E-PAPER PERPUSTAKAAN DPR-RI http://epaper.dpr.go.id

Judul : Menunggu Kapolri Baru (Opini Trimedya Panjaitan) Tanggal : Senin, 06 Juni 2016 Surat Kabar : Suara Pembaruan Halaman : 12 Kursi nomor orang satu d i K o r p s Bhayangkara kini kembali jadi sorotan p u b l i k . S e m p a t m u n c u l w a c a n a perpanjangan jabatan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti yang a k a n p u r n a b a k t i pada akhir Juli 2016 mendatang, namun wacana pergantiannya sesuai jalur ‘normal’ juga kian mengemuka. Keputusan akhir apakah akan dilakukan perpanjangan masa pensiun Jenderal Pol Badrodin Haiti, atau menunjuk Kapolri baru, sepenuhnya berada di tangan Presiden . Jika Presiden akhirnya memilih jalur normal – memperpanjang usia pensiun anggota Polri yang sedang menjabat sebagai Kapolri itu tidak ada presedennya, siapa calon Kapolri pengganti Badrodin Haiti? Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yang juga Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), menyatakan paling lambat pada Juli 2016 Presiden sudah memutuskan tentang posisi Kapolri. Saat ini Presiden masih menunggu usulan nama calon dari Kompolnas maupun Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti). Era Reformasi Setiap berbicara tentang calon Kapolri ideal, publik biasanya selalu ingat satu nama legendaris satu ini: Jenderal (Pol) Huegeng Iman Santoso. Kapolri era 1968-1971 ini dipandang sebagai pemimpin teladan karena ketegasan dan kesederhanaannya. Mencari sosok Kapolri seperti Hoegeng jelas tidak ada salahnya. Hingga kini problem atau kelemahan Polri sesungguhnya, setidaknya sebagian, masih sama seperti era Hoegeng dulu. Persoalan itu adalah citra buruk di masyarakat, oknum polisi penerima suap, dan berjarak dengan masyarakat yang seharusnya diayomi. Ta p i , m e n c a r i sosok seperti Hoegeng di era Polri sekarang ini jelas teramat sulit. Polisi yang sederhana tentu ada, misalnya Bripka Seladi, yang kini sedang jadi buah bibir di masyarakat karena kejujuran dan kesederhanaannya. Tapi, mencari petinggi Polri yang benar-benar hidup sederhana itu tidak mudah. Karena itu, dalam sebuah diskusi di sebuah televisi swasta, kami menyatakan tidak perlu figur seperti Hoegeng, seperempat Hoegeng saja sudah bisa membawa Polri ke arah lebih baik. Ukuran lain untuk mencari sosok Kapolri ideal adalah dengan melihat sosok Kapolri di era reformasi. Selain masih belum terlalu lama untuk ditelusuri rekam jejaknya, juga di era ini mulai berlakunya UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Di era reformasi ada enam kapolri. Yang pertama Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar yang menjabat dari 29 November 2001 sampai 7 Juli 2005. Ia digantikan Jenderal (Pol) Sutanto yang menjabat dari 8 Juli 2005 sampai 30 September 2008. Kapolri selanjutnya Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri yang menjabat sampai 22 Oktober 2010. Kemudian, berturut-turut, Jenderal (Pol) Timur Pradopo (22 Oktober 2010-25 Oktober 2013), Jenderal (Pol) Sutarman (25 Oktober 2013-16 Januari 2015), dan Jenderal Pol Badrodin Haiti yang diangkat sebagai Plt Kapolri pada 16 Januari 2015 dan kemudian menjadi Kapolri pada 17 April 2015. Dari enam Kapolri tersebut, kami terlibat dalam seluruh proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan Komisi III DPR, kecuali untuk Da’i Bachtiar. Untuk uji kelayakan dan kepatutan terhadap Sutanto dan Bambang Hendarso Danuri, kami memimpin proses itu selaku Ketua Komisi III DPR. Sutanto memiliki visi-misi untuk menindak empat jenis kejahatan, yaitu kejahatan yang merugikan kekayaan negara (korupsi, illegal logging, illegal m i n i n g , p e n y e l u n d u p a n ) ; kejahatan yang berdampak luas terhadap masyarakat (judi dan narkoba); kejahatan yang meresahkan masyarakat (kejahatan jalanan dan kejahatan oleh kawanan bandit); dan segala pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, ketidaktertiban dan kemacetan. K a p o l r i s e l a n j u t n y a , Bambang Hendarso Danuri lebih menekankan pada keberlanjutan program atau meneruskan visi-misi Sutanto. Ia ingin menampilkan wajah Polri yang tegas dan humanis. Timur Pradopo memaparkan visi dan misi yang tertuang dalam 10 program prioritas. Dua program yang menjadi prioritas utama adalah pengungkapan kasus-kasus yang paling menonjol dan pemberantasan preman, narkoba, illegal mining, dan illegal logging. S e d a n g k a n S u t a r m a n memiliki visi mewujudkan polisi sebagai pelayan, sahabat dan penegak hukum yang jujur, adil serta transparan dalam menjaga pembangunan nasional. Ia memiliki visi, antara lain, meningkatkan intregasi Polri dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); meningkatkan k e a m a n a n d a n k e t e r t i b a n masyarakat (kamtibmas), dan meningkatkan profesionalisme Polri dalam pengamanan. Kapolri saat ini, Badrodin Haiti, memiliki visi pemantapan soliditas, profesionalisme Polri yang berkualitas, mandiri dan bergotong royong. Sedang misinya, antara lain, pemantapan soliditas dengan pemantapan keorganisasian. Ia juga memfokuskan pemberantasan dan pencegahan korupsi akan difokuskan di internal Polri. Selain lima calon Kapolri di atas, kami juga melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Komjen (Pol) Budi Gunawan. Ia memiliki visi mewujudkan karakter Polri yang bagus dan berbasis Gotong Royong. Salah satu misinya memperkuat sumber daya manusia di institusi Polri untuk memberantas korupsi dan terorisme. Komisi III DPR secara bulat menyetujui Budi Gunawan sebagai Kapolri karena melihatnya sebagai sosok yang tegas. Tapi, sebagaimana diketahui, Presiden memutuskan untuk tidak melantiknya karena terjadi polemik di tengah masyarakat. Dari pengamatan kami, visi dan misi calon Kapolri itu bagus-bagus, tapi kelemahannya adalah dalam implementasinya. Maka yang kita bisa lakukan adalah melihat jejak rekam para calon Kapolri. Dari jejak rekam bisa dilihat konsistensi antara pernyataan dan realisasi dan pernyataan itu. Dari lima Kapolri yang kami ikuti uji kelayakan dan kepatutannya, Sutanto termasuk yang menonjol kinerjanya. Mantan Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional ini cukup berhasil melaksanakan visimisinya. Ia dikenal tegas dan tidak kenal kompromi dalam memberantas perjudian, premanisme, dan narkoba. Jadi, kalau mencari sosok seperti Hoegeng terlalu sulit, sosok yang mendekati Sutanto bisa jadi pilihan. Calon Kapolri Saat ini belum ada nama resmi calon Kapolri. Tapi, merujuk UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang menyebutkan calon Kapolri adalah perwira tinggi Polri yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier, bisa dilihat siapa saja perwira tinggi Polri yang memiliki peluang untuk dicalonkan sebagai orang nomor satu di jajaran baju coklat ini. Dilihat dari kepangkatan, para perwira tinggi berpangkat komisaris jenderal (komjen pol) bisa menjadi calon Kapolri. Saat ini ada sembilan jabatan di lingkungan Mabes Polri dan di luar struktural yang diisi para jenderal bintang tiga. Kesembilan jabatan itu adalah Wakil Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan, Inspektur Pengawasan Umum Komjen Pol Dwi Priyatno, Kepala Badan Pemeliharaan dan Keamanan (Kabaharkam) Komjen Pol Putut Eko Bayuseno, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Irjen Pol Ari Dono (akan menjadi bintang tiga sesuai jabatannya), Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri (Kabaintelkam) Komjen Pol Noer Ali, Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Kalemdikpol) Polri Komjen Pol Syafruddin, Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN) Komjen Pol Budi Waseso, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol , dan Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Komjen Pol Suhardi Alius. Calon Kapolri bisa dibilang sudah mengerucut ke dua nama, yakni Wakapolri Komjen Pol. Budi Gunawan dan Kepala BNN Komjen Pol. Budi Waseso. Indikatornya, dua nama itu kerap menghiasi pemberitaan di media massa lantaran sepak terjang dan pro kontra yang menyertainya. Dan, di antara para calon Kapolri, Budi Gunawan memiliki posisi khusus. Ia pernah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI dan disetujui dengan suara bulat. Siapa yang akan dipilih Presiden? Kita tunggu saja. Penulis adalah Wakil Ketua Komisi III DPR RI; Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum, HAM & Perundang-undangan