Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online)

ANALISIS SAH TIDAKNYA SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (Studi Kasus Perjanjian Antara GAM dengan )

Devi Yusvitasari Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Hukum Jurusan Hukum dan Kewargenegaraan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha

Abstrak Konflik bersenjata yang terjadi di mulai mereda sejak adanya MoU antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. MoU Helsinki mampu menghentikan konflik bersenjata di Aceh karena pelarangan dalam penggunaan senjata secara eksplisit diatur pada beberapa pasal MoU Helsinki. MoU Helsinki merupakan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tentang penyelesaian konflik Aceh secara damai berdasarkan hasil perundingan di Helsinki, Finlandia. Rumusan masalah yang diangkat terkait status hukum nota MoU Helsinki ditinjau berdasarkan hukum hukum perjanjian internasional serta apakah MoU tersebut tunduk terhadap hukum internasional atau tidak Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menekankan pada penggunaan sumber data sekunder sebagai acuan utama. Metode pendekatan menggunakan pendekatan perundang-undangan, conceptual approach, case approach, statute approach dan historis. Hasil penelitian didapatkan bahwa latar belakang adanya MoU Helsinki karena adanya ketidakadilan terhadap masyarakat Aceh. MoU Helsinki bukan merupakan perjanjian internasional karena GAM termasuk kepada kaum belligerent /bukan sebagai subyek hukum internasional sehingga tidak dapat dikatakan sebagai pernjanjian yang tunduk pada hukum internasional karena tidak dapat dibuktikan sejak perundingan, pembuatan naskah perjanjian, pemberlakuan, pelaksanaan, hingga penyelesaian sengketa. Saran dari penulisan ini adalah mengutamakan upaya damai sebagai cara penyelesaian konflik, pengawalan pelaksanaan isi MoU Helsinki dan penegakkan kasus pelanggaran HAM.

Kata Kunci: MoU Helsinki, GAM, perjanjian internasional

Abstract The armed conflict that occurred in Aceh began to subside since the MoU between the Government of the Republic of Indonesia and the (GAM) on August 15, 2005 in Helsinki, Finland. The Helsinki MoU was able to stop armed conflict in Aceh because the ban on the use of weapons was explicitly regulated in several articles of the Helsinki MoU. The Helsinki MoU is a Memorandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia (RI) and the Free Aceh Movement (GAM) regarding the peaceful resolution of the Aceh conflict based on the results of negotiations in Helsinki, Finland. The formulation of the issues raised regarding the legal status of the Helsinki MoU memorandum is reviewed based on the law of international treaty law and whether or not the MoU is subject to international law. The method of approach uses a

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 46 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online) statutory approach, conceptual approach, case approach, statute approach and historical. The results showed that the background to the Helsinki MoU was due to injustice against the people of Aceh. The Helsinki MoU is not an international treaty because GAM is included in the belligerents / not as subjects of international law so that it cannot be said to be an agreement subject to international law because it cannot be proven from the negotiation, drafting the treaty, enactment, implementation, until dispute resolution. Suggestions from this paper are to prioritize peaceful efforts as a way to resolve conflicts, oversee the implementation of the Helsinki MoU and uphold cases of human rights violations.

Keywords: Helsinki MoU, GAM, international agreements

Pendahuluan berkahir secara damai setelah musibah Aceh merupakan salah satu provinsi dahsyat (gempa dan tsunami pada 26 yang diberikan otonomi khusus oleh desember 2004) terjadi di bumi serambi pemerintrah pusat Republik Indonesia, mekkah tersebut, tepatnya pada tanggal pemberian hak atas otonomi khusus 15 Agustus 2005 pihak GAM dan kepada provinsi Aceh tersebut tidak pemerintah RI bersepakat untuk terlepas dari konflik internal diwilayah menandatangani akta kesepahaman Aceh yang di aktori atau dimainkan oleh (MoU) perdamaian di Helsinky, GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Di Finlandia. Penandatanganan nota MoU deklarasikannya Gerakan Aceh Merdeka perdamaian tersebut dari pihak GAM (GAM) pertama kali pada tanggal 4 diwakili oleh Malik Mahmud selaku desember 1976, lahirnya GAM itu pimpinan GAM sedangkan dipihak sendiri diawali karena keinginan untuk pemerintahan RI diwakili oleh Hamid melepaskan diri/ wilayah Aceh dari Awaluddin selaku Menteri Hukum dan pemerintah pusat negara republic HAM RI. Pertemuan kesepakatan Indonesia (NKRI), hal tersebut perdamaian antara GAM dan pemerintah dilakukan disebabkan oleh sikap RI tersebut di bantu atau disponsori oleh deskriminasi yang dilakukan oleh pihak ketiga yaitu mantan presiden pemerintah pada masa orde baru atas Finlandia Martti Ahtissaari yang juga perekonomian (hasil kekayaan alam mejabat sebagai presiden Crisis Aceh) dan bidang politik Aceh. Oleh Management Initiative (CMI). karena itu, pihak GAM merasa bahwa Penandatangaan nota perdamaian hasil kekayaan alam Aceh telah tersebut juga disaksikan oleh seluruh dirampas atau telah dikuasai oleh rakyat Indonesia, khusunya rakyat Aceh pemerintah pusat, maka dengan niat melalui saluran televisi. ingin memperjuangkan haknya ia Dalam konsideran nota kesepahaman meminta untuk melepaskan diri dari perdamaian tersebut menegaskan bahwa NKRI dengan ditanda tanganinya nota (http://officialwaru.wordpress.com). perdamaian tersebut maka seluruh Konflik berkepanjangan di Aceh yang konflik persenjatan yang terajadi di bumi dilakukan oleh GAM dengan TNI- RI Aceh antara GAM dengan TNI- RI telah atau pemerintah pusat yang telah terjadi berakhir secara damai, menyeluruh, bertahun- tahun dan telah menewaskan berkelanjutan, dan bermartabat bagi banyak masyarakat sipil Aceh itu semua. Dari MoU tersebut juga lahir

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 47 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online) beberapa kesepakatan yang telah menimbulkan hak dan kewajiban serta disetujui antara pihak GAM dan akibat hukum bagi para pihak. Dari pemerintah RI, diantaranya adalah definisi tersebut telah jelas menyebutkan sebagai berikut: kriteria dari hukum perjanjian 1. Penyelenggaraan pemerintahan internasional. Sedangkan MoU Aceh, yang meliputi Undang- perdamaian antara GAM dengan undang tentang penyelenggaraan Indonesia hanya dilakukan oleh sebuah pemerintahan di Aceh, organisasi nasional (GAM) dengan partisipasi politik, ekonomi, dan Indonesia yang keduanya masih dalam peraturan perundang-undangan ruang lingkup nasional. Dimana status 2. Hak asasi manusia GAM sebagai organisasi juga belum 3. Amnesti dan Reintegrasi ke diakui oleh dunia internasional. dalam masyarakat 4. Pengaturan keamanan Rumusan Masalah 5. Pembentukan visi monitoring Berdasarkan latar belakang yang telah Aceh penulis uraikan di atas, dalam rumusan 6. Penyelesaian perselisihan. masalah ini penulis merumuskan: Nota perdamaian antara GAM dan 1. Bagaimana status hukum nota MoU pemerintah republik Indonesia perdamaian antara GAM dengan menggunakan nama MoU pemerintah RI ditinjau berdasarkan (Momerendum of Understanding) yang hukum hukum perjanjian merupakan istilah lain dalam istilah internasional? perjanjian internasional atau dikenal 2. Apakah MoU tersebut tunduk juga sebagai MoU Helsinky karena terhadap hukum internasional atau pelaksaanannya dilakukan di Negara tidak? Helsinky, Finlandia. Mengenai hal tersebut timbul suatu pertanyaan besar, Tujuan Penulisan apakah karena perjanjian tersebut Adapun yang menjadi tujuan dalam menggunakan istilah MoU dan penulisan ini adalah untuk mengetahui: dilaksanakan penandatangannya di 1. Untuk mengetahui status hukum Helsinky dapat dikatakan sebagai sebuah nota MoU perdamaian antara GAM perjanjian internasional?. Melihat dengan pemerintah RI ditinjau pengertian dari hukum perjanjian berdasarkan hukum hukum internsional itu sendiri sebagaimana perjanjian internasional yang telah di jelaskan dalam aturan 2. Untuk mengetahui apakah MoU hukum internasional (konvensi wina tersebut tunduk terhadap hukum 1969), dalam aturan hukum nasional internasional atau tidak Indonesia (UU nomor 20 tahun 2000 tentang perjanjian internasional), serta Manfaat dalam beberapa referensi menyebutkan Adapun manfaat dari penelitian ini bahwa semua perjanjian internasional adalah sebagai berikut: merupakan sebuah perjanjian yang 1. Diharapkan, penelitian ini dapat dilakukan oleh dua negara atau lebih memberikan kontribusi secara dan/atau yang dilakukan oleh subyek teoritis bagi penggiat hukum hukum internasional sesuai dengan internasional yang khususnya aturan hukum internasional yang dapat membahas mengenai sah atau

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 48 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online)

tidaknya suatu perjanjian yang menarik kesimpulan dari penelitian ini, dibuat menurut hukum penulis melakukan analisis dengan internasional. metode kualitatif untuk selanjutnya 2. Hasil dari penelitian ini disajikan dalam bentuk preskriptis diharapkan pula dapat analisis yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada memberikan gambaran atau masyarakat umum dan juga merumuskan suatu permasalahan sesuai pemerintah dalam menanggapi dengan keadaan atau fakta yang ada. kasus yang serupa jika terjadi di Penelitian preskriptif juga merupakan masa yang akan datang. penelitian hukum dalam rangka untuk menemukan aturan hukum, prinsip- prinsip hukum, norma maupun doktrin- Metode Penelitian doktrin hukum guna menjawab isu Metode penelitian yang digunakan hukum yang dihadapi. Selain itu, adalah yuridis normatif, yaitu metode penelitian hukum preskriptis harus yang menitikberatkan pada penelitian menggunakan beberapa metode data kepustakaan atau disebut data pendekatan, seperti: pendekatan sekunder serta mengkaji ketentuan konseptual (conceptual approach) yang Konvensi Wina 1969 mengenai akan mengkaji persoalan dalam perjanjian internasional dan regulasi perspektif teori, pendekatan kasus (case internasional lainnya dalam kaitannya approach) pendekatan historis yaitu dengan perjanjian perdamaian atau dengan membahas latar belakang Memorandum of Understanding (MoU) lahirnya dan perkembangan pengaturan antara Pemerintah Republik Indonesia mengenai masalah yang diteliti, dengan Gerakan Aceh Merdeka pada 15 sekaligus dikaitkan dengan pendekatan Agustus 2005 silam mengenai status (statute approach) undang-undang yakni hukum GAM dalam membuat perjanjian dengan peraturan-peraturan hukum yang tersebut serta apakah MoU tersebut ada. Obyek penelitian pada penelitian ini tunduk terhadap hukum internasional adalah MoU Helsinki dan MoU Helsinki atau tidak. Penelitian ini dilakukan itu sendiri dari persepktif hukum dengan cara mengumpulkan dan internasional. mempelajari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Bahan hukum Pembahasan primer seperti Konvensi Wina 1969, Pengertian Perjanjian Internasional MoU Helsinki, Protokol Tambahan I dan Dewasa ini perjanjian internasional II tahun 1977 dan lain-lain. Bahan dianggap sangap penting dan sangat hukum sekunder seperti buku-buku, berperan dalam sebagai sarana untuk artikel, pendapat pakar hukum meningkatkan kerja sama berskala internasional maupun jurnal dan internasional, perjanjian internasional makalah yang berhubungan dengan juga dapat menjadi instrumen utama topik penulisan ini. Bahan hukum tertier pelaksanaan hubungan internasional adalah bahan hukum penunjang yang antar negara. Secara teoritis, T. May memberikan petunjuk terhadap bahan Rudy (2002) dalam bukunya Hukum hukum primer dan sekunder seperti Internasional 2 mendefiniskan kamus hukum, kamus bahasa, dan lain- perjanjian internasional sebagai sebuah lain. Untuk menganalisis data dan perjanjian yang diadakan antara anggota

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 49 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online) masyarakat bangsa- bangsa dan Subyek hukum adalah pihak yang bertujuan untuk menimbulkan akibat dapat dibebani hak dan kewajiban yang hukum tertentu. Sedangkan secara diatur dalam hukum. Sedangkan subyek yuridis, pengertian perjanjian hukum internasional merupakan pihak internasional dapat ditemukan dalam yang dapat dibebani hak dan kewajiban bberapa aturan hukum yang mengatur yang diatur oleh hukum internasional, mengenai hal tersebut, diantaranya yaitu hak kewajiban yang diatur hukum konvensi wina 1969, konvensi wina internasional mencakup hak dan 1986, undang- undang nomor 37 tahun kewajiban yang diatur oleh hukum 1999 tentang hubungan luar negeri, dan ingternasional material dan hukum undang- undang nomor 24 tahun 2000 internasional formil. Subyek hukum tentang perjanjian internasional. Dalam internasional adalah person dalam pasal 2 ayat 1 huruf a konvesi wina tahun hukum internasional (Sugeng;2010). 1969 perjanjian internasional diartikan Subyek- subyek hukum international sebagai suatu perjanjian yang dibuat tersebut seharusnya memiliki antara serikat-serikat dalam bentuk kecakapan-kecakapan hukum tertulis dan diatur oleh hukum international utama untuk mewujudkan internasional, baik yang terdapat dalam kepribadian hukum internasionalnya. instrument tunggal atau dalam dua atau Kecakapan hukum yang dimaksud lebih instrument terkait dan apapun adalah sebagai berikut (Sefriani): sebutan yang khusus. Konvensi wina 1. Mampu untuk menuntut hak- 1969 ini hanya dapat digunakan terhadap haknya didepan pengadilan sengketa mengenai perjanjian yang internasional maupun nasional dibentuk negara dengan negara dan 2. Menjadi subyek dari beberapa atau bentuknya harus tertulis. Untuk sengketa semua kewajiban yang diberikan yang pihaknya bukan negara misalnya oleh hukum internasional organisasi internasional pengaturannya 3. Mempu membuat perjanjian diatur dalam konvensi wina 1986 tentang internasional yang sah dan perjanjian internasional untuk sesama mengikat dalam hukum organisasi internasional atau organisasi internasional dengan negera (Sefriani;2010). 4. Menikmati imunitas dari Perjanjian internasional memiliki yurisdiksi pengadilan domestik. beberapa istilah atau nama diantaranya Berdasarkan pengertian subyek hukum adalah sebagai berikut; convention, final internasional di atas, maka yang act arrangement, declaration, termasuk sebagai subyek- subyek hukum memorandum of undern standing internasional adalah sebagai berikut: (MOU), agreement, protocol, dan lain- 1. Negara lain (Harry Purwanto). Istilah- istilah ini Negara merupakan subyek hukum hanya merupakan penyebutan atau nama internasional yang terpenting lain dari perjanjian internasional, dan dibandingkan dengan subyek- subyek tidak membawa dampak yuridis hukum internasional lainnya. Para ahli terhadap perjanjian internasional yang hukum mendefiniskan negara sebagai dilakukan oleh para subyek hukum suatu lembaga atau suatu wadah dimana internasional. manusia mencapai tujuan- tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan- Subyek Hukum Internasional kegiatannya (Jawahir Thontowi dan

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 50 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online)

Pranoto Iskandar;2006). Pengertian organisasi internasional, negara atau negara secara yuridis disebutkan dalam subjek hukum internasional lainnya pasal 1 Montevideo (Pan American) The b. Dapat memiliki property atas nama Convention on Rights and Duties Of namanya sendiri State Of 1933, yang berbunyi: “Negara c. Dapat melakukan perbuatan- sebagai subyek hukum dalam hukum perbuatan hukum untuk dan atas internasional harus memiliki: (a). nama anggota- anggotanya penduduk tetap, (b). wilayah tertentu, d. Dapat menuntut dan dituntut (c). pemerintahan, dan (d). kapasitas dipengadilan internasional untuk berhubungan dengan negara lain”. (Sefriani). Dalam pasal 6 konvensi wina 1969 3. Individu negara diartikan sebagai subyek hukum Pada awalnya individu hanya diakui internasional yang memiliki kapasitas sebagai subyek hukum nasional, dan penuh untuk membuat atau mengadakan kemudian indivisu diakui sebagai perjanjian internasional. subyek hukum internasional jika telah 2. Organisasi internasional mendapatkan persetujuan atau izin dari Organisasi internasional adalah suatu negara, karena subyek hukum organisasi yang dibentuk dengan internasional adalah negara. Namun perjanjian internasional oleh dua negara sekarang, individu dalam batas-batas atau lebih yang berisi fungsi, tujuan, tertentu dapat bertindak atas nama dan kewenangan, asas, struktur organisasi. untuk dirinya sendiri dalam wilayah Tidak semua organisasi internasional hukum internasional, serta dapat memiliki status sebagai subyek hukum dibebani kewajiban-kewajiban internasional, hanya organisasi internasional dan dimintakan internasional yang memenuhi pertanggungjawaban atas perbuatannya kerakteriskrik berikut yang diakui yang bertentangan dengan hukum sebagai organisasi internasional, yaitu: internasional (Jawahir Thontowi dan (a). organisasi tersebut dibentuk dengan Pranoto Iskandar). Orang perorangan suatu perjanjian internasional oleh lebih (individu) diakui sebagai subyek hukum dari dua negara, apapun namanya dan internasional, Karena kepadanya tunduk pada rezim hukum internasional, diberikan hak untuk menuntut di dan (b). organisasi tersebut memiliki pengadilan internasional berdasarkan sekretariat tetap. Dengan terpenuhi konvensi atau perjanjian. Salah satu kedua karakteristik tersebut akan lenih contoh yang mengakui status individu mudah organisasi itu untuk memperoleh sebagai subyek hukum internasional international personality. Karena adalah perjanjian perdamaian Versailles dengan international personality yang tahun 1919, perjanjian antara Jerman dan dimiliki oleh suatu organisasi Polandia 1922 tentang Silesia Atas, dan internasional akan memiliki kecakapan keputusan tetap Mahkamah hukum internasional (international legal Internasional dalam perkara yang capacity). International legal capacity menyangkut pegawai kereta api Danzig. yang dimiliki oleh organisasi 4. Tahta Suci (Vatikan) internasional antara lain: Tahta suci yang terletak di Kota Vatikan a. Dapat membuat perjanjian diakui sebagai subyek hukum internasional dengan sesama internasional tidak terlepas dari faktor historis. Semenjak penaklukannya oleh

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 51 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online)

tentara Italia, kedaulatan Tahta suci mata terhadap kejadian tersebut, maka sebagai negara berakhir. Namun terpaksa negara-negara lain dengan kemudian Tahta Suci dengan Italia sesuatu cara menunjukkan perhatian menandatangani the Leteran Treaty pada mereka dengan pengakuan (renognition tahun 1929 yang di dalamnya of insurgency). Bila kaum pemberontak memberikan pengakuan atas kota telah bertambah kuat kedudukannya Vatikan dan kedaulatannya yang sesuai sehingga mampu menguasai secara de dengan sifatnya dan mendukungnya facto suatu wilayah yang cukup luas dan menjalankan misinya di dunia. telah mempunyai pemerintahan sendiri, Kewenangan tahta suci sebagai subyek maka akan pengakuan terhadap hukum internasional hanya terbatas belligerent. Pada umumnya ada empat dalam masalah kemanusiaan dan unsur yang harus dipenuhi oleh kaum perdamaian umat, sehingga tampak pemberontak untuk mendapatkan sebagai kekuatan moral belaka. Namun pengakuan sebagai billegerent, yaitu: pengaruh dan wibawa Paus sebagai a. Terorganisir secara rapi dan teratur kepala tahta suci atau pemimpin gereja diwilayah kepemimpinan yang jelas. katolik diakui oleh seleuruh penjuru b. Harus menggunakan tanda pengenal dunia (Jawahir Thontowi dan Pranoto yang jelas yang menunjukkan Iskandar). identitasnya 5. Organiasasi Pembebasan dan c. Harus sudah menguasai secara efektif Pemberontak (Belligerent) sebagian wilayah sehingga wilayah Bangsa yang sedang memperjuangkan tersebut benar- benar telah dibawah haknya adalah suatu bangsa yang kekuasaanya berjuang memperoleh kemerdekaan d. Harus mendapat dukungan dari rakyat melawan negara asing yang diwilayah yang didudukinya. menjajahnya. Meskipun banyak yang 6. International Committee on the Red menamakan sebagai organisasi Cross (ICRC) pembebasan, tetapi tidak semuanya ICRC atau Palang Merah Internasional mendapatkan pengakuan sebagai subyek merupakan organisasi non pemerintah hukum internasional. Hal ini yang bergerak di bidang kemanusiaan, dikarenakan tidak ada ktiteria objektif beranggotakan palang merah nasional untuk menentukan apakah suatu beberapa negara dan berkedudukan di kelompok sudah berhak menyandang Swiss. ICRC diakui sebagai subjek status sebagai organisasi pembebasan hukum internasional secara khusus atau bangsa yang memperjuangkan karena secara historis, ICRC telah haknya atau belum. Kejadian memberikan peran besar dalam pemberontakan dari kaum separatis memberikan pertolongan korban perang merupakan urusan intern negara yang khususnya Perang Dunia I dan Perang bersangkutan. Hukum internasioanl Dunia II serta ICRC telah memberikan sendiri melarang negara lain untuk tidak kontribusi besar dalam pembentukan melakukan intervensi tanpa adanya konvensi-konvensi Jenewa 1949. persetujuan negera tersebut. Namun 7. Organisasi Pembebasan (National demikian apabila pemberontakan dalam Liberation Organization) suatu negara telah mengambil porsi Organisasi Pembebasan atau bangsa sedemikian rupa, sehingga negera- yang memperjuangkan haknya adalah negara lain tidak mungkin lagi menutup suatu bangsa yang berjuang memperoleh

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 52 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online) kemerdekaan dari para penjajah. Tidak nomor 24 tahun 2000 juga menjelaskan ada syarat objektif suatu bangsa secara tegas tahapan- tahapan pembuatan dikatakan sebagai organisasi perjanjian internasional, yaitu sebagai pembebasan karena pertimbangan berikut: politik masyarakat internasional a. Tahap penjajakan terhadap kelompok tersebut termasuk b. Tahap perundingan dalam kategori organisasi pembebasan c. Tahap perumusan naskah lebih diutamakan dibandingkan hukum d. Tahap penerimaan, dan internasional sebagai parameter e. Tahap penandatangan. kelompok tersebut. Secara historis, Setelah semua tahapan tersebt terlaksana contoh organisasi pembebasan adalah dengan baik oleh para pihak pembuat South West Africa People (SWAPO) perjanjian internasional, selanjutnya yang berjuang mendirikan Namibia naskah perjanjian internasional tersebut melalui resolusi Majelis Umum PBB. ditanda tangani oleh para pihak pembuat perjanjian. Di Indonesia, yang Pembuatan Perjanjian Internasional melakukan penandatanganan dalam Berkaitan dengan masalah pembuatan suatu naskah perjanjian internasional perjanjian internasional telah diatur harus mendapatkan surat kuasa dan surat secara yuridis dalam aturan perjanjian kekercayaan, kecuali jika naskah internasional yaitu dalam konevnsi Wina perjanjian internasional tersebut ditanda 1969 dan dalam Undang-Undang Nomor tangani oleh presiden atau menteri. Hal 24 Tahun 2000. Di dalam konvensi Wina ini sebagaimana diatur dalam pasal 7 1969 sebagaimana yang telah disebutkan ayat (1) – (5) UU nomor 24 tahun 2000. dalam Bab II Pasal 6 konvensi Wina 1969 menyebutkan bahwa: “setiap Analisis MoU Helsinki Ditinjau dari negara memiliki kapasitas untuk Perspektif Hukum Internasional membuat perjanjian”. Dalam pasal 6 Latar Belakang Munculnya MoU Konvensi Wina 1969 tersebut dengan Helsinki tegas menyebutkan bahwa yang dapat Adanya ketidakpuasan masyarakat melakukan perjanjian (baik perjanjian Aceh terhadap Pemerintah Indonesia internasional ataupun perjanjian lainnya) memunculkan gerakan separatis yang adalah negara, yaitu negara yang telah diinisiasi oleh Gerakan Aceh Merdeka merdeka dan telah diakui oleh dunia (GAM). GAM pada awal berdirinya internasional. Dapat disimpulkan merupakan perkumpulan kaum bahwasanya negara dapat melakukan intelektual yang memperjuangkan Aceh perjanjian internasional dengan siapa untuk menjadi negara berdaulat terpisah pun asalkan dengan salah satu subyek dari NKRI sebagaimana Aceh di masa hukum internasional, serta para pihak lalu yakni pada zaman Kesultanan yang terkait dalam perjanjian Iskandar Muda. GAM lahir pada tanggal internasional tersebut harus 4 Desember 1976 di sebuah camp Bukit melaksanakan hak dan kewajibannya Cokan, Pedalaman Kecamatan Tiro, sebagaimana yang telah disepakati Pidie (Moch. Nurhasim;2008). GAM dalam perjanjian internasional tersebut terbentuk dan menuntut atas hak dengan iktikad baik tanpa adanya niat menentukan nasib sendiri (self- buruk atau merugikan salah satu pihak. determination right) karena adanya Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (1) UU kekecewaan-kekecewaan politik,

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 53 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online) ekonomi dan sosial rakyat Aceh determination right. Ketiga, syariat terhadap Pemerintah Pusat RI. islam yang ingin dijadikan filsafat atau Kekecewaankekecewaan tersebut secara ideologi negara. Disisi lain ada yang historis berkaitan dengan perkembangan berpendapat bahwa Hasan di Tiro GAM. Menurut Isa Sulaiman, kecewa atas penolakan Pemerintah perkembangan GAM dibagi menjadi tiga Indonesia terhadap tawaran Hasan di periode, yaitu (Moch. Nurhasim): Tiro yang menawarkan penguasa a. GAM Generasi Pertama (1976-1982) kontraktor dari Amerika Serikat. Merupakan kelahiran dan Kemudian, Hasan di Tiro mengobarkan konsolidasi GAM, hasil dari semangat patriotisme lokal untuk propaganda. Awal lahirnya GAM mencari dukungan. Hal tersebut terbukti diinisiasi oleh Hasan di Tiro, seorang dengan Hasan di Tiro mendapat tokoh GAM yang pernah menjadi Duta dukungan dari tokoh DI/TII Daud Besar Republik Indonesia di Amerika Beureuh yang merasa persoalan Serikat dan PBB pada Pemerintah Ali pemberontakan DI/TII belum selesai Sostroamidjodjo. Hasan di Tiro pada era Soekarno. Beberapa faktor berpendapat bahwa Aceh mengalami tersebut kemudian melatarbelakangi ketidakadilan dari Pemerintah Indonesia terbentuknya GAM. hingga menuduh Pemerintah Indonesia b. GAM generasi kedua (1982-1989) telah melakukan kejahatan genosida Terjadi aksi-aksi kekerasan dan terhadap rakyat Aceh (Mohammad kekacauan karena masuknya kelompok Hasan Anshori, 2012). Tiro kriminal dalam tubuh GAM yang mengemukakan bahwa ketidakadilan tujuannya sebagian besar adalah tersebut diantaranya berupa: Pertama, ekonomi bukan terkait dengan hak untuk kolonialisasi orang Jawa pada setiap menentukan nasib sendiri. Penyerangan pekerjaan di Aceh atau bentuk tersebut ditujukan kepada perusahaan- ketatanegaraan Indonesia yang unitaris perusahaan dan ABRI. Misal sehingga menimbulkan dominasi suku. perampasan senjata pada 26 September Kedua, eksplorasi hasil minyak di Aceh 1989 milik ABRI di Krueng Tuan yang Utara yang hasilnya diserahkan kepada dilakukan oleh Panglima GAM. Pemerintah Pusat dan kurang Kelompok GAM pada generasi kedua mensejahterakan masyarakat Aceh. tidak mendapatkan dukungan dari rakyat Penemuan di sekitar pemukiman Aceh karena melakukan banyak masyarakat Arun pada tahun 1960an kekejaman dan tidak sesuai dengan nilai- yang bersamaan dengan krisis energi nilai kemanusiaan. dunia. Kawasan tersebut dibangun pusat- c. Generasi Ketiga (1989-2003) pusat investasi besar berupa PT. Arun Periode GAM mengembangkan sayap (1974) dan dalam waktu 4 tahun, di militernya dan hubungan diplomatik ke Blang Lancang berdiri pabrik pencairan luar negeri. Kekuatan GAM pada minyak terbesar di dunia, sehinga generasi ketiga sangat besar, seperti wilayah industri ini dinamakan ZILS GAM memiliki 5000-6000 prajurit. (Zona Industri Lhokseumawe). GAM mendapatkan dukungan dari Ketidakadilan atas pengelolaan hasil rakyat Aceh terutama dari korban sumber daya alam ini pun Daerah Operasi Militer (DOM). Selain mempengaruhi masyarakat Aceh untuk hal tersebut, masyarakat Aceh mengajukan tuntutan atas self- mengalami beberapa kekecewaan.

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 54 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online)

Pertama, janji Bung Karno bahwa Aceh menentang campur tangan pihak asing dibolehkan menjalankan syariat islam dan penyelesaian Aceh diselesaikan setelah Indonesia merdeka tidak dalam tataran otonomi khusus dan dikabulkan. Kedua, pencabutan pengakhiran konflik secara permanen, keistimewaan Aceh berdasarkan UU bukan gencatan senjata. Pihak GAM Nomor 5 Tahun 1974 yang mencabut tidak mengubah tuntutannya yakni tetap keistimewaan Aceh pada UU Nomor 18 menolak otonomi khusus karena tahun 1965 tentang Pemerintahan terminologi otonomi khusus sudah Daerah yang menjelaskan bahwa Aceh pernah diberlakukan dan tidak dapat memperoleh keistimewaan di bidang menyelesaikan masalah Aceh. Kedua agama, adat-istiadat, dan pendidikan. belah pihak masih bersikeras kepada Dapat disimpulkan bahwa adanya tuntutan masing-masing hingga Martti ketidakadilan dan kekecewaan yang melakukan lobi khusus dengan delegasi dirasakan masyarakat Aceh terhadap GAM. Adanya opsi konsep baru oleh kebijakan Pemerintah Pusat GAM akibat ancaman apabila pihak menimbulkan gerakan separtisme GAM tidak mengubah posisi maka pihak dinamakan GAM yang menuntut hak Uni Eropa tidak bersedia membantu untuk menentukan nasib sendiri agar melindungi GAM karena posisi Martti Aceh dapat berdiri sendiri menjadi yang penting dengan Uni Eropa. sebuah negara berdaulat dan lebih c. Perundingan Helsinki Putaran mensejahterakan rakyat Aceh. Ketiga Putaran ketiga ini dilaksanakan pada Putaran Perundingan MoU Helsinki 12-16 April 2005 di Kompleks a. Perundingan Helsinki Putaran Koningstedt, Manor, Vantaa, Helsinki. Pertama Konsep self-government dari pihak Perundingan antara Pemerintah GAM belum menjadi agenda Indonesia dengan GAM putaran pertama pembicaraan dan delegasi RI belum berlangsung pada 27-29 Januari 2005 di menanggapi masalah tersebut. Kompleks Koningstedt, Manor, Vantaa, Pembahasan paling alot pada Helsinki merupakan tahap penjajakan perundingan ini adalah persoalan partai untuk membangun kepercayaan dan lokal sebagai bentuk dari implementasi mengidentifikasi kemauan masing- selfgovernment. Hal tersebut terjadi masing pihak yang berunding. Agenda karena partai lokal bertentangan dengan utama yang dilakukan pada perundingan UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Partai ini adalah mendiskusikan masalah Politik dari sisi Pemerintah Indonesia, keamanan dan kemanusiaan di Aceh namun di sisi GAM partai lokal sangat pasca-tsunami. berarti demi mewujudkan self- b. Perundingan Helsinki Putaran government. Kedua d. Perundingan Helsinki Putaran Perundingan putaran keduan Keempat dilaksanakan pada tanggal 21-23 Dilaksanakan pada tanggal 23-31 Februari 2005 di Kompleks Koningstedt, Mei 2005 di di Kompleks Koningstedt, Manor, Vantaa, Helsinki berisi tentang Manor, Vantaa, Helsinki. Pembahasan penegasan Pemerintah Indonesia bahwa pada perundingan ini adalah masih persoalan Aceh adalah persoalan dalam melanjutkan pembahasan ada putaran negeri sehingga Pemerintah Indonesia ketiga, yaitu partai lokal. Kedua belah

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 55 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online) pihak menyetujui perlunya dokumentasi internasional, dengan alasan sebagai dan formulasi tertulis capaian yang telah berikut: dibicarakan kedua belah pihak sebagai 1. Subjek hukum dari MoU dasar menyiapkan draft MoU. Helsinki adalah Pemerintah RI dan e. Perundingan Helsinki Putaran GAM. Pemerintah RI adalah wujud Kelima representasi dari negara. Negara Dilaksanakan pada tanggal 12-17 merupakan subjek hukum internasional Juli 2005 di Kompleks Koningstedt, yang paling utama, terpenting dan Manor, Vantaa, Helsinki dengan agenda memiliki kewenangan terbesar sebagai utama membahas masalah yang belum subjek hukum internasional yang tuntas pada perundingan sebelumnya dilekatkan dengan kecakapan-kecakapan dan membahas rumusan draft MoU yang hukum (Sefriani). Sedangkan GAM telah disusun oleh CMI. Putaran ini bukan merupakan organisasi terancam bubar karena delegasi RI masih pembebasan bangsa yang mempersoalkan masalah partai lokal memperjuangkan haknya maupun sebagai wujud dari self-government, belligerent. GAM hanya merupakan namun pada akhirnya delegasi RI organasasi pemberontak nasional belum menerima kosnep partai lokal setelah dianggap sebagai belligerent yang diakui Hamid menelpon Jusuf Kalla pada saat oleh dunia internasional.GAM tidak terjadi lobi dengan Nur Dzuli. dapat dianggap sebagai belligerent karena tidak memenuhi unsur-usnsur Status Hukum MoU Antara GAM belligerent yang diterapkan oleh hukum dengan Pemerintah RI internasional, yaitu: Pada dasarnya status hukum MoU Terorganisir secara rapi dan teratur di perdamaian antara GAM dengan bawah kepemimpinan yang jelas atau pemerintah RI sangat tergantung pada under responsible command (Article 1 status hukum GAM itu sendiri, apakah Paragraph 1 Additional Protocol II of GAM dapat dikategorikan sebagai 1977). subyek hukum internasional sebagai Dalam hal ini GAM telah memenuhi salah satu kaum belligerent atau tidak. unsur ini, dimana struktur Apabila GAM termasuk kepada kaum kepemimpinan GAM tersusun dengan belligerent dan termasuk ke dalam rapi, jelas dan sistematis. Struktur ini kategori subyek hukum internasional, ditetapkan pada tahun 1977 oleh Hasan maka secara otomatis status hukum MoU di Tiro dengan menempatkan dirinya perdamaian GAM dengan pemerintah RI sebagai pemimpin di Aceh dengan tergolong ke dalam perjanjian sebutan wali negara (Syamsul Hadi, internasional. Dari tinjauan pusaka/ teori 2007). Struktur kepemimpinan GAM mengenai perjanjian internasional yang mulai dari pimpinan umum GAM yang telah penulis bahas dalam bab dipimpin oleh Tengku Hasan Tiro sebelumnya. Penulis mengemukakan sampai dengan kementerian- kementrian suatu pendapat, bahwasanya nota MoU lainnya yang ada dalam struktur perdamaian antara pihak GAM dengan kepemimpinan GAM. Setelah 1979 pemerintah RI jika dianalisis kabinet tidak berfungsi lagi karena ada berdasarkan perjanjian internasional, menteri yang terbunuh seperti Muchtar tidak termasuk ke dalam perjanjian Hasbi, beberapa ditahan, dan sebagian lagi mencari perlindungan ke luar negeri

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 56 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online)

seperti Tiro, , Malik ada diwilayah Aceh, maka secara Mahmud, dan Husaini Hasan (Kirsten otomatis dapat dikatakann tidak semua E.Schulze, 2004). GAM dibagi menjadi masyarakat Aceh mendukung apa yang dua struktur organisasi yaitu civilian dilakukan pihak GAM. Oleh karena itu government dan military structure. GAM juga tidak memenuhi unsure a. Harus menggunakan tanda pengenal keempat ini sebagai belligerent. Dari yang jelas keempat unsur belligenrent tersebut di Unsur yang kedua ini juga dapat atas, maka dapat disimpulkan bahwa dipenuhi oleh GAM, hal ini dapat dilihat GAM tidak termasuk ke dalam dari lambang atau logo GAM yang telah kelompok belligerent. Oleh karena itu di buat dalam bentuk bendera resmi nota MoU antara GAM dengan GAM. Pada tanggal 25 Maret 2013 pemerintah RI tidak dapat dikategorikan DPRA resmi mengesahkan qanun nomor sebagai perjanjian internasional. Karena 2 tahun 2013 tentang bendera dan dengan jelas salah satu pelaku (GAM) lambang Aceh dan telag diundangkan atau subyek dalam nota MoU perjanjian dalam lembaran Aceh tahun 2013 nomor perdamaian tersebut bukan merupakan 3 dan tambahan lembaran Aceh nomor subyek hukum internasional yang diakui 49. oleh dunia internasional. b. Harus sudah menguasai secara efektif 2. Perjanjian perdamaian antara sebagian wilayah sehingga wilayah GAM dengan pemerintah RI tidak dapat tersebut benar-benar telah berada di dikatakan sebagai perjanjian bawah kekuasaannya. internasional karena adanya pihak ketiga Unsur ketiga ini tidak dapat terpenuhi atau pihak asing dalam pelaksanaan Nota oleh GAM. Mengingat hanya beberapa MoU antara GAM dengan pemerintah wilayah saja yang dapat dikuasai oleh RI, hanya merupakan sebagai pihak GAM, seperti wilayah Aceh Utara, Aceh fasilitator terhadap pelaksanaan MoU Timur dan Sebagian kecil di Wilyah tersebut. Dikatakan sebagai pihak Aceh Besar serta Aceh Selatan. Sebelum fasilitator karena pihak asing yaitu nota MoU perdamaian antaran GAM mantan presiden Finlandia Martti dengan pemerintah RI ditanda tanagani Ahtissaari yang juga mejabat sebagai di Helsinky pada 15 agustus 2005, dua presiden Crisis Management Initiative tahun sebelum MoU terjadi tepatnya (CMI) mengajak kedua belah pihak yang pada 2003 hanya 30 persen desa konflik berseteru antara GAM dengan di wilayah Aceh yang dapat dikuasai pemerintah RI untuk melakukan oleh GAM. Oleh karena itu dapat perundingan perdamaian secara dikatakan bahwasanya tidak semua kekeluargaan dengan harapan untuk wilayah Aceh di kuasai oleh pihak mencapai kata kesepakatan dan GAM, jadi GAM tidak memenuhi unsur mengakhiri peperangan local yang ini sebagai belligerent. terjadi antara kedua belah pihak GAM c. Harus mendapat dukungan dari dengan pemerintah RI. Dengan segala rakyat diwilayah yang didudukinya perundingan dan persyaratan yang Unsur yang keempat ini hampir diajukan oleh para pihak antara GAM saling berkaitan dengan unsur dengan pemeritah RI, maka pada tanggal belligerent sebelumnya. Jika dalam 15 Agustus 2005 yang bertempat di unsur sebelumnya pihak GAM hanya Helsinky, Finlandia tercapainya menguasai 30 persen desa konflik yang perdamaian antara GAM dengan

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 57 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online) pemerintah RI, dimana penandatanganan 4. Secara yuridis jika dianalisis nota MoU perdamaian antara GAM berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU nomor dengan pemerintah RI (yang disebut juga 24 tahun 2000 tentang perjanjian sabagai MoU Helsinky) disaksikan oleh internasional. MoU antara GAM dengan Martti Ahtissaari. pemerintah RI juga tidak dapat 3. Adanya pihak asing dalam dikategorikan sebagai perjanjan pelaksanaan MoU GAM dengan internasional, hal ini dikarenakan yang pemerintahan RI tersebut hanya berhak mengadakan perjanjian merupakan sebatas iktikad baik negara internasional sebagaimana yang diatur lain untuk membantu menyelesaikan secara yuridis dalam pasal 4 ayat (1) konflik/ sengketa yang terjadi antara tersebut adalah suatu negara dengan GAM dengan pemerintah RI. Masuknya subyek hukum internasional lainnya. pihak negara asing dalam persengketaan Sedangkan dalam kasus MoU antara antara GAM dengan pemerintah RI GAM dengan pemrintahan RI ini, hanya bukan untuk membela atau memihak negara republic Indonesia yang dapat kepada salah satu pihak, melainkan dikatakan sebagai subyek hukum karena melihat persengketaan yang internasional yang sah dan diakui oleh terjadi antara GAM dengan pemerintah dunia internasional, sementara GAM RI yang sudah cukup lama yang belum tidak digolongkan kedalam subyek terselsaikan serta ditakuti akan hukum internasional (dengan alasan terjadinya persengketaan local yang sebagaimana yang telah penulis uraikan berkepanjangan. Oleh karena demikian, dalam pemabahasan di atas). masuknya pihak asing, mantan presiden Finlandia Martti Ahtissaari yang juga MoU Helsinki Tidak Tunduk mejabat sebagai presiden Crisis Terhadap Hukum Internasional Management Initiative (CMI) dalam (Governed by International Law) persengketaan ini bertujuan untuk Maksud “governed by melakukan jasa baik atau good offices. international law” yang didalamnya Keterlibatan pihak ketiga dalam good melekat elemen “intention to create offices tidak lebih dari untuk obligation under international law” mengupayakan pertemuaan para pihak menurut Vienna Convention on the Law yang bersengketa (dalam kasus ini pihak of Treaties adalah untuk membedakan GAM dengan pemerintah RI) untuk antara perjanjian internasional yang berunding, dan pihak yang melakukan diatur dengan hukum internasional good offices tersebut tidak terlibat di (publik) dan perjanjian internasional dalam perundingan itu sendiri (Sefriani). yang meskipun para pihak adalah Dalam kasus ini mantan presiden antarnegara tetapi diatur dengan hukum Finlandia telah berhasil melakukan jasa nasional salah satu pihak atau hukum baik atau good offices terhadap negara lain yang disepakati oleh para pemerintah Republik Indonesia dengan pihak. MoU Helsinki tunduk pada Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang hukum nasional Indonesia, “the telah menandatangani nota MoU government of the can perdamaian untuk mengakhiri be manifested through a fair and perselisihan yang terjadi selama ini democratic process within the unitary seacara damai pada 15 Agustus 2005 di state and constitution of the Republic of Helsinky, Finlandia. Indonesia (MoU between the GoI and

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 58 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online) the Free Aceh Movement). Di sisi lain, Disebut (Moch. Nurhasim) sebagai dalam Pasal 1 (4) (2) dan Pasal 2 (1) pertemuan informal karena dua alasan MoU Helsinki mencantumkan sumber yaitu pertama, Pemerintah Indonesia hukum internasional yaitu prinsip- belum mengakui secara resmi prinsip universal hak asasi manusia keberadaan GAM sebagai sebuah negara sebagaimana tercantum dalam Kovenan (state), sifat informal tersebut Internasional Perserikatan Bangsa- merupakan strategi Pemerintah bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Indonesia untuk menghindari adanya Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, negara dalam negara dan menghindari Sosial dan Budaya. Namun, hal tersebut dampak internasionalisasi terhadap bukan berarti bahwa MoU Helsinki kasus separatisme Aceh. Kedua, tunduk pada hukum internasional. berkaitan dengan strategi yang Sifat dari pihak yang terikat (nature diterapkan oleh CMI bahwa perundingan of the contracting parties) dibutuhkan tidak mengikat kedua belah pihak hingga dalam membuat perjanjian antar negara para pihak menyepakati agenda bersama agar tunduk pada hukum internasional sehingga tidak adanya kecemasan (Draft Articles on the Law of Treaties tentang hal yang dibicarakan pada saat with commentaries 1966). MoU Helsinki perundingan akan mengikat para pihak. harus membuktikan terpenuhi elemen b. Pembuatan naskah perjanjian “nature of contracting parties” tersebut. Dilakukan dengan berbagai langkah GAM sebagai salah satu pihak dari MoU formal sesuai Konvensi Wina 1969 Helsinki memiliki sifat bukan seperti pertama, penunujukkan wakil merupakan subjek hukum internasional dari pihak Pemerintah Indonesia diketuai sehingga tidak dapat dikatakan sebagai oleh Hamid Awaluddin dan pihak GAM pernjanjian yang tunduk pada hukum diketuai oleh Malik Mahmud. Kedua, internasional. Selain itu menurut penyerahan surat kuasa oleh Parthiana, “governed by international masingmasing pihak. Pemerintah law” harus dibuktikan sejak Indonesia memberikan kuasa penuhnya perundingan, pembuatan naskah terhadap wakil-wakilnya melalui rapat perjanjian, pemberlakuan, pelaksanaan, terbatas Presiden RI dengan kabinetnya. hingga penyelesaian sengketa, perjanjian Sedangkan GAM memberikan internasional ini harus tunduk kepada kekuasaan penuhnya kepada beberapa hukum internasional, dengan penjelasan orang yang diambil dari luar Aceh dan sebagai berikut (I Wayan Parthiana) : luar negeri tidak ditentukan secara a. Perundingan khusus oleh GAM, karena sedikitnya Saat perundingan MoU Helsinki, personil GAM yang berkemampuan para pihak melakukan pendekatan cukup dalam berunding akibat kematian informal terlebih dahulu yaitu melalui seperti Prof. Sofyan Sarifudin Tiba upaya yang dilakukan Juha Christensen akibat tsunami, Omni Ahmad Basuki sebagai mediator dengan GAM yang (komandan operasi GAM) yang diwakili oleh Malik Mahmud dan dipenjara. Penyerahan kekuasaan oleh Bachtiar Abdullah pada 30 Januari di diberikan kepada Malik Mahmud, Zaini rumah Juha hingga menuju pendekatan Abdullah (Menteri Luar Negeri GAM), formal yang difasilitasi oleh suatu Nur Dzuli (warga yang organisasi internasional sebagai pihak merupakan anggota GAM), Bachtiar ketiga, CMI di Helsinki, Finlandia.

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 59 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online)

Abdullah dan Nurdin Abdurrahman keputusan yang mengikat para pihak. (warga Aceh di Sydney, Australia). Ketentuan penyelesaian sengketa pada c. Pemberlakuan dan Pelaksanaan MoU Helsinki telah sesuai dengan Pemberlakuan perjanjian dapat ketentuan hukum internasional bahwa dilihat berdasarkan tanggal upaya damai harus diutamakan penandatanganan MoU Helsinki yakni kemudian tindakan lain sesuai dengan pada hari Senin, 15 Agustus 2005 sesuai hukum internasional dapat dilakukan. dengan persetujuan kedua belah pihak. Melalui analisis terhadap pendapat Pemberlakuan MoU Helsinki ditetapkan Wayan Parthiana atas “governed by dengan ketentuan konsultasi dan international law,” MoU Helsinki persetujuan melalui legislatif Aceh kurang tepat jika dikatakan tunduk terlebih dahulu. Pelaksanaan MoU terhadap hukum internasional karena Helsinki diterapkan melalui Undang- terdapat kekurangan pada saat Undang Pemerintah Aceh sebagaimana pembuatan naskah perjanjian yaitu tidak yang berbunyi sebagai berikut,“A new adanya penunjukkan secara khusus Law on the Governing of Aceh will be GAM terhadap wakilnya di meja promulgated and will enter into force as perundingan, berbeda halnya dengan soon as possible and not later than 31 Indonesia. Berdasarkan penjelasan March 2006.” “b) International diatas terkait dengan unsur perjanjian agreements entered into by the internasional menurut Konvensi Wina Government of Indonesia which relate to 1969, Konvensi Wina 1986 dan analisis matters of special interest to Aceh will be terhadap pendapat ahli hukum perjanjian entered into in consultation with and internasional (Parthiana) mencerminkan with the consent of the legislature of bahwa MoU Helsinki tidak tunduk pada Aceh…”. hukum internasional (governed by d. Penyelesaian Sengketa international law) karena salah satu Apabila terjadi sengketa berkaitan pihak terkait (GAM) bukan merupakan dengan pelaksanaan MoU Helsinki maka subjek hukum internasional. akan diselesaikan dengan beberapa cara yaitu pertama, akan diselesaikan oleh Simpulan Kepala Misi Monitoring melalui pada dasarnya status hukum MoU musyawarah para pihak. Kedua, apabila perdamaian antara pihak Gerakan Aceh tidak dapat diselesaikan maka sengketa Merdeka (GAM) dengan pihak akan dibahas antara Kepala Misi pemerintah Republik Indonesia (RI) Monitoring dengan wakil senior dari sangat tergantung terhadap status hukum para pihak. Ketiga, apabila sengketa GAM itu sendiri. Apakah ia termasuk tidak dapat juga diselesaikan maka kedalam kaum belligerent sehinggat Kepala Misi Monitoring akan dapat dikategorika ke dalam subyek melaporkan kepada Menteri Koordinator hukum internasional atau tidak. Karena Politik Hukum dan Keamanan Republik apabila GAM dianggap sebagai satu Indonesia, pimpinan politik GAM dan kaum belligerent, maka secara langsung Ketua Dewan Direktur CMI serta nota MoU perdamaian tersebut dapat memberitahu Komite Politik dan digolongkan ke dalam perjanjian Keamanan Uni Eropa, kemudian setelah perdamaian internasional, dan juga berkonsultasi maka Ketua Dewan sebaliknya. Dalam hal ini penulis Direktur CMI akan mengambil beropini bahwa GAM tidak termasuk ke

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 60 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online) dalam kaum belligerent, ini disebabkan Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, karena GAM tidak memenuhi unsur- Hukum Internasional unsur untuk dapat dikatakan sebagai Kontemporer, Bandung: PT. belligerent. Bahwasanya status hukum Refika Aditama, 2006. MoU perdamaian antara pihak Gerakan Moch. Nurhasim, Konflik dan Integrasi Aceh Merdeka (GAM) dengan pihak Politik Gerakan Aceh Merdeka; pemerintah Republik Indonesia (RI) Kajian tentang Konsensus tidak termasuk kepada perjanjian Normatif antara RI-GAM dalam internasional. Hal ini dikarenakan salah Perundingan Helsinki, satu pihak yang melakukan dan Yogyakarta: Pustaka Pelajar, menandatangani nota MoU tersebut 2008 yaitu GAM tidak termasuk dalam Sefriani, Hukum Internasional Suatu kategori subyek hukum inernasional. Pengantar, Jakarta: Rajawali GAM hanya merupakan kaum Press, 2010. pemberontak local (nasional) yang ada di Sugeng Instanto, Hukum Internasional, Aceh (Indonesia) yang tidak dianggap Yogyakarta: Universitas Atma oleh kaum belligerent oleh dunia Jaya, 2010. internasional. Meskipun adanya pihak T. May Rudy, Hukum Internasional 2, asing dalam nota MoU GAM dengan Jakarta: PT. Refika Aditama, 2002. pemerintahan RI, tetap saja MoU tersebut tidak dapat dikategorikan Jurnal sebagai perjanjian internasional, karena Kirsten E.Schulze, 2004, The Free Aceh pihak asing dalam nota MoU tersebut Movement (GAM): Anatomy of hanya sebagai fasilitator dalam a Separatist Organization, pelaksanaan serta penandatanganan nota Policy Studies 2, East-West kesepahaman. Center, Washington DC, ISBN 1932728023 Saran Mohammad Hasan Anshori, 2012, From Mengenai status hukum MoU antara insurgency to bureaucracy: GAM dengan pemerintah RI itu sendiri Free Aceh Movement, Aceh bermacam-macam, setiap orang berhak Party and the New Face of menyimpulkan dan berpendapat sesuai Conflict, Stability: International dengan opini masing- masing. Dalam hal Journal of Security& ini penulis menyarankan agar dalam Development, ISSN: 2165-2627 berpendapat harus sesuai dengan Syamsul Hadi, 2007, Disintegrasi Pasca referensi- referensi yang jelas. Penulis Orde Baru: Negara, Konflik juga member kritikan kepada penulis Lokal, dan Dinamika terhadap tulisan ini. Dan saran penulis Internasional, e-book, Yayasan kepada para pemerintah RI agar dapat Obor Indonesia, ISBN menentukan apakah MoU tersebut dapat 9794616249. digolongkan kepada perjanjian internasional atau tidak. Undang- Undang Draft Articles on the Law of Treaties Daftar Pustaka with commentaries 1966 Buku Konvensi Wina 1969 Protokol II Tambahan 1977

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 61 Volume 1, Nomor 2 Oktober 2019 ISSN : 2656-9639 (Cetak) ISSN : 2684-9046 (Online)

Internet Official Waru. 2012. Sejarah Lahirnya GAM. Diakses dari officialwaru.wordpress.com, pada tanggal 15 Juni 2019, pukul 14.53 WITA. Terjemahan Nota Kesepahaman Antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka.

Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 62