Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh para pembaca buku ini, kami ucapkan terima kasih atas partisipasi saudara(i) telah membaca buku ini. Harapan kami para pembaca yang budiman dapat mendapatkan pengetahuan dari buku ini. Kami informasikan bahwa buku ini merupakan kelanjutan dari buku kami sebelumnya yang berjudul ' dan Keamanan Kontemporer di Asia Tenggara ' Tahun 2018 Sulu Media Graha Ilmu. Buku ini merupakan komposisi baru dengan penulis baru dengan harapan baru. Buku ini terdiri atas sebelas Bab dengan jumlah lima belas orang penulis. Buku ini berjudul Tinjauan Multiperspektif Kawasan Indo-Pasifik : Peluang dan Tantangan. Tentunya buku ini menyediakan analisis komprehensif para penulis dari bidang kajian masing-masing yang telah malang melintang dalam dunia riset dan publikasi. Oleh sebab itu bagi pengkaji Hubungan Internasional kontemporer terkhusus wilayah Asia Pasifik, ASEAN dan sekitarnya, akan sangat dianjurkan untuk memiliki buku ini. Penulis dengan judul Kawasan Indo-Pasifik: Menuju Sebuah Regionalisme Baru ? ditulis oleh Rizky Hikmawan, kajian ini menuliskan bahwa kawasan Indo-Pasifik merupakan kawasan regionalisme baru yang menyediakan potensi sumber daya yang luar biasa dalam membangun masa depan negara dan kawasan dalam percaturan politik internasional kontemporer. Regionalisme ini menyediakan pertarungan banyak negara, banyak budaya dan banyak kepentingan untuk berkuasa. Penulis dengan judul Kawasan Indo-Pasifik dalam Perspektif Geopolitik dan Geostrategis oleh Rodon Pedrason dan Yugolastarob Komeini, penulis melihat Indo-Pasifik sebagai kawasan lingkungan strategis baru akan menyediakan gaya politik dan militer baru. Negara-negara akan saling memetakan siapa yang akan menjadi kawan dan berpotensi menjadi lawan. Penulis Perkembangan Politik Internasional di Kawasan Indo - Pasifik oleh Rizky Ridho Pratomo dan Afrimadona, penulis menilai bahwa kontestasi politik internasional di kawasan Info-Pasifik akan semakin memanas. Memanas dalam arti bukan hanya karena kontestasi regional sekitaranya seperti ASEAN dan Asia Pasifik tetapi masuknya negara- negara seperti Amerika, dan . Perebutan kekuasaan dalam memperluas pengaruh di kawasan ini akan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan rivalitas multi kepentingan. Penulis Keamanan Maritim di Kawasan Indo-Pasifik oleh Hesti Rosdiana. Penulis menilai bahwa kawasan Indo-Pasifik akan menyediakan konflik rivalitas yang berhubungan dengan keamanan maritim. Penulis melihat bahwa kawasan potensial ini akan berpeluang terjadinya konflik wilayah antar negara anggota. Apalagi para anggota memang secara historis memiliki beban konfliktual di kawasan regional lain. Penulis Diplomasi Pertahanan di Kawasan Info-Pasifik oleh Beni Sukadis. Penulis melihat bahwa potensi konflik diantara negara-negara kawasan sangat besar. Oleh sebab itu, untuk mencegah adanya hegemoni kekuasaan dan ketidak saling percayaan maka negara-negara harus membuka diri berdialog untuk meyakinkan bahwa diantara mereka tidak akan saling serang dan menyerang. Apalagi diam-diam membangun pertahanannya. Penulis Peran India dalam Strategi Keamanan Amerika Serikat di Kawasan Indo- Pasifik oleh Putu Agung Nara. Penulis melihat bahwa peran India sebagai salah satu negara yang sedang ‘naik daun’ tentunya memiliki peran khusus dalam strategi keamanan Amerika Serikat. Munculnya China sebagai kekuatan baru di kawasan regional menuntut negara harus mencari kawan untuk beraliansi melawan kekuatan baru tersebut. Hubungan baik India dan Amerika Serikat yang terus berkembang, bisa dijadikan upaya untuk membendung kekuatan China. Apalagi masing-masing negara memiliki beban konflik masa lalu. Penulis China dan Kawasan Indo-Pasifik: Reaksi, Kebijakan, dan Tantangan Keamanan oleh Nur Rachmat Yulianto. Penulis melihat bahwa China berpotensi menjadi kekuatan besar dimasa depan. Kebijakan Belt Road Inisiative sebagai formulasi kebijakan luar negeri China merupakan reaksi atas tantangan kawasan. Rivalitas dan tantangan konflik dengan negara-negara besar tidak menyurutkan niat China untuk menggantikan posisi Amerika sebagai negara superpower. China yang semakin agresif tentunya sebagai bentuk reaksi atas respons untuk tetap bertahan dalam politik internasional. Penulis India dan Strategi di Kawasan Indo- Pasifik oleh Emil Radhuansyah. Penulis menilai bahwa India juga berpotensi menjadi kekuatan besar yang mampu menyaingi China. Rivalitas dan konflik diantara kedua negara

dimasa lalu bisa menjadi beban yang akan dibawa di kawasan Indo-Pasifik. Karakter kebijakan pemimpin India yang juga cenderung agresif, siap menantang China untuk menjadi kekuatan besar di Asia maupun dunia. Penulis Respon Strategi Pertahanan Maritim Terhadap Modernisasi Militer China di Kawasan Indo- Pasifik oleh Isti Marta Sukma dan Anak Agung Banyu Perwita. Penulis menilai bahwa Australia merupakan negara yang juga merasa terganggu dengan modernisasi alusista militer China. China menjadi ancaman bukan hanya Amerika dan India, tetapi Australia juga turut merespon munculnya kekuatan baru oleh China. Australia harus memperkuat aliansi dan pertahanan militernya. Kemudian, penulis Kebijakan Politik Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia di kawasan Indo- Pasifik oleh Laode Muhamad Fathun dan Asep Kamaluddin. Penulis melihat bahwa kebijakan luar negeri Indonesia harus tetap diarahkan pada bebas aktif. Indonesia harus menjadi karakter middle power yang mampu mengimbangi kekuatan baru di kawasan. Indonesia sebagai salah satu penggagas Indo-Pasifik harus mampu menjadi teman bagi siapapun. Oleh sebab itu dengan strategi diplomasi akomodasi Indonesia harus bisa mencari posisi terbaik yang menguntungkan kepentingan nasional. Dan Terakhir adalah penulis Strategi dalam Meningkatkan soft power di Kawasan Indo-Pasifik oleh Rika Isnarti. Penulis melihat majunya China sebagai kekuatan baru di kawasan menuntut Taiwan harus terus waspada dalam menilai modernisasi China. Taiwan dan China sejak dahulu telah memiliki beban konflik yang akut. Oleh sebab itulah dengan strategi soft power merupakan upaya Taiwan dalam pencari aliansi agar bisa melawan agresifitas China di kawasan. Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi pembaca. Kami menyadari masih banyak kekurangan dari buku ini. Oleh sebab itulah, mewakili para penulis kami akan terus menyempurnakan kajian kami agar bisa terus dinikmati oleh masyarakat. Salam Hormat Kami. Wassalam.

Jakarta, 20 Februari 2021

Editor

Strategi Taiwan Meningkatkan Soft Power Di Kawasan Indo-Pasifik

Rika Isnarti Program Studi Hubungan Internasional Universitas Pertamina

Taiwan align ourselves with international values, and affirm our relationship with peoples throughout the Indo-Pacific ( Tsai Ing- wen) Pendahuluan

Indo-Pasifik merupakan sebuah kawasan yang penting bagi Taiwan. Sebagai salah satu negara yang berada di kawasan ini dan memandang pentingnya Indo-Pasifik, Taiwan berharap bisa meningkatkan kerjasama, perdagangan, dan pembangunan infsrastruktur di negaranya dengan hubungan baik di Indo-Pasifik. Seperti yang dikatakan oleh presiden Tsai Ing Wen, Taiwan bersedia bekerjasama dengan secara inklusif pada kawasan ini dengan menjunjung nilai nilai demokrasi dan kebebebasan (Glaser, Kennedy, Mitchell, & Funaiole, 2018). Itikad baik ini tentu harus diimplementasikan dengan terbentuknya berbagai kerjasama di Indo-Pasifik yang dilakukan oleh Taiwan.

Indo-Pasifik memiliki banyak arti penting bagi Taiwan. Terutama dengan keberadaan negara ini pada kawasan ini. Berada ditengah-tengah kawasan yang bernilai strategis baik secara ekonomi dan memiliki posisi sebagai pusat keseimbangan di wilayah Asia secara keamanan dan banyaknya negara dengan kekuatan besar, tentu membuat Taiwan ingin meningkatkan hubungan kerjasama yang lebih baik dengan negara-negara di Indo-Pasifik. Secara geopolitik Indo-Pasifik merupakan kawasan yang diidentifikasikan dengan penggabungan dua samudera, Hindia dan Pasifik. Secara ekonomi, Indo-Pasifik memiliki empat entitas dengan Produk Domestik Bruto terbesar yang berada di Indo- Pasifik yaitu Amerika Serikat, China, India, ASEAN. Dilihat dari jumlah penduduk, tentu setengah penduduk dunia berada di Indo-Pasifik dan sebagian besar dengan usia produktif yang mendukung untuk memajukan kawasan ini (United Nations, 2015). Hal ini membuat pada sepuluh tahun terakhir Indo-Pasifik merupakan kawasan yang menjadi pusat peradaban, kemajuan ekonomi, dan navigasi hubungan internasional.

Tingginya keinginan Taiwan untuk dapat maju bersama Indo-Pasifik, dan pesatnya perkembangan Indo-Pasifik, tidak sejalan dengan kenyataan hubungan luar negeri Taiwan dengan negara-negara di kawasan ini. Permasalahannya, Taiwan merupakan salah satu

237 negara yang tidak mempunyai hubungan diplomatik secara formal dengan negara-negara yang berada di Indo-Pasifik. Taiwan bisa saja memiliki hubungan dagang dengan berbagai negara di Indo-Pasifik, seperti Indonesia, Jepang, Amerika Serikat atau lainnya. Diindikasikan dengan adanya kantor dagang beberapa negara diatas di Taiwan, mampun kantor dagang Taiwan pada negara-negara tersebut jika dilihat dari hubungan antar pemerintah. Selain itu, pada sisi people to people tidak dapat dipungkiri Taiwan memiliki hubungan pertukaran penduduk dengan berbagai negara di Indo-Pasifik. Seperti banyaknya jumlah mahasiswa asing yang bersekolah di Taiwan, banyaknya tenaga kerja asing yang ada di Taiwan yang berasal dari negara-negara di Indo-Pasifik. Bahkan angka wisatawan dari negara-negara di Indo-Pasifik ke Taiwan juga tinggi. Namun, fakta-fakta tersebut tidak membuat serta merta secara legal formal Taiwan memiliki Hubungan Diplomatik dengan negara-negara di Indo-Pasifik. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Taiwan dapat menjalankan kerjasama, meningkatkan investasi dan perdagangan, menjamin keamanan dan kerjasama keamanan, meningkatkan citra di tingkat internasional dan lainnya di kawasan ini tanpa adanya hubungan diplomatik yang formal? Dengan kata lain sebagai negara yang berada di Indo-Pasifik bagaimana Taiwan akan ikut berpartisipasi dalam pusat perdabadan hubungan internasional dan ekonomi di Indo-Pasifik. Bagaimana Taiwan dapat menentukan posisinya diantara negara-negara di kawasan Indo-Pasifik dan mampu dianggap setara atau merupakan anggota dari komunitas internasional sebagai negara oleh negara-negara lainnya terutama di Indo-Pasifik?

Tidak adanya hubungan diplomatik tentu menjadikan persoalan sendiri bagi Taiwan untuk mencapai kepentingan nasionalnya dan agenda politiknya di Indo-Pasifik. Meskipun Taiwan dapat mengirim penduduk ke negara lain di Indo-Pasifik, melaksanakan hubungan perdagangan, pertukaran penduduk, melaksanakan pertukaran pelajar, namun, dalam agenda perpolitikan banyak yang tidak bisa dilakukan oleh Taiwan karena absennya hubungan diplomatik yang formal. Salah satunya, keterbatasan Taiwan dalam bergaul dengan negara-negara di Indo-Pasifik dengan tidak adanya hubungan diplomatik yang formal adalah tidak banyaknya keikutsertaan Taiwan sebagai negara dalam berbagai organisasi internasional baik di kawasan Indo-Pasifik ataupun global terutama pada organisasi-organisasi besar seperti WHO, . Meskipun Taiwan bisa terlibat dengan berbagai kerjasama, namun Taiwan tidak memiliki peran besar sebagai anggota dari sebuah organisasi internasional dan tidak bisa melakukan peran lebih lanjut. Dapat dilihat, Taiwan

238 tidak bisa terlibat penuh dalam organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam menanggulangi persoalan kesehatan dunia dan projek-projek yang dilakukan oleh WHO (Hickson, 2003). Kemudian Taiwan juga tidak dapat mengirim pasukan keamanan dalam berbagai konflik dibawah naungan perserikatan bangsa-bangsa (The and the Information Office of the State council, 2000). Hasilnya, Taiwan melaksanakan hubungan luar negeri hanya dalam batas batas low politics dan tidak high politics.

Tidak adanya hubungan diplomatik formal bukan berarti menyurutkan peran Taiwan di Indo-Pasifik. Majunya Indo-Pasifik, menjadi bagian dari kemajuan ini dan mendapatkan posisi dan pengakuan di kawasan ini akan membawa keuntungan yang besar bagi Taiwan. Untuk itu memiliki hubungan yang intensif dengan berbagai negara di Indo- Pasifik dan ikut berperan dalam kemajuan kawasan ini merupakan hal yang harus dilakukan oleh Taiwan. Tulisan ini membahas upaya-upaya yang dilakukan Taiwan dalam rangka menjalin hubungan luar negeri untuk meningkatkan kepentingan nasionalnya seperti peningkatan kerjasama perdagangan, hubungan luar negeri dengan berbagai negara dan kepentingan-kepentingan lainnya tanpa memiliki hubungan diplomatik yang formal. Taiwan dapat menggunakan soft power sebagai salah satu alternatif untuk mencapai kepentingan nasionalnya di Indo-Pasifik. Tulisan ini ingin membahas strategi Taiwan sebagai negara tanpa hubungan diplomatik formal untuk meningkatkan soft power-nya terutama di Indo-Pasifik.

Tulisan ini terdiri dari beberapa bagian. Pada bagian pertama tulisan ini akan menjelaskan Indo-Pasifik, arti penting Indo-Pasifik bagi Taiwan, dan kontribusi Taiwan pada Indo-Pasifik, Bagian selanjutnya akan menjelaskan soft power dan kebijakan Taiwan dengan soft power untuk berperan penting di Indo-Pasifik. Bagian ketiga akan menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan Taiwan tanpa hubungan diplomatik formal di Indo-Pasifik untuk meningkatkan peran dan signifikansi negaranya di Indo-Pasifik dengan soft power. Pada bagian akhir terdapat kesimpulan mengenai strategi yang diterapkan Taiwan di Indo- Pasifik dengan softpower-nya.

Kawasan Indo-Pasifik dan Taiwan

239 Indo-Pasifik merupakan sebuah kawasan yang dihubungkan oleh dua perairan besar Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Secara geografis, Indo-Pasifik mencakup wilayah Pasifik Barat hingga Teluk Benggala di Samudra Hindia Timur (Heydarian, 2020). Ada beberapa kawasan penting dalam Indo-Pasifik seperti Asia tenggara, Asia selatan, Asia timur, Australia, dan wilayah Afrika yang berada di Samudera Hindia. Indo-Pasifik artinya memiliki beberapa negara dengan kekuatan besar seperti India, China, Australia. Keberadaan ASEAN di Indo-Pasifik tentu juga merupakan hal penting sebagai salah satu organisasi regional yang cukup besar saat ini (Agastia, 2020; J. Lee, 2018). Munculnya beberapa negara dengan kekuatan besar di Indo-Pasifik membuat kawasan ini secara ekonomi sangat maju dan bernilai strategis. Dapat dikatakan setengah dari aktivitas perekonomian dunia berada di Indo-Pasifik. Indo-Pasifik merupakan sebuah kawasan yang banyak dibahas baik oleh akademisi maupu dalam praktik pemerintahan.

Berbagai negara juga memandang Indo-Pasifik sebagai kawasan yang penting termasuk negara yang berada di luar Asia. Menurut Zhu (2019) pada masa pemerintahan Trump, Indo-Pasifik memiliki arti penting bagi Amerika Serikat. Pemerintahan Amerika Serikat dibawah Trump bercita-cita untuk memajukan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, yang bertujuan untuk menempatkan banyak kekuatan besar atau kekuatan menengah di Indo-Pasifik. Tujuan besar dari rencana Amerika Serikat memajukan kawasan ini adalah untuk mengatasi kebangkitan China dan membentuk keseimbangan di antara kekuatan- kekuatan besar di bawah hegemoni Amerika Serikat. Australia juga menempatkan Indo- Pasifik sebagai sebuah kawasan strategis baik secara akademis maupun praktis sejak lama. Pada tahun 1960-an akademisi di Australia sudah membahas mengenai Indo-Pasifik dan posisi Australia di kawasan ini (Medcalf, 2018). Pada level praktik, pada tahun 2013 Australia mengeluarkan “Indo-Pacific Strategy Arc yang termuat dalam Buku Putih Pertahanan Nasional Australia (Brennan, 2015). Australia memandang Indo-Pasifik sebagai sebuah kawasan yang stabil dan Indo-Pasifik merupakan satu dari empat kepentingan strategis Australia.

Beberapa negara di Asia menempatkan kawasan Indo-Pasifik sebagai kawasan strategis tentunya. Jepang merupakan negara lain yang juga menempatkan posisi Indo- Pasifik sebagai kawasan penting. Hal ini ditandai dengan strategi free and open Indo- Pasifik yang dimiliki Jepang (Baldauff, 2018). Strategi ini memiliki tiga tujuan utama yaitu

240 mempromosikan pembentukan supremasi hukum, kebebasan navigasi dan perdagangan bebas, kedua meningkatkan konektivitas dan kemakmuran ekonomi dan komitmen untuk perdamaian dan stabilitas dunia (Hosoya, 2019; Ministry of Foreign Affairs of Japan, 2020) . India dan ASEAN juga tidak ketinggalan dalam melihat Indo-Pasifik sebagai bagian penting. Munculnya kebijakan Act East yang dimiliki oleh India membuat India memiliki hubungan yang lebih erat dan intensif dengan negara-negara di kawasan ini seperti negara-negara yang menjadi anggota ASEAN, Australia dan Jepang (Tunia, 2020). Kebijakan Act East bertujuan menjadikan India untuk diuntungkan karena posisinya yang berada di tengah Indo-Pasifik dengan kata lain dari geopolitical Indo-Pasifik menjadi geo- advatage Indo-Pasifik. Tujuan lain dari India memandang posisi strategis Indo-Pasifik adalah untuk mencegah China menjadi lebih dominan di kawasan samudera Hindia. Sehingga, India berharap dapat menjadi pusat dari Indo-Pasifik dengan letak geografisnya dan mengurangi dominansi China di kawasan ini.

ASEAN sebagai salah satu organisasi regional di kawasan ini menempatkan Indo- Pasifik pada posisi yang strategis dan penting. Dibandingkan dengan membuat sebuah kebijakan dari satu negara ke negara lain, negara-negara anggota ASEAN sepakat membuat sebuah kebijakan bersama yang memandang Indo-Pasifik sebagai sebuah kawasan strategis. Pada tahun 2019 ASEAN mengeluarkan konsep ASEAN outlook on Indo-Pasifik (Anwar, 2020). Konsep ini memiliki pandangan bahwa Indo-Pasifik bukan merupakan kawasan Asia Pasifik dan Samudera Hindia yang secara geografi terletak bersebelahan. ASEAN memandang Indo-Pasifik sebagai sebuah kawasan yang terintegrasi yang merupakan satu kesatuan dan ASEAN sebagai pusat yang memiliki peran penting untuk memajukan kawasan ini. Bagi ASEAN, melalui ASEAN outlook on Indo-Pasifik, Indo-Pasifik dianggap sebagai sebuah kawasan untuk memajukan kerjasama maritim dan ekonomi, meningkatkan konektivitas dan terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan (ASEAN, 2019).

Di Indo-Pasifik, Taiwan memiliki peranan besar terutama di berbagai negara dalam mewujudkan tata Kelola pemerintahan yang baik, pembangunan yang berkelanjutan dan memajukan pendidikan. Taiwan selalu memberikan bantuan keuangan kepada Kepulauan Solomon terutama kepada elit-elit pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan (Roy, 2019). Sayangnya, pada tahun 2019, Kepulauan Solomon sebagai salah satu negara di

241 Indo-Pasifik, memutuskan hubungan diplomatik formal dengan Taiwan walaupun pada saat itu masih banyak penduduk dari negara ini yang bersekolah di Taiwan (The Interpreter, 2020). Dengan adanya pemutusan hubungan ini, Taiwan tidak lagi memberikan bantuan finansial kepada Kepualauan Solomon. Pada sektor pendidikan, setiap tahunnya Taiwan memberikan beasiswa kepada pemerintah Indonesia, , Vietnam dan lainnya sehingga memudahkan warga negara dari negara-negara ini untuk bersekolah di Taiwan. Pada tahun akademik 2016 – 2017 tercatat sekitar 24.000 orang mahasiswa dari ketiga negara diatas yang bersekolah di Taiwan (Ning Luo, 2014). Setiap tahunnya, Taiwan mencatat terjadi kenaikan jumlah mahasiswa sekiatr 14-17% dari negara-negara di Asia Tengggara yang memilih bersekolah di Taiwan (Ministry of Education Republic of China, 2016).Dengan adanya kerjasama antara ASEAN dan Taiwan, Taiwan berencana untuk meningkatkan jumlah mahasiswa asing dari negara-negara di ASEAN setiap tahunnya, terutama melalui skema kebijakan New Southbound Policy atau Arah Kebijakan Selatan Baru (Glaser et al., 2018). Pada sektor pembangunan yang berkelanjutan, dengan kebijakan yang sama, Taiwan memberikan bantuan kepada petani-petani yang ada di , Vietnam dan dalam mengembangkan hasil pertanian dan pengelolaannya sehingga meminimalisir angka kemiskinan dan meningkatkan peran perempuan (Bureau of Foreign Trade, 2016). Dapat disimpulkan, meskipun tidak memiliki hubungan diplomatik formal, bahkan beberapa negara memutuskan hubungan diplomatik formalnya dengan Taiwan, Taiwan dapat memajukan perkembangan masyarakat yang ada di Indo- Pasifik, melalui bantuan tata Kelola pemerintah yang baik, meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat di Indo-Pasifik, dan membantu negara-negara di Indo-Pasifik untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

Pada sisi lainnya, Indo-Pasifik juga membutuhkan Taiwan dan seharusnya memandang Taiwan sebagai sebuah negara penting yang menjadi bagian dari Indo-Pasifik. Seperti yang diuraikan diatas, beberapa negara memiliki hubungan yang lebih intensif di negara-negara Indo-Pasifik, dan membuat kebijakan khusus mengenai kawasan ini dengan tujuan untuk meminimalisir peran China yang terlalu dominan, membuat kawasan Indo- Pasifik yang lebih damai, dan memajukan kerjasama terutama dalam perdagangan. Dalam hal ini, setidaknya Taiwan dapat berbagi ide bersama dengan negara lain mengenai kawasan Indo-Pasifik. Menurut Menteri Luar Negeri Taiwan, Wu dalam Denny (2019) menjelaskan bahwa Taiwan memiliki nilai dan kepercayaan yang sama dengan negara-

242 negara di Indo-Pasifik mengenai kawasan ini. Kedua, Taiwan memiliki kemampuan untuk membantu membangun kapasitas negara-negara di Indo-Pasifik terutama negara-negara yang belum maju dan memiliki pembangunan yang masih terbatas. Ketiga Taiwan memiliki posisi tersendiri di Indo-Pasifik seperti kedekatan geografis dengan China dan Jepang, sehingga Taiwan memiliki nilai geostrategis tersendiri.

Dilihat dari poin-poin ini, pada satu sisi, Taiwan bisa menjadi tameng tersendiri bagi kawasan Indo-Pasifik terutama untuk meminimalisir dominansi China di kawasan ini dan memberikan cerminan kepada China akan positifnya demokrasi. Tidak dapat dipungkiri perseteruan Panjang antara China dan Taiwan membuat posisi Taiwan memiliki nilai tersendiri. Selain itu, dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh Taiwan sebagai negara yang menjunjung demokrasi, Hak asasi manusia, dan tata Kelola pemerintahan yang baik, akan memberikan cerminan kepada masyarakat China, bahwasanya Taiwan memiliki pandangan yang sama secara nilai-nilai moral dengan negara – negara dominan lain di kawasan Indo-Pasifik, sehingga dari sisi masyarakat, Taiwan memberikan contoh kepada masyakarat China bahwa nilai-nilai demokrasi dan lainnya tidak lah buruk dengan melihat kondisi perkembangan dan kemajuan yang dimiliki Taiwan. Dengan kata lain, Taiwan dapat menekan pengaruh China di Indo-Pasifik dengan menjadi negara yang mayoritas penduduk China yang banyak namun menerapkan nilai-nilai demokrasi dan berbeda dengan China.

Meskipun banyak negara-negara maju di kawasan Indo-Pasifik, peran Taiwan dalam perkembangan kawasan ini sangat dibutuhkan. Taiwan mampu mendukung dan membantu negara-negara dengan perkembangan yang belum signifikan untuk menjadi lebih baik. Bantuan yang diberikan Taiwan mengenai tata kelola pemerintahan, serapan tenaga kerja pada negara-negara dengan jumlah angkatan kerja yang banyak, meningkatkan kualitas pendidikan negara-negara di Indo-Pasifik merupakan beberapa hal yang sudah dilakukan Taiwan untuk kawasan ini. Jika hal ini tidak dilakukan oleh Taiwan, memungkinkan apa yang dicapai oleh Indo-Pasifik saat sekarang ini tidaklah sepesat dan semerata saat ini.

Persoalan selanjutnya yang penting untuk dibahas adalah, walaupun beberapa negera di kawasan Indo-Pasifik mengakui akan adanya peran penting Taiwan disini, seperti memiliki nilai-nilai dan prinsip moral yang sama, negera dengan pertumbuhan ekonomi

243 bagus, mampu mendukung pendidikan dan kemajuan perkembangan negara lain, apakah negara-negara di Indo-Pasifik mampu memposisikan Taiwan sebagai negara partner yang sejajar dengan negara lain tanpa adanya rasa ketakutan akan China dan pengakuan akan adanya satu China atau “One China Policy”. Penting untuk ditelaah lebih dalam, apakah negara-negara yang dibantu oleh Taiwan, bahkan Amerika Serikat sebagai negara besar dan memiliki nilai-nilai demokrasi seperti yang dianut Taiwan, mampu memposisikan Taiwan sebagai negara partner yang penting terutama di Indo-Pasifik. Terlebih dengan tidak adanya hubungan diplomatik formal dari negara ini. Menurut Denny (2019) sampai sejauh ini dengan adanya kebijakan berbagai negara akan Indo-Pasifik, namun belum ada negara yang secara khusus memposisikan Taiwan dalam kebijakannya akan Indo-Pasifik. Amerika Serikat sebagai negara yang pertama memandang pentingnya Indo-Pasifik dengan kebijakan Bebas Terbuka Indo-Pasifik tidak memberikan ruangan khusus akan kerjasama dengan Taiwan dalam kebijakan ini. Kebijakan Amerika Serikat dengan Taiwan terkait kawasan ini tercantum dalam Taiwan Relations Act (TRA), bukan pada kebijakan Bebas Terbuka Indo-Pasifik.

Taiwan New Southbound Policy (Kebijakan Arah Selatan Baru)

Kebijakan Arah Selatan atau Southbound Policy, dalam kebijakan luar negeri Taiwan, bukanlah hal baru. Sejak 1990-an, setiap pemimpin Taiwan telah memasukkan Asia Tenggara dan / atau Asia Selatan dalam peta jalan strategis ekonomi mereka. Menurut Huang (2018) dan (Glaser et al., 2018) Kebijakan arah selatan sudah diluncurkan sejak Presiden Lee dengan nama Go South, kebijakan dengan tujuan yang sama juga ada pada pemerintahan presiden Chen dan Presiden Maa. Pada umumnya, Kebijakan Arah Selatan ini lebih berfokus pada ekonomi, terutama pada kebijakan sebelum presiden Tsai Ing-wen (Huang, 2018). Kebijakan Arah Selatan Baru lebih dikenal pada masa pemerintahan presiden Tsai, terutama pada periode kepemimpinannya yang pertama. Kebijakan ini ditujukan untuk memfasilitasi kehadiran dan koneksi Taiwan di kawasan selatan, terutama

244 pasifik. Kebijakan ini bertujuan untuk memposisikan kembali Taiwan pada posisi yang lebih strategis dengan mengurangi hambatan politik. Sebelumnya, adanya perseteruan dengan China membuat Taiwan mengalami kesulitan untuk melakukan hubungan luar negeri terutama dengan negara-negara di kawasan selatan, sehingga keberadaan Taiwan dan citra yang ditimbulkan tidak dikenal dengan baik.

Kebijakan Arah Selatan Baru pada masa Presiden Tsai Ing-wen diperkenalkan untuk memperkuat hubungan Taiwan di seluruh Indo-Pasifik. Ada sepuluh negara yang menjadi sasaran kebijakan ini: ASEAN, India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, Bhutan, Australia, dan Selandia Baru. Seperti kebijakan luar negeri pada umumnya, kebijakan ini juga memiliki tujuan jangka panjang dan jangka pendek hingga jangka menengah (Bureau of Foreign Trade, 2016). Pada jangka panjang Kebijakan Arah Selatan Baru bertujuan untuk mengembangkan hubungan dengan negara-negara target terutama dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya. Selain itu, kebijakan ini ditujukan untuk membangun suasana negosiasi dan dialog yang lebih luas antara Taiwan dan negara partner, sehingga dapat dengan mudah menyelesaikan masalah dan perbedaan pendapat dengan lebih efektif. Dengan kata lain, adanya kebijakan luar negeri ini membuat Taiwan berkeinginan memiliki hubungan yang lebih erat dengan negara-negara di Indo-Pasifik, saling bekerjasama dan memunculkan saling kepercayaan.

Untuk mencapai tujuan dari kebijakan luar negeri ini, Taiwan menggunakan pendekatan masyarakat atau dari orang ke orang bukan dari pemerintah ke pemerintah. Seperti yang dimuat dalam kebijakan luar negeri ini, Taiwan menggunakan pendekatan “rasa masyarakat ekonomi” untuk mendukung kerjasama ekonomi yang akan dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga program-program yang dirancang dari kebijakan luar negeri ini lebih disasar pada masyarakat dibanding pembuatan kebijakan pada pemerintah. Pendekatan berbasis orang ke orang lainnya adalah soft power, meningkatkan hubungan antar masyarakat dengan adanya pertukaran, menghubungkan pasar pada kawasan regional dan meningkatkan jumlah orang untuk mendukung kebijakan arah selatan baru dengan maksud pemerintah memberikan Pendidikan dan pemahaman lebih baik pada masyarakat internasional mengenai Taiwan, seperti meningkatkan jumlah personil pendidik, meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat di Indo-Pasifik dan lainnya (Bureau of Foreign Affairs, 2018).

245

Taiwan Soft Power

Berada di sebuah kawasan yang bernilai strategis, dengan potensi mampu meningkatkan perekonomian, menyampaikan agenda politik dengan lebih baik kepada penduduk di dunia membuat Taiwan harus melakukan upaya yang lebih keras untuk ikut dalam percaturan hubungan internasional di Indo-Pasifik. Namun, tidak adanya hubungan diplomatik formal yang dimiliki Taiwan dengan berbagai negara di Indo-Pasifik membuat Taiwan harus menggunakan soft power. Sehingga penting untuk ditelaah apakah Taiwan mampu berinteraksi dan mencapai kepentingannya di Indo-Pasifik dengan menggunakan soft power sebagai pendekatan berbeda yang dilakukan oleh negara-negara di kawasan ini.

Soft Power merupakan sebuah konsep yang dikemukan oleh Joseph Nye. soft power dapat didefinisikan sebagai sebuah upaya atau kekuatan untuk mencapai keinginan kepada pihak lain agar pihak tersebut dapat mengikuti keinginan pihak yang memiliki kekuatan tanpa adanya paksaan (Nye, 2004). Dengan kata lain soft power merupakan bentuk ajakan yang dimiliki oleh pihak yang memiliki kekuatan. Soft power bisa didapat dengan berbagai cara seperti daya tarik budaya, ide-ide politik, kebijakan tertentu dan lainnya. Saat ini, banyak negara-negara yang menggunakan ketertarikan budaya sebagai sumber soft power (Hashimoto, 2018). Jepang menggunakan Anime dan bahasa, Korea Selatan menggunakan K-Pop, Thailand dengan kuliner, Amerika Serikat dengan Disney dan Hollywood merupakan beberapa contoh sumber soft power yang dimiliki oleh negara-negara besar saat ini. Meskipun menggunakan pendekatan budaya dan adanya perubahan citra dari negara target pada negara yang menggunakan soft power, soft power bukan berarti penggunaan propaganda, karena pada akhirnya, soft power, sama dengan hard power bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional sebuah negara, tanpa hanya sekedar merubah citra.

Menurut Lee (2005) setidaknya terdapat tiga sumber utama yang dapat digunakan negara untuk soft power yaitu budaya, nilai-nilai politik dan atau nilai nilai moral, dan kebijakan luar negeri. Kebudayaan seperti bahasa, tradisi, nilai-nilai sosial dan budaya popular merupakan sumber soft power yang paling banyak digunakan saat ini. Sedangkan ide-ide moral dan politik mencakup kepercayaan dan penerapan yang digunakan oleh sebuah negara seperti nilai-nilai demokrasi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, mendukung kebijakan yang berbasis lingkungan dan lainnya. Negara-negara yang

246 menganut nilai-nilai ini yang dianggap merupakan nilai paling umum dalam masyarakat internasional, akan lebih mudah bergaul dan mencapai agenda settingnya di level internasional karena dianggap memiliki pemahaman dan nilai yang sama. Selanjutnya adalah kebijakan luar negeri, kebijakan luar negeri yang berorientasi pada pertemanan, meminimalisir kekerasan dan tidak berusaha menjadi lebih dominan akan menjadi sumber soft power tersendiri. Negara dengan kebijakan ini akan dianggap sebagai bukan ancaman, namun teman.

Selanjutnya menurut Nye (2002) dengan perkembangan informasi dan teknologi saat ini, negara yang dapat mengoptimalkan soft power nya setidaknya harus memenuhi tiga syarat berikut yaitu, negara dengan budaya yang dominan dan kaya akan budaya serta mampu menerapkan nilai-nilai yang dianut secara universal oleh masyarakat internasional seperti demokrasi. Kedua negara yang memiliki akses dan perkmebangan teknologi dan informasi dengan baik. Dengan kata lain, akses akan komunikasi dan teknologi terjamin di negara ini serta perkembangan sektor ini cukup maju pada negara tersebut. Dan yang ketiga, negara yang memiliki reputasi domestik baik di level internasional, seperti citra penduduk yang ramah, toleran, dan sebagainya.

Dalam mendefenisikan elemen soft power yang dimiliki oleh Taiwan, menurut Lu dalam Wang (2008), ada lima sumber utama soft power yang dimiliki oleh Taiwan yaitu, hak asasi manusia, demokrasi, kedamaian, rasa saling mencintai dan menghargai, dan kemajuan teknologi. Dari kelima sumber ini jika dikaitkan dengan kajian Lee dan Nye diatas, Taiwan memiliki kesempatan yang besar dalam soft power. Negara ini memiliki budaya popular dan kebudayaan China yang dominan, banyak film-film Taiwan, dan juga kartun anime sebagai bentuk budaya popular Taiwan yang diminati di luar Taiwan. Penguasaan akan teknologi dan mengamalkan nilai-nilai moral yang universal, merupakan dua sumber lain yang juga digunakan Taiwan, berbeda dengan China, meskipun memiliki akar rumput yang sama, Taiwan sudah lebih lama menerapkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, terlihat dengan munculnya sistem multipartai pada sistem perpolitikan Taiwan. Pada penguasaan teknologi tanpa diragukan Taiwan merupakan salah satu aktor penting, Taiwan memiliki beberapa merek-merek produk lokal pada industri teknologi yang terkenal dalam level global seperti Asus, HTC, dan lainnya. Sehingga dengan sumber

247 soft power ini, memberikan sebuah peluang kepada Taiwan untuk mencapai kepentingan nasionalnya baik di Indo-Pasifik ataupun kawasan yang lebih besar.

Strategi Soft Power Taiwan

Dalam rangka meningkatkan perannya di Indo-Pasifik dan mencapai kepentingan nasionalnya, ada beberapa strategi dalam soft power yang dominan digunakan oleh Taiwan, seperti pertukaran orang per orang atau people to people, pengunaan diplomasi budaya, promosi nilai-nilai moral yang universal, dan pemanfataan teknologi. Pada kegiatan people to people exchange, Taiwan tidak memfokuskan orang untuk pertukaran dalam kerangka budaya seperti yang pada umumnya dilakukan oleh negara-negara lain. Taiwan melakukan pertukaran masyarakatnya dengan warga negara lain dari berbagai kalangan dan dalam waktu yang lama. Taiwan tidak selalu membuka pagelaran budaya, atau mendatangkan sejumlah komunitas dari negara asing untuk mempelajari budaya Taiwan dan kemudian mempromosikannya di negara asal. Pertukaran orang per orang yang dilakukan oleh Taiwan lebih kepada tujuan jangka panjang, sehingga gambaran masyarakat asing yang pernah tinggal di Taiwan, lebih menyeluruh dan lebih mendalam. Hal ini dapat terlihat seperti Taiwan membuka peluang beasiswa kepada mahasiswa asing dalam lingkup Indo- Pasifik untuk dapat bersekolah di Taiwan pada berbagai jenjang pendidikan baik strata satu sampai doktor (Turale et al., 2010). Selain itu Taiwan juga membuka pertukaran bagi para akademisi untuk melakukan riset bersama di Taiwan dan menetap di Taiwan untuk jangka waktu tertentu seperti satu tahun atau lebih dalam program sabatikal atau dosen tamu pada berbagai universitas. Ada berbagai program yang dimiliki Taiwan untuk memfasilitasi pertukaran ini seperti Taiwan fellowship, pertukaraan dosen antar universitas dan lainnya.

Terbukanya peluang untuk belajar di Taiwan ini tidak hanya saja ditujukan pada negara-negara yang dianggap memiliki tingkat dan kualitas pendidikan dibawah Taiwan, Taiwan juga memberikan kesempatan yang sama kepada warga negara Amerika, Australia, atau Selandia Baru untuk bersekolah di Taiwan, atau melakukan projek riset/ penelitian. Tidak heran jika setiap tahunnya banyak jumlah mahasiswa asing yang bersekolah di Taiwan, dan banyak universitas-universitas di Taiwan yang membuka program internasional sehingga memudahkan warga negara asing untuk bersekolah di Taiwan. Pada tahun 2017, tercatat sekitar 37.999 orang mahasiswa dari negara target kebijakan arah

248 selatan baru yang tengah menempuh pendidikan di Taiwan (Chen & Chen, 2018). Jumlah mahasiswa asing ini pada masa yg akan datang akan menjadi orang yang memberikan gambaran mengenai Taiwan di negara asalnya.

Pada lingkup akademisi semisal pertukaran dosen atau peneliti yang sudah dilakukan oleh Taiwan selama beberapa tahun terakhir, para peneliti akan melakukan penelitian mengenai Taiwan dalam berbagai hal. Sehingga secara tidak langsung, mereka tidak hanya saja merasakan budaya dan kehidupan asli masyarakat di Taiwan ketika tinggal disana, tapi juga secara akademisi menghasilkan sebuah penelitian yang mampu menunjukkan pentingnya Taiwan nantinya di negara asalnya maupun pada ranah penelitian yang ia dalami.

Pertukaran masyarakat selanjutnya juga terjadi pada lingkup pekerja baik pekerja terampil ataupun tidak. Pada satu sisi, padatnya jumlah penduduk di Indo-Pasifik terutama di negara-negara berkembang menyebabkan peluang kerja semakin kecil, sehingga menyulitkan mencari pekerjaan dengan upah yang seimbang di negara asal. Pada sisi lain, Taiwan mampu menyerap jumlah tenaga kerja setiap tahunnya dari negara-negara ini untuk bekerja di berbagai sektor. Taiwan terbantu dengan banyaknya angkatan kerja yang masuk ke Taiwan dan membantu perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat di Taiwan. Banyak pekerja dari Asia Tenggara yang menjadi perawat bagi orang tua di Taiwan dan menjaga mereka pada berbagai kondisi. Selain itu, pekerja-pekerja ini juga bekerja pada berbagai industri lain di Taiwan seperti pabrik perakitan, perkapalan dan lainnya. Pada tahun 2017 tercatat sekitar 602,366 orang tenaga migran yang bekerja di Taiwan, dan jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya (Deng, Wahyuni, & Yulianto, 2020). Pada sisi lain, di Indo-Pasifik, negara-negara terbantu dengan adanya peluang kerja di Taiwan dan secara ekonomi secara tidak langsung mampu meningkatkan devisa negara. Angkatan kerja yang dimiliki Taiwan yang berasal dari masyarakat asing, sama dengan sektor pendidikan, tidak hanya dari negara yang berkembang tapi juga di negara maju dengan sektor kerja yang bervariasi seperti pembantu rumah tangga, perawat bagi orang tua, pekerja pabrik, guru bahasa asing, koki, awak kapal dan lainnya.

Selain membantu pada sektor perekonomian dengan adanya tenaga kerja saing dari berbagai negara dari Indo-Pasifik di Taiwan, mereka juga merupakan orang-orang yang nantinya akan memberikan gambaran mengenai Taiwan sebagai tempat yang lebih baik

249 pada orang di negara asalnya. Pola kehidupan sosial mereka yang langsung bergaul dan berkaitan dengan masyarakat Taiwan, seperti pekerjaan mereka menjaga orang tua, akan langsung memberikan mereka pengetahuan dan gambaran mengenai bagaimana situasi di Taiwan sesungguhnya, jika mereka mendapat perlakukan yang baik, citra Taiwan di mata mereka akan menjadi negara yang baik, seperti mendapatkan majikan yang baik, menghargai mereka dan lainnya. Akibatnya, di satu sisi ketika mereka pulang ke negara asal dan diminta menceritakan mengenai Taiwan, mereka akan mengungkapkan kekaguman mereka mengenai negara ini dan bahkan akan menarik minat pekerja lain untuk juga ikut bekerja di Taiwan.

Tidak dapat dipungkiri tenaga kerja asing di Taiwan memiliki keuntungan yang lebih banyak sebagai orang yang nantinya akan menceritakan Taiwan dengan lebih baik di negara asalnya dibandingkan dengan pertukaran masyarakat lainnya. Secara jumlah, pekerja asing di Taiwan dari Indo-Pasifik terutama, lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa yang bersekolah di Taiwan baik untuk mengambil gelar seperti strata atau doktor atau yang hanya melakukan kursus singkat untuk mempelajari bahasa China dengan aksen tradisional yang digunakan oleh Taiwan. Kedua, pekerja asing memiliki durasi yang lebih lama untuk tinggal di Taiwan dibanding dengan pelajar atau mahaiswa. Seperti contoh, rata-rata untuk satu kali kontrak bagi pekerja Indonesia yang ingin bekerja di Taiwan, mereka akan mengambil masa lebih kurang lima tahun, bahkan setelahnya aka nada yang memperpanjang kontrak. Tidak heran jika banyak pekerja asing di Taiwan memiliki masa tinggal pada waktu lama, karena memperpanjang kontraknya. Sedangkan mahasiswa atau pelajar hanya dapat tinggal lebih kurang lima sampai tujuh tahun jika menyelesaikan pendidikan master dan doktor di Taiwan secara berkelanjutan. Lamanya pekerja asing bekerja di Taiwan dengan selalu memperpanjang kontrak kerja mereka, membuktikan bahwa Taiwan mampu menjadi negara yang memberikan kenyamanan hidup dan pekerjaan pada mereka. Dengan kata lain, Taiwan melakukan pekerjaan rumahnya dengan baik pada membentuk soft power dari orang ke orang dengan membangun citra yang lebih baik.

Dibandingkan dengan melakukan pertukaran masyarakat dalam konteks memahami budaya dengan cara mengirim sekelompok orang pada jangka waktu singkat, apa yang dilakukan oleh Taiwan, dirasa lebih baik. Warga negara asing dapat langsung

250 melihat dan menilai bagaimana kehidupan di Taiwan berlangsung dan dari berbagai elemen masyarakat, tidak hanya dari kaum akademisi, tapi juga kalangan pekerja, pemuda dan lainnya. Sehingga, ketika mereka kembali ke negara asalnya, dari berbagai lapisan masyarakat, mereka dapat menceritakan kondisi Taiwan yang sesungguhnya mereka alami karena menetap dalam jangka waktu yang lama. Hal ini mampu memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang Taiwan, sehingga masyarakat luar memahami Taiwan dengan lebih baik dan dari berbagai lapisan. Selain itu, secara tidak langsung pertukaran orang perorang ini juga akan berkaitan dengan promosi nilai-nilai moral universal yang dimiliki Taiwan. Warga asing dapat langsung melihat bagaimana warga negara Taiwan menikmati proses demokrasi, adanya penerapan hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat di Taiwan serta nilai-nilai lainnya. Sehingga, ketika kembali, mereka dapat menceritakan di negara mereka bahwa Taiwan adalah negara yang menganut dan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut.

Penggunaan pertukaran orang per orang atau masyarakat juga akan sejalan dengan pertukaran budaya sebagai sumber kedua yang utama digunakan Taiwan dalam peningkatan soft power. Banyak budaya-budaya Taiwan yang saat ini mulai dikenal oleh masyarakat luas melalui penyebaran dari masyarakatnya atau warga asing yang pernah menetap di Taiwan. Banyaknya masyarakat asing yang berkunjung dan menetap di Taiwan dalam jangka waktu lama, membuat nilai-nilai budaya Taiwan menjadi digemari sehingga lebih dikenal dan menjadi dibutuhkan di kehidupan masyarakat lain. Seperti contoh, munculnya fenomena minuman “buble tea” yang berasal dari Taiwan dan menjadi kegemaran di berbagai negara di dunia, terutama bagi kalangan anak muda (Cheng, 2020). Fenomena ini kemudian dijadikan sebagai soft power oleh Taiwan dengan memunculkan istilah Alliance untuk mengindikasikan kedekatan hubungannya dengan berbagai negara lain di Indo-Pasifik seperti India, Thailand, dan Hongkong.

Ada banyak nilai-nilai budaya lain yang dikembangkan oleh Taiwan untuk menarik minat masyarakat luar akan Taiwan. Penggunaan bahasa China dengan pola aksara tradisional yang diterapkan Taiwan yang berbeda dengan China menjadikan daya tarik tersendiri bagi warga negara asing untuk belajar mengenai bahasa mandarin di Taiwan. Budaya popular melalui drama dan film sudah terlebih dahulu dilakukan oleh Taiwan ke negara-negara di Asia Tenggara dibanding Korea dan Jepang. Masyarakat di Asia

251 Tenggara telah mengenal drama Meteor Garden dan kelompok artis F4 yang berasal dari Taiwan. Drama-drama ini kemudian dikembangkan dengan muncul berbagai drama lain yang menggambarkan kondisi masyarakat Taiwan. Alhasil, masyarakat luar mulai mengenal Taiwan terutama budaya dan kehidupan masyarakatnya dan menimbulkan kecintaan akan budayanya sehingga menjadikan kebutuhan akan kesamaan kehidupan dengan masyarakat Taiwan. Selain itu, Taiwan menyadari bahwasanya muslim merupakan salah satu penduduk mayoritas di kawasan Indo-Pasifik, melihat peluang ini, Taiwan mampu memanfaatkan dengan menjadikan wisata Halal pada berbagai objek wisata dengan cara menyediakan tempat atau fasilitas ibadah bagi umat muslim. Beberapa tempat makan atau restoran di Taiwan juga mendapatkan sertifikasi halal dari lembaga halal Taiwan. Beberapa makanan yang menjadi ciri khas souvenir atau ole-ole dari Taiwan juga sudah mendapatkan sertifikasi halal. Di Taiwan juga terdapat beberapa rumah ibadah umat muslim yang mudah ditemui. Hal ini membuat banyak warga negara muslim yang berkunjung ke Taiwan menjadi lebih nyaman dan merasa aman bahwa kebutuhannya akan produk halal dan tempat ibadah dapat terjamin di Taiwan tanpa ada ketakutan tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik dan lainnya. Pada akibatnya, strategi ini akan memunculkan stigma bahwa Taiwan adalah negara yang ramah terhadap muslim, sehingga tidak sepatutnya tersisih dari pergaulan di Indo-Pasifik terutama pada negara dengan mayoritas muslim.

Penyebaran nilai-nilai universal seperti hak asasi manusia dan demokrasi merupakan sumber soft power Taiwan yang paling kuat. Dengan adanya nilai-nilai ini yang diterapkan Taiwan membuat masyarakat internasional mampu memberikan perhatian khusus kepada Taiwan sebagai negara yang menjalan nilai demokrasi dan hak asasi manusia namun tetap memiliki perekonomian yang maju dan juga sosial yang baik. Hal ini merupakan sebuah situasi yang berbeda dengan China walaupun Taiwan memiliki kesamaan sejarah dengan china.

Sektor teknologi seharusnya dapat menjadi andalan lain bagi Taiwan dalam mengembangkan soft power nya terutama di Indo-Pasifik. Pada sektor teknologi Taiwan tidak diragukan sebagai negara yang memiliki perkembangan pesat. Baik pada sektor telekomunikasi, informasi, ataupun penerbangan. Taiwan memiliki beberapa merek pada skala global namun bagi masyarakat luas tidak dikenal sebagai produk Taiwan, seperti

252 Asus dan HTC. Namun bagi masyarakat Indo-Pasifik atau luar Taiwan, merek-merek seperti diatas lebih dikenal sebagai produk Amerika Serikat dibanding Taiwan. Begitupun juga dalam bidang penerbangan. Taiwan merupakan salah satu negara dengan industri penerbangan bagus dengan kepemiliki China Airlines dan Eva Airlines. Maskapai - maskapai ini ini juga melayani banyak penerbangan di kawasan Indo-Pasifik, namun tidak banyak yang mengetahui bahwa maskapai ini adalah kepemilikan Taiwan, bukan China meskipun menggunakan nama China diawal. Alih-alih banyak yang menganggap ini adalah bagian dari china dan meningkatkan nama China dalam dunia aviasi.

Potensi lain pada soft power yang dapat digunakan oleh Taiwan adalah munculnya generasi kedua migran atau dikenal dengan istilah second migrant generation (Yang, 2018). Banyaknya pekerja asing di Taiwan juga memunculkan fenomena baru kawin campur antara masyarakat Taiwan dengan pekerja migran. Perkawinan ini kemudian melahirkan generasi baru dengan akar sejarah keluarga yang berasal setangahnya dari luar Taiwan. Kondisi ini tentu membuat mereka ingin mengetahui lebih banyak mengenai kondisi negara atau keadaan negara orang tua mereka. Akan timbul keinginan untuk mengetahui lebih banyak kondisi negara asal orang tua mereka. Hal yang sama juga berlaku bagi keluarga mereka yang berasal dari luar Taiwan, tentu akan muncul keinginan untuk mengetahui anak kerabat mereka yang merupakan generasi kedua ini mengenai kehidupan mereka di Taiwan. Munculnya kondisi ini akan memunculkan tuntutan oleh masyarakat Taiwan kepada negaranya dan oleh masyarakat negara lain untuk memiliki hubungan luar negeri dengan Taiwan. Sehingga, mereka bisa mengetahui sejarah keluarganya dan saling berhubungan.

Dengan adanya penggunaan strategi strategi soft power ini, secara tidak langsung masyarakat di negara-negara Indo-Pasifik akan memberikan perhatian khusus pada Taiwan dan meminta negara mereka untuk melakukan hubungan luar negeri dengan Taiwan karena ada kebutuhan masyarakatnya, bukan hanya kebutuhan dari pemerintahnya. Sehingga, mau tidak mau pada akhirnya negara akan melakukan hubungan luar negeri dengan Taiwan karena ada desakan dari masyarakat dan kebutuhan masyarakat tersebut. Walaupun strategi ini belum sepenuhnya efektif jika dilihat dari masih minimnya hubungan diplomatik formal yang dimiliki oleh Taiwan dengan negara-negara di Indo-Pasifik, namun keberadaan Taiwan di tengah-tengah masyarakat negara-negara di Indo-Pasifik semakin jelas dan

253 dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan pendidikan yang berkualitas, perdagangan yang lebih stabil dan menguntungkan, berhubungan dengan negara yang memiliki citra positif dan baik, serta perkembangan budaya dan teknologi yang baik dan terhubung dengan diasporanya.

Namun, selanjutnya penting untuk dikaji apakah masyarakat Taiwan merasakan kebutuhan akan pengakuan negaranya di negara lain secara diplomatik dan meningkatkan eksistensi peran negaranya terutama di kawasan Indo-Pasifik. Jika hanya pemerintah Taiwan yang menyadari akan pentingnya peningkatan eksistensi Taiwan dan hubungan luar negeri di kawasan Indo-Pasifik, pada akhirnya, kebijakan apapun yang dilakukan oleh pemerintah, metode, dan strategi apapun tidak akan bertahan lama, citra Taiwan hanya akan sebatas pemerintahnya saja, bukan sampai pada akar rumput masyarakat. Pada saat terjadinya pergantian pemerintahan, maka isu ini akan kembali bergeser karena tidak adanya kebutuhan dari masyarakat dan nilai penting yang dimiliki oleh masyarakat. Jika hal ini terjadi, maka Taiwan tentu akan sangat dirugikan karena posisi Taiwan dengan perseteruan dengan China, kurangnya hubungan diplomatik formal terutama dengan negara-negara dominan di Indo-Pasifik tentu akan menyulitkan posisi Taiwan di dunia internasional kedepannya. Melakukan edukasi dan penyampaian kepada masyarakat Taiwan bahwa mereka merupakan elemen penting dalam upaya Taiwan mengembangkan soft power-nya terutama di Indo-Pasifik, merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi Taiwan kedepannya.

Kesimpulan

Tulisan ini membahas mengenai upaya Taiwan untuk meningkatkan peran dan hubungan luar negerinya di kawasan Indo-Pasifik. Memiliki hubungan dekat dengan Amerika Serikat, namun memiliki perseteruan dengan China, tidak adanya hubungan diplomatik formal dengan negara-negara di Indo-Pasifik, serta ketidakikutsertaan Taiwan dalam organisasi internasional merupakan serangkaian hambatan yang dimiliki oleh Taiwan untuk meningkatkan perannya di kawasan Indo-Pasifik. Pada sisi lain, Indo-Pasifik merupakan kawasan yang mengalami kemajuan pesat dan ditetapkan sebagai kawasan strategis oleh beberapa negara dengan munculnya kebijakan luar negeri berbagai negara pada kawasan ini. Tidak dapat dipungkiri kawasan Indo-Pasifik merupakan kawasan yang saat ini memiliki perdagangan pesat, banyaknya jumlah penduduk, dan hubungan luar

254 negeri yang memiliki banyak dinamika. Secara umum, berbagai negara di dunia ingin menjadikan kawasan Indo-Pasifik sebagai kawasan pusat perdagangan, kawasan yang damai dan aman serta tidak adanya dominasi dari satu negara pada kawasan ini.

Meskipun negara yang secara geografis kecil dan memiliki perseteruan dengan salah satu negara besar di Indo-Pasifik, China, Taiwan dapat membuktikan memiliki peran tersendiri dalam memajukan kawasan Indo-Pasifik. Taiwan merupakan salah satu negara yang mendukung kebijakan Amerika Serikat mengenai bebas dan terbukanya Indo-Pasifik, partneship Indo-Pasifik dengan Australia dan kebijakan luar negeri negara lainnya. Selain itu, pada pendekatan politik yang lebih rendah, Taiwan mampu memajukan pendidikan di Indo-Pasifik, menyerap tenaga kerja, memberikan bantuan bagi negara-negara kecil di kawasan Indo-Pasifik mengenai tata kelola pemerintah yang baik, menyebarkan nilai-nilai moral seperti demokrasi dan hak asasi manusia. Disisi lain, Taiwan tentu membutuhkan Indo-Pasifik, dengan adanya partneship berbagai negara di Indo-Pasifik dengan Taiwan, akan memajukan perdagangan dan kerjasama Taiwan, dan meningkatkan eksistensi dan peran Taiwan di dunia internasional. Selain itu, dengan partneship ini akan membuat kerjasama bilateral dan multilateral Taiwan menjadi lebih banyak, memungkinkan terjadinya negoasiasi dan dialog yang lebih efektif dalam menyelesaikan persoalan Taiwan dengan negara lain. Indo-Pasifik bernilai penting bagi Taiwan karena merupakan pintu utama untuk meningkatkan eksistensi Taiwan di dunia internasional sehingga akan memungkinkan terjadinya peningkatan hubungan diplomatik formal Taiwan dengan berbagai negara lain terutama di Indo-Pasifik.

Taiwan menggunakan soft power sebagai upaya untuk mendukung kebijakan luar negerinya di Indo-Pasifik melalui Kebijakan Arah Selatan Baru. Ada beberapa sumber soft power yang digunakan oleh Taiwan yaitu promosi nilai-nilai universal, perkembangan teknologi, dan situasi dan kondisi Taiwan yang damai. Taiwan menggunakan beberapa strategi soft power seperti pertukaran orang per orangan dalam jangka panjang dan berbagai kalangan, baik akademisi, pekerja, maupun pemuda. Taiwan juga memanfaatkan budaya sebagai strategi soft power seperti literasi Taiwan dengan aksara tradisional, adanya pusat pendidikan agama dan penyebarannya di Taiwan dan lainnya. Budaya popular Taiwan seperti film dan kuliner merupakan elemen penting dalam strategi soft power Taiwan.

255 Perkembangan teknologi dan munculnya generasi migran kedua merupakan potensi sumber soft power yang dimiliki oleh Taiwan untuk dikembangkan kedepan.

Sejauh ini, Taiwan mampu menarik perhatian masyarakat Indo-Pasifik dan membuat stigma dalam masyarakat bahwa Taiwan adalah negara yang ramah karena menganut nilai moral universal. Munculnya kebutuhan dan desakan dari masyarakat internasional untuk memiliki hubungan yang erat dengan taiwan akibat strategi dari soft power yang digunakan Taiwan dari hari kehari semakin meningkat. Kedepan, perlu ditelaah lebih lanjut bagaimana peran masyarakat Taiwan dalam meningkatkan eksistensi Taiwan di level internasional. Perlu dilihat lebih lanjut bagaimana masyarakat Taiwan menyadari pentingnya soft power yang dimiliki Taiwan dan membangun citra Taiwan dari masyarakat domestik ke internasional dengan tujuan untuk pencapaian kepentingan negaranya.

256 Referensi

Agastia, I. G. B. D. (2020). Understanding Indonesia’s role in the ‘ASEAN Outlook on the Indo-Pacific’: A role theory approach. Asia & the Pacific Policy Studies, 7(3), 293–305. https://doi.org/https://doi.org/10.1002/app5.308

Anwar, D. F. (2020). Indonesia and the ASEAN outlook on the Indo-Pacific. International Affairs, 96(1), 111–129. https://doi.org/10.1093/ia/iiz223

ASEAN. (2019). ASEAN Outlook on the Indo-Pacific. Retrieved January 13, 2021, from https://asean.org/asean-outlook-indo-pacific/

Baldauff, N. (2018). Japan’s Free and Open Indo-Pacific Strategy: What does it mean for the European Union? Retrieved from http://www.jstor.org/stable/resrep21382

Brennan, L. (2015). Drivers of Integration and Regionalism in Europe and Asia. new york: Taylor and Francis.

Bureau of Foreign Affairs. (2018). presiden Tsai Ing-wen mengadopsi pedoman “New Southbound Policy.” Retrieved January 14, 2021, from https://www.roc- taiwan.org/uploads/sites/59/2016/09/NSP_Full.pdf

Bureau of Foreign Trade. (2016). New Southbound Policy implementation plans. Retrieved April 4, 2018, from https://newsouthboundpolicy.trade.gov.tw/English/PageDetail?pageID=50&nodeID =94

Chen, L., & Chen, T.-L. (2018). International Students’ Conceptions of the Sustainable Internationalization of Business Education in Taiwan. Sustainability, 10, 1–12. https://doi.org/doi:10.3390/su10114292

Cheng, J. H. (2020). The Taiwan–India ‘Milk Tea Alliance.’ Diplomat (Rozelle, N.S.W.).

Deng, J. B., Wahyuni, H. I., & Yulianto, V. I. (2020). Labor migration from Southeast Asia to Taiwan: issues, public responses and future development. Asian Education and Development Studies, 10(1), 69–81. https://doi.org/10.1108/AEDS-02-2019- 0043

Glaser, B., Kennedy, S., Mitchell, D., & Funaiole, M. (2018). The New Southbound Policy: Deepening Taiwan’s Regional Integration. Center for Strategic and

257 International Studies.

Hashimoto, K. (2018). Japanese Language and Soft Power in Asia (1st ed. 20). Singapore: Springer Singapore.

Heydarian, R. J. (2020). The indo-pacific : Trump, China, and the new struggle for global mastery (1st ed. 20).

Hickson, C. E. (2003). Asia Programs: Taiwan In International Organizations: Internationalization of the Taiwan-China Relationship. Retrieved from www.taiwandocuments.org/dpp02.htm.

Hosoya, Y. (2019). FOIP 2.0: The Evolution of Japan’s Free and Open Indo-Pacific Strategy. Asia-Pacific Review, 26(1), 18–28. https://doi.org/10.1080/13439006.2019.1622868

Huang, K.-B. (2018). Taiwan´S New Southbound Policy: Background, Objectives, Framework And Limits. Revista UNISCI, (46), 47–68. https://doi.org/10.5209/RUNI.58376

Lee, J. (2018). The “Free and Open Indo-Pacific” and Implications for ASEAN. The "Free and Open Indo Pacific " and Implications for ASEAN (1st ed.). SG: Iseas - Yusof Ishak Institute.

Lee, S. (2005). A New Interpretation of “Soft Power” for Taiwan. Taiwan International Studies Quarterly, 1(2), 1–23.

Medcalf, R. (2018). Australia’s Foreign Policy White Paper: Navigating Uncertainty in the Indo-Pacific. Security Challenges, 14(1), 33–39. Retrieved from http://www.jstor.org/stable/26488489

Ministry of Education Republic of China. (2016). 教育統計簡訊 . Taipei. Retrieved from

http://stats.moe.gov.tw/files/brief/104年大專校院境外學生概況.pdf

Ministry of Foreign Affairs of Japan. (2020). Free and Open Indo-Pacific. Retrieved January 13, 2021, from https://www.mofa.go.jp/policy/page25e_000278.html

Ning Luo. (2014). Higher Education in Asia - Expanding Out, Expanding Up: The rise of graduate education and university research. Higher Education in Asia - Expanding

258 Out, Expanding Up: The rise of graduate education and university research. UNESCO Institute for Statistics. https://doi.org/10.15220/978-92-9189-147-4-en

Nye, J. S. (2002). Paradox of American Power: Why the World’s Only Superpower Can’t Go It Alone. Paradox of American Power. New York: Oxford University Press.

Nye, J. S. (2004). Soft power the means to success in world politics (1st ed.). New York: Public Affairs.

Roy, D. (2019). taiwan ’ s potential role in the free and open indo-pacific strategy Convergence in the South Pacific. Washington.

The Interpreter. (2020). Solomon Islands gets a lesson in Chinese diplomacy . Retrieved January 13, 2021, from https://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/solomon- islands-gets-lesson-chinese-diplomacy

The Taiwan Affairs Office and the Information Office of the State council. (2000). The One-China Principle and the Taiwan Issue. The Taiwan Affairs Office and the Information Office of the State Council (Vol. 36). Taipei. https://doi.org/10.1177/000944550003600211

Tunia, N. (2020). Act East to Act Indo-Pacific: India’s expanding neighbourhood. Maritime Affairs: Journal of the National Maritime Foundation of India, 16(1), 131–133. https://doi.org/10.1080/09733159.2020.1783767

Turale, S., Shih, F.-J., Klunklin, A., Chontawan, R., Ito, M., & Nakao, F. (2010). Asia- Pacific nursing scholarship development: qualitative exploration of nurse scholars in Taiwan (Republic of China): Asia-Pacific nursing scholarship development. Journal of Clinical Nursing, 19(17–18), 2601–2610.

United Nations. (2015). Asia Pacific Region Quick Facts.

Wang, H., & Lu, Y.-C. (2008). The Conception of Soft Power and its Policy Implications: a comparative study of China and Taiwan. Journal of Contemporary China, 17(56), 425–447. https://doi.org/10.1080/10670560802000191

Yang, 楊昊 Alan H. (2018). Unpacking Taiwan’s Presence in Southeast Asia: The

International Socialization of the New Southbound Policy. Issues and Studies - Institute of International Relations, 54(1), 1840003–1840030.

259 Zhu, C. (2019). The Strategic Game in Indo-Pacific Region and Its Impact on China’s Security. In C. Zhu (Ed.), Annual Report on the Development of the Indian Ocean Region (2018): Indo-Pacific: Concept Definition and Strategic Implementation. (pp. 3–34).

260