Konflik Kepentingan Daerah: Studi Kasus Sengketa Perebutan Gunung antara Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kabupaten

Nida Zidny Paradhisa*

ABSTRAK Sengketa perebutan Gunung Kelud antara Kabupaten Kediri dengan Kabupaten Blitar merupakan konsekuensi dari desentralisasi, sebagai produk otonomi daerah. Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar sebagai wilayah perbatasan dengan Gunung Kelud memanfaatkan Kelud sebagai obyek politik sesuai dengan kepentingan daerah masing-masing. Persepsi mengenai UU No. 32 tahun 2004 kewenangan sepenuhnya dialihkan kepada daerah otonom, sangat beragam. Benturan antar elit politik sebagai pelaku pemerintah daerah acapkali terjadi. Dalam desentralisasi, permasalahan batas daerah berpengaruh terhadap implementasi kebijaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan wawancara elite secara snowball yang mendalam, guna memperoleh pemahaman akan mengapa Gunung Kelud diperebutkan serta apa saja yang menjadi kepentingannya. Perbedaan dalam memaknai Gunung Kelud dari Kabupaten Kediri dengan Kabupaten Blitar, menjadi latar belakang kontestasi politik antar kedua Kabupaten tersebut. Masing-masing daerah memiliki perspektif dan keyakinan yang berbeda mengenai Gunung Kelud. Seperti kesalahpahaman dalam memaknai statemen antar Bupati Kediri dan Bupati Blitar, pada tahun 2001- 2002 yang di duga sebagai pemicu awal konflik. Keluarnya Permendagri Nomor 1 Tahun 2006 tentang penegasan batas wilayah serta eksistensi antar Bupati. Konflik antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar sampai sekarang belum mencapai kesepakatan. Pada akhirnya peran Pemerintah Provinsi Jawa Timur ikut dilibatkan. Namun, implikasi dari peran pemprov sebagai fasilitator justru tidak menyelesaikan masalah. Turun nya SK Gubernur No. 188/113/KPTS/013/2012 Tentang Penegasan Batas Wilayah yang menyebutkan Gunung Kelud masuk wilayah Kabupaten Kediri, mendapat reaksi keras dari Blitar. Posisi Pemerintah Kabupaten Blitar sebagai daerah yang kurang di untungkan menuntut untuk mencabut SK tersebut. Gubernur di anggap melampaui batas wewenangnya. Kini, kasus Sengketa Perebutan Gunung Kelud masih menunggu putusan PTUN yang berisi SK Gubernur Jawa Timur masih terus berlaku atau di gugurkan. Setelah itu, berlangsungnya sengketa kembali dari awal sampai ditemukan kesepakatan. Keyword: desentralisasi, otonomi daerah, penegasan batas wilayah, kesepakatan

ABSTRAK Dispute Kelud struggle between Kediri Blitar a consequence of decentralization, as a product of local autonomy. Kediri and Blitar as the border with Kelud utilizing Kelud as political objects according to their respective areas of interest. Perceptions of Law. 32 of 2004 is fully transferred to the authority of the autono- mous region, is very diverse. Conflicts between political elites as government actors often occur. In decentrali- zation, border issues affect the implementation of the policy balance between central and local finances. Researchers using descriptive qualitative method snowball interview in deep elite, in order to gain an under- standing of why Kelud contested and what are its interests. The difference in meaning Kelud Kediri regency of Blitar, a background of political contestation between the two District. Each area has a different perspective and beliefs about Kelud. Such statements misunderstandings in meaning between the Regent and Regent Kediri Blitar, in 2001-2002 were in a suspected trigger of the conflict. The exit Permendagri No. 1 of 2006 on the assertion and the existence of boundaries between the Regent. Conflicts between Kediri and Blitar until now have not reached an agreement. In the end the role of the East Provincial Government be involved. However, the implications of the provincial government’s role as a facilitator of it does not solve the problem. Her down Governor Decree No.. 188/113/KPTS/013/2012 About Emphasis Areas that mention Kelud entered the district of Kediri, got a strong reaction from Blitar. The position of the Government of Blitar as an area lacking in profitable demand to revoke the decree. Governors considered beyond its authority. Now, the case of dispute Scramble Kelud still awaiting administrative court decision that contains the Governor Decree still valid or aborted. After that, the ongoing dispute over from scratch to find a deal. Keyword: decentralization, local autonomy, affirmation boundary agreement

* Mahasiswa S1 Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga, email: [email protected]

136 Nida Zidny Paradhisa: Konflik Kepentingan Daerah 137

PENDAHULUAN mendeskripsikan faktor-faktor yang melatar Isi Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 belakangi konflik. Lalu, sejauh mana peran Tahun 2006 tentang penegasan batas daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam merupakan produk dari desentralisasi. Kegiatan menangani konflik dan bagaimana implikasi penentuan batas secara pasti di lapangan nya. Secara obyektif peneliti seringkali menjadi pemicu konflik antar daerah mengkualifikasikan argumen sesuai dengan yang saling berbatasan. Sesuai UU No. 32 tahun perspektif Kabupaten Kediri dan Kabupaten 2004 kewenangan sepenuhnya dialihkan Blitar. Dengan demikian penelitian ini kepada daerah otonom. Daerah yang dimaksud bermanfaat untuk menjadi referensi bagi pihak ialah, Provinsi, Kabupaten atau Kota. Implikasi yang mengakomodasi penyelesaian konflik agar dari UU No.32 tahun 2004 memandang sangat ditemui kesepakatan antara Kabupaten Kediri pentingnya penegasan batas daerah karena dan Kabupaten Blitar. berkaitan dengan kewenangan dalam mengelola Berangkat dari latar belakang di atas, maka sumber daya yang ada di daerahnya. Sehingga, penulis membentuk tiga rumusan masalah daerah yang memiliki potensi Sumber Daya penelitian. 1) Apa saja yang menjadi latar Alam terdorong secara pasti untuk mengetahui belakang kontestasi politik antara Pemerintah sejauh mana kewenangannya demi mendukung Kabupaten Kediri dan Pemerintah Kabupaten Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Kristiyono, Blitar dalam sengketa perebutan Gunung Kelud? 2008) 2) Bagaimana implikasi dari peran Pemerintah Otonomi daerah memiliki peluang yang Provinsi Jawa Timur dalam sengketa perebutan besar untuk mengembangkan potensi daerah Gunung Kelud yang terjadi antara Pemerintah masing-masing, namun bukan berarti otoritas Kabupaten Kediri dan Pemerintah Kabupaten pemerintah pusat menjadi hilang sama sekali. Blitar? Pemerintah Pusat akan selalu menjadi bahan KAJIAN TEORITIK pertimbangan dalam merumuskan kebijakan di Penelitian ini menggunakan perspektif tingkat daerah, seperti pentingnya batas teori konflik dalam frame otonomi daerah wilayah karena berpengaruh terhadap Dana sebagai produk dari desentralisasi. Sengketa Alokasi Umum (DAU) dan bagi hasil sumber perebutan Gunung Kelud antara Kabupaten daya alam (SDA). Fenomena demikian banyak Kediri dan Kabupaten Blitar berkaitan dengan melahirkan masalah baru di daerah. batas wilayah. Dalam desentralisasi, Permasalahan yang ditimbulkan akibat permasalahan batas daerah berpengaruh desentralisasi seperti konflik kepentingan yang terhadap implementasi kebijaksanaan berkaitan dengan kontrol politik, konflik perimbangan keuangan pusat dan daerah. perbatasan antar pemerintah daerah, masalah Menurut penjelasan secara umum UU No. 32 pengelolaan sumber daya alam, masalah tahun 2004, sumber-sumber penerimaan akuntabilitas antar pemerintah daerah ataupun keuangan yang cukup kepada daerah pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. merupakan faktor penunjang terlaksananya Sengketa perebutan kawasan Gunung penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah Kelud antara Pemerintah Kabupaten Blitar dan secara optimal. Dengan demikian pada era Pemerintah Kabupaten Kediri, sampai sekarang otonomi, daerah memiliki kewenangan yang merupakan salah satu dari sekian banyak lebih besar. Implikasi nyata di era otonomi, konflik yang terkait dengan batas wilayah antar bahwa daerah akan merasa terancam Pemerintah Daerah. Tema ini menjadi menarik kepentingan politik dan ekonominya bila gagal karena konflik yang terjadi sebagian besar mempertahankan sumber sumber yang bisa dipicu oleh perebutan wilayah yang terdapat meningkatkan pendapatan daerah. Perasaan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang memiliki tersebut mampu menjadi latar belakang pemicu nilai ekonomi, sehingga berpengaruh terhadap konflik dan kesalahpahaman antar daerah yang PAD. Bukan hanya itu, selain berpotensi wisata, bertetangga. Pada dasarnya konflik tercipta dari Gunung Kelud berstatus sebagai Gunung berapi kompetisi memperebutkan akses terhadap aktif sehingga anggaran dari pusat untuk daerah otoritas (kekuasaan) dan sumber ekonomi/ yang memiliki Gunung berapi aktif jelas lebih kemakmuran dari aktor-aktor yang tinggi (Aulia, 2012) . berkepentingan (Hadi, 2007). Melalui jurnal ini peneliti mencoba Kabupaten/Kota sering menerjemahkan 138 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 136-146

otonomi sebagai ajang memanfaatkan pihak Blitar mempersepsikan kalimat kewenangan seluas-luasnya, untuk terus “silahkan” bukan hanya percakapan antara memperkaya daerahnya. Otonomi daerah bapak dan anak melainkan ada prosedur resmi bukan sekedar dipersepsikan sebagai urusan yang harus dilalui terlebih dahulu. Informan rumah tangga, namun juga ketidakmauan berikutnya dari Kabupaten Blitar, beliau apabila ada pihak lain yang ikut campur. termasuk pejabat struktural di Kabupaten Blitar Demikian terlihat melalui peningkatan daya menyatakan bahwa pada tahun 2002-2003 saing antar daerah yang merupakan implikasi dalam satu forum Pak Sutrisno menyampaikan secara negativ dari UU No. 32 tahun 2004. Di akan membangun Kelud, namun respon Pak samping itu, kabupaten/kota sering Imam Muhadi dengan nada bercanda menjawab menerjemahkan otonomi ini sebagai “Jangan itu wilayah Blitar”. Kemudian diluar kewenangan untuk menggali pendapatan dugaan, ternyata Pak Sutrisno langsung daerah yang sebanyak banyaknya melalui pajak menggenjot pembangunan infrastruktur di dan retribusi serta eksploitasi sumber daya alam Kelud tanpa ada kelanjutan negosiasi dengan dengan mengabaikan kepentingan jangka Blitar sebagai daerah yang berbatasan. panjang dan generasi mendatang (Agus Berbeda dengan keterangan yang Dwiyanto, 2003). diberikan informan dari Kabupaten Kediri, Untuk mengetahui bagaimana operasi bahwa sisi kronologi konflik sejak tahun 2001- politik dalam lembaga pemerintahan maka tidak 2002. Dalam forum formal yang dihadiri oleh lepas dari peran para aktor pembuat kebijakan. Pak Sutrisno sebagai Bupati Kediri, Bupati Blitar Aktor yang dimaksud ialah para elite politik. Pak Imam Muhadi Bupati Blitar mengeluarkan Elite didefinisikan sebagai mereka yang pernyataan bahwa Kelud masuk wilayah Blitar. memiliki sumber kekuasaan sehingga Sepulang dari forum, bapak informan yang berpengaruh besar terhadap pembuatan dan merupakan salah satu pejabat struktural di keputusan politik (Ramlan Surbakti, 1992). Kabupaten Kediri tersebut mendapat perintah Pak Sutrisno untuk segera mengumpulkan data PEMBAHASAN karena merasa Kelud telah di klaim oleh Bupati Pemicu Konflik Antara Kabupaten Kediri Blitar. Informan berikutnya merupakan pejabat dan Kabupaten Blitar Dalam Sengketa non struktural dari Kabupaten Kediri, beliau Perebutan Gunung Kelud memberi penjelasan bahwa awal konflik dipicu Dalam sengketa perebutan Gunung Kelud oleh klaim Bupati Blitar yang secara langsung ada beberapa faktor yang melatarbelakangi di floorkan ke forum dengan menyatakan Kelud konflik antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten masuk wilayah Blitar bukan wilayah Kediri. Blitar. Faktor yang pertama, kesalahpahaman Padahal realita di lapangan, akses menuju Kelud dalam memaknai pernyataan antar Bupati hanya bisa dilewati melalui Kediri. Kediri dan Bupati Blitar. Sengketa perebutan Dari keterangan para informan dari Gunung Kelud mulai ramai dibicarakan publik Kabupaten Kediri dan informan Kabupaten pada tahun 2009 hingga saat ini, dan masih Blitar tersebut sangat berbeda. Demikian ini belum ditemukan kesepakatan. Menurut data menjelaskan bahwa adanya kesalahpahaman yang diperoleh peneliti, pemicu konflik kedua antar Bupati Blitar dan Bupati Kediri dalam kabupaten tersebut diawali dengan perbedaan memaknai pernyataan. Blitar merasa pemahaman pernyataan (klaim) antar Bupati pernyataan tersebut merupakan bagian dari Kediri dan Bupati Blitar. Menurut salah satu percakapan non formal yang membutuhkan informan dari Kabupaten Blitar, sekitar tahun kelanjutan prosedural, berbeda dengan Kediri 2002-2003 ada obrolan tidak resmi antara Pak yang menganggap pernyataan Bupati Blitar Imam Muhadi sebagai Bupati Blitar dan Pak sebagai klaim yang menyebabkan Kediri Sutrisno sebagai Bupati Kediri. Relasi keduanya bereaksi. Sesuai data yang ditemukan peneliti, cukup baik, dalam forum informal Pak Sutrisno perbedaan penjelasan setting pemicu konflik menyampaikan bahwa Kelud akan dibangun yang disampaikan sesama informan dalam satu sebagai tempat wisata, kemudian Pak Imam daerahpun juga berbeda. Seperti, kapan, di Muhadi memperbolehkan dengan pernyataan mana dan bagaimana kalimat yang disampaikan “ohya..silahkan”. Namun setelah itu tidak ada antar Bupati memiliki versi yang berbeda dari kelanjutan perbincangan secara prosedural, masing-masing informan. Desentralisasi 139 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 136-146

memberikan kewenangan seluas-luasanya substansial ialah perbedaan peta yang berlaku kepada pemerintah daerah. Bentuk kewenangan tersebut. Perspektif mengenai Permendagri disesuaikan dengan kepentingan otonomi yang digunakan Kabupaten Kediri dan daerahnya. Kabupaten Kediri sebagai daerah Kabupaten Blitar juga berbeda. Sikap yang merasa memiliki akses menuju Kelud Pemerintah Kabupaten Kediri yang melihat merasa memiliki wewenang dalam Gunung Kelud sebagai obyek wisata alam, mengembangkan potensi wisata Gunung Kelud. sehingga infrastruktur dan wahana wisata di Sedangkan Kabupaten Blitar sebagai daerah kawasan Kelud terus diperbaharui. Penuturan yang bersebelahan dengan Kabupaten Kediri beberapa informan dari Kabupaten Kediri menyatakan, walaupun memiliki akses menuju melihat Kelud sebagai potensi wisata yang Kelud bukan berarti memiliki Kelud. Pemerintah wajib dikembangkan. Dalam kontek pariwisata Blitar merasa memiliki wewenang untuk tidak mengenal batas wilayah, yang ada hanya menuntut Kediri karena melakukan pengelolaan bersama dalam rangka konsep pembangunan tanpa melalui tahap secara kesejahteraan rakyat prosedural. Seperti, negosiasi atau ijin terlebih Sikap Kediri yang demikian bertolak dahulu dengan Blitar sebagai wilayah yang belakang dengan sikap Blitar. Dengan keluarnya berbatasan. Sehingga sejak saat itu Pemerintah Permendagri No 1 tahun 2006, menjadikan Kabupaten Blitar membutuhkan penegasan Blitar semakin yakin dengan mengumpulkan batas wilayah yang jelas. Dari data di atas bukti-bukti dokumentasi. Keluarnya merupakan contoh menerjemahkan otonomi Permendagri dijadikan Blitar sebagai payung sebagai ajang memanfaatkan kewenangan hukum yang kuat. Sebelumnya Blitar hanya seluas-luasnya. Otonomi daerah bukan lagi beradu argumen, sekarang sudah jelas payung sekedar dipersepsikan sebagai urusan rumah hukum tentang penegasan batas wilayah. tangga, namun juga ketidakmauan apabila ada Seperti yang sudah disampaikan salah satu pihak lain yang ikut campur. informan pejabat struktural Kabupaten Blitar, Faktor yang kedua, keluarnya Peraturan menyampaikan bahwa masalah penegasan Menteri Dalam Negri No.1 Tahun 2006. batas antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Implementasi Permendagri No.1 tahun 2006 Blitar semakin meruncing setelah keluarnya melahirkan tim-tim penegasan batas tingkat Permendagri No.1 Tahun 2006. Dengan santai pusat, provinsi dan Kabupaten/Kota. Sejak saat beliau menjelaskan penegasan batas menjadi itu, antar Pemerintah Daerah Kabupaten Kediri parameter setelah otonomi daerah sesuai dan Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar dengan UU 32 yang bekaitan dengan luas berlomba-lomba dalam mengumpulkan bukti wilayah berpengaruh terhadap dana dari pusat. kepemilikan Gunung Kelud. Kabupaten Kediri Sebelum keluar Permendagri 2006 batas dan Kabupaten Blitar sampai saat ini sama-sama wilayah tidak menjadi masalah. Pihak Blitar kuat dalam mempertahankan argumen. tidak pernah menginginkan pengelolaan atau Argumen tersebut menunjang Kelud masuk merencanakan Kelud sebagai tempat wisata, pada wilayahnya masing-masing. Kediri karena Kelud merupakan daerah rawan menelaah dari sejarah, peta-peta terdahulu dan bencana yang secara geografis tidak bukti dokumentasi yang meyakini bahwa Kelud memungkinkan. Sehingga apabila Kelud meletus masuk wilayah Kediri. Seperti penuturan salah sewaktu-waktu, anggaran untuk pembangunan satu informan anggota tim penegasan batas dari hanya akan sia-sia. Memang pada dasarnya Kabupaten Kediri, dengan nada bicara yang aturan mewajibkan adanya kesepakatan kedua sedikit emosional terhadap Pemerintah Blitar, belah pihak sangat dimungkinkan, Blitar yang beliau menganggap bahwa Blitar hanya orang merasa Kelud masuk dalam wilayahnya, hanya yang bodoh yang tidak paham peta. Karena peta menginginkan adanya negosiasi dan iktikad yang digunakan Blitar, yaitu peta TOPDAM baik dari Kabupaten Kediri dalam pembangunan berfungsi untuk militer, dengan keterangan For infrastruktur di Kelud. Pada akhirnya Blitar tidak War And Nevy Actions. Dibaratkan Blitar tidak serta merta meminta pembagian dana fivty-fivty. mengetahui fungsi dari peta tersebut. Sementara Dari perbedaaan pemahaman tersebut yang itu, untuk pembangunan nasional menggunakan menyebabkan sengketa tidak ditemukan peta kerja provinsi produk dari Badan Informasi kesepakatan sampai sekarang. Kediri hanya Geospasial. Sehingga yang menjadi perdebatan melihat Kelud ialah potensi wisata yang wajib 140 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 136-146

dikembangkan. Tetapi mereka lupa, bahwa ada Kabupaten selalu berbeda pemahaman sehingga prosedur yang harus dilalui terlebih dahulu. menjadikan masalah batas wilayah belum final. Salah satu nya, negosiasi dengan daerah yang Faktor lain penyebab tidak ditemukannya berbatasan. kesepakatan adalah perbedaan sumber hukum Sesuai dengan kontek yang sudah tertulis yang digunakan. Kediri menganggap bukti- dalam Permendagri dalam teknis penegasan bukti kepemilikan yang diajukan Blitar tidak batas daerah. Kegiatan penegasan batas daerah valid. Dengan Blitar berdasarkan peta TOPDAM, dilakukan oleh Tim Penetapan dan Penegasan dianggap Kediri tidak sesuai dengan keperluan Batas Daerah Tingkat Pusat bersama Tim batas pemerintahan. Sedangkan pengkajian dari Penetapan dan Penegasan Batas Daerah sejarah, sosio, kultur Blitar semua mengatakan Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota Kelud masuk wilayah Blitar. masing-masing daerah untuk mendapatkan Menurut penjelasan secara umum UU suatu ketetapan hukum tentang batas daerah. No. 32 tahun 2004, sumber-sumber Pada pelaksanaan di lapangan tim teknis dibantu penerimaan keuangan yang cukup kepada masyarakat setempat yang mengetahui daerah merupakan faktor penunjang keberadaan batas daerah tersebut terlaksananya penyelenggaraan fungsi (Permendagri No. 1 Tahun 2006). Secara garis pemerintah daerah secara optimal. Dengan besar, penegasan batas daerah terdiri dari 5 demikian pada era otonomi, daerah memiliki (lima) tahapan kegiatan, yaitu: 1) Penelitian kewenangan yang lebih besar. Implikasi nyata dokumen. 2) Pelacakan batas. 3) Pengukuran di era otonomi, bahwa daerah akan merasa dan penentuan posisi pilar batas. 4) terancam kepentingan politik dan ekonominya Pemasangan pilar batas 5) Pembuatan peta bila gagal mempertahankan sumber sumber batas. yang bisa meningkatkan pendapatan daerah. Secara kegiatan tersebut perlu Perasaan tersebut mampu menjadi latar didokumentasikan dalam formulir yang diisi belakang pemicu konflik dan kesalahpahaman oleh pelaksana dan disahkan oleh pejabat antar Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar berwenang. sebagai daerah yang bertetangga. Kabupaten Sejauh ini implementasi Permendagri Kediri merasa memiliki wewenang dalam No. 1 Tahun 2006 di tingkat daerah, khususnya mempertahankan potensi wisata Gunung Kelud, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar masih sedangkan Blitar memiliki wewenang sedang mencapai tahap pertama. Yaitu penilitian membutuhkan penegasan batas wilayah dokumen. Sesuai dengan Permendagri 2006, sehingga berpengaruh terhadap DAU. Pada dalam penelitian dokumen dijelaskan secara dasarnya konflik tercipta dari kompetisi substantif, didalamnya meliputi pembentukan memperebutkan akses terhadap otoritas tim penegasan batas daerah yang ditetapkan (kekuasaan) dan sumber ekonomi/ dengan keputusan kepala daerah masing- kemakmuran dari aktor-aktor yang masing, masing-masing tim melakukan berkepentingan (Hadi, 2007). inventaris dasar hukum tertulis maupun sumber Dari temuan data dan analisa diatas, hukum lainnya yang berkaitan dengan batas peneliti mencoba membuat kerangka berfikir daerah seperti peta, perjanjian dsb, tim yang sebagai berikut: terkait melakukan pengkajian bersama terhadap sumber-sumber hukum tersebut. Jika tidak ada sumber hukum Desentralisasi yang disepakati, maka tim tersebut Permendagri No.1 bermusyawarah untuk membuat Tahun 2006 kesepakatan baru dalam pembentukan Otonomi Daerah batas daerah. Dari ketiga komponen tersebut sudah dilalui oleh Kabupaten Kabupaten Kediri Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar. Pada Pariwisata Blitar akhirnya yang menjadi permasalahan Penegasan batas utama dalam penegasan batas wilayah wilayah ialah kesepakatan. Belum ditemukannya kesepakatan antar Kabupaten Kediri dan Penghasilan Kabupaten Blitar sampai sekarang. Kedua Nida Zidny Paradhisa: Konflik Kepentingan Daerah 141

Penghasilan Daerah Argumen yang diperoleh peneliti melalui informan dari menjadi dasar Pemerintah Kabupaten Kediri dan Kabupaten Kediri, menyatakan “Sebenarnya Kabupaten Blitar sama-sama kuatnya. Kelud ini bukan masalah substantif. Hanya saja Fenemona tersebut relevan dengan teori Hery Nuoegroho yang sampai sekarang otonomi daerah yang keduanya berujung pada menjabat sebagai Bupati Blitar , sudah pendapatan daerah. Kepentingan daerah yang terlanjur mengangkat Kelud dalam isu terlihat berbeda, perspektif mengenai Kelud kampanyenya waktu pemilu dulu. Dia berjanji juga sangat berbeda. Namun kedua Kabupaten akan mengembalikan Kelud ke Blitar nah saat tersebut tetep sama dalam hal kepentingan ini lah ajang agar terlihat ada yang perekonomian daerah. Hanya strategi yang diperjuangkan”. Selanjutnya, peneliti secara digunakan berbeda. Kediri dengan terus tidak langsung mencoba mengkonfirmasi memperbaharui infrastruktur agar daya tarik kepada Kabupaten Blitar dan pelan-pelan wisatawan meningkat sehingga PAD kepentingan eksistensi Bupati Blitar mulai bertambah. Kemudian Blitar terus terbaca. Salah satu informan yang merupakan memperjuangkan kejelasan batas wilayah agar pejabat struktural di Pemda Blitar mengatakan, DAU tidak berkurang. “Ya kalau sudah seperti ini (terus bergulirnya Faktor ketiga yaitu eksistensi antar sengketa Kelud) kan sudah berbicara harga Bupati Kediri dan Bupati Blitar. Dalam sengketa diri”. Informan berikutnya dari salah satu Gunung Kelud konflik ditandai dengan adanya pejabat struktural di Pemkab Blitar beliau juga benturan antar Pemerintah Kabupaten Kediri menyampaikan “Jadi setelah terpilihnya Pak dan Pemerintah Kabupaten Blitar. Untuk Heri Nugroho kami ditugaskan sebagai asisten mengetahui bagaimana operasi politik dalam dalam tim masalah penegasan batas wilayah. lembaga pemerintahan maka tidak lepas dari Jangan Gunung Keludnya yang digunakan peran para aktor pembuat kebijakan, yang istilah tapi batas wilayah. Cuman baru ramai disebut elite. Sesuai kontek Gunung Kelud, elit dibicarakan setelah Otonomi daerah kan di politiknya yaitu Bupati Blitar dan Bupati Kediri. dalam otonomi daerah mengharuskan adanya Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa penegasan batas wilayah yang terkait dengan awal mula perebutan Gunung Kelud yaitu kuota DAU Kab/Kota. Jadi masalah eksistensi perbedaan pemahaman antar pernyataan pemerintah daerah, secara ekspilisit pada Bupati. Dari perspektif Kabupaten Kediri, batas, memang menjadi fokus beliau. Ya sebagai pengelola Gunung Kelud yang sudah memang pada penyampaian visi-misinya memperoleh penghargaan wisata alam terbaik (pada saat kampanye) beliau perhatian untuk Jawa Timur pada tahun 2011. Gunung Kelud sosio kultur. Sehingga ada kenangan di Merupakan aset daerah yang patut dibanggakan masyarakat dan Kelud termasuk bagian dari dan tidak lepas dari kebijakan Bupati sebagai sosio kultur masyarakat Kabupaten Blitar..” penggagas ide kebijakan mengelola Gunung Elite didefinisikan sebagai mereka yang Kelud. Dengan demikian meningkatkan citra memiliki sumber kekuasaan sehingga nama Bupati Kediri. Bukti pengelolaan Gunung berpengaruh besar terhadap pembuatan dan Kelud tidak lepas dari eksistensi Bupati Kediri, keputusan politik. Spesifik terhadap sengketa melalui data yang peneliti peroleh dari salah satu perebutan Gunung Kelud maka konflik yang informan di Kabupaten Kediri, bahwa dalam terjadi merupakan konflik elitis. Kewenangan pengelolaan Gunung Kelud, Bupati selalu antara Bupati Kediri dan Bupati Blitar yang memberikan target pendapatan daerah. Pada memanfaatkan Kelud sebagai obyek politik tahun 2011 sudah mencapai 1 M lebih kemudian sesuai dengan yang menguntungkan daerahnya tahun berikutnya di target lebih tinggi lagi. masing-masing. Dari relevansi teoritik dengan Demikian merupakan bukti telah menggunakan yang terjadi di Kabupaten Kediri dan Kabupaten Kelud sebagai obyek politik yang mampu Blitar membuktikan, bahwa Kabupaten Blitar menaikkan eksistensi bupati Kediri. Seperti, dan Kabupaten Kediri sangat berbeda tentang melalui penghargaan sebagai wisata alam pemaknaan sengketa Gunung Kelud. Perbedaan terbaik di Jawa Timur tahun 2011 yang juga kepentingan yang pada akhirnya berpengaruh berpengaruh terhadap PAD Kabupaten Kediri. terhadap PAD. Namun desentralisasi sebagai Berbeda dalam pemanfaatan Gunung Kelud proses multidimensional, memanfaatkan dengan eksistensi Bupati Blitar. Dari data yang sengketa Kelud menjadi beragam penafsiran 142 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 136-146

kepentingan. Seperti Kediri yang melihat Kelud Konsekuensi logis dari pemikiran ini adalah hanya sebagai kepentingan pariwisata dan juga keperluan berlakunya cara pandang otonomi Blitar yang menuntut kejelasan batas wilayah daerah sebagai “kontrak” antara pemerintah sesuai dengan Permendagri No 1 tahun 2006. pusat dan pemerintah daerah melalui wakil- Implikasi Peran Pemerintah Provinsi Jawa wakil rakyat daerah. Cara pandang baru ini Timur Dalam Sengketa Perebutan Gunung Kelud diharapkan bukan hanya yang bisa menjamin Antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar hubungan yang bersifat kemitraan dan saling Konflik antar Kabupaten Kediri dan ketergantungan antara Pusat-Daerah, Kabupaten Blitar yang belum menemukan melainkan juga dapat menjadi dasar bagi kesepakatan, lambat laun melibatkan pihak hubungan yang lebih harmonis di antara dua provinsi sebagai fasilitator. Peran provinsi pihak di masa depan. sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi ataupun Pusat yang disebutkan Smith dalam kontek menghubungkan kedua Kabupaten yang Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Maka bersengketa. Seperti yang sudah ditutrkan salah pemilihan peran pemprov sebagai fasilitator satu informan perwakilan dari Pemerintah antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur menyatakan bahwa peran merupakan bentuk implementasi dari teori pemprov hanya memfasilitasi. Sejak tahun 2011 tersebut.Tidak adanya salah satu daerah yang rapat fasilitasi sudah dilaksanakan kurang lebih mencoba mengintervensi pusat. Hal tersebut 12 kali. Kemudian pihak pemrov meninjau ke merupakan keniscayaan pembangunan mitra lapangan tanpa sepengetahuan pemerintah antara pusat dan daerah. Secara hierarkis daerah. Apabila berbicara untung-rugi, maka kedudukan Pemerintah Kabupaten Kediri dan pihak pemprov tidak merasa diuntungkan juga Kabupaten Blitar lebih rendah.Namun adanya tidak merasa dirugikan. Pemprov di ibaratkan upaya dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur hanya sebagai orang tua yang sedang berusaha untuk mencoba menjembatani, agar hubungan melerai kedua anaknya bertengkar yaitu antara pemprov dengan kedua Kabupaten Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar. tersebut harmonis dalam jangka panjang. Rapat Menurut Smith, pelaksanaan desentralisasi tidak maupun sidang selama 2 tahun sebanyak 12 kali hanya ditujukan untuk kepentingan pemerintah merupakan bentuk pusat sebagai fasilitator pusat, melainkan juga dalam rangka dalam sengketa. Tujuan dari fasilitasi tersebut kepentingan lokal. Di antara kepentingan daerah agar kepentingan daerah yang dikategori yang penting itu adalah terwujudnya persamaan penting sesuai dengan Kabupaten Kediri dan politik (political equality), munculnya Kabupaten Blitar dijumpai pemerintahan lokal yang bertanggung jawab kesepakatan.Kemudian diharapkan terwujud (local accountability), dan responsifitas persamaan politik (political equality), masyarakat setempat (lokal responsiveness) munculnya pemerintahan lokal yang terhadap masalah-masalah obyektif masyarakat bertanggung jawab (local accountability), dan di tingkat lokal. Dalam hubungan ini menjadi responsifitas masyarakat setempat (lokal re- penting dipersoalkan apakah paket kebijakan sponsiveness) terhadap masalah-masalah otonomi daerah melalui UU No.22/1999 dan obyektif masyarakat di tingkat lokal.Dari No.25/1999 memberi ruang dan peluang bagi implementasi pusat yang berperan sebagai terwujudnya hal itu, atau sebaliknya fasilitator mampu menjadi dasar bagi hubungan merupakan kendala. yang lebih harmonis di antara dua pihak di masa Dalam rangka penataan kembali hubungan depan. Namun konsekuensi sebagai fasilitator Pusat-Daerah ke arah yang lebih harmonis, yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus sudah waktunya dikembangkan pemikiran bersikap obyektif dengan pola pikir otonomi yang progresif yang bersifat partnership dan daerah. Pola pikir yang dimaksud yaitu menilai interdependensi. Artinya, meskipun secara berdasarkan realita. hierarkis pemerintah daerah berkedudukan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai lebih rendah, namun karena komunitas- fasilitator memiliki wewenang untuk komunitas lokal pada dasarnya sudah otonom, menyelesaikan sengketa. Dengan maka pengaturan hubungan Pusat-Daerah dikeluarkannya SK Gubernur Jawa Timur meniscayakan berlakunya asas kemitraan dan Nomor 188/113/KPTS/013/2012 sebagai saling ketergantungan di antara keduanya. tindakan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Nida Zidny Paradhisa: Konflik Kepentingan Daerah 143

Tertanggal 28 Februari 2012 SK tersebut berisi pada peta tahun 1840 padahal apabila ditelaah tentang penyelesaian perselisihan batas daerah. menggunakan geodesi peta tahun 1840 tidak Di dalam SK menyebutkan bahwa kawasan memenuhi syarat sebagai peta. Karena dalam Gunung Kelud diputuskan masuk wilayah peta tahun 1840 di zoom berkali-kalipun tidak Kabupaten Kediri. Dengan diturunkannya SK akan kelihatan titik koordinatnya. Blitar sebagai Gubernur Jatim, bukan berarti sengketa antar pihak yang tidak diuntungkan dalam putusan SK Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar Gubernur, melalui Gubernur mengajukan berakhir. Namun justru melahirkan masalah gugatan ke PTUN. Sampai sekarang dari baru, khususnya dari pihak Blitar yang merasa Kabupaten Blitar maupun Kabupaten Kediri SK tersebut overlaps. Setelah diturunkannya SK terus menunggu putusan dari PTUN apakah SK Gubernur Jawa Timur Nomor 188/113/KPTS/ tersebut akan dicabut atau tidak.Kemudian 013/2012, Blitar semakin meradang. Banyak proses penegasan batas wilayah dilanjutkan yang tidak relevan bahkan melampaui kembali. kewenangan dalam SK tersebut. Seperti Semenjak berlakunya UU No.32 tahun penuturan informan dari Kabupaten Blitar, 2004 tentang desentralisasi segala macam beliau menjelaskan bahwa ketika berbicara bentuk otoritas dipindahkan ke pemerintah permasalahan batas maka pihak provinsi hanya daerah. Termasuk dalam penyelesaian bertugas sebagai fasilitator. Proses fasilitasi permasalahan yang ada di daerah. Sengketa menghasilkan kesepakatan bersama, logikanya Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar apabila kita bertetangga akan membangun merupakan konsekuensi dari desentralisasi. pagar untuk rumah kita sendiri maka ada etika Peran serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk ijin tetangga terlebih dahulu agar di dalam memfasilitasi kedua kabupaten tersebut. peroleh kesepakatan. Demikian itu merupakan Keluarnya SK Gubernur Jawa Timur Nomor prosedur yang tidak boleh dilanggar dan tidak 188/113/KPTS/013/2012 merupakan hasil boleh dilewatkan. Implikasi terhadap konflik dari fasilitasi yang diselenggarakan pemerintah gunung Kelud ialah Kabupaten Kediri dan pusat. Namun ketika otoritas sepenuhnya sudah Kabupaten Blitar tidak melalui tahap tersebut, ditransfer ke daerah maka, segala bentuk etika antar tetangga tidak dilakukan oleh pengelolaan kewenangan menjadi hak Kabupaten Kediri. pemerintah daerah. Seperti keluarnya SK Sesuai aturan Permendagri tahap tersebut tidak serta merta diterima oleh penegasan batas wilayah terdiri dari 6 langkah. Pemerintah Kabupaten Blitar. Pemerintah Langkah pertama yaitu pengkajian data antara daerah merasa memiliki ototritas penuh dan kedua belah pihak yang bersengketa. Dengan diharapkan menguntungkan keluarnya SK gubenur yang memutuskan daerahnya.Kemudian melahirkan posisi Gunung Kelud masuk wilayah Kediri Kabupaten Blitar sebagai daerah yang kurang membuktikan peran pemerintah provinsi Jawa diuntungkan dalam SK tersebut tidak mau Timur sama sekali tidak sesuai dengan prosedur. menerima. Sejauh ini, tahapan yang dilalui sesuai Kesimpulan Permendagri baru pada langkah pertama Dari temuan data yang diperoleh peneliti namun Gubernur sudah overlaps menggunakan berkaitan dengan tema sengketa perebutan kewenangannya dalam memutuskan batas Gunung Kelud sebagai konflik kepentingan wilayah. Padahal penegasan batas wilayah daerah, maka dapat ditarik beberapa merupakan kewenangan Kemendagri bukan kesimpulan sebagai berikut: Gubernur. Kemudian, judul SK dengan isi SK 1. Kronologi awal Gunung Kelud pun tidak relevan dalam judul SK dituliskan diperebutkan adalah perbedaan pemahaman Penyelesaian Sengketa Kabupaten Kediri pernyataan antar Bupati Kediri dengan Bupati dengan Kabupaten Blitar, namun isi SK Blitar. Bupati Kediri yang merasa menjadi menyebutkan titik koordinat yang berarti reaktor saat Bupati Blitar mengklaim kelud penegasan batas wilayah yang merupakan masuk wilayahnya. Namun dari pihak Blitar kewenangan Kemendagri tapi diambil alih oleh menganggap statemen di ruang publik tersebut Gubernur. Dari peran Provinsi Jawa Timur yang hanyalah obrolan santai antar Bupati. Saat itu seperti itu, dianggap Blitar menyalahi aturan. Bupati Kediri Sutrisno dan Bupati Blitar Imam Berikutnya, di dalam SK disebutkan mengacu Muhadi. Blitar hanya memancing pernyataan 144 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 136-146

yang apabila benar Kelud dikelola oleh Kediri kampanye Hery pada pilkada silam menjanjikan maka Blitar menunggu untuk diajak duduk akan mengembalikan Kelud kepada masyarakat bersama. Harapan tersebut ada karena Blitar Blitar. Perkembangan wisata Kelud yang begitu merasa Kelud masuk wilayahnya. Berbeda besar, dengan disertai keyakinan bahwa Kelud dengan Kediri yang merasa statemen tersebut masuk wilayah Blitar. Blitar merasa Kelud telah adalah klaim. Akhirnya menyebabkan Kediri direbut oleh Kabupaten Kediri, sehingga meradang dengan terus memperbaiki sengketa dengan Kabupaten Kediri yang terus infrastruktur di Kelud. bergulir sampai sekarang merupakan upaya 2. Selanjutnya, konflik antar Kabupaten merealisasikan janji tersebut. Kediri dan Kabupaten Blitar semakin memanas 4. Sejak saat itu Pemerintah Provinsi Jawa dengan keluarnya Permendagri No. 1 Tahun Timur sebagai “orang tua” dari Kabupaten Blitar 2006 tentang batas wilayah. Implementasi dari dan Kabupaten Kediri berperan sebagai Permendagri tersebut juga melahirkan fasilitator. Upaya memfasilitasi kedua perbedaan penafsiran. Kabupaten Kediri kabupaten tersebut dalam rangka menjaga melihat Kelud sebagai kawasan wisata yang hubungan antar Pemerintah Pusat dengan potensial. Kelud wajib dikembangkan sesuai Pemerintah daerah. Kurang lebih 12 kali sidang konteks pariwisata yang tidak mengenal batas sudah dilakukan dan difasilitasi oleh Pemerintah wilayah. Demikian sangat berbeda dengan Blitar Provinsi Jawa Timur. Namun sampai sekarang yang merasa daerahnya masih sangat belum menjumpai kesepakatan. Masalah tergantung dengan DAU, sehingga penegasan menjadi semakin melebar ketika batas wilayah sangat perlu. Luas daerah akan dikeluarkannya SK Gubernur No. 188/113/ sangat mempengaruhi PAD Kabupaten Blitar. KPTS/013/2012 Tentang Penegasan Batas Selain itu Blitar melihat Kelud sebagai gunung Wilayah. Dalam SK tersebut dituliskan bahwa berapi aktif rawan bencana, sehingga Blitar kawasan Kelud masuk wilayah Kabupaten tidak ada rencana untuk membangun akses Kediri. Kabupaten Blitar sebagai pihak yang wisata dari Blitar menuju ke Kelud. kurang diuntungkan tidak terima dengan 3. Gunung Kelud dengan beragam potensi putusan dalam SK. Sampai saat ini Blitar alamnya juga dimanfaatkan sebagai obyek mengajukan gugatan ke PTUN untuk mencabut politik. Konsekuensi dari desentralisasi apabila SK Gubernur No. 188/113/KPTS/013/2012. kewenangan sudah sepenuhnya menjadi Dengan pertimbangan tidak relevan antara judul otoritas daerah masing-masing. Menjadikan dan isi SK. Lalu penegasan batas bukanlah antar daerah yang berbatasan merasa memiliki wewenang Gubernur melainkan Kemendagri, otoritas yang penuh atas SDA yang ada di sehingga Gubernur dianggap overlaps. daerahnya. Seperti Kabupaten Kediri yang Kemudian dasar yang digunakan dalam SK memiliki akses menuju Kelud, sehingga Kediri hanyalah bukti-bukti peta yang dimiliki bebas mengembangkan potensi wisata yang ada Kabupaten Kediri. di Kelud. Berbeda dengan Blitar yang 5. Sampai saat ini Kabupaten Kediri dan beranggapan bahwa, walaupun akses melalui Kabupaten Blitar masih menunggu putusan dari Kediri bukan berarti Kelud masuk wilayah PTUN. Apakah SK Gubernur No. 188/113/ Kediri. Dari peta yang dimiliki dan diyakini KPTS/013/2012 akan digugurkan atau tidak, Kabupaten Blitar menyebutkan bahwa Kelud sehingga sejak 2002-2012 konflik antara masuk wilayah Blitar. Dari sinilah menjadi awal Kabupaten Kediri dengan Kabupaten Blitar mula Kelud menjadi obyek politik. Dengan terus belum dijumpai kesepakatan. memperbaharui infrastruktur dan wahana di 6. Berikut bagan untuk mempermudah Kelud, meningkatkatkan eksistensi Bupati memahami jawaban dari rumusan masalah Kediri dan PAD Kabupaten Kediri bertambah. penelitian: Sampai Kelud pada tahun 2011 mendapat Kualifikasi Jawaban dari Rumusan Masalah penghargaan sebagai wisata alam terbaik di Menurut Kabupaten Kediri. Menurut Kabupaten Jawa Timur. Berbeda dengan Blitar yang merasa Blitar, Perbedaan pemahaman statemen antar Kelud masuk dalam wilayah Kabupaten Blitar. Bupati Imam Muhadi dan Bupati Sutrisno tahun Obyek politik yang digunakan Blitar ialah Kelud 2001-2002. Bupati Kediri merasa menjadi sebagai janji politik. Hery Noegroho selaku reaktor saat Bupati Blitar mengeluarkan Bupati yang menjabat sampai saat ini, dalam statemen melalui forum public, mengklaim Nida Zidny Paradhisa: Konflik Kepentingan Daerah 145

kelud masuk wilayahnya. Blitar menganggap Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar. statemen di ruang publik tersebut hanyalah Sehingga bagi yang berwenang dalam obrolan santai antar Bupati. penyelesaian sengketa Kelud.Mampu Keluarnya Permendagri No.1 Tahun 2006 menganalisa sesuai perspektif masing- Kabupaten Kediri melihat Kelud sebagai masing daerah. kawasan wisata yang potensial sehingga wajib 3. Antara Kabupaten Kediri dengan Kabupaten dikembangkan. Dalam konteks pariwisata tidak Blitar memiliki keunikan sendiri-sendiri. mengenal batas wilayah. Blitar merasa Dengan mengklarifikasikan secara detail, daerahnya masih sangat tergantung dengan diharapkan mampu menjadi referensi dalam DAU. Penegasan batas wilayah sangat perlu. merumuskan kebijakan penyelesaian Luas daerah akan sangat mempengaruhi PAD sengketa Kelud. Kabupaten Blitar. - Blitar melihat Kelud sebagai 4. Perlu adanya pihak ketiga (informal) sebagai gunung berapi aktif rawan bencana, sehingga penghubung antara Kabupaten Kediri dan Blitar tidak ada rencana untuk membangun Kabupaten Blitar sehingga kedua Kabupaten akses wisata dari Blitar menuju ke Kelud. tersebut tidak hanya bertemu dalam Eksistensi antar Bupati : Kelud sebagai persidangan, melainkan ada upaya dari obyek politik Dengan terus memperbaharui Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk infrastruktur dan wahana di Kelud, fasilitasi secara informal. meningkatkatkan eksistensi Bupati Kediri dan 5. Dalam penyelesaian konflik batas daerah PAD Kabupaten Kediri bertambah. Sampai perlu adanya kesepakatan.Sehingga Kelud pada tahun 2011 mendapat penghargaan Pemerintah Kabupaten Kediri dan sebagai wisata alam terbaik di Jawa Timur. Pemerintah Kabupaten Blitar pada akhirnya Kelud sebagai janji politik Hery Noegroho harus mampu meminimalisir “ego” selaku Bupati yang menjabat sampai saat ini. kepentingan daerah masing-masing. Dalam kampanye Hery pada pilkada silam menjanjikan akan mengembalikan Kelud DAFTAR PUSTAKA kepada masyarakat Blitar. Departemen Dalam Negeri Republik Implikasi Pemprov sebagai fasilitator .PERATURAN MENTERI dalam sengekta antara Kabupaten Kediri dan DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 Kabupaten Blitar Kediri merasa TENTANG PENEGASAN BATAS diuntungkan dengan SK Gubernur No. 188/113/ DAERAH.Jakarta:Direktorat Jenderal KPTS/013/2012. Menyebutkan Kelud masuk Pemerintahan Umum wilayah Kediri. Blitar sebagai pihak yang Duverger, Maurice. (2007), Sosiologi Politik kurang diuntungkan tidak terima dengan (terjemahan), PT RajaGrafindo Persada, putusan dalam SK. Sampai saat ini Blitar Jakarta, mengajukan gugatan ke PTUN untuk mencabut hal 239. SK Gubernur No. 188/113/KPTS/013/2012. Dengan pertimbangan tidak relevan antara judul Dwiyanto, Agus, et.al. ( 2003). Reformasi Tata dan isi SK. Lalu penegasan batas bukanlah Pemerintahan & Otonomi Daerah, Pusat wewenang Gubernur melainkan Kemendagri, Studi sehingga Gubernur dianggap overlaps. Kependudukan dan Kebijakan, UGM, hal. 61 Kemudian dasar yang digunakan dalam SK hanyalah bukti-bukti peta yang dimiliki Kediri. Dean G. Pruit & Jeffrey Z Rubin.( 2004). Teori Konflik Sosial (terjemahan), Pustaka Saran Pelajar, 1. Penelitian ini dapat memberi kontribusi Yogyakarta, Social Conflict: Escalation, Stale- dalam menangani konflik kepentingan mate and Settlement, Mc. Graw-Hill Inc, daerah antara Kabupaten Kediri dan hal. 26 Kabupaten Blitar yang sampai saat ini belum ada kesepakatan. Haris, Syamsuddin.(2007). OTONOMI 2. Dengan penelitian ini mencoba DAERAH,DEMOKRATISASI, DAN mendeskripsikan melalui kategorisasi latar PENDEKATAN ALTERNATIF RESOLUSI belakang yang menjadi masalah di KONFLIK DAERAH- 146 Jurnal Politik Muda, Vol 2 No.1, Januari-Maret 2012, hal 136-146

PUSAT.Haris,Syamsuddin, Desentralisasi Pengertian Desentralisai(2012, 8 dan Otonomi Daerah(65-79).Jakarta: Agustus).Shoovong.com. Diakses pada LIPI-Press. tanggal 27 September 2012 dari http:// id.shvoong.com/social-sciences/sociol- Horrison, Lisa.(2009).Metodologi Penelitian ogy/2308715-pengertian-desentralisasi/ Politik. Jakarta:Kencana. Informasi Geospasial: Solusi Terhadap Masalah Batas Wilayah(2012,3 Agustus).Fajri Hasyim, Aziz. (2010). Analisis Konflik Ramdhani.Diakses pada tanggal 20 Perebutan Wilayah di Provinsi Maluku Oktober 2012 dari http:// Utara hukum.kompasiana.com/2012/08/03/ (Soladity, Vol. 4, No. 01,2010.) informasi-geospasial-solusi-terhadap- masalah-batas-wilayah-482825.html . Kementrian Energi Dan Sumber Daya Mineral.(2011).Data Dasar Gunung Api http://tabloidsergap.wordpress.com/tag/ Indonesia (Edisi Kedua).Badan Geologi. kediri/page/2/ .Diakses pada tanggal 20 Oktober 2012 Ramlan Surbakti. (1992). Memahami Ilmu Politik (cetakan keempat: September 1999), PT http://www.indonesia.go.id/in/pemerintah- Grasindo, Jakarta, hal. 149 daerah/provinsi-jawa-timur/pariwisata .Diakses pada tanggal 14 Desember 2012 Rasyid, Ryass.(2007). OTONOMI DAERAH: Latar Belakang dan Masa Depannya. Haris, Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah(3-24).Jakarta: LIPI-Press.

Syamsul Hadi, et.al. (2007). Disintegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik lokal dan Dinamika Internasional, Yayasan Obor Indo- nesia, Jakarta, hal. 272

Tholkhah, Imam.(2001). Anatomi Konflik Politik di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Utama

Yusron. (2009). Elite Lokal dan Civil Society Kediri di Tengah Demokratisasi. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

Zainie, Abdullah.(2007). DILEMA PELAKSANAAN PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH. Haris, Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah(265- 275).Jakarta: LIPI-Press

Zuhro, Siti R, et.al. (2004). Konflik & Kerjasama Antar Daerah: Studi Pengelolaan Hubungan Kewenangan Daerah dan Antar Daerah di Jawa Timur, Bangka, Belitung, dan Kalimanatan Timur(163). Jakarta: LIPI-Press.