ANALISIS SEMIOTIKA REPRESENTASI CITRA ISLAM DALAM FILM DOKUMENTER SALAM NEIGHBOR

Skripsi: Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: M. RISHA GLAMORA LIONDA NIM: 1112051000008

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H / 2019 M

ABSTRAK M. Risha Glamora Lionda. 1112051000008. Analisis Semiotika Representasi Citra Islam dalam Film Dokumenter Salam, Neighbor. Film Salam Neighbor merupakan salah satu film dokumenter yang mengangkat isu kemanusiaan atas krisis pengungsi Suriah. Selain menceritakan kehidupan pengungsi, film ini mengonstruksikan citra Islam. Film dokumenter memiliki kekuatan tersendiri dalam menyampaikan pesan melalui isu yang diangkatnya. Isu-isu yang diangkat film dokumenter cukup beragam, seperti isu sosial, kemanusiaan, lingkungan, ekonomi, politik, agama, budaya, dsb.. Selain bertujuan memberikan informasi melalui fakta dan data, film dokumenter bertujuan untuk mengkampanyekan, dan mengonstruksi citra tertentu. Berdasarkan latar belakang di atas, maka telah dirumuskan pertanyaan penelitian di antaranya bagaimana bentuk repsantament, object, dan interpretant yang terdapat dalam film Salam Neighbor? Kemudian, apa saja citra Islam yang terdapat dalam film Salam Neighbor? Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika Charles Sanders Peirce. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign). Peirce menjelaskan teorinya melalui semiotic triangle, yaitu berupa reprasentament (penanda), object (tanda), dan interpretant (korelasi tanda dan penanda). Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Dalam memperoleh data dan temuan, dilakukan observasi dengan menonton dan mengamati setiap adegan yang ada pada film, untuk kemudian dilakukan pencatatan dan analisis. Selain itu dilakukan pula dokumentasi berupa pengumpulan dokumen soft copy film serta dokumen tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Hasil penelitian ini menemukan tanda dari enam scene yang mengandung citra Islam. Peneliti menemukan citra Islam yang terdapat pada gambar dan dialog dari scene yang mengonstruksi Islam sebagai ajaran yang mengajarkan sikap tolong menolong, keutamaan pendidikan, Islam sebagai korban dari pemberitaan media, keistimewaan perempuan dalam Islam dan Islam sebagai agama yang damai. Kata Kunci: Semiotika, Citra, Islam, Film, Salam Neighbor.

i

KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Semiotika Representasi Citra Islam dalam Film Dokumenter Salam Neighbor”. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak mengalami kesulitan, sehingga rasa putus asa kerap kali datang dan selalu dirasakan. Namun, berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan yang sangat berharga dari berbagai pihak, menjadikan penulis semakin bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini dan pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan, perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, dengan bimbingan, arahan, serta semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, terutama kepada: 1. Suparto, M. Ed, Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih juga kepada Dr. Siti Napsiah selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Sihabbudin Noor, MA, selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Cecep CastraWidjaya M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

ii

2. Dr. Armawati Arbi, M.Si. selaku Ketuan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Dr. H. Edi Amin, S.Ag, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan khusus dan petunjuk yang sangat berharga, dengan keramahannya selalu memberikan kemudahan, dorongan, bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir dengan penuh kesabaran dan dedikasi yang tinggi. Semoga Allah SWT memberikan keberkahan dalam setiap aktivitas. 4. Prof. Yunan Yusuf, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan masukkan selama perkuliahan. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang memberikan ilmu dengan harap ilmu yang didapat menjadi bermanfaat kepada peneliti selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini. 7. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang

iii

telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. 8. Orang tua tercinta, Ayahanda Hadi Riyanto dan Ibunda Sri Hasanah yang tak lelah merajut doa, memberikan motivasi dukungan berupa moril atau materil tanpa akhir, dan senyum penuh ikhlas kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Juga kepada adik-adik penulis, M. Risha Bakastio Virda, Trishadea Rindu Arti, Farisha Zintani Muharraw, dan Meirisha Katriz Branidya yang telah menjadi motivasi penulis dalam menjalani kehidupan. 9. Kepada teman-teman KPI A 2012 dan rekan-rekan mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama menempuh perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Terutama kepada Muhamad Nur, Sopyan Asauri, Milki Amirus S. dan Gilang Sakti. 10. Teman-teman dari KKN MAGIC. Terima kasih untuk kebersamaan yang singkat namun kompak dan banyak memberikan ilmu bagi penulis. Semoga selalu kompak dan tetap menjaga silaturahmi diantara para anggota kelompok. 11. Keluarga Besar HMI Komfakda, yang telah menjadi tempat untuk saya berproses menempa diri dalam meningkatkan kualitas. Terima kasih atas banyaknya ilmu, relasi pertemanan, serta pengalaman organisasi

iv

yang saya dapatkan selama berproses. Terutama kepada Kanda Donni Bhestadi, Kanda Daniel Halim Badran, Kanda Deni Hidayat, Kanda Brian Muhammad, dan Kanda Dedi Eka S, Kanda M. Fajry Yanuar, Kanda Meteor Mardiansyah, Kanda Abdul Fattah Muzakkir, Kanda Zuyin Arwani, yang telah menjadi sahabat sekaligus mentor bagi penulis. Panjang umur HMI, semoga selalu diterpa keberkahan dan kebahagiaan. Bahagia HMI. 12. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Lampung, yang telah menjadi rumah bagi penulis selama menjalani rantauan. Terima kasih atas kehangatan dan rasa kekeluargaan yang telah diberikan kepada penulis. Terutama kepada Kiyay Mursal Darwis, Kiyay Rahmat Ramdani, Kiyay Ibnoe Nugraha, Kiyay Gerry Novandika Age, Kiyay Ade Septiawan, Kiyay M. Afif K, Kiyay Wahid Syarifuddin, Atu Nursholeha, Kiyay Fahmi M. Ahmadi, M.Si dan Kiyay Toni Sastra Jaya, M.H. 13. Sahabat penulis, Irfan Rahmatullah, Hendi Hardiansyah dan Santo Setiadi yang telah menemani dan mewarnai kehidupan penulis selama 14 tahun terakhir. Terimakasih atas pemberian makna hidup bagi penulis. 14. Dian Cahyaningrum, yang telah menemani penulis melewati masa-masa sulit dan mengajarkan ketulusan dan pengorbanan kepada penulis. Terimakasih atas kesetiaan dan pengorbanannya.

v

15. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti ucapkan terima kasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin. Akhir kata penulis hanya bisa berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dari seluruh pihak yang telah membantu. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi diri penulis sendiri.

Jakarta, 04 Juli 2019

M. Risha Glamora Lionda NIM.1112051000008

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... x BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ...... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 10 D. Metodologi Penelitian ...... 11 E. Tinjauan Pustaka ...... 21 F. Sistematika Penulisan ...... 23 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL ...... 25 A. Semiotika ...... 25 B. Konstruksi Citra ...... 36 C. Konsep Film ...... 48 BAB III GAMBARAN UMUM FILM SALAM NEIGHBOR ...... 65 A. Profil Film Salam Neighbor ...... 65 B. Sinopsis Film Salam Neighbor ...... 69 C. Distribusi dan Penayangan Film Salam Neighbor ...... 71 D. Tim Produksi Film Salam Neighbor ...... 73 E. Unsur Ekstrinsik Film Salam Neighbor ...... 74

vii

BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN ...... 81 A. Temuan Data ...... 81 B. Makna Representamen, Objek dan Interpretan ...... 85 C. Interpretasi terhadap Film Salam Neighbor ...... 127 BAB V PENUTUP ...... 131 A. Kesimpulan ...... 131 B. Saran ...... 133 DAFTAR PUSTAKA ...... 135 LAMPIRAN

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Deskripsi Sequence dan Scene dalam Film Salam Neighbor ...... 8 Tabel 2.1 Klasifikasi Tanda Charles Sanders Peirce ...... 26 Tabel 3.1 Tim Produksi Film ...... 73 Tabel 4.1 Scene 1 ...... 85 Tabel 4.2 Scene 2 ...... 95 Tabel 4.3 Scene 3 ...... 103 Tabel 4.4 Scene 4 ...... 108 Tabel 4.5 Korban Tewas Berdasarkan Periode Waktu ...... 112 Tabel 4.6 Scene 5 ...... 116 Tabel 4.7 Scene 6 ...... 122

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Komponen-komponen dalam Analisis Data ...... 18 Gambar 2.1 The Semiotic Triangle ...... 30 Gambar 4.1 Persepsi Muslim di Eropa ...... 94 Gambar 4.2 Korban Kematian Sipil ...... 113 Gambar 4.3 Korban Kematian Perempuan ...... 114 Gambar 4.4 Korban Kematian Anak ...... 114

x

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Film Salam Neighbor sebagai sebuah karya dokumenter yang diproduksi atas kerjasama 1001 Media dan Living on One Dollar merupakan sebuah karya yang unik. Film ini mencoba mendokumentasikan pengalaman sang sutradara sekaligus produser film yaitu Zach Ingrasci dan Chris Temple Bersama para pengungsi Suriah di kamp pengungsi Za’atari,Yordania. Mereka merupakan tim pembuatan film pertama yang diberikan izin oleh PBB untuk dapat mendirikan tenda pengungsian di kamp tersebut, dan menghabiskan satu bulan untuk membahas apa yang disebut oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai krisis kemanusiaan yang paling mendesak1. Film ini merupakan komponen tiga bagian yang di fokuskan pada krisis para pengungsi Suriah, yaitu: film dokumenter, film realitas virtual, dan kampanye dampak sosial. Pertama, sebagai sebuah film dokumenter, Salam Neighbor mendokumentasikan kisah-kisah pengungsi Suriah di kamp pengungsi Za’atari, yang hanya salah satu dari sekian ratus kamp pengungsian warga korban perang Suriah lainnya yang ada di seluruh dunia. Dalam mendokumentasikan cerita

1 https://en.wikipedia.org/wiki/Salam_Neighbor (diakses pada tanggal 17 Januari 2019, pukul 13.00 WIB)

1 2

pada film ini, para tim menggunakan gaya imersif. Dalam dunia jurnalistik, terdapat jurnalisme imersif yang diartikan sebagai karya jurnalisme yang memungkinkan seorang jurnalis untuk menjelaskan peristiwa atau situasi dalam laporan berita dan film dokumenter dengan menggunakan teknologi 3D dan teknologi imersif sehingga dapat membuat khalayak mengalami rasa “ada disana” serta menawarkan kesempatan secara pribadi untuk terlibat langsung dalam sebuah cerita. Jurnalisme imersif menempatkan khalayak langsung ke acara tersebut. Dengan mengakses versi virtual dari lokasi di mana cerita terjadi berdasarkan saksi/pelaku, atau dengan perspektif karakter yang digambarkan dalam berita, penonton bisa mendapatkan akses ke dalam situasi, pemandangan atau suara yang belum pernah dialami sebelumnya, dan bahkan perasaan serta emosi dalam berita.2 Pada komponen kedua, yaitu film realitas virtual dengan latar belakang data bahwa sebanyak 80% pengungsi Suriah di Yordania adalah pengungsi perkotaan dibandingkan yang tinggal di kamp pengungsian. Untuk mengangkat situasi pengungsi non kamp/perkotaan, Salam Neighbor mengembangkan film virtual reality yang berjudul For My Son. Film berdurasi 5 menit 47 detik ini adalah surat video dari seorang pengungsi perkotaan Suriah (yang tinggal di Amman Timur, Yordania) kepada putranya, mengungkapkan

2 Maria V Sanchez-Vives, Mel Slater, From Presence To Cconsciousness Through Virtual Reality. (New York: Nature Publishing Group, 2005), h. 332-339 3

harapan untuk masa depan putranya. Komponen kedua dari proyek film dokumenter Salam Neighbor ini dapat ditonton di You Tube dengan pencarian “For My Son – in 360o”. Komponen ketiga dalam proyek film ini adalah kampanye dampak sosial. Sebagaimana yang disampaikan oleh Zach Ingrasci selaku co-sutradara sekaligus salah satu produser film ini “Jika kita dapat memobilisasi perubahan narasi itu untuk memiliki perubahan kebijakan yang nyata, itu dapat memiliki efek besar. Tujuannya adalah untuk menciptakan respons yang lebih berkelanjutan dan terhubung bagi para pengungsi Suriah".3 Tema utama kampanye dampak film ini adalah mendukung negara tuan rumah atau negara penampung para pengungsi Suriah, dan menciptakan peluang pendidikan bagi anak-anak usia sekolah yang terganggu pendidikannya sebagai akibat dari konflik. Melihat dari website resmi livingonone.org, produsen film Salam Neighbor mengajak para khalayak untuk ikut serta dan berpartisipasi kedalam permasalahan yang dialami oleh para pengungsi Suriah tersebut. Pada halaman website tersebut, livingonone menuliskan “Together let’s seek understanding instead of accepting stereotypes and take action instead of sitting idly by.”4 Upaya dari para sineas adalah mengajak khalayak yang telah menonton film Salam Neighbor untuk melakukan aksi nyata dengan cara melakukan

3 https://en.wikipedia.org/wiki/Salam_Neighbor (diakses pada tanggal 20 Januari 2019) 4 http://livingonone.org/salamneighbor/get-involved/ (diakses pada tanggaln 20 Januari 2019) 4

advokasi dan menjadi fundraiser untuk para pengungsi Suriah. Dari tiga komponen tersebut, tentu magnus ovum dari proyek ini adalah film dokumenter itu sendiri, yaitu film Salam Neighbor. Dengan pendekatan imersifnya, penonton diajak untuk merasakan dan menyaksikan langsung kehidupan para pengungsi Suriah di Yordania. Pendekatan Timur bertemu Barat yang coba ditampilkan pada film ini mencoba memanusiakan dunia arab. Selain itu pendekatan ini mengangkat bentuk budaya dan kehidupan masyarakat muslim Suriah dan penerimaannya terhadap orang-orang asing (tim pembuatan film). Film Salam Neigbor memanfaatkan kekuatan dari media film melalui pendekatan-pendekatan yang digunakan tersebut sehingga dapat diterima publik secara besar dan terhitung memberikan dampak politik. Dampak politik yang dikandung film Salam Neighbor selain persoalan kemanusiaan yang dialami para pengungsi Suriah, juga menampilkan realitas sosial masyarakat Suriah sebagai pengungsi di Za’atari yang mayoritas memeluk agama Islam. Dengan kata lain, Salam Neighbor mencoba memberikan gambaran yang utuh dan sesungguhnya yang dialami pengungsi serta gambaran yang sesungguh dari muslim Suriah tersebut. Film sendiri merupakan alat yang sedemikian kuatnya dalam mempengaruhi manusia, terlebih lagi pada film Salam Neighbor dilengkapi dengan ilustrasi visual yang dapat 5

menyampaikan pesan yang tidak mampu disampaikan melalui narasi verbal atau kata-kata. Sehingga film merupakan media komunikasi yang efektif dalam menyampaikan nilai-nilai kepada masyarakat dan membuat khalayak untuk dapat berubah mengikuti apa yang disaksikan dalam film. Melihat hal tersebut, film sangat memungkinkan untuk dijadikan medium untuk mengostruksi citra. Film memiliki kapasitas untuk memuat pesan yang sama secara serempak dan mempunyai sasaran yang beragam, dari agama, etnis, status, umur dan tempat tinggal. Sebagai medium komunikasi massa, film merupakan alat penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, dengan memanfaatkan teknologi kamera, warna dan suara. Unsur- unsur tersebut dilatarbelakangi oleh suatu pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak film. Unsur audio visual yang melekat pada film memiliki efektivitas bagi audiens untuk menerima pesan, sehingga pengaruh dari tanda yang memiliki kandungan mana dalam film kemudian menjadi pesan yang diterima oleh audiens. Film memberikan ruang kepada publik dan berhasil menampilkan gambar-gambar yang semakin menjadi kenyataan sehingga seolah-olah benar-benar terjadi dihadapan publik yang menyimak.5 Dalam menyampaikan pesan, film menyajikan makna pesan dalam sebuah gambar dan audio yang memnunjukan

5 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), h. 207 6

suasana, tempat dan kejadian yang sedang berlangsung. Komprehensivitas yang dimiliki film ini membuat khalayak merasakan bahwa apa yang ada dalam merupakan cerminan dari kehidupan sosialnya. Bahkan film menciptakan konstruksi baru dibenak khalayak atas realitas yang ada pada film. Dalam memproduksi sebuah film, hal yang sangat mempengaruhi hasil dari film adalah rekayasa sosial, imajinasi dan konstruksi cerita yang dibangun oleh pembuat film.6 Pada proses pembuatannya, cerita dan pesan pada film yang dibuat oleh penulis naskah kemudian dikonstruksi oleh sutradara sehingga kemudian ketika film tersebut sudah beredar dipublik, dapat memberikan efek bagi penontonnya. Efek yang diterima oleh audiens film melalui konstruksi citra yang dikandung film dapat berupa kognitif, afektif dan konatif.7 Film sebagai media komunikasi memiliki tujuan transformation of values, yakni menyebarluaskan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.8 Nilai-nilai dalam film memuat citra tertentu baik positif maupun negatif. Citra yang ditonjolkan dalam film paling lazim merupakan citra yang merepresentasikan tokoh atau lakon yang ada pada film. Akan tetapi representasi citra tersebut kadang juga mewakili

6 Ade Irwansyah. Seandainya Saya Kritikus Film: Pengantar Menulis Kritik Film. (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2009), h. 25 7 Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 318-319 8 Irwansyah. Seandainya Saya Kritikus Film: Pengantar Menulis Kritik Film. h. 12 7

kelompok sosial, kelompok masyarakat, etnis, agama dan sebuah bangsa. Film sebagai media komunikasi massa dengan karakteristik audio visul dan bersifat rekreatif memiliki kekuatan dalam mentransmisikan pesan-pesannya kepada khalayak dengan cara yang menarik. Melalui cerita yang dibangun, dan karakter-karakter yang terdapat dalam cerita tersebut mengirimkan pesan dengan menyentuh aspek psikologis khalayak. Kandungan pesan dalam sebuah film ditampilkan melalui dialog, suara latar, gambar, serta adegan di dalam film tersebut. Dari penjelesan diatas, peneliti dapat mengidentifikasi bahwa terdapat tanda atau pesan berupa dialog, suara, dan adegan pada film Salam Neighbor yang terdapat bentuk- bentuk citra Islam. Oleh karenanya peneliti bermaksud menyusun skripsi dengan judul “Analisis Semiotika Representasi Citra Islam dalam Film Salam Neighbor”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Penulis membuat batasan masalah untuk mempermudah proses penulisan dan memfokuskan perhatian pada permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini. Adapun batasan masalah yang akan dikaji dan difokuskan adalah pada adegan-adegan film Salam Neighbor yang penulis anggap memiliki makna di dalam rangkaian gambar atau adegan (scene) film untuk 8

mengungkap pesan yang terkandung didalamnya. Film berdurasi 75 menit ini memiliki 9 sequence, yang didalamnya terdapat 30 scene. Dalam film ini terdapat enam adegan/scene yang mengandung pesan-pesan yang merepresentassikan citra Islam, sehingga penelitian ini akan dibatasi dengan memfokuskan pada adegan-adegan yang memiliki pesan-pesan tersebut.

Tabel 1.1 Deskripsi Sequence dan Scene dalam Film Salam Neighbor No Sequence Scene 1 Sequence 1 Scene 1 Prolog dan latar belakang Scene 2 pembuatan film. Scene 3 2 Sequence 2 Scene 4 Kedatangan tim pembuat film di Scene 5 Za’atari. Scene 6 3 Sequence 3 Scene 7 Interaksi awal antara tim Scene 8 pembuat film dengan para Scene 9 pengungsi. Scene 10 4 Sequence 4 Scene 11 Permasalahan lingkungan dan Scene 12 perkembangan komunitas di Scene 13 pengungsian. Scene 14 9

5 Sequence 5 Scene 15 Permasalahan gender dan Scene 16 pendidikan yang ditimpa para Scene 17 pengungsi di Za’atari Scene 18 6 Sequence 6 Scene 19 Dampak politik, dan ke- Scene 20 manusiaan serta kerusakan Scene 21 akibat peperangan Suriah. Scene 22 7 Sequence 7 Scene 23 Harapan dan perubahan positif Scene 24 yang dialami para pengungsi Scene 25 Suriah. Scene 26 8 Sequence 8 Scene 27 Perpisahan sineas dan para Scene 28 pengungsi. Scene 29 9 Sequence 8 Scene 30 Epilog

2. Rumusan Masalah Dengan mengacu pada batasan masalah di atas, maka kemudian penulis merumuskan permaslahan penelitian yang sesuai dengan konsentrasi penelitian, yaitu : a. Bagaimana bentuk penanda (reprasentament) dalam film Salam Neighbor sebagai konstruksi citra Islam? 10

b. Bagaimana bentuk tanda (object) dalam film Salam Neighbor sebagai konstruksi citra Islam? c. Bagaimana bentuk korelasi tanda dan objek yang diwakilinya (interpretant) dalam film Salam Neighbor sebagai konstruksi citra Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : a. Mendeskripsikan bentuk penanda (reprasentament) dalam film Salam Neighbor sebagai konstruksi citra Islam b. Mendeskripsikan bentuk tanda (object) dalam film Salam Neighbor sebagai konstruksi citra Islam c. Mendeskripsikan bentuk korelasi tanda dan objek yang diwakilinya (interpretant) dalam film Salam Neighbor sebagai konstruksi citra Islam 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat baik dalam ranah akademis maupun praktis sebagai berikut : a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan berguna sebagai referensi bagi perkembangan ilmu komunikasi, khususnya pada pada kajian film dan semiotika serta teori-teori yang berkaitan bagi mahasiswa UIN Syarif 11

Hidayatullah Jakarta khususnya bagi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. b. Manfaat Praktis Penulis berharap penelitian ini berguna bagi kalangan akademisi, mahasiswa, masyarakat dan berbagai pihak lainnya yang menaruh minat pada kajian semiotika secara khusus pada konstruksi citra dan sosial pada film.

D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Bogdan dan Bilken dalam Moleong menerangkan bahwa paradigma merupakan kumpulan proposisi yang mengarahkan cara berpikir dalam sebuah penelitian. Sedangkan menurut Horman paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas9. Berdasarkan definisi – definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan seperangkat konsep, keyakinan, asumsi, nilai, metode, atau aturan yang membentuk kerangka kerja penelitian. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Paradigma ini memandang bahwa realitas sosial bukanlah suatu hal yang

9 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1997), h. 30 12

terbentuk secara alami, akan tetapi hasil dari sebuah konstruksi. Konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan serta bereaksi sesuai dengan konseptual dan pemikiran10. Selanjutnya Little John memperkuat argumen ini bahwa paradigma konstruktivisme berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan dari objektivitas, akan tetapi hasil dari sebuah konstruksi yang melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat dan budaya.11 Paradigma ini menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa dipandang tidak hanya sebagai alat untuk memahami realitas objektif dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstrutivisme justru memandang penting subjek (komunikan) dalam kegiatan komunikasi, sebab penerima pesan yang harus memaknai pesan itu sesuai dengan pengalamannya masing – masing. Sehingga realitas sosial yang dihasilkan adalah perpaduan dari realitas objektif dan realitas subjektif. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Dimyati penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti peristiwa sosial, gejala

10 Elvaniaro Ardianto & Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 151 11 Stephen W. Little John, Theories of Humman Communication, (Wadsworth: Belmon, 2002), h. 163 13

keagamaan, dan proses tanda kualitatif berdasarkan pendekatan nonpositivis. Selanjutnya Strauss dan Corbin menambahkan bahwa hal-hal yang diteliti dapat berupa kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, gerakan sosial, keagamaan atau hubungan kekerabatan12. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganlisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran manusia secara individu maupun kelompok13. Pada pendekatan kualitatif, data yang dihasilkan adalah data deskriptif yang berupa kata – kata tertulis, lisan dari orang – orang dan prilaku yang di amati14. Oleh karenanya penelitian kualitatif adalah penelitian khusus bagi objek yang tidak dapat diteliti secara statistik atau cara kuantifikasi. 3. Sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan sifat penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memiliki tujuan untuk memberikan gambaran tentang sebuah fenomena, realitas sosial sedetail mungkin untuk menggambarkan kenyataan yang terjadi.

12 Anselm Strauss & Juliet Corbin, Basic of Qualitative Research : Grounded Theory Procedures and Techniques (Surabaya: Bina Ilmu, 1997), h. 1. 13 M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2016), cet. 3, h. 13 14 Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007), h. 25 14

Menurut Juliansyah Noor, penelitian deskriptif merupakan proses penelitian yang menjelaskan gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi pada saat peneliti terjun langsung untuk mencari data. Melalui penelitian deskriptif, seorang peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan atau mengurangi isi dalam peristiwa tersebut. “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif …”15 Data yang dikumpulkan pada penelitian deskriptif adalah data yang berupa kata – kata, gambar dan bukan angka-angka. Sehingga laporan penilitan berupa kutipan- kutipan data untuk memberi gambaran penyajian dari pelaporan penelitian tersebut. Data yang dilaporkan tersebut merupakan olahan data yang bersumber dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya16. Selain itu, sifat penelitian deskriptif ialah suatu cara untuk mencari fakta dengan interpretasi yang tepat. Deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam

15 Juliansyah Noor, Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana, 2014), cet. Ke-4, h. 34-35. 16 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 2, h. 39 15

masyarakat, situasi yang terjadi termasuk hubungan dan pengaruh dari suatu fenomena.17 4. Subjek dan Objek Penelitian Subjek yang diambil pada penelitian ini adalah sebuah film dokumenter yang diproduksi oleh Living on One Dollar dan 1001 Media yang berjudul Salam Neighbor sedangkan yang menjadi unit analisisnya adalah potongan gambar dan dialog yang terdapat di dalam film Salam Neighbor yang memiliki keterkaitan dengan rumusan masalah penelitian. 5. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekitarnya untuk membantu referensi dalam mengumpulkan data penelitian. Untuk waktu penelitian dimulai sejak disetujuinya proposal penelitian ini oleh pihak jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Teknik Pengumpulan Data Data dalam proses penelitian merupakan hal yang bersifat substantif. Oleh karenanya penting bagi peneliti untuk mengumpulkan data yang menunjang penelitian ini.

17 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 55. 16

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, menggunakan observasi dan dokumentasi18. a. Observasi Secara sederhana, observasi adalah perilaku mengamati dengan panca indra manusia. Observasi ditujukan untuk mendapatkan hasil riset yang komprehensif dan mendalam. Jenis observasi pada penelitian ini adalah observasi non partisipan. Observasi jenis ini maksudnya peneliti tidak terlibat secara langsung dalam aktivitas yang diteliti, hanya sebatas mengamati tanpa ikut langsung dalam aktivitas tersebut19. Obsevasi akan dilakukan secara langsung dengan mengamati setiap adegan/scene yang terdapat pada film Salam Neighbor. b. Dokumentasi Dokumentasi merupakan tata cara pengumpulan data dengan menghimpun dokumen- dokumen atau catatan peristiwa yang sudah berlalu berupa tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang. Dokumentasi merupakan upaya yang melengkapi metode lainnya. Sebab, hasil penelitian akan lebih terpercaya jika didukung dengan dokumenter20. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan

18 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKIS, 2008), cet. 2, h. 96 19 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 204 20 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 176 17

dokumentasi dengan cara capture scene yang terdapat pada film, mengambil gambar-gambar, mencatat suara-suara pada film yang memuat rumusan permasalahan penelitian. Selain itu, peneliti juga melakukan dokumentasi dengan mencari data melaui buku, jurnal, artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian baik di perpustakaan maupun secara daring. c. Studi Pustaka Studi pustaka atau library research menurut Sugiyono berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti, selain itu studi kepustakaan sangat penting dalam melakukan penelitian, hal ini dikarenakan penelitian tidak akan lepas dari literatur-literatur Ilmiah.21 Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dengan mencari dan mengumpulkan literatur yang memiliki relevansi dengan latar belakang dan permasalahan penelitian, yang berupa koran, buku- buku, majalah, naskah, dokumen dan sebagainya. 7. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses penyususan data secara sistematis yang diperoleh adalan dengan mengarsipkan data ke dalam kategori, menjabarkan ke

21 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 291 18

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih bagian penting dan yang akan dipelajari lalu membuat kesimpulan22. Miles dan Huberman menjelaskan bahwa kegiatan menganalisa data terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi23. Langkah-langkah analisis ditujukan pada gambar berikut: Gambar 1.1 Komponen-komponen dalam Analisis Data (flow model)24

Teknik analisis ini dijelaskan sebagai berikut: a. Reduksi Data Reduksi data berarti proses memilih, memusatkan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang didapat dari lapangan. Data yang diperoleh dilapangan tersebut kemudian direduksi dengan cara merangkum, memilih dan memfokuskan data. Mereduksi data berarti mengambil hal yang pokok atau inti dari kumpulan data yang ada yang

22 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 333 23 Matthew Miles & A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 17 24 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 246 19

terkait dengan tujuan. Dengan demikian data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran yang jelas bagi peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya kembali apabila diperlukan. b. Penyajian Data Proses penyajian data adalah kegiatan menyampaikan data yang dapat berbentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara ketegori, flowchart dan sejenisnya25. Dalam penyajian data pada penelitian kualitatif menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono yang paling sering sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan melakukan perencanaan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi Kegiatan analisis data yang ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono menjelaskan kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

25 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 333 20

dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti- bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali kelapangan mengumpulkan data maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.26 Dalam hal ini peneliti akan mencari arti dan maksud dari data-data yang telah diperolehnya. Kemudian melakukan analisis dan penjabaran berupa teks naratif dan mengambil kesimpulan dari tidakan sebelumnya. Penarikan kesimpulan dapat berupa pandangan sementara saja. Kemudian akan di verifikasikan selama penelitian berlangsung. Dengan kata lain adalah menguji kebenaran-kebenaran kasus yang ada dilapangan selama proses penelitian dilakukan oleh peneliti. Dan dalam penelitian kualitatif ini kesimpulan diharapkan dapat menemukan sesuatu hal yang baru dan belum tergali sebelumnya. 8. Pedoman Penulisan Pedoman dalam teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development And Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

26 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D, h. 343 21

E. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dalam sebuah penelitian bertujuan sebagai pembanding dan ukuran pernyataan bahwa perumusan masalah dalam penelitian berbeda. Sehingga dapat dikatakan tinjauan pustaka merupakan penguat bagi proses penelitian yang dilakukan bahwa peneliti tidak melakukan plagiasi pada penelitian yang sudah ada. Pada tinjauan pustaka ini, peneliti akan mempertegas kesamaan dan perbedaan antara penelitian yang akan peneliti buat dengan penelitian – penelitian sebelumnya. Sebelum melakukan penyusunan lebih lanjut, peneliti melakukan penelusuran penelitian di Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga menelusuri beberapa penelitian di Universitas lain. Adapun penelitian terdahulu yaitu : 1. Skripsi dengan judul “Eksistensi Kerelawanan Warga Sipil pada Konflik di Suriah (Analisis Semiotika dalam Film Dokumenter The White Helmets)” yang ditulis pada tahun 2018 oleh Muhammad Anharudin mahasiswa program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini membahas tentang konflik moral yang dialami relawan warga sipil di Suriah. Penelitian ini menemukan bahwa relawan dalam film dokumenter The White Helmets dapat dikategorikan ke dalam tingkatan antara diam dan terlibat berdasarkan teori konflik moral W. Barnett Pearce dan Stephen W. 22

Berdasarkan analisis semiotika Roland Barthes, makna denotasi dari film yang diteliti menampilkan adegan tentang penyelamatan warga sipil, sedangkan makna konotasi menggambarkan kondisi dan situasi yang mencekam di Suriah, serta mitosnya adalah kesungguhan, kegigihan dan sikap sabar dari para relawan akan memberikan harapan dan semangat baru. Persamaan penelitian ini adalah menggunakan objek film dokumenter dan menggunakan analisis semiotika sebagai pisau analisa untuk penelitian. Perbedaan penelitian ini terletak pada subjek yang dianalisa, yaitu eksistensi kerelwanan. 2. Skripsi dengan judul “Wacana Perang Ideologi pada Konflik Suriah di Media Umat” pada tahun 2014 karya Nely Rahmawati mahasiswa program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Penelitan ini membahas tentang hierarki pengaruh atas pemberitaan mengenai konflik Suriah yang dilakukan oleh Media Umat, selanjutnya menganalisa objel dengan pendekatan analisis framing. Penelitian ini menemukan bahwa Tabloid Media Umat sebagai media massa yang termasuk berdideologi Islam mengonstruksikan wacana perang ideologi dengan menampilkan dan menonjolkan kebengisan rezim Suriah, intervensi dan kepentingan asing atas konflik Suriah, serta para pejuang pemberontak yang tidak bergeming atas kebengisan rezim. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menganalisis 23

konflik Suriah. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada pemilihan subjek dan objek penelitian. 3. Skripsi berjudul “Visualisasi Penderitaan Rakyat dalam Foto Konflik/Perang Suriah Majalah National Geoghraphic Indonesia Maret 2014 (Analisis Semiotika Roland Barthes)” yang ditulis oleh Dede Nurmaya pada tahun 2015 mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang. Penelitian ini membahas bentuk dan tanda yang terdapat pada foto konflik/perang Suriah dan penderitaan rakyat Suriah yang terkandung didalamnya. Persamaan pada penelitian ini adalah pada analisis yang digunakan, yaitu analisis semiotika. Letak perbedaan dengan penelitian ini adalah pada objek yang diteliti, penelitian ini memilih foto sebagai objek yang diteliti.

F. Sistematika Penulisan Agar pembahasan dalam penelitian ini terarah, teratur dan sistematis, maka perlu dibuat sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I Merupakan bab pendahuluan yang mencakup; latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi 24

penelitian, tinjauan pustaka, pedoman penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II Merupakan bab yang akan membahas tinjauan teori yang akan digunakan sebagai pisau analisa dalam penelitian ini. Didalamnya meliputi tentang semiotika, konsep konstruksi citra dan ruang lingkup film.

BAB III Bab ini merupakan gambaran umum dari objek yang akan diteliti yaitu film Salam Neighbor.

BAB IV Bab ini akan menguraikan sajian data dan temuan-temuan pada penelitian yang di lakukan, selanjutnya pada bab ini akan menganalisa hasil penelitian dan mencari keterkaitannya dengan latar belakang permasalahan dan teori yang digunakan.

BAB V Merupakan bab terakhir yang didalamnya terdapat kesimpulan dan saran.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Semiotika 1. Pengertian Semiotika Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di kehidupan ini, di tengah-tengah manusia dan bersama dengan manusia. Semiotika, pada dasarnya mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa informasi, berupaya untuk berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem berstruktur dari tanda.27 Manusia dalam prosesnya, dapat berinteraksi melalui sistem tanda dan simbol. Manusia bisa memaknai segala hal yang ada disekelilingnya dengan sebuah tanda dan simbol. Sistem tanda bekerja dengan sebagaimana mestinya yang kemudian dipersepsi, diartikan dan dimaknai sesuai dengan kognisi manusia tersebut. Istilah semiotika pertamakali diperkenalkan oleh Hippocrates (460-377 SM) yakni penemu cabang ilmu

27 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 15

25 26

kedokteran dan bidang medis seperti ilmu gejala-gejala. Gejala dalam bahasa Yunani memiliki kata semeion dan menururut Hippocrates kata tersebut berarti sebuah “penunjuk” atau “tanda fisik”28. Istilah lain dari semiotika adalah semiologi, kedua kata ini seringkali dipakai dan memiliki arti yang sama. Semiotika adalah cabang ilmu yang familiar di Amerika, sedangkan semiologi lebih sering digunakan di Eropa. Ilmu semiotika berawal dari ilmu linguistik dengan tokohnya Ferdinand de Saussure (1857-1913). Saussure dikenal sebagai tokoh semiotika karena bukunya yang berjudul Course in General Linguistics yang diterbitkan pada tahun 1916. Buku tersebut merupakan sumber teori linguistic yang paling berpengaruh dan dikenal dengan istilah strukturalisme. Bahasa dimata Saussure layaknya sebuah karya musik berbentuk simfoni, apabila ingin memahaminya, maka harus melihat keutuhan karya musik secara keseluruhan dan bukan kepada permainan individualnya. Umberto Eco mendefinisikan semiotika sebagai disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang bisa dipakai untuk berbohong, karena jika sesuatu tidak bisa dipakai untuk berbohong, sebaliknya itu itu tidak bisa

28 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenal Semiotika dan Teori Komunikasi (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 7 27

dipakai untuk berkata jujur; dan pada kenyataannya tidak bisa dipakai untuk apa pun juga.29 Sedangkan menurut Charles Sanders Peirce semiotika adalah doktrin formal tentang tanda-tanda (the formal doctrin of signs); selanjutnya menurut Saussure semiologi adalah ilmu umum tentang tanda, suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat (a science that studies the life signs within society). Dengan demikian bagi Peirce semiotika adalah suatu cabang dari filsafat; sedangkan bagi Saussure semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi sosial.30 Istilah semiotika sebagai sebuah bidang ilmu seringkali disebut semiologi. Selain penyebutan tersebut, istilah lain yang digunakan adalah semasiologi, sememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang.31 2. Semiotika Charles Sanders Peirce Charles Sanders Peirce adalah seorang filsuf Amerika yang paling orisinal dan multidimensioanl. Bagi teman-teman semasanya, ia terlalu orisinal. Dalam bermasyarakat, teman-temannya membiarkannya dalam kesusahan dan meninggal dalam kemiskinan. Perhatian

29 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra. 2010), h. 33 30 Kris Budiman , Semiotika Visual , (Yogyakarta: Jalasutra. 2011), h. 3 31 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 11 28

untuk karya-karyanya tidak banyak diberikan oleh teman- temannya. Peirce banyak menulis, tetapi kebanyakan tulisannya bersifat pendahuluan, sketsa dan sebagian besar tidak diterbitkan sampai ajalnya. Baru pada tahun 1931-1935 Charles Hartshorne dan Paul Weiss menerbitkan enam jilid pertama karyanya yang berjudul Collected Papers of Charles Sanders Peirce. Pada tahun 1957, terbit jilid 7 dan 8 yang dikerjakan oleh Arthur W Burks. Jilid yang terakhir berisi bibliografi tulisan Peirce. Selain seorang seorang filsuf, Peirce juga seorang ahli logika dan ia memahami bagaimana manusia itu bernalar. Peirce akhirnya sampai pada keyakinan bahwa manusia berpikir dalam tanda. Maka diciptakannyalah ilmu tanda yang ia sebut semiotik. Semiotika baginya sinonim dengan logika. Secara harafiah ia mengatakan “Kita hanya berpikir dalam tanda”. Di samping itu ia juga melihat tanda sebagai unsur dalam komunikasi. Charles Sanders Peirce menyatakan semiotika merupakan suatu cabang filsafat32. Sebab menurut Peirce yang merupakan ahli filsafat dan logika, penalaran manusia hanya bisa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia dapat bernalar dan berfikir hanya lewat tanda saja. Sehingga menurutnya, semiotika merupakan sebuah logika33.

32 Kris Budiman, Semiotika Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 3 33 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2013), h. 12 29

Selanjutnya Peirce mengemukakan pandangan pansemiotika, yaitu semua gejala alam maupun budaya yang ada harus dilihat sebagai tanda. Model tanda yang dikemukakan oleh Peirce adalah trikotomik atau triadik. Prinsip dasarnya adalah bahwa tanda bersifat representatif, “something that representative something else” sesuatu mewakili sesuatu yang lain34. Menurut Peirce tanda atau representamen adalah sesuatu bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain atau interpretan dalam beberapa hal. Interpretan dari tanda yang pertama tadi pada gilirannya mengacu pada objek. Dengan demikian sebuah tanda atau representamen memiliki hubungan langsung yang dalam bahasa Peirce adalah relasi triadik dengan interpretan dan objeknya35. “suatu tanda atau representamen merupakan sesuatu yang menggantikan sesuatu bagi seseorang dalam beberapa hal atau kapasitas. Ia tertuju kepada seseorang, artinya di dalam benak orang itu tercipta suatu tanda lain yang ekuivalen, atau mungkin suatu tanda yang lebih terkembang.… (Peirce:1986:5).36 Proses pemaknaan tanda Peirce mengikuti hubungan tiga titik, yaitu representament (R), object (O), dan interpretant (I). R merupakan tanda yang dapat dipersepsi baik secara fisik maupun mental yang merujuk pada sesuatu yang diwakili yaitu O. Kemudian I

34 Benny H. Hoed, Semiotika & Dinamika Sosial (Depok: Komunitas Bambu, 2014), h. 58 35 Budiman, Semiotika Visual, h. 17 36 Budiman, Semiotika Visual, h. 73 30

merupakan proses yang menafsirkan korelasi R dan O tersebut. Oleh karena itu, dalam semiotika Peirce tanda tidak hanya representatif tetapi juga interpretatif.37 Pemikiran Peirce yang mengungkapkan tentang triangle meaning dijelaskan melalui gambar berikut: Gambar 2.1 The Semiotic Triangle38

Melalui gambar tersebut Peirce menjelaskan mengenai reprasentament, interpretant, dan object. Tanda dibentuk oleh hubungan triangle meaning atau segitiga makna. Tanda (sign) atau reprasentamen berhubungan langsung dengan objek yang diwakilinya. Hubungan keduanya menghasilkan interpretan. Representamen adalah tanda yang merujuk pada sesuatu yang lain, sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda tersebut. Biasanya objek adalah sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri, atau objek bisa juga merupakan sesuatu

37 Hoed, Semiotika & Dinamika Sosial Budaya, h. 58 38 Winfried Noth, Handbook Of Semiotics (Bloomington: Indiana University Press, --), h. 89 31

yang sama dengan tanda. Kemudian interpretan merupakan tafsiran kognitif manusia atas hubungan (representamen dan objek) berdasarkan fenomonologi manusia tersebut.39 Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce menciptakan klasifikasi tanda. Klasifikasi tanda bagi Peirce dijelaskan pada tabel berikut : Tabel 2.1 Klasifikasi Tanda Charles Sanders Peirce40 Ground Qualisign Kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign Eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign Norma yang dikandung oleh

39 Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi Peneltian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 169 40 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 41-42 32

tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. Object Icon Tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta. Index Tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Symbol Tanda yang mengacu ke denotatum melalui konvensi. Atau tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan 33

petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbriter atau semena-mena, berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Interpret Rheme Tanda yang memungkinkan ant orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur.

Dicentsign Tanda sesuai kenyataan. /dicisign Misalnya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument Tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

34

Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut, Peirce membagi tanda menjadi sepuluh jenis:41 a. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. kata keras menunjukkan kualitas tanda. misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan. b. Inconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contoh: foto, diagram, peta, dan tanda baca. c. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contoh: pantai yang sering merenggut nyawa orang yang mandi di situ akan dipasang bendera bergambar tengkorak yang bermakna, dilarang mandi di sini. d. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya, tanda larangan yang terdapat di pintu masuk sebuah kantor. e. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. Misalnya, rambu lalu lintas. f. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu, misalnya kata ganti penunjuk. Seseorang bertanya, “Mana buku itu?” dan dijawab, “Itu!” g. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subyek informasi. Tanda

41 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 42-43 35

berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil ambulans menandakan ada orang sakit atau orang yang celaka yang tengah dilarikan ke rumah sakit. h. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya, kita melihat gambar harimau. Lantas kita katakan, harimau. Mengapa kita katakan demikian, karena ada asosiasi antara gambar dengan benda atau hewan yang kita lihat yang namanya harimau. i. Dicent Symbol atau Proposition (Proposisi) merupakan tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang berkata, “Pergi!” penafsiran kita langsung berasosiasi pada otak, dan sertamerta kita pergi. Padahal proposisi yang kita dengar hanya kata. Kata-kata yang kita gunakan yang membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi di dalam otak. Otak secara otomatis dan cepat menafsirkan proposisi itu, dan seseorang secara otomatis dan cepat menafsirkan proposisi itu, dan seseorang segera menetapkan pilihan atau sikap. j. Argument, yakni tanda yang merupakan preferensi seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata, “Gelap.” Orang itu berkata gelap sebab ia menilai ruang itu cocok dikatakan gelap. Dengan demikian argumen merupakan tanda yang 36

berisi penilaian atau alasan, mengapa seseorang berkata begitu. Tentu saja penilaian tersebut mengandung kebenaran

B. Konstruksi Citra 1. Pengertian Citra Citra berasal dari bahasa sansekrta yang berarti gambar. Kemudian berkembang pengertiannya menjadi gambaran seperti padanan kata image dalam bahasa Inggris. Citra merupakan suatu yang abstrak dan kompleks serta meilbatkan aspek emosi (afektif) dan aspek penalaran (kognitif). Sehingga citra secara serentak memiliki sifat subjektif dan objektif. Citra pada khalayak terbentuk sebagai dampak afektif dan kognitif dari komunikasi.42 Menurut Nimmo, citra adalah segala hal yang berkaitan dengan situasi keseharian seseorang; menyangkut pengetahuan, perasaan dan kecenderungannya terhadap sesuatu. Sehingga citra dapat berubah seiring dengan perjalanan waktu. Teori image building menyebutkan bahwa citra akan terlihat atau terbentuk melalui poses penerimaan secara fisik (panca indra), masuk ke saringan perhatian (attention filter), dan kemudian menghasilkan pesan yang dapat

42 Anwar Arifin, Komunikasi Politik, Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan, Strategi dan Komunikasi Poilitik Indonesia. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 178 37

dilihat dan dimengerti (perseived message), yang selanjutnya berubah menjadi persepsi dan membentuk citra.43 Secara mendasar citra dapat didefinisikan sebagai konstruksi atau representasi dan persepsi khalayak terhadap individu, kelompok, dan suatu institusi atau lembaga dalam kaitannya di masyarakat. Citra yang melekat atau menempel pada benak seseorang dapat berbeda dengan realitas objektif atau tidak selamanya merefleksikan kenyataan yang sesungguhnya. Baudrillard dalam Arifin, mengatakan bahwa citra memiliki empat fase, yaitu: (1) representasin dimana citra merupakan cermin suatu realitas; (2) ideologi dimana citra menyembunyikan dan memberikan gambaran yang salah akan realitaas; (3) citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas; dan (4) citra sama sekali tidak memiliki hubungan dengan realitas apapun.44 Menurut Roberts dalam Rachmat, Gambaran yang mempunyai makna atas realitas, lazim disebut citra (image). Dimana citra menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan individu. Citra disajikan media melalui pengungkapan teks media. Jalaluddin

43 Komarudin Hasan, Komunikasi Poilitik dan Pencitraan, (Jurnal Dinamika Fisip Universitas Baturaja, Palembang, Sumsel, Oktober 2010) 44 Arifin, Komunikasi Politik, Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan, Strategi dan Komunikasi Poilitik Indonesia, h. 178 38

Rachmat selanjutnya menyatakan bahwa citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi untuk khalayak kemudian informasi tersebut membentuk, mem- pertahankan atau meredefinisikan citra.45 Menurut Bill Clanton citra adalah “the impression, the feeling, the conception which the public has of a company; a consciously created impression of an object, person or organization” (kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap suatu lembaga, yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi).46 Pemikiran-pemikiran tentang image (citra) di massa sekarang diungkapkan Daniel J. Bourstin seperti yang dikutip oleh Mira Khairunnisa sebagai berikut:47 a. An image is syntethic Citra itu buatan. Citra itu direncanakan, dibuat untuk memiliki suatu tujuan, untuk menciptakan suatu pesan. b. An image is believable Citra itu sudah pasti mudah dipercaya. Hal itu tidak akan dapat memiliki tujuan apapun jika tidak memercayainya. Dalam pemikiran mereka

45 Jalaluddin Rachmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 221- 224 46 Sholeh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relations, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 111 47 Mira Khairunnisa. Citra Perempuan Ideal dalam Sinetron: Studi Analisis Wacana Sinetron Dewi Fortuna. Skripsi Fisip UI, Depok, 1992. h. 39-42 39

sudah terbentuk sebuah citra yang kokoh tentang sesuatu. Jika citra itu ingin dihidupkan, itu tidak harus di luar dari aturan-aturan umum yang memang sudah dikenal. c. An image is passive Citra itu bersifat pasif. Memang pada dasarnya citra itu harus dibangun dengan realitas. Organ-orang yang menciptakan sebuah citra diharapkan dapat menyesuaikan ke dalam citra tersebut daripada sebaliknya. d. An image is valid and concrete Citra itu hidup dan konkrit. Citra itu sering menyajikan tujuannya yang terbaik dengan menyajikan hal-hal yang menarik kepada perasaan dan citra semacam itu terbatas. Citra itu harus lebih mudah dipahami daripada objek- objek spesifikasi lain. e. An image is simplified Citra itu bersifat sederhana. Citra itu harus lebih sederhana daripada objek yang direpresentasikan. Hal ini mempunyai tujuan untuk meniadakan aspek- aspek yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan. f. An image is ambiguous Citra itu ambigu. Jadi, citra itu muncul di antara imaji dimana perasaan, antara harapan dan realita. Sejalan dengan J. Bourstin, Lee Loevinger 40

beranggapan bahwa media massa adalah cermin masyarakat yang mencerminkan suatu citra yang ambigu, menimbulkan tafsiran bermacam-macam, sehingga pada media massa setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya. 2. Konsep Citra Frank Jefkins Frank Jefkins mendefinisikan citra sebagai kesan, gambaran, dan impresi sesuai dengan realita yang dapat berarti kebijakan, anggota, produk atau jasa dari sebuah perusahaan atau organisasi. Citra dapat dikatakan sebagai persepsi masyarakat dari adanya pengalaman, kepercayaan, perasaan, dan pengetahuan masyarakat itu sendiri terhadap perusahaan atau organisasi, sehingga aspek fasilitas dan layanan yang disampaikan karyawan atau anggota kelompoknya kepada publik dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap citra.48 Secara luas, menurut Frank Jefkins, citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. Citra tersebut diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta- fakta atau kenyataan. Citra itu sendiri bersifat abstrak (intangible), tidak nyata, tidak bisa digambarkan secara fisik dan tidak dapat diukur secara sistematis, karena citra hanya

48 Frank Jefkins, Public Relations, Edisi Kelima, Terjemahan Daniel Yadin (Jakarta: Erlangga. 2003), h. 93 41

berkonsep dalam pikiran. Namun demikian, wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk seperti penerimaan dan tanggapan, baik positif maupun negatif yang datang dari publik (khalayak sasaran) dan masyarakat luas. Dalam proses terbentuknya citra, terdapat faktor yang membuat citra tersebut menjadi kuat. Faktor identitas dan reputasi merupakan faktor penting dalam pembentukan citra. Frank Jefkins menyebutkan beberapa jenis citra, yaitu49: a. Citra Bayangan (Mirror Image) Citra bayangan merupakan gambaran yang dipercaya orang-orang di dalam perusahaan atau institusi mengenai bagaimana publik memandang organisasi atau lembaganya. Namun citra ini seringkali tidak tepat dan berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya. b. Citra Terkini (Current Image) Citra ini merupakan kebalikan dari citra bayangan. Citra terkini merupakan hasil dari pandangan pihak luar terhadap suatu organisasi, lembaga, atau perusahaan. Sifatnya yang terbatas menyebabkan citra ini kerap kali salah dan cenderung menampilkan citra negatif. Hasil dari terbentuknya citra ini adalah permusuhan dan prasangka buruk, dan seringkali muncul kesalahpahaman.

49 Frank Jefkins, Public Relations, h. 20-22 42

c. Citra Harapan (Wish Image) Citra jenis ini merupakan hasil dari keinginan suatu organisasi atau lembaga. Dalam hal ini, pihak organisasi atau lembaga tersebut akan berusaha menciptakan kesan positif, dengan menumbuhkan persepsi baik bagi publik. d. Citra Perusahaan (Corporate Image) Citra ini merupakan gabungan dari beberapa jenis citra yang ada. Citra ini terbentuk dari adanya sejarah, riwayat perusahaan, stabilitas ekonomi, hubungan yang baik, dan banyak lagi faktor yang mempengaruhi citra ini. Pihak perusahaan membangun dan menjaga eksistensi perusahaan yang diwakilinya. e. Citra Majemuk (Multiple Image) Citra jenis ini merupakan citra pelengkap dari sebuah lembaga. Dalam hal ini, pihak lembaga alam menambilkan identitas lembaga mereka yang berupa atribut yang identik dan terhubung dengan citra lembaga. 3. Konstruksi Citra di Media Massa Lee Loevinger (1968) dalam reflective projective theory, menyebutkan bahwa media massa adalah cermin masyarakat yang menampilkan suatu citra yang ambigu, menimbulkan tafsiran yang bermacam-macam, sehingga pada media massa setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya sendiri. Media massa mencerminkan 43

citra khalayak, dan khalayak memproyeksikan citranya pada penyajian media massa.50 Media massa dapat berperan dalam mengonstruksi realitas sosial dalam suatu peristiwa. Menurut Keneth Gergen, konstruksi sosial memusatkan perhatiannya pada proses ketika individu menanggapi peristiwa yang terjadi di sekitar mereka berdasarkan pengalaman mereka.51 Istilah konstruksi sosial (social construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.52 Menurut Peter L. Berger dan Thomas Luckman, realitas tidak dibentuk secara ilmiah. Tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman ini realitas berwujud ganda atau prural. Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas, berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan dan lingkungan sosial, yang dimiliki masing- masing individu.53

50 Idi Subandy Ibrahim, Kritik Budaya Komunikasi, Budaya, Media, dan Gaya Hidup dalam Proses Demokratisasi di Indonesia, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 91 51 Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), h. 83 52 Margareth Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 301. 53 Eryanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media ( LkiS, Yogyakarta: 2002), h.15. 44

Burhan Bungin menjelaskan bahwa media memiliki kekuatan untuk mengonstruksi realitas sosial, melalui pemindahan pesan kepada media dengan atau setelah dirubah citranya, kemudian media tersebut memindahkan atau mentransfer kembali citra yang dikonstruksinya kepada masyarakat, seolah sebagai realitas yang sebagaimana mestinya.54 Dalam pandangan konstruktivisme, media massa bukan hanya menyampaikan pesan kepada khalayak, tetapi juga menjadi subjek yang mengonstruksi realitas beserta pandangan, bias dan pemihakan. Media massa dianggap sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas terhadap peristiwa yang terjadi di masyarakat. Media membentuk opini publik dengan melakukan tiga kegiatan. Pertama, menggunakan simbol-simbol untuk memunculkan pengenalan. Kedua, melakukan strategi pengemasan pesan supaya pesan yang dikonsumsi oleh publik sesuai dengan apa yang media harapkan. Ketiga, melakukan agenda media untuk menentukan prioritas pesan yang akan disampaikan oleh media massa tersebut kepada khalayak. Khalayak media seharusnya menyadari bahwa media harus dipandang sebagai sebagai hasil konstruksi dari realitas-realitas yang dikemas hingga sedemikian rupa. Media massa menjadi media pembentuk citra oleh

54 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus Tekhnologi Komunikasi Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h.2 45

para penguasa dan menjadi pintu gerbang bagi setiap kelompok sosial melakukan propaganda untuk memengaruhi opini publik. Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Berger dan Luckman adalah proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini adalah masyarakat transisi modern di Amerika pada sekitar tahun 1960-an, di mana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Dengan demikian teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckman tidak memasukkan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas Bahasa merupakan unsur terpenting dalam konstruksi realitas. Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan realitas dalam sebuah peristiwa. Bahasa merupakan alat konseptualiasi dan alat narasi.55 Konten media massa adalah bahasa, baik itu bahasa verbal maupun non verbal. Bahasa verbal dapat berupa lisan dan tulisan sementara bahasa non verbal

55 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik di Media Massa: Sebuah Study Critical Discourse Analysis, (Jakarta: Granit, 2004), h. 12. 46

dapat berupa gambar, foto, grafik, angka tabel dan lain- lain. 4. Proses Konstruksi Sosial Media Massa Proses kelahiran konstruksi sosial media massa berlangsung dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut:56 a. Tahap menyiapkan materi konstruksi Pada tahap ini isu-isu penting dimunculkan. Isu-isu ini dipilih berdasarkan isu yang paling menjadikan khalayak tertarik. Selain itu, isu yang sifatnya menyentuh atau memiliki kedekatan (proximity) dengan pembaca juga dimunculkan. Misalnya isu konflik, isu kriminalitas, dan human interest. b. Tahap sebaran konstruksi Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi khalayak. c. Tahap pembentukan konstruksi - Pembentukan konstruksi realitas Setelah terjadinya sebaran konstruksi, di mana pesan-pesan dari media telah diterima

56 Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus Tekhnologi Komunikasi Masyarakat, h. 204-212 47

oleh khalayak, selanjutnya yaitu terjadinya tahap pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generic. Pertama, konstruksi realitas pembenaran; kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa; ketiga, menjadi pilihan konsumtif. - Pembentukan konstruksi citra Pembentukan konstruksi citra adalah bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model; model good news dan model bad news. d. Tahap konfirmasi Konfirmasi adalah tahap ketika media massa maupun khalayak memberikan argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan bagi khalayak, tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir pada proses konstruksi sosial.

48

C. Konsep Film 1. Pengertian Film Film secara sederhana merupakan sebuah medium untuk memberikan hiburan, informasi dan edukasi kepada khalayak. Namun, khalayak hanya memandang film sebatas hiburan. Film merupakan penemuan dari pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Sebagai sebuah media massa, film memiliki kekuatan dari segi estetika karena film menyajikan dialog, musik, pemandangan dan tindakan secara bersamaan secara visual dan naratif. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1992 tentang perfilman pada bab 1 pasal 1, disebutkan bahwa “ film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasar asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan system proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.57 Onong Uchjana Effendy mengartikan film sebagai hasil dari budaya dan alat ekspresi kesenian, menurutnya film sebagai bentuk komunikasi massa

57 https://ngada.org/uu8-1992bt.htm (diakses pada tanggal 24 Januari 2019, pukul 14.30 WIB.) 49

adalah hasil penggabungan dari berbagai kesenian seperti seni rupa, seni teater, sastra, arsitektur dan musik, dan gabungan dari teknologi fotografi dan rekaman suara.58 Selanjutnya menurut Apriadi Tamburaka, film merupakan penayangan hasil konstruksi oleh pembuatnya dari hasil rekam dan citra realitas di dunia nyata, dengan tujuan memberikan pengalaman pada khalayak bahwa apa yang ditayangkan seolah-olah adalah realitas sungguhan. Khalayak hanya menerima gambaran realitas dan tidak utuh, sebab realitas sesungguhnya tidak akan pernah sama dengan realitas hasil konstruksi pembuat film.59 Berdasarkan beberapa pemaparan diatas, dapat diartikan bahwa film adalah hasil konstruksi atas realitas dengan ditampilkan menggunakan media audio-visual, dan dalam proses menekankan pada aspek estetika sebab film juga merupakan hasil dari berbagai bentuk kesenian. Film sebagai bentuk komunikasi massa dalam proses penyampaian pesan memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dimiliki film adalah jangkauannya yang luas, dan bersifat rekreatif atau hiburan sehingga pesan-pesan yang hendak disampaikan

58 Onong Uchjana Effendy,Dimensi Dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1986), h. 239. 59 Apriadi Tambuaraka, Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 117-118 50

dapat diterima dengan mudah oleh penonton. Sedangkan kekurangan pada film adalah pada sifatnya yang cepat dan sekilas, sehingga jika khalayak mengalihkan perhatiannya pada hal lain saat menikmati film, pesan- pesan yang hendak disampaikan dalam film tidak dapat diterima secara utuh. Film pun memiliki karakteristik tertentu, untuk membedakannya dengan media massa yang lain terutama televisi. Karakteristik yang dimiliki film adalah layar yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada penonton untuk melihat adegan yang ditayangkan. Karakteristik selanjutnya adalah pengambilan gambar dalam film diambil secara menyeluruh untuk memberikan kesan artistik yang tinggi sehingga film terlihat menarik. Karakteristik yang ketiga adalah konsentrasi penuh, biasanya konsentrasi penuh dapat terwujud saat menonton di bioskop. Karakteristik terakhir adalah Identifikasi psikologis, maksudnya adalah pada saat menonton film khalayak menyamakan karakter dirinya dengan peran yang ada di film.60 2. Sejarah Perkembangan Film Para teoritikus film menyatakan bahwa film merupakan perkembangan dari fotografi. Fotografi ditemukan oleh Joseph Nichepore Niepce asal Perancis pada tahun 1826. Pada saat ituu ia berhasil membuat campuran dengan perak untuk menciptakan gambar pada

60 Ardianto, Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, h. 145-146 51

sebuah lempeng timah yang tebal yang telah disinari selama beberapa jam.61 Penyempurnaan fotografi tersebut terus berlanjut hingga akhirnya mendorong rintisan penciptaann film. Pada tahun 1887, ilmuwan Amerika Serikat, Thomas Alva Edison merancang alat untuk merekam dan memproduksi gambar. Alat yang dirancang tersebut mirip dengan fungsi fonograf untuk merekam suara. Thomas Alva Edison berhasil merancang mekanisme alat tersebut namun belum menemukan bahan dasar yang tepat untuk membuat gambar. Hingga Goerge Eastman memberikan bantuan dengan menawarkan gulungan pita seluloid. Akhirnya terciptalah alat yang kemudian dinamakan kinetoskop.62 Penemuan tersebut kemudian dikembangkan oleh dua ilmuwan kakak-beradik asal Perancis, Lumiere bersaudara. Mereka merancang perkembangan kinetoskop berupa piranti yang mengkombinasikan kamera, alat memproses film dan proyekter menjadi satu. Piranti ini disebut sinematograf. Pertama kalinya film di perkenalkan kepada publik pada tanggal 28 Desember 1895 di Perancis. Pada saat itu Lumiere bersaudara, Lumiere Louis (1864-1948) dan Lumiere Auguste (1862-1954), inventor terkenal

61 Marseli Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, (Jakarta: Gramedia. 1996), h. 2 62 Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, h. 3 52

asal Perancis mendatangkan sekitar 30 orang dan membayar mereka untuk menyaksikan film-film pendek yang mempertunjukkan kehidupan warga Perancis. Pemutaran film tersebut dilakukan di Grand Café di Boulevard des Capucines, Perancis.63 Pemutaran film yang dilakukan oleh Lumiere bersaudara ini menandai lahirnya industri perfilman. Walaupun Max dan Emil Skladanowsky muncul lebih awal di Berlin pada 1 November di tahun yang sama, akan tetapi pertunjukan Lumiere lah yang di akui kalangan internasional. Oey Hoeng Lee dalam Sobur menyebutkan “film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai masa pertumbuhnannya pada akhir abad ke-19, dengan kata lain pada saat perkembangan surat kabar sudah mengalamangi banyak rintangan dan hampir lenyap.64 Film pada awal kemunculuan dan perkembangannya sebagai media komunikasi dianggap mulus. Tidak seperti kemunculan surat kabar, film tidak mengalami hambatan dari unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi. 3. Jenis-jenis Film

63 Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900-1950:Bikin Film di Jawa, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), h. xv. 64 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2013), h. 126 53

Pada dasarnya film dikelompokkan berdasarkan jenisnya, untuk memberikan pehaman dalam klasifikasi film. Secara umum film dikelompokkan sebagai berikut: a. Film Dokumenter Fillm dokumenter merupakan karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality), dan jenis film ini adalah hasil interpretasi pembuatnya mengenai kenyataan tersebut.65 Tujuan film ini adalah memberikan fakta dan gambaran sebenarnya akan sebuah peristiwa atau kenyataan dalam masyarakat.66 b. Film Fiksi (Story Film) Film fiksi atau film cerita adalah bentuk film yang mengangkat cerita fiksi atau cerita berdasarkan kisah nyata yang kemudian dimodifikasi oleh pembuatnya agar lebih menarik. Oleh karenanya, film jenis ini terikat pada plot dan memiliki konsen adegan yang sudah dirancang sejak awal. Struktur cerita dalam film ini pun mengandung hukum kausalitas dan harus terdapat karakter protagonist, antagonis, masalah serta konflik.67

65 Ardianto, Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, h, 148 66 Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 100 67 Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), h. 6 54

c. Film Berita (Newsreel) Film berita adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena bersifat berita, maka film yang disajikan harus mengandung nilai berita (newsvalue). Dengan adanya televisi yang memiliki kesamaan sifat dengan film, maka berita yang difilmkan dapat ditayangkan kepada publik melalui medium televisi dapat dijangkau lebih luas dan cepat dibandingkan film yang biasanya dipertunjukkan di bioskop.68 d. Film Kartun Titik berat pembuatan film kartun adalah pada seni lukis. Penemuan sinematografi menimbulkan gagasan dari para pelukis untuk menghidupkan lukisannya. Lukisan-lukisan tersebut dapat menimbulkan hal yang lucu dan menarik serta menciptakan fantasi seperti dapat terbang, menghilang, menjadi besar dan kecil dan lain-lain.69 Selanjutnya dengan pesatnya perkembangan teknologi komputer, film kartun juga mengalami perkembangan yang signifikan. Film kartun tidak hanya menayangkan bentuk-bentuk gambar dua dimensi saja, akan tetapi berkembang menjadi gambar tiga dimensi. Bahkan dengan adanya

68 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditia Bakti. 1993), h. 213 69 Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, h. 216 55

teknologi CGI (Computer-Generated Imagery) sebuah teknik pencitraan 3D yang dilakukan oleh komputer pada media tertentu seperti aktor yang diperankan manusia, benda-benda dan greenscreen atau bluescreen. CGI termasuk ke dalam golongan spesial efek yang biasa digunakan dalam pembuatan film, acara televisi, iklan dan game. e. Film Eksperimental Film jenis ini adalah film yang sangat berbeda dengan jenis diatas. Film ini tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur, dan itu pun sangat di pengaruhi subjektifitas pembuatannya, seperti gagasan, ide, emosi serta pengalaman batinnya. Film jenis ini sangat susah dipahami karena pembuatnya menggunakan simbol-simbol personal yang mereka ciptakan sendiri.70 4. Tim Produksi Film Dalam proses produksi film, diperlukan kerjasama yang melibatkan berbagai pihak dan tenaga kreatif yang saling menunjang satu sama lain sehingga menghasilkan suatu karya yang utuh. Sehingga diperlukan para pelaku utama dalam film, yaitu:71

70 Pratista, Memahami Film, h. 7-9 71 Sumarno, Dasar-Dasar Apresisasi Film, h. 34-80 56

a. Sutradara Sutradara merupakan orang yang bertanggung jawab untuk mengatur laku aktor di depan kamera, mengarahkan akting dan dialog serta mengontrol posisi kamera beserta gerak kamera, suara, pencahayaan, di samping hal lain yang menyumbang kepada hasil akhir sebuah film. b. Penulis Skenario Penulis skenario memiliki tugas untuk menjabarkan gagasan, jalan cerita, perwatan dan bahasa. Ia menyusun dialog ke dalam bahasa yang hidup dan sesuai dengan karakter para tokoh. c. Penata Fotografi (Juru Kamera) Juru kamera atau cameraman bertugas mendampingi sutradara untuk menentukan jenis- jenis pengambilan gambar dan menentukan jenis lensa yang hendak digunakan serta diafragma kamera dan mengatur pencahayaan. Ia juga bertangung jawab untuk memeriksa hasil pengambilan gambar dan menjadi pengawas pada proses film di laboratorium agar mendapatan hasil akhir yang baik. d. Penyunting (Editor) Editor bertugas untuk menyusun hasil pengambilan gambar hinga membentuk pengertian cerita.

57

e. Penata Artistik Tugas penata artistik adalah menyusun segala sesuatu yang melatar belakangi cerita film, yakni menyangkut tentang setting atau tempat dan waktu berlangsungnya cerita dalam film. f. Penata Suara Penata suara memiliki tugas untuk merekam suara baik di lapangan maupun di studio. Kemudian memadukan unsur suara tersebut dan menyelaraskan dengan jalur gambar dalam hasil akhir film yang siap diputar. g. Penata Musik Penata musik merupakan orang yang bertugas dan bertanggung jawab untuk menata paduan bunyi yang berfungsi untuk menambah nilai dramatik dalam sebuah film. h. Pemeran Pemeran merupakan orang yang bertugas untuk memainkan peran tokoh dalam sebuah film. 5. Unsur-unsur Pembentuk Film Unsur pembentuk film dapat dibagi menjadi dua, unsur naratif dan unsur sinematik. Dalam pembentukan film, kedua unsur ini saling berkaitan. Unsur naratif merupakan materi atau bahan cerita yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik merupakan cara-cara yang dilakukan untuk mengolah materi cerita atau teknis pembentuk film. Unsur sinematik ini terbagi menjadi 58

empat elemen pokok, yaitu mise-en-scene, sinematografi, editing dan suara.72 a. Unsur Naratif Dalam pembentukan film, unsur naratif merupakan unsur dasar yang harus dibutuhkan. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Di dalam cerita pasti memiliki elemen- elemen seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu ataupun lainnya. Elemen tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan perisitiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yakni hukum kausalitas (logika sebab-akibat). Bersamaan dengan unsur ruang dan aspek, aspek kausalitas adalah elemen pokok pembentuk naratif. b. Unsur Sinematik Unsur ini merupakan unsur pembentuk film yang menentukan bagaimana materi akan diolah menjadi sebuah cerita. Dengan kata lain, unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis produksi dalam membuat sebuah film. Aspek teknis dalam produksi memiliki empat elemen pokok, pertama mise-en-scene, elemen ini memuat segala hal yang berada di depan kamera, seperti latar (setting), tata cahaya, kostum, make up, serta pergerakan pemain.

72 Pratista, Memahami Film, h. 1-2 59

Elemen kedua adalah sinematografi, elemen ini merupakan bagaimana perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang di ambil. Ketiga adalah editing, elemen ini adalah transisi sebuah gambar ke gambar lainnya. Dan elemen yang terakhir adalah suara, elemen ini memuat segala hal dalam film yang mampu kita tangkap dengan indera pendengaran kita. Sama seperti halnya dengan unsur naratif, seluruh elemen pokok dalam unsur sinematik ini saling berkaitan dan berkesinambungan untuk membentuk unsur sinematik secara keseluruhan. 6. Struktur Film Film berjenis apapun maupun yang berdurasi panjang atau pendek, pasti memiliki struktur fisik yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:73 a. Shot (gambar) Shot memiliki arti satu rangkaian gambar utuh yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing). Sekumpulan shot biasanya dapat dikelompokkan menjadi sebuah adegan, sedangkan satu adegan bisa berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang dari satu detik, beberapa menit bahkan jam.

73 Pratista, Memahami Film, h. 107 60

b. Scene (adegan) Scene adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang, waktu, isi (cerita), tema, karakter atau motif. Umumnya, satu adegan terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film cerita terdiri dari 30-35 adegan. c. Sequence (sekuen) Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa yang utuh atau sebuah rangkaian adegan. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan. Dalam film biasanya berisi 8-15 sekuen. 7. Film sebagai Komunikasi Massa Komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner dalam Rakhmat, yakni: mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people.74 Berdasarkan definisi tersebut, dapat dilihat komunikasi massa haruslah menggunakan medium yang yang mencakup khalayak dalam jumlah besar yaitu media massa. Media komunikasi yang termasuk dalam media massa adalah: radio siaran dan televisi yang keduanya dikenal sebagai media

74 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), h. 188 61

elektronik; surat kabar dan majalah, keduanya dikenal sebagai media cetak; serta media film75. Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Film sebagai salah satu media penyampai pesan dalam ilmu komunikasi, juga berperan sebagai alat propaganda atas sebuah tujuan, yang pada akhirnya disadari atau tidak akan membawa pengaruh yang kuat terhadap pola pikir suatu masyarakat. Film sebagai media komunikasi merupakan suatu kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna dan suara. Unsur-unsur tersebut dilatarbelakangi oleh suatu pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak film. Sebagai salah satu bentuk media massa, film dinilai paling berpengaruh terhadap kejiwaan para penontonnya. Dalam ilmu sosial hal ini disebut sebagai identifikasi psikologi.76 Secara sederhana Identifikasi psikologi adalah proses kognisi khalayak sebagai individu ketika membayangkan dirinya sama dengan tokoh yang ada di dalam film, kemudian menirunya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, gaya berbicara, gaya berpakaian,

75 Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar. (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 3 76 Onong Uchjana Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1981), h. 192 62

potongan rambut sampai dengan mengasosiasikan karakter dari peran yang dimainkan aktor dalam film. Kendatipun demikian, karena film sebagai sebuah medium komunikasi massa dipandang memiliki kapasitas untuk memuat pesan yang sama secara serempak dan memiliki sasaran serta jangkauan yang luas dan beragam yang melewati sekat-sekat agama, etnis, ras, status sosial, umur serta tempat tinggal, maka film dianggap dapat memainkan peranan sebagai saluran penarik untuk pesan- pesan tertentu. Sebagai medium komunikasi massa, film memberikan informasi dan gambaran tertentu tentang sebuah realitas tertentu, dalam hal ini realitas yang sudah diseleksi oleh pembuatnya.77 Film memiliki tujuan transformasion of values, yakni menyebarluaskan nilai- nilai yang terkandung didalamnya. Sehingga kemudian pada perkembangannya film pun dimanfaatkan sebagai alat propaganda dan mengonstruksi sebuah realita bagi khalayak. Fenomena film sebagai alat propaganda, meskipun pada sebagian kasus terjadi secara kebetulan, mampu menyebabkan terjadinya krisis sosial di beberapa Negara78. Sebagai alat propaganda, penggunaan media film bukanlah hal yang baru. Hal ini dapat ditelusuri dari

77 Asep S. Muhtadi & Sri Handyani, Dakwah Kontemporer: Pola Alternatif Dakwah Melalui TV, (Bandung: Pusdai Press, 2000), h. 95 78 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 13 63

pernyataan Hitler “Gambar ... termasuk film, punya kesempatan yang lebih baik, dan jauh lebih cepat, ketimbang bacaan untuk membuat orang memahami pesan-pesan tertentu,"79. Selanjutnya Hitler Bersama menteri propagandanya, Joseph Goebbels, meyakini film adalah alat yang sangat potensial untuk menggiring opini publik. Kemudian mereka mengambil alih industri film di Jerman pada saat itu, dengan tujuan menyeleksi film yang tidak diinginkan dan membimbing industri film agar sesuai dengan tujuan propaganda Nazi. Hal tersebut, pernah juga terjadi di Indonesia pada masa orde baru. Rezim pemerintahan Soeharto menyadari betul potensi film sebagai wahana penyebarluasan nilai dan propaganda. Sehingga dapat di lihat karya propaganda berbentuk film yang terlahir pada masa itu yaitu terdapat film seperti Janur Kuning karya Alam Surawidjaja pada tahun 1979, karya Arifin C Noer pada tahun 1981 Serangan Fajar dan Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI pada 1983. Penggunaan film sebagai alat propaganda ini senada dengan yang disampaikan oleh John A. Broadwin dan V. R. Beghan dalam bukunya yang berjudul The Triumph of Propaganda (1996), bahwa dibanding dengan seni lain, film menimbulkan dampak psikologis dan propagandistik yang abadi dan pengaruhnya sangat kuat

79 www.tirto.id/film-sebagai-alat-propaganda-rezim-penguasa-cxgY diakses pada tanggal 16 Januari 2019, pukul 20.10 WIB 64

serta efeknya tidak hanya melekat pada pikiran, tetapi juga emosi dan bersifat visual sehingga bertahan lebih lama dibandingkan pengaruh yang dicapai oleh ajaran- ajaran gereja atau sekolah.80

80 Mohammad Soelhi, Propaganda dalam Komunikasi Internasional¸(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 165 BAB III

GAMBARAN UMUM FILM SALAM NEIGHBOR

A. Profil Film Salam Neighbor Salam Neighbor adalah film dokumenter yang dirilis pada tahun 2016 oleh perusahaan produksi film Living on One Dollar dan 1001 MEDIA dan ditayangkan perdana di Washington, DC di festival film AFI DOCS pada 20 Juni 2015. Judul film ini berarti "halo" tetangga. Judul ini memiliki makna ganda karena kata salam dalam bahasa Arab juga berarti perdamaian.81 Salam Neighbor adalah komponen dari proyek tiga bagian yang difokuskan pada krisis pengungsi Suriah: film dokumenter, film realitas virtual (VR) dan kampanye dampak sosial. Pada proses pembuatan Salam Neighbor , para pembuat film berusaha memahami sisi kemanusiaan dari krisis pengungsi Suriah dengan tinggal di antara para pengungsi. Gaya film imersif ini, dikombinasikan dengan kampanye dampak sosial, mencerminkan strategi Living on One, yang didirikan bersama oleh sutradara sekaligus produser Salam Neighbor , Chris Temple dan Zach Ingrasci, dan menggemakan film dokumenter mereka sebelumnya, Living on One Dollar. Pendekatan "Timur bertemu Barat" untuk memanusiakan dunia Arab

81 https://www.npr.org/sections/goatsandsoda/2015/06/30/411541010/meet- your-new-neighbors-the-american-filmmakers diakses pada 04 Mei 2019

65 66

mencerminkan strategi produser film lainnya, Mohab Khattab dan Salam Darwaza, pendiri 1001 MEDIA. Anggota tim film Salam Neighbor telah menguraikan pandangan dan konstruksi mereka akan film ini dalam berbagai wawancara televisi dan radio. Pada Andrea Mitchell Reports di MSNBC, sutradara menggambarkan kisah Raouf yang berusia 10 tahun dan trauma yang dihadapinya.82 Di The Leonard Lopate Show di radio WNYC , para sutradara berdiskusi tentang empat karakter utama dalam film, impresi pembuat film saat pertama memasuki kamp pengungsi, masalah keamanan di kamp, masalah pengungsi perkotaan (pengungsi yang tinggal di luar kamp) , pertanyaan pemukiman kembali dan bagaimana krisis mengubah pandangan gender dan norma-norma budaya untuk para pengungsi Suriah.83 Di The Mimi Geerges Show, keempat produser membahas masalah yang sama seperti wawancara Lopate, serta membahas juga tujuan dari pembuatan film, peran dan fungsi kamp pengungsian, kondisi logistik di kamp, interaksi pembuat film dengan pengungsi di kamp, kewirausahaan yang dipamerkan di kamp, masalah negara tuan rumah, peran negara-negara Arab yang lebih maju dalam krisis ini dan kemitraan Living on One / 1001 MEDIA. Meskipun Salam Neighbor sebagian besar mencakup pengungsi Suriah di kamp Za'atari, sekitar 80% pengungsi

82 http://www.msnbc.com/andrea-mitchell-reports/watch/two-filmmakers- spent-month-in-refugee-camp-605066307813 diakses pada 04 Mei 2019 83 http://www.rollcall.com/news/politics/37014-2 diakses pada 05 Mei 2019 67

Suriah di Yordania adalah pengungsi perkotaan yang tinggal di luar kamp. Untuk meliput situasi pengungsi perkotaan, Salam Neighbor mengembangkan film virtual reality (VR) For My Son dalam kemitraannya dengan RYOT Studio dan UNOCHA (United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs) atau Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB.84 Film ini berbentuk surat video dari seorang pengungsi perkotaan Suriah (yang tinggal di Amman Timur, Yordania) kepada putranya, mengungkapkan harapan untuk masa depan putranya. For My Son juga tersedia untuk para penonton di beberapa pemutaran film Salam Neighbor dan dapat diakses di YouTube. Selanjutnya, Salam Neighbor mengembangkan model kampanye dampak sosial dalam hubungannya dengan film dokumenter. Tema utama kampanye dampak film ini adalah (1) mendukung negara tuan rumah bagi pengungsi, dan (2) mendukung peluang pendidikan bagi anak-anak yang sekolahnya terganggu oleh konflik.85 Pada Mei 2016, anggota Kongres AS Ted Lieu dan Judith Rowland dari Global Citizen menampilkan Salam Neighbor dalam sebuah artikel yang mereka terbitkan di MSNBC, berjudul "Krisis pengungsi Suriah menciptakan kesenjangan besar dalam pendanaan pendidikan."

84 http://livingonone.org/formyson/ diakses pada 09 Mei 2019 85 http://www.msnbc.com/msnbc/analysis-syrian-refugee-crisis-creates-huge- gap-educat ion- kids diakses pada 09 Mei 2019 68

Dengan membangun persepsi dan menciptakan kesadaran akan krisis yang terjadi pada film, Salam Neighbor juga mendorong advokasi secara masif untuk meningkatkan dana kemanusiaan dan meningkatkan opsi pemukiman kembali bagi para pengungsi di seluruh dunia. Upaya-upaya akar rumput termasuk mendorong kesukarelaan dalam mendukung para pengungsi.86 Salam Neighbor telah bermitra dengan Global Citizen, Creative Visions Foundation, Take Part dan RYOT untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu terkait krisis pengungsi Suriah di antara para pembuat kebijakan dan influencer. Pada 15 Maret 2016, Global Citizen mengulurkan tangan untuk mendorong para pemimpin dunia untuk meningkatkan pendanaan pendidikan untuk anak-anak yang terkena dampak krisis menggunakan klip dari Salam Neighbor .87 Klip dan karakter tambahan dari film ini juga ditampilkan dalam video dengan aktris Salma Hayek Pinault (didukung oleh 60 badan amal dan juru kampanye terkemuka dan 250.000 pemohon petisi dari seluruh dunia) yang mempromosikan dana pendidikan. Berbagai negara yang menghadiri KTT menjanjikan $ 90 juta untuk dana tersebut untuk membantu memastikan anak-anak terlantar seperti Raouf mendapatkan kesempatan untuk dididik.

86 https://takeaction.takepart.com/actions/tell-your-mayor-our-town-must- support-refug ees diakses pada 09 Mei 2019 87 https://www.globalcitizen.org/en/action/syria-emergency-funding/ diakses pada 10 Mei 2019 69

Salam Neighbor juga telah mengejar kampanye pengaruhnya di media sosial. Salam Neighbor telah dilihat oleh lebih dari 3,1 juta orang dan dibagikan lebih dari 25.000 kali. Salam Neighbor juga menjangkau langsung ke audiensnya di media sosial. Ini disiarkan langsung di pada saat pemutaran film di .

B. Sinopsis Film Salam Neighbor Perang saudara serta konflik bersenjata ini telah memunculkan krisis pengungsi terburuk setelah perang dunia kedua. Warga sipil Suriah terpaksa mengungsi ke negara tetangga demi keselamatannya, salah satu negara yang banyak menampung pengungsi Suriah adalah Jordania. Jordania berbatasan langsung dengan Suriah, mengungsi ke Jordania adalah salah satu pilihan logis para warga Suriah, pengungsi dapat menuju Jordania hanya dengan berjalan kaki melintasi bukit bebatuan serta gurun, tetapi sebagian besar dari mereka melakukannya pada malam hari, selain untuk menghindari panas terik gurun, mereka harus bersembunyi dari otoritas, jika otoritas mengetahui, mereka bisa ditembak mati. Zach Ingrasci dan Chris Temple, dua sineas muda dari Amerika Serikat berusaha untuk mengangkat cerita mengenai pengungsi di Kamp Pengungsian Za’atari, Jordania, dimana hanya berjarak 11 kilometer dari perbatasan dengan Suriah. Zach Ingrasci dan Chris Temple 70

mendapatkan izin resmi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendokumentasikan kehidupan 85.000 pengungsi. Faktanya, ada sekitar 80% pengungsi di Jordania tidak tinggal di kamp pengungsian, mereka tinggal di desa/kota dimana mereka bisa tinggal. Tentunya hal ini menambah beban bagi Jordania. Dari sekitar 85.000 pengungsi ini, Zach Ingrasci dan Chris Temple memfokuskan cerita terhadap lima individu yaitu Ghoussoon, seorang perawat yang terpaksa mengungsi bersama tiga anaknya, dimana ia menjalankan bisnis prakarya untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya, Um Ali, wanita paruh baya yang berjuang untuk menaklukan rasa kehilangan anggota keluarganya, Raouf, bocah berusia 10 tahun yang menyimpan trauma mendalam akan perang dibalik senyum dan keceriaannya, Ghassem, seorang pegawai negeri sipil di Suriah, yang berusaha membuat perbedaan hidup di kamp pengungsian serta Ismail, seorang mahasiswa yang berusaha mencari cara untuk membuat kehidupan di kamp pengungsian menjadi lebih baik. Harapan adalah satu-satunya yang membuat para pengungsi tetap bertahan hidup di tanah yang asing, harapan bahwa suatu saat nanti perang saudara yang berkecambuk akan selesai dan berakhir. Harapan dimana suatu saat nanti mereka bisa pulang ke Suriah dan kembali untuk membangun tanah air mereka. Itulah kesamaan yang mereka punya, Ismail, Ghassem, Ghoussoon, Um Ali dan Raouf, mereka masih 71

berharap bahwa konflik Suriah akan selesai, dan mereka bisa kembali ke negeri mereka untuk membangun kembali negeri mereka, walau mereka harus membangunnya dari nol.88

C. Distribusi dan Penayangan Film Salam Neighbour Salam Neighbor tidak memanfaatkan rilis teater yang normal. Sebagai gantinya, film ini diluncurkan dengan pemutaran film berdasarkan permintaan (on-deman theatrical) dan komunitas melalui Tugg.89 Film ini juga diputar di Georgetown University yang dihadiri oleh Yang Mulia Ratu Rania Al-Abdullah dari Yordania,90 diputar di New York City untuk para pejabat tinggi PBB yang dibuka oleh Samantha Power selaku Duta Besar AS untuk PBB. Screening film ini juga dilakukan di US Capitol Visitors Center di Washington DC dengan kata sambutan yang disampaikan oleh anggota kongres Ted Lieu.91 Di Los Angeles, pemutaran film ini ditayangkan bersama oleh Human Rights Watch. Salam Neighbor juga sempat ditayangkan di kantor pusat dan Facebook di Silicon Valley, California. Pada 20 Juni 2016 film Salam Neighbor untuk pertama kalinya diluncurkan di televisi AS pada saluran TV

88 Hasil pengamatan peneliti pada 26 April 2019 89 https://www.tugg.com/titles/salam-neighbor diakses pada 27 Juni 2019 90 https://sfs.georgetown.edu/humanitarians-around-world-gather-discuss- salam-neighbor -film-screening-syrian-refugee-crisis/ diakses pada 27 Juni 2019 91 http://www.rollcall.com/news/politics/37014-2 diakses pada 27 Juni 2019 72

kabel Pivot milik Media.92 Sedangkan di Timur Tengah film ini diputar dalam bahasa arab pada 17 Juni 2016 disaluran TV Alhurra yang merupakan saluran TV yang berbasis di Amerika Serikat untuk pemirsa Timur Tengah dan Afrika Utara. iTunes juga merilis film ini pada 6 Mei 2016 untuk pengguna aplikasi di AS dan Kanada. Vimeo on Demand pada tanggal 10 Juni 2016 juga melakukan hal yang sama dengan iTunes. Sedangkan Netflix yang juga merupakan penyedia layanan video on-demand menayangkan di seluruh dunia dalam 21 bahasa berbeda. Selanjutnya pada 20 Juni 2016 sebagai peringatan Hari Pengungsi Dunia, film ini dirilis secara bersamaan di Amazon Video dan Google Play. Film Salam Neighbor dipilih untuk 2016-17 American Film Showcase (AFS) yang disponsori oleh kedutaan besar AS di seluruh duni sebagai bagian dari festival film, pemutaran kusus dan lokakarya.93 Film ini juga diputar diberbagai festival seperti AFI-DOCS (American Film Institute-Documentaries) sebagai sorotan utama di Washington, dikategorikan sebagai lima film terbaik di CPH:DOX 2015 di Copenhagen, Denmark.94 Selain pada festival-festival tersebut, Salam Neighbor juga diputar pada Festival Film Aruba 2015, Festival Film Human Rights

92 https://www.participantmedia.com/2015/12/pivot-expands-documentary- focus-debuts-two-films-spotlighting-refugee-crisis--salam diakses pada 28 Juni 2019 93 http://americanfilmshowcase.com/year-5/ diakses pada 28 Juni 2019 94 https://www.thelocal.dk/20151116/the-six-best-films-from-cphdox diakses pada 28 Juni 2019 73

Watch pada 2016, dan Crossroads di Graz, Austria pada tahun 2016. Salam Neighbor berhasil meraih 2016 Media Award Honoring Voices of Courage & Conscience dalam kategori film dokumenter untuk features dari The US Muslim Public Affairs Council (MPAC). Salam Neighbor juga tercatat jadi finalis 2016 SIMA Awards untuk kategori dokumenter features.

D. Tim Produksi Film Salam Negihbour Berikut adalah tim produksi film Salam Neighbor.95 Tabel 3.1 Tim Produksi Film Director Zach Ingrasci Chris Temple Producer Salam Darwaza Mohab Khattab Zach Ingrasci Chris Temple Cinematography Sean Kusanagi Film Editor Mohammed El Manasterly Jenniver Tiexiera Composer Snuffy Walden Patrick Rose Interpreter/Fixer Ibraheem Shaheen Production 1001 MEDIA Company Living on One

95 http://livingonone.org/salamneighbor/team/ diakses 04 Mei 2019 74

Distributor Participant Media/Pivot (US) Al Hurra (Mid-East & North Africa) Netflix (Worldwide) iTunes (US/Canada) Amazon Video (US/Canada) Google Play (US/Canada) Vimeo on Demand (US/Canada) Off the Fence (Worldwide) Tugg (Worldwide)

E. Unsur Ekstrinsik Film Salam Neighbour 1. Konflik Suriah Konflik Suriah dapat ditelusuri dari peristiwa protes yang dilakukan oleh sekelompok peajar saat mereka menulis slogan-slogan anti pemerintahan di tembok-tembok kota.96 Slogan yang mereka tuliskan berbunyi “rakyat menginginkan rezim turun”. Pelajar-pelajar tersebut kemudian ditangkap oleh pihak kepolisian dan dipenjarakan selama satu bulan.97 Peristiwa penangkapan terhadap para pelajar tersebut menimbulkan kecaman dari warga Suriah. Pada tanggal 11 Maret 2011 aksi protes terjadi di kota Daraa, kemudian demonstrasi dibubarkan dengan tembakan dari pasukan keamanan Suriah ke arah para demonstran tersebut. Aksi represif dari pasukan keamanan Suriah tersebut menimbulkan aksi protes lanjutan. 23 Maret 2011 di Daraa

96 Dina Y Sulaiman, Prahara Suriah: Membongkar Persekongkolan Multinasional, (Depok: IMaN, 2013) h. 100 97 Siti Muti’ah, Pergolakan Panjang Suriah: Masih Adakah Pan-Arabisme dan Pan-Islamisme?, Jurnal CMES Vol. V No. 1, 2012 , h. 5. 75

demonstrasi berlanjut, dan 20 orang demonstrans dikabarkan meninggal akibat tembakan dari aparat keamanan. Kekerasan dari pihak keamanan menyebabkan aksi protes meluas ke kota-kota lain. Pada 25 Maret aksi protes melanda seluruh negeri.98 Tuntutan percepatan reformasi dari para demonstran Suriah menyebabkan pemerintah Suriah mengundurkan diri dari kabinet. Sehari setelahnya, tepat pada tanggal 30 Maret, Presiden Assad untuk pertama kalinya berbicara di hadapan publik dan mengklaim aksi demonstrasi oleh warga Suriah adalah konspirasi asing. Tudingan Assad ini menyebabkan gelombang demonstrasi lebih besar dan intens. Untuk menghalau aksi demonstrasi, pemerintah Suriah semakin sering melakukan tindakan kekerasan terhadap para demonstran. Sepanjang tahun 2011 aksi protes dan kekerasan dari pihak pemerintah Suriah terus berlanjut. Hal ini menarik campur tangan dunia Internasional.99 Pada pertengahan Agustus 2011, Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan Kanada menyatakan bahwa rezim Suriah tidaklah sah, mereke meminta Bashar al-Assad untuk turun dari jabatannya. Reaksi internasional berlanjut dengan agenda Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB. Namun Rusia dan China, dua negara yang tergabung dalam dewan menggunakan hak veto mereka agar tidak terjadi campur

98 A. Muchaddam Fahham dan A. M. Kartaatmaja, Konflik Suriah: Akar Masalah dan Dampaknya, Jurnal Politica, Vol. 5, No. 1, 2014, h. 40 99 A. Muchaddam Fahham, Konflik Suriah, h. 41-42 76

tangan pihak asing dalam konflik Suriah. Hal ini mengakibatkan interensi asing gagal diterapkan di Suriah. Liga Arab juga mengutus pengamat mereka untuk menwarkan protokol yang berisi penyeleseian konflik dan menyerukan agar Assad menyerahkan jabatannya, namun tawaran tersebut ditolak. Usaha internasional yang terakhir adalah dengan membentuk gabungan negara arab dan barat. Pada pertemuan pertama, pihak oposisi pemerintah meminta gencatan senjata kepada rezim Assad.100 Pada November 2011 pimpinan oposisi Suriah mengumungkan pembentukan koalisi baru yang disebut Koalisi Nasional untuk Revolusi Suriah dan Kekuatan Militer Oposisi Koalisi Nasional Suriah atau Syrian National Council for Opposition and Revolutionary Forces (SNCORF) sebagai respon atas anggapan pengamat inernasional yang menilai Dewan Nasional Suriah (Syirian National Council) terlalu lemah sebagai perwakilan kelompok oposisi Suriah. Pada kemelut konflik Suriah dapat dilihat aktor-aktor yang terlibat didalamnya pada awalnya adalah dua kelompok, yaitu kelompok pro pemerintah dan kelompok oposisi pemerintahan. Kelompok pro-pemerintah adalah kelompok yang mendukung Presiden Bashar al-Assad, terdiri dari minoritas Alawi, Druze dan Ismaili. Selain dukungan dari dalam, Bashar al-Assad juga disokong oleh kelompok

100 Raisa Rachmania, Skripsi: Konflik Suriah pada saat Arab Spring 2010,(Jakarta, UIN Jakarta, 2015), h. 65-66 77

yang berasal dari luar negeri. Iran, Rusia dan China adalah negara yang mendukung rezim Assad, selain ketiga negara tersebut rezim Assad juga didukung oleh Hizbullah Libanon sebagai kelompok militan Syiah.101 Sedangkan kelompok oposisi pemerintah adalah warga Suriah yang protes dan hendak menumbangkan rezim Assad. Kelompok oposisi pemerintah terbelah menjadi kelompok pemberontak dan kelompok anti-kekerasan, anti- sektarianisme dan anti-interensi asing. Kelompok pemberontak ini antara lain Free Syrian Army (FSA), Syrian National Council (SNC) dan Syrian National Council for Opposition and Revolutionary Forces (SNCORF) yang didirikan atas inisiasi Amerika Serikat di Qatar. Sedangkan kelompok anti-kekerasan, anti-sektarianisme dan anti- interensi asing tergabung dalam koalisi yang bernama National Coordination Body for Democratic Change. Pada awalnya perang sipil Suriah terjadi antara kedua kelompok diatas. Akan tetapi kelompok ekstremis Islam yang awalnya membantu kelompok oposisi kemudian memanfaatkan situasi konflik untuk mensukseskan agenda mereka sendiri dan mendirikan khilafah. Kelompok ini berafiliasi dengan al-Qaida, dan terdiri dari Jabha al-Nusrah, Ahrar al-Sham kataeb, Liwa’ al-Tauhid, Ahrar Souria, Halab alShahba, al-Harakah al-Fajr al-Islamiyah, Dar al-Ummah,

101 A. Muchaddam Fahham, Konflik Suriah, h. 46 78

Liwa Jaish Muhammad, Liwa’ alNasr, Liwa’ Dar al-Islam dan lain-lain.102 Jika disederhanakan sumber konflik Suriah dapat dipilah menjadi dua. Pertama, berasal dari dalam negeri, yakni masalah sosial, ekonomi, dan politik dalam berupa tingginya pengangguran, tingginya inflasi, terbatasnya mobilitas sosial, merajalelanya korupsi, tidak adanya kebebasan politik, serta represifnya aparat keamanan. Kedua, berasal dari luar negeri, berupa kepentingan politik dan ekonomi. Turki misalnya berambisi untuk menjadi pemain utama di Timur Tengah karena itu negara ini ikut campur dalam konflik Suriah. Qatar dan Arab Saudi takut akan Iran yang membantu Suriah. 2. Kondisi Pengungsi Suriah di Dunia Perang yang terjadi di Suriah telah menciptakan krisis pengungsi terbesar pada dekade ini. 6,6 juta warga suriah tercatat sebagai pengungsi yang dapat keluar dari negaranya. Sedangkan ada sekitar 6.1 juta warga Suriah yang mengungsi di dalam negeri.103 Berdasarkan data dari UNHCR per 13 Juni 2019 terdapat 5.635.061 pengungsi yang terdata, diantaranya 3.614.108 pengungsi berada di Turki, 935.454 di Libanon, 664.330 di Yordania, 252.983 ditampung di Irak, 132.473 berada di Mesir dan 35.713 diwilayah Afrika Utara.104 Dari jumlah pengungsi yang bisa keluar dari Suriah

102 A. Muchaddam Fahham, Konflik Suriah, h. 47 103 https://www.unrefugees.org/emergencies/syria/ diakses pada 26 Juni 2019 104 https://data2.unhcr.org/en/situations/syria diakses pada 26 Juni 2019 79

tersebut hanya 10 persen yang tinggal di kamp yang disediakan oleh lembaga-lembaga donor. Sedangkan selebihnya tinggal diluar kamp, ditempat penampungan sementara atau daerah perkotaan. Kondisi demikian menciptakan kesulitan bagi negara-negara penampung yang menerima pengungsi Suriah. Yordania misalnya, menurut catatan Bank Dunia telah mengalami kerugian $ 2,5 milliar per tahun sejak kedatangan pengungsi Suriah. Kondisi ini semakin memburuk ketika para pengungsi Suriah lebih banyak ditemukan di daerah perkotaan. Hal ini mengakibatkan ketidak-sanggupan insfrastruktur Yordania dalam menampung pengungsi. Belum lagi tingkat pengangguran yang tinggi dan tidak cukupnya sumber daya alam yang dimiliki Yordania menambah tumpukan masalah negara penerima pengungsi. Permasalahan serupa juga dialami oleh negara-negara lain yang menjadi negara penerima pengungsi. Konflik Suriah telah memasuki tahun ke-delapan, upaya internasional selain menemui jalan buntu dalam resolusi perdamaian atas pertikaian politik dan kepentingan yang terjadi di Suriah, juga belum adanya kejelasan akan nasib warga Suriah yang menjadi pengungsi, baik di dalam negeri maupun di negara-negara penampung. Ketidakjelasan yang dialami oleh para warga suriah sangatlah beragam, seperti mulai dari akses pendidikan, tempat tinggal, akses kesehatan, dan 80

pekerjaan. Belum lagi intervensi negara penampung untuk menyerukan kepulangan para pengungsi Suriah dari negara mereka, seperti yang disampaikan Presiden Lebanon Michel Aoun pada KTT Pembangunan Ekonomi dan Sosial Arab.105 Hingga kini, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) masih menggalakkan upaya untuk penerimaan donor yang kemudian akan disalurkan untuk kebutuhan dasar para pengungsi. Meskipun penyaluran bantuan tersebut bukanlah solusi utama atas krisis pengungsian tersebut.

105 https://www.republika.co.id/berita/internasional/timur- tengah/19/01/20/plmvfs383-lebanon-serukan-pemulangan-pengungsi-suriah- di-ktt-arab diakses pada 26 Juni 2019 BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Temuan Data Film Salam Neighbor termasuk jenis film dokumenter. Film dokumenter merupakan cerita nyata yang didokumentasikan di lokasi yang sebenarnya, menggunakan efek realitas dengan menggunakan kamera, suara serta lokasi yang mengandung fakta juga terdapat subjektifitas pembuatnya. Dengan kata lain, film dokumenter adalah fakta yang disusun secara artistik dengan penggabungan antara sains dan seni. Isu-isu yang diangkat dalam film dokumenter cukup variatif, seperti sosial, kemanusiaan, lingkungan, ekonomi sampai politik. Film berjenis dokumenter sendiri sudah cukup banyak beredar dipublik Indonesia, hanya saja film jenis ini jarang dijumpai di bioskop dikarenakan rilis film ini biasanya cukup ekslusif. Film Salam Neighbor sendiri merupakan film dokumenter yang mengangkat isu kemanusiaan. Film ini mendokumentasikan realitas yang dialami oleh para pengungsi Suriah di Suria. Film ini menggambarkan orang- orang Amerika Serikat sebagai tim pembuat film dengan kebersamaan mereka bersama para pengungsi Suriah di Kamp Pengungsian Za’atari selama beberapa bulan. Selama berada di Za’atari, Zach Ingrasci dan Chris Temple sebagai sutradara sekaligus produser, yang juga

81 82

menjadi tokoh pemain dalam film ini berkenalan dan berinteraksi secara langsung dengan para pengungsi. Pengungsi yang menjadi sorotan utama dalam film ini adalah, Abdel Rouf, Ghasseem, Ghousson, Ismael, Abu Ali dan istrinya Umi Ali. Setiap karakter diangkat untuk menceritakan kondisi yang mereka alami sejak dimulainya krisis Suriah sampai mereka terusir menjadi pengungsi. Seperti Abdel Rouf dan Ismail misalnya dipilih menjadi representasi korban krisis yang menerima dampak putusnya pendidikan mereka. Abdel Rouf adalah anak berusia 9 tahun yang harus meninggalkan sekolah karena sekolahnya diledakkan sebab peperangan di Suriah dan mengalami trauma sehingga takut ketika berada di dalam ruang kelas saat di Za’atari. Sedangkan Ismael adalah mahasiswa saat di Suriah, yang harus kehilangan masa depannya. Selanjutnya ada Ghoussoun dan Umi Ali yang merupakan representasi dari permasalahan-permasalahan perempuan yang ada diantara korban krisis Suriah. Ghoussoun merupakan seorang single mother yang terpaksa menjadi pengungsi demi keselamatan ketiga anaknya yang masih belia. Ghoussoun juga mengalami permasalahan antara harus tetap berada di kediamannya untuk mengurusi anak-anaknya atau harus bekerja di luar demi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sedangkan Umi Ali merupakan sosok ibu paruh baya yang kehilangan anaknya saat di Suriah, Umi Ali diceritakan mampu bangkit dari 83

trauma yang dialaminya, mampu menyingkirkan pandangan konservatifnya tentang status perempuan dan ia menginspirasi perempuan-perempuan lain di Za’atari untuk dapat keluar dari trauma mereka dan berkontribusi terhadap perubahan di kamp. Terakhir adalah Ghassem dan Abu Ali yang merupakan representasi dari kepala keluarga yang menemui permasalahan-permasalahan baru di pengungsian seperti permasalahan ekonomi dan budaya. Film ini berdurasi 75 menit. Proses produksi film ini dimulai setelah 3 tahun terjadinya peperangan di Suriah, tepatnya pada Januari 2014 saat tim pembuat film tiba untuk pertama kalinya di pengungsian. Film ini berlatar di kota Mafraq, Yordania yang berbatasan langsung dengan Suriah. Latar yang diambil secara spesifik adalah Kamp Pengungsian Za’atari namun juga tetap menceritakan sedikit kondisi pengungsi yang berada di pusat kota Mafraq, yaitu Ghousson. Film Salam Neighbor menitik beratkan pada isu pendidikan, dukungan terhadap perempuan, krisis ekonomi dan ekologi yang terjadi di kamp pengungsian dan permasalahan yang dialami oleh negara penampungan bagi pengungsi tersebut, yaitu Yordania. Selain permasalahan-permasalahan di atas, film ini juga menyoroti media-media arus utama dan publik dunia yang terlalu fokus pada peperangan yang terjadi di Suriah. 84

Bukan kepada dampak dan kerugian-kerugian yang dialami warga Suriah dan dunia. Film ini dengan mendokumentasikan keseharian pengungsi di Za’atari yang mayoritas muslim secara tidak langsung juga merekam realitas muslim sesungguhnya. Proses penggambaran kehidupan muslim di Za’atari ini juga salah satu upaya dari pembuatan film untuk membenarkan kesalahan persepsi publik terhadap Islam yang terjadi selama ini. Film dokumenter Salam Neighbor ini dalam proses pembuatannya menggunakan pendekatan imersif dan dokudrama untuk membuat cerita yang dikandung film ini tampak semakin realistis. Teknik pendekatan imersif dalam dunia jurnalisme merupakan suatu konsep jurnalisme yang menggunakan teknologi 3D, sehingga memungkinkan terciptanya “rasa ada di sana” bagi audiens. Sedangkan dokudrama adalah pengaturan pada proses produksi film untuk memfilmkan peristiwa yang telah terjadi dan merekayasa kenyataan yang belum terjadi. Untuk memperinci proses penelitian, penulis membuat tabel yang menjelaskan representamen, (ikon, indeks, simbol), objek, dan interpretan yang merupakan konsep semiotika Charles Sanders Peirce. Potongan gambar dan dialog pada setiap scene yang diteliti juga ditambahkan sebagai bahan analisa dari film ini. Pada bagian selanjutnya, peneliti menuliskan hasil analisa yang didapat dari setiap scene yang diteliti. Analisa 85

tersebut dilakukan melalui potongan-potongan gambar pada scene dan dialog yang terdapat dialamnya, kemudian disertakan konstruksi citra Islam yang terdapat pada setiap scene yang diteliti.

B. Makna Representamen, Objek dan Interpretan Pada bagian ini dipilih dari enam scene yang akan dijabarkan makna reprasentament, object, interpretant dan konstruksi citra Islam yang terkandung pada masing-masing scene. Kategori tersebut dijabarkan berdasarkan visual (gambar) dan verbal (dialog) yang terdapat pada scene yang di analisa tersebut. Pemilihan scene dilakukan berdasarkan latar belakang penelitian. 1. Scene 1 Tabel 4.1 Scene 1: Tayangan televisi oleh media-media internasional tentang konflik di Timur Tengah Visual Verbal Pembaca Berita : “para saksi telah mendengar tembakan dan ledakan dari roket dan granat. Anda akan

menyadari momen ini ketika dunia yang lama sedang sekarat, namun dunia yang baru belum juga lahir. Dan ini sangat berbahaya. Dan pada saat yang membahayakan ini, seluruh dunia tampaknya 86

sedang berperang sekarang. No Tipe Tanda Data 1 Reprasentamen (X) Qualisign Kualitas pada tanda ini bersifat keras, dan tegas. Menunjukkan bahwa Timur Tengah dan Islam adalah dalang konflik di Suriah. Sinsign Eksistensi aktual yang terdapat pada tanda adalah kondisi yang mencekam, yang ditunjukkan baik pada bentuk visual dan verbal. Pada verbal ditunjukkan melalui narasi yang menyebutkan terdengar tembakan dan ledakan. Legisign Norma pada yang terdapat pada tanda merupakan bentuk peringatan pada dunia bahwa kondisi di Timur Tengah, terutama Suriah sangatlah berbahaya. 2 Objek (Y) Icon - Gambar 1, Terlihat empat orang pemberontak di Suriah, ada yang sedang mengacungkan senjata api dan menembakannya di udara, dua diantaranya sedang berbincang dan seorang lagi sedang bersiaga. - Gambar 2, para warga sipil yang berada di Suriah sedang mengadakan demonstrasi dan terlihat melempari batu ke arah suatu bangunan. 87

Index Kedua gambar tersebut menunjukkan kondisi yang berbahaya yaitu peperangan dan kerusuhan yang dilakukan warga. Symbol Perang dan kerusuhan sebagai teror. 3 Interpretan Representasi cuplikan-cuplikan (X=Y) gambar tersebut menunjukkan bahwa Timur Tengah sedang terjadi peperangan dan hal tersebut di asosiasikan oleh media-media barat sebagai sebuah teror.

Berdasarkan analisa penulis, potongan-potongan gambar diatas menunjukkan para tentara pemberontak, dan para warga sipil yang melakukan kerusuhan saat berdemonstari. Hal ini merepresentasikan kondisi yang berbahaya yang terjadi di Timur Tengah, tepatnya di Suriah. Sebagaimana ditunjukkan pada kolom indeks, gambaran beberapa orang yang memegang senjata api menunjukkan kondisi konflik peperangan yang terjadi di Timur Tengah, hal ini di perkuat dengan kondisi kerusuhan yang digambarkan dengan aksi demonstrasi dan pelemparan batu oleh para warga sipil di Aleppo, Suriah. Kondisi tersebut menyimbolkan keadaan peperangan dan kisruh di Timur Tengah yang berdampak teror bagi masyarakat dunia. Hal ini dipertegas melalui 88

kalimat yang disampaikan oleh pembaca berita pada scene tersebut. Lebih dalam, peneliti mengamati bahwa pada cuplikan adegan yang menggambarkan konflik peperangan dan kerusuhan di Timur Tengah sebagai bentuk teror diasosiasikan sebagai Islam. Islam serta merta menjadi kambing hitam atas perebutan kekuasaan yang terjadi di Suriah. Pemberitaan oleh media-media besar seperti CNN, MSNBC dan ABC NEWS menunjukkan gambar secara terus-menerus berupa perang dan kekerasan bahkan seringkali menjadi headline. Hasilnya adalah rasa takut. Ketakutan akan terorisme, ketakutakan akan Timur Tengah dan rasa takut akan Islam. Cara media-media tersebut memberitakan dan membuat narasi akan kondisi yang sesugguhnya terjadi di Suriah sangatlah tidak berimbang. Lebih dari tiga juta warga Suriah yang menjadi korban atas konflik yang terjadi ditenggelamkan oleh media-media barat tersebut. Perang, kerusuhan dan kelompok Islam radikal merupakan tajuk utama yang diberitakan oleh korporasi media. Sedangkan, kondisi krisis atas konflik yang terjadi tidak pernah diberitakan secara sungguh-sungguh. Opini yang hendak digiring oleh media-media mainstream adalah untuk menciptakan konstruk kepada khalayak bahwa Timur Tengah yang juga diasosiasikan dengan Islam merupakan sebuah teror bagi masyarakat 89

dunia. Hal ini jelas digambarkan dengan jelas oleh framing dari media-media tersebut yang menjadi cuplikan adegan dalam film Salam Neighbour. Pada scene awal tersebut dengan jelas si pembuat film mengambil potongan-potongan berita dari CNN, MSNBC, ABC News yang secara seragam mengkonstruksikan keadaan di Suriah hanyalah pertumpahan darah semata dengan mengesampingkan prihal kemanusiaan. Dengan seolah menutup mata, bahwa banyak warga Suriah yang harus kehilangan keluarganya, pendidikan, tempat tinggal dan bahkan statusnya sebagai manusia. Hal ini tentu bertentangan dengan asas pers yang berlaku universal, yaitu sebuah berita haruslah cover both sides. Di dalam melakukan pemberitaan, yakni dalam menyebarkan informasi, harus ada keseimbangan berita. Maksud dari keseimbangan ini, menempatkan suatu berita/informasi secara berimbang antara fakta dan opini, tanpa vonis dan menerapkan asas-asas keadilan. Cover both sides bermula dari pemahaman bahwa apa yang disampaikan melalui pemberitaan harus dipahami makna tanggung jawabnya. Artinya bahwa cover both sides mendorong adanya suatu bentuk tanggung jawab yang tepat dari media, terkait dengan pemberitaan yang disebarkannya. Kebutuhan masyarakat akan informasi yang disediakan oleh berbagai sumber media, menjadikan masyarakat perlu juga untuk dididik secara seimbang, agar 90

informasi yang mereka peroleh adalah informasi yang mengandung kualitas yang baik. Tidak cukup dengan hanya memberikan kesempatan kepada para pihak yang memiliki ketersinggungan terhadap informasi dan berita, namun secara etis juga disadari bahwa cover both sides memberikan kualitas pembanding secara materiil. Pembanding ini dapat berupa situasi pro dan kontra yang dapat membantu masyarakat memperoleh pandangan- pandangan tentang isi di dalam berita. Selain itu dalam Islam, diajarkan bahwa baik ketika menyampaikan maupun menerima informasi ada aspek yang harus dipertimbangkan. Hal yang harus dipertimbangkan tersebut adalah menguji terlebih dahulu dan meneliti kebenaran dari informasi atau berita tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Hujurat ayat 6 berikut: َ َ َ ُّ َ ذ َ َ َ ُ ٓ ْ َ ٓ َ ُ ۡ َ ُ ُۢ َ َ َ َ َ ذ ُ ٓ ْ ُ ُ ْ َ ۡ َُۢ َٰٓ يأيها ٱَّلِين ءاننوا إِن جاءكم ف ِاسق بِنبإٖ فتبينوا أن ت ِصيبوا قونا َ َ َ َ ُ ۡ ُ ْ َ َ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ ِِبهَٰلةٖ فتصبِحوا َٰلَع نا فعلتم نَٰ ِد ِنني ٦ “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (Al Hujurat: 6) 91

Adapun citra Islam yang hendak dikonstruksikan jika dilihat dari scene ini adalah bahwa Timur Tengah yang sedang bergejolak diidentifikasikan sebagai Islam. Hal ini tentu menggiring persepsi khalayak bahwa seolah-olah peperangan dan huru-hara yang terjadi di Timur Tengah, secara khusus di Suriah adalah kondisi yang diakibatkan oleh Islam. Padahal konflik yang terjadi di Suriah adalah semata-mata karena konflik kekuasaan. Penggiringan opini tersebut tentu berdampak cukup signifikan karena diperparah oleh pemberitaan media- media barat dengan melakukan generalisasi bahwa ISIS adalah umat Islam secara keseluruhan yang berada di Suriah. Islamophobia adalah dampak yang jelas dihasilkan atas konstruksi media tersebut. Ketakutan, rasa curiga dan kebencian terhadap kelompok-kelompok muslim, dan komunitas muslim menyebar ke banyak negara. Terutama di Eropa dan Amerika Serikat. Meskipun islamophobia merupakan gejala yang sudah cukup lama menjangkit Eropa, tetapi belakangan semakin meningkat. Secara historis, ketegangan hubungan Islam dan Barat terjadi akibat proses globalisasi dan migrasi internasional. Dua proses ini mengakibatkan banyak umat Islam melakukan migrasi dan menetap di beberapa negara barat. Suksesnya diaspora muslim di beberapa negara Barat mengharuskan masyarakat Barat berhadapan dengan identitas dan budaya Islam yang berbeda. 92

Hal itu diperkuat dengan legitimasi ayat-ayat dalam Al kitab, argumentasi kebudayaan, bahkan pembenaran melalui filsafat turut disertakan untuk membenarkan islamophobia. Selain itu media-media sayap kanan dan para politisi gencar mengargumentasikan propaganda bahwa kelompok Islam di Eropa adalah kelompok yang harus dicurigai dan diberi batasan dalam ruang publik. Citra negatif yang disematkan kepada Islam ini, bukanlah serta merta hasil dari konstruksi yang dibuat pihak-pihak tersebut. Akan tetapi sumbangsih informasi dari kelompok Islam itu sendiri yang paling sering diakses oleh khalayak adalah kelompok salafi. Kelompok salafi dengan perjuangan ideologisnya berpandangan bahwa nilai-nilai budaya barat sangatlah bertentangan dengan Islam, mendukung praktik pemisahan gender, dan penolakan keterlibatan politik dan sipil merupakan contoh dari pandangan kelompok ini. Bentuk Islam seperti ini adalah salah satu interpretasi yang paling terlihat, tersebar luas dan dapat diakses. Dengan demikian, gambaran yang dapat diterima oleh khalayak, baik muslim maupun non- muslim bahwa salafisme adalah Islam yang dominan dan paling benar. Selain salafisme, kelompok-kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam menjadi referensi bagi khalayak untuk mengetahui Islam. ISIS misalnya, sebagai jaringan terorisme besar dianggap sebagai kelompok yang memiliki jejak digital terbanyak. Mereka kerap kali 93

membanjiri media sosial yang menggambarkan perjuangan para kader-kadernya. Kelompok ini bahkan sering menyeberkan rekaman-rekaman mereka ketika mengeksekusi tentara yang mereka anggap kafir dan para warga sipil. ISIS menolak untuk diberitakan oleh para jurnalis dari media-media luar, sehingga mereka dapat bebas dan leluasa memonopoli informasi demi melancarkan paham dan ideologi mereka. Sebaran konten video dan foto kebrutalan dari kelompok ini kemudian semakin menambah persepsi negatif citra Islam dimata publik. Persepsi negatif terhadap Islam melihat penjelasan diatas bukan semata hasil dari konstruksi media-media arus utama, tetapi juga merupakan dari kelompok konservatif dan radikal di dalam Islam itu sendiri. Kedua pandangan yang saling bertabrakan ini uniknya justru menciptakan efek yang seragam dimata khalayak. Meskipun kelompok konservatif dalam Islam dan jaringan terorisme tersebut bukanlah representasi dari kompleksitas Islam sebagai agama dan muslim sebagai individu, akan tetapi kelompok-kelompok tersebut yang diidentikkan sebagai representasi dari mayoritas Islam. Sebab kelompok tersebut yang memiliki agenda besar dalam ruang publik global. Berdasarkan hasil analisa dan rekam jejak bentuk islamophobia yang dilaporkan oleh Eourpean Islamophobia Report (EIR), gejala islamphobia semakin 94

meningkat di UNI Eropa. Laporan ini merupakan hasil pengamatan di 25 negara UNI Eropa sejak tahun 2015. Hasilnya sangat signifikan. Di Prancis, usai insiden Charlie Hebdo sentimen anti muslim naik 500 persen. Sementara PEW Research bersama Templeton Global Religious Futures Project merilis hasil penelitian pada tahun 2010 tentang persepsi negara-negara UNI Eropa terhadap Islam yang diolah oleh tim tirto.id sebagaimana ditampilkan pada gambar berikut. Gambar 4.1 Persepsi Muslim di Eropa106

106 https://tirto.id/bagaimana-warga-eropa-memandang-islam-bAzu diakses pada 23 Mei 2019 95

2. Scene 2 Tabel 4.2 Scene 2: Pendirian tenda untuk tim pembuat film yang dibantu oleh pengungsi Visual Verbal Narator (Zach): “Segera, orang datang untuk membantu kami mendirikan tenda kami”.

Ghasseem: Mereka tetangga kita, Rasulullah berkata, kita harus memperlakukan tetangga dengan baik. No Tipe Tanda Data 1 Reprasentamen (X) Qualisign Dialog dari pengungsi yang menganjurkan untuk memperlakukan tetangga dengan baik menunjukkan kualitas yang baik. Sinsign Eksistensi yang ditunjukkan tanda pada scene ini adalah pada gambar seorang anak kecil yang ikut membantu pendirian tenda dan pada dialog yang menegaskan untuk membantu tetangga. Legisign Norma yang ditunjukkan pada tanda berupa anjuran untuk saling tolong menolong.

96

2 Objek (Y) Icon Gambar 1, Seorang anak kecil sedang menggali lubang untuk dipergunakan sebagai patok untuk tenda. Gambar 2, Salah seorang pengungsi sedang menjelaskan kepada orang-orang yang berkumpul bahwa para sineas merupakan tetangga mereka, dan ia menjelaskan bahwa mereka wajib memperlakukan tetangga dengan baik Index Keadaan yang ditampilkan dari kedua gambar tersebut menunjukkan kondisi yang bersahabat, keramah-tamahan serta bantuan yang datang dari para pengungsi kepada tim pembuat film. Symbol Kegiatan tolong-menolong sebagai bentuk penyambutan dan keramahan terhadap tetangga. 3 Interpretan Cuplikan gambar pada scene ini (X=Y) merepresentasikan sebuah nilai untuk saling tolong menolong dan membantu satu sama lain. Hal ini ditunjukkan dengan berbondong-bondong dari datangnya para pengungsi di Za’atari untuk membantu mendirikan tenda yang diperuntukkan bagi para tim 97

pembuat film, dan memberikan kebutuhan bagi mereka.

Berdasarkan hasil pengamatan dari penulis, scene ini menampilkan suatu adegan saat tim pembuat film datang untuk pertama kalinya ke lokasi dimana tenda mereka akan didirikan. Pada saat tim relawan PBB akan mendirikan tenda yang diperuntukkan bagi tim pembuat film, para pengungsi di lokasi yang sama dengan mereka berbondong-bondong datang untuk membantu mendirikan tenda tersebut. Hal yang paling menarik adalah ketika salah seorang pengungsi menawarkan gas silinder yang biasanya digunakan sebagai penghangat di dalam tenda kepada para tim pembuat film yang baru saja datang. Pengungsi tersebut kemudian merujuk kepada perkataan Rasulullah bahwa sebagai muslim, mereka diwajibkan untuk menolong tetangganya. Menurut analisa penulis, dialog dan gambar yang ditonjolkan pada scene ini setidaknya merepresentasikan dua hal. Pertama, mengandung pesan bahwa yang selama ini media-media arus utama beritakan tidak benar, bahwa Timur Tengah dan Islam bukanlah teror dan kekerasan. Hal ini ditunjukkan dari bantuan yang datang dari para pengungsi untuk mendirikan tenda. Kedua, Islam adalah agama yang mengajarkan kebaikan.. Point kedua ditunjukkan melalui dialog diatas yang mengutip perintah dari Rasulullah untuk berbuat baik kepada tetangga. 98

Transfromasi nilai yang dibangun oleh film Salam Neighbour melalui scene ini merupakan salah satu bagian terpenting. Sebab scene ini seolah menjawab semua tuduhan-tudahan tidak mendasar yang disasarkan kepada Islam dan Timur Tengah. Mispersepsi publik dibantah scene ini bukan hanya melalui dialog dan gambar yang ditampilkan, tetapi bantahan terkuat terletak pada alur cerita yang ada pada scene ini. Scene yang peneliti pilih ini merupakan adegan yang bersifat spontanitas atau tanpa direkayasa terlebih dahulu oleh pembuat film. Hal tersebut diatas dibuktikan dengan kedatangan tim pembuat film yang berasal dari Amerika Serikat untuk pertama kalinya ke Kamp Pengungsian Za’atari. Sehingga dapat disimpulkan antara pengungsi dan tim pembuat film sama sekali belum pernah ada interaksi sebelumnya. Persepsi khalayak terhadap Timur Tengah dan Islam pada kurun waktu pembuatan film ini sangatlah negatif. Faktor-faktor penyebab buruknya citra Islam dan Timur Tengah yang paling utama adalah Arab Spring yang sedang melanda Timur Tengah dan pemberitaan besar- besaran mengenai kelompok ekstremis Islam. Terlebih lagi pasca kejadian 9/11 di Amerika Serikat. Persepsi publik kepada masyarakat muslim diseluruh dunia atas bias media yang menyudutkan Timur Tengah menjadi satu stereotip. Dampak dari stereotip tersebut adalah sangat besar terutama di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Meskipun 99

tidak secara keseluruhan warganya, namun pada dua wilayah ini seringkali terjadi mensubordinasikan komunitas-komunitas muslim setempat. Komunitas- komunitas muslim dianggap sebagai kelompok yang terbelakang, tidak berbaur dengan budaya-budaya barat dan cenderung menutup diri terhadap kelompok di luar mereka. Pandangan demikian seringkali menutup kenyataan dari banyaknya sinergitas kelompok-kelompok muslim yang mampu beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya dan bentuk penerimaan masyarakat Uni Eropa dan Amerika Serikat terhadap muslim. Bahwa tidak serta merta seluruh Eropa dan Amerika adalah pembenci Islam. Sehingga buruknya pandangan Barat terhadap Islam berbanding lurus dengan buruknya pandangan Islam terhadap Barat. Seperti melawan stereotip dengan stereotip lainnya. Melalui pesan yang dimuat oleh film Salam Neighbor ini, benturan persepsi dan pandangan-pandangan negatif akan komunitas-komunitas muslim yang berada di Uni Eropa dan Amerika Serikat diluruskan kembali dengan realitas yang ada. Persepsi yang dibangun pada scene ini untuk hal tersebut adalah bahwa pada dasarnya Islam sebagai ajaran yang mengajarkan kebaikan dan muslim sebagai pemeluknya diwajibkan untuk mematuhi ajaran- ajaran tersebut. 100

Bahkan dalam Islam terdapat ajaran yang secara khusus untuk mengatur persoalan sosial, bersosialisasi dengan tetangga dan kepada non-muslim. Ajaran Islam yang begitu terperinci bahkan memerintahkan pemeluknya untuk dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Perintah ini terdapat pada QS. Al Hujurat ayat 13: َ َ َ ُ ۡ َ َٰٓ ُّ َ ذ ُ ذ َ ۡ َ َٰ ُ ّ َ َ َ َٰ َ َ َ َ َٰ ُ ۡ ُ ُ ٗ يأيها ٱنلاس إِنا خلقنلم ِنن ذكرٖ وأنَث وجعلنلم شعوبا َ َ َ َ َ ٓ َ َ َ َ ُ ٓ ْ ذ ۡ َ َ ُ ۡ َ ذ ۡ َ ُ ۡ ذ ذ َ َ ٌ وقبائِل ِِلعارف ْۚوا إِن أكرنلم ِعند ٱّللِ أتقىَٰل ْۚم إِن ٱّلل علِيم ٱّل ل َ ٞ ١٣خبِري ١٣خ “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al Hujurat: 13) Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena itu, ayat di atas menekankan perlunya saling mengenal. Selain perintah untuk saling mengenal tersebut meskipun dalam sekat perbedaan suku dan bangsa, Islam juga memerintahkan pemeluknya untuk saling tolong menolong satu sama lainnya. 101

Perintah tolong menolong ini terdapat pada QS. Al Maidah ayat 2: ۡ َ َ َ َ ُ ْ َ َ ۡ ّ َ ذ ۡ َ َٰ َ َ َ َ َ ُ ْ َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ وتعاونوا لَع ٱل ِ بِ و ٱِلقوى وَل تعاونوا لَع ِ ٱۡلث ِم و ٱلعدوَٰ ِ ن “… Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran … (Al Maidah: 2) Ayat tersebut mengandung perintah dan larangan yang saling berkesinambungan. Perintahnya adalah untuk saling tolong-menolong dalam berbuat kebaikan, sedangkan Islam melarang untuk bekerja-sama dalam hal keburukan. Bekerja-sama yang merupakan ejawantah dari perintah tolong-menolong diatas sangat dianjurkan dengan tujuan untuk mencapai manfaat dan maslahat. Bahkan selain ajaran-ajaran diatas, Islam memiliki anjuran-anjuran lainnya yang berkonteks dengan urusan bermasyarakat. Seperti perintah untuk memuliakan tamu, berbuat baik kepada tetangga, bersifat adil kepada non- muslim dan sebagainya. Melalui ajaran-ajaran diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa esensi ajaran Islam terkait urusan bermasyarakat adalah anjuran-anjuran kebaikan. Point inilah yang dikonstruksi melalui scene ini.

102

3. Scene 3 Tabel 4.3 Scene 3: Dialog Zach dan Rouf tentang sekolah dan cita-cita Rouf Visual Verbal Zach: “Kamu kelas berapa ketika meninggalkan sekolah? Rouf:

“Kelas tiga” Zach: “Jadi, uhm, cita-citamu ingin jadi apa? Rouf: “Dokter”. Zach: “Kenapa kamu ingin menjadi dokter? Rouf: “Aku ingin membantu orang- orang yang terluka. No Tipe Tanda Data 1 Reprasentamen (X) Qualisign Kualitas pada tanda ditampilkan melalui dialog Rouf. Kualitas tersebut menunjukkan sifat keseriusan dan kemantapan hati. Sinsign Eksistensi yang ditunjukkan pada tanda adalah berupa kepolosan anak kecil dan kesungguhannya dalam memiliki cita-cita. Legisign Norma yang terdapat pada tanda 103

berupa pentingnya pendidikan dan cita-cita. 2 Objek (Y) Icon Gambar 1, Terlihat seorang anak sedang bersandar pada Zach, mereka berdua sedang duduk menaiki mobil pick up. Anak kecil tersebut terlihat sedang menikmati minuman. Gambar 2, Terlihat wajah anak kecil yang merautkan rona serius sekaligus sedih. Index Keadaan yang ditampilkan pada kedua gambar tersebut adalah kondisi psikologis seorang anak kecil tentang pengharapan dan masa depannya. Symbol Harapan dan masa depan 3 Interpretan Gambar dan dialog di atas (X=Y) merepresentasikan sebuah nilai akan kondisi psikologis seorang anak, harapan yang ada pada benaknya dan sebuah nilai kebaikan yang tertanam pada anak kecil.

Berdasarkan hasil analisa dari penulis, potongan pada scene tersebut menampilkan dialog antara Zach Ingrasci dengan salah satu tokoh yang difokuskan dalam film ini, Abdel Rouf. Rouf adalah anak berusia 9 tahun yang menjadi korban atas pecahnya peperangan di Suriah. Gambar tersebut mengeksplorasi ekspresi dan gestur dari 104

Rouf ketika Zach bertanya soal pendidikan dan cita-cita Rouf. Dalam dialognya dengan Zach, Rouf menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan kesan serius dan kepolosan yang dimiliki anak berusia 9 tahun. Dialog yang terjadi antara Zach dan Rouf menyiratkan makna, bahwa pada dasarnya seorang anak kecil yang menjadi korban perangpun masih memiliki harapan dan kebaikan pada dirinya. Hal ini dapat dilihat pada jawaban Rouf atas pertanyaan Zach menyoal kenapa Rouf ingin menjadi dokter. Dengan lugu Rouf menjawab bahwa ia akan menolong orang-orang yang terluka. Hasil analisa selanjutnya, peneliti mengamati pada scene ini bahwa pesan yang coba disampaikan melalui film ini adalah kondisi pendidikan yang menimpa warga Suriah. Sektor pendidikan menjadi hal yang paling mengerikan atas pecahnya konflik Suriah yang dimulai pada tahun 2011. Menurut catatan Syrian Observer yang dirilis pada 2018 ada 7400 bangunan sekolah yang hancur dan berhenti melakukan pelayanan, sekitar 1900 bangunan digunakan untuk pengungsian sementara bahkan sebagai barak militer.107 Sedangkan berdasarkan pada data UNICEF, diperkirakan 1,75 juta anak usia sekolah di Suriah yang putus sekolah, sedangkan mesikpun sebanyak 54 persen anak-anak yang mengungsi sudah bisa masuk sekolah formal dan 3 persen lainnya mengikuti sekolah

107 https://syrianobserver.com/EN/features/47446/the-wars-effect-on-the- education-of-syrias-children.html diakses pada 10 Juni 2019. 105

non-formal tetapi 43 persen sisanya masih tidak bisa dijangkau akses pendidikan.108 Pada kenyataannya aspek ini sering luput dari pemberitaan media-media arus utama. Krisis pendidikan sebagai dampak perang Suriah hampir tidak pernah menjadi perhatian utama media-media tersebut. Bahkan pemberitaan mengenai krisis pendidikan akibat dampak peperangan hanyalah semata untuk mengarahkan opini publik untuk memperkuat argumen mereka akan kekejaman di Timur Tengah. Seperti pemberitaan tentang ISIS tidak jarang yang memilih tajuk tentang anak-anak yang dieksploitasi oleh ISIS untuk menjadi martir mereka. Pemberitaan demikian selain mengarahkan pada pandangan yang cendrung salah, juga mengaburkan realitas sesungguhnya bahwa kondisi anak-anak Suriah secara keseluruhan adalah korban. Bingkai pemberitaan jarang ditemui yang menerangkan anak-anak korban krisis yang harus meninggalkan bangku sekolah, mengalami penderitaan psikologis bahkan fisik. Selanjutnya, peneliti menangkap tanda yang disimbolkan pada scene ini adalah anak kecil memiliki kemurnian hati dan tertanam nilai kebaikan yang tinggi. Hal ini diperlihatkan melalui jawaban tulus dari Rouf bahwa ia bercita-cita untuk menjadi dokter agar nantinya dapat menolong orang-orang yang terluka. Apa yang

108 https://theirworld.org/news/seven-years-of-syria-conflict-how-it-affects- children-education-refugees-schools diakses pada 10 Juni 2019. 106

dialami oleh Rouf dan dicita-citakan Rouf merupakan gambaran dari kondisi yang juga dialami jutaan anak-anak Suriah lainnya. Anak-anak merupakan korban atas terjadinya krisis dan peperangan, kehilangan kesempatan pendidikan hanyalah rangkaian kecil dari dampak-dampak lainnya yang dialami mereka. Bahkan tidak sedikit anak-anak yang diculik dan dipaksa untuk ikut langsung dalam medan peperangan oleh kelompok-kelompok ekstremis. Hal ini memberikan pandangan bahwa anak-anak secara psikologis belum bisa mengarahkan dan menentukan pilihan bagi dirinya sendiri. Latar belakang sosial dan lingkungan yang kemudian menentukan sisi psikologis mereka sendiri. Erik Erikson dalam Gunarsa menjelaskan salah satu fase yang dilewati oleh manusia adalah identity and identity confusion. Fase ini terjadi pada anak-anak dan remaja, dimana mereka menemukan pribadinya dari penangkapan mereka akan sekitarnya.109 Penjelesan Erikson tersebut sejalan dengan yang dijelaskan oleh ajaran Islam, bahwa setiap anak terlahir dalam keadaan suci. Sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari berikut:

109 Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, (Jakarta : Gunung Mulia, 1990) h. 27-28 107

“Dari (Abu) Hurairah ra. Dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: tidak ada seorang anakpun kecuali ia dilahirkan menurut fitrah. kedua orang tua nyalah yang akan menjadikan yahudi, nasrani, dan majusi sebagaimana binatang melahirkan binatang dalam keadaan sempurna. Adakah kamu merasa kekurangan padanya. Kemudian abu hurairah ra. berkata : “fitrah Allah dimana manusia telah diciptakan tak ada perubahan pada fitrah Allah itu. Itulah agama yang lurus” (HR Bukhari dalam kitab jenazah)110 Scene ini berupaya untuk mengkonstruksi citra bahwa kondisi yang sebenarnya terjadi atas krisis Suriah berdampak sangat besar bagi anak-anak. Anak-anak sebagai korban perang mengalami keadaan harus kehilangan pendidikannya, bahkan tidak sedikit yang mengalami trauma karena peperangan. Rouf sebagai representasi anak-anak Suriah lainnya yang menjadi korban peperangan disuguhkan dengan kepolosan dan kebaikan hatinya. Hal ini menekankan bahwa persepsi publik selama ini yang menandai Timur Tengah dan Islam sebagai dalang kekerasan adalah salah.

110 Abi Hasan Nuruddin dan Muhammad ibni Abdul Hadi Assindi, Shahih Bukhari, (Lebanon: Darul Kutub Al-ilmiah, 2008) h. 457. 108

Ditandai dengan jawaban polos dari Rouf bahwa ia bercita-cita untuk bisa membantu orang-orang. Konstruksi seperti ini mencitrakan bahwa Islam tidak serta merta dapat disalahkan atas bentuk kekerasan yang ada di Timur Tengah. 4. Scene 4 Tabel 4.4 Scene 4: Abu Ali dan Umi Ali mengisahkan anaknya yang menjadi korban peperangan di Suriah Visual Verbal Abu Ali: “Anak baik yang mati dengan tujuan. Ia tertembak di kaki, mereka menyeretnya keluar

dari rumah dan mereka mengikatnya di tank. Mereka menyeretnya dalam keadaan masih hidup dungan luka di kaki di belakang tank dalam keadaan masih hidup. Mereka menyeretnya hingga 200 meter lalu mereka menaruhnya di pinggir jalan, lalu mereka membunuhnya. Dam dia bukan satu-satunya. No Tipe Tanda Data 1 Reprasentamen Qualisign Kualitas yang ditunjukkan pada tanda bersifat kesedihan, yang ditunjukkan melalui ekspresi sedih seorang Ibu pada gambar dan dialog pada scene ini. 109

Sinsign Eksistensi aktual pada scene ini ditampilkan melalui secarik foto yang terpampang di dinding. Foto tersebut merepresentasikan bentuk kehilangan keluarga. Legisign Norma yang dikandung pada tanda menyatakan bahwa perang menciptakan korban jiwa dan kehilangan. 2 Objek (Y) Icon Gambar 1, Menunjukkan sebuah dinding yang dipenuhi hiasan- hiasan, dan terdapat sebuah gantungan kunci yang terpasang foto seseorang. Gambar 2, Menunjukkan raut kesedihan seorang ibu, dan gambar ini masih menunjukkan gantungan kunci yang terdapat foto. Index Keadaan yang ditampilkan pada scene ini adalah kondisi kesedihan yang amat mendalam yang dirasakan oleh pengungsi Suriah yang anaknya menjadi korban atas peperangan yang terjadi di Suriah. Symbol Korban peperangan Suriah 3 Interpretan Scene dan dialog yang terdapat (X=Y) pada cuplikan ini menjelaskan bahwa peperangan yang terjadi di Suriah adalah bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan, tanpa melihat latar belakang 110

identitas agama. Hal ini dibuktikan dengan cerita yang disampaikan Abu Ali yang merupakan salah seorang pemuka agama di Suriah yang anaknya justru menjadi korban kekejaman perang yang terjadi di Suriah.

Berdasarkan hasil analisa dari penulis, scene ini menampilkan gambar sebuah dinding yang dipenuhi hiasan kerajinan tangan dan di antara hiasan-hiasan tersebut terdapat sebuah foto yang dipajang pada sebuah gantungan kunci. Foto tersebut menyimbolkan sebuah kenangan dan memori yang mendalam, yang ditampilkan pada gambar kedua, dengan memperlihatkan seorang ibu sedang menangis dengan latar dinding yang terdapat foto tersebut. Pada scene ini Abu Ali menceritakan kematian anaknya sebagai korban konflik di Suriah. Cerita Abu Ali tentang kematian anaknya menyiratkan sebuah kekejaman dan kebrutalan manusia atas manusia lainnya. Sebab anaknya dibunuh dengan cara disiksa terlebih dahulu. Ia mendeskripsikan kronologis kematian anaknya bahwa sebelum dibunuh, anaknya ditembak dikaki, diseret dan diikat di tank. Dan menurut Abu Ali, anaknya bukanlah sati-satunya korban. Dengan menganalisa visual yang ditampilkan dan bentuk verbal yang disampaikan Abu Ali 111

merepresentasikan kesedihan yang dialami Abu Ali dan Um Ali sebagai orang tua yang menjadi korban atas kematian anaknya. Abu Ali dan istrinya pada scene ini dijadikan representasi dari korban-korban lainnya. Kejadian yang mereka alami menghasilkan trauma dan kesedihan atas kehilangan mereka. Bahkan menurut Kilian sebagai Manager Kamp dari UN Refugee Agency, UNHCR bahwa luka yang dialami oleh para pengungsi Suriah bukanlah luka fisik yang dapat diobati.111 Kondisi psikologis seperti ini hampir tidak pernah diberitakan oleh media-media yang memberitakan konflik Suriah. Korban krisis Suriah dieksploitasi pemberitannya sebagai alat dan kepentingan. Berita tentang korban diarahkan untuk menjatuhkan dan menghakimi pihak yang berkonflik tanpa memandang sisi psikologis keluarga korban. Rilis angka kematian yang menjadi korban perang saudara di Suriah sering dikutip oleh media-media arus utama sebagai alat legitimasi untuk melakukan generalisasi atas kekejaman Timur Tengah dan Islam. Selain itu campur tangan pihak luar dalam konflik Suriah seperti Rusia, Iran, Amerika Serikat, Arab Saudi memperburuk situasi krisis di Suriah. Terhitung sejak awal mulainya perang saudara di Suriah pada tanggal 15 Maret 2011 sampai periode Februari 2016 menurut catatan Syrian Center for Policy

111 Hasil pengamatan peneliti pada film Salam Neighbor pada 18 Juni 2019 112

Resesarch (SCPR) memperkirakan 470.000 orang telah tewas dalam konflik tersebut.112 Sedangkan menurut laporan Utusan PBB dan Liga Arab ke Suriah sampai April 2016 terdapat 400.000 korban yang tewas.113 Catatan yang paling komprehensif dirilis oleh Syrian Observatory for Human Rights (SOHR). SOHR memperkirakan lebih dari 570.000 orang tewas selama 8 tahun konflk Suriah, terhitung sejak 15 Maret 2011 sampai dengan 15 Maret 2019.114 Berikut detail korban perang yang dirilis oleh SOHR: Tabel 4.5 Korban Tewas Berdasarkan Periode Waktu115 Jangka Pasukan Pasukan Warga Jumlah Waktu pro- anti- Sipil Total pemerinta pemerint (Termasuk h ah yang tidak teridentifi kasi)

2011 - 82.529 47.893 68.702 130.582 2013

2014 25.160 32.726 17.790 76.021

2015 17.686 24.010 13.249 55.219

112 https://www.pbs.org/wgbh/frontline/article/a-staggering-new-death-toll- for-syrias-war-470000/ di akses pada 18 Juni 2019 113 https://www.aljazeera.com/news/2016/04/staffan-de-mistura-400000-killed- syria-civil-war-160423055735629.html diakses pada 18 Juni 2019 114 http://www.syriahr.com/en/?p=120851 diakses pada 18 Juni 2019 115 Hasil pengamatan penulis dan dihimpun dari website resmi SOHR www.syriahr.com dari tanggal 18 Juni 2019 – 20 Juni 2019 113

2016 14.192 21.146 13.617 49.742

2017 8.813 13.995 10.507 33.425

2018 4.549 8.559 6.482 19.799

2019/Mei 807 1.784 1.609 4.513

Total 123.497 131.624 110.331 369.301

Data yang dihimpun dari SOHR tersebut belum meliputi korban jiwa yang tidak terdokumentasi. SOHR memperkirakan 200.000 kematian yang tidak terdokumentasikan. Menurut Syrian Network for Human Rights (SNHR), jumlah warga sipil yang tewas sampai dengan Maret 2019 berjumlah 223.161 jiwa dengan rincian sebagai berikut: Gambar 4.2 Korban Kematian Sipil116

116 http://sn4hr.org/blog/2018/09/24/civilian-death-toll/ diakses 20 Juni 2019 114

Gambar 4.3 Korban Kematian Perempuan117

Gambar 4.4 Korban Kematian Anak-anak118

Berdasarkan data dari SNHR tersebut, dapat disimpulkan kelompok yang paling diidentikkan sebagai wajah Islam yang menebar teror tidak berada pada posisi tertinggi sebagai pelaku dari kematian warga sipil tersebut. Dapat dilihat dari ketiga gambar diatas, pelaku

117 http://sn4hr.org/blog/2018/09/24/female-death-toll/ diakses 20 Juni 2019 118 http://sn4hr.org/blog/2018/09/24/child-death-toll/ diakses 20 Juni 2019 115

utama yang paling banyak menelan korban jiwa adalah kelompok-kelompok pro pemerintah. Pemberitaan secara terus-menerus dan memojokkan kelompok ekstremis Islam dalam media-media arus utama memberikan kesan yang buruk terhadap Islam secara keseluruhan. Meskipun apa yang dilakukan kelompok ekstremis Islam bukanlah hal yang dapat dibenarkan, tetapi kelompok ekstremis Islam dalam perang Suriah seringkali dijadikan kambing hitam atas kerusakan dan kekacauan yang dilakukan kelompok-kelompok lain, termasuk pihak asing. Konstruksi citra yang dibangun pada scene ini adalah dengan menandai kehilangan yang dialami oleh Abu Ali dan istrinya sebagai representasi dari kehilangan yang dialami oleh warga Suriah lainnya. Scene ini juga memberikan perspektif bahwa persoalan atas krisis Suriah adalah persoalan kemanusiaan yang disebababkan oleh kepentingan politik, bukan dampak atas persoalan agama. Hal ini memberikan kesan bahwa Islam bukanlah domain utama dalam persoalan konflik Suriah. Pemberian framing bahwa Islam bukan domain utama dalam konflik Suriah meluruskan kesalahan pandangan yang terdapat pada benak publik bahwa sebenarnya perang saudara Suriah adalah karena faktor kediktatoran pemerintahan dan keinginan kebebasan berekspresi. Pemahaman seperti ini selalu dibelokkan dengan 116

membingkai pemerintah sebagai Syiah dan kelompok pemberontak sebagai mayoritas Sunni. Karena itu, persepsi yang dibangun oleh film ini adalah jika Islam sebagai domain utama atas pecahnya perang saudara Suriah, maka Islam harus pula dipandang sebagai korban atas terjadinya krisis ini. 5. Scene 5 Tabel 4.6 Scene 5: Aktivitas Perempuan Pengungsi di Women Center Visual Verbal Abu Ali: “Sebelumnya kami tidak mendukung women center. Karena di Suriah, wanita di

marginalkan. Kami dibesarkan disebuah paham dimana laki- laki yang bekerja, dan memenuhi kebutuhan. Namun banyak hal yang berubah drastis dari Suriah. Wanita dapat bekerja dan keluar rumah, bekerja bersama lelaki dan menolongnya dalam memenuhi tanggungjawab. Kami membuang keyakinan lama yang tak mudah untuk disingkirkan. Umi Ali: “Aku menganjurkan semua wanita bekerja, Ibu bukan hanya untuk memasak, 117

mencuci dan bersih-bersih. Wanita setara dengan lelaki. Kami bekerja keras dan berpartisipasi dalam membuat berharganya sebuah kehidupan. No Tipe Tanda Data 1 Reprasentamen (X) Qualisign Kualitas yang terdapat pada tanda bersifat perubahan positif, hal ini ditunjukkan melalui pendapat Abu Ali dan ekspresi kebahagiaan ketika ia menyampaikan pendapatnya melalui dialog pada scene ini. Sinsign Eksistensi aktual yang ditunjukkan tanda pada scene ini berupa aktivitas perempuan di Women Center. Legisign Norma yang ditunjukkan pada tanda adalah perubahan status sosial perempuan muslim Suriah ditengah masyarakat. 2 Objek (Y) Icon Gambar 1, Menampilkan ekspresi seorang yang bahagia ketika ia menyampaikan bahwa ia bisa menerima perubahan sosial baru bagi perempuan. Gambar 2, Menunjukkan kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh para perempuan pengungsi Suriah di Women Center kamp Za’atari. 118

Index Keadaan yang ditampilkan pada scene ini baik pada visual maupun verbal adalah perubahan sosial status perempuan Suriah yang berada kamp Za’atari. Symbol Emansipasi wanita dan sadar gender. 3 Interpretan Representasi cuplikan-cuplikan (X=Y) gambar dan kutipan dialog merepresentasikan berubahnya paradigma orang-orang Suriah baik laki-laki dan perempuan dalam memandang status sosial perempuan. Status sosial perempuan di Suriah merupakan kelompok yang dimarginalkan, sebab pandangan mereka secara umum bahwa laki-laki adalah kelompok yang superior.

Berdasarkan hasil pengamatan dari penulis, scene ini menampilkan suatu adegan saat Abu Ali dan Umi Ali menceritakan tentang kedudukan dan status perempuan pengungsi dimasyarakat. Scene ini secara bergantian menampilkan pemaparan Abu Ali dan Umi Ali, juga aktivitas yang terjadi di Women Center Za’atari Refugees Camp. Aktivitas yang ditampilkan di Women Center tersebut menunjukkan bentuk produktivitas dari perempuan Suriah yang menjadi pengungsi di Za’atari. Kegiatan yang mereka lakukan adalah trauma healing baik kepada sesama perempuan korban Suriah maupun 119

anak-anak, juga kegiatan belajar mengajar yang diperuntukkan bagi anak-anak Suriah. Dalam scene ini Abu Ali menceritakan bahwa pada saat di Suriah kebanyakan perempuan adalah kelompok yang dipinggirkan. Sebab mereka dibesarkan dengan pemahaman bahwa laki-laki adalah kelompok yang superior. Pemahaman ini kemudian berubah ketika mereka dihadapkan pada status menjadi pengungsi bahwa perempuan dapat bekerja bersama lelaki dan bahkan bertukar peran. Bagi Abu Ali perubahan ini tidaklah mudah untuk disingkirkan. Tetapi yang menjadi menarik adalah pada saat Abu Ali menyatakan kesukarannya untuk menyingkirkan keyakinan lama tersebut, dia mengucapkannya dengan ekspresi yang bahagia. Selanjutnya Umi Ali juga menyatakan bahwa perempuan setara dengan laki-laki, perempuan juga dapat bekerja keras dan dapat berpartisipasi dalam membuat kehidupan yang berharga. Bahkan Umi Ali mengajak perempuan yang berada di kamp pengungsi Za’atari agar bekerja dan beraktivitas untuk menghilangkan trauma yang mereka alami. Persepsi publik terhadap perempuan muslim sebagian besar merupakan pandangan yang membahayakan. Hijab sebagai identitas kehormatan perempuan muslim misalnya, dijustifikasi sebagai bentuk keterbelakangan dan kungkungan. Cathi Young, editor majalah Reason, menulis kolom pada 24 Oktober 2006 dan menyatakan 120

bahwa bagi orang-orang barat, cadar menjadi simbol penekanan terhadap kaum perempuan dalam dunia Islam.119 Pada tahun 2016 saat Donald Trump masih menjadi kandidat presiden AS, memicu kemarahan atas komentarnya tentang ibu mendiang Kapten Tentara Amerika-Pakistan Humayun Khan. Ghazala Khan, yang hadir di pidato yang mengharukan dari suaminya di Konvensi Nasional Demokrat 2016, dituduh "ditindas" seperti yang dinyatakan Trump dalam sebuah wawancara sesudahnya, "Jika Anda melihat istrinya, ia berdiri di sana. Mungkin dia tidak diizinkan bicara. Katakan pada saya." Ghazala kemudian membuat video yang menyatakan bahwa dia tidak berbicara di Konvensi karena dia berjuang untuk menahan air mata ketika melihat foto- foto almarhum putranya.120 Media arus utama selalu akan mendukung pandangan Trump. Karena itu adalah bagian dari norma dalam masyarakat Amerika untuk memandang perempuan Muslim sebagai yang tertindas, dan sangat membutuhkan bantuan untuk “dibaratkan”. Apa yang seharusnya menjadi acara untuk menghormati putra yang memberikan hidupnya kepada negara yang dicintainya dialihkan ke

119 Yusnarida Eka Nizmi, Pandangan Amerika Terhadap Perempuan Muslim Pasca Serangan Sebelas September 2011, Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan Vol. 11 No. 1, 2015. h. 24 120 http://gal-dem.com/representation-muslim-women-media/ diakses pada tanggal 20 Juni 2019 121

narasi palsu seputar ibunya. Hanya karena mereka adalah keluarga muslim. Pers Inggris lebih jauh mengemukakan gagasan bahwa perempuan muslim ditindas. Sebuah analisa terhadap 200 artikel, secara sistematis mengambil sampel dari delapan surat kabar yang paling banyak dibaca di Inggris selama periode satu tahun (23/12/15-23/12/16), menemukan bahwa surat kabar Inggris mengabadikan stereotip perempuan muslim sebagai istri, dan para ibu, sebagai pasif dan patuh, dan sebagai korban dan budak seks. Representasi positif hampir tidak ada, misalnya, tidak ada diskusi tentang partisipasi aktif perempuan muslim dalam angkatan kerja. Satu-satunya penggambaran positif dari perempuan muslim menggambarkan mereka yang terbebaskan dari jilbab atau kerudung.121 Stereotip yang didorong pers tidak hanya mengikis keragaman sosial, ekonomi, dan budaya perempuan muslim, mereka hampir selalu mengabaikan fakta bahwa dunia Islam terdiri dari banyak negara, masyarakat, tradisi, bahasa, dan, tentu saja, jumlah pengalaman yang tak terbatas. Menghomogenisasi sekelompok orang yang sangat beragam bukan hanya picik, tetapi juga tidak akurat.

121 https://centreforfeministforeignpolicy.org/journal/2017/8/24/representation- muslim-women-western-media diakses pada tanggal 20 Juni 2019 122

Konstruksi citra Islam yang dibangun pada scene ini adalah untuk memberikan kesan positif terhadap perempuan muslim. Pandangan positif bagi perempuan muslim dikemas melalui dua cara pada scene ini. Pertama disampaikan oleh laki-laki yang direpresentasikan sebagai orang yang memiliki pandangan religi konservatif, hal ini menunjukkan bahwa perempuan muslim dalam memperoleh haknya tidaklah sendiri. Laki- laki muslim juga memberikan ruang ekspresi dan kebebasan sebagai hak dasar yang sama bagi perempuan. Kedua, disampaikan oleh Umi Ali yang merepresentasikan bahwa perempuan yang pada awalnya menganut paham konservatif sanggup untuk menerima perubahan dan bisa memperjuangkan haknya sendiri. 6. Scene 6 Tabel 4.7 Scene 6: Perpisahan dari Tim Pembuat Film kepada para Pengungsi di Za’atari Visual Verbal Ismail: “Banyak persepsi di seluruh dunia bahwa arab atau muslim adalah teroris. Kami berfikir

bahwa kita tidak menginginkan pertumpahan darah. Pernah- kah kami mempengaruhi anda? Abu Ahmed: Sebagian besar orang-orang disini adalah muslim, apakah 123

kami terlihat seperti apa yang kalian lihat media? Chris: “Tidak, tidak sama sekali. Dan saya pikir, ada hal baik dan buruk dalam setiap masyarakat. Zach: “Apa yang kami pahami adalah kita tidak hanya Suriah dan Amerika, kita adalah tetangga. Ketika ada tetangga yang membutuhkan, semoga kita bisa bersama-sama dan saling membantu. No Tipe Tanda Data 1 Reprasentamen (X) Qualisign Kualitas pada tanda bersifat keakraban dan kebersamaan ditunjukkan bentuk duduk yang melingkar dan gambar jamuan kopi. Sinsign Eksistensi aktual yang terdapat pada tanda berupa dialog yang menggambarkan keseriusan mengenai topik perbincangan dan gambar yang menunjukkan keakraban. Legisign Norma yang terdapat pada tanda berupa pesan kemanusiaan bahwa setiap masyarakat pada dasarnya adalah sama.

124

2 Objek Icon Gambar 1, Menampilkan tim pembuat film dan para pengungsi Suriah sedang berkumpul dan membicarakan sesuatu. Gambar 2, Terlihat sebuah tangan sedang membagikan gelas berisi kopi kepada orang- orang yang sedang berkumpul. Index Keadaan yang ditampilkan adalah kegiatan berbincang bersama antara para tim pembuat film dengan warga pengungsi. Tim pembuat film meminta izin untuk berpamitan pulang ke Amerika dan para pengungsi mendoakan serta menyampaikan pendapat bahwa Islam yang sesungguhnya bukanlah kekerasan. Symbol Kerukunan dan kebersamaan. 3 Interpretan Scene ini merepresentasikan (X=Y) kebersamaan antara tim pembuat film dengan para pengungsi Suriah. Selanjutnya dalam dialog pada scene ini, pengungsi menyampaikan kegelisahan mereka terkait buruknya citra Islam yang terdapat pada persepsi publik, dan bahwa persepsi tersebut salah. Hal ini diargumentasikan dengan bentuk kebersamaan mereka di Kamp. 125

Berdasarkan pengamatan dari penulis, scene ini menampilkan sekelompok orang yang sedang berkumpul di dalam sebuah tenda. Mereka terlihat sangat antusias terhadap topik yang dibicarakan. Keakraban juga merupakan situasi yang digambarkan dalam adegan ini. Adegan ini menceritakan ucapan perpisahan dari tim pembuat film kepada warga pengungsi yang berada di Distrik 5, tempat yang sama dimana tim pembuat film menetap. Dialog yang ditekankan pada scene ini menariknya adalah bukan kata-kata perpisahan, tetapi lebih kepada bentuk negasi dari warga pengungsi yang merupakan mayoritas muslim bahwa mereka tidaklah sama dengan citra Arab dan Islam yang selama ini diberitakan oleh media-media arus utama. Bentuk negasi tersebut disampaikan oleh warga pengungsi bukan berupa pernyataan, tetapi pertanyaan- pertanyaan kepada tim pembuat film. Bahkan para warga menegaskan bahwa mereka tidak sama sekali menginginkan pertumpahan darah. Selanjutnya, pesan yang ditekankan pada dialog ini adalah bahwa mereka bukan hanya Suriah dan Amerika, tetapi mereka adalah tetangga. Makna dari tetangga pada kalimat yang diucapkan Zach yaitu meskipun mereka dibedakan berdasarkan suku, agama dan bangsa, tetapi ada satu titik persamaan yaitu sebagai warga dunia. 126

Sebagai sesama manusia seharusnya melupakan sekat- sekat identitas tersebut. Scene ini merupakan adegan terakhir pada film, dan merupakan jawaban serta antitesa dari scene pertama yang menjustifikasi Timur Tengah dan Islam sebagai ancaman, dan teror. Antitesa tersebut dibalut dengan pernyataan yang diucapkan langsung dari sutradara film, yaitu Zach dan Chris yang merupakan warga Amerika Serikat sebagai representasi barat. Pernyataan Chris bahwa selama dia mendokumentasikan keseharian pengungsi Suriah di Za’atari merupakan jawaban jujur bahwa ia tidak menemukan kesamaan antara para pengungsi sebagai representasi muslim dengan potret muslim di media-media arus utama. Menarik kesimpulan dari scene ini dapat ditemukan bahwa citra Islam yang selama ini dibangun oleh media- media dan politisi sayap kanan merupakan pandangan yang bias dan standar ganda. Untuk memahami realitas sesungguhnyaa dibutuhkan pengetahuan dan empiris, dan hal inilah yang ditunjukkan oleh para pembuat film. Citra Islam yang dibangun pada scene ini adalah bahwa Islam tidak dapat disalahkan secara keseluruhan atas krisis yang terjadi di Timur Tengah khususnya Suriah dan Islam juga tidak bisa dijadikan kambing hitam atas aksi-aksi terorisme yang terjadi. Sebagaimana ucapan Chris, bahwa dalam setiap masyarakat ada kelompok yang baik dan jahat, maka kejahatan yang terjadi atas nama 127

Islam hanyalah oknum dan kelompok kepentingan- kepentingan tertentu.

C. Interpretasi terhadap Film Salam Neighbor Film Salam Neighbor sangat tajam dalam mengangkat isu-isu kemanusiaan yang terjadi di Za’atari dengan merekam kehidupan sehari-hari para pengugsi Suriah. Film ini berdasar pada fakta-fakta yang terjadi atas krisis Suriah, dibalut dengan padanan estetika yang baik. Film ini memberikan dampak sosial yang cukup signifikan di kancah internasional. Kampanya sosial yang dibuat dalam film ini berkesinambungan menjadi penggalangan bantuan kemanusiaan jangka panjang dengan bekerja sama dengan PBB dan lembaga-lembaga kemanusiaan. Keberhasilan film ini dalam menggalang aksi kemanusiaan sekaligus membuka mata publik akan keadaan krisis yang terjadi akibat perang Suriah. Persoalan pendidikan, pemberdayaan perempuan, lapangan pekerjaan dan kesanggupan negara-negara penampung pengungsi menjadi tajuk utama dalam film ini. Persepsi negatif terhadap Islam juga diluruskan dengan rilisnya film ini di khalayak. Film ini mengkonstruksi citra Islam yang sebelumnya digambarkan sebagai teroris, ketakutan dan terbelakang diluruskan melalui film ini. Konstruksi yang dibangun oleh film ini melalui pengambilan gambar dan penokohan yang tidak direkayasa menggambarkan kehidupan Islam yang sesungguhnya. 128

Penggambaran Islam dalam film ini setidaknya memberi citra positif terhadap Islam itu sendiri. Dengan mendokumentasikan keterbatasan yang dialami para pengungsi namun masih bisa bermurah hati dalam menyambut dan menerima tim pembuat film yang non- muslim menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang. Tuduhan-tuduhan terhadap Islam yang dipandang sebagai belenggu budaya bagi media-media mainstream dijawab dengan kesanggupan pengungsi Suriah di Za’atari dalam beradaptasi dan meninggalkan pemahaman- pemahaman konservatif mereka. Nuansa bersahabat dan saling tolong menolong juga digambarkan secara alami dalam film ini tanpa mengeksploitasi muslim di pengungsian secara berlebihan. Bagian paling menarik pada film ini terletak pada bagian awal dan akhir film. Pada awal film ini, Salam Neighbor menggabungkan potongan-potongan berita dari media-media arus utama yang memberikan tuduhan negatif terhadap Islam, dan terjawab bagian akhir film yang memberikan kesempatan bagi audiens untuk memberikan kesimpulan tersendiri tanpa harus dinarasikan dalam film ini. Produksi film ini selain untuk kampanye dampak sosial yang dimulai oleh Living on One, memang untuk meluruskan persepsi negatif terhadap Islam sebagaimana visi dari 1001 Media yang juga merupakan salah satu rumah produksi dalam film ini. 129

Citra Islam yang dibangun pada film ini meliputi, persepsi media arus utama terhadap Islam, keramah-tamahan dan tolong-menolong, keutamaan pendidikan, Islam merupakan korban utama atas krisis yang terjadi, sadar gender dan emansipasi, serta jawaban atas citra Islam yang dibangun media-media arus utama selama ini. Interpretasi penulis terhadap scene yang dipilih dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Scene 1, Zach dan Chris sedang berada dikediaman mereka di Amerika Serikat dan merasa jengah atas pemberitaan-pemberitaan media arus utama terhadap Islam. Media-media tersebut ditampilkan berupa potongan- potongan dari saluran TV yang mengasosiasikan konflik Timur Tengah sebagai Islam. Dalam hal ini citra Islam yang dibangun sebagai teror, ancaman dan ketakutan. Scene 2, Saat tim pembuat film untuk pertama kalinya tiba di lokasi pendirian tenda mereka, dan mereka hendak mendirikan tenda mereka dibantu oleh tetangga- tetangga tenda mereka yang merupakan pengungsi. Citra Islam yang dibangun pada scene ini yaitu muslim pada dasarnya merupakan pemeluk agama yang ramah, saling tolong-menolong dan tidak menutup diri terhadap kelompok selain muslim. Scene 3, Dialog antara Zach dan Abdel Rouf mengenai kondisi pendidikan Rouf dan cita-citanya ketika dewasa. Rouf bercita-cita ingin menjadi dokter agar dapat menolong orang lain yang membutuhkan. Islam dicitrakan 130

pada scene ini mengajarkan pentingnya pendidikan dan menanamkan kebaikan terhadap sesama. Scene 4, Abu Ali yang merupakan salah satu pemuka agama ketika di Suriah menceritakan kematian anaknya secara tragis sebagai korban perang Suriah. Ini mengonstruksi citra bahwa sesungguhnya Islam adalah korban utama atas peperangan yang terjadi di Suriah. Scene 5, Kegiatan aktivitas para perempuan pengungsi di Suriah dan pemaparan kesediaan Abu Ali untuk berpikiran terbuka terhadap perempuan, dilanjutkan dengan inspirasi dari Umi Ali bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kewajiban yang sama dalam urusan sosial. Hal ini mencitrakan bahwa Islam sebenarnya memberikan kedudukan penting terhadap perempuan dan memberikan ruang ekspresi serta menganjurkan perempuan muslim agar mampu berprilaku produktif. Scene 6, Salam perpisahan antara tim pembuat film dan warga pengungsi di Za’atari. Dialog yang terjadi berupa pertanyaan-pertanyaan warga pengungsi yang mayoritas muslim mengenai citra Islam yang buruk di mata publik dan membandingkannya dengan prilaku mereka selama mereka berinteraksi dengan tim pembuat film. Pada scene terakhir ini merupakan bantahan sekaligus jawaban atas tuduhan yang media-media arus utama sebut pada scene awal. Bahwa Islam sebagai agama mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebaikan kepada para pemeluknya. BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Objek pada penelitian ini adalah enam scene film Salam Neigbor karya Zach Ingrasci dan Chris Temple tahun 2015. Enam scene tersebut dipilih berdasarkan rumusan latar belakang penelitian, yaitu scene yang memuat pesan citra Islam. Selanjutnya scene tersebut dianalisa menggunakan semiotic triangle Charles Sanders Pierce, yaitu reprasentamen, objek dan interpretan. Berdasar pada analisa yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa film Salam Neighbor ini terdapat kandungan citra Islam didalamnya. Citra Islam pada film ini bermuatan positif, dan ditampilkan melalui tanda-tanda yang ada pada film, baik pada potongan-potongan gambar dan dialog yang terdapat pada scene yang diteliti tersebut. Hasil analisa penulis pada penelitian ini menyimpulkan bahwa film dokumenter Salam Neighbor yang dikaji tanda-tanda didalamnya melalui analisa semiotika Pierce dijelaskan sebagai berikut: 1. Bentuk reprasentament atau penanda muncul dalam bentuk visual dan verbal. Tanda-tanda yang yang berbentuk visual pada scene yang diteliti terdapat pada kegiatan atau aktivitas tertentu, seperti tentara pemberontak dan aksi kerusuhan warga sipil pada scene 1, kegiatan mendirikan tenda pada scene 2, anak kecil

131 132

dan orang dewasa sedang meniki mobil pick up pada scene 3, aktivitas perempuan pengungsi pada scene 5, dan kegiatan berdiskusi bersama pada scene 6. Tanda- tanda ini juga terdapat pada ekspresi dan prilaku tokoh dalam film seperti anak kecil yang sedang menggali lubang pada scene 2, ekspresi keseriusan anak kecil pada scene 3, ekspresi kesedihan seorang ibu pada scene 4, dan ekspresi kebahagian laki-laki pada scene 5. Selain pada dua hal tersebut tanda visual ditunjukkan melalui benda yang terdapat pada film, seperti objek foto pada dinding sebuah trailer pada scene 4, dan hidangan minuman pada scene 6. Sedangkan tanda-tanda verbal yang muncul pada scene yang diteliti terdapat pada narasi dalam film dan dialog-dialog yang diucapkan oleh tokoh yang terdapat dalam film. Pada narasi film dan dialog-dialog ini tertuang representasi citra Islam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan, tokoh, objek benda, narasi dan dialog yang terdapat pada scene yang diteliti mengandung citra Islam. 2. Bentuk object atau tanda yang muncul dalam film ini berdasarkan latar belakang penelitian dan permasalahan penelitian adalah berupa tokoh dan aktivitas yang terdapat dalam film. Pada scene 1 tanda yang muncul berupa sekelompok pemberontak Suriah dan demonstrasi warga, pada scene 2 tanda yang dimunculkan adalah para pengungsi Suriah yang membantu mendirikan tenda, pada scene 3 tanda yang muncul berupa anak 133

kecil, pada scene 4 tanda yang muncul adalah sebuah foto di dinding dan seorang ibu paruh baya, scene 5 memunculkan tanda berupa seorang pria lansia dan aktivitas perempuan, dan scene 6 menampilkan tanda berupa hidangan minuman dan aktivitas mengobrol. 3. Bentuk interpretant atau korelasi antara tanda dan penanda dalam film ini sesuai dengan latar belakang penelitian masing-masing adalah, scene 1 menggambarkan citra Islam dalam media-media arus utama yang berskala internasional, bahwa Islam diidentikkan dengan teror dan kekerasan, pada scene 2 citra Islam yang dibangun yaitu tolong menolong merupakan sifat dasar yang diajarkan dalam Islam. Scene 3 merepresentasikan citra Islam bahwa Islam sebagai agama dan muslim sebagai individu menganggap penting pendidikan. Scene 4 menunjukkan citra Islam yang merupakan korban atas konflik dan peperangan yang terjadi, justru bukan sebagai pelaku. Scene 5 merepresentasikan citra bahwa Islam memberikan ruang ekspresi dan status sosial yang sama bagi para perempuan. Scene 6 menggambarkan Islam sebagai agama yang damai dan membantah apa yang telah diberitakan oleh media-media arus utama.

B. Saran Melalui penelitian ini peneliti ingin menyampaikan saran sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan demi 134

perbaikan-perbaikan dalam dunia akademis, media dan perfilman. Pertama, peneliti ingin menyampaikan saran kepada para sineas terutama yang memiliki konsentrasi terhadap film jenis dokumenter agar menjadikan film Salam Neighbor sebagai salah satu referensi pembuatan film, dikarenakan konsep, ide cerita, research, teknik pengambilan gambar dalam film ini dapat dikatakan sangat baik dan bervariasi dalam teknik priduksi. Terlebih pada political standing sebagai fondasi yang tajam untuk menciptakan karya dokumenter. Kedua, kepada pembaca dan civitas akademika. Peneliti berharap agar para pembaca dapat memahami secara sistematis pesan yang ingin disampaikan oleh peneliti. Khusunya untuk mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam, agar penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam menelaah dan mengkaji konstruksi citra yang dikandung dalam film. Ketiga, ditujukan kepada peneliti selanjutnya, agar dapat bisa memperluas dan memperinci dalam mencari makna konstruk citra Islam dalam sebuah film. Semoga peneliti selanjutnya daoat mengembangkan analisa semiotika pada film, dan dalam film Salam Neighbor masih banyak kandungan makna yang dapat dianalisa, dan lingkup kajian komunikasi yang dapat diteliti dari film ini, sehingga film ini bersifat kontinyu jika dijadikan objek penelitian selanjutnya.

135

DAFTAR PUSTAKA Buku: Ardianto, Elvinaro. 2009. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media ______. dan Bambang Q-Anees. 2009. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Arifin, Anwar. 2011. Komunikasi Politik, Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan, Strategi dan Komunikasi Poilitik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Asnawir, dan Basyiruddin Usman. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers. Biran, Misbach Yusa. 2009. Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu. Budiman, Kris. 2011. Semiotika Visual. Yogyakarta: Jalasutra. Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ______. 2007. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus Tekhnologi Komunikasi Masyarakat. Jakarta: Kencana. Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenal Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. ______. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra Effendy, Onong Uchjana . 1981. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

136

______. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Eryanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. LkiS, Yogyakarta: Ghony, M. Djunaidi & Fauzan Almanshur. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. Yogjakarta: Ar-Ruz Media. Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara. Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik di Media Massa: Sebuah Study Critical Discourse Analysis. Jakarta: Granit. Hoed, Benny H. 2014. Semiotika & Dinamika Sosial. Depok: Komunitas Bambu. Ibrahim, Idi Subandy. 2011 Kritik Budaya Komunikasi, Budaya, Media, dan Gaya Hidup dalam Proses Demokratisasi di Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra. Irwansyah, Ade. 2009. Seandainya Saya Kritikus Film: Pengantar Menulis Kritik Film. Homerian Pustaka: Yogyakarta. John, Stephen W. Little. 2002. Theories of Humman Communication. Wadsworth: Belmon. Jefkins, Frank. 2003. Public Relations, Edisi Kelima, Terjemahan Daniel Yadin. Jakarta: Erlangga McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Miles, Matthew & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.

137

Moloeng, Lexy J. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Muhtadi, Asep S. dan Sri Handyani. 2002. Dakwah Kontemporer: Pola Alternatif Dakwah Melalui TV. Bandung: Pusdai Press. Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Noor, Juliansyah. 2014. Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana. Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKIS. Poloma, Margareth. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Rachmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. ______. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Sanchez-Vives, Maria V & Mel Slater. 2005. From Presence To Cconsciousness Through Virtual Reality. New York: Nature Publishing Group. Sendjaja, Sasa Djuarsa. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Soelhi, Mohammad. 2012. Propaganda dalam Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

138

Soemirat, Sholeh dan Elvinaro Ardianto. 2007. Dasar-Dasar Public Relations. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Strauss , Anselm & Juliet Corbin. 1997. Basic of Qualitative Research : Grounded Theory Procedures and Techniques. Surabaya: Bina Ilmu. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. ______. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta Sulaiman, Dina Y. 2013. Prahara Suriah: Membongkar Persekongkolan Multinasional. Depok: ImaN. Sumarno, Marseli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta: Gramedia. Tambuaraka, Apriadi. 2013. Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers. Tinarbuko, Sumbo. 2013. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra. Wibowo, Seto Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi Peneltian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media

Jurnal: A. Muchaddam Fahham dan A. M. Kartaatmaja. 2014. Konflik Suriah: Akar Masalah dan Dampaknya. Jurnal Politica. 5(1): h. 40-47 Siti Muti’ah. 2012. Pergolakan Panjang Suriah: Masih Adakah Pan-Arabisme dan Pan-Islamisme?. Jurnal CMES. 5(1): 5-11

139

Yusnarida Eka Nizmi. 2015. Pandangan Amerika Terhadap Perempuan Muslim Pasca Serangan Sebelas September 2011. Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan. 11(1): 24-27

Skripsi: Abdullah, Dimas Lazuardy. 2018. Analisis Semiotika Makna Islam dalam Film Pengabdi Setan. Skripsi. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Firdaus, Achmad. 2017. Film dan Konstruksi Citra Islam: Analsis Semiotik dalam Film Bajrangi Baijaan. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Khairunnisa. Mira . 1992. Citra Perempuan Ideal dalam Sinetron: Studi Analisis Wacana Sinetron Dewi Fortuna. Skripsi. Depok. Universitas Indonesia Nisa, Ishmatun. 2014. Analisis Semiotika Pesan Moral dalam Film Jokowi. Skripsi. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Rachmania, Raisa. 2015. Konflik Suriah pada saat Arab Spring 2010. Jakarta. Universitas Islam Negeri.

Internet: Dhani, Arman. 2016. Bagaimana Warga Eropa Memandang Islam. https://tirto.id/bagaimana-warga-eropa-memandang-islam- bAzu (23 Mei 2019)

140

Grill, Sara. 2017. Representation of Muslim Women in Western Media. https://centreforfeministforeignpolicy.org/journal/2017/8/24/ representation-muslim-women-western-media (20 Juni 2019) Lieu, Ted. Judith Rowland. 2016. Analysys: Syirian Refugees Crisis Creates Huge Gap Education Kids. http://www.msnbc.com/msnbc/analysis-syrian-refugee-crisis- creates-huge-gap-education-kids (09 Mei 2019) Living on One. 2015. Team Salam Neighbor. http://livingonone.org/salamneighbor/team/ (04 Mei 2019) Operation Data Portal UNHCR. 2019. Syria Regional Refugees Response. https://data2.unhcr.org/en/situations/syria (26 Juni 2019) Salon Syria. 2018. The Wars Effect on the Education of Syrias Children. https://syrianobserver.com/EN/features/47446/the-wars- effect-on-the-education-of-syrias-children.html (10 Juni 2019) Syirian Networks for Human Rights. 2019. Death Toll due to Torture. http://sn4hr.org/blog/2018/09/24/death-toll/ (20 Juni 2019) The Syrian Observatory for Human Rights. 2019. 8 Years Revolution Report. http://www.syriahr.com/en/?p=120851 (18 Juni 2019) Wikipedia. 2019. Salam Neighbor. https://en.wikipedia.org/wiki/Salam_Neighbor (17 Januari 2019)

LAMPIRAN

Poster Film Salam Neighbor

Halaman Website Salam Neighbor