KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG ANTENA PANJANG (COLEOPTERA:CERAMBYCIDAE) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT

MIHWAN SATARAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang (Coleoptera:Cerambycidae) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Mihwan Sataral NIM G352130211

RINGKASAN

MIHWAN SATARAL. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang (Coleoptera:Cerambycidae) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan WORO A NOERDJITO.

Kumbang antena panjang (Coleoptera: Cerambycidae) adalah serangga penting dalam ekosistem hutan karena ketergantungan mereka pada sumber makanan di berbagai jenis pohon. Dalam ekosistem, kumbang antena panjang memiliki peran penting dalam siklus nutrisi. Beberapa spesies kumbang antena panjang berperan sebagai polinator. Larva kumbang antena panjang, hidup sebagai pengebor kayu, yang cenderung memilih kayu mati atau kering yang sedang melapuk, dan beberapa spesies diketahui sebagai hama. Kumbang antena panjang juga dapat berperan sebagai indikator suatu kawasan hutan. Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki berbagai jenis tegakan pohon, diantaranya Agathis, pinus, dan puspa. Dalam penelitian ini dipelajari keanekaragaman, kelimpahan, dan kesamaan komunitas kumbang antena panjang berdasarkan tipe habitat di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 – April 2015 di lima tipe habitat hutan, yaitu hutan puspa, hutan Agathis, hutan pinus, hutan campuran, dan hutan alami. Koleksi kumbang dilakukan pada bulan September dan Oktober 2014 dengan menggunakan perangkap cabang berdaun segar dari tumbuhan nangka (Artocarpus trap) yang diikatkan di pohon setinggi 1,5 m dari permukaan tanah. Setiap lokasi penelitian dipasang 10 perangkap dengan jarak antar perangkap sekitar 100 m. Koleksi sampel dilakukan pada hari ke-4, 8, 12, 16, dan 20 pada bulan September dan ke-4, 8, 12, dan 16 pada bulan Oktober, setelah pemasangan perangkap dengan cara memukul (beating) perangkap. Spesimen kumbang diidentifikasi di Laboratorium Entomologi LIPI Cibinong, kemudian diverifikasi dengan spesimen koleksi di Museum Zologicum Bogoriense. Data kumbang dianalisis, meliputi indeks keanekaragaman Shannon- Wiener (H’), indeks kemerataan (E) menggunakan program R versi 3.1.3 dan indeks kesamaan Bray-Curtis menggunakan program PAST (Paleontological Statistics) versi 2.17c. Kurva akumulasi spesies yang diperoleh berdasarkan jumlah koleksi menggunakan program EstimateS versi 9 dengan tingkat kepercayaan 95%. Total jumlah individu kumbang yang didapatkan sebanyak 2065 individu, terdiri dari 7 tribe, 12 genus, dan 16 spesies. Jumlah individu kumbang tertinggi terdapat di hutan Agathis (655 individu), diikuti hutan campuran (416 individu), hutan alami (386 individu), hutan pinus (364 individu), dan hutan puspa (244 individu). Beberapa spesies memiliki jumlah individu tinggi, yaitu Sybra binotata (1247 individu), Ropica strandi (249 individu), Acalolepta rusticatrix (178 individu), Sybra fuscotriangularis (146 individu), dan Pterolophia melanura (129 individu). Keanekaragaman kumbang tertinggi ditemukan pada habitat hutan alami (H' = 1,80), diikuti hutan pinus (H'= 1,62), hutan campuran (H'= 1,267), hutan puspa (H'= 1,028), dan hutan Agathis (H'= 0.556). Nilai indeks kemerataan spesies tertinggi ditemukan pada habitat hutan alami (E= 0,750), diikuti hutan pinus (E= 0,703), hutan campuran (E= 0,509), hutan puspa (E= 0,428), dan hutan

Agathis (E= 0,232). Kesamaan komunitas kumbang antena panjang antar habitat berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis, didapatkan nilai tertinggi (0,75) yaitu antara habitat hutan alami dan hutan pinus. Jumlah individu yang didapatkan pada koleksi bulan September tertinggi pada koleksi hari ke-8 dan rendah pada koleksi hari ke-20. Pada koleksi bulan Oktober, jumlah individu tertinggi dikoleksi pada hari ke-8 dan rendah pada koleksi pada hari ke-16. Kumbang C. montanus, R. strandi, S. fuscotriangularis, M. javanicus, N. notatus, dan E. artocarpi merupakan spesies endemik di pulau Jawa. Kumbang Ropica marmorata merupakan catatan baru (new record) mengenai distribusinya di pulau Jawa.

Kata kunci: Keanekaragaman, kelimpahan, kumbang antena panjang, Gunung Walat

SUMMARY

MIHWAN SATARAL. Diversity and Abundance of Longhorn (Coleoptera : Cerambycidae) in Gunung Walat Education Forest, West Java. Supervised by TRI ATMOWIDI and WORO A NOERDJITO.

Longhorn are important in forest ecosystem due to their dependence on food sources in various species of trees. In natural ecosystems, have an important role in nutrient cycling and some species role as pollinators. Larvae of longhorn beetles are wood borer and tend to choose dead or decaying wood and some species are known as pests. The longhorn beetles can be used as indicator of forest conditions. Gunung Walat Education Forest have various of trees species, included Agathis, pine, and Schima. The aims of this research were to study the diversity and abundance of longhorn beetles communities in different types of plantation forest at Gunung Walat Education Forest, West Java. The study was conducted on September 2014 – April 2015 in five types of forest, i.e. Schima forest, Agathis forest, pine forest, mixed forest, and natural forest in Gunung Walat Education Forest, West Java. Longhorn beetles were collected in September and October 2014, using branch of jackfruit (Artocarpus trap) with fresh leaves that tied up to tree trunk as high as 1.5 m from the ground. In each type of forest was set up 10 traps and the distance between the trap was approximately 100 m. Collection of longhorn beetles were conducted on days 4, 8, 12, 16, and 20, respectively in September and days 4, 8, 12, and 16 respectively in October, after traps setup by using beating method. The beetle specimens were identified in the Laboratory of Entomology, Indonesian Institute of Science (LIPI) Cibinong and were verified with the specimen references in Museum Zoologicum Bogoriense. Data of longhorn beetles were analyzed using Shannon-Wiener index (H'), evenness index (E) using R program version 3.1.3 and Bray-Curtis similarity index by using PAST program version 2.17c. The species accumulation curve was contructed based on time of collections by using EstimateS 9, with 95% confidence level. A total of 2065 individuals were found from this study, consisted of 7 tribes, 12 genera, and 16 species. The highest number of individuals was found in Agathis forest (655 individuals), followed by mixed forest (416 individuals), natural forest (386 individuals), pine forest (364 individuals), and Schima forest (244 individuals). Some species have a high abundance, i.e. Sybra binotata (1247 individuals), Ropica strandi (249 individuals), Acalolepta rusticatrix (178 individuals), Sybra fuscotriangularis (146 individuals), and Pterolophia melanura (129 individuals). The highest diversity of longhorn beetle was in natural forest (H'=1.80), followed by pine forest (H'=1.62), mixed forest (H'=1.267), Schima forest (H'=1.028), and Agathis forest (H'=0.556). The evenness of beetles was highest in natural forest (E= 0.750), followed by pine forest (E= 0.703), mixed forest (E= 0.509), Schima forest (E= 0.428), and Agathis forest (E= 0.232). Based on the Bray-Curtis similarity index, similarity of longhorn beetles was highest between natural forest and pine forest (0,75).

The number of individuals collected in September, was highest in day 8 and lowest in day 20. In October, the number of individuals was highest in day 8 and lowest in day 16. Beetles, Cleptometopus montanus, Ropica strandi, Sybra fuscotriangularis, Myagrus javanicus, Notomulciber notatus, and Exocentrus artocarpi are endemic species in Java and Ropica marmorata is a new record of distribution in Java island.

Keywords: Diversity, abundance, longhorn beetles, Gunung Walat

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG ANTENA PANJANG (COLEOPTERA:CERAMBYCIDAE) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, JAWA BARAT

MIHWAN SATARAL

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rika Raffiudin, MSi

Judul Tesis : Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang (Coleoptera : Cerambycidae) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat. Nama : Mihwan Sataral NIM : G352130211

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Tri Atmowidi, MSi Prof Dr Woro A. Noerdjito Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Biosains Hewan

Dr Ir RR Dyah Perwitasari, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 10 Agustus 2015 Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang (Coleoptera:Cerambycidae) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September 2014. Penelitian ini terlaksana atas bantuan dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tri Atmowidi dan Prof Dr Woro Anggraitoningsih Noerdjito selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, nasihat serta bimbingan selama penelitian di lapangan dan penulisan tesis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Rektor Universitas Tadulako, Dekan Fakultas MIPA, dan Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNTAD yang telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). 2. Institut Pertanian Bogor Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) atas izin untuk melanjutkan studi pada Mayor Biosains Hewan. 3. Ketua Program Studi Biosains Hewan, staf pengajar serta laboran atas segala ilmu, bimbingan dan fasilitas yang telah diberikan selama studi. 4. Direktur Eksekutif dan Staf Hutan Pendidikan Gunung Walat Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) atas izin dan fasilitas yang diberikan selama melaksanakan penelitian. 5. Kepala Divisi Zoologi, Peneliti dan Staf di Laboratorium Entomologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong yang telah menyediakan fasilitas dan membantu dalam proses identifikasi spesimen.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Endang Prasetyawati Wahyunungsih SSi, Rizaldi SPd MSi, Andi Dewi Riska, Matius Paundanan SSi dan Rahmat Pangestu SSi yang telah membantu dalam proses koleksi sampel di lapangan, serta teman-teman BSH angkatan 2013 atas kerjasama dan persahabatan selama ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah atas bantuan dan kerjasamanya. Ungkapan terimakasih dan kecintaan kepada ayah, ibu, istri, kakak dan seluruh keluarga atas segala do’a, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2015 Mihwan Sataral

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 2 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 Pengumpulan Spesimen Kumbang 4 Preservasi dan Identifikasi Spesimen Kumbang 5 Analisis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Hasil 6 Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Antena Panjang 6 Pembahasan 11 SIMPULAN 14 DAFTAR PUSTAKA 14 LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 30

DAFTAR TABEL

1 Jumlah spesies dan individu kumbang antena panjang yang ditemukan di hutan pinus (HPi), Agathis (HAg), puspa (HPu), campuran (HCa), dan hutan alami (HAl). 7 2 Matriks kesamaan komunitas kumbang antena panjang antara habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa), dan hutan alami (HAl) berdasarkan indeks Bray- Curtis menggunakan metode Bray-Curtis distance. 9

DAFTAR GAMBAR

1. Lokasi pengambilan sampel kumbang antena panjang di Hutan Pendidikan Gunung Walat; hutan pinus (A), hutan puspa (B), hutan Agathis (C), hutan campuran (D), dan hutan alami (E). 4 2. Desain pemasangan Artocarpus trap yang digunakan untuk pengumpulan spesimen kumbang. = Perangkap, AT = Artocarpus trap, 1-10 menunjukan nomor perangkap 5 3. Perangkap cabang tumbuhan nangka Artocarpus trap yang diikatkan pada pohon (a) dan pengumpulan spesimen kumbang dengan metode beating (b). 5 4. Kumbang antena panjang yang terkoleksi di HPGW: Ropica marmorata (a), R. strandi (b), R. honesta (c), Sybra binotata (d), S. fuscotriangulaaris (e), Apomecynini sp. (f), P. melanura (g), P. uniformis (h), N. notatus (i), G. sticticollis (j), A. rusticatrix (k), P. bipuncatus (l), E. luscus (m), M. javanicus (n), E. artocarpi (o), dan C. montanus (p). 8 5. Dendogram kesamaan komunitas kumbang antena panjang pada habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa) dan hutan alami (HAl) berdasarkan matriks Bray- Curtis menggunakan metode pair-group average. 9 6. Jumlah individu kumbang antena panjang yang didapatkan pada habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa), dan hutan alami (HAl) berdasarkan waktu koleksi; koleksi bulan September (a), dan koleksi bulan Oktober (b). 10 7. Jumlah spesies kumbang antena panjang yang didapatkan pada habitat hutan pinus (HPi), hutan Agathis (HAg), hutan puspa (HPu), hutan campuran (HCa), dan hutan alami (HAl) berdasarkan waktu koleksi; koleksi bulan September (a) dan koleksi bulan Oktober (b). 11 8. Kurva akumulasi spesies kumbang antena panjang pada keseluruhan habitat setiap koleksi berdasarkan data observasi dan estimasi Jacknife- 2. 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kunci determinasi subordo dan famili dari ordo Coleoptera 19 2 Karakter subordo kumbang; (a) Adephaga, (b) Polyphaga. 19 3 Karakter famili kumbang; (a) Curculionoidea, (b) Chrysomeloidea. 19 4 Karakter famili kumbang; (a) Chrysomelidae, (b) Cerambycidae. 20 5 Kunci determinasi untuk subfamili dari famili Cerambycidae. 20 6 Sketsa karakter morfologi subfamili dalam famili Cerambycidae; Necydalinae (a), Parandrinae (b), Prioninae (c), Dorcasominae (d), Lepturinae (e), Spondylidinae (f), Cerambycinae (g), dan Lamiinae (h), menggunakan software Snapstouch (http://www.snapstouch.com/Sketch.aspx). Sumber gambar: Slipinski dan Escalona 2013; Nearns et al. 2015). 21 7 Deskripsi morfologi kumbang antena panjang. 22 8 Kunci determinasi tribe dan spesies dari subfamili Lamiinae. 26 9 Morfologi tribe dari subfamili Lamiinae; Apomecynini (a), Pteropliini (b), Gnomini (c), Agapanthiini (d), Monochamini (e), Homonoeini (f), dan Pogonocherini (g). 27

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Serangga mempunyai peran penting dalam menjaga keseimbangan hutan dan dapat digunakan sebagai indikator kondisi ekosistem hutan. Pembukaan hutan untuk lahan pertanian atau keperluan lainnya menyebabkan penurunan kelimpahan dan keragaman spesies hutan (Sutrisno 2010). Kumbang merupakan kelompok serangga yang berperan penting dalam struktur trofik (Dagobert et al. 2008). Kumbang antena panjang famili Cerambycidae merupakan salah satu kelompok kumbang yang paling beragam dengan lebih dari 35.000 spesies. Di Indonesia, sekitar 800 spesies kumbang antena panjang telah dilaporkan dari hutan dataran rendah di Kalimantan Timur (Makihara et al. 1999), 128 spesies dari Taman Nasional Gunung Halimun (Makihara et al. 2002), 178 spesies tersimpan di Museum Zoologicum Bogoriense (Makihara dan Noerdjito 2004), 38 spesies dari Taman Nasional Gunung Ciremai (Noerdjito 2008), 13 spesies dari Kebun Raya Bogor (Noerdjito 2010), 38 spesies didapatkan dari bagian selatan Gunung Salak (Noerdjito 2012), dan 72 spesies dari perkebunanan masyarakat dan hutan karet di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi (Fahri 2013). Sebagian besar larva spesies kumbang antena panjang hidup sebagai pengebor kayu, yang cenderung memilih kayu mati atau kering yang sedang melapuk (Hanks 1999; Noerdjito 2010; Raje et al. 2012). Kumbang dewasa merupakan pemakan nektar, pucuk daun, dan kulit kayu (Noerdjito 2011). Beberapa jenis kumbang ini hidup pada kayu tanaman industri, sehingga dianggap sebagai hama (Noerdjito 2010). Beberapa spesies kumbang ini juga mempunyai tumbuhan inang spesifik, namun beberapa spesies dapat hidup pada berbagai tumbuhan (Waqa-Sakiti et al. 2013). Kumbang antena panjang menggunakan reseptor penciuman untuk menemukan tanaman inang yang cocok (Linsley 1959; Goldsmith et al. 2007). Kumbang antena panjang berperan penting dalam proses dekomposisi dan siklus hara untuk keseimbangan ekosistem hutan (Nieto dan Alexander 2010). Beberapa spesies kumbang ini berperan sebagai polinator (Gutowski 1990; Hawkeswood dan Turner 2007). Populasi spesies kumbang ini bervariasi, tergantung tipe hutan (Maeto et al. 2002; Ohsawa 2004) dan luasan hutan (Pavuk dan Wadsworth 2013). Kehidupan kumbang antena panjang sangat tergantung pada tumbuhan, sehingga kumbang ini dapat dipakai sebagai indikator suatu kawasan hutan (Ohsawa 2010; Noerdjito 2011; Lachat et al. 2012). Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan hutan pendidikan yang dikelola oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak tahun 1969 sesuai Surat Keputusan dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1973, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian, IPB mendapatkan hak pengelolaan sepenuhnya atas HPGW (Damayanti 2003). HPGW merupakan salah satu hutan pendidikan yang memiliki tujuan edukasi khusus, namun kini telah memiliki tujuan yang luas. Selain tujuan pelestarian hutan, HPGW menghasilkan hasil hutan bukan kayu.

2

Hutan Pendidikan Gunung Walat terletak pada ketinggian 500-700 mdpl dengan kondisi topografi bergunung (98 ha), berbukit (42 ha), bergelombang (23 ha), berombak (9 ha), dan datar (4 ha) dengan luas total area saat ini sekitar 349 ha (Syaufina et al. 2007). Vegetasi di kawasan ini didominasi oleh beberapa jenis pohon yang sebagian besar adalah hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1958, yaitu Agathis (Agathis loranthifolia), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima walichii) (Roslinda 2002; Haneda dan Firmansyah 2012). Jenis pohon yang ada di kawasan ini memberikan kontribusi terhadap kehidupan hewan termasuk serangga. Sejauh ini, penelitian mengenai kumbang antena panjang di HPGW belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian mengenai serangga yang telah dilakukan di HPGW yaitu keanekaragaman jenis lebah (Purawidjaja dan Muntasib 1989) dan keanekaragaman arthropoda tanah (Syaufina et al. 2007). Kumbang antena panjang dapat berperan sebagai indikator suatu kawasan hutan dan juga sebagai hama bagi tanaman industri. Oleh karena itu, perlu adanya kajian mengenai keanekaragaman dan kelimpahan kumbang antena panjang di HPGW.

Perumusan Masalah

Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan salah satu hutan pendidikan yang memiliki berbagai tipe hutan. Variasi tipe habitat yang terdapat di HPGW berpengaruh terhadap keberadaan kumbang antena panjang. Kumbang antena panjang adalah spesies penting dalam ekosistem hutan karena sumber pakan kumbang ini tergantung pada berbagai jenis pohon. Pengaruh tipe terhadap keanekaragaman dan kelimpahan kumbang antena panjang dipelajari dalam penelitian ini

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan kumbang antena panjang pada habitat hutan pinus, hutan Agathis, hutan puspa, hutan campuran, dan hutan alami di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data awal mengenai keanekaragaman dan kelimpahan kumbang antena panjang pada beberapa tipe habitat. Pengaruh tipe hutan terhadap populasi kumbang antena panjang juga dapat diketahui. Data yang didapatkan juga diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam usaha konservasi kumbang antena panjang dan habitatnya.