SPIRAKEL, Vol. 11 No.2, Tahun 2019: 63-71 Analisis Data Spasial… (Nungki, Milana, Indah) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v11i2.1291

ANALISIS DATA SPASIAL MALARIA DI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2017

Nungki Hapsari Suryaningtyas1*, Indah Margarethy1, Milana Salim 1

1Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja Jl. A.Yani KM.7 Kemelak Baturaja, Ogan Komering Ulu, 32111 Sumatera Selatan,

Abstract Malaria is one of infectious diseases that is inseparable from the existence of physical and biological environments that support the occurrence of disease. Environmental factors such as climate, temperature and rainfall are factors that trigger reappearance of malaria in a region. The incidence of malaria in DIY Province only occurred in Kulon Progo with the spread in six sub-districts. The purpose of this analysis is to determine the relationship of climate change (rainfall and rainy days) and altitude to the incidence of malaria in Kulon Progo Regency. This study was descriptive using secondary malaria data in Kulon Progo District in 2017. Data on malaria incidence was obtained from the District Health Profile. Kulon Progo, while rainfall, rainy days and altitude data come from the Badan Pusat Statistik. Data was processed and analyzed by overlaying between stratification variables of malaria with variable height, rainfall and rainy days. The results showed that the spatial pattern of malaria occurrences spread throughout the altitude of 500-1000 mdpl, with rainfall >200 mm (wet month) and high rainy days. It is necessary to increase awarness by observing rainfall, humidity and temperature on a weekly scale in collaboration with BMKG. It is also recommended to provide counseling to the people in the border areas regarding efforts to prevent malaria transmission.

Keywords : Malaria, Kulon Progo, rainfall, altitude

ANALYSIS OF SPATIAL MALARIA IN KULON PROGO REGENCY 2017

Abstrak Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tidak terlepas dari keberadaan lingkungan fisik dan biologis yang mendukung terjadinya penyakit. Faktor lingkungan seperti iklim, temperatur dan curah hujan merupakan faktor pemicu pemunculan kembali penyakit malaria di suatu wilayah. Kejadian malaria di Provinsi DIY hanya terjadi di Kabupaten Kulon Progo dengan penyebaran di enam kecamatan. Tujuan analisis ini untuk mengetahui hubungan perubahan iklim (curah hujan dan hari hujan) dan ketinggian tempat terhadap kejadian malaria di Kabupaten Kulon Progo. Kajian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder malaria di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2017. Data kejadian malaria diperoleh dari Profil Kesehatan Kab. Kulon Progo, sedangkan data curah hujan, hari hujan dan ketinggian tempat berasal dari Badan Pusat Statistik. Data diolah dan dianalisis dengan melakukan overlay antara variabel stratifikasi malaria dengan variabel ketinggian, curah hujan dan hari hujan. Hasil penelitian menunjukkan pola spasial kejadian malaria tersebar di seluruh ketinggian dengan kejadian tertinggi berada di ketinggian 500-1000 mdpl, dengan curah hujan >200 mm (bulan basah) dan hari hujan yang tinggi. Perlu dilakukan peningkatan kewaspadaan dengan melakukan pengamatan terhadap curah hujan, kelembapan dan suhu dalam skala mingguan bekerjasama dengan BMKG. Disarankan pula untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah perbatasan mengenai upaya pencegahan penularan malaria.

Kata Kunci : Malaria, Kulon Progo, curah hujan, ketinggian

Naskah masuk: 31 Januari 2019; Review: 18 Maret 2019; Layak Terbit: 1 Desember 2019

63 SPIRAKEL, Vol. 11 No.2, Tahun 2019: 63-71 Analisis Data Spasial… (Nungki, Milana, Indah) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v11i2.1291

*Alamat korespondensi penulis pertama: e-mail: [email protected]; Telp: (0735) 325303

PENDAHULUAN penyebaran malaria dikatakan dapat terjadi di berbagai wilayah dengan ketinggian yang Malaria merupakan salah satu masalah bervariasi dari 400 sampai dengan 2600 kesehatan yang memiliki risiko kematian meter di atas permukaan air laut.2 yang tinggi pada bayi, balita dan ibu hamil. Upaya pemberantasan malaria menjadi Pemberantasan penyakit menular salah satu target yang dicanangkan membutuhkan informasi yang berbasiskan Kementerian Kesehatan dalam program lokasi, dimana kejadian penyakit tersebut eliminasi malaria pada tahun 2030. Upaya dapat dipetakan menurut lingkungan eliminasi dilakukan secara bertahap hingga sekeliling. Sistem informasi yang akhirnya mencakup seluruh wilayah mempunyai kemampuan untuk memproses Indonesia. Jumlah kabupaten/kota yang data yang berhubungan dengan lokasi telah mencapai tahap eliminasi malaria dikenal dengan sebagai sistem informasi hingga tahun 2017 sebanyak 266 geografis (SIG). SIG adalah sistem yang kabupaten/kota.1 digunakan untuk mengelola data dan informasi keruangan.3 Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Parasite Tujuan analisis ini adalah untuk Insidence (API) per tahun. Tren API secara mengetahui hubungan perubahan iklim nasional pada tahun 2011 hingga tahun (curah hujan dan hari hujan) dan ketinggian 2015 terus mengalami penurunan. Hal ini tempat terhadap kejadian malaria di menunjukkan keberhasilan program Kabupaten Kulon Progo secara spasial. pengendalian malaria yang dilakukan oleh semua pihak terkait. Angka API malaria di BAHAN DAN METODE Provinsi Daerah Istimewa (DIY) Kajian ini bersifat deskriptif dengan sebesar 0,03 per 1.000 penduduk pada menggunakan data sekunder malaria di tahun 2015, dengan tren kasus yang terus Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2017. menurun dari tahun 2015 sampai dengan Data kejadian malaria diperoleh dari profil 2017 yaitu berturut-turut sebesar 126 kasus, kesehatan Kabupaten Kulon Progo4, 95 kasus dan 84 kasus. Kejadian malaria di sedangkan data curah hujan, hari hujan dan Provinsi DIY hanya terjadi di Kabupaten ketinggian tempat berasal dari data Badan Kulon Progo dengan penyebaran di enam Pusat Statistik.5 Data diolah dan dianalisis kecamatan. Kasus terbanyak hanya terjadi 1 dengan melakukan pemetaan pada setiap di satu kecamatan yaitu Kecamatan Kokap. variabel yang akan di tumpangsusunkan Penularan malaria tidak terlepas dari sehingga menghasilkan beberapa layer hasil keberadaan lingkungan fisik dan biologis tumpang susun tersendiri. Masing-masing yang mendukung terjadinya penyakit. Faktor variabel yang akan digunakan dilakukan lingkungan seperti iklim, temperatur dan klasifikasi. curah hujan merupakan faktor pemicu Stratifikasi malaria dibedakan munculnya kembali penyakit malaria di suatu berdasarkan nilai API yaitu6 wilayah. Hasil penelitian menyebutkan bahwa curah hujan berpengaruh terhadap a. Noncase untuk wilayah tanpa kasus, fluktuasi vektor di suatu wilayah. Selain itu, b. Low case incidence untu c. k wilayah dengan nilai API <1 permill, Klasifikasi data curah hujan dibedakan d. Medium case incidence untuk wilayah menjadi8: dengan nilai API 1-<5 permill dan a. Bulan kering (<100 mm), e. High case incidence untuk wilayah b. Bulan lembab (100-200 mm) dan dengan nilai API lebih dari 5 permill. c. Bulan basah (>200 mm). Klasifikasi ketinggian dibagi menjadi7: Data jumlah hari hujan diklasifikasikan a. Dataran rendah (0-100 mdpl), menjadi9: b. Perbukitan (100-500 mdpl) dan a. Rendah (≤10 hari/bulan) dan c. Dataran tinggi (500-1000 mdpl) b. Tinggi (≥10 hari/bulan)

64 SPIRAKEL, Vol. 11 No.2, Tahun 2019: 63-71 Analisis Data Spasial… (Nungki, Milana, Indah) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v11i2.1291

HASIL dengan Kabupaten Sleman dan Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta. Kasus malaria Berdasarkan posisi geografisnya, tertinggi terkonsentrasi di Kecamatan Kokap, sebelah Utara Kabupaten Kulon Progo yang berbatasan langsung dengan berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo yang merupakan Provinsi Jawa Tengah. Di sebelah Selatan wilayah malaria di Provinsi Jawa Tengah. berbatasan langsung dengan Samudera Lima kecamatan yaitu Samigaluh, Hindia. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kalibawang, Pengasih, Sentolo dan Wates Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa merupakan wilayah dengan status low case Tengah. Di sebelah Timur berbatasan malaria pada tahun 2017 (Gambar 1).

Gambar 1. Peta stratifikasi API malaria berdasarkan kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2017

Kabupaten Kulon Progo terdiri dari 12 Kalibawang, dan Samigaluh. Bagian tengah wilayah kecamatan dengan variasi merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian atau topografi berkisar antara ketinggian antara 100-500 mdpl, meliputi 100-1000 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Sentolo, Pengasih, dan Kokap. Bagian Utara merupakan dataran Adapun bagian Selatan merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan kisaran rendah dengan ketinggian 0-100 mdpl, ketinggian antara 500–1.000 mdpl, meliputi meliputi Kecamatan Temon, Wates, Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Panjatan, Galur, dan Lendah.

65 SPIRAKEL, Vol. 11 No.2, Tahun 2019: 63-71 Analisis Data Spasial… (Nungki, Milana, Indah) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v11i2.1291

Gambar 2. Peta hubungan API malaria dengan ketinggian berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo tahun 2017 Wilayah kecamatan yang berada di mdpl ada dua kecamatan yang berstatus low bagian Selatan pada kisaran ketinggian di case yakni Kec. Kalibawang dan Samigaluh bawah 100 mdpl tergolong sebagai wilayah (Gambar 2). no case kecuali Kec. Wates yang berbatasan Berdasarkan data curah hujan, langsung dengan Kec. Pengasih. Wilayah tergambar bahwa curah hujan di Kab. Kulon kecamatan pada bagian tengah dengan Progo cukup tinggi. Kecamatan Panjatan, kisaran ketinggian 100-500 mdpl merupakan Galuh dan Sentolo tergolong ke dalam wilayah dengan adanya kasus, baik low case wilayah dengan kategori bulan lembap, (Kec. Sentolo dan Kec. Pengasih) maupun sedangkan 9 kecamatan lainnya merupakan medium case (Kec. Kokap). Pada wilayah wilayah dengan kategori bulan basah dengan kisaran ketinggian lebih dari 500 (Gambar 3).

66 SPIRAKEL, Vol. 11 No.2, Tahun 2019: 63-71 Analisis Data Spasial… (Nungki, Milana, Indah) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v11i2.1291

Gambar 3. Peta hubungan API malaria dengan curah hujan berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo tahun 2017 Jika dilihat berdasarkan jumlah hari berkisar antara 11-20 hari. Hanya dua hujan, hampir seluruh kecamatan di Kab. kecamatan yang memiliki rata-rata jumlah Kulon Progo termasuk dalam kategori hari hujan 1-10 hari yakni Girimulyo dan sedang dimana jumlah hari hujan per bulan Sentolo.

Gambar 4. Peta hubungan API malaria dengan hari hujan berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo tahun 2017

67 SPIRAKEL, Vol. 11 No.2, Tahun 2019: 63-71 Analisis Data Spasial… (Nungki, Milana, Indah) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v11i2.1291

BAHASAN Kecamatan Kokap merupakan satu-satunya kecamatan dengan status Kabupaten Kulon Progo memiliki medium case. Hasil penelitian Barodji et.al karakteristik ketinggian wilayah yang mengungkapkan bahwa Anopheles bervariasi yang akan mempengaruhi tinggi maculatus dan An. balabacencis rendahnya jumlah kasus malaria di wilayah dikonfirmasi sebagai vektor malaria di tersebut. Karakteristik ketinggian Kecamatan Kokap.14 An. maculatus juga berhubungan erat dengan keberadaan dapat ditemukan pada dataran tinggi nyamuk vektor malaria. Nyamuk akan (500-1000 mdl) seperti yang ditemukan di bertahan jika lingkungannya optimal10 dan Kalibawang.15 Nyamuk An. maculatus telah ketinggian merupakan salah satu faktor dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Pulau optimal tersebut. Jawa maupun Sumatera, nyamuk ini Rahajo menyatakan bahwa ketinggian memiliki sebaran ekologis pada daerah optimal bagi nyamuk Anopheles adalah perkebunan maupun hutan di kawasan kaki antara 100-130 meter dari permukaan laut.11 gunung maupun pegunungan.16Hasil Hal ini berbeda dengan hasil analisis yang penelitian di Desa Teluk Rendak Kabupaten menunjukkan bahwa kejadian malaria Sarolangun tempat ditemukannya nyamuk tersebar di seluruh wilayah ketinggian. An. maculatus juga dikategorikan sebagai Wilayah dengan ketinggian 100-500 mdpl di wilayah perbukitan.16Hasil penelitian Namru Kabupaten Kulon Progo merupakan juga menjelaskan bahwa spesies An. perbukitan yang potensial untuk maculatus telah dikonfirmasi sebagai vektor perkembangan nyamuk Anopheles. Hal ini malaria di jajaran Bukit Manoreh yaitu di tergambar secara spasial dimana terdapat Kabupaten Kulon Progo, dan berdasarkan kasus malaria pada semua kecamatan yang uji ELISA An. vagus positif Plasmodium berada di ketinggian ini yakni Kecamatan falcifarum juga dinyatakan sebagai vektor Kokap dengan status medium case dan dua malaria di Kabupaten Kulon Progo.17 Hasil kecamatan dengan status low case yakni konfirmasi ini didukung dengan penelitian Sentolo dan Pengasih. Pada kondisi optimal yang dilakukan pada tahun 2017 yang perkembangan nyamuk akan cepat, hal ini menemukan An. vagus terkonfirmasi makin memperbesar kemungkinan kontak sebagai vektor di ekosistem non hutan jauh dengan manusia sehingga berdampak pada pemukiman.7 risiko penularan yang semakin besar.12 Selain faktor topografi yang menunjang Wilayah bagian utara dan bagian tengah keberadaan vektor malaria, Kecamatan Kab. Kulon Progo merupakan wilayah Kokap merupakan wilayah yang berbatasan jajaran Perbukitan Manoreh dengan kondisi langsung dengan Kabupaten Purworejo topografi berbukit hingga bergunung-gunung. yang diketahui sebagai wilayah endemis Ketinggian wilayah di atas permukaan laut malaria. Kasus malaria sebagian besar sangat mempengaruhi keberagaman terjadi di daerah perbukitan, perbatasan spesies Anopheles. Jajaran Bukit Manoreh antar kabupaten, dan lebih dekat ke sungai merupakan kondisi topografi fisik yang relatif periodik/intermiten.13 Situasi ini diperkuat stabil yang mendukung tempat dari hasil distribusi spasial malaria di perkembangbiakan nyamuk Anopheles Purworejo, bahwa sejak tahun 2007 jumlah melalui adanya genangan air pegunungan. desa dengan malaria di wilayah Kabupaten Kondisi topografi Bukit Manoreh merupakan Purworejo meningkat dan terkonsentrasi di bebatuan andesits, terdiri dari banyak wilayah timur laut dan timur di perbatasan lembah dan punggung bukit yang Magelang dan Kulon Progo. Pada tahun membentuk banyak aliran. Kondisi topografi 2010-2011 di Kulon Progo terjadi yang kasar dan jenis batuan andesit tersebut peningkatan kasus malaria yang tajam menyebabkan daerah ini memiliki porositas dengan satu desa berstatus HCI.14 Dataran rendah yang memungkinkan akumulasi air rendah pada Kabupaten Kulon Progo tergenang pada celah berbatuan, terutama sebagian besar merupakan wilayah yang di musim hujan. Kondisi ini mendukung non case malaria, hanya Kecamatan Wates adanya kubangan air yang kondusif sebagai yang memiliki kasus dengan status low case. tempat perkembangbiakan vektor Kecamatan Wates juga berbatasan malaria.13,14 langsung dengan Kecamatan Pengasih yang

68 SPIRAKEL, Vol. 11 No.2, Tahun 2019: 63-71 Analisis Data Spasial… (Nungki, Milana, Indah) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v11i2.1291 berstatus low case, sehingga penyebaran diikuti dengan penurunan kasus malaria.20 malaria dapat terjadi. Pada umumnya hujan yang diselingi panas Wilayah Kabupaten Kulon Progo yang akan mempermudah perkembangan dikelilingi oleh pegunungan dan perbukitan nyamuk dan terjadinya epidemik malaria. menyebabkan wilayah ini tidak pernah Faktor lingkungan umumnya sangat mengalami musim kering. Curah hujan pada dominan sebagai penentu kejadian malaria, sebagian besar kecamatan berkisar >200 nyamuk dapat berkembang biak bila mm per tahun, demikian pula pada wilayah keadaan lingkungannya mendukung. dataran rendah yaitu wilayah bagian selatan. Vegetasi alami yang terdapat di Kabupaten Penelitian Drakeley et al dalam Dwi Sarwani Kulon Progo sebagian besar terdiri dari Sri Rejeki11, menyatakan adanya korelasi hutan, kebun campuran, lahan pertanian, antara ketinggian dan curah hujan dengan dan semak-semak baik di daerah dataran kejadian malaria. Ketinggian dapat tinggi dan rendah14 juga berpotensi digunakan untuk menjelaskan transmisi memungkinkan menjaga suhu dan malaria pada suatu wilayah, hanya saja kelembapan yang dapat mempertahankan variabel klimatologi tidak bisa berdiri sendiri lingkungan yang ideal sebagai tempat untuk menjelaskan kejadian malaria. Tinggi perkembangbiakan vektor malaria. rendahnya curah hujan akan mempengaruhi Berdasarkan penelitian yang dilakukan keberadaan habitat perkembangan vektor oleh Ricota et al, didapatkan hasil bahwa malaria. Curah hujan yang tinggi dapat keberadaan vegetasi di sekitar pemukiman meningkatkan jumlah genangan air yang berperan dalam mempengaruhi perilaku berpotensi menjadi habitat nyamuk, kebiasaan mencari makan, dan perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. akan berpengaruh pula pada kejadian Adanya hujan akan menambah jumlah dan malaria berikutnya.21 Kondisi ini merupakan jenis genangan air. Hal ini juga didukung habitat yang disenangi An. maculatus, oleh kondisi topografi dataran tinggi dimana habitat stadium larva biasanya di Kabupaten Kulon Progo yang banyak sungai kecil/mata air dengan air jernih di cerukan/kubangan pada celah bebatuan. pegunungan yang kena sinar matahari Hujan juga dapat meningkatkan kelembapan langsung, lebih senang yang ada tanaman relatif, sehingga memperpanjang usia air. Hasil penelitian bionomik An. maculatus nyamuk dewasa.18 Curah hujan minimum di areal kebun kopi milik masyarakat di yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk kawasan perbukitan Kecamatan Kisam berkembang adalah 1,5 mm perhari.19 Tinggi Kabupaten Ogan Komering Ulu kelembapan yang tinggi juga mempengaruhi Selatan menunjukkan bahwa An. maculatus nyamuk menjadi lebih aktif dan sering lebih banyak tertangkap pada musim menggigit, sehingga meningkatkan penghujan.22 penularan malaria. kelembapan yang rendah Hasil penelitian lainnya menyebutkan memperpendek umur nyamuk, meskipun bahwa An. vagus lebih menyukai tidak berpengaruh pada parasit.19 berkembang biak pada air yang tidak Jumlah hari hujan di Kabupaten Kulon mengalir, sedangkan di daerah Jawa Progo yang berkisar 11-20 hari Tengah Anopheles jenis ini ditemukan di menunjukkan bahwa terdapat jeda pada habitat sawah, rawa, tambak, genangan air setiap turun hujan sehingga saat genangan pada batu sungai, dan genangan luapan air terbentuk nyamuk dapat memulai siklus sungai.23 hidupnya dengan kondisi lingkungan yang mendukung. Hujan menyediakan banyak KESIMPULAN keuntungan bagi nyamuk untuk berkembang Pola spasial kejadian malaria di biak akan tetapi hujan deras yang terus Kabupaten Kulonprogo tersebar di menerus dapat merusak tempat ketinggian 0-100 mdpl, 100- 500 mdpl perkembangbiakan nyamuk dan maupun 500-1000 mdpl. Angka kejadian menyebabkan turunnya populasi tertinggi berada di ketinggian 500-1000 mdpl, nyamuk.11,19 Hal ini sejalan dengan dengan curah hujan pada kondisi bulan penelitian di Kota Bengkulu bahwa ada basah dan hari hujan yang tinggi. hubungan bersifat negatif yang berarti apabila jumlah hari hujan meningkat akan

69 SPIRAKEL, Vol. 11 No.2, Tahun 2019: 63-71 Analisis Data Spasial… (Nungki, Milana, Indah) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v11i2.1291

SARAN Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Laporan Akhir Riset Khusus Perlu dilakukan peningkatan Vektor dan Reservoir Penyakit kewaspadaan dengan melakukan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pengamatan terhadap curah hujan, Tahun 2017.; 2017. kelembapan dan suhu dalam skala mingguan bekerjasama dengan BMKG. 8. Dewi Handayani Untari Ningsih. Disarankan pula untuk memberikan Metode Thiessen Polygon untuk penyuluhan kepada masyarakat di daerah Ramalan Sebaran Curah Hujan perbatasan mengenai upaya pencegahan Periode Tertentu pada Wilayah yang penularan malaria dan perlu dilakukan Tidak Memiliki Data Curah Hujan. J kerjasama lintas wilayah administratif yang Teknol Inf Din. 2012;Volume 17(No berbatasan dengan karakteristik ekologi 2):154–163. yang sama dalam upaya pemberantasan 9. Asnifatima A. Pola Kecenderungan malaria. Spasial Kejadian Malaria (Studi Kasus ; di Kabupaten Kepulauan KONTRIBUSI PENULIS Selayar Tahun 2011 - 2013). Hear J Kesehat Masy. 2017;5(1):1–12. Kontribusi penulis pada artikel ini yaitu, http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index. kontributor utama adalah NHS, IM dan MS. php/Hearty/article/view/1051/865. UCAPAN TERIMA KASIH 10. Elyazar IRF, Sinka ME, Gething PW, Tarmidzi SN, Surya A, Kusriastuti R. Penulis mengucapkan terima kasih The Distribution and Bionomics of kepada Kepala Balai Litbangkes Baturaja Anopheles Malaria Vector Mosquitoes yang telah mendukung dan memberikan in Indonesia. Adv Parasitol. kesempatan kepada penulis untuk 2013;83:173–266. menyelesaikan tulisan ini. doi:10.1016/B978-0-12-4077058.000 03-3 DAFTAR PUSTAKA 11. Rejeki DSS, Sari RA, Nurhayati N. 1. Pusat Data dan Informasi Annual Parasite Incidence Malaria di Kementerian Kesehatan RI. Malaria. Kabupaten Banyumas. J Kesehat Jakarta; 2016. Masy Nas. 2014;9(2):137–143. 2. Sutarto, B EC. Faktor Lingkungan, 12. Tian H, Bi P, Cazelles B, et al. How Perilaku dan Penyakit Malaria. J environmental conditions impact Agromed Unila. 2017;4(1):173–184. mosquito ecology and Japanese 3. Izza N dan S. Analisis Data Spasial encephalitis : An eco-epidemiological Penyakit Difteri di Provinsi Jawa approach. Environ Int. 2015;79:17–24. Timur Tahun 2010 dan 2011. Bul doi:10.1016/j.envint.2015.03.002 Penelit Sist Kesehat. 13. Murhandarwati EEH, Fuad A, 2015;18(2):211–219. Wijayanti MA, et al. Change of 4. Dinas Kesehatan Kabupaten Strategy is Required for Malaria Kulonprogo. Profil Kesehatan tahun Elimination : A Case Study in 2018 (Data 2017) Kulonprogo.; 2018. Purworejo District , Central Province , Indonesia. Malar J. 5. Badan Pusat Statistik Kabupaten 2015;14(318):1–14. Kulon Progo. Kabupaten Kulon Progo doi:10.1186/s12936-015-0828-7 dalam Angka 2018.; 2018. 14. Murhandarwati EEH, Fuad A, 6. Kementerian Kesehatan RI. Nugraheni MDF, Wijayanti MA, Keputusan Menteri Kesehatan Widartono BS, Chuang T. Early Republik Indonesia Tentang malaria resurgence in pre-elimination Pedoman Surveilans Malaria.; areas in Kokap Subdistrict , Kulon 2007:1–60. Progo , Indonesia. Malar J. 7. Badan Penelitian dan Pengembangan 2014;13(130):1–15.

70 SPIRAKEL, Vol. 11 No.2, Tahun 2019: 63-71 Analisis Data Spasial… (Nungki, Milana, Indah) DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v11i2.1291

15. Windarso SE, Rubaya AK, Suwerda B, Kesehat. 2012;11(1):52–62. Ganefati SP. Studi Bionomik Vektor 20. Gustina M, Jubaidi. Studi Ekologi Malaria di Kecamatan Kalibawang, Hubungan Iklim Dengan Kejadian Kulonprogo. JRL. 2008;4(2):111–117. Malaria di Kota Bengkulu Tahun 16. Taviv Y, Budiyanto A, Sitorus H, 2011-2013. J Media Kesehat. Ambarita LP, Mayasari R, Pahlepi RI. 2015;8(1):58–62. Sebaran Nyamuk Anopheles Pada 21. Ricotta EE, Frese SA, Choobwe C, Topografi Wilayah yang Berbeda di Louis TA, Shiff CJ. Evaluating local Provinsi Jambi. Media Penelit dan vegetation cover as a risk factor for Pengemb. 2015;25(2):1–8. malaria transmission : a new 17. R.A.Wigati, Mardiana, Mujiyono, Siti analytical approach using ImageJ. Alfiah. Deteksi Protein Circum Malar J. 2014;13(94):1–7. Sporozoite Pada Spesies Nyamuk 22. Ambarita LP, Taviv Y, Purnama D, Anopheles Vagus Tersangka Vektor Betriyon, Pahlepi RI, Saikhu A. Malaria di Kecamatan Kokap, Beberapa Aspek Bionomik Anopheles Kabupaten Kulon Progo dengan Uji Maculatus dan An. Leucosphyrus di ELISA. Media Litbang Kesehat. Perkebunan Kopi Daerah Endemis 2010;20(3):118–123. Malaria Kabupaten OKU Selatan. J 18. Solikhah. Identifikasi Vektor Malaria. J Ekol Kesehat. 2011;10(4):229–238. Kesehat Masy Nas. 23. Astuti EP, Ipa M, Prasetyowati H, 2013;7(9):402–407. Fuadzy H, Dhewantara PW. 19. Mardiana, Musadad DA. Pengaruh Kapasitas vektor dan laju inokulasi Perubahan Iklim Terhadap Insiden entomologis Anopheles vagus dari Malaria di Kabupaten Bintan wilayah endemis malaria di Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Banten. vektora. 2016;8(1):23–30. Banggai Sulawesi Tengah. J Ekol

71