Tingkat Pemanfaatan Siput Hisap (Cerithidea obtusa) di muara Sei Jang Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau.

Jokei

Mahasiswa Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Diana Azizah

Dosen Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Susiana

Dosen Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

ABSTRAK

JOKEI, 2017. Tingkat Pemanfaatan Siput Hisap (Cerithidea obtusa) di muara Sei Jang Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau. Jurusan Manajeman Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing oleh Diana Azizah S.Pi., M.Si dan Susiana S.Pi., M.Si.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemanfaatan siput hisap (Cerithidea obtusa) di perairan muara Sei Jang kelurahan Sei Jang kota Tanjungpinang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan juli 2017. Pengambilan sampel siput hisap dengan menggunakan transek 2 x 2 m. Data Ekosistem mangrove di Sei Jang menggunakan data sekunder (dari penelitian sebelumnya). Mangrove yang ditemukan di Kelurahan Sei Jang merupakan vegetasi mangrove alami, dimana dibedakan atas 3 bagian yaitu Pohon, Anakan dan Semai. Potensi siput hisap (Cerithidea obtusa) pada lokasi penelitian di hutan mangrove Sei Jang Kelurahan Sei Jang dari nilai potensi yang di dapat adalah 10,5390 kg, nilai ini menunjukan bahwa potensi yang rendah. Rendahnya nilai kepadatan dan potensi siput hisap (Cerithidea obtusa) di hutan mangrove muara Sei Jang dari hasil penelitian diduga karena kandungan bahan organik substrat pada setiap titik stasiun penelitian masih rendah. Dan rendahnya kandungan bahan organik substrat pada lokasi penelitian diduga karena tipe substrat pada lokasi penelitian rata-rata jenis substrat pasir sangat halus. Tingkat pemanfaatan siput hisap oleh masyarakat nelayan Sei Jang masih belum optimal.

Kata kunci : Hutan mangrove Sei Jang, Tingkat pemanfaatan siput hisap

Level of utilization of snail suction (Cerithidea obtusa) in estuary Sei Jang Tanjungpiang city of Riau Archipelago

Jokei

Mahasiswa Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Diana Azizah

Dosen Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

Susiana

Dosen Manajeman Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

ABSTRACT JOKEI, 2017. Level of utilization of snail suction (Cerithidea obtusa) in estuary Sei Jang Tanjungpiang city of Riau Archipelago. Aquatic Resources Management Department, Faculty of Marine Scrience and Fisheries, Raja Ali Haji Maritime University. Supervisoar Diana Azizah S.Pi., M.Si and Susiana S.Pi., M.Si.

The purpose of this research is to determine the utilization rate of snail suction (Cerithidea obtusa) in the estuary of Sei Jang village Sei Jang of Tanjungpinang city. The research was conducted in January until July 2017. Snail suction sampling using transect 2 X 2 m. Data on mangrove ecosystem in Sei Jang using secondary data (previous research data). Mangrove found in Sei Jang Village are natural mangrove vegetation, which is divided into 3 parts namely Tree, Anakan and Semai. The potential of snail suction (Cerithidea obtusa) at the location of the research in Sei Jang Sei Jang mangrove forest from the potential value at 10.5390 kg, this value indicates that the potential is low. The low value of density and the potential of suction snail (Cerithidea obtusa) in Sei Jang estuary mangrove forest from the result of the research is suspected because the content of substrate organic material at each point of research station is still low. And the low content of substrate organic material at the research location is assumed because substrate type at research location of average type of substrate is very fine sand. The utilization rate of suction snails by the fishermen community of Sei Jang is still not optimal.

Keywords: Sei Jang mangrove forest, Level of suction snail utilization

BAB I Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

PENDAHULUAN mengetahui tingkat pemanfaatan siput hisap (Cerithidea obtusa) di perairan muara Sei Jang Kota Tanjungpinang merupakan salah satu kelurahan Sei Jang kota Tanjungpinang. kota yang berada di Kepulauan Riau . Kota Manfaat dari penelitian ini dapat Tanjungpinang terdiri dari 4 kecamatan yaitu digunakan sebagai salah satu sumber informasi Kecamatan Bukit Bestari, Kecamatan bagi penelitian selanjutnya yang dapat menjadi Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang Kota, dasar pengelolaan sumberdaya hayati laut dan Tanjungpinang Barat. Kota Tanjungpinag khususnya ekosistem muara beserta biota laut memiliki luas 239,5 km2 dengan jumlah yang berasosiasi di perairan Kota penduduk keseluruhan sejumlah 137.356 jiwa. Tanjungpinang Kelurahan Sei Jang. Sei Jang merupakan salah satu kampung yang berada di Kecamatan Bukit Bestari, Kota BAB II Tanjungpinang, Kampung Sei Jang telah TINJAUAN PUSTAKA dikenal sebagai salah satu habitat bagi 1. Definisi dan Klasifikasi Siput Hisap berbagai macam seperti siput (Cerithidea obtusa ) hisap. Gastropoda telah pula menempati setiap Cerithidea obtusa adalah spesies siput niche dalam laut mulai dari zona yang paling laut di keluarga . Cerithidea dangkal dan kaya akan sinar matahari dan gas obtusa juga dikenal sebagai "Mud Creeper" oksigen, yaitu zona neritik sampai zona yang adalah siput relatif umum ditemukan di daerah tidak dapat ditembus oleh sinar cahaya dan pesisir berlumpur. Ini tumbuh sekitar 4-6 cm. memiliki kadar oksigen yang sangat rendah Hal ini digunakan sebagai makanan di Asia serta memiliki tekanan yang sangat tinggi Tenggara di mana ia dikenal dengan nama yaitu pada zona abisal. Bahkan, telah "Siput sedut" atau "Belitung". ditemukan beberapa gastropoda yang dapat bertahan dan hidup pada celah-celah hydrothermal yang berada jauh di dasar laut dan beberapa macam gastropoda juga bersifat parasit pada hewan lain (Kusrini, 2000). Menurut Dharmawan (1995), bahwa sebaran komponen-komponen Gastropoda terdiri dari gastropoda yang hidup di dasar substrat atau yang hidup di dalam tanah (infauna), yang hidup di atas permukaan sedimen atau tanah

(epifauna), dan hidup menempel pada pohon, Gambar. Siput Hisap/Cerithidea obtusa akar dan daun (treefauna). (Lamarck, J.B.P.A. de, 1822)

Klasifikasi dari Cerithidea obtusa sebagai pengambilan sampel dapat di lihat pada berikut : Gambar. Kingdom : Animalia Phylum : Class : Gastropoda Order : Family : Potamididae : Cerithidea Species : Cerithidea obtusa Common Names : Chut-chut 2. Definisi Hutan Mangrove

Hutan mangrove berasal dari kata Gambar. Peta lokasi penelitian mangue/mangal (Portugis) dan grove Sumber : Google earth (20016) (Inggris). Hutan mangrove dikenal juga 2. Alat dan Bahan dengan istilah tidal forest, coastal woodland, dan vloedbosschen. Hutan mangrove dapat Adapun alat dan bahan yang akan digunakan didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel. yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya No Alat Bahan Peruntukan air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara sungai. Tumbuhan tersebut tergenang di saat 1 Transek tali 2 x 2 Sampling kondisi air pasang dan bebas dari genangan di m siput hisap 2 Kantong plastik, Untuk saat kondisi air surut. Hutan mangrove roll meter menyimpan merupakan komunitas vegetasi mayoritas sampel pesisir pantai di daerah tropis dan sub tropis 3 Sekop Sampel Substrat yang didominasi oleh tumbuhan mangrove sedimen 4 Buku identifikasi pada daerah pasang surut pantai berlumpur khususnya di tempat-tempat di mana terjadi 5 GPS (Global Penentuan pelumpuran dan akumulasi bahan organik Positioning titik System) koordinat (Departemen Kehutanan, 2007). stasiun 6 Handrefaktometer Sampel Salinitas BAB II air, aquades METODE PENELITIAN , tisu 7 Multitester Sampel pH 1. Waktu dan Tempat Penelitian air Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, 8 Mortar, cawan Sampel Bahan crus, timbangan substrat organik dari bulan Januari sampai bulan Juli 2017. digital, furnace Untuk muffle, mengukur Lokasi pengambilan sampel bertempat di Sei desikator berat Jang, Kelurahan Sei Jang, Kecamatan Bukit substrat

Bestari, Kota Tanjungpinang dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Fakultas

Ilmu Kelautan Perikanan UMRAH. Lokasi

3. Metode Pengumpulan data a. Lokasi pengamatan ditentukan Metode yang digunakan dalam Penelitian ini berdasarkan metode Random dengan 20 titik adalah metode survei yaitu pengamatan stasiun penelitian dan dengan pertimbangan langsung ke lapangan terhadap kondisi luas lokasi pengambilan sampel dan area yang perairan daerah ekosistem mangrove di menjadi habitat siput hisap di hutan mangrove Kelurahan Sei Jang, Kota Tanjungpinang, Sei Jang. Provinsi Kepulauan Riau. b. Masing-masing titik digunakan Data-data yang dikumpulkan adalah data sebagai pusat kuadran yang berukuran 2x2m primer dan data sekunder. Data primer yang (Damar, 1992). Kuadran ini dipakai sebagai dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tempat pengambilan sampel epifauna dan kelimpahan, kepadatan dan tingkat treefauna. pemanfaatan spesies (Cerithidea obtusa). Data sekunder berupa profil desa dan tentang Cara pengambilan sampel siput hisap yaitu : ekosistem mangrove Sei Jang diperoleh dari a. Dihitung semua jenis siput hisap yang Instansi terkait seperti Kantor Kelurahan Sei terdapat baik epifauna maupun treefauna pada Jang, Dinas Perikanan dan Kelautan di Kota kuadran 2 x 2 m2, selanjutnya dicatat Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, jumlahnya dan disimpan dalam kantong yang hasilnya akan ditabulasikan dalam tabel- plastik dan diberi label untuk diidentifikasi. tabel. b. Identifikasi siput hisap dilakukan di 4. Pengumpulan data siput hisap Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan dan 4.1 Penentuan titik koordinat stasiun Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji. Penentuan titik koordinat stasiun pengamatan 5. Pengumpulan data mangrove dilakukan dengan menggunakan alat bantu Pengumpulan data mangrove menggunakan Global Positioning System (GPS). data sekunder yaitu diambil dari penelitian Pengambilan sampel Siput hisap dilakukan sebelumnya dan Instansi terkait seperti Kantor dengan menggunakan metode acak (random) Kelurahan Sei Jang, Dinas Perikanan dan dengan jumlah 20 titik stasiun penelitian, siput Kelautan di Kota Tanjungpinang Provinsi hisap diambil pada setiap transek. Kepulauan Riau yang hasilnya akan 4.2 Cara pengambilan sampel siput ditabulasikan dalam tabel. hisap 6. Pengamatan parameter lingkungan Pengambilan sampel dilakukan pada saat air Sampel substrat pada stasiun pengamatan surut, siput hisap di ambil secara manual di ambil hanya pada bagian teratas, yaitu dengan menggunakan tangan. Tipe substrat sekitar 5-10 cm dari substrat. Sampel di ambil diamati secara visual. Tahapan penelitian sebanyak 100 gram dengan menggunakan sebagai berikut: sekop dan kemudian dimasukkan kedalam plastic sampel. Sampel yang telah di ambil

pada setiap petak di bagi 2 yaitu satu bagian diambil 15 gram kemudian ditumbuk sampai untuk mengetahui ukuran butir dan tipe halus dengan mortar dan dimasukkan kedalam substrat dan satu bagian lainnya untuk cawan crus lalu ditimbang dengan mengetahui kandungan bahan organiknya menggunakan timbangan digital. Sampel (Ashton,2003). substrat tersebut selanjutnya dibakar dalam Penentuan ukuran butir substrat dasar furnace muffle selama 4 jam pada suhu 6000C. menggunakan metoda pemisahan secara sampel substrat yang telah menjadi abu, mekanis. Sampel substrat yang telah di ambil kemudian dimasukkan kedalam desikator selanjutnya dikeringkan di dalam oven dengan untuk mendinginkan dan menstabilkan suhu suhu 800C selama 48 jam, dan setelah kering lalu ditimbang kembali (Frith 1977 dan Suin di ambil 50 gram, kemudian saring dengan 1997). saringan bertingkat (sieve shaker) yang di 6.2 Salinitas susun berurutan dari atas ke bawah, dengan Salinitas diukur dengan alat hand menggunakan ukuran 2 mm selama ± 20 refraktometer dengan cara : menit. Substrat yang tertahan pada setiap a. Refraktometer ditetesi dengan saringan ditimbang dengan timbangan digital aquadest bertujuan untuk mengkalibrasi alat dan selanjutnya dapat dihitung berapa proporsi b. Dibersihkan dengan kertas tisyu sisa masing-masing partikel berdasarkan skala aquadest yang tertinggal, wentworth (frith 1997:5), seperti pada Tabel. c. Air sampel diambil secukupnya, lalu diteteskan pada kaca depan refraktometer Tabel .Klasifikasi partikel berdasarkan kriteria d. Kemudian diamati melalui lensa Wentworth (Frith,1997) belakang Ukuran partikel Klasifikasi e. Penunjukan nilai salinitas pada alat (mm) tersebut dicatat. 2- 4 mm Kerikil 1-2 mm Pasir sangat kasar 6.3 Derajat Keasaman (pH) 0,5- 1 mm Pasir kasar Pada pengukuran pH dengan 0,25- 0,5 mm Pasir sedang 0,125- 0,25 mm Pasir halus menggunakan alat ukur multitester yang 0,063- 0,125 mm Pasir sangat halus dicelupkan kedalam sampel air yang di ambil < 0,063 mm Lumpur dari perairan muara Sei Jang. Kemudian di 6.1 Bahan organik substrat biarkan selama beberapa menit sehingga angka Pengukuran kadar organik substrat yang terdapat pada alat multitester secara dilakukan dengan metoda gravimetrik. digital akan berhenti. Maka angka yang tertera Substrat-substrat pasir dan lumpur yang pada multitester tersebut akan menunjukkan didapatkan pada setiap kuadrat, dikeringkan besarnya pH yang terdapat pada perairan terlebih dahulu pada oven pada suhu 600C tersebut. selama 24 jam. Substrat yang telah kering

7. Analisis data 푛푖 퐷 = 7.1 Komposisi ukuran substrat 퐴 Keterangan : (tekstur substrat) D = Kepadatan populasi Dengan rumus sebagai berikut : Ni = Jumlah individu satuan jenis

A = Luas petakan (plot) contoh (m2) W sieve % 푟푒푡푎푖푛푒푑 = × 100 % W total 8.2 Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Keterangan : Untuk menghitung potensi sumberdaya W sieve :berat sedimen yang bertahan di siput hisap serta mengetahui tingkat setiap saringan pemanfaatan dipakai pendekatan menurut W total :berat total dari setiap sedimen FAO (1995) dan Departemen Kelautan dan Perikanan RI (2005) sebagai berikut : 7.2 Kandungan bahan organik substrat Dengan rumus sebagai berikut : Potensi = Kepadatan (K) x Luas Areal (Ha) kadar organik substrat (%) = MSY = 0,5 x Potensi berat tanah kering (gr)−berat sisa pijar (gr) × 100 % JTB = 0,8 x MSY berat tanah kering (gr)

Keterangan :

MSY = Maximum Sustainable Yield kriteria : kandungan bahan organic < 3,5 % : JTB = Jumlah Tangkapan yang sangat rendah Diperbolehkan kandungan bahan organic 3,5 - 7 % : rendah Berdasarkan komitmen internasional kandungan bahan organic 7 – 17 % : sedang yang dibuat FAO yang dinyatakan dalam Code kandungan bahan organic 17 – 35 % : tinggi of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), kandungan bahan organic > 35 % : sangat potensi sumberdaya laut yang boleh tinggi (Siun 1997). dimanfaatkan hanya sekitar 80% dari tingkat

panen maksimum berkelanjutan (Maximum 8. Analisis data siput hisap Sustainable Yield, MSY). Dasar pemanfaatan 8.1 Kepadatan spesies potensi yang boleh ditangkap (Total Allowable Kepadatan adalah jumlah Catch, TAC) sebesar 80% dari MSY (FAO, individu/organisme di suatu habitat yang 2002 dalam Anugrahini, 2011). Jadi untuk dinyatakan dalam jumlah per unit area atau menghitung JTB (Jumlah Tangkap yang per satuan luas. Kepadatan siput hisap yang diperbolehkan) menurut (FAO, 2002 dalam ada di setiap stasiun penelitian dihitung Anugrahini, 2011) yaitu dengan menggunakan berdasarkan rumus sebagai berikut (Odum rumus JTB = 80% x MSY, jika JTB > MSY 1917) :

berarti terjadi over fishing tetapi jika JTB < pendapatan (income) nelayan. (Profil Desa MSY berarti penangkapan ikan masih bisa Kelurahan Seui Jang 2017). ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih, tetapi tidak melebihi batas MSY yang 4.2. Kondisi Ekosistem Mangrove di Sei sudah di tentukan. Jang Menurut Rahayu (2014) mangrove yang BAB IV ditemukan di Kelurahan Sei Jang merupakan HASIL DAN PEMBAHASAN vegetasi mangrove alami, dimana dibedakan

atas 3 bagian yaitu Pohon, Anakan dan Semai. 4.1. Kondisi umum daerah penelitian Pada pengamatan dilapangan ditemukan 12 Kelurahan Sungai Jang memiliki luas spesies pada 3 Stasiun pengamatan yaitu, wilayah ± 456 Ha (4.557.430 m2) dengan Comptostemon schultzii, Bruguiera batas-batas wilayah sebagai berikut : cylindrical, Bruguiera parviflora, Bruguiera

gymnorriza, Bruguiera sexangula, Ceriops 1. Sebelah Utara : Kelurahan decandra, Rhizophora apiculata, Kandelia Tanjungpinang Timur candel, Rhizopora Mucronata, Xylocarpus dan Kelurahan granatum, Avicennia lanata, dan Aegiceras Kp.Bulang floridum yang dimana berasal dari 5 kelas 2. Sebelah Selatan : Kelurahan Dompak dan yaitu Bombacaceae, Rhizophoraceae, Kelurahan Tanjung Ayun Sakti Meliceae, Avicenniaceae, dan Myrsinaiceae. 3. Sebelah Barat : Kelurahan Tanjung Ayun Rahayu (2014) menyatakan Kerapatan Sakti mangrove pada lokasi Kelurahan Sei Jang 4. Sebelah Timur : Kelurahan Melayu Kota terlihat berbeda pada tiap sampel plotnya, hal Piring dan Kelurahan Batu IX ini disebabkan adanya kompetisi dalam

perolehan unsur hara dan matahari. Selain itu, Sei Jang merupakan salah satu kampung faktor substrat dan pasang surut air laut yang berada di Kecamatan Bukit Bestari, Kota memberikan pengaruh dan perbedaan yang Tanjungpinang, Kampung Sei Jang telah nyata. Dahuri (2003) dalam Supardjo (2008), dikenal sebagai salah satu habitat bagi menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan berbagai macam gastropoda seperti siput mangrove dipengaruhi oleh suplai air tawar hisap. Pemanfaatan sumberdaya siput laut di dan salinitas, pasokan nutrien, dan stabilitas Kampung Sei Jang sudah berlangsung sejak substrat. lama dan diusahakan secara turun-temurun Rahayu (2014) menyatakan pada baik dimanfaatkan sebagai pelengkap lauk Kelurahan Sei Jang jenis mangrove yang pauk maupun dijual untuk menambah mendominansi pada tingkat pohon adalah jenis Aegiceras floridum yaitu dengan nilai 30,83

dan 22,14, tingkat anakan yang terendah Xylocarphus sp dan Nypa sp. Sedangkan adalah Bruguiera cylindrical dengan nilai vegetasi mangrove didominasi oleh jenis 7,54% dan Bruguiera parviflora dengan nilai Avicennia sp dan Rhyzopora sp baik untuk 6,25% sedangkan jenis yang mendominansi Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif, adalah jenis Xilocarpus granatum dengan nilai Dominansi Relatif maupun Nilai Penting. 28,09% dan nilai yang terendah adalah kepadatan total hutan mangrove Kelurahan Sei Ceriops decandra dengan nilai 2,43%. Jang masih tergolong baik dengan kriteria Kerapatan jenis pohon mangrove sangat padat dengan kepadatan total sebesar merupakan jumlah individu mangrove yang 2.650 ind/ha. Tingginya kerapatan pohon di ditemukan dibagi dengan luas area daerah ini dikarenakan lokasi tersebut pengamatan, yaitu 100 m yang merupakan luas mendapat masukan air sungai dan air laut transek yang dipergunakan. Sesuai dengan ketika pasang dan memiliki jenis substrat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup berlumpur. secara umum Kelurahan Sei Jang No.201 Tahun 2004 dimana kriteria kerusakan di ditempati oleh jenis Rhizopora.sp baik pada mangrove dapat dilihat dengan mengetahui tingkat pohon, pancang dan semai. ( Rahayu, nilai penutupan atau nilai kerapatan jenis 2014 ). pohon mangrove tersebut. Kepadatan total hutan mangrove Kelurahan Sei Jang di strata 4.3. Kualitas perairan (Parameter fisika pohon adalah sebesar 2,65 (ind/ha), ini dan kimia) menunjukkan bahwa kondisi mangrove di Pengukuran kualitas perairan dilakukan areal ini baik, sesuai dengan kriteria baku yang pada saat air pasang pada 20 titik stasiun di dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup hutan mangrove Sei Jang Kelurahan Sei Jang. (KLH) Republik Indonesia melalui Keputusan Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 3. Menteri Nomor 201 Tahun 2004 tentang kriteria baku kerusakan mangrove dan Tabel 3 Kondisi kualitas perairan di mangrove Pedoman Pemantauan Kerusakan Mangrove. Sei Jang Tingginya kerapatan pohon di daerah Stasiun pH ( drajat Salinitas 0 mangrove diduga karena lokasi tersebut keasaman ) ( /00) mendapat masukan air sungai dan air laut Minimal 7,10 28 ketika pasang dan memiliki jenis substrat Maximal 8,32 32 berlumpur. Selain hal tersebut faktor Rata-rata 7,77 28,90 lingkungan juga mempengaruhi kerapatan mangrove. Sumber : hasil pengukuran kualitas air ( data Vegetasi mangrove kawasan Desa Sei Jang primer , 2017 ) terdiri dari jenis Avicennia sp, Soneratia sp,

Rhyzopora sp, Bruguiera sp, Hibiscus sp,

Hasil pengukuran pH (derajat keasaman) di Tabel 4 Karakteristik dan bahan organik ekosistem mangrove Sei Jang rata-rata 7,77 . substrat pH tertinggi pada stasiun 11 yaitu 8,32 danStasiun pH Katagori Substrat Kandungan bahan organic (%) terendah pada stasiun 10 yaitu 7,10. Dari nilai1 - Lumpur 8.46 nilai maximal,minimal dan rata-rata setiap titik2 Lumpur 7.58 stasiun kondisi pH di ekosistem mangrove Sei3 Pasir sangat halus 7.61 4 Pasir sangat halus 9.55 Jang masih sesuai dengan baku mutu Kepmen 5 pasir sangat halus 6.98 LH No.51 Tahun 2004. Air limbah dan bahan 6 Pasir halus 4.17 buangan dari berbagai kegiatan manusia yang7 pasir halus 6.68 dibuang ke suatu badan perairan akan8 Pasir halus 6.03 mengubah pH air yang pada akhirnya dapat9 Pasir sedang 7.68 mengganggu kehidupan organisme 10 di pasir sangat halus 4.55 dalamnya. Sebagian besar biota akuati11k Pasir sangat halus 5.33 12 Pasir sangat halus 6.66 sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai 13 Pasir sangat halus 7.87 nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003). 14 Pasir sangat halus 8.98 0 Hasil pengukuran salinitas ( /00) 15 di Pasir sangat halus 3.46 ekosistem mangrove Sei Jang rata-rata 28,9016 . Pasir sedang 8.75 Salinitas tertinggi pada stasiun 7 yaitu 32 dan17 pasir sangat halus 6.85 Salinitas terendah pada stasiun 1,12 dan 18 15 Pasir sangat halus 6.92 19 pasir sedang 7.91 yaitu 28. Dari nilai-nilai dan rata-rata setiap 20 Pasir halus 3.77 0 titik stasiun kondisi salinitas ( /00) di Rata- pasir – lumpur 6.79 ekosistem mangrove Sei Jang masih sesuairata dengan baku mutu Kepmen LH No.51 Tahun 2004. Gastropoda yang bersifat mobile Sumber : hasil analisis sampel substrat (Data mempunyai kemampuan untuk bergerak guna primer, 2017) menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile akan Hasil analisis sampel substrat dari 20 titik mengalami kematian jika pengaruh air tawar stasiun menunjukan bahwa rata-rata pada berlangsung lama (Effendi, 2003). lokasi penelitian di hutan mangrove Sei Jang 4.4. Analisis Substrat dan Bahan organik tipe substrat pasir sangat halus memiliki Berdasarkan penelitian dilapangan dan komposisi persentase tertinggi yaitu 34 % dari analisis di laboratorium. Di dapatkan beberapa total 100 % ( 50 gr ) sampel subsrat yang di porposi partikel-partikel berdasarkan saring pada saringan bertingkat, sedangkan Wentworth (Frith, 1997), dapat dilihat pada tipe substrat lumpur memiliki komposisi Tabel 4. persentase terendah yaitu 16 % dari total 100

% ( 50 gr ) sampel subsrat yang di saring pada saringan bertingkat. Tipe substrat merupakan faktor utama dalam pembentuk lingkungan dasar tempat tumbuhnya mangrove dan juga sebagai faktor No Kandungan Kriteria yang mempengaruhi penyebaran gastropoda. Bahan Organik (%) Tipe substrat juga berkaitan dengan 1 >35 Sangat Tinggi ketersediaan nutrient dan sedimen. Tipe 2 17 – 35 Tinggi 3 7 – 17 Sedang substrat berpasir juga memudahkan dalam 4 3,5 – 7 Rendah menyaring makanan yang di perlukan oleh 5 < 3,5 Sangat Rendah gastropoda, khususnya filter feeder Sumber : Siun (1997) (Sasekumar, 1974).

Substrat berpasir memudahkan kelompok Kandungan bahan organik dalam perairan gastropoda epifauna dan infauna untuk akan mengalami peningkatan, antara lain mendapatkan suplai air yang diperlukan, hal sebagai akibat dari limbah rumah tangga, tersebut di karenakan pada substrat berpasir pertanian, industri, hujan dan aliran air terdapat pori udara yang memungkinkan permukaan (Jenkins and Skulberg dalam terjadi pertukaran air yang lebih intensif. Masyamsir,1986). Menurut (Clark dalam Ardi, Moro, all (1987) menyatakan bahwa sebaran 2002) bahwa sedimen berpasir memiliki dan kelimpahan jenis gastropoda berhubungan kandungan bahan organik lebih sedikit dengan besar kecilnya diameter butiran dibandingkan sedimen lumpur, karena dasar sedimen di dalam substrat. perairan berlumpur cenderung mengakumulasi Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa bahan organik yang terbawa oleh aliran air, kandungan bahan organik tertinggi adalah dimana tekstur dan ukuran partikel yang halus pada titik stasiun ke 3 yaitu 9,55 % dan memudahkan terserapnya bahan organik. kandungan bahan organik terendah adalah pada titik stasiun ke 15 yaitu 3,46 %. Rata – rata persentase bahan organik pada substrat 4.5. Potensi siput hisap yaitu 6,79 %, nilai ini menunjukan bahan Hasil penelitian dan analisis potensi siput organik pada lokasi penelitian termasuk hisap (Cerithidea obtusa) di Sei Jang kedalam keriteria Rendah, berdasarkan Kelurahan Sei Jang dapat di lihat pada Tabel keriteria kandungan bahan organic dalam 7. sedimen Siun (1977).

Tabel 5 Keriteria kandungan bahan organik dalam sedimen

Tabel 6. Potensi siput hisap di Sei Jang pada lokasi penelitian di hutan mangrove Sei Titik stasiun Kepadatan Potensi Jang Kelurahan Sei Jang dari nilai kepadatan siput hisap D*Luas area yang di dapat adalah 10,5390 kg. (ind/m2) (2m2) 1 0.21 0.50 2 0.36 0.84 3 0.29 0.67 4 0.14 0.33 5 0.21 0.50 6 Tidak ada Tidak ada 7 0.14 0.33 8 0.29 0.67 9 0.43 1.00 10 Tidak ada Tidak ada 11 0.21 0.50 Gambar 4 Diagram kandungan Bahan Organik 12 0.43 1.00 13 0.29 0.67 Rendahnya nilai kepadatan dan potensi 14 0.36 0.84 siput hisap (Cerithidea obtusa) di hutan 15 Tidak ada Tidak ada mangrove muara Sei Jang dari hasil penelitian 16 0.21 0.50 17 0.29 0.67 diduga karena kandungan bahan organic 18 0.29 0.67 substar pada setiap titik stasiun penelitian 19 0.36 0.84 masih rendah dengan rata-rata kandungan 20 Tidak ada Tidak ada bahan organik adalah 6,79 % dari total sampel Total 4.50 10.5390 subrat 50 gr(100%). Bahan organik merupakan Nilai maximal 0.43 1.00 suatu unsur pokok substrat yang penting Nilai minimal 0.14 0.33 sebagai sumber mkanan dan energi bagi Rata-rata 0.23 0.53 organisme bentos. Menurut Bolam, all (2002)

fungsi bahan organik antara lain sebagai Sumber : hasil analisis sampel substrat (Data sumber energi bagi gastropoda, meningkatkan primer, 2017) kemampuan daya tahan air, dan memperbaiki

struktur tanah. Dan rendahnya kandungan Dari hasil penelitian berdasarkan Tabel 6 bahan organik substrat pada lokasi penelitian dapat dilihat bahwa kepadatan siput hisap diduga karena tipe substrat pada lokasi (Cerithidea obtusa) pada lokasi penelitian di penelitian rata-rata jenis subsrat pasir hutan mangrove Sei Jang Kelurahan Sei Jang berlumpur. Menurut (Clark dalam Ardi, 2002) adalah 4,50/2.342 ha. Nilai ini menunjukan bahwa sedimen berpasir memiliki kandungan bahwa pada lokasi penelitian kepadatan siput bahan organik lebih sedikit dibandingkan hisap (Cerithidea obtusa) masih rendah. sedimen lumpur, karena dasar perairan Potensi siput hisap (Cerithidea obtusa)

berlumpur cenderung mengakumulasi bahan Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui organik yang terbawa oleh aliran air, dimana bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam tekstur dan ukuran partikel yang halus melakukan penangkapan siput hisap tanpa memudahkan terserapnya bahan organik. menggunakan alat bantu apapun, hanya menggunakan tangan secara manual dan 4.6 Pemanfaatan siput hisap tradisional. Informasi yang diambil dalam pemanfaatan siput hisap di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 2. Cara melakukan penangkapan siput dengan metode wawancara menggunakan hisap kuisioner terhadap 10 orang nelayan yang Dari hasil wawancara kepada 10 responden biasa mencari siput hisap. Adapun komponen- nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100% komponen dalam lembar kuisioner tersebut responden mengatakan bahwa cara melakukan meliputi alat apa yang digunakan dalam penangkapan siput hisap di hutan mangrove melakukan kegiatan penangkapan siput hisap dengan cara mengambil langsung siput hisap di hutan bakau, Cara penangkapan, Waktu yang berada di akar, batang dan lumpur hutan penangkapan , Harga jual tangkapan , Luas mangrove dengan menggunakan tangan. area tangkapan , Ukuran siput hisap yang di Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui tangkap, Pemasaran , Alternatif lain Jika siput bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam hisap tidak di peroleh atau di dapat, Jumlah melakukan penangkapan siput hisap. cara tangkapan , Musim penangkapan siput hisap, pengambilan siput hisap yang berada di Berapa kali dalam sehari penangkapan siput lumpur, akar, batang dan daun pada ekosistem hisap. mangrove di ambil secara langsung. 3. Waktu penangkapan siput hisap 1. Alat yang digunakan dalam melakukan Dari hasil wawancara kepada 10 responden kegiatan penangkapan siput hisap di nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 70% hutan bakau responden mengatakan bahwa waktu Dari hasil wawancara kepada 10 responden penangkapan siput hisap di hutan mangrove nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100% pada waktu air surut. Sedangkan 30% responden mengatakan bahwa alat yang reponden mengatakan bahwa waktu digunakan dalam melakukan kegiatan penangkapan siput hisap di hutan mangrove penangkapan siput hisap di hutan mangrove pada waktu air pasang dan surut bisa Sei Jang adalah dengan menggunakan tangan melakukan penangkapan siput hisap di hutan secara manual. siput hisap yang berada di akar mangrove. , batang dan lumpur di hutan mangrove di ambil dengan menggunakan tangan dan tanpa alat bantu lainnya.

5. Lokasi atau luas area tangkapan siput hisap Dari hasil wawancara kepada 10 responden nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100% responden mengatakan bahwa lokasi atau berapa luas area tangkapan siput hisap adalah

tergantung luas hutan mangrove tempat Gambar 5 Diagram waktu penangkapan melakukan penangkapan dan tergantung

kemampuan/tenanga individu nelayan masing- Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui masing, secara umum nelayan Sei Jang lokasi bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam penangkapan siput hisap yaitu di hutan melakukan penangkapan siput hisap. mangrove Sei Jang. Dilakukan pada saat air surut karena lebih Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui mudah dan lokasi penangkapan menjadi luas bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam karena tidak di genangi air. melakukan penangkapan siput hisap lokasi dan

luas area penangkapan tidak menentu 4. Harga jual hasil tangkapan siput hisap tergantung kemampuan dan pengalaman Dari hasil wawancara kepada 10 responden masing-masing nelayan. nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100% responden mengatakan bahwa harga jual hasil 6. Ukuran siput hisap yang di tangkap tangkap siput hisap adalah Rp 15.000,- / Dari hasil wawancara kepada 10 responden kantong/1 kg. nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 3 Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui responden mengatakan bahwa ukuran siput bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam hisap yang ditangkap adalah 4 cm, 5 melakukan penjualan siput hisap harga juga responden mengatakan bahwa ukuran siput tergantung banyak atau tidak jumlah kilogram hisap yang ditangkap adalah 3 cm dan 2 siput yang di dapat, semakin banyak jumlah responden mengatakan ukuran siput hisap kilogram siput hisap yang di dapat maka yang ditangkap adalah 2 cm. Dari hasil semakin rendah harganya dikarenakan model wawancara tersebut kisaran ukuran siput hisap jual beli masyarakat yang tawar menawar dan yang di tangkap adalah 2-4 cm. jika dalam jumlah banyak siput hisap akan susah di jual jika harganya tidak diturunkan.

membeli ataupun menerima hasil tangkapan siput hisap karena tergantung permintaan pasar atau konsumen.

8. Alternatif lain Jika siput hisap tidak di peroleh atau di dapat Dari hasil wawancara kepada 10 responden nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100%

responden mengatakan bahwa alternatif lain

jika siput hisap tidak di dapat adalah jenis Gambar 3 siput hisap ukuran 4 cm siput lain seperti kijing , lokan dan blongkeng. Sumber : data primer (2017) Berdasarkan hasil wawancara di ketahui

bahwa masyarakat nelayan Sei Jang memiliki Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui alternatif lain jika siput hisap tidak di dapat bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam pada saat melakukan penangkapan. melakukan penangkapan siput hisap untuk ukuran yang di tangkap adalah kisaran 2-4 cm 9. Jumlah hasil tangkapan dalam sekali karena ukuran tersebut merupakan ukuran penangkapan yang cukup dan di terima konsumen ataupun Dari hasil wawancara kepada 10 responden touke. nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100%

responden mengatakan bahwa jumlah hasil 7. Kepada siapa di jual atau pemasaran tangkapan dalam sekali penangkapan adalah dari hasil penangkapan siput hisap tergantung musim, biasa hasil tangkapan Dari hasil wawancara kepada 10 responden kisaran 2 – 6 kg. nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100% Berdasarkan hasil wawancara di ketahui responden mengatakan bahwa penjualan hasil bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam penangkapan siput hisap adalah kepada jumlah dari sekali penangkapan siput hisap penampung dan dijual kepada orang-orang tidak menentu kisaran 2 – 6 kg hal tersebut di kampung yang biasa ingin membeli siput hisap karenakan kemampuan dan pengalaman tersebut. masing-masing nelayan dan musim. Berdasarkan Hasil wawancara di ketahui bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam 10. Musim tertentu dalam penangkapan penjualan siput hisap masih tergantung pada siput hisap penampung dan masyarakat biasanya suka Dari hasil wawancara kepada 10 responden mengkonsumsi siput hisap. Tempat penjualan nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei Jang 100% tetap tidak ada dan penampung tidak selalu responden mengatakan bahwa ada atau tidak

musim tertentu dalam melakukan penangkapan siput hisap tidak bisa di lakukan penangkapan siput hisap adalah ada , pada kondisi gelap atau malam. penangkapan siput hisap tidak di lakukan terus-menerus atau setiap hari. Penangkapan siput hisap biasa dilakukan seminggu 1 kali 4.7. Rekomendasi Pengelolaan dan dalam sebulan ada sama sekali tidak Semakin banyak masyarakat yang melakukan penangkapan siput hisap. memanfaatkan gastropoda mangrove sebagai Berdasarkan hasil wawancara di ketahui sumber pangan yang tidak diimbangi dengan bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam pelestarian lingkungan akan membawa melakukan penangkapan siput hisap ada dampak buruk bagi pertumbuhan dan musim dan tenggang waktu tertentu kelangsungan ekosistem tersebut, sehingga dikarenakan ketersediaan siput hisap dihutan Undang undang No 5 tahun 1990 mengatur mangrove Sei Jang tidak banyak dan bertahap tentang Konservasi sumber daya alam dan dalam mencari kadang-kadang juga ke daerah ekosistem.Undang-undang tersebut mengatur mangrove lainnya seperti hutan mangrove aspek yang berkaitan dengan konservasi baik Dompak. ruang maupun Sumber Daya Alam dan merumuskan kebijakan pemanfaatan secara 11. Frekuensi sehari melakukan lestari sumberdaya alam untuk kesejahteraan penangkapan siput hisap masyarakat. Undang-undang ini mengatur Dari hasil wawancara kepada 10 perlindungan sistem penyangga kehidupan, responden nelayan di Sei Jang Kelurahan Sei pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan Jang 100% responden mengatakan bahwa dan satwa beserta ekosistemnya serta dalam sehari berapa kali penangkapan yang pemanfaatan secara lestari sumber daya alam dilakukan adalah satu kali dalam sehari pada hayati. saat air surut menjelang air naik pasang Berdasarkan hasil analisis data tingkat (dalam) dikarenakan sehari air surut siang pemanfaatan siput hisap (Cerithidea Obtusa) hanya satu kali dan mencari siput hisap di ketahui bahwa Potensi siput hisap merupakan pekerjaan sampingan nelayan Sei (Cerithidea obtusa) pada lokasi penelitian di Jang. hutan mangrove Sei Jang Kelurahan Sei Jang Berdasarkan hasil wawancara di ketahui dari nilai potensi yang di dapat adalah 10,5390 bahwa masyarakat nelayan Sei Jang dalam kg. Oleh karena hal tersebut adapaun melakukan penangkapan siput hisap sehari rekomendasi pengelolaan yang dapat di dilakukan sekali penangkapan karena sehari terapkan adalah sebagai berikut : air surut hanya sekali dan biasa surut kembali 1. Penerbitan regulasi (disertai sanksi pada saat malam ataupun subuh tetapi proses yang tegas) di tingkat desa, terkait pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya Gastropoda khususnya obtusa) di hutan mangrove muara Sei Siput hisap (Cerithidea Obtusa). Jang dari hasil penelitian diduga 2. Kontinyuitas monitoring dan evaluasi karena kandungan bahan organik terhadap pemanfaatan sumberdaya substar pada setiap titik stasiun Siput hisap (Cerithidea Obtusa). penelitian masih rendah dan 3. Pelatihan, sosialisasi dan penyuluhan rendahnya kandungan bahan organik pengelolaan sumberdaya pesisir dan substrat pada lokasi penelitian diduga laut, khususnya Siput hisap karena tipe substrat pada lokasi (Cerithidea Obtusa), secara penelitian rata-rata jenis subsrat pasir. berkelanjutan untuk peningkatan 2. Tingkat pemanfaatan siput hisap ekonomi keluarga. (Cerithidea obtusa) di muara Sei Jang 4. Larangan pengambilan Siput hisap tergolong rendah karena dari hasil (Cerithidea Obtusa) yang berukuran penelitian di ketahui bahwa ≤ 2 cm dan Pembatasan jumlah kuota kepadatan dan potensi siput hisap pemanfaatan. (Cerithidea obtusa) dihutan 5. Perlindungan dan rehabilitasi mangrove muara Sei Jang yang ekosistem serta habitat Siput hisap didapat rendah hal ini disebabkan (Cerithidea Obtusa) yang terindikasi karena kandungan bahan organik telah mengalami kerusakan. pada lokasi penelitian terkategori rendah. BAB V PENUTUP 5.2. Saran

Perlu adanya penelitian selanjutnya 5.1. Kesimpulan berkaitan dengan masih sangat minim nya data Berdasarkan hasil penelitian mengenai dan informasi tentang siput hisap (Cerithidea Tingkat Pemanfaatan siput hisap (Cerithidea obtusa) . Diharapkan kepada peneliti obtusa) di Sei Jang Kelurahan Sei Jang Kota selanjutnya melakukan penelitian atau turun Tanjungpinang Kepulauan Riau, dapat lapangan pada saat air surut dan bersamaan disimpulkan sebagai berikut : dengan nelayan setempat yang sedang mencari 1. Potensi siput hisap (Cerithidea siput hisap ataupun masyarakat yang terbiasa obtusa) pada lokasi penelitian di mencari siput hisap. hutan mangrove Sei Jang Kelurahan

Sei Jang dari nilai potensi yang di dapat adalah 10,5390 kg. Nilai ini DAFTAR PUSTAKA

menunjukkan bahwa potensi yang Anonim, 2007. Sekilah BPHM I, Balai rendah. Rendahnya nilai kepadatan Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I, Departemen Kehutanan, 2007. dan potensi siput hisap (Cerithidea

Dinas Kelautan dan Perikanan, 2005. Anugrahini D, Rimadhani. 2011. Analisis Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan Pengaruh Penurunan Stok Ikan Terhadap dalam rangka pengembangan industri Pendapatn Nelayan Kecamatan Muncar, perikanan terpadu. Makalah disajikan pada Banyuwangi, Jawa Timur (Tesis). pertemuan pemaparan dan diskusi rencana Universitas Diponegoro. program kerja eselon I tahun 2006 lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan,di Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos Purwakarta, tanggal 5 - 7 April 2005. sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. Direktorat SDI, Ditjen Perikanan Tangkap, Institut Pertanian Bogor. [Online]. DKP, 12 pp.

Tersedia: http://www.rudyct.com/ PPS702- FAO 2002. The state of the world fisheries and ipb/04212/ardi.htm. [19 Oktober 2009]. aquaculture 2002. FAO, Rome : FAO, 150 pp. Bengen, D.G. 2000. Teknik pengambilan contoh dan analisa data biofisik Frith, D.W. 1977. A premiliary list of sumberdaya pesisir. Pusat Kajian macrofauna from a mangrove forest and Sumberdaya Pesisir dan Lautan-IPB. adjacent biotipes at Surin Island, Western Bogor. 88 hal Peninsular Thailand. Pukhet Marine Biology Centre Research Bulletin. 17:1-14 Bengen, D, G., dan I. M. Dutton. 2004. Interaction : Mangrove, Fisheries and Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Forestry Management in Indonesia. Hal. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan 632 — 653. Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 258 hal. Chang, R (2005). Kimia Dasar Konsep- Konsep Inti, Jilid 2, edisi ketiga, Alih Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Bahasa Achmadi, S.S., Erlangga, Jakarta. Ekosistem Hutan Mangrove dan Hal 193-226. Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu. 46 hal Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Izuan, M. 2014. Kajian Kerapatan Lamun Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Terhadap Kepadatan SiputGonggong Jakarta. xxxiii + 412 hal. (Strombus epidromis) di Pulau Dompak, Skripsi, UMRAH, Kepulauan Riau. Darma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia : Indonesian Shells. Penerbit PT. Sarana Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Graha, Jakarta. 2004. Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Departemen Kehutanan. 2007. EC-Indonesia Untuk Biota Laut. Lampiran III Tentang Forest Law Enforcement, Governance and Keputusan Menteri Negara Lingkungan Trade Support Project. Analisis Hidup. Jakarta. Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Pola Kemitraan Propinsi Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kalimantan Barat. Fakultas Pertanian. Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Universitas Kapuas – Sintang. Kalimantan Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Barat. Mangrove. Jakarta.

Dharmawan, A. 1995. Studi Komunitas Kurniawan. 2007. Fungsi dan Peranan Moluska Di Hutan Mangrove Laguna Gastropoda di Ekosistem Mangrove. Segara Anaka Taman Nasional Alas Purwo Fakultas Pasca Sarjana Universitas Banyuwangi.Tesis. Universitas Gajah Indonesia. Jakarta. Madah. Yogyakarta.

Kusrini, D. M. 2000. Komposisi dan Struktur Pramudji, 2000. Hutan Mangrove di Komunitas Keong Pottamididae di Hutan Indonesia: Peranan, Permasalahan dan Mangrove Teluk Harun Kecamatan Padang Pengelolaannya. Oseana XXV (1) : 13 – Cermin, Naputen Lampung Selatan. 20. Skripsi. Departemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Poutiers, J.M. 1998. Bivalves. In : Carpenter, K.E. and Niem, V.H. 1988. The Living Masyamsir. 1986. Perubahan Struktur Marine Resources of The Western Central Kelimpahan Zooplankton dan Benthos Pacific. Vol I. Seaweed, Corals, Bivalves Sehubungan dengan Peningkatan Bahan and Gastropods, FAO The UN Roma. pp Organik di Beberapa Lokasi Situ Ciburuy 123–358. Kabupaten Bandung. Tesis. Biologi. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor Purwaningsih, S. 2007. Kajian pemanfaatan Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) Mckinnon, K.G. 2000. Ekologi. Buku III. sebagai sumber gizi untuk masyarakat Prenhallindo. Jakarta pantai. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 10(3): 93-99. Moro, D. S. 1988. Pertumbuhan dan Produksi Daun Beberapa Jenis Lamun di Pulau Rahayu, S. 2014. Struktur Vegetasi Mangrove Panjang Banten. Skripsi. Fakultas Biologi. di Pesisir Perairan Sei Jang Kecamatan Universitas Nasional Jakarta. 74 hlm. Bukit Bestari Kota Tanjungpinang.

Murniati. 2011. Potensi dan Tingkat Rangan, J.K. 1996. Struktur dan Tipologi Pemanfaatan Ikan Terbang (Exocoetidae) Komunitas Gastropoda pada Zona Hutan di Perairan Majene, Kabupaten Majene Mangrove Perairan Pulau Kulu, Provinsi Sulawesi Barat. Skripsi. Kabupaten. Minahasa Sulawesi Utara. Universitas Hasanuddin. Makasar. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 94 hlm. Nybakken, J. W. 2004. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan: M. Rochana, E. 2010. Citing Computer Ediman, Koesobiono, D. G. Bengen, M. References. Ekosistem Mangrove dan Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia. Jakarta. Pengelolaanya di Indonesia. Artikel Ilmiah. 402 hal. http://www.irwantoshut.com/ekosistem_m angrove. (diakses tanggal 5 Mei 2015). Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Sasekumar, A. 1974. Distribution of Yogyakarta. 687 hal. macrofauna on a Malayan mangrove shore. Journal of Ecology. 43(1) : 51-69. Oktaviana, L. 2003. Struktur Komunitas Gastropoda di Hutan Mangrove Pulau Siddik, J. 2011. Sebaran Spasial dan Potensi Baru. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Reproduksi Siput Gonggong (Strombus Pendidikan Universitas Riau : Pekanbaru. Turturela) di Teluk Klabat Bangka Belitung, Tesis, Institut Pertanian Bogor, Parin, N.V. 1999 Exocoitidae (Flying Fishes). Bogor. http://www.scribd.com/, 22 Maret, In : Carpenter, K.E and V.H. Niem 2015. (editors), FAO spesies Identification guide for fishery purposes the living marine Siun. 1977. Ekologi Hewan Tanah. Bumi resources of the western Central Pacific, Aksara. Jakarta Vol. 4 Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif Organitation of the United Nations, Rome. kualitatif dan R & B. Bandung : Alfabeta P. 2162-2179.