Pola asuh anak dalam film (1982) (Studi khalayak pada mahasiswa FISIP USU terhadap pola asuh anak tokoh pink dalam film Pink Floyd – The Wall)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh: MAR’IE MUHAMMAD NASUTION 130905099

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara UNWERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

EALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan oleh: Nama : Mar'ie Muhammad Nasution NIM : 130905099

Departemen : Antr*pohgi Sosial Judul : Pola asuh anak dal*m Film &'nlr Floyd - The Wsll (1982) (Studi khalayak pada mahasisw* FISIP USU terhadap pola asuh arak toksh Pink dalam FiIm fi'z* Floyd - The lVat{) Pada : Jum'at, 11 Januari 2019 ng Skripsi, ffi") B lr,,r r\i\".r--i / ?a \i\\SZ 'ca:r$ re.;1r-\t# \\"r,'f*\y)h,Tneoporocr " \'"1'^ri,iwrt

Dekan,

umatera Utara

NIP. 19740930 20$501 1 002

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAFI PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan oleh:

Nama Mar'ie Muhammad N

Nim 13090s099

Departemen Antropologi Sosial

Judul Pola asuh anak dalamfilm Pink Floyd - The Wall (1982) (Studi khalayakpada mahasiswa FISIP USU terhadappola asuh anak tokoh pink dalam f|rm Pink Floyd - The lYall) Pada Ujian Komprehensif yang dilaksanakan pada:

Hari :Jum'at

Tanggal : 11 Januari20lg

Pukul : 14.30 - 16.00 WIB

Tim Penguji:

1. Ketua Penguji : Drs. Agustrisno" MSP

NrP. 1 9600823198742 1 401

2. Pengujil : Dra. Tjut Syahriani, M.Soc.Sc

NIP. 19580108198603 2 043

3. Peneuji II : Dra. Nita Savitri, M.Hum

NrP. r9610125 198803 2 001

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Pola asuh anak dalam film Pink Floyd – The Wall (1982) (Studi khalayak pada mahasiswa FISIP USU terhadap pola asuh anak tokoh pink dalam film Pink Floyd – The Wall)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis ataupun diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan dituliskan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan saya di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, April 2019 Penulis

Mar‘ie Muhammad Nasution

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Mar’ie Muhammad Nasution, 2018. Judul skripsi: Kepribadian Pada Tokoh Pink dalam film Pink Floyd – The Wall (1982) (Studi Khalayak Tentang Pola Asuh Anak). Skripsi ini terdiri dari 5 BAB, 119 halaman. 1 daftar tabel, 24 daftar gambar, 17 daftar pustaka, serta lampiran. Tulisan ini merupakan kajian tentang antropologi psikologi khususnya film yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana interpretasi mahasiswa laki-laki dan perempuan terhadap pola asuh anak yang membentuk kepribadian yang ditampilkan dalam permasalaha pada film Pink Floyd – The Wall (1982). Penelitian ini bersifat kualitatif. Metode yang digunakan adalah etnografi dan analisis khalayak. Dimana penelitian ini bermaksud untuk memahami bagaimana perilaku dan latar belakang budaya para informan berperan dalam proses penafsiran suatu makna dan menginterpretasikan apa yang ditawarkan oleh produk media yaitu film. Untuk memperoleh data penelitian yang dibutuhkan, peneliti menggunakan teknik observasi dan wawancara. Observasi yang penulis lakukan adalah observasi partisipasi yakni penulis ikut terlibat dalam menonton film. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, yaitu penulis dan informan berinteraksi satu sama lain sehingga penulis dapat menggali informasi lebih dalam guna mencapai data-data yang menjadi tema penelitian. Setelah data-data dalam penelitian ini terkumpul, peneliti melakukan transkrip wawancara dengan memilah-milah hasil wawancara sesuai tema penelitian dan mengkategorikannya menjadi beberapa sub topik. Setelah itu, peneliti menginterpretasikan jawaban dari para informan dan mengaitkannya dengan teori-teori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa film ini merupakan film drama yang bercerita tentang seorang anak dengan berbagai permasalahan yang umum terjadi di kehidupan sehari-hari. Isu-isu yang muncul berdasarkan interpretasi informan antara lain, ibu yang posesif, anak yatim, seorang yang depresif, dan Perasaan tertekan oleh industri musik. Pola asuh yang diinterpretasikan para informan perempuan dan laki-laki terkait film Pink Floyd – The Wall adalah hubungan antara ibu dan anak yang mana ibu menmberikan pendidikan terhadap anaknya. Menurut para informan pendidikan inilah yang menjadikan seorang anak bisa berpikir mandiri, bangkit dari keterpurukan, menjadi bintang rock terkenal, terjadinya perselingkuhan. Para informan juga menginterpretasikan bahwa kepribadian seorang anak ditentukan dari bagaimana dirinya dibentuk ataupun dididik oleh orang tuanya. Menurut para informan kepribadian anak yang terjadi dalam film ini diakibatkan oleh faktor sosial dan budaya. Konteks yang mempengaruhi informan dalam menginterpretasikan isi konten media dalam film Pink Floyd – The Wall (1982) yaitu pengalaman terhadap diri sendiri serta lingkungan social dan budaya yang dianut. Penonton yang berpendidikan sebagai cenderung menggunakan bahasa yang akademis dalam menyampaikan pendapat mengenai film.

Kata-kata Kunci : Pola Asuh, Khalayak, Film

Universitas Sumatera Utara UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Departemen Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan akhir dari perkuliahan saya dan merupakan awal untuk saya mulai belajar hal yang baru kembali. Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan terbesar kepada almarhum ayah saya Alm. Drs. Anwar Nasution, dan ibu saya yang membimbing saya menjalanin kehidupan, Chairani juga telah banyak berjuang dan kerja keras serta memberikan semangat agar saya tetap rajin kuliah, belajar, dan sukses dalam pendidikan.

Mereka bekerja tanpa ingat lelah dan pamrih akan keberhasilan saya. Mereka berharap saya menjadi orang yang sukses nantinya dan dapat mengangkat derajat keluarga. Terima kasih juga kepada kakak saya, Fathia Nadhirah Nasution dan abang saya, M. Fadhlan Nasution yang selalu membimbing saya dalam menjalani pendidikan di kampus. Tanpa kasih sayang dan dukungan mereka semua, mungkin saya tidak sanggup menjalani kehidupan kampus.

Terkhusus saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Dra. Nita Savitri, M.

Hum, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan waktu dan ilmu untuk membantu saya menyelesaikan masalah perkuliahan dan skripsi. Dimulai dari pengajuan judul hingga pembekalan untuk saya menulis hasil penelitian skripsi. Oleh karena itu, ibu dianggap sebagai orang tua kedua saya di Medan. Sungguh sebuah pengalaman yang berharga untuk saya. Semoga ibu dan keluarga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan.

Ucapan terimakasih sebesar-besarnya juga saya berikan kepada dosen penguji saya ibu Dra.

Tjut Syahriani, M.Soc, Sc yang telah memberikan masukan besar kepada saya. Berkat beliau saya mampu memperbaiki hasil penelitian ini demi menyelesaikan perkuliahan saya.

Saya juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, sebagai Ketua

Departemen Antropologi FISIP Universitas Sumatera Utara. Terima kasih juga kepada Bapak

Agustrisno, M.Sp, sebagai Sekretaris Departemen dan juga ketua penguji saya dalam sidang Universitas Sumatera Utara hasil untuk menyelesaikan studi saya di Antropologi FISIP Universitas Sumatera Utara.

Tidak lupa juga kepada dosen pembimbing akademik saya Bapak Drs. Yance, M.Si. Kepada

Kak Nur sebagai staf Departemen Antropologi dan Kak Sri bidang pendidikan, saya ucapkan terima kasih karena telah membantu dan mempermudah segala informasi serta urusan perkuliahan. Tanpa beliau urusan administrasi saya pasti akan terganggu. Terima kasih juga kepada dosen-dosen Antropologi FISIP USU yang telah memberikan ilmunya dan juga mendidik saya menjadi karakter mahasiswa yang baik.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada informan yang mana telah memberikan berbagai macam informasi untuk skripsi saya dan juga membolehkan saya untuk mengambil waktunya.

Terima kasih juga kepada kawan-kawan saya di Antropologi Sosial angkatan 2013 seperti Pandu Surya Pangestu, Andhika Perdana Nugraha, Sahat Reynaldo Sitorus, Andhira

Octa, Yuli Tambusai, Rajali Marnanda, Intan, Putra Saptian Pratama, Daniel Batubara, Kori

Koto, Selvi Ariska dan rekan-rekan sejawat lainnya baik dalam kegiatan baik maupun jahat.

Terima kasih banyak sudah menjadi teman berbagi selama kuliah dan juga memberikan semangat selama menulis skripsi. Untuk teman lainnya yaitu teman-teman lainnya yang tak disebut memang kalian tak untuk hanya disebut saja tapi kalian sangat layak untuk dikenang dihati selamanya. Juga untuk kerabat junior angkatan setelah saya semoga lancar kuliahnya dan jangan melamakan diri di kampus.

Saya berterimakasih kepada kawan-kawan, alumni, senioren dan adek-adek yang bernaung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP USU. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada alumni karena telah memberikan sumbangsih dalam kehidupan saya baik dalam bentuk materi maupun non materi. Begitu juga senioren yang telah memberikan saya proses belajar lebih dalam hidup saya. Teruntuk kawan-kawan seperjuangan terimakasih atas waktu bersamanya kalian luar biasa karena mampu memberikan warna yang indah dalam hidup saya.

Universitas Sumatera Utara Maaf sebesar-besarnya bagi kawan-kawan yang tak saya sebut dalam skripsi ini. Saya tidak mengecualikan kalian dalam hidupnya. Hal yang pasti saya ingat dalam hidupnya adalah kalian mewarnai hidup saya dan mampu membentuk karakter saya.

Medan, April 2019 Penulis

Mar‘ie Muhammad Nst

Universitas Sumatera Utara RIWAYAT HIDUP

Mar’ie Muhammad Nasution, lahir pada tanggal

19 September 1995 di Medan. Penulis merupakan

anak ketiga dari tiga bersaudara. Anak dari

pasangan Bapak Alm. Drs. Anwar Nasution dan

Ibu Chairani. Penulis memulai pendidikannya di

Taman Kanak-kanak YPHI di Kota

Pematangsiantar tahun 2001. Kemudian masuk ke

sekolah dasar di SD Swasta Taman Asuhan Pematangsiantar pada tahun 2001

kemudian tamat pada tahun 2007. Melanjutkan sekolah tingkat pertama di SMP

Negeri 4 Pematangsiantar dan selesai pada tahun 2010. Pada tahun 2013

menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Pematangsiantar. enulis

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri di Departemen Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara pada tahun 2013.

Selama pendidikan di Antropologi FISIP USU, penulis juga aktif di organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) FISIP USU dan juga mengikuti berbagai kegiatan seperti kepanitiaan inisiasi, seminar di kampus, pengalaman organisasi dan anggota kepanitiaan dalam berbagai organisasi, berikut penjabarannya :

1. Peserta Temu Ramah HMI Komisariat FISIP USU pada tahun (2013)

2. Peserta Inisiasi Antropologi Sosial FISIP USU di Danau Toba-Parapat,

Sumatera Utara (2013)

3. Peserta MAPERCA HMI cabang Medan panitia HMI Komisariat FISIP USU (2014)

3. Panitia Koordinator Humas pada acara Temu Ramah HMI di Berastagi (2014)

Universitas Sumatera Utara 4. Anggota Biro jurnalistik HMI Komisariat FISIP USU periode 2013 –

2014

5. Sekretaris Biro Jurnalistik HMI Komisariat FISIP USU periode 2014 -

2015

6. Panitia Sek. Konsumsi Inisiasi Antropologi FISIP USU di Parapat (2014)

7. Departemen Pembinaan Anggoto HMI FISIP USU periode 2015-2016

8. Wakil Sekretaris Umum HMI FISIP USU periode 2015-2016

9. Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI FISIP USU (2016-2017)

10. Ketua Panitia Warkop Antro USU (2017)

E-mail : [email protected]

Instagram : @mariemhdnst

Facebook : Mar‘ie Muhammad Nasuti

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pola asuh anak dalam film Pink Floyd – The Wall (1982) (Studi khalayak pada mahasiswa FISIP USU terhadap pola asuh anak tokoh pink dalam film Pink Floyd –

The Wall)” Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, saran dan kritikan sangat diharapkan demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, April 2019

Penulis

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN Halaman

PERNYATAAN ORIGINALITAS ...... i ABSTRAK ...... ii UCAPAN TERIMA KASIH...... iii RIWAYAT HIDUP ...... vi KATA PENGANTAR ...... viii DAFTAR ISI ...... ix DAFTAR TABEL...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 8 1.4 Lokasi Penelitian ...... 9 1.5 Kajian Pustaka ...... 9 1.5.1 Film ...... 9 1.5.2 Kepribadian ...... 14 1.5.3 Studi Khalayak atau Audience ...... 16 1.5.4 Analisis Tekstual ...... 18 1.5.5 Budaya Visual ...... 21 1.6 Metode Penelitian ...... 22 1.6.1 Teknik Observasi ...... 25 1.6.2 Analisis Tekstual ...... 24 1.6.3 Metodologi Visual ...... 25 1.6.4 Subjek Penelitian ...... 27 1.6.5 Objek Penelitian ...... 28 1.6.6 Teknik Analisis Data ...... 28 1.7 Pengalaman Penelitian ...... 28

BAB II FILM PINK FLOYD – THE WALL (1982) ...... 36 2.1 Lini masa Pink Floyd ...... 35 2.1.1 Masa Syd Barret (1968) ...... 35 2.1.2 bergabung (1968) ...... 37 2.1.3 Meledak dengan Dark Side Of The Moon ...... 38 2.2 Sejarah singkat pembuatan Film ...... 41 2.3 Sekilas Isi Cerita ...... 42 2.4 Pemeran ...... 43 2.5 Proses Produksi ...... 45 2.6 Soundtrack ...... 51 2.7 Kisah Waters sebagai tokoh Pink dalam film Pink Floy – The Wall (1982) 56 2.7.1 Masa kecil hingga dewasa ...... 56

Universitas Sumatera Utara 2.7.2 Era Pink Floyd ...... 57

BAB III KEPRIBADIAN TOKOH PINK PADA FILM PINK FLOYD – THE WALL (1982) ...... 62 3.1 Sinopsis film...... 63 3.2 Interpretasi Peneliti Kepribadian Tokoh Pink Pada Film Pink Floyd – The Wall (1982) ...... 67 3.2.1 Usia Sekolah ...... 68 3.2.2 Adolesen ...... 73 3.2.3 Dewasa Awal ...... 75 3.2.4 Dewasa ...... 81

BAB IV INTERPRETASI INFORMAN TERHADAP KEPRIBADIAN TOKOH PINK PADA FILM PINK FLOYD – THE WALL (1982) ...... 80 4.1 Profil Informan ...... 80 4.1.1 Informan I : Robby Dwi Hermawan ...... 80 4.1.2 Informan II : Dina Sakinah Puteri ...... 83 4.1.3 Informan III : Abdul Wahid ...... 85 4.2 Karakteristik Film Pink Floyd – The wall (1982) ...... 88 4.2.1 Ciri Khas Film ...... 91 4.2.2 Karakter tokoh dalam film Pink Floyd – The Wall (1982) ...... 93 4.3 Interpretasi informan terhadap tokoh Pink Floyd – The Wall (1982) ...... 95 4.3.1 Kepribadian Tokoh: Tokoh Pink Pada Usia Sekolah ...... 95 4.3.2 Kepribadian Tokoh: Tokoh Pink Pada Adolesen ...... 97 4.3.3 Kepribadian Tokoh: Tokoh Pink Pada Usia Dewasa Awal ...... 98 4.3.4 Kepribadian Tokoh: Tokoh Pink Pada Usia Dewasa ...... 99 4.3.5 Interpretasi informan terhadap pola asuh anak pada tokoh Pink ...... 101 4.4 Reaksi penonton ketika menonton film Pink Floyd – The Wall (1982) ...... 102 4.5 Konteks yang mempengaruhi interpretasi mahasiswa terhadap kepribadian tokoh Pink ...... 104 4.5.1 Pengalaman pribadi para informan ...... 104 4.5.2 Latar belakang sebagai mahasiswa ...... 106 4.6 Film Pink Floyd – The Wall (1982) : Refleksi kepribadian tokoh Pink untuk semua kalangan ...... 107

BAB V PENUTUP ...... 109 5.1 Kesimpulan ...... 109 5.2 Saran ...... 110

DAFTAR PUSTAKA ...... 111

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perubahan pada soundtrack film ...... 51

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pink di taman bermain dan menginginkan sosok ayah ...... 63 Gambar 2. Pink menggunakan pakaian militer ayahnya ...... 64 Gambar 3. Ayah pink yang muncul sebagai khayalannya terhadap ayahnya .. 64 Gambar 4. Pink melakukan eksperimen dengan meledakkan peluru di atas rel dengan kereta api yang akan berjalan di atasnya ...... 65 Gambar 5. Pink melihat wajah babi berpakain militer di dalam gerbong kereta api 66 Gambar 6. Pink menjadi manusia berwajah babi seperti manusia yang dilihatnya di dalam gerbong kereta api ...... 66 Gambar 7. Pink dimarahi gurunya karena ketahuan menulis puisi ...... 67 Gambar 8. Guru pink pada saat makan dengan istrinya di rumah dan istrinya menyuruhnya untuk meminum obat ...... 68 Gambar 9. Siswa sekolah berwajah babi berbaris seperti ternak yang siap diolah ...... 68 Gambar 10. Pink menggambarkan dirinya terbebas dari belenggu sistem pendidikan di sekolah yang di alaminya ...... 69 Gambar 11. Pink bersama teman-temannyamenghancurkan isi sekolah ...... 70 Gambar 12. Pink bersama pacarnya ...... 71 Gambar 13. Pink menelepon pacarnya ...... 71 Gambar 14. Pacar Pink berselingkuh dengan pacarnya ...... 72 Gambar 15. Ilustrasi perselingkuhan pacar Pink ...... 72 Gambar 16. Wanita yang menggoda Pink ...... 73 Gambar 17. Pink menendang televisinya ...... 74 Gambar 18. Pink melempar televisinya ...... 75 Gambar 19. Pink memeluk tembok ...... 75 Gambar 20. Pink mencuku alis matanya ...... 76 Gambar 21. Pink berpidato di depan pengikutnya ...... 77 Gambar 22. Pink menjadi seorang pemimpin dan mendapati sesorang yang tidak sepemahaman dengannya ...... 78 Gambar 23. Gambar tembok hancur sebagai simbol kebebasan dan perlawanan Pink ...... 78 Gambar 24. Anak kecil yang mengutip puing reruntuhan tembok yang hancur ...... 79

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Zaman yang bergerak menuju era digital takkan terelakkan oleh manusia manapun. Pergerakan zaman ini didasari dengan semakin berkembangnya teknologi yang diciptakan oleh masyarakat. Teknologi menjadi salah satu penyebab terjadi perubahan terhadap masyarakat, mulai cara berpikir, bersikap, maupun bertingkah laku. Kemajuan teknologi juga merasuk ke dalam dunia komunikasi yang dapat membantu atau memperlancar aktifitas komunikasi.

Film merupakan media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. Komunikasi merupakan suatu proses di mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang paling banyak diminati masyarakat. Film bisa memadukan dua unsur yaitu suara dan gambar.

Melalui suara dan gambar, film mampu menciptakan banyak hal dalam waktu yang singkat. Ketika masyarakat menonton film seakan-akan mereka menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan dapat mempengaruhi orang menonton film tersebut. Oleh karena itu, film merupakan media yang sangat ampuh dalam menyampaikan pesan, bukan hanya untuk hiburan tetapi digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Karakter film yang

Universitas Sumatera Utara didukung oleh suara dan gambar menjadikan film lebih kuat dalam menyampaikan pesan kepada khalayak yang multikultur dan lintas kelas sosial. Perasaan dan pengalaman yang hadir saat menonton film pun menjadikan film sebagai media yang spesial karena dapat membuat khalayak terbawa ke dalam cerita film.

Selain itu film adalah sebagai control media bisa jadi sangat multitafsir.

Diperlukan analisa tersendiri untuk memahami unsur-unsur yang ditampilkan dalam film. Film memungkinkan masyarakat untuk melakukan perubahan identitas, melewati periode yang sulit, transisi kebudayaan. Hal ini memungkinkan karena, cerita dalam film bisa dibuat sedemikian rupa sehingga penonton merasa perlu melaksanakan seperti apa yang terlihat dalam film tersebut. Dengan kata lain, khalayak bisa saja terpengaruh oleh film. Film memiliki nilai seni tersendiri, karena film tercipta sebagai sebuah karya dari tenaga-tenaga kreatif yang profesional di bidangnya.

Alasan khusus mengapa seseorang menyukai film, karena ada unsurnya dalam usaha manusia untuk mencari hiburan dan meluangkan waktu, karena film tampak hidup dan memikat. Hal ini merupakan sasaran utama bagi pembuatan film untuk dapat menghasilkan produksi film yang dikemas dalam cerita-cerita yang menarik, dan memasukkan nilai-nilai yang dapat memperkaya batin untuk disuguhkan kepada masyarakat sebagai cerminan kepada hal-hal di dunia ini dengan pemahaman baru.

Sebab itu film dianggap sebagai suatu wadah pengekspresian dan gambaran tentang kehidupan sehari-hari.Setelah menyaksikan film, seseorang diharapkan untuk mengembangkan suatu realitas rekaan sebagai bandingan terhadap realitas nyata

Universitas Sumatera Utara yang dihadapi. Sebuah film disadari atau tidak, dapat mengubah pola kehidupan seseorang. Terkadang ada seseorang yang ingin meniru kehidupan yang di kisahkan dalam film. Para penonton kerap menyamakan seluruh pribadinya dengan salah seorang pemeran film.

Perkembangan film di era modern menjadi sarana untuk menunjukkan suatu kondisi psikologis seseorang dengan keadaan yang dialaminya. Suatu kondisi psikologis seseorang yang tergambar dalam film dapat dilihat dari kejadian yang dialaminya juga dari perbuatan yang tampak darinya ketika memainkan peran.

Adapun kondisi ini terlahir dari naskah yang ditulis oleh si penulis naskah. Penulis naskahlah menjadi pelaku utama dalam penggambaran psikologis orang dalam filmnya. Runutan untuk mempermudah berfikir kita atas pernyataan sebelumnya adalah film lahir dari naskah uang ditulis oleh penulis naskah lalu si penulis naskahlah yang menjadi subjek penentu psikologi aktor agar film sesuai dengan keinginannya.

Kajian khalayak yang banyak dilakukan oleh peneliti studi media dan budaya adalah pendekatan etnografi yang menggunakan tradisi antropologi. Thwaites ( dalam Rachmah Ida, 2014:56) mengatakan bahwa etnografi adalah salah satu riset di lapangan di mana peneliti berusaha untuk memahami budaya yang menjadi bagian dari kehidupan khalayak media. Pada tradisi antropologi menggunakan metode live in, mencatat kejadian, peristiwa, dan perilaku subjek-subjek tersebut, baik menggunakan catatan maupun alat perekam pada saat yang sama. Penelitian audiens media, mempunyai semacam diary tentang aktivitas masyarakat yang diamatinya setiap hari.

Universitas Sumatera Utara Menurut Thwaites (dalam Rachmah Ida, 2014 : 38) kajian media terlihat lebih terbatas dalam prosedur yang mereka lakukan kajian etnografi yang dilakukan oleh para peneliti dalam tradisi Antropologi. Salah seorang peneliti Media Cultural

Studies yang menggunakan pendekatan etnografi audiens media adalah David

Morley dengan para kleganya. Mereka melakukan penelitian tentang perilaku penonton pada keluarga-keluarga di Inggris. Morley menunjukkan bahwa khalayak media bukanlah subyek yang pasif dan yang bisa di prediksi perilakunya, melainkan khalayak menggunakan teks-teks televisi untuk tujuan-tujuan yang beragam dalam konteks kehidupan domestiknya dan kontek kehidupan lainnya sehari hari.

Penelitian ini menggambarkan antropologi psikologi sebagai salah satu salah satu bidang ilmu pengetahuan dan ilmu tentang perilaku, fungsi mental, dan proses mental manusia secara ilmiah. Hal yang perlu di garis bawahi disini adalah Perilaku,

Fungsi Mental, dan Proses Mental manusia. Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.

Lalu fungsi mental adalah suatu fungsi atau kegunaan jiwa maupun karakter manusia dalam membentuk jati dirinya. Kemudian proses mental adalah proses dimana jiwa sesorang terbentuk sehingga menjadi karakter pribadinya ataupun kondisi psikologisnya. Psikologis merupakan suatu berkaitan dengan bagaimana pikiran bekerja dan berpikir dan merasa yang mempengaruhi perilaku.

Film ini merupak film drama musikal yang diangkat dari album lagu band

Pink Floyd yang berjudul The Wall. Album ini sebagian besar berisi lagu yang

Universitas Sumatera Utara dikarang oleh yang merupakan former dari grup band ini. Waters sebagai bassist dari Pink Floyd. Film ini menggambarkan kondisi psikologi Pink sebagai tokoh utama dalam film ini yang ingin membangun tembok untuk melindungi dari dunia luar. Film ini merupakan sebuah film musikal dengan gaya tahun 1980an. Film Pink Floyd – The Wall ini merupakan film musikal yang mengangkat cerita dari Album The Wall (1979) karya Roger Waters yang disutradarai oleh Alan Parker. Film ini juga menggunakan animasi untuk beberapa sesi dalam filmnya yang diisi oleh Gerald Scarfe. Adapun aktor yang berperan penuh dalam skenario film1 ini adalah sebagai berikut:

1. Bob Gedolf sebagai Pink dewasa. Pink digambarkan sebagai seorang

bintang musik rock terkenal yang lahir di era 1950an. Pada menit pertama

Pink terlihat di dalam sebuah kamar hotel sedang terdiam dan

menggambarkan diri sebagai seseorang yang depresi. Pink memiliki istri

yang selingkuh dengan seorang aktivis.

2. David Bingham sebagai Pink masa kanak-kanak. Ayah Pink merupakan

tentara Inggris yang meninggal saat berperang di Italia yang dikenal

sebagai ―Battle of Anzio‖. Pada masa kecilnya Pink melakukan tindakan

aneh dengan menaruh peluru di rel kereta api lalu menunggu pelurunya

meledak dilindas kereta api. Pada saat kereta api lewat dia melihat tangan

manusia keluar dari gerbognya dan seperti meronta meminta bantuan.

Pada masa di sekolah Pink di marahi dan ditertawai oleh teman-temannya

dan gurunya karena menulis puisi pada saat pelajaran matematika.

1 https://en.wikipedia.org/wiki/Pink_Floyd_%E2%80%93_The_Wall (diakses pada 17 september 2018

Universitas Sumatera Utara 3. Kevin McKeon sebagai Pink masa remaja. Pink mendapatkan tekanan

semasa disekolah dengan tindakan gurunya yang menertawainya saat

membuat puisi pada jam pelajaran matematika. Serta ada beberapa hal

lain yang membuat dirinya merasa bahwa dia bersekolah hanya untuk

menjadi batu bata untuk membangun tembok.

4. Christine Hargreaves sebagai ibu Pink. Christine bertindak sebagai ibu

yang selalu memberikan perlindungan dan pengawasan kepada anaknya.

5. Eleanor David sebagi istri Pink. Eleanor berselingkuh dengan seorang

aktivis yang membuat Pink merasa depresi.

6. Alex McAvoy sebagai guru Pink. Alex bertindak sebagai guru yang

melakukan tindakan sarkas kepada Pink semasa di sekolah.

7. Bob Hoskins sebagai rock and roll manajer. Bob berpikir bagaimana

caranya agar Pink menghasilkan uang dari performanya di atas panggung.

8. James Laurenson sebagai Ayah Pink. James tidak terlalu tampak dalam

film ini karena dikisahkan sudah mati pada saat perang ―Battle Of Anzio”.

9. Roy Mort sebagai seorang ayah yang diajak bermain oleh Pink. Roy

hanya beberapa waktu saja tampil namun memiliki andil sebagai

penggambaran masa kecil Pink yang merindukan sosok ayah.

Penelitian ini menggunakan cara pandang antropologi psikologi yang mana seperti diketahui bahwa antropologi memperhatikan cara hidup berbeda yang dikembangkan masyarakat di berbagai tempat berbeda di dunia. Sedangkan psikologi kepribadian, perkembangan, dan psikiatri adalah ilmu yang meneliti kepribadian manusia, menyangkut usaha untuk mengerti mengapa dan bagaimana pribadi

Universitas Sumatera Utara berbeda satu sama lain2. Barnouw (Dananjaya. James, 1988:54) mengatakan bahwa antropologi psikologi adalah ilmu yang menjembatani kebudayaan dan kepribadian, yang merupakan fokus dari dua ilmu yang berbeda tersebut. Penelitian yang disebut karya antropologi psikologi apabila mempermasalahkan individu sebagai tempat atau wadah kebudayaan dan karya tersebut menempatkan kebudayaan sebagai variabel bebas (independent variabel) maupun variabel terikat (dependent variabel), yang mana berhubungan dengan masalah kepribadian.

Analisis Tekstual juga menjadi salah satu metode yang digunakan untuk melakukan peneltiahn psikologi anak dalam film Pink Floyd – The Wall. Analisis tekstual muncul sebagai salah satu metodologi yang digunakan untuk mengupas untuk mengupas, memaknai, sekaligus mendestruk ideologi, nilai-nilai, atau interest/kepentingan yang ada di balik dari suatu teks media. Metode Analisis tekstual digunakan untuk mencari laten meaning yang terkandung dalam teks-teks media. Metode analsis tekstual sendiri sebenarnya memberikan perangkat atau tools for analysis teks-teks media agar peneliti mampu mengungkap konstruksi yang tersembunyi dalam konstruk sebuah teks media, dengan pemaknaan yang berbeda- beda.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih mendalam bagaimana sebenarnya interpretasi khalayak di kalangan mahasiswa FISIP USU terhadap psikologi yang ditampilkan Pink dalam film Pink Floyd – The Wall.

1.2 Rumusan Masalah

2 Amilda Sani, “Sekilas tentang Antropologi Psikologi”, diakses dari http://www.academia.edu/5959323/Sekilas_tentang_Antropologi_Psikologi, pada tanggal 27 Juli 2018 pukul 10.27

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang dapat diajukan adalah bagaimana kepribadian Pink yang ditampilkan dalam film ―Pink Floyd – The Wall”? Penelitian ini akan dipermudah dengan perumusan masalah yang bertujuan untuk mendapatkan fokus objek kajian dan sekaligus juga sebagai pembatas bagi permasalahan yang diteliti agar tidak meluas. Rumusan masalah ini diuraikan ke dalam dua pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana interpretasi peneliti terhadap pola asuh anak pada Pink dalam

Film ―Pink Floyd – The Wall” ?

2. Bagaimana interpretasi mahasiswa terhadap kepribadian Pink dalam film

―Pink Floyd – The Wall”?

3. Apakah kepribadian Pink dalam film ―Pink Floyd – The Wall”

memberikan dampak pada psikologi orang yang menonton?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Mengetahui bagaimana interpretasi mahasiswa terhadap relasi psikologi sosok tokoh yang memiliki latar belakang dengan berbagai permasalahan yang ditampilkan dalam film tersebut. Lalu, bagaimana film dapat merangsang manusia menjadi simpati atau bahkan empati terhadap sosok tokoh dalam film. Melalui penelitian ini akan dapat dibuktikan apakah media massa khususnya film berperan dalam proses penyampaian pesan maupun ideologi bagi khalayak dan proses pembelajaran terhadap realitas kehidupan sosial.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan dan sekaligus memperoleh pengetahuan

Universitas Sumatera Utara empirik tentang analisis khalayak terhadap psikologi yang terdapat dalam film.

Menjadi sumber referensi tertulis bagi masyarakat, intelektual maupun pemerintah untuk mengetahui segala sesuatu tentang film-film bertemakan psikologi. Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembuat film agar dalam membuat film dapat menetukan tema dan segmen utama secara tepat dalam mempersuasikan suatu realitas sosial dan masyarakat

1.4 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP)

Universitas Sumatera Utara (USU) kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Wilayah ini dipilih karena menghemat biaya perjalanan penelitian juga mengingat informan yang harus berpartisipasi adalah mahasiswa maka saya berpikir lokasi ini cukup tepat dengan berbagai universitas yang ada di dalamnya.

1.5 Kajian Pustaka 1.5.1 Film Wikipedia menjelaskan film sebagai movie, gambar hidup, film teater atau foto bergerak, merupakan serangkaian gambar diam, yang ketika ditampilkan pada layar akan menciptakan ilusi gambar bergerak karena efek ilusi optik ini memaksa penonton untuk melihat gerakan berkelanjutan antar objek yang berbeda secara cepat dan berturut-turut3. Proses pembuatan film merupakan gabungan dari seni dan industri. Sebuah film dapat dibuat dengan memotret adegan sungguhan dengan kamera film; memotret gambar atau model miniatur menggunakan teknik animasi tradisional; dengan animasi komputer; atau dengan

3 Wikipedia, film, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Film, pada tanggal 27 Juli 2018 pada pukul 11.20

Universitas Sumatera Utara kombinasi beberapa teknik yang ada dan efek visual lainnya. Menuru Effendy

(2007: 134) film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu.

Effendy (2007 : 148) juga mengemukakan bahwa teknik perfilman, baik peralatannya maupun pengaturannya telah berhasil menampilkan gambar –gambar yang semakin mendekati kenyataan. Dalam suasana gelap dalam bioskop, penonton menyaksikan suatu cerita yang seolah-olah benar – benar terjadi dihadapannya.

Menurut Kridalaksana (1984:32) film merupakan lembaran tipis, bening, mudah lentur yang dilapisi dengan lapisan anti halo, dipergunakan untuk keperluan fotografi serta alat media massa yang mempunyai sifat lihat dengar (audio – visual ) dan dapat mencapai khalayak yang banyak.

Menurut Himawan Pratista (2008:1) sebuah film terbentuk dari dua unsur, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif dan setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya-lainnya. Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu merupakan elemen-elemen pokok pembentuk suatu narasi. Menurut Palapah

(1986:114) mendefinisikan film sebagai ―salah satu media yang berkarakteristik masal, yang merupakan kombinasi antara gambar-gambar bergerak dan perkataan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa film adalah merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk dari penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran,

Universitas Sumatera Utara yang mempunyai inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungkapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh.

Unsur film dalam mengembangkan pesan memiliki kelebihan dalam kemampuannya menjangkau banyak orang dalam waktu yang cepat dan serentak serta kemampuannya yang memanipulasi kenyataan yang tampak dalam pesan fotografis tanpa kehilangan kredibilitasnya.4 Karena film diangkat dari bayangan kenyataan hidup yang dialami di kehidupan sehari-hari akan selalu ada kecenderungan untuk mencari relevansi antara film dengan realitas kehidupan.5

Film juga memberi pengaruh bagi jiwa karena dalam proses menonton film emosi kita dibuat ikut terlibat ke dalam isi cerita yang ditampilkan oleh film. Pesan yang disampaikan melalui film digunakan dengan cara yang halus dan menyentuh hati sehingga penonton tidak merasa digurui.

1.5.1.1 Jenis-jenis Film

Jenis-jenis film dibedakan menurut sifatnya yaitu :

 Film Cerita adalah film yang menyajikan kepada publik ide-ide cerita

mengandung unsur yang dapat menyentuh perasaan penonton. Artinya,

yang ditekankan dalam film cerita adalah ide-ide dari pemikiran sang

pembuat film yang dikemas dengan gabungan suara dan gambar sedemikian

rupa agar melahirkan suatu bayangan atau rekaan dari realitas di kehidupan

nyata. Pesan dalam film cerita mengandung bahasa yang membujuk. Oleh

4 Dennis MC. Quail, Teori Komunikasi Massa: uatu Pengantar, Edisi ke 2 (Penerbit Erlangga, 1987), h. 15 5 Kusnawan, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 94

Universitas Sumatera Utara karena itu, film cerita dapat di pandang sebagai penyebaran nilai-nilai dari si

pembuat film kepada khalayak.

 Film Berita adalah film mengenai fakta atau peristiwa yang benar-benar

terjadi. Film berita memfokuskan pada segi pemberitaan dan kejadian yang

actual seperti dokumentasi peritiwa perang maupun upacara kenegaraan. 6

 Film Dokumenter adalah film mengenai kenyataan. Bedanya dengan film

berita yaitu film documenter selain mengandung fakta juga mengansung

subjektivitas si pembuat film. Subjektivitas disini adalah sikap atau opini si

pembuat film terhadap peristiwa tersebut. Dengan kata lain film documenter

adalah proses penafsiran atas kenyataan yang dibuat oleh si pembuat film. 7

 Film Kartun adalah film yang berasal dari lukisan para seniman. Film kartun

merupakan film hasil imajinatif dari para seniman lukisan yang

menghidupkan gambar menjadi seolah-olah hidup.8Film kartun disebut juga

film animasi yang memanfaatkan lukisan maupun benda-benda mati seperti

boneka, meja, maupunkursi yang dibuat hidup dengan teknik animasi seperti

Mickey Mouse, Naruto, Donal Duck dan sebagainya.9

Berdasarkan sifatnya, film ―Pink Floyd – The Wall‖ termasuk ke dalam film cerita karena dalam film ini sang sutradara menyajikan gambaran atau bayangan terhadap persoalan kehidupan seorang pria di Iggris dari realitas di kehidupan nyata.

Dalam film ini psikologi Pink tergambar dari kisah masa lalunya dan pada masa dia menjadi seorang rock star.

6 Sumarsono, Dasar-Dasar Apresiasi Film, ( Jakarta: PT Grasindo, 1996) h. 13 7 Ibid hal. 14 8 Onang Uchjayana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2003), h. 216 9 Ibid, h. 17

Universitas Sumatera Utara 1.5.1.2 Fungsi Film dalam Masyarakat

Film sebagai hasil seni dan budaya mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat luar biasa di bidang sosial, ekonomi maupun budaya dalam rangka menjaga dan mempertahankan keanekaragaman nilai-nilai dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Fungsi film antara lain yaitu :

1. Media penyampaian pesan, ide-ide atau gagasan baru yang disajikan

dengan begitu apik sehingga dapat diterima oleh masyarakat.

2. Sebagai penyebaran nilai-nilai budaya

3. Sebagai media hiburan yang mengandung unsure informatif, edukatif dan

kreatif.

4. Sebagai cerminan realita kehidupan masyarakat sekitarnya yang melibatkan

berbagai interaksi sosial budaya, ekonomi, dan politik saat film tersebut

diproduksi dan dikonsumsi, sehingga film dapat dikatakan langsung

berhubungan dengan massa atau masyarakatnya.

Setelah penulis melihat keseluruhan film ―Pink Floyd – The Wall‖ maka penulis berpendapat bahwa fungsi film ini di masyarakat yaitu sebagai cerminan atau gambaran atas realita yang terjadi di kehidupan masyarakat. Dalam film ini, sutradara memberikan gambaran persoalan yang terjadi pada perempuan di Indonesia yang melibatkan interaksi sosial dari latar belakang budaya yang berbeda. Sang sutradara ingin menyampaikan pesan bahwa film ―Pink Floyd – The Wall‖ menggambarkan adanya sebab-akibat yang menyebabkan terjadinya suatu kondisi psikologis.

Universitas Sumatera Utara 1.5.2 Kepribadian

Kepribadian (personality) adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu. Kepribadian juga berarti

―ciri-ciri watak yang konsisten‖, sehingga seorang individu memiliki suatu identitas yang khas. Kalau dalam bahasa sehari-hari kita mengatakan bahwa seseorang memiliki kepribadian, yang dimaksudkan ialah bahwa individu tersebut memiliki beberapa ciri watak yang diperlihatkan secara konsisten dan konsekuen, yang menyebabkan bahwa ia memiliki identitas yang berbeda dari individu- individulainnya.

Adapun pengertian kepribadian (dalam Koentjraningrat, 1986:66) adalah

―susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia.‖

1.5.2.1 Unsur-unsur Kepribadian

Adapun unsur-unsur dari kepribadian dijelaskan sebagaimana berikut :

1. Pengetahuan

Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang

sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Di otak, berbagai macam

proses fisik, fisiologi, dan psikologi terjadi. Hal tersebut menyebabkan

berbagai macam getaran dan tekanan tadi diolah menjadi suatu susunan

yang dipancarkan atau diproyeksikan oleh individu tersebut menjadi suatu

penggambaran tentang lingkungan tadi. Ini lah yang disebut dengan

‗persepsi‘. Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan

fantasi merupakan unsur-unsur ‗pengetahuan‘ bagi individu yang sadar.

Universitas Sumatera Utara 2. Perasaan

Ternyata selain segala macam pengetahuan, ―Perasaan‖ juga mengisi

penuh alam kesadaran manusia setiap saat dalam hidupnya. ―Perasaan‖

adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena

pengetahuannya dinilai sebagai keadan yang positif atau negatif. Suatu

perasaan yang selalu bersifat subjektif karena adanya unsur penilaian tadi,

biasanya menimbulkan suatu ―kehendak‖ dalam kesadaran seorang

individu. Kehendak itu bisa juga positif (individu tersebut ingin

mendapatkan hal yang dirasakannya sebagai suatu hal yang akan

memberikan kenikmatan) atau bisa juga negatif (individu tersebut hendak

menghindari hal yang dirasakannya membawa perasaan tidak nikmat).

Suatu kehendak dapat menjadi lebih besar dan sangat keras, perasaan ini

disebut “emosi”.

3. Dorongan Naluri

Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung

berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengetahuannya,

tetapi karena sudah terkandung dalam organnya. Kemauan tersebut

umumnya disebut ‗dorongan‘ (drive). Sedikitnya ada tujuh macam

dorongan naluri, yaitu: Dorongan untuk mempertahankan hidup,

dorongan seks, dorongan untuk upaya mencari makan, dorongan untuk

bergaul atu berinteraksi sesama manusia, dorongan untuk meniru tingkah

laku sesamanya, dorongan untuk berbakti, serta dorongan akan

keindahan.

1.5.2.2 Materi dari Unsur-unsur Kepribadian

Universitas Sumatera Utara Seorang ahli Etnopsikologi bernama A. F. C. Wallace membuat suatu kerangka yang memuat tiga hal tentang seluruh materi yang menjadi objek dan sasaran usur-unsur kepribadian manusia secara sistematis, yaitu:

1. Beragam kebutuhan biologi, dorongan psikologis, maupun kebutuhan dan

dorongan akan keduanya dapat dipenuhi (bernilai positif) ataupun tidak dapat

dipenuhi(bernilainegatif).

2. Beragam kebutuhan akan identitas diri sendiri baik fisik maupun psikologis,

dan segala hal yang bersangkutan dengan kesadaran individu mengenai

bermacam-macam kategori manusia, binatang, tumbuhan, benda, zat,

kekuatan, dan gejala alam.

3. Berbagai cara untuk memenuhi, memperkuat, berhubungan, mendapatkan,

atau mempergunakan beragam kebutuhan tersebut, sehingga tercapai keadaan

yang memuaskan dalam kesadaran individu yang bersangkutan.

1.5.3 Studi Khalayak atau Audience Studi khalayak digunakan dalam penelitian ini guna menemukan jawaban dari rumusan masalah mengenai pengaruh film terhadap penontonnya. Contoh kajian yang meneliti khalayak misalnya yang dilakukan oleh Ien Ang, kritikus film dan pakar komunikasi berkebangsaan Belanda, pada tahun 1979. Dalam studinya itu,

Ang meneliti penonton serial televisi buatan Hollywood yang berjudul Dallas. Kala itu ia menilai bahwa serial yang satu ini tergolong luar biasa, karena berhasil diputar oleh stasiun-stasiun televisi di tahun 1980-an lebih negara baik di Eropa, Amerika

Latin, Asia, juga Afrika. Dalam risetnya itu, Ien Ang memulainya dengan menulis

Universitas Sumatera Utara iklan dan dipublikasikan lewat majalah Viva (majalah perempuan yang terbit di

Belanda), dan berbunyi:

“Saya suka menonton Dallas di televisi, namun sering mengalami reaksi-reaksi yang ganjil. Bisakah Anda menulis dan menceritakan kepada saya kenapa Anda juga suka menontonnya, atau tidak menyukainya? Saya ingin mencerna reaksi-reaksi ini dalam disertasi saya. Silakan tulis….”. (Ang,1985: 10) Menyusul iklan itu, Ang menerima 42 surat (hanya tiga yang pengirimnya laki-laki), baik yang menyukai maupun yang membenci serial Dallas. Surat-surat itu ia jadikan sebagai basis empiris untuk studinya secara mendalam. Menurut para penulis surat‖kesenangan‖ atau ‖ketidaksenangan‖ terhadap Dallas sangat terkait dengan persoalan ―realisme‖. Sampai pada tataran di mana seorang subyek penelitiannya menemukan ―baik‖ atau ―buruk‖-nya program, ditentukan oleh apakah materi tayangan ―realistis‖ (baik) atau ―tidak realistis‖ (buruk).. Dalam analisisnya

Ang menemukan berkembangnya ―realisme melodramatik‖ di kalangan audiens.

Dalam artian audiens larut atau hanyut ke dalam konflik-konflik dan intrik-intrik yang dilakukan para tokoh dalam cerita Dallas. Dari data-data semacam itu, studi resepsi berupaya menganalisisnya dengan mengungkap apa-apa yang ada atau bersembunyi di balik penuturan-penuturan audiens yang dikaji.

Janice Radway (1984:13) juga mengadakan penelitian dengan menggunakan perspektif feminis kepada para pembaca. Dia berkontribusi besar dalam pada pergeseran penelitian terhadapa teks menjadi kajian teks sebagai bagian dari proses interpretatif. Dalam karyanya, Radway mempelajari bagaimana para perempuan menafsirkan novel-novel romantis dan mencermati teks-teks sebagai bagian dari proses interpretatif. Makna diungkapkan bukan pada teks itu sendiri melainkan pada bagaimana pembaca menafsirkan teks.

Universitas Sumatera Utara Jackie Stacey dalam kajiannya mengenai bagaimana perempuan- perempuan Inggris menonton bintang-bintang film pada era Hollywood (1994). Dia mengadopsi metode Ien Ang dengan cara menempatkan sebuah pengumuman di lembar-lembar halaman Woman’s Weekly untuk menanyai para pembaca mengenai bintang-bintang favorit mereka pada 1940-an dan 1950-an. Pengumuman itu diikuti dengan menyebarkan kuesioner yang ditujukan untuk meneliti kebiasan-kebiasaan menonton bioskop dan sikap-sikap yang terkait dengan hal itu.

1.5.4 Analisis Tekstual Tradisi analisis tekstual memang banyak berkembang dan dikembangkan dalam tradisi Cultural Studies yang dilakukan oleh Stuart Hall dan koleganya.

Analisis tekstual muncul sebagai salah satu metodologi yang digunakan untuk mengupas, memaknai, sekaligus medekonstruk ideologi, nilai-nilai, atau interest/kepentingan yang ada di balik dari suatu teks media. Metode analisis tekstual digunakan untuk mencari latent meaning yang terkandung dalam teks-teks media massa. Metode analisis tekstual sendiri sebenarnya memmberikan perangkat teks- teks media agar peneliti mampu mengungkap konstruksi-konstruksi yang tersembunyi dalam konstruk sebuah teks media, dengan pemaknaan yang berbeda- beda, sehingga masyarakat diharapkan tidak hanya percaya begitu saja dengan realitas yang dibentuk dan diciptakan dalam teks-teks media yang mereka konsumsi sehari-hari.

Alan McKee (Rachmah Ida, 2014:64) menjelaskan bahwa analisis tekstual adalah sebuah metodologi: ―a way gathering and analysing information in

Universitas Sumatera Utara academic research‖. Dengan kata lain, bahwa analisis tekstual adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis informasi dalam riset akademik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa analisis tekstual adalah interpretasi- interpretasi yang dihasilkan dari teks.

1.5.4.1 Budaya Budaya dalam analisis tekstual merupakan kumpulan dari praktik-praktik sosial dimana makna-makna di produksi, di sirkulasi, dipertukarkan dalam masyarakat (Thwaites (Rachmad Ida: 60). Budaya pada akhirnya adalah aspek sosial yang dipertimbangkan dengan makna-makna yang ada. Dalam pertimbangannya dengan praktik-praktik makna, akan mengalami tumpang tindih ke dalam area ekonomi, hukum dan pemerintahan atau politik. Demikian maka produksi teks dan reproduksi/pemaknaan akan area-area ekonomi, hukum, dan politik.

Thwaites (Rachmah Ida, 2014:70) menyatakan bahwa kajian budaya adalah pertanyaan-pertanyaan berseri tentang apa yang dapat kita katakan tentang variasi dari area-area ekonomi, politik, dan hukum; jika kita menggunakan pendekatan tersebut sebagai bentuk-bentuk praktik-praktik makna.

Thwaites (Rachmah Ida, 2014:62) menjelaskan, pertama yang pertama harus dipahami adalah bahwa budaya adalah sisi daur produksi makna-makna, bukan ekspresi dari makna-makna yang eksis dimana-mana. Kedua, makna-makna itu diproduksi, disirkulasi, dan dipertukarkan. Ketiga, makna-makna itu sendiri tidaklah tetap, melainkan multiple. Keempat, makna-makna itu sendiri kemudian bergerak atau berpindah ke dalam konteks berbeda. Kelima, makna menyediakan konteks- konteks tertentu yang berbeda kepada khalayak.

Universitas Sumatera Utara 1.5.4.2 Teks McKee (Rachmah Ida, 2014:63) mengatakan teks adalah semua yang tertulis, gambar, video, foto, desain grafis, lirik lagu dan lain-lain yang menghasilkan makna. Pengertian teks tidak hanya meliputi hasil produksi media massa atau publikasi, teks juga bisa diartikan dalam kehidupan sehari-hari yang mempunya atau menghasilkan makna.

Menurut Thwaites (Rachmah Ida, 2014:62), teks adalah kombinasi dari tanda-tanda atau signs. Tanda-tanda ini yang bermain dan memproduksi makna dalam suatu teks. Tanda diartikan segala sesuatu yang menghasilkan makna. Tanda tidak hanya komentar yang dibuat oleh seseorang yang mengolah tanda menjadi bermakna, tetapi tanda juga adalah segala sesuatu yang ada di dunia ini.

Tanda atau signs adalah merujuk pada sesuatu. Tanda mewakili atau referensi terhadap sesuatu sehingga menghasilkan makna. Tanda tidak hanya membawa makna tetapi juga memproduksi makna.

1.5.5 Budaya Visual Budaya tidak hanya berkaitan dengan seperangkat hasil karya berupa novel, lukisan, atau acara-acara televisi. Budaya juga diartikan sebagai sebuah proses, seperangkat praktik-praktik dalam kehidupan sehari-hari. Budaya, utamanya, diperhatikan sebagai produksi dan pertukaran makna diantara anggota dalam kehidupan kelompok masyarakat. Sehingga budaya tergantung pada interpretasi partisipan yang bermakna dan apa yang ada di sekitar mereka. Sementara budaya visual merujuk pada kondisi dimana visual menjadi bagian dari kehidupan sosial.

Bahkan menurut Rose (Rachmah Ida, 2014:127), modernitas saat ini berpusat pada aspek visual. Visual menjadi hal utama pada postmodernitas. Budaya visual

Universitas Sumatera Utara memperhatikan pada upaya gambar menampakkan (visualize) perbedaan sosial. Rose

(Rachmah Ida, 2014:39) menjelaskan bahwa penggambaran tidak pernah hanya sebuah ilustrasi. Penggambaran adalah tempat untuk mengonstruksi dan menampakkan perbedaan sosial.

Peneliti yang akan melakukan penelitian budaya visual ini bisa menggunakan beberapa fokus penelitian seperti Tradisi Hermeneutic, Tradisi

Struktural, Interpretasi individual, Ekspresi dan komunikasi, Tradisi Feminisme,

Tradisi Marxisme dan sejarah ssosial seni dan desain, Bentuk/Format dan Style.

1.6 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah pendekatan kualitatif dengan metode analisis resepsi khalayak. Analisis resepsi khalayak atau audiens adalah proses pembentukan makna yang dilakukan oleh audiens pada saat menonton tayangan televisi atau film. Analisis resepsi khalayak digunakan untuk melihat dan memahami penerimaan, sikap, perilaku dan makna yang dibentuk serta diinterpretasikan oleh penonton film atau pun pembaca koran, majalah dan tabloid terhadap suatu konten media massa. Dalam analisis ini khalayak atau audiens asumsi dasarnya yaitu merupakan khalayak aktif yang mempunyai kuasa untuk memproduksi makna dan mereproduksi makna terhadap tayangan sebuah film atau program televisi yang ditontonnya. Stuart Hall (1972:165) menuliskan teori encoding dan decoding sebagai proses khalayak menginterpretasikan makna dalam proses penerimaan konten media massa yang dikonsumsinya. Riset khalayak menurut Stuart

Hall (1972:189) mempunyai perhatian langsung terhadap : (a) analisis dalam konteks sosial dan politik dimana isi media diproduksi (encoding); dan (b) konsumsi isi media (decoding) dalam konteks kehidupan sehari-hari. Analisis resepsi

Universitas Sumatera Utara memfokuskan pada perhatian individu dalam proses komunikasi massa (decoding), yaitu pada proses pemaknaan dan pemahaman yang mendalam atas media teks, dan bagaimana individu menginterpretasikan isi media. Hal tersebut bisa diartikan individu secara aktif menginterpretasikan teks media dengan cara memberikan makna atas pemahaman pengalamannya sesuai apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Interpretasi didefinisikan sebagai kondisi aktif seseorang dalam proses berpikir dan kegiatan kreatif pencarian makna. Sementara makna pesan media tidak lah permanen, makna dikontruksi oleh khalayak melalui komitmen dengan teks media dalam kegiatan rutin interpretasinya. Artinya, khalayak adalah aktif dalam menginterpretasi dan memaknai teks media.Menurut Hall (1972) terdapat tiga tipe utama dari pemaknaan atau pembacaan khalayak terhadap teks media antara lain.

1. Posisi Dominan (the dominant-hegemonic), terjadi jika seseorang atau

sekelompok orang melakukan pemaknaan sesuai dengan makna dominan

(preferred reading) yang ditawarkan oleh teks media.

2. Posisi Negosiasi (the negotiated reading) mengakui legitimasi dari kode

dominan, tapi mengadaptasi pembacaan sesuai kondisi sosial mereka.

3. Posisi Oposisi (the oppositional reading), yang menghasilkan pembacaan

radikal terhadap teks atau sikap yang berlawanan terhadap teks media

Dari konsep Hall mengenai endcoding dan decoding ini muncul berbagai studi analisis resepsi khalayak atau audeins. Salah satunya muncul dari murid Hall yaitu David Morley.

Morley meneliti pemaknaan tersebut pada orang-orang yang berada pada kelas sosial yang sama. Tetapi ternyata kelompok yang memiliki kelas sosial yang sama

Universitas Sumatera Utara tersebut memunculkan sub-kelas yang memaknai program Nationwide tersebut secara berbeda.

Morley menemukan contohnya manajer bank jarang berkomentar mengenai isi aktual dari program tersebut tetapi tampaknya mereka lebih senang berbagi mengenai kerangka logika dari asusmsi yang dibuat oleh Nationwide. Untuk kelompok yang lain aspek isi program adalah hal yang sangat penting.

Sebuah kelompok manajer training melihat ada item-item program yang bisa bermanfaat terhadap organisasi. Sebuah kelompok mahasiswa seni secara khusus tertarik pada metode-metode yang dipakai oleh pembuat program untuk mengkonstruksi wacana Nationwide.

Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun di dalam membuat teks atau produser sudah mempertimbangkan karakteristik khalayak sasaran sehingga mereka menggunakan mitos-mitos tertentu yang dianggap sesuai untuk mengarahkan pembacaan khalayak ke arah yang dia inginkan. Tetapi ternyata hal tersebut tidak dapat menghindarkan pembacaan yang berbeda dari mereka yang secara segmentasi seharusnya berada pada kelas sosial yang sama.

Tokoh lain yang juga meneliti khalayak ada Ien Ang. Ien Ang adalah seorang cendekiawan yang telah meneliti khalayak dari sudut pandang feminis terutama mengenai cara perempuan menonton televisi dalam studinya yang berjudul Watching

Dallas. Dengan mengkonsenstrasikan analisisnya pada laporan-laporan penonton mengenai pikiran dan persaan mereka, Ang mampu mengembangkan imajinasi melodrama.

Universitas Sumatera Utara Kajian ini menjadi penting karena berfokus pada penonton-penonton opera sabun yang berjenis kelamin perempuan. Guna memperoleh data penelitian yang dibutuhkan, peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1.6.1 Teknik Observasi (pengamatan)

Teknik observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejala (tingkah laku ataupun peristiwa) dengan cara mengamati. Penelitiakan melakukan teknik observasi partisipan yaitu pengamatan denga cara terlibat langsung terhadap subjek yang diteliti. Artinya, peneliti akan ikut terlibat dalam proses menonton film bersama informan yang diteliti.

1.6.2 Analisis Tekstual

Tahap yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar adalah sebagai berikut.

 Pilih topik yang diminati. Bisa dari bacaan ataupun film yang diminati

 Membuat rumusan masalah yang spesifik

 Pengumpulan teks yang berkaitan dengan pertanyaan tersebut dari

pengalaman anda

 Mencari teks-teks yang lain dengan melakukan penelitian melalui

website, atau literatur yang berkaitan dengan isu tersebut.

 Melakukan ekstensi terhadap teks-teks media lainnya yang berkaitan

dengan isu yang sama.

1.6.3 Metodologi Visual

Ada beberapa konsep yang harus dipahami oleh peneliti visual ketika hendak memulai melakukan penelitian. Konsep-konsep ini akan digunakan sebagai panduan

Universitas Sumatera Utara umtuk melakuakn penelitian (Rachmah Ida, 2014:33). Konsepsi-konsepsi tersebut antara lain sebagai berikut:

- Representasi, makna makna yang terdapat dalam gambar visual bisa

dilihat secara implisit atau eksplisit, sadar atau tidak sadar, yang

dirasakan sebagai kebenaran atau fantasi, ilmu pengetahuan atau

logika umum; dan makna-makna tersebut dibawa melalui

pembicaraan sehari-hari, elaborasi retorika, seni tinggi, opera sabun di

televisi, mimpi-mimpi, film, atau mosaik; dan kelompok-kelompok

yang berbeda dalam masyarakat akan memaknai gambaran dunia ini

dalam cara-cara yang berbeda.

- Visuality atau daya lihat, adalah cara dimana kemampuan penglihatan

manusia dikonstruksi dalam berbagai cara; ‗bagaimana ketika melihat,

bagaimana kita dapat melihat, bagaimana kita dibolehkan untuk

melihat, atau bagaimana kita dibuat melihat, dan bagaimana gambar

visual tersebut terlihat dan tidak terlihat

- Scopic Regime adalah cara-cara dimana gamabar visual, baik apa yang

dilihat maupun bagaimana gambar itu dilihat, adalah dikonstruksi

secara kultural.

- Occular Centrism yakni dipakai untuk mendeskripsikan pusat

penglihatan atau penampakan dari gambar visual terhadap kehidupan,

atau dengan kata lain, adalah konsepsi yang menjelaskan bahwa saat

ini kehidupan kontemporer kita terpusat pada gambaran-gambaran

visual.

Universitas Sumatera Utara - Simulacrum atau simularca, Jean Baudrillard (Rachmad Ida, 2014:35)

menjelaskan bahwa dalam era postmodernisme, hampir tidak mungkin

untuk membuat pebedaan antara gambara nyata (real) dan gambaran

yang tidak nyata (unreal); gambar-gambar tersebut menjadi terlepas

dari hubungan tertentu terhadap dunia nyata dengan hasil bahwa kita

hidup di alam yang disebut “scopic regime” di mana realitas yang kita

lalui denga gambara visual yang ada merupakan hasil dari konstruksi

kultural, yang didominasi oleh simulasi-simulasi gambaran

- Ways of Seeing, atau cara-cara melihat, adalah perbedaan cara melihat

dan perspektif yang dimiliki oleh seseorang dengan yang lainnya

terhadap gambar yang dilihat. Menurut Berger (dalam Rachmah Ida,

2014:92), faktanya bahwa kita tidak pernah melihat sesuatu hanya

sekali, kita selalu melihat sesuatu tersebut dalam hubungan antara

gambar visual tadi dengan diri kita.

1.6.4 Subjek Penelitian

Menurut Amirin10 subjek penelitian merupakan seseorang yang dimintai informasi mengenai masalah yang ingin dipecahkan. Pada penelitian kualitatif, subjek penelitian disebut dengan istilah informan, yaitu orang memberi informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang dilaksanakannya. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitiannya adalah mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Dengan

10 Amirin. Tatang M, Subjek Penelitian, Responden Penelitian, dan Informan (narasumber).Diakses pada tanggal 11 Januari 2018 dari https://tatangmanguny.wordpress.com/2009/04/21/subjek-responden-dan- informan- penelitian/

Universitas Sumatera Utara karakteristik mahasiswa aktif yang terdiri dari berbagai jurusan untuk memperkaya isi dari penelitian ini. Alasan peneliti memilih mahasiswa disebabkan karena memang targetan awal dari penelitian ini adalah mahasiswa. Mengingat juga mahasiswa sebagai agen perubahan dan agen kontrol sosial. Mahasiswa dari berbagai jurusan diharapkan mampu untuk memberikan pandangan yang berbeda pada saat memberikan informasi. Sehingga menurut asumsi peneliti, data yang variatif akan mempermudah peneliti untuk memberikan gambaran mengenai reaksi dari informan mengenai film yang ditonton. Namun, terdapat kesamaan status pada informan yang juga akan melahirkan data jenuh di dalamnya. Data jenuh adalah situasi dimana data telah didengar sebelumnya dan peneliti tidak perlu melakukan wawancara lebih lanjut jika tidak mendapat informasi lain dari informan. Hal ini akan mempersingkat waktu penelitian.

1.6.5 Objek Penelitian Objek penelitian yang akan di teliti pada penelitian ini adalah gambaran psikologi yang dialami tokoh Pink dalam film Pink Floyd – The Wall (1982).

Gambaran kepribadian ini berupa situasi yang digambarkan oleh film juga ucapan dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh Pink dalam film tersebut.

1.6.6 Teknik Analisis Data Teknik yang dilakukan untuk menganalisis data setelah melakukan wawancara, peneliti akan melakukan transkrip wawancara. Transkrip wawancara yaitu peneliti menulis kembali pernyataan-pernyataan dari informan serta catatan yang memuat observasi, perasaan dan refleksi diri. Tahapan analisis ini dengan memilah-milah hasil wawancara yang sesuai dengan tema penelitian. Peneliti juga mengkategorikan hasil wawancara yang telah di pilih ke beberapa sub topik. Setelah itu, peneliti lalu

Universitas Sumatera Utara menginterpretasikan jawaban dari para informan dan mengaitkannya dengan teori- teori.

Analisis data dilakukan dalam proses negosiasi dan interpretasi bersama terhadap permasalahan yang dihadapi. Seorang peneliti berperan sebagai fasilitator yang melakukan analisis awal, kemudian hasil analisis awal ini akan didiskusikan kembali di dalam kelompok sehingga dapat dilakukan refleksi terhadap apa yang telah dicapai serta koreksi yang mungkin dilakukan. Model analisa seperti ini disebut dengan analisa dengan alur melingkar8, dimana peneliti akan membangun pertanyaan yang akan dijawab oleh para participant sehingga akan memunculkan perspektif berbeda dari masing-masing participan, kemudian akan dihasilkan kerangka pemikiran Bersama dan akhirnya akan menghasilkan interpertasi bersama, pada proses ini akan menghasilkan permasalahan baru, yang akan direfleksi kembali.

Hasil dari proses analisa ini adalah sebuah proses diskusi yang terbangun dan dokumentasi kesepakatan atau ketidaksepakatan terhadap suatu permasalahan.

Menurut Cahill (2007:187). Proses dalam membangun diskusi dan kesepakatan/ketidaksepakatan melalui proses verifikasi data menggunakan trianggulasi multiple point of view yaitu berbagai perspektif yang disampaikan oleh participant terhadap suatu masalah. Proses verifikasi data ini merupakan proses negosiasi antar berbagai perspektif berbeda, yang muncul dalam proses diskusi, sebagai bentuk dari konstruksi sosial dan pengalaman hidup dari masingmasing participant. Pada proses ini peneliti berperan untuk meletakkan pengalaman pribadi participant kepada kerangka teori sosial, merepresentasikan kembali hubungan tersebut dalam tataran konteks permasalahan yang lebih luas, sebagai bentuk dari

Universitas Sumatera Utara validasi data. Pada proses ini, peneliti dituntut untuk cermat menempatkan data yang bersifat personal tersebut dalam kerangka sosial politik yang lebih luas.

1.7 Pengalaman Penelitian Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih dua bulan terhitung sejak tanggal 20 Mei 2018 sampai dengan 22 Juli 2018. Perjalanan untuk melakukan penelitian ini cukup menarik mengingat beberapa informan yang saya temui adalah orang cukup dekat dengan saya. Namun, dalam perjalanannya saya mengalami beberapa kendala mengenai waktu dengan para informan. Informan pertama saya adalah seorang mahasiswa yang bernama Robby Dwi Hermawan semester 6 berumur

21 tahun. Beliau merupakan mahasiswa aktif jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Saya tidak mengetahui pasti alamat tempat tinggalnya karena saya sering bertemu dengannya di kampusnya yang notabene kampus saya juga. Pertemuan saya dengannya bertepatan dengan waktu lengangnya yaitu hari sabtu. Sebelumnya saya sudah berkomunikasi dengannya untuk meminta kesediaan beliau untuk menonton film serta wawancara. Film yang saya berikan dalam bentuk yang file. Saya menyediakan alat untuk memutar videonya karena beliau saat saya konfirmasi tidak dapat membawa laptopnya. Robby menonton film menggunakan laptop saya. Pada saat akan melakukan pertemuan beliau meminta untuk bertemu di salah satu kafe di jalan abadi yang bernama kafe bergendal. Tempat ini merupakan tempat nongkrong beliau bersama teman-temannya. Namun, waktu yang telah kami sepakati untuk bertemu tidak ditepati oleh beliau. Kami sepakat untuk bertemu di jam 20.00. Beliau membuat saya menunggu beberapa jam sehingga membuat saya hampir tertidur di kafe tersebut. Berulang kali saya telpon namun tidak ada jawaban sama sekali. Setelah kurang lebih dua jam saya menunggu, akhirnya beliau datang. Robby meminta maaf saat bertemu dengan saya. Beliau

Universitas Sumatera Utara langsung memesan minuman dan saya ajak untuk mengobrol santai sembari menyinggung tentang film guna mendinginkan suasana. Saya berpikir beliau cukup terganggu karena berulang kali saya telefon. Selang beberapa waktu setelah ngobrol santai akhirnya beliau menanyakan film yang akan dia tonton. Saya pun menghadapkan laptop yang sudah siap sedia untuk play video film tersebut. Saya memberikan headset mengingat suasana saat di kafe tersebut sangat rame. Saya tidak ikut mendengar detail dari film karena saya sudah menonton film ini berulang kali dengan alasan saya sangat suka filmnya.

Ketika film dimulai Robby bertanya kepada saya apakah saya sudah pernah menonton film ini sebelumnya lalu saya menjawab sudah. Film ini pertama kali ditonton olehnya. Ada adegan di awal cerita yang ditanyakannya pada saya. Adegan pada saat Pink duduk di depan tv dan termenung. Hal ini membangunkan pikiran saya untuk meberikan gambaran umum mengenai alur cerita dalam film agar nantinya informan tidak kebingungan pada saat menonton film. Pengalaman bersama

Robby inilah yang membuat saya untuk berpikir kedepannya mengenai informan saya berikutnya.

Pada saat beliau bertanya seperti itu saya langsung meminta waktu kepadanya untuk memberikan penjelasan atau gambaran umum mengenai alur film. Saya bercerita tentang alur film yang maju mundur. Film ini juga berdasarkan album dari salah satu band ternama di dunia yaitu Pink Floyd. Film ini memberikan gambaran visual mengenai hal-hal yang digambarkan dalam album tersebut. Nah, hal tersebut saya ceritakn kepada beliau agar dia semakin mudah untuk mencermati film tersebut.

Selain itu, saya juga bercerita mengenai sejarah dari band itu. Saya berharap dia juga suka dengan apa yang saya suka. Tak berkeinginan untuk menentang hukum sebagai

Universitas Sumatera Utara seorang mahasiswa antropologi yang sedang meneliti untuk mempengaruhi informannya, saya hanya berharap orang akan suka dengan apa yang saya suka.

Sepanjang adegan film berlangsung beliau tampak sangat antusias dengan filmnya. Tampak dari mimik wajahnya yang kadang terkejut juga terkdang mengkrenyitkan keningnya. Konsentrasinya pun sangat penuh dalam film ini sehingga tak menghiraukan telepon genggamnya berbunyi. Saya sangat mengapresiasi tindakannya karena saya merasa dia juga menyukai filmnya. Setelah kurang lebih dua jam saya menunggunya menonton film, akhirnya saya berkesempatan untuk mewawancarainya. Wawancara dilakukan dengan santai dibalut kopi dan obrolan yang santai. Hal ini saya lakukan untuk mendapatkan simpati dari informan dan melakukan pendekatan dengannya.

Informan berikutnya adalah seorang wanita bernama Dina Sakinah Puteri berumur 21 tahun dan memiliki sifat yang paling kooperatif dalam penelitian saya ini. Dina merupakan seorang mahasiswa stambuk 2015 jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Perkenalan dengan informan ini pada saat saya masih menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Islam

Komisariat FISIP USU. Dina merupakan orang yang aktif di organisasi ini.

Dina saya minta menjadi informan mengingat beliau adalah seorang mahasiswa juga memiliki sifat yang terbuka. Saya meminta beliau untuk bertemu dengan saya pada tanggal 02 Juni 2018 jam 20.00. Pada saat saya menghubunginya tampaknya dia juga cukup antusias dengan penelitian saya. Kami bersepakat berjumpa di kafe yang sama dengan informan sebelumnya mengingat suasana yang diberikan kafe tersebut cukup nyaman bagi saya untuk melakukan wawancara juga

Universitas Sumatera Utara minumannya juga nikmat dan ekonomis untuk kantong mahasiswa. Tepat seperti dugaan saya sebelumnya bahwa beliau datang tepat waktu.

Saat beliau tiba di tempat yang kami sepakati saya langsung mempersilahkannya duduk dan mempersilahkannya untuk memesan minuman ataupun snack. Sembari menunggu makanan dan minuman saya mengajaknya mengobrol santai sekaligus sedikit memberikan penjelasan mengenai film dan wawancara yang akan dilakukan. Berbagai percakapan pun kami lahirkan guna pengembangan rapport saya dengannya. Akhirnya makanan pun datang ke meja kami. Saya membuka laptop untuk mempersingkat waktu agar tidak terlalu larut malam selesai sesi wawancarnya. Pada sesi wawancara kali ini tetap saya menggunakan laptop saya sebagai alat untuk memutar video karena segan rasanya untuk meminta informan membawa laptopnya sendiri.

Film pun di putar dengan informan yang menontonnya sambil menggunakan headset agar lebih khidmat. Perlu diketahui juga bahwa film ini akan sangat menarik apabila anda menggunakan headset atau speaker dengan output suara yang baik karena ada beberapa suara dengan volume pelan yang merupakan bagian penting dalam film. Selain itu, kemampuan bahasa inggris juga perlu dalam menonton film ini agar nantinya tidak tergilas saat menonton film. Hal ini didasari karena teks pada film kebanyakan yang berbahasa Inggris.

Pada saat film di putar terlihat informan dapat memahami film dengan baik.

Hal ini dibuktikan pada saat sesi wawancara. Beliau memberikan keterangan yang sangat banyak mengenai film yang menjadi objek penelitian saya kali ini. Saya pikir ini merupakan suatu kemudahan bagi saya untuk menganalisis informasi yang

Universitas Sumatera Utara diberikan. Beliau tak keberatan untuk saya tanya secara mendetail mengenai pendapatnya tentang film tersebut. Selama wawancara berlangsung beberapa kali terdistorsi oleh panggilan dari handphone informan. Wawancara berlangsung cukup lama sehingga menyebabkan kami pulang larut malam sampai jam 23.30.

Informan saya berikutnya bernama Abdul Wahid Rangkuty. Beliau merupakan seorang mahasiswa jurusan ilmu Antropologi Sosial sama halnya dengan saya. Namun, beliau terdaftar sebagai mahasiswa Antropologi Sosial pada tahun

2015. Informan ini memiliki panggilan akrab Wahid alias Alex. Saya lebih akrab memanggilnya Wahid saja. Bergaya seperti aktivis mahasiswa era 1990-an tak sulit untuk menjadikannya sebagai informan mengingat beliau merupakan seorang mahasiswa Antropologi juga sama seperti saya. Kendala yang saya alami ketika dengan informan ini adalah ketika hendak menghubunginya. Beliau tidak memiliki nomor telepon yang pasti sehingga menyulitkan saya untuk menghubunginya.

Adapun kontak yang dapat adalah melalui Whatsapp. Saya sempat terpikir untuk mengganti informan. Namun, saya masih tetap optimis dengannya. Mengingat saya juga merupakan mahasiswa yang sudah seharusnya segera tamat. Saya bertemu dengannya pada tanggal 22 Juni 2018. Pertemuan bertempat di tempat yang sama dengan dua informan sebelumnya dengan alasan yang sama juga dengannya. Saya tidak pernah mengalami kendala sama sekali untuk menetukan jadwal dengan beliau karena beliau memiliki banyak waktu yang lengang. Pertemuan dengan informan ini seperti boasa saya lakukan dengan informan lainnya yaitu di malam hari. Hujan menjadi latar pertemuan saya dengannya.

Saya mengajaknya mengobrol santai seputar kampus dan sebagai cerita awal untuk sekedar menenangkan suasana agar wawancara dapat dilakukan dengan santai.

Universitas Sumatera Utara Kemudian saya bertanya kepadanya mengenai film yang akan beliau tonton apakah beliau sudah pernah menonton sebelumnya. Namun, ternyata wahid belum pernah menontonnya. Kemudian saya bercerita tentang objek penelitian saya kepadanya.

Beliau cukup tertarik dengan apa yang saya teliti. Bahkan ia berpikir film cocok untuk dirinya.Saya menjelaskan bahwa film ini mengandung bahsa inggris yang mungkin akan menyulitkan apabila beliau tidak memiliki kemampuan padanya.

Namun, ternyata beliau memiliki kemampuan yang saya pikir cukup baik karena tidak memiliki kesulitan untuk menerjemahkan teks berbahasa inggris. Bahkan ia menantang saya untuk wawancara dalam bahasa Inggris.

Film pun saya putar untuknya di laptop saya. Sembari menggunakan headset ia pun menonton film dengan tenang. Ada beberapa hal yang beliau tanyakan sebelumnya dengan saya. Beliau meminta saya untuk sedikit bercerita tentang Pink

Floyd terumtam album The Wall. Saya pun bercerita dengan senang hati padanya dengan alasan saya sangat tertarik dengan Pink Floyd.

Singkat cerita, saya pun tidak berbicara lagi dengannya saat film sedang dimulai. Ekspresi yang dilahirkannya pada saaat menonton film beberapa kali mengangguk. Saya tidak menanyakannya pada saat itu juga namun pada saat wawancara saya akan menanyakannya pikir saya. Wawancara berjalan cukup panjang dengan dibumbui candaan di dalamnya.

Universitas Sumatera Utara BAB II

FILM PINK FLOYD – THE WALL (1982)

2.1 Lini Masa Pink Floyd – The Wall (1982)

2.1.1 Masa

Pink Floyd berasal dari sebuah band yang sebelumnya bernama antara lain Sigma 6, T-Set, Meggadeaths, The Screaming Abdabs, The Architectural

Abdabs dan The Abdabs. Kemudian band ini diberi nama baru The Pink Floyd

Sound dan kemudian The Pink Floyd. Saat sebelum merilis album pertama nama ini sudah dipersingkat kembali menjadi Pink Floyd.11

Mereka awalnya terdiri dari (gitar), Syd Barrett (vokal, gitar), Richard Wright (keyboards), Roger Waters (bass dan gitar acoustic) dan Nick

Mason (drums). Mereka menyanyikan lagu-lagu cover rhythm and blues seperti

"Louie, Louie". Barrett kemudian menulis lagu-lagu yang dipengaruhi budaya surfing dari Amerika, rock psychedelic dan humor dan literatur Inggris.

Bob Klose merasa kurang cocok dengan arah ini dan meninggalkan band.

Dalam bentuk kuartet mereka cukup stabil dan kemudian mereka membentuk Blackhill Enterprises, sebuah kerjasama bisnis yang melibatkan enam orang: keempat personel ditambah kedua manajer mereka Peter Jenner dan Andrew

King.

Meluncurkan album pertama pada bulan Agustus 1967, album pertama The

Piper at the Gates of Dawn dianggap sebagai salah satu contoh terbaik musik

11 Wikipedia, Pink Floyd, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pink_Floyd pada tanggal 11 Januari 2018

Universitas Sumatera Utara psychedelic dari Inggris. Lagu-lagu album ini adalah campuran berbagai music, dari lagu berbentuk bebas avant garde "Interstellar Overdrive" sampai lagu yang bernuansa melankolis seperti "Scarecrow" (terilhami oleh daerah pedesaan Fenlands di dekat kota kelahiran Barrett, ). Album ini terjual laris dan mencapai peringkat keenam di Inggris.dan syd barret juga mengeluarkan single pada tahun 68 apples and oranges tetapi kurang laku

2.1.2 David Gilmour bergabung

Pada bulan Januari 1968, seorang bernama David Gilmour bergabung untuk menggantikan Barrett yang kondisi kejiwaannya sangat tidak stabil dan telah memburuk selama beberapa bulan. Pada awalnya mereka berharap Barrett akan sembuh dan kembali memimpin band, tetapi ditambah dengan penggunaan LSD ia semakin tidak terkendali, sering menatap ke awang-awang selama konser. Ini merusak penampilan konser mereka sampai pada akhirnya Barrett tidak diajak lagi ke panggung.

Saat Setelah Barrett resmi keluar pada bulan April 1968, Jenner dan King memutuskan untuk bertahan dengannya dan Blackhill Enterprises pun dibubarkan.

Walaupun Barrett telah menulis sebagian besar lagu-lagu di album pertama, untuk album kedua (Juni 1968) ia hanya menulis satu lagu "Jugband

Blues". Album ini meraih tangga ke-9 di Inggris.

Pada soundtrack film , album selanjutnya yang dikeluarkan adalah album ganda yang mana sebagian direkam di club rock bernama

Mothers di Birmingham dan sebagian lagi di Manchester. Pada album ini masing- masing anggota merekam proyek solo untuk satu sisi piringan hitam (istri Mason

Universitas Sumatera Utara tampil secara anonom sebagai pemain suling), kemudian ditambah beberapa track rekaman konser. Album yang dirilis pada tahun 1969 ini menjadi album mereka yang paling berhasil sampai saat itu, mencapai nomor 5 di Inggris dan 70 di Amerika.

Album (1970) akhirnya menjadi album pertama mereka yang mencapai puncak tangga di Inggris, walaupun Gilmour sendiri menyebut album ini sebagai sebuah band yang "menabrak-nabrak di kegelapan". Meskipun demikian, di album inilah untuk pertama kalinya arah band ini mulai terdengar, seperti misalnya lagu "Atom Heart Mother Suite" yang panjangnya 23 menit dengan pengaruh musik simfoni, dibantu oleh orkestrasi Ron Geesin.

Gaya ini menjadi semakin terfokus di album (1971), dengan epik

"Echoes" yang berdurasi 23 menit. Dalam lagu ini mereka menggunakan synthisizer untuk pertama kali, selain juga theremin untuk bagian tengahnya yang bernuansa luar angkasa). Album ini juga mengandung lagu "One of

These Days" yang populer untuk konser-konser (lagu ini hanya memiliki satu baris lirik yang dinyanyikan berulang-ulang dengan suara terdistorsi "One of these days,

I'm going to cut you into little pieces" yang ditulis oleh dan kemudian beralih ke lagu tema seri televisi Doctor Who) dan lagu pop-jazz "San Tropez".

Semangat eksperimentasi mereka juga terdengar di "Seamus" (judul awal

"Mademoiselle Nobs"), lagu blues yang diisi dengan suara lolongan anjing Russian wolfhound). Pada saat ini mulai terlihat bahwa pemain bass Roger Waters mulai mengambil alih kepemimpinan band dalam bidang musik dan lirik. Misalnya ia menulis lagu "San Tropez" dalam bentuk sudah hampir jadi dan kontribusi anggota lainnya menjadi sedikit. Pink Floyd mencapai peringkat ketiga di Inggris.

Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1972 mereka merilis sebagai soundtrack film La Vallee dan masuk ke tangga US Top 50 dan tangga keenam di negara mereka sendiri.

2.1.3 Meledak dengan Dark Side of the Moon

Walaupun mereka bukan band yang penjualan albumnya biasa didongkrak dengan penjualan single, album selanjutnya adalah The Dark Side of the

Moon (1973) mengandung hit Top 20 di Amerika Money dan album itu sendiri akhirnya mencapai puncak charts dan bertahan di US Top 200 selama 741 minggu

(termasuk 591 minggu berturut-turut dari 1973 sampai 1988), memecahkan banyak rekor dan membuatnya menjadi salah satu album paling laris di dunia.

Dark Side of the Moon adalah album konsep dengan tema mengenai tekanan- tekanan kehidupan modern. Hal inilah yang mendorong mereka untuk menulis lagu- lagu: speak to me adalah awal kita masih bayi belum bisa bicara Breathe (in the air)

Tentang kita yang sudah bisa bicara dan ―On The Run" tentang kita yang udah bisa berjalan , "TIME" adalah tentang kehidupan baru dan kita selalu diburu oleh waktu, bahkan oleh detak jantung kita sendiri

"The Great Gig in the Sky" adalah tentang kehidupan lain setelah kematian, dan meyakinkan kita kenapa kita harus takut mati? (And I am not frightened of dying, any time will do I don’t mind. Why should I be frightened of dying? There’s no reason for it, you’ve gotta go sometime. I never said I was frightened of dying), kebetulan lagu ini juga berada di bagian akhir pada versi LP, jadi representasi dari sebuah akhir, tetapi menuju hal yang baru.

Universitas Sumatera Utara “MONEY” adalah tentang uang & pasar bebas bukanlah jawaban atas semua konflik & masalah yang ada, dan uang bukanlah segala-galanya (money it’s a gas, money it’s a crime, is the root of all evil today) dan “Us and Them" mengenai konflik kekerasan (sebenarnya lagu ini untuk ayahnya roger waters yang mati di dalam perang dunia) dan “” maksudnya adalah transisi untuk menunjukkan kemarahan dan brain damage adalah puncak kemarahan dan emosi dan eclipse adalah puncak dari semuanya Peralatan rekaman 10 track yang modern di Studio Abbey Road dan kerja keras membuat album ini terdengar sangat jernih.

Dark Side of the Moon dan ketiga album selanjutnya (Wish You Were

Here, Animals dan The Wall) dianggap oleh banyak pihak sebagai puncak karier

Pink Floyd. Album “Wish You Were Here” diluncurkan pada tahun 1975 dan bertemakan "ketidakhadiran". Misalnya lagu "Shine on You Crazy Diamond" adalah mengenai anggota mereka yang sudah hengkang Syd Barrett dan kondisi kesehatan jiwanya. Album ini juga mengandung lagu-lagu epik "" dan

"". Pink Floyd mencapai puncak tangga baik di Inggris dan Amerika untuk album ini.

Ketika mereka mengeluarkan Animals di bulan Januari 1977, mereka mulai dikecam oleh kalangan punk rock yang mulai bangkit saat itu sebagai musisi yang arogan dan telah melenceng dari semangat rock and roll pertama. Animals mengandung lagu-lagu yang diilhami oleh buku Animal

Farm karya George Orwell, misalnya "Pigs on the Wing", "Dogs" dan

"Sheep". Animals memiliki lebih banyak suara gitar dibandingkan album-album sebelumnya (mungkin sebagai jawaban untuk komunitas punk) dan di sini pula mulai

Universitas Sumatera Utara terjadi perpecahan antara Roger Waters dan pemain keyboards Rick Wright yang tidak menyumbangkan satu lagupun untuk album ini dan album ini adalah album yang sangat underrated

Opera rock The Wall dari tahun 1979, ditulis terutama oleh Waters, melambungkan kembali nama Pink Floyd dan memberi mereka satu lagi lagu hit

"Another Brick in the Wall, Part II" yang liriknya mengritik sistem pendidikan.

Selain itu album ini mencapai nomor 3 di negara asal mereka dan bercokol di puncak tangga Amerika selama 15 minggu. Lagu "", walaupun tidak pernah dirilis sebagai single, masih sering diputar di radio-radio saat ini dan merupakan salah satu lagu Pink Floyd yang paling terkenal.

Tur untuk mendukung album ini menjadi sangat mahal sehingga mereka nyaris rugi kalau tidak ditolong dengan penjualan album. Sekarang Waters semakin mendominasi band, dan menyebabkan konflik dengan anggota-anggota lainnya yang berpuncak pada Wright dipecat dari band. Wright kemudian menjadi musisi bayaran untuk beberapa konser band. Ironisnya, Wright adalah satu-satunya anggota yang meraih keuntungan finansial dari tur The Wall, yang lainnya harus menutup kerugian biaya yang membengkak. Album ini di ko-produksi oleh Bob Ezrin, teman Waters yang juga ikut menulis "The Trial" namun kemudian ditendang keluar oleh Waters karena tidak sengaja membocorkan rahasia album kepada saudaranya yang wartawan.

Album The Wall bertahan di daftar album terlaris selama 14 tahun. Sebuah film berjudul Pink Floyd The Wall dibuat pada tahun 1982. Dibintangi Bob Geldof, penyanyi Boomtown Rats, ditulis oleh Waters dan disutradarai Alan Parker, film ini juga diisi animasi oleh kartunis Inggris Gerald Scarfe. Film ini semakin

Universitas Sumatera Utara memperburuk hubungan Waters dengan Gilmour karena Waters semakin merajai band.

Pada tahun 1983 ditandai dengan dirilisnya The Final Cut. Tema album ini lebih kelam daripada The Wall dan kembali mengenai tema album itu dan juga tema- tema aktual, misalnya ketidaksetujuan Waters akan keterlibatan Inggris di Perang

Falklands (lagu "The Fletcher Memorial Home") dan kesinisannya atau ketakutannya terhadap perang nuklir ("Two Suns in the Sunset"). Wright tidak terlibat dan Michael

Kamen maupun Andy Bown juga menyumbangkan sedikit suara keyboards. Selain itu, Raphael Ravenscroft juga bermain saxophone.dan ini adalah album terburuk

Walaupun diterbitkan sebagai album Pink Floyd, dalam sampulnya ditulis "A requiem for the post war dream by Roger Waters, performed by Pink Floyd", suatu tanda kembali bahwa sekarang Waters telah mendominasi secara total. Untuk ukuran

Pink Floyd album ini tidak begitu sukses, dan hanya menghasilkan satu hit radio

"Not Now John". Sedemikian parahnya perpecahan antara Waters dan Gilmour sehingga mereka nyaris tidak pernah di studio pada saat yang bersamaan untuk merekam album ini. Mereka tidak pergi untuk tur dan secara tidak resmi bubar pada tahun 1983.dan bubar secara resmi pada tahun 2014

2.2 Sejarah Pembuatan Film

Pink Floyd - The Wall adalah film drama musikal/animasi Inggris tahun 1982 yang disutradarai oleh Alan Parker dengan segmen animasi oleh kartunis Gerald

Scarfe, dan didasarkan pada album 1979 Pink Floyd dengan nama yang sama. Film ini berpusat di sekitar seorang rocker terbatas bernama Pink, yang masuk ke dalam

Universitas Sumatera Utara kegilaan karena kematian ayahnya dan banyak momen depresif lainnya selama masa hidupnya, membangun dinding metafora (dan kadang-kadang fisik) untuk dilindungi dari dunia dan situasi emosional di sekitar dia.

Skenario ini ditulis oleh vokalis dan bassis Pink Floyd yaitu Roger Waters.

Film ini sangat metaforis, dan citra simbolis dan suara-suara pendukung paling sering hadir. Namun, film ini sebagian besar didorong oleh musik, dan tidak banyak menampilkan dialog. Gerald Scarfe menggambar animasi untuk sekuens animasi 15 menit yang muncul di beberapa momen dalam film. Itu adalah fitur animasi ketujuh yang akan disajikan di Dolby Stereo. Film ini terkenal karena surealisme yang mengganggu, rangkaian animasi, situasi seksual, kekerasan dan darah. Meskipun produser bergolak dan pencipta menyuarakan ketidakpuasan mereka tentang hasil akhirnya, film ini sejak saat itu bernasib baik pada umumnya, dan telah di kultus sebagai film terbaik.

2.3 Sekilas Isi Cerita Pink adalah bintang rock, salah satu dari beberapa alasan di balik keadaan emosionalnya yang depresi dan menggila. Dia pertama kali terlihat di kamar hotel yang tidak terawat, tidak bergerak dan tanpa ekspresi, menonton televisi, sementara rekaman Vera Lynn "The Little Boy That Santa Claus Forgot" sedang diputar. Hal ini kemudian mengungkapkan bahwa ayah Pink, seorang tentara Inggris, tewas dalam aksi ketika mempertahankan jembatan Anzio selama Perang Dunia II, dalam masa pertumbuhan Pink.

Kilas balik, Pink adalah anak muda Inggris yang tumbuh di awal 1950-an.

Sepanjang masa kecilnya, Pink merindukan sosok ayah. Dia menemukan sebuah pesan gulungan dari Raja George dan peninggalan lainnya dari ayahnya. Pink juga

Universitas Sumatera Utara pernah menempatkan peluru di lintasan kereta api yang akan melintas. Di sekolah, ia ketahuan menulis puisi di kelas dan dipermalukan oleh guru dengan membaca puisinya. Puisi merupakan lirik lagu "Money". Pada scene lagu "Another brick in The

Wall (Part 2)", Pink membayangkan sistem sekolah surrealistik yang menindas di mana anak-anak dibayangkan seperti jatuh ke penggilingan daging. Dia membayangkan anak-anak kemudian bangkit memberontak dan menghancurkan sekolah. Pink juga dipengaruhi secara negatif oleh ibunya yang terlalu protektif.

Pengalaman traumatis seperti itu direpresentasikan sebagai "batu bata" di dinding metaforis yang ia bangun di sekitar dirinya yang memisahkan dirinya dari masyarakat.

Pink akhirnya menikah di usianya yang mulai dewasa, tetapi dia dan istrinya akhirnya terpisah. Ketika dia sedang tur, dia mengetahui bahwa istrinya berselingkuh.

Pink perlahan mulai kehilangan akal. Dia mencukur semua rambutnya.

Kemudian menonton televisi. Manajer Pink, bersama dengan manajer hotel dan beberapa paramedis, menemukan Pink tidak responsif dan menyuntiknya dengan obat-obatan untuk memungkinkan dia tetap tampil di konsernya.

Kemudian pink berfantasi bahwa dia adalah seorang diktator dan konsernya adalah unjuk rasa. Para pengikutnya melanjutkan untuk menyerang etnis minoritas, dan Pink mengadakan parade di pinggiran kota London, menyanyikan "Waiting for the Worms". Adegan ini diselingi dengan gambar palu berbaris animasi yang melewati reruntuhan. Pink kemudian berhenti berhalusinasi dan berteriak "Stop!" Dia kemudian berada di toilet di lokasi konser.

Universitas Sumatera Utara Klimaks film ini, Pink, digambarkan sebagai boneka kain kecil, yang hampir mati, sedang diadili, dan kalimatnya adalah "to be exposed before [his] peers‖.

Kemuadian Pink menggambarkan diri sebagai hakim memberi perintah untuk

"meruntuhkan tembok". Kemudian dinding itu dihancurkan. Beberapa anak terlihat membersihkan tumpukan puing setelah kerusuhan sebelumnya, dengan bingkai beku pada salah satu anak yang mengosongkan bom Molotov.

2.4 Pemeran12

 Bob Geldof sebagai Pink

 Kevin McKeon sebagai Pink Muda

 David Bingham sebagai Pink Anak-anak

 Christine Hargreaves sebagai Ibu Pink

 Eleanor David sebagai Istri Pink

 Alex McAvoy sebagai Guru

 Bob Hoskins as Rock-and-roll manager

 Michael Ensign as Hotel manager

 James Laurenson as Pink's father

 Jenny Wright as American groupie

 Margery Mason as Teacher's wife

 Ellis Dale as English doctor

 James Hazeldine as Lover

 Ray Mort as Playground father

 Robert Bridges as American doctor

12 Wikipedia, Pink Floyd – The Wall, diakses dari https://en.wikipedia.org/ wiki/ Pink_Floyd_- _The_Wall pada tanggal 5 Juni 2018 pukul 11.30

Universitas Sumatera Utara  Joanne Whalley, Nell Campbell, Emma Longfellow, and Lorna Barton as

Groupies

 Philip Davis and Gary Olsen as Roadies

2.5 Proses Produksi

2.5.1 Konsep

Pada pertengahan 1970-an, ketika Pink Floyd mulai dikenal luas, Waters mulai merasa semakin terasing dari penonton mereka. Waters berkata :

―Para penonton di konser-konser besar itu ada untuk kegembiraan yang, dia pikir, ada hubungannya dengan kecintaan terhadap kesuksesan. Ketika sebuah band atau seseorang menjadi idola, itu bisa berkaitan dengan kesuksesan yang dimanifestasikan orang itu, bukan kualitas pekerjaan yang dia hasilkan. Anda tidak menjadi seorang yang fanatik karena pekerjaan seseorang itu baik, Anda menjadi seorang fanatik untuk disentuh secara perwakilan oleh kemewahan dan ketenaran mereka. Bintang — bintang film, rock 'n' roll stars — mewakili, dalam mitos, kehidupan seperti kita semua ingin menjalaninya. Mereka tampak di pusat kehidupan. Dan itulah sebabnya penonton masih menghabiskan banyak uang di konser di mana mereka berada jauh dari panggung, di mana mereka sering sangat tidak nyaman, dan di mana suara sering sangat buruk‖13

Waters kecewa pada "pendekatan eksekutif", yang hanya bercerita tentang kesuksesan, bahkan tidak berusaha untuk berkenalan dengan orang-orang yang sebenarnya membangun band ini (dibahas dalam lagu sebelumnya dari Wish You

13 Dikutip dari wikipedia yang diakses pada tanggal 5 Juni 2018 https://en.wikipedia.org/ wiki/ Pink_Floyd_-_The_Wall#cite_note-eras-4

Universitas Sumatera Utara Were Here, "Have a Cigar" ). Konsep The Wall, bersama dengan keputusan untuk menamai karakter utama "Pink", sebagian tumbuh dari pendekatan itu, dikombinasikan dengan isu keterasingan yang tumbuh antara band dan fans mereka.

Ini melambangkan era baru untuk band-band rock, seperti Pink Floyd "menjelajahi kenyataan keras dari 'berada di mana kita berada'", memanfaatkan eksistensialis, yaitu Jean-Paul Sartre.14

2.5.2 Perkembangan

Bahkan sebelum album Pink Floyd asli direkam, sebuah film dimaksudkan untuk dibuat darinya. Namun, konsep film itu dimaksudkan untuk menjadi cuplikan langsung dari tur album, dengan animasi Scarfe dan adegan tambahan lainnya. Film ini akan dibintangi oleh Waters sendiri. EMI tidak berniat membuat film itu, karena mereka tidak mengerti konsepnya.

Direktur Alan Parker, seorang penggemar Pink Floyd, bertanya pada EMI

(Electrical and Musical Industries) apakah album The Wall dapat diadaptasi menjadi film. EMI menyarankan agar Parker berbicara dengan Waters, yang meminta Parker untuk mengarahkan film. Parker malah menyarankan agar ia memproduksinya dan memberikan tugas pengarahan kepada Gerald Scarfe dan Michael Seresin, seorang sinematografer. Waters mulai bekerja pada skenario film setelah mempelajari penulisan naskah. Dia dan Scarfe memproduksi buku edisi khusus yang berisi skenario dan mempromosikan proyek ini kepada para investor. Sementara naskah yang menggambarkan Waters dalam peran Pink, setelah tes layar, ia digantikan dengan musisi punk dan frontman dari Boomtown Rats, Bob Geldof.

14 ibid

Universitas Sumatera Utara Rekaman lagu pengisi film diambil dari lima konser Wall di Earl's Court dari

13-17 Juni 1981 yang diadakan khusus untuk pembuatan film yang kemudian juga dianggap tidak dapat digunakan karena alasan teknis karena lensa yang dibutuhkan untuk tingkat cahaya yang rendah ternyata tidak memiliki resolusi yang cukup untuk film tersebut. layar. Parker juga berhasil meyakinkan Waters dan Scarfe bahwa rekaman konser itu akan tampak teatrikal dan akan menggelegar dengan animasi dan aksi panggung langsung. Setelah rekaman konser dibuang, Seresin meninggalkan proyek dan Parker menjadi satu-satunya sutradara yang terhubung ke The Wall.

2.4.3 Filming

Parker, Waters dan Scarfe sering bentrok satu sama lain selama produksi, sampai pada titik di mana sutradara menggambarkan film tersebut sebagai "salah satu pengalaman yang paling menyedihkan dari kehidupan kreatifnya." Scarfe menyatakan bahwa dia akan pergi ke Pinewood Studios membawa sebotol Jack

Daniel's, karena "Saya harus memiliki siput sebelum saya pergi di pagi hari, karena saya tahu apa yang akan terjadi, dan saya tahu saya harus membentengi diri saya dengan cara tertentu.

Selama produksi, ketika sedang memfilmkan penghancuran kamar hotel,

Geldof mengalami luka di tangannya saat dia menarik tirai Venetian. Rekaman itu tetap ada di film. Juga, ditemukan saat syuting adegan kolam bahwa Geldof tidak tahu bagaimana cara berenang. Interior ditembak di Pinewood Studios, dan disarankan bahwa mereka menangguhkan Geldof di cast jelas Christopher Reeve digunakan untuk urutan terbang Superman, tapi tubuhnya terlalu kecil dengan perbandingan; kemudian diputuskan untuk membuat rig yang lebih kecil yang lebih cocok, dan dia hanya berbaring telentang.

Universitas Sumatera Utara Adegan perang ditembak di Saunton Sands di North Devon, yang juga ditampilkan di sampul Pink Floyd's A Momentary Lapse of Reason enam tahun kemudian.

2.5.4 Rilis

Film ini ditampilkan perdana di Empire, Leicester Square di London, pada 14

Juli 1982. Acara ini dihadiri oleh Waters dan sesama anggota Pink Floyd David

Gilmour dan Nick Mason, tetapi bukan Richard Wright, yang tidak lagi anggota band. Itu juga dihadiri oleh berbagai selebriti termasuk Geldof, Scarfe, Paula Yates,

Pete Townshend, Sting, Roger Taylor, James Hunt, Lulu dan Andy Summers.

a. Menjadi Box office

Film ini dibuka dengan rilis terbatas pada 6 Agustus 1982 dan masuk di peringkat 28 tangga box office AS meski hanya bermain di satu teater pada akhir pekan pertamanya, menghasilkan lebih dari $ 68.000. Film ini kemudian menghabiskan lebih dari satu bulan di bawah 20 teratas sementara masih di atas 30.

Film ini kemudian diperluas ke lebih dari 600 bioskop, mencapai Nomor 3 di tangga box office, di bawah E.T. Ekstra Terrestrial. Film ini akhirnya memperoleh $ 22 juta sebelum ditutup pada awal 1983.

Film ini menerima ulasan umumnya positif. Ulasan film The Wall di program televisi pada tahun 1982 oleh kritikus film Roger Ebert dan Gene Siskel memberikan film "dua jempol ke atas". Ebert menggambarkan The Wall sebagai "visi pengrusakan diri yang menakjubkan" dan "salah satu musikal paling mengerikan sepanjang masa ... tapi filmnya efektif. Musiknya kuat dan benar, gambarnya seperti palu sledge, dan sekali lagi, pahlawan rock and roll bukan hanya seorang narsisis

Universitas Sumatera Utara yang manja, tapi nyata, citra penderitaan dari semua keputusasaan era nuklir ini. Ini adalah film yang sangat bagus. " Siskel lebih dingin dalam penilaiannya, menyatakan bahwa dia merasa bahwa citra film itu terlalu berulang. Namun, ia mengakui bahwa

"gambar sentral" dari rangkaian reli fasis "akan tetap bersama saya untuk waktu yang sangat lama." Pada bulan Februari 2010, Roger Ebert menambahkan The Wall ke daftar "Film Favoritnya" -nya.

Ulasan berikutnya oleh Danny Peary menulis bahwa "gambar dalam film ini adalah kekecewaan yang tak henti-hentinya dan kadang-kadang menjijikkan ... tetapi saya tidak menemukannya tidak dapat dilacak - yang lebih dari yang dapat saya katakan jika Ken Russell telah mengarahkan ini. Sinematografi oleh Peter Biziou sangat mengesankan dan beberapa adegan individu memiliki kekuatan yang tak terbantahkan‖. Waters telah menyatakan keberatan mendalam tentang film itu, mengatakan bahwa film itu sangat mengerikan dan pengalaman yang tidak menyenangkan ... kita semua jatuh dengan cara besar. David Gilmour menyatakan bahwa konflik antara dia dan Waters dimulai pada pembuatan film ini. Gilmour juga menyatakan pada film dokumenter Behind The Wall (yang disiarkan di BBC di

Inggris dan VH1 di AS) bahwa "film itu adalah penceritaan The Wall yang kurang sukses dibandingkan dengan versi album lainnya." Meskipun simbol palu silang yang digunakan dalam film itu tidak terkait dengan kelompok rasis yang nyata, itu diadopsi oleh kelompok supremasis kulit putih Hammerskins pada akhir 1980-an. Ini menghasilkan para penciptanya dua Penghargaan Akademi Inggris; 'Best Sound' untuk James Guthrie, Eddy Joseph, Clive Winter, Graham Hartstone & Nicholas Le

Messurier; dan 'Best Original Song' for Waters

b. Tema dan Review Film

Universitas Sumatera Utara Film ini merupakan adaptasi langsung dari kisah Waters semasa dia kecil hingga tumbuh dewasa. Pada masa hidupnya Waters kehilangan ayahnya ketika dia masih bayi dan memiliki masalah perkawinan, berpisah dengan istrinya yang selingkuh.

Produser film menempatkan simbol-simbol Nazisme dan imperialisme terkait dalam konteks pemerintahan Margaret Thatcher dan kebijakan luar negeri Inggris terutama menyangkut masalah Falklands

c. Rumah Produksi

Pink Floyd - The Wall dirilis pada VHS pada 1983 (MV400268), 1989

(M400268), 1994 (M204694) oleh MGM / UA Home Entertainment, dan 1999

(CV50198) oleh Columbia Music Video.

DVD dirilis pada tahun 1999 (UPC: 074645019895) dan 2005 (UPC:

074645816395) oleh Columbia Music Video.

2.5.5 Dokumentasi Film

Sebuah film dokumenter diproduksi tentang pembuatan Pink Floyd - The

Wall yang berjudul The Other Side of Wall yang mencakup wawancara dengan

Parker, Scarfe, dan klip Waters, awalnya ditayangkan di MTV pada tahun 1982.

Dokumenter kedua tentang film ini diproduksi pada tahun 1999. berjudul

Retrospective yang mencakup wawancara dengan Waters, Parker, Scarfe, dan anggota lain dari tim produksi film. Keduanya ditampilkan di The Wall DVD sebagai tambahan.

Universitas Sumatera Utara 2.6 Soundtrack

Soundtrack film berisi sebagian besar lagu dari album, meskipun dengan beberapa perubahan, serta materi tambahan (lihat tabel di bawah).

Satu-satunya lagu dari album yang tidak digunakan dalam film adalah "Hey

You" dan "The Show Must Go On". "Hey You" dihapus karena Waters dan Parker merasa rekamannya terlalu repetitif (delapan puluh persen dari rekaman itu muncul dalam rangkaian montase di tempat lain) tetapi tersedia untuk dilihat sebagai fitur bonus pada rilis DVD dengan nama "Reel 13" .

Album soundtrack dari Columbia Records terdaftar dalam kredit akhir film, tetapi hanya satu yang berisi "When the Tigers Broke Free" dan "Quart the Boys

Back Home" direkam ulang dirilis. "When the Tigers Broke Free" kemudian menjadi lagu bonus di album 1983 The Final Cut, Waters album dimaksudkan sebagai perpanjangan ke The Wall. Gitaris David Gilmour, bagaimanapun, menolak album ini sebagai kumpulan lagu yang ditolak untuk proyek Wall, tetapi didaur ulang. Lagu ini, dalam pengeditan yang digunakan untuk single, juga muncul di album kompilasi

2001 Echoes: The Best of Pink Floyd.

Perubahan pada soundtrack album:

Lagu Perubahan

"When the Lagu baru, diedit menjadi dua bagian secara selektif untuk film,

Tigers Broke tetapi kemudian dirilis sebagai satu lagu berkelanjutan. Lagu ini

Universitas Sumatera Utara Free" 1 dirilis sebagai single pada tahun 1982 dan kemudian dimasukkan

pada kompilasi Echoes 2001: The Best of Pink Floyd dan pada

rilis ulang tahun 2004 dari The Final Cut.

Vokal diperluas / mix ulang / nada lead direkam ulang oleh "In the Flesh?" Geldof.

Diperpanjang / dicampur kembali dengan tambahan piano "The Thin Ice" overdub di bait kedua, suara bayi dihapus

"Another Brick Bagian bass diperkuat, yang dibisukan di album campuran, dapat in the Wall, Part didengar. 1"

"When the

Tigers Broke Lagu Baru

Free" 2

"Goodbye Blue Di mix ulang Sky"

"The Happiest Di mix ulang. Suara helikopter jatuh, skrip guru direkam ulang Days of Our oleh Alex McAvoy Lives"

Universitas Sumatera Utara Dicampur kembali dengan gitar diperkuat, bagian paduan suara "Another Brick anak-anak disunting dan dipersingkat, skrip suara guru direkam in the Wall, Part ulang oleh McAvoy dan diselingi dalam bagian chorus anak- 2" anak.

Direkam ulang sepenuhnya dengan pengecualian solo gitar dan

baris pendukungnya. Liriknya "Apakah itu hanya buang-buang "Mother" waktu?" diganti dengan "Ibu, apakah aku benar-benar sekarat?",

yang muncul pada lembar lirik LP asli.

Lagu panjang penuh yang dimulai dengan musik, dan lirik yang

mirip dengan "Empty Spaces". Ini dimaksudkan untuk berada di

album asli, dan sebenarnya muncul di lembar lirik LP asli. Pada "What Shall We menit terakhir, itu dibatalkan demi "Empty Spaces" yang lebih Do Now?" pendek (yang awalnya dimaksudkan sebagai reprise of "What

Shall We Do Now"). Versi live ada di album Is There Anybody

Out There? The Wall Live 1980–81.

Jeritan ditambahkan dan bagian panggilan telepon dihapus.

"Young Lust" Bagian panggilan telepon dipindahkan ke awal "Apa yang Harus

Kita Lakukan Sekarang?"

"One of My Dicampur kembali. Momen Groupie direkam ulang oleh Jenny

Universitas Sumatera Utara Turns" Wright.

"Don't Leave Me Dipersingkat dan diremix. Now"

"Another Brick in the Wall, Part Rekam ulang sepenuhnya dengan tempo yang sedikit lebih cepat.

3"

"Goodbye Cruel Tidak berubah. World"

"Is There Gitar klasik direkam ulang, kali ini dimainkan dengan petikan jari

Anybody Out oleh gitaris Tim Renwick , sebagai lawan dari versi album, yang

There?" dimainkan dengan petikan jari oleh Joe DiBlasi.

Musik tidak berubah, tetapi ditambah dengan klip berbeda dari "Nobody Home" perangkat TV.

"Vera" Tidak berubah.

"Bring the Boys Direkam ulang sepenuhnya dengan band dan paduan suara pria

Back Home" Welsh diperpanjang dan tanpa vokal utama Waters.

Universitas Sumatera Utara "Comfortably Dicampur kembali dengan teriakan Geldof. Nada bass sebagian

Numb" berbeda dari album.

Direkam ulang sepenuhnya dengan band dan Geldof pada vokal "In the Flesh" utama.

"" Dicampur kembali dan dipersingkat.

"Waiting for the Dipersingkat tetapi dengan coda diperpanjang. Worms"

Geldof tanpa pendamping pada vokal utama. Lagu ini diambil

dari The Pros and Cons of Hitch Hiking, sebuah konsep "5:11 AM (The albumWaters yang ditulis bersamaan dengan The Wall, dan Moment of kemudian direkam secara solo. Geldof menyanyikan lirik melodi Clarity)" "Your Possible Pasts", sebuah lagu yang ditujukan untuk The

Wall yang kemudian muncul di The Final Cut.

Benar-benar direkam ulang dengan Geldof tanpa pendamping

"Stop" pada vokal utama. (Audio di latar belakang adegan ini adalah dari

pengenalan Gary Yudman dari The Wall Live di Earl's Court.)

Universitas Sumatera Utara "The Trial" Di mix kembali.

Direkam ulang sepenuhnya dengan band dan paduan suara pria "Outside the Welsh. Diperpanjang dengan bagian musik yang mirip dengan Wall" "Southampton Dock" dari The Final Cut.

2.7 Kisah Waters sebagai Tokoh Pink dalam film Pink Floyd – The Wall (1982) Kisah Pink merupakan kisah adaptasi dari seorang personil pada grup band

Pink Floyd yaitu Waters. Waters sendiri memiliki kisah yang menjadikannya bintang rock terkenal. Beberapa fase telah dilewati oleh Waters sehinga mengantarkannya menjadi bintang rock terkenal.

2.7.1 Masa kecil hingga dewasa

Waters dilahirkan dengan nama George Roger Waters di kota

Bookham, Surrey, dekat Leatherhead, dan dibesarkan di Cambridge, Inggris.

Ayahnya, Eric Fletcher Waters adalah seorang penganut paham komunis dan penganut pasifisme yang kuat, namun turut dalam Perang Dunia II dan gugur dalam Pertempuran Anzio tahun 1944. Pada waktu itu, Roger masih bayi berusia 5 bulan.

Waters secara tersirat menulis kesedihan atas kehilangan sang ayah dalam lagu-lagu yang ditulisnya. Album The Final Cut (1983) dipersembahkan bagi ayahnya yang gugur dalam pertempuran, dan begitu pula "When the Tigers Broke

Free" yang pertama kali dipakai dalam versi layar lebar The Wall. Lirik yang ditulis

Universitas Sumatera Utara Waters sering bertema ketidakpercayaan terhadap kekuasaan, khususnya pemerintah, institusi pendidikan, dan militer. Tema-tema seperti ini tersirat dalam lirik "When the

Tigers Broke Free" yang merupakan ekspresi Waters atas pengorbanan sia-sia ayahnya di Anzio.

Waters bersama Syd Barrett bersekolah di Morley Memorial Junior School di

Hills Road, Cambridge. Keduanya lalu meneruskan ke SMA, Cambridge County

School for Boys (sekarang disebut Hills Road Sixth Form College). Di jalan yang sama terdapat sekolah David Gilmour (The Perse School). Waters bertemu Nick

Mason dan Richard Wright sewaktu kuliah di Regent Street Polytechnicjurusan arsitektur. Waters dulunya senang sekali berolahraga, dan sering berenang di Sungai

Cam, Grantchester Meadows. Pada usia 15 tahun, Waters menjadi ketua kelompok YCND kota Cambridge yang menuntut perlucutan senjata nuklir.

2.6.2 Era Pink Floyd Tahun 1965, Roger Waters bersama Syd Barrett, Richard Wright, dan Nick

Mason mendirikan Pink Floyd (setelah sebelumnya berganti-ganti nama dan personel, lihat Pink Floyd). Barrett menulis hampir semua lagu, sedangkan Waters hanya menulis lagu "Take Up Thy Stethoscope and Walk" pada piringan hitam perdana The Piper at the Gates of Dawn. Album ini banyak menerima pujian dan melambungkan nama Pink Floyd. Kesuksesan Pink Floyd membuat kesehatan jiwa Syd Barrett semakin menurun dan kelakuannya semakin tidak terkontrol.

Kondisi mental Syd membuatnya tidak bisa diandalkan sebagai vokalis utama dan gitaris Pink Floyd. Waters memaksakan Barrett untuk menjalani terapi psikiatris namun tidak berhasil. David Gilmour diminta untuk menggantikan Syd Barrett di akhir 1967. Mantan manajer Pink Floyd bahkan meragukan Pink Floyd bisa

Universitas Sumatera Utara mempertahankan kesuksesan tanpa bakat artistik Syd Barrett. Waters mencoba menggantikan posisi Barrett, dan mulai memimpin proses berkesenian Pink Floyd yang baru. Di bawah Gilmour dan Waters, Pink Floyd melambung ke puncak ketenaran dan dikenal di seluruh dunia. Hingga kini, serangkaian album Pink Floyd dari tahun 1970-an masih dipuji kritikus musik, dan album Pink Floyd masuk daftar album paling laku dalam sejarah industri rekaman.

Pada Tahun 1970, Waters membuat album soundtrack Music from "The

Body" dengan dibantu komponis Inggris Ron Geesin. Album tersebut sebagian besar berisi musik instrumental diramu dengan lagu-lagu ciptaan Waters. Ron Geesin sebelumnya pernah membantu Pink Floyd sewaktu menulis lagu "Atom Heart

Mother" untuk album berjudul sama. Sewaktu masih bersama Pink Floyd, Waters menulis hampir seluruh lagu-agu Pink Floyd, sambil secara agresif berusaha memegang kendali proses berkreasi di dalam grup. Konsep tematis Waters dijadikan landasan bagi album konsep seperti The Dark Side of the Moon dan Wish You Were

Here. Waters menulis semua lirik dan sebagian musik untuk kedua album tersebut.

Setelah karyanya terbukti sukses, Waters diangkat penulis utama lagu-lagu Pink

Floyd. Sebagian besar komposisi musik untuk album Animals dan The Wall ditulis sendiri oleh Waters, walaupun masih bekerja sama dengan Gilmour soal penulisan musik.

Waters biasanya ditulis sebagai pemain gitar bass dan vokalis, namun sebenarnya Waters juga bisa memainkan gitar elektrik. Pada album Animals, Waters memainkan rhythm guitar untuk lagu "Pigs (Three Different Ones)" dan "Sheep".

Selain itu, Waters juga pernah menambahkan synthesizer and tape effect untuk lagu-

Universitas Sumatera Utara lagu Pink Floyd sebelumnya. Dalam karier solonya, Waters sering memainkan gitar akustik di panggung, khususnya untuk lagu-lagu dari album The Final Cut.

Selama masih diberi kesempatan menyumbangkan ide bermusik, rekan- rekannya tidak berkeberatan Waters memimpin konsep bermusik mereka, dan menulis lirik untuk lagu-lagu Pink Floyd. Di tengah pertikaian sengit di antara keduanya pada tahun 1995, Gilmour masih memuji Waters sebagai "motivator yang sangat pandai dan pastinya seorang penulis lirik yang hebat." Beberapa lagu Pink

Floyd yang sangat populer, seperti "Echoes", "Time", "Us and Them", "Wish You

Were Here", dan "Shine On You Crazy Diamond" merupakan sinergi antara lirik yang tajam dan musik khas Gilmour yang melodis, ditambah pukulan drum Nick

Mason yang lembut dan rapi, serta permainan kibor Richard Wright yang membahana. Lagu "Us and Them" dimulai dengan musik instrumental permainan kibor Wright yang lembut, namun tenggelam ke dalam kesedihan setelah memasuki bagian lirik antiperang yang ditulis Waters. Sayangnya, hubungan ideal saling memberi dan menerima secara perlahan-lahan menjadi retak. Waters menyebutnya sebagai konsekuensi kejenuhan mental dalam bermusik. Nama pencipta lagu menjadi sumber pertengkaran di antara mereka. Gilmour merasa kontribusinya dalam beberapa lagu (misalnya "Another Brick in the Wall, Part II" yang mencolok dengan gitar solo Gilmour) tidak membuat namanya ditulis sebagai pencipta lagu di sampul album. Nick Mason menulis tentang pertengkaran antaranggota Pink Floyd dalam memoar Inside Out: A Personal History of Pink Floyd. Waters ditulisnya sering berkepribadian egomania. Sewaktu rekaman album The Wall, Waters memutuskan untuk memecat Wright. Alasannya, masalah pribadi yang dihadapi Wright dianggap

Universitas Sumatera Utara memengaruhi proses pembuatan album. Setelah itu, Wright tetap bermain dengan

Pink Floyd sebagai musisi honorer.

Album The Final Cut dirilis tahun 1983, dan merupakan album kerjasama

Waters, Gilmour, dan Mason yang terakhir. Walaupun diterbitkan sebagai album

Pink Floyd, di sampul album ditulis sebagai "A requiem for the post war dream by

Roger Waters, performed by Pink Floyd" ("Requim untuk mimpi pascaperang oleh

Roger Waters, dibawakan oleh Pink Floyd"). Album The Final Cut merupakan album Pink Floyd dengan angka penjualan paling rendah dan sama sekali tidak menghasilkan singel. Gilmour berusaha menunda proses rekaman album sampai dirinya mendapat ide baru, tetapi Waters menolak. Peristiwa ini berakhir dengan bubarnya Pink Floyd seperti diumumkan Waters pada tahun 1985. Setelah ada usaha dari pihak Gilmour untuk terus menggunakan nama "Pink Floyd", pertengkaran

Waters dan Gilmour berlanjut di pengadilan dan media massa. Perdamaian tercapai setelah Gilmour dan Mason memenangkan hak penggunaan nama Pink Floyd berikut hak atas sebagian besar lagu-lagu Pink Floyd. Waters memenangkan hak atas album The Wall(kecuali 3 lagu yang ditulisnya bersama Gilmour), Animals, dan The

Final Cut, berikut simbol Babi Pink Floyd.

Bagi penggemar Pink Floyd, album yang diproduksi selama Waters dan

Gilmour masih akur (1971-1979) merupakan periode "klasik" Pink Floyd. Di dalam tinjauan musik pada akhir tahun 1987, majalah Rolling Stone menulis bahwa bila digabungkan, album solo Waters Radio K.A.O.S. dan album Pink Floyd tanpa

Waters A Momentary Lapse of Reason bisa menjadi kelanjutan album Dark Side of the Moon.

Universitas Sumatera Utara BAB III

ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH PINK PADA FILM PINK FLOYD – THE WALL (1982)

Film Pink Floyd – The Wall (1982) merupakan film yang lahir di era 1980- an. Pada eranya film ini sangant menarik perhatian masyarakat dunia belahan Barat.

Hal ini dapat dilihat dari hasil review yang dilakukan oleh seorang kritikus terkenal asal Amerika Serikat yang bernama Roger Ebert. Ebert menuliskan dalam websitenya bahwa film ini sangat memukau dan sangat menarik perhatian dengan sentuhan musik rock dan dipadukan dengan seni surrealistik. Ebert juga menambahkan bahwa penambah karikatur dalam film ini menambah nyatanya penggambaran halusinasi seorang bintang rock terkenal atas masalah yang dihadapinya.

Film ini diangkat dari album lagu band Pink Floyd yang berasal dari Inggris.

Band ini berdiri di tahun 1971 dengan former Syd Barret sebagai vokalis, Roger

Waters sebagai bassist, Nick Mason pada drum, dan Richard Wright sebagai keyboardist dan vokal. Adapun album yang diadaptasi oleh film ini adalah The Wall yang sebagian besar liriknya ditulis oleh Roger Waters dan pengisi musiknya adalah

David Gilmour. Album ini lahir pada akhir tahun 1979. Alasan album ini liriknya sebagian besar ditulis oleh Waters karena album ini mengisahkan kehidupan Waters pada dunia nyata. Mulai dari kisahnya semasa kanak-kanak hingga dewasa dan menjadi bintang musik rock terkenal. Saya tidak mengetahui pasti bahwa film ini berkaitan dengan runtuh Tembok Berlin di Jerman. Namun, beberapa asumsi dari fans Pink Floyd menyatakan bahwa ini berkaitan dengan runtuhnya tembok Berlin.

Universitas Sumatera Utara Pada film ini kisah Waters digambarkan dalam tokoh Pink yang juga terinspirasi dari nama grup band mereka. Pada masa kanak-kanak Pink kehilangan ayahnya yang mana sebagai prajurit yang gugur pada peperangan di Jembatan Anzi.

Kemudian, Pink merasa membutuhkan kasih sayang seorang ayah pada masa kecilnya. Semasa sekolah pink mengalami hal yang buruk dan membuatnya menjadi seorang remaja yang memberontak terhadap sistem pendidikan yang dialamainya.

Ilustrasi penggambaran siswa sebagai daging olahan dan sekolah menjadi mesin pengolah daging. Kemudian, diilustrasikan Pink menghancurkan sekolah bersama teman-temannya dengan membakar sekolah. Pada fase dewasa Pink mengalami kisah cinta yang mebuatnya hancur dengan mengetahui bahwa istribya berselingkuh.

Namun, akan saya jelaskan lengkapnya pada bagian berikutnya.

Namun, dalam film yang distradarai oleh Waters sendiri ini tidak hanya menggunakan materi lagu yang ada pada album The Wall. Waters menambahkan beberapa lagu yang di tahun berikutnya dirilis dalam album The Final Cut.

Waters tidak merasa puas dengan film yang telah dibutanya di tahun 1982 ini.

Pada tahun 2014 Waters kembali membuat film The Wall dengan dirinya sendiri sebagai tokoh utama.

3.1 Sinopsis Film

Film Pink Floyd – The Wall (1982) bukan satu-satunya film yang diangkat dari sebuah album. Namun, film ini cukup terkenal di eranya bahkan sampai sekarang. Film ini berkisah tentang perjalan seorang manusia dan masalah yang dialaminya mulai dari kanak-kanak hingga dewasa.

Universitas Sumatera Utara Film ini tidak menggunakan alur maju maupun mundur. Namun, menggunakan alur maju-mundur. Ini memang sedikit memusingkan ketika kita menontonnya tapi alangkah indahnya apabila kita mampu memahaminya.

Pada mula film ini digambarkan tokoh utama yang disebut Pink duduk di kursi dalam sebuah kamar sambil menonton televisi. Adapun lagu latar mengisi bagian awal ini adalah lagu dari seorang penyanyi terkenal yaitu Vera Lynn dengan judul lagu We’ll Meet Again (1940-an) yang didedikasikan untuk para prajurit

Inggris di medan perang. Pink pada bagian ini mengingat masa kecilnya yang melihat pakaian militer ayahnya. Pink mengenang peristiwa ayahnya yang berangkat ke medan perang lalu meninggal. Pink menggambarkan dirinya sebagai seorang pemimpin sebuah ideologi yang memiliki pengikut untuk berjuang bersama dirinya.

Pink sebagai seorang pemimpin menunjukkan kepada pengikutnya mengenai masalah yang dialaminya dibalik mata dinginnya.

Kisahnya kemudian menceritakan bagaimana nyawa ayahnya direnggut pada saat perang. Metafora Es tipis adalah penggambaran kehidupan di dunia nyata yang dilihat sebagai sebuah hal yang dijalani hati-hati. Pink digambarkan bersimbah darah di dalam kolam sambil mengenang kematian ayahnya. Pink kemudian mengalami kesedihan dan mempertanyakan apa yang telah diberikan ayahnya pada kehidupan keciolnya. Pink mendapati dirinya bermain di taman dan melihat anak lain bermain dnegan ayahyan yang menajadikannya tampak nyata kehilangan sosok ayahnya semasa kecil. Pink menyalahkan militer karena telah merenggut ayahnya.

Pink dimasa remaja melakukan hal gila dengan menaruh peluru sisa perang milik ayahnya di atas rel kereta api dengan kereta api yang akan melintas di atasnya.

Universitas Sumatera Utara Sewaktu pink disamping kereta api sambil melakukan percobaan peluru tersebut dia melihat ke dalam gerbong kereta api wajah-wajah seperti babi yang berpakaian militer. Pink berpikir bahwa pendidikan yang dienyamnya hanya akan mengantarkannya menjadi militer. Pink membayangkan bagaimana gurunya memarahainya karena hanya berdiam diri dan tidak berbuat sesuai dengan yang apa yang gurunya inginkan. Sosok guru digambarkan dalam film ini hanya sebagai manusia yang akan menyakiti para siswa dengan cara menunjukkan kelemahan muridnya ataupun dengan cara lainnya. Pink merasa tidak membutuhkan pendidikan lagi karena dia merasa tertekan dengan pendidikannya. Pada bagian ini pink bersama dengan teman-temannya membakar sekolah sebagai bagian dari penolakan terhadapa apa yang sekolah lakukan pada mereka. Mereka beranggapan hanya akan menjadi tumpukan batu untuk membangun tembok.

Pada masa kecil pink juga mendapati ibunya yang protektif mempengaruhi kehidupannya. Pink dipilihkan segalanya oleh ibunya dan pink tidak memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dalam hidupnya. Pacar pink merupakan kisah pada masa kecilnya. Pada masa dewasa pink mendapati pacarnya berselingkuh.

Film ini menggunakan ilustrasi dua bunga seperti berhubungan suami istri untuk menggambarkan suasana hati pink yang sedang galau.

Pink pada masa dewasa menjadi seorang bintang rock terkenal yang membuatnya menjadi sesorang yang memiliki pemikiran dari hasil masa kanak- kanaknya. Perjalan hidupnya sebagai bintang rock yang disenangi wanita, memiliki pengikut atau fans menjadikannya semakin ingin menyendiri. Pink tetap mengingat masa kecilnya dengan peristiwa ayahnya. Dia menjadi orang yang sangat benci dengan militer. Pink beranggapan bahwa dengan dirinya sebagai musisi rock yang

Universitas Sumatera Utara terkenal akan menjadikannya seorang yang mampu merubah pemikiran bahwa seorang dewasa harus menjadi militer dan berperang untuk menjadi orang yang hebat. Pada sisi lainnya sebagai musisi tidak menjadikannya menjadi seorang yang menggilai untuk tidur dengan banyak wanita. Pink tetap berpikir tentang pacarnya yang berselingkuh walaupun dia sempat medapati dirinya didatangi oleh seorang wanita ke dalam kamarnya. Pink tidak tertarik dengan wanita tersebut. Pink tetap berharap kepada wanitanya untuk tidak meninggalkannya.

Setelah kejadian tersebut pink mengalami gejolak dalam dirinya melawan apa yang dilakukannya. Pink mencukur semua bulu yang ada dikepalanya termasuk alisnya. Pink menggambarkan dirinya memimpin pasukannya untuk melakukan penyerangan terhadap hal yang dialaminya. Peristiwa yang dialaminya ini disebutnya dengan The Wall (tembok). Pink dan pasukannya mengejar orang-orang yang berkaitan yang membuat hidupnya kelam dan melakukan pawai di tengah jalan sambil berorasi. Pink menyatakan bahwa ―apakah kalian ingin melihat Inggris diatur kembali?‖. Namun, penggambaran ini dalam bentuk metafora Penambahan animasi dalam film ini penggambaran dari seluruh peristiwa sampai dengan perjuangan pink menghancurkan temboknya.

Pada bagian terakhir pink mampu menghancurkan apa yang disebutnya dengan tembok tersebut dan digambarkan orang-orang membersihkan runtuhan tembok tersebut.

3.2 Interpretasi Peneliti Kepribadian Tokoh Pink Pada Film Pink Floyd – The Wall (1982)

Perkembangan anak pada prinsipnya sama saja namun yang membuatnya berbeda adalah hal yang di alaminya selama fase itu berlangsung. Pink dalam film

Universitas Sumatera Utara Pink Floyd – The Wall (1982) digambarkan bagaimana terbentuk kepribadiannya.

Mulai dari kisahnya selama masih kecil sehingga dewasa lalu membentuk kepribadian yang menjadi jati dirinya. Pada bagian fase-fase di bawah ini merupakan kisah masa kecil pink yang dicampur dengan asumsi pink yang sudah dewasa. Namun, kisah masa kecilnya yang kemudian membentuk kepribadiannya.

Fase-fase kepribadiannya dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa fase yang mengacu pada fase yang dikemukakan oleh Erik Erikson. Namun dalam penggambaran ini tidak menggunakan semua fase yang dikatakan oleh Erikson.

Menurut Erik Erikson (1902:1), tahap-tahap perkembangan manusia dari lahir sampai mati dipengaruhi oleh interaksi sosial dan budaya antara masyarakat terhadap perkembangan kepribadian. Perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara proses-proses kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan kekuatan- kekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Erikson membahas perkembangan psikologis disepanjang kehidupan manusia dan bukan antar masa bayi dan remaja. Adapun fase-fase perkembangan menurut Erikson sesuai dengan yang ditampilkan dalam film Pink Floyd – The Wall (1982) sebagai berikut sesuai dengan interpretasi peneliti :

3.2.1 Usia Sekolah (6 – 12 tahun) Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar menjadi berkompeten. Memendam insting seksual sangat penting karena akan membuat anak dapat memakai energinya untuk mempelajari teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya.

Universitas Sumatera Utara a. Kisah Pink di Taman Bermain

(Gambar 1. Pink di taman bermain dan menginginkan bermain dengan sosok ayah)

Pink di masa kecilnya kehilangan ayahnya yang meninggal saat perang. Suatu ketika Pink mendapati dirinya bermain di taman bermain dengan teman sebayanya.

Pink melihat seorang anak yang di temani ayahnya bermain. Anak tersebut digambarkan mendapat kasih sayang dari seorang ayah yang mengawasinya dan membantunya untuk bermain di taman bermain. Pada bagian ini Pink bermain sendiri dan merasa bahwa dia juga punya hak seperti anak yang dilihatnya. Pink menarik jas ayah anak tersebut dan memintanya untuk menaikkannya ke arena bermain tersebut.

Pink merasa senang dengan tanggapan yang diberikan oleh ayah anak tersebut. Pink pun kemudian tetap mengikuti permainan yang dimainkan oleh anak tersebut dan berharap bahwa dia akan mendapat kasih sayang yang sama dari ayah anak tersebut.

Namun, suatu ketika setelah si anak selesai bermain Pink pun mulai ikut untuk pulang. Pink melakukan hal sama dengan yang dilakukan anak tersebut dengan menggandeng tangan ayah anak tersebut tapi ayahnya menolak. Pink di saat itu merasa sedih. b. Pink menggunakan pakaian ayahnya dan berkhayal tentang ayahnya

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 2. Pink menggunakan pakaian militer ayahnya)

(Gambar 3. Ayah pink yang muncul sebagai khayalannya terhadap ayahnya) Setelah mengalami peristiwa di taman bermain, Pink kembali ke rumah dan menemukan pakaian militer ayahnya. Pink kemudian menggunakan pakaiannya sembari mengkhayalkan ayahnya yang mati pada saat perang. Hal ini menggambarkan bagaimana perasaan pink yang sangat merindukan sosok ayahnya.

c. Pink melakukan eksperiman dengan peluru di atas rel

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 4. Pink melakukan eksperimen dengan meledakkan peluru di atas rel dengan kereta api yang akan berjalan di atasnya)

Pink sebagai seorang anak pada usia sekolah yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Pink mengajak teman-temannya untuk melakukan eksperimen ini. Pink melakukan adegan yang cukup berbahaya karena meletakkan peluru di saat kereta api sudah mendekat dengannya. Akhirnya pink pun terkejut saat peluru meledak saat dilintasi oleh kereta api. d. Pink melihat wajah mirip babi berpakaian militer di dalam gerbong kereta api

(Gambar 5. Pink melihat wajah babi berpakain militer di dalam gerbong kereta api)

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 6. Pink menjadi manusia berwajah babi seperti manusia yang dilihatnya di dalam gerbong kereta api) Pink pada saat bereksperimen melihat wajah babi berpakaian militer di dalam gerbong kereta api dengan tangan yang menjulur keluar. Pada saat itu pink digambarkan menjadi mirip dengan apa yang dilihatnya. Pada bagian ini mengantarkan kisah pink di dalam sekolah. Pink digambarkan sebagai seorang yang nantinya saat dewasa akan menjadi babi di dalam gerbong. Pada bagian ini mengilustrasikan bagaimana Pink berpendapat bahwa sekolah akan mendidiknya menjadi seperti babi yang berada di dalam gerbong. Pemikiran ini merupakan asumsi pink ketika dewasa dengan beberapa hal yang dialaminya. e. Masa sekolah Pink

(Gambar 7. Pink mendapatinya dirinya dimarahi oleh gurunya karena ketahuan menulis puisi)

Universitas Sumatera Utara Pink pada saat mata pelajaran berhitung luas bidang tanah kedapatan oleh gurunya di kelas sedang menulis puisi. Guru pink berkata sarkas ―apa yang kau perbuat disini, nak?‖, ―oh, tulisan cakar ayam?, kode rahasia?‖ kemudian semua murid menertawakannya. Guru pink membuat dirinya merasa tersudut di dalam kelas kemudian memukul tangan Pink untuk fokus mengikuti pembelajaran. Seketika pink membayangkan alasan dibalik gurunya yang kejam pada dirinya.

(Gambar 8. Guru Pink pada saat makan dengan istrinya di rumah dan istrinya menyuruhnya meminum obat)

Pink merasa kekejaman yang didapatinya pada saat sekolah karena gurunya juga mendapat hal yang serupa pada saat di rumah. Hal inilah yang kemudian disalurkan padanya. Fenomena ini memberi gejolak pada pink untuk melakukan pemberontakan terhadap sekolahnya. Alasan pink melakukan pemberontakan pada sekolah karena dia mendapatinya gurunya yang kejam dan tidak memberikannya ruang untuk mengembangkan minatnya pada halnya yang lain.

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 9. Siswa sekolah berwajah babi berbaris seperti ternak yang siap diolah) 3.2.2 Adolesen (12 – 20 tahun) Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Bagi

Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan seksual, tetapi karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang. Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika remaja berjuang untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan. Memilih dan memiliki idiologi akan memberi pola umum kehidupan diri, bagaimana berpakaian, pilihan musik dan buku bacaan, dan pengaturan waktu sehari-hari.

Pada tahapan ini Pink menemukan dirinya berkecamuk dengan apa yang dialaminya. Pink merasa harus meruntuhkan tembok di sekitarnya untuk membuat dirinya merasa terbebas dari belenggu yang mengelilingi dirinya. Pink suda menemukan suatu visi yang membentuk psikologinya. Visi Pink digambarkan pada film ini dengan memberontak sekolah sebagai bentuk ekspresinya terkekang terhadap

Universitas Sumatera Utara pendidikan yang dialaminya. Pink juga merasa semua yang bersekolah harus berpikir sama dengan dirinya. Hal ini digambarkan pada tahapan berikutnya.

(Gambar 10. Pink menggambarkan dirinya terbebas dari belenggu sistem pendidikan di sekolah yang dialaminya)

(Gambar 11. Pink bersama teman-temannya menghancurkan isi sekolah)

3.2. 3 Dewasa Awal (20 – 30 tahun) Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh dewasa-awal.

Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan (genitality). Keakraban

(intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu. Cinta adalah kesetiaan yang

Universitas Sumatera Utara masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Cinta selain di samping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena masing- masing partner tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta, mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.

Pada tahapan ini pink mengalami peristiwa cinta dengan pasangannya. Pink beranggapan bahwa dia memiliki kesetaiaan dengan pacarnya. Namun, di tengah perjalanannya Pink mendapati pacarnya berselingkuh dengan seorang pria yang digambarkan sebagai seorang aktivis. Pada kisah ini Pink menyukai pacarnya sudah dari masa ia kecil.

(Gambar 12. Pink bersama pacarnya)

Momen di atas merupakan saat pink akan mencium pacarnya. Momen ini menggambarkan cinta pink kepada pacarnya.

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 13. Pink menelepon pacarnya)

Momen Pink menelepon pacarnya melalui telepon umum. Pink mendapati balasan dari server telepon bahwa yang mengangkat bukanlah seorang perempuan tetapi suara lelaki. Seketika Pink jatuh mendengar balasaan dari server tersebut.

Kesedihan Pink atas cinta dimulai dari momen ini. Pada momen inilah Pink merasakan kesedihan mendalam karena kehilangan kekasihnya.

(Gambar 14. Pacar Pink berselingkuh dengan kekasihnya) Momen ini merupakan kelanjutan momen sebelumnya dimana pink mendapati pacarnya berselingkuh.

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 15. Ilustrasi perselingkuhan pacar Pink)

Ilustrasi ini dibuat oleh Gerald Scarfe untuk menggambarkan bagaimana perasaan pink saat mengetahui pacarnya berselingkuh. Ilustrasi ini mampu menggambarkan perasaan Pink kepada penonton cukup nyata. Pada ilustrasi ini digambarkan bagaimana alur perselingkuhan pacar Pink sampai dengan perasaan pink yang semakin mencekam.

(Gambar 16. Wanita yang menggoda Pink) Pada saat menggelar konser seorang wanita masuk ke dalam kamar Pink dan menggoda Pink. Pink tidak memiliki reaksi apapun ketika berhadapan dengan wanit aini. Pink hanya menatap layar tv dan terpaku di depannya. Sang wanita bingung dengan keadaan Pink yang tidak bereaksi apapun dengannya. Pink melihat acara tv yang menampilkan iklan yang mengajak pemuda untuk bergabung ke dalam misi

Universitas Sumatera Utara militer untuk kedamaian dunia yang dilakukan oleh Inggris. Keadaan ini disebabkan karena Pink telah merasa tidak percaya dengan perempuan. Wanita ini tertarik dengan pink disebabkan Pink merupakan bintang musik terkenal.

Pink terkesan kesal dengan pemberitaan dan iklan di tv yang berkaitan dengan militer. Fenomen ini berkaitan dengan apa yang dialami Pink pada masa kecilnya yang mengalami kehilangan kasih sayang seorang ayah yang meninggal karena perang. Pink beranggapan bahwa militer merupakan hal yang buruk bagi dirinya.

(Gambar 17. Pink menendang televisinya)

Pink menendang televisinya pada saat ia mendengar pemberitaan tentang ajakan untuk masuk ke dalam militer. Seketika dia mengingat kisah ayahnya.

Kemudian pink menghancurkan seluruh isi kamarnya karena kesal dengan masa lalunya. Pink mengobrak abrik kamarnya saat wanita yang menggodanya masih di dalam kamarnya. Wanita tersebut menganggap Pink sebagai orang gila. Pink dengan kemarahan yang luar biasa benar-benar menghancurkan seluruh isi rumahnya.

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 18. Pink melempar televisinya keluar)

Pink melemparkan televisinya keluar jendela ketika iklannya mengajak penonton untuk masuk ke dalam militer. Pink tampak kesal pada momen ini. Pink berkata ―next time, fuckers”. Momen ini disertai dengan Pink yang berpengan pada jendela dengan kaca yang tajam dan melukai tangan Pink. Momen ini dijadikan klimaks atas protes pink terhadap militer dengan alasan kehidupan masa kecilnya.

Peristiwa ini menjadi bagian yang membangun tembok yang ingin dihancurkan oleh

Pink.

(Gambar 19. Pink memeluk tembok)

Universitas Sumatera Utara Pada momen ini pink memeluk tembok dan berharap ada yang menolongnya dari luar tembok. Tembok yang dipeluk Pink merupakan penggambaran segala masalah yang dihadapi Pink dari kecil hingga usianya yang dewasa. Pink merasa dia harus meruntuhkan tembok tersebut.

Pink yang telah dewasa mulai berpikir bagaimana mengahncurkan tembok yang dihadapinya. Ini merupakan klimaks dari film ini karena fenomen yang dihadapi Pink digambarkan menjadi tembok yang menghalangi dirinya.

(Gambar 20. Pink mencukur semua bulunya)

Hal ini dilakukan Pink sebagai bentuk ketidaksepakatannya terhadap apa yang dialaminya. Pink beranggapan bahwa dia telah menemukan jati dirinya dan memiliki karakter yang berbeda. Pink dengan segala frustrasinya menjelma menjadi seorang pemimpin yang mengajak pengikutnya untuk menghentikan apa yang dialaminya agar tak dialami oleh bocah lainnya.

Pada tahap ini pink digambarkan sebagai seorang dewasa yang berkarakter dan mampu mengontrol emosinya. Pada fase inilah terlihat perubahan sikap pink memasuki tahap dewasa.

Universitas Sumatera Utara 3.2.4 Dewasa (30 – 65 tahun) Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat. Kualitas sintonik tahap dewasa adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru, serta produk dan ide baru. Kepedulian adalah perluasan komitmen untuk merawat orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan perhatian. Kepedulian membutuhkan semua kekuatan dasar ego sebelumnya sebagai kekuatan dasar orang dewasa. Generasional adalah interaksi antara orang dewasa dengan generasi penerusnya bisa berupa pemberian hadiah atau sanjungan, sedangkan otoritisme mengandung pemaksaan. Orang dewasa dengan kekuatan dan kekuasaannya memaksa aturan, moral, dan kemauan pribadi dalam interaksi.

Pada fase ini Pink digambarkan sebagai seorang pemimpin yang memimpin pasukannya untuk menghentikan peristiwa yang dialaminya agar tak di alami oleh generasi berikutnya. Pink memanfaatkan posisinya sebagai seorang bintang musik terkenal untuk mengampanyekan apa yang menjadi kemauannya. Pink digambarkan sebagai seorang pemimpin yang memiliki pasukan yang menajalankan perintahnya.

Tujuan Pink hanyalah menghancurkan tembok yang selama ini meliputinya dan kemudian agar tak dialami oleh generasi berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 21. Pink berpidato di depan pengikutnya) Penggambaran Pink sebagai seorang pemimpin yang memiliki tujuan untuk menghancurkan tembok yang ada. Pink menggambarkan dirinya sebagai bintang musik terkenal sebagai seorang pemimpin yang memimpin pasukan untuk misi kemanusiaan. Pada momen ini pink menyampaikan kepada pengikutnya tentang kepedihannya terhadap dunia militer, percintaannya, dan kehidupannya bermusik.

Pink sempat mengalami peristiwa yang cukup menyedihkan sebagai seorang bintang musik yang terkenal. Pada saat Pink pingsan sebelum memulai konser, manajernya menyuruh dokter yang menangani memberikan obat penambah stamina agar Pink dapat melanjutkan pertunjukannya. Momen inilah yang membuat pink merasa semakin marah dan menyatakan bahwa manajernya hanya butuh uang dari hasil manggungnya.

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 22. Pink menjadi seorang pemimpin dan mendapati seorang yang tidak sepemahaman dengannya)

(Gambar 23. Gambar tembok hancur sebagai simbol kebebasan dan perlawanan Pink)

(Gambar 24. Anak kecil yang mengutip puing reruntuhan tembok yang hancur)

Universitas Sumatera Utara Momen ini menunjukkan berakhirnya masa kelam yang dialami oleh Pink juga berakhirnya perang yang selama ini ditentang Pink. Anak kecil ini digambarkan sebagai generasi penerus yang melanjutkan kehiudpan berikutnya.

Universitas Sumatera Utara BAB IV

INTERPRETASI INFORMAN TERHADAP KEPRIBADIAN TOKOH PINK PADA FILM PINK FLOYD – THE WALL (1982)

4.1 Profil Informan

Pada bagian ini merupakan pemaparan tentang profil para informan yang penulis rangkum. Profil ini didapatkan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis selama penelitian. Pemaparan ini berfungsi sebagai referensi untuk menjelaskan bagaimana latar belakang informan.

4.1.1 Informan I : Robby Dwi Hermawan Robby merupakam seorang mahasiswa semester 7 yang berkuliah di Fakultas

Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Robby berkuliah di deprtemen

Sosiologi. Robby tinggal di Jalan A.H Nasution sekitaran kampus STMIK Tri Guna

Dharma. Usia Robby tidak terpaut jauh dengan saya. Robby berusia 21 tahun pada saat wawancara. Saya mengenal Robby pertama kali saat beliau mengikuti kegiatan sebuah organisasi mahasiswa keagamaan.

Keseharian beliau aktif di dunia perkuliahan juga organisasi. Robby merupakan pengurus organisasi Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU dengan menjabat sebagai ketua bidang Kewirausahaan Pengembangan Profesi yang disingkat KPP. Keseharian Robby sebagai mahasiswa sekaligus aktivis di ekspreikannya dalam fashion dengan rambut gondrong dan celana koyak. Robby aktif membuat kegiatan yang berkaitan dengan seni. Beberapa waktu setelah saya wawancara Robby membuat konser kecil-kecil di sekretariat organisasinya. Latar belakang Robby yang seperti itu membuat saya yakin bahwa beliau memiliki sebuah pandangan yang cukup menarik dengan film yang sedang teliti.

Universitas Sumatera Utara Robby bercerita bahwa dirinya tidak pernah mengenal Pink Floyd sebelumnya dan dia baru mengetahui dari saya. Robby menyukai musik dengan genre metal ataupun hardcore. Robby juga bercerita bahwa dia menyukai band lokal

Indonesia bernama Seringai. Robby juga bercerita tentang alasannya yang menyukai musik grup band tersebut. Alasan lirik menjadi hal utama kecintaannya terhadap grup band tersebut.

Saya menceritakan latar belakang film ini dan juga sekelompok orang dibaliknya. Saya memulai cerita dari sejarah grup band ini juga alasan kenapa film ini dibuat. Robby tertarik dengan apa yang saya sampaikan. Beliau cukup antusias mendengarkan apa yang saya ceritakan. Saya sedikit memberikan ulasan mengenai lirik yang terdapat dalam album The Wall untuk dijadikannya sebagai referensi ketika menonton film ini.

Setelah momen di atas saya meminta Robby untuk menonton film juga meminta kesediaanya untuk diwawancarai mengenai film tersebut. Nonton film pun dimulai. Ada beberapa scene yang buat Robby tertarik. Nah, pada isi wawancara saya tampilkan beberapa bagian yang menjadi pembahasan kami.

Ketertarikan Robby pada bagian film yaitu pada saat bagian pertama yang memunvulkan Pink yang duduk di depan tv sambil merokok. Beliau pun mengajukan pertanyaa.

“Kenapa filmnya di awal menampilkan seorang pemuda duduk di kursi sambil merokok?” ujar Robby. Saya menjawab dengan ringkas bahwa ―pria tersebut merupakan pink yang nantinya pada bagian berikutnya akan ditampilkan seluruh kisah hidupnya sampai pada saat pink duduk di kursi itu‖

Universitas Sumatera Utara Sambil mengangguk beliau pun melanjutkan filmnya. Pada bagian ini beliau menyukai tampilan Pink sebagai seorang musisi yang menarik. Robby pun berpendapat pada saat momen ayah Pink diceritakan mati pada saat perang. Beliau berpendapat

―perang ini seharusnya tidak terjadi. Perang hanya akan memberikan kerugian yang besar pada kedua belah pihak. Yang jadi lebih parah lagi adalah korban jiwa. Para pembuat keputusan tidak berpikir bahwa nyawa yang gugur tidak akan bisa dikembalikan lagi. Coba lihat tokoh pink pada film ini. Pink pasti merasakan kesepian dalam hidupnya dan kehilangan sosok ayah dalam hidupnya. Padahal sosok ayah sangat dibutuhkan pada perkembangan anak pada umur sepertinya.” Robby juga berpendapat bahwa film ini merupakan bagian dari suara rakyat yang menolak adanya perang terjadi. Beliau berkata bahwa kehidupan di dunia akan damai adanya apabila tidak ada perang di dalamnya.

Setelah menonton film beliau pun bercerita kehidupannya sehari-hari. Beliau bercerita tentang keluh kesahnya selama berkuliah. Beliau bercerita mengenai kegiatannya yang sering begadang sampai larut pagi hanya untuk berdiskusi. Diskusi beliau bertemakan perjuangan mahasiswa, buruh, dan petani. Hal ini cukup menarik perhatian saya sehingga kami pun berdiskusi juga sampai larut malam. Saya menanyakan beberapa hal tentang isu-isu kekinian yang pada negara ini. Beliau sangat antusias menjawabnya sampai-sampai menggunakan bahasa tangan menunjukkan khidmatnya beliau bercerita.

Robby mengatakan bahwa seorang anak yang mengalami kekangan dari orang tua hanya menjadi anak tersebut menjadi seorang yang takut akan kenyataannya. Robby juga berpendapat tentang kehidupan dewasa Pink. Robby menyatakan bahwa apa yang dialami oleh Pink merupakan bentuk dari apa yang

Universitas Sumatera Utara dialaminya semasa kecil ditambah lagi dengan manajernya ataupun tuntutan pekerjaannya yang menuntutnya harus bekerja keras. Pink hanya ingin menjadi manusia yang terbebas dari semua tuntutan yang ada. Tokoh Pink cukup menginspirasi karena dalam posisi tertekan Pink tidak membutuhkan obat-obatan atau narkoba untuk menenangkan dirinya yang sedang galau. Hal ini sangat patut untuk dicontoh kawula muda yang masih menggunakan narkoba. Robby mengatakan bahwa yang perlu mereka lakukan adalah menghadapi kenyataan yang di hadapinya.

4.1.1 Informan II : Dina Sakinah Puteri

Dina merupakan mahasiswa departemen ilmu komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Dina masuk pada angkatan atau stambuk 2015. Saat ini Dina sednga menjalani kuliah semester 7. Dina aktif pada kegiatan kemahasiswaan seperti Imajinasi dan organisasi kemahasisswan lainnya seperti Himpunan Mahasiswa Islam. Dina merupakan seorang wanita yang berlatarbelakang suku aceh. Beliau bertempat tinggal di daerah sunggal.

Perkenalan dengan Dina pada saat saya masih aktif di kegiatan HMI

Komisariat FISIP USU. Dina yang kala itu junior saya juga aktif dalam berkegiatan di HMI. Saat ini beliau sedang menajabat di Ikatan Mahasiswa Jurusan Ilmu

Komunikasi di bidang Litbang dan juga menjabat sebagai wakil sekeretaris umum yang diperbantukan pada bidang pembinaan anggota di Himpunan Mahasiswa Islam

Komisariat FISIP USU. Dina memiliki keseharian sebgai mahasiswa yang aktif berorganisasi juga tak menghalanginya berkuliah. Hal ini diceritakannya pada saat saya melakukan pengembangan rapport dengannya. Dina pun menceritakan bagaimana kegiatannya di organisasi yang dijalanina. Dina bercerita dengan penuh antusias. Dina bercerita bagaimana proses beliau selama di organisasi.

Universitas Sumatera Utara Saya melakukan wawancara dengan Dina di kafe yang sebelumnya sudah saya minta juga kesediaanya untuk menjadi informan pada penelitian saya. Saya menceritakan latar belakang film ini dan juga sekelompok orang dibaliknya. Saya memulai cerita dari sejarah grup band ini juga alasan kenapa film ini dibuat. Dian tertarik dengan apa yang saya sampaikan. Beliau cukup antusias mendengarkan apa yang saya ceritakan. Saya sedikit memberikan ulasan mengenai lirik yang terdapat dalam album The Wall untuk dijadikannya sebagai referensi ketika menonton film ini.

Saya menceritakan bagaimana saya tertarik dengan salah satu grup band ini.

Cerita pun berlanjut sampai saya juga menceritakan simpati saya terhadap tokoh yang ada di dalamnya. Nah, pada saat saya bercerita seperti itu Dina menyambut dengan mengkrenyitkan dahi sambil berkata ―menarik juga kisahnya, jadi gak sabaran saya menontonnya‖.

Film ini kemudian di tonton oleh Dina. Kemampuan Dina pada bahasa

Inggris membuatnya mencerna film ini dengan mudah. Film ini cukup banyak menggunakan teks berbahasa Inggris. Dina pun dengan gampang memahami filmnya. Hal ini sangat memudahkan saya untuk bercerita tentang film nantinya pada saat wawancara. Pemutaran film pun dimulai dibarengi dengan antusiasnya Dina menonton film ini. Ada kemiripan ketertarikan antara informan ini dengan informan sebelumnya. Beliau juga tertarik dengan bagian awal film ini yang mana menampilka seorang Pink yang duduk terdiam sambil mengapit rokoknya di depan tv.

Pada bagian ilustrasi perselingkuhan antara pacar pink dengan selingkuhannya Dina merasa sedikit jijik. Saya sempat bertanya kepadanya mengapa

Universitas Sumatera Utara demikian. Dina menjawab bahwa itu cukup menjijikkan karena bertentangan dengan agama yang diyakini olehnya. Saya lanjutkan dengan pertanyaan yang cukup mendalam namun Dina menolak untuk menjawabnya. Saya pun tak melanjutkannya.

Berlanjut pada bagian berikutnya yaitu pada saat Pink menggaruk tembok sebagai gambaran dirinya yang ingin lepas dari permasalahan. Dina merasa bahwa kejadian ini sangat memilukan. Pink yang berjuang untuk hidupnya dan harus terbebas dari permasalahannya. Dina berpendapat bahwa

―pink menceritakan bagaimana seorang anak yang ingin lepas dari masalahanya. Namun, tembok besar ini menghalanginya. Dengan kesungguhan hati pink mampu menghacurkan tembok ini. Pink adalah sosok yang perlu dicontoh untuk anak muda saat ini” Beliau pun bercerita tentang pentingnya film ini ditonton guna memberi semangat kepada kaum muda. Dina berasumsi bahwa anak muda kebanyakan mengalami seperti yang dialami oleh Pink. Maka dari itu, kita sebagai anak muda perlu untuk menontonnya agar tahu bagaimana cara seseorang lepas dari permasalahannya.

Setelah wawancara berlangsung kami pun bergegas untuk pulang. Dina menyarankan temannya untuk menjadi informan saya berikutnya. Beliau pun menyarankan temannya yang bernama Abdul Wahid seorang mahasiswa Antropologi

Sosial stambuk 2015. Saya mengenal informan yang disebutkan dina ini. Tak menunggu lama saya meminta beliau untuk menghubungkan saya ke informan tersebut. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada beliau atas bantuannya.

4.1.3 Informan III : Abdul Wahid

Informan berikutnya dalah Abdul Wahid. Wahid demikiannya pangilannya oleh teman-teman kuliah. Wahid seperti yang saya ceritakan sebelumnya, beliau

Universitas Sumatera Utara merupakan teman dari Dina Sakinah Puteri yang menjadi informan saya sebelumnya.

Wahid merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara yang terdaftar sebagai mahasiswa stambuk 2015. Latar belakang

Wahid sebagai mahasiswa Antropologi membantu saya untuk lebih mudah bercerita tentang penelitian saya. Perkenalan saya dengannya tidak jauh berbeda dengan informan sebelumnya. Saya mengenalnya semasa saya menjadi pengurus Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP USU. Wahid aktif dalam berkegiatan di

HMI yang membuat kami saya mengenal dirinya. Wahid yang saat ini menduduki semester 7 memeiliki pengetahuan yang cukup mumpuni untuk dijadikan informan.

Wahid merupakan mahasiswa penerima Bidikmisi atau Bantuan Pendidikan

Mahasiswa Miskin yang diberikan oleh pemerintah. Beliau memenuhi kebutuhan hidupnya selama di kota Medan dari beasiswa yang diberikan oleh pemerintah.

Beliau bertempat tinggal di daerah Polonia Medan. Namun, saya sering menemuinya di sekretariat HMI FISIP USU yang berada di Jl. Intisari, Medan Sunggal, Medan.

Saya menghubungi Wahid setelah saya melakukan wawancara dengan Dina.

Beliau bersedia menjadi informan saya setelah saya memintanya dan mengatur waktu yang tepat untuk dilakukan wawancara. Kita pun bersepakat untuk bertemu setelah maghrib guna melakukan wawancara. Saya melakukan wawancara di sebuah cafe di daerah Medan yang berdekatan juga dengan sekeretariat HMI FISIP USU.

Saya menggunakan laptop saya sebagai media untuk menonton film yang akan di tonton. Selain itu, saya juga sudah menyiapkan headset agar menonton filmnya lebih menarik. Wahid pun menonton film yang menjadi baha penelitian saya.

Universitas Sumatera Utara Ada beberapa bagian film yang menjadi minat ketertarikan wahid. Beliau tertarik pada momen dimana Pink digambarkan memimpin sebuah pasukan. Wahid berpendapat :

“pada bagian ini saya sanagat menyukainya. Ini menggambarkan bagaimana seseorang mengajak orang di sekelilingnya untuk bergerak aktif melawan ketakutannya. Ini menampilkan Pink sebagai sosok yang kuat dan mampu membalikkan keadaan. Sosok ini menggambarkan Pink sebagai seorang pemimpin. Keknya film ini cocok untuk ditonton oleh pemuda masa kini” Pendapat beliau menggambarkan bagaimana sosok Pink dalam film ini.

Wahid sangat tertarik dengan film ini dan merasa empati. Hal ini seperti yang diucapkannya

“film ini menginspirasi dan saya merasa sangat empati terhadap sosok Pink dalam film ini” Wahid pun bercerita tentang dirinya yang juga sebagai aktivis HMI merasa apa yang diperbuatnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh sosok

Pink. Hal inilah yang mendasari beliau menjadi tertarik dengan apa yang diperbuat oleh Pink. Kemudian Wahid juga berkomentar mengenai kisah sedih yang dialami pink semasa kanak-kanak. Wahid berpendapat bahwa seharusnya perang tidak perlu dilakukan karena ini menyebabkan anak-anak harus kehilangan kasih sayang dari seorang ayah kandungnya. Wahid berpendapat bahwa pendidikan dalam keluarga perlu adanya peran lelaki yang ini digambarkan dalam sosok ayah.

Wahid mengaitkan kisah yang ada di film ini dengan apa yang dialaminya.

Beliau bercerita bahwa terkadang kita hidup di dunia ini mengalami hal yang serupa seperti yang di alami Pink. Contoh konkritnya adalah bagaimana ibu kita selalu memaksakan apa yang kita inginkan. Bahkan, keluarga kita juga ikut untuk menentuka hal yang harus kita jalani. Hal ini menjadikan seorang anak tidak berani

Universitas Sumatera Utara untuk membuat suatu keputusan atau tidak berani menghadapi kenyataan. Bagi

Wahid anak-anak harus diberikan kemandirian berpikir dan orang tua hanya memberikan pertimbangan atas apa yang akan dilakukannya.

4.2 Karakteristik Film

Menurut Rabiger (2009:8) setiap film bersifat menarik dan menghibur, serta membuat para audiens berpikir. Setiap hasil karya yang ada bersifat unik dan menarik sehingga ada banyak cara yang dapat digunakan dalam suatu film untuk menyampaikan ide-ide tentang dunia nyata. Perpaduan antara realitas sosial dan rekonstruksi realitas yang dibuat oleh industri film menjadikan film sebagai sarana yang unik untuk memahami kondisi sebenarnya dalam masyarakat. Sebagai refleksi realitas sosial, film sering kali menjadi tolok ukur gambaran peristiwa yang terjadi dalam masyarakat pada suatu waktu. Sebuah film memiliki karakteristik sebagai berikut.

 Film menggunakan unsur gambar sebagai sarana utama untuk menyampaikan

informasi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam sejarahnya film

adalah kesinambungan dari fotografi. Pada mulanya film masih bisu, baru

kemudian unsur suara melengkapi unsur gambar. Gambar dan suara,

keduanya secara bersama – sama menceritakan sebuah cerita kepada

penonton. Keduanya mengandung apa yang dinamakan ekspresi. Bertutur

cerita menggunakan media film adalah bagaimana kita bertutur secara visual.

Dengan demikian, apabila kita ingin menuturkan cerita melalui film, maka

kita harus berpikir visual. Artinya, berfikir bagaimana suatu informasi akan

disampaikan dalam bentuk gambar.

Universitas Sumatera Utara  Film memiliki keterbatasan waktu. Pengarang novel, misalnya bisa

menentukan sendiri kapan mengakhiri novelnya. Tetapi film memiliki

panjang tertentu, antara 80 sampai 120 menit, atau bahkan bila kita

menentukan waktu 3 jam sekali pun maka batasan waktu telah kita tetapkan.

 Film mengalir dalam waktu. Pembaca novel jika lelah bisa berhenti sejenak

pada suatu halaman tertentu untuk istirahat dan dapat meneruskan

membacanya dilain waktu. Pembaca novel juga bisa mengulang membaca

bagian-bagian tertentu yang mungkin sulit difahaminya. Tetapi penonton film

tidak bisa melakukan hal itu karena film mengalir dalam waktu, penonton

tidak bisa berhenti atau memutar ulang bagian – bagian tertentu dalam film

untuk memahami bagian – bagian yang sulit dicerna.

Hal tentang karakteristik film juga diungkapkan oleh para informan. Informan mengatakan bahwa film durasinya lebih singkat dibandingkan dengan sinetron, cerita dalam film kadang susah ditebak dan membuat penonton berpikir.

”...film mengisahkan cerita secara general dan tidak menceritakan secara detail waktu ke waktunya. Berbeda halnya dengan sinetron yang menceritakan detail waktu perh harinya. Begitu juga akhir dari kisah film. Akhir kisah film sesuai denganapa yang terjadi di awal. Kalau sinetron kan kadang susah di tebak akhir ceritanya, terus ceritanya juga gak jelas”. (Informan: Robby)

“...Menonton film memang butuh konsentrasi juga karena kita gak bisa melewatkan beberapa bagian pada film. Ketika kita ketinggalan beberapa bagian maka kita akan sulit memahami cerita berikutnya. (Informan: Dina)

―...Saya sangat suka menonton film terutama film seperti ini lebih realistis aja. Gak mengawang-awang ceritanya.”. (Informan: Wahid)

Universitas Sumatera Utara Pemahaman informan yang berpendidikan sebagai mahasiswa maupun yang berpendidikan lebih tinggi mengenai karakteristik sebuah film menunjukkan pendapat yang hampir sama. Berdasarkan hasil wawancara, karakteristik film yang paling di gemari penonton adalah yang dapat membuat penonton ikut hanyut ke dalam cerita film. Salah satu faktor pendukungnya adalah tema cerita, akting para aktor yang terlibat serta bagaimana efek-efek gambar yang realistis.

4.2.1 Ciri Khas Film Pink Floyd – The Wall (1982)

Film adalah media komunikasi sosial yang terbentuk dari penggabungan dua indra yaitu pendengaran dan penglihatan yang mempunayi tema cerita yang banyak mengungkapkan realitas sosial yang terjadi di sekitar lingkungantempat dimana film tersebut tumbuh. Unsur film dalam mengembangkan pesan memiliki kelebihan dalam menjangkau banyak orang dengan waktu yang cepat dan serentak, serta kemampuannya memanipulasi kenyataan yang tampak dalam pesan fotografis tanpa kehilangan kredibilitasnya.15 Berdasarkan sifatnya, film dapat dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut.

a. Film Cerita Film ini menyajikan kepada publik ide-ide cerita yang mengandung

unsur yang dapat menyentuh perasaan penonton. Yang ditekankan dalam film

cerita yaitu ide-ide pemikiran si pembut film di kemas dengan sedemikian rupa

agar melahirkan suatu bayangan atau rekaan dari realitas di kehidupan nyata.

Pesan dalam film cerita mengandung bahasa membujuk. Pada umumnya film

cerita itu bertema drama keluarga, komedi, ataupun horor.

b. Film Berita

15 Dennis MC.Quail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi ke 2 (Penerbit Erlangga,1987), h. 15

Universitas Sumatera Utara Adalah film mengenai fakta atau peristiwa yang benar-benar terjadi. Film

berita memfokuskan pada segi pemberitaan dan kejadian aktual seperti

dokumntasi perang maupun upacara kenegaraan.16

c. Film Dokumenter Adalah film mengenai kenyataan. Bedanya dengan film berita yaitu film dokumnter mengandung fakta juga subjektivitas si pembuat film. Subjektivitas disini adalah sikap dan opini si pembuat film terhadap peritiwa tersebut. Artunya, film dokumenter adalah proses penafsiran tas kenyataan yang dibuat oleh si pembuat film.17

d. Film Kartun Film yang berasal dari lukisan para seniman. Disebut juga film animasi yang dibuat seolah-olah hidup.18 Contohnya, film yang di produksi oleh Disney.

Berdasarkan sifatnya, film pink floyd – the wall (1982) termasuk ke dalam film cerita yang bertema drama karena dalam film ini si pembuat film menyajikan gambaran atau bayangan persoalan kehidupan seorang anak yang ditinggal mati ayahnya akibat perang dari realitas di kehidupan nyata. Informan juga memberikan pendapatnya tentang ciri khas dari film pink floyd – the wall (1982) ini.

“kalau saya perhatikan film memiliki ciri utama yaitu kisah nyata yang dihadapi oleh seorang Pink. Namun, ada beberapa babak yang menjadikan film ini menjadi sangat khas. Pertama, pada kisah kecil pink mulai dari di tinggal ayahnya perang lalu kehilangan ayahnya. Pada saat itu juga pink harus menerima kenyataan bahwa ibunya memilihkan segalanya baginya

16 Sumarsono, Dasar-Dasar Apresiasi Film, (Jakarta: PT Grasindo, 1996) h. 13 17 Ibid hal. 14 18 Onang Uchjayana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2003), h. 216

Universitas Sumatera Utara termasuk wanita untuk hidupnya. Kedua, masa Pink menjadi seorang rockstar. Pink menghadai tekanan oleh manajernya yang menuntutnya untuk harus terus tampil tanpa menghiraukan kondisi yang dialaminya. Ketiga adalah masa ketika Pink mendapati pacarnya selingkuh. Ketiga babak inilah yang menjadikan ciri khas film ini semakin kuat. Saya rasa film ini tidak muncul ciri khasnya kalau ketiga babak ini tidak diceritakan” (Informan: Robby)

“ceritanya tentang seorang anak yang kehilangan ayahnya semasa perang yang kemudian membentuk kepribadiannya menjadi seperti brokenhome. Pink merupakan sosok dari kenyataan yang dihadapi oleh seorang anak yang harus kehilangan ayahnya karena perang. Selain itu, latar belakang pink membentuk dirinya menjadi memberontak di sekolah. Sosok pink saya rasa juga akan menginspirasi anak yang kehilangan ayahnya untuk terus berjuang. Namun, pink tidak menceritakannya seperti film motivasi lainnya yang secara khusus menceritakan kisah pink yang bangkit dari keterpurukan. Kisahnya diceritakan dari sisi kehancurannya dan tidak banyak mengungkapkan kisahnya yang berhasil keluar dari keterpurukannya atau suksesnya tersirat begitulah.” (Informan: Dina)

”Filmnya sangat khas tentang karakter seorang anak yang mampu bangkit dari keterpurukan walaupun kisah akhir bangkitnya beliau tidak digambarkan secara nyata namun hanya sebagai metaforis atau penggambaran melalui bentuk yang lain. (Informan: Wahid)

Saya tidak melihat perbedaan pandangan mengenai ciri khas film ini. Mereka bertiga bercerita tentang kisah masa kecil Pink, masa dewasa Pink dengan berbagai kehidupannya. Ketiga informan tampaknya sepakat bahwa film ini menceritakan bagaiman perkembangan psikologi seseorang mulai dari kecil, ke dewasa sampai ia bangkit dari keterpurukannya. Mereka juga bersepakat bahwa film ini merupakan film yang memotivasi namun bentuk motivasinya hanya metaforis.

4.2.2 Karakter Tokoh dalam Film Pink Floyd – The Wall (1982)

Salah satu hal yang paling penting dalam sebuah film adalah karakter tokoh yang diperankan oleh aktornya. Percuma saja efek gambar dan suara sudah sangat

Universitas Sumatera Utara bagus tetapi karakter tokoh tidak dibangun dengan baik. Film akan terasa tidak hidup karena karakter tokoh inilah yang akan membangun sebuah cerita melalui peran yang dimainkan oleh para aktor film. Dalam film Pink Floyd – The Wall (1982) tokoh utama adalah Pink. Dia lah aktor utama yang di dalam film bercerita tentang permasalahan Hidupnya mulai dari dia kecil hingga dewasa. Perjalanannya dalam menjalani masa tersebutlah yang menunjukkan bagaimana karakternya. Pendapat tentang karakter tokoh ini juga menjadi perhatian para informan.

―...yang paling membuat saya empati adalah sosoknya yang menjalani masa kecilnya yang terbilang suram, kemudian semasa dewasa dia masih juga terkekang hidupnya sampai pada dia mendapati pacarnya yang berselingkuh. Karakter tokoh yang saya pikir hebat ini cukup layak dijadikan referensi dalam kehidupan. Saya paling suka momen-momen dimana Pink berani menetang sekolah yang sudah melakukan intimidasi kepadanya. (Informan: Robby)

”...Inilah dampak nyata dari adanya perang. Ada anak-anak yang harus dipikirkan sebagai manusia yang terkena dampak. Baik di kawasan perang maupun anak yang ayahnya berperang. Selain itu, dampaknya membentuk psikologi pink yang memberontak kepada sekolah. Namun, yang membuat saya sangat tertarik ketika Pink berhail menghancurkan temboknya (The Wall( yang digambarkan sebagai masalahnya (Informan: Dina)

”...Pink seperti seseorang yang mendapat kekuatan yang besar ketika mampu lepas dari belenggu masalahnya. Kesedihannya tamoak seperti nyata bagi saya. (Informan Wahid)

Karakter Pink mewakili bagaimana kenyataan seorang anak yang ditinggal mati ayahnya karena berperang. Pink mengisahkan kesedihan yang dialaminya.

Cukup nyata memang apa yang dialami Pink. Selain, itu kisah dibalik kesuksesan yang di dapati Pink menjadi rockstar namun menjadi tertekan karena harus terus tampil untuk memenuhi keinginan manajernya. Walaupun Pink sedang mengalami

Universitas Sumatera Utara kesakitan namuntak dihiraukan oleh manajernya. Kisah Pink yang diselingkuhi oleh pacarnya membuatnya suasana hatinya semakin keruh namun Pink berhasil bangkit dari semua yang dihadapi.

4.3 Interpretasi Informan terhadap Pink Floyd – The Wall (1982) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, interpretasi secara singkat dapat diartikan sebagai pemberian kesan, pendapat, tafsiran, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu hal atau objek. Interpretasi merupakan cara pandang yang bertumpu pada tujuan untuk memahami dan menjelaskan dunia sosial dari kacamata aktor yang terlibat di dalamnya, penjelasan mengenai makna, arti, kesan dan pendapat seseorang mengenai suatu objek dari hasil pemikirannya yang mendalam. Interpretasi terhadap suatu objek antara satu orang dengan orang lain bisa saja berbeda. Interpretasi ini sangat bergantung dari sudut pandang dan latar belakang orang yang menginterpretasikan. Namun, ini bisa menjadi hal yang sangat positif karena kita dapat melihat dan memahami suatu objek dari beberapa sudut pandang.

Perbedaan penafsiran ini juga terjadi pada informan yang penulis teliti dalam memahami kepribadian tokoh pada film Pink Floyd – The Wall (1982). Hal ini terjadi karena dalam memaknai suatu objek, para informan dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, cara mereka berinteraksi dengan seksama, agama dan budaya yang dianut sedari kecil.

4.3.1 Kepribadian Tokoh: Tokoh Pink Pada Usia Sekolah (6 – 12 tahun) Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar menjadi berkompeten. Memendam insting seksual sangat penting karena akan

Universitas Sumatera Utara membuat anak dapat memakai energinya untuk mempelajari teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya. Para informan memberikan tanggapannya mengenai fase ini.

“Pada usia ini pink mengalami beberapa hal yang perlu digarisbawahi. Pertama adalah Pink di bully oleh gurunya karena dia membuat puisi di tengah pelajaran yang bukan menulis puisi. Pink merasa tersudut karena teman-temannya menertawainya pada saat itu. Ini menjadikanny tak merasa nyaman di sekolah. Memang benar di posisi itu Pink salah namun tak seharusnya guru Pink melakukan sarkas padanya. Pada bagian ini saya merasa pembangunan karakter pink menjadi cacat di tambah lagi dengan apa yang dialaminya dengan teman sekolahnya. Akibat dari ketidakpercayaan dirinya Pink menemukan tikus sebagai temannya. Saya pikir ini suatu kesedihan dari Pink karena tidak bisa berteman dengan temannya. Pink melihat sekitarnya dipenuhi dengan pilihan orangtuanya. Ini yang membuatnya tidak menjadi bijaksana atau takut dalam mengambil keputusan. Namun, saya melihat bahwa pada masa usia seperti rasa ingin tahu seorang anak sangat tinggi dan ia sangat ingin bergaul dengan teman sebayanya.” (Informan: Robby)

“bagi saya pada usia 6-12 tahun merupakan tahapan seorang anak bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Seorang anak pasti akan memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Seorang anak akan mencontoh terlebih dahulu sebelum memahami makna perbuatan tersebut. Ditambah lagi dengan rasa ingintahu yang tinggi. Dalam tokoh Pink yang saya lihat adalah Pink mengimajinasikan tikus sebagai sahabat sejatinya. Kemudian Pink juga mempunyai teman bermain seusianya dan melakukan eksperimen dengan meledakkan peluru di rel kereta api. Inilah gambaran masa usia sekolah” (Informan: Dina)

“usia anak seperti ini memang masa-masanya untuk mencari tahu, mencontoh, dan berteman dengan teman sebaya. Hal ini ditunjukkan oleh Pink pada saat ia bersama-sama dengan temannya denga eksperimen meledakkan peluru di rel kereta api”. (Informan: Wahid)

Hasil wawancara ini menjelaskan kesepakatan bahwa para informan sepakat dengan apa yang dimaksud dengan usia sekolah. Mereka berpikiran bahwa pada masa usia sekolah seoranga anak akan bergaul dengan orang diluar keluarganya

Universitas Sumatera Utara seperti teman sekolah. Selain itu, mereka juga melalui tahapan rasa ingin tahu yang tinggi dengan mencontoh, tanpa memahami makna dari apa yang dibuatnya.

4.3.1 Kepribadian Tokoh : Adolesen (12 – 20 tahun) Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Bagi

Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan seksual, tetapi karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang. Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika remaja berjuang untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan. Memilih dan memiliki idiologi akan memberi pola umum kehidupan diri, bagaimana berpakaian, pilihan musik dan buku bacaan, dan pengaturan waktu sehari-hari. Para informan memberikan tanggapan terhadap fase ini.

“Pada fase ini seorang anak akan menentukan siapa dirinya. Berbeda debgan yang sebelumnya yang masih dalam proses being. Pada tahapan ini seorang manusia akan memiliki sikap dalam berpakaian, membaca buku yang ia senangi, memilih musik yang dia sukai, dan berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan apa yang ia senangi. Pada film ini pink sudah menemukan dirinya dengan menolak militer, dan menentang semua sistem yang dulu pernah mengekangnya” (Informan Robby)

“...dalam film ini pink menemukan dirinya yang sangat menentang militer. Dan hal itu sudah mendarah daging baginya. Kita bisa lihat pada bagian dia melempar tv keluar saat berita tentang militer”. (Informan Dina)

“....bagi saya film ini klimaksnya pada bagian Pink telah menemukan jati dirinya. Kita lihat bagaimana Pink memiliki sikap terhadap apa yang dialaminya dulu. Ini membuktikan pink yang sudah menetukan sikap

Universitas Sumatera Utara kemudian berhubungan dengan apa yang diyakininya benar” (Informan Wahid) Pandangan yang mereka berikan mengenai Pink memiliki banyak kesamaan.

Hal ini didasarkan pada latar belakang mereka sebagai seorang mahasiswa khusunya ilmu sosial. Adapun sikap yang paling mereka soroti pada tahapan ini adalah sikap

Pink pada fase yang menentang militer. Mereka berpendapat bahwa sikap Pink pada usia adolesen adalah menentang militer. Hal ini disebabkan karena Pink merasa kehilangan ayahnya karena perang.

4.3.2 Kepribadian Tokoh : Dewasa Awal (20 – 30 tahun) Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh dewasa-awal.

Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan (genitality). Keakraban

(intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu. Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Cinta selain di samping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena masing- masing partner tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta, mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.

Para informan berpendapat mengenai fase ini sebagai berikut :

“...kedekatan laki-laki dan perempuan pada usia seperti tidak lagi harus ada rasa ingin memiliki ataupun ketertarikan. Namun, sudah mengarah kepada berteman. Begitu juga kalo dia berpacaran. Pasti mereka akan menjaga hubungan mereka karena mereka sudah menyadari tentang arti kesetiaan. Nah, kalau di dalam film ini pink yang sudah menunjukkan kesetiannya pada kekasihnya namun pasangannya selingkuh. Ini menunjukkan bahwa si wanita tidak mendapati apa yang dia inginkan dari Pink” (Informan Robby) “...yang saya tahu pada usia seperti ini seorang manusia akan mengalami suatu kedekatan dengan seorang wanita atau sebaliknya. Nah, pada

Universitas Sumatera Utara kedekatan ini seorang laki-laki biasanya akan menjaga hubungannya berlaku sebaliknya. Apabila hubungan itu berkaitan dengan cinta maka pria rela mengejarnya dan mempertahankannya. Pada kisah Pink berbeda. Pink berusaha mempertahankan namun sang wanita memilih untuk dengan pria lain. Hal inikan menjadi gambaran bagaimana seorang pria sudah memiliki kesetiaan.”(Informan Dina)

“...pada usia seperti ini seorang manusia akan mengalami suatu kedekatan dengan lawan jenisnya. Nah, pada kedekatan ini seorang pria biasanya akan menjaga hubungannya berlaku sebaliknya. Apabila hubungan itu berkaitan dengan cinta maka pria rela mengejarnya dan mempertahankannya. Pada kisah Pink yang berusaha mempertahankan namun sang wanita memilih untuk dengan pria lain. Hal inikan menjadi gambaran bagaimana seorang pria ataupun wanita sudah memiliki kesetiaan. Pada dewasa muda inilah yang menunujukkan bagaimana hubungan itu berjalan”(Informan Wahid)

Pada fase ini para informan tidak memiliki pandangan yang cukup berbeda satu dengan yang lainnya. Mereka tampaknya meyoroti tentang kisah perselingkuhan yang dialami seorang Pink. Fenomena tersebut menunjukkan kesetiaan Pink terhadap wanita yang dicintainya termasuk dalam hal ini wanita yang dipilih dirinya sendiri.

4.3.3 Kepribadian Tokoh : Dewasa (30-60 Tahun) Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat. Kualitas sintonik tahap dewasa adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru, serta produk dan ide baru. Kepedulian adalah perluasan komitmen untuk merawat orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan perhatian. Kepedulian membutuhkan semua kekuatan dasar ego sebelumnya sebagai kekuatan dasar orang dewasa. Generasional adalah interaksi antara orang dewasa dengan generasi penerusnya bisa berupa pemberian hadiah atau sanjungan, sedangkan otoritisme

Universitas Sumatera Utara mengandung pemaksaan. Orang dewasa dengan kekuatan dan kekuasaannya memaksa aturan, moral, dan kemauan pribadi dalam interaksi.

Para informan memberikan pandangannya terhadap fase dewasa. Pada pandangan berikut terdapat pandangan yang berbeda.

“...dewasa bukanlah hanya terkait umur. Saya pikir seorang dewasa ditunjukkan dari kemampuannya atau sikapnya terhadap masyarakat. Kalau kita lihat pada film ini maka kita bisa melihat bagaimana Pink mampu memimpin dan melahirkan sesuatu. Inilah yang disebut dengan seorang pria dewasa” (Informan Robby)

Seperti yang dinyatakan oleh robby bahwa seorang manusia itu dewasa bukanlah dilihat dari umurnya atau fisiknya saja. Namun, kita dapat melihatnya dari tindakan yang diambilnya ketika dia menghadapi masalah, memimpin kelompok kecil maupun besar. Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh kedua informan berikut:

“...dewasa itu terlihat dari umur seseorang. Karena pada umur 30 ke atas mereka sudah bisa menetukan sikap dalam hidup mereka. Berdasarkan dengan proses yang mereka alami semasa hidup. Kalau kita lihat dari fisiknya film ini, pink berusia 30 tahun ke atas mampu memimpin pasukannnya atau mampu bertindak tanpa ada yang menyuruhnya” (Informan Dina)

“...seorang pria dikatakan dewasa terlihat dari umur mereka. Karena ini berkaitan dengan seks, sikap mereka, dan kepemimpinan mereka. Pada usia dewasa mereka sudah mengerti apa itu kehendak bebas atau freewill. Pink menunjukkannya pada film ini. Kita lihat bagaimana pink memimpin pasukannya: (Informan Wahid)

Pada pernyataan di atas yang disampaikan oleh Dina dan Wahid mereka sepakat bahwa dewasa itu dilihat juga dari umur mereka. Mereka beralasan bahwa

Universitas Sumatera Utara proses yang dijalani seseorang sampai pada usia 30 adalah proses yang membuat mereka menjadi dewasa. Kemudian, mereka bercerita bahwa seorang yang dewasa memiliki kehendak bebas pada dirinya.

4.3.4 Interpretasi informan terhadap pola asuh anak pada tokoh Pink pada film Pink Floyd – The Wall (1982) Proses interaksi anak dan ibu merupakan tahapan penting dalam kehidupan karena ibu memiliki peran sebagai pengenal nilai-nilai sosial dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat atau sebagai agen dalam proses sosialisasi. Pada tahapan ini informan memiliki perbedaan pandangan terhadap pola asuh anak yang dijalani oleh Pink.

“...Pink semasa kecilnya memang dipilihkan segalanya oleh ibunya. Namun, saya pikir ini juga menjadi sebuah proses untuk pink agar memahami apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Ibu Pink saya pikir adalah sosok ibu yang mengontrol Pink untuk memilih segalanya. Ini merupakan hal positif saya pikir. Karena Pink pada saat dewasa akan tahu memilih mana yang baik dan benar. Namun, ketika besar Pink menjadi seorang yang depresif. Saya pikir kenapa Pink menajdi seorang yang depresif dan takut memilih karena faktor beliau tidak memiliki ayah. Karena dia tidak memiliki orang yang patut dicontoh ketika dia dewasa” (Informan Robby) Robby berpendapat bahwa pola asuh yang dialami oleh seorang Pink adalah ibu memberikan contoh segalanya dan memilihkan segalanya agar nantinya sang anak tidak salah dalam menentukan pilihan. Pink yang menjadi orang yang takut dalam mengambil keputusan semasa dewasa bukanlah kesalahan dari ibunya Pink namun karena Pink tidak memiliki sosok ayah yang bisa dicontohnya.

Berbeda halnya dengan apa yang dikemukakan oleh kedua informan berikut ini yang memandang berbeda dari apa yang diucapkan oleha Robby.

“...pola asuh yang dialami Pink itu salah. Masak iya seorang ibu gak pernah membebaskan anaknya untuk berpikir dan memilih apa yang

Universitas Sumatera Utara diinginkannya. Seharusnya ibunya memberikan pertimbangan kepada Pink tentang apa yang harus dilakukannya dan apa yang tidak boleh dilakukannya bukan langsung memberikan pilihan yang mutlak. Itukan menjadikan daya pikirnya melemah” (Informan Dina) Perbedaan pendapat juga terjadi pada informan berikut ini

“...pola asuh Pink yang dipilihkan segalanya oleh Ibunya adalah kesalahan yang besar. Ibunya tidak berpikir bahwa suatu saat dia juga akan meninggalkan dunia ini dan anaknya harus berpikir menetukan nasibnya sendiri. Apa yang terjadi semasa dewasa merupakan bentuk dari apa yang dialaminya semasa kecil” (Informan Wahid) Perbedaan yang terjadi pada ketiga informan ini terletak pada bagaimana pola asuh ibunya Pink. Informan pertama sepakat terhadap apa yang diperbuat dengan ibunya dan meyakini bahwa memang seharusnya yang dibuat oleh ibu seharusnya seperti ibu Pink. Informan kedua tidak sepakat dengan apa yang diperbuat Pink.

Beliau berpendapat bahwa ibu Pink seharusnya memberikan pertimbangan walaupun pada akhirnya tetap memilihkannya. Informan ketiga malah tidak sepakat dengan semua yang diperbuat oleh ibunya Pink dan menyatakan bahwa apa yang terjadi pada

Pink adalah kesalahan ibunya.

4.4 Reaksi penonton ketika menonton film Pink Floyd – The Wall (1982)

Sebuah film yang ditonton tentunya akan mempengaruhi tindakan ataupun perilaku seseorang. Pada film ini para informan juga menunjukkan reaksi terhadap film ini. Mereka menunjukkan reaksi yang berbeda-beda ketika menonton film ini dan menunjukkan sikap yang saya pikir juga berubah.

“...saya cukup terkejut dengan apa yang tonton saat ini. Ini film yang sangat mengagumkan dalam hidup saya. Pertama, film cukup absurd kalau di pahami. Tapi kalau kita mampu memahaminya apalagi pesannya yang sangat mendalam itu. Bagi saya mengagumkan. Saya pun berpikir pesannya bukan Cuma sekedar pesan kosong namun ini pesan yang harus dijalankan” (Informan Robby)

Universitas Sumatera Utara Robby dalam pandangannya berpikir bahwa apa yang ditontonnya memberikannya sebuah inspirasi dalam hidup dan baginya itu harus dijalankannya.

Saya melihat beberapa kegiatan yang dilaksanakan Robby dalam kehidupan sehari- hari. Robby terlihat beberapa kali menyampaikan pendapatnya ketika ada di ruang diskusi untuk mendukung seorang anak mendapat kasih sayang yang layak dari seorang ibu dan beliau juga aktif untuk menyampaikan pesan anti terhadap peperangan. Berbeda halnya dengan apa yang dilakukan oleh informan kedua.

“...dalam hidup ini pasti saya akan menjadi ibu. Saya tidak pernah membayangkan bahwa menjadi ibu itu akan sulit. Namun, film ini memberikan saya sebuah gambaran menjadi seorang ibu. Saya berpikir bahwa membentuk karakter seorang anak adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Saya berjanji tidak akan membiarkan anak saya menjadi kekurangan kasih sayang” (Informan Dina) Dina bereaksi bahwa film ini memberikan gambaran kehidupan bagi dirinya yang notabene juga akan menjadi seorang ibu. Dina berpikir bahwa dia tidak akan membiarkan anaknya kekurangan kasih sayang. Dalam beberapa waktu saya melihat aktifitas beliau di media sosial yang aktif untuk berkomentar tentang anak korban perang di Palestine.

Informan ketiga tidak memberikan reaksi yang cukup merubah dirinya ataupun terpengaruh terhadap apa yang di tontonnya

“...saya hanya simpatik aja dengan apa yang dialami oleh Pink. Saya tidak berpikir berbuat apapun setelah menonton film ini. Walaupun pada kehidupan sehari-hari saya memang sudah berpikir bahwa apa yang dilakukan Pink harus dilakukan” (Informan Wahid) Wahid tidak memiliki reaksi yang saya pikir cukup merubah sikap atau pandangannya dalam kehidupan sehari-harinya. Beliau hanya berpikir bahwa apa yang dilakukan Pink mendapat simpatik dari dirinya. Pada kehidupan sehari-hari beliau yang menajdi aktivis juga saya pikir sudah melakukan apa yang Pink lakukan.

Universitas Sumatera Utara 4.5 Konteks yang mempengaruhi interpretasi mahasiswa terhadap kepribadian tokoh Pink dalam film Pink Floyd – The Wall (1982)

Pada waktu sebelum menginterpretasikan sesuatu, manusia memiliki konsep tersendiri di benaknya yang berkaitan dengan hal yang ingin diinterpretasikannya.

Dalam menginterpretasikan sesuatu pastilah setiap individu dipengaruhi oleh hal-hal lain diluar dirinya. Seperti yang dikatakan Geertz (1973: 50) bahwa gagasan kita, nilai-nilai kita, perilaku kita bahkan emosi kita adalah produk kebudayaan yang terus menerus dibangun. Artinya, manusia dalam menginterpretasikan makna dipengaruhi oleh kehidupan sosial dan budaya yang diperoleh dari masyarakatnya.

4.5.1 Pengalaman Pribadi para informan

Interpretasi suatu makna yang dilakukan seseorang terhadap suatu film tentunya berdasar juga pada apa yang mereka alami pada diri sendiri. Manusia dapat memberikan makna kepada setiap kejadian, tindakan atau objek yang berkaitan dengan pikiran, gagasan, dan emosi dirinya sendiri.

Hal ini juga yang diungkapkan para informan dalam menginterpretasikan relasi gender yang ditampilkan dalam film Pink Floyd – The Wall (1982)

“...kejadian yang dialami Pink ini tampaknya tidak jauh berbeda dengan apa yang saya alami. Walaupun berbeda pada bagian latar belakang kehidupannya. Pink memang kehilangan ayahnya namun saya tidak. Yang pink alami ketika dia masih kecil seperti memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap sekitarnya sampai dia berani meledakkan peluru di atas rel dengan kereta api yang berjalan di atasnya. Kemudian, bagaimana sekolah yang menjadi tempat yang menyeramkan bagi diri saya ketika guru mulai memaksakan kehendaknya pada saya. Padahal, saya sama sekali tidak menginginkan itu. Namun, saya tidak sampai berpikir untuk menghimpun teman-teman untuk menentang sekolah. Pada tahap dewasa awal saya pikir sangat sepakat karena saya pikir berpacaran atau yang berkaitan dengan lawan jenis adalah hal yang paling menarik untuk saya jalani” (Informan Robby)

Universitas Sumatera Utara Pernyataan informan Robby terkait dengan pengalaman mereka sendiri sebagai seorang anak lelaki yang memiliki kemiripan dengan apa yang dialaminya.

Baik semasa dia kecil sampai dengan usianya yang saat ini 23 tahun. Berdasar pengalamannya selama masa kecil memang kasih sayang seorang ayah sangatlah berharga. Kemudian, rasa ingin tahu juga harus difasilitasi oleh orang ataupun sekolah.

“...Pink dengan segala macam yang dialaminya selama dari masa kecil sampai dengan dewasa seperti halnya kebanyakn orang di dunia saat ini. Yang berbeda mungkin hanyalah subjek yang mengisi kehidupan mereka. Pink dengan ibu yang memilihkan segalanya bagi dirinya, ditambah kehilangan ayah semasa kecil, mengalami kesedihan di masa sekolah, wanita yang selingkuh dan beberapa hal lainnya yang dialaminya mungkin adalah hal general yang banyak dirasakan oleh orang yang ayahnya meninggal karena perang. Namun, yang saya perhatikan sama halnya dengan diri saya adalah seperti kesedihan di masa sekolah. Tak semua anak suka dengan apa yang mereka pelajari saat itu. Saya dahulu tidak terlalu suka dengan apa yang diajarkan guru karena saya tertarik untuk belajar mata pelajaran olahraga. Namun guru memaksa saya untuk tetap belajar mata pelajaran yang lain” (Informan Wahid)

Pernyataan dari informan wahid jika dikaitkan dengan apa yng dirasakannya di masa lalu, beliau menganggap bahwa apa yang terjadi di sekolah bukanlah seperti apa yang diinginkan oleh seorang anak. Apalagi dengan latarbelakang Wahid yang mahasiswa FISIP USU yang menurut pengakuannya bahwa Pendidikan hari ini merupakan apa yang diinginkan oleh pasar kerja bukan apa yang menjadi minat dan kebutuha untuk melangsungkan peradaban seorang manusia.

“...saya pikir karena saya seorang perempuan mungkin berbeda dengan apa yang dialami oleh Pink. Namun, tahapan-tahapan yang dialami Pink tidak jauh berbeda dengan apa yang saya alami seperti rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Saya juga pernah merasakan hal yang sama” (Informan Dina)

Universitas Sumatera Utara Menurut informan Dina tahapan yang dialamin oleh seorang Pink sama halnya dengan apa yang di alami oleh semua anak di berbagai penjuru.

4.5.2 Latar Belakang sebagai Mahasiswa

Latar belakang sebagai mahasiswa sangat mempengaruhi persepsi individu terhadap suatu objek. Hal ini dipengaruhi oleh apa yang mereka pelajari dan apa yang mereka implementasikan dalam hidupnya. Mahasiswa sebagai tingkatan tertinggi dalam dunia pendidikan tentunya menjadi suatu bagian yang memberi pengaruh terhadap suatu kehidupan sosial. Hal ini juga diungkapkan oleh para informan.

Pernyataan robby terkait kepribadian tokoh Pink yang dianggap robby sebagai suatu gambaran mengenai hasil dari perang

“...seorang anak yang terdidik dari sebuah keluarga tanpa ayah akan menghilangkan sosok ayah. Ini juga menjadi dampak dari peperangan yang dilakukan sebagai bentuk atas ketamakan untuk menguasai daerah demi mengeksploitasinya” (Informan Robby)

Pengaruh latar belakang mahasiswa juga berperan dalam proses interpretasi makna oleh para informan seperti yang diungkapkan oleh Dina dan Wahid. Mereka beranggapan bahwa sebagai mahasiswa yang berperan sebagai agen kontrol sosial harus melihat dampak dari peprangan dan harus memberikan pertimbangan kepada setiap negara yang ingin melakukan peperangan.

“...dalam dunia mahasiswa kami bergerak untuk menetang perang sebagai jawaban untuk kedamaian dunia dan dalih sebenarnya dari perang adalah untuk menguasai suatu daerah dan mengeksploitasinya” (Informan Dina)

Universitas Sumatera Utara “...apa yang dilakukan mahasiswa hari ini lebih tepatnya membuka mata para pemangku kepentingan untuk menghentikan perang dengan alasan apapun. Film ini saya pikir sangat menwakili apa yang terjadi ketika perang dilakukan” (Informan Wahid)

4.6 Film Pink Floyd – The Wall (1982) : Refleksi Kepribadian tokoh Pink untuk semua kalangan Para informan yang berlatarbelakang sebagai mahasiswa beranggapan bahwa film Pink Floyd – The Wall (1982) bukan hanya ditujukan pada kalangan tertentu saja tetapi juga untuk umum. Menurut mereka, film Pink Floyd – The Wall untuk membuka semua mata manusia yang ada di dunia ini bahwa perang memiliki dampak psikologis terhadap seorang anak juga perkembangan anak harus diperhatikan oleh para orang tua.

“...film ini cocok untuk ditonton semua kalangan baik tua, muda, akademisi, militer, pemerintahan, dan semua elemen masyarakat. (Informan Robby)

“...film ini perlu ditonton supaya semua orang tau kalau perang itu punya dampak yang besar. Jangan ajarkan anak sesuka hati (Informan Dina)

“...film ini harus ditonton semua elemen. Karena ini berkaitan dengan pembangunan karakter anak bangsa.” (Informan Wahid)

Cerita film ini mengangkat kisaha tentang seorang anak yang terkena dampak dari perang, dampak dari sekolah yang tidak menyenangkan, dan kehidupan musisi yang harus tampil tanpa mementingkan kesehatannya. Film ini menjadi pembelajaran juga bagi kepada penonton karena berkisar dengan apa yang dialami anak-anak masa kini juga. Menurut informan film ini sebagai gambaran terhadap realita yang terjadi hari ini

Universitas Sumatera Utara “...film ini seperti kenyataan bagaimana seorang guru hanya mementingkan apa yang mereka pikirkan tanpa memikirkan bahwa seorang anak itu memiliki latarbelakang yang berbeda” (Informan Robby)

―...film ini memang dibuat di era 80-an namun masih terasa juga apa yang dialami oleh tokoh tersebut pada anak seusia saya. Saya pikir masih relevan dengan kehidupan hari ini” (Informan Dina)

“...kayak masa sekolah itu ya memang seperti itu yang dirasakan. Saya juga ngerasakan hal yang sama” (Informan Wahid)

Para informan menyatakan bahwa yang terjadi pada Pink hari ini relevan dengan apa yang terjadi hari ini. Khusunya mereka menyoroti pada masa adolesen.

Mereka juga mengalami hal yang sama seperti ayng dirasakan oleh Pink.

Universitas Sumatera Utara BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diruaikan pada bab-bab sebelumnya, saya dapat menarik kesimpulan bahwa interpretasi seorang mahasiswa yang juga mengalami kejadian atau peristiwa yang sama dalam memaknai peristiwa dan memahami kepribadian tokoh Pink pada film Pink Floyd – The Wall (1982) ternyata cukup seragam. Interpretasi berikut meliputi:

1. Saya menginterpretasikan bahwa film yang diangkat dari kisah nyata ini

memberikan gambaran tentang bagaimana pentingnya peran orangtua

terutama ibu dalam membentuk sebuah pola asuh kepada anaknya. Pola asuh

ini menjadi penentu bagaimana seorang anak memberikan perannya dalam

masyarakat

2. Film ini layak untuk ditonotn semua elemen karena memiliki pesan moral

yang dapat diserap oleh semua elemen masyarakat.

3. Menurut informan yang berlatarbelakang sebagai mahasiswa memiliki

pandangan yang berbeda terhadap apa yang dialami Pink. Informan

beranggapan hal yang utama dalam membentuk suatu kepribadian adalah

sosok seroang Ibu.

4. Pola asuh anak yang didapati oleh Pink dianggap menjadi penentu

kepribadian Pink. Mereka beranggapan apa yang terjadi pada fase

kehidupannya adalah faktor utama selain sosok ibu yang menjadi tonggak

sosialisasi nilai dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara 5. Saya sebagai penulis merasa bahwa apa yang dirasakan oleh Pink juga ada

yang saya rasakan. Saya sepakat dengan apa yang Pink kampanyekan bahwa

perang memberikan dampak yang buruk bagi seorang anak begitu juga bahwa

ibu yang protektif menjadikan seorang anak menjadi takut untuk membuat

suatu keputusan

6. Informan beranggapan bahwa mereka seharusnya juga harus bertindak seperti

Pink dalam kehidupan nyata. Mereka merasa bahwa apa yang dilakukan Pink

benar dan mereak harus berbuat seperti itu

5.2 Saran

Berdasarkan pemaparan yang sudah dijelaskan , peneliti ingin memberikan saran kepada sutradara film

1. Sebaiknya film dilanjutkan dengan cerita dari kisah anak lainnya yang tidak

jauh berbeda dengan kisah Pink agar semakin menambah referensi bagi orang

tua.

2. Sutradara film sebaiknya memberikan gambaran jelas mengenai proses Pink

menuju kesuksesannya bermusik.

Universitas Sumatera Utara Daftar Pustaka

Sumber Buku: Afdhilla, Zulfan, Jenis – Jenis Genre Film. Diakses pada tanggal 11 Januari 2018 dari www.zulfanadhilla.com/?m=1. Amirin. Tatang M, Subjek Penelitian, Responden Penelitian, dan Informan (narasumber). Diakses pada tanggal 11 Januari 2018 dari https://tatangmanguny.wordpress.com/2009/04/21/subjek-responden-dan- informan-penelitian/

Ang. Ien, Watching Dallas: Soap Opera and Moledramatic Imagination, Licoln: Rouledge. 1985 Cahill. Caitlin.. ―Participatory Data Analysis‖ dalam Sara Kindon, Rachel Pain, & Mike Kesby (eds.). Participatory Action Research Approaches and Metods Connecting People, Participation, and Place. New York: Routledge. 2007 Dananjaya. James, Antropologi Psikologi : Teori, Metode, dan Sejarah Perkembangan, Jakarta: Rajawali Press, 1988 Dennis MC. Quail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi ke 2 Penerbit Erlangga, 1987 Effendy. Onong Uchyana, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007 Eikson. Erik H, Childhood and Society, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 Eriyanto. Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2001. Hall. Stuart, Budaya Media Bahasa, Teks Utama Pencanang Cultural Studies 1972-1979, Yogyakarta: Jalasutra, 2011 Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: Salemba Humanika, 2011 Ida. Rachma, Metode Penelitian: Studi Media dan Kajian Budaya, Jakarta: Prenada Media Grup, 2014 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1986 Kridalaksana. Harimurti, Kamus Linguistik: Edisi Keempat, Jakarta: Gajah Mada, 2007

Universitas Sumatera Utara Mason, Nick, Inside Out: A Personal History Of Pink Floyd, London: Orion Books, 2011

Palapah, Study Ilmu Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986 Piagaet, Jean, Psikologi Anak: The Psychology of the Child, Jakarta: Pustaka Pelajar. 2011 Prastisa. Himawan, Memahami Film, Bandung: Homerian Pustaka, 1986 Rabiger. Michel, Directing The Documentary Second Edition, London: Reed Publishing, 1992 Radway. Janice, Reading The Romance, North Carolina: The University of North Carolina Press, 1984 Stokes. Jane, How To Do Media and Culture Studies: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya, Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2006 Sobur Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Sumarsono, Dasar-Dasar Apresiasi Film, Jakarta: PT Grasindo, 1996 Saifuddin, Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, Jakarta: Kencana, 2006

Sumber Internet: http://www.thewallanalysis.com/, diakses pada tanggal 11 Januari 2018 http://alanparker.com/film/pink-floyd-the-wall/, diakses pada tanggal 11 Januari 2018 http://www.pinkfloyd.com/history/timeline_1980.php, diakses pada tanggal 11 Januari 2018 https://id.wikipedia.org/wiki/Pink_Floyd diakses pada tanggal 11 Januari 2018

Sumber Film:

Parker. Alan, Pink Floyd – The Wall (1982). United Kingdom: Metro Goldwyn Mayer, 1982

Universitas Sumatera Utara