perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dampak positif dari semakin berkembangnya era globalisasi seperti sekarang ini
adalah kemudahan dalam memperoleh informasi melalui penggunaan berbagai media massa. Salah satu media massa yang efektif untuk menyampaikan informasi mengenai realitas yang ada dalam suatu masyarakat adalah melalui film. Menurut Pasal 1 UU No. 33 Tahun 2009, film didefinisikan sebagai karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa, yang diproduksi berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Sebuah film yang diproduksi sebagai sebuah hasil kreativitas dan kesenian pasti memiliki sebuah fungsi, salah satunya sebagai sarana hiburan. Tak hanya itu, film juga dapat berfungsi sebagai sarana edukasi bagi pemirsanya. Senada dengan hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah menjelaskan setidaknya ada enam fungsi utama film yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Perfilman Nasional; film dapat berfungsi antara lain sebagai sarana untuk memperoleh hiburan, sarana untuk menyampaikan informasi, sarana untuk melestarikan budaya, sarana untuk meningkatkan pendidikan, sarana untuk mendorong terciptanya karya
kreatif, serta sarana untuk meningkatkan ekonomi.
McQuail (2011:35) menambahkan meskipun film memiliki fungsi hiburan yang
dominan, film seringkali menampilkan kecenderungan pembelajaran atau propagandis.
Hal ini perlu diwaspadai mengingat film cenderung dianggap lebih rentan dibandingkan
media lain, karena sineas seringkali diharuskan tunduk pada tekanan para pemilik modal
yang terlibat. Oleh karena itu, sebuah film yang diproduksi tidak akan pernah lepas dari
kepentingan/ideologi sang pemilik modal meskipun telah dibungkus rapi dalam kemasan
hiburan.
Dapat disimpulkan bahwa film merupakan artefak budaya yang diproduksi
sebagai salah satu media massa, keberadaannya penting sebagai bentuk karya seni, dan
dapat dijadikan sebagai sumber hiburan, sarana pendidikan bagi pemirsanya, atau bahkan
dapat berfungsi sebagai sarana propaganda/penyampai ideologi kepada pemirsanya.
commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2
Keberadaan film sejauh ini telah mengalami perkembangan yang masif. Produsen
film asal Amerika, Hollywood, masih menjadi garda terdepan dengan dominasi film
produksi berkualitasnya dari berbagai genre. Hal ini bisa dibuktikan dengan maraknya
film Hollywod yang dirilis dan selalu dinantikan oleh para pencinta film Hollywood di
berbagai bioskop luar negeri. Kualitas film hasil produksi negeri Paman Sam ini memang
sudah terbukti keunggulannya di kancah perfilman internasional; buktinya, di berbagai
ajang penghargaan film internasional, film Hollywood selalu sukses memboyong penghargaan bergengsi. Salah satu film Hollywood yang paling sukses secara finansial dan memboyong banyak penghargaan perfilman internasional adalah film berjudul Argo. Argo merupakan film Amerika bergenre drama-thriller yang dirilis pada akhir tahun 2012. Film ini menggunakan latar belakang cerita intrik politik dalam drama pembebasan enam diplomat Amerika sejak terjadinya penyerbuan di Gedung Kedutaan Amerika Serikat untuk Iran, pada tahun 1979-1981. Film yang diproduseri oleh aktor kawakan sekelas Ben Affleck, George Clooney, and Grant Heslov ini kemudian meraup banyak keuntungan sebagai film box-office dan banyak dinominasikan dalam beberapa ajang penghargaan film dunia, bahkan menelurkan puluhan penghargaan bergengsi pasca dirilis. Dalam laman resmi IMDb, sebuah situs kritik film yang populer dan memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan, setidaknya film ini telah mengantongi 95 piala dan masuk dalam 118 nominasi penghargaan perfilman dunia. Beberapa
penghargaan yang telah diraih film Argo antara lain didapatkan dari ajang penghargaan
85thAcademy Awards, AFI Awards, British Academy Film Awards, Critics Choice
Awards, dan 70th Golden Globe Awards. Kemasyhuran film ini diperkuat dengan capaian
peringkat tinggi dari berbagai review film, salah satunya dari laman Rotten Tomatoes,
sebuah laman populer di dunia maya yang membahas tentang perkembangan terkini
seputar kabar pertelevisian dan perfilman. Tak tanggung-tanggung peringkatnya mampu
menembus angka 8,4 dari skala 10. Fakta ini menunjukkan bahwa eksistensi film Argo
cukup populer dan banyak diapresiasi oleh para pecinta film, sekaligus membuktikan
bahwa film garapan sineas Hollywood masih menjadi primadona yang senantiasa
ditunggu kehadirannya oleh para pecinta film di seluruh dunia.
Sumber data dalam penelitian ini merupakan dokumen film Hollywood berjudul
Argo (2012) dan terjemahannya (subtitle VCD). Penulis memutuskan untuk menganalisis commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3
terjemahan subtitle dalam film Argo ini karena mengandung banyak data mengenai
tuturan menyarankan yang menarik untuk dikaji berdasarkan tingkat keakuratan,
keberterimaan, dan keterbacaannya. Tindak tutur menyarankan ini banyak disampaikan
oleh para pemerannya mengingat Argo merupakan film dengan latar belakang misi
pembebasan dari CIA, sehingga sangat mustahil dalam pelaksanaan misi tersebut apabila
tidak terdapat tuturan menyarankan dalam adegan rapat/diskusi pemilihan misi maupun
kesepakatan dalam eksekusi misi. Berangkat dari alasan itulah, penulis berupaya untuk melakukan penelitian analisis terjemahan tindak tutur menyarankan dalam subtitle film Argo. Penulis tertarik untuk mengambil pendekatan pragmatik, dengan mengkaji strategi kesantunan pada tindak tutur menyarankan (suggesting) dalam film tersebut sebagai data penelitian. Penulis memilih untuk mengkaji jenis strategi kesantunan tindak tutur menyarankan mengingat tindak tutur menyarankan merupakan salah satu jenis tindak tutur direktif yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan suatu tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut (Searle 1976 dalam Levinson, 1983:240). Penyampaian tindak tutur menyarankan ini tergolong sebagai tuturan yang memberikan pembebanan terhadap mitra tutur, dan klasifikasi tindak tutur direktif: menyarankan ini belum banyak dilakukan penelitian, sehingga peneliti merasa tertantang untuk menemukan formula skala penentuan kesantunan tindak tutur
menyarankan. Penyampaian tindak tutur menyarankan ini akan menghasilkan respon
beragam tergantung konteks situasi; kapan, di mana, dan siapa saja penutur dan mitra
tutur yang terlibat ketika tuturan tersebut disampaikan. Konteks situasi dan cara
penyampaian tindak tutur menyarankan memegang peranan penting akan hasil
interpretasi dan tingkat pembebanan yang diterima oleh mitra tutur. Abdurrahman
(2006:2) menambahkan bahwa tujuan digunakannya konteks dalam suatu kajian tindak
tutur adalah untuk mempermudah peneliti dalam memahami dari ujaran yang dihasilkan
oleh penutur sehingga prinsip-prinsip kerjasama dan sopan santun dalam proses
komunikasi dapat tercapai secara efektif.
Mengingat Argo merupakan film hasil adaptasi peristiwa nyata dengan tema
politik dalam dunia kerja, khususnya di Kementerian Luar Negeri Amerika dan Instansi
CIA; penulis berupaya mengkorelasikan latar belakang tersebut untuk mengamati serta
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4
membandingkan bagaimana penerapan jenis strategi kesantunan tindak tutur
menyarankan ketika disampaikan dalam adegan oleh para pemainnya. Penulis kemudian
akan mengidentifikasi serta menjelaskan penanda kesantunan tindak tutur menyarankan
yang terdapat dalam film tersebut serta mengkaji teknik penerjemahan yang dilakukan
oleh kedua penerjemah, serta kualitas hasil terjemahan subtitle jika ditinjau dari segi
keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan.
Alasan dipilihnya film Argo ini sebagai sumber data karena film garapan sutradara Ben Affleck ini merupakan salah satu film yang memiliki konten edutainment: education and entertainment (pendidikan dan hiburan). Sisi edukasi dalam film ini terlihat dari pemilihan tema yang sangat sensitif terkait kejadian nyata politik luar negeri antara Amerika dan Iran, yakni misi pembebasan enam diplomat Amerika dari kejaran Pasukan Revolusioner Iran di tahun 1979-1981. Sampai saat ini, belum banyak film yang berhasil mengangkat tema politik, terutama peristiwa riil politik luar negeri yang menyuguhkan konten edukasi berkualitas, dan meledak di pasar perfilman internasional. Meskipun secara substansi, film ini tidak dapat dijadikan acuan referensi mutlak tentang peristiwa politik tersebut, karena di akhir penayangan film, telah diinformasikan bahwa tidak sepenuhnya tuturan dan alur cerita dalam film Argo disampaikan persis seperti kejadian aslinya. Dalam beberapa adegan disebutkan bahwa tuturan pemain dianggap terlalu mendramatisasi keadaan dibandingkan kondisi riil kala itu. Setiansah (2005:175)
menjelaskan bahwa dramatisasi merupakan penonjolan unsur drama dibandingkan
laporan mendalam yang mempunyai makna sosial. Hal ini disebabkan oleh asumsi bahwa
penyajian secara dramatik lebih menarik dibandingkan yang kurang dramatik, media
lebih suka menampilkan peristiwa yang dianggap “berdarah-darah”, penuh konflik, dan
pertentangan dibanding yang biasa-biasa saja. Penulis berasumsi bahwa dramatisasi
dialog antar pemain maupun dramarisasi alur cerita dilakukan oleh sutradara, semata-
mata untuk memainkan emosi pemirsanya, dan juga untuk keperluan komersialisasi film.
Namun, setidaknya penulis mengapresiasi karya sutradara film Argo yang telah berupaya
keras untuk menghadirkan karya dengan atmosfer baru bertema “serius” mengenai fakta
politik ditengah menjamurnya dominasi film bertema imajinasi yang dikemas dalam
genre science-fiction, thiller-action, maupun drama-comedy. Dengan demikian melalui
hadirnya film ini, penonton film akan mendapatkan dua manfaat sekaligus, mendapatkan
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5
asupan pengetahuan tambahan mengenai peristiwa politik luar negeri yang benar-benar
terjadi serta mendapatkan hiburan dari dramatisasi hasil peran para pemain film kawakan
yang memukau. Dua alasan utama itulah yang menjadikan penulis merasa tertarik untuk
meneliti film ini.
Film yang mengambil setting kejadian politik luar negeri Amerika dan Iran ini
bercerita tentang drama misi pembebasan enam diplomat Amerika yang bersembunyi dan
mencari perlindungan di kediaman Duta Besar Kanada di Teheran, Iran dikutip melalui laman IMDb. Enam diplomat Amerika yang berhasil melarikan diri dari aksi penyerangan di kedutaan tersebut bernama Bob Anders, Mark Lijek, Cora Lijek, Henry Lee Schatz, Joe Stafford, serta Kathy Stafford. CIA kemudian mengutus seorang agen yang bernama Tony Mendez untuk membantu pembebasan mereka dengan strategi berpura-pura sebagai tim produksi film asal Kanada yang sedang melakukan survei lokasi pembuatan film di Iran. Nyawa keenam diplomat tersebut sedang berada di ujung tanduk karena menjadi intaian Pasukan Revolusioner Iran yang sebelumnya telah menyandera 60 diplomat Amerika dari Kedutaan. Tindakan ini dilakukan Pasukan Revolusioner Iran sebagai bentuk ancaman terhadap Pemerintah Amerika yang dianggap campur tangan dengan memberikan suaka pada Shah, mantan pemimpin Iran yang dianggap menghambur-hamburkan kekayaan, yang sedang berobat ke Amerika karena penyakit kanker yang dideritanya. Para diplomat Amerika tersebut tidak akan dibebaskan dari
penyekapan sebelum terjadinya kesepakatan untuk mengadakan ekstradisi dengan
Pemerintah Iran. Sejak pemerintahan Iran dipimpin oleh Ayatollah Khomaeni, seluruh
sendi pemerintahan didominasi oleh penjagaan pasukan militer yang super ketat. Dalam
film Argo ditampilkan adegan demonstran yang memanjat gedung Kedutaan Amerika di
Teheran, seorang warga Amerika yang digantung di jalan, pembakaran bendera Amerika
di gedung Kedutaan, serta demonstrasi besar-besaran di jalan yang menuntut pemulangan
Shah ke Iran. Kejadian tersebut merupakan adaptasi kejadian yang benar-benar terjadi di
Iran pada tahun 1979-1981. Misi pembebasan enam diplomat tersebut diprakarsai oleh
agen CIA bernama Tony Mendez yang didukung penuh oleh Pemerintah Kanada
khususnya Duta Besar Kanada untuk Iran, yang telah mengambil resiko dengan
menampung dan melindungi keenam diplomat Amerika tersebut sebelum akhirnya
mereka berhasil diselamatkan.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
Alur cerita film ini sangat menarik sejak awal hingga akhir pemutaran, penonton
seolah-olah tidak diperkenankan meninggalkan satu adeganpun karena cerita terus
berkembang dan penuh dengan dinamika. Sang sutradara nampaknya paham betul
bagaimana cara memainkan emosi pemirsanya, karena para pemain diarahkan untuk
benar-benar mampu menjiwai karakter yang dimainkan dengan mengeluarkan ekspresi
terbaiknya di setiap adegan. Suguhan dialog antar pemainpun sangat menawan, kata-kata
yang dituturkan antar pemain dinilai sangat pas menggambarkan kecemasan sesuai dengan kondisi politik yang mencekam kala itu. Selain itu, dalam film ini sang sutradara, Ben Affleck, yang sekaligus merangkap sebagai salah satu produser dan juga aktor utama, turut menggandeng pemain-pemain nomor satu di Hollywood yang memiliki kualitas acting yang tak perlu diragukan serta fisik mereka yang rupawan, antara lain: Victor Garber, Bryan Cranston, Alan Arkin, Clea DuVall, Christopher Denham, Scoot McNairy, Chris Messina, Sheila Vand, serta Kyle Chandler. Tidak heran jika film Argo ini akhirnya laris manis secara finansial setelah dirilis dan diputar di banyak bioskop luar negeri.Argo sukses meraup keuntungan $136,019,448 melebihi biaya produksinya yang hanya menghabiskan dana $44,500,000.
Peran penting bukan hanya dimiliki oleh sang sutradara saja, penulis naskah dan penerjemah juga berperan penting dalam proses produksi film. Dalam film Argo tersebut, banyak sekali ditemukan tuturan menyarankan yang disampaikan oleh para pemainnya.
Tindak tutur menyarankan ini akan memiliki penerimaan makna yang sama antara bahasa
sumber dengan bahasa sasaran jika terdapat kesesuaian antara konteks situasi penutur
(aktor/aktris) yang dielaborasikan melalui ekspresi wajah, gerak tubuh serta kesesuaian
terjemahan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Mengingat Argomerupakan film
produksi Hollywood yang menggunakan dua lokasi peliputan yakni di negara Amerika
Serikat dan di Iran; sehingga tidak semua dialog para pemainnya dituturkan dengan
menggunakan Bahasa Inggris (karena melibatkan pula penggunaan Bahasa Persia dalam
adegan tertentu), peran penerjemah dipandang penting untuk menjembatani masalah
bahasa dalam proses produksi serta promosi film ke level internasional. Oleh karena itu,
penerjemah dituntut untuk mampu menyelaraskan pesan dan mentransfernya dari bahasa
sumber ke bahasa sasaran dengan sebaik mungkin. Dengan kata lain, sukses tidaknya
produksi dan promosi film Argo salah satunya ditentukan oleh penerjemah film tersebut. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
Penerjemah diharuskan mampu menghasilkan terjemahan berupa subtitle yang
berkualitas sehingga pesan percakapan dalam film dapat dipahami oleh penonton dengan
mudah.
Kridalaksana (1985) dalam Nababan (2008:19) menjelaskan bahwa hakikat
penerjemahan merupakan pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran dengan mengungkapkan maknanya serta mempertimbangkan gaya bahasanya.
Pesan yang ditransfer bukan hanya diterjemahkan secara harfiah/literal dari bahasa sumber, melainkan harus didapatkan melalui analisis yang mendalam dan berdasarkan konteks, dan disesuikan dengan budaya bahasa sasaran. Lebih lanjut penerjemah dituntut untuk sanggup menentukan gaya bahasa sebagai salah satu aspek penting sehingga sesuai dengan teks yang sedang diterjemahkan. Terjemahan film yang berkualitas bisa ditelusuri jika penerjemah mampu menyampaikan pesan mengenai tuturandari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan tepat melalui penerapan teknik penerjemahan yang diajukan oleh beberapa ahli penerjemahan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan oleh penerjemah adalah konteks. Menurut Dell Hymes dalam Abdurrahman (2006:2), ada enam dimensi yang tidak bisa dilepaskan ketika menganalisis konteks, seperti: waktu dan tempat (setting), pengguna bahasa (participants), topik pembicaraan (content), tujuan (purpose), nada (key), serta media/saluran (channel) yang terlibat di dalam tuturan tersebut. Oleh karena itu, pesan
yang disampaikan tidak bisa langsung begitu saja diterjemahkan secara harfiah tanpa
memandang konteks. Apalagi dalam konteks ini penerjemah harus menerjemahkan tindak
tutur menyarankan dari film dengan genre drama-triller yang cukup beresiko. Film Argo
ini sangat terkait dengan konten budaya dan politik, sehingga penerjemah perlu berhati-
hati dalam menerjemahkan tuturan yang melibatkan unsur politik dan budaya dalam
dialognya. Mengingat istilah politik merupakan sesuatu isu yang sensitif dan tuturan
menyarankan harus benar-benar disesuaikan karena keduanya sangat dipengaruhi oleh
konteks dan budaya yang ada dalam tiap negara.
Analisis awal menunjukkan terdapat pesan hasil terjemahan yang dihasilkan oleh
penerjemah memiliki perbedaan dengan pesan dalam teks bahasa sumber. Berikut ini
merupakan contoh problematika kesantunan tindak tutur menyarankan yang ditemukan
pada film Argo dan terjemahannya pada subtitle VCD:
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8
Tabel 1.1 Contoh Terjemahan Kalimat yang Mengakomodasi Kesantunan Tindak
Tutur Menyarankan pada film Argo
Nomor Data:59/ARGO
01:18:57
Malam hari, di kediaman Duta Besar Kanada untuk Iran. Terjadi percakapan antara Ken Taylor dengan Tony. Setelah menerima telepon dari Jack yang menyuruhnya untuk membatalkan misi, Tony terlihat sangat kecewa. Ken Taylor yang sebelumnya
sudah mengetahui kabar tersebut lalu menyuruh Tony untuk tidak menyampaikannya pada keenam diplomat agar mereka tidak panik. Saat itu, keenam diplomat sedang tampak bahagia merayakan malam terakhir di kediaman Duta Besar Kanada dengan minum anggur dan memutar piringan hitam musik Led Zeppelin.Ken menyarankan Tony agar lebih baik dia tidak datang saja besok. Tuturan menyarankan disampaikan oleh Ken Taylor pada Tony. Bahasa Sumber Bahasa Sasaran (Subtitle VCD) Tony : So you know. Tony : Jadi, kau sudah tahu.
Ken Taylor: ExtAff wants you to burn Ken Taylor: Deplu ingin kau membakar the passports before you paspor-paspor itu sebelum leave. If we tell them now, pergi. Jika diberi tahu they'll panic. sekarang, mereka panik. I think it's best if you just Kau jangan datang saja. don't show. It was always Ini memang selalu menjadi a fucked mission. misi yang kacau. Kesantunan Negatif Bald on record
Tindak tutur menyarankan di atas dicupik dari dialog dalam film Argo dan terjemahannya. Berdasarkan konteks situasi, penutur (Ken Taylor) menyarankan Tony
Mendez untuk tidak perlu menampakkan muka kepada enam diplomat Amerika yang
akan diselamatkannya. Tindak tutur dalam bahasa sumber menggunakan strategi
kesantunan negatif, yang melibatkan penggunaan penanda kesantunan (politeness
marker) I think its ithe best if..yang merupakan bentuk sub strategi menggunakan kalimat
berpagar dengan tujuan agar tuturan menyarankan yang disampaikan tidak mengganggu
wajah negatif mitra tutur. Sedangkan, tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan strategi kesantunan tindak tutur kesantunan dalam versi terjemahan film Argo.
Penerjemah menghilangkan penanda kesantunan negatif dalam BSu ke BSa dan
melakukan penggunaan strategi kesantunan bald on record ketika menerjemahkan
tuturan menyarankan pada subtitle VCD. Hal ini dibuktikan dengan adanya penggunaan
penanda kesantunan bald on record melalui kata jangan. Pemilihan kata dalam BSu I
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9
think its ithe best if. (Menurutku………..adalah yang terbaik atau Menurutku, lebih baik
jika….) telah diterjemahkan berbeda menjadi jangan dalam BSa, hal ini menandakan
telah terjadi pergeseran strategi kesantunan. Kata jangan berkonotasi memberikan
pembebanan pada mitra tutur dan telah berubah menjadi tindak tutur melarang. Teknik
penerjemahan yang digunakan dalam tuturan tersebut adalah teknik kesepadanan lazim,
reduksi, dan variasi. Salah satu dari ketiga teknik tersebut, ternyata menyebabkan
terjadinya penghilangan beberapa frasa dalam BSu. Keputusan penerjemah untuk mengganti strategi kesantunan dan menerapkan teknik penerjemahan reduksi dapat dikatakan kurang tepat karena berdampak pada terjemahan yang kurang akurat dan kurang berterima dalam BSa. Oleh karena itu, keputusan penerjemah dalam memilih teknik penerjemahan harus benar-benar dicermati karena akan menentukan kualitas hasil terjemahan yang berbeda pula antara BSu dan BSa seperti contoh tabel di atas. Terjemahan tindak tutur menyarankan dialog antar pemain film Argo dan terjemahan subtitle film tersebut memiliki beberapa perbedaan dari bahasa sumber. Hal ini memberikan pandangan baru bahwa “gelar” penerjemah profesionalbelum tentuselalu menjamin tingginya mutu hasil kualitas terjemahan. Pengkajian kualitas terjemahan dari sisi keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan dianggap masih perlu dilakukan untuk mengevaluasi hasil terjemahan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengkaji
permasalahan dalam ilmu linguistik penerjemahan adalah dengan menggunakan
pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik secara spesifik dapat diimplementasikan
untuk mengkaji suatu tindak tutur dalam subtitle film. Tuturan yang diungkapkan
masing-masing tokoh akan menunjukkan karakter, sikap, dan makna tuturan tokoh dalam
suatu konteks situasi tertentu. Aspek pragmatik yang bisa digunakan sebagai acuan
analisis dalam penerjemahan subtitle film adalah mengkorelasikan tuturan dengan
strategi kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh penuturnya.
Beberapa penelitian mengenai subtitling telah dilakukan oleh beberapa peneliti
seperti Ardianna Nuraeni (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Perbandingan
Terjemahan Tindak Tutur Mengeluh dalam Film Bad Boys II yang Ditayangkan di
Stasiun Televisi dan di VCD. Nuraeni membandingkan strategi penerjemahan tindak tutur
mengeluh pada subtitle film yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta di
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
Indonesia (Trans TV) dan juga subtitle VCD serta mengkaji kualitas terjemahan tindak
tutur mengeluh tersebut berdasarkan kesepadanan makna (keakuratan) dan
keberterimaannya. Ia menemukan bahwa hasil terjemahan tindak tutur mengeluh yang
dihasilkan penerjemah pihak televisi lebih akurat dan berterima dibandingkan hasil
terjemahan yang dihasilkan penerjemah pihak VCD. Hal tersebut dikarenakan
penerjemah pihak televisi dianggap lebih cermat dalam menentukan strategi
penerjemahan yang tepat, mempertimbangkan aspek visual, aural, konteks situasi serta pertimbangan target penonton, serta mampu menentukan penggunaan kata-kata yang lebih lazim dan lebih familiar bagi penonton dibandingkan penerjemah pihak VCD. Betaria N.A.E. Hastuti (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kualitas Terjemahan Ujaran dalam Film The Adventures of Batman and Robin: The Penguin “Birds of a Feather” dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Terjemahannya (Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan) juga melakukan penelitian tentang kualitas terjemahan seluruh ujaran yang ditemukan dalam film tersebut serta mengkaji teknik, metode, dan ideologi yang diterapkan oleh penerjemah. Ia menemukan bahwa kualitas terjemahan ujaran dalam film yang ditelitinya umumnya menghasilkan terjemahan yang akurat dan berterima. Hal ini dikarenakan penerjemah mampu memahami konteks situasi dan memperhatikan komponen pendukung dalam subtitling seperti: gambar, soundtrack, musik, efek suara, nada bicara tokoh, ekspresi wajah dan
bahasa tubuh.
Tak hanya itu, penelitian tentang subtitling juga telah dilakukan oleh Ikke Dewi
Pratama (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Perbandingan Strategi
Kesantunan Tuturan Memerintah dalam Film The Amazing Spiderman dan Dua Versi
Terjemahannya (Subtitle VCD serta Subtitle Amatir) serta Dampaknya pada Kualitas
Terjemahan. Pratama membandingkan strategi kesantunan seluruh tindak tutur direktif
yang ditemukan pada subtitle VCD dan subtitle amatir yang diunduhnya, kemudian
mengkajinya berdasarkan teknik penerjemahan dan mengamati dampaknya terhadap
kualitas terjemahan. Ia menemukan bahwa mayoritas teknik penerjemahan yang
digunakan dalam menerjemahkan tuturan memerintah, baik pada subtitle amatir maupun
subtitle VCD sama-sama mengunakan teknik literal yang keduanya memberi dampak
baik terhadap tingginya tingkat keakuratan dan keberterimaan terjemahan.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
Penelitian mengenai subtitle juga pernah dilakukan oleh Agustin Widiani (2012)
dalam penelitian yang berjudul Analisis Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan
Subtitle Film Leap Year Versi Non-komersial Dan Versi VCD Resmi dan Dampaknya
Pada Kualitas Terjemahan.Widyani membandingkan subtitle VCD resmi dan versi
amatir dengan menganalisis teknik, metode, dan ideologi terjemahan serta menganalisis
dampaknya terhadap kualitas terjemahan. Terjemahan versi VCD menggunakan teknik
yang berorientasi pada bahasa sasaran, serta metode penerjemahan yang digunakan adalah metode komunikatif dengan ideologi domestikasi. Akan tetapi, terjemahan versi blog menggunakan teknik yang berorientasi pada bahasa sumber, serta metode penerjemahan yang digunakan penerjemahan semantik dengan ideologi foreignisasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas terjemahan subtitle VCD dan blog hampir sama, dan keduanya menggunakan teknik yang mayoritas menyebabkan kualitas terjemahan dari sisi keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan baik. Alfian Yoga Prananta (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Perbandingan Terjemahan Ujaran yang Mengandung Implikatur Percakapan pada Subtitle Film Kategori Remaja The Avengers dan Film Kategori Dewasa The Departed juga melakukan penelitian tentang hubungan teknik penerjemahan, perspektif penerjemahan, pergeseran daya pragmatis serta kualitas terjemahan ujaran yang mengandung implikatur dalam dua subtitle film dengan genre yang berbeda. Ia menemukan bahwa teknik
penerjemahan tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola perspektif
penerjemahan implikatur menjadi eksplisit atau implisit, pergeseran daya pragmatis, serta
berdampak pada kualitas terjemahan yang dihasilkan. Dalam penelitiannya, ia juga
menggunakan teori multimodalitas pada aspek audio visual yang ditampilkan dalam film,
seperti: intonasi penutur, ekspresi muka penutur, gambar diam dan gambar bergerak
dalam layar untuk membantunya menganalisis pemaknaan tuturan yang mengandung
implikatur.
Fotios Karamitroglou (1998) juga melakukan penelitian tentang standardisasi
subtitling di benua Eropa. Ia menemukan bahwa setidaknya terdapat lima hal utama yang
harus diperhatikan untuk menghasilkan subtitling yang memenuhi standar di benua
Eropa, yakni: tujuan diproduksinya subtitle, lay out/tata letak subtitle, durasi/tata waktu
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
subtitle, pembubuhan tanda baca dan aturan penulisan huruf, serta penyuntingan bahasa
sasaran.
Penelitian mengenai terjemahan yang menggunakan pendekatan pragmatik terkait
topik strategi kesantunan pada terjemahan subtitle film juga telah dilakukan, salah
satunya oleh Ariana Valensia (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Strategi
Kesantunan Tindak Tutur Permintaan (Request) Dalam Novel Breaking Dawn dan
Terjemahannya Awal yang Baru. Penelitian Valensia ini membahas tentang jenis strategi kesantunan, penanda kesantunan, teknik penerjemahan, serta dampaknya terhadap keakuratan dan keberterimaan terjemahan. Ia menemukan bahwa terdapat empat jenis strategi kesantunan yang ditemukan dalam data yakni: bald on record, bald off record, kesantunan positif, dan kesantunan negatif; terdapat pula 10 jenis penanda kesantunan yang ditemukan dalam BSu, dan 6 jenis penanda kesantunan dalam BSa. Teknik penerjemahan yang mendominasi untuk menerjemahkan tindak tutur permintaan adalah teknik harfiah dan teknik peminjaman, sehingga terjemahan yang dihasilkan cenderung tergolong akurat dan berterima. Penelitian kesantunan berbahasa juga dilakukan oleh Ikke Dewi Pratama (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Perbandingan Strategi Kesantunan Tuturan Memerintah dalam Film The Amazing Spiderman dan Dua Versi Terjemahannya (Subtitle VCD serta Subtitle Amatir) serta Dampaknya pada Kualitas Terjemahan. Pada
penelitiannya, Pratama menemukan bahwa strategi kesantunan tuturan memerintah yang
ditemukan pada subtitle VCD maupun amatir sama-sama menggunakan tiga jenis yang
sama: bald on record, kesantunan positif, dan kesantunan negatif. Mayoritas teknik
penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan tuturan memerintah, baik pada
subtitle amatir maupun subtitle VCD adalah teknik literal yang keduanya memberi
dampak baik terhadap tingginya tingkat keakuratan dan keberterimaan terjemahan.
Beberapa penelitian tindak tutur yang relevan dengan penelitan ini adalah
penelitian yang telah dilakukan oleh Singgih Daru Kuncara (2012) dalam penelitiannya
yang berjudul Analisis Terjemahan Tindak Tutur Direktif pada Novel Sang Godfather
karya Mario Puzo. Kuncara mengkaji fungsi tindak tutur ilokusi direktif dalam novel The
Godfather dan terjemahannya, teknik penerjemahan, serta kualitas terjemahan tindak
tutur ilokusi direktif yang ada dalam novel tersebut. Ia menemukan bahwa terdapat
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
delapan fungsi tindak tutur direktif yang ditemukan dalam penelitiannya: memerintah,
menyarankan, meminta, memohon, melarang, menasehati, membujuk, dan
mempersilakan. Teknik penerjemahan yang dominan digunakan adalah teknik harfiah
dan peminjaman murni, dan mayoritas terjemahan tergolong akurat, berterima dan
memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi.
Penelitian mengenai kajian tindak tutur juga pernah dilakukan Husnol Wafa
(2013) dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Terjemahan Tindak Tutur Ilokusi Direktif dalam Komik Baby Blues Siaga Satu Anak Pertama Karya Rick Kirkman dan Jerry Scott dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Terjemahan. Husnol mengkaji bentuk dan fungsi tindak tutur ilokusi direktif dalam komik bilingual tersebut, pergeseran jenis dan fungsi tindak tutur ilokusi direktif, teknik penerjemahan serta kualitas terjemahan ilokusi direktif yang ditinjau dari segi keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Ia menemukan bahwa terdapat 14 fungsi ilokusi direktif dalam penelitiannya: memerintah, bertanya, menegaskan, mengajak, meminta, menyuruh, menasehati, menyarankan, mendesak, menolak, melarang, menganjurkan, mengingatkan, dan meyakinkan. Selain itu, ia menjelaskan terdapat empat macam varian teknik penerjemahan yang diimplementasikan oleh penerjemah: tunggal, kuplet, triplet, dan kuartet; serta hasil terjemahan mayoritas mengacu akurat, berterima, dan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi.
Mengingat tiga penelitian di atas masih dianggap terlalu umum dalam membahas
tindak tutur direktif, penulis lantas berupaya memfokuskan kajian penelitian dengan
melakukan spesifikasi tindak tutur direktif-menyarankan. Alicia Martinez Flor (2005)
telah melakukan penelitian tentang taksonomi implementasi strategi kesantunan tindak
tutur menyarankan. Dalam jurnal penelitiannya, ia menjelaskan definisi tindak tutur
menyarankan, memberikan penjelasan terkait apa saja jenis strategi menyarankan yang
bisa digunakan dan melengkapinya dengan tabel mengenai ciri/penanda tindak tutur
menyarankan yang bisa diimplementasikan ketika melakukan sebuah percakapan. Flor
menemukan bahwa meskipun tindak tutur menyarankan ini termasuk dalam payung
tindak tutur direktif, setidaknya ada tiga ciri/penanda yang menyebabkan suatu tuturan
disebut sebagai tindak tutur menyarankan, antara lain melalui penggunaan kesantunan
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
menyarankan dengan bentuk langsung, dengan penggunaan bentuk lazim menyarankan,
dan dengan menggunakan bentuk tidak langsung.
Senada dengan hal tersebut, Jiemin BU (2011) telah melakukan penelitian pula
terkait strategi kesantunan tindak tutur direktif menyarankan. Dalam jurnal penelitiannya,
BU mengkaji bagaimana strategi kesantunan tindak tutur menyarankan
diimplementasikan oleh tiga kelompok penutur; 10 penutur asli Bahasa Inggris, 10
mahasiswa Tiongkok yang sedang belajar Bahasa Inggris, dan 10 mahasiswa penutur asli Bahasa Tiongkok. Ia menggunakan empat klasifikasi teori strategi menyarankan yakni menyarankan secara langsung, tidak langsung, dengn menggunakan pagar (hedge), dan diam. Hasil yang diperoleh dari penelitian terhadap ketiga kelompok tersebut ternyata bervariasi, mahasiswa Tingkok yang sedang belajar Bahasa Inggris dan mahasiswa penutur asli Bahasa Tiongkok memiliki kecenderungan yang sama untuk menyampaikan tindak tutur menyarankan secara langsung. Hal ini berbanding terbalik dengan penutur asli Bahasa Inggris yang justru menggunakan strategi kesantunan menyarankan secara tidak langsung. Dua perbedaan tersebut ternyata sangat dipengaruhi oleh budaya kedua penutur; dalam budaya Tiongkok, menyarankan secara langsung dianggap bermanfaat untuk mewujudkan keharmonisan hubungan sosial antar masyarakat, sedangkan dalam budaya asli penutur Bahasa Inggris, menyarankan secara tidak langsung dianggap lebih pantas untuk meminimalisasi pembebanan terhadap mitra tutur.
Setelah membahas beberapa penelitian di atas, terdapat beberapa aspek yang
belum diteliti dan hal ini penulis gunakan sebagai celah/kesenjangan penelitian, seperti:
1. Berdasarkan delapan penelitian di atas; Nuraeni, Hastuti, Pratama, Widyani,
Prananta, Valensia, Kuncara, dan Wafa masing-masing membahas mengenai
tindak tutur (direktif) secara umum, hanya Nuraeni dan Valensia, yang mengkaji
secara spesifik mengenai salah satu jenis tindak tutur. Nuraeni menganalisis salah
satu jenis tindak tutur ekspresif yakni tindak tutur mengeluh; sedangkan Valensia
menganalisis salah satu jenis tindak tutur direktif yakni tindak tutur menyarankan.
Selain itu, penulis juga belum banyak menemukan kajian penelitian dengan topik
tindak tutur menyarankan. Hal ini mengisyaratkan adanya peluang untuk
mengkaji tindak tutur menyarankan.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
2. Berdasarkan tujuh penelitian yang mengkaji tindak tutur yang telah dilakukan
oleh Nuraeni, Hastuti, Pratama, Widyani, Valensia, Kuncara dan Wafa, hanya
Valensia dan Ikke yang mengkaji secara spesifik tentang analisis strategi
kesantunan tuturan. Lebih lanjut, hanya Valensia saja yang kemudian
diidentifikasi menganalisis penanda kesantunan dalam tuturan. Oleh karena itu,
peneliti berupaya mengkaji penanda kesantunan yang akan dihubungkan dengan
strategi kesantunan, teknik, dan kualitas terjemahan. 3. Penelitian dengan menggunakan sumber data berupa film terutama genre drama- thriller yang diadaptasi dari peristiwa nyata, belum banyak mendapat perhatian untuk dikaji. Mengingat tidak banyak film dengan tema politik yang lolos dari lembaga sensor karena kesensitivitasan substansi dan kemasan tayangan. Berdasarkan ketujuh penelitian di atas hanya Nuraeni, Prananta, Pratama, Hastuti, Widyani saja yang melakukan penelitian degan sumber data berupa film, namun dengan genre film action-thiller, science-fiction, drama-comedy, animation- adventure yang belum banyak yang mengkaji film bergenre drama-thriller dengan tema utama politik. 4. Tidak banyak penelitian yang mengkaji kualitas terjemahan secara holistik berdasarkan faktor keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Dalam hal ini, Kuncara, Prananta dan Wafa merupakan peneliti yang melakukan penelitian
tentang ketiga aspek tersebut, sedangkan seluruh peneliti lainnya hanya mengkaji
terjemahan dari sisi keakuratan dan keberterimaan saja.
B. Batasan Masalah
Pembatasan masalah sangat penting untuk dilakukan alam suatu penelitian agar
penelitian dapat terarah dan teranalisis secara mendalam. Pembatasan masalah dalam
penelitian dapat dilakukan dengan cara seperti:
1. Membatasi Kajian Pada Metode Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada Analisis Strategi Kesantunan Tindak Tutur
Menyarankan (Suggesting) Dalam Film Argo (2012) Dan Terjemahannya. Peneliti
menggunakan pendekatan pragmatik dan teori kesantunan berbahasa dari Brown &
Levinson (1987), khususnya teori tindak mengancam muka (FTA) sebagai metode
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
penelitian. Selanjutnya penulis akan menggunakan pendekatan dan teori
penerjemahan untuk mengkaji teknik penerjemahan yang diimplementasikan oleh
penerjemah, serta mengkaji kualitas terjemahan tindak tutur menyarankan dalam
subtitle film Argo yang ditinjau dari sisi keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan.
Rater yang dilibatkan untuk menguji tingkat keakuratan dan keberterimaan
terjemahan subtitle film ini merupakan akademisi dan praktisi yang menggeluti
bidang pragmatik dan ilmu penerjemahan. Sedangkan, tingkat keterbacaan diukur melalui distribusi penilaian kuesioner serta wawancara dengan responden film ini. 2. Membatasi Data Yang Diteliti Penulis hanya membatasi data dalam penelitian ini pada jenis tindak tutur direktif menyarankan (suggesting) yang berbentuk kalimat yang terdapat dalam film Argo dan terjemahannya. Pembatasan data dalam film ini dilakukan mengingat keterbatasan waktu penelitian yang dimiliki peneliti. Sebuah film pasti mengandung berbagai macam jenis tindak tutur yang disampaikan oleh para tokohnya, sehingga peneliti hanya membatasi jenis data strategi kesantunan pada salah satu jenis tindak tutur direktif, yakni tindak tutur menyarankan.
C. Rumusan Masalah Berbekal latar belakang dan kesenjangan penelitan, maka dalam penelitian ini
peneliti mengkaji beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah jenis-jenis strategi kesantunan tindak tutur menyarankan (suggesting) yang
terdapat dalam film Argo dan terjemahannya?
2. Apa sajakah penanda kesantunan tindak tutur menyarankan (suggesting) yang
terdapat dalam film Argo dan terjemahannya?
3. Apa saja teknik penerjemahan yang diimplementasikan oleh penerjemah dalam
menerjemahkan tindak tutur menyarankan (suggesting) yang terdapat dalam film
Argo dan terjemahannya?
4. Bagaimanakah kualitas terjemahan tindak tutur menyarankan dalam film Argo jika
ditinjau berdasarkan tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaannya?
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan jenis-jenis strategi kesantunan tindak
tutur menyarankan (suggesting) yang terdapat dalam film Argo dan terjemahannya.
2. Untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan jenis-jenis penanda kesantunan tindak
tutur menyarankan (suggesting) yang terdapat dalam film Argo dan terjemahannya.
3. Untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik penerjemahan tindak tutur menyarankan (suggesting) yang diimplementasikan oleh penerjemah dalam film Argo dan terjemahannya. 4. Untuk mendeskripsikan kualitas terjemahan tindak tutur menyarankan dalam film Argo jika ditinjau berdasarkan tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaannya.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa manfaat antara lain:
1. Memberikan gambaran mengenai klasifikasi serta diferensiasi tuturan direktif: menyarankan melalui penerapan penanda kesantunan tuturan menyarankan yang muncul dalam subtitle film Argo (2012),
2. Memberikan gambaran pergeseran jumlah, jenis, dan bentuk strategi tuturan
menyarankan yang muncul dalam subtitle film Argo (2012),
3. Memberikan gambaran terkait dampak digunakannya teknik penerjemahan tertentu
pada pergeseran pragmatik tuturan menyarankan serta hubungannya terhadap kualitas
terjemahan tuturan menyarankan yang muncul dalam subtitle film Argo (2012),
4. Memberikan celah penelitian bagi peneliti lain yang akan mengkaji terjemahan
tuturan menyarankan secara lebih mendalam dan belum dilakukan dalam penelitian
ini,
5. Menjadi bahan referensi bagi praktisi penerjemahan dalam menerjemahkan kalimat
yang mengakomodasi kesantunan tuturan menyarankan, agar mendapatkan hasil
terjemahan yang lebih baik.
commit to user