikoleksi Perpustakaan Museum Sonobudoyo sehingga candi bata merah sebagai perlambang. dengan judul Serat Babad Majapahit, nomor Menurut Haryono (dalam (Soebroto & Nuffida, koleksi SK 148, ditulis menggunakan bahasa 2017), konsep kepercayaan Jawa (Pangudi), Jawa, aksara Jawa, dan berbentuk tembang membuat dan memakai batu merah sama Pengembangan ‘Wayang ... (Ranang Agung Sugihartono, Tatik Harpawati, dan Jaka Rianto) 139 halnya penggambaran sosok manusia berasal adegan ketika Jayakatong mengatur dari empat unsur; “api, angin, air dan tanah siasat pemberontakan, peran Panji Sesura (amarah, supiah, mutmainah dan aluamah). menghadang gempuran pasukan Jayakatong, Tampaknya ini selaras dengan bagaimana hingga adegan bagaimana Kertanegara gugur bata merah dibuat, dimana terbuat dari bahan di tangan para punggawa Jayakatong. tanah liat, dibentuk dengan mencampur air, Hasil dari kajian terhadap artefak dan mengeraskan dengan cara menjemur dan relief-relief candi peninggalan Kerajaan membakar dengan cahaya dan api dengan Majapahit dijadikan referensi dan berhasil bantuan angin (udara). divisualisasikan dalam bentuk karya lukis Penggunaan unsur cerita babad Majapahit, wayang beber sepanjang 4 meter dan lebar 50 bentuk penutup kepala (tekes), dan warna cm dengan lakon Jayakatong Mbalela. Proses merah bata pada wayang beber ini mampu kreasi pada tahap pengumpulan informasi menciptakan karakteristik wayang beber Babad memperoleh referensi visual dari relief candi; Majapahit yang memiliki pijakan referensial tahap seleksi ditentukan elemen-elemen rupa yang kuat, sehingga memiliki secara visual yang dijadikan acuan; tahap penyusunan tampak kekhasan yang dapat menjadi pembeda menghasilkan synopsis, storyboard, dan gambar dari wayang beber dari daerah lain. Secara wayang beber; tahap analisis menghasilkan lebih substantif, hal ini merupakan bentuk wayang beber dengan karakteristiknya pelestarian nilai-nilai tradisi agar berlangsung yang khas; evaluasi menghasilkan koreksi seterusnya, sebagaimana masih terjadi dalam untuk perbaikan; tahap presentasi dilakukan Wayang Topeng Malang, yang menurut pameran wayang beber dan seminar, dan tahap (Hidayat, 2014), tema kultural terjalin secara komunikasi mempublikasikan hasil temuan ke kontinuitas dalam tata nilai yang diturunkan media massa. dari generasi ke generasi. Visualisasi bentuk tokoh, pewarnaan, dan ragam hias (ornamen) wayang beber Babad KESIMPULAN Majapahit yang dihasilkan tampak cukup khas Jombang, Mojokerto, dan sekitarnya dan memiliki kesesuaian dengan relief candi di tengah perkembangan menuju kawasan peninggalan Majapahit yang diacunya. Karya modern dan industri sebagai imbas dekatnya tersebut juga sudah dipamerkan dalam kegiatan dengan kota metropolis Surabaya, menyisakan Festival Panji Nusantara 2019 di Malang. problematika dengan potensi lokal yang Wayang beber Babad Majapahit dapat menjadi memiliki nilai historis yang mulai terabaikan ikon baru bagi seni budaya khas Mojokerto, oleh karena besarnya pengaruh modernitas. Jombang, dan sekitarnya. Penyadaran akan warisan adiluhung dari nenek moyang khususnya dari kerajaan DAFTAR PUSTAKA terbesar di Nusantara, Kerajaan Majapahit, Aziza, L. (2018). Serat Babad Majapahit; perlu dilakukan dengan pendekatan yang Suntingan Teks dan Terjemahan (Skripsi, menitikberatkan kreativitas melalui penelitian Universitas Gadjah Mada). Retrieved artistik (artistic research) untuk menciptakan from http://etd.repository.ugm.ac.id/index. karya seni inovatif berbasis seni tradisi. php?mod=penelitian_detail&sub=Peneli Kajian terhadap naskah terkait kesejarahan tianDetail&act=view&typ=html&buku_ dan pemerintahan Majapahit, menghasilkan id=167687&is_local=1 konsep lakon Babad Majapahit untuk wayang Darmojo, K. W. (2013). Keris Jawa beber. Lakon Babad Majapahit dikemas Kamardikan: Teknik, Bentuk, Fungsi dan dalam 4 gulung, dengan masing-masing Latar Penciptaan (Tesis). Institut Seni gulung sepanjang 4 meter dan terdiri atas Indonesia (ISI) Surakarta, Surakarta. 4 adegan (jagong). Gulung 1 mengisahkan Gray, C., Pirie, I., Malins, J., Douglas, A., lakon Jayakatong Mbalela menceritakan & Leake, I. (1995). Artistic Research 140 , Vol. 17, No. No. 2, Oktober 2019: 129 - 140

Procedure: Research at the Edge of Pudjiastuti, T. (n.d.). Babad Arung Bondhan. Chaos? Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Guntur. (2016). Metode Penelitian Artistik. Budaya, Universitas Indonesia. Surakarta: ISI Press. Purwanto, H., & Titasari, C. P. (2018). Arca di Hardjowardojo, P. (1965). Pararaton. Malang: Candi Cetho: Interpretasi Baru sebagai Penerbit Bhratara. Arca Panji (Statue in Cetho Temple: New Harpawati, T., Mulyanto, & Sunarto. (2009). Interpretation is as Panji Statue). 31(1), Transformasi Serat Menak dalam 57–74. Petunjukan Wayang Golek Menak. Wardhani, F. (2019). Panji Cerita Asli Surakarta: ISI Surakarta. Indonesia. Retrieved from https://www. Heidegger, M. (2010). Being and Time. museumnasional.or.id/panji-cerita-asli- Translate by Joan Stambaugh. New York: indonesia-1836 SUNY Press Saputra, K. H. (2014, Oktober). Naskah Hidayat, R. (2014). Transformasi Nilai Lokal Panji Koleksi Perpustakaan Nasional. yang diekspresikan wayang topeng malang Jumantara, 5(2). Retrieved from https:// sebagai Sumber Pendidikan Karakter. www.perpusnas.go.id/magazine-detail. Imaji, 12(2). https://doi.org/10.21831/ php?lang=en&id=8362 imaji.v12i2.3151 Soebroto, R. B. G., & Nuffida. (2017). Konsep Iswahyudi. (2009). Perkembangan Makna Keabadian, serta Kajian Tektonika Simbolik Motif Hias Medalion pada Arsitektur Candi di Jawa Timur yang Bangunan-Bangunan Sakral di Jawa Disandingkan dengan Gereja Puh Sarang pada Abad IX – XVI. 7(1). https://doi. Kadiri. 161–170. Sekolah Tinggi Teknologi org/10.21831/imaji.v7i1.6641 Cirebon, Universitas Indraprasta, Kasiyan. (2009). “Seni Kriya dan Kearifan Universitas Trisakti. Lokal: Tatapan Postmodern dan Subandi, dkk. (2011). Wayang Beber Remeng Postkolonial, dalam Lanskap Tradisi, Mangunjaya Gelaran Wonosari dan Praksis Kriya, dan Desain: Cendera Hati Wayang Beber Jaka Kembang Kuning Purnabhakti untuk Prof. Drs. SP. Gustami, Karang Talun Pacitan serta Persebarannya SU. : BID-ISI Yogyakarta. di Seputar Surakarta. Surakarta: ISI Kieven, L. (2014). Simbolisme Cerita Panji Surakarta. dalam Relief-Relief di Candi Zaman Suharyono, B. (2005). Wayang Beber Wonosari. Majapahit dan Nilainya pada Masa Kini. Wonogiri: Bina Citra Pustaka. Retrieved from Pusat Panji website: Suyanto. (2017). Menggali Filsafat Wayang http://www.ppanji.org/cont/publications/ Beber untuk Mendukung Perkembangan Kieven2014.pdf Industri Kreatif Batik Pacitan. Panggung, Pramutomo, R. (2019). Cerita Panji dan 27(1), 87–98. http://dx.doi.org/10.26742/ Kaitannya dengan Bentuk Seni Pertunjukan panggung.v27i1.237.g205 Topeng di Jawa. In Bunga Rampai Potret Seni Pertunjukan Kita (pp. 203–216). Surakarta: ISI Press.