HUBUNGAN KARAKTERISTIK HABITAT TERHADAP KEPADATAN SIPUT BULAN (Natica tigrina) DI PERAIRAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

HERDIANA RUKMANA 150302021

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK HABITAT TERHADAP KEPADATAN SIPUT BULAN (Natica tigrina) DI PERAIRAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

HERDIANA RUKMANA 150302021

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK HABITAT TERHADAP KEPADATAN SIPUT BULAN (Natica tigrina) DI PERAIRAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

HERDIANA RUKMANA 150302021

Skripsi Ini Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Herdiana Rukmana

NIM : 150302021

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Karakteristik Habitat terhadap Kepadatan Siput Bulan (Natica tigrina) di Perairan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

Skripsi ini.

Medan, Agustus 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAK

HERDIANA RUKMANA. Hubungan Karakteristik Habitat Terhadap Kepadatan Siput Bulan (Natica tigrina) di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh IPANNA ENGGAR SUSETYA.

Siput Bulan (Natica tigrina) termasuk ke dalam salah satu jenis biota yang banyak dijumpai di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara. Sejauh ini data mengenai kepadatan, distribusi dan analisis Komponen Utama di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara belum pernah ditemukan sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan dan hubungan karakteristik habitat Siput Bulan terhadap kepadatan Siput Bulan. Pengambilan sampel Siput Bulan dilakukan pada bulan Juni–Juli 2019 di Perairan Tanjung Tiram pada 3 stasiun yang berbeda. Siput Bulan yang diperoleh di setiap stasiun dihitung jumlah individunya, selanjutnya dilakukan analisis yang meliputi Kepadatan, distribusi dan Analisis Komponen Utama. Pengukuran parameter fisika-kimia perairan dilakukan secara insitu dan exsitu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan Siput Bulan paling banyak pada stasiun II dengan nilai 213ind/m2. Distribusi yang di peroleh pada setiap stasiun di Perairan Tanjung Tiram bersifat berkelompok yaiutu Id> 1 pola sebaran berkelompok, serta hubungan Principal Component Analysis (PCA) antara kepadatan Siput Bulan terhadap DO, kedalaman, kecerahan, c-organik, nitrogen total dan fosfat tergolong berkorelasi positif. Sedangkan hubungan antara kepadatan Siput Bulan terhadap suhu, salinitas dan pH tergolong berkorelasi negatif.

Kata Kunci: kepadatan, Siput Bulan, perairan tanjung tiram, distribusi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

HERDIANA RUKMANA . Relationship of Habitat Characteristics to the density of the Moon Snail ( Natica tigrina ) in Tanjung Tiram Waters, Batu Bara Regency, North Sumatra Province. Supervised by IPANNA ENGGAR SUSETYA .

The Moon Snail ( Natica tigrina ) is one of the Gastropod biota types often found in the waters of Tanjung Tiram, Batu Bara Regency. So far the data on the density, distribution and analysis of the Main Components in the Tanjung Tiram Waters of Batu Bara Regency have never been found so research needs to be done. This study aims to determine the density and relationship characteristics of the Moon Snail habitat to the density of the Moon Snail . Samples of the Moon Snail were conducted in June-July 2019 in Tanjung Tiram waters at 3 different stations. Moon snails obtained at each station are counted individually , then performed an analysis which includes Density , Distribution and Analysis of Main Components . The measurement of the physico-chemical parameters of the waters is done in situ and exsitu . The results showed that the density of the Moon Snails was most at Station II with a value of 213 ind / m 2 . The distribution obtained at each station in Tanjung Tiram waters is in groups of Id> 1 group distribution pattern , as well as the Principal Component Analysis (PCA) relationship between Moon Snail density to DO, depth, brightness, c-organic, total nitrogen and phosphate classified as correlated positive. While the relationship between the density of the Moon Snail against temperature, salinity and pH is negatively correlated.

Keywords: density, moon snail , tanjung t iram waters , distribution

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan pada tanggal 09 Mei 1997

dari Ayahanda Herman dan Ibunda Juliani. Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD

Swasta Tunas Harapan Medan pada tahun 2003–2009

dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun

2009–2012 di SMP Amalia. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di MAN Negeri 3 Medan dengan jurusan IPA pada tahun 2012–2015.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2015.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Unit Pelaksana Teknis

Penerapan Mutu Hasil Perikanan (UPT PMHP) Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan

Masyarakat (KKN-PPM) di Desa Telaga, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera

Utara pada tahun 2018.

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga mengikuti pertandingan

IMTGT Tahun 2015, Bulutangkis Jakarta Tahun 2018, USU Games 2019 dan

Unsyiah Open Tahun 2019.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Hubungan Karakteristik Habitat terhadap Kepadatan Siput Bulan (Natica tigrina) di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera

Utara”. Skripsi disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

2. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dukungan doa, semangat, moril

dan materil kepada penulis.

3. Ibu Dr. Eri Yusni M.Sc selaku kepala jurusan dan dosen pembimbing

akademik Manajemen Sumeberdaya Perairan serta Bapak Rizky Febriansyah

Siregar S.Pi, M.Si selaku sekretaris jurusan Manajemen Sumberdaya

Perairan.

4. Ibu Ipanna Enggar Susetya, S.Kel, M.Si selaku ketua komisi pembimbing

yang telah memberikan ilmu, masukan, arahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen, staff pengajar dan pegawai di lingkungan Program

Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara.

6. Kembaran saya Herdianti rukmana dan adik saya Elvira Rosa Pratiwi Mutia

Havifa yang telah membantu dan menjadi penyemangat penulis selama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

penelitian hingga selesainya skripsi ini .

7. Teman yang membantu selama penelitian Tri Astuti Anggreani, Risna Anita

Sari Siregar, Glory Hesli Claudita Ginting dan Vicky Syah A’idil.

8. Teman-teman angkatan 2015 Program Studi Manajemen Sumberaya Perairan

yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman terkasih Khairunnisa, Astri mailisa dan Leonardo Petrus Situmorang

yang telah menjadi penyemangat penulisan selama penelitian hingga selesai

skripsi ini

10. Teman-teman UKM BT USU yang telah menjadi penyemangat penulisan

selama penelitian hingga selesai skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan, khususnya dibidang kelautan dan perikanan.

Medan, Januari 2020

Herdiana Rukmana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...... i

ABSTRACT ...... ii

KATA PENGANTAR ...... iii

DAFTAR ISI ...... v

DAFTAR GAMBAR ...... viii

DAFTAR TABEL...... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ...... 1 Rumusan Masalah...... 3 Tujuan Penelitian ...... 3 Manfaat Penelitian ...... 4 Kerangka Pemikiran ...... 4

TINJAUAN PUSTAKA Gastropoda ...... 6 Siput Bulan (Natica tigrina) ...... 7 Peranan Siput Bulan (Natica tigrina) ...... 9 Habitat Siput Bulan (Natica tigrina) ...... 10 Parameter Fisika Kimia Perairan ...... 11 Suhu ...... 11 Kecerahan ...... 12 Derajat Keasaman (pH) ...... 12 Salinitas ...... 13 DO (Dissolved Oxygen) ...... 14 Substrat ...... 14 Nitrat ...... 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Fosfat ...... 16

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian...... 18 Alat dan Bahan Penelitian ...... 18 Prosedur Penelitian ...... 19 Penentuan Lokasi Penelitian ...... 19 Deskripsi Area Penelitian ...... 19 Pengambilan Sampel Siput Bulan (Natica tigrina) ...... 21 Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air ...... 21 Analisi Data ...... 22 Kepadatan Siput Bulan ...... 22 Distribusi Siput Bulan ...... 23 Analisis Komponen Utama (PCA)...... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kepadatan Siput Bulan ...... 25 Distribusi Siput Bulan ...... 25 Parameter Lingkungan ...... 26 Analisis Komponen Utama (PCA) ...... 27 Pembahasan Kepadatan Siput Bulan ...... 28 Distribusi Siput Bulan ...... 28 Parameter lingkungan ...... 30 Analisis Komponen Utama (PCA) ...... 30 Rekomendasi Pengelolaan...... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...... 36 Saran ...... 36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

NO Gambar Halaman 1. Kerangka Pemikiran ...... 5 2. Siput Bulan ...... 7 3. Peta Lokasi Penelitian ...... 18 4. Lokasi Stasiun I ...... 20 5. Lokasi Stasiun II ...... 20 6. Lokasi Stasiun III...... 21 7. Simulasi Analisis PCA ...... 24 8. Kepadatan Siput Bulan ...... 25 9. Hasil Analisis PCA ...... 27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman 1. Satuan, Alat dan Metode Pengkuran Paramter Lingkungan Perairan .. 22 2. Indeks Distribusi Siput Bulan ...... 26 3. Parameter Kualitas Perairan yang didapatkan Selama Penelitian ...... 26 4. Analisis Substrat Dasar ...... 27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman 1. Alat dan Bahan Penelitian...... 42 2. Kegiatan Penelitian ...... 45 3. Tabulasi Data Parameter Fisika Kimia Tiap Stasiun ...... 47 4. Hasil Analisis Laboratorium dan Penentuan Tekstur Substrat ...... 48 5. Hasil Tangkapan yang didapatkan Selama Penelitian ...... 49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan Tanjung Tiram secara administrasi terletak di Kecamatan

Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

Sumatera Utara yang baru terbentuk pada tahun 2007, hasil pemekaran dari

Kabupaten Asahan. Sebagian besar wilayahnya berada di pesisir dan karena itu nelayan menjadi mata pencarian utama penduduk tersebut, di samping pertanian dan perkebunan. Perairan Tanjung Tiram berada di kawasan Pantai Timur

Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka. Perairan ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia diantaranya aktivitas penangkapan gastropoda bivalvia dan ikan, pembuangan limbah pabrik, tempat bersandarnya kapal nelayan.

Penangkapan Siput Bulan merupakan salah satu jenis gastropoda yang ada di Perairan Tanjung Tiram. Siput Bulan merupakan sesuatu yang menarik untuk dipelajari dan dikaji secara mendalam. Terutama habitat hidupnya di pasir dan berlumpur dan dipengaruhi oleh pasang surut. Berdasarkan nilai ekonomis dari siput ini dapat mendorong perekonomian terutama terhadap biota ini

(Das et al, 2015).

Menurut Kabat (1990) puncak penangkapan Siput Bulan dimulai dari bulan Mei sampai Oktober di Perairan Tanjung Tiram. Banyaknya penangkapan yang dilakukan terus menerus akan mengalami ancaman penurunan populasi terhadap Siput Bulan, penurunan juga datang dari perubahan lingkungan dan habitatnya di Perairan Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu

Bara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Siput Bulan termasuk kelas dari gastropoda yang memiliki peranan penting dalam mekanisme daur hidup ulang dan perputaran hara dan kandungan hayati perairan. Siput Bulan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan pada umumnya sebagai sumber makanan laut. Selain itu siput dari kelas gastropoda juga dapat berperan sebagai sumber bahan makanan (Pechenik, 2000).

Berbagai aktivitas manusia yang berlangsung di sekitar perairan Tanjung

Tiram dapat mengubah faktor fisik-kimia perairan secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan faktor fisik-kimia tersebut akan mempengaruhi keberadaan siput di dalam ekosistem perairan yang selanjutnya juga akan mempengaruhi kehidupan biota lainnya. Saat ini Siput Bulan dieksploitasi sebagai bahan makanan bagi masyarakat, maupun untuk meningkatkan pendapatan dengan pemanfaatannya untuk diperjual belikan. Dikhawatirkan hal ini lambat laun akan menyebabkan penurunan populasi sumberdaya siput tersebut. Sampai saat ini informasi mengenai kepadatan Siput Bulan di Perairan Tanjung Tiram

Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara belum pernah didapatkan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui secara ilmiah tentang kepadatan dan karakteristik habitat serta kaitannya dengan faktor fisika kimia perairan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Rumusan Masalah

Perairan Tanjung Tiram merupakan kawasan perairan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan, gastropoda dan bivalvia. Siput Bulan ditemukan di Perairan Tanjung Tiram dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga menjadi salah satu mata pencarian nelayan kecil. Sejauh ini belum ada diketahui hubungan karakteristik habitat terhadap kepadatan berdasarkan zona intertidal di Perairan Tanjung Tiram

Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan lapangan bagaimana hubungan kepadatan berdasarkan zona intertidal. Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik habitat dan kepadatan Siput Bulan (Natica tigrina) di

Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana hubungan karakteristik habitat terhadap kepadatan Siput Bulan

(Natica tigrina) di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi

Sumatera Utara?

Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagi berikut:

1. Mengetahui karakteristik habitat dan kepadatan Siput Bulan (Natica tigrina) di

Perairan Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara

Provinsi Sumatera Utara.

2. Mengetahui hubungan karakteristik habitat terhadap kepadatan Siput Bulan

(Natica tigrina) di Perairan Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi tentang hubungan karakteristik habitat terhadap kepadatan Siput Bulan (Natica tigrina) dan parameter lingkungan pada perairan Tanjung Tiram Kabupaten

Batubara Sumatera Utara serta sebagai rekomendasi pengelolaan.

Kerangka Pemikiran

Perairan Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu area penangkapan Siput Bulan yang bersifat ekonomis dan dikonsumsi oleh masyarakat. Sampai saat ini informasi mengenai aspek biologi

Siput Bulan di Perairan Tanjung Tiram masih belum ada. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik habitat terhadap kepadatan

Siput Bulan di Perairan Tanjung Tiram.

Pengambilan sampel hasil tangkapan di lapangan dilakukan untuk melihat aspek hubungan karakteristik habitat terhadap kepadatannya. Selanjutnya juga akan mengetahui aspek parameter fisika kimia di Perairan Tanjung Tiram yang memiliki hubungan dengan habitat yang ada disana. Selanjutnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perairan Tanjung Tiram

Populasi Siput Bulan

Penangkapan

Analisis Parameter Fisika Kimia Analisis Kepadatan dan Perairan Distribusi Siput Bulan -Suhu -Salinitas -pH -DO -Substrat -Nitrat -Fosfat

Hubungan Parameter Fisika Kimia Perairan dengan Kepadatan dan Distribusi Siput Bulan

Rekomendasi Pengelolaan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gastropoda Gastropoda adalah hewan bertubuh lunak yang berjalan dengan menggunakan perutnya dan dapat hidup pada berbagai tempat baik di darat, sungai, laut, maupun pada daerah estuari yang merupakan daerah peralihan antara daratan dan lautan. Sebagian besar spesies gastropoda mendiami perairan laut dangkal. Gastropoda umumnya memanfaatkan zat organik melalui grazing dan pemanfaatan detritus. Gastropoda yang hidup di perairan yang padat oleh aktifitas pesisir umumnya adalah jenis Polycaeta dan (kerang-kerangan) yang bertindak sebagai herbivora. Beberapa gastropoda hidup sebagai pemakan bangkai dan deposit feeder, dan sebagian hidup sebagai deposit feeder yang memiliki probosis untuk menyapu dan menyedot endapan didasar perairan

(Naldi et al., 2015)

Gastropoda juga merupakan organisme kunci dalam rantai makan di ekosistem perairan. Keberadaan gastropoda di dalam ekosistem dapat mempengaruhi kehidupan biota lain. Selain menjadi mangsa bagi biota lain, dalam suatu rantai makanan gastropoda dapat berperan sebagai herbivora

(grazer), karnivora, scavenger, detritivor, deposit feeder, suspension feeder dan parasit. Gastropoda yang hidup di perairan umumnya ditemukan sebagai detritivor. Dalam rantai makanan, detritivor berperan sebagai pengubah detritus yang memiliki tingkat energi rendah menjadi trofik dengan tingkat energi yang lebih tinggi (Ira et al., 2015).

Kepadatan dan distribusi gastropoda dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi lingkungan, ketersediaan sumber makanan, predasi dan kompetisi. Tekanan dan perubahan lingkungan bisa mempengaruhi jumlah jenis dan struktur gastropoda (Maryanto et al., 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Siput Bulan (Natica tigrina)

Gambar 2. Siput Bulan (Natica tigrina) Klasifikasi Siput Bulan (Natica tigrina) menurut (Kabat, 1990) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Gastropoda

Ordo :

Famili : Naticidae

Genus : Natica

Spesies : Natica tigrina

Siput Bulan (Natica tigrina) merupakan keluarga gastropoda cosmopolitan yang hidup dari zona intertidal hingga kedalaman beberapa meter. Hewan-hewan ini dilengkapi dengan kaki berotot yang besar dan menggunakan bagian depan, prodium, untuk mengubur ke dasar pasir dan lumpur. Natica adalah predator yang telah mengembangkan karakterisitik memberi makanan mangsa mereka, umumnya bivalvia tetapi juga gastropoda lain termasuk natica lainnya, dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menyelubungi mereka dan mengebor lubang ke kulit untuk yang mencapai bagian yang lunak. (Huelsken et al 2008).

Siput Bulan (Natica tigrina) selain dikonsumsi oleh masyarakat juga diperjual belikan dipasar karena memiliki harga ekonomis cukup tinggi. Siput bulan juga banyak memiliki fungsi dan manfaat tersendiri baik dari segi makanan karena nilai gizinya juga memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekologi. Spesies banyak dikumpulkan oleh masyarakat dengan cara menangkap langsung dihabitat alaminya. Penangkapan yang berlebihan tanpa memperhitungkan jumlah serta ukuran yang ditangkap serta kegiatan-kegiatan yang terjadi diperkirakan akan mengurangi jumlah populasinya dihabitat alaminya

(Marincovich, 1997).

Siput Bulan adalah organisme yang hidup di perairan sangat peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan kekayaan sumber daya alam perairan tersebut. Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukkannya secara normal disebut dengan pencemaran air. Sifat-sifat kimia fisika air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air adalah nilai pH, suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, warna dan kekeruhan, jumlah padatan, nitrat, amoniak, fosfat, daya hantar dan klorida. Biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan makrozoobentos, contohnya adalah anggota gastropoda

(Kabat, 1991).

Peranan Siput Bulan (Natica tigrina)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Siput Bulan memiliki peran ekonomis dan ekologis. Secara ekonomis,

Siput Bulan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai bahan pangan sumber protein hewani bahan industri kerajinan, perhiasan dan bahan campuran bagi makanan unggas. Sedangkan secara ekologis berperan dalam rantai makanan yang berfungsi sebagai herbivor, karnivora, detritivor dan menjadi mangsa bagi biota perairan. Siput Bulan yang hidup di perairan umumnya ditemukan sebagai detritivor. Dapat mengubah detritus pada tingkat energi rendah menjadi tingkat energi yang lebih tinggi. (Putra, et al., 2015)

Selain dikonsumsi masyarakat lokal juga memanfaatkan siput ini sebagai obat seperti obat-obatan mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas radikal bebas yang lebih tinggi dibanding dengan vitamin C, estrak kasar siput jenis ini juga mengandung sedikit metabolit yang berpotensi sebagai antitumor dan antikanker. Siput Bulan juga dapat dikembangkan sebagai bioindikator kualitas air, adanya jaringan yang terdapat pada organ kaki, insang dan keberadaannya juga banyak (Isnaningsih dan Patria, 2018).

Berdasarkan hasil temuan fosil-fosil para ahli menyimpulkan bahwa siput ini telah lama banyak dimanfaatkan sebagai sumber makanan, terutama oleh masyarakat yang tinggal di tepi perairan laut. Siput yang biasa ditemukan di perairan ini berperan penting dalam proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik terutama herbivora dan detrivor dengan kata lain siput berkedudukan sebagai dekomposer (Nuryanti et al., 2017).

Habitat Siput Bulan (Natica tigrina)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karakteristik substrat memungkinkan ditemukannya jenis gastropoda yang bersifat infauna maupun semi infauna, moluska memiliki sifat infauna atau semi infauna yang mendalami habitat berpasir dan berlumpur sebagai penyusun komunitas makrozobentos. Biota moluska juga merupakan salah satu komponen utama di komunitas sedimen lunak (Islami, 2015).

Tipe substrat juga dapat mempengaruhi penyebaran dan keberadaan Siput

Bulan ini berkaitan dengan ketersediaan nutrien atau bahan organik bagi kelangsungan hidup Siput Bulan. Tipe substrat yang terdapat pada lokasi penelitian adalah lumpur, yang kaya akan bahan organik. Substrat lumpur sangat disukai oleh Siput Bulan karena teksturnya halus dan memiliki kadar nutrient yang lebih tinggi daripada substrat yang bertekstur kasar. Siput Bulan merupakan salah satu hewan aquatik yang dapat dijadikan bioindikator apabila terjadi pencemaran disuatu perairan organisme akan mengalami sters dan bisa terjadi kematian (Romdhani et al., 2016).

Habitat, biologi dan perikanan hewan yang hidup dari pasir atau lumpur, membajak substrat dengan kaki yang diperluas. Predator aktif, terutama memberi makan bivalvia atau gastropoda. Bor lubang melingkar dengan tepi miring di kulit mangsanya dengan cara sekresi enzimatik dan aksi pengikisan radula, sebelum memotong bagian yang lunak. Pisahkan racun, internal pembuahan. Kapsul telur umumnya tertanam dalam kerah besar seperti pita yang dikeraskan dengan butiran pasir atau lumpur. Telur menetas sebagai berenang bebas, larva plankton atau sebagai remaja merangkak. Di daerah itu, Siput Bulan biasanya dikumpulkan dengan tangan atau dengan jaring, dan dijual sebagai makanan di pasar setempat.

(Carpenter, 1998)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Siput Bulan juga hidup di daerah substrat yang hidupnya di lumpur yang tergenang air, bahkan adapula yang memiliki kemampuan memanjat. Siput ini hewan yang dapat dijumpai diberbagai lingkungan sehingga dapat menyesuaikan diri tergantung tempat hidupnya. Siput Bulan juga dapat dijumpai diberbagai jenis lingkungan dan bentuknya biasanya telah menyesuaikan diri untuk lingkungan tersebut (Jamila, 2018).

Faktor Faktor yang mempengaruhi Siput Bulan (Natica tigrina)

Suhu

Suhu air adalah parameter fisika yang dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman. Suhu merupakan energi panas sebagai faktor penetrasi bagi tumbuhan atau distribusi hewan. Air menstabilkan suhu udara dengan menyerap panas dari udara yang lebih hangat kemudian melepaskannya ke udara yang lebih dingin. Air cukup efektif sebagai penyimpan panas karena dapat menyerap dan melepaskan panas dalam jumlah besar, dengan hanya mengalami sedikit perubahan suhu

(Mardatila et al., 2016).

Kelimpahan dan penyebaran siput pada suatu perairan ditentukan oleh lingkungan abiotik dan biotik dan toleransi gastropoda terhadap masingmasing faktor lingkungan tersebut. Faktor yang mempengaruhi seperti fisika kimia air, tipe substrat, ketersediaan makanan dan faktor biotik seperti pola siklus hidup, hubungan biotik dan penyebaran gastropoda tersebut. Penyebaran organisme ditentukan oleh pola distribusinya, hal ini dipengaruhi oleh tingkat sosialisasi suatu organisme dalam suatu populasi, sifat lingkungan abiotik dan biotik, interaksi dengan spesies lain, dan ketersediaan sumber daya. Suhu optimum untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

perkembangan dan reproduksi gastropoda berkisar dari 250ºC–35 ºC, akan tetapi jika lebih dari 40ºC dapat menyebabkan kematian (Mardatila et al., 2016).

Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparani perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Secchi disk dikembangkan oleh Profesor

Secchi pada sekitar abad 19 yang berusaha menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pegukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah

(Effendi, 2003).

Derajat Keasaman (pH) Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Kematian lebih sering diakibatkan karena pH yang rendah dari pada pH yang tinggi pH yang mendukung kehidupan

Gastropoda berkisar antara 5,7 – 8,4. Menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5

(Suin, 2002).

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari 6,0-8,5 (Riyadi et al., 2005).

Salinitas Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline. Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun horizontal. pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi dalam suatu ekosistem (Rasyid, 2010).

Pada perairan laut dan limbah industri, salinitas perlu diukur. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah

o dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil ( /oo). Nilai

o o salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5 /oo, perairan payau antara 0,5 /oo

o o o – 30 /oo dan perairan laut 30 /oo-40 /oo (Effendi, 2003).

Jika kadar organik tanah atau substrat berkisar antara 7-17% maka tergolong sedang. Tinggi rendahnya kadar organik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase. Tingginya kadar organik pada substrat dikarenakan vegetasi mangrovenya yang masih alami dan rapat didukung pula dengan tekstur sedimen yang berupa lumpur

(Febrita et al., 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DO (Dissolved Oxygen)

Jika kadar organik tanah atau substrat berkisar antara 7-17% maka tergolong sedang. Tinggi rendahnya kadar organik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase. Tingginya kadar organik pada substrat dikarenakan vegetasi mangrovenya yang masih alami dan rapat didukung pula dengan tekstur sedimen yang berupa lumpur dan banyaknya kandungan organik yang ada diperairan tersebut (Febrita et al., 2015).

Substrat Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Penyebaran makrozoobenthos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat.

Makrozoobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi. Substrat dasar atau tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan bentos (Susiana, 2011).

Tekstur tanah dan lumpur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran gastropoda dan bivalvia karena berkaitan dengan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Substrat pada stasiun yang berupa lumpur, dimana substrat berlumpur ini merupakan habitat yang paling disukai oleh gastropoda dan bivalvia karena teksturnya halus dan memiliki kadar nutrien yang lebih besar daripada substrat yang bertekstur kasar. Hal ini dikarenakan zat organik lebih mudah mengendap di partikel yang halus sehingga daerah tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kaya akan nitrien dan ini sangat baik bagi kehidupan gastropoda dan bivalvia

(Febrita et al., 2015).

Jenis substrat berbatu memiliki keanekaragaman lebih tinggi dibanding substrat pasir, dikarenakan jumlah spesies yang ditemukan di pantai berbatu lebih banyak dibanding substrat berpasir. Keanekaragaman tidak tergantung dari jumlah spesies atau genera dalam komunitas tetapi juga tergantung dari kelimpahan/kepadatan setiap jenis atau genera tersebut (Ira et al, 2015).

Nitrogen Total Nitrogen merupakan bagian essensial dari seluruh kehidupan karena berfungsi sebagai pembentuk protein dalam pembentukan jaringan, sehingga aktivitas yang utama seperti fotosintesa dan respirasi tidak dapat berlangsung tanpa tersedianya nitrogen yang cukup. Nitrat merupakan bentuk senyawa nitrogen yang stabil, sebagai salah satu unsur penting untuk sintesis protein tumbuh-tumbuhan dan pada konsentrasi tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan fitoplankton secara tidak terbatas bila beberapa syarat lain seperti konsentrasi fosfor dapat terpenuhi. Nitrat merupakan unsur hara yang digunakan untuk menyusun klorofil, sehingga proses pembentukan klorofil pada fitoplankton akan terhenti dengan cepat jika terjadi proses defisiensi nitrat (Leatemia et al., 2017).

Kadar nitrogen dalam sedimen lebih rendah jika dibandingkan dengan nitrogen dalam sampel air dasar. Nilai N-total pada air dasar merupakan penggabungan dari nilai NO3 dan NH4 di perairan. Umumnya nitrogen dalam perairan berbentuk nitrat NO3, nitrit NO2 dan amonia (NH4). Masing-masing bentuk dari senyawa nitrogen tersebut kemudian diserap oleh biota perairan untuk kemudian digunakan lebih lanjut untuk diubah menjadi protein. Hal ini menyebabkan bentuk-bentuk nitrogen telah terlebih dahulu terurai diperairan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sehingga hanya sedikit mengendap ke dasar perairan. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya konsentrasi nitrogen adalah suhu. Hal ini tidak bisa dipisahkan karena tingkat metabolisme organisme juga terkait dengan suhu, dan di perairan hangat, tingkat pernafasan meningkat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan peningkatan dekomposisi bahan organik (Rizal et al, 2017).

Fosfat

Fosfat, nitrat dan oksigen terlarut merupakan tiga unsur senyawa kimia yang sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme dalam suatu perairan. Fosfat dan nitrat dibutuhkan untuk mendukung organisme dalam pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, sedangkan oksigen terlarut digunakan oleh organisme perairan dalam proses respirasi. Secara alami ketiga senyawa kimia ini terdapat dalam air laut pada kadar yang sesuai. Perubahan kadar yang terjadi tentu akan mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup dalam perairan

(Patty, 2015).

Fosfat merupakan unsur yang terdapat dalam perairan alami dalam jumlah yang sangat sedikit dan berperan sebagai senyawa mineral dan senyawa organik, bila jumlahnya meningkat itu akan berbahaya bagi biota aquatik yang hidup dalam perairan tersebut. Memang secara alami lingkungan perairan memiliki kadar phospat 10 % dan 90 % sisanya bersumber dari aktifitas manusia seperti, buangan limbah industri, domestik, dan kegiatan lainnya. Bila kadar phospat di dalam perairan tinggi akan menyebabkan masalah eutrofikasi yaitu ketersediaan nutrient yang berlebihan (Dewi, 2003).

Fosfat merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Fosfat yang terdapat dalam air laut baik terlarut maupun tersuspensi keduanya berada dalam bentuk anorganik dan organik. Sumber fosfor di perairan dan sedimen adalah deposit fosfor, industri, limbah domestik, aktivitas pertanian dan pertambangan batuan fosfat serta penggundulan hutan (Habibi, 2014). Menurut

KEPMEN-LH No 51 (2004), dapat dilihat bahwa baku mutu kandungan fosfat dalam air laut untuk kebutuhan biota laut adalah 0,015 mg/l.

Di laut, fosfat berasal dari hasil dekomposisi organisme yang sudah mati.

Fosfat juga banyak terdapat di batu karang dan fosil yang terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Perairan yang mengandung fosfat tinggi melebihi kebutuhan normal organisme nabati yang ada dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Peranan fosfat yakni: 1) Berperan dalam transfer energi di dalam sel yang terdapat ATP dan ADP; 2) Fosfor dalam bentuk ortofosfat yang dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan air (Ira, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni-Juli 2019 di Perairan Tanjung

Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

Identifikasi pengukuran Siput Bulan dilakukan di Laboratorium Lingkungan

Perairan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan langsung di lapangan dan dan analisis Sampel substrat di lakukan di

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, Sumatera Utara.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah garuk, global position system (GPS), cool box, termometer, pH meter, DO meter, refraktometer, secchi disk, plastik sampel, botol sampel, kamera digital alat tulis, software Excel dan software Excel Stat (Lampiran 1).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel Siput Bulan, alkohol 70%, plastik, kertas label dan sampel air.

Prosedur Penelitian

Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan titik sampling menggunakan metode purposive sampling yang didasarkan pada keterwakilan karakteristik yang berbeda di lokasi penelitian

(Jumanto et al., 2013) yang dibagi menjadi 3 (tiga) stasiun penelitian.

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu dua minggu sekali. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan alat tangkap garuk. Stasiun pertama terletak di daerah perairan laut yang merupakan lokasi penangkapan Siput Bulan, stasiun kedua merupakan perairan laut, dimana daerah tersebut terletak di sekitaran pantai bunga yang di pengaruhi oleh kegiatan wisata dan stasiun ketiga terletak di daerah perairan laut lepas yang terletak di sekitar

Selat Malaka.

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan

Pengamatan Stasiun I

Stasiun I merupakan perairan laut yang merupakan lokasi penangkapan

Bivalvia dan Gastropoda. Stasiun ini berjarak ± 1 km dari stasiun II. Stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o13’41,60” LU dan 99o37’9,10” BT (Gambar 4).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4. Lokasi Stasiun I Stasiun II

Stasiun ini merupakan perairan laut yang berjarak ± 1 km dari stasiun I.

Stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o14’33,90” LU dan 99o33’40,30” BT.

Pada stasiun ini merupakan daerah yang terletak di sekitar Pantai Bunga yang di pengaruhi oleh kegiatan wisata (Gambar 5).

Gambar 5. Lokasi Stasiun II

Stasiun III

Stasiun ini merupakan perairan laut yang berjarak ± 1 km dari stasiun II.

Stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o15’2,60” LU dan 99o34’58,20” BT.

Lokasi ini merupakan perairan laut lepas yang terletak di sekitar Selat Malaka

(Gambar 6).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 6. Lokasi Stasiun III

Pengambilan Sampel Siput Bulan

Pengambilan sampel Siput Bulan menggunakan alat tangkap garuk.

Pengambilan sampel dilakukan selama 3 kali pengulangan pada tiga stasiun.

Jumlah individu siput yang tertangkap setiap pengambilan jadi keseluruhan sampel yang tertangkap dalam periode penelitian.

Pengukuran Parameter Lingkungan Perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan pada saat pasang. Alat dan metode pengukuran terhadap paramater fisika, kimia dan sedimen perairan dilakukan pada saat pengambilan contoh sampel selama penelitian seperti tersaji pada Tabel 1. Satuan, alat dan metoda pengukuran parameter Lingkungan dan tempat pengukuran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 1. Parameter Lingkungan Perairan

Parameter Satuan Metode Analisis/Alat Lokasi Fisika Suhu ºC Termometer In situ Salinitas Ppt Refraktometer In situ Kecerahan m Secchi disk In situ Kedalaman M Papan berskala In situ Tekstur substrat % Hydrometri Ex situ Kimia pH air - pH meter In situ Oksigen Terlarut (DO) mg/l DO meter In situ Fosfat Mg/l Spektrofotometri Ex situ Nitrogen total mg/l Titrimetri Ex situ C-Organik % Spektrofotometri Ex situ Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004

Sampel Siput Bulan yang tersaring kemudian dimasukkan kedalam kantong sampel berisi alkohol 70% sebagai pengawet serta diberi penanda dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku

Identifikasi Carpenter dan Niem.

Analisis Data Kepadatan Jenis Kepadatan jenis adalah jumlah individu persatuan luas yang dapat dihitung dengan rumus: (Saputra et al 2018)

Keterangan:

Di = Kepadatan Jenis (Individu/m2) ni = Jumlah total individu jenis (Individu)

A = Luas daerah yang disampling (m2) Saputra et al (2018).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Distribusi Siput Bulan

Kriteria distribusi Siput Bulan dapat dikelompokkan atas tiga kelompok berdasarkan nilai Indeks distribusi Morista. Distribusi suatu populasi dikategorikan acak jika memiliki nilai Indeks distribusi (Id) = 1,00. Distribusi suatu populasi dikategorikan normal jika memiliki nilai Indeks distribusi (Id) = 0,

Distribusi Siput Bulan dianalisis berdasarkan Indeks distribusi Morisita Saputra et al (2018) adalah sebagai berikut:

Id

Id = indeks distribusi Morisita n = banyaknya plot (3 plot)

Ni = jumlah total individu

Xi2 = jumlah kuadrat individu

Kriteria hasil perhitungan Indeks Morisita adalah sebagai berikut:

Id < 1 = Penyebaran bersifat merata

Id = 1 = Penyebaran bersifat acak

Id > 1 = Penyebaran bersifat mengelompok

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Principal Component Analysis (PCA) atau analisis komponen utama merupakan salah satu analisis multivariate yang digunakan untuk mereduksi dimensi data dari yang berukuran besar dan saling berkolerasi. Menjadi dimensi yang lebih kecil dan tidak saling berkolerasi. Namun walaupun dimensi data menjadi lebih kecil, kita akan kehilangan banyak informasi karena variasi data tetap dipertahankan minimal 80% (Rahayu dan Mustakim 2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Interprestasi lingkaran korelasi antar variabel dapat dilihat dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel. Posisi 1800 terlihat pada gambar terbentuk antara variabel CE dan LI, juga antara variabel AR dan

DE, PA, juga variabel DE dan LI. Korelasi pembentukan sudut 900 terlihat pada variabel AR dan CE, juga variabel PA dan LI. Hal tersebut dapat dideskripsikan bahwa variabel yang dapat membentuk sudut 1800 menggambarkan hubungan korelasi negatif kecil, kemudian variabel-variabel yang membentuk sudut 900, menunjukkan tidak adanya korelasi antar variabel-variabel tersebut dan variabel yang berhimpitan (00) menunjukkan bahwa variabel tersebut berkorelasi positif

(Bengen, 2000).

Gambar 7. Simulasi Hasil Analisis PCA dalam Bentuk Lingkaran Korelasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepadatan Siput Bulan

Jumlah individu Siput Bulan pada penelitian didapatkan sebanyak 1,993 individu. Siput Bulan paling banyak didapatkan pada stasiun II yaitu sebanyak

746 individu dengan nilai kepadatan (K) sebesar 213 ind/m2, diikuti stasiun I yaitu sebanyak 629 individu dengan nilai K sebesar 180 ind/m3 dan yang paling sedikit pada stasiun III yaitu sebanyak 618 individu dengan nilai K sebesar 148 ind/m2.

Kepadatan Siput Bulan pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kepadatan Siput Bulan di setiap stasiun

Distribusi Siput Bulan

Hasil penelitian mendapatkan nilai Indeks Distribusi Siput Bulan di

Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara termasuk kategori berkelompok pada Stasiun I, II dan III. Nilai Indeks Distribusi (Id) Siput

Bulan tiap stasiunnya dapat dilihat pada Tabel 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 2. Indeks Distribusi Siput Bulan

Stasiun I II III Jumlah Individu 746 629 518 Id 1,33 1,35 1,13 Kategori Berkelompok Berkelompok Berkelompok

Hasil Pengukuran Perameter Lingkungan Perairan

Kondisi parameter perairan merupakan faktor pendukung yang dapat mempengaruhi keberadaan Siput Bulan di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara. Untuk parameter fisika seperti suhu, kecerahan, kedalaman, salinitas, pH dan DO. sedangkan parameter kimia seperti fraksi substrat, nitrogen total dan posfat. Hasil pengukuran kualitas air di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu

Bara.

Tabel 3. Parameter Lingkungan Perairan yang didapatkan Selama Penelitian

Parameter Satuan Baku Stasiun Pengamatan Mutu I II III Fisika Suhu oC 28-32 29,5 28,7 30 Salinitas Ppt s/d 34 30 31 31 Kecerahan meter - 1,1 1,2 0,9 Kedalaman meter - 2,1 2,3 1,6 Kimia pH - 7-8,5 7,1 7,4 7,6 DO mg/l >5 5,6 6 5,2 Nitrogen Total mg/l 0,008 1,44 3,24 1,44 Fosfat mg/l 0,015 0,29 0,32 0,18 Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 4. Analisis Substrat Dasar

Stasiun C-Organik Fraksi USDA (%) Pasir (%) Debu Liat (%) (%) I 0,60 80 15 5 Pasir Berlempung II 0,46 80 17 3 Pasir Berlempung III 0,39 84 11 5 Pasir Berlempung

Analisis Komponen Utama (Principal Componen Analysis)

Hasil analisis kolerasi PCA didapatkan dimana faktor lingkungan yang berkorelasi positif terhadap kepadatan Siput Bulan yang dimana membentuk sudut

<90o yaitu suhu, kedalaman, kecerahan, nitrogen total dan c-organik. Sedangkan faktor lingkungan yang berkorelasi negatif terhadap kepadatan yang dimana membentuk sudut >90o yaitu salinitas, pH, DO dan fosfat. Hasil analisis komponen utama dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Analisis Komponen Utama (PCA).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pembahasan

Kepadatan Siput Bulan

Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kepadatan Siput Bulan yang tertinggi pada stasiun II sebesar 213 ind/m3 (Tabel 2). Kepadatan Siput Bulan yang tinggi disebabkan karena suatu organisme sangat erat kaitannya dengan faktor pendukung dan faktor pembatas dari organisme tersebut. Faktor pendukung meliputi luas kawasan dan ketersediaan makanan, sedangkan faktor pembatas yaitu jenis substrat yang merupakan faktor yang sangat penting sebagai tempat tinggal, salinitas, Ph, arus dan gelombang. Hal ini sesuai dengan Riniatsih dan

Kushartono (2009) yang menyatakan bahwa kepadatan suatu organisme pada ekosistem sangat erat kaitannya dengan faktor pendukung dan faktor pembatas dari organisme tersebut. Faktor pendukung meliputi ketersediaan makanan dan luas kawasan untuk menampung satu organisme. Sedangkan faktor pembatas meliputi kondisi ekologis seperti curah hujan, salinitas pH, jenis substrat, arus dan gelombang. Substrat merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan Siput Bulan.

Hasil yang didapatkan bahwa Siput Bulan memiliki nilai kepadatan terendah pada stasiun III (Tabel 2). Kepadatan Siput Bulan rendah dikarenakan, kedalaman pada stasiun III memiliki nilai tertinggi. Hal ini sesuai dengan Wardani dan Susetya (2018) yang menyatakan bahwa perairan yang lebih dalam mendapatkan tekanan fisiologi dan hidrostatis yang lebih besar, oleh karena itu tidak banyak yang hidup diperairan yang dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Distribusi Siput Bulan

Hasil analisis distribusi Siput Bulan di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten

Batu Bara menunjukkan bahwa stasiun I sampai stasiun III memiliki pola distribusi yang bersifat berkelompok. Hal ini dikarenakan individu-individu didalam Perairan Tanjung Tiram membentuk kelompok dalam berbagai ukuran dan Siput Bulan yang hidupnya berkelompok dalam jumlah tertentu. Hal ini sesuai dengan Maryanto (2014) yang menyatakan bahwa pola dengan sebaran mengelompok adalah pola organisme atau biota di suatu habitat yang hidup berkelompok dalam jumlah tertentu. Pola penyebaran mengelompok dengan tingkat pengelompokkan yang bermacam-macam merupakan bentuk penyebaran yang paling umum terjadi, karena individu-individu dalam populasi cenderung membentuk kelompok dalam berbagai ukuran.

Perbedaan pola distribusi antar stasiun dipengaruhi beberapa factor, seperti

DO, salinitas. Stasiun III memiliki nilai kedalaman paling rendah dari pada stasiun lainnya (Tabel 2). Perbedaan kedalaman tersebut yang mejadikan pola distribusi pada Stasiun I ini berbeda yaitu pola mengelompok. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardatila et al (2016) di perairan yang menggunakan Indeks Morishita Siput Bulan diperairan tersebut memiliki pola mengelompok dimana kondisi perairan yang memiliki C- Organik mempengaruhi kepadatannya.

Sifat berkelompok ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kondisi lingkungan, tipe substrat, kebiasaan makan dan cara bereproduksi. Selain itu, cara hidup biota yang berkelompok ini menunjukkan kecendrungan yang kuat berkompetisi yang kuat dengan biota lain terutama dalam hal makan. Wardani dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Susetya (2018) menyatakan bahwa pola distribusi biota dipengaruhi oleh tipe substrat yang meliputi faktor fisika-kimia perairan serta makanan dan kemampuan adaptasi dari suatu biota dalam ekosistem.

Parameter Lingkungan dan (Principal Compenent Analiysis) Suhu Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Perairan Tanjung Tiram

Kabupaten Batu Bara dalam tiga kali pengamatan pada 3 stasiun berbeda yaitu stasiun I 29,5oC, stasiun II 28,7oC dan stasiun III 30oC. Suhu dari tiga stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami fluktuatif karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu tidak jauh berbeda. Menurut Siwi et al (2017), suhu optimum untuk perkembangan dan reproduksi siput 0oC – 48 oC. Menurut Fadhilah et al

(2013), Siput dapat melakukan proses metabolisme secara optimal pada kisaran suhu antara 25-32oC. Hasil PCA menunjukan bahwa kepadatan Siput Bulan berkolerasi positif terhadap suhu.

Salinitas

Pada Stasiun I nilai salinitas rendah yaitu 30 ‰. Rendahnya salinitas air dikarenakan ketiga stasiun berada di daerah wilayah yang berdekatan dengan muara sungai. Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa kepadatan Siput Bulan berkorelasi negatif dengan salinitas. Nilai salinitas pada setiap stasiun masih dalam batas toleran bagi Siput Bulan. Hal ini sesuai dengan Menurut Siregar et al

(2013) menyatakan bahwa kisaran salinitas pada tiap daerah berbeda berdasarkan kondisi masing-masing perairan. Zona intertidal dengan kondisi daerah yang terbuka, pada saat air laut surut dan tergenang pada saat pasang atau aliran air akibat hujan lebat mengakibatkan kisaran salinitas menurun dan akan meningkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pada saat siang disebabkan adanya penguapan kisaran salinitas optimal bagi

Gastropoda di perairan berkisar antara 26 − 32‰. pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH (derajat keasaman) rata-rata di perairan Tanjung Tiram yang didapatkan pada stasiun I sebesar 7,1, Pada stasiun II sebesar 7,4 dan stasiun III sebesar 7,6. Nilai pH disetiap stasiun ini merupakan nilai yang ideal bagi kehidupan Siput Bulan. Hal ini sesuai dengan Mardatila et al (2016) yang menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan biasanya menyukai nilai pH berkisar 7,0-8,5.

Kecerahan

Kecerahan setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 1,2-1,1 m.

Berdasarkan hasil pengukuran lapangan diketahui kecerahan terendah terdapat pada Stasiun III sebesar 0,9 m. Rendahnya nilai kecerahan ini erat kaitannya dengan kondisi perairan yang keruh. Tinggi rendahnya nilai kecerahan dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi perairan. Menurut Riniatsih dan

Kushartono (2009), nilai kecerahan menggambarkan tingkat kekeruhan, dari kisaran nilai hasil pengamatan lapangan diatas mencerminkan kondisi perairan dalam keadaan agak keruh. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, bahan organik dan anorganik. Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa kelimpahan Siput

Bulan berkorelasi positif dengan kecerahan.

Kedalaman

Kedalaman setiap stasiun lokasi penelitian tergolong tidak sama, berdasarkan hasil pengukuran dilapangan diketahui bahwa stasiun II memiliki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kedalaman tertinggi dengan rata-rata kedalaman 2,3 m. Kedalaman perairan akan berpengaruh terhadap keberadaan Siput Bulan dalam perairan. Menurut Ira

(2011) menyatakan bahwa kedalaman suatu perairan berpengaruh terhadap jumlah individu Siput Bulan yang ada diperairan. Semakin dalam perairan semakin sedikit jumlah Siput Bulan di perairan. Hal tersebut terjadi karena hanya jenis tertentu saja dari siput yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya.

Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa kepadatan Siput Bulan berkorelasi positif dengan kedalaman.

Nitrogen Total Hasil analisis PCA kelimpahan Siput Bulan menunjukan berkolerasi positif terhadap nitrogen total. Nilai Nitrogen total stasiun satu berkisar 1,44-3,24 mg/l. Nitrogen total tertinggi pada stasiun II sebesar 3, 24 mg/l. Konsentrasi nitrogen total yang tinggi disebabkan oleh adanya buangan limbah domestik dan lokasi dekat pemukiman warga yang masuk ke dalam perairan sehingga mengakibatkan saktivitas Siput Bulan terganggu. Menurut Menurut KEPMENLH

No 51 (2004) disebutkan bahwa baku mutu konsentrasi nitrat air laut yang layak untuk kehidupan biota air laut adalah 0,008 mg/l, kadar nitrat yang tinggi di perairan disebabkan oleh masuknya limbah domestik, pertanian, pertenakan, dan industri.

Fosfat Nilai fosfat yang didapatkan dari hasil penelitian berkisar antara 0,18-0,32 mg/l. Nilai ini lebih tinggi dibanding dengan penelitian Islami (2015), yang mempunyai nilai fosfat berkisar antara 0,017-0,03 mg/l. Tinggi rendahnya nilai fosfat yang ada di perairan dapat disebabkan oleh adanya aktivitas organisme yang berada di perairan dan kadungan zat hara yang ada di periaran. Menurut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Patty (2015), tingginya kadar fosfat di dasar perairan karena dasar perairan umumnya kaya akan zat hara, baik yang berasal dari dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa organik yang berasal dari jasad flora dan fauna yang mati. Secarah alamiah fosfat terdistribusi mulai dari permukaan sampai dasar.

Semakin ke dasar semakin tinggi konsentrasinya sebagai akibat dari dasar laut yang kaya akan nutrisi dan konsentrasinya semakin rendah semakin jauh ke arah laut. Rendahnya kadar fosfat di lapisan permukaan kemungkinan dapat pula disebabkan oleh aktifitas fitoplankton yang intensif

Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar posfat pada Stasiun I yaitu sebesar 0,29 mg/l pada Stasiun II yaitu sebesar 0, 32 mg/l. Pada Stasiun III 0,18 mg/l. Nilai kadar posfat dari masing-masing stasiun melampaui ambang batas. Hal ini sesuai dengan batas ambang maksimum baku mutu lingkungan (Habibi, 2014).

Menurut KEPMEN-LH No 51 (2004), dapat dilihat bahwa baku mutu kandungan fosfat dalam air laut untuk kebutuhan biota laut adalah 0,015 mg/l. menyebutkan bahwa tingginya kadar posfat di suatu perairan dapat disebabkan limbah industri, limbah domestik, hanyutan pupuk dan hancuran bahan organik. Hasil analisis

PCA kelimpahan Siput Bulan juga berkorelasi negatif dengan fosfat.

C- Organik Kandungan C-organik yang didapatkan dari hasil penelitian berkisar antara

0,39%-0,60%. Nilai ini lebih rendah dibanding dengan penelitian Riniatsih dan

Kushartono (2009), yaitu sebesar 2,56%-22,38%. Kandungan C-organik tertinggi terdapat pada stasiun I, sedangkan kandungan C-organik terendah terdapat pada stasiun III. Stasiun I merupakan daerah penangkapan Siput Bulan dimana kandungan C-organik mendukung untuk pertumbuhan Siput Bulan dikarenakan

C-organik merupakan bahan senyawa organik kompleks yang dibutuhkan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kehidupan Siput Bulan. Menurut Habibi et al (2014) yang menyatakan bahwa bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humufikasi maupun senyawa hasil mineralisasi, termasuk mikroba heterotrofik dan ototrofik yang terlibat. Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa kepadatan

Siput Bulan berkorelasi positif dengan C- Organik

DO (Dissolved Oxygen) Kandungan oksigen terlarut yang diperoleh selama peneltian masih tergolong baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup siput. Semakin tinggi oksigen terlarut yang terdapat di periaran maka semakin banyak biota yang dapat hidup di periaran tersebut. Menurut wahyuni et al (2015) Oksigen merupakan gas yang amat penting bagi hewan. Perubahan kandungan oksigen sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bagi biota air. Semakin tinggi kadar oksigen di perairan maka semakin banyak organisme yang bisa bertahan hidup. Semakin besar kandungan oksigen di dalamnya maka semakin baik untuk kelangsungan hidup organisme yang mendiaminya. Tingginya nilai DO di perairan dikarenakan kondisi lingkungan yang belum tercemar oleh aktivitas penduduk sekitar. Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa kelimpahan Siput Bulan berkorelasi negatif dengan nilai DO.

Substrat Hasil pengukuran tekstur substrat pada setiap Stasiun pengamatan berdasarkan grafik segitiga USDA diperoleh hasil yang sama yaitu tiga tipe substrat yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur substrat setiap stasiun pengamatan yaitu pasir berlempung. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa subsrat di

Perairan Tanjung Tiram masih baik untuk pertumbuhan hidup siput. Menurut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ulmaula et al (2016), siput dan Bivalvia termasuk dalam kelompok organisme yang dapat hidup pada daerah dengan sedimen mulai dari lumpur sampai pasir kasar. sedimen pasir kasar umumnya memiliki jumlah bahan organik yang sedikit dibandingkan jenis sedimen yang halus, karena sedimen pasir kasar kurang memiliki kemampuan untuk mengikat bahan organik yang lebih banyak, sebaliknya jenis sedimen halus memiliki kemampuan cukup besar untuk mengikat bahan organik.

Rekomendasi Pengelolaan

Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam melakukan pengelolaan ini adalah dengan menerapkan pemakaian alat tangkap yang ramah lingkungan.

Sehingga Siput Bulan tetap terkontrol dan tidak menggalami penangkapan yang berlebihan, nelayan dapat mencari Siput Bulan dengan tujuan yakni untuk menambah populasi Siput Bulan agar tetap lestari dan untuk meningkatkan jumlah tangkapan sebagai sumber pangan dan sebagai hasil tambahan ekonomi masyarakat yang berada di perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik habitat pada stasiun I sampai III yaitu berkelompok dan

kepadatan yang didapat selama penelitian di stasiun I sebesar 180 ind/m2,

stasiun II sebesar 213 ind/m2 dan stasiun III sebesar 148 ind/m2.

2. DO, kedalaman, kecerahan, c-organik, nitrogen total dan fosfat adalah faktor

lingkungan yang berkorelasi positif terhadap kepadan Siput Bulan di Perairan

Tanjung Tiram. Adapun faktor lingkungan yang berkorelasi negatif adalah

suhu, salinitas dan pH.

Saran

Saran dari hasil penelitian ini sebaiknya ada penelitian lanjutan mengenai keanekaragam gastropoda di Perairan Tanjung Tiram sehingga akan diketahui jenis tangkapan yang diperbolehkan dan ada tidaknya pencemaran perairan atau pencemaran logam pada gastropoda yang ditangkap oleh nelayan untuk dijual maupun dikonsumsi oleh masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D. G. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Carpenter, K. E dan Niem. V. H. 1998. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Penerbit : Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Das, S., Chattopadhyay, D dan Chattopadhyay C. 2015. The Effect Of Hunger On Drilling Behaviur of Natica tigrina : An Experimental Assessment.Indian Institute of Science Education and Research, Kolkata. Dewi, D. F. 2003. Phosphate Removal by Crystallization in Fluidized Bed Reactor Using Silica Sand. Jurnal Purifikasi, 4 (4): 151-156. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungam Perairan. Kasinus, Yogyakarta. Erari, S. S., J. Mangimbulude dan K. Lewerissa. 2012. Pencemaran Organik di Perairan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua. Febrita, E., Darmawati dan J. Astuti. 2015. Keanekargaman Gastropoda dan Bivalvia Hutan Mangrove sebagai Media Pembelajaran pada Konsep Keanekaragaman Hayati Kelas X SMA. Jurnal Biogenisis. 11 (2): 119- 128. Febriyanti, A., Efawani., D. Efizon. 2015. Keanekaragaman Bivalva dan Gastropoda di Perairan Pantai Pulau Kundur Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, Riau. Habibi, M. A., L. Maslukah dan S. Y. Wulandari. 2014. Studi Konsentrasi Fospat Bioavailable dan Karbon Organik Total (KOT) dalam Sedimen di Perairan Benteng Portugis, Jepara. Jurnal Oseanografi. 3(4):690-697. Huelsken, T., Marek, C., Schreiber S., dan Hollman, M. 2008. The Naticidae (Mollusca: Gastropoda of Giglio Island (Tuscany, Italy): Shell Charactres, Live , and a Molecular Analysis of Egg Masses. Ira., Ramadhani., Irawati, N. 2016. Keanekaragaman dan Kepadatan Gastropoda di Perairan Desa Marindino Kecamatan Kambowo Kabutapen Buton Utara. Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo. Islami, M M., 2015. Distribusi Spasial Gastropoda dan Kaitannya dengan Karakteristik Lingkungan di Pesisir Pulau Nusalaut, Maluku Tengal. Jurnal Kelautan Tropis. V 7 (2) : 365-378.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Isnaningsih, N. R dan M. P. Patria. 2018. Peran Komunitas Moluska dalam Mendukung Fungsi Kawasan Mangrove di Tanjung Lesung Pandeglang Banten. Jurnal Biotropika. V 6 (2): 35-44. Jamil A., Jahidin., Sabilu M. 2016. Kelimpahan dan Distribusi Gastropoda Berdasarksan Cangkang pada Ekosistem Mangrove di Desa Maligano Kecamatan Maligano Kabupaten Muna. Universitas UHO. Jamila, N. 2018. Karakteristik Habitat dan Kepadatan Gastropoda di Zona Intertidal Perairan Desa Sungai Cingam Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, Riau. Jurnal Perikanan Kelautan. V 7 (2) : 35-44 Jumanto., A. Pratomo dan Muzahar. 2013. Struktur Komunitas Echinodermata di Padang Lamun Perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal of Marine Research. V 1(1): 100-109. Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung Pinang. Kabat, A R.1991. The Classification of the Natica tigrina (Molusca: Gastropoda): Review and Analysis of the Supraspecific taxa. Bull. Muss. Comp. Zool. 152,417-449. Kabat, A. R. 1990. Result of the Rumphius Biohistorical Expedition to Ambon Part 10 Mollusca, Gastropoda, Naticidae. Kementerian Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan, Jakarta. Leatemia, P. O., L. Enriani dan K. Herry. 2017. Kepadatan Makrozoobentos di Daerah Bervegetasi (Lamun) dan Tidak Bervegetasi di Teluk Doreri Manokwari.Jurnal Scientific 1 (1):57-61. Mardatila, S., Izmiarti., Nurdin, J. 2016. Kepadatan Keanekaragaman dan Pola Distribusi Gastropoda di Danau Diatas Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Homepage V 10 (2): 25 -31. Marincovich, L N.1997. Cenozoic Naticidae (Molussca: Gastropoda) of the Northeastern Pacific. Bulletins of American Paleontology. V 2(1):169- 212. Maryanto., Nasution, S dan Yoswaty D. 2014. Pola Distribusi dan Kepadatan Popolasi Gastropoda sulcata di Perairan Muara Sungai Putri Sembilan Kecamatan Rupat Utara. Universitas Riau, Pekanbaru. Mustofa, A. 2015. Kandungan Nitrat dan Posfat sebagai Faktor Tingkat Kesuburan Perairan Pantai. Jurnal DISPROTEK. 6 (1): 13-19. Naldi, J., A. Protomo dan F. Idris. 2015. Keanakaragaman Gastropoda di Perairan Pesisir Tanjung Unggat Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjung Pinang.Jurnal Kelautan dan Perikanan. V 2(1): 89-99.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nugroho, D K., Suryono, A C., Irwani. 2012. Struktur Komunitas di Perairan Pesisir Kecamatan Genuk Kota Semarang. Jurnal of Marine Research. V 1(1): 99-100. Nuryanti, E., Adriman dan N. E Fajri. 2017. Struktur Komunitas Gastropoda di Ekosistem Mangrove di Teluk Buo Kecamatan Bungus Kabupaten Teluk Kabung Provinsi Sumatera Barat. Jurnal of Marine Research. V 7(2): 90- 101. Universitas Riau, Riau. Patty, S. I. 2015. Karakteristik Fosfat Nitrat dan Oksigen Terlarut di Perairan Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1 (1): 2-3. Pechenik, Biolgy of The Invertebrates. New York: McGraw-Hill Book Company. 2000. Putra, D S., Irawan, H dan Zulfikar A. 2015. Keanekaragaman Gastropoda di Perairan Litoral Pulau Pengujian Kabupaten Bintan. Jurnal Perikanan dan Kelautan. V 7(2): 78-80. Rahayu, G., Mustakin. 2017. Principal Component Analysis untuk Dimensi Reduksi Data Clustering sebagai Pemetaan Presentase Sertifikasi Guru di Indonesia. Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri. 201-202. Rasyid, A. 2010. Distribusi Suhu Permukaan Pada Musim Peralihan Barat-Timur Terkait dengan Fishing Ground Ikan Pelagis Kecil di Perairan Spermonde. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 20(1):1-7. Riniatsih, I dan W. Kushartono. 2009. Substrat Dasar dan Parameter Oseanografi Sebagai Substrat Dasar dan Parameter Oseanografi Sebagai Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu Kelautan.14(1):50-59. Riyadi, A., L. Widodo dan K. Wibowo. 2005. Kajian Kualitas Perairan Laut Kota Semarang dan Kelayakannya untuk Budidaya Laut. Teknik Lingkungan P3TL-BPPT. 6 (3): 497-501. Rizal, A. C., Y. N. ihsan., E. Afrianto dan L. P. S. Yuliadi. 2017. Pendekatan Status Nutrien pada Sedimen untuk Mengukur Struktur Komunitas Makrozoobentos di Wilayah Muara Sungai dan Pesisir Pantai Rancabuaya Kabupaten Garut. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (2): 7- 16.

Romdhani, A, M., Sukarsono dan Susetyarini, Rr, E. 2016. Keanekaragaman Gastropoda Hutan Mangrove Desa Baban Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep Sebagai Sumber Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 2 (2): 161-167. ISSN 2527-6204. Universitas Muhammadiyah Malang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Saputra, K., Sutriyono dan Brata B. 2018. Populasi dan Distribusi Keong Mas (Pomacea canaliculata L) Sebagai Sumber Pakan Ternak pada Ekosistem Persawahan di Kota Bengkulu. V 13 (2). Siregar, R. A., Yunasfi., A. Suryanti. 2013. Komunitas Bivalvia Dan Gastropoda di Pantai Cermin Sumatera Utara. Jurnal aquacoastmarine. 2 (1):150-162. Siwi, F. R., Sudarmadji., Suratno. 2017. Keanekaragman dan Kelimpahan Gastropoda di Hutan Mangrove Pantai Runtoh Taman Nasional Baluran. 18 (2): 119-124. Soemartini. 2008. Principal Component Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu Metode untuk Mengatasi Masalah Multikolinearitas. Universitas Padjajaran, Bandung. Suin, N. M. 2002. Metode Ekologi. Penerbit Universitas Erlangga. Jakarta. Susiana. 2011. Diversitas dan Kerapatan Mangrove, Gastropoda dan Bivalvia di Estuari Perancak, Bali. Universitas Hasanuddin, Makassar. Ulmaula, Z., S. Purnawan dan M. A. Sarong. 2016. Keanekaragaman Gastropoda dan Bivalvia Bedasarkan Karateristik Sedimen Daerah Intertidal Kawasan Pantai Ujong Pancu Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1(1):124-134. Wahyuni, S., A. A. Purnama., N. Afifah. 2016. Jenis-Jenis Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) pada Ekosistem Mangrove di Desa Dedap Kecamatan Tasikputripuyu Kabupaten Kepulauan Meranti, Jurnal Elektronik. 2(1).1- 15. Wahyuni, S., R. Yolanda., A. A. Purnama. 2015. Struktur Komunitas Gastropoda (Moluska) di Perairan Bendungan Menaming Kabupaten Rokan Hulu Riau, Riau. Jurnal Elektronik. 1(1).1-15. Wardani, B. A. K., Susetya I E. 2018. Studi Keanekaragaman Gastropoda sebagai Bioindikator Perairan di Pantai Sialang Buah Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Kelautan dan Peikanan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan

a. Sechi disk b. Refraktometer

c. DO meter d. Alkohol

e. Termometer f. Ph meter

g. Coolbox h. GPS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

i. Aquadest j. Kertas label

k. Plastik l. Lakban

m. Gunting n.Tali

o. Karet p. Spidol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

q. Tisuue r. Alat tangkap garuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

a. Pengukuran suhu air b. Pengukuran pH air

c. Pengukuran kecerahan air d. Pengukuran salinitas air

e. Pengukuran DO meter f. Peletakkan garuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

g. Penghitungan biota h. Sampel air

i. Sampel Substrat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 3. Tabulasi Data Parameter Fisika Kimia Tiap Stasiun

Sampling ke 1

Stasiun Suhu Salinitas Kecerahan Kedalaman pH DO Nitrogen Fosfat (°C) (ppt) (m) (m) (mg/l) Total (mg/l) (mg/l) Stasiun 1 31 31 1,37 2,55 7,2 5,3 1,44 0,29 Stasiun 2 29,8 31 1,61 2,97 7,3 5,2 3,24 0,32 Stasiun 3 31 32 1,43 2,34 7,6 5,1 1,44 0,18

Sampling ke 2

Suhu Salinitas Kecerahan Kedalaman DO Nitrogen Fosfat Stasiun pH (°C) (ppt) (m) (m) (mg/l) Total (mg/l) (mg/l) Stasiun 1 28,9 30 1,08 1,97 7,1 6 1,44 0,29 Stasiun 2 28,2 31 1,05 1,93 7,5 5,7 3,24 0,32 Stasiun 3 29,7 31 0,60 0,93 7,7 5,3 1,44 0,18

Sampling ke 3

Stasiun Suhu Salinitas Kecerahan Kedalaman pH DO Nitrogen Fosfat (°C) (ppt) (m) (m) (mg/l) Total (mg/l) (mg/l) Stasiun 1 28,6 30 0,99 1,79 7 5,6 1,44 0,29 Stasiun 2 28,1 31 1,15 2,10 7,4 7 3,24 0,32 Stasiun 3 29,3 30 0,90 1,59 7,5 5,2 1,44 0,18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 4. Hasil Analisis Laboratorium Fraksi Substrat Tiap Stasiun

Setelah di dapatkan nilai dari liat, pasir dan debu sesuai dengan perhitungan

sebelumnnya selanjutnya tekstur substrat dianalisis berdasarkanperbandingan pasir, liat

dan debu pada Segitiga USDA.

Stasiun C-Organik (%) Fraksi USDA Pasir (%) Debu (%) Liat (%) I 0,60 80 15 5 Pasir Berlempung II 0,46 80 17 3 Pasir Berlempung III 0,39 84 11 5 Pasir Berlempung

Stasiun 1 = Pasir Berlembung Stasiun 2 = Pasir Berlempung Stasiun 3 = Pasir Berlempung

Sumber: Hillel (1982)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 5. Hasil Tangkapan Selama Penelitian

a. Kerang Darah b. Siput Bulan

c. Kerang Bulu d. Udang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA