Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol. 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 ISSN 2303-2677 (Print) ISSN 2540-9239 (Online)

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur

Iffa Maisyaroh1, Silvi Oktavia2 12Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No.5, Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, 65145 Email: [email protected], [email protected]

Received: November 2018; Accepted: June 2019; Published: June 2019

Abstract

The existing knowledge in society has not been spread explicitly. Thus local knowledge is still unknown to the people in the region itself. This study aimed to provide information related to the dissemination of local knowledge applied to cultural literacy programs form: ideas, behavior, and artifacts or works. The kind of the idea is stated in a paper, the behavior is shown in community activities, and artifacts are contained in works in the form of objects as results of activities and actions. The main focus is on basic human needs: clothing and food applied through Griya Boedaya tour. Clothing consists of typical East Javanese fabrics, while food consists of East Javanese specialties. The culture produced reflects the characteristics of the environment. Thus it has features standing out that becomes the identity of the local community’s culture. In the East region, knowledge is an invisible or intangible local asset owned by people in the area. This study used the literature method with qualitative approach by searching for books, e-journals, proceedings, thesis and articles. Results of the people’s knowledge in the form of typical food and unique clothing were a manifestation of people's expression of their environment. Griya Boedaya introduces local cultures such as regional cloth and cuisine and is a tourist means which introduces history, creation process, work systems, tools used, and the use and philosophy of local cultural products. Hopefully, the cultural literacy tour will enable people to recognize, know, and understand their culture with easy-to-understand and fun methods.

Keywords: Griya Boedaya; Culture; Cultural literacy; Tourism; Indigenous knowledge

Abstrak

Pengetahuan di masyarakat belum tersebar secara eksplisit. Pengetahuan lokal masih kurang dikenali masyarakat di daerahnya sendiri. Penulisan ini bertujuan memberikan informasi terkait penyebaran pengetahuan lokal yang diterapkan pada program literasi budaya berupa gagasan, tingkah laku dan artefak atau karya. Wujud gagasan dituangkan dalam karya tulis, tingkah laku dituangkan dalam aktivitas masyarakat dan artefak dituangkan dalam karya berbentuk benda dari hasil aktivitas dan perbuatan. Fokus utama penulisan ini pada kebutuhan pokok manusia yang diterapkan melalui wisata Griya Boedaya, di antaranya sandang dan pangan. Sandang berupa kain khas Jawa Timur dan pangan berupa masakan khas dari Jawa Timur. Kebudayaan yang dihasilkan mencerminkan karakteristik lingkungan daerah Jawa Timur sehingga memiliki ciri khas dan menjadi identitas kebudayaan masyarakat setempat. Pengetahuan masyarakat Jawa Timur merupakan aset lokal yang tidak dilihat (intangible asset) masyarakat daerah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi literatur melalui pendekatan kualitatif berupa pencarian sumber tertulis dari buku, e- journal, prosiding, skripsi dan artikel lainnya. Hasil dari pengetahuan masyarakat Jawa Timur berupa makanan dan pakaian khas bentuk ekspresi masyarakat. Griya Boedaya merupakan tempat wisata pengenalan budaya lokal seperti kain khas dan masakan daerah. Wahana yang ditampilkan pada Griya Boedaya meliputi pengenalan sejarah, proses penciptaan, sistem pengerjaan, alat yang digunakan, penggunaan dan filosofi dari produk budaya setempat. Literasi budaya melalui wisata Griya Boedaya diharapkan masyarakat mampu untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman budaya melalui metode yang mudah dipahami dan menyenangkan.

Kata Kunci: Griya Boedaya; Budaya; Literasi budaya; Wisata; Pengetahuan lokal

doi: http://dx.doi.org/10.24198/jkip.v7i1.19428 © 2019 Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://jurnal.unpad.ac.id/jkip 34 I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48

PENDAHULUAN penjuru dunia untuk memerankan sebuah Indonesia merupakan negara yang revolusi sosial atau masuk ke semua memiliki keberagaman suku, agama, ras sudut kehidupan seperti mengaburkan dan adat istiadat. Hal ini menjadikan batas tradisional.” Untuk contoh, cara Indonesia memiliki kekayaan dalam berpakaian masyarakat yang lebih budaya berupa kearifan lokal yang khas menggunakan produk dari luar negeri tiap daerah. Ode (2015) dalam karena dianggap lebih trendi daripada Arwansyah, Suwandi, and Widodo (2017) menggunakan produk khas dari dalam bahkan mengatakan kalau, “Nilai yang negeri. Masyarakat yang tidak bisa terkandung dalam kebudayaan lokal menyaring budaya masuk dan berbeda merupakan aset bangsa yang tak ternilai dengan budaya kita maka mengakibatkan harganya.” Kebudayaan dianggap sebagai masyarakat mengalami krisis terhadap aset bangsa yang tak ternilai harganya pengetahuan budaya dan pengklaiman dikarenakan kebudayaan sebagai salah budaya oleh negara lain. Indonesia telah satu sumber pengetahuan masyarakat mengalami pengklaiman budaya dengan dalam mengenal tradisi dan sejarah suatu negara tetangga khususnya negara daerah. Malaysia sehingga negara harus “Globalisasi dianggap sebagai melakukan sebuah upaya pengenalan pintu untuk melangkah ke dunia luar kebudayaan yang ia miliki (Lusianti & dengan cara berinteraksi dengan berbagai Rani, 2012). negara” (Suneki, 2012). Pada era Pengenalan budaya diperlukan globalisasi memungkinan membaurnya masyarakat siap menghadapi krisis segala aspek kehidupan karena sifatnya budaya melalui literasi. Pemerintah saat yang tidak terbatas oleh jarak dan waktu. ini sedang menggalakkan berbagai Masuknya globalisasi di segala aspek ini macam literasi mulai dari literasi baca mengakibatkan dampak positif dan tulis, numerik, sains, digital, finansial, negatif. Dampak positif yang dialami budaya dan literasi kewarganegaraan. yakni semakin canggihnya teknologi dan Namun masyarakat Indonesia dinilai pengetahuan. Hal ini berbanding terbalik kurang memahami literasi budaya karena dengan dampak negatif yang dialami masyarakat kurang memiliki kesadaran yakni tergerusnya budaya akibat dari atas keberagaman bangsanya kecanggihan teknologi dan pengetahuan (Kementrian Pendidikan dan tersebut. Dampak negatif bisa terlihat Kebudayaan, 2017). dari masyarakat yang lebih mengenal Dikatakan Soemardjan (1964) budaya baru daripada budaya yang dalam Kurniawan (2012) bahwa sudah ada. kebudayaan ialah, “Suatu sarana dari Kedua dampak tersebut muncul hasil karya, rasa dan cipta dari dengan cepat karena penggunaan masyarakat. Ini berarti kebudayaan teknologi informasi yang semakin meluas tercipta dari masyarakat itu sendiri sehingga pengaruh dari budaya luar yang melalui kebiasaan mereka yang lambat tersebar dengan luas. Justiani (2009) laun menjadi sebuah tradisi dan budaya dalam Mubah (2011) malah mengatakan yang digunakan untuk memahami bahwa, “Globalisasi beriringan dengan lingkungan serta menjadi pedoman modernisasi yang menyebar ke seluruh tingkah laku. Konsep budaya juga dapat

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 35 dicapai dengan belajar dan dibiasakan mengenalkan kepada masyarakat pada kehidupan bermasyarakat atau mengenai pengetahuan lokal atau budaya sehari-hari (Kistanto, 2017). lokal, sehingga masyarakat bisa mengenal Budaya masyarakat di berbagai dan mengetahui budaya yang ada di daerah berbeda-beda, menyesuaikan sekitar mereka dan meminimalisir dengan lingkungan alam sekitar dan pengklaiman budaya oleh negara lain. pemikiran dari masyarakat tersebut. Hal ini dapat terlihat dari hasil karya mereka METODE PENELITIAN seperti kain khas daerah tersebut yang Metode penelitian yang digunakan mengandung corak ciri khas lingkungan adalah kualitatif dengan pendekatan mereka. Makanan khas mereka yang penelitian studi literatur. Studi literatur menyesuaikan dengan hasil alam. yang dilakukan dengan melakukan Pengetahuan lokal yang ada dalam pencarian terhadap sumber tertulis masyarakat merupakan aset lokal yang berupa buku, artikel dan jurnal yang tidak dilihat atau intangible asset yang relevan dengan masalah yang dikaji dimiliki oleh suatu masyarakat di daerah penulis. Jenis data yang diperoleh saat tersebut. WIPO (2014) dalam Erza, Yusup, studi literatur yakni data primer dan and Erwina (2017) menyatakan bahwa, sekunder. “Hasil dari pengetahuan lokal yang Pendekatan kualitatif adalah berupa makanan khas dan pakaian khas pendekatan untuk memahami fenomena merupakan bentuk dari ekspresi yang dialami subjek penelitian, misalnya masyarakat terhadap lingkungannya.” deskriptif dalam bentuk kata-kata dan Walaupun begitu, kenyataannya, bahasa, pada suatu konteks khusus yang “Pengetahuan lokal yang ada di alamiah dan memanfaatkan berbagai masyarakat belum teralih mediakan ke metode alamiah (Moleong, 2010). dalam bentuk karya cetak maupun karya Penelitian ini dilakukan digital.” (Yusup & Saepudin, 2017). Hal menggunakan analisis berbagai literatur ini mendorong sebuah gebrakan unik yang berhubungan dengan kebudayaan dalam penyampaian pengetahuan lokal lokal masyarakat Jawa Timur dan literasi oleh masyarakat serta memperkenalkan budaya. Penelitian ini dilakukan untuk pengetahuan lokal ke masyarakat lain. menjelaskan pentingnya mengetahui dan Bukan hanya itu saja, tetapi generasi mengenal kebudayaan Jawa timur kepada selanjutnya bisa mengenal pengetahuan masyarakat. lokal daerah mereka. Untuk itu, artikel ini mengkaji HASIL DAN PEMBAHASAN tentang komoditas wahana literasi Budaya merupakan salah satu jiwa budaya sebagai wujud pengenalan dari nilai yang ada di masyarakat. Secara kebudayaan di Jawa Timur sebagai solusi umum pengertian kebudayaan adalah, untuk krisis budaya dan pengklaiman “Jalan atau arah dalam bertindak dan budaya oleh negara lain. Seperti beberapa berpikir untuk memenuhi kebutuhan budaya lokal yang dimiliki masyarakat hidup baik jasmani maupun rohani” Jawa Timur dan literasi yang menarik di (Kurniawan, 2012). Artinya manusia mata masyarakat. Pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan diharapkan bisa memberikan literasi serta rohani melalui cara bertindak dan

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur 36 I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 berpikir yang dilakukan secara terus- Literasi budaya merupakan menerus hingga menjadi kebiasaan dan kemampuan dalam memahami dan menjadi budaya masyarakat. bersikap terhadap kebudayaan Indonesia Kebudayaan adalah sarana hasil sebagai identitas bangsa (Kementrian karya, rasa, dan cipta masyarakat. Pendidikan dan Kebudayaan, 2017). Soemardi (1964) dalam Kurniawan (2012) Artinya literasi budaya adalah menjelaskan bahwa kebudayaan tercipta kemampuan seseorang untuk mengenali dari masyarakat itu sendiri melalui budaya dan memahami budayanya kebiasaan mereka yang lambat laun sendiri. Pelaksanaan literasi budaya menjadi sebuah tradisi dan budaya yang merupakan salah satu dari pendidikan digunakan untuk memahami lingkungan sepanjang hayat di masyarakat. serta menjadi pedoman tingkah lakunya. Pendidikan sepanjang hayat tidak Berdasarkan kedua definisi mengenal batasan usia. Bahkan lansia pun tersebut bisa disimpulkan bahwa budaya bisa mengikuti kegiatan literasi budaya. merupakan suatu kebiasaan yang tercipta Wujud kebudayaan merupakan di masyarakat dan dilakukan secara terus- salah satu bentuk ekspresi dari menerus sehingga menjadi tradisi yang pemanfaatan kearifan lokal suatu daerah mengakar dan membudaya untuk dan pengetahuan masyarakat dalam digunakan dalam hal bertindak dan mengelola sumber dayanya. Wujud berpikir sebagai pedoman tingkah laku kebudayaan mencakup budaya secara dalam memahami alam. Manauba (1999) lisan dan produk. Lisan seperti pantun, dalam Paneli (2017) menulis bahwa prosa lama, syair dan lain sebagainya. budaya tidak bisa diabaikan masyarakat Selain itu, bentuk produk seperti kain karena melalui budaya dapat menentukan songket, kain batik, dan lain rutinitas kehidupan masyarakat. Kata sebagainya. Kurniawan (2012) lain, masyarakat yang sadar budaya, dia mengatakan bahwa wujud kebudayaan telah menemukan jati diri. Jati diri terbagi menjadi tiga, di antaranya terbentuk dari pengaruh budaya yang gagasan (wujud ideal), aktivitas, dan kita anut. artefak (karya). Pengetahuan lokal yang ada dalam Pertama, gagasan (wujud ideal), masyarakat merupakan aset lokal yang berbentuk kumpulan ide/gagasan, nilai, tidak dilihat atau intangible asset yang norma, peraturan dan sebagainya yang dimiliki oleh suatu masyarakat di daerah bersifat abstrak. Masyarakat mempunyai tersebut. Hasil dari pengetahuan lokal ide/gagasan yang tertuang dalam bentuk yang berupa makanan khas dan pakaian tulisan, maka idealnya wujud khas merupakan bentuk dari ekspresi kebudayaan tersebut berupa buku. Jika masyarakat terhadap lingkungannya masyarakat mempunyai ide/gagasan (Erza, Yusup, & Erwina, 2017). Makanan mengenai syair/irama bisa dituangkan ke khas dan pakaian khas sebagai dalam lagu daerah atau di daerah Jawa pengetahuan lokal dan keterampilan dari sering dikenal sebagai tembang Jawa. masyarakat di daerah tersebut. Kedua, aktivitas (tindakan), yang Keterampilan yang dimaksudkan ialah terdiri dari beberapa aktivitas manusia cara pengolahan dan keunikannya yang yang saling berinteraksi, kontak sosial berbeda dengan kebudayaan lainnya. serta bergaul berdasarkan adat tata

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 37 kelakuan. Seperti cara komunikasi orang masyarakat serta dilakukan di kehidupan muda dengan orang tua di daerah Jawa, sehari-hari. Brata (2016) menyatakan yang lebih dikenal dengan unggah ungguh kalau, “Budaya lokal menempati posisi basa. Ketiga, artefak (karya), berupa hasil sentral sebagai inspirasi dalam penguatan dari aktivitas, perbuatan serta karya jati diri suatu identitas daerah. Penguatan manusia yang berbentuk benda. Artefak jati diri ini sangat penting agar diri kita bisa dilihat dan diraba, seperti wayang atau masyarakat tidak kehilangan golek, aktivitas dan perbuatan dari identitas diri sebagai masyarakat di masyarakat waktu itu yang tertuang daerah itu.” dalam cerita pewayangan. Lalu bentuk Wujud kebudayaan di wilayah rupa di wayang golek merupakan Jawa Timur yang tertuang dalam bidang penggambaran dari manusia di kala itu. kuliner berupa masakan. Indonesia Ketiga komponen wujud merupakan negara yang terdiri dari kebudayaan tidak dapat dipisahkan dan beberapa pulau dan ragam suku bangsa. saling terikat dalam kehidupan Tyas (2017) menambahkan bahwa, bermasyarakat. Gagasan (wujud ideal) “Makanan tradisional merupakan bagian mengatur dan memberi arah di setiap dari budaya lokal yang berarti termasuk tindakan ketika beraktivitas. Artefak dalam identitas suatu daerah. Yang (karya) merupakan hasil dari keduanya dikatakan sebagai budayanya ialah tata (gagasan dan tindakan). Jika ketiga ini cara, pengolahan bahan makan, perannya hilang, maka wujud dari kebudayaan dalam budaya masyarakat seperti tersebut tidak akan berjalan. perayaan dan resep yang turun- Setiap daerah Indonesia memiliki menurun.” budaya masing-masing yang masih Setiap suku bangsa tersebut dipertahankan sebagai kekhasan dan memiliki karakteristik lingkungan yang dilakukan pada kehidupan sehari-hari. berbeda. Perbedaan ini mengakibatkan Hal tersebut tentu menjadikan ragam tradisi yang mereka miliki mempunyai budaya di Indonesia yang secara keunikan atau kekhasan sendiri, termasuk bersamaan memunculkan berbagai tradisi masakan khas daerah. Bahan dari yang dapat dilihat dari berbagai masakan menggunakan bahan yang ada perspektif, di antaranya: religi, di lingkungan sekitarnya untuk kepahlawanan, adat istiadat, dan alam. digunakan sebagai bahan makanan yang Tradisi suatu daerah dapat berwujud dikonsumsi sehari-hari. Racikan yang dalam berbagai bentuk. Bentuk dihasilkan dari berbagai jenis bahan dan representasi dari tradisi ini dapat berupa mencerminkan seni memasak dari upacara penghormatan, tarian, nyanyian, daerah tersebut sehingga menciptakan dan sebagainya (Arwansyah, Sarwiji & rasa khas yang menjadikan suatu Sahid, 2018). identitas, contohnya dari Malang Budaya lokal merupakan hal dan Balap dari . utama yang harus dikenali dan dipelajari Rawon merupakan masakan dari oleh seseorang yang ingin belajar tentang Jawa Timur yang berasal dari daerah kebudayaan suatu daerah. Hal itu Malang. Sejarah Rawon, berdasarkan dikarenakan budaya lokal sebagai suatu hasil analisa penulis, belum ada tulisan identitas daerah yang dipertahankan yang membahas terkait sejarah rawon

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur 38 I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 secara relevan. Namun banyak yang jeruk, garam, dan gula. Bahan rempah- beranggapan bahwa makanan ini adalah rempah ini akan membantu memberikan makanan raja dahulu yang bermula dari rasa tambahan untuk daging dan makanan rakyat jelata. Oleh sebab itu, menghilangkan rasa pekat dari daging. makanan Rawon lebih mudah dikenal Perlu diketahui juga bahwa dalam karena menjadi bagian dari banyak keluak terdapat 6-8 biji berwarna putih kalangan. kekuningan yang mengandung racun. Gardjito, Putri, and Dewi (2017) Untuk menghilangkan racun tersebut, menyebutkan bahwa, keluak direbus lama lalu direndam dalam “Rawon ialah masakan kuah pekat tanah dan ditimbuni campuran abu dan dengan bumbu utama keluak. daun pisang, sampai warna kulit biji Daging yang digunakan pada berubah keabuan dan mengeras. Kulit rawon biasanya daging sapi yang di harus dipecahkan sebelum mendapatkan potong kecil-kecil. Rawon biasa daging biji yang berwarna hitam disajikan bersama dengan taoge, kecoklatan. Daging keluak yang terasa telur asin, kerupuk udang dan pahit harus dibuang karena akan (Murdijati, 2017).” memengaruhi cita rasa masakan. Setelah Masyarakat Jawa Timur umumnya itu, direndam dalam air sampai lunak lalu menyajikan rawon sebagai menu makan dihaluskan bersama bumbu yang lain siang atau sebagai salah satu menu dalam (Ayuningsih, 2017). sebuah acara hajatan. Bumbu khas dari Pelengkap dari masakan rawon masakan rawon ialah keluak di daerah khas Malang ini bisa ditambahkan Jawa Timur sering disebut dengan dengan telur asin, kecambah, daun “kluwek”. Bentuk buah keluak besar dan kemangi, irisan mentimun dan sambal agak lonjong. Daging keluak ini terasi. Masyarakat Jawa Timur memberikan warna hitam dan rasa gurih memandang tambahan bahan makanan yang khas. ini wajib disajikan di ruang makan walaupun bahannya sebagai pelengkap Tabel 1 makanan. Bahan masakan rawon Nama Jumlah Keterangan Tabel 2 Daging 750 gram Dipotong kecil-kecil Bumbu halus rawon sapi Nama Jumlah Keterangan Keluak 5 buah Direndam, disaring Bawang merah 6 buah dan dihaluskan Lengkuas 2 cm Memarkan Bawang putih 3 siung Daun 3 lembar Cabai merah salam 1 buah tanpa biji Serai 2 batang Memarkan Daun 5 lembar Disobek Kunyit 1 sendok teh Dicincang jeruk Jahe 1 sendok teh Dicincang purut Disangrai/di Garam Secukupn Kemiri 3 butir dan gula ya goreng Ketumbar 1 sendok teh Disangrai Berdasarkan tabel 1, bahan Terasi matang ½ sendok teh masakan rawon terdiri dari daging, Air asam 1 sendok teh keluak, lengkuas, daun salam, serai, daun

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 39

Sesuai tabel 1 dan 2, proses mengejar halte trem uap di Wonokromo. pembuatan masakan rawon sebagai Mereka selalu iring-iringan ke halte berikut. Kita tuangkan 3-4 sendok makan Wonokromo dan selalu mengucapkan minyak, tumis bumbu halus, keluak, ‘Ayo balap-balapan’.” Lontong balap lengkuas dan semua daun sampai harum. adalah makanan khas Indonesia yang Setelah itu tiriskan bumbu yang telah merupakan ciri khas kota Surabaya di ditumis. Lalu, kita tuangkan air ke dalam Jawa Timur. Dawood, Jackson, and Yew panci sebanyak satu liter dan rebus (2010) mengatakan kalau lontong balap, hingga masak atau daging cukup empuk. “A type of , nut and bean curd soup”. Masukkan bumbu yang sudah ditumis ke Selain itu, bahan yang khas dalam dalam panci. Kita tunggu sampai lontong balap ini ialah lentho, bahan yang mendidih dan matang, lalu hidangkan terbuat dari kacang tolo dan berbentuk dengan bahan pelengkap sesuai selera. mirip berukuran sebesar ibu jari Ketika kita mengonsumsi masakan rawon (Gardjito, Putri, & Dewi, 2017). sangat lezat dan nikmat apabila disajikan Alat yang khas dalam pembuatan dengan bahan pelengkap yang tertera lontong balap ialah kemaron, yakni wadah pada tabel 1. dari tanah liat yang digunakan untuk Lontong balap merupakan menyimpan makanan yang mengandung masakan khas dari daerah Surabaya. kuah. Berikut bahan lontong balap: Makanan ini banyak ditemui di setiap Tabel 3 tempat di daerah Surabaya. Gardjito, Bahan lontong balap Putri, and Dewi (2017) menceritakan Nama Jumlah Keterangan mengenai sejarah lontong balap. Nama Lontong 3-4 buah Lontong Balap berawal dari peristiwa Taoge 100 gram Diseduh dengan air panas “balapan” di antara sesama penjual untuk Sun 100 gram Diseduh dengan berebut pembeli di Pasar Wonokromo. air panas Dahulu lontong pembalap dijual keliling Tahu 1 buah Dipotong kecil- kecil kota dalam wadah dari tanah liat yang Daun 2 buah Diiris halus disebut kemaron. Wadah ini cukup berat bawang dan sekarang digantikan dengan panci yang terbuat dari logam. Penjual lontong Adanya sayuran taoge dan daun bawang balap dulu dominan berasal dari pada tabel 3 memberikan rasa segar pada kampung Kutisari dan Kedangsari yang lontong balap. sekarang menjadi wilayah Surabaya Tabel 4 Selatan. Kampung tersebut berjarak ±5 Bahan kuah lontong balap km dari Pasar Wonokromo. Peristiwa Nama Jumlah Keterangan jalan cepat menimbulkan kesan berpacu Daging sapi 250 gram Direbus sampai (dalam bahasa Jawa disebut balapan) yang empuk Air rebusan 1¼ liter kemudian menjadi nama lontong balap. daging Widodo (2014) dalam Malada, Bawang 5 siung Digoreng dan Hartono and Sylvia (2017) malah memiliki putih dihaluskan Merica ½ sendok pendapat berbeda, nama lontong balap, bubuk teh berawal dari, “Penjual kuliner yang saling Garam 1 sendok balapan atau saling mendahului untuk makan

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur 40 I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48

Lontong balap menggunakan kuah bagian Selatan yang berada dalam yang gurih dari air rebusan daging. wilayah yang dekat dengan gunung dan Sesuai tabel 4, bahan kuahnya terdiri dari dataran tinggi. Wilayah tersebut daging sapi, kuah hasil rebusan daging cenderung memiliki tanah yang subur sapi, bawang putih, merica bubuk, dan dan kaya akan hasil pertanian dan garam. Proses pembuatan masakan perkebunan. Maka kedua kota ini lontong balap sebagai berikut. Kita lumuri memiliki makanan yang memiliki cita tahu dengan garam, potong dadu 1 cm, rasa yang khas, mewakili kondisi lalu goreng sampai kecoklatan dan. Kita daerahnya. mendidihkan air rebusan daging bersama Selain makanan, Indonesia bawang putih goreng yang dihaluskan memiliki kekayaan budaya berupa Batik, dan semua sisa bahan kuah. Lalu kita yang telah dikenal pada zaman nenek kecilkan tungku api, masak sampai kuah moyang atau sejak abad XVII. Lusianti sedap. Untuk menguatkan rasa pada and Rani (2012) mengatakan bahwa, masakan lontong balap bisa “Sejarah perkembangannya dari menambahkan 1-2 sendok teh kaldu sapi corak-corak lukisan binatang dan bubuk sebelum memasukkan garam. Kita tanaman kemudian beralih masak hingga matang dan hidangkan menyerupai awan, relief candi dan sesuai selera. simbol yang menandakan ikon suatu daerah.” Tabel 5 Tjahjani (2013) dalam Wangge Bahan sambal petis lontong balap Nama Jumlah Keterangan (2013) pun berpendapat bahwa, Indonesia Cabai rawit 5-6 buah Tumbuk halus memiliki berbagai macam kain khas yang Petis udang 1-2 sendok unik. Keunikan dari kain khas berasal makan dari lingkungan sekitar dan aktivitas Jeruk nipis 1 buah Diperas masyarakat. Di daerah pulau Jawa, kain Kecap manis Sesuai selera khas biasa disebut dengan batik. Lisbijanto (2013) mengatakan bahwa, Lontong balap agar dimakan tidak “Batik berasal dari bahasa Jawa terasa anyir dari daging, maka ketika kuno “mbatik”, artinya membatik. Batik memakannya bisa ditambahkan sambal merupakan hasil karya kerajinan tangan petis. Adapun bahan bumbu sambal petis masyarakat Indonesia yang dituangkan sesuai tabel 5, di antaranya cabai rawit, dalam selembar kain yang dibuat dengan petis udang, jeruk nipis, dan kecap manis. cara dibatik menggunakan lilin kemudian Bahan cabai memberikan rasa pedas, petis diproses secara tradisional. Teknik udang memberikan rasa gurih udang, penggunaan cairan malam dilakukan jeruk nipis menghilangkan bau amis dengan cara menitikkan malam daging, dan kecap memberikan rasa menggunakan alat yang disebut canting.” manis. Canting merupakan alat yang Surabaya termasuk daerah wisata dipakai untuk menuliskan lilin yang telah kuliner Jawa Timur bagian utara, karena mencair pada kain yang akan dibuat daerah tesebut berada pada wilayah batik. Canting tradisional terbuat dari dataran rendah. Adapun Kota Malang tembaga dan bambu sebagai merupakan daerah kuliner Jawa Timur pegangannya. Canting berukuran variatif

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 41 sesuai besar kecilnya motif yang tenun yang dibatik oleh masyarakat digambar. Yang perlu diketahui dalam Tuban.” Batik Gedong dari Tuban penggunaan canting, 1) tiup cucuk merupakan jenis batik khas dari Tuban. canting agar lilin/malam yang ada di Lisbijanto (2013) mengatakan, “Asal nama dalamnya bisa mengalir keluar, dan 2) Gedong berasal dari bunyi ‘Dog Dog Dog’ torehkan malam/lilin pada kain yang yang muncul dari bunyi alat pemintal sudah disediakan (Lisbijanto, 2013). tenun yang digunakan untuk membuat Batik bukan hanya hasil produksi batik. Bahan kain yang akan digunakan semata, melainkan hasil dari budaya dipintal langsung dari kapas dan dipintal suatu masyarakat dikarenakan batik menjadi benang kemudian ditenun sangat erat dengan nilai budaya menjadi kain.” masyarakat. Masyarakat Jawa Timur Uswatun (2017) dalam Kartikasari memiliki beberapa batik di antaranya (2017) menambahkan, batik Tuban dan batik Malang. “Masyarakat Tuban percaya bahwa Batik Gedog merupakan jenis batik batik Gedog telah ada di zaman yang berasal dari daerah Tuban, Jawa kerajaan Majapahit pada masa Timur yang merupakan wilayah pesisir di kepemimpinan Adipati Pulau Jawa. Batik Tuban mempunyai ciri Ronggolawe. Hal itu dapat khas tersendiri daripada batik di daerah dibuktikan dengan banyaknya lainnya. Sejarah batik Tuban di mulai motif panji-panjian pada batik pada zaman Kerajaan Majapahit dan Gedog. Batik Gedog ini digunakan berkembang hingga saat ini. Motif untuk membedakan kasta di ataupun corak pada batik Tuban zamannya.” menggambarkan simbol dari ketiga Selain itu, Lisbijanto (2013) budaya, yakni budaya Jawa, budaya menceritakan bahwa filosofi motif batik Islam dan budaya Tiongkok. Budaya Jawa Gedong: motif burung hong pada batik dan budaya Islam dapat dilihat dari Tuban dipengaruhi oleh budaya ornamen yang bernuansa religius, Tiongkok. Masyarakat Tuban meyakini sedangkan budaya Tiongkok dapat dilihat kalau motif panji krentil, panji serong dan dari motif gambar burung Hong panji konang dapat menyembuhkan (Lisbijanto, 2013). penyakit, sehingga banyak masyarakat Batik Gedog mirip batik pada Tuban yang memiliki batik tersebut. umumnya, namun yang membedakan Adapun proses pembuatan Batik ialah kain tenun yang digunakan untuk Gedog memiliki 7 tahapan yang membatik. Nanik (2017) dalam dilakukan dalam pembuatan batik secara Kartikasari (2017) mengatakan bahwa, tradisional (Lisbijanto, 2013). Tahapan “Batik ini memiliki keunikan yakni kain Tersebut tertuang dalam tabel 6.

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur 42 I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48

Tabel 6 baru.” Sejarah dari batik Malangan yakni, Tahapan pembuatan batik gedog batik Kota Malang sudah dibuat sekitar Tahapan Proses tahun 1900-an dan sering dipakai dalam 1 “Mbathik atau nglowong”, membuat pola atau motif pada upacara adat. Batik di Malang sering kain dengan cara menutup kain disebut batik Malangan. dengan menggunakan malam Sunaryo (2009) dalam Permana, dengan alat canting. Setelah itu dilanjutkan dengan “nerusi” atau Mustikawati, and Laksmiwati (2015) melanjutkan hingga menyeluruh. memiliki menjelaskan bahwa batik 2 “Nembok”, menutupi bagian pola Malangan mempunyai ciri utama yakni. atau motif yang akan dibiarkan berwarna putih sesuai dengan “Pertama motif hias tumbuhan: berkaitan warna kain dengan menggunakan dengan kekayaan flora sekitar (Kembang malam. padma, Kembang Kopi, kembang 3 “Medel”, mencelup kain yang Mayang, Sawat dan Kembang Piring), telah diberi malam ke dalam pewarna untuk memberikan kedua Motif hias manusia: berkaitan warna dasar. Lalu dilakukan dengan budaya dan sejarah (Motif Tugu, berulangkali yang nantinya kain Candi Jago, Candi Tikus, Topeng tersebut akan mempunyai warna dasar. Malangan, Buah-buahan khas Batu dan 4 “Ngerok dan nggirah”, Keramik Dinoyo), ketiga Motif binatang: menghilangkan malam yang berkaitan dengan binatang maskot (Motif masih menempel di kain, di mana bagian ini akan diberi warna soga. Singo, Ayam Bekisar dan Jalak Ijo), Pada tahap ngerok menggunakan keempat Motif benda alam seperti Motif alat cawuk semacam pisau Sapu Ular, dan (5) Motif sosial seperti tumpul. 5 “Mbironi”, menutup bagian kain Motif Kembang Api.” yang akan tetap berwarna dasar Sesuai filosofinya, motif batik dengan menggunakan malam. Malang kucecwara memiliki komposisi Proses ini dilakukan di kedua sisi kain. motif yakni mahkota, tugu Malang, 6 “Nyoga”, mencelup kain ke dalam rumbai singa, archa, bunga teratai, sulur- pewarna soga. Lakukan sulur juga isen-isen belah . berulangkali sehingga hasil menjadi baik. Setiap mencelupkan Mahkota menggambarkan bentuk ke warna harus dikeringkan mahkota dari Raja Gajayana yang pernah dahulu lalu dicelupkan kembali. membawa kerajaan Gajayana menuju 7 “Nglorod”, menghilangkan malam puncak kejayaan. Batik Malang yang menempel di kain menggunakan air mendidih, diharapkan mampu meraih puncak setelah itu baru dijemur. Dan kejayaan dalam perjalanan hidupnya selesai. layaknya puncak kejayaan Raja Gajayana dahulu. Tugu Malang menggambarkan Selain Batik Gedog dari Tuban, kekuasaan wilayah, artinya wujud Jawa Timur ada juga batik malangan. keperkasaan dan ketegaran kota Malang. Dwipasari and Subianto (2017) Rumbai Singa menyimbolkan budaya mengatakan, “Batik buatan dari kota masyarakat yang berjiwa pemberani Malang (biasa disebut batik Malangan) dengan semangat membara dan pantang hingga saat ini masih belum begitu menyerah seperti singa. Bunga Teratai dikenal masyarakat Indonesia seperti merupakan pelambangan dari suatu batik Jawa lainnya karena masih relatif keindahan alam yang penuh kesuburan.

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 43

Arca yang tergambar arca Candi Singosari menuangkan pengetahuan lokal seperti yang merupakan aset budaya Malang kain pada batik. serta mengingatkan tentang kejayaan dari Masyarakat Jawa Timur Candi Singosari. Isen – isen belah ketupat memerlukan sebuah inovasi untuk ini menggambarkan Candi Badut yang memaksimalkan penyampaian informasi memiliki makna bahwa manusia mengenai pengetahuan lokal. Namun bukanlah makhluk yang sempurna. ternyata, masyarakat Indonesia belum Proses pembuatan batik Malang mengonversikan pengetahuan lokal ke hampir sama pembuatannya dengan batik dalam bentuk karya cetak maupun karya tulis lainnya. Perbedaannya terletak digital (Yusup & Saepudin, 2017). Padahal dalam bentuk motif yang khas dari batik pendokumentasian yang baik akan Malangan. Batik dahulu lebih sering memudahkan masyarakat dalam dipakai saat upacara adat atau kegiatan- melakukan inovasi. Hal ini mendorong kegiatan formal. Setiap motif pada kain masyarakat untuk membuat gebrakan batik di setiap daerah memiliki makna unik dalam penyampaian pengetahuan masing-masing bahkan ada sebuah lokal dan memperkenalkannya ke kepercayaan untuk menyembuhkan masyarakat lain. Bukan hanya itu saja, penyakit seperti kain batik asal Tuban. generasi selanjutnya pun bisa mengenal Munculnya desainer seperti Zaskia pengetahuan lokal daerah mereka sendiri. Sungkar dan Ivan Gunawan telah Banyak sekali tempat wisata yang memperkenalkan mode berpakaian yang menarik di wilayah Jawa Timur untuk trendi dan terlihat estetik dalam dikunjungi seperti Jatim Park 1, 2 dan 3. mengenakan kain khas. Dukungan Ketiga tempat wisata tersebut teknologi informasi dan sosial media menawarkan wahana yang bisa sebagai alat komunikasi pun mengubah menghibur dan menambah wawasan pola pikir penggunaan batik yang tidak seperti di Jatim Park 1 dan 2, sedangkan hanya digunakan saat acara adat atau Jatim Park 3 sebagai tempat yang nyaman acara formal, contohnya penggunaan untuk berburu foto yang unik. batik lebih meluas seperti batik untuk Berdasarkan konsep wisata ini, ternyata keseharian dan pakaian bekerja. telah memberikan wahana dan informasi Pengetahuan lokal yang beredar di yang menarik bagi masyarakat. Masyarakat Jawa Timur seperti makanan Pada era globalisasi muncul istilah khas daerah dan kain khas telah menjadi commodification, atau proses perubahan sebuah produk lokal. Hal ini di barang atau layanan yang sebelumnya masyarakat Jawa Timur secara umum mengikuti aturan sosial non-pasar telah masuk ke dalam informasi secara menjadi suatu subjek yang mengikuti konten dan media representasi (Erza, aturan pasar. Commodification merupakan Yusup, & Erwina, 2017). Konten yang salah satu bentuk kapitalisme global dimaksudkan ialah informasi mengenai mengakumulasi kapital. Hal ini telah sejarah, filosofi, alat dan bahan yang mentransformasikan nilai guna menjadi digunakan, proses pembuatan hingga nilai tukar yang sifatnya komersial pemanfaatan hasil produk lokal tersebut. (Irianto, 2016). Model literasi budaya Adapun media representasi yang berupa pariwisata sangat dianjurkan dimaksudkan adalah tempat untuk untuk mengenalkan budaya lokal serta

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur 44 I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 mengurangi pengklaiman budaya oleh dan penggunaan dari produk budaya negara lain. setempat. Griya Boedaya juga memiliki Gidden (2012) dalam Pratiwi and tour guide untuk memandu pengunjung di Pinasti (2017) menyatakan kalua “Nilai antaranya, pengenalan sejaran, proses strategis budaya lokal dapat dijadikan penciptaan dan filosofi, alat dan bahan, sebagai pengembangan pariwisata, yang sistem pengerjaan, dan penggunaan. sejalan dengan pengembangan budaya Pertama, pengenalan sejarah dan semangat manusia beserta cipta, rasa merupakan wahana dalam ruangan yang dan karsanya.” memberikan informasi mengenai sejarah Berdasarkan hal ini, budaya lokal dari salah satu kebudayaan yang ada di dapat digali dan dikembangkan lebih daerah Jawa Timur. Ruang pengenalan jauh. Dikatakan Griya Boedaya sebagai sejarah merupakan ruang yang kedap pembelajaran sepanjang hayat pada suara dan memiliki layar monitor dan masyarakat di daerah Jawa Timur. Griya terdapat sound system. Pembuatan video Boedaya memunculkan konsep tempat atau gambar yang berkaitan dengan wisata yang edukatif yang berasal dari sejarah termasuk ke dalam salah satu pengetahuan lokal masyarakat Jawa kebudayaan. Sound system sebagai Timur, dari semua kalangan usia di penunjang audio dari video tersebut dan masyarakat. pemandu sebagai pembicara dalam Pelaksanaan literasi budaya sangat pengenalan kebudayaan. Capaian utama beragam, bisa melalui membaca literatur wahana ini ialah masyarakat bisa tentang budaya, menonton pameran mengetahui dan memahami sejarah dari budaya dan menonton beberapa video salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh yang berkaitan dengan budaya. Salah satu Jawa Timur. inovasi dalam literasi budaya yang kami Kedua, proses penciptaan dan angkat yakni Griya Boedaya. Griya filosofi merupakan wahana yang Boedaya merupakan tempat wisata menampilkan informasi bagaimana pengenalan budaya lokal seperti kain proses penciptaan hasil dari pengetahuan khas daerah dan masakan daerah. Filosofi lokal di masyarakat Jawa Timur. Ruang dari nama Griya Boedaya diambil dari proses penciptaan merupakan ruang yang kata griya yang dalam bahasa Jawa kedap suara dan memiliki layar monitor berarti rumah dan boedaya yang diambil dan monitornya, Sound System. Sistem di dari kata budaya ejaan lama. Mengapa ruangan ini sama dengan ruang mengambil konsep rumah? Karena ke pengenalan sejarah. Yang membedakan mana pun orang pergi, pasti orang hanya informasi yang disampaikannya. tersebut akan kembali ke rumah. Capaian utama dari wahana ini ialah Masyarakat mengharapkan melalui masyarakat bisa mengetahui dan konsep rumah ini diharapkan akan terus memahami proses penciptaan dan filosofi orang berkunjung ke Griya Boedaya dari pengetahuan lokal Masyarakat Jawa untuk mengenal jati diri mereka. Timur. Wahana yang ditampilkan pada Ketiga, alat dan bahan merupakan Griya Boedaya meliputi pengenalan peralatan dan perlengkapan yang harus sejarah, proses penciptaan dan filosofi, ada untuk membuat suatu produk. sistem pengerjaan, alat yang digunakan Wahana alat dan bahan berisikan alat dan

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 45 bahan dari hasil kebudayaan masyarakat dan sekarang. Adapun makanan daerah Jawa Timur. Ruangan ini layaknya ditampilkan dalam miniatur orang dan museum, beberapa alat dan bahan dibuat tempat makan secara prasmanan, yang miniatur dan yang lainnya hanya berupa digambarkan pemanfaatannya ketika gambar. Alat dan bahan yang dibuat dulu dan sekarang. miniatur berupa alat dan bahan yang Pengunjung untuk masuk ke khas. Kemudian, disamping rak terdapat dalam wahana Griya Boedaya harus layar kecil untuk menampilkan video, membeli tiket, yang terbagi menjadi 2 yang berisikan penggunaan dan fungsi kategori. Kategori umum dan kategori alat/bahan tersebut. Capaian utama khusus. Bagi masyarakat yang membeli wahana alat dan bahan ini ialah tiket kategori umum, mereka medapatkan masyarakat bisa mengetahui, dan fasilitas untuk mengunjungi 4 wahana memahami peralatan dan perlengkapan yakni pengenalan sejarah, proses yang dibutuhkan untuk membuat produk penciptaan dan filosofi, alat dan bahan, dari hasil pengetahuan lokal. dan sistem pengerjaan. Masyarakat yang Keempat, sistem pengerjaan pada membeli tiket kategori khusus wahana ini ditujukan kepada pengguna mendapatkan fasilitas untuk untuk mengetahui sistem pengerjaan mengunjungi 5 wahana yakni pengenalan suatu produk hasil dari pengetahuan sejarah, proses penciptaan dan filosofi, lokal masyarakat Jawa Timur. Ruang alat dan bahan, sistem pengerjaan dan sistem pengerjaan dirancang khusus penggunaan serta mendapatkan souvenir untuk mempraktikkan proses pembuatan dan makan dari Griya Boedaya. Setiap dari hasil kebudayaan. Ruangan ini rombongan pengunjung akan didampingi menyediakan alat dan bahan, pemandu, oleh tour guide. dan perlengkapan hasil kebudayaan. Pemandu dalam sistem pengerjaan ini SIMPULAN ialah orang yang ahli untuk membantu Kebudayaan dianggap sebagai aset pengunjung mempraktikkan proses bangsa yang tak ternilai harganya. pembuatan suatu hasil kebudayaan. Kebudayaan sebagai salah satu sumber Capaian utama wahana ini ialah pengetahuan masyarakat dalam masyarakat bisa mempraktikkan secara mengenal tradisi dan sejarah suatu langsung proses pembuatan dengan daerah. Globalisasi membawa pengaruh arahan dari masyarakat yang ahli dan terhadap kebudayaan yang beriringan bekerja di Griya Boedaya. dengan modernisasi yang telah menyebar Kelima, penggunaan merupakan ke seluruh penjuru dunia dalam revolusi wahana terakhir yang dimiliki Griya sosial atau masuk ke semua sudut Boedaya, yang mengajarkan tentang cara kehidupan seperti mengaburkan batas penggunaan produk pengetahuan lokal tradisional. Masyarakat telah mengalami masyarakat Jawa Timur. Ruangan krisis budaya dan adanya pengklaiman penggunaan berisi produk dari hasil budaya oleh negara lain. Kondisi krisi kebudayaan dan ditampilkan dalam bisa dikurangi melalui literasi budaya beberapa bentuk. Untuk kain khas yang menarik seperti wisata kebudayaan. ditampilkan dalam mannequin serta Pariwisata mengenai budaya lokal ini menampilkan penggunaan di waktu dulu sangat efektif dilakukan, atau disebut

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur 46 I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 sebagai commodification, yang akan (2010). Supporting the information membuka peluang dalam needs of mobile microentrepreneurs memperkenalkan budaya lokal kepada in the developing world: The case of masyarakat. Masyarakat pun dapat Indonesian food cart vendors. In mengetahui dan memahami kebudayaan Proceedings of the 4th ACM/IEEE sendiri. Untuk penelitian selanjutnya, International Conference on Information fenomena literasi budaya perlu dapat and Communication Technologies and diperluas melalui salah satu produk Development - ICTD ’10 (pp. 1–10). kearifan lokal. London: ACM Digital Library. https://doi.org/10.1145/2369220.236 DAFTAR PUSTAKA 9226 Arwansyah, Y. B., Sarwiji, S., & Sahid, T. Dwipasari, L., & Subianto, T. (2017). W. (2018). Analyzes the meaning and Pendampingan pengembangan KUB symbols in stages Yaqowiyu tradition (Kelompok Usaha Bersama) Batik in Klaten. In 3rd International Malangan Kota Malang. Jurnal Conference on Art, Language, and Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), Culture (ICALC) 2018. Solo: 42–50. Retrieved from Perkumpulan http://jurnal.unmer.ac.id/index.php Agroteknologi/Agroekoteknologi /jpkm/article/view/1816 Indonesia (PAGI). Erza, E. K., Yusup, P. M., & Erwina, W. Arwansyah, Y. B., Suwandi, S., & Widodo, (2017). Komunikasi budaya S. T. (2017). Revitalisasi peran masyarakat Pandai Sikek dalam budaya lokal dalam materi melakukan transformasi pembelajaran bahasa Indonesia bagi pengetahuan lokal. Kajian Informasi & penutur asing (BIPA). In Proceedings Perpustakaan, 5(2), 141–154. of Education and Language International https://doi.org/10.24198/jkip.v5i2.1 Conference (pp. 915–920). Semarang: 0716 UNISSULA. Retrieved from Gardjito, M., Putri, R. G., & Dewi, S. http://jurnal.unissula.ac.id/index.p (2017). Profil struktur, bumbu, dan hp/ELIC/article/view/1318/1025 bahan dalam kuliner Indonesia. Ayuningsih, S. F. (2017). Pelestarian Yogyakarta: Gadjah Mada University Rawon Nguling Sebagai nilai tambah Press. pada pengembangan wisata kuliner Irianto, A. M. (2016). Komodifikasi tradisional Indonesia. Bijak: Majalah budaya di era ekonomi global Ilmiah Institut STIAMI, 14(1), 108–126. terhadap kearifan lokal: Studi kasus https://doi.org/10.31334/bijak.v14i1 eksistensi industri pariwisata dan .64.g56 kesenian tradisional di Jawa Tengah. Brata, I. B. (2016). Kearifan budaya lokal Jurnal Theologia, 27(1), 213–236. perekat identitas bangsa. Jurnal Bakti https://doi.org/10.21580/teo.2016.2 Saraswati (JBS), 5(1), 9–16. Retrieved 7.1.935 from Kartikasari, D. W. (2017). Makna motif http://jurnal.unmas.ac.id/index.php Batik Gedog sebagai refleksi karakter /Bakti/article/view/226/201 masyarakat Tuban. Jurnal Kajian Dawood, R., Jackson, S. J., & Yew, J. Moral Dan Kewarganegaraan, 5(3),

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48 47

960–974. Retrieved from globalisasi. Masyarakat, Kebudayaan https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id Dan Politik, 24(4), 302–308. /index.php/jurnal-pendidikan- Paneli, D. W. W. (2017). Transformasi kewarganegaraa/article/view/21959 pertunjukkan wayang orang /20126 komunitas Graha Seni Mustika Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Yuastina Surabaya. JADECS, 2(2), 74– (2017). Materi pendukung literasi 97. Retrieved from budaya dan kewargaan: Gerakan http://journal2.um.ac.id/index.php literasi nasional. Retrieved /dart/article/view/2185/1287 November 10, 2018, from Permana, C. Mustikawati, T., & http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite Laksmiwati, T. (2015). Karakter /wp- warna batik Malangan sebagai dasar content/uploads/2017/10/literasi- desain interior Galeri Batik BUDAYA-DAN-KEWARGAAN.pdf Malangan. Jurnal Mahasiswa Jurusan Kistanto, N. H. (2017). Tentang konsep Arsitektur, 3(2), 1–12. Retrieved from kebudayaan. Sabda: Jurnal Kajian http://arsitektur.studentjournal.ub.a Kebudayaan, 10(2), 1–11. c.id/index.php/jma/article/view/11 https://doi.org/10.14710/sabda.10.2 1/108 .%25p Pratiwi, B. D., & Pinasti, V. I. S. (2017). Kurniawan, B. (2012). Ilmu budaya dasar. Pariwisata dan budaya: Studi peran Tangerang: Jelajah Nusa. serta masyarakat lokal dalam Lisbijanto, H. (2013). Batik. Yogyakarta: pengelolaan pariwisata di Kampung Graha Ilmu. Pitu, Nglaggeran, Patuk, Gunung Lusianti, L. P., & Rani, F. (2012). Model Kidul. E-Societas: Jurusan Pendidikan diplomasi terhadap UNESCO dalam Sosiologi, 6(8), 1–11. Retrieved from mematenkan batik sebagai warisan http://journal.student.uny.ac.id/ojs/i budaya Indonesia tahun 2009. Jurnal ndex.php/societas/article/view/9147 Transnasional, 3(2), 1–15. Retrieved /8818 from Suneki, S. (2012). Dampak globalisasi https://ejournal.unri.ac.id/index.ph terhadap eksistensi budaya daerah. p/JTS/article/view/72 Jurnal Ilmiah CIVIS, 2(1), 307–321. Malada, C. A., Hartono, D. D., & Sylvia, Retrieved from M. (2017). Perancangan visual http://journal.upgris.ac.id/index.ph branding Lontong Balap Pak Gendut p/civis/article/view/603/553 sebagai kuliner khas Surabaya. Jurnal Tyas, A. S. P. (2017). Identifikasi kuliner DKV Adiwarna, 1(1), 11–21. Retrieved lokal Indonesia dalam pembelajaran from bahasa Inggris. Jurnal Pariwisata http://publication.petra.ac.id/index. Terapan, 1(1), 1–14. php/dkv/article/view/5494/5025 https://doi.org/10.22146/jpt.24970 Moleong, L. J. (2010). Metodologi penelitian Wangge, J. (2013). Perancangan kampanye kualitatif. Bandung: Rosda Karya. pelestarian batik belanda sebagai Mubah, A. S. (2011). Strategi akulturasi kebudayaan Indonesia meningkatkan daya tahan budaya (Skripsi). Universitas Kristen lokal dalam menghadapi arus Maranatha, Bandung. Retrieved from

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur 48 I. Maisyaroh and S. Oktavia / Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan Vol 7, No. 1 (Juni 2019) 33-48

https://repository.maranatha.edu/1 proses pembelajaran sepanjang 3027/ hayat. Kajian Informasi & Yusup, P. M., & Saepudin, E. (2017). Perpustakaan, 5(1), 79–94. Praktik literasi informasi dalam https://doi.org/10.24198/jkip.v5i1.1 1387

Griya Boedaya: komoditas wahana berliterasi budaya sebagai wujud pengenalan budaya lokal di Jawa Timur