<<

BAGURAU DAN DENDANG DALAM PERSPEKTIF PERUBAHAN BUDAYA

Noni Sukmawati Universitas Andalas Padang Sumatra Barat

Abstract

Minangkabaunes art performance which is played by women, both traditional and modern (contemporary) art performance, is a change in Minangkabaunes culture life. We know that Minangkabaunes society uses matrilineal system. It means that women have special position, especially in keeping “Minangkabaunes culture moral”. Women were like “the center of Minangkabaunes culture” as revealed in a proverb “pusek jalo pumpunan ikan”. In Minangkabaunes culture tradition, women are limited to express their selves in public art performance. Moreover, in professional art performance, it seems to be forbidden. Women only performed often in culture activity which was part of Minangkabaunes traditional ceremony. But the world changes, and so does Minangkabaunes society. In these four last decades, many Minangkabaunes women have performed in Minangkabaunes art performance like bagurau saluang and dendang show. It is an interesting phenomenon in Minangkabaunes culture. The development of Minangkabaunes women in show art refiects the change and movement in Minangkabaunes culture when it is related to Minangkabaunes matrilineal culture tradition. There were many rules in Minangkabaunes culture which forbid women to perform in art performance activities. But now, that forbidden rule has been a part of reality in Minangkabaunes culture itself.

Key words: Women, art, change

PENDAHULUAN perubahan dan pergeseran yang terjadi. Salah satu di antaranya adalah perkembangan Minangkabau sebagai salah satu bagian dalam seni pertunjukan bagurau saluang dan dari kebudayaan (alam) Melayu, merupakan dendang, yang ditandai dengan kemunculan wilayah yang kaya dengan tradisi budaya. perempuan sebagai pelaku utamanya. Dalam Tradisi budaya Minangkabau ini tumbuh kehidupan Minangkabau, kurun waktu dan berkembang sebagai tradisi budaya sebelum tahun 1960-an, kaum perempuan rakyat, yang berakar pada sistem kekerabatan boleh dikatakan “tabu” tampil dalam kegiatan matrilinial Minangkabau. Tradisi budaya pertunjukan bagurau saluang dan dendang. ini sekaligus mencerminkan dinamika dan Ada aturan dan sistem nilai sosial yang perkembangan yang terjadi dalam masyarakat “melarang” kaum perempuan ikut serta dalam Minangkabau, sesuai dengan falsafah adatnya kegiatan seni pertunjukan. Menurut Fuji Alam Terkembang Jadikan Guru, sekali aie Astuti (2004:60), di masa lalu paham tradisi besar, sekali tepian barubah. tentang rasa (perasaan) dan ‘periksa’ (pikiran) Dinamika perkembangan tradisi budaya (rasa jo pareso) mengisyaratkan bahwa Minangkabau, semenjak akhir tahun 60 perempuan harus tahu malu, paham ajaran an begitu cepat dan bergemuruh. Banyak Islam tentang ‘aurat’, dan mempertegas ajaran

158 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 adat. Oleh karena itu, tertutup ruang gerak tulisan ini saya akan mencoba melihat bagi perempuan untuk mengekspresikan diri perubahan masyarakat dan kebudayaan melaui dunia pertunjukan karena dianggap Minangkabau dalam perspektif pertunjukan ‘mencoreng arang di kening’ di hadapan bagurau saluang dan dendang, yang secara publik. Sementara bagi laki-laki, dunia akademis merupakan bidang perhatian saya kesenian adalah bagian dari kehidupan dan dalam beberapa tahun terakhir, sesuai dengan merupakan peran penting permainan anak mata kuliah yang saya ajar yakni antropologi sebagai bagian dari adat istiadat seni. Minangkabau.. Tulisan ini, akan mencoba memaparkan METODE PENELITIAN perkembangan salah satu tradisi seni Penelitian ini dilakukan dalam pertunjukkan Minangkabau, yang sekarang masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat, disebut dengan bagurau saluang dan menggunakan metode penelitian kualitatif dendang. Tradisi seni pertunjukkan ini telah dengan pendekatan observasi-partisipatif, tumbuh sejak lama, dan telah mengalami wawancara dan penyusunan sejarah hidup perkembangan yang menarik. Secara (life history) dari sejumlah pendendang sederhana dapat dijelaskan, bentuk tradisi perempuan. Penelitian dilakukan di daerah bagurau saluang dan dendang, adalah sebuah pedalaman, khususnya di Kabupaten Tanah pertunjukan musikal dengan menggunakan Datar, Kabupaten Agam dan Kabupaten alat tiup bambu (fiute) sebagai instrumen 50 Kota. Dalam masyarakat Minangkabau, pengiring, dan nyanyian (dendang) sebagai ketiga daerah ini sering disebut Luhak media menyampaikan lirik-lirik . Nan Tigo (tiga daerah), yang merupakan Melalui tradisi pertunjukan bagurau perkampung tradisional orang Minangkabau. saluang dan dendang, pada hakekatnya kita Ketiga wilayah ini juga merupakan basis akan menemukan berbagai aspek budaya perkembangan tradisi pertunjukan bagurau. Minangkabau yang spesi›k, seperti tradisi Dari daerah ini pula sebagian besar para lisan sebagai refieksi dari budaya lisan orang pendendang tersebut berasal. Minangkabau. Sedangkan melalui konteks Karena penelitian bersifat kualitatif, pertunjukannya sendiri, kita akan dapat maka dalam melaksanakan penelitian melihat hubungan sosial dan tradisi budaya pendekatannya adalah dengan menekanan Minangkabau yang menopangnya. hubungan-hubungan yang bermakna sesuai Dalam tulisan ini, saya akan mencoba dengan keadaan di daerah penelitian, dengan memaparkan pertunjukan bagurau salauang cara menghubungkan bagian-bagian dari dan dendang, sebagai bagian penting dari suatu substansi ke dalam keseluruhan. tradisi budaya masyarakat Minangkabau, Berkaitan dengan itu, dalam pengumpulan serta perkembangannya yang mencerminkan data digunakan serangkaian teknik, yaitu perubahan yang terjadi dalam masyarakat observasi-partisipasi, wawancara mendalam Minangkabau. Dengan kata lain, melalui dalam bentuk penyusunan sejarah hidup (life

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 159 history) sejumlah pendendang perempuan, Dari kelimanya diharapkan dapat serta wawancara sambil lalu dengan berbagai mengungkapkan berbagai informasi dan informan yang berhubungan dengan kegiatan persoalan tentang kehidupan mereka sebagai pertunjukan bagurau. pendendang. Ada beberapa pertanyaan yang Teknik pengumpulan data yang bersifat diharapkan dapat dijawab secara mendalam, observasi-partisipasi, adalah dengan seperti; bagaimana awalnya mereka memilih mengamati langsung peristiwa pertunjukan menjadi pendendang, apa yang menjadi bagurau yang diadakan di wilayah penelitian. motifnya, bagaimana pengalaman mereka Dilihat bagaimana interaksi antara pendendang menghadapi pandangan keluarga dan perempuan dengan lingkungannya, terutama masyarakat. Dari pengumpulan data penelitian masyarakat yang menjadi penonton dari dalam bentuk penyusunan life history ini, kegiatan pertunjukan bagurau. Pengamatan diharapkan data ini dapat mengungkapkan lapangan pada saat pertunjukan ini difokuskan banyak hal tentang hubungan pendendang untuk melihat bagaimana perilaku pendendang perempuan dengan struktur sosial yaitu perempuan, bagaimana keadaan penonton sistem kekerabatan matrilinial Minangkabau, serta hubungan komunikasi antara keduanya serta dapat menganalisis perkembangan dan saat berlangsungnya pertunjukan bagurau. perubahan yang terjadi dalam masyarakat Untuk menyusun life history pendendang Minangkabau. Selain itu, data biogra› ini perempuan, dimulai dengan mendata juga sangat berarti untuk mendapatkan pendendang perempuan yang ada di gambaran dari pendendang perempuan itu Minangkabau. Setelah itu, dipilih secara sendiri tentang posisinya di tengah keluarga selektif lima pendendang perempuan dari tiga dan masyarakat lingkungannya. generasi yang berbeda. Kelima pendendang Selain menggunakan teknik pengumpulan tersebut merupakan wakil dari tiga generasi data di atas, juga diterapkan teknik yakni satu orang dari generasi tua (50 tahun pengumpulan data melalui wawancara ke atas), dan biasanya tidak lagi aktif sebagai dengan berbagai sumber di lapangan. Di pendendang, selanjutnya pendendang dalam penerapan teknik pengumpulan data perempuan yang berumur antara 30-50 tahun ini, peneliti mewawancarai beberapa orang yang masih aktif sebagai pendendang, dan dua yang sebelumnya tidak diseleksi secara orang pendendang perempuan yang berumur ketat, tetapi yang dijumpai secara kebetulan antara 20-30 tahun. di lapangan, terutama di tempat-tempat Dari kelima pendendang perempuan ini pertunjukan bagurau. Dalam melakukan digali berbagai informasi mendalam terutama wawancara lapangan, diupayakan tidak tentang sejarah kehidupan mereka, antara ada fokus tertentu yang dibicarakan, karena lain mengenai asal-usul, latar belakang sosial pertanyaan bisa beralih-alih ke berbagai topik, ekonomi keluarga, pendidikan, lingkungan yang diharapkan dapat memberikan jawaban masyarakat (kaum), serta bagaimana proses yang lebih spontan dan jujur tentang topik mereka menjadi pendendang. penelitian. Hasil wawancara ini, dapat juga

160 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 digunakan untuk mengadakan wawancara dan dendang, misalnya antara seniman mendalam dengan lima pendendang pendukung pertunjukan dengan penonton, perempuan yang akan dibuatkan life history- antara penonton dengan tuang rumah, ataupun nya. sosok di antara ketiganya. Selain metode penelitian yang digunakan di atas, penelitian ini juga menggunakan HASIL DAN PEMBAHASAN pendekatan kontekstual. Secara antropologis Tradisi Pertunjukkan Bagurau kajian atau telaah tentang kesenian dapat Dari penelitian tidaklah diketahui kapan dikelompokkan dalam dua kategori (Ahimsa- persisnya kata bagurau (bergurau) digunakan Putra: 2000:35). Pertama, telaah yang berciri sebagai bentuk pertunjukkan. Istilah bagurau tekstual, dan kedua berciri kontekstual. Telaah muncul dari tradisi budaya masyarakat tekstual atas kesenian memandang fenomena Minangkabau, yakni tradisi budaya lisan yang kesenian sebagai sebuah “teks” untuk dibaca, merupakan salah satu ciri khas kebudayaan untuk diberi makna, atau untuk dideskripsikan Minangkabau. Tradisi bercakap-cakap atau strukturnya, bukan untuk dijelaskan atau budaya bercerita dalam suasana yang akrab, dicara sebab-musababnya. Sedangkan telaah sindir-sindiran melalui ungkapan-ungkapan yang bercirikan kontekstual, adalah telaah bahasa yang tajam merupakan kebiasaan yang menempatkan fenomena kesenian di yang sudah umum dan dikenal luas dalam tengah konstelasi sejumlah elemen, bagian, masyarakat Minangkabau. atau fenomena yang berhubungan dengan Kebiasaan masyarakat Minangkabau fenomena tersebut. untuk berkumpul bersama sambil bercerita Dengan demikian pendekatan kontekstual dan bercanda, dengan tema-tema pembicaraan adalah pendekatan yang menghubungkan teks yang saling sindir-menyindir, bahkan juga dengan konteks yang mengitarinya, karena bisa saling mencimeeh (mencemooh), suatu teks berkaitan, dan saling tergantung, dalam suasana yang dialogis dan akrab, saling menerangkan, saling menghidupkan menyebabkan masyarakat Minangkabau dengan teks lain. Dengan kata lain, untuk dikenal sebagai masyarakat yang suka dan mengerti suatu teks, kita butuh teks lain, pintar bicara. seperti halnya untuk menerangkan suatu Dari penjelasan ini, maka kata bagurau “kata” kita butuh kata-kata lain. dapat diartikan sebagai suatu konsep Melalui pendekatan kontekstual ini, maka masyarakat Minangkabau untuk menyebut kita akan dapat membuat telaah terhadap suatu kegiatan sekelompok orang yang pertunjukkan bagurau saluang sebagai bermain, berkelakar, atau menceritakan subjek penelitian dan hubungannya dengan sesuatu di antara sesama dalam suasana lingkungan masyarakat dan kebudayaan keakraban. Jadi kata bagurau pada awalnya Minangkabau. Dalam penelitian akan dicari bukanlah suatu konsep pertunjukan, tetapi hubungan-hubungan dari semua pelaku merupakan konsep kehidupan keseharian atau pendukung kegiatan bagurau saluang yang ada dalam masyarakat Minangkabau.

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 161 Jadi pengertian bagarau sebagai bentuk dan penonton, bahkan juga pemain swaktu- pertunjukan saluang dan dendang, sama waktu bisa masuk di antara penonton, dan seperti apa yang dikatakan Gitrif Yunus penonton bisa ikut bermain (Edi Sedyawati; (1992:22), bahwa pertunjukan bagurau 1981:60).. saluang dan dendang selalu diasosiasikan Pertunjukan bagurau saluang dan dendang dengan bagurau, karena pelaksanaannya selalu merupakan sebuah pertunjukan musikal yang melibatkan penonton. Pemain dan penonton dipadukan dengan kekuatan pantun-pantun sama-sama aktif. Mereka berbaur di tempat yang didendangkan dengan iringan alat pertunjukan dalam suasana kebersamaan. musik saluang. Alat musik saluang termasuk Konsep pertunjukan inilah yang kemudian klasi›kasi jenis seruling (fiute) dengan teknik memberikan arti pada pertunjukan sebagai memainkannya yang lebih khusus yakni suatu pengalaman bersama, dimana penonton ditiup dari bagian ujungnya (end-blow fiute). dan pemain saling dapat berhubungan. Bentuk Fungsi alat musik saluang adalah untuk pertunjukan tradisional di pada mengiringi dendang-dendang yang berisi dasarnya termasuk golongan seperti ini, yaitu pantun-pantun yang tumbuh dan berkembang di mana bisa terjadi percakapan antara pemain dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

Lagu ke-1 SINGGALANG (Lagu pembukaan) (Terjemahan)

Cupak panuah gantang balanjuang Tekong penuh membubung Ka cupak urang ka tigo luhak Tekong orang tiga luhak Jatuah ka Alam Minangkabau Jatuh ke alam Minangkabau Hanyo sambah salam dianjuang Hanya salam sembah dianjung Rila jo maaf kami mintak Rela dan maaf kami minta Ukua jo jangko kok talampau Jika ada ukuran yang terlampau

Baringin di Pakan Akaik Baringin di pakan akaik Di laman kantua nagari Di dalam kantor nagari Dek yakin awak baniak Karena yakin kita berniat Bagurau juo samalam kini Bagurau juga malam ini

JALU-JALU

Lagu ke-2 Pukua ampek dek lah datang Karena sudah pukul empat Jalau-jalu sobaik iko sajo Jalu-jalu didendangkan Awak baniyaik marantang panjang Kita berniat berlama-lama Tuan baniyaik mangusuiknyo Tuan berniat memutuskannya

Batu merah ambiak panembok Batu merah diambil penutup Panembok sumua tampek mandi Penembok sumur tempat mandi Barila-rila mangko ka elok Saling merelakan makanya baik Ibraik urang bajua bali Seperti orang jual beli

Mandaki kito mandaki Mendaki kita mendaki Nan kalua ka jalan gadang Yang keluar ke jalan besar Gurau di siko dulu habisi Acara di sini diakhiri Di lain hari nak kito ulang Di lain hari kita ulang

162 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 Pertunjukan bagurau saluang dan berimprovisasi dengan pantun-pantun yang dendang sebagaimana lazimnya kesenian akan mereka dendangkan. Semakin banyak rakyat, bentuknya sederhana, dan tidak pendendang, akan semakin memudahkan menuntut persyaratan-persyaratan artistik setiap pendendang menyusun, merancang dan pemanggungan yang rumit. Pada dasarnya merespon setiap reaksi spontan dari penonton pertunjukan bagurau saluang dan dendang melalui pantun-pantun yang akan mereka ini bisa dimainkan di mana saja.Lagu- dendangkan. lagu yang dimainkan ratusan banyaknya, Dari penelitian yang dilakukan, dan dalam tradisi bagurau, hanya lagu pertunjukan bagurau saluang dan dendang pertama dan terakhir saya yang ditetapkan. seluruh senimannya bermain sambil duduk, Lagu Singgalang, yang memiliki puluhan dengan membentuk pola setengah lingkaran. judul lagu, akan dinyanyikan sebagai lagu Kalau mereka mengadakan pertunjukan di pembuka, yang isi pantunyanya seperti lagu atas panggung, sejauh masih ada tempat, ke-1. penontonnya juga boleh ikut duduk di atas Setelah lagu ini dinyanyikan, biasanya panggung. Kalau bermain di dalam rumah, penonton akan memesan lagu kesukaannya, semua orang akan duduk bersama, dan dan jika belum ada permintaan, maka seniman biasanya akan mengelilingi para seniman saluang akan memilih sendiri lagu yang akan pertunjukan bagurau saluang dan dendang. mereka nyanyikan. Ada ratusan judul lagu Namun ada juga pertunjukan bagurau saluang yang bisa dinyanyikan sepanjang saluang dan dendang yang dilakukan sambil malam. Mulai dari lagu-lagu yang bernada berjalan untuk mengiringi prosesi upacara gembira dan menghibur, sampai dengan perkawinan. Para seniman saluang ini diminta lagu-lagu yang bernada sedih (ratok) dengan untuk mengiringi mempelai sambil meniup pantun-pantun yang penuh dengan ratapan. saluang dan berdendang. Namun bentuk Lagu terakhir yang akan dinyanyikan adalah pertunjukan ini sangat jarang terjadi, dan lagu penutup yang disebut dengan Jalu-jalu, hanya ada di dua atau tiga tempat di Sumatra yang isi syairnya seperti lagu ke-2. Barat. Sebuah pertunjukan bagurau saluang Dari pengamatan lapangan, yang dan dendang biasanya ditampilkan dalam cukup menarik adalah adanya struktur suatu kelompok, dan minimal anggotanya pertunjukan yang memberikan tempat untuk tiga orang, dengan satu orang peniup saluang semua generasi. Pada paro malam pertama dan dua orang pendendang. Keharusan yakni antara pukul 21.00 sampai dengan menimal dua orang pendendang dalam setiap pukul 24.00, biasanya jenis lagu-lagu yang kelompok pertunjukan, antara lain disebabkan dimainkan atau yang dimintak penonton oleh pertunjukan yang cukup panjang yakni adalah lagu-lagu yang gembira, menghibur sekitar tujuh jam, serta untuk memberikan dan pantun yang dinyanyikan pantun muda kesempatan secara bergantian pada masing- (muda-mudi). Sedangkan paro malam kedua masing pendendang memikirkan atau yakni sekitar pukul 24.00 hingga dengan

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 163 pukul 04.00, lagu-lagu yang ditampilkan pemelihara solidaritas kelompok. Kemampuan adalah jenis lagu ratapan yang disebut lagu pertunjukan bagurau saluang dan dendang ratok (ratapan). Nada-nada yang dihasilkan dalam hal pembangun dan pemelihara pertunjukan bagurau saluang dan dendang solidaritas kelompok ini tampak demikian memang terdengar seperti meratap, dan kuat, sehingga mampu membentuk suatu pantun-pantun yang dinyanyikan bertemakan komunitas tersendiri di dalam kehidupan nasehat atau parasaian (penderitaan). masyarakat dan kebudayaan Minangkabau. Bentuk dan struktur pertunjukan di Menurut Andar Indra Sastra (1999:228) atas umum digunakan pada pertunjukan ada sembilan fungsi pertunjukan bagurau bagurau saluang dan dendang, kecuali pada saluang dan dendang , yakni: (a) forum dialog pertunjukan untuk mengumpulkan dana estetis; (b) sarana komunikasi; (c) fungsi (alek nagari). Pada pertunjukan bagurau ekspresi emosi; (d) sarana pengintegrasian saluang dan dendang alek nagari, biasanya masyarakat; (e) sarana kesinambungan didahului dengan pidato dari pihak tuan kebudayaan; (f) fungsi ekonomi; (g) rumah. Dalam pertunjukan bagurau saluang pembelajaran budaya; dan (h) sarana dan dendang alek nagari ini, ada satu lagi memunculkan konfiik. ›gur yang sangat penting selain dari seniman Penonton pertunjukan bagurau saluang saluang, yakni yang disebut dengan Janang. dan dendang cukup beragam dan bervariasi. Janang berfungsi sebagai orang yang akan Selain terdapat perbedaan umur mulai dari mengatur irama pertunjukan, sehingga bisa anak-anak sampai orang tua, juga terdapat berjalan dengan semarak dan hidup. Seorang variasi jenis kelamin. Pada tempat tertentu Janang yang bagus akan dapat menghimpun dapat ditemukan penonton perempuan dengan dana masyarakat yang lebih besar melalui jumlah yang cukup banyak, tetapi pada tempat sumbangan yang diberikan penonton. lainnya, nyaris tidak ditemukan perempuan Dari penelitian lapangan, ditemukan yang sengaja datang untuk menonton. Pada umumnya penonton pertunjukan jawaban yang beragam tentang fungsi bagurau saluang dan dendang dapat pertunjukan bagurau saluang dan dendang. Ada dikelompokan ke dalam dua kategori, yakni yang mengatakan untuk membina hubungan kelompok penonton yang datang dari luar silaturahmi, untuk pergaulan, mendengarkan wilayah tempat pertunjukan dilaksanakan dan pantun-pantun yang didendangkan, ada pula kelompok kedua, masyarakat atau penduduk setempat. Penonton pertunjukan bagurau yang mengatakan mencari hiburan dan lain saluang dan dendang yang datang dari luar sebagainya. pada umumnya datang secara berkelompok, Dari berbagai jawaban yang beragam dan masing-masing kelompok sudah ini tampaknya sejalan dengan apa yang memiliki nama, yang disebut dengan nama dikemukakan Umar Kayam (1977:6), bahwa kelompok pagurau (pecandu pertunjukan daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada bagurau). Namun juga ada yang datang kemampuannya sebagai pembangun dan

164 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 secara individual. Di samping itu, penonton adalah periode ketika musik saluang dan pertunjukan bagurau saluang dan dendang dendang masih merupakan kegiatan intern yang datang, juga bisa dibedakan dari status dari anak-anak muda di nagari-nagari sosial-ekonomi. Meskipun jumlahnya tidak Minangkabau. Mereka hanya mempelajari banyak, ada beberapa penonton pertunjukan dan memainkan musik ini sebatas kebutuhan bagurau saluang dan dendang yang kelihatan lingkungan mereka sendiri. Kedua, adalah secara ›sik berasal dari kelompok ekonomi periode ketika musik ini mulai memasuki kelas menengah. ruang publik dalam pengertian sebagai Kelompok-kelompok penonton yang sebuah tontonan. Periode ini ditandai dengan datang secara berombongan, terutama yang munculnya kelompok-kelompok pertunjukan datang dari luar desa tempat pertunjukan bagurau saluang dan dendang di pasar-pasar berlangsung, akan mudah dikenal dalam di berbagai kota di Sumatra Barat, yang pertunjukan bagurau saluang dan dendang disebut dengan pertunjukan bagurau di kaki alek nagari (pertunjukan untuk pengumpulan lima. Ketiga, adalah periode ketika musik ini dana). Masing-masing kelompok ini akan masuk ke dalam lingkungan rumah tangga, menuliskan permintaan lagu melalui kertas untuk mengisi berbagai kebutuhan upacara yang disediakan panitia pelaksana, dan kertas adat masyarakat Minangkabau, atau hanya ini kemudian akan dibacakan oleh Janang, sekadar memenuhi kebutuhan minat orang- yang biasanya akan membacakan dengan orang yang menyenangi musik ini. Maksudnya memberikan tekanan tertentu, sehingga adalah, bahwa kelompok pertunjukan bagurau diharapkan akan terjadi interaksi yang bersifat saluang dan dendang diundang untuk dialogis antara sesama penonton dan seniman ikut merayakan atau meramaikan kegiatan pertunjukan bagurau saluang dan dendang. upacara adat seperti perkawinan, sunat rasul, Sejak akhir tahun 1970-an, sebetulnya peresmian penghulu, ke rumah-rumah tempat sudah banyak nama-nama kelompok peminat upacara tersebut diadakan. pertunjukan bagurau saluang dan dendang Pada periode pertama, kegiatan yang telah muncul, tetapi tidak semuanya pertunjukan bagurau saluang dan dendang bertahan, dan kelompok baru selalu muncul. hanya dilakukan oleh pemuda-pemuda Sejak sepuluh tahun terakhir cukup banyak di kampung-kampung, dan itu pun masih kelompok-kelompok peminat pertunjukan terbatas pada lingkungan kecil mereka. Dari bagurau saluang dan dendang ini yang informasi dari salah seorang seorang peniup muncul. Saluang, yakni Katik Parau,, sebelum tahun Perkembangan Pertunjukan Bagurau 1970 kegiatan basaluang awalnya hanya dilakukan di pondok-pondok di tengah sawah Dari penelitian lapangan sekurang- atau di ladang, karena waktu itu tidak boleh kurangnya ada tiga tahap (periode) memainkan alat musik ini di tengah kampung. perkembangan tradisi musik saluang dan Pada masa itu, tidak ada perempuan yang dendang yang dapat dicatat, yakni: Pertama, berdendang, karena dilarang oleh alim ulama.

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 165 Menurut Katik Parau, kegiatan basaluang dan ditemukan, kelihatan kegiatan pertunjukan berdendang hanya dilakukan anak laki-laki. bagurau saluang dan dendang sebagai kegiatan “Kegiatan basaluang di pondok-pondok di tontonan yang mulai bersifat komersial, sawah atau di ladang, biasanya kami lakukan tampaknya dimulai tahun 1960-an. Sebab tengah malam. Boleh dikatakan, basaluang adanya dorongan situasi ekonomi yang sulit di pondok-pondok ini adalah untuk orang- pada waktu itu, setelah terjadinya pergolakan orang yang baru belajar. Setelah itu pindah daerah Pemerintah Revolusioner Republik dan mengadakan ke tempat yang lebih ramai Indonesia (PRRI). Alasan kesulitan ekonomi seperti di pondok ronda”, ujar Katik Parau. ini tampaknya cukup masuk akal. Situasi Menurut pengamat kesenian daerah Sumatra Barat paska pemberontakan Minangkabau, Hajizar, tradisi basaluang dan PRRI, secara ekonomi memang mengalami badendang memang muncul dari lingkungan krisis yang cukup parah. anak laki-laki yang dalam masyarakat —Kehancuran yang dialami Sumatra Barat, Minangkabau tradisional tidak tidur di rumah akibat pemberontakan Pemerintah Revolusioner orang tuanya. Mereka biasanya tidur di Republik Indonesia (PRRI) bukan hanya meluluh-lantakan kehidupan politik dan mental atau pondok tandangan (rumah bujangan). Di masyarakat, tetapi juga menimbulkan kemiskinan sanalah kegiatan basaluang dan badendang ini yang merata di tengah rakyat. Ekonomi boleh dikatakan sangat morat-marit, karena selama dipelajari dan dimainkan. Awalnya bukanlah pemberontakan berlangsung (1958-1961-pen) untuk kegiatan pertunjukan seperti sekarang, hampir semua sarana dan prasarana ekonomi hancur.“ (Mestika Zed, dkk. 1998:172) tetapi hanya sekadar untuk mengisi waktu dan hiburan. Tradisi musik ini lebih merupakan Kondisi daerah Sumatra Barat sejak tahun media komunikasi antara anak muda laki-laki 1961 memang dalam keadaan yang merana. di nagari-nagari Minangkabau. Kesulitan ekonomilah yang kelihatannya Kemudian barulah kegiatan pertunjukan menjadi pendorong berbagai perubahan dalam bagurau saluang dan dendang pindah ke kaki kehidupan sosial dan budaya masyarakat lima, sebagai tahap atau periode kedua dari Sumatra Barat, termasuk perkembangan pertunjukan basaluang dan badendang. Dari pertunjukan bagurau saluang dan dendang. berbagai informasi yang didapati di lapangan, Sejak awal tahun 1960-an tersebutlah kegiatan pertunjukan bagurau saluang dan pertunjukan bagurau saluang dan dendang dendang di kaki lima sudah dimulai sejak berkembang sampai sekarang. awal tahun 1960-an. Meskipun seperti yang Peranan pertunjukan bagurau saluang dan diceritakan Katik Parau, sebelum tahun 1970 dendang di kaki lima ini bukan saja sebagai kegiatan basaluang dan badendang masih tempat mencari uang bagi seniman-seniman terbatas di lingkungan pemuda di kampung- saluang dan dendang ini, tetapi juga tempat kampung, namun di daerah perkotaan belajar dari banyak pendendang perempuan tampaknya, kegiatan ini telah berkembang yang kini menjadi pendendang terkenal di secara komersial. Sumatra Barat. Sebutlah nama-nama seperti Dari berbagai informasi lapangan yang Mis Ramolai, Mel Rasani, Upiak malai dan

166 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 sederetan nama lainnya, pada umumnya Pada periode ini, pertunjukkan bagurau belajar berdendang di kaki lima ini. Bahkan saluang dan dendang memasuki masa bukan hanya pendendang, tetapi juga tukang kejayaannya, karena mulai mendapat tempat saluang seperti Katik Parau, salah seorang di dalam kehidupan kebudayaan masyarakat pemain saluang yang sangat baik, juga mulai Minangkabau. mengembangkan kemampuannya di kaki Bagurau dan Perubahan Minangkabau lima ini. Memang tidak semua seniman saluang Perubahan yang paling menonjol dan pendendang berkembang melalui kegiatan dalam perkembangan pertunjukan bagurau perunjukan di kaki lima ini. Bahkan ada yang saluang dan dendang adalah tampilnya menolak kaki lima sebagai tempat mereka kaum perempuan sebagai pendendang. bermain. Ajis Sutan Sati, seorang pendendang Bahkan, mereka lebih mendominasi kegiatan senior dari bukittinggi, adalah contoh seniman pertunjukan tersebut. Posisi pendendang laki- saluang yang sangat menentang kegiatan laki yang pernah mendominasi sampai akhir pertunjukan saluang dan dendang di kaki tahun 1970-an, tampaknya telah diambil alih lima. Menurut Ajis Sutan Sati, berdendang oleh pendendang perempuan, baik dalam di kaki lima sama dengan merendahkan pengertian kualitas maupun kuantitas. martabat dan harga diri sebagai seniman, Kelihatannya, pendendang perempuan karena hampir mirip dengan mengemis. inilah yang menjadi salah satu daya tarik Begitu juga dengan Ani Ramadani, seorang utama pertunjukan bagurau saluang dan pendendang yang menjadi informan kunci dendang. Berbeda sekali kondisinya dengan dalam penelitian saya ini. sebelum tahun 1960-an, perempuan ditabukan Ajis Sutan Sati dan Ani Ramadani, yang bahkan sangat ditentang untuk tampil dalam boleh dikatakan pendendang senior, sejak kegiatan saluang dan dendang. Dengan awal tahun 1970-an lebih banyak mengadakan demikian, perkembangan yang terjadi dalam kegiatan saluang dan dendang melalui siaran pertunjukkan bagurau saluang dan dendang radio, dan rekaman piringan hitam, dan tampaknya dapat dijadikan sebagai gambaran kemudian berlanjut kepada rekaman kaset. perubahan sosial Minangkabau. Ajis Sutan Sati dapat dikatakan sebagai Kegiatan saluang dan dendang, sebelum seniman yang mempopulerkan salaung dan tahun 1960-an, perempuan ditabukan, dendang kepada masyarakat Minangkabau bahkan oleh berbagai kalangan masyarakat secara luas melalui radio dan media rekaman. Minangkabau dianggap haram untuk ikut Setelah periode kaki lima ini, pertunjukkan dalam kegiatan kesenian ini. Karena itu pula bagurau saluang dan dendang, kemudian dalam kesenian tradisional Minangkabau, berpindah ke rumah-rumah. Seniman saluang seperti , harus mendandani laki-laki diundang dalam berbagai hajatan masyarakat, untuk menjadi pelakon perempuan, yang seperti perkawinan, sunat rasul, pengangkatan disebut bujang gadih (bujang gadis). penghulu, dan berbagai keramaian lainnya. Dari informasi lapangan, larangan atau

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 167 halangan untuk perempuan tampil sebagai dari generasi tahun 1960-an akhir sampai seniman pertunjukan, ditemukan sejumlah sekarang, yang “melawan” tradisi budaya alasan antara lain, pertama, disebabkan oleh sebelumnya, secara jelas memperlihatkan kuatnya kontrol sosial dari sistem keluarga peranan perempuan pendendang membentuk matrilinial, di mana mamak (paman) atau suatu kenyataan sosial yang baru melalui penghulu dalam suatu kaum sangat melarang pertunjukan. Tanpa perempuan pendendang keras anggota keluarga perempuan mereka yang keluar dari tradisi, mungkin pertunjukan untuk ikut dalam kegiatan kesenian tersebut. bagurau saluang dan dendang tidaklah Selain itu, juga dihalangi oleh pandangan dan berkembang seperti sekarang. Dengan kedudukan perempuan dalam masyarakat demikian dapat dikatakan, bahwa pendendang Minangkabau, yang dianggap sebagai perempuanlah yang telah melakukan sebuah pimpinan moral seperti yang disimbolkan oleh perubahan dan inovasi sosial melalui ketokohan Bundo Kanduang. Kedua, larangan kegiatan mereka mengembangkan kehidupan tersebut muncul berdasarkan pemahaman pertunjukan bagurau saluang dan dendang di orang Minangkabau tentang hukum Islam. Minangkabau. Bahkan pada kelompok tertentu ada yang menganggap bahwa nyanyian perempuan bisa SIMPULAN dianggap “haram” kalau didengar oleh orang Kasus perkembangan pertunjukan yang bukan muhrimnya. bagurau saluang dan dendang, dapat Hubungan antara agama Islam dan budaya ditarik suatu kesimpulan, bahwa telah (adat), sebagaimana yang diungkapkan dasar terjadi perubahan sosial dalam masyarakat falsafah Minangkabau, “Adat bersendi Minangkabau. Perubahan ini tergambar Syarak, Syarak bersendi Kitabullah”, dengan kuat di dalam perkembangan mungkin dapat dijadikan dasar pemahaman yang terjadi dalam pertunjukan bagurau, kenapa perempuan dibatasi bahkan dilarang terutama hubungannya dengan munculnya tampil dalam kegiatan pertunjukan. Meskipun perempuan sebagai pelaku utama. Dengan dalam praktek, sebetulnya tidaklah sekaku kata lain dapat dikatakan, perkembangan tersebut, karena dalam kehidupan sehari- atau perubahan pelaku dalam pertunjukan hari masyarakat Minangkabau, tetap ada bagurau, sekaligus dapat dijadikan sebagai kegiatan-kegiatan kesenian yang didukung bukti telah terjadinya perubahan sosial dalam oleh kaum perempuan, meskipun sebatas masyarakat Minangkabau. kegiatan upacara adat Minangkabau itu Pertunjukan bagurau saluang dan sendiri. Menurut Ketua Lembaga Kerapatan dendang sebagai bagian yang integral Alam Minangkabau, Kamardi Rais dt. P dari kehidupan kebudayaan Minangkabau, simulie, kalau sudah tidak lagi dalam acuan secara langsung dapat memperlihatkan adat Minangkabau, itu sudah tidak pantas lagi hubungannya dengan perubahan sosial pada dilakukan kaum perempuan. masyarakat Minangkabau. Menurut Ahimsa- Hadirnya pendendang perempuan Putra (2000:314), “Kesenian sebagai suatu

168 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 gejala sosial yang muncul dalam konteks di Minangkabau. Sebab dalam kehidupan tertentu dapat kita hubungkan atau memiliki masyarakat tradisional, seorang mamak hubungan dengan berbagai fenomena lain sangat penting peranannya, dan sangat kuat dalam masyarakat. Kesenian dapat kita otoritasnya terhadap seorang kemenakan kaitkan dengan situasi atau aktivitas politik, seperti diungkapkan pepatah adat dengan ekologi, dengan berbagai perubahan Minangkabau; kamanakan barajo ka mamak, yang tengah terjadi.” mamak barajo ka panghulu, panghulu barajo Apakah yang menjadi pendorong ka mufakat, mufakat barajo ka nan bana, nan dari perubahan tersebut. Dalam konteks bana badiri sandirinyo (kemenakan beraja pertunjukan bagurau ditemukan faktor kepada mamak, mamak beraja ke penghulu, pendorongnya lebih disebabkan oleh faktor penghulu beraja kepada mufakat. Mufakat internal, yakni situasi ekonomi daerah beraja kepada yang benar, yang benar berdiri Sumatra Barat yang mengalami krisis sendirinya). pada awal tahun 1960-an, akibat terjadinya Kecenderungan melemahnya peranan pergolakan daerah, sehingga memaksa mamak dan menguatnya peranan orang tua, seniman-seniman tradisional saluang dan dalam hal ini bapak, tampaknya menjadi gejala dendang “menjual” kemampuannya dengan perubahan dalam masyarakat Minangkabau. mengadakan pertunjukan di kaki lima Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan diberbagai kota di Sumatra Barat. Dari Sairin (1992:34), yang menggunakan titik inilah kemudian pertunjukan bagurau konsep model Geertz, yang menggambarkan berkembang, yang dipengaruhi perkembangan hubungan antara mamak dan kemenakan seni dan media pertunjukan yang datang dari adalah hubungan saling mengikat. Dalam luar, sehingga mencapai bentuknya seperti konsep ini, mamak berkewajiban mendidik sekarang. kemenakan sampai ia menjadi “orang” dan Munculnya pendendang perempuan dalam untuk itu kemenakan dikehendaki untuk pertunjukan bagurau saluang, penyebabnya mematuhi segala nasehat dan arahan yang lebih dipengaruhi oleh perubahan posisi dan dilakukan oleh mamak. peranan dalam sistem keluarga matrilineal Sairin melihat, ternyata ajaran adat Minangkabau. Munculnya pendendang itu secara evolutif mengalami berbagai perempuan dalam pertunjukan bagurau, perubahan. Hubungan mamak dan kemenakan berdasarkan data lapangan yang didapatkan, semakin melonggar, sedangkan hubungan antara lain disebabkan melemahnya kontrol bapak dengan anak semakin kuat. Perubahan sosial dari kepemimpinan keluarga matrilinial. ini diikuti pula dengan semakin berkurangnya Tidak berfungsinya atau melemahnya peranan extended family dalam rumah kontrol sosial atas keluarga matrilineal tangga Minangkabau, lalu kecendrungan Minangkabau oleh mamak (paman), dapat untuk hidup dalam bentuk nuclear family disebut sebagai suatu gejala pokok dari semakin meningkat(Sairin:1992:35). perubahan sosial dan struktur masyarakat Perubahan dalam sistem keluarga matrilinial ini kelihatannya merupakan gejala utama

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008 169 yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau, yang dapat disimpulkan bahwa memang telah terjadi perubahan sosial di Minangkabau. (Noni Sukmawati, Dosen Antropologi Seni, Universitas Andalas).

DAFTAR RUJUKAN

Ahimsa-Putra. H.S. 2000. Ketika Orang Jawa Nyeni. Galang Press, Yogyakarta. Astuti, Fuji. 2000. Perempuan dalam Seni Pertunjukan Minangkabau: Suatu Tinjauan Gender. Tesis S2 Jurusan Pengkajian Seni Pertunjukan, Univ. Gajah Mada, Yogyakarta. Emilia, Ranny. 1996. Bundo Kanduang: Sebagai Basis Idiologi dan Arti Pentingnya Bagi Perempuan Minangkabau. Paper. FISIP Universitas Andalas, Padang. Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. PT. Sinar Harapan, Jakarta. Navis, A. A. 1982. Seni Minangkabau Sumbangan Budaya dalam

170 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 2 Desember 2008