Analisis Semiotika Tarian Randai di Unit Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI

SHAFIRA SAHARA

140904004

Public Relations

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara Analisis Semiotika Tarian Randai Minangkabau di Unit Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

SHAFIRA SAHARA

140904004

Public Relations

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diseminarhasilkan oleh:

Nama : Shafira Sahara

NIM : 140904004

Judul Skripsi :Analisis Semiotika Tarian Randai Minangkabau di Unit Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara

Dosen Pembimbing, Ketua Departemen,

Haris Wijaya, S.Sos, M. Comm Dra.Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D NIP.197711062005011001 NIP. 196505241989032001

Dekan,

Dr. Muryanto Amin, S.Sos.,M.Si. NIP. 197409302005011002

Universitas Sumatera Utara HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Shafira Sahara

NIM : 140904004

Tanda Tangan :

Tanggal : 18 September2018

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Semiotika Tarian Randai Minangkabau di Unit Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara” ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan almamater Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa selama mengerjakan penelitian ini banyak dukungan yang datang kepada peneliti guna menyemangati dan memotivasi peneliti dalam mengerjakan skripsi ini, berkat dukungan dan doa mereka peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Maka dari itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada orang-orang yang menjadi motivasi peneliti dalam mengerjakan penelitian ini yaitu Malaikat tanpa sayap yang dikrimkan Allah, Ibu Rahmi Mahyanita dan Bapak Syamsul Rizal selaku orang tua peneliti yang tidak henti-hentinya memberi kasih sayang, semangat, nasihat, dukungan moral dan materi, doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, serta atas dedikasi mimpi indah mereka peneliti sampai di titik ini. Tidak lupa juga peneliti ucapkan terimakasih kepada dua saudara peneliti Muhammad Rizki Ryza dan Muthia Fatih Salsabilla yang selalu memberi dukungan dan semangat. Rasa terimakasih juga peneliti ucapkan kepada pihak- pihak lain yang ikutserta dalam mendukung peneliti dalam mengerjakan skripsi ini. Maka, dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2. Ketua Departemen, Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D dan Sekretaris Departemen, Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A 3. Dosen pembimbing peneliti, Bapak Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

Universitas Sumatera Utara waktu untuk membimbing dan membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini 4. Seluruh Dosen dan Pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU 5. Staf Departemen Kak Maya dan Kak Yanti yang selalu sabar dan baik hati dalam membantu peneliti selama menjadi mahasiswa. 6. Terimakasih Kepada Ibu Arifni Netriosa dan Pak Prikuten selaku pembina dan pembimbing di Lembaga Kesenian USU yang telah membina saya sejak pertama kali masuk Lk USU. 7. Sahabat peneliti sejak SD Ratna, Juliana, Gadis, Fika, Lili, Dewi, Faidal, Towo, Ridho, Naufal, Yaser, Endi, yang selalu menjadi tempat ternyaman peneliti saat ingin berbagi keluh kesah dan kebahagiaan. 8. Teman-teman seperjuangan peneliti di Ilmu Komunikasi terutama Sita Andini, Chairiwati, Dira Zhafirah, Haniifan Habib, Nanda Rizky, Rifqi Syahlendra, Rudi Syaputra, Nuraisyah Handayani, Bay Hikmah dan teman-teman lain angkatan 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang mewarnai hidup peneliti selama masa perkuliahan. Terimakasih telah membuat masa perkuliahan peneliti begitu indah dan penuh dengan kelucuan dan kekonyolan kalian, dan menjadi teman seperjuangan peneliti sejak mengawali masa perkuliahan. 9. Teman-teman peneliti di Kos Tercinta Wak Butet, Astri Ramdhyani, Ririnta Dwi, Elvi Novita yang selalu menghibur peneliti dengan tingkah-tingkah lucu dan memberi bantuan kepada peneliti. 10. Teman-teman dalam satu genk Habib, Dede, Rudi, Nanda, Elang, Raka, Pandu yang telah mengisi waktu kebosanan dan kejenuhan saat mengerjakan skripsi hingga akhirnya skripsi ini selesai.

Universitas Sumatera Utara 11. Teman – Teman seperjuangan di Unit Lembaga Kesenian USU tercinta Khairul, Joy, Baginda, Syafii, Fattah, Bang Andri, Adi, Haris, Iyo, Bang Madin, Deana, Fuji, Icha, Pia, Nay, Ana, Rizqa yang selalu setia memberi hiburan dengan tingkah yang lucu, dengan rasa kekeluargaan dan semangat motivasi yang tak pernah lelah begitu juga pengalaman yang sangat indah dalam ajang IMT-GT. 12. Kepada Ainal Syabri selaku Pemusik dan Pembuat Dendang Randai, yang membantu peneliti selama masa penelitian. 13. Adik-adik dan teman-teman lainnya di Ilmu Komunikasi USU yang telah menghibur peneliti, yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu per satu. Demikianlah skripsi ini peneliti sadari masih memilikibanyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, peneliti mohon maaf atas segala kesalahan yang terdapat pada skripsi ini dan terima kasih.

Medan, September 2018

Shafira Sahara

Universitas Sumatera Utara HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Shafira Sahara NIM : 140904004 Departemen : Ilmu Komunikasi Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Analisis Semiotika Tarian Randai Minangkabau di Unit Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara ”

Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : 18September 2018

Yang menyatakan,

(Shafira Sahara)

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Semiotika Tarian Randai Minangkabau di Unit Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Uatara. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui makna pesan yang disampaikan dalam tarian ini, dengan menggunakan analisis semiologi Roland Barthes agar diketahui makna denotasi dan konotasi di dalamnya. Selanjutnya dari tari tersebut terdapat 7 ragam dan dendang yang peneliti anggap lebih kuat menonjolkan isi dari cerita randai tersebut. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode kualitatif dengan paradigma kontruktivisme dan analisis semiologi Roland Barthes dengan signifikasi dua tahap, yaitu secara tataran Analisis Leksia, kemudian secara tataran Lima Kode Pembaca. Melalui analisis tersebut dapat diketahui makna pesan yang disampai kan dalam tari ini adalah sekumpulan muda-mudi yang melakukan kehidupan sehari-hari mereka dengan bertani, dan berkumpul melakukan segala macam hiburan istiadat Minangkabau. Kata kunci: Semiotika, Tarian, Randai

Universitas Sumatera Utara Abstract

This research is entitled Semiotic Analysis of Minangkabau Randai Dances at the Unit of the Art Institute of the University of Sumatra Uatara. The purpose of this research is to find out the meaning of the message conveyed in this dance, using Roland Barthes' semiological analysis to find out the meaning of denotation and connotation in it. Furthermore, from the dance there are 7 varieties and chicks that the researchers consider stronger emphasizing the contents of the randai story. The research method used is a qualitative method with Roland Barthes's constructivism and semiology paradigm with two-stage significance, namely on the level of Leksia Analysis, then on the Five Code Readers level. Through this analysis can be known the meaning of the message delivered in this dance is a group of young people who carry out their daily lives by farming, and gather to do all kinds of entertainment Minangkabau customs.

Keywords: Semiotics, Dance, Randai,

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ...... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...... ii KATA PENGANTAR ...... iii KATA PENGANTAR...... iv KATA PENGANTAR...... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... vi ABSTRAK ...... vii ABSTRACT ...... viii DAFTAR ISI ...... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Fokus Masalah ...... 7 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma...... 8 2.2 Kerangka Teori ...... 10 2.2.1 Komunikasi ...... 11 2.2.1.1 Komunikasi Verbal ...... 12 2.2.1.2 Komunikasi Non-verbal ...... 14 2.2.2 Komunikasi Verbal dan Budaya ...... 15 2.2.2.1 Karakteristik-Karakteristik Budaya ...... 17 2.2.2.2 Media Komunikasi Tradisional ...... 18 2.2.3 Seni Tari ...... 19 2.2.3.1 Unsur Utama Dalam Tari ...... 19 2.2.3.2 Unsur Pendukung Seni Tari ...... 20 2.2.3.3 Jenis-jenis Seni Tari ...... 21 2.2.3.4 FungsiSeni Tari ...... 24 2.2.4 Semiotika ...... 25 2.2.4.1 Semiotika Roland Barthes ...... 28 2.2.4.2 Semiotika Komunikasi Visual ...... 33 2.2.4.3 Pesan dan Simbolik ...... 33 2.3 Kerangka Pemikiran ...... 35

Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ...... 36 3.2 Objek Penelitian ...... 36 3.3 Subjek Peneltian ...... 36 3.4 Kerangka Analisis ...... 37 3.5 Teknik Pengumpulan Data ...... 37 3.6 Teknik Analisis Data ...... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jejak Tarian Randai Unit Lembaga Kesenian USU ...... 40 4.2 Ragam Dendang Tari Randai ...... 41 4.2.1 Analisis Ragam Dendang I ...... 41 4.2.2 Analisis Ragam Dendang II ...... 45 4.2.3 Analisis Ragam Dendang III ...... 49 4.2.4 Analisis Ragam Dendang IV ...... 53 4.2.5 Analisis Ragam Dendang V ...... 56 4.2.6 Analisis Ragam Dendang VI ...... 60 4.2.7 Analisis Ragam Dendang VII ...... 62 4.3 Pola Tari Randai ...... 66 4.4 Musik Pengiring dan Gerak Tari Randai ...... 67

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...... 70 5.2 Mitos ...... 73 5.3 Saran Penelitian...... 74 5.4 Implikasi Teoritis ...... 74

DAFTAR REFERENSI ...... 76 BIODATA ...... 78

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia,tari memiliki arti yang penting karena bisa memberikan berbagai manfaat, seperti terselenggaranya upacara-upacara tradisi tertentu karena tari itu memiliki makna dalam menyampaikan maksud acara tersebut. Makna tari juga terdapat dalam fungsinya yang lain, baik ia sebagai sarana hiburan maupun sebagai sarana komunikasi antara seniman dan masyarakat pendukungnya. Dimana pun tari berada, sudah pasti memiliki makna-makna tertentu sehingga ia tetap hadir dalam kehidupan masyarakat dari zaman ke zaman.Seni merupakan salah satu karya cipta manusia yang memiliki berbagai macam bentuk, yang sudah diciptakan sejak zaman purbakala. Menurut Kamus Besar Bahasa (KBBI), “seni” adalah keahlian membuat karya yang bermutu. Perkembangan pemikiran dan kehidupan manusia serta berubahnya selera masyarakat dalam berkesenian, melahirkan jenis-jenis tari yang tidak hanya untuk tujuan upacara keagamaan saja, tetapi juga tari-tarian yang bersifat hiburan, pergaulan, bahkan yang bersuasana pertunjukan seni, dari yang bersumber tradisi sampai yang modern sekalipun. Hadi (2005: 13) mengatakan penjelasan yang bagaimanapun adanya “seni tari” dalam wacana ini, baik tari yang berasal dari budaya primitif, tari tradisional yang berkembang di istana (biasa disebut klasik), tari yang hidup dikalangan masyarakat pedesaan dengan ciri “kerakyatan”, maupun tari yang berkembang di masyarakat perkotaan (sering mendapat lebel “pop”), dan tari “modern” atau “kreasi baru”, kehadirannya sesungguhnya tak akan lepas dari masyarakat pendukungnya. Keberadaan seni tari dengan lingkungannya, benar-benar merupakan masalah sosial yang cukup menarik Kemudian (Sedyawati, 2006: 11-12) mengatakan bagaimanapun perlu disadari bahwa keanekaan ragam budaya adalah sesuatu yang wajar. Di dalam kebudayaan yang berbeda-beda itu tari dapat tumbuh berkembang dalam gayanya masing- masing yang khas. Keberanekaan gaya tari itulah yang turut menambah kekayaan khasanah budaya kita pada umumnya.

Universitas Sumatera Utara Kebudayaan Minangkabau di Sumatera Barat yang tersebar di berbagai Provinsi seperti, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, hingga ke Pulau Jawa memiliki keindahan seni yang tak hilang dimakan zaman yaitu randai.Randai adalah sejenis hasil seni budaya Minang, yang membawakan cerita-cerita kaba.Cerita kaba digelar dalam bentuk dialog yang diseling-selingi dengan dendang. Pada dasarnya, jika dilihat dari segi pertunjukan teaternyarandai adalah pertunjukan kaba dan bentuk drama atau teater. Oleh karena kaba Minangkabau cukup banyak jumlahnya, temanya pun beraneka ragam. Tema-tema itulah yang diungkapkan melalui pertunjuk randai ini. Kaba adalah sejenis karya sastra orang Minang, yang berbentuk novel yang disampaikan dalam bentuk prosa liris, dengan kalimat-kalimat pendek berirama dan bematra yang terdiri dari 8,9, atau 10 suku kata, tanpa persajakan. Gaya bahasanya penuh berhiaskan dan seloka bermada erotik dan moral. Pada beberapa daerah seperti daerah Agam dan Lima Puluh Kota, cerita kaba itu disampaikan dalam bentuk sendratari yang lazim disebut randai (Ahmad, 1978: 32). Pada jaman pra-Hinduisme pada masa nenek moyang orang Minang masih hidup dalam alam animisme dan masih primitif, mereka belum memiliki atau menciptakan cerita yang panjang dan teratur bahasanya. Mereka hanya memiliki cerita-cerita dongeng yang pendek-pendek yang berupa fragmen belaka. Kemudian setelah kebudayaan Hindu masuk ke daerah Minangkabau, secara lambat-laun dengan meneladani cerita-cerita Hindu mulailah mereka menciptakan cerita-cerita dongeng yang berkaitan dengan kejadian Alam Minangkabau dan cerita pengalaman orang tua dalam berjuang menantang keganasan alam(Ahmad, 1978: 20). Pada hakikatnya, seni randai ini selain daripada pelipur lara menghiburkan hati setelah letih bekerja sepanjang hari di sawah dan di ladang, ia juga merupakan wadah tempat melatih ketangkasan dan kegesitan angkatan muda yang berjiwa heroik dan patriotik, karena dalam seni randai itu terdapat seni pencak , yang menjadi dasar penyajian cerita yang hendak didukungnya. Seni randai merupakan wadah tempat memupuk cita rasa seni serta kehalusan dan keseluruhan budi angkatan muda, sebab di dalamnya terdapat unsur-unsur seni tari dan seni sastra, serta seni suara yang diiringkan oleh irama bunyi-bunyian

Universitas Sumatera Utara tradisional Minang seperti: , puput, bansi, rebab, gendang. rebana, dan . Para pelaku dalam cerita randai terdiri daripada anak anak muda yang pandai berlagu dan menari, serta berlakon (Ahmad, 1978: 32-33). Dalam randai disajikan kaba-kaba yang berwujud cerita epos dan legenda Minang asli. Yang menjadi inti dalam randai itu ialah cerita yang dilagukan serta didramatisirkan, yang diselang-seling dengan lagu yang merdu, tari, pencak dan silat, sesuai dengan jalan cerita yang dibawakannya. Dalam kaba tidak dijumpai catatan tentang persis peristiwa-peristiwa atau data yang telah terjadi di dalam masyarakat manusia, baik tentang perjuangan hidup mereka yang rill sehari-hari, maupun tentang cita-cita mereka. Demikian pula tak ada catatan tanggal dan tahun terjadinya peristiwa-peristiwa penting, serta siapakah sebenarnya yang telah melakukan sesuatu tindakan atau yang menciptakan suatu aturan adat itu. Ini mungkin disebabkan pandangan hidup masyarakat Minang yang tiada mementingkan pribadi seseorang. Menurut falasafah hidup orang Minang dahulu segala sesuatu itu adalah milik bersama. Orang tua pada jaman dahulu yang mempunyai kecakapan bercerita membangun suatu cerita dalam pikirannya, yang timbul dari inspirasinya ketika mengamat-amati rentetan peristiwa yang berkenan dengan kehidupan seseorang, atau beberapa orang (Ahmad, 1978:30-31). Cerita hidup dalam imajinasinya itu disampaikan kepada orang banyak secara lisan, yang kemudian dipusatkan turun-temurun. Dengan demikian bukanlah tidak mungkin jika jalan ceritanya mengalami berbagai perubahan menurut versi masing-masing yang melafalkannya. Jadi kaba yang dibawakan dan diiringi oleh randai bukanlah milik pribadi orang yang menceritakannya, melainkan pusaka dan milik bersama. Tiap orang yang menceritakan, menyalin maupun yang membukukannya bebas menyisip pandangan dan pendapat pribadinya, atau pendapat umum yang sedang berkembang dalam masyarakatnya. Unsur kesenian yang terdapat dalam randai meliputi seni drama, seni suara, seni tari, dan seni musik. Dengan sumber ceritanya adalah kaba yang bertemakan budi, malu, susila, pendidikan dan menanamkan kesadaran berbangsa. Jadi, randai merupakan seni yang kompleks. Randai disebut kesenian khas Minangkabau. Pernyataan itu memang tepat. Oleh karena, hanya Minangkabau saja yang memiliki kesenian ini. Di daerah lain tidak dikenal kesenian randai. Jika ada di

Universitas Sumatera Utara daerah lain, tentu saja nama dan seni pertunjukkannya akan berbeda pula. Jadi, randai disebut kesenian khas Minangkabau karena hanya Minangkabau yang memilikinya.Randai dilaksanakan dalam bentuk teater arena. Artinya, pertunjukan randai berlangsung di arena (lapangan terbuka). Pada zaman dahulu kala pertunjukan randai hanya dilakukan di lapangan. Adakalanya di lapangan khusus (medan) dan adakalanya di laksanakan di halaman . Lapangan atau halaman itu sekaligus tempat pertunjukan dan tempat penonton. Jadi pertunjukan randai bukan di ruangan, melainkan di lapangan. Namun seiring perkembangan zaman yang semakin maju, pertunjukan randai sudah ada yang dilakukan di ruangan tertutup yang luas (Ahmad, 1978:34). Unsur seni suara terlihat dalam dendang antara adegan dengan adegan lain. sambil berdendang, pemain melingkar sambil melakukan gerak pencak. Gerakan pencak itu merupakan unsur seni tari. Musik pengiringnya adalah saluang, rabab dan talempong yang merupakan seni musik tradisional Minangkabau. Jadi, di dalam randai terdapat sejumlah unsur kesenian Minangkabau. Cerita randai diangkat dari kaba. Cerita kaba digelar dalam bentuk dialog yang diseling-selingi dengan dendang. Pada dasarnya, jika dilihat dari segi pertunjukan teaternya, randai adalah pertunjukan kaba dan bentuk drama atau teater. Oleh karena kaba Minangkabau cukup banyak jumlahnya, temanya pun beraneka ragam. Tema-tema itulah yang diungkapkan melalui pertunjuk randai ini. Beberapa waktu lalu Universitas Sumatera Utara menjadi Tuan rumah dalam acara tahunan yang dinamakan IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand – Growth Triangle) yaitu lembaga pembangunan sub-regional untuk peningkatan dan pemerataan pembangunan. Dalam acara ini Universitas Sumatera Utara mempercayai Unit Lembaga Kesenian sebagai peserta dalam bidang Culture. Pada malam pembukaan / Gala dinner Lembaga Kesenian USU telah berhasil membuat para Peserta, Dosen dan Staff Pengurus IMT-GT terpukau dengan penampilan yang dibawakan tarian yang berasal dari Minangkabau yaitu Tarian Randai. Tidak hanya dalam acara IMT-GT saja, namun Tarian Randai tersebut di pentaskan kembali dalam acara Dies Natalis Universitas Sumatera Utara ke-65.

Universitas Sumatera Utara Tarian tersebut pun menjadi bagian yang ditunggu oleh para mahasiswa dan mahasiswi yang hadir pada malam acara tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti Tarian Randai sebagai bahan tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai kesenian tari Randai, dimana susunan penyajian yang sudah tetap. Hal tersebut sangat menarik untuk ditelaah dari sudut pandang Ilmu Komunikasi terutama makna pesan komunikasi non- verbal. Selain itu belum adanya penelitian tentang makna dari tarian Randai dari sisi komunikasi yang sangat menarik untuk ditelaah. Terutama dalam arti setiap gerakan ini menjadi hal paling utama untuk diteliti. Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari – hari di rumah tangga, di tempat kerja, di pasar, dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi (Muhammad, 2009:1). Komunikasi terbagi dua yaitu komunikasi verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral).Komunikasi non-verbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata tetapi menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata. Seni budaya dapat berfungsi sebagai media yang baik untuk menyebar luaskan pesan. Tindakan komunikasi dapat dilakukan dalam berbagai cara, baik secara verbal (dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan) dan nonverbal (tidak dalam bentuk kata-kata, misalnya gesture, sikap, tingkah laku, gambar- gambar dan bentuk-bentuk lainnya yang mengandung arti). Peran artinya fungsi dan guna, hampir sebagian besar tari tradisional memiliki peranan besar dalam aktivitas masyarakat dimana tarian tersebut tumbuh dan berkembang. Peranan dalam tarian itulah yang membuat masyarakat dikenali sebagai ciri khas daerah, apalagi sebagai media komunikasi budaya sudah pasti tari tradisional Randai dikemas untuk menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat dan dapat mempengaruhi kehidupan agar lebih baik.

Universitas Sumatera Utara Pesan yang terkandung didalamnya ada makna yang mendidik masyarakat untuk berbudi pekerti yang baik terhadap orang lain. Mendidik anak-anak calon generasi selanjutnya untuk mencintai kebudayaan asli dengan cara menanamkan rasa suka dan kecintaan terhadap tanah air, membentuk jati diri seseorang serta mengajarkan kepada anak-anak muda zaman sekarang cara melestarikan budaya tradisional seni tari berhubungan dengan aktifitas orang banyak, yang bertujuan untuk menciptakan keadaan yang harmonis, baik dalam adat, agama maupun sosial. Seni tari adalah suatu karya manusia dan cara masyarakat dalam mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan, dalam adat tertentu seni tari sebagai persembahan untuk tamu terhormat yang hadir dalam perjamuan adat tersebut, seni tari dalam aspek agama biasa untuk mensyukuri ciptaan Tuhan maupun penyebaran agama tersebut, dan dalam aspek sosial seni tari dapat di gunakan dalam acara pernikahan, panen, pencarian jodoh, hingga kelahiran anak manusia. Seni terlihat bahwa kreasi kesenian tari tersebut tercipta dan berkembang sebagai kebutuhan hidup manusia. Dalam meliputi keyakinan dan kebutuhan biologis seseorang. Sesuai kebutuhan lingkungan masyarakat. Tari merupakan gerakan tangan yang berirama dan biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian. Seni tari merupakan seni gerakan tubuh secara berirama, biasanya sejalan dengan musik. Gerak-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu gagasan atau emosi, atau menceritakan suatu kisah, dapat pula digunakan untuk mencapai keadaan semacam mabuk atau tak sadar (trance atau kesurupan) bagi yang menarikannya. Tari merupakan aset paling penting dalam suatu kebudayaan, tari adalah suatu gerak yang diiringi musik sehingga membentuk keindahan seni tersebut. Tari Randai merupakan salah satu tarian yang berkembang di masyarakat Minangkabau hingga sampai sekarang ini. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai “Analisis Semiotika Tarian Randai Minangkabau Di Lembaga Kesnian USU”.

Universitas Sumatera Utara 1.2 Fokus Masalah

Berdasakan konteks diatas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. “Bagaimanakah makna penyampaian pesan dari tarian Randai dalam setiap gerakan yang memiliki ragam tarian tersebut?” 2. “Mitos apa yang dapat diungkap dari pemaknaan atas tanda yang terdapat dalam tarian Randai dalam setiap gerakan yang memiliki ragam tarian tersebut?” 1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian dari permasalahan yang telah di rumuskan dan agar penelitian ini memiliki arah yang lebih jelas maka perlu ditetapkan beberapa tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui makna pesan dalam gerakan yang terdapat dalam tarian Randai. 2. Mendeskripsikan bagaimana proses komunikasi nonverbal dan verbal di dalam tarian Randai. Manfaat penelitan berdasarkan tujuan penelitian: 1. Manfaat penelitian secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya keanekaragaman wacana penelitian di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dan di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca. 2. Manfaat penelitian secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan bagi peneliti, mahasiswa, serta masyarakat luas mengenai proses komunikasi dalam berbudaya. 3. Manfaat secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan, masukan bagi penelitian, dalam memahami proses komunikasi nonverbal dan verbal pada tarian Randai.

Universitas Sumatera Utara BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma

Guba dan Lincoln mendefinisikan paradigma sebagai serangkaian keyakinan- keyakinan dasar (basic beliefs) atau metafisika yang berhubungan dengan prinsip- prinsip pokok. Paradigma ini menggambarkan suatu pandangan dunia (world view) yang menyatukan bagi pengamat sifat dari dunia sebagai tempat individu dan kemungkinan hubungan dengan dunia tersebut beserta bagian-bagiannya (Hermawan, 2011: 4). Keyakinan-keyakinan ini bersifat dasar dalam pengertian harus diterima secara sederhana semata-mata berdasarkan kepercayaan saja disebabkan tidak ada suatu cara untuk menentukan suatu kebenaran akhir. Paradigma adalah basis kepercayaan atau metafisika utama dari sistem berpikir: basis dari ontologi, epistemologi dan metodologi. Paradigma dalam pandangan filosofis, memuat pandangan awal yang membedakan, memperjelas, dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Dengan demikian paradigma membawa konsekuensi praktis berperilaku, cara berfikir, interpretasi dan kebijakan dalam pemilihan terhadap masalah (Salim, 2006: 96) Paradigma ini sendiri ternyata bervariasi. Guba dan Lincoln (1994) menyebutkan empat macam paradigma, yaitu positivisme, post positivisme, konstruktivisme dan kritis. Dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis memandang bahwa semesta secara epistemologi sebagai hasil kontruksi sosial, pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interprestsi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul dalam pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna. Keberagaman pola konseptual atau kognitif merupakam hasil dari lingkungan historis, kultural, dan personal yang digali secara

Universitas Sumatera Utara terus menerus. Bagi kaum konstruktivis, semesta yang otonom, akan tetapi dikonstruksi secara sosial, dan karenanya plural. Paradigma Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahlkan subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial. Adabeberapa teori yang terdapat dalam lingkup paradigma Kontruktivisme ini, diantaranya yaitu Teori Kegunaan dan Kepuasan (Uses And Grafications Theory) dan Teori Interaksionisme Simbolik.

1. Teori Kegunaan dan Kepuasan Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan (Uses And Grafications Theory) pada awalnya muncul ditahun 1940 dan mengalami kemunculan kembali dan penguatan di tahun 1970an dan 1980an. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974). Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya. Misalnya, seseorang merupakan sekelompok konsumen aktif yang secara sadar menggunakan media dengan memilih media yang tepat untuk memenuhi kebutuhannya dalah hal informasi atau yang lainnya, baik personal maupun sosial yang diubah menjadi motif-motif tertentu.

2. Teori Interaksionisme Simbolik Teori Interaksionisme Simbolik dikenalkan oleh George Harbert Mead (1863- 1931). Teori interaksionisme simbolik mulai berkembang pada pertengahan abad ke- 20. Teori Interaksionalisme simbolik (symbolic interactionism) adalah pendekatan teoritis dalam memahami hubungan antara manusia dan masyarakat. Ide dasar teori

Universitas Sumatera Utara interaksionisme simbolik adalah bahwa tindakan dan interaksi manusia hanya dapat dipahami melalui pertukaran symbol atau komunikasi yang sarat makna. Teori interaksionisme simbolik beranggapan bahwa khalayak adalah produk sosial. Teori ini mempunyai metodologi yang khusus, karena interaksionisme simbolik melihat makna sebagai bagian fundamental dalam interaksi masyarakat. Dalam penelitian mengenai interaksi dalam masyarakat tersebut, teori interaksionisme simbolik cenderung menggunakan metode kualitatif dibanding metode kuantitatif. Konsekuensinya, kaum konstruktivis menganggap bahwa tidak ada makna yang mandiri, tidak ada deskripsi yang murni objektif. Kita tidak dapat secara transparan melihat ‘apa yang ada di sana’ atau ‘yang ada di sini’ tanpa termediasi oleh teori, kerangka konseptual atau bahasa yang disepakati secara sosial. Semesta yang ada di hadapan kita bukan sesuatu yang ditemukan, melainkan selalu termediasi oleh paradigma, kerangka konseptual dan bahasa yang dipakai. Masalah kebenaran dalam konteks kontruktivis bukan lagi permasalahan fondasi atau representasi, melainkan masalah kesepakatan pada komunitas tertentu. Lebih lanjut, dikatakan bahwa realitas memiliki karakter yang bersifat pluralistik dan plastis atau fleksibel. Bersifat pluralistik dalam artian dapat diekspresikan dalam artian realistis dibentuk dan dikembangkan untuk memenuhi keinginan atau harapan yang sengaja dilakuka manusia. 2.2 Kerangka Teori Dalam suatu penelitian, teori memiliki peran sebagai pendorong pemecahan masalah. Setiap sosial memerlukan teori, karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995: 37). Kerangka teoritis adalah suatu kumpulan teori dan model literatur yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu. Kerangka teoritis secara logis dikembangkan, digambarkan, dielaborasi jaringan-jaringan dari asosiasi antar variabel-variabel yang diidentifikasi melalui survei atau telaah literatur (Silalahi, 2009: 92). Adapun teori yang relevan dengan topik yang akan diteliti adalah sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara 2.2.1 Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media. Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris Communication berasal dari bahasa latin, communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah kesamaan makna (Effendy, 2002: 9)

Menurut Harold D. Lasswell, sebagaimana dikutip oleh Sendjaja (1999:7) cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan berikut: Who Says what In which Channel To Whom With What Effect? (Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana? (Wiryanto, 2004: 6) Model komunikasi Lasswell diperjelas oleh Wiryanto,( 2004: 17) sebagai berikut: a) Unsur sumber (who) mengundang pertanyaan mengenai

pengendalian pesan

b) Unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisi isi.

c) Saluran komunikasi (in which channel) menarik untuk mengkaji

mengenai analisi media.

d) Unsur penerima (to whom) banyak digunakan untuk studi analisis

khalayak

e) Unsur pengaruh (with what effect) berhubungan erat dengan kajian

mengenai efek pesan pada khalayak.

Universitas Sumatera Utara Adapun karakteristik dari komunikasi (Wiryanto, 2005: 22) adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi suatu proses. Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur, antar lain mencakup pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk, isi dan cara penyampaiannya), saluran atau alat yang digunakan menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi. 2. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari perilakunya. 3. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat. 4. Komunikasi bersifat simbolis, komunikasi pada dasarnya menggunakan lambang-lambang, misalnya bahasa. 5. Komunikasi bersifat transaksional, yaitu melibatkan dua tindakan, memberi dan menerima. 6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu, komunikasi menembus ruang dan waktu maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlihat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama.

2.2.1.1 Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (writen) atau lisan (oral) (Rakhmat. 1994: 33), mengidentifikasikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya, secara formal, bahasa dapat diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dilihat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan

Universitas Sumatera Utara bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti. Tata bahasa meliputi tiga unsur; fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata. Menurut Larry L. Barker (dalam Mulyana, 2005), bahasa mempunyai tiga fungsi; penamaan (naming atau labeling), interaksi dan transmisi informasi, 1. Penamaan atau penjulukan pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. 2. Fungsi interaksi menemukan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. 3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan budaya dan tradisi kita. Casandra L Book (1980), dalam Human Communications: Principles, Contexts, and skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi riga fungsi, yaitu: 1. Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini. 2. Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita, melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita. 3. Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.

Universitas Sumatera Utara 2.2.1.2 Komunikasi Non-Verbal

Komunikasi non-verbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata tetapi menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi non-verbal karena menggunakan kata, sedangkan informasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi non-verbal, komunikasi non-verbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun non-verbal. Menurut (Lubis, 2012: 118) Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia, walaupun hal ini sering kali tidak kita sadari. Padahal kebanyakan ahli komunikasi akan sepakat apabila dikatakan bahwa dalam interaksi tutup muka umumnya, hanya 35 persen dari social context suatu pesan yang disampaikan dengan kata-kata. Maka ada yang mengatakan bahwa bahasa verbal penting tetapi bahasa non-verbal tidak kalah pentingnya, bahkan mungkin lebih penting dalam peristiwa komunikasi. Adapun jenis-jenis Perilaku non-verbal menurut Ruben, (1984: 129-155) (dalam Lubis, 2012: 119-121) adalah: 1. Penampilan (Objectives) Komunikasi objek yang paling umum adalah penggunaan pakaian. Orang sering dinilai dari jenis pakaian yang digunakannya, walaupun ini dianggap termasuk salah satu bentuk stereotipe. Misalnya orang sering lebih menyukai orang lain yang cara berpakaiannya menarik. Selain itu, dalam wawancara pekerjaan seseorang yang berpakaian cenderung lebih mudah mendapat pekerjaan dari pada yang tidak. Contoh lain dari penggunaan komunikasi objek adalah cara berpakaian. 2. Gerakan Badaniah (Kinesics) Studi kinesics mempelajari bagaimana isyarat-isyarat non-verbal ini, baik yang sengaja maupun tidak sengaja, dapat dipengaruhi komunikasi. Setiap kebudayaan mempertunjukan gerakan badan dan sikap badan yang baik, misalnya dalam hal: postur atau sikap badan, gerak, isyarat badan, gerak

Universitas Sumatera Utara kepala, ekspresi muka, kontak mata dan tatapan, serta gerakan tangan dan lengan. 3. Presepsi Inderawi (Sensoric) a. Rabaan atau Sentuhan b. Penciuman 4. Penggunaan ruang jarak (Proxemics) Cara kita menggunakan ruang jarak sering kali menyatakan kepada orang lain sesuatu mengenai diri kita secara pribadi maupun kebudayaan. Aturan- aturan dan prosedur-prosedur yang menentukan ruang jarak dipelajari sebagai bagian dari masing-masing kebudayaan. 5. Sikap terhadap Waktu (Chronemics) Chronemics adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi non-verbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi non-verbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu terntu. 2.2.2 Komunikasi Non-Verbal dan Budaya

Hubungan antara komunikasi non-verbal dan kebudayaan jelas adanya, apabila diingat bahwa keduanya dipelajari, diwariskan dan melibatkan pengertian-pengertian yang harus dimiliki bersama. Dilihat dari segi ini, dapat dimengerti mengapa komunikasi non-verbal dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Lubis, 2012: 125). Banyak perilaku non-verbal dipelajari secara kultural. Sebagaimana aspek verbal, komunikasi non-verbal juga tergantung atau ditentukan oleh kebudayaan, yaitu: 1. Kebudayaan menentukan perilaku-perilaku non-verbal yang mewakili atau melambangkan pemikiran, perasaan, keadaan tertentu dari komunikator. 2. Kebudayaan menentukan kapan waktu yang tepat atau layak untuk mengkomunikasikan pemikiran, perasaan, keadaan internal, jadi walaupun perilaku-perilaku yang memperlihatkan emosi ini banyak yang bersifat universal, tetapi ada perbedaan-perbedaan kebudayaan dalam menentukan bilamana, oleh siapa dan dimana emosi-emosi itu dapat diperlihatkan.

Universitas Sumatera Utara Kebudayaan adalah “tingkah laku yang dipelajari” dan “fenomena mental” dan komunikasi adalah alat untuk belajar dan mewujudkan mental kedalam bentuk simbol-simbol. Ketika analisis kebudayaan memasuki riset komunikasi, akan muncul lingkungan organisme atau sistem yang dipertahankan atau kekuatan terhadap subjek- subjek tertentu, karena kebudayaan dilihat sebagai seperangkat aktivitas, gambaran gaya hidup, proses dimana realitas dibangun, dipertahankan, ditransformasikan Purwasito, (2002: 246). Hubungan antar budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami komunikasi antarbudaya, oleh karena melalui pengaruh budaya lah orang-orang belajar berkomunikasi. Cara-cara berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi, bahasa dan gaya bahasa yang digunakan, perilaku-perilaku nonverbal, semua itu merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktek perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula Mulyana (1996: 26). Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Samovar, (1981: 162-163) (dalam Lubis, 2012: 125-126) Pengenalan dan pemahaman tentang pengaruh kebudayaan pada interaksi non-verbal merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam KAB, karena: 1. Dengan mengerti pola-pola dasar pengetahuan non-verbal dalam suatu kebudayaan, kita dapat mengetahui sikap-sikap dasar dari kebudayaan tersebut. 2. Pola perilaku non-verbal dapat memberikan informasi tentang sistem nilai suatu kebudayaan. Bagi kebudayaan dengan orientasi pada “being” (keberadaan), suasana hening dalam pembicaraan diri dan kesadaran akan keadaan. 3. Pengetahuan tentang perilaku non-verbal dapat membantu untuk menekan rasa etnosentrisme. Misalnya: kita mungkin akan lebih memahami penggunaan jarak ruang oleh orang lain, jika kita sadar

Universitas Sumatera Utara akan karakteristik-karakteristik kebudayaan yang mendasarinya, yang mencerminkan sesuatu tentang si pengguna dan kebudayaannya.

2.2.2.1 Karakteristik-Karakteristik Budaya Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka, kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek, dan tradisi-tradisi untuk hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu Mulyana, (1989: 59) Rakhmat, (1989: 62) mengatakan Budaya memberi identitas kepada sekelompok orang, bagaimana dapat mengidentifikasi aspek-aspek budaya yang menjadikan sekelompok orang sangat berbeda. Berikut adalah aspek-aspeknya: a. Komunikasi dan bahasa Sistem komunikasi verbal dan non-verbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok lainnya. Sejumlah bangsa memiliki lima belas atau lebih bahasa utama (dalam suatu kelompok bahasa terdapat, dialek, aksen, logat, jargon dan ragam lainnya). b. Pakaian dan penampilan Meliputi pakaian dan dandanan (perhiasan) luar, juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural. Banyak subkultur menggunakan pakaian yang khas, jeans sebagai pakaian kaum muda di seluruh dunia, seragam untuk orang tertentu seperti anak-anak sekolah atau polisi. c. Makanan dan kebiasaan makan Cara memilih menyiapkan, menyajikan dan memakan sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Cara makan juga berbeda- beda. Ada orang yang makan dengan tangan saja, ada pula yang menggunakan sumpit atau seperangkat alat makan yang lengkap. d. Hubungan-hubungan Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan- hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan,

Universitas Sumatera Utara kekayaan, kekuasaan dan kebijkasanaan. Dalam budaya-budaya tertentu, orang yang harus di patuhi dalamkeluarga adalah lelaki yang mengepalai keluarga dan hubungan yang sudah tetap ini meluas dari rumah ke masyarakat. 2.2.2.2 Media Komunikasi Tradisional Komunikasi tradisional adalah proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain, dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan di suatu tempat kebudayaan tersentuh oleh teknologi modern.Media komunikasi tradisional yang sering disederhanakan dengan isitilah media rakyat adalah komunikasi antar manusia yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang seperti bunyi-bunyian, gerak isyarat, seni visual dan pertunjukan rakyat (Rachmadi, 1988: 111) (dalam Istianto, 2013: 28). Media rakyat secara umum di gambarkan sebagai sebuah media yang murah, mudah, bersifat sederajat, dialogis sesuai dan sah dari segi budaya, bersifat setempat, lentur, bersifat menghibur dan sekaligus memasyarakat dan sangat di percaya oleh kalangan masyarakat pedesaan yang msih tradisional kehidupannya (Oepen, 1988: 88) dalam Istianto, (2013: 28).Media komunikasi tradisional sendiri terdiri dari beberapa macam bentuk dan jenisnya antara lain adalah bentuk-bentuk folklore seperti cerita rakyat (mitos, legenda, dongeng), ungkapan rakyat (peribahasa, pepatah, pameo), puisi rakyat, nyanyian rakyat, teater rakyat dan alat-alat bunyian seperti kenthongan, gong, bedug, gendang dan sebagainya (Rachmadi, 1988: 111) (dalam Istianto, 2013: 28) Semua media komunikasi tradisional tersebut hidup antara masyarakat itu sendiri, bersumber dari budaya asli mereka, dan berguna sebagai sarana berinteraksi dalam satu kesempatan yang berbeda. Maka dari itu tidak jarang para orang tua saling mewariskan nilai-nilai perilaku bahkan juga nilai-nilai moral menggunakan media tersebut keapada anak keturunanya. Kebutuhan akan media komunikasi tradisional tersebut akan tetap hidup sesuai dengan kebutuhan pewarisan nilai yang dianggap sebagai kebutuhan dalam kehidupan yang tidak bersifat memaksa dan bercampur dengan nilai-nilai asing di luar budaya masyarakat tersebut (Istianto, 2013: 28).

Universitas Sumatera Utara Fungsi-fungsi pokok dari media rakyat sendiri menurut William R. Bascom )dalam Cahyani, 2016: 3) adalah: 1. Sebagai sistem proyeksi 2. Sebagai pengesahan/penguat adat 3. Sebagai alat pendidikan 4. Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

2.2.3 Seni Tari Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan pikiran. Bunyi-bunyian yang disebut musik pengiring tari mengatur gerakan penari dan memperkuat maksud yang ingin disampaikan. Gerakan tari berbeda dari gerakan sehari-hari seperti berlari, berjalan, atau bersenam. Menurut jenisnya, tari digolongkan menjadi tari rakyat, tari klasik, dan tari kreasi baru (https://id.wikipedia.org/wiki/Tari). Menurut ahli Dr. Soedarsono “Tari adalah sebuah ungkapan dari dalam jiwa manusia yang di ekspresikan melalui gerakan ritmis yang indah (estetis)”. Maksud dari Dr. Soedarnoso ungkapan rasa adalah keinginan dari dalam diri seorang yang melimpahkan atau menujukan rasa dan emosional seorang tersebut. Sedangkan gerakan ritmis yang indah adalah gerakan tubuh yang disesuaikan dengan irama nada yang mengiringinya, sehingga menciptakan daya pesona yang memikat bagi yang melihatnya. 2.2.3.1 Unsur Utama Dalam Seni Tari Suatu gerakan tidak bisa dikatakan sebagai tarian bila tidak memenuhi tiga unsur. Jika salah satu saja dari unsur tersebut tidak ada, maka gerakan tersebut tidak bisa dikatakan sebuah tari (https://ceritaihsan.com).Berikut unusr dalam tari: 1. Wiraga (Raga) : Sebuah tarian harus menampakkan gerakan badan, baik dengan posisi duduk ataupun berdiri.

Universitas Sumatera Utara 2. Wirama (Irama) : Sebuah seni tari harus memiliki unsur irama yang menyatukan gerakan badan dengan musik pengiringnya, baik dari segi tempo maupun iramanya. 3. Wirasa (rasa) : Sebuah seni tari harus mampu untuk menyampaikan sebuah perasaan yang ada di dalam jiwa, melalui sebuah tarian dan gerakan juga ekspresi penarinya. 2.2.3.2 Unsur Pendukung Seni Tari Unsur pendukung hanyalah sebuah ajang untuk memikat orang yang melihat agar sebuah tarian lebih menarik. Sebetulnya jika unsur ini tidak dipenuhi maka suatuk gerakan yang ritmis sudah dikatakan gerakan seni tari. Tapi ada baiknya jika unsur pendukung seni tari juga dipenuhi, supaya lebih memiliki daya pesona jika digunakan pada sebuah pementasan atau pertunjukan (https://ceritaihsan.com) Unsur tersebut adalah. 1. Ragam gerak Sebuah tari akan terlihat indah bila seluruh anggota badan berkaloborasi. Bukan hanya kaki dan tangan, kombinasi dari raut muka dan lirikan mata juga ekspresi wajah akan menambah daya tarik tersendiri. Sehingga tarian tersebut akan terlihat lebih estetis. 2. Ragam iringan Suatu tari bisa dinikmati jika diiringi dengan musik yang ritmis dan cocok dengan gerak suatu tarian. Sehingga menampilkan paduan yang indah antar gerakan dan musik. Namun, tari akan jauh lebih indah dan dapat dinikmati jika diiringi dengan keluarnya suara dari tubuh penarinya. Baik berupa tepukan, hentakan, maupun terikan. 3. Rias dan kostum Sebuah tarian tidak akan lengkap jika tidak memenuhi semua unsur. Begitu juga dengan unsur rias dan kostum. Tanpa rias wajah dan kostum, sebuah tarian akan terasa hambar. Tidak bermakna, juga tidak menarik ditonton. 4. Pola lantai/bloking

Universitas Sumatera Utara Tarian juga akan terlihat lebih berseni jika pola lantainya terlihat indah. Penari tidak hanya berdiri pada satu titik saja. Penari harus menyesuaikan dengan tempat dan penontonya. Lalu, jika tariannya dilakukan dengan berkelompok, maka gerakannya juga harus tertata rapi antar sesama penari. Supaya terlihat bagus di mata para penonton. 2.2.3.3 Jenis-Jenis Seni Tari Pada dasarnya, seni tari dapat dikelompokkan menjadi dua jenis tari.Dari kedua itu maka kita bisa mengetahui perbedaan dari seni tari sendiri (https://ceritaihsan.com). 1. Tari Berdasarkan Jumlah Penarinya Dalam hal ini maka dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori. Berikut penjabarannya.

a) Tari tunggal (solo) Sebuah tari seni yang dibawakan oleh satu orang penari. Baik itu penari laki- laki maupun perempuan. Contoh: Tari Gatotkaca asal Jawa Teng b) Tari berpasangan (Duet) Sebuah tari seni yang dibawakan oleh dua orang penari. Baik itu penari laki- laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, ataupun campur laki- laki perempuan. Contoh : Tari Topeng asal Jawa Barat. c) Tari Berkelompok (Group) Sebuah tari seni yang dibawakan oleh banyak orang atau berkelompok. Penari biasanya lebih dari dua orang. Baik dilakukan dengan laki-laki semua, perempuan semua, ataupun campur laki-laki dan perempuan. Contoh : Tari Randaiasal Sumatera Barat. 2. Tari Berdasarkan Genre/Alirannya Seni tari juga dibedakan berdasarkan genre atau alirannya. Dalam hal ini mencangkum aliran gerakan tarian itu sendiri dan variasi musik yang dibawakan. Aliran seni tersebut dapat dikelompokan menjadi lima kategori (http//ceritaihsan.com).

Universitas Sumatera Utara a) Tari tradisional Seni tari tradisional yaitu tarian yang diwariskan dari masa ke masa sejak zaman dahulu, yang dilestarikan lalu menjadi budaya di sebuah daerah. Dalam tarian tersebut terdapat nilai, filosofi, simbol dan unsur religius.nTari tradisional biasanya tidak berubah dari masa ke masa. Dari segi pakaian tari, rias, kostum, dan tarian itu sendiri. Karena tarian seperti ini biasanya salah satu tujuannya adalah agar tetap terjaga dan tidak hilang dimakan zaman. b) Tari tradisional klasik Tari ini merupakan tarian tradisional yang dikembangkan oleh kalangan istana atau keraton saja. Dikatakan bahwa tarian ini tidak boleh diganti gerakannya, pun juga semua jenis tari tradisional memang tidak bisa diganti gerakannya. Jika tarian tersebut diganti atau hanya sekedar ditambah, yang isi tarian tersebut adalah budaya kerajaan, maka hanya akan merusak nilai sebuah tarian itu sendiri. Walaupun zaman sudah berganti puluhan tahun, atau bahkan ratusan tahun. Tarian itu tidak boleh diotak-atik. Ciri seni tarian tradisional klasik adalah tarian yang bernuansa anggun dan berwibawa, juga jubah dan aksesoris mewah yang dikenakan oleh para penari. Biasanya tarian ini diadakan untuk menyambut sebuah tamu kehormatan dan berkebangsaan.Contoh dari tarian ini adalah Tari asal Jawa Tengah dan Tari Sang Hyang asal Bali. c) Tari tradisional kerakyatan Kebalikan dari tari tradisional klasik, tari tradisional kerakyatan justru dikembangkan dari masyarakat kaum bawah atau rakyat biasa. Berbeda dengan tradisional klasik, tarian yang satu ini gerakannya tidak terlalu baku. Bahkan bisa di satu padukan dengan gerakan baru yang lebih menarik. Karena tarian ini tidak harus memilki syarat yang berbelit untuk melakukannya. Dari segi gerakan maupun penampilan. Tari tradisional kerakyatan biasanya di laksanakan atau di adakan dalam bentuk upacara perayaan dan sebagai tari pergaulan. Contoh dari tarian ini adalah Tari Jaipong asal Jawa Barat dan Tari Lilin asal Sumatra Barat.

Universitas Sumatera Utara d) Tari kreasi baru Tari kreasi baru adalah sebuah tarian yang dikembangkan oleh seorang koreaografer atau juga disebut penata tari. Seni gerakan yang ditampilkan juga sudah jauh dari kaku. Gerakan yang ditampilkan bersifat bebas, tapi masih tetap dalam kaidah gerakan tari yang estetis dan indah. Riasan dan iringan musik dalam tari kreasi baru juga sangat beragam. Tergantung dengan tema dan tujuan yang ingin dibawakan oleh penari tersebut. Tari kreasi baru dibagi menjadi dua bagian. Yaitu tari kreasi baru pola tradisi dan tari kreasi baru pola non tradisi. 1. Tari kreasi baru pola tradisi Tari seni ini menggunakan sentuhan unsur tradisional. Baik itu gerakannya, rias dan kostum, iramanya. Ada nilai-nilai tradisi yang dibawakan dalam tarian jenis ini. 2. Tari kreasi baru pola non tradisi Sebaliknya, tarian ini adalah tarian yang tidak menggunakan sama sekali unsur tradisional dalam tariannya. Baik itu gerakannya, rias dan kostum, iramanya. Dari sini kita bisa mengartikan bahwa tarian ini adalah tarian modern. e) Tari kontemporer Tarian jenis ini memupakan sebuah tarian yang mengunakan gerakan- gerakan yang bersifat simbolik, unik dan mengandung pesan tertentu didalamnya.Irama musik yang digunakan juga tidak biasa, cukup dibilang unik. Mulai dari musik sederhana, orkestra, sampai musik flutyloops yang diambil dari teknologi musik digital. Riasan wajah dan kostum dari tarian ini juga terbilang aneh sesuai dengan tema yang dibawakan. Terbilang aneh, mungkin karena tarian ini yang biasanya membawakan sebuah gerakan berbentuk mengenang sebuah perjuangan seorang tokoh, atau kejadian, atau juga hari tertentu yang mana meninggalkan cerita khusus.

Universitas Sumatera Utara 2.2.3.4 Fungsi Seni Tari

1. Tari pertunjukan Yaitu tari yang disiapkan untuk suatu acara dan dipentaskan. Tarian ini menonjolkan dari sisi koreografi artistik, konsep yang bagus dan ide yang matang. Serta tema yang tertata sedemikian rupa sehingga tarian tersebut menjadi menarik dan indah (https://ceritaihsan.com) 2. Tari Upacara Yaitu tarian yang dilakukan hanya pada upacara adat maupun acara yang bernuansa keagamaan. Tarian ini mengutamakan adanya ke khidmatan dan komunikasi pada Sang Pemilik Alam. 3. Tari hiburan Yaitu tarian yang diadakan hanya untuk menghibur penonton saja. Biasanya tarian ini dimainkan dengan alunan musik dan irama yang enak didengar. Gerakan tarinya juga bebas dari berbagai macam nilai, tradisi, atau adat. Yang terpenting dari tarian ini adalah mampu menghilangkan rasa jenuh para pendengar atau penonton. 4. Tari pergaulan Yaitu tarian yang dimainkan untuk berinteraksi ke sesama saja. Tarian ini biasanya digunakan untuk saling adu unjuk rasa dalam kesenian. Dalam gerakanganya juga terlihat lincah dan memiliki sifat komunikatif. Sehingga mampu memberikan interaksi atau timbal balik ke sesama. 5. Tari kesenian Yaitu tarian yang dilaksanakan untuk tujuan pelestarian budaya. Biasanya tarian ini bernuansa tradisional. Karena menghargai warisan budaya penggilan nenek moyang pada zaman dahulu. Tarian ini hanya dipentaskan pada saat hari atau momen kebudayaan saja.

Universitas Sumatera Utara 2.2.4 Semiotika

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani yaitu semeion yang berarti ‘tanda’. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda bermakna sesuatu hal yang menunjuk adanya hal lain (Bungin, 2009: 164). Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996;64). Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal bisa dikomunikasikan di dunia. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasi (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988: 179) (dalam Kurniawan, 2001: 53). Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna adalah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda (Littlejohn, 1996:64) konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika. Semiotika menaruh perhatian apa pun yang dapat dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu waktu tertentu. Dengan begitu, semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari apa pun

Universitas Sumatera Utara yang bisa digunakan untuk mengatakan sesuatu kebohongan sebaliknya, tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran (Berger, 2000: 11-12) Pada dasarnya, semiosis dapat dipandang sebagai proses tanda yang dapat diberikan dalam istilah semiotika sebagai hubungan antara 5 istilah yaitu:

S (s,i,e,r,c)

S : adalah tanda untuk semiotic relation (hubungan semiotik) s : untuk sign (tanda) i : untuk interpreter (penafsir) e : untuk effect atau pengaruh (misalnya, suatu diposisi dalam i akan beraksi dengan cara tertentu r pada kondisi tertentu c karena s) r : untuk reffrence (rujukan) c : untuk contest (konteks) atau conditions (konsisi) (Gambar 2.1) Sumber: Alex Sobur dalam Piliang (2003). Komunikasi Semiotik. Bandung Fiske (dalam Bungin, 2006: 67) mengatakan bahwa semiotika mempunyai tiga bidang studi utama yaitu: a. Tanda itu sendiri, hal ini tersendiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya. c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

Universitas Sumatera Utara Sedangkan Saussure memasukkan semiotika sebagai hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan langsung. Saussure mengemukakan bahwa seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterprestasikan tanda tersebut. Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau coretan bermakna (Sobur, 2004: 46). Di pihak lain menurut (Littlejohn, 2009; 55-56) semiotika dapat dibagi ke dalam tiga dimensi kajian, yaitu semantik, sintatik, dan pragmatik. Adapun penjabarannya yaitu: 1. Semantik Semantik adalalah suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari hubungan diantara tanda-tanda dengan designata atau objek-objek yang diacunya. Berkenaan dengan makna dan konsep, dalam hal ini membahas bagaimana tanda memiliki hubungan dengan referensnya, atau apa yang diwakili suatu tanda. Prinsip dasar dalam semiotika adalah bahwa representasi selalu diperantara atau dimensiasi oleh kesadaran interpretasi seorang individu dan setiap interpretasi atau makna dari suatu tanda akan berubah dari suatu situasi ke situasi lainnya (Morrisan. 2009: 30) 2. Sintatik Sintatik adalah suatu cabang penyidikan semiotika yang mengkaji hubungan formal diantara suatu tanda dengan tanda-tanda lain. Berkenaan dengan keterpaduan dan keseragaman,studi ini mempelajari mengenai hubungan antara tnda. Tanda dilihat sebagai bagian dari sistem tanda yang lebih besar atau kelompok yang diorginisir melalui cara tertentu. Sistem tanda seperti ini biasa disebut dengan kode. Menurut pandangan semiotika, tanda selalu dipahami oleh hubungan dengan tanda lainnya (Morrisan, 2009: 30).

Universitas Sumatera Utara 3. Pragmatik Pragmatik merupakan cabang suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari hubungan di antara tanda-tanda dengan interpreter-interpreter atau para pemakai-pemakai tanda.berkenaan dengan teknik praktis, aspek ini mempelajari bagaimana tanda mengasilkan perbedaan dalam kehidupan manusia dengan kata lain adalah studi yang mempelajari penggunaan tanda sertaefek yang dihasilkan tanda. Berkaitan pula dengan mempelajari bagaimana atau kesalahpahaman terjadi dalam berkomunikasi (Morrisan, 2009: 30). 2.2.4.1Semiotika Roland Barthes Roland Barthes (1915-1980) melontarkan konsep denotasi dan kontotasi sebagai kunci dari analisisnya. Dalam studinya, Barthes menekankan pentingnya peran pembaca tanda (the readers). Konotasi yang walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi ( dalam Sobur, 2004: 63). Bagi Rolands Barthes, di dalam teks beroperasi lima kode pokok yang (five major code) yang didalamnya terdapat penanda teks (leksia). Lima kode yang ditinjau Barthes yaitu (dalamSobur, 2004: 65-66): 1. Kode Hermeneutik, atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Didalam narasi ada suatu cerita atau kesinambungan atau pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian cerita. 2. Kode Proaretik, atau kode tindakan/lakuan dianggap sebagai perlengkap utama teks yang dibaca orang, yang artinya antara lain semua teks bersifat naratif. Secara teoritis Barthes melihat semua lakuan dapat dikodifikasi. Pada praktiknya ia menerapkan beberapa prinsip seleksi. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena kita dapat memahaminya. 3. Kode Simbolik, merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktual, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural.

Universitas Sumatera Utara Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses wicara, maupun pada oposisi psikoseksual yang melalui proses. Pemisahan dunia secara kultural dan primitif menjadi kekuatan dan nilai-nilai yang berlawanan yang secara mitologis dapat dikodekan. 4. Kode Kultural, atau gnomik merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Rumusan suatu budaya atau sub budaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasi yang di atas penulis bertumpu. 5. Kode Semik, atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dikelompokan dengan kontasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat susatu kumpulan konotasi, kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh atribut tertentu.

Barthes juga membagi signifikasi kepada dua tahap yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah sistem signifikasi tingkat pertama dan konotasi adalah sistem signifikasi tingkat kedua. Denotasi merupakan makna paling nyata dari tanda yang dibangun oleh relasi antara signier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap kenyataan eksternalnya. Konotasi ini diajukan Barthes untuk menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca. Ringkasnya, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya (Sobur, 2004: 128). Selain itu, Barthers juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos dalam pemahaman semiotika Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. Gambar peta tanda Roland Barthes dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara 1. Signifier 2. Signified (Penanda) (Petanda)

3. Denotative Sign (Tanda Denotatif)

4. Connotative Signifier 5. Connotative Signified (Penanda Konotatif) (Pertanda Konotatif)

6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Gambar Peta Tanda Roland Barthes Sumber;( Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, 2004; 69) Dari peta tanda Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotatife (3) terdiri dari penanda (1) dan petanda (2), namun bersamaan pula dengan tanda denotatif menjadi penanda konotatif (4). Tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan tapi mengandung kedua bagian tanda denotatife yang melandasi keberadaannya. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebut sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. (Budiman, 2003: 28). Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, pertanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan tataran kedua. Barthes menempatkan ideologi dengan mitos karena baik di dalam mitos dengan ideologi, hubungan antara penanda konotatif antara petanda konotatif terjadi secara termotivasi (Budiman, 2003; 28) Beberapa konsep penting dalam analisis semiotika Rolands Barthes adalah: 1. Penanda dan Petanda Menurut Saussure, bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah idea atau petanda (signified). Dengan kata lain penanda adalah ‘bunyi yang bermakna’ atau ‘coretan yang bermakna’. Jadi, penanda

Universitas Sumatera Utara adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran atau konsep. Menurut Saussure, penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas. Saussure menggambarkan tanda yang terdiri signifier dan signified itu sebagai berikut:

Elemen-Elemen Makna Saussure Sign

Composed Of

Signifier Signified Significations

External Reality Of Meaning Sumber; (Sobur, Alex 2004. Analisis Teks Medis)

Pada dasarnya apa yang disebut signifier dan signified tersebut adalah produk kultural. Setiap tanda kebahasaan, menurut Saussure, pada dasarnya menyatukan sebuah konsep (concept) dan suatu citra suara (sound image), bukan menyatakan sesuatu dengan sebuah nama. Suara yang muncul dari sebuah kata yanag diucapkan merupakan penanda (signifier) sedangkan konsepnya adalah pertanda (signified). Dua unsur ini tidak bisa dipisahkan sama sekali. Pemindahan hanya akan menghancurkan ‘kata’ tersebut. 2. Denotasi dan Konotasi Denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang ‘sesungguhnya’, bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut dengan apa yang terucap (Sobur, 2004: 70).

Universitas Sumatera Utara Denotasi adalah hubungan yang digunakan didalam tingkat pertama dalam sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah pertanda (Berger, 2000: 55). Sedangkan konotasi (connotation, evertone, ovocatory) diartikan sebagai aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca). Dengan kata lain, makna konotatif merupakan makna leksikal + X (Sobur, 2004: 263) 3. Mitos Pada umumnya mitos adalah suatu sikap lari dari kenyataan dan mencari ‘perlindungan dalam dunia khayal’. Sebaliknya dalam dunia politik, mitos kerap dijadikan alat untuk membunyikan maksud-maksud yang sebenarnya, yaitu membuka jalan, mengadakan taktik untuk mendapat kekuasaan dalam masyarakat yang bersangkutan dengan ‘melegalisasikan’ sikap dan jalan anti-sosial. Tujuan dari suatu mitos politik adalah selalu kekusasaan dalam negara, karena dianggap bahwa tanpa kekusasaan keadaan tidak dapat diubahnya. Demikianlah mitos mudah menjadi ‘alat kekuasan’ yang sukar dibuktikan kebenarannya selama tujuan mitos belum menjadi kenyataan, maka apa yang dijanjikan oleh mitos masih saja dapat diproyeksikan ke masa ‘lebih ke depan’ lagi (Sobur, 2004: 223-224). Mitos (mythes) adalah sesuatu jenis tuturan (a type of speech), sesuatu yang hampir mirip dengan sesuatu yang hampir mirip dengan ‘representasi kolektif’ di dalam sosiologi Durkheim. Mitos adalah sistem komunikasi, sebab ia membawakan pesan. Maka, mitos bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep atau suatu gagasan, melainkan suatu cara signifikasi bentuk. Lebih jauhnya lagi, mitos tidak ditentukan oleh objek ataupun suatu gagasan, melainkan cara mitos disampaikan. Mitos tidak hanya berupa pesan yang disampaikan dengan bentuk lain atau campuran antara bentuk verbal dan nonverbal. Misalnya dalam bentuk film, lukisan, fotografi, iklan dan komik (Sobur, 2004: 224).

Universitas Sumatera Utara 2.2.4.2 Semiotika Komunikasi Visual Semiotika sebagai cabang keilmuwan memperlihatkan pengaruh pada bidang- bidang seni rupa, seni tari, seni film, desain produk, arsitektur, termasuk desain komunikasi visual. Sehingga dalam pemaknaan yang dimana aspek tersebut mau dipahami sehingga dapat dimengerti. Menurut Tinarbuko (dalam Piliang, 2012: 339-340) semiotika komunikasi visual yaitu semiotika sebagai metode pembacaan karya komunikasi visual. Dilihat dari sudut pandang semiotika khusus, dengan perbendaharaan kata (vocabulary) dan sintaks (sintagm) yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Fungsi signifikasi adalah fungsi dimana penanda yang bersifat konkrit dimuat dengan konsep-konsep abstrak, atau makna, yang secara umum disebut pertanda. Dapat dikatakan disini, bahwa meskipun semua muatan komunikasi dari bentuk- bentuk komunikasi visual ditiadakan, ia sebenarnya masih mempunyai muatan signifikasi, yaitu muatan makna. Efektivitas pesan menjadi tujuan utama dari design komunikasi visual. Berbagai bentuk desain komunikasi visual: iklan, fotografi, video klip, web design, cd interaktif adalah di antara bentuk-bentuk komunikasi visual yang melaluinya pesan-pesan tertentu disampaikan dari pihak pengirim (desainer, produser, copywriter) kepada penerima (pengamat, penonton, pemirsa). Semiotika komunikasi mengkaji tanda konteks komunikasi yang lebih luas yang melibatkan berbagai elemen komunikasi, seperti saluran, sinyal, media, pesan, kode (bahkan juga noise). Semiotika komunikasi menekankan aspek produksi tanda di dalam berbagai rantai komunikasi, saluran dan media, ketimbang sistem tanda. Di dalam semiotika, tanda ditempatkan di dalam rantai komunikasi, sehingga mempunyai peran yang penting dalam penyampaian pesan. 2.2.4.3 Pesan dan Simbolik Purwasito (2002:206-207) menyatakan partisipan komunikasi menyampaikan pesan dengan menggunakan simbol atau lambang-lambang. Simbol atau lambang- lambang tersebut dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama. Pesan, secara sederhana diartikan sebagai isi (content aspect) pikiran, gagasan yang dikirim dari

Universitas Sumatera Utara sumber kepada penerima (relational aspect) untuk suatu tujuan mempengaruhi pikiran dan gagasan orang lain. Pesan diwujudkan dalam bentuk lambang. Berupa kata-kata, gambar dan tulisan (pesan verbal) dan perilaku nonverbal. Komunikasi disbut penggunaan simbol-simbol yang terorganisasi dan disepakati secara umum sebagai wahana pertukaran gagasan. Apa saja yang dipakai, dimakan dan dikerjakan, benda apa saja yang diciptakan, merupakan simbol-simbol komunikasi. Proses komunikasi berada dalam simbolik, oleh karena itu komunikasi juga disebut sebagai interaksi simbolik. Sedangkan simbol-simbol yang membangun pesan disebut juga bahasa, merupakan proses dan hasil belajar masyarakat. Tanda juga didefinisikan sebagai sesuatu yang ambigu, multipretable, yang mempunyai makna sesuai dengan latar belakang budaya dimana tanda itu dilahirkan. Kebudayaan adalah suatu sistem simbolik yang mempunyai makna. Seperti yang dijelaskan di muka, banyak persamaan dalam simbol-simbol yang digunakan dalam interaksi simbolik. Para sosiolog seperti Mead, Cooley, Thomas memberi premis sebagai landasan teori sebagai berikut: “Manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan oleh berbagai hal kepada mereka”. Dengan premis ini, orang-orang yang berinteraksi selalu didasarkan atas dasar makna yang terkandung dalam berbagai hal itu (Purwasito, 2002: 208). Sedemikian tak terpisahkannya hubungan antara manusia dengan kebudayaan, sampai ia disebut makhluk budaya. Kebudayaan tersendiri terdiri atas gagasan-gagsan, simbol-simbol, dan nilai-nilai sebagai hasil karya dari tindakan manusia, sehingga tidaklah berlebihan jika ada ungkapan, “Begitu eratnya kebudayaan manusia dengan simbol-simbol,, sampai manusia pun disebut manusia dengan simbol-simbol. Manusia berfikir, berperasaan, dan bersikap dengan ungkapan-ungkapan yang simbolis” (Sobur, 2004:177). Dikatakan Gertz (dalam Susanto, 1992: 52) kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui mana manusia berkomunikasi,

Universitas Sumatera Utara mengekalkan dan memperkembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini. 2.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran sebagai dasar pemikiran peneliti dilandasi dengan konsep- konsep dan teori yang relevan guna memcahkan masalah penelitian. Hal ini juga sama halnya dengan yang dikatakan bahwa kerangka konsep sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 2001:40) Kerangka pikiran yang terbentuk adalah sebagai berikut:

Objek Penelitian Gerakan Tari Randai yang diproduksi dokumentasi Unit Lembaga Kesenian USU

Analisis Semiotika Roland Barthes -Denotasi dan Konotasi dan Mitos -Lima kode penanda teks (leksia)

Level Analisis Teks (Gambar/Scene) Pemaknaan Dalam Video

Universitas Sumatera Utara

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Menurut Pujileksono, (2015: 4), metode penelitian adalah analisis teori atau ilmu yang membahas tentang metode dalam melakukan penelitian. Metode penelitian komunikasi adalah prosedur atau cara ilmiah dalam melakukan penelitian bidang komunikasi untuk menemukan hal-hal baru, membuktikan/menguji temuan penelitian sebelumnya atau untuk pengembangan ilmu komunikasi.Metode penelitian umumnya dibagi ke dalam dua bagian, yaitu metode penalaran deduktif dan metode penalaran induktif. Metode penalaran deduktif melahirkan metode analisis kuantitatif dan digunakan untuk melayani tujuan verifikasi teori atau hipotesis. Sedangkan, metode penalaran induktif melahirkan metode analisis kualitatif dan digunakan untuk memenuhi tujuan heuristik (Arifin, 2013: 35) Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi secara mendalam. Seperti yang dikatakan Kriyantono (2008: 35), metode kualitatif tidak mengutamakan populasi sampling, sehingga penelitian tersebut bersifat yang hasilnya bukan untuk digeneralisasikan. 3.2 Objek Penelitian Objek penelitian adalah masalah yang akan diteliti atau masalah yang akan dijadikan objek penelitian, yaitu problem yang harus dipecahkan dibatasi melalui penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek peneliti adalah “Video Tari Randai Minangkabau” yang didokumentasikan Unit Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara. 3.3 Subjek Penelitian Subjek penelitian memiliki peran sangat strategis karena pada subjekpenelitian, hal inilah yang menjadi sumber data yang akan diamati. Sehinggasubjek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan

Universitas Sumatera Utara sumberinformasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data. Pada penelitian kualitatif,responden atau subjek penelitan disebut dengan istilah informan, yaitu orang yangmemberikan informasi tentang pengumpulan data yang ingin diteliti yangberkaitan dengan penelitian yang di jalankan. Dari uraian di atas peneliti akanmenentukan informan, seperti yang sudah dijelaskan pada metode penelitian.Yang menjadi fokus informan yaitu penari aktif yang ada diULK USU ( Ainal, Khairul, Joyada dan Annisa )dan sebuah video dokumentasi ULK USU. 3.4 Kerangka Analisis Patton dalam (Lexy Moloeng 2002:103) menjelaskan bahwa analisis adalah proses pengatur data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah fakta dan bukan untuk menjelaskan fakta tersebut. Analisis kualitatif umumnya tidak digunakan untuk mencari data dalam frekuensi, tetap digunakan untuk menganalisis makna dari data yang tampak di permukaan (Bungin, 2008: 39). Dalam penelitian ini kerangka analisis diperoleh melalui reduksi data yang diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhana, pengabstrakkan, dan transformasi yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles & Huberman, 1992: 16). Dalam penelitian ini merupakan kegiatan bersifat kontinyu dan oleh karena itu pemeliti perlu memeriksa dengan cermat apa hasil yang ada di lapangan dari setiap kontak antara peneliti dan informan. Proses reduksi data akan mempermudah peneliti dalam pengumpulan data dan analisis data secara valid, membuang yang tidak perlu, mengarahkan dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-kesimpulan final dapat diverifikasi. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh peneliti untuk memperoleh data. Adapun teknik pengumpulan data dalam melakukan penelitian ini adalah:

Universitas Sumatera Utara 1. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data video “Tari Randai” yang didokumentasikan oleh anggota Unit Lembaga Kesenian USU 2. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur, buku dan sumber bacaan lainnya yang relevan dan mendukung penelitian serta membantu peneliti untuk memperoleh informasi 3. Metode Observasi Merupakan teknik yang dilakukan peneliti dengan cara terlibat langsung dalam aktivitas keseharian subyek yang diteliti untuk mendekatkan diri antara penari dan pemusik yang memainkan Tarian Randai tersebut di ULK USU. 3.6 Teknik Analisis Data Dilihat dari tinjauan analisis, maka ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis dan kualitatif, yaitu (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut, (2) menganalisis makna yang ada di balik informasi data, dan proses suatu fenomena sosial itu. Semiotika memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Sebuah analisis semiotik menyediakan cara menghubungkan teks tertentu dengan sistem pesan dimana ia beroperasi (Sobur, 2004:65-66). Analisis Leksia dipilih dan ditentukan berdasarkan pada kebutuhan pemaknaan yang akan dilakukan. Leksia dalam bahasa bisa didasarkan pada: kata, frasa, klausa ataupun kalimat. Sedangkan pada gambar, leksia biasanya tanda-tanda (gambar) yang dianggap penting dalam pemaknaan.

Universitas Sumatera Utara Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik (5) kode yang ditinjau Barthes adalah: 1. Kode hermeneutik (kode teka-teki) 2. Kode semik(makna konotatif) 3. Kode simbolik (kode fiksi) 4. Kode proaretik (logika atau tindakan) 5. Kode gnomik (kode kultural)

Universitas Sumatera Utara BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jejak Tarian Randai Unit Lembaga Kesenian USU

Tarian ini dikreasikan oleh anggota ULK USU pada 3 Mei 2017 dan pertama kali di tampilkan pada ajang IMT-GT (Indonesia,Malaysia,Thailand – Growth Triangle) ke-19 di Universitas Sumatera Utarayaitu lembaga pembangunan sub- regional untuk peningkatan dan pemerataan pembangunan. Para seniman penari tentu sudah tak asing lagi dengan tarian “Randai”. Tarian ini disajikan kaba-kaba yang berwujud cerita epos dan legenda Minang asli. Yang menjadi inti dalam randai itu ialah cerita yang dilagukan serta didramatisirkan, yang diselang-seling dengan lagu yang merdu, tari, pencak dan silat, sesuai dengan jalan cerita yang dibawakannya. Dengan demikian bukanlah tidak mungkin jika jalan ceritanya mengalami berbagai perubahan menurut versi masing-masing yang melafalkannya. Jadi kaba yang dibawakan dan diiringi oleh randai bukanlah milik pribadi orang yang menceritakannya melainkan pusaka dan milik bersama. Tiap orang yang menceritakan, menyalin maupun yang membukukannya bebas menyisip pandangan dan pendapat pribadinya, atau pendapat umum yang sedang berkembang dalam masyarakatnya. Cerita randai diangkat dari kaba. Cerita kaba digelar dalam bentuk dialog yang diseling-selingi dengan dendang. Pada dasarnya, jika dilihat dari segi pertunjukan teaternya, randai adalah pertunjukan kaba dan bentuk drama atau teater. Oleh karena kaba Minangkabau cukup banyak jumlahnya, temanya pun beraneka ragam. Tema- tema itulah yang diungkapkan melalui pertunjukan randai ini. Tidak hanya dalam acara IMT-GT saja, namun Tarian Randai tersebut dipentaskan kembali dalam acara Dies Natalis Universitas Sumatera Utara ke-65. Tarian tersebut pun menjadi bagian yang ditunggu oleh para mahasiswa dan mahasiswi yang hadir pada malam acara tersebut.

Universitas Sumatera Utara 4.2. Ragam Dendang Gerak Tari Randai Pemain Randai pada Unit Lembaga Kesenian USU terdiri dari 16 penari dan 2 pemusik. Terdapat 8 ragam dendang gerakan tari yang bercerita tentang suka cita memanen hasil pertanian. 4.2.1 Analisis Ragam Dendang I

Gambar atas: Video dokumentasi IMTGT-2017 Gambar bawah: Dokumentasi peneliti

Gambar 4.1

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2

Gambar 4.3

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.4 a. Analisis Leksia Pada menit ke 00.40-2.09 dendang 1 adalah permulaan tari dengan nama Dendang Dayang Daini dendang ini adalah salah satu dendang yang wajib dalam seni pertunjukan randai dan telah ada sejak seni randai di pertunjukan. Biasanya masyarakat menggunakan dendang dayang daini tidak terpaku kepada teks, melainkan diubah bedasarkan alur cerita atau tema randai yang dipersembahkan, tapi dengan melodi yang sama makna dari dendang ini adalah salah satu bentuk permohonan ketika randai akan ditampilkan. Dendang: Mano Sagalo Niniak Jo mamak Sarato Urang Kasadonyo “semua (Niniak Mamak) atau semua Pemimpin kaum,keluarga ataupun orang yang penting dalam suku minangkabau serta orang semua yang hadir”, Sapuluah jari nan kami susun sambah jo simpuah manjalani “Sepuluh Jari yang kami Susun. Serta seiringnya sembah dan simpuh agar randai mau dipertunjukan” Randai kan kami baok tagak “randai akan kami bawak berdiri” dalam artian pertunjukan ini akan dimulai.

Universitas Sumatera Utara Dimulai dengan (Gambar 4.1) penari laki-laki dan perempuan bergabung masuk dari panggung kanan dan panggung kiri sambil berlari kecil dan memukul celana kostum yang disebut galembong, berdiri tegak membentuk formasi segitiga dan seluruh tangan di letakan di depan dada seperti memberi salam (Gambar 4.2). Lalu jongkok menghadap lantai membuka dan membentang kedua telapak tangan(Gambar4.3), kemudian tangan dipindahkan ke atas kepala seolah memberi sembah kepada yang terhormat dan perlahan berdiri secara bergantian (Gambar 4.4). b. Lima Kode Pembaca 1. Kode Hermeneutik (kode teka-teki) Mengapa ada 16 orang yang menarikan tarian tersebut? Mengapa laki-laki dan perempuan bergabung dalam gerakan yang sama? Mengapa mereka berlari-lari kecil ketika masuk panggung? 2. Kode Semik (kode konotatif) Menjadi dari bagian suku Minangkabau tarian randai merupakan tarian yang gagah dan kuat, maka tak ada terbedaan antara perempuan dan laki- laki, karena mereka mempunyai semangat yang sama. 3. Kode Simbolik (kode fiksi) Setiap penari yang masuk melakukan gerakan yang sama seperti pada gambar (4.1). bertepuk tangan dan berlari kecil sambil memukul Galembong, kemudian bersikap siap dan berteriak bersama menandakan bahwa pertunjukan Randai segera dimulai (4.3). 4. Kode Proaretik (logika atau tindakan) Seluruh penari yang berjumlah 16 orang jalan bersama menggambarkan gembira muda-mudi yang ingin menyambut panen hasil pertanian yang mereka tanam. Laki-laki maupun perempuan mereka memiliki semangat yang sama.

Universitas Sumatera Utara 5. Kode Gnomik (kode kultural) Setelah dendang dinyanyikan mereka bersama-sama memberi hormat kepada “Niniak Mamak” ini menunjukan bahwa kepatuhan mereka kepada orang yang lebih tua dalam adat Minangkabau (4.4)

4.2.2 Analisis Ragam Dendang II Gambar atas: Video dokumentasi IMTGT-2017 Gambar bawah: Dokumentasi peneliti

Gambar 4.5

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.6

Gambar 4.7

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.8 a. Analisis Leksia

Pada menit ke 2.20-3.30 ragam II merupakan penggabungan antara gerakan dan bertani biasa dalam randai disebut cerita Kaba atau Akting namun di dalam randai ini tidak menggunakan cerita penokohan Kaba, karena randai tersebut merupakan jenis randai kreasi. Di awali (Gambar 4.5) sikap dengan kuda-kuda kaki sedikit ditekuk tangan kanan berada di depan dada dan tangan kiri berada di atas paha seolah-olah siap untuk memulai silat. Dalam gerakan ini laki-laki dan perempuan melakukan gerakan yang sama kemudian melakukan gerakan memukul Galembong (Gambar 4.6) setelah melakukan gerakan menepuk Galembong semua penari berlari kecil mengambil posisi masing-masing, untuk penari perempuan masuk kedalam podium dan yang laki-laki tetap berdiri tegak ketika mendengar aba-aba yang dibunyikan oleh pemusik

Universitas Sumatera Utara untuk bersilat (Gambar 4.7) setelah itu masuklah penari perempuan sambil membawa tampah dan bakul menandakan bahwa panen akan segera dimulai, melakukan gerak keliling dan memutar tampah dan bakul seolah hasil panen yang didapat cukup melimpah, sedangkan yang laki-laki tetap melakukan gerak pencak silat seakan menghibur dan melindungi perempuan yang sedang melakukan panen (Gambar 4.8) a. Lima Kode Pembaca 1. Kode Hermeneutik (kode teka-teki) Mengapa perempuan juga melakukan pencak silat? Mengapa mereka melakukan gerak memukul celana? Mengapa mereka mengeluarkan suara jeritan singkat secara bergantian? Mengapa mereka bertepuk tangan? Mengapa mereka mengeluarkan tampah dan bakul? 2. Kode Semik (makna konotatif) Perempuan Minangkabau mempunyai kedudukan sangat sentral dalam masyarakatnya. Secara umum orang dari daerah luar mengenal Minangkabau sebagai masyarakat yang egaliter, dimana kedudukan perempuan dan laki -laki adalah setara maka tidak ada keanehan lagi jika perempuan dan laki-laki melakukan gerak pencak silat pada (Gambar 4.5) dan (Gambar 4.6) 3. Kode Simbolik (kode fiksi) Terlihat perempuan keluar dan berlari kecil sambil memegang tampah dan bakul, gerakan memanen hasil pertanian di dalam tarian ini menandakan bahwa di nagari Minangkabau kaya akan sumber daya alam dan kemudian laki-laki tetap melakukan gerakan silat memperlihatkan betapa hebatnya mereka menjaga dan melindungi perempuan (Gambar 4.8) 4. Kode Proaretik (logika atau tindakan) Dalam gerakan ini mereka membentuk formasi yang tak beraturan dan melakukan gerakan kebiasaan sehari-hari yang biasa orang Minangkabau lakukan yaitu bertani dan pencak silat.

Universitas Sumatera Utara Gerakan perempuan dengan kelihaian dan cekatan dalam bekerja, begitu pun juga dengan gerakan laki-laki ikut membantu dalam pekerjaan itu. (Gambar 4.8) 5. Kode Gnemik (kode kultural) Muda-mudi yang penuh semangat dan tak kenal lelah dalam gerakan ini, terlihat dalam gerakan perempuan yang bisa menyamakan gerakannya dengan gerakan laki-laki, bergotong royong satu sama lain. 4.2.3 Analisis Ragam Dendang III Gambar atas: Video dokumentasi IMTGT-2017 Gambar bawah: Dokumentasi peneliti

Gambar 4.9

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.10

Gambar 4.11

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.12

Gambar 4.13

Universitas Sumatera Utara a. Analisis Leksia

Pada menit ke 4.27-5.10 dalam ragam ketiga ini memperlihatkan gerakan lingkaran dan memutar biasa disebut dalam randai yaitu gelombang gerak melingkar yang disertai tepukan paha tangan dan galembong dimana tepukan paha tangan dan galembong menghasilkan bunyi yang mengandung ritme yang sama (Gambar 4.9). Gerak gelombang diiringi dengan dendang Simarantang. Dendang simarantang digunakan sebagai simbol petunjuk tentang isi dari sebuah randai.

Dendang: Sungguah lah rancak nagari nanko.. Alam malimpah ruah nan balirik “sungguh indahnya negeri ini (minangkabau) dengan alam yang menyediakan kebutuhan yang berlimpah ruah“.

Gerakan ini menggambar rasa syukur yang besar kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan hasil panen yang melimpah di nagari Minangkabau (Gambar 4.10) dan (Gambar 4.11), mereka berkumpul bersama kemudian melakukan gerakan silat dan memukul galembong hingga melakukan teriakan bersama “Eee-Aaa” (Gambar 4.12), melompat bersama seolah memperlihatkan kegembiraan telah diberi hasil yang banyak (Gambar 4.13) a. Lima Kode Pembaca 1. Kode hermeneutik (kode teka-teki) Mengapa mereka membentuk lingkaran? Mengapa mereka berlutut dan menaikan tangan ke atas? Mengapa mereka berputar-putar membuat lingkaran besar dan lingkaran kecil? Mengapa mereka bernyanyi sambil membentuk lingkaran? (Gambar 4.11) 2. Kode semik(makna konotatif) Dalam kehidupan kita diciptakan untuk selalu bersyukur karena telah apa yang Tuhan berikan kepada kita, memiliki kekayan alam yang melimpah harus bisa melestarikan dan menjaganya. 3. Kode simbolik (kode fiksi) Dalam gerak ini laki-laki dan perempuan dipersatukan melakukan gerak yang sama memukul paha dan galembong secara serentak, melakukan silat

Universitas Sumatera Utara sembari menerima aba-aba untuk berteriak bersama. Terlihat tak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan memiliki kekuatan yang sama. 4. Kode proaretik (logika atau tindakan) Dalam gerakan ini perempuan berusaha menyamakan kedudukannya dengan laki-laki, dan memperlihatkan bahwa perempuan nagari Minangkabau adalah perempuan yang tangguh. 5. Kode gnomik (kode kultural) Manusia adalah makhluk diciptakan Tuhan untuk saling mengenal dan membantu satu sama lain, begitu yang ditanamkan masyarakat Minangkabau ini dalam mengerjakan sesuatu hendaknya berkumpul dan mendoakan yang terbaik agar berjalan dengan lancar. 4.2.4 Analisis Ragam Dendang IV Gambar atas: Video dokumentasi IMTGT-2017 Gambar bawah: Dokumentasi peneliti

Gambar 4.14

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.15

Gambar 4.16

Universitas Sumatera Utara a. Analisis Leksia

Pada menit ke 6.00-6.20 Ragam dalam gerakan ini salah satu nyanyian dalam permainan tradisional minangkabau, mereka mulai terlihat bermain main dengan satu sama lain karena telah menyelesaikan pekerjaan bertani gerakan yang sebelumnya. Sama seperti puk ame-ame, Leng kaleleng dan lain-lain. Permainan ini dimainkan oleh 3 orang atau lebih. Tujuan permainan ini adalah menemukan Gundu/benda terserah bendanya apa yang disembunyikan teman-temannya, permainan ini bernama "Cok Cok imin" Dendang: Cok cok imin bilalang katimbarau. Inggok inggok kayu licin manggarak manggarau. Kalipak patin ambo indak ambo iyo ambo indak ambo iyoo. Membentuk formasi diagonal dengan posisi siap, menandakan mereka siap untuk memulai permainan yang akan dimainkan (Gambar 4.14) kemudian melompat- lompat kecil ke kanan dan ke kiri secara bergantian kaki kanan di atas dan tangan dikepal ke arah bawah sebelah kiri dan begitu juga sebaliknya secara bergantian hingga membentuk suatu formasi yang baru dalam permainan (Gambar 4.15) dan (Gambar 4.16) a. Lima Kode Pembaca 1. Kode hermeneutik (kode teka-teki)

Mengapa mereka berlari kecil-kecil? Mengapa mereka bertepuk tangan? Mengapa mereka menjerit sedikit sedikit? Mengapa mereka bernyanyi bersama-sama? Mengapa mereka melihat ke kanan dan ke kiri? 2. Kode semik (makna konotatif) Dalam ragam ini mereka terlihat seperti anak kecil yang kegirangan untuk memulai permainan. Laki-laki maupun perempuan bersatu menyatu kekompakan menyanyikan lagu yang ceria. Menunggu aba-aba dengan sikap siap yang telah ditentukan untuk memulai permainan.

Universitas Sumatera Utara

3. Kode simbolik (kode fiksi) Gerak memiringkan badan kekiri dan kekanan menandakan sikap kanakan yang sedang bermain, menggenggam kedua telapak tangan menyembunyikan sebuah benda yang akan di cari, sesuai dengan lagu yang dinyanyikan (Gambar 4.15) 4. Kode proaretik (logika atau tindakan) Mereka berdiri baris dan membentuk formasi yang panjang dengan posisi siap dan melakukan gerak berpindah tempat sambil melompat kecil dan bernyanyi bersama. 5. Kode gnomik (kode kultural) Gerak yang ceria menggambarkan mereka muda-mudi yang tak kenal lelah walaupun mempunyai banyak kegiatan yang lain seperti bertani.

4.2.5 Analisis Ragam Dendang V Gambar atas: Video dokumentasi IMTGT-2017 Gambar bawah: Dokumentasi peneliti

Gambar 4.17

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.18

Gambar 4.19

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.20

a. Analisis Leksia

Pada menit ke 6.33-7.25 dalam ragam ini terdapat dendang Piaman Tadanga Langang merupakan salah satu dendang kreasi yang biasa dinyanyikan di seni pertunjukan lainnya. Dendang: oi piaman piaman tadanga langang oi kanduang, baok baok tabuik mangkonyo rami “Oi Pariaman terdengar sepi, marilah kita bawak bertabuik supaya meriah" (tabuik adalah salah satu upacara budaya minangkabau dalam memperingati meninggalnya Husain cucu Muhammad dalam perang biasanya diiringi dengan alat musik supaya semarak) Oi galanggang galangang tadanga langang oi kanduang baok randai baok randai mangkonyo rami “gelanggang panggung terlihat sepi marilah kita bawakan Randai”

Awal dalam gerakan ragam ini terlihat seperti sepi dan tenang, penari membuat suasana keramaian dengan tepukan tangan dan tepukan galembong dicampur dengan nyanyian, menaggil semangat para muda-mudi yang sedang berkumpul (Gambar 4.18) kemudian disambut dengan gerakan menyiku adalah

Universitas Sumatera Utara bagian dari gerakan silat, digabung dengan suara teriakan “Ee..Aa” (Gambar 4.19) agar semakin semangat muda-mudi tersebut dalam melakukan pencak ditambah dengan akhiran gerak melompat secara bergantian (Gambar 4.20) b. Lima Kode Pembaca 1. Kode hermeneutik (kode teka-teki) Mengapa mereka tunduk dan mengayunkan tangan ke kanan dan ke kiri? Mengapa mereka menepuk tangan? Mengapa mereka menepuk galembong? Mengapa mereka berteriak? Mengapa mereka melompat dengan cepat secara bergantian? 2. Kode semik(makna konotatif) Dalam gerak ini mereka berusaha membuat keadaan menjadi ramai karena terdapat keadaan kota pariaman yang sepi, mereka tetap memainkan randai sebagai pembangkit dari kesepian kota tersebut. 3. Kode simbolik (kode fiksi) Mereka tetap menepuk tangan dan menepuk galembong sebagai tanda mereka akan tetap berandai, membawa suasana yang ramai agar muda- mudi tetap semangat dalam menjalan kan aktifitas. 4. Kode proaretik (logika atau tindakan) Dalam gerakan mereka yang semangat bertepuk-tepuk tangan dan menganggukan kepala sesuai tempo yang di nyanyikan, mengartikan sebagai pembangkit semangat sambil berteriak agar gerakan yang dilakukan muda-mudi selalu kompak. 5. Kode gnomik (kode kultural) Terdapat nyanyian dalam gerak randai tersebut yang menandakan bahwa randai dapat menghibur keadaan yang sedang sepi, tepukan galembong yang menjadi ciri khas randai ini yang membuat muda- mudi yang memainkan dan yang menikmatinya menjadi semangat.

Universitas Sumatera Utara 4.2.6 Analisis Ragam Dendang VI Gambar atas: Video dokumentasi IMTGT-2017 Gambar bawah: Dokumentasi peneliti

Gambar 4.21

Gambar 4.22

Universitas Sumatera Utara a. Analisis Leksia

Pada menit ke 7.00-7.25 ragam VI ini untuk memberitahukan bahwa Randai akan segera berakhir, pemusik dalam randai juga berperan menginformasikan kepada anak galang/penari bahwa Randai hampir selesai, agar penari tidak lupa. Dendang ini dinamakan Dendang Salam. Dendang: Hei jawek lah salam.... (Disahut "Yoo" oleh penari) Kumbali salam.. nde..antaa.

Gerakan duduk dan berlutut yang dilakukan penari menandakan bahwa mereka akan memberi salam dan memberitahukan randai akan segara berakhir, dengan menunggu aba-aba salam dari pemusik kemudian penari bersama-sama berteriak memberi salam. Dengan posisi kepala menunduk sambil menunggu aba-aba untuk melihat kedepan sambil berteriak “Yoo” (Gambar 4.21) dan (Gambar 4.22) a. Lima Kode Pembaca 1. Kode hermeneutik (kode teka-teki) Mengapa mereka menunduk melihat bawah? Mengapa mereka membentang kedua tangan nya? Mengapa mereka berteriak? Mengapa wajah mereka melihat kedepan setelah berteriak? 2. Kode semik (makna konotatif) Dalam ragam ini terdapat gerakan salam yang merupakan tradisi orang Minangkabau jika melakukan sesuatu hendaknya selalu diakhiri dengan salam. 3. Kode simbolik (kode fiksi) Gerakan duduk dan berlutut menandakan rasa hormat mereka kepada orang disekitar, untuk memberikan hormat untuk penampilan teraKhir. Teriakan serentak mereka juga memberitahukan bahwa mereka akan tetap bersemangat walaupun randai akan segera berakhir. 4. Kode proaretik (logika atau tindakan)

Universitas Sumatera Utara Aba-aba yang disampaikan oleh pemusik membuat penari tidak lupa bahwa randai akan segera berakhir, dan mereka melakukan gerakan ini sangat tegas dan serentak.

5. Kode gnomik (kode kultural) Dendang salam ini memberitahu bahwa jangan melupakan adat istiadat, terutama dalam nagari Minangkabau yang sangat kental dengan tradisi.

4.2.7 Analisis Ragam Dendang VII Gambar atas: Video dokumentasi IMTGT-2017 Gambar bawah: Dokumentasi peneliti

Gambar 2.23

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.24

Gambar 2.25

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.26

Gambar 2.27

Universitas Sumatera Utara a. Analisis Leksia

Pada menit ke 7.35-8.00 dalam ragam gerak yang terakhir ini terdapat dendang Banda Lamo,merupakan salah satu dendang kreasi didalam randai. Dendang ini sering dinyanyikan dalam tarian randai, komposisi musik nyanyian menidurkan anak atau dengan teks yang diubah tanpa mengubah melodi sama seperti dendang yang lainya. Makna dendang ini dalam sebuah seni pertunjukan randai yang adalah menandakaan bahwa randai telah selesai. Kembali ke tabiat sebuah seni pertunjukan Randai yang dulunya adalah sebuah permainan muda-mudi dalam mengisi waktu luang. Para muda-mudi berkumpul biasanya lebih banyak pria, dan berbagi cerita bersama-sama sekilas melupakan beban dan masalah yang dihadapi. Dengang:Ramilah urang yo sanak dibanda lamo oi kanduang rami dek anak yo sanak nan mudo-mudi ooi rami dek anak yo sanak nan mudo-mudo “Sangat ramai orang di (Banda Lamo) suatu tempat/ wilayah hiburan yaitu diramaikan oleh anak muda”. Kami barandai yo sanak basamo-samo oi kanduang paubek hati yo sanak nan sadang ibo ooi paubek hati yo sanak nan sadang ibo “kami barandai bersama untuk mengobat hati yang sedang bersedih”

Dimulai dengan gerak menepuk lantai kemudian berbalik badan dan membaringkan badan menandakan mereka bersama-sama melepas kepenatan (Gambar 2.23) walaupun mereka lelah tapi semangat mereka untuk tetap bersilat dan berdendang tidak pernah berhenti, tetap dalam kekuatan fisik yang kuat dan lantang melestarikan apa yang seharus nya mereka jaga adat dan istiadatnya (Gambar 2.25) Perempuan dan laki-laki masih dengan kedudukan yang sama, tetap memperlihatkan ketangguhan perempuan yang juga hebat dalam melakukan pencak silat dan melakukan gerakan loncat bersama-sama dengan laki-laki (Gambar 4.27). a. Lima Kode Pembaca 1. Kode hermeneutik (kode teka-teki) Megapa mereka menepuk lantai? Mengapa mereka menaikan kakinya keatas? Mengapa laki-laki dan perempuan terus melakukan gerak yang sama? Mengapa mereka bernyanyi bersama-sama? Mengapa mereka melakukan gerak pencak silat dari awal hingga akhir?

Universitas Sumatera Utara 2. Kode semik (makna konotatif) Kembali ke tabiat sebuah seni pertunjukan Randai yang dulunya adalah sebuah permainan muda-mudi dalam mengisi waktu luang. para muda-mudi berkumpul biasanya lebih banyak pria, dan berbagi cerita bersama-sama sekilas melupakan beban dan masalah yang dihadapi, terlihat dalam gerak mereka dalam melakukan tepukan kelantai dan kemudian berbaring (Gambar 4.23) tetap dalam perkumpulan dan melakukan kebiasan adat Minangkabau. 3. Kode simbolik (kode fiksi) Gerakan pencak silat yang terus menerus mereka lakukan menandakan bahwa mereka takkan kenal lelah sampai randai pun berakhir, mereka tetap berkumpul bersama melepas kepenatan berasama dalam satu tempat yang biasa mereka jadikan tempat perkumpulan. 4. Kode proaretik (logika atau tindakan) Setelah mereka memberi salam kemudian mereka kembali mengeluarkan gerakan silat untuk terakhir dengan gerakan dan nyanyian memberitahu bahwa mereka akan berkumpul dan melepas kepenatan bersama dengan tetap melakukan gerak pencak silat hingga akhirnya mereka lompat bersama sebagai penutup dari gerakan tersebut (Gambar 4.27) 5. Kode gnomik (kode kultural) Arti kehidupan sehari-hari dalam ragam ini selalu menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh muda-mudi di Minagkabau, dengan kesetaraaan perempuan dan laki-laki yang memiliki kedudukan yang sama, melakukan pencak silat dan menari bersama tanpa kenal lelah. 4.3 Pola Tari Randai Pola yang digunakan pada tari Randai menggunakan variasi gerak sebagai berikut: 1. Serempak Serempak dalam waktu yang bersamaan, baik gerak, bentuk, level, arah gerak, arah hadap, maupun ekspresi para penari. Keserempakan dapat

Universitas Sumatera Utara disajikan dengan baik jika penari telah sering berlatih bersama-sama, menyatukan rasa, serta menguasai teknik menari dengan baik. 2. Berurutan Gerak ini memiliki sifat dinamis dan ritmis karena masing - masing penari mempunyai tempo sendiri - sendiri, yang satu lebih dulu dari pada yang lain tetapi dengan selang tempo yang sama. 3. Terpecah Gerak saling berbeda untuk menunjukkan dua identitas gerak yang berbeda. Dapat berbeda gerak, berbeda permulaannya, ataupun kostumnya. Gerak broken akan lebih baik jika diperagakan sesaat. 4. Melengkung Pola lantai ini banyak digunakan pada tari rakyat dan tari tradisi, memberi kesan kekompakan yang kuat. Beberapa pola lantai melengkung antara lain melingkar. Pada pola lantai ini penari membentuk garis lingkaran. 4.4 Musik Pengiring dan Gerak Tari Randai Randai salah satu permainan tradisional di Minangkabau yang dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara berganti- gantian. Randai menggabungkan seni lagu, musik, tari, drama dan silat menjadi satu. Cerita randai biasanya diambil dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. Fungsi Randai sendiri adalah sebagai seni pertunjukan hiburan yang didalamnya juga disampaikan pesan dan nasihat. Semua gerakan randai dituntun oleh aba-aba salah seorang di antaranya, yang disebut dengan janang Indonesia bermacam-macam yang disesuaikan rupanya dari berbagai daerah bahagian di Sumatra Barat. Keelokan dan kebanyakan kesenian Minangkabau ini merupakan warisan yang dapat menyokong dan melengkapi kesenian lain yang banyak berada di Indonesia. Minangkabau memiliki alat musik khas. Alat musik ini biasanya digunakan untuk mengiringi tari-tarian. Berikut ini alat musik yang mendukung dari gerak tari randai tersebut:

Universitas Sumatera Utara 1. Saluang,Saluang terbuat dari bambu, kira-kira panjangnya 70 centimeter dan berdiameter 3 centimeter. Memiliki tiga atau empat lubang nada. Fungsinya untuk mengiringi dendang 2 bansi. 2. Sarunai, .sarunai terbuat dari dua potong bambu yang tidak sama besarnya. Sepotong yang kecil dapat masuk ke potongan yang lebih besar. Fungsinya sebagai penghasil nada. Alat ini memiliki empat lubang nada. Bunyinya juga melodius. Karawitan ini sudah jarang yang menggunakan. Selain juga sulit membuatnya, nada yang dihasilkan juga tidak banyak terpakai. 3. Bansi, Bansi juga terbuat dari bambu. Ukurannya lebih kecil dari bahan saluang. Panjangnya sekitar 15 cm. Diameternya sekitar 2 centi meter dan memiliki sampai enam lubang nada. Ujung tanpa buku disumbat dengan kayu. Pada sumbatan itu dibuat celah untuk meniup sehingga menghasilkan bunyi. Nada yang dihasilkannya sangat indah, melodius dan lagunya melankolis. Bansi juga dapa digunakan untuk mengiringi dendang dan bisa dimainkan secara instrumentalia 4. Talempong, Talempong terbuat dari bambu, kayu dan logam. Cara memainkannya ada dua macam. Pertama, dengan cara meneteng atau memegang dua atau tiga talempong. Talempong ini dinamakan Talempok Pacik. Kedua, meletakan talempong diatas standar. Talempong ini dinamakan Talempong Duduak. Talempong dapat digunakan untuk mengiringi nyanyi atau dendang dan dapat dimainkan secara instrumentalia. 5. Gandang, Gandang terbuat dari bambu, kayu, dan kulit lembu. Cara memainkannya dengan memukulnya menggunakan stik pemukul atau bisa juga menggunakan tangan.

Universitas Sumatera Utara Dalam gerak tari randai tersebut terdapat berbagai unsur yang menjadikan gerak dari randai itu menjadi sebuah pementasan yang enak dilihat oleh para penonton. Berikut unsur ragam gerak yang terdapat pada tarian randai tersebut: 1. Pencak silat, yaitu silat yang biasa digunakan untuk tari-tarian pertunjukan. Pemainnya disebut anak silek. Pencak silat dilakukan dua orang. Gayanya seperti gerakan silat, tapi tidak untuk menciderai lawan, tetapi hanya sebagai hiburan. 2. Penceritaan atau Gurindam, yang diceritakan adalah kaba, dan dipaparkan/disampaikan lewat gurindam, dendang dan lagu, yang sering diiringi oleh alat musik tradisional Minang, yaitu: salung, rebab, bansi, rebana atau yang lainnya. 3. Laku dan Gerak Tari, yang dibawakan melalui galembong. Gerak tari yang digunakan bertolak dari gerak-gerak silat tradisi Minangkabau, dengan berbagai variasinya dalam kaitannya dengan gaya silat di masing-masing daerah. Properti dan Kostum Penari Randai Selama menari, parapenari wajib mengenakan pakaian adat minangkabau. Penggunaan pakaian adat inimemiliki 2 alasan utama yaitu, agar pertunjukan tari semakin atraktif karenawarna dan kekhasan pakaian yang dikenakan, serta agar menjadi ciri dan penanda asal tari randai ini. Selain mengenakan kostum khusus dan beragamaksesorisnya, para penari juga akan membawa bakul dan tongkat. Sebagai media penyampaian pesan bahwa tarian randai dengan tema pertanian.

Universitas Sumatera Utara BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan Kehidupan budaya masyarakat Minagkabau, dapat tercermin dari pertunjukkan Randai, baik dialog yang diucapkan yang penuh dengan pantun dan syair serta prosa liris yang berupa untaian bait. Dalam pertunjukkan Randai hal itu meskipun tidak terlalu ketat namun masih terasa bahwa mereka menyadari perlunya bait-bait tersebut untuk menjaga irama-irama pertunjukkan agarsesuai dengan gurindam dan dendang yang ada. Karena sifatnya yang liris, yang terikat dengan jumlah suku kata dan adanya sajak, syair, pantun, maka kaba selalu didendangkan. Didalam Randai bagian-bagian cerita yang didendangkan inilah yang disebut gurindam. Gurindam dan tari yang bersumber dari gerak silat inilah yang menjadi ciri khas Randai sebagai Teater Tradisi Minang. Tari Randai memiliki ciri yang khas, penari laki-laki dan perempuan menggunakan celana galembong sebagai cirri khas nya. Adapun dalam bentuk gerakannya, tarian ini banyak menggunakan gerak tangan yang menepuk celana galembong, dan loncat-loncat kecil, selain itu para penarinya selalu beriringan dengan gerak tangan yang menepuk secara tempo yang sesuai dengan irama musik. Tari Randai berkisah tentang pertanian, atas hasil panen yang melimpah di nagari minangkabau. Kini tarian randai cukup terkenal dan berkembang di berbagai daerah, dan dengan itulah maka keberadaan tarian daerah khas Minangkabau ini dapat tetap lestari. Berdasarkan analisis yang telah didapatkan,maka kesimpulan dari makna pesan dalam gerakan tarian randai: 1. Dendang Dayang Daini pada menit ke 00.40 sampai menit ke 2.09 yang merupakan salah satu dendang yang wajib dalam seni pertunjukan randai dan telah ada sejak seni randai di pertunjukan. Dendang ini tidak terpaku pada teks, namun diubah berdasarkan cerita tema randai yang akan dipersembahkan

Universitas Sumatera Utara namun tetap dengan melodi yang sama. Makna dari dendang ini adalah salah satu bentuk permohonan ketika Randai akan ditampilkan. 2. Pencak Silat pada menit ke 2.20 sampai pada menit 3.30 merupakan gerakan dalam randai yang mengartikan sebagai kebiasaan sehari-hari orang Minangkabau yaitu Bersilat. 3. Dendang Simarantang pada menit ke 4.27 sampa pada menit ke 5.10 digunakan sebagai simbol atau petunjuk tentang isi dari sebuah randai. Dendang simarantang ini juga bisa diubah sesuai dengan cerita/Kaba dan tema suatu Randai tetapi dengan melodi nyanyian yg sama. seperti randai kreasi yang ditampilkan dalam tarian randai lembaga kesenian usu ini dengan tema Pertanian. 4. Dendang Cok Imin pada menit ke 6.00 sampai pada menit ke 6.20 ini merupakan salah satu nyanyian dalam permainan tradisional Minangkabau sama seperti Puk ame-ame, Leng kaleleng dan lain-lain. Tujuan permainan ini adalah menemukan gundu/bend yang disembunyikan teman-temannya sambil sipelaku menutup mata. 5. Dendang Piaman Tadangan Langang pada menit ke 6.33 sampai pada menit ke 6.50 merupakan salah satu dendang kreasi yang biasa dinyanyikan di seni pertunjukan lainnya, dendang sering digunakan untuk memeriahkan keadaan yang sedang sepi. 6. Dendang Salam pada menit ke 7.00 sampai pada menit ke 7.25 upaya memberitahukan bahwa Randai akan segera berakhir disini pemusik dalam randai.juga berperan menginformasikan kepada anak galang/ penari bahwa Randai hampir selesai agar penari tidak lupa. 7. Dendang Banda Lamo pada menit ke 7.35 sampai pada menit ke 8.00 makna dendang ini dalam sebuah seni pertunjukan randai yg intinya adalah menandakan bahwa randai telah selesai kembali ke tabiat sebuah seni pertunjukan Randai yg dulunya adalah sebuah permainan muda.mudi dalam mengisi waktu luang para muda mudi berkumpul dan berbagi cerita bersama- sama sekilas melupakan beban dan masalah yang dihadapi.

Universitas Sumatera Utara Proses komunikasi verbal dan non-verbal dalam tarian randai: Analilis secara Verbal 1. Dendang 1: Mano Sagalo Niniak Jo mamak Sarato Urang Kasadonyo, Sapuluah jari nan kami susun sambah jo simpuah manjalani Randai kan kami baok tagak. 2. Dendang III: Sungguah lah rancak nagari nanko. Alam malimpah ruah nan balirik. 3. Dendang IV: Cok-cok imin bilalang katimbarau. Inggok inggok kayu licin manggarak manggarau. Kalipak patin ambo indak ambo iyo ambo indak ambo iyoo. 4. Dendang V: Oi piaman piaman tadanga langang oi kanduang, baok tabuik baok tabuik mangkonyo rami. Oi galanggang galangang tadanga langang oi kanduang baok randai baok randai mangkonyo rami 5. Dendang VI: Hei jawek lah salam.... (Disahut "Yoo" oleh penari) Kumbali salam.. nde..antaa 6. Dendang VII: Ramilah urang yo sanak dibanda lamo oi kanduang rami dek anak yo sanak nan mudo-mudi ooi rami dek anak yo sanak nan mudo-mudo. Kami barandai yo sanak basamo-samo oi kanduang paubek hati yo sanak nan sadang ibo ooi paubek hati yo sanak nan sadang ibo. Analisis secara Non-Verbal: 1. Ragam I: Penari laki-laki dan perempuan bergabung masuk dari panggung kanan dan panggung kiri sambil berlari kecil dan memukul celana galembong, berdiri tegak membentuk formasi segitiga dan seluruh tangan di letakan di depan dada seperti memberi salam. Lalu jongkok menghadap lantai membuka dan membentang kedua telapak tanga, kemudian tangan di pindahkan ke atas kepala seolah memberi sembah kepada yang terhormat dan perhalan berdiri secara bergantian. 2. Ragam II: Di awali dengan sikap dengan kuda-kuda kaki sedikit ditekuk tangan kanan berada di depan dada dan tangan kiri berada di atas paha seolah- olah siap untuk memulai silat, kemudian melakukan gerakan memukul

Universitas Sumatera Utara Galembong dan semua penari berlari kecil mengambil posisi masing-masing, untuk penari perempuan masuk kedalam podium dan yang laki-laki tetap berdiri tegak ketika mendengar aba-aba yang di bunyikan oleh pemusik untuk bersilat, setelah itu masuk penari perempuan sambil membawa tampah dan bakul menandakan bahwa panen akan segera di mulai, melakukan gerak keliling dan memutar tampah dan bakul seolah hasil panen yang di dapat cukup melimpah, laki-laki tetap melakukan gerak pencak silat seakan menghibur dan melindungi perempuan yang sedang melakukan panen. 3. Ragam III: Gerak melingkar yang disertai tepukan paha tangan dan menggesekkan kuku ke celana galembong sehingga menghasilkan suara gesekan. 4. Ragam IV: Membentuk formasi diagonal dengan posisi siap, kemudian melompat-lompat kecil ke kanan dan ke kiri secara bergantian kaki kanan di atas dan tangan di kepal ke arah bawah sebelah kiri dan begitu juga sebalik nya secara bergantian hingga membentuk formasi lainnya. 5. Ragam V: Penarimembuat suasana keramaian dengan tepukan tangan, tepukan galembong dan pukulan siku dengan akhiran gerak melompat secara bergantian. 6. Ragam VI:Gerakan duduk dan berlutut yang dilakukan penari menandakan bahwa mereka akan memberi salam dan memberitahukan randai akan segara berakhir, dengan menunggu aba-aba salam dari pemusik. 7. Ragam VII: Dimulai dengan gerak menepuk lantai kemudian berbalik badan dan membaringkan badan kemudian tetap memperlihatkan ketangguhan perempuan yang juga hebat dalam melakukan pencak silat dan melakukan gerakan loncat bersama-sama dengan laki-laki

5.2 Mitos

Setelah menganalisis gerakan tarian Randai dan menelusuri ragam di setiap gerak dan dendang nya terdapat ditarian tersebut bahwa di setiap dendang dan

Universitas Sumatera Utara gerakan memiliki masing masing makna yang berbeda. Cerita yang dipakai di permainan randai ini pertanian hasil panen yang melimpah di nagari minangkabau. Biasanya diambil dari kejadian kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. Karena fungsi randai sendiri adalah sebagai seni pertunjukan hiburan yang di dalamnya juga sudah disampaikan pesan dan nasehat.

Randai sendiri dalam sejarah minangkabau memiliki sejarah yang lumayan panjang. Konon kabarnya ia di mainkan oleh masyarakat pariangan, tanah datar ketika masyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut. Randai di mainkan dengan tujuan utnuk menghibur masyarakat yang biasanya di adakan pada saat pesta rakyat atau pada hari raya idul fitri.

5.3 Saran Penelitian Semiotika sebagai kajian mendalam tentang tanda memerlukan pemahamanyang mendalam yang ekstensif, baik tentang teks maupun konteks. Selama prosesanalisis berlangsung, entitas teks dipecah menjadi bagian-bagian, laludihubungkan dengan wancana-wancana lebih luas. Bahan-bahan bacaan yangrelevan dengan teks dapat memperkaya analisis terhadap kontkes, yang lazimnyaditemukan dalam kode kulturan dan kode semik. Dalam kajian penelitian ini masih fokus terhadap ragam gerakan, komunikasi verbal dan non-verbal, dan dendang, sehingga dalam hentakan musik, rentetan pengiring lampu pencahayan tidak peneliti kaji lebihdalam. a. Implikasi Teoritis

Semiotik signikatif Roland Barthes dapat digunakan menganalisi video sebuah produk, audiovisual secara struktural melalui analisis lekisa dan lima kode pembacan. Kajian semiotika berkatian erat dengan budaya, dimana makna hidup tumbuh didalamnya. Oleh karenanya, kajian semiotika dalam hal ini semiotika video, tidak cukup hanya dengan menguasai penerapan analisis leksia dan lima kode pembacaan saja. Kajian semiotika video juga menuntut daya pikir krits dan kejelian

Universitas Sumatera Utara untuk mengkombinasikan kontinuitas antara scene, bahasa tubuh dan isyarat dari para penari, serta latar belakang histori (historical situatedness) sehingga menghasilkan maknya yang utuh.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR REFERENSI Arifin, Anwar. (1988). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Ringkas. Rajawali Press, Jakarta Ahmad, Sabaruddin. (1978). Kesusastraan Minang Klasik, Balai Pustaka, Jakarta Berger, Arthur Asa. (2000), Media Analysis Technique. California: Sage Pubication Budiman, Kris (1999). Feminografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Effendy, Onong Uchjana. (1989). Kamus Komunikasi. Bandung: PT. Mandar Maju Hadi, Syamsul. (2005). Strategi Pembangunan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Granit Hermawan, Anang. (2011). Mix Methodology Dalam Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. Istianto. (2013). Pengertian dan Manfaat Multimedia Pembelajaran. Bandung. Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Pratis Riset Komunikasi: Disertai Contoh riset media, public relations, advertising, komunikasi organisasi, komunikasi pemasaran. Jakarta: Putra Grafika. Little john, Stephen W & Karen A Foss. 2009. Teori Komunikasi (theories of human communication) edisi 9 . jakarta: Salemba Humanika Morrisan, M.A (2009). Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia Mulyana, Deddy. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, (2005). Pengantar Ilmu Komuniakasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Nawawi, Hadari. (2004). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pujileksono, Sugeng. (2015). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Malang: Intrans Publishing. Purwasito, Andrik. (2003). Komunikasi Multikultural. Surakarta: Muhammadiyah University Press 2003 Rachmadi. (1988). Informasi Dan Komunikasi Dalam Percaturan Internasional. Bandung: Penerbit Alumni.

Universitas Sumatera Utara Salim, Peter. (1996). The Contemporary English-Indonesian Dictionary, Jakarta: Modern English Press. Sedyawati, Edy. (2006). Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Silalahi, Ulber. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Adiatma. Singarimbun, Masri. (1995). Metode Penelititan Survei. LP3S, Jakarta Sobur, Alex. (2004). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Grasindo.

Sumber lain:

- http://yasirkomunikasi.blog.com/2009/07/08/paradigma-komunikasi-kritis- suatu-alternatif-bagi-ilmu-komunikasi/

- http://informationalert.blogspot.com/2012/06/empat-paradigma-penelitian- komunikasi.html - http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2012/12/paradigma-positivisme- konstruktivisme.html

Universitas Sumatera Utara BIODATA

Data Pribadi Nama : Shafira Sahara NIM : 140904004 Tempat/Tanggal Lahir : Pangkalan Brandan, 31 Desember 1996 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat Lengkap : Jl. Imam Bonjol No. 79 Kel. Brandan Timur Telepon Seluler : 087769347410 Email : [email protected]

Instagram : shafirasahara

Orang Tua

Ayah : Drs. Syamsul Rizal

Ibu : Rahmi Mahyanita

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Nama saudara kandung : - Muhammad Rizki Ryza

- Muthia Fatih Salsabilla

Pendidikan Formal

- TK Swasta Dharma Patra P.Brandan

- SD Swasta Dharma Patra P. Brandan

- SMP Negeri 1 P. Brandan

- SMA Swasta Dharma Patra P. Brandan

- Ilmu Komunikasi FISIP USU

Universitas Sumatera Utara Pengalaman Organisasi

- 2004-2011 : Anggota Drumband Gita Siswa Patra P.Brandan - 2009-2011 : Anggota Paskibra SMP Negeri 1 P. Brandan - 2009-2011 : Anggota Drumband SMP Negri 1 P.Brandan - 2009-2010 : Anggota Paduan Suara SMP Negeri 1P.Brandan - 2009-2012 : Anggota Seni Drama dan Seni Tari Teluk Aru P.Brandan - 2011-2014 : Ketua Sendra Tari SMA Dharma Patra - 2016-2017 : Anggota Divisi Creative Productions and Public Relations , Speak Up USU - 2014- 2018 : Anggota Unit Lembaga Kesenian Tari USU

Universitas Sumatera Utara